Buletin Al-Islamiyah Media Kajian dan Dakwah Universitas Islam Indonesia http://alislamiyah.uii.ac.id
MEMPERTEGAS KOMITMEN KEISLAMAN DI UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA [caption id="attachment_222" align="alignleft" width="150"]
Ari Wibowo, SHI., SH., MH[/caption] Muqaddimah Universitas Islam Indonesia (UII) lahir di Jakarta pada tanggal 8 Juli 1945 atau bertepatan dengan tanggal 27 Rajab 1364 dengan nama Sekolah Tinggi Islam (STI). Para pendiri memilih tanggal tersebut tentu bukan tanpa makna. Tanggal tersebut dipilih karena bertepatan dengan peristiwa bersejarah bagi umat Islam, yaitu Isra’ dan Mi’raj Nabi Muhammad shallallâhu ‘alaihi wa sallam.[1] Isra’ dan Mi’raj merupakan peristiwa yang istimewa bagi umat Islam karena pada waktu itu Nabi Muhammad shallallâhu ‘alaihi wa sallam mendapat perintah untuk menjalankan shalat lima waktu, ibadah mahdhah yang dikatakan dalam hadits nabi sebagai “tiang agama”. Dengan demikian, STI kelak diharapkan menjadi salah satu pilar penting dalam penegakan Islam di Indonesia. STI merupakan buah dari keprihatinan para tokoh nasionalis dan agama karena Indonesia saat itu belum memiliki perguruan tinggi nasional, terlebih yang mengajarkan Islam secara mendalam. Melalui perjuangan yang didasarkan atas keikhlasan lillâhi ta’âla, kemudian terwujudlah apa yang diimpikan mereka, yaitu STI. Lambat laun STI semakin maju hingga akhirnya berubah nama menjadi UII tepatnya pada tanggal 14 Desember 1947. Secara garis besar, perubahan nama tersebut didasarkan atas pertimbangan agar STI dapat menjadi perguruan tinggi yang mengajarkan ilmu-ilmu agama secara integral dengan ilmu-ilmu umum, sehingga para pelajar tidak lagi harus belajar ke luar negeri.[2] Berkat rahmat Allâh Azza wa Jalla, kerja keras dari banyak pihak mengantarkan UII menjadi perguruan tinggi yang besar seperti yang terlihat saat ini. Dengan delapan fakultas dan lebih dari 20 program studi, UII memiliki lebih dari 18.000.000 mahasiswa dari jenjang D3, S1, S2 atau Profesi, dan S3. Tentu ini merupakan jumlah yang sangat besar jika dibandingkan ketika awal-awal berdirinya UII. Meskipun terus mengalami kemajuan, UII tidak boleh melupakan jati dirinya sebagai perguruan tinggi Islam yang diharapkan oleh para pendiri agar menjadi pionir dalam penegakan Islam di Indonesia, bukan saja Islam dalam arti simbolik namun juga Islam dalam arti substantif yang berupa nilai-nilai (values).
