MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK PAIR SHARE UNTUK AKTIVITAS SISWA DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA ANAK TUNARUNGU Nur Azizah (Email;
[email protected] Guru SLB Harmoni Sidoarjo)
Abstract; The main purpose of this research was to study the activities of the deaf students during mathematics learning process by using “ThinkPair-Share” cooperative learning model and to study the academic results of the deaf students before and after given an intervention through “ThinkPair-Share” cooperative learning model.This research was “Pre Experimental” and used research design “One Group Pretest and Posttest.” The subject of this research was the fourth grade deaf students of SDLB-B Karya Mulia I Surabaya whom were 8 students. The writer used documentation, observation, and test method for collecting this data. Based on the analysis data of the students’ activities results during mathematics learning process by using “Think-Pair-Share” cooperative learning model, the most dominant aspect was on the third aspect which was made presentation of the discussion groups’ results in front of the class with percentage 70,31%. Whereas, the result of the mathematics data analysis used formula statistic non parametric (Sign test). The research result shown that ZH value was 2,47 by the comparison of critical score α = 5%, which was 1,96, so the result of critical score was = ± Z½ α = ± 1,96 then Ho rejected because ZH> +1,96. In conclusion, it was proven that there was significant influence to the students during mathematics learning activities and its results of the deaf students mathematics learning for the fourth grade SDLB-B Karya Mulia I Surabaya students between before and after given intervention by “Think-Pair-Share” cooperative learning model. Kata kunci: Kooperatif tipe Think Pair Share, aktivitas siswa, dan matematika anak tunarungu
Pada umumnya pendidikan di Indonesia bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup manusia yang secara teknis operasional dilakukan melalui suatu proses pembelajaran. Pembelajaran merupakan aktivitas (proses) yang sistematis dan dalam sistematik itu terdapat suatu interaksi belajar mengajar antara guru dan siswa. Dalam proses pembelajaran guru mempertimbangkan model pembelajaran, metode dan pendekatan pembelajaran yang akan digunakan. Pembelajaran dirancang secara sistematik, bersifat konseptual tetapi praktis, realistik dan fleksibel, baik yang menyangkut masalah interaksi pembelajaran, pengelolaan kelas, pendayagunaan sumber belajar (pengajaran) maupun penilaian pembelajaran. Dari proses pembelajaran harus dapat menjadi perhatian bagi para guru agar tercapai tujuan 1
JURNAL PENDIDIKAN LUAR BIASA, APRIL 2008, VOLUME 4,NOMOR 1
pembelajaran dan hasil belajar siswa yang memuaskan, terutama menyangkut model pembelajaran yang diterapkan bagi anak berkebutuhan khusus. Salah satu aspek dari proses pembelajaran ini adalah anak tunarungu yang memiliki permasalahan yang sangat kompleks. Anak tunarungu mengalami gangguan pada fungsi pendengarannya. Akibat dari kelainan tersebut, perkembangan bahasanya menjadi terhambat, sehingga mereka kurang mampu bersosialisasi dengan masyarakat normal pada umumnya karena hambatan anak tunarungu dalam berkomunikasi. Menurut Edja Sadjaah dan Dardjo Sukarjo (1996:14), berpendapat bahwa “untuk kepentingan berkomunikasi, seseorang harus memiliki keterampilan berbahasa dengan baik, benar, dan jelas.” Ketrampilan berbahasa anak normal pendengaran diperoleh dari proses belajar bahasa dan bicara berdasarkan dari apa yang didengarnya. Sedangkan gangguan pendengaran yang dialami anak tunarungu akan membawa dampak pada perkembangan berbahasanya yang mempengaruhi kemampuan berkomunikasi anak tunarungu. Seperti yang dikemukakan oleh A. Van Uden (dalam Bambang, 2003:21) bahwa “ Ketunarunguan mengakibatkan kemiskinan dalam berbahasa, hal tersebut akan mempengaruhi kemampuan dalam berinteraksi dan komunikasi yang berdampak pada kesulitan dalam mengikuti dan memahami pelajaran.” Keterbatasan anak tunarungu dalam menerima informasi yang bersifat auditif menyebabkan perkembangan kognitif menjadi terhambat. Hambatan yang dialami anak tunarungu berakibat pada turunnya prestasi akademik yang mengakibatkan hasil belajar cenderung rendah. Seperti pada bidang studi matematika yang menuntut siswa untuk memiliki kemampuan berpikir abstrak. Hal tersebut menjadi kendala bagi anak tunarungu dalam memahami konsep dalam matematika. Selain itu umumya para anak tunarungu di sekolah menganggap pelajaran matematika sebagai momok. Pembelajaran matematika pada dasarnya menuntut kemampuan daya logika dan abstraksi, sementara kemampuan tersebut bagi anak tunarungu mengalami hambatan. Pada dasarnya untuk berfikir abstrak perlu kemampuan yang baik dalam berbahasa, siswa akan mampu berpikir runtut dan logis serta suatu hal yang rumit dimana didalamnya penggunaan rumus yang sulit dan membingungkan diperlukan dalam menyelesaikan suatu masalah berupa proses hitungan bilangan- bilangan. Dalam mengatasi permasalahan di atas, hendaknya guru dapat mengembangkan berbagai metode dalam mengajarkan matematika, sehingga siswa diharapkan selama proses pembelajaran dapat belajar bermakna yaitu belajar yang ditekankan pada proses pembentukan konsep atau lebih mengutamakan proses daripada produk. Oleh sebab itu guru harus mampu menciptakan suatu kondisi belajar yang memungkinkan siswa dapat belajar dengan baik dan dapat berperan aktif di dalamnya serta saling bekerja sama dengan siswa lain untuk memahami konsep yang ada pada materi pembelajaran matematika dengan bimbingan dari guru. Agar permasalahan yang dialami oleh anak tunarungu, terutama dalam berinteraksi sosial dan dapat meningkatkan hasil belajar maka upaya yang dilakukan adalah dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif. Sebab model pembelajaran kooperatif lebih menekankan kepada proses kerja sama dan saling berinteraksi dalam kelompok. 2
