MENAKAR SUBORDINASI KHAZANAH LOKAL (Studi atas Tingkat Pemahaman Mahasiswa STAIN Pamekasan Alumni Pondok Pesantren terhadap Tulisan Pegon) Oleh: Umar Bukhory (Dosen Tetap Prodi Pendidikan Bahasa Arab STAIN Pamekasan) Abstrak: Kecenderungan pondok pesantren yang lebih mengedepankan prinsip alMuhâfadhah ‘alâ al-Qadîm al-Shâlih (Melestarikan sesuatu yang lama dan baik) daripada prinsip al-Akhdz bi al-Jadîd al-Ashlah (Mengadopsi sesuatu yang baru dan lebih baik) dapat membuatnya lebih bisa bertahan menghadapi arus globalisasi dan modernitas, yang secara kebahasaan melahirkan masyarakat multi-lingual dengan fenomena language loss dan preferensi bahasa. Tulisan ini berkeinginan untuk menjawab bagaimana tingkat keakraban para alumni (fresh graduate) pondok pesantren terhadap khazanah budaya lokal yang pernah mereka pelajari di pesantrennya dulu, yakni tulisan pegon, serta beberapa persoalan terkait, seperti momentum penggunaannya, tingkat pemahaman mereka terhadap tulisan tersebut, dan upaya membangkitkan tradisi produktif dari penggunaan tulisan tersebut di kalangan alumni pesantren.
Kata Kunci: Tulisan Pegon, Preferensi Bahasa, Language Loss
Pendahuluan
pada tiga s/d empat dekade terakhir,
Dalam ruang lingkup khazanah
mereka banyak mempelajari bahasa Inggris,
(atau yang lazim disebut Globalisasi)
Konsekuensi sosiologis dari lahirnya
melahirkan penutur bahasa multi-lingual,
masyarakat multi-lingual menurut Mudjia
di
tidak
Rahardjo,
akan
ditemukan saat ini, masyarakat yang
terjadinya
kompetisi
dan
perubahan
hanya menjadi penutur satu bahasa
global,
mana
pada
gilirannya,
saja.
mengakibatkan
terjadinya
preferensi
mana
wujudnya,
Khusus
Indonesia,
penutur
sejak
dicetuskannya
hampir
era
bahasa 1928
Sumpah
di
dengan Pemuda,
Jepang
di
kebahasaan,
dan
Mandarin.1
kebahasaan, trend modern-kontemporer
berakibat
karena
pada
subyektivitas
penutur dalam menggunakan bahasa
masyarakat setidaknya sudah mengenal
yang
bahasa
komunikasi. Preferensi bahasa, dengan
Nasional,
Indonesia bahasa
sebagai
bahasa
daerah
masing-
masing dan beberapa bahasa asing, seperti bahasa Belanda dan Arab serta
akan
1
dipilih
sebagai
media
Penulis menyebut beberapa bahasa asing, tanpa bermaksud menafikan pembelajaran beberapa bahasa asing yang lain.
MENAKAR SUBORDINASI KHAZANAH LOKAL (Studi atas Tingkat Pemahaman Mahasiswa STAIN Pamekasan Alumni Pondok Pesantren terhadap Tulisan Pegon) Umar Bukhory sendirinya
akan
mengakibatkan
tulisan Jawi dan Pegon, tulisan dengan
terjadinya language loss (kekalahan satu
huruf
bahasa atas bahasa yang lain), karena
menggunakan
suatu bahasa tidak lagi digunakan oleh
Melayu, Jawa, Sunda, Madura dan lain
penuturnya, dan saat satu bahasa tidak
sebagainya.
lagi digunakan oleh penuturnya, maka tradisi dan budaya yang terkait dengan bahasa secara
tersebut lambat
akan laun,
menghilang
atau
minimal
terancam kepunahannya.2 Fenomena di bidang kebahasaan tersebut juga merambah ke dalam dunia pesantren sebagai institusi pendidikan Islam yang tertua di Indonesia. Van
Arab
(Hijâiyyah), bahasa
namun
lokal,
seperti
Salah satu gaya penulisan kitab klasik tersebut4 menggunakan model mandzûm, yakni ditulis dalam bentuk sajak-sajak berirama (nadzam) agar gampang
dihafal.
Kitab
terpanjang
berbentuk sajak adalah Alfiyah ibnu Malik (karena terdiri dari seribu bait), yang telah dihafal oleh satu generasi santri ke generasi yang lain. Bahkan,
Bruinessen mencatat bahwa kitab-kitab
pada beberapa pesantren tradisional di
klasik
yang
Jawa Timur, karya-karya tersebut dibaca
diidentikkan dengan pesantren telah ada
sedemikian rupa dan diiringi alunan
jauh sebelum pesantren berdiri. Kendati
rebana
secara historis, pesantren baru berdiri di
berkembang menjadi bentuk kesenian
Indonesia pada abad ke-18 M, namun
muslim yang tipikal.5
(baca:
kitab
kuning)
telah diterjemahkan ke dalam bahasa
tepuk
tangan
serta
Seiring dengan trend penutur
kitab-kitab klasik telah dipelajari orang sejak abad ke-16 M. Beberapa karya
dan
bahasa
multi-lingual
di
era
global
tersebut dan kecenderungan pondok pesantren untuk lebih mengutamakan
Jawa dan Melayu di satu sisi dan di sisi
prinsip al-Muhâfadhah ‘alâ al-Qadîm al-
lain, beberapa penulis Indonesia telah
Shâlih (Melestarikan Sesuatu yang lama
menulis kitab berbahasa Arab dengan
dan baik) daripada prinsip al-Akhdz bi al-
gaya dan isi yang mirip dengan kitab-
Jadîd al-Ashlah (Mengadopsi sesuatu
kitab ortodoks.3 Proses penerjemahan
yang baru dan lebih baik), maka penulis
ke dalam bahasa Jawa, Melayu dan
tertarik
beberapa bahasa lokal/ daerah lainnya melahirkan tradisi literasi baru, berupa
untuk
menyoroti
tingkat
keakraban para alumni (fresh graduate) pondok pesantren terhadap khazanah
2
Presentasi Mudjia Rahardjo, Guru Besar Sosiologi Bahasa UIN Malang, pada Seminar Internasional ADIA (Asosiasi Dosen Ilmu Adab) ke-1 Tahun 2010 di kampus UIN Malang. 3 Martin van Bruinessen, Kitab Kuning, Pesantren dan Tarekat; Tradisi-tradisi Islam di Indonesia, (Bandung: Mizan, 1999, cet. iii), h. 27.
4
Van Bruinessen menggunakan kalimat “kebanyakan buku-buku teks dasar” 5 Ibid., h. 141-142; Bandingkan dengan Haidar Putra Daulay, Historisitas dan Eksistensi Pesantren, Sekolah dan Madrasah, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2001), h. 11.
OKARA, Vol. 1, Tahun X, Mei 2015 36
MENAKAR SUBORDINASI KHAZANAH LOKAL (Studi atas Tingkat Pemahaman Mahasiswa STAIN Pamekasan Alumni Pondok Pesantren terhadap Tulisan Pegon) Umar Bukhory budaya
lokal
yang
pernah
mereka
pelajari dulu.
budaya lokal digunakan secara akrab dan familiar oleh para alumni pondok
Sekedar data untuk direnungkan,
pesantren. Beberapa pertanyaan yang
survey yang dilakukan LP3ES (1974)
berusaha
menyimpulkan bahwa prosentase melek
Bagaimana tulisan pegon digunakan di
huruf Arab masyarakat Madura adalah
kalangan alumni pesantren tersebut? b)
60% dan huruf latin 50%. Sementara
Bagaimanakah tingkat pemahaman para
pada
jumlah
alumni pesantren terhadap huruf pegon
madrasah dan pondok pesantren adalah
c) Bagaimana membangkitkan tradisi
2271 buah berbanding jumlah sekolah
produktif dari penggunaan huruf pegon
umum adalah 731 buah. Fakta ini terjadi,
tersebut di kalangan alumni pesantren?
tahun
yang
sama,
dijawab
antara
lain:
a)
karena secara umum, orang Madura lebih
mengenal
pondok
daripada
sekolah
setidaknya,
hampir
Madura
pernah
langgar
formal, semua
belajar
(masjid), 6
madrasah.
