MENGELOLA SUMBER DAYA UNTUK MENCAPAI KELUARAN YANG LEBIH BAIK DI DAERAH OTONOMI KHUSUS
Public Disclosure Authorized
Public Disclosure Authorized
Public Disclosure Authorized
Public Disclosure Authorized
46305
ANALISIS BELANJA PUBLIK ACEH EDISI TERBARU TAHUN 2008
APEA
KANTOR BANK DUNIA JAKARTA Indonesia Stock Exchange Building Tower II/12th Fl. Jl. Jend. Sudirman Kav. 52-53 Jakarta 12910 Tel: (6221) 5299-3000 Fax: (6221) 5299-3111 Website: www.worldbank.org/id
BANK DUNIA 1818 H Street N.W. Washington, D.C. 20433, U.S.A. Tel: (202) 458-1876 Fax: (202) 522-1557/1560 Email:
[email protected] Website: www.worldbank.org
Dicetak pada bulan November 2008. Foto halaman depan: Foto utama: hak cipta © Siti Rahmah Kanan atas: hak cipta © Kantor Bank Dunia Jakarta Analisis Belanja Publik Aceh: Mengelola Sumber Daya untuk Mencapai Keluaran yang Lebih Baik di Daerah Otonomi Khusus adalah hasil kerja staff Bank Dunia. Temuan, interpretasi dan kesimpulan dalam laporan ini tidak mencerminkan pendapat Dewan Eksekutif Bank Dunia atau pemerintah yang mereka wakili. Bank Dunia tidak menjamin keakuratan data yang terdapat dalam laporan ini. Batasan, warna, angka, dan informasi lain yang tercantum dalam setiap peta dalam buku ini tidak mencerminkan penilaian Bank Dunia tentang status hukum sebuah wilayah atau merupakan bentuk pengakuan dan penerimaan atas batasan tersebut. Untuk pertanyaan lebih lanjut tentang laporan ini, silakan hubungi Ahya Ihsan (
[email protected]).
MENGELOLA SUMBER DAYA UNTUK MENCAPAI KELUARAN YANG LEBIH BAIK DI DAERAH OTONOMI KHUSUS APEA
ANALISIS BELANJA PUBLIK ACEH EDISI TERBARU TAHUN 2008
MENGELOLA SUMBER DAYA UNTUK MENCAPAI KELUARAN YANG LEBIH BAIK DI DAERAH OTONOMI KHUSUS ANALISIS BELANJA PUBLIK ACEH EDISI TERBARU TAHUN 2008
Kata Pengantar Laporan ABPA (Analisis Belanja Publik Aceh) Edisi Terbaru 2008 - Mengelola Sumber Daya untuk Mencapai Keluaran yang Lebih Baik di Daerah Otonomi Khusus, yang disusun melalui kerjasama antara Pemerintah Aceh, Universitas Syiah Kuala, dan Bank Dunia merupakan edisi terbaru dari Analisis Belanja Publik Aceh 2006 – Belanja Untuk Rekonstruksi dan Pengurangan Kemiskinan. ABPA Edisi Terbaru 2008 menggarisbawahi perkembangan belanja publik di Aceh dari masa rekonstruksi menuju pembangunan berkelanjutan. ABPA Edisi Terbaru 2008 memiliki dua tujuan utama. Pertama, mengidentifikasi perkembangan terkini dalam belanja publik dan pengelolaan keuangan di Aceh. Kedua, mendukung pemerintah provinsi dan kabupaten/kota di Aceh secara berkelanjutan meningkatkan kapasitas pengambilan kebijakan yang didukung oleh informasi dengan memberikan analisis strategis terhadap penggunaan sumber daya publik dan efektifitas proses penganggaran di Aceh, khususnya yang berkaitan dengan pelaksanaan Dana Otonomi Khusus. Mulai tahun 2008, Pemerintah Aceh telah menerima Dana Otonomi Khusus sebesar Rp. 3.59 triliun, yang setara dengan 2 persen total DAU nasional. Dana ini telah secara signifikan meningkatkan penerimaan dan belanja daerah di Aceh, memberikan kesempatan besar untuk membangun infrastruktur dan pelayanan publik serta memajukan pembangunan ekonomi di Aceh. Dalam dua tahun terakhir, Aceh telah menunjukkan kemajuan dalam alokasi anggaran dan pencapaian keluaran sosial yang lebih baik. Alokasi anggaran pemerintah provinsi dan kabupaten/ kota untuk sektor utama seperti infrastruktur, kesehatan, dan pertanian telah meningkat. Indikator keluaran sosial juga menunjukkan adanya perbaikan dalam penyediaan pelayanan publik. Akan tetapi, tantangan besar masih tetap ada. Meskipun alokasi per kapita terhadap pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur lebih tinggi dibandingkan provinsi-provinsi lain, namun kemajuan dalam keluaran sosial dalam banyak hal masih dibawah rata-rata nasional, yang menyebabkan peningkatan efektifitas dan efisiensi belanja menjadi semakin penting. Lebih jauh lagi, pemerintah provinsi dan kabupaten/kota masih belum dapat mengesahkan anggaran (APBA/APBD) sesuai dengan jadwal yang ditetapkan oleh peraturan, atau membelanjakan anggaran secara penuh dalam setiap tahun anggaran. Disamping itu, beberapa isu penting berkaitan dengan pengaturan pelaksanaan dana otonomi khusus masih harus didefinisikan secara jelas. Peningkatan pendapatan secara signifikan dari Dana Otonomi Khusus mulai tahun ini dan seterusnya, yang belum diikuti dengan pengesahan anggaran yang tepat waktu di Aceh, menimbulkan keprihatinan yang serius bahwa Aceh tidak dapat memanfaatkan kesempatan-kesempatan baru ini secara penuh. Sejalan dengan hal tersebut, laporan ini mengidentifikasi tantangan dan hambatan yang dihadapi oleh pemerintah provinsi dan kabupaten/kota dalam alokasi anggaran dan pengelolaan keuangan di Aceh. Laporan ini juga memberikan rekomendasi untuk membantu menyelesaikan tantangan tersebut, dengan memberikan perhatian khusus pada pengelolaan Dana Otonomi Khusus dan proses pengesahan anggaran daerah di Aceh. Kami berharap laporan ini dapat memberikan kontribusi yang bermanfaat terhadap cara pemerintah provinsi dan kabupaten/kota dalam mengelola dan mengalokasikan sumber daya untuk mencapai tujuan-tujuan pembangunan.
Husni Bahri TOB, S.H., M.M., M.Hum Sekretaris Daerah Pemerintah Aceh
2
KATA PENGANTAR
Prof. Dr. Darni M. Daud, M.A Rektor Universitas Syiah Kuala
T. Safriza Sofyan Deputi Koordinator Program Rehabilitasi Aceh-Nias Bank Dunia
MENGELOLA SUMBER DAYA UNTUK MENCAPAI KELUARAN YANG LEBIH BAIK DI DAERAH OTONOMI KHUSUS ANALISIS BELANJA PUBLIK ACEH EDISI TERBARU TAHUN 2008
Ucapan Terima Kasih Laporan Analisa Belanja Publik Aceh (ABPA) ini disiapkan secara bersama oleh tim dari Bank Dunia dan Universitas Syiah Kuala dengan kerjasama yang erat dengan Pemerintah Aceh. Persiapan laporan ini dipimpin oleh Ahya Ihsan (Bank Dunia) dan Bapak Islahuddin (Universitas Syiah Kuala). Tim inti terdiri dari Harry Masyrafah, Nova Idea, Sukmawah Yuningsih, dan Sylvia Njotomihardjo (Bank Dunia) dan Taufiq C. Dawood (Universitas Syiah Kuala), Inggit Maulidina, dan Rika Nurlela. Enrique Blanco Armas dan Wolfgang Fengler dari Bank Dunia dan Bapak T.M. Lizam (Dinas Pengelolaan Kekayaan dan Keuangan Aceh) dan Bapak Faizal Adriansyah (Bappeda) dari Pemerintah Aceh telah memberikan arahan dan pengawasan terhadap kesuluruhan proses penyusunan laporan ini. Tim sangat menghargai bantuan dan kerjasama yang diberikan oleh Bapak Muhammad Nasir dan timnya atas dukungan data dan informasi APBD. Tim juga menyampaikan penghargaan kepada Said Fauzan Baabud dan Bapak Ali Amin (Bank Dunia), Bapak Karyanto dan Bapak Fahruddin (Dinas Pengelolaan Kekayaan dan Keuangan Aceh), Bapak M. Junaidi (Bappeda Aceh), Ibu Affa Salwa (Dinas Pengelolaan Kekayaan dan Keuangan Kota Banda Aceh), dan semua dinas/pihak yang terlibat dalam pengumpulan data dan analisis. Laporan ini menerima masukan yang sangat berharga dari Cut Dian Agustina sebagai peer reviewer Terima kasih kepada Peter Milne atas bantuan editing dan Arsianti atas bantuan format dan produksi. Tim juga menyampaikan terima kasih kepada tim dari Pemerintah Aceh dan lembaga lainnya yang telah memberikan masukan yang sangat berharga dalam diskusi terhadap draf sebelumnya. Tim terdiri dari Bapak T.Harmawan (Ketua Tim Ad-Hoc Tim Koordinasi Dana Otonomi Khusus dan Tambahan Bagi Hasil Minyak dan Gas), Bapak Bastian dan Bapak Syafri (Bappeda Aceh), Bapak Izhar (Biro Pembangunan), Bapak Muhammad dan Ibu Maryami (Dinas Pengelolaan Kekayaan dan Keuangan Aceh), Bapak Surya Dharma dari DPR Aceh, Bapak Said Muhammad (Fakultas Ekonomi Universitas Syiah Kuala), dan Bernhard May (ALGAP-GTZ), serta seluruh perserta diskusi seminar di Aceh.
UCAPAN TERIMA KASIH
3
MENGELOLA SUMBER DAYA UNTUK MENCAPAI KELUARAN YANG LEBIH BAIK DI DAERAH OTONOMI KHUSUS ANALISIS BELANJA PUBLIK ACEH EDISI TERBARU TAHUN 2008
Daftar Istilah
4
APBA APBD
Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
BA Bappeda
Alokasi Dasar (Basic Allocation) Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
CCI
Indeks Kemahalan Konstruksi (Construction Cost Index)
DAK DAU
Dana Alokasi Khusus Dana Alokasi Umum
FA FC FN
Pengalokasian Berdasarkan Formula (Formula Allocation) Kemampuan Fiskal (Fiscal Capacity) Kebutuhan Fiskal (Fiscal Needs)
GoA
Pemerintah Aceh (Government of Aceh)
HDI
Indeks Pembangunan Manusia (Human Development Index)
Inpres
Instruksi Presiden (Presidential Instruction)
Kepmendagri KUA
Keputusan Menteri Dalam Negeri Kebijakan Umum Anggaran
LoGA
Undang-Undang No 11/2006 Tentang Pemerintahan Aceh (Law on Governing Aceh No. 11/2006)
Makuda MoF MoHA MoNE
Manual Keuangan Daerah Departemen Keuangan (Ministry of Finance) Departemen Dalam Negeri (Ministry of Home Affairs) Departemen Pendidikan Nasional (Ministry of National Education)
Otsus
Otonomi Khusus (Special Autonomy)
PAD Permendagri PPAS
Pendapatan Asli Daerah Peraturan Menteri Dalam Negeri Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara
RAPBA RKA RPJP RPJM
Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Aceh Rencana Kerja dan Anggaran Rencana Pembangunan Jangka Panjang Rencana Pembangunan Jangka Menengah
DOK SiLPA SMA STR
Dana Otonomi Khusus (Special Autonomy Fund) Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran Sekolah Menengah Atas Rasio Siswa Terhadap Guru (Student-To-Teacher Ratio)
DAFTAR ISTILAH
MENGELOLA SUMBER DAYA UNTUK MENCAPAI KELUARAN YANG LEBIH BAIK DI DAERAH OTONOMI KHUSUS ANALISIS BELANJA PUBLIK ACEH EDISI TERBARU TAHUN 2008
Daftar Isi Kata Pengantar
2
Ucapan Terima Kasih
3
Daftar Istilah
4
Daftar Isi
5
Temua-temuan Utama
8
Bab 1 Pendapatan
9
Gambaran umum pendapatan
10
Komposisi pendapatan pemerintah propinsi dan pemerintah kabupaten/kota di Aceh
12
Pendapatan per kapita
14
Dana Otonomi Khusus dan tambahan dana bagi hasil minyak dan gas
15
Proses pengesahan anggaran di Aceh
17
Rekomendasi
20
Bab 2 Belanja
21
Gambaran umum belanja
22
Belanja langsung dan tidak langsung
22
Belanja sektoral
24
Pengeluaran per kapita untuk kesehatan, pendidikan, dan infrastruktur
26
Rekomendasi
28
Lampiran
29
Lampiran A: Gambar dan Tabel
30
Lampiran B: Catatan Metodologis
36
Lampiran C: Lampiran Statistik
38
Referensi
51
DAFTAR ISI
5
MENGELOLA SUMBER DAYA UNTUK MENCAPAI KELUARAN YANG LEBIH BAIK DI DAERAH OTONOMI KHUSUS ANALISIS BELANJA PUBLIK ACEH EDISI TERBARU TAHUN 2008
Gambar
Gambar 1.1 Gambar 1.2 Gambar 1.3 Gambar 1.4 Gambar 1.5 Gambar1.6 Gambar 1.7 Gambar 1.8 Gambar 1.9 Gambar 1.10 Gambar 1.11 Gambar 2.1 Gambar 2.2 Gambar 2.3 Gambar 2.4 Gambar 2.5 Gambar 2.6 Gambar 2.7 Gambar 2.8 Gambar 2.9 Gambar 2.10 Gambar 2.11 Gambar 2.12 Gambar A.1 Gambar A.2 Gambar A.3 Gambar A.4
6
DAFTAR ISI
DOK meningkatkan pendapatan pemerintah propinsi dan kabupaten/kota di Aceh secara signifikan pada tahun 2008 Komposisi pendapatan propinsi Komposisi pendapatan Kabupaten/Kota Alokasi DAU ke pemerintah propinsi dan kabupaten/kota di Aceh Alokasi DAK ke pemerintah propinsi dan kabupaten/kota di Aceh Dana bagi hasil non-pajak dari pemerintah propinsi dan kabupaten/kota di Aceh Dana bagi hasil pajak dari pemerintah propinsi dan kabupaten/kota di Aceh Komposisi pendapatan asli daerah (PAD) propinsi Komposisi pendapatan asli daerah (PAD) kabupaten/kota Penerimaan per kapita pemerintah kabupaten/kota di Aceh, 2007 Tanggal pengesahan anggaran pemerintah provinsi dan kabupaten/kota di Aceh, tahun 2005-08 Total belanja publik di Aceh telah meningkat pesat setelah tahun 2005 Belanja propinsi menurut klasifikasi ekonomi Bagian dari belanja propinsi Aceh Belanja pemerintah kabupaten/kota menurut klasifikasi ekonomi Bagian belanja pemerintah kabupaten/kota menurut belanja langsung dan tidak langsung Pengeluaran sektoral propinsi di Aceh Pengeluaran propinsi menurut sektor-sektor terpilih dan klasifikasi ekonomi, 2007 Pengeluaran sektoral pemerintah kabupaten/kota di Aceh (harga 2006 konstan) Pengeluaran pemerintah kabupaten/kota menurut sektor-sektor terpilih dan klasifikasi ekonomi, 2007 Pengeluaran per kapita untuk kesehatan menurut kabupaten/kota di Aceh26 Pengeluaran per kapita untuk pendidikan menurut kabupaten/kota di Aceh 27 Pengeluaran per kapita untuk prasarana menurut kabupaten/kota di Aceh 28 Alokasi DAU per kapita, 2008 Alokasi DAK per kapita, 2008 Mekanisme alokasi DOK untuk pemerintah kabupaten/kota di Aceh Mekanisme Alokasi Tambahan Dana Bagi Hasil Minyak dan Gas untuk pemerintah kabupaten/kota di Aceh
10 11 11 12 12 13 13 14 14 14 18 22 23 23 24 24 25 25 25 25
30 30 32 33
MENGELOLA SUMBER DAYA UNTUK MENCAPAI KELUARAN YANG LEBIH BAIK DI DAERAH OTONOMI KHUSUS ANALISIS BELANJA PUBLIK ACEH EDISI TERBARU TAHUN 2008
Tabel Table A.1 Tabel A.2 Tabel A.3 Tabel A.4 Tabel A.5. Tabel C.1 Tabel C.2 Tabel C.3 Tabel C.4 Tabel C.5 Tabel C.6 Tabel C.7 Tabel C.8 Tabel C.9 Tabel C.10 Tabel C.11 Tabel C.12 Tabel C.13 Tabel C.14 Tabel C.15 Tabel C.16
Pemetaan format anggaran pemerintah kabupaten/kota berdasarkan beberapa peraturan Perbedaan-perbedaan utama antara UU No. 18/2001 dan UU No. 11/2006 tentang sumber pendapatan, pengaturan alokasi, dan pelaksanaan Dana Otonomi Khusus Kegiatan-kegiatan utama dalam proses persetujuan anggaran di Aceh Tanggal disetujuinya anggaran pemerintah propinsi dan kabupaten/kota di Aceh Keluaran-keluaran (outcomes) terpilih dalam sektor sosial di Aceh Komposisi pendapatan propinsi (harga konstan tahun 2006) Komposisi pendapatan pemerintah kabupaten/kota (harga konstan tahun 2006) Komposisi pendapatan pemerintah propinsi dan kabupaten/kota di Aceh, 2007 Alokasi dana otonomi khusus dan Tambahan Dana Bagi Hasil Minyak dan Gas Belanja pemerintah propinsi dan kabupaten/kota di Aceh menurut klasifikasi ekonomi tahun 2007 Komposisi sektoral belanja pemerintah propinsi (harga konstan 2006) Komposisi sektoral belanja pemerintah kabupatan/kota (harga konstan 2006) Belanja per kapita untuk kesehatan, pendidikan, infrastruktur oleh pemerintah kabupaten/kota di Aceh tahun 2004, 2006, 2007 (harga konstan 2006). Komposisi belanja pemerintah propinsi dan kabupaten/kota di Aceh menurut sektor dan jenis belanja tahun 2004 Komposisi belanja pemerintah propinsi dan kabupaten/kota di Aceh menurut sektor dan jenis belanja tahun 2006 Komposisi belanja pemerintah propinsi dan kabupaten/kota di Aceh menurut sektor dan jenis belanja tahun 2007 Persentase penduduk miskin (dalam %) menurut kabupaten/kota di Aceh Perbandingan guru-siswa (STR) menurut kabupaten di Aceh Persentase siswa SMU yang lulus UAN tahun 2007/200848 Indikator kesehatan terpilih menurut kabupaten/kota di Aceh tahun 2007 Persentase jalan raya di kabupaten/kota dengan kondisi buruk
31 32 33 34 35 38 38 39 40 41 42 42 43 44 45 46 47 47 49 50
Kotak Kotak 1.
Pengaturan manajemen, alokasi dan pelaksanaan Dana Otonomi Khusus
16
Kotak 2.
Proses penyusunan anggaran di Aceh
19
DAFTAR ISI
7
MENGELOLA SUMBER DAYA UNTUK MENCAPAI KELUARAN YANG LEBIH BAIK DI DAERAH OTONOMI KHUSUS ANALISIS BELANJA PUBLIK ACEH EDISI TERBARU TAHUN 2008
Temuan-temuan Utama Pendapatan • • •
Total pendapatan daerah di Aceh telah meningkat tajam tahun ini, dan diharapkan terus meningkat pada tahun-tahun mendatang karena limpahan penerimaan dari dana otonomi khusus Pengaturan alokasi dan pelaksanaan dana otonomi khusus saat ini (dalam bentuk program bersama antara pemerintah provinsi dan kabupaten/kota) masih rumit dan beberapa hal mengenai perencanaan dan pelaksanaan masih perlu diperjelas. Masih terlambatnya pengesahan anggaran pemerintah provinsi dan kabupaten/kota, menimbulkan keprihatinan terhadap pelaksanaan keseluruhan progam pembangunan, dan juga program bersama dari dana otonomi khusus.
Belanja • •
•
Keseluruhan belanja daerah telah meningkat tahun ini mengikuti pengingkatan signifikan pada sisi penerimaan. Alokasi anggaran antar sektor baik pemerintah provinsi dan kabupaten/kota menunjukkan perbaikan. Infrastruktur, kesehatan, dan pertanian menerima kenaikan alokasi anggaran yang signifikan pada 2007. Belanja terhadap administrasi umum pemerintahan menurun sebagai persentase dari total belanja (walaupun meningkat sedikit secara ril) dan belanja untuk pendidikan telah meningkat secara ril (walaupun menurun secara porsi dari total belanja). Secara umum, alokasi per kapita pemerintah kabupaten/kota untuk sektor kesehatan, pendidikan, dan infrastruktur telah meningkat dibandingkan tahun 2004, tetapi besaran kenaikan berbeda antar kabupaten/kota
Keluaran sosial Keluaran sosial terpilih menunjukkan adanya peningkatan dalam penyediaan pelayanan publik, tetapi kemajuannya masih tertinggal dari rata-rata nasional. Perbaikan dalam alokasi anggaran dan proses rekonstruksi yang sedang berjalan berkontribusi terhadap perbaikan tersebut.