Azizah, Model Pembelajaran Kooperatif …(1-16)
Ibrahim dkk (2000: 16) mengemukakan bahwa dari hasil beberapa penelitian yang dilakukan oleh para ahli menunjukkan teknik- teknik dalam pembelajaran kooperatif lebih unggul dalam meningkatkan hasil belajar maupun hubungan atau relasi sosial dibandingkan dengan pengalaman- pengalaman belajar individual atau kompetitif. Dalam pembelajaran kooperatif anak tunarungu diberi kesempatan untuk bertanggung jawab atas segala sesuatu dalam kelompoknya sehingga dapat merangsang siswa secara aktif untuk mengemukakan apa yang mereka pikirkan selama proses pembelajaran. Terdapat empat model dalam pembelajaran kooperatif menurut Ibrahim (2005) yaitu Students Teams Achievement Divisions (STAD), Jigsaw, Investigasi Kelompok (IK), dan pendekatan structural yang terdiri dari Think-Pair-Share (TPS) dan Numbered-Head-Together (NHT). Berdasarkan hasil observasi di SDLB Karya Mulia I Surabaya selama ini pembelajaran yang digunakan adalah pembelajaran langsung dan pembelajarannya hanya berpusat pada guru (teacher centered) dalam artian guru sebagai sumber informasi. Sehingga selama proses pembelajaran tersebut umumnya hanya terjadi hubungan belajar dua arah yaitu antara guru dengan siswa, sedangkan hubungan antara siswa dengan siswa terlihat kurang aktif. Dari hasil observasi yang telah dilakukan, maka dalam penelitian ini penulis menerapkan bentuk pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share kepada siswa tunarungu. Tipe Think-Pair-Share memiliki prosedur yang secara eksplisit memberikan siswa lebih banyak waktu untuk berfikir, menjawab dan saling membantu satu sama lain. Selain itu tipe Think-Pair-Share ini relative sederhana, tidak menyita waktu dalam mengatur tempat duduk dimana siswa dikelompokkan secara berpasangan sehingga dapat mengaktifkan proses diskusi dalam pembelajaran kooperatif. Keaktifan siswa dalam pembelajaran kooperatif dapat terjadi apabila siswa melibatkan diri mereka dalam proses pembelajaran. Melalui pengalaman belajar ini siswa dapat secara langsung menanamkan konsep yang ingin disampaikan oleh guru. Pada penelitian ini penulis menggunakan materi tentang pecahan, dimana anak tunarungu diajak untuk belajar berpikir dari konsep yang abstrak menuju ke konsep yang konkrit. Sehingga siswa dapat mengetahui, mengerti, dan memahami konsep tentang pecahan, misalnya: ibu mempunyai 1 buah jeruk, kemudian jeruk tersebut dibagikan kepada kedua anaknya Tono dan Tini. Jadi masing- masing anak mendapatkan ½ bagian jeruk. Konsep matematika yang abstrak akan lebih mudah dipahami anak tunarungu melalui media pembelajaran, yang merupakan pengantar atau perantara penyampai pesan yang akan membantu anak tunarungu dalam memahami dan memudahkannya dalam belajar, sehingga konsep yang baru dipahaminya akan melekat dalam memorinya. Pengalaman belajar siswa berangkat dari konsep konkrit menuju ke konsep abstrak. Mengingat anak tunarungu mempunyai gaya belajar tipe visual maka untuk membelajarkan sesuatu memerlukan obyek nyata atau konkrit. Hal ini disebabkan anak tunarungu menggunakan indera penglihatannya untuk tujuan kognitif, linguistic, dan komunikasi atau dijuluki sebagai pemata/ visualisers (A. Van Uden, 1971). Kondisi ini sejalan denagan pendapat Edgar Dale (dalam Sanjaya,2006 :166) bahwa semakin langsung objek yang dipelajari, maka
3
JURNAL PENDIDIKAN LUAR BIASA, APRIL 2008, VOLUME 4,NOMOR 1
makin konkrit pengetahuan yang diperoleh, semakin tidak langsung pengetahuan itu diperoleh, maka semakin abstrak pengetahuan siswa. Berdasarkan uraian tersebut dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut : (1) Apakah model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share dapat mempengaruhi aktivitas siswa tunarungu kelas IV dalam belajar matematika di SDLB-B Karya Mulia I Surabaya?, (2) Apakah model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share dapat mempengaruhi hasil belajar matematika anak tunarungu kelas IV di SDLB-B Karya Mulia I Surabaya? Adapun tujuan pengkajian ini adalah untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share terhadap aktivitas siswa dan hasil belajar matematika anak tunarungu kelas IV di SDLB-B Karya Mulia I Surabaya. Sedangkan secara terperinci tujuan penelitian ini adalah : (1) Mengkaji tentang aktivitas siswa tunarungu kelas IV selama proses pembelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share, (2) Mengkaji hasil belajar matematika anak tunarungu sebelum diberikan intervensi melalui model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share. (3) Mengkaji hasil belajar matematika anak tunarungu setelah diberikan intervensi