Penelitian Individual
Laporan Penelitian
SPEKTRUM WILAYAH PROFESI ALUMNI STAIN PURWOKERTO 2010-2014 (STUDI EVALUATIF ATAS KURIKULUM STAIN PURWOKERTO)
Oleh :
Sony Susandra, M. Ag NIP : 19720429 199903 1 001
Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Purwokerto 2015
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Penelitian
: Spektrum Wilayah Profesi Alumni STAIN Purwokerto 2010-2014 (Studi Evaluatif Atas Kurikulum STAIN Purwokerto)
Jenis Penelitian
: Individual
Bidang Ilmu
: Pengembangan Kurikulum
Nama Peneliti
: Sony Susandra, M. Ag
Jurusan
: Manajemen Pendidikan Islam
Fakultas
: Tarbiyah dan Ilmu Keguruan
Jangka Waktu Penelitian
: 1 Juli s/d 25 Oktober 2015
Sumber Dana
: DIPA IAIN Purwokerto Tahun 2015
Purwokerto, 2 Nopember 2015
Peneliti,
Ketua LPPM IAIN Purwokerto,
Sony Susandra, M. Ag NIP : 19720429 199903 1 001
Drs. Amat Nuri, M. Pd. I NIP : 19630707 199203 1 007
DAFTAR ISI
Halaman Judul Lembar Pengesahan Kata Pengantar
i
Daftar Isi
BAB I
BAB II
iii
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
1
B. Rumusan Masalah
9
C. Definisi Operasional
9
D. Tujuan Penelitian
10
E. Kegunaan Penelitian
11
F. Telaah Pustaka
14
G. Metode Penelitian
18
H. Sistematika Laporan
19
PARADIGMA PENDIDIKAN, MODEL KONSEP, EVALUASI, DAN DIMENSI-DIMENSI KURIKULUM
BAB III
A. Konstelasi Konseptual Tentang Pendidikan
24
B. Berbagai Model Konsep Kurikulum
30
C. Evaluasi Kurikulum
53
D. Dimensi-Dimensi Kurikulum
56
DESKRIPSI ORIENTASI PROFESI, MUATAN MATERI, METODE, DAN EVALUASI DALAM DOKUMEN KURIKULUM BERBASIS KOMPETENSI STAIN PURWOKERTO A. Gambaran Umum KBK STAIN Purwokerto
64
B. Gambaran Orientasi Profesi Dan Komponen KBK STAIN
81
Purwokerto
iii
C. Relevansi Orientasi Profesi Dengan Komponen Lain
178
Dalam KBK STAIN Purwokerto
BAB VI
SIMPULAN DAN PENUTUP A. Simpulan
181
B. Rekomendasi
182
DAFTAR PUSTAKA
iv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Struggle for life atau struggle for exist, dalam konteks karakteristik alamiah dari mahluk hidup, termasuk di dalamnya manusia, adalah sebuah karakteristik yang sangat dominan. Berbeda dengan mahluk hidup lainnya, manusia, dengan berbagai perangkat yang membedakannya dengan mahluk hidup yang lain, menjadikan pendidikan sebagai salah satu bentuk strategi budaya dalam rangka mempertahankan keberlangsungan eksistensi mereka. Inilah barangkali yang menjadi kerangka awal dan bersifat makro dari setiap aktifitas pendidikan yang dilakukan manusia. 1 Meski demikian, dalam perkembangan sejarah pemikiran manusia tentang pendidikan, telah terjadi polarisasi keyakinan atau paradigma tentang pendidikan. Secara makro, setidaknya ada tiga polarisasi paradigmatis tentang pendidikan, yaitu; 1) paradigma konservatif intelektualisme, yang memiliki keyakinan
bahwa
hakekat
pendidikan
adalah
upaya
menjaga
dan
mempertahankan nilai atau tradisi yang telah dianut karena yakin bahwa nilai dan tradisi yang telah dianut tersebut memiliki kebaikan dan keistimewaan, 2) paradigma liberal, yang memiliki keyakinan bahwa pendidikan pada hakekatnya adalah upaya untuk membuat masing-masing individu manusia memiliki personal behaviour yang efektif, yang karenanya akan dapat menyesuaikan diri dengan berbagai perkembangan sosial, politik, dan ekonomi yang penuh dengan persaingan. Paradigma ini memiliki keyakinan “siapa yang kuat dan pandai, maka dialah yang akan memenangkan persaingan”. 3) Paradigma kritis, yang muncul dari kesadaran bahwa ternyata dari waktu ke waktu pendidikan terasa semakin tidak terbebas dari kepentingan sosial, politik, dan ekonomi. Paradigma ini kemudian berasumsi bahwa pendidikan pada hakekatnya adalah strategi humanisasi, yang 1
Mansour Fakih, dalam Francis Wahono, Kapitalisme Pendidikan; Antara Kompetisi dan Keadilan, (Yogyakarta : Insist Press, Cindelaras, bekerjasama dengan Pustaka Pelajar, 2001), hal. iii.
1
karenanya harus berisi upaya dekonstruksi yang memproduksi wacana tanding dalam rangka membangkitkan kesadaran kritis kemanusiaan. 2 Apabila dirinci secara lebih operasional, maka implikasi logis dari paradigma konservatif adalah munculnya pandangan bahwa pendidikan adalah wahana untuk menyalurkan ilmu pengetahuan, wahana pembentuk watak, wahana menanamkan nilai-nilai moral dan ajaran keagamaan, wahana pembentukan kesadaran berbangsa, dan pandangan-pandangan senada lainnya. Sementara itu, paradigma liberal melahirkan pandangan bahwa pendidikan adalah alat pelatihan dalam rangka meningkatkan keterampilan kerja, meningkatkan taraf ekonomi, mengurangi kemiskinan, mengangkat status sosial, menguasai teknologi, dan pandangan-pandangan senada lainnya. Sedangkan paradigma kritis melahirkan pandangan bahwa pendidikan adalah wahana untuk menciptakan keadilan sosial, wahana untuk memanusiakan manusia, wahana untuk membebaskan manusia, dan pandangan-pandangan senada lainnya. Mengikuti apa yang dikemukakan Dianne Lapp dan kawan-kawan, polarisasi pemikiran atau paradigma pendidikan tersebut dilatarbelakangi oleh atmosfir filosofis, pandangan-pandangan psikologis, dan setting sosial budaya yang melingkupi masing-masing pelaku aktifitas pendidikan. Berbagai hal yang melatarbelakangi polarisasi pemikiran atau paradigma pendidikan tersebut secara konseptual kemudian diramu dalam rancang bangun dari masing-masing aktifitas pendidikan tersebut, yang dikenal dengan istilah “kurikulum”. 3 Jika alur fikir sebagaimana diuraikan di atas digunakan sebagai kerangka untuk mencermati realitas pendidikan di Indonesia saat ini, maka dapat dilihat bahwa realitas pendidikan di Indonesia saat ini sedang dalam transisi dari konseptualisasi pendidikan yang didasari paradigma konservatif
2
Ibid, hal. vii-viii. Bandingkan dengan Dianne Lapp, et. al., Teaching and Learning; Philosophical, Psychological, Curricular Applications, (New York : Macmillan Pub. Co. Inc., 1975), terutama hal. 3-19. 3 Dianne Lapp, et. al., Ibid.
2
menuju konseptualisasi pendidikan yang didasari paradigma liberal, dan dinuansai oleh setting yang diupayakan mengarah ke pendidikan kritis. Pencermatan tersebut memang bersifat generalistik. Akan tetapi, itulah setidaknya pencermatan yang dapat penulis lakukan, yang didasari oleh pencandraan terhadap realitas formal pendidikan di Indonesia, dimana “kompetensi” menjadi basis bagi kurikulum yang diterapkan secara formal dalam dunia pendidikan Indonesia saat ini (KBK, KTSP, dan Kurikulum Tahun 2013). Berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2012 tentang Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia, acuan kompetensi bagi kurikulum berbasis kompetensi yang diterapkan diberbagai lembaga pendidikan di Indonesia, terutama di Perguruan Tinggi adalah berbagai kompetensi sebagaimana yang dipetakan dalam Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI). Setting sistem sosial politik yang hendak diupayakan dan diharapkan menjadi atmosfir penerapan kurikulum yang berbasis kompetensi tersebut adalah sistem sosial dan politik yang bersifat desentralistis. Artinya, nampak adanya upaya untuk secara emansipatoris (salah satu karakteristik paradigma kritis) mengupayakan peningkatan kualitas pendidikan. Jika ditelusuri lebih mendalam, ada beberapa latarbelakang utama yang menyebabkan dipilihnya kurikulum yang berbasis kompetensi sebagai model kurikulum yang diterapkan di Indonesia, yaitu : 1. Rendahnya signifikansi pendidikan di Indonesia terhadap upaya peningkatan
kualitas
sumber
daya
manusia
Indonesia
jika
diperbandingkan dengan kualitas sumber daya manusia negara lainnya. 4
4
lihat data yang dipublikasikan oleh UNDP, yang berjudul Human Development Report 1998, sebagaimana dikutip oleh Nasikun, Industrialisasi, Pengembangan IPTEK dan Orientasi Pendidikan Tinggi Masa Depan, makalah dalam Seminar Bulanan P3PK UGM, Yogyakarta, 5 Januari 1995. Lihat juga Tim Broad Based Education Departemen Pendidikan Nasional, Pendidikan Berorientasi Kecakapan Hidup (Life Skill) Melalui Pendekatan Pendidikan Berbasis Luas Broad Based Education (BBE), (Jakarta : Tim Broad Based Education Departemen Pendidikan Nasional, 2002), hal. 2.
3
2. Rendahnya relevansi pendidikan di Indonesia jika dikaitkan dengan kebutuhan masyarakat, terutama kebutuhan berbagai kemampuan yang dipersyaratkan dalam berbagai lapangan pekerjaan di era yang penuh dengan persaingan dan keserba tidak menentuan. 5 3. Tidak efektif dan efisiennya penyelenggaraan pendidikan di Indonesia karena pengelolaannya menggunakan pendekatan sentralistik. 6 Alur fikir yang melatarbelakangi diterapkannya kurikulum yang berbasis kompetensi sebagaimana yang penulis paparkan di atas memang mengundang berbagai pandangan, baik yang pro maupun yang kontra. Francis Wahono, misalnya. Dalam bukunya yang berjudul “Kapitalisme Pendidikan; Antara Kompetisi dan Keadilan”, mengkritik pola pendidikan dengan alur yang senada dengan kurikulum yang berbasis kompetensi tersebut sebagai pendidikan kapitalis, dimana pendidikan semacam itu hanya akan melahirkan manusia-manusia yang diperlakukan sebagaimana layaknya mesin industri, yang hanya akan menguntungkan pemegang modal. 7 Akan tetapi, jika orientasi meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan meningkatkan kemampuan untuk melakukan berbagai tugas dalam berbagai lapangan pekerjaan tersebut tidak dipandang semata-mata dengan pendekatan industrialisasi, maka sebenarnya, menurut penulis, apa yang menjadi orientasi dari kurikulum yang berbasis kompetensi tersebut tidak sepenuhnya keliru. Artinya, bukankah orientasi makro dari pendidikan adalah untuk melestarikan eksistensi manusia, yang secara kolektif berarti juga untuk melestarikan eksistensi masyarakat. Sementara di dalam sebuah masyarakat
5
Lihat antara lain; Djohar, Pendidikan Strategik; Alternatif Untuk Pendidikan Masa Depan, (Yogyakarta : LESFI, 2003), hal. 5, Conny Semiawan, “Relevansi Kurikulum Masa Depan”, dalam Basis, nomor 07-08, tahun ke-49, Juli-Agustus 2000, hal. 34-35, Azyumardi Azra, Pendidikan Islam; Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru, (Jakarta : PT Logos Wacana Ilmu, 1999), hal. 163, dan Mohamad Ali, “Pengembangan Kurikulum; Isi, Implementasi, Monitoring dan Evaluasi”, dalam Laporan Eksekutif dan Rekomendasi Kebijakan pada Lokakarya Penelaahan Makalah Kebijakan Pendidikan Nasional Badan Penelitian dan Pengembangan Pendidikan dan Bank Dunia/Dutch Trust Funds, (Jakarta, 2002), hal. 12. 6 lihat T. Raka Joni, “Memicu Perbaikan Pendidikan Melalui Kurikulum”, dalam Basis, nomor 07-08, tahun ke-49, Juli-Agustus 2000, hal. 45. 7 Lihat Francis Wahono, Kapitalisme Pendidikan ……..
4
terdapat berbagai fungsi sosial yang harus diperankan secara optimal dan proporsional oleh para anggotanya. Dalam konteks itulah, berbagai fungsi sosial tersebut dapat diperankan secara optimal jika sumber daya manusia anggota masyarakat tersebut memiliki kualitas yang tinggi yang karenanya memiliki kapabilitas yang tinggi pula untuk memainkan peran sesuai dengan fungsi sosial yang diemban oleh masing-masing anggota masyarakat tersebut. Jadi, lapangan kerja dalam konteks ini seharusnya tidak difahami secara sempit sebagai industri, akan tetapi agaknya akan lebih relevan jika dimaknai sebagai fungsi-fungsi sosial yang harus diperankan oleh setiap anggota masyarakat. Jika pemahaman tentang lapangan kerja sebagaimana yang penulis utarakan di atas yang dipakai, maka adalah sangat beralasan jika dikatakan bahwa kemampuan yang tinggi dalam memerankan berbagai fungsi sosial adalah merupakan kebutuhan yang niscaya. Inilah barangkali yang dimaksud dengan “kompetensi” sebagaimana yang dikehendaki oleh oleh pemerintah Indonesia dalam konteks kurikulum yang berbasis kompetensi. 8 Dalam
konteks
pendidikan
tinggi
di
Indoensia,
pemahaman
sebagaimana penulis utarakan pada bagian terakhir di atas menjadi semakin jelas relevansinya terutama jika dikaitkan dengan tiga pilar Perguruan Tinggi, yang sekaligus juga menggambarkan ekspektasi masyarakat terhadap perguruan tinggi, yaitu yang dikenal dengan Tri Dharma Perguruan Tinggi. Di dalamnya terkandung maksud bahwa masyarakat mengharapkan agar Perguruan Tinggi mampu menjadi lembaga yang memiliki konsern yang tinggi dalam pengembangan ilmu pengetahuan lewat berbagai penelitian, dimana hasil pengembangan ilmu pengetahuan lewat berbagai penelitian yang dilakukannya tersebut dapat diaplikasikan dalam berbagai upaya peningkatan
8
Untuk lembaga pendidikan tinggi beberapa dasar yuridis dalam pengembangan kurikulum yang berbasis kompetensi adalah SK Mendiknas Nomor 232/U/2000 Tentang Pedoman Penyusunan Kurikulum Pendidikan Tinggi Dan Penilaian Hasil Belajar Mahasiswa, SK Mendiknas Nomor 045/U/2002 Tentang Kurikulum Inti Pendidikan Tinggi, dan SK Dirjend. Dikti. Depdiknas Nomor 38/DIKTI/Kep/2002 Tentang Rambu-Rambu Pelaksanaan Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian di Perguruan Tinggi.
5
kualitas masyarakat sesuai dengan spesifikasi bidang kajian masing-masing Perguruan Tinggi tersebut. Dalam kaitannya dengan hal tersebut, Perguruan Tinggi Agama Islam, termasuk di dalamnya STAIN, sebagai perguruan tinggi yang konsern dominannya pada bidang keagamaan, juga mengemban dua ekspektasi masyarakat, yaitu ekspektasi akademik dan ekspektasi sosial. 9 Kedua ekspektasi tersebut saling terkait satu dengan lainnya. Dalam ekspektasi akademik, masyarakat mengharapkan agar Perguruan Tinggi Agama Islam dapat
memainkan
perannya
dalam
mengembangkan
berbagai
ilmu
pengetahuan keagamaan Islam. Sedangkan dalam ekspektasi sosial, masyarakat mengharapkan agar Perguruan Tinggi Agama Islam memainkan perannya sebagai lembaga sosial keagamaan, yang mampu menawarkan berbagai alternatif solusi atas berbagai persoalan keagamaan yang muncul dalam kehidupan masyarakat, atau lebih luas lagi, Perguruan Tinggi Agama Islam diharapkan mampu menawarkan berbagai solusi alternatif bagi berbagai persoalan apapun yang dihadapi dalam kehidupan masyarakat lewat upaya transformasi nilai-nilai Agama Islam ke dalam tataran ril kehidupan masyarakat. Dalam kerangka makro, kedua ekspektasi masyarakat terhadap Perguruan Tinggi Agama Islam tersebut sebenarnya tidak berbeda dengan ekspektasi masyarakat terhadap Perguruan Tinggi lain pada umumnya. Seperti halnya ekspektasi terhadap Perguruan Tinggi Agama Islam, masyarakat juga memiliki harapan agar Perguruan Tinggi pada umumnya juga memainkan perannya
dalam
pengembangan
ilmu
pengetahuan,
dimana
hasil
pengembangan ilmu pengetahuan tersebut diharapkan mampu melahirkan berbagai alternatif solusi bagi berbagai problem yang muncul dalam kehidupan masyarakat. Meski demikian, dalam konteks ekspektasi masyarakat tersebut, ada karakteristik khas yang dimiliki oleh Perguruan Tinggi Agama Islam yang 9
Amin Abdullah, Studi Agama; Normativitas atau Historisitas, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 1999), hal. 104 -105.
6
membuat nuansa ekspektasi masyarakat terhadapnya berbeda dengan nuansa ekspektasi masyarakat terhadap Perguruan Tinggi lain pada umumnya. Karakteristik khas tersebut berkait dengan karakteristik yang menjadi wilayah garap atau wilayah kajian Perguruan Tinggi Agama Islam, yaitu “agama” dalam berbagai dimensinya. Sebagaimana diketahui bahwa agama adalah merupakan sesuatu yang berkaitan dengan keyakinan dasar setiap individu yang menjadi anggota masyarakat, dimana keyakinan dasar tersebut menjadi komponen dominan yang mempengaruhi gerak langkah yang dilakukan oleh setiap individu yang menjadi anggota masyarakat tersebut. 10 Dengan demikian, dalam konteks ekspektasi masyarakat tersebut, secara tidak langsung, Perguruan Tinggi Agama Islam diharapkan menjadi gerbong yang menentukan arah gerak langkah masyarakat. Karenanya, agaknya tidak terlalu berlebihan jika dikatakan bahwa secara substansial, bobot
tuntutan yang dibebankan masyarakat terhadap Perguruan Tinggi
Agama Islam jauh lebih berat, dalam arti strategis dan menyangkut sesuatu yang vital. Yang kemudian menjadi pertanyaan adalah, apakah Perguruan Tinggi Agama Islam telah mampu mewujudkan harapan-harapan masyarakat tersebut secara optimal ? Dalam kaitannya dengan hal tersebut, STAIN Purwokerto --yang saat ini menjadi IAIN Purwokerto--, sebagai salah satu Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri, telah berupaya untuk mencoba memperkecil gap atau barier antara berbagai harapan masyarakat terhadapnya dengan berbagai aktifitas pendidikan yang diselenggarakannya. Salah satu rangkaian langkah yang dilakukan dalam rangka upaya tersebut adalah meninjau kembali kurikulum pendidikan yang telah dikembangkannya. Bentuk konkrit dari langkah tersebut adalah dilakukannya evaluasi terhadap kurikulum yang telah
10
Beberapa hasil kajian yang mendasari pernyataan tersebut antara lain lihat Max Weber, The Protestant Ethic and the Spirit of Capitalism, (New York : Scribner’s Sons, 1958), dan Robert N. Bellah, Tokugawa Religion; the Cultural Roots of Modern Japan, (New York : the Free Press, 1985).
7
dikembangkannya. Sasaran evaluasi tersebut adalah dokumen Kurikulum Berbasis Kompetensi STAIN Purwokerto 11. Sayangnya, seluruh proses peninjauan ulang kurikulum STAIN Purwokerto tersebut terbatas hanya menjadikan “dokumen” kurikulum sebagai objeknya 12. Padahal, sebuah kurikulum sejatinya adalah merupakan kontinum yang dimulai dari dimensi kurikulum sebagai “ide”, yang setelah melalui proses deliberasi ide menghasilkan dimensi kurikulum sebagai “rencana”, dimana rencana tersebut umumnya kemudian ditulis sehingga menjadi “dokumen”. Selanjutnya, berdasarkan dokumen itulah para penyelenggara
pendidikan
melakukan
“aksi”
nyata
penyelenggaraan
pendidikan (dimensi kurikulum sebagai aksi), dimana aksi tersebut merupakan implementasi dari kurikulum dalam dimensi sebagai rencana. Yang terakhir, setelah aksi tersebut dilakukan maka akan diperoleh “hasil” (dimensi kurikulum sebagai hasil) dari aktifitas penyelenggaraan pendidikan tersebut, baik hasil yang terlihat segera (output), maupun hasil yang baru dapat dilihat setelah mahasiswa terjun ke dunia kerja (outcome). 13 Sebagai sebuah kontinum, setiap dimensi kurikulum tersebut memiliki kaitan yang erat satu sama lain dan bersifat saling mempengaruhi. Artinya, apa yang dihasilkan dari penerapan sebuah kurikulum dalam sebuah aktifitas pendidikan tidak bisa dianggap merupakan pengaruh dari hanya satu atau dua dimensi dari kurikulum tersebut, tapi merupakan pengaruh dari interaksi antar seluruh dimensi dari kurikulum tersebut. Mengevaluasi sebuah kurikulum hanya dengan berfokus pada dokumen kurikulum saja, apalagi dengan kriteria yang berasal dari fihak eksternal (misalnya karena ada perubahan kebijakan pemerintah terkait pendidikan tinggi), bukan hanya akan menghasilkan informasi yang sangat terbatas, akan 11
Lihat Tim Penyusun Dokumen KBK STAIN Purwokerto, Dokumen Kurikulum Berbasis Kompetensi STAIN Purwokerto Tahun 2003, (Purwokerto : TP, 2003). 12 lihat Tim Evaluasi Kurikulum STAIN Purwokerto, Dokumen Hasil Evaluasi Kurikulum STAIN Purwokerto Tahun 2009, (Purwokerto : TP, 2009). 13 Lihat Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum; Teori dan Praktek, (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2012), bandingkan dengan Tanner, D, dan Tanner, LN., Curriculum Development; Theory into Practise, (New York : Macmillan Pub., 1980) dan Zais, RS., Curriculum Principles and Foundations, (New York : Harper & Row, 1976).
8
tetapi lebih dari itu akan menghasilkan informasi yang tidak valid, yang pada gilirannya akan ditindaklanjuti dengan feedback yang kontraproduktif 14. Dari proses peninjauan ulang kurikulum STAIN Purwokerto tersebut, terdapat satu langkah penting yang belum dilakukan, padahal langkah tersebut sangat strategis sifatnya, yaitu langkah evaluasi dalam rangka memastikan adanya koherensi yang signifikan antara orientasi profesi sebagai komponen target atau tujuan dalam kurikulum yang berbasis kompetensi dengan komponen muatan materi, komponen metode pembelajaran, dan komponen evaluasinya. Evaluasi ini dilakukan untuk melihat koherensi antar komponen Kurikulum Berbasis Kompetensi STAIN Purwokerto tahun 2003. Berangkat dari latarbelakang masalah itulah, penulis melakukan penelitian yang sifatnya evaluatif tentang spektrum wilayah profesi alumni STAIN Purwokerto tahun 2010-2014.
B. Rumusan Masalah Fokus permasalahan yang akan dicari jawabannya lewat penelitian ini secara garis besar dirumuskan sebagai berikut : “Bagaimanakah spektrum wilayah profesi alumni STAIN Purwokerto tahun 2010 - 2014 ?”
C. Definisi Operasional Beberapa konsep kunci dalam rumusan masalah yang perlu mendapat penjelasan secara operasional agar memiliki gambaran nyata tentang wujud konsep tersebut dalam tataran praktis penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Spektrum Wilayah Profesi Yang dimaksud spektrum dalam penelitian ini adalah rentang varian. Dengan demikian, yang dimaksud dengan spektrum wilayah profesi dalam penelitian ini adalah rentang varian wilayah profesi. Adapun yang dimaksud dengan profesi dalam penelitian ini adalah pekerjaan yang akan digeluti oleh alumni STAIN Purwokerto, yang 14
lihat Said Hamid Hasan, Evaluasi Kurikulum, (Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebuayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan, 1988).
9
menjadi orientasi dari perkuliahan yang diikuti oleh mahasiswa STAIN Purwokerto sebagaimana yang secara eksplisit tertuang dalam Dokumen Kurikulum Berbasis Kompetensi STAIN Purwokerto Tahun 2003..
2. Alumni STAIN Purwokerto Tahun 2010-2014 Yang dimaksud dengan alumni STAIN Purwokerto tahun 2010-2014 adalah mahasiswa STAIN Purwokerto yang lulus dan diwisuda pada tahun 2010, 2011, 2012, 2013, dan 2014, sesuai dengan yang tertuang dalam dokumentasi wisudawan/wati STAIN Purwokerto. Alumni STAIN Purwokerto tahun 2010-2014 ini meliputi mahasiswa program S.1 dan D.3. Pemilihan rentang waktu alumni tahun 2010 sampai dengan tahun 2014 tersebut didasari oleh pertimbangan bahwa STAIN Purwokerto melakukan evaluasi dan revisi kurikulum pada tahun 2009-2010. Dengan demikian, mahasiswa yang diwisuda tahun 2010 sampai tahun 2014 adalah 5 angkatan mahasiswa terakhir yang menggunakan Kurikulum Berbasis Kompetensi STAIN Purwokerto Tahun 2003 sebelum dievaluasi dan direvisi menjadi kurikulum tahun 2009. Sementara itu, karena penelitian ini dilakukan di tahun 2015, maka alumni yang diteliti dibatasi sampai alumni tahun 2014. Dengan demikian, penelitian tentang spektrum profesi alumni STAIN Purwokerto tahun 2010-2014 ini adalah sebuah penelitian yang berupaya menggali informasi tentang rentang varian profesi alumni STAIN Purwokerto dari setiap program studi yang ada di STAIN Purwokerto untuk mengetahui tingkat koherensinya dengan komponen-komponen Kurikulum Berbasis Kompetensi STAIN Purwokerto lainnya.
D. Tujuan Penelitian Tujuan yang menjadi fokus orientasi dari penelitian ini adalah mendapatkan gambaran tentang spektrum profesi alumni STAIN Purwokerto sebagaimana yang tercantum secara eksplisit dalam Dokumen Kurikulum Berbasis Kompetensi STAIN Purwokerto Tahun 2015.
10
E. Kegunaan Penelitian Secara umum, signifikansi dari penelitian ini terkait dengan upaya percepatan Perguruan Tinggi Agama, khususnya PTAI, dan secara lebih spesifik lagi STAIN Purwokerto --yang saat ini sudah menjadi IAIN Purwokerto--, sebagai salah satu dari sekian banyak PTAI yang ada di Indonesia, dalam memenuhi ekspektasi masyarakat terhadapnya. Reasoning berkaitan dengan hal tersebut sebagaimana diuraikan berikut ini. Setidaknya, ada dua ekspektasi masyarakat terhadap keberadaan Perguruan Tinggi Agama, yaitu ekspektasi akademik dan ekspektasi sosial. Kedua ekspektasi tersebut saling terkait satu dengan lainnya. Dalam ekspektasi akademik masyarakat mengharapkan agar Perguruan Tinggi Agama dapat memainkan perannya dalam mengembangkan berbagai ilmu pengetahuan keagamaan dimana hasil dari pengembangan berbagai ilmu pengetahuan keagamaan tersebut diharapkan mampu menawarkan alternatif solusi atas berbagai persoalan keagamaan yang muncul dalam kehidupan masyarakat, atau bahkan mampu menawarkan alternatif solusi atas berbagai persoalan apapun --selain persoalan keagamaan-- yang muncul dalam kehidupan masyarakat, dengan menggunakan agama sebagai perspektif atau kerangka fikirnya. Meskipun ekspektasi masyarakat terhadap Perguruan Tinggi Agama tersebut juga ditujukan pada Perguruan Tinggi lainnya, ada karakteristik khas yang dimiliki oleh Perguruan Tinggi Agama yang membuat nuansa ekspektasi masyarakat terhadapnya berbeda dengan nuansa ekspektasi masyarakat terhadap Perguruan Tinggi lain pada umumnya. Karakteristik khas tersebut terkait dengan karakteristik yang menjadi wilayah garap atau wilayah kajian Perguruan Tinggi Agama, yaitu “agama” dalam berbagai dimensinya. Sebagaimana diketahui “agama” adalah sesuatu yang berkaitan dengan keyakinan dasar setiap individu yang menjadi anggota masyarakat, dimana keyakinan dasar tersebut menjadi komponen dominan yang mempengaruhi gerak langkah setiap individu yang menjadi anggota masyarakat tersebut.
11
Dengan demikian, dalam konteks ekspektasi masyarakat tersebut, secara tidak langsung, Perguruan Tinggi Agama diharapkan menjadi gerbong yang menentukan arah gerak langkah masyarakat. Karenanya, agaknya tidak terlalu berlebihan jika dikatakan bahwa secara substansif, bobot tuntutan yang dibebankan masyarakat terhadap Perguruan Tinggi Agama jauh lebih berat, dalam arti strategis dan menyangkut sesuatu yang vital. Dalam kaitannya dengan hal tersebut, berbagai upaya untuk meningkatkan kualitas Perguruan
Tinggi
Agama
tentunya
menjadi
sesuatu
yang
niscaya
keberadaannya. Apa yang diutarakan pada bagian terakhir di atas menjadi semakin beralasan bila memperhatikan adanya kecenderungan pergeseran orientasi masyarakat dalam melaksanakan aktifitas pendidikan. Yang dimaksud dengan pergeseran orientasi tersebut adalah bahwa saat ini masyarakat cenderung untuk relatif bersifat fragmatis dalam menentukan pilihan terhadap jenis pendidikan yang akan diikutinya. Masyarakat tidak lagi memandang pendidikan hanya sebagai sebuah aktifitas pewarisan nilai luhur (konservasi nilai dan budaya), tidak juga hanya sebagai sarana pembentukan kepribadian, akan tetapi dewasa ini masyarakat juga banyak berharap terhadap pendidikan sebagai sarana pencetak tenaga atau sumber daya yang siap memasuki lapangan kerja. Dengan
demikian,
ketika
masyarakat
akan
memilih
lembaga
pendidikan mana yang akan mereka ikuti, maka pertimbangan dalam pemilihan lembaga pendidikan tersebut tidak lagi hanya sebatas apakah lembaga pendidikan tersebut menawarkan materi pembelajaran yang berkualitas akademik tinggi, akan tetapi juga --dan ini yang saat ini lebih dominan-- pertimbangan apakah setelah selesai mengikuti pendidikan di lembaga pendidikan tersebut mereka dapat cepat mendapatkan pekerjaan. PTAI, termasuk di dalamnya STAIN Purwokerto --saat ini IAIN Purwokerto--, sementara ini dipandang sebagai Perguruan Tinggi yang memfokuskan diri pada kajian agama, tepatnya Agama Islam (Islamic Studies). Dengan demikian, masyarakat mengasumsikan bahwa PTAI,
12
termasuk di dalamnya STAIN Purwokerto/IAIN Purwokerto, adalah Perguruan Tinggi yang akan mencetak tenaga ahli di bidang keagamaan. Beberapa hasil kajian, misalnya hasil penelitian Mastuhu 15, dan Fachry Ali 16, menginformasikan bahwa masih banyak masyarakat, termasuk masyarakat PTAI sendiri yang memiliki persepsi bahwa wilayah profesi yang menjadi orientasi PTAI terutama adalah wilayah-wilayah keagamaan tradisional;
da’i,
khatib,
penghulu/pegawai
pencatat
nikah,
guru
agama/ustadz, dosen agama/dosen di PTAI, karyawan Depag, dan yang sejenis lainnya, dimana wilayah-wilayah tersebut dipandang tidak memiliki prospek ekonomis yang menjanjikan. Karenanya, tidak heran, jika sampai saat ini PTAI masih dipandang sebagai Perguruan Tinggi kelas tiga, setelah PTN, dan IKIP, yang telah merubah kelembagaannya menjadi Universitas Negeri atau jenis kelembagaan yang sejenisnya. Artinya, pilihan masyarakat terhadap PTAI pada umumnya adalah pilihan alternatif setelah mereka tidak diterima di PTN, IKIP, atau bahkan PTS, karena masyarakat memiliki persepsi bahwa PTAI bukanlah perguruan tinggi yang menjanjikan prospek ekonomi yang menarik. Benarkah persepsi masyarakat sebagaimana digambarkan terakhir diatas ? Pertanyaan ini baru bisa dijawab jika telah dilakukan penelitian tentang bagaimanakah orientasi profesi alumni STAIN Purwokerto, dimana penelitian ini dilakukan bersama-sama dengan kajian terhadap substansi kurikulum yang dikembangkan oleh PTAI, yang kemudian dilanjutkan lagi dengan mengkaji relevansi atau koherensi antar komponen kurikulum lain dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi STAIN Purwokerto Tahun 2003. Dari penelitian sebagaimana digambarkan pada bagian terakhir di atas akan diperoleh beberapa informasi tentang; apakah kurikulum PTAI, dalam hal ini STAIN Purwokerto, memang secara teoritis hanya diorientasikan 15
Mastuhu, Memberdayakan Sistem Pendidikan Islam, (Jakarta ; Logos Wacana Ilmu, 1999), hal. 163-216) 16 Fachry Ali, “Kontinuitas dan Perubahan; Catatan Sejarah Sosial Budaya Alumni IAIN”, dalam Komaruddin Hidayat dan Hendro Prasetyo (ed), Problem dan Prospek IAIN; Antologi Pendidikan Tinggi Islam, (Jakarta : direktorat Pembinaan Perguruan Tinggi Agama Islam Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Islam Departemen Agama RI, 2000), hal. 369-408.
13
untuk mencetak tenaga ahli dalam bidang keagamaan dalam arti sempit atau tradisional, sebagaimana diutarakan di atas, sehingga tidak memberikan gambaran prospektif dari sisi ekonomis ? apakah para alumni PTAI, dalam hal ini STAIN Purwokerto, tidak memiliki posisi atau kedudukan yang signifikan dalam masyarakat ? apakah keberadaan para alumni PTAI, dalam hal ini STAIN Purwokerto, sekarang ini merupakan implikasi dari proses pendidikan yang diselenggarakan PTAI, dalam hal ini STAIN Purwokerto ? dan yang terakhir, hal-hal apa sajakah yang perlu dikembangkan dalam Kurikulum PTAI, dalam hal ini STAIN Purwokerto, agar mampu membangun kepercayaan masyarakat, dan pada gilirannya, minat masyarakat terhadap PTAI, dalam hal ini STAIN Purwokerto ? Dalam konteks sebagaimana yang diutarakan itulah penelitian ini diharapkan dapat memiliki signifikansinya, terlebih STAIN Purwokerto saat ini sudah beralih status menjadi IAIN Purwokerto.
F. Telaah Pustaka Berbagai penelitian atau kajian terhadap PTAI telah banyak dilakukan. Beberapa di antara penelitian atau kajian yang telah dilakukan terhadap PTAI tersebut antara lain; penelitian atau kajian yang dilakukan oleh Amin Abdullah 17, Azyumardi Azra 18, Muslim A. Kadir 19, A. Qodry A. Azizy 20, Arief Furqan 21, dan yang lainnya. Dari berbagai penelitian tersebut diperoleh beberapa informasi yang pada umumnya mengemukakan beberapa problem yang dihadapi PTAI. Beberapa problem penting yang dihadapi oleh PTAI, sebagaimana yang diinformasikan oleh beberapa hasil penelitian tersebut, pada umumnya meliputi antara lain :
17
Amin Abdullah, Studi Agama; Normativitas …….. Azyumardi Azra, Pendidikan Islam; Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru, (Jakarta : PT Logos Wacana Ilmu, 1999) 19 Muslim A. Kadir, Ilmu Islam Terapan, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar bekerjasama dengan STAIN Kudus, 2003) 20 A. Qodri Azizy, Pengembangan Ilmu – ilmu Keislaman, (Jakarta : Depag RI, 2003) 21 Arief Furqan, Transformasi Pendidikan Islam di Indonesia, Anatomi Keberadaan Madrasah dan PTAI, (Yogyakarta : Gama Media, 2004) 18
14
1. Problem “dilema” fungsi ganda yang diperankan oleh Perguruan Tinggi Agama, dimana Perguruan Tinggi Agama adalah perguruan tinggi yang secara khusus menggeluti bidang ilmu agama, yang justru karena itu keberadaannya menjadi sangat unik. Di satu sisi ia merepresentasikan diri sebagai lembaga keilmuan sementara pada saat yang sama ia hadir sebagai lembaga keagamaan, dimana kedua jenis lembaga yang direpresentasikan oleh Perguruan Tinggi Agama tersebut memiliki nature yang berbeda. Sebagai lembaga keilmuan ia harus tunduk pada prinsip-prinsip akademik, dimana ia harus mengembangkan sikap kritis, rasional, membangun kebenaran yang bersifat universal dan objektif, sementara sebagai lembaga keagamaan (dakwah) ia dituntut untuk memegang prinsip pemihakan, yang terkadang harus bersifat apologis dan subjektif. 2. Problem Epistemologis, dimana studi agama di Indonesia, termasuk di Perguruan
Tinggi
Agama
pada
umumnya
mengidap
problem
epistemologis yang serius, yakni studi agama lebih kental dengan pendekatan rasionalisme spekulatif yang berwatak deduktif. Sementara pendekatan empirisme praktis yang berwatak induktif kurang mendapat tempat yang layak. Hal ini sangat berbeda dengan kajian keagamaan, khususnya Islamic Studies yang berkembang di Barat. Selama ini pengembangan keilmuan keagamaan di Perguruan Tinggi Agama relatif stagnan karena kuatnya pendekatan normative-teologis, sehingga yang terjadi adalah justifikasi terhadap kebenaran ajaran, doktrin dan teori-teori normatif agama. Studi agama akhirnya menjadi barang yang mengawang dan kurang membumi karena tidak berpijak pada realitas empiris. 3. Problem Kelembagaan, dimana problem ini berkaitan dengan tuntutan bagi Perguruan Tinggi Agama untuk mengembangkan kelembagaannya sebagai upaya memenuhi tuntutan perkembangan masyarakat. Salah satu penyebab penting dari kemunculan problem yang ke-tiga ini sangat terkait dengan problem epistemologis yang dikemukakan pada point ke-dua. Artinya, karena belum dimilikinya bangunan epistemologis yang cukup kuat dalam kajian keagamaan, maka ketika Perguruan Tinggi Agama akan
15
mencoba mengembangkan sayap kelembagaannya, misalnya dengan membuka fakultas atau jurusan ilmu-ilmu “non-keagamaan”, muncul problem untuk memberi landasan epistemologis yang dikaitkan dengan sumber-sumber
agama,
karena
memang
belum
ada
bangunan
epistemologis yang dapat memayungi berbagai disiplin ilmu secara universal. Sementara itu, penelitian atau kajian yang berkaitan dengan kurikulum di Perguruan Tinggi Agama, khususnya PTAI telah banyak dilakukan. Beberapa penelitian atau kajian tentang kurikulum di PTAI tersebut antara lain penelitian atau kajian yang dilakukan oleh Masykuri Abdillah 22, Muslim A. Kadir 23, A. Qodry A. Azizy 24, Arief Furqan 25, dan yang lainnya. Beberapa informasi yang dapat diperoleh dari beberapa penelitian atau kajian tentang kurikulum di PTAI tersebut antara lain dapat dikelompokkan dalam empat tema utama, yaitu : 1. Tema tentang dikotomi ilmu. Dalam konteks ini, diperoleh informasi bahwa kurikulum yang dikembangkan di PTAI belum menggambarkan integrasi yang harmonis antara “ilmu-ilmu agama” di satu sisi, dengan “ilmu-ilmu umum” di sisi yang lain. Secara akademik, implikasi dari hal tersebut adalah stagnasi perkembangan ilmu-ilmu keagamaan, sedangkan secara sosiologis, implikasi dari hal tersebut adalah belum terbukanya kemungkinan para alumni PTAI untuk berkiprah secara signifikan dalam bidang profesi di luar bidang profesi keagamaan. 2. Tema tentang kendala formalistis pengembangan ilmu-ilmu ke-Islam-an. Dalam konteks ini, diperoleh informasi bahwa pembenahan atau penyempurnaan kurikulum PTAI yang diarahkan pada pengembangan ilmu-ilmu ke-Islam-an ke dalam spektrum wilayah keilmuan yang lebih luas
berbenturan
dengan
ketentuan
22
tentang
pembidangan
ilmu
Masykuri Abdillah, “Menimbang Kurikulum IAIN; Kasus Kurikulum 1995 dan 1997”, dalam Komaruddin Hidayat dan Hendro Prasetyo (ed), Problem dan Prospek IAIN …… 23 Muslim A. Kadir, Ilmu Islam Terapan ……. 24 A. Qodri Azizy, Pengembangan Ilmu – ilmu Keislaman …… 25 Arief Furqan, Transformasi Pendidikan Islam …………….
16
pengetahuan agama Islam di Indonesia saat ini, dimana dalam waktu yang bersamaan ketentuan tentang hal tersebut juga terkait dengan status kelembagaan PTAI itu sendiri. 3. Tema tentang relevansi. Dalam konteks ini, diperoleh informasi bahwa ada tuntutan agar kurikulum PTAI didesain sesuai dengan perkembangan atau dinamika sosial, dimana salah satu implikasi penting dari tuntutan tersebut adalah kemestian pengembangan kurikulum yang didasarkan pada standar kompetensi yang ditetapkan oleh asosiasi profesi dari berbagai profesi yang menjadi orientasi alumni PTAI. 4. Tema tentang pola pengembangan kurikulum. Dalam konteks ini, diperoleh informasi bahwa break down kurikulum PTAI ke dalam berbagai tuntutan komponen prasyarat bagi keberhasilan implementasi kurikulum tersebut belum mendapatkan perhatian yang proporsional dan seksama. Sementara itu, penelitian atau kajian yang berupaya untuk menemukan kaitan antara Kurikulum PTAI dan keberadaan alumni PTAI, sepanjang informasi yang dapat diperoleh, masih sangat jarang dilakukan. Beberapa hasil penelitian atau kajian yang berupaya menemukan keterkaitan antara Kurikulum PTAI dengan keberadaan alumni PTAI antara lain pernah dilakukan oleh Mastuhu 26, yang mencoba menelusuri alumni dari IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta (sekarang UIN Jakarta), IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta (sekarang UIN Yogyakarta), dan IAIN Sunan Ampel Surabaya (sekarang
UIN
Sunan
Ampel).
Dari
hasil
penelitiannya,
Mastuhu
menggambarkan bahwa spektrum profesi alumni ketiga IAIN tersebut terentang cukup luas, walaupun cenderung terpusat pada profesi di bidang pendidikan, keagamaan, dan perdagangan. Dominasi ketiga bidang profesi tersebut, terutama bidang pendidikan dan agama cukup mencolok. Meski demikian,
Mastuhu
berkesimpulan
bahwa
cukup
luasnya
spektrum
penyebaran bidang profesi para alumni ketiga IAIN tersebut sangat dimungkinkan disebabkan oleh level atau jenjang pendidikan IAIN pada 26
Mastuhu, Memberdayakan Sistem Pendidikan …….