1 / 12
Buletin Al-Islamiyah Media Kajian dan Dakwah Universitas Islam Indonesia http://alislamiyah.uii.ac.id
Keislaman, Antara Simbol dan Substansi Berbicara keislaman, seringkali dikaitkan dengan dua hal, yaitu simbol dan substansi. Memang idealnya keislaman diwujudkan baik melalui simbol maupun substansi. Hanya saja dalam perkembangan pemikiran keislaman, terkadang terjadi kondisi yang mengharuskan untuk memilih diantara simbol dengan substansi, mana yang harus diutamankan. Diskursus pemikiran tersebut nampak kentara dalam lapangan fikih politik Islam. Secara sederhana terdapat dua aliran pemikiran dalam fikih politik Islam, yaitu aliran organik/legal-formalistik dan aliran substansialistik.[3] Aliran organik/legal-formal menghendaki agar Islam secara formal menjadi dasar dalam kehidupan politik. Sedangkan aliran substansialistik beranggapan bahwa Islam tidak perlu secara formal menjadi dasar dalam kehidupan politik, namun cukup nilai-nilai Islam dapat diterima dan mempengaruhi kehidupan politik. Tidak jarang juga simbol terlalu diutamakan, hingga mengabaikan substansinya. Sebagai contoh, Yulia Eka Putrie pernah melakukan penelitian terhadap empat masjid, yaitu Masjid Agung Jawa Tengah di Semarang, Masjid at-Tin TMII Jakarta Timur, Masjid an-Nur Kediri Jawa Timur, dan Masjid Dian al-Mahri Depok Jawa Barat. Dalam penelitian tersebut diperoleh kesimpulan bahwa bentuk simbolisasi yang paling banyak digunakan adalah simbol kejayaan Islam dan pusat peradaban Islam. Bentuk simbolisasi tersebut banyak bertentangan dengan nilai-nilai substantif dalam Islam, seperti nilai-nilai kesedarhanaan, kemanfaatan, keterbukaan, kesetaraan, kesetempatan, dan penghindaran kemudharatan.[4] Penelitian ini menunjukkan bahwa seringkali simbolisasi lebih diutamakan dan mengabaikan substansinya. Simbol terdapat pada sesuatu yang tampak, sedangkan substansi merupakan nilai-nilai yang tercermin dalam sikap dan tindakan. Nilai dapat dilihat sebagai keyakinan-keyakinan dasar yang dipegang oleh individu atau kelompok. Nilai biasanya berhubungan dengan standar yang memandu perilaku kita dan sebagai referensi untuk menilai diri kita sendiri dan orang lain.[5] Baik simbol maupun substansi sama-sama penting, namun namun jangan sampai terlalu fokus pada simbol sehingga mengabaikan substansinya. Dalam Islam, nilai merupakan standar untuk menilai suatu tindakan menjadi benar atau salah. Nilai-nilai ini diklasifikasikan menjadi beberapa aspek, yaitu sosial, moral, ekonomi dan lain sebagainya. Semua hubungan manusia selalu diatur oleh nilai-nilai Islam berdasarkan konsep al-Qur’ân dan sunnah bahwa manusia diberikan potensi yang tinggi untuk berbuat baik kepada dirinya sendiri dan masyarakat. Kehormatan di sisi Allâh yang sesungguhnya adalah jalan hidup yang benar (the way of life).[6] Hal ini sebagaimana dinyatakan dalam QS. alHujurât ayat 13 yang artinya, “Hai manusia, sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allâh ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allâh Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.” Banyak sekali nilai-nilai dalam Islam yang harus tercermin dalam perilaku setiap Muslim. Terkait dengan itu, terdapat nilai-nilai yang sangat ditekankan dalam al-Qur’ân, yaitu humanisme,
2 / 12
Buletin Al-Islamiyah Media Kajian dan Dakwah Universitas Islam Indonesia http://alislamiyah.uii.ac.id
kesopanan, integritas, kesabaran, ketabahan dan memenuhi janji.[7] Selain itu, nilai-nilai Islam juga bisa diambil dari lima sifat Nabi Muhammad shallallâhu ‘alaihi wa sallam, yakni shiddiq (jujur), amanah (dapat dipercaya), fathanah (cerdas) dan tabligh (menyampaikan kebenaran). Hossein Khanifar dkk pernah melakukan penelitian mengenai dimensi dan komponen nilai-nilai kerja Islami dalam pelayanan publik di Iran. Dalam penelitian tersebut digunakan beberapa komponen nilai-nilai kerja Islami, diantaranya kedisiplinan, tidak membuang-buang waktu, kesabaran, tanggung jawab, mementingkan kepentingan orang lain, keikhlasan, adil, kreatif, dan ketekunan.