Pendapatan
1
MENGELOLA SUMBER DAYA UNTUK MENCAPAI KELUARAN YANG LEBIH BAIK DI DAERAH OTONOMI KHUSUS ANALISIS BELANJA PUBLIK ACEH EDISI TERBARU TAHUN 2008
Gambaran umum pendapatan Jumlah pendapatan daerah di Aceh telah meningkat pesat tahun ini dan diharapkan akan terus meningkat pada tahun-tahun mendatang yang disebabkan oleh limpahan pendapatan dari dana otonomi khusus (DOK).1 Tahun ini, jumlah DOK adalah sebesar Rp 3,59 triliun, meningkatkan jumlah pendapatan daerah secara signifikan mencapai hampir Rp 16 triliun bila dibandingkan dengan tahun 2007 yang hanya sebesar Rp 11,6 triliun (Gambar 1.1). Kenaikan tajam tersebut melebihi kompensasi penurunan (sebagian) dana bagi hasil minyak dan gas yang disebabkan oleh penipisan cadangan minyak dan gas. Akan tetapi, dana bantuan tambahan DOK akan dihapuskan secara bertahap setelah 20 tahun. Oleh karena itu, pemerintah propinsi dan kabupaten/kota di Aceh perlu mengembangkan suatu strategi untuk mengelola dan mengalokasikan pendapatan tambahan tersebut secara untuk memperbaiki infrastruktur dan meningkatkan pelayanan publik, serta meningkatkan pembangunan ekonomi di daerah. Gambar 1.1
DOK meningkatkan pendapatan pemerintah propinsi dan kabupaten/kota di Aceh secara signifikan pada tahun 2008 16,000 14,000
Lain -lain INPRES/DAK Dana Bagi Hasil Non-Pajak Pendapatan Aslli Daerah
Dana Otonomi Khusus SDO/DAU Dana Bagi Hasil Pajak
12,000
Rp milyar
10,000 8,000 6,000 4,000 2,000 1999
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
Sumber: Pemerintah Aceh, Depkeu, Universitas Syiah Kuala, dan perhitungan staff Bank Dunia. Catatan: Gambar balok berdasarkan harga konstan 2006, gambar garis berdasarkan harga sekarang untuk setiap tahun.
Dengan pengecualian terhadap dana bagi hasil non-pajak dan pendapatan “lain-lain”,2 seluruh jenis pendapatan telah meningkat. Transfer Dana Alokasi Umum atau DAU ke Aceh meningkat sebesar 31 persen pada tahun 2006, mengikuti peningkatan nasional, dan terus meningkat secara perlahan pada tahun 2007 dan 2008. Dana Alokasi Khusus atau DAK meningkat lebih dari dua kali lipat pada tahun 2006 dan terus meningkat pada tahun 2007 dan 2008. Pendapatan dari dana bagi hasil pajak dan pendapatan asli daerah (PAD) juga telah mengalami peningkatan besar sejak tahun 2005. PAD meningkat lebih dari dua kali lipat di tahun 2006 dan terus tumbuh pada tahun 2007 dan 2008. Akan tetapi, dana bagi hasil non-pajak dan kategori pendapatan “lain-lain” menurun pada tahun 2007 dan 2008. DAU masih tetap merupakan sumber pendapatan terpenting bagi pemerintah daerah di Aceh, sementara DOK menggantikan penurunan dana bagi hasil non-pajak. Secara rata-rata, DAU berjumlah 44 persen dari total pendapatan daerah antara tahun 2001 dan 2008. Komposisi pendapatan sedikit berubah pada tahun ini. Porsi dana bagi hasil non-pajak telah menurun tajam sejak tahun 2007, namun telah digantikan oleh DOK pada tahun 2008. 1
2
10
Undang-Undang No. 11/2006 tentang Otonomi Khusus Aceh memberikan Aceh dana otonomi khusus yang baru —tambahan dana dari pemerintah pusat ke pemerintah propinsi yang sebanding dengan 2 persen dari alokasi DAU nasional untuk 15 tahun dan 1 persen untuk lima tahun yang berikutnya — mulai tahun 2008. Dana atas ini tambahan dari dana bagi hasil minyak dan gas sebesar 70% yang telah diterima Aceh sejak tahun 2002. Undang-Undang No. 11/2006 telah mengubah definisi DOK. DOK sekarang hanya mengacu kepada danadana yang diterima dari alokasi 2 persen dari dana DAU nasional. Sebutan “dana otonomi khusus” yang dipakai sebelumnya dari tambahan dana bagi hasil minyak dan gas telah diganti “tambahan bagi hasil minyak dan gas”. Sumber pendapatan lainnya antara lain hibah, dana darurat, dan dana kontijensi lainnya dari pemerintah pusat. Dana bagi hasil pajak dari propinsi dalam anggaran pemerintah kabupaten/kota yang dicatat dalam kategori “lain-lain” telah diklasifikasi ulang ke dalam kategori “dana bagi hasil” yang baru.
PENDAPATAN
MENGELOLA SUMBER DAYA UNTUK MENCAPAI KELUARAN YANG LEBIH BAIK DI DAERAH OTONOMI KHUSUS ANALISIS BELANJA PUBLIK ACEH EDISI TERBARU TAHUN 2008
Porsi dana bagi hasil non-pajak terhadap total pendapatan menurun dari 43 persen pada tahun 2002 menjadi hanya 20 persen pada tahun 2008. Porsi dana bagi hasil pajak dan PAD menjadi semakin penting setelah tahun 2005, dengan kontribusi rata-rata naik menjadi 6 persen dan 7 persen (2006-08), dibandingkan dengan 5 persen dan 4 persen (2001- 05) untuk masing-masing (Gambar 1.1). Tahun ini DOK berjumlah lebih dari separuh pendapatan pemerintah propinsi (54 persen), meskipun sebagian besar sumber daya tersebut akan dibelanjakan di kabupaten/kota melalui program-program bersama.3 Penurunan dana bagi hasil non-pajak berdampak besar pada pendapatan propinsi, karena hal tersebut merupakan sumber pendapatan utama sebelum tahun 2008. Pendapatan tersebut berkurang separuh secara ril yaitu dari Rp 3 triliun pada tahun 2006 menjadi Rp 1,5 triliun pada tahun 2008. Tanpa DOK, total pendapatan propinsi akan terus menurun pada tahun ini. PAD telah menjadi kontributor terbesar kedua bagi pendapatan propinsi sejak tahun 2006, yang didorong oleh kenaikan tajam pajak-pajak propinsi (pajak kendaraan dan bahan bakar) dan pendapatan asli daerah lainnya (Gambar 1.2). Sekarang PAD memiliki peran yang lebih besar dari peran DAU. Gambar 1.2
Komposisi pendapatan propinsi
Gambar 1.3
7,000
Komposisi pendapatan Kabupaten/ Kota
9,000 Lain -lain INPRES/DAK Dana Bagi Hasil Non-Pajak Pendapatan Aslli Daerah
6,000
Dana Otonomi Khusus SDO/DAU Dana Bagi Hasil Pajak
8,000
Lain -lain SDO/DAU Dana Bagi Hasil Pajak
INPRES/DAK Dana Bagi Hasil Non - Tax Pendapatan Asli Daerah
7,000
Rp milyar
Rp milyar
5,000 4,000
6,000 5,000 4,000
3,000
3,000
2,000 2,000
1,000
1,000
-
-
1999
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
Sumber: Pemerintah Aceh, Depkeu, Universitas Syiah Kuala, dan perhitungan staff Bank Dunia. Catatan: Data merupakan angka riil (harga konstan 2006).
2008
1999
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
Sumber: Pemerintah Aceh, Depkeu, Universitas Syiah Kuala, dan perhitungan staff Bank Dunia. Catatan: Data merupakan angka riil (harga konstan 2006).
Secara keseluruhan, pendapatan pemerintah kabupaten/kota sedikit meningkat pada tahun ini. DAU masih tetap merupakan sumber pendapatan terpenting bagi pemerintah kabupaten/kota, yang berjumlah hampir 60 persen dari total pendapatan (2001-08). DAK4 juga telah menjadi semakin penting pada tahun-tahun belakangan ini, dengan alokasinya yang meningkat tiga kali lipat dari tahun 2005 sampai tahun 2008. Pada tahun ini, DAK telah menjadi kontributor terbesar kedua bagi pendapatan pemerintah kabupaten/kota secara keseluruhan, melampaui peran dana bagi hasil non-pajak, yang berjumlah 10 persen dari total pendapatan. Pendapatan dari dana bagi hasil pajak dan PAD juga telah mengalami peningkatan besar sejak tahun 2005. Pendapatan dari kategori pendapatan “lain-lain”5 agak menurun sejak tahun 2007. Sama seperti pada tingkat propinsi, pendapatan dari dana bagi hasil non-pajak juga menurun pada tingkat kabupaten/kota, yang hanya berjumlah 7,2 persen dari total pendapatan tahun ini dibanding dengan 22 persen pada tahun 2003 (Gambar 1.3). 3
4
5
Berdasarkan Qanun No. 2/2008, 60 persen dari DOK akan dialokasikan untuk membiayai program-program pembangunan pemerintah kabupaten/kota (misalnya, pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur) melalui program bersama antar pemerintah propinsi dan pemerintah kabupaten/kota, dan sisanya sebesar 40 persen akan digunakan untuk membiayai program-program propinsi (juga melalui program bersama), yang juga dilaksanakan di kabupaten/kota. Dana Alokasi Khusus (DAK) merupakan dana bantuan bersyarat (telah ditentukan peruntukannya) dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu dari pemerintah pusat. Pada tahun 2001 dan 2002, DAK hanya meliputi dana-dana reboisasi. Sejak tahun 2003, DAK telah diperluas dan diperuntukkan bagi pendidikan, kesehatan dan prasarana, pertanian, kelautan dan perikanan, fasilitas pemerintah, dan lingkungan. Pendapatan dari kategori pendapatan “lain-lain” terdiri atas hibah, dana darurat, dana penyesuaian dari pemerintah pusat, dan bantuan keuangan lainnya dari tingkat pemerintahan yang lebih tinggi.
PENDAPATAN
11
MENGELOLA SUMBER DAYA UNTUK MENCAPAI KELUARAN YANG LEBIH BAIK DI DAERAH OTONOMI KHUSUS ANALISIS BELANJA PUBLIK ACEH EDISI TERBARU TAHUN 2008
Komposisi pendapatan pemerintah propinsi dan pemerintah kabupaten/kota di Aceh Alokasi DAU6 untuk pemerintah daerah di Aceh telah meningkat pada tahun-tahun belakangan ini. Peningkatan besar terjadi pada tahun 2006 ketika DAU naik sebesar 31 persen (secara ril), yang menunjukkan peningkatan alokasi DAU secara nasional sebesar 26 persen dari pendapatan domestik bersih dan cakupan gaji pegawai negeri sipil sebesar 100 persen, sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang No. 33/2004. Peningkatan besar tersebut khususnya menguntungkan pemerintah kabupaten/kota. Pada tahun ini, jumlah alokasi DAU untuk pemerintah propinsi dan pemerintah kabupaten/kota di Aceh mencapai Rp 6,35 triliun (Gambar 1.4). Secara per kapita, DAU Aceh mencapai Rp 1,56 juta (peringkat ke-12), sedikit di atas angka rata-rata nasional yang berjumlah Rp 1,5 juta. (Gambar A.1). Gambar 1.4
Alokasi DAU ke pemerintah propinsi Gambar 1.5 dan kabupaten/kota di Aceh 100
7000
20
1,200
90
DAU (nominal) (LHS)
6000
DAK (nominal) (LHS)
1,000
80
15 70
50 3000
40
Rp milyar
60
(%)
DAU (constant 2006=100) (LHS)
4000
800 DAK (constant 2006=100) (LHS)
600
10
(%)
5000
Rp milyar
Alokasi DAK ke pemerintah propinsi dan kabupaten/kota di Aceh
400 30
Bagian DAU dari total pendapatan
2000
20 1000
5 Bagian DAK dari total pendapatan
200
10 0
0 2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
Sumber: Pemerintah Aceh, Depkeu, Universitas Syiah Kuala, dan perhitungan staff Bank Dunia.
0
0 2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
Sumber: Pemerintah Aceh, Depkeu, Universitas Syiah Kuala, dan perhitungan staff Bank Dunia.
Alokasi DAK juga telah meningkat secara signifikan sejak tahun 2006. Alokasi DAK telah meningkat sebanyak lebih dari lima kali lipat secara ril sejak alokasi sektoral pertama yang diterapkan pada tahun 2003, dari Rp 174,9 milyar menjadi Rp 979,4 milyar pada tahun 2008 (Gambar 1.5). Pada tahun 2007, dana DAK dialokasikan untuk tiga sektor utama: pendidikan (28 persen), kesehatan (20 persen) dan prasarana (30 persen). Tidak seperti tahun-tahun sebelumnya, pemerintah propinsi juga menerima DAK sebesar Rp 35,4 milyar tahun ini, yang dialokasikan untuk proyek-proyek jalan dan irigasi. Aceh telah menerima alokasi DAK per kapita sebesar Rp 247.000, yang berada sedikit di atas angka rata-rata nasional (peringkat ke-12) sebesar Rp 218.000 (Gambar A.2 pada Lampiran). Dana bagi hasil non-pajak7 telah menurun pada tahun-tahun belakangan ini, baik dari sisi volumenya maupun porsi terhadap total pendapatan. Meskipun terdapat kecenderungan menurun, dana bagi hasil nonpajak masih mendominasi dana bagi hasil secara keseluruhan, yang rata-rata berjumlah 84 persen dari total dana bagi hasil (2001-08). Hal tersebut didominasi oleh dana bagi hasil dari minyak dan gas (96 persen), dan sisanya berasal dari sektor kehutanan, pertambangan dan perikanan. Pendapatan dari dana bagi hasil non-pajak telah menurun tajam sejak tahun 2006, dari Rp 4,1 triliun (35 persen dari total pendapatan) menjadi hanya Rp 2,1 triliun tahun ini (13 persen dari total pendapatan) (Gambar 1.6).
6 7
12
Dana Alokasi Umum (DAU) merupakan transfer/hibah yang diberikan tidak ditentukan penggunaannya dari pemerintah pusat ke seluruh pemerintah daerah untuk mencapai perimbangan keuangan. Dana bagi hasil non-pajak (SDA) mencakup pendapatan migas dari DOK berdasarkan UU No. 18/2001 pada tahun 2002-07 dan dana bagi hasil tambahan dari migas berdasarkan UU No. 11/2008 pada tahun 2008.
PENDAPATAN
MENGELOLA SUMBER DAYA UNTUK MENCAPAI KELUARAN YANG LEBIH BAIK DI DAERAH OTONOMI KHUSUS ANALISIS BELANJA PUBLIK ACEH EDISI TERBARU TAHUN 2008
Dana bagi hasil non-pajak dari Gambar 1.7 propinsi dan pemerintah kabupaten/ kota di Aceh 900
90%
800
80%
700
Rp milyar
3,500
Nominal
70%
3,000
60%
2,500
Constant (2006=100)
2,000
50% 40%
1,500
30%
1,000
20%
Bagian dari total pendapatan
500
10% 0%
0 2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
Sumber: Pemerintah Aceh, Depkeu, Universitas Syiah Kuala, dan perhitungan staff Bank Dunia. Catatan: Data dalam bentuk riil harga konstan 2006.
Rp milyar
100%
4,000
% dari pendapatan total
4,500
Dana bagi hasil pajak dari pemerintah propinsi dan kabupaten/ kota di Aceh 20% Pajak Penghasilan (PPh) Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
15%
600 500 10% 400 300 5%
200 100 0
% bagian dari pendapatan total
Gambar 1.6
0% 2001
2002
2003
2004
2006
2007
2008
Sumber: Pemerintah Aceh, Depkeu, Universitas Syiah Kuala, dan perhitungan staff Bank Dunia. Catatan: Data dalam bentuk riil harga konstan 2006.
Pendapatan pemerintah propinsi dan pemerintah kabupaten/kota dari dana bagi hasil pajak telah meningkat secara terus-menerus, walaupun porsinya dari total pendapatan relatif kecil (rata-rata 5 persen pada tahun 2001-08)). Pendapatan dari dana bagi hasil pajak telah meningkat hampir tiga kali lipat, dari Rp 304 milyar pada tahun 2002 menjadi Rp 824 milyar pada tahun ini (Gambar 1.7). Kontribusinya terhadap total pendapatan telah meningkat dari 3.5 persen pada tahun 2002 menjadi 6 persen pada tahun ini. Peningkatan ini terutama didorong oleh peningkatan Pajak Bumi dan Bangunan sebesar hampir tiga kali lipat antara tahun 2002 dan 2008, yang berasal dari perluasan basis pajak sebagai akibat dari peningkatan penggunaan tanah dan pembangunan rumah-rumah baru selama masa rekonstruksi. Pajak Bumi dan Bangunan berjumlah 83 persen dari total dana bagi hasil pajak, diikuti oleh pajak penghasilan (10 persen) dan bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (7 persen). Pendapatan Asli Daerah (PAD) pemerintah propinsi dan pemerintah kabupaten/kota telah meningkat pesat sejak tahun 2006. PAD propinsi telah meningkat lebih dari empat kali lipat sejak tahun 2005. Peningkatan tersebut terutama disebabkan oleh peningkatan besar pada pajak propinsi dan PAD “lain-lain”, masing-masing dengan jumlah rata-rata sebesar 58 persen dan 34 persen dari PAD propinsi pada tahun 2006-08 (Gambar 1.8). PAD pemerintah kabupaten/kota telah meningkat lebih dari dua kali lipat secara riil, yang didominasi oleh PAD “lainlain” serta pajak dan retribusi kabupaten/kota, yang masing-masing berjumlah 50 persen dan 43 persen dari total PAD (Gambar 1.9). Peningkatan pendapatan dari pajak dan retribusi kabupaten/kota kemungkinan besar didorong oleh dampak positif dari kegiatan rekonstruksi pasca tsunami, khususnya dengan perluasan bisnis perhotelan dan restoran, serta peningkatan tajam dalam jumlah mobil dan sepeda motor. Pendapatan dari PAD lainnya8 terutama berasal dari bunga atas deposito dan jasa giro yang dihasilkan dari akumulasi sisa lebih anggaran.9
8
9
Pemerintah propinsi dan beberapa pemerintah kabupaten/kota telah memasukkan zakat dalam anggaran mereka. Akan tetapi, hal tersebut hanya merupakan porsi yang sangat kecil dari PAD dan tidak dicatat secara konsisten di antara pemerintah kabupaten/kota. Oleh karena itu, zakat diklasifikasikan sebagai PAD “lain-lain”. Pada tahun 2007, sisa lebih pembayaran anggaran (SILPA) berjumlah 47,3 persen dari anggaran propinsi dan 23 persen dari anggaran pemerintah kabupaten/kota. Kurangnya daya serap tersebut terutama disebabkan oleh kelambatan dalam proses penyetujuan anggaran.
PENDAPATAN
13
MENGELOLA SUMBER DAYA UNTUK MENCAPAI KELUARAN YANG LEBIH BAIK DI DAERAH OTONOMI KHUSUS ANALISIS BELANJA PUBLIK ACEH EDISI TERBARU TAHUN 2008
Gambar 1.8
Komposisi pendapatan asli daerah (PAD) propinsi
Gambar 1.9
800
400 Lain - lain Keuntungan dari Badan Usaha Negara Retribusi Pajak Lokal
600 500
Lain - lain Keuntungan dari Badan Usaha Negara Retribusi Pajak Lokal
350 300 Rp milyar
700
Rp milyar
Komposisi pendapatan asli daerah (PAD) kabupaten/kota
400
250 200
300
150
200
100
100
50 0
0 1999
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
1999
2008
Sumber: Pemerintah Aceh, Depkeu, Universitas Syiah Kuala, dan perhitungan staff Bank Dunia. Catatan: Pendapatan berdasarkan harga konstan 2006.
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
Sumber: Pemerintah Aceh, Depkeu, Universitas Syiah Kuala, dan perhitungan staff Bank Dunia. Catatan: Pendapatan berdasarkan harga konstan 2006.
Pendapatan per kapita Kesenjangan fiskal di antara pemerintah kabupaten/kota masih tetap signifikan ada. Sebagai contoh, Kota Sabang masih merupakan daerah terkaya berdasarkan pendapatan per kapita kabupaten/kota, sedangkan Pidie merupakan daerah termiskin. Kota Sabang memiliki pendapatan per kapita sebesar Rp 9,2 juta pada tahun 2007, tujuh kali lebih tinggi dari pendapatan Kab. Pidie, yang berjumlah Rp 1,3 juta (Gambar 1.10). Penerimaan rata-rata per kapita antara pemerintah kabupaten/kota adalah sebesar Rp 2,8 juta. Pada tahun 2004, Kota Sabang memperoleh hampir enam kali lipat dari pendapatan per kapita dari kabupaten termiskin (Kab. Bireuen). Kab. Pidie memiliki pendapatan terendah kedua pada tahun 2004. Sebagian besar pemerintah kabupaten/kota yang memiliki pendapatan per kapita besar memiliki populasi yang lebih kecil, seperti Kota Sabang, Aceh Jaya, Gayo Lues dan Simeulue. Pada tahun 2006, pendapatan per kapita Aceh adalah sekitar Rp 1,5 juta, yang berada pada peringkat ke-8 apabila dibandingkan dengan propinsi-propinsi lainnya. Gambar 1.10
Penerimaan per kapita di antara pemerintah kabupaten/kota di Aceh, 2007 Kota Sabang Kab. Aceh Jaya Kab. Gayo Lues Kab. Simeuleu Kab. Nagan Raya Kab. Aceh Barat Daya Kab. Bener Meriah Rata-rata Kab. Aceh Barat Kota Banda Aceh Kab. Aceh Tengah
Rata-rata
OSR (PAD)
Kab. Aceh Tenggara Kota Lhokseumawe Kota Langsa Kab. Aceh Singkil Kab. Aceh Selatan Kab. Aceh Tamiang Kab. Aceh Timur Kab. Aceh Besar Kab. Bireuen Kab. Aceh Utara Kab. Pidie
Bagi Hasil Pajak Dana Bagi Hasil Non Pajak DAU DAK Lain-lain
0
1,000
2,000
3,000
4,000
5,000
6,000
7,000
Rupiah
Sumber: Pemerintah Aceh, Depkeu, Universitas Syiah Kuala, dan perhitungan staff Bank Dunia.
