Membentuk Perjalanan Hidup NKRI sebagai sebuah organisasi untuk mencipta ** Gerakan OGC untuk Visi NKRI 2050 ** Oleh Charlo Mamora, Juni 2011
Pengantar Di posisi manakah Indonesia berada dalam percaturan global setelah merdeka tahun 1945? Bagaimana realitas kehidupan bangsa kita dan tingkat produktivitas kita saat ini di antara bangsa-bangsa? Apakah kita mempunyai visi bersama yang hebat, menantang, menyatukan, dan menggerakkan setiap organ bangsa ini? Indonesia termasuk kelompok CIVET (Colombia, Indonesia, Vietnam, Egypt, and Turkey). Kelima negara ini dipandang sebagai kekuatan ekonomi dunia setelah BRICS (Brazil, Russia, India, China and South Africa). Negara-negara CIVET dan BRICS tidak hanya jadi penyeimbang kekuatan ekonomi negara maju kelompok G7 (Amerika, Jerman, Perancis, Italia, Inggris, Kanada, dan Jepang), tetapi justru diperkirakan akan melampaui mereka, terutama Cina dan India. Lalu bagaimana dengan Indonesia? Bisakah masuk sepuluh besar atau bahkan lima besar dunia di masa yang akan datang? MAri kita lihat perjalanan hidup NKRI sebagai sebuah organisasi dari dimensi waktu yang terdiri atas “Masa Lalu (Past), Masa Kini (Present), dan Masa Datang (Future)”.
NKRI Masa Lalu (1945–2010) Melihat 65 tahun perjalanan masa lalu NKRI kita boleh bangga, NKRI tetap tegar sebagai bangsa yang utuh di tengah berbagai tantangan baik dari dalam maupun dari luar. Namun, bila dilihat keberadaan kita di antara negara-negara di dunia, khususnya dengan negara sebaya seperti Cina, Korea, India, atau bahkan yang lebih muda dari NKRI seperti Malaysia dan Singapura, kita jauh tertinggal. Kita pantas malu dan mestinya tertantang untuk bangkit. Peradaban yang kita capai sejak merdeka hanya mampu mengantar Indonesia pada peringkat berikut ini. 1. Peringkat ke-100 dari 179 negara yang disurvei untuk kategori World Governance Index (WGI) pada tahun 2008. 2. Peringkat ke-44 dari 133 negara yang disurvei untuk kategori Global Competitiveness Index (GCI) periode 2010–2011. 3. Peringkat ke-108 dari 169 negara yang disurvei untuk kategori Human Development Index (HDI) pada tahun 2010. 4. Peringkat ke-110 dari 178 negara yang disurvei untuk kategori Corruption Perception Index (CPI) pada tahun 2010.
5. Peringkat ke-65 dari 70 negara yang disurvei untuk kategori Digital Economy Ranking pada tahun 2010. 6. Peringkat ke-60 dari 162 negara yang disurvei untuk kategori Democracy Index pada tahun 2010. Apa yang membuat pencapaian kita jauh tertinggal? Pertama, karena tiadanya Visi NKRI menantang dan berdaya pikat, yang menyatukan dan menggerakkan seluruh elemen bangsa. Kedua, karena kemampuan mengorganisasi kita kalah dibanding bangsa lain.
NKRI Masa Kini (2011) Selanjutnya mari kita simak realitas kehidupan berbangsa dan bernegara kita saat ini dalam berbagai bidang kehidupan. Ibu Kota Negara Bagi Anda yang berkesempatan bepergian ke ibu kota berbagai negara akan merasa malu dengan ibu kota negara kita Jakarta, yang akrab dengan jalan bopeng, banjir, macet, dan kumuh. Perilaku orang di jalan raya dan tempat umum banyak yang kurang disiplin, membuat kita sendiri tidak nyaman, apalagi pendatang dari negeri lain. Pelayanan dan ketertiban publik jauh di bawah standar. Jakarta sebagai ibu kota gagal menjadi etalase bangsa dan pintu gerbang negara. Bangsa lain yang sudah pernah ke Jakarta akan berpikir dua kali untuk kembali ke sini, kecuali terpaksa karena tugas. Bagi kita sendiri ada kerugian dan kehilangan kesempatan yang sangat besar. Setiap tahun, masyarakat Jakarta mengalami kerugian akibat macet sedikitnya mencapai Rp28 triliun sebagai akumulasi berbagai hal seperti kerugian bahan bakar, waktu tidak produktif, masalah kesehatan, dan sebagainya. Bahkan jika terjadi banjir besar berkala, diperkirakan kerugian bisa mencapai Rp37 triliun. Infrastuktur Dalam urusan transportasi antarkota, yang namanya jalan provinsi belum merata kualitasnya. Setiap kali selesai diperbaiki maka akan licin sebentar lalu bopeng lagi. Indonesia telah membangun Tol Jagorawi pada 1978, namun panjang jalan tol Indonesia kini kurang dari 1.000 km. Bandingkan dengan Cina yang mulai membangun jalan tol pada tahun 1988, sepuluh tahun setelah kita, panjang jalan tolnya sudah mencapai 65.000 km yang setara dengan gabungan seluruh jalan tol di Kanada, Jerman, dan Perancis. Cina berencana menambah jalan tol hingga 85 ribu km pada tahun 2020. Kita dapat meneruskan penelusuran ini pada: Pelabuhan dan Pelayaran, Bandara dan Penerbangan, serta Kereta Api negeri ini. Cukup sulit menemukan sesuatu yang sungguh membanggakan kita dalam berbagai bidang tersebut bila dibandingkan dengan negara lain. Kita bersyukur dalam Teknologi Informasi dan Telekomunikasi tidak terlalu ketinggalan khususnya di kota-kota besar, namun dalam pemerataan dan distribusi ke seluruh nusantara masih menjadi tantangan besar bagi kita.
