Naskah Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta 1
PERANCANGAN TATA LETAK JALUR DI STASIUN MUARA ENIM UNTUK MENDUKUNG OPERASIONAL JALUR KERETA API GANDA MUARA ENIM – LAHAT
2
Fajar Fauzi, 3Sri Atmadja Putra JNNR, 4Dian Setiawan M
Stasiun Muara Enim merupakan salah satu stasiun di wilayah Sumatera Selatan yang berada pada jalur layan Kertapati-Prabumulih dan Muara Enim-Lahat. Kementerian Perhubungan Dirjen Perkeretaapian berencana membangun jalur ganda kereta api di Kabupaten Muara Enim. Pembangunan jalur ganda dimaksudkan untuk mengakomodasi lonjakan penumpang yang mana berdasarkan RIPNAS setiap tahunnya mengalami pertumbuhan 7 – 13%. Selain itu, dengan beroperasinya jalur ganda ini diharapkan bisa mengoptimalkan angkutan barang terutama untuk angkutan batubara dan semen. Pembangunan jalur ganda akan berpengaruh pada tata letak jalur kereta api yang ada di stasiun sehingga perlu di rencanakan ulang dan juga perlu adanya kajian peningkatan dalam panjang efektif jalur rel stasiun, perencanaan wesel, perencanaan peron., dan perencanaan persinyalan. Analisis tata letak jalur rel di Stasiun Muara Enim menggunakan data sekunder yang didapatkan instansi berhubungan dengan penelitian. Dalam perencanaan tata letak jalur rel disesuaikan berdasarkan acauan Peraturan Menteri Perhubungan No. 10 Tahun 1986 tentang Perencanaan Konstruksi Rel dan Peraturan Menteri Perhubungan No. 29 Tahun 2011 tentang Persyaratan Teknis Bangunan Kereta Api. Untuk panjang efektif jalur rel di Stasiun Muara Enim dihitung berdasarkan rencana rangkian kereta api terpanjang yang berhenti di Stasiun Muara Enim. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perancangan peningkatan tata letak jalur baru dan peningkatan jalur eksisting di Stasiun Muara Enim dilakukan dengan penambahan jalur sayap (jalur IV) dengan panjang jalur efektif 347 m dan merubah jalur III menjadi jalur raya. Perencanaan peningkatan kelas peron menjadi peron tinggi yang mempunya tinggi 1m dan lebar peron 2 m dengan jenis island platform. Selain itu ada penambahan peron jenis island platfom di antara jalur III dan IV. Untuk peningkatan fasilitas persinyalan menjadi sinyal elektrik. Konfigurasi jalur rel menjadi 4 jalur dengan jalur II dan III sebgai jalur raya dan jalur I dan IV sebagai jalur sayap dari setiap jalur tersebut memiliki panjang jalur efektif 347 m dengan penggunaan wesel 1:12 Kata Kunci : Jalur Efektif, Jalur KA, Peron, Wesel, Tata Letak Jalur 1
Disampaikan pada Seminar Tugas Akhir Mahasiswa Jurusan Teknik Sipil , Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta 3 Dosen Pembimbing 1 4 Dosen Pembimbing II 2
22 April 2017 | Naskah Seminar Tugas Akhir
1
A. PENDAHULUAN
pendukung lainnya, sehingga stasiun Muara Enim bisa mangakomodasi jumlah pengguna angkutan kereta api.
I. Latar Belakang Potensi Batubara di Sumatra khususnya di Sumatra Selatan memiliki cadangan yang cukup besar. Sumatra Selatan memiliki cadangan Batubara sebesar 85% dari seluruh sumberdaya Batubara yang ada di pulau Sumatra. Namun potensi batubara tersebut belum dapat dimaksimalkan karena terbatasnya kapasitas jaringan transportasi yang tersedia di Provinsi Sumatera Selatan. Perusahaan batubara
sebagian masih menggunakan truk sebagai alat transportasi pengangkut batubara sehingga dalam pengangkutannya belum maksimal karena keterbatasan muatan truk. Adapula pengangkutan batubara menggunakan kereta api, walaupun biaya biaya sewa lebih mahal namun muatan yang diangkut jauh lebih banyak sehingga bisa lebih menguntungkan. Rute jaringan kereta api untuk lintas layanan dari Stasiun Muara Enim – Stasiun Lahat berjarak kurang lebih 40 km. Diantara stasiun tersebut juga ada stasiun lain yang berfungsi sebagai tempat persilangan apabila ada kereta lain yang melintas. Hal ini tentunya mengganggu perjlanan kereta api sehingga kurang efisien. Jaringan rel dari Stasiun Muara Enim – Stasiun Lahat masih menggunakan jalur tunggal. Untuk itu pemerintah berupaya dan mendorong dibangunnya jaringan rel ganda untuk mengoptimalkan pengoperasian kereta api di wilayah Kabupaten Muara Enim – Kabupaten Lahat terutama untuk kereta api pengangkut batu bara. Stasiun Muara Enim adalah stasiun kereta api yang terletak di kecamatan Muara Enim, Kabupaten Muara Enim. Sehubung dengan rencana pemerintah membangun jalur rel ganda maka Stasiun Muara Enim perlu berbenah. Perlu adanya peningktan fasilitas pengoperasian kereta api seperti wesel, sinyal, panjang sepur efekti konfigurasi baru untuk jalur ganda, serta fasilatas
II. Rumusan Masalah Dari latar belakang yang telah disampaikan di atas dapat disimpulkan beberapa rumusan masalah sebagai berikut : 1. Bagaimana rancangan tata letak jalur pada Stasiun Muara Enim untuk mendukung operasional jalur kereta api ganda lintas layanan Muar Enim – Laha? 2. Berapa panjang sepur efektif setiap jalur DI Stasiun Muara Enim yang direncanakan untuk mendukung angkutan operasional jalur kereta api ganda lintas layanan Muara Enim – Lahat eksisting dan yang direncanakan? 3. Berapa jumlah, panjang dan lebar peron Stasiun Muara Enim yang direncanakan untuk mendukung operasional jalur kereta api ganda lintas layanan Muara Enim – Lahat? 4. Bagaimana fasilitas operasi dan sistem persinyalan kereta api Stasiun Lahat Yang direncanakan untuk mendukung operasional jalur kereta api ganda lintas layanan Muara Enim – Lahat?
III. Tujuan Penelitian Dari rumusan masalah yang telah disampaikan di atas didapatkan tujuan penelitian sebagai berikut : 1. Merancang tata letak jalur di Stasiun Muara Enim untuk mendukung operasional jalur kereta api ganda lintas layanan Muara Enim – Lahat. 2. Merencanakan panjang sepur efektif setiap jalur di Stasiun Muara Enim yang diperlukan untuk mendukung angkutan operasional jalur kereta api ganda lintas layanan Muara Enim – Lahat. 3. Merencanakan jumlah, panjang, dan lebar peron Stasiun Muara Enim yang direncanakan untuk mendukung operasional jalur kereta api ganda lintas layanan Muara Enim – Lahat. 4. Menentukan fasilitas operasi serta sistem persinyalan dan telekomunikasi kereta api 2
Stasiun Muara Enim yang direncanakan untuk mendukung operasional jalur kereta api ganda lintas layanan Muara Enim – Lahat. 2.
IV. Manfaat Penelitian
Studi Detail
Priaji
Engineering Design
Herhutomo
(DED) Geometrik
sunu
2016
Jalur Ganda Kereta
Hasil penelititan ini diharapkan dapat menjadi masukan dan saran kepada Direktorat Jenderal Perkeretaapian, Kementrian Perhubungan dan PT. Kereta Api Indonesia Divre III, Sumatera Selatan dan Lampung mengenai tata letak jalur stasiun, panjang jalur efektif stasiun, disain peron stasiun, serta fasilitas operasi dan sistem persinyalan, di Stasiun Muara Enim untuk mendukung operasional jalur kereta api ganda lintas layanan Muara Enim – Lahat.
Api Stasiun Rengas – Stasiun Sulusuban, Lampung
B. TINJAUAN PUSTAKA
I.
V. Batasan Masalah
Peran dan Karakteistik Angkutan Kereta Api Nasional
Batasan masalah dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Penelitian ini hanya dilakukan pada Stasiun Muara Enim lintas layanan Muara Enim – Lahat. 2. Penelitian membahas rancangan tata letak jalur, fasilitas operasi, sistem persinyalan Stasiun Muara Enim. 3. Penelitian ini merencanakan panjang efektif tiap-tiap jalur serta jumlah, panjang, dan lebar peron Stasiun Lahat. 4. Penelitian ini tidak membahas mengenai layout stasiun secara mendetail sampai dengan disain arsitektural dan struktural bangunan stasiun. 5. Penelitian ini tidak membahas alinemen horizontal dan vertikal. 6. Penelitian ini tidak merencanakan sistem drainasi pada jalur kereta api.
Peran jaringan kereta api dalam menbangun suatu bangsa telah dicatat dalam sejarah berbagai negeri di dunia. Kereta api merupakan alat transportasi penting dalam revolusi industri yang berfungsi menghubungkan sumber bahan baku, tenaga kerja, pusat produksi, dan pasar hasil produksi (Alvionita, 2011). Dalam Peraturan Menteri Perhubungan No. 43 Tahun 2011 tentang Rencana Induk Perkeretaapian Nasional (RIPNAS) bahwa pembangunan trasnportasi perkeretaapian nasional diharapakan mampu berperan sebagai tulang punggung angkutan penumpang dan angkutan barang, sehingga menjadi salah satu penggerak utama perekonomian nasional.
VI. Keaslian Penelitian Tabel 1.1 Penelitian terdahulu
Merujuk pada Peraturan Menteri Perhubungan No. 43 Tahun 2011 tentang rencana Induk Perkeretaapiaan nasional (RIPNAS) bahwa strategi pengembangan jaringan tersebut harus mampu mengakomodasi kebutuhan layanan kereta api berdasarkan dimensi kewilayahan antara lain: jaringan kereta api anatar kota di Pulau Jawa difokuskan untuk mendukung layanan angkutan penumpang dan barang, sedangkan jaringan kereta api antar kota di pulau Sumatera, Kalimantan,
No. 1.
Judul
Peneliti
Peningkatan
Fajar
EmplasemenStasiun
Kurniawan
Untuk Mendukung Operasional Ganda Jalur Kereta Api
Tahun 2016
II. Strategi Pengembangan Jaringan dan Angkutan Kereta Api
3
Sulawesi, dan Papua difokuskan mendukung layanan angkutan barang.
untuk
III. Sistem Perkeretaapiaan di Indonesia Berdasarkan Undang-Undang No.23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian pasal 35, prasarana perkeretaapian terdiri atas: 1. Jalur kereta api 2. Stasiun kereta api 3. Fasilitas operasi kereta api Berdasarkan Undang-Undang tersebut Pasal 96, sarana perkeretaapian menurut jenisnya terdiri atas: 1. Lokomotif 2. Kereta 3. Gerbong 4. Peralatan khusus
tertentu yang dipasang pada pada trempat tertentu yang terdiri atas: 1. Sinyal 2. Tanda/Semboyan 3. Marka 4. Peralatan Pendukung
VI. PenelitianTerdahulu Adapun penelitian yang berhubungan dengan tata letak jalur adalah Peningkatan Emplasemen Stasiun Untuk Mendukung Operasional Jalur Kereta Api Ganda oleh Fajar Kurniawan (2016) yang melakukan penilitian di stasiun Banjarsari lintas layanan Muara Enim – Lahat. Penelitian yang dilakukan Kurniawan (2016).
C. LANDASAN TEORI
IV. Peran Tata Letak Jalur Stasiun Dalam Operasional Kereta Api Menurut Kurniawan (2016) dalam Setiawan, dkk ( 2015), konfigurasi yang dibentuk dapat mempengaruhi kapasitas jaringan kereta api dan pola pergerakkan kereta api. Pola pergerakkan yang dimaksud adalah berupa pergerakkan perlambatan kereta masuk, pemberhentian kereta, percepatan kereta dari berhenti untuk bergerak kembali meninggalkan stasiun, atau kereta melintas tanpa berhenti. Jenis pergerakkan tersebut umumnya umumnya terjadi pada stasiunstasiun kecil. Sementara itu, untuk stasiun besar pola pergerakannya dapat bertambah dengan pola pergerakkan langsir untuk bongkar muat barang maupun penggantian atau perubahan letak lokomotif dari depan ke kebalang.
V. Fasilitas Pengoperasian Kereta Api dan Sistem Persinyalan Berdasarkan Peraturan Menteri No. 10 Tahun 2011 Pasal 1, peralatan persinyalan perkeretaaipian merupakan fasilitas pengoperasian kereta api yang berfungsi memberi petunjuk atau isyarat yang berupa warna atau cahaya dengan arti
I.
Jenis-Jenis dan Bentuk Tata Letak Jalur di Stasiun
Tata letak jalur kerta dari setiap stasiun tentunya berbeda-beda tergantung pada fungsi dari stasiun tersebut. Menurut Utomo (2009) tata letak jalur kereta api dibedakan menjadi: 1. Tata letak jalur di Satsiun Kecil 2. Tata letak jalur di Stasiun Sedang 3. Tata letak jalur di Stasiun Besar 4. Tata letak jalur di Stasiun Langsir
II. Panjang Jalur Efektif Panjang jalur efektif berdasarkan Peraturan Dinas No. 10 Tahun1986 adalah panjang jalur aman penempatan rangkaian sarana kereta api dari kemungkinan terkena senggolan pergerakkan kereta api atau langsiran yang berasal dari jalur sisi sebelanya. Panjang sepur efektif dibatasi oleh sinyal, patok bebas wesel, atapupun rambu batas berhenti kereta api.
III. Wesel Berdasarkan Peraturan Menteri No. 60 tahun 2012, wesel adalah konstruksi jalan rel yang paling rumit dengan beberapa persyaratan dan 4
ketentuan pokok yang harus dipatuhi. Wesel terdiri dari komponene-komponen, yaitu (i) Lidah, (ii) Jarum beserta sayan-sayapnya, (iii) rel rantak, (iv) rel paksa, dan (v) sistem pengerak. Gambar Bagian-bagian wesel ditunjukkan pada Gambar 3.1.
c.
d.
2) Peron sedang, 1350 mm; dan 3) Peron rendah, 1200mm Panjang peron sesuai dengan rangkaian terpanjang kereta api penumpang yang beroperasi. Lebar peron dihitung berdasarkan jumlah penumpang dengan menggunakan formula sebagai berikut: 𝒃=
Gambar 3.1 Bagian-bagian wesel Menurut Peraturan Dinas No. 10 tahun 1986 jenis wesel dapat dibedakan menurut kecepatan ijinnya. Untuk kecepatan ijin pada wesel dapat dilihat pada Tabel 3.1. Tabel 3.1 Kecepatan Ijin Tg No. Wesel Kecepatan ijin (km/j)
1:8
1:10
1:12
1:14
1:16
1:20
W
W
W
W
W
W
8
10
12
14
16
20
25
35
45
50
60
70
(Sumber PD No. 10 tahun 1986)
IV. Peron Stasiun 1.
Persyaratan Peron a. Tinggi 1) Peron tinggi, tinggi peron 1000 mm, diukur dari kepalarel; 2) Peron sedang, tinggi peron 430 mm, diukur dari kepala rel; dan 3) Peron rendah, tinggi peron 180 mm, diukur daei kepala rel. b. Jarak tepi peron ke as jalan rel 1) Peron tinggi, 1600 mm (untuk jalan rel lurusan) dan 1650 mm (untuk jalan rel lengkung);
𝟎,𝟔𝟒𝑴𝟐/𝒐𝒓𝒂𝒏𝒈×𝑽×𝑳𝑭 𝒍
...... (1)
Dengan: b = Lebar peron (meter). V = Jumlah rata-rata penumpang per jam sibuk dalam satu tahun (orang). LF = Load factor (80%). I = Panjang peron sesuai dengan rangkaian terpanjang kereta api penumpang yang beroperasi (meter). e. Hasil penghitungan lebar peron menggunakan formula di atas tidak boleh kurang dari ketentuan lebar peron yang tercantum pada Tabel 3.2 berikut: Tabel 3.2 Persyaratan lebar peron No.
1. 2. 3.
Jenis Peron
Tinggi Sedang Rendah
Di antara dua jalur (island platform) 2 meter 2,5 meter 2,8 meter
Di tepi jalur (side platform) 1,65 meter 1,9 meter 2,05 meter
f.
Lantai peron tidak menggunakan material yang licin. g. Peron sekurang-kurangnya dilengkapi dengan: 1) Lampu; 2) Papan petunjuk jalur; 3) Papan petunjuk arah; dan 4) Batas aman peron. 2. Persyaratan Operasi Peron a. Hanya digunakan sebagai tempat naik turun penumpang dari kereta api. b. Dilengkapi dengan garis batas aman peron 5
1) 2) 3)
Peron tinggi, minimal 350 mm dari sisi tepi luar ke as peron; Peron sedang, minimal 600 mm dari sisi tepi luar ke as peron; dan Peron rendah, minimal 750 mm dari sisi tepi luar ke as peron.
V. Fasilitas Operasi dan Sistem Persinyalan Menurut PM 33 tahun 2011 pembangunan jalan rel dilaksanakan sesuai dengan persyaratan teknis jalan rel dan dilengkapi dengan fasilitas operasi kereta api. Komponen fasilitas operasi sebagaimana dimaksud meliputi (a) peralatan persinyalan, (b) peralatan telekomunikasi, (c) instalansi listrik. Menurut PM No. 10 tahun 2011 Peralatan Teknik Sistem Persinyalan bahwa peralatan persinyalan adalah fasilitas pengoperasian kereta api yang berfungsi memberi petunjuk atau isyarat yang berupa warna atau cahaya dengan arti tertentu yang dipasang pada tempat tertentu.
D. METODE PENELITIAN
I.
unutk meggambarkan secara visual gambar rencana dari stasiun Muara Enim. Sedangkan untuk pengolahan data perhitungan digunakan software Microsoft Excell.
IV. Tahapan Penelitian Tahapan penelitian ini dilakukan secara sistematis dan terukur sehingga bisa menghasilkan hasil yang baik. Tahap-tahap penelitian tercantum dalam Gambar 3.1. MULAI
Identifikasi Masalah Perumusan Masalah Pembatasan Masalah Survei dan Pengumpulan Data
Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di stasiun Muara Enim, tepatnya di kecamatan Muara Enim, Kabupaten Muara Enim, provinsi Sumatra Selatan. Stasiun ini merupakan stasiun kecil yang melayani angkutan penumpang dan .
II. Pengumpulan Data Pada penelitian kali ini data yang digunakan merupakan data sekunder. Data tersebut didapatkan dari instansi-intasi yang menunjang penelitian ini. Data data yang digunakan sebagai berikut: 1. Data topografi 2. Data foto udara 3. Data rencana rencana jalur kereta api 4. Data lintas layanan muara enim
Data Sekunder Data dari Instansi Terkait: Data Topografi Data rencana Jalur Kereta Api Ganda Data Lintas Layan dan Stasiun Eksisting
A
III. Pengolahan Data Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan software Auto CAD yang berguna
6
A Analisis dan Pembahasan Peningkatan Fasilitas Pengoperasian kereta api Menghitung Panjang Sepur Efektif Membuat tata letak jalur kereta api yang baru Meningkatkan fasilitas stasiun
Kesimpulan dan Saran
SELES AII
Berdasarkan gambar foto udara, arah pengembangan jalur kereta api lebih memungkinkan ke arah sisi utara jalur eksisting. Pada sisi utara area jalur kerereta api masih ada lahan yang dapat digunakan untuk jalur baru kereta api. Sedangkan pada sisi selatan terdapat bangunan gedung stasiun. Selain itu pada sisi selatan dibatasi oleh jalan raya Lintas Prabumulih – Muara Enim sehingga tidak memungkinkan untuk penambahan jalur kereta api. 3. Kondisi Toporafi Kondisi Topografi dari Stasiun Muara Enim dilihat dari peta topografi yang diperoleh dari Direktorat Jenderal Perkeretaapian, Kementrian Perhubungan berada apa kontur yang relatif datar. Elevasi terendah di sekitar Stasiun Muara Enim berada pada elevasi +33 m dan elevasi tertinggi yang terbaca dari peta tersebut adalah +36 m. Sedangkan elevasi emplasemen stasiun yang terbaca dari peta adalah +35,5 m.
Gambar 3.2 Bagan alir tahapan penelitian
E. ANALISIS DAN PEMBAHASAN I.
Analaisis Tata Letak Jalur pada Stasiun Muara Enim
1. Kondisi Eksisting Stasiun Muara Enim Stasiun Muara Enim termasuk dalam tipe stasiun kecil yang memiliki 3 jalur kereta, yaitu 1 jalur raya, yaitu jalur II dengan panjang sepur 419 m dan jalur efektifnya 347 m. Jalur I dan III merupakan jalur sayap yang masing-masing memiliki panjang sepur 1345 m untuk jalur I dan untuk jalur III panjang sepur 407 m. Selain itu, Stasiun Muara Enim memiliki 1 jalur simpan yang berfungsi untuk menyimpan alat untuk perbaikanjalur kereta. Panjang sepur jalur simpan 184 m. 2. Kondisi Tata Guna Lahan
II.
Panjang Sepur Efektif di Stasiun Muara Enim
Merancang panjang sepur efektif perlu mempertimbangkan rangkaian kereta api yang melintasi di stasiun tersebut. Untuk rangkaian terpanjang kereta api pennumpang yang melintas di Stasiun Muara Enim adalah KA Sindang Marga yang membawa 8 gerbong dan ditarik dengan 1 lokomotif dengan jenis CC201. Perhitungan panjang sepur efektif berdasarkan panjang rangkaian kereta penumpang eksisting adalah sebagai berikut: Panjang lokomotif CC201 : 14,134 m Panjang gerbing : 21 m Panjang jalur efekti : (1×14,134) + (8×21) = 182,134 m Sementara itu, perhitungan panjang sepur efektif berdasarkan panjang rangkaian kereta penumpang rencana adalah sebagai beriku: Panjang lokomotif CC206 : 15,846 m Panjang gerbong : 21 m
7
Panjang jalur efekti: (1×15,846) + (12×21) + 20 (faktor aman) = 287,846 m ≈ 290 m Dari perhitungan diatas didapatkan hasil panjang jalur efektif rencana di Stasiun Muara Enim adalah 290 m. Dengan panjang jalur efekti 347 m, hasil perhitungan jalur efektif rencana masih lebih kecil dibandingkan panjang jalur efektif eksisting sehingga dalam perencanaan jalur efektif eksiting yaitu 347 m. Untuk jalur III direncanakan dijadikan sebagai jalur raya sehingga untuk jalur sepur efektifnya akan disamakan dengan jalur I dan II yaitu 347 meter. Untuk penambahan jalur sayap IV direncanakan dapat menampung panjang rangkaian kereta api penumpang rencana (290meter) sehingga panjang sepur efektifnya akan disesuakan yaitu sepanjang 347 meter.
III. Perencanaan Peron a.
Pemilihan Jenis Peron
b.
Perencanaan peron Stasiun Muara Enim akan menggunakan jenis peron island platform jenis peron tinggi. Jenis peron tinggi memiliki tinggi peron 1 m. Ketinggian peron ini sejajar dengan pintu kereta sehingga memudahakan penumpang ketika naik dan turun dari kereta api. Penempatan peron jenis island platform akan diletakkan pada diantara dua jalur kereta api. Untuk batas aman peron dari jalaur kereta api telah diatur oleh Peraturan Pemerintah No. 29 tahun 2011. Sesuai dengan peraturan tersebut peron tinggi memiliki garis batas aman peron 350 mm dari sisi luar ke as peron Panjang Peron Panjang peron direncanakan sesuai dengan panjang rangkaian kereta api penumpang terpanjang yang berhenti di stasiun tersebut. Untuk Stasiun Muara Enim direncanakan kereta api yang berhenti memiliki 12 rangkaian gerbong dengan 1 lokomotif dengan panjang total 290 meter. Jadi panjang peron di Stasiun Muara Enim sesuai dengan panjang rangkaian kereta api rencana yaitu 290 meter.
c.
Lebar Peron Perhitungan lebar dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut. 𝒃=
𝟎, 𝟔𝟒𝑴𝟐 /𝒐𝒓𝒂𝒏𝒈 × 𝑽 × 𝑳𝑭 𝒍
𝒃` =
𝟎, 𝟔𝟒 × (𝟓. 𝟓𝟐𝟐. 𝟎𝟎𝟎/𝟑𝟔𝟓/𝟐𝟒) × 𝟖𝟎% 𝟐𝟔𝟖
𝒃 = 𝟏, 𝟐 𝒎
Dari hasil perhitungan didapatkan lebar peron sebesar 1,2 m. Menurut Peraturan Menteri Perhubungan No. 29 Tahun 2011 aturan lebar peron tinggi adalah 2 m. Jika dibandingkan dengan hasil perhitungan di atas lebar peron belum mencapai persyaratan maka untuk perencanaan peron digunakan lebar minimal untuk peron tunggi yaitu 2 m.
IV. Fasilitas Operasi dan Persinyalan 1. Sistem Persinyalan Stasiun Muara Enim menggunakan persinyalan jenis mekanik. Sinyal mekanik menggunakan sistem interlocking mekanik dan sinyal berbentuk semaphore menggunakan lengan. Untuk selanjutnya sinyal mekanik akan diganti menggunkan sinyal elektrik. Sinyal elektrik menggunakan sistem interlocking elektrik dan sinyal berbentuk cahaya warna. 2. Wesel Pada Stasiun Muara Enim untuk kondisi eksistingnya menggunakan jenis wesel 1:10 dan 1:12. Dari jenis wesel yang digunakan sebelumnya memiliki batas kecepatan, untuk wesel 1:10 memiliki kecepatan ijin 35 km/jam sedangkan untuk wesel 1:12 memiliki kecepatan ijin 45 km/jam. Selanjutnya untuk wesel yang akan digunakan untuk perencanaan jalur ganda akan digunakan wesel jenis 1:12 karena dianggap lebih efisien dalam segi kecepatannya dibanding wesel 1:10. Wesel akan dipasang pada jalur masuk dan keluar stasiun.
8
F. KESIMPULAN DAN SARAN I. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian pada perancangan tata letak jalur stasiun untuk mendukung operasional jalur kereta api ganda di Stasiun Muara Enim pada lintas layanan Muara Enim – Lahat dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Perancangan tata letak jalur Stasiun Muara Enim direncanakan sebagai berikut: a. Mengubah jalur III menjadi jalur raya untuk operaional jalur ganda pada lintas layanan Muara Enim – Lahat. b. Penambahan 1 jalur yang berfungsi sebahgai jalur sayap (jalur IV). c. Jalur I dan IV merupakan jalur sayap yang berfungsi untuk pemberhentian dan penyusulan kereta api. d. Jalur II dan III merupakan jalur raya yang berfungsi sebagai jalur utama kereta api penghubungMuara Enim dan Lahat. 2. Panjang sepur efektif yang akan digunakan guna menunjang operassional stasiun adalah 347 meter yang mana sudah disesuaikan dengan rangkain kereta api rencana terpanjang akan berhenti di Stasiun Muara Enim yang mempunyai 12 rangkain gerbong yang ditarik oleh 1 lokomotif jenis CC205. 3. Sistem persinyalan di Stasiun Muara Enim ditingkatkan dari persinyalan mekanik menjadi elektrik. Untuk wesel direncanakan akan menggunakan wesel tipe 1:12 dengan kecepatan ijin 45 km/jam. II. Saran Berdasakan hasil penelitian rancangan tata letak jalur stasiun untuk mendukung operasional jalur kereta api ganda di Stasiun Muara Enim ada beberapa saran sebagai masukan untuk penelitian selanjutnya, yaitu sebagai berikut: 1. Perlu adanya kajian tentang perencanaan sistem drasinase untuk jalur baru di Stasiun Muara Enim. 2. Perlu adanya kajian mengenai perencanaan peningkatan gedung Stasiun Muara Enim guna mendukung operasional jalur ganda lintas layanan Muara Enim – Lahat.
3. Perlu adanya kajian mengenai pola operasi di Stasiun Muara Enim guna mengoptimalkan operasional jalur ganda lintas layanan Muara Enim – Lahat. 4. Perlu adanya perencanaan lebih lanjut pada sistem persinyalanan elektrik mengenai sistem cadangan atau emergency untuk catu daya persinyalan.
DAFTAR PUSTAKA Kurniawan, F., 2016. Peningkatan Emplasemen Stasiun untuk Mendukung Operasional Jalur Kereta Api Ganda (Studi Kasus : Stasiun Banjarsari Lintas Layanan Muara EnimLahat, Palembang, Sumatera Selatan). Tugas Akhir. Yogyakarta : Universitas Gadjah Mada. Rosyidi, SAP., 2015. Rekayasa Jalan Kereta Api. Yogyakarta: LP3M PJKA, 1986. Perencanaan Konstruksi Jalan Rel (Peraturan Dinas Nomor 10). Bandung : Perusahaan Jawatan Kereta Api. Sekretariat Negara, 2007. Undang-undang No. 23 Tahun
2007
Tentang
Perkeretaapian.
Lembaran Negara RI Tahun 2007, No. 23 Jakarta : Republik Indonesia. Sekretariat Negara, 2011. Peraturan Menteri Pehubungan Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2011 Tentang Persyaratan Teknis Bangunan Stasiun Kereta Api. Lembaran Negara RI Tahun 2011, No. 29. Jakarta : Republik Indonesia. Sekretariat Negara, 2011. Peraturan Menteri Pehubungan Republik Indonesia Nomor 10
9
Tahun 2011 Tentang Persyaratan Teknis Peralatan
Persinyalan
Perkeretaapian.
Lembaran Negara RI Tahun 2011, No. 10. Jakarta : Republik Indonesia. Sekretariat Negara, 2011. Peraturan Menteri Pehubungan Republik Indonesia Nomor 43 Tahun
2011
Perkeretaapian
Tentang
Rencana
Nasional
Induk
(RIPNAS).
Lembaran Negara RI Tahun 2011, No. 43. Jakarta : Republik Indonesia. Sekretariat Negara, 2012. Peraturan Menteri Pehubungan Republik Indonesia Nomor 60 Tahun 2012 Tentang Persyaratan Teknis Jalur Kereta Api. Lembaran Negara RI Tahun 2012, No. 60. Jakarta : Republik Indonesia. Utomo, S. H. T., 2009. Jalan Rel. Yogyakarta : Beta Offset
10