BAB I RISHTA NATA DAN PROBLEMATIKANYA Istilah Rishta Nata bagi kalangan Jemaat Ahmadiyah, tentunya sudah bukan merupakan suatu hal yang baru lagi, karena sering kali didengar bahkan menjadi bahasan menarik yang tidak kunjung selesainya. Apalagi bagi sebagian Khuddam dan Lajnah muda yang aktif di setiap kegiatan Jemaat, istilah ini sudah cukup populer, karena memang yang menjadi objek Rishta Nata adalah mereka. Namun sejauh ini Penulis masih melihat adanya suatu keprihatinan di lingkungan pengurus Jemaat, karena untuk mewujudkan program Rishta Nata yang memang menjadi program utama yang dicanangkan Hazrat Khalifatul Masih IV ra ini masih kurang mendapat perhatian dari berbagai pihak. Hal lain yang menjadi keprihatinan adalah kurangnya kesadaran baik dari sebagian besar para khuddam dan Lajnah muda maupun para orang tua untuk sama-sama memfokuskan diri terhadap program ini. Lalu “ Apa sebenarnya Rishta Nata dan Apa Tujuan digalakannya Program ini ?…” Nah, hal inilah yang semestinya dipahami oleh semua pihak di kalangan Jemaat. Sebab selama tujuan utama program Rishta Nata belum dipahami oleh para anggota Jemaat, maka selama itu pula akan senantiasa timbul berbagai problem dan kesulitan-kesulitan untuk mewujudkannya. Dan Penulis melihat kenyataan yang ada pada Jemaat Indonesia bahwa respon terhadap program ini sangat kurang. Bahkan tidak jarang para generasi muda kita melirik dengan sinis apabila para orang tua atau pengurus berbicara tentang Rishta Nata. Bahkan tidak jarang yang ngedumel : “Huh,… ngapain kawin pake di comblangin segala, emangnya gua ini nggak laku, apa ?…. Sekarang kan sudah bukan zamannya Siti Nurbaya lagi, kawin pake dipaksa-paksa segala “. Nah, kalimat seperti itulah yang akan keluar apabila para pelaku program Rishta Nata tidak mengerti hakikat sebenarnya dari Program Rishta Nata ini. Dan akan menjadi suatu DOSA BESAR apabila para orang tua ( yang mengerti ) tidak menjelaskan secara mendasar mengenai apa itu Rishta Nata dan Apa Tujuannya ?…. Menurut pandangan Penulis, definisi yang sederhana dari Rishta Nata adalah “ suatu proses pernikahan dan membina rumah tangga untuk menuju keluarga surgawi yang didasarkan atas landasan ketakwaan “. Suatu proses pernikahan dengan tujuan hanya semata-mata demi meraih kecintaan Allah Ta‟ala dan dalam upaya mencapai kedekatan kepadaNya. Selama seorang Khuddam atau Lajnah ketika berpikir tentang pernikahan, yang terbayang dalam benaknya hanyalah si Akang yang ganteng atau si Eneng yang cantik jelita, maka hakikat Rishta Nata yang harus menjadi prioritas utama masih jauh dari harapan. Selama yang ada dibenak si Ujang dan si Nyai, ketika berpikir tentang pernikahan hanyalah tentang pesta pernikahan yang mewah, gaun pengantin yang indah, maskawin yang wah… maka tujuan utama program Rishta Nata yang dicanangkan Hz Khalifatul Masih ke IV ra, masih jauh dari jangkauan. Memang pada kenyataannya kita harus merasa prihatin, karena ternyata pemikiran-pemikiran seperti ini masih melekat pada sebagian anak-anak muda kita dan juga pada para orang tua. Dan siapa yang harus disalahkan, Para Generasi muda kita kah ?….. Tentunya mereka akan spontan memprotesnya apabila mereka dipersalahkan. “Lho, yang salah bukan kami mengapa kami berpikiran seperti ini, lha wong Bapak dan Emak tidak mengajarkan hal itu ketika kami kecil… bukankah yang Bapak dan Emak ajarkan kepada kami hanyalah bahwa kami itu harus rajin shalat, rajin mengaji, belajar yang sungguh-sungguh agar menjadi orang pinter. Bapak dan Emak tidak pernah mengajarkan bagaimana kami harus berdo‟a agar kami mendapatkan jodoh yang baik. Bapak dan Emak tidak pernah memberitahukan kami bahwa untuk mencapai ridha Ilahi, dalam proses pernikahan pun harus menuruti aturan-aturan yang telah ditetapkan Islam. Nah sekarang kami sudah menjadi anak-anak yang rajin shalat, pandai mengaji, dan bahkan kami sekarang sudah menjadi orang pinter, jadi biarkan lah kami mencari jodoh sendiri dengan cara kami sendiri. Kami mampu kok, lha wong sekarang kami sudah pinter !”. Pernikahan Menurut Ajaran Islam
1
Nah, apa yang bisa kita katakan apabila anak-anak kita memprotes dan berkata seperti itu ?…… Ternyata memang sulit menciptakan suatu keluarga Surwagi. Seorang bapak harus mendidik anaknya dengan tekun dan telaten sejak anak itu masih dalam kandungan sang istri. Dan jauh sebelum mendidik anak-anak, sang bapak terlebih dahulu harus mendidik dirinya sendiri dan istrinya agar bisa selaras dengan apa yang menjadi tujuan hidup sang suami. Demikian pula sang ibu sebelum mendidik anak-anak yang akan dilahirkannya, terlebih dahulu harus berusaha menyelaraskan pola pikir, perilaku dan pandangan hidup dengan sang suami, agar dalam membina keluarga dan mendidik anak, tidak ada pertentangan pendapat yang akan mengakibatkan kesalahan fatal dalam mendidik anak. Keselarasan dalam menyamakan pola pikir adalah satu hal yang mutlak diperlukan oleh pasangan suami-istri. Jadi ternyata memang sulit mendidik anak itu, karena sebelum kita mendidik mereka, terlebih dahulu kita harus mendidik diri kita masing-masing. Bagaimana mungkin anak-anak akan menuruti setiap nasihat kita, apabila tindakan dan perilaku kita sendiri tidak selaras dengan apa yang kita ucapkan. Kita kembali kepada pokok permasalahan, yaitu mengenai Program Rishta Nata. Masalah yang satu ini memang sulit untuk dijabarkan, karena semakin dijabarkan akan semakin sulit dilaksanakan. Semakin diterangkan, semakin sulit dimengerti……. Semakin diuraikan, semakin sulit dipahami. Dan akan semakin sulit diwujudkan. Lalu bagaimana agar kita bisa mewujudkan program Rishta Nata ini ?… sebab program Rishta Nata ini adalah merupakan kunci utama bagi kemajuan Jemaat Ilahi yang kita cintai ini. Tidak semata-mata Hz Khalifatul Masih ke IV ra mencanangkan program ini sebagai program unggulan apabila program ini tidak menentukan kemajuan Jemaat di masa mendatang. Untuk bisa mengerti apa hakikat sesungguhnya dari program yang dicanangkan beliau ini, marilah kita tengok peristiwa seribu empat ratus tahun yang silam. Di Zaman itu ada satu figur ciptaan Tuhan yang paripurna yang telah memberikan petunjuk, gambaran dan contoh nyata tentang bagaimana cara membina dan menciptakan suatu keluarga Surgawi. Contoh itu telah ada pada wujud suci Rasulullah SAW. Mari kita tela‟ah, kita jabarkan, kita pahami dan kita wujudkan dalam perilaku kita masing-masing bagaimana Rasulullah SAW mende-monstrasikan tauladan yang sempurna dalam menjalankan roda rumah tangganya sehingga mencapai keluarga surgawi. Untuk hal ini nampaknya perlu ada usaha keras dari para pembaca, mencari tahu sendiri bagaimana Rasulullah SAW menjalankan dan membina rumah tangganya. Sebab kalau diuraikan disini, pasti membutuhkan lembaran-lembaran yang lebih banyak lagi ( dalam rangka efisiensi terpaksa Penulis membatasi bahasannya ). Sudah Penulis jelaskan di atas dengan bahasa yang sederhana bahwa Rishta Nata adalah suatu proses Pernikahan untuk menuju keluarga surgawi yang didasarkan atas landasan ketakwaan, yang tujuannya hanya semata-mata demi mencapai kedekatan kepada Allah Ta‟ala dan demi meraih keridhaanNya. Itu dulu yang harus dipahami bersama !. Jadi Pernikahan itu adalah merupakan bagian dari Rishta Nata. Hanya bagiannya saja, bukan seluruhnya, karena di dalam Rishta Nata itu sendiri ada pernikahan, ada pembinaan keluarga, ada penghidmatan terhadap umat manusia, ada pengabdian terhadap Allah Ta‟ala dan sebagainya dan sebagainya. Tapi yang awal dan yang menentukan tindakan selanjutnya adalah bermula dari proses pernikahan dan mencari pasangan hidup. Kalau kita sebagai anggota jemaat ingin turut mensukseskan program yang dicanangkan Huzur tercinta ini, yang berarti turut andil dalam pengembangan Islam melalui Jemaat Ilahi ini, maka pahami dulu hakikat perkawinan.
Pernikahan Menurut Ajaran Islam
2
Kembali lagi Penulis ingatkan kepada para generasi muda, bahwa ketika kalian berniat mencari pasangan hidup, yang dipikirkan janganlah sosok Khudam yang ganteng atau Lajnah yang cantik. Tapi carilah Khudam yang sholeh, rajin shalat dan aktif di mesjid, sayang terhadap keluarga, dan sebagainya. Atau Lanjah yang lembut hati, ramah, berkerudung, selalu menutup auratnya, senantiasa menundukan pandangan, sayang pada keluarga dan sebagainya dan sebagainya. Bukan berarti kalian tidak boleh memilih pasangan yang ganteng atau cantik. Boleh-boleh saja. Toh Rasulullah SAW juga memperbolehkan pria memilih wanita cantik, atau sebaliknya. Buktinya, konon Hz. Siti Aisyah juga adalah seorang wanita cantik jelita. Demikian pula Hz. Siti Jaenab adalah seorang wanita menawan dan bangsawan. Dalam suatu hadits diriwayatkan oleh Hazrat Abu Hurairah r.a., bahwa Rasulullah SAW bersabda : “ Wanita dinikahi karena empat hal : karena hartanya, karena status sosialnya (keturunannya),
karena kecantikannya, dan karena ketaatan kepada agamanya. Maka hendaklah kamu lebih mengutamakan agamanya, apabila kamu tidak ingin tanganmu dikotori Lumpur (yakni duka-cita).” [ HR Bukhari ]
Kalaupun ada ke empat karakter dalam diri calon pasangan hidup kalian, tentunya hal itu merupakan bonus dari Allah Ta‟ala. Kalian harus mensyukurinya. Tetapi jangan memaksakan ke empat karakter itu harus ada dalam diri pasangan kalian, karena sampai kapan pun kalian tidak akan dapat menemukannya. Dan akhirnya kalian akan membujang selamanya, sedangkan membujang seumur hidup dalam Islam, tidak diperbolehkan. Rasulullah SAW bersabda bahwa :
“Menikah itu adalah sunnahku, barangsiapa tidak mengikuti sunnahku maka dia bukanlah dari golonganku.” [ Ibn. Asakir ] “ Barangsiapa meninggalkan (sunnah) menikah hanya karena takut susah atau karena takut miskin, maka dia bukanlah dari padaku.” [ HR Dailami dan Abu Dawwud ] Di lain riwayat Rasulullah SAW bersabda bahwa : “ Menikah itu adalah menjalankan setengah dari
agamanya….”
Jadi bagi yang sudah menikah, berarti dia sudah menjalankan setengah dari agamanya, dan hanya tinggal mencari setengahnya lagi melalui ibadah-ibadah lainnya, maka sempurnalah 100 % menjalankan agamanya. Dan berarti jalan menuju kedekatan Ilahi sudah semakin dekat. Kembali lagi ke masalah pencarian jodoh. Hal utama yang harus menjadi prioritas adalah merubah paradigma dalam memandang pernikahan. Yakni pernikahan yang dilakukan harus dijadikan sebagai sarana dalam mendekatkan diri kepada Allah Ta‟ala. Pernikahan harus dijadikan sarana dalam meraih kecintaan Allah Ta‟ala. Bila ingin meraih kecintaan Allah Ta‟ala melalui pernikahan, maka tentunya proses menuju ke jenjang pernikahan pun harus selaras dengan kehendak Allah Ta‟ala. Harus sejalan dengan aturan Islam yang memang datang dari Allah Ta‟ala. Sekarang mari kita tela‟ah mengenai “Apa Tujuan Program Rishta Nata ?… Mengapa Hz Khalifatul Masih IV ra menjadikan program ini sebagai program unggulan ?…. Kenapa wanita Ahmadi tidak boleh menikah dengan pria Non-Ahmadi, demikian pula sebaliknya mengapa pria Ahmadi dilarang menikah dengan wanita Non-Ahmadi ?….( atau kalaupun terpaksa, harus meminta ijin Khalifah ). Tentunya ada sebab mengapa demikian. Kalau Huzur memerintahkan sesuatu kepada kita tentunya ada kebaikan yang akan kita peroleh bila kita melaksanakannya. Demikian pula abila Huzur melarang kita untuk melakukan sesuatu, tentunya ada kerugian apabila kita tetap melaksanakannya.
