MENINGKATKAN PEMAHAMAN SISWA PADA MATA PELAJARAN PKn DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM POSING DI KELAS VIII TATA NIAGA SMP NEGERI 2 TELAGA ( Abdul Azis A. Nango ) Mahasiswa Jurusan IHK FIS UNG ABSTRACT Abdul Azis A. Nango, student’s ID 221 409 095 “Increasing Student’s Comprehension on Civics Education Subject through applying Learning Model of Problem Posing at Class VIII of Marketing at SMP Negeri 2 Telaga as the Material is Adherence to legislation, Skripsi 2013 Department of Law and Social Education, Faculty of Social Science, Study Program of SI civics Education, Universitas negeri Gorontalo 2013, the principal supervisor was Drs. Revoltje O.W Kaunang M.Pd, and co supervisor was Asmun W. Wantu S.Pd, M.Sc. The research aimed to increase student’s comprehension on material of Civics Education subject at class VIII of Marketing at SMP Negeri 2 Telaga. The researcher applied problem posing learning model which was proceeded by explaining material generally and giving students question in term of stimulating their knowledge and the were also given opportunity to deliver questions related to the material and connected the real facts in order to gain their ability tounderstand learning material. The research was held in I cycle which consisted of 3 meetings and proceeded by following classroom action research procedures surh as preparation, treatment, evaluation and reflection. In the end of every meeting, it was applied reflection session to the acquired results in order to improve the next meeting. Based on the research results, it could be concluded that the application of problem posing learning model could increase student’s comprehencion on adherence to legislation material at class VIII of marketing at SMP Negeri 2 Telaga. Keyword: Student’s Comprehension, Learning Model of Problem Posing. PENDAHULUAN Dalam Undang-Undang system pendidikan nasional No. 20 Tahun 2003 pasal 3 menyatakan bahwa “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi siswa agar menjadi manusia yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.”Adanya perkembangan kehidupan, pendidikan pun mengalami dimanmika yang semakin lama semakin berkembang dan berusaha beradaptasi dengan gerak perkembangan yang dinamis tersebut. Itulah sebabnya, pendidikan kini diterapkan kepada anak kita tidak sama dengan pendidikan kita sewaktu dulu. Setiap zaman, pasti akan selalu ada perubahan yang mengarah pada kemajuan pendidikan yang semakin baik.
Di samping itu, dunia pendidikan juga memerlukan berbagai inovasi. Hal ini penting dilakukan untuk kemajuan kualitas pendidikan yang tidak hanya menekan pada teori, tetapi juga harus bias di arahkan pada hal – hal yang bersifat praktis. Di akui atau tidak , walaupun ada penelitian khusus tentang pembelajaran, banyak yang merasa bahwa system pendidikan, terutama proses belajar mengajar terasa sangat membosankan. Coba kita lihat fenomena yang terjadi pada siswa – siswa saat ini, dimana mereka menganggap bahwa aktivitas yang mengasyikkan justru berada di luar jam pelajaran. Selama ini di karenakan selama ini mereka merasa terbebani ketika berada di dalam kelas , apalagi jika harus menghadapi mata pelajaran tertentu yang membosankan. Berdasarkan pengalaman yang dilakukan peneliti sewaktu menjadi mahasiswa ppl di SMP Negeri 2 Telaga, peneliti masih mendapatkan kendala-kendala pada hasil belajar siswa. Hasil belajar siswa dipengaruhi oleh kurangnya pemahaman siswa tentang materi yang diajarakan, dimana siswa pada saat menerima materi yang diajarakan itu masih banyak yang hanya diam termenung, keluar masuk kelas dan banyak siswa yang hanya bermain.masalah yang terjadi pada siswa tersebut dikarenakan oleh guru tidak merencanakan, mempersiapkan, memilih serta menetapkan strategi , metode otaupun model pembelajaran yang sesuai materi, karakteristik siswa serta situasi dan kondisi tempat pembelajaran. Dan akibatnya siswa tidak faham dan kibatnya pada saat ujian nilainya tidak sesuai dengan yang diharapkan . di kelas VIII Tata Niaga tersebut yang jumlah siswanya 26 orang, yang terdiri dari 10 orang siswa perempuan dan 16 orang siswa laki-laki. Selama ini dalam hal bertanya dan menjawab siswa masih kurang aktif dan memahami materi yang di ajarkan, sehingga pada saat evaluasi hasil belajar siswa masih dibawah KKM 75, yang mendapat milai tuntas atau 75 ke atas hanya 7 orang atau 26,92% sedangkan yang nilainya dibawah dari 75 atau tidak tuntas terdiri dari 19 orang atau 73,07%, hal tersebut sangat memprihatinkan. Oleh Sebab itu salah satu cara agar siswa cepat memahami pembelajaran yang diberikan adalah dengan menggunakan model pembelajaran yang sesuai dengan materi, karakteristik siswa serta situasi dan kondisi tempat pembelajaran yang diajarkan. Sehingga pembelajaran berjalan menyenangakan dan membangkitkan motivasi belajar menjadi semangat dan siswapun lebih mudah memahami dan mengingat pembelajaran yang diberikan oleh guru, dan mengamalkan dalam kehidupan sehari-hari,. Salah satu model pembelajaran yang bisa digunakan untuk meningkatkan pemahaman siswa dalam pembelajaran PKn di sekolah adalah menggunakan model yang sesuai dengan materi yang diajarkan salah satunya adalah menggunakan model pembelajaran Problem posing. Model pembelajaran problem posing merupakan model pembelajaran yang mengharuskan siswa menyusun pertanyaan sendiri atau memecah suatu soal menjadi pertanyaan-pertanyaan yang lebih sederhana yang mengacu pada penyelesaian soal tersebut. Model pembelajaran ini merupakan salah satu model pembelajaran yang pada prosesnya sangat membutuhkan keaktifan siswa untuk memahami materi pelajaran yang akan diajarkan pada proses pembelajaran. Penerapan model pembelajaran ini sangat memungkinkan terjadinya pemahaman siswa yang secara tidak langsung meningkatkan hasil belajar siswa karena siswa akan terlatih mencari, membaca dan memahami materi diajarkan dan mengaitkan dengan persoalan yang ada dalam lingkungan tempat tinggal, dengan demikian siswa dapat berkesempatan memupuk perkembangan dan keberanian mengambil inisiatif bertanggung jawab
dan berdiri sendiri. Model pembelajaran Problem posing di harapkan mampu merangsang dan membuat siswa itu aktif dan mampu memahami materi yang di ajarkan.
