LAPORAN MATA KULIAH ANTROPOLOGI KU- 4184
Mengenal Lebih Dekat Kebudayaan Polisi Kota Bandung
Disusun oleh : Kelompok 4A
MATA KULIAH DASAR UMUM SOSIOTEKNOLOGI
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG 2010 1
DAFTAR ISI Bab I : Pendahuluan ..........................................................................................3 1.1 Latar Belakang Masalah .........................................................................3 1.2 Judul Penelitian ......................................................................................4 1.3 Identifikasi Masalah ...............................................................................4 1.4 Perumusan Masalah................................................................................5 1.5 Tujuan Penelitian ...................................................................................5 1.6 Batasan Masalah ....................................................................................6
Bab II : Landasan Teori ...................................................................................7 2.1 Teori Fungsionalisme oleh Malinowski .................................................7 2.2 Teori FaktaSosial Oleh Emile Durkheim ..............................................7 2.3 Teori Pembentukan Kelompok oleh Loomes & Beegie .........................7 2.4 Teori Perkembangan Masyarakat oleh Ferdinand Tonnies ....................8 2.5 Teori Pertukaran Sosial oleh C. Hornans ...............................................8 2.6 Teori Stratifikasi Sosial oleh David Grusky ..........................................9
Bab III : Metode Penelitian ...............................................................................10 3.1 Studi Literatur ........................................................................................10 3.2 Metode Wawancara ................................................................................10
Bab IV : Analisis dan Pembahasan ...................................................................12 4.1 Sejarah Kepolisian Indonesia .................................................................12 4.2 Polisi Ditinjau dari Enam Aspek Kebudayaan .......................................17
Bab V : Kesimpulan dan Saran .........................................................................25 Daftar Pustaka ..................................................................................................26
2
Bab I Pendahuluan
1.1. Latar Belakang Masalah
Perjalanan polisi Indonesia memiliki sejarah yang panjang. Mulai dari asal muasalnya dibawah naungan ABRI hingga berpisah menjadi Polri dan TNI telah menyisakan sebuah nuansa kebudayaan baru yang begitu kentara di tubuh organisasi Polisi Indonesia.
Berbeda dengan TNI yang berfokus pada perannya menjaga stabilitas dan mempertahankan keamanan yang mengancam negara, Polisi bertugas untuk menjaga ketertiban masyarakat serta mengayomi masyarakat. Terlepas dari berbagai prestasi skala makro yang telah diraih polisi Indonesia baru-baru ini karena telah berhasil melumpuhkan gembong teroris Indonesia, namun dalam di skala mikro sering kali terjadi kesimpangsiuran peran polisi dalam perannya. Tak jarang kita lihat budaya keras polisi seperti militer dalam memperlakukan masyarakat sehingga seolah-olah kata “mengayomi” mengalami pergeseran makna menjadi “menghakimi” masyarakat tanpa sesuai dengan norma-norma yang ada.
Disamping itu, tampaknya sering juga terdapat perbedaan yang signifikan antara sistem kebudayaan formal dan kebudayaan non formal polisi yang terjadi dilapangan. Dalam suatu kasus misalnya, secara formal polisi tidak boleh memungut pungutan liar didalam jalur operasi di jalan. Namun yang terjadi di 3
lapangan sangatlah kontradiktif. Tidak sedikit dari polisi Indonesia (khususnya Polisi Lalu Lintas) yang malah terkadang mencari-cari kesempatan untuk dapat melakukan pungutan luar didalam operasi razianya.
Akibatnya, sering terjadi problematika sosial dalam hubungan polisi dan masyarakat. Polisi menganggap bahwa masyarakatlah yang butuh mereka, sehingga mereka berkuasa untuk bertindak sewenang-weang pada masyarakat. Masyarakat pun tak mau kalah beropini, mereka menganggap bahwa polisi lah yang membutuhkan mereka, karena polisi di gaji karena hasil pajak masyarakat.
Terlepas dari semua permasalahan antropologi polisi-masyarakat itu semua, pengenalan budaya formal dan informal polisi adalah suatu hal yang menarik untuk dikaji. Pada penelitian ini akan dikaji tentang pengenalan lebih dekat kebudayaan formal dan informal Polisi Kota Bandung.
