MEMBERDAYAKAN MADRASAH
PENGAWAS
MEMBERDAYAKAN PENGAWAS MADRASAH BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Guru dalam mengemban tugas mulianya senantiasa membutuhkan motivator yang mampu memberikan solusi yang tepat untuk mengatasi problema pembelajaran di kelas. Untuk itu diperlukan figur supervisor yang kapabel dalam bidang pendidikan. Pentingnya adalah peranan pengawas madrasah dalam meningkatkan kinerja guru agar mewujudkan pengajaran yang efektif. Ada tiga strategi utama yang dapat ditempuh yaitu :[1] 1. Mengupayakan agar guru lebih bersungguh-sungguh dan bekerja lebih keras serta bersemangat dalam mengajar. 2. Mengupayakan agar sistem pengajaran ditata sedemikian rupa sehingga berlaku prinsip belajar tuntas, yaitu guru harus berupaya agar murid benar-benar menguasai apa yang telah diajarkan dan tidak begitu saja melanjutkan pengajaran ketingkat yang lebih tinggi jika murid belum tuntas penguasaannya. 3. Berkaitan dengan butir (1) di atas, perlu diupayakan agar terdapat “pessure” terhadap guru untuk mencapai tujuan pengajarannya, yang disertai dengan”support” yang memadai bagi keberhasilan tugasnya. Kinerja guru adalah kemampuan yang ditunjukkan oleh guru dalam
melaksanakan tugas atau pekerjaannya. Kinerja dikatakan baik dan memuaskan apabila tujuan yang dicapai sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.[2]Keberhasilan pendidikan sangat ditentukan oleh kualitas kinerja guru sebagai tolok ukur dalam pengelolaan peserta didik di madrasah. Peran kepala Madrasah dan pengawas sangat strategis dalam memberikan motivasi dan suport dalam meningkatkan kualitas kinerja guru. BAB II PEMBAHASAN 1. Pengertian Supervisi Supervisi secara etimologi berasal dari kata “super” dan “visi” yang mengandung arti melihat dan meninjau dari atas atau menilik dan menilai dari atas yang dilakukan oleh pihak atasan terhadap aktivitas, kreativitas dan kinerja bawahan. [3] Menurut M. Ngalim Purwanto, supervisi adalah suatu aktivitas pembinaan yang direncanakan untuk membantu para guru dan pegewai sekolah lainnya dalam melakukan pekerjaan mereka secara efektif.[4] Sedangkan menurut Wiles yang dikutip oleh Soekarto Indrafachrudi bahwa arti supervisi sebagai berikut: “Supervision is a service activity that exists to help teachers do their job better.”[5] Menurut Suharsimi Arikunto, supervisi diartikan sebagai kegiatan yang dilakukan oleh pengawas dan kepala sekolah sebagai pejabat yang berkedudukan di atas—atau lebih tinggi dari guru—untuk melihat atau mengawasi pekerjaan guru.[6] Supervisi merupakan aktivitas pengawas dan kepala sekolah untuk memberikan bantuan berupa bimbimngan dan dorongan kepada guru-guru dan personil sekolah lainnya dalam
mencapai tujuan pendidikan.
2. Pengertian Pengawas Madrasah Definisi pengawas sekolah menurut Permendiknas No.12 Tahun 2007 berbeda sedikit dengan Kepmenpan No.118 Tahun 1996. Menurut Permendiknas tersebut, pengawas sekolah adalah guru yang diangkat dan diberi tugas, tanggung jawab dan wewenang secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk melakukan pengawasan pendidikan di sekolah dengan melaksanakan penilaian dan pembinaan dari segi teknis pendidikan dan administrasi pada satuan pendidikan prasekolah, sekolah dasar dan sekolah menengah.[7] Sedangkan menurut PP Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP) juga menegaskan kriteria pengawas satuan pendidikan adalah berstatus sebagai guru sekurang-kurangnya delapan tahun atau kepala sekolah sekurang-kurangnya empet tahun pada jenjang pendidikan yang sesuai dengan satuan pendidikan yang diawasi, memiliki sertifikat pendidikan fungsional sebagai pengawas satuan pendidikan, serta telah lulus seleksi pengawas satuan pendidikan.[8] 1. Orientasi Supervisi Salah satu faktor penting dalam mempengaruhi kesuksesan pembinaan guru adalah orientasi supervisi yang tepat. Glickman mengemukakan tiga orientasi supervisi yang diterapkan oleh supervisor dalam melakukan supervisi yakni pendekatan direktif, pendekatan kolaboratif, dan pendekatan nondirektif.[9] 1. Orientasi Supervisi Direktif Supervisi
ini
yang
menonjol
dari
supervisor
adalah
demonstrating, directing, standizing, dan Tanggungjawab lebih banyak pada supervisor.
reinforcing.
2. Orientasi Supervisi Kolaboratif Perilaku yang menonjol dari supervisor adalah presenting, problem solving, dan negotiating. Tugas supervisor mendengarkan dan memperhatikan dengan cermat keprihatinan guru terhadap perbaikan mengajarnya dan gagasan guru untuk mengatasi masalah. Supervisor minta penjelasan guru apabila ada hal kurang dipahami, kemudian mendorong guru untuk mengaktualisasikan inisiatif pemikirannya untuk memecahkan masalah untuk meningkatkan pembelajaran. Pendekatan kolaboratif ini merupakan salah satu pendekatan yang paling disukai guru.[10] 3. Orientasi Supervisi Nondirektif Supervisor berperan mendengarkan, mendorong, atau membangkitkan kesadaran sendiri dan pengalamanpengalaman guru diklasifikasikan. Tanggungjawab supervisi lebih banyak di pihak guru. H.M Sulthon mengutip Glickman berpendapat bahwa 3 orientasi supervisi pendidikan dapat dikaji melalui 10 indikator perilaku supervisor yaitu : meliputi : (1) memberikan pengutan terhadap perilaku guru, (2) memberikan standar untuk pengembangan prilaku guru, (3) memberikan pengarahan tindakan kepada guru, (4) mendemonstrasikan keterampilan mengajar tertentu kepada guru, (5) melakukan negoisasi kepada guru dalam pelaksanaan supervisi, (6) memecahkan masalah yang dihadapi guru, (7) menunjukkan ide tentang apa dan bagaimana informasi akan dapat dikumpulkan, (8) membesarkan hati guru, (9) mengklarifikasi permasalahan yang dihadapi guru, dan (10) mendengarkan keluhan permasalahan guru.[11]
2. Fungsi Supervisi Perkembangan mutakhir tentang supervisi dikemukakan oleh Segiovanni yang menyatakan bahwa supervisi bukan hanya dilakukan oleh pejabat yang sudah ditunjuk tetapi oleh seluruh personel yang ada di sekolah ( by the entire school staffs ).[12] Berpijak pengertian di atas, ada tiga fungsi supevisi yaitu :[13] 1. Fungsi meningkatkan mutu pembelajaran 2. Fungsi memicu unsur yang terkait dengan pembelajaran 3. Fungsi membina dan memimpin Dengan demikian supervisi suatu keharusan untuk diaplikasikan pendidikan termasuk madrasah sebagai dan perbaikan secara kontinue dalam pendidikan madrasah.