pesantren atau
Penelitian
anak
di
pendekatan
mengaji
di
penelitian
pesantren
Karenanya,
Metode Penelitian
atau
masyarakat
ini
menggunakan
kualitatif lapangan
dengan (field
jenis
qualitative
research), karena prosedurnya berupaya untuk
menghasilkan
data
deskriptif,
Madura lebih percaya pada pemimpin
berupa kata-kata atau kalimat tertulis
informal
dibandingkan
atau lisan tentang orang-orang dan
7
perilaku yang dapat diamati.9 Namun
pemimpin
(baca:
kiyai)
formal
(baca:
birokrat),
sehingga jika ingin membangun Madura
demikian,
dari aspek apapun, mau tidak mau, kiyai
menekankan pada sisi makna, karena
dan pondok pesantren harus dilibatkan,
8
makna
penelitian
adalah
ciri
ini
konstruksi
lebih yang
karena faktor sentralitas fungsi yang
bersifat tetap (invarian) dan termasuk ke
mereka
dalam bagian dari sistem bahasa,10 atau
miliki
di
tengah-tengah
masyarakat Madura. Berdasarkan
dalam bahasa yang berbeda, penelitian latar
belakang
ini
mencoba
menjawab
pertanyaan
masalah di atas, penulis tertarik untuk meneliti tentang sejauh mana tulisan pegon sebagai bagian dari khazanah 6
M. Dawam Rahardjo (Ed.), Pesantren dan Pembaharuan, (Jakarta: Pustaka LP3ES, 1995, cet. V), h. 27. 7 Andang Subaharianto et.al., Tantangan Industrialisasi Madura (Membentur Kultur, Menjunjung Leluhur), (Malang: Bayumedia Publishing, 2004), h. 34 & 75. 8 Mohammad Tidjani Jauhari, Membangun Madura, (Jakarta: Taj Publishing, 2008), h. 101-104.
9
M. Zaini Hasan, “Karakteristik Penelitian Kualitatif”, dalam Aminuddin (ed.), Pengembangan Penelitian Kualitatif dalam Bidang Bahasa dan Sastra, (Malang: Himpunan Sarjana Kesusastraan Indonesia Komisariat Malang & Yayasan Asah Asih Asuh, 1990), h. 1314. 10 H. Steinhauer, “Strategi dan Teknik Penelitian Kualitatif dalam Bidang Kebahasaan” dalam Aminuddin (ed.), Pengembangan Penelitian Kualitatif dalam Bidang Bahasa dan Sastra, (Malang: Himpunan Sarjana Kesusastraan Indonesia Komisariat Malang & Yayasan Asah Asih Asuh, 1990), h. 53-54.
OKARA, Vol. 1, Tahun X, Mei 2015 37
MENAKAR SUBORDINASI KHAZANAH LOKAL (Studi atas Tingkat Pemahaman Mahasiswa STAIN Pamekasan Alumni Pondok Pesantren terhadap Tulisan Pegon) Umar Bukhory tentang bagaimana sebuah pengalaman
bersifat
sosio-kultural
humaniora (kemanusiaan) yang menjadi
dalam
bentuk
bahasa
Jika dilihat dari obyek dan fokus penelitian
menggunakan
gejala
ini
Kendati demikian, tulisan pegon yang
menjadi
obyek
kajian
dalam
gabungan
penelitian ini tidak hanya dipahami
(mixed approach), setidaknya karena
sebagai bagian dari karya sastra belaka,
dua alasan. Alasan pertama, penelitian
namun ia bisa juga dipahami sebagai
ini berupaya menghasilkan data yang
bagian dari ekspresi keberagamaan dan
digali
keislaman,
dari
terstruktur
pendekatan
melainkan
identitas karya.12
diciptakan dan diberi makna. penelitiannya,
umum,
proses (yang
wawancara biasanya
tak
menjadi
dapat
sehingga
memahaminya
menggunakan
pendekatan
instrumen dari penelitian lapangan) dan
fenomenologi agama. Dengan asumsi
dokumentasi (yang biasanya menjadi
bahwa
instrumen
manusia
dari
penelitian
pustaka),
bentuk
atau
kehidupan
dalam
yang
huruf latin. Alasan kedua, keberadaan
teratur
dua jenis data di atas meniscayakan
kerangkanya,
penggunaan metode gabungan dalam
mencoba
Adapun
ungkapan
pola
konfigurasi
menganalisisnya.
dari
mempunyai
berupa salinan huruf pegon ke dalam
11
luar
dan
dapat maka
dilukiskan
pendekatan
menemukan struktur
ini yang
mendasari fakta sejarah dan berupaya yang
memahami maknanya lebih mendalam
digunakan dalam penelitian ini adalah
sebagai sebuah fenomena religius yang
pendekatan
dihayati
bagian
pendekatan fenomenologi.
dari
kajian
Sebagai
(teks)
sastra,
fenomenologi tidak melibatkan subyek secara
murni,
oleh
pemeluk
data
yang
peneliti
agama.
Sumber
gunakan dalam penelitian ini menurut
kesadaran
jenisnya terdiri dari dua jenis, yakni: a)
peneliti. Dengan mengutip pendapat
Sumber Data, berupa kata-kata lisan
Gadamer, makna atau arti bergantung
yang dirangkum dari hasil wawancara
teks
ada
dialami
upaya
memasuki
namun
dan
13
sesuai
pada situasi kesejarahan penafsir (baca: peneliti), sehingga otoritasnya sebagai pemberi makna menjadi penting. Karena itu, pengungkapan suatu gejala dalam penelitian ini berdasar pada penjelasan dan pengertian gejala itu sendiri. Gejala tersebut bukanlah gejala alamiah yang
11
Julia Brannen, Memadu Metode Penelitian Kualitatif & Kuantitatif, Nuktah Arfawie Kurdi et.al. (terj.), (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1997), h. 1-109.
12
Suwardi Endraswara, Metodologi Penelitian Sastra; Epistemologi, Model, Teori dan Aplikasi, (Yogyakarta: Pustaka Widyatama, 2004, cet. ii), 38-40. 13 Mariasusai Dhavamony, Fenomenologi Agama, A. Sudirdja et. Al. (terj.), (Yogyakarta: Kanisius, 2002, cet. Vii), h. 42-43; Bandingkan dengan Clive Erricker, “Pendekatan Fenomenologis” dalam Peter Connolly (Ed.), Aneka Pendekatan Studi Agama, Imam Khori (terj.), (Yogyakarta: LkiS, 2002), h. 105-146.
OKARA, Vol. 1, Tahun X, Mei 2015 38
MENAKAR SUBORDINASI KHAZANAH LOKAL (Studi atas Tingkat Pemahaman Mahasiswa STAIN Pamekasan Alumni Pondok Pesantren terhadap Tulisan Pegon) Umar Bukhory dengan para informan,14 yakni para
Studi Dokumentasi.18 Teknik Analisis
alumni pondok pesantren yang sekaligus
Data dilakukan dengan tahapan-tahapan
berstatus sebagai mahasiswa aktif di
berikut, yaitu: a) Reduksi data, b)
STAIN Pamekasan, b) Dokumentasi
Display
(Sumber Data Tertulis),
15
berupa hasil
salinan tulisan pegon yang ditulis oleh
Data,
Interpretasi,
c)
Pemahaman
serta
d)
Pengambilan
Kesimpulan dan Verifikasi.
para informan ke dalam tulisan latin.
Karena
dan
19
menggabungkan
dua
Data model kedua digunakan untuk
jenis data yang berupa hasil wawancara
menjawab fokus penelitian yang kedua
dan
tentang tingkat pemahaman para alumni
menggunakan triangulasi sebagai teknik
pesantren
pegon,
pengecekan keabsahan data. Dalam
kitab
prakteknya, triangulasi memanfaatkan
klasik berjudul Nadhm Safînah al-Najâh
sesuatu yang ada di luar data tersebut
dengan
terhadap
huruf
menggunakan
sampel
al-Musammâ Tanwîr al-Hijâ diterjemahkan
dengan
16
dokumentasi,
yang telah
sebagai
menggunakan
menjadi
maka
pembanding. cara
peneliti
Triangulasi
terbaik
untuk
tulisan pegon oleh Ust. „Abd al-Majîd
menghilangkan
Tamim ke dalam bahasa Madura.
kenyataan dalam konteks suatu studi,
perbedaan
konstruksi
Teknik pengumpulan data yang
saat peneliti mengumpulkan data. Pada
akan digunakan dalam penelitian ini
dasarnya, ia dapat dibedakan menjadi
terdiri
empat
dari
dua
jenis,
yaitu:
Wawancara Tak Terstruktur
17
a)
dan b)
macam,
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif; Edisi Revisi, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007, cet. xxiii), h. 157-159. 15 Ibid., h. 159-160. 16 Kitab bergenre nadham ini banyak digunakan oleh para santri di pondok-pondok pesantren dan para murid di madrasah-madrasah diniyah, serta ditulis oleh Syaikh Ahmad bin Shiddîq bin „Abdullâh al-Lâsimî al-Fasuruwâni. Kitab ini diterbitkan dalam satu edisi dengan karya Syaikh Muhammad Khalîl bin „Abdul Lathîf Bangkalan, yang diberi judul al-Silâh fî Bayân alNikâh. 17 Ida Bagoes Mantra, Filsafat Penelitian dan Metode Penelitian Sosial; Edisi II (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008), h. 31; Kinayati Djojosuroto & M.I.A. Sumaryati, Prinsipprinsip Dasar Penelitian Bahasa dan Sastra, (Jakarta: Nuansa, 2000), h. 41-43; Koentjaraningrat, Metode-metode Penelitian Masyarakat; Edisi Ketiga, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1993), h. 138-146; Kaelan, Metode Penelitian Agama Kualitatif Interdisipliner, (Yogyakarta: Paradigma, 2005), h. 103-104.