1.2. Judul Penelitian Penelitian ini diberi judul “Mengenal Lebih Dekat Kebudayaan Polisi Kota Bandung”
1.3. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan di atas, maka masalah - masalah yang cukup relevan untuk diteliti adalah : •
Bagaimana sistem kebudayaan yang berkembang di kehidupan polisi Indonesia khususnya di Kota Bandung?
4
•
Bagaimana kaitan kebudayaan Polisi Bandung dengan kebudayaan hidup masyarakat Kota Bandung?
•
Bagaimana system kebudayaan formal dan informal Polisi Kota Bandung?
•
Apakah
tataran
hirarki
Kepolisian
Kota
Bandung
mempengaruhi
kebudayaan mereka? •
Bagaimana hubungan antar personil Polisi Kota Bandung memperngaruhi kebudayaan mereka?
1.4. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah di atas, permasalahan permasalahan yang akan dikaji pada penelitian ini dirumuskan sebagai berikut : •
Bagaimana sistem kebudayaan yang berkembang di kehidupan Polisi Kota Bandung?
•
Bagaimana sistem kebudayaan formal dan informal baik positif maupun negatif Polisi Kota Bandung?
•
Bagaimana hubungan antar personil polisi Kota Bandung dan hubungan polisi kota Bandung dan masyarakat Kota Bandung?
1.5. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai melalui penelitian ini adalah :
5
•
Mengetahui sejarah kepolisian Indonesia
•
Mengetahui sistem organisasi kepolisian Indonesia
•
Mengetahui kebudayaan polisi yang dihubungkan dengan tujuh unsur kebudayaan
•
Mengetahui hubungan polisi dan masyarakat
1.6. Batasan Masalah
Dalam makalah penelitian ini kami menganalisis kebudayaan Polisi Kota Bandung saja. Dan pengenalan kebudayaan ini didasarkan dengan tujuh unsur kebudayaan
sistem
pengetahuan,
kesenian,
sistem
teknologi,
sistem
kemasyarakatan, sistem religi, bahasa, dan mata pencaharian.
6
Bab II Landasan Teori
2.7
Teori Fungsionalisme oleh Malinowski Teori Fungsionalisme oleh Malinowski bahwa segala kegiatan kebudayaan itu sebenarnya bermaksud memuaskan suatu rangkaian dari sejumlah keperluan naluri makhluk manusia yang berhubungan dengan seluruh kehidupannya.
2.8
Teori FaktaSosial Oleh Emile Durkheim Konsep fakta Sosial merupakan landasan cara berpikir mengenai masyarakat yang hidup. Di situ ada manusia berpikir dan bertingkah laku dalam hubungan satu dengan yang lain. Manusia–manusianya disebut individu sedangkan cara pikiran – pikiran yang mereka keluarkan dan tingkah laku mereka disebut gejala atau fakta individual. Teori ini digunakan untuk menganalisa sistem kemasyarakatan dan organisasi sosial yang merupakan salah satu dari 7 unsur kebudayaan.
2.9
Teori Pembentukan Kelompok oleh Loomes & Beegie Menurut teori pembentukan kelompok, setiap kelompok dibentuk oleh salah satu faktor seperti ikatan pertalian keluarga, keanggotaan kelompok etnis, keanggotaan kelompok keagamaan, usia, jenis kelamin dan persamaan nilai dari sikap.
7
2.10 Teori Perkembangan Masyarakat oleh Ferdinand Tonnies
Perkembangan masyarakat atau sistem sosial sebagai perubahan linier dimulai dari kecil (sederhana) sampai menjadi besar (kompleks) atau dari Gemeinschaft ke Gesellschaft. Masyarakat adalah karya ciptaan manusia yang merupakan usaha manusia untuk mengadakan dan memelihara relasi-relasi timbal balik yang mantap. Semua relasi sosial itu adalah ciptaan kemauan manusia, atau kemauan manusia yang mendasari masyarakat itu terdiri dari dua jenis, yaitu swecktwille atau arbitary will, kemauan rasional yang hendak mencapai suatu tujuan; dan tribewille atau essential will, dorongan batin berupa perasaan. Dua bentuk kemauan itu menjelaskan kelahiran dua jenis utama kelompok sosial dan relasi sosial, yang dinamakan gemeinschaft dan gesellschaft.