melalui model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share. Manusia merupakan salah satu makhluk hidup ciptaan Tuhan yang paling sempurna. Anugerah yang diberikan Tuhan pada manusia diantaranya adalah panca indera dengan peran dan fungsi yang berbeda. Melalui panca indera seseorang memperoleh informasi mengenai segala perubahan yang terjadi dalam lingkungannya, sehingga ia dapat mengatur keseimbangan antara kebutuhan diri dengan keadaan luar (Bunawan, 2000:4). Kelima indera tersebut saling bekerja sama mengolah stimulan atau informasi yang diterima oleh indera tubuh kita, dalam arti walaupun yang distimulasi hanya salah satu indera namun dari pengalaman penginderaan melalui indera tersebut akan dapat diartikan berdasarkan pengalaman yang telah diperoleh sebelumnya melalui indera – indera lainnya. Jika salah satu dari panca indera kita tidak berfungsi sebagaimana mestinya maka akan terjadi distorsi dalam perolehan informasi. Seperti yang terjadi pada anak tunarungu yang suatu keadaan disfungsi pendengaran yang mengakibatkan seseorang tidak dapat menangkap rangsangan terutama yang bersifat auditif melalui indera pendengaran, sehingga kurangnya kesadaran dan pemahaman tentang benda, kejadian, serta orang dalam lingkungannya, bahkan termasuk dirinya. Dari paparan diatas menggambarkan keadaan dan permasalahan anak tunarungu yang dapat berdampak pada terhambatnya perkembangan bahasa anak. Hal ini senada dengan pendapat Mufti Salim (1984:8) bahwa “Anak tunarungu mengalami kekurangan atau kehilangan kemampuan mendengar yang disebabkan oleh kerusakan atau tidak berfungsinya sebagian atau seluruh alat pendengaran sehingga ia mengalami hambatan dalam perkembangan bahasanya”. Selanjutnya Kathryn P. Meadows (dalam Bunawan, 2000:33) berpendapat bahwa “Kemiskinan (deprivation) hakiki yang dialami seseorang yang tuli sejak lahir adalah bukan kemiskinan atau kehilangan akan rangsangan bunyi, melainkan kemiskinan dalam berbahasa.” Bahasa merupakan alat komunikasi yang dipergunakan manusia dalam mengadakan hubungan dengan sesamanya (Somantri, 2005:96). Tanpa 4
Azizah, Model Pembelajaran Kooperatif …(1-16)
mengenal bahasa yang digunakan suatu masyarakat, kita sukar mengambil bagian dalam kehidupan social mereka, sebab hal tersebut terutama dilakukan dengan media bahasa. Dengan demikian bila kita memiliki kemampuan bahasa berarti kita memiliki media untuk berkomunikasi, sehingga kita memiliki sarana untuk mengungkapkan perasaan dan keinginan, dapat memperoleh pengetahuan, dan saling bertukar pikiran. Berbeda halnya dengan yang terjadi pada anak tunarungu mereka menggunakan media komunikasi yang berbeda dengan anak normal, anak tunarungu cenderung menggunakan media tulisan, menggunakan media isyarat, serta tetap menggunakan bicara atau membaca ujaran dengan memanfaatkan segala aspek yang masih berfungsi pada dirinya. Oleh karena itu kemampuan berbahasa pada anak tunarungu perlu adanya latihan dan bimbingan sehingga kemampuan berbahasa anak tunarungu dapat berkembang secara optimal dan bila anak tunarungu tidak dididik atau dilatih secara khusus maka kemampuan berbahasanya tidak dapat berkembang dan akan jauh tertinggal dengan anak normal lainnya. Kemampuan menyimak, berbicara, membaca, dan menulis merupakan alat komunikasi bahasa. Anak yang mendengar pada umumnya memperoleh kemampuan berbahasa dengan sendirinya bila dibesarkan dalam lingkungan berbahasa. Dan dengan sendirinya anak akan mampu mengetahui makna kata serta aturan atau kaidah bahasanya, apalagi dapat mencari terobosan dengan pembelajaran inovatif seperti pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif sangat berbeda dengan model pembelajaran langsung. Pembelajaran koperatif dapat digunakan untuk mengajarkan materi yang agak kompleks dan yang lebih penting lagi dapat membantu guru untuk mencapai tujuan pembelajaran yang berdimensikan social dan hubungan antar manusia. Belajar secara kooperatif dikembangkan berdasarkan teori belajar konstruktivis dan teori belajar social yang ditandai oleh tugas bersama atau kooperatif dan insentif yang terstruktur, serta kegiatan kelompok kecil. Hakekat dari teori konstruktivis adalah ide bahwa siswa harus menjadikan informasi itu miliknya sendiri. Dalam strategi konstruktivis, peran guru adalah membantu siswa dalam menemukan fakta, konsep atau prinsip bagi diri mereka sendiri, bukan memberikan ceramah atau mengendalikan seluruh kegiatan dikelas (Nur dan Wikandari, 2000:8). Pembelajaran kooperatif adalah salah satu bentuk pembelajaran yang berdasarkan faham konstruktivis. Pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran dengan sejumlah siswa sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat kemampuannya berbeda. Dalam menyelesaikan tugas kelompoknya, setiap siswa anggota kelompok harus saling bekerja sama dan saling membantu untuk memahami materi pelajaran. Dalam pembelajaran kooperatif, belajar dikatakan belum selesai jika salah satu teman dalam kelompok belum menguasai bahan pelajaran. Model pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran dengan menggunakan suatu system pengelompokan / tim kecil, yaitu antara empat sampai enam orang yang mempunyai latar belakang kemampuan akademik, jenis kelamin, ras, atau atau yang berbeda (Sanjaya,2006:240). Sedangkan menurut Nur (2005:1) bahwa pembelajaran kooperatif adalah teknik-teknik kelas praktis yang dapat digunakan setiap hari untuk membantu siswa 5
