Vol. 1 No. 1 (2012) : Jurnal Pendidikan Matematika Hal. 45-49
MENINGKATKAN AKTIVITAS BERPIKIR DAN BERDISKUSI SISWA DENGAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK PAIR SHARE Dhastia Nurmawla Zuna Arnis. N1), Suherman2), dan Nonong Amalita3) 1)
FMIPA UNP, email:
[email protected] Staf Pengajar Jurusan Matematika FMIPA UNP
2,3)
Abstract Learning is related with activity to get knowledge. Many activities can be done by students in learning, students activities are not only listening, taking note, and doing the exercise. However not all activities that students do is not positive activity that can increase students understanding about the learning matter. That’s why this study was conducted to observe students activity development in class X SMAN 1 Pasaman during the implementation of cooperative learning model type Think Pair Share. The study chosen is descriptive study to describe students activity. Based on the observation we can conclude that the students activity is increase during the implementation of cooperative learning model type Think Pair Share, especially students activity in thinking and discussing in pair. Keysword : cooperative learning, think pair share, aktivitas PENDAHULUAN Pembelajaran matematika tingkat menengah bertujuan agar siswa mampu memahami konsep matematika, menggunakan penalaran, memecahkan masalah, mengkomunikasikan gagasan serta mempunyai sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan sehari-hari. Mengacu pada kelima tujuan tersebut, maka dalam pembelajaran guru harus menciptakan pembelajaran yang dapat memicu siswa mengembangkan kelima aspek dalam tujuan tersebut. Belajar merupakan proses aktif untuk membangun pengetahuan baru berdasarkan pengetahuan yang telah dimiliki, jadi belajar tidak hanya menghafal pengetahuan. Oleh karena itu, aktivitas sangat diperlukan dalam pembelajaran agar hasil belajar siswa dapat mengalami peningkatan. Dalam pembelajaran ditekankan adanya aktivitas siswa baik secara fisik, mental, intelektual, maupun emosional.
Prinsip belajar pada dasarnya adalah aktivitas, sebagaimana ditekankan oleh Sardiman A.M (2004:98) bahwa: “Setiap orang yang belajar harus aktif, tanpa aktivitas maka proses belajar tidak mungkin terjadi”. Berdasarkan aktivitas tersebut, aktivitas merupakan hal yang penting dalam belajar matematika. Berdasarkan observasi yang dilakukan di SMAN 1 Pasaman, terlihat bahwa pelaksanaan pembelajaran sebenarnya sudah baik, interaksi antara guru dan siswa, maupun siswa dengan siswa sudah terlihat. Namun interaksi siswa dengan siswa masih perlu diawasi, keantusiasan siswa untuk dapat menyelesaikan soal membuat mereka sering berjalan-jalan ke tempat siswa lainnya untuk melihat penyelesaian soal, sehingga jika tidak diawasi interaksi siswa dapat mengganggu pembelajaran. Untuk mengatasi masalah ini diperlukan suatu model pembelajaran yang dapat memfasilitasi siswa untuk dapat beraktivitas sehingga membantu siswa dalam memahami konsep matematika,
45
Vol. 1 No. 1 (2012) : Jurnal Pendidikan Matematika Hal. 45-49
dimana siswa tidak hanya sekedar mengingat dan menghafal konsep yang dipelajari melainkan benar-benar memahami dan memaknai konsep tersebut. Salah satu model pembelajaran yang dapat digunakan untuk membantu siswa belajar secara lebih bermakna adalah dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran yang terstruktur dan sistematis, dimana kelompokkelompok kecil bekerja sama untuk mencapai tujuan secara bersama-sama. Pembelajaran kooperatif berbeda dengan pembelajaran kelompok bisaa, ada unsurunsur dasar yang membedakannya dengan pembelajaran kelompok bisaa. Roger dan David Jhonson (Anita,2010:31) menyatakan “Tidak semua pembelajaran berkelompok disebut pembelajaran kooperatif. Setidaknya ada lima unsur model pembelajaran kooperatif yang harus diterapkan yaitu: saling ketergantungan positif, tanggung jawab perseorangan, tatap muka, komunikasi antar anggota, dan evaluasi kelompok”. Menurut unsur-unsur di atas pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran yang anggotanya saling membantu satu sama lainnya. Setiap anggota kelompok dituntut untuk memiliki rasa ketergantungan positif dengan anggota lainnya, memiliki rasa tanggung jawab dan saling berkomunikasi antar anggota kelompok. Selain itu, dalam pembelajaran kooperatif siswa dituntut untuk bisa memberikan pendapat, ide, dan menghargai pendapat orang lain.Untuk memaksimalkan manfaat pembelajaran kooperatif, sebaiknya keanggotaan kelompok heterogen artinya anggota terdiri dari siswa yang memiliki kemampuan akademik yang berbeda. Siswa bekerjasama dalam kelompoknya untuk menyelesaikan masalah-masalah yang terkait dengan materi pelajaran. Menurut Muslimin dkk, (2000:10) model pembelajaran kooperatif terdiri dari enam fase. Fase-1 Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa.