17
Strata 1 (S.1) yang memang belum terspesifikasi secara ketat pada sebuah bidang profesi tertentu. Apalagi core study IAIN adalah wilayah social sciencies dan humanities yang memang multi perspektif. Karenanya, pendidikan di IAIN sangat memungkinkan para alumninya untuk memasuki bidang profesi dalam spektrum yang relatif luas. Sementara itu, Fachry Ali, dari hasil kajiannya berkesimpulan bahwa keberadaan alumni IAIN dalam bidang profesi yang spektrumnya terentang relatif luas disangsikan keterkaitannya dengan studi sebelumnya di IAIN. Fachry Ali lebih kuat menduga bahwa keberadaan alumni IAIN dalam bidang profesi yang spektrumnya terentang relatif luas tersebut lebih besar merupakan implikasi dari persentuhan mereka dalam berbagai forum di luar kampus dan persentuhan mereka dengan khasanah keilmuan Barat ketika mereka melanjutkan studi di sana. Meski kesimpulan Mastuhu dan Fachry Ali tersebut tidak berbeda secara diametral, akan tetapi ada gap yang cukup besar di antara kedua kesimpulan tersebut. Hal ini tentu sangat menarik untuk ditindaklanjuti dengan penelitian yang memiliki fokus masalah yang relatif senada. Wilayah penelitian yang menarik itulah yang akan menjadi fokus dari penelitian ini, yaitu spektrum bidang profesi alumni PTAI, yang dalam konteks penelitian ini adalah alumni STAIN Purwokerto.
G. Metode Penelitian Berdasarkan orientasinya, jenis dari penelitian yang penulis lakukan ini adalah penelitian deskriptif yang berorientasi evaluatif. Analisis data penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode content analysis, sebuah metode yang lazim digunakan dalam tradisi kualitatif-rasionalistik 27
yaitu
tradisi
penelitian
yang
berupaya
menggambarkan realitas sosial berdasarkan teori-teori yang relevan, yang kemudian dikomunikasikan dengan pemahaman subjektif dari objek yang
27
Noeng Muhadjir, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Jakarta: Rake Sarasin, 1996)
18
ditelitinya tersebut. Dengan demikian terjadi proses analisis bolak-balik dari teori ke realitas, dan dari realitas ke teori 28. Dengan demikian, pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Secara umum, langkah-langkah yang akan ditempuh dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : - Dimulai dengan melakukan elaborasi teoritis, atau lazim disebut dengan “deduksi logis”. Pada langkah ini penulis melakukan deduksi logika dari teori yang akan digunakan, yaitu berbagai teori tentang pendidikan, teori tentang kurikulum (khususnya teori pengembangan kurikulum), dan teori tentang evaluasi kurikulum. - Menggali data dari berbagai sumber data yang relevan, terutama Dokumen Kurikulum Berbasis Kompetensi STAIN Purwokerto Tahun 2003. - Setelah langkah pengolahan, sistematisasi, dan analisis data selesai dilakukan, langkah selanjutnya adalah membuat laporan hasil penelitian.
H. Sistematika Laporan Agar laporan hasil penelitian ini dapat memerankan fungsinya sebagai media komunikasi antara peneliti dengan semua fihak yang konsern dengan wilayah yang menjadi fokus penelitian ini, maka laporan hasil penelitian ini akan disusun dengan sistematika pembahasan yang diharapkan akan mempermudah para pembaca untuk memahami atau menangkap makna, termasuk alur fikir yang dikembangkan oleh penulis dalam melakukan penelitian ini. Hal tersebut penulis anggap penting dalam rangka; pertama, membuat laporan penelitian ini menjadi sebuah laporan penelitian yang komunikatif, yang karenanya laporan penelitian harus mudah difahami pembacanya,
dan,
kedua,
memperkecil
28
potensi
misperception
atau
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung : Penerbit PT Remaja Rosdakarya Offset, 2007)
19
kesalahfaman dalam menangkap berbagai hal disampaikan dalam laporan penelitian ini. Untuk keperluan itulah, laporan hasil penelitian ini akan disusun dengan alur fikir dan sistematika sebagai berikut : - Secara umum, laporan hasil penelitian akan terdiri dari lima bagian utama, yaitu; 1) pendahuluan, 2) kerangka teoritis, 3) penyajian dan analisis data, 4) temuan penelitian, dan 5) rekomendasi. - Kelima bagian utama dari laporan hasil penelitian ini meliputi; 1) Pendahuluan Pada bagian ini penulis akan memaparkan gambaran umum tentang penelitian ini, dimulai dari pemaparan tentang starting point penelitian ini, berbagai konteks --sosial, akademik, teoritis-- yang melingkupi fokus permasalahan penelitian ini, dan alur metodologis yang dikembangkan dalam penelitian ini. 2) Kerangka Teoritis Pada bagian ini penulis akan memaparkan berbagai paradigma atau teori yang digunakan sebagai kerangka dalam mengkaji fenomena yang menjadi objek atau fokus penelitian. Dalam konteks penelitian ini, berbagai paradigma atau teori tersebut meliputi berbagai pardigma atau teori tentang pendidikan, teori kurikulum, teori pengembangan kurikulum, dan teori evaluasi kurikulum, yang kemudian digunakan sebagai kerangka dalam mengkaji fenomena yang menjadi objek atau fokus penelitian, yaitu spektrum profesi alumni STAIN Purwokerto tahun 2010-2014. Beberapa paradigma atau teori tentang pendidikan meliputi; paradigma konservatif, paradigma liberalis, dan paradigma kritis. Ketiga paradigma tersebut sebenarnya merupakan paradigma atau grand theory yang berkembang dalam social studies. Dalam konteks penelitian ini, ketiga paradigma atau teori tersebut akan dielaborasi dalam konteks perkembangan pemikiran tentang pendidikan, karena pemikiran tentang pendidikan tersebut memang berkembang dalam
20
atmosfir besar perkembangan berbagai paradigma atau teori sosial tersebut. Selanjutnya, akan dipaparkan juga berbagai teori tentang kurikulum, khususnya teori tentang pengembangan kurikulum beserta landasan-landasannya. Teori ini dielaborasi dalam rangka memberikan
kerangka
dalam
menganalisis
atmosfir
yang
melatarbelakangi sebuah kurikulum. Yang terakhir, akan dipaparkan teori tentang evaluasi kurikulum, dimana elaborasi teori ini dilakukan dalam rangka memberikan kerangka tentang bagaimana sebuah proses evaluasi terhadap kurikulum dilakukan. 3) Penyajian dan Analisis Data Pada bagian ini akan dipaparkan alur analisis substantif yang penulis lakukan terhadap data yang diperoleh, yaitu data yang berupa jawaban dari seluruh subjek penelitian atas seluruh butir pertanyaan dalam instrumen penelitian yang berupa angket. Tehnis penyajian dan analisis data pada bagian ini tidak dilakukan dengan menggunakan pola berfikir linear, akan tetapi menggunakan pola berfikir sirkuler. Artinya, dalam pembahasannya, penyajian data tidak ditempatkan secara terpisah dengan analisis data, akan tetapi ditempatkan secara bersama-sama. Dengan demikian, selain dilakukan content analysis terhadap masing-masing unit data, dalam waktu yang bersamaan juga dilakukan comparative analysis (triangulasi) antara sebuah unit data dengan unit data yang lainnya dan dengan kerangka teoritis yang relevan. 4) Temuan Penelitian Pada bagian ini penulis akan memaparkan berbagai temuan yang merupakan hasil analisis terhadap berbagai data yang diperoleh dalam penelitian ini. Dengan demikian, pada bagian ini akan tergambarkan jawaban atas rumusan masalah yang telah ditetapkan.
21
5) Rekomendasi Pada
bagian
ini
penulis
akan
memaparkan
berbagai
rekomendasi yang merupakan implikasi dari temuan penelitian ini. Rekomendasi tersebut meliputi rekomendasi terhadap peneliti selanjutnya, dan rekomendasi terhadap berbagai fihak yang diasumsikan memiliki kepentingan yang relevan atau ada kaitannya dengan penelitian ini. Selain bagian utama, laporan hasil penelitian ini juga akan disertai dengan berbagai lampiran yang mendukung kelengkapan laporan hasil penelitian
ini
dengan
orientasi
memberikan
informasi
yang
lebih
komprehensif tentang berbagai hal penting yang berkaitan dengan penelitian ini, yang pada gilirannya diharapkan akan membantu pembaca untuk mendapatkan pemahaman yang juga lebih komprehensif tentang penelitian ini.
I.
Kerangka Isi Laporan Bab I
Pendahuluan A. Latar Belakang Masalah B. Rumusan Masalah C. Tujuan Penelitian D. Kegunaan Penelitian E. Kerangka Teori F. Metode Penelitian G. Sistematika Pembahasan Laporan
Bab II
Paradigma Pendidikan, Pengembangan Kurikulum, dan Evaluasi Kurikulum A. Berbagai Paradigma Pendidikan 1. Paradigma Konservatif 2. Paradigma Liberal 3. Paradigma Kritis B. Pengembangan Kurikulum dan Landasan-Landasannya
22
1. Konsep Dasar Pengembangan Kurikulum 2. Landasan-Landasan Pengembangan Kurikulum a. Landasan Filosofis b. Landasan Sosiologis c. Landasan Psikologis d. Landasan Perkembangan IPTEK C. Evaluasi Kurikulum 1. Konsep Dasar Evaluasi Kurikulum 2. Fungsi-Fungsi Evaluasi Kurikulum 3. Model-Model Evaluasi Kurikulum Bab III
Gambaran Spektrum Profesi Alumni STAIN Purwokerto A. Spektrum Profesi Secara Umum B. Spektrum Profesi Berdasarkan Program Studi C. Koherensi Antar Komponen Kurikulum STAIN Purwokerto
Bab IV
Penutup A. Temuan Penelitian B. Rekomendasi
23
BAB II PARADIGMA PENDIDIKAN, MODEL KONSEP, EVALUASI, DAN DIMENSI-DIMENSI KURIKULUM
Bab ini berisi paparan detail yang menggambarkan relasi koseptual antara pendidikan dan kurikulum. Paparan tentang kurikulum dielaborasi ke dalam paparan yang lebih spesifik meliputi; model-model konsep kurikulum, dimensidimensi kurikulum, dan evaluasi kurikulum. Dengan demikian, bab ini akan diawali dengan paparan konseptual tentang pendidikan dengan orientasi memetakan berbagai pandangan atau paradigm tentang pendidikan. Pemetaan ini penulis anggap penting dalam rangka memberikan deskripsi tentang relasi antara pendidikan dengan kurkulum, dan lebih lanjut memberikan deskripsi tentang relasi antara keragaman model-model konsep kurikulum dengan berbagai paradigm pendidikan. Berikutnya, paparan dilanjutkan dengan elaborasi konseptual tentang evaluasi kurikulum. Paparan ini penting untuk memberikan deskripsi tentang posisi penulis terkait dengan konsep tentang evaluasi kurikulum. Posisi itulah yang kemudian melatarbelakangi wajah penelitian ini. Bagian dari bab ini akan ditutup dengan paparan tentang dimensi-dimensi kurikulum. Paparan ini merupakan konsekuensi logis atas posisi penulis terkait dengan konsep tentang evaluasi kurikulum yang kemudian digunakan dalam penelitian ini.
A. Konstelasi Konseptual Tentang Pendidikan Bagian ini berisi paparan diskursif tentang pendidikan sebagai wilayah aktifitas dimana sebuah kurikulum bekerja. Paparan ini penulis anggap penting dalam rangka memetakan berbagai pandangan atau paradigma pendidikan yang melatarbelakangi lahirnya berbagai model konsep kurikulum. Melalui paparan diskursif tentang berbagai paradigma pendidikan ini akan diperoleh gambaran yang relatif komprehensif tentang masing-
24
masing model konsep kurikulum yang dilahirkan oleh masing-masing paradigma pendidikan tersebut. Untuk keperluan tersebut, penulis kembali kemukakan apa yang telah penulis paparkan pada bagian pendahuluan bahwa dalam konteks karakteristik alamiah dari mahluk hidup, termasuk di dalamnya manusia, struggle for life atau struggle for exist, merupakan sebuah karakteristik yang sangat dominan. Berbeda dengan mahluk hidup lainnya, manusia, dengan berbagai perangkat yang membedakannya dengan mahluk hidup yang lain, menjadikan pendidikan sebagai salah satu bentuk strategi budaya dalam rangka
mempertahankan
keberlangsungan
eksistensi
mereka.
Inilah
barangkali yang menjadi kerangka awal dan bersifat makro dari setiap aktifitas pendidikan yang dilakukan manusia. 1 Dengan kerangka tersebut, dalam perkembangan sejarah pemikiran manusia tentang pendidikan, telah terjadi polarisasi keyakinan atau paradigma tentang pendidikan. Secara makro, setidaknya ada tiga polarisasi paradigmatis tentang pendidikan, yaitu; pertama, paradigma konservatif/intelektualisme, yang memiliki keyakinan bahwa hakekat pendidikan adalah upaya menjaga dan mempertahankan nilai atau tradisi yang telah dianut karena yakin bahwa nilai dan tradisi yang telah dianut tersebut memiliki kebaikan dan keistimewaan dalam menata kehidupan manusia. Kedua, paradigma liberal, yang memiliki keyakinan bahwa pendidikan pada hakekatnya adalah upaya untuk membuat masing-masing individu manusia memiliki personal behaviour yang efektif, yang karenanya akan dapat menyesuaikan diri dengan berbagai perkembangan sosial, politik, dan ekonomi yang penuh dengan persaingan. Paradigma ini memiliki keyakinan “siapa yang kuat dan pandai, maka dialah yang akan memenangkan persaingan”. Ketiga, paradigma kritis, yang muncul dari kesadaran bahwa ternyata dari waktu ke waktu pendidikan terasa semakin tidak terbebas dari kepentingan sosial, politik, dan ekonomi. Paradigma ini kemudian berasumsi bahwa pendidikan pada hakekatnya 1
Mansour Fakih, dalam Francis Wahono, Kapitalisme Pendidikan; Antara Kompetisi dan Keadilan, (Yogyakarta : Insist Press, Cindelaras, bekerjasama dengan Pustaka Pelajar, 2001), hal. iii.
25
adalah strategi humanisasi, yang karenanya harus berisi upaya dekonstruksi yang memproduksi wacana tanding dalam rangka membangkitkan kesadaran kritis kemanusiaan. 2 Apabila dirinci secara lebih operasional, maka implikasi logis dari paradigma konservatif adalah munculnya pandangan bahwa pendidikan adalah wahana untuk menyalurkan (transfer) ilmu pengetahuan, wahana pembentuk watak, wahana menanamkan nilai-nilai moral dan ajaran keagamaan, wahana pembentukan kesadaran berbangsa, dan pandanganpandangan senada lainnya. Sementara itu, paradigma liberal melahirkan pandangan
bahwa
pendidikan
adalah
alat
pelatihan
dalam rangka
meningkatkan keterampilan kerja, meningkatkan taraf ekonomi, mengurangi kemiskinan, mengangkat status sosial, menguasai teknologi, dan pandanganpandangan senada lainnya. Sedangkan paradigma kritis melahirkan pandangan bahwa pendidikan adalah wahana untuk menciptakan keadilan sosial, wahana untuk memanusiakan manusia, wahana untuk membebaskan manusia, dan pandangan-pandangan senada lainnya. Mengikuti apa yang dikemukakan Dianne Lapp dan kawan-kawan 3, polarisasi pemikiran atau paradigma pendidikan tersebut dilatarbelakangi oleh atmosfir filosofis, pandangan-pandangan psikologis, dan setting sosial budaya yang melingkupi masing-masing pelaku aktifitas pendidikan. Dengan demikian, jika diajukan pertanyaan, “adakah paradigma pendidikan yang bersifat netral ?” agaknya kita sangat kesulitan dalam menjawab pertanyaan ini. Secara konseptual, sebagaimana yang telah dikemukakan, paradigma pendidikan apapun tentu ia berpijak dan berpihak kepada suatu aliran filsafat. Paradigma pendidikan konservatif, misalnya, ia lebih dekat dengan aliran filsafat skolastik yang cenderung deterministik (jabbariah : fatalistik). Paradigma ini sangat fatalistik sebab hanya memahami suatu kondisi sosial 2
Ibid, hal. vii-viii. Bandingkan dengan Dianne Lapp, et. al., Teaching and Learning; Philosophical, Psychological, Curricular Applications, (New York : Macmillan Pub. Co. Inc., 1975), terutama hal. 3-19. 3 Dianne Lapp, et. al., Ibid.
26
sebagai "suratan takdir". Artinya, seluruh nilai dan tradisi yang telah dianut, diyakini sebagai sesuatu yang bersifat normatif dan bersifat final. Apa yang telah digariskan dalam nilai dan tradisi yang telah dianut tersebut memang sudah seharusnya diikuti dan direalisasikan. Bagi paradigma konservatif, hakikat dari pendidikan adalah upaya untuk menjaga nilai-nilai yang ada dan mempertahankan nilai dan tradisi yang sudah mereka anut. 4 Orientasi dari pendidikan dalam paradigma konservatif tersebut adalah menciptakan harmoni dalam masyarakat dan menghindarkan konflik dan kontradiksi. Dalam konteks yang lebih praktis, menurut paradigma konservatif, pendidikan diselenggarakan untuk menyiapkan anggota masyarakat agar dapat menjadi warga dalam sistem dan tradisi yang sudah ada. Dalam tradisi, sistem sosial, dan relasi sosial yang sudah ada tersebut diyakini tidak ada sesuatu yang salah. Oleh karena itu, ketika terjadi ketimpangan sosial atau ketidakadilan sosial, kesalahan tidak dialamatkan kepada tradisi, sistem sosial atau relasi sosial yang ada, akan tetapi dialamatkan kepada warga, yang sebenarnya, menjadi korban dari ketimpangan dan ketidakadilan sosial tersebut. Artinya, dalam pandangan paradigma konservatif, ketimpangan dan ketidakadilan sosial tersebut terjadi karena warga tidak pandai menyesuaikan diri, atau dengan kata lain menyimpang dari tradisi, sistem sosial dan relasi sosial yang sudah ada tersebut. 5 Dalam kaitannya dengan hal tersebut penulis melihat bahwa paradigma ini memiliki kelemahan dimana pada paradigma tersebut terkandung suatu kesalahan berpikir yang disebut dengan fallacy of retrospective determinism. 6 Kesalahan berpikir yang hanya memahami suatu keadaan sosial sebagai kenyataan yang sudah seharusnya terjadi. Atau ketika kondisi seperti ini 4
Lihat Mansour Fakih dalam pengantar buku karya francis Wahono, Kapitalisme Pendidikan…., hal. vi. 5 Bandingkan dengan Dianne Lapp, et. al., Teaching and Learning……, terutama hal. 319. Dalam istilah yang digunakan Dianne Lapp bagi paradigma pendidikan yang mengandung alur fikir sejenis itu disebut dengan clasical education, yang sejalan dengan filsafat Perrenialism dan Essentialism. 6 Penjelasan relatif rinci tentang model kesalahan berfikir ini lihat Jalaluddin Rahmat, Rekayasa Sosial; Reformasi, Revolusi, atau Manusia Besar, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2000), hal. 11-13.
27
difahami melalui paradigma pemikiran Paulo Freire lebih tepat disebut dengan "kesadaran magis" (magic conscious). 7 Sementara itu, paradigma pendidikan liberal juga tidak bisa lepas dari dasar filosofisnya yakni yang disebut dengan positivisme. Akar permasalahan yang melatarbelakangi konsep pendidikan liberal ialah pandangan yang mengedepankan aspek pengembangan potensi, perlindungan hak-hak dan kebebasan (freedom). Faham individualistik sangat kuat mempengaruhi paradigma pendidikan liberal. Paradigma positivistik (empirisme) sebagai dasar filosofis paradigma pendidikan liberal, memiliki karakter khusus seperti empiris (indrawi), universalisme dan generalisasi melalui kumpulankumpulan teori. Positivisme sebagai suatu paradigma ilmu sosial yang dominan dewasa ini juga menjadi dasar bagi model pendidikan liberal. Positivisme pada dasarnya adalah ilmu sosial yang dipinjam dari pandangan, metode dan teknik ilmu alam dalam memahami realitas. Positivisme sebagai suatu aliran filsafat berakar pada tradisi ilmu ilmu sosial yang dikembangkan dengan mengambil cara ilmu alam menguasai benda, yakni dengan kepercayaan adanya universalisme dan generalisasi, melalui metode determinasi, “fixed law” atau kumpulan hukum teori. Positivisme berasumsi bahwa penjelasan tungal dianggap “appropriate” untuk semua fenomena. Oleh karena itu mereka percaya bahwa riset sosial ataupun pendidikan dan pelatihan harus didekati dengan metode ilmiah yakni obyektif dan bebas nilai. Pengetahuan selalu menganut hukum ilmiah yang bersifat universal, prosedur harus dikuantifisir dan diverifikasi dengan metode “scientific”. Dengan kata lain, positivisme mensyaratkan pemisahan fakta dan nilai dalam rangka menuju pada pemahaman obyektif atas realitas sosial. 8
7
Lihat Paulo Freire, Pedagogy of the Oppresed, (New York : Praeger, 1968). lihat antara lain; Kristi Poerwandari, Pendekatan Kualitatif Untuk Penelitian Perilaku Manusia, (Jakarta : Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi UI, 2001), hal. 12, John W. Best, Research in Education, disunting oleh Sanapiah Faisal dan Mulyadi Guntur Waseso, Metodologi Penelitian Pendidikan, (Surabaya : Usaha Nasional, 1982), hal. 2734, Ibnu Hadjar, Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Kuantitatif Dalam Pendidikan, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 1996), hal. 32. 8
28
Akan tetapi, dalam perjalanan sejarah, mazhab positivisme ini telah terbantahkan melalui gagasan-gagasan dari Jurgen Habermas, seorang tokoh utama "Mazhab Frankfurt" (Frankfurt School). Kritik Habermas terhadap positivisme meliputi; pertama, instrumental knowledge dari positivisme, yang bertujuan untuk mengontrol, memprediksi, memanipulasi serta eksploitasi terhadap obyek. Kedua, hermeneutic knowledge yang bertujuan hanya untuk memahami saja. Dan ketiga, critical knowledge atau emansipatory knowledge yang menempatkan pengetahuan sebagai katalis untuk membebaskan manusia. Berbagai kritik terhadap positivisme (tepatnya positivisme sosial) tersebut didasari oleh penilaian bahwa positivisme telah gagal menjadi kerangka fikir yang mampu membedah dan menyembuhkan penyakit kemiskinan dan keterbelakangan berjuta-juta umat manusia. Yang terjadi justru sebaliknya, paradigma positivisme dianggap sebagai penyebab kesengsaraan berjuta-juta manusia, terutama di negara Dunia Ketiga. 9 Paradigma
pendidikan
kritis
(radikal)
juga
tidak
lepas
dari
keberpihakan. Paradigma pendidikan ini menghendaki adanya perubahan sosial (sosial change) yang berkeadilan. Jadi, menurut paradigma ini, pendidikan seharusnya diorientasikan untuk menciptakan kondisi sosial, dimana tidak ada unsur yang dominan dan menindas dalam struktur sosial yang nantinya akan menyudutkan salah satu dari unsur sosial di dalamnya. Artinya, upaya menciptakan kehidupan sosial yang berkeadilan hendaknya dilakukan tidak dengan cara memposisikan fihak tertentu sebagai yang dominan atau menindas dan yang lainnya dalam posisi subordinasi dan ditindas, akan tetapi semua fihak harus diposisikan sebagai subjek yang harus memiliki kesadaran yang jernih tentang kondisi sosial yang ada. Dari apa yang penulis paparkan di atas, karena paradigma pendidikan tidak mungkin bersifat netral sama sekali, maka pertanyaan yang muncul adalah kemanakah pendidikan itu seharusnya berkiblat ?
9
lihat Mansour Fakih, Analisis Gender dan Transformasi Sosial, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 1999), hal. 43.
29
Inilah sebenarnya persoalan yang paling signifikan dalam kaitannya dengan visi pendidikan. Hendak diarahkan ke mana keberpihakan pendidikan itu ? Mengikuti apa yang dikemukakan Dianne Lapp dan kawan-kawan, polarisasi pemikiran atau paradigma pendidikan tersebut dilatarbelakangi oleh atmosfir filosofis, pandangan-pandangan psikologis, dan setting sosial budaya yang melingkupi masing-masing pelaku aktifitas pendidikan. Berbagai hal yang melatarbelakangi polarisasi pemikiran atau paradigma pendidikan tersebut secara konseptual kemudian diramu dalam rancang bangun dari masing-masing aktifitas pendidikan tersebut, yang dikenal dengan istilah “kurikulum”. 10 Lebih jauh Dianne Lapp dan kawan-kawan memetakan bahwa berbagai aktifitas pendidikan yang ada di dunia ini terpolarisasi menjadi empat model atau empat paradigma, yaitu; 1) paradigma pendidikan klasik (clasical education), 2) paradigma pendidikan pribadi (personalized education), 3) paradigma pendidikan teknologis (technological education), dan 4) paradigma pendidikan rekonstruksi sosial (sosial reconstruction education). Masing-masing paradigma pendidikan tersebut melahirkan blue print atau kurikulum yang satu sama lain memiliki perbedaan. Paradigma pendidikan klasik melahirkan model konsep kurikulum “subjek akademik”, paradigma pendidikan pribadi melahirkan model konsep kurikulum “humanistik”, paradigma pendidikan teknologis melahirkan model konsep kurikulum “teknologis”, dan paradigma rekonstruksi sosial melahirkan model konsep kurikulum “rekonstruksi sosial”.
B. Berbagai Model Konsep Kurikulum 1.
Kurikulum Subjek Akademik Model konsep kurikulum “subjek akademik” ini lahir dikalangan penganut paradigma pendidikan klasik. Disebut dengan nama kurikulum “subjek akademik” karena model konsep kurikulum ini sangat
10
Dianne Lapp, et. al., Ibid.
30
menekankan
pentingnya
“materi”,
dengan
kata
lain
“berbasis
materi/konten” sehingga bisa dikategorikan sebagai content-based curriculum. Pendidikan klasik adalah pendidikan yang dipandang sebagai konsep pendidikan tertua. Pendidikan ini bermula dari asumsi bahwa seluruh warisan budaya (pengetahuan, ide-ide atau nilai-nilai) telah ditemukan oleh pemikir terdahulu. Pendidikan hanya berfungsi memelihara atau meneruskan ke genenerasi berikutnya. 11 Jadi guru tidak perlu susah-susah mencari ataupun mencipatakan pengetahuan, konsep atau nilai-nilai baru sebab semua sudah tersedia tinggal bagaimana menguasai dan mengajarkannya pada siswa. Dengan demikian, hal yang sangat penting dan vital dalam model pendidikan dalam kerangka pendidikan klasik adalah materi. Karena itu pulalah nama model konsep kurikulum dari pendidikan klasik adalah “subjek akademik”. Kurikulum subjek akademis merupakan salah satu model kurikulum yang paling tua yang banyak digunakan di berbagai negara. Sesuai dengan namanya, kurikulum model ini sangat mengutamakan isi (subject matter). Isi kurikulum merupakan kumpulan dari bahan ajar atau rencana pembelajaran. Tingkat pencapaian atau penguasan peserta didik terhadap materi merupakan ukuran utama dalam menilai keberhasilan belajar siswa. Oleh karena itu, penguasaan materi sebanyak-banyaknya merupakan salah satu hal yang diprioritaskan dalam kegiatan belajar mengajar oleh guru yang menggunakan kurikulum jenis ini. Ditinjau dari isinya, Nana Syaodih Sukmadinata 12 membagi kurikulum model ini menjadi empat kelompok besar, yaitu : a. Correlated Curriculum Kurikulum ini menekankan pentingnya hubungan antara organisasi materi atau konsep yang dipelajari dari satu pelajaran
11
Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum; Teori dan Praktek, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2012), hal. 7-8. 12 Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum ….., hal. 84
31
dengan pelajaran yang lain, tanpa menghilangkan perbedaan esensial dari setiap mata pelajaran. b. Unified atau Concentrated Curriculum Sesuai dengan namanya, kurikulum jenis ini sangat kental dengan disiplin ilmu. Setiap disiplin ilmu dibangun dari berbagai tema pelajaran. Pola organisasi bahan dalam suatu pelajaran disusun dalam tema-tema dalam pelajaran tertentu. Salah satu aplikasi kurkulum saat ini terdapat pada pembelajaran yang sifatnya tematik. Dari satu tema yang diajukan misalnya ”lingkungan“ selanjutnya dikaji dari berbagai disiplin ilmu misalnya, sains, matematika, sosial dan bahasa. c. Integrated Curriculum Pola organisasi kurikulum ini memperhatikan warna disiplin ilmu. Bahan ajar diintegrasikan menjadi satu keseluruhan yang disajikan dalam bentuk satuan unit. Dalam satu unit terdapat hubungan antara pelajaran serta berbagai kegiatan siswa. Dengan keterpaduan bahan pelajaran tersebut diharapkan siswa mempunyai pemahaman materi secara utuh. Oleh karena itu, inti yang diajarkan kepada siswa harus memenuhi kebutuhan hidup dilingkungan masyarakat. Ciri-ciri kurikulum ini sebagai berikut : - Unit haruslah merupakan satu kesatuan yang bulat dari seluruh bahan pelajaran. - Unit didasarkan pada kebutuhan anak, baik yang pribadi maupun sosial serta yang bersifat jasmani maupun ohani. - Unit memuat kegitan yang berhubungan dengan kehidipan seharihari. - Unit merupakan motifasi sehingga anak dapat berkreasi. - Pelaksanaan unit sering memerlukan waktu yang cukup lama. Hal ini disebabkan percobaan atau perolehan pengalaman yan membutuhkan waktu yang lama. d. Problem Solving Curriculum
32
Hal ini berisi tentang pemecahan masalah yang terdapat dalam kehidupan sehari-hari dengan menggunakan pengetahuan serta keterampilan dari berbagai disiplin ilmu. Pada kurikulum model ini guru cenderung dimaknai sebagai seseorang yang harus “ digugu “ dan “ ditiru “. Ada empat cara dalam menyajikan pelajaran dari kurikulum dengan model subjek akademis, yaitu : - Materi disampaikan secara hierarkhi naik, yaitu materi disampaikan dari yang lebih mudah hingga ke materi yang lebih sulit. Sebagai contoh, dalam pengajaran pada jenjang kelas yang rendah diperlukan alat bantu mengajar yang masih kongkret. Hal ini dilakukan guna membentuk konsep riil ke konsep yang lebih abstrak pada jenjang beriikutnya. - Penyajian dilakukan berdasarkan prasyarat. Untuk memahami suatu konsep tertentu diperlukan pemahaman konsep lain yang telah diperolehatau dikuasai sebelumnya. - Pendekatan yang dilakukan cenderung induktif, yaitu disampaikan dari hal-hal yang bersifat umum menuju kepada bagian-bagian yang lebih spesifik. - Urutan penyajian bersifat kronologis. Penyajian materi selalu diawali dengan menggunakan matari-materi tedahulu. Hal ini dilakukan agar sifat kronologis atau urutan materi tidak terputus. Sebagaimana yang telah penulis kemukakan, bahwa kurikulum subjek akademik ini bersumber pada pendidikan klasik. Konsep pendidikan ini bertolak dari asumsi bahwa seluruh warisan budaya yaitu, pengetahuan, idi-ide, atau nilai-nilai telah ditemukan oleh para pemikir terdahulu. Pendidikan berfungsi untuk memelihara, mengawetkan dan meneruskan budaya tersebut kepada genersi berikutnya, sehingga kurikulum ini lebih mengutamakan isi pendidikan. Oleh karenanya kurikulum ini lebih bersifat intelektual.
33
Dalam teori pendidikan klasik lebih menekankan pada isi pendidikan daripada proses atau bagaimana mengajarkannya. Isi pendidikan tersebut diambil dari disiplin-disiplin ilmu yang telah ditemukan oleh para ahli terdahulu. Dalam pendidikan klasik tugas guru dan pengembang kurikulum adalah memilih dan menyajikan materi sesuai dengan tingkat perkembangan peserta didik. Sebelum menyampaikannya pada peserta didik pendidik harus mempelajarinya dengan sungguh-sungguh karena tugas pendidik bukan hanya mengajarkan materi pengetahuan tetapi juga melatih keterampilan dan menanamkan nilai. Ada dua model konsep pendidikan klasik yaitu perenialisme dan esensialisme.
Keduanya
memiliki
pandang
yang
sama
tentang
masyarakat, bahwa masyarakat bersifat statis. Perenialisme memandang bahwa situasi di dunia dewasa ini penuh dengan kekacauan, ketidakpastian terutama dalam hal moral intelektual dan sosio kultural. Untuk mengatasi kekacauan tersebut kaum perenialis mengatasinya dengan cara berjalan mundur ke belakang dengan menggunakan kembali nilai-nilai atau prinsip-prinsip umum yang telah menjadi pandangan hidup masyarakat kuno. Mereka lebih berorentasi ke masa lampau dan kurang mementingkatkan tuntutan-tuntutan masyarakat yang berkembang pada sekarang. 13 Mereka percaya bahwa pandangan tersebut memiliki kualitas yang dapat dijadikan tuntutan hidup. Di dalam dunia yang tidak menentu seperti sekarang ini tidak ada satupun yang lebih bermanfaat daripada kepastian tujuan pendidikan, serta kestabilan dalam perilaku pendidik. Dalam pendidikan perenialisme ini lebih menekankan pada humanitas, pembentukan pribadi, dan sifat-sifat mental. Sedangkan kurikulum menurut para kaum perenialis harus menekankan pada pertumbuhan intelektual siswa pada seni dan sains. Untuk menjadi
13
Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum; Teori ………., hal.8
34
“terpelajar secara kultur” karena seni dan sains merupakan karya terbaik paling signifikan yang diciptakan manusia. Sementara itu, esensialisme berkembang di Amerika Serikat dalam masyarakat industri. Pendidikan ini lebih mengutamakan sains daripada humanistis. Mereka lebih pragmatis, pendidikan diarahkan dalam mempersiapkan generasi muda untuk terjun ke dunia kerja. Konsep ini lebih berorientasi pada masa sekarang dan yang akan datang. Isi pengajaran lebih diarahkan kepada pembentukam keterampilan dan pengembangan kemampuan vokasional. Para esensial bersifat praktis mengutamakan kerja, mereka menghargai seni, keindahan dan humanistis sepanjang hal itu mendukung kehidupan sehari-hari, kehidupan produktif. Tujuan utama pendidikan, menurut para esensialis adalah; 1) memperoleh pekerjaan yang lebih baik, 2) dapat bekerja sama lebih baik dengan orang dari berbagai tingkatan/lapisan masyarakat, 3) memperoleh pengahasilan lebih banyak. Mereka berfikiran praktis bahwa pendidikan adalah jalan untuk mencapai sukses dalam kehidupan, terutama sukses secara ekonomis. Alur fikir yang bisa menjelaskan mengapa model konsep kurikulum ini berbasis materi adalah bahwa menurut paradigma pendidikan klasik, berbagai khasanah budaya berharga yang terdiri dari ilmu, keterampilan dan nilai sudah ditemukan secara sempurna oleh sebuah generasi, yaitu generasi pada masa klasik. Lebih lanjut, penganut paradigma pendidikan klasik meyakini bahwa khasanah budaya yang ditemukan oleh generasi pada masa klasik tersebut adalah benar, dan kebenaran tersebut bersifat final. Selain itu, para penganut paradigma pendidikan klasik juga meyakini bahwa khasanah budaya tersebut bermanfaat bagi setiap manusia di manapun dan kapanpun. Agar khasanah budaya tersebut dapat dirasakan kemanfaatannya oleh sebanyak-banyaknya manusia, maka khasanah budaya tersebut
35
harus diwariskan secara terus menerus, dan media pewarisannya adalah pendidikan. 14 Jadi, menurut paradigma pendidikan klasik, pendidikan berfungsi sebagai media pewarisan budaya. Muatan atau materi dari pendidikan klasik tersebut tentu saja adalah khasanah budaya tersebut, dank arena khasanah budaya tersebut adalah sesuatu yang diyakini benar dan bermanfaat, maka tentu materi atau konten menjadi hal yang sangat penting dalam pendidikan menurut paradigma pendidikan klasik. Karena itulah model konsep kurikulumnya disebut dengan model konsep kurikulum subjek akademik. Lebih lanjut, model pembelajaran yang dikembangkan dalam model konsep kurikulum subjek akademik adalah pembelajaran yang menggunakan pendekatan “teacher centered”, pembelajaran yang berpusat pada guru, karena guru diasumsikan sebagai generasi terdahulu dari murid sehingga menguasai materi (master). Adapun model evaluasi yang dikembangkan adalah evaluasi yang berorientasi tes, memastikan seluruh materi yang telah diajarkan oleh guru kepada siswa secara penuh telah diterima atau diserap oleh siswa. 2.
Kurikulum Humanistik Model konsep kurikulum “humanistik” ini lahir dari paradigma pendidikan pribadi. Disebut dengan “humanistik” karena model konsep kurikulum ini berusaha mengakomodir keragaman peserta didik dalam aktifitas pembelajaran. Keragaman manusia adalah karakteristik yang niscaya bagi manusia. Karena itulah kurikulum yang berorientasi pada akomodasi keragaman karakteristik peserta didik disebut dengan kurikulum humanistik. Paradigma pendidikan pribadi bertolak dari asumsi bahwa sejak dilahirkan anak telah memiliki potensi-potensi tertentu. Pendidikan harus dapat mengembangkan potensi-potensi yang dimiliki peserta didik dengan bertolak dari kebutuhan dan minat peserta didik. Dalam hal ini,
14
Dianne Lapp, et. al., Teaching and Learning ……, hal.32.
36
peserta didik menjadi pelaku utama pendidikan, sedangkan pendidik hanya
menempati
posisi
kedua,
yang
lebih
berperan
sebagai
pembimbing, pendorong, fasilitator dan pelayan peserta didik. Paradigma ini memiliki dua aliran yaitu pendidikan progresif dan pendidikan romantik. Pendidikan progresif dengan tokoh pendahulunyaFrancis Parker dan John Dewey –memandang bahwa peserta didik merupakan satu kesatuan yang utuh. Materi pengajaran berasal dari pengalaman peserta didik sendiri yang sesuai dengan minat dan kebutuhannya. Ia merefleksi terhadap masalah-masalah yang muncul dalam kehidupannya. Berkat refleksinya itu, ia dapat memahami dan menggunakannya bagi kehidupan. Pendidik lebih merupakan ahli dalam metodologi dan membantu perkembangan peserta didik sesuai dengan kemampuan dan kecepatannya masing-masing. Pendidikan romantik berpangkal dari pemikiran-pemikiran J.J. Rouseau tentang tabula rasa, yang memandang setiap individu dalam keadaan fitrah,– memiliki nurani kejujuran, kebenaran dan ketulusan. Sebagaimana yang telah dikemukakan pendidikan pribadi menjadi sumber bagi pengembangan model kurikulum humanis. yaitu suatu model kurikulum yang bertujuan memperluas kesadaran diri dan mengurangi kerenggangan dan keterasingan dari lingkungan dan proses aktualisasi diri. 15 Kurikulum humanis merupakan reaksi atas pendidikan yang lebih menekankan pada aspek intelektual (kurikulum subjek akademis). Sesuai
dengan
namanya
kurikulum
humanistik
lebih
mengedepankan sifat humanisme dalam pembelajaran. Hal ini dilakukan sebagai reaksi terhadap kurikulun yang terlalu mengedepankan intelektualitas. Kurikulum model humanistik dikembangkan oleh para ahli pendidikan pribadi (personalized education). Kurikulum
humanistik
didasarkan
pada
aliran
pendidikan
humanisme atau pribadi. Aliran pendidikan ini bertolak dari asumsi 15
Dianne Lapp et.al., Teaching and Learning …, hal. 154
37
bahwa peserta didik adalah yang pertama dan utama dalam pendidikan. Peserta didik adalah subjek yang menjadi pusat kegiatan pendidikan, yang mempunyai potensi, kemampuan, dan kekuatan untuk berkembang. Prioritas pendekatan ini adalah pengalaman belajar yang diarahkan terhadap
tanggapan
minat,
kebutuhan,
dan
kemampuan
siswa.
Pendekatan ini berpusat pada siswa dan mengutamakan perkembangan unsur afeksi. Pendidikan ini diarahkan kepada pembina manusia yang utuh, bukan saja segi fisik dan intelektual, tetapi juga segi sosial dan afeksi (emosi, sikap, perasaan, nilai, dan lain-lain). Hal ini menunjukkan bahwa pendekatan ini berpegang pada prinsip peserta didik merupakan satu kesatuan yang menyeluruh. Pendidikan lebih menekankan bagaimana mengajar siswa (mendorong siswa), dan bagaimana merasakan atau bersikap terhadap sesuatu. Penganut model kurikulum ini beranggapan bahwa siswa merupakan subjek utama yang mempunyai potensi, kemampuan dan kekuatan yang dikembangkan. Hal ini sejalan dengan teori Gestalt yang mengatakan bahwa individu atau anak merupakan satu kesatuan yang menyeluruh 16. Pendidikan
yang
menggunakan
kurikulum
ini
selalu
mengedepankan peran siswa di sekolah. Dengan situasi seperti ini, anak diharapkan mampu mengembangkan segala potensi yang dimilikinya. Pendidikan dianggap sebagai proses yang dinamis serta merupakan upaya yang mampu mendorong siswa untuk bisa mengembangkan potensi
dirinya.
Karena
itu,
seseorang
yang
telah
mampu
mengaktualisasilan diri adalah orang yang telah mencapai keseimbangan perkembanagan diri dari aspek kognitif, estetika, dan moral. Kurikulum
humanistik
merupakan
kurikulum
yang
lebih
mementingkan proses daripada hasil. Sasaran utama kurikulum jenis ini adalah bagaimana memaksimalkan perkembangan anak supaya menjadi manusia yang mandiri. Proses belajar yang baik adalah aktivitas yang 16
Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum ….., hal. 86
38
mampu memberikan pengalaman yang bisa membantu siswa untuk mengembangkan potensinya. Dalam evaluasi guru lebih cenderung memberikan penilaian yang bersifat subjektif. Sukmadinata 17 mengklasifikasikan pendidikan humanistik menjadi 3 macam yaitu : Pendidikan konfluen Pendidikan kritisisme radikal Mistisisme modern Dari ketiga aliran tersebut akhirnya berkembang tiga macam jenis kurikulum sesuai dengan konsep dasar yang dianut oleh aliran tersebut. Ahli pendidikan konfluen berupaya menyatukan segi afektif dan kognitif dalam kurikulum. Pendidikan harus mampu memproses secara utuh kedua aspek tersebut. Dasar dari kurikulum ini adalah teori Gestalt yang menekankan keutuhan dan kesatuan secara keseluruhan. Ada lima hal yang mencirikan kurikulum konfluen, yaitu partisipasi, integrasi, relavansi, pribadi anak dan tujuan. Isi pendidikan dalam model konfluen ini diambil dari dunia siswa sehingga sesuai dengan kebutuhan pribadi anak. Hal ini disebabkan pendidikan merupakan satu kegiatan yang bersifat pengembangan pribadi atau aktualisasi segala potensi serta pribadi secara utuh. Pengembangan pribadi yang utuh merupakan tujuan utama dari pendidikan ini. Aliran pendidikan kritisisme radikal memandang pendidikan sebagai upaya untuk membantu anak dalam menemukan dan mengembangkan sendiri segala potensi dirinya. Dengan hal ini upaya peningkatan pengembangan dirinya bisa belajar secara optimal. Proses pendidikan cenderung dilakukan secara demokratis dan tidak ada pemaksaan. Pemberian rangsangan atau dorongan ke arah perkembangan merupakan dua hal yang diutamakan. Langkah-langkah penyusunan urutan kegiatan dalam pengajaran yang bersifat afektif, adalah sebagai berikut : 17
Ibid, hal. 87
39
- Menyusun kegiatan yang dapat memunculkan sikap, minat, atau perhatian tertentu. - Memperkenalkan bahan-bahan yang akan dibahas dalam setiap kegiatan. Di dalamnya tercakup topik-topik, bahan, serta kegiatan belajar yang akan membantu peserta dalam merumuskan apa yang akan mereka pelajari. - Pelaksanaan
kegiatan,
menyenangkan
baik
para
peserta
diberi
pengalaman
yang
berupa
gerakan-gerakan
yang
maupun
penghayatan. - Penyempurnaan,
pembahasan
hasil-hasil
yang
telah
dicapai,
penyempurnaan hasil serta upaya tindak lanjut. Evaluasi dalam kurikulum ini mengutamakan proses dibandingkan dengan hasil. Karena itu, dalam kurikulum humanistik tidak ada kriteria pencapaian karena sasarannya adalah perkembangan peserta didik supaya menjadi manusia yang terbuka, lebih berdiri sendiri. Penilaiannya bersifat objektif. 3.