pendidikan merupakan pada sebuah lembaga realisasi pencerahan mensukseskan program
5. Tipe-tipe Supervisi Jika dikaitkan dengan dengan paradigma lama bahwa supervisi merupakan aktivitas yang dilaksanakan oleh atasan yang berperan sebagai pemimpin dan pembimbing, maka tipe-tipe kepengawasan tidak lepas dari tipe-tipe kepemimpinan. Menurut Suharsimi Arikunto ada 5 tipe supervisi yaitu :[14] 1. Tipe Inspeksi Dalam bentuk inspeksi supervisi merupakan ativitas menginspeksi guru atau bawahan yang menjadi kewenangan inspektur. Inspeksi dilaksanakan bukan menolong guru, tetapi untuk meneliti/mengawasi apakah guru atau bawahan menjalan instruksi atasan atau tidak. 2. Tipe Laisses Faire
Pengawasan tipe ini tidak konstruktif, membiarkan guru-guru atau bawahan bekerja tanpa diberi petunjuk atau bimbingan, mereka bekerja menurut kehendak sendiri. 3. Tipe Coersive Dalam kepengawasan ini pengawas bersifat memaksakan segala sesuatu yang dianggap benar dan baik menurut pendapat sendiri. Guru harus mengikuti petunjuk yang dianggap benar menurut supervisor. 4. Tipe Training and Guidance Tipe supervisi ini berpandangan bahwa pendidikan itu merupakan suatu proses pertumbuhan dan bimbingan. Dan orang-orang yang diangkat guru pada umumnya telah mendapat pendidikan pre-service di sekolah guru. Karena itu supervisi dilaksanakan untuk melatih dan memberi bimbingan kepada guru dalam tugas pekerjaannya. 5. Tipe Demokratis Supervisi merupakan kepemimpinan pendidikan secara kooperatif, supervisi bukan dipegang oleh seorang petugas, tetapi merupakan pekerjaan yang dikoordinasikan. Tanggungjawab dibagikan kepada para anggota sesuai tingkat keahlian dan kecakapan masing-masing. 6. Prinsip-prinsip Supervisi Program supervisi berprinsip kepada proses pembinaan guru yang menyediakan motivasi yang kaya bagi pertumbuhan kemampuan profesionalnya dalam mengajar.[15] Menurut Jerry H. Makawimbang, secara sederhana prinsip-prinsip supervisi sebagai berikut :[16] 1. Supervisi hendaknya memberikan rasa aman kepada pihak yang disupervisi
2. Supervisi hendaknya bersifat konstruktif dan kreatif 3. Supervisi hendaknya realistis didasarkan pada keadaan dan kenyataan sebenarnya 4. Kegiatan supervisi hendaknya terlaksana dengan sederhana 5. Dalam pelaksanaan supervisi hendaknya terjalin hubungan profesional, bukan didasarkan atas hubungan pribadi 6. S u p e v i s i h e n d a k n y a d i d a s a r k a n p a d a k e m a m p u a n , kesanggupan, kondisi dan sikap pihak yang disupervisi 7. Supervisi harus menolong guru agar senantiasa tumbuh sendiri tidak tergantung pada kepala sekolah.
prinsip
Menurut Suharsimi Arikunto, prinsipsupervisi sebagai berikut:[17]
1. supervisi bersifat memberikan bimbingan dan memberikan bantuan kepada guru dan staf sekolah untuk mengatasi masalah dan mengatasi kesulitan, dan bukan mencari-cari kesalahan. 2. Pemberian bantuan dan bimbingan secara langsung, artinya bahwa bimbingan dan bantuan tersebut tidak diberikan secara langsung tetapi harus diupayakan agar pihak yang bersangkutan tanpa dipaksa atau dibukakan hatinya dapat merasa sendiri serta sepadan dengan kemampuan untuk dapat mengatasi sendiri. 3. Apabila pengawas atau kepala sekolah merencanakan akan memberikan saran atau umpan balik, sebaiknya disampaikan sesegera mungkin agar tidak lupa. 4. Kegiatan supervisi sebaiknya dilaksanakan secara berkala misalnya 3 bulan sekali, bukan menurut minat atau kesempatan yang dimiliki oleh pengawas atau kepala sekolah. 5. Suasana yang terjadi selama supervisi berlangsung hendaknya mencerminkan adanya hubungan yang baik antara supervisor dengan yang disupervisi. 6. U n t u k m e n j a g a a g a r a p a y a n g d i l a k u k a n d a n yang ditemukan tidak hilang atau terlupakan , sebaiknya supervisor membuat catatan singkat berisi hal-hal
penting yang diperlukan untuk membuat laporan. Menurut Soekarto Indrafachrudi, bahwa prinsip supervisi ada prinsip negatif dan prinsip positif. Prinsip positif adalah prinsip yang patut diikuti, yaitu:[18] 1. Supervisi dilaksanakan secara demokratis dan kooperatif 2. Supervisi bersifat kreatif dan konstruktif 3. Supervisi harus scientific dan efektif 4. Supervisi harus dapat memberi rasa aman pada guru 5. Supervisi harus berdasarkan kenyataan 6. Supervisi harus memberi kesempatan kepada supervisor dan guru untuk mengadakan self evaluation. 7. Tujuan Supervisi Supervisi pendidikan bertujuan menghimpun informasi atau kondisi nyata pelaksanaan tugas pendidik dan tenaga kependidikan sesuai dengan tugas pokoknya sebagai dasar untuk melakukan pembinaan dan tindak lanjut perbaikan kinerja belajar siswa.[19]
tujuan
Secara operasional dapat dikemukakan beberapa konkrit dari supervisi pendidikan yaitu:[20]
1. Meningkatkan mutu kinerja guru 1.1 membantu guru dalam memahami tujuan pendidikan dan apa peran sekolah dalam mencapai tujuan tersebut. 1.2 Membantu guru dalam melihat secara lebih jelas dalam memahami keadaan dan kebutuhan siswanya. 1.3 Membentuk moral kelompok yang kuat dan mempersatukan guru dalam satu tim yang efektif, bekerja sama secara akrab dan bersahabat saling menghargai satu dengan lainnya. 1.4 Meningkatkan kualitas pembelajaran meningkatkan prestasi belajar siswa.
