Kajian Prinsip-Prinsip Pendekatan Kontekstual dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia…
PANCASILA SEBAGAI PANDANGAN HIDUP BANGSA MENUJU STABILITAS NKRI
Oleh: Rusydi Sulaiman Dosen Jurusan Tarbiyah STAIN SAS BABEL Email:
[email protected]
Abstract Republic of Indonesia (NKRI) is a country that was formed based on nationalism by Indonesian who aims to protect the people and all the winnowing of Indonesia, to promote the society welfare, educate the nation and participate in establishing of world order based on freedom, ever lasting peace and social justice, but keep Pancasila as the state ideology. This research uses existing literature and phenomena, that the vision and the values contained in Pancasila culturally desirable so embedded in the heart, character, personality and color the habits, behavior and activities of the institutions of society. The five basic values contained in Pancasila gives the meaning of life and the demands and purpose of life. In other words, Pancasila is the moral ideals that bind the people of Indonesia all citizens, either individually or as a unitary nation. Keywords: Pancasila, NKRI
A. Mukaddimah Indonesia adalah Negara Kesatuan yang diakui di dunia internasional, baik secara de facto maupun secara yuridis sebagaimana negara berdaulat lain dengan batas wilayah tertentu. Diantaranya karena negara ini memang telah memproklamirkan kemerdekaannya, memiliki kedaulatan penuh, dan juga memberi apresiasi kepada warganya dengan setinggi-tingginya. Bila setiap warga negara diberi kesempatan, tentu ia mampu berbuat yang terbaik bagi kemajuan bangsa. Baik buruknya sebuah Negara sangat tergantung pada kepribadian dan peran strategis warganya di tengah masyarakat dan hubungannya juga dengan dunia luar. Harapannya, keberadaan Bangsa Indonesia menjadi lebih berkualitas dari waktu ke waktu. Apalagi Indonesia diperkuat dengan landasan-landasan tertentu sebagai pijakan, Dan begitu banyak tokoh yang menginspirasi kita untuk
TARBAWY: Jurnal Pendidikan Islam
40
Kajian Prinsip-Prinsip Pendekatan Kontekstual dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia…
menjadi besar dan berenergi, sehingga menjadi sosok,‖Young today leader tomorrow/ Syubbaan al-Yaum, Rijaal al-Ghad‖. Selebihnya kita termotivasi untuk membekali diri dengan wujud budaya/ kebudayaan dan peradaban—to be civilized-people, kemudian berbuat sebanyak-banyaknya untuk orang lain.‖Be useful for all”.”Berani hidup, tak takut mati. Takut mati, jangan hidup. Takut hidup, mati saja”. “Sekali hidup, hiduplah yang berarti”.”Hidup sekali, setelah itu mati”. Apa yang diukir oleh siapapun termasuk dalam sejarah, mesti akan dikenang oleh orang sesudahnya. Namun kenyataannya tidak demikian, statemen positif diatas tidak mengindikasikan kebaikan sama sekali. Belakangan ini, begitu banyak penyimpangan di masyarakat. Perampokan, penggelapan, perjudian, NARKOBA, dekadensi moral dan semacamnya—meraja lela dimana-mana— mengarah kepada disorganisasi sosial yang sangat meresahkan. Pancasila yang semestinya andalan dalam berbangsa dan bernegara dikesampingkan, bahkan di era reformasi, pedoman dan falsafah Negara tersebut dibuang jauh-jauh. Sebagian masyarakat turut mengamini. Situasi Negara menjadi carut marut, dan para pemuda tidak menunjukkan jatidiri mereka. Semangat nasionalisme terkikis habis dan setiap yang berbau Negara dipersepsikan secara apriori—tidak mengundang greget atau sentuhan yang menggerakkan. Apresiasi perlu diberikan kepada Orde Baru, karena rezim tersebut cukup lama mengagung-agungkan Pancasila, dan sebaliknya tidak pernah mentolerir siapapun yang menolaknya. Berkenaan dengan hal tersebut, diperlukan kembali kepada pilar-pilar kebangsaan dalam wadah Negara, NKRI. Revitalisasi Pancasila dan penguatan nilai-nilai didalamnya adalah solusi yang ditawarkan makalah ini untuk mereformasi bangsa Indonesia yang sudah berada di titik nadir peradaban, maka perlu diarahkan untuk menjadi yang lebih baik. Jangan lalai dan terlena, padahal bangsa ini memiliki potensi besar dalam diri yang tentu sangat bisa dikembangkan untuk capai kemajuan.