[8] Sebagai agama, Islam sungguh-sungguh mendorong manusia untuk selalu berusaha mewujudkan suatu kondisi yang lebih baik, sehingga menjadi suatu kekuatan di dunia. Untuk menciptakan kondisi tersebut, penanaman nilai-nilai Islam pada setiap insan menjadi sesuatu yang mutlak. Jika nilai-nilai Islam telah tertanam pada setiap insan, maka lambat laun akan menjelma menjadi kebudayaan Islam (islamic culture) yang kebenarannya diakui secara universal. Kiranya dakwah yang telah dilakukan oleh Nabi Muhammad Saw bisa menjadi contoh nyata dimana terjadi asimilasi antara nilai-nilai Islam dengan berbagai kebudayaan setempat yang pada akhirnya menjelma menjadi kebudayaan dunia yang dilandasi nilai-nilai Islam.[9] Demikian juga yang dilakukan oleh ulama’ di Indonesia ketika masa-masa awal penyebaran Islam di Pulau Jawa. Mereka menggunakan bahasa dan budaya setempat untuk menanamkan nilai-nilai Islam kepada masyarakat. Kemudian lambat laun menjadi adat istiadat dan saat ini bahkan menjadi bagian dari kebudayaan Indonesia.[10] Penanaman nilai-nilai Islam akan membentuk pribadi yang bermoral. Disamping itu, berbagai penelitian telah membuktikan bahwa penerapan nilai-nilai Islam dalam suatu pekerjaan juga dapat meningkatkan outcomes. Misalnya penelitian yang dilakukan oleh Wahibur Rokhman terhadap pekerja di 10 lembaga keuangan mikro Islam, di Kabupaten Demak, Jawa Tengah. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa penerapan nilai-nilai Islam dalam suatu pekerjaan dapat berdampak positif terhadap kepuasan dan komitmen keorganisasian secara signifikan. Sementara untuk omset juga memberikan dampak positif meskipun tidak signifikan.[11]
Bagaimana Komitmen Keislaman di UII ? Kata “Islam” sudah melekat pada nama UII. Ketika pertama kali memasuki gerbang utama kampus UII yang terlihat adalah bangunan masjid yang sangat megah. Semua mahasiswi terlihat menggunakan “jilbab”. Inilah sedikit gambaran yang menunjukkan bahwa secara simbolik keislaman di UII sudah nampak sangat jelas. Lantas bagaimana komitmen UII dalam menegakkan ajaran Islam yang tentunya bukan hanya secara simbolik namun juga secara substantif ? Komitmen terhadap keislaman sudah dituangkan secara eksplisit dalam Visi-Misi UII. Visi UII berbunyi, “Terwujudnya Universitas Islam Indonesia sebagai: rahmatan lil’âlamîn, memiliki komitmen pada kesempurnaan (keunggulan), risalah Islamiyah, di bidang pendidikan, penelitian, pengabdian masyarakat dan dakwah, setingkat universitas yang berkualitas di negara-negara maju.” Sementara Misi UII berbunyi, “Menegakan Wahyu Ilahi dan Sunnah Nabi
3 / 12
Buletin Al-Islamiyah Media Kajian dan Dakwah Universitas Islam Indonesia http://alislamiyah.uii.ac.id
sebagai sumber kebenaran abadi yang membawa rahmat bagi alam semesta melalui pengembangan dan penyebaran ilmu pengetahuan, teknologi, budaya, sastra, dan seni yang berjiwa Islam, dalam rangka membentuk cendekiawan muslim dan pemimpin bangsa yang bertakwa, berakhlak mulia, berilmu amaliah dan beramal ilmiah, yang memiliki keunggulan dalam keislaman, keilmuan, kepemimpinan, keahlian, kemandirian, dan profesionalisme.” Salah satu kata kunci dalam Visi-Misi di atas adalah UII sebagai rahmatan lil ‘âlamîn. Sebagaimana telah dijelaskan dalam Rencana Induk Pengembangan (RIP) UII 2008-2038 bahwa rahmatan lil ’âlamîn memiliki makna, “Kehadiran UII di tengah masyarakat dapat memberikan kemaslahatan bagi seluruh alam semesta, baik untuk manusia, makhluk yang lain maupun keserasian lingkungan. Kemaslahatan yang dimaksud memberikan manfaat dan menjauhkan kemudharatan.”[12] Bunyi Visi tersebut juga menunjukkan komitemen UII terhadap risalah islamiyah dimana UII selalu berusaha untuk mempelajari dan mengamalkan ajaran Islam secara kaffah.[13] Artinya, bukan hanya mempelajari dan mengamalkan Islam secara parsial, namun menyeluruh termasuk yang berupa nilai-nilai. Komitmen ini kembali ditegaskan dalam salah satu tujuan UII, yaitu “membentuk cendekiawan muslim dan pemimpin bangsa yang berkualitas, bermanfaat bagi masyarakat, menguasai ilmu keislaman dan mampu menerapkan nilai-nilai Islami serta berdaya saing tinggi.”[14] Komitmen keislaman UII kembali ditegaskan dalam Rencana Strategis (Renstra) 2010-2014 yang mengambil tema “Penguatan Tata Kelola, Kualitas Akademik dan Keunggulan Berbasis Nilai-Nilai Keislaman Menuju World Class University “. Sebagaimana rumusan Renstra, bahwa penanaman nilai-nilai Islam ditujukan kepada seluruh sivitas akademika UII, sehingga tidak terbatas kepada mahasiswa namun juga pegawai di semua level. Komitmen dalam penanaman nilai-nilai Islam tentu tidak terbatas pada tataran dokumen, namun juga harus benar-benar terimplementasi dalam berbagai program yang tepat sasaran.