yang pada akhirnya
1.5 Meningkatkan kualitas pengajaran guru baik itu dari segi strategi, keahlian dan alat pengajaran. 1.6 Menyedikan sebuah sistem yang berupa penggunaan teknologi yang dapat membantu guru dalam pengajaran. 1.7 Sebagai salah satu dasar pengambilan keputusan bagi kepala sekolah untuk reposisi guru. 2. meningkatkan keefektifan kurikulum sehingga berdaya guna dan terlaksana dengan baik. 3. Meningkatkan keefektifan dan keefesiensian sarana dan prasana yang ada untuk dikelola dan dimanfaatkan dengan baik sehingga mampu mengoptimalkan keberhasilan siswa. 4. Meningkatkan kualitas pengelolaan sekolah khususnya dalam mendukung terciptanya suasana kerja yang optimal yang selanjutnya siswa dapat mencapai prestasi belajar sebagaimana yang diharapkan. Dengan demikian, tujuan umum supervisi pembelajaran adalah untuk mengembangkan situasi pembelajaran yang lebih baik melalui pembinaan dan peningkatan profesi mengajar; melalui supervisi pembelajaran diharapkan kualitas pengajaran guru semakin meningkat baik dalam mengembangkan kemampuan, yang selain ditentukan oleh tingkat pengetahuan dan ketrampilan mengajar seorang guru, juga peningkatan komitmen, kemauan dan motivasi guru.[21] Supervisi bertujuan mengembangkan situasi kegiatan pembelajaran yang lebih baik ditujukan pada pencapaian tujuan pendidikan sekolah, membimbing pengalaman mengajar guru, menggunakan alat pembelajaran modern, dan membantu guru dalam menilai kemajuan peserta didik.[22] 8. Teknik-teknik Supervisi Pendidikan Supervisi merupakan aktivitas yang bersifat membina dan membantu guru sehingga tercipta situasi dan kondisi yang mendukung tercapainya tujuan
itu. Usaha membantu meningkatkan dan mengembangkan potensi sumberdaya guru dapat dilaksanakan dengan berbagai macam alat (device) dan teknik supervisi.[23] Alat dan teknik supervisi dapat digolongkan menjadi dua macam alat/teknik, yaitu teknik yang bersifat individual, yaitu teknik yang dilaksanakan untuk seorang guru, dan teknik yang bersifat kelompok yaitu teknik yang dilaksanakan untuk melayani lebih dari satu orang.[24]
Teknik supervisi yang dimaksud adalah cara-cara yang digunakan dalam kegiatan supervisi.[25] Penulis akan memaparkan secara ringkas teknik-teknik supervisi sebagai berikut : 1. Teknik yang bersifat individual
1.1
Perkunjungan kelas
Kunjungan kelas adalah kunjungan yang dilakukan oleh pengawas atau kepala sekolah ke sebuah kelas, baik ketika kegiatan sedang berlangsung untuk melihat guru yang sedang mengajar, ataupun ketika kelas sedang kosong, atau berisi siswa tetapi guru sedang tidak mengajar. 1.2
Observasi kelas
Observasi kelas adalah kunjungan supervisor baik pengawas maupun kepala sekolah ke sebuah kelas dengan maksud untuk mencermati suatu peristiwa atau situasi yang berlangsung di kelas. 1.3
Percakapan pribadi
Adam dan Dickey mengatakan bahwa salah satu alat penting dalam supervisi adalah individual conference, sebab soerang
supervisor dapat bekerja secara individual dengan guru dalam memecahkan masalah yang berhubungan dengan mengajar misalnya penggunaan alat-alat pelajaran, penentuan dan penggunaan metode mengajar dan sebagainya.[26] 1.4
Inter-visitasi
1.5
Penyeleksi berbagai sumber materi untuk mengajar
1.6
Menilai diri sendiri.[27] 2. Teknik-teknik yang Bersifat Kelompok.[28]
2.1
Pertemuan Orientasi bagi Guru Baru
2.2
Panitia Penyelenggara
2.3
Rapat Guru
2.4
Studi Kelompok Antarguru
2.5
Diskusi Sebagai Proses Kelompok
2.6
Tukar Menukar Pengalaman
2.7
Lokakarya (Workshop)
2.8
Diskusi Panel
2.9
Seminar
2.10
Simposium
2.11
Demonstrasi Mengajar
2.12
Perpustakaan Jabatan
2.13
Buletin Supervisi
2.14
Membaca Langsung
2.15
Mengikuti Kursus
2.16
Organisasi Jabatan
2.17
Laboratorium Kurikulum
B. Konsep Kinerja Guru 1. Pengertian Kinerja Guru Kinerja berarti cara, prilaku dan kemampuan kerja.[29] Kinerja adalah performance atau unjuk kerja. Kinerja dapat pula diartikan prestasi kerja atau pelaksanaan kerja atau hasil unjuk kerja.[30] Menurut Payamman J. Simanjuntak, kinerja adalah tingkat pencapaian hasil atas pelaksanaan tugas tertentu.[31] Menurut Abdullah Munir mendefinisikan kinerja sebagai gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/program/kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi, dan visi lembaga.[32] Kinerja guru adalah kemampuan yang ditunjukkan oleh guru dalam melaksanakan tugas atau pekerjaannya.[33] Berkaitan dengan kinerja guru, wujud prilaku yang dimaksud adalah kegiatan guru dalam proses pembelajaran, yaitu bagaimana seorang guru merencanakan pembelajaran, melaksanakan kegiatan pembelajaran, dan menilai hasil belajar.[34] Dalam institusi pendidikan, kinerja guru merupakan titik puncak dari tiga bagian penting yang saling berhubungan yaitu ketrampilan, upaya sifat keadaan, dan kadaan eksternal, tidak terlepas dari penilaian pihak internal maupun eksternal dalam mengukur keberhasilan madrasah dalam mencapai tujuan pendidikan. Kriteria kinerja guru, menurut Castetter, sebagaimana dikutip E. Mulyasa, ada empat yitu 1). karakteristik individu, 2). Proses, 3). Hasil, dan 4). Kombinasi antara karakter individu, proses dan hasil.[35]
Kinerja atau unjuk kerja dalam konteks profesi guru adalah kegiatan yang meliputi perencanaan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran/KBM, dan melakukan penilaian hasil belajar.[36] 1. Indikator-indikator Kinerja Guru Menurut Abd. Wahab H.S. dan Umiarso dalam buku, “Kepemimpinan Pendidikan dan Kecerdasan Spiritual”, bahwa indikator kinerja guru meliputi antara lain :[37] 1. Kemampuan membuat perencanaan dan persiapan mengajar. 2. Penguasaan materi yang akan diajarkan kepada siswa. 3. Penguasaan metode dan strategi mengajar.
tiga hal
Menurut Asep Saefullah penting bagi seorang guru yaitu:[38]
ada
Pertama, berusaha mengesampingkan egoisme pribadi. Kedua, mempriotaskan penghargaan (reward) dari pada hukuman (punishment). Ketiga, menciptakan situasi belajar yang menyenangkan. 4. Pemberian tugas-tugas kepada siswa. 5. Kemampuan mengelola kelas. 6. Kemampuan melakukan penilaian dan evaluasi.
