DR. JOHANNES LEIMENA MEMORIAL LECTURE JAKARTA, 21 SEPTEMBER 2010
MENJADI HATI NURANI MASYARAKAT
Mengedepankan Kasih Dan Melayani Semua Kalangan 1 Jakob Tobing 2 Pendahuluan Judul diatas adalah penggalan kalimat yang ditulis oleh Om Yo dalam makalah yang disampaikan beliau pada Konferensi Studi I Pendidikan Agama Kristen yang diselenggarakan DGI (Dewan Gereja Indonesia, sekarang PGI - Persekutuan GerejaGereja di Indonesia) di Sukabumi tahun 1955. “Dapatkah ia (gereja dan umat Kristen Indonesia) dalam masyarakat yang bergejolak ini mewujudkan terang dan garam kepercayaannya? Dapatkah ia menjadi hati nurani (geweten) dari masyarakat? Bagaimana juga beratnya, sikap ini adalah sikap warga negara yang bertanggung jawab.”3 Waktu itu, beliau telah sekitar 35 tahun terlibat aktif dalam pergerakan nasional. Mula-mula sebagai aktivis pemuda/mahasiswa yang tergabung dalam Jong Ambon, ikut mempersiapkan Kongres Pemuda yang amat bersejarah itu. Selanjutnya, seperti semua kita mengetahuinya beliau selama 22 tahun berturut-turut melayani bangsa ini sebagai menteri kabinet dan 7 x menjadi pejabat Presiden. Pertanyaan beliau itu pada hakekatnya adalah himbauan kepada kita untuk menjadi bagian integral bangsa Indonesia yang amat majemuk ini, untuk turut merasakan penderitaannya, bersama mengimpikan harapan-harapannya dan bekerjasama mengatasi segala permasalahan, berjuang mewujudkan cita-cita bangsa. Pribadi Yang Berkembang
Menarik untuk mencermati perkembangan visi dan pemikiran beliau. Dilahirkan pada era Kebangkitan Nasional, pada tanggal 6 Maret 1905 dalam keluarga suku Ambon beragama Kristen, beliau berkembang (mungkin lebih mirip metamorfosa) bergerak keluar dari 2 lingkup yang pada dasarnya (waktu itu) kuat dan eksklusif, suku dan Disampaikan pada “Dr. Johannes Leimena Memorial Lecture”, diselenggarakan oleh Institut Leimena, Jakarta, 21 September 2010. 2 Presiden Institut Leimena. 1 3
Dikutip dari tulisan pendeta Dr. Andar Ismail tentang Dr. Johannes Leimena. 1
agama, masuk menjadi bagian dari masyarakat Indonesia yang amat majemuk, baik suku, agama maupun asal-usulnya. Melihat berbagai tulisan dan catatan mengenai riwayat hidupnya kelihatannya pendidikan yang diberikan orang tua dan pamannya, Lawalata, amat berpengaruh. Beliau dididik dalam suasana kekeluargaan dan dalam iman Kristen yang mengutamakan kasih kepada orang lain tanpa membeda-bedakan. Faktor lain yang berpengaruh kuat kelihatannya karena beliau juga secara sadar membangun hubungan dan sering bergaul bertukar fikiran dengan sesama pemuda aktivis dari berbagai latar belakang suku dan agama serta rajin membaca buku dan belajar dari para seniornya. Dalam proses itu internasilasi kesadaran kebangsaan Indonesia sangat kuat masuk dan menjadi bagian dari pribadinya. Pemuda Johannes Leimena aktif mempersiapkan Kongres Pemuda yang bersejarah itu. Selaku pimpinan organisasi Jong Ambon, beliau menegaskan pilihan sebagai bagian dari bangsa baru, bangsa Indonesia yang lahir pada tanggal 28 Oktober 1928, yang walau amat majemuk namun dapat bersatu karena diikat oleh cita-cita mewujudkan bangsa yang merdeka, adil dan sejahtera. Sangat konsisten dengan itu, pada tahun 1930-an, Dr. Johannes Leimena menulis sebuah laporan yang mungkin berhubungan dengan konperensi Mahasiswa Kristen se-Dunia di Citeureup (1933) :
“The Indonesian Christian Students must not show that because of being Christian, they also belong to the – “Sana (European Group)”, but that their vocation and Christian duty is, to work altogether as fellow-workers in the up-building of the Indonesian people, to which they also belong, that they must take root in this land and folk, and that they must realize that because they have had the advantage of education, they are a privileged class. […] The national influence progresses, and no article of law can stunt it; and nationalism, which wishes a Unity against the foreign rulers, and a United nation, observing and respecting one another’s culture, character and ability, which wants a uniting language, the Malay-language, which form a bridge, over the several, many rich languages, - this nationalism also demands from the Christians a pure national conviction and a national activity.”4
