Mengajak Menyelamatkan Lingkungan Dengan Mencintai Burung Di Alam
2005
PUBLIC REPORT KUTILANG INDONESIA FOUNDATION
D
Daftar Isi Preface Menyelamatkan Burung dan Lingkungan Kenapa Burung? Jogja Bird Rescue Java Bird Walk Pusat Penyelamatan Satwa Jogja Flu Burung Bulletin Kabar Burung Melepaskan Elang laut Dada putih Review Laporan Keuangan Kepengurusan Bagaimana Menghubungi Kami ?
Published by: Yayasan Kutilang Indonesia 2006
0 1 2 3 4 6 9 10 12 13 13 14
Preface Direktur Eksekutif
S
yukurlah…….! Setelah lebih dari 15 tahun hadir ditengah-tengah masyarakat luas, akhirnya kami dapat melaporkan keberadaan kami secara utuh. LAPORAN PUBLIK ini juga merupakan salah satu bentuk pertanggung-jawaban kami kepada masyarakat luas, tidak hanya kepada donor atas projek-projek yang telah didanai dan tidak juga kepada pemerintah yang telah me-legal-kan keberadaan kami. Kami menyebutnya LAPORAN PUBLIK karena laporan ini dibuat oleh anggota masyarakat untuk seluruh masyarakat dunia. Kutilang Indonesia memang bukan lembaga besar yang bekerja di banyak belahan dunia, namun kami yakin bahwa semua kegiatan yang telah kami lakukan selama ini adalah demi satu bumi yang kita miliki bersama. Harapan kami, semoga kami dapat diterima sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari satu ekosistem bumi tempat kita hidup bersama.
Wajarnya sebuah NGO melaporkan kegiatannya kepada masyarakat setiap tahun. Kewajaran serupa belum dapat kami lakukan selama ini berkaitan dengan berbagai keterbatasan yang kami miliki, mulai dari masalah klasik berupa anggaran sampai persoalan teknis berupa lemahnya sistem data dan informasi. Kesadaran ini membangkitkan kami untuk mulai berbenah, memperbaiki dan membuka diri. Hadirnya LAPORAN PUBLIK ini merupakan salah satu wujud komitmen kami untuk terus memperbaiki diri.
Ketua Yayasan
A
tas karunia Tuhan, kami bisa memberi sebuah tulisan yang diharapkan dapat menjadi media untuk menyelami kami. Laporan Publik ini -demikian kami menyebutnya- diharapkan dapat memberi gambaran tentang keberadaan dan aktivitas kami.
Wujud Laporan Publik ini dikreasi sedemikian rupa, agar bisa dibaca oleh semua kalangan, tidak saja oleh mereka yang mendanai program-program kami atau pemerintah yang mengakui kami secara legal. Mengingat begitu besar bantuan anggota masyarakat kepada kami, maka Laporan Publik ini juga melibatkan anggota masyarakat dan diharapkan bisa dibaca oleh khalayak yang lebih luas.
Sebuah laporan, apapun namanya, setidaknya membawa dua hal; pertama, memberi gambaran apa yang telah dilakukan dan kedua, memberi peluang. Keduanya menjadi ilmu bagi kami; ngelmu iku kelakone kanthi laku, ilmu diperoleh dengan bertindak. Tentu saja, kami sadar akan tantangan-tantangan di masa depan, tetapi kami juga percaya bahwa ngelmu lekase lawan kas; tegese kas, anyentosani, ilmu diawali niat yang kas, artinya keteguhan yang keras, sehingga kami akan terus belajar dan selalu membuka diri atas semua saran-kritik.
Kami sadar sepenuhnya bahwa kami tidak akan dapat terus memperbaiki diri tanpa peran serta aktif seluruh masyarakat. Karenanya kami membuka diri atas segala kritik, masukan dan kerjasama dari semua pihak. Akhir kata, inilah kami Yayasan Kutilang Indonesia.
Kutilang Indonesia bukanlah organisasi yang besar, jangankan mendunia, untuk meng-Indonesia pun masih jauh dari pikiran kami. Justru itu membuat kami terus bertahan dengan segala kelemahan dan kekurangan karena memang ilmu memerlukan setya budya pangekes dur angkara, keteguhan budi menghadapi segala rintangan.
Ign. Kristianto M.
Dengan keyakinan itu, dari selatan kaki Merapi, kami terus bergerak untuk terus memberi khazanah bagi pelestarian burung dan alam Nusantara. Agus Prijono
1
Menyelamatkan Burung dan Lingkungan
Tentang Kutilang Kutilang, salah satu jenis burung yang mudah ditemui di hutan dan banyak dipelihara masyarakat dipilih sebagai nama organisasi bukannya tanpa alasan. Di habitat alamnya, burung ini biasanya hidup secara berkelompok. “Jika di hutan, burung ini akan memberikan peringatan awal jika dirasakan ada sesuatu yang membahayakan,” ujar Sugihartono, salah seorang penggerak awal Kutilang. Terinspirasi dari burung ini, organisasi Kutilang ingin pula memberikan peringatan dini ketika ada kerusakan lingkungan.
B
anyak pekerjaan besar dimulai dari sesuatu yang kecil. Proses sejarah demikian itu juga dialami Yayasan Kutilang Indonesia, sebuah lembaga nirlaba yang bertujuan melestarikan burung untuk menyelamatkan lingkungan hidup.
Lembaga ini berdiri pada tahun 1990 ketika sekelompok orang yang menaruh perhatian besar pada kehidupan burung di alam mendirikan klub pengamat burung (bird watching) dengan nama Kutilang Indonesia Bird Watching Club di Yogyakarta. Dalam wacana bird watching, momen ini pantas dicatat karena Kutilang adalah
kelompok pengamat burung diluar lingkungan kampus yang lahir pertama kali di Indonesia. Pada awalnya, selain mengamati kehidupan burung di alam bebas, Kutilang juga menjalankan kegiatan lain seperti penelitian bioekologi burung dan pendidikan lingkungan. Beberapa penelitian yang pernah dilakukan adalah tentang gelatik Jawa, kakak tua kecil jambul kuning dan survei daerah penting burung di Yogyakarta dan Jawa Tengah. Learning by doing, demikianlah falsafah yang dijalankan pionir kelompok pengamat burung di Indonesia ini.
hewan hasil sitaan aparat penegak hukum. Melalui PPSJ ini pula, Kutilang melakukan investigasi soal jaringan perdagangan hewan dilindungi, pendidikan lingkungan untuk anakanak sekolah dan pelepasliaran kembali hewanhewan yang berada di PPSJ. Selain menjalankan proyek besar berupa PPSJ itu, Kutilang secara khusus tetap menaruh perhatian terhadap konservasi burung. Untuk menumbuhkan kecintaan terhadap burung, Kutilang mengadakan Java Bird Walk (JBW) sebuah kegiatan untuk mengamati kehidupan burung di alam yang dilakukan sekali dalam sebulan. Ada pula buletin Kabur (Kabar Burung) yang mengupas soal wacana burung dari berbagai sisi.
