Author Personal Copy | LPPM Universitas Khairun, 2015.
Mengukur Kualitas Jasa Pendidikan Tinggi: Aplikasi Importance-Performance Analysis dan Higher Education Performance Muhammad Rachmat1, Yolanda Mohungo2, Laela3 1,2,3 Jurusan Manajemen, Fakultas Ekonomi, Universitas Khairun Abstract This study aims to investigate the strengths and weaknesses of the main attributes of the education quality at Postgraduate Program of Khairun University. This study uses the concept of Higher Education Performance (HEdPERF) were developed by Abdullah (2005) and Importance-Performance Analysis (IPA) developed by Martilla and James (1977). This combination is the originality of this research. This study illustrates the assessment of the respondents in each dimension of Higher Education Performance. Findings regarding dimension of HEdPERF i.e academic, non academic, reputation, access, and program issues and future research area has been disscussed. Keywords:
Higher Education Performance, Importance-Performance Analysis, Khairun University, Descriptive study. Latar Belakang
Persaingan jasa pendidikan tinggi telah memasuki tahapan baru, dimana status negeri atau swasta bukan lagi merupakan sinyal utama dari kualitas sebuah perguruan tinggi. Beragam faktor bermunculan dalam membentuk sinyal kualitas. Mulai dari gedung sampai dengan kinerja staf pengajar diperbaiki dan ditingkatkan. Ini memperkuat realitas bahwa kualitas dari jasa pendidikanlah yang dibutuhkan. Demikian pentingnya kualitas hingga muncul idiom quantity never replace quality. Kualitas jasa adalah faktor penting dalam pendidikan dan telah mendapatkan perhatian serius, dan institusi pendidikan perlu untuk memastikan jasa yang disediakan akan memberikan kesan positif bagi konsumen (Ibrahim, Rahman, dan Yasin 2012). Dalam mengukur kualitas, konsep Service Quality (SERVQUAL) adalah salah satu konsep yang lazim digunakan. Penggunaan konsep SERVQUAL yang dikembangkan oleh Parasuraman, Zeithaml, dan Berry (1988) telah digunakan diberbagai bidang, seperti retailing delivery (Huang, Kuo, dan Xu 2009), dan jasa pendidikan tinggi tidak terkecuali. Beberapa peneliti (Jager dan Gbadamosi 2013; Kitcharoen 2004; Rachmat 2006) menggunakan SERVQUAL untuk mengukur kualitas jasa pendidikan.
1
Author Personal Copy | LPPM Universitas Khairun, 2015.
Penggunaan SERVQUAL bukannya tanpa kritikan. Ibrahim dkk (2012) menyatakan bahwa seluruh konsep untuk mengukur kualitas jasa pendidikan tinggi yang dikembangkan oleh para pakar masih sangat debatable, dan faktor serta dimensi untuk mengukur kualitas jasa sangat berbeda-beda dan tergantung pada pendekatan yang digunakan dan konteks penelitiannya. SERVQUAL dikritisi tidak terlalu cocok digunakan pada sektor pendidikan (Abdullah 2006c). Dalam upaya memberikan solusi atas kritikannya, Abdullah (2006a) mengembangkan Higher Education Performance (HEdPERF) untuk mengukur kualitas jasa khusus untuk pendidikan. HEdPERF memiliki 6 (enam) dimensi, yakni (1) aspek nonakademik, (2) aspek akademik, (3) reputasi, (4) akses, (5) program issues, dan (6) understanding. Abdullah (2006a) menyarankan agar HEdPERF diuji silang tempat (cross section) untuk meningkatkan validitasnya. Dalam menilai atribut kualitas jasa pendidikan secara lebih baik, Kitcharoen (2004) memberikan jalan keluar dengan menyarankan untuk mengaplikasikan teknik IPA (Importance-Performance Analysis) yang pertama kali dikembangkan oleh Martilla dan James (1977). Teknik IPA juga digunakan oleh Huang dkk (2009) di sektor retailing deilvery. Teknik Importance-Performance Analysis diklaim oleh Martilla dan James (1977) sebagai teknik yang efektif dalam mengukur kinerja pemasaran. Seperti halnya sektor jasa lainnya, sektor pendidikan tidak terlepas dari sentuhan pemasaran. Dengan demikian, pengukuran atribut kualitas jasa pendidikan melalui derajat kepentingan dan derajat kinerja dapat menggunakan teknik IPA. Sepanjang pengetahuan peneliti, kombinasi HEdPERF dan IPA belum pernah dilakukan, dan hal ini menjadi originalitas dari studi ini. Berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya, misalnya Kitcharoen (2004) dan Rachmat (2006), studi ini menggunakan HEdPERF dan dikombinasikan dengan IPA untuk menginvestigasi atribut kualitas jasa pendidikan. Landasan Teori Higher Education Performance (HEdPERF) Peran Service Quality (SQ) pada sektor pendidikan tinggi telah memperoleh perhatian yang cukup tinggi selama dua dekade terakhir. Institusi pendidikan tinggi harus memastikan bahwa seluruh jasa telah dikelola dengan baik untuk meningkatkan persepsi konsumen terkait kualitas (Brochado 2009). Sejalan dengan itu, Jager dan Gbadamosi (2013) menyebutkan bahwa institusi pendidikan tinggi mesti memposisikan mahasiswanya sebagai konsumen dan juga sebagai stakeholder. Hal ini telah menjadikan posisi mahasiswa menjadi penting dalam pengembangan institusi pendidikan tinggi. Jager dan Gbadamosi (2013) menemukan bahwa 2
Author Personal Copy | LPPM Universitas Khairun, 2015.