Kalimat-kalimat dan sejarah perjuangan Om Yo itu menyiratkan visi dan keberanian moril –kebangsaan dan kebersamaan - yang menjadi sari (esensi) hidup Om Yo sepanjang perjuangan dan pengabdian beliau. Memorial lecture ini kita harapkan menjadi forum untuk terus menghidupkan spirit dan ide-ide beliau agar terus menjadi perhatian kita bersama sebagai bangsa. Mengenal Om Yo Dari Kejauhan
Dr. W.A. Visser ‘t Hooft: “ Faithful to the original vision”, dalam buku “Kewarganegaraan yang bertanggung jawab,” buku kenangan untuk Dr. Johannes Leimena, BPK Gunung Mulia, 1955. 4
2
Pada 10 tahun pertama keterlibatan Om Yo dalam pucuk pimpinan negara, saya adalah seorang anak kecil berangkat remaja yang sedang bersekolah di SR (Sekolah Rakyat) dan SMP di Bukittinggi. Kota kecil yang indah dan sejuk ini adalah sebuah kota intelektual. Salah satu dari Sekolah Raja (Kweekschool) ada disana. Bung Hatta pernah bersekolah di kota ini. H. Agus Salim juga kelahiran Kota Gedang, Bukittinggi. Bukittinggi juga pernah menjadi ibukota Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI). Juga pernah menjadi pusat “pemberontakan” PRRI (Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia). Barangkali karena itu berita dan peristiwa nasional selalu memperoleh perhatian masyarakatnya. Ayah saya seorang veteran, Heinrich Lumbantobing, waktu itu seorang pegawai negeri, berlangganan surat kabar Pak Mochtar Lubis Indonesia Raya dan Pedoman, asuhan Pak Rosihan Anwar. Surat kabar Harian Rakyat, corong PKI dibagi gratis di kantor. Terus terang saya tidak pernah mengenal Om Yo atau bertemu beliau secara pribadi. Melalui media massa itu dan melalui RRI (Radio Republik Indonesia) saya mulai bersentuhan dengan Om Yo. Teman akrab saya di Bukittinggi, sdr. Syahrial Zahirdin, adalah keponakan Bung Hatta. Ibunya adalah kakak Pak Hatta. Kami biasa main bersama. Dari pergaulan itu sedikit banyak setting nasional dalam alam pikiran saya mulai terbentuk. Ayah saya adalah seorang pengerja gereja, seorang Voorganger, guru jemaat. Beliau dan ibu saya mendidik kami dalam iman Kristen yang kuat. Dari berita-berita mengenai Om Yo, keluarga kami mempunyai kesan bahwa beliau, Om Yo yang kami kenal dari jauh itu adalah seorang Kristen yang taat dan sekaligus seorang nasionalis Indonesia tulen. Om Yo bagi keluarga kami adalah laksana rujukan bagaimana seorang Kristen harus bersikap ditengah bangsanya. Ayah saya selalu mencontohkan Om Yo kepada kami. Sosok Om Yo juga amat membantu pemahaman kami dan teman-teman di Bukittinggi bahwa Kristen itu tidak sama dengan Belanda, apalagi Ambon Kristen itu bukan berarti Belanda. Masalahnya, masih tertanam kuat dalam ingatan masyarakat bahwa Ambon itu Belanda dan seterusnya bahwa Kristen itu Belanda karena banyak tentara KNIL yang bertugas di Sumatera Tengah pada masa agresi Belanda berasal dari Ambon dan beragama Kristen. Dalam perkataan lain sosok Leimena adalah guru dan contoh yang hidup untuk mendidik kami dan mendidik rakyat bahwa bangsa Indonesia itu terdiri dari berbagai suku, berbagai agama, amat majemuk, tetapi bersatu. Rasa persentuhan pribadi dengan beliau mulai tumbuh pada waktu saya satu sekolah dengan Erick, putera beliau, di jurusan arsitektur ITB tahun 1962. Karena selama menjadi mahasiswa di ITB Bandung saya mulai aktif dalam pergerakan mahasiswa, dan terutama setelah mulai terlibat dalam aksi-aksi mahasiswa, pengenalan saya terhadap Om Yo semakin mendalam. Terutama saya selalu tertarik pada 3
kesederhanaan penampilan beliau dan cerita-cerita mengenai kejujuran dan kiprah dan kemudian kepada pandangan-pandangan beliau. Nilai Dan Visi Yang Tetap Relevan