2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Guru Guru merupakan ujung tombak dalam pencapaian tujuan pendidikan di sekolah. Guru dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya tidak lepas dari pengaruh faktor internal maupun faktor eksternal yang membawa perubahan kinerja guru.
Beberapa faktor yang mempengaruhi kinerja guru antara lain :[39] 1. Kepribadian dan dedikasi Kepribadian adalah suatu yang abstrak yang dapat dilihat dari gejala lahir yang tampak seperti penampilan, tindakan, ucapan cara berpakaian, dan dalam menghadapi persoalan. Kepribadian merupakan citra seorang guru yang sangat berpengaruh terhadap interaksi dengan siswa. Hakekat guru sebagaimana dikemukakan oleh Dikti yang dikutip oleh H. M. Sulthon, sebagai berikut :[40] (1) guru adalah pendidik, (2) guru berperan sebagai pemimpin dan pendukung nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat, (3) guru berperan sebagai fasilitator belajar bagi peserta didik, (4) guru turut bertanggungjawab atas tercapainya hasil belajar peserta didik, (5) guru menjadi teladan dan menjaga nama baik lembaga, profesi dan kedudukan sesuai dengan kepercayaan yang diberikan kepadanya, (6) guru bertanggung jawab secara profesional untuk terus menerus meningkatkan kemampuannya, dan (7) guru merupakan agen pembaharuan. 2. Pengembangan Profesi Pengembangan profesi guru merupakan hal yang harus diperhatikan guna mengantisipasi perubahan dan tuntutan profesional. Profesinalisme guru harus sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Profesi memerlukan persyaratan khusus antara lain :[41] 1) Menuntut adanya ketrampilan yang berdasarkan konsep dan teori ilmu pengetahuan yang mendalam. 2) Menekankan pada suatu keahlian dalam bidang tertentu sesuai dengan bidang profesinya.
3) Menuntut adanya tingkat pendidikan keguruan yang memadai. 4) Adanya kepekaan terhadap dampak kemasyarakatan dari pekerjaan yang dilaksanakannya. 5) Memungkinkan perkembangan sejalan dengan dinamika kehidupan. Beberapa prinsip yang dapat dijadiakan landasan pengembaangan kecerdasan emosional dan sosial dalam pembinaan profesi guru dan pengembangan semangat guru agar mencapai pembinaan yang optimal. Prinsip-prinsip tersebut sebagai berikut :[42] 1. Bekerjalah dengan niat yang baik. 2. Berpeganglah pada keyakinan, bahwa semua orang termasuk diri kita memiliki kelebihan dan kekurangan. 3. Bangunlah integritas dan kepercayaan dalam diri anda. 4. Teladan adalah kepemimpinan yang baik. 5. Utamakan kebersamaan dalam berbagai hal. 6. Bersikaplah terbuka terhadap kritik dan perubahan. 7. Mengalah bukan berarti kalah. 8. Tunjukkan tanggungjawab anda. 9. Segalanya berbicara dan memberikan pengaruh. 10. Akuilah setiap usaha guru. 11. Jagalah kumunitas tetap berjalan ( dan tumbuh ). 12. Tumbuhkan keyakinan yang kuat terhadap guru mengenai 13. 14. 15. 16.
pekerjaan mereka. Jika layak dikerjakan maka layak pula dirayakan. Jadilah pemimpin yang adil bijaksana dan lillahi taala. Pastikan bahwa kondisi diri anda lebih baik dari pada kemarin. Kemampuan Mengajar
Kompetensi guru merupakan kesanggupan dalam mengelola proses pembelajaran, yang meliputi kemampuan dalam perencanaa, pelaksanaan dan evaluasi pembelajaran, menganalisis, menyusun program perbaikan dan
pengayaan, serta program bimbingan dan konseling. Menurut Crow and Crow yang dikutip oleh Hamzah B. Uno, kemampuan guru dalam melaksanakan pembelajaran meliputi :[43] 1. 2. 3. 4. 5.
Penguasaan subject matter yang akan diajarkan Keadaan fisik dan kesehatannya Sifat-sifat pribadi dan kontrol emosinya Memahami sifat hakikat dan perkembangan manusia Pengetahuan dan kemampuannya untuk menerapkan prinsipprinsip belajar. 6. Kepekaan dan aspirasinya terhadap perbedaan-perbedaan kebudayaan, agama dan etnis. 7. Minatnya terhadap perbaikan profesional dan pengayaan kultural yang terus-menerus dilakukan. 8. Hubungan dengan Masyarakat Kemampuan guru membawa diri yang positif akan mempengaruhi penilaian masyarakat terhadap guru. Guru harus bertindak sesuai norma masyarakat responsif, komunikatif, toleran dan menghargai pendapat mereka. Hal dapat dilakukan guru dalam mendukung hubungan sekolah dengan masyarakat antara lain : (1) membantu sekolah dalam melaksanakan teknik-teknik hubungan sekolah dengan masyarakat melalui : (a) guru hendaknya selalu berpartisipasi dalam lembaga dan organisasi di masyarakat. (b) guru hendaknya membantu memecahkan masalah yang timbul dalam masyarakat. (2) Membuat dirinya lebih baik lagi dalam masyarakat melalui penyesuaian diri dengan adat istiadat masyarakat karena guru adalah tokoh milik masyarakat. Tingkah laku guru di sekolah dan di masyarakat menjadi panutan masyarakat. Pada posisi tersebut guru menjaga prilaku yang prima. Apabila masyarakat mengetahui bahwa guru-guru sekolah tertentu dapat dijadikan teladan di masyarakat, masyarakat akan percaya pada sekolah dan pada akhirnya masyarakat
memberikan dukungan pada sekolah. (3) Guru harus melaksanakan kode etiknya, karena kode etik merupakan seperangkat aturan atau pedoman dalam melaksanakan tugas profesinya.[44] Menurut Syafri Mangkuprawira dan Aida Vitayala yang dikutip oleh Martinis Yamin dan Maisah dalam bukunya “Standarisasi Kinerja Guru” bahwa kinerja merupakan suatu konstruksi multidimensi yang mencakup banyak faktor yang mempengaruhinya. Faktor-faktor tersebut terdiri atas faktor instrinsik guru(personal/individual) atau SDM dan ekstrinsik, yaitu kepemimpinan, sistem, tim, dan situasional. Faktorfaktor tersebut adalah sebagai berikut:[45] 1. Faktor personal/individual, meliputi unsur pengetahuan, ketrampilan (skill), kemampuan, kepercayaan diri, motivasi dan komitmen yang dimiliki oleh tiap individu guru. 2. Faktor kepemimpinan, meliputi aspek kualitas manajer dan leader dalam memberikan dorongan, semangat, arahan, dan dukungan kerja pada guru. 3. Faktor tim, meliputi kualitas dukungan dan semangat yang diberikan oleh rekan dalam satu tim, kepercayaan terhadap sesama anggota tim, kekompakan, dan keeratan anggota tim. 4. Faktor sistem, meliputi sistem kerja fasilitas kerja yang diberikan oleh pimpinan sekolah, proses organisasi sekolah dan kultur kerja dalam organisasi sekolah. 5. Faktor kontekstual(situasional) meliputi tekanan dan perubahan lingkungan ekstrenal dan internal.
