Bagian XIV
Mengenal Lebih Dekat Supriatna Suhala Keluarga Supriatna Suhala 1. Sosok Istri Tercinta Supriatna mengenal istrinya Elly Pawitan saat kuliah di ITB. Saat itu, istrinya merupakan mahasiswa pindahan dari Universitas Indonesia. Supriatna meng-gambarkan istrinya sebagai sosok yang sangat enerjik. Mereka adalah pasangan yang mempunyai minat di bidang pertambangan, khususnya terkait dengan bahan galian industri. Sang istri pernah melakukan penelitian tentang kalsium bentonit yang dapat digunakan sebagai bahan bleaching. Salah satu aplikasinya adalah untuk mengubah warna minyak kelapa sawit yang awalnya merah seperti darah menjadi bening. Menurut Supriatna, istrinya bisa memprediksi, suatu saat Indonesia akan menjadi produsen minyak kelapa sawit terbesar di dunia. Dengan demikian, kebutuhan akan kalsium bentonit bakalan sangat besar. “Setiap kilo minyak goreng membutuhkan beberapa gram bentonit. Dihitung saja kebutuhan pasar dalam negeri.” Supriatnalah yang melakukan perhitungan nilai eknomis sementara sang istri dengan tekun melakukan hal-hal teknis terkait dengan pengujian sample kalsium bentonit di laboratorium. |
93
|
Birokrat Pertambangan Berjiwa Wirausaha | Supriatna Suhala
Sebuah perusahaan Jerman tertarik dengan hasil penelitian sang istri. Sebagai ahli tambang, Supriatna berusaha mencari tahu lokasi di mana kalsium bentonit dapat ditemukan. “Saya pelajari geologinya, yang namanya bentonitic clay itu biasanya di formasi apa. Saya baca peta geologinya,” ungkap Supriatna. Mereka berdua melakukan pencarian dari Ujung Kulon, Jawa Barat sampai ke Blambangan, Jawa Timur. Hingga akhirnya, mereka menemukan banyak kandungan kalsium bentonit di Jampang Tengah, Sukabumi. Untuk menemukan lokasi tersebut, mereka berdua harus turun ke tepi sungai. Setelah sample-nya dikirim ke Jerman dan dilakukan uji lab, ternyata hasilnya memuaskan. “Saya pelajari geologinya, yang namanya Akhirnya, perusahaan Jerman bentonitic clay itu biasanya di formasi tersebut membuka pabrik di apa. Saya baca peta geologinya.” Sukabumi. Sampai sekarang Mereka berdua melakukan pencarian pabrik tersebut masih dari Ujung Kulon, Jawa Barat sampai beroperasi. Dengan berdirinya ke Blambangan, Jawa Timur. Hingga pabrik tersebut, kebutuhan akhirnya, mereka menemukan banyak akan kalsium bentonit dapat kandungan kalsium bentonit di Jampang tercukupi dari dalam negeri. Tengah, Sukabumi. Sekiranya perusahaan Indonesia akan berekspansi ke luar negeri dengan membuka lahan kelapa sawit, kita dapat mengekspor kalsium bentonit dari Indonesia.
Untuk menemukan lokasi tersebut, mereka berdua harus turun ke tepi sungai.
Kalau awalnya hanya Supriatna yang mendapatkan kepercayaan untuk membantu perusahaan-perusahaan kecil sebagai konsultan, belakangan istinya juga mendapatkan kepercayaan yang tinggi dari perusahan swasta. Bahkan, sang istri mendapakan kesempatan untuk berkarya di perusahaan swasta dan berkantor di Jakarta. Sayangnya, keenerjikan istri tercinta harus terhenti. Kesehatannya terganggu akibat serangan stroke.