Guru berperan menyampaikan semua tujuan yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar. Fase-2 Menyajikan informasi Guru berperan menyajikan informasi pada siswa dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan. Fase-3 Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar Guru berperan menjelaskan pada siswa bagaimana cara membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien. Fase-4 Membimbing kelompok bekerja dan belajar Guru berperan membimbing kelompokkelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka. Fase-5 Evaluasi Guru berperan mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok telah mempresentasikan hasil kerjanya. Fase-6 Memberi penghargaan Guru berperan mencari cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok. Salah satu model pembelajaran kooperatif adalah tipe Think Pair Share. Menurut Anita (2010:57) “Think Pair Share dikembangkan oleh Spencer Kagan sebagai struktur kegiatan pembelajaran cooperative learning”. Model pembelajaran tipe Think Pair Share ini dapat memberi siswa kesempatan untuk bekerja sendiri serta bekerjasama dengan orang lain. Langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (Muslimin dkk, 2000:26) adalah sebagai berikut: a. Tahap 1 : Thinking (berpikir) Guru mengajukan pertanyaan atau isu yang berhubungan dengan pelajaran, kemudian siswa diminta untuk memikirkan pertanyaan atau isu tersebut secara mandiri untuk beberapa saat. b. Tahap 2 : Pairing (berpasangan) 46
Vol. 1 No. 1 (2012) : Jurnal Pendidikan Matematika Hal. 45-49
c.
Guru meminta siswa berpasangan dengan siswa yang lain untuk mendiskusikan apa yang telah dipikirkannya pada tahap pertama.Interaksi pada tahap ini diharapkan dapat berbagi jawaban jika telah diajukan suatu pertanyaan atau berbagi ide jika suatu persoalan khusus telah diidentifikasi. Biasanya guru member waktu 4-5 menit. Tahap 3 : Sharing (berbagi) Pada tahap akhir, guru meminta kepada pasangan untuk berbagi dengan kelas tentang apa yang telah mereka bicarakan. Ini efektif dilakukan pasangan demi pasangan dan dilanjutkan sampai sekitar seperempat pasangan telah mendapat kesempatan untuk melaporkan.
Selama kegiatan tersebut guru memantau kerja kelompok kecil untuk memastikan kegiatan berlangsung dengan lancar. Selanjutnya guru melakukan evaluasi terhadap hasil belajar. Langkah-langkah penerapan Think Pair Share pada penelitian yang diterapkan adalah sebagai berikut: a. Guru mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok belajar. Siswa dibagi dalam kelompok yang terdiri dari dua orang (berpasangan). Pembentukan kelompok ini didasarkan pada jenis kelamin dan kemampuan akademik. b. Guru menyajikan informasi (materi pelajaran) pada siswa. c. Guru membagikan lembar soal kepada masing-masing siswa. d. Siswa mengerjakan lembar soal yang diberikan secara individu (Think). e. Siswa berpasangan dengan pasangan yang telah ditentukan untuk mendiskusikan lembar soal yang telah diberikan (Pair). f. Salah satu kelompok mempresentasikan pekerjaannya di depan kelas (Share).
g.
Guru mengevaluasi presentasi siswa dan memberi umpan balik hasil kerja siswa.
Berdasarkan uraian diatas, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana aktivitas kelas X SMAN 1 Pasaman selama diterapkan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share. Selama pembelajaran siswa tidak hanya dituntut untuk mengetahui tetapi siswa juga dituntut untuk beraktivitas yang dapat meningkatkan pemahaman terhadap suatu materi pelajaran. Ada beberapa aktivitas yang diamati dalam pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share diantaranya aktivitas berpikir dan berdiskusi dengan pasangannya. METODE Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif, yaitu untuk mendiskripsikan aktivitas siswa dalam pembelajaran matematika selama diterapkan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share. Populasi pada penelitian ini adalah siswa kelas X SMAN 1 Pasaman yang terdaftar pada semester Januari-Juni tahun pelajaran 2011/2012. Sampel penelitian ini berjumlah 40 orang yaitu siswa kelas X4. Prosedur penelitian yang digunakan yakni, (1) Tahap persiapan. Pada tahap persiapan, peneliti mengurus izin observasi, menentukan jadwal kegiatan penelitian yakni tanggal 7 Mei - 7 Juni 2012, menentukan materi yang digunakan yaitu materi dimensi tiga dengan subpokok bahasan kedudukan titik, bidang, dan garis dalam ruang dan jarak pada bangun ruang selanjutnya mempersiapkan RPP dan Lembar Soal dan terakhir membagi siswa menjadi beberapa kelompok. (2) Tahap pelaksanaan, tahap pelaksanaan ini yakni menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share pada kelas sampel. (3) Tahap akhir. Pada tahap akhir akan dideskripsikan hasil berdasarkan lembar observasi. Lembar observasi diisi setiap pertemuan. Instrumen penelitian yang digunakan adalah lembar observasi. Lembar observasi terlebih 47
Vol. 1 No. 1 (2012) : Jurnal Pendidikan Matematika Hal. 45-49
dahulu divalidasi guna melihat apa-apa saja aktivitas yang diteliti. Teknik analisis data yang digunakan adalah dengan rumus yang dikemukakan oleh Sudjana (1992:130), yaitu: Keterangan: P = persentase aktivitas F = frekuensi aktivitas N = jumlah siswa Analisis data ini dilakukan untuk perkembangan atau peningkatan aktivitas siswa selama diterapkan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share. HASIL DAN PEMBAHASAN Dari lembar observasi terlihat pada pertemuan pertama belum semua siswa mau untuk mengerjakan soal secara individu, siswa yang mengerjakan soal secara individu hanya sekitar 42,5%, kemudian terus meningkat hingga pertemuan terakhir menjadi 82,5%. Untuk aktivitas berdiskusi dengan pasagannya, dari pertemuan pertama sudah terlihat bagus yaitu sekitar 75% dan terus meningkat menjadi 100% pada pertemuan terakhir. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 1 dan Gambar 2.