JURNAL PENDIDIKAN LUAR BIASA, APRIL 2008, VOLUME 4,NOMOR 1
dalam belajar setiap mata pelajaran, mulai dari keterampilan-keterampilan dasar sampai pemecahan masalah yang kompleks. Slavin (dikutip dari Runtukahu, 1996:208) berpendapat bahwa pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran, murid-murid belajar bersama-sama dalam kelompok-kelompok kecil untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu. Menurut Montarela (1994), “pembelajaran kooperatif secara umum menyangkut teknik pengelompokkan yang di dalamnya siswa bekerja terarah pada tujuan belajar bersama dalam kelompok kecil yang umumnya terdiri dari empat atau lima siswa.” Pembentukan kelompok didasarkan pada pemerataan karakteristik psikologis individu, yang meliputi kecerdasan, kecepatan belajar, motivasi belajar, perhatian, cara berpikir, dan daya ingat. Dari paparan tersebut penulis dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran yang didalamnya siswa dengan karakteristik dan kemampuan yang berbeda saling bekerja sama menyelesaikan suatu masalah atau tugas pembelajaran. Dalam pembelajaran kooperatif siswa bekerja sama dalam kelompokkelompok kecil saling membantu belajar satu sama lainnya. Kelompok-kelompok tersebut beranggotakan siswa antara 4 – 6 orang yang beragam, ada yang berkemampuan belajar tinggi, rata-rata dan rendah, laki-laki dan perempuan dengan latar belakang suku yang berbeda yang ada dikelas dan siswa penyandang cacat. Jadi struktur tujuan kooperatif terjadi jika siswa dapat mencapai tujuan mereka hanya jika siswa lain dengan siapa mereka bekerja sama mencapai tujuan tersebut (Ibrahim dkk, 2000:3). Adanya andil dari tiap-tiap individu untuk menyumbang pencapaian tujuan bersama adalah suatu yang harus diusahakan sehingga tujuan kelompok akan tercapai apabila semua kelompok mencapai tujuannya bersama-sama. Salah satu model dalam pembelajaran kooperatif adalah pendekatan struktural. Dalam pendekatan struktural terdapat dua tipe, yaitu : Tipe Numbered Head Together (NHT) dan tipe Think Pair Share (TPS). Dalam hal ini peneliti memilih pendekatan struktural Tipe Think Pair Share (TPS) yang dikembangkan oleh Spencer Kagen. Pendekatan Struktural memberikan penekanan pada penggunaan struktur tertentu yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi sosial. Pendekatan Struktural menghendaki siswa saling membantu dalam kelompok kecil dan lebih mempunyai ciri penghargaan kelompok daripada penghargaan individual. Pendekatan Struktural merupakan pendekatan yang melibatkan lebih banyak siswa dalam menelaah materi yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran tersebut sehingga meningkatkan perolehan akademik dan keterampilan sosial. Think Pair Share pertama kali dikembangkan oleh Franklyman dkk di Universitas Marryland pada tahun 1985. mereka menyatakan bahwa Think Pair Share merupakan suatu cara yang efektif untuk mengganti suasana pole diskusi kelas. Dengan asumsi bahwa resitasi atau diskusi membutuhkan pengaturan untuk mengendalikan kelas secara keseluruhan, dan prosedur yang digunakan dalam Think Pair Share dapat memberi siswa lebih banyak waktu untuk berpikir, merespon dan saling bekerja sama dengan teman dalam kelompoknya. 6
Azizah, Model Pembelajaran Kooperatif …(1-16)
Ada 3 tahapan yang akan dilaksanakan oleh siswa dalam melaksanakan pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share antara lain : pada tahap pertama (thinking), siswa diminta untuk memikirkan jawaban secara mandiri dari Lembar Kerja Siswa yang telah diberikan oleh guru. Tahap kedua (pairing), siswa dipasangkan dengan siswa lain untuk membentuk kelompok yang terdiri dari dua orang kemudian mendiskusikan permasalahan yang ada pada Lembar Kerja Siswa. Tahap ketiga (sharing), setiap kelompok mempresentasikan hasil diskusinya didepan kelas untuk saling berbagi dengan kelompok lain. Keberhasilan suatu proses belajar mengajar ditentukan dari ketepatan dalam memilih dan menerapkan suatu model pembelajaran yang sesuai dengan lingkungan pembelajaran. Keberhasilan suatu pembelajaran dapat dilihat dari hasil belajar yang diperoleh pada akhir proses pembelajaran. Pembelajaran yang dapat meningkatkan hasil belajar siswa adalah model pembelajaran kooperatif. Ibrahim dkk (2000: 16) mengemukakan bahwa “dari hasil penelitian yang dilakukan oleh para ahli menunjukkan teknik- teknik dalam pembelajaran kooperatif lebih unggul dalam meningkatkan hasil belajar dibandingkan dengan pengalaman- pengalaman belajar individual atau kompetitif.” Salah satu model dalam pembelajaran kooperatif adalah tipe Think-PairShare, tipe ini memiliki prosedur yang secara eksplisit memberikan siswa lebih banyak waktu untuk berfikir, menjawab dan saling membantu satu sama lain. Selain itu tipe Think-Pair-Share ini relative sederhana, tidak menyita waktu dalam mengatur tempat duduk dimana siswa dikelompokkan secara berpasangan sehingga dapat mengaktifkan proses diskusi dalam pembelajaran kooperatif. Keaktifan siswa dalam pembelajaran kooperatif dapat terjadi apabila siswa melibatkan diri mereka dalam proses pembelajaran. Melalui pengalaman belajar ini siswa dapat secara langsung menanamkan konsep yang ingin disampaikan oleh guru.