Kurikulum Teknologis Model konsep kurikulum teknologis ini lahir dari paradigma pendidikan teknologis. Paradigma ini mempunyai persamaan dengan paradigma pendidikan klasik tentang peranan pendidikan dalam menyampaikan informasi. Keduanya juga mempunyai perbedaan, sebab yang diutamakan dalam teknologi pendidikan adalah pembentukan dan penguasaan kompetensi bukan pengawetan dan pemeliharaan budaya lama. Teknologi pendidikan lebih berorientasi ke masa sekarang dan yang akan datang, tidak seperti pendidikan klasik yang lebih melihat ke masa lalu. Perkembangan paradigma pendidikan teknologis dipengaruhi dan sangat diwarnai oleh perkembangan ilmu dan teknologi. Hal itu memang sangat masuk akal, karena paradigma pendidikan teknologis bertolak dari dan merupakan penerapan prinsip-prinsip ilmu dan
40
teknologi dalam pendidikan. Teknologi telah masuk ke semua segi kehidupan, termasuk dalam pendidikan. 18 Menurut pandangan klasik, pengalaman manusia itu bersifat menetap, sama dari tahun ke tahun. Berbeda dengan pandangan pendidikan teknologis, pengalaman manusia itu selalu berubah, hari ini lebih baik dari kemarin dan besok lebih baik dari hari ini. Kehidupan dan perkembangan itu selalu baru. Menurut teori ini, pendidikan adalah ilmu dan bukan seni, pendidikan adalah cabang dari teknologi ilmiah. Dengan pengembangan desain program, pendidikan menjadi sangat efisien. Efisiensi merupakan salah satu cirri utama teknologi pendidikan. Dalam pengembangan desain program, teknologi pendidikan juga melibatkan penggunaan perangkat keras, alat-alat audiovisual dan media elektronika. Dalam konsep teknologi pendidikan, isi pendidikan dipilih oleh tim ahli bidang-bidang khusus. Isi pendidikan berupa data-data objektif dan keterampilanketerampilan yang mengarah kepada kemampuan vokasional. Isi disusun dalam bentuk desain program dan disampaikan dengan menggunakan bantuan media elektronika dan para siswa belajar secara individual. Siswa berusaha untuk menguasai sejumlah besar bahan dan pola-pola kegiatan secara efisien tanpa refleksi. Keterampilan-keterampilan barunya segera digunakan dalam masyarakat. Guru berfungsi sebagai direktur belajar, lebih banyak melakukan tugas-tugas pengelolaan daripada penyampaian dan pendalaman bahan. Apabila digunakan media elektronika,
guru
terbebas
dari
tugas
pengembangan
segi-segi
nonintelektual. Kurikulum teknologis menekankan kompetensi atau kemampuankemampuanan praktis. Materi disiplin ilmu dipelajari dan termasuk dalam kurikulum, apabila hal itu mendukung penguasaan kemampuankemampuan tersebut. Dalam kurikulum, materi disiplin ilmu tersebut disusun terjalin dalam kemampuan. Penyusunan kurikulum dilakukan 18
Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum ……, hal. 11.
41
para
ahli
dan
atau
guru-guru
yang
mempunyai
kemampuan
mengembangkan kurikulum. Perangkat kurikulum cukup lengkap mulai dari struktur dan sebaran mata pelajaran sampai dengan rincian bahan ajar yang dipelajari siswa, yang tersusun dalam satuan-satuan bahan ajar. Dalam satuan-satuan bahan ajar tersebut tercakup pula kegiatan pembelajaran dan bentuk-bentuk serta alat penilaiannya. Pendidikan teknologis dapat didefinisikan dengan berbagai macam formulasi. Tidak ada satupun fomulasi yang paling benar, karena berbagai formulasi saling mengisi. Teknologi pendidikan merupakan suatu proses yang kompleks dan terintegrasi meliputi manusia, alat, dan sistem termasuk diantaranya gagasan, prosedur, dan organisasi. Pendidikan teknologis memakai pendekatan yang sistematis dalam rangka menganalisa dan memecahkan persoalan proses belajar. teknologi pendidikan merupakan suatu bidang yang berkepentingan dengan pengembangan secara sistematis berbagai macam sumber belajar, termasuk di dalamnya pengelolaan dan penggunaan sumber tersebut. Pendidikan teknologis beroperasi dalam seluruh bidang pendidikan secara rasional berkembang dan berintegrasi dalam berbagai kegiatan pendidikan. Pendidikan teknologis merupakan spesialisasi lebih lanjut dari ilmu pendidikan yang terutama berkepentingan dalam mengatasi masalah belajar pada manusia, dengan memanfaatkan berbagai macam sumber insani dan non-insani dan menerapkan konsep sistem dalam usaha pemecahannya itu. Penggarapan ditopang dengan sejumlah teori, model, konsep, dan prinsip dari bidang dan disiplin lain seperti ilmu perilaku, ilmu komunikasi, ilmu kerekayasaan, teori/konsep sistem, dan lain-lain yang tidak dapat diperinci satu per satu. Penggarapan ini dilakukan dengan sistematik dan sistemik. Pendidikan teknologis berusaha menjelaskan, meringkaskan, memberi orientasi, dan mensistematiskan gejala, konsep, teori yang saling berkaitan, dan menggabungkannya menjadi satu, yang merupakan pendekatan isomeristik, yaitu pendekatan
42
yang menekankan perlunya daya lipat atau sinergi. Pendidikan teknologis juga berusaha mengidentifikasi hal-hal yang belum jelas/belum terpecahkan, dan mencari cara-cara baru yang inovatif sesuai dengan perkembangan budaya dan hasrat manusia untuk memperbaiki dirinya. 4.
Kurikulum Rekonstruksi Sosial Model konsep kurikulum “rekonstruksi sosial” ini lahir dari paradigma pendidikan rekonstruksi sosial atau disebut juga paradigma pendidikan interaksional. Pendidikan interaksional dikembangkan berdasarkan pemikiran filsafat pragmatisme dimana masyarakat (manusia) sebagai pusat. Jadi pendidikan mengacu kepada perkembangan masyarakat. Diana Lapp 19 menguraikan pandangan mengenai pendidikan interaksional
berdasarkan
identifikasi
pendidikan,
pendidikan
interaksional bersifat radikal yakni mengacu kepada akar proses pendidikan (apa dan mengapa), dan pendidikan tersebut bersifat humanistik yakni bahwa manusia sebagai makhluk sosial yang perkembangan potensinya dipengaruhi oleh ketergantungan dengan orang lain. Konteksnya adalah masyarakat manusia. Interaksi yang dimaksud adalah hasil belajar yang diperoleh melalui interaksi antara guru dan murid, interaksi antara murid dengan content, dan interaksi antara pikiran siswa dengan kehidupannya. Hasil belajar yang diperoleh melalui interaksi antara guru dan siswa menurut pandangan interaksional adalah adanya dialog antara guru dan siswa, belajar ada dalam pertukaran dialog tersebut. Belajar tidak sekedar mengumpulkan fakta, tetapi lebih kepada pengalaman dalam mengerti fakta yang diinterpretasikan ke dalam keseluruhan konteks kehidupan. Interaksi antara siswa dengan content memberi arti bahwa content mengarahkan siswa untuk mempertanyakan apa (fakta), bagaimana (keterampilan) dan mengapa (tujuan/arti). Dengan demikian timbul 19
Dianne Lapp, et. al., Teaching and Learning …., hal. 195 – 219.
43
kesadaran diri dan kesadaran sosial, bagaimana saya dapat memahami dunia saya ? atau siapa saya di dunia ini? Artinya, isi pendidikan merupakan aspek lingkungan siswa. Interaksi antara pikiran siswa dengan kehidupannya didasarkan pada kebenaran tidak pernah dianggap otentik sebelum dijalankan dalam kehidupan sehari-hari. Apabila siswa telah mengalaminya, pengalaman tersebut dikembalikan kepada proses interaksi antara dirinya dengan pikirannya sehingga siswa memperoleh pandangan baru tentang kehidupan. Pandangan interaksional ini didasarkan pada pemikiran mengenai eksistensi manusia dalam memandang kehidupan di dunia yang berdasarkan teori tentang pengetahuan dan nilai yang dianutnya. Ada empat sub mengenai pemikiran pendidikan interaksional, yaitu : 1. Gambaran tentang Manusia Dalam pemikiran interaksional, figur utama adalah manusia yang berinteraksi dengan sesama dan dengan dunianya. Siapakah manusia ? bagaimana kemampuanya ? apa tujuan hidupnya?. Dalam kehidupan modern, justru banyak hal yang membatasi interrelasi antara sesama
manusia. Tanpa disadari, kehidupan
modern
mengkotak-kotak manusia, sehingga diupayakan melalui pendidikan interaksional ini manusia sadar akan ketergantungan dengan sesama manusia. 2. Pandangan Dunia Manusia
memiliki
gambaran
konseptual
tentang
lingkungannya yang tidak hanya diketahui tetapi dijalani dengan sebaik-baiknya. Menurut pandangan interaksional suara tiap individu memberi kontribusi terhadap bentuk budaya dunia yang berkembang, serta mencapai kematangan setelah beberapa generasi. Pandangan dunia merupakan dasar yang penting untuk kelangsungan hidup. Manusia tidak akan melakukan sesuatu tanpa keberartian dimana setiap orang percaya dan mengharapkannya. Hanya melalui
44
pembaharuan
komunikasi
dalam
masyarakat,
manusia
dapat
menemukan bagian yang tidak berfungsi di dalam dunia, sehingga kemudian melahirkan proses baru yakni pandangan kemanusiaan. Tugas inilah yang merupakan tugas pendidikan interaksional. 3. Teori tentang Pengetahuan Pendidikan interaksional melihat kebenaran lebih dari sekedar metode ilmiah. Pengetahuan yang didasarkan pengamatan merupakan pengetahuan yang melibatkan kehidupan seseorang. Jika ingin memperoleh kebenaran yang dimengerti secara mendalam, maka dilakukan interaksi antara sesama manusia. 4. Nilai Pemikiran tentang nilai dikembangkan melalui dua pandangan yakni metoda menyeleksi nilai dan karakteristik tentang nilai. Karena masyarakat berbeda satu dengan yang lain, maka pandangan interaksional menghormati dan mendorong tumbuhnya variasi nilai dalam masyarakat seperti menerima bermacam-macam pandangan tentang kebenaran. Pandangan interaksional mendukung perbedaan nilai seperti validitas institusi, proses politik, dan teknologi, dimana elemen-elemen ini mendukung nilai-nilai kemanusiaan dalam masyarakat, yakni nilai-nilai cinta, kebenaran, kerja sama, kebebasan, dan tanggungjawab. Manusia setiap saat berada dalam kebebasan dan memiliki tanggung jawab atas perbuatannya. Kebebasan merupakan kaki jembatan yang menyeberangkan manusia kepada tanggung jawab
individu.
Kemampuan
seseorang
memberi
tanggapan,
membentuk dasar masyarakat dan interaksi. Keseluruhan dasar pemikiran interaksional tersebut memperoleh tempat tertinggi dalam memajukan umat manusia. Hal ini menuntut pemeliharaan lingkungan masyarakat, ketergantungan sosial, dan pengembangan intelektual. Berdasarkan
pemikiran
tersebut
kemudian
oleh
penganut
interaksional dikembangkan teori pendidikan. Definisi pendidikan
45
menurut interaksional adalah menumbuhkan kesadaran kritis terhadap cara memandang realitas sehingga dapat mengarahkan perbuatan menjadi efektif. Menurut Paulo Freire, manusia ada sebab mereka berada dalam situasi, dan keberadaannya lebih berarti tidak hanya memantulkan sosok bayangan dirinya melainkan karena melakukan sesuatu. Menurut penganut
interaksional,
pendidikan
harus
menemukan
suatu
kemungkinan yang belum teruji yang ada dalam situasi masa kini, yakni jalan untuk membantu siswa menemukan masyarakat baru dengan bentuk pendidikan baru. Untuk mencapai bentuk pendidikan yang beriklim kemanusiaan dengan penekanan pada interaksi maka beberapa hal harus mendapat perhatian yakni : 1. Masyarakat Pendidikan
harus
mengacu
kepada
unit-unit
personal,
kelompok-kelompok kecil yang memungkinkan siswa saling mengenal dan saling bekerjasama dalam suasana kebenaran dan kerja sama saling bergantung. Guru harus mengenal dan mempercayai, respek terhadap pengalaman dan kemampuan siswa. Penganut interaksional mentolerir individualisme dan mengajak keterbukaan terhadap berbagai kepercayaan. Di antara masyarakat pendidikan diperkenalkan dialog yakni percakapan yang mengandung kebenaran dalam masyarakat. 2. Situasi Belajar harus terletak dalam konteks aktual. Belajar dapat terjadi dalam pekerjaan dan perdagangan dan dalam berbagai kehidupan nyata. Ini merupakan proses kesadaran dalam situasi kehidupan yang unik. Dengan demikian arah pendidikannya adalah masa kini dan mengacu pada masa yang akan datang. 3. Kesadaran Kritis Apabila pendidikan merupakan proses untuk menemukan diri sendiri melalui interaksi dengan masyarakat, maka gambaran
46
masyarakat tersebut harus jelas bagi siswa. Siswa harus diberi kebebasan untuk mengeksplorasi realitas yang memungkinkan. Tujuan pendidikan interaksional adalah membantu siswa memperoleh kesadaran kritis mengenai realitas dalam masyarakatnya sehingga siswa
memiliki
keinginan
untuk
memperbaiki
lingkungan,
masyarakat, dan budayanya. Jika alur fikir sebagaimana diuraikan di atas digunakan sebagai kerangka untuk mencermati realitas pendidikan di Indonesia saat ini, maka dapat dilihat bahwa realitas pendidikan di Indonesia saat ini sedang dalam transisi dari konseptualisasi pendidikan yang didasari paradigma konservatif (pendidikan klasik) menuju konseptualisasi pendidikan yang didasari paradigma liberal (pendidikan teknologis), dan dinuansai oleh setting yang diupayakan mengarah ke pendidikan kritis (pendidikan rekonstruksi sosial). Pencermatan tersebut memang bersifat generalistik. Akan tetapi, itulah setidaknya pencermatan yang dapat penulis lakukan, yang didasari oleh pencandraan terhadap realitas formal pendidikan di Indonesia, dimana “Kurikulum Berbasis Kompetensi” menjadi basis bagi kurikulum yang diterapkan secara formal dalam dunia pendidikan Indonesia saat ini (KBK, KTSP, dan Kurikulum Tahun 2013). Berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2012 tentang Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia, acuan kompetensi bagi kurikulum berbasis kompetensi yang diterapkan diberbagai lembaga pendidikan di Indonesia, terutama di Perguruan Tinggi adalah berbagai kompetensi sebagaimana yang dipetakan dalam Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI). Setting sistem sosial politik yang hendak diupayakan dan diharapkan menjadi atmosfir penerapan “Kurikulum Berbasis Kompetensi” tersebut adalah sistem sosial dan politik yang bersifat desentralistis. Artinya, nampak adanya upaya untuk secara emansipatoris (salah satu karakteristik paradigma kritis) mengupayakan peningkatan kualitas pendidikan. Jika ditelusuri lebih lanjut, ada beberapa latarbelakang utama yang menyebabkan dipilihnya
47
“Kurikulum Berbasis Kompetensi” sebagai model kurikulum yang diterapkan di Indonesia, yaitu : 1. Rendahnya signifikansi pendidikan di Indonesia terhadap upaya peningkatan
kualitas
sumber
daya
manusia
Indonesia
jika
diperbandingkan dengan kualitas sumber daya manusia negara lainnya. 20 2. Rendahnya relevansi pendidikan di Indonesia jika dikaitkan dengan kebutuhan masyarakat, terutama kebutuhan berbagai kemampuan yang dipersyaratkan dalam berbagai lapangan pekerjaan di era yang penuh dengan persaingan dan keserba tidak menentuan. 21 3. Tidak efektif dan efisiennya penyelenggaraan pendidikan di Indonesia karena pengelolaannya menggunakan pendekatan sentralistik. 22 Alur fikir yang melatarbelakangi diterapkannya “Kurikulum Berbasis Kompetensi” sebagaimana yang penulis paparkan di atas memang mengundang berbagai pandangan, baik yang pro maupun yang kontra. Francis Wahono, misalnya. Dalam bukunya yang berjudul “Kapitalisme Pendidikan; Antara Kompetisi dan Keadilan”, mengkritik pola pendidikan dengan alur yang senada dengan “Kurikulum Berbasis Kompetensi” tersebut sebagai pendidikan kapitalis, dimana pendidikan semacam itu hanya akan melahirkan manusia-manusia yang diperlakukan sebagaimana layaknya mesin industri, yang hanya akan menguntungkan pemegang modal. 23 20
lihat data yang dipublikasikan oleh UNDP, yang berjudul Human Development Report 1998, sebagaimana dikutip oleh Nasikun, Industrialisasi, Pengembangan IPTEK dan Orientasi Pendidikan Tinggi Masa Depan, makalah dalam Seminar Bulanan P3PK UGM, Yogyakarta, 5 Januari 1995. Lihat juga Tim Broad Based Education Departemen Pendidikan Nasional, Pendidikan Berorientasi Kecakapan Hidup (Life Skill) Melalui Pendekatan Pendidikan Berbasis Luas Broad Based Education (BBE), (Jakarta : Tim Broad Based Education Departemen Pendidikan Nasional, 2002), hal. 2. 21 Lihat antara lain; Djohar, Pendidikan Strategik; Alternatif Untuk Pendidikan Masa Depan, (Yogyakarta : LESFI, 2003), hal. 5, Conny Semiawan, “Relevansi Kurikulum Masa Depan”, dalam Basis, nomor 07-08, tahun ke-49, Juli-Agustus 2000, hal. 34-35, Azyumardi Azra, Pendidikan Islam; Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru, (Jakarta : PT Logos Wacana Ilmu, 1999), hal. 163, dan Mohamad Ali, “Pengembangan Kurikulum; Isi, Implementasi, Monitoring dan Evaluasi”, dalam Laporan Eksekutif dan Rekomendasi Kebijakan pada Lokakarya Penelaahan Makalah Kebijakan Pendidikan Nasional Badan Penelitian dan Pengembangan Pendidikan dan Bank Dunia/Dutch Trust Funds, (Jakarta, 2002), hal. 12. 22 lihat T. Raka Joni, “Memicu Perbaikan Pendidikan Melalui Kurikulum”, dalam Basis, nomor 07-08, tahun ke-49, Juli-Agustus 2000, hal. 45. 23 Lihat Francis Wahono, Kapitalisme Pendidikan ……..
48
Akan tetapi, jika orientasi meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan meningkatkan kemampuan untuk melakukan berbagai tugas dalam berbagai lapangan pekerjaan tersebut tidak dipandang semata-mata dengan pendekatan industrialisasi, maka sebenarnya, menurut penulis, apa yang menjadi orientasi dari “Kurikulum Berbasis Kompetensi” tersebut tidak sepenuhnya keliru. Artinya, bukankah orientasi makro dari pendidikan adalah untuk melestarikan eksistensi manusia, yang secara kolektif berarti juga untuk melestarikan eksistensi masyarakat. Sementara di dalam sebuah masyarakat terdapat berbagai fungsi sosial yang harus diperankan secara optimal dan proporsional oleh para anggotanya. Dalam konteks itulah, berbagai fungsi sosial tersebut dapat diperankan secara optimal jika sumber daya manusia anggota masyarakat tersebut memiliki kualitas yang tinggi yang karenanya memiliki kapabilitas yang tinggi pula untuk memainkan peran sesuai dengan fungsi sosial yang diemban oleh masing-masing anggota masyarakat tersebut. Jadi, lapangan kerja dalam konteks ini seharusnya tidak difahami secara sempit sebagai industri, akan tetapi agaknya akan lebih relevan jika dimaknai sebagai fungsi-fungsi sosial yang harus diperankan oleh setiap anggota masyarakat. Jika pemahaman tentang lapangan kerja sebagaimana yang penulis utarakan di atas yang dipakai, maka adalah sangat beralasan jika dikatakan bahwa kemampuan yang tinggi dalam memerankan berbagai fungsi sosial adalah merupakan kebutuhan yang niscaya. Inilah barangkali yang dimaksud dengan “kompetensi” sebagaimana yang dikehendaki oleh oleh pemerintah Indonesia dalam konteks “Kurikulum Berbasis Kompetensi”. 24 Dalam
konteks
pendidikan
tinggi
di
Indoensia,
pemahaman
sebagaimana penulis utarakan pada bagian terakhir di atas menjadi semakin
24
Untuk lembaga pendidikan tinggi bisa dilihat SK Mendiknas Nomor 232/U/2000 Tentang Pedoman Penyusunan Kurikulum Pendidikan Tinggi Dan Penilaian Hasil Belajar Mahasiswa, SK Mendiknas Nomor 045/U/2002 Tentang Kurikulum Inti Pendidikan Tinggi, dan SK Dirjend. Dikti. Depdiknas Nomor 38/DIKTI/Kep/2002 Tentang Rambu-Rambu Pelaksanaan Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian di Perguruan Tinggi, dan regulasi yang terbaru terkait hal tersebut adalah Peraturan Presiden RI Nomor 8 Tahun 2012 tentang Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia.
49
jelas relevansinya terutama jika dikaitkan dengan tiga pilar Perguruan Tinggi, yang sekaligus juga menggambarkan ekspektasi masyarakat terhadap perguruan tinggi, yaitu yang dikenal dengan Tri Dharma Perguruan Tinggi. Di dalamnya terkandung maksud bahwa masyarakat mengharapkan agar Perguruan Tinggi mampu menjadi lembaga yang memiliki konsern yang tinggi dalam pengembangan ilmu pengetahuan lewat berbagai penelitian, dimana hasil pengembangan ilmu pengetahuan lewat berbagai penelitian yang dilakukannya tersebut dapat diaplikasikan dalam berbagai upaya peningkatan kualitas masyarakat sesuai dengan spesifikasi bidang kajian masing-masing Perguruan Tinggi. Dalam kaitannya dengan hal tersebut, Perguruan Tinggi Agama Islam, termasuk di dalamnya STAIN, sebagai perguruan tinggi yang konsern dominannya pada bidang keagamaan, juga mengemban dua ekspektasi masyarakat, yaitu ekspektasi akademik dan ekspektasi sosial. 25 Kedua ekspektasi tersebut saling terkait satu dengan lainnya. Dalam ekspektasi akademik, masyarakat mengharapkan agar Perguruan Tinggi Agama Islam dapat
memainkan
perannya
dalam
mengembangkan
berbagai
ilmu
pengetahuan keagamaan Islam. Sedangkan dalam ekspektasi sosial, masyarakat mengharapkan agar Perguruan Tinggi Agama Islam memainkan perannya sebagai lembaga sosial keagamaan, yang mampu menawarkan berbagai alternatif solusi atas berbagai persoalan keagamaan yang muncul dalam kehidupan masyarakat, atau lebih luas lagi, Perguruan Tinggi Agama Islam diharapkan mampu menawarkan berbagai solusi alternatif bagi berbagai persoalan apapun yang dihadapi dalam kehidupan masyarakat lewat upaya transformasi nilai-nilai Agama Islam ke dalam tataran ril kehidupan masyarakat. Dalam kerangka makro, kedua ekspektasi masyarakat terhadap Perguruan Tinggi Agama Islam tersebut sebenarnya tidak berbeda dengan ekspektasi masyarakat terhadap Perguruan Tinggi lain pada umumnya. Seperti 25
Amin Abdullah, Studi Agama; Normativitas atau Historisitas, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 1999), hal. 104 -105.
50
halnya ekspektasi terhadap Perguruan Tinggi Agama Islam, masyarakat juga memiliki harapan agar Perguruan Tinggi pada umumnya juga memainkan perannya
dalam
pengembangan
ilmu
pengetahuan,
dimana
hasil
pengembangan ilmu pengetahuan tersebut diharapkan mampu melahirkan berbagai alternatif solusi bagi berbagai problem yang muncul dalam kehidupan masyarakat. Meski demikian, dalam konteks ekspektasi masyarakat tersebut, ada karakteristik khas yang dimiliki oleh Perguruan Tinggi Agama Islam yang membuat nuansa ekspektasi masyarakat terhadapnya berbeda dengan nuansa ekspektasi masyarakat terhadap Perguruan Tinggi lain pada umumnya. Karakteristik khas tersebut berkait dengan karakteristik yang menjadi wilayah garap atau wilayah kajian Perguruan Tinggi Agama Islam, yaitu “agama” dalam berbagai dimensinya. Sebagaimana diketahui bahwa agama adalah merupakan sesuatu yang berkaitan dengan keyakinan dasar setiap individu yang menjadi anggota masyarakat, dimana keyakinan dasar tersebut menjadi komponen dominan yang mempengaruhi gerak langkah yang dilakukan oleh setiap individu yang menjadi anggota masyarakat tersebut. 26 Dengan demikian, dalam konteks ekspektasi masyarakat tersebut, secara tidak langsung, Perguruan Tinggi Agama Islam diharapkan menjadi gerbong yang menentukan arah gerak langkah masyarakat. Karenanya, agaknya tidak terlalu berlebihan jika dikatakan bahwa secara substansial, bobot tuntutan yang dibebankan masyarakat terhadap Perguruan Tinggi Agama Islam jauh lebih berat, dalam arti strategis dan menyangkut sesuatu yang vital. Sebagaimana yang telah penulis kemukakan bahwa agama merupakan sesuatu yang berkaitan dengan keyakinan dasar setiap individu yang menjadi anggota masyarakat, dimana keyakinan dasar tersebut menjadi komponen dominan yang mempengaruhi gerak langkah yang dilakukan oleh setiap 26
Beberapa hasil kajian yang mendasari pernyataan tersebut antara lain lihat Max Weber, The Protestant Ethic and the Spirit of Capitalism, (New York : Scribner’s Sons, 1958), dan Robert N. Bellah, Tokugawa Religion; the Cultural Roots of Modern Japan, (New York : the Free Press, 1985).
51
individu yang menjadi anggota masyarakat tersebut. Artinya, agama merupakan sebuah variable yang dominan dan strategis bagi seorang manusia. Dalam kaitannya dengan hal tersebut, STAIN Purwokerto, sebagai salah satu Perguruan Tinggi Agama Islam, tengah berupaya untuk mencoba memperkecil gap atau barier antara berbagai harapan masyarakat terhadapnya dengan berbagai aktifitas pendidikan yang diselenggarakannya. Salah satu rangkaian langkah yang dilakukan dalam rangka upaya tersebut adalah meninjau kembali kurikulum pendidikan yang telah dikembangkannya. Bentuk konkrit dari langkah tersebut adalah dilakukannya evaluasi terhadap kurikulum yang telah dikembangkannya. Sasaran evaluasi tersebut adalah dokumen Kurikulum Berbasis Kompetensi STAIN Purwokerto. Sayangnya, seluruh proses peninjauan ulang kurikulum STAIN Purwokerto tersebut terbatas hanya menjadikan “dokumen” kurikulum sebagai objeknya. Padahal, sebuah kurikulum sejatinya adalah merupakan kontinum yang dimulai dari dimensi kurikulum sebagai “ide”, yang setelah melalui proses deliberasi ide menghasilkan dimensi kurikulum sebagai “rencana”, dimana rencana tersebut umumnya kemudian ditulis sehingga menjadi “dokumen”. Selanjutnya, berdasarkan dokumen itulah para penyelenggara
pendidikan
melakukan
“aksi”
nyata
penyelenggaraan
pendidikan (dimensi kurikulum sebagai aksi), dimana aksi tersebut merupakan implementasi dari kurikulum dalam dimensi sebagai rencana. Yang terakhir, setelah aksi tersebut dilakukan maka akan diperoleh “hasil” (dimensi kurikulum sebagai hasil) dari aktifitas penyelenggaraan pendidikan tersebut, baik hasil yang terlihat segera (output), maupun hasil yang baru dapat dilihat setelah mahasiswa terjun ke dunia kerja (outcome). Sebagai sebuah kontinum, setiap dimensi kurikulum tersebut memiliki kaitan yang erat satu sama lain dan bersifat saling mempengaruhi. Artinya, apa yang dihasilkan dari penerapan sebuah kurikulum dalam sebuah aktifitas pendidikan tidak bisa dianggap merupakan pengaruh dari hanya satu atau dua dimensi dari kurikulum tersebut, tapi merupakan pengaruh dari interaksi antar seluruh dimensi dari kurikulum tersebut.
52
Mengevaluasi sebuah kurikulum hanya dengan berfokus pada dokumen kurikulum saja, apalagi dengan kriteria yang berasal dari fihak eksternal (misalnya karena ada perubahan kebijakan pemerintah terkait pendidikan tinggi), bukan hanya akan menghasilkan informasi yang sangat terbatas, akan tetapi lebih dari itu akan menghasilkan informasi yang tidak valid, yang pada gilirannya akan ditindaklanjuti dengan feedback yang kontraproduktif.
C. Evaluasi Kurikulum Evaluasi, yang dalam bahasa Inggris “evaluation”, sesungguhnya merupakan istilah teknis kependidikan yang relative baru. Rice, yang dianggap sebagai pemula kegiatan evaluasi di Amerika Serikat 27, pada permulaan abad ke 20 ini belum mempergunakan istilah evaluasi walaupun pekerjaannya dapat dikategorikan sebagai pekerjaan evaluasi. Tyler 28, sebagai tokoh penting dalam pemikiran pendidikan, baru mempergunakan istilah evaluasi dalam buku kecilnya yang berjudul “Basic Principles of Curriculum and Instruction”, yang ditulis pada tahun 1949. Barulah pada awal tahun 1960an istilah evaluasi dipergunakan secara lebih luas. Meski demikian, istilah evaluasi menggantikan istilah pengukuran, juga tidak berarti istilah pengukuran tidal lagi dipergunakan. Kenyataan yang terjadi adalah kedua istilah tersebut berkembang sendiri-sendiri, masingmasing dengan makna yang berbeda. 29 Walaupun mmengacu pada pengertian yang berbeda, namun ada hubungan pengertian yang cukup kuat antara istilah evaluasi dengan pengukuran. Memang, pembahasan pengertian evaluasi akan lebih mudah dipahami jika dibandingkan dengan pembahasan tentang istilah pengukuran. Istilah lain yang sering digunakan dalam konteks evaluasi adalah assessment.
27
Guba, E. G. dan Linkoln, Y. S., Effective Evaluation, (San Francisco : Jossey-Bass Pub., 1985), hal. 3. 28 Tyler, R. W., Basic Principles in Curriculum and Instruction, (Chicago : University of Chicago Press, 1949) 29 Said Hamid Hasan, Evaluasi Kurikulum, (Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan, 1988), hal. 5.
53
Untuk memberikan pemahaman awal yang relatif komprehensif evaluasi, perlu terlebih dahulu ditegaskan bahwa yang dimaksud dengan “evaluasi” adalah upaya untuk mengetahui tingkat kebermaknaan sebuah kurikulum. Penegasan tentang makna evaluasi dalam konteks ini penting untuk penulis kemukakan dengan maksud untuk menjaga kontinuitas atau kesinambungan alur fikir tentang hubungan antara pendidikan, kurikulum, dan evaluasi kurikulum. Artinya, salah satu di antara dasar pemikiran yang utama dari pemilihan model konsep kurikulum tertentu sebagai blue print pendidikan yang dikembangkan di sebuah lembaga pendidikan adalah untuk meningkatkan signifikansi keberadaan lembaga pendidikan tersebut dalam memenuhi ekspektasi masyarakat, yang secara eksplisit diutarakan dalam visi lembaga pendidikan tersebut. Dengan demikian, sejauhmana sebuah kurikulum telah memiliki kebermaknaan tentu akan sangat bergantung dari sejauhmana kurikulum tersebut ini telah mampu mewujudkan cita-cita yang hendak dicapai lewat pendidikan yang dikembangkannya. Mengikuti apa yang dikemukakan oleh Scriven 30, secara umum, fungsi evaluasi dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu fungsi formatif dan fungsi sumatif. Fungsi formatif yang diperankan oleh evaluasi adalah berorientasi untuk mengetahui sejauhmana implementasi dari sebuah program pendidikan atau kurikulum telah mampu membentuk sosok para peserta didik sesuai dengan target-target yang ditentukan secara internal dalam arti target-target yang dikemukakan secara eksplisit dalam kurikulum tersebut. Adapun fungsi sumatif yang diperankan oleh evaluasi adalah berorientasi untuk mengetahui sejauhmana dikemukakan
akumulasi secara
capaian
berbagai
eksplisit
dalam
target
sebagaimana
kurikulum
tersebut,
yang yang
direpresentasikan oleh alumni yang telah menjalani kurikulum pendidikan tersebut, mampu berkiprah dan memiliki signifikansi bagi masyarakat sesuai dengan yang dicita-citakan oleh lembaga pendidikan yang menggunakan 30
Scriven, M., “The Methodology of Evaluation”, dalam, Tyler R. et. al., Perspective of Curriculum Evaluation, (Chicago : AERA, Rand McNally and Company, 1967).
54
kurikulum tersebut. Karenanya, perspektif atau kriteria yang digunakan dalam evaluasi yang berfungsi sumatif ini adalah perspektif atau kriteria eksternal, perspektif atau kriteria yang berasal dari pengguna (user) atau stake holders, baik pengguna (user) atau stake holders para alumni lembaga pendidikan tersebut, maupun pengguna (user) atau stake holders berbagai jasa yang diberikan oleh lembaga pendidikan tersebut secara umum. Penegasan tentang pentingnya kesadaran untuk memerankan kedua fungsi evaluasi terhadap KBK STAIN Purwokerto ini sangatlah penting lebih-lebih jika dikaitkan dengan misi Perguruan Tinggi secara umum yang tertuang dalam Tri Dharma Perguruan Tinggi, yaitu tidak hanya melaksanakan pendidikan dan pengajaran serta penelitian dalam rangka mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi, seni dan budaya, akan tetapi kesemuanya itu bermuara pada pengabdian kepada masyarakat dalam arti diorientasikan bagi peningkatan kualitas kehidupan masyarakat. Karenanya, evaluasi terhadap sebuah kurikulum hendaknya tidak berhenti pada upaya untuk mengetahui sejauhmana implementasi kurikulum tersebut telah mampu membentuk sosok peserta didik sesuai dengan kualifikasi yang ditargetkan dalam Kurikulum itu sendiri. Evaluasi terhadap Kurikulum hendaknya dilanjutkan kepada upaya untuk mengetahui sejauhmana kiprah alumni lembaga pendidikan yang menggunakan kurikulum tersebut, yang merupakan representasi dari sosok yang telah memenuhi kualifikasi sebagaimana yang ditargetkan secara interal oleh kurikulum tersebut, mampu memberi konstribusi yang signifikan bagi kehidupan masyarakat secara nyata sesuai dengan visi lembaga pendidikan tersebut. Dengan dasar pemikiran sebagaimana yang diutarakan itulah, paparan tentang evaluasi ini meliputi penjelasan yang secara garis besar terbagi menjadi dua, yaitu; 1) penjelasan tentang evaluasi dalam fungsi formatif, dimana untuk mempermudah pemahaman diistilahkan dengan evaluasi hasil belajar, dan 2) penjelasan tentang evaluasi dalam fungsi sumatif, yang
55
meskipun tidak terlalu tepat, akan tetapi untuk mempermudah pemahaman, diistilahkan dengan evaluasi kurikulum. Jika dilihat dari scope-nya, evaluasi hasil belajar merupakan wilayah garap yang dominan dilakukan oleh para Dosen Pengampu Mata Kuliah, sedangkan evaluasi kurikulum merupakan wilayah garap dominan fihak tertentu yang bertugas untuk melakukan kendali mutu akademik.
D. Dimensi-Dimensi Kurikulum Berdasarkan kajian terhadap berbagai literature mengenai kurikulum dan berdasarkan pemikiran reflektif tentang istilah kurikulum, penulis melihat bahwa kurikulum adalah sebuah kontinum, yang bergerak dari dimensi yang relative abstrak menjadi dimensi yang relative konkrit. Dimensi-dimensi kurikulum tersebut adalah : 1. Dimensi Kurikulum Sebagai Ide Atau Konsepsi Kurikulum dalam dimensi sebagai idea atau konsepsi adalah kurikulum dalam pengertian yang paling dinamis dibandingkan kurikulum dalam dimensi lainnya. Kurikulum dalam dimensi ini berkembang cepat, bahkan sangat cepat mengikuti perkembangan pemikiran orang yang memilikinya. Selain itu, semakin jauh pandangan seseorang dan makin luas serta kompleks pandangan tersebut, maka kompleks pula kurikulum yang dihasilkannya. Demikian pula sebaliknya, semakin sempit dan pendek pandangan seseorang tentang pendidikan, maka semakin kerdil pula kurikulum yang ada pada dirinya. Dalam bentuknya yang paling orisinal, kurikulum dalam dimensi ini hanya ada dalam pemikiran seseorang. Karena hakikat dari pemikiran itu sedemikian rupa, maka kurikulum dalam dimensi sebagai idea tau konseptual ini tidak banyak dikenal orang. Meski demikian, kurikulum dalam dimensi sebagai ide ada di setiap orang. Ada pada setiap mahasiswa, guru / dosen, kepala sekolah / dekan / rector, menteri, dan pada setiap individu masyarakat. Dapat dikatakan bahwa setiap orang yang terlibat dalam setiap aktifitas
56
pendidikan, langsung maupun tidak langsung, memiliki kurikulum dalam dimensi ini. Setiap orang yang mencurahkan fikirannya terhadap proses belajar mengajar di sekolah, tentang apa yang harus dipelajari oleh siswa, tentang apa yang harus dilakukan oleh para pelaksana pendidikan di lembaga pendidikan, memiliki kurikulum dalam dimensi sebagai idea tau konsepsi. Apa yang difikirkannya tersebut sebenarnya adalah kurikulum yang ada pada dirinya. Tentu saja apa yang ada itu adalah yang ideal menurut pandangannya. Artinya, yang terbaik yang harus ada dalam kurikulum. Oleh karena itu, kurikulum yang ada pada diri seseorang belum tentu sama dengan yang ada pada orang lain, walaupun orang itu teman se kelasnya, rekan sejawatnya, atau orang tuanya sekalipun. Dalam realitas sehari-hari kurikulum dalam dimensi ini berhadapan satu dengan lainnya. Kurikulum yang ada pada diri siswa berhadapan dengan kurikulum yang ada pada diri guru. Kurikulum yang ada pada diri guru berhadapan dengan kurikulum yang ada pada teman sejawatnya, kepala sekolah, pengawas, pimpinan kantor wilayah pendidikan, bahwan dengan kurikulum resmi yang berlaku di sekolah. Kurikulum yang berada pada diri individu-individu di masyarakat juga berhadapan dengan kurikulum yang ada pada pemegang keputusan tertinggi tentang pendidikan. Apabila kurikulum yang difikirkan setiap anggota masyarakat sejalan dengan apa yang difikirkan oleh pengambil keputusan tertinggi, maka akan terjadi suatu konfirmasi antara satu dengan lainnya. Dalam kenyataan yang demikian maka perubahan kurikulum tidak menimbulkan banyak keluhan apa lagi penentangan. Sebaliknya, apabila kurikulum yang difikirkan berbeda, apalagi bertentangan, maka kurikulum yang dihasilkan dalam bentuk rencana tertulis akan menimbulkan keresahan masyarakat. Oleh karena itu, penelitian mengenai siswa, masyarakat, dan sebagainya dalam usaha untuk menetapkan suatu kurikulum sebagai ide yang akan diterjemahkan menjadi kurikulum sebagai suatu rencana tertulis, menjadi sangat penting.
57
Sebagaimana yang dikemukakan oleh Robert S. Zais, karakter budaya sebuah masyarakat memiliki pengaruh yang sangat besar dalam menentukan karakteristik dan pengorganisasian tujuan, materi, proses belajar mengajar, dan evaluasi dalam sebuah kurikulum. 31 Dalam proses pengembangan kurikulum, kurikulum sebagai ide atau konsepsi ini terlihat jelas pada waktu proses awal, yaitu proses “deliberasi ide”, baik dalam suatu tim yang masing-masing anggotanya memiliki keududukan sejajar, maupun dalam suatu pertemuan konsultasi antara antara beberapa pengambil keputusan. 2. Dimensi Kurikulum Sebagai Rencana Berbeda dari kurikulum dalam dimensi sebagai ide, kurikulum dalam dimensi sebagai rencana merupakan kurikulum yang paling banyak diperhatikan. Bahkansebenarnya banyak sekali pakar yang membuat definisi kurikulum yang mengarah kepada kurikulm dalam dimensi sebagai rencana ini. Schubert 32 misalnya, membahas pengertian kurikulum dimana 6 dari pengertian yang dikemukakannya berhubungan dengan kurikulum dalam dimensi sebagai rencana. Adanya perhatian yang lebih besar terhadap kurikulum dalam dimensi sebagai rencana ini mudah dipahami apabila diingat bahwa kurikulum dalam dimensi ini adalah kurikulum yang memiliki bentuk yang paling nyata. Kurikulum dalam dimensi sebagai rencana ini mudah dilihat karena tertulis, yang karenanya mudah dipelajari, mudah dibandingkan antara satu dengan yang lainnya sehingga jelas apa yang diinginkan oleh suatu kegiatan pendidikan. Ide yang ingin dikembangkan dalam pendidikan dengan jelas dapat dikaji dalam kurikulum dalam dimensi sebagai rencana ini. Dalam dimensi ini, kurikulum dianggap sebagai sesuatu yang penting, bahkan yang paling penting sehingga untuk jangka waktu yang 31
Robert S. Zais, Curriculum; Principles and Foundations, (New York : Harper & Row, Publisher), hal. 156 32 Schubert W H., Curriculum; Perspective, Paradigm, and Possibility, (New York : Macmillan Publishing Company, 1986), hal. 26 – 33.