Triangulasi
Sumber, Metode, Penyidik dan Teori.20 Dalam
14
yakni
penelitian
ini,
peneliti
akan
menggunakan triangulasi model kedua, yakni triangulasi metode, karena akan membandingkan
hasil
wawancara
dengan studi dokumentasi. Selain teknik triangulasi, peneliti juga menggunakan teknik pemeriksaan sejawat melalui diskusi. Karena sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan penyandang dana, hasil penelitian ini wajib didiskusikan dalam forum seminar dengan
rekan
sejawat
guna
mendapatkan masukan yang konstruktif 18
Kaelan, Metode Penelitian Kualitatif Bidang Filsafat, (Yogyakarta: Paradigma, 2005), h. 190-202. 19 Ibid., h. 211-213. 20 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif..., h. 330-332.
OKARA, Vol. 1, Tahun X, Mei 2015 39
MENAKAR SUBORDINASI KHAZANAH LOKAL (Studi atas Tingkat Pemahaman Mahasiswa STAIN Pamekasan Alumni Pondok Pesantren terhadap Tulisan Pegon) Umar Bukhory dari
sejawat
yang
menjadi
peserta
diskusi.
Beberapa
nama
kitab
klasik yang menggunakan tulisan pegon menurut para informan
Paparan dan Analisis Data
antara lain adalah ‘Aqîdah al-
A. Paparan Data
‘Awâm,
Ta’lîm
Safînah
al-Najâ,
1. Penggunaan Tulisan Pegon di Kalangan Alumni Pesantren Bagi
para
alumni
al-Muta’allim, Sullam
al-
Tawfîq, Durûs al-‘Aqâid, Fath alQarîb
(Taqrîb),
Matn
al-
pesantren, tulisan pegon mereka
Jurumiyyah, Bidâyah al-Hidâyah,
kenal
Hidâyah
sejak
untuk
pertama
mereka
pendidikan
di
kalinya,
menempuh Madrasah
al-Shibyân,
Qurratul
‘Uyun, Tarjumân, Fath al-Mu’în, Nadhm
al-Jurumiyyah,
Ibtidaiyyah (MI) dan Madrasah
Tarbiyatus Shibyân, Tuhfah al-
Diniyah di dekat tempat tinggal
Athfâl,
21
masing-masing,
atau minimal
sejak mereka “nyantri” di pondok 22
pesantren.
Menurut Mahfudz,
Miftâhul
Jurumiyyah,
Tashîl al-Sharfiyyah, Kifâyah al‘Awâm,
Hidâyah
al-Mustafîd,
Khulâshah Nûrul Yaqîn, Mabâdi’ Mabâdi’
al-Fiqh,
tradisi mempelajari kitab klasik
Awwaliyyah,
dengan tulisan pegon di lembaga
Risâlah al-Mahîdl, Hidâyah al-
pendidikan Islam tingkat dasar
Shibyân, Irsyâd al-‘Ibâd (karya
tersebut kemudian berlanjut ke
Syaikh Muhammad Arsyad bin
dunia pesantren, dengan tingkat
Jakfar), Mabâdi’ al-Fiqh, dan lain-
23
pendidikan yang lebih tinggi.
lain.24 Hingga saat ini, sebagian besar
21
Wawancara dengan Mahfudz (Smt VII, Alumni An-Nuqayah), Khairun Nisa‟ (Smt. I, Alumni An-Nuqayah), Ruslan al-Afghani (Smt. III, Alumni An-Nuqayah), M. Arif (Smt. V, Alumni AnNuqayah), Abd. Aziz (Smt. III, Alumni Darul Ulum), Rusmiati (Smt. I, Alumni Darul Ulum), Susmiatun (Smt. V, Alumni Darul Ulum), Moh. Deli Yanto (Alumni Mamba‟ul Ulum), Moh. Khotib (Smt. V, Alumni Mamba‟ul Ulum), Ali Wardi (Alumni Mamba‟ul Ulum), Warda Mufarrida (Alumni Mamba‟ul Ulum), Siti Maghfiroh (Smt. VII, Alumni Matsaratul Huda), Nur Fitriyah (Smt. V, Alumni Matsaratul Huda), Sofiatur Rahmah (Smt. III, Alumni Matsaratul Huda). 22 Wawancara dengan A. Abu Nali (Smt. VII, Alumni Darul Ulum). 23 Wawancara dengan Mahfudz (Smt VII, Alumni An-Nuqayah), Abd. Aziz (Smt. III, Alumni Darul Ulum), Moh. Deli Yanto (Alumni Mamba‟ul Ulum).
informan
berpandangan
bahwa
masih tulisan
pegon tetap penting dikuasai. Arif,
salah
menyebutkan 24
seorang bahwa
informan tulisan
Wawancara dengan Rusmiati (Smt. I, Alumni Darul Ulum), Susmiatun (Smt. V, Alumni Darul Ulum), Khairun Nisa‟ (Smt. I, Alumni AnNuqayah), Ruslan al-Afghani (Smt. III, Alumni AnNuqayah), M. Arif (Smt. V, Alumni An-Nuqayah), A. Abu Nali (Smt. VII, Alumni Darul Ulum), Moh. Khotib (Smt. V, Alumni Mamba‟ul Ulum), Ali Wardi (Alumni Mamba‟ul Ulum), Warda Mufarrida (Alumni Mamba‟ul Ulum), Siti Maghfiroh (Smt. VII, Alumni Matsaratul Huda), Illaily Lanadiroh (Smt. I, Alumni Matsaratul Huda), Nur Fitriyah (Smt. V, Alumni Matsaratul Huda), Sofiatur Rahmah (Smt. III, Alumni Matsaratul Huda).
OKARA, Vol. 1, Tahun X, Mei 2015 40
MENAKAR SUBORDINASI KHAZANAH LOKAL (Studi atas Tingkat Pemahaman Mahasiswa STAIN Pamekasan Alumni Pondok Pesantren terhadap Tulisan Pegon) Umar Bukhory pegon
dapat
menjadi
pintu
Arab.29
aksara
Mereka
yang
masuk bagi siswa untuk terbiasa
menguasai tulisan pegon berarti
menulis dengan menggunakan
melestarikan
aksara Arab sejak awal. pegon
juga
25
dapat
kitab klasik,
ulama
Tulisan
klasik dalam menyampaikan ilmu
menjadi
pengetahuannya
wahana untuk memahami makna 26
budaya yang
tetap
berpengaruh hingga saat ini. Menurut
dan pegangan/
Khairun
30
Nisa‟,
pedoman dalam rangka mencari
salah seorang informan, seorang
solusi alternatif atas masalah
santri
penting
untuk
bisa
27
membaca dan menulis dengan
seperti masalah hukum (Fiqh)
tulisan pegon agar mengetahui
dan lain sebagainya. Seorang
sekaligus memahami bagaimana
santri atau murid madrasah yang
sistem
menguasai tulisan pegon akan
keislaman pada masa lampau.
terlatih
untuk
Arab
dengan
tertentu
di
kalangan
(menyambung
santri,
mempelajari
ilmu-ilmu
menulis
tulisan
Peran ini juga berguna untuk
cara
ilhâq
menjaga dan melestarikan tulisan
huruf
Arab),
28
pegon
kemusnahan.31
dari
kendati bahasa yang digunakan
Kemudian
bukan bahasa Arab, melainkan
keberadaan tulisan pegon dapat
bahasa daerah/ lokal.
memudahkan
Kitab klasik yang isinya
memahami
di
sisi
lain,
pembaca maksud
yang
telah diterjemah dengan tulisan
diinginkan penulis kitab klasik
pegon
untuk
daripada menggunakan bahasa
menjadi
Arab.32 Apalagi, karena salinan
sarana untuk memahami ajaran
kitab klasik ke dalam bahasa
Islam dari sumber aslinya. Saat
Indonesia masih dipandang sulit
santri menguasai tulisan pegon,
untuk dipahami dan dimengerti
maka ia akan menguasai kitab
oleh
tetap
dikuasai,
penting
karena
ia
klasik dengan mudah dan pada saat
yang
sama,
para
mempelajarinya.
siswa
yang
33
melatihnya
untuk terbiasa menulis dengan 29
25
Wawancara dengan M. Arif (Smt. V, Alumni An-Nuqayah). 26 Wawancara dengan Abd. Aziz (Smt. III, Alumni Darul Ulum), A. Abu Nali (Smt. VII, Alumni Darul Ulum). 27 Wawancara dengan Warda Mufarrida (Alumni Mamba‟ul Ulum). 28 Wawancara dengan Sofiatur Rahmah (Smt. III, Alumni Matsaratul Huda).