Pernikahan Menurut Ajaran Islam
3
Mari kita tela‟ah apa kebaikannya kalau kita menikah dengan sesama Ahmadi dan apa kerugiannya bila kita tetap ngotot memaksakan kehendak untuk tetap menikah dengan Non-Ahmadi yang jelas-jelas dilarang oleh Khalifah. Kita lihat dulu bahayanya apabila kita tetap ngotot dengan selera kita untuk tetap menikah dengan Non-Ahmadi. Kita ambil contoh yang sederhana saja. Seandainya seorang Lajnah muda yang imut-imut itu menikah dengan Pria Non-Ahmadi. Mungkin saja si Pria itu ganteng, punya rumah bagus, punya mobil mewah, dan sayang terhadap sang Lajnah yang baru dinikahinya itu. Tapi apa yang terjadi setelahnya ?…. Bagaimana dengan aktifitas yang biasa dia lakukan dalam kegiatan Jemaat, padahal si Akang yang Non-Ahmadi itu biasa sibuk di majlis ta‟lim sebuah mesjid mewah yang penghuninya membenci Ahmadiyah ? Akankah sang suami memberi ijin kepada istrinya untuk tetap melakukan aktifitas di Jemaatnya ?… Mungkin, satu atau dua kali masih membolehkan. Tetapi lama kelamaan sang suami akan berfikir bahwa “ Aku tidak boleh membiarkan istri saya dalam kesesatan terus menerus. Bukankah Ahmadiyah itu aliran sesat ?… Kalau saya membiarkan dia terus melakukan aktifitasnya di mesjid Ahmadiyah berarti saya membiarkan istri saya dalam kesesatan terus menerus. Bukankah untuk melakukan aktifitas keagamaannya lebih baik dia turut aktif di mesjid „A‟ yang jelas-jelas tidak sesat ?…” Betapa baik hatinya sang suami terhadapnya, sehingga begitu mengkhawatirkan istri terjerumus dalam kesesatan. Dan pemikiran seperti itu merupakan hal yang wajar, yang bahkan kini terjadi di kalangan sebagian besar anggota Jemaat yang menikah dengan Non-Ahmadi. Nah, kalau sang Lajnah yang imut-imut tadi hanya memiliki keimanan setipis kertas, maka akibatnya dia akan turut pada kehendak suami yang dianggap begitu mencintainya. Tetapi kalau sang Lajnah memiliki keimanan cukup tebal, tentunya dia akan memaksa untuk tetap melakukan aktifitasnya di Jemaat sekalipun harus membangkang pada suaminya. Tapi resikonya cukup besar, sang suami akan marah, mencacinya, menyebutnya kafir lah, sesat lah, dan mungkin lebih fatal lagi dia akan menceraikannya. Sang suami akan berfikir “biarlah saya menceraikan istri saya, toh „sono bogoh geus kalakon, meunang hayang geus kasorang‟. Artinya madu manisnya dari sang lajnah sudah dia nikmati. Dan akhirnya yang nelangsa adalah sang Lajnah, harus kembali kepada orang tua dengan menyandang status sebagai JANDA. Sekarang mari kita lihat apa keuntungan atau kebaikannya apabila kalian mengikuti dengan tulus, ikhlas, dengan jiwa sami‟na wa atho‟na dan tanpa ada paksaan dari siapa pun dalam menjalankan program Rishta Nata. Salah satu bagiannya saja dulu, yakni tentang proses pernikahan. Dalam kesempatan ini Penulis hanya akan membahas tentang proses pernikahan Islami saja. ( Dalam buku yang berjudul “Membentuk Keluarga Sakinah”, Penulis sudah membahas secara lebih lengkap tentang masalah Rishta Nata ). Disini Penulis hanya akan menjelaskan mengenai satu hal saja, tentang pernikahan, yakni “Menikah harus dengan sesama anggota Jemaat” Lanjah harus menikah dengan Khuddam, demikian pula Khuddam harus menikah dengan Lajnah. Disini tidak ada penekanan atau keharusan bahwa Khuddam ganteng harus menikah dengan Lajnah cantik, atau Lajnah yang kurang cantik harus menikah dengan khuddam biasa-biasa saja. Tidak, tidak ada penekanan ke arah itu. Atur-atur sebisa kalian saja lah, yang penting kalian harus sudah mampu merubah paradigma baru, yakni tidak ada lagi istilah ganteng atau cantik dalam benak kalian ketika berpikir tentang pernikahan, yang ada hanyalah khuddam shaleh atau Lajnah shalehah, dan pernikahan yang kalian lakukan adalah atas dasar demi meraih keridhaan Allah Ta‟ala. Itu yang harus ada dalam benak kalian untuk bisa mengikuti program Rishta Nata. Kalau masih belum dapat merubah paradigma seperti itu, berarti masih sulit untuk konsekuen terhadap program ini. Nah, kebaikan-kebaikan yang akan diperoleh seandainya kita menikah dengan orang dari kalangan sendiri atau sesama anggota Jemaat, adalah :
Pernikahan Menurut Ajaran Islam
4
1. Kita telah mengikuti aturan Nizam dengan jiwa sami‟na wa atho‟na. Artinya kita telah menjadi seorang Ahmadi yang konsekuen terhadap Ikrar Bai‟at, yang berarti insya Allah akan digolongkan sebagai anggota Ahmadi yang taat. Betapa nikmatnya menjadi hamba-hamba Allah yang taat ! 2. Menikah dengan sesama anggota berarti akan memperingan dalam hal pembinaan keluarga. Karena kita berada dalam satu Bahtera yang sama, yang mengerti tentang tujuan sebenarnya dari pembinaan keluarga yang dicontohkan Rasulullah SAW. Sebagai sesama anggota Jemaat tentunya saling mengerti akan visi dan misi Jemaat, yang harus diaplikasikan dalam kehidupan keluarga agar tercipta keluarga surgawi. 3. Akan memperkokoh jalinan silaturahmi dan ikatan kekeluargaan dalam Jemaat, karena setiap individu senantiasa mengerti tugas masing-masing. Sang khuddam yang menjadi suami mengerti tugas yang diembannya sebagai khadim Ilahi yang harus berjuang demi tegaknya Tauhid Ilahi melalui penghidmatan terhadap umat manusia. Sang Lajnah yang menjadi istri akan mengerti tugas dan tanggung jawabnya baik kepada keluarga maupun kepada Jemaat. Melakukan penghidmatan dengan menjaga harta suami yang diamanatkan kepadanya, memberikan bimbingan terhadap anak-anak buah cinta mereka, mendidiknya sehingga menjadi khadim-khadim yang insya Allah akan berguna bagi Jemaat. Dari ibu yang shaleh dan taat akan terlahir putra-putri yang shaleh dan taat pula. Dengan demikian fungsi masing-masing badan akan berjalan selaras dan saling menunjang. Takala sang suami pergi ke mesjid, sang istri pun turut pula ke mesjid dengan membawa anak-anak mereka, untuk melaksanakan masing-masing tugasnya. Sang Lajnah tidak mendapatkan larangan dari sang suami untuk berkhidmat di Jemaat. Demikian pula sang Khuddam tidak akan mendapatkan rongrongan dari sang istri tatkala ia harus pergi ke mesjid atau ke luar kota untuk urusan jemaat. 4. Dari pasangan suami-istri yang ada dalam satu Bahtera, yang sudah saling mengerti tugas dan tanggung jawab masing-masing, insya Allah akan melahirkan anak-anak yang shaleh, dan dengan kesadaran tinggi akan mewakafkan anak-anak mereka melalui “Program Wakaf-in-Nou”, sesuai anjuran Khalifah dalam rangka mengantisipasi perkembangan Islam di masa mendatang. Dari anakanak wakaf ini diharapkan akan muncul GENERASI BARU yang akan mampu merubah tatanan dunia. Generasi baru yang lebih baik dari generasi saat ini. Tapi kok banyak juga Khuddam yang menikah dengan Lajnah atau sebaliknya, sering terjadi percekcokan dan perbedaan paham, bahkan kemudian berakhir dengan perceraian…. Kenapa hal itu bisa terjadi ?…., bukankah mereka sama-sama berada dalam satu Bahtera ?…. Bila hal itu terjadi, yakni akhirnya pasangan Khuddam dan Lajnah yang konon telah melaksanakan pernikahan sesuai aturan Islam toh bercerai juga, tentunya ada sesuatu yang salah dalam diri mereka. Jangan salahkan Jemaat atau Program Rishta Nata bila hal itu terjadi. Tentu yang salah mereka sendiri yang tidak dapat memahami hakikat sebenarnya dari Program Rishta Nata. Mereka menganggap bahwa pernikahan mereka sudah sesuai aturan, padahal yang sesungguhnya mereka belum mengerti hakikat yang sebenarnya dari sebuah pernikahan. Mengalami peristiwa seperti di atas, yakni bercerai karena tidak saling cocok sehingga rumah tangga mereka menjadi berantakan, pada hakikatnya karena tujuan utama dari pernikahan mereka adalah bukan berlandaskan atas ketakwaan. Pernikahan mereka bukan karena semata-mata mencari ridha Allah Ta‟ala. Mana mungkin sebuah ikatan perkawinan dengan tujuan demi meraih kecintaan dan kedekatan kepada Allah Ta‟ala bisa hancur berantakan ?….. Bukankah seseorang yang setiap tindakannya hanya sematamata demi meraih ridha Allah Ta‟ala tidak mungkin melakukan hal-hal yang dibenciNya ?… Bagaimana mungkin suami yang shaleh mencaci istri yang dicintainya hanya karena perbedaan pendapat ?….. Bagaimana mungkin istri yang shalehah berani mencerca suami yang ia sayangi, padahal menurut ajaran Islam bahwa suami adalah panutan yang harus dipatuhinya setelah patuhnya kepada Allah dan RasulNya ?……
Pernikahan Menurut Ajaran Islam
5
Jadi apabila ada pasangan Khuddam dan Lajnah yang menikah dengan mengikuti aturan-aturan Islam dan Program Rishta Nata tetapi pada akhirnya bercerai juga, mereka harus kembali berinsrospeksi diri, benarkah tujuan pernikahan yang mereka lakukan berlandaskan atas dasar ketakwaan ?….. Janganjangan mereka menikah hanya karena si akang yang ganteng atau si eneng yang cantik, bukan atas dasar keshalehannya. Atau bisa jadi salah menilai pasangan sebelum menikah ?.... Sebelum menikah si akang begitu shaleh atau si eneng begitu polos, jujur dan baik hati. Tetapi setelah menikah, sipat-sipat aslinya keluar, dan justru sipat-sipat aslinya itulah yang bertolak belakang dengan sipat-sipat pasangannya. Salah sendiri mengapa memilih pasangan dilakukan oleh dirinya sendiri, bukankah telah diajarkan dalam Islam bahwa untuk memilih calon jodoh hendaklah dilakukan melalui perantara ( orang tua atau kerabat yang mengerti betul tentang karakter kita ). Kenapa kalian menerobos larangan itu ?… salah sendiri ! Dan sekarang rasakan akibatnya !!!. Anak-anakku khuddam yang kasep-kasep dan Lajnah yang imut-imut, Islam memerintahkan umatnya agar dalam memilih pasangan hidup hendaknya dipercayakan kepada perantara (yang dapat dipercaya). Bukan berarti kalian dimacomblangin untuk perjodohan. Bukan berarti zaman Siti Nurbaya sedang kalian alami, tetapi hal itu justru demi kebaikan diri kalian juga. Kalau kalian memilih pasangan hidup secara langsung tanpa perantara, maka : Pertama : Kalian dilarang oleh Islam, memandang wanita atau pria yang bukan muhrimnya, sekalipun itu adalah calon suami atau istri kalian. Kalian dilarang berdua-duaan, karena kalau hal itu kalian lakukan, akan ada yang ketiga yang menemani kalian, yaitu syaitan. Itu yang dinasihatkan junjungan kita Rasulullah SAW. Bukan kata Penulis. Kedua : Pandangan mata kalian seringkali menipu diri kalian. Karena sudah terpesona oleh kecantikan sang Lajnah atau ketampanan sang Khuddam, sehingga kriteria lain yang seharusnya kalian utamakan menjadi terlupakan. Padahal menurut Rasulullah SAW hendaknya yang diutamakan dalam memilih pasangan hidup adalah keshalehannya / ketakwaannya. Kalau Lajnah yang shalehah mana mungkin membangkang pada suami. Kalau Khuddam yang bertakwa mana mungkin mencaci maki istri. Ketiga : Kalaupun kalian mempercayakan untuk melihat dan mengetahui calon pasangan kalian kepada seseorang, hendaknya orang tersebut adalah orang yang benar-benar mengerti karakteristik dan keinginan kalian ( orang tua atau kerabat ). Kalau Lajnah sebaiknya mempercayakannya kepada Bapak atau kerabat pria, sedangkan kalau Khudam sebaiknya kalian percayakan kepada ibu atau saudara perempuan kalian, sehingga hizab akan tetap terpelihara dan diharapkan perbedaan paham diantara kalian kelak, sedikitnya dapat diminimize.