prediktor penting dari kepuasan mahasiswa adalah keinginan mahasiswa untuk berpindah kampus, kepercayaannya pada manajemen, dan persepsinya akan kesiapan kampus untuk berubah kearah yang lebih baik. Hal ini mengisyaratkan pada seberapa baik jasa yang diberikan oleh kampus memenuhi harapan mahasiswanya. Penting untuk mendefinisikan Service Quality (SQ). Definisi awal dari SQ diajukan oleh Lewis dan Bloom (1983) yang mendefinisikan SQ sebagai seberapa baik tingkatan service yang disampaikan memenuhi harapan konsumen (Abdullah 2005; Brochado 2009). Definisi SQ lainnya diajukan oleh Parasuraman dkk (1988) sebagai perbandingan antara persepsi kinerja dan harapan. Dengan demikian hal ini merupakan sikap dari keseluruhan penilaian mengenai superioritas dari jasa (Abdullah 2005). Konsep Higher Education Performance (selanjutnya disingkat menjadi HEdPERF) diajukan oleh Abdullah (2005, 2006c) sebagai jawaban atas kritikannya pada pengukuran kualitas jasa di pendidikan tinggi dengan menggunakan konsep SERVQUAL (Service Quality) yang diajukan oleh Parasuraman dkk (1988). Abdullah (2005, 2006c) mengembangkan 41 (empat puluh satu) item pertanyaan yang diuji empiris untuk unidimensionalitas, reliabilitas, dan validitasnya menggunakan analisa faktor, baik bersifat analisa eksploratori maupun konfirmatori. Konsep HEdPERF memiliki 6 (enam) dimensi, yakni; aspek non-akademik, aspek akademik; aspek reputasi; aspek akses; aspek isu program; dan aspek understanding, yang akan dijelaskan sebagai berikut:
Aspek Non-Akademik. Aspek ini terdiri atas faktor-faktor yang sangat penting untuk memampukan mahasiswa untuk memenuhi kewajiban studinya, dan berhubungan dengan tugas-tugas yang diemban oleh staf non-akademik.
Aspek
Akademik.
Aspek
ini
terdiri
atas
faktor-faktor
yang
semata-mata
menggambarkan tanggungjawab akademik
Aspek Reputasi. Aspek ini terdiri atas faktor-faktor yang memproyeksi pentingnya citra profesional dari institusi perguruan tinggi.
Aspek Akses. Aspek ini terdiri atas faktor-faktor yang berhubungan dengan isu-isu kemudahan untuk didekati (approachability), kemudahan utuk berhubungan (ease of contact), ketersediaan (availability), dan kenyamanan (convenience).
Aspek Isu Program. Aspek ini menekankan pada kepentingan untuk menawarkan secara luas program/spesialisasi akademik yang bereputasi dengan struktur yang fleksibel, dan silabus.
3
Author Personal Copy | LPPM Universitas Khairun, 2015.