Seiring dengan berjalannya waktu, Kutilang makin menyadari betapa tantangan persoalan lingkungan hidup amatlah luas. “Baju” kelompok pengamat burung pun dirasakan terlalu sempit jika ingin menyelesaikan persoalan lingkungan hidup yang ternyata makin serius. Maka pada tahun 2002 berubah menjadi Yayasan Kutilang Indonesia For Bird Conservation. Sedangkan Jogja Bird Rescue (JBR) adalah semacam 'unit reaksi cepat' yang dibentuk untuk “Dengan bentuk yayasan kita dapat berbuat lebih menyelamatkan burung di alam. Kegiatan JBR banyak untuk konservasi,” ujar Direktur Eksekutif yang pernah dilakukan adalah menjaga sarang Yayasan Kutilang Indonesia, Ign. Kristianto. burung elang hitam di lereng selatan Gunung Setelah disusun rencana strategis Yayasan Merapi. Keputusan untuk menjaga sarang burung Kutilang Indonesia pada tahun 2004, lembaga ini raptor itu diambil mengingat di masa lalu anak pun mengadakan penyesuaian dan namanya burung elang hitam selalu hilang dicuri orang. berubah lagi menjadi Yayasan Kutilang Indonesia. Begitulah beberapa kegiatan yang dilakukan Dengan format yayasan, Kutilang bergerak lebih Kutilang. Lembaga ini selalu ingin berbuat sesuatu jauh untuk turut serta menguraikan 'benang kusut' untuk menyelamatkan lingkungan yang ke depan persoalan di ranah lingkungan hidup. Salah satu tentu akan semakin rumit dan komplek. Untuk itu persoalan serius yang ditanganinya adalah Kutilang selalu menyambut hangat uluran kerja penegakan hukum untuk menghentikan sama dari pihak mana pun pemeliharaan dan perdagangan satwa dilindungi. untuk bekerja bersamaKutilang bekerjasama dengan The Gibbon sama menyelamatkan dan Foundation mengelola Pusat Penyelamatan m e n j a g a k e l e s t a r i a n Satwa Jogja (PPSJ) yang terletak di Desa Paingan, l i n g k u n g a n , t e m p a t Kulon Progo. PPSJ adalah salah satu dari beberapa dimana kita semua hidup Pusat Penyelamatan Satwa (PPS) yang ada di bersama.... Indonesia. PPS berfungsi menampung hewan-
2
S
Kenapa Burung
Nilai Penting Burung
alah satu jenis binatang yang paling mudah kita jumpai di lingkungan sekitar kita adalah burung. Binatang yang terdiri dari lebih dari 9000 spesies ini tersebar di hampir di setiap sudut bumi, mulai dari di halaman rumah, sawah, pantai, hutan dan gunung. Bahkan di tempat beriklim ekstrim pun, seperti di kutub atau di Gunung Himalaya dengan ketinggian 8000 meter di atas permukaan laut, makhluk bersayap ini masih dapat dijumpai. Di Laut Mati yang memiliki ketinggian 400 meter di bawah permukaan laut, burung juga mampu hidup.
Itulah sebabnya, burung selalu dekat dengan kehidupan manusia. Sejak jaman purba hingga sekarang, burung masih dimanfaatkan untuk membuat suasana kehidupan manusia menjadi lebih 'hidup'. Kicauannya dapat mengusir rasa sepi. Keindahan suara atau bentuk tubuhnya menjadi inspirasi bagi penciptaan karya seni seperti lukisan, lagu, puisi dan bahkan spritualitas. Dagingnya juga bisa menjadi hidangan makanan yang lezat. Bagi alam sendiri, burung menjadi penjaga ekosistem yang penting. Tengoklah burung bangkai di Padang Serengeti, Afrika. Burung ini menjadi alat yang ampuh untuk membersihkan daging yang melekat pada bangkai-bangkai binatang di sana. Di hutan Sulawesi, burung rangkong (Rhyticeros cassidix) menjadi 'petugas penghijauan' dengan cara menyebarkan benih-benih pohon baru dari biji buah yang dimakannya. Sedangkan jenis elang di punggung Gunung Merapi, Yogyakarta ikut mengendalikan populasi tikus sehingga tidak menjadi hama bagi ladang para petani yang ada di sekitarnya. Mahluk ini dengan 'suka rela' juga menjadikan dirinya sebagai indikator kerusakan lingkungan. Penurunan populasi suatu jenis burung tertentu menjadi pertanda awal terjadinya kerusakan
lingkungan. Menghilangnya burung luntur putri (Harpactes sp.), salah satu burung endemik Sumatera adalah pertanda kerusakan hutan dataran rendah di pulau itu. Sejarah juga mencatat, menurunnya populasi beberapa burung raptor di Eropa dan Amerika pada dekade tahun 50an hingga 60-an ternyata mengabarkan tentang penggunaan DDT yang berlebihan. Dengan berbagai fungsi itu, burung menjadi aset alam yang amat berharga. Burung adalah subyek penting. Untunglah manusia sudah menyadarinya sejak dulu sehingga mendorongnya untuk mempelajari kehidupan tentang burung secara khusus. Munculah ornitolgi, yaitu ilmu tentang seluk-beluk kehidupan burung. Selanjutnya kehidupan burung di alam juga menarik untuk diamati. Berbagai perkumpulan pengamat burung ada di tiap negara. Belakangan aktivitas ini juga menjadi industri pariwisata yang mampu mendatangkan banyak uang. Namun derap pembangunan yang dibawa 'kereta modernisasi' mulai mengancam kehidupan burung. Di setiap belahan bumi ini ada saja jenis-jenis spesies burung yang terancam kepunahan. Bahkan ada banyak spesies yang sudah dinyatakan punah, kini ada sekitar 119 burung di Indonesia yang salah satunya adalah trulek Jawa (Vanellus terancam punah. macropterus), jenis burung yang hanya ada di Dengan daftar spesies burung terancam punah Pulau Jawa. setinggi itu, gerakan konservasi burung di Sebagai salah satu negara terluas di wilayah tropis, Indonesia menjadi suatu hal yang tidak terelakan. Indonesia memiliki keragaman jenis burung yang Mengapa ? Selain burung memiliki banyak fungsi, tinggi. Sekitar 1.584 jenis burung atau sekitar 17 ini juga merupakan pertanda betapa Indonesia persen dari jumlah spesies burung di dunia ada di mengalami kerusakan lingkungan yang sangat Indonesia. BirdLife International juga menyatakan parah. Sekedar mengingatkan, World Conservation Indonesia adalah negara yang paling banyak M o n i t o r i n g C e n t e r d a r i B a n k D u n i a memiliki wilayah burung endemik (Endemic Bird memperingatkan jika laju kerusakan hutan di Area). Ada 24 wilayah burung endemik yang Indonesia tidak segera dihentikan, diperkirakan tersebar dari Sabang hingga Merauke. Sayangnya, sebagian besar hutan dataran rendah Indonesia
akan habis pada tahun 2010. Dengan demikian, gerakan konservasi terhadap burung bukan semata-mata untuk menyelamatkan burung saja. Ini bukan gerakan ecofasisme. “Burung hanyalah sekedar jendela untuk menyelamatkan lingkungan,” tandas Direktur Eksekutif Yayasan Kutilang Indonesia, Ign. Kristianto. Maksudnya, jika ingin melindungi burung di alam berarti juga harus menyelamatkan habitat hidupnya. Burung tidak dapat lestari jika hutan tempat hidupnya yang memiliki fungsi ekologi penting itu rusak. Itulah sebabnya mengapa melestarikan burung itu menjadi penting.
