“MENGELOLA DESA SECARA PARTISIPATIF” REFLEKSI STUDI BANDING DESA MUARA WAHAU KE WILAYAH DIY (Desa Banjaroya Kecamatan Kalibawang Kabupaten Kulon Progo, Desa Panggungharjo Kecamatan Sewon dan Desa Sumbermulya Kecamatan Bambanglipuro Kabupaten Bantul DIY)
Oleh: Sri Purwani – Konsultan
Diberlakukannya UU No 6 tahun 2014, PP No 43 tahun 2014 dan PP no 60 Th 2014 mengakibatkan terjadinya perubahan cara pandang tentang desa. Desa yang pada awalnya selalu menjadi objek dan penerima program‐program residu dari kabupaten maupun pusat, kini diberi kekuatan dalam mengelola potensi dan sumberdayanya sendiri secara swakelola dan mandiri. Proses menuju mandiri dan berdaya bagi desa Muara Wahau di Kecamatan Muara Wahau Kabupaten Kutai Timur diawali dengan sebuah kegiatan studi banding di wilayah DIY, yang diikuti oleh 5 orang perangkat desa Muara Wahau. Adapun tujuan studi banding ini adalah media belajar untuk melihat proses tata kelola pemerintahan desa, proses perjalanan sukses sebuah desa maupun proses “bangun”nya sebuah desa yang miskin dari potensi sumberdaya alam dan pendapatan, tetapi mempunyai kekuatan sumberdaya manusia menuju sebuah desa yang mandiri. Kunjungan dipusatkan di 3 desa yakni Banjaroya, Kecamatan Kalibawang kabupaten Kulon Progo, Desa Panggungharjo Kecamatan Sewon dan Desa Sumbermulya Kecamatan Bambanglipuro, kedua desa terakhir berada di Kabupaten Bantul. Hasil Pembelajaran Desa Banjaroya Kunjungan ke desa Banjaroya menghasilkan beberapa poin inspirasi yang cukup membantu para perangkat desa Muara Wahau dalam melihat beberapa aspek upaya membangun sebuah desa yang tergolong “miskin sumberdaya alam” ini. Banjaroya merupakan desa yang terdiri dari 19 padukuhan (dusun), PADes 1 tahun hanya 130 juta yang berasal dari sewa lahan untuk tanaman tebu seluas 8 HA, pasar desa dan 5 kios desa. ADD Desa Banjaroya sebesar 300 juta dengan jumlah penduduk 9.927 jiwa. Sangat minim apabila dihitung dari sisi pendapatan dan optimalisasi pelayanan kepada masyarakat. Meskipun demikian desa Banjaroya mulai merintis BUMDes melalui program PUAP dan LKM (Lembaga Keuangan Mikro) dengan total aset 1,3 milyar.
Penataan desa dimulai dengan proses menata aset desa, BUMDes dan juga penyelesaian RPJMDes. Upaya‐upaya mengembangkan kemitraan selalu dilakukan oleh pemerintah desa, sehingga di Banjaroya ada program kemitraan dengn CSR Pertamina untuk membangun Embung Desa (Telaga buatan untuk penampungan air hujan) yang bertujuan untuk mengairi perkebunan Durian yang menjadi komoditi lokal andalan desa yang diangkat menjadi komoditi andalan kabupaten. Juga saat ini Banjaroya menjalin program kemitraan dengan Dinas Perkebunan Kabupaten Kulon Progo untuk program andalan yakni Kebun Kakao Masyarakat. Bibit, Pendampingan dan Pemasaran dari Dinas Perkebunan kabupaten, tetapi dikelola sendiri oleh masyarakat. Hal ini bertujuan untuk semakin meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa Banjaroya yang masuk dalam kategori desa miskin di Kabupaten Kulon Progo.
Pembelajaran yang diperoleh adalah kegigihan mengelola potensi desa yang sangat minim, dengan kerja keras dengan mengembangkan kemitraan yang berdampak bagi peningkatan pendapatan asli desa dan peningkatan pendapatan dan kemandirian masyarakat.