Kenegaraan Kita bersyukur NKRI telah menjadi negara demokrasi terbesar ketiga di dunia sejak pemilihan presiden secara langsung 2004. Demokrasi ini merupakan harta karun yang harus kita pelihara dan tingkatkan kualitasnya dari periode ke periode. Memastikan terjadinya sinergi organ eksekutif, legislatif, yudikatif, dan partai politik serta masyarakat berkebebasan pers, merupakan salah satu tantangan besar yang harus berhasil kita tangani sebagai bangsa. Ketertiban dan pelayanan umum harus tercipta pada tingkat kondisi yang kondusif agar semua orang dan organisasi dapat berkreasi dan berkontribusi secara optimum demi kemajuan peradaban kita. Kenyataan saat ini, segi ketertiban dan pelayanan umum masih jauh dari harapan. Ada sederet indikator yang menunjukkan hal tersebut seperti kekerasan, korupsi, dan ketidakadilan. Organisasi kenegaraan harus bisa menjalankan paradoks peran penguasa dan peran pelayan pada saat yang sama. Ada organ berperan menciptakan ketertiban umum dan penegak aturan-hukum (peran penguasa) dan organ berperan pelayan publik berkualitas (peran pelayan) kepada semua orang tanpa diskriminasi. Kesehatan Kita telah membangun rumah sakit, puskesmas, dan apotek yang tersebar di seluruh Nusantara. Hal ini merupakan suatu pencapaian besar. Meskipun demikian, jumlahnya tetap masih kurang, apalagi kualitas pelayanannya. Kenapa jutaan warga kita harus pergi berobat ke Malaysia dan Singapura atau negara lainnya untuk pelayanan kesehatan yang semuanya ada di sini? Kenapa justru pasien dari Timur Tengah pergi ke Mayo Hospital di Amerika dan bukan ke RSCM atau Rumah Sakit Harapan Kita yang ada di Jakarta? Kualitas dokter dan perawat kita secara individu tidak kalah dengan negara lain, namun kualitas layanan rumah sakit tempat mereka bekerja yang dirasa masih jauh dari harapan. Hal tersebut terjadi karena kelemahan kita dalam mengorganisasi. Di negara lain, informasi mengenai pasien sudah bisa diperoleh dengan konsep one-stop service. Di negeri ini untuk mengetahui status pasien, keluarga harus berhubungan dengan banyak pihak, termasuk harus menunggu dokternya selesai praktik. Di samping meningkatkan kualitas pelayanan, tantangan besar kita dalam kesehatan berkelas dunia adalah menciptakan keseimbangan antara tuntutan bisnis dan tuntutan etika profesi kesehatan/kedokteran. Aspek bisnis dan aspek moral keduanya harus terpenuhi pada saat yang sama. Dengan aspek bisnis yang bagus justru kita harus lebih mampu mempertahankan etika profesi yang tinggi, demikian pula sebaliknya. Paradoks ini harus terjadi dengan cara mengorganisasi diri agar terjadi keseimbangan antara aspek bisnis dan aspek moral. Kita pernah jadi role model dunia dalam gerakan keluarga berencana, tetapi kita gagal mempertahankan pencapaian itu sebagai standar kinerja dari masa ke masa. Hal ini terjadi karena organisasi masih sangat bergantung pada orang tertentu serta lemahnya standar sistem operasi dan standar kinerja. Kemampuan mengorganisasi kita harus dikembangkan sampai pada tingkat kemampuan regenerasi
orang, peningkatan kualitas standar sistem operasi, dan peningkatan standar kinerja dari tahun ke tahun. Media Rasio jumlah oplah media koran per penduduk masih sangat rendah. Beberapa harian nasional ternama hanya beroplah kurang dari sejuta per hari dan beberapa media cetak lainnya hanya beroplah puluhan ribu saja. Bandingkan dengan jumlah penduduk negeri ini. Kualitas isi berita dan informasi yang disajikan media mestinya didasari oleh semangat peran media sebagai pembentuk dan pengawal karakter bangsa. Media harus menjaga diri agar tidak tergelincir pada kepentingan bisnis semata, dengan mengikuti selera sektor pasar tertentu yang kadang tidak searah dengan peradaban yang kita mau bangun. Rasio koran per penduduk dan kualitas berita dalam media merupakan tantangan mahabesar kita yang tidak hanya menjadi tanggung jawab dunia media saja, tetapi sesungguhnya tanggung jawab kita semua sebagai bangsa. Untuk ini semua pihak yang mau ikut berkontribusi dari luar pemain media sendiri, bisa mendirikan atau melibatkan diri dalam Organisasi Kemasyarakatan (OK) untuk media. OK ini didirikan untuk membantu dan menjaga agar genus media dalam iklim kebebasan pers benar menjadi pilar keempat kehidupan demokrasi kita yang akan mengantar kita menjadi negara maju dan beradab. Kalau kita tidak serius dalam meningkatkan kemampuan mengorganisasi dengan percepatan, maka 240 juta penduduk negeri ini hanya akan dijejali informasi pihak lain dari luar negeri. Kita tidak boleh membiarkan organisasi media kita tetap tertinggal atau bahkan sampai menjadi masalah dan beban dalam perjalanan berbangsa dan bernegara kita. Pendidikan Jumlah mahasiswa dari luar negeri yang belajar di Indonesia masih relatif kecil. ITB telah dirintis sejak zaman Belanda. UGM berdiri selepas kemerdekaan. Pada awalnya ITB dan UGM menjadi tempat anakanak Singapura dan Malaysia belajar. Kini, giliran kita yang berguru pada mereka yang dulu belajar di Bandung serta Yogyakarta. Universitas di negeri ini yang masuk daftar QS World University Rankings® 2010 hanya UI (231) dan UGM (321), sementara dari Malaysia ada Universiti Kebangsaan Malaysia (207) dan dari Singapura ada National University of Singapore (31). Ada ribuan organisasi pendidikan tinggi, puluhan ribu sekolah menegah dan ratusan ribu sekolah dasar dan taman kanak-kanak di negeri ini. Setiap organisasi ini semestinya terorganisasi baik dan memastikan diri mempersembahkan lulusan terbaik. Dengan jumlah dan kualitas organisasi pendidikan kita seperti saat ini sudah pasti tidak akan memadai untuk membangkitkan energi negeri ini untuk mencapai tingkat kemajuan yang diperlukan. Kita boleh belajar banyak dan cepat dari India yang telah berhasil membangun organisasi pendidikan dengan kualitas lulusan berkelas dunia, tetapi dengan biaya pendidikan termurah di dunia. India berhasil mengelola paradoks bahwa peningkatan kualitas pendidikan tidak harus mengorbankan aspek bisnis. Saat ini di negeri kita terjadi sebaliknya, biaya pendidikan naik meroket tetapi kualitas pendidikan dan lulusan jauh dari harapan.