Nah setelah kalian mendapatkan calon pasangan hidup yang benar-benar cocok dan memiliki pola pikir yang sama, yakni menikah demi meraih keridhaan Allah Ta‟ala, maka sebelum memutuskan untuk menikah, sebaiknya kalian melakukan shalat Istikharah secara dawwam, memohon kepada Allah Yang Maha Sempurna agar dalam memutuskan untuk menikah dengan pasangan kita itu, benar-benar mendapat ridha Allah Ta‟ala. Setelah ada keputusan yang pasti, tinggallah merencanakan segala sesuatunya untuk menuju jenjang pernikahan yang sudah diatur oleh Islam dan dicontohkan oleh junjungan kita Rasulullah SAW.
Pernikahan Menurut Ajaran Islam
6
--- ooo AD ooo ---
Pernikahan Menurut Ajaran Islam
7
BAB II
MELANGGAR ATURAN NIZAM BERARTI KELUAR DARI JEMAAT Bila kita amati perkembangan Jemaat Ahmadiyah di Indonesia, kita dapat melihat kenyataan bahwa perkem-bangannya cukup memprihatinkan, baik dari sisi kualitas maupun kuantitas. Jemaat di Indonesia berdiri sejak tahun 1925, berarti sudah 80 tahun ( tahun 2005 ), tetapi mengapa jumlah anggotanya tidak berkembang secara signifikan. Hal ini tentu saja ada sebabnya, dan factor utama yang menghambat perkembangan Jemaat Indonesia adalah karena banyaknya aturan-aturan Nizam yang dilanggar oleh para anggotanya, sehingga aura kesucian yang semestinya terpancar dalam diri setiap pribadi Ahmadi tidak muncul, dan akibatnya tidak ada daya magnetik yang dapat menarik orang-orang untuk melihat sisi baik dari ajaran Ahmadiyah. Orang-orang menganggap bahwa Ahmadiyah tidak lebih baik dari umat-umat Islam pada umumnya (bahkan mungkin dianggapnya lebih buruk). Keistimewaan Ahmadi yang bisa ditonjolkan dan dibanggakan adalah keithaatan anggota terhadap pimpinannya. Nah kalau para Ahmadi sudah mulai lalai dan tidak mengindahkan seruan-seuran Nizam yang berarti tingkat keithaatannya sudah mulai merosot, apalagi yang bisa kita banggakan ?….. Salah satu jenis pelanggaran yang paling menonjol di kalangan Ahmadi di negara Indonesia adalah pelanggaran terhadap aturan pernikahan yang telah ditetapkan Nizam, yaitu “Ahmadi harus menikah dengan Ahmadi lagi”. Di negara Indonesia yang kita cintai ini banyak yang tidak mengindahkan aturan ini. “Para orang tua Ahmadi rela membiarkan putra-putrinya menikah dengan ghair Ahmadi”. Padahal sudah jelas Hazrat Masih Mau‟ud as, sejak satu abad yang lalu (tahun 1889) telah mewanti-wanti agar jangan menikahkan putra-putri Ahmadi dengan putra-putri Non Ahmadi, karena hal itu akan berpengaruh buruk terhadap perkembangan generasi Jemaat di masa mendatang. Apabila orang tua Ahmadi konsekuen dengan aturan pernikahan ini, bahwa mereka tidak menikahkan putra-putri mereka dengan Non-Ahmadi, maka perkembangan Jemaat ini dari anak cucunya saja, dari tahun ke tahun akan berkembang dengan sangat pesat. Apabila para Ahmadi taat serta patuh terhadap aturan yang telah ditetapkan Nizam, maka kurun waktu 80 tahun cukuplah kiranya untuk menjadikan Jemaat Indonesia memperoleh kemajuan yang signifikan baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Berikut ini beberapa Aturan tentang Pernikahan, baik yang tertuang dalam Rules and Regulation ( Aturan Jemaat ) maupun fatwa-fatwa Hazrat Masih Mau‟ud a.s., dan para Khalifahnya, sebagai berikut : A. RULES AND REGULATIONS OF TAHRIK-I-JADID
( KETENTUAN DAN PERATURAN TAHRIK JADID ANJUMAN AHMADIYAH ) ( REVISI 1998 )
243. Setiap Jemaat Lokal harus membuat register rahasia yang memuat data bersangkutan, misalnya : usia, nama orang tua, keluarga, pendidikan, status keuangan dari semua pria dan wanita yang sudah layak menikah sesuai dengan instruksi Wakilut Tabshir. Sebuah salinan dari data ini harus dikirim kepada Amir Nasional. 244. Seorang puteri Ahmadi tidak diperkenankan untuk menikah dengan seorang putera non-Ahmadi. Dalam hal seorang putera Ahmadi mau menikah dengan seorang puteri non-Ahmadi, ia harus meminta izin dari Wakilut Tabshir. 245. Seorang wanita Ahmadi tidak boleh dinikahkan dengan seorang Ahmadi baru, sampai jangka satu tahun setelah bai‟at, kecuali dengan izin Markas.
Pernikahan Menurut Ajaran Islam
8
B. FATWA-FATWA HAZRAT MASIH MAU‟UD A.S. TENTANG PERNIKAHAN ANTAR ANGGOTA Berikut ini Fatwa Hazrat Masih Mau‟ud yang beliau sampaikan pada tgl. 07 Juni 1889, sebagai berikut : “Oleh karena Jemaat kita kian berderap maju dan meningkat terus berkat rahmat, kasih-sayang dan karunia Allah, sedang jumlahnya sudah mencapai angka ribuan dan di masa mendatang akan meningkat sampai ratusan ribu orang, agaknya sudah tiba saatnya kalau dibuat suatu pengelolaan untuk mengawinkan pemuda dan pemudi (Ahmadi) supaya tercipta keserasian hidup antara mereka serta guna melindungi mereka dari akibat-akibat pengaruh buruk keluarga mereka. Ternyata sekarang sudah mustahil untuk terus melangsungkan perkawinan dengan pasangan dari keluarga yang berada di bawah pengaruh kiayi yang bersikap tak bersahabat, berpurbasangka, memusuhi dan membenci hingga ambang batas puncak, lain hal kalau mereka bertobat lalu masuk ke dalam haribaan Jemaat. Dan sekarang Jemaat sekelumitpun tidak bergantung pada mereka. Di kalangan Jemaat terdapat banyak bilangan orang yang mempunyai nilai lebih dari orang lain dalam harta, kekayaan, pengetahuan, kecemerlangan, keturunan, kesalehan, dan ketakwaan. Sedangkan orang-orang Islam dari segala lapisan hidup terdapat di dalam Jemaat ini, maka Jemaat kita sama sekali tidak perlu mengadakan hubungan perkawinan baru dengan orang-orang yang mencap ktia kafir dan menyebut kita Dajjal – atau mungkin saja tidak menyebut kita kafir namun mereka memuji serta mengikuti langkah mereka itu. Ingat, jika seseorang tidak dapat meninggalkan mereka, ia tidak layak masuk ke dalam Jemaat kita. Selama seorang saudara tidak meninggalkan saudaranya, atau seorang ayah tidak meninggalkan anaknya demi mempertahankan nilai-nilai kesalehan dan kebenaran, dia bukanlah dari kita. Maka itu seluruh Jemaat harus menyimak dengan baik bahwa adalah penting bagi seseorang yang benar memathuhi syarat-syarat ini. Oleh sebab itu aku telah mengatur agar di masa yang akan dating aku harus memiliki sebuah daftar, yang bersifat rahasia, tempat memuat nama-nama para pemuda dan para pemudi dari kalangan Jemaat ini. Jika orang tua seorang anak gadis atau pemuda tidak menemukan jodohnya di kalangan keluarga mereka sendiri yang Ahmadi lagi mukhlis serta dapat memenuhi kepuasan hati mereka, maka menjadi keharusan bagi mereka memperkenalkan kami mencari bagi mereka jodoh-jodoh dari kalangan Jemaat. Setiap orang harus yakin bahwa kami akan menjajagi hal itu, sebagai simpatisan-simpatisan sejati serta akan sejauh mungkin memperhatikan untuk mereka mendapatkan pasangan dari status social / suku-bangsa mereka, atau pasangan itu harus dari kalangan yang mengharuskan kawin di antara mereka sendiri. Syarat paling bermakna yang harus mendapat perhatian adalah bahwa pemuda ataupun gadis itu hendaknya seorang yang mukhlis, sopan, dan menampakkan ciri-ciri tabiat yang baik. Registrasi ini akan dirahasiakan dari waktu ke waktu, menurut situasi dan kondisi, informasi akan dapat diberikan (kepada orang yang serius berminat, peny,). Penilaian tentang kepribadian dimiliki oleh seorang gadis atau seorang pemuda tertentu tidak akan disampaikan kalau saja kelayakannya serta peri lakunya yang baik tidak terbukti. Maka itu wajib atas sahabat-sahabat kami yang mukhlis agar sudi mengirimkan kepada kami daftar namanama anak-anak mereka berikut catatan tentang umur, tingkatan sosial, suku bangsa, dll., untuk dimasukan dalam buku registrasi. ….
Pernikahan Menurut Ajaran Islam
9
C. MENIKAH DENGAN GHAIR AHMADI MERUPAKAN PELANGGARAN NIZAM Menikah dengan ghair Ahmadi, adalah merupakan Pelanggaran Nizam yang serius, yang membuat seseorang dikeluarkan dari Jemaat, dan segala pengorbanannya tidak akan diterima. Berikut ini salinan surat Hz Khalifatul Masih V atba, jawaban atas surat yang dikirimkan Sadr Lajnah Imailah Indonesia ( ibu Hj. Chadidjah ), tertanggal 06 Desember 2003, berkenaan dengan masalah Rishta Nata, sebagai berikut : ……….. Anda memohon petunjuk …….. Pertanyaan kedua berkenaan dengan Perkawinan wanita Ahmadi dengan Pria Ghair Ahmadi. Telah ada pedoman yang sangat jelas, sejelas Kristal. Dalam kasus-kasus demikian aturan tersebut telah ditegakkan dengan teguh dan panjang lebar, diterangkan pula cara untuk ditaati. a.
Menjadi satu kepastian yang jelas bahwa bagaimanapun juga seorang wanita Ahmadi tidak diizinkan menikah di luar lingkungan Jemaat dengan Pria Ghair Ahmadi. Harus dipahami dengan jelas bahwa perkawinan di luar Jemaat adalah serupa dengan IRTIDAD atau meninggalkan (melepaskan) Ahmadiyah.
b.
Apabila seorang anggota Lajnah memperlihatkan sikap memberontak dan memberitahukan niatnya untuk menikahi seorang pria ghair Ahmadi dan walaupun diberi peringatan dan nasihat, dia tidak mengindahkan nasihat itu, maka dia harus dikeluarkan dari Nizam Jemaat. Hal itu harus menjadi kewajiban Jemaat dan Pengurus yang berwenang harus melaporkan kasus tersebut ke Pusat serta menganjurkan agar orang tersebut dikeluarkan (dari Jemaat).
c.