In Additional Sebagai sebuah kelompok, burung mempunyai beberapa hal yang membuatnya menjadi indikator ideal, yaitu: 1. Menempati hampir seluruh kawasan bagi spesies-spesies terancam dan persebaran yang terbatas. 2. Memiliki persebaran dan syarat-syarat habitat yang sudah dapat diindentifikasi dengan baik. 3. Relatif mudah diidentifikasi dan didokumentasikan di lapangan. 4. Indikator yang baik bagi kondisi habitat dan gangguan manusia 5. Bisa berfungsi sebagai ujung tombak bagi upaya konservasi
3
Jogja bird rescue
Tindakan Penyelamatan Elang Hitam Padahal elang hitam adalah spesies burung yang cukup langka di DI.Yogyakarta, dengan lokasi persebarannya yang sangat terbatas. Berdasarkan perhitungan kasar Kutilang, diperkirakan tinggal 13 ekor yang hidup di hutan lereng selatan Gunung Merapi. Selain itu, elang hitam juga spesies yang tidak 'hobi' berkembang biak. Burung ini hanya bertelur sebutir tiap 2 tahun sekali. Jadi perkembangan populasinya sangat lambat.
J
ika di alam, burung kutilang adalah salah satu menu makanan elang hitam. Tetapi kali ini kutilang justru berbaik hati menjaga sarang sang predator itu yang ada di hutan Plawangan-Turgo, Kaliurang, Yogyakarta. Di sana ada ada seekor anak elang hitam (Ictinaetus malayensis) yang sedang dibesarkan induknya. Setelah dijaga selama dua setengah bulan, akhirnya anakan elang hitam itu pun dapat terbang dan terlepas dari aksi penculikan para pemburu burung, satu hal yang tidak dapat ditanggulangi induknya sendiri . Mengapa kutilang dapat menjadi burung perkasa ? Jangan salah sangka, kutilang yang ini bukan burung yang pandai berkicau tetapi nama sebuah yayasan yang bergerak untuk melestarikan burung dan lingkungan hidup. Ya, Yayasan Kutilang Indonesia melalui Program Partisipasi Masyarakat menjalankan misi bernama Jogja Bird Rescue
(JBR) sebuah misi untuk menyelamatkan burung di habitatnya secara langsung. JBR dilaksanakan ketika ada spesies burung di alam yang membutuhkan upaya penyelamatan secara cepat. Seperti saat Kutilang menemukan sarang elang hitam yang berisi seekor anakan, program penyelamatan pun segera dijalankan secepat mungkin. Keputusan menyelamatkan anak elang hitam diambil setelah belajar dari pengalaman di masa lalu, anakan elang hitam selalu hilang dicuri para pemburu burung. Tahun 2000 lalu, anak elang hitam yang dipantau selama enam minggu tiba-tiba hilang. Kejadian ini berulang lagi pada tahun 2002, dua ekor anak elang hitam dari dua sarang yang berbeda juga raib bak ditelan bumi.
polisi hutan dari BKSDA Yogyakarta yang bertugas di resort Kaliurang. Menurutnya, upaya konservasi juga harus dilakukan masyarakat sebab konservasi tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah saja.
Selain berhasil menyelamatkan si anak elang hitam, Kutilang pun mendapat gambaran lebih jelas tentang kehidupan burung ini. “Dari misi ini, kita mendapat data tentang peri laku elang Dengan kondisi seperti itulah, “Kutilang hitam,” ujar Lim Wen Sin. memutuskan untuk menjaga sarang elang hitam hingga si anak dapat terbang,” ujar Manajer Misi penyelamatan anak elang hitam ini terulang Program Restorasi Keanekaragaman Hayati, Lim lagi ketika pada Mei 2005, Kutilang menerima Wen Sin yang hampir setiap hari menunggui sarang informasi tentang sepasang elang hitam yang itu. mempunyai anak di wilayah Kinahrejo. Kali ini, kondisinya lebih 'gawat' sebab letak sarang jauh Dalam menjalankan misi ini, Kutilang mendapat lebih mudah dijangkau dari pada yang di bantuan dari sekitar 53 relawan yang datang dari Plawangan-Turgo. Penjagaan pun harus lebih berbagai kalangan seperti Pro Fauna Jogja, Anak diperketat. Namun letak sarang yang lebih mudah Burung Surabaya, MAPAGAMA-UGM, Vetpagama terjangkau ini juga menjadi berkah tersendiri bagi UGM, Biologi Universitas Atma Jaya, BIONIC UNY, Kutilang sebab memberi peluang untuk KSSL UGM, Kp3 Burung UGM, Matalabiogama mendapatkan gambar dokumentasi lebih bagus. UGM, Hijau Mapalastis, Avikom UPN, Padmanaba Seperti misi pertama, misi kedua juga sukses Hikin Club SMUN 3 Jogjakarta, PPSJ, Kadang menghantarkan si anak elang hitam terbang mengarungi angkasa. Sekali lagi, ulah para Kukila, Klub Indonesia Hijau Surabaya dan tentu pemburu burung berhasil digagalkan. saja Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Badiman, salah seorang penduduk Kinahrejo yang Yogyakarta. Setiap hari, secara bergantian 1 pertama kali memberi tahu letak sarang elang itu hingga 8 relawan menunggui sarang elang itu kepada Kutilang merasa senang dengan adanya dari pagi hingga sore hari. Selain menjaga misi JBR itu. “Jika tidak dijaga, pasti hilang mereka juga mencatat setiap perilaku harian diambil orang,” ujar Badiman yang elang hitam itu di sarangnya. mengembangkan anggrek langka Vanda tricolour itu. Setelah berlangsung sekitar dua setengah bulan (15 Mei- 31 Juli 2004), misi JBR berakhir. Si anak Kini JBR sedang menunggu aksi berikutnya. Bagi sudah dapat terbang. Artinya, misi JBR kali ini siapa pun yang melihat atau mempunyai informasi sukses karena si anak elang hitam terhindar dari tentang burung di alam yang butuh penyelamatan, aksi perburuan liar. segera memberi tahu Kutilang. Sebab 'si burung kecil' ini dengan senang hati akan beraksi kembali, “Ini adalah upaya yang bagus,” ujar Sugiman, here I come!
In Additional Sejak adanya agenda pemasangan wing marker pada anak elang hitam di JBR III 2006, JBR pada akhirnya memasuki level yang lebih expert sebagai sebuah gerakan konservasi dan ilmiah. Aktifitas Jogja Bird Rescue bukan lagi hanya menunggui sarang elang hitam dari ancaman pencurian illegal sambil mendokumentasikan aktifitas perkembangbiakan anakan, lebih jauh lagi JBR sudah mulai mengarah pada monitoring ruang gerak (home range dan territory) dan dinamika populasi elang hitam di lereng merapi selatan. Dari sini kemudian bisa ditarik sebuah pemahaman baru tentang arti penyelamatan (rescue) yaitu bukan lagi penyelamatan dalam konteks proteksi atau penjagaan yang serba ketat, namun pemahaman pada sebuah aksi maintaining kawasan yang lebih holistic dan terencana. Dengan diketahuinya ruang jelajah elang hitam maka dapat diketahui wilayah penting yang harus dilestarikan di kawasan lereng merapi selatan.