2.11 Teori Pertukaran Sosial oleh C. Hornans
Menurut C.Hornans dasar teori pertukaran sosial dapat diteliti apabila mereka bertindak untuk memperoleh kepuasan fisik dan sentimen mereka, karena dorongan manusia untuk bertindak serta bertingkah laku ingin memenuhi kebutuhan yang tak logik. Interaksi masyarakat berlangsung dalam proses yang timbal balik, yang dinahami dalam lingkup imbalan (ganjaran, reward) dan biaya
(cost).
Selain
konsep
ganjaran
dan
imbalan,
Homans
juga
mengembangkan konsep behaviurisme Skinner, yang memberi alasan bagaimana cara dan mengapa manusia itu berkelakuan sedemikian rupa sehingga sebagai orang yang memiliki minat, kepentingan dan motif tertentu berlaku demikian manakala mereka bertindak dalam masyarakatnya.
8
2.12 Teori Stratifikasi Sosial oleh David Grusky
Grusky mengatakan bahwa dalam tiap kehidupan sosial yang kompleks, barang-barang yang dianggap bernilai tinggi didistribusikan secara tidak merata; sehingga hanya ada sebagian masyarakat yang dapat mengaksesnya dan sebagian besarnya tidak. Hal ini lah yang kemudian menjadi salah satu faktor penentu adanya stratifikasi sosial. Seperti kata Grusky, tiap kehidupan sosial yang komplek akan melahirkan stratifikasi sosial.
9
Bab III Metode Penelitian
Penelitian yang kami lakukan melalui dua metode yakni sebagai berikut:
3.1
Studi Literatur
Literatur yang kami gunakan sebagai metode penelitian berasal dari teoriteori di internet dan literatur yang berkaitan dan menunjang penelitian kami.
3.2
Metode Wawancara
Pengambilan data untuk kepentingan makalah ini dilakukan dengan cara wawancara.Wawancara merupakan tanya jawab langsung dengan koresponden. Wawancara dilakukan pada persomel polisi pada beberapa penjuru Kota Bandung. Wawancara mencakup seluruh aspek umum tentang kebudayaan formal dan informal dalam kehidupan polisi.
Berikut dilampirkan beberapa pertanyaan yang diajukan pada koresponden pihak polisi :
1. Siapa Nama Anda? 2. Sekarang Anda Menjabat sebagai apa? 3. Kapan saja waktu kerja atau jam kerja Polisi Bandung? 4. Apa saja tugas-tugas yang dilakukan Polisi Bandung pada saat bertugas?
10
5. Jika sudah selesai, atau pada saat bertugas terdapat waktu senggang, apa saja yang Anda lakukan untuk mengisi waktu senggang? 6. Jika melakukan penilangan pada kendaraan bermotor, apa saja kriteria kendaraan bermotor yang ditilang tersebut? 7. Sistem kerja sama dalam melaksanakan tugas dan sedang dalam tidak bertugas seperti apa? 8. Sebagai polisi, fasilitas apa saja yang diberikan oleh kepolisian? Dipergunakan dengan baik, dirawat? 9. Jalur-jalur apa saja atau cara seperti apa yang ditempuh untuk menjadi polisi? 10. Jika secara tidak sengaja melanggar peraturan hukuman apa yang diberikan?
11
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
4.1
Sejarah Kepolisian Indonesia
Lahir, tumbuh dan berkembangnya Polri tidak lepas dari sejarah perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia sejak Proklamasi. Kemerdekaan Indonesia, Polri telah dihadapkan pada tugas-tugas yang unik dan kompleks. Selain menata keamanan dan ketertiban masyarakat di masa perang, Polri juga terlibat langsung dalam pertempuran melawan penjajah dan berbagai opersai militer bersama-sama satuan angkatan bersenjata yang lain. Kondisi seperti ini dilakukan oleh Polri karena Polri lahir sebagai satu-satunya satuan bersenjata yang relatif lebih lengkap.