14
PENDAPATAN
8,000
9,000
10,000
MENGELOLA SUMBER DAYA UNTUK MENCAPAI KELUARAN YANG LEBIH BAIK DI DAERAH OTONOMI KHUSUS ANALISIS BELANJA PUBLIK ACEH EDISI TERBARU TAHUN 2008
Dana Otonomi Khusus dan tambahan dana bagi hasil minyak dan gas Undang-Undang No. 11/2006 Tentang Pemerintah Aceh (UUPA) memberikan kesempatan besar bagi Aceh untuk meningkatkan penyediaan layanan publik dan mendorong pembangunan ekonomi di daerahnya. Dari segi keuangan, mulai tahun ini Aceh menerima DOK selama 20 tahun ke depan —tambahan dana dari pemerintah pusat kepada pemerintah propinsi yang sebanding dengan 2 persen dari alokasi DAU nasional selama 15 tahun dan 1 persen selama lima tahun berikutnya.10 Selain itu, undang-undang yang baru menetapkan kembali porsi tambahan dana bagi hasil dari minyak dan gas (masing-masing sebesar 55 persen dan 40 persen), di atas Dana Bagi Hasil minyak dan gas secara nasional untuk daerah penghasil minyak & gas, masing-masing sebesar 15 persen (minyak) dan 30 persen (gas).11 Pada tahun ini, Aceh memperoleh pendapatan tambahan sebesar Rp 3,59 triliun dari alokasi DOK dan Rp 1,3 triliun dari dana tambahan bagi hasil minyak dan gas tambahan. UUPA menggantikan Undang-Undang sebelumnya tentang Status Otonomi Khusus untuk Aceh (Undang-Undang No. 18/2001), yang berlaku dari tahun 2002 sampai 2007.12 DOK ditransfer oleh pemerintah pusat kepada pemerintah propinsi dan diperuntukkan bagi programprogram yang diputuskan bersama antara pemerintah propinsi dan kabupaten/kota. Pengaturan distribusi dari pemerintah propinsi kepada pemerintah kabupaten/kota diatur dalam Qanun No. 2/2008. Pengelolaan DOK dipusatkan di tingkat propinsi. Pemerintah propinsi bertanggung jawab atas administrasi, alokasi, pelaksanaan dan pengawasan program-program yang didanai dengan DOK. Pemerintah propinsi juga memiliki kewenangan untuk menentukan lebih dari 40 persen dari DOK, sementara sisanya yang sebesar 60 persen dialokasikan berdasarkan rumus kebutuhan keuangan tertimbang (weigthed fiscal needs)kepada 23 pemerintah kabupaten/kota13 (Gambar A.3). Semua program yang didanai dengan DOK tanpa pengecualian apakah program tersebut merupakan kebijakan pemerintah propinsi atau pemerintah kabupaten/kota, harus diputuskan bersama oleh pemerintah propinsi dan pemerintah kabupaten/kota. Pengaturan dana tambahan bagi hasil dari minyak dan gas (antara pemerintah propinsi dan pemerintah kabupaten/kota dan di antara pemerintah-pemerintah kabupaten/kota) berbeda dengan pengaturan DOK. Dana bagi hasil minyak dan gas juga ditransfer oleh pemerintah pusat kepada pemerintah propinsi. Sedikitnya sebesar 30 persen dari dana tersebut disisihkan untuk pendidikan sebelum dialokasikan lebih lanjut.14 Sisanya sebanyak 70 persen akan dialokasikan untuk membiayai program-program pembangunan bersama yang diatur oleh pemerintah propinsi dan pemerintah kabupaten/kota: 40 persen akan digunakan untuk program-program propinsi, dan 60 persen akan digunakan untuk membiayai program-program pemerintah kabupaten/kota. Alokasi di antara pemerintah kabupaten/kota ditentukan berdasarkan rumus pengalokasian daerah penghasil minyak&gas dan non-penghasil minyak&gas15 (Gambar A.4). Akan tetapi, seperti DOK, semua program yang dibiayai dengan dana tersebut akan diurus dan dilaksanakan oleh pemerintah propinsi.
10 Berdasarkan UUPA, Dana Otonomi Khusus ditujukan untuk mendanai pembangunan dan pemeliharaan prasarana, pemberdayaan ekonomi masyarakat, pengentasan kemiskinan, dan membiayai sektor pendidikan, sosial, dan kesehatan. Penjelasan undang-undang tersebut juga menguraikan lebih lanjut bahwa Dana Otonomi Khusus juga dapat digunakan untuk meningkatkan kapasitas para pegawai pemerintah dan guru, program beasiswa, dan kegiatan pendidikan lainnya berdasarkan prioritasnya. 11 Secara keseluruhan, Aceh menerima 70 persen Dana Bagi Hasil dari minyak dan gas. 12 Lihat Tabel A.2 untuk informasi lebih lanjut tentang perbedaan utama dalam definisi dan skema alokasi Dana Otonomi Khusus antara Undang-Undang No. 18/2001 dan Undang-Undang No. 11/2006 13 Dana tersebut dialokasikan kepada pemerintah daerah dalam bentuk program bersama. Rumus tersebut menetapkan plafon anggaran bagi setiap pemerintah daerah, yang merupakan jumlah maksimum dari anggaran setiap pemerintah daerah yang memenuhi persyaratan untuk dapat mengusulkan “suatu program bersama” ke tingkat propinsi. 14 Undang-Undang No. 11/2006 menjelaskan bahwa sumber dana bagi hasil yang diperuntukkan bagi pendidikan hanya berasal dari dana bagi hasil tambahan dari minyak dan gas, sementara Undang-Undang No. 18/2001 mewajibkan bahwa 30 persen dari pembagian-pendapatan termasuk pajak dan non-pajak dialokasikan untuk pendidikan. 15 Penting untuk dicatat bahwa pengaturan tersebut hanya berlaku untuk Dana Bagi Hasil tambahan dari minyak dan gas (masing-masing sebesar 55 persen dan 40 persen). Sedangkan pembagian-pendapatan nasional reguler dari minyak (15 persen) dan gas (30 persen) disalurkan langsung dari pemerintah pusat ke propinsi dan pemerintah daerah yang bersangkutan.
PENDAPATAN
15
MENGELOLA SUMBER DAYA UNTUK MENCAPAI KELUARAN YANG LEBIH BAIK DI DAERAH OTONOMI KHUSUS ANALISIS BELANJA PUBLIK ACEH EDISI TERBARU TAHUN 2008
Kotak 1.
Pengaturan manajemen, alokasi dan pelaksanaan Dana Otonomi Khusus
Untuk mengelola dan mengatur DOK, pemerintahan provinsi telah membentuk Tim Koordinasi Dana Otonomi Khusus dan Tambahan Penerimaman Bagi Hasil Minyak dan Gas, sebagaimana diamanatkan dalam Undangundang No. 11/2006. Tim tersebut ditugaskan untuk memberikan nasehat kepada Gubernur tentang kebijakan pelaksanaan, perancangan dan perbaikan rumusan alokasi, penetapan kriteria untuk pemilihan program/proyek, evaluasi program dan proyek yang didanai dengan DOK, dan pemberian bantuan teknis kepada pemerintah kabupaten/kota untuk mengajukan usulan program/proyek. Pembentukan tim tersebut diatur dalam Peraturan Gubernur No. 24/2008. Tim tersebut dipimpin oleh Sekretaris Daerah yang terdiri dari sembilan anggota dari pemerintah propinsi, dua ahli, dan dua perwakilan dari pemerintah kabupaten/kota. Pengaturan alokasi dan pelaksanaan DOK dan Tambahan Bagi Hasil Minyak dan Gas saat ini masih rumit, dan beberapa masalah perencanaan dan pelaksanaan masih harus didefinisikan. Dana DOK dialokasikan kepada pemerintah kabupaten/kota melalui program-program bersama yang kemudian diatur dan dilaksanakan oleh pemerintah propinsi. Pemerintah kabupaten/kota harus mengusulkan proyek/program kepada pemerintah propinsi yang sesuai dengan batas anggaran yang ditetapkan berdasarkan rumus kebutuhan fiskal tertimbang. Kurangnya arahan dalam proses perencanaan khusus ini menambah rumit proses perencanaan reguler yang sudah cukup panjang. Untuk alokasi dana tahun 2008, pemerintah propinsi dan kabupaten/kota harus menghadiri serangkaian sesi perencanaan tambahan untuk membahas dan menyepakati program-program bersama, meskipun kriteria program/proyek yang hendak didanai belum ditentukan secara jelas. Pengaturan pelaksanaan yang tersentralisasi propinsi (termasuk fungsi-fungsi yang selama ini sebagian besar telah didesentralisasi, seperti kesehatan dan pendidikan) kemungkinan dapat mengurangi kepemilikan proyek/program oleh pemerintah kabupaten/kota dan melemahkan peran pemerintah kabupaten/kota dalam fungsi yang telah desentralisasikan. Selain itu, pengaturan pelaksanaan yang tersentralisasi menciptakan beban tambahan bagi pemerintah propinsi. Aceh dapat mengambil banyak manfaat dari DOK, meskipun beberapa perbaikan dalam hal pengaturan perencanaan dan pelaksanaan diperlukan untuk mengarahkan kepada pelaksanaan yang efektif. Pertama, pemerintah propinsi dan kabupaten/kota perlu menentukan strategi (rencana induk) sebagai pedoman dan arahan bagi pelaksanaan DOK. Strategi tersebut harus memasukkan perencanaan pemerintah propinsi serta kabupaten/kota dan, antara lain, menetapkan tujuan-tujuan yang jelas, menentukan prioritas sektoral dan kriteria bagi program dan proyek yang akan didanai, menguraikan manajemen, perencanaan dan pelaksanaan, serta pengaturan pengawasan dan evaluasi. Kedua, untuk menyederhanakan proses perencanaan dan pelaksanaan, pemerintah propinsi mungkin perlu mencari pilihan-pilihan alternatif untuk menyalurkan dana secara langsung kepada pamerintah kabupaten/kota. Satu pilihan yang mungkin diambil adalah melalui dana bantuan bersyarat (seperti DAK) dalam bentuk tranfer langsung (tunai) dari pada dalam bentuk “program bersama”. Ketiga, harus ada pedoman dan pembedaan yang jelas tentang peran pemerintah propinsi dan kabupaten/kota. Pemerintah propinsi harus menyediakan pedoman yang menyeluruh serta perencanaan, manajemen dan pelaksanaan umum dan memusatkan perhatian pada program-program berskala besar yang memiliki manfaat lintas pemerintah kabupaten/kota (seperti jaringan jalan nasional dan propinsi, listrik, irigasi), dan mengawasi pelaksanaan keseluruhan. Pemerintah kabupaten/kota mungkin memiliki keunggulan komparatif dalam fungsi perencanaan dan pelaksanaan fungsi-fungsi yang telah di desentralisasi dan masalah-masalah kabupaten/ kota, seperti membangun sekolah dan sarana kesehatan. Keempat, pemerintah propinsi perlu memberikan contoh dan pedoman yang baik kepada pemerintah kabupaten/kota, misalnya melalui perbaikan proses-proses anggaran dan kapasitas penyerapan. Kelima, terdapat kekhawatiran besar atas kapasitas penyerapan pemerintah propinsi dan kabupaten/kota yang masih rendah. Meskipun pemerintah propinsi dan kabupaten/kota semuanya harus berusaha memperbaiki daya serapnya, ada saran dari para pembuat kebijakan untuk membuat aturan yang fleksibel, seperti membuat dana cadangan untuk pendidikan dan DOK. Hal tersebut akan memungkinkan perencanaan menjadi Slebih baik dan menjamin keefektifan pendanaan DOK, sementara menyiapkan dan memperbaiki institusi pemerintah dan memungkinkan penggunaan DOK yang berjangka lebih panjang untuk generasi-generasi mendatang.
16
PENDAPATAN
MENGELOLA SUMBER DAYA UNTUK MENCAPAI KELUARAN YANG LEBIH BAIK DI DAERAH OTONOMI KHUSUS ANALISIS BELANJA PUBLIK ACEH EDISI TERBARU TAHUN 2008
Proses pengesahan anggaran di Aceh Prosespengesahan anggaran pemerintah provinsi dan kabupaten/kota di Aceh masih tidak mengikuti alur waktu yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan.16 Meskipun beberapa pemerintah kabupaten/ kota telah mencapai kemajuan yang cukup pesat, dalam pengesahan beberapa masih mengalami ketertinggalan dengan tingkat yang berbeda-beda.17 Sebaliknya, kinerja pemerintah provinsi semakin memburuk (Gambar 1.12). Pemerintah provinsi selalu menjadi yang terakhir yang mengesahkan anggarannya dibandingkan pemerintah kabupaten/kota selama dua tahun terakhir (2007 dan 2008). Tahun ini, pemerintah provinsi hanya mampu mengesahkan anggarannya pada akhir Juni 2008. Depkeu telah mengirimkan surat teguran kepada pemerintah provinsi & kabupaten/kota akan menunda transfer DAU karena keterlambatan mengirimkan anggaran ke Depkeu.18 Dibandingkan dengan tahun lalu, sanksi tersebut efektif dalam mendorong pemerintah provinsi dan kabupaten/ kota untuk memperbaiki proses penyetujuan anggaran mereka pada tahun 2008. Keterlambatan dalam pengesahan anggaran di tingkat provinsi menimbulkan dampak yang merugikan bagi pengesahan anggaran di tingkat kabupaten/kota, karena keterlambatan tersebut menunda penyaluran dana dari pemerintah provinsi kepada pemerintah kabupaten/kota, terutama Dana Bagi Hasil Minyak dan Gas. Dalam prakteknya, sebagian besar pemerintah kabupaten/kota telah mengesahkan anggaran mereka sebelum anggaran provinsi disahkan. Hal tersebut mungkin menandakan kurangnya koordinasi anggaran antara pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota. Menurut peraturan, pemerintah daerah dan DPRD harus menyepakati anggaran yang mereka ajukan (APBA/APBD) paling tidak satu bulan sebelum dimulainya tahun anggaran melalui pengesahan peraturan daerah.
16 Beberapa undang-undang yang mengatur proses-proses dan pertanggungjawaban anggaran daerah adalah: Undang-undang No. 17/2003, Undang-undang No. 15/2004, Undang-undang No. 32/2004, Undang-undang No. 33/2004, dan Peraturan Departemen Dalam Negeri No. 13/2006 17 Rata-rata, proses-proses penyetujuan anggaran pemerintah kabupaten/kota telah mengalami kemajuan pesat sejak pertengahan bulan Mei 2005 sampai akhir bulan Maret 2008. Beberapa pemerintah kabupaten/kota menyetujui anggaran mereka pada minggu kedua bulan Januari 2008, tetapi beberapa pemerintah kabupaten/kota masih terlambat dalam menyetujui anggaran mereka sampai bulan April 2008. 18 Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 56/2005 dan Keputusan Depkeu No. 46/2006 tentang Sistem Informasi Keuangan Daerah, pemerintah provinsi dan kabupaten/kota harus menyerahkan anggaran mereka kepada Depkeu selambat-lambatnya pada tanggal 31 Januari. Depkeu akan mengirimkan surat peringatan apabila anggaran belum diberikan sebulan setelah tenggat waktu tersebut. Apabila dua bulan setelah pengeluaran surat peringatan, pemerintah kabupaten/kota yang bersangkutan belum menyerahkan anggaran kepada Depkeu, maka Depkeu dengan berkoordinasi dengan Depdagri dapat menerapkan sanksi dengan menunda penyaluran DAU (25 persen dari transfer bulanan) sampai anggaran diserahkan.
PENDAPATAN
17
MENGELOLA SUMBER DAYA UNTUK MENCAPAI KELUARAN YANG LEBIH BAIK DI DAERAH OTONOMI KHUSUS ANALISIS BELANJA PUBLIK ACEH EDISI TERBARU TAHUN 2008
Gambar 1.11 Tanggal pengesahan anggaran pemerintah provinsi dan kabupaten/kota di Aceh, tahun 2005-08
Jumlah pemerintah kabupaten/kota (termasuk propinsi)
14 13 12 11 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0 2005
2006
Januari
Maret
2007 Apri l
2008 Mei dan bulan selanjutnya
Sumber: Pemerintah Aceh, Depkeu, Universitas Syiah Kuala, dan perhitungan staff Bank Dunia. Catatan: Data termasuk Pemerintah Aceh. Data tahun 2005 berdasarkan 17 dari 21 kabupaten/kota, data tahun 2006 berdasarkan 20 dari 21 kabupaten/kota.
Kurangnya disiplin dalam proses penyetujuan anggaran menimbulkan dampak yang merugikan bagi pelaksanaan program-program pembangunan, yang menghambat penyediaan layanan publik dan dapat membuat daerah tersebut tidak dapat mencapai tujuan dan sasaran pembangunannya. Sebelum pengesahan anggaran, pemerintah provinsi dan kabupaten/kota hanya dapat melakukan belanja untuk hal-hal rutin seperti pembayaran gaji dan kegiatan administratif melalui pembayaran-pembayaran di muka dengan jumlah kecil dan tidak diperbolehkan melaksanakan program/proyek. Pelaksanaan program/proyek seperti membangun sekolah, sarana kesehatan dan jaringan jalan memerlukan proses pengadaan yang saksama, yang biasanya memerlukan 45 hari dan hanya dapat dimulai setelah anggaran disahkan. Keterlambatan penyetujuan anggaran menyisakan waktu yang terbatas untuk pelaksanaan proyek dan merugikan kualitas proyek yang dijalankan. Sebagai akibatnya, pemerintah provinsi dan beberapa kabupaten/kota memiliki sisa anggaran yang belum dibelanjakan yang semakin besar pada akhir setiap tahun anggaran. Peningkatan pendapatan dari DOK yang cukup besar, serta lambatnya proses pengesahan anggaran di Aceh, menimbulkan keprihatinan yang besar. Pengaturan dan alokasi DOK dipusatkan pada tingkat provinsi, sehingga pemerintah provinsi harus menyelesaikan proses pengesahan anggarannya tepat waktu. Keterlambatan dalam proses pengesahan anggaran tahun ini, serta berlipat gandanya pendapatan, merupakan tantangan besar bagi propinsi. Hal ini disebabkan sisa waktu hanya enam bulan untuk pelaksanaan yang membahayakan kualitas pelaksanaan proyek. Mengingat pengaturan DOK saat ini, pemerintah provinsi memiliki kewajiban yang lebih besar lagi untuk mengesahkan anggarannya secara tepat waktu agar dapat mengarakah dan menginformasikan pemerintah kabupaten/kota dalam pengalokasian anggaran mereka.
18
PENDAPATAN
MENGELOLA SUMBER DAYA UNTUK MENCAPAI KELUARAN YANG LEBIH BAIK DI DAERAH OTONOMI KHUSUS ANALISIS BELANJA PUBLIK ACEH EDISI TERBARU TAHUN 2008
Kotak 2.
Proses pengesahan anggaran di Aceh
Lambatnya proses pengesahan anggaran disebabkan oleh masalah eksternal maupun struktural: bencana tsunami, transisi politik di Aceh, dan peraturan yang terus berubah di tingkat nasional merupakan tiga faktor eksternal utama. Dalam beberapa tahun terakhir ini, Aceh menghadapi banyak tantangan yang turut menyebabkan keterlambatan pengesahan anggaran: i) bencana tsunami yang terjadi pada bulan Desember 2004 berdampak besar pada pemerintah propinsi dan beberapa pemerintah kabupaten/kota, ii) penandatanganan perjanjian damai pada bulan Agustus 2005, yang diikuti dengan penyusunan Undang-undang No. 11/2006 dan serangkaian peraturan daerah (Qanun); iii) pemilihan langsung pertama yang dilakukan di Aceh pada tanggal 11 Desember 2006 dan pelantikan gubernur serta kepala daerah kabupaten/kota yang baru dipilih pada bulan Februari 2007. Pada saat yang sama, tahun tersebut (2007) adalah tahun pertama pelaksanaan format anggaran baru berdasarkan Permendagri No. 13/2006; dan (iv) tahun ini adalah tahun pertama pelaksanaan UUPA, terutama yang terkait dengan alokasi DOK. Peraturan Daerah (Qanun) tentang Manajemen Keuangan (No. 1/2008) dan Undang-undang tentang Alokasi DOK dan Pendapatan Tambahan dari Dana Bagi Hasil Minyak dan Gas (No. 2/2008) disahkan pada bulan Januari 2008. Selain itu, reorganisasi kepala-kepala instansi teknis (melalui proses pemilihan yang kompetitif ) di awal tahun ini mungkin membuat perhatian kepala-kepala Dinas beralih dari penyusunan anggaran. Hambatan struktural juga berpengaruh besar pada proses penyusunan anggaran. Hambatan tersebut antara lain adalah: i) kurangnya disiplin pemimpin di provinsi dan kabupaten/kota dan DPRD, ii) kurangnya sumber daya manusia (kualitas dan kuantitas) untuk merencanakan dan membuat anggaran didalam Bappeda (instansi perencanaan) dan instansi-instansi teknis, iii) proses konsultasi yang panjang antara lembaga eksekutif dan legislatif (pertimbangan anggaran cenderung memusatkan perhatian pada baris per baris anggaran dari pada alokasi keseluruhan), iv) kepentingan politik, v) kewenangan DPRD yang besar atas pembahasan dan persetujuan ex ante (tantangan yang sama juga ditemui di tingkat nasional), dan vi) pembagian kerja yang kurang jelas antara Bappeda dan Dinas Pengelolaan Keuangan & Kekayaan Aceh atas fungsi perencanaan dan penganggaran. Pemerintah propinsi dan kabupaten/kota harus berupaya untuk memperbaiki proses penyusunan anggaran apabila hendak mencapai sasaran-sasaran dan tujuan-tujuan pembangunan. Beberapa hal utama yang perlu dilakukan untuk perbaikan proses penyusunan anggaran adalah: i) niat politik dari semua pihak (terutama lembaga eksekutif dan legislatif ) sangat penting; ii) peran dan wewenang DPRD dalam proses-proses penyusunan anggaran harus dijelaskan dan harus difokuskan pada tujuan-tujuan pembangunan yang lebih luas daripada baris per baris anggaran. Proses anggaran yang panjang harus dikaji ulang dan dipersingkat apabila mungkin (pengalaman terakhir di Papua menunjukkan bahwa hal tersebut mungkin dan terbukti efektif ), iv) lembaga eksekutif dan legislatif harus bekerja sama untuk menyempurnakan peraturan daerah (Qanun) yang menyangkut proses-proses anggaran dan manajemen keuangan, v) pembagian kerja antara Bappeda dan Bagian Keuangan menyangkut fungsi-fungsi perencanaan (RPJP, RPJMD, RKA) dan penganggaran (penyusunan KUA dan APBD) harus diklarifikasi; dan vi) kapasitas lembaga eksekutif dan legislatif dalam merencanakan dan membuat anggaran harus diperkuat (melalui pelatihan staf yang ada atau perekrutan staf yang berpengalaman dan ahli di masa mendatang). Parlemen juga perlu didukung oleh konsultan-konsultan profesional dalam menganalisa anggaran-anggaran pemerintah daerah. Sumber: Ringkasan Rangkaian Seminar Bank Dunia, Making Aceh’s Budget Works: Challenges and Opportunities, Banda Aceh, 26 Juni 2008.
