BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS
2.1
Kajian Pustaka
2.1.1 Pengertian Kepemimpinan Kepemimpinan adalah suatu proses yang dilakukan manajer perusahaan untuk mengarahkan (directing) dan mempengaruhi (influencing) para bawahannya dalam kegiatan yang berhubungan dengan tugas (Ismail Solihin, 2009: 131) serta proses memotivasi pihak lain untuk bekerja sesuai tujuan tertentu (Widiyono & Mukhaer Pakkanna, 2011: 69). Sehingga kepemimpinan berarti menciptakan visi untuk organisasi dan mengkomunikasikan, membimbing, melatih, dan memotivasi orang lain untuk bekerja secara efektif untuk mencapai tujuan dan sasaran organisasi (William G. Nickels, James M. McHugh, dan Susan M. McHugh, 2009: 234). 2.1.2
Teori Perilaku Kepemimpinan Menurut Stephen P. Robbins & Mary Coulter (2010: 149 - 150) terdapat
empat studi perilaku utama dalam teori perilaku : 1. Penelitian Universitas Lowa Studi Universitas Lowa, yang diselenggarakan di Amerika Serikat meneliti tiga gaya kepemimpinan untuk menemukan gaya kepemimpinan yang paling efektif : a) Gaya Otokratis Pada umumnya pemimpin memberikan perintah dan mengharapkan
6
7
mereka dipatuhi tanpa ragu – ragu (Ricky W. Griffin & Ronald J. Ebert, 2007 : 264), melibatkan pengambilan keputusan manajerial tanpa berkonsultasi dengan orang lain (William G. Nickels et al., 2009: 250) dimana
peran karyawan
sangat lemah dalam proses pengambilan
keputusan (Widiyono & Mukhaer Pakkanna, 2011: 70). b) Gaya Demokratis Kepemimpinan yang memberikan ruang kepada karyawan untuk menyampaikan sikap dan keluhan yang mereka hadapai (Widiyono dan Mukhaer Pakkanna, 2011: 70) dan bekerja sama untuk mengambil keputusan (William G. Nickels et al., 2009: 250), akan tetapi pemimpin tetap memegang kekuatan akhir dalam pembuatan keputusan (Ricky W. Griffin & Ronald J. Ebert, 2007 : 264). c) Gaya Pemimpin Laissez-Faire Pada umumnya pemimpin berperan sebagai penasihat bagi bawahan yang diperbolehkan membuat keputusan (Ricky W. Griffin & Ronald J. Ebert, 2007 : 264), dimana melibatkan pemimpin yang menetapkan sasaran – sasaran dan karyawan relatif mempunyai kebebasan untuk melakukan apapun yang diperlukan untuk mencapai sasaran – sasaran tersebut (William G. Nickels et al., 2009: 251). Dapat disimpulkan bahwa gaya kepemimpinan demokratis adalah gaya kepemimpinan yang paling efektif, walaupun studi lain menunjukkan bermacam – macam hasil (Stephen P. Robbins & Mary Coulter, 2010: 149).
8
2. Penelitian Ohio State Studi Ohio State mengidentifikasikan dua dimensi penting perilaku pemimpin: a) Inisiasi struktur Mengacu pada sejauh mana pemimpin menentukan perannya dan peran anggota kelompok dalam mencapai tujuan . b) Konsiderasi Sejauh mana pemimpin memiliki hubungan kerja dan karakteristik saling percaya dan rasa hormat terhadap gagasan dan perasaan anggota kelompok. Dapat disimpulkan bahwa high – high leader (memiliki konsiderasi dan inisiasi struktur yang tinggi) dapat mencapai kinerja dan kepuasan karyawan yang tinggi, tapi tidak dalam semua situasi. 3. Penelitian Universitas Michigan Kelompok Michigan juga berusaha mengidentifikasikan karakteristik perilaku pemimpin yang berkaitan dengan efektivitas kinerja. Penelitian ini menghasilkan dua dimensi perilaku kepemimpinan : a) Pemimpin yang berorientasi pada karyawan Digambarkan sebagai penekanan pada hubungan interpersonal dan memenuhi kebutuhan karyawan. b) Pemimpin yang berorientasi pada produksi Pemimpin cenderung menekankan aspek tugas dan teknis kerja.