Hanya empat hari setelah kemerdekaan, tepatnya tanggal 21 Agustus 1945, secara tegas pasukan polisi segera memproklamirkan diri sebagai Pasukan Polisi Republik Indonesia dipimpin oleh Inspektur Kelas I (Letnan Satu) Polisi Mochammad Jassin di Surabaya, langkah awal yang dilakukan selain mengadakan pembersihan dan pelucutan senjata terhadap tentara Jepang yang kalah perang, juga membangkitkan semangat moral dan patriotik seluruh rakyat maupun satuan-satuan bersenjata yang sedang dilanda depresi dan kekalahan perang yang panjang.
Tanggal 29 September 1945 tentara Sekutu yang didalamnya juga terdapat ribuan tentara Belanda menyerbu Indonesia dengan dalih ingin melucuti tentara 12
Jepang. Pada kenyataannya pasukan sekutu tersebut justru ingin membantu Belanda menjajah kembali Indonesia. Oleh karena itu perang antara sekutu dengan pasukan Indonesiapun terjadi dimana-mana. Klimaksnya terjadi pada tanggal 10 Nopember 1945, yang dikenal sebagai "Pertempuran Surabaya". Tanggal itu kemudian dijadikan sebagai hari Pahlawan secara Nasional yang setiap tahun diperingati oleh bangsa Indonesia.
Pertempuran 10 Nopember 1945 di Surabaya menjadi sangat penting dalam sejarah Indonesia, bukan hanya karena ribuan rakyat Indonesia gugur, tetapi lebih dari itu karena semangat heroiknya mampu menggetarkan dunia dan PBB akan eksistensi bangsa dan negara Indonesia di mata dunia. Andil pasukan Polisi dalam mengobarkan semangat perlawanan rakyat ketika itupun sangat besar.alam menciptakan keamanan dan ketertiban didalam negeri, Polri juga sudan banyak disibukkan oleh berbagai operasi militer, penumpasan pemberontakan dari DI & TII, PRRI, PKI RMS RAM dan G 30 S/PKI serta berbagai penumpasan GPK.
Dalam perkembangan paling akhir dalam kepolisian yang semakin modern dan global, Polri bukan hanya mengurusi keamanan dan ketertiban di dalam negeri, akan tetapi juga terlibat dalam masalah-masalah keamanan dan ketertiban regional maupun internasional, sebagaimana yang di tempuh oleh kebijakan PBB yang telah meminta pasukan-pasukan polisi, termasuk Indonesia, untuk ikut aktif dalam berbagai operasi kepolisian, misalnya di Namibia (Afrika Selatan) dan di Kamboja (Asia).
Kemandirian Polri diawali sejak terpisahnya dari ABRI tanggal 1 April 1999 sebagai bagian dari proses reformasi haruslah dipandang dan disikapi 13
secara arif sebagai tahapan untuk mewujudkan Polri sebagai abdi negara yang profesional dan dekat dengan masyarakat, menuju perubahan tata kehidupan nasional kearah masyarakat madani yang demokratis, aman, tertib, adil dan sejahtera.
Kemandirian Polri dimaksud bukanlah untuk menjadikan institusi yang tertutup dan berjalan serta bekerja sendiri, namun tetap dalam kerangkan ketata negaraan dan pemerintahan negara kesatuan Republik Indonesia yang utuh termasuk dalam mengantisipasi otonomi daerah sesuai dengan Undang-undang No.22 tahun 1999 tentang Otonomi Daerah dan Undang-undang No.25 tahun 1999 tentang Perimbangan keuangan antara pusat dan daerah.
Pengembangan kemampuan dan kekuatan serta penggunaan kekuatan Polri dikelola sedemikian rupa agar dapat mendukung pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Polri sebagai pengemban fungsi keamanan dalam negeri. Tugas dan tanggung jawab tersebut adalah memberikan rasa aman kepada negara, masyarakat, harta benda dari tindakan kriminalitas dan bencana alam.