Ada hal-hal yang harus diingat (diperhatikan) ketika berurusan dengan masalah seperti itu dan harus memastikan siapa yang melaksanakan upacara pernikahan tersebut. Jika dia seorang Ahmadi maka artinya dia juga bersikap menentang aturan (ketentuan) serta tata cara yang telah ditetapkan oleh Jemaat dan kepadanya dapat dikenakan sangsi yang direkomendasikan.
d.
Jika seorang anggota Lajnah memohon kepada Nizam Jemaat untuk diizinkan (diperbolehkan) serta menggunakan pengaruhnya yang besar guna mencapai tujuannya, dan tetap meneruskan proses perkawinan tanpa mempertimbangkan bahwa Jemaat belum memberikan keputusan apapun maka dia juga melanggar disiplin Jemaat.
e.
Kemudian yang terakhir, jika seorang anggota Lajnah tidak berusaha untuk menghubungi Jemaat atau tidak pula memberitahukan niatnya untuk menikah dengan pria ghair Ahmadi, maka sehubungan dengan hal itu Jemaat harus melakukan prosedur yang telah ditetapkan untuk mengeluarkan dia serta orang-orang (Ahmadi) yang mempunyai kaitan dengan perkawinannya. Pula harus menjadi suatu yang sangat jelas bahwa seseorang yang sudah menikah dengan pria ghair Ahmadi dan dia telah dikeluarkan dari Nizam Jemaat, maka penegasan pengulangan kembali baiatnya tidak secara otomatis menjadi semacam jaminan bahwa dia dimaafkan serta dapat mengembalikan statusnya sebagai seorang Ahmadi.
( Pertanyaan ke tiga masih menunggu Klarifikasi dari London ) …………………
Pernikahan Menurut Ajaran Islam
10
D. WANITA AHMADI YANG MENIKAH DENGAN GHAIR AHMADI BUKAN SAJA TIDAK BOLEH JADI PENGURUS LAJNAH, BAHKAN DIANGGAP SUDAH BUKAN SEBAGAI ANGGOTA JEMAAT LAGI. Berikut ini Terjemahan Surat Additional Vakilut Tabshir, London, tgl. 29 Januari 2001. ----------------------------------------------------------Edaran No. Tanggal
: 4510 : 29 – 01 – 2001
Yang terhormat
: T. Sayuti Aziz Ahmad Raisuttabligh Indonesia
Assalamu‟alaikum wa Rahmatullahi wa Barakatuh, Fax Tuan Ref. 076/25-1-2001 telah diterima yang didalamnya Tuan Mengajukan beberapa pertanyaan-pertanyaan. Atas pertanyaan itu Huzur IV atba bersabda : “ Saya heran, pertanyaan-pertanyaan yang jawabannya anakanak kecilpun tahu dan mengenai hal itu telah lama diputuskan, sekarang Tuan tanyakan lagi pada saya “ HAZRAT MASIH MAU‟UD a.s. telah mengeluarkan dari Ahmadiyyah seorang wanita Ahmadi yang menikah dengan ghair Ahmadi. Bagaimana mungkin dia (wanita) itu bisa menjadi anggota Lajnah atau Pengurus Lajnah. Wassalam, Ttd ABDUL MAJID TAHIR -------------------------------Additional Wakilut tabshir
Pernikahan Menurut Ajaran Islam
11
E. AHMADI YANG MELANGGAR NIZAM TIDAK BOLEH DITERIMA PENGORBANANNYA ( CANDAH DLL. ) Berikut ini Terjemahan Surat Wakilul A‟la, Rabwah Pakistan kepada bp. Amir Nasional, tgl. 21 Pebruari 2004. ------------------------------------------------------------------------------Kepada Amir Jemaat Ahmadiyah INDONESIA Tuan Amir, Hazrat Khalifatul Masih V telah mengintruksikan bahwa : “Sebagai anggota Jemaat masih ada yang suka mengundang mereka yang dikenai sanksi hukuman oleh Jemaat kedalam acara-acara mereka atau acara-acara social lainnya (Undangan pernikahan dsb. Pent). Hal ini handaklah sekali-kali jangan lagi dilakukan. Sekedar bercakap-cakap saja masih dapat diperkenankan, akan tetapi mengadakan hubungan erat dalam hal kemasyarakatan dengan mereka harus dijauhi. Orang-orang dikenai sanksi hukuman oleh Jemaat ini memang tidak semestinya harus diboikot secara total, akan tetapi kita perlu membuat mereka merasakan sikap ke-tidak-sukaan kita, sebab kalau tidak, mereka tidak akan pernah mau menyadari kesalahan mereka. Bukan hanya pengorbanan-pengorbanan mereka seperti Chandah dan sebagainya saja yang tidak boleh diterima, tetapi mereka ini juga jangan diundang untuk ikut serta dalam pertemuan-pertemuan sosial, sehingga dengan demikian mereka mudah-mudahan dapat menyesali kesalahan-kesalahan mereka dan bertobat serta ber-Istighfar.” Tuan diminta agar menyampaikan intruksi-intruksi Huzur ini kepada seluruh anggota Jemaat dinegara tuan. Terimakasih. Wassalam, Ttd Ch. Hameedullah Wakilul A‟la Tahrik Jadid Anjuman Ahmadiyya, Rabwah, Pakistan Tanggal : Rabu, 21 Pebruari 2004
Pernikahan Menurut Ajaran Islam
12
BAB III BIRO RISHTA NATA DALAM JEMAAT Untuk membantu para orang tua Ahmadi dalam menyelesaikan masalah pernikahan ini, Jemaat telah membentuk suatu Biro Rishta Nata yang bertugas memberikan pengarahan, saran dan masukan untuk para orang tua yang menemukan kesulitan untuk mendapatkan jodoh bagi putra-putri mereka. Biro ini berkewajiban untuk mendata setiap putra-putri Ahmadi yang telah mencapai usia untuk menikah. Data itu harus disampaikan kepada Khalifah (melalui Biro Rishta Nata Pusat ). Data ini bersifat rahasia dan hanya para pengurus Jemaat yang mengetahuinya. Sekretaris Rishta Nata Pusat sebagai penanggung jawab Biro ini, ditunjuk langsung oleh Khalifah. Adapun Sekretaris Rishta Nata di tingkat nasional diangkat oleh Khalifah atas saran / pengajuan dari para Amir di negara masing-masing. Demikian pula di cabang-cabang Jemaat, Sekretaris Rishta Nata tidak dipilih melalui pemilihan oleh anggota sebagaimana pengurus lainnya melainkan diangkat oleh oleh Amir atas saran / pengajuan Ketua Jemaat Lokal. Agar Biro Rishta Nata ini dapat berjalan dengan baik, diharapkan adanya kerjasama dari semua pihak, baik dari para Khudam, Lajnah maupun para orang tua untuk senantiasa berkomunikasi dengan pengurus (khsusnya Sekretaris Rishta Nata) dalam hal mencari jodoh bagi mereka (atau putra-putri mereka), sehingga pelanggaran nizam yang selama ini sering terjadi, dapat diminimize. Berikut ini beberapa Hazrat Khalifatul Masih IV ra yang dipilih dari wacana-wacana (pembicaraanpembicaraan) dan instruksi-instruksi yang disampaikan oleh beliau untuk digunakan sebagai pengarahan bagi Biro-biro Rishta Nata di setiap negeri a. Persoalan perkawinan telah menjadi sangat rumit dimana-mana. Merupakan hal yang meresahkan adanya kenyataan mengapa gadis-gadis kita belum juga mendapat jodoh. Komite Rishta Nata Internasional mempunyai wewenang untuk memecahkan persoalan-persoalan seluruh Jemaat. Pusatnya harus di Rabwah supaya para jemaat di luar negeri dapat memperoleh informasi. Sekretaris Rishta Nata hanya boleh memberi saran dan nasihat mengenai perkawinan. Keputusan, tentu saja terletak pada persetujuan wali-wali si pemuda / gadis sendiri, dan mereka lah yang bertanggung jawab. Sekretaris Rishta Nata lepas dari tanggung jawab. Dalam kaitan ini, foto-foto pun bisa membantu foto-foto bisa diperoleh tanpa menghadapi keberatan-keberatan. Tetapi, akan halnya foto-foto gadis, terserah kepada persetujuan para orangtua. Jika mereka menghendaki, mereka boleh mengirim foto-foto. Jangalah dipandang sebagai keharusan bagi mereka. Foto-foto para pemudi kita harus dipelihara dengan baik. Problema orang-orang yang sudah lewat umur pun harus diatasi juga. Di luar negeri terdapat banyak gadis yang berkualitas tinggi. Sebagai akibat dari perkawinan-perkawinan internasional para pemuda kita dapat tinggal di negeri-negeri lain juga. Pemudi-pemudi kita dari Mauritius bisa mendapatkan pasangan yang baik dengan orang-orang Eropa. Oleh karena itu, suatu kantor pusat bersama diperlukan untuk maksud ini. b. Hazrat Khalifatul Masih IV ra di dalam sebuah surat beliau yang dialamatkan kepada Penanggung jawab Rishta Nata tertanggal 22 Februari 1989 menulis :
“Bidang Rishta Nata dipercayakan kepada Saudara. Laksanakan tugas saudara dengan giat dan mengerahkan segala upaya, akan tetapi selama memperhatikan segi sikap berhati-hati dan kebijaksanaan. Segala tanggung jawab senantiasa harus diletakkan pada pihak-pihak yang bersangkutan, sedangkan saudara jangan sekali-kali menanggung tanggung jawab dalam bentuk apa pun. Hendaklah saudara berurusan dengan mereka tanpa mementingkan diri sendiri dan dengan sopan santun. Orang harus merasa bahwa Saudara bersimpati terhadap mereka. Semoga Allah menjadi Pembimbing dan Penolong Saudara.”
Pernikahan Menurut Ajaran Islam
13
c. Hazrat Khalifatul Masih IV ra memberi pengarahan kepada kantor pusat Rishta Nata pada tanggal 18 Maret 1989 sebagai berikut : “Ketika memberikan informasi secara terinci kepada orang-orang, saudara harus merasa yakin bahwa data-data yang saudara berikan itu betul sekali.” d. Dalam sepucuk surat dari Wakilut Tabshir London, tertanggal 2 Desember 1988, yang dialamatkan kepada Biro Pusat Rishta Nata, Huzur Aqdas memberikan petunjuk sebagai berikut : “Saat mencarikan pasangan di luar negeri, laporan-laporan mengenai hubungan yang diinginkan harus diminta dari Missi yang terkait. Dengan cara demikian kesulitan-kesulitan yang timbul belakangan dapat dihindari.” --- ooo Adhiat ooo ---
Tujuan Pokok Pernikahan di dalam Islam ialah : semata-mata hanya untuk meraih keridhaan Allah melalui kesucian
diri, ketentraman serta kepuasan batin, dan meneruskan keturunan.