Character Building Berdasarkan Nilai-Nilai Islam Salah satu sasaran program dalam Renstra UII 2010-2014 adalah mewujudkan peningkatan kualitas karakter mahasiswa.[15] Karakter itu sendiri dapat didefinisikan sebagai nilai-nilai kebajikan yang tertanam dalam diri dan terejawantahkan dalam perilaku. Nilai-nilai kebajikan tersebut meliputi tiga hal, yaitu mengetahui nilai kebaikan (moral knowing), mau berbuat baik (moral feeling), dan nyata berkehidupan baik (moral action). Secara koheren, karakter memancar dari hasil olah pikir, olah hati, olah rasa dan karsa, serta olah raga yang mengandung nilai, kemampuan, kapasitas moral, dan ketegaran dalam menghadapi kesulitan dan tantangan.[16] Sesungguhnya gagasan character building bukan merupakan hal baru. Namun akhir-akhir ini semakin mengemuka karena melihat kondisi bangsa Indonesia yang didera krisis moralitas, termasuk mahasiswa. Problem moral yang menjangkit mahasiswa berupa ketidakpedulian terhadap etika berpakaian dan etika pergaulan. Munculnya problem tersebut tidak dapat
4 / 12
Buletin Al-Islamiyah Media Kajian dan Dakwah Universitas Islam Indonesia http://alislamiyah.uii.ac.id
dilepaskan dari pendidikan di Indonesia yang hanya mengutamakan pada sisi akademik dan cenderung mengabaikan sisi moralitas.[17] Sebagai perguruan tinggi Islam, UII terus berupaya untuk membangun karakter yang berbasis pada nilai-nilai Islam (islamic character building). Dalam konsep Islam, karakter merupakan hasil tarik menarik antara energi positif dan negatif. Energi positif berasal dari nilai etis religius yang berfungsi sebagai sarana pemurnian, pensucian dan pembangkitan nilai-nilai kemanusiaan yang sejati (hati nurani). Sedangkan energi negatif berupa nilai-nilai amoral. Energi positif akan melahirkan insan yang berkarakter, antara lain bertaqwa, memiliki integritas dan beramal saleh. Karakter tersebut akan melahirkan sikap yang berupa personality (integritas, komitmen dan dedikasi), capacity (kecakapan) dan competency (profesional).[18] Penanaman islamic character building (ICB) di UII dilakukan melalui berbagai program, baik yang dimaksukkan sebagai mata kuliah ataupun di luar mata kuliah. Pendidikan Agama 1 dan 2 (Ibadah dan Akhlak) dimasukkan sebagai mata kuliah umum, sedangkan di luar itu ada Baca Tulis Al-Qur’ân dan Praktek Ibadah (BTAQ+PI), ONDI (Orientasi Nilai Dasar Islam), LKID (Latihan Kepemimpinan Islam Dasar), LKIM (Latihan Kepemimpinan Islam Menengah), dan LKIL (Latihan Kepemimpinan Islam Lanjut). Agar pembentukan ICB dapat berlangsung secara efektif, maka mulai tahun akademik 2008/2009, BTAQ+PI, ONDI, LKID, LKIM, dan LKIL dilaksanakan di Rusunawa (Rumah Susun Sederhana Sewa). Secara bergilir seluruh mahasiswa yang mengikuti BTAQ+PI, ONDI, LKID, LKIM, dan LKIL dikarantina di Rusunawa selama beberapa hari. Atas dasar kesadaran akan pentingnya ICB bagi mahasiswa, maka saat ini juga telah ada program kemahasiswaan yang khusus ditujukan untuk pembentukan ICB bagi mahasiswa. ICB dapat menjadi salah satu keunikan lokal (local genius) di UII sehingga dapat menjadi competitive advantage dibanding perguruan tinggi lainnya. Dengan itu, diharapkan UII dapat melahirkan lulusan yang bukan saja berpengetahuan serta berwawasan luas (broad knowledge) namun juga berakhlak mulia (noble character).