9
Kesimpulan yang dapat diambil pada studi ini ialah pemimpin yang berorientasi pada karyawan diasosiasikan dengan produktivitas kelompok dan kepuasan kerja yang tinggi. 4. Grid manajerial Pada grid manajerial terdapat dua dimensi perilaku kepemimpinan : a) Perhatian terhadap orang Pada dimensi ini dipakai untuk mengukur perhatian pemimpin terhadap bawahan pada skala 1 sampai 9 (rendah sampai tinggi). b) Perhatian terhadap produksi Pada dimensi ini dipakai untuk mengukur perhatian pemimpin untuk menyelesaikan pekerjaan pada skala 1 sampai 9 (rendah sampai tinggi). Kesimpulan yang dapat diambil pada dimensi ini ialah pemimpin menghasilkan kinerja terbaik dengan gaya 9.9 (perhatian yang tinggi terhadap produksi dan orang). 2.1.3
Pandangan Kontemporer Tentang Kepemimpinan Menurut Stephen P. Robbins & Mary Coulter (2010: 159 - 162) terdapat tiga
pendekatan kontemporer di bidang kepemimpinan yang mencakup kepemimpinan tranformasional – transaksional, kepemimpinan kharismatik – visioner, dan kepemimpinan tim. 1.
Kepemimpinan Transformasional – Transaksional a) Pemimpin tranformasional Merupakan pemimpin yang menstimulasi, menginspirasi (transformasi)
10
bawahan untuk mencapai hasil yang luar biasa. b) Pemimpin transaksional Merupakan pemimpin yang mengarahkan atau memotivasi bawahannya untuk bekerja mencapai tujuan dengan memberikan penghargaan atas produktivitas mereka. 2. Kepemimpinan kharismatik – Visioner a) Pemimpin kharismatik Merupakan pemimpin yang antusias dan percaya diri yang kepribadian dan tindakannya dapat mempengaruhi orang untuk berperilaku dengan cara tertentu. b) Pemimpin Visioner Merupakan
pemimpin
yang
mampu
untuk
menciptakan
dan
mengartikulasi suatu visi masa depan yang realistis, dapat dipercaya, dan menarik sehingga dapat memperbaiki situasi saat ini. 3. Kepemimpinan Tim Salah satu studi tentang organisasi yang telah mereorganisasi diri mereka berdasarkan tim karyawan menemukan tanggung jawab bersama yang harus dipikul oleh semua pemimpin yang mencakup melatih, memfasilitasi, menangani masalah tata tertib, meninjau kinerja tim / perorangan, pelatihan, dan komunikasi. Namun, cara yang lebih bermakna untuk merumuskan tugas pemimpin tim adalah memusatkan perhatian pada dua prioritas yaitu (1) mengelola batas luar tim tersebut dan (2) memfasilitasi proses tim itu.
11
Prioritas – prioritas tersebut dapat dipecah menjadi empat peran kepemimpinan yang khas. Pertama, pemimpin tim adalah penghubung dengan pihak luar (mencakup manajemen yang lebih atas, tim internal lain, pelanggan, atau pemasok). Kedua, pemimpin tim adalah penyelesai masalah ketika tim tersebut menghadapi masalah dan meminta bantuan (mencakup masalah teknis dan operasi). Ketiga, pemimpin tim adalah manajer konflik dimana apabila muncul pertikaian, pemimpin membantu memproses konflik tersebut. Pemimpin membantu mengidentifikasikan masalah seperti sumber konflik, siapa yang terlibat, pokok permasalahan, pilihan penyelesaian yang tersedia, dan keunggulan serta kekurangan masing – masing. Dan keempat, pemimpin tim adalah pembina dengan melakukan apa saja yang perlu untuk membantu para anggota tim mempertahankan tingkat kinerja mereka yang tinggi. 2.1.4
Mutu – Mutu Kepemimpinan (Leadership Qualities) Menurut Husaini Usman (2010: 377) mutu kepemimpinan ialah atribut –
atribut atau sifat – sifat yang dimiliki oleh pemimpin yang berkualitas. Saddler (1997) dalam Husaini Usman (2010) mengidentifikasikan lima kelompok utama mutu personal yaitu (1) sifat – sifat kepribadian, (2) karakter, (3) tempramen, (4) kemampuan kognitif, dan (5) bakat khusus atau ketrampilan – ketrampilan. Sedangkan Manning & Curtis (2003) dalam Husaini Usman (2010) memberikan sepuluh mutu kepemimpinan yaitu (1) memiliki visi, (2) mampu, (3) bersemangat, (4)
12
stabil, (5) perhatian pada orang lain, (6) percaya diri, (7) kokoh, (8) daya tahan tubuh, (9) berwibawa, dan (10) integritas. 2.1.5 Efektivitas Kepemimpinan Menurut Gary Yukl (2010: 10 – 13) kriteria yang dipilih untuk mengevaluasi efektivitas kepemimpinan mencerminkan bagaimana peneliti menentukan konsep kepemimpinan
secara
eksplisit
maupun
implisit.
