MENGGAGAS METODE & LEMBAGA PEMERINGKATAN DATA SPASIAL 1) Peneliti
Dr.-Ing. Fahmi Amhar1), Ir. Agus Prijanto, M.Surv.Sc.2) Pusat Pemetaan Dasar Rupabumi dan Tata Ruang, Bakosurtanal 2) Kepala Biro Perencanaan dan Umum, Bakosurtanal Jl. Jakarta-Bogor Km. 46 Cibinong,
[email protected]
Abstrak Tulisan singkat ini hendak menunjukkan suatu model untuk menilai kesediaan data spasial kita. Model ini berguna untuk mengukur kesesuaian nilai sumberdaya nasional (baca: anggaran) yang kita kerahkan dengan data spasial yang didapat, sekaligus untuk mendayagunakan data spasial yang sudah ada agar lebih bermanfaat lagi untuk menjadi instrumen pembangunan.
Permasalahan Ada sejumlah pertanyaan berkaitan dengan ketersediaan data spasial (misal peta RBI) yang tidak selalu mudah untuk dijawab. Misalnya: -
Berapa luas wilayah teritorial kita yang belum terpetakan?
-
Berapa lama kita akan menyelesaikan sisa wilayah itu?
-
Mengapa peta-peta yang tersedia ternyata jelek, tidak bisa dipakai?
bisa
dan sebagainya. Pertanyaan, “berapa luas wilayah kita yang belum terpetakan” sulit dijawab dengan tepat, karena tergantung dengan skala atau tingkat kedetilan yang dimaksud, atau dengan usia peta yang ada. Kalau sekedar ingin menyenangkan penanya, kita bisa jawab: “Seluruh Indonesia sudah dipetakan” – “tetapi dalam skala 1:1 juta”. Tentunya jawaban itu akan kurang memuaskan. Sedang bila yang dimaksud adalah dalam skala – misalnya 1:50.000, maka sebenarnya tetap saja tidak akan memuaskan, karena meski telah dipetakan dalam skala ini, ada banyak daerah yang peta itu telah berusia lebih dari 25 tahun! Kesimpulannya, pertanyaannya memang harus jauh lebih spesifik. Kemudian tentang “sisa wilayah”. Sesungguhnya sebuah peta rupabumi memiliki kandungan unsur (content) yang cukup banyak. Dari kandungan itu, “waktu
paruh” tiap unsurnya tidak sama. Unsur hipsografi seperti terrain, gunung, lembah, sungai dan garis pantai, mungkin sangat lambat perubahannya. Garis batas administrasi atau nama-nama geografis (toponim) berubah lambat (walaupun di era otonomi daerah ini cukup banyak daerah yang batasnya berubah cepat karena pemekaran). Namun permukiman, bangunan dan jalan lebih cepat berkembang. Dan yang paling cepat adalah penutup lahan (landcover) yang bahkan bisa setiap musim berubah, misalnya dari sawah menjadi ladang palawija atau tegalan. Jadi jika ditanya “berapa lama untuk selesaikan sisa wilayah”, maka kita perlu balik bertanya lebih rinci, apakah yang dimaksud yang sama sekali tak ada data (content=0), atau yang sudah ada namun belum dimutakhirkan sejak lama? Karena juga tergantung pengguna (user), apakah suatu peta dianggap masih bisa dipakai, atau adanya sama dengan tidak adanya (karena data yang dibutuhkan ternyata tidak didapatkan). Oleh karena itu ketika ada pertanyaan, “mengapa peta-peta yang tersedia jelek, tidak bisa dipakai?”, kita harus melihat siapa yang merasa peta itu jelek? Kebutuhan user akan jenis content yang tepat, skala yang memadai, dan usia data yang tepat sangat bervariasi. Seorang geolog yang mempelajari morfologi pegunungan, akan puas dengan peta skala TIS - 72
1:50.000 meski hanya berisi garis kontur dan sungai, serta sudah berusia 30 tahun. Namun seorang analis pertanian, akan lebih concern pada informasi tentang penutup lahan, di samping informasi permukiman dan jaringan jalan. Sedang bagi seorang petugas spedisi, informasi jaringan jalan tidak cukup sekedar posisi geometri, namun juga nama jalan. Pada petugas spedisi yang sudah menggunakan perangkat sistem informasi geografis (GIS), data jalan ini bahkan tidak cukup sekedar grafik, namun harus vektor yang saling terkoneksi secara topologi sehingga bisa dihitung jaraknya dan intekoneksinya. Dengan analisis ini dia bisa membuat route terefisien bagi tugas spedisinya.