BAB III PENUTUP
1. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan di atas kesimpulan sebagai berikut :
maka
dapat
ditarik
1. Supervisis Pengawas sangat berperan terhadap peningkatan kinerja guru. 2. Kinerja guru merupakan suatu yang senantisa ditingkatkan untuk mencapai keberhasilan tujuan pendidikan.
1. Penutup Demikianlah makalah ini, sumbang saran
yang
konstruktif d.ari pembaca demi perbaikan dan kesempurnaan makalah ini penulis terima dengan tangan terbuka. Sekian tiada gading yang tak retak, semoga bermanfaat.
[1] Yusuf A. Hasan dkk., Pedoman Pengawasan untuk Madrasah dan sekolah Umum, Cet., 1,(Jakarta : CV. Mekar Jaya, 2002), hal. 5-6. [2] Abd. Wahab dan Umiarso, Kepemimpinan Pendidikan dan Kecerdasan Spiritual, Cet., 1, (Jogjakarta ; Ar Ruzz Media, 2011), hal. 119. [3] Ibid., hal. 239. [4] M. Ngalim Purwanto, Op. Cit., hal. 76. [5] Soekarto Indrafachrudi, Mengantar Bagaimana Memimpin Sekolah Yang Baik, Cet.,1, ( Jakarta : Ghalia indonesia, 1994), hal. 69. [6] Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar
Supervisi, ( Jakarta : Rineka Cipta, 2006), hal. 4. [7] Pupuh Fathurrohman dan AA Suryana, Supervisi Pendidikan, ( Bandung : PT Refika Aditama, 2011), hal. 141-142 [8] Ibid. [9] H.M. Sulthon, Membangun Semangat Kerja guru, ( Yogyakarta : Laksbang Pessindo, 2009 ), hal. 100. [10] Ibid. hal. 101. [11] HM. Sulthon, Ibid., hal. 107-108 [12] Op.Cit., hal. 13. [13] Loc. Cit.
[14] Suharsimi Arikunto, Ibid., hal. 14-19. [15] Dadang Suhardan, Supervisi Profesional, ( Bandung: Alfabeta, 2010), hal. 52. [16] Jerry H. Makawimbang, Supervisi dan Peningkatan Mutu Pendidikan, ( Bandung : Alfabeta, 2011), hal. 76-77. [17]
Suharsimi Arikunto, Op. Cit., hal.
19-21. [18] Soekarto Indrafachrudi, Mengantar Bagaimana memimpin sekolah Yang Baik, (Jakarta : Ghalia Indonesia,1993), hal. 73. [19] Jerry H. Makawimbang, Op. Cit., hal. 75. [20] Loc. Cit.
[21] Mukhtar dan Iskandar, Orientasi Baru Supervisi Pendidikan, ( Jakarta : Gaung Persada Press, 2009), hal. 53. [22] Ibid. hal. 52. [23] Piet A.Sahertian, Konsep Dasar dan Teknik Supervisi Pendidikan, ( Jakarta : Rineka Cipta, 2008 ), hal. 52. [24] Ibid. [25] Suharsimi Arikunto, Op. Cit., hal. 54. [26] Piet A.Sahertian, Op. Cit., hal.73-74. [27] Piet A.Sahertian, Ibid., hal. 52-53. [28] Ibid., hal. 86-129. [29] W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka, 2005), hal. 598. [30] Rusman, Model-model Pembelajaran : Mengembangkan Profesionalisme Guru, Cet., 4,( Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2011), hal. 50. [31] Payaman J. Simanjuntak, Manajemen dan Evaluasi Kinerja, ( Jakarta : Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2005), hal. 1. [32] Abd. Wahab H.S. dan Umiarso, Kepemimpinan Pendidikan dan Kecerdasan Spiritual, Cet.,1 ( Jogjakarta : Ar-Ruzz Media, 2011), hal. 119. [33] Ibid. [34] Rusman,
Loc.. Cit.
[35] Abd. Wahab H.S. dan Umiarso, Op. Cit., hal. 120. [36] Rusman, Op. Cit. , hal. 95. [37] Op.,Cit.
hal. 122.
[38] D. Deni Koswara dan Halimah, Seluk-Beluk Profesi Guru, ( Bandung : PT Pribumi Mekar, 2008), hal. 16-17. [39] Ibid., hal. 123-138. [40] H.M. Sulthon, Membangun Semangat Kerja Guru, (Yogyakarta : Laks bank Pressindo, 2009), hal. 15. [41] Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, ( Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 1996 ), hal. 15. [42] H.M. Sulthon, Op. Cit. Hal. 289-295. [43] Hamzah B. Uno, Model Pembelajaran, ( Jakarta : Bumi Aksara, 2007), hal.81. [44]Abd. Wahab H.S. dan Umiarso, Op. Cit., hal. 136. [45] Martinis Yamin dan Maisah, Standarisasi Kinerja Guru, ( Jakarta : Gaung Persada Press, 2010), hal.129-130.
