倀唀匀䄀吀 倀䔀一䜀䔀一䐀䄀䰀䤀 䄀一 倀䔀䴀䈀䄀一䜀唀一䄀一 䔀䬀伀刀䔀䜀䤀 伀一 䬀䄀䰀䤀 䴀䄀一吀䄀一 䬀䔀䴀䔀一吀䔀刀䤀 䄀一 䰀䤀 一䜀䬀唀一䜀䄀一 䠀䤀 䐀唀倀 䐀䄀一 䬀䔀䠀唀吀䄀一䄀一
䴀攀 洀愀栀愀洀椀
唀唀 一漀洀漀爀 ㌀㈀ 琀 愀栀甀渀 ㈀ 㤀 琀 攀 渀琀 愀渀最 倀攀 爀 氀 椀 渀搀甀渀最愀渀 搀愀渀 倀攀 渀最攀 氀 漀氀 愀愀渀 䰀椀 渀最欀甀渀最愀渀 䠀椀 搀甀瀀
栀琀 琀 瀀㨀 ⼀ ⼀ 欀 愀氀 椀 洀愀渀琀 愀渀⸀ 洀攀渀氀 栀欀 ⸀ 最漀⸀ 椀 搀⼀
KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN PUSAT PENGELOLAAN EKOREGION KALIMANTAN
Memahami UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup 1.
Apakah yang dimaksud dengan lingkungan hidup? Pengertian lingkungan hidup berdasarkan UU Nomor 32 Tahun 2009 Pasal 1 angka 1 adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain.
2.
Apa yang dimaksud dengan “ruang” tersebut dan bagaimana perbedaan pengertian ruang tersebut dengan pengertian ruang yang diatur dalam UU Tata Ruang dan UU Agraria? Pengertian ruang berdasarkan UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang Pasal 1 angka 1 ditegaskan:“Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya.”Pengertian atau rumusan ini menunjukkan bahwa “ruang” itu sebagai wadah memiliki arti yang luas, yang mencakup tiga dimensi, yakni: darat, laut dan udara yang disoroti baik secara horizontal maupun vertikal. 1 “Ruang” dalam konteks tata ruang dan penataan ruang dapat dipahami sebagai wadah, konsep, dan pengertian. 2 Ruang sebagai wadah, yang juga dikenal dengan ruimte (Belanda), space (Inggris), dan spatium (Latin) mula-mula diartikan sebagai datar (planum-planologi) yang dalam perkembangannya kemudian mempunyai dimensi tiga dan berarti tempat tinggal (dwelling house) yang harus ditata sebaik-baiknya demi kebahagiaan, kesejahtaraan, dan kelestarian umat manusia.3 Ruang sebagai wadah merupakan tempat manusia melakukan aktivitasnya, sehingga pemanfaatan jalan harus didasarkan kepada daya dukung dan daya tampung ruang. Apabila pemanfaatannya melebihi daya tampung dan daya dukung ruang, akibatnya timbul konflik, menurunnya tingkat layanan ruang, melahirkan ketidanyamanan yang menimbulkan berbagai ekses negatif. Oleh karena itu ruang diperlukan penyelenggaraan penataannya secara efektif, efisien, transparan, berwawasan lingkungan, dan partisipatif agar terwujud ruang yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan, melalui sistem penataan ruang terpadu4 sebagaimana diatur dalam Pasal 1
Memahami UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
|1
KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN PUSAT PENGELOLAAN EKOREGION KALIMANTAN
angka 5: “Penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.” Ruang sebagai pengertian (conseptio) terdiri dari unsur: bumi, air, dan udara, mempunyai tiga dimensi. 5 Sedangkan UU Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria Pasal 1 ayat (1) menyatakan bahwa seluruh wilayah Indonesia adalah kesatuan tanah-air dari seluruh rakyat Indonesia yang bersatu sebagai bangsa Indonesia. Pasal 1 ayat (2) menyatakan bahwa seluruh bumi, air dan ruang, termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya dalam wilayah Republik Indonesia, sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa adalah bumi, air dan ruang angkasa bangsa Indonesia dan merupakan kekayaan nasional. Dan Pasal 1 ayat (3) menyatakan bahwa Hubungan antara bangsa Indonesia dan bumi, air serta ruang angkasa adalah hubungan yang bersifat abadi. Berdasarkan uraian di atas bahwa “ruang” menurut bidang lingkungan hidup dilihat kelayakan untuk ditempati, menurut bidang tata ruang dilihat dalam peruntukannya serta menurut bidang agraria sebagai hubunga hukum. Guna memperjelas uraian mengenai pengertian ruang menurut UU PPLH, UU Penataan Ruang dan UU Agraria, dan untuk lebih memudahkan pembacaan dapat dilihat Gambar 1. LINGKUNGAN HIDUP
Kesatuan ruang Ruang
Wadah/ tempat
Sumber Daya Alam
a. darat; b. air; dan c. udara d. di bawah perut bumi.
Lingkungan Hidup Manusia & Makhluk Hidup
Kelayakan untuk ditempati
Ruang
Peruntukan
Agraria
Hubungan Hukum
Kegiatan/perilaku
Keberlanjutan
Kesejahteraan
Gambar 1. Pengertian ruang menurut UU PPLH, UU Penataan
2| Memahami UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN PUSAT PENGELOLAAN EKOREGION KALIMANTAN Ruang dan UU Agraria.
3.
Apakah yang dimaksud dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup? Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan hukum. Penambahan istilah “Perlindungan” dalam UU Nomor 32 Tahun 2009 didasarkan pada pandangan anggota Panja DPR RI dengan rasionalisasi agar lebih memberikan makna tentang pentingnya lingkungan hidup untuk memperoleh perlindungan, yang sebenarnya pengelolaan lingkungan hidup merupakan konsep yang di dalamnya telah mengandung unsur perlindungan lingkungan hidup di samping pemanfaatan lingkungan hidup. Namun anggota Panja DPR RI bersikeras dengan menyatakan: “RUU PLH sebaiknya juga menekankan aspek perlindungan mengingat kondisi degradasi lingkungan hidup yang semakin meningkat, maka diusulkan untuk menambahkan istilah “perlindungan’ pada judul RUU PLH menjadi RUU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH) dan memperkuat ketentuan-ketentuan yang berorientasi pada perlindungan, bukan hanya pengelolaan.”6
4.
Apa ruang lingkup perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup? Ruang lingkup perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup meliputi: a. perencanaan; b. pemanfaatan; c. pengendalian; d. pemeliharaan; e. pengawasan; dan f. penegakan hukum. Guna memperjelas uraian mengenai ruang lingkup perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, dan untuk lebih memudahkan pembacaan dapat dilihat Gambar 2.
Memahami UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
|3
KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN PUSAT PENGELOLAAN EKOREGION KALIMANTAN
PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP Inventarisasi Perencanaan
Penetapan wilayah ekoregion Penyusunan RPPLH
Pemanfaatan
Berdasarkan RPPLH Daya dukung dan daya tampung Pencegahan
Pengendalian
Penanggulangan
Pemulihan Konservasi SDA Pemeliharaan
Pengawasan
Pencadangan SDA Pelestarian fungsi atmosfir Administratif
Penegakan Hukum
Perdata Pidana
a. keberlanjutan proses dan fungsi lingkungan hidup; b. keberlanjutan produktivitas lingkungan hidup; dan c. keselamatan, mutu hidup, dan kesejahteraan masyarakat. a. KLHS; b. tata ruang; c. baku mutu lingkungan hidup; d. kriteria baku kerusakan lingkungan hidup; e. amdal; f. UKL-UPL; g. perizinan; h. instrumen ekonomi lingkungan hidup; i. peraturan perundang-undangan berbasis lingkungan hidup; j. anggaran berbasis lingkungan hidup; k. analisis risiko lingkungan hidup; l. audit lingkungan hidup; dan m. instrumen lain sesuai dengan kebutuhan dan/atau perkembangan ilmu pengetahuan. a. pemberian informasi peringatan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup; b. pengisolasian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup; dan c. penghentian sumber pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup; d. cara lain yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. a. Penghentian sumber pencemaran dan pembersihan unsur pencemar; b. Remediasi; dan c. rehabilitasi; d. Restorasi; dan/atau e. Cara lain yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Gambar 2. Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
5. 5.1.
PERENCANAAN PPLH Bagaimana perencanaan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dilaksanakan? Perencanaan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dilaksanakan melalui tahapan: a. inventarisasi lingkungan hidup; b. penetapan wilayah ekoregion; dan c. penyusunan RPPLH. Guna memperjelas uraian mengenai Tahapan Pelaksanaan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, dan untuk lebih memudahkan pembacaan dapat dilihat Gambar 3.
4| Memahami UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN PUSAT PENGELOLAAN EKOREGION KALIMANTAN
Gambar 3. Tahapan Pelaksanaan Perencanaan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
5.2.
Apakah yang dimaksud dengan Inventarisasi Lingkungan Hidup?
5.3.
Meliputi apa saja inventarisasi lingkungan hidup? Inventarisasi lingkungan hidup terdiri atas inventarisasi lingkungan hidup: a. tingkat nasional; b. tingkat pulau/kepulauan; dan c. tingkat wilayah ekoregion.
5.4.
Untuk apakah inventarisasi lingkungan hidup dilaksanakan? Inventarisasi lingkungan hidup dilaksanakan untuk memperoleh data dan informasi mengenai sumber daya alam yang meliputi: a. potensi dan ketersediaan; b. jenis yang dimanfaatkan; c. bentuk penguasaan; d. pengetahuan pengelolaan; e. bentuk kerusakan; dan f. konflik dan penyebab konflik yang timbul akibat pengelolaan.
5.5.
Apakah hubungan antara inventarisasi lingkungan hidup dengan Penetapan Wilayah Ekoregion?
Memahami UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
|5
KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN PUSAT PENGELOLAAN EKOREGION KALIMANTAN
Inventarisasi lingkungan hidup menjadi dasar dalam penetapan wilayah ekoregion dan dilaksanakan oleh Menteri setelah berkoordinasi dengan instansi terkait. 5.6.
Apa yang perlu dipertimbangan dalam penetapan wilayah ekoregion? Penetapan wilayah ekoregion dilaksanakan dengan mempertimbangkan kesamaan: a. karakteristik bentang alam; b. daerah aliran sungai; c. iklim; d. flora dan fauna; e. sosial budaya; f. ekonomi; g. kelembagaan masyarakat; dan h. hasil inventarisasi lingkungan hidup.
5.7.
Apakah yang dimaksud dengan RPPLH? Rencana perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang selanjutnya disingkat RPPLH adalah perencanaan tertulis yang memuat potensi, masalah lingkungan hidup, serta upaya perlindungan dan pengelolaannya dalam kurun waktu tertentu. (Pasal 1 angka 4 UU Nomor 32 Tahun 2009).
5.8.
RPPLH secara hierarkhi terdiri atas apa sajakah? RPPLH terdiri atas: a. RPPLH nasional; b. RPPLH provinsi; dan c. RPPLH kabupaten/kota.
5.9.
Bagaimanakah RPPLH Nasional disusun? RPPLH nasional disusun berdasarkan inventarisasi nasional.
5.10.
Bagaimanakah RPPLH provinsi disusun? RPPLH provinsi disusun berdasarkan: a. RPPLH nasional; b. inventarisasi tingkat pulau/kepulauan; dan c. inventarisasi tingkat ekoregion.
5.11.
Bagaimanakah RPPLH kabupaten/kota disusun? RPPLH kabupaten/kota disusun berdasarkan: a. RPPLH provinsi; b. inventarisasi tingkat pulau/kepulauan; dan c. inventarisasi tingkat ekoregion. 5.12. Siapakah yang menyusun RPPLH?
6| Memahami UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN PUSAT PENGELOLAAN EKOREGION KALIMANTAN
RPPLH disusun oleh Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya. 5.13.
Melalui apakah RPPLH diatur? RPPLH diatur dengan: a. peraturan pemerintah untuk RPPLH nasional; b. peraturan daerah provinsi untuk RPPLH provinsi; dan c. peraturan daerah kabupaten/kota untuk RPPLH kabupaten/kota. Guna memperjelas uraian mengenai Kewenangan Penyusunan RPPLH dan Produk Pengaturan RPPLH, dan untuk lebih memudahkan pembacaan dapat dilihat Gambar 4.
Gambar 4. Kewenangan Penyusunan RPPLH dan Produk Pengaturan RPPLH.
5.14.
Apakah yang perlu diperhatikan dalam penyusunan RPPLH? Penyusunan RPPLH memperhatikan: a. keragaman karakter dan fungsi ekologis; b. sebaran penduduk; c. sebaran potensi sumber daya alam; d. kearifan lokal; e. aspirasi masyarakat; dan f. perubahan iklim.
5.15.
Apa materi muatan dari RPPLH? RPPLH memuat rencana tentang: a. pemanfaatan dan/atau pencadangan sumber daya alam;
Memahami UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
|7
KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN PUSAT PENGELOLAAN EKOREGION KALIMANTAN
b. pemeliharaan dan perlindungan kualitas dan/atau fungsi lingkungan hidup; c. pengendalian, pemantauan, serta pendayagunaan dan pelestarian sumber daya alam; dan d. adaptasi dan mitigasi terhadap perubahan iklim. 5.16.
Bagaimana keterkaitan RPPLH dengan RPJP dan RPJM? RPPLH menjadi dasar penyusunan dan dimuat dalam rencana pembangunan jangka panjang dan rencana pembangunan jangka menengah. Guna memperjelas uraian mengenai posisi RPPLH dalam Sistem Perencanaan Nasional terutama dalam rencana pembangunan jangka panjang dan rencana pembangunan jangka menengah, dan untuk lebih memudahkan pembacaan dapat dilihat Gambar 5.
Gambar 5. Posisi RPPLH Dalam Sistem Perencanaan Nasional. 7
6. 6.1. 6.2.