Dengan melihat persoalan-persoalan di atas, penulis mengusulkan sebuah model yang terdiri dari “4C” – yakni dari Content – Correctness – Currentness dan Coverage (lihat gambar 1). Model ini penyederhanaan dari model “10C” yang juga pernah dilontarkan untuk melihat kualitas data (Amhar, 2003). Pada model pemeringkatan data, aspek Consistency, Communicative dan Creativity Level dihimpun bersama “Correctness”. Sedang aspek “Cost, Conformity to Law dan Context” lebih bermain pada pilihan teknologi untuk mencapai “Content, Correctness dan Currentness”, serta memperluas “Coverage”.
Coverage Area
Content Toponym Admin Boundary Landcover Settlement Roads Hydrology Hypsography
Correctness - scale / resolution - consistency - communicative - creativity level
Currentness
Gambar 1 – Model pemeringakatan data spasial
TIS - 73
Dari model di atas, maka bisa dibuat suatu scoring atas kondisi data spasial yang tersedia. Score itu kemudian bisa dibobot dengan anggaran yang telah digunakan untuk meraih masing-masing aspek. Pada sisi pengguna, score dibobot dengan nilai kebutuhan mereka. Jika pengguna lebih utamakan Curentness (kemutakhiran) daripada Ketelitian (Correctness) maka bobot Curentness akan lebih tinggi. Demikian juga jika Content yang menyeluruh mendapat apresiasi yang lebih tinggi dibanding area cakupan (Coverage), maka Content mendapat bobot lebih tinggi. Sebagai LPND, Bakosurtanal harus melayani semua jenis pengguna, sehingga bobot untuk 4C ini seimbang. Maka scoring dibuat apa adanya berdasarkan suatu ceklist pada masing-masing C. Score total diperoleh dengan mengalikan score dari tiap-tiap aspek. Aspek coverage (0 – 1) score 0 = tidak ada, dan score 1 = ada. Dengan demikian, pada area yang belum ada data sama sekali, score akan = 0. Aspek content (1 – 10): score 4 untuk hipsografi (DEM, kontur) karena untuk mendapatkannya dibutuhkan biaya dan effort yang paling tinggi. Score 1 untuk 6 unsur yang lain (sungai, jalan, permukiman, penutup lahan, batas dan nama-nama geografis). Jadi pada peta rupabumi lengkap akan terdapat nilai 10. Sesungguhnya score untuk content juga tergantung level correctnessnya. Aspek correctness (0-160): Dalam correctness ada 4 unsur yang dinilai, yaitu skala, konsistensi informasi di dalamnya, level data (creativity level), dan communicative. Score tiap unsur akan dikalikan membentuk satu angka untuk correctness.
Unsur skala (1-5): score 1 untuk peta 1:250.000 score 2 untuk peta 1:100.000 score 3 untuk peta 1:50.000 score 4 untuk peta 1:25.000 score 5 untuk peta 1:10.000 Pada citra, skala disesuaikan dengan resolusi data raster yang equivalen. Unsur konsistensi informasi (1-2): score 1 untuk peta yang masih mentah, banyak hal belum dicek konsistensinya satu sama lain (termasuk edge-matchingnya) – tapi dianggap sudah lumayan karena sudah ada data. score 2 untuk peta yang telah dicek konsistensi internalnya dan telah lulus. Unsur creativiy level (1-4): Data mentah tetaplah data. Data raster (citra) dengan tambahan informasi minimal atau hanya interpretasi pertama yang mungkin lebih bersifat sketsa (belum menggunakan alat canggih), sudah interpretasi. Tentunya yang kita butuhkan adalah data hasil interpretasi dengan alat yang memadai, sudah dikonfirmasi di lapangan dan dianggap sudah sah. score 1 – data mentah + interpretasi pertama score 2 – interpretasi dengan alat yang memadai score 3 – sudah konfirmasi di lapangan score 4 – sudah ditetapkan Di dalam praktik, unsur yang berbeda bisa memiliki creativity level yang berbeda. Misalnya, penutup lahan sudah terkonfirmasi di lapangan, namun batas administrasi, berhubung banyak pemekaran, atau perlu effort yang lebih besar, belum terkonfirmasi di lapangan. Pada kasus semacam ini, semestingan score ini dibobot dengan unsur dalam content yang terlibat saja. Unsur communicative (0-4): score 0 untuk peta yang tidak bisa dibaca karena simbol tidak dikenal pengguna atau format tidak dikenal oleh software. Score 1 untuk peta manuskrip – sudah bisa dibaca namun belum dengan simbolisasi yang mudah dibaca sebagai layaknya peta. TIS - 74
score 2 untuk peta yang bisa dibaca secara manual (hardcopy atau softcopy raster / JPEG).
