II. TINJAUAN PUSTAKA 2-1. Perkembangan Batubara.
Batubara adalah suatu jenis sumberdaya alarn yang sangat berrnanfaat, baik sebagai sumber energi, maupun sebagai bahan baku pada industri-industri kokas. lndonesia memiliki cadangan batubara yang cukup besar yaitu sekitar 36,3 milyar ton, yang tersebar di pulau Sumatera sebesar 24,7 milyar ton atau 67,9% dan di Kalimantan sebesar 11,5 milyar ton atau 31.6% serta sisanya sebanyak 0,5% tersebar dipulau Jawa, Sulawesi dan lrian Jaya. Menurut Mangkusubroto (1994) dalam rangka meningkatkan pernanfaatan
batubara
perlu
dilakukan
diversifikasi
atau
penganekaragaman pemanfaatan batubara supaya batubara tersebut dapat berfungsi optimal dalam memenuhi kebutuhan energi dalam negeri. Konservasi atau pemanfaatan yang optimal dan bejangka panjang yang berarti menghernat pemanfaatan sumberdaya alam perlu dipertimbangkan aspek-aspek lingkungan. Lebih lanjut Mangkusubroto menyatakan bahwa endapan batubara lndonesia relatif masih muda, yang mempunyai kandungan zat terbang atau zat volatil yang tinggi dan kadar karbon yang relatif rendah. Oleh karena itu dalam rangka diversifikasi dan konservasi sumberdaya batubara perlu digunakan suatu teknologi pengolahan batubara menjadi kokas yang ramah lingkungan. Sesuai dengan pendapat Rozik (1999) tentang kebijakan penelitian dan pengambangan, rnaka penelitian dan pengembangan batubara diarahkan kepada peningkatan kemampuan nasional dalam bidang penguasaan teknologi dalam rangka pengembangan industri batubara yang dimulai dari pemahaman atas endapan, teknologi penambangan sampai pada pemanfaatan yang efisien dan ramah lingkungan. Menyadari sebagian besar batubara lndonesia tergolong berperingkat rendah yang pangsa pasarnya sangat terbatas, maka dibutuhkan terobosan teknologi 'upgrading' yang bernilai ekonomi dan kompetitif, sehingga dapat
mernenuhi persyaratan spesifikasi pasar domestik dan ekspor. Untuk itu
batubara selain untuk pembangkit listrik, juga diarahkan untuk memenuhi kebutuhan industri kecil. Salah satu kebutuhan indutri kecil pengecoran logam di Desa Batur, Kecamatan Ceper ini adalah bahan bakar kokas, yang berguna untuk membakar logam atau besi sampai meleleh. Selanjutnya logam cair tersebut dituang kedalam cetakan sesuai dengan bentuk yang diinginkan. Kokas adalah bahan bakar yang dihasilkan dari membakar batubara dalam suatu tungku yang disebut tungku sarang tawon (beehive oven), dengan membatasi jumlah udara pada saat pembakaran, sehingga dihasilkan suatu bentuk yang menyerupai arang kayu tetapi dengan kekerasan dan nilai kalor yang lebih tinggi.
Karena rnutu dan jenis
batubara lndonesis tidak cocok dengan proses ini akibatnya mutu kokas yang dihasilkan belum memenuhi persyaratan untuk digunakan pada tungku peleburan logam. Untuk itu diupayakan suatu cara yang dapat menghasilkan kokas yang sesuai dengan mutu yang dikehendaki yaitu dengan sistem pembakaran 'double proces'. Menurut Bambang (1998), salah satu cara pembuatan kokas dengan menggunakan batubara Ombilin adalah dengan sistem pembakaran dua tingkat. Cara ini dapat menghasilkan jenis kokas yang
memenuhi
persyaratan sebagai bahan bakar pada tungku peleburan logam rakyat atau biasa juga disebut dengan tungku tungkik. 2-2. Pencemaran Udara.
Sesungguhnya
pembangunan
industri
di
satu
sisi
akan
meningkatkan ekonomi dan kualitas hidup manusia dengan meningkatnya pendapatan masyarakat, namun di sisi lain dapat mengakibatkan penurunan kesehatan masyarakat dan kerusakan lingkungan. Hal tersebut diakibatkan oleh
pencemaran yang
berasal dari limbah industri.