|
94
|
2. Anak Pertama Buah takkan jatuh jauh dari pohonnya. Ungkapan itu bisa digunakan untuk menggambarkan bagaimana jiwa wirausaha dan kemandirian Supriatna menurun ke anaknya. Ia menyekolahkan anak pertamanya hingga ke Australia. Harapannya, begitu lulus dan pulang ke Indonesia, akan mendapatkan pekerjaan bagus. Ternyata harapan tak berbuah kenyataan. Setelah merampungkan sekolahnya, sang anak tidak ingin melamar kerja di perusahaan milik orang lain. Ia lebih suka membuka usaha sendiri. Jujur saja, hati Supriatna sangat sedih. “Nak, saya menyekolahkan kamu mahal-mahal supaya kamu dapat perusahaan yang bagus dengan gaji besar. Sekarang kamu ke sini malah mau berwiraswasta. Kan bapak kamu pegawai negeri, modalnya dari mana?” ujar Supriatna saat anaknya mengutarakan maksud untuk usaha jual beli CCTV. “Tidak punya modal. Untuk biaya sekolah kamu saja setengah mati,” keluh Supriatna. “100 juta saja tidak apa-apa,” pinta anaknya. “Bapak tidak punya 100 juta. Yang ada juga tuh, mobil baru lunas cicilan!” Apa boleh buat, Supriatna harus merelakan mobil miliknya. Singkat kata, dengan uang hasil penjualan mobil tersebut Supriatna memberi uang sebesar Rp70 juta kepada anaknya sebagai modal usaha. Saat kuliah di Australia, anaknya mengambil jurusan bisnis. Di sana, pemuda itu berkenalan dengan mahasiswa dari Tiongkok, yang akhirnya menjadi mitra usaha untuk mengimpor barang-barang dari negara Tirai Bambu itu. Saat ini bisnis CCTV anaknya telah berhasil memasang kamera di beberapa instansi, baik universitas maupun sekolah-sekolah. Lebih lanjut, dari anak pertama ini Supriatna juga belajar bisnis jual beli saham.
|
95
|
Birokrat Pertambangan Berjiwa Wirausaha | Supriatna Suhala
3. Anak Kedua Berbeda dengan anak pertama yang memilih menjadi pengusaha, anak keduanya memilih bekerja di perusahaan swasta multinasional. “Dia itu paling tidak berani di bisnis tapi dia juga tidak mau menjadi pegawai negeri.” Alasan anak kedua memilih bekerja di perusahaan swasta ketimbang menjadi pegawai negeri, karena menurut si anak kedua, ia ingin mempunyai gaji yang cukup untuk memenuhi kebutuhan anak-anaknya. Saat itu, sebagai pegawai negeri, Supriatna tidak bisa memberikan finansial berlebih kepada anak-anaknya. Bahkan cenderung tidak cukup. Menurut Supriatna, dulu anak-anaknya harus menunggu beberapa bulan untuk mendapatkan barang-barang yang mereka inginkan, entah itu sepatu atau sepeda. Tidak hanya saat Supriatna masih pegawai negeri tingkat bawah mereka harus hidup sederhana. Sebab, Supriatna juga harus membantu adik-adiknya yang berjumlah banyak. Berangkat dari pengalaman tersebut, anak kedua tidak ingin menjadi pegawai negeri, karena penghasilan pegawai negeri relatif sedikit dibanding penghasilan pegawai perusahaan swasta multinasional.
4. Anak Ketiga Anak ketiga lahir pada saat Supriatna telah mempunyai kedudukan yang bagus di pemerintahan. Karena kedudukannya tersebut, Supriatna telah mendapatkan fasiltas dari kantor berupa kendaraan lengkap dengan supirnya. Mungkin itu pulalah yang secara tidak langsung ada di benak si anak, bahwa menjadi pegawai negeri itu enak. Setelah tamat dari FSRD ITB, si bungsu melamar kerja dan diterima di lima perusahaan. Anehnya, si bungsu justru menangis. “Kenapa menangis, tidak diterima?” tanya Supriatna. “Bukan, Pak. Tapi diterima.” Ternyata yang diinginkan adalah menjadi dosen, mengingat ada seorang profesor yang dikenalnya, profesor dari UNPAD, yang sering pergi ke luar negeri. “Trus gimana?” tanya anak itu kebingungan. Saya hanya menjawab, “Terserah kamu!” Akhirnya, anaknya mendaftar menjadi dosen di Universitas Pendidikan Indonesia Bandung. Bahkan, jodoh anaknya juga seorang dosen dari universitas yang sama. “Jadi, suami-istri menjadi pegawai negeri. Mengikuti bapaknya,” kekeh Supriatna. |
96
|