Sebagian
besar
peneliti
mengevaluasi efektifitas kepemimpinan berdasarkan konsekuensi dari tindakan pemimpin bagi pengikut dan komponen lain dalam organisasi. Berbagai jenis hasil yang digunakan itu mencakup kinerja dan pertumbuhan kelompok atau organisasi pemimpin tersebut, kesiapan untuk menghadapi tantangan atau krisis, kepuasan para pengikut terhadap pemimpin, komitmen pengikut terhadap tujuan kelompok, kesejahteraan dan perkembangan psikologis para pengikutnya, bertambahnya status pemimpin dalam kelompok, dan kemajuan pemimpin ke posisi wewenang yang lebih tinggi dalam organisasi. Terdapat tujuh karateristik pemimpin yang efektif yakni: (1) ciri (motivasi, kepribadian, nilai); (2) keyakinan dan optimisme; (3) ketrampilan dan keahlian; (4) Perilaku; (5) integritas dan etika; (6) Taktik Pengaruh; dan (7) Sifat Pengikut 2.1.6
Pengertian Inovasi Inovasi adalah proses mengubah ide – ide kreatif menjadi produk atau metode
kerja yang berguna. Oleh karena itu, organisasi yang inovatif dicirikan dengan kemampuan menyalurkan kreativitasnya menjadi hasil yang berguna. Ketika manajer berbicara tentang perubahan organisasi agar lebih kreatif, hal ini biasanya berarti
13
manajer ingin mendorong dan memelihara inovasi (Stephen P. Robbins dan Mary Coulter, 2010: 21). 2.1.7
Mendorong dan Memelihara Produk Dengan memanfaatkan model sistem (gambar 2.2) kita dapat memahami
dengan lebih baik cara organisasi menjadi lebih inovatif. Dari model itu kita dapat melihat bahwa untuk mencapai output yang diinginkan (produk dan metode kerja yang inovatif) melibatkan pengubahan input. Input – input ini meliputi orang – orang dan kelompok yang kreatif dalam suatu organisasi. Tetapi memiliki orang – orang yang kreatif saja tidak cukup karena lingkungan yang tepat juga diperlukan untuk mengubah input menjadi produk atau metode kerja yang inovatif. Ada tiga rangkaian variabel yang ternyata merangsang inovasi: struktur, budaya, dan praktik sumber daya manusia organisasi itu (gambar 2.3). Penelitian terhadap dampak variabel struktur pada inovasi menunjukkan lima hal. Pertama struktur bertipe organis secara positif mempengaruhi inovasi. karena jenis organisasi itu rendah formalisasi, sentralisasi, dan spesialisasi kerjanya, hal ini memfasilitasi fleksibilitas dan pembagian ide yang amat penting bagi berkembangnya inovasi. Kedua ketersediaan sumber daya yang kaya memberikan pondasi utama bagi inovasi. Ketiga, komunikasi yang sering antara unit – unit membantu menghancurkan penghambat – penghambat inovasi. Tim – tim lintas fungsi, satuan tugas, dan desain – desain organisasi lain semacam itu memperlancar interaksi yang melintasi lini – lini departemen dan digunakan secara luas dalam organisasi – organisasi yang inovatif. Keempat, organisasi inovatif berupaya meminimalisasi tekanan waktu yang
14