Pernikahan Menurut Ajaran Islam
14
BAB IV PROSES PERNIKAHAN YANG ISLAMI Dalam Islam pernikahan memang dianjurkan, sebab pernikahan akan menghasilkan keturunan yang akan meneruskan dan memelihara dunia dan seisinya. Islam sangat menyukai pernikahan, hal itu jelas tersurat dalam FirmanNya : “ Dan Allah telah menjadikan bagi kamu jodoh-jodoh dari antara kamu sendiri dan telah menjadikan bagimu dari jodoh-jodoh itu anak-anak dan cucu-cucu dan telah memberikan rejeki kepadamu segala yang baik. Apakah mereka akan beriman kepada yang bathil dan mengingkari nikmat Allah”. [ Q.S. An Nahl : 73 ]
“ Dan kawinlah orang-orang yang sendirian diantara kamu dan orang-orang yang layak menikah dari hamba-hambamu yang laki-laki dan yang perempuan. Jika mereka miskin, maka Allah akan memampukan mereka dengan karuniaNya. Allah Amat Luas pemberianNya dan Maha Mengetahui.” [ Q.S. An Nur : 33 ] Adapun tahapan-tahapan yang diajarkan Islam untuk melangkah kepada jenjang pernikahan dapat diuraikan sebagai berikut : A. MELAMAR Tahapan pertama yang harus dilakukan seorang pria yang sudah siap menikah hendaknya ia datang kepada orang tua wanita yang ia pilih untuk menjadi istrinya, untuk meminta persetujuan orang tua atau wali si wanita. Tentu alangkah baiknya bila terlebih dahulu antara keduanya sudah saling mengenal, saling cocok dan setuju untuk melakukan pernikahan. Adapun hal-hal yang dilakukan dalam melamar adalah : 1. Apabila kedua belah pihak sudah ada kontak. Sebaiknya sebelum memutuskan lebih jauh lagi, kedua pasangan hendaknya melaksanakan shalat Istikharah secara dawwam. Tujuannya adalah agar diberi ketetapan hati apabila pasangan itu baik buatnya atau sebaliknya. 2. Keluarga pihak laki-laki mendatangi keluarga wanita untuk menyampaikan maksudnya, yaitu meminang / melamar. 3. Apabila lamaran sudah diterima, kemudian hendaknya dirundingkan kapan pelaksanaan pernikahan akan diselenggarakan. Sudah menjadi kewajiban bagi orang tua yang mempunyai anak gadis, apabila telah dewasa kemudian datang seorang pria yang diketahui baik agamanya melamar si gadis, maka orang tua itu harus mengawinkan putrinya dengan laki-laki tersebut. Rasulullah SAW bersabda : “ Apabila ada pria yang datang kepadamu yang kamu senangi, baik agama maupun akhlaknya, maka
kawinkanlah anakmu dengannya, sebab jika tidak kamu laksanakan sungguh dikhawatirkan akan menjadi fitnah di bumi dan kerusakan yang merata “ [ H R Tirmidzi, dari Abu Hurairah r.a ]
Adapun hal-hal yang harus diperhatikan dalam hal Melamar Calon Mempelai adalah sebagai berikut : 1. Tentang Mahar Pernikahan Menurut Ajaran Islam
15
Mahar atau Mas kawin adalah pembayaran yang wajib diberikan / dibayarkan oleh calon mempelai laki-laki kepada mempelai wanita sebagai bukti terikatnya kedua pasangan sebagai suami-istri. Pembayaran Mahar ini boleh dilakukan sebelum, ketika atau sesudah Akad Nikah. Hal ini tergantung pada kesepakatan dari kedua belah pihak. Berkenaan dengan hal ini Allah Ta‟ala berfirman : “Berikanlah Mas Kawin kepada wanita ( yang kamu nikahi ) sebagai pemberian yang wajib. … “ [ Q.S. An-Nisaa : 5 ] Mahar dibayarkan sebagai tanda perlindungan terhadap wanita yang diperistri, yang telah menghalalkan kehormatannya. Mahar ini menjadi hak istri sepenuhnya untuk dimiliki dan dimanfaatkan. Besarnya mahar tidak ditentukan, tergantung perminataan calon pengantin perempuan. Tetapi Hazrat Khalifatul Masih ke-2 (Hz. Mirza Bashirudin Mahmud Ahmar r.a.) menganjurkan kepada kaum pria Ahmadi yang hendak menikah, agar sebaiknya mahar diberikan antara enam bulan sampai satu tahun penghasilan. Hal itu semata-mata sebagai penghargaan kepada mempelai wanita. Namun bagi seorang wanita yang akan menentukan maharnya, sebaiknya tidak terlalu memberatkan calon mempelai pria dengan meminta Mahar yang mahal. Dalam hal ini Rasulullah SAW bersabda :
“ Sesungguhnya perkawinan yang paling besar berkahnya adalah yang paling murah maharnya. Perempuan yang baik hati adalah yang murah maharnya, memudahkan urusan perkawinannya, dan baik akhlaknya. Sedangkan perempuan yang celaka yaitu yang maharnya mahal, mempersulit urusan perkawinannya, dan buruk akhlaknya.” [ H.R. Ahmad dan Nasa‟I ]. Penetapan Mahar menjadi hak calon istri, sedangkan calon suami boleh menawar ketetapan tersebut bila merasa keberatan. Namun jika penawarannya ditolak, maka mau tidak mau harus menurutinya atau mundur apabila tidak sanggup. Islam tidak menetapkan banyak atau sedikitnya mahar. Hal ini karena adanya perbedaan antara kaya dan miskin, lapang dan sempitnya rizki. Ketetapan syari‟at tentang mahar tidaklah dimaksudkan lain kecuali untuk menunjukkan pentingnya mahar tersebut tanpa melihat jumlah dan bentuknya. Tentang mahar ini disebutkan dalam beberapa Hadits sbb : 1. Dari „Amir bin Rabi‟ah, bahwa seorang perempuan Bani Fazarah dinikahkan dengan mahar sepasang
sandal. Rasulullah SAW lalu bersabda : “ apakah engkau relakan dirimu dan milikmu dengan sepasang sandal?” Jawabnya : “Ya,” setelah itu beliau membenarkan. [ HR. Ahmad, Ibnu Majah, dan Tirmidzi ]
2.
Dari Sahal bin Sa‟ad, bahwa Nabi saw pernah didatangi oleh seorang perempuan, lalu ia berkata “Ya Rasulullah, sesungguhnya saya menyerahkan diri kepada Tuan.” Ia lalu berdiri lama sekali. Tak lama kemudian berdiri seorang laki-laki dan berkata : “Ya Rasulullah, kawinkanlah saya dengan perempuan ini seandainya Tuan tiada berhasrat kepadanya” Rasulullah SAW menjawab : “Apakah kamu mempunyai sesuatu untuk membayar mahar kepadanya?” Jawabnya : “Saya tidak punya apaapa, kecuali sarung yang sedang saya pakai ini”. Rasulullah SAW bersabda: ”Jika sarungmu engkau berikan kepadanya, tentu engkau akan duduk tanpa berkain lagi. Oleh karena itu, carilah sesuatu”. Jawabnya : “Saya tidak mendapatkan apa-apa.” Beliau bersabda :”Carilah, sekalipun cincin dari besi”. Ia lalu mencarinya, tetapi tidak mendapatkan apa-apa. Nabi SAW bertanya kepadanya : “Adakah padamu suatu ayat Al Qur‟an ?”. Jawabnya : “Ada, (yaitu surat anu dan surat anu)”. Lalu Nabi SAW bersabda : “Sekarang kamu berdua saya nikahkan dengan mahar ayat Al Qur‟an yang ada padamu.” [ HR Bukhari ]
Pernikahan Menurut Ajaran Islam
16
3.
Rasulullah SAW bersabda : “Ajarkanlah kepadanya dua puluh ayat dan dia syah jadi istrimu.”
4.
Dari Anas, berkata : bahwa Abu Thalhah pernah meminang Ummu Sulaim, katanya : “Demi Allah, orang seperti Anda tidak patut ditolak (lamarannya), tetapi Anda orang kafir, sedangkan saya orang Islam. Saya tidak halal nikah dengan Anda. Jika Anda mau masuk Islam, itulah maharnya, dan saya tidak meminta kepada Anda sesuatu yang lain. Oleh karena itu jadilah keIslaman itu sebagai maharnya.
[ HR. Abu Dawud dan Nasa‟I ]
[ HR Nasa‟I ] Hadits ini mengisyaratkan bahwa mahar yang diberikan tidak selalu harus berbentuk uang, tetapi bisa juga berbentuk ilmu atau lainnya, karena mungkin saja bagi calon mempelai wanita justru ilmu atau lainnya itu lebih berharga ketimbang uang. 2.
Shalat Istikharah
Shalat Istikharah sebaiknya dilakukan secara dawwam sebelum seorang Khuddam atau Lajnah menentukan pilihan. Istikharah ini disebut sebagai Istikharah Aam. Hal ini sangat perlu karena terkadang dalam menentukan pilihan, kita sering terjebak oleh pandangan mata kita sendiri, karena calon pasangan yang ditawarkan itu terlihat tampan atau cantik, maka tanpa piker panjang langsung saja menyetujuinya tanpa mempertimbangkan factor lain yang lebih penting, yaitu ketakwaannya / agamanya. Dengan melakukan Istikharah kita berharap bahwa Allah Ta‟ala akan membimbing kita dalam memutuskan pilihan kita. Istikharah Khas dikerjakan bila ada yang menyarankan satu nama tertentu untuk menjadi pertimbangannya. Tanda-tanda penerimaan Istikharah itu boleh jadi tampak dalam bentuk suasana lingkungan yang menyenangkan hati yang mengarahkan kita kepada keputusan yang mantap dalam menentukan pilihan. 3. Kufu Dalam Pasangan Semua orang Islam sama derajatnya, tidak ada yang mempunyai kelebihan atas lainnya kecuali kelebihan dalam hal Taqwa. Allah Ta‟ala berfirman :
“Sesungguhnya yang paling mulia diantara kamu di sisi Allah ialah yang paling baik akhlaknya”. Namun demikian masalah kufu dalam batas tertentu dan dalam arti keseimbangan juga perlu demi keserasian dalam menjalankan roda rumah tangga. Di dalam Jemaat masalah ini lebih utama lagi karena kerukunan dan kebahagiaan rumah tangga juga ditentukan oleh masalah Kufu / keseimbangan ini. Seorang Khuddam yang aktif akan terganggu kegiatan kejemaatannya apabila tidak beristrikan seorang Lajnah yang aktif pula, demikian pula sebaliknya. Hal ini banyak dijumpai dikalangan warga jemaat, dimana seringkali seorang Lajnah menggerutu kesal karena suaminya ( Khuddam ) selalu sibuk di mesjid untuk urusan Jemaat, sehingga ia merasa tidak diperhatikan oleh suami. Hal ini tidak akan terjadi apabila Khuddam aktif menikah dengan Lajnah aktif, karena tentunya sang Istri akan mengerti bahkan mendorong suaminya untuk lebih aktif lagi dalam urusan Jemaat, karena ia menyadari betapa pentingnya mendekatkan diri kepada Allah melalui Jemaat demi masa depan anak-anak dan rumah tangganya. Hal inilah yang dimaksud Kufu dalam jemaat, sesuai dengan sabda Imam Mahdi a.s. sbb :
“ Hendaknya harus diingat bahwa Islam tidak mengenal pembagian status sosial. Hanyalah ketakwaan dan kebajikan yang dijadikan tolak ukur (dalam perkawinan)”. ( Majmuah Isytiharat, Jilid 1 hlm. 66-71 )
Pernikahan Menurut Ajaran Islam
17
B. MELAKSANAKAN UPACARA PERNIKAHAN Berkenaan dengan hal ini, ada sebuah hadits sebagai berikut :
Dari Aisyah, berkata : “ Sesungguhnya Rasulullah SAW telah bersabda : „ Umumkanlah pernikahan ini dan tempatkanlah dia di mesjid dan adakan keramaian rebana untuk itu‟ “. [ H.R. Ahmad dan Tirmidzi ] Anjuran Rasulullah SAW agar mengumumkan pernikahan dan mengadakan upacara pernikahan di mesjid bertujuan agar tempat yang umum dan banyak dikunjungi umat Islam ini dapat menjadi saksi peristiwa sakral dan suci itu, sehingga masyarakat umum akan mengetahui tentang adanya peristiwa pernikahan. Dengan demikian mesjid bukan hanya sebagai tempat shalat, melainkan juga menjadi tempat aktifitas masyarakat Islam secara luas, tentunya yang berhubungan dengan kegiatan peribadatan, termasuk pernikahan. Adapun acara-acara dalam proses pernikahan adalah sebagai berikut : 1. Khutbah Nikah Khutbah Nikah dibacakan sebelum Akad Nikah berlangsung. Khutbah Nikah bukanlah merupakan syarat sahnya pernikahan, melainkan suatu anjuran yang lebih diutamakan. Fungsi khutbah Nikah ini adalah untuk memberikan nasehat kepada kedua mempelai khususnya, dan mengingatkan kepada yang hadir tentang kedudukan pernikahan dalam kehidupan di dunia ini. Dengan khutbah ini diharapkan umat Islam semakin teguh keimanannya dan berkeinginan kuat untuk melaksanakan pernikahan demi memberantas pergaulan bebas serta penzinahan, sehingga masyarakat bersih dari kerusakan akhlak. 2. Akad Nikah / Ijab Kabul IJAB KABUL terdiri dari dua pengertian. Pertama IJAB yaitu pernyataan pihak mempelai perempuan kepada pihak mempelai laki-laki untuk menikahkan anak perempuannya dengan laki-laki tersebut. Sedangkan KABUL ialah jawaban penerimaan dari pihak mempelai laki-laki atas pernikahan tersebut. IJAB KABUL adalah bukti persetujuan kedua mempelai atas pernikahan mereka. Oleh karena itu IJAB KABUL harus dinyatakan secara lisan atau dengan cara lain yang dapat dimengerti oleh kedua belah pihak. Dalam sebuah Hadits diriwayatkan sebagai berikut : “ Sahal bin Sa‟ad berkata : Seorang perempuan datang kepada Nabi SAW lalu berkata „ saya serahkan
diriku kepada Tuan‟. Perempuan itu berdiri lama sekali ( untuk menanti jawaban ). Sesaat kemudian datang seorang laki-laki, berdiri di dekat Rasulullah SAW lalu berkata : „ Wahai Rasulullah, nikahkanlah saya dengan perempuan ini apabila Tuan tidak suka kepadanya‟. Lalu Rasulullah bersabda : „ Aku nikahkan engkau dengannya dengan maskawin ayat Al Qur‟an yang engkau hafal (untuk diajarkan kepadanya )‟ “. [ H.R. Bukhari dan Muslim ]
ucapan IJAB KABUL yang sering dan biasa digunakan di masyarakat Islam di negara kita pada umumnya adalah sebagai berikut : “ Aku nikahkan engkau dengan Fulanah (nama mempelai perempuan) binti Fulan dengan maskawin ……. Dibayar kontan. “ Lalu dijawab oleh pengantin laki-laki dengan kata-kata sebagai berikut : “ Saya terima nikahnya Fulanah binti Fulan kepada saya dengan mas kawin sebagaimana tersebut.”