PEMANFAATAN SUMBER DAYA ALAM Bagaimana pemanfaatan sumber daya alam dilakukan? Pemanfaatan sumber daya alam dilakukan berdasarkan RPPLH. Bagaimana pemanfaatan SDA dilaksanakan dalam hal RPPLH belum tersusun? Dalam hal RPPLH belum tersusun, pemanfaatan sumber daya alam dilaksanakan berdasarkan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup dengan memperhatikan: a. keberlanjutan proses dan fungsi lingkungan hidup;
8| Memahami UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN PUSAT PENGELOLAAN EKOREGION KALIMANTAN
b. keberlanjutan produktivitas lingkungan hidup; dan c. keselamatan, mutu hidup, dan kesejahteraan masyarakat. 7. 7.1.
7.2.
PENGENDALIAN PENCEMARAN dan/atau KERUSAKAN LH Bagaimana pengendalian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup dilaksanakan? Pengendalian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup dilaksanakan dalam rangka pelestarian fungsi lingkungan hidup. Pengendalian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan meliputi tindakan apa saja? Pengendalian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup meliputi: a. pencegahan; b. penanggulangan; dan c. pemulihan.
8.
Apa saja instrumen pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup? Instrumen pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup terdiri atas: a. KLHS; b. tata ruang; c. baku mutu lingkungan hidup; d. kriteria baku kerusakan lingkungan hidup; e. amdal; f. UKL-UPL; g. perizinan; h. instrumen ekonomi lingkungan hidup; i. peraturan perundang-undangan berbasis lingkungan hidup; j. anggaran berbasis lingkungan hidup; k. analisis risiko lingkungan hidup; l. audit lingkungan hidup; dan m. instrumen lain sesuai dengan kebutuhan dan/atau perkembangan ilmu pengetahuan.
9. 9.1.
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) Apa yang dimaksud dengan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS)? Kajian lingkungan hidup strategis berdasarkan Pasal 1 angka 10 UU 32 Tahun 2009 adalah rangkaian analisis yang sistematis, menyeluruh, dan partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah dan/atau kebijakan, rencana, dan/atau program. Dari pengertian di atas dapat diuraikan bahwa KLHS:
Memahami UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
|9
KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN PUSAT PENGELOLAAN EKOREGION KALIMANTAN
1. 2. 3. 4.
5.
Rangkaian kegiatan yang meliputi administrasi, yuridis, dan teknis dalam upaya pencegahan dan perlindungan LH; Melakukan analisis yang sistematis dan menyeluruh (metodologis: reliable, valid, verifikatif); Partisipatif: pelibatan masyarakat dan pemangku kepentingan: prosedur yang terbuka (Pasal 18 ayat 1); Memastikan: menjadi dasar dan terintegrasi yang dapat dikenali (pengenal) dan dapat dibedakan (pembeda) yang dituangkan dalam dokumen hukum; KRP (kegiatan, rencana dan program) meliputi: rencana pembangunan (RPJP, RPJM, RPJPD dan RPJMD, rencana tata ruang, dan KRP lainnya.
Secara prinsip sebenarnya KLHS adalah suatu self assessment untuk melihat sejauh mana Kebijakan, Rencana dan/atau Program (KRP) yang diusulkan oleh Pemerintah dan/atau pemerintah daerah telah mempertimbangkan prinsip pembangunan berkelanjutan, baik untuk kepentingan ekonomi, dan sosial, selain lingkungan hidup. Dengan KLHS ini pula diharapkan KRP yang dihasilkan dan ditetapkan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah menjadi lebih baik. 9.2.
Siapakah yang wajib membuat KLHS? Pemerintah dan pemerintah daerah wajib membuat KLHS untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah dan/atau kebijakan, rencana, dan/atau program.
9.3.
Dalam hal apakah Pemerintah dan pemerintah daerah wajib melaksanakan KLHS? Pemerintah dan pemerintah daerah wajib melaksanakan KLHS ke dalam penyusunan atau evaluasi: a. rencana tata ruang wilayah (RTRW) beserta rencana rincinya, rencana pembangunan jangka panjang (RPJP), dan rencana pembangunan jangka menengah (RPJM) nasional, provinsi, dan kabupaten/kota; dan b. kebijakan, rencana, dan/atau program yang berpotensi menimbulkan dampak dan/atau risiko lingkungan hidup. KLHS dilakukan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah dalam merumuskan RPJP, RPJM, dan RTRW serta KRP yang berpotensi menimbulkan dampak dan/atau resiko lingkungan hidup. Pada prinsipnya KLHS adalah suatu self assessment untuk melihat sejauh mana KRP yang diusulkan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah telah mempertimbangkan prinsip pembangunan berkelanjutan.
10| Memahami UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN PUSAT PENGELOLAAN EKOREGION KALIMANTAN
Untuk menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup dan keselamatan masyarakat, setiap perencanaan tata ruang wilayah wajib didasarkan pada KLHS. 9.4.
Apa manfaat melakukan KLHS? KLHS merupakan salah satu instrumen pengelolaan lingkungan hidup yang diterapkan pada tingkat/tataran hulu. Dengan dilakukannya KLHS pada tataran hulu KRP maka potensi dihasilkannya KRP yang tidak sejalan dengan prinsipprinsip pembangunan berkelanjutan yang pada akhirnya berimplikasi pada terjadinya kerusakan lingkungan hidup dapat diantisipasi sejak dini. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa manfat yang diperoleh dengan melakukan KLHS adalah dihasilkannya KRP yang lebih baik dan sejalan dengan prinsipprinsip pembangunan berkelanjutan.
Gambar 6. Mekanisme Pelaksanaan KLHS.
9.5.
Bagaimana melaksanakan KLHS? KLHS dilaksanakan dengan mekanisme: a. pengkajian pengaruh kebijakan, rencana, dan/atau program terhadap kondisi lingkungan hidup di suatu wilayah; b. perumusan alternatif penyempurnaan kebijakan, rencana, dan/atau program; dan
Memahami UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
|11
KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN PUSAT PENGELOLAAN EKOREGION KALIMANTAN
c. rekomendasi perbaikan untuk pengambilan keputusan kebijakan, rencana, dan/atau program yang mengintegrasikan prinsip pembangunan berkelanjutan. Guna memperjelas uraian mengenai mekanisme KLHS dilaksanakan, dan untuk lebih memudahkan pembacaan dapat dilihat Gambar 6. 9.6. Apa materi muatan dariKLHS? Berdasarkan Pasal 16 UU Nomor 32 Tahun bahwa KLHS memuatkajian antara lain: a. kapasitas daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup untuk pembangunan; b. perkiraan mengenai dampak dan risiko lingkungan hidup; c. kinerja layanan/jasa ekosistem; d. efisiensi pemanfaatan sumber daya alam; e. tingkat kerentanan dan kapasitas adaptasi terhadap perubahan iklim; dan f. tingkat ketahanan dan potensi keanekaragaman hayati.
Gambar 7. Hubungan antara Proses Pembuatan KRP, Pelaksanaan Proses KLHS dan Penjaminan Kualitas KLHS.
9.7.
Hasil KLHS menjadi dasar bagi kebijakan, rencana, dan/atau program pembangunan dalam suatu wilayah. KLHS diperlukan sebagai sebuah instrument/tools dala rangka self assessment untuk melihat sejauh mana KRP yang diusulkan oleh Pemerintah dan/atau
12| Memahami UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN PUSAT PENGELOLAAN EKOREGION KALIMANTAN
pemerintah daerah berkelanjutan.
9.8.
telah
mempertimbangkan
prinsip
pembangunan
Guna memperjelas uraian mengenai hubungan antara proses pembuatan KRP, pelaksanaan proses KLHS, dan penjaminan kualitas KLHS, dan untuk lebih memudahkan pembacaan dapat dilihat Gambar 7. Apakah implikasi hukum dalam hal hasil KLHS menyatakan bahwa daya dukung dan daya tampung sudah terlampaui, Dalam hal hasil KLHS menyatakan bahwa daya dukung dan daya tampung sudah terlampaui, a. KRP pembangunan wajib diperbaiki sesuai dengan rekomendasi KLHS; dan b. segala usaha dan/atau kegiatan yang telah melampaui daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup tidak diperbolehkanlagi.
Gambar 8. Perbedaan AMDAL dengan KLHS. 8 Memahami UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
|13
KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN PUSAT PENGELOLAAN EKOREGION KALIMANTAN
9.9.
9.10.
Apa perbedaan KLHS dengan AMDAL? KLHS merupakan instrumen yang digunakan untuk menyempurnakan KRP dan menjamin tercapainya pengarusutamaan hasil pembangunan berkelanjutan KRP merupakan acuan dalam menentukan opsi-opsi kegiatan yang dapat dilakukan dan menjadi rambu-rambu terhadap usulan suatu rencana usaha dan/atau kegiatan untuk dapat dilakukan. Sedangkan AMDAL adalah instrumen yang digunakan untuk memastikan kelayakan suatu rencana usaha dan/atau kegiatan riil yang diusulkan. Dengan kata lain KLHS diterapkan pada ranah/tataran strategis pembangunan, sementara AMDAL pada ranah/tataran operasional pembangunan. Guna memperjelas uraian mengenai perbedaan KLHS dengan AMDAL, dan untuk lebih memudahkan pembacaan dapat dilihat Gambar 8. Bagaimana posisi KLHS dalam rentang perencanaan? Posisi KLHS dalam rentang perencanaan
Gambar 9. Perbedaan Posisi Penerapan KLHS dan AMDAL. 9
Guna memperjelas uraian mengenai posisi KLHS dalam rentang perencanaan, dan untuk lebih memudahkan pembacaan dapat dilihat Gambar 9.
14| Memahami UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN PUSAT PENGELOLAAN EKOREGION KALIMANTAN
Gambar 10. AMDAL – Good Design.10
Gambar 11. KLHS – Good Strategy. 11
10. 10.1.
TATA RUANG Apakah alasan menjadikan Tata Ruang sebagai salah satu bagian dari instrumen pencegahan pencemaran dan perusakan lingkungan hidup? Tata ruang sebagai salah satu instrumen yuridis dalam PPLH yang pada intinya untuk mencegah pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup guna menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup dan kemaslahatan masyarakat sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 14 dan Pasal 19 UU Nomor 32 Tahun 2009, artinya, UU Nomor 32 Tahun 2009 juga
Memahami UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
|15
KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN PUSAT PENGELOLAAN EKOREGION KALIMANTAN
mengisyaratkan pentingnya penataan ruang sebagai bagian dari upaya mewujudkan tujuan PPLH. 10.2.
Apa alasan pengintegrasian tata ruang ke dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup? Pengintegrasian UU No. 32 Tahun 2009 dengan UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (UU Penataan Ruang) memangmenghendaki sejak penyusunan Naskah Akademis UU No. 32 Tahun 2009. Salah satu pertimbangan mengapa UU No. 32 Tahun 2009 adalah fakta yuridis tentang lemahnya padu serasi antara UU sebelumnya, yaitu UU No. 32 Tahun 1997 dengan UU Penataan Ruang. Berikut ini identifikasi masalah terkait dengan UU Penataan Ruang. a. UU Penataan Ruang membagi daerah berdasarkan wilayah administrasi pemerintahan bukan berdasarkan wilayah ekosistem. UU No. 23/1997 mengatur mengenai fungsi-fungsi leingkungan hidup tetapi sulit diterjemahkan ke dalam kebijakan dan pelaksanaan tata ruang. Dalam UU Penataan Ruang dinyatakan bahwa penyusunan rencana tata ruang wilayah nasional harus memperhatikan, antara lain daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup (Pasal 19 huruf (e) UU Penataan Ruang). Namun dalam UU 32/1997 hanya iatur ketentuan yang mewajibkan pemerintah untuk mengembangkan dan menerapkan kebijaksanaan nasional yang menjamin terpeliharanya daya dukung dan daya tampung LH (Pasal 10 huruf d UUPPLH). Ketentuan pasal 19 huruf (e) UU Penataan Ruang tersebut perlu dikaitkan secara tegas berupa kewajiban penetapan daya dukung dan daya tampung nasional sebagai dasar penetapan rencana tata ruang dan kebijakan lainnya. b. Lemahnya pengaturan tentang koordinasi antara instansi yang mengelola penataan ruang dengan lingkungan mengakibatkan lemahnya internalisasi prinsip pengakuan pengakuan daya dukung dan daya tampung lingkungan dalam pengambilan kebijakan dan pelaksanaan penataan ruang. Kewenangan institusi pengelolaan lingkungan hidup yang belum menjangkau kepada proses penetapan kebijakan penataan ruang dan pelaksanaannya mengakibatkan lemahnya pula pengawasan penataan lingkungan dalam konteks penataan ruang. c. Dalam UU Penataan Ruang dinyatakan bahwa penyusunan rencana tata ruang wilayah nasional harus memperhatikan salah satunya adalah daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup (Pasal 19 huruf (e) UU Penataan Ruang). Artinya, salah satu pelanggaran tata ruang dapat diakibatkan oleh pengabaian aspek lingkungan baik pada tahap pengambilan kebijakan maupun pelaksanaannya. UU Penataan Ruang mengatur secara tersendiri tentang Penyidik
16| Memahami UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN PUSAT PENGELOLAAN EKOREGION KALIMANTAN
Pegawai Negeri Sipil. Dengan lemahnya koordinasi yang selama ini ada, keberadaan PPNS Penataan Ruang berpotensi berbenturan dengan PPNS Lingkungan Hidup. Untuk itu perlu diatur mekanisme koordinasi antar kewenangan kedua PPNS tersebut. Idealnya PPNS Penataan Ruang sebaiknya digabng ke PPNS Lingkungan Hidup mengingat bahwa pertimbangan lingkungan merupakan kewajiban yang harus diperhatikan dalam penetapan kebijakan pelaksanaan penataan ruang. 10.3.