Upaya melaksanakan kemandirian Polri dengan mengadakan perubahanperubahan melalui tiga aspek yaitu:
Aspek Struktural: Mencakup perubahan kelembagaan Kepolisian dalam Ketata negaraan, organisasi, susunan dan kedudukan. Aspek Instrumental: Mencakup filosofi (Visi, Misi dan tujuan), Doktrin, kewenangan,kompetensi, kemampuan fungsi dan Iptek. Aspek kultural: Adalah muara dari perubahan aspek struktural dan instrumental, karena semua harus terwujud dalam bentuk kualitas 14
pelayanan Polri kepada masyarakat, perubahan meliputi perubahan manajerial, sistem rekrutmen, sistem pendidikan, sistem material fasilitas dan jasa, sistem anggaran, sistem operasi
Dalam menjalankan perannya sebagai pengayom masyarakat, Polisi Republik Indonesia memiliki beberapa unsur pelaksana yang terdiri dari :
Badan Intelijen Keamanan (Baintelkam), bertugas membina dan menyelenggarakan
fungsi
intelijen
dalam
bidang
keamanan
bagi
kepentingan pelaksanaan tugas operasional dan manajemen Polri maupun guna mendukung pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan dalam rangka mewujudkan keamanan dalam negeri Badan
Reserse
Kriminal
(Bareskrim),
bertugas
membina
dan
menyelenggarakan fungsi penyelidikan dan penyidikan tindak pidana, termasuk fungsi identifikasi dan fungsi laboratorium forensik, dalam rangka penegakan hukum. Dipimpin oleh seorang Komisaris Jenderal (Komjen). Badan Pembinaan Keamanan (Babinkam), bertugas membina dan menyelenggarakan
fungsi
pembinaan
keamanan
yang
mencakup
pemeliharaan dan upaya peningkatan kondisi keamanan dan ketertiban masyarakat dalam rangka mewujudkan keamanan dalam negeri. Korps Brigade Mobil (Korbrimob), bertugas menyelenggarakan fungsi pembinaan keamanan khususnya yang berkenaan dengan penanganan gangguan keamanan yang berintensitas tinggi, dalam rangka penegakan keamanan dalam negeri. Korps ini dipimpin oleh seorang Inspektur Jenderal (Irjen).
15
Adapun filosofi logo Polisi Republik Indonesia (Polri) akan ditampilkan sebagai berikut :
Gambar 4.1 : Logo Polri
Kami Polisi Indonesia
1.
Berbakti kepada nusa dan bangsa dengan penuh ketakwaan terhadap Tuhan yang Maha Esa.
2.
Menjunjung tinggi kebenaran, keadilan dan kemanusiaan dalam menegakkan hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945.
3.
Senantiasa Melindungi, Mengayomi Dan Melayani Masyarakat dengan keiklasan untuk mewujudkan keamanan dan ketertiban.
Gambar 4.1 : Logo Catur Prasetya 16
Catur Prasetya Sebagai Insan Bhayangkara, Kehormatan Saya Adalah Berkorban Demi Masyarakat, Bangsa Dan Negara, Untuk :
1. Meniadakan Segala Bentuk Gangguan Keamanan 2. Menjaga keselamatan jiwa raga, harta benda dan Hak Asasi Manusia 3. Menjamin kepastian berdasarkan hukum 4. Memelihara perasaan tentram dan damai
4.2