KAJIAN TEORI Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. menurut Bruner, Belajar merupakan suatu proses aktif yang memungkinkan manusia untuk menemukan hal-hal baru di luar informasi yang diberikan kepada dirinya. Jika sesorang mempelajari sesuatu pengetahuan, pengetahuan itu perlu dipelajari dalam tahap-tahap tertentu agar pengetahuan itu dapat diinternalisasi dalam pikiran (sruktur kongnitif) orang tersebutt. Proses internalisasi akan terjadi secara sungguh-sungguh(yang berarti proses belajar terjadi secara optimal) Jika pengetahuan yang dipelajari itu dipelajari dalam tiga tahap yang macamnya dan urutannya adalah sebagai berikut: a. Tahap enaktif, yaitu suatu tahap pembelajaran sesuatu pengetahuan dimana pengetahuan itu dipelajari secara aktif, dengan menggunakan benda-benda kongkret atau menggunakan situasi yang nyata.seperti belajar naik sepeda yang harus didahului dengan bermacam-macam keterampilan motorik. b. Tahap ikonik, yaitu suatu tahap pembelajaran sesuatu pengetahuan dimana pengetahhuan direpresentasikan (diwujudkan) dalam bentuk bayangan (visual imaqery), gambar atau diagram, yang menggambarkan kegiatan kongkret atau situasi kongkret yang terdapat pada tahap enaktif tersebut diatas(butir a) c. Tahap simbolik, yaitu suatu tahap pembelajaran dimana pngetahuan itu dipresentasikan dalam bentuk simbol-simbol abstrak (abstrak simbolik), yaitu simbolsimbol arbiter yang dipakai berdasarkan kesepakatan orang-orang dalam bidang yang bersangkutan , baik simbol-simbol verbal (misalnya huruf-huruf, kata-kata, kalimatkalimat), lambang-lambang matematika, maupuun lambang-lambang abstrak yang lain. Slameto (2010:8-10) belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya, perubahan yang terjadi dalam diri seseorang banyak sekali baik sifat maupun jenisnya karena itu sudah tentu tidak setiap perubahan dapat diartikan sebagai belajar. Menurut Sunhandji M.Ag dalam Jamal Ma’ruf Asmani (2013:19), kegiatan pembelajaran adalah suatu aktifitas untuk mentransformasikan bahan pelajaran kepada subyek belajar. Pembelajarn menurut Bruner adalah siswa belajar melalui keterlibatan aktif dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip dalam memecahkan masalah dan guru berfungsi sebagai motivator bagi siswa dalam mendapatkan pengalaman yang memungkinkan mereka menemukan dan memecahkan masalah. Jadi pembelajarn merupakan Salah satu unsur penentu baik tidaknya lulusan yang dihasilkan oleh suatu sistem pendidikan, pembelajaran ibarat jantung dari proses pendidikan. Pembelajaran yang baik, cenderung akan menghasilkan output dengan hasil belajar yang baik pula demikian pula sebaliknya.