Pencemaran tersebut selain disebabkan karena kurangnya pengetahuan dan
kesadaran masyarakat dengan hal-ha1 yang berhubungan dengan
masalah lingkungan, juga tidak adanya fasilitas yang memadai dalam
menangani dan mengelola limbah yang ditimbulkan oleh industri-industri yang ada. Menurut
UU nomor 23 Tahun 1997, tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup, bahwa pencemaran lingkungan hidup adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain kedalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia, sehingga kualitas lingkungan turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan hidup tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya.
Menurut
Darmono (1995), udara yang bersih adalah udara yang tidak mengandung uap atau gas dari bahan-bahan kimia yang beracun. Juga mempunyai cukup kandungan oksigen, tidak bewarna dan tidak berbau.Pencemaran udara biasanya terjadi pada proses-proses industri yang menggunakan suhu tinggi.
Derajat pencemaran udara ini sesungguhnya berrnacam-
macam, mulai dari yang berat sampai yang ringan, tergantung kepada adanya sumber pencemaran disuatu daerah. Menurut Canter (1996), pencemsran udara disebabkan adanya satu atau lebih zat pencemar diluar ruangan atau atmosfir dalam jumlah dan lamanya sedemikian rupa yang cenderung membahayakan kehidupan manusia, tumbuhan,
hewan atau peralatan ataupun mengganggu
kenyamanan dan kegiatan. Pencemaran udara disebabkan adanya SOz NO*, CO, hidrokarbon, ozon, oksidan, Hfi, bahan-bahan partikulat, asap
dan kabut. Lebih lanjut Canter membagi pencemaran udara dalam dua kelompok yaitu kelompok gas dan kelompok partikulat. Gas seperti SO2 dan NOz memperlihatkan sifat difusi dan pada kondisi normal tidak berbentuk zat cair atau tidsk berobah kebentuk cair akibat peningkatan tekanan dan penurunan suhu.
Partikulat adalah bahan pencemar yang
tersebar atau terdispersi dalam bentuk padat atau cair.
Dalam bentuk
individu ukurannya lebih besar dari molekul kecil tunggal (sekitar 0.0002 pm) tetapi lebih kecil dari ukuran 500 pm. Menurut pendapat terakhir ukuran bahan partikulat adalah sama atau kurang dari 10 pm. Tetapi akhir-akhir ini perhatian lebih ditujukan pada "udara beracun" atau pencemaran udara yang berbahaya. Udara
beracun adalah suatu jenis senyawa yang mungkin ada di atmosfir dan memperlihatkan potensi pengaruh beracun tidak hanya kepada manusia tapi juga terhadap seluruh ekosistem I V l e n ~Clean ~ t Air Act dalam Bishop (2000). kategori udara beracun meliputi 189 bahan kimia khusus yang berhubungan dengan studi pengaruh kualitas udara. Lebih lanjut pencemaran udara atau gangguan pada atmosfir yang perlu diperhatikan meliputi asap fotokimia, hujan asam dan pemanasan global. Asap fotokimia artinya pembentukan senyawa pengoksidasi seperti halnya ozon dan nitrogen okasida (NOx). Sementara itu Crawford (1980) membagi pencemaran dalam beberapa definisi, antara lain: pencemaran udara didefinisikan sebagai adanya partikel padat, butiran cairan atau senyawa gas di atmosfir yang tidak normal, atau terdapat dalam konsentrasi yang lebih besar dari bisanya. Dia juga
membedakannya antara pencemaran buangan dan
pencemaran bahan kimia, apabila pencemar tersebut berada dalam jaringan tumbuhan atau hewan dan bahan makanan. De Never (1995), lebih lanjut menggambarkan skema pencemaran udara
yang
memperlihatkan interelasi antara
emisi,
transportasi,
pengenceran, modifikasi dan pengaruhnya Emisi : - Sumber - Pengukuran - Kontrol
Atmosfir :
- Modifikasi
- Cuaca global
r-1 Pembersihan pencemaran dengan mekanisme alam
Gambar 2. Skema Pencemaran Udara menurut De Never (1995).