58
cukup lama para sarjana di bidang kurikulum hanya memberikan perhatiannya terhadap kurikulum dalam dimensi ini. Oleh
karenanya
buku-buku
mengenai
cara
pengembangan
kurikulum pada umumnya berbicara tentang pengembangan kurikulum dalam dimensi sebagai rencana. Buku-buku tersebut umumnya membahas berbagai topic tentang; bagaimana mengembangkan tujuan, bagaimana mengembangkan
pengalaman
belajar,
bagaimana
mengorganisasi
pengalaman belajar, serta bagaimana mengembngkan evaluasi hasil belajar. Pada dasarnya, kurikulu dalam dimensi sebagai rencana ini adalah terjemahan dari kurikulum dalam dimensi sebagai ide. Teknologi pendidikan sudah sedemikian maju sehingga kurikulum dalam dimensi sebagai rencana ini harus memenuhi criteria tentang bentuk. Ini tidak ada dalam kurikulum dalam dimensi sebagai ide. Kurikulum dalam dimensi sebagai ide tidak dapat berkomunikasi langsung dengan para pelaksana ide di lembaga-lembaga pendidikan. Waktu, tempat, serta jumlah para pelaksana yang banyak tidak memungkinkan kurikulum dalam dimensi ide dalam bentuk asalnya dikomunikasikan kepada para pelaksana tersebut. Sebaliknya, kurikulum dalam dimensi sebagai rencana dapat melakukan komunikasi itu walaupun sifat komunikasinya sering searah, karena pada umumnya kurikulum dalam dimensi sebagai rencana ini dinyatakan secara tertulis. Oleh karena itu, mau tidak mau kurikulum dalam dimensi sebagai ide harus tunduk pada ketentuan-ketentuan teknologis kurikulum dalam dimensi sebagai rencana. Karena sifatnya yang searah, komunikasi yang dilakukan oleh kurikulum dalam dimensi sebagai rencana kepada para pelaksananya seringkali mengalami kelumpuhan. Artinya, seringkali ide yang ingin disampaikan oleh kurikulum dalam dimensi sebagai rencana kepada para pelaksananya tidak tertangkap oleh para pelaksana tersebut. Mungkin sekali hal tersebut disengaja atau mungkin pula karena ide yang
59
disampaikan melalui media tulisan ini tidak dimengerti maknanya oleh para pelaksana. Oleh karena itu, berbeda dengan situasi pada waktu suatu ide disampaikan pada kelompok teknis pengembangan kurikulum, kurikulum dalam dimensi sebagai rencana tidak memiliki kekuatan nyata terkecuali kekuatan hukum. 3. Dimensi Kurikulum Sebagai Kegiatan / Proses Kurikulum dalam dimensi sebagai kegiatan / proses disebut pula kurikulum sebagai realita atau sebagai eksperiensial. Istilah realita menunjukkan bahwa kurikulum dalam dimensi sebagai kegiatan / proses ini adalah kurikulum yang sesuangguhnya terjadi di lapangan. Lebih lanjut, istilah eksperiensial menunjukkan sudut pandang siswa terhadap sebuah kurikulum. Siswa mungkin saja memiliki kurikulum sebagai ide, tetapi apa yang dialaminya adalah kurikulum sebagai kenyataan, sebagai apa yang dialaminya. Keduanya, ide dan pengalaman, mungkin sejalan tetapi mungkin juga berbeda. Dikalangan ahli kurikulum terdapat perbedaan pendapat mengenai apakah kurikulum dalam dimensi sebagai kegiatan / proses ini termasuk ke dalam kurikulum atau suatu bidang yang berdiri sendiri. Beauchamp adalah salah satu di antara sarjana-sarjana kurikulum yang tidak menganggap kurikulum dalam dimensi sebagai kegiatan / proses sebagai kurikulum. Bagi Beauchamp 33 hanyalah suatu dokumen tertulis. Jadi merupakan kurikulum dalam dimensi sebagai rencana. Dimensi lainnya tidak dikenal oleh Beauchamp. Sebaliknya, banyak juga ahli kurikulum yang memiliki pandangan bahwa kegiatan atau proses adalah termasuk kurikulum. Salah satunya adalah Schubert 34. Argumen yang mendasari bahwa kurikulum dalam dimensi sebagai kegiatan / proses adalah termasuk kurikulum adalah sebagai berikut : 33
Beauchamp, G. A., Curriculum Theory, (Wilmette, Illinois : The Kagg Press, 1975), hal.
7 34
Schubert W H., Curriculum; Perspective, Paradigm, and Possibility, (New York : Macmillan Publishing Company, 1986)
60
a. Jika kegiatan di sekolah bukan kurikulum, maka apa yang terjadi di kelas bukan pula kurikulum. Dengan demikian hasil belajar yang diperoleh siswa bukanlah hasil kurikulum. Tentu saja hal tersebut sulit dibenarkan karena apa yang diperoleh siswa di kelas adalah realisasi dari dimensi kurikulum sebagai rencana tertulis. Realisasi kurikulum dalam dimensi tertulis dalam bentuk kegiatan adalah juga kurikulum. b. Sebagaimana apa yang dikemukakan oleh Zais, bahwa apa yang terjadi dalam pembelajaran di kelas tentu bergerak menuju targettarget tertentu, membelajarkan materi-materi tertentu yang sudah direncanakan, dan menerapkan metode tertentu yang juga telah direncanakan. 35 Dilihat dari sudut pengembangan kurikulum, kurikulum dalam dimensi sebagai kegiatan / proses sebenarnya merupakan implementasi kurikulum sebagai rencana. Oleh karena itu, antara kurikulum dalam dimensi sebagai ide dengan kurikulum dalam dimensi sebagai rencana, dan kurikulum dalam dimensi sebagai kegiatan / proses adalah suatu kelanjutan yang berkesinambungan. Kesinamungan ini merupakan suatu hal yang penting dan kritis dalam kegiatan pengembangan kurikulum. Apabila kesinambungan tersebut mengalami persoalan, maka ide yang dimaksud dalam tahap pertama pengembangan kurikulum tidak akan mencapai sasarannya. Ketidaksinambungan antara kurikulum dalam dimensi sebagai ide dengan kurikulum dalam dimensi sebagai rencana, dan kurikulum dalam dimensi sebagai kegiatan / proses akan mempengaruhi pula kualitas kurikulum dalam dimensi sebagai hasil. Apabila kurikulum dalam dimensi sebagai kegiatan / proses tidak mencerminkan kurikulum dalam dimensi sebagai rencana maka sebenarnya ada dua macam kurikulum
35
Zais, R. S., Curriculum; Principles and Foundations, (New York : Harper & Row, Publishers, Inc., 1976), hal. 11
61
yang berbeda. 36 Perbedaan seperti itu akan menimbulkan persoalan yang cukup kritis bagi evaluasi. Evaluator tidak dapat memberikan pertimbangan arti dari kurikulum sebagai rencana tersebut dilihat dari segi kegiatan. Bahkan evaluator juga tidak dapat memberikan pertimbangan mengenai arti dari kurikulum sebagai rencana dilihat dari segi produk. 4. Dimensi Kurikulum Sebagai Hasil Perhatian terhadap kurikulum dalam dimensi sebagai hasil merupakan perhatian yang sudah lama. Bahkan secara historis perhatian terhadap kurikulum dalam dimensi sebagai hasil ini merupakan perhatian pertama yang diberikan oleh setiap orang yang terlibat dalam kegiatan pendidikan. Dengan kata lain, pengertian kurikulum dalam dimensi sebagai hasil merupakan pengertian pertama yang dikenal umat manusia. Hanya saja pengertian tersebut tidak dirumuskan secara formal. Bahkan pada waktu kegiatan evaluasi secara formal dilakukan, evaluasi kurikulum berhubungan dengan hasil belajar, akan tetapi orang tidak mengaitkan hasil belajar itu sebagai salah satu dimensi kurikulum. Meski demikian, hasil evaluasi itu dipergunakan untuk memperbaiki ataupun mengganti kurikulum dalam dimensi sebagai rencana. Usaha yang paling jauh yang dilakukan adalah memasukan hasil belajar sebagai salah satu komponen sebagai rencana. Artinya, ia harus dikembangkan tetapi tidak dianggap sebagai kurikulum dalam dimensinya sendiri. Posisi evaluasi terhadap hasil belajar tersebut sangat dominan sehingga
dimensi
kurikulum
lainnya
tidak
diperhatikan.
Orang
beranggapan bahwa data yang diperoleh dari evaluasi hasil belajar sudah cukup untuk membuat keputusan mengenai kurikulum sebagai rencana. Sebagai hasil belajar, kurikulum adalah sebuah produk. Isi dari produk itu beraneka ragam; ada yang berupa pengetahuan siap, adapula
36
Warring, M., Social Pressure and Curriculum Innovation; A Study of the Nuffield Foundation Science Teaching Project, (London : Methuen, 1979), hal. 220.
62
yang berupa keterampilan, baik keterampilan yang bersifat kognitif, afektif, maupun motorik, dan ada pula produk afektif. Walaupun dpengaruhi oleh berbagai factor; guru, siswa, dan lingkungan, kurikulum dalam dimensi sebagai hasil merupakan kelanjutan dan dipengaruhi oleh kurikulum dalam dimensi sebagai kegiatan. Ia juga dipengaruhi secara langsung oleh kurikulum dalam dimensi sebagai ide, terutama ide yang ada pada guru. Selain kurikulum dalam dimensi sebagai rencana dan kurikulum dalam dimensi sebagai kegiatan, kurikulum dalam dimensi sebagai hasil merupakan kurikulum yang paling sering dibicarakan, sehingga dalam kenyataan sehari-hari orang mempergunakan kurikulum dalam dimensi sebagai
hasil
sebagai
indicator
untuk
menentukan
keberhasilan
pendidikan siswa. Bahkan kurikulum dalam dimensi sebagai hasil juga dipergunakan untuk menentukan keberhasilan karier siswa di masa pasca pendidikan.
63
64
BAB III DESKRIPSI ORIENTASI PROFESI, MUATAN MATERI, METODE, DAN EVALUASI DALAM DOKUMEN KURIKULUM BERBASIS KOMPETENSI STAIN PURWOKERTO
A. Gambaran Umum KBK STAIN Purwokerto 1. Reasoning Pemilihan Kurikulum Berbasis Kompetensi Setidaknya, ada dua ekspektasi masyarakat terhadap keberadaan “Perguruan Tinggi Agama”, yaitu ekspektasi akademik dan ekspektasi sosial. Kedua ekspektasi tersebut saling terkait satu dengan lainnya. Dalam ekspektasi akademik masyarakat mengharapkan agar Perguruan Tinggi Agama dapat memainkan perannya dalam mengembangkan berbagai ilmu pengetahuan keagamaan. Sedangkan dalam ekspektasi sosial, masyarakat mengharapkan agar Perguruan Tinggi Agama memainkan perannya sebagai lembaga sosial keagamaan, yang mampu menawarkan
berbagai
alternatif
solusi
atas
berbagai
persoalan
keagamaan yang muncul dalam kehidupan masyarakat, bahkan berbagai persoalan apapun yang muncul dalam kehidupan masyarakat dengan berpijak pada nilai-nilai ajaran agama sebagai term of refference-nya. Dalam kerangka makro, kedua ekspektasi masyarakat terhadap Perguruan Tinggi Agama tersebut sebenarnya tidak berbeda dengan ekspektasi masyarakat terhadap Perguruan Tinggi lain pada umumnya. Seperti halnya ekspektasi terhadap Perguruan Tinggi Agama, masyarakat juga memiliki harapan agar Perguruan Tinggi pada umumnya juga memainkan perannya dalam pengembangan ilmu pengetahuan, dimana hasil pengembangan ilmu pengetahuan tersebut diharapkan mampu melahirkan berbagai alternatif solusi bagi berbagai problem yang muncul dalam kehidupan masyarakat. Meski demikian, dalam konteks ekspektasi masyarakat tersebut, ada karakteristik khas yang dimiliki oleh Perguruan Tinggi Agama yang membuat nuansa ekspektasi masyarakat terhadapnya berbeda dengan
65
nuansa ekspektasi masyarakat terhadap Perguruan Tinggi lain pada umumnya. Karakteristik khas tersebut berkait dengan karakteristik yang menjadi wilayah garap atau wilayah kajian Perguruan Tinggi Agama, yaitu “agama” dalam berbagai dimensinya. Sebagaimana diketahui bahwa agama adalah merupakan sesuatu yang berkaitan dengan keyakinan dasar setiap individu yang menjadi anggota masyarakat, dimana keyakinan dasar tersebut menjadi komponen dominan yang mempengaruhi gerak langkah yang dilakukan oleh setiap individu yang menjadi anggota masyarakat tersebut. Dengan demikian, dalam konteks ekspektasi masyarakat tersebut, secara tidak langsung, Perguruan Tinggi Agama diharapkan menjadi gerbong yang menentukan arah gerak langkah masyarakat. Karenanya, agaknya tidak terlalu berlebihan jika dikatakan bahwa secara substansial, bobot tuntutan yang dibebankan masyarakat terhadap Perguruan Tinggi Agama jauh lebih berat, dalam arti lebih strategis dan menyangkut sesuatu yang vital. Dalam kaitan itulah, berbagai upaya untuk meningkatkan kualitas Perguruan Tinggi Agama tentunya menjadi sesuatu yang niscaya keberadaannya. Apa yang diutarakan pada bagian terakhir di atas menjadi semakin beralasan
bila
memperhatikan
banyaknya
kalangan
yang
mempertanyakan peran para lulusan Perguruan Tinggi Agama dalam pengembangan dirinya di masyarakat. Bahkan tidak sedikit kalangan masyarakat yang meragukan kemampuan lulusan Perguruan Tinggi Agama dalam pergumulannya dengan lulusan perguruan tinggi umum. Sebenarnya, keprihatinan masyarakat tersebut tidak hanya berkaitan dengan alumni Perguruan Tinggi Agama saja, akan tetapi secara umum, keprihatinan tersebut juga tertuju kepada lulusan lembaga pendidikan formal di Indonesia secara keseluruhan. Beberapa hasil kajian dan penelitian menunjukkan bahwa kondisi pendidikan di Indonesia mengimplikasikan berbagai hal yang tidak menguntungkan bagi optimalisasi fungsi pendidikan, baik bagi individu, maupun bagi
66
masyarakat dan bangsa Indonesia secara keseluruhan, terutama dalam konteks era globalisasi dan kondisi dewasa ini yang sarat dengan tantangan dan serba ketidakmenentuan sebagai akibat begitu cepatnya proses perubahan yang terjadi di berbagai bidang. Dalam konteks mikro misalnya, ada kecenderungan bahwa pola pembelajaran yang bersifat linier-vertical, dimana peserta didik bersifat reseptive-pasive,
telah
menyebabkan
para
peserta
didik
hanya
mendengarkan apa yang disampaikan oleh pendidiknya, dan kalaupun para peserta didik diberi kesempatan untuk bertanya, mereka hanya dirangsang untuk bertanya terhadap hal-hal yang bagi mereka justru tidak merangsang. Ukuran pemahaman mereka hanya dilihat dari ada atau tidak adanya pertanyaan. Jika tidak ada yang bertanya, maka hal tersebut dijadikan indikator bahwa mereka telah faham, walaupun pada hakikatnya mereka tidak mengerti apa-apa. Kondisi sebagaimana digambarkan di atas tentu saja merupakan kondisi yang tidak menguntungkan mengingat kegiatan bertanya, jika pelaksanaannya tidak bersifat artificial, sebenarnya mengandung unsurunsur kreativitas, dimana dari kegiatan bertanya tersebut kemampuan seseorang dalam melihat barier atau kesenjangan akan nampak. Sayangnya, dalam kondisi sebagaimana yang digambarkan di atas, kegiatan bertanya tersebut seringkali dirangsang oleh para pendidik justru melalui mekanisme preskriptif dan transfer pengetahuan. Karenanya, rangsangan yang diberikan oleh pendidik tersebut bukan merupakan rangsangan kreatifitas melainkan sekedar rangsangan bagi peserta didik yang diposisikan sebagai reseptor. Tatanan kehidupan global mensyaratkan masyarakat yang terus belajar, dimana pembentukan masyarakat yang terus belajar ini bisa diawali dari penumbuhan kreatifitas dari masing-masing anggota masyarakat tersebut. Jika hal tersebut tidak dilakukan, maka masyarakat tersebut tidak akan dapat melakukan adaptasi dengan tatanan kehidupan
67
global dan tidak mampu mengatasi berbagai permasalahan yang dihadapi sebagai implikasi dari proses perubahan yang berjalan sangat cepat. Hal lain yang menggambarkan implikasi negatif dari kondisi pendidikan di Indonesia dalam rangka menghadapi tatanan kehidupan global dengan proses perubahan yang begitu cepat dan serba ketidak menentuan adalah apa yang dilaporkan oleh berbagai hasil penelitian terhadap proses pembelajaran di berbagai lembaga pendidikan formal di Indonesia. Dari berbagai penelitian ditemukan bahwa pembelajaran di lembaga pendidikan formal di Indonesia cenderung bersifat sangat teoritik dan tidak terkait dengan lingkungan dimana peserta didik berada. Keadaan demikian menyebabkan peserta didik tidak mampu menerapkan apa yang dipelajari di lembaga pendidikan formal tempat ia belajar guna memecahkan masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari. Pendidikan dengan kondisi seperti yang digambarkan tersebut seakan mencabut peserta didik dari lingkungannya sehingga menjadi asing di masyarakatnya sendiri. Kondisi serupa itu juga banyak ditemukan di Perguruan Tinggi Agama. Jika pendidikan dipandang sebagai upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia sebuah bangsa, maka dalam pandangan itupun pendidikan
di
Indonesia
belum
menunjukkan
gambaran
yang
menggembirakan. Hal tersebut bisa dilihat dari urutan peringkat Human Development Index (HDI). Dari data yang dipublikasikan oleh UNDP, yang berjudul Human Development Report 1998, dapat dilihat bahwa dari 174 negara yang disurvai, indeks kualitas sumber daya manusia (HDI) Indonesia menempati peringkat ke 102. Kemudian pada tahun 1999 indeks kualitas sumber daya manusia (HDI) Indonesia melorot lagi ke peringkat 105, dan pada tahun 2000 melorot lagi ke peringkat 109. Dari data tersebut, secara umum dapat dikatakan bahwa lembaga pendidikan di Indonesia belum mampu memfungsikan dirinya sebagai institusi yang diharapkan dapat melahirkan manusia Indonesia yang memiliki kualitas yang tinggi. Kualitas yang tinggi dalam konteks ini
68
tentu saja meliputi kemampuan dalam menguasai berbagai informasi akademik atau informasi ilmiah secara utuh dan komprehensif, yang dari penguasaannya tersebut para peserta didik diharapkan memiliki potensi untuk mengembangkan kreatifitasnya dengan cara melakukan berbagai proses analogi tentang berbagai informasi akademik atau informasi ilmiah tersebut terhadap berbagai persoalan nyata yang berkembang dalam masyarakat. Agaknya, dalam konteks penguasaan berbagai informasi ilmiah atau informasi akademik ini, pendidikan di Indonesia sebagian besar baru mengantarkan pada level kemampuan knowing atau recalling.
Belum
mampu
mengantarkan
pada
kemampuan
comprehention, analyzing, apalagi pada kemampuan aplicating dan evaluating. Hal penting lainnya adalah miskinnya aktifitas pendidikan yang secara intensif berupaya melakukan proses internalisasi berbagai nilai yang terkandung dalam berbagai informasi akademik atau informasi ilmiah tersebut, karena sebenarnya ilmu itu tidak bebas nilai, akan tetapi sebaliknya justru sarat dengan nilai, terutama apabila setiap ilmu tersebut dikaji dari aspek kesejarahannya. Artinya, perkembangan setiap ilmu itu tentu saja tidak bisa dilepaskan dari upayanya untuk berperan dalam melakukan proses rekayasa sosial yang diorientasikan untuk menciptakan kondisi sosial yang lebih baik. Kondisi inilah yang kemudian memunculkan persepsi “ilmu untuk ilmu”, yang pada gilirannya lambat laun membuat mereka yang mengikuti aktifitas pendidikan tersebut menjadi tercerabut dari akarnya. Kondisi ini pula yang menyebabkan para peserta didik, mulai dari pendidikan yang paling awal sampai pendidikan tinggi, memiliki persepsi bahwa apa yang mereka pelajari di bangku sekolah atau lembaga pendidikan adalah sesuatu yang harus mereka pelajari karena mereka sedang bersekolah atau sedang mengikuti pendidikan di sebuah lembaga pendidikan. Para peserta didik tidak befikir bahwa apa yang mereka pelajari adalah sesuatu yang memang mereka butuhkan sebagai “bekal”
69
dalam memainkan peran mereka sebagai anggota masyarakat. Kalaupun mereka memiliki pemikiran bahwa kegiatan mereka dalam mengikuti pendidikan di sebuah lembaga pendidikan adalah untuk mendapatkan “bekal” bagi kehidupannya kelak, maka “bekal” yang dimaksud seringkali diasosiasikan dengan “ijazah” yang mereka peroleh setelah mereka selesai mengikuti pendidikan di sebuah lembaga pendidikan, yang dengan ijazah tersebut kemudian mereka dapat melamar pekerjaan. Akhirnya, lahirlah kecenderungan “formalistis” dalam mengikuti pendidikan. Jika kondisi itu yang terjadi, maka wajarlah jika sering terlontar ungkapan yang salah kaprah, yang sebenarnya juga merupakan ungkapan sindiran bagi proses pendidikan yang melahirkan kondisi tersebut. Ungkapan tersebut adalah “ah, itukan hanya teori”. Ungkapan tersebut mengandung maksud bahwa apa yang dipelajari di sekolah atau di lembaga pendidikan lainnya, yaitu berbagai informasi akademis atau informasi ilmiah, yang kemudian sebagian biasa dikategorikan sebagai teori, hanyalah sesuatu yang berlaku atau diperbincangkan pada saat para peserta didik mengikuti pendidikan di sekolah atau di lembaga pendidikan lainnya, tidak terkait dengan realitas kehidupan. Kondisi yang digambarkan terakhir di atas merupakan indikasi dari sangat minimnya pemahaman dan penghayatan para peserta didik terhadap apa yang disebut dengan teori. Terciptanya kondisi sebagaimana yang digambarkan terakhir di atas sangat boleh jadi karena pendidikan yang selama ini dilakukan hanyalah merupakan proses penyampaian informasi dengan alur komunikasi satu arah (one way traffic communication), dari pendidik kepada peserta didik, yang karenanya bukan merupakan aktifitas yang membelajarkan peserta didik. Dalam proses komunikasi satu arah tersebut, peserta didik tidak diajak untuk terbiasa menemukan atau melahirkan informasi akademis atau informasi ilmiah, atau, katakanlah teori, dari aktifitas yang mereka alami sendiri. Artinya, para peserta didik selalu memperoleh informasi akademis atau
70
informasi ilmiah, atau teori tersebut dalam bentuk yang sudah jadi, yang dalam konteks komunikasi, informasi akademis atau informasi ilmiah, atau teori tersebut seolah-olah menjadi message atau pesan dari pendidik yang harus diterima oleh para peserta didik. Karena para peserta didik tidak pernah merasa terlibat dalam lahirnya sebuah informasi akademis atau informasi ilmiah, atau teori tersebut, maka penghayatan mereka terhadap informasi akademis atau informasi ilmiah, atau teori tersebut tentu sangat dangkal, atau bahkan tidak ada sama sekali. Oleh karena itu, para peserta didik kemudian hanya berusaha untuk menerima pesan atau informasi dari pendidiknya tersebut untuk kepentingan ujian. Artinya, untuk mereka recall ketika mereka harus menjawab berbagai pertanyaan dalam ujian, dimana pertanyaan-pertanyaan dalam ujian tersebut juga seringkali hanya berupa pertanyaan yang bersifat recalling. Jika kondisi pendidikan sebagaimana digambarkan di atas tidak dirubah, maka dapat dipastikan pendidikan tidak pernah akan mampu memfungsikan dirinya sebagaimana yang diharapkan. Oleh karena itulah, STAIN Purwokerto berupaya untuk merubah kondisi pendidikan sebagaimana yang digambarkan di atas dengan model pendidikan yang berorientasi pada pencapaian kemampuan yang nyata yang dibutuhkan oleh para mahasiswanya dalam memfungsikan dirinya sebagai warga masyarakat yang memiliki signifikansi positif bagi masyarakatnya. Pencapaian kemampuan yang nyata yang dibutuhkan oleh para mahasiswa dalam memfungsikan dirinya sebagai warga masyarakat yang memiliki signifikansi positif bagi masyarakatnya tersebut dilakukan dengan pola atau model pendidikan yang berupaya melibatkan para mahasiswa untuk secara aktif bersama-sama dengan dosen sebagai fasilitatornya melakukan proses pembelajaran. Artinya, seluruh muatan pembelajaran, baik yang berisi fakta, informasi, nilai, maupun keterampilan, diupayakan untuk dikuasai oleh para mahasiswa melalui
71
aktifitas penggalian, penemuan, dan pengembangan yang mereka alami sendiri. Dengan demikian, seluruh muatan pembelajaran tidak lagi hanya menjadi pengetahuan bagi para mahasiswa, akan tetapi juga menjadi pengalaman bagi mereka. Karenanya, lewat model pembelajaran seperti itu diharapkan akan lahir penghayatan yang sangat tinggi dari para mahasiswa terhadap seluruh muatan pembelajaran yang mereka ikuti. Penghayatan yang sangat tinggi terhadap seluruh muatan yang dipelajari ini sangat penting karena dari penghayatan yang sangat tinggi tersebut akan lahir motivasi yang tinggi dalam diri para mahasiswa untuk menggali, menemukan, dan mengembangkan lebih dalam dan lebih jauh lagi berbagai muatan pembelajaran yang mereka kaji. Pada gilirannya diharapkan akan lahir secara alamiah kecenderungan untuk selalu menjadikan realitas yang ada disekitar mereka sebagai sumber inspirasi dalam mengembangkan berbagai potensi unggul yang dimiliki bagi kemaslahatan dalam arti peningkatan kualitas kehidupan mereka secara individual, dan berdampak pada peningkatan kualitas kehidupan masyarakat. Pola atau model pendidikan sebagaimana digambarkan pada bagian terakhir di atas itulah yang dimaksud dengan pendidikan yang berbasis kompetensi. Skenario atau blue print dari model pendidikan berbasis kompetensi tersebut adalah Kurikulum Berbasis Kompetensi.
2. Deskripsi Alur Fikir “Dokumen Kurikulum Berbasis Kompetensi STAIN Purwokerto” Sebagai sebuah dokumen yang berperan untuk memandu implementasi model pendidikan yang berbasis kompetensi, dengan gambaran sebagaimana diutarakan di atas, maka “Dokumen Kurikulum Berbasis Kompetensi STAIN Purwokerto” ini dirancang sedemikian rupa agar
mampu
memberikan
panduan
yang
menjamin
efektifitas
implementasi pendidikan yang berbasis kompetensi sesuai dengan apa yang diharapkan oleh seluruh civitas akademika STAIN Purwokerto.
72
Untuk itu, “Dokumen Kurikulum Berbasis Kompetensi STAIN Purwokerto” ini tersusun atas beberapa bagian yang satu sama lain saling terkait dan tidak dapat dipisah-pisahkan. Bagian-bagian tersebut yaitu : A. Alur Fikir Muatan Pembelajaran, yang meliputi : 1.
Alur Fikir Muatan Pembelajaran untuk Mata Kuliah ke-STAINan
2.
Alur Fikir Muatan Pembelajaran untuk Mata Kuliah Jurusan dan Program Studi
B. Rambu-Rambu Proses Pembelajaran C. Rambu-Rambu Proses Evaluasi, yang meliputi : 1.
Evaluasi Pembelajaran
2.
Evaluasi Kurikulum
A. Alur Fikir Muatan Pembelajaran, meliputi : 1.
Alur Fikir Muatan Pembelajaran untuk Mata Kuliah keSTAIN-an a.
Setiap aktifitas yang dilakukan secara sadar, termasuk di dalamnya aktifitas pendidikan, pasti selalu diorientasikan pada sebuah tujuan yang luhur. Demikian pula halnya dengan aktifitas pendidikan yang diselenggarakan oleh STAIN Purwokerto. Setelah melalui proses deliberasi yang melibatkan seluruh civitas akademika STAIN Purwokerto dan fihak-fihak yang diasumsikan menjadi stake holders dari STAIN Purwokerto, maka diperolehlah rumusan tentang
tujuan
penyelenggaraan
pendidikan
STAIN
Purwokerto, yang tertuang dalam rumusan “Visi dan Misi STAIN Purwokerto”. Rumusan “Visi dan Misi STAIN Purwokerto” ini menjadi pijakan awal yang harus sangat difahami, dihayati, dan disadari oleh seluruh civitas akademika STAIN Purwokerto. Artinya, seluruh aktifitas, baik yang langsung maupun tidak langsung berkaitan
73
dengan proses pembelajaran di STAIN Purwokerto tidak boleh menyimpang, dalam arti harus diarahkan, pada pencapaian “Visi dan Misi STAIN Purwokerto” tersebut. Rumusan “Visi dan Misi STAIN Purwokerto” ini juga pada gilirannya
menjadi
tolok
ukur
keberhasilan
penyelenggaraan pendidikan yang dilakukan oleh STAIN Purwokerto. b.
Karena rumusan “Visi dan Misi STAIN Purwokerto” ini masih berupa rumusan yang bersifat abstrak, dalam arti belum operasional, maka rumusan “Visi dan Misi STAIN Purwokerto” tersebut kemudian dioperasionalkan atau dibreak down menjadi 4 (empat) besaran yang menjadi gambaran kualifikasi alumni STAIN Purwokerto secara umum. Artinya, setelah menyelesaikan studinya, seluruh mahasiswa STAIN Purwokerto diharapkan menjadi sosok yang memiliki kualifikasi keempat besaran yang merupakan turunan dari Visi dan Misi STAIN Purwokerto tersebut. Keempat besaran ini menjadi kompetensi yang harus dicapai oleh seluruh mahasiswa STAIN Purwokerto, atau dengan kata lain, seluruh pengelola STAIN Purwokerto, khususnya para tenaga pengajarnya, memiliki kewajiban untuk mengantarkan seluruh mahasiswa STAIN Purwokerto untuk mencapai keempat besaran tersebut.
c.
Keempat besaran tersebut kemudian dibreak down ke dalam indikator dan tolok ukur indikator kompetensi tersebut. Selanjutnya, sejumlah tolok ukur indikator kompetensi yang memiliki
kedekatan
substantif
dikelompokkan
atau
dipayungi oleh sebuah mata kuliah. Setelah diperoleh sejumlah
mata
kuliah,
dengan
mempertimbangkan
kedalaman dan keluasan masing-masing mata kuliah
74
tersebut ditentukanlah bobot sks untuk masing-masing mata kuliah tersebut. d.
Untuk
kepentingan
komputerisasi
dan
efisiensi
administratif, maka seluruh mata kuliah tersebut diberi kode.
Dan
akhirnya,
seluruh
mata
kuliah
tersebut
dimasukkan ke dalam kategori Mata Kuliah ke-STAIN-an, yang merupakan mata kuliah yang wajib diambil atau diikuti oleh seluruh mahasiswa STAIN Purwokerto. e.
Meski demikian, untuk mahasiswa Program Diploma 2, dengan mempertimbangkan beban studi mereka secara keseluruhan, maka dilakukan beberapa penyesuaian, baik dari segi muatan substantif, maupun bobot sks-nya.
f.
Penyebaran Mata Kuliah ke-STAIN-an ini selanjutnya diserahkan kepada masing-masing Program Studi yang ada di STAIN Purwokerto dengan mempertimbangkan berbagai hal, baik yang sifatnya substantif maupun yang sifatnya teknis. Sehingga, akan sangat mungkin terjadi perbedaan penyebaran mata kuliah ke-STAIN-an
antara Program
Studi yang satu dengan Program Studi yang lainnya. g.
Dengan demikian, secara garis besar, alur fikir yang harus dicermati oleh para pengampu mata kuliah ke-STAIN-an ketika memahami muatan dari mata kuliah yang diampunya adalah sebagaimana yang tergambarkan pada skema berikut ini :
75
Visi dan Misi STAIN
4 Besaran Kualifikasi Alumni STAIN Purwokerto
Indikator Kompetensi
Beberapa Tolok Ukur Indikator Kompetensi
Bobot Sks Mata
2. Alur Fikir Muatan Pembelajaran untuk Mata Kuliah Jurusan dan Program Studi a. Dengan tetap berorientasi pada pencapaian visi dan misi STAIN Purwokerto, setiap Jurusan yang ada di STAIN Purwokerto memiliki visi dan misi spesifik sesuai dengan karakteristik masing-masing Jurusan. Visi dan misi Jurusan ini menjadi orientasi dan pijakan bagi proses belajar mengajar yang dikembangkan di setiap Program Studi yang ada di Jurusan yang bersangkutan. b. Visi dan misi masing-masing Jurusan ini kemudian dibreak down ke dalam sejumlah kompetensi yang diidealkan menjadi
76
representasi sosok mahasiwa yang menggeluti wilayah kajian pada masing-masing Jurusan tersebut. c. Agar pencapaian sejumlah kompetensi tersebut dapat diikuti perkembangannya secara mudah, maka sejumlah kompetensi tersebut kemudian dibreak down atau dioperasionalisasi ke dalam sejumlah indikator kompetensi. d. Selanjutnya,
karena
kompetensi
dan
indikatornya
bisa
mengandung spektrum yang sangat luas dan dalam, maka sejumlah indikator kompetensi tersebut dibatasi dengan sejumlah tolok ukur indikator kompetensi. e. Sejumlah tolok ukur indikator kompetensi yang memiliki kedekatan substantif selanjutnya dikelompokkan dan masingmasing kelompok tersebut kemudian dipayungi oleh sebuah nama mata kuliah, yang dari proses itu lahirlah sejumlah mata kuliah yang kemudian dikategorikan sebagai mata kuliah Jurusan. f. Mata kuliah yang termasuk ke dalam kategori mata kuliah Jurusan ini adalah mata kuliah yang wajib diikuti oleh seluruh mahasiswa pada Jurusan yang bersangkutan. g. Dengan memperhatikan keluasan dan kedalaman masingmasing mata kuliah yang termasuk ke dalam kategori mata kuliah Jurusan ini maka kemudian masing-masing mata kuliah tersebut diberi bobot sks. Kemudian, dalam rangka memenuhi kepentingan komputerisasi akademik dan efisiensi administrasi akademik maka masing-masing mata kuliah tersebut diberi kode. h. Penyebaran Mata Kuliah Jurusan ini selanjutnya diserahkan kepada masing-masing Program Studi yang ada Jurusan yang bersangkutan dengan mempertimbangkan berbagai hal, baik yang sifatnya substantif maupun yang sifatnya teknis. Sehingga, akan sangat mungkin terjadi perbedaan penyebaran
77
mata kuliah Jurusan antara Program Studi yang satu dengan Program Studi yang lainnya yang sama-sama berada pada Jurusan yang bersangkutan. i. Sebagai spesifikasi dari setiap Jurusan yang ada di STAIN Purwokerto, setiap Program Studi yang ada di masing-masing Jurusan difokuskan kepada orientasi profesi sesuai dengan karakteristik masing-masing Program Studi. Tentu saja, profesi yang menjadi orientasi masing-masing Program Studi pada setiap Jurusan adalah profesi yang memiliki karakteristik dasar yang berada pada wilayah karakteristik Jurusan yang memayungi masing-masing Program Studi tersebut. Orientasi profesi inilah yang menjadi target capaian spesifik dari Program Studi, yang karenanya, seluruh aktifitas pembelajaran pada masing-masing Program Studi harus dikonsentrasikan pada upaya untuk mencetak sosok yang diidealkan pada profesi yang menjadi orientasi masing-masing Program Studi. j. Untuk mencapai sosok ideal pada masing-masing profesi yang menjadi orientasi setiap Program Studi telah diidentifikasi sejumlah kompetensi yang harus dimiliki oleh mahasiswa yang diproyeksikan untuk menggeluti profesi tersebut. k. Agar pencapaian sejumlah kompetensi tersebut dapat diikuti perkembangannya secara mudah, maka sejumlah kompetensi tersebut kemudian dibreak down atau dioperasionalisasi ke dalam sejumlah indikator kompetensi. l. Selanjutnya,
karena
kompetensi
dan
indikatornya
bisa
mengandung spektrum yang sangat luas dan dalam, maka sejumlah indikator kompetensi tersebut dibatasi dengan sejumlah tolok ukur indikator kompetensi. m. Sejumlah tolok ukur indikator kompetensi yang memiliki kedekatan substantif selanjutnya dikelompokkan dan masingmasing kelompok tersebut kemudian dipayungi oleh sebuah
78
nama mata kuliah, yang dari situ kemudian lahirlah sejumlah mata kuliah yang termasuk ke dalam kategori mata kuliah Program Studi. n. Sejumlah mata kuliah yang termasuk ke dalam kategori mata kuliah Progam Studi ini adalah mata kuliah-mata kuliah yang harus digeluti secara spesifik dan optimal oleh para mahasiswa pada Program Studi yang bersangkutan dalam rangka mencapai berbagai kompetensi yang dipersyaratkan oleh profesi
yang
menjadi
orientasi
Program
Studi
yang
bersangkutan. o. Dengan memperhatikan keluasan dan kedalaman masingmasing mata kuliah yang termasuk ke dalam kategori mata kuliah Jurusan ini maka kemudian masing-masing mata kuliah tersebut diberi bobot sks, dan untuk kepentingan komputerisasi akademik dan efisiensi administrasi akademik maka masingmasing mata kuliah tersebut diberi kode. p. Pertimbangan penyebaran mata kuliah Program Studi ini diintegrasikan dengan pertimbangan penyebaran mata kuliah ke-STAIN-an dan mata kuliah Jurusan pada Program Studi yang bersangkutan. q. Dengan demikian, secara garis besar, alur fikir yang harus dicermati oleh para pengampu mata kuliah Jurusan dan Program Studi ketika memahami muatan dari mata kuliah yang diampunya adalah sebagaimana yang tergambarkan pada skema berikut ini :
79
Visi dan Misi Jurusan Orientasi Profesi
Kompetensi Mahasiswa
Kompetensi Profesi Prodi
Indikator Kompetensi
Beberapa Tolok Ukur Indikator Kompetensi Y
T
hi
D l
M t
K li h
Bobot Sks Mata Kuliah
B. Rambu-Rambu Proses Pembelajaran Bagian ini adalah merupakan kelanjutan dari bagian yang mengutarakan alur fikir muatan materi, baik muatan materi untuk mata kuliah ke-STAIN-an, mata kuliah Jurusan, maupun mata kuliah Program Studi. Artinya, setelah muatan materi untuk masing-masing mata kuliah dapat difahami secara utuh dan menyeluruh, maka hal selanjutnya yang harus dipertimbangkan oleh para pengampu mata kuliah adalah, “Bagaimana mata kuliah yang muatan materinya
80
sebagaimana telah difahami tersebut harus dibelajarkan secara efektif dalam rangka mencapai kompetensi yang melekat pada muatan materi tersebut ?” Pada bagian inilah jawaban atas pertanyaan tersebut akan dijelaskan secara relatif rinci.
C. Rambu-Rambu Proses Evaluasi Bagian ini berisi penjelasan tentang bagaimana KBK STAIN Purwokerto akan diukur dan dinilai tingkat keberhasilannya dalam mencapai tujuan pendidikan sebagaimana yang dicita-citakan oleh seluruh civitas akademika STAIN Purwokerto. Ada dua hal yang menjadi sasaran evaluasi dalam konteks ini, dimana kedua hal tersebut adalah merupakan rangkaian tahapan yang harus dilalui dalam mewujudkan signifikansi KBK STAIN Purwokerto
bagi
pencapaian
cita-cita
pendidikan
yang
dikembangkan di STAIN Purwokerto. Dua tahapan tersebut adalah; pertama, tahapan pembentukan sosok alumni STAIN Purwokerto sesuai dengan kualifikasi yang digariskan oleh KBK STAIN Purwokerto, dan kedua adalah tahapan uji relevansi dan signifikansi kiprah alumni STAIN Purwokerto yang memiliki kualifikasi sesuai dengan yang digariskan oleh KBK STAIN Purwokerto tersebut dalam kehidupan masyarakat yang sesunguhnya. Dengan demikian, evaluasi terhadap tahapan yang pertama adalah merupakan evaluasi terhadap KBK STAIN Purwokerto dengan perspektif internal atau menggunakan kriteria internal, dan evaluasi terhadap tahapan yang kedua adalah merupakan evaluasi terhadap KBK STAIN Purwokerto dengan perspektif eksternal atau menggunakan kriteria eksternal. Kedua tahapan tersebut penting untuk selalu disadari oleh seluruh civitas akademika STAIN Purwokerto karena muara dari
81
seluruh aktifitas pendidikan yang dikembangkan di STAIN Purwokerto
sejatinya
adalah
dalam
rangka
meningkatkan
signifikansi dan relevansi keberadaan STAIN Purwokerto bagi upaya peningkatan kualitas kehidupan masyarakat, menuju masyarakat yang berkeadaban. Demikianlah uraian pendahuluan dari Dokumen Kurikulum Berbasis Kompetensi STAIN Purwokerto ini. Dari uraian pendahuluan ini diharapkan seluruh fihak yang terkait, terutama para dosen pengampu mata kuliah akan mendapatkan pemahaman awal yang relatif utuh dan komprehensif yang akan sangat
membantu
dalam
mempermudah
mereka
dalam
menyimak
keseluruhan isi dari Dokumen Kurikulum Berbasis Kompetensi STAIN Purwokerto ini.
B. Gambaran Orientasi Profesi Dan Komponen KBK STAIN Purwokerto 1. Ke STAIN-an Personifikasi atas visi dan misi STAIN Purwokerto akan mewujud menjadi profil lulusan STAIN Purwokerto secara umum, yang memiliki empat sosok kualifikasi, dengan karakteristik khas sesuai dengan orientasi profesi masing-masing Jurusan dan Program Studinya. Keempat sosok kualifikasi yang melekat dalam diri lulusan STAIN Purwokerto tersebut yaitu : A. Smart and Good Citizen B. Agamawan C. Ilmuwan D. Budayawan Beberapa kompetensi yang diidealkan melekat pada lulusan STAIN Purwokerto yang memiliki empat kualifikasi tersebut terdiri dari : A. Smart and Good Citizen 1. Memiliki pengetahuan dan pemahaman tentang dasar-dasar kenegaraan dan kewarganegaraan, dengan indikator :
82
a. Memiliki pengetahuan tentang ideology
dan teori-teori
negara b. Memiliki pengetahuan tentang civil society c. Memiliki pengetahuan tentang relasi antara negara dan agama 2. Berpartisipasi dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara, dengan indikator : a. Memiliki pengetahuan tentang hak dan kewajiban sebagai warga negara b. Aktif dalam pemberdayaan masyarakat 3. Memiliki
sikap
kritis
terhadap
persoalan-persoalan
kemasyarakatan dan kenegaraan, dengan indikator : a. Memiliki wawasan yang luas tentang persoalan-persoalan kemasyarakatan dan kewarganegaraan b. Memiliki komitmen terhadap terciptanya good governance c. Memiliki komitmen untuk melakukan kontrol terhadap penyelenggaraan negara dan penegakan HAM B. Agamawan 1. Memiliki pemahaman yang utuh tentang pokok-pokok ajaran agama Islam, dengan indikator: a. Memiliki pengetahuan tentang relasi Tuhan, manusia dan alam b. Memiliki pengetahuan tentang konsep Iman, Islam dan Ihsan c. Memiliki pengetahuan tentang sumber-sumber ajaran Islam 2. Memiliki kemampuan mengamalkan ajaran agama Islam, dengan indikator : a. Memiliki pengetahuan tentang makna dan tata cara peribadatan b. Memiliki kemampuan mengamalkan peribadatan 3. Memiliki penghayatan yang mendalam tentang makna ajaran Islam, dengan indikator : a. Memiliki komitmen dalam mengamalkan ajaran agama Islam
83
b. Memiliki konsistensi dalam mengamalkan ajaran agama Islam c. Memiliki kemampuan transformatif nilai-nilai ajaran Islam C. Ilmuwan 1. Menguasai kerangka berfikir ilmiah, dengan indikator : a. Memiliki pengetahuan tentang ontologi, epistemologi dan aksiologi ilmu. b. Memiliki pengetahuan tentang logika berfikir ilmiah 2. Menguasai teori-teori dasar ilmu pengetahuan, dengan indikator : a. Memiliki pengetahuan tentang dasar-dasar ilmu alam, ilmu sosial, dan ilmu budaya. b. Memiliki pengetahuan tentang dasar-dasar Islamic studies. c. Memiliki kemampuan elaborasi nilai-nilai Islam dalam ilmu. 3. Memiliki sikap ilmiah, dengan indikator : a. Memiliki kemampuan berfikir logis, sistematis dan objektif. b. Memiliki sikap terbuka terhadap perkembangan ilmu. c. Memiliki
semangat
untuk
melakukan
penelitian
dan
pengembangan ilmu. D. Budayawan 1. Memiliki pemahaman tentang ragam budaya, dengan indikator : a.