Pembangunan bangsa kita ke depan mutlak harus berbasis sumber daya manusia, bukan sumber daya alam, bukan pula modal. Jepang yang tidak punya sumber daya alam, namun berkat sumber daya manusianya, mampu memanfaatkan sumber daya alam negara lain untuk kepentingan mereka dan dunia. Singapura tidak mempunyai sumber daya alam dan modal, tetapi dengan sumber daya manusianya mampu menjadikan Singapura sebagai City-Hub, sumber daya alam dan keuangan dunia. Kita pun harus mampu mentransformasikan 240 juta manusia kita menjadi berkat-aset dan bukan beban-liabilitas dalam berbangsa dan bernegara. Caranya adalah dengan memobilisasi seluruh rakyat Indonesia untuk mencipta dan pada saat yang sama membangkitkan energi melalui proses belajar seumur hidup. Untuk itu perlu dibangun sistem pendidikan yang mendukung terjadinya proses tersebut. Keagamaan Apakah agama lebih berperan sebagai pemersatu umat manusia atau pemisah? Apakah agama menjadi berkat untuk semua orang, atau justru menjadi bencana bagi sebagian orang? Peradaban arif mengharapkan keberadaan agama menjadi berkat bagi pemeluknya dan juga bagi manusia lain serta bagi kelestarian alam ini. Menurut Michael Keene dalam bukunya World Religions, disebut Hinduisme, Yudaisme, Buddhisme, Kristianitas, Islam, Sikhisme sebagai agama, dan Konfusianisme, Taoisme, Zoroastrianisme, Shintoisme, Kepercayaan Baha’i, sebagai kelompok kepercayaan lain di dunia, dan tentunya banyak kepercayaan lainnya yang tidak disebut. Semua agama bertujuan baik bagi pemeluknya dan juga bagi sesama. Tantangannya adalah bagaimana kita mengatasi bersama adanya kekerasan dan diskriminasi mengatasnamakan agama. Dalam hal ini masalah kita bukan agama, melainkan cara kita mengorganisasi kehidupan beragama. Untuk itu, disatu pihak kita harus mampu mengelola paradoks, antara meyakini kebenaran dan manfaat agama/kepercayaan bagi kita dan orang lain, tetapi di lain pihak kita harus mampu hidup bersama dengan kelompok agama/kepercayaan lain seperti kita. Kita 6,8 miliar manusia yang hidup saat ini semua sama ciptaan Tuhan. Hidup bersama di bumi yang sama, yang berkat kemajuan telekomunikasi dan transportasi telah tercipta sebagai masyarakat dunia beranggotakan 6,8 miliar manusia, yang dapat berhubungan satu sama lainnya. Bisnis Kapan ada perusahaan kita yang masuk Fortune 500? Apakah kita siap memasuki perdagangan bebas (AFTA, ACFTA, AIFTA, AKFTA) dengan kepala tegak karena percaya diri? Pertamina tahun 1974 sudah menikmati bonanza minyak. Petronas baru saja berdiri, para teknisinya berguru ke Pertamina. Sekarang perusahaan Malaysia itu sudah masuk Fortune 500. Korea Selatan negara sebaya NKRI, tetapi perusahaannya seperti Samsung, LG, Hyundai, Daewoo, Lotte adalah sederet wakil Korea Selatan yang bermain di level dunia. Pada dekade 1950-an, Korea Selatan termasuk negara miskin. Setelah lepas invasi Jepang mereka mencoba bangkit, namun dihadang Perang Korea yang membebani. Tetapi apa yang terjadi kemudian pada Korea Selatan sangat menakjubkan. Dalam empat dekade ,Korea Selatan menjelma menjadi salah satu negara termakmur. Berdasarkan data dari IMF, GDP perkapitanya di tahun 1980 hanya USD1.688. Tahun 1995 menjadi USD11.778 dan
kemudian diperkirakan pada tahun 2011 mencapai USD22.961. Goldman Sachs meramal Korea Selatan pada tahun 2050 akan menjadi negara terkaya nomor dua di dunia dengan pendapatan perkapita USD81.000. Dalam sejarah, Korea Selatan adalah bangsa dengan pertumbuhan ekonomi tercepat dan dunia korporasinya menjadi lokomotif pertumbuhan. Rahasia kemajuan Korea adalah keunggulan pengelolaan proyek kuantum dan inovasi terobosan yang menjadi gerakan nasional, sebagaimana dulu Jepang mengejar ketertinggalan dari Amerika dengan gerakan peningkatan kualitas. Kita pernah serius sebagai bangsa menggerakkan peningkatan kualitas, dengan penerapan TQC/QCC dengan konvensikonvensinya. Puncaknya waktu PMMI (Perhimpunan Manajemen Mutu Indonesia) dibawah kepemimpinan Pak Sudomo, penulis ikut di dalamnya mewakili Astra, sayang kita tidak berhasil mempertahankannya. Kemudian untuk adopsi kepiawaian mengelola proyek kuantum dan inovasi dalam rangka Astra Excellence, penulis dengan tim pada tahun 1996 berguru ke LG Korea Selatan, kemudian langsung menerapkan di Astra dan tahun 1997 sudah melakukan Konvensi Astra Quantum Leap Project Pertama (AQLP-1) di Bali. Selanjutnya direncanakan konvensi AQLP-2 di Penang Malaysia untuk 1998, namun konvensi tersebut batal dan gerakan ini terpaksa pupus karena krisis moneter tahun 1998. Tantangan kita bersama adalah agar organisasi bisnis di negara ini tertransformasi hingga dapat menjadi