METODE Pada penelitian ini menggunakan rancangan penelitian pra eksperimen dengan “ One Group Pretest Posttest design.” Penulis menggunakan penelitian pra eksperimen sebab pada penelitian ini dilakukan pada satu kelompok saja tanpa kelompok pembanding atau kelompok kontrol dan ikut mendapatkan pengamatan. Penelitian one group pretest posttest design dilakukan tes sebelum pemberian perlakuan (T1), sehingga dapat dilakukan perbandingan antara T1 dan T2 untuk menemukan tingkat efektivitas perlakuan X. Jika T2 > T1 secara signifikan maka dapat disimpulkan bahwa perbedaan tersebut akibat perlakuan (X) (Wahyudi 2005:51). Sampel penelitian diambil dari total populasi sejumlah 8 anak dan dengan teknik pengumpulan data dokumentasi yakni untuk memperoleh dan mengumpulkan data tentang sampel yang meliputi umur, tingkat kecerdasan rata- rata dan tingkat ketunarunguan siswa, dan observasi partisipatif, dimana peneliti ikut turut serta dalam kegiatan yang sedang diamati. Penulis mengamati aktivitas siswa selama proses pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share berlangsung melalui lembar pengamatan aktivitas siswa, serta metode tes untuk memperoleh data tentang 7
JURNAL PENDIDIKAN LUAR BIASA, APRIL 2008, VOLUME 4,NOMOR 1
pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share terhadap hasil belajar matematika siswa tunarungu sebelum maupun sesudah diberikan intervensi.Tes yang digunakan ada dua yaitu pretest untuk mengkaji hasil belajar matematika siswa tunarungu sebelum diberikan intervensi. Dan posttest untuk mengkaji hasil belajar matematika melalui model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share setelah diberikan intervensi. Pelaksanaan tes dilakukan baik secara individual. Materi tes disusun oleh peneliti sesuai dengan kompetensi dasar dan indicator yang digunakan. Tes diberikan secara tertulis dan bentuk soal berupa pilihan ganda dan isian dengan soal cerita. Adapun kerangka penelitian dapat dilihat pada gambar 1.
Anak Tunarungu Terhambatnya Perkembangan Berbahasa
Disfungsi Pendengaran
Aktivitas Siswa Hasil Belajar Upaya untuk meningkatkan aktivitas siswa dan hasil belajar anak tunarungu
Model Pembelajaran Koperatif
1. 2. 3. 4.
Intelegensi Bahasa dan bicara Emosi Sosial
Pendekatan Struktural Think-Pair-Share
Langkah – langkah Tahap 1 : Thinking (berpikir) Tahap 2 : Pairing (berpasangan) Tahap 3 : Sharing (berbagi)
Gambar: 1 Kerangka Penelitian Prosedur penelitian: (1) Tahap Persiapan, merupakan langkah awal yang dilakukan penulis sebelum mengadakan penelitian. Adapun langkah- langkah yang dimaksud diatas adalah sebagai berikut: (a) Menyusun proposal penelitian, merupakan tahap awal dalam mengadakan kegiatan penelitian. Sebelum menyusun proposal 8
Azizah, Model Pembelajaran Kooperatif …(1-16)
menentukan terlebih dahulu suatu permasalahan yang dirumuskan dalam bentuk judul kemudian menentukan langkah- langkah dalam penelitian. Hasil susunan proposal tersebut dikonsultasikan pada dosen pembimbing, (b) Menentukan lokasi penelitian, penelitian ini penulis menentukan lokasi penelitian di SDLB- B Karya Mulia I Surabaya sesuai dengan judul yang disajikan, (c) Membuat instrumen penelitian, berupa tes latihan soal- soal matematika berupa soal pilihan ganda dan isian. Instrumen penelitian sebelum diuji cobakan pada subyek, maka terlebih dahulu divalidasi oleh guru kelas, agar sesuai dengan kemampuan subyek penelitian, (d) Mengurus ijin penelitian. (2) Tahap Pelaksanaan Penelitian, meliputi (a) mengadakan pretest, untuk mengetahui hasil belajar matematika sebelum diberikan intervensi. Tes yang digunakan berupa soal- soal latihan matematika sesuai dengan materi penjumlahan dan pengurangan pecahan yang akan diberikan, latihan tersebut untuk penilaian aspek kognitif siswa, (b) memberikan intervensi/ perlakuan, yaitu memberikan intervensi melaui model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share yang diperuntukkan bagi siswa tunarungu di SDLB-B Karya Mulia I Surabaya. Dalam penelitian ini diharapkan pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe think pair share dapat meningkatkan aktivitas siswa dan hasil belajar matematika anak tunarungu kelas IV di SDLB-B Karya Mulia I. Dalam pelaksanaan intervensi guru juga mengadakan pengamatan terhadap aktivitas siswa selama proses pembelajaran berlangsung. Pelaksanaan intervensi membutuhkan 4 x pertemuan, dengan 2 x pertemuan untuk setiap kompetensi dasar dan waktu yang dibutuhkan dalam setiap pertemuan 60 menit. Adapun langkah- langkah pembelajaran yang dilakukan dalam pemberian intervensi adalah: (1) Kegiatan Awal (5 menit); Mengkondisikan siswa sebelum memulai intervensi dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe think pair share. (2) Kegiatan inti (50 menit), meliputi