Polisi Ditinjau dari Enam Aspek Kebudayaan 4.2.1 Polisi Ditinjau dari Sistem Bahasa Hampir sebagian besar polisi Bandung adalah suku Sunda, diikuti oleh suku Jawa, suku Sumatra, suku Sulawesi dan suku-suku lainnya. Dari dominasi Sunda ini maka tidak diragukan lagi bahwa dominasi bahasa yang dipakai adalah Bahasa Sunda. Dalam budaya informal dikantor dalam waktu senggang, biasanya personil polisi Bandung menggunakan bahasa sunda sebagai bahasa sehari-harinya. Begitu pun ketika sedang melayani laporan masyarakat. Biasanya personil polisi akan memulainya dengan Bahasa Indonesia, namun setelah lambat laun mengetahui sang pelapor juga berasal Suku Sunda maka pembicaraan bergeser menjadi Bahasa Sunda. Hal ini menjadi salah satu hal positif yang menyebabkan dapat menyatunya dan diterimanya polisi ditengah masyarakat. Dalam suasana formal seperti pada rapat dan operasi, polisi Bandung selalu menggunakan Bahasa Indonesia yang baik dan benar. 17
4.2.2 Polisi Ditinjau dari dari Sistem Peralatan Jika dibandingkan dengan sistem peralatan yang digunakan polisi di dunia, bisa dikatakan polisi Indonesia masih memiliki banyak kekurangan. Peralatan yang dimaksud disini bisa berupa logistik kantor maupun logistik pada saat operasi. Kurangnya fasilitas sistem peralatan ini terkadang menyebabkan ketidakoptimalan pelayanan polisi terhadap masyarakat kota Bandung. Banyak kasus dan pelayanan masyarakat Bandung yang kadang harus tertunda beberapa hari karena kerusakan perlengkapan logistik bisa berupa komputer, mesin tik, atau barang lainnya yang menunjang hubungan polisi dan masyarakat. Selain itu, bisa dikatakan peralatan logistik operasi Polisi Bandung pun masih jauh dari dikatakan cukup. Penyediaan mobil dan motor patroli yang masih terbatas, menyebabkan tidak semua penjuru Kota Bandung dapat di kelilingi. Padahal Polisi Bandung bertugas untuk menjaga ketertiban dan mengayomi seluruh masyarakat Kota Bandung. Sadar atau tidak, tidak menunjangnya sistem peralatan yang dimiliki Polisi Bandung ini merupakan salah satu faktor penyebab kekecewaan masyarakat terhadap polisi yang menjadi bibit kerenggangan hubungan Polisi Kota Bandung dan Masyarakata Kota Bandung.
4.2.3 Polisi Ditinjau dari Sistem mata pencaharian. Menjadi seorang Polisi tampaknya kini menjadi sebuah animo yang sangat berkembang. Tidak hanya orang pribumi sejak kini mulai melirik 18
polisi sebagai mata pencaharian yang prospektif, namun orang sekelas suku Tiong Hoa yang notabene suka berwiraniaga dan berwirausaha pun kini juga ikut melirik kepolisian sebagai salah satu mata pencaharian yang baik. Namun sayangnya balasan jasa polisi masih belum seimbang dan sebanding dengan fungsi dan perannya dalam menjaga ketertiban dan mengayomi masyarakat. Termasuk di kota Bandung, ada beberapa oknum Polisi Bandung yang terkadang mencuri kesempatan untuk melakukan pemungutan liar dan paksa pada saat operasi razia dengan harapan mereka akan mendapatkan uang lebih. Padahal seharusnya hal ini tidak usah terjadi seandainya pemerintah mau menaikkan gaji mata pencaharian polisi sehingga dapat mengurangi adanya modus pemungutan liar seperti ini.