motor pembangunan bangsa seperti di Korea Selatan. Kemasyarakatan Mampukah kita menggerakkan masyarakat menegakkan apa yang seharusnya kita tegakkan demi kepentingan bersama? Kita membutuhkan Organisasi Kemasyarakatan (OK) yang mandiri dan profesional, tidak digerakkan kepentingan asing atau kepentingan sempit tertentu, tetapi bergerak berdasarkan kesetiaan pada prinsip dan komitmen berkontribusi pada NKRI dan peradaban arif. Anggota OK tidak mencari penghasilan atau kehidupan dari keikutsertaannya dalam gerakan tersebut, melainkan berpenghasilan dari organisasi lain. Seseorang mendirikan atau masuk OK tertentu hanya karena komitmennya pada prinsip yang dia yakini, dengan sukarela ikut menyumbangkan pikiran, tenaga, dan uang. Agar OK berpengaruh besar harus juga profesional. OK memerlukan sekelompok kecil profesional untuk mengurus gerakan ini dan mendapatkan imbalan yang wajar sebagai profesional sesuai dengan prestasinya. Adalah menjadi tanggung jawab kita bersama untuk melahirkan OK seperti itu sebanyak mungkin di negeri ini, yang menjadi pendukung, dan pengawal perjalanan bangsa kita ke depan. Bila didukung dengan adanya iklim kebebasan pers yang bertanggung jawab, maka OK bersama kebebasan pers menjadi salah satu pilar penting demokrasi kita disamping eksekutif, legislatif, dan yudikatif serta partai politik kita. Melihat realitas kehidupan “NKRI Masa Kini” di berbagai bidang di atas, kita tidak merasa puas dan bisa jadi ada yang menyalahkan pihak tertentu. Salah satunya menyalahkan pemerintah atau pejabat negara. Kalau kita mau sedikit merenung, apakah adil keadaan ini kita timpakan pada organisasi kenegaraan yang hanya berjumlah lima jutaan orang? Lalu dimana yang 235 juta orang lainnya? Memang benar
bahwa pihak yang lima juta orang ini juga seharusnya bertanya apakah pelanggannya puas dengan apa yang telah mereka ciptakan untuk bangsa ini. Jika kita bertanya pada mereka yang terlibat dalam organisasi kenegaraan atau kepada jenis organisasi lainnya tentang apa yang telah mereka sumbangkan, umumnya kita hanya mendengar jawaban tentang apa yang mereka telah atau sedang kerjakan. Jarang sekali kita mendengar jawaban tentang apa yang telah dihasilkannya. Mentalitas berfokus pada hasil harus menjadi budaya kita bersama. Saat ini sudah waktunya kita melihat ke diri sendiri sambil menyimak pernyataan John F. Kennedy: “Jangan tanya apa yang negara berikan padamu, tetapi tanyakan apa yang kamu kontribusikan untuk negaramu.” Sekarang sudah waktunya, Anda sebagai individu, keluarga dan organisasi apa pun itu harus memastikan diri Anda sebagai kreator atau pencipta. Kita tak boleh lagi sekadar sebagai pekerja, pengamat, pengkritik, apalagi hanya sebagai penonton dalam kehidupan berbangsa dan bernegara ini. Pastikan diri Anda menjadi pemain pencipta yang hebat yang tercermin dari hasil tercipta harian Anda sebagai individu, keluarga, organisasi, dan sebagai warga atau pejabat negara.
NKRI Masa Datang (2012–2050) Kita telah berbicara “NKRI Masa Lalu” dan “NKRI Masa Kini”, lalu bagaimana dengan “NKRI Masa Datang”? Pentingnya kehadiran intensi visi yang kuat dan berdaya pikat tidak diragukan lagi. Malaysia menjadi lebih maju dari NKRI berkat Visi Malaysia 2020, dan juga Singapura berkat visi menjadi city-hub untuk urusan finansial, perdagangan, turisme, kesehatan, pendidikan, dan bioteknologi. Maka adalah menjadi tantangan bagi kita untuk mempunyai visi bersama misalnya untuk NKRI 2050. Tentu kita harus jabarkan dalam bentuk tonggak pencapaian atau batu loncatan (milestones) untuk periode lima tahunan atau sepuluh tahunan yang selaras dengan periode kepresidenan kita. Kalau kita punya Intensi Visi NKRI 2050, tentu diikuti jabaran “(1) apa yang harus ada dan terjadi pada tahun itu, (2) program/proyek diperlukan untuk itu, dan (3) kualitas pemain yang harus ada untuk mengeksekusi program/proyek”. Hal tersebut harus terjabarkan untuk 2040, 2030, dan 2020. Kita memastikan bahwa sepanjang perjalanan menuju visi harus selalu selaras dengan dan dipandu oleh nilai-nilai Pancasila, tanpa kompromi karena dua alasan. Pertama, karena Pancasila dasar negara kita. Kedua, karena Pancasila sangat selaras dengan peradaban arif itu sendiri. Pada tahun 2001, Ketua MPR RI Amien Rais telah menetapkan Visi Indonesia 2020 adalah terwujudnya masyarakat Indonesia yang religius, manusiawi, bersatu, demokratis, adil, sejahtera, maju, mandiri serta baik, dan bersih dalam penyelenggaraan negara. Dalam upaya mewujudkan visi Indonesia 2020 ditegaskan adanya tujuh tantangan yang harus dihadapi bangsa dan negara kita. Ketujuh tantangan tersebut adalah 1. 2. 3. 4.