[19] UII merupakan perguruan tinggi yang memadukan antara ilmu pengetahuan ilmiah dengan ilmu agama. Sebagaimana dikemukakan oleh Muhammed Hadimi, bahwa ilmu keislaman (islamic knowledge) sesungguhnya terdiri atas dua cabang, yaitu ilmu agama (religious knowledge) dan ilmu pengetahuan ilmiah (scientific knowledge). Ilmu pengetahuan ilmiah disebut dengan hikmat (wisdom). Sedangkan ilmu agama memiliki banyak cabang, dan cabang tertinggi adalah berkaitan dengan moral atau etika.[20] Seorang Muslim yang memiliki moral yang baik sekaligus ilmu pengetahuan ilmiah yang mumpuni, disebut muslim progresif (progressive muslim). Seorang Muslim yang memiliki ilmu pengetahuan ilmiah yang mumpuni, namun tidak memiliki moral yang baik, disebut Muslim tiran, regresif, bandit, atau diktator. Sementara Muslim yang tidak memiliki ilmu pengetahuan yang mumpuni dan tidak pula memiliki moral yang baik, disebut Muslim liar (savage Muslim). Lebih lanjut Muhammad Hadimi mengatakan bahwa suatu peradaban akan terbentuk manakala ada ilmu pengetahuan ilmiah dan moral yang baik.[21] Sebagaimana dikemukakan di atas, bahwa ICB tidak hanya ditujukan kepada mahasiswa namun juga pegawai di lingkungan UII. Berbagai program yang telah dilaksanakan untuk
5 / 12
Buletin Al-Islamiyah Media Kajian dan Dakwah Universitas Islam Indonesia http://alislamiyah.uii.ac.id
pegawai misalnya pengajian rutin yang masih berlangsung hingga saat ini. Kemudian untuk pimpinan juga telah diselenggarakan In House Training of Emotional and Spiritual Quotient (ESQ). In House Training of ESQ ini diselenggarakan dengan maksud agar nilai-nilai Islam dapat tertanam dari dalam (inside-out) atau atas dasar kesadaran dari dirinya, bukan atas paksaan dari luar. Dengan demikian, nilai-nilai Islam benar-benar dapat melekat pada diri setiap insan dan tidak akan mudah hilang. Sesuatu yang hadir karena paksaan biasanya tidak akan bertahan lama. Saat ini UII juga sedang dalam tahap finalisasi Buku Saku “UII’s Corporate Culture” yang nantinya akan dijadikan panduan perilaku pegawai di lingkungan UII. Buku tersebut berisi nilainilai Islam yang dibahasakan dalam bentuk perilaku. Karena banyaknya nilai-nilai Islam yang dapat diambil dari al-Qur’ân dan sunnah, maka dipilih nilai-nilai yang sejalan dengan Visi-Misi UII serta sesuai kebutuhan di lapangan. Secara garis besar, nilai-nilai tersebut adalah rahmatan lil ‘âlamîn, keunggulan (innovation) dan kesempurnaan (perfection). Ketiga nilai tersebut kemudian di-breakdown menjadi beberapa sikap, yaitu taqwa, akhlak, maslahat, profesionalisme, loyalitas, intelektual, mutu, visioner, continuous improvement, kepemimpinan, tanggung jawab, independen, teamwork, dan disiplin.