Meningkatkan Kompetensi ‘Influencing and Persuading’ (Mempengaruhi dan Mempersuasi) Ditulis oleh: Febta Rina Handayani1
Dalam dunia kerja setiap pegawai dituntut untuk memiliki kompetensi yang memadahi untuk menyelesaikan tugas dan kewajibannya. Menurut kamus kompetensi Kementerian Keuangan, kompetensi dapat diartikan sebagai kemampuan (capability) atau keahlian (expertise) yang lebih dari sekedar keterampilan (skill) belaka, namun merupakan hasil dari pengalaman yang melibatkan pemahaman/ pengetahuan, tindakan nyata, serta proses mental yang terjadi dalam jangka waktu tertentu serta berulang-ulang sehingga menghasilkan kemampuan/keahlian dalam bidang tertentu. Kompetensi digunakan pula untuk menggambarkan pengelompokan pengetahuan, keahlian dan perilaku yang menentukan keberhasilan atau kegagalan seseorang dalam pekerjaan. Secara umum dalam kamus kompetensi Kementerian Keuangan, ada tiga cluster kompetensi yang ada yaitu: thinking, working, dan relating. Terdapat 35 kompetensi yang masuk dalam tiga cluster tersebut. Secara lebih jelas 35 kompetensi tersebut dapat dilihat dibawah ini. Thinking - Visioning - Innovation - In-Depth Problem Solving and Analysis - Decisive Judgement - Championing Change - Adapting to Change - Courage of Convictions 1
Working -
Planning and Organizing Driving For Results Delivering Results Quality Focus Continuous Improvement Policies, Processes and Procedures - Safety
Widyaiswara Muda pada Balai Diklat Kepemimpinan Magelang
Relating - Team Work and Collaboration - Influencing and Persuading - Managing Others - Team Leadership - Coaching and Developing Other
Thinking - Business Acumen
Working -
Stakeholder Focus Stakeholder Service Integrity Resilience Continuous Learning
Relating - Motivating Others - Organizational Savvy - Relationship Management - Negotiation - Conflict Management - Interpersonal Communication - Written Communication - Presentation Skill - Meeting Leadership - Meeting Contribution
Dalam tulisan ini penulis akan membahas bagaimana meningkatkan dan mewujudkan kompetensi ‘Influencing and persuading’ yang masuk dalam cluster relating. Lebih khusus lagi, dalam tulisan ini penulis hanya mengulas bagaimana kita bisa mempengaruhi orang lain. Definisi Influencing and Persuading (mempengaruhi dan mempersuasi) dalam kamus kompetensi adalah: 1. Meyakinkan orang lain untuk mengambil satu tindakan tertentu 2. Orang-orang yang kompeten, mempengaruhi orang lain tanpa sikap agresif secara berlebihan atau memaksakan kehendak. Mereka memahami orang yang mereka hadapi dan mampu menyesuaikan cara persuasinya. Mereka adalah orang-orang yang percaya diri dan tidak mudah putus asa.