Apa alasan praktis pengintegrasian tata ruang ke dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup? UU No. 32 Tahun 2009 menjadikan tata ruang sebagai salah satu bagian dari instrumen pencegahan pencemaran dan perusakan lingkungan hidup. Meski demikian agar tidak menimbulkan tumpang tindih pengaturan dengan rezim perundang-undangan penataan ruang, UUPLH hanya mengatur mengenai keterkaiatan antara tata rang dengan kegiatan KLHS. Sehingga maksud dari pencantuman tata ruang sebagai instrumen pecegahan adalah untuk menegaskan bahwa kegiatan perencanaan penataan ruang harus didasarkan pada KLHS. Rencana tata ruang merupakan penjabaran spasial atas perencanaan pembangunan. Oleh karena itu, rencana tata ruang tidak dapat dilepaskan dari perencanaan pembangunan serta menjadi dasar bagi pemanfaatan ruang melalui beberapa perizinan yang diberikan. Secara praktis, integrasi KLHS dalam perencanaan tata ruang dilakukan dengan mengajukan “pertanyaan kunci” mengenai sejauh mana kepentingan lingkungan hidup telah dipertimbangkan dalam penyusunan renana tata ruang. Adapun kepentingan lingkungan hidup yang dimaksud hendaknya mewakili tiga prinsip lingkunganhidup yang merupakan kaidah-kaidah ekologi dan sosial ekonomi, yakni: 1. Prinsip pertimbangan keterkaitan / ketergantngan (interdependenci). Prinsip ini mengukur sejauhmana: (a) tingkat partisipasi pemangku kepentingan (stakeholdes) dalam proses pengambilan keputusan perencanaan tata ruang; (b) kesetaraan dalam proses pengambilan keputusan antara pemangku kepentingan; (c) kejelasan tentang mekanisme, prosedur, dan kewenangan dalam hubungan kerja antar wilayah; (d) kejelasan digunakannya pendekatan ekosistem dalam perencanaan penataan ruang; (e) keterkaitan RTRW Nasional, Provinsi, dan Kabupaten/Kota, terutama antar kabupaten/kota dalam satu ekosistem Daerah Aliran Sungai (DAS). 2. Prinsip pertimbangan kaidah-kaidah keberlanjutan (sustainability). Prinsip ini untuk mengukur sejauhmana faktor-faktor penunjang keberlanjutan, antara lain daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup serta faktor kemampuan sumber daya alam pulih
Memahami UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
|17
KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN PUSAT PENGELOLAAN EKOREGION KALIMANTAN
kembali (atau alih fungsi menjadi sumber daya produktif lainnya) menjadi pertimbangan dalam perencanaan penataan ruang. Selain faktor daya dukung, prinsip keberlanjutan juga menekankan pentingnya prinsip kehati-hatian dalam alokasi dan pemanfaatan ruang melalui pertimbangan implikasi dampaknya terhadap ekosistem. 3. Prinsip pertimbangan keadilan sosial dan ekonomi dalam emanfaatan sumber daya alam. Prinsip ini mencegah aktivitas penataan ruang yang berakibat pada marjinalisasi dan kemiskinan akibat ketidakadilan dalam akses, pemanfaatan, penguasaan, dan pengendalian terhadap sumber daya alam. Pertimbangan ini juga termasuk keadilan dalam akses infrastruktur dasar dan informasi atas sumber daya. Ketiga prinsip tersebut merupakan indikator yang menunjukan seberapa besar kepentingan lingkungan hidup telah terakomodir dalam proses perencanaan penataan ruang. KLHS sebagai instrumen pencegahan memastikan agar proses perencanaan penataan ruang serta dokumen rencana tata ruang yang dihasilkan memperhatikan ketiga prinsip tersebut. 11.
BAKU MUTU LINGKUNGAN HIDUP 11.1.Apakah yang dimaksud dengan Baku Mutu Lingkungan Hidup? Baku mutu lingkungan hidup adalah ukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi, atau komponen yang ada atau harus ada dan/atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam suatu sumber daya tertentu sebagai unsur lingkungan hidup. (Pasal 1 angka 13 UU 32/2009).
11.2.Digunakan untuk apakah baku mutu lingkungan hidup?
Penentuan terjadinya pencemaran lingkungan hidup diukur melalui baku mutu lingkungan hidup.
11.3.Baku mutu lingkungan hidup meliputi apa saja?
Baku mutu lingkungan hidup meliputi: a. baku mutu air; b. baku mutu air limbah; c. baku mutu air laut; d. baku mutu udara ambien; e. baku mutu emisi; f. baku mutu gangguan; dan g. baku mutu lain sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
18| Memahami UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN PUSAT PENGELOLAAN EKOREGION KALIMANTAN
11.4.Persyaratan
apa untuk dapat membuang limbah ke media lingkungan
hidup? Setiap orang diperbolehkan untuk membuang limbah ke media lingkungan hidup dengan persyaratan: a. memenuhi baku mutu lingkungan hidup; dan b. mendapat izin dari Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya. 12.
KRITERIA BAKU KERUSAKAN LINGKUNGAN HIDUP 12.1.Apakah yang dimaksud dengan Kriteria Baku Kerusakan Lingkungan Hidup? Kriteria baku kerusakan lingkungan hidup adalah ukuran batas perubahan sifat fisik, kimia, dan/atau hayati lingkungan hidup yang dapat ditenggang oleh lingkungan hidup untuk dapat tetap melestarikan fungsinya. (Pasal 1 angka 15 UU Nomor 32 Tahun 2009).
12.2.Dalam hal apa kriteria baku kerusakan lingkungan hidup ditetapkan?
Untuk menentukan terjadinya kerusakan lingkungan hidup, ditetapkan kriteria baku kerusakan lingkungan hidup.
12.3.Kriteria baku kerusakan lingkungan hidup meliputi apa saja?
Kriteria baku kerusakan lingkungan hidup meliputi kriteria baku kerusakan ekosistem dan kriteria baku kerusakan akibat perubahan iklim.
12.4.Kriteria baku kerusakan ekosistem meliputi apa saja?
Kriteria baku kerusakan ekosistem meliputi: a. kriteria baku kerusakan tanah untuk produksi biomassa; b. kriteria baku kerusakan terumbu karang; c. kriteria baku kerusakan lingkungan hidup yang berkaitan dengan kebakaran hutan dan/atau lahan; d. kriteria baku kerusakan mangrove; e. kriteria baku kerusakan padang lamun; f. kriteria baku kerusakan gambut; g. kriteria baku kerusakan karst; dan/atau h. kriteria baku kerusakan ekosistem lainnya sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
12.5.Kriteria baku kerusakan akibat perubahan iklim didasarkan pada apa?
Kriteria baku kerusakan akibat perubahan iklim didasarkan pada paramater antara lain: a. kenaikan temperatur;
Memahami UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
|19
KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN PUSAT PENGELOLAAN EKOREGION KALIMANTAN
b. kenaikan muka air laut; c. badai; dan/atau d. kekeringan.
13.
ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN (AMDAL) 13.1.Apakah yang dimaksud dengan AMDAL? Analisis mengenai dampak lingkungan hidup, yang selanjutnya disebut Amdal, adalah kajian mengenai dampak penting suatu usaha dan/atau kegiatan yangdirencanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan. (Pasal 1 angka 11 UU Nomor 32 Tahun 2009).
13.2.Siapakah yang wajib memilikiAMDAL?
Setiap usaha dan/atau kegiatan yang berdampak penting terhadap lingkungan hidup wajib memiliki amdal. 13.3.Apakah yang dimaksud dengan dampak penting? Dampak penting ditentukan berdasarkan kriteria: a. besarnya jumlah penduduk yang akan terkena dampak rencana usaha dan/atau kegiatan; b. luas wilayah penyebaran dampak; c. intensitas dan lamanya dampak berlangsung; d. banyaknya komponen lingkungan hidup lain yang akan terkena dampak; e. sifat kumulatif dampak; f. berbalik atau tidak berbaliknya dampak; dan/atau g. kriteria lain sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
13.4.Bagaimana
kriteria usaha dan/atau kegiatan yang berdampak penting yang wajib dilengkapi AMDAL? Kriteria usaha dan/atau kegiatan yang berdampak penting yang wajib dilengkapi dengan amdal terdiri atas: a. pengubahan bentuk lahan dan bentang alam; b. eksploitasi sumber daya alam, baik yang terbarukan maupun yang tidak terbarukan; c. proses dan kegiatan yang secara potensial dapat menimbulkan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup serta pemborosan dan kemerosotan sumber daya alam dalam pemanfaatannya; d. proses dan kegiatan yang hasilnya dapat mempengaruhi lingkungan alam, lingkungan buatan, serta lingkungan sosial dan budaya;
20| Memahami UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN PUSAT PENGELOLAAN EKOREGION KALIMANTAN
e. proses dan kegiatan yang hasilnya akan mempengaruhi pelestarian kawasan konservasi sumber daya alam dan/atau perlindungan cagar budaya; f. introduksi jenis tumbuh-tumbuhan, hewan, dan jasad renik; g. pembuatan dan penggunaan bahan hayati dan nonhayati; h. kegiatan yang mempunyai risiko tinggi dan/atau mempengaruhi pertahanan negara; dan/atau i. penerapan teknologi yang diperkirakan mempunyai potensi besar untuk mempengaruhi lingkungan hidup.
13.5.Digunakan sebagai apakah dokumen AMDAL?
Dokumen AMDAL merupakan dasar penetapan keputusan kelayakan lingkungan hidup.
13.6.Memuat apa sajakah dokumen AMDAL?
Dokumen amdal memuat: a. pengkajian mengenai dampak rencana usaha dan/atau kegiatan; b. evaluasi kegiatan di sekitar lokasi rencana usaha dan/atau kegiatan; c. saran masukan serta tanggapan masyarakat terhadap rencana usaha dan/atau kegiatan; d. prakiraan terhadap besaran dampak serta sifat penting dampak yang terjadi jika rencana usaha dan/atau kegiatan tersebut dilaksanakan; e. evaluasi secara holistik terhadap dampak yang terjadi untuk menentukan kelayakan atau ketidaklayakan lingkungan hidup; dan f. rencana pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup.
13.7.Dengan melibatkan siapakan AMDAL disusun?
Dokumen amdal disusun oleh pemrakarsa dengan melibatkan masyarakat. Pelibatan masyarakat harus dilakukan berdasarkan prinsip pemberian informasi yang transparan dan lengkap serta diberitahukan sebelum kegiatan dilaksanakan. Masyarakat meliputi: a. yang terkena dampak; b. pemerhati lingkungan hidup; dan/atau c. yang terpengaruh atas segala bentuk keputusan dalam proses amdal. Masyarakat dapat mengajukan keberatan terhadap dokumen amdal.
13.8.Pemrakarsa dalam menyusun dokumen AMDAl dapat meminta bantuan siapakah? Dalam menyusun dokumen amdal, pemrakarsa dapat meminta bantuan kepada pihak lain. Penyusun amdal wajib memiliki sertifikat kompetensi penyusun amdal. Memahami UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
|21
KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN PUSAT PENGELOLAAN EKOREGION KALIMANTAN
Kriteria untuk memperoleh sertifikat kompetensi penyusun amdal meliputi: a. penguasaan metodologi penyusunan amdal; b. kemampuan melakukan pelingkupan, prakiraan, dan evaluasi dampak serta pengambilan keputusan; dan c. kemampuan menyusun rencana pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup. Sertifikat kompetensi penyusun amdal diterbitkan oleh lembaga sertifikasi kompetensi penyusun amdal yang ditetapkan oleh Menteri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
13.9.Siapakah yang melakukan penilaian terhadap dokumen AMDAL?
Dokumen amdal dinilai oleh Komisi Penilai Amdal yang dibentuk oleh Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya. Komisi Penilai Amdal wajib memiliki lisensi dari Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya. Keanggotaan Komisi Penilai Amdal terdiri atas wakil dari unsur: a. instansi lingkungan hidup; b. instansi teknis terkait; c. pakar di bidang pengetahuan yang terkait dengan jenis usaha dan/atau kegiatan yang sedang dikaji; d. pakar di bidang pengetahuan yang terkait dengan dampak yang timbul dari suatu usaha dan/atau kegiatan yang sedang dikaji; e. wakil dari masyarakat yang berpotensi terkena dampak; dan f. organisasi lingkungan hidup. Dalam melaksanakan tugasnya, Komisi Penilai Amdal dibantu oleh tim teknis yang terdiri atas pakar independen yang melakukan kajian teknis dan sekretariat yang dibentuk untuk itu. Pakar independen dan sekretariat ditetapkan oleh Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya. Berdasarkan hasil penilaian Komisi Penilai Amdal, Menteri, gubernur, atau bupati/walikota menetapkan keputusan kelayakan atau ketidaklayakan lingkungan hidup sesuai dengan kewenangannya.
13.10. Terhadap
siapakah Pemerintah dan pemerintah daerah membantu penyusunan AMDAL? Pemerintah dan pemerintah daerah membantu penyusunan amdal bagi usaha dan/atau kegiatan golongan ekonomi lemah yang berdampak penting terhadap lingkungan hidup. Bantuan penyusunan amdal tersebut berupa fasilitasi, biaya, dan/atau penyusunan amdal.
22| Memahami UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN PUSAT PENGELOLAAN EKOREGION KALIMANTAN
14.
UPAYA PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DAN UPAYA PEMANTAUAN LINGKUNGAN HIDUP (UKL-UPL)
14.1.
Apakah yang dimaksud dengan UKL-UPL? Upaya pengelolaan lingkungan hidup dan upaya pemantauan lingkungan hidup, yang selanjutnya disebut UKL-UPL, adalah pengelolaan dan pemantauan terhadap usaha dan/atau kegiatan yang tidak berdampak penting terhadap lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan. (Pasal 1 angka 12 UU 32/2009)
14.2.
Siapakah yang wajib memiliki UKL-UPL? Setiap usaha dan/atau kegiatan yang tidak termasuk dalam kriteria wajib amdal wajibmemiliki UKL-UPL.