Sosok Supriatna di Mata Sang Putri Anak ketiga, Zakiah Pawitan, mempunyai pandangan yang spesifik atas sosok sang ayah. “Sifat yang paling menonjol yang dimiliki oleh Papa, sekaligus sifat yang saya kagumi, adalah taktis. Papa adalah seorang pemikir yang strategis. Sifat taktis dan strategis ini seringkali mengingatkan kita untuk melangkah lebih gesit sekaligus hati-hati, penuh perhitungan.” Selain memiliki kemampuan kepemimpinan yang tinggi, Supriatna di mata sang anak juga merupakan sosok yang mampu mempengaruhi orang lain, rajin, gigih, dan murah hati atau senang berbagi dengan sesama. Sang ayah juga memiliki ketegasan dan kedisiplinannya yang cenderung tinggi. Namun seiring bertambahnya usia, sosok sang ayah dinilainya semakin sabar. Sang ayah selalu apa adanya. Jika suka ia akan mengatakan suka, demikian juga sebaliknya. Meski tegas, sang ayah bukan seorang pendendam. “Hal yang juga saya panuti, setiap selesai marah Beliau tidak segan mendahului untuk meminta maaf. Ketegasannya ini juga ternyata banyak mempengaruhi terbentuknya karakter kedisiplinan dan kemauan keras terhadap anak-anaknya. Rasanya, hampir ketiga anaknya memiliki sifat yang juga taktis dan strategis dalam berpikir. Tak lupa, ketiga anaknya juga mewarisi karakter tegas Papa meski dengan kadar yang berbeda pada tiap anaknya.” Lebih lanjut, Zakiah berkata, “Beliau juga orang yang amat demokratis sebagai pemimpin keluarga, membiarkan anaknya memiliki minat dan jalannya sendiri, dan berbesar hati bersedia menerima kritik dan masukan dari anak-anaknya. Beliau tidak berat hati untuk meminta maaf dan memperbaiki diri jika menurut anak-anaknya ada kekurangan. Di keluarga, Papa adalah seorang pengambil keputusan, dan semua segan pada Beliau. Beliau juga termasuk sosok yang dekat dengan cucucucunya, dan senang mengajak bermain cucu-cucu kesayangannya. Beliau sangat memperhatikan perkembangan pendidikan akademis anak maupun cucunya, dan sering memberikan saran untuk mendidik dan membesarkan cucunya pada kami, anak-anaknya.” Sepengamatan sang anak, pada hari kerja kadang Supriatna masih perlu membawa pekerjaannya ke rumah. Itu pun hanya jika pekerjaan |
97
|
Birokrat Pertambangan Berjiwa Wirausaha | Supriatna Suhala
menumpuk. Tetapi di akhir minggu, Supriatna lebih senang menghabiskan waktu bersama keluarga, keluarga besar, atau menjalankan hobinya. “Bagi Papa, akhir minggu adalah waktu yang kerap kali dihabiskan bersama kami anak-anaknya, atau sekarang dengan mengunjungi cucu“... memperbaiki niat dan cucunya. Waktu yang sedikit namun menumbuhkan rasa syukur tetap berkualitas. Waktu lain kami juga atas segala kemudahan yang senang berlibur bersama keluarga diberikan Allah.” besar dan menghabiskan waktu bersama. Terutama saat Idul Fitri atau liburan panjang lain.” Hobi sang ayah adalah memancing, berkaraoke, bermain catur, dan menonton film (film apapun kecuali genre drama romantik yang menyemenye). Selebihnya beliau senang memelihara ikan dan burung, namun karena kesibukannya sudah jarang dilakukan lagi.
Sosok Pandai Bersyukur Supriatna berbagi resep agar mudah mendapatkan ide yang out of the box. Baginya, hal yang penting adalah memperbaiki niat dan menumbuhkan rasa syukur atas segala kemudahan yang diberikan Allah. Contohnya, ketika menulis buku Bahan Galian Industri, Supriatna melakukannya di luar jam kantor. Saat itu, ia berniat untuk membalas budi baik Puslitbang tekMIRA yang memberinya gaji dari lembaga tersebut sebelum ia menyelesaikan studi sarjananya. “Saya bersyukur, sebelum tamat dikasih pekerjaan oleh kantor sehingga saya bisa tamat kuliah.” Sebagai kenang-kenangan, maka ia membuat buku tersebut. Buku yang akhirnya bisa mengangkat nama Puslitbang tekMIRA dan memberikan manfaat bagi banyak orang. Kini buku tersebut banyak digunakan sebagai buku pegangan di berbagai pemerintah daerah. Niat lain saat membuat buku tersebut adalah membantu sesama. Satu lagi harapannya, yaitu memudahkan orang dalam mencari informasi, karena telah disajikan secara lengkap dan sistematis pada buku tersebut. Maka |
98
|
dari itu, Supriatna tidak berkeberatan hati sekiranya ada orang yang ingin mencontek atau membajak isi dari buku tersebut. Semua telah ia ikhlaskan Lillahi Ta’ala. Dengan pandai bersyukur, membuat Supriatna terhindar dari korupsi. “Boleh Anda tanya kepada orang lain siapa saya. Saya bukan orang yang greedy di bekas jejak saya karena saya kalau ada kekurangan mengadunya kepada Tuhan. Kan gaji kita kurang nih, sedangkan kebutuhan kita banyak. Bangun malam-malam di saat semua orang tidur, mandi, ganti baju semua yang bersih, kalau sudah sholat dan berdoa, Tuhanku, aku banyak keinginan. Banyak beban. Bantu saya dan caranya terserah Engkau. Engkau Maha Pintar, Maha Kaya, berilah aku jalan.” Bangun malam-malam di saat semua orang tidur, mandi, ganti baju semua yang bersih, kalau sudah sholat dan berdoa, Tuhanku, aku banyak keinginan. Banyak beban. Bantu saya dan caranya terserah Engkau. Engkau Maha Pintar, Maha Kaya, berilah aku jalan.”