Memiliki pemahaman tentang karakteristik budaya yang hidup di masyarakat.
b.
Memiliki wawasan tentang sejarah peradaban umat manusia.
2. Memiliki apresiasi yang tinggi terhadap budaya, dengan indikator : a. Memiliki kepedulian terhadap pengembangan budaya lokal dan nasional. b. Memiliki komitmen untuk melestarikan nilai-nilai budaya adi luhung. 3. Memiliki kreativitas yang tinggi dalam melakukan konstruk budaya yang dilandasi dengan nilai-nilai Islam, dengan indikator :
84
a. Kemampuan dalam memberi makna terhadap khasanah budaya yang berkembang di masyarakat b. Memiliki kemampuan melakukan inovasi dalam budaya alternatif Untuk
mencapai
semua
kompetensi
dan
indikator
itu
dikembangkan perkuliahan dengan mata kuliah yang materinya diderivasi dari rumusan-rumusan kompetensi dan indikatornya tersebut. Hasil
proses
derivasi
berbagai
rumusan
kompetensi
dan
indikatornya itu melahirkan sejumlah mata kuliah yang kemudian dikategorikan sebagai mata kuliah ke-STAIN-an. Pada saat yang bersamaan, lewat pertimbangan keluasan, kedalaman, bobot relevansi terhadap pencapaian kompetensi dan sequence-nya, ditentukan pula bobot sks untuk masing-masing mata kuliah tersebut, yaitu sebagaimana yang digambarkan dalam table berikut ini :
MATA KULIAH
BOBOT
SUMBER DERIVASI
SKS Filsafat Pancasila
2
Smart and Good Citizen : 1.a,
Civic Education
2
1.b, 1.c, 2.a, 2.b, 3.a, 3.b, dan 3.c
Aqidah Islamiyah
3
Agamawan : 1.a, 1.b, 1.c, 2.a,
Fiqh
4
2.b, 3.a, 3.b, dan 3.c,
Akhlaq Tasawuf
2
Ulumul Qur’an
3
Ulumul Hadits
3
Islamic Building
2
Ushul Fiqh
2
Filsafat Islam
2
Ilmuwan : 1.a, 1.b, 1.c, 2.a, 2.b,
Filsafat Ilmu
2
2.c, 3.a, 3.b, dan 3.c,
Logika
2
85
Metodologi Penelitian
2
IAD/ILH
2
ISD/IBD
2
SKI
2
Budayawan : 1.a, 1.b, 2.a, 2.b,
Sejarah Kebudayaan
2
3.a, dan 3.b.
Lokal Bahasa Indonesia
2
Bahasa Inggris I
2
Bahasa Inggris II
2
Bahasa Arab I
2
Bahasa Arab II
2
KKN
3
Integrasi seluruh kompetensi dan indikatornya
BTA dan PPI Komputer
dan
Penge-
0
Agamawan : 1.c, 2.a, dan 2.b.
0
Ilmuwan : 3.a, 3.b, dan 3.c.
nalan Internet
Setelah dilakukan penataan, sebagai penyesuaian terhadap program komputerisasi akademik, maka mata kuliah ke-STAIN-an tersebut diberi kode. Hasil dari proses koding dan penataan tersebut adalah sebagaimana yang dituangkan dalam tabel berikut ini :
NO
MATA
BOBOT
KODE MATA
KULIAH
SKS
KULIAH
1. Filsafat Pancasila
2
STA.001
2. Civic Education
2
STA.002
3. Aqidah Islamiyah
3
STA.003
4. Fiqh
4
STA.004
5. Akhlaq Tasawuf
2
STA.005
6. Ulumul Qur’an
3
STA.006
86
7. Ulumul Hadits
3
STA.007
8. Islamic Building
2
STA.008
9. Ushul Fiqh
2
STA.009
10. Filsafat Islam
2
STA.010
11. Filsafat Ilmu
2
STA.011
12. Logika
2
STA.012
13. Metodologi Penelitian
2
STA.013
14. IAD/ILH
2
STA.014
15. ISD/IBD
2
STA.015
16. SKI
2
STA.016
17. Sejarah Kebudayaan Lokal
2
STA.017
18. Bahasa Indonesia
2
STA.018
19. Bahasa Inggris I
2
STA.019
20. Bahasa Inggris II
2
STA.020
21. Bahasa Arab I
2
STA.021
22. Bahasa Arab II
2
STA.022
23. KKN
3
STA.023
24. BTA dan PPI
0
STA.024
0
STA.025
25. Komputer
dan
Pengenalan
Internet Jumlah
52 sks
Penyebaran mata kuliah ke-STAIN-an ini diserahkan sepenuhnya kepada masing-masing Program Studi sesuai dengan pertimbangan substantif maupun pertimbangan teknis. Oleh karena itu, sangat mungkin terjadi perbedaan penyebaran mata kuliah ke-STAIN-an tersebut antara satu Program Studi dengan Program Studi yang lainnya. Selanjutnya, selain diharapkan menjadi sosok yang dilekati dengan empat kualifikasi sebagaimana diuraikan di atas, lulusan STAIN
87
Purwokerto juga memiliki karakteristik yang khas sesuai dengan orientasi profesi Jurusan dan Program Studinya masing-masing. Penjelasan tentang orientasi profesi masing-masing Jurusan dan Program Studi beserta alur breakdown-nya ke dalam kompetensi, indikator kompetensi, tolok ukur indikator kompetensi, dan mata kuliah turunannya, disampaikan pada bagian berikutnya, berturut turut dari Jurusan Dakwah, Jurusan Syari’ah, dan Jurusan Tarbiyah. 2. Jurusan Dakwah Orientasi Profesi Jurusan Dakwah A. Program Studi Bimbingan dan Penyuluhan Islam 1. Profesi Utama
: Konselor (Psikoterapist)
2. Profesi Alternatif
: Pembimbing Keagamaan, Pekerja Sosial di Bidang Dakwah
B. Program Studi Komunikasi dan Penyiaran Islam 1. Profesi Utama
: Jurnalist, Penyuluh Agama
2. Profesi Alternatif
: Designer Grafis, Fotografer,
Pekerja
Sosial di Bidang Dakwah, Manajer di Bidang
Penerbitan
dan
Penyiaran,
Peneliti/Pengamat di Bidang Komunikasi Break Down Orientasi Profesi ke Dalam Kompetensi, Indikator Kompetensi, dan Tolok Ukur Indikator Kompetensi A. Program Studi Bimbingan dan Penyuluhan Islam Kompetensi; - Utama 1.
:
Menguasai dimensi normatif dan teoritis dakwah (landasan filosofis, keilmuan, dan metodologi dakwah)
2.
Menguasai dimensi teknis–praktis dakwah (Manajerial Dakwah)
3.
Menguasai Psikologi
4.
Menguasai Konseling dan Psikoterapi
- Pendukung 5.
:
Menguasai ilmu komunikasi dan public speaking
88
6.
Menguasai pengetahuan di bidang community development
7.
Memiliki pengetahuan tentang tema-tema dakwah kontempo-rer
- Lainnya
:
8.
Menguasai teknologi komunikasi dan informasi
9.
Menguasai bahasa daerah
Indikator Kompetensi; 1. Menguasai dimensi normatif dan teoritis dakwah (landasan filosofis, keilmuan, dan metodologi dakwah) 1.1. Memiliki pengetahuan tentang Fiqhuddakwah 1.2. Memiliki pengetahuan tentang filsafat keilmuan dakwah 1.3. Memiliki pengetahuan tentang materi-materi dakwah 1.4. Memiliki pengetahuan tentang metodologi dakwah 1.5. Memiliki pengetahuan tentang Metodologi Penelitian Dakwah 1.6. Memiliki pengetahuan tentang sejarah, pemikiran, dan model gerakan dakwah 2. Menguasai dimensi teknis–praktis dakwah (Manajerial Dakwah ) 2.1. Memiliki pengetahuan tentang manajemen dakwah 2.2. Memiliki pengetahuan tentang karakteristik dan pluralitas psiko-sosio kultural masyarakat 2.3. Memiliki pengetahuan tentang aplikasi strategi dakwah pada berbagai komunitas masyarakat 2.4. Memiliki komitmen untuk mengembangkan model dakwah alternatif 3. Menguasai Psikologi 3.1.
Memiliki pengetahuan tentang cara pandang
madzhab-
madzhab psikologi tentang jiwa dan perilaku manusia 3.2.
Memiliki pengetahuan tentang
perkembangan manusia
secara psikologisMemiliki pengetahuan tentang kepribadian manusia
89
3.4
Memiliki pengetahuan tentang perilaku beragama dalam tinjauan psikologi
3.5
Memiliki pengetahuan tentang psikologi dakwah komunikasi
3.6 Memiliki pengetahuan tentang wacana psikologi Islam 3.7 Memiliki pengetahuan tentang kesehatan mental 4. Menguasai Konseling dan Psikoterapi 4.1. Memiliki pengetahuan tentang prinsip dasar konse-ling 4.2. Memiliki pengetahuan tentang profesi konseling 4.3. Memiliki pengetahuan tentang teori-teori konseling 4.4. Memiliki pengetahuan tentang aspek klien dan konselor 4.5. Memiliki pengetahuan tentang jenis-jenis konseling dan model pelaksanaannya 4.6. Memiliki pengetahuan tentang teknik layanan konseling 4.7. Memiliki pengetahuan tentang manajemen lembaga konseling 4.8. Memiliki pengetahuan tentang konseling dan psikoterapi Islam 5. Menguasai ilmu komunikasi dan publik speaking 5.1. Memiliki pengetahuan tentang teori dan teknik berpidato 5.2. Memiliki pengetahuan tentang komunikasi interpersonal 5.3. Memiliki pengetahuan tentang komunikasi masa 6. Menguasai pengetahuan di bidang community development 6.1. Memiliki pengetahuan tentang kesejahteraan sosial
dan
pekerja-an sosial 6.2. Memiliki
pengetahuan
tentang
penyakit-penyakit
sosi-
al/masyarakat 6.3. Memiliki pengetahuan tentang dasar-dasar pengembangan dan pemberdayaan masyarakat 6.4. Memiliki pengetahuan tentang manajemen organisasi nirlaba ( LSM ) 7. Memiliki pengetahuan tentang tema-tema dakwah kontemporer 7.1 Memiliki pengetahuan tentang kapita selekta Islam
90
7.2 Memiliki pengetahuan tentang dakwah pembangun-an 8. Menguasai teknologi komunikasi dan informasi 8.1. Memiliki pengetahuan tentang komputer , multi media, dan internet 8.2. Memiliki kesadaran terhadap penguasaan teknologi sebagai alat dakwah 9. Menguasai bahasa daerah 9.1. Memiliki pengetahuan tentang budaya dan bahasa jawa Tolok Ukur Indikator Kompetensi ; 1.1. Memiliki pengetahuan tentang Fiqhuddakwah 1.1.1. Memahami pengertian, hakikat, tujuan, dan sasaran dakwah 1.1.2. Mengetahui dan menjiwai sifat, karakter, dan kepriba-dian da’i 1.1.3. Mengetahui pola, tahapan, dan prinsip dakwah Nabi dan mampu menerapkannya dalam konteks kekinian. 1.1.4. Memiliki pengetahuan tentang tafsir dan hadits dak-wah 1.1.5. Memiliki komitmen terhadap misi dakwah Isla-miyah 1.2. Memiliki pengetahuan tentang filsafat keilmuan dakwah 1.2.1. Memahami ontologi dakwah 1.2.2. Memahami epistemologi dakwah 1.2.3. Memahami aksiologi dakwah 1.3. Memiliki pengetahuan tentang materi-materi dakwah 1.3.1. Memiliki pengetahuan tentang materi-materi keislaman 1.3.2. Memiliki pengetahuan tentang tema-tema pokok Al-Qur’an dan Hadits 1.3.3. Memiliki pengetahuan tentang prinsip-prinsip dan problem kemasyarakatan 1.3.4. Memiliki pengetahuan tentang konsep keadilan, demokrasi, musyawarah dan komunikasi massa 1.3.5. Memiliki pengetahuan tentang konsep ibadah, muamalah, jinayah, dan penerapannya
91
1.4. Memiliki pengetahuan tentang metodologi dakwah 1.4.1. Memiliki pengetahuan tentang konsep metode dakwah bil lisan, bil hal, dan bin nidzam, serta konteks penggunaanya 1.4.2. Memiliki pengetahuan tentang konsep metode dakwah bil hikmah,
mau’idzah,
dan
mujadalah,
serta
konteks
penggunannya 1.4.3. Memiliki pengetahuan tentang konsep amar ma’ruf nahi munkar dan konteks penggunaannya 1.4.4. Memiliki pemahaman tentang konsep dakwah fardiyah (individual)
dan
jama’ah
(kolektif)
dan
konteks
penggunaannya 1.4.5. Terampil berdakwah secara eklektik, yaitu melalui prinsip “multi metode-multi media“ 1.5. Memiliki pengetahuan tentang Metodologi Penelitian Dakwah 1.5.1. Memiliki pengetahuan tentang jenis-jenis penelitian dan paradigmanya 1.5.2. Memiliki pengetahuan tentang
prosedur dan langkah-
langkah penelitian 1.5.3. Mampu membuat usulan penelitian 1.5.4. Mampu mengidentifikasi masalah-masalah dak-wah sebagai masalah penelitian 1.5.5. Memiliki pengetahuan tentang pembuatan peta dakwah 1.5.6. Memiliki komitmen untuk mengembangkan dakwah melalui penelitian 1.6. Memiliki pengetahuan tentang sejarah, pemikiran, dan model gerakan dakwah 1.6.1. Memiliki pengetahuan tentang sejarah perkembangan dakwah ( masa klasik dan tengah ) 1.6.2. Memiliki pengetahuan tentang sejarah perkembangan dan pemikiran dakwah masa modern ( kontemporer )
92
1.6.3. Memiliki pengetahuan tentang model- model gerakan dakwah ( kultural dan struktural ) 1.6.4. Memiliki
kemampuan
untuk
merefleksikan
sejarah
perkembangan dan pemikiran dakwah ke dalam konteks kekinian 2.1. Memiliki pengetahuan tentang manajemen dakwah 2.1.1. Memiliki pengetahuan dasar-dasar manajemen 2.1.2. Memiliki
pengetahuan
tentang
perencanaan
dakwah
strategis 2.1.3. Memiliki kemampuan untuk melakukan analisis SWOT terhadap organisasi dakwah 2.1.4. Memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam manajemen pelatihan kader dakwah 2.1.5. Memiliki
pengetahuan
tentang
manajemen
diri
(
manajemen qolbu ) 2.2. Memiliki pengetahuan tentang karakteristik dan pluralitas psikososio kultural masyarakat 2.2.1. Memahami peta dakwah 2.2.2. Memahami nilai dan budaya masyarakat 2.2.3. Mampu memahami budaya lokal dan memanfaatkannya dalam membuat strategi dakwah 2.2.4. Memiliki pengetahuan tentang identifikasi kebutuhan sebuah komunitas masyarakat 2.3. Memiliki pengetahuan tentang aplikasi strategi dakwah pada berbagai komunitas masyarakat 2.3.1. Memiliki kemampuan menyusun strategi dakwah untuk berbagai kelompok usia (anak,remaja, dewasa, dan lansia) 2.3.2. Memiliki kemampuan menyusun strategi dakwah untuk berbagai tingkatan status sosial- ekonomi 2.3.3. Memahami penyakit-penyakit masyarakat ( patologi sosial )
93
2.3.4. Memiliki pengetahuan tentang
dakwah untuk kalangan
eksekutif ( Wisata Ruhani ) 2.3.5. Termotivasi
untuk menjadi fasilitator dalam kegiatan
dakwah di tengah masyarakat 2.4. Memiliki komitmen untuk mengembangkan model dakwah alternatif 3.1. Memiliki pengetahuan tentang cara pandang madzhab-madzhab psikologi tentang jiwa dan perilaku manusia 3.1.1. Memiliki pengetahuan tentang konsep jiwa dan perilaku manusia menurut Psikoanalisa 3.1.2. Memiliki pengetahuan tentang konsep jiwa dan perilaku manusia menurut Behaviorisme 3.1.3. Memiliki pengetahuan tentang konsep jiwa dan perilaku manusia menurut Humanistik 3.1.4. Memiliki pengetahuan tentang konsep jiwa dan perilaku manusia menurut Transpersonal 3.1.5. Memiliki pengetahuan tentang konsep jiwa dan perilaku manusia menurut Psikologi Islam 3.2. Memiliki pengetahuan tentang
perkembangan manusia secara
psikologis 3.2.1. Memiliki pengetahuan tentang karakteristik psikologis setiap fase perkembangan manusia 3.2.2. Memiliki pengetahuan tentang karakteristik psikologis berbagai kelompok masyarakat 3.3. Memiliki pengetahuan tentang kepribadian manusia 3.3.1. Memiliki
pengetahuan
tentang
tipe-tipe
kepribadian
manusia 3.3.2. Memiliki pengetahuan tentang konsep diri 3.3.3. Memiliki pengetahuan tentang sikap dan pengukurannya 3.4. Memiliki pengetahuan tentang perilaku beragama dalam tinjauan psikologi
94
3.4.1. Memiliki pengetahuan tentang pandangan psikologi tentang konsep perilaku keberagamaan 3.4.2. Memiliki pengetahuan tentang konsep religiusitas dan dimensinya 3.4.3. Memiliki kemampuan untuk menjelaskan aspek psikologis dari berbagai pengalaman keagamaan 3.4.4. Memiliki pengetahuan tentang hirarki kebutuhan manusia 3.5. Memiliki pengetahuan tentang psikologi dakwah/komunikasi 3.5.1. Memiliki
pengetahuan
tentang
proses
psikologis
tentang
faktor-faktor
penyampaian pesan dakwah 3.5.2. Memiliki
pengetahuan
yang
mempengaruhi efektifitas dakwah 3.5.3. Memiliki pengetahuan tentang aplikasi psikologi untuk efektifitas dakwah terhadap berbagai kelompok sasaran 3.6. Memiliki pengetahuan tentang wacana psikologi Islam 3.6.1. Memiliki apresiasi yang positif atas perkembangan kajian Psikologi Islam sebagi madzhab baru dalam psikologi 3.6.2. Memiliki pengetahuan tentang metodologi psikologi Islam 3.6.3. Memiliki pengetahuan tentang solusi Islam atas problemproblem psikologi 3.6.4. Memiliki pengetahuan tentang integrasi psikologi dengan Islam 3.7. Memiliki pengetahuan tentang kesehatan mental 3.7.1 Memiliki pengetahuan tentang konsep atau teori kesehatan mental 3.7.2 Memiliki pengetahuan tentang penerapan kese-hatan mental 3.7.3 Memiliki pengetahuan tentang dimensi agama ( baca : Islam ) dalam kesehatan mental 3.7.4 Memiliki komitmen untuk mengembangkan diri untuk tumbuh sebagai pribadi yang sehat
95
4.1. Memiliki pengetahuan tentang prinsip dasar konseling 4.1.1
Memiliki pengetahuan tentang makna dan tujuan konseling
4.1.2
Memiliki pengetahuan tentang karakteristik hubungan konseling
4.1.3
Memiliki pengetahuan tentang persamaan dan perbedaan antara konseling dan psikoterapi
4.1.4
Memiliki
pengetahuan
dan
keterampilan
tentang
metodologi dan riset konseling 4.2. Memiliki pengetahuan tentang profesi konseling 4.2.1.
Memiliki pengetahuan tentang latar belakang munculnya profesi konseling serta perkembangannya
4.2.2.
Memiliki pengetahuan tentang urgensi konseling bagi masyarakat
4.2.3.
Hubungan konseling dengan ilmu-ilmu lain
4.2.4.
Memiliki pengetahuan tentang dimensi
etis
profesi
konseling 4.3. Memiliki pengetahuan tentang teori-teori konseling 4.3.1.
Memiliki pengetahuan tentang Konseling Psikoanalisis dan penerapannya
4.3.2.
Memiliki pengetahuan tentang Konseling Berpusat pada person dan penerapannya
4.3.3.
Memiliki pengetahuan tentang Konseling Rasional emotif behavior dan penerapannya
4.3.4.
Memiliki pengetahuan tentang Konseling Behavioral dan penerapannya
4.3.5.
Memiliki pengetahuan tentang Konseling Realitas dan penerapannya
4.3.6.
Memiliki pengetahuan tentang Konseling eklektik dan penerapannya
4.3.7.
Memiliki
pengetahuan
penerapannya
teori-teori
Psikoterapi
dan
96
4.4. Memiliki pengetahuan tentang aspek klien dan konselor 4.4.1.
Memiliki pengetahuan tentang pemahaman atas harapan dan karakteristik klien
4.4.2.
Memiliki pengetahuan tentang hubungan yang harus dibangun konselor dalam Konseling
4.4.3.
Memiliki pemahaman tentang perlunya modal personal dan modal profesional bagi seorang konselor
4.5. Memiliki pengetahuan tentang jenis-jenis konseling dan model pelaksanaannya 4.5.1.
Memiliki pengetahuan tentang konseling keluarga dan penerapannya
4.5.2.
Memiliki pengetahuan tentang konseling perkawinan / pranikah dan penerapannya
4.5.3.
Memiliki pengetahuan tentang konseling lembaga di rehabilitasi, rumah sakit, sekolah, dan yang lainnya
4.6. Memiliki pengetahuan tentang teknik layanan konseling 4.6.1.
Memiliki pengetahuan dan keterampilan tentang koseling tatap muka (individual dan kelompok)
4.6.2.
Memiliki pengetahuan dan keterampilan tentang koseling lewat surat dan media lainnya.
4.6.3.
Memiliki pengetahuan dan keterampilan tentang layanan orientasi, informasi, penyaluran, dan bimbingan
4.7. Memiliki pengetahuan tentang manajemen lembaga konseling 4.7.1.
Memiliki pengetahuan tentang prinsip manajemen lembaga konseling
4.7.2.
Memiliki pengetahuan tentang fundrising bagi lembaga konseling
4.8. Memiliki pengetahuan tentang konseling dan psikoterapi Islam 4.8.1.
Memiliki
pengetahuan
tentang
konseling/psikoterapi barat dan Islam
perbandingan
97
4.8.2.
Memiliki pengetahuan tentang strategi pengembangan konseling dan psikoterapi berwawasan Islam
4.8.3.
Memiliki pengetahuan tentang dasar pijakan teoritik konseling/psikoterapi berwawasan Islam
4.8.4.
Memiliki pengetahuan tentang aspek-aspek terapeutik ajaran Islam dan penggaliannya.
4.8.5.
Memiliki komitmen untuk melakukan Islamisasi praktek psikoterapi barat
4.8.6.
Memiliki pengetahuan tentang model pendidikan dan pelatihan bagi psikoterapis muslim
4.8.7.
Memiliki pengetahuan tentang tasawuf sebagai alternatif pendekatan dalam pengem-bangan psikoterapi Islam
5.1. Memiliki pengetahuan tentang teori dan teknik berpidato 5.1.1.
Memiliki keterampilan menyusun naskah pidato
5.1.2.
Memiliki keterampilan berpidato dengan intonasi dan gaya bahasa yang tepat
5.1.3.
Memiliki keterampilan berbahasa lisan dan tulisan yang baik
5.2. Memiliki pengetahuan tentang komunikasi interpersonal (antar personal ) 5.2.1.
Memahami karakteristik dan strategi komunikasi inter personal/ langsung ( face to face )
5.2.2.
Memiliki
keterampilan
untuk
melakukan
kegiatan
komunikasi interpersonal (ceramah, dialog, sarasehan, brainstorming, dll) 5.2.3.
Memiliki
pengetahuan
dan
keterampilan
tentang
komunikasi terapeutik (terapi kesehatan) 5.2.4.
Memiliki
pengetahuan
dan
keterampilan
tentang
komunikasi/ dakwah persuasif 5.3. Memiliki pengetahuan tentang komunikasi masa 5.3.1
Memahami karakteristik dan strategi komunikasi ma-sa
98
5.3.2
Memiliki pengetahuan tentang prinsip-prinsip komu-nikasi lewat media
6.1. Memiliki pengetahuan tentang kesejahteraan sosial dan pekerjaan sosial 6.1.1.
Memiliki pengetahuan tentang teori-teori kesejahteraan sosial penerapannya
6.1.2.
Memiliki pengetahuan dan keterampilan tentang pekerjaan sosial (baca: rehabilitasi)
6.2. Memiliki pengetahuan tentang penyakit-penyakit sosial
atau
penyakit masyarakat 6.2.1.
Memiliki pengetahuan tentang patologi sosial
6.2.2.
Memiliki pengetahuan tentang NARKOBA dan upaya pencegahan serta penanggulannya
6.3. Memiliki pengetahuan tentang dasar-dasar pengembangan dan pemberdayaan masyarakat 6.3.1.
Memiliki pengetahuan tentang paradigma dan teori pemberdayaan masyarakat
6.3.2.
Memiliki
keterampilan
dalam
menyusun
strategi
pemberdayaan masyaarakat dan aplikasinya 6.4. Memiliki pengetahuan tentang manajemen organisasi nirlaba (LSM) 6.4.1.
Memiliki pengetahuan tentang manajemen masjid
6.4.2.
Memiliki pengetahuan tentang manajemen lembaga amil ZIS
6.4.3.
Memiliki
pengetahuan
tentang
manajemen
lembaga
rehabilitasi sosial 7.1. Memiliki pengetahuan tentang kapita selekta Islam 7.1.1. Memiliki pengetahuan tentang kristologi 7.1.2. Memiliki pengetahuan tentang wawasan Islam (ten-tang politik, pendidikan, gender, demokrasi, ekonomi, sosial, budaya, dll)
99
7.2. Memiliki pengetahuan tentang dakwah pembangunan 7.2.1 Memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam mengkemas isu-isu pembangunan ke dalam pesan-pesan dakwah, tanpa harus merasa terkooptasi oleh penguasa 7.2.2. Memiliki pengetahuan tentang berbagai kebijakan dakwah di Indonesia dan perkembangannya 8.1. Memiliki pengetahuan tentang komputer , multi media, dan internet 8.1.1
Memiliki keterampilan menggunakan komputer dan multi media
8.1.2
Memiliki keterampilan dalam berkomunikasi lewat e-mail dan membuat web site
8.2. Memiliki kesadaran terhadap penguasaan teknologi se-bagai alat dakwah 8.2.1 Terbiasa dalam memanfaatkan media internet bagi kegiatan dakwah 8.2.2 Memiliki komitmen terhadap pemanfaatkan multi media bagi kegiatan dakwah 9.1. Memiliki pengetahuan tentang budaya dan bahasa ja-wa 9.1.1. Memiliki pengetahuan tentang budaya jawa 9.1.2. Mampu berbahasa daerah ( baca : jawa )
B. Program Studi Komunikasi dan Penyiaran Islam Kompetensi; - Utama
:
1. Menguasai landasan dasar dan filosofi dakwah 2. Menguasai materi-materi pokok keislaman dan ke-masyarakatan. 3. Menguasai metodologi dakwah 4. Menguasai jurnalistik 5. Menguasai metode dan teknik penyiaran. 6. Menguasai bentuk-bentuk penyuluhan
100
7. Menguasai karakteristik masyarakat - Pendukung : 8. Menguasai pengetahuan fotografi 9. Memahami organisasi dakwah 10. Memiliki sikap entreupreneurship 11. Memiliki kemampuan persuasif dalam mendorong ke- sadaran masyarakat. Indikator Kompetensi; 1. Menguasai landasan dasar dan filosofi dakwah 1.1. Memiliki pengetahuan tentang fiqh dakwah 1.2. Memiliki pengetahuan tentang ilmu dakwah 1.3. Memiliki pengetahuan tentang filsafat dakwah 1.4. Memiliki pengetahuan tentang sejarah dakwah 2. Menguasai materi-materi pokok keislaman dan kemasyarakatan. 2.1
Memiliki pengetahuan tentang al-Qur’an dan Hadits
2.2
Memiliki pengetahuan
tentang kapita selekta dakwah dan
perkembangan gerakan dakwah kontemporer 2.3
Memiliki pengetahuan tentang fiqh sosial
2.4
Memiliki kemampuan dalam mengembangkan materi-materi dakwah
3. Menguasai metodologi dakwah 3.1. Memiliki pengetahuan tentang metode-metode dakwah 3.2. Memiliki pengetahuan tentang teori-teori penelitian. 3.3. Memiliki pengetahuan tentang metodologi penelitian dakwah 3.4. Memiliki pengetahuan tentang riset audiens dan media massa 3.5. Memiliki keterampilan dalam mengembangkan penelitianpenelitian dakwah 4. Menguasai jurnalistik 4.1. Memiliki pengetahuan tentang teori-teori jurnalistik baik cetak maupun elektronik
101
4.2. Memiliki keterampilan di bidang jurnalistik cetak dan elektronik 5. Menguasai metode dan teknik penyiaran. 5.1. Memiliki pengetahuan dibidang produksi dan penyiar-an 5.2. Memiliki
pengetahuan
tentang
prosedur
penyiaran
dan
broadcasting 5.3. Memiliki kemampuan dalam melakukan praktek produksi dan penyiaran 6. Menguasai bentuk-bentuk penyuluhan 6.1. Memiliki pengetahuan tentang berbagai bentuk penyuluhan agama. 6.2. Memiliki pengetahuan tentang retorika atau public speaking 6.3. Memiliki kemampuan dalam menyampaikan pesan-pesan keagamaan melalui penyuluhan 7. Menguasai karakteristik masyarakat 7.1 Memiliki pengetahuan tentang psikologi dakwah dan psikologi komunikasi 7.2 Memiliki pengetahuan tentang teori-teori kemasyarakatan 7.3 Memiliki kemampuan dalam komunikasi persuasif 8. Menguasai pengetahuan fotografi 8.1 Memiliki pengetahuan tentang fotografi dan disain grafis 8.2 Memiliki pengetahuan tentang model-model disain grafis dan seni fotografi 8.3 Memiliki keterampilan di bidang fotografi dan disain grafis 9. Memahami organisasi dakwah 9.1 Memiliki pengetahuan tentang teori manajemen dan organisasi 9.2 Memiliki pengetahuan tentang manajemen percetakan dan penerbitan serta manajemen di bidang penyiaran 9.3 Memiliki pengetahuan tentang system informasi manajemen 9.4 Memiliki kemampuan dalam mengembangkan manajemen dalam aktivitas dakwah dan komunikasi
102
10. Memiliki sikap entreupreneurship 10.1
Memiliki pengetahuan tentang teori-teori berwirausaha
10.2
Memiliki motivasi dan kepedulian tinggi dalam berusaha
11. Memiliki kemampuan persuasif dalam mendorong kesadaran masyarakat. 11.1
Memiliki pengetahuan tentang struktur masyarakat.
11.2
Memiliki
pengetahuan
tentang
pola
hubungan
dan
kepemimpinan dalam masyarakat. 11.3
Memiliki kemampuan dalam melakukan rekayasa social (social enginering) di masyarakat
Tolok Ukur Indikator Kompetensi ; 1.1
Memiliki pengetahuan tentang fiqh dakwah 1.1.1
Memiliki
pengetahuan
tentang
pengertian,
prinsip,
kewajiban, fungsi dan unsur-unsur dakwah 1.2
Memiliki pengetahuan tentang ilmu dakwah 1.2.1
Memiliki pengetahuan tentang ontologi, epistemologi dan aksiologi dakwah
1.3
Memiliki pengetahuan tentang filsafat dakwah 1.3.1
Memiliki pengetahuan tentang pola pikir, prinsip, metode dan perkembangan falsafi dalam dakwah
1.3.2
Memiliki pengetahuan tentang hakekat dakwah, manusia, masyarakat, pesan, dan system dakwah.
1.3.3
Memiliki sikap kritis dan analitis dalam memecahkan problematika dakwah
1.4
Memiliki pengetahuan tentang sejarah dakwah 1.4.1
Memiliki pengetahuan tentang sejarah perkembangan dakwah pada zaman rasul, sahabat, umayyah, dan abbasiyah (sejarah klasik)
103
1.4.2
Memiliki pengetahuan tentang sejarah perkembangan dakwah di India, Jazirah Arabia, Afrika, Asia Tenggara dan Eropa
1.4.3
Memiliki pengetahuan tentang perkembangan kontemporer dakwah dan pemikirannya
2.1 Memiliki pengetahuan tentang al-Qur’an dan Hadits 2.1.1
Memiliki Pengetahuan tentang tema pokok dalam alQur’an dan hadits
2.1.2
Memiliki pengetahuan tentang tema-tema keislaman, keimanan dan akhlak yang ada di dalam al-Qur’an dan hadits sebagai materi dakwah
2.2 Memiliki pengetahuan
tentang kapita selekta dakwah dan
perkembangan gerakan dakwah kontemporer 2.2.1
Memiliki pengetahuan tentang isu-isu aktual dalam dakwah
2.2.2
Memiliki pengetahuan tentang kebijakan dakwah di Indonesia
2.2.3
Memiliki pengetahuan tentang model-model gerakan dakwah kontemporer, seperti jamaah tabligh, jamaah tarbiyah, darul arqom, hizbut tahrir, darut tauhid dan sebagainya
2.3 Memiliki pengetahuan tentang fiqh sosial 2.3.1
Memiliki pengetahuan tentang bunga bank dan valas, pendidikan seks, asuransi, transplantasi, demontrasi, buruh dan sebagainya
2.4 Memiliki kemampuan dalam mengembangkan materi-materi dakwah 2.4.1
Memiliki
kemampuan
dalam
menjawab
persoalan-
persoalan kemasyarakatan 3.1 Memiliki pengetahuan tentang metode-metode dakwah 3.1.1
Memiliki pengetahuan tentang metode dakwah bilhikmah, mauidzah ,mujadalah dan cara-cara pengaplikasiannya
104
3.2 Memiliki pengetahuan tentang teori-teori penelitian 3.2.1
Memiliki pengetahuan bentuk-bentuk penelitian kualitatif dan kuantitatif serta landasan dasar yang membangunnya
3.3 Memiliki pengetahuan tentang metodologi penelitian dak-wah 3.3.1
Memiliki pengetahuan tentang obyek dan ragam penelitian dakwah (BPI / KPI)
3.4 Memiliki pengetahuan tentang riset audiens dan media massa 3.4.1
Memiliki pengetahuan tentang karakteristik dan struktur audiens
3.4.2
Memiliki pengetahuan tentang ragam dan karakter dari media massa
3.5 Memiliki
keterampilan
dalam
mengembangkan
penelitian-
penelitian dakwah 3.5.1
Memiliki ketrampilan dalam membuat proposal dan disain penelitian dakwah
4.1 Memiliki pengetahuan tentang teori-teori jurnalistik baik cetak maupun elektronik 4.1.1
Memiliki pengetahuan tentang dasar-dasar ilmu komunikasi
4.1.2
Memiliki pengetahuan tentang konsep dasar, landasan teoritik teknologi komunikasi, model-model pengembangan, pengelolaan dan interaksi dalam kegiatan pemanfaatan media
4.1.3
Memiliki pengetahuan tentang pengertian, ruang lingkup dan bentuk jurnalistik
4.1.4
Memiliki pengetahuan tentang teori-teori jurnalistik cetak dan elektronik
4.1.5
Memiliki pengetahuan tentang konsep-konsep, proses dan bentuk-bentuk komunikasi massa
4.2 Memiliki keterampilan di bidang jurnalistik cetak dan elektronik 4.2.1
Memiliki pengetahuan di bidang penulisan berita
105
4.2.2
Memiliki pengetahuan dalam pembuatan artikel / naskah dakwah
4.2.3
Memiliki pengetahuan di bidang penyuntingan dan reportase berita
4.2.4
Memiliki pengetahuan di bidang editing
4.2.5
Memiliki pengetahuan di bidang periklanan
4.2.6
Memiliki pengetahuan tentang proses percetakan dan penerbitan
4.2.7
Memiliki pengetahuan tentang kode etik jurnalistik
5.1 Memiliki pengetahuan dibidang produksi dan penyiaran 5.1.1
Memiliki pengetahuan tentang televisi, radio dan film
5.1.2
Memiliki
pengetahuan
tentang
dramatologi
dan
penyiaran
dan
sinematografi 5.2 Memiliki
pengetahuan
tentang
prosedur
broadcasting 5.2.1
Memiliki pengetahuan tentang proses produksi dan penyiaran televisi, radio dan film
5.3 Memiliki kemampuan dalam melakukan praktek produksi dan penyiaran 5.3.1
Trampil dalam praktek produksi dan penyiaran di televisi, radio dan film
6.1 Memiliki pengetahuan tentang berbagai bentuk penyuluhan agama 6.1.1
Memiliki pengetahuan tentang pengertian, prinsip-prinsip, teknik dan fungsi bimbingan dan Penyuluhan.
6.1.2
Memiliki pengetahuan tentang jenis-jenis seni drama, snopsis, berbagai ragam puisi, dan pewayangan dll.
6.1.3
Memiliki kemampuan mengaplikasikan dan memecahkan masalah penyuluhan di masyarakat
6.2 Memiliki pengetahuan tentang retorika atau public speaking
106
6.2.1
Memiliki pengetahuan tentang ruang lingkup retorika, meliputi
pengertian,
jenis-jenis,
prinsip-prinsip,
dan
metodenya 6.3 Memiliki
kemampuan
dalam
menyampaikan
pesan-pesan
keagamaan melalui penyuluhan 6.3.1
Terampil dalam berpidato, presenter, khotbah, simulasi, beracting, MC, dan dalam logika penulisan naskah
7.1 Memiliki pengetahuan tentang psikologi dakwah dan psikologi komunikasi 7.1.1
Memiliki pengetahuan tentang pengertian,
teori-teori
psikologi dakwah dan psikologi komunikasi 7.1.2
Memiliki
pengetahuan
tentang
landasan
ontologi,
epistimologi dan aksiologi psikologi Dakwah dan Psikologi komunikasi 7.1.3
Memiliki kesadaran/kepekaan dalam mendorong kegiatankegiatan dakwah
7.2 Memiliki pengetahuan tentang teori-teori kemasyarakatan 7.2.1
Mengetahui tentang seluk beluk masyaraakat , kelompokkelompok
masyarakat,
lembaga-lembaga
keagamaan,
proses internalisasi dll 7.2.2
Memiliki
pengetahuan tentang berbagai pendekataan
terhadap problema yang muncul di tengah masyarakat
7.3 Memiliki kemampuan dalam komunikasi persuasif 7.3.1
Terampil dalam mempengaruhi/ mem bangun opini masyarakat
8.1 Memiliki pengetahuan tentang fotografi dan disain grafis 8.1.1
Memiliki pengetahuan tentang landasan teoritik, langkahlangkah
pengembangan /produksi , dan peman faatan
media grafis,
107
8.1.2
Memiliki pengetahuan
pengertian
fotografi, sejarah
singkat, anatomi dan fisiologi kamera, pencahayaan dan penyinaran, film pemotretan
dan prosesnya, proses
pencucian dan pencetakan film 8.2 Memiliki pengetahuan tentang model-model disain grafis dan seni fotografi 8.2.1
Memiliki kemampuan dalam mengaplikasikan teknikteknik atau model-model fotografi dan desain grafis
8.3 Memiliki keterampilan di bidang fotografi dan disain grafis 8.3.1
Memiliki keterampilan menciptakan karya fotografi yang bernuansa dakwah
8.3.2
Memiliki keterampilan mendesain karya dalam bentuk grafis yang menarik dalam rangka mendukung aktifitas dakwah islamiyah
9.1 Memiliki pengetahuan tentang teori manajemen dan organisasi 9.1.1
Memiliki
pengetahuan
tentang
pengertian,
kegunaan, perkembangan teori-teori
fungsi,
manajemen , dan
lingkungan perusahaan. 9.1.2
Memiliki pengetahuan tentang landasan teoritik Perilaku Organisasi/Behaviour Organizations meliputi pengertian, teori-teori organisasi, model-model kepemimpinan ,dan berbagai teori motivasi.