14.3.
Siapakah yang menetapkan UKL-UPL? Gubernur atau bupati/walikota menetapkan jenis usaha dan/atau kegiatan yang wajib dilengkapi dengan UKL-UPL.
14.4.
Usaha dan/atau kegiatan yang tidak wajib UKL-UPL diwajibkan melakukan apa? Usaha dan/atau kegiatan yang tidak wajib dilengkapi UKL-UPL wajib membuat surat pernyataan kesanggupan pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup. Berdasarkan kriteria apa penetapan jenis usaha dan/atau kegiatan? Penetapan jenis usaha dan/atau kegiatan dilakukan berdasarkan kriteria: a. tidak termasuk dalam kategori berdampak penting; dan b. kegiatan usaha mikro dan kecil.
14.5.
15.
15.1.
IZIN LINGKUNGAN Apakah yang dimaksud dengan Izin Lingkungan? Izin lingkungan adalah izin yang diberikan kepada setiap orang yang melakukanusaha dan/atau kegiatan yang wajib amdal atau UKL-UPL dalam rangka perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sebagai prasyarat untuk memperoleh izin usaha dan/atau kegiatan. (Pasal 1 angka 35 UU 32/2009)
Memahami UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
|23
KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN PUSAT PENGELOLAAN EKOREGION KALIMANTAN
15.2.
Siapakah yang wajib memiliki izin lingkungan? Setiap usaha dan/atau kegiatan yang wajib memiliki amdal atau UKL-UPL wajib memiliki izin lingkungan.
15.3.
Berdasarkan apa izin lingkungan diterbitkan? Izin lingkungan diterbitkan berdasarkan keputusan kelayakan lingkungan hidup atau rekomendasi UKL-UPL. Wajib mencantumkan persyaratan apa dalam izin lingkungan? Izin lingkungan wajib mencantumkan persyaratan yang dimuat dalam keputusan kelayakan lingkungan hidup atau rekomendasi UKL-UPL.
15.4.
15.5.
15.6.
Siapakah yang wajib menerbitkan izin lingkungan? Izin lingkungan diterbitkan oleh Menteri, bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.
gubernur,
atau
Dalam hal apa penerbit izin lingkungan (Menteri, gubernur, atau bupati/walikota) wajib menolak permohonan izin lingkungan? Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya wajib menolak permohonan izin lingkungan apabila permohonan izin tidak dilengkapi dengan amdal atau UKL-UPL.
15.7. Pada saat apa izin lingkungan dapat dibatalkan? Izin lingkungan dapat dibatalkan apabila: a. persyaratan yang diajukan dalam permohonan izin mengandung cacat hukum, kekeliruan, penyalahgunaan, serta ketidakbenaran dan/atau pemalsuan data, dokumen, dan/atau informasi; b. penerbitannya tanpa memenuhi syarat sebagaimana tercantum dalam keputusan komisi tentang kelayakan lingkungan hidup atau rekomendasi UKL-UPL; atau c. kewajiban yang ditetapkan dalam dokumen amdal atau UKL-UPL tidak dilaksanakan oleh penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan.
15.8. Dalam
hal apa penerbit izin lingkungan (Menteri, gubernur, atau bupati/walikota) wajib melakukan pengumuman dan dengan cara apa? Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya wajib mengumumkan setiap permohonan dan keputusan izin lingkungan. Pengumuman dilakukan dengan cara yang mudah diketa hui oleh masyarakat.
24| Memahami UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN PUSAT PENGELOLAAN EKOREGION KALIMANTAN
15.9. Bagaimana
keterkaitan izin lingkungan dengan izin usaha dan/atau
kegiatan? Izin lingkungan merupakan persyaratan untuk memperoleh izin usaha dan/atau kegiatan. Dalam hal izin lingkungan dicabut, izin usaha dan/atau kegiatan dibatalkan. Guna memperjelas uraian mengenai keterkaitan izin lingkungan dengan izin usaha dan/atau kegiatan, dan untuk lebih memudahkan pembacaan dapat dilihat Gambar 12.
Gambar 12. Keterkaitan Izin Lingkungan dengan Izin Usaha dan/atau Kegiatan.
15.10. Dalam
hal apa penanggung jawab memperbaharui izin lingkungan?
usaha
dan/atau
kegiatan
wajib
Dalam hal usaha dan/atau kegiatan mengalami perubahan, penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan wajib memperbarui izin lingkungan.
15.11. Apakah
yang dimaksud dengan kalimat “diintegrasikan ke dalam izin lingkungan” sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 123 UU 32/2009?
Memahami UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
|25
KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN PUSAT PENGELOLAAN EKOREGION KALIMANTAN
Guna memperjelas uraian mengenai integrasi izin di bidang pengelolaan lingkungan ke dalam izin lingkungan, dan untuk lebih memudahkan pembacaan dapat dilihat Gambar 13.
Gambar 13. Integrasi Izin di Bidang Pengelolaan Lingkungan Hidup ke Dalam Izin Lingkungan.
16.
16.1.
16.2.
INSTRUMEN EKONOMI LINGKUNGAN HIDUP Apakah yang dimaksud dengan Instrumen Ekonomi Lingkungan Hidup? Instrumen Ekonomi Lingkungan Hidup adalah seperangkat kebijakan ekonomi untuk mendorong Pemerintah, pemerintah daerah, atau setiap orang ke arah pelestarian fungsi lingkungan hidup. (Pasal 1 angka 33 UU 32/2009). Dalam rangka apa Instrumen Ekonomi Lingkungan dikembangkan dan diterapkan serta meliputi apa saja?
Hidup
26| Memahami UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN PUSAT PENGELOLAAN EKOREGION KALIMANTAN
Dalam rangka melestarikan fungsi lingkungan hidup, Pemerintah dan pemerintah daerah wajib mengembangkan dan menerapkan instrumen ekonomi lingkungan hidup, Instrumen ekonomi lingkungan hidup meliputi: a. perencanaan pembangunan dan kegiatan ekonomi; b. pendanaan lingkungan hidup; dan c. insentif dan/atau disinsentif. Guna memperjelas uraian mengenai instrumen ekonomi lingkungan hidup, dan untuk lebih memudahkan pembacaan dapat dilihat Gambar 14. PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP
Perencanaan Pemanfaatan Pengendalian
Pencegahan
Penanggulangan
Pemulihan
Instrumen Ekonomi Lingkungan Hidup
Pemeliharaan Pengawasan Penegakan Hukum
· · · ·
Perencanaan Pembangunan dan Kegiatan Ekonomi
neraca sumber daya alam dan lingkungan hidup; penyusunan produk domestik bruto dan produk domestik regional bruto yang mencakup penyusutan sumber daya alam dan kerusakan lingkungan hidup; mekanisme kompensasi/imbal jasa lingkungan hidup antardaerah; dan internalisasi biaya lingkungan hidup.
· · ·
Pendanaan Lingkungan
jaminan pemulihan lingkungan hidup; dana penanggulangan pencemaran dan/atau kerusakan dan pemulihan lingkungan hidup; dan dana amanah/bantuan untuk konservasi.
Insentif dan/atau Disinsentif
· · · · · · · ·
pengadaan barang dan jasa yang ramah lingkungan hidup; penerapan pajak, retribusi, dan subsidi lingkungan hidup; pengembangan sistem lembaga keuangan dan pasar modal yang ramah lingkungan hidup; pengembangan sistem perdagangan izin pembuangan limbah dan/atau emisi; pengembangan sistem pembayaran jasa lingkungan hidup; pengembangan asuransi lingkungan hidup; pengembangan sistem label ramah lingkungan hidup; dan sistem penghargaan kinerja di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
Gambar 14. Posisi Instrumen Ekonomi Lingkungan Hidup dalam Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
16.3.
Instrumen perencanaan pembangunan dan kegiatan ekonomi meliputi apa saja? Instrumen perencanaan pembangunan dan kegiatan ekonomi meliputi: a. neraca sumber daya alam dan lingkungan hidup;
Memahami UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
|27
KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN PUSAT PENGELOLAAN EKOREGION KALIMANTAN
b. penyusunan produk domestik bruto dan produk domestik regional bruto yang mencakup penyusutan sumber daya alam dan kerusakan lingkungan hidup; c. mekanisme kompensasi/imbal jasa lingkungan hidup antardaerah; dan d. internalisasi biaya lingkungan hidup.
16.4.
Instrumen pendanaan lingkungan hidup meliputi apa saja?
Instrumen pendanaan lingkungan hidup meliputi: a. dana jaminan pemulihan lingkungan hidup; b. dana penanggulangan pencemaran dan/atau kerusakan dan pemulihan lingkungan hidup; dan c. dana amanah/bantuan untuk konservasi. Guna memperjelas uraian mengenai pendanaan lingkungan, dan untuk lebih memudahkan pembacaan dapat dilihat Gambar 15.
Gambar 15. Pendanaan Lingkungan.
16.5.
Insentif dan/atau disinsentif antara lain diterapkan dalam bentuk apa saja? Insentif dan/atau disinsentif antara lain diterapkan dalam bentuk: a. pengadaan barang dan jasa yang ramah lingkungan hidup; b. penerapan pajak, retribusi, dan subsidi lingkungan hidup; c. pengembangan sistem lembaga keuangan dan pasar modal yang ramah lingkungan hidup;
28| Memahami UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN PUSAT PENGELOLAAN EKOREGION KALIMANTAN
d. e. f. g. h.
pengembangan sistem perdagangan izin pembuangan limbah dan/atau emisi; pengembangan sistem pembayaran jasa lingkungan hidup; pengembangan asuransi lingkungan hidup; pengembangan sistem label ramah lingkungan hidup; dan sistem penghargaan kinerja di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
Guna memperjelas uraian mengenai insentif dan/atau disinsentif, dan untuk lebih memudahkan pembacaan dapat dilihat Gambar 16.
Gambar 16. Insentif dan/atau Disinsentif.
17.
17.1.
Apakah yang dimaksud dengan Konstitusi Hijau (Green Constitution),Peraturan Perundang-undangan Berbasis Lingkungan Hidup (Green Legislation), dan Anggaran Berbasis Lingkungan Hidup (Green Budgeting)? Konstitusi Hijau (Green Constitution) Konstitusi Hijau (Green Constitution) adalah norma lingkungan hidupyang telah mengalami konstitusionalisasi menjadi materi muatan konstitusi sebagai hukum tertinggi (green constitution). UUD NRI Tahun 1945 yang terakhir diubah pada tahun 2002 merupakan konstitusi hijau (green constitution)sebagaimana yang diatur dalam Pasal 28H ayat (1) dan Pasal 33 ayat (1) UUD NRI Tahun 1945.
Memahami UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
|29
KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN PUSAT PENGELOLAAN EKOREGION KALIMANTAN
Dengan demikian, segala kebijakan dan tindakan pemerintahan dan pembangunan haruslah tunduk kepada ketentuan mengenai hak asasi manusia atas lingkungan hidup yang baik dan sehat. Tidak boleh ada lagi kebijakan yang tertuang dalam bentuk undang-undang ataupun peraturan di bawah undang-undang yang bertentangan dengan ketentuan konstitusional yang pro-lingkungan ini (green legislation) atau dengan perkataan lain kebijakan yang bernuansa lingkungan hidup atau hijau harus tercermin dalam setiap peraturan perundang-undangan (green legislation) sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 44 UU Nomor 32 Tahun 2009 dan tentu saja diperkuat dengan norma lingkungan hidup terkonstitusionalisasikan dalam UUD NRI Tahun 1945(green constitution) sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 28H dan Pasal 33 ayat (4) UUD NRI Tahun 1945. Guna memperjelas uraian mengenai konstitusi hijau (green constitution), dan untuk lebih memudahkan pembacaan dapat dilihat Gambar 17.
Gambar 17: Green Constitution, Green Legislation serta Green Budgeting.
30| Memahami UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN PUSAT PENGELOLAAN EKOREGION KALIMANTAN
17.2.