Cara Syekh Kiai Sahal
Yasin
Mengader
Tidak banyak kiai pesantren yang telaten menuangkan gagasannya secara rinci menjadi satu kitab berbahasa Arab. KH Sahal
Mahfudh, Rois Aam PBNU adalah salah satu diantara yang tidak banyak itu. Syekh Yasin Al-Fadani adalah seorang gurunya yang tidak hanya mengajar dan menemaninya menulis, tetapi juga memberikan motivasi. Muhammad Ahmad Sahal Mahfudh adalah santri kelana biasa yang berpindah dari satu pesantren ke pesantren lain, berdiskusi dengan banyak kiai. Saat mondok di Pesantren Bendo, Pare, ia seringkali bermalam di Kedunglo Kediri dan berdiskusi secara intensif dengan seorang kiai di sana. Ia juga sering menghabiskan waktu dengan Kiai Bisri Syansuri di Jombang. Perkelanaannya dilanjutkan ke Pesantren Sarang, berguru kepada Kiai Zubair. Salah satu kitab yang didiskusikan adalah Ghoyatul Wushul karya Syekh Zakariya Al-Anshori ulama syafiiyah abad 9 Hijriyah. Diskusi berlangsung secara intensif. Di sela menerima tamu ia diajak berdiskusi. Saat bepergian keluar kota, mereka mengendarai dokar dan diskusi pun berlanjut. Kiai Zubair juga senang membuat pancingan. Terjadilah perbincangan dan Kiai Sahal pun rajin membuat catatan (ta’liqat) dalam bahasa Arab. Hobi menulis dilanjutkan dengan mengirimkan surat (murosalah) kepada Syekh Muhammad Yasin Padang, seorang kiai pesohor dari Indonesia yang menjadi ulama besar dan menetap di Tanah Suci. Kiai Sahal mengomentari tulisan Syekh Yasin dalam satu kitab, membantahnya dengan argumentasi berdasarkan kitab yang beredar di Jawa. Satu surat berisi sekitar 3-4 lembar, berbahasa Arab. Kiai Sahal terkejut, ternyata Syekh Yasin membalas surat secara serius. “Saya ini santri, berkirim surat, mengomentari pendapat beliau. Tidak dimarahi saja sudah untung,” katanya. Namun nyatanya surat Kiai Sahal dibalas oleh Syeh Yasin, dan Kiai Sahal pun mengirim surat lagi. Syekh Yasin membalas lagi. Terjadi dialog intensif jarak jauh. Surat-surat yang dikirimkan cukup panjang dan serius. Sepertinya ada perdebatan menarik dalam surat-surat itu. Dan saling kirim surat itu berlangsung sampai sekitar satu setengah tahun.
Syahdan, ketika turun dari kapal, saat Kiai Sahal menginjakkan kaki di Mekkah, seseorang tak dikenal langsung memeluknya dan menariknya ke sebuah warung. Seseorang itu tidak lain adalah Syekh Yasin sendiri. Mungkin dalam surat terakhir Kiai Sahal menuliskan bahwa dirinya akan menunaikan ibadah haji. Dan dalam pertemuan pertama itu pun mereka langsung akrab. Kiai Sahal diminta tinggal di rumah Syekh Yasin. Setiap pagi ia bertugas berbelanja ke pasar membeli kebutuhan Syekh Yasin. Dan setelah itu Kiai Sahal berkesempatan belajar dengan seorang ulama besar yang diseganinya itu selama dua bulanan. Dalam diskusi dan perdebatan, Syekh Yasin mendudukkan Kiai Sahal seperti teman diskusi. Barangkali ini tidak seperti kebiasaan kiai-santri di Jawa. Syekh Yasin sangat otoritatif tetapi pada satu sisi cukup egaliter. Dua bulan pertemuan, Syekh Yasin mengijazahkan banyak kitab yang menginspirasi Kiai Sahal menulis banyak kitab. Dan ta’liqot yang ditulisnya saat belajar bersama Syekh Zubair dirapikan kembali. Terkumpul 500-an halaman dan belakangan dibukukan menjadi satu kitab bertajuk “Thoriqatul Husul”. Kitab ini sudah sampai ke Al-Azhar Mesir, menjadi rujukan para pengkaji ushul fiqih.
A. Khoirul Anam Disarikan dari Gus Rozin, putra Kiai Sahal dalam satu sesi kajian kitab ulama Nusantara di ruang redaksi NU Online, Kamis 21 November 2013
Kurikulum PAI Khusus SMA/SMK di Pesantren Jakarta, Ma’arif Online – Kurikulum Pendidikan Agama Islam (PAI), atau yang disingkat dengan Kurikulum PAI dinilai menjadi satu-satunya konten pendidikan agama Islam bagi siswa di sekolah. Melalui Permendiknas No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi, pemerintah merumuskan bahwa penyelenggaraan PAI di sekolah diberikan hanya 2 jam per minggu. Dengan alokasi yang sangat terbatas itu, Pengurus Pusat Lembaga Pendidikan Ma’arif Nahdlatul Ulama (PP LP Ma’arif NU) menilai guru akan mengalami kesulitan jika dituntut untuk bisa mengembangkan sikap, keterampilan, serta nilai-nilai keagamaan dan kebangsaan kepada peserta didik. Terlebih untuk sekolah yang berada di lingkungan pesantren, tentu saja konsep 2 jam perminggu pembelajaran PAI tersebut dinilai sangat kurang untuk memenuhi karakteristik khas lulusan pesantren yang memiliki kedalaman ilmu agama sebagaimana lulusan pesantren pada umumnya. Atas dasar pemikiran di atas, kemudian PP LP Ma’arif NU bekerjasama dengan Direktorat Pendidikan Agama Islam, Ditjen Pendidikan Islam, Kementerian Agama RI melakukan penyusunan Disain dan Model Pengembangan Pendidikan Agama Islam pada Sekolah di Pesantren, yang hasilnya diekspos pada tanggal 23 Juli 2013 di Treva Jakarta. Beberapa pakar dihadirkan untuk memberi catatan draft, yaitu Direktur Pascasarjana UIN Jakarta, Prof. Dr. Azyumardi Azra, Pengasuh Pondok Pesantren API Magelang, KH. Yusuf Chudlori (Gus Yusuf), dan Direktur PAIS, Dr. Amin Haedari. Sejauh ini, kurikulum PAI yang dihasilkan baru sebatas untuk jenjang pendidikan menengah, yaitu SMA/SMK. Dalam catatannya, Azyumardi Azra meyakini bahwa apa yang disusun PP LP Ma’arif NU ini akan mampu menjawab kegelisahan kalangan pesantren. “Buku yang disusun sangat bagus dan