Menurut Sunhaji, M. Ag dalam Jamal Ma’run Asmani (2013:19), kegiatan pembelajaran adalah suatu aktifitas untuk mentrasformasikan bahan pelajaran kepada subyek belajar. Pada konteks ini guru berperan sebagai penjabar dan penerjemah bahan tersebut agar dimiliki siswa. Berbagai upaya dan strategi dilakukan guru supaya bahan/materi pelajaran tersebut dapat dengan mudah dicerna oleh siswa, yakni tercapainya tujuan pembelajaran yang telah direncankan. Salah satu bukti bahwa seseorang telah melakukan kegiatan belajar adalah adanya perubahan tinkah laku pada orang tersebut, yang sebelumnya masih lamban atau kurang. Tingkah laku tersebut terdiri dari beberapa aspek, salah satu dari aspek-aspek tersebut adalah aspek pemahaman. Menurut benyamin S. Bloom Dkk dalam arifin pemahaman merupakan jenjang kemampuan yang menuntu siswa untuk memahami atau mengerti tentang materi penalaran yang disampaikan guru dan dapat memanfaatkanya dengan hal-hal lain yang bisa menambah wawasan dan pengetahuan siswa . sedangkan Ferkins dalam Hamzah B. Uno (2010:172) mengemukakan bahwa pemahaman menunjuk pada apa yang dapat seseorang lakukan dengan sesuatuninformasi dari apa yang mereka ingat. Kemampuan pemahamn siswa pada mata pelajaran PKn dipengaruhi oleh beberapa faktor yang sifatnya relatif dan situasional. Secara garis besar faktor ini dapat digolongkan menjadi 3 (tiga) bagian utama yaitu: 1. Faktor guru, sebagai faktor utama yang dalam keseharian selalu bertatap muka dengan siswa dalam proses belajar mengajar sehingga kemampuan untuk mendesain proses pembeajaran tersebut menjadi lebih bermakna, menarik dan menyenangkan sangat menentukan keberhasilan siswa dalam mengikuuti proses embelajaran itu sendiri. 2. Faktor kemampuan siswa yang terdiri dari : 1) keragaman tingkat kemampuan siswa dalam hal ini materi yang diajarkan harus sesuai dengan kemampuan intelektual siswa yang beragam dan, 2) minat terhadap mata pelajran tersebut yang menyebabkan menurunnya antusias siswa untuk belajar sehingga kemampuan untuk mamahami serta menguasai konsep-konsepyang diberikan menjadi kecil. 3. Faktor lingkungan siswa, baik itu lingkungan keluarga sekolah ataupun masyarakat diseklilinhgnya yang sangat berpengaruh terhadap perkembangan mental spritualnya. Khusus dalam pembelajaran PKn, belajar dengan pemahaman adalah jauh lebih memungkinkan untuk ditransfer dibanding belajar dengan menghapal. Jadi aspek pemahaman dalam proses belajar mengajar sangat menentukan hasil proses pembelajaran. Karena melalui hal ini pembentukan dan pemantapan ranah kongnitif, afektif, dan psikomotornya dapat dilakukan dengan mudah dan tepat sasaran. Menurut Nana Sudjana dalam rafika latodjo (2011: ) pemahaman adalah suatu akibat dari proses belajar dengan menggunakan alat pengukuran yaitu berupa tes yang disusun secara terencana, baik tes tertulis, tes lisan maupun tes perbuatan. Sedangkan S. Nasution berpendapat bahwa pemahaman adalah suatu perubahan pada individu yang belajar, tidak hanya mengenai pengetahuan tetapi juga membentuk kecakapan dan penghayatan dalam diri pribadi individu yang belajar. Pemahaman adalah hasil yang diperoleh siswa setelah mengikuti suatu materi
tertentu dari mata pelajaran yang berupa data kuantitatif maupun kualitatif. Untuk melihat pemahaman dilakukan suatu penelitian terhadap siswa yang bertujuan untuk mengetahui apakah siswa telah menguasai suatu materi atau belum. Penilaian merupakan upaya sistematis yang dikembangkan oleh suatu institusi pendidkikan yang ditujukan untuk menjamin tercapainya kualitas proses pendidikan serta kualitas kemampuan siswa sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Pemahaman dapat dilihat dari hasil nilai ulangan harian (formatif), nilai ulangan tengah semester (Sub sumatif), dan nilai ulangan semester (sumatif). Selain dilihat dari ketiga hasil evaluasi tersebut siswa dikatakan telah mengerti dan memahami pelajaran yang diberikan oleh guru yaitu siswa tersebut mampu melaksanakan dan mempraktekan apa yang di dapat dari bangku sekolah. Pemahaman juga mencakup kemampun mencerna arti dan makna tentang hal yang dipelajari siswa, dalam ranah kongnitif Bloom, Dkk (2006 :260), aktivitas adalah siswa adalah keterlibatan siswa dalam bentuk sikap, pikiran, perhathatian, dan aktivitas dlam kegiatan pembelajaran guna menunjang keberhasilan proses belajar mengajar dan memperoleh manfaat dari kegiatan tersebut. Dengan kata lain aktivitas belajar akan meningkat bila program pembelajaran disusun dengan baik menurut Dimyati dan Mujiono (2006 : 247). Metode belajar mengajar yang bersifat partisipatoris yang dilakukan guru akan mampu membawa siswa lebih berperan dan lebih terbuka serta sensitif dalam kegiatan belajar mengajar sehingga siswa merasa senang dan termotivasi dalam proses pembelajaran berlangsung. Menurut Joyce & Weil dalam Rusman (2012:132). Model-model pembelajaran sendiri biasanya disusun berdasarkan berbagai prinsip atau teori pengetahuan. Para ahli menyusun model pembelajaran berdasarkan prinsip-prinsip pembelajaran, teori-teori psikologis, sosiologis, analisis sistem, atau teori-teori lain yang mendukung. Model-model pembelajaran berdasarkan teori belajar yang dikelompokan menjadi empat model pembelajaran. Model tersebut merupakan pola umum perilaku pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan. Joyce & Weil dalam Rusman (2012:133) berpendapat bahwa model pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang dapat digunakan untuk membentuk kurikulum (rencana pembelajaran jangka