Ada 2 sisi beliau yang menarik perhatian saya. Yang pertama kepribadiannya yang tulus, jujur dan sederhana. Lembut, tenang dan bersahabat. Kepribadian yang menyebabkan ia bisa dipercaya dan dianggap teman oleh orang lain, termasuk juga oleh yang mempunyai pandangan (politik) yang berbeda dengannya. Tidak heran bila beliau selama 22 tahun menjadi menteri, sehingga ada pemeo “Siapapun perdana menterinya, menterinya Pak Leimena.” Mungkin ide iklan yang populer sekarang bersumber dari pemeo itu. Beliau juga sangat dipercaya Presiden Sukarno sehingga beliau pernah 7 kali diangkat menjadi Pejabat Presiden. Ia mampu bekerjasama dan bersahabat dengan para politisi zamannya seperti Mr. Mohammad Roem, Mohammad Natsir, Kasman Singodimejo, dan lain-lain, walau tidak jarang mereka berbeda pandangan secara prinsipil. Dalam perundingan-perundingan penting yang pernah diikutinya, termasuk sebagai ketua Komisi Militer KMB dan sebagainya, saya percaya kepribadiannya yang jujur, tulus dan tenang itu merupakan factor yang amat penting bagi keberhasilan. Kedua, adalah pandangan dan visi perjuangannya. Drs. H. Bootsma, salah seorang sahabat beliau, merekam 4 visi yang selalu menjadi pokok pandangan Om Yo dalam hampir tiap kesempatan.5 Pertama, keadilan social. Keadilan social di Indonesia perlu ditingkatkan. Adalah tugas dari gereja dan orang-orang Kristen untuk mengusahakannya. Bila tidak terdapat keadilan social, maka bangsa dan Negara akan berada dalam kesulitan yang sangat parah. “Perbedaan antara kaya dan miskin harus lenyap. Dan sebagai orang Kristen kami harus berkata : keadaan itu tidak diperbolehkan.” Kedua, penghargaan terhadap manusia harus ditingkatkan. Negara hukum harus dipulihkan kembali. Harus ada keadilan. Bila tidak, akan timbul kesewenang-wenangan dan kemanusiaan akan diinjak-injak. Ketiga, gereja dan orang-orang Kristen di Indonesia harus lebih bersatu. Bukan untuk berkuasa. Tetapi harus ada kesempatan-kesempatan orang-orang Kristen dapat turut membangun suatu masyarakat Indonesia yang berprikemanusiaan. Keempat, harus ada keseimbangan antara pembangunan politik pada suatu pihak dan pembangunan social dan ekonomi pada pihak lain. Disamping itu beliau senantiasa menunjukkan visinya itu dalam bentuk kesetiaannya kepada Pancasila, kepada UUD 45, kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan penghayatannya yang utuh kepada semboyan bhinneka tunggal ika. Dalam satu tarikan napas menghargai keragaman dan persatuan Indonesia. 5
Ibid, Drs. H. Bootsma, “kunjungan DR. dan Ibu Leimena di Nederland dan Swiss tahun 1976.” 4
Alangkah mudahnya bagi kita untuk melihat relevansi pandangan Om Yo itu dengan apa yang menjadi harapan dan perhatian kita sekarang. Dan menjadi lebih relevan lagi karena visi demikian itu memancar dari sebuah pribadi yang jujur, tulus dan sederhana. Sehingga bisa kita katakan bahwa visi beliau itu bukan hasil olah pikiran semata, bukan semacam mode penampilan. Tetapi adalah ekspresi dan proyeksi dari sebuah penghayatan dan empati yang jujur. Saya percaya bahwa nilai pribadi itu terbentuk karena pendidikan yang dialaminya dalam masa pembentukannya hingga ia menjadi orang yang lurus dan dapat dipercaya. Pribadi yang setia, seperti dalam kalimat Cak Ruslan (Ruslan Abdulgani), salah seorang sahabatnya : “Om Yo juga pribadi yang setia. Setia kepada cita-citanya. Setia kepada keyakinannya.”6 Amsal 22 ayat (6) : “Didiklah orang muda menurut jalan yang patut baginya, maka pada masa tuanyapun ia tidak akan menyimpang dari pada jalan itu.” Lukas 16: ayat 10: "Barangsiapa setia dalam perkara-perkara kecil, ia setia juga dalam perkara-perkara besar. Dan barangsiapa tidak benar dalam perkara-perkara kecil, ia tidak benar juga dalam perkara-perkara besar.” Belajar dari perjalanan karirnya jelas sekali Om Yo bukan seorang yang ambisius mengejar jabatan. Beliau bukan orang yang mencari jabatan. Pelayanannya bukan untuk berkuasa. Jabatannya adalah karena kemampuan dan integritasnya. Perjalanan karir pemerintahannya mirip dengan nabi Yusuf dalam kitab Kejadian. Yusuf selalu menjaga integritas dan moralitas pribadinya. Yusuf juga selalu mengembangkan kemampuan profesionalnya. Ia selalu menghargai tinggi pekerjaan dan tugas yang diberikan kepadanya yang diterimanya sebagai kepercayaan yang harus dipertanggung-jawabkan. Ia tidak pernah mengejar jabatan apapun tetapi selalu siap mengemban tugas. Disisi lain Yusuf bukan pribadi yang mementingkan diri sendiri, yang tidak peduli dan permisif atas ketidak-adilan. Yusuf peka dan vokal atas ketidak adilan yang dideritanya.