Wawancara dengan Siti Maghfiroh (Smt. VII, Alumni Matsaratul Huda). 30 Wawancara dengan Susmiatun (Smt. V, Alumni Darul Ulum), Moh. Deli Yanto (Alumni Mamba‟ul Ulum). 31 Wawancara dengan Khairun Nisa‟ (Smt. I, Alumni An-Nuqayah). 32 Wawancara dengan Illaily Lanadiroh (Smt. I, Alumni Matsaratul Huda). 33 Wawancara dengan Rusmiati (Smt. I, Alumni Darul Ulum).
OKARA, Vol. 1, Tahun X, Mei 2015 41
MENAKAR SUBORDINASI KHAZANAH LOKAL (Studi atas Tingkat Pemahaman Mahasiswa STAIN Pamekasan Alumni Pondok Pesantren terhadap Tulisan Pegon) Umar Bukhory Sedikit berbeda dengan
Bahkan,
tulisan
informan lain, Ruslan al-Afghani
dianggap
menyebut
kemaduraan
tulisan
bahwa
pegon
penguasaan
bisa
berposisi
sekarang.
Dikatakan
sebagai
ciri
yang
dapat khas patut
dilestarikan penggunaannya.36
penting sekaligus tidak penting saat
pegon
Beberapa
informan
menyatakan
bahwa
ada
penting, karena banyak anak dan
hubungan yang signifikan antara
teman informan yang tidak tahu
kemampuan
tentang tulisan pegon, karena
pegon
tidak
berbahasa Arab dan membaca
pernah
membaca
bersentuhan
dan
langsung
dengannya.
Dikatakan
tidak
membaca
dengan
tulisan
keterampilan
kitab-kitab
klasik.
keterampilan
berbahasa
menjadi
Madrasah menerjemahkan kitab-
mampu membaca tulisan pegon.
kitab
Namun
sebaliknya,
menggunakan banyak kata-kata
seseorang
mampu
populer dalam bahasa Indonesia,
tulisan pegon, maka menurutnya,
sehingga para murid sulit untuk
belum
menuliskannya
kemampuan
dengan
dalam
tulisan
utama
Arab
penting, karena beberapa guru di klasik
syarat
Karena
tentu
ia
jika
membaca memiliki
dan
keterampilan
37
Apalagi pada
34
berbahasa Arab.
Ada dua informan yang
dasarnya, huruf pegon adalah
pegon.
menegaskan
bahwa
tulisan
sama dengan huruf hijaiyyah
pegon tidaklah penting untuk
dengan
beberapa
dikuasai.
kendati
bahasanya
Alasannya,
karena
tulisan pegon dipandang terlalu rumit
untuk
cara
memahami
tambahan, bukanlah
38
bahasa Arab.
dan
Seseorang
yang
membacanya, sehingga terlalu
menguasai tulisan pegon akan
lambat untuk dicerna oleh para
memiliki
pelajar
dan
pembacanya.
35
kemudahan
modal untuk
sekaligus membaca
Padahal, menggunakan tulisan pegon
berarti
melanjutkan
sama
dengan
perjuangan
para
ulama terdahulu, dan dipercaya oleh
informan
terdapat
kandungan barokah di dalamnya. 34
Wawancara dengan Ruslan al-Afghani (Smt. III, Alumni An-Nuqayah). 35 Wawancara dengan Moh. Khotib (Smt. V, Alumni Mamba‟ul Ulum) dan Ali Wardi (Alumni Mamba‟ul Ulum).
36
Wawancara dengan Nur Fitriyah (Smt. V, Alumni Matsaratul Huda). 37 Wawancara dengan Mahfudz (Smt VII, Alumni An-Nuqayah), Khairun Nisa‟ (Smt. I, Alumni An-Nuqayah), Moh. Deli Yanto (Alumni Mamba‟ul Ulum), Warda Mufarrida (Alumni Mamba‟ul Ulum), Illaily Lanadiroh (Smt. I, Alumni Matsaratul Huda). 38 Wawancara dengan Susmiatun (Smt. V, Alumni Darul Ulum), A. Abu Nali (Smt. VII, Alumni Darul Ulum), Moh. Khotib (Smt. V, Alumni Mamba‟ul Ulum), Ali Wardi (Alumni Mamba‟ul Ulum).
OKARA, Vol. 1, Tahun X, Mei 2015 42
MENAKAR SUBORDINASI KHAZANAH LOKAL (Studi atas Tingkat Pemahaman Mahasiswa STAIN Pamekasan Alumni Pondok Pesantren terhadap Tulisan Pegon) Umar Bukhory kalimat-kalimat yang sulit, serta
turâts)
untuk menghafal mufradât (kosa
lebih meyakinkan daripada kitab-
kata)
kitab
dalam
bahasa
Arab,
terutama di dalam kitab-kitab 39
klasik.
Bahkan dalam tradisi
mengandung
isi
kontemporer.41
yang
Apalagi,
kitab klasik dengan tulisan pegon (sekaligus
syarahnya)
masih
pesantren salaf, membaca kitab
banyak digunakan di madrasah-
klasik
madrasah dan pondok-pondok
menuntut
menentukan
kemampuan
kedudukan
suatu
pesantren, untuk memudahkan
kata dalam konteks Gramatika
para santri di tingkat pemula
Arab,
memahami isinya.42
khususnya
di
bidang
Nahwu (Morfologi) dan Shorrof 40
(Sintaksis).
digunakan untuk menulis kitab
Pendapat yang berbeda dikemukakan Rahmah,
Selain itu, tulisan pegon
oleh
yang
Sofiatur
klasik
yang
berbagai
mengandung
jenis
disiplin
ilmu
menyatakan
pengetahuan. Maka, untuk dapat
bahwa
tidak
ada
hubungan
memahami dan menguasai ilmu-
antara
kemampuan
membaca
ilmu
tulisan
pegon
keterampilan
dengan
berbahasa
Arab
tersebut
mengembangkannya modern,
sekaligus di
seseorang
masa
haruslah
dan membaca kitab-kitab klasik.
menguasai tulisan pegon.43
Alasannya, karena bentuk kata
Penguasaan
seseorang
dalam tulisan pegon mengikuti
terhadap tulisan pegon dapat
bahasa aslinya, dan berbeda
pula menjadi bekal pengalaman
sama sekali dengan bentuk kata
dan
dalam bahasa Arab, yang biasa
membaca
dikenal dengan shîghah.
literatur
Menurut
Mahfudz,
pengetahuan dan kitab
dalam memahami
klasik/
lokal.44
Seorang
santri
penggunaan tulisan pegon juga
pesantren)
yang
sangat
kesulitan dalam menerjemahkan
berpengaruh
pengetahuan seseorang,
bagi
mengalami
keislaman karena
Mahfudz
memandang bahwa kitab klasik (disebut juga dengan kitâb al-
39
(alumni
Wawancara dengan M. Arif (Smt. V, Alumni An-Nuqayah), Rusmiati (Smt. I, Alumni Darul Ulum). 40 Wawancara dengan Abd. Aziz (Smt. III, Alumni Darul Ulum), Siti Maghfiroh (Smt. VII, Alumni Matsaratul Huda), Nur Fitriyah (Smt. V, Alumni Matsaratul Huda).
41
Wawancara dengan Mahfudz (Smt VII, Alumni An-Nuqayah). 42 Wawancara dengan Siti Maghfiroh (Smt. VII, Alumni Matsaratul Huda), Nur Fitriyah (Smt. V, Alumni Matsaratul Huda), Sofiatur Rahmah (Smt. III, Alumni Matsaratul Huda), Illaily Lanadiroh (Smt. I, Alumni Matsaratul Huda). 43 Wawancara dengan Khairun Nisa‟ (Smt. I, Alumni An-Nuqayah). 44 Wawancara dengan M. Arif (Smt. V, Alumni An-Nuqayah), Rusmiati (Smt. I, Alumni Darul Ulum), Moh. Deli Yanto (Alumni Mamba‟ul Ulum), Warda Mufarrida (Alumni Mamba‟ul Ulum).