Dari doa-doa tersebutlah Tuhan membukakan banyak jalan yang tidak disangka-sangka oleh Supriatna.
Sosok Anti KKN Karir Supriatna di pemerintahan terhenti pada posisi eselon 2. Menurutnya, kesempatan untuk naik jabatan pada posisi eselon 1 sebetulnya ada. “Saya jadi Direktur, tapi dari situ saya tidak bisa naik lagi. Saya hanya mutar-mutar di eselon 2. Saya rasa, saya tidak bisa bergaul dengan orang-orang politik. Saya kadang-kadang ditawarin, ‘kamu mau jadi Dirjen tidak?’. Tapi pasti ada cost-nya.” Demikian juga ketika tawaran lain untuk menjadi Komisaris atau Direktur pada sebuah BUMN menghampirinya, ia menampiknya. Sebab selalu ada konsekuensi harga yang harus dibayar. Entah harga itu berupa uang ataupun terkait dengan penyalahgunaan wewenang yang harus diberikan pada orang-orang |
99
|
Birokrat Pertambangan Berjiwa Wirausaha | Supriatna Suhala
politik yang mendukungnya. “Yang namanya orang-orang politik, pasti ada cost-nya. Saya tidak mau!” tegasnya. Berpegang teguh pada prinsip untuk tidak menyalahgunakan wewenang juga ia terapkan pada anggota keluarganya. Kadang ia diminta untuk memasukkan keponakannya agar diterima kerja di kantor atau Kementerian tempatnya bernaung, tetapi dengan tegas ditolaknya. “Lebih baik saya sekolahkan keponakan lima tahun, dari pada saya memasukkan anak kamu ke kantor saya atau ke Kementerian!” lontarnya sinis. Saat itu anak dari kakaknya baru selesai SMA dan si ayah yang merupakan kakak kandung Supriatna berharap agar anaknya dapat bekerja di lembaga pemerintah. “Kalau minta kerja saya tidak mau karena takut nanti ada orang yang lebih baik tidak diterima. Berarti kan saya menzalimi orang lain. Menzalimi negara.” Demikian pula, saat adiknya sendiri berharap Supriatna dapat membantu untuk meloloskannya kerja di lembaga pemerintah. Serta merta Supriatna menolak keinginan si adik. “Kak tinggal berdua, kalo kakak ngomong, katanya saya bisa masuk,’” ujar adiknya. Terhadap permintaan adiknya, ia menjawab dengan tegas. “Tidak mau. Terserah Tuhan kamu akan jadi apa. Tapi saya tidak mau. Ini prinsip saya. Saya sudah menyekolahkan kamu. Kalau soal kerja itu urusan kamu!” Tegasnya. Baginya, kebiasaan korupsi yang ada di Indonesia salah satunya dimulai dari proses penerimaan pegawai yang tidak benar. “Korupsi itu dimulai dari recruitment,” ungkapnya tanpa tedeng aling-aling. Ketegasan untuk tidak melakukan KKN juga ia terapkan pada anakanaknya sendiri. “Tidak ada satu pun anak yang minta tolong untuk dapat pekerjaan karena saya juga dari dulu tidak diantar oleh bapak saya. Tidak menyogok gitu. Jadi tidak dizalimi orang lain.” ... kebiasaan korupsi yang ada di Indonesia salah satunya dimulai dari proses penerimaan pegawai yang tidak benar. “Korupsi itu dimulai dari recruitment,”
Ia teringat saat dulu melamar kerja di Puslitbang tekMIRA, segalanya diupayakan sendiri. Tanpa KKN, ia merasa banyak sekali kemudahan yang ia dapat saat dulu diterima kerja di Puslitbang tekMIRA. Bahkan atasannya mengizinkan untuk menyelesaikan kuliahnya di ITB |
100
|