Peraturan Perundang-undangan Berbasis Lingkungan Hidup(Green Legislation) Peraturan Perundang-undangan Berbasis Lingkungan Hidup (Green Legislation) adalah penuangan kebijakan yang ramah terhadap lingkungan (green policy) ke dalam produk perundang-undangan. Indonesia sebagai negara yang mendasarkan pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI Tahun 1945), segala aspek kehidupan dalam bidang kemasyarakatan, kebangsaan, dan kenegaraan termasuk pemerintahan harus senantiasa berdasarkan atas hukum. Untuk mewujudkan negara hukum tersebut pada tanggal 12 Agustus 2011 diundangkanlah UndangUndang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (UU Nomor 12 Tahun 2011)pengganti UndangUndang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (UU Nomor 10 Tahun 2004)yang diperlukan sebagai tatanan yang tertib di bidang pembentukan peraturan perundangundangan. Untuk membentuk peraturan perundang-undangan yang baik, diperlukan berbagai persyaratan yang berkaitan dengan sistem, asas, tata cara penyiapan dan pembahasan, teknik, penyusunan maupun pemberlakuannya sebagaimana dijelaskan dalam Penjelasan Umum UU Nomor 12 Tahun 2011. Dengan perkataan lain, dalam penyusunan peraturan perundang-undangan harus berdasarkan pada konsep atau norma dasar (good norms) dan sekaligus dalam rangka memberikan pengayaan dan penyamaan pemahaman tentang apa yang perlu dilakukan dan bagaimana proses dilakukan dalam penyusunan suatu peraturan perundang-undangan tersebut (good process). Pengertian peraturan perundang-undangan terdapat dalam Pasal 1 angka UU Nomor 12 Tahun 2011yang menyatakan:“Peraturan perundangundangan adalah peraturan tertulis yang memuat norma hukum yang mengikat secara umum dan dibentuk atau ditetapkan oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang melalui prosedur yang ditetapkan dalam Peraturan Perundang-perundangan.Berdasarkan Ketentuan tersebut dapat diketahui bahwa unsur-unsur yang membentuk peraturan perundang-undangan yang meliputi 3 (tiga) hal, yaitu: a. peraturan tertulis; b. dibentuk oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang; c. mengikat secara umum. Untuk membentuk peraturan perundang-undangan yang baik sebagaimana ditentukan dalam UU Nomor 12 Tahun 2011, diperlukan berbagai persyaratan yang berkaitan dengan sistem, asas, tata cara penyiapan dan pembahasan, teknik, penyusunan maupun pemberlakuannya. Persyaratan yang berkaitan asas, UU Nomor 12
Memahami UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
|31
KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN PUSAT PENGELOLAAN EKOREGION KALIMANTAN
Tahun 2004 yang mengatur mengenai asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan, asas-asas materi muatan peraturan perundangundangan dan asas-asas lain sesuai dengan bidang hukum peraturan perundang-undangan yang diaturnya. Asas-asas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (algemene beginselen van behoorlijk wetgeving) dalam UU Nomor 12 Tahun 2011 diatur dalam Pasal 5 yang menyatakan bahwa dalam membentuk Peraturan Perundang-undangan harus berdasarkan pada asas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang baik meliputi: a. kejelasan tujuan; b. kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat; c. kesesuaian antara jenis, hierarki dan materi muatan; d. dapat dilaksanakan e. kedayagunaan dan kehasilgunaan f. kejelasan rumusan g. keterbukaan Pembentukan Peraturan Perundang-undangan selain harus berdasarkan asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan berdasarkan Pasal 6 ayat (1) UU Nomor 12 Tahun 2011 juga harus memuat asas-asas materi muatan peraturan perundang-undangan: a. pengayoman; b. kemanusiaan; c. kebangsaan; d. kekeluargaan; e. kenusantaraan; f. bhineka tunggal ika; g. keadilan; h. kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan; i. ketertiban, kepastian hukum, dan/atau j. keseimbangan, keserasian, dan keselarasan. Selain asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan dan asas materi muatan peraturan perundang-undangan, Pasal 6 ayat (2) UU Nomor 12 Tahun 2011 menyatakan bahwa selainasas-asas materi muatan peraturan perundang-undangan, Peraturan Perundang-undangan tertentu dapat berisi asas lain sesuai dengan bidang hukum Peraturan Perundangundangan yang bersangkutan. Berkaitan dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dengan diundangkannya UU Nomor 32 Tahun 2009, maka dalam pembentukan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan perlindungan dan pengelolaan baik di pusat maupun daerah selain harus memenuhi asas-asas pembentukan peraturan perundangan-undangan sebagaimana diatur dalam Pasal 5 UU Nomor 12 Tahun 2011 dan asasasas materi muatan peraturan perundang-undangan sebagaimana diatur
32| Memahami UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN PUSAT PENGELOLAAN EKOREGION KALIMANTAN
dalam Pasal 6 ayat (2) UU Nomor 12 Tahun 2011 harus pula memenuhi asas-asas sebagaimana ditentukan dalam UU Nomor 32 Tahun 2009 yaitu prinsip atau asas perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sebagaimana diatur dalam Pasal 2 UU Nomor 32 Tahun 2009 yang menyatakan bahwa perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dilaksanakan berdasarkan asas: a. tanggung jawab negara, b. kelestarian dan keberlanjutan, c. keserasian dan keseimbangan, d. keterpaduan, e. manfaat, f. kehati-hatian, g. keadilan, h. ekoregion, i. keanekaragaman hayati, j. pencemar membayar, k. partisipatif, l. kearifan lokal, m. tata kelola pemerintahan yang baik; dan n. otonomi daerah. Namun UU Nomor 32 Tahun 2009 mengamanatkan pula bahwa setiap penyusunan atau pembentukan peraturan perundang-undangan baik pada tingkat nasional maupun daerah wajib memperhatikan 2 (dua) hal yaitu (1) perlindungan fungsi lingkungan hidup dan (2) prinsip perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sebagaimana diatur dalam Pasal 44 yang menyatakan: “Setiap penyusunan peraturan perundang-undangan pada tingkat nasional dan daerah wajib memperhatikan perlindungan fungsi lingkungan hidup dan prinsip perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam UndangUndang ini.” Berdasarkan ketentuan Pasal 44 UU Nomor 32 Tahun 2009 mengamanatkan penuangan kebijakan lingkungan (green policy) ke dalam setiap peraturan perundang-undangan yang tidak hanya dalam peraturan perundang-undangan yang terkait dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup tetapi juga terhadap semua peraturan perundang-undangan. Penuangan kebijakan lingkungan (green policy) ke dalam setiap peraturan perundang-undangan biasa diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dengan green legislation, atau dapat diterjemahkan dengan peraturan perundang-undangan hijau. Peraturan Perundangundangan hijau (green legislation) berdasarkan Pasal 44 UU Nomor 32 Tahun 2009 wajib memperhatikan 2 (dua) hal yaitu (1) perlindungan fungsi lingkungan hidup dan (2) prinsip perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sebagaimana telah dijelaskan di atas. Memahami UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
|33
KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN PUSAT PENGELOLAAN EKOREGION KALIMANTAN
Guna memperjelas uraian mengenai peraturan perundang-undangan berbasis lingkungan hidup (green legislation), dan untuk lebih memudahkan pembacaan dapat dilihat Gambar 17.
17.3.
Anggaran Berbasis Lingkungan Hidup(Green Budgeting) KonsepGreen Budgeting ini merupakan hal yang relatif baru di Indonesia dan dapat dianggap pula sebagai paradigma. Green Budgeting dimaknai sebagai paradigma penganggaran yang memprioritaskan unsur kelestarian lingkungan dalam penyusunan, implementasi, pengawasan sampai evaluasi dalam belanja pemerintah dan juga pendapatan yang mendukungnya. Simplifikasinya, apapun yang ada di belanja dan pendapatan pemerintah diupayakan untuk memenuhi prinsip kelestarian lingkungan. KonsepGreen Budgeting muncul pada era akhir 1990-an selaras dengan berkembangnya konsep sustainable development. Green budgeting adalah suatu gagasan praktis tentang penerapan sustainable development dalam sistem anggaran, yang terintegrasi dalam suatu dokumen kebijakan yang didasarkan pada prinsip sustainability. Dalam hal ini, walaupun green budgeting merupakan bagian dari kebijakan ekonomi, tetapi dalam penerapannya green budgeting juga akan menimbulkan dampak kebijakan yang sifatnya non-economical. KonsepGreen Budgeting telah diadopsi oleh UU Nomor 32 Tahun 2009 sebagaimana diatur dalam Pasal 45 dan Pasal 46. Alokasi anggaran yang memadai untuk membiayai kegiatan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup danprogram pembangunan yang berwawasan lingkungan hidup sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 45 ayat (1) UU Nomor 32 Tahun 2009 tersebut berbeda dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Nomor 20 Tahun 2003) dan UndangUndang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (UU Nomor 36 Tahun 2009). UU Nomor 20 Tahun 2003 dalam Pasal 49 ayat (1) mengamanatkan besar anggaran dialokasikan minimal 20% dari APBN dan minimal 20% dari APBD. Sedangkan UU Nomor 36 Tahun 2009 dalam Pasal 171 mengamanatkan besar anggaran kesehatan Pemerintah dialokasikan minimal sebesar 5% (lima persen) dari APBN di luar gaji dan anggaran kesehatan pemerintah daeah provinsi, kabupaten/kota dialokasikan minimal 10% (sepuluh persen) dari APBD di luar gaji. UU Nomor 32 Tahun 2009 mengalokasikan anggaran yang memadai tidak menyebutkan besaran, di mana perlu ditentukan ukuran atau kriteria memadai tersebut dan penggunaan anggaran tersebut. Alokasi anggaranyang memadai dapat didasarkanpada ukuran atau kriteria:12 a. jumlah penduduk;
34| Memahami UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN PUSAT PENGELOLAAN EKOREGION KALIMANTAN
b. kompleksitas dan kegiatan masyarakatyangberdampak padalingkungan; c. efekataupengaruhdaripencemarandan/ataukerusakanterhadapkesehata ndankeselamatan warga; d. dayapulihsebagaiakibatdari pencemaran dan/atau kerusakan; e. masih rendahnya kesadaran hukum masyarakat terhadap lingkungan hidup. Alokasi anggaran yang memadai dalam kegiatan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup danprogram pembangunan yang berwawasan lingkungan hiduptersebut dapat digunakan untuk:13 a. penyusunan RPPLH; b. penyusunan KLHS; c. perizinan; d. pengawasan; e. peningkatan kapasitas PPLHD/PPNS; f. pemberdayaan masyarakat; dan g. pengembangan dan sosialisasi peraturan perundang-undangan dan kebijakan di bidang lingkungan hidup; h. penegakan hukum; dan/atau i. kegiatan dan program lainnya dalam rangka perlindungandan pengelolaanlingkungan hidupdan program pembangunanyangberwawasanlingkungan hidup. Kriteria kinerja perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 45UU ayat (2) UU Nomor 32 Tahun 2009 dijelaskan bahwa kriteria kinerja perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup meliputi, antara lain, kinerja mempertahankan kawasan koservasi dan penurunan tingkat pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup. Dalam mekanisme sistem, penganggaran (budgeting) merupakan perencanaan kegiatan-kegiatan pemerintah yang dinyatakan dalam ukuran keuangan. Penganggaran melahirkan anggaran yang memainkan peran penting di dalam perencanaan, pengendalian, dan pembuatan keputusan pemerintah. Anggaran ini mampu meningkatkan koordinasi dan komunikasi antarlembaga terkait.Anggaran adalah wujud nyata komitmen pemerintah untuk menanggulangi bermacam problematika di masyarakat. Ketika pemerintah menginginkan kelestarian lingkungan, komitmen pemerintah ini direfleksikan dalam anggaran lingkungan hidup. Hal tersebut telah diamanatkan dalam Penjelasan Umum butir 9 UU Nomor 32 Tahun 2009 Berdasarkan ketentuan tersebut, instansi yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup membutuhkan dukungan pendanaan dari anggaran pendapatan dan
Memahami UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
|35
KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN PUSAT PENGELOLAAN EKOREGION KALIMANTAN
belanja negara yang memadai untuk Pemerintah dan anggaran pendapatan dan belanja daerah yang memadai untuk pemerintah daerah. Guna memperjelas uraian mengenai anggaran berbasis lingkungan hidup (green budgeting), dan untuk lebih memudahkan pembacaan dapat dilihat Gambar 17. 18.
18.1.
ANALISIS RISIKO LINGKUNGAN HIDUP Apakah yang dimaksud dengan Analisis Risiko Lingkungan Hidup? Analisis risiko lingkungan hidup adalah prosedur yang antara lain digunakan untuk mengkaji pelepasan dan peredaran produk rekayasa genetik dan pembersihan (clean up) limbah B3.
18.2.
Analisis risiko lingkungan hidup diwajibkan terhadap usaha dan/atau kegiatan apa? Setiap usaha dan/atau kegiatan yang berpotensi menimbulkan dampak penting terhadap lingkungan hidup, ancaman terhadap ekosistem dan kehidupan, dan/atau kesehatan dan keselamatan manusia wajib melakukan analisis risiko lingkungan hidup.
18.3.
Meliputi apa saja analisis risiko lingkungan hidup? Analisis risiko lingkungan hidup meliputi: a. pengkajian risiko; b. pengelolaan risiko; dan/atau c. komunikasi risiko. Pengkajian risiko meliputi seluruh proses mulai dari identifikasi bahaya, penaksiran besarnya konsekuensi atau akibat, dan penaksiran kemungkinan munculnya dampak yang tidak diinginkan, baik terhadap keamanan dan kesehatan manusia maupun lingkungan hidup. Pengelolaan risiko meliputi evaluasi risiko atau seleksi risiko yang memerlukan pengelolaan, identifikasi pilihan pengelolaan risiko, pemilihan tindakan untuk pengelolaan, dan pengimplementasian tindakan yang dipilih. Komunikasi risiko adalah proses interaktif dari pertukaran informasi dan pendapat di antara individu, kelompok, dan institusi yang berkenaan dengan risiko.
19.
AUDIT LINGKUNGAN HIDUP Apakah yang dimaksud dengan Audit Lingkungan Hidup? Audit lingkungan hidup adalah evaluasi yang dilakukan untuk menilai ketaatan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan terhadap
19.1.
36| Memahami UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN PUSAT PENGELOLAAN EKOREGION KALIMANTAN
persyaratan hukum dan kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah. (Pasal 1 angka 28 UU Nomor 32 Tahun 2009).
19.2.
19.3.
Dalam rangka apa audit lingkungan hidup dilakukan? Pemerintah mendorong penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan untuk melakukan audit lingkungan hidup dalam rangka meningkatkan kinerja lingkungan hidup. Siapakah pihak yang mewajibkan audit lingkungan hidup? Menteri mewajibkanaudit lingkungan hidup kepada: a. usaha dan/atau kegiatan tertentu yang berisiko tinggi terhadap lingkungan hidup; dan/atau b. penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang menunjukkan ketidaktaatan terhadap peraturan perundang-undangan.
19.4.
Siapakah pihak yang wajib melakukan audit lingkungan hidup? Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan wajib melaksanakan audit lingkungan hidup.
19.5.
Bagaimana pelaksanaan audit lingkungan hidup yang dilakukan secara berkala? Pelaksanaan audit lingkungan hidup terhadap kegiatan tertentu yang berisiko tinggi dilakukan secara berkala.
19.6.
Dalam hal apa Menteri dapat melaksanakan atau menugasi pihak ketiga untuk audit lingkungan hidup? Apabila penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan tidak melaksanakan kewajiban, Menteri dapat melaksanakan atau menugasi pihak ketiga yang independen untuk melaksanakan audit lingkungan hidup atas beban biaya penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang bersangkutan.
19.7.