Menurut Whytlaw-Gray eta1 (1923), pencemaran udara disebabkan oleh aerosol yaitu partikel-partikel padat halus atau cairan dalam bentuk gas yang terdispersi diatmosfir. Seng oksida dalam bentuk uap atau asap berukuran antara 0,01 - 0,15 pm. Menurut Bunawas dkk. (1999) pada industri yang menggunakan proses suhu tinggi dan transportasi yang menggunakan bahan bakar minyak akan mengeluarkan gas buang yang mengandung partikel aerosol padat, partikel aerosol anorganik antara lain seperti Cu, Cd, Hg, Pb dan lain-lain yang berukuran antara 0,08 - 6 um. Sementara menurut Setiawan (1992), pencemar udara adalah zat berupa gas, partikel dan senyawa kimia yang dapat mengubah komposisi udara, dalam konsentrasi dan jangka waktu tertentu akan menyebabkan pencemaran di udara yang menimbulkan efek buruk terhadap lingkungan hidup. Berdasarkan WHO (1972) ada lima macam zat pencemar yang mempengaruhi kesehatan lingkungan yaitu : 1. partikel, 2. sulfur dioksida, 3. karbon monooksida, 4. fotokimia oksidan, dan 5. nitrogen oksida. Michel, P (1994) dalam Wilson (1996), menyatakan bahwa pencemaran atmosfir dapat berupa partikulat (padatan sangat kecil atau tetesan cairan) atau berupa gas. Partikulat yang paling sering adalah jelaga, timbal, asbes dan oksida-oksida besi. Kebanyakan partikel padat ini amat kecil sehingga ditangkap dapat oleh rambut dan lapisan lendir dibagian teratas saluran pemafasan dan kemudian terbawa kedalam alveoli paru-paru. Jelaga yang merupakan pecahan karbon, dapat menghisap belerang diosida yang secara normal akan ditangkap oleh lapisan lendir dan dibawa kedalam alveoli, kemudian senyawa ini akan terurai kedalam cairan alveolar membentuk asam belerang. Partikel besi oksida jika ada, berperan sebagai katalis dan mengubah asam belerang menjadi asam sulfat yang sangat merusak jaringan paw-paru. Gas-gas pencemar utama udara adalah belerang dioksida, karbon monoksida, hidrokarbon dari olefin dan kelompok aromatik dan nitrogen (\I) oksida. Apalagi menurut Bishop (2000) bahwa lebih dari 70% SO2 diudara disebabkan oleh pembakaran batubara pada pembangkit listrik.
Bahkan menurut Kusnoputranto, H (1996). di Amerika, dari segi efek dan gangguan kesehatan, temyata sulfur dioksida dan partikulat menempati urutan teratas sebagai
pencemar. Sebaliknya karbon
monoksida menempati urutan terbawah walaupun dari segi jumlah emisi karbon monoksida menempati urutan teratas. 2-3.
Dampak Terhadap Manusia. Menurut Sudomo (2001) dan The Clean Air Act 1970 dalam Bishop
(2000) pencemaran udara pada dasamya berbentuk partikel (debu, aerosol, timah hitam) dan gas bercpa (CO, NGx, SOX, H2S dan hidrokarbon).
Udara yang tercemar oleh partikel dan gas ini dapat
menyebabkan gangguan kesehatan yang berbeda tingkatan dan jenisnya. tergantung dari macam, ukuran dan komposisi kimiawinya.
Gangguan
tersebut terutama terjadi pada fungsi faal dari organ tubuh, seperti paruparu dan pembuluh darah atau menyebakan iritasi pada mata dan kulit. Redmond (1972) da!am Martin A (1981), mencoba menghubungkan resiko terhadap kanker paw-paru dalam suatu pabrik kokas dengan lokasi tempat bekerja dan lamanya pekerjaan. Hasil studi Redmond terhadap sekitar 60.000 pekerja pada 7 pabrik logam, memperlihatkan bahwa orang yang telah bekerja letih dari 5 tahun dalam area yang terkena emisi oven kokas (yaitu bagian atas oven), mengalami sekitar 900 % lebih kematian yang disebabkan kanker paru-paru dibandingkan dengan pekerja yang berada pada ruangan yang bersih (dalam pabrik yang sama) akan terkena emisi sedikit sekali. Lloyd (1971) dalam Martin A (1981), dalam studinya terhadap pekerja pada tungku kokas, menemukan bahwa kamatian semua pekerja pada tungku kokas tersebut disebabkan oleh neoplasma yang berbahaya dari paru-paru adalah 2,5 kali dari yang diperkirakan. Resiko yang dialami adalah 6,5 kali untuk pekerja yang selalu berada pada bagian atas tungku dibandingkan dengan pekerja yang berada pada sisi tungku. Menurut The World Bank (1994) dalam Kusnoputranto, H (1996), menyatakan bahwa kelebihan 1 lglm3