[22] Dari uraian di atas, komitmen UII terhadap keislaman di lingkungan kampus kiranya patut diberikan apresiasi dan terus didukung. Namun meskipun demikian, agar setiap kebijakan -dalam hal ini terkait dengan keislaman- harus senantiasa dievaluasi. Jangan sampai program yang dilaksanakan “asal selesai” tanpa memperhatikan apakah program yang telah dilaksanakan efektif atau tidak. Seringkali kita terjebak kepada rutinitas, sehingga efektifitas menjadi terlupakan. Sebagai perguruan tinggi Islam, UII hendaknya bisa menjadi model penerapan nilai-nilai Islam di kampus. Jangan sampai Islam yang melekat pada nama UII hanya sebagai identitas belaka. Peran UII menjadi sangat krusial di tengah banyaknya umat Islam yang sudah banyak meninggalkan nilai-nilai Islam, smentara orang-orang non-Muslim justru mengamalkannya. Belum lama ini, Scheherazade S. Rehman dan Hossein Askari melakukan penelitian terhadap 208 negara dan memberikan ranking sesuai dengan peringkat negara yang paling banyak menerapkan nilai-nilai Islam. Dari hasil penelitian yang dipublikasikan dalam Global Economy Journal menunjukkan bahwa negara-negara dengan penduduk Muslim minoritas justru lebih Islami dari negara-negara yang mengklaim dirinya sebagai negara Islam. Di peringkat pertama dan kedua adalah New Zealand dan Luxembourg. Indonesia sendiri yang merupakan negara dengan penduduk Islam terbesar hanya ada di peringkat 140.[23] Terlepas dari parameter yang digunakan, hasil penelitian tersebut hendaknya dijadikan suatu otokritik untuk umat Islam. Hasil penelitian tersebut sesuai dengan kegelisahan yang pernah dirasakan Muhammad Abduh, seorang ulama’ pembaharu dari Mesir. Ia yang pernah mengatakan: “Saya melihat muslim di Timur, namun tidak melihat Islam di sana. Sebaliknya saya tidak melihat muslim di Barat, namun saya melihat Islam di sana.” Andai saja Muhammad Abduh masih hidup, maka jangan sampai ia mengatakan: “Saya melihat muslim di UII, namun tidak melihat Islam di sana. Sebaliknya saya tidak melihat muslim di perguruan tinggi lain, namun saya melihat Islam di sana.” Na’udzubillâh, tentu itu tidak pernah kita inginkan.
6 / 12
Buletin Al-Islamiyah Media Kajian dan Dakwah Universitas Islam Indonesia http://alislamiyah.uii.ac.id
Ikhtitâm Penanaman nilai-nilai Islam dalam kehidupan kampus merupakan sebuah langkah awal untuk membangun kebudayaan Islam di Indonesia. Segala upaya yang dilakukan UII untuk menanamkan nilai-nilai Islam terhadap seluruh sivitas akademika selain sebagai amal sholih, juga merupakan peran aktif UII dalam membangun kebudayaan Islam di Indonesia yang semakin lama terkikis oleh arus masuknya pengaruh budaya barat yang tak terkendali. Penanaman nilai-nilai Islam tentunya harus terprogram dan selalu dilakukan evaluasi terkait dengan efektifitasnya. Butuh waktu yang panjang untuk menjadikan nilai-nilai Islam sebagai kebudayaan, sehingga diperlukan kesabaran, konsistensi dan komitmen bersama dari seluruh sivitas akademika. Selain itu, yang tidak kalah pentingnya, perlu ada uswah hasanah dari para pimpinan karena salah satu kunci keberhasilan Nabi Muhammâd shallallâhu ‘alaihi wa sallam dalam membangun peradaban Islam adalah “keteladanan”. Penanaman nilai-nilai Islam tidak lantas menyepelekan keberadaan simbol Islam. Simbol juga memegang peranan yang penting untuk syi’ar. Buktinya Nabi Muhammad shallallâhu ‘alaihi wa sallam ketika hijrah ke Madinah, pertama kali yang dilakukan adalah membangun masjid dan setelah itu baru menyentuh aspek-apek lain seperti mempersatukan antara kaum Anshor dan Muhajirin, mengatur hubungan kaum mislimin dengan non-muslimin dan lain sebagainya. Dengan menyentuh semua aspek dalam Islam baik yang bersifat simbolik maupun substantif, berarti UII akan menuntun sivitas akademika untuk mengamalkan Islam secara kaffah.[]