Desa Panggungharjo Desa Panggungharjo merupakan desa yang mendapat juara I (pertama) tingkat nasional tahun 2014 dalam bidang tata kelola pemerintahan mengalahkan 72.499 desa lainnya di Indonesia. Desa ini mempunyai Visi: “ Terselenggaranya pemerintahan yang bersih, transparan dan bertanggung jawab untuk mewujudkan masyarakat Panggungharjo yang demokratis, mandiri dan sejahtera serta berkesadaran lingkungan.” Jumlah penduduk pada tahun 2013 sebanyak 27.392 jiwa (8.691 KK), dengan PADes tahun 2014 sebesar Rp. 1.518.888.400 dan APBDes Rp. 2..090.438.400, kini menjadi desa yang sibuk menerima kedatangan tamu dari berbagai wilayah di Indonesia yang ingin belajar tentang tata kelola pemerintahan lokal yang dikembangkan. Pada waktu kunjungan ke Desa Panggungharjo teman‐teman Muara Wahau juga bertemu dengan teman‐teman perangkat desa dari Kabupaten Garut dan dari salah satu kabupaten di Kalimantan Barat. Sehingga pertemuan dalam jumlah yang besar, dan interaksi antar peserta menjadi formal. Namun
perangkat desa Muara Wahau bisa mengambil manfaat jangka panjang terkait dengan tata kelola pemerintahan di desa Panggungharjo yang akan dikembangkan dalam prioritas perencanaan pembangunan jangka panjang desa Muara Wahau ke depan. Hasil Pembelajaran yang bisa dikembangkan dari hasil kunjungan ke Desa Panggungharjo antara lain: 1. Pemberdayaan Masyarakat dirumuskan dalam 8 bidang pemberdayaan yang terdiri dari pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat (pendidikan, kesehatan, ekonomi, keamanan dan ketertiban) dan Penataan Pemerintahan dan Kelembagaan Desa, Peningkatan Peran Perempuan dan Peningkatan Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan 2. Menghadapi UU Desa dengan 2 PP nya isu kritis yang diangkat oleh Desa Panggungharjo adalah Perubahan SOTK dan sistem remunerasi perangkat desa serta Skenario alih kelola aset PNPM oleh desa. Isu kritis tersebut diantisipasi dengan langkah strategis yakni: melakukan analisis jabatan, analisis beban kerja, SOP, membangun sistem remunerasi berbasis kinerja. Sedangkan untuk skenario alih kelola aset PNPM dilakukan dengan langkah Konsolidasi aset PNPM dan Aset LKM bentukan pemerintah lainnya (UED‐SP, LKMA, UPK‐BKM, UP2K‐PKK) ke dalam BANK DESA Dua hal di atas merupakan perjalanan jangka panjang yang masih harus dilalui oleh desa Muara Wahau, tetapi kiranya perjalanan desa Panggungharjo bisa digunakan sebagai contoh, apabila semua unsur di desa bekerjasama dalam visi / arah yang sama maka apapun tujuan desa bisa diwujudkan. Kata kunci yang utama adalah Peningkatan Partisipasi Masyarakat dan Pemerintahan Desa mewujudkan kehadiran negara di tengah masyarakat Desa Panggungharjo.