Siapakah yang mengumumkan hasil audit lingkungan hidup? Menteri mengumumkan hasil audit lingkungan hidup.
19.8.
Siapakah yang melaksanakan audit lingkungan hidup? Audit lingkungan hidup dilaksanakan oleh auditor lingkungan hidup yang memiliki sertifikat kompetensi auditor lingkungan hidup.
19.9.
Apa kriteria untuk memperoleh sertifikat kompetensi auditor lingkungan hidup? Kriteria untuk memperoleh sertifikat kompetensi auditor lingkungan hidup meliputi kemampuan:
Memahami UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
|37
KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN PUSAT PENGELOLAAN EKOREGION KALIMANTAN
a. memahami prinsip, metodologi, dan tata laksana audit lingkungan hidup; b. melakukan audit lingkungan hidup yang meliputi tahapan perencanaan, pelaksanaan, pengambilan kesimpulan, dan pelaporan; dan c. merumuskan rekomendasi langkah perbaikan sebagai tindak lanjut audit lingkungan hidup.
19.10. Siapakah
19.11.
pihak yang menerbitkan sertifikasi kompetensi auditor lingkungan hidup? Sertifikat kompetensi auditor lingkungan hidup diterbitkan oleh lembaga sertifikasi kompetensi auditor lingkungan hidup sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Bagaimana hubungan audit lingkungan hidup dengan AMDAL? Instrumen pengelolaan lingkungan hidup yang sangat penting untuk menciptakan pembangunan berwawasan lingkungan adalah audit lingkungan, sebab audit lingkungan merupakan pemeriksaan terhadap lingkungan pada suatu saat terhadap usaha dan/atau kegiatan yang telah beroperasi. AMDAL dilaksanakan pada saat perencanaan, sedangkan audit lingkungan hidup dilaksanakan pada saat suatu usaha dan/atau kegiatan tengah beroperasi. Pada dasarnya AMDAL dan audit lingkungan hidup saling berkaitan. Keduanya merupakan instrumen untuk menciptakan pembangunan berwawasan lingkungan dalam kerangka menciptakan pembangunan berkelanjutan. AMDAL terdiri atas empat dokumen yaitu KA (Kerangka Acuan), ANDAL (Analisis Dampak Lingkungan), RKL (Rencana Pengelolaan Lingkungan) dan RPL (Rencana Pemantauan Lingkungan). Pelaksanaan RKL dan RPL sangat erat kaitannya dengan audit lingkungan.
20. PENANGGULANGAN Bagaimana melakukan penanggulangan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup? Penanggulangan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup dilakukan dengan: a. pemberian informasi peringatan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup kepada masyarakat; b. pengisolasian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup; c. penghentian sumber pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup; dan/atau d.
cara lain yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
38| Memahami UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN PUSAT PENGELOLAAN EKOREGION KALIMANTAN
21. PEMULIHAN Bagaimana melakukan pemulihan fungsi lingkungan hidup? Pemulihan fungsi lingkungan hidup dilakukan dengan tahapan: a. penghentian sumber pencemaran dan pembersihan unsur pencemar; b. remediasi; c. rehabilitasi; d. restorasi; dan/atau e. cara lain yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. 22.
PEMELIHARAAN LINGKUNGAN HIDUP 22.1.Apakah yang dimaksud dengan pemeliharaan lingkungan hidup? Pemeliharaan lingkungan hidup adalah upaya yang dilakukan untuk menjaga pelestarian fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya penurunan atau kerusakan lingkungan hidup yang disebabkan oleh perbuatan manusia. (Penjelasan Pasal 57 UU 32/2009). 22.2.Melalui upaya apakah pemeliharaan lingkungan hidup dilakukan? Pemeliharaan lingkungan hidup dilakukan melalui upaya: a. konservasi sumber daya alam; b. pencadangan sumber daya alam; dan/atau c. pelestarian fungsi atmosfer. Konservasi sumber daya alam meliputi kegiatan: a. perlindungan sumber daya alam; b. pengawetan sumber daya alam; dan c. pemanfaatan secara lestari sumber daya alam. Pencadangan sumber daya alam merupakan sumber daya alam yang tidak dapat dikelola dalam jangka waktu tertentu. Pelestarian fungsi atmosfer meliputi: a. upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim; b. upaya perlindungan lapisan ozon; dan c. upaya perlindungan terhadap hujan asam.
23.
PENGAWASAN 23.1.Apakah yang dimaksud dengan Pengawasan? Pengawasan adalah serangkaian kegiatan yang dilaksanakan oleh Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup dan/atau Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup Daerah untuk mengetahui, memastikan, dan menetapkan tingkat ketaatan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan atas ketentuan yang Memahami UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
|39
KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN PUSAT PENGELOLAAN EKOREGION KALIMANTAN
ditetapkan dalam izin lingkungan dan peraturan perundang-undangan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
23.2.Siapakah yang melakukan Pengawasan?
Pasal 71 UU Nomor 32 Tahun 2009 mengamanatkan bahwa Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya wajib melakukan pengawasan terhadap ketaatan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan atas ketentuan yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
23.3.Terhadap
siapakah Menteri, gubernur, atau bupati/walikota dapat mendelegasikan kewenangannya? Menteri, gubernur, atau bupati/walikota dapat mendelegasikan kewenangannya dalam melakukan pengawasan kepada pejabat/instansi teknis yang bertanggung jawab di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
23.4.Menteri,
gubernur, atau bupati/walikota dalam melaksanakan pengawasan menetapkan mengangkat siapa? Dalam melaksanakan pengawasan, Menteri, gubernur, atau bupati/walikota menetapkan pejabat pengawas lingkungan hidup yang merupakan pejabat fungsional.
23.5.Terhadap siapakah pengawasan dilakukan?
Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya wajib melakukan pengawasan ketaatan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan terhadap izin lingkungan.
23.6.Apakah
yang dimaksud dengan pengawasan rentang kendali, oversight atau second line enforcement)? Menteri dapat melakukan pengawasan terhadap ketaatan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang izin lingkungannya diterbitkan oleh pemerintah daerah jika Pemerintah menganggap terjadi pelanggaran yang serius di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. (Pasal 73 UU 32/2009).
24.
PEJABAT PENGAWASAN LINGKUNGAN HIDUP (PPLH) dan PEJABAT PENGAWASAN LINGKUNGAN HIDUP DAERAH (PPLHD)
40| Memahami UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN PUSAT PENGELOLAAN EKOREGION KALIMANTAN
24.1. Apakah
yang dimaksud dengan Pejabat Pengawasan Lingkungan Hidup (PPLH) dan Pejabat Pengawasan Lingkungan Hidup Daerah (PPLHD) serta apa wewenangnya? Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup (PPLH) adalah pegawai negeri sipil yang berada pada instansi yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang diberi tugas, wewenang, dan tanggung jawab untuk melakukan pengawasan. Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup Daerah (PPLHD) adalah pegawai negeri sipil yang berada pada instansi yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup di provinsi atau kabupaten/kotayang diberi tugas, wewenang, dan tanggung jawab untuk melakukan pengawasan. Pejabat pengawas lingkungan hidup berwenang: a. melakukan pemantauan; b. meminta keterangan; c. membuat salinan dari dokumen dan/atau membuat catatan yang diperlukan; d. memasuki tempat tertentu; e. memotret; f. membuat rekaman audio visual; g. mengambil sampel; h. memeriksa peralatan; i. memeriksa instalasi dan/atau alat transportasi; dan/atau j. menghentikan pelanggaran tertentu. Dalam melaksanakan tugasnya, pejabat pengawas lingkungan hidup dapat melakukan koordinasi dengan pejabat penyidik pegawai negeri sipil. Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan dilarang menghalangi pelaksanaan tugas pejabat pengawas lingkungan hidup.
25.
PENEGAKAN HUKUM 25.1.Apakah yang dimaksud Penegakan hukum? Dalam prakteknya penegakan hukum dilaksanakan melalui tiga jalur, yaitu penegakan hukum perdata, pidana, dan penegakan hukum administrasi. Penegakan hukum perdata dalam penegakan hukum lingkungan dilakukan oleh penguasa apabila sarana penegakan hukum lingkungan administrasi kurang memadai. Penegakan hukum pidana umumnya dilakukan untuk menindaklanjuti pelanggaran terhadap suatu peraturan dan biasanya tidak dapat meniadakan akibat pelanggaran tersebut. Untuk menghindari penindakan pidana secara berulang-ulang pelaku (pencemar) sendirilah yang harus menghentikan keadaan itu, jadi dalam penegakan hukum pidana lebih ditujukan terhadap pelaku ataupun mereka yang potensial untuk Memahami UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
|41
KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN PUSAT PENGELOLAAN EKOREGION KALIMANTAN
menjadi pelaku. sedangkan penegakan hukum melalui instrumen administratif bertujuan agar perbuatan atau pengabaian yang melanggar hukum atau tidak memenuhi persyaratan, berhenti atau mengembalikan kepada keadaan semula (sebelum adanya pelanggaran). Jadi, fokus sanksi administratif adalah perbuatan, sedangkan sanksi hukum pidana fokusnya adalah orangnya (dader, offender)14. Dalam pengelolaan lingkungan hidup penegakan hukum administrasi dipandang sebagai sanksi yang lebih efektif daripada sanksi pidana atau gugatan keperdataan, karena dalam kasus lingkungan diperlukan penegakan hukum yang bisa mengembalikan lingkungan sesuai dengan fungsinya supaya tidak terjadi pencemaran dan kerusakan yang lebih meluas dan keseimbangan lingkungan bisa tetap terjaga. Hukum Lingkungan (environmental law, milieurecht, droit de I’environmental, umweltrecht) adalah seperangkat kaidah hukum, baik tertulis maupun yang tidak tertulis, yang mengatur tingkah laku manusia (masyarakat) terhadap lingkungan hidup. Hukum lingkungan diciptakan atau dibentuk dengan tujuan untuk memelihara, mengendalikan, melindungi dan melestarikan lingkungan hidup. Untuk mencapai tujuan itu, kaidah hukum di bidang lingkungan hidup berisi pedoman, pegangan dan tuntunan bagaimana manusia bertingkah laku terhadap lingkungan hidup. Dengan tujuan tersebut, kaidah hukum di bidang lingkungan hidup berperan unuk membatasi tingkah laku orang perorangan, kelompok orang, atau badan hukum dalam mendayagunakan sumber daya alam, dengan tetap menjamin kelestarian lingkungan hidup. Oleh karena itu dalam peraturan-peraturan lingkungan hidup terdapat kewajiban-kewajiban yang harus dilakukan oleh subyek hukum dan larangan-larangan untuk melakukan perbuatanperbuatan tertentu terhadap lingkungan hidup. Keith Hawkins membedakan sifat pengaturan hukum lingkungan menjadi dua strategi, yakni penaatan (compliance) dan sanksi (sanctioning). Perbedaan kedua strategi itu mnecerminkan perbedaan dalam konsep penegakan hukumnya. Dalam strategi compliance, karakteristiknya adalam conciliatory dengan penegakan hukum yang prospektif dan negosiable untuk menuju konformitas terhadap ukuran-ukuran yang telah ditentukan. Sebaliknya dalam strategi sanctioning, karakteristiknya adalah accusatory dengan penegakan hukum yang reflektif dengan menentukan apa yang dilanggar dan penerapan sanksi bagi pelanggarnya. 15
25.2.PENEGAKAN HUKUM ADMINISTRASI 25.2.1.
Apakah yang dimaksud dengan penegakan hukum administrasi? Dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU 32 Tahun 2009), strategi compliance dirumuskan dalam Pasal 71 sampai dengan Pasal 75,
42| Memahami UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN PUSAT PENGELOLAAN EKOREGION KALIMANTAN
sedangkan strategi sanctioning dirumuskan dalam, Pasal 76 sampai dengan 83 (sanksi administratif). Jika dihubungkan dengan pendapat Keith Hawkin, kedudukan sanksi administrasi dalam UUPPLH berada baik dalam strategi compliance maupun sanctioning. Pada umumnya sanksi administrasi diatur dalam pelbagai peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai penguasaan dan pemanfaatan sumber daya alam tertentu (sektoral) atau dicantumkan dalam pelbagai perizinan yang mencantumkan syarat-syarat tertentu, yang apabila dilanggar akan dikenakan sanksi administrasi oleh pajabat administrasi. Sedangkan dalam UU Nomor 32 Tahun 2009 diadakan secara khusus pasal yang mengatur sanksi administrasi dalam penegakan hukum lingkungan, yang dapat dilaksanakan oleh Gubernur, Bupati/Walikota atau pejabat yang memberikan izin atas usul Gubernur, Bupati/Walikota. Menurut Paulus Effendi Lotulung, efektifitas penegakan hukum lingkungan sebenarnya terletak pada jalur administrasi. Jalur inilah yang pertama harus diusahakan dan diterapkan, sedangkan jalur perdata maupun pidana (jalur pengadilan) baru ditempuh apabila timbul konflik. Dalam praktek penjatuhan sanksi administrasi belum begitu banyak diterapkan, dengan segala kendala yang dihadapinya. Padahal mekanisme pengawasan dan penjatuhan sanksi administrasi oleh aparatur pemerintah lebih berdaya guna dan berhasil guna untuk menjamin kelestarian lingkungan asalkan dilakukan secara terus menerus (kontinu) dan taat asas (konsisten).16 Pengaturan penegakan hukum lingkungan melalui sanksi administrasi disebabkan (1) penegakan hukum administrasi mempunyai fungsi sebagai instrumen pengendalian, pencegahan dan penanggulangan perbuatan yang dilarang oleh ketentuan-ketentuan lingkungan hidup; (2) melalui sanksi administasi yang dimaksudkan agar perbuatan pelanggaran itu dihentikan, maka sanksi administrasi itu merupakan instrument yuridis yang bersifat represif untuk mengakhiri atau menghentikan pelanggaran ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam syarat-syarat perlindungan lingkungan hidup; (3) selain bersifat refresif, sanksi administrasi juga mempunya sifat reparatoir, artinya memulihkan keadaan semula, oleh karena itu pendayagunaan sanksi administarsi dalam penegakan hukum lingkungan penting bagi upaya pemulihan media lingkungan yang rusak atau tercemar; (4) berbeda dengan sanksi perdata maupun sanksi pidana, penerapan sanksi administrasi oleh pejabat administrasi dilakukan tanpa harus melalui proses pengadilan, sehingga penerapan sanksi administrasi relatif lebih cepat dibandingkan dengan sanksi lainnya dalam upaya untuk menegakkan hukum lingkungan. Memahami UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
|43
KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN PUSAT PENGELOLAAN EKOREGION KALIMANTAN
25.2.2.