peneliti menyampaikan tujuan pembelajaran – siswa memperhatikan penjelasan peneliti; peneliti menjelaskan materi penjumlahan dan pengurangan pecahan secara global – siswa memperhatikan penjelasan peneliti; peneliti mengajukan beberapa pertanyaan atau permasalahan yang berhubungan dengan materi – siswa memikirkan jawaban dari pertanyaan atau masalah untuk beberapa saat; peneliti setelah setiap siswa berpikir, peneliti meminta siswa untuk berpasangan atau membentuk kelompok dengan jumlah 2 orang – siswa membentuk kelompok dengan siswa lain atau teman sebangku; peneliti membimbing setiap kelompok pada saat mengerjakan tugas mereka – siswa saling bekerja sama dalam menyelesaikan tugas; peneliti meminta kepada setiap kelompok untuk berbagi dengan kelompok lain tentang apa yang telah mereka diskusikan secara bergiliran – siswa menyiapkan hasil kerjanya untuk dipresentasikan didepan kelas; peneliti memberikan kesempatan kepada kelompok lain untuk memberikan tanggapannya – siswa memperhatikan kelompok atau pasangan siswa yang sedang presentasi; peneliti memberikan penjelasan dan kesimpulan dari pertanyaan atau masalah yang telah didiskusikan oleh masing- masing kelompok – siswa memperhatikan penjelasan peneliti; peneliti memberikan kesempatan setiap kelompok untuk bertanya tentang penjelasan yang belum dimengerti – siswa setiap kelompok yang belum jelas bertanya pada peneliti; peneliti memberikan penghargaan kepada kelompok atau pasangan siswa yang dapat menyelesaikan tugas dengan baik dan ketepatan dalam 9
JURNAL PENDIDIKAN LUAR BIASA, APRIL 2008, VOLUME 4,NOMOR 1
menjawab. (3) Kegiatan akhir (5 menit), Peneliti mengulas kembali materi yang telah didiskusikan secara bersama- sama. Demikian pelaksanaan intervensi untuk setiap kali pertemuan. Untuk materi selanjutnya, pelaksanaannya sama tetapi dengan materi yang berbeda. (c) Mengadakan Post test, post tes diberikan pada siswa pada setiap materi dengan tujuan untuk mengetahui perubahan yang dialami hasil belajar matematika siswa melalui model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share Setelah kegiatan pembelajaran, secara individual siswa diberikan beberapa soal- soal latihan matematika sesuai dengan materi yang telah dipelajari bersama. Hal ini bertujuan untuk memperoleh informasi maupun data kemampuan setiap siswa. Teknik analisis data yang digunakan untuk menganalisis data dalam penelitian ini adalah analisis data statistik non parametric dengan data kuantitatif dan jumlah subyek penelitiannya kecil, kurang dari 10 orang. Maka rumus yang dipergunakan untuk menganalisa data adalah rumus statistik non parametric jenis “Uji Tanda” (Sign Test). Pengolahan data, telebih dahulu disiapkan data yang lengkap dengan penyajian data yang cermat. Data yang disajikan dalam hal ini adalah sebagai berikut : (1) Aktivitas Siswa, kriteria penilaian untuk aktivitas siswa selama proses pembelajaran koopertif Think Pair Share; (a) Menjawab pertanyaan di LKS secara mandiri, (b) Mendiskusikan pertanyaan dengan kelompok atau pasangan, (c) Mempresentasikan hasil diskusi kelompok didepan kelas, (d) Menanggapi jawaban dari hasil presentasi kelompok, (e) Mengajukan pertanyaan kepada kelompok lain. (2) Hasil Belajar Siswa, kriteria penilaian tes hasil belajar matematika dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair ShareI sebagai berikut; (a) pilihan ganda, terdapat 5 item soal, skor untuk setiap item soal adalah (1) untuk jawaban yang benar dan (0) untuk jawaban yang salah. Jadi skor keseluruhan soal yang diperoleh bila siswa menjawab benar adalah 5. (b) Isian, terdapat 5 item soal, skor untuk setiap item soal adalah (4) untuk jawaban yang benar dan (0) untuk jawaban yang salah. Jadi skor keseluruhan soal yang diperoleh bila siswa menjawab benar adalah 20. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian ini dapat diuraikan dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1. Tahap Penyajian Data a) Aktivitas siswa Data aktivitas siswa diperoleh dari hasil pengamatan yang dilakukan oleh penulis selama proses belajar mengajar berlangsung dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share. Setelah dilakukan pengumpulan data sesuai dengan prosedur, langkah selanjutnya adalah penyajian data hasil penelitian sesuai dengan hasil tes yang dilakukan.
10
Azizah, Model Pembelajaran Kooperatif …(1-16)
Tabel 1. Data Hasil Pengamatan Aktivitas Siswa Selama Proses Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share No
Aspek yang diamati
1.
Menjawab pertanyaan di LKS secara mandiri. Mendiskusikan pertanyaan dengan kelompok atau pasangan. Mempresentasikan hasil diskusi kelompok didepan kelas. Menanggapi jawaban dari hasil presentasi kelompok. Mengajukan pertanyaan kepada kelompok lain.
2.
3.
4.
5.