Pernikahan Menurut Ajaran Islam
18
IJAB biasanya dilakukan oleh ayah atau wali dari mempelai perempuan atau yang mewakilinya atau oleh penghulu yang telah dikuasakan ayah atau wali mempelai perempuan tersebut. Sedangkan untuk KABUL dilakukan secara spontan oleh mempalai laki-laki setelah wakil dari mempelai perempuan selesai mengucapkan kata-kata IJABnya. 3. Do‟a Sesudah Akad Nikah Setelah Akad Nikah, disunatkan membaca do‟a untuk kedua mempelai. Adapun lafadz do‟a setelah Akad Nikah, dicontohkan sebagai berikut : “ Dari Abu Hurairah, sesungguhnya Nabi SAW pada waktu orang selesai melakukan Akad Nikah, ia berdo‟a : “„Barokallohulakum wa baaroka „alaikum wajama‟a bainakumaa fii khoirin.‟ ( semoga Allah memberikan kepadamu barokah dan menetapkan kamu dalam barokahNya dan menyatukan kalian dalam kebaikan.” [ H.R. Abu Dawud, Ibnu Majah ]
4. Serah Terima Mempelai Wanita ( Rukhshanah ) Rukhshanah adalah upacara Serah Terima mempelai perempuan kepada keluarga mempelai lakilaki. Waktu penyelenggaraan Rukhshanah boleh dilakukan setelah Akad Nikah atau kapan saja pada saat mempelai wanita akan diboyong ke rumah suaminya. Adapun setelah dilakukan Rukhshanah hendaknya jangan terlalu lama menyelenggarakan acara Walimah. Dan batas waktu penyelenggaraan walimah dari Rukhshanah tidak boleh lebih dari dua hari. Dalam hadits Ibnu Majah dikatakan :
Dari Abu Hurairah berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda : “Walimah pada hari pertama adalah suatu hal yang benar, pada hari kedua adalah suatu perkenalan, sedangkan pada hari ketiga adalah pamer dan mencari popularitas.” [ H.R. Ibnu Majah ] 5. Melaksanakan Walimah Walimah adalah suatu kegiatan jamuan makan dengan tujuan mengadakan syukuran atas pernikahan yang menandakan telah bertemunya kedua mempelai sebagai suami istri. Tujuan walimah adalah untuk mengumumkan kepada masyarakat tentang telah terjadinya pernikahan kedua mempelai (suami-istri). Walimah dilakukan apabila pasangan suami istri tersebut sudah melakukan hubungan suami-istri dalam arti yang sebenarnya (bersenggama). Biasanya dilakukan paling satu hari sesudah Rukhshanah. Diriwayatkan oleh Ibnu Masy‟ud bahwa Rasulullah saw bersabda : “Memberi makan (walimah) pada hari pertama (setelah dukhul) adalah wajib dan memberi
makan pada hari kedua adalah sunnah dan memberi makan pada hari ketiga adalah untuk mencari kemasyhuran (keriaan) dan Allah akan memberi kemasyhuran (keriaan) dengan itu.”
[ HR. Tirmizi, Buku Hadits Miskat, bab Walimah, hal. 278-279 ]
Tercatat dalam Hadits Ibnu Majah, Rasulullah Saw bersabda bahwa :
“ Waktunya (walimah) ialah sesudah dukhul (bertemunya suami istri dalam arti bebas, bersenggama).
Hazrat Masih Mau‟ud as bersabda :
“ Dalam hukum ajaran syariat kita ialah, manakala suami-istri (mempelai) satu dengan yang lain telah “bertemu” dan secara hakiki telah mengadakan hubungan, maka ada walimah. Maklum hendaknya bahwa istri telah sah menjadi pemilik dari mahar (maskawin). Pernikahan Menurut Ajaran Islam
19
[ Alfazal : tgl. 17-07-1942 ] Pada saat walimah, umumnya keluarga mempelai pria mengadakan jamuan makanan. Kaum miskin adalah orang-orang yang sangat jarang menikmati makanan istimewa, oleh karena itu mereka yang mengadakan walimah diperintahkan untuk mengundang orang-orang miskin agar turut menikmati kebahagiaan tersebut. Dalam sebuah hadits diceritakan :
Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah SAW bersabda : “ makanan yang paling jelek adalah makanan dari acara walimah yang tidak diundang di dalamnya orang yang mau datang kepadanya (orang miskin ), tetapi malah mengundang orang yang enggan datang kepadanya ( orang kaya ). Barangsiapa tidak memperkenankan undangan kepada orang miskin, sesungguhnya telah durhaka terhadap Allah dan Rasulnya.” [ H.R. Muslim ]
Hazrat Bukhari meriwayatkan bahwa Abu Hurairah berkata : “Sejelek-jeleknya makanan ialah makanan walimah yang hanya mengundang orang-orang kaya, tetapi meninggalkan orang-orang miskin. [ H.R. Bukhari ]
C. HAL-HAL YANG PERLU DIPERHATIKAN DALAM PROSES PERNIKAHAN Banyak di kalangan masyarakat Indonesia, bahwa dalam melaksanakan upacara pernikahan, seringkali dibumbui dengan acara-acara meriah yang bermula dari adat budaya bangsa yang tidak Islami. Islam tidak menganjurkan bermewah-mewah dalam melakukan pernikahan, bahkan Hazrat Masih Mau‟ud a.s. sangat menekankan kesederhanaan dalam pernikahan. Adapun hal-hal yang diperbolehkan dalam Islam dan harus menjadi perhatian tatkala melakukan pernikahan adalah sebagai berikut : 1. Merias Pengantin Kebiasaan pengantin perempuan berdandan atau berhias dengan pakaian dan perhiasan yang lain dari hari-hari biasa, sudah dilaksanakan sejak zaman dahulu. Ini membuktikan adanya penghargaan umat manusia terhadap peristiwa pernikahan. Umat manusia sepakat menghormati orang-orang yang menjadi pengantin dan pada hari pernikahannya itu sebagai suatu peristiwa yang istimewa. Rasulullah SAW tidak melarang Siti Aisyah menghiasi dirinya dengan memakai perhiasan, walaupun ia meminjam dari adik kandungnya sendiri ( Asma ). Dalam kitab hadits Bukhari bab “ Meminjam Pakaian dan lain-lain untuk Pengantin “ Rasulullah SAW bersabda :
“ Dari Hazrat Siti Aisyah meriwayatkan bahwa ia telah meminjam kalung dari Asma, lalu kalung itu hilang, kemudian Rasulullah SAW menyuruh beberapa orang sahabatnya untuk mencarinya.” Namun ketika menjadi pengantin, siti Aisyah berdandan hanya sebatas mengenakan perhiasan dan pakaian bagus. Hal ini berbeda dengan yang kita saksikan saat ini ditengah-tengah masyarakat. Pengantin perempuan dihias habis-habisan dengan membuka kerudungnya, memakai eyes shadow, mengerik alis, menyasak rambut, membedaki begitu rupa sehingga wajahnya seperti boneka. Lalu
Pernikahan Menurut Ajaran Islam
20
diperlihatkan kepada para undangan pria. Semua itu sama sekali bukan perbuatan yang dibenarkan oleh Islam. Merias pengantin sekedar mengenakan pakaian bagus, perhiasan dan membuat dirinya tampak cantik ketika menemui pengantin pria di dalam rumah adalah perbuatan yang dibenarkan. Merias pengantin harus tetap menjaga aturan-aturan Islam, yakni menjaga pardah dan tidak memperlihatkan auratnya. 2. Hiburan Dalam Pernikahan Berkenaan dengan hiburan dalam acara pernikahan, dalam hadits Ibnu Majah diceritakan :
“ Dari Ibnu Abbas telah berkata bahwa Aisyah menikahkan salah seorang perempuan kerabatnya dari kalangan Anshar, lalu Rasulullah SAW datang dan bertanya : „ Apakah kamu telah memberikan hadiah kepada gadis-gadis itu ? mereka menjawab “ Ya”. Beliau bertanya lagi : „Apakah kamu mengirmkan seseorang yang akan bernyanyi untuk pengantin itu ?‟ Ia (Aisyah) menjawab “Tidak”. Rasulullah SAW lalu bersabda : „Orang-orang Anshar itu dari kaum yang suka bermain. Alangkah baiknya kalau kamu kirimkan seseorang yang akan bernyanyi untuk pengantin perempuan itu dan yang dapat menyanyikan syair „antainaakum, antainaakum wa hayyaanaa wa hayyaakum. ( kami datang kepadamu, kami datang kepadamu, kami telah memperoleh kehormatan dan kamu pun telah diberi kehormatan). “
[ H.R. Ibnu Majah ]
Dalam hadits di atas Rasulullah SAW membolehkan dalam acara pernikahan diadakan hiburan baik berupa nyanyian ataupun syair. Dari hadits di atas dapat diambil kesimpulan bahwa bernyanyi atau membaca syair dalam acara pernikahan adalah bukan merupakan perbuatan yang terlarang, selama nyanyian atau syair-syair itu tidak melewati hal-hal yang dilarang oleh Islam, seperti syair dalam nyanyian yang dapat membangkitkan syahwat atau melenakan kita dari mengingat Allah Ta‟ala. Apalagi menampilkan tarian-tarian erotis oleh laki-laki dan perempuan. 3. Ucapan Selamat Dalam Pernikahan Apabila kita mendengar atau bertemu dengan seorang teman yang baru melakukan pernikahan, kita hendaknya turut menyatakan perasaan gembira. Kita dianjurkan memberikan sambutan kepada pengantin baru dengan ucapan yang menggembirakan hati mereka. Hal ini dilakukan oleh Rasulullah SAW apabila beliau menghadiri atau bertemu dengan yang baru melakukan pernikahan, dengan mengucapkan doa, „semoga pengantin baru itu senantiasa berada dalam barokah Allah Ta‟ala dan mendo‟akan semoga suami istri yang baru menikah itu tetap langgeng dalam ikatan perkawinannya‟. Dalam kitab Hadits Ibnu Majah diceritakan : Dari Abu Hurairah r.a. : “Sesungguhnya Nabi SAW bila mengucapkan selamat dalam perkawinan, beliau mengucapkan „Barokallohulakum wa baaroka „alaikum wajama‟a bainakumaa fii khoirin.‟ ( semoga Allah memberikan kepadamu barokah dan menetapkan kamu dalam barokahNya dan menyatukan kalian dalam kebaikan.” [ H.R. Ibnu Majah ].