9.1.3
Memiliki pengetahuan tentang proses perumusan POAC, struktur dan tata kerja organisasi
9.1.4
Memiliki kemampuan dalam mengaplikasikan Prinsipprinsip manajemen dan organisasi
9.2 Memiliki
pengetahuan
tentang
manajemen
percetakan
dan
penerbitan serta manajemen di bidang penyiaran 9.2.1
Memiliki pengetahuan tentang pengertian percetakan dan penerbitan, karakter percetakan dan penerbitan, jenis-jenis dan desain percetakan dan penerbitan, serta
produksi
108
material percetakan dan penerbitan
bagi keperluan di
bidang penyiaran 9.2.2
Memiliki
kemampuan untuk mengaplikasikan prinsip-
prinsip manajemen percetakaan dan penerbitan di bidang penyiaran 9.3 Memiliki pengetahuan tentang system informasi manajemen 9.3.1
Memiliki pengetahuan tentang pengertian, kebutuhan dan sumber informasi, konsep SIM, system komputer, system pengolahan data, data base dan membangun system informasi dakwah
9.3.2
Memiliki kemampuan untuk mengaplikasikan
teknik-
teknik SIM dalam membangun Sistem Informasi Dakwah 9.3.3
Memiliki pengetahuan di bidang komputer dan internet
9.3.4
Memiliki pengetahuan tentang berbagai alat bantu audio visual dalam komunikasi dan dakwah
9.4 Memiliki kemampuan dalam mengembangkan manajemen dalam aktivitas dakwah dan komunikasi 9.4.1
Memiliki pengetahuan tentang teori-teori dan prinsipprinsip manajemen, konsep-konsep manajemen strategic dalam pengembangan aktivitas dakwah dan komunikasi
9.4.2
Memiliki pengetahuan tentang konsep-konsep, proses, model, serta dimensi komunikasi politik
9.4.3
Memiliki kemampuan dalam mengaplikasikan prinsipprinsip, model-model dan merumuskan berbagai strategi pengembangan dakwah dan komunikasi
10.1 Memiliki pengetahuan tentang teori-teori berwirausaha 10.1.1
Memiliki pengetahuan tentang lingkungan usaha, sikap interprenuership, marketing mix, network planning , dan berbagai strategi pemasaran
10.1.2
Memiliki motivasi dan kesadaran yang tinggi dalam berwirausaha
109
10.1.3
Terampil dalam mendisain jenis-jenis usaha di bidang wirausaha
10.2 Memiliki motivasi dan kepedulian tinggi dalam berusaha 11.1 Memiliki pengetahuan tentang struktur masyarakat 11.1.1 Memiliki pengetahuan tentang teori-teori sosial yang meliputi, stratifikasi sosial,
internalisasi, demografi,
perubahan sosial dll 11.2 Memiliki pengetahuan tentang pola hubungan dan kepemimpinan dalam masyarakat 11.2.1
Memiliki pengetahuan tentang landasan teoritik tentang proses-proses, model-model, serta dimensi-demensi komunikasi dalam kegiatan politik
11.2.2
Memiliki pengetahuan tentang kultur, tradisi, atau etnik dalam dimensi komunikasi lintas budaya
11.2.3
Memiliki pengetahuan tentang budaya dan bahasa Jawa
11.3 Memiliki kemampuan dalam melakukan rekayasa social (social enginering) di masyarakat 11.3.1
Memiliki kemampuan dalam melakukan inovasi kemasyarakatan, merestrukturisasi fungsi lembaga sosial & keagamaan, dan pemberdayaan masyarakat
11.3.2
Memiliki kemampuan dalam mendisain model-model dakwah
Derivasi Tolok Ukur Indikator Kompetensi Menjadi Mata Kuliah Proses break down orientasi profesi tersebut menghasilkan sejumlah tolok ukur indikator kompetensi yang merupakan level yang paling spesifik yang telah mengandung unsur khas untuk setiap tahapan pencapaian kompetensi. Selanjutnya, beberapa tolok ukur indikator kompetensi tersebut dijadikan sebagai sumber derivasi bagi dihasilkannya sejumlah mata kuliah
110
yang menjadi bahan pembelajaran bagi setiap mahasiswa pada program studi masing-masing. Hasil proses derivasi beberapa tolok ukur indikator kompetensi untuk Jurusan Dakwah yang terdiri dari Program Studi Bimbingan dan Penyuluhan Islam dan Program Studi Komunikasi dan Penyiaran Islam tersebut melahirkan mata kuliah-mata kuliah, dan pada saat yang bersamaan, lewat pertimbangan keluasan, kedalaman, bobot relevansi terhadap pencapaian kompetensi dan sequence-nya, ditentukanlah pula bobot sks untuk masingmasing mata kuliah tersebut, yaitu sebagaimana yang digambarkan dalam table berikut ini : Mata Kuliah Jurusan Dakwah Nama
Sumber
Bobot
Mata Kuliah
Derivasi
sks
Ilmu Dakwah I
1.1.1 s/d 1.1.5
2
Sosiologi Agama
2.2.1 s/d 2.2.2
2
Ilmu Dakwah II
1.3.1 s/d 1.3.5
2
Ilmu Komunikasi
5.2.1 s/d.5.2.2 + 5.2.4 s/d
3
5.3.2 Filsafat Dakwah
1.2.1 s/d. 1.2.3
3
Psikologi Dakwah
3.5.1 s/d 3.5.3
3
Sejarah Dakwah
1.6.1 s/d 1.6.4
2
Statistik Sosial
1.5.1 s/d 1.5.2
2
Tafsir Hadits Ijtima’i I
1.3.1 s/d 1.3.3
2
Tafsir Hadits Ijtima’i II
1.3.4 s/d 1.3.5
2
Manajemen Dakwah
2.1.1 s/d 2.1.4
2
Kapita Selekta Dakwah
7.1.1 s/d 7.2.2
3
Retorika
5.1.1 s/d 5.1.3
3
Fiqh Sosial
7.1.1 s/d 7.2.2 + 1.3.4 s/d
3
1.3.5 Metodologi Penelitian Dakwah
1.5.1 s/d 1.5.6
3
111
Strategi Pengemb. Dakwah
2.2.3 , 2. 2.4 + 2.3.1 s/d
2
2.3.5 Pemikiran Dakwah Kontemporer 1.6.2 s/d 1.6.4
2
Bahasa dan Budaya Jawa
9.1.1 s/d 9.1.2
2
Kewirausahaan
2.1.2 s/d 2.1.4 + 6.1.1 s/d
2
6.1.2 PPL
Aplikasi dari seluruh tolok
3
ukur indikator kompetensi
Catatan : Kode-kode angka pada sumber derivasi yang melahirkan mata kuliah-mata kuliah Jurusan Dakwah tersebut diambil dari tolok ukur indikator kompetensi untuk Program Studi Bimbingan dan Penyuluhan Islam, dimana pada Program Studi Komunikasi dan Penyiaran Islam-pun memiliki tolok ukur indikator kompetensi yang substansinya sama dengan beberapa tolok ukur indikator kompetensi pada Program Studi Bimbingan dan Penyuluhan Islam. Setelah dilakukan penataan, sebagai penyesuaian terhadap program komputerisasi akademik, maka mata kuliah-mata kuliah Jurusan Dakwah tersebut diberi kode. Hasil dari proses koding dan penataan tersebut adalah sebagaimana yang dituangkan dalam tabel berikut ini :
NO
MATA KULIAH
KODE
BOBOT
1. Ilmu Dakwah I
DAK.001
2 sks
2. Ilmu Dakwah II
DAK.002
2 sks
3. Sejarah Dakwah
DAK.003
2 sks
4. Filsafat Dakwah
DAK.004
3 sks
5. Kapita Selekta Dakwah
DAK.005
3 sks
6. Pemikiran Dakwah Kontemporer
DAK.006
2 sks
112
7. Psikologi Dakwah
DAK.007*
3 sks
8. Manajemen Dakwah
DAK.008
2 sks
9. Strategi Pengembangan Dak-wah
DAK.009
2 sks
10. Metodologi Penelitian Dakwah
DAK.010
3 sks
11. Statistik Sosial
DAK.011
2 sks
12. Sosiologi Agama
DAK.012
2 sks
13. Ilmu Komunikasi
DAK.013
3 sks
14. Retorika
DAK.014
3 sks
15. Fiqh Sosial
DAK.015
3 sks
16. Tafsir Hadits Ijtima’i I
DAK.016
2 sks
17. Tafsir Hadits Ijtima’i II
DAK.017
2 sks
18. Bahasa dan Budaya Jawa
DAK.018
2 sks
19. Kewirausahaan
DAK.019
2 sks
20. PPL
DAK.020
3 sks
JUMLAH
48 sks
*Catatan : Kode Mata Kuliah Psikologi Dakwah : - Prodi BPI tetap DAK.007 (3 sks) - Prodi KPI diberi ekstensi (-1), menjadi DAK.007-1 (2 sks)
Penyebaran masing-masing mata kuliah Jurusan Dakwah tersebut dalam rentang semester 1 sampai dengan semester 8, penentuannya diserahkan sepenuhnya kepada setiap Program Studi yang ada Jurusan Dakwah --Bimbingan dan Penyuluhan Islam (BPI) dan Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI)--, dengan mempertimbangkan relevansi dengan mata kuliah-mata kuliah lain pada Program Studi yang bersangkutan, serta dengan mempertimbangkan sequence logis maupun sequence psikologis. Dengan demikian, ketika mata kuliah-mata kuliah Jurusan Dakwah tersebut disebar dalam rentang semester 1 sampai semester 8, akan terdapat variasi antara program studi BPI dengan program studi KPI.
113
Mata Kuliah Program Studi Bimbingan dan Penyuluhan Islam (BPI)
Nama Mata Kuliah
Sumber Derivasi
Bobot sks
Psikologi Umum
3.1.1 s/d 3.1.4 + 3.4.4
2
Dasar-Dasar Bimbingan,
4.1.1 s/d 4.2.4 + 4.4.1 s/d
4
Konseling, & Psikoterapi
4.4.3 + 4. 5.1 s/d 4.5.3
Psikologi Agama
3.4.1 s/d 3.4.3
2
Psikologi Kepribadian
3.3.1 s/d 3.3.3
3
Psikologi Perkembangan I
3.2.1
2
Psikologi Perkembangan II
3.2.1
2
Psikologi Islam
3.1.5 + 3.6.1 s/d 3.6.4 +
3
4.8.4 Kesehatan Mental
2.1.5 + 3.7.1 s/d 3.7.4
3
Psikologi Sosial
3.2.2
2
Teknik Bimb-Kons, &
4.6.1 s/d 4.7.2
4
Manajemen Lembaga Konseling 4.7.1 s/d 4.7.2
3
Psikoterapi
& Organisasi Nirlaba Patologi Sosial
2.3.3 + 2.6.1
2
Pekerjaan Sosial
6.1.1 s/d 6.1.2 + 6.2.2 s/d
2
6.3.2 Konseling & Psikoterapi Islam
4.3.1 s/d 4.3.7 + 4.8.1 s/d
4
4.8.3 + 4.8.5 s/d 4.8.7 Kesejahteraan Sosial
6.1.1 s/d 6.1.2
2
Mikro Konseling I
4.5.1 s/d 4.5.3
2
Mikro Konseling II
4.5.1 s/d 4.5.3
2
Komunikasi Terapeutik
5.2.3
4
Skripsi
Pengembangan seluruh
6
tolok ukur indikator kompetensi
114
Setelah dilakukan penataan, sebagai penyesuaian terhadap program komputerisasi akademik, maka mata kuliah-mata kuliah Program Studi Bimbingan dan Penyuluhan Islam tersebut diberi kode. Hasil dari proses koding dan penataan tersebut adalah sebagaimana yang dituangkan dalam table berikut ini : NO
MATA KULIAH
KODE
BOBOT SKS
1. Psikologi Umum
DAK.101
3 sks
2. Psikologi Agama
DAK.102
2 sks
3. Psikologi Islam
DAK.103
3 sks
4. Psikologi Perkembangan I
DAK.104
2 sks
5. Psikologi Perkembangan II
DAK.105
2 sks
6. Psikologi Kepribadian
DAK.106
3 sks
7. Psikologi Sosial
DAK.107
2 sks
8. Kesehatan Mental
DAK.108
3 sks
9. Dasar-Dasar Bimbingan, Konse-
DAK.109
4 sks
DAK.110
4 sks
11. Mikro Konseling I
DAK.111
2 sks
12. Mikro Konseling II
DAK.112
2 sks
13. Konseling dan Psikoterapi Islam
DAK.113
4 sks
14. Komunikasi Terapeutik
DAK.114
4 sks
15. Patologi Sosial
DAK.115
2 sks
16. Pekerjaan Sosial
DAK.116
2 sks
17. Kesejahteraan Sosial
DAK.117
2 sks
18. Manajemen Lembaga Konseling
DAK.118
3 sks
DAK.119
6 sks
ling & Psikoterapi 10. Tehnik Bimbingan, Konseling & Psikoterapi
& Organisasi Nirlaba 19. Skripsi
115
55 sks
JUMLAH
Mata Kuliah Program Studi Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI) Nama Mata Kuliah
Sumber Derivasi
Bobot sks
Jurnalistik
4.1.3 s/d 4.1.4
3
Sosiologi Komunikasi
4.1.5
2
Komunikasi Politik
9.4.2 + 11.2.1
2
Psikologi Komunikasi
7.3.1
2
Teknik Reportase
4.2.3
2
Teknik Editting
4.2.4
2
Teknik Writing
4.2.1 s/d 4.2.2
2
Teknik Advertising
4.2.5
3
AVA/Audio Visual Aids
9.3.4
3
Fotografi
8.1.2 + 8.2.1 + 8.3.1
3
Dramatologi & Sinematografi
5.1.2
2
Teknik Penulisan Dakwah
4.2.2
2
Public Relation
6.3.1
2
Komunikasi Antar Budaya
6.1.1 s/d 6.1.3 + 11.2.2
2
Sistem Informasi Manajemen
9.3.1 s/d 9.3.2
3
Praktek Produksi &Siaran
5.2.1 + 5.3.1
3
Desain Grafis
8.1.1 + 8.2.1 + 8.3.2
2
Manajemen Penerbitan &
4.2.6 + 9.2.1 s/d 9.2.2
3
5.1.1 + 9.2.1 s/d 9.2.2
3
Riset Audiens
3.4.1 s/d 3.4.2
2
Skripsi
Pengembangan seluruh
6
Percetakan Manajemen Produksi & Siaran
tolok ukur indikator kompetensi
116
Setelah dilakukan penataan, sebagai penyesuaian terhadap program komputerisasi akademik, maka mata kuliah-mata kuliah Program Studi Komunikasi dan Penyiaran Islam tersebut diberi kode. Hasil dari proses koding dan penataan tersebut adalah sebagaimana yang dituangkan dalam table berikut ini :
NO
MATA KULIAH
KODE
BOBOT SKS
1. Jurnalistik
DAK.201
3 sks
2. Sosiologi Komunikasi
DAK.202
2 sks
3. Psikologi Komunikasi
DAK.203
2 sks
4. Komunikasi Antar Budaya
DAK.204
2 sks
5. Komunikasi Politik
DAK.205
2 sks
6. Sistem Informasi Manajemen
DAK.206
3 sks
7. Public Relation
DAK.207
2 sks
8. Tehnik Reportase
DAK.208
2 sks
9. Tehnik Editing
DAK.209
2 sks
10. Tehnik Writing
DAK.210
2 sks
11. Tehnik Penulisan Naskah Dakwah
DAK.211
2 sks
12. AVA
DAK.212
3 sks
13. Tehnik Advertising
DAK.213
3 sks
14. Fotografi
DAK.214
3 sks
15. Desain Grafis
DAK.215
2 sks
16. Desain Dakwah Multimedia
DAK.216
2 sks
17. Dramatologi dan Sinematografi
DAK.217
2 sks
18. Praktek Produksi dan Siaran
DAK.218
3 sks
19. Manajemen Produksi dan Siaran
DAK.219
3 sks
20. Manajemen Penerbitan dan Percetakan
DAK.220
3 sks
21. Riset Audiens
DAK.221
2 sks
22. Skripsi
DAK.222
6 sks
117
JUMLAH
56 sks
3. Jurusan Syari’ah Orientasi Profesi Jurusan Syari’ah 1. Program Studi Al-Akhwal Al-Syakhsyiyyah - Profesi Utama
: Hakim, Pengacara, Jaksa, Konsultan Hukum dan Keluarga
- Profesi Alternatif
: Panitera Pengadilan, Pegawai
Pencatat
Nikah, Pekerja Sosial di Bidang Hukum 2. Program Studi Muamalah - Profesi Utama
: Hakim, Pengacara, Jaksa, Konsultan Hukum Perikatan dan Perbankan Syari’ah
- Profesi Alternatif
: Panitera Pengadilan, Pengelola Lembaga Perekonomian Umat, Pekerja Sosial di Bidang Hukum
Break Down Orientasi Profesi ke Dalam Kompetensi, Indikator Kompetensi, dan Tolok Ukur Indikator Kompetensi 1. Program Studi Al-Akhwal Al-Syakhsyiyyah Kompetensi; - Utama 1.
:
Menguasai hukum material dan formal yang berlaku di Indonesia
2.
Menguasai materi-materi pokok dan metode istimbath Hukum Islam
3.
Menguasai hukum material dan formal Peradilan Agama
4.
Menguasai Hukum Perkawinan dan prosedur formalnya
- Pendukung : 5.
Menguasai administrasi peradilan
118
6.
Memiliki kemampuan persuasif dalam memotivasi kesadar-an hukum masyarakat
- Lainnya 7.
:
Menguasai Ilmu Falak
Indikator Kompetensi; 1. Menguasai hukum material dan formal yang berlaku di Indonesia 1.1.
Memiliki pengetahuan tentang hukum pidana, perdata, tata usaha negara dan adat
1.2.
Memiliki pengetahuan dan ketrampilan beracara di pengadilan
1.3.
Memiliki komitmen terhadap penegakan hukum
2. Menguasai Materi-materi pokok dan metode istinbat Hukum Islam 1.1.
Memiliki pengetahuan fiqih ibadah, munakahat, mawaris, Muamalah,jinayat dan siyasah
1.2.
Memiliki pengetahuan ttentang sumber-sumber hukum Islam
1.3.
Memiliki pengetahuan dan kemampuan menerapkan metode istinbat hukum
1.4.
Terbuka dan toleran dalam menyikapi perbedaan metode dan hasil istimbat hukum
3. Menguasai hukum material dan formal Peradilan Agama 3.1
Memiliki pengetahuan tentang hukum perdata Islam, meliputi hukum perkawinan, kewarisan, perwakafan, wasiat dan hibah
3.2
Memiliki pengetahuan dan ketrampilan hukum acara dan praktek beracara di pengadilan agama
3.3
Memiliki komitmen untuk melakukan transformasi nilai-nilai hukum Islam dengan pendekatan budaya
4. Menguasai Hukum Perkawinan dan prosedur formalnya 4.1.
Memiliki pengetahuan tentang syarat dan rukun nikah
4.2.
Memiliki pengetahuan dan ketrampilan tata administratif pelaksanaan perkawinan
119
4.3.
Memiliki komitmen terhadap norma-norma hukum perkawinan
5. Menguasai administrasi peradilan 5.1
Memiliki pengetahuan tentang teknik persidangan dan prosedur berperkara di pengadilan
5.2
Memiliki pengetahuan tentang tata laksana dan struktur organisasi di pengadilan
6. Memiliki kemampuan persuasif dalam memotivasi kesa-daran hukum masyarakat 6.1
Memiliki pengetahuan tentang dasar-dasar dan praktek advokasi
6.2
Memahami dinamika kesadaran hukum msyarakat
6.3
Memiliki komitmen dan kepedulian terhadap nilai-nilai keadilan
7. Menguasai Ilmu Falak 7.1.
Memiliki pengetahuan tentang dasar-dasar dan model-model ilmu falak
7.2.
Memahami ketrampilan menentukan arah kiblat, waktu shalat dan awal bulan
Tolok Ukur Indikator Kompetensi; 1.1.
Memiliki pengetahuan tentang hukum pidana, perdata, tata usaha negara dan adat 1.1.1
Memiliki pengetahuan tentang pidana umum
1.1.2
Memiliki pengetahuan tentang pidana khusus (pidana ekonomi, korupsi)
1.1.3
Memiliki pengetahuan tentang Hukum perdata meliputi Hukum perorangan, harta kekayaan, keluarga dan waris
1.1.4
Memiliki pengetahuan tentang Hukum Benda dan perikatan
1.1.5
Memiliki pengetahuan tentang sejarah, sumber-sumber, kedudukan hukum adat
120
1.1.6
Menguasai teori-teori pemberlakuan hukum adat, dan masyarakat adat
1.1.7
Menguasai hukum tata usaha negara meliputi pengertian dan isi HTN, administrasi negara, peradilan tata usaha negara
1.1.8
Memiliki pengetahuan tentang teori-teori dasar hukum, aliran-aliran pemikiran hukum dan tata hukum Indonesia dengan berbagai dinamikanya
1.1.9
Memiliki pengetahuan tentang metodologi penelitian hukum
1.2. Memiliki pengetahuan dan ketrampilan beracara di pengadilan 1.2.1. Memiliki pengetahuan tentang KUHAP 1.2.2. Memiliki pengetahuan tentang KUHAPer 1.2.3. Memiliki pengetahuan tentang Hukum Acara PA 1.2.4. Trampil dalam beracara di pengadilan 1.2.5. Memiliki komitmen terhadap penegakan supremasi hukum 1.3. Memiliki komitmen terhadap penegakan hukum 2.1. Memiliki
pengetahuan
fiqih
ibadah,
munakahat,
mawaris,
Muamalah, jinayat dan siyasah 2.1.1. Memiliki pengetahuan tentang thaharah, shalat, zakat dan puasa serta haji dan kesadaran melaksanakanya 2.1.2. Memiliki pengetahuan tentang konsep dasar munakahat meliputi pengertian, dasar hukum, syarat, rukun dan akibat hukumnya dan kesadaran untuk melaksanakanya 2.1.3. Memiliki pengetahuan tentang konsep dasar hukum waris meliputi pengertian, dasar hukum, ahli waris dan bagianbagian serta cara penghitungannya dan kesadaran untuk melaksanakanya 2.1.4. Memiliki pengetahuan tentang konsep dasar hukum pidana Islam meliputi pengertian, dasar hukum, asas legalitas, jarimah dan uqubah
121
2.1.5. Memiliki
pengetahuan
tentang
konsep
politik
dan
ketatanegaraan Islam meliputi pengertian, sejarah, ajaran dan pemikiran politik Islam kontemporer 2.1.6. Memiliki Pengetahuan tentang konsep dasar fiqh Muamalah meliputi pengertian, prinsip-prinsip Muamalah, akad jual beli, khiyar, Ijarah, mudharabah, Musyarakah, gadai, muzara’ah dan riba 2.1.7. Memiliki pengetahuan tentang perkembangan pemikiran hukum Islam kontemporer dan aplikasinya di dunia Islam khususnya hukum keluarga Islam 2.1.8. Memiliki pengetahuan tentang berbagai problematika hukum Islam dan model-model penyelesainya dengan pendekatan ushuliyah 2.1.9. Memiliki pengetahuan tentang penelitian hukum Islam 2.2. Memiliki pengetahuan tentang sumber-sumber hukum Islam 2.2.1. Memiliki pengetahuan tentang kedudukan Al-Quran sebagai sumber utama hukum Islam. 2.2.2. Memiliki pengetahuan tentang nilai kehujahan dan dalalah ayat-ayat al-Qur’an 2.2.3. Memiliki pengetahuan tentang kedudukan Ha-dits sebagai sumber hukum kedua dalam Islam 2.2.4. Memiliki pengetahuan tentang nilai kehujjahan hadits dan dalalah hukumnya 2.2.5. Memiliki pengetahuan tentang ijtihad sebagai sumber hukum Islam 2.3. Memiliki pengetahuan dan kemampuan menerapkan metode istinbat hukum 2.3.1. Memiliki pengetahuan tentang metode istinbat hukum dan sejarah perundang-undangan hukum Islam 2.3.2. Memiliki pengetahuan tentang pendekatan is-tinbat hukum mellalui
pendekatan
lafdziyah
(‘Am-khash,
muthlaq-
122
muqayyad, amr-nahi, musytarak, muhkam, mutasyabihatmufassar, takwil, nash, dhahir dst) dan pendekatan maknawiyah meliputi qawaid fiqhiyah dan filsafat hukum Islam 2.3.3. Memiliki pengetahuan konsep dasar Ijma’ dan qiyas meliputi pengertian, dasar, rukun, dan kehujahan 2.3.4. Memiliki pengetahuan konsep dasar maslahah mursalah meli-puti pengertian, dasar, klasifikasi,syarat perumusan, dan kehujahan 2.3.5. Memiliki pengetahuan konsep dasar sad al-dari’ah pengertian, dasar, klasifikasi dan kehujahan 2.3.6. Memiliki pengetahuan konsep dasar istihsan meliputi pengerti-an, dasar, pembagian dan kehujahan 2.3.7. Memiliki pengetahuan konsep dasar qaul sha-habi meliputi pe-ngertian, dasar, dan kehujahan 2.3.8. Memiliki pengetahuan konsep dasar istishab meliputi pengerti-an, dasar, dan kehujahan 2.3.9. Memiliki pengetahuan konsep dasar, syar’u man qablana meli-puti pengertian, dasar, klasifikasi, dan kehujahan 2.3.10. Memiliki pengetahuan konsep dasar, `urf meliputi pengertian, dasar, klasifikasi dan kehujahan 2.4. Terbuka dan toleran dalam menyikapi perbedaan metode dan hasil istimbath hukum 2.4.1. Memiliki ketrampilan dan kecakapan menerapkan suatu metode istinbat sesuai dengan karateristik masalah hukum 3.1. Memiliki pengetahuan tentang hukum perdata Islam, meli-puti hukum perkawinan, kewarisan, perwakafan, wasiat dan hibah 3.1.1.
Memiliki pengetahuan tentang konsep dasar hu-kum perdata Islam Indonesia meliputi, pengertian, dasar hukum, bagian-bagian dan kedudukan
123
3.1.2.
Memiliki pengetahuan tentang konsep dasar hu-kum perkawinan meliputi pengertian, tujuan, syarat, rukun dan akibat hukum
3.1.3. Memiliki pengetahuan tentang prosedur ad-ministratif dan tata cara perkawinan 3.1.4.
Memiliki pengetahuan tentang ide-ide pemba-haruan tentang hukum perkawinan
3.1.5. Memiliki pengetahuan tentang konsep dasar perceraian meliputi pengertian, macam, syarat dan akibat hukum 3.1.6. Memiliki pengetahuan tentang konsep dasar, prosedur administratif, dan tata cara perceraian 3.1.7. Memiliki pengetahuan tentang konsep dasar masa tunggu (iddah) meliputi pengertian, klasifikasi, dan waktu tunggu serta akibat hukum 3.1.8. Memiliki pengetahuan tentang ide-ide pembaha-ruan dalam hukum perceraian 3.1.9. Memiliki pengetahuan tentang konsep dasar waris meliputi pengertian,
ahli
waris
dan
bagiannya,
serta
cara
pembagiannya 3.1.10. Memiliki pengetahuan tentang ide-ide pemba-haruan tentang hukum waris 3.1.11. Trampil dalam memecahkan permasalahan waris sesuai dengan hukum perdata Islam 3.1.12.
Memiliki sosialisasi
komitmen hukum
untuk waris
melakukan Islam
melakukan
dalam
rangka
menumbuhkan kesadaran masyarakat terhadap hukum waris Islam 3.1.13. Memiliki pengetahuan tentang konsep dasar wakaf meliputi meliputi, meliputi pengertian, dasar hukum dan prosedur wakaf
124
3.1.14. Memiliki pengetahuan tentang ide-ide pemba-haruan tentang hukum wakaf 3.1.15. Trampil secara administratif dalam pengurusan harta wakaf 3.1.16. Memiliki semangat untuk menjaga dan meman-faatkan harta wakaf 3.1.17. Memiliki pengetahuan tentang konsep dasar wasiat meliputi meliputi pengertian, dasar hukum, syarat, dan prosedur 3.1.18. Trampil dalam memecahkan problem wasiat 3.1.19.
Memiliki
semangat
untuk
membangun
kesadaran
masyarakat untuk mematuhi norma hukum dalam wasiat 3.1.20. Memiliki pengetahuan tentang konsep dasar hibah meliputi meliputi pengertian, dasar hukum, syarat, dan prosedur 3.1.21. Trampil dalam memecahkan problem hibah 3.1.22.
Memiliki
semangat
untuk
membangun
kesadaran
masyarakat untuk mematuhi norma hukum dalam hibah 3.2. Memiliki pengetahuan dan ketrampilan hukum acara dan praktek beracara di pengadilan agama 3.2.1. Memiliki pengetahuan tentang konsep dasar hukum acara PA meliputi pengertian, dasar hukum dan karakteriktik khususnya 3.2.2. Memiliki pengetahuan tentang “kompetensi absolut” dan “kompetensi relatif” PA 3.2.3. Memiliki pengetahuan tentang proses persidangan 3.2.4. Memiliki ketrampilan menyelesaikan perkara
dalam
persidangan 3.2.5. Memiliki komitmen terhadap nilai keadilan 3.3. Memiliki komitmen untuk melakukan transformasi nilai-nilai hukum Islam dengan pendekatan budaya 3.3.1.
Memiliki pengetahuan tentang setting budaya hukum di Indonesia
125
3.3.2. Memiliki kemampuan mengintegrasikan aspek yu-ridis, filosofis, dan sosiologis hukum, dalam memutuskan perkara 3.3.3. Memiliki komitmen terhadap nilai keadilan 4.1. Memiliki pengetahuan tentang syarat dan rukun nikah 4.1.1. Mempunyai pengetahuan tentang syarat-syarat calon mempelai, wali, saksi dan ijab qabul 4.2. Memiliki pengetahuan dan ketrampilan tata administratif pelaksanaan perkawinan 4.2.1. Memiliki pengetahuan tentang administrasi perka-winan dari pendaftaran, pencatatan sampai pembuatan akta nikah 4.3. Memiliki komitmen terhadap norma-norma hukum perka-winan 4.3.1. Memiliki komitmen terhadap penegakan aturan dan prosedur perkawinan 5.1. Memiliki pengetahuan tentang teknik persidangan dan pro-sedur ber-perkara di pengadilan 5.1.1. Memiliki pengetahuan tentang tata administrasi peradilan meliputi pendaftaran perkara, biaya perkara dan proses persidanganya 5.1.2. Memiliki pengetahuan tentang tata cara menyusun berita acara persidangan, pelaksanaan penetapan putusan dan pemberkasan perkara 5.2. Memiliki pengetahuan tentang tata laksana dan struktur organisasi di pengadilan 5.2.1. Memiliki pengetahuan tentang tugas dan wewenang pejabat pengadilan meliputi tugas ketua, wakil ketua, hakim, panitera, panitera pengganti dan juru sita 6.1. Memiliki pengetahuan tentang dasar-dasar dan praktek advokasi 6.1.1. Memiliki pengetahuan tentang dasar-dasar advokasi meliputi pengertian, dasar hukum, macam-macam dan kewenanganya 6.2. Memahami dinamika kesadaran hukum masyarakat
126
6.2.1. Memiliki pengetahuan tentang sosiologi,
psikologi dan
analisa sosial yang meliputi pengertian, manfaat dan teoriteori sosial serta aksi-aksi sosial. 6.2.2. Memiliki pengetahuan tentang teori-teori dan pen-dekatan sosial dalam membangun kesadaran hukum masyarakat khususnya hukum keluarga Islam 6.3. Memiliki komitmen dan kepedulian terhadap nilai-nilai keadilan 7.1. Memiliki pengetahuan tentang dasar-dasar dan model-model ilmu falak 7.1.1. Memiliki Pengetahuan tentang konsep dasar ilmu falak meliputi pengertian, kedudukan, tujuan dan manfaat 7.2. Memiliki ketrampilan menentukan arah kiblat, waktu shalat dan awal bulan 7.2.1. Memiliki Pengetahuan tentang tata cara penentuan arah kiblat meliputi pengertian, dalil syar’I dan cara menghisab arah kiblat 7.2.2. Memiliki pengetahuan tentang tata cara penentuan waktu shalat meliputi pengertian, dasar hukum, kedudukan matahari dan cara penghitungan penentuan waktu shalat 7.2.3. Memiliki pengetahuan tentang tata cara penentuan awal bulan meliputi pengertian, sistem kalender, ijtima’ tinggi hilal dan rukyatul hilal 7.3. Mempunyai toleransi dalam menyikapi perbedaan cara pe-nentuan awal bulan, waktu shalat dan arah kiblat dan hasilnya.
Program Studi Muamalah Kompetensi; - Utama
:
1. Menguasai hukum material dan formal yang berlaku di Indonesia 2. Menguasai Materi-materi pokok dan metode istinbat Hukum Islam 3. Menguasai hukum material dan formal Peradilan Agama
127
4. Menguasai Hukum Perikatan Islam 5. Menguasai Hukum Perbankan Syari’ah - Pendukung : 6. Menguasai administrasi peradilan 7. Memiliki pengetahuan tentang lembaga-lembaga perekonomian umat dan tata kerjanya. 8. Memiliki kemampuan persuasif dalam memotivasi kesadaran hukum masyarakat - Lainnya
:
9. Menguasai Ilmu Falak
Indikator Kompetensi; 1. Menguasai hukum material dan formal yang berlaku di Indone-sia 1.1. Memiliki pengetahuan tentang hukum pidana, perdata, tata usaha negara dan adat 1.2. Memiliki pengetahuan dan ketrampilan beracara di pengadilan 1.3. Memiliki komitmen terhadap penegakan hukum 2. Menguasai Materi-materi pokok dan metode istimbath Hukum Islam 2.1. Memiliki pengetahuan fiqih ibadah, mu’amalah, muna-kahat, mawaris, jinayat dan siyasah 2.2. Memiliki pengetahuan tentang sumber-sumber hukum Islam dan sejarah proses pembentukan hukum Islam 2.3. Memiliki pengetahuan dan kemampuan menerapkan me-tode istinbat hukum 2.4. Terbuka dan toleran dalam menyikapi perbedaan metode dan hasil istimbat hukum 3. Menguasai hukum material dan formal Peradilan Agama 3.1. Memiliki pengetahuan tentang hukum perdata Islam, meliputi hukum perkawinan, kewarisan, perwakafan, wasiat dan hibah
128
3.2. Memiliki pengetahuan dan ketrampilan hukum acara dan praktek beracara di pengadilan agama 3.3. Memiliki komitmen untuk melakukan transformasi nilai-nilai hukum Islam dengan pendekatan budaya 4. Menguasai Hukum Perikatan Islam 4.1. Memiliki pengetahuan tentang hukum dan praktek per-ikatan berdasarkan prinsip-prinsip syari’ah 4.2. Memiliki komitmen terhadap norma dan etika dalam berbisnis 5. Menguasai Hukum Perbankan Syari’ah 5.1. Memiliki pengetahuan dan pemahaman tentang perbankan berdasarkan prinsip syari’ah 5.2. Memiliki pengetahuan tentang peraturan perundang-un-dangan mengenai perbankan 6. Menguasai administrasi peradilan 6.1. Memiliki pengetahuan tentang teknik persidangan dan prosedur berperkara di pengadilan 6.2. Memiliki pengetahuan tentang tata laksana dan struktur organisasi di pengadilan 7. Memiliki pengetahuan tentang lembaga-lembaga perekonomian umat dan tata kerjanya 7.1.
Memiliki
pengetahuan
dan
mengenal
lembaga-lembaga
perekonomian umat yang berkembang dalam Islam dan memahami fungsinya 7.2. Memiliki pengetahuan tentang sistem dan mekanisme lembagalembaga perekonomian umat serta memiliki keterampilan dan pengelolaannya 7.3. Memiliki pengetahuan tentang akuntansi syari’ah 8. Memiliki kemampuan persuasif dalam memotivasi kesadaran hukum masyarakat 8.1. Memiliki pengetahuan tentang dasar-dasar dan praktek advokasi 8.2. Memahami dinamika kesadaran hukum msyarakat
129
8.3. Memiliki komitmen dan kepedulian terhadap nilai-nilai keadilan 9. Menguasai Ilmu Falak 9.1. Memiliki pengetahuan tentang dasar-dasar dan model-model ilmu falak 9.2. Memiliki ketrampilan menentukan arah kiblat, waktu shalat dan awal bulan
Tolok Ukur Indikator Kompetensi; 1.1. Memiliki pengetahuan tentang hukum pidana, perdata, tata usaha negara dan adat 1.1.1. Memiliki pengetahuan tentang pidana umum 1.1.2. Memiliki pengetahuan tentang pidana khusus (pidana ekonomi, korupsi) 1.1.3. Memiliki pengetahuan tentang Hukum perdata meliputi Hukum perorangan, harta kekayaan, keluarga dan waris 1.1.4. Memiliki pengetahuan tentang Hukum Benda dan Perikatan 1.1.5. Memiliki pengetahuan tentang Hukum Dagang 1.1.6. Memiliki pengetahuan tentang sejarah, sumber-sumber, kedudukan hukum adat dan teori-teori pemberlakuan hukum adat, dan masyarakat adat 1.1.7. Memiliki pengetahuan tentang Hukum Pertanahan Nasional 1.1.8. Menguasai hukum tata usaha negara meliputi pengertian dan isi HTN, administrasi negara, peradilan tata usaha negara 1.1.9. Menguasai teori-teori dasar hukum, aliran-aliran pemikiran hukum dan tata hukum di Indonesia 1.1.10. Memiliki pengetahuan tentang metode penelitian hukum 1.2. Memiliki pengetahuan dan ketrampilan beracara di pengadilan 1.2.1. Memiliki pengetahuan tentang KUHAP 1.2.2. Memiliki pengetahuan tentang KUHAPer 1.2.3. Memiliki pengetahuan tentang Hukum Acara PA 1.2.4. Trampil dalam beracara di pengadilan
130
1.2.5. Memiliki komitmen terhadap penegakan supremasi hukum 1.3. Memiliki komitmen terhadap penegakan hukum 2.1. Memiliki pengetahuan fiqih ibadah, mu’amalah, munakahat, mawa-ris, jinayat dan siyasah 2.1.1. Memiliki pengetahuan tentang thaharah, shalat, zakat dan puasa serta haji dan kesadaran melaksanakannya 2.1.2. Memiliki pengetahuan tentang pengaturan kewajiban dan hak atas harta benda serta aktifitasnya yang meliputi pengertian akad, sifat-sifat akad, pengertian dan macam-macam jual beli, khiyar, sewa menyewa (ijarah), pinjam meminjam (‘ariyah), gadai (al-rahn), perkongsian (alsyirkah), kerjasama atas lahan pertanian (musaqah, muzara’ah dan mukhabarah), bagi hasil (mudlarabah), hibah, shadaqah, hadiah; serta kesadaran untuk menjalankannya berdasarkan prinsip-prinsip syari’at. 2.1.3. Memiliki pengetahuan tentang konsep dasar munakahat meliputi pengertian, dasar hukum, syarat, rukun dan akibat hukumnya dan kesadaran untuk melaksanakanya 2.1.4. Memiliki pengetahuan tentang konsep dasar hukum waris meliputi pengertian, dasar hukum, ahli waris dan bagian-bagian serta cara penghitungannya dan kesadaran untuk melaksanakanya 2.1.5. Memiliki pengetahuan tentang konsep dasar hukum pidana Islam meliputi pengertian, dasar hukum, asas legalitas, jarimah dan uqubah 2.1.6. Memiliki pengetahuan tentang konsep politik dan ketata-negaraan Islam meliputi pengertian, sejarah, ajaran dan pemikiran politik islam kontemporer 2.1.7. Memiliki pengetahuan tentang metode penelitian hukum Islam 2.1.8. Memilki pengetahuan tentang berbagai perkembangan pemikir-an hukum Islam kontemporer 2.2. Memiliki pengetahuan tentang sumber-sumber hukum Islam dan seja-rah proses pembentukan hukum Islam 2.2.1. Memiliki pengetahuan tentang kedudukan Al-Quran sebagai sumber utama hukum Islam.
131
2.2.2. Memiliki pengetahuan tentang nilai kehujahan dan dalalah ayat-ayat al-Qur’an 2.2.3. Memiliki pengetahuan tentang kedudukan Hadist sebagai sumber hukum kedua dalam Islam 2.2.4. Memiliki pengetahuan tentang nilai kehujjahan hadits dan dalalah hukumnya 2.2.5. Memiliki pengetahuan tentang ijtihad sebagai sumber hukum Islam 2.2.6. Memiliki pengetahuan tentang sejarah proses pembentukan hukum Islam sejak masa awal Islam (zaman Nabi. Saw.) hingga masa sekarang. 2.3. Memiliki pengetahuan dan kemampuan menerapkan metode istinbat hukum 2.3.1. Memiliki pengetahuan tentang metode istinbat hukum 2.3.2. Memiliki pengetahuan tentang pendekatan istinbat hukum mellalui pendekatan lafdziyah (‘Am-khash, muthlaq-muqayyad, amr-nahi, musytarak, muhkam, mutasyabihat-mufassar, takwil, nash, dhahir dst) dan pendekatan maknawiyah meliputi qawaid fiqhiyah dan filsafat hukum Islam 2.3.3.
Memiliki pengetahuan konsep dasar Ijma’ dan qiyas meliputi pengertian, dasar, rukun, dan kehujahan
2.3.4.
Memiliki pengetahuan konsep dasar maslahah mursalah meliputi pengertian, dasar, klasifikasi,syarat perumusan, dan kehujahan
2.3.5. Memiliki pengetahuan konsep dasar sad al-dari’ah pengertian, dasar, klasifikasi dan kehujahan 2.3.6.
Memiliki pengetahuan konsep dasar istihsan meliputi penger-tian, dasar, pembagian dan kehujahan
2.3.7. Memiliki pengetahuan konsep dasar qaul shahabi meliputi pengertian, dasar, dan kehujahan 2.3.8.
Memiliki pengetahuan konsep dasar istishab meliputi pengerti-an, dasar, dan kehujahan
2.3.9. Memiliki pengetahuan konsep dasar, syar’u man qablana me-liputi pengertian, dasar, klasifikasi, dan kehujahan
132
2.3.10. Memiliki pengetahuan konsep dasar, `urf meliputi pengertian, dasar, klasifikasi dan kehujahan 2.4. Terbuka dan toleran dalam menyikapi perbedaan metode dan hasil istimbat hukum 2.4.1. Memiliki ketrampilan dan kecakapan menerapkan suatu meto-de istinbat sesuai dengan karateristik/problematika masalah hukum 3.1. Memiliki pengetahuan tentang hukum perdata Islam, meliputi hukum perkawinan, kewarisan, perwakafan, wasiat dan hibah 3.1.1. Memiliki pengetahuan tentang konsep dasar hukum perdata Islam Indonesia meliputi, pengertian, dasar hukum, bagian-bagian dan kedudukan 3.1.2. Memiliki pengetahuan tentang konsep dasar hukum perkawinan meliputi pengertian, tujuan, syarat, rukun dan akibat hukum 3.1.3.
Memiliki pengetahuan tentang prosedur administratif dan tata cara perkawinan
3.1.4. Memiliki pengetahuan tentang ide-ide pembaharuan tentang hukum perkawinan 3.1.5. Memiliki pengetahuan tentang konsep dasar perceraian meliputi pengertian, macam, syarat dan akibat hukum 3.1.6. Memiliki pengetahuan tentang konsep dasar, prosedur administratif, dan tata cara perceraian 3.1.7. Memiliki pengetahuan tentang konsep dasar masa tunggu (iddah) meliputi pengertian, klasifikasi, dan waktu tunggu serta akibat hukum 3.1.8. Memiliki pengetahuan tentang ide-ide pembaharuan dalam hukum perceraian 3.1.9.
Memiliki pengetahuan tentang konsep dasar waris meliputi pengertian, ahli waris dan bagiannya, serta cara pembagiannya
3.1.10. Memiliki pengetahuan tentang ide-ide pembaharuan tentang hukum waris
133
3.1.11. Trampil dalam memecahkan permasalahan waris sesuai dengan hukum perdata Islam 3.1.12. Memiliki komitmen untuk melakukan melakukan sosialisasi hukum waris islam dalam rangka menumbuhkan kesadaran masyarakat terhadap hukum waris Islam 3.1.13. Memiliki pengetahuan tentang konsep dasar wakaf meliputi meliputi, meliputi pengertian, dasar hukum dan prosedur wakaf 3.1.14. Memiliki pengetahuan tentang ide-ide pembahruan tentang hukum wakaf 3.1.15. Trampil secara administratif dalam pengurusan harta wakaf 3.1.16. Memiliki semangat untuk menjaga dan memanfaatkan harta wakaf 3.1.17. Memiliki pengetahuan tentang konsep dasar wasiat meliputi meliputi pengertian, dasar hukum, syarat, dan prosedur 3.1.18. Trampil dalam memecahkan problem wasiat 3.1.19. Memiliki semangat untuk membangun kesadaran masyara-kat untuk mematuhi norma hukum dalam wasiat 3.1.20. Memiliki pengetahuan tentang konsep dasar hibah meliputi meliputi pengertian, dasar hukum, syarat, dan prosedur 3.1.21. Trampil dalam memecahkan problem hibah 3.1.22. Memiliki semangat untuk membangun kesadaran masyara-kat untuk mematuhi norma hukum dalam hibah 3.2. Memiliki pengetahuan dan ketrampilan hukum acara dan praktek beracara di pengadilan agama 3.2.1. Memiliki pengetahuan tentang sejarah peradilan Islam 3.2.2. Memiliki pengetahuan tentang konsep dasar hukum acara PA meliputi pengertian, dasar hukum dan karakteriktik khususnya 3.2.3. Memiliki pengetahuan tentang “kompetensi absolut” dan “kompetensi relatif” PA 3.2.4. Memiliki pengetahuan tentang proses persidangan 3.2.5. Memiliki ketrampilan menyelesaikan perkara dalam persidang-an 3.2.6. Memiliki komitmen terhadap nilai keadilan
134
3.3. Memiliki komitmen untuk melakukan transformasi nilai-nilai hukum Islam dengan pendekatan budaya 3.3.1. Memiliki pengetahuan tentang setting budaya hukum di Indo-nesia 3.3.2. Memiliki kemampuan mengintegrasikan aspek yuridis, filosofis, dan sosiologis hukum, dalam memutuskan perkara 3.3.3. Memiliki komitmen terhadap nilai keadilan 4.1. Memiliki pengetahuan tentang hukum dan praktek perikatan berda-sarkan prinsip-prinsip syari’ah 4.1.1. Memiliki pengetahuan tentang asas dan kaidah-kaidah umum hukum perikatan dalam Islam dengan dibandingkan dengan hukum positif. 4.1.2. Memiliki pengetahuan tentang bentuk-bentuk perikatan atau-pun perjanjian bisnis pada masa Islam klasik beserta kemungkinan penerapannya pada masa kini. 4.1.3. Terampil dalam memecahkan problem berbagai perikatan atau perjanjian bisnis modern dalam perspektif hukum Islam. 4.1.4. Memiliki semangat serta upaya dalam penciptaan bentuk-bentuk baru perikatan berdasarkan prinsip-prinsip Islam. 4.2. Memiliki komitmen terhadap norma dan etika dalam berbisnis 4.2.1. Memiliki pengetahuan tentang sistem dan konsep-konsep ekonomi secara mikro dan makro 4.2.2. Memiliki pengetahuan tentang pengertian dan tujuan bisnis dalam Islam 4.2.3. Memiliki pengetahuan prinsip-prinsip etika bisnis dalam Islam dan kesadaran untuk mengamalkannya. 4.2.4. Memiliki semangat untuk mentransformasikan perilaku dan budaya etis dalam berbisnis pada masyarakat. 5.1. Memiliki pengetahuan dan pemahaman tentang perbankan berdasar-kan prinsip syari’ah
135
5.1.1. Memiliki pengetahuan tentang konsep moneter dalam Islam, dasar bank syari’ah/Islam, bunga dan riba, sejarah perkembangan bank Islam, jenis-jenis bank Islam. 5.1.2. Memiliki pengetahuan dan pemahaman tentang perbankan syariah dan perbedaannya dengan perbankan konvensional baik dari aspek historis, konseptual dan operasionalnya, serta mampu menganalisis dan menilai segi-segi keunggulan antara keduanya secara obyektif. 5.1.3. Memiliki komitmen yang tinggi untuk mengembangkan dan mensosialisasikan sistem dan mekanisme perbankan berdasarkan nilainilai Islam untuk mewujudkan kesejahteraan dan keadilan sosial. 5.2. Memiliki pengetahuan tentang peraturan perundang-undangan me-ngenai perbankan 5.2.1. Memiliki pengetahuan tentang Undang-undang perbankan Nomor 10 tahun 1998 5.2.2. Memiliki pengetahuan tentang berbagai perkembangan dan permasalahan hukum perbankan di Indonesia 6.1. Memiliki pengetahuan tentang teknik persidangan dan prosedur ber-perkara di pengadilan 6.1.1. Memiliki pengetahuan tentang hal-hal yang berkenaan dengan gugatan dan permohonan (pengertian, pihak-pihak penggugat/pemohon, tergugat/termohon, kuasa hukum dan penasehat hukum; bentuk dan isi gugatan/permohonan, kelengkapan gugatan/permohonan dan gugatan kembali/reconventie) 6.1.2. Memiliki pengetahuan tentang prosedur pendaftaran perkara dan persiapan sidang 6.1.3. Memilki pengetahuan tentang proses pemeriksaan perkara di muka sidang 6.1.4. Memiliki pengetahuan tentang proses pemeriksaan di muka sidang 6.1.5. Memiliki pengetahuan tentang pembuktian meliputi pengertian, asas, sistem pembuktian dan alat-alat bukti
136
6.1.6 Memiliki pengetahuan tentang produk pengadilan (putusan. Penetapan dan produk khusus) 6.1.7. Memiliki pengetahuan tentang penyitaan, pengukuhan dan eksekusi 6.1.8. Memiliki pengetahuan tentang verzet, banding, kasasi dan peninjauan kembali 6.2. Memiliki pengetahuan tentang tata laksana dan struktur organisasi di pengadilan 6.2.1
Memiliki pengetahuan tentang kelembagaan dan tata peradilan di Indonesia
6.2.2 Memiliki pengetahuan tentang susunan badan peradilan (meliputi jenjang dan unsur-unsur pengadilan, hakim, kepaniteraan dan sekretariat pengadilan) 7.1. Memiliki pengetahuan dan mengenal lembaga-lembaga perekonomian umat yang berkembang dalam Islam dan memahami fungsinya 7.1.1 Memiliki pengetahuan tentang sketsa historis lembaga-lembaga perekonomian umat. 7.1.2. Memiliki pengetahuan dan pemahaman tentang perkembangan institusi zakat di dunia Islam, penyelenggaraan dan pendayagunaannya 7.1.3.