TARBAWY: Jurnal Pendidikan Islam
41
Kajian Prinsip-Prinsip Pendekatan Kontekstual dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia…
B. Metode Penelitian 1.
Jenis penelitian dan Sifat penelitian Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif yakni melalui penelusuran kepustakaan (library research), yaitu jenis penelitian dari khazanah literature dan menjadikan ―dunia teks‖ sebagai objek utama analisinya
dengan cara
menuliskan, mengkreditkan, mengklasifikasi,
mereduksi dan menyajikan data yang diperoleh dari sumber tertulis.1 Penelitan
ini
bersifat
deskriptif
analitik
yang dimaksudkan
untuk
mengumpulkan informasi mengenai keterangan suatu variabel dan tema serta keadaan yang ada yaitu keadaan yang terdapat pada saat penelitian. 2 Penulis mencoba menganalisis muatan isi literatur-liteatur yang berkaitan dengan pancasila sebagai pandangan hidup bangsa menuju Stabilitis NKRI. Penelitian ini digunakan untuk memecahkan masalah aktual maupun yang sudah
lampau,
dengan
jalan
mengumpulkan
data,
menyusun
dan
mengklarifikasikannya dan menganalisisnya. 2.
Pendekatan Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan tekstual dan fenomenologis. Dengan pendekatan ini diharapkan dapat ditemukan variabel yang ingin dicapai dengan melihat fenomena-fenomena kepemudaan yang ada dalam masyarakat baik itu bersumber dari media masa maupun fenomena sosial yang terjadi.
3.
Sumber Data Karena jenis penelitian ini adalah penelitian kepustakaan, maka teknik pengumpulan datanya dengan cara mengkaji dan menelaah berbagai bukubuku sumber tertulis yang mempunyai relevansi dengan kajian ini, selain itu artikel-artikel serta jurnal yang berkaitan dengan penelitian ini.
1
43
Noeng Muhajir, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Yogakart: Rake Sarasin, 1989).,h.
2
Mukhtar dan Ema Widodo, Konstruksi ke Arah Penelitian Deskriptif, (Yogyakarta: Auyrous, 2000).,h. 5
TARBAWY: Jurnal Pendidikan Islam
42
Kajian Prinsip-Prinsip Pendekatan Kontekstual dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia…
C. Peran Tokoh dalam Sejarah NKRI NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia) adalah bangsa yang diakui kemerdekaannya pada tgl. 17 Agustus 1945, walaupun sedikit mengalami pergolakan pasca proklamasi. Agresi Belanda I (1947) dan II (1948) merupakan bukti autentik intervensi Imperialis Belanda yang bermaksud mengokohkan kembali kolonialisasinya. PBB pun turun tangan mengakui kedaulatan negeri terbesar di Asia Tenggara ini. Peristiwa tersebut tentu disebabkan oleh perjuangan gigih para pemuda saat itu. Mereka benar-benar telah memberikan kontribusi terhadap NKRI dan menggugah pihak luar sehingga tidak semena-mena mencabik-cabik Indonesia yang secara de jure sudah merdeka. Tepatnya pada tahun 1950, berkat Soekarna yang relatif masih muda, Negara ini resmi diakui keanggotaannya di organisasi besar dunia, yaitu PBB (Perserikatan Bangsa Bangsa). Jauh sebelum ―sumpah pemuda‖ yang lahir pada tanggal 28 Oktober 1928 sudah adanya pergerakan pemuda seperti Budi Utomo, Sarikat Islam dan Organisasi-organisasi pemuda lainnya telah menggebu-gebu bergerak yang menandakan adanya pergolakan dan pergerakan pemuda pada saat itu. Dan masih sangat berbekas di benak kita peristiwa reformasi yang berhasil menumbangkan rezim Orde Baru pada tahun 1998. Kalangan mahasiswa lah dalam hal ini mewakili pemuda dalam memerangi ketidakadilan di tanah air tercinta. Lalu kemudian bagaimana dengan karakter pemuda saat ini? Karakter pemuda yang sudah melekat di paradigma masyarakat sebagai kelompok yang sudah mendominasi media masa dengan kritikan dan sanggahan ―pedas‖ terhadap kebijakan yang ada, bahkan menjadi motor konflik antar agama, suku dan Ras. Bukti peran dan kontribusi pemuda dapat dibuktikan dalam ulasan sejarah Indonesia yang diajarkan di sekolah, seperti: adanya. Perhimpunan Indonesia di Belanda (1906), Boedi Oetomo (1908) dan gerakan/ organisasi lainnya sampai munculnya gerakan Sumpah Pemuda (28 Oktober 1928). Gerakan dan organisasi keagamaan yang dimobilisasi oleh pemuda pesantren dan Islam lokal di awal abad kedua puluh masehi, seperti Muhammadiyah, Nahdhatul Ulama, al-Khairiyat, al-Irsyad, Masyumi, Tarbiyah Islamiyah, Muslimin
TARBAWY: Jurnal Pendidikan Islam
43
Kajian Prinsip-Prinsip Pendekatan Kontekstual dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia…
Indonesia, syarikat Islam. Dan tak ketinggalan gerakan pemuda non-muslim. Kesemuanya berhubungan dengan upaya terealisasinya kemerdekaan Republik Indonesia yang didorong oleh semangat nasionalisme yang kuat. Tentunya ada landasan yang telah dirumuskan menjelang kemerdekaan.3 Istilah yang dikutip dari Yudi latif adalah bahwa dasar Negara tidak dipungut dari udara, melainkan digali dari bumi sejarah keIndonesiaan yang tingkat penggaliaannya tidak berhenti sampai zaman gelap penjajahan, melainkan menerobos jauh kebelakang hingga zaman kejayaan nusantara terdahulu.4 Dari dulu hingga sekarang, para tokoh dan tak ketinggalan sebagian pemuda energik negeri ini telah membuktikan peran mereka demi kedaulatan NKRI.