PENDAPATAN
19
MENGELOLA SUMBER DAYA UNTUK MENCAPAI KELUARAN YANG LEBIH BAIK DI DAERAH OTONOMI KHUSUS ANALISIS BELANJA PUBLIK ACEH EDISI TERBARU TAHUN 2008
Rekomendasi
20
1.
Posisi keuangan Aceh akan tetap kuat pada tahun-tahun yang akan datang karena limpahan pendapatan dari DOK. Pemerintah provinsi dan kabupaten/kota perlu mengembangkan strategi untuk mengelola dan mengalokasikan sumber daya tambahan tersebut secara efisien dan juga berinvestasi dalam program-program strategis yang dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi, sehingga tingkat pendapatan yang tinggi dapat dipertahankan setelah DOK secara bertahap dihapuskan. Hal tersebut untuk menghindari pengalaman terakhir menyangkut penurunan pendapatan dari minyak dan gas. Pemerintah provinsi dan kabupaten/kota juga perlu meningkatkan kapasitas mereka dalam pengelola keuangan daerah.
2.
Pengaturan alokasi dan pelaksanaan DOK saat ini masih rumit dan beberapa masalah yang menyangkut perencanaan dan pelaksanaan masih belum ditentukan. Pemerintah propinsi dan kabupaten/kota harus mengembangkan strategi untuk menuntun dan mengarahkan pelaksanaan DOK, yang menetapkan tujuantujuan yang jelas, menafsirkan prioritas dan kriteria sektoral untuk program dan proyek yang akan didanai, menguraikan pengelolaan, perencanaan dan pelaksanaannya, serta menentukan rencana-rencana pengawasan dan evaluasi.
3.
Pemerintah dan DPRD propinsi dan kabupaten/kota harus berupaya untuk memperbaiki proses-proses anggaran mereka apabila hendak mencapai sasaran-sasaran dan tujuan-tujuan pembangunan. Kurangnya disiplin dalam proses-proses pengesahan anggaran menimbulkan pengaruh yang merugikan bagi pelaksanaan program pembangunan, yang mengurangi pemberian layanan publik dan dapat membuat daerah tersebut tidak dapat mencapai tujuan dan sasaran pembangunannya.
PENDAPATAN
Belanja
2
MENGELOLA SUMBER DAYA UNTUK MENCAPAI KELUARAN YANG LEBIH BAIK DI DAERAH OTONOMI KHUSUS ANALISIS BELANJA PUBLIK ACEH EDISI TERBARU TAHUN 2008
Gambaran umum belanja19 Menyusul peningkatan yang sangat besar pada sisi pendapatan, pengeluaran publik secara keseluruhan di Aceh juga telah meningkat dan diperkirakan tetap tinggi pada tahun-tahun mendatang. Setelah terjadinya penurunan tipis pada tahun 2005, pengeluaran pemerintah propinsi dan kabupaten/kota mulai meningkat secara signifikan pada tahun 2006. Secara riil, total pengeluaran daerah di Aceh diperkirakan naik hampir dua kali lipat pada tahun ini dibandingkan dengan tingkat pengeluaran pada tahun 2005. Pengeluaran pemerintah pusat di Aceh melalui dana dekonsentrasi relatif stabil, hanya menurun sedikit dari Rp. 1,3 trilyun pada tahun 2005 menjadi Rp. 1,2 trilyun (Gambar 2.1). Selain itu, Aceh juga menerima alokasi yang cukup besar dari pemerintah pusat untuk rekonstruksi dan rehabilitasi sebesar Rp. 21 triliun (2005-09) setelah terjadinya bencana tsunami pada bulan Desember 2004, serta sebesar Rp. 1,5 triliun (2005-07) untuk memperkuat proses perdamaian dan membantu masyarakat yang terkena dampak konflik. Gambar 2.1
Total belanja publik di Aceh telah meningkat pesat setelah tahun 200520 Dana Dekonsentrasi (APBN) Provinsi Kab/Kota Harga saat ini
20,000
Rp milyar
15,000
10,000
5,000
0 1999
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
Sumber: Pemda Aceh, BRR, Bank Dunia. Data dalam harga 2006 konstan. Anggaran pemerintah kabupaten/kota untuk 2008 diproyeksikan dengan data Depkeu. Catatan: Gambar balok berdasarkan harga konstan 2006, gambar garis berdasarkan harga sekarang untuk setiap tahun.
Meskipun total pengeluaran telah meningkat, daya serap pemerintah propinsi dan kabupaten/kota masih lemah. Peningkatan dalam pengeluaran pemerintah propinsi dan kabupaten/kota pada tahun 2007 dibiayai oleh sisa lebih pembiayaan anggaran (SILPA) (sisa tahun sebelumnya) dari anggaran tahun 2006. Baik pengeluaran pemerintah propinsi maupun kabupaten/kota meningkat pada tahun 2007 meskipun terdapat penurunan kecil dalam penenerimaan pada tahun 2007. SILPA dari anggaran tahun 2006 berjumlah cukup besar dari anggaran pemerintah propinsi dan kabupaten/kota (masing-masing 47 persen dan 23 persen). Pengeluaran propinsi hampir mencapai dua kalinya pada tahun 2007 dibandingkan dengan tahun 2005, sementara pengeluaran pemerintah kabupaten/kota meningkat sebesar 67 persen dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2007.
Belanja langsung dan tidak langsung21 Pemerintah propinsi dan kabupaten/kota di Aceh telah mulai melaksanakan format anggaran yang baru sejak tahun 2007, sesuai dengan Permendagri No. 13/2006. Format anggaran yang baru dibagi menjadi dua kategori besar: belanja tidak langsung dan belanja langsung. Permendagri No. 13/2006 memperkenalkan standar19 Karena keterbatasan data, analisa ini menggunakan gabungan data APBD (9 kab/kota) dan realisasi (11 kab/kota) untuk tahun 2006 dan APBD untuk tahun 2007. 20 Dana bantuan pemerintah provinsi kepada pemerintah kabupaten/kota tidak dimasukkan untuk menghindari penghitungan ganda. Dana bantuan tersebut biasanya mewakili porsi besar pengeluaran provinsi. Misalnya, transfer tersebut mencapai Rp. 1,1 trilyun di tahun 2007. 21 Belanja tidak langsung adalah belanja yang tidak langsung terkait dengan pelaksanaan program dan kegiatan, termasuk biaya-biaya karyawan (gaji pegawai negeri), pembayaran bunga, subsidi, hibah, bantuan sosial, Dana Bagi Hasil, bantuan keuangan dan belanja tak terduga. Belanja langsung adalah belanja yang langsung berkaitan dengan pelaksanaan program dan kegiatan, yang terdiri dari biaya-biaya karyawan (terutama insentif untuk mendukung pelaksanaan proyek), belanja barang dan jasa (termasuk barang dan jasa, operasi dan pemeliharaan, dan biaya perjalanan), dan belanja modal. Di masa lalu, belanja staf dan modal di kategori ini disebut sebagai “belanja pembangunan”.
22
BELANJA
MENGELOLA SUMBER DAYA UNTUK MENCAPAI KELUARAN YANG LEBIH BAIK DI DAERAH OTONOMI KHUSUS ANALISIS BELANJA PUBLIK ACEH EDISI TERBARU TAHUN 2008
anggaran baru berbasis kinerja, menggantikan format belanja aparat pemerintah dan belanja publik sesuai dengan Kepmendagri No. 29/2002.22 Perubahan pada format anggaran berpengaruh besar pada sisi belanja, yang menciptakan tantangan dalam mengawasi pengeluaran daerah secara cermat. Tantangan utama adalah bahwa klasifikasi ekonomi barang dan jasa, operasional dan pemeliharaan, dan biaya-biaya perjalanan kini telah dilebur menjadi satu kategori tunggal, yakni “biaya barang dan jasa.” Studi terdahulu (Bank Dunia, 2006) menyoroti bahwa alokasi pengeluaran operasional dan pemeliharaan di Aceh sangat rendah (0,3 persen dari total anggaran tahun 2005), sementara pengeluaran untuk biaya perjalanan dan barang-barang dan jasa semakin meningkat. Menggabungkan ketiga subkategori tersebut membuat analisa yang dilakukan tidak sedalam yang dapat dicapai di masa lalu. Akibatnya, dalam laporan ini analisa hanya dilakukan pada tingkat umum. Namun demikian, pemerintah propinsi dan kabupaten/ kota di Aceh harus secara teliti mengawasi pengeluaran operasional dan pemeliharaan mereka, karena aset-aset yang dibangun selama rekonstruksi akan segera dipindahtangankan kepada, dan memerlukan pemeliharaan oleh, pemerintah propinsi dan kabupaten/kota. Pada tahun 2007, pengeluaran propinsi untuk bantuan modal dan sosial meningkat secara substansial sementara pengeluaran untuk gaji dan barang dan jasa (termasuk operasional dan pemeliharaan, dan biaya-biaya perjalanan) relatif stabil.23 Pengeluaran pembangunan propinsi meningkat cukup besar pada tahun 2002, akan tetapi sejak itu terus menurun, baik dalam hal volume maupun porsinya (dari 80 persen tahun 2002 menjadi 62 persen tahun 2007) (Gambar 2.2). Pengeluaran untuk biaya barang dan jasa (termasuk biaya operasional dan pemeliharaan dan perjalanan) meningkat tajam pada tahun 2006 dan 2007. Peningkatan besar pada biaya “lainlain” dari Rp. 17 milyar tahun 2006 menjadi Rp. 436 milyar tahun 2007 terutama didorong oleh peningkatan untuk bantuan sosial untuk korban tsunami dan korban konflik. Pengeluaran modal diharapkan meningkat pada tahun ini, karena DOK wajib dialokasikan untuk pengeluaran modal. Secara keseluruhan, berdasarkan format anggaran yang baru, pengeluaran propinsi sekarang didominasi oleh belanja langsung (Gambar 2.3). Gambar 2.2
Belanja propinsi menurut klasifikasi ekonomi
Pembangunan (kapital + proyek yang berkaitan dengan belanja) Belanja barang & jasa (termasuk operasional & pemeliharaan, perjalanan) Lain-lain (bantuan sosial, hibah, belanja yang tidak diharapkan, pembayaran bunga, subsidi) Belanja personel (gaji) Modal
2,500
Rp milyar
2,000
1,500
Belanja personel (yang berkaitan dengan proyek)
Belanja langsung Belanja tidak langsung
Proporsi belanja propinsi Aceh menurut belanja langsung & tidak langsung
100 90
Belanja tidak langsung
80
Belanja langsung
70 60 (%)
3,000
Gambar 2.3
50 40
1,000
30 20
500
10 0
0
1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 1999
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
Sumber: Pemerintah Aceh, Depkeu, Universitas Syiah Kuala, dan perhitungan staff Bank Dunia. Catatan: Harga konstan 2006.
Sumber: Pemerintah Aceh, Depkeu, Universitas Syiah Kuala, dan perhitungan staff Bank Dunia.
Belanja modal pemerintah kabupaten/kota tumbuh pesat pada tahun 2007. Peningkatan tersebut baik secara riil (42 persen) maupun sebagai bagian dari belanja total (dari 27 persen pada tahun 2006 menjadi 32 persen pada 22 Analisa antar waktu dilakukan dengan memetakan dua format anggaran terdahulu, MAKUDA (Manual Administrasi Keuangan untuk Pemerintah Kabupaten/Kota) 1981 dan Kepmendagri No. 29/2002, sampai format anggaran baru sesuai dengan Permendagri No. 13/2006 (Lampiran Tabel 2.1). 23 Sebelum tahun 2006, klasifikasi anggaran digolongkan menjadi biaya rutin dan biaya pembangunan (termasuk biaya-biaya terkait proyek modal dan staf ). Perincian lebih lanjut berdasarkan biaya modal dan biaya karyawan yang terkait dengan proyek tidak tersedia.
BELANJA
23
MENGELOLA SUMBER DAYA UNTUK MENCAPAI KELUARAN YANG LEBIH BAIK DI DAERAH OTONOMI KHUSUS ANALISIS BELANJA PUBLIK ACEH EDISI TERBARU TAHUN 2008
tahun 2007) (Gambar 2.4). Pengeluaran untuk gaji hanya meningkat sedikit meskipun terdapat peningkatan besar akhir-akhir ini dalam pengeluaran secara keseluruhan. Pengeluaran untuk barang dan jasa juga telah mengalami peningkatan yang cukup besar sejak tahun 2005. Meskipun demikian, analisa lebih jauh (yang merinci barang dan jasa, operasional dan pemeliharaan, dan biaya-biaya perjalanan) perlu dilakukan untuk memahami pemicu utama peningkatan-peningkatan tersebut. Pengeluaran modal dan gaji (terkait proyek) sedikit menurun pada tahun 2006, tetapi meningkat lagi pada tahun 2007. Secara rata-rata, dengan menggunakan klasifikasi format anggaran yang baru, pemerintah kabupaten/kota menghabiskan lebih banyak untuk pengeluaran langsung (54 persen) daripada pengeluaran tidak langsung (Gambar 2.5). Gambar 2.4
Belanja pemerintah kabupaten/kota Gambar 2.5 menurut klasifikasi ekonomi
Pembangunan (kapital + proyek yang berkaitan dengan belanja) Belanja barang & jasa (termasuk operasional & pemeliharaan, perjalanan) Lain-lain (bantuan sosial, hibah, belanja yang tidak diharapkan, pembayaran bunga, subsidi) Belanja personel Belanja personel (gaji) (yang berkaitan dengan proyek)
10,000 9,000 8,000
Belanja tidak langsung
90
Belanja tidak langsung
80
Belanja langsung
70 60 (%)
Rp milyar
6,000
100
Modal
Belanja langsung
7,000
5,000
50 40
4,000
30
3,000
20
2,000
10
1,000
0 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007
0 1999
Bagian belanja pemerintah kabupaten/kota menurut belanja langsung dan tidak langsung
2001
2002
2003
2004
2005
2006
Sumber: Pemerintah Aceh, Depkeu, Universitas Syiah Kuala, dan perhitungan staff Bank Dunia. Catatan: Harga konstan 2006.
2007
Sumber: Pemerintah Aceh, Depkeu, Universitas Syiah Kuala, dan perhitungan staff Bank Dunia.
Belanja sektoral Alokasi lintas sektoral pengeluaran propinsi membaik pada tahun 2007. Pengeluaran “lain-lain” (terutama bantuan sosial) dan infrastruktur semakin penting (yang merupakan prioritas kedua dan ketiga). Pengeluaran administrasi umum pemerintah24 tetap menjadi prioritas utama, meskipun porsinya terhadap bagian pengeluaran total menurun drastis dari 49 persen tahun 2006 menjadi 28 persen tahun 2007. Meskipun demikian, secara riil pengeluaran administrasi umum sedikit meningkat antara tahun 2006 dan 2007 (Gambar 2.6). Pada tahun 2007, hampir 40 persen belanja propinsi dialokasikan untuk pengeluaran modal, yang bagian-bagian terbesarnya dialokasikan pada infrastruktur dan administrasi umum, sementara biaya gaji (termasuk gaji yang terkait proyek) menghabiskan 22 persen dari pengeluaran propinsi secara keseluruhan (Gambar 2.7). Sebagian besar sektor mengalami peningkatan alokasi yang cukup besar pada tahun 2007 karena peningkatan alokasi anggaran keseluruhan. Ketiga sektor yang mengalami peningkatan paling tinggi adalah: lain-lain; perumahan, tenaga kerja dan masalah sosial; serta pertanian dan kehutanan. Yang paling menarik, pengeluaran untuk pekerjaan umum (infrastruktur) dan kesehatan meningkat lebih dari dua kali lipat. Di sisi lain, sektor administrasi umum dan pendidikan hanya mengalami peningkatan yang sedang secara riil pada tahun 2007, tetapi mengalami penurunan drastis sebagai bagian dari pengeluaran total antara tahun 2006 dan 2007 (masingmasing dari 50 persen menjadi 28 persen dan dari 20 persen menjadi 10 persen). Kecenderungan penurunan dalam pengeluaran pendidikan tersebut terkait dengan penurunan dalam Dana Bagi Hasil Migas.25 24 Sektor administrasi pemerintah umum mencakup semua pengeluaran instansi teknis di bawah jawatan-jawatan pemerintah umum, seperti kantor gubernur (Sekda), parlemen (DPRA), Bappeda dan komunikasi dan informasi. 25 Undang-undang No. 18/2001 mengamanatkan bahwa 30 persen pendapatan dari Dana Bagi Hasil Migas harus dialokasikan untuk pendidikan.
24
BELANJA
MENGELOLA SUMBER DAYA UNTUK MENCAPAI KELUARAN YANG LEBIH BAIK DI DAERAH OTONOMI KHUSUS ANALISIS BELANJA PUBLIK ACEH EDISI TERBARU TAHUN 2008
Gambar 2.6
Belanja sektoral Propinsi Aceh
Gambar 2.7
Pengeluaran propinsi menurut sektor-sektor terpilih dan klasifikasi ekonomi, 2007 22%
3,000 Lain ( bantuan sosial, hibah, belanja tidak terduga
2,500
Industri, perdagangan, energi dan pertambangan
39%
16%
Lain
Pertanian, kehutanan, peternakan dan perikanan
2,000
Rp milyar
23%
Total
Infrastruktur Barang & jasa (termasuk pemeliharaan & perjalanan)
Perumahan, tenaga kerja dan urusan sosial
1,500
Kesehatan
Kapital
Pendidikan dan budaya
1,000
Kesehatan dan kesejahteraan umum
PU dan transportasi
500
Pendidikan
0
Admin umum pemerintah
0 2001
2002
2003
2004
2005
2006
Lain-lain
Admin umum 500
1,000
2007
1,500
2,000
2,500
3,000
Rp milyar
Sumber: Pemerintah Aceh, Depkeu, Universitas Syiah Kuala, dan perhitungan staff Bank Dunia. Catatan: Harga konstan 2006
Sumber: Pemerintah Aceh, Depkeu, Universitas Syiah Kuala, dan perhitungan staff Bank Dunia.
Sama dengan pemerintah propinsi, alokasi lintas sektor pengeluaran pemerintah kabupaten/kota juga telah membaik. Meskipun prioritas sektoral belum berubah (administrasi umum, pendidikan dan infrastruktur), peningkatan sudah tampak pada pola pengeluaran untuk sektor administrasi umum, pekerjaan umum (infrastruktur) dan kesehatan (Gambar 2.8). Pengeluaran untuk pekerjaan umum dan kesehatan meningkat baik secara riil dan sebagai bagian dari total pengeluaran antara tahun 2005 dan 2007 (masing-masing dari 13,1 persen menjadi 17,8 persen dan dari 6,4 persen menjadi 8,5 persen) Alokasi untuk administrasi umum sedikit menurun sebagai bagian dari pengeluaran total, dari 36,4 pada tahun 2005 menjadi 32,3 pada tahun 2007, tetapi sedikit meningkat secara riil. Alokasi pendidikan meningkat sebanyak 40 persen secara riil dari tahun 2005 sampai 2007. Namun, alokasi itu menurun sebagai bagian dari pengeluaran total dari 27 persen tahun 2005 menjadi 25 persen tahun 2007. Pada tahun 2007, 43 persen anggaran dialokasikan untuk gaji. Gambar 2.8
Pengeluaran sektoral pemerintah kabupaten/kota di Aceh
Gambar 2.9
Pengeluaran pemerintah kabupaten/ kota menurut sektor-sektor terpilih dan klasifikasi ekonomi, 2007 43%
10,000
17%
32%
8%
Total Lain ( bantuan sosial, hibah, belanja tidak terduga
9,000 8,000
Industri, perdagangan, energi dan pertambangan
7,000
Pertanian, kehutanan, peternakan dan perikanan
Lain
Rp milyar
Infrastruktur 6,000
Barang & jasa (termasuk pemeliharaan & perjalanan)
Perumahan, tenaga kerja dan urusan sosial
5,000 Pendidikan dan budaya
Kesehatan
Kapital
4,000 3,000
Kesehatan dan kesejahteraan umum
2,000
PU dan transportasi
Lain-lain
Pendidikan
Admin umum
1,000
Admin umum pemerintah
0 2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
0
2,000
4,000
6,000
8,000
10,000
12,000
Rp milyar
Sumber: Pemerintah Aceh, Depkeu, Universitas Syiah Kuala, dan perhitungan staff Bank Dunia. Catatan: Harga konstan 2006
Sumber: Pemerintah Aceh, Depkeu, Universitas Syiah Kuala, dan perhitungan staff Bank Dunia.
Keluaran-keluaran sosial pilihan (BPS, 2008) menunjukkan beberapa perbaikan dalam pemberian layanan, namun kemajuan Aceh masih tertinggal dari rata-rata nasional. Angka kemiskinan di Aceh telah menurun dari 28,69 persen tahun 2005 menjadi 23,53 persen tahun ini, namun angka tersebut masih tinggi dibandingkan dengan rata-rata nasional sebesar 15,42 persen. Indeks pembangunan manusia (HDI) meningkat dari 68,7 pada tahun 2004 menjadi 69,4 pada tahun 2006 tetapi tetap di bawah rata-rata nasional sebesar 70,1. Angka harapan hidup meningkat dari 68,0 tahun pada tahun 2005 menjadi 68,3 tahun pada tahun 2006, tetapi sekali lagi angka tersebut masih lebih rendah dari rata-rata nasional sebesar 68,5 tahun. Akses kepada pendidikan bukan suatu masalah di Aceh; Aceh memiliki tingkat partisipasi sekolah yang lebih tinggi daripada rata-rata nasional. Namun, Aceh masih tertinggal
BELANJA
25
MENGELOLA SUMBER DAYA UNTUK MENCAPAI KELUARAN YANG LEBIH BAIK DI DAERAH OTONOMI KHUSUS ANALISIS BELANJA PUBLIK ACEH EDISI TERBARU TAHUN 2008
dalam hal mutu pendidikan. Data dari Departemen Pendidikan Nasional mengindikasikan angka tamatan sekolah di Aceh lebih rendah dari angka rata-rata nasional, terutama untuk sekolah menengah, dan tingkat drop-out (tidak lulus) di Aceh lebih tinggi untuk sekolah dasar dan sekolah menengah pertama daripada rata-rata nasional. Upaya rekonstruksi yang terus berlanjut sekaligus mungkin berkontribusi pada peningkatan-peningkatan ini, dan alokasi anggaran untuk sektor-sektor utama oleh pemerintah propinsi dan kabupaten/kota.