Sedangkan indikator perilaku untuk kompetensi tersebut adalah: Tingkat Kemahiran Level
Indikator perilaku
Deskripsi
1
Memahami orang lain
Memahami orang yang dihadapinya untuk memudahkan dalam menyampaikan informasi
2
Menggunakan persuasi langsung
Menggunakan cara-cara persuasi yang disesuaikan dengan orang yang dihadapi Menggunakan persuasi langsung dalam diskusi atau presentasi Menyiapkan informasi pendukung yang diperlukan untuk mempengaruhi orang lain
3
Tindakan yang beragam
4
Menggunakan strategi persuasi
Menggunakan cara yang berbeda-beda untuk mempengaruhi orang yang dihadapi Menggunakan lebih dari satu tindakan, dilakukan secara spesifik untuk orang yang dihadapi Menyusun strategi untuk mempengaruhi pihak lain, seperti melakukan lobi, membangun dukungan di balik layar, dan memberi/menahan informasi tertentu Menggunakan pihak ketiga untuk mempengaruhi orang lain
Setiap manusia tentunya mempunyai keinginan, dimana keinginan tersebut kadang selaras dengan keinginan kita tetapi tidak jarang keinginan tersebut berseberangan dengan keinginan kita. Pun dalam kehidupan kita di dunia kerja, kadang kala keinginan kita selaras dengan keinginan atasan kita, rekan sejawat kita, maupun bawahan kita (kalau kita seorang pejabat). Namun tidak jarang keinginan kita berseberangan dengan keinginan mereka. Akan tetapi yang harus kita jaga adalah apapun keinginan kita harus selaras dengan tujuan organisasi. Untuk menyelaraskan tujuan organisasi dengan tujuan masing-masing anggota organisasi tersebut, tentunya diperlukan usaha yang tidak mudah. Salah satu usaha yang harus dilaksanakan adalah
‘influencing’ atau mempengaruhi. Bagaimana agar kita bisa mempengaruhi? Apakah pengaruh identik dengan kekuasaan? Kemampuan mempengaruhi pada dasarnya dapat dan harus dilatih. Sebagian orang mungkin berpendapat untuk bisa mempengaruhi kita harus mempunyai kekuasaan. Pendapat tersebut tidak salah tapi tidak sepenuhnya benar. Sejatinya kita bisa saja mempengaruhi orang-orang yang berhubungan dengan kita, meskipun kita tidak mempunyai kekuasaan. Pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana caranya agar kita bisa mempengaruhi orang lain walaupun kita tidak memiliki kekuasaan? Berikut adalah sebagian cara yang dapat kita laksanakan dalam kaitannya meningkatkan kemampuan kita mempengaruhi orang yang berhubungan dengan kita. 1. Memperhatikan ‘visual aspect’ atau penampilan kita dalam kerangka berhubungan dengan orang lain. Mengapa hal ini ini perlu kita lakukan? Ternyata berdasarkan riset Ballew dan Todorov (2007) dari Princenton University, penampilan atau aspek yang dapat dilihat oleh orang yang berhubungan dengan kita sangat meningkatkan pengaruh kita terhadap orang tersebut. Penelitian itu sendiri mengkaitkan antara wajah yang “kompeten” dengan kemenangan pemilu dan hasilnya ternyata kemenangan yang didapat bisa mencapai angka 70%. Dalam riset tersebut, mereka menyandingkan dua foto kandidat yang saling bersaing dari ratusan pemilu kongres dan gubernur di USA. Setelah itu mereka meminta responden untuk menilai hanya dari foto wajahnya, siapa diantara keduanya yang dianggap lebih kompeten. Jika responden mengenal salah satu kandidat, maka penilaiannya tidak dihitung. Jadi, penilaian murni hanya berdasarkan sepotong foto wajah dari para kandidat tadi. Hasilnya: Prediksi para responden yang hanya didasarkan pada selembar foto tadi ternyata berkorelasi kuat dengan hasil pemilu sebenarnya.