panjang), merancang bahan-bahan pembelajaran, dan membimbing pembelajaran dikelas atau yang lain. Model pembelajaran dapat dijadikan pola pilihan, artinya para guru boleh memilih model pembelajaran yang sesuai dan efisien untuk mencapai tujuan pendidikannya. Proses pembelajaran akan berjalan dengan baik jika di gunakan model-model pembelajan yang sesuai karna model pembelajaran tersebut merupakan pola yang digunakan untuk mendapatkan informasi, ide, keterampilan, cara berpikir, mengekspresikan ide, membangkitkan semangat motivasi belajar dan secara tidak langsung siswa akan terangsang dan senang mengikuti proses pembelajaran. Model pembelajaran ini pula berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para guru dalam merencanakan aktivitas belajar mengajar. Model Pembelajaran Problem Posing dalam pembelajaran banyak arti , diantara arti yang sepadan dalam bahasa Indonesia untuk menunjukan pengertian problem posing adalah mengajukan pertanyaan, merumuskan masalah atau membuat masalah. Menurut Suyanto (2008:3) menyebutkan bahwa problem posing merupakan istilah dalam bahasa Inggris, sebagai padanan katanya digunakan istilah "pembentukan soal" yaitu perumusan soal atau mengerjakan soal dari situasi yang tersedia, baik dilakukan sebelum, ketika, atau setelah pemecahan masalah. Pembentukan atau pembuatan soal mencakup dua macam kegiatan yaitu pembentukan soal baru atau pembentukan soal dari situasi atau pengalaman sendiri dan pembentukan soal yang sudah
ada, sehingga siswa tersebut terbiasa dan mampu menyelesaikan soal atau masalah yang di hadapi. Diakses dari alamt http://Pakgurusaiful.blogspot.com/2012/07/metode-problemposing.html Menurut Sabri dalam Ni Wayan Astini, (2013:11), cirri-ciri utama pembelajaran berdasarkan metode pemecahan masalah adalah meliputi suatu pengajuan pertanyaan atau masalah dan memusatkan keterkaitan antar disiplin . belajar memecahkan masalah pada dasarnya adalah belajar menggunakan metode-metode ilmiah atau berpikir secara sistematis , logis, teratur dan teliti. Menurut Iyabu dalam Ni Wayan Astini, (2013:11) pembelajaran pemecahan masalah adalah suatu kegiatan yang didesain oleh guru dalam rangka member tantangan kepada siswa melalui penugasan atau pertanyaan. Fungsi guru dalam kegiatan tersebut adalah memotivasi siswa agar mau menerima tantangan dan membimbingnya dalam proses pemecahan masalah sehingga siswa terlatih menyelesaikan soal dan senang mengikuti proses pembelajaran Dalam pelaksanaanya dikenal beberapa jenis model problem posing, antara lain: 1. Situasi problem posing bebas, siswa diberikan kesempatan yang seluas-luasnya untuk mengajukan soal sesuai dengan apa yang dikehendaki. Siswa dapat menggunakan fenomena dalam kehidupan sehari-hari sebagai acuan untuk mengajukan soal. 2. Situasi problem posing semi terstruktur siswa diberikan situasi atau informasi terbuka. Kemudian siswa diminta untuk mengajukan soal dengan mengkaitkan informasi itu dengan pengetahuan yang sudah dimilikinya. Situasi dapat berupa gambar atau informasi yang dihubungkan dengan konsep tertentu. 3. Situasi problem posing terstruktur, siswa diberi soal atau selesaian soal tersebut, kemudian berdasarkan hal tersebut siswa diminta untuk mengajukan soal baru. Belajar dengan Problem Posing mengandung arti bahwa siswa diajar untuk membuat masalah sendiri sesuai dengan situasi yang ada. Persoalan seperti ini tidak mudah bagi siswa karena dalam membentuk masalah siswa harus memikirkan, menceritakan ide-idenya dalam bentuk masalah sampai kepada taraf pengungkapan melalui kegiatan diskusi secara klasikal. Pengungkapan atau komentar siswa setiap proses pembelajaran terhadap masalah yang dirumuskan sendiri dapat meningkatkan hasil belajar dan semakin terlatih keterampilan berpikir untuk memahami konsep yang dipelajari. Guru menyadari bahwa siswa dalam pengajuan masalah membutuhkan lebih dari sekedar penarikan masalah/soal yang sudah ada sebelumnya. Akan tetapi melalui pelatihan yang terstruktur, siswa akan mampu mengembangkan kemampuan yang lebih tinggi untuk menilai sejauh mana ketertarikan dan produktif masalah/soal yang mereka buat. Problem Posing merupakan suatu model pembelajaran yang diadaptasikan dengan kemampuan siswa dan dalam proses pembelajarannya membangun struktur kognitif siswa serta dapat memotivasi siswa untuk berpikir kritis dan kreatif . Pada saat model pembelajaran Problem Posing siswa melakukan hal yang lebih banyak, membentuk asosiasi untuk merumuskan soal dan mengajukan masalah/soal lebih kreatif dan melakukan pemecahan masalah (problem solving) yang lebih efektif. Merumuskan atau membentuk soal adalah suatu aktivitas dalam pembelajaran yang dapat mengembangkan motivasi dan kemampuan siswa untuk berpikir kritis dan kreatif karena dalam model pembelajaran Problem Posing siswa mendapat pengalaman langsung dalam merumuskan (membentuk soal sendiri). Mengajukan pertanyaan berarti menunjukan pola pikir yang dimiliki oleh seseorang. Dari pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh penanya, sebagai guru akan dapat mengukur “apakah