Bila bobot seluruh aspek adalah sama, maka score tertinggi adalah 8000, yakni didapat oleh data dengan spesifikasi sebagai berikut:
Score 3 untuk peta yang yang juga bisa dibaca dengan sistem CAD atau GIS sebagai flat-file.
-
menutup area (1)
-
ketujuh content rupabumi ada (10)
-
skala 1:10.000 (5)
-
informasi telah di-QC dan konsisten (2)
-
isinya sudah ditetapkan sah, termasuk data batas telah batas yang disahkan (4)
Aspek currentness (1 – 5):
-
score 1 – data telah berusia 25 tahun/lebih score 2 – data berusia 10 – 25 tahun score 3 – data berusia 5 – 10 tahun score 4 – data berusia 1 – 5 tahun score 5 – data berusia kurang dari 1 tahun.
bisa sudah tersedia dalam DB-spasial dan ada mekanisme DB-driven cartography (4)
-
usia data kurang dari 1 tahun (5)
Score 4 untuk peta yang sudah dalam sistem database terpadu dan memiliki mekanisme DB-driven cartography & GIS.
Seharusnya, score currentness harus disesuaikan untuk content, karena “waktu paruh” untuk masing-masing content tidak sama.
Score ini akan turun menjadi 6400 di tahun berikutnya tatkala data sudah berusia lebih dari satu tahun. Dengan melihat kondisi ini, maka dapat dibuat suatu tabel peringkat data spasial di Bakosurtanal, khususnya di Pusat Pemetaan Dasar Rupabumi dan Tata Ruang sebagai berikut:
Tabel-1: peringkat sebagian data spasial yang tersedia di Pusat PDRTR Bakosurtanal
4C
aspek
area (0-1) coverage DEM (4)+planimetri (6*@1) content correctnesss skala (1=250k - 5=10k) QC/konsistensi (1-2) level (1=mentah, 2=interpretasi beralat, 3=FC, 4=sah) communicative (1=hc-manuscript, 2=hc, 3=cad/gis, 4=db-driven) usia (1=>25th, 2=10-25, 3=5-10, 4=1currentness 5, 5=<1 th)
Peringkat data di tahun 2005
1:10k ideal 2005 1 10 5 2
1:50k 1:25k 1:10k 1:25k 1:50k Kalmap Digmap Bopunjur BaseMap sattin 2004 2000 1999 1980-an 1998 1 1 1 1 1 10 10 10 10 2 3 4 5 4 3 2 2 2 2 1
4
3
3
3
3
1
4
3
3
3
2
3
5
4
3
3
2
3
8000
2160
2160
2700
960
54
Scoring yang tepat harus menggunakan bobot yang disesuaikan kebutuhan atau anggaran yang tersedia.