Pengeluaran per kapita untuk kesehatan, pendidikan, dan infrastruktur Secara umum, pengeluaran per kapita pemerintah kabupaten/kota untuk kesehatan, pendidikan, dan infrastruktur telah meningkat dibandingkan tahun 2004, tetapi jumlah tersebut berbeda-beda antar pemerintah kabupaten/kota. Sebagian besar pemerintah kabupaten/kota secara konsisten mengalokasikan pengeluaran per kapita yang lebih tinggi untuk ketiga sektor tersebut, seperti Aceh Barat Daya, Aceh Barat, Aceh Utara, Aceh Tamiang, dan Kota Banda Aceh. Jumlah pemerintah kabupaten/kota dengan pengeluaran per kapita yang masih rendah (atau tidak berubah) untuk ketiga sektor tersebut relatif sedikit, seperti di Pidie (kesehatan), Simeulue (pendidikan), dan Aceh Timur (infrastruktur). Beberapa pemerintah kabupaten/kota mengalokasikan pengeluaran per kapita yang lebih rendah untuk ketiga sektor tersebut, seperti Kota Langsa, Nagan Raya, dan Aceh Timur (kesehatan); Gayo Lues, Nagan Raya, Aceh Selatan, Aceh Tenggara (pendidikan); Aceh Timur, Kota Sabang, Simeulue, Bireuen (infrastruktur). Rata-rata pengeluaran per kapita untuk kesehatan di antara pemerintah kabupaten/kota meningkat. Rata-rata pengeluaran per kapita untuk kesehatan meningkat baik secara riil maupun sebagai persentase dari pengeluaran total, yaitu dari Rp 84.766 (6,3 persen) pada tahun 2004 menjadi Rp 275.184 (8,1 persen) pada tahun 2007. Kota Sabang mencapai level tertinggi dengan pengeluaran per kapita untuk kesehatan sekitar Rp 1,6 juta, sementara Pidie adalah yang terendah, yaitu hanya sebesar Rp 114.758 (Gambar 2.10). Akan tetapi, karena alokasi yang lebih tinggi untuk kesehatan tampaknya belum berhasil menunjukkan keluaran-keluaran yang lebih baik dalam sektor kesehatan, pemerintah kabupaten/kota dengan alokasi per kapita yang lebih tinggi perlu meningkatkan efisiensi dalam pengeluaran. Pada tahun 2007, angka kematian bayi di Kota Sabang adalah 1,6 persen lebih tinggi dibandingkan dengan 0,76 persen di Pidie, sedangkan angka kelahiran yang dibantu oleh tenaga kesehatan profesional lebih rendah di Sabang (79 persen) daripada di Pidie (94 persen) (Dinas Kesehatan Aceh, 2008). Gambar 2.10
Pengeluaran per kapita untuk kesehatan menurut kabupaten/kota di Aceh Kota Sabang Kab. Aceh Jaya Kab. Aceh Barat Kab. Aceh Barat Daya Kab. Aceh Tengah Kota Langsa Kab. Nagan Raya Kab. Bener Meriah Kab. Aceh Tamiang Kab. Simeuleu Kab. Aceh Singkil Kota Banda Aceh Kab. Aceh Besar Kab. Aceh Selatan
2007
Kab. Bireuen
2006
Kab. Aceh Tenggara
2004
Kab. Aceh Utara Kota Lhokseumawe Kab. Gayo Lues Kab. Aceh Timur Kab. Pidie 0
200,000
400,000
600,000
800,000
1,000,000 1,200,000 1,400,000 1,600,000
Rupiah
Sumber: Pemerintah Aceh, Depkeu, Universitas Syiah Kuala, dan perhitungan staff Bank Dunia. Catatan: Harga konstan 2006
26
BELANJA
MENGELOLA SUMBER DAYA UNTUK MENCAPAI KELUARAN YANG LEBIH BAIK DI DAERAH OTONOMI KHUSUS ANALISIS BELANJA PUBLIK ACEH EDISI TERBARU TAHUN 2008
Sejak tahun 2004, rata-rata pengeluaran per kapita oleh pemerintah kabupaten/kota untuk pendidikan meningkat hampir dua kali lipat. Rata-rata pengeluaran per kapita sebesar Rp 405.767 pada tahun 2004 meningkat menjadi Rp 708.407 pada tahun 2007. Akan tetapi, porsi pendidikan dari pengeluaran total menurun dari 34,5 persen pada tahun 2004 menjadi hanya 24 persen pada tahun 2007 karena adanya peningkatan dalam jumlah anggaran. Secara konsisten, Kota Sabang berhasil mencapai alokasi per kapita tertinggi untuk pendidikan (Rp 2,2 juta pada tahun 2007), sementara Simeulue masih memberikan alokasi per kapita yang rendah (kedua terendah pada tahun 2004) (Gambar 2.11). Akan tetapi, alokasi anggaran yang lebih tinggi belum terealisasikan menjadi keluaran(outcomes) yang lebih baik dalam sektor pendidikan. Di Pidie, rasio guru-siswa (STR) lebih rendah (berarti lebih baik) dari rata-rata di Aceh dan jumlah siswa (SMU) yang lulus ujian nasional pada tahun 2008 juga lebih tinggi di Pidie dibandingkan di Sabang. Akan tetapi, Kota Sabang memiliki STR terendah untuk tingkat SD dan SMP, dan termasuk yang terendah untuk tingkat SMU (BPS dan Dinas Pendidikan Aceh). Gambar 2.11
Pengeluaran per kapita untuk pendidikan menurut kabupaten/kota di Aceh Kota Sabang Kab. Aceh Jaya Kota Banda Aceh Kab. Nagan Raya Kab. Aceh Barat Daya Kab. Aceh Barat Kota Lhokseumawe Kab. Aceh Tengah Kab. Bener Meriah Kab. Aceh Tamiang Kab. Aceh Besar Kota Langsa Kab. Gayo Lues Kab. Aceh Selatan
2007
Kab. Bireuen
2006
Kab. Pidie
2004
Kab. Aceh Utara Kab. Aceh Tenggara Kab. Aceh Singkil Kab. Aceh Timur Kab. Simeuleu 0
500,000
1,000,000
1,500,000
2,000,000
2,500,000
Rupiah
Sumber Pemerintah Aceh, Depkeu, Universitas Syiah Kuala, dan perhitungan staff Bank Dunia. Catatan: Harga konstan 2006
Pada tahun 2004-2007, rata-rata pengeluaran per kapita pemerintah kabupaten/kota untuk sektor infrastruktur meningkat tiga kali lipat. Rata-rata porsi pengeluaran untuk infrastruktur dari belanja total juga meningkat dari 11,1 persen pada tahun 2004 menjadi 16,4 persen pada tahun 2007. Aceh Jaya mengalokasikan pengeluaran per kapita tertinggi untuk prasarana antara tahun 2006 dan 2007, terutama untuk membangun kembali jaringan jalan dan prasarana dasar lainnya yang rusak dilanda tsunami. Pada tahun 2007, alokasi per kapita Aceh Jaya mencapai Rp 2.678.425, lebih dari 20 kali alokasi kabupaten dengan peringkat terendah di propinsi tersebut, yaitu Aceh Timur (Rp 120.195). Aceh Utara berada di peringkat kedua, walaupun memiliki porsi pengeluaran terbesar untuk prasarana (39 persen dari anggaran). Aceh Selatan, Pidie dan Aceh Timur mengalokasikan pengeluaran per kapita yang rendah untuk prasarana pada tahun 2006-2007. Beberapa pemerintah kabupaten/kota mengalokasikan pengeluaran per kapita untuk prasarana yang lebih rendah pada tahun 2007 dibandingkan tahun 2006, yaitu Kota Sabang, Simeulue, Bireuen, dan Aceh Timur (Gambar 2.12).
BELANJA
27
MENGELOLA SUMBER DAYA UNTUK MENCAPAI KELUARAN YANG LEBIH BAIK DI DAERAH OTONOMI KHUSUS ANALISIS BELANJA PUBLIK ACEH EDISI TERBARU TAHUN 2008
Gambar 2.12
Pengeluaran per kapita untuk infrastruktur menurut kabupaten/kota di Aceh Kab. Aceh Jaya Kab. Aceh Utara Kota Sabang Kab. Nagan Raya Kab. Aceh Barat Kab. Aceh Barat Daya Kab. Gayo Lues Kab. Aceh Tamiang Kota Lhokseumawe Kab. Bener Meriah Kab. Aceh Tengah Kota Banda Aceh Kab. Aceh Tenggara Kab. Simeuleu
2007
Kab. Bireuen
2006
Kota Langsa
2004
Kab. Aceh Singkil Kab. Aceh Besar Kab. Aceh Selatan Kab. Pidie Kab. Aceh Timur 0
500,000 1,000,000 1,500,000 2,000,000 2,500,000 3,000,000
Rupiah
Sumber: Pemerintah Aceh, Depkeu, Universitas Syiah Kuala, dan perhitungan staff Bank Dunia. Catatan: Harga konstan 2006
Rekomendasi
28
1.
Tingkatkan efisiensi realisasi daya serap dalam pola pengeluaran secara keseluruhan dan pastikan agar alokasi anggaran yang lebih tinggi untuk sektor-sektor utama dibelanjakan secara efektif dan berdampak positif pada kualitas pemberian layanan. Walaupun mungkin terdapat selisih waktu antara peningkatan investasi/pengeluaran dan hasil-hasil yang positif, hasil-hasil dalam sektor sosial di Aceh masih tertinggal dibandingkan dengan daerah-daerah lain di Indonesia, meskipun terdapat peningkatan dalam alokasi antar sektor secara keseluruhan dan alokasi per kapita yang lebih tinggi di sektor-sektor utama.
2.
Pemerintah propinsi dan kabupaten/kota harus memberikan perhatian khusus pada peningkatan akses terhadap pendidikan menengah dan peningkatan kualitas pendidikan secara umum. Aceh telah mengalokasikan porsi anggaran yang lebih besar untuk pendidikan sejak tahun 2002, namun hasilnya hanya mengalami perubahan yang kecil. Walaupun akses terhadap pendidikan dasar bukanlah masalah di Aceh, tetapi kualitas pendidikan di Aceh masih perlu diperhatikan.
3.
Pemerintah propinsi dan kabupaten/kota perlu mengawasi secara ketat alokasi untuk pengeluaran operasional dan pemeliharaan fasilitas umum, terutama yang berkaitan dengan pengalihan aset yang dibangun selama rekonstruksi dari BRR kepada pemerintah kabupaten/kota. Format anggaran yang baru mempersulit dilakukannya analisis menyeluruh secara seksama.
4.
Pemerintah propinsi dan kabupaten/kota harus mengantisipasi kecenderungan menurunnya alokasi untuk pendidikan yang terutama didorong oleh menurunnya Dana Bagi Hasil migas. Dana otonomi khusus (Dana Otsus) dapat menjadi sumber alternatif untuk pendanaan pendidikan.
BELANJA
Lampiran
MENGELOLA SUMBER DAYA UNTUK MENCAPAI KELUARAN YANG LEBIH BAIK DI DAERAH OTONOMI KHUSUS ANALISIS BELANJA PUBLIK ACEH EDISI TERBARU TAHUN 2008
Lampiran A: Gambar dan Tabel Gambar A.1
Alokasi DAU per kapita, 2008 Prop. Papua Barat Prop. Papua Prop. Kalimantan Tengah Prop. Maluku Utara Prop. Maluku Prop. Kepulauan Bangka Belitung Prop. Sulawesi Tenggara Prop. Bengkulu Prop. Gorontalo Prop. Sulawesi Tengah Prop. Sulawesi Barat Prop. Sulawesi Utara Prop. Nanggroe Aceh Darussalam Average Prop. Sumatera Barat Prop. Kalimantan Barat Prop. Nusa Tenggara Timur Prop. Jambi Prop. Kalimantan Selatan Prop. Sulawesi Selatan Prop. Bali Prop. Nusa Tenggara Barat Prop. Kalimantan Timur Prop. D I Yogyakarta Prop. Kepulauan Riau Prop. Sumatera Utara Prop. Sumatera Selatan Prop. Lampung Prop. Jawa Tengah Prop. Jawa Timur Prop. Riau Prop. Jawa Barat Prop. Banten 0
1
2 Juta Rupiah
3
4
5
6
Sumber: Pemerintah Aceh, Depkeu, Universitas Syiah Kuala, dan perhitungan staff Bank Dunia.
Gambar A.2
Alokasi DAK per kapita, 2008 Prop. Papua Barat Prop. Papua Prop. Maluku Utara Prop. Maluku Prop. Kalimantan Tengah Prop. Sulawesi Tenggara Prop. Bengkulu Prop. Kepulauan Bangka Belitung Prop. Sulawesi Utara Prop. Gorontalo Prop. Sulawesi Barat Prop. Nanggroe Aceh Darussalam Prop. Sulawesi Tengah Prop. Nusa Tenggara Timur Average Prop. Sumatera Barat Prop. Kalimantan Barat Prop. Kalimantan Selatan Prop. Sulawesi Selatan Prop. Jambi Prop. Bali Prop. Nusa Tenggara Barat Prop. Kepulauan Riau Prop. Sumatera Utara Prop. Kalimantan Timur Prop. Sumatera Selatan Prop. Lampung Prop. D I Yogyakarta Prop. Jawa Tengah Prop. Jawa Timur Prop. Riau Prop. Banten Prop. Jawa Barat 0
100
200
300
400
500
Rp ‘000
Sumber: Pemerintah Aceh, Depkeu, Universitas Syiah Kuala, dan perhitungan staff Bank Dunia.
30
LAMPIRAN
600
700
800
MENGELOLA SUMBER DAYA UNTUK MENCAPAI KELUARAN YANG LEBIH BAIK DI DAERAH OTONOMI KHUSUS ANALISIS BELANJA PUBLIK ACEH EDISI TERBARU TAHUN 2008
Table A.1
Pemetaan format anggaran pemerintah kabupaten/kota berdasarkan beberapa peraturan
Permendagri No. 3/2006 Belanja tidak langsung
Pengeluaran staf
Kepmendagri No. 29/2002 Appratur - Adm. Umum
Pengeluaran staf
Publik – Adm. Umum
Pengeluaran staf
MAKUDA 1981 Rutin
Pengeluaran staf
Pembayaran bunga
Rutin
Pembayaran hutang dan bunga
Subsidi
Rutin
Pengeluaran yang tidak termasuk dalam pengeluaran lainnya
Rutin
Pensiun dan santunan
Rutin
Subsidi/bantuan keuangan untuk pemerintah di tingkat yang lebih rendah
Hibah Batuan Sosial Pembagian pendapatan untuk Pemerintah daerah/ desa
Dana Bagi Hasil dan Bantuan Keuangan
Bantuan keuangan untuk Pemerintah daerah/desa Pengeluaran tak terduga Belanja langsung
Pengeluaran tak terduga
Belanja Barang dan Jasa Apratur -Operasional Pengeluaran staf & perawatan. Publik -Operasional Pengeluaran staf & perawatan.
Pengeluaran staf
Belanja modal
Aparatur – Operasional & perawatan.
Rutin Rutin
Pengeluaran tak terduga Barang dan Jasa - Rutin
Operasional & pemeliharaan Rutin Biaya perjalanan dinas - Rutin
Barang dan jasa
Biaya perjalanan dinas Operasional dan perawatan Lain-lain
Publik - Operasional & perawatan
Barang dan jasa
Aparatur
Belanja modal
Publik
Belanja modal
Biaya perjalanan dinas Operasional dan perawatan Lain-lain
Belanja Belanja Pembangunan Pembangunan
Sumber: Makuda 1981, Kepmendagri 29/2002, Permendagri 13/2006.
LAMPIRAN
31
MENGELOLA SUMBER DAYA UNTUK MENCAPAI KELUARAN YANG LEBIH BAIK DI DAERAH OTONOMI KHUSUS ANALISIS BELANJA PUBLIK ACEH EDISI TERBARU TAHUN 2008
Tabel A.2
Perbedaan-perbedaan utama antara UU No. 18/2001 dan UU No. 11/2006 tentang sumber pendapatan, pengaturan alokasi, dan pelaksanaan Dana Otonomi Khusus Undang-undang No. 1 8/2001
Undang-undang No. 11/2006
Sumber pendapatan untuk Otonomi Khusus
Dana Bagi Hasil tambahan dari sektor migas (masing-masing 55 persen dan 40 persen), di atas Dana Bagi Hasil nasional reguler sebesar masing-masing 15 persen dan 30 persen.
2 persen alokasi DAU nasional untuk 15 tahun, dan 1 persen alokasi DAU nasional untuk 5 tahun berikutnya
Dana Bagi Hasil Tambahan dari Sektor Migas
-
55 persen untuk minyak dan 40 persen untuk gas
Skema Alokasi
DOK ditransfer dalam bentuk tunai berdasarkan alokasi rumus dasar produksi dan non-produksi
DOK dialokasikan dalam bentuk program gabungan (bukan tunai). Rumusnya hanya menentukan plafon anggaran (jumlah maksimum yang dapat diajukan oleh pemerintah kabupaten/kota untuk programprogram pembangunan).
Pelaksanaan
Pemerintah provinsi dan masing-masing pemerintah kabupaten/kota.
Pemerintah provinsi
Sumber: Undang-undang No. 18/2001 dan Undang-undang No. 11/2006.
Gambar A.3
Mekanisme alokasi DOK untuk pemerintah kabupaten/kota di Aceh
Dana Otonomi Khusus (Setara 2% dari Dana Alokasi Umum/DAU) (100%)
Alokasi dana Propinsi (40%)
Kabupaten/Kota (23) (60%)
Alokasi Dasar (30%)
Penduduk (30%)
Alokasi Rumus (70%)
Daerah (30%)
HDI (30%)
Sumber: Qanun No. 4/2007. Catatan: HDI (Indeks Pembangunan Manusia), CCI (Indeks Kemahalan Konstruksi).
32
LAMPIRAN
CCI (30%)
MENGELOLA SUMBER DAYA UNTUK MENCAPAI KELUARAN YANG LEBIH BAIK DI DAERAH OTONOMI KHUSUS ANALISIS BELANJA PUBLIK ACEH EDISI TERBARU TAHUN 2008
Gambar A.4
Mekanisme alokasi tambahan dana bagi hasil minyak dan gas untuk pemerintah kabupaten/kota di Aceh
Dana Bagi Hasil Tambahan dari Sektor Migas 55% minyak dan 40% gas (100%)
Dana Pendidikan (30%)
Alokasi dana Dana yang akan Dialokasikan (70%)
Provinsi (40%)
Kabupaten/Kota penghasil Migas (25%)
Kabupaten/Kota bukan penghasil Migas (35%)
Alokasi Dasar (50%)
Alokasi Rumus (50%)
Penduduk (50%)
Luas Wilayah (50%)
Sumber: Qanun No. 4/2007.
Tabel A.3
Kegiatan-kegiatan utama dalam proses persetujuan anggaran di Aceh
Kegiatan-kegiatan utama
2005
2006
2007
Penyerahan rancangan Kebijakan Umum Anggaran (KUA) dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (PPAS) kepada DPR
1 Nop 2004
19 Nop 2005
Pembahasan rancangan KUA dan PPAS antara komite anggaran eksekutif dan legislatif
4 Nop – 14 Des 2004
20 Nop – 27 Jan 2006
29 Nop – 2 Des 2007
Penandatanganan nota persetujuan KUA dan PPAS antara Gubernur dan Ketua DPR
16 Des 2004
28 Jan 2006
8 Des 2007
Penyerahan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (RAPBA) dengan Nota Keuangan kepada DPR dan pembahasan dengan Kelompok Kerja
26 Peb – 19 Mar 2006
Rapat Paripurna untuk membahas RAPBA
1 – 25 Apr 2006
Persetujuan RAPBA (menjadi APBA)
26 Apr 2006
Penyerahan APBA ke Depdagri untuk dievaluasi
16 Feb 2007
2008 28 Nop 2007
9-28 Apr 2007
24 Mar – 16 Mei 2008
16 Mar – 25 Apr 2006
2-18 Mei 2007
21 – 30 Mei 2008
27 Mar 2006
18 Mei 2007
24 Jun 2008 1 Jun 2008
Sumber: T. Surya Dharma, 2008.
LAMPIRAN
33
MENGELOLA SUMBER DAYA UNTUK MENCAPAI KELUARAN YANG LEBIH BAIK DI DAERAH OTONOMI KHUSUS ANALISIS BELANJA PUBLIK ACEH EDISI TERBARU TAHUN 2008
Tabel A.4
Tanggal pengesahan anggaran pemerintah propinsi dan kabupaten/kota di Aceh
No
2005
2006
0
Provinsi NAD
25-Apr-05
5-May-06
1
Kab. Aceh Barat
10-Aug-05
2
Kab. Aceh Besar
13-Jun-05
3
Kab. Aceh Selatan
31-May-05
4
Kab. Aceh Singkil
5
Kab. Aceh Tengah
6
Kab. Aceh Tenggara
31-Mar-05
2008
20-Jun-07
24-Jun-08
30-Jun-06
9-Apr-07
28-Apr-08
1-May-06
12-Apr-07
4-Apr-08
29-Mar-06
6-Jan-07
28-Mar-08
1-Jun-05
17-Jul-06
29-Mar-07
11-Apr-08
15-Mar-05
13-Mar-06
30-Mar-07
11-Jan-08
21-Apr-06
22-Mar-07
31-Mar-08
7
Kab. Aceh Timur
19-Jan-05
14-Mar-06
11-Apr-07
17-Apr-08
8
Kab. Aceh Utara
27-Jun-05
15-May-06
12-Mar-07
7-Apr-08
9
Kab. Bireuen
12-Jun-06
19-Apr-07
16-Apr-08
10
Kab. Pidie
23-May-05
28-Mar-06
13-Jun-07
28-Apr-08
11
Kab. Simeuleu
22-Nov-05
25-Mar-06
17-Jan-07
14-Jan-08
12
Kota Banda Aceh
22-Mar-06
20-Apr-07
24-Mar-08
13
Kota Sabang
26-Apr-06
14
Kota Langsa
15
Kota Lhokseumawe
19-Jul-05
16
Kab. Aceh Jaya
17
Kab. Nagan Raya
18
Kab. Aceh Barat Daya
19
Kab. Gayo Lues
20
Kab. Aceh Tamiang
21
Kab. Bener Meriah
22
Kab. Pidie Jaya
17-Apr-08
23
Kota Subulussalam
10-Apr-08
8-May-07
26-Mar-08
24-Apr-07
4-Apr-08
14-Jul-06
1-May-07
1-Apr-08
3-Jun-05
7-Jul-06
27-Mar-07
14-May-08
21-May-05
24-May-06
28-Mar-07
19-Mar-08
20-Jul-05
19-Jun-06
5-May-07
1-Apr-08
28-Dec-04
10-May-06
12-Apr-07
28-Apr-08
25-Apr-05
7-Jul-06
30-May-07
24-Mar-08
30-Apr-05
25-Mar-06
1/25/2007
14-Jan-08
Sumber: Pemerintah Aceh & Universitas Syiah Kuala.