pemantapan persatuan bangsa dan kesatuan negera sistem hukum yang adil sistem politik yang demokratis sistem ekonomi yang adil dan produktif
5. sistem sosial budaya yang beradab 6. sumber daya manusia yang bermutu, dan 7. globalisasi. Kemudian pada awal tahun 2007, Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono menetapkan Visi Indonesia 2025 adalah Indonesia yang mandiri, maju, adil, dan makmur. Dalam mewujudkan visi pembangunan nasional tersebut ditempuh melalui delapan misi pembangunan nasional sebagai berikut. 1. Mewujudkan masyarakat berakhlak mulia, bermoral, beretika, berbudaya, dan beradab berdasarkan falsafah Pancasila. 2. Mewujudkan bangsa yang berdaya-saing. 3. Mewujudkan masyarakat demokratis berlandaskan hukum. 4. Mewujudkan Indonesia aman, damai, dan bersatu. 5. Mewujudkan pemerataan pembangunan dan berkeadilan. 6. Mewujudkan Indonesia asri dan lestari. 7. Mewujudkan Indonesia menjadi negara kepulauan yang mandiri, maju, kuat, dan berbasiskan kepentingan nasional. 8. Mewujudkan Indonesia berperan penting dalam pergaulan dunia internasional. Selanjutnya pada akhir tahun 2007, Yayasan Indonesia Forum yang dipimpin Chaerul Tanjung mencanangkan Visi Indonesia 2030 adalah menjadi negara maju yang unggul dalam pengelolaan kekayaan alam. Visi ini ditopang empat pencapaian utama, yaitu sebagai berikut. 1. Masuknya Indonesia dalam lima besar kekuatan ekonomi dunia dengan pendapatan per kapita USD18.000. 2. Pemanfaatan kekayaan alam yang berkelanjutan. 3. Terwujudnya kualitas hidup modern yang merata. 4. Masuknya paling sedikit 30 perusahaan Indonesia dalam daftar Fortune 500 Companies. Beruntunglah kita karena Amien Rais telah menyatakan Visi Indonesia 2020, SBY menyatakan Visi Indonesia 2025, dan Chaerul Tanjung menyatakan Visi Indonesia 2030. Bangsa ini menunggu pernyataan untuk Visi Indonesia 2040 dan Visi Indonesia 2050 dari semua pihak. Transforma mengusulkan Visi NKRI 2050 adalah menjadi lima besar dalam perekonomian dan peradaban dunia, yang belum dibahas dalam tulisan ini. Kenapa 2050 dijadikan sebagai tahun Visi NKRI? Pertama, untuk menetapkan visi bagi suatu bangsa pada dasarnya secara konsep intelektual dapat dilakukan dalam kurun waktu relatif kurang dari satu tahun. Namun tantangan terberat dalam membuat suatu visi (khususnya bagi NKRI yang seluas Eropa dengan ratusan suku dan berbagai agama) disamping berkualitas secara konsep intelektual, juga harus berkualitas prima dari segi emosi dan spiritual ditingkat bangsa. Visi NKRI harus merupakan konsensus dan ketekatan nasional. Untuk memiliki Visi NKRI seperti itu, yang juga menantang, menarik, dan berdaya pikat bagi rakyat Indonesia, membutuhkan pelibatan seluruh komponen bangsa seluas dan sedalam mungkin. Hal ini merupakan suatu proses rumit dan
panjang yang kita harus dapat selesaikan dalam waktu lima tahun kedepan. Maka paling lambat 2015 kita sudah harus memiliki dan mendeklarasikan Visi NKRI yang menjadi konsensus dan ketekatan nasional. Kedua, visi NKRI ini harus berbasis sumber daya manusia, tidak cukup dengan berbasis sumber daya alam atau yang lainnya. Sumber daya manusia yang paling kita butuhkan adalah sejumlah pemimpin generasi baru, pemimpin generasi berperadaban arif. Bila sekarang untuk melahirkan seorang pemimpin umumnya terjadi pada usia 40an bahkan 50an, maka kedepan kita memerlukan kemampuan percepatan menciptakan pemimpin generasi baru tersebut pada usia 30an, sebutlah pada usia 35 tahun. NKRI membutuhkan proyek kuantum mencipta pemimpin berperadaban arif, menciptakan ribuan bahkan jutaan pemimpin generasi baru pada usia 35 tahun. Bila deklarasi visi yang menjadi konsensus nasional terjadi tahun 2015 dan proyek kuantum pemimpin berperadaban arif butuh waktu 35 tahun, maka tahun 2050 layak kita jadikan sebagai tahun visi yang kita sebut Visi NKRI 2050. Dengan harapan adanya barisan pemimpin dan pemain organisasi berperadaban arif yang dihasilkan proyek kuantum tersebut, kita dapat mendeklarasikan realitas NKRI pada tahun 2050 sebagai “lima besar dunia dalam perekonomian dan peradaban”. Dengan skenario visi NKRI 2050 berbasis sumber daya manusia, maka kita harus mempersiapkan bayibayi yang lahir ditahun 2015–2020 sudah menjadi pemimpin wisdom pada tahun 2045 saat usia mereka 30–35 tahunan. Kita melahirkan CEO, rektor, pemimpin rumah sakit, pemimpin redaksi, bupati, dan bahkan presiden generasi baru berperadaban arif berusia 30an. Sementara dilain pihak, konsep-proses berkontribusi dan belajar sepanjang hidup sudah menjadi gerakan nasional untuk keseluruhan rakyat NKRI, sehingga orang berusia 75–85 tahunpun tetap masih aktif ikut merealisasikan visi tersebut. Ketiga, dengan tahun visi 2050 kita memiliki kesempatan yang luas dalam membuat proyek-proyek mega kuantum untuk membangun nusantara dan sekaligus berkontribusi untuk dunia melalui proyek kuantum maksimal berskala waktu hingga 30 tahun kedepan. Kita bisa belajar dari Cina dengan proyek mega kuantum mereka untuk menghubungkan seluruh sungai besar di Cina menjadi suatu kesatuan dalam rentang waktu proyek 25 tahunan. Secara sama kita ditantang untuk berpikir realitas apa yang akan ada dan terjadi di Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, Papua, dan Jawa. Serta proyek kuantum apa yang harus dicanangkan agar intensi tersebut terjadi dalam beberapa puluh tahun mendatang. Kehadiran Visi NKRI 2050 juga merangsang setiap warga negara kita sejak dini, ikut berpikir proaktif menjawab begitu banyak pertanyaan yang mengemuka berkat adanya visi NKRI 2050 tersebut. Visi ini menggerakkan dan menginspirasi seluruh bangsa untuk berpikir, bermain, berprestasi, dan belajar untuk ikut berkontribusi dalam perjalanan bersama sebagai bangsa. Kemungkinan akan ada dua jenis komentar negatif dengan ide Visi NKRI 2050 ini. Pertama, yang mengatakan: “Buat apa membuat visi begitu jauh ke depan, sedang yang di depan mata saja belum beres. Kita bereskan dulu keperluan saat ini baru urusi masa depan.” NKRI itu terdiri dari banyak orang dan organisasi di dalamnya. Sebagai organisasi apalagi sebagai negara harus memastikan diri bermain secara paralel pada saat yang sama baik urusan masa datang dan untuk masa kini. Organisasi dan bangsa yang mampu memainkan paradoks ini terbukti lebih berhasil dari yang tidak memainkannya.