Pada saat Think (berpikir) ditandai dengan siswa mengerjakan soal secara individu, pada awalnya belum semua siswa menuangkan idenya atas penyelesaian soal secara individu terlebih dahulu. Hal ini disebabkan siswa tidak merasa yakin atas jawaban yang sedang difikirkannya ataupun dikarenakan siswa tidak mengerti konsep yang telah dipelajari. Sehingga siswa lebih senang menunggu pekerjaan pasangannya. Namun karena selalu diawasi dan dibimbing oleh guru, aktivitas ini mengalami peningkatan hingga pertemuan keempat seiring berbedanya tingkat kesulitan materi yang dipelajari. Pada saat Pair umumnya siswa sudah aktif berdiskusi dengan pasangannya dilihat dari awal pertemuan, dan terus meningkat hingga pertemuan akhir. Hal ini menunjukkan bahwa diskusi secara berpasangan dapat meningkatkan minat siswa dalam menyelesaikan suatu masalah. Pada pertemuan terakhir tidak ada lagi siswa yang bekerja sendiri-sendiri, artinya semua siswa sudah mampu berbagi atau bertukar pikiran dengan temannya. KESIMPULAN
48
Vol. 1 No. 1 (2012) : Jurnal Pendidikan Matematika Hal. 45-49
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan terlihat bahwa siswa mengerjakan soal secara individu dan aktivitas siswa berdiskusi dengan pasangannya sudah terlaksana dengan baik. Hal ini dapat dilihat dari persentase yang ditunjukkan yaitu sudah 100% siswa mampu untuk bertukar pikiran atau berdiskusi dengan pasangannya. Jadi dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share sudah meningkatkan aktivitas belajar siswa khususnya aktivitas mengerjakan soal secara individu dan aktivitas berdiskusi dengan pasangannya. Selanjutnya, dari penelitian yang telah dilakukan ini Peneliti menyarankan beberapa hal baik itu pada guru matematika maupun peneliti lanjutan, diantaranya: guru bidang studi matematika diharapkan dapat menjadikan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share sebagai alternatif untuk meningkatkan aktivitas siswa. Guru atau peneliti selanjutnya harus memahami betul dan mengenal langkah-langkah pelaksanaan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share agar pembelajaran efektif dan optimal. DAFTAR PUSTAKA Arikunto, Suharsimi. 2005. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan (edisi Revisi). Jakarta: Bumi Aksara. Asmar, Ali.2011. Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika berbasis kontruktivisme untuk Siswa Kelas V SD di kota Padang Panjang. Disertasi. PPs-UNP.
Depdiknas.2006.Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 Tentang Standar Isi. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional. Lie, Anita.2010.Cooperative Learning. Jakarta: GramediaWidiasarana Indonesia. Muliyardi. 2003. Strategi Belajar Mengajar Matematika. Padang: FMIPA UNP. Muslimin, Ibrahim.dkk.2000. Pembelajaran Kooperatif. UNESA:University Press Sardiman. 2004. InteraksiBerdajguiguigjkbu dan Motivasi Belajar B Mengajar. Jakarta: Grafindo. Sudjana, Nana.1992.Penilaian Hasil dan Proses Belajar Mengajar.Bandung: Ramadja Rosdakarya. Suherman, Erman dkk.2003. Common Text Book Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: JICA Universitas Pendidikan Indonesia. Suryabrata, Sumadi. 2004. Metodologi penelitian. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Trianto.2009. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Jakarta: Kencana.
49