Desa Sumbermulya Desa Sumbermulya menjadi desa ke‐dua yang digunakan sebagai pembanding keberhasilan dalam sistem tata kelola pemerintahan dan pemberdayaan masyarakat. Desa Sumbermulya berada di Kecamatan Bambanglipuro Kabupaten Bantul dengan jumlah penduduk pada tahun 2013 sebanyak 18.252 jwa dan 4.882 KK. Delapan bidang pemberdayaan masyarakat yang dikembangkan, sama dengan Desa Panggungharjo. Prestasi yang berhasil diraih oleh segenap komponen desa sejak tahun 2012 – 2013
sebanyak 77 kejuaraan, baik di tingkat kabupaten, propinsi maupun nasional. Di tingkat nasional Desa Sumbermulya mendapatkan penghargaan sebagai “Desa Good Governance Nasional.” Pembelajaran yang bisa diambil dari hasil kunjungan ke desa Sumbermulya oleh desa Muara Wahau antara lain: 1. Kekuatan kepemimpinan di tingkat desa yang didukung oleh berbagai lapisan masyarakat, tokoh masyarakat maupun tokoh agama 2. Kebersamaan perangkat desa (maupun dusun) dalam mengawal proses pembangunan desa yang partisipatif melalui mekanisme rembug warga baik di tingkat dusun maupun desa 3. Kekuatan untuk menggali potensi desa dari berbagai kelompok masyarakat dan komunitas lokal maupun agama 4. Tertib sistem administrasi, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi serta pelaporan berbagai program desa. Sehingga data desa menjadi indikator keberhasilan pengelolaan program desa. Banyak hal yang diperoleh dari kunjungan ke 3 desa tersebut di atas yang bisa menjadi bahan pembelajaran rekan‐rekan perangkat desa Muara Wahau. Untuk menjadi desa yang baru dan berubah, tentunya tidak semudah membalik telapan tangan, tahapan proses harus dilaksanakan, agar masyarakat maupun pemerintah desa siap dan bergerak. Refleksi yang paling mendasar atas proses kunjungan tersebut bisa ditemukan dalam tahapan perkembangan sebagai berikut: 1. Proses untuk menjadi desa‐desa tersebut memerlukan waktu yang cukup panjang dan penuh kompleksitas tantangan. Seperti halnya desa Sumbermulya yang mulai belajar sembari bekerja pasca gempa bumi 2006 2. Semua dimulai dengan sebuah rangsangan proyek pemerintah maupun non pemerintah. Proyek‐proyek ini memberikan pembelajaran teknis maupun administrasi yang ketat serta diberikan pendampingan teknis berupa kehadiran fasilitator yang terlatih dan tenaga ahli yang profesional, disamping pelatihan‐ pelatihan yang intensif dan dana stimulan serta buku‐buku panduan umum dan teknis yang lengkap dalam kerangka waktu yang jelas dan ketat. 3. Membangun kesadaran kritis merupakan kunci utama untuk mengembangkan modal sosial sesuai dengan kebutuhan desa. Rangsangan program dimulai dengan siklus
perencanaan, implementasi, monitoring dan evaluasi yang ketat, bahkan seringpula di audit oleh lembaga‐lembaga independen yang dibayar oleh lembaga donor. Setiap audit atau supervisi, masyarakat sendirilah yang menghadapi auditor dan supervisor. Hal itulah yang Sumbermulya secara khusus berpengalaman melayani tamu, baik dari dalam negeri maupun luar negeri untuk mempelajari keberhasilannya. 4. Proses yang panjang tersebut juga menumbuhkan partisipasi luar biasa dari masyarakat, mulai dari unit terkecil (keluarga) sampai dengan desa. Hal tersebut muncul sebagai pengakuan keberhasilan yang ditulis oleh Rekompak tentang Sumbermulya yang berjudul “ Keberhasilan itu Milik Masyarakat, bukan milik pemerintah atau non pemerintah bahkan juga donor.” Hal di atas menjadi kunci bahwa keberhasilan, bahwa sebuah pembangunan pedesaan itu tidak bisa diklaim oleh lembaga manapun jika masyarakatnya tidak bergerak. Selain kunjungan ke‐3 desa tersebut, perangkat desa Muara Wahau juga diajak untuk melihat karya adiluhung Bangsa Indonesia yakni Candi Borobudur di Kabupaten Magelang Jawa Tengah. Sedangkan ke Lava Tour Gunung Merapi merupakan kunjungan wisata sekaligus ajang diskusi tentang strategi pengembangan PADes melalui sektor wisata dan optimalisasi potensi lingkungan dan kaum muda. Demikian hasil kunjungan studi banding dari perangkat desa Muara Wahau ke beberapa desa di DIY, semoga niat baik para pejuang desa untuk mewujudkan desa yang mandiri dan berbudaya ini menjadi pijakan dalan penataan dan pengelolaan desa melalui proses yang bermartabat.
Yogyakarta, 4 Desember 2014 Sri Purwani