4. Shalat Dua Raka‟at Setelah Mempelai Dipertemukan Kebiasaan yang dilakukan di masyarakat pada umumnya, setelah pengantin pria dan wanita dipertemukan adalah bersorak-sorai dan berpesta ria dengan menabuh alat-alat musik sebagai hiburan atau dilakukan upacara adat. Semua itu dilakukan sebagai pelampiasan kegembiraan dan suka cita. Namun apakah perbuatan itu sesuai dengan ajaran Islam ? Pernikahan Menurut Ajaran Islam
21
Islam mengajarkan kita akan kebersihan dan kemuliaan hati. Untuk mengungkapkan rasa gembira atas karunia Allah yang telah mempertemukan pasangan suami istri yang saling mencintai adalah dengan rasa syukur ke khadiratNya. Ungkapan rasa syukur yang semestinya dilakukan oleh pengantin pria adalah dengan melakukan shalat dua rakaat pada saat ia memasuki kamar mempelai perempuan. Hal ini diceritakan dalam sebuah riwayat sebagai berikut : “Dari Abu Sa‟id berkata “ Saya kawin ketika saya masih menjadi budak, lalu saya undang beberapa sahabat Nabi SAW diantaranya Ibnu Mas‟ud, Abu Dzar dan Hudzaifah. Saya melakukan shalat, lalu Abu Dzar berjalan untuk maju, kemudian mereka berkata : “ Engkau sajalah ( yang mengimami shalat). Sahutnya “ Apakah mesti begitu “. Mereka menyahut : “ Ya”, Saya lalu maju mengimami mereka, padahal saya seorang budak. Mereka mengajariku, lalu mereka berkata : “ Apabila engkau nanti dimasukkan ke
tempat istrimu, shalatlah dua rakaat kemudian mohonlah kepada Allah kebaikan dari orang yang engkau masuki dan berlindunglah kepadaNya dari keburukan yang terdapat pada dirinya. Seterusnya adalah urusanmu dan istrimu.” [ H.R. Abu Bakr bin Abu Syaibah ].
5. Memegang / Mencium Ubun-ubun Istri Seorang suami yang baru menikahi istrinya, agar terhindar dari keburukan yang terdapat dalam diri istrinya, maka patutlah ia memohon perlindungan kepada Allah dari sipat-sipat buruk istrinya tersebut. Misalnya jika istri seorang pemboros, ia memohon agar sipat boros istrinya tidak menjerumuskan dirinya ke dalam malapetaka. Jika istrinya seorang pemarah, ia mohon agar kemarahannya tidak menyebabkan kesusahan bagi dirinya. Sebaliknya ia memohon agar sipat-sipat baik istrinya menguntungkannya dan memberikan kebaikan baginya sehingga rumah tangganya dipenuhi oleh rasa kasih sayang dan kecintaan. Berkenaan dengan hal ini, Rasulullah SAW bersabda : “Bila seseorang di antara kamu mengawini seorang wanita, peganglah ubun-ubunnya dan sebutlah nama Allah, Tuhan Maha Mulia dan Maha Tinggi, mintalah barokah dan ucapkan “Allahumma „innii „as‟aluka min khoirihaa wahoiri maajubilat „alaihi wa‟a‟udzubika minsharri haa washarri maajubilat „alaihi‟ . ( Ya Allah, aku memohon kepadaMu kebaikannya dan kebaikan yang telah melekat pada dirinya, dan aku berlindung kepadaMu dari keburukannya dan keburukan yang melekat pada dirinya.” [ H.R. Bukhari, Abu Dawud dan Ibnu Majah ] Memegang ubun-ubun istri boleh dilakukan suami sesudah shalat sunnah atau sebelumnya. Dalam hal ini tidak ada ketetapan yang mengatur secara tegas mana yang lebih dulu.
--- ooo AD ooo ---
Pernikahan Menurut Ajaran Islam
22
BAB V SUSUNAN PELAKSANAAN PERNIKAHAN A.
AKAD NIKAH
Dihadiri oleh sanak keluarga dalam jumlah terbatas. 1.
Khutbah Nikah Disampaikan oleh seorang Mubaligh atau yang berkempeten untuk hal itu. Dengan membacakan ayat suci Al Qur‟an : - Surat An Nisa ayat : 2, - Surat Al Ahzab ayat : 71 – 72, - Surat Al Hasyr ayat : 19 dilanjutkan dengan khutbah nikah ( bisa dikutip dari hutbah Hz Khalifatul Masih IV ra. ).
2. Ijab Kabul Dipimpin oleh bapak / wali mempelai wanita yang dipandu oleh pegawai pencatat nikah ( Penghulu ) dari KUA. “Ijab” diucapkan oleh orang tua / wali mempelai wanita dan “Kabul” diucapkan oleh mempelai pria. 3. Do‟a Bersama Setelah pelaksanaan Ijab-kabul dianggap syah oleh petugas pencatan nikah dan para hadirin yang hadir, maka dilanjutkan dengan do‟a yang dipimpin oleh Mubaligh atau orang yang berkempeten untuk hal itu. 4. Ucapan selamat kepada mempelai boleh dilakukan setelah selesai Do‟a bersama. B. RUKHSHANAH Rukhshanah adalah acara serah terima mempelai wanita kepada keluarga mempelai pria, dengan Susunan Acara sebagai berikut : 1. Pembacaan ayat suci Al Qur‟an. 2. Pembacaan Syair-syair. ( Boleh bila ada ). 3. Serah terima Mempelai : a. Dari pihak mempelai wanita, oleh orang tua atau yang mewakilinya. b. Dari pihak Mempelai Pria, sebaiknya langsung oleh mempelai pria, namun apabila tidak mampu boleh diwakilkan. 4. Do‟a, dipimpin oleh Mubaligh atau orang yang berkempeten untuk hal itu. C. WALIMAH Maksud dari acara walimah adalah untuk mengumumkan kepada masyarakat, bahwa telah dilaksanakan pernikahan kedua mempelai dan sebagai tanda suka cita maka diadakan undangan makan. Undangan acara walimah sebaiknya yang diutamakan adalah orang-orang miskin. Adapun dalam walimah tidak ada acara yang khusus selain menikmati hidangan makan dan do‟a bersama. Undangan pria dan wanita dalam acara walimah, sebaiknya ditempatkan secara terpisah, atau dalam satu tempat namun dibatasi dengan Hizeb / Penghalang. Tujuannya adalah agar tidak terjadi “Ihtilaf”, yakni berbaurnya para tamu undangan pria dan wanita yang bukan muhrimnya. Pernikahan Menurut Ajaran Islam
23
Pelaksanaan antara Akad Nikah dengan Rukhshanah dapat dipercepat atau dilambatkan. Tetapi pelaksanaan antara Rukhshanah dan Walimah sebaiknya dicepatkan kalau tidak ada uzur apa-apa. Dan pelaksanaan Walimah dapat dilakukan apabila telah terjadi hubungan suami-istri (senggama) antara kedua mempelai. --- ooo Adhiat ooo ---
Pernikahan Menurut Ajaran Islam
24
BAB VI.
REFERENSI-REFERENSI TENTANG PERNIKAHAN -----------------------------------------------------------------------------
1. FATWA-FATWA HAZRAT MASIH MAU‟UD AS a. Perkawinan Janda “Jika suami seorang wanita meninggal, kemudian si wanita itu mempunyai anggapan sangat menyalahi aturan dan seakan-akan merupakan dosa besar kalau menikah lagi, meskipun boleh jadi masih muda usia, dengan tetap menjanda sepanjang umur ia membayangkan akan meraih pahala ronahi yang besar dan menjadi seorang wanita yang saleh adalah suatu dosa besar. Bagi wanita merupakan dosa besar kalau tetap menjanda. Tersedia pahala rohani bagi janda-janda kalau kawin dan bersuami lagi. Pada hakikatnya, wanita itu amat beruntung dan suci, yang karena takut akan diganggu pikiran-pikiran jahat lalu menikah lagi dengan seseorang – tak gentar oleh cercaan-cercaan dan ejekan-ejekan yang datang dari wanita-wanita usil. Wanita-wanita yang menghalang-halangi wanita lainnya dari mengikuti perinta Allah dan Rasulullah, mereka itu sendiri terkutuk dan adalah hamba-hamba syaitan, melalui mereka syaitan melaksanakan rencana-rencananya. Seorang wanita yang cinta kepada Allah dan Rasul-Nya harus mencari suami yang jujur lagi mukhlis sesudah menjadi janda. Ingat bahwa adalah seratus kali lebih baik menghidmati suami lalu menyibukkan diri berdoa ketimbang ia hidup menjanda.” [ Majmuah Isytaharat, jilid 1, hlm : 66-71 ) b. Kawin dengan lawan jenis dari Status sosial yang berbeda Dikalangan bangsa kita (Pakistan) terdapat suatu adat kebiasaan yang buruk, yakni mereka tidak suka anak-anak gadis mereka kawin dengan laki-laki dari suku bangsa atau status sosial lain, bahkan mereka tidak suka, sejauh berada di dalam daya kemampuan mereka untuk mengambil menantu perempuan dari kalangan status sosial lain. Ini merupakan suatu kesombongan dan sifat besar kepala serta sama sekali bertentangan dengan ajaran Islam. Semua keturunan Adam adalah hamba Allah. Satu-satunya persyaratan yang harus diperhatikan di dalam rangka hubungan perkawinan mereka ialah, laki-laki yang akan dikawinkan itu memiliki sifat saleh lagi mukhlis dan tidak menderita sakit yang bisa menimbulkan persoalan yang serius. Hendaknya harus diingat bahwa Islam tidak mengenal pembagian status sosial. Hanyalah ketakwaan dan kebajikan harus dijadikan tolak ukur. Allah „Azza wa Jalla berfirman : “Sesungguhnya yang paling dihormati dari antara kamu adalah orang yang paling bertakwa di antara kamu.” [ Majmuah Isytiharat, jilid 1, hlm. : 66-71 ] c. Menghambur-hamburkan Uang pada waktu Pesta Perkawinan Ada pula suatu kebiasaan di kalangan bangsa kita, yaitu ratusan rupees ( jutaan rupiah ) dibelanjakan secara berlebihan pada waktu pesta perkawinan. Hendaklah diingat bahwa membagi-bagikan makanan pada masyarakat, memberi dan menyantap makanan untuk sekedar bermegah-megahan dan berbangga-bangga, dilarang oleh ajaran Islam. Memperton-onkan hiburan, membakar mercon, memberi uang kepada pemusik-pemusik dan penari-penari, semua itu sangat terlarang. Satu-satunya yang diperintahkan ialah menyelenggarakan walimah sesudah pernikahan. Yaitu ia (pihak laki-laki) hendaklah menyiapkan makanan dan mengundang beberapa sahabatnya dan sebagainya untuk menyantap makanan. [ Majmuah Isytiharat, jilid 1, hlm. 66-71 ]
Pernikahan Menurut Ajaran Islam
25
2. PETUNJUK HAZRAT MUSHLIH MAU‟UD R.A. a. Kejujuran Islam mengajarkan “Quuluu qoulan sadiidan” – Berbicaralah sejujur-jujurnya. Jangan berkata dusta di dalam perkara perkawinan. Di abad kita ini kepalsuan telah cukup meningkat dan sautu yang berlandasan dosa akan berdampak buruk kesudahannya. Perhatikan ini ! Hubungan suami-istri bukan hanya selama satu jam berlangsungnya melainkan sepanjang umur, bahkan sampai hari kiamat sebab pengaruh hubungan itu berlanjut terus dari generasi ke generasi. Kita menuai apa yang telah kita tabur. [ Khutbah-e-Mahmood, tgl. 27 Maret 1916 ] b. Sembahyang Istikharah untuk Perkawinan Peristiwa yang paling berarti di dalam kehidupan orang adalah perkawinan. Itulah alasannya maka Rasulullah saw., telah memberi perintah untuk mendirikan sembahyang Istikharah berkenaan dengan perkawinan, untuk merenungkan secara mendalam daripada mengikuti perasaan-perasaan. Rasulullah saw., bersabda bahwa perkawinan harus diatur sedemikian rupa sehingga membuahkan anak-anak yang baik dan rela berkurban. [ Khutbah-e-Mahmood, tgl. 30 Maret 1965 ] c. Besarnya Mahar / Maskawin Saya telah menetapkan uang maskawin sejumlah enam bulan sampai satu tahun penghasilan seseorang. Jika seseorang hendak mengikuti nasihat saya tentang uang mahar (maskawin), nasihat saya ialah menetapkan maskawin berkisar dari penghasilan enam bulan sampai satu tahun. [ Harian Al-Fazl, 12 Desember 1940 ]
Pernikahan Menurut Ajaran Islam
26
AHMADIYYA MUSLIM FOREIGN MISSIONS OFFICE Rabwah (Pakistan) ----------------------------------------------------------------------------
No. T-8818
Rabwah, 14-11-1989