walau ia sudah diterima bekerja. “Tugas saya apa yang pertama, Pak?” tanya Supriatna kepada atasannya. “Tugas utama, selesaikan kuliah!” Bagi Supriatna, jawaban singkat dari atasannya ini merupakan bunyi musik paling indah yang pernah didengarnya. Berkaca pada perjalanan hidupnya, ia tidak ingin menzalimi orang lain dengan memanfaatkan posisi jabatannya. Ia telah lama membayangkan, ia akan merasa sedih kalau suatu saat anaknya dizalimi orang lain. Suatu saat anaknya yang sedang melamar kerja di perusahaan asing datang untuk meminta doa. Anaknya menyampaikan, kalau saingannya datang dari universitas-universitas favorit Indonesia baik itu ITB, UI, dan UGM. Anaknya terlihat pesimis. “Bapak sudah sadar sejak kamu belum lahir, bahwa suatu saat anak Bapak akan datang meminta doa kepada Bapak untuk bekerja. Sudah Bapak bayangkan sejak dulu. Makanya Bapak tidak pernah mau menzalimi anak orang lain. Kamu Insya Allah tidak akan ada yang menzalimi,” ungkap Supriatna. Akhirnya, anak kedua tersebut diminta datang ke perusahaan, dan singkat kata diterima. Bahkan saat perusahaan asing tersebut kehilangan kontrak, anaknyalah satu-satunya karyawan yang mendapatkan rekomendasi dari perusahaan tersebut untuk mendapatkan pekerjaan baru di perusahaan asing lainnya.
Investasi Menanam Pohon Supriatna mempunyai hobi menanam pohon. “Makanya sampai sekarang di halaman rumah ada bibit-bibit pohon,” katanya dengan raut berseri. Dengan tangannya sendiri, ia telah menanam enam ribu pohon di Tasikmalaya dan Majalaya. Keinginannya menanam di daerah itu diawali saat ia melihat ada bukit yang gundul di sana. Lalu ia mendaki bukit dan menaman pohon di tempat itu. Aksinya sempat ditertawakan orang karena di usianya yang sudah senja, mereka menganggap percuma bagi Supriatna menaman pohon karena tidak akan bisa menikmati hasilnya. Kalau menaman pohon bisa sepuluh sampai dua puluh tahun baru bisa menikmati panen. Namun bagi Supriatna, yang ia nikmati adalah proses menanamnya. Yang ia inginkan adalah melihat proses tumbuhnya pohon-pohon tersebut, bukan untuk menikmati panennya. Dengan |
101
|
Birokrat Pertambangan Berjiwa Wirausaha | Supriatna Suhala menanam pohon, setidaknya bisa untuk menahan air hujan dan memberikan udara yang bersih. “Perkara nanti siapa yang panen terserah Tuhan sajalah!” imbuhnya.
Menaman pohon juga ia gunakan sebagai wahana untuk berinvestasi. “Saya bukan tidak ingin investasi dengan membangun hotel, mall, dan segala macam Gambar 18 Di Depan Rumahnya Yang Rimbun lainnya. Tetapi tidak ada Pepohonan modal.” Bagi Supriatna, berinvestasi itu harus disesuaikan dengan kemampuan yang ada. “Menanam pohon harganya hanya seribu untuk satu pohon begitu saya beli. Kalau satu hektar bisa ditanam sampai dua ribu hingga tiga ribu pohon, satu pohon yang bibitnya seharga seribu itu dalam waktu lima tahun akan menjadi empat ratus ribu. Kalau dibiarkan sampai delapan tahun bisa menjadi delapan ratus ribu untuk satu pohon. Mana ada investasi yang seribu perak menjadi empat ratus ribu dalam waktu lima tahun? Tidak ada!” Terkait dengan pengadaan lahan, ia bekerja sama dengan petani. Mengingat petani membutuhkan biaya keperluan sehari-hari, maka ia menawarkan penghasilan bulanan, di samping tentunya bagi hasil saat masa panen tiba. Uang bulanan tersebut disesuaikan dengan penghasilan petani saat ia menanam sayur-sayuran seperti yang selama ini mereka tekuni. Dengan cara tersebut, banyak petani sangat antusias mengikuti programnya dan merasa sangat berterima kasih. Bahkan, para petani juga terlibat aktif untuk mengamankan lahan dan tanaman milik Supriatna. Dengan cara seperti itu, Supriatna berhasil menghijaukan lahan tanpa perlu menggunakan uang negara.
|
102
|