Tampilan fisik disini ternyata bukan dari bentuk wajah misalnya gagah atau cantiknya kita tetapi pada visual aspect atau aspek-aspek yang terlihat dan tentunya hal ini dapat kita ‘manage’ dan kita tingkatkan. Berdasarkan penelitian Mehrabian dan Blum (1997) ternyata penampilan fisik yang membuat orang lain tertarik atau hal yang dapat meningkatkan daya tarik, adalah: cara berpakaian, kebiasaan menjaga kebersihan dan kerapian anggota tubuh, posisi postur tubuh, dan kebugaran tubuh. Dengan berpakaian yang baik dan nyaman seseorang akan bisa lebih percaya diri sehingga ia memiliki identitas diri yang menunjukkan kekuatan karakternya. Dengan kekuatan karakternya ia akan lebih mudah mempengaruhi orang. Postur tubuh disini bukan tinggi pendeknya atau gemuk kurusnya, melainkan posisi tubuh dalam bersikap dan bertingkah laku. Misalnya seseorang akan dianggap memiliki kewibawaan apabila dia berbicara dalam suatu rapat dengan posisi tubuh tegak dengan tatapan lurus ke depan dibandingkan dengan orang yang menyampaikan pendapatnya dengan pandangan menunduk. Oleh karena itu, posisi postur tubuh perlu dilatih agar menambah rasa percaya diri sehingga terkesan berwibawa. Jadi, tampilan fisik yang dapat kita tingkatkan dalam hal ini tentunya bukanlah hal-hal yang sifatnya tidak dapat diubah, semuanya dapat diubah, sangat tergantung apakah kita mau berubah atau tidak. 2. Memahami kepribadian kita dan menyelaraskan kepribadian kita dengan kepribadian orang lain yang ingin kita pengaruhi. Yang dimaksud menyelaraskan disini bukan berarti kita tidak menjadi diri sendiri, akan tetapi menyesuaikan dengan kepribadian orang yang akan kita pengaruhi. Misalnya setelah kita melakukan assessment terhadap diri kita ternyata kita seorang yang mempunyai jenis kepribadian ‘steadines’ yaitu seorang yang menginginkan kecepatan yang tetap dalam bekerja, keamanan, tidak suka perubahan
mendadak, orang yang yang tenang, santai, sabar, posesif, mudah ditebak, sengaja, stabil, konsisten, dan cenderung bermimik wajah tanpa emosi. Kemudian ternyata karena pekerjaan kita harus berhubungan dan mempengaruhi orang dengan kepribadian ‘dominance’ misalnya, maka sebaiknya dalam mempengaruhi orang tersebut kita berkata singkat, langsung, dan to the point, bertanya "apa", dan bukan pertanyaan "bagaimana". Mengapa kita melakukan hal tersebut? Jawabnya karena orang dengan tipe ‘dominance’ senang diperlakukan seperti itu, begitulah yang dinamakan menyelaraskan. 3. Mempunyai motivasi tinggi untuk mempengaruhi. Pada dasarnya seorang yang ingin mempengaruhi orang lain harus memiliki dua motivasi utama yaitu motivasi untuk maju dan motivasi untuk bangkit. Artinya seorang itu harus memiliki keinginan untuk meraih sesuatu dan apabila dalam perjalanan mencapai tujuan itu ada hambatan dan rintangan, dia selalu bangkit untuk mencoba dan mencoba lagi sampai tujuannya tercapai. Beberapa cara memotivasi diri untuk maju dalam upaya meraih sesuatu yaitu tentukan alasan dalam setiap langkah besar, jangan takut berbuat kesalahan, jangan membatasi diri dengan pikiran-pikiran sempit, kembangkan sikap positif dengan membaca buku dan mendengarkan ceramah yang bisa menimbulkan motivasi dan inspirasi serta melatih diri untuk menyelesaikan hal-hal yang sudah anda mulai. Sementara itu, ada tiga langkah motivasi untuk bangkit, yaitu hindari pikiran negatif saat gagal, temukan solusi atas kegagalan, serta tetap fokus dan tenang meski saat dalam keadaan stress. 4. Meningkatkan kemampuan kita dalam berkomunikasi dengan orang lain dengan menyampaikan gagasan secara meyakinkan.