pertanyaan siswa memilki sistematika atau tidak?”, “apakah pertanyaannya terstruktur atau tidak?”, “apakah pertanyaannya memiliki muatan atau tidak?”, apakah pertanyaan rasional atau tidak ?”, Guru memiliki kesempatan yang banyak memperbaiki melatih cara bimbingan yang akan diberikan itu akan berpengaruh positif bagi siswa dalam mengikuti proses pembelajaran. Langkah-langkah model pembelajaran problem posing yaitu: 1. Guru menjelaskan materi pelajaran kepada para siswa. Penggunaan alat peraga untuk memperjelas konsep sangat disarankan. 2. Guru memberikan latihan soal secukupnya. 3. Siswa diminta mengajukan 1 atau 2 buah soal yang menantang, dan siswa yang bersangkutan harus mampu menyelesaikannya. Tugas ini dapat pula dilakukan secara kelompok. 4. Pada pertemuan berikutnya, secara acak, guru menyuruh siswa untuk menyajikan soal temuannya di depan kelas. Dalam hal ini, guru dapat menentukan siswa secara selektif berdasarkan bobot soal yang diajukan oleh siswa. 5. Guru memberikan tugas rumah secara individual. Model pembelajaran problem posing mempunyai kelebihan dan kekurangan antar lain. A. Kelebihan Problem posing 1) Kegiatan pembelajaran tidak terpusat pada guru, tetapi dituntut keaktifan siswa. 2) Minat siswa dalam pembelajaran lebih besar dan siswa lebih mudah memahami soal karena dibuat sendiri. 3) Semua siswa terpacu untuk terlibat secara aktif dalam membuat soal. 4) Dengan membuat soal dapat menimbulkan dampak terhadap kemampuan siswa dalam menyelesaikan masalah. 5) Dapat membantu siswa untuk melihat permasalahan yang ada dan yang baru diterima sehingga diharapkan mendapatkan pemahaman yang mendalam dan lebih baik, merangsang siswa untuk memunculkan ide yang kreatif dari yang diperolehnya dan memperluan bahasan/ pengetahuan, siswa dapat memahami soal sebagai latihan untuk memecahkan masalah. B. Kekurangan Problem posing 1) Persiapan guru lebih karena menyiapkan informasi apa yang dapat disampaikan 2) Waktu yang digunakan lebih banyak untuk membuat soal dan penyelesaiannya sehingga materi yang disampaikan lebih sedikit. Di akses pada http://yusrinorbyt.blogspot.com/2012/04/pembelajaran-problem-posing.html Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini di rumuskan sebagai berikut“Apakah Dengan Penerapan Model Pembelajaran Problem Posing Pada Mata Pelajaran Pkn Dapat meningkatkan pemahaman siswa di kelas VIII Tata Niaga SMPN 2 Telaga”? . Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah “Penggunakan model
pembelajaran problem posing tersebut akan meningkatkan pemahaman siswa pada mata pelajaran PKn dikelas VIII Tata Niaga SMP Negeri 2 Telaga”. METODE penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 2 Telaga dengan subyek yang dikenai tindakan adalah kelas VIII Tata Niaga. Kelas ini memiliki 26 orang siswa dengan rincian 16 siswa laki – laki dan 10 siswa perempuan. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan prosedur penelitian tindakan kelas ( PTK) yang mengacu pada pendapat arikunto (2006:75-80) yang meliputi : 1) perencanaan, 2) tindakan, 3) pengamatan atau observasi/penilaian, 4) refleksi.
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pertemuan pertama Peneliti melaksanakan tindakan sesui dengan scenario pembelajaran yang telah di tetapkan pada tahap perencanaan.
Tabel 1 Hasil observasi pengamatan kegiatan guru Pertemuan 1
Per
R.Nilai
Kriteria
1
90-100 75-89 60-74 40-39 0-39
BS B C K KS
Aspek Yang di Amati Jlh % 0 0 6 31,57% 11 57,89% 2 10,52% 0 0
19
100
Pada tabel 1 di atas Nampak dari 19 apek pengelolaan proses kegiatan pengamatan pembelajaran yang dilakukan oleh guru dalam meningkatkan pemahaman siswa maka dengan kriteria baik sekali dan kurang sekali mempunyai presentase 0% pada pertemuan pertama. Sedangkan kriteria baik yaitu memperoleh 6 atau 31,57%, kriteria cukup 11 atau 57,89% dan kriteria kurang 2 atau 10,52% masing-masing pada pertemuan pertama. 19 aspek tersebut
meliputi : 1) Menggali pengetahuan yang telah dimiliki siswa, 2) Memotivasi siswa, 3) Menuliskan indicator, 4) Perangkat pembelajaran, 5) Memberikan motivasi / persepsi, 6) Menyampaikan tujuan , 7) Pembagian kelompok, 8) Interaksi siswa dengan siswa yang lain, 9) Interaksi siswa dengan guru, 10) Interaksi guru dengan kelompok, 11) Membimbing siswa membuat rangkuman, 12) Melaksanakan evaluasi, 13) Siswa antusias, 14) Guru antusias, 15) Waktu sesuai lokasi, 16) Kegiatan belajar mengajar sesuai scenario, 17) Terampil dalam menemukan masalah 18) Terampil dalam memecahkan masalah, 19) Aktif dalam kegiatan belajar mengajar. Tabel 2 Hasil Pengamatan Peningkatan Pemahaman Siswa pada pertemuan pertama Kriteria No
1 2 3
Aspek Pengamatan
Baik
Kemampuan Bertanya
F 3
% 11,53
F 14
% 53,86
F 9
% 34,61
Kemampuan Menjawab
3
11,53
10
38,46
12
46,15
Kemampuan Berdiskusi
3
11,53
8
30,76
14
53,86
Cukup
Kurang
Keterangan: F = Frekuensi % = Presentasi Pada tabel di atas sangat tampak bahwa tingkat pemahaman siswa pada pembelajaran PKn sangatlah rendah. Untuk Kriteria “Baik” Kemampuan bertanya, kemampuan menjawab dan kemampuan berdiskusi siswa masing-masing memperoleh presentasi 11,53%. Pada criteria “ cukup” kemampuan bertanya siswa memperoleh presentase 53,86%, kemampua menjawab memperoleh presentase 38,46%, kemampuan berdiskusi memperoleh presentase 30,76%. Sedangkan pada criteria “Kurang” kemampuan bertanya memperoleh presentase 34,61%, kemampuan menjawab siswa memperoleh presentase 46,15 dan kemampuan berdiskusi memperoleh presentase 53,86%. Dengan demikian maka hasil pengamatan pemahaman siswa pada siklus 1 belum mencapai criteria yang diharapkan sebab masih dibawah dari KKM. 1.3.3 Analisis Dan Refleksi Setelah dilaksanakan kegiatan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran problem posing kemudian ditindak lanjuti dengan lembar pengamatan pemahaman dan dihubungkan dengan lembar pengamatan guru maka diketahui hasil pemahaman siswa masih jauh dari criteria indicator ketuntasan yang ditetapkan. Sehingga dilanjutkan pada pertemuan berikutnya.