Aspek Understanding. Aspek ini terdiri dari faktor-faktor yang berhubungan dengan bagaimana memahami kebutuhan mahasiswa secara spesifik dalam kaitannya dengan konseling dan layanan kesehatan. Namun, dalam pengujian-pengujian yang telah dilakukan oleh Abdullah (2005, 2006b,
2006c) ditemukan ketidakkonsistenan pada dimensi understanding, sehingga HEdPERF dimodifikasi dan disesuaikan dengan mengeliminir dimensi understanding. Studi yang dilakukan oleh Abdullah (2005) untuk menguji secara empirik HEdPERF untuk mengungkap penentu otentik dari kualitas jasa pendidikan tinggi menemukan bahwa HEdPERF lebih menjelaskan variasi yang lebih baik daripada SERVQUAL, serta lebih superior. Demikian pula dengan studinya Abdullah (2006b, 2006c) yang menemukan HEdPERF lebih superior daripada SERVQUAL dan SERVPERF. Hal ini dikonfirmasi oleh Brochado (2009) yang menemukan HEdPERF memberikan kapabilitas yang lebih baik, meskipun ia juga mengakui bahwa SERVPERF juga memiliki kapabilitas yang sama. Berdasarkan pada diskusi di atas, studi ini menggunakan HEdPERF dalam mengukur kualitas jasa pendidikan tinggi, dengan mempertimbangkan hasil modifikasi pengukuran dari Abdullah (2006b). Importance-Performance Analysis (IPA) Analisis Importance-Performance (IPA) lebih kurang empat dasawarsa mewarnai literatur pemasaran sejak diperkenalkan pertama kali oleh John A. Martilla dan John C. James di tahun 1977 melalui artikelnya yang berjudul Importance-Performance Analysis yang diterbitkan di Journal of Marketing Volume 41(1). Teknik analisis ini telah dipakai dalam bidang pemasaran, dan manajemen secara umum. Teknik IPA sangat populer sebagai teknik analisa multi-atribut untuk mengevaluasi marketing action, serta memberikan insight elemen atau faktor mana dari value proposition yang perlu difokuskan oleh manajemen (Arbore dan Busacca 2011). Huang dkk (2009) menulis bahwa teknik IPA telah menunjukkan kapabilitasnya dalam memberikan informasi penting bagi manajer terkait pengukuran kepuasan dan alokasi sumberdaya yang efektif dalam sebuah format yang aplikatif. Teknik IPA telah digunakan pada berbagai sektor misalnya; online shopping (Huang dkk 2009), sektor pendidikan tinggi (Jager dan Gbadamosi 2013; Kitcharoen 2004; Rachmat 2006), sektor industri hiburan (Mullins dan Spetich 1987), sektor perbankan (Arbore dan Busacca 2011), dan manajemen rumah sakit (Chen dan Lin 2013). Teknik IPA sangat mudah diaplikasikan. Mullins dan Spetich (1987) menjelaskan bahwa IPA berdasarkan pada konsep bahwa kepuasan adalah hasil dari preferensi dari objek 4
Author Personal Copy | LPPM Universitas Khairun, 2015.
atau jasa dan penilaian atas kinerjanya. Martilla dan James (1977) menjelaskan bahwa penilaian atas atribut tersebut akan dipetakan sebagai berikut (Gambar 1). Gambar 1: Original IPA Framework
Sumber: J.A. Martilla dan J.C. James (1977). Importance-Performance Analysis. Journal of Marketing, 14(1). 77-79 Dapat dilihat bahwa matriks IPA terdiri dari empat kuadran, yakni ―Concentrate Here‖, ―Keep up with Good Work‖, ―Low Priority‖, dan ―Possible Overkill‖. Ke-empat kuadran tersebut dijelaskan sebagai berikut.
Concentrate Here. Pada kuadran ini, konsumen menilai bahwa atribut-atribut yang berada disini sebagai atribut yang sangat penting, namun mengindikasikan kepuasan yang rendah atas kinerja atribut-atribut tersebut. Atribut dalam kuadran ini memiliki tingkat kepentingan yang tinggi dan memiliki kinerja yang rendah.
Keep Up with the Good Work. Pada kuadran ini, konsumen menilai bahwa atributatribut yang berada disini sebagai atribut yang sangat penting dan mengindikasikan kepuasan yang tinggi atas kinerja atribut-atribut tersebut. Atribut dalam kuadran ini memiliki tingkat kepentingan dan tingkat kinerja yang tinggi
Low Priority. Pada kuadran ini, konsumen menilai bahwa atribut-atribut yang berada disini sebagai atribut yang tidak terlalu penting, dan mengindikasikan kepuasan yang rendah atas kinerja dari atribut-atribut tersebut. Artibut dalam kuadran ini memiliki tingkat kepentingan dan tingkat kinerja yang rendah, atribut tersebut tidak mengancam organisasi.
5
Author Personal Copy | LPPM Universitas Khairun, 2015.