Kejadian 40. : Tetapi, ingatlah kepadaku, apabila keadaanmu telah baik nanti, tunjukkanlah terima kasihmu kepadaku dengan menceritakan hal ihwalku kepada Firaun dan tolonglah keluarkan aku dari rumah ini. Sebab aku dicuri diculik begitu saja dari negeri orang Ibrani dan di sinipun aku tidak pernah melakukan apa-apa yang menyebabkan aku layak dimasukkan ke dalam liang tutupan ini." Mengagumi dan ingin meneladani serta untuk menyebar-luaskan nilai dan visi yang dianut Om Yo, kami bersepakat untuk mendirikan sebuah pusat pengkajian kebijakan publik yang diberi nama Institut Leimena. Institut ini merupakan organisasi 6
Dikutip dari tulisan pendeta Dr. Andar Ismail tentang Dr. Johannes Leimena. 5
yang bersifat independen. Kami meminta izin pada keluarga Leimena untuk diperbolehkan menggunakan nama beliau. Kami bersyukur bahwa salah seorang putera beliau Nanda Leimena telah turut dari awal pendiriannya dan bersedia menjadi Chairman. Perkenalan kami dengan putera-puteri beliau yang lain sangat memberi semangat kepada Institut Leimena untuk turut bekerja bagi bangsa ini. Dengan dukungan kuat dan kerjasama erat khususnya dari Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI), Persekutuan Gereja dan Lembaga Injili Indonesia (PGLII) dan Persekutuan Gereja-Gereja Pentakosta Indonesia (PGPI), institute ini mulai berkiprah dan semoga tidak mengecewakan dalam upaya meneladani pandangan dan visi Om Yo.
Pada waktunya, Institut Leimena, sendiri atau bersama dengan teman-teman, juga ingin menyelenggarakan forum serupa ini, sebagai penghormatan dan niat untuk menyebar-luaskan pandangan dan keyakinan mereka, memorial lectures bagi tokoh dan sahabat yang kita hormati, seperti Bapak T.B. Simatupang, Bapak Radius Prawiro, Bapak Yap Thiam Hien, dan sebagainya. Selanjutnya, bercermin dari perjalanan hidup, karir dan pelayanan Om Yo, kita patut bersyukur bahwa Republik ini pernah mempunyai seorang putera bangsa yang demikian berjasa dan menyumbangkan begitu banyak khususnya dalam menegakkan keutuhan NKRI dan terutama dalam pembentukan moral dan kepribadian bangsa. Dalam hubungan itu pula kita patut berterima kasih dan menyampaikan penghargaan kepada Pemerintah Daerah provinsi Maluku, kepada Bapak Menteri Sosial dan kepada Rekan-Rekan Panitia Persiapan Penganugerahan Gelar Pahlawan Nasional bagi Dr. Johannes Leimena yang sedang mengusahakan agar Dr. Johannes Leimena dianugerahi gelar Pahlawan Nasional. Semua mengetahui bahwa beliau tidak pernah mengharapkan balas-jasa dan penghargaan atas karya dan pengabdiannya. Tetapi kita semua tentu sependapat beliau memang tepat dianugerahi gelar Pahlawan Nasional. Semoga Presiden Republik Indonesia berkenan menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional bagi Dr. Johannes Leimena. Sekian dan terima kasih.
6