partikel atau disebut juga Total
Suspended Particulates (TSP) dari baku mutu akan meningkatkan angka kematian sebesar 0,000682 p i n , peningkatan angka serangan bronkitis sebasar 0,00086 poin per anak per tahun, peningkatan serangan asma sebesar 0,0053 poin pada setiap penderita asma serta peningkatan kehilangan hari kerja sebesar 0,00145 poin per dua minggu per pekerja. Banyak para peneliti telah mencoba mengidentifikasi zat-zat yang berpotensi sebagai penyebab kanker dalam batubara, dalam produknya dan dalam pencemaran dari pengolahan batubara. Menurut Martin (l981), senyawa yang paling berpotensi sebagai penyebab kanker terlihat pada senyawa hidrokarbon polisiklik
aromatik atau
"polyciclic arcmatic
hydrocalibonon(PAH). Jenis lainnya yang penting adalah jenis senyawa organik seperti senyawa azoheterosiklik polisiklik, amin aramatik dan benzena dan juga zat-zat inorganik. Menurut Darmono (1995), logam berat adalah unsur-unsur kimia dengan bobot jenis lebih besar dari 5 glcm3,terletak di sudut kanan bawah daftar berkala yang mempunyai afinitas yang tinggi terhadap unsur S dan biasanya bemomor atom 22 sampai 92, dari periode 4 sampai 7. Sebagian logam berat seperti timbal (Pb), kadmium (Cd) dan merkuri (Hg) serta arsen (As), merupakan zat pencemar yang berbahaya. Afinitas yang tinggi terhadap unsur S menyebabkan logam ini menyerang ikatan belerang dalam enzim, sehingga enzim yang bersangkutan menjadi 'tak mobil'. Gugus karboksilat (-COOH) dan amino (-NH3 juga bereaksi dengan logam berat.
Menurut Manahan (1994), kadmium, merkuri dan
tembaga terikat pada sel-sel membran yang menghambat proses transportasi melalui dinding sel.
Logam berat juga mengendapkan
senyawa fosfat biologis atau mengkatalisis penguraiannya.
Berikut ini
dapat dilihat sifat-sifat toksik dari logam Hg, Pb, Cd dan As yang belum diketahui kegunaannya baik bagi tumbuh-tumbuhan maupun dalam tubuh manusia.
23-1. Merkuri (Hg). Merkuri mempunyai nomor atom 80 dan berbobot atom 200,6 dengan titik beku 3 8 , 9 "C, dan titik didih 35,6 OC. Merkuri merupakan satu-satunya unsur logam yang berbentuk cair pada suhu kamar. Akibatnya menurut Saeni (1997). karena merkuri mempunyai tekanan uap yang tinggi pada suhu kamar, maka uap merkuri dapat masuk kedalam tubuh manusia melalui pernafasan. Hal ini biasanya banyak dialami oleh pekerja penambangan biji emas dan dokter gigi beserta asistennya pada waktu membuat amalgam tambal gigi. Menurut Manahan (1994). proses perusakan dalam tubuh manusia oleh merkuri disebabkan karena : 1. Semua senyawa Hg adalah beracun dalam berbagai tingkat.
2. Senyawa Hg yang ada dalam lingkungan, diubah menjadi senyawa
Hg yang berbeda dengan proses biologi. 3. Merkuri mempunyai kecenderungan yang kuat untuk bereaksi
dengan unsur S. didalam tubuh manusia Hg bereaksi dengan enzim yang memiliki gugus S H , sehingga menghambat reaksi kimia dalam tubuh atau mengganggu fungsi biologis tubuh. 4. Proses perusakan dalam kehidupan organisme bersifat permanen.
Logam Hg ini tidak dibutuhkan oleh tubuh manusia, sehingga tubuh akan mengeluarkan sebahagian besar dari logam Hg tersebut dan sisanya akan terakumulasi pada bagian tubuh tertentu seperti ginjal, hati, kuku, dan rambut. Goldwater dan Clarkson (1972). menyatakan bahwa dalam sistem biologis, merkuri yang terakumulasi pada organ ginjal akan lebih besar dibandingkan dengan yang terakumulasi dalam hati maupun rambut. Efektivitas ginjal dalam mengikat merkuri, mengakibatkan kadar logam tersebut dalam plasma darah relatif rendah. Pengaruh toksik merkuri terhadap manusia diantaranya adalah kerusakan syaraf, termasuk menjadi pemarah, paralisis, kebutaan atau gangguan jiia, kerusakan kromosom, dan cacat bayi dalam kandungan.