Bagaimana agar gagasan atau ide kita bisa meyakinkan orang lain? Jawabnya adalah kita harus menyampaikan ide dan gagasan tersebut dengan dukungan data yang memadai ataupun cerita yang ekspresif. Menurut Robert McKee, ada dua cara untuk mempengaruhi orang lain, yaitu (1) dengan menyodorkan data-data hasil analisis (grafik, angka statistik, dan sebagainya), misalnya kampanye membangun kesadaran masyarakat tentang bahaya diskriminasi yang dilakukan dengan paparan data-data ilmiah dari dunia kesehatan serta (2) dengan cerita. Sebagai gambaran, salah satu tokoh yang dianggap berpengaruh di Afrika Selatan dari masa ke masa adalah Nkosi Johnson. Tahukan Anda siapa Nkosi Johnson? Nkosi Johnson (1989-2001) adalah seorang anak penderita AIDS. Pada tahun 1997 dia gagal masuk SD di Afrika Selatan karena sebuah SD di Johannesburg menolaknya sebagai murid karena dia penderita AIDS. Pada Juli 2000 ia berbicara di International AIDS Conference di Durban tentang perlunya orang peduli terhadap penderita AIDS. Dalam pidatonya ia berbicara dengan penuh luapan emosi dan ekspresif salah satu kata-katanya adalah “Kita semua manusia yang sama, kami memiliki tangan, kami memiliki kaki, kami dapat berjalan, kami dapat berbicara, kami memiliki kebutuhan seperti orang lain. Jangan takut kepada kami, karena kita semua sama.” Ternyata kisahnya telah mengetuk banyak pihak untuk lebih perduli kepada penderita AIDS, sehingga ia dinobatkan sebagai salah satu tokoh yang berpengaruh di Afrika Selatan. Dari cerita tersebut dapat diambil pelajaran bahwa mempengaruhi tidak harus punya kekuasaan tetapi komunikasi dengan didukung data yang memadahi atau cerita yang ekspresif ternyata dapat mempengaruhi orang lain. 5. Memahami konteks atau situasi sosial dimana kita sedang berada. Atau dengan kata lain mengasah daya empati kita. Agar kita dapat mempengaruhi orang lain tentunya kita harus
bisa merasakan seandainya kita berada pada pihak yang ingin kita pengaruhi. Dengan daya empati ini kita bisa menemukan cara yang terbaik bagaimana sikap atau komunikasi yang dikehendaki oleh orang yang hendak kita pengaruhi. Pada dasarnya daya empati ini bisa kita asah. Pada Era 1990-an ada eksperimen dari kwartet neuroscientist : Giacomo Rizzolatti, Vittoria Gallese, Luciano Fadiga, dan Leonardo Fogassi, kempatnya berasal dari Italia. Hasil eksperimen mereka didapatkan bahwa di dalam otak manusia terdapat sebuah area unik yang mereka namakan mirror neuron (MN). Dinamakan seperti itu karena bagian ini memungkinkan kita untuk mereplikasi perilaku orang lain yang kita lihat, seolah-olah kita sendiri yang melakukannya. Di level bawah sadar MN ini memungkinkan kita untuk belajar hanya dengan melihat (learning just by watching). MN ini ternyata juga mempunyai kemampuan menggali tentang orang lain, dan bisa menyelami isi hati orang lain, namun tentunya harus ada interaksi langsung dengan objek agar optimal potensi mirroring yang dimilikinya. Jadi terlihat dari eksperimen tersebut daya empati kita bisa kita asah, tentunya hal ini sangat tergantung pada kemauan kita untuk melaksanakan. 6. Memahami faktor psikologi atasan Sering kali dalam pekerjaan di kantor kita dihadapkan pada kondisi dimana kita tidak seide dengan atasan kita. Dalam kerangka kemajuan organisasi, apakah mungkin atasan kita dipengaruhi untuk menerima ide-ide kita? Jawabnya adalah sangat mungkin. Lalu bagaimana caranya kalau kita ingin agar ide-ide kita untuk kemajuan organisasi diterima oleh atasan kita? Kunci pertama untuk mempengaruhi atasan adalah kita harus mendapatkan rasa percaya dari atasan kita. Bagaimana kita memperoleh rasa percaya atasan? Tentunya dengan bekerja penuh dedikasi dan mengerjakan apa yang diinginkan
atasan kita dalam koridor kemajuan organisasi. Selain memahami keinginan atasan faktor psikologis selanjutnya yang perlu kita ketahui tentunya adalah bahwa atasan kita ingin diperlakukan sebagaimana layaknya seorang atasan. Atasan kita adalah selayaknya manusia lain yang punya ego, punya rasa ingin dihargai terutama oleh anak buahnya. Dengan memahami, memperhatikan dan melaksanakan faktor yang berkaitan dengan psikologi atasan, niscaya atasan akan percaya kemudian akan mendengar dan terpengaruh terhadap ide dan gagasan kita. Bagaimana strategi selanjutnya agar atasan bisa kita pengaruhi? Tentunya dengan cara dari Neuro-Linguistic Programming (NLP) yaitu dengan pacing dan leading. Apa yang dimaksud pacing? Pacing adalah mengikuti ritme dan pola pikir orang yang ingin diubah. Sedangkan leading sedikit demi sedikit giring orang tersebut untuk mengikuti alur pemikiran baru.