4
J
Java bird walk
Menyapa Burung-burung di Jawa
“
“Jangan sekali-kali meninggalkan sejarah,” demikian mendiang Presiden Indonesia pertama, Soekarno pernah berujar. Sebagai organisasi yang berangkat dari klub pengamat burung, Yayasan Kutilang Indonesia mencoba untuk mempertahankan 'asal-usulnya'. Setiap sebulan sekali, Kutilang mengajak para pengamat burung untuk 'menyapa' burung-burung di alam (bird watching) dalam program Java Bird Walk (JBW).
Bila jadwal JBW tiba, puluhan penggemar bird watching itu rela berdesak-desakan dan kepanasan di bak belakang truk milik PPSJ yang mengantar mereka ke lokasi pengamatan di sekitar Yogyakarta. Ada keakraban. Sendau-gurau selalu menjadi cara menghibur diri selama di dalam perjalanan. “Saya senang ikut pengamatan burung karena mendapat banyak teman dan dapat melihat burung-burung yang bagus,” ujar Bintang, murid SD Keputran VIII yang hampir selalu ikut kegiatan JBW. Sayang, sebagian besar peserta masih para mahasiswa, hampir sekitar 85 persen, sisanya datang dari berbagai kalangan. Lokasi yang dipilih selalu berganti-ganti. Mulai dari sekitar Yogyakarta seperti lereng selatan Gunung Merapi, Hutan Wanagama, Pantai Trisik, Pantai Ngongap atau di sekitar Kebun Binatang Gembira Loka. Sedangkan wilayah Jawa Tengah yang pernah dikunjungi JBW antara lain Rawa Pening (Ambarawa), Pancuran Pitu (Purwokerto) dan Rawa Jombor dan Deles (Klaten). Di wilayah Jawa Timur, JBW sempat menyapa burung-burung yang tinggal di Ujung Pangkah (Gresik) dan Wonorejo (Surabaya).
Di setiap lokasi pengamatan, rombongan JBW dibagi dalam beberapa kelompok, masing-masing dengan satu pemandu. Setiap kelompok menempuh jalur pengamatan burung yang berbeda. Bila menemukan suatu spesies burung, setiap angota kelompok akan mengamati burung itu secara bersama-sama. Tidak lupa mereka juga mencatat setiap spesies yang dijumpai. Di akhir pengamatan, semua kelompok akan bertemu dan mendiskusikan apa yang mereka temui dalam pengamatan burung saat itu. Daftar jenis burung yang dijumpai di tiap lokasi pengamatan akan menjadi catatan tentang spesies burung yang ada di wilayah dimana JBW diadakan. Hampir dalam setiap pengamatan burung selalu muncul kejutan-kejutan. Kejutan paling menggembirakan adalah bila menemukan spesies burung langka. Seperti saat JBW di Muara Sungai Progo, 24 dan 25 September 2004, para peserta menemukan anakan burung cerek Jawa, satu spesies burung endemik Pula Jawa yang sudah sulit ditemukan. Kontan si anak cerek Jawa ini menjadi 'selebritis', kamera para peserta JBW bergantian lihat dari TV,” ujar Dinda. Selain itu JBW juga memberikan banyak wawasan baru. “Jadi aku memotretnya. pulang bisa membawa sesuatu,” tambahnya. Hanya saja, menurut Anik Susilo, mahasiswa Kali lain saat peserta JBW menjelajah hutan di program Magister Manajemen (MM) UGM, JBW yang lereng selatan Gunung Merapi, mereka melihat menarik itu menjadi kurang 'seru' karena sosok elang Jawa (Spizaetus bartelsi) yang pesertanya selalu hanya sedikit. “Padahal jumlah statusnya terancam punah itu terbang di udara. anggota Kadang Kukila banyak, mungkin kurang Perjumpaan ini tentu tidak dibiarkan lewat begitu sosialisasi,” ujar Anik yang cukup rajin mengikuti saja. Semua mata melalui binokuler, monokuler JBW itu. atau tidak sama sekali langsung tertuju kepada burung itu. “Wow, keren sekali,” ucap Dinda, mahasiswi Fakultas Ekonomi Atma Jaya Yogyakarta Apa yang diungkapkan Anik mungkin ada benarnya. Sosialisasi yang lebih masif masih diperlukan sebab yang ikut dalam pengamatan burung waktu itu. mengamati burung di alam adalah suatu kegiatan baru yang belum dikenal masyarakat di Indonesia. Memang, JBW adalah kegiatan yang mengasyikan. Mind set atau alam pikiran masyarakat masih “Aku sendiri senang banget sebab dapat melihat didominasi dengan wacana menikmati burung di langsung burung-burung yang selama ini hanya aku dalam kandang. Padahal JBW dapat menjadi media
efektif untuk mengenalkan cara lain menikmati burung secara lestari. Untuk tahun 2006, Kutilang tidak lagi menjadi event organizer utama kegiatan JBW. Setelah bertahun-tahun berada di ujung tombak, tahun ini Kutilang berposisi di balik layar yang mendorong berbagai elemen masyarakat untuk melakukan kegiatan pengamatan burung sendiri. Salah satunya adalah elemen mahasiswa. “ Mereka yang melakukan JBW antara lain, mahasiswa penggemar pengamatan burung dari P.A. Haliaster Universitas Diponegoro (Undip) dan KOPASUS Semarang, Kelompok Suka Liat Burung (Purwokerto), BIONIC Universitas Negeri Yogyakarta, KSSL Universitas Gadjah Mada, Anak Burung Surabaya dan Kelompok Studi Burung (KSB) Universitas Atma Jaya Yogyakarta,” ujar Lim Wen Sin, pemandu burung senior di JBW.
IBA-JBW SPOTS
Spot Java Bird Walk Spot Java Bird Walk yang termasuk dalam area IBA Area IBA
Pulau Jawa dan Bali adalah dua pulau di Indonesia dengan tingkat laju kerusakan tertinggi. Diantara semua wilayah IBA, Jawa dan Bali memiliki area paling banyak yaitu 53 titik. Lokasi JBW yang termasuk dalam area IBA adalah sekitar 6,4% dari seluruh totoal wilayah IBA. Melalui JBW, wilayah-wilayah penting di Jawa dan Bali akan termonitor secara intensif sehingga setiap ancaman yang ada akan segera diketahui dan diambil tindakan pencegahannya.
Di tengah maraknya penangkapan dan pemeliharaan burung di sangkar oleh para “pecinta burung”, JBW hadir menawarkan alternatif baru mencintai burung dan menikmati keindahannya dengan tanpa merampas hak-hak kebebasan burung itu sendiri untuk hidup di alam. Melalui program JBW ini kita mencoba mengajak masyarakat umum untuk bisa memahami arti penting hubungan mutualisme antara alam dan manusia yang pada semestinya bisa hidup saling berdampingan. Secara tidak langsung, kegiatan yang sangat ringan dan menyenangkan ini mampu mengisi wilayah yang penting dalam kesatuan gerakan konservasi burung, terutama dalam konteks pendidikan lingkungan. Sejak pertama kali diinisiasi pada tahun 2004, program JBW telah merangsang lahirnya kelompok-kelompok pengamat burung di sekitar DIYJateng. Dan pada kelanjutannya, melalui kegiatan yang d i l a k s a n a k a n s e c a r a t e ru s menerus dan terjadwal rapi ini, JBW bergerak maju dalam ruang metodologi monitoring kawasankawasan penting bagi burung (Important Bird Area). Meskipun tanpa meninggalkan ciri khas JBW itu sendiri, yaitu ringan dan menyenangkan.