ekstrem terhadap kegiatan kreatif. Kelima, kinerja kreatif seorang karyawan diperkaya ketika suatu struktur organisasi secara eksplisit mendukung kreativitas. Pada variabel budaya, organisasi yang inovatif cenderung memiliki budaya yang serupa sehingga mendorong eksperimentasi, menghargai keberhasilan dan kegagalan, dan menoleransi kesalahan. Organisasi yang inovatif memiliki hal – hal berikut ini: (1) menerima ambiguitas, (2) monoleransi ketidakpraktisan, (3) menjaga kendali eksternal seminimal mungkin, (4) menoleransi resiko, (5) menoleransi konflik, (6) berfokus pada hasil bukan cara, dan (7) berfokus pada sistem terbuka, (8) menyediakan umpan balik positif. Pada variabel sumber daya manusia, ditemukan bahwa organisasi – organisasi yang inovatif itu secara aktif memajukan pelatihan dan pengembangan anggota – anggota mereka agar pengetahuan mereka sejalan dengan perkembangan terkini; memberikan keamanan kerja yang tinggi kepada karyawan untuk mengurangi kecemasan akan dipecat akibat melakukan kesalahan, dan mendorong individu menjadi pejuang ide. Penelitian menemukan bahwa pejuang ide memiliki karakteristik kepribadian yang sama: rasa percaya diri yang amat tinggi, gigih, energetik, dan suka mengambil resiko. Mereka juga menunjukkan karakteristik yang berkaitan dengan kepemimpinan yang dinamis. Mereka juga pandai mendapat persetujuan orang lain untuk mendukung misi mereka (Stephen P. Robbins dan Mary Coulter, 2010: 21 – 24).
15
Input
Transformasi
Output
Individu, kelompok, organisasi yang kreatif
Lingkungan, proses, situasi yang kreatif
Produk, metode kerja yang inovatif
Sumber: R.W.Woodman, J.E.Sawyer, dan R.W. Griffin (1993) dalam Stephen P. Robbins dan Mary Coulter (2010). Gambar 2.1 Pandangan Sistem Terhadap Inovasi
Variabel Struktur • Struktur organik • Sumber daya berlimpah • Komunikasi antarunit yang tinggi • Tekanan waktu yang minimal • Dukungan kerja dan nonkerja Variabel Budaya • Penerimaan ambiguitas • Toleransi terhadap ketidakpraktisan • Kendali eksternal yang rendah • Toleransi terhadap risiko • Toleransi terhadap konflik • Fokus pada hasil • Fokus terhadap sistem yang terbuka • Umpan balik positif Variabel Sumber Daya • Komitmen yang tinggi pada pelatihan dan pengembangan • Keamanan kerja yang tinggi • Orang – orang yang kreatif
MENDORONG TERCIPTANYA INOVASI
Sumber: Stephen P. Robbins dan Mary Coulter (2010) Gambar 2.2 Variabel – Variabel Inovasi
2.1.8
Proses Pengembangan Produk Baru Menurut Philip Kotler & Gary Armstorng (2008: 310 – 320) banyak
perusahaan menghadapi sebuah masalah. Mereka harus menciptakan produk baru,
16
tetapi kemungkinan sukses sangat kecil. Secara keseluruhan, untuk menciptakan produk baru yang berhasil, perusahaan harus memahami pelanggannya, pasar, dan pesaing serta mengembangkan produk yang memberikan nilai yang unggul bagi pelanggan. Perusahaan harus mempunyai rencana produk baru yang kuat dan mempersiapkan proses pengembangan produk baru yang sistematis untuk menemukan dan mengembangkan produk – produk baru. Ada delapan tahap utama dalam proses pengembangan produk baru (gambar 2.3): I.
Penciptaan Ide. -
Sumber ide internal
-
Sumber ide eksternal
II. Penyaringan Ide III. Pengembangan dan Pengujian Konsep IV. Pengembangan Strategi Pemasaran V. Analisis Bisnis VI. Pengembangan Produk VII. Pemasaran Uji -
Pengujian pasar standar
-
Pengujian pasar yang terkendali
-
Pengujian pasar yang disimulasikan
VIII.
