4 Fakta Putusan
Mengapa Ahok Harus Masuk Jeruji Besi 2017/05/09 13:13:10 WIB Rina Atriana, Aditya Mardiastuti – detikNews https://news.detik.com/berita/d-3496391/4-fakta-putusan-mengapa-ahok-harus-masuk-jeruji-besi
Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok (Foto: Pool/Sigid Kurniawan)
Jakarta - Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dinyatakan terbukti melakukan tindak pidana dalam Pasal 156a huruf a KUHP yakni secara sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama. Ahok pun divonis hukuman pidana penjara selama 2 tahun. Selain itu, majelis hakim juga memerintahkan agar Ahok ditahan. Kini Ahok telah berada di rumah tahanan (rutan) Cipinang, Jakarta Timur. Ahok sendiri mengaku akan mengajukan banding terhadap vonis 2 tahun penjara tersebut. Sebelum menyampaikan amar putusan, hakim ketua Dwiarso Budi Santiarto membacakan hal-hal yang dianggap meringankan dan memberatkan putusan Ahok selama proses persidangan. "Hal yang memberatkan adalah terdakwa tidak merasa bersalah, perbuatan terdakwa mencederai umat Islam, perbuatan terdakwa dapat memecah kerukunan umat beragama dan golongan. Sedangkan hal yang meringankan adalah terdakwa bersikap sopan di persidangan, terdakwa kooperatif selama proses persidangan," kata Dwiarso. Dari catatan detikcom, ada 4 fakta persidangan yang menyebutkan bahwa Ahok terbukti
1
bersalah. Berikut fakta-faktanya: 1. Ahok Sengaja Singgung Al Maidah 51 Saat Pidato
Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok (Foto: Pool/Sigid Kurniawan)
Majelis hakim menilai Ahok dengan sengaja menyampaikan tentang Surat Al-Maidah ayat 51 saat berpidato di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, pada 27 September 2016. Unsur dengan sengaja itu dibuktikan melalui pertimbangan yang disampaikan majelis hakim. Awalnya, majelis hakim melihat satu per satu unsur Pasal 156a huruf a KUHP sesuai dengan dakwaan alternatif pertama yang didakwakan kepada Ahok. Majelis hakim pun memaparkan tentang apakah hal yang disampaikan Ahok dilakukan dengan sengaja atau tidak. "Menimbang bahwa yang dimaksud dengan sengaja adalah menghendaki dan mengetahui," ujar majelis hakim membacakan pertimbangan vonis Ahok di auditorium Kementerian Pertanian (Kementan), Jalan RM Harsono, Jakarta Selatan, Selasa (9/5/2017). Hakim lalu menjelaskan Ahok pun telah menulis buku berjudul 'Merubah Indonesia' pada 2008. Dalam buku itu, Ahok menulis tentang Al-Maidah ayat 51 di halaman 40 dengan subjudul 'Berlindung di Balik Ayat Suci'. "Menimbang bahwa fakta hukum tersebut menunjukkan terdakwa sudah tahu dan paham ayat suci agama Islam, kitab suci agama Islam, maka harus dihargai dan dihormati, baik umat Islam maupun umat agama lain, termasuk terdakwa. Hal ini berlaku juga bagi kitab dari agama lain," kata majelis hakim. Dengan demikian, hakim menilai unsur dengan sengaja dalam pidato Ahok itu telah
2
terpenuhi. "Disampaikan di tengah kunjungan kerja, kepada warga masyarakat Kepulauan Seribu, dalam hal ini tentu adalah memang dikehendaki dan diketahui, dalam menyampaikan adalah dilakukan dengan sengaja," ucap majelis hakim. 2. Ahok Rendahkan Al Maidah 51
Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok (Foto: Pool/Sigid Kurniawan)
Majelis hakim menyatakan Ahok sudah merendahkan Surat Al-Maidah ayat 51 dalam pernyataan sambutan kepada warga di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu. Ahok, menurut hakim, menganggap Surat Al-Maidah 51 sebagai alat kebohongan. "Dari ucapan tersebut, terdakwa telah menganggap Surat Al-Maidah adalah alat untuk membohongi umat atau masyarakat atau Surat Al-Maidah 51 sebagai sumber kebohongan. Dan dengan adanya anggapan demikian, maka menurut pengadilan terdakwa telah merendahkan dan menghina Surat Al-Maidah ayat 51," ujar hakim membacakan pertimbangan hukum dalam sidang vonis Ahok di auditorium Kementan, Jl RM Harsono, Ragunan, Jakarta Selatan, Selasa (9/5/2017). Pernyataan Ahok yang dimaksud majelis hakim disampaikan dalam kunjungan pada 27 September 2016 terkait dengan budidaya ikan kerapu. "Jadi jangan percaya sama orang, kan bisa saja dalam hati kecil Bapak-Ibu nggak bisa pilih saya ya kan? Dibohongi pakai Surat Al-Maidah 51, macam-macam itu. Itu hak Bapak-Ibu ya. Jadi kalau Bapak-Ibu perasaan nggak bisa kepilih nih, karena saya takut masuk neraka karena dibodohin gitu ya, nggak apa-apa," begitu penggalan pernyataan Ahok yang dibacakan ulang.