Organisasi dan negara harus bisa, karena dia punya orang-orang yang bisa ditugaskan untuk peran-peran tersebut. Untuk memainkan paradoks ini, harus dipastikaan adaanya organ khusus yang menangani aspek strategis dan berbeda dengan organ yang menangani aspek operasional, dan diawaki orang dengan tipe yang tepat. Masalahnya adalah mindset para pemimpin, tipe permainan mengorganisasi dan memimpin yang dimainkan di lapangan apakah selaras dengan pencapaian hasil gemilang . Jenis komentar negatif kedua yang mengatakan: “Buat apa membuat visi begitu jauh ke depan, toh tidak akan bisa dibuat rencana hingga puluhan tahun kedepan karena besarnya tingkat perubahan di era globalisasi ini dan keterbatasan kemampuan pemahaman akan realitas masa depan.” Memang benar rumusan detail realitas visi semakin jauh ke depan akan semakin samar, dan dengan sendirinya skenario pencapaiannya pun mengikutinya. Tetapi dari pengalaman hidup terbukti bahwa orang, organisasi, dan negara yang berani bermimpi lalu bermain ke arah mimpi tersebut (biarpun jabarannya masih garis besarnya, dan masih mengandung banyak pertanyaan yang masih butuh jawaban) dan memperbaiki diri sambil terus bermain berkesinambungan lebih berhasil dalam kehidupannya dibanding dengan yang tidak mempunyai visi. Mereka bermain dengan pemahaman rumusan visi dan skenario pencapaiannya yang bergerak dinamis, sesuai dengan pemahaman dan perubahan-perubahan yang terjadi dari tahun ketahun. Dalam skala mikro proyek Astra Excellence dulu pada tahun 1983 sampai dengan tahun 1993 digerakkan dengan pendekatan skenario dinamis dan rumusan realitas visi yang dinamis juga, bergerak mengikuti perubahan dan pemahaman dan kesadaran pemain-pemain utama Astra Excellence sepanjang perjalanannya. Pada tahun 1983 dirumuskan realitas Astra yang ingin diciptakan menjadi ada dan terjadi pada akhir tahun 1987 dan pada akhir tahun 1992 sebagai penjabaran Astra Excellence. Diikuti dengan proyek strategis yang diperlukan untuk membuat terciptanya realitas 1987 dan realitas 1992 yang dicanangkan. Rumusan realitas 1987 dan 1992 tersebut cukup mengugah organ-organ yang terkait dengan visi tersebut. Sambil berjalan dari tahun ketahun mengadakan perubahan yang dianggap perlu pada skenario dan rumusan realitas visi sebagai jawaban pada perubahan konteks yang terjadi. Dengan demikian organisasi tetap diispirasi dan ditantang oleh keberadaan visi yang memiliki tingkat emosi dan spirit tinggi tersebut. Hal yang sama juga berlaku untuk Visi NKRI 2050. Tidak akan pernah ada orang atau lembaga yang mampu merumuskan gambaran persis seperti apa realitas NKRI pada 2050 dan menentukan skenario apa yang paling tepat untuk menghadapi perubahan yang akan terjadi sepanjang perjalanan ke 2050. Tetapi bagaimanapun kita membutuhkan suatu visi bagi NKRI dengan segala ketajaman yang mampu kita susun yang penting hal itu merupakan usaha terbaik kita dan merupakan konsensus serta ketekatan bersama. Oleh karena itu, mari kita berani berpikir dan berimajinasi akan realitas NKRI 2050 dengan segala kemampuan yang kita miliki serta menentukan skenario terbaik untuk merealisasikan visi NKRI 2050 dibidang tertentu yang kita masing-masing kuasai dan dapat sumbangkan. Dengan visi NKRI 2050 ini, setiap orang diundang bermain di organisasi masing-masing yang diinspirasi oleh ide-ide dan target yang ada pada visi NKRI 2050. Dalam perjalanan merealisasi visi, skenario pencapaiannya perlu diperbaharui
sesuai dengan perkembangan kesadaran dan pemahaman kita bersama akan hari depan yang dapat kita imajinasikan. Visi NKRI 2050 kelak dijabarkan lengkap dengan batu (realitas yang mau diciptakan), panah (proyek kuantum yang diperlukan) dan pemainnya (tipe pemain yang dibutuhkan untuk mengawaki proyek menghasilkan batu yang diintensikan) untuk tingkat dekade dan lima tahunan, dari tahun 2050 mundur ke 2040, ke 2030, ke 2020, hingga 2015 nanti saat visi tersebut dicanangkan. Gambaran keseluruhan perjalanan dalam dekade dan lima tahunan dimana jelas batu, panah, dan pemainnya dari 2050 hingga ke tahun 2015 nanti, kita sebut sebagai “Skenario Pertumbuhan Jangka Panjang” yang akan menjadi inspirasi bagi semua pihak sesuai dengan kondisi masing-masing orang dan organisasi. Kemudian yang terberat adalah menyusun skenario untuk realisasi NKRI 2020 yang harus terhubung dengan realitas NKRI 2015 (saat visi dicanangkan). Kalau kita mencanangkan visi NKRI 2050 menantang dan berdaya pikat, maka akan ada gap besar yang menganga antara realitas masa 2015 dan realitas NKRI 2020. Disinilah bangsa kita perlu mengenali warganya yang bertipe quantum creator yang dapat mengawaki proyek-proyek kuantum yang begitu banyak dimasa depan. Kita bersyukur sejak 2004 NKRI telah menjadi