OKARA, Vol. 1, Tahun X, Mei 2015 43
MENAKAR SUBORDINASI KHAZANAH LOKAL (Studi atas Tingkat Pemahaman Mahasiswa STAIN Pamekasan Alumni Pondok Pesantren terhadap Tulisan Pegon) Umar Bukhory teks-teks
tertentu
ke
dalam
telah
diterjemahkan
dengan
bahasa Indonesia, hampir dapat
menggunakan tulisan pegon oleh
dipastikan
kembali
Ust. „Abd al-Majîd Tamim ke
cara
dalam bahasa Madura. Peneliti
penerjemahan lama yang biasa
meminta kepada para informan
digunakannya
untuk
akan
menggunakan saat
di
menyalin
terjemahan
pesantrennya dulu, yakni dengan
bahasa Madura dari lembaran
45
kitab yang tertulis dengan tulisan
dengan menggunakan bahasa
pegon tersebut ke dalam tulisan
lokal/ daerah, seperti bahasa
latin.
Madura.
mendapat kopian sebanyak satu
menggunakan tulisan pegon,
Bahkan,
salah
seorang
Masing-masing
informan
lembar.
informan,
menyatakan
bahwa
Berdasarkan pembacaan
pengaruh
penggunaan
tulisan
peneliti terhadap dokumen hasil
pengetahuan
salinan para informan, secara
tentang ilmu-ilmu keislaman –
umum mereka tidak mengalami
khususnya
kesulitan
pegon
terhadap dari
masa
klasik-
dalam
membaca
tidaklah begitu besar, karena
terjemahan berbahasa Madura
informan merasa bahwa tulisan
dari kitab yang tertulis dengan
latin
untuk
tulisan pegon tersebut. Beberapa
digunakan untuk memahami isi
kesalahan yang penulis temukan
lebih
mudah
kitab klasik itu sendiri.
46
dalam proses penyalinan tulisan pegon ke dalam tulisan latin
2. Tingkat Alumni
Pemahaman Pesantren
Para terhadap
dapat dibagi ke dalam beberapa kategori, antara lain:
Tulisan Pegon Dalam
rangka
mengetahui tingkat pemahaman para informan terhadap tulisan pegon, peneliti menyampaikan salinan (kopi) teks dari Kitab Nadhm
Safînah
al-Najâh 47
Musammâ Tanwîr al-Hijâ
alyang
45
Wawancara dengan A. Abu Nali (Smt. VII, Alumni Darul Ulum). 46 Wawancara dengan Ali Wardi (Alumni Mamba‟ul Ulum). 47 Kitab bergenre nadham ini banyak digunakan oleh para santri di pondok-pondok pesantren dan para murid di madrasah-madrasah diniyah, serta ditulis oleh Syaikh Ahmad bin
Shiddîq bin „Abdullâh al-Lâsimî al-Fasuruwâni. Kitab ini diterbitkan dalam satu edisi dengan karya Syaikh Muhammad Khalîl bin „Abdul Lathîf Bangkalan, yang diberi judul al-Silâh fî Bayân alNikâh.
OKARA, Vol. 1, Tahun X, Mei 2015 44
a. Kesalahan karena salinan huruf yang tidak sepadan No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 48
Tertulis Bethen/ Pethen Tepeh Angkauta Lupa Juken Jughen Atawah Perenggakhi Ta‟ Pekke‟-pekke‟ Ta‟ Ngalebatih Satejenah Ennem Ongku Atinggal Se kelek Ingki Saongkunah Ngarammakiyah Jugen Satejeh Se Abettalaki Anerangaki Tining Tepenah Sakappinah Ce‟ Se Ongku-ongku Nyataaki Nyanderakiyah Awajibaki Kenie‟ Ongkuwen Peringatan Nerangakih
Seharusnya Badhan Teba Anggota Loppa Jugha Jugha Otaba Barengngagi Ta‟ Pegga‟-pegga‟ Ta‟ Ngalebadi Sadajanah Mennem Onggu Adinggal Se Galak Enggi Saonggunah Ngarammagiyah Jugha Sadajah Se Abettalagi Anerangagi Dining Tebanah Sakabbinah Ejja‟ Se onggu-onggu Nyataagi Neyanderagiyah Awajibagi Kene‟ Ongguwan Parengatan Nerangagi
Artinya Badan Tiba48 Lupa49 Juga50 Juga Atau51 Disamakan52 Tidak Putus-putus Tidak Melewati53 Semuanya Enam Sungguh54 Meninggalkan Yang Galak Iya Sesungguhnya55 Mengharamkan Juga56 Semua Yang Membatalkan57 Menjelaskan Adapun Sampainya Semuanya Jangan58 Yang bersungguh-sungguh Menyatakan Menyandarkan59 Mewajibkan Kecil Sesungguhnya Menerangkan
No. 1 & 2 ditemukan pada salinan Mahfudz (Smt VII, Alumni An-Nuqayah). No. 4 ditemukan pada salinan Khairun Nisa‟ (Smt. I, Alumni An-Nuqayah). 50 No. 5 ditemukan pada salinan Ruslan al-Afghani (Smt. III, Alumni An-Nuqayah). 51 No. 6 & 7 ditemukan pada salinan M. Arif (Smt. V, Alumni An-Nuqayah). 52 Bahkan, Informan Nur Fitriyah (Smt. V, Alumni Matsaratul Huda) menyalin sebagian huruf yang semestinya tertulis “g” dengan huruf “k”, seperti ongku (onggu), ngakhirraki (ngakhirragi), mapakkon (mapaggun), salakki’nah (salaggi’nah) dan nguba’aki (nguba’agi). 53 No. 9 dan 10 ditemukan pada salinan Sofiatur Rahmah (Smt. III, Alumni Matsaratul Huda) 54 No. 10 ditemukan pada salinan Illaily Lanadhiroh (Smt. I, Alumni Matsaratul Huda) 55 No. 14-17 ditemukan pada salinan Ali Wardi (Smt. VII, Alumni Mamba‟ul Ulum) 56 No. 18-19 ditemukan pada salinan Moh. Khotib (Smt. V, Alumni Mamba‟ul Ulum) 57 No. 20-21 ditemukan pada salinan Moh. Deli Yanto (Smt. I, Alumni Mamba‟ul Ulum) 58 No. 22-26 ditemukan pada salinan Ach. Abu Nali (Smt. VII, Alumni Darul Ulum) 59 No. 27-30 ditemukan pada salinan Abd. Aziz (Smt. III, Alumni Darul Ulum). 49
MENAKAR SUBORDINASI KHAZANAH LOKAL (Studi atas Tingkat Pemahaman Mahasiswa STAIN Pamekasan Alumni Pondok Pesantren terhadap Tulisan Pegon) Umar Bukhory 35. 36.
E Saddi‟na Bujal
E Seddi‟na Bujel
Di Sampingnya Pusar60
b. Kesalahan karena tidak teliti membaca No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18.
Tertulis E ka‟andhi‟ Depa‟an Aoningi Ngudhurah Saampon Normanna Bennyak Sanga‟ Taon Masso‟nah Ekaandhi‟ Tade‟en Neng neng Nalekanah Ngoca‟ Makedinggah Settunga Jughen Hal
Seharusnya Ka‟andhi‟ (tanpa E) Depa‟na Ngaoningi „Udurra Saampona Zamanna Bennyakna Sangang Taon Massowanah Kaandhi‟ Tada‟na Neng Enneng Naleka Oca‟ Makedingngah Tung Settunga Jugha Hale68
Artinya Milik Sampainya Mengetahui61 Halangan62 Setelahnya Waktunya Banyaknya63 Sembilan Tahun Basuhannya Milik64 Ketiadaan Berdiam65 Tatkala Bahasa Memperdengarkan Satu-satunya66 Juga67
c. Kesalahan karena kekurangan atau kelebihan satu atau lebih kata, saat menyalin. Hal ini penulis temukan dalam salinan informan: No. 1. 2. 3. 4. 5.
Informan Ruslan al-Afghani M. Arif Moh. Khotib Abdul Aziz Susmiatun
Kekurangan Kata Paleng dan Dining Kata Apa, Sabab, dan pada Kata atas, da’. Kata Sampeyan tidak ada Kelebihan kata Sampeyan.