34
2007
LAMPIRAN
MENGELOLA SUMBER DAYA UNTUK MENCAPAI KELUARAN YANG LEBIH BAIK DI DAERAH OTONOMI KHUSUS ANALISIS BELANJA PUBLIK ACEH EDISI TERBARU TAHUN 2008
Tabel A.5.
Keluaran-keluaran (outcomes) terpilih dalam sektor sosial di Aceh Tingkat kemiskinan (%) 2005 2006 2007 28.69 28.28 26.65 16.69 17.75 16.58
2004 28.5 16.7
Aceh Nasional
2008 23.53 15.42
Indeks pembangunan manusia (HDI) 2004 2005 2006 68.7 69 69.4 68.7 69.6 70.1
Sumber: BPS, 2008.
Aceh Nasional
Rasio tingkat partisipasi sekolah, berdasarkan umur sekolah (%) 7-12 13-15 16-18 19-24 98.88 93.83 72.43 20.95 97.39 84.08 53.92 11.38
Tingkat melek huruf orang dewasa (2006) Laki-laki Perempuan 96.26 92.38 94.56 88.39
Sumber: BPS, 2008.
Aceh Nasional
Harapan hidup (thn) 2000 2005 68 68.3 68.1 68.5
Tingkat kematian bayi (%) 2000 2005 40 39 41 32
Sumber: BPS, 2008.
Tingkat penyelesaian sekolah menurut tahapan sekolah (%) 2003-2004
2004-2005
2005-2006
2006-2007
Tingkat gagal sekolah menurut tahapan Sekolah (%) 2003-2004
2004-2005
2005-2006
2006-2007
Sekolah Dasar Aceh
89.72
96.12
98.50
96.60
11.86
6.22
5.59
4.01
Nasional
97.41
95.05
97.40
96.81
2.97
2.99
3.17
2.37
Sekolah Menengah Pertama Aceh
92.26
93.90
92.91
95.46
3.09
2.17
2.25
3.46
Nasional
93.32
94.24
93.79
97.56
3.54
2.83
1.97
2.88
Sekolah Menengah Atas Aceh
98.76
96.56
95.99
92.73
4.16
3.4
2.03
2.58
Nasional
97.76
96.50
96.66
96.26
2.84
3.14
3.08
3.33
Sumber: Departemen Pendidikan Nasional.
LAMPIRAN
35
MENGELOLA SUMBER DAYA UNTUK MENCAPAI KELUARAN YANG LEBIH BAIK DI DAERAH OTONOMI KHUSUS ANALISIS BELANJA PUBLIK ACEH EDISI TERBARU TAHUN 2008
Lampiran B: Catatan Metodologi B.1. Rumus Alokasi Dana Otonomi Khusus untuk Pemerintah Kabupaten/Kota di Aceh Rumus alokasi Dana Otsus untuk pemerintah kabupaten/kota terdiri dari dua komponen: i) alokasi dasar (BA), yaitu jumlah rata-rata yang diterima oleh semua pemerintah kabupaten/kota, dan ii) alokasi rumus (FA), yang ditentukan dengan indeks bobot kebutuhan keuangan pemerintah kabupaten/kota terkait dengan pemerintah kabupaten/ kota lain. Rumus tersebut dapat ditulis sebagai berikut: OtsusT(i) = BAi + FAi Catatan, OtsusT, jumlah dana otonomi khusus yang akan dialokasikan kepada pemerintah kabupaten/kota (60 persen dari jumlah total) i mewakili pemerintah kabupaten/kota I.
Alokasi Dasar/Basic Allocation (BA) Jumlah yang akan dialokasikan dengan alokasi dasar mencapai 30 persen dari jumlah alokasi. Idealnya, alokasi tersebut harus mencerminkan rata-rata alokasi minimum yang diperlukan oleh pemerintah kabupaten/kota untuk membiayai kesenjangan antara kapasitas keuangannya dan biaya penyediaan layanan dengan standar minimum. Akan tetapi, karena kurangnya data, komponen tersebut ditentukan bersama antara pemerintah propinsi, kabupaten/kota, dan DPRA berdasarkan beberapa simulasi. Rumusnya adalah sebagai berikut:
n = jumlah pemerintah kabupaten/kota II.
Alokasi Rumus/ Formula Allocation (FA) Alokasi rumus menerapkan pendekatan kebutuhan fiskal tertimbang, dimana kebutuhan fiskal suatu pemerintah kabupaten/kota dibebani dengan kapasitas keuangannya untuk menyeimbangkan antara sumber daya yang tersedia dan sisa kebutuhan fiskal untuk menyediakan pemberian layanan terkait dengan pemerintah kabupaten/kota lainnya. Pendekatan tersebut digunakan dengan mempertimbangkan Dana Otsus sebagai sumber daya tambahan selain pendanaan rutin dari pemerintah pusat. Kebutuhan fiskal tertimbang dari setiap daerah ditimbang terkait dengan pemerintah kabupaten/kota lainnya.
WFN = Kebutuhan keuangan tertimbang
36
1.
Kebutuhan keuangan tertimbang Kebutuhan keuangan tertimbang diperoleh dari indeks kebutuhan keuangan yang ditimbang dengan kapasitas keuangannya dikalikan dengan kebutuhan fiskal para pemerintah kabupaten/kota.
2.
Kebutuhan Fiskal/Fiscal needs (FN) Kebutuhan fiskal diperoleh dari indeks kebutuhan pemerintah kabupaten/kota dikalikan dengan ratarata jumlah belanja pemerintah kabupaten/kota dalam anggaran tahun sebelumnya
LAMPIRAN
MENGELOLA SUMBER DAYA UNTUK MENCAPAI KELUARAN YANG LEBIH BAIK DI DAERAH OTONOMI KHUSUS ANALISIS BELANJA PUBLIK ACEH EDISI TERBARU TAHUN 2008
EXP Tt-1 = Jumlah belanja tahun sebelumnya 3.
Indeks Kebutuhan/Needs Index Indeks kebutuhan merupakan indeks gabungan yang diperoleh dari indeks populasi (pop), wilayah, human development index (HDI), dan cost construction index (CCI). ⎛ ⎜ ⎜ Needs Indexi = ⎜ ⎜ ⎜ ⎝
4.
Popi ⋅ 0.3 + ∑ Popi
Areai ⋅ 0.3 + ∑ Areai
n
n
HDI i ⋅ 0.3 + ∑ HDI i n
⎞ ⎟ CCI i ⎟ ⋅ 0.1 ⎟ CCI ∑ i ⎟ ⎟ n ⎠
Kapasitas Keuangan/Fiscal capacity Kapasitas keuangan pendapatan pemerintah kabupaten/kota terdiri dari Dana Bagi Hasil (pajak dan non-pajak), DAU, dan DAK. Pendapatan Asli Daerah tidak diikutsertakan dalam persamaan kapasitas keuangan untuk menghindari efek disinsentif terhadap pemerintah kabupaten/kota dalam meningkatkan pendapatan asli daerah. FC = Dana Bagi Hasil pajak + Dana Bagi Hasil non-pajak + DAU + DAK
III.
Penyesuaian Alokasi untuk pemerintah kabupaten/kota baru (pecahan) Pemerintah kabupaten/kota baru menerima jumlah alokasi dasar yang sama. Alokasi rumus diperoleh dari alokasi yang diterima oleh pemerintah kabupaten/kota yang lama dengan menggunakan rata-rata pembagian populasi dan luas wilayah pemerintah kabupaten/kota induk dengan pemerintah kabupaten/ kota yang baru berbanding dengan jumlah populasi dan luas wilayah sebelum dipecah.
i = pemerintah kabupaten/kota yang lama j = pemerintah kabupaten/kota yang baru
B.2 Alokasi Rumus Dana Bagi Hasil Tambahan dari Sektor Migas untuk Pemerintah Kabupaten/Kota di Aceh Pendekatan alokasi Dana Bagi Hasil tambahan dari sektor migas didasarkan atas pemerintah kabupaten/kota pengghasil dan non-penghasil minyak dan gas. Ada tiga kabupaten/kota penghasil minyak dan gas di Aceh — Aceh Utara, Aceh Tamiang, dan Aceh Timur — tetapi sebagian besar pendapatan dari sektor migas (97 persennya) berasal dari Aceh Utara. Penghitungan teknis dilakukan secara terpisah untuk setiap kabupaten penghasil minyak dan gas, sehingga memberikan kesempatan bagi pemerintah kabupaten/kota penghasil minyak dan gas untuk menerima alokasi non-penghasilketika mereka diperlakukan sebagai kabupaten/kota non-penhasil. Misalnya, pendapatan migas yang dihasilkan dari Aceh Utara akan dialokasikan sesuai dengan yang dijelaskan dalam Gambar A.4. Dalam hal ini, Aceh Tamiang dan Aceh Timur diperlakukan sebagai kabupaten/kota non-penghasil dan akan menerima alokasi non-penghasil. Sebaliknya, dalam menghitung alokasi pendapatan migas yang dihasilkan dari Aceh Tamiang, baik Aceh Utara maupun Aceh Timur akan diperlakukan sebagai pemerintah kabupaten/kota non-penghasil dan juga akan menerima alokasi non-penghasil.
LAMPIRAN
37
38
LAMPIRAN
33.2 1.4 0.0 133 13.8 961 100.0
319 13
33.7
79.5
2.8
% 6.1
9.9 0.0 0.0 44 1.7 2,615 100.0
260 0
2,078
72
2002 Rp mil 160
80.9
2.2
3.4 0.0 0.0 166 4.8 3,473 100.0
117 -
2,808
77
2004 Rp mil % 305 8.8
12 3,376
336 1
2,808
56
3,740 65 155 5,515
779 42.6 732 40.0 0.0 1,829 100.0
67.8 1.2 2.8 100.0
5.9 20.5
4.3 21.9
3,583 58.7 122 2.0 653 10.7 6,098 100.0
260 1,335
2002 Rp mil % 146 2.4 4.5 22.4
3,244 46.2 279 4.0 1,425 20.3 7,019 100.0
318 1,573
2003 Rp mil % 180 2.6
Sumber: Pemerintah Aceh, Depkeu, Universitas Syiah Kuala, dan perhitungan staff Bank Dunia.
327 1,129
2001 Rp mil % 98 1.8
11.1 0.4
203 8
1999 Rp mil % 107 5.8 7.0 17.6 3,774 54.3 262 3.8 1,018 14.6 6,956 100.0
484 1,222
2004 Rp mil % 196 2.8
3,489 268 564 5,705
343 873
61.2 4.7 9.9 100.0
6.0 15.3
2005 Rp mil % 168 2.9
10.0 0.0 0.0 0.3 100.0
83.2
1.7
2005 Rp mil % 163 4.8
Komposisi pendapatan pemerintah kabupaten/kota (harga konstan tahun 2006)
Pendapatan Asli Daerah Dana Bagi Hasil Pajak Dana Bagi Hasil NonPajak SDO/DAU INPRES/DAK Lain-lain Total
Pendapatan
Tabel C.2
67.5
5.2
8.0 0.4 0.0 124 8.0 1,548 100.0
124 6
1,045
81
2003 Rp mil % 168 10.9
Sumber: Pemerintah Aceh, Depkeu, Universitas Syiah Kuala, dan perhitungan staff Bank Dunia.
16.5 59.3 0.0 0.0 596 100.0
98 353
3.0
18
324
77
8.2
49
8.0
2001 Rp mil % 95 9.9
1999 Rp mil % 78 13.1
Komposisi pendapatan propinsi (harga konstan tahun 2006)
Pendapatan Asli Daerah Dana Bagi Hasil Pajak Dana Bagi Hasil Non-Pajak SDO/DAU INPRES/DAK Dana Alokasi Khusus Lain-lain Total
Pendapatan
Tabel C.1
Pendapatan
Lampiran C: Lampiran Statistik
11.3 0.0 0.0 0.0
74.0
3.0
5.8 14.6 4,560 58.2 605 7.7 798 10.2 7,838 100.0
454 1,147
2006 Rp mil % 275 3.5
4,067
461 -
3,009
120
2006 Rp mil % 477 11.7 5.2
6.7 10.7 4,767 61.5 733 9.5 607 7.8 7,752 100.0
523 826
2007 Rp mil % 296 3.8
449 15.4 - 0.0 0.0 - 0.0 2,914
1,794 61.6
152
2007 Rp mil % 518 17.8
22.2
2.7
8.2 7.2 5,031 61.8 820 10.1 688 8.5 8,137 100.0
666 587
2008 Rp mil % 346 4.2
484 8.4 31 0.5 3,119 54.0 6 0.1 5,772 100.0
1,283
158
2008 Rp mil % 691 12.0
MENGELOLA SUMBER DAYA UNTUK MENCAPAI KELUARAN YANG LEBIH BAIK DI DAERAH OTONOMI KHUSUS ANALISIS BELANJA PUBLIK ACEH EDISI TERBARU TAHUN 2008
LAMPIRAN
72.5
%
1.6
2.3
3.1
2.3
2.6
3.4
5.3
1.0
3.5
1.4
5.0
1.6
3.1
3.0
2.8
5.9
5.0
3.1
6.7
1.0
2.1
2.9
283,653 10.0
25,992
90,562
39,660
80,945
64,132
87,500
91,502
138,741
130,380
109,975
283,653
176,761
33,237
27,660
42,642
145,474 10.0
25,992
52,953
75,921
49,172
53,225
52,854
139,420
138,234 17.8
Per Kapita (Rp)
101.6
4.8
27.1
4.8
62.9
9.1
13.3
19.4
18.7
46.3
21.2
15.0
11.9
7.9
29.1
30.4
101.6
96.7
15.0
14.8
9.3
18.1
8.5
14.3
165.0
519,634
28,063
155,551
44,451
265,389
124,546
113,782
156,370
307,041
296,734
153,086
519,634
66,488
99,315
60,894
85,943
203,915
313,694
87,668
90,567
61,121
93,453
28,063
94,418
40,507
Per Kapita Rp mil (Rp)
19.5
1.6
6.3
1.6
16.3
3.1
4.0
5.2
6.1
13.4
7.0
5.6
2.5
2.9
4.7
5.8
14.0
19.5
3.9
3.7
2.9
4.6
1.8
3.6
5.2
%
Pembagian Pajak
142.4
9.1
41.9
9.1
58.6
38.7
55.9
69.0
40.8
27.9
16.1
33.1
18.2
24.4
34.9
43.5
142.4
34.8
69.4
15.2
16.3
50.4
43.3
37.5
1,299.2
Rp mil
1,149,110
73,039
298,623
84,346
247,373
530,394
478,912
556,946
669,438
178,501
115,948
1,149,110
102,143
306,594
73,039
122,857
285,670
112,882
405,282
92,730
106,556
260,817
143,685
247,857
318,994
Per Kapita (Rp)
19.5
3.0
10.4
3.0
15.2
13.2
17.0
18.5
13.3
8.1
5.3
12.4
3.9
9.0
5.6
8.2
19.5
7.0
17.9
3.8
5.0
12.7
9.1
9.4
41.0
%
Pembagian Non Pajak
Dana Bagi Hasil
Sumber: Pemerintah Aceh, Depkeu, Universitas Syiah Kuala, dan perhitungan staff Bank Dunia.
2.6
15.3
Rata-rata Kab/Kota
Maksimum Kab/Kota
4.3
Minimum Kab/Kota
19.2
20.4
15 Kota Lhokseumawe
21 Kab. Bener Meriah
15.2
14 Kota Langsa
4.7
8.2
13 Kota Sabang
20 Kab. Aceh Tamiang
31.5
12 Kota Banda Aceh
10.2
2.6
11 Kab. Simeuleu
19 Kab. Gayo Lues
13.2
10 Kab. Pidie
18 Kab. Aceh Barat Daya
15.1
9 Kab. Bireuen
8.5
72.5
8 Kab. Aceh Utara
11.3
8.0
7 Kab. Aceh Timur
17 Kab. Nagan Raya
9.1
6 Kab. Aceh Tenggara
16 Kab. Aceh Jaya
7.5
10.3
3 Kab. Aceh Selatan
12.4
15.9
2 Kab. Aceh Besar
5 Kab. Aceh Tengah
21.1
4 Kab. Aceh Singkil
563.0
Provinsi NAD
1 Kab. Aceh Barat
Rp mil
Pendapatan Asli Daerah
431.9
171.9
246.6
198.4
213.4
200.6
200.7
221.8
191.9
211.3
193.6
171.9
308.8
184.7
431.9
345.9
203.9
285.7
252.5
274.2
206.9
277.7
335.4
267.2
487.9
Rp mil
5,962,814
409,010
1,759,170
1,833,102
900,305
2,748,271
1,719,999
1,790,412
3,144,859
1,353,441
1,396,593
5,962,814
1,731,354
2,322,333
904,946
976,688
409,010
926,579
1,473,905
1,675,257
1,356,230
1,436,889
1,113,998
1,765,579
119,805
Per Kapita (Rp)
DAU
Komposisi pendapatan pemerintah propinsi dan kabupaten/kota di Aceh, 2007
No Pemerintah Propinsi/ Daerah
Tabel C.3
70.8
28.0
62.9
66.1
55.4
68.6
61.0
59.5
62.7
61.2
63.4
64.6
65.5
68.5
69.2
65.4
28.0
57.6
65.2
68.7
63.4
70.1
70.8
66.7
15.4
% 0.0
%
9.8
9.3
9.3
8.0
8.8
6.5
191,154
7.2
552,631 16.3
104,861
131,341
94,829
161,120 10.0
209,930
259,880 10.7
267,792 12.5
201,792
146,106
265,351 10.0
0
Per Kapita (Rp)
7.4
9.3
7.6
9.1
94,829
285,485
6.5
9.9
342,390 12.3
122,808
365,451
291,661 10.3
303,967 10.1
530,188 10.6
164,628
204,332
50.1 1,082,975 16.3
25.7
37.9
37.1
29.1
26.7
34.0
37.7
32.4
25.7
28.3
31.2 1,082,975 11.7
34.1
44.0
50.1
46.5
47.3
49.7
36.0
42.5
40.8
39.0
44.0
40.2
0.0
Rp mil
DAK
160.9
0.8
31.4
46.5
1.7
12.7
15.1
13.4
13.8
13.6
30.7
6.8
66.6
6.1
65.2
47.3
160.9
20.9
5.2
40.0
45.3
0.8
26.9
20.3
650.0
Rp mil
429,681
4,140
167,968
429,681
7,268
173,359
129,052
108,328
225,415
87,426
221,445
234,985
373,431
76,824
136,654
133,475
322,747
67,818
30,319
244,397
297,299
4,140
89,454
133,818
159,597
Per Kapita (Rp)
Lain-lain
22.1
0.2
7.0
15.5
0.4
4.3
4.6
3.6
4.5
4.0
10.1
2.5
14.1
2.3
10.4
8.9
22.1
4.2
1.3
10.0
13.9
0.2
5.7
5.1
20.5
%
9,233,170
1,308,053
2,757,359
2,773,631
1,624,087
4,006,153
2,820,906
3,007,525
5,015,682
2,211,110
2,201,379
9,233,170
2,641,331
3,390,933
1,308,053
1,492,946
1,461,647
1,608,085
2,260,056
2,438,753
2,138,171
2,050,315
1,574,160
2,646,444
777,136
Per Kapita (Rp)
728.5
266.2
400.2
300.1
385.0
292.5
329.2
372.6
306.0
345.2
305.1
266.2
471.2
269.7
624.3
528.7
728.5
495.8
387.1
399.1
326.1
396.2
474.0
400.5
3,165.1
Rp mil
Jumlah
MENGELOLA SUMBER DAYA UNTUK MENCAPAI KELUARAN YANG LEBIH BAIK DI DAERAH OTONOMI KHUSUS ANALISIS BELANJA PUBLIK ACEH EDISI TERBARU TAHUN 2008
39
MENGELOLA SUMBER DAYA UNTUK MENCAPAI KELUARAN YANG LEBIH BAIK DI DAERAH OTONOMI KHUSUS ANALISIS BELANJA PUBLIK ACEH EDISI TERBARU TAHUN 2008
Tabel C.4 No
Alokasi dana otonomi khusus dan tambahan dana bagi hasil minyak dan gas
Pemerintah Provinsi/Daerah
Dana Alokasi Khusus (Rp mil)
Dana Pendidikan Propinsi 1 Kab. Aceh Barat 2 Kab. Aceh Besar
395.1 1,412.0
368.8
93.6
15.1
98.3
18.5
115.9
17.4
4 Kab. Aceh Singkil
89.4
12.8
5 Kab. Aceh Tengah
114.2
17.4
6 Kab. Aceh Tenggara
102.2
17.4
7 Kab. Aceh Timur
157.5
24.9
8 Kab. Aceh Utara
100.7
224.1
91.8
18.1
10 Kab. Pidie
93.3
18.6
11 Kab. Simeulue
89.9
12.2
12 Kota Banda Aceh
52.1
11.4
13 Kota Sabang
45.7
8.2
14 Kota Langsa
62.3
10.8
3 Kab. Aceh Selatan
9 Kab. Bireuen
15 Kota Lhokseumawe
61.9
11.1
16 Kab. Nagan Raya
118.9
16.0
17 Kab. Aceh Jaya
110.1
14.4
78.3
12.2
18 Kab. Aceh Barat Daya 19 Kab. Gayo Lues
151.3
17.5
20 Kab. Aceh Tamiang
94.3
20.4
21 Kab. Bener Meriah
77.4
11.9
22 Kab. Pidie Jaya
55.1
11.9
23 Kota Subulussalam
63.8
10.6
Jumlah Pemerintah Provinsi
1,412.0
368.8
Jumlah Pemerintah Daerah
2,118.0
553.2
Total Keseluruhan
3,530.0
1,317.1
Rata-rata Pemerintah Daerah
92.1
24.1
Minimum Pemerintah Daerah
45.7
8.2
Maksimum Pemerintah Daerah
157.5
224.1
Sumber: Pemerintah Aceh, Depkeu, Universitas Syiah Kuala, dan perhitungan staff Bank Dunia.