6
Pusat Penyelamatan Satwa Jogja
Menyelamatkan Satwa Liar
K
etika berubah menjadi yayasan, Kutilang mempunyai komitmen untuk terlibat dalam persoalan lingkungan lebih luas. Seperti 'merpati yang tak pernah ingkar janji', Kutilang pun demikian. Yayasan ini memenuhi janjinya dengan ikut serta dalam suatu jaringan yang bertujuan menanggulangi persoalan perdagangan dan kepemilikan satwa dilindungi secara ilegal di Indonesia. Wujudnya, sejak tahun 2003, Kutilang mengelola Pusat Penyelamatan Satwa Jogja (PPSJ) yang terletak di Dusun Paingan, Kulon Progo.
PPSJ adalah sebuah lembaga u n t u k menampung s a t w a dilindungi hasil sitaan aparat keamanan dari masyarakat y a n g memperdagang kannya atau memilikinya sebagai hewan p i a r a a n . Berdasarkan UU No.5/ 1990 t e n t a n g Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, jenisjenis satwa dilindungi tidak boleh diperdagangkan atau dipelihara. Di Indonesia, isu ini menjadi persoalan lingkungan serius karena menjadi anacaman utama --- selain kerusakan hutan --terhadap kelestarian satwa liar di habitatnya.
Bupati Kulonprogo, Toyo S. Dipo : Sepenuhnya mendukung keberadaan PPSJ di wilayahnya. Sebab ini merupakan komitmen dirinya untuk menjalankan program pembangunan yang mutlak harus memperhatikan persoalan lingkungan hidup. “Pembangunan yang mengabaikan lingkungan hidup adalah pembangunan yang dilakukan orang yang mau menangnya sendiri dan tidak memperhatikan kepentingan anak-cucu,” tegasnya.
dilindungi secara maksimal sebab tidak ada sarana untuk menampung satwa dilindungi hasil sitaan. “Tanpa ada lembaga seperti PPS yang menampungnya, hewan-hewan hasil sitaan justru dapat mati,” ujar Sigit Riyanto, dosen Fakultas Hukum UGM (The Jakarta Post, 22 April 2003). Harapan menyelesaikan persoalan ini muncul pada tahun 2002 ketika The Gibbon Foundation, sebuah lembaga yang bergerak di sektor lingkungan hidup menandatangani MOU dengan Ditjen PHKA. Salah satu butir kesepakatannya adalah The Gibbon Foundation akan membangun beberapa PPS di Indonesia untuk mendukung upaya penegakan hukum dalam memberantas perdagangan dan kepemilikina satwa liar secara ilegal. “Dengan adanya PPS, diharapkan tidak ada hambatan lagi dalam upaya penegakkan hukum,” ujar Willie Smith, Direktur The Gibbon Foundation saat berkunjung ke PPSJ tahun 2003 lalu. Untuk wilayah Jawa Tengah dan Yogyakarta, PPS dibangun di Dusun Paingan, Desa Sendangsari, Kecamatan Pengasih, Kulon Progo, Yogyakarta. “Kutilang diberi kepercayaan sekaligus tanggung jawab oleh The Gibbon Foundation dan Departemen Kehutanan untuk mengelola PPS yang di Yogyakarta,” ujar Direktur Eksekutif Yayasan Kutilang Indonesia, Ige Kristianto. Secara resmi PPSJ yang menempati lahan seluas 13,9 hektar itu mulai beroperasi sejak 7 Juni 2003 dan memiliki spesialisasi menampung satwa reptilia.
Hingga tahun 2005, PPSJ telah menampung 1.509 ekor satwa, terdiri dari jenis burung 313 ekor (21%), mamalia 148 ekor (10%), dan terbanyak reptilia yang mencapai 1.048 ekor (69%). Namun Celakanya pemerintah tidak dapat memberantas hingga akhir tahun 2005, tinggal 1.001 ekor yang perdagangan dan kepemilikan ilegal satwa tersisa sebab 508 ekor telah keluar dari PPSJ,
dengan rincian 312 ekor mati, 102 ekor di agar memenuhi kesejahteraan satwa (animal pindahkan atau ditranslokasi ke PPS lain, 11 ekor welfare). Pengelolaannya berdasar pada standar berhasil dilepas liarkan dan 83 ekor lain-lain. IUCN. “Fasilitasnya bagus, penanganan, perawatan dan pemberian makanan dilakukan Semua satwa yang pernah dan masih singgah di secara profesional, mirip dengan kebun binatang PPSJ merupakan hasil sitaan aparat berwenang di Singapura,” komentar Harjanto Halim, pemilik (BKSDA dan kepolisian) atau penyerahan suka rela perusahaan minuman “Marimas” yang pernah dari masyarakat. Selama tahun 2005, BKSDA DIY menyerahkan seekor anak orangutan 'Fani' kepada melakukan operasi penertiban satwa liar PPSJ. dilindungi sebanyak 7 kali sedangkan BKSDA Jawa Tengah 3 kali. Dalam kurun waktu yang sama, Walaupun sudah dikelola semaksimal mungkin, jumlah satwa yang diserahkan masyarakat secara kadang 'nasib' berkata lain. Selama tahun 2005, suka rela ada 18 ekor. ada 165 ekor yang mati. Semua kasus kematian satwa ini dicatat dan dilaporkan ke BKSDA Semua satwa di PPSJ dikelola semaksimal mungkin Yogyakarta. Penyebabnya ?,“Ada yang karena salah prosedur, sakit dan saling berkelahi,” ujar
7
Ajari Sejak Dini dari program PPS,” ujar Sugihartono. Sejak beroperasi, PPSJ pernah melepasliarkan beberapa satwa seperti kijang, ular kobra dan elang laut perut putih. Secara umum, BKSDA Yogyakarta mengatakan performance PPSJ terus meningkat. “Dalam dua tahun terakhir ini penanganan satwanya kian membaik,” ujar Ilmi Kurniawati, Penata Kerja Sama dan Hubungan Masyarakat BKSDA Yogyakarta. Menurutnya, dibandingkan dengan PPS lainnya, PPSJ agak lebih baik. Pendidikan Lingkungan
Ada kematian, ada kelahiran, begitulah hukum alam. Walaupun PPSJ bukan tempat penangkaran, beberapa satwa ada yang lahir di PPSJ. Perkawinan yang membuahkan anakan baru itu terjadi saat satwa berada dalam proses sosialisasi, sebuah Itulah sebabnya, Deddy Pranowo Eryono, seorang proses yang harus dilalui agar dapat dilepasliarkan penyayang bintang dari Yogyakarta berharap agar kembali. Selama tahun 2005, terdapat 22 kasus penanganan terhadap satwa-satwa di PPSJ harus kelahiran satwa di PPSJ. lebih ditingkatkan lagi. “Jangan sampai ditelantarkan,” tegas Deddy yang beberapa Di PPSJ, jenis-jenis satwa yang memungkinkan satwanya 'diminta' BKSDA Yogyakarta dan untuk dilepasliarkan (release) lagi, harus menjalani 'proses pendidikan' agar dapat hidup ditempatkan di PPSJ. bebas di habitat alamnya. “Release adalah bagian Manajer Program PPSJ, Sugihartono. Namun Sugihartono menegaskan penyebab yang paling besar adalah karena kasus perkelahian satwa yang tidak terelakkan.