Tabel 3 Hasil observasi pengamatan kegiatan guru Pertemuan 2 Per
R.Nilai
Kriteria
1
90-100 75-89 60-74 40-39 0-39
BS B C K KS
Aspek Yang di Amati Jlh % 2 10,52 10 52,63 7 36,84 0 0 0 0
19
100
Pada tabel 2 di atas Nampak dari 19 apek pengelolaan proses kegiatan pengamatan pembelajaran yang dilakukan oleh guru dalam meningkatkan pemahaman siswa maka dengan kriteria baik sekali mempunyai presentase 2 atau 10,52%, kriteria baik yaitu memperoleh 10 atau 52,63%, kriteria cukup 7 atau 36,84% dan kriteria kurang dan kurang sekali masing-masing 0% pada pertemuan kedua. Dengan demikian lembar pengamatan guru pada siklus 1 pertemuan kedua belum mencapai criteria sehingga dilanjutkan pada pertemuan berikutunya.
Table 4 1.3.3
Hasil Pengamatan Pemahaman Siswa Pertemuan Kedua Kriteria
No
1 2 3
Aspek Pengamatan
Baik
Kemampuan Bertanya
F 15
% 57,70
f 11
% 42,30
F 0
% 0
Kemampuan Menjawab
10
38,46
14
53,84
2
7,70
Kemampuan Berdiskusi
10
38,46
14
53,84
2
7,70
Keterangan: F = Frekuensi % = Presentasi
Cukup
Kurang
Pada tabel di atas sangat tampak bahwa tingkat pemahaman siswa pada pembelajaran PKn mulai meningkat namun belum mencapai criteria yang diharapkan. Untuk Kriteria “Baik” Kemampuan bertanya memperoleh presentase 57,70 kemampuan menjawab dan kemampuan berdiskusi masing-masing memperoleh presentasi 38,46%. Pada criteria “ cukup” kemampuan bertanya siswa memperoleh presentase 42,30%, kemampua menjawab memperoleh presentase 53,84%, kemampuan berdiskusi memperoleh presentase 53,84%. Sedangkan pada criteria “Kurang” kemampuan bertanya memperoleh presentase 0%, kemampuan menjawab dan kemampuan berdiskusi memperoleh presentase 7,70%. Dengan demikian maka hasil pengamatan pemahaman siswa pada siklus 1 pertemuan kedua belum mencapai criteria yang ditetapkan sehingga dilanjutkan pada pertemuan berikutnya. 4.4.5 Analisis Dan Refleksi Setelah dilaksanakan kegiatan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran problem posing kemudian ditindak lanjuti dengan lembar pengamatan pemahaman dan dihubungkan dengan lembar pengamatan guru pada pertemuan kedua maka diketahui hasil pemahaman siswa masih kurang dari criteria indicator ketuntasan yang ditetapkan. Sehingga dilanjutkan pada pertemuan berikutnya. Tabel 5 Hasil observasi pengamatan kegiatan guru Pertemuan 3
Per
R.Nilai
Kriteria
1
90-100 75-89 60-74 40-39 0-39
BS B C K KS
Aspek Yang di Amati Jlh % 9 47,36 8 42,10 2 10,52 0 0 0 0
19
100
Pada tabel 3 di atas Nampak dari 19 apek pengelolaan proses kegiatan pengamatan pembelajaran yang dilakukan oleh guru dalam meningkatkan pemahaman siswa maka dengan kriteria baik sekali mempunyai presentase 9 atau 47,36%, kriteria baik yaitu memperoleh presentase 8 atau 42,10%, kriteria cukup memperoleh presentase 2 atau 10,52. Dan kriteria kurang dan kurang sekali masing-masing 0% pada siklus 1 pertemuan ketiga sehinga dari lembar pengamatan guru sudah memenuhi kriteri yang ditetapkan.