Gejala-gejala ringan yang terlihat akibat keracunan merkuri adalah, depresi dan suka marah yang merupakan sifat dari penyakit jiwa (Manahan 1994) Menurut Saeni (1997) garam-garam merkuri memperlihatkan toksisitas yang akut dengan bemacam-macam gejala dan bahayanya seperti pneumonia dan oedema paru, tremor dan gingivis. Metil merkuri merupakan senyawa yang sangat beracun dan membahayakan kesehatan manusia karena mengakibatkan efek teratogenik kuat, karsiogenik dan aktivitas mutagenik. Disamping itu keracunan oleh merkuri organik adalah berupa gangguan syaraf yaitu ataksia, hiperstese (peka), konvulsi. kebutaan, koma dan kematian. Menurut Tsubaki et a1 (1971) dalam Diniah (1995) bahwa gangguan syaraf dan tekanan darah tinggi mulai timbul apabila rambut manusia telah mengandung 20
-
50 ppm Hg. Perkembangan lebih lanjut akan
menyebabkan gangguan terhadap penglihatan, organ sensor, ataksia dan disarthria, apabila dalam darah seseorang telah mengandung 20 pg HgllOO g darah (Sanusi ,1985). Sementara menurut Doi dan Jun (1973) dalam Diniah (1995), umumnya darah manusia mengandung 3 pg HgllOO g darah. Sedangkan menurut Stockholm International Committee, kadar Hg maksimum yang diperbolehkan dalam darah manusia adalah 10 pg Hg total11009 darah. 2-3-2. Kadmiurn (Cd). Kadmium perlu mendapat perhatian karena memiliki toksisitas tinggi dan akumulatif (Thorp dan Lake 1974) dalam Piniah (1995). Kadmium masuk kedalam tubuh manusia melalui saluran pencemaan dan pemafasan. Penyerapan kadmium oleh dinding usus manusia sekitar 6% (Friberg et a/, 1974) dalam Diniah (1995).
Menurut Damono (1995)
penyerapan kadmium dan daya toksisitasnya akan meningkat dalam tubuh manusia apabila konsumsi protein serta Ca dan Fe manusia tersebut rendah. Kadmium yang diserap mula-mula masuk kedalam darah dan kemudian didistribusikan ke organ-organ tubuh seperti ginjal, hati, pankreas dan prostat.
Menurut Nordberg et a1 (1973) dalam Diniah (1995), pengaruh racun akut dari kadmium yang masuk lewat makanan dan minuman dengan konsentrasi lebih besar
dari 15 mg Cdlliter, ditandai dengan muntah-
muntah dan diare. Lebih lanjut menurut Saeni (1997) diantara penderita keracunan Cd mengalami tekanan darah tinggi, kerusakan ginjal, kerusakan testikular dan kerusakan sel-sel darah merah. Clarkson et a1 (1988) dalam Diniah (1995), memperingatkan bahwa bila konsentrasi Cd yang masuk kedalam tubuh manusia melalui makanan sebesar 200 bglhari sepanjang hidupnya, maka pada usia 50 tahun orang tersebut akan mengalami kegagalan ginjal.
2-3-3.Timbal (Pb). Menurut Saeni (1997). keberadaan timbal di lingkungan berasa! dari industri cat, baterai, tekstil, penyepuhan, kabel, penyamakan kulit, peralatan listrik, pestisida, dan emisi kendaraan bermotor.
Timbal
ditambahkan pada bensin dalam bentuk timbal trietil atau timbal tetrametil. Setelah pembakaran bensin timbal akan keluar dalam bentuk PbCI2 atau PbBr2, atau sebagai partikel Pb yang sangat halus. Sebagian dari Pb akan tetap berada di udara dan sebagian lagi akan jatuh ke permukaan bumi dan mengendap. Timbal masuk kedalam tubuh manusia melalui makanan, minuman dan pemafasan (udara). Persentase aerosol Pb yang tertinggal dalam paw-paw sekitar 40%, tergantung pada ukuran partikel Pb, dan waktu paruhnya adalah 10,5 - 11,5 jam. Menurut Darmono (1995), penyerapan Pb oleh usus orang dewasa
- 10% dan pada kondisi puasa penyerapan akan lebih 28 - 52%. Dan 8% Pb yang diserap melalui saluran
adalah sekitar 8 besar sekitar
makanan, sekitar 90% nya masuk kedalam darah dan diikat oleh sel darah merah.