TIS - 75
Metode Pemeringkatan Dengan membaca tabel peringkat ini, sepintas data 1:50.000 hasil Pemetaan Kalimantan (Kalmap) 2004 dengan 1:25.000 hasil proyek Pemetaan Digital (Digmap) dipublikasikan tahun 2000, memiliki score yang sama. Namun score ini dihasilkan oleh alasan yang berbeda, pada Kalmap karena usia yang belum ada setahun, dan pada Digmap karena skala yang lebih baik. Karena itu, scoring yang tepat harus menggunakan bobot yang disesuaikan kebutuhan atau anggaran yang tersedia. Dari situ akan dibuat “bobot tertimbang” untuk kebutuhan nasional – yang harus dipenuhi oleh peta / data multi-purpose Bakosurtanal. Contoh: Ada 3 pengguna peta: (1) navigator, di mana yang sangat dibutuhkan adalah jalan, permukiman dan nama-nama geografis yang most uptodated; navigator ini ada di sektor perhubungan (logistik), perdagangan juga keuangan (bayangkan sebaran minimarket atau mesin ATM). Bisa dibayangkan bahwa usia content untuk jalan-permukiman-nama-nama ini harus at most 1 tahun. Sedang untuk memudahkan analisis network, maka jaringan jalan harus benar-benar secara topologis terhubung. (2) planer, misalnya untuk telekomunikasi seluler atau untuk pariwisata, membutuhkan hipsografi, penutup lahan dan nama-nama geografis, yang usianya bisa cukup moderat (10-25 tahun); hanya untuk penutup lahan (vegetasi) perlu yang terakhir (1 tahun) – mungkin akan ambil citra satelit sendiri.
(3) administrator, misalnya untuk attach data sosial ekonomi ke wilayah pemerintahan, juga semacam yang dilakukan Komisi Pemilihan Umum (KPU) atau Dirjen Perimbangan Keuangan untuk menghitung Dana Alokasi Umum (DAU). Mereka butuh batas administrasi yang terakhir – meskipun tidak harus sangat correct, sedang data penunjang seperti jalan, permukiman dan nama-nama tempat bisa cukup moderat. Yang lain (hipsografi, vegetasi) tidak begitu penting. Di sini bisa kita lihat bahwa dari model 4C, yang paling dinamis adalah content dan currentness. Sedang correctness selalu diasumsikan “standar”, meskipun sebenarnya soal skala, konsistensi topologi, level data dan communicative juga berperan. Sebenarnya tingkat kecocokan data harus dibuat per item dan dicari korelasi tertinggi antara karakteristik data yang dibutuhkan dengan yang tersedia – jadi tidak harus data dengan peringkat yang tertinggi. Untuk menghitung korelasi ini dicoba dua pendekatan. Pertama adalah dengan korelasi sederhana antara kolom pada “score” pengguna dengan kolom kondisi data Bakosurtanal – di mana untuk content dipisahkan untuk tiap kelas unsur. Kedua adalah dengan membuat selisih absolut antara score pada pengguna dengan score pada data (jika score pengguna <> 0), kemudian menjumlah selisih tersebut. Data yang paling “matched” adalah yang jumlahnya mendekati nol. Di sini yang dimaksud bukan bahwa suatu jenis data pasti memenuhi kebutuhan pengguna, tetapi kedekatannya.
TIS - 76
Tabel-2: Contoh spesifikasi kebutuhan data yang berbeda menurut pengguna 4C
aspek dari sisi pengguna
coverage content
area (0-1) DEM (4) hidrologi (1) jalan (1) permukiman (1) penutup lahan (1) batas administrasi (1) nama-nama geografis (1) correctnesss skala (1=250k - 5=10k) QC/konsistensi (1-2) level (1=mentah, 2=interpretasi beralat, 3=FC, 4=sah) communicative (1=hc-manuscript, 2=hc, 3=cad/gis, 4=db-driven) usia (1=>25th, 2=10-25, 3=5-10, 4=1currentness 5, 5=<1 th)