PPSJ juga Kepala SD Negeri Widoro : 'menjempu Dengan adanya PPSJ, anak-anak t bola' dengan dapat melihat satwa liar secara memberik langsung. Ini dapat menimbulkan a n rasa cinta sehingga anak-anak tidak wawasan akan membunuh atau tentang memeliharanya. Jika tidak kehidupan satwa liar menyaksikan secara langsung, kepada hatinya kurang terketuk. anak-anak di sekolahsekolah tertentu. Pendidikan lingkungan yang diberikan sejak dini ini diharapkan dapat menjadi referensi anak dalam bertindak di kemudian hari. Program ini dikemas semenarik mungkin, seperti melepas anak penyu (tukik), pemutaran film, permainan di luar ruangan, menggambar, membuat puisi, bermain drama dan mengarang. Selain itu ada pula program Wild Animal Outbound (WAO), sebuah pendidikan tentang satwa dan habitatnya yang diselanggarakan di hutan atau alam terbuka.
Selain mendukung program penegakan hukum, PPSJ juga menjalankan program pendidikan lingkungan, khususnya yang berkaitan dengan konservasi kehidupan satwa liar dilindungi. Mengingat sasarannya adalah masyarakat umum yang masih awam dengan persoalan ini, maka strategi yang dilancarkan PPSJ adalah 'serang dari segala penjuru-gunakan semua senjata', maksudnya segala metode dan media digunakan dalam melakukan pendekatan terhadap Untuk menguatkan pendidikan lingkungan secara masyarakat yang heterogen itu. berkesinambungan bagi anak-anak, PPSJ juga membantu beberapa sekolah seperti TK ECCD RC, Salah satu bentuk 'serangan' yang dijalankan PPSJ TK Pelangi, TK 3A Family Learning Center dan SD adalah kampanye jalanan untuk menumbuhkan Tumbuh dalam merancang, mengembangkan dan rasa simpati masyarakat terhadap kehidupan menerapkan kurikulum berbasis kompetensi satwa liar di habitatnya yang kian terancam. tentang satwa dan habitatnya serta persoalan 'Senjata' yang digunakan adalah happening art, lingkungan lainnya. Program ini bernama green karnaval dan atraksi kostum. Berbagai forum juga education atau pendidikan hijau. dimanfaatkan untuk menyebarkan informasi tentang kehidupan satwa liar seperti menggelar aneka pameran seperti foto tentang satwa liar. Di Koordinator Media Kampanye TK ECCD-RC, Herlita lingkungan akademik, PPSJ tergabung dalam Jayadianti mengatakan konsep pendidikan W i l d l i f e C o n s e r v a t i o n F o r u m y a n g lingkungan yang ditawarkan PPSJ sangat bagus, menyelenggarakan seminar terbuka tentang simpel dan memberikan kesan mendalam kepada anak-anak. “Meskipun konsepnya sederhana dapat konservasi satwa liar sekali setiap bulan. memberikan kesan yang dalam,' ujar Herlita.
8
Kesatuan Yang Tak Terpisahkan Selain mengunjungi berbagai sekolah, PPSJ juga membuka diri untuk dikunjungi masyarakat dari berbagai kalangan. Sebagai pusat pendidikan lingkungan, PPSJ adalah sekolah dalam bentuk lain. Banyak anak sekolah berkunjung ke PPSJ u n t u k Lurah Desa Sendangsari, Sawiyem m e n g e n a l : Kami mendukung kehadiran PPSJ. berbagai satwa Sebab masyarakat juga mendapat l i a r s e r t a pendidikan tentang pentingnya kehidupannya. perlindungan satwa liar. Dengan Di samping itu demikian masyarakat juga dapat P P S J membantu mensosialisasikan m e m p u n y a i tentang perlindungan satwa liar. s e b u a h meeting room atau ruang pertemuan berkapasitas 200 orang yang bebas digunakan oleh masyarakat. Dalam satu bulan, ruangan itu digunakan selama 15 hari dengan peserta rata-rata 100 orang. Dengan berada di lingkungan PPSJ, para pengguna meeting room itu secara tidak langsung 'dipaksa' berkenalan dengan wacana satwa liar Indonesia dan berbagai persoalannya.
mendampingi para petani dari 8 kecamatan di Kabupaten Kulonprogo untuk menanam pohon aren (Arenga pinnata). Selain dapat menghijaukan lahan gundul, menampung air hujan, pohon yang hampir semua bagiannya dapat dimanfaatkan ini juga mempunyai nilai ekonomis tinggi sehingga dapat menaikkan pendapatan masyarakat. Setelah mencapai usia produksi, pohon aren dari gulanya saja dapat memberikan penghasilan kotor sebesar Rp 300.000 per bulan. Melihat besarnya kegunaan aren, Gubernur DIY Hamengkubuwono X mencanangkan aren sebagai salah satu pohon yang wajib ditanam. Kelompok Tani Bina Mandiri dari Desa Sendangsari desa dimana PPSJ berada juga diberi kesempatan meningkatkan pendapatannya dengan cara menanam berbagai tanaman di lahan seluas 5 hektar yang ada di dalam lingkungan PPSJ. Selama dua tahun pertama, semua hasil panen diberikan kepada petani. Tetapi selanjutnya panen dibagi dengan komposisi 50 persen untuk petani, 45 persen PPSJ dan 5 persen untuk pendamping ahli yang memberikan penyuluhan pertanian.
Pendampingan masyarakat Para pemuda di sekitar PPSJ yang tergabung dalam Karang Taruna Sungging Mulyo secara tidak langsung juga dilibatkan dalam pengelolaan PPSJ. Mereka mengumpulkan aneka sayuran dan buah-buahan hasil tanaman bakunya antara lain adalah enceng gondok dan masyarakat di sekitar PPSJ untuk makanan akar pohon bambu. Beberapa produk kerajinan berbagai satwa yang ada di sana. “Kami merasakan menonjolkan bentuk satwa liar. betapa besar manfaat dari PPSJ,” ujar Doro Suparno, Ketua Karang Taruna Sungging Mulyo, Last but not least, PPSJ juga memberikan pendampingan Kelompok Wanita Tani Paingan yang PPSJ juga mencoba mengembangkan potensi bernama Sedyo Makarti. Selain, akan menanam kerajinan tangan yang dikerjakan masyarakat di berbagai macam sayuran di lahan PPSJ, kelompok sekitarnya dengan cara memberikan pembinaan, tani ini juga menjadi media untuk meningkatkan Salah satu wujudnya adalah mendorong dan bantuan modal dan pemasaran produk. Bahan ketrampilan para petani perempuan. Dalam Dalam waktu cukup singkat, PPSJ sudah menjadi lembaga yang cukup dikenal luas di Kabupaten Kulon Progo. Sebagai salah satu icon di kabupaten itu, tidaklah bijaksana jika PPSJ menarik diri dari masyarakat. Sejauh ini tujuan-tujuan PPSJ dalam isu-isu lingkungan hidup dapat tercapai karena mendapat dukungan luas dari masyarakat sekitarnya. Sebagai timbal baliknya, PPSJ mencoba ikut serta dalam meningkatkan pendapatan ekonomi masyarakat yang tinggal di sekitar PPSJ.
pertemuan rutin, mereka akan mendapat pendidikan soal teknologi pengolahan pangan dan lain sebagainya. “Bagi kami, PPSJ banyak memberikan manfaat, sebab selain dapat menanam di lahan sendiri kita juga bisa menanam di lahan yang ada di dalam PPSJ,” ujar Ibu Ngatilah, ketua Kelompok Wanita Tani Sedyo Makarti.
9
Avian Influenza Apakah Burung Migran Penyebabnya? Padahal burung migran adalah salah satu obyek pengamatan burung yang amat menarik. Setiap tahun, para birdwatcher atau pengamat burung selalu menyempatkan diri menyaksikan kedatangan burung-burung migran itu. Mengamati burung migran juga menjadi salah satu agenda Java Bird Walk (JBW) yang diselenggarakan Kutilang. Berangkat dari keprihatinan itulah, Kutilang berinisiatif membuat penelitian. Penelitian dilakukan dengan menangkap beberapa burung migran di Pantai Trisik Kulonprogo dan beberapa tempat lainnya. Burung-burung itu diambil sampel darahnya dan diteliti untuk membuktikan apakah benar burung-burung migran adalah salah satu carrier virus flu burung. Bagi Indonesia, penelitian seperti ini sangat penting karena Indonesia menjadi persinggahan burung-burung migran yang setiap tahun berpindah dari belahan bumi utara menuju Australia. Tahun lalu, ribuan burung sakit dan mati karena flu di Cagar Alam Qinghai lake, Cina. Padahal tempat ini menjadi persinggahan bagi semua burung yang bermigrasi ke Asia, Eropa dan seluruh penjuru dunia. Jika benar burung migran adalah salah satu carrier, perlu ada tindakan sistematis untuk mencegahnya sebab Indonesia menjadi wilayah yang rentan terhadap penyebaran virus ini. Di beberapa tempat, burungburung migran juga sering diburu untuk dimakan dagingnya.
M
erebaknya pandemi flu burung (avian influenza) di berbagai negara, termasuk Indonesia membuat banyak kalangan resah. Jenis penyakit ini tidak lagi menyerang unggas atau burung saja tetapi juga telah menjangkiti manusia dan menjadi penyakit yang mematikan. Sejumlah nyawa manusia telah melayang akibat penyakit ini. Yayasan Kutilang Indonesia, sebagai sebuah LSM yang menaruh perhatian terhadap konservasi burung juga prihatin dan mencoba membuat penelitian tentang penyakit ini.
Dari sudut pandang konservasi, kejelasan soal ini juga sangat penting sebab bila semua burung migran dianggap carrier virus flu burung maka akan mendorong tindakan-tindakan untuk melakukan pemusnahan terhadap spesies-spesies burung migran. Padahal berdasarkan Konvensi Ramsar, semua spesies burung migran adalah spesies yang dilindungi.
“Kami sangat prihatin karena banyak orang yang mencoba mencintai burung di alam bertanya apakah mereka dapat terkena flu burung juga,” ujar Direktur Yayasan Kutilang Indonesia, Ige Kristianto. Kekhawatiran para pengamat burung di alam itu cukup beralasan karena ada sinyalemen, salah satu carrier atau pembawa virus flu burung (H5N1) adalah burung migran.
“Hasil penelitian ini akan sangat berguna untuk menanggulangi pandemi flu burung,” ujar Ige Kristianto. Hingga kini, penelitian masih terus berlangsung sehingga hasilnya belum dapat diketahui.
10
Bulletin Kabar Burung
Sekabar Dua Kabar
D
alam keseharian, kabar burung mempunyai arti sebagai kabar atau informasi yang belum pasti kebenarannya. Tetapi di tangan Yayasan Kutilang Indonesia, Kabar Burung tidak berarti seperti itu. Mengapa ? Kabar Burung adalah nama majalah yang berisi kabar sesungguhnya tentang kehidupan berbagai spesies burung di habitat alamnya.
Jakarta.
Seiring dengan perjalanan waktu, format Kabar Burung terus kian membaik. Puncaknya terjadi pada tahun 2005 saat Kabar Burung tampil dengan edisi cukup tebal dan full colour. “Saya sangat senang melihat ada majalah berbau lingkungan pada umumnya dan burung pada khususnya dengan kualitas tata letak yang baik Majalah Kabar Burung terbit pertama kali pada dan cetakan juga cukup baik,” komentar Riza Nopember 1997 dalam bentuk yang sederhana. Marlon, fotografer satwa liar terkemuka dari Meskipun demikian, majalah ini mempunyai arti Indonesia (Kabar Burung edisi II, 2005). sejarah penting karena menjadi majalah pertama di Indonesia tentang kehidupan burung Karena tampil lux, Kutilang mencoba di alam yang diterbitkan oleh anak bangsa menjualnya dengan harga Rp 15.000. Dengan sendiri. harga cukup tinggi ini, diharapkan penerbitan majalah ini dapat mandiri sehingga tidak Dengan dukungan Yayasan Kehati, edisi tergantung pada lembaga funding. Sayang, pertama tampil dengan gambar sampul burung pengamatan burung di alam masih belum elang jawa (Spizaetus bartelsi). Laporan menjadi budaya masyarakat Indonesia, utamanya berkisah tentang kebakaran hutan di sehingga segmentasi pembacanya masih kecil. gunung-gunung di Pulau Jawa yang menjadi Selain itu harga yang dipatok,”Masih terlalu habitat hidup elang Jawa. Selanjutnya, Kabar mahal,” ujar Anik Susilo, salah seorang Burung terus terbit walaupun periode terbitnya penggemar birdwatching. berubah-ubah, pernah per 3 bulan, 6 bulan dan satu bulan sekali. Memasuki tahun 2006, majalah Kabar Burung belum terbit lagi. “Kami sedang mencari Dalam setiap edisi, Kabar Burung selalu sponsor untuk menerbitkan kembali,” ujar Ige mengangkat tema sama, yaitu kehidupan Kristianto, Direktur Yayasan Kutilang Indonesia burung di habitat alamnya. Misinya adalah dengan optimis. Ya, apapun rintangannya Kabar mengajak masyarakat untuk mencintai atau Burung harus terbit lagi untuk ikut serta menikmati keindahan burung langsung di alam memperjuangkan kondisi lingkungan hidup tanpa harus mengurungnya. Bulletin yang yang lebih baik! diberikan secara gratis ini tidak hanya beredar di Yogyakarta saja, tetapi juga diditribusikan ke wilayah Jawa Tengah, Surabaya, Bogor dan
Just a brief comment of a “Kabar Burung” by Yayasan Kutilang Indonesia, which is a fullcolored and very highly attractive bulletin, in Bahasa Indonesia. The first edition focused on Jogjakarta, and contai highly useful and interesting practicalities, with good original field data thrown in. Article included regional focus in Jogjakarta and its rular areas, the intensively monitored breeding of black eagle in Merapi slopes, and the vulnerable Javan sparrow, all written by the field expert. Highly recomended.
KABAR BURUNG OUTLET Tahun Ke Tahun Dengan 3000 eksemplar yang didistribusikan tiap bulan di seluruh Jawa, dan beberapa Sumatra dan Bali, Kabar Burung diharapkan dapat menjadi ujung tombak dalam penguatan dan diseminasi informasi isu-isu konservasi burung. Semakin intensif isu digulirkan diharapkan akan semakin meningkat pula pengetahuan dan penghargaan masyarakat terhadap pemahaman konservasi burung. Selanjutnya diharapkan akan perubahan mainstream, kepedulian dan penghargaan yang tinggi terhadap kelestarian hidupan liar.
Mochammad Indrawan Indonesian Ornithologist Union
Distribusi West Java 16%
Mail and customer 3% Lampung 1% Jogjakarta 43%
East Java 2% Magelang 2%
Layout Kulon Progo 16% Semarang 17% Kutilang Office 7% Others 4% Language Course and or Foreign Relations 7%
Book Store 25%
Hotel 24% Mass Media 4%
Campus 19% School 4% Warung Internet 65%
12
Mengembalikan Kebebasannya
B
Melepasliarkan Elang laut Dada putih
agi PPSJ, tidak ada yang lebih membahagiakan selain jika berhasil melepasliarkan kembali satwa liar yang pernah menjalani proses rehabilitasi di tempat itu. Sejak beroperasi tahun 2003 lalu, PPSJ telah berhasil melepasliarkan beberapa satwa liar seperti ular kobra, kijang, orangutan dan elang laut perut putih. Namun dari semua itu, yang paling monumental adalah pelepasliaran kembali burung elang laut perut putih (Haliaeetus leucogaster). Sejarah mencatat apa yang dilakukan PPSJ itu merupakan peristiwa pertama yang terjadi di kawasan Asean.
Sebelum dilepasliarkan kembali, keempat burung raptor itu terlebih dahulu menjalani proses pendidikan agar mampu hidup liar kembali di habitat alamnya. Ini memang menjadi salah satu fungsi PPSJ. Usai menjalani masa karantina, burung-burung yang pernah dipelihara manusia itu dilatih untuk mengenal kembali habitat alamnya. Salah satu 'mata pelajaran' yang diterimanya adalah berlatih berburu ikan. Ketika dinyatakan siap hidup di habitat alamnya, Sepetember 2004 lalu PPSJ mengirim mereka ke 'rumahnya' di kawasan Taman Nasional Karimun Jawa. Ya, kawasan taman nasional yang berada di utara Propinsi Jawa Tengah itu memang salah satu habitat alami spesies burung ini. Studi awal menunjukkan kawasan ini masih mampu menerima tambahan populasi baru. Masyarakat dan pemerintah setempat juga mendukungnya. Setelah beberapa waktu hidup di habitat alamnya, hasil monitoring menyatakan dua ekor berhasil survive, satu ekor mati dan satu lagi ditarik kembali ke PPSJ karena ditemukan dalam keadaan luka parah akibat perkelahian. “Mungkin ini salah satu kelemahannya karena di PPSJ tidak diajarkan berkelahi,” ujar manajer program PPSJ Sugihartono. Walaupun masih ada beberapa kekurangan, dari proses pelepasliaran ini PPSJ berhasil menyusun panduan awal cara melepasliarkan kembali elang laut perut putih. “PPSJ itu ibarat orang yang dengan lampu senter harus mencari jalan sendiri di lorong gelap,” ujar Sugihartono menanggapi masih adanya kekurangan dalam proses pelepasliaran kembali elang laut perut putih. Learning by process, itulah yang harus dijalani PPSJ sebab isu pelepasliaran satwa liar termasuk sesuatu yang baru dalam wacana konservasi satwa liar di Indonesia.
Upaya pelepasliaran yang dilakukan PPSJ mendapat sambutan hangat dari BKSDA Yogyakarta. “Jangan sampai ada banyak satwa liar yang berada di sana. Jika bisa segera dirilis (lepasliarkan), harus segera dilakukan,” ujar Ilmi Kurniawati, Penata Kerja Sama dan Hubungan Masyarakat BKSDA Yogyakarta. Walaupun baru satu ekor elang laut perut putih yang berhasil hidup kembali di habitat alamnya, sebagai langkah awal ini bukan hasil yang buruk. Yang terpenting, melepasliarkan spesies raptor ini bukan sesuatu yang mustahil dilakukan. PPSJ sudah membuktikannya.
13
Review Laporan Keuangan Revenue Gibbon Foundation Interest Others (fundrising)
USD 558.875,11 USD 848,20 USD 592,00
Expense Operational cost of PPSJ Kabar Burung Java Bird Walk Jogja Bird Rescue
USD 536.863,52 USD 21.862,43 USD 1.481,15 USD 108,21
Kepengurusan Pembina Tri Setyadi, S.Hut. Haryoto Atmojo,S.IP. Beta Setia Aji Faisal Husnul Fuad,S.Hut Anton Nurcahyo,S.Hut. Pengurus Yayasan Ketua Agus Prijono, S.Hut. Sekretaris Yogi Kartika, S.Hut.MM. Bendahara Gunawan Sugiyanta Pengawas Arif Fahmi,S.Hut
Pengurus Harian Direktur Eksekutif Ign.Kristianto M,S.Hut. Kepala Administrasi dan Keuangan Haryanti, Amd. Manajer Program Wildlife Rescue Centre Sugihartono Program Manager Biodiversity Restoration Lim Wen Sin,S.Si Pengembangan Program Swiss Winasis, S.Hut.
H
How to Contact Us ?
Head Office Jl. Tegal Mlati 64A Jongkang, Sleman Jogjakarta Indonesia 55581 Telp/Fax: +62274865569 Project Office Pusat Penyelamatan Satwa Jogjakarta Dk. Paingan Ds. Sendang Sari Kec. Mlati Kab. Kulon Progo Jogjakarta Indonesia Telp: +622747493977 URL: www.kutilang.or.id Www.ppsjogja.org
Credit: Production Directory: Data and Information Division of Yayasan Kutilang Indonesia Writer: Bambang Muryanto, Swiss Winnasis (additional). Editor: Ign. Kristianto M. Setting: Swiss Winnasis Photography: Neville Kemp: pages Content; Gito: pages Preface; Swiss: pages 1 (green forest), 4 (Small-blue Kingfisher and peoples on the rock), 9 (Oriental Pratincole), 13; Aldio: pages 1 (foggy forest), 6 (White-bellied Sea eagle), 10 (the forografer); Tarko: pages 2 (Barn Swallow), 6 (maskman and the bird), 9 (two maskmans); Arfi: pages 2 (White-bellied Sea eagle), 12; Ipunk: pages 3 (Balck eagle family); Nuning: pages 2, 10 (erupted Merapi mount); Panji: pages 7; Subyantoro: pages 8; Anita: pages:14.
EMAIL:
[email protected] [email protected]