Sedangkan sekitar 60% dari Pb yang ada dalam darah ini
diekskresikan lewat urin dan 25% nya didistribusikan kedalam jaringan lunak seperti hati, ginjal dan otak dan diekskresikan lewat keringat, sekresi pencemaan, dan rambut. Waktu paruh Pb dalam sel darah merah adalah
sekitar 33 hari. Sedangkan waktu tinggal Pb dalam jaringan lunak adalah 20 hari, dan 85% daari Pb yang ada dalam jaringan lunak tidak dikembalikan kedalam darah, tetapi segera diekskresikan. Sisa Pb yang ada dalam darah yaitu sekitar 13% selanjutnya disimpan dalam jaringan keras (tulang). Lebih dari 90% Pb dalam tubuh, berada dan ditemukan dalam tulang dan waktu paruh nya mencapai 30-40 tahun. Menurut Thomas et a/ (1988) dalam Diniah (1995), gejala keracunan Pb adalah berupa pusing-pusing, muntah dan diare. Keluhan-keluhan seperti mudah tersinggung, sakit kepala, gelisah, gugup dan cemas merupakan tanda-tanda yang
merupakan yang
mendahului efek
keracunan, sebelum terjadinya koma dan kematian. Tsalev dan Zaprinev (1985) dalam Saeni (1997) menyatakan kondisi yang mempengaruhi tingkat keracunan Pb antara lain : 1. Umur ; janin yang masih berada dalam kandungan, balita dan anakanak lebih rentan dibandingkan orang dewasa. 2. Jenis kelamin; wanita lebih rentan dibandingkan pria. 3. penderita penyakit keturunan atau orang-orang yang sakit akan lebih rentan. 4. peminum alkohol akan lebih rentan terhadap Pb.
5. musim; musim panas akan meningkatkan daya racun Pb, terutama terhadap anak-anak. 23-4. Arsen (As).
Menurut Darmono (1995), arsen hampir selalu ditemukan di daerah penambangan walaupun jumlahnya sangat sediki.
Logam ini biasanya
mencemari lingkungan dalam bentuk debu yang beterbangan di udara (pada pencemaran udara). Keracunan arsen pada manusia atau hewan disebabkan karena menghisap debu tersebut. Orang yang sering menjadi korbannya adalah pekerja-pekerja pabrik yang memproduksi fungisida atau insektisida dan pestisida yang mengandung arsen. Hasil penelitian EPA (badan Proteksi lingkungan) dalam Darmono (2001) dari sampel partikel diudara menunjukkan bahwa bentuk arsen inorganik paling banyak
ditemukan didaerah emisi, terutama arsen trivalen. Bentuk arsen trivalen ini terutama terdapat pada sampel udara yang mengandung As dari industri peleburan logam dan pembangkit listrik tenaga batubara. Pada ha1 arsen inorganik ini lebih berbahaya daripada arsen organik seperti metil arsen. Ada berbagai macam bentuk senyawa kimia arsen yang terdapat di alam, antara lain : 1. Arsen trioksida (Asz03) ialah bentuk garam inorganik dan bentuk
trivalen dari asam arsenat (H4As04) berwarna putih dan padat seperti gula Apabila senyawaan arsenat yang rnengandung logam lain bereaksi dengan asam tertentu akan terbentuk suatu gas arsin (AsH3) yang paling beracun, tetapi biasanya ini jarang tejadi. 2. Arsen pentaoksida (As205) 3. Garam arsenat (PbHAsOd), merupakan senyawa arsen yang banyak
dijumpai dialam dan bersifat kurang toksik. 4. Arsen organik, yaitu arsen yang berikatan kovalen dengan rantai