40
Pendapatan Tambahan dari Dana Alokasi Khusus (Rp mil)
LAMPIRAN
MENGELOLA SUMBER DAYA UNTUK MENCAPAI KELUARAN YANG LEBIH BAIK DI DAERAH OTONOMI KHUSUS ANALISIS BELANJA PUBLIK ACEH EDISI TERBARU TAHUN 2008
Belanja Tabel C.5
Belanja pemerintah propinsi dan kabupaten/kota di Aceh menurut klasifikasi ekonomi tahun 2007 Belanja
Belanja Tdk Langsung Pengeluaran staf Pembayaran bunga Pengeluaran Subsidi
Provinsi Rp mil
Provinsi* %
1,979
Rp mil
Kabupaten/Kota
%
Rp mil
%
Total* Rp mil
%
48.9
856
29.3
4,194
41.6
5,050
38.8
382
9.4
382
13.1
3,372
33.4
3,753
28.8
0
0.0
0
0.0
7
0.1
7
0.1
0
0.0
0
0.0
23
0.2
23
0.2
Hibah
130
3.2
130
4.4
101
1.0
230
1.8
Bantuan sosial
281
6.9
281
9.6
362
3.6
643
4.9
1,123
27.8
0
0.0
15
0.2
15
0.1
13
0.3
13
0.5
237
2.4
251
1.9
Dana Bagi Hasil untuk pemerintah di tingkat yang lebih rendah (Pemda dan Desa) Bantuan keuangan untuk Pemda & Desa
50
1.2
50
1.7
78
0.8
128
1.0
Belanja Langsung
Pengeluaran tak terduga
2,068
51.1
2,068
70.7
5,895
58.4
7,963
61.2
Belanja pegawai
257
6.4
257
8.8
974
9.7
1,232
9.5
Belanja barang & jasa (termasuk pemeliharaan & operasional, belanja perjalanan Belanja Kapital Total
666
16.5
666
22.8
1,696
16.8
2,362
18.2
1,145
28.3
1,145
39.2
3,224
32.0
4,369
33.6
4,047
100.0
2,924
100.0
10,089
100.0
13,013
100.0
Sumber: Pemerintah Aceh, Depkeu, Universitas Syiah Kuala, dan perhitungan staff Bank Dunia. Catatan: *Tanpa bantuan kepada daerah bawahan (kabupaten/kota)
LAMPIRAN
41
42
LAMPIRAN
9.6 18.5 5.4 3.8
81.8 156.9 45.6 32.1
44.3
101.1
134.7
271.5
193.9 125.6 610.1
840.8
1.9
4.4
5.8
11.7
8.4 5.4 26.3
36.2
2002 Rp mil %
9.0 5.4 3.8 2.7
466.3 282.8 196.7 138.2
228.6
200.2
266.7
567.4
Rp mil 1,789.6 777.0 316.5 1,931.5
2002
3.8
3.3
4.4
9.3
% 29.4 12.8 5.2 31.8
5,188.9 100.0 6,077.6 100.0
% 42.1 14.4 4.8 17.7
Rp mil 2,186.2 749.3 249.1 920.3
2001
2003
2.8
31.2
129.6
39.1
272.4 106.8 417.8
630.3
0.2
1.9
8.0
2.4
16.7 6.6 25.6
38.7
9.2
1.1
4.1
3.4
% 28.1 11.8 6.2 36.0
647.9
57.9
261.1
417.7
Rp mil 2,272.7 476.5 409.9 2,182.2
2004
9.6
0.9
3.9
6.2
% 33.8 7.1 6.1 32.4
6,381.2 100.0 6,725.9 100.0
589.0
68.1
263.5
219.7
Rp mil 1,794.5 754.4 394.2 2,297.9
Sumber: Pemerintah Aceh, Depkeu, Universitas Syiah Kuala, dan perhitungan staff Bank Dunia.
Administrasi Umum Pemerintah Pekerjaan Umum dan Transportasi Kesehatan dan Kesejahteraan Umum Pendidikan dan Kebudayaan Permukiman, Ketenagakerjaan dan Urusan Sosial Pertanian, Kehutanan, Perkebunan, Peternakan, dan Perikanan Industri, Perdagangan, Energi dan Pertambangan Lain-lain (Bantuan Sosial, Hibah, Pengeluaran Tak Terduga) Jumlah
Sektor
0.3
2.1
9.0
11.4
7.9 8.1 29.6
31.7
2004 Rp mil %
Komposisi sektoral belanja pemerintah kabupatan/kota (harga konstan 2006)
Sumber: Pemerintah Aceh, Depkeu, Universitas Syiah Kuala, dan perhitungan staff Bank Dunia.
Tabel C.7
4.2
33.2
143.0
181.4
126.0 129.3 472.5
504.7
2003 Rp mil %
12.4
26.2
78.7
184.7
160.5 88.4 356.3
451.0
0.9
1.9
5.8
13.6
11.8 6.5 26.2
33.2
2005 Rp mil %
17.3
32.8
78.8
24.5
155.2 119.8 267.6
659.0
1.3
2.4
5.8
1.8
11.5 8.8 19.7
48.6
2006 Rp mil %
9.4
1.1
4.7
1.8
% 36.4 13.1 6.4 27.0
6,091.3 100.0
574.0
69.4
287.4
111.6
Rp mil 2,217.9 798.9 387.3 1,644.8
2005
8.5
1.3
5.4
3.4
% 33.0 13.8 8.3 26.2
7,589.5 100.0
644.6
99.8
412.3
260.6
Rp mil 2,507.0 1,045.3 630.7 1,989.3
2006
849.1 100.0 2,321.9 100.0 1,594.3 100.0 1,630.1 100.0 1,358.2 100.0 1,354.9 100.0
10.9 10.9 18.4
92.4 93.0 155.8
Pekerjaan Umum dan Transportasi Kesehatan dan Kesejahteraan Umum Pendidikan dan Kebudayaan Permukiman, Ketenagakerjaan dan Urusan Sosial Pertanian, Kehutanan, Perkebunan, Peternakan, dan Perikanan Industri, Perdagangan, Energi dan Pertambangan Lain-lain (Bantuan Sosial, Hibah, Pengeluaran Tak Terduga) Jumlah
22.6
191.6
2001 Rp mil %
Komposisi sektoral belanja pemerintah propinsi (harga konstan 2006)
Administrasi Umum Pemerintah
Sektor
Tabel C.6
16.2
2.1
9.2
9.9
14.3 9.6 10.4
28.2
8.2
1.3
5.5
1.7
% 32.3 17.8 8.5 24.9
9,287.7 100.0
757.1
116.1
510.1
157.9
Rp mil 2,998.3 1,651.8 785.2 2,311.2
2007
2,691.7 100.0
436.4
57.0
248.6
265.6
384.4 258.8 281.2
759.8
2007 Rp mil %
MENGELOLA SUMBER DAYA UNTUK MENCAPAI KELUARAN YANG LEBIH BAIK DI DAERAH OTONOMI KHUSUS ANALISIS BELANJA PUBLIK ACEH EDISI TERBARU TAHUN 2008
79,255
87,083
121,996
84,715
59,519
67,902
153,080
62,142
434,112
11,624
104,823
5 Kab. Aceh Tengah
6 Kab. Aceh Tenggara
7 Kab. Aceh Timur
8 Kab. Aceh Utara
9 Kab. Bireuen
10 Kab. Pidie
11 Kab. Simeuleu
12 Kota Banda Aceh
13 Kota Sabang
14 Kota Langsa
15 Kota Lhokseumawe
83,068
70,520
n.a
105,110
11,624
434,112
19 Kab. Gayo Lues
20 Kab. Aceh Tamiang
21 Kab. Bener Meriah
Rata-rata Kab/Kota
Minimum Kab/Kota
Maximum Kab/Kota
19,794
Per kapita Rp
n.a
93,506
85,471
85,471
11.7 852,253
0.9
6.3 181,315
n.a 141,547
8.0 152,119
3.4 153,339
5.5 217,015
n.a 185,960
n.a 193,554
6.2 106,277
0.9 255,206
7.7 852,253
5.6 106,729
6.7 163,758
6.9
6.2 110,889
4.5 124,615
11.7
6.5 109,017
6.1 166,441
n.a
5.6 105,830
7.0 110,249
8.7 192,533
6.6
% dari total belanja
2007
169,481
189,887
105,646
159,893
142,529
113,748
146,148
223,678
182,926
165,882
168,654
281,931
39,941
105,646
253,334
210,398
209,223
141,478
253,314
219,462
384,006
142,132
220,494
11.9 1,489,110
4.3
7.3
6.2
8.9
4.3
9.3
8.0
4.3
6.2
11.9
11.5 1,489,110
5.0
6.2
7.3
7.9
6.9
6.1
5.8
8.1
n.a
7.4
7.7
7.3
5.9
77,996
Per kapita Rp
n.a
n.a
n.a
n.a
14.1 957,534
3.9 237,536
8.1 503,151
8.2
8.5 306,160
3.9 809,806
8.6 474,966
7.3
5.5
5.4 547,836
10.4 455,425
14.1 957,534
6.0 544,752
7.1 254,297
7.7 433,239
11.0 480,529
5.5 427,425
8.5 237,536
7.1 496,926
8.7 616,240
8.5
8.4 539,383
10.5 491,403
2006
Pendidikan
746,776
257,552
438,881
484,478
441,354
348,517
454,229
520,613
n.a
447,017
512,779
580,136
61,182
257,552
555,353
507,889
482,529
612,869
583,863
540,634
863,621
520,490
532,730
50.4 1,230,107
11.0
34.5
n.a
34.6
33.2
33.1
n.a
n.a
32.4
36.8
17.0 1,230,107
48.7
11.0
44.3
50.4
22.9
22.8
37.0
47.1
n.a
38.1
44.9
31.9
24.3
856,758
321,194
465,665
512,031
463,859
343,923
430,817
640,241
420,656
512,246
576,767
698,456
61,261
Per kapita Rp
321,194
652,159
614,626
607,961
565,819
714,991
770,901
877,291
682,384
574,001
37.3 2,044,743
9.8
25.4
22.4
28.1
17.0
24.9
23.3
19.1
30.1
24.9
54,398
Per kapita Rp
n.a
60,309
47,950 89,926
n.a
n.a
n.a 47,950 36.0 556,217
12.0
24.0 186,178
23.8
24.8 114,457
15.5 325,995
24.2 143,946
25.5
12.6
25.9 147,954
27.0 127,379
19.4 556,217
30.3
12.0 283,806
33.7
35.2 103,678
17.9 338,354
25.8
21.0 174,914
24.9 178,016
19.6
25.9 109,967
36.0 170,506
2006
Infrastruktur 2007
203,997
342,121
115,919
290,996
451,447
300,709
167,651
284,759
n.a
123,292
139,600
596,688
40,910
177,532
222,890
490,111
115,919
400,661
381,971
386,503
419,398
409,115
18.1 1,369,266
4.9
11.1
n.a
12.9
13.4
10.0
n.a
n.a 1,369,266
8.7
10.3
9.8 1,139,253
8.0
12.3
4.9
10.9
18.1
5.8
13.0
13.6
n.a
7.8
15.6
12.7
16.9
110,652
319,213
351,236
211,234
171,415
172,405
605,864
142,534
460,200
236,475
983,563
331,914
245,299
115,855
237,760
721,815
110,652
518,590
384,086
557,642
589,206
605,355
30.3 2,465,754
8.6
15.9
16.9
22.5
11.6
17.5
21.1
30.3 2,465,754
10.3
10.4
15.4
9.6
13.0
9.8
20.7
25.0 1,013,438
19.6
8.9
13.8
n.a
8.6
9.7
22.5
12.3
39.1
8.3
16.4
14.9
22.7
16.2
20.5
23.9
35.5
17.4
11.1
9.3
11.7
9.2
8.4
16.4
39.1
8.3
15.6
13.7
9.8
8.7
10.8
20.5
21.6
% dari % dari % dari Per kapita Per kapita total total total Rp Rp belanja belanja belanja
2004
23.6 191,653
9.3
% dari total belanja
2007
16.6 2,044,743
35.1
9.8
37.3
34.5
24.5
22.7
24.1
25.3
n.a
31.1
35.7
21.9
18.4
% dari % dari Per kapita total total Rp belanja belanja
2004
9.5 480,116
6.0
% dari % dari Per kapita total total Rp belanja belanja
2006
Kesehatan
Sumber: Pemerintah Aceh, Depkeu, Universitas Syiah Kuala, dan perhitungan staff Bank Dunia.
78,775
18 Kab. Aceh Barat Daya
n.a
n.a
4 Kab. Aceh Singkil
17 Kab. Nagan Raya
79,543
3 Kab. Aceh Selatan
n.a
76,919
2 Kab. Aceh Besar
16 Kab. Aceh Jaya
131,793
1 Kab. Aceh Barat
Per kapita Rp
21,063
Kabupaten/Kota
2004
Belanja per kapita untuk kesehatan, pendidikan, infrastruktur oleh pemerintah kabupaten/kota di Aceh tahun 2004, 2006, 2007 (harga konstan 2006).
Prov. Aceh
No
Tabel C.8
MENGELOLA SUMBER DAYA UNTUK MENCAPAI KELUARAN YANG LEBIH BAIK DI DAERAH OTONOMI KHUSUS ANALISIS BELANJA PUBLIK ACEH EDISI TERBARU TAHUN 2008
LAMPIRAN
43
44
LAMPIRAN
35,097
46,044
30,563
10 Kab. Bireuen
11 Kab. Pidie
12 Kab. Simeuleu
%
14,532
92,889
8,716
12,902
18,825
26,014
22,190
24,456
n.a
19,858
19,430
34,588
6,817
Rp
24.8
8,047
229,206
Minimum (distrik)
Maksimum (distrik)
1,328
1,328
32,483
n.a
n.a
n.a
27,853
35,754
35,440
36,560
75.2
14.2
36.2
n.a
n.a
n.a
49.0
53.4
55.8
43.2
14.2
350,091
9,374
84,766
n.a
n.a
n.a
56,871
66,990
63,529
84,535
9,374
350,091
50,115
123,452
54,760
47,999
68,318
98,384
70,228
63,916
n.a
64,148
62,032
106,285
16,987
Rp
Total Kesehatan % 5,428
Rp
Rutin
8.6
% 57,472
Rp
7.0 310,680 78.4
85,613
n.a
n.a
n.a
10,195
63,613
70,627
84,056 39,420
n.a
n.a
n.a n.a
n.a
n.a n.a
n.a
n.a
68,017
34,862 17.0
10,195
11.7 522,064 94.7 250,141
0.9
6.3 297,905 72.6 107,862
n.a
n.a
n.a
8.0 178,886 72.5
3.4 509,706 78.0 143,364
5.5 253,807 66.3 129,230
6.2 402,383 91.1
0.9 283,222 77.1
7.7 522,064 67.6 250,141
57,593
34,862 17.0 170,216
5.6 381,722 86.9
6.7
6.9 285,773 81.8
6.2 316,896 81.8
4.5 243,153 70.5 101,544
11.7 181,367 94.7
6.5 264,814 66.1 135,933
6.1 315,708 63.5 181,259
n.a
5.6 296,196 68.1 138,790
83.0
5.3
27.4
n.a
n.a
n.a
27.5
22.0
33.7
8.9
22.9
32.4
13.1
83.0
18.2
18.2
29.5
5.3
33.9
36.5
n.a
31.9
21.6
26.9
91.4
%
Pembangunan
772,205
191,561
405,767
n.a
n.a
n.a
246,903
653,070
383,037
441,803
367,278
772,205
439,316
205,078
349,387
387,523
344,697
191,561
400,747
496,968
n.a
434,986
396,293
387,190
62,900
Rp
%
50.4
11.0
34.5
n.a
n.a
n.a
34.6
33.2
33.1
32.4
36.8
17.0
48.7
11.0
44.3
50.4
22.9
22.8
37.0
47.1
n.a
38.1
44.9
31.9
24.3
% Total Pendidikan Pendidikan Dari total Belanja
Pendidikan
8.7 283,151 73.1 104,039
6.6
% Kesehatan Dari total Belanja
Sumber: Pemerintah Aceh, Depkeu, Universitas Syiah Kuala, dan perhitungan staff Bank Dunia.
85.8 120,884
63.8
n.a
n.a
n.a
51.0
46.6
44.2
56.8
85.8
34.5
29.0
75.2
15.9
26.9
27.6
26.4
31.6
38.3
n.a
31.0
31.3
32.5
40.1
%
Pembangunan
65.5 120,884
71.0
24.8
84.1
73.1
72.4
73.6
68.4
61.7
n.a
69.0
68.7
67.5
59.9
52,283
Rata-rata (distrik)
n.a
22 Kab. Bener Meriah
19 Kab. Aceh Tamiang
n.a
29,018
18 Kab. Gayo Lues
21 Kab. Aceh Jaya
31,236
17 Kab. Aceh Barat Daya
n.a
28,089
16 Kota Lhokseumawe
20 Kab. Nagan Raya
8,047
47,975
15 Kota Langsa
35,583
49,494
9 Kab. Aceh Utara
229,206
72,370
8 Kab. Aceh Timur
14 Kota Sabang
48,038
7 Kab. Aceh Tenggara
13 Kota Banda Aceh
n.a
39,460
6 Kab. Aceh Tengah
4 Kab. Aceh Selatan
5 Kab. Aceh Singkil
42,601
44,289
3 Kab. Aceh Besar
71,697
2 Kab. Aceh Barat
Rp
Rutin
10,170
Kabupaten/Kota
Kesehatan
%
7.3
5.2
n.a
4.6
5.2
8.1
n.a
n.a
n.a
7.3
7.6
4.6 94,367 34.9
6,706
19,088 14.7
n.a
n.a
n.a
6,706
19,976
9,382
21,521 18.0
16,887 16.4
94,367 21.0
25,294 34.9
11,853
12,072 31.2
11,262 13.5
12,422
14,182 29.2
14,721 10.4
7,405
n.a
13,023 14.7
10,051
23,370 15.1
6,207 14.1
Rp
Rutin
354,195
26,597
131,055
n.a
n.a
n.a
85,598
242,923
106,703
97,797
85,838
354,195
47,227
217,023
26,597
72,349
260,444
34,454
126,338
136,156
n.a
75,659
127,454
131,188
37,662
Rp
95.4
65.1
85.3
n.a
n.a
n.a
92.7
92.4
91.9
82.0
83.6
79.0
65.1
94.8
68.8
86.5
95.4
70.8
89.6
94.8
n.a
85.3
92.7
84.9
85.9
%
Pembangunan
448,562
38,670
150,144
n.a
n.a
n.a
92,304
262,900
116,085
119,318
102,725
448,562
72,521
228,876
38,670
83,611
272,866
48,636
141,060
143,561
n.a
88,683
137,505
154,559
43,870
Rp
Total Prasarana
infrastruktur
%
18.1
4.9
11.1
n.a
n.a
n.a
12.9
13.4
10.0
8.7
10.3
9.8
8.0
12.3
4.9
10.9
18.1
5.8
13.0
13.6
n.a
7.8
15.6
12.7
16.9
% Prasarana Dari total Belanja
Komposisi belanja perkapita pemerintah propinsi dan kabupaten/kota di Aceh menurut sektor dan jenis belanja tahun 2004
1 Prov. Aceh
No
Tabel C.9
4,554,868
713,950
1,340,635
n.a
n.a
n.a
713,950
1,965,363
1,155,519
1,364,300
997,439
4,554,868
902,611
1,856,155
788,963
769,365
1,505,286
839,419
1,084,209
1,054,351
n.a
1,140,352
883,406
1,215,233
259,176
Rp
Total Belanja
MENGELOLA SUMBER DAYA UNTUK MENCAPAI KELUARAN YANG LEBIH BAIK DI DAERAH OTONOMI KHUSUS ANALISIS BELANJA PUBLIK ACEH EDISI TERBARU TAHUN 2008
PENDIDIKAN
11.9
4.3
7.3
6.2
8.9
4.3
9.3
8.0
4.3
6.2
11.9
11.5
5.0
6.2
7.3
7.9
6.9
6.1
5.8
8.1
n.a
7.4
7.7
7.3
5.9
62.1
11.2
26.6
15.3
36.1
11.2
25.3
23.0
11.8
16.6
35.4
24.6
19.0
13.0
40.8
39.3
62.1
28.8
18.7
27.2
n.a
20.5
33.2
29.1
80.6
Rp mil
Rp
3,646,099
3,626,305
852,253
85,471
181,315
141,547
152,119
153,339
217,015
185,960
193,554
106,277
255,206
852,253
106,729
163,758
85,471
110,889
124,615
93,506
109,017
166,441
n.a
105,830
110,249
192,533
19,794
81.4
44.0
69.7
70.7
64.4
61.3
57.5
81.4
57.7
57.5
74.2
64.0
78.3
44.0
70.4
81.0
70.7
70.6
77.6
78.8
n.a
80.4
80.9
71.7
29.8
%
Sumber: Pemerintah Aceh, Depkeu, Universitas Syiah Kuala, dan perhitungan staff Bank Dunia.