Memiliki pengetahuan dan pemahaman tentang sumber-sumber keuangan non zakat seperti infaq, shadaqah dan kharaj
7.1.4. Memiliki pengetahuan dan pemahaman mengenai konsep dan operasional lembaga-lembaga keuangan umat Islam seperti Baitulmal wat Tamwil, Asuransi-asuransi syari’ah, koperasi dan reksa dana syari’ah. 7.2. Memiliki pengetahuan tentang sistem dan mekanisme lembaga-lem-baga perekonomian umat serta memiliki keterampilan pengelolaannya 7.2.1. Memiliki pengetahuan dan pemahaman tentang sistem dan mekanisme bank-bank syari’ah baik itu Bank Muamalat, BPR-BPR Syari’ah ataupun bank-bank syari’ah yang di bawah pengelolaan bank-bank konvensional seperti bank BNI Syari’ah, Bank Danamon Syari’ah, Bank Mandiri Syari’ah, Bank Jabar Syari’ah dan lain-lain.
137
7.2.2. Memiliki pengetahuan dan pemahaman tentang sistem dan mekanisme Baitul Mal Wat Tamwil. 7.2.3. Memiliki pengetahuan dan pemahaman tentang sistem dan mekanisme Asuransi-asuransi Syari’ah. 7.2.4. Memiliki pengetahuan dan pemahaman tentang sistem dan mekanisme Koperasi-koperasi syari’ah. 7.2.5. Memiliki pengetahuan dan pemahaman tentang sistem dan mekanisme Reksa Dana-Reksa dana Syari’ah. 7.2.6. Memiliki pengetahuan dan pemahaman tentang sistem dan mekanisme Lembaga-lembaga Amil Zakat, Infaq dan Shadaqah. 7.3. Memiliki pengetahuan tentang akuntansi syari’ah 7.3.1. Memiliki pengetahuan tentang Akuntansi Syari’ah dalam perspektif ontologi. 7.3.2. Memiliki pengetahuan tentang konsep kepemilikan dan penilaian aktiva. 7.3.3. Memiliki pengetahuan tentang konsep laba menurut historical cost dan business income. 7.3.4. Memiliki pengetahuan tentang laba dalam konteks sistem ekonomi tanpa bunga. 7.3.5.
Memiliki pengetahuan tentang penilaian dan pengukuran dalam konteks akuntansi syari’ah.
8.1. Memiliki pengetahuan tentang dasar-dasar dan praktek advokasi 8.1.1. Memiliki pengetahuan tentang dasar-dasar advokasi meliputi pengertian, dasar hukum, macam-macam dan kewenangannya. 8.2. Memahami dinamika kesadaran hukum masyarakat 8.2.1. Memiliki pengetahuan tentang sosiologi, antropologi dan politik hukum meliputi pengertian, ruang lingkup bahasan dan problem-problem kontemporer yang terkait dengan dinamika kesadaran hukum dalam masyarakat. 8.3. Memiliki komitmen dan kepedulian terhadap nilai-nilai keadilan
138
9.1. Memiliki pengetahuan tentang dasar-dasar dan model-model ilmu falak 9.1.1. Memiliki Pengetahuan tentang konsep dasar ilmu falak meliputi pengertian, kedudukan, tujuan dan manfaat 9.1.2. Memiliki pengetahuan tentang rumus-rumus dan kaidah-kaidah ilmu falak serta kegunaannya. 9.2. Memiliki pengetahuan dan ketrampilan menentukan arah kiblat, waktu shalat dan awal bulan 9.2.1. Memiliki pengetahuan tentang tata cara penentuan arah kiblat. 9.2.2. Memiliki pengetahuan tentang tata cara penentuan waktu sha-lat. 9.2.3. Memiliki pengetahuan tentang tata cara penentuan awal bulan. 9.3. Memiliki sikap toleransi dalam menyikapi perbedaan cara penentuan arah kiblat, waktu shalat, awal bulan dan hasil-hasilnya.
Derivasi Tolok Ukur Indikator Kompetensi Menjadi Mata Kuliah
Proses break down orientasi profesi tersebut menghasilkan sejumlah tolok ukur indikator kompetensi yang merupakan level yang paling spesifik yang telah mengandung unsur khas untuk setiap tahapan pencapaian kompetensi. Selanjutnya, beberapa tolok ukur indicator kompetensi tersebut dijadikan sebagai sumber derivasi bagi dihasilkan sejumlah mata kuliah yang menjadi bahan pembelajaran bagi setiap mahasiswa pada program studi masing-masing. Hasil proses derivasi beberapa tolok ukur indikator kompetensi untuk Jurusan Syari’ah yang terdiri dari Program Studi Al-Akhwal Al-Syakhsyiyyah dan Program Studi Muamalah tersebut melahirkan mata kuliah-mata kuliah sebagaimana yang digambarkan dalam table berikut ini :
Mata Kuliah Jurusan Syari’ah
No
Nama Mata Kuliah
1. Pengantar Ilmu Hukum
Sumber Derivasi 1.1.8
139
2. Pengantar Hukum Indonesia
1.1.1 –1.1.8
3. Hukum Tata Negara
1.1.1 – 1.1.8
4. Tarikh Tasyri’
2.3.1
5. Ushul Fiqh II
2.3.1 - 2.3.10
6. Qowa’id al-Fiqhiyyah
2.3.1 – 2.3.21
7. Hukum Pidana I
1.1.1
8. Hukum Adat
1.1.5 + 1.1.6
9. Hukum Pdt Islam di Indo I
3.1.1 – 3.1.12 + 4.1.1 +4.1.2 + 4.3.1
10. Fiqh Munakahat
2.1.3
11. Fiqh Muamalah
2.1.6
12. Fiqh Mawarits
2.1.3
13. Fiqh Jinayat
2.1.4
14. Hukum Perdata
1.1.3 + 1.1.4
15. Filsafat Hukum Islam
2.3.1 + 2.3.2
16. Tafsir Hadits Ahkam I
2.2.1 – 2.2.4
17. Tafsir Hadits Ahkam II
2.2.1 – 2. 2.4
18. Ilmu Falak I
7.1.1 – 7.2.2
19. Administrasi Peradilan
5.1.1 + 5.1.2 + 5.2.1
20. Hukum Acara PA
1.2.3 + 3.2.1 – 3.2.5
21. Hukum Acara Pidana
1.2.1
22. Hukum Acara Perdata
1.2.2
23. Hukum Pertanahan Nas.
3.1.13 – 3.1.22
24. Hukum Pidana II
1.1.2
25. Sejarah Peradilan Islam
3.3.2
26. Tafsir Hadits Ahkam III
2.2.1 – 2.2.4
27. Ilmu Falak II
7.1.1 – 7.2.3
28. Metodologi Penelitian Hukum
1.1.9 + 2.1.9
29. Advokasi Kepengacaraan
6.1.1
30. Praktek Peradilan
1.2.4
140
31. Sosiologi Hukum
3.3.1
32. Praktek Istinbat Hukum Islam
2.4.1
33. Fiqh Siyasah
2.1.5
34. Praktikum Jurusan/PPL
1.2.4
35. Etika Profesi Hukum
1.2.5
Catatan : Kode-kode angka pada sumber derivasi yang melahirkan mata kuliah-mata kuliah Jurusan Syari’ah tersebut diambil dari tolok ukur indikator kompeten-si untuk Program Studi Al-Akhwal Al-Syakhsyiyyah, dimana pada Program Studi Muamalah-pun memiliki tolok ukur indikator kompetensi yang substansinya sama dengan beberapa tolok ukur indikator kompetensi pada Program Studi Al-Akhwal Al-Syakhsyiyyah.
Dengan mempertimbangkan keluasan dan kedalaman tolok ukur indikator kompetensi yang terhimpun dalam masing-masing mata kuliah, setiap mata kuliah tersebut kemudian diberi bobot sks, dan dalam waktu yang bersamaan masingmasing mata kuliah tersebut diberi kode sebagai penyesuaian terhadap program komputerisasi akademik. Hasil dari proses koding dan pemberian bobot sks tersebut adalah sebagaimana yang dituangkan dalam tabel berikut ini : NO
MATA KULIAH
KODE
BOBOT
1. Pengantar Ilmu Hukum
SYA.001
3 sks
2. Pengantar Hukum Indonesia
SYA.002
2 sks
3. Hukum Tata Negara
SYA.003
2 sks
4. Hukum Perdata
SYA.004
2 sks
5. Hukum Perdata Islam di Indonesia
SYA.005*
2 sks
6. Hukum Acara Perdata
SYA.006
2 sks
7. Hukum Pidana I
SYA.007
2 sks
8. Hukum Pidana II
SYA.008
2 sks
141
9. Hukum Acara Pidana
SYA.009
2 sks
10. Hukum Acara PA
SYA.010
2 sks
11. Hukum Adat
SYA.011
2 sks
12. Hukum Pertanahan Nasional
SYA.012
2 sks
13. Filsafat Hukum Islam
SYA.013
2 sks
14. Tarikh Tasyri’
SYA.014
2 sks
15. Sejarah Peradilan Islam
SYA.015
2 sks
16. Qawa’id al-Fiqhiyyah
SYA.016
2 sks
17. Ushul Fiqh II
SYA.017
2 sks
18. Fiqh Munakahat
SYA.018*
2 sks
19. Fiqh Muamalah
SYA.019*
2 sks
20. Fiqh Mawaris
SYA.020
4 sks
21. Fiqh Jinayat
SYA.021
2 sks
22. Fiqh Siyasah
SYA.022
2 sks
23. Tafsir Hadits Ahkam I
SYA.023
2 sks
24. Tafsir Hadits Ahkam II
SYA.024
2 sks
25. Tafsir Hadits Ahkam III
SYA.025
2 sks
26. Ilmu Falaq I
SYA.026
2 sks
27. Ilmu Falaq II
SYA.027
2 sks
28. Praktek Istimbath Hukum Islam
SYA.028
2 sks
29. Sosiologi Hukum
SYA.029
2 sks
30. Etika Profesi Hukum
SYA.030
2 sks
31. Metodologi Penelitian Hukum
SYA.031
3 sks
32. Advokasi/Kepengacaraan
SYA.032
3 sks
33. Administrasi Peradilan
SYA.033
2 sks
34. Praktek Peradilan
SYA.034
4 sks
35. PPL
SYA.035
3 sks
JUMLAH Catatan : 1. Mata Kuliah “ Hukum Perdata Islam di Indonesia” :
78 sks
142
a. Untuk Prodi AS, kode diberi ekstensi (-A), menjadi SYA.005-A, nama mata kuliah “Hukum Perdata Islam di Indonesia I” b. Untuk Prodi MUA, kode tetap SYA.005, nama mata kuliah tetap “ Hukum Perdata Islam di Indonesia ” 2. Mata Kuliah “Fiqh Munakahat” : a. Untuk Prodi AS, kode diberi ekstensi (-A), menjadi SYA.018-A, nama mata kuliah “Fiqh Munakahat I” b. Untuk Prodi MUA, kode tetap SYA.018, nama mata kuliah tetap “Fiqh Munakahat” 3. Mata Kuliah “Fiqh Muamalah” : a. Untuk Prodi MUA, kode diberi ekstensi (-M), menjadi SYA.019-M, nama mata kuliah “Fiqh Muamalah I” b. Untuk Prodi AS, kode tetap SYA.019, nama mata kuliah tetap “Fiqh Muamalah” 4. Mata Kuliah “Tafsir Hadits Ahkam III” : a. Untuk Prodi AS, kode diberi ekstensi (-A), menjadi SYA.025-A b. Untuk Prodi MUA, kode diberi ekstensi (-M), menjadi SYA.025-M
Penyebaran masing-masing mata kuliah Jurusan Syari’ah tersebut dalam rentang semester 1 sampai dengan semester 8, penentuannya diserahkan sepenuhnya kepada setiap Program Studi yang ada Jurusan Syari’ah --Al-Akhwal Al-Syakhsyiyyah (AS) dan Muamalah (MUA)--, dengan mempertimbangkan relevansi dengan mata kuliah-mata kuliah lain pada Program Studi yang bersangkutan, serta dengan mempertimbangkan sequence logis maupun sequence psikologis. Dengan demikian, ketika mata kuliah-mata kuliah Jurusan Syari’ah tersebut disebar dalam rentang semester 1 sampai semester 8, akan terdapat variasi antara program studi AS dengan program studi MUA.
143
Mata Kuliah Program Studi Al-Akhwal Al-Syakhsyiyyah (AS)
Nama Mata Kuliah
Sumber Derivasi
Hukum Pdt Islam di Indo II
3.1.13 – 3.1.22
Fiqh Munakahat II
2.1.2
Perkemb. Pemik. Hk. Keluarga di Dunia Islam
3.1.4 + 3.1.8 + 3.1.10 + 3.1.18
Masail al-Fiqhiyyah
2.1.1 – 2.1.6
Komunikasi Interpersonal
6.1.2
Psikologi Sosial
6.1.2
Psikologi Keluarga
6.1.2 + 6.1.3
Analisa Sosial
6.1.2
Skripsi
Pengembangan tolok
ukur
semua indicator
kompetensi
Dengan mempertimbangkan keluasan dan kedalaman tolok ukur indikator kompetensi yang terhimpun dalam masing-masing mata kuliah, setiap mata kuliah tersebut kemudian diberi bobot sks, dan dalam waktu yang bersamaan masing-masing mata kuliah tersebut diberi kode sebagai penyesuaian terhadap program komputerisasi akademik. Hasil dari proses koding dan pemberian bobot sks tersebut adalah sebagaimana yang dituangkan dalam tabel berikut ini :
NO
MATA KULIAH
KODE
BOBOT
1. Hukum Perdata Islam di Indo-nesia II
SYA.101
2 sks
2. Fiqh Munakahat II
SYA.102
2 sks
3. Perkembangan Pemikiran Hukum
SYA.103
2 sks
Keluarga di Dunia Islam
144
4. Masa’il al-Fiqhiyyah
SYA.104
2 sks
5. Komunikasi Interpersonal
SYA.105
3 sks
6. Psikologi Sosial
SYA.106
3 sks
7. Psikologi Keluarga
SYA.107
3 sks
8. Analisa Sosial
SYA.108
2 sks
9. Skripsi
SYA.109
6 sks 25 sks
JUMLAH
Mata Kuliah Program Studi Muamalah (MUA) Nama Mata Kuliah Hukum Perikatan – Hukum Dagang
Sumber Derivasi 1.1.4., 1.1.5.
Fiqh Muamalah II Hukum Perburuhan dan Ketenagakerjaan Etika Bisnis & Ekonomi Islam
4.2.2. - 4. 2. 4.
Pengantar Ilmu Ekonomi
4.2.1.
Hukum Perbankan Indonesia
5.2.1. , 5.2.2.
Akuntansi Syari’ah
7.3.1. – 7.3.5.
Perbankan dan Lembaga Keuangan Syari’ah
5.1.1. – 5.1.3., 7.1.1 – 7.1.4., 7.2.1. – 7.2. 5.
Skripsi
Pengembangan se-mua tolok ukur in-dicator kompetensi
Dengan mempertimbangkan keluasan dan kedalaman tolok ukur indicator kompetensi yang terhimpun dalam masing-masing mata kuliah, setiap mata kuliah tersebut kemudian diberi bobot sks, dan dalam waktu yang bersamaan masing-masing mata kuliah tersebut diberi kode sebagai penyesuaian terhadap program komputerisasi akademik. Hasil dari proses koding dan pemberian bobot sks tersebut adalah sebagaimana yang dituangkan dalam table berikut ini :
145
NO
MATA KULIAH
KODE
BOBOT
1. Fiqh Muamalah II
SYA.201
2 sks
2. Hukum Perikatan – Hukum Da-gang
SYA.202
2 sks
3. Hukum Perburuhan dan
SYA.203
2 sks
4. Etika Bisnis dan Ekonomi Islam
SYA.204
3 sks
5. Pengantar Ilmu Ekonomi
SYA.205
2 sks
6. Hukum Perbankan Indonesia
SYA.206
2 sks
7. Akuntansi Syariah
SYA.207
3 sks
8. Perbankan dan Lembaga Keuangan
SYA.208
3 sks
SYA.209
6 sks
Ketenagakerjaan
Syari’ah 9. Skripsi
25 sks
JUMLAH
4. Jurusan Tarbiyah Orientasi Profesi Jurusan Tarbiyah A. Program Studi Pendidikan Agama Islam (PAI) Profesi Utama
: Guru Pendidikan Agama Islam, Peneliti Bidang Pembelajaran PAI
Profesi Alternatif
: Konsultan Pembelajaran, Guru Pendidikan Agama Islam di SLB
B. Program Studi Pendidikan Bahasa Arab (PBA) Profesi Utama
: Guru Bahasa Arab
Profesi Alternatif
: Konsultan Pembelajaran Bahasa Asing, khusus nya Bahasa Arab, perancang
atau perekayasa
model-model
Bahasa
pembelajaran
Penerjemah, Kaligrafer
Arab,
146
C. Program Studi Kependidikan Islam (KI) Profesi Utama
: Menejer Lembaga Pendidikan Islam, Konsultan Menejmen Lembaga Pendidikan Islam, Peneliti di Bidang Kependidikan Islam
Profesi Alternatif
: Pemikir dan atau Penulis di bidang Pendidikan Islam, Praktisi Bimbingan dan Konseling Pendidikan Islam
D. Program Diploma 2 (D.2) Profesi Utama
: Guru Pendidikan Agama Islam di SD dan MI, Guru Kelas di SD dan MI
Break Down Orientasi Profesi ke Dalam Kompetensi, Indikator Kompetensi, dan Tolok Ukur Indikator Kompetensi
A. Program Studi Pendidikan Islam (PAI)
Kompetensi; Utama
:
1. Menguasai Ilmu Pendidikan Islam. 2. Menguasai Materi PAI. 3. Menguasai
Metodologi
Pembelajaran
PAI
mengaplikasikannya. 4. Menguasai administrasi pembelajaran. 5. Menguasai evaluasi pembelajaran . 6. Menguasai media pembelajaran 7. Menguasai metodologi penelitian di bidang PAI. 8. Komitmen terhadap profesi Guru. Pendukung :
dan
mampu
147
9. Menguasai teknik / metode Bimbingan dan Konseling. 10. Menguasai model-model pembelajaran PAI. 11. Memiliki kemampuan memberikan alternatif pemecahan ma-salah pembelajaran Agama Islam. 12. Menguasai model-model pembelajaran PAI alternatif 13. Memiliki kemampuan merespons secara cerdas problem-pro-blem umat dalam wilayah PAI. 14. Menguasai metodologi pembelajaran PAI di SLB dan mampu mengaplikasikannnya.
Lainnya
:
15. Memiliki kemampuan berbahasa Arab dan berbahasa Inggris secara aktif maupun pasif.
Indikator Kompetensi; 1. Menguasai Ilmu Pendidikan Islam. 1.1. Memiliki pengetahuan tentang filsafat pendidikan Islam. 1.2. Memiliki pengetahuan dasar-dasar Kependidikan Islam. 1.3. Memiliki kemampuan mengembangkan kurikulum PAI. 2. Menguasai Materi PAI. 2.1. Memiliki pengetahuan tentang Materi PAI di Sekolah Dasar dan Menengah. 2.2. Memiliki kemampuan internalisasi nilai-nilai PAI. 2.3. Memiliki kemampuan mengembangkan materi PAI. 3. Menguasai Metodologi Pembelajaran PAI dan mampu mengaplikasi-kannya. 3.1. Memiliki pengetahuan tentang psikologi pembelajaran 3.2. Memiliki pengetahuan psikologi perkembangan 3.3. Memiliki pengetahuan tentang psikologi agama 3.4. Memiliki pengetahuan tentang metodologi pembelajaran PAI. 3.5. Memiliki kemampuan menerapkan metode yang tepat dalam pembelajaran PAI.
148
3.6. Memiliki kemampuan mengembangkan metode pembelajaran PAI. 4. Menguasai administrasi pembelajaran. 4.1. Memiliki pengetahuan tentang dasar dan prinsip administrasi pemebalajarn PAI. 4.2. Memiliki keterampilan dalam menerapkan dasar dan prinsip administrasi pembelajaran PAI. 4.3. Memiliki komitmen terhadap pentingnya administrasi pembelajaran dalam PAI. 5. Menguasai evaluasi pembelajaran . 5.1. Memiliki pengetahuan tentang evaluasi pembelajaran PAI. 5.2. Memiliki keterampilan menerapkan teknik evaluasi yang tepat dalam pembelajaran PAI. 5.3. Memiliki kemampuan mengembangkan teknik evaluasi pembelajaran PAI. 6. Menguasai media pembelajaran 6.1. Memiliki pengetahuan tentang media dan teknologi pembelajaran PAI. 6.2. Memiliki keterampilan memilih dan menggunakan media dan teknologi pembelajaran PAI. 6.3. Memiliki
keterampilan
mengembangkan
media
dan
teknologi
pembelajaran PAI. 7. Menguasai metodologi penelitian di bidang PAI. 7.1. Memiliki pengetahuan tentang metodologi penelitian di bidang PAI. 7.2. Memiliki pengetahuan tentang statistika pendidikan. 7.3. Memiliki keterampilan memilih metoda statistika yang tepat dalam mendukung penelitian di bidang PAI. 7.4. Memiliki kemampuan mengembangkan metodologi penelitian di bidang PAI. 7.5. Memiliki kesadaran yang tinggi tentang fungsi dan kegunaan penelitian dalam bidang PAI. 8. Komitmen terhadap profesi Guru. 8.1. Memiliki pengetahuan tentang kode etik guru. 8.2. Memiliki performance sebagai guru agama.
149
8.3. Memiliki kesadaran yang tinggi terhadap transformasi ajaran agama Islam. 9. Menguasai teknik / metode Bimbingan dan Konseling. 9.1. Memiliki pengetahuan tentang Bimbingan dan Konseling dalam pendidikan 9.2. Memiliki kemampuan membangun persepsi yang positif tentang fungsifungsi BK dalam pendidikan. 9.3. Memiliki keterampilan melaksanakan BK dalam lembaga pendidikan. 10. Menguasai model-model pembelajaran PAI. 10.1. Memiliki pengetahuan tentang berbagai disain pembelajaran PAI dan teori yang mendukungnya. 10.2. Memiliki pengetahuan tentang prosedur penyusunan disain pembelajaran PAI. 10.3 Memiliki keterampilan mendisain pembelajaran PAI. 11. Memiliki kemampuan memberikan alternatif pemecahan masalah pem belajaran Agama Islam. 11.1 Mermiliki wawasan yang luas tentang berbagai masalah pembe-lajaran di lembaga PAI. 11.2 Memiliki kemampuan metodologis pemecahan masalah pembelajaran PAI di lembaga pendidikan. 11.3 Memiliki kepedulian yang tinggi terhadap pemecahan masalah pembelajaran PAI di lembaga pendidikan. 12. Menguasai model-model pembelajaran PAI alternatif 11.1 Memiliki kemampuan mengaplikasikan model-model pembela-jaran PAI alternatif. 11.2 Memiliki
komitmen
terhadap
pengembangan
model-model
pembelajaran PAI alternatif di lembaga pendidikan. 13. Memiliki kemampuan merespons secara cerdas problem-problem umat dalam wilayah PAI. 13.1 Memiliki wawasan yang luas tentang berbagai problem pendidikan Islam.
150
13.2 Memiliki
pengetahuan
tentang
pendekatan
pemecahan
masalah
pendidikan Islam. 13.3 Memiliki kepekaan terhadap problematika pendidikan Islam di masyarakat. 13.4 Memiliki komitmen terhadap pemecahan problematika pendidikan Islam di masyarakat. 14. Menguasai metodologi pembelajaran PAI di SLB dan mampu mengaplikasikannya 14.1 Memiliki pengetahuan tentang metodologi pembelajaran PAI di SLB. 14.2 Memiliki kemampuan mengembangkan metode pembelajaran PAI di SLB. 14.3
Memiliki
kemampuan
menerapkan
metode
yang
tepat
dalam
pembelajaran PAI di SLB. 15. Memiliki kemampuan berbahasa Arab dan Inggris secara aktif maupun pasif 15.1 Memiliki pengetahuan tentang pola dasar kalimat dalam bahasa Inggris 15.2 Memiliki keterampilan membuat kalimat dalam bahasa Inggris 15.3 Memiliki pengetahuan tentang pola dasar kalimat dalam bahasa Arab 15.4 Memiliki keterampilan membuat kalimat dalam bahasa Arab
Tolok Ukur Indikator Kompetensi ; 1.1 Memiliki pengetahuan tentang filsafat pendidikan Islam. 1.1.1. Memiliki
pengetahuan
tentang
dasar-dasar
dan
aliran
filsafat
pendidikan. 1.1.2. Memiliki pengetahuan tentang dasar-dasar filsafat pendidikan Islam. 1.2 Memiliki pengetahuan dasar-dasar Kependidikan Islam. 1.2.1. Memiliki pengetahuan tentang dasar-dasar kependidikan. 1.2.2. Memiliki pengetahuan tentang ilmu pendidikan Islam. 1.2.3. Memiliki pengetahuan tentang sejarah pendidikan Islam pada masa Rasul, Sahabat, Tabi’in dan sejarah pendidikan Islam kontemporer.
151
1.2.4. Memiliki pengetahuan tentang berbagai landasan normatif pen-didikan Islam 1.2.5. Memiliki pengetahuan tentang berbagai tafsir ayat-ayat Al-Qur-’an yang berhubungan dengan pendidikan 1.2.6. Memiliki pengetahuan tentang berbagai Hadits yang berkaitan dengan pendidikan 1.3 Memiliki kemampuan mengembangkan kurikulum PAI. 1.3.1. Memiliki pengetahuan tentang konsep dasar kurikulum. 1.3.2. Memiliki pengetahuan tentang model-model pengembangan kurikulum. 1.3.3. Memiliki pengetahuan model-model teori kurikulum. 1.3.4. Memiliki pengetahuan tentang evaluasi kurikulum pendidikan Islam. 1.3.5. Memiliki pengetahuan tentang inovasi kurikulum 1.3.6. Memiliki keterampilan mengembangkan kurikulum pendidikan agama Islam di sekolah dasar dan menengah 2.1. Memiliki pengetahuan tentang Materi PAI di Sekolah Dasar dan Me-nengah. 2.1.1. Memiliki pengetahuan tentang Ilmu Tauhid. 2.1.2. Memiliki pengetahuan tentang Ilmu Tafsir dan Tafsir 2.1.3. Memiliki pengetahuan tentang Ilmu Hadits dan Hadits. 2.1.4. Memiliki pengetahuan tentang fiqih dan ushul fiqih 2.1.5. Memiliki pengetahuan tentang ilmu tasawuf. 2.1.6. Menguasai pokok-pokok materi Pendidikan Agama Islam di lembaga pendidikan dasar dan menengah. 2.1.7. Memiliki keterampilan mengembangkan pokok-pokok materi PAI di lembanga pendidikan dasar dan menengah. 2.1.8. Memiliki keterampilan dalam melatih BTA 2.1.9. Memiliki wawasan tentang pemikiran berbagai madzhab dalam Agama Islam 2.1.10. Memiliki pengetahuan tentang berbagai perkembangan pemi-kiran modern dalam Islam
152
2.2. Memiliki kemampuan internalisasi nilai-nilai PAI. 2.2.1. Memiliki pengetahuan tentang metode persuasif dalam PAI 2.2.2. Memiliki keterampilan melatih praktek ibadah para siswa 2.3. Memiliki kemampuan mengembangkan materi PAI. 3.1 Memiliki pengetahuan tentang psikologi pembelajaran 3.1.1 Memiliki pengetahuan tentang dasar-dasar psikologi pembe-lajaran. 3.1.2 Memiliki pengetahuan tentang teori-teori belajar. 3.2 Memiliki pengetahuan psikologi perkembangan 3.2.1 Memiliki pengetahuan tentang dasar-dasar psikologi perkem-bangan 3.2.2
Memiliki pengetahuan tentang teori-teori perkembangan anak dan remaja.
3.3 Memiliki pengetahuan tentang psikologi agama 3.3.1. Memiliki pengetahuan tentang psikologi agama. 3.3.2. Memiliki pengetahuan tentang urgensi psikologi agama dalam pembelajaran PAI. 3.4 Memiliki pengetahuan tentang metodologi pembelajaran PAI. 3.4.1. Memiliki pengetahuan tentang berbagai metode pembelajaran. 3.4.2. Memiliki pengetahuan tentang strategi pembelajaran PAI 3.5 Memiliki kemampuan menerapkan metode yang tepat dalam pembelajaran PAI. 3.5.1. Memiliki keterampilan memilih dan menerapkan strategi pem-belajaran PAI yang tepat di tingkat pendidikan dasar dan menengah 3.5.2. Memiliki keterampilan mengembangkan strategi pembelajaran PAI di tingkat pendidikan dasar dan menengah. 3.5.3. Memiliki pengetahuan tentang proses internalisasi ajaran aga-ma Islam terhadap peserta didik. 3.6 Memiliki kemampuan mengembangkan metode pembelajaran PAI. 4.1. Memiliki pengetahuan tentang dasar dan prinsip administrasi pembelajaran PAI. 4.1.1
Memiliki pengetahuan tentang ruang lingkup administrasi pendidikan di sekolah.
153
4.1.2
Memiliki pengetahuan tentang administrasi ketata-usahaan di sekolah
4.1.3
Memiliki kemampuan merencanakan dan melaksanakan kegiatan administrasi pembelajaran dalam pendidikan agama Islam.
4.1.4
Mempunyai kemampuan melaksanakan administrasi ketata-usahaan di sekolah.
4.1.5
Memiliki keterampilan dalam menerapkan dasar dan prinsip administrasi pembelajaran PAI.
4.1.6
Memiliki komitmen terhadap pentingnya administrasi pembelajaran dalam PAI.
5.1 Memiliki pengetahuan tentang evaluasi pembelajaran PAI. 5.1.1 Memiliki pengetahuan tentang evaluasi pembelajaran . 5.1.2 Memiliki pengetahuan tentang teknik-teknik evaluasi pembelajaran PAI. 5.1.3 Memiliki keterampilan melaksanakan penilaian pendidikan
dan
pembelajaran. 5.1.4 Memiliki keterampilan menerapkan teknik evaluasi yang tepat dalam pembelajaran PAI. 5.1.5 Memiliki kemampuan mengembangkan teknik evaluasi pembelajaran PAI. 6.1 Memiliki pengetahuan tentang media dan teknologi pembelajaran PAI. 6.1.1 Memiliki pengetahuan tentang Media pembelajaran 6.1.2 Memiliki pengetahuan media dan teknologi pembalajaran PAI 6.1.3 Memiliki
keterampilan
merencanakan
dan
membuat
media
pembelajaran PAI. 6.1.4 Memiliki keterampilan menerapkan media pembelajaran PAI yang tepat 6.1.5 Memiliki keterampilan mengevaluasi media pembelajaran 6.1.6 Memiliki keterampilan memilih dan menggunakan
media dan
teknologi pembelajaran PAI. 6.1.7 Memiliki keterampilan mengembangkan media dan teknologi pembelajaran PAI.
154
7.1 Memiliki pengetahuan tentang metodologi penelitian di bidang PAI. 7.1.1. Memiliki pengetahuan tentang dasar-dasar metodologi penelitian. 7.1.2. Memiliki pengetahuan tentang metodologi penelitian kualitatif dan kuantitatif di bidang PAI. 7.1.3. Memiliki keterampilan membuat proposal penelitian di bidang PAI. 7.1.4. Memiliki keterampilan melaksanakan penelitian 7.1.5. Memiliki pengetahuan tentang teknik penyusunan laporan penelitian. 7.1.6. Memiliki kemampuan mengembangkan metodologi penelitian di bidang PAI. 7.1.6 Memiliki kesadaran yang tinggi tentang fungsi dan kegunaan penelitian dalam bidang PAI. 7.2 Memiliki pengetahuan tentang statistika pendidikan 7.2.1. Memiliki pengetahuan tentang statistika deskriptif 7.2.2. Memiliki pengetahuan tentang statistika inferensial 7.2.3. Memiliki keterampilan menerapkan metode statistika dalam pe-nelitian di bidang PAI. 7.2.4. Memiliki keterampilan memilih metoda statistika yang tepat da-lam mendukung penelitian di bidang PAI. 8.1 Memiliki pengetahuan tentang kode etik guru. 8.1.1. Memiliki pengetahuan tentang kode etik guru 8.1.2. Memiliki pengetahuan tentang akhlak dan kepribadian seo-rang guru PAI 8.1.3. Memiliki performance sebagai guru agama. 8.1.4. Memiliki kesadaran yang tinggi terhadap transformasi ajaran agama Islam. 9.1 Memiliki pengetahuan tentang Bimbingan dan Konseling dalam pendi-dikan 9.1.1. Memiliki pengetahuan tentang dasar-dasar Bimbingan dan Kon-seling bidang pendidikan 9.1.2. Memiliki pengetahuan tentang Bimbingan dan belajaran PAI
Konseling
pem-
155
9.1.3. Memiliki kemampuan membangun persepsi yang positif tentang fungsi-fungsi BK dalam pendidikan. 9.1.4. Memiliki keterampilan melaksanakan BK dalam lembaga pen-didikan. 10.1 Memiliki pengetahuan tentang berbagai disain pembelajaran PAI dan teori yang mendukungnya. 10.1.1. Memiliki pengetahuan tentang berbagai model desain pem-bejalaran PAI 10.1.2. Memiliki pengetahuan tentang metodologi pembelajaran PAI 10.1.3.
Memiliki
pengetahuan
tentang
prosedur
penyusunan
disain
pembelajaran PAI. 10.1.4. Memiliki keterampilan mendisain pembelajaran PAI. 11.1
Memiliki
kemampuan
memberikan
alternatif
pemecahan
masalah
pembelajaran Agama Islam. 11.1.1. Memiliki pengetahuan tentang problematika pembelajaran PAI di masyarakat 11.1.2. Memiliki pengetahuan tentang metodologi pembelajaran aga-ma Islam di masyarakat 11.1.3. Memiliki
pengetahuan tentang
model-model
penyelenggara-an
pembelajaran PAI di masyarakat 11.1.4. Mermiliki
wawasan yang luas tentang berbagai masalah pem-
belajaran di lembaga PAI. 11.1.5. Memiliki kemampuan metodologis pemecahan masalah pembelajaran PAI di lembaga pendidikan. 11.1.6. Memiliki kepedulian yang tinggi terhadap pemecahan masalah pembelajaran PAI di lembaga pendidikan. 11.1.7. Memiliki kepedulian yang tinggi terhadap pemecahan masalah pembelajaran PAI di lembaga pendidikan. Memiliki
kemampuan
mengaplikasikan
model-model
pembelajaran
PAI
alternatif. 12.1.1. Memiliki pengetahuan tentang berbagai model pembelajaran PAI alternatif
156
12.1.2. Memiliki pengetahuan tentang berbagai landasan pengem-bangan model pembelajaran PAI alternatif 12.1.3. Memiliki keterampilan memilih dan menerapkan model pembelajaran PAI alternatif yang sesuai dengan konteks 12.1.4.
Memiliki
komitmen
terhadap
pengembangan
model-model
pembelajaran PAI alternatif di lembaga pendidikan.
13.1 Memiliki wawasan yang luas tentang berbagai problem pendidikan Islam. 13.1.1 Memiliki pengetahuan tentang berbagai problem pendidikan Islam yang pernah berkembang di masyarakat 13.1.2. Memiliki pengetahuan tentang pendekatan pemecahan masa-lah pendidikan Islam. 13.1.3. Memiliki kepekaan terhadap problematika pendidikan Islam di masyarakat. 13.1.4. Memiliki komitmen terhadap pemecahan problematika pendi-dikan Islam di masyarakat.