karbon alifatik atau struktur cincin. Disini arsen terikat dalam bentuk trivalen ataupun pentavalen, namun bentuk ini kurang toksik bila dibandingkan dengan bentuk senyawa arsen inorganik trivalen. Menurut Darrnono (2001) sekitar 90 % arsen yang diserap dalam tubuh tersimpan dalam hati, ginjal, dinding saluran pencernaan, limfa dan paru. Biasanya arsen yang tersimpan dalam rambut dan kuku hanya sedikit, namun dapat diditeksi beberapa tahun setelah keracunan kronis. Di dalam darah normal ditemukan arsen sebanyak 0,2 pgllOO ml, sedangkan pada kondisi keracunan ditemukan 10 pg1100 ml. Sedangkan pada orang yang mati karena keracunan arsen. ditemukan 60 - 90 pg1100 ml. Tanda-tanda toksisitas arsen yang akut terlihat dengan adanya gejala rambut rontok, kebotakan (alopesia), tidak berfungsinya saraf tepi yang ditandai dengan kelumpuhan anggota gerak bagian bawah, kaki lemas, persendian tangan lumpuh dan daya refleks menurun. Toksisitas kronis terjadi bila preparat arsen diberikan sebagai obat, biaynya adalah obat penyaki kuli tertentu. Bila kulit diolesi obat yang mengandung arsen dosis rendah, akan terlihat warna kemerahan pada kulit
tersebut, ha1 ini disebabkan adanya pelebaran pembuluh darah kapiler (vasodilator). Apabila pengolesan dilakukan terus-rnenerus akan terjadi hiperkeratosis, keratosin telapak tangan dan kaki, serta dermatitis terutama didaerah yang mengeluarkan keringat seperti ketiak dan persendian. Keracunan kronis secara umum terlihat dari gejala kelemahan, kelelahan, kurang nafsu makan, berat badan menurun dan iritabilitas. Sedangkan gejala khas keracunan arsen ialah warna coklat gelap pada kuli dan perubahan kulit, kuku menebal yang ditandai dengan garis putih diatas persambungan kuku. 2-3-5. Besi (Fe)
Besi adalah kelompok makro mineral di dalam kerak bumi, tetapi termasuk kelompok mikro dalam sistem biolbgi.
Dalam sistem biologi
seperti hewan, manusia dan tanaman, logam ini bersifat essensil, kurang stabil dan secara perlahan berubah menjadi fero (Fe 11) atau fen (Fe Ill). Mengingat lokasi penelitian berada didaerah pengecoran logam, maka besar kemungkinan akan d i i u k a n banyak partikel besi yang teremisi ke udara. Apabila penyebaran tersebut dalam jumlahnya yang banyak jelas akan mengganggu kesehatan, tetapi dalam jumlah yang sedikit, menurut Darmono (1995) logam-logam ssperti kobalt, mangan, besi dan krom merupakan logam yang penting dalam sistem biologi makhluk hidup. Kasus keracunan Fe swing dilaporkan terutama terjadi pada anakanak, ha1 ini terjadi secara tidak sengaja saat memakan makanan yang mengandung Fe, atau karena anak mengkonsumsi banyak preparat yang mengandung Fe baik berupa obat maupun vitamin. sedangkan pada orang dewasa ha1 ini jarang terjadi. Menurut Darmono (2001), kejadian toksisitas Fe ini jarang ditemukan pada peristiwa polusi udara lingkungan. Pada umumnya setiap jaringan tubuh selalu mengandung Fe, yaitu 4 g Fe. Hampir semua Fe dalam tubuh terikat dengan protein porfirin dan komponen hemoglobin.
lkatan dengan protein lainnya ialah feritin,
transferin dan hemosiderin. Diet Fe per hari setiap orang sekitar 10 - 15 mg Fe dan hanya sebagian kecil yang diabsorpsi. Sedangkan dosis letal
minimum (MLD) adalah sekitar 200-250 mglkg berat badan (Darmono 2001). Toksisitas akut Fe pada anak terjadi karena anak memakan sekitar 1 g Fe, walaupun yang termakan mungkin lebih banyak.
Kandungan
normal intake besi pada anak adalah sekitar 10 - 20 mglkg. Kematian karena keracunan Fe pada anak kebanyakan tejadi diantara anak berumur 12 - 24 bulan, ha1 ini erat hubungannya dengan pemberian yang terlalu banyak suplemen vitamin pada prenatal dan suplemen vitamin-mineral pada postnatal. Mekanisme toksisitas Fe secara pasti belum begitu jelas. diperkirakan kematian terjadi karena sekunder shock yang disebabkan oleh iritasi gastro-intestinal.
Apabila dilakukan autopsi tsmadap korban
kerawnan, ditemukan pendarahan dan nekrosis pada mukosa lambung dan usus.