Peringkat data di tahun 2005
navigator logistik bobot score 1 1 0 0 1 1 1 1 0 0 1 1 5 2
planer celluler bobot score 1 1 1 4 0 0 0 1 1 0 0.5 0.5 3 1
administrator KPU/DAU bobot score 1 1 0 0 0.5 0.5 0.5 0.5 0 1 1 0.5 0.5 3 2
2
2
1
3
3
3
5
4
5
300
144
11.25
TIS - 77
Tabel 3. Contoh-contoh korelasi kebutuhan pengguna dengan kondisi data KONDISI DATA
4C coverage content
correctnesss
currentness
user-demand area (0-1) DEM (4) hidrologi (1) jalan (1) permukiman (1) penutup lahan (1) batas administrasi (1) nama-nama geografis (1) skala (1=250k - 5=10k) QC/konsistensi (1-2) level (1=mentah, 2=interpretasi beralat, 3=FC, 4=sah) communicative (1=hc-manuscript, 2=hc, 3=cad/gis, 4=db-driven) usia (1=>25th, 2=10-25, 3=5-10, 4=1-5, 5=<1 th) Peringkat data di tahun 2005
4 1 1 1 1 1 1
1:10k ideal 2005 1 4 1 1 1 1 1 1 5 2
1:50k Kalmap 2004 1 4 1 1 1 1 1 1 3 2
1:25k Digmap 2000 1 4 1 1 1 1 1 1 4 2
1:10k 1:25k Bopunjur BaseMap 1999 1980-an 1 1 4 4 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 5 4 2 2
1:50k sattin 1998 1
4
3
3
3
3
1
4
3
3
3
2
3
1 1 3 1
5
4
3
3
2
3
3200
864
864
1080
384
27
1:10k ideal 2005 0
1:50k Kalmap 2004 0
1:25k Digmap 2000 0
0 0
0 0
0 0
0 0
0 0
1 1
0 0 0
0 2 0
0 1 0
0 0 0
0 1 0
0 2 1
TABEL KORELASI
4C coverage content
correctnesss
currentness
aspek area (0-1) DEM (4) hidrologi (1) jalan (1) permukiman (1) penutup lahan (1) batas administrasi (1) nama-nama geografis (1) skala (1=250k - 5=10k) QC/konsistensi (1-2) level (1=mentah, 2=interpretasi beralat, 3=FC, 4=sah) communicative (1=hc-manuscript, 2=hc, 3=cad/gis, 4=db-driven) usia (1=>25th, 2=10-25, 3=5-10, 4=1-5, 5=<1 th) Peringkat data di tahun 2005
bobot 1 0 0 1 1 0 0 1 1 1
navigator logistik sifat 1
coverage content
1 5 2
1
2
2
2
1
1
1
1
1
1
3
3
1
0
0
0
1
0
1
5
correctnesss
currentness
aspek area (0-1) DEM (4) hidrologi (1) jalan (1) permukiman (1) penutup lahan (1) batas administrasi (1) nama-nama geografis (1) skala (1=250k - 5=10k) QC/konsistensi (1-2) level (1=mentah, 2=interpretasi beralat, 3=FC, 4=sah) communicative (1=hc-manuscript, 2=hc, 3=cad/gis, 4=db-driven) usia (1=>25th, 2=10-25, 3=5-10, 4=1-5, 5=<1 th) Peringkat data di tahun 2005
1 1
5
0
1
2
2
3
2
300
3.0
4.0
4.0
3.0
6.0
8.0
0.774
0.619
0.619
0.665
0.466
0.878
bobot 1 1 0 0 0 1 0 0.5 1 1
planer celluler sifat 1 4
1:10k ideal 2005 0 0
1:50k Kalmap 2004 0 0
1:25k Digmap 2000 0 0
1 3 1
score 1 4 0 0 0 1 0 0.5 3 1
1
2
1
3
1
4
1
coverage content
correctnesss
currentness
area (0-1) DEM (4) hidrologi (1) jalan (1) permukiman (1) penutup lahan (1) batas administrasi (1) nama-nama geografis (1) skala (1=250k - 5=10k) QC/konsistensi (1-2) level (1=mentah, 2=interpretasi beralat, 3=FC, 4=sah) communicative (1=hc-manuscript, 2=hc, 3=cad/gis, 4=db-driven) usia (1=>25th, 2=10-25, 3=5-10, 4=1-5, 5=<1 th) Peringkat data di tahun 2005 Korelasi sederhana
bobot 1 0 0 0.5 0.5 0 1 0.5 1 1
1:50k sattin 1998 0 4
0
0
0
0
0
0
0.5 0 1
0.5 1 1
0.5 2 1
0.5 1 1
0.5 0 0
2
2
1
1
1
1
1
3
1
0
0
0
1
0
4
1
0
1
1
2
1
144
7.5
2.5
4.5
5.5
6.5
6.5
0.925
0.958
0.913
0.868
0.787
0.913