Possible Overkill. Pada kuadran ini, konsumen menilai bahwa atribut-atribut yang berada disini sebagai atribut yang tidak terlalu penting, namun mengindikasikan kepuasan yang tinggi atas kinerja dari atribut-atribut tersebut. Atribut dalam kuadran ini memiliki tingkat kepentingan yang rendah namun memiliki tingkat kinerja yang tinggi. Secara spesifik, atribut disini relatif tidak penting. Martilla dan James (1977) menjelaskan bahwa pengklasifikasian atribut-atribut dalam
kuadran di atas melalui serangkaian tahapan, dimana atribut penentu yang akan dievaluasi ditampilkan dalam dua daftar identik. Pada sisi yang satu, partisipan diminta untuk memeringkat seberapa pentingnya sebuah atribut, dan pada sisi yang lain partisipan tersebut diminta untuk memeringkat seberapa baik atribut itu berkinerja. Metode Penelitian Desain Penelitian Penelitian ini didesain sebagai penelitian deskriptif. Penelitian ini menggambarkan penilaian dari responden pada setiap dimensi dari kinerja kualitas jasa pendidikan, dan didesain sebagai penelitian cross-section, karena data penelitian diambil lintas waktu. Definisi Operasional Variabel Definisi operasional setiap dimensi merujuk pada definisi yang diajukan oleh Abdullah (2005, 2006b, 2006c, 2006a), serta indikator-indikatornya disesuaikan dengan lokasi penelitian sekarang. Tabel 1: Definisi Operasional dan Rujukan Dimensi HEdPERF Akademik Non-Akademik Reputasi Akses
Program Issue
Definisi
Rujukan
Mewakili hal yang menggambarkan tanggungjawab akademik Mewakili hal penting untuk memampukan mahasiswa memenuhi kewajiban studinya, dan berhubungan dengan tugas-tugas yang diemban oleh staf non-akademik Mewakili hal yang memproyeksi pentingnya citra profesional dari institusi perguruan tinggi. Mewakili hal yang berhubungan dengan kemampuan untuk didekati, kemudahan utuk berhubungan, keberadaan, dan kenyamanan Mewakili penekanan pada kepentingan untuk menawarkan program / spesialisasi akademik yang bereputasi dengan struktur yang fleksibel secara luas. 6
Abdullah (2005, 2006b, 2006c, 2006a) Abdullah (2005, 2006b, 2006c, 2006a) Abdullah (2005, 2006b, 2006c, 2006a) Abdullah (2005, 2006b, 2006c, 2006a) Abdullah (2005, 2006b, 2006c, 2006a)
Author Personal Copy | LPPM Universitas Khairun, 2015.
Seluruh item pertanyaan menggunakan skala Likert-type 10 point. Untuk importance menggunakan skala sebagai berikut: Sangat tidak penting
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Sangat penting
9
10
Sangat puas
Untuk performance menggunakan skala sebagai berikut: Sangat tidak puas
1
2
3
4
5
6
7
8
Administrasi Data Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh mahasiswa program pascasarjana Universitas Khairun. Penelitian ini menggunakan convinience sampling dalam melakukan penyampelan. Responden dipilih berdasarkan kesediaannya dalam mengisi kuesioner penelitian. Penyebaran kuesioner dibantu oleh staf pada Program Pasca Sarjana. Total kuesioner yang disebar sejumlah 193 kuesioner, dari jumlah tersebut, kuesioner yang diserahkan kembali oleh staf akademik pada Program Pasca Sarjana adalah 112 rangkap. Dari total yang dikembalikan tersebut, sejumlah 18 kuesioner tidak diisi dan juga tidak lengkap pengisiannya. Dengan demikian, total kuesioner yang dianalisa adalah sejumlah 94 buah kuesioner dan response rate sebesar 48,7%. Tabel 2: Administrasi Data Kuesioner
Jumlah
Disebar
193
Kembali
112
tidak lengkap
18
Digunakan
94
response rate
48,7%
Sumber: data primer, diolah Untuk mencapai syarat kecukupan sampel (power > 80%) sebagaimana yang disyaratkan oleh Hair dkk (2010), besaran sampel yang diperoleh berjumlah 94. Menggunakan prosedur pengujian post hoc, diperoleh besaran power adalah 0,87 (87%). Dengan demikian, besaran sampel tersebut layak untuk dianalisis.
7
Author Personal Copy | LPPM Universitas Khairun, 2015.
Tabel 3. G*Power: Uji Kecukupan Sampel (Post Hoc) χ² tests - Variance: Difference from constant (one sample case) Analysis: Post hoc: Compute achieved power Input: Tail(s) = One Ratio var1/var0 = 1.5 α err prob = 0.05 Total sample size = 94 Output: Lower critical χ² = 116.511 Upper critical χ² = 116.511 Df = 93 Power (1-β err prob) = 0.873394 Data ditabulasi berdasarkan kepentingan dan kinerja, dan merujuk pada alur kerja yang dilakukan oleh Kitcharoen (2004). Profil Responden Dari 94 kuesioner yang dapat dianalisis lanjut, responden dalam penelitian ini cenderung Pria (85,10%), terbanyak berusia 31-40 tahun (44,70%), sebagian berada pada semester 2 (31,90%), dan mayoritas mengambil program studi Manajemen (M.Si) (94,70%). Tabel 4: Profil Respoden Jenis Kelamin
Pria Wanita Usia Di Bawah 25 tahun 26 - 30 Tahun 31 - 40 Tahun di atas 40 Tahun Semester Semester 1 Semester 2 Semester 3 Semester 4 Program Studi Manajemen Hukum Sumber: data primer, diolah.