negara demokrasi dalam pemilihan presiden dan anggota DPR secara langsung untuk pertama kali di era reformasi demokrasi. Ada peristiwa besar lima tahunan yang sangat menentukan pencapaian visi NKRI 2050, yakni terjadinya peningkatan kualitas proses dan calon dalam pemilu legislatif dan presiden yang terjadi tahun 2004 dan 2009,.Siklus ini akan berulang dan akan terjadi pada tahun tahun 2014, 2019, 2024, 2029, 2034,2039, 2044, 2049. Maka ada sembilan periode kepresidenan hingga tahun 2050. Dua periode kepresidenan telah kita pilih untuk diawaki Bapak Susilo Bambang Yudoyono dan masih ada 7 periode kepresidenan lagi yang proses pemilu dan kualitas calonnya harus kita tingkatkan agar makin dekat ke pemimpin peradaban arif dan pasti sudah sekaligus seorang negarawan. Kemampuan kita sebagai bangsa mencetak dan memilih pemimpin seperti ini,adalah ukuran utama tonggak keberhasilan kita dalam transformasi NKRI. Visi NKRI 2050 diawaki pemimpin/presiden yang kita siapkan dan pilih, lalu didukung oleh 240 juta (hingga 296 juta pada 2050) warga yang juga telah dipersiapkan untuk bahu membahu akan mengantar kita pada realitas visi yang kita canangkan. Dengan adanya visi NKRI 2050 tersebut akan menginspirasi setiap orang dan setiap organisasi yang ada di negeri ini, lalu diikuti transformasi dalam mengorganisasi dan memimpin selaras peradaban arif. Hal ini akan membawa kita pada perekonomian dan peradaban sepuluh bahkan lima besar dunia.
Indonesia yang Lebih Terorganisasi Membayangkan jutaan organisasi di Indonesia sudah berbudaya “standar kinerja dan standar kerja yang hebat”, maka seluruh aspek perawatan apa pun di negeri ini akan awet adanya. Apa yang kita bangun tidak akan hilang karena pergantian orang, tetapi kesisteman dan budaya kerja akan melestarikannya.
Membayangkan “peningkatan kuantitas kinerja dan peningkatan kualitas kerja” telah menjadi kehidupan sehari-hari bagi jutaan organisasi dari tujuh genus di negeri tercinta ini, maka ketertiban dan pelayanan umum serta segala aspek kehidupan kita akan membaik drastis adanya. Kalau kepiawaian mengelola “proyek kuantum dan inovasi terobosan” menjadi praktik merata dalam berbagai organisasi di negeri ini, kita pasti bisa mengejar ketertinggalan kita. Bahkan, segera mengikuti jejak Korea Selatan dan menempatkan NKRI berada di barisan depan peradaban hanya dalam beberapa dekade saja. Kalau Indonesia mampu secepatnya menyelaraskan mindset tingkat bangsa selaras dengan tuntutan peradaban arif, maka kita akan mampu menjadi negara maju lebih cepat dari Korea Selatan. Bahkan, kita kelak jadi model dunia dalam gerakan penyelarasan mindset, seperti halnya Korea Selatan untuk praktik inovasi terobosan dan proyek kuantum, Jepang untuk praktik peningkatan kualitas, dan Amerika untuk praktik demokrasi. Ke depan, NKRI menghadapi medan lebih menantang, sebab lawan tanding kita saat ini tidak hanya CIVET, BRICS, G7 saja, tetapi akan datang dari Timur Tengah dan Afrika. Dari Timur Tengah (Arab Saudi, Qatar, Bahrain, Kuwait) dan dari Afrika ada Angola, Nigeria, Ethiopia, Chad, Mozambique dan Rwanda, yang menurut The Economist selama kurun 2000–2010, keenam negara Afrika ini tergolong World’s Ten Fastest-Growing Economies. Pertumbuhan mereka sepanjang satu dekade itu di kisaran 8%. IMF memprediksi ada tujuh negara Afrika yang menempati posisi sepuluh besar di tahun 2015.
Proyek Kuantum untuk Indonesia Untuk mengejar ketertinggalan dan memastikan NKRI masuk kelompok negara maju, maka kita membutuhkan ratusan ribu proyek kuantum yang dilakukan oleh ribuan organisasi di NKRI ini. Proyek kuantum bukan proyek biasa yang dilakukan organ biasa dari suatu organisasi. Proyek tersebut tidak bisa dikelola dengan cara standar atau dengan inovasi perbaikan, harus dengan inovasi terobosan. Proyek ini membutuhkan orang ber-mindset khusus, cara bermain berbeda dengan orang yang biasa menjalankan proyek standar dan proyek perbaikan yang kita kenal selama ini. Proyek kuantum targetnya harus spektakuler, loncatan besar, dan berdampak besar pada kehidupan organisasi, membutuhkan waktu beberapa tahun, memerlukan biaya besar, memerlukan orang terbaik dari dalam organisasi atau dari luar yang harus diburu dari seluruh penjuru dunia. Pemimpin proyek ini langsung bertanggung jawab pada pemimpin tertinggi organisasi, dan menjadi perhatian seluruh anggota organisasi, serta semua lini disiapkan untuk mendukungnya setiap saat diperlukan. Proyek kuantum tingkat NKRI misalnya adalah Proyek Jembatan Selat Sunda, Proyek Nusantara 21, Proyek Pertanian Merauke Sebelas Juta Hektar, Proyek Kereta Api Nusantara, Proyek Jalan Tol Banda Aceh Baukehuni, Proyek Trans–Kalimantan, Proyek Trans Sulawesi, Proyek Trans Papua, dan sebagainya.