Table 6 Hasil Pengamatan Pemahaman Siswa Pertemuan Ketiga Kriteria No
1 2 3
Aspek Pengamatan
Baik
Kemampuan Bertanya
F 21
% 80,76
f 5
% 19,23
F 0
% 0
Kemampuan Menjawab
20
76,92
6
23,07
0
0
Kemampuan Berdiskusi
18
69,23
8
30,77
0
0
Cukup
Kurang
Keterangan: F = Frekuensi % = Presentasi Pada tabel di atas sangat tampak bahwa tingkat pemahaman siswa pada pembelajaran PKn sudah meningkat dan sudah mencapai criteria yang diharapkan. Untuk Kriteria “Baik” Kemampuan bertanya memperoleh presentase 80,76% kemampuan menjawab memperoleh presentase 76,92 dan kemampuan berdiskusi memperoleh presentasi 69,23%. Pada criteria “ cukup” kemampuan bertanya siswa memperoleh presentase 19,23%, kemampua menjawab memperoleh presentase 23,07%, kemampuan berdiskusi memperoleh presentase 30,77%. Sedangkan pada criteria “Kurang” kemampuan bertanya, kemampuan menjawab dan kemampuan berdiskusi memperoleh presentase 0%. Dengan demikian maka hasil pengamatan pemahaman siswa pada siklus 1 pertemuan ketiga sudah berhasil, tingkat pemahaman siswa bertambah dimana dengan ditandai adanya peningkatan dalam proses pembelajaran pada mata pelajaran PKn dan siswapun merasa senang dan termotivasi untuk mengikuti pembelajaran berikutnya.. 1.3.4 Analisis Dan Refleksi Refleksi dilakukan melalui diskusi dengan guru mitra yang bertindak sebagai pengamat dalam proses pembelajaran yang telah dilakukan. Refleksi ini juga dilakukan untuk memperoleh apakah tindakan yang dilakukan pada pertemuan ketiga ini sudah berhasil serta mampu meningkatkan pemahaman siswa khususnya dikelas VIII Tata Niaga telah behasil. Hasil refleksi tersebut terlihat dari lembar pengamatan guru dan lembar pemahaman siswa yang telah memenuhi criteria ketuntasan belajar serta siswa antusias dan senang mengikuti proses pembelajaran. PEMBAHASAN
Dari hasil data pertemuan ketiga diperoleh nilai pengamataan pengelolaan kegiatan guru dalam proses pembelajaran dalaam upaya meningkatkan pemahaman siswa dengan menggunakan model pembelajaran Problem Posing diperoleh nilai pengamatan pengelolaan proses kegiatan pembelajaran dalam meningkatkan pemahaman siswa untuk criteria baik sekali (47,36% ) dan criteria baik adalah (42,10% ) dan cukup memperoleh presentase (10,52%). Hal ini mengidentifikasi bahwa aspek-aspek pengelolaan kegiatan pembelajaran sudah mencapai criteria untuk mencapai keberhasilan siswa dalam meningkatkan pemahaman. Sedangkan untuk hasil pengamatan pemahaman siswa sudah memperlihatkan peningkatan yang diharapkan peneliti. Ini terlihat pada criteria (Baik), kemampuan bertanya siswa memperoleh presentase 80,76% , kemampuan menjawab siswa memperoleh presentase 76,92% , dan kemampuan berdiskusi siswa memperoleh presentase 69,23%. Pada criteria (Cukup), kemampuan bertanya siswa memperoleh presentase 19,23%, kemampuan menjawab siswa memperoleh presentase 23,07%, dan kemampuan siswa berdiskusi memperoleh presentase 30.77%. sedangkan untuk criteria (Kurang), kemampuan bertanya siswa, kemampuan menjawab siswa dan kemampuan berdiskusi siswa memperoleh presentase masing-masing 0%. Sehingga dapat dikatakan bahwa kemampuan pemahaman siswa telah meningkat setelah dilakukan proses pembelajaran sebanyak tiga kali pertemuan masing-masing pertemuan 2x40 menit. Dari lembar kegiatan guru dan lembar kegiatan pemahaman siswa yang telah digambarkan di atas maka proses kegiatan pembelajaran dalam meningkatakn pemahaman siswa pada mata pelajaran PKn di kelas VIII Tata Niaga SMP Negeri 2 Telaga telah memenuhi persyaratan dan criteria. Bertitik tolak pada uraian di atas dapat disimpulkan bahwa penggunaan model pembelajaran Problem Posing telah berhasil meningkatkan pemahaman siswa dalam proses pembelajaran.
SIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Pada pelaksanaan penelitian tindakan kelas pada siswa kelas VIII Tata Niaga SMP Negeri 2 Telaga Kabupaten Gorontalo bertujuan untuk meningkatkan pemahaman siswa pada mata pelajaran PKn khususnya materi tentang Ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan yang dibelajarkan dengan menggunakan model pembelajaran Problem Posing. Implementasi model pembelajaran problem Posing dilakukan dengan cara menjelaskan amteri secara umum kemudian diberikan pertanyaan secukupnya untuk menggali pengetahuan yang dimiliki siswa tentang materi yang di ajarkan, kemudian dibagi beberapa kelompok agar mampu berinteraksi dan mampu mengajukan pertanyaan sebanyak-banyaknya kemudian menjawabnya secara bersama-sama sehingga siswa bisa terlibat langsung dalam proses pembelajaran karena model pembelajaran Problem Posing atau dikenal pengajuan pertanyaan ini memberikan kesempatan lebih besar kepada siswa untuk menanakan dan menggali pengetahuan yang dimiliki dan menghubungkan dengan realita yang ada pada tempat tinggal siswa. Kreativitas dan peran guru terutama sebagai pembimbing dan pasilitator bagi siswa dalam proses rekontruksi atau ide dan konsep PKn sehingga siswa lebih banyak berinteraksi dlam proses pembelajaran melalui model pembelajaran Problem Posing yang dapat meningkatkan pemahaman siswa. Hal ini didasarkan pada hasil penelitian yang dilakukan dapat diperoleh data sebagai berikut: setelah dilakukan