14.1 Memiliki pengetahuan tentang metodologi pembelajaran PAI di SLB. 14.1.1. Memiliki pengetahuan tentang karakteristik peserta didik da-lam pembelajaran PAI di SLB 14.1.2. Memiliki pengetahuan tentang landasan berbagai metode pembelajaran di PAI 14.1.3. Memiliki pengetahuan tentang berbagai metode pembelajaran PAI di SLB 14.1.3. Memiliki kemampuan mengembangkan metode pembelajaran PAI di SLB. 14.1.5. Memiliki kemampuan menerapkan metode yang tepat dalam pembelajaran PAI di SLB. 14.1.6. Memiliki kemampuan menggunakan bahasa dan tulisan para peserta didik di SLB
157
15.1 Memiliki pengetahuan tentang pola dasar kalimat dalam bahasa Inggris 15.1.1. Memiliki pengetahuan tentang berbagai phrase dalam Baha-sa Inggris 15.1.2. Memiliki pengetahuan tentang bentuk-bentuk kalimat dalam Bahasa Inggris 15.1.3. Memiliki pengetahuan tentang gramatika Bahasa Inggris 15.1.4. Memiliki keterampilan membuat kalimat dalam bahasa Ing-gris dalam bentuk lisan dan tulisan
15.3 Memiliki pengetahuan tentang pola dasar kalimat dalam bahasa Arab 15.1.1. Memiliki pengetahuan tentang berbagai kalimah dalam Ba-hasa Arab 15.1.2. Memiliki pengetahuan tentang bentuk-bentuk jumlah dalam Bahasa Arab 15.1.3. Memiliki pengetahuan tentang gramatika Bahasa Arab 15.1.4. Memiliki keterampilan membuat kalimat dalam Bahasa Arab dalam bentuk lisan dan tulisan
B. Program Studi Pendidikan Bahasa Arab (PBA) Kompetensi; Utama
:
1. Menguasai Ilmu Pendidikan Islam 2. Menguasai bahasa Arab pasif dan aktif 3. Menguasai metode pembelajaran Bahasa Arab 4. Menguasai filosofi bahasa 5. Menguasai Evaluasi Pembelajaran 6. Menguasai media pembelajaran 7. Menguasai Metodologi Penelitian Pembelajaran Bahasa Arab 8. Komitmen terhadap profesi keguruan
158
Pendukung
:
9. Menguasai materi bahasa asing non-Arab 10. Menguasai metodologi pembelajaran bahasa asing 11. Menguasai desain pembelajaran bahasa asing, khususnya bahasa Arab 12. Menguasai metode-metode terjemah Lainnya
:
13. Menguasai seni baca tulis Al Qur’an
Indikator Kompetensi; 1. Menguasai Ilmu Pendidikan Islam 1.1 Memiliki pengetahuan tentang filsafat pendidikan Islam. 1.2 Memiliki pengetahuan dasar-dasar Kependidikan Islam. 1.3 Memiliki kemampuan mengembangkan kurikulum. 2. Mampu berbahasa Arab pasif dan aktif 2.1 Memiliki pengetahuan tentang ilmu Qira’ah, Kitabah, Istima’ dan Hiwar 2.2 Memiliki komitmen mengembangkan materi Qira’ah, Kitabah, Isti-ma’ dan Hiwar 2.3 Memiliki keterampilan dalam Qira’ah, Kitabah, Istima’ dan Hiwar 3. Menguasai metode pembelajaran Bahasa Arab 3.1 Memiliki pengetahuan tentang berbagai metode pembelajaran Bahasa Arab dan landasan pemilihannya 3.2 Memiliki semangat mengembangkan metode pembelajaran Bahasa Arab 3.3 Memiliki keterampilan mengaplikasikan berbagai metode pembela-jaran Bahasa Arab 4. Menguasai filosofi bahasa 4.1 Memiliki pengetahuan tentang filosofi Bahasa Arab 4.2 Memiliki kemampuan kritis terhadap kultur dan struktur Bahasa Arab 5. Menguasai Evaluasi Pembelajaran 5.1 Memiliki pengetahuan tentang evaluasi pembelajaran
159
5.2 Memiliki
keterampilan
mengembangkan
tehnik
evaluasi
dalam
pembelajaran Bahasa Arab 5.3 Memiliki keterampilan menerapkan tehnik evaluasi yang tepat dalam pembelajaran Bahasa Arab 6. Menguasai media pembelajaran 6.1 Memiliki pengetahuan tentang media dan teknologi pembelajaran Bahasa Arab 6.2 Memiliki keterampilan mengembangkan media dan teknologi dalam pembelajaran Bahasa Arab 6.3 Memiliki keterampilan menerapkan media dan teknologi dalam pembelajaran Bahasa Arab 7. Menguasai Metodologi Penelitian Pembelajaran Bahasa Arab 7.1 Memiliki pengetahuan tentang metodologi penelitian di bidang Bahasa Arab 7.2 Memiliki kemampuan mengembangkan metodologi penelitian di bidang Pendidikan Bahasa Arab 7.3 Memiliki keterampilan menerapkan metode penelitian di bidang pendidikan Bahasa Arab 8. Komitmen terhadap profesi keguruan 8.1 Memiliki kebanggaan sebagai guru Bahasa Arab 8.2 Memiliki komitmen terhadap tugas sebagai guru Bahasa Arab 9. Menguasai materi bahasa asing non-Arab 9.1 Memiliki pengetahuan tentang pokok-pokok materi salah satu bahasa asing non-Arab 9.2 Memiliki semangat terhadap pengembangan bahasa asing non-Arab 9.3 Memiliki keterampilan mengembangkan bahasa asing non-Arab 10. Menguasai metodologi pembelajaran bahasa asing 10.1 Memiliki pengetahuan tentang berbagai metode pembelajaran bahasa asing 10.2 Memiliki komitmen mengembangkan metode pembelajaran bahasa asing
160
10.3 Memiliki keterampilan dalam memecahkan berbagai persoalan yang berkaitan dengan metodologi pembelajaran bahasa asing, khususnya Bahasa Arab 11. Menguasai desain pembelajaran bahasa asing, khususnya bahasa Arab 11.1 Memiliki pengetahuan tentang desain pembelajaran bahasa asing, khususnya Bahasa Arab 11.2 Memiliki komitmen mengembangkan desain pembelajaran bahasa asing khususnya Bahasa Arab 12. Menguasai metode-metode terjemah 12.1 Memiliki pengetahuan tentang metode penerjemahan yang baik dan benar 12.1 Memiliki semangat mengembangkan metode penerjemahan yang baik dan benar 12.2 Memiliki keterampilan menerjemahkan dengan baik dan benar 13. Menguasai seni baca tulis Al Qur’an 13.1 Memiliki pengetahuan tentang berbagai macam jenis khot 13.2 Memiliki komitmen yang tinggi terhadap pengembangan khot Arab 13.3 Memiliki keterampilan menulis berbagai khot Arab dalam berbagai media
Tolok Ukur Indikator Kompetensi ;
1.1 Memiliki pengetahuan tentang filsafat pendidikan Islam. 1.1.1 Memiliki pengetahuan tentang dasar-dasar pendidikan Islam 1.1.2 Memiliki pengetahuan tentang aliran-aliran dalam filsafat pendidikan Islam
1.2 Memiliki pengetahuan dasar-dasar Kependidikan Islam. 1.2.1 Memiliki pengetahuan tentang teori-teori pendidikan 1.2.2 Memiliki pengetahuan tentang aliran-aliran pemikiran pendidikan
161
1.3 Memiliki kemampuan mengembangkan kurikulum. 1.3.1 Memiliki pengetahuan tentang konsep dasar kurikulum 1.3.2 Memiliki pengetahuan tentang model-model teori kurikulum 1.3.3 Memiliki pengetahuan tentang tentang model-model pengembangan kurikulum
2.1 Memiliki pengetahuan tentang ilmu Qira’ah, Kitabah, Istima’ dan Hiwar 2.1.1 Memiliki pengetahuan tentang konsep dasar Qira’ah 2.1.2 Memiliki pengetahuan tentang Nahwu dan Sharaf 2.1.3 Memiliki pengetahuan tentang makhorijul huruf, nabr dan tan-ghim 2.1.4 Memiliki pengetahuan tentang qowa’idul imla’ 2.1.5 Memiliki pengetahuan tentang kaidah-kaidah penulisan ilmiah dalam Bahasa Arab
2.2 Memiliki komitmen mengembangkan materi Qira’ah, Kitabah, Istima’ dan Hiwar
2.3 Memiliki keterampilan dalam Qira’ah, Kitabah, Istima’ dan Hiwar 2.3.1 Memiliki kemampuan mengekspresikan kembali Bahasa Arab yang didengar 2.3.2 Memiliki kemampuan mengkomunikasikan ide dalam Bahasa Arab secara lisan 2.3.3 Memiliki kemampuan membaca teks Arab dengan baik dan benar 2.3.4 Memiliki kemampuan menangkap isi pesan-pesan dalam teks Arab 2.3.5 Memiliki kemampuan mengkomunikasikan ide dalam Bahasa Arab secara tertulis
3.1 Memiliki pengetahuan tentang berbagai metode pembelajaran Bahasa Arab dan landasan pemilihannya 3.1.1 Memiliki pengetahuan tentang landasan pemilihan metode pembelajaran Bahasa Arab
162
3.1.2 Memiliki pengetahuan tentang metode pembelajaran qira’ah, kitabah, hiwar dan istima’
3.2 Memiliki semangat mengembangkan metode pembelajaran Bahasa Arab 3.2.1 Memiliki kreatifitas mengembangkan metode-metode pembela-jaran yang lebih efektif dan efisien
3.3 Memiliki keterampilan mengaplikasikan berbagai metode pembela-jaran Bahasa Arab 3.3.1 Mampu mengaplikasikan metode-metode pembelajaran Bahasa Arab sesuai dengan kemampuan peserta didik
4.1 Memiliki pengetahuan tentang filosofi Bahasa Arab 4.1.1 Memiliki pengetahuan tentang nasy’ah Bahasa Arb 4.1.2 Memiliki pengetahuan tentang hyah al-lughah
4.2 Memiliki kemampuan kritis terhadap kultur dan struktur Bahasa Arab 4.2.1 Memiliki kemampuan memahami teks sesuai dengan konteks sosiolinguistik 4.2.2 Memiliki kemampuan membedakan bahasa yang format dan umum
5.1 Memiliki pengetahuan tentang evaluasi pembelajaran 5.1.1 Memiliki pengetahuan tentang konsep dasar evaluasi pembe-lajaran 5.1.2 Memiliki pengetahuan tentang prinsip-prinsip evaluasi pembe-lajaran 5.1.3 Memiliki pengetahuan tentang tehnik evaluasi pembelajaran 5.1.4 Memiliki pengetahuan tentang pengetahuan tentang langkah-langkah pelaksanaan evaluasi
5.2 Memiliki keterampilan mengembangkan tehnik evaluasi dalam pembelajaran Bahasa Arab
163
5.2.1 Memiliki kemempuan mencari alternatif tehnik evaluasi pembe-lajaran Bahasa Arab
5.3 Memiliki keterampilan menerapkan tehnik evaluasi yang tepat dalam pembelajaran Bahasa Arab 5.3.1 Memiliki keterampilan menerapkan pre test dan post test secara tepat dalam pembelajaran Bahasa Arab 5.3.2 Memiliki keterampilan menganalisis tes hasil belajar (validitas dan reliabilitas) 5.3.3 Memiliki kemampuan menganalisis butir soal
6.1 Memiliki pengetahuan tentang media dan teknologi pembelajaran Bahasa Arab 6.1.1 Memiliki pengetahuan tentang prinsip-prinsip penggunanaan media pembelajaran Bahasa Arab 6.1.2 Memiliki pengetahuan tentang macam-macam karakteristik me-dia dan teknologi dalam pembelajaran Bahasa arab 6.1.3 Memiliki pengetahuan tentang fungsi dan peranan media dalam pembelajaran Bahasa Arab
6.2 Memiliki keterampilan mengembangkan media dan teknologi dalam pembelajaran Bahasa Arab 6.2.1 Memiliki kemampuan menciptakan media pembelajaran dan teknologi alternatif dalam PBA
6.3 Memiliki keterampilan menerapkan media dan teknologi dalam pem-belajaran Bahasa Arab 6.3.1 Memiliki kemampuan mereapkan suatu media dan teknologi pembelajaran Bahasa Arab sesuai dengan tingkat perkembangan peserta didik
164
6.3.2 Memiliki keterampilan menerapkan media dan teknologi alternatif dalam pembelajaran Bahasa Arab
7.1 Memiliki pengetahuan tentang metodologi penelitian di bidang Bahasa Arab 7.1.1 Mengetahui dasar-dasar penelitian 7.1.2 Memiliki pengetahuan tentang jenis-jenis penelitian 7.1.3 Memiliki pengetahuan tentang metode pengumpulan data 7.1.4 Memiliki kemampuan dalam menyusun proposal penelitian
7.2 Memiliki kemampuan mengembangkan metodologi penelitian di bi-dang Pendidikan Bahasa Arab 7.2.1 Memiliki pemahaman terhadap pendekatan-pendekatan peneliti-an 7.2.2 Memiliki kemampuan dalam merumuskan permasalahan dalam penelitian
7.3 Memiliki keterampilan menerapkan metode penelitian di bidang pendidikan Bahasa Arab 7.3.1 Memiliki kemampuan memilih metode yang tepat dalam peneli-tian 7.3.2 Memiliki kemampuan analisis data dalam penelitian
8.1 Memiliki kebanggaan sebagai guru Bahasa Arab 8.1.1 Memiliki apresiasi terhadap profesi guru Bahasa Arab 8.1.2 Memiliki semangat untuk menggunakan istilah-istilah Arab da-lam kehidupan sehari-hari 8.1.3 Memiliki komitmen terhadap tugas sebagai guru Bahasa Arab
9.1 Memiliki pengetahuan tentang pokok-pokok materi salah satu bahasa asing non-Arab 9.1.1 Memiliki kemampuan berbahasa secara aktif atau pasif pada sa-lah satu bahasa asing yang dipilih (Mandarin, Inggris, dan lain-lain)
165
9.2 Memiliki semangat terhadap pengembangan bahasa asing non-Arab 9.2.1 Bersikap terbuka terhadap pengembangan model pembelajaran Bahasa Asing non-Arab yang dipilih
9.3 Memiliki keterampilan mengembangkan bahasa asing non-Arab 9.3.1 Memiliki kemampuan memilah dan memilih metode pembela-jaran bahasa asing non-Arab sesuai dengan bahasa yang dipilih 9.3.2 Dapat membuat alternatif model pembelajaran bahasa asing non-Arab yang dipilih
10.1 Memiliki pengetahuan tentang berbagai metode pembelajaran bahasa asing 10.1.1 Memiliki pengetahuan tentang teori-teori metode pembelajaran bahasa asing, khususnya Bahasa arab 10.1.2 Memiliki pengetahuan tentang prinsip-prinsip metode pembe-lajaran bahasa asing, khususnya Bahasa Arab 10.1.3 Memiliki pengetahuan tentang seleksi, gradasi, presentasi dan repetisi materi pembelajaran bahasa asing, khususnya Bahasa arab. 10.2 Memiliki komitmen mengembangkan metode pembelajaran bahasa asing 10.2.1 Memiliki komitmen menerapkan teori-teori pembelajaran ba-hasa asing, khususnya Bahasa Arab 10.2.2 Memiliki komitmen menerapkan prinsip-prinsip pembelajaran bahasa asing, khususnya Bahasa Arab
10.3 Memiliki keterampilan dalam memecahkan berbagai persoalan yang berkaitan dengan metodologi pembelajaran bahasa asing, khususnya Bahasa Arab 10.3.1 Memiliki keterampilan dalam mengaplikasikan teori-teori pembelajaran bahasa asing, khususnya Bahasa Arab 10.3.2 Memiliki keterampilan dalam mengaplikasikan prinsip-prinsip pembelajaran bahasa asing, khususnya Bahasa Arab
166
10.3.3 Memiliki keterampilan dalam seleksi, gradasi, presentasi dan repetisi materi pembelajaran bahasa asing, khususnya Bahasa Arab.
11.1 Memiliki pengetahuan tentang desain pembelajaran bahasa asing, khususnya Bahasa Arab 11.1.1 Memiliki pengetahuan tentang berbagai desain pembelajaran bahasa asing, khususnya Bahasa Arab 11.1.2 Memiliki pengetahuan tentang model desain alternatif pembelajaran bahasa asing, khususnya Bahasa Arab
11.2 Memiliki komitmen mengembangkan desain pembelajaran bahasa asing khususnya Bahasa Arab 11.2.1 Memiliki semangat mencari desain alternatif pembelajaran bahasa asing, khususnya Bahasa Arab
12.1 Memiliki pengetahuan tentang metode penerjemahan yang baik dan benar 12.1.1 Memiliki pengetahuan tentang model-model menerjemah 12.1.2 Memiliki pengetahuan tentangrambu-rambu praktek menerje-mah 12.1.3 Memiliki pengetahuan tentang proses penerjemahan
12.2 Memiliki semangat mengembangkan metode penerjemahan yang baik dan benar 12.2.1 Memiliki komitmen menghasilkan terjemahan yang baik dan benar
12.3 Memiliki keterampilan menerjemahkan dengan baik dan benar 12.3.1 Memiliki keterampilan dalam menerjemahkan karya-karya il-miah 12.3.2 Memiliki keterampilan dalam menerjemahkan buku-buku ke-agamaan 12.3.3 Memiliki keterampilan dalam menerjemahkan karya-karya sas-tra
13.1 Memiliki pengetahuan tentang berbagai macam jenis khot 13.1.1 Memiliki pengetahuan tentang peran dan fungsi seni tulis Arab
167
13.1.2 Memiliki pengetahuan tentang macam-macam khot 13.1.3 Memiliki pengetahuan tentang dasar-dasar khot nashkhy dan nonnashkhy 13.1.4 Memiliki komitmen yang tinggi terhadap pengembangan khot Arab 13.1.5 Memiliki keterampilan menulis berbagai khot Arab dalam berbagai media
C. Program Studi Kependidikan Islam (KI) Kompetensi; Utama
:
1. Menguasai Ilmu Pendidikan Islam. 2. Menguasai administrasi LPI 3. Menguasai Menejmen Lembaga Pendi-dikan Islam 4. Memiliki kemampuan memecahkan masalah Menejemen Lembaga Pendidikan Islam 5. Menguasai Metodologi Penelitian dan evaluasi di bidang Kependidikan Islam. Pendukung
:
6. Menguasai Paradigma Pendidikan Islam 7. Menguasai Tehnik-Tehnik Penulisan di Bidang Pendidikan Islam 8. Menguasai Bimbingan dan Konseling Lainnya
:
9. Menguasai tehnik-tehnik pendampingan pendidikan luar sekolah Indikator Kompetensi;
1. Menguasai Ilmu Pendidikan Islam. 1.1 Menguasai Filsafat Pendidikan Islam 1.2. Memiliki Pengetahuan tentang Administrasi Pendidikan (Material, Personal dan Kurikulum). 1.3. Menguasai Dasar-dasar Pendidikan Islam
168
1.4. Menguasai Teori-teori Pendidikan Islam 1.5. Menguasai Konsep tentang Institusi Pendidikan Islam 1.6. Menguasai Pengembangan Kurikulum Pendidikan Islam
2. Menguasai Menejmen Lembaga Pendidikan Islam 2.1. Menguasai Dasar-Dasar Menejemen Lembaga Pendidikan Islam 2.2. Menguasai Ruang Lingkup Menejemen Lembaga Pendidikan Islam 2.3. Menguasai Model-Model Menejemen Lembaga Pendidikan Islam 2.4. Menguasai Pengembangan Menejemen Lembaga Pendidikan Islam
3. Memiliki kemampuan memecahkan masalah Menejemen Lembaga Pendidikan Islam 3.1. Mempunyai Wawasan yang Luas tentang wacana Menejemen Lem-baga Pendidikan Islam 3.2. Menguasai Teknik-Teknik Pemecahan Masalah Menejemen Lem-baga Pendidikan Islam
4. Menguasai Metodologi Penelitian dan evaluasi di Bidang Kependidikan Islam. 4.1. Menguasai Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Menejemen Lembaga Pendidikan Islam 4.2. Menguasai Pendekatan Kualitatif dan Kuantitatif dalam Penelitian Menejemen Lembaga Pendidikan Islam 4.3. Menguasai Statistika Pendidikan 4.4. Menguasai teknik evaluasi kependidikan Islam
5. Menguasai Paradigma Pendidikan Islam 5.1 Memiliki Pengetahuan tentang Paradigma Pemikiran Pendidikan Islam
6. Menguasai Tehnik-Tehnik Penulisan di Bidang Pendidikan Islam 6.1 Memiliki Pengetahuan dan Keterampilan di Bidang Kepenulisan Kependidikan Islam
169
7. Menguasai Bimbingan dan Konseling 7.1 Memiliki Pengetahuan dan Keterampilan Bimbingan dan Konseling
8. Menguasai tehnik-tehnik pendampingan pendidikan luar sekolah 8.1
Memiliki
Pengetahuan
dan
Keterampilan
tentang
Pendampingan
Pendidikan Luar Sekolah (PLS)
Tolok Ukur Indikator Kompetensi ;
1.1 Menguasai Filsafat Pendidikan Islam 1.1.1. Memiliki Pengetahuan tentang dasar-dasar pandangan Islam tentang manusia, alam, masyarakat 1.1.2. Memiliki kemampuan kritis dalam mengkaji factor-faktor pendidikan (tujuan, kurikulum, metode) 1.1.3. Memiliki pengetahuan tentang etika Islam sebagai asas pendidikan Islam 1.1.4. Memiliki Pengetahuan tentang Aliran-Aliran Filsafat Pendidikan
1.2 Memiliki Pengetahuan tentang Administrasi Pendidikan (Material, Personal dan Kurikulum). 1.2.1. Memiliki pengetahuan tentang administrasi material (sarana prasarana, keuangan) 1.2.2. Memiliki pengetahuan teantang administrasi personal (Keguruan, kesiswaan, kepegawaian)
1.3 Menguasai Dasar-dasar Pendidikan Islam 1.3.1. Memiliki Pengetahuan tentang Teori-Teori Pendidikan 1.3.2. Memiliki Pengetahuan tentang Teori-Teori Pendidikan Islam Klasik 1.3.3. Memiliki
Pengetahuan
Pertengahan
tentang
Teori-Teori
Pendidikan
Islam
170
1.3.4. Memiliki Pengetahuan tentang Teori-Teori Pendidikan Islam Modern
1.4 Menguasai Teori-teori Pendidikan Islam 1.4.1. Memiliki Pengetahuan tentang Teori-Teori Pendidikan 1.4.2. Memiliki Pengetahuan tentang Teori-Teori Pendidikan Islam Klasik 1.4.3. Memiliki
Pengetahuan
tentang
Teori-Teori
Pendidikan
Islam
Pertengahan 1.4.4. Memiliki Pengetahuan tentang Teori-Teori Pendidikan Islam Modern
1.5 Menguasai Konsep tentang Institusi Pendidikan Islam 1.5.1. Memiliki Pengetahuan tentang jenis, institusi pendidikan Islam 1.5.2. Memiliki Pengetahuan tentang jenjang Pendidikan Islam 1.5.3. Memiliki Pengetahuan tentang jalur Pendidikan Islam
1.6 Menguasai Pengembangan Kurikulum Pendidikan Islam 1.6.1. Memiliki Pengetahuan tentang Konsep-Konsep Dasar Kuriku-lum 1.6.2. Memiliki Pengetahuan tentang Model-Model Teori dan konsep Kurikulum 1.6.3. Memiliki
Pengetahuan
tentang
Model-Model
Pengembangan
Kurikulum 1.6.4. Memiliki Keterampilan dalam Mengembangkan Kurikulum
2.1. Menguasai Dasar-Dasar Menejemen Lembaga Pendidikan Islam 2.1.1 Memiliki Pengetahuan tentang teknik-teknik perencanaan Lembaga Pendidikan Islam 2.1.2 Memiliki Pengetahuan tentang teknik-teknik pengorganisasian LPI 2.1.3 Memiliki pengetahuan tentang teknik-teknik pelaksanaan LPI 2.1.4 Memiliki pengetahuan tentang teknik-teknik evaluasi lembaga LPI
2.2. Menguasai Ruang Lingkup Menejemen Lembaga Pendidikan Islam
171
2.2.1. Memiliki Pengetahuan tentang dimensi menejerial Lembaga Pendidikan Islam 2.2.2. Memiliki pengetahuan tentang demensi leadersif dalam pendi-dikan Islam 2.2.3. Memiliki pengetahuan tentang demensi organisasi dalam pen-didikan Islam 2.2.4. Memiliki pengetahuan tentang demensi komunikasi dalam pendidikan Islam 2.2.5. Komitmen terhadap Pelaksanaan Menejmen Lembaga Pendi-dikan Islam 2.2.6. Memiliki Sikap Terbuka Terhadap Model Lembaga Pendidikan Islam
2.3. Menguasai Model-Model Menejemen Lembaga Pendidikan Islam 2.3.1. Memiliki
Pengetahuan
tentang
Model-Model
Kepemimpinan
(Otoriter, Laisez Faire, Liberal, Demokratis dan Kharismatik) 2.3.2. Memiliki pengetahuan tentang model-model kepemimpinan dalam Islam 2.3.3. Terampil dalam Memimpin Lembaga Pendidikan Islam
3.1. Mempunyai Wawasan yang Luas tentang wacana Menejemen Lemba-ga Pendidikan Islam 3.1.1. Memiliki Pengetahuan tentang Berbagai Problematika Menej-men Lembaga Pendidikan Islam (Sumber Daya Manusia, eko-nomi, partisipasi masyarakat, dan leadership) 3.1.2. Menguasai Model-Model Lembaga Konsultasi Menejmen Lembaga Pendidikan Islam 3.1.3. Terampil Mengelola Lembaga Konsultasi Menejmen Lembaga Pendidikan Islam 3.1.4. Komitmen terhadap Prinsip-Prinsip Konsultasi Menejmen Lembaga Pendidikan Islam
172
4.2. Menguasai Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Menejemen Lembaga Pendidikan Islam 4.1.1. Memiliki Pengetahuan tentang Dasar-Dasar Metodologi Peneli-tian di Bidang menejmen Lembaga Pendidikan Islam 4.1.2. Memiliki Keterampilan dalam Mendesain Proposal Penelitian di Bidang Menejmen Lembaga Pendidikan Islam
4.3. Menguasai
Pendekatan
Kualitatif
dan
Kuantitatif
dalam Penelitian
Menejemen Lembaga Pendidikan Islam 4.3.1. Memiliki pengetahuan tentang pendekatan kualitatif dalam menjemen LPI 4.3.2. Memiliki
pengetahuan
tentang
pendekatan
kuantitatif
dalam
menjemen LPI 4.3.3. Memiliki Kemampuan Memilih Pendekatan yang tepat dalam Melaksanakan Penelitian di Bidang Menejmen Lembaga Pendidikan Islam
4.4. Menguasai Statistika Pendidikan 4.4.1. Memiliki
Pengetahuan
tentang
Dasar-Dasar
Statistika
dalam
Penelitian di Bidang Menejmen Lembaga Pendidikan Islam 4.4.2. Memiliki Pengetahuan tentang Statistik Deskriptif 4.4.3. Memiliki Pengetahuan tentang Statistik Inferensial 4.4.4. Memiliki Keterampilan dalam Memilih Teknik-Teknik analisis dalam penelitian.
4.5. Menguasai teknik evaluasi kependidikan Islam 4.5.1. Memiliki pengetahuan tentang dasar-dasar evaluasi pendidikan 4.5.2. Memiliki pengetahuan tentang teknik-teknik evaluasi 4.5.3. Memiliki ketrampilan melaksanakan evaluasi
5.1 Memiliki Pengetahuan tentang Paradigma Pemikiran Pendidikan Islam
173
5.1.1. Memiliki pengetahuan tentang model-model paradigma Pen-didkan (konservatif, liberal, kritis)
6.1
Memiliki Pengetahuan dan Keterampilan di Bidang Kepenulisan Kependidikan Islam 6.1.1 Memiliki pengetahuan tentang tata tulis karya tulis ilmiah dan popular dalam bidang pendidikan Islam 6.1.2 Trampil menuangkan gagasan bidang pendidikan Islam ke dalam karya tulis 6.1.3 Memiliki Pengetahuan dan Keterampilan Bimbingan dan Konseling
7.1 Memiliki Pengetahuan dan Keterampilan Bimbingan dan Konseling 7.1.1. Memiliki pengetahuan tentang dasar-dasar bimbingan dan konseling 7.1.2. Memiliki ketrampilan dalam menerapkan dasar-dasar bimbingan dan konseling 7.1.3. Memiliki komitmen dalam mengaplikasikan dasar-dasar bimbingan dan konseling
8.1 Memiliki Pengetahuan dan Keterampilan tentang Pendampingan Pendidikan Luar Sekolah (PLS) 8.1.1.
Memilki pengetahuan tentang
prinsip-prinsip pendampingan
pendidikan Luar Sekolah 8.1.2. Memiliki pengetahuan tentang model-model pendampingan pendidikan luar sekolah 8.1.3. Memiliki ketrampilan mendesain program pendampingan Pendidikan Luar sekolah 8.1.4. Memiliki ketrampilan dalam mengevaluasi pendampingan pendampingan Luar sekolah
174
Derivasi Tolok Ukur Indikator Kompetensi Menjadi Mata Kuliah Dengan mempertimbangkan keluasan dan kedalaman tolok ukur indikator kompetensi yang terhimpun dalam masing-masing mata kuliah, setiap mata kuliah tersebut kemudian diberi bobot sks, dan dalam waktu yang bersamaan masing-masing mata kuliah tersebut diberi kode sebagai penyesuaian terhadap program komputerisasi akademik. Hasil dari proses koding dan pemberian bobot sks tersebut adalah sebagaimana yang dituangkan dalam tabel berikut ini :
Mata Kuliah Jurusan Tarbiyah NO
MATA KULIAH
KODE
BOBOT
1. Bahasa Arab III
TAR.001
2 sks
2. Bahasa Inggris III
TAR.002
2 sks
3. Ilmu Pendidikan
TAR.003
3 sks
4. Ilmu Pendidikan Islam
TAR.004
2 sks
5. Kapita Selekta Pendidikan Islam
TAR.005
2 sks
6. Filsafat Pendidikan Islam
TAR.006
2 sks
7. Sejarah Pendidikan Islam
TAR.007
2 sks
8. Tafsir Hadits Tarbawi
TAR.008
4 sks
9. Ilmu Kalam
TAR.009
2 sks
10. Psikologi Pendidikan
TAR.010
3 sks
11. Psikologi Anak dan Remaja
TAR.011
2 sks
12. Bimbingan dan Konseling
TAR.012
2 sks
13. Sosiologi Pendidikan
TAR.013
2 sks
14. Administrasi Pendidikan
TAR.014
2 sks
15. Pengembangan Kurikulum
TAR.015
2 sks
16. Metodologi Penelitian Pendidikan
TAR.016
2 sks
17. Statistik Pendidikan
TAR.017*
3 sks
18. Evaluasi Pembelajaran
TAR.018*
3 sks
175
19. Kepribadian Guru
TAR.019
2 sks
20. Psikologi Agama
TAR.020
2 sks
21. PPL I
TAR.021*
2 sks
22. PPL II
TAR.022
3 sks 51 sks
JUMLAH * Catatan : Kode mata kuliah Statistik Pendidikan; a. Prodi PAI dan PBA tetap TAR.017 (3 sks) b. Prodi KI, diberi ekstensi (-1), menjadi TAR 017-1 (2 sks) Kode mata kuliah Evaluasi Pembelajaran; a. Prodi PAI tetap TAR.018 (3 sks) b. Prodi PBA, diberi ekstensi (-1), menjadi TAR.018-1 (2 sks)
c. Program D2, diberi ekstensi (-D), menjadi TAR.017-D (2 sks) Kode mata kuliah PPL I, untuk Program D.2, diberi ekstensi (-D), menjadi TAR.021-D (4 sks), dan nama mata kuliahnya “PPL”
Mata Kuliah Program Studi Pendidikan Agama Islam (PAI) NO
MATA KULIAH
KODE
BOBOT
1. Perencanaan Pembelajaran
TAR.101
3 sks
2. Strategi Pembelajaran
TAR.102
2 sks
3. Strategi Pembelajaran PAI
TAR.103
3 sks
4. Strategi Pembelajaran PAI di SLB
TAR.104
2 sks
5. Desain Pembelajaran PAI Alternatif
TAR.105
2 sks
6. Media Pembelajaran
TAR.106
2 sks
7. Fiqh II
TAR.107
3 sks
8. Tafsir-Hadits I
TAR.108
4 sks
9. Tafsir-Hadits II
TAR.109
4 sks
TAR.110
3 sks
10. Pendidikan Praktek Ibadah dan Baca Tulis Al-Qur’an
176
11. Perbandingan Madzhab
TAR.111
2 sks
12. PPMDI
TAR.112
2 sks
13. Telaah Kurikulum PAI di SLTP
TAR.113
3 sks
14. Telaah Kurikulum PAI di MTs
TAR.114
4 sks
15. Telaah Kurikulum PAI di SMA
TAR.115
3 sks
16. Telaah Kurikulum PAI di MA
TAR.116
4 sks
17. Skripsi
TAR.117
6 sks 52 sks
JUMLAH
Mata Kuliah Program Studi Pendidikan Bahasa Arab (PBA) NO
MATA KULIAH
KODE
BOBOT
1. Nahwu I
TAR.201
2 sks
2. Nahwu II
TAR.202
2 sks
3. Nahwu III
TAR.203
2 sks
4. Sharaf I
TAR.204
2 sks
5. Sharaf II
TAR.205
2 sks
6. Muthala’ah I
TAR.206
2 sks
7. Muthala’ah II
TAR.207
2 sks
8. Balaghah I
TAR.208
3 sks
9. Balaghah II
TAR.209
2 sks
10. Tarjamah I
TAR.210
2 sks
11. Tarjamah II
TAR.211
2 sks
12. Khot
TAR.212
2 sks
13. Istima’
TAR.213
2 sks
14. Khitobah
TAR.214
2 sks
15. Muhadatsah
TAR.215
2 sks
16. Insya’
TAR.216
2 sks
17. Metode Pembelajaran
TAR.217
2 sks
Bahasa Asing
177
18. Metode Pembelajaran
TAR.218
2 sks
TAR.219
2 sks
20. Perencanaan Sistem PBA
TAR.220
3 sks
21. Materi Bahasa Arab di
TAR.221
2 sks
TAR.222
3 sks
23. Linguistik
TAR.223
2 sks
24. Skripsi
TAR.224
6 sks
Bahasa Arab 19. Media Pembelajaran Bahasa Arab
MTs dan Pembelajarannya 22. Materi Bahasa Arab di MA dan Pembelajarannya
55 sks
JUMLAH
Mata Kuliah Program Studi Kependidikan Islam (KI) NO
MATA KULIAH
KODE
BOBOT
TAR.301
2 sks
2. Pengantar Manajemen
TAR.302
3 sks
3. Manajemen
TAR.303
3 sks
4. Manajemen Kurikulum
TAR.304
3 sks
5. Manajemen Sumber Daya
TAR.305
3 sks
TAR.306
3 sks
7. Manajemen Perpustakaan
TAR.307
3 sks
8. Manajemen Organisasi
TAR.308
3 sks
9. Manajemen Perkantoran
TAR.309
3 sks
TAR.310
3 sks
1. Pemikiran
Pendidikan
Islam
Lembaga
Pendidikan Islam
Manusia 6. Manajemen Pusat Sumber Belajar
10. Manajemen Humas dan
178
Pelayanan Publik 11. Manajemen Supervisi dan
TAR.311
3 sks
12. Manajemen Keuangan
TAR.312
3 sks
13. Kepemimpinan Pendidikan
TAR.313
2 sks
14. Kajian Pendidikan di Asia
TAR.314
2 sks
15. Analisis Kebijakan
TAR.315
2 sks
16. Perencanaan Sistem KI
TAR.316
3 sks
17. Sosiologi Agama
TAR.317
2 sks
18. Riset Evaluasi Pendidikan
TAR.318
3 sks
19. Riset Wilayah
TAR.319
3 sks
TAR.320
2 sks
TAR.321
2 sks
22. Komunikasi Organisasi
TAR.322
3 sks
23. Skripsi
TAR.323
6 sks
Pengawasan
Pendidikan
Kependidikan 20. Tehnik Penulisan Karya Ilmiah 21. Tehnik Pendampingan PLS
JUMLAH
65 sks
C. Relevansi Orientasi Profesi Dengan Komponen Lain Dalam KBK STAIN Purwokerto Sebagai kurikulum yang berbasis kompetensi, maka kurikulum berbasis kompetensi STAIN Purwokerto berorientasi pada perwujudan sejumlah kompetensi pada diri mahasiswanya, dimana berbagai kompetensi tersebut secara spesifik adalah kompetensi yang diasumsikan dapat secara signifikan mendukung kinerja para alumninya ketika mereka memasuki dunia kerja sesuai dengan orientasi profesinya masing-masing.
179
Untuk level ke-STAIN-an, Dokumen Kurikulum Berbasis Kompetensi STAIN Purwokerto tidak menyebut orientasi profesi. Pada level ke-STAINan disebut dengan sosok kualifikasi alumni yang merupakan personifikasi atas visi STAIN Purwokerto, yaitu “Menjadi Perguruan Tinggi Terdepan Dalam Pengembangan Ilmu, Agama, dan Budaya Menuju Masyarakat Berkeadaban”. Personifikasi atas visi tersebut melahirkan empat sosok kualifikasi alumni STAIN Purwokerto, yaitu; smart and good citizen, ilmuwan, agamawan, dan budayawan. Artinya, untuk tingkat ke-STAIN-an, Kurikulum Berbasis
Kompetensi
STAIN
Purwokerto
menskenariokan
untuk
menciptakan sosok alumni yang memiliki kualifikasi smart and good citizen, ilmuwan, agamawan, dan budayawan. Adapun untuk Jurusan Dakwah orientasi profesi para alumninya disesuaikan dengan Program Studinya. Untuk Program Studi Bimbingan dan Konseling Islam, orientasi profesi utamanya adalah Konselor (Psikoterapist). Orientasi alternatif bagi alumni Program Studi Bimbingan dan Konseling Islam ini adalah; Pembimbing Keagamaan dan Pekerja Sosial di Bidang Dakwah. Sementara itu, untuk Program Studi Komunikasi dan Penyiaran Islam, orientasi profesi utamanya adalah Jurnalist dan Penyuluh Agama, sedangkan orientasi profesi alternatifnya adalah Designer Grafis, Fotografer, Pekerja Sosial di Bidang Dakwah, Manajer di Bidang Penerbitan dan Penyiaran, dan Peneliti / Pengamat di Bidang Komunikasi. Sebagaimana juga Jurusan Dakwah, orientasi profesi para alumni Jurusan Syari’ah juga disesuaikan dengan Program Studinya. Untuk Program Studi Al-Akhwal Al-Syakhsyiyyah, orientasi profesi utamanya adalah Hakim, Pengacara, Jaksa, dan Konsultan Hukum Keluarga. Orientasi alternatif bagi alumni Program Studi Al-Akhwal Al-Syakhsyiyyah ini adalah; Panitera Pengadilan, Pegawai Pencatat Nikah, dan Pekerja Sosial di Bidang Hukum. Sementara itu, untuk Program Studi Muamalah, orientasi profesi utamanya adalah Hakim, Pengacara, Jaksa, Konsultan Hukum Perikatan dan Perbankan Syari’ah,
sedangkan
orientasi
profesi
alternatifnya
adalah
Panitera
180
Pengadilan,
Pengelola Lembaga Perekonomian Umat, dan Pekerja Sosial
di Bidang Hukum. Untuk Jurusan Tarbiyah, orientasi profesi para alumninya terdiri dari; Program Studi Pendidikan Agama Islam orientasi profesi utamanya adalah Guru Pendidikan Agama Islam, dan Peneliti Bidang Pembelajaran PAI, sedangkan orientasi profesi alternatifnya adalah Konsultan Pembelajaran, dan Guru Pendidikan Agama Islam di SLB. Kemudian untuk Program Studi Pendidikan Bahasa Arab, orientasi profesi utamanya adalah Guru Bahasa Arab,
sedangkan
Pembelajaran
orientasi
Bahasa
profesi
alternatifnya
adalah
Konsultan
Asing, khususnya Bahasa Arab, perancang atau
perekayasa model-model pembelajaran Bahasa Arab, Penerjemah, dan Kaligrafer. Adapun untuk Program Studi Kependidikan Islam, orientasi profesi utamanya adalah Menejer Lembaga Pendidikan Islam, Konsultan Menejmen Lembaga Pendidikan Islam, dan Peneliti di Bidang Kependidikan Islam, sedangkan profesi alternatifnya adalah Pemikir dan atau Penulis di bidang Pendidikan Islam, dan Praktisi Bimbingan dan Konseling Pendidikan Islam.
181
BAB IV SIMPULAN DAN PENUTUP
A. Simpulan Berdasarkan analisis terhadap data yang berupa paparan atau uraian yang merupakan rangkaian skenario pendidikan STAIN Purwokerto yang terbingkai dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi STAIN Purwokerto, penulis memperoleh beberapa simpulan, yaitu : 1. Karena kurikulum yang dikembangkan oleh STAIN Purwokerto adalah kurikulum yang berbasis kompetensi, maka pengembangan kurikulum dalam dimensi sebagai rencana yang kemudian tertulis dalam dokumen diawali dengan perumusan tujuan. Rumusan tujuan yang paling tinggi (ultimate goals) berupa visi. Karena rumusan visi STAIN Purwokerto masih bersifat abstrak, maka kemudian dilakukan personifikasi agar visi tersebut lebih mudah dikenali secara empiris. Personifikasi rumusan visi tersebut kemudian melahirkan empat sosok kualifikasi alumni STAIN Purwokerto, yaitu ilmuwan, agamawan, budayawan, dan smart and goor citizen. 2. Di tingkat Jurusan dan Program Studi rumusan tujuan di tingkat Jurusan yang kemudian terbagi ke dalam beberapa Program Studi disebut dengan orientasi profesi lulusan, baik orientasi profesi utama, maupun orientasi profesi alternatif. 3. Orientasi profesi utama pada setiap Program Studi sangat jelas perbedaannya. Tidak ada profesi yang menjadi orientasi dari lebih dari satu Program Studi. 4. Pada orientasi profesi alternatif, banyak terjadi persamaan, terutama antar Program Studi yang berada dalam Jurusan yang sama. 5. Meskipun kurikulum yang dikembangkan oleh STAIN Purwokerto adalah kurikulum yang berbasis kompetensi akan tetapi penulis melihat bahwa muatan materinya masih sangat didominasi oleh muatan-
182
muatan kognitif dibandingkan dengan muatan psikomotorik, apalagi afektif. 6. Selain muatan materinya masih sangat didominasi materi yang bermuatan kognitif, dilihat dari intensitas atau kedalamannya juga masih sangat jauh dari cukup untuk mendukung keterwujudan berbagai kompetensi yang dibutuhkan dalam optimalisasi kinerja pada profesi yang menjadi orientasi masing-masing Program Studi.
B. Rekomendasi Bersamaan dengan momentum penyesuaian kurikulum STAIN Purwokerto, sekarang IAIN Purwokerto, dengan Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia, maka berdasarkan temuan penelitian ini peneulis merekomendasikan agar elaborasi berbagai orientasi profesi ke dalam kompetensi, indikator kompetensi, dan tolok ukur indikator kompetensi melibatkan para profesional pada masing-masing profesi. Hal tersebut dimaksudkan agar menu kurikulum IAIN Purwokerto menjadi menu yang proporsional untuk mendukung keterwujudan semua orientasi profesi alumni IAIN Purwokerto.
DAFTAR PUSTAKA
A Qodri Azizy, Pengembangan Ilmu – ilmu Keislaman, (Jakarta : Depag RI, 2003) Amin Abdullah, Studi Agama; Normativitas atau Historisitas, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 1999) Arief Furqan, Transformasi Pendidikan Islam di Indonesia, Anatomi Keberadaan Madrasah dan PTAI, (Yogyakarta : Gama Media, 2004) Azyumardi Azra, Pendidikan Islam; Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru, (Jakarta : PT Logos Wacana Ilmu, 1999) Beauchamp, G.A., Curriculum Theory, (Illinois, Kegg Press, 1975) Conny Semiawan, “Relevansi Kurikulum Masa Depan”, dalam Basis, nomor 0708, tahun ke-49, Juli-Agustus 2000 Dianne Lapp, et. al., Teaching and Learning; Philosophical, Psychological, Curricular Applications, (New York : Macmillan Pub. Co. Inc., 1975) Djohar, Pendidikan Strategik; Alternatif Untuk Pendidikan Masa Depan, (Yogyakarta : LESFI, 2003) Ibnu Hadjar, Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Kuantitatif Dalam Pendidikan, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 1996) Jalaluddin Rahmat, Rekayasa Sosial; Reformasi, Revolusi, atau Manusia Besar, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2000) John W. Best, Research in Education, disunting oleh Sanapiah Faisal dan Mulyadi
Guntur
Waseso,
Metodologi
Penelitian
Pendidikan,
(Surabaya : Usaha Nasional, 1982) Kristi Poerwandari, Pendekatan Kualitatif Untuk Penelitian Perilaku Manusia, (Jakarta : Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi UI, 2001) MacDonald, B., Evaluating and the Control of Education, dalam Safari; Innovation, Research, and the Problem of Control, (Ed. Macdonald, B dan Walker, R), (Norwich-Bebenhassen : Safari, 1974)
Mansour Fakih, Analisis Gender dan Transformasi Sosial, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 1999) Mansour Fakih, dalam Francis Wahono, Kapitalisme Pendidikan; Antara Kompetisi dan Keadilan, (Yogyakarta : Insist Press, Cindelaras, bekerjasama dengan Pustaka Pelajar, 2001) Masri Singarimbun dan Sofian Effendi (ed.), Metode Penelitian Survai, (Jakarta : LP3ES, 1989) Max Weber, The Protestant Ethic and the Spirit of Capitalism, (New York : Scribner’s Sons, 1958) Mohamad Ali, “Pengembangan Kurikulum; Isi, Implementasi, Monitoring dan Evaluasi”, dalam Laporan Eksekutif dan Rekomendasi Kebijakan pada Lokakarya Penelaahan Makalah Kebijakan Pendidikan Nasional Badan Penelitian dan Pengembangan Pendidikan dan Bank Dunia/Dutch Trust Funds, (Jakarta, 2002) Muslim A. Kadir, Ilmu Islam Terapan, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar bekerjasama dengan STAIN Kudus, 2003) Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum; Teori dan Praktek, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2012) Nasikun, Industrialisasi, Pengembangan IPTEK dan Orientasi Pendidikan Tinggi Masa Depan, makalah dalam Seminar Bulanan P3PK UGM, Yogyakarta, 5 Januari 1995 Paulo Freire, Pedagogy of the Oppresed, (New York : Praeger, 1968) Peraturan Presiden RI Nomor 8 Tahun 2012 tentang Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia Robert N. Bellah, Tokugawa Religion; the Cultural Roots of Modern Japan, (New York : the Free Press, 1985) Said Hamid Hasan, Evaluasi Kurikulum, (Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,
Direktorat
Jenderal
Pendidikan
Tinggi,
Proyek
Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan, 1988)
Scriven, M., The Methodology of Evaluation, dalam Perspective of Curriculum Evaluation, AERA I, (Ed. Tyler, R., et. al), (Chicago : Rand McNally and Company, 1967) SK Dirjend. Dikti. Depdiknas Nomor 38/DIKTI/Kep/2002 Tentang RambuRambu Pelaksanaan Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian di Perguruan Tinggi SK Mendiknas Nomor 045/U/2002 Tentang Kurikulum Inti Pendidikan Tinggi SK Mendiknas Nomor 232/U/2000 Tentang Pedoman Penyusunan Kurikulum Pendidikan Tinggi Dan Penilaian Hasil Belajar Mahasiswa T. Raka Joni, “Memicu Perbaikan Pendidikan Melalui Kurikulum”, dalam Basis, nomor 07-08, tahun ke-49, Juli-Agustus 2000 Tanner, D, dan Tanner, LN., Curriculum Development; Theory into Practise, (New York : Macmillan Pub., 1980) Tim Broad Based Education Departemen Pendidikan Nasional, Pendidikan Berorientasi Kecakapan Hidup (Life Skill) Melalui Pendekatan Pendidikan Berbasis Luas Broad Based Education (BBE), (Jakarta : Tim Broad Based Education Departemen Pendidikan Nasional, 2002) Tyler, RW, Basic Principles in Curriculum and Instruction, (Chicago : University of Chicago Press, 1949) Zais, RS., Curriculum Principles and Foundations, (New York : Harper & Row, 1976)