Untuk DKI Jakarta sebagai provinsi, salah satunya adalah Proyek Banjir Kanal Timur, Proyek Penangkal Pasang di Pantai Jakarta, Proyek Mass Rapid Transit (MRT), Proyek Perumahan Layak Warga Jakarta, dan sebagainya. Sekarang, mari kita lihat organisasi pemerintahan NKRI. Ada 33 provinsi, 502 kabupaten dan kota, 6.636 kecamatan dan 68.062 desa. Jika pendekatan mengorganisasi untuk hasil yang gemilang (OGC / Organizing for Great Creation) diterapkan pada setiap organisasi ini, dengan tekad jumlah proyek kuantum untuk tingkat NKRI 45 proyek kuantum, provinsi 17 proyek kuantum, kabupaten dan kota 8 proyek kuantum, kecamatan 5 proyek kuantum, dan tingkat desa dengan 1 proyek kuantum, maka hingga tingkat provinsi akan ada 561 proyek kuantum. Ada 4.016 proyek kuantum untuk level kabupaten/kota saja, 33.180 proyek kuantum untuk level kecamatan, 68.082 proyek kuantum untuk level desa. Jadi keseluruhan NKRI genus kenegaraan akan ada 105.864 proyek kuantum. Di genus bisnis, sedikitnya ada 4.677 Usaha Besar (UB), ada 41.133 Usaha Menengah (UM), ada 546.675 Usaha Kecil (UK), dan ada 52.176.795 Usaha Mikro, sehingga ada 52.769.280 Usaha Besar sampai tingkat Usaha Mikro. Jika kita canangkan tiap Usaha Besar dengan 10 proyek kuantum, tiap Usaha Menengah dengan 3 proyek kuantum, maka akan ada 170.169 proyek kuantum yang datang dari genus bisnis. Usaha kecil dan mikro dilibatkan dalam gerakan peningkatan kualitas yang sekaligus menjadi penegakan program dan kinerja standar sebagai pendukung program kuantum di usaha besar dan menengah. Gerakan peningkatan kualitas dan kinerja akan melahirkan puluhan juta program peningkatan kualitas dan kinerja di negeri ini. Bukankah ini, antara lain untuk memastikan kita siap menghadapi berbagai perdagangan bebas yang kita telah sepakati sebagai bangsa, seperti AFTA, ACFTA, AIFTA, dan AKFTA. Genus pendidikan ada 441 Universitas, 1.393 Sekolah Tinggi, 55 Institut, 955 Akademi, 131 Politeknik, 10.762 SMA, 7.592 SMK, 28.777 SMP, dan 144.228 SD. Total semua ada 194.334 organisasi dalam genus ini. Apa reaksi organisasi genus pendidikan akan gerakan proyek kuantum, gerakan peningkatan kualitas, dan gerakan program standar ini? Genus kesehatan, ada 755 rumah sakit pemerintah dan 768 rumah sakit swasta, 8.8737 puskesmas, 13.671 apotek. Total ada 23.931 organisasi. Berapa ribu proyek kuantum, berapa ratus ribu proyek peningkatan kualitas yang kita akan canangkan di genus kesehatan ini? Genus media, ada 378 stasiun radio, ada 118 stasiun televisi, ada 5 media cetak buletin, ada 294 majalah, ada 589 surat kabar, dan ada 188 tabloid. Total ada 1.572 organisasi yang bermain dalam genus ini. Belum lagi menghitung organisasi dalam genus keagamaan dan organisasi kemasyarakatan. Bila seluruh organisasi itu dapat bergerak bersama, aktif membuat intensi-intensi besar untuk organisasi mereka, hal ini akan mengantarkan Indonesia menjadi kekuatan ekonomi dunia. Dengan demikian upaya menjadikan Visi Indonesia sebagai suatu realitas bukanlah suatu impian kosong.
Kita Bisa, Mari Bermain, Berprestasi, dan Belajar Saya, Transforma, dan Anda sebagai pemain organisasi tentu merasa malu jika menemukan diri berada dalam organisasi yang tidak berhasil menciptakan sesuatu yang gemilang. Agar organisasi Anda juga menjadi salah satu pemain yang berkontribusi besar di negeri ini, seseorang harus memulainya. Untuk kepastiannya harus mulai dari diri Anda sendiri, saat ini, sekarang juga. Indonesia memiliki potensi besar menjadi kekuatan ekonomi dunia, bahkan menjadi lima besar pusat peradaban dunia. Dengan syarat sumber daya manusia yang besar ini bukan sekadar pekerja, melainkan harus ditransformasikan menjadi pencipta unggul dan jagoan bermain proyek kuantum, proyek peningkatan kualitas, dan program mempertahankan standar. Akhirnya, NKRI masa datang itu adalah sebuah gagasan yang memerlukan mobilisasi, maka dengan ini: Saya dan Transforma, atas nama Anda yang sepaham mencanangkan sebuah Gerakan untuk Visi NKRI 2050: Menjadi Lima Besar Dunia dalam Perekonomian dan Peradaban. Gerakan ini kami sebut gerakan mengorganisasi untuk hasil yang gemilang (Gerakan OGC= Organizing for Great Creation). Gerakan OGC ini bukan gerakan politik, sosial, atau ekonomi. Tetapi, gerakan “kesadaran mengorganisasi” untuk kemajuan NKRI dan dunia. Kita ingin kelak tidak ada lagi yang malu sebagai warga Indonesia di tengah warga dunia. Karena Indonesia telah menjadi negara maju yang bermartabat serta perannya diakui dunia berkat kontribusi besar NKRI dalam menciptakan dunia yang lebih sejahtera dan lebih beradab. Saya mengundang seluruh pembaca yang budiman dan seluruh rakyat Indonesia untuk bergabung dalam Gerakan OGC ini. Melalui Gerakan OGC ini, secara bersama-sama kita akan saling bahu-membahu menetapkan intensi yang luar biasa untuk organisasi di tempat kita masing-masing dan bahu-membahu meningkatkan kemampuan mengorganisasi untuk memastikan organisasi kita masing-masing menjadi Great Organization dan menciptakan hasil yang gemilang. Kita bisa, mari bermain, berprestasi, dan belajar!