Komersialisasi.
17
Penciptaan ide
penyaringan ide
Analisis bisnis
pengembangan dan pengujian konsep
Pengembangan produk
Pemasaran uji
pengembangan strategi pemasaran
komersialisasi
sumber: Philip Kotler & Gary Armstorng (2008) Gambar 2.3 Tahap Utama Dalam Pengembangan Produk Baru
2.1.9
Pengertian Kinerja Terdapat beberapa definisi mengenai kinerja menurut para ahli dalam Husaini
Usman (2010: 487 - 489): 1. Hikman (1990) mendefinisikan bahwa kinerja selalu merupakan tanda keberhasilan suatu organisasi dan orang – orang yang ada dalam organisasi tersebut. 2. Stoner dan Freeman (1994) mendefinisikan kinerja adalah kunci yang selalu berfungsi secara efektif agar organisasi secara keseluruhan dapat berhasil. 3. Salim Peter (1991) menjelaskan bahwa kinerja digunakan apabila seseorang menjalankan tugas atau proses dengan terampil sesuai dengan prosedur dan ketentuan yang ada. 4. Robbins (2006) mengartikan kinerja adalah produk dari fungsi dari kemampuan dan motivasi.
18
Jika diformulasikan :
Kinerja = f (Kemampuan x Motivasi)
5. Prawirosentono mendefinisikan kinerja adalah usaha yang dilakukan dari hasil kerja yang telah dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing – masing dalam rangka mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum, dan sesuai dengan moral maupun etika. Berdasarkan pendapat – pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa kinerja adalah produk yang dihasilkan oleh seorang pegawai dalam satuan waktu yang telah ditentukan dengan kriteria tertentu pula. Produknya dapat berupa layanan jasa dan barang. Satuan waktu yang ditentukan bisa satu tahun, dua tahun, bahkan lima tahun atau lebih. Kriteria ditentukan oleh persyaratan yang telah ditetapkan oleh pihak berwenang yang mengadakan penilaian kinerja. 2.1.10 Penilaian Kinerja Menurut William G. Nickels, et al. (2010: 22) penilaian kinerja (performance Appraisal) adalah evaluasi yang mengukur tingkat kinerja karyawan terhadap standar yang sudah ada untuk mengambil keputusan tentang promosi, kompensasi, pelatihan tambahan, atau pemecatan. Penilaian kinerja terdiri atas enam langkah yakni : 1) menentukan standar kinerja. Ini merupakan langkah yang krusial. Standar harus dapat dimengerti, bergantung pada ukuran, dan masuk akal. Standar tersebut harus diterima oleh manajer dan bawahan.
19
2) Mengkomunikasikan standar tersebut. Sering kali, manajer berasumsi bahwa karyawan mengetahui apa yang diharapkan dari mereka, tetapi asumsi yang seperti ini sangatlah berbahaya. Karyawan harus diberitahu dengan jelas dan dengan tepat apa saja standar dan harapannya serta bagaimana standar dan harapan tersebut dapat dicapai. 3) Mengevaluasi kinerja. Apabila dua langkah pertama dilakukan dengan benar, evaluasi kinerja relatif mudah dilakukan. Hal ini adalah perkara mengevaluasi perilaku karyawan untuk melihat apakah perilakunya sesuai dengan standar. 4) Mendiskusikan hasil dengan karyawan. Pada awalnya, sebagian besar orang akan melakukan kesalahan dan gagal memenuhi harapan. Dibutuhkan waktu untuk mempelajari pekerjaan baru dan melakukannya dengan baik. Mendiskusikan keberhasilan karyawan dan area – area yang membutuhkan perbaikan dapat memberi para manajer peluang untuk bersikap pengertian dan membantu dan untuk mengarahkan karyawan menuju kinerja yang lebih baik. Selain itu, penilaian kinerja dapat menjadi sumber saran karyawan yang baik tentang bagaimana tugas tertentu dapat dilakukan dengan lebih baik. 5) Mengambil tindakan korektif. Sebagai bagian yang tepat dari penilaian kinerja seorang manajer dapat mengambil tindakan korektif atau memberikan umpan balik korektif untuk membantu karyawan melakukan pekerjaannya dengan lebih baik. Ingat, kata kuncinya adalah kinerja.