60
No. 30-36 ditemukan pada salinan Rusmiati (Smt. I, Alumni Darul Ulum). No. 1, 2 dan 3 ditemukan pada salinan Mahfudz (Smt VII, Alumni An-Nuqayah). 62 No. 4 ditemukan pada salinan Khairun Nisa‟ (Smt. I, Alumni An-Nuqayah). 63 No. 5-7 ditemukan pada salinan Ruslan al-Afghani (Smt. III, Alumni An-Nuqayah). 64 No. 10 ditemukan pada salinan Illaily Lanadhiroh (Smt. I, Alumni Matsaratul Huda) 65 No. 11-12 ditemukan pada salinan Moh. Khotib (Smt. V, Alumni Mamba‟ul Ulum) 66 No. 13-16 ditemukan pada salinan Ach. Abu Nali (Smt. VII, Alumni Darul Ulum). 67 No. 17 ditemukan pada salinan Abdul Aziz (Smt. III, Alumni Darul Ulum). 68 No. 18 ditemukan pada salinan Susmiatun (Smt. V, Alumni Darul Ulum). 61
OKARA, Vol. 1, Tahun X, Mei 2015 46
Beberapa atas
menurut
kesalahan hemat
di
peneliti,
Beberapa menambahkan
informan bahwa
tulisan
bukanlah kesalahan yang bersifat
pegon ditemukan oleh informan
prinsip dan masih bisa ditolerir.
pada saat melakukan sebagian
Hal
ini
menunjukkan
bahwa
tradisi yang dilakukan oleh rata-
informan
benar-benar
familiar
rata
orang
Madura,
yakni
dengan tulisan pegon yang telah
berziarah ke kuburan para wali, 70
mereka
pelajari
atau pada momentum maulid
bangku
madrasah
sejak
dari
ibtidaiyyah
nabi
saw
dibâ’an),
atau madrasah diniyah.
71
(saat
pembacaan
dan saat berkunjung
ke perpustakaan.72 3. Kebangkitan
Tradisi
Khairun
Produktif
Nisa‟,
salah
dari Penggunaan Tulisan Pegon
seorang informan menyebutkan
di Kalangan Pondok Pesantren
bahwa
dan Masyarakat Luas
pegon juga dia temukan saat
Guna menuju revitalisasi
penggunaan
mempelajari
mata
tulisan pelajaran
tradisi penggunaan tulisan pegon
Khat, Imlâ’, atau menulis cerita
di kalangan pondok pesantren
dengan tulisan pegon,73 termasuk
sebagai
ketika
produsen
masyarakat
dan
luas
konsumen,
sebagai
maka
merintis
mengikuti
beberapa 74
tersebut,
ujian
mata
dari
pelajaran
dan pada beberapa
pembiasaan dalam penggunaan
perlombaan yang terkait dengan
tulisan pegon dapat dilakukan
hal di atas.75 Karena kebiasaan
dengan berbagai cara, seperti
tersebut,
dalam penulisan surat undangan
diwawancarai,
resmi
membaca dan menulis tulisan
untuk
berbagai
acara
(Haul, Tasyakkuran dll), surat
maka
sampai
informan
saat dapat
pegon dengan mudah.76
tidak resmi antar sesama teman, atau
penyebaran
(berupa
saran,
tawshiyah ajakan
dan
pemberitahuan) dari pengasuh pesantren luas.
69
untuk
masyarakat
69
Wawancara dengan Mahfudz (Smt VII, Alumni An-Nuqayah), Ruslan al-Afghani (Smt. III, Alumni An-Nuqayah), A. Abu Nali (Smt. VII, Alumni Darul Ulum), Moh. Deli Yanto (Alumni Mamba‟ul Ulum), Sofiatur Rahmah (Smt. III, Alumni Matsaratul Huda).
70
Wawancara dengan Moh. Deli Yanto (Alumni Mamba‟ul Ulum). 71 Wawancara dengan Ali Wardi (Alumni Mamba‟ul Ulum). 72 Wawancara dengan Warda Mufarrida (Alumni Mamba‟ul Ulum). 73 Wawancara dengan Khairun Nisa‟ (Smt. I, Alumni An-Nuqayah). 74 Wawancara dengan Siti Maghfiroh (Smt. VII, Alumni Matsaratul Huda). 75 Wawancara dengan Nur Fitriyah (Smt. V, Alumni Matsaratul Huda) 76 Wawancara dengan Khairun Nisa‟ (Smt. I, Alumni An-Nuqayah).
MENAKAR SUBORDINASI KHAZANAH LOKAL (Studi atas Tingkat Pemahaman Mahasiswa STAIN Pamekasan Alumni Pondok Pesantren terhadap Tulisan Pegon) Umar Bukhory Demikian
pula,
dalam
latin
anak-anak,80
pada
dan
memaknai suatu ayat atau hadits
faktor menyepelekan kitab klasik
pada pembelajaran di tingkat
dengan menterjemahkannya ke
Ibtidaiyyah
dalam
bahasa
penjelasan dan pemaknaan ayat
sehingga
tulisan
atau
juga
telah ada sejak lama tidak lagi
77
digunakan,81 sebagaimana yang
dan
hadits
Diniyah,
tersebut
menggunakan tulisan pegon.
Bahkan, tidak jarang karya sastra Melayu
klasik
juga
tertulis
banyak
pegon
di
yang
banyak 82
madrasah akhir-akhir ini.
78
dengan tulisan pegon. Namun
terjadi
Indonesia,
Tingkat kesulitan dalam demikian,
keterbacaan
tulisan
pegon
Mahfudz
menyebutkan
bahwa
menurut Abu Nali juga masih
tingkat
keterbacaan
tulisan
ditambah
dengan
faktor
pegon dari hari ke hari semakin
penggunaan
bahasa
(madura,
sulit.
penggunanya
pen.) lama/ kuno pada tulisan
terbatas di kalangan kiyai dan
pegon, sehingga pembaca juga
masyarakat
serta
tidak mudah memahami arti dan
jarang digunakan secara luas.
maksudnya.83 Selain itu, faktor
Alih
minimnya
Karena
pesantren,
generasi
ke
kiyai
yang
pengalaman
dari
berusia muda menurut informan
penulis juga membuat tingkat
juga
keterbacaan
dapat
menjadi
faktor
tulisan
pegon
penyebab semakin melemahnya
menjadi semakin sulit. Walhasil,
penggunaan
saat
karena
tulisan
para
cenderung 79
kontemporer, banyak
yang
pegon,
penulis
kiyai
muda
berpikir
lebih
tulisan
tidak
hasilnya
sehingga
menggunakan
menuangkan pikirannya dengan
dibaca.
pegon,
lebih familiar dengan tulisan latin.
keterbacaan
–menurut
tentu
sulit
untuk
dasarnya,
tingkat
tulisan
pegon
akan
Pada
tersebut
maka
84
tulisan pegon dan cenderung Kenyataan
pemula
menurut
Siti
Maghfiroh
Ruslan al-Afghani- juga ditambah dengan
77
pembelajaran
tulisan
Wawancara dengan Abd. Aziz (Smt. III, Alumni Darul Ulum). 78 Wawancara dengan Rusmiati (Smt. I, Alumni Darul Ulum). 79 Wawancara dengan Mahfudz (Smt VII, Alumni An-Nuqayah), Moh. Deli Yanto (Alumni Mamba‟ul Ulum).
80
Wawancara dengan Ruslan al-Afghani (Smt. III, Alumni An-Nuqayah), Ali Wardi (Alumni Mamba‟ul Ulum). 81 Wawancara dengan Rusmiati (Smt. I, Alumni Darul Ulum). 82 Wawancara dengan Sofiatur Rahmah (Smt. III, Alumni Matsaratul Huda). 83 Wawancara dengan A. Abu Nali (Smt. VII, Alumni Darul Ulum). 84 Wawancara dengan M. Arif (Smt. V, Alumni An-Nuqayah).
OKARA, Vol. 1, Tahun X, Mei 2015 48
MENAKAR SUBORDINASI KHAZANAH LOKAL (Studi atas Tingkat Pemahaman Mahasiswa STAIN Pamekasan Alumni Pondok Pesantren terhadap Tulisan Pegon) Umar Bukhory bergantung kapasitas santri
sepenuhnya
pada
bersangkutan,
pembacanya.
Bagi
belajar di pondok pesantren.87
yang
tidak
terbiasa
saat
Sebagai
mereka
informan,
membacanya, tulisan pegon sulit
berpendapat
untuk dibaca. Sebaliknya, bagi
pegon tidak perlu dikembangkan,
yang terbiasa, ia akan dapat
karena
dibaca dengan mudah. Selain itu,
kemungkinan
ada
lain,
banyak sekali pada sifat asli
kitab
tulisan pegon. Namun, upaya
faktor
berupa
penghambat banyaknya
bahwa
Arif
akan
tulisan membuka
perubahan
terjemahan dalam tulisan latin,
untuk
yang dianggap lebih praktis bagi
melestarikannya dapat dilakukan
anak-anak dan hampir semua
oleh
85
mempertahankan
yang
banyak
pihak,
dan
terutama
masyarakat pondok pesantren.88
kalangan.