D. Pancasila Sebagai Falsafah Negara Setiap kebenaran yang digagas manusia bersifat sangat relatif termasuk Pancasila yang melandasi NKRI, terlebih ia bukan agama. Kebenaran mutlak berada di tangan Tuhan sebagai The ultimate reality/ al-Haqq al-Awwal. Namun demikian, sebagai dasar kerohanian Negara yang merupakan cita-cita bangsa, Pancasila harus diamalkan dalam realitas kehidupan bermasyarakat. Terasa sulit mungkin bila gagasan perwujudan Pancasila tidak muncul dalam sejarah Indonesia sebelumnya. Sebagai falsafah Negara, Pancasila tidak muncul dari situasi yang vakum—total break, melainkan dirumuskan atas dasar idealisme yang kuat, pengorbanan dan renungan sejarah yang mendalam. Beberapa tahapan yang dilakukan para tokoh sebelum Pancasila dijadikan sebagai landasan Negara adalah sebagai berikut :
3
Dr. Radjiman Wediodiningerat selaku ketua BPUPKI pada 29 Mei 1945 meminta kepada sidang untuk mengemukakan dasar Negara Indonesia merdeka. Permintaan itu menimbulkan rangsangan anamnesis. Dia memutar kembali ingatan para pendiri bangsa ke belakang. Hal ini mendorong mereka untuk menggali kekayaan kerohanian, kepribadian, dan wawasan kebangsaan yang terpendam dalam sejarah. Bahan-bahan pemikiran rumusan dasar Negara telah dipersiapkan setidaknya sejak dekade 1920-an ; sebuah upaya mensistesiskan aneka Ideologi dan gugus pergerakan dalam rangka membentuk blok nasional demi mencapai kemerdekaan Negara Indonesia. Lihat juga dalam Yudi Latif, Negara Paripurna; Historisitas, rasionalitas dan aktualitas Pancasila (PT. Gramedia Pustaka Utama: Jakarta,2011 ) hlm. 4 4 Yudi Latif, Negara Paripurna., hlm. 4
TARBAWY: Jurnal Pendidikan Islam
44
Kajian Prinsip-Prinsip Pendekatan Kontekstual dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia…
Pertama, pada tahun 1924 yang disebut fase pembuahan, perhimpunan Indonesia di Belanda merumuskan konsepsi ideologi politiknya menuju kemerdekaan didasarkan pada empat prinsip: Persatuan nasional, solidaritas, Non Koperasi dan Kemandirian. Tak ketinggalan Cokroaminoto mengusulkan sintesis antara Islam, sosialisme dan demokrasi. Perhimpunan Mahasiswa di Cairo yang meragukan relevansi Pan-Islamisme ketika pulang ke Indonesia pada 1929-1931 (Ilyas Yakub dan Muchtar Luthfi) memimpin Partai Persatuan Muslimin Indonesia pada tahun 1932 dengan slogan Islam dan Kebangsaan. Mereka berdua mempertautkan diri dengan gerakan nasionalisme modern. Menanggapi ide tersebut, pada tahun 1926, Soekarno menulis Essai tentang nasionalisme, Islamisme dan Marxisme dalam majalah, ―Indonesia Moeda‖, dalam kerangka konstruksi kebangsaan dan kemerdekaan Indonesia. Pada tahun 1930-an, muncul rumusan sintesis dari substansi ketiga ideologi diatas, yaitu sosio-nasionalisme (semangat kebangsaan yang menjunjung tinggi pri kemanusiaan kedalam dan keluar), dan sosio-demokrasi (demokrasi yang memperjuangkan keadilan sosial yang tidak hanya memedulikan pihak sipil dan politik melainkan juga hak ekonomi). Setelah itu muncullah sumpah pemuda pada 28 Oktober 1928 yang menghubungkan segala keragaman dalam kesatuan tanah air dan bangsa serta menjunjung bahasa persatuan. Kedua, Fase Perumusan, pancasila dirumuskan oleh BPUPK pada tanggal 29 Mei–1 Juni 1945, menyusul pernyataan PM Jepang Kuniaki Koiso pada tanggal 7 september 1944 yang mengatakan bahwa Indonesia pasti diberi kemerdekaan. Kemerdekaan diberikan dengan 2 tahap, yang Pertama melalui BPUPK dan disusul dengan pendirian PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia).