Pada proses toksisitas Fe kronik, bpsi banyak ditemukan
terakumulasi dalam jaringan hati, yaitu dalam mitokondria dari sel hati. Hal tersebut
menyebabkan
mitokondria
membengkak,
yang
mungkin
disebabkan tidak berfungsinya hati. Juga terjadi degenerasi lemak pada miokardium dan ginjal. 24.
Sistem Sampling Gas Pencemar. MetIutUt Stem (1994), ada empat macam cara untuk mengumpulkan
gas pencemar yaitu a). khusus digunakan untuk beberapa teknik sampling ekstraksi seperti sampling SO2 dalam cairan penyerap dan hidrokarbon polinukleat aromatik pada serapan padat; b). Pada penggunaan open face saringan pengumpul, penyaring secara langsung bemubungan dengan atmosfir yang disampling; c). Untuk penggunaan pada suatu wadah pemindah yang digunakan untuk mengumpulkan suatu 'aliquot" udara atau gas, untuk dibawa ke laboratorium dengan tujuan analisis kimia; d). Untuk penggunaan analisis secara otomatis dan kontiniu yang menggabungkan proses sampling dan proses analitis dalam suatu peralatan, misalnya monitor udara ambien kontiniu untuk SOz, 03, dan NOx. Menurut Susetyo W (1988), penggunaan alat spektrometri telah digunakan banyak kalangan berkat dikembangkannya teknik analisis unsurunsur dalam kadar yang sangat rendah (trace elemen) atau disebut juga
dengan Analisis Pengaktifan Neutron (APN). Dalam APN, contoh yang akan dianalisis, diiradiasi dengan menggunakan suatu sumber neutron. Inti atom unsur-unsur yang berada dalam contoh tersebut akan menangkap neutron dan berubah menjadi radioaktif. Setelah paparan radiasi netron dianggap cukup, contoh dikeluarkan dari sumber neutron. Sampel udara tersebut sekarang mengandung unsur-unsur yang memancarkan sinarsinar radioaktif. Sinar y atau sinar gama yang dipancarkan oleh berbagai unsur dalam contoh dapat dianalisis secara spektrometri-y.
Analisis
kualitatif setiap unsur dilakukan berdasarkan penentuan energi sinar-y, sedangkan analisis kuantitatif dilakukan dengan menentukan intensitascya. Pada penelitian ini digunakan alat pengambilan contoh yang disebut dengan lmpaktor Bertingkat
(Cascade Impactor) bertekanan rendah
buatan Andersen-USA. Alat ini mempunyai 14 tingkat pengendapan atau penyaringan, pada laju alir 28.3 literlmenit selama 1 - 2 jam. Alat impaktor ini dilengkapi dengan kompresor atau penghisap udara, manometer beda tekanan, meter aliran udara dan termometer (Bunawas dan Otto.1996). Sampel udara dihisap dengan kompresor yang terlebih dahulu dilewatkan pada impaktor. Partikel debu dan gas-gas pencemar akan menempel pada plat-plat saringan yang terdapat dalam impaktor. Sampel udara pencemar yang tertahan pada permukaan plat saringan, kemudian dianalisis kandungan senyawanya dengan menggunakan Spektrometer Pendar Sinar X (XRF) dengan detektor semikonduktor Si(Li) model Pop Top buatan
ORTEC dengan perangkat lunak MAESTRO. Saringan terakhir pada alat impaktor bertingkat tersebut berupa membran dengan kehalusan saringan sebesar 0,08 prn, sehingga boleh dikatakan hampir seluruh unsur-unsur akan tersaring pada membran tersebut. Pada Tabel 3. Rahn (1976) memperlihatkan ukuran diameter dari massa unsur-unsur yang terdapat dalam partikel sarnpel udara.
Tabel 3. Ukuran Diameter Dari Massa Unsur-unsur (pm)
Pb SO4 NH4
C Cs Fe AS In Ba Cr H As Sn Zn Ga Cd K NO3Se Br V Mn Ni Cu Mn Na
Untuk pengujian kadar SOX, NOx, CO, HC dan
0 3
Ti La Sc Co Ca CI Al Dy P Mg Au F
digunakan alat
khusus sampling gas berupa tabung kaca. Sampel udara dihisap dengan kompresor melalui tabung kaca sampling yang telah dipersiapkan, setelah waktu tertentu tabung kaca ditutup. Selanjutnya sampel didalam tabung kaca siap dilakukan analisis di laboratorium dengan menggunakan alat spektrofotornetri dan alat gas kromatografi