% 85,10% 14,90% 6,40% 11,70% 44,70% 37,20% 33% 31,90% 27,70% 7,40% 94,70% 5,30%
Hasil Uji Instrumen Dapat dilihat bahwa seluruh item memenuhi syarat validitas dan reliabilitas yang ditetapkan. Dengan demikian, instrumen penelitian layak untuk dianalisis lanjut.
8
Author Personal Copy | LPPM Universitas Khairun, 2015.
Tabel 5: Uji Validitas dan Reliabilitas Item Akademik Reputasi Akademik1 ,825** Akademik2 ,869** Akademik3 ,875** Akademik4 ,797** Akademik5 ,865** Akademik6 ,897** Akademik7 ,811** Reputasi1 ,857** Reputasi2 ,684** Reputasi3 ,894** Reputasi4 ,835** Reputasi5 ,861** Reputasi6 ,911** Reputasi7 ,774** Program1 Program2 NonAkad1 NonAkad2 NonAkad3 NonAkad4 NonAkad5 NonAkad6 NonAkad7 NonAkad8 NonAkad9 NonAkad10 Akses1 Akses2 Akses3 Akses4 Akses5 Akses6 Keterangan: ** signifikan pada 1%. Sumber: data primer, diolah
Program
N_Akad
Akses
Reliabilitas 0,931
0,918
,892** ,889**
0,738 ,809** ,800** ,845** ,895** ,753** ,846** ,911** ,749** ,773** ,712**
0,939
,893** ,925** ,910** ,758** ,763** ,923**
0,929
Hasil dan Diskusi Statistik Deskriptif dan Uji Beda Setelah data diuji kualitasnya yakni validitas dan reliabilitas, langkah berikutnya adalah mencari nilai rata-rata. Mahasiswa PPs diminta untuk menilai kinerja dari setiap atribut pada HEdPERF dan menunjukkan bahwa rata-rata nilai akses adalah yang paling tinggi (M=7,757)
9
Author Personal Copy | LPPM Universitas Khairun, 2015.
(Tabel 6) kemudian berturut-turut dimensi non-akademik, akademik, program isue, dan reputasi. Rata-rata nilai program isu, dan reputasi berada dibawah rata-rata HEdPERF. Pada tingkat kepentingan, mahasiswa PPs menilai bahwa dimensi non-akademik memiliki nilai rata-rata yang tertinggi (M=8,368), dan berturut-turut adalah akademik, program issue, akses, dan reputasi. Program issue, akses, dan reputasi memiliki nilai dibawah rata-rata HEdPERF. Tabel 6 : Statistik Deskriptif dan Uji Beda Dimensi
Kinerja
Kepentingan
t-hitung
Sig (dua sisi)
Akademik
7,741641
8,276596
-5,179
,002
Non Akademik
7,757447
8,368085
-11,194
,000
Reputasi
7,18693
7,99
-5,043
,002
Akses
7,746454
8,120567
-8,034
,000
Program Issue
7,606383
8,18617
-2,659
,229
HEdPERF
7,617686
8,209774
-11.518
,000
Sumber: Data Primer, diolah Pada uji beda antara kinerja dengan kepentingan (Tabel 6) terlihat terdapat perbedaan yang nyata (p<0,05) pada setiap dimensi kecuali program issue (p>0,05). Secara secara total, kinerja HEdPERF berbeda dari tingkat kepentingannya (t=-11,518, p<0,05). Hal ini menunjukkan bahwa persepsi responden terkait kinerja dan kepentingan adalah berbeda. Derajat kepentingan lebih tinggi daripada kinerja. Mahasiswa PPs berpandangan bahwa derajat kepentingan HEdPERF lebih tinggi daripada kinerja yang dirasakan oleh mahasiswa. Analisa Importance-Performance Untuk menggambarkan nilai-nilai kinerja dan kepentingan, maka digunakan IBM SPSS 19. Dalam studi ini, setiap dimensi dari HEdPERF dianalisis dalam IPA secara terpisah. Penentuan titik potong sumbu Y (derajat kepentingan) dan sumbu X (kinerja) menggunakan nilai rata-rata HEdPERF. Dimana sumbu Y (kepentingan) berada pada titik 8,209 dan sumbu X (kinerja) berada pada titik 7,617 (Tabel 6). Dimensi Akademik Pada dimensi akademik yang mengukur tanggungjawab akademik. Dapat dilihat bahwa atribut 2, 5, dan 6 berada pada kuadran A (Concentrate Here), 1 dan 15 pada kuadran B (Keep Up the Good Work), dan atribut 3 dan 4 berada pada kuadran D (Possible Overkill). 10
Author Personal Copy | LPPM Universitas Khairun, 2015.