3
"Dari ucapannya tersebut, terdakwa jelas menyebut Surat Al-Maidah yang dikaitkan dengan kata 'dibohongi'. Hal ini mengandung makna yang negatif. Bahwa terdakwa telah menilai dan mempunyai anggapan bahwa orang yang menyampaikan Surat Al-Maidah ayat 51 kepada umat atau masyarakat terkait pemilihan adalah bohong dan membohongi umat atau masyarakat, sehingga terdakwa sampai berpesan kepada masyarakat di Kepulauan Seribu dengan mengatakan jangan percaya sama orang, dan yang dimaksud yang adalah jelas orang yang menyampaikan Al-Maidah ayat 51," papar hakim dalam pertimbangan hukum. Majelis hakim menegaskan Surat Al-Maidah ayat 51 adalah ayat Alquran, bagian dari Alquran, kitab suci agama Islam yang dijaga kesuciannya. "Siapa pun yang menyampaikan ayat Alquran sepanjang ayatnya disampaikan dengan benar, maka hal itu tidak boleh membohongi umat atau masyarakat. Oleh karena Surat Al-Maidah bagian kitab suci Alquran, maka dengan merendahkan, melecehkan Surat Al-Maidah ayat 51, sama halnya melecehkan kitab suci Alquran," sambung hakim. 3. Ahok Dinilai Sebabkan Kegaduhan dan Keresahan
Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok (Foto: Pool/Kurniawan Mas'ud)
Majelis hakim menyebut Ahok selama ini merupakan pelaku yang menyebabkan kegaduhan yang terjadi. Majelis hakim tidak sependapat dengan pembelaan pengacara Ahok yang menyebutkan Ahok adalah korban antikeberagaman. Menurut majelis hakim, Ahok merupakan pelaku yang menimbulkan kegaduhan. "Bahwa pembelaan penasihat hukum diberi judul 'Terkoyaknya Kebinekaan', pengadilan tidak sependapat, karena kasus terdakwa murni merupakan kasus pidana yabng digambarkan penasihat hukum seolah-olah terdakwa korban antikeberagaman berdasarkan SARA," ucap majelis hakim. 4
"Padahal faktanya terdakwa sendirilah sebagai pelaku yang menimbulkan kegaduhan dalam masyarakat karena ucapannya yang seharusnya terdakwa sebagai gubernur sekaligus pelayan masyarakat harus mempunyai sifat kenegarawanan, selain bersih, tegas jujur dan sopan santun sehingga menjadi tauladan," jelas majelis hakim. 4. Ahok Dianggap Tak Hati-hati Sebut Al Maidah
Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok (Foto: Pool/Kurniawan Mas'ud)
Ahok disebut tidak berhati-hati terkait dengan penyebutan surat Al-Maidah saat bertemu dengan warga di Kepulauan Seribu. Menurut hakim, seharusnya Ahok lebih hati-hati memilik kata-kata ketika menyebut surat tersebut. "Terdakwa sebagai orang beragama, apalagi ingin menyebut simbol keagamaan di depan umum, seharusnya terdakwa berhati-hati dan harus menghindari penggunaan kata konotasi negatif yang bersifat merendahkan, melecehkan, atau menghina simbol keagamaan tertentu, baik itu agama lain maupun agama terdakwa sendiri. Karena hal itu bisa menimbulkan keresahan kalangan umat beragama, kecuali kajian ilmiah terbatas," ujar hakim membacakan pertimbangan hukum dalam sidang vonis Ahok di auditorium Kementan, Jl RM Harsono, Ragunan, Jakarta Selatan, Selasa (9/5/2017). Majelis hakim menyinggung keterangan Ahok dalam pemeriksaan terdakwa yang mengaku mengingat Pilkada Bangka Belitung saat berada di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, pada 27 September 2016. "Terdakwa terbayang saat di Bangka Belitung, jangan-jangan ini karena pengaruh Al-Maidah. Karena waktu terdakwa ikut pemilihan Babel, ada ibu-ibu tidak mau memilih terdakwa karena Surat Al-Maidah sehingga membuat terdakwa mengucapkan Al-Maidah. Menurut pengadilan adalah alasan ini tidak dapat diterima karena itu hanyalah asumsi terdakwa yang tidak didukung bukti," sambung hakim. 5
Ahok, menurut hakim, tidak bertanya langsung tentang alasan diamnya ibu tersebut saat Ahok menyampaikan sambutan. "Seharusnya terdakwa bisa menghindari penyebutan simbol keagamaan yang berkonotasi negatif karena sebenarnya hal itu tidak ada kaitan dengan program budidaya ikan," sebut hakim. Ahok dinyatakan majelis hakim terbukti melakukan tindak pidana dalam Pasal 156a KUHP, yakni secara sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan permusuhan, penyalahgunaan, atau penodaan terhadap suatu agama.
(dhn/fjp)
6