Pandangan
unik
Upaya pemertahanan dan
disampaikan oleh Nur Fitriyah.
pelestarian penggunaan tulisan
Menurutnya, perubahan zaman
pegon dapat dilakukan dengan
sangat berpengaruh pada tradisi
pembiasaan menulis bagi para
pondok
santri, terutama saat belajar dan
pesantren
penggunaan
tulisan
sehingga
santri
mempelajarinya semakin
dalam pegon, yang
semakin
hari
dan
tidak
sedikit 86
sebanyak dahulu. Selain
menulis tingkatan bagi
kitab-kitab sedang.
para
Sedangkan
pengasuh
pesantren
diharapkan
membelajarkannya
terkait
dengan
penuh
kesabaran 89
dalam
untuk dengan dan
faktor penulis, pembaca tulisan
ketelatenan.
pegon juga perlu diperkenalkan
pemahaman kepada para santri
sejak
tingkat
bahwa tulisan pegon merupakan
Diniyah),
bagian dari peninggalan sejarah
terutama bagi para calon santri di
yang harus dilestarikan,90 bahkan
dini
Ibtidaiyyah pondok
(sejak atau
pesantren.
pengetahuan
yang
tentang
tulisan
menjadi
bekal
85
Berilah
pondok
juga
Karena mumpuni
pegon
akan
bagi
yang
Wawancara dengan Siti Maghfiroh (Smt. VII, Alumni Matsaratul Huda), Illaily Lanadiroh (Smt. I, Alumni Matsaratul Huda). 86 Wawancara dengan Nur Fitriyah (Smt. V, Alumni Matsaratul Huda)
87
Wawancara dengan Abd. Aziz (Smt. III, Alumni Darul Ulum), Sofiatur Rahmah (Smt. III, Alumni Matsaratul Huda). 88 Wawancara dengan M. Arif (Smt. V, Alumni An-Nuqayah). 89 Wawancara dengan Abd. Aziz (Smt. III, Alumni Darul Ulum), Susmiatun (Smt. V, Alumni Darul Ulum), Moh. Deli Yanto (Alumni Mamba‟ul Ulum), Ali Wardi (Alumni Mamba‟ul Ulum), Illaily Lanadiroh (Smt. I, Alumni Matsaratul Huda). 90 Wawancara dengan Rusmiati (Smt. I, Alumni Darul Ulum).
OKARA, Vol. 1, Tahun X, Mei 2015 49
MENAKAR SUBORDINASI KHAZANAH LOKAL (Studi atas Tingkat Pemahaman Mahasiswa STAIN Pamekasan Alumni Pondok Pesantren terhadap Tulisan Pegon) Umar Bukhory kalau
bisa,
penggunaannya
dikembangkan
melestarikan
di
kitab-kitab
kalangan
masyarakat luas.
penerjemahan klasik
ke
dalam
bahasa Madura, yang selama ini
Pengelola
pondok
terkesan mandeg dan stagnan.
pesantren dapat membuat aturan
Selanjutnya,
yang mewajibkan penerjemahan
dapat merubah tulisan berbagai
kitab
surat
klasik
dan
penulisan
pesantren
menyurat
di
juga
dalamnya
keterangan (syarah) atas kitab
dengan
klasik
dengan
menggunakan
pegon, seperti surat izin pulang,
tulisan
pegon.
Bahkan,
jika
izin tidak masuk kelas dan lain
pengumuman-
sebagainya.93 Pesantren dapat
mungkin, pengumuman biasanya
penting
ditempel
yang
di
papan
pengumuman pondok pesantren seyogyanya
ditulis
juga
tulisan pegon.
mengadakan
tulisan
pelatihan,
training dan les yang membahas tentang tulisan pegon.94
dengan
91
menggunakan
Untuk
selanjutnya,
penyebarluasan hasil terjemahan
Selanjutnya, agar tetap
tersebut
dilakukan
dengan
diminati, menurut Nur Fitriyah,
menumbuhkan tradisi penerbitan
pengelola
dalam bentuk selebaran, majalah
pondok
pesantren
perlu menggagas kegiatan yang
dan
menarik
pesantren untuk masyarakat, di
dan
memberikan
lain-lain
penghargaan kepada santri yang
mana
di
dapat
rubrik
tawshiyah
pegon
menggunakan dengan
baik.
tulisan Bahkan,
dari
dalamnya,
dalam terdapat
kiyai
yang
tertulis dengan tulisan pegon.
membaca tulisan pegon pun juga
Penerbitan
dapat
melalui
dilakukan dengan bekerja sama
pemahaman
dengan lembaga lain, seperti
dilakukan
pembacaan
dan
yang tidak hanya tekstual, namun juga kontekstual.
92
Sebagai
lembaga
tersebut
akademik
dapat
(STAIN
Pamekasan), atau lembaga pers
informan,
Abu
(Radar Madura) untuk niatan
Nali menyebutkan bahwa salah
revitalisasi tersebut.95 Kemudian,
satu cara yang dapat dilakukan oleh pengelola pesantren dalam mengembangkan
penggunaan
tulisan pegon adalah dengan 91
Wawancara dengan Siti Maghfiroh (Smt. VII, Alumni Matsaratul Huda). 92 Wawancara dengan Nur Fitriyah (Smt. V, Alumni Matsaratul Huda).
93
Wawancara dengan A. Abu Nali (Smt. VII, Alumni Darul Ulum), Warda Mufarrida (Alumni Mamba‟ul Ulum). 94 Wawancara dengan Warda Mufarrida (Alumni Mamba‟ul Ulum). 95 Wawancara dengan Mahfudz (Smt VII, Alumni An-Nuqayah), Khairun Nisa‟ (Smt. I, Alumni An-Nuqayah), Susmiatun (Smt. V, Alumni Darul Ulum).
OKARA, Vol. 1, Tahun X, Mei 2015 50
MENAKAR SUBORDINASI KHAZANAH LOKAL (Studi atas Tingkat Pemahaman Mahasiswa STAIN Pamekasan Alumni Pondok Pesantren terhadap Tulisan Pegon) Umar Bukhory produk
penerbitan
tersebut
seperti ng, p, c dan sebagainya.
seluruh
Karena pada dasarnya, sebagian
lembaga pendidikan Islam yang
besar font sudah terdapat dalam
tidak terkait dengan pesantren,
aksara
seperti
Adapun pengadaan softwarenya
disebarluaskan
MI,
ke
MD
atau
termasuk langgar/mushalla
dan
MTs, masjid,
dapat
tempat
kepada
tinggal yang ada di seluruh pulau Madura.
langsung
Khairun
penyebarluasan
yang
100
Arif
Menurut
diserahkan
ahli
menguasainya.
96
Arab.99
berbahasa
menyebutkan,
Nisa‟,
“Tulisan pegon identik dengan
penggunaan
bahasa konservatif, maka saya
tulisan pegon dapat dilakukan
tidak
melalui
media
pembiasaan
dikembangkan
secara
internal
di
digitalisasi.
Karena
melunturkan
ciri
pondok
pesantren pada khususnya, dan di masyarakat pada umumnya.
97
setuju,
aslinya.”
ketika
ia
melalui dapat
dan
sifat
paparan
dan
101
Bahkan bila perlu, para guru harus mewajibkan kepada para muridnya pelajaran, surat
untuk
menulis
pengumuman menyurat
menggunakan Hasilnya,
tulisan
dapat
dan
pengumuman,
internal
pondok
pegon.
sebagai berikut:
baik
di di
jika
pegon komputer,
pegon
di
kalangan alumni pesantren Tulisan
penulisan
alumni
pesantren
dapat
duduk
di
pegon
telah
sejak
Madrasah
mereka
Ibtidaiyyah/
Madrasah Diniyah pada sebagian
dengan 99
membuat font khusus tambahan,
96
tulisan
kesimpulan
digunakan dan dikenal oleh para
dikembangkan ke wilayah digital berbasis
beberapa
a. Penggunaan
pesantren
maupun madrasah. tulisan
analisis data di atas, penelitian ini menghasilkan
98
Apalagi,
Berdasarkan
dengan dipajang
papan
Kesimpulan
Wawancara dengan Ali Wardi (Alumni Mamba‟ul Ulum), Siti Maghfiroh (Smt. VII, Alumni Matsaratul Huda), Nur Fitriyah (Smt. V, Alumni Matsaratul Huda). 97 Wawancara dengan Khairun Nisa‟ (Smt. I, Alumni An-Nuqayah). 98 Wawancara dengan Ruslan al-Afghani (Smt. III, Alumni An-Nuqayah), Sofiatur Rahmah (Smt. III, Alumni Matsaratul Huda).
Wawancara dengan Mahfudz (Smt VII, Alumni An-Nuqayah), Khairun Nisa‟ (Smt. I, Alumni An-Nuqayah), Susmiatun (Smt. V, Alumni Darul Ulum), Siti Maghfiroh (Smt. VII, Alumni Matsaratul Huda), Nur Fitriyah (Smt. V, Alumni Matsaratul Huda), Sofiatur Rahmah (Smt. III, Alumni Matsaratul Huda), Illaily Lanadiroh (Smt. I, Alumni Matsaratul Huda). 100 Wawancara dengan Moh. Deli Yanto (Alumni Mamba‟ul Ulum), Warda Mufarrida (Alumni Mamba‟ul Ulum). 101 Wawancara dengan M. Arif (Smt. V, Alumni An-Nuqayah).