Atribut yang berada pada kuadran A dapat dimaknai bahwa persepsi mahasiswa pada derajad kepentingan (Importance) dari atribut ini sangat tinggi, namun, persepsi kinerja yang diberikan oleh pihak pascasarjana masih rendah. Atribut ini antara lain (1) kepedulian dan kesantunan dosen, (2) feedback dari dosen untuk kemajuan studi mahasiswa, dan (3) dosen menyediakan waktu yang cukup untuk konsultasi. Ketiga atribut ini mesti mendapatkan perhatian yang serius dari pengelola program pasca sarjana. Atribut yang berada pada kuadran B (Keep Up the Good Work) dapat dimaknai bahwa persepsi mahasiswa pada derajad kepentingan (Importance) sangat tinggi dan persepsi terhadap kinerja yang diberikan oleh Program Pascasarjana juga tinggi. Hal ini perlu dipertahankan. Atribut ini antara lain (1) penguasaan materi dari dosen terkait bidang ilmu yang diasuh, dan (2) tingkat pendidikan dan pengalaman dosen. Kedua atribut ini perlu dipertahankan kinerjanya oleh pengelola Program Pascasarjana. Gambar 2: IPA Akademik
Atribut yang berada pada Kuadran D (Possible Overkill) dapat dimaknai bahwa mahasiswa memandang derajad kepentingan dari atribut tersebut tidak terlalu penting, namun, pihak pengelola Program Pascasarjana memberikan kinerja pada atribut ini sangat
11
Author Personal Copy | LPPM Universitas Khairun, 2015.
tinggi. Atribut ini antara lain (1) kesediaan dosen untuk membantu jika diminta, dan (2) komunikasi dosen di dalam kelas. Dimensi Non-Akademik Dimensi ini terdiri atas faktor-faktor yang sangat penting untuk memampukan mahasiswa untuk memenuhi kewajiban studinya, dan berhubungan dengan tugas-tugas yang diemban oleh staf non-akademik. Gambar 3: IPA Non-Akademik
Dari gambar 3 dapat dilihat bahwa atribut-atribut menyebar pada tiga kuadran, yakni Kuadran A (Concentrate Here), kuadran B (Keep Up the Good Work) dan kuadran C (Low Priority). Atribut yang berada pada kuadran A adalah Staf administrasi memahami prosedur dan sistem dengan baik. Atribut yang berada pada kuadran B antara lain (1) staf administrasi tulus membantu, (2) staf administrasi memberikan perhatian individual, (3) permintaan dan komplain diselesaikan dengan efisien dan segera, (4) staf administrasi selalu siap membantu, (5) staf administrasi selalu menepati janji (jika berjanji), (6) staf administrasi berperilaku baik, (7) staf administrasi berkomunikasi baik dengan mahasiswa, dan (8) kenyamanan
12
Author Personal Copy | LPPM Universitas Khairun, 2015.
(confident) dan keamanan (secure) belajar di Program Pascasarjana. Atribut yang berada pada kuadran C adalah (1) jangka waktu pelayanan yang reasonable dan cepat. Dimensi Akses Dimensi ini terdiri atas faktor-faktor yang berhubungan dengan isu-isu kemudahan untuk didekati (approachability), kemudahan utuk berhubungan (ease of contact), ketersediaan (availability), dan kenyamanan (convenience). Gambar 4: IPA Dimensi Akses
Dari gambar 4 dapat dilihat bahwa atribut-atribut dimensi Akses menyebar pada tiga kuadran, yakni kuadran B, C, dan D. Pada kuadran B (Keep Up the Good Work) terdapat atribut (1) staf sangat mudah dihubungi melalui telepon. Pada kuadran C (Low Priority) terdapat atribut (1) prosedur layanan yang sederhana, dan pada kuadran D (Possible Overkill) terdapat atribut (1) perlakuan yang setara dan hormat, (2) kebebasan berekspresi, dan (3) staf menghormati privasi. Dimensi Reputasi Dimensi ini terdiri atas faktor-faktor yang memproyeksi pentingnya citra profesional dari institusi perguruan tinggi. 13
Author Personal Copy | LPPM Universitas Khairun, 2015.