7. Menciptakan kreativitas dalam usaha untuk mempengaruhi. Banyak hal kreatif yang bisa kita lakukan dalam rangka mempengaruhi orang lain, tentunya hal ini tergantung pada situasi dan kondisi. Kreativitas berasal dari kata create yang berarti “menciptakan”. Ditinjau dari sisi emosional kita sebenarnya menciptakan bangunan relasi atas dasar empati, memberi tempat bagi suara nurani dalam mengelola kehidupan. Dari sisi pikiran kita dengan kapasitas otak yang luar biasa yang kita miliki, sebenarnya kita menciptakan banyak hal diantaranya memprediksi kecenderungankecenderungan, memetakan alternatif-alternatif pilihan, bahkan melakukan inovasi pembaharuan. Perpaduan pikiran dan emosi tersebut dapat menghasilkan kreativitas yang luar biasa untuk mempengaruhi orang lain. Misal di dunia bisnis faktor inovasi menjadi
sangat penting sebagai urat nadi kehidupan perusahaan. Tidak ada kemajuan tanpa inovasi. Dengan penekanan pada inovasi, semua pekerja memiliki peluang untuk mengekspresikan diri secara luas sebagaimana seharusnya. Banyak tokoh yang telah mengubah dunia memberikan kontribusi ciptaan yang sangat bermakna bagi capaian manusia sejauh ini.
Thomas Alfa Edison, Albert Einstein,
Graham Bell, dan lain-lain menciptakan teknologi yang sangat berperan penting dalam revolusi kebudayaan manusia. Abraham Lincoln, John F. Kennedy, Mahatma Gandhi, dan lain-lain merupakan pencipta mimpi yang jauh mendahului para pencipta teknologi. Reformasi di beberapa Negara Arab dan Timur Tengah sebenarnya diinspirasi oleh perilaku seorang tukang sayur. Reformasi di kawasan itu berawal dari Tunisia ketika Mohammed Bouazizi, seorang tukang sayur tidak tahan terhadap perlakuan kekuasaan otokrasi yang menyita gerobak sayur dan menghina martabatnya. Dia membakar diri di depan publik sehingga menginspirasi revolusi di negaranya dan menular di negara-negara kawasan itu. Dengan kata lain dengan kreativitas yang kita miliki sangat dimungkinkan kita bisa mempengaruhi orang lain. Demikianlah beberapa cara yang dapat kita gunakan untuk meningkatkan kemampuan kita mempengaruhi orang lain. Dengan berlatih, berlatih, dan berlatih kompetensi ‘influencing’ tidak mustahil kita miliki dengan level empat atau expert level.
Daftar Pustaka 1. Lusi, Samuel L, The Great Transformation Starts From You, Gramedia, Jakarta, 2013
2. Nugraha, Rama S, Jangan Jadi Pemimpin Sebelum Baca Buku Ini, Visi Media, Jakarta, 2012 3. Ridwansyah, ardhi, Leadership 3.0, Gramedia, Jakarta, 2012 4. Peraturan Sekretaris Jenderal Nomor 55/SJ/2008 Tentang Pelaksanaan Assessment Center Departemen Keuangan (Kamus Kompetensi Departemen Keuangan)