Persentase aktivitas siswa selama proses pembelajaran pada pertemuan 1 2 3 4 37,5 % 50 % 62,5 % 68,75 %
Ratarata (%) 54,69 %
12,5 %
68,75 %
75 %
81,25 %
59,38 %
50 %
62,5 %
81,25 %
87,5 %
70,31 %
31,25 %
56,25 %
50 %
75 %
53,13 %
12,5 %
25 %
31,25 %
56,25 %
31,25 %
Pada hasil pengamatan aktivitas siswa selama proses pembelajaran kooperatif tipe think pair share pertemuan 1, aspek yang dominan pada aspek ketiga yaitu mempresentasikan hasil diskusi kelompok didepan kelas dengan presentase sebanyak 50 %. Pada awal pertemuan beberapa siswa antusias dalam mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya. Sedangkan pada pertemuan 2 aktivitas siswa yang dominan pada aspek kedua yaitu mendiskusikan pertanyaan dengan kelompok atau pasangan dengan presentase sebanyak 68,75 %. Pada pertemuan kedua sudah mulai nampak kerja sama antar siswa dalam kelompok yang pada awalnya mereka cenderung mengerjakan soal LKS secara individu. Pada pertemuan 3 aktivitas siswa yang dominan sama seperti pertemuan 1 yaitu pada aspek ketiga, mempresentasikan hasil diskusi kelompok didepan kelas dengan presentase sebanyak 81,25 % dan juga pada aspek kedua, mendiskusikan pertanyaan dengan kelompok atau pasangan dengan presentase sebanyak 75 %. Pada pertemuan 4 aktivitas siswa yang dominan pada aspek ketiga yaitu mempresentasikan hasil diskusi kelompok didepan kelas dengan presentase sebanyak 87,5 % .Pada aspek kedua, mendiskusikan pertanyaan dengan kelompok atau pasangan dengan presentase sebanyak 81,25 %. Dan pada aspek keempat, Menanggapi jawaban dari hasil presentasi kelompok dengan 11
JURNAL PENDIDIKAN LUAR BIASA, APRIL 2008, VOLUME 4,NOMOR 1
presentase sebanyak 75 %. Pada pertemuan 3 dan 4, terlihat adanya perubahan pada keaktifan siswa selama mengikuti proses pembelajaran dibandingkan dari pertemuan sebelumnya. Hampir semua siswa aktif dalam mengikuti proses kegiatan belajar mengajar, walaupun awalnya 1 hingga 2 orang yang aktif. Dari hasil akhir pengamatan aktivitas siswa pada 4 x pertemuan, hasil data yang diperoleh bahwa aktivitas siswa yang paling dominan terletak pada aspek ketiga yaitu mempresentasikan hasil diskusi kelompok didepan kelas dengan rata – rata ( % ) 70,31%. Jadi dapat disimpulkan bahwa siswa sangat aktif ketika mereka mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya. Setiap anggota kelompok terlihat antusias sekali dalam menjawab beberapa soal yang telah mereka diskusikan dengan kelompok untuk di share dengan kelompok lain. b) Hasil Belajar Tahap penyajian data hasil belajar tes soal – soal matematika dengan penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share setelah dilakukan pengumpulan data sesuai dengan prosedur, langkah selanjutnya adalah penyajian data hasil penelitian sesuai dengan hasil tes yang dilakukan terlihat pada tabel 2 dan tabel 3. Tabel 2. Data Hasil Pre Test (Y) Hasil Belajar Matematika Sebelum Intervensi Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share No Nama Nilai pre test pada setiap awal Jumlah RataRata pertemuan Pert. 1 Pert. Pert. 3 Pert. 4 2 1. AR 35 40 50 45 170 42,5 2. AD 25 45 35 40 145 36,3 3. EL 30 60 45 50 185 46,3 4. FR 35 40 35 40 150 37,5 5. YT 30 40 50 55 175 43.8 6. DN 40 55 35 45 175 43,8 7. IR 25 35 50 40 150 37,5 8. NB 40 55 30 45 170 42,5 Jumlah 330,2
c) Pengolahan Data Hasil Tes Pada tahap ini peneliti menganalisis secara cermat data yang telah terkumpul, dengan maksud memperoleh kebenaran dalam mengestimasi hasil penelitian terhadap populasi. Lebih lanjut diadakan analisis data bertujuan untuk menjawab permasalahan sekaligus menguji hipotesis yang berbunyi, “Ada pengaruh strategi pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share terhadap aktivitas siswa dan hasil belajar matematika anak tunarungu kelas IV di SDLB- B Karya Mulia I Surabaya.”
12
Azizah, Model Pembelajaran Kooperatif …(1-16)
Tabel 3. Data Hasil Post Test (X) Hasil Belajar Matematika Setelah Intervensi Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share No
Nama
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
AR AD EL FR YT DN IR NB
Nilai post test pada setiap akhir pertemuan Pert. 1 Pert. 2 Pert. 3 Pert. 4 60 55 60 70 60 65 60 55
70 65 70 65 60 70 65 65 Jumlah
65 60 70 60 75 60 70 70
60 65 75 60 70 65 60 70
Jumlah
RataRata
255 245 275 255 265 260 255 260
63,8 61,3 68,8 63,8 66,3 65 63,8 65 517,8
Berikut ini disajikan analisis dengan menggunakan “uji tanda (Sign Test) Zh, untuk mengadakan estimasi tentang nilai kritis dari suatu distribusi yang diambil secara terus menerus terhadap suatu populasi pada pola uji pre test dan post test hasil belajar matematika.
Tabel 4. Tabel Kerja Perubahan Nilai Pre Test Dan Post Test Hasil Belajar Matematika Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Nama AR AD EL FR YT DN IR NB Jumlah
Pre Test (X) 42,5 36,3 46,3 37,5 43.8 43,8 37,5 42,5 41,28
Post Test (Y) 63,8 61,3 68,8 63,8 66,3 65 63,8 65 64,73
Perubahan (X1 Y1) + + + + + + + + X = 8 Nilai Zh: 2,47
Suatu kenyataan bahwa nilai ZH yang diperoleh dalam hitungan adalah 2,47 lebih besar daripada nilai kritis α = 5 % yaitu 1,96 sehingga hipotesis nol ditolak dan hipotesis kerja diterima. Hal ini berarti ada pengaruh yang signifikan penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share terhadap
13
JURNAL PENDIDIKAN LUAR BIASA, APRIL 2008, VOLUME 4,NOMOR 1