Marâji’ Budimansyah, Dasim dkk. 2010. Model Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi; Penguatan PKn, Layanan Bimbingan Konseling dan KKN Tematik di Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia. Cox dan Parkinson, dikutip oleh Hossein Khanifar dkk. 2011. “Identifying the Dimensions and Components of Islamic Work Values (IWV) for Public services sector of Iran”. European Journal of Social Sciences. Vol. 22. Draf Buku Saku “UII’s Corporate Culture; Beahaviour Guidance of UII Employment”. Faizi, Waqar-un-Nisa, dkk. 2010. “The Role of Different Factors in the Promotion of Islamic Values among the Students of Secondary Level In Karachi, Pakistan”. International Journal of Academic Research in Business and Social Sciences. Vol. 1. No. 3. Hamid, Edy Suandi. 2009. “Local Genius dan Nilai-Nilai Ke-UII-an”. Makalah disampaikan dalam Lokakarya Local Genius. di Wisma Joglo, Yogyakarta.
7 / 12
Buletin Al-Islamiyah Media Kajian dan Dakwah Universitas Islam Indonesia http://alislamiyah.uii.ac.id
Hadimi, Muhammad. 2001. Ethics of Islam, Third Edition. Istambul: Hakikat Kitabevi. Muhsin, Djauhari dkk. 2006. Sejarah dan Dinamika Universitas Islam Indonesia, Cetakan Kelima. Yogyakarta: Badan Wakaf UII. Rencana Induk Pengembangan (RIP) Universitas Islam Indonesia 2008-2038. Rencana Strategis Universitas Islam Indonesia 2010-2014. Rehman, Scheherazade S. dan Hossein Askari. 2010. “How Islamic are Islamic Countries?”. Global Economy Journal, Vol. 10. Iss. 2, Art. 2. Rokhman, Wahibur. 2010. “The Effect of Islamic Work Ethics on Work Outcomes”. Electronic Journal of Business Ethics and Organization Studies. Vol. 15. No.1. Statuta Universitas Islam Indonesia 2009. Tobroni, “Pendidikan Karakter dalam Perspektif Islam”, tersedia dalam http://tobroni.staff.umm.ac.id/2010/11/24/pendidikan-karakter-dalam-perspektif-islampendahulan/, diakses pada tanggal 18 April 2012. Widyastini. 2004. “Nilai-Nilai Islam dalam Kebudayaan Indonesia; Kajian Filsafat Yusdani. 2011. Fiqh Politik Muslim; Doktrin, Sejarah dan Pemikiran. Yogyakarta: Amara Books. Zuchdi, Darmiyati dkk. 2010. Pendidikan Karakter dengan Pendekatan Komprehensif; Terintegrasi dalam Perkuliahan dan Pengembangan Kultur Universitas. Yogyakarta: UNY Press.
* Calon Dosen Tetap Fakultas Hukum, Universitas Islam Indonesia dan Mantan Staf Badan Perencana, Universitas Islam Indonesia. Gelar sarjana SHI diraih di FIAI UII, SH dan MH di FH UII
[1] Djauhari Muhsin, dkk., Sejarah dan Dinamika Universitas Islam Indonesia, Cetakan Kelima
8 / 12
Buletin Al-Islamiyah Media Kajian dan Dakwah Universitas Islam Indonesia http://alislamiyah.uii.ac.id
(Yogyakarta: Badan Wakaf UII, 2006), hlm. 34.