Tugas
dari
BPUPK
melakukan
usaha-usaha
penyelidikan
kemerdekaan sementara tugas penyusunan rancangan dan penetapan UUD menjadi kewenangan PPKI.5 Politik Jepang tersebut menyisakan pertanyaan, 5
Rumusan dasar Negara tersebut diproses melalui dialog yang cukup kuat antara beberapa tokoh Indonesia setelah mendengar usulan Radjiman Diningrat diantaranya yaitu Muh. Yamin, Winatakosoema Sueryo, Suesanto Tirto Projo, Dasaat, Agus Salim, Adurrahim, Prataly Karma, Abdul Kadir, K.H Sanoesi, Ki Bagoes Koesoemo dan Soepomo, Muh. Hatta, Liem Koen Hian, Sostro Diningrat, Dahler. Pentingnya nilai persatuan, kemanusiaan dan ketuhanan dan keadilan/kesejahteraan sosial sebagai fundamen kenegaraan. Ketika belum ditemukannya
TARBAWY: Jurnal Pendidikan Islam
45
Kajian Prinsip-Prinsip Pendekatan Kontekstual dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia…
apakah sebuah kemerdekaan diberi atau sebaliknya diperjuangkan sampai ke titik darah penghabisan. Berkat perjuangan dan pengorbanan pemuda Indonesia yang kreatif, batas-batas formalitas ternafikan untuk mempercepat upaya kemerdekaan. Soekarno kemudian mengidealisasikan lima prinsip, yaitu: kebangsaan Indonesia, internasionalisme atau prikemanusiaan, mufakat/ demokrasi, kesejahteraan sosial dan ketuhanan yang berkebudayaan.6 disebut ―Panca Sila—menjadi Pancasila‖. Kemudian dibentuk panitia kecil dibawah BPUPK bertugas mengumpulkan ideide untuk dibahas dalam sidang berikutnya (10-17 Juli 1945) dibawah pimpinan Soekarno dengan agenda rapat meliputi: Indonesia merdeka selekas-lekasnya, dasar negara, bentuk Negara (uni atau federal), daerah Negara Indonesia, Badan Perwakilan Rakyar, Badan Penasehat, bentuk negara dan kepala negara, soal pembelaan, dan soal keuangan. Akhirnya muncul panitia Sembilan yang diketuai Soekarno yang bertugas menyusun rancangan Pembukaan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia yang didalamnya termuat Dasar Negara. Kesepakatan rumusan ditandatangani pada tanggal 22 Juni 1945 oleh tim sembilan. Pembukaan Undang Undang yang disebut, ‖Mukaddimah”, oleh M.Yamin dinamakan, ‖Piagam Jakarta”, dan oleh Sukirman Wirjosandjojo― dinamakan,”Gentlement‟s Agreement”.7 Pada sidang kedua BPUPK, Radjiman membentuk tiga kelompok panitia; panitia perancang hukum dasar, panitia perancang keuangan dan ekonomi, dan panitia perancang pembelaan tanah air. Masing-masing diketuai oleh Soekarno, Muhammad Hatta, dan Abikoesno Tjokrosoejoso. Di luar sekenario Jepang, tokoh-tokoh Indonesia berhasil menyusun dasar Negara (Pancasila) dalam Pembukaan UUD—versi Piagam Jakarta—sebagai norma dasar (Grundnorm), yang menuwai perumusan (batang tubuh) UUD sebagai aturan dasar (Grund rumusan yang sistematis dan holistic dasar Negara, Muh. Yamin dan Soepomo mampu membuatkan formula yang lebih tepat sebagaimana yang diusulkan oleh Radjiman yaitu prinsip ketuhanan, kemanusiaan,persatuan, permusyawaratan, dan keadