Daftar Isi Dari Redaksi Menggiurkan, Peluang Ekspor Produk Hortikultura
Hal. 2
Gaya hidup sehat masa kini yang semakin condong ke arah vegetarian, semakin digemari oleh berbagai generasi di berbagai belahan dunia. Hal ini berpengaruh terhadap peningkatan permintaan produk hortikultura di pasar dunia, khususnya buah dan sayur. Indonesia sebagai negara tropis dan memiliki keanekaragaman hayati termasuk berbagai jenis buah dan sayuran, berpotensi untuk merebut peluang ekspor hortikultura dunia yang menggiurkan.
Hal. 7
Keseriusan Pemerintah dalam Peningkatan Promosi Alat Kesehatan
Mencermati Penghapusan Subsidi Ekspor di Negara Pemasok Pangan Indonesia Salah satu poin penting hasil kesepakatan Konferensi Tingkat Hal. 18 Menteri World Trade Organization (WTO) ke X adalah disepakatinya penghapusan subsidi ekspor oleh negara anggota WTO. Bagi negara maju, penghapusan subsidi ekspor ditetapkan sejak tahun 2015 dan mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2016, sedangkan untuk negara berkembang ketentuan ini baru berlaku pada tahun 2018 mendatang. Indonesia sebagai salah satu negara pengimpor pangan tentu akan turut terkena dampak atas penghapusan subsidi ekspor ini. Lalu, bagaimana Indonesia harus bersiap menghadapinya?
Dalam Paket Kebijakan Ekonomi Jilid XI, pengembangan industri alat kesehatan menjadi salah satu fokus utama pemerintah untuk menjamin kesediaan alat kesehatan sebagai upaya peningkatan pelayanan kesehatan dalam rangka Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Hal ini diperkuat oleh Instruksi Presiden (Inpres) No. 6 Tahun 2016 tentang Percepatan Pengembangan Industri alat kesehatan (alkes). Apa saja langkah pemerintah untuk membuktikan keseriusannya dalam meningkatkan promosi alat kesehatan?
Hal. 23
Menelisik Gejolak Inflasi 2016 Hal. 13
Tahun 2016, target inflasi Indonesia sebesar 4%±1% (Bank Indonesia) dan 4,7% (Nota Keuangan Indonesia), realisasinya inflasi selama tahun 2016 hanya sebesar 3,02%. Isu internasional selama tahun 2016 yang memberi pengaruh terhadap inflasi antara lain keluarnya British Raya dari Uni Eropa dan terpilihnya Presiden Amerika Serikat Donald Trump. Sedangkan, isu domestik yang turut memberi tekanan inflasi adalah musim hujan berkepanjangan, kenaikan tarif listrik dan harga rokok.
Impian Membangun Industri Hilir Timah di Negeri Sendiri Strategi pengembangan industri hilir telah melanda semua sektor kegiatan Hal. 27 ekonomi Indonesia, tidak terkecuali sektor pertambangan timah. Timah diperkirakan akan sangat strategis dalam perekonomian global seiring dengan pesatnya perkembangan teknologi digital dalam dua dekade terakhir ini. Industri hilir timah diharapkan tidak hanya berhenti pada industri pengolahan bijih timah menjadi timah batangan, namun menuju industri yang mampu mengolah timah batangan menjadi produk lain seperti tin solder, tinfoil, tin powder, serta tin casting & plating.
Menjaga Stabilitas Harga Beras dan Cabai
Menjaga stabilitas harga pangan beras dan cabai merupakan tugas pemerintah yang diamanatkan UU Pangan dan juga merupakan salah satu upaya mewujudkan kedaulatan pangan yang diusung pemerintah saat ini. Alasan utamanya, beras adalah komoditas terpenting dalam sistem pangan nasional yang memiliki nilai strategis secara sosial, ekonomi, dan politik. Cabai juga menjadi komoditas penting karena hampir setiap hari dikonsumsi oleh seluruh rumah tangga di Indonesia.
Berita Pendek Perdagangan Halaman 32
Serba - Serbi Halaman 37
Statistik Perdagangan Halaman 38 WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I. No. 13, Tahun 2017
1
Menggiurkan,
Peluang Ekspor Produk Hortikultura Gaya hidup sehat masa kini yang semakin condong ke arah
Hasni
vegetarian, semakin digemari oleh berbagai generasi di berbagai negara. Hal ini berpengaruh terhadap peningkatan permintaan produk hortikultura di pasar dunia, khususnya buah dan sayur. Meningkatnya kebutuhan konsumsi buah dan sayuran dunia dapat terlihat dari tren impor yang terus tumbuh rata-rata 4,1% per tahun selama periode 2011-2015 (Trademap, 2016). Indonesia sebagai negara tropis dan memiliki keanekaragaman hayati termasuk berbagai jenis buah dan sayuran, berpotensi untuk merebut peluang ekspor hortikultura dunia yang menggiurkan. Dalam rangka merebut potensi pasar, Ditjen Hortikultura Kementerian
Pertanian
telah
menetapkan
target
produksi
hortikultura untuk periode tahun 2015-2019. Produksi buahbuahan dan sayur-sayuran pada periode tersebut masing-masing ditargetkan naik rata-rata 2% per tahun. Produksi buah terbesar sekaligus menjadi andalan penyumbang devisa ekspor antara lain pisang, mangga, nenas, jeruk siam/keprok, salak, manggis dan melon. Sementara untuk produksi sayur yang terbesar adalah kubis, kentang, bawang merah, cabai besar dan tomat.
Berdasarkan kode Harmonized System (HS) produk hortikultura dengan nilai ekspor terbesar pada Semester-I 2016 adalah kubis dengan pangsa mencapai 35,2%. Selama periode Jan-Jun 2016 nilai ekspor kubis naik rata-rata 19,1% per bulan. Produk utama hortikultura lain adalah biji sayuran dengan pangsa nilai ekspor pada Semester-I 2016 sebesar 13,7%, Tamarin (12,8%), Kentang (7,5%) dan Buah lain (6,1%). Pada bulan Juni 2016, total nilai ekspor hortikultura hanya mencapai USD 2,25 juta atau turun 19,8% dibanding bulan Mei 2016. Negara tujuan utama ekspor produk hortikultura selama Semester-I adalah Singapura dengan pangsa mencapai 24,62% (Tabel 2). Produk andalan ekspor ke Singapura adalah cabai dan melon. Di antara beberapa negara tujuan utama ekspor hortikultura Indonesia, Tanzania dan Sri Lanka merupakan negara baru untuk tujuan ekspor hortikultura dengan produk unggulan ekspor berupa biji sayuran. Ekspor ke Tanzania dan Sri Lanka masing-masing dengan pangsa sebesar 0,24% dan 0,02%.
Kinerja dan Peluang Ekspor Hortikultura Kelompok produk hortikultura Indonesia pada Juni tahun 2016 dengan nilai ekspor terbesar adalah sayuran dengan pangsa 75,7% dan rata-rata pertumbuhannya mencapai 10,6% per bulan selama periode Januari-Juni 2016. Sementara itu, kinerja ekspor buah dengan pangsa mencapai 24,3% serta mengalami pertumbuhan sebesar 1,6% per bulan. Namun dari sisi pertumbuhan nilai ekspor Juni terhadap Mei 2016, ekspor buah mengalami penurunan 47,02%, sedangkan sayur turun 3,95% (Tabel 1).
Sumber: Double P Orange (2015)
Tabel 1. Kinerja Ekspor Kelompok Hortikultura Indonesia, Januari-Juni 2016 Nilai Ekspor 2016 (USD ribu) No
Kelompok Hortikultura
Tanaman TanamanHortikultura Hortikultura 1 Buah 1 Buah Tanaman Hortikultura Tanaman 22 Sayuran Hortikultura Sayuran
Total Total
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
624,3 600,8 1.085,6 729,2 1.033,4 547,5 624,3 600,8 1.085,6 729,2 1.033,4 547,5 759,4 3.078,9 759,4 1.911,1 1.911,1 3.078,9
2.324,3 2.324,3
1.773,6 1.703,5 1.773,6 1.703,5
1.384 2.512 4.164 3.054 2.807 2.251 1.384 2.512 4.164 3.054 2.807 2.251
Sumber: BPS (2016), diolah
2
Juni
Pertumbuhan Jun/Mei (%)
WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I. No. 13, Tahun 2017
-47,02 (47,02) -3,95 (3,95)
Tren JanJun (%) 1,6 1,6 10,6 10,6
Pangsa Juni (%)
24,3 24,3 75,7 75,7
- 19,81 7,27 100,00 (19,81) 7,27 100,00
Tabel 2. Nilai Ekspor Hortikultura Indonesia Berdasarkan Negara Tujuan, 2016 No
Negara
Nilai Ekspor 2016 (USD Ribu) Jan
Mei
Juni
Semester-I
Pertumbuhan Jun/Mei (%)
Tren Jan-Jun (%)
Pangsa Sem-I (%)
1
SINGAPURA
460,6
636,3
588,0
3.981,4
(7,59)
3,28
24,62
2
MALAYSIA
192,0
568,9
209,0
3.161,3
(63,27)
3,88
19,55
3
TAIWAN
19,0
305,0
695,0
2.737,8
127,87
60,33
16,93
4
R.R. TIONGKOK
198,5
747,4
339,1
2.032,1
(54,63)
26,54
12,57
5
INDIA
-
216,1
159,8
1.714,9
(26,07)
-
10,60
6
UNI EMIRAT ARAB
134,0
14,9
5,8
524,6
(61,48)
(48,39)
3,24
7
JEPANG
64,6
64,9
56,1
405,8
(13,50)
(7,45)
2,51
8
THAILAND
38,1
139,4
-
310,4
(100,00)
-
1,92
9
ARAB SAUDI
37,4
39,3
62,6
232,0
59,14
11,52
1,43
10
HONGKONG
27,4
7,1
4,6
147,3
(35,32)
(34,45)
0,91
212,2
67,7
131,2
924,1
93,64
(14,92)
5,71
1.383,7
2.807,0
2.251,0
16.171,5
(19,81)
7,27
100,00
Lainnya Total Sumber: BPS (2016), diolah
Berbeda dengan kinerja nilai, dari sisi volume ekspor pada Semester-I 2016, Malaysia menjadi negara tujuan ekspor utama produk hortikultura dengan volume 13,7 ribu ton. Pangsa volume ke Malaysia mencapai 35,72%. Produk utama yang diekspor ke Malaysia diantaranya kubis dan lemon. Taiwan menjadi negara tujuan ekspor hortikultura terbesar kedua dari sisi volume, pada Semester-I 2016 pangsanya mencapai 33,20%. Kubis dan kohlrabi merupakan produk ekspor hortikultura utama ke Taiwan (Tabel 3). Sumber: Canelasf.com (2015)
Tabel 3. Volume Ekspor Hortikultura Indonesia Berdasarkan Negara Tujuan, 2016
Sumber: Trade Map (2016), diolah
Indonesia Di tengah Persaingan Produk Hortikultura Dunia
hortikultura lainnya. Posisi daya saing dapat dilihat dari nilai Revealed
Upaya peningkatan daya saing dalam menghadapi perdagangan
Comparative Advantage (RCA)1 untuk membandingkan keunggulan
global tidak dapat dipungkiri harus menjadi fokus utama Indonesia,
komparatif produk hortikultura Indonesia diantara negara produsen
agar dapat terus bersaing dengan negara pemasok produk
lainnya.
1
RCA dihitung dengan rumus: (Xijt/Xjt)/(Wit/Wt). Nilai RCA diatas 1 menunjukkan produk ekspor tersebut memiliki daya saing yang tinggi di negara tujuan ekspor. Semakin tinggi nilai RCA suatu produk ekspor, maka semakin tinggi keunggulan komparatifnya. Secara matematis RCA diperoleh dari perbandingan nilai ekspor produk i di negara j pada tahun t (Xijt) terhadap nilai ekspor total negara j pada tahun t (Xjt) dengan nilai ekspor produk i di dunia pada tahun t (Wit) terhadap total nilai ekspor dunia pada tahun t (Wt).
WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I. No. 13, Tahun 2017
3
Tabel 4. Nilai Ekspor dan RCA Buah Olahan dari Negara Pemasok Terbesar Dunia, 2015 No
Negara
Nilai Ekspor 2015 (USD ribu)
Pangsa Ekspor
Tren RCA
2015 (%)
RCA 2015
2.014.907
14,16
12,39
(10,10)
2 India
952.994
6,70
4,14
(2,00)
3 Amerika Serikat
927.011
6,51
0,71
(5,22)
4 Turki
818.052
5,75
6,53
(7,28)
5 Chili
765.406
5,38
13,88
7,57
6 Belanda
562.683
3,95
1,37
(2,31)
7 Polandia
507.029
3,56
2,99
(6,00)
8 Pantai Gading
498.920
3,51
62,15
20,07
9 Jerman
454.575
3,19
0,39
7,58
10 RRT
413.768
2,91
0,21
(12,62)
11 Indonesia
409.218
2,88
3,13
18,23
1 Vietnam
2011-2015
Sumber: Trade Map (2016), diolah
Produk ekspor hortikultura dibagi menjadi empat kelompok, yaitu: 1) buah olahan, 2) buah segar, 3) sayuran, dan 4) sayuran kering. Posisi Indonesia sebagai negara eksportir buah olahan tahun 2015 berada di urutan ke-11 dunia, memiliki keunggulan komparatif
Pantai Gading memiliki daya saing yang paling tinggi di antara sepuluh negara pemasok buah olahan dunia, dengan skor RCA tahun 2015 sebesar 62,15. Dari sisi daya saing menggunakan RCA, Chili berada di peringkat kedua dengan skor 13,88 tahun 2015 (Tabel 4).
Tabel 5. Nilai Ekspor dan RCA Buah Segar dari Negara Pemasok Terbesar Dunia, 2015 No
Negara
1 Amerika Serikat
Nilai Ekspor 2015 (USD ribu)
Pangsa Ekspor 2015 (%)
RCA 2015
Tren RCA 2011-2015
13.549.814
15,37
1,67
(1,94)
2 Spanyol
8.847.132
10,04
5,90
(1,96)
3 RRT
4.796.724
5,44
0,39
1,27
4 Chili
4.614.089
5,24
13,51
1,83
5 Meksiko
4.260.556
4,83
2,08
4,52
6 Belanda
4.164.758
4,73
1,64
(2,21)
7 Italia
3.605.803
4,09
1,46
(5,25)
8 Turki
3.537.316
4,01
4,56
(3,51)
9 Ekuador
2.901.459
3,29
29,36
2,95
10 Afrika Selatan
2.701.848
3,07
7,20
8,68
366.705
0,42
0,45
22,02
35 Indonesia
Sumber: Trade Map (2016), diolah
yang relatif tinggi dengan nilai rata-rata RCA tahun 2011-2015
Seperti terlihat pada Tabel 5, daya saing ekspor produk buah
sebesar 2,12. Artinya buah olahan Indonesia memiliki daya saing
segar Indonesia cenderung masih lemah, dengan nilai RCA tahun
yang cukup baik di dunia, terutama produk buah olahan seperti
2015 sebesar 0,45. Namun, daya saing buah segar Indonesia
kelapa dan kacang mete olahan. Bahkan, pada tahun 2015 nilai
dari tahun ke tahun terus menunjukkan peningkatan dimana pada
RCA buah olahan Indonesia terus mengalami peningkatan menjadi
periode 2011-2015 RCA buah segar Indonesia rata-rata tumbuh
3,13, jauh lebih baik dibandingkan pada tahun 2014 yang masih
22,02% per tahun, artinya ke depan produksi buah segar lokal
bernilai dibawah 3.
diyakini dapat terus meningkat potensinya (Tabel 5). Terlebih lagi tren
Berdasarkan pada nilai ekspor buah olahan dunia tahun 2015,
permintaan dunia akan buah segar pada periode 2011-2015 naik
Vietnam merupakan negara pemasok buah olahan terbesar dunia.
5,1% per tahun. Peran Kementerian Pertanian sebagai pembina
Namun dari sisi daya saing dengan menggunakan RCA ternyata
sektor pertanian diharapkan dapat memacu produktivitas dan ekspor buah segar, salah satunya dengan menetapkan standar buah lokal untuk dipasarkan di mancanegara.
4
WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I. No. 13, Tahun 2017
Meskipun buah lokal memiliki rasa dan mutu yang lebih baik, namun saat ini masih kalah bersaing dibandingkan buah dari negara lain karena kemasan, biaya transportasi dan kontinuitas pasokan yang masih kalah bersaing sehingga perlu dibenahi. Produk buah segar yang banyak diekspor Indonesia antara lain pinang, jambu biji, mangga, manggis dan pisang. Dari sepuluh negara pemasok buah segar utama dunia, Ekuador merupakan negara dengan daya saing paling tinggi, kemudian disusul oleh Chili dan Afrika Selatan, nilai RCA dari ketiga negara tersebut masing-masing sebesar 29,36; 13,51 dan 7,20 (Tabel 5).
Tabel 6. Nilai Ekspor dan RCA Sayuran dari Negara Pemasok Terbesar Dunia, 2015 No
Negara
Nilai Ekspor 2015 (USD ribu)
Pangsa Ekspor 2015 (%)
RCA 2015
Tren RCA 2011-2015
1 Belanda
6.892.790
12,05
4,17
(1,87)
2 RRT
6.624.895
11,58
0,83
(8,97)
3 Spanyol
5.957.259
10,42
6,12
0,01
4 Meksiko
5.630.067
9,84
4,23
(1,86)
5 Amerika Serikat
4.004.819
7,00
0,76
(1,29)
6 Kanada
3.866.397
6,76
2,71
10,26
7 Belgia
2.319.852
4,06
1,67
0,91
8 Perancis
1.944.657
3,40
0,97
(7,26)
9 Italia
1.507.424
2,64
0,94
(2,02)
10 Australia
1.401.976
2,45
2,10
9,71
123.705
0,22
0,24
17,60
45 Indonesia
Sumber: Trade Map (2016), diolah
Sumber: Piter (2013)
utama dunia tahun 2015, daya saingnya masih kalah unggul
Tabel 7. Nilai RCA Sayuran Kering dari Negara Pemasok Terbesar Dunia, 2015
dibanding Spanyol. Spanyol berada di posisi ketiga sebagai
No
Sementara itu, Belanda yang merupakan pemasok sayuran
pemasok sayuran dunia, namun memiliki daya saing paling tinggi diantara sepuluh pemasok sayuran terbesar dunia. Indonesia masih jauh tertinggal sebagai pemasok sayuran dunia dengan peringkat ke - 45 dunia dan daya saing masih relatif rendah yaitu 0,24 (Tabel 6). Sayuran yang banyak diekspor Indonesia antara lain jagung, kentang, kubis segar atau dingin, kohlrabi, dan kacang polong.
Negara
Nilai Ekspor
Pangsa Ekspor
2015 (USD ribu)
1 RRT
2.401.508
28,82
2,06
2 Thailand
1.559.106
18,71
14,50
3,03
3 Kanada
1.007.879
12,09
4,86
(7,50)
4 Vietnam
416.039
4,99
4,37
(26,43)
5 Amerika Serikat
363.135
4,36
0,47
(5,08)
6 Tanzania
302.799
3,63
101,45
28,58
7 Myanmar
292.739
3,51
43,79
(23,14)
8 Kamboja
201.810
2,42
29,21
104,70
9 Rusia
163.089
1,96
0,93
(5,41)
10 India
156.505
1,88
1,16
4,37
3.103
0,04
0,04
(35,81)
68 Indonesia
2015 (%)
RCA 2015
Tren RCA
2011-2015 (1,13)
Sumber: Trade Map (2016), diolah
Daya saing ekspor untuk sayuran kering Indonesia ternyata masih lemah dibandingkan negara pemasok dunia lainnya. Hal ini ditunjukkan dari nilai RCA sayuran kering Indonesia tahun 2015 sebesar 0,04. Bahkan, nilai RCA tersebut paling rendah selama periode 2011-2015. Jenis sayuran kering yang diekspor Indonesia antara lain singkong, bawang kering dan jamur kering. Di antara sepuluh negara pemasok sayuran kering terbesar dunia, Tanzania memiliki daya saing paling tinggi dengan nilai RCA tahun 2015 sebesar 101,45 disusul oleh Myanmar dan Kamboja masingmasing dengan RCA sebesar 43,79 dan 29,21. Thailand dan Vietnam merupakan negara pemasok terbesar sayuran kering dari ASEAN dengan RCA 14,50 dan 4,37 (Tabel 7). WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I. No. 13, Tahun 2017
5
keempat
dikembangkan lagi ekspornya ke pasar dunia. Sementara dari sisi
kelompok produk hortikultura dapat dilihat melalui perhitungan
Selain
RCA,
daya
saing
produk
ekspor
indeks respon terhadap pasar, hasil yang diperoleh mirip dengan
Constant Market Share Analysis (CMSA). Perhitungan CMSA
indeks daya saing dimana sayuran dan buah olahan memperoleh
mempertimbangkan tiga kriteria yaitu competitiveness effect
nilai
(daya saing), initial specialization (pengembangan) dan adaptation
beradaptasi dengan selera atau perubahan permintaan di pasar
(respon terhadap pasar). Indeks daya saing buah olahan dan
tujuan tergolong baik. Nilai indeks respon negatif menunjukkan
sayuran bernilai positif artinya ekspor kedua kelompok produk
bahwa kelompok produk buah segar dan sayuran kering kurang
hortikultura ini memiliki potensi yang besar untuk bersaing dengan
responsif terhadap permintaan dunia (Tabel 8).
positif.
Artinya,
kemampuan
produk
tersebut
dalam
produk yang sejenis dari negara lain meskipun ekspor Indonesia
Berdasarkan hasil perhitungan, baik menggunakan RCA
untuk kedua produk tersebut masih tergolong kecil masing-masing
maupun CMSA dapat disimpulkan bahwa Indonesia memiliki
berkisar 2,88% dan 0,22% dibanding total permintaan pasar dunia
kemampuan yang cukup baik dalam memasok kebutuhan
(Tabel 8).
pasokan produk hortikultura di negara tujuan ekspor. Namun,
Tabel 8. CMSA Hortikultura Indonesia di Pasar Global Daya Saing
Pengembangan
Respon Terhadap Pasar
-0,000008 0,000005 -0,000002 0,000002
0,000004 0,000001 0,000001 0,000001
-0,000003 0,000000 -0,000001 0,000001
Komoditas Buah segar Buah olahan Sayuran kering Sayuran
Pangsa Ekspor Indonesia ke Dunia (%) 0,42 2,88 0,04 0,22
Sumber: Hasil Analisis
produk-produk hortikultura tersebut harus mendapat dukungan dari berbagai instansi terkait agar memiliki daya saing yang lebih tinggi di pasar ekspor. Komoditas hortikultura memiliki potensi peningkatan produksi secara optimal di masa yang akan datang. Oleh karena itu, untuk mencapai target produksi dan meningkatkan kontribusi ekspor produk hortikultura ke depan diperlukan dukungan semua pihak secara terintegrasi dan bersinergi sesuai tugas dan fungsinya. Dikutip dari Rencana Strategis Direktorat Jenderal Hortikultura
Untuk buah segar dan sayuran kering hasil perhitungan
2015 – 2019 pemerintah melalui Dirjen Hortikultura, Kementerian
menunjukkan indeks daya saing yang negatif mengindikasikan
Pertanian akan melaksanakan beberapa langkah konkrit antara
daya saing kedua produk tersebut masih lemah. Lemahnya daya
lain; a) Peningkatan luas tanam untuk memenuhi konsumsi, bahan
saing tersebut diduga dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya
baku industri dan ekspor, b) Penyediaan benih hortikultura bermutu,
harga yang kurang kompetitif dan biaya logistik di Indonesia yang
c) Ketersediaan rantai pasok benih bermutu sampai ke petani, d)
masih tergolong tinggi, juga menjadi pemicu kurang efisiennya
Penerapan Good Agricultural Practices (GAP) melalui penerapan
manajemen pemasaran produk buah dan sayuran terutama untuk
sistem budidaya organik yang ramah lingkungan, termasuk
tujuan ekspor (Ditjen Hortikultura, 2014).
pengembangan 250 desa organik berbasis tanaman hortikultura
Hal yang menggembirakan terlihat dari indeks pengembangan
dan registrasi kebun/lahan usaha. Selain itu yang tidak kalah
keempat kelompok produk hortikultura yang bernilai positif, artinya
penting, pengaturan ekspor impor produk hortikultura harus dapat
secara umum keempat produk memiliki kemampuan dalam
memberikan keuntungan bagi semua pihak yang terlibat, termasuk
melakukan penetrasi di pasar tujuan ekspor dan dapat lebih
petani dan pelaku usaha dalam negeri (Ditjen Hortikultura, 2014).
Sumber: Piter (2013)
6
WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I. No. 13, Tahun 2017
Keseriusan Pemerintah
dalam Peningkatan Promosi
Alat Kesehatan Septika Tri Ardiyanti
Tren penurunan harga komoditas di pasar internasional cukup memberikan pukulan bagi kinerja ekspor Indonesia dalam beberapa tahun terakhir. Oleh karena itu, ekspor harus lebih berfokus pada produk manufaktur bernilai tambah tinggi yang cukup resilience terhadap guncangan ekonomi global, salah satunya adalah alat kesehatan. Beberapa faktor baik internal maupun eksternal juga menunjukkan bahwa pengembangan alat kesehatan sebagai produk prospektif ekspor Indonesia memang pantas untuk dilakukan, diantaranya: a. Pertumbuhan permintaan dunia alat kesehatan yang terus
Sumber: Piter (2012)
Pada periode 2012-2015, perdagangan luar negeri alat kesehatan Indonesia selalu mengalami defisit neraca perdagangan dengan rata-rata defisit mencapai USD 675,3 juta (BPS, 2016). Pada Jan-Mei 2016, alat kesehatan juga masih mengalami defisit USD 175,5 juta, jauh lebih besar dibandingkan defisit periode tahun sebelumnya sebesar USD 114,0 juta. Melihat kondisi tersebut, dalam Paket Kebijakan Ekonomi Jilid XI, pengembangan industri alat kesehatan menjadi salah satu fokus utama pemerintah untuk menjamin kesediaan alat kesehatan sebagai upaya peningkatan pelayanan kesehatan dalam rangka Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Presiden kemudian menerbitkan Instruksi Presiden (Inpres) No. 6 Tahun 2016 tentang Percepatan Pengembangan Industri alat
meningkat mencapai 6,8% per tahun selama satu dekade terakhir (2006-2015). Produk alat kesehatan memiliki pangsa sebesar 5,4% dari total keselurahan impor dunia (Trade Map, 2016). b. Sebanyak 91,6% negara pengimpor alat kesehatan dunia adalah Amerika Serikat (AS), Jerman, Inggris, Republik Rakyat Tiongkok (RRT) dan Jepang. AS merupakan negara yang paling banyak melakukan impor alat kesehatan dengan pangsa 18,9% dari total impor dunia (USD 169,1 juta) di tahun 2015. Sementara itu, Jerman dan Inggris berada di peringkat ke-2 dan ke-3 dengan pangsa masing-masing sebesar 8,8% dan 5,2% di periode yang sama (Trade Map, 2016).
kesehatan (alkes) yang bertujuan untuk mewujudkan kemandirian dan meningkatkan daya saing industri alat kesehatan melalui percepatan pengembangan indutri alat kesehatan dalam negeri. Secara khusus dalam Inpres tersebut, Presiden menginstrusikan kepada Menteri Perdagangan untuk merumuskan kebijakan perdagangan dalam negeri dan luar negeri yang diperlukan guna mendukung pengembangan industri alat kesehatan dalam negeri serta memfasilitasi promosi alat kesehatan dalam negeri untuk meningkatkan ekspor. Mengapa Pengembangan Pasar Ekspor Alat Kesehatan diperlukan? Alat kesehatan dapat menjadi salah satu alternatif produk prospektif ekspor di tengah lesunya harga komoditas dunia.
Sumber: Piter (2012)
WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I. No. 13, Tahun 2017
7
c. Beberapa negara produsen alat kesehatan dunia seperti
h. Masih relatif kecilnya pangsa alat kesehatan Indonesia di
Jerman dan Amerika Serikat telah melakukan shifting dari
pasar dunia dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya
produksi alat kesehatan teknologi middle low ke teknologi
menunjukkan bahwa potensi pengembangan ekspor alat
yang lebih sophisticated (International Trade Administration
kesehatan Indonesia masih sangat terbuka. Indonesia berada
(ITA) Medical Devices Top Market Report, 2016). Hal tersebut
pada peringkat ke-42 sebagai negara pemasok alat kesehatan
dapat menjadi peluang bagi Indonesia untuk dapat terus
dunia dengan pangsa 0,13% di tahun 2015. Dibandingkan
mengisi pasar alat kesehatan kategori teknologi middle low
dengan negara ASEAN lainnya, posisi Indonesia tersebut
yang telah ditinggalkan oleh negara-negara produsen utama
masih berada di bawah Singapura, Vietnam dan Malaysia
tersebut. Hal tersebut terlihat dari impor alat kesehatan
yang masing-masing menduduki peringkat ke-11, ke-23
dunia yang didominasi oleh barang konsumsi seperti alat
dan ke-24 dengan pangsa di pasar dunia 1,9%; 0,77% dan
kontrasepsi dan jarum suntik dengan pangsa 47,6% dari total impor dunia (Trade Map, 2016).
0,76% (Trade Map, 2016). i. Tersedianya
peta
jalan
pengembangan
industri
alat
d. Indonesia memiliki sumber daya manusia yang melimpah
kesehatan Indonesia dengan dikeluarkannya Peraturan
sebagai tenaga kerja pada industri alat kesehatan dengan
Menteri Kesehatan No. 86 Tahun 2013 tentang Peta Jalan
gaji yang relatif murah. Sebanyak 50,6 juta angkatan kerja
Pengembangan Industri Alat Kesehatan.
Indonesia atau 39,6% dari total angkatan kerja Indonesia
Ekspor alat kesehatan baru memberikan kontribusi sebesar
merupakan lulusan SMU/SMK, diploma dan perguruan tinggi
0,45% terhadap total ekspor non migas di tahun 2015 sehingga
(BPS, 2016).
potensi pengembangan masih sangat terbuka. Namun demikian,
e. Produksi
mengalami
pemerintah perlu mencermati kinerja ekspor alat kesehatan
pertumbuhan sebesar 85,9% per tahun selama periode
Indonesia yang selama 2012-2015 menunjukkan penurunan
2010-2013 berdasarkan data yang diperoleh dari statistik
sebesar 3,8% per tahun. Pada tahun 2015, ekspor alat kesehatan
industri besar dan sedang (Kementerian Perindustrian, 2016).
sebesar USD 676,3 juta, turun 17,8% dibandingkan tahun
f. Industri alat kesehatan merupakan industri yang terus
sebelumnya. Sementara itu, selama Jan-Mei 2016, ekspornya
berkembang serta tahan terhadap resesi karena sektor
sebesar USD 206,2 juta, turun 18,1% dibandingkan periode
kesehatan sangat penting bagi manusia. Sektor kesehatan
yang sama tahun sebelumnya (Tabel 2). Ekspor alat kesehatan
juga selalu menjadi alternatif terakhir apabila dilakukan
tersebut ditujukan ke pasar AS dan Singapura dan didominasi
pemotongan anggaran pengeluaran suatu negara dalam
oleh alat kesehatan kategori barang konsumsi dengan pangsa
rangka penghematan (Medical Device Business, 2015).
70,6%, sedangkan kategori barang modal dan bahan baku
Hal tersebut terlihat dari rata-rata peningkatan pangsa
memiliki pangsa 23,3% dan 6,1%. Di kategori barang konsumsi,
pengeluaran pemerintah terhadap total pengeluaran sektor
produk yang banyak diekspor adalah Patient examination
kesehatan di dunia yang mencapai 0,33% per tahun (World
glove
Bank, 2015).
diagnostic contact lens (HS 9001300000). Pada kategori bahan
Munculnya beberapa negara-negara di dunia seperti Taiwan,
baku, Assisted reproduction accessories (HS 9018399000) dan
Meksiko, Singapura, Korea Selatan yang menjadi salah satu
Angiographic injector and syringe (HS 9018311000) adalah produk
destinasi medical tourism dunia (Patients Beyond Borders
yang banyak diekspor sedangkan kategori barang modal, alat
Statistics Report, 2016).
kesehatan banyak diekspor adalah Automated cell counter (HS
g.
alat
kesehatan
Indonesia
terus
(HS 4015190000) dan Polymethylmethacrylate (PMMA)
9018909000) dan Esophageal stethoscope (HS 9018190000).
Tabel 1. Kinerja Ekspor Alat Kesehatan Indonesia
Sumber: Badan Pusat Statistik (2016), diolah
8
WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I. No. 13, Tahun 2017
Produk Alat Kesehatan Potensial Pemetaan produk ekspor alat kesehatan perlu dilakukan untuk mengetahui produk prioritas pengembangan ekspor. Dengan menggunakan pendekatan matriks Boston Consulting Group (BCG) dan mempertimbangkan tren pertumbuhan ekspor Indonesia ke dunia sebagai sumbu x dan tren pertumbuhan impor (demand) dunia sebagai sumbu y, maka produk prioritas yang terpilih untuk difokuskan pengembangan ekspornya adalah produk yang terdapat pada kuadran “Star”. Produk yang berada di kuadran ini menunjukkan bahwa produk tersebut memiliki daya saing cukup bagus yang ditunjukkan dengan tren peningkatan ekspor yang selalu positif serta tren peningkatan impor dunia yang positif. Produk-produk tersebut diantaranya adalah pembalut wanita (pads), alat kontrasepsi (Contraceptive preparations), Needles & catheters, Jarum suntik (Syringes) dan Oxygen therapy (Gambar 1).
Sumber: Piter (2014)
10,00 Pads
8,00
Tren Impor Dunia, 2012-2015 (%)
Tooth brushes
6,00
Part of Footwear
Contact lenses
(Instruments for 4,00 veterinary sciences, nes
2,00
Electro-diagnostic apparatus, nes
Microtomes
Dressings&similar articles
Orthopedic&other appliances
Contraceptive preparations
Tren Ekspor IDN: 344,4% Oxygen therapy Needles & catheters
Syringes Tren Ekspor IDN: 170,9%
-
(2,00)
Medical, surgical, dental furniture
Instruments for physical or chemical analysis
Rubber Gloves
Spectacle lenses of glass
(4,00) (50,00)
-
50,00 100,00 Tren Ekspor Indonesia, 2012-2015 (%)
150,00
Gambar 1. Pemetaan produk Ekspor Alat Kesehatan Indonesia. Keterangan :
Kuadran “Star”;
Kuadran “Question Mark” ;
Kuadran “Cash Cow”
Kuadran “Dog”.
Sumber: BPS (2016) dan Trade Map (2016), diolah
Selain produk di kuadran “Star”, produk yang berada
mengalami penurunan, menunjukkan bahwa produk tersebut
pada kuadran “Question Mark” sebenarnya juga mempunyai
sebenarnya memiliki daya saing yang cukup baik di pasar global,
potensi untuk dikembangkan karena dari segi permintaan dunia
namun permintaannya cenderung menurun sehingga paling tidak
kecenderungannya selalu positif yang mengindikasikan permintaan
diperlukan berbagai upaya untuk menjaga agar permintaan tetap
dunia masih sangat terbuka lebar. Namun sayangnya, untuk
stabil. Berbeda dengan ketiga kuadran sebelumnya, produk yang
produk-produk tersebut tren ekspor Indonesia justru mengalami
berada pada kuadran “Dog” memiliki tren ekspor Indonesia dan tren
penurunan. Penurunan ekspor ini bisa terjadi karena produk
impor dunia sama-sama negatif yang disebabkan ketidakmampuan
Indonesia tidak mampu berdaya saing sehingga diperlukan
produk untuk berdaya saing di pasar global yang juga disertai
berbagai strategi untuk meningkatkan daya saing produk tersebut.
dengan permintaan dunia yang semakin menurun. Secara ringkas,
Sementara itu, untuk kuadran “Cash Cow” di mana tren nilai
pemetaan produk tersebut beserta strategi pengembangannya
ekspor Indonesia terus tumbuh meskipun tren impor dunia justru
disajikan pada Tabel 2.
WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I. No. 13, Tahun 2017
9
Tabel 2. Strategi Peningkatan Ekspor Matrik BCG No. 1.
Kuadran Star
Daya saing cukup bagus, tren peningkatan ekspor selalu positif, tren peningkatan impor dunia positif
Negara
Produk
Strategi Peningkatan Ekspor
Pembalut wanita (pads) dan alat kontrasepsi (Contraceptive preparations); Needles & catheters, Jarum suntik (Syringes) dan Oxygen therapy.
Memperkuat daya saing produk untuk mendapatkan keuntungan dari pasar ekspor yang sedang tumbuh. Tetap melakukan promosi, penetrasi dan pengembangan pasar dan produk untuk dapat merebut pangsa pasar pesaing.
2.
Question Mark Daya saing perlu ditingkatkan, tren peningkatan impor dunia positif, tren peningkatan ekspor Indonesia negatif.
Tooth brushes, contact lenses, instrument for veterinary science, electro-diagnostic aparatus, nes, othopedic and other appliances
Segera diambil keputusan apakah akan memperkuat sektor tersebut atau fokus pada sektor lain.
3.
Cash Cow Daya saing baik, tren peningkatan ekspor positif, namun permintaan dunia menurun.
Rubber gloves, instrumet for physical and chemical analysis.
Menjaga dan mempertahankan stabilitas pemasaran tanpa perlu promosi secara masive.
4.
Dog Tidak mampu berdaya saing, tren peningkatan ekspor dan tren permintaan dunia negatif.
Medical, surgical, dental furniture dan spectacle lenses of glass.
Bussiness as usual tanpa banyak campur tangan dari pemerintah.
Potensial
Ekspor
bagi
Produk
Prioritas
Pengembangan Ekspor Terpilih
negara yang akan menjadi pasar prospektif, maka dilakukan pendekatan dengan mapping bilateral indicative trade potential
Selain mengidentifikasi produk yang menjadi prioritas ekspor,
(ITP)2. Berdasarkan hasil analisis, negara prospektif yang akan
identifikasi negara yang akan menjadi pasar prospektif produk
menjadi target promosi pasar produk prioritas pengembangan
terpilih juga menjadi hal yang penting. Untuk mengidentifikasi
terpilih adalah seperti yang ditunjukkan dalam Tabel 3.
Tabel 3. Mapping Negara Prospektif Target Promosi Ekspor Produk Prioritas Ekspor No.
Produk
1. Pembalut Wanita (pads) 2. Needles & Catheters 3. Jarum Suntik (Syringes) 4. Alat Kontrasepsi (Contraceptive Preparations) 5. Oxygen Therapy 2
Negara Prospektif Tujuan Ekspor RRT, Jepang, Malaysia, Australia, Singapura, Thailand, India, Vietnam, Filipina, Kenya. Jepang, RRT, Belgia, Irlandia, Australia, Austria, Kanada, Perancis, Malaysia. Amerika Serikat, Meksiko, India Peru, Chile, Nikaragua, El Salvador, Guatemala, Kolombia, Malaysia. Thailand, Nigeria, India, Uganda, Srilangka, Guatemala, Malaysia, Myanmar, Kongo, Filipina. Amerika Serikat, Singapura, Vietnam, Australia, Kanada, Jerman, Perancis, Brazil, Argentina dan Belgia.
Bilateral indicative trade potential merupakan metode yang dikembangkan oleh ITC Trade Map yang bertujuan untuk melakukan identifikasi negara prospektif sebagai tujuan ekspor Indonesia untuk kategori produk tertentu dengan mempertimbangkan beberapa indikator antara lain: 1) pertumbuhan impor negara mitra, 2) pangsa impor negara mitra terhadap total impor dunia dan 3) pangsa negara mitra terhadap ekspor Indonesia.
10
WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I. No. 13, Tahun 2017
Sumber: Piter (2014)
Tabel 3 di atas menunjukkan bahwa Amerika Serikat, India dan
Thailand, Vietnam dan Filipina adalah kompetitor utama dengan
negara-negara Amerika Latin seperti Meksiko, Peru, Chile menjadi
pangsa pasar masing-masing 7,7%; 5,7%; 4,3% dan 2,2%,
pasar prospektif bagi alat kesehatan Indonesia. Selain negara-
sedangkan Indonesia baru memiliki pangsa sebesar 0,06%, cukup
negara tersebut, RRT dan Jepang juga menjadi pasar prospektif
jauh dibandingkan dengan negara-negara tersebut.
bagi produk alat kesehatan Indonesia khususnya untuk pembalut
c.
Untuk produk jarum suntik, Amerika Serikat dan Meksiko
wanita dan Needles & Catheters. Meskipun Jepang dan RRT telah
adalah pasar prospektif utama Indonesia. Di pasar Amerika Serikat,
menjadi pasar tradisional bagi Indonesia, namun ternyata produk
Indonesia harus berhadapan dengan dominasi Meksiko dan RRT
alat kesehatan Indonesia justru belum banyak masuk ke pasar
dimana kedua negara tersebut telah menguasai 35,65% pangsa
Jepang dan RRT karena cukup ketatnya persaingan pasar di kedua
pasar. Hampir sama dengan kondisi di pasar sebelumnya, AS dan
negara tersebut. Persaingan beberapa produk alat kesehatan di
RRT juga mendominasi pasar Meksiko dengan pangsa 83,4%.
negara prospektif RRT dan Jepang antara lain:
Adanya hubungan yang erat antara Amerika Serikat dan Meksiko
a. Untuk produk pembalut wanita (pads), Indonesia
merupakan salah satu dampak adanya kerjasama North-American
harus bersaing cukup ketat dengan produk pembalut (pads) asal
Free Trade Agreement (NAFTA) dimana industri antar kedua negara
Thailand. Di pasar RRT, Thailand memiliki pangsa pasar sebesar
menjadi semakin terintegrasi sehingga tidak heran apabila Meksiko
0,23%, sedangkan Indonesia memiliki pangsa sebesar 0,21%.
menjadi supplier utama di pasar AS dan begitu juga sebaliknya.
Sementara di pasar Jepang, Thailand masuk ke dalam supplier
Dari segi besaran tarif bea masuk (BM) di pasar Jepang dan
utama dengan pangsa mencapai 18,9% sedangkan Indonesia
RRT, Indonesia dan negara ASEAN yang menjadi pesaing memiliki
hanya memiliki pangsa 3,5% (UN Comtrade, 2016).
bea masuk sebesar 0%, kecuali untuk AS yang masih memiliki
b. Untuk produk Needles & catheters pesaing utama
tarif cukup tinggi di pasar RRT untuk produk jarum suntik, Needles
Indonesia adalah Amerika Serikat (AS) yang telah memiliki pangsa
dan Catheters, Oxygen Threapy. Di pasar yang lain seperti di
hampir 40%. Selain AS, negara-negara ASEAN juga menunjukkan
Amerika Serikat, Arab Saudi dan Meksiko, Indonesia dan negara
performa yang cukup baik dan dapat menjadi pesaing Indonesia.
kompetitor lainnya telah memiliki BM sebesar 0%. Untuk produk
Di pasar RRT, Singapura, Thailand dan Malaysia lebih unggul dari
pembalut wanita (pads) di pasar Amerika Serikat masih memiliki
Indonesia dengan pangsa masing-masing mencapai 2,9%, 2,4%,
bea masuk sebesar 14,5%, Malaysia dan Meksiko memiliki tarif
dan 1,7% sedangkan Indonesia justru belum memanfaatkan
BM 7,6%, sedangkan Singapura dan Filipina telah memiliki BM
peluang pasar RRT. Sementara untuk pasar Jepang, Malaysia,
sebesar 0% (TRAINS, UN-Comtrade, 2016). Berdasarkan data
WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I. No. 13, Tahun 2017
11
tarif tersebut, Indonesia tidak menghadapi diskriminasi tarif yang
fokus pada produk Pembalut Wanita (pads) dan Contraceptive
cukup signifikan di pasar prospektif dibandingkan dengan negara
Preparations; Needles & Catheters, Jarum suntik (Syringes)
kompetitor. Secara umum, Indonesia tidak banyak menghadapi
dan Oxygen therapy (Kuadran Star). Namun demikian, dalam
hambatan tarif di negara yang menjadi target promosi. Indonesia
memproduksi produk alat kesehatan tersebut, sebagian besar
hanya menghadapi hambatan tarif sebesar 14,5% di pasar Amerika
bahan baku yang dibutuhkan masih berasal dari impor. Oleh
Serikat untuk produk pembalut (pads).
karena itu, promosi untuk meningkatkan minat investasi asing di
Salah satu faktor yang menyebabkan produk alat kesehatan
sektor alat kesehatan Indonesia menjadi hal yang krusial untuk
Indonesia belum masuk ke negara yang menjadi target promosi
mengurangi kebergantungan impor bahan baku industri alat
adalah daya saing produk yang relatif masih sangat rendah
kesehatan sekaligus menjaga kestabilan ekspor alat kesehatan
dibandingkan dengan negara pesaingnya, khususnya negara
prioritas ekspor.
Permasalahan daya saing industri tersebut terlihat
Peningkatan promosi ekspor untuk produk prioritas tersebut
dari nilai bilateral RCA Indonesia di beberapa pasar prospektif
juga harus difokuskan pada pasar-pasar prospektif yang menjadi
utama seperti di pasar RRT dan Jepang, indeks RCA Indonesia
target utama berdasarkan mapping bilateral indicative trade
lebih rendah jika dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya
potential antara lain:
seperti Malaysia, Thailand dan Singapura. Salah satu faktor yang
a.
ASEAN.
berpengaruh terhadap daya saing produk adalah harga produk yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan pesaing, misalnya di
Kawasan Asia Timur dan Tenggara : RRT, Jepang, Singapura, Malaysia, Thailand, India dan Srilangka;
b. Kawasan Amerika: AS, Kanada, Meksiko, Peru, Chile, Kolombia;
pasar RRT, produk pembalut wanita (pads) Indonesia memiliki unit value sebesar USD 5,6/Kg sementara Thailand hanya sebesar USD
c.
Kawasan Eropa: Perancis, Jerman dan Belgia;
4,0/Kg (Trademap, 2016). Dengan asumsi bahwa produk tersebut
d.
Kawasan Afrika: Kenya dan Uganda, dan
memiliki kualitas yang sama, maka tingginya harga disebabkan
e. Australia.
oleh mahalnya biaya produksi karena masih belum tersedianya
Di beberapa negara yang akan menjadi target pasar utama
energi dengan akses yang mudah dan murah (infrastruktur dan
di atas khususnya negara di kawasan Asia Timur, Asia Tenggara
logistik) bagi industri dalam negeri. Sebagai contoh, harga energi
serta Australia, Indonesia telah memiliki kerjasama perdagangan
gas di dalam negeri mencapai USD 9,5/Million British Thermal
(FTA) sehingga tarif bukan menjadi permasalahan utama. Dengan
Units (MMBTu), sementara harga gas di Malaysia dan Singapura
demikian, fokus utama di kawasan tersebut terdapat peningkatan
masing-masing hanya sebesar USD 4,47/MMBTu dan USD 4,0/
promosi dan peningkatan daya saing produk. Sementara di
MMBTu (Databoks, 2016). Selain faktor daya saing produk, belum
kawasan lain, Amerika dan Afrika, Indonesia belum mempunyai
adanya kebijakan promosi ekspor yang terfokus pada pasar-pasar
kerjasama perdagangan maupun hub bisnis. Sebagai contoh,
prospektif terpilih juga dapat menjadi faktor yang mempengaruhi
berdasarkan informasi yang diperoleh dari pelaku usaha pada
belum banyaknya ekspor alat kesehatan ke negara tersebut.
Focus Group Discussion (FGD) penyusunan target ekspor
Tabel 4. Nilai Bilateral RCA produk alat kesehatan Indonesia dan Negara ASEAN di Pasar RRT dan Jepang No.
Negara
Bilateral RCA Produk Alat Kesehatan Tahun 2015 Pasar RRT
1 2 3 4
Indonesia Malaysia Thailand Singapura
Pasar Jepang
0,04 0,33 0,14 2,04
0,08 0,35 0,26 1,28
tahun 2015, ekspor alat kesehatan Indonesia masih terkendala persyaratan Federal Supply Schedule (FSS) yang diterapkan oleh pemerintah AS. Kebijakan tersebut mensyaratkan bahwa produk yang dapat masuk dalam lelang pengadaan alat kesehatan di AS harus memenuhi salah satu kriteria berikut, yaitu: (1) produk yang dibuat di AS, (2) Produk yang dibuat negara-negara yang telah mendatangani perjanjian WTO GPA (Government Procurement Agreement), seperti Jepang dan Singapura, (3) produk yang dibuat oleh negara-negara yang termasuk dalam Carribean Countries, (4) produk yang dibuat oleh negara-negara Least Developed Countries (Puska Daglu, 2015). Indonesia tidak termasuk ke dalam 4 kriteria FSS tersebut sehingga akses pasar produk alat kesehatan
Sumber: Trade Map (2016), diolah
ke AS menjadi terbatas. Oleh karena itu, fokus utama di kedua
Promosi Ekspor dan Peningkatan Akses Pasar
kawasan adalah pembukaan akses pasar dengan menjajaki segala
Berdasarkan data dan analisis yang telah diuraikan sebelumnya, pengembangan dan peningkatan ekspor alat kesehatan sebaiknya
12
kemungkinan kerjasama perdagangan dan pembukaan hub-hub bisnis dengan negara di kawasan Amerika dan Afrika.
WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I. No. 13, Tahun 2017
Yati Nuryati dan Nugroho Ari Subekti mempunyai resiko dalam memberikan andil inflasi. Inflasi yang beresiko dalam setiap periode waktu, menyebabkan target inflasi selalu menyimpang dari yang sudah ditargetkan.
Tahun 2016,
target inflasi sebesar 4%±1% (Bank Indonesia) dan 4,7% (Nota Keuangan Indonesia). Pada realisasinya inflasi selama tahun 2016, yaitu sebesar 3,02%. Terlepas dari pengelompokkan tersebut, pembahasan pada tulisan ini lebih pada faktor-faktor apa saja yang menyebabkan tekanan inflasi di tahun 2016, baik dari faktor domestik maupun internasional. Situasi yang sudah terjadi di tahun 2016, menjadi bahan rujukan dan langkah antisipasi untuk kondisi inflasi selama tahun 2017. Isu internasional selama tahun 2016 memberi pengaruh terhadap ekspektasi inflasi, terutama dari sisi inflasi inti, administered dan volatile food.
Sumber: jfxjournal.com (2017)
Pertama, Federal Reserve
menaikkan tingkat suku bunga secara bertahap tahun 2016 dan
Inflasi diartikan sebagai kenaikan harga-harga barang dan
berdampak pada suku bunga di dalam negeri dan kurs rupiah
jasa yang cenderung terjadi secara terus-menerus dan atau
yang pada akhirnya berimbas pada inflasi inti. Kedua, isu keluarnya
terjadi sebaliknya yang dikenal sebagai deflasi. Di Indonesia,
British Raya dari Uni Eropa tentunya berdampak pada kondisi
pengelompokan barang dan jasa dalam komponen inflasi terbagi
makro ekonomi Indonesia terutama nilai tukar dan suku bunga dan
menjadi tujuh kelompok pengeluaran, yaitu bahan makanan;
lebih lanjut berdampak pada harga komoditi. Ketiga, isu kenaikan
makanan jadi, minuman rokok dan tembakau; perumahan, air,
harga emas yang tentunya ini akan berdampak pada harga/biaya
listrik, gas dan bahan bakar; sandang; kesehatan; pendidikan,
emas perhiasan sehingga akan memberi andil terhadap inflasi,
rekreasi dan olah raga; serta transportasi, komunikasi dan jasa
dan keempat, diakhir penghujung tahun 2016, pemilihan Presidan
keuangan. Untuk kepentingan kebijakan ekonomi, inflasi juga
Amerika Serikat Donald Trump. Isu yang terakhir ini meski belum
digolongkan ke dalam volatile food, administered dan core inflation
berdampak langsung pada kinerja inflasi tahun 2016, namun akan
(inflasi inti). Volatile food mempunyai kontribusi yang cukup tinggi
memberi dampak terhadap ekonomi tahun 2017.
terhadap inflasi nasional yaitu 56%. Komponen volatile food ini
Isu domestik selama tahun 2016 yang kemungkinan memberi
hampir 95% merupakan kelompok bahan makanan yang umumnya
tekanan inflasi yaitu perubahan iklim La Nina (musim hujan
merupakan bahan kebutuhan pokok (BPS, 2015). Kenaikan harga
berkepanjangan) yang mengganggu produksi produk hortikultura.
pada sejumlah bahan kebutuhan pokok secara otomatis akan
Pada kasus jagung, kebijakan impor jagung berdampak pada harga
memberi andil terhadap inflasi nasional dalam kelompok bahan
jagung yang merupakan input pakan ternak sehingga mendorong
makanan dan juga dari sisi volatile food.
kenaikan harga daging ayam dan telur ayam. Kondisi ini akan
Kelompok
pengeluaran
tersebut,
ada
yang
langsung
memberi tekanan pada andil inflasi kelompok volatile food. Tekanan
dikendalikan oleh pemerintah dan juga ada yang tidak dapat
juga terjadi pada kelompok administered price yang dipicu oleh
langsung dikendalikan oleh pemerintah yaitu faktor musim, seperti
kenaikan tarif listrik dan harga rokok yang terjadi sepanjang tahun
harga pada produk-produk pertanian sehingga semua komponen
2016 meskipun belum ada rencana kenaikan harga BBM. Kenaikan
WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I. No. 13, Tahun 2017
13
harga rokok kretek dipicu dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri
pasar, akibatnya defisit yang dihasilkannya harus dibebankan
Keuangan (PMK) No. 198/PMK.10/2015 mengenai kenaikan tarif
kepada Pemerintah atau Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
cukai rokok yang penerapannya efektif sejak Januari 2016.
Pertamina dan Perusahaan Listrik Negara (PLN). Program yang berumur beberapa dekade ini menempatkan tekanan yang serius
Potret Inflasi Dalam Lingkup Global
pada neraca Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)
Secara historis, tingkat dan volatilitas inflasi Indonesia
dan juga membatasi belanja publik untuk proyek-proyek berjangka
lebih tinggi dibanding negara-negara berkembang lain. Negara
panjang dan produktif, seperti pembangunan infrastruktur atau
berkembang secara umum mengalami tingkat inflasi antara 3%
pembangunan sosial. Kedua, harga komoditi yang biasa terjadi
sampai 5% pada periode 2005-2016, Indonesia memiliki rata-rata
dalam mengahadapi Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN) serta
Indonesia Malaysia Filipina Singapura Vietnam RRT Pakistan Afrika Selatan Inggris Amerika Serikat Brazil
Sumber: BPS (2016) dan CEIC (2016)
tingkat inflasi tahunan yang relatif lebih tinggi yaitu sekitar 6,60%
ketiga, iklim/cuaca. Pola rutin yang berdampak pada penyesuaian
dalam periode yang sama. Selain tingkat inflasi yang relatif tinggi,
harga perlu disikapi secara menyeluruh termasuk penyesuaian
juga terjadi fluktuasi yang tajam terutama di tahun 2005, 2007
harga-harga yang ditetapkan pemerintah.
dan 2010 dimana inflasi lebih dari 6,5%. Gambar 1 menunjukkan
Puncak inflasi tahunan di Indonesia terjadi dua kali, yaitu
bahwa selama tahun 2015-2016 rata-rata inflasi di Indonesia sekitar
Pertama,
3,29% masih lebih tinggi dibandingkan inflasi di Malaysia (1,40%);
kenaikan harga-harga karena perayaan-perayaan Natal dan Tahun
Filipina (2,30%) dan Singapura (-0,10%). Implikasi dari tingkat
Baru. Selain itu, banjir yang sering terjadi di bulan Januari (karena
Inflasi yang relatif tinggi dan berfluktuasi adalah terkait resiko dalam
puncak musim hujan) menyebabkan gangguan jalur-jalur distribusi
ketidakpastian untuk melakukan investasi dan kegiatan ekonomi
di beberapa daerah dan kota, dan karenanya menyebabkan biaya
makro lainnya.
logistik yang lebih tinggi. Kedua, terjadi di periode Juli-Agustus.
Situasi Musiman di Dalam Negeri dan Puncak Inflasi Rutin di Indonesia Volatilitas inflasi di Indonesia berkorelasi dengan penyesuaian harga-harga yang ditetapkan oleh Pemerintah. Pertama, hargaharga energi (seperti bensin & solar, serta listrik) ditetapkan oleh pemerintah dan karenanya tidak bergerak sesuai dengan kondisi
14
periode
Desember-Januari
selalu
menjadi
waktu
Tekanan-tekanan inflasi di kedua bulan ini terjadi sebagai dampak dari masa liburan, bulan suci puasa umat Muslim (Ramadhan), perayaan-perayaan Idul Fitri dan awal tahun ajaran baru. Pada momen-momen ini terlihat peningkatan yang signifikan dalam belanja pangan dan barang-barang konsumen lain (seperti baju, tas dan sepatu), diikuti dengan tindakan para retailer yang menaikkan harga. Periode-periode waktu ini memberikan tekanan terhadap
WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I. No. 13, Tahun 2017
inflasi terutama pada kelompok bahan makanan; makanan jadi; sandang; serta transportasi, komunikasi dan jasa keuangan.
% (mom)
Perkembangan Inflasi (%) di Indonesia
4 3,5 3 2,5 2 1,5 1
Inti
0,5 0 -0,5
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Agus
Sept
Okt
Nop
Des
-1 2012
2013
2014
2015
2016
Gambar 2. Perkembangan Inflasi (mom) di Indonesia Sumber: BPS (2016), diolah
Administered (Adm)
Volatile (VF)
Gambar 3. Inflasi menurut Agregasi (volatile, administered dan inflasi inti). Sumber: BPS (2016), diolah
Harga Komoditas Pangan Pendorong Inflasi Volatile Food Kenaikan harga barang kebutuhan pokok memberi andil yang
Faktor Pendorong Inflasi dari Sisi Pangan (Inflasi Inti,
cukup besar terhadap tingginya inflasi nasional, terutama memberi
Volatile Food dan Administered)
andil inflasi pada kelompok bahan makanan dan inflasi volatile food.
Sebagian masyarakat berpikir jika harga komoditi naik maka
Komoditas pemicu inflasi dengan Intensitas dan andil tinggi serta
muncul kepanikan terhadap tingginya inflasi. Menurut data BPS,
relatif controllable adalah komoditas volatile food. Rata-rata inflasi
klasifikasi inflasi di Indonesia dapat diagregasi menjadi inflasi volatile
tahun 2014-2016, dari komoditi volatile food yang memberikan
food, administered dan inti. Bahan kebutuhan pokok merupakan
inflasi dan andil inflasi tinggi serta frekuensi yang sering yaitu
bagian dari inflasi dari sisi volatile food. Berdasarkan data historis
beras, daging ayam ras, ikan segar, telur ayam ras, serta gula
tahun 2012-2016, menunjukkan bahwa pendorong inflasi terutama
pasir (Gambar 4.a1).
terjadi dari sisi volatile food. Namun, di tahun 2013 dan 2014 inflasi
yang memberi andil inflasi cukup tinggi yaitu cabe merah, bawang
dari sisi administered juga cukup tinggi. Hal ini dikarenakan selama
merah, ikan segar, cabe rawit dan minyak goreng. Komoditi bahan
periode tersebut terdapat kenaikan harga energi (kecuali Pertalite
kebutuhan pokok lainnya memberi andil inflasi relatif kecil tetapi
dan Pertamax), kenaikan tarif cukai rokok serta tarif listrik yang
memiliki harga yang stabil tinggi yaitu daging sapi, daging ayam ras
ditetapkan oleh Pemerintah.
dan telur ayam ras (Gambar 4.a2).
Pada tahun 2016 komoditi volatile food
Keterkaitan antara administered dengan volatile food yaitu kebijakan pemerintah terhadap komoditi administered mendorong kenaikan biaya pada harga BBM (kecuali Pertalite dan Pertamax), tarif listrik dan rokok sehingga secara langsung maupun tidak langsung berdampak pada kenaikan harga-harga komoditi pangan pokok. Kondisi ini dapat dilihat dari data tahun 2013-2014, dimana inflasi dari volatile food juga turut tinggi.
Namun, shock dari
kenaikan harga dari sisi administered tidak terjadi cukup lama dan akan kembali stabil sehingga tekanan pada kenaikan harga pangan pokok juga berkurang. Hal ini ditunjukkan oleh inflasi administered dan volatile food tahun 2014-2015 kembali mereda dan relatif lebih rendah dibandingkan periode sebelumnya. Selain dari sisi administered dan volatile food, guncangan makro ekonomi (seperti suku bunga dan nilai tukar) secara fundamental berdampak pada inflasi inti. Menurut laporan Bank Indonesia (2015), resiko inflasi selama tahun 2016 selain berasal dari faktor domestik juga berasal dari faktor eksternal yang berasal dari kebijakan negara lain seperti Amerika Serikat dan NegaraNegara OPEC yang berdampak pada stabilitas nilai tukar dan suku bunga di dalam negeri serta kebijakan harga energi dan harga komoditi.
Sumber: Double P Orange (2013)
WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I. No. 13, Tahun 2017
15
Identifikasi komoditas-komoditas yang memiliki inflasi, andil inflasi dan tingkat harga tinggi ini menunjukkan bahwa tidak
lebih tinggi. Dua fenomena alam ini pada dasarnya mempunyai pola musiman.
semua komoditas bahan kebutuhan pokok memerlukan intervensi
Menurut Sumaryantoet. al (2011), dampak terbesar anomali cuaca
pemerintah yang berlebih. Implikasinya komoditas yang menjadi
(El Nino dan La Nina) pada luas panen komoditas pangan utama (yaitu
fokus kebijakan harga lebih pada komoditas yang memiliki andil
padi, jagung, kedelai) terjadi pada periode September - Desember
inflasi dan frekuensi terhadap inflasi tinggi. Dari Gambar 4.a1 dan
dan Mei – Agustus. El Nino secara umum berdampak negatif terhadap
Gambar 4.a2 menunjukkan bahwa Beras dan produk hortikultura
penurunan luas panen sekitar 5,4%, sementara La Nina memberi
diperkirakan masih akan memberi tekanan pada inflasi volatile food.
dampak positif terhadap peningkatan luas panen sekitar 2,7%. Sesuai dengan perkiraan dan mitigasi dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG, 2015), fenomena alam La Nina yang ditandai dengan tingkat curah hujan yang melebihi normal mulai terjadi pada bulan Agustus di Pulau Sumatra dan sebagian Kalimantan bagian utara, bulan September di Pulau Jawa dan Kalimantan bagian selatan dan bulan November di bagian timur Indonesia. Inflasi yang terbentuk khususnya pada komoditi volatile food sangat terkait dengan fenomena alam tersebut. Mitigasi dan adaptasi merupakan dua langkah utama yang dapat dilakukan. Ketidaktepatan mitigasi cuaca akan menjadi faktor resiko dalam perencanaan usaha tani. Namun demikian, indikator harga yang diperoleh dari beberapa komoditas pangan khususnya hortikultura
Gambar 4a.1 Rata-rata Tahun 2014-2016
di akhir tahun 2016 terus menunjukkan kinerja yang kurang menggembirakan. Harga yang terbentuk relatif stabil namun pada level harga yang tinggi khususnya sub pengeluaran untuk bumbubumbuan terutama bawang merah dan semua jenis cabe. Tiga faktor utama pembentuk inflasi adalah permintaan, penawaran, dan ekspektasi. Dalam pembentukan harga, inflasi dari sisi ekspektasi memiliki peran yang sangat dominan. Pembentukan ekspektasi sangat dipengaruhi oleh inflasi sisi permintaan yang terus-menerus di masa lalu dan inflasi sisi penawaran yang besar atau sering terjadi (backward expectation). Sementara, Forward looking adalah ekspektasi yang dilakukan pelaku ekonomi yang didasarkan pada perkiraan yang akan datang.
Gambar 4a.2 Rata-rata Tahun 2016
Gambar 4. Komoditi Pemicu Inflasi kelompok Volatile Food.
dari
Sumber: BPS (2016), diolah
Preferensi konsumen dan climate change menjadi dua faktor utama yang berdampak pada ekspektasi dan juga menjadi penentu dalam pembentukan tingkat inflasi
di Indonesia.
Menurut Dewi (2011) preferensi masyarakat tercermin pada
Inflasi Indonesia Tidak terlepas dari Pengaruh Iklim (Cuaca)
perilaku pembentukan harga di tingkat produsen dan pedagang
dan Preferensi Konsumen
terutama pada saat
menjelang hari-hari besar keagamaan.
Dalam kurun waktu tiga dekade terakhir, climate change
Santoso, Suselo, Nurhemi, Suryani (2013) menyatakan bahwa
telah menjadi isu hangat karena menyangkut ancaman terhadap
perubahan pola konsumsi terutama pada periode tertentu terkait
lingkungan hidup, sosial kemasyarakatan dan ekonomi. Dalam
dengan preferensi masyarakat yang cenderung berubah karena
lingkup ekonomi khususnya ekonomi pertanian, perubahan iklim
adanya pertimbangan kepraktisan dan ketahanan bahan pangan
global sangat mempengaruhi keberlangsungan sektor pertanian.
untuk dikonsumsi. Sementara dari sisi fenomena climate change,
Ketergantungan terhadap cuaca mengakibatkan sektor pertanian
pelaku ekonomi sudah memperkirakan bahwa supply side akan
terutama sektor tanaman pangan menjadi salah satu sektor yang
terpengaruh karena adanya anomali cuaca tersebut. Ekspektasi
sangat terdampak terhadap fenomena climate change. Fenomena
forward looking yang dilakukan pelaku ekonomi khususnya pada
climate change secara luas diketahui dengan dua fenomena alam
komoditas tanaman pangan dan komoditi hortikultura yang bersifat
yaitu El Nino yang ditandai dengan tingkat kekeringan yang lebih
volatile food, berimbas pada peningkatan harga dan pembentukan
panjang dan La Nina yang terlihat dengan tingkat curah hujan yang
tingkat harga yang cukup tinggi di akhir tahun 2016.
16
WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I. No. 13, Tahun 2017
Upaya untuk Mendukung Target Inflasi di Tahun 2017 dan 2018 Pencapaian inflasi tahun 2016 sebesar 3,02% merupakan prestasi bagi pemerintah karena lebih kecil dari angka inflasi yang telah ditargetkan sebelumnya, yaitu sebesar 3,5% (Bank Indonesia, 2015). Menurut MoFFiscal News, pemerintah telah menetapkan sasaran inflasi untuk tahun 2016, 2017 dan 2018 melalui penerbitan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 93.PMK.011/2014 tentang Sasaran Inflasi Tahun 2016, Tahun 2017, dan Tahun 2018. Jenis sasaran inflasi yang ditetapkan dalam peraturan ini adalah Indeks Harga Konsumen (IHK) tahunan (year on year). Untuk tahun 2016, sasaran inflasi ditetapkan pada tingkat 4,0%. Untuk tahun 2017 sebesar 4,0%, dan tahun 2018 sebesar 3,5% dengan tingkat deviasi sebesar 1%. Potensi kenaikan tingkat inflasi dari gejolak harga pangan pada 2017 masih akan dipengaruhi oleh fenomena cuaca ekstrim yang akan mempengaruhi pasokan dan distribusi komoditi bahan kebutuhan pokok yang mayoritas merupakan volatile food. Selain itu, perubahan harga yang diatur pemerintah pada 2017 seperti harga BBM non-subsidi dan listrik serta faktor imported inflation, khususnya peningkatan suku bunga The Fed
Sumber: Investopedia 2017
dan kemungkinan berkurangnya pasokan minyak OPEC turut juga
tahun 2016 sebagai antisipasi dari kebijakan ekonomi era
mempengaruhi inflasi dari sisi inflasi inti dan administered.
Trump yang akan berdampak pada penguatan mata uang
Beberapa resiko yang mempengaruhi inflasi tahun 2017, antara
Amerika Serikat serta kenaikan suku bunga The Fed di tahun
lain sebagai berikut:
2017 yang rencananya akan naik sebanyak tiga kali dan
a. Isu Domestik
akan diawali di bulan Maret 2017.
(i) Fenomena cuaca ekstrim masih menjadi tantangan dalam pengelolaan tingkat inflasi. Fenomena alam ini menjadi faktor
• Berkurangnya pasokan minyak OPEC yang akan mendorong kenaikan harga minyak dunia
utama yang mempengaruhi tingkat inflasi volatile food yang
(ii) Keadaan geopolitik di Timur Tengah juga kemungkinan akan
sangat tergantung pada pola tanam & hasil panen, manajemen
menjadi salah satu faktor pemicu inflasi Indonesia pada tahun
distribusi, dan impor.
2017.
(ii) Kenaikan tarif dasar listrik yang telah diumumkan pemerintah
Dalam rangka mengurangi ekspektasi masyarakat terhadap
di tahun 2016 telah mempengaruhi tingkat inflasi administered
inflasi di masa mendatang serta memberikan pedoman kepada
prices di bulan-bulan terakhir tahun 2016. Rencana kenaikan
pembuat kebijakan dan pelaku pasar, maka Pemerintah dan Bank
tarif dasar listrik secara bertahap yang akan dilakukan dari
Indonesia berkoordinasi untuk mencapai dan mengendalikan
awal tahun 2017 dipastikan akan melanjutkan tren inflasi
inflasi pada tingkat yang semakin rendah dan stabil. Adapun hal-
administered prices yang telah terjadi di akhir tahun 2016.
hal yang harus dilakukan oleh Pemerintah dan Stakeholders yaitu
(iii) Harga BBM di tahun 2016 yang tidak mengalami kenaikan
mendorong peningkatan produksi dan memperbaiki distribusi
harga tidak dapat dipertahankan di tahun 2017. Naiknya harga
serta meminimalkan berbagai distorsi harga bahan pangan melalui
minyak dunia memaksa pemerintah menaikkan harga BBM non
peningkatan koordinasi antar pemerintah, pelaku usaha serta
subsidi di awal tahun 2017 yang dipastikan akan mendorong
Bank Indonesia antara lain melalui Tim Pengendalian Inflasi (TPI)
tingkat inflasi administered prices.
dan Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID). Upaya-upaya yang
(iv) Upaya peningkatan penerimaan negara melalui pendapatan
telah dilakukan selama tahun 2016 seperti (i) Pantauan pergerakan
bukan pajak seperti peningkatan biaya administrasi Surat
harga bahan kebutuhan pokok secara periodik; (ii) Kebijakan harga
Tanda Nomor Kendaraan (STNK) juga akan mengakibatkan
khusus terutama dalam menghadapi Hari Besar Keagamaan
peningkatan tingkat inflasi di tahun 2017.
Nasional (HBKN); (iii) Operasi pasar murah ketika terjadi gejolak
b. Isu Internasional (Global)
harga. Namun, yang lebih penting adalah komitmen dan koordinasi
(i) Imported inflation akan mempengaruhi tingkat inflasi di tahun
yang lebih intensif antara pemerintah pusat, pemerintah daerah,
2017, terutama:
Bulog dan BUMN lainnya dalam menjaga kelancaran pasokan
• Peningkatan suku bunga The Fed yang dilakukan di akhir
(upaya peningkatan produksi) dan distribusi untuk stabilisasi harga.
WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I. No. 13, Tahun 2017
17
Mencermati Penghapusan Subsidi Ekspor
di Negara Pemasok Pangan Indonesia Rahayu Ningsih
Sumber: Piter (2013)
Salah satu poin penting hasil kesepakatan Konferensi Tingkat Menteri World Trade Organization (WTO) ke X di Nairobi pada
Ketentuan Subsidi Ekspor dan Penerapannya di Beberapa Negara
tanggal 15-18 Desember 2015 adalah disepakatinya penghapusan
Kebijakan suatu negara untuk memberikan subsidi ekspor
subsidi ekspor oleh negara anggota WTO. Bagi negara maju,
kepada para produsen maupun eksportir di negaranya tidak
penghapusan subsidi ekspor ditetapkan sejak tahun 2015 dan
menyalahi ketentuan WTO, sebagaimana tertuang dalam artikel 8
mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2016, sedangkan untuk
dan 9 Agreement on Agriculture (AoA), sepanjang hal ini sudah
negara berkembang ketentuan ini baru berlaku pada tahun 2018
tercakup dalam schedule of commitment negara tersebut dan
mendatang.
telah dinotifikasikan di WTO. Meski diperbolehkan oleh WTO,
Penerapan subsidi ekspor oleh suatu negara dinilai akan
kebijakan subsidi ekspor suatu negara dinilai akan berpengaruh
menurunkan harga produk tersebut, sehingga menyebabkan
kepada ekspor barang sejenis dari negara kompetitor. Dalam
peningkatan pangsa ekspor produk negara tersebut di pasar
konteks perdagangan internasional, penerapan subsidi ekspor
dunia. Dalam perspektif negara pengimpor, penurunan harga
juga akan mengakibatkan terjadinya distorsi pasar. Untuk itu
dunia akan menguntungkan konsumen karena harga produk yang
muncul berbagai desakan dari negara berkembang agar negara
diimpor menjadi lebih murah. Namun, di sisi produsen produk
maju menghapuskan subsidi ekspornya.
sejenis di negara pengimpor, harga produk impor yang lebih murah
Beberapa negara maju yang menerapkan kebijakan subsidi
ini mengakibatkan produk domestik tidak dapat bersaing. Negara
ekspor diantaranya adalah Uni Eropa, Amerika Serikat, Kanada,
berkembang pengimpor pangan (Net Food-Importing Developing
Swiss, Norwegia, Selandia Baru, dan Australia. Sementara itu,
Countries/NFIDC) akan mendapatkan dampak negatif atas
negara berkembang yang menerapkan hal tersebut adalah Brazil,
penghapusan subsidi ekspor terutama dalam konteks ketahanan
India, Meksiko, Afrika Selatan, dan Indonesia (Tabel 1). Beberapa
pangan karena harga impor menjadi lebih mahal.
produk pertanian yang banyak disubsidi oleh negara maju maupun berkembang adalah produk hasil pertanian seperti daging sapi, susu, keju, gandum, gula, beras, dan buah-buahan.
18
WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I. No. 13, Tahun 2017
Tabel 1. Pengeluaran dan Penurunan Subsidi Ekspor di Beberapa Negara (USD Juta) Subsidi Ekspor Dasar Uni Eropa
Final
Komposisi Produk dari Subsidi Ekspor
Perubahan (%)
13,274
8,496
-36
Daging sapi (19%), gandum (17%), gandum kasar (13%), mentega (13%), produk susu lainnya (10%)
1,235
790
-36
Hewan hidup (45%), gandum (14%), daging sapi (13%), keju (12%)
Amerika Serikat
929
594
-36
Gandum (61%), susu bubuk skim (14%)
Polandia
774
493
-36
Bahan-bahan daging (39%), buah dan sayuran (21%)
Meksiko
748
553
-26
Gula (76%), serealia (21%)
Finlandia
708
453
-36
Mentega (25%), gandum kasar (22%), produk susu lainnya (13%)
Swedia
572
366
-36
Daging babi (21%), gandum (21%), gandum kasar (17%)
Kanada
567
363
-36
Gandum (47%), gandum kasar (18%)
Swiss
487
312
-36
Produk susu lainnya (65%)
Kolombia
371
287
-23
Beras (32%), katun (20%), buah dan sayuran (23%)
Afrika Selatan
319
204
-36
Buah dan sayuran (24%), serealia (14%), gandum (13%), gula (10%)
Hungaria
312
200
-36
Daging ayam (30%), daging babi (26%), gandum (11%), buah dan sayuran (19%)
Republik Ceko
164
105
-36
Produk susu lainnya (38%), buah dan sayuran (10%)
Turki
157
98
-37
Buah dan sayuran (36%), wheat (23%)
Selandia Baru
133
0
-100
Norwegia
112
72
-36
Keju (54%), daging babi (19%), butter (12%)
Australia
107
69
-36
Produk susu lainnya (32%), susu bubuk skim (27%), keju (25%), mentega (16%)
Brazil
96
73
-24
Gula (56%), Buah dan sayuran (30%)
Republik Slovakia
76
49
-36
Produk susu lainnya (19%), serealia (13%), daging sapi (13%)
Rumania
59
45
-24
Serealia (22%), gula (19%), daging sapi (18%), Buah dan sayuran (11%)
Israel
56
43
-24
Buah dan sayuran (59%), tanaman (22%), katun (17%)
Indonesia
28
22
-24
Beras (100%)
Islandia
25
16
-36
Daging domba (78%), Produk susu lainnya (22%)
Cyprus
19
14
-24
Buah dan sayuran (67%), alkohol (16%)
2
1
-23
Beras (83%), mentega (12%)
Austria
Uruguay
Tidak tersedia data
Catatan: Dasar adalah penetapan besaran subsidi awal; final adalah besaran subsidi akhir setelah pengurangan Sumber: FAO (2016)
Dampak
Penghapusan
Subsidi
Ekspor
Negara
Maju
terhadap Perdagangan Dunia
Salah satu studi yang dilakukan oleh Kerkela, dkk (2007) dengan menggunakan model Global Trade Analysis Project (GTAP),
Di tahun 1980 dan awal 1990, Uni Eropa telah mengeluarkan
diperoleh hasil bahwa penghapusan subsidi ekspor EU berdampak
€10 miliar per tahun atau hampir dua pertiga dari anggaran
pada kenaikan harga dunia untuk beberapa produk seperti dairy
ekspor
product (4,2%); coarse grain, sugar (1,2%); bovine meat (1,0%);
Alokasi anggaran ini digunakan untuk
dan other meats (0,5%) dan penurunan total perdagangan bagi
menghindari kelebihan (surplus) ekspor Uni Eropa dengan cara
Uni Eropa untuk dairy product (-2,0%); coarse grain, sugar (1,2%);
membayar selisih antara harga internal yang tinggi dan harga dunia
dan bovine meat (-2,7%).
Common
Agricultural
(capreform.eu, 2013).
Policy
(CAP)
untuk
subsidi
yang lebih rendah. Atas kebijakan Uni Eropa ini, banyak kalangan terutama Non Government Organization (NGO) yang memprotes
Dampak Penghapusan Subsidi Ekspor dan Implikasinya
dengan mempublikasikan beberapa hasil analisis diantaranya
terhadap Indonesia
Stop the Dumping! How EU Agricultural Subsidies are Damaging
Di
Indonesia,
penelitian
yang
menganalisis
dampak
Livelihoods in the Developing World, (2002); Dumping on the World:
penghapusan subsidi ekspor terhadap produksi juga telah dilakukan
How EU Sugar Policies Hurt Poor Countries, (2004); Aprodev (No
diantaranya oleh Saktiyanu, dkk (2007). Hasil studi menyimpulkan
More Chicken, Please,(2007); Preventing Unfair ‘Dumping’ of EU
bahwa penghapusan subsidi ekspor oleh negara maju akan
Subsidized Food, (2011); Action Aid (Milking the Poor; How EU
meningkatkan produksi hasil pertanian di negara berkembang.
Subsidies Hurt Dairy Producers in Bangladesh, (2011); and Brot
Dengan menggunakan tool analisis Global Trade Analysis Project
für die Welt (Milk Dumping in Cameroon: Milk powder from the EU
(GTAP) disimpulkan pula bahwa penghapusan subsidi ekspor oleh
is affecting sales and endangering the livelihoods of dairy farmers
negara maju akan berdampak pada peningkatan produksi hasil
in Cameroon, (2009) (sumber: http://capreform.eu). Berbagai
pertanian Indonesia secara agregat dengan laju 0,2–35%.
publikasi tersebut ditujukan sebagai kritik atas kebijakan subsidi
Studi lainnya juga telah dilakukan oleh Nurjanah (2011) dengan
ekspor Uni Eropa terhadap perdagangan dan kesejahteraan di
menggunakan model analisis yang sama dan menyimpulkan
negara berkembang.
bahwa penghapusan subsidi ekspor oleh Amerika Serikat dan Uni
Berbagai studi telah dilakukan untuk melihat dampak
Eropa akan meningkatkan ekspor negara berkembang, namun
penghapusan subsidi ekspor terhadap kinerja perdagangan.
secara relatif akan menurunkan tingkat kesejahteraan dan term of
WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I. No. 13, Tahun 2017
19
trade. Penurunan tingkat kesejahteraan ini akibat ketergantungan
Dilihat dari nilai total impor, komoditi gula merupakan impor
negara berkembang akan produk impor dari negara maju tersebut.
dengan nilai tertinggi yakni sebesar USD 1,5 miliar pada tahun 2015
Dihapuskannya subsidi ekspor menyebabkan naiknya harga
atau turun sekitar 33% dibanding tahun 2013 yang mencapai nilai
produk bersubsidi yang diimpor oleh negara berkembang.
tertinggi yakni sebesar USD 2 miliar. Nilai impor kedelai pada tahun 2015 senilai USD 1,2 juta atau turun sekitar 24% dibanding tahun
Juta Ton
2011 yakni sebesar USD 1,24 juta. Sementara untuk daging sapi nilai
4.000,00
impornya cenderung stabil dan tercatat sebesar USD 250 juta pada tahun 2015. Untuk jagung, tren impor menurun sebesar 3% dengan nilai impor hampir USD 700 juta pada tahun 2015. Sementara untuk
3.000,00
beras, tren impor turun cukup tinggi yakni 31% dengan nilai impor 2.000,00
pada tahun 2015 tercatat sebesar USD 350 juta.
Juta USD
1.000,00
2.500,00 Daging Sapi
Jagung 2011
2012
Beras 2013
2014
Kedelai
Gula
2.000,00
2015
1.500,00
Gambar 1. Perkembangan Volume Impor Produk Pangan Indonesia. Sumber: Comtrade (2016), diolah
1.000,00 500,00
Jika dilihat perkembangan volume impor beberapa produk
-
pangan utama Indonesia yakni daging sapi, jagung, beras,
Daging Sapi
kedelai, dan gula, maka secara volume, komoditas yang paling
2011
Jagung 2012
Beras 2013
2014
Kedelai
Gula
2015
banyak diimpor adalah gula dan jagung. Pada akhir tahun 2015 juta ton 3.267 juta ton (Lihat Gambar 1). Jagung, kedelai dan gula
Gambar 2. Perkembangan Nilai Impor Produk Pangan Indonesia.
merupakan komoditas yang paling banyak diimpor oleh Indonesia
Sumber: Comtrade (2016), diolah
tercatat impor gula dan jagung masing-masing mencapai 3.752
dengan laju pertumbuhan impor rata-rata per tahun (2011-2015) masing-masing sebesar 9,16%; 2,24%; dan 1,06%. Komoditas beras mengalami penurunan volume impor dengan laju ratarata per tahun sebesar 26,54%. Sehingga diperkirakan ketiga komoditas itulah yang akan paling terkena dampak jika subsidi ekspor di hapuskan.
Pola Impor Beberapa Produk Pangan Indonesia Dalam mencermati penghapusan subsidi ekspor di negaranegara anggota WTO serta dampaknya terhadap impor produk pangan Indonesia, maka perlu juga memperhatikan negara pemasok produk pangan Indonesia. Jika negara asal serta pangsa impor Indonesia dari negara tersebut diketahui, maka dapat diprediksi seberapa besar dampak penghapusan subsidi ekspor terhadap tingkat harga dan kesejahteraan masyarakat miskin di Indonesia. Penelusuran negara asal impor perlu dilakukan untuk mengetahui apakah negara tersebut menerapkan subsidi ekspor atas produk yang diimpor Indonesia. Jika negara tersebut menerapkan subsidi ekspor maka dengan mengetahui besaran subsidi ekspor dapat dilakukan simulasi dan analisis penghapusan subsidi ekspor serta dampaknya terhadap beberapa indikator seperti nilai tukar petani, pendapatan riil, term of trade dan produksi dalam negeri. Seperti diketahui, bahwa masyarakat Indonesia masih bergantung pada produk impor untuk beberapa komoditas pangan strategis seperti beras, jagung, kedelai, gula dan daging sapi. Berikut gambaran pola impor beberapa produk pangan Indonesia berdasarkan presentase nilai dan negara asal impor.
Sumber: Piter (2013)
20
WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I. No. 13, Tahun 2017
Kedelai
Jagung Impor jagung Indonesia pada tahun 2010 sebagian besar
Untuk impor kedelai, komposisi negara pemasok tidak
berasal dari Argentina (51%) dan Brazil (23%). Selebihnya, impor
berubah signifikan antara tahun 2010 dan 2014. Pada tahun 2014,
jagung Indonesia berasal dari Amerika Serikat (13%), India (10%)
pangsa terbesar impor kedelai Indonesia berasal dari Amerika
dan lainnya (3%). Pada tahun 2014, komposisi berubah dimana
Serikat yakni mencapai 95% atau naik 6% jika dibandingkan tahun
pangsa impor jagung tidak lagi didominasi dari Argentina,
2010. Sementara sisanya, sekitar 5% pangsa impor berasal dari
melainkan dari Brazil (38%) dan India (35%), sedangkan pangsa
Argentina, Uruguay, Kanada, Malaysia dan lainnya dengan masing-
Argentina hanya sebesar 22%.
masing pangsanya sebesar 1%.
Gambar 3. Perubahan Pangsa Impor Jagung. Sumber: Comtrade (2016), diolah
Sumber: Comtrade (2016), diolah
Beras
Daging Sapi Australia merupakan negara utama yang mensuplai daging sapi Indonesia. Pada tahun 2010, pangsa impor dari Australia dan Selandia baru hampir berimbang, yakni masing-masing 54% dan 40%. Namun, pada tahun 2014 pangsa impor Indonesia dari Australia naik menjadi sebesar 75%, sedangkan Selandia Baru turun menjadi 20%.
Gambar 5. Perubahan Pangsa Impor Daging Sapi. Sumber: Comtrade (2016), diolah
Gambar 4. Perubahan Pangsa Impor Kedelai.
Impor beras Indonesia sebagian besar dari Vietnam. Jika dibandingkan tahun 2010, pada tahun 2014 impor dari Thailand naik menjadi 45% atau melebihi pangsa impor dari Vietnam yakni sebesar 37%. Pangsa impor dari India dan Pakistan juga relatif naik dibandingkan tahun 2010, masing-masing naik menjadi 9% dan 6%.
Gambar 6. Perubahan Pangsa Impor Beras Sumber: Comtrade (2016), diolah
WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I. No. 13, Tahun 2017
21
Ketergantungan Indonesia atas impor beberapa komoditas
negara produsen dengan kisaran subsidi sebesar 23% hingga
masih sangat besar jika dibandingkan produk yang berasal dari
67% dari total subsidi ekspor yang dikeluarkan (FAO,2016). Hal
dalam negeri. Hal ini terlihat dari Import Dependency Ratio (IDR)
ini tentu juga akan berdampak mengingat impor Indonesia untuk
terutama untuk komoditas jagung dan kedelai. Jika subsidi ekspor
produk buah dan sayuran Indonesia relatif cukup tinggi.
dihapuskan, maka dampak kenaikan harga produk impor akibat
Penghapusan subsidi ekspor atas produk pertanian, baik
penghapusan subsidi akan mempengaruhi aspek keterjangkauan
oleh negara maju maupun negara berkembang akan memiliki
harga (affordability) bagi masyarakat miskin. Meskipun komoditas
dampak terhadap kinerja perdagangan produk pertanian di negara
jagung dan kedelai bukan merupakan komoditas yang dikonsumsi
pengekspor maupun pengimpor produk bersubsidi tersebut. Bagi
langsung, melainkan sebagai bahan baku pakan dan makanan
negara pengekspor, penghapusan subsidi ekspor akan menaikkan
olahan, namun hal ini akan berdampak pada harga produk akhirnya
harga domestik sehingga menurunkan daya saing. Sementara,
seperti daging ayam, telur, tahu dan tempe.
dampak positif akan dirasakan oleh negara kompetitor atau negara
Selain itu, hal menarik yang dapat ditinjau lebih jauh lagi adalah
pengimpor yang memproduksi produk sejenis dikarenakan harga
seberapa besar dampak penghapusan subsidi ekspor tersebut
menjadi lebih kompetitif/bersaing. Kenaikan harga di pasar dunia
terhadap program ketahanan pangan di Indonesia. Indonesia perlu
akan menjadi insentif bagi produsen negara kompetitor maupun
mencermati lebih rinci mengenai dampak penghapusan subsidi
pengimpor untuk memproduksi lebih banyak produk bersubsidi
ekspor negara maju terhadap ketahanan pangan di Indonesia yang
tersebut. Di sisi lain, dampak negatif akan dirasakan konsumen
tidak hanya mencakup aspek kuantitas/kualitas dan ketersediaan
negara peingimpor karena harus membeli harga yang lebih mahal.
melainkan juga aspek keterjangkauan. Dari komoditi impor yang
Dikarenakan Indonesia sebagai negara berkembang dan masih
dijabarkan meliputi gula, beras, daging sapi, kedelai dan jagung,
bergantung pada produk impor bersubsidi baik dari negara maju
serta merujuk pada Tabel 1, dapat dijelaskan bahwa hanya
maupun berkembang, maka Indonesia dapat mengambil peluang
komoditi gula yang terlihat memiliki subsidi ekspor dari negara
ini dengan berupaya meningkatkan produksi dalam negeri guna
produsennya yakni Afrika Selatan dan Brazil yang masing-masing
mengurangi ketergantungan impor. Selain itu, Indonesia juga
sebesar 10% dan 56% dari total subsidi ekspor yang dikeluarkan
perlu melakukan langkah antisipasi diantaranya melihat lebih
(FAO,2016). Sementara itu, untuk produk lainnya seperti beras,
jauh bagaimana dampak penghapusan subsidi ekspor tersebut
kedelai, jagung dan sapi, tidak terindikasi memiliki subsidi ekspor
terhadap kinerja industri makanan olahan meliputi industri pakan
dari negara asal impor. Namun demikian, untuk komoditi impor
ternak dan makanan olahan lainnya, khususnya yang menggunakan
lain yang belum dijabarkan dalam artikel ini seperti bawang, cabe,
gula, jagung dan kedelai sebagai bahan baku, mengingat volume
dan buah-buahan terindikasi memiliki subsidi ekspor di beberapa
impor ketiga produk pertanian tersebut masih cukup tinggi.
Sumber: Piter (2013)
22
WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I. No. 13, Tahun 2017
TINJAUAN PERDAGA N GA N antara 5-10% pada periode hari-hari besar keagamaan tersebut. Misalnya untuk beras diperkirakan naik sekitar 5%, untuk cabai, bawang merah, dan kacang tanah diperkirakan naik lebih dari 5%, dan untuk daging ayam serta telur ayam dua minggu sebelum hari raya Idul Fitri dapat meningkat hingga 10%. Dengan demikian, dapat disimpulkan permintaan pangan tahunan akan relatif konstan dan perubahannya sudah dapat diprediksi sejak awal tahun. Kesimpulan ini membawa pada kesimpulan berikutnya yaitu aspek permintaan tahunan tidak secara nyata menjadi penyebab terjadinya gejolak harga. Berbeda dengan aspek permintaan, dari sisi penawaran komoditas pangan memiliki potensi berfluktuasi dalam siklus tahunan karena adanya panen musiman. Selain itu, kinerja produktivitas dan produksi tanaman pangan berpotensi untuk naik atau turun yang disebabkan oleh perilaku iklim yang semakin sulit diprediksi. Hujan lebat yang berlangsung beberapa hari terus menerus atau kemarau panjang dapat menyebabkan penurunan luas panen dan produktivitas tanaman pangan. Perubahan iklim ekstrim yang mengakibatkan berbagai bencana alam dapat mengakibatkan gagal tanam atau gagal panen. Selain itu, kejadian iklim ekstrim seperti hujan lebat yang terus menerus juga dapat mengganggu kelancaran pergerakan bahan pangan dari pusat produksi ke sentra konsumsi. Dengan asumsi permintaan pangan
Achmad Suryana
tahunan relatif stabil, maka menjaga stabilitas harga pangan
Menjaga stabilitas pasokan dan harga pangan pokok merupakan salah satu tugas pemerintah di bidang pembangunan
semata-mata mengandalkan produksi dalam negeri cukup beresiko dan sulit dicapai.
pangan. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan
Dari uraian di atas jelas sekali perlunya memelihara stabilitas
(UU Pangan) dalam Pasal 13 dan Pasal 55 ayat (1) secara eksplisit
penawaran atau penyediaan pangan dalam rangka menjamin
menyatakan pemerintah berkewajiban melakukan stabilisasi
stabilitas harga pangan. Terkait penyediaan pangan ini, UU Pangan
pasokan dan harga pangan pokok di tingkat produsen dan
Pasal 14 mengatur: (1) sumber penyediaan pangan berasal dari
konsumen.
produksi dalam negeri dan cadangan pangan nasional dan (2)
Teori ekonomi dasar menyatakan pembentukan harga komoditas
pada
suatu
waktu
tertentu
ditentukan
dalam hal penyediaan pangan dari kedua sumber tersebut belum
oleh
mencukupi, pangan dapat dipenuhi dengan impor sesuai dengan
keseimbangan permintaan (demand) dan penawaran (supply)
kebutuhan. Dengan demikian, pemerintah memiliki tiga instrumen
dari komoditas tersebut. Dengan demikian, memahami dinamika
untuk menjaga stabilitas harga pangan melalui pengelolaan
permintaan dan penawaran suatu komoditas pangan menjadi
penyediaannya, yaitu (1) produksi pangan dalam negeri, (2)
langkah awal untuk menjaga stabilitas harganya, termasuk untuk
Cadangan Pangan Nasional (CPN), khususnya untuk komponen
beras dan cabai.
yang dikelola pemerintah yaitu Cadangan Pangan Pemerintah
Dari sisi permintaan, perilaku konsumen pangan dalam satu
(CPP), dan (3) impor pangan. UU Pangan mengamanatkan, sumber
tahun tidak berubah nyata. Untuk komoditas pangan pokok atau
penyediaan ketiga yaitu impor dilaksanakan sebagai kebijakan
pangan penting seperti beras dan cabai, secara agregat konsumsi
terakhir atau the last resort, serta dilakukan secara terukur untuk
pangan relatif konstan setiap tahun, kecuali pada beberapa momen
melindungi kepentingan petani dan konsumen. Uraian berikutnya
khusus seperti hari-hari besar keagamaan dan nasional (bulan
menyajikan potensi pemanfaatan ketiga instrumen tersebut untuk
puasa, Idul Fitri dan Idul Adha, Natal, dan tahun baru). Sejak tahun
stabilisasi pasokan dan harga beras dan cabai.
2010 dalam rangka turut menjaga stabilisasi harga pangan pokok dan penting, Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian
Beras
(BKP Kementan) menghitung neraca pangan bulanan dengan
Beras adalah pangan pokok utama sumber karbohidrat yang
menggunakan asumsi adanya lonjakan permintaan pangan
sudah melekat erat dan lama pada budaya makan masyarakat
WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I. No. 13, Tahun 2017
23
Indonesia. Sampai saat ini pemeo “belum makan bila belum makan
impor beras pada periode tersebut rata-rata 1,26 juta ton atau
nasi”, masih valid berlaku bagi sebagian besar rakyat di seluruh
3,15%, dari produksi beras domestik. Berdasarkan data BPS,
nusantara. Karena itu, dari keseluruhan komoditas pangan, beras
pada periode tersebut impor beras tertinggi terjadi di tahun 2011
masih tetap dinilai sebagai komoditas terpenting dalam sistem
sebesar 2,75 juta ton dan terendah di tahun 2013 sebesar 0,47
pangan nasional dan memiliki nilai strategis secara sosial, ekonomi,
juta ton.
dan politik. Harga beras yang melonjak tajam mempengaruhi
Instrumen kedua yaitu pembentukan CPP dimanfaatkan
skala dan kedalaman kemiskinan, tingkat inflasi dan pertumbuhan
pemerintah dengan menugaskan kepada BUMN bidang logistik
ekonomi, serta dapat memicu instabilitas politik. Oleh karena itu,
pangan yaitu BULOG untuk mengelola CPP mulai dari pengadaan
dalam sejarah pembangunan pangan nasional sejak negara ini
sampai pada distribusinya. Dalam pertemuan para ahli Food and
berdiri beras menjadi salah satu komoditas pangan yang menjadi
griculture Organization (FAO) tahun 2014, Briones menyatakan
pusat perhatian setiap pemerintahan.
rasio CPN terhadap penggunaan atau kebutuhan beras setahun
Untuk menstabilkan harga beras, dari masa ke masa
(Stock to Utilization Ratio) yang dapat mendukung stabilitas harga
pemerintah telah menerapkan berbagai instumen kebijakan. Dari
beras sebesar 18% (Briones, 2014). CPN beras nasional terdiri
aspek penawaran atau penyediaan, ketiga instrumen tersebut
dari stok dimiliki pemerintah yang dikelola BULOG (CPP), stok
telah dimanfaatkan sesuai fungsinya. Instrumen pertama yaitu
dimiliki pemerintah daerah (CPPD), dan stok di masyarakat (CPM)
penyediaan dari produksi dalam negeri telah diupayakan untuk
yang tersebar di pedagang sepanjang rantai pasok, petani,
meningkat setiap tahun dengan sasaran pertumbuhan produksi
dan rumahtangga termasuk pengguna akhir seperti restoran
padi yang lebih besar dari pertumbuhan penduduk dan dampak
dan rumah sakit. Untuk tahun 2016, dengan kebutuhan beras
positif pertumbuhan ekonomi. Pada awal pemerintahan Orde
nasional berdasarkan perkiraan Kementan 33, 85 juta ton, maka
Baru dikenal program Bimbingan Massal (Bimas) dengan berbagai
CPN yang harus tersedia di berbagai entitas ekonomi beras
insentif berproduksi diberikan kepada petani, seperti subsidi input,
sebesar 6,09 juta ton.
perlindungan harga output, dan bimbingan atau pedampingan penerapan
teknologi
unggul
yang
dapat
Sementara itu, volume stok beras yang perlu dikuasai
meningkatkan
pemerintah (CPP) setiap waktu sepanjang tahun agar memiliki
produktivitas dan efisiensi usaha tani. Secara prinsip, kebijakan ini
kekuatan untuk mengendalikan harga adalah sekitar 7-9% dari
dilanjutkan oleh pemerintahan-pemerintahan berikutnya dengan
kebutuhan beras nasional. Angka ini diambil dengan mengamati
berbagai penyesuaian. Setelah program Bimas, diperkenalkan
pengalaman panjang BULOG dalam mengelola stok dan
program Intensifikasi Khusus (Insus) pada periode akhir Orde Baru,
menjaga stabilitas harga beras di tingkat petani dan di konsumen.
program Gerakan Massal Peningkatan Produksi Padi, Kedelai dan
Berdasarkan angka tersebut, untuk tahun 2016 stok beras yang
Jagung (Gema Palagung) pada pemerintahan Reformasi, dan saat
perlu dikelola setiap saat oleh BULOG sekitar 2,37-3,04 juta ton.
ini dilaksanakan program Upaya Khusus Peningkatan Produksi Padi, Jagung dan Kedelai (Upsus Pajale).
Instrumen ketiga sumber penyediaan pangan adalah impor. Kedudukan impor dalam perwujudan ketahanan pangan suatu
Diukur dari capaian peningkatan produksi padi, berbagai
negara bergantung paling tidak pada (a) sumber daya yang
program tersebut relatif berhasil. Berdasarkan data dari Badan
dimiliki negara, (b) kinerja sektor pangan, dan (c) kebijakan
Pusat Statistik (BPS) yang diolah Pusat Data dan Sistem
politik pangan negara yang bersangkutan. Untuk memenuhi
Informasi Pertanian Kementan, selama 35 tahun terakhir (1980-
kebutuhan beras bagi penduduknya, Singapura mengandalkan
2015) produksi padi dapat tumbuh mengimbangi pertumbuhan
hampir seluruhnya dari impor, Malaysia mentoleransi sekitar
konsumsi yaitu 2,76% per tahun. Dalam periode tersebut tingkat
30% dari impor, dan Indonesia menempatkan impor sebagai
pertumbuhan produksi padi tahunan berfluktuasi, bahkan ada
sumber pangan terakhir apabila penyediaan dari dua sumber
pertumbuhan negatif, tetapi terjadi juga pertumbuhan lebih dari 5%
pangan terdahulu tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan
untuk sembilan tahun (selang pertumbuhan 5,02-10,53%), yaitu
beras masyarakat.
pada tahun 1981, 1983, 1989, 1992, 1995, 2008, 2009, 2012,
Kebijakan pemerintah tentang impor beras tersebut telah
dan 2015. Pada tahun 2016 produksi padi diperkirakan mencapai
dituangkan dalam Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 5 Tahun 2015
79 juta ton gabah kering giling (GKG), yang berarti meningkat
tentang Kebijakan Pengadaan Gabah/Beras dan Penyalurannya
sekitar 5%. Namun demikian, fluktuasi produksi musiman dalam
oleh Pemerintah dan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 48 Tahun
satu tahun tetap terjadi karena pengaruh iklim, sehingga dikenal
2016 tentang Penugasan kepada Perum BULOG dalam rangka
ada musim panen raya dan paceklik.
Ketahanan Pangan Nasional. Kedua dokumen tersebut mengatur
Secara rata-rata dalam periode tahun 2010-2015 produksi
bahwa apabila pengadaan beras dari produksi dalam negeri tidak
padi domestik dapat menyediakan lebih dari 95% kebutuhan beras
mencukupi untuk pemenuhan stok, menjaga stabiltas harga, dan
nasional. Kesimpulan ini diambil dengan memperhitungkan volume
pemenuhan kebutuhan penugasan pemerintah lainnya, impor
24
WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I. No. 13, Tahun 2017
dapat dilakukan dengan tetap menjaga kepentingan produsen
komoditas cabai berbeda. Cabai ditanam hanya di beberapa
dan konsumen. Jumlah dan waktu pelaksanaan impor beras harus
sentra produksi di beberapa kabupaten, pola taman musiman,
dibahas dan ditentukan secara matang dalam rapat koordinasi
dan sangat sensitif terhadap perubahan iklim ekstrim. Cabai
tingkat Menteri Koordinator bidang Perekonomian.
merupakan komoditas perishable, kesegarannya tidak dapat dipertahankan lama, dan cepat busuk. Di lain pihak, konsumen
13,500 (Rp/Kg)
cenderung menyukai cabai segar, tidak menyukai cabai olahan.
2016
Sifat komoditas seperti ini menyebabkan derajat kesulitan untuk
13,000
menjaga stabilisasi harganya lebih tinggi dibandingkan untuk beras.
2015
12,500
Sama halnya dengan beras, sumber penyediaan cabai berasal
2014
dari produksi dalam negeri, cadangan pangan, dan impor. Dari sisi
12,000
ketersediaan sumberdaya dan teknis produksi, Indonesia mampu memproduksi cabai untuk memenuhi total kebutuhan domestik
11,500 2013
11,000
dalam satu tahun. Namun usahatani cabai bersifat musiman dan produktivitasnya sangat dipengaruhi oleh kondisi iklim, sehingga sulit untuk mengatur agar tidak terjadi fluktuasi produksi cabai
Jan
Feb Maret April Mei Juni
Mg-II
Mg-V
Mg-III
Mg-I
Mg-IV
Mg-II
Mg-III
Mg-II
Mg-V
Mg-III
Mg-I
Mg-IV
Mg-III
Mg-I
Mg-IV
Mg-II
Mg-I
Mg-IV
10,500
Juli Agust Sept Okt Nov Des
Gambar 1. Perkembangan Harga Beras Umum Gambar 1. Perkembangan Harga Beras Umum di Tingkat Konsumen, 2013-2016
di Tingkat Konsumen, 2013-2016
Sumber: BPS (2016), Kementan. Sumber: BPSdiolah (2016),BKP diolah BKP Kementan.
dalam satu tahun. Kondisi ini tidak dapat diatasi dengan instrumen kedua yaitu pembentukan stok atau CPP cabai karena komoditas pangan ini tidak dapat disimpan lama (bulanan bahkan mingguan) tanpa terjadi penurunan kesegarannya. Di sisi lain, seperti disebutkan di atas, preferensi konsumen hanya menghendaki cabai segar. Instrumen ketiga untuk penyediaan pangan yaitu dari impor
Dengan kombinasi kebijakan yang memanfaatkan ketiga
juga bukan alternatif terbaik untuk cabai karena sifat cabai yang instrumen penyediaan pangan beras tersebut, secara umum pangan Dengan kombinasi kebijakan yang memanfaatkan ketiga instrumen penyediaan
perishable dan preferensi konsumen pada cabai segar. Selain
Indonesia berhasil menjaga stabilitas harga beras dari volatilitas beras tersebut, secara umum Indonesia berhasil menjaga stabilitas harga beras dari volatilitas harga yang tinggi baik karena pengaruh dinamika ekonomi
itu memprediksi neraca (penyediaan dan kebutuhan) cabai
harga yang tinggi baik karena pengaruh dinamika ekonomi domestik ataupun lingkungan bulanan lebih sulit dilakukan dibandingkan untuk beras, sehingga domestik ataupun lingkungan strategis internasional. Sebagai strategis internasional. Sebagai contoh, selama empat tahun terakhir (2013-2016) pergerakan perencanaan mengenai jumlah dan waktu impor cabai tidak dapat contoh, selama empat tahun terakhir (2013-2016) pergerakan dilakukan secara akurat. Kalaupun perkiraan tersebut dapat harga beras cukupberas terkontrol 1). Nilai Coefisien (CV) hargaVariasi beras umum harga cukup(Gambar terkontrol (Gambar 1). Variasi Nilai Coefisien dibuat, proses impor cabai memerlukan waktu; dan sama halnya
(CV) harga berasuntuk umum mingguan tingkat konsumen untuk sebesar mingguan di tingkat konsumen tahun 2013, 2014,di2015, dan 2016 masing-masing tahun 2013, 2014, 2015, dan 2016 masing-masing sebesar 1,32;
dengan di dalam negeri, di negara eksportir juga mempertahankan
2,50; 2,71; dan 0,73; suatu nilai CV yang relatif rendah.
kesegaran cabai selama periode sebelum dan dalam proses
1,32; 2,50; 2,71; dan 0,73; suatu nilai CV yang relatif rendah.
dilakukan. Negara cabai potensial adalah Malaysia, Thailand; tetapi eksporpengimpor sulit dilakukan. Negara pengimpor cabai Vietnam, potensialdan adalah
Cabai
Cabai
dan Thailand; tetapidibutuhkan. untuk impor cabai segar untuk impor Malaysia, cabai segarVietnam, tidak selalu tersedia manakala
tidak selalu tersedia manakala dibutuhkan. Berdasarkan Nomor Tahun 2015Penetapan tentang Penetapan Berdasarkan Perpres Perpres Nomor 71 Tahun712015 tentang dan Penyimpanan dan Penyimpanan Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting 80,000 Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting dan Perpres Nomor 48 Tahun 2016 yang (Rp/Kg) 75,000
2014
cabai termasuk salah satu komoditas jenis pangan pokok yang
Kementan melaporkan tahun 2016 konsumsi cabai merah (besar
2013
Mg-II
Mg-III
Mg-I
Mg-IV
Mg-II
Mg-III
Mg-II
Mg-V
Mg-III
Mg-I
Mg-IV
Mg-III
Mg-I
Mg-IV
Mg-II
2015
Mg-I
pada angka inflasi. Data SUSENAS dari BPS yang diolah BKP
2016
Mg-IV
65,000 60,000 ketersediaan dan stabilisasi harganya, baik pada tingkat konsumen ataupun produsen. Alasan dijaga ketersediaan dan stabilisasi harganya, baik pada tingkat 55,000 utama cabai masuk kelompok ini karena cabai dikonsumsi oleh seluruh tangga50,000 di konsumen ataupun produsen. Alasan utama cabai rumah masuk 45,000 40,000 kelompok ini karena cabai dikonsumsi oleh seluruh rumah tangga 49 35,000 di Indonesia hampir setiap hari walau dalam jumlah yang sedikit. 30,000 25,000 Cabai merupakan bumbu masak utama dalam kuliner masakan 20,000 15,000 Indonesia. Selain itu, fluktuasi harga cabai yang besar berpengaruh
Mg-V
dan Perpres Nomor 48 Tahun 2016 yang dikemukakan terdahulu,
70,000 dikemukakan terdahulu, cabai termasuk salah satu komoditas jenis pangan pokok yang dijaga
JanGambar Feb Maret April Mei Juni Harga Juli Agust Okt Keriting Nov Des 2. Perkembangan CabaiSept Merah
Gambar 2. Perkembangan Harga Cabe Merah di Tingkat Konsumen, 2013-2016 dan keriting) sebesar 3,08 kg/kapita. Pada tahun yang sama, Keriting di Tingkat Konsumen, konsumsi cabe rawit sebesar 3,09 kg/kg. Sumber: BPS (2016), diolah BKP Kementan. 2013-2016 Berbeda dengan beras, karakteristik pola produksi dan sifat Sumber: BPS (2016), diolah BKP Kementan.
WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I. No. 13, Tahun 2017
25
tahun 2011 melalui program Gerakan Peningkatan Produksi
(Rp/Kg) 90,000 85,000 80,000 75,000 70,000 65,000 60,000 55,000 50,000 45,000 40,000 35,000 30,000 25,000 20,000 15,000
2016
Pangan berbasis Korporasi (GP3K). Program GP3K membantu petani mendapatkan pupuk dan benih lebih tepat waktu serta pendampingan penerapan teknologi. BUMN pelaksana GP3K
2014
melaporkan pada panen 2015 produktivitas usahatani padi peserta GP3K di Metro Lampung meningkat dari 5,8 ton menjadi 6,6 ton. Produksi padi dari kegiatan penugasan ini sebagian atau seluruhnya dapat dimanfaatkan oleh BULOG sebagai sumber untuk 2015
membangun stok beras pemerintah. Dengan demikian, langkah ini dapat menghasilkan dua manfaat sekaligus, meningkatkan
Jan
Feb Maret April Mei Juni
Juli Agust Sept Okt Nov
Mg-II
Mg-V
Mg-III
Mg-I
Mg-IV
Mg-II
Mg-III
Mg-II
Mg-V
Mg-III
Mg-I
Mg-IV
Mg-III
Mg-I
Mg-IV
Mg-II
Mg-I
Mg-IV
2013
Des
Gambar 3. Perkembangan Harga Cabe Rawit di Tingkat Konsumen, 2013-2016 Sumber: BPS (2016), diolah BKP Kementan.
Dengan demikian, untuk pangan cabai, satu-satunya sumber utama penyediaannya adalah dari produksi dalam negeri. Dengan pola produksi tahunan yang fluktuatif dan proses distribusi sampai ke konsumen akhir terpengaruh oleh kondisi iklim, maka dapat dipahami kalau harga cabai sangat berfluktuasi dengan pola yang tidak dapat diprediksi. Coefisien Variasi (CV) harga cabai mingguan di tingkat konsumen untuk rara-rata tahunan selama 2012-2016 cukup besar, yaitu 35,4 untuk cabai merah keriting dan 36,9 untuk cabai rawit (Gambar 1 dan 2). Rekomendasi untuk Menjaga Stabilitas Harga. Menjaga stabilitas harga pangan beras dan cabai merupakan tugas pemerintah yang diamanatkan UU Pangan dan juga merupakan salah satu upaya mewujudkan kedaulatan pangan yang diusung pemerintah saat ini. Untuk menjaga stabilitas harga kedua pangan ini disarankan memanfaatkan kebijakan operasional tentang penyediaan pangan yang berbeda. Untuk beras, pada prinsipnya ketiga sumber penyediaan pangan yaitu produksi dalam negeri, CPP, dan impor merupakan instrumen kebijakan yang feasible untuk dimanfaatkan. Salah satu kebijakan guna meningkatkan ketahanan pangan nasional, khususnya dalam rangka menjaga stabilisasi harga beras, pemerintah dapat menugaskan BULOG atau BUMN lainnya untuk
produksi padi dan pembentukan stok beras terutama pada musim paceklik. Sementara itu, opsi impor beras sebaiknya tetap terbuka untuk mengatasi kemungkinan adanya goncangan tiba-tiba akibat perubahan iklim ektsrim pada produksi padi nasional. Untuk cabai, dari tiga instrumen sumber penyediaan pangan hanya satu yang
dapat diandalkan untuk menjaga stabilitas
penyediaan dan harga cabai dalam jangka pendek, yaitu dari produksi domestik. Untuk mengatasi fluktuasi produksi tahunan yang paling cepat dan feasible adalah dengan memperbaiki pola tanam tahunan secara nasional, baik antar waktu maupun antar daerah. Salah satu alternatif lainnya adalah dengan menugaskan kepada BUMN di bidang pangan untuk menanam cabai pada off season dan di sentra produksi baru yang secara agro-ekosistem cocok bagi pengembangan usaha tani cabai. BUMN juga dapat ditugaskan untuk mengembangkan sistem logistik dan distribusi cabai guna meningkatkan efisiensi arus komoditas dari sentra produksi ke sentra konsumsi, termasuk pada situasi cuaca buruk. Untuk itu BUMN yang ditugaskan perlu menguasai serta memanfaatkan teknologi modern dan unggul, dan melakukan investasi infrastruktur untuk menerapkan teknologi tersebut guna mengembangkan usahatani dan logistik/distribusi cabai. Ketiga peraturan-perundangan yang berlaku untuk beras seperti disebutkan di atas dapat dirujuk untuk pengembangan produksi cabai tersebut. Keterlibatan BUMN dalam produksi pangan tetap sifatnya suplemen dalam sistem produksi pangan nasional. Pembinaan dan pendampingan kepada petani padi dan cabai untuk memiliki akses dan mampu menerapkan teknologi unggul agribisnis perlu diprioritaskan agar para petani tersebut dapat meningkatkan efisiensi dan poduktivitas usahanya.
membangun agribisnis padi yang dikembangkan dengan prinsip korporasi. Landasan hukum kebijakan ini terdapat dalam UU Pangan pasal 128 dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 13 Tahun 2016 tentang Perusahaan Umum BULOG serta Perpres Nomor 48
BIODATA PENULIS
Tahun 2016 seperti dijelaskan terdahulu.
Nama : Achmad Suryana
Penugasan kepada BUMN seperti ini belum pernah dilakukan, namun keterlibatan BUMN dalam upaya peningkatan produksi
Profesi : Peneliti Utama Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan
beras dalam rangka ketahanan pangan sudah dimulai sejak
26
Pertanian, Kementerian Pertanian
Email :
[email protected]
WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I. No. 13, Tahun 2017
Impian Membangun
Industri Hilir Timah
di Negeri Sendiri
Strategi untuk mengembangkan industri hilir di sektor pertambangan itu sendiri ditandai dengan diterbitkannya UndangUndang No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara yang mengamanatkan adanya nilai tambah produk pertambangan. Namun demikian, berbeda dengan barang tambang lainnya, jauh sebelum UU No. 4 tahun 2009 diterbitkan, timah merupakan salah satu produk tambang yang sudah mensyaratkan nilai tambah. Hal ini seperti terlihat dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 04/M-DAG/PER/1/2007 yang menyebutkan bahwa hanya timah batangan yang bisa diekspor.
Ernawati Munadi
Timah batangan merupakan timah paduan atau campuran timah
Sebagian besar dari Anda, pembaca setia Warta Litbang Perdagangan pasti sudah sering membaca atau mendengar ulasan tentang kinerja ekspor Indonesia yang hingga saat ini masih didominasi oleh ekspor produk-produk primer. Tidaklah mengherankan jika dalam beberapa tahun terakhir ini, pemerintah sedang
giat-giatnya
mencanangkan
strategi
pembangunan
yang memfokuskan pada pengembangan industri hilir. Strategi pengembangan industri hilir itu sendiri telah melanda semua sektor kegiatan ekonomi Indonesia, tidak terkecuali sektor pertambangan. Hal ini mengingat Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam termasuk hasil pertambangan. Di antara produk-produk tambang tersebut yang hingga saat ini merupakan primadona karena bernilai ekonomi tinggi diantaranya adalah batu bara, timah, biji besi, tembaga, mangan, bauksit, nikel, emas dan perak.
dengan logam lain (BRIK Timah, 2016) maupun tidak yang merupakan hasil dari kegiatan pengolahan dan pemurnian yang termasuk dalam klasifikasi Tarif Bea Masuk Indonesia Tahun 2007 dengan nomor Pos Tarif 8001 dan 8003.00.00.00. Sementara timah diklasifikasikan dalam pos tarif 8002.00.00.00 (sisa dan skrap timah) dilarang untuk diekspor sehingga bijih timah/pasir timah atau sejenisnya juga dilarang untuk diekspor. Persyaratan lain berdasarkan Permendag tersebut adalah batang timah yang diekspor memilki kadar timah minimal 99,85% London Metal Exchange (LME) dan sesuai dengan standar American Standar for Testing Material (ASTM) B.339-95 serta telah membayar lunas royalti atas timah yang diekpor dengan melampirkan kopi bukti setor royalti. Permasalahan Sektor Timah di Indonesia dan Kurangnya Insentif bagi Perkembangan Industri Hilir Timah Memang tidak bisa dipungkiri bahwa bagi pembuat kebijakan, mengatur kebijakan di bidang timah dan mungkin beberapa produk pertambangan yang lain merupakan situasi yang tidak mudah dan dilematis. Hal itu karena pemerintah selalu dihadapkan pada dilema untuk memilih dan melindungi dua kepentingan yang berbeda dan yang terkadang sangat bertolak belakang, misalnya harus melindungi produsen sekaligus juga konsumen. Terdapat dua permasalahan pokok dalam sektor timah yang dihadapi dan harus dilindungi oleh pemerintah serta harus dituangkan dalam bentuk kebijakan. Pertama, aktifitas ekonomi yang dilakukan terkait dengan komoditas timah telah menyebabkan kerusakan lingkungan yang sangat parah akibat kegiatan penambangan timah yang tidak terkendali, khususnya setelah tahun 1998 sejak diijinkannya masyarakat umum menambang timah yang sebelumnya dimonopoli oleh PT. Timah. Kondisi ini telah menimbulkan kerusakan lingkungan
Sumber: Piter (2010)
yang sangat parah khususnya untuk wilayah Bangka Belitung. WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I. No. 13, Tahun 2017
27
Permasalahan kedua adalah kurang berkembangnya industri
memprihatinkan mengingat upaya untuk menghidupkan industri hilir
hilir timah di Indonesia. Hingga saat ini bijih timah yang ditambang
timah sudah dimulai jauh sebelum dikeluarkannya Undang-Undang
telah diproses menjadi timah batangan (tin ingot) sebelum di ekspor.
No. 4 tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara yang merupakan
Dari total produksi timah batangan tersebut, sekitar 94% di ekspor
tahun dicanangkannya upaya untuk menumbuhkan industri hilir
dan hanya 6% yang mampu di serap oleh industri hilir timah dalam
di sektor pertambangan. Namun hingga delapan tahun dalam
negeri. Sebagai ilustrasi, Indonesia pada tahun 2015 mampu
implementasinya, Indonesia hanya mampu menghidupkan industri
memproduksi timah yang mencapai 84.000 metrik ton. Dengan
pengolahan dan pemurnian bijih timah menjadi timah batangan.
produksi tersebut Indonesia merupakan negara produsen timah
Timah batangan bukanlah produk akhir timah, timah batangan
kedua terbesar setelah Republik Rakyat Tiongkok (RRT). Dalam
hanya merupakan produk setengah jadi yang digunakan sebagai
perdagangan timah dunia, bersama-sama dengan RRT, rata-rata
bahan baku untuk industri hilir timah yang merupakan bahan jadi
kedua negara mampu menguasai lebih dari 65% produksi timah
untuk industri yang menggunakan bahan baku timah, misalnya
dunia. Namun demikian, akibat kurang berkembangnya industri
industri otomotif dan elektronik. Hal itu juga jelas terlihat dari
hilir timah di Indonesia, 94% produksi timah Indonesia adalah
komposisi pendapatan ekspor Indonesia dari timah, di mana ekspor
untuk diekspor dalam bentuk timah batangan dan hanya 6% yang
logam timah murni batangan mencapai USD 1,1 miliar dan hanya
terserap oleh industri dalam negeri, berbeda dengan produksi timah
sebesar 0,1 miliar nilai ekspor Indonesia berupa produk timah (Trade
RRT yang hampir semuanya terserap oleh industri dalam negerinya
Map, 2016). Hal tersebut juga semakin jelas terlihat dari data impor
(International Tin Research Institute /ITRI, 2012).
timah Indonesia yang justru didominasi oleh produk hilir timah seperti
Situasi terkait kurang berkembangnya industri hilir timah tersebut
solder, tinfoil dan tinplate. Dengan nilai impor timah dan produk timah
juga jelas terindikasi melalui data perdagangan timah Indonesia.
pada tahun 2015 sebesar USD 39,8 juta, 98% nilai impor tersebut
Dengan total nilai ekspor yang mencapai USD 1,2 miliar, sekitar 94%
adalah timah solder (USD 38,5 juta), tinfoil sebesar 0,9% (USD 0,4
ekspor timah berupa timah murni batangan dan sisanya merupakan
juta) dan tinplate 0,8% (USD 0,3 juta) (Trade Map, 2016).
produk hilir timah (Trade Map, 2016). Data tersebut sungguh sangat
Kotak 1. Peraturan Menteri Perdagangan terkait Ekspor Timah Permendag No. 04/2007 merupakan peraturan pertama yang diterbitkan oleh pemerintah terkait dengan ekspor Timah. Peraturan ini dilatarbelakangi oleh maraknya penambangan bijih timah dan kegiatan smelter timah yang tidak terkendali, sehingga pemerintah merasa perlu untuk meminimalisasi kerusakan lingkungan yang terjadi akibat penambangan yang tidak terkendali tersebut khususnya di Bangka Belitung. Dalam Permendag tersebut, pemerintah hanya mengizinkan ekspor Timah batangan yang memiliki kadar timah minimal 99,85% LME dan sesuai dengan standar American Society for Testing Material (ASTM) B.339-95 serta telah membayar lunas royalti atas timah yang diekpor dengan melampirkan copy bukti setor royalti. Dengan demikian, pemerintah melarang ekspor sisa dan skrap timah serta bijih timah/pasir timah. Setelah lima tahun diimplementasikan, pemerintah kemudian mencabut Permendag 04 tahun 2007 dan menggantinya dengan Permendag No. 78/M-DAG/PER/12/2012 tentang Ketentuan Ekspor Timah dengan perubahan mendasar pada revisi jenis timah yang dapat di ekspor. Melalui Permendag tersebut, terhitung mulai tanggal 1 Juli 2013 timah batangan dan timah dalam bentuk lainnya dapat di eskpor jika memiliki kandungan Stannum dengan kadar paling rendah 99,9% dan unsur pengotor paling tinggi 0,1%. Selain itu, timah solder juga dapat diekspor jika mengandung Stannum dengan kadar paling rendah 63% Sn dan Pb serta unsur pengotor paling tinggi 2%. Perubahan jenis timah yang bisa diekspor ini pada dasarnya untuk mengurangi dugaan terjadinya ekspor timah ilegal yang marak terjadi sejak diberlakukannya Permendag No. 04/2007 yang hanya membolehkan ekspor timah batangan. Pemerintah kembali merevisi peraturan ekspor Timah melalui Permendag No. 32/M-MDAG/PER/6/2013 tentang Ketentuan Ekspor Timah. Dalam Permendag No. 32/2013, pemerintah mewajibkan
28
semua perdagangan timah batangan untuk tujuan ekspor dilakukan melalui Bursa Komoditi dan Derivatif Indonesia (BKDI) terhitung sejak 30 Agustus 2013, sementara timah dalam bentuk lainnya wajib diperdagangkan melalui BKDI per 1 Januari 2015. Masih diperbolehkannya ekspor timah non-batangan tanpa melalui BKDI ini juga diduga menjadi celah yang bisa dimanfaatkan oleh eksportir nakal untuk melakukan perdagangan ilegal timah. Pada tahun 2014 pemerintah kembali merevisi peraturan terkait ekspor timah dengan diterbitkannya Permendag No. 44/2014 dan mencabut peraturan sebelumnya. Beberapa poin penting dalam Permendag No. 44/2014 adalah sebagai berikut: (1) Timah yang diatur dikelompokkan menjadi: a. Timah Murni Batangan, timah murni dengan kandungan Stannum (Sn) paling rendah 99,9% yang merupakan hasil dari kegiatan pengolahan dan pemurnian bijih timah oleh smelter (Pos tarif/HS 8001.10.00.00); b. Timah Murni Bukan Batangan, yaitu timah murni dengan kandungan Stannum (Sn) paling rendah 99,93% dalam bentuk selain batangan atau dalam bentuk lainnya yang berbahan baku timah murni batangan (Pos tarif/ HS 8001.10.00.00); c. Timah Solder, yaitu timah paduan dengan kandungan Stannum (Sn) paling tinggi 99,7% dalam bentuk batangan atau bentuk lainnya yang digunakan untuk menyolder dan mengelas (Pos tarif/HS 8003.00.10.00, ex. 8003.00.90.00, ex. 8311.30.90.10, ex. 8311.90.00.00, ex. 3810.10.00.00); dan d. Timah Paduan Bukan Solder, yaitu timah paduan dengan kandungan Stannum (Sn) paling tinggi 96% dalam bentuk batangan atau bentuk lainnya yang tidak digunakan untuk menyolder dan mengelas (Pos tarif/HS 8001.20.00.00, 8007.00.20.00, 8007.00.99.90); (2) Timah dapat diekspor jika telah membayar iuran produksi/royalti bagi timah murni batangan, dan membayar iuran produksi/royalti atas bahan baku timah yang digunakan bagi timah murni bukan batangan, timah solder dan timah paduan bukan solder;
WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I. No. 13, Tahun 2017
(3) Perusahaan Timah wajib memperoleh pengakuan sebagai Eksportir Terdaftar Timah (ET-Timah) yang dibedakan menjadi ET-Timah Murni Batangan dan ET-Timah Industri. ET Timah Industri adalah perusahaan yang telah mendapat pengakuan untuk melakukan Ekspor Timah Murni Bukan Batangan, Timah Solder, dan/atau Timah Paduan Bukan Solder, (4) Timah yang akan diekspor wajib dilakukan Verifikasi atau Penelusuran Teknis sebelum muat barang dan dituangkan dalam bentuk Laporan Surveyor (LS) oleh surveyor yang ditetapkan oleh Menteri Perdagangan. Setahun kemudian, Pemerintah kembali merevisi beberapa pasal dalam Permendag No. 44/2014 dalam Permendag 33/2015. Beberapa perubahan dalam Permendag terbaru tersebut adalah: (1) Jenis timah yang dapat diekspor yang sebelumnya dikelompokkan menjadi empat kelompok kini berubah menjadi tiga kelompok, yaitu Timah Murni Batangan, Timah Solder, dan Barang Lainnya dari Timah. Timah Murni Batangan memiliki kandungan Stannum (Sn) paling rendah 99,9% dalam bentuk batangan yang merupakan hasil dari kegiatan pengolahan dan pemurnian bijih timah oleh smelter (Pos Tarif/HS ex. 8001.10.00.00). Timah Solder memiliki kandungan Stannum (Sn) paling tinggi 99,7% yang digunakan untuk menyolder dan mengelas (Pos Tarif/HS ex.8003.00.10.00; ex.8003.00.90.00; ex.8311.30.90.10; ex.8311.30.90.90; ex.8311.90.00.00; ex.3810.10.00.00). Sedangkan Barang Lainnya Dari Timah memiliki kandungan Stannum (Sn) paling tinggi 96% dalam bentuk pelat, lembaran, strip, foil, pembuluh, pipa, alat kelengkapan pembuluh atau kelengkapan pipa, tempat atau kotak sigaret, asbak, peralatan rumah tangga lainnya, dan tabung yang dapat dilipat (Pos Tarif/HS ex.8007.00.20.00; ex.8007.00.30.00; ex.8007.00.40.00; ex.8007.00.91.00; ex.8007.00.92.00; ex.8007.00.99.10; ex.8007.00.99.90). Selain tiga jenis timah tersebut dilarang untuk diekspor. Permendag 33/2015 juga mengatur Perdagangan
Bursa Timah. Perdagangan Bursa Timah, sebelum diekspor Timah Murni Batangan wajib diperdagangkan melalui Bursa Timah diubah menjadi Timah Murni Batangan yang akan diekspor maupun dijual di dalam negeri wajib diperdagangkan melalui Bursa Timah. Permendag 33/2015 juga menambahkan beberapa pasal baru sebagai berikut: a. Royalti; Timah dapat diekspor jika telah membayar iuran/produksi royalti yang telah diverifikasi oleh Dirjen Minerba ESDM, dilengkapi Rencana Kerja Anggaran Biaya (RKAB). b. Wajib sertifikat Clear and Clean (CnC) bertujuan untuk ketelusuran asal barang; Asal usul bijih timah yang digunakan untuk bahan baku Timah Murni Batangan harus Clear and Clean (CnC), sementara untuk Timah Solder dan Barang Lainnya Dari Timah dilengkapi bukti pembelian bahan baku Timah Murni Batangan dari bursa timah. c. Persetujuan Ekspor (PE); Sebagai instrumen pengawasan digunakan mekanisme Persetujuan Ekspor untuk mencantumkan perkembangan kinerja ekspor timah serta pelaku usaha dari waktu ke waktu. Sementara itu mengenai Tata Niaga Ekspor melalui instrumen Eksportir Terdaftar Timah (ET-Timah), Perusahaan Timah wajib memperoleh pengakuan sebagai Eksportir Terdaftar Timah (ETTimah). Sebelumnya ET-Timah Murni Batangan adalah perusahaan yang telah mendapat pengakuan untuk melakukan Ekspor Timah Murni Batangan dan ET-Timah Industri adalah perusahaan yang telah mendapat pengakuan untuk melakukan Ekspor Timah Solder. Untuk ketentuan baru menjadi sebagai berikut: 1. ET-Timah Murni Batangan adalah perusahaan yang telah mendapat pengakuan untuk melakukan ekspor Timah Murni Batangan; dan 2. ET-Timah Industri adalah perusahaan yang telah mendapat pengakuan untuk melakukan ekspor Timah Solder dan Barang Lainnya Dari Timah.
Berdasarkan pada beberapa peraturan terkait dengan ekspor timah mulai dari Permendag 04/2007, Permendag 78/2012, Permendag 32/2013, dan Permendag 44/2014, terlihat bahwa di dalam mengatur kebijakan ekspor timah di Indonesia, pemerintah sepertinya lebih berfokus pada upaya untuk menjaga keberlanjutan sumber daya alam (sustainable resources) dan kelestarian lingkungan hidup, serta berdasarkan pada peraturan yang terakhir yaitu Permendag 33/2015 sebagai upaya untuk mendukung terciptanya good mining practices melalui proses Clear and Clean (CnC) dan menekan penyelundupan ekspor timah ke luar negeri. Namun, pemerintah di saat yang sama kurang memperhatikan perkembangan industri hilir Timah yang sebetulnya juga sangat mengharapkan perlindungan pemerintah dalam bentuk kebijakan yang bisa memberikan insentif bagi tumbuh kembangnya industri hilir timah yang memang seharusnya perlu untuk didorong pertumbuhannya jika Indonesia ingin menjadi tuan di negerinya sendiri. Beberapa Hambatan Perkembangan Industri Timah Paling tidak ada empat alasan mengapa Permendag No. 33 tahun 2015 justru malah dirasakan menghambat perkembangan industri hilir timah di Indonesia. Keempat alasan tersebut adalah sebagai berikut: Sumber: ruanagita.blogspot.co.id (2017)
(1) Definisi terkait dengan produk timah yang bisa diekspor. WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I. No. 13, Tahun 2017
29
Bagi beberapa pelaku industri khususnya industri hilir timah,
menciptakan proses administrasi yang lebih panjang, tanpa
Permendag No. 33 Tahun 2015 dirasakan sangat tidak
ada insentif harga yang lebih murah.
berpihak kepada industri hilir timah mengingat Permendag
(4) Ketentuan
syarat
penerbitan
Laporan
Surveyor
(LS)
tersebut membatasi bentuk solder yang boleh diekspor hanya
mendorong biaya ekspor yang sangat mahal dan tidak
sebatas pada: (1) Timah Murni Batangan, (2) Timah Solder, dan
efektif sehingga membebani eksportir solder. Persyaratan LS
(3) Barang Lainnya dari Timah beserta spesifikasi teknisnya.
ini dirasakan redundant dan cenderung membebani karena
Padahal
timah
bahan baku timah yang dibeli sudah melalui proses CnC
bisa untuk mendukung industri yang menggunakan timah
dan jika LS masih diberlakukan karena biaya LS sepenuhnya
sebagai bahan baku bisa sangat bervariasi sehingga dalam
dibebankan kepada perusahaan, kecuali jika biaya tersebut
perkembangannya memungkinkan adanya pembentukan
tidak dibebankan kepada perusahaan. Persyaratan untuk
varian baru produk timah. Selain itu, pembeli timah juga kerap
pemeriksaan pra-pengapalan (LS) bagi barang yang di ekspor
kali menentukan sendiri desain atau spesifikasi yang diminta.
diatur dalam Keputusan Kementerian Perdagangan Nomor
Varian baru dan juga spesifikasi serta desain yang diminta
13/M-DAG/PER/3/2012 mengenai Ketentuan Umum Ekspor.
serta ditentukan oleh pembeli ini tidak masuk dalam kategori
Permendag No. 13/2012 menetapkan bahwa ekspor produk
dan persyaratan yang ada dalam Permendag No. 33 Tahun
yang dibatasi ekspornya wajib tunduk pada persyaratan
2015, sehingga pada akhirnya industri hilir timah tidak bisa
pra-pengapalan sebelum produk meninggalkan pelabuhan
melakukan ekspor produk turunan timah tersebut karena
keberangkatan yang ditunjukkan dalam Laporan Surveyor.
terkendala dengan pembatasan bentuk dan varian yang bisa
Terkait dengan penerbitan LS untuk ekspor produk industri
di ekspor.
hilir timah, yang dikeluhkan oleh pelaku industri adalah
perkembangan
teknologi,
penggunaan
(2) Persyaratan CnC. Ekspor tin anode dan solder dengan
terkait mahalnya biaya penerbitan LS bagi eksportir produk
spesifikasi kurang dari 99,7% seharusnya diperbolehkan
industri hilir timah yang jumlahnya tidak banyak. Eksportir
karena bahan baku sudah CnC. Pembatasan spesifikasi ini
mengeluhkan bahwa biaya penerbitan LS untuk jumlah ekspor
kerap mengurangi potensi pangsa pasar ekspor produk
solder sebanyak 129 kg lebih mahal dari LS untuk solder
turunan solder.
sebanyak 1 ton. Besaran biaya LS ini mengalami kenaikan dari
(3) Perdagangan dalam negeri yang melalui Bursa Berjangka
sebelumnya hanya Rp 2,5 juta per shipment saat ini menjadi
Komoditi. Produsen solder tidak bisa mendapatkan harga
Rp 7,5 juta per shipment (PT. Solder Indonesia dan Data
material yang kompetitif karena adanya keharusan pembelian
primer, FGD). Akibatnya, bagi industri solder powder, akan
melalui bursa. Padahal jika dibandingkan dengan kondisi di
lebih menguntungkan dan lebih nyaman serta lebih murah
luar negeri, produsen seringkali mendapatkan material dengan
impor timah solder dari negara lain daripada memproduksi
harga dibawah pasar internasional. Adanya persyaratan
solder powder dan di ekspor keluar negeri. Untuk mengekspor
pembelian bahan baku melalui pasar bursa ini juga telah
produk industri hilir timah, pengusaha dihadapkan banyak
Gambar: Youtube (2017)
30
WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I. No. 13, Tahun 2017
kendala yang menambah biaya tinggi sehingga menakutkan bagi investor asing dan membebani industri hilir timah solder. Dukungan Pemerintah Untuk Pengembangan Industri Hilir Timah Harus dipahami bahwa industri hilir timah tidak hanya berhenti pada industri pengolahan bijih timah menjadi timah batangan, namun industri yang mampu mengolah timah batangan menjadi tin solder, tinfoil, tin powder, tin casting & plating, dan masih banyak lagi. Namun demikian, mengingat produk-produk yang dihasilkan
Sumber: Majalah Timah Online (2017)
oleh industri hilir timah tersebut akan berguna jika digunakan
sehat dan kompetitif, industri solder global akan selalu bergerak
sebagai input industri lain, misalnya elektronik dan otomotif maka
merelokasi industrinya ke negara-negara low-cost dan low labor-
upaya pengembangan industri hilir timah juga sangat ditentukan
cost. Industri berusaha mendekatkan dan mencari kemudahan
oleh berkembangnya sektor-sektor tersebut. Timah diperkirakan
akses pada sumber bahan baku. Selain itu industri juga
akan sangat strategis dalam perekonomian global seiring dengan
mempertimbangkan ketersediaan infrastruktur yang memadai,
pesatnya perkembangan teknologi digital dalam dua dekade
keamanan dan kepastian hukum atas investasinya. Perkembangan
terakhir ini.
industri solder global menunjukkan kecenderungan banyak
Saat ini timah telah banyak digunakan untuk mendukung
perusahaan solder besar didunia mendirikan pabriknya dibeberapa
produk inovasi diantaranya sebagai bahan produksi layar LCD
negara. Satu perusahaan solder bisa mendirikan pabrik pada
atau TV plasma, layar smartphone dan sensor cahaya. Timah
2-5 negara. Hampir semua perusahaan solder besar tersebut
juga telah digunakan sebagai paduan bahan baku untuk kaca
mendirikan sedikitnya satu (bahkan lebih) pabrik solder di RRT
oksida transparan dan konduktif atau Transparent Conducting
(Mulyana, 2016) . RRT memiliki lebih dari 500 pabrik solder besar
Oxides (TCO), diantaranya Indium Tin Oxide (ITO) yang merupakan
maupun kecil, terdiri dari perusahaan solder asing maupun lokal.
perpaduan
Oksida.
Untuk melindungi keberadaan industri elektronik dan menjamin
Perpaduan kedua senyawa tersebut sebagian besar digunakan
kebutuhan soldernya di RRT, maka produk solder tertentu dilarang
dalam pembuatan gelas kaca pada layar smartphone (Azom.com,
untuk diekspor. Beberapa perusahaan solder besar tersebut juga
2014). Beberapa industri yang juga akan banyak menggunakan
ada yang mendirikan pabriknya dibeberapa negara ASEAN (antara
timah sebagai komponen bahan baku diantaranya adalah packing
lain di Singapura, Malaysia, Thailand, Filipina 2003-2008, Vietnam
atau kemasan, konstruksi, dan transportasi (ITRI, 2012).
2010-2011) (Mulyana, 2016)1.
antara
Indium
Oksida
dengan
Timah
Dengan demikian, strategi pengembangan industri hilir timah
Dukungan pemerintah melalui kebijakan Permendag No. 33
dapat difokuskan pada dua hal, yaitu: (1) Pengembangan industri
Tahun 2015 seperti yang sudah diidentifikasi di atas, ternyata
timah hilir untuk mendukung peningkatan konsumsi dalam negeri
justru ditengarai menjadi penyebab kenapa tidak ada investor
dengan catatan industri yang menggunakan produk industri hilir
asing tertarik investasi industri hilir timah di Indonesia. Perusahaan
timah seperti industri elektronik dan otomotif cukup berkembang,
industri solder di Indonesia yang saat ini berjumlah sekitar dua belas
dan (2) Pengembangan industri hilir timah untuk pasar ekspor.
perusahaan, seharusnya bisa ditumbuhkembangkan menjadi lebih
Mengingat masih kurang berkembangnya industri-industri yang
banyak. Hal itu juga karena satu pabrik solder (produk solder asli)
menyerap produk industri hilir timah, seperti industri elektronik dan
bisa mempekerjakan karyawan lima kali lebih banyak dibandingkan
otomotif, maka prospek pengembangan industri hilir timah harus
satu pabrik tin smelter maupun tin wire dalam kapasitas produksi
di arahkan untuk pasar ekspor. Strategi pengembangan industri
yang sama banyaknya. Uluran tangan pemerintah masih sangat
hilir timah untuk memperkuat konsumsi dalam negeri maupun
diperlukan bagi percepatan pertumbuhan industri solder di
untuk pasar ekspor memerlukan dukungan pemerintah melalui
Indonesia, terutama bila ada kemauan dan keseriusan pemerintah
iklim usaha yang kondusif dan mampu memberikan insentif bagi
dalam
pengembangan industri hilir timah. Pemerintah bukan hanya
ekonomis yang ada.
perlu mendorong tumbuhnya investasi industri hilir timah, namun pemerintah perlu juga untuk mendukung iklim perdagangan khususnya ekspor produk industri hilir timah Indonesia. Industri solder global misalnya, seperti industri lain pada umumnya, 1
demi
menjamin
keberlangsungan
industri
yang
menggerakkan,
menangkap,
dan
merebut
peluang
BIODATA PENULIS Nama
: Ernawati Munadi
Profesi
: Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Wijaya Kusuma
Surabaya Email
:
[email protected]
Timah paduan adalah kombinasi, dalam larutan atau senyawa, dua atau lebih elemen dan paling tidak salah satunya adalah timah.
WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I. No. 13, Tahun 2017
31
B E R I T A P E N D E K P E R D A GANGAN produksi atau pemasaran baik barang maupun jasa yang dilakukan dengan cara tidak jujur atau bahkan melawan hukum. Praktikpraktik seperti ini pada akhirnya menghambat persaingan bisnis seperti yang tertuang dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak
DUMPING
Sehat, Pasal 1 ayat (6). Perbedaan harga yang terjadi antar produk dalam negeri dengan produk impor menimbulkan permasalahan baru. Pasar domestik yang dikuasai industri lokal akan merasa dirugikan dengan tindakan tersebut. Permasalahan dumping banyak terjadi untuk beberapa produk impor. Informasi terkait praktik dumping yang terjadi di Indonesia juga telah dikemukakan oleh Komite Anti Dumping Indonesia (KADI) dalam laman situs resminya (kadi.kemendag.go.id, 30 Desember 2016). KADI masih menemukan praktik dumping pada beberapa produk impor, bahkan terjadi perluasan jenis-jenis produk impor yang dituduh dumping. Sebelumnya, produk besi baja menjadi produk dominan yang mengalami dumping. Namun, jenis produk lainnya juga mulai mengalami hal yang serupa.
Kemajuan teknologi dan informasi global yang semakin pesat membawa perubahan pada berbagai hal. Salah satu perubahan yang terlihat adalah cara memenuhi kebutuhan setiap individu, tanpa terkecuali masyarakat Indonesia. Pola yang terjadi saat ini, seperti yang pernah disampaikan oleh salah satu tokoh dunia dalam bidang ekonomi, yaitu Adam Smith (1776) dalam tulisannya yang berjudul An Inquiry into the Nature and Causes of the Wealth of Nations, manusia akan terus berusaha mendorong dirinya untuk memperoleh peningkatan kehidupan, termasuk dalam bidang ekonomi dan perdagangan. Keinginan untuk meningkatkan kebutuhan dalam bidang perdagangan terlihat dari bagaimana setiap negara mulai berlomba-lomba melakukan perdagangan dengan negara lain untuk meningkatkan surplus. Dengan keterbukaan akses pasar yang terjadi saat ini, serta banyaknya perjanjian kerja sama bilateral atau regional dengan negara lainnya, semakin memudahkan proses perdagangan antar negara, sehingga muncul istilah perdagangan tanpa batas. Setiap negara akan mudah melakukan kegiatan ekspor impor dengan negaranegara yang telah memiliki perjanjian perdagangan. Kemudahan proses perdagangan bukan hanya memberikan pengaruh positif, tetapi juga berdampak negatif pada pasar dalam negeri. Akses pasar yang semakin mudah menyebabkan banyak produk-produk impor yang beredar di pasar domestik. Peredaran produk impor tidak akan menjadi masalah dan berdampak signifikan jika harga impor memiliki nilai yang sama atau lebih tinggi dari harga domestik. Akan tetapi yang terjadi saat ini, harga impor beberapa produk yang masuk ke pasar domestik lebih murah dibandingkan harga produk tersebut di negara asal (dumping). Kondisi ini menimbulkan unfairtrade atau persaingan dagang yang tidak sehat antar pelaku bisnis dalam menjalankan kegiatan
32
Berdasarkan data KADI tahun 2016, permasalahan ini telah terjadi di awal tahun 2000-an. Pada tahun 2001, terdapat satu kasus dumping mengenai Sorbitol. Tahun 2004 terdapat tiga kasus dumping mengenai Calsium Carbid, Carbon Black dan Uncoated Writing & Printing Paper. Tahun 2005 terdapat dua kasus dumping mengenai Paracetamol dan Wheat Flour. Pada tahun 2010 terdapat tiga kasus dumping mengenai Alumunium Mealdish, Polyester Staple Fiber, I & H Section dan kasus dumping terus bertambah sampai sekarang. Tercatat hingga akhir 2016, KADI telah menyelesaikan delapan penyelidikan dan menemukan adanya impor produk dumping di pasar domestik yang bukan hanya melanda industri besi baja seperti produk Cold Rolled Coil/ Sheet, Hot Rolled Coil, Hot Rolled Plate, I dan H Section serta beberapa produk lainnya. Saat ini dumping diperkirakan sudah meluas pada industri lainnya seperti industri Tepung Gandum, Pisang Cavendish, BiAxially Oriented Polypropylene Film, hingga Amonium Nitrat (kadi. kemendag.go.id, 30 Desember 2016). Tindakan dumping untuk produk-produk tersebut menjadi hal yang bisa merugikan, baik ditingkat produsen maupun konsumen. Makin maraknya tindakan praktik dumping yang terjadi saat ini juga menyebabkan tekanan yang berdampak injury bagi industri dalam negeri. Perluasan dari jenis-jenis produk yang terkena dumping juga menjadikan peringatan untuk setiap stakeholder, baik itu pemerintah maupun industri dalam negeri untuk turut serta dalam melakukan pengawasan berkala di pasar domestik. Salah satunya dengan rutin melakukan pengecekan besaran impor dan harga produkproduk yang juga dihasilkan oleh industri dalam negeri. Langkah preventif ini diharapkan mampu mencegah terjadinya injury di pasar domestik sehingga kegiatan perdagangan berjalan fair. (Ayu Wulandani)
WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I. No. 13, Tahun 2017
Kemudahan Berbisnis atau biasa disebut Ease of Doing Business (EODB) merupakan salah satu indikator keterbukaan ekonomi suatu negara. Apabila suatu negara berada di peringkat yang tinggi dalam ranking EODB, maka semakin mudah untuk membuka bisnis di negara tersebut. Terdapat 10 faktor yang
KEMUDAHAN
mempengaruhi peringkat EODB, diantaranya: starting a business, dealing with construction permit, getting electricity, registering property, getting credit, protecting minority investors, paying taxes, trading across borders, enforcing contracts dan resolving insolvency (eodb.ekon.go.id, 2016). Menurut data Bank Dunia (World Bank) yang dihitung sampai dengan Juni 2016, peringkat pertama EODB untuk tahun 2017 ditempati oleh Selandia Baru, diikuti oleh Singapura dan Denmark sebagai tiga besar negara dengan kemudahan berbisnis di dunia. Lalu bagaimana dengan
Indonesia
posisi Indonesia? Pada tahun 2016, Indonesia menduduki peringkat 106 dari 190 negara yang disurvei. Untuk tahun 2017, Indonesia berhasil naik 15 peringkat ke peringkat 91, sekaligus
posisi ini masih lebih rendah dibandingkan Negara-negara ASEAN
menjadi 10 besar negara dengan peningkatan paling besar di
lainnya, dimana Singapura menduduki peringkat dua, Malaysia
dunia.
di peringkat 23, Thailand di peringkat 46, Brunei Darusalam di
Dalam laporan yang diluncurkan World Bank tahun 2016
peringkat 72 dan Vietnam di peringkat 82.
yang berjudul: “Doing Business 2017: Equal Opportunity for All”,
Beberapa indikator EODB memang naik, namun peringkat
juga disebutkan bahwa reformasi bisnis yang telah dilakukan
91 jelas bukan posisi yang terbaik. Akan tetapi, seiring dengan
di tujuh area berdampak signifikan pada kenaikan peringkat
berjalannya waktu dan pelaksanaan program-program penunjang
Indonesia dalam EODB, antara lain kemudahan bisnis, akses
yang terkait dengan EODB berjalan dengan lancar, peringkat
listrik, pendaftaran property, perolehan modal, pembayaran pajak,
Indonesia diharapkan akan terus membaik. Target Presiden bisa
perdagangan antar pulau dan penandatanganan kontrak. Dari
menjadi kenyataan, jika seluruh pihak terkait dapat menjalankan
ketujuh area tersebut, terdapat tiga area yang tidak ada gender-
tugas pokok dan fungsinya masing-masing secara profesional dan
related barriers yaitu memulai bisnis, mendaftarkan property, dan
transparan.
penandatanganan kontrak. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada
Untuk meningkatkan peringkat Indonesia dalam ranking EODB
halangan, baik untuk laki-laki dan perempuan, dalam berpartisipasi
pemerintah telah melakukan banyak hal, antara lain melakukan
di ketiga area tersebut. Namun demikian, masih banyak hal yang
berbagai deregulasi terkait peraturan-peraturan yang dinilai
harus diperbaiki dari area-area tersebut.
menghambat usaha, mempercepat waktu pelayanan, membuat
Pembangunan infrastuktur di Indonesia masih belum merata.
izin melalui Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP), memberlakukan
Pembangunan infrastuktur masih berpusat di pulau Jawa, dan
izin online, serta penegakkan hukum. Selain itu, pemerintah
belum dirasakan manfaatnya secara merata di daerah-daerah lain,
melalui Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian juga telah
sehingga diperlukan pembangunan yang merata khususnya diluar
melakukan pemetaan untuk perbaikan terhadap masing-masing
pulau Jawa. Selain itu survey EODB yang dilakukan oleh World
indikator yang diukur dalam EODB. Seluruh upaya ini diharapkan
Bank hanya dilakukan di Jakarta dan Surabaya, sehingga masih
dapat selesai pada bulan Maret 2017 sehingga akan menaikkan
banyak wilayah yang belum ter-cover untuk diteliti dan dilihat lebih
rangking EODB Indonesia untuk tahun 2018 (Kemenko bidang
dalam sesuai indikator-indikator dalam ranking EODB.
Perekonomian, 2017).
Presiden Republik Indonesia Joko Widodo menyatakan untuk
Kementerian
Perdagangan
sendiri
telah
melakukan
membuka perdagangan dan investasi selebar-lebarnya (tempo.
berbagai deregulasi di sektor perdagangan yang bertujuan
co, 2016), sesuai dengan program Nawacita (9 program prioritas),
untuk mengurangi atau meniadakan aturan administratif yang
agar banyak modal yang masuk serta meningkatkan daya saing
mengekang kebebasan gerak modal, barang dan jasa. Hingga
produk dalam negeri. Untuk itu, Presiden juga menargetkan
awal tahun 2017, Kementerian Perdagangan telah memangkas 45
Indonesia masuk dalam peringkat 40 besar EODB dunia di tahun
regulasi perizinan, diantaranya terkait Angka Pengenal Impor (API),
mendatang. Ini merupakan langkah yang cukup ambisius, dimana
Impor produk hortikultura, Impor tekstil dan produk tekstil, ekspor
untuk tahun 2017 Indonesia masih berada di peringkat 91, dan
produk kehutanan, dan ekspor CPO. (Bryan Zaharias)
WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I. No. 13, Tahun 2017
33
Menanti Manfaat Berkelanjutan dari Paket Kebijakan Ekonomi Sejak bulan September 2015 hingga akhir tahun 2016,
Empat belas PKE yang telah dikeluarkan oleh pemerintah
Pemerintah Indonesia telah melakukan beberapa upaya untuk
mencakup berbagai sektor dengan beragam penerima manfaat,
meningkatkan kinerja perekonomiannya dengan mengeluarkan
diantaranya adalah kemudahan investasi untuk para investor dari
berbagai Paket Kebijakan Ekonomi (PKE). PKE diharapkan
dalam dan luar negeri, fasilitas logistik untuk industri di dalam
dapat menyelesaikan berbagai permasalahan ekonomi yang
negeri, kemudahan kredit bagi Usaha Kecil dan Menengah (UKM),
terjadi, memberikan kemudahan bagi dunia usaha, dan memacu
pembentukan agregator ekspor atau perusahaan pengepul untuk
pertumbuhan ekonomi Indonesia agar dapat tumbuh dan
mendukung ekspor produk UKM, pembangunan perumahan
berkembang lebih baik di tengah perekonomian global yang
terjangkau untuk masyarakat, serta penyusunan panduan peta
masih melambat. PKE juga merupakan bentuk reformasi ekonomi
jalan bagi perdagangan elektronik. Fokus pemerintah dari seluruh
sesuai Visi Nasional Pemerintah Indonesia tahun 2014-2019,
PKE yang telah dikeluarkan tersebut adalah pada enam area
yaitu mewujudkan Indonesia yang berdaulat dalam politik, mandiri
reformasi ekonomi yang mendasari setiap kebijakan dalam PKE,
di bidang ekonomi, dan berkarakter budaya yang khas (Satgas
yaitu investasi, industri, logistik, pariwisata, ekspor dan daya beli.
Percepatan dan Efektivitas Pelaksanaan Kebijakan Ekonomi, 2016).
Tabel 1. Rangkuman Paket Kebijakan Ekonomi ke I s.d XIV Paket Kebijakan Ekonomi (PKE)
Fokus PKE
PKE ke-I (9 September 2015)
• Deregulasi
• Percepatan Proyek Strategis
• Mendorong Perumahan untuk Masyarakat Berpendapatan Rendah (MBR)
PKE ke-II (29 September 2015)
• Program Penerbitan Izin 3 Jam
• Penghapusan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk Industri Transportasi
• Fasilitas Logistik Terpadu
PKE ke-III (7 Oktober 2015)
• Tarif Bahan Bakar dan Listrik yang Lebih Rendah
• Penyederhanaan Izin Lahan untuk Aktivitas Investasi
• Memperluas Penerima Kredit Usaha Kecil
PKE ke-IV (15 Oktober 2015)
• Sistem Upah yang Adil, Sederhana dan Dapat Diproyeksikan
• Kemudahan dan Keterjangkauan Kredit Usaha Kecil
PKE ke-V (23 Oktober 2015)
• Penurunan Pajak Revaluasi Aset
• Menghilangkan Perpajakan Ganda untuk Dana Investasi Real Estate (DIRE)
PKE ke-VI (5 November 2015)
• Pengembangan KEK
• Kemudahan Pasokan Air
• Penyederhanaan Perizinan Impor untuk Produk Farmasi
PKE ke-VII (4 Desember 2015)
• Percepatan Proses Sertifikasi Tanah
• Insentif Pajak bagi Industri Padat Karya
PKE ke VIII (21 Desember 2015)
• Kebijakan Satu Peta
• Konstruksi Kilang
• Insentif bagi Industri Penerbangan
PKE ke IX (27 Januari 2016)
• Percepatan Konstruksi untuk Infrastruktur Kelistrikan
• Stabilisasi Harga Daging
• Deregulasi pada Sektor Logistik
PKE ke X (11 Februari 2016)
• Melonggarkan Pembatasan Investasi
PKE ke XI (29 Maret 2016)
• Insentif DIRE Kredit Usaha Berorientasi Ekspor
• Indonesia Single Risk Management - ISRM
• Pengembangan Industri Farmasi
PKE ke XII (28 April 2016)
• Penyederhanaan Perizinan, Prosedur, Durasi dan Biaya memulai Bisnis di Indonesia
PKE ke XIII (24 Agustus 2016)
• Percepatan Pembangunan Perumahan Terjangkau
PKE ke XIV (10 November 2016)
• Panduan Strategis Perdagangan Nasional Berbasis Elektronik (roadmap e-commerce)
Sumber: Satgas Percepatan dan Efektivitas Pelaksanaan Kebijakan Ekonomi (2016)
34
WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I. No. 13, Tahun 2017
Salah satu langkah utama pemerintah dalam merealisasikan setiap PKE adalah melakukan deregulasi peraturan yang terkait.
peringkat 106 pada tahun 2016 menjadi peringkat 91 pada tahun 2017 (World Bank, 2016).
Hingga akhir tahun 2016, pemerintah telah menyelesaikan
Beberapa keberhasilan implementasi PKE tersebut tentu belum
deregulasi seluruh peraturan terkait dengan PKE ke I-XIII, yaitu
merupakan hasil maksimal dari seluruh PKE yang dikeluarkan oleh
sebanyak 203 peraturan pokok yang dikeluarkan oleh pemerintah
pemerintah. Pemerintah juga berkomitmen untuk terus melakukan
pusat. Namun demikian, pemerintah masih memiliki pekerjaan
evaluasi dan pemantauan terhadap peraturan yang sudah diubah
rumah untuk menyelesaikan deregulasi peraturan pokok terkait
agar tetap sejalan dengan isi PKE melalui kegiatan uji substansi
PKE ke XIV. Mendukung langkah deregulasi dan debirokratisasi
secara berkala yang dilakukan oleh Satuan Tugas (Satgas)
ini, Kementerian Perdagangan juga telah memangkas 45 regulasi
Percepatan dan Efektivitas Pelaksanaan Kebijakan Ekonomi di
dari 169 perizinan di bidang perdagangan. Selain itu, hingga akhir
bawah koordinasi Menteri Koordinator bidang Perekonomian.
Februari 2017 Kementerian Perdagangan telah meluncurkan 98
Pada
akhir
2016,
Satgas
Percepatan
dan
Efektivitas
perizinan online dan 47 diantaranya menggunakan tanda tangan
Pelaksanaan Kebijakan Ekonomi (2016) mencatat masih banyak
digital (Kemendag, 2017).
isi PKE yang belum dipahami dan dimanfaatkan secara maksimal
Selama sekitar 20 bulan sejak diluncurkan, PKE sudah
oleh para penerima manfaat. Satgas juga mencatat masih banyak
mulai menunjukkan beberapa hasil yang manfaatnya dapat
tugas rumah pemerintah dalam menyelesaikan permasalahan
langsung dirasakan masyarakat. Beberapa hasil kebijakan
yang dihadapi masyarakat dan dunia usaha terkait dengan
PKE tersebut adalah Pendirian 28 Pusat Logistik Berikat (PLB)
implementasi PKE, terutama terkait dengan tumpang tindih
yang akan mempermudah industri dalam mendapatkan bahan
regulasi pusat dan daerah, belum adanya regulasi turunan yang
baku, Penyelenggaraan Layanan Perizinan Investasi 3 Jam,
mendukung pelaksanaan PKE serta kurangnya koordinasi antara
Pembangunan Kawasan Industri Kendal, Pembiayaan Ekspor
seluruh institusi pemerintah di pusat dan daerah. Oleh karena
melalui Kredit Usaha Rakyat Berorientasi Ekspor (KURBE),
itu, implementasi PKE di masa yang akan datang membutuhkan
Peningkatan Investasi Pariwisata, serta Penetapan Sistem
kerja keras dan kerja sama dari seluruh institusi pemerintah dan
Pengupahan atau Standar Upah Minimum Provinsi (UMP). Selain
masyarakat agar manfaat PKE dapat terus dinikmati secara luas
itu, PKE juga berhasil ikut mendongkrak nilai Indeks Kemudahan
dan berkelanjutan serta mendukung terwujudnya perekonomian
Berusaha atau Ease of Doing Business (EODB) Indonesia dari
Indonesia yang berkualitas. (Primakrisna T.)
Sumber: surabaya.proxsisgroup.com (2017)
WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I. No. 13, Tahun 2017
35
Peningkatan Nilai Tambah
dan Daya Saing Melalui
Green Industry
tersebut ramah lingkungan. Selain mencantumkan logo dan label, perusahaan tekstil di Hongkong juga diharuskan untuk menunjukkan proses produksi yang berbasis kimiawi, proses pewarnaan tekstil, dan tempat kerja yang memadai serta menggunakan lebih banyak bahan baku yang alami atau bio-degradable (hong-kong-economyresearch.hktdc.com, 2016). Tidak bisa dipungkiri bahwa permintaan impor dunia juga akan
Pemerintah saat ini terus mendorong industri hijau (green industry)
lebih mengarah kepada produk-produk yang ramah lingkungan.
untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang ramah lingkungan.
Sebagai contoh, permintaan impor produk furnitur ramah lingkungan
Selain itu, penerapan industri hijau juga merupakan salah satu
di pasar Eropa meningkat, mengingat kepedulian masyarakat Eropa
faktor pendorong daya saing. Upaya ini sejalan dengan komitmen
terhadap lingkungan yang sangat tinggi. Oleh karena itu, untuk
pemerintah Indonesia untuk meningkatkan efisiensi penggunaan
menangkap peluang pasar di luar negeri, diharapkan Indonesia juga
energi dan menurunkan emisi gas rumah kaca. Pembangunan
dapat mendorong implementasi penerapan industri hijau domestik
industri nasional berorientasi industri hijau juga tercantum dalam
baik untuk orientasi ekspor maupun orientasi pasar dalam negeri.
Undang-Undang (UU) Nomor 3 tahun 2014 tentang Perindustrian
Penerapan kebijakan industri hijau ini juga diharapkan terjadi
dan Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional (RIPIN) 2015-
pada sektor-sektor unggulan ekspor Indonesia misalnya di sektor
20135 (Kementerian Perindustrian, 2016).
kelapa sawit. Sebagai salah satu komoditi utama ekspor Indonesia,
Untuk mendorong penerapan industri hijau, Kementerian
industri minyak kelapa sawit atau CPO juga saat ini tengah didorong
Perindustrian mengeluarkan Standar Industri Hijau (SIH) dalam
untuk mengimplementasikan green industry melalui program Palm
proses produksi pada 17 industri, yakni industri semen portland,
Oil Green Economic Zone (POGEZ). Kawasan di Indonesia yang
ubin keramik, pulp dan kertas, susu bubuk, pupuk buatan tunggal,
akan difokuskan menjadi zona ekonomi hijau untuk pengembangan
pengasapan karet, karet remah, tekstil (pencelupan, pencapan dan
minyak kelapa sawit adalah Kawasan Industri Berau, Provinsi
penyempurnaan), gula kristal putih, kaca pengaman berlapis, kaca
Kalimantan Timur, Kota Dumai, Provinsi Riau dan Kawasan Industri
pengaman diperkeras, barang lainnya dari kaca, kaca lembaran,
Sei Mangkei, Provinsi Sumatera Utara. Pembangunan POGEZ
penyamakan kulit, pengawetan kulit, baja flat product dan baja long
merupakan inisiatif dari Indonesia dan Malaysia sebagai negara
product. Kementerian Perindustrian berharap SIH dapat menjadi
produsen CPO terbesar di dunia. Selain kedua negara ini, POGEZ
acuan proses produksi yang efisien dan ramah lingkungan, sehingga
juga akan diikuti oleh negara produsen lainnya seperti Brazil, Nigeria,
hasil produksi menjadi berdaya saing dan menciptakan nilai tambah.
Pantai Gading dan Thailand. Pembangunan POGEZ ini bertujuan
Menurut Kementerian Perindustrian (2016), pada tahap awal yakni
untuk mendorong industri CPO yang ramah lingkungan, sehingga
tahun 2016, implementasi SIH masih bersifat sukarela, namun
memberikan nilai tambah dan meningkatkan daya saing komoditas
setelah semua infrastruktur siap, maka SIH akan diwajibkan kepada
CPO di pasar global.
seluruh pelaku industri. Dalam lima tahun ke depan, diperkirakan semua industri di dalam negeri telah siap menerapkan SIH.
Kesadaran masyarakat akan pentingnya industri hijau di Indonesia semakin tampak seiring meningkatnya permintaan produk
Tren green industry atau industri hijau juga tercermin secara
green industry, contohnya pada industri otomotif yakni mobil jenis
spesifik pada industri tertentu di beberapa negara, seperti pada
Low Cost Green Car (LCGC). Secara kumulatif selama periode
industri otomotif di Korea Selatan dan industri tekstil di Hongkong.
Januari-November 2016, penjualan mobil jenis LCGC meningkat
Pemerintah Korea Selatan bahkan membentuk kluster regional untuk
sekitar 41,5% dibandingkan penjualannya pada periode yang
penelitian dan pengembangan komponen otomotif untuk “green
sama tahun lalu (Gaikindo, 2016). Bukan hanya permintaan pada
vehicle”. Pemerintah Korea Selatan juga menargetkan peningkatan
industri berat, preferensi masyarakat Indonesia terhadap produk
penjualan “green vehicle” yakni berupa traditional gasoline-electric
ramah lingkungan juga tercermin dari produk sehari-hari seperti
hybrids, plug-in electric hybrids (PHEV), pure electric vehicles
perlengkapan rumah tangga, makanan dan kemasan.
(EV), dan hydrogen fuel cell cars sebesar 20% pada tahun 2020 (hybridcars.com, 2016).
Seiring besarnya potensi permintaan baik di pasar global maupun di pasar domestik tersebut, maka upaya pengembangan industri
Penerapan green industry juga diimplementasikan pada
hijau domestik sangat penting untuk dilakukan. Pengembangan
sektor tekstil di Hongkong. Produk tekstil di Hongkong diharuskan
industri hijau juga dapat mendorong kinerja perdagangan menjadi
mencantumkan logo bluesign ® standard dan berbagai label lainnya
lebih berkualitas karena akan tercipta nilai tambah dan peningkatan
seperti Global Organic Textile Standard (GOTS), the Oeko-Tex ®
daya saing dari produk yang dihasilkan. Pengembangan industri hijau
Standard 100, Oeko-Tex ® Standard 1000, Global Green Tag ®
juga berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi yang sustainable.
dan NSF Sustainability untuk menunjukkan bahwa produk tekstil
(Fitria Faradila)
36
WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I. No. 13, Tahun 2017
SERBA SERB I BPPP Selenggarakan Diseminasi Hasil-Hasil Kajian dan Pengembangan Perdagangan di Solo
Agustina sebagai Inspektur Jenderal Kementerian Perdagangan,
Badan
Pengembangan Perdagangan, serta Dody Edward sebagai Staf
(BPPP)
Pengkajian
bekerjasama
dan dengan
Pengembangan Dinas
Perdagangan
Perdagangan
Kota
Tjahya Widayanti sebagai Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri, Oke Nurwan sebagai Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri, Kasan sebagai Kepala Badan Pengkajian dan Ahli Bidang Hubungan Internasional.
Surakarta menyelenggarakan Diseminasi Hasil-Hasil Kajian dan
Pengembangan
Perdagangan
dengan
tema
“Peran
Perdagangan Jasa dalam Meningkatkan Ekspor” pada hari Kamis, 26 Januari 2017 di Hotel The Royal Surakarta Heritage Solo. Acara Diseminasi dibuka secara resmi oleh Wakil Walikota Surakarta dan dihadiri oleh Kepala BPPP, para pejabat Eselon II di lingkungan BPPP, akademisi, asosiasi, pelaku usaha serta perwakilan dari instansi pemerintah di Solo. Dalam kegiatan tersebut didiseminasikan 2 (dua) hasil kajian BPPP pada tahun anggaran 2016, yaitu “Pengembangan Trading House dalam rangka Peningkatan Ekspor Non Migas” yang disampaikan oleh Hasni dan “Perdagangan Jasa Indonesia dalam rangka IndonesiaAustralia CEPA” yang disampaikan oleh Bambang Sumarjono. Selain kedua materi tersebut, Staf Ahli Menteri Perdagangan Bidang Hubungan Internasional, selaku Penanggung Jawab Kementerian Perdagangan untuk Kelompok Kerja I Kampanye dan Diseminasi Paket Kebijakan Ekonomi juga mensosialisasikan Paket Kebijakan Ekonomi kepada seluruh peserta diseminasi.
Pelatihan Infografis di lingkungan BPPP Badan Pengkajian dan Pengembangan Perdagangan (BPPP) Kementerian Perdagangan menggelar Pelatihan Infografis bagi para pegawai di lingkungan BPPP pada hari
Kamis-Jumat, 9-10
Februari 2017 di Ruang Rapat Lantai 15 Kementerian Perdagangan. Pelatihan ini bertujuan untuk meningkatkan kapasitas sumber daya pegawai BPPP dalam penyusunan bahan dan publikasi berbasis infografis. Dalam kegiatan ini, peserta pelatihan mendapatkan bimbingan dari fasilitator pelatihan Heru B. Arifin dan Ricky Nadian yang telah berpengalaman dalam menyusun infografis di Kementerian Perdagangan. Selain mendapatkan materi, peserta juga melakukan praktik penyusunan infografis dan pada kesempatan tersebut diberikan penghargaan kepada empat peserta terbaik yang mampu menerjemahkan materi-materi dari fasilitator.
Menteri Perdagangan melantik Staf Ahli bidang Hubungan Internasional sebagai Kepala BPPP
Rapat Dewan Redaksi dan Mitra Bestari BILP
Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita melantik dan
Dalam rangka penerbitan Buletin Ilmiah Litbang Perdagangan
mengambil sumpah jabatan 5 (Lima) Pejabat Struktural Eselon
(BILP) Edisi Juli 2017, Redaksi Pelaksana melakukan rapat bersama
I dan 1 (Satu) Pejabat Staf Ahli di lingkungan Kementerian
Dewan Redaksi dan Mitra Bestari pada tanggal 16 Februari 2017 di
Perdagangan pada hari Selasa, 31 Januari 2017 di Auditorium
Ruang Dahlia Kementerian Perdagangan. Tujuan pelaksanaan rapat
Kementerian Perdagangan. Pejabat Eselon I serta Pejabat Staf
untuk melakukan pembahasan terhadap lima naskah yang diterima
Ahli yang dilantik berdasarkan Keputusan Presiden Republik
oleh Redaksi Pelaksana. Dalam kesempatan ini, redaksi pelaksana
Indonesia Nomor 8/TPA Tahun 2017 tentang pemberhentian dan
juga mensosialisasikan penggunaan Open Journal System (OJS)
pengangkatan dari dan dalam jabatan pimpinan tinggi madya di
dalam pengelolaan BILP secara elektronik sebagaimana disyaratkan
lingkungan Kementerian Perdagangan adalah Karyanto Suprih
dalam Peraturan Kepala LIPI No.3 tahun 2014 tentang Pedoman
sebagai Sekretaris Jenderal Kementerian Perdagangan, Srie
Akreditasi Terbitan Berkala Ilmiah.
WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I. No. 13, Tahun 2017
37
38
KOMODITI
13.885 13.882 13.897 13.863 13.850 13.813 13.858 13.842 13.802 13.804 13.810 13.807 13.852 13.849 13.835 13.825 13.810 13.787 13.800 13.835 (1.25)
31.380 31.294 30.889 30.306 30.344 30.006 30.048 29.908 29.660 29.664 29.502 29.558 29.494 29.428 29.559 29.587 29.472 29.571 29.549 29.959 (9.07)
5 Daging Sapi
6 Daging Ayam Broiler
WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I. No. 13, Tahun 2017 95.525 96.846 95.556 103.337 106.012 108.129 108.299 107.166 106.387 106.449 107.371 107.232 111.096 111.038 111.165 109.901 108.708 111.504 112.343 106.530 18.15 34.052 34.301 34.247 34.694 35.040 35.386 35.534 35.748 36.802 37.098 37.518 37.190 37.627 37.636 37.363 37.477 37.593 37.791 37.472 36.346 1.32 38.297 38.290 38.291 38.905 38.786 38.968 39.288 39.694 39.924 39.822 39.695 39.935 40.095 40.031 39.919 40.011 40.082 39.724 39.759 39.448 2.32 75.124 75.215 75.038 75.101 74.925 74.596 74.596 74.723 74.401 74.326 75.741 76.531 75.216 73.978 73.819 74.197 73.920 74.405 73.798 74.718 0.20 19.666 19.657 19.686 19.736 19.615 19.691 19.710 19.707 19.708 19.686 19.717 19.697 19.704 19.706 19.721 19.713 19.733 19.738 19.757 19.703 (0.07) 24.216 24.216 24.255 24.239 24.180 24.144 24.134 24.188 24.160 24.184 24.170 24.205 24.158 24.136 24.210 24.192 24.182 24.247 24.223 24.192 (1.23) 5.579 5.587 5.587 5.587 5.587 5.596 5.459 5.361 5.361 5.361 5.368 5.360 5.363 5.368 5.368 5.366 5.384 5.316 5.345 5.437 (3.27) 7.077 7.085 7.026 7.092 7.096 7.120 7.139 7.135 7.033 7.047 7.055 7.055 7.067 7.075 7.060 7.039 7.045 7.045 7.011 7.069 0.09
18 Bawang Merah
19 Bawang Putih
20 Ikan Teri Asin
21 Kacang Hijau
22 Kacang Tanah
23 Ketela Pohon
24 Jagung Pipilan
Catatan: Per Februari Tahun 2013, Satuan Minyak Goreng Kemasan dan Minyak Goreng Curah Berubah Menjadi 1 Liter. Sumber: Dinas Perindag, diolah Ditjen PDN
40.789 40.845 40.794 41.765 42.014 42.043 42.431 41.547 38.227 38.280 38.676 38.201 38.030 37.182 37.124 36.871 37.040 35.976 35.990 39.149 0.45
17 Cabe Rawit Merah
10.820 10.803 10.788 10.845 10.888 10.883 10.874 10.924 10.946 10.892 10.812 10.812 10.472 10.472 10.455 10.444 10.460 10.560 10.510 10.719 (1.13)
13 Kedelai lokal
16 Cabe Merah Besar
10.643 10.635 10.637 10.601 10.579 10.679 10.710 10.723 10.710 10.681 10.677 10.671 10.714 10.714 10.714 10.720 10.704 10.748 10.736 10.684 0.14
12 Kedelai Impor
2.361 2.358 2.360 2.355 2.358 2.360 2.353 2.359 2.362 2.361 2.364 2.361 2.360 2.363 2.360 2.357 2.362 2.360 2.361 2.360 (0.21)
8.794 8.811 8.804 8.804 8.780 8.796 8.832 8.776 8.798 8.798 8.758 8.754 8.763 8.763 8.832 8.832 8.830 8.871 8.886 8.804 (0.67)
11 Tepung Terigu
45.725 45.369 45.678 46.510 46.752 46.128 45.534 44.577 42.104 42.156 42.298 42.243 42.233 41.722 40.499 41.444 40.322 40.656 40.576 43.291 (2.46)
10.416 10.407 10.416 10.411 10.411 10.409 10.418 10.411 10.406 10.411 10.419 10.414 10.398 10.404 10.434 10.436 10.429 10.423 10.418 10.415 0.01
10 Susu Kental Manis
15 Cabe Merah Keriting
44.431 44.433 44.265 44.314 44.310 44.665 44.665 44.860 44.442 44.482 44.423 44.359 44.379 44.441 44.350 44.350 44.374 44.300 44.430 44.436 0.25
9 Telur Ayam Kampung
14 Mie Instant
22.800 22.767 22.735 22.636 22.540 22.490 22.554 22.460 22.346 22.314 22.324 22.296 22.237 22.203 22.284 22.180 22.181 22.164 22.093 22.400 (4.55)
8 Telur Ayam Ras
7 Daging Ayam Kampung 63.098 63.485 63.417 62.745 63.177 63.373 63.177 63.436 62.949 62.998 62.880 63.002 62.851 62.674 62.605 62.674 62.849 62.586 62.456 62.970 (1.34)
11.841 11.804 11.858 11.845 11.809 11.781 11.805 11.809 11.888 11.927 11.947 11.931 12.070 12.089 12.075 12.039 12.021 12.075 12.007 11.927 1.48 114.689 114.636 115.548 115.597 115.622 115.499 115.499 115.548 115.450 115.499 115.205 115.401 115.548 115.548 115.401 115.548 115.327 115.597 115.548 115.406 0.85
4 Minyak Goreng Curah
3 Minyak Goreng Kemasan 14.890 14.874 14.869 14.911 14.947 14.921 15.002 14.964 14.940 14.829 14.858 14.865 14.878 14.917 14.949 14.985 14.946 14.955 14.952 14.919 (0.07)
2 Gula Pasir
2017
2017
Prbhn Feb-Jan
Feb
Rata2
10.728 10.726 10.685 10.729 10.652 10.667 10.688 10.640 10.658 10.689 10.695 10.727 10.710 10.712 10.720 10.742 10.756 10.724 10.713 10.703 0.05
1 2 3 6 7 8 9 10 13 14 16 17 20 21 22 23 24 27 28
Tanggal
1 Beras Medium
No
Februari
PERKEMBANGAN HARGA RATA-RATA BARANG KEBUTUHAN POKOK DAN BARANG JENIS LAINNYA SECARA NASIONAL SAMPAI DENGAN 28 FEBRUARI 2017
D A T A S T A T IS T IK P E R D A GANGAN
NERACA PERDAGANGAN INDONESIA, 2012 - 2016 NO URAIAN NILAI : Ribu USD Perub. %
2012
2013
2014
2015
190.020.266,0
182.551.794,7
175.979.987,0
150.366.291,5
I
Ekspor
- Migas
36.977.261,4
32.633.031,3
30.018.779,4
- Non Migas
153.043.004,7
149.918.763,4
145.961.207,6
II
Impor
191.689.471,5
186.628.669,9
178.178.816,6
142.694.804,2
- Migas
- Non Migas
2016
Tren (%) Pangsa (%)
16/12
12-16
2016
144.489.825,1
(3,91)
(7,15)
100,00%
18.574.384,2
13.105.454,1
(29,44)
(23,19)
9,07%
131.791.907,3
131.384.371,1
(0,31)
(4,25)
90,93%
135.652.881,8
(4,93)
(9,15)
100,00%
42.564.185,1
45.266.350,7
43.459.900,5
24.613.165,1
18.739.319,9
(23,86)
(20,15)
13,81%
149.125.286,3
141.362.319,2
134.718.916,1
118.081.639,2
116.913.562,0
(0,99)
(6,45)
86,19%
III Neraca Perdagangan (1.669.205,4) (4.076.875,2) (2.198.829,6) 7.671.487,3 8.836.943,3
15,19
- Migas
(6,71)
(5.586.923,8) (12.633.319,4) (13.441.121,1) (6.038.780,9) (5.633.865,8)
- Non Migas
3.917.718,3
8.556.444,2
11.242.291,5
13.710.268,1
14.470.809,1
- 100,00% - (63,75%)
5,55
36,13
163,75%
IV Total Perdagangan
- Migas
- Non Migas
381.709.737,5
369.180.464,6
354.158.803,6
293.061.095,7
280.142.707,0
(4,41)
(8,15)
100.00%
79.541.446,5
77.899.382,0
73.478.679,9
43.187.549,3
31.844.773,9
(26,26)
(21,50)
11,37%
302.168.291,0
291.281.082,6
280.680.123,7
249.873.546,5
248.297.933,0
(0,63)
(5,31)
88,63%
Sumber : BPS (diolah PDSI, Setjen Kementerian Perdagangan)
NERACA PERDAGANGAN INDONESIA, 2016 URAIAN EKSPOR
2016
JAN FEB MAR APR MEI JUNI JULI AGUST SEPT OKT NOV DES
10.480.584.793
11.312.036.578
11.810.032.191
11.475.850.260 11.514.324.050 12.974.447.405
9.530.763.081 12.748.346.481 12.568.504.138 12.742.630.019 13.503.594.905 13.828.711.909
MIGAS
1.108.025.177
1.113.288.066
1.239.314.133
NON MIGAS
9.372.559.617
10.198.748.512
10.570.718.058
891.740.264
957.934.396
1.187.370.880
10.584.109.996 10.556.389.654 11.787.076.525
998.640.298
1.138.623.031
1.061.480.488
1.055.869.937
1.103.031.669
1.250.135.736
8.532.122.783 11.609.723.450 11.507.023.650 11.686.760.082 12.400.563.237 12.578.576.173
IMPOR
10.467.005.989
10.175.631.438
11.301.700.476
10.813.625.297 11.140.692.085 12.095.220.496
9.017.174.658 12.385.154.049 11.297.524.560 11.507.202.463 12.669.434.720 12.782.515.616
MIGAS
1.221.536.828
1.122.887.795
1.552.374.426
1.362.111.964
1.668.458.690
NON MIGAS
9.245.469.161
9.052.743.643
9.749.326.050
9.451.513.333
9.472.233.395 10.323.022.530
1.772.197.966
1.506.367.010
1.795.848.530
1.766.437.848
1.545.068.698
7.510.807.648 10.589.305.519
9.531.086.712
9.962.133.765 10.945.336.580 11.080.583.644
1.724.098.140
1.701.931.972
TOTAL PERDAGANGAN
20.947.590.782
21.487.668.016
23.111.732.667
22.289.475.557 22.655.016.135 25.069.667.901 18.547.937.739 25.133.500.530 23.866.028.698 24.249.832.482 26.173.029.625 26.611.227.525
MIGAS NON MIGAS
2.329.562.005
2.236.175.861
2.791.688.559
18.618.028.778
19.251.492.155
20.320.044.108
2.253.852.228
2.626.393.086
2.959.568.846
2.505.007.308
2.934.471.561
2.827.918.336
2.600.938.635
2.827.129.809
2.952.067.708
20.035.623.329 20.028.623.049 22.110.099.055 16.042.930.431 22.199.028.969 21.038.110.362 21.648.893.847 23.345.899.817 23.659.159.817
NERACA
13.578.804
1.136.405.140
508.331.715
662.224.963
373.631.965
879.226.909
513.588.423
363.192.432
1.270.979.578
1.235.427.556
834.160.185
1.046.196.293
MIGAS NON MIGAS
(113.511.651)
(9.599.729)
(313.060.293)
(470.371.700)
(710.524.294)
(584.827.086)
(507.726.712)
(657.225.499)
(704.957.360)
(489.198.761)
(621.066.471)
(451.796.236)
127.090.456
1.146.004.869
821.392.008
1.132.596.663
1.084.156.259
1.464.053.995
1.021.315.135
1.020.417.931
1.975.936.938
1.724.626.317
1.455.226.657
1.497.992.529
Sumber : BPS (diolah PDSI, Setjen Kementerian Perdagangan)
WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I. No. 13, Tahun 2017
39
NERACA PERDAGANGAN INDONESIA, 2O11 - 2O16 (JANUARI-DESEMBER) (Nilai : Juta USD) 30.000,0 25.000,0 20.000,0 15.000,0 10.000,0 5.000,0 0.0 -5.000,0 -10.000,0 -15.000,0 Migas Non Migas
2011 2012 2013 2014 2015 2016 775,52 25.285,55
-5.586,92 -12.633,32 -13.441,12 -6.038,78 -5.633,87 3.917,72
8.556,44
11.242,29
13.710,27
14.470,81
Sumber : BPS (2015), diolah PDSI, Setjen Kementerian Perdagangan
EKSPOR - IMPOR INDONESIA, 2O11 - 2O16 (JANUARI-DESEMBER) (Nilai : Juta USD) 225.000.00 200.000.00 175.000.00 150.000.00 125.000.00 100.000.00 75.000.00 50.000.00 25.000.00 0.0
2011
2012
2013
2014
2015
2016
Ekspor
203.496,6
190.020,3
182.551,8
175.978,5
150.366,29
144.489,83
Impor
177.435,6
191.689,5
186.628,7
178.178,8
142.694,80
135.652,88
Sumber : BPS (2015), diolah PDSI, Setjen Kementerian Perdagangan
40
WARTA PENGKAJIAN PERDAGANGAN, Volume I. No. 13, Tahun 2017