[2] Ibid., hlm. 41.
[3] Yusdani, Fiqh Politik Muslim; Doktrin, Sejarah dan Pemikiran (Yogyakarta: Amara Books, 2011), hlm. 61.
[4] Yulia Eka Putrie, “Kontradiksi Simbol dan Substansi Nilai Islam dalam Arsitektur Masjid”, Jurnal El-Qudwah, Vol. 4 (2010), Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim, Malang, hlm. 11-12.
[5] Cox dan Parkinson, dikutip oleh Hossein Khanifar dkk, “Identifying the Dimensions and Components of Islamic Work Values (IWV) for Public services sector of Iran”, European Journal of Social Sciences, Vol. 22, Number 2 (2011), hlm. 247.
[6] Waqar-un-Nisa Faizi dkk., “The Role of Different Factors in the Promotion of Islamic Values among the Students of Secondary Level In Karachi, Pakistan”, International Journal of Academic Research in Business and Social Sciences, Vol. 1, No. 3 (Oktober, 2011), hlm. 221.
[7] Ibid., hlm. 222.
9 / 12
Buletin Al-Islamiyah Media Kajian dan Dakwah Universitas Islam Indonesia http://alislamiyah.uii.ac.id
[8] Hossein Khanifar dkk, Op. Cit., hlm. 251.
[9] Widyastini, “Nilai-Nilai Islam dalam Kebudayaan Indonesia; Kajian Filsafat Nilai”, Jurnal Filsafat, Vol. 37, No. 2 (Agustus 2004), Universitas Gadjah Mada, hlm. 122.
[10] Ibid., hlm. 130.
[11] Wahibur Rokhman, “The Effect of Islamic Work Ethics on Work Outcomes”, Electronic Journal of Business Ethics and Organization Studies, Vol. 15, No. 1 (2010), hlm. 25.
[12] Lihat Rencana Induk Pengembangan (RIP) Universitas Islam Indonesia 2008-2038, hlm. 11.
[13] Ibid.
[14] Lihat Pasal 8a Statuta Universitas Islam Indonesia 2009.
10 / 12
Buletin Al-Islamiyah Media Kajian dan Dakwah Universitas Islam Indonesia http://alislamiyah.uii.ac.id
[15] Lihat Rencana Strategis Universitas Islam Indonesia 2010-2014, hlm. 17.
[16] Dasim Budimansyah, dkk., Model Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi; Penguatan PKn, Layanan Bimbingan Konseling dan KKN Tematik di Universitas Pendidikan Indonesia (Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia, 2010), hlm. 2.
[17] Darmiyati Zuchdi, dkk, Pendidikan Karakter dengan Pendekatan Komprehensif; Terintegrasi dalam Perkuliahan dan Pengembangan Kultur Universitas (Yogyakarta: UNY Press, 2010), hlm. 1-2.
[18] Tobroni, “Pendidikan Karakter dalam Perspektif Islam”, tersedia dalam http://tobroni.staff.umm.ac.id/2010/11/24/pendidikan-karakter-dalam-perspektif-islampendahulan/, diakses pada tanggal 18 April 2012.
[19] Edy Suandi Hamid, “Local Genius dan Nilai-Nilai Ke-UII-an”, Makalah disampaikan dalam Lokakarya Local Genius, 3 Februari 2009 di Wisma Joglo, Yogyakarta, hlm. 2.
[20] Muhammad Hadimi, Ethics of Islam, Third Edition (Istambul: Hakikat Kitabevi, 2001), hlm. 4.
[21] Ibid.
11 / 12
Buletin Al-Islamiyah Media Kajian dan Dakwah Universitas Islam Indonesia http://alislamiyah.uii.ac.id
[22] Lihat Draf Buku Saku “UII’s Corporate Culture; Beahaviour Guidance of UII Employment”.
[23] Scheherazade S. Rehman dan Hossein Askari, “How Countries?”, Global Economy Journal, Vol. 10 [2010], Iss. 2, Art. 2.
Islamic
are
Islamic
12 / 12 Powered by TCPDF (www.tcpdf.org)