Amir Nasional Jemaat Ahmadiyah Assalamualaikum w.w. Markas mencatat dengan agak prihatin bahwa banyak Jemaat tidak memberi perhatian yang memadai terhadap masalah perkawinan yang dihadapi oleh para anggota. Sifat dan bobot masalahnya berbeda-beda antara satu negeri dengan negeri yang lain, oleh karena itu sementara pemecahan-pemecahan secara rincinya hanya dapat diperoleh pada taraf nasional. Saran-saran yang ditujukan di dalam Majlis Syuro tahun 1989 dan disahkan oleh Huzur pada prinsipnya disampaikan untuk diikuti : a. Semua anggota Jemaat, pada khususnya para muda-mudi, harus ditatar mengenai kebikaksanaan dan peraturan Jemaat mengenai masalah perkawinan. Filsafat dan manfaat kebijaksanaan ini serta kemudaratan kalau menyimpang daripadanya, harus disampaikan kepada para anggota lewat khutbah-khutbah, percakapanpercakapan, artikel-artikel di dalam majalah-majalah dsb. Contoh-contoh yang sehat dari pengalaman beberapa keluarga dapat digambarkan tanpa menyebut nama-nama. Kesadaran umum di tengah-tengah khalayak anggota berkenaan dengan ini diharapkan tercapai sedini mungkin. b. Sekretaris Rishta Nata harus ditunjuk melengkapi badan pengurus nasional, jika belum ada. Sekretaris-sekretaris di tingkat daerah / wilayah juga harus ditunjuk. Kemudian di tiap-tiap Cabang harus ditunjuk juga. c. Para sekretaris Rishta Nata di tingkat cabang maupun wilayah harus mempunyai data lengkap mengenai semua pria dan wanita di dalam Jemaat yang sudah pantas kawin. Salinan catatan ini hendaklah dikirimkan kepada Majlis Amila, dan harus diadakan peninjauan kembali setiap enam bulan. Majlis Amila harus mengirimkan salinan data ini ke Markas supaya Markas juga dapat memainkan peranan dalam membantu saudara-saudara kita mengupayakan mereka. Bantuan Badan-badan Jemaat dapat diminta dalam pengumpulan data ini. d. Sekretaris (Rishta Nata) Majlis Amila hrus mengambil langkah-langkah untuk membina sekretaris-sekretaris di tingkat daerah / wilayah di dalam bidang ini. Ia kadang-kadang mengundang mereka dalam rapat untuk mengkoordinasikan pekerjaan mereka. Saudara diharap untuk menaruh perhatian secara pribadi di dalam bidang yang sangat petning ini dan memantau berlakunya pelayanan kepada para anggota untuk meringankan beban persoalan yang dihadapi mereka semaksimal mungkin, dan juga memperhatikan kebijaksanaan serta instruksi-instruksi yang dikeluarkanoleh Hazrat Khaliatul Masih ditaati oleh para anggota. Kami, Insya Allah akan mengirimkan kepada Saudara bahan informasi lagi mengenai ini. Saudara diharap memberi kabar seterima surat ini dan terus berhubungan dengan kami untuk memecahkan masalah ini. Beberapa waktu yang lalu kami telah meminta kepada semua Jemaat (di seluruh dunia ) supaya mengirim kepada kami data mengenai para Ahmadi yang sudah layak kawin, tetapi dengan menyesal kami mengatakan bahwa kami tidak mendapat tanggapan semestinya. Kami pun ingin mendengar dari Saudara megnenai masalah-masalah perkawinan di Jemaat Saudara dan menerima saran-saran Saudara untuk memecahkan masalah-masalah itu. Terima kasih. Wassalam, ttd MANSOOR AHMAD KHAN Wakilut Tabshir, Rabwah
Pernikahan Menurut Ajaran Islam
27
Pernikahan Menurut Ajaran Islam
28
AHMADIYYA MUSLIM FOREIGN MISSIONS OFFICE Rabwah (Pakistan) ----------------------------------------------------------------------------
No. T-1366
Rabwah, 19 Pebruari 1990
Amir Jemaat Ahmadiyah Assalamualaikum w.w. Harap merujuk kepada surat edaran saya tertanggal 14-11-1989 mengenai pokok yang telah disebutkan sebelumnya dan di dalamnya garis-garis pedoman telah diberikan kepada saduara untuk memecahkan masalah-masalah Ristha Nata (Perkawinan), dan menghilangkan kesulitan-kesulitan yang dihadapi oleh keluarga-keluarga Ahmadi utnuk mendapatkan jodoh-jodoh yang cocok bagi anak-anak gadis dan anak-anak laki-laki mereka. Sebagaimana saya janjikan di dalam surat, dengan senang hati saya menyampaikan beberapa bahan informasi lagi mengenai pokok ini, yaitu intisari-intisari dari Al Qur‟an, Hadis, karya-karya tulis Hazrat Masih Mau‟ud as dan para khalifah beliau. Saya bersama ini mengirimkan kepada saudara sedikit informasi mengenai cara kerja Biro Rishta Nata juga. Sekretaris Rishta Nata baik di tingkat nasional maupun tingkat cabang ataupun wilayah, harus mulai bekerja atas pengawasan Saudara berdasar pada garis-garis pedoman yang diterangkan di sini. Butir-butir yang perlu mendapat perhatian segera disebutkan di bawah ini : 1. Data-data megnenai anak-anak gadis dan Pemuda yang sudah layak kawin harus dikumpulkan di atas formulir yang salinannya harus dikirimkan kepada Wakilut Tabshir, Rabwah. 2. Para anggota Jemaat harus diberi tuntunan yang benar mengenai kebijaksanaan-ekbijaksanaan dan peraturanperaturan Jemaat berkenaan dengan perkawinan dan kemudaratan-kemudaratan kalau menyimpang dari ekbijaksanaan dan peraturan itu. Hal itu harus disampaikan kepada para anggota melalui khutbah-khutbah, percakapan-percakapan, dan artikel-artikel yang diterbitkan di dalam majalah-majalah Jemaat. 3. Laporan terinci mengenai problema-problema yang pada umumnya dihadapi oleh para orangtua Ahamdi mengenai perkawinan anak-anak gadis dan anak laki-laki mereka harus dikirim kepada kantor Wakilut Tabshir Rabwah (umpamanya, tidak diperolehnya pasangan yang cocok di dalam Jemaat, pengaruh adat kebiasaan setempat, dsb.). Laporan tersebut harus juga mencakup saran-saran Saudara untuk memecahkan problema ini dan bagaimana Markas dapat membantu Jemaat Saudara untuk memecahkan problema-problema itu. 4. Saya menyesal bahwa saya belum menerima tanggapan terhadap surat saya sebelumnya begitu juga mengenai instruksi-instruksi yang dikirimkan oleh Wakilut Tabshir dahulu mengenai urusan perkawinan. Oleh karena itu, saya mohon supaya mengaktifkan Biro Rishta Nata di negeri Saudara supaya keluarga-keluarga Ahmadi akan dapat memecahkan problema mereka. PENTING : Harap kami segera diberi tahu diterimanya surat ini dan mengirimkan kepada saya nama sekretaris Rishta Nata tingkat Nasional begitu pula nama-nama sekretaris Rishta Nata yang ditunjuk di tingkat cabang dan wilayah. Terima kasih. Wassalam, ttd MANSOOR AHMAD KHAN Wakilut Tabshir
Pernikahan Menurut Ajaran Islam
29
AHMADIYYA MUSLIM FOREIGN MISSIONS OFFICE Rabwah (Pakistan) ----------------------------------------------------------------------------
No. T-6937
Rabwah, 01 Januari 2005
Amir Jemaat Ahmadiyah - Indonesia Pentingnya untuk memberikan keutamaan pada ketakwaan ketika mengatur pernikahan. Masyarakat (Jemaat) Bertanggungjawab untuk pernikahan anak-anak yatim, janda dan setiap orang yang layak menikah Assalamualaikum w.w. Tanggal 24 Desember 2004, Hazrat Khalifatul Masih V atba menyampaikan khutbah Jum‟at di Baitus-Salam, Perancis, yang di dalamnya Huzur atba memberikan arahan-arahan yang benar-benar berharga bagi pernikahan (Rishta Nata). Huzur atba membacakan ayat 33 surah An-Nur dan bersabda : “Setiap hari saya menerima surat-surat yang di dalamnya orang-orang menulis mengenai kesukaran-kesukaran yang mereka hadapi dalam mengatur pernikahan untuk gadis-gadis dan juga janda-janda. Dalam ayat yang saya bacakan Allah berfirman : “Dan aturlah pernikahan untuk janda-janda di antara kalian, dan untuk budak-budak laki-laki dan budak-
budak perempuan yang layak menikah. Jika mereka miskin Allah akan menganugerahkan kepada mereka kekayaan dari karunia-Nya, dan Allah Maha Pemberi, Maha Mengetahui”.
Inilah perintah Allah dan hendaknya kita beramal di atas (sesuai perintah) itu. Allah berfirman sangat tegas bahwa jika Saudara-saudara menginginkan kesalehan menghiasi masyarakat Saudara-saudara sekalian maka berusahalah untuk mengatur pernikahan bagi janda-janda yang layak menikah. Di masa sekarang tidak ada lagi budak-budak, akan tetapi banyak negeri miskin yang tidak mempunyai kekayaan (sarana) untuk melangsungkan pernikahan. Jemaat (hendaknya) membantu orang-orang ini dan juga merupakan tanggungjawab masyarakat (Jemaat) untuk mengatur pernikahan orang-orang miskin dan juga janda-janda, maka masyarakat dengan sendirinya akan terbebas dari banyak kejahatan (keburukan). Pernikahan para janda tidak disukai dalam kebanyakan masyarakat, tetapi sebgai Ahmadi kita hendaknya menghapuskan semua kebiasaan palsu (salah) ini yang berlawanan dengan perintah Allah, yang telah mendapat jalannya masuk dalam masyarakat kita dari agama yang telah rusak. Hazrat Masih Mau‟ud as telah bersabda bahwa perintah untuk mengatur pernikahan bagi para janda adalah sama-sama mengikat sebagaimana mengenai gadisgadis”. Huzur atba bersabda : “Keluarga para janda berkewajiban untuk mengatur pernikahan mereka. Tetapi para janda itu sendiri hendaknya memutuskan apakah mereka mau menikah atau tidak, dan mereka tidak dapat dipaksa untuk menikah. Rasulullah saw telah bersabda bahwa seorang janda mempunyai hak lebih besar untuk memutuskan mengenai pernikahannya sendiri daripada walinya, dalam hal ini seorang gadis persetujuannya akan diminta dan diamnya akan dianggap sebagai persetujuannya.” Huzur atba bersabda : “Kita hendaklah selalu mengutamakan ketakwaan dan kesalehan seorang wanita ketika mengatur pernikahan, jika kita berbuat demikian maka tidak hanya akan menerima doa-doa Nabi Suci saw untuk kebaikan kita, tetapi juga akan melihat keturunan kita menempuh jalan kesalehan. Rasulullah saw telah menekankan bahwa laki-laki dan perempuan hendaklah menikah segera sesudah mereka mencapai kedewasaan. Pernikahan juga hendaklah diatur untuk para janda yang masih muda atau dalam hal lain perlu menikah. Jangan biarkan (anak-anak) gadis Saudara-saudara tidak menikah untuk memperoleh manfaat duniawi dari mereka.” Huzur atba bersabda : “ Merupakan tanggungjawab seluruh masyarakat untuk memberikan perhatian pada pernikahan dari mereka yang layak dinikahkan. Sebagian orang menjadikan diri sendiri terjerat dalam hal-hal kasta (derajat), keluarga (keturunan) atau kecantikan dan lain-lain, tetapi Hazrat Masih Mau‟ud as telah bersabda bahwa perbedaan suku bangsa dan kasta bukanlah sumber kemuliaan. Seorang yang takut kepada Allah adalah jauh lebih dihargai daripada ras dan kasta. Lagi pula ketika Allah sendiri telah menyatakan bahwa kasta atau suku bangsa (ras) tidak bermakna apa pun bagi Dia dan bahwa kemuliaan sejati terletak pada takwa - maka sangat tidak patut bagi kita untuk menuruti (perkara) yang demikian tidak berharga.”
Pernikahan Menurut Ajaran Islam
30
Huzur atba bersabda : “Semoga Allah memberi kita kemampuan untuk menempuh jalan takwa ketika mengatur pernikahan. Semoga kita dapat mengatur pernikahan untuk anak-anak yatim, para janda dan yang lainnya. Semoga Allah juga memecahkan kesukaran-kesukaran para orang tua yang mempunyai masalah dalam mengatur pernikahan untuk putra-putri mereka. Amin.” Mohon disampaikan arahan-arahan yang diberikan Huzur ini kepada anggota-anggota Jemaat Tuan. Jazakumullah. Wassakanm
( Ch. Hameedullah ) ------------------------Wakilul A‟la Tahrik Jadid Anjuman Ahmadiyah Pakistan Rabwah
--- ooo AD ooo ---
Pernikahan Menurut Ajaran Islam
31