OKARA, Vol. 1, Tahun X, Mei 2015 51
MENAKAR SUBORDINASI KHAZANAH LOKAL (Studi atas Tingkat Pemahaman Mahasiswa STAIN Pamekasan Alumni Pondok Pesantren terhadap Tulisan Pegon) Umar Bukhory besar
kitab
klasik
kategori
al-
penyalinan tulisan pegon ke dalam
Mabsûthât (kitab-kitab klasik yang
tulisan
sederhana
jumlah
kesalahan
tersebut
tidaklah
halaman yang terbatas/ sedikit).
menafikan
kecukupan
tingkat
Kendati
keterbacaannya
keakraban subyek penyalin dengan
semakin sulit dan semakin tidak
tulisan pegon. Beberapa kesalahan
familiar
mereka,
menyalin yang terjadi lebih karena
penguasaannya tetaplah penting,
faktor psikologis, seperti salinan
karena terkait dengan kemampuan
huruf
menulis aksara Arab, karakteristik
kekurangtelitian
budaya
wahana
kekurangan/ kelebihan satu atau
memahami terjemahan kitab klasik
lebih kata pada bagian salinan.
dengan mudah dan sederhana, dan
Kesalahan-kesalahan
sumber keilmuan Islam orisinil yang
tidaklah prinsip dan masih dapat
meyakinkan
ditolerir.
dan
memiliki
tingkat
dengan
Madura,
dan
dipercaya
mengandung
barakah.
c.
latin,
namun
yang
Upaya
tingkat
tidak
sepadan,
penyalin
dan
tersebut
membangkitkan
tradisi
Penggunaannya yang menjadi satu
produktif dari penggunaan huruf
paket
pegon tersebut di kalangan alumni
dengan
menguatkan
kitab
identitas
klasik
pesantren
pesantren
sebagai sub-kultur keberislaman di
Upaya
membangkitkan
Indonesia. Pola penerjemahan kitab
tradisi produktif dari penggunaan
klasik yang menggunakan tulisan
huruf
pegon dengan bahasa daerah/lokal
dengan
telah bersifat baku dan tetap, serta
menggunakannya dalam berbagai
mengikuti model terjemah harfiyah,
momentum, seperti dalam penulisan
yang secara umum mensubordinasi
surat
bahasa sasaran dan memaksanya
berbagai acara (Haul, Tasyakkuran
tunduk
dll), surat tidak resmi antar sesama
sepenuhnya
pada
Gramatika/Tata Bahasa Sumber. b. Tingkat pemahaman para alumni pesantren terhadap huruf pegon Tingkat
pemahaman
para
pegon
dapat
merintis
undangan
dilakukan pembiasaan
resmi
untuk
teman, atau penyebaran tawshiyah (berupa
saran,
pemberitahuan)
ajakan dari
dan
pengasuh
pesantren untuk masyarakat luas.
alumni pesantren terhadap tulisan
Nyatanya,
pegon masih terjaga dengan baik.
ditemukan
Hal ini secara umum tampak pada
kendati sangat jarang, seperti saat
ketepatan
salinan
berziarah ke kuburan para wali, atau
tulisan pegon para informan ke
pada momentum maulid nabi saw
dalam tulisan latin. Kendati terjadi
(saat pembacaan dibâ’an), dan saat
banyak kesalahan dalam proses
berkunjung
dan
akurasi
OKARA, Vol. 1, Tahun X, Mei 2015 52
tulisan di
ini
masih
beberapa
tempat,
ke
perpustakaan.
MENAKAR SUBORDINASI KHAZANAH LOKAL (Studi atas Tingkat Pemahaman Mahasiswa STAIN Pamekasan Alumni Pondok Pesantren terhadap Tulisan Pegon) Umar Bukhory Memang
banyak
faktor
yang
kiyai yang tertulis dengan tulisan
membuat tingkat keterbacaannya
pegon. Berbagai hasil terjemahan
dari
dengan tulisan pegon juga dapat
waktu ke waktu menjadi
semakin sulit,
namun pengasuh
disebarluaskan dengan melakukan
pesantren dapat membuat aturan
kerja
untuk
santri
lembaga lain di luar pesantren. Jika
saat
memungkinkan, tulisan pegon dapat
kitab-kitab
dikembangkan ke bentuk digital,
membiasakan
menggunakannya, belajar
dan
dalam
tingkatan
pengasuh
para
terutama
menulis
sedang.
pondok
Para
pesantren
diharapkan
untuk
sama
yakni
dengan
dengan
lembaga-
membuatkan
softwarenya secara khusus dan dipasrahkan
sepenuhnya
kepada
membelajarkannya dengan penuh
mereka yang lebih ahli. Apalagi,
kesabaran dan ketelatenan, serta
modal awalnya sudah ada di dalam
memberikan
bahwa
program tulisan Arab dan tinggal
tulisan pegon merupakan bagian
memberi tambahan beberapa font
dari peninggalan sejarah yang harus
saja.
pemahaman
dilestarikan,
dan
penggunaannya
dikembangkan di
kalangan
masyarakat luas. Pengelola pondok pesantren dapat
membuat
mewajibkan
aturan
yang
penerjemahan
kitab
klasik dan penulisan keterangan (syarah)-nya dengan menggunakan tulisan
pegon.
Bahkan,
mungkin,
jika
pengumuman-
pengumuman penting yang ditempel di
papan
pesantren
pengumuman
pondok
dapat
dengan
ditulis
tulisan pegon. Pelatihan, training dan les yang membahas tentang tulisan pegon dapat diadakan. Pengembangan
tradisi
produktif dapat dilakukan dengan menumbuhkan
tradisi
penerbitan
dalam bentuk selebaran, majalah dan lain-lain dari dalam pesantren untuk
masyarakat,
di
mana
di
dalamnya, terdapat rubrik tawshiyah OKARA, Vol. 1, Tahun X, Mei 2015 53
MENAKAR SUBORDINASI KHAZANAH LOKAL (Studi atas Tingkat Pemahaman Mahasiswa STAIN Pamekasan Alumni Pondok Pesantren terhadap Tulisan Pegon) Umar Bukhory Daftar Pustaka
(Yogyakarta: Pustaka Widyatama, 2004, cet. ii).
Martin van Bruinessen, Kitab Kuning, Pesantren dan Tarekat; Tradisitradisi Islam di Indonesia, (Bandung: Mizan, 1999, cet. iii). Haidar Putra Daulay, Historisitas dan Eksistensi Pesantren, Sekolah dan Madrasah, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2001). M. Dawam Rahardjo (Ed.), Pesantren dan Pembaharuan, (Jakarta: Pustaka LP3ES, 1995, cet. V). Andang Subaharianto et.al., Tantangan Industrialisasi Madura (Membentur Kultur, Menjunjung Leluhur), (Malang: Bayumedia Publishing, 2004). Mohammad Tidjani Jauhari, Membangun Madura, (Jakarta: Taj Publishing, 2008). Aminuddin (ed.), Pengembangan Penelitian Kualitatif dalam Bidang Bahasa dan Sastra, (Malang: Himpunan Sarjana Kesusastraan Indonesia Komisariat Malang & Yayasan Asah Asih Asuh, 1990). Julia
Brannen, Memadu Metode Penelitian Kualitatif & Kuantitatif, Nuktah Arfawie Kurdi et.al. (terj.), (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1997).
Suwardi Endraswara, Metodologi Penelitian Sastra; Epistemologi, Model, Teori dan Aplikasi,
Mariasusai Dhavamony, Fenomenologi Agama, A. Sudirdja et. Al. (terj.), (Yogyakarta: Kanisius, 2002, cet. Vii). Clive
Erricker, “Pendekatan Fenomenologis” dalam Peter Connolly (Ed.), Aneka Pendekatan Studi Agama, Imam Khori (terj.), (Yogyakarta: LkiS, 2002).
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif; Edisi Revisi, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007, cet. xxiii). Ida Bagoes Mantra, Filsafat Penelitian dan Metode Penelitian Sosial; Edisi II (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008). Kinayati Djojosuroto & M.I.A. Sumaryati, Prinsip-prinsip Dasar Penelitian Bahasa dan Sastra, (Jakarta: Nuansa, 2000). Koentjaraningrat, Metode-metode Penelitian Masyarakat; Edisi Ketiga, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1993). Kaelan, Metode Penelitian Agama Kualitatif Interdisipliner, (Yogyakarta: Paradigma, 2005). Kaelan, Metode Penelitian Kualitatif Bidang Filsafat, (Yogyakarta: Paradigma, 2005)..
OKARA, Vol. 1, Tahun X, Mei 2015 54