tindakan penelitian pertemuan ketiga maka nilai pengamatan pengelolaan proses kegiatan pembelajaran dalam meningkatkan pemahaman siswa untuk criteria baik sekali (52,63% ) dan criteria baik adalah (47,36% ). Hal ini mengidentifikasi bahwa aspek-aspek pengelolaan kegiatan pembelajaran sudah mencapai criteria untuk mencapai keberhasilan siswa dalam meningkatkan pemahaman. Sedangkan untuk hasil pengamatan pemahaman siswa sudah memperlihatkan peningkatan ang diharapkan peneliti. Ini terlihat pada criteria (Baik), kemampuan bertanya siswa memperoleh presentase 80,76% , kemampuan menjawab siswa memperoleh presentase 76,92% , dan kemampuan berdiskusi siswa memperoleh presentase 69,23%. Pada criteria (Cukup), kemampuan bertanya siswa memperoleh presentase 19,23%, kemampuan menjawab siswa memperoleh presentase 23,07%, dan kemampuan siswa berdiskusi memperoleh presentase 30.77%. sedangkan untuk criteria (Kurang), kemampuan bertanya siswa, kemampuan menjawab siswa dan kemampuan berdiskusi siswa memperoleh presentase masing-masing 0%. Sehingga dapat dikatakan bahwa kemampuan pemahaman siswa telah meningkat setelah dilakukan proses pembelajaran sebanyak tiga kali pertemuan masing-masing pertemuan 2x40 menit setiap pertemuan.Dari lembar kegiatan guru dan lembar kegiatan pemahaman siswa yang telah digambarkan di atas maka proses kegiatan pembelajaran dalam meningkatakn pemahaman siswa pada mata pelajaran PKn di kelas VIII Tata Niaga SMP Negeri 2 Telaga telah memenuhi persyaratan dan criteria Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan pada bab sebelumnya dapat dikemukakan kesimpulan bahwa penggunaan model pembelajaran Problem Posing pada mata pelajaran PKn dengan materi ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan dapat meningkatkan pemahaman siswa dan semangat belajar. 1.1
Saran
Berdasarkan hasil yan diperoleh dalam penelitian ini maka dapat diberikan beberapa saran diantaranya: 1. Untuk meningkatkan pemahaman siswa kiranya guru dapat memilih alternatif model pembelajaran agar dapat menciptakan suasana belajar menyenangkan 2. Model pembelajaran Problem Posing dapat meningkatkan pemahaman siswa pada mata pelajaran PKn. 3. Membangkitkan semangat belajar dalam proses pembelajaran terutama mata pelajaran PKn di jam terakhir. 4. Melibatkan kemajuan teknologi dalam proses pembelajaran khususnya memilih model atau metode yang baru yang cocok dengan pembahasan materi. 5. Kreatif dalam mengolah kelas dan mempariasikan model pembelajara.
DAFTAR PUSTAKA. Arifin, Zainal. 2011. Evaluasi Pembelajaran. PT. Remaja Rosdakarya: Bandung. Arikunto, Suharsini. 2006. Penelitian Tindakan Kelas. PT Bumi Aksara: Jakarta Asmani, Jamal Ma’mur .2013. 7 Tips Aplikasi Pakem. Diva Pers: Jokjakarta. Darmadi, Hamid. 2009. Dasar Konsep Pendidikan Moral. CV. Alfabeta: bandung.
Hamalik, Oemar.2010. proses belajar mengajar. PT Bumi Aksara: Jakarta. Hamid, Moh. Sholeh, S.Pd. 2012, Metode Edu Tainment. Diva Pres: Jokjakarta. Latodjo, Rafika. Meningkatkan Pemahaman Siswa pada mata pelajarn PKn melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Stad di SMP Negeri bolang Itang. UNG Rusman.2012. Model-model pembelajaran mengembagkan profesionalisme guru edisi kedua. PT. Rajagrafindo Persada: Jakarta. Saminanto. 2011. Ayo Praktek Penelitian Tindakan Kelas. PT. Rasail Media Grup: Semarang Sanjaya Wina. 2008. Strategi Pembelajaran berorientasi Standar Proses Pendidikan. PT. Kencana: Jakarta. Slameto. 2010. Belajar Dan Faktor – Faktor Yang Mempengaruhinya. Jakarta : PT. Rineka Cipta. Suprijono, Agus. 2012. Cooperative Learning. PT. Pustaka Pelajar: Yogyakarta.
Suryanto.2007,metode problem posing dalam http//pakgurusaiful.blogpot.com/2012/04/pembelajaraproblem posing’ (diakses 1 mei 2013 20.00) Wayan Ni Astini, 2013. Perbedaan Penerapan Metode Problem Solving Terhadap Penguasaan Matematika Siswa kelas X SMA Negeri 1 Tibawa. UNG. Widoyoko, S Eko Putro. 2010. Evaluasi Program Pembelajaran. PT. Pustaka Pelajar: Yogyakarta. Uno, dan Masri Kuadrat. 2010 Mengelola kecerdasan pembelajaran. Jakarta PT: Bumi Aksara Yamin.2007, metode problem posing dalam http//pakgurusaiful.blogpot.com/2012/04/pembelajaraproblem posing’ (diakses 1 mei 2013 20.00)
Depdiknas, 2005. Pendidikan Kewarganegaraaan, Strategi dan Metode Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan, Depdiknas: Jakarta. UU no 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional anonim, 2012. “pembelajaran problem posing” Tersedia : http://yusrin-orbyt.blogspot.com/2012/04/pembelajaran-problem- posing.html .(Di akses 1 mei 2013 20:15)