Pada gambar 5 dapat dilihat bahwa atribut-atribut pada dimensi reputasi menyebar di tiga kuadran. Pada kuadran A (Concentrate Here) terdapat atribut (1) program pendidikan yang berkualitas. Mahasiswa menganggap fasilitas ini sangat penting, namun mereka mendapati atribut ini berkinerja rendah. Hal ini patut diseriusi oleh pengelola Program Pascasarjana. Pada kuadran B (Keep Up the Good Work) terdapat atribut (1) Citra Profesional Program Pascasarjana. Atribut ini perlu dipertahankan kinerjanya. Pada kuadran C (Low Priority) terdapat atribut-atribut (1) kecukupan dan ketersediaan fasilitas akademik (misalnya perpustakaan, internet, dan lain-lain), (2) ukuran kelas yang representatif dan nyaman, (3) tata letak (layout) kelas dan tampilan kampus, (4) reputasi program pendidikan, dan (5) alumni mudah mendapatkan pekerjaan. Baik persepsi derajat kepentingan dan derajad kinerja adalah rendah. Mahasiswa tidak terlalu menganggap penting atribut ini, namun mereka juga berpresepsi bahwa kinerja atribut ini rendah. Gambar 5: IPA Dimensi Reputasi
Dimensi Program Issue Dimensi Program Issue menunjukkan penekanan pada kepentingan untuk menawarkan program / spesialisasi akademik yang bereputasi dengan struktur yang fleksibel secara luas Dari gambar 6, dapat dilihat bahwa atribut-atribut berada pada dua kuadran, yakni kuadran A (Concentrate here) dan kuadran D (Possible Overkill). Yang berada pada kuadran A adalah atribut silabus yang fleksibel mengikuti perkembangan. Mahasiswa menilai adalah 14
Author Personal Copy | LPPM Universitas Khairun, 2015.
sangat penting agar mata kuliah yang diajarkan fleksibel dan mengikuti perkembangan (kesesuaian dengan dunia kerja), namun menganggap kinerja dari atribut ini masih rendah. Pada kuadran D terdapat atribut spesifikasi keilmuan yang tepat. Mahasiswa menilai atribut ini tidak terlalu penting namun berpandangan bahwa kinerja dari atribut ini sangat baik. Gambar 6: IPA Dimensi Program Issue
Kesimpulan Dari analisis yang telah di atas, maka pertanyaan penelitian yang diajukan telah dijawab.
RQ1: Atribut manakah dari kualitas jasa pendidikan Program Pascasarjana yang membutuhkan perhatian lebih untuk ditingkatkan kinerjanya? Dapat disimpulkan beberapa atribut yang masuk dalam kriteria ini adalah: 1. Dimensi Akademik: (1) kepedulian dan kesantunan dosen, (2) feedback dari dosen untuk kemajuan studi mahasiswa, dan (3) dosen menyediakan waktu yang cukup untuk konsultasi. 2. Dimensi Non-Akademik: Staf administrasi memahami prosedur dan sistem dengan baik. 3. Dimensi Reputasi: Program Pendidikan yang berkualitas 15
Author Personal Copy | LPPM Universitas Khairun, 2015.
4. Dimensi Program Issue: silabus yang fleksibel mengikuti perkembangan
RQ2: Atribut manakah dari kualitas jasa pendidikan Program Pascasarjana yang perlu dipertahankan kinerjanya? Dapat disimpulkan beberapa atribut yang masuk dalam kriteria ini adalah: 1. Dimensi Akademik: (1) penguasaan materi dari dosen terkait bidang ilmu yang diasuh, dan (2) tingkat pendidikan dan pengalaman dosen. 2. Dimensi Non-Akademik: (1) staf administrasi tulus membantu, (2) staf administrasi memberikan perhatian individual, (3) permintaan dan komplain diselesaikan dengan efisien dan segera, (4) staf administrasi selalu siap membantu, (5) staf administrasi selalu menepati janji (jika berjanji), (6) staf administrasi berperilaku baik, (7) staf administrasi berkomunikasi baik dengan mahasiswa, dan (8) kenyamanan (confident) dan keamanan (secure) belajar di Program Pascasarjana. 3. Dimensi Akses: (1) staf sangat mudah dihubungi melalui telepon. 4. Dimensi Reputasi: (1) Citra Profesional Program Pascasarjana.
RQ3: Atribut manakah dari kualitas jasa pendidikan Program Pascasarjana yang tinggi kinerjanya namun dinilai tidak terlalu penting? Dapat disimpulkan beberapa atribut yang masuk dalam kriteria ini adalah: 1. Dimensi Akademik: (1) kesediaan dosen untuk membantu jika diminta, dan (2) komunikasi dosen di dalam kelas. 2. Dimensi Akses: (1) perlakuan yang setara dan hormat, (2) kebebasan berekspresi, dan (3) staf menghormati privasi. 3. Dimensi Program Issue: spesifikasi keilmuan yang tepat
RQ4: Atribut manakah dari kualitas jasa pendidikan Program Pascasarjana yang rendah kinerjanya, dan rendah pula tingkat kepentingannya? Dapat disimpulkan beberapa atribut yang masuk dalam kriteria ini adalah: 1. Dimensi Non-Akademik: (1) jangka waktu pelayanan yang reasonable dan cepat. 2. Dimensi Akses: (1) prosedur layanan yang sederhana. 3. Dimensi Reputasi: (1) kecukupan dan ketersediaan fasilitas akademik (misalnya perpustakaan, internet, dan lain-lain), (2) ukuran kelas yang representatif dan nyaman, (3) tata letak (layout) kelas dan tampilan kampus, (4) reputasi program pendidikan, dan (5) alumni mudah mendapatkan pekerjaan.