20
Tujuan utama dari mengadakan jenis penilaian ini adalah untuk meningkatkan kinerja karyawan, bila mungkin. 6) Menggunakan hasilnya untuk mengambil keputusan. Keputusan tentang promosi, kompensasi, pelatihan tambahan, atau pemecatan semuanya didasarkan pada evaluasi kinerja. Sebuah sistem penilaian kinerja yang efektif juga merupakan sebuah cara untuk memenuhi kondisi hukum tertentu yang berkaitan dengan keputusan yang seperti itu. Menurut Husaini Usman (2010: 490) penilaian kinerja memiliki tujuan dan manfaat yang diharapkan. Adapun tujuan dari penilaian kinerja adalah untuk : 1. Lebih menjamin objektivitas dalam pembinaan calon pegawai dan pegawai berdasarkan sistem karier dan sistem prestasi kerja. 2. Memperoleh bahan – bahan pertimbangan objektif (masukan) dalam pembinaan calon pegawai dan PNS dalam membuat kebijakan seperti promosi, transfer (mutasi), hukuman, pemecatan, bonus. 3. Memberi masukan untuk mengatasi masalah yang ada. 4. Mengukur validitas metode penilaian kinerja yang digunakan. 5. Mendiagnosa masalah – masalah organisasi. 6. Umpan balik bagi calon pegawai dan pegawai, serta pimpinan. Sedangkan beberapa manfaat yang diharapkan dalam sebuah penilaian kinerja adalah : 1. Meningkatkan objektivitas penilaian kinerja pegawai. 2. Meningkatkan keefektifan penilaian kinerja pegawai.
21
3. Meningkatkan kinerja pegawai. 4. Mendapatkan bahan – bahan pertimbangan yang objektif dalam pembinaan pegawai tersebut baik berdasarkan sistem karier maupun prestasi. 2.1.11 Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Menurut Robert L. Mathis dan John H. Jackson (2006: 113 – 114) ada tiga faktor utama yang mempengaruhi kinerja karyawan yaitu : 1. Kemampuan individu Hal ini mencakup bakat, minat, dan faktor kepribadian. Tingkat keterampilan merupakan bahan mentah yang dimiliki seorang karyawan berupa pengetahuan, pemahaman, kemampuan, kecakapan interpersonal, dan kecakapan teknis. 2. Usaha yang dicurahkan Hal ini merupakan etika kerja, kehadiran, dan motivasi. Tingkat usaha merupakan
gambaran
motivasi
yang
diperlihatkan
karyawan
untuk
menyelesaikan pekerjaan dengan baik. 3. Dukungan organisasional Dalam hal ini, perusahaan menyediakan fasilitas bagi karyawan meliputi pelatihan dan pengembangan, peralatan, teknologi, dan manajemen. 2.1.12 Standar Pekerja Dan Pengukuran Kerja Menurut Jay Heizer dan Barry Render (2006: 534 – 535) standar pekerja modern diawali dengan penelitian yang dilakukan oleh Fredrick Taylor dan Frank Gilbreth dan Lillian Gilbreth di awal abad ke-20. Saat itu sebagian besar pekerjaan
22
dikerjakan secara manual yang mengakibatkan tingginya porsi pekerja dalam suatu produk. Hanya sedikit informasi yang diketahui tentang apa – apa yang termasuk dalam satu hari kerja normal, sehingga manajer memulai suatu penelitian untuk meningkatkan metode kerja dan memahami usaha manusia. Manajemen operasi yang efektif membutuhkan standar yang dapat membantu perusahaan untuk menentukan : 1. Proporsi pekerja dari setiap barang yang diproduksi 2. Kebutuhuan staff 3. Perkiraan biaya dan waktu sebelum produksi dilaksanakan 4. Jumlah kru dan keseimbangan pekerja 5. Tingkat produksi yang diharapkan 6. Dasar perencanaan insentif pekerja 7. Efisiensi karyawan dan pengawasan 2.1.13 Hubungan Antara Kepemimpinan Dengan Kinerja Menurut Osaro Mgbere (2009: 187-201) definisi, kepemimpinan adalah kemampuan untuk mempengaruhi sekelompok orang menuju pencapaian tujuan. Gaya kepemimpinan memiliki dampak yang signifikan terhadap kinerja. Dalam dunia yang dinamis saat ini, pemimpin harus mampu mengatasi dengan meningkatnya volatilitas dan turbulensi lingkungan akibat globalisasi. Seorang pemimpin yang sukses harus mampu membangun kepercayaan dengan memberikan karyawan lebih banyak kebebasan untuk bertindak secara otonom dan membuat keputusan. Hal ini juga penting bahwa para pemimpin harus