aktivitas siswa dan hasil belajar matematika siswa tunarungu kelas IV di SDLB – B Karya Mulia I Surabaya. Hasil temuan penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh yang signifikan terhadap aktivitas siswa dan hasil belajar matematika anak tunarungu kelas IV di SDLB –B Karya Mulia I Surabaya setelah dilakukan intervensi dengan menggunakan penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share. Ternyata nampak adanya perubahan yang lebih baik dari hasil pre test ke post test.hal ini sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh Ibrahim dkk (2000: 16) mengemukakan bahwa “dari hasil penelitian yang dilakukan oleh para ahli menunjukkan teknik- teknik dalam pembelajaran kooperatif lebih unggul dalam meningkatkan hasil belajar dibandingkan dengan pengalaman- pengalaman belajar individual atau kompetitif.” Dalam penelitian ini penulis menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share sebagai upaya peningkatan aktivitas siswa dan hasil belajar matematika anak tunarungu. Pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share, memiliki prosedur yang secara eksplisit memberikan siswa lebih banyak waktu untuk berfikir, menjawab dan saling membantu satu sama lain. Selain itu tipe Think-Pair-Share ini relative sederhana, tidak menyita waktu dalam mengatur tempat duduk dimana siswa dikelompokkan secara berpasangan sehingga dapat mengaktifkan proses diskusi dalam pembelajaran kooperatif. Keaktifan siswa dalam pembelajaran kooperatif dapat terjadi apabila siswa melibatkan diri mereka dalam proses pembelajaran . Semakin banyak peran aktif yang dilakukan anak selama proses kegiatan belajar berlangsung, maka anak akan mampu dalam berinteraksi social dengan lingkungan disekitarnya. Melalui pengalaman belajar ini siswa dapat secara langsung menanamkan konsep yang ingin disampaikan oleh guru. A. Van Uden (dalam Bambang, 2003:21) mengemukakan bahwa “Ketunarunguan mengakibatkan kemiskinan dalam berbahasa, hal tersebut akan mempengaruhi kemampuan dalam berinteraksi dan komunikasi yang berdampak pada kesulitan dalam mengikuti dan memahami pelajaran”. Mengingat bahwa anak tunarungu mengalami gangguan dalam perkembangan berbahasanya yang mempengaruhi kemampuan berkomunikasinya, sehingga hal ini membawa dampak pada kemampuan interaksi socialnya. Dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share dapat memberikan pengalaman saling berinteraksi dan bekerja sama antar anggota kelompok dalam menyelesaikan suatu permasalahan dari apa yang ia pelajari. SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil analisis data dalam penelitian ini tentang pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share terhadap aktivitas siswa dan hasil belajar matematika anak tunarungu kelas IV di SDLB – B Karya Mulia I Surabaya bahwa : (1) Aktivitas siswa selama proses pembelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran koopertif tipe Think Pair Share yang paling dominan terletak pada aspek ketiga yaitu mempresentasikan hasil diskusi kelompok 14
Azizah, Model Pembelajaran Kooperatif …(1-16)
didepan kelas dengan presentase 70,31%. (2) Hasil tes matematika seluruh siswa kelas IV sebelum dilakukan intervensi melalui model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share, menunjukkan tingkat hasil belajar dengan rata - rata 41,28 dan setelah dilakukan intervensi menunjukkan tingkat hasil belajar dengan rata – rata 64,73. Adanya peningkatan yang signifikan hasil belajar matematika anak tunarungu kelas IV dari sebelum dan setelah dilakukan intervensi melalui model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share . Dari uraian dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: bahwa ada pengaruh yang signifikan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share terhadap aktivitas siswa dan hasil belajar matematika anak tunarungu kelas IV di SDLB – B Karya Mulia I Surabaya. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan bahwa penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share dapat meningkatkan kemampuan berinteraksi social anak tunarungu dan dapat meningkatkan aktivitas siswa serta hasil belajar matematika di sekolah. Oleh sebab itu maka penulis menyarankan kepada: (1) Hendaknya guru menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share sebagai pengembangan proses pembelajaran di sekolah. Karena pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share dapat merangsang siswa untuk berfikir, menjawab dan saling membantu satu sama lain dan siswa diberikan kesempatan untuk bertanggung jawab atas segala sesuatu dalam kelompoknya sehingga dapat merangsang siswa secara aktif untuk mengemukakan apa yang mereka pikirkan selama proses pembelajaran; (2) Orang tua dapat juga menerapkan model pembelajaran kooperatif sebagai proses pembelajaran dirumah. Seperti halnya ketika menyelesaikan pekerjaan dirumah, orang tua dan anak saling bekerja sama dalam melaksanakan tugas di rumah. Selain itu orang tua hendaknya menciptakan interaksi dan komunikasi dua arah yang aktif dengan anak serta memberikan kesempatan anak untuk berpendapat dalam keluarga; (3) Peneliti Lanjutan dapat mengembangkan lebih cermat tentang pembelajaran kooperatif dan memperhatikan langkah- langkahnya serta kondisi yang ada pada diri subyek penelitian. DAFTAR ACUAN Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta. Bunawan, Lani & Yuwati, Cecilia Susila. 2000. Penguasaan Bahasa Anak Tunarungu. Jakarta: Yayasan Santi Rama. Ibrahim, M, dkk. 2000. Pembelajaran Kooperatif. Surabaya: UNESA University Press. Nur, Muhammad. 2005. Pembelajaran Kooperatif. Surabaya: Pusat Sains dan Matematika Sekolah. UNESA. Nur, Muhammad dan Wikandari, Retno Prima. 2000. Pengajaran Berpusat Kepada Siswa dan Pendekatan Konstruktivis dalam Pengajaran. Surabaya: Pusat Studi Matematika dan IPA Sekolah. UNESA. Sadjaah, Edja dan Sukarja, Dardjo. 1995. Bina Persepsi Bunyi dan Irama. Bandung: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
15
JURNAL PENDIDIKAN LUAR BIASA, APRIL 2008, VOLUME 4,NOMOR 1
Runtukahu, Tombokan. 1996. Pengajaran Matematika Bagi Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta: Proyek Pendidikan Tenaga Guru, Depdikbud. Saleh, Samsubar. 1996. Statistik Non Parametrik Edisi 2.Yogyakarata: BPFE. Sanjaya, Wina. 2006. Strategi Pembelajaran. Jakarta: Kencana. Somantri, Sutjihati. 2005. Psikologi Anak Luar Biasa. Bandung. Bandung: PT. Refika Aditama. Tim Penyusun. 2006. Panduan Penulisan dan Penilaian Skripsi. Surabaya: UNESA University Press. Wahyudi, Ari. 2005. Pengantar Metodologi Penelitian. Surabaya: UNESA University Press.
16