Di dalam Hukum Administrasi Lingkungan perizinan, pengawasan, dan penegakan sanksi merupakan instrumen yuridis yang amat penting dan strategis dalam pencegahan kerusakan dan pencemaran lingkungan. Siapakah yang menerapkan sanksi administratif? Menteri, gubernur, atau bupati/walikota menerapkan sanksi administratif kepada penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan jika dalam pengawasan ditemukan pelanggaran terhadap izin lingkungan.
25.2.3.
Terdiri atas berapa jenis sanksi administratif? Berdasarkan Pasal 76, Pasal 81 dan Pasal 40 ayat (2) UU Nomor 32 Tahun 2009 disebutkan bahwa Menteri, gubernur, atau bupati/walikota menerapkan sanksi administratif kepada penanggungjawab usaha dan/atau kegiatan jika dalam pengawasan ditemukan pelanggaran terhadap izin lingkungan dengan mengenakan sanksi administratif berupa: a. teguran tertulis; b. paksaan pemerintah; c. pembekuan izin lingkungan; atau d. pencabutan izin lingkungan; e. denda administratif; f. pembatalan izin lingkungan.
25.2.4.
Dalam hal apa Menteri dapat menerapkan sanksi administratif terhadap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan? Menteri dapat menerapkan sanksi administratif terhadap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan jika Pemerintah menganggap pemerintah daerah secara sengaja tidak menerapkan sanksi administratif terhadap pelanggaran yang serius di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
25.2.5.
Apakah sanksi administrasi membebaskan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan dari tanggung jawab pemulihan dan pidana? Sanksi administratif tidak membebaskan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan dari tanggung jawab pemulihan dan pidana.
25.2.6.
Dalam hal apa pengenaan sanksi administratif pembekuan atau pencabutan izin dikenakan? Pengenaan sanksi administratif berupa pembekuan atau pencabutan izin lingkungan dilakukan apabila penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan tidak melaksanakan paksaan pemerintah
25.2.7.
Terdiri atas apa saja sanksi paksaan pemerintah?
44| Memahami UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN PUSAT PENGELOLAAN EKOREGION KALIMANTAN
Paksaan pemerintah sebagaimana dimaksud diamanatkan dalam Pasal 80 ayat (1) berupa: a. penghentian sementara kegiatan produksi; b. pemindahan sarana produksi; c. penutupan saluran pembuangan air limbah atau emisi; d. pembongkaran; e. penyitaan terhadap barang atau alat yang berpotensi menimbulkan pelanggaran; f. penghentian sementara seluruh kegiatan; atau g. tindakan lain yang bertujuan untuk menghentikan pela nggaran dan tindakan memulihkan fungsi lingkungan hidup. SUMBER
Pengaduan masyarakat
Hasil pengawasan
Rekomendasi
Verifikasi: · Administrasi · Faktual
Analisis yuridis: · Pasal yang dilanggar;
·
Jenis Sanksi Administratif
KEPUTUSAN SANKSI
Sanksi Administrasi
Teguran Tertulis
· · ·
Peringatan 2 (dua) kali Baku Mutu Emisi Efluen Gangguan
· ·
Teguran tertulis tidak ditaati Tanpa didahului teguran tertulis jika terjadi pelanggaran serius (a, b, c) Tidak melaksanakan paksaan pemerintah dikenakan sanksi pidana
Paksaan Pemerintah ·
Pembekuan Izin
Pencabutan Izin
25.2.8.
Paksaan pemerintah tidak ditaati
· ·
Perintah dalam pencabutan izin Paksaan pemerintah tidak dilaksanakan
Dalam hal apa pengenaan paksaan pemerintah dapat dijatuhkan tanpa didahului teguran? Pengenaan paksaan pemerintah dapat dijatuhkan tanpa didahului teguran apabila pelanggaran yang dilakukan menimbulkan: a. ancaman yang sangat serius bagi manusia dan lingkungan hidup; b. dampak yang lebih besar dan lebih luas jika tidak segera dihentikan pencemaran dan/atau perusakannya; dan/atau
Memahami UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
|45
KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN PUSAT PENGELOLAAN EKOREGION KALIMANTAN
c. kerugian yang lebih besar bagi lingkungan hidup jika tidak segera dihentikan pencemaran dan/atau perusakannya. 25.2.9.
Dapat tindakan apa terhadap setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang tidak melaksanakan paksanaan pemerintah? Setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang tidak melaksanakan paksaan pemerintah dapat dikenai denda atas setiap keterlambatan pelaksanaan sanksi paksaan pemerintah.
25.3.
PENEGAKAN HUKUM PERDATA Apakah yang dimaksud dengan Penegakan Hukum Perdata? Sengketa lingkungan pada dasarnya adalah perselisihan yang timbul sebagai akibat adanya atau diduga adanya dampak lingkungan hidup. Dalam Pasal 1 angka 25 UU Nomor 32 Tahun 2009 dirumuskan bahwa sengketa lingkungan adalah perselisihan antara dua pihak atau lebih yang timbul dari kegiatan yang berpotensi dan/atau telah berdampak pada lingkungan hidup. Dengan demikian, yang menjadi subjek sengketa adalah pelaku dan korban dari dampak lingkungan, sedangkan objek sengketa adalah kegiatan yang berpotensi dan/atau telah berdampak pada lingkungan hidup. Mekanisme penyelesaiannya sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 84 ayat (1) UU Nomor 32 Tahun 2009 dapat dilakukan melalui jalur pengadilan (litigasi) atau jalur di luar pengadilan (non litigasi) atau yang lebih dikenal dengan penyelesaian sengketa alternatif.
25.3.1.
25.4. 25.4.1.
25.4.2.
PENEGAKAN HUKUM PIDANA Apakah yang dimaksud dengan Penegakan Hukum Pidana? Penegakan hukum lingkungan pidana tidak lain adalah penegakan terhadap ketentuan-ketentuan pidana dari hukum lingkungan (strafrechtelijk milieurecht). Substansi, wewenang kelembagaan, dan prosedur yang digunakan secara umum tunduk pada ketentuan hukum lingkungan, kecuali jika hal itu belum diatur secara khusus. Dalam hal demikian, maka yang digunakan adalah ketentuan yang berlaku dalam hukum pidana pada umumnya, misalnya lembaga peradilan, personil, dan hukum acara yang berlaku.
Pidana di bidang lingkungan diatur dalam ketentuan apa? Ketentuan pidana di bidang lingkungan hidup secara umum diatur dalam Pasal 94 sampai dengan Pasal 120 UU Nomor 32 Tahun 2009.
46| Memahami UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN PUSAT PENGELOLAAN EKOREGION KALIMANTAN
25.4.3.
UU Nomor 32 Tahun 2009 juga memuat dua jenis delik yaitu delik materil dan delik formil. UU Nomor 32 Tahun 2009 memuat jenis delik formil lebih banyak, tidak saja dituujukan kepada para pelaku usaha, tetapi juga kepada pejabat pemerintah dan orang-orang yang menjadi tenaga penyusun Amdal. UU Nomor 32 Tahun 2009 juga memuat ancaman sanksi minimal dan maksimal dengan tujuan untuk membatasi diskresi Hakim dalam menjatuhkan hukuman. Pembuat undang-undang memberlakukan sistem hukuman minimal dan maksimal tampaknya dilatarbelakangi oleh pertimbangan bahwa masalah-masalah lingkungan hidup dipandang sebagai masalah yang serius yang dapat mengancam dan merugikan keberadaan dan kepentingan bangsa Indonesia secara kolektif. Oleh karena itu, pembuat undang-undang merasa perlu untuk membatasi diskresi Hakim dalam menjatuhkan putusan. Selain itu, juga pemberlakuan sanksi minimal bukan suatu kebijakan pemidanaan yang baru karena telah juga diberlakukan pada tindak pidana lainnya, misalnya korupsi berdasarkan UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (LN. Thn 199 No. 140) Bagaimana rumusan delik materil pidana dalam UU Nomor 32 Tahun 2009? Dalam UU Nomor 32 Tahun 2009 rumusan delik materil terkait dengan pencemaran lingkungan hidup tidak lagi menggunakan kata atau istilah “pencemaran lingkungan hidup” tetapi secara konseptual tidak mengubah makna dan tujuan yang diinginkan. Rumusan UU Nomor 32 Tahun 2009 tidak lagi abstrak, tetapi lebih kongret karena menggunakan istilah “dilampauinya baku mutu ambien atau baku mutu air”. Dengan kata lain, pencemaran lingkungan hidup terjadi apabila baku mutu udara ambien dalam hal pencemaran udara atau baku mutu air dalam hal pencemaran air permukaan dan baku mutu air laut dalam hal pencemran laut telah dilampaui. Rumusan delik materil ini dapat ditemukan dalam Pasal 98 ayat (1) dan Pasal 99 ayat (1) UU Nomor 32 Tahun 2009. Passal 8 ayat (1) UU Nomor 32 Tahun 2009 menyatakan: “setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan yang mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien, baku mutu air, baku mutu air laut, dan kriteria baaku kerusakan lingkungan hidup, dipidana dengan p[idana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling sedikit Rp. 3.000.000.000,- (tiga) milyar rupiah) dan paling banyak Rp. 10.000.000.000,- (sepuluh milyar rupiah)”. Pasal 99 ayat (1) UU Nomor 32 Tahun 2009 menggunakan rumusan delik materil yang mirip dengan Pasal 98 ayat (1) UU Nomor 32 Tahun 2009. Bedanya terletak pada unsur mental atau “mensrea” dari pelaku. Jika rumusan Pasal 98 ayat (1) untuk perbuatan yang dilakukan secaara
Memahami UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
|47
KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN PUSAT PENGELOLAAN EKOREGION KALIMANTAN
sengaja, Pasal 99 ayat (1) perbuatan terjadi akibat kelalaian si pelaku. Dengan demikian, UU Nomor 32 Tahun 2009 juga membedakan delik materil atas dasar unsur kesalahan (mensrea, schuld) pelaku, yaitu kesengajaan sebagaimanna dirumuskan dalam Pasal 91 ayyat (1) dan kelalaian dirumuskan dalam Pasal 99 ayat (1). 25.4.4.
Apa kategori pemberatan dalam delik materil? UU Nomor 32 Tahun 2009 juga mengenal delik materil dengan 2 kategori pemberatan. Pertama, pemberatan terkait dengan “mengakibatkan orang luka dan/atau bahaya kesehatan manusia”. Kedua, pemberatan berupa “mengakibatkan orang luka atau bahaya kesehatan, pelaku dikenai ancaman hukuman lebih berat, yaitu penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan denda paling sedikit Rp. 4.000.000.000,00 (empat milyar rupiah) dan denda paling banyak Rp. 12.000.000.000,00 (dua belas milyar rupiah). Jika delik materil dengan kesengajaan mengakibatkan orang luka berat atau mati, ancaman pidananya lebih berat lagi, yaitu minimal 5 (lima) tahun penjara dan maksimal 15 (lima belas) tahun penjara, denda minimal Rp. 5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah) dan denda maksimal Rp. 15.000.000.000,00 (lima belas milyar rupiah). Jika delik materil dilakukan dengan kealpaan yang mengakibatkan orang luka atau bahaya kesehatan, ancaman hukumannya adalah penjara minimal 2 (dua) tahun penjara dan maksimal 6 (enam) tahun denda minimal Rp. 2.000.000.000,00 (dua milyar rupiah) dan makssimal Rp. 6.000.000.000,00 (enam milyar rupiah). Jika delik materil dilakukan dengan kealpaan mengakibatkan orang mati atau luka berat, ancaman hukuman adalah penjara minimal 3 (tiga) tahun dan maksimal 9 (sembilan) tahun dan denda minimal Rp. 3.000.000.000,00 (tiga milyar) dan maksimal Rp. 9.000.000.000,00 (sembilan milyar rupiah)
25.4.5.
Delik materil apa yang diberlakukan terhadap pejabat pemerintah? UUPPLH juga memuat delik materil yang diberlakukan kepada pejabat pemerintah yang berwenang di bidang pengawasan lingkungan pemberlakuan delik materil ini dapat dipandang sebagai sebuah kebijakan pemidanaan yang maju dalam rangka mendorong para pejabat pemerintah untuk sungguh-sungguh melaksanakan pengelolaan lingkungan hidup. Delik materil tersebut dirumuskan dalam Pasal 112 UUPPLH yaitu: “setiap pejabat yang berwenang dengan sengaja tidak melakukanpengawasaan terhadap ketaatan penanggung jawab usaha dan/atau keegiatan terhadap peraturan perundang-undangan dan izin lingkungan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 dan Pasal 72 yang mengakibatkan terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan
48| Memahami UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN PUSAT PENGELOLAAN EKOREGION KALIMANTAN
yang mengakibatkan hilangnya nyawa manusia, dipidana dengan pidana paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)”. 25.4.6.
Bagaimana rumusan delik formil pidana dalam UU Nomor 32 Tahun 2009? Dalam UU Nomor 32 Tahun 2009 terdapat 16 (enam belas) jenis delik formil sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 100 hingga Pasal 111, kemudian Pasal 113 hingga Pasal 115 UU Nomor 32 Tahun 2009. Pertama, Pasal 100 UU Nomor 32 Tahun 2009 memuat rumusan delik formil tentang pelanggaran
26.