komprehensif. Dan memang ini yang dibutuhkan agar lulusan sekolah di pesantren berbeda dengan lulusan sekolah di luar pesantren, terutama dalam hal kedalaman ilmu keagamaannya,” ujarnya. Menurutnya, salah satu poin penting dalam pendidikan PAI adalah pembiasaan. “Saya sudah baca draft ini dari awal sampai akhir. Meskipun ada beberapa catatan sebagai masukan dari saya, namun penekanan buku ini yang memberikan porsi banyak pada terjadinya proses pembiasaan bagi peserta didik sangat penting dan tepat,” tekannya. Melalui kegiatan pembiasaan tersebut, lanjut dia, segala kekayaannya pesantren bisa diwariskan dan dilestarikan kepada generasi muda. Terlebih ancaman dari faham yang bertentangan dengan tradisi pesantren sangat nyata di negeri ini. Sejalan dengan itu, KH. Yusuf Chudlori menambahkan pentingnya tradisi riyadha yang selama ini dipratekkan di pesantrenpesantren salaf bisa diakomodir dalam buku yang disusun. “Melalui tradisi riyadha inilah maka ilmu yang dimiliki santri (siswa) tidak hanya berhenti di kepala (kognitif) saja, namun juga akan turun ke hati mereka,” ujar kiai yang familiar disebut Gus Yusuf tersebut. Sebelumnya, Direktur PAIS, Dr. Amin Haedari menyampaikan bahwa salah satu visinya adalah mewujudkan kurikulum PAI yang sesuai dengan karakteristik pesantren, sehingga siswa-siswa di sekolah, terutama yang berada di lingkungan pesantren, memiliki kedalaman ilmu keagamaan dan sikap yang ideal sebagai orang Islam. “Saya melihat ini menjadi salah satu tugas strategis LP Ma’arif NU, di samping pendataan dan pemetaan satuan pendidikan yang selama ini dilakukan,” ujar Amin Haedari yang juga sebagai Ketua Lembaga Rabithah Ma’had Islamiyah (RMI) di bawah naungan Nahdlatul Ulama. Rencananya, sebelum buku tersebut diterbitkan, PP LP Ma’arif NU akan melakukan ujicoba penerapan disain dan model yang dirumuskan pada SMA/SMK di pesantren yang mewakili beberapa
karakteristik pesantren di Indonesia. Baru kemudian jika dinilai berhasil dan tidak menimbulkan kendala berarti di lapangan, buku akan dicetak dan disebarkan secara terbatas untuk SMA/SMK di lingkungan LP Ma’arif NU
Beasiswa Nusantara
untuk
Aktivis
JAKARTA – Meski sibuk sebagai aktivis, kuliah enggak boleh ditinggalkan, dong. Apalagi jika mendapat beasiswa. Salah satu program beasiswa yang dikhususkan bagi aktivis adalah Beasiswa Aktivis Nusantara (Bakti Nusa) dari Dompet Dhuafa. Program ini tidak hanya menyokong kebutuhan biaya studi, tetapi juga mendukung pengembangan diri peserta program yang berbasis kompetensi agar peran mereka optimal dalam kehidupan bermasyarakat. Setiap bulan, penerima beasiswa akan mendapatkan dana bantuan Rp800 ribu. Selain itu, penerima beasiswa juga akan mendapatkan berbagai pelatihan seperti pelatihan kepemimpinan dan nilai-nilai relawan sosial berbasis agama dan manajerial. Melalui program ini, para aktivis penerima beasiswa juga dapat saling berbagi cerita, mengunjungi dan berdiskusi dengan tokoh nasional sebagai sarana memperkaya wawasan dan gagasan bagi peserta program.
Pembinaan lain dilakukan melalui penugasan, baik perorangan maupun kelompok. Biasanya penugasan ini dilakukan dalam bentuk
penulisan artikel, Focus Group Disscussion (FGD) dan menyelenggarakan kegiatan bersama penerima beasiswa. Hanya 67 mahasiswa dari enam perguruan tinggi yang dapat mengikuti program ini. Keenam kampus itu adalah Universitas Sriwijaya (Unsri), Universitas Indonesia (UI), Institut Pertanian Bogor (IPB), Institut Teknologi Bandung (ITB), Universitas Gadjah Mada (UGM) dan Universitas Sebelas Maret (UNS). Aktivis yang bisa mendaftar adalah mahasiswa program sarjana (S-1) reguler minimal semester V. Pelamar harus memiliki nilai indeks prestasi kumulatif (IPK) lebih besar dari 2,75. Persyaratan lain, pelamar harus aktif pada lembaga kemahasiswaan minimal tingkat fakultas sekurang-kurangnya satu tahun. Formulir pendaftaran dapat diunduh melalui laman Beastudi Indonesia. Selain mengisi formulir pendaftaran, lengkapi juga berkas berikut: 1. Fotokopi Kartu Tanda Mahasiswa; 2. Fotokopi Kartu Tanda Penduduk; 3. Transkrip nilai akademik sampai dengan semester terakhir; 4. Curriculum vitae (CV) yang juga memuat daftar riwayat aktivitas; 5. Pas foto ukuran 4 x 6 sebanyak 2 lembar 6. Surat keterangan dari organisasi/lembaga yang diikuti 7. Proposal hidup berisi rencana studi, karier dan sebagainya, sekurang-kurangnya untuk lima tahun ke depan; 8. Esai bertema “ Save Our Children” (Unsri), “Green Lifestyle” (UI), “Thisable Creative” (ITB, Unpad), “Gerakan Cinta Anak Tani” (IPB), “Aku Cinta Budaya Indonesia” (Pasar Tradisional) untuk mahasiswa UNS dan “Negarawan Muda Indonesia” (UGM). Format penulisan : Font Calibri 12, spasi 1.5, margin A-B-Ki-Ka 3-3-4-3, kertas A4 maksimal delapan halaman; 9. Surat referensi dari dua orang tokoh
kampus/dosen/organisasi/kemasyarakatan. diunduh melalui lamanBeastudi Indonesia.