1:10k ideal 2005 0
1:50k Kalmap 2004 0
1:25k Digmap 2000 0
0.5 0.5
0.5 0.5
0.5 0.5
0.5 0.5
0.5 0.5
0.5 0.5
0 0.5 2 0
0 0.5 0 0
0 0.5 1 0
0 0.5 2 0
0 0.5 1 0
1 0.5 0 1
administrator KPU/DAU
aspek
1:10k 1:25k Bopunjur BaseMap 1999 1980-an 0 0 0 0
0.5 2 1
Korelasi sederhana
4C
1:50k sattin 1998 0
score 1 0 0 1 1 0 0 1 5 2
Korelasi sederhana
4C
1:10k 1:25k Bopunjur BaseMap 1999 1980-an 0 0
1:10k 1:25k Bopunjur BaseMap 1999 1980-an 0 0
1:50k sattin 1998 0
1 1 3 2
score 1 0 0 0.5 0.5 0 1 0.5 3 2
1
1
1
3
2
2
2
2
0
1
3
3
1
0
0
0
1
0
1
5
1
1 1
5
0
1
2
2
3
2
11.25
7.5
4.5
6.5
7.5
8.5
5.5
0.705
0.610
0.520
0.527
0.300
0.864
TIS - 78
Dari korelasi sederhana (model-I) didapatkan bahwa data tercocok untuk pengguna: -
navigator
: 1:50k sattin (r = 0.878)
-
planer
: 1:50k Kalmap (r = 0.958)
-
administrator : 1:50k sattin (r = 0.864)
Tampak bahwa korelasi ini bertentangan dengan realitas pengalaman sehari-hari. Karena itu model ini tidak bisa digunakan. Berbeda halnya dengan korelasi, model-II mendapatkan bahwa data yang tercocok untuk pengguna: -
navigator : 1:10k ideal & 1:10k Bopunjur (sama-sama bernilai 3)
-
planer
-
administrator : 1:50k Sattin (nilai 4.5).
: 1:50k Kalmap (nilai 2.5).
Tentu saja, meski nilainya sama, penyebabnya bisa berbeda. Misalnya, untuk navigator: 1:10k ideal memang lebih baik karena data baru (aktual) tapi jadi terasa “lux” dan “mahal” karena untuk data batas harus level “sah” dan dalam aspek communicative sudah “db-driven”. Kita bisa terus melakukan adjust pada model ini hingga didapatkan perbandingan komparatif yang lebih rasional. Selanjutnya bisa pula dihitung nilai ekonomi di balik tiap jenis peta / data spasial dan di balik setiap kepentingan pengguna. Informasi ini akan dapat dipakai sebagai landasan rasional bagi para pengambil keputusan untuk menganggarkan pengadaan data spasial yang dapat dipertanggungjawabkan baik secara teknis maupun ekonomis.
Perlunya Lembaga Pemeringkat Suatu “Lembaga Pemeringkat Data Spasial” atau semacam “Komisi Data Spasial Nasional” diperlukan untuk menimbang secara independen kebutuhan peta / data spasial (beserta nilai ekonomi di baliknya) yang ditunggu para pengguna di tanah air. Dari volume kebutuhan itu, akan diberikan bobot yang berbeda-beda. Lembaga ini harus independen, semacam Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) atau Lembaga Pemeringkat Emiten Saham di Pasar Modal, yang anggotanya dipilih dari masyarakat – misalnya yang mewakili kalangan pemerintah / regulator (DPR, Dep. Keuangan, Bappenas, TNI), produsen data spasial (Bakosurtanal, BPN, LAPAN, Dirtop-AD, APSPI), dan pengguna – baik dari kalangan pemerintah (Pemda, BPS, KPU, Bakornas-PB,…), bisnis (Telkom, Pos, CocaCola, BlueBird) maupun masyarakat (Asosiasi Pecinta Alam, Gerakan Pramuka, Ikatan Motor Indonesia, …). Lembaga semacam ini bisa dibiayai dari dana publik (misalnya dari alokasi anggaran khusus di Kementrian Kominfo) dan atau dana dari pengguna data spasial – karena mereka mewakili pengguna untuk mendapatkan data yang bermutu. Daftar Pustaka Fahmi Amhar (2003): Statistik untuk Aplikasi Data Spasial. Prosiding, Forum Ilmiah Tahunan Ikatan Surveyor Indonesia, Bandung 10-11 Desember 2003
TIS - 79