26.1.
STANDAR PELAYANAN MINIMAL DI BIDANG LINGKUNGAN HIDUP? Apa kaitannya antara perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sebagai salah satu urusan pemerintahan yang bersifat wajib dengan Standar Pelayanan Minimal? UUD 1945 mengamanatkan bahwa ada Urusan Pemerintahan yang sepenuhnya menjadi kewenangan Pemerintah Pusat yang dikenal dengan istilah urusan pemerintahan absolut dan ada urusan pemerintahan konkuren. Urusan pemerintahan konkuren terdiri atas Urusan Pemerintahan Wajib dan Urusan Pemerintahan Pilihan yang dibagi antara Pemerintah Pusat, Daerah provinsi, dan Daerah kabupaten/kota. Penyelenggaraan urusan pemerintahan yang bersifat wajib ditentukan melalui Standar Pelayanan Minimal (SPM) untuk menjamin hak-hak konstitusional masyarakat.
26.2.
Apakah yang dimaksud dengan Standar Pelayanan Minimal (SPM)? Standar Pelayanan Minimal (SPM) adalah ketentuan mengenai jenis dan mutu Pelayanan Dasar yang merupakan Urusan Pemerintahan Wajib yang berhak diperoleh setiap warga negara secara minimal sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 1 angka 17 Undang-Undang Nomor 23Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
26.3.
Urusan Pemerintahan yang bagaimanakah yang dilaksanakan dengan berpedoman pada SPM? Penyelenggara Pemerintahan Daerah memprioritaskan pelaksanaan Urusan Pemerintahan Wajib yang berkaitan dengan Pelayanan Dasar yang dilaksanakan dengan berpedoman pada standar pelayanan minimal yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 18 ayat (1) dan ayat (2) UU Nomor 23 Tahun 2014.
Memahami UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
|49
KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN PUSAT PENGELOLAAN EKOREGION KALIMANTAN
26.4.
Bagaimanakah SPM secara umum diterapkan? Pasal 18 ayat (3) UU Nomor 23 Tahun 2014 mengamanatkan bahwa ketentuan lebih lanjut mengenai standar pelayanan minimal diatur dengan peraturan pemerintah. Peraturan pemerintah sebagaimana diamanatkan dalam ketentuan tersebut pada saat ini yaitu sebagaimana diatur dengan Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal (PP Nomor 65 Tahun 2005). Dalam penerapannya, SPM harus menjamin akses masyarakat untuk mendapatkan pelayanan dasar dari Pemerintahan Daerah sesuai dengan ukuran-ukuran yang ditetapkan oleh Pemerintah. Oleh karena itu, baik dalam perencanaan maupun penganggaran, wajib diperhatikan prinsip-prinsip SPM yaitu sederhana, konkrit, mudah diukur, terbuka, terjangkau dan dapat dipertanggungjawabkan serta mempunyai batas waktu pencapaian. Pelaksanaan PP Nomor 65 Tahun 2005 dimaksudkan untuk: 1. terjaminnya hak masyarakat untuk menerima suatu pelayanan dasar dariPemerintahan Daerah dengan mutu tertentu. 2. menjadi alat untuk menentukan jumlah anggaran yang dibutuhkan untuk menyediakan suatu pelayanan dasar, sehingga SPM dapat menjadi dasar menentukan kebutuhan pembiayaan daerah. 3. menjadi landasan dalam menentukan perimbangan keuangan dan/atau bantuan lain yang lebih adil dan transparan. 4. menjadi dasar dalam menentukan anggaran kinerja berbasis manajemen kinerja. SPM dapat dijadikan dasar dalam alokasi anggaran daerah dengan tujuan yang lebih terukur. SPM dapat menjadi alat untuk meningkatkan akuntabilitas Pemerintahan Daerah terhadap masyarakat. Sebaliknya, masyarakat dapat mengukuru sejauhmana Pemerintahan Daerah dapat memenuhi kewajibannya dalam menyediakan pelayanan publik. 5. memperjelas tugas pokok Pemerintahan Daerah dan mendorong terwujudnya checks and balances yang efektif. 6. mendorong transparansi dan partisipasi masyarakat dalam proses penyelenggaraan Pemerintahan Daerah.
26.5.
Apakah yang dimaksud dengan SPM bidang lingkungan hidup? Standar pelayanan minimal bidang lingkungan hidup yang selanjutnya disebut SPM bidang lingkungan hidup adalah ketentuan mengenai jenis dan mutu pelayanan dasar bidang lingkungan hidup yang merupakan urusanwajib daerah yang berhak diperoleh setiap warga secara minimal(Pasal 1 angka 1 Permenlh Nomor 19 Tahun 2008).Pelayanan dasar bidang lingkungan hidup adalah jenis pelayanan publik yang
50| Memahami UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN PUSAT PENGELOLAAN EKOREGION KALIMANTAN
mendasar dan mutlak untuk mendapatkan mutu lingkungan hidup yang baikdan sehat secara berkelanjutan (Pasal 1 angka 2 Permenlh Nomor 19 Tahun 2008).
26.6.
Siapakah yang mendapat tugas dan wewenang untuk menetapkan dan melaksanakan SPM dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup? Salah satu tugas dan wewenang Pemerintah dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yaitu menetapkan standar pelayanan minimal sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 63 ayat (1) huruf s UU Nomor 32 Tahun 2009. Sedangkan salah satu tugas dan wewenang pemerintah provinsi dan kabupaten/kota dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yaitu melaksanakan standar pelayanan minimal sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 63 ayat (2) huruf m dan ayat (3) huruf j UU Nomor 32 Tahun 2009.
26.7.
Siapakah yang menetapkan SPM dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup Urusan Pemerintahan di bidang lingkungan hidup merupakan salah satu kewenangan wajib pemerintahan daerah yang penyelenggaraannya berpedoman pada standar pelayanan minimal bidang lingkungan hidup yang ditetapkan oleh Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Dalam hal ini Peraturan Menteri Negara Lingungan Hidup Nomor 19 Tahun 2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Lingkungan Hidup Daerah Provinsi dan Daerah Kabupaten/Kota (Permenlh Nomor 19 Tahun 2008).
26.8.
Siapakah yang menyelenggarakan dan terdiri atas apa saja SPM bidang lingkungan hidup di provinsi? Pemerintah provinsi menyelenggarakan pelayanan di bidang lingkungan hidup sesuai dengan SPM bidang lingkungan hidup sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 2 ayat (1) Pasal 2 Permenlh Nomor 19 Tahun 2008 terdiri atas: 1. pelayanan informasi status mutu air; 2. pelayanan informasi status mutu udara ambien; dan 3. pelayanan tindak lanjut pengaduan masyarakat akibat adanya dugaan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup. Pelayanan informasi status mutu air terdiri atas:
Memahami UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
|51
KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN PUSAT PENGELOLAAN EKOREGION KALIMANTAN
26.9.
a. indikator SPM yang menunjukkan prosentase jumlah sumber air yangdipantau kualitasnya, ditetapkan status mutu airnya dan diinformasikanstatus mutu airnya; b. nilai pencapaian secara bertahap sampai dengan sebesar 100 %; dan c. batas waktu pencapaian secara bertahap sampai dengan tahun 2013. Pelayanan informasi status mutu udara ambien terdiri atas: a. indikator SPM yang menunjukkan prosentase jumlah kabupaten/kotayang dipantau kualitas udara ambiennya dan diinformasikan mutu udaravambiennya; b. nilai pencapaian secara bertahap sampai dengan sebesar 100 %; dan c. batas waktu pencapaian secara bertahap sampai dengan tahun 2013. Pelayanan tindak lanjut pengaduan masyarakat akibat adanya dugaan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup terdiri atas: a. indikator SPM yang menunjukkan prosentase jumlah pengaduanmasyarakat akibat adanya dugaan pencemaran dan/atau perusakanlingkungan hidup yang ditindaklanjuti; b. nilai pencapaian secara bertahap sampai dengan sebesar 100 %; dan c. batas waktu pencapaian secara bertahap sampai dengan tahun 2013. Siapakah yang menyelenggarakan dan terdiri atas apa saja SPM bidang lingkungan hidup di kabupaten/kota? Pemerintah kabupaten/kota menyelenggarakan pelayanan di bidanglingkungan hidup sesuai dengan SPM bidang lingkungan hidup sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 3 Permenlh Nomor 19 Tahun 2008 terdiriatas: a. pelayanan pencegahan pencemaran air; b. pelayanan pencegahan pencemaran udara dari sumber tidak bergerak; c. pelayanan informasi status kerusakan lahan dan/atau tanah untukproduksi biomassa; dan d. pelayanan tindak lanjut pengaduan masyarakat akibat adanya dugaan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup. Pelayanan pencegahan pencemaran air terdiri atas: a. indikator SPM yang menunjukkan prosentase jumlah usaha dan/ataukegiatan yang mentaati persyaratan administrasi dan teknis pencegahanpencemaran air; b. nilai pencapaian secara bertahap sampai dengan sebesar 100 %; dan c. batas waktu pencapaian secara bertahap sampai dengan tahun 2013. Pelayanan pencegahan pencemaran udara dari sumber tidak bergerak terdiri atas: a. indikator SPM yang menunjukkan prosentase jumlah usaha dan/ataukegiatan sumber tidak bergerak yang memenuhi persyaratan administratifdan teknis pencegahan pencemaran udara;
52| Memahami UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN PUSAT PENGELOLAAN EKOREGION KALIMANTAN
b. nilai pencapaian secara bertahap sampai dengan sebesar 100 %; dan c. batas waktu pencapaian secara bertahap sampai dengan tahun 2013. Pelayanan informasi status kerusakan lahan dan/atau tanah untuk produksibiomassa terdiri atas: a. indikator SPM yang menunjukkan prosentase luasan lahan dan/atautanah untuk produksi biomassa yang telah ditetapkan dan diinformasikanstatus kerusakannya; b. nilai pencapaian secara bertahap sampai dengan sebesar 100 %; dan c. batas waktu pencapaian secara bertahap sampai dengan tahun 2013. Pelayanan tindak lanjut pengaduan masyarakat akibat adanya dugaanpencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup terdiri atas: a. indikator SPM yang menunjukkan prosentase jumlah pengaduanmasyarakat akibat adanya dugaan pencemaran dan/atau perusakanlingkungan hidup yang ditindaklanjuti; b. nilai pencapaian secara bertahap sampai dengan sebesar 90 %; dan c. batas waktu pencapaian secara bertahap sampai dengan tahun 2013.
Endnote: 1
Yunus Wahid, 2014, Pengantar Hukum Tata Ruang, Penerbit Kencana Prenadamedia Group, Jakarta, hlm. 2. 2 Yunus Wahid, Id, hlm. 1. 3 Yunus Wahid, Id. 4 Asep Warlan Yusuf, 2008, Kajian Hukum Electronic Road Pricing (ERP), Kerjasama Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan Institute for Transportation and Development Policy.
Memahami UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
|53
KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN PUSAT PENGELOLAAN EKOREGION KALIMANTAN
5
Aca Sugandhy, 1987, Perencanaan Tata Ruang Wilayah Berwawasan Lingkungan sebagai Alat Keterpaduan Pembangunan, makalah pada Komperensi PSL VII 1987 di Sulawesi Selatan, hlm. 3. 6 Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU), Risalah Sidang Pembahasan RUU PLH agenda RDPU tertanggal 13 Juli 2009, hlm. 14. 7 Hariadi Kartodihardjo, Posisi RPPLH Dalam Sistem Perencanaan Nasional, disampaikan dalam Pembahasan Perancangan Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Perencanaan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Jakarta, 29 Maret 2013. 8 Kementerian Lingkungan Hidup, Deputi Bidang Tata Lingkungan, Kajian Lingkungan Hidup Strategis, (KLHS) – Strategic Environmental Assessment (SEA) – Terobosan Pengelolaan Lingkungan Hidup dalam Menjamin Pembangunan Berkelanjutan Indonesia. 9 Deputi Bidang Tata Lingkungan, Kementerian Lingkungan Hidup, KLHS bukan AMDAL – SEA is not EIA. 10 Deputi Bidang Tata Lingkungan, Kementerian Lingkungan Hidup, KLHS bukan AMDAL – SEA is not EIA. 11 Deputi Bidang Tata Lingkungan, Kementerian Lingkungan Hidup, KLHS bukan AMDAL – SEA is not EIA. 12
Asep Warlan Yusuf, dalam rangka Konsultasi Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau kepada Kementerian Lingkungan Hidup terkait Penyusunan Peraturan Daerah tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, khususnya terkait Anggaran Berbasis Lingkungan Hidup (Green Budgeting), tertanggal 18 Agustus 2014. 13 Asep Warlan Yusuf, Id. 14 Andi Hamzah, 2005, hlm.82. 15 Koesnadi Hardjasoemantri, 1999, Hukum Tata Lingkungan, Penerbit Gadjah Mada Press, Yogyakarta, hlm. 376, 1616 Paulus Effendi Lotulung, 1995, Pengantar Hukum Administrasi Negara, Penerbit Gadjah Mada Press, Yogyakarta, hlm. 2-4.
54| Memahami UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
倀唀匀䄀吀 倀䔀一䜀䔀一䐀䄀䰀䤀䄀一 倀䔀䴀䈀䄀一䜀唀一䄀一 䔀䬀伀刀䔀䜀䤀伀一 䬀䄀䰀䤀䴀䄀一吀䄀一 䬀䔀䴀䔀一吀䔀刀䤀䄀一 䰀䤀一䜀䬀唀一䜀䄀一 䐀䄀一 䬀䔀䠀唀吀䄀一䄀一
栀琀 琀 瀀㨀 ⼀ ⼀ 欀愀氀 椀 洀愀渀琀 愀渀⸀ 洀攀渀氀 栀欀⸀ 最漀⸀ 椀 搀⼀