Format
surat
dapat
Seleksi akan dilakukan melalui kelengkapan administrasi, lalu FGD dan presentasi serta wawancara. Kirimkan berkas lamaran ke alamat Panitia Seleksi Bakti Nusa Dompet Dhuafa: Jl. Raya Parung-Bogor km. 42 Desa Jampang, Kec. Kemang, Kab.Bogor 16310. Simak informasi lengkap di laman Beastudi Indonesia. Ingat ya, deadlinependaftaran 31 Januari 2014. (rfa)
Ma arif Dorong Guru Kuasai TIK YOGYA (KRjogja.com) – Media pembelajaran memegang peranan penting dalam proses pendidikan. Apalagi di era informasi yang serba cepat saat ini, pembelajaran berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) mutlak dikuasai para guru. Sekretaris Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Prof Dr Ainun Na’im MBA mengatakan, begitu pentingnya TIK, sehingga sangat perlu dimasukkan disetiap topik pembelajaran. “Guru disemua jenjang pendidikan harus menguasai TIK,” katanya kepada KR seusai pembukaan Workshop Pembelajaran Berbasis TIK Bagi Guru-guru SMA dan SMK Ma’arif DIY di Kantor Pengurus Wilayah Nadlatul Ulama (PWNU) DIY, Jalan MT Haryono Yogyakarta, Sabtu (7/12). Menurut Ainun Na’im, kemampuan guru mengakses sumber informasi
dengan cepat akan sangat membantu dalam mengembangkan kreatifitas disetiap kegiatan belajar mengajar. “Banyak sekali informasi terkini disediakan portal, web, blog yang bisa digali oleh guru sebagai bahan mengajar,” katanya. Ketua Pimpinan Wilayah Lembaga Pendidikan (PWLP) Ma’arif NU DIY, Drs H Masharun Ghozalie MM menambahkan, Maarif sebagai salah satu organisasi yang menopang pendidikan di negeri ini turut berperan serta mendukung program dan langkah Kemendikbud meningkatkan kualitas pendidikan. “Peningkatan meliputi kualitas guru, buku pegangan serta perangkat kurikulumnya,” katanya. Maka dari itu, Maarif terus melakukan upaya peningkatan kemampuan guru-guru dilembaganya sehingga siap menerapkan kurikulum 2013. “Workshop ini sengaja diselenggarakan untuk meningkatan kualitas guru melalui penguasaan teknologi informasi (TI),” katanya. Workshop diikuti tak kurang 50 guru disemua jenjang pendidikan Maarif. “Peserta terbanyak dari SMK,” pungkasnya.(*-5)
HASIL RAPAT TIM ASWAJA 2014 Panitia Porsema Tahun 2014 mengadakan rapat pada hari jum’at tanggal 27 Desember 2013 di sekretariat kantor PC.LP Ma’arif NU Cilacap jalan Masjid No I/36 Cilacap. Rapat langsung dipimpin oleh Ketua Panitia Porsema Tahun 2014 ‘AID MUSTAQIM, M.Ag rapat dihadiri oleh 12 orang. HASIL RAPAT TIM ASWAJA 2014 Agenda awal pembahasan Porsema adalah : 1. Pemantapan pendanaan
Pendanaan Porsema telah dibahas dengan kepala Madrasah/ Sekolah dan Pihak-pihak 2. Target PORSEMA Kita bisa mengikutkan siswa didik kita yang berprestasi dan paling tidak mempertahankan kejuaran seperti Porsema tahun lalu 3. Pemantapan kepanitiaan Porsema Masing -masing Panitia bisa bertanggung jawab sesuai dengan tugas-tugasnya. 4. Konsolidasi pendanaan dengan Madrasah/ Sekolah. Dari rancana anggaran yang ditetapkan bisa tercapai dan sesuai daengan alokasi peruntukanya. Panitia Porsema Tahun 2014 menghendaki agar pihak-pihak terkait bisa membantu secara penuh kesuksesan diajang PORSEMA Tahun 2014 yang sangat bergengsi karena membawa nama baik Nahdlatul Ulama dan Kabupaten Cilacap pada umumnya.
Cilacap, 30 Desember 2013 Drs. Ghofir Rahman
Mendikbud Kurikulum
Baru
Optimistis Diterapkan
2013 Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mohammad Nuh optimistis dengan implementasi Kurikulum 2013 pada tahun 2014 dengan segala keterbatasannya, karena siswa, guru, kepala sekolah, komite, dan orang tua sudah disensus tentang kurikulum itu. “Dari hasil sensus monitoring dan evaluasi pelaksanaan kurikulum sebelum pendampingan dan sesudah pendampingan, kami optimistis dengan rencana implementasi di 2014,” katanya di Gedung Pascasarjana Terapan PENS-Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya, Rabu. Menurut dia, hasil sensus tersebut diperoleh dari 6.300 sekolah di seluruh provinsi yang sudah menerapkan Kurikulum 2013, kemudian disensus mulai dari kepala sekolah, guru, pengawas, komite sekolah, orang tua, serta murid. Ia menjelaskan pemberlakuan Kurikulum 2013 ini dijadwalkan pada awal Februari 2014 dengan pengunggahan buku-buku semester I yang sebelumnya masih pendampingan serta di bulan berikutnya dimulainya pelatihan terhadap guru, kepala sekolah, maupun pengawas. “Mulainya Februari minggu pertama buku-buku sudah selesai diunggah menjadi publik domain, sehingga siapa saja diperbolehkan untuk cetak, tetapi untuk dijual atau diterbitkan kita patok dengan Hit-nya sekian,” ujarnya. Dalam hal ini, ia menambahkan pihak dari sekolah yang membeli buku tersebut dengan hit yang sudah ditetapkan, namun hingga saat ini Hit belum ditetapkan bersama Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Dari data sensus tersebut, ada sekitar 206 ribu sekolah yang terdaftar, sehingga pemerintah bekerja sama dalam hal pelatihan dengan lembaga-lembaga yang mengelola pendidikan,
mulai dari pendidikan formal maupun informal. “Mulai dari PGRI, LP Ma’arif NU, Muhammadiyah, sekolah-sekolah Nasrani, LPTK pada sejumlah Perguruan Tinggi, organisasiorganisasi kita ajak semua untuk ikut serta melatih peserta yang jumlahnya sekitar 1,4 juta orang,” ungkapnya. Ia mengatakan biaya pelatihan-pelatihan yang diadakan oleh beberapa lembaga pendidikan formal maupun informal tersebut dari pemerintah dengan standar dan aturan kualitas dari pemerintah. Sebelumnya, sensus monitoring dan evaluasi 2013 berisi tentang pendapat-pendapat dari murid, guru, kepala sekolah, orang tua, komite sekolah serta pengawas dengan jumlah total 78 ribu responden. Kurikulum baru yang dilaksanakan sejak tahun ajaran 2012/2013 itu bertujuan mencetak siswa dengan tiga kompetensi yakni kompetensi pengetahuan, kompetensi ketrampilan, da kompetensi sikap. Pada kurikulum sebelumnya, kompetensi lebih dititikberatkan pada pengetahuan