612
58.6
%
Total Kab/Kota + Provinsi
31.5
14.4
31.9
45.2
37.3
43.1
50.1
32.8
47.4
25.7
16.7
45.1
29.2
58.6
20.1
21.5
15.4
25.5
32.7
25.6
n.a
14.4
24.6
27.6
3.5
%
531
59.0
Maximum Kab/Kota
8.8
21.7
14.2
20.6
13.6
20.7
22.6
11.8
30.8
27.6
23.3
20.1
27.8
21.6
29.2
26.1
20.1
8.8
27.1
n.a
31.5
16.4
20.2
36.8
%
Total Kab/Kota
13.6
43.3
19 Kab. Gayo Lues
Minimum Kab/Kota
29.3
18 Kab. Aceh Barat Daya
46.2
44.6
17 Kab. Nagan Raya
Rata-rata Kab/Kota
40.7
16 Kab. Aceh Jaya
42.1
43.5
15 Kota Lhokseumawe
40.6
53.2
14 Kota Langsa
21 Kab. Bener Meriah
31.6
13 Kota Sabang
20 Kab. Aceh Tamiang
50.7
58.5
8 Kab. Aceh Utara
13.6
54.4
7 Kab. Aceh Timur
12 Kota Banda Aceh
58.5
6 Kab. Aceh Tenggara
11 Kab. Simeuleu
47.3
5 Kab. Aceh Tengah
49.3
n.a
4 Kab. Aceh Singkil
58.2
54.1
3 Kab. Aceh Selatan
9 Kab. Bireuen
59.0
2 Kab. Aceh Besar
10 Kab. Pidie
52.2
1 Kab. Aceh Barat
%
29.9
2.1
17.4
9.4
22.7
28.1
29.9
17.9
2.1
28.6
17.1
27.1
18.9
14.4
19.2
14.8
18.8
15.1
11.8
9.4
n.a
7.7
14.6
19.9
40.2
%
41.6
0.7
12.4
19.9
12.8
10.4
12.6
0.7
40.2
4.1
8.3
8.9
2.7
41.6
10.4
4.2
10.4
14.3
10.5
11.8
n.a
11.9
4.5
8.3
30.0
%
%
37.3
9.8
25.4
22.4
28.1
17.0
24.9
23.3
19.1
30.1
24.9
16.6
35.1
9.8
37.3
34.5
24.5
22.7
24.1
25.3
n.a
31.1
35.7
21.9
18.4
Belanja Belanja Belanja % Total Per Kapita Belanja Belanja Belanja % Pegawai Barang & Modal Kesehatan/ Kesehatan Pegawai Barang Modal Pendidikan/ & Jasa Total Belanja Jasa Total Belanja
59.7
Prov/Kabupaten/ Kota
KESEHATAN
2,195
1,946
220.0
20.5
97.3
55.0
114.4
44.7
68.1
67.0
52.7
81.3
73.8
35.5
133.2
20.5
209.5
171.6
220.0
107.5
77.8
85.2
n.a
86.4
154.4
87.8
249.2
Rp mil
Total
11,168,247
11,107,066
1,230,107
257,552
555,353
507,889
482,529
612,869
583,863
540,634
863,621
520,490
532,730
1,230,107
746,776
257,552
438,881
484,478
441,354
348,517
454,229
520,613
n.a
447,017
512,779
580,136
61,182
Rp
Per Kapita
56.4
1.5
12.9
4.6
4.0
6.4
5.3
7.2
1.5
8.1
16.5
23.7
56.4
2.0
22.0
5.7
4.9
6.1
25.4
6.0
n.a
24.9
20.1
6.5
31.3
%
52.2
1.2
22.6
17.9
30.5
9.9
30.9
17.3
1.2
10.8
33.9
36.4
52.2
16.8
43.1
17.8
12.7
3.7
34.6
2.5
n.a
43.1
31.3
5.6
21.0
%
97.3
30.5
70.3
78.5
66.8
84.6
65.7
77.2
97.3
82.5
56.8
51.4
30.5
81.5
46.7
77.8
83.2
90.7
52.1
92.0
n.a
45.6
57.2
88.6
60.1
%
30.3
8.6
15.9
16.9
22.5
11.6
17.5
21.1
30.3
10.3
10.4
15.4
9.6
13.0
9.8
20.7
25.0
19.6
8.9
13.8
n.a
8.6
9.7
22.5
12.3
%
203,997
342,121
115,919
290,996
451,447
300,709
167,651
284,759
n.a
123,292
139,600
596,688
40,910
Rp
Per Kapita
177,532
222,890
115,919
400,661
381,971
386,503
419,398
409,115
490,111
1,385 8,054,130
1,218 8,013,220
225.0 1,369,266
23.8
60.9
41.3
91.6
30.6
47.7
60.7
83.5 1,369,266
27.7
30.9
32.8 1,139,253
36.4
27.2
55.3
103.0
225.0
92.7
28.7
46.6
n.a
23.8
42.0
90.3
166.6
Rp mil
Belanja Belanja Belanja % Infra Total Pegawai Barang Modal / Total Infrastruktur & Jasa Belanja
INFRASTRUKTUR
Komposisi belanja pemerintah propinsi dan kabupaten/kota di Aceh menurut sektor dan jenis belanja tahun 2006
Provinsi NAD
No
Tabel C.10
8,944
7,590
899
209
361
245.1
407.1
263.3
273.4
287.2
275.3
269.7
296.3
213.1
379.5
209.1
562.2
496.8
899.4
473.5
322.6
337.4
267.6
278.2
432.2
400.7
1,354.9
Rp mil
BELANJA
TOTAL
MENGELOLA SUMBER DAYA UNTUK MENCAPAI KELUARAN YANG LEBIH BAIK DI DAERAH OTONOMI KHUSUS ANALISIS BELANJA PUBLIK ACEH EDISI TERBARU TAHUN 2008
LAMPIRAN
45
46
LAMPIRAN
%
48.7
45.8
58.9
62.6
46.2
46.3
50.2
48.8
15.2
66.1
Kab. Aceh Selatan
Kab. Aceh Singkil
Kab. Aceh Tengah
Kab. Aceh Tenggara
Kab. Aceh Timur
Kab. Aceh Utara
Kab. Bireuen
Kab. Pidie
Kab. Simeuleu
Kota Banda Aceh
Kota Sabang
Kota Langsa
Kota Lhokseumawe
Kab. Aceh Jaya
Kab. Nagan Raya
Kab. Aceh Barat Daya
Kab. Gayo Lues
Kab. Aceh Tamiang
Kab. Bener Meriah
Rata-rata Kab/Kota
Minimum Kab/ Kota
Maximum Kab/ Kota
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
%
77.2
11.2
37.9
25
54
11
32
30
25
24
33
47
33
16
55
62
77
38
27
40
30
35
55
46
177
Rp mil
5,822,259
5,778,873
1,617,546
114,758
275,184
228,545
227,269
153,681
275,162
238,391
417,127
154,391
239,512
1,617,546
184,099
206,264
114,758
173,684
154,822
123,558
158,753
242,970
198,704
180,189
183,201
306,247
43,385
Rp
Per Kapita
84.8
10.9
69.5
79.2
57.7
58.3
71.8
76.3
58.9
67.4
77.1
72.4
84.8
10.9
84.0
79.8
76.6
66.4
45.6
81.1
73.1
80.9
84.5
71.8
48.3
%
Belanja Pegawai
Sumber: Pemerintah Aceh, Depkeu, Universitas Syiah Kuala, dan perhitungan staff Bank Dunia.
972
14.1
3.9
8.1
8.2
8.5
3.9
8.6
7.3
5.5
5.4
10.4
14.1
6.0
7.1
7.7
11.0
5.5
8.5
7.1
8.7
8.5
8.4
10.5
9.5
6.0
%
Total Kab/Kota + Provinsi
59.3
18.4
35.0
35.7
41.9
48.4
37.2
21.9
50.0
25.2
22.7
32.3
42.0
59.3
22.5
18.4
28.2
38.6
35.4
34.7
48.6
33.2
30.6
28.1
27.0
795
31.8
9.8
16.2
14.1
20.8
10.4
16.5
31.8
9.8
12.2
18.3
20.4
10.7
25.6
11.9
15.4
17.5
18.6
18.7
16.6
11.9
15.1
10.5
14.3
KESEHATAN Belanja % Total Modal Kesehatan/ Kesehatan Total Belanja
Total Kab/Kota
37.4
41.2
40.2
47.4
47.3
15.2
65.6
66.1
54.3
42.8
39.5
51.7
58.9
Kab. Aceh Besar
57.6
Kab. Aceh Barat
29.0
%
44.1
Belanja Barang & Jasa
Belanja Pegawai
2
Provinsi NAD
Prov/Kabupaten/ Kota
29.0
3.1
10.7
4.0
24.5
16.9
11.2
17.1
7.2
14.4
8.3
6.7
5.2
9.8
6.0
9.9
13.6
18.0
29.0
5.1
3.2
3.1
6.4
5.6
15.6
%
Belanja Barang & Jasa
79.2
6.6
19.8
16.8
17.8
24.8
17.0
6.6
33.8
18.2
14.6
20.9
10.0
79.2
10.0
10.3
9.7
15.7
25.4
13.7
23.8
15.9
9.1
22.6
36.1
%
%
36.0
12.0
24.0
23.8
24.8
15.5
24.2
25.5
12.6
25.9
27.0
19.4
30.3
12.0
33.7
35.2
17.9
25.8
21.0
24.9
19.6
25.9
36.0
23.6
9.3
2,737
2,466
251.1
27.8
117.4
72
157
45
91
104
58
116
86
64
166
28
241
197
251
115
80
114
70
108
189
115
271
Rp mil
2,221,102
348,897
708,407
667,638
660,397
614,621
776,659
837,391
952,957
741,240
623,509
2,221,102
930,653
348,897
505,829
556,194
503,866
373,587
467,975
695,462
456,937
556,427
626,513
758,698
66,544
Rp
8.0
8.8
24.2
1.7
9.5
6.4
6.0
7.8
4.3
5.2
1.7
4.5
14.8
24.2
18.1
2.1
11.5
8.1
2.8
16.0
9.8
7.9
11.2
11.5
18.2
%
Belanja % Total Per Kapita Belanja Modal Pendidikan/ Pendidikan Pegawai Total Belanja
PENDIDIKAN
30.7
0.8
9.2
19.3
30.7
6.1
6.4
16.3
0.8
6.2
4.2
4.8
9.1
5.4
3.8
15.9
13.2
5.5
24.7
3.2
5.7
4.8
3.2
4.5
9.8
%
Belanja Barang & Jasa
97.4
63.2
81.2
74.2
63.2
86.1
89.3
78.6
97.4
89.3
81.0
70.9
72.8
92.5
84.7
76.0
84.0
78.5
65.4
88.9
83.2
83.7
78.6
87.5
81.3
%
Belanja Modal
39.1
8.3
16.4
14.9
22.7
16.2
20.5
23.9
35.5
17.4
11.1
9.3
11.7
9.2
8.4
16.4
39.1
8.3
15.6
13.7
9.8
8.7
10.8
20.5
21.6
%
% Infra / Total Belanja
2,519
1,889
548.7
21.2
89.9
45
144
47
77
97
163
78
36
31
64
21
60
91
549
37
59
62
35
36
56
100
631
Rp mil
2,678,425
120,195
563,318
417,214
605,739
640,026
657,567
784,072
2,678,425
499,892
256,871
1,068,395
360,541
266,456
125,847
258,267
1,100,847
120,195
346,745
381,531
229,453
186,199
187,274
658,120
154,827
Rp
Total Per Kapita Infrastruktur
INFRASTRUKTUR
Komposisi belanja pemerintah propinsi dan kabupaten/kota di Aceh menurut sektor dan jenis belanja tahun 2007
1
No
Tabel C.11
TOTAL
13,013
10,089
1,405
231
480
303
632
289
375
407
461
447
320
331
547
231
716
559
1,405
446
382
456
356
415
524
487
2,924
Rp mil
BELANJA
MENGELOLA SUMBER DAYA UNTUK MENCAPAI KELUARAN YANG LEBIH BAIK DI DAERAH OTONOMI KHUSUS ANALISIS BELANJA PUBLIK ACEH EDISI TERBARU TAHUN 2008
MENGELOLA SUMBER DAYA UNTUK MENCAPAI KELUARAN YANG LEBIH BAIK DI DAERAH OTONOMI KHUSUS ANALISIS BELANJA PUBLIK ACEH EDISI TERBARU TAHUN 2008
Keluaran-keluaran dalam sektor sosial Tabel C.12 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Persentase penduduk miskin (dalam %) menurut kabupaten/kota di Aceh
Kabupaten/Kota Kab. Simeulue Kab. Aceh Singkil Kab. Aceh Selatan Kab. Aceh Tenggara Kab. Aceh Timur Kab. Aceh Tengah Kab. Aceh Barat Kab. Aceh Besar Kab. Pidie Kab. Bireuen Kab. Aceh Utara Kab. Aceh Barat Daya Kab. Gayo Lues Kab. Aceh Tamiang Kab. Nagan Raya Kab. Aceh Jaya Kab. Bener Meriah Kota Banda Aceh Kota Sabang Kota Langsa
21 Kota Lhokseumawe Prov. NAD
2004 34.3 28.9 27.6 23.9 30.0 27.9 35.7 29.9 35.2 29.3 34.2 28.0 32.4 25.2 35.9 31.6 8.9 31.5 15.3
2005 34.1 29.2 27.0 24.6 30.0 27.7 35.5 29.4 36.0 29.7 35.9 28.3 34.0 24.5 36.2 31.3 28.8 8.4 29.8 15.0
2006 33.8 28.4 24.6 23.6 29.9 26.7 34.5 28.7 35.3 29.1 35.0 28.3 33.5 23.9 35.3 30.4 28.0 8.3 28.6 14.0
15.0 28.5
15.9 28.7
14.3 28.3
Sumber: BPS.
Tabel C.13
Simeulue Aceh Singkil Aceh Selatan Aceh Tenggara Aceh Timur Aceh Tengah Aceh Barat Aceh Besar Pidie Bireuen Aceh Utara Aceh Barat Daya Gayo Lues Aceh Tamiang Nagan Raya Aceh Jaya
Rasio guru-siswa (STR) menurut kabupaten di Aceh SD (%) 2004/2005 2005/2006 18.4 17.2 31.5 30.3 26.3 22.3 12.4 21.5 103.0 25.3 13.4 16.8 24.0 19.7 16.4 13.6 16.7 19.3 20.6 26.9 24.4 26.9 28.5 24.1 24.4 29.8 18.2 19.9 18.2 20.8 11.4 19.8
SMP (%) 2004/2005 2005/2006 15.1 12.4 21.3 24.4 27.2 21.6 4.7 20.9 67.5 16.3 16.8 15.5 27.9 23.6 52.1 8.5 19.7 16.2 16.5 15.2 30.7 17.0 15.5 24.5 42.7 27.2 6.0 n.a 20.5 21.5 23.0 22.7
SMA (%) 2004/2005 2005/2006 43.3 31.7 18.1 30.0 22.6 30.7 25.1 28.3 82.0 24.1 17.7 21.6 36.4 12.6 3.9 12.6 21.3 17.7 16.7 19.0 32.7 19.0 31.7 31.2 24.0 18.7 151.9 25.0 46.2 26.2 23.4 18.5
LAMPIRAN
47
MENGELOLA SUMBER DAYA UNTUK MENCAPAI KELUARAN YANG LEBIH BAIK DI DAERAH OTONOMI KHUSUS ANALISIS BELANJA PUBLIK ACEH EDISI TERBARU TAHUN 2008
Bener Meriah Banda Aceh Kota Sabang Kota Langsa Kota Lhokseumawe Rata-rata Minimum Maksimum
SD (%) 2004/2005 2005/2006 10.2 23.7 7.7 10.7 14.5 9.9 19.7 19.4 25.2 17.2 23.1 20.7 7.7 9.9 103.0 30.3
SMP (%) 2004/2005 2005/2006 n.a n.a 4.2 33.2 10.7 5.3 36.3 19.1 25.8 22.1 24.2 19.3 4.2 5.3 67.5 33.2
SMA (%) 2004/2005 2005/2006 24.4 9.8 17.5 29.9 18.2 11.1 13.6 23.4 18.4 22.2 32.8 22.1 3.9 9.8 151.9 31.7
Sumber: BPS, Aceh Dalam Angka.
Tabel C.14
Persentase siswa SMU yang lulus UAN tahun 2007/2008
Kabupaten/Kota Aceh Tamiang
30.16
Nagan Raya
42.44
Aceh Besar
43.18
Aceh Barat
48.20
Aceh Timur
50.03
Aceh Jaya
64.87
Simeulue
65.32
Langsa
68.00
Sabang
72.04
Aceh Selatan
72.31
Pidie Jaya
74.60
Aceh Utara
78.75
Bener Meriah
80.08
Pidie
80.27
Aceh Barat Daya
81.31
Bireuen
84.16
Aceh Tenggara
85.82
Banda Aceh
89.51
Lhokseumawe
89.71
Aceh Singkil
89.81
Gayo Lues
90.50
Aceh Tengah
92.31
Subulusalam
96.42
Rata-rata
72.60
Minimum
30.16
Maksimum
96.42
Sumber: Dinas Pendidikan Aceh.
48
%
LAMPIRAN
MENGELOLA SUMBER DAYA UNTUK MENCAPAI KELUARAN YANG LEBIH BAIK DI DAERAH OTONOMI KHUSUS ANALISIS BELANJA PUBLIK ACEH EDISI TERBARU TAHUN 2008
Tabel C.15
Indikator kesehatan terpilih menurut kabupaten/kota di Aceh tahun 2007 Tingkat kematian bayi (%)
Kelahiran dibantu oleh tenaga kesehatan profesional (%)
Cakupan imunisasi BCG (%)
Simeulue
0.09
89.52
91.21
Aceh Singkil
0.24
71.37
76.66
Aceh Selatan
0.58
61.00
69.26
Aceh Tenggara
1.43
84.63
92.96
Aceh Timur
0.16
86.44
78.14
Aceh Tengah
1.63
79.02
97.49
Aceh Barat
0.45
73.57
83.97
Aceh Besar
0.74
86.94
97.97
Pidie
0.76
94.19
89.80
Bireuen
0.33
88.16
102.66
Aceh Utara
0.25
87.09
95.15
Kabupaten/Kota
Aceh Barat Daya
1.06
61.35
76.17
Gayo Lues
0.38
86.97
49.14
Aceh Tamiang
0.36
76.54
94.81
Nagan Raya
0.20
73.05
55.52
Aceh Jaya
0.41
80.73
59.26
Bener Meriah
1.10
75.47
181.70
Banda Aceh
0.14
89.18
94.15
Sabang
1.59
78.66
96.50
Langsa
0.86
85.17
92.38
Lhokseumawe
0.26
88.65
96.21
Rata-rata
0.62
80.84
89.10
Minimum
0.09
61.00
49.14
Maksimum
1.63
94.19
181.70
Sumber: Dinas Kesehatan Aceh.
LAMPIRAN
49
MENGELOLA SUMBER DAYA UNTUK MENCAPAI KELUARAN YANG LEBIH BAIK DI DAERAH OTONOMI KHUSUS ANALISIS BELANJA PUBLIK ACEH EDISI TERBARU TAHUN 2008
Tabel C.15.
Persentase jalan raya di kabupaten/kota dengan kondisi buruk 2004 (%)
2005 (%)
2006 (%)
Simeulue
33.5
59.4
59.7
Aceh Singkil
71.7
54.6
59.1
Aceh selatan
26.1
22.9
23.3
Aceh Tenggara
0.0
30.7
30.7
Aceh Timur
7.4
11.9
11.9
Aceh Tengah
35.9
49.7
49.7
Aceh Barat
49.1
55.2
55.2
Aceh Besar
5.5
10.9
10.9
Pidie
0.1
33.2
33.2
34.1
29.4
29.4
0.0
21.2
21.2
Aceh Barat Daya
29.6
43.8
43.8
Gayo Lues
41.3
50.8
50.8
Aceh Tamiang
25.5
1.5
1.5
Nagan Raya
27.9
92.7
92.7
Aceh Jaya
1.8
92.6
92.6
Banda Aceh
1.5
16.9
16.9
Sabang
31.3
6.9
32.7
Langsa
0.0
32.7
32.7
Lhoseumawe
0.0
1.1
1.1
33.7
33.7
Kabupaten/Kota
Birueen Aceh Utara
Bener Meriah Sumber: BPS, Aceh Dalam Angka.
50
LAMPIRAN
MENGELOLA SUMBER DAYA UNTUK MENCAPAI KELUARAN YANG LEBIH BAIK DI DAERAH OTONOMI KHUSUS ANALISIS BELANJA PUBLIK ACEH EDISI TERBARU TAHUN 2008
Referensi Badan Pusat Statistik (BPS). Maret 2008. Jakarta, BPS. Pemerintah Aceh. Qanun No.2 Tahun 2008 tentang Tata Cara Pengalokasian Tambahan Dana bagi Hasil Minyak dan Gas Bumi dan Penggunaan Dana Otonomi Khusus _____. Peraturan Gubernur No. 24 Tahun 2008 tentang Pembentukan Tim Koordinasi Tambahan Dana Bagi Hasil Minyak dan Gas Bumi dan Dana Otonomi Khusus Pemerintah Republik Indonesia. 2001. Undang-Undang Nomor 18 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Daerah Istimewa Aceh sebagai Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Keputusan Menteri Keuangan No. 556 tahun 2000 tentang Tatacara Penyaluran Dana Alokasi Umum dan Alokasi Khusus. _____. 2006. Undang-Undang Nomor 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh. _____. 2008. Peraturan Menteri Keuangan Nomor. 56/PMK.07/2008 tentang Penetapan Alokasi Dana Otonomi Khusus Provinsi Aceh Tahun Anggaran 2008 _____. 2001. Undang-Undang No. 18 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Daerah Istimewa Aceh sebagai Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. _____. 2002. Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 29 tahun 2002 tentang Pedoman Pengurusan, Pertanggungjawaban dan Pengawasan Keuangan dan Belanja Daerah, Pelaksanaan Tata Usaha Keuangan Daerah dan Penyusunan Perhitungan Anggaran Pendapatan dan Belanjan Daerah. _____. 2003. Permendagri Nomor 13 Tahun 2003 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah _____. 2003. Undang-Undang Republik Indonesia No. 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara. _____. 2004. Undang-Undang Republik Indonesia No. 15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara. _____. 2004. Undang-Undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. _____. 2004. Undang-Undang No. 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah. _____. 2005. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 58 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. World Bank. 2006. Aceh Public Expenditure Analysis: Spending for Reconstruction and Poverty Reduction. Jakarta _____. 2007. Indonesia Public Expenditure Review: Making the Most of Indonesia’s New Opportunities.
REFERENSI
51
MENGELOLA SUMBER DAYA UNTUK MENCAPAI KELUARAN YANG LEBIH BAIK DI DAERAH OTONOMI KHUSUS
ANALISIS BELANJA PUBLIK ACEH EDISI TERBARU TAHUN 2008
APEA