23
menjelaskan arah menuju pencapaian tujuan kepada karyawan melalui komunikasi dan mendorong mereka untuk merasa percaya diri dan mampu mengambil risiko dalam penyelesaian pekerjaan. Kita semua menyadari pemimpin yang sukses (Herb Kellerher Southwest Airlines, Lee Iacocca dari Chrysler, Alfred P. Sloan GE, Jenderal Robert E. Wood dari Sears, Roebuck & Co) yang telah berhasil dalam mengubah budaya organisasi. Selain itu, sebuah penelitian AS menemukan bahwa presiden presiden karismatik memiliki kinerja lebih baik pada berbagai dimensi, termasuk kinerja ekonomi dan sosial. 2.1.14 Hubungan Antara Inovasi dengan Kinerja Menurut María Teresa Bolivar-Ramos, Víctor Jesús García-Morales, dan Antonio Mihi-Ramírez (2011) mempertinggi organisasi yang inovatif merupakan aspek penting untuk dipertimbangkan karena penelitian yang berbeda telah menunjukkan bahwa tidak memajukan proyek dan kegiatan yang inovatif menyebabkan produktivitas organisasi dan kinerja negatif. Memperhitungkan perubahan pasar yang cepat terjadi terus-menerus dalam preferensi konsumen dan tuntutan, pesaing dan teknologi perusahaan-perusahaan yang memiliki inovasi yang lebih besar kapasitas akan mampu merespon lebih baik terhadap kekacauan di lingkungan. Beberapa penulis telah menunjukkan bahwa perusahaan-perusahaan yang mengadopsi portofolio produk inovatif memperoleh dampak positif pada kinerja organisasi. Kapasitas inovasi untuk meningkatkan kinerja organisasi terjadi tidak hanya dalam organisasi besar, tetapi juga mempengaruhi perusahaan kecil dan menengah. Meskipun memiliki kuantitas yang lebih kecil dari
24
sumber daya, perusahaan ini mendapatkan keuntungan dari aspek lain yang merangsang inovasi, seperti fleksibilitas yang lebih besar, rantai keputusan yang lebih pendek, fasilitas yang lebih besar untuk mendeteksi kesalahan dan belajar dari daya tarik mereka. Dapat disimpulkan bahwa organisasi terus menerus mengalami pergerakan dan perubahan lingkungan yang inovatif dengan tujuan meningkatkan kinerja mereka dan efektivitas di tingkat kewirausahaan, landasan kesimpulan ini adalah hubungan yang positif antara organisasi inovasi dan kinerja organisasi.
2.2
Kerangka Pemikiran Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan sebelumnya dan telaah pustaka,
maka variabel yang terkait dalam penelitian ini dapat dirumuskan melalui suatu kerangka pemikiran yang ditampilkan pada gambar 2.4.
2.3
Hipotesis Hipotesis yang dirancang oleh penulis dalam penelitian ini ialah sebagai
berikut: T-1: Ada pengaruh yang signifikan antara kepemimpinan (X1) terhadap kinerja (Y). T-2 : Ada pengaruh yang signifikan antara inovasi (X2) terhadap kinerja (Y).
25
T-3 : Ada pengaruh yang signifikan antara kepemimpinan (X1) dan inovasi (X2) terhadap kinerja (Y).
Kepemimpinan (X1) - Mutu – mutu kepemimpinan - Efektivitas pemimpin
-
Kinerja (Y) - Kemampuan individu - Usaha yang dicurahkan - Dukuangan organisasi
Inovasi (X2) Struktural Budaya Sumber daya
Gambar 2.4 Kerangka Pemikiran