16
Author Personal Copy | LPPM Universitas Khairun, 2015.
Keterbatasan Penelitian dan arahan penelitian mendatang Penelitian ini memiliki keterbatasan antara lain, response rate yang rendah sehingga hasil penelitian perlu interpretasi yang hati-hati. Penelitian ini bersifat cross-section, hanya memotret peristiwa di suatu waktu tertentu. Penelitian selanjutnya diharapkan meningkatkan response rate serta didisain time series study hingga mampu memotret dalam range waktu tertentu. Di sisi lain, penelitian ini bersifat deskriptif sehingga seberapa jauh dimensi-dimensi HEdPERF berdampak pada kepuasan mahasiswa, seberapa ingin mereka merekomendasikan PPs ke kolega/temannya, dan kebanggaan (pride) tidak bisa diukur. Penelitian selanjutnya diharapkan bisa mengeliminir keterbatasan ini. Secara praktikal, penelitian ini memberikan arah pada pengelola Program pendidikan dalam mendisain program-program unggulan agar kualitas jasa pendidikan tinggi menjadi lebih baik, efisien dan efektif dengan cara meningkatkan kinerja atribut-atribut pada kuadran A, mempertahankan kinerja atribut pada kuadran B, dan bila dimungkinkan, atribut pada kuadran D dikurangi kinerjanya dan diarahkan sumberdaya dari kuadran D untuk meningkatkan kinerja pada kuadran A dan C.
Daftar Pustaka Abdullah, F. 2005. HEdPERF versus SERVPERF: The quest for ideal measuring instrument of service quality in higher education sector. Quality Assurance in Education 13 (4):305-328. ———. 2006a. The development of HEdPERF: a new measuring instrument of service quality for the higher education sector. International Journal of Consumer Studies 30 (6):569–581 ———. 2006b. Measuring service quality in higher education: HEdPERF versus SERVPERF. Marketing Intelligence & Planning 24 (1):31-47. ———. 2006c. Measuring service quality in higher education: three instruments compared. International Journal of Research & Method in Education 29 (1):71–89. Arbore, A., dan B. Busacca. 2011. Rejuvenating importance-performance analysis. Journal of Service Management 22 (3):409-430. Brochado, A. 2009. Comparing alternative instruments to measure service quality in higher education. Quality Assurance in Education 17 (2):174-190. Chen, Y.-C., dan S. Lin. 2013. Applying Importance-Performance Analysis for Improving Internal Marketing of Hospital Management in Taiwan. International Business Research 6 (4):45-54. 17
Author Personal Copy | LPPM Universitas Khairun, 2015.
Hair, J. F., W. C. Black, B. J. Babin, dan R. E. Anderson. 2010. Multivariate Data Analysis: A Global Perspective. 7 ed. Upper Saddle River, NJ: Pearson Prentice Hall. Huang, Y.-K., Y.-W. Kuo, dan S.-W. Xu. 2009. Applying Importance-Performance Analysis to Evaluate Logistics Service Quality for Online Shopping Among Retailing Delivery. International Journal of Electronic Business Management 7 (2):128-136. Ibrahim, M. Z., M. N. A. Rahman, dan R. M. Yasin. 2012. Assessing Students Perceptions of Service Quality in Technical Educational and Vocational Training (TEVT) Institution in Malaysia. Procedia - Social and Behavioral Sciences 56:272 – 283. Jager, J. d., dan G. Gbadamosi. 2013. Predicting students’ satisfaction through service quality in higher education. The International Journal of Management Education 11:107-118. Kitcharoen, K. 2004. The Importance-Performance Analysis of Service Quality in Administrative Departments of Private Universities in Thailand. ABAC Journal 24 (3):20-46. Martilla, J. A., dan J. C. James. 1977. Importance-Performance Analysis. Journal of Marketing 14 (1):77-79. Mullins, G. W., dan B. L. S. Spetich. 1987. Importance-Performance Analysis. Visitor Behavior, 2. Parasuraman, A., V. A. Zeithaml, dan L. L. Berry. 1988. SERVQUAL: A Multiple-Item Scale for Measuring Consumer Perceiptions of Service Quality. Journal of Retailing 64 (1):12-40. Rachmat, M. 2006. Analisis Tingkat Kepuasan Mahasiswa Terhadap Kinerja Dosen (Studi Kasus di Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Khairun). Jurnal Equilibrium 1:127-138.
18