Gambar 4.3 : Pungutan Liar Oleh Polisi
4.2.4 Polisi ditinjau dari Sistem kemasyarakatan.
19
Sesuai denga visi Polisi Republik Indonesia (Polri), yaitu Polri yang mampu menjadi pelindung Pengayom dan Pelayan Masyarakat yang selalu dekat dan bersama-sama masyarakat, serta sebagai penegak hukum yang profesional dan proposional yang selalu menjunjung tinggi supermasi hukum dan hak azasi manusia, Pemelihara keamanan dan ketertiban serta mewujudkan keamanan dalam negeri dalam suatu kehidupan nasional yang demokratis dan masyarakat yang sejahtera. Sudah tidak usah diragukan lagi bahwa memang Polri memiliki hubungan yang sangat erat didalam sistem kemasyarakatan. Termasuk Polisi Bandung yang memiliki peran didalam sistem kemasyarakatan kota Bandung. Polisi menjadi penengah ketika terjadi masalah didalam masyarakat serta menjadi penjaga stablilitas masyarakat ketika terjadi sebuah kericuhan. Jadi sebenarnya terdapat kebutuhan bersama antara polis dan masyarakat, karena memang keduanya memiliki peran dan fungsi yang saling berkaitan. Untuk di kota Bandung sendiri, sebenarnya hubungan polisi dan masyarakat sudah terjalin dengan baik, hanya saja terkadang ada beberapa
oknum
polisi
yang
tidak
bertanggung
jawab
yang
menyalahgunakan posisinya untuk berbuat sewenang-wenang. Fakta yang terjadi di Kota Bandung mengatakan bahwa ada beberapa oknum polisi yang membantu sebuah tindakan pencurian uang di sebuah mesin ATM. Beberapa fakta lainnya juga menunjukan bahwa ada segelintir oknum polisi yang menyalahgunakan profesi mereka sebagai polisi untuk berbuat sewenang-wenang di suatu kampung Bandung. 20
Sebenarnya hal inilah yang menyebabkan menurunnya prestasi polisi di mata masyarakat. Masyarakat kini mulai kehilaangan kepercayaan terhadap polisi sehingga masyarakat kini mulai sering bertindak anarki dan main haikm sendiri. Kalau penyelewengan nama atas nama polisi ini terus terjadi, maka dapat dibayangkan suatu saat polisi akan benar-benar tidak dapat dipercaya dan dikeluarkan dalam sistem kemasyarakatan.
4.2.5 Polisi Ditinjau dari Sistem Teknologi. Sebelum isu terorisme Indonesia berkembang, sistem teknologi polisi Indonesia belum berkembang jauh pesat seperti hari ini. Dahulu, Polisi Indonesia belum punya pasukan elit dengan berbagai persenjataan, komunikasi yang begitu canggihnya. Namun setelah isu ini terus berkembang hingga menjadi sebuah isu dunia, Amerika mengeluarkan uang bantuannya kepada Indonesia untuk membentuk suatu pasukan khusus anti teroris. Satuan pasukan khusus baru Polri ini dilengkapi dengan persenjataan dan kendaraan tempur buatan Amerika Serikat, seperti senapan serbu Colt M4, senapan penembak jitu Armalite AR-10, dan shotgun Remington 870. Bahkan dikabarkan satuan ini akan memiliki pesawat C-130 Hercules sendiri untuk meningkatkan mobilitasnya. Semua persenjataan yang diberikan, termasuk materi latihan, diberitakan sama persis dengan apa yang dimiliki oleh satuan khusus antiteroris AS. Pasukan ini dinamai dengan Pasukan Detasemen Khusus 88 (Densus 88). Pasukan ini tersebar diseluruh seantero Indonesia untuk menjalankan tugasnya.
21
Sebenarnya kalau ditinjau dari segi makro, Indonesia bisa dikatakan telah memiliki sistem teknologi yang canggih. Namun ketika ditinjau dari sisi mikro, sebenarnya sistem teknologi Polisi Indonesia masih jauh dari harapan. Mari kita bandingkan kebudayaan polisi dalam kasus lalu lintas kota Bandung dengan kota Texas. Di negara Texas, pemantauan pelanggaran lalu lintas dilakukan dengan detektor digital kecepatan yang dapat mengidentifikasi berapa kecepatan seorang pengendara jalan. Detektor ini akan mentransmisikan kepada Polisi lalu lintas terdekat ketika terjadi sebuah pelanggaran lalu lintas. Dengan demikian, budaya efektifitas dan efisiensi kerja polisi dapat terbangun, sehingga mampu memberikan pelayanan yang optimal kepada masyarakat. Hal yang kontradiktif dapat kita temukan di kota Bandung, bahwa teknologi di kota Texas itu masih belum bisa diimplementasikan. Karakter manusia Indonesia yang mau seenaknya sendiri menggunakan jalan raya, membuat polisi kocar-kacir untuk mengatasinya. Jumlah personel polisi yang terbatas, tidak akan cukup untuk memberikan pelayanan optimal disetiap titik jalan di kota Bandung. Akhirnya, budaya polisi Bandung yang terbentuk adalah “bekerja sekeras-kerasnya” bukan “bekerja secerdas-cerdasnya”. Ketidakefektifan dan ketidakefesienan terjadi, dan nantinya akan berujung pada ketidakmampuan polisi Bandung untuk memberikan pelayan maksimal pada Masyarakat Bandung.
22
4.2.6 Polisi Ditinjau dari Sistem Religi Secara persentase agama, polisi Indonesia (termasuk di Bandung) di dominasi oleh agama islam, kristen, dan diikuti agama lainnya. Namun perbedaan agama ini tidak menyebabkan sebuah konflik didalam tubuh organisasi polisi itu sendiri. Proses yang berjalan lam ini akhirnya membentuk budaya toleransi antarumat beragama di antara para personel polisi itu sendiri. Dalam berbagai kesempatan di hari raya agama atau waktu ibadah, setiap polisi dengan agamanya masing-masing diberikan haknya untuk merayakan atau beribadah sesuai dengan agamanya masing-masing. Dalam kaitannya dengan kehidupan masyarakat Kota Bandung, sistem religi membuat hubungan polisi dan masyarakat menjadi semakin erat secara informal. Suatu saat mungkin ada polisi yang bertemu dengan masyarakat didalam masjid, gereja, wihara, atau tempat ibadah lainnya pada saat mereka beribadah. bulu Secara tidak langsung, pertemuan ini akan menumbuhkan hubungan yang harmonis antara polisi dan masyarakat.
23
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Dari pembahasan yang telah dipaparkan secara rinci pada bab-bab sebelumnya, beberapa kesimpulan yang bisa diambil antara lain: •
Dalam perspektif bahasa, hubungan kepercayaan antar sesama Polisi Bandung dan Masyarakat Bandung akan lebih mudah terjalin secara informal karena adanya suatu kesamaan bahasa yang dominan, yaitu bahasa Sunda.
•
Dalam perspektif sistem kelengkapan, ketidaklengkapan peralatan dan perlengkapan yang dimiliki kepolisan membuat tidak efektifnya pelayanan masyarakat
secara
formal,
yang
berpotensi
untuk
menimbulkan
ketidakpercayaan masyarkat. •
Dalam perspektif mata pencaharian, profesi menjadi polisi merupakan salah satu profesi yang cukup banyak dilirik oleh warga Kota Bandung, namun dalam suatu perihal tertentu kadang-kadang profesi polisi ini menjadi bumerang bagi dirinya sendiri karena mereka tidak siap dengan realita yang ada dilapangan.
•
Dalam perspektif sistem kemasyarakatan, Polisi Bandung memiliki dua perang yang sangat penting, yang pertama adalah sebagai komponen masyarakat yang menjadi penengah setiap masalah publik, dan yang kedua adalah penjaga kestabilan keamanan publik.
•
Dalam perspektif teknologi, sebenarnya Polisi Bandung masih jauh sekali dari penguasaan teknologi operasi yang dapat mengefektifkan dan mengefesienkan pekerjaannya untuk mengayomi masyarakat.
•
Dalam perspektif sistem religi, adanya perbedaan agama antar sesama polisi dan masyarakat menyebabkan budaya untuk “toleransi”. Dan kesamaan agama 24
antar sesama polisi dan masyarakat dapat menyebabkan terjalinnya hubungan erat antara keduanya,
5.2 Saran Saran yang dapat kami berikan adalah sebagai berikut : •
Perlu adanya campur tangan pemerintah pusat untuk menaikkan kualitas polisi Indonesia, dan pemerintah daerah untuk menigkatkan kualitas polisi daerah sehingga pelayanan mereka dalam kehidupan masyarkat
•
Perlu adanya sinergisasi antara Warga Bandung dengan kesadaran publiknya dan Polisi Bandung dengan segala usahanya agar tercipta stabilitas keamanan dalam kehidupann masyarakat.
25
DAFTAR PUSTAKA
•
Soelaeman, M.Munandar (Cetakan ke-4). 2000. Ilmu sosial dasar. Bandung: Refika Aditama.
•
Keesing, Roger M. Teori-Teori Tentang Budaya. Jurnal Antropologi No 52
•
Koentjaraningrat. 2003. Pengantar Antropologi –Jilid 1, cetakan kedua, Jakarta: Rineka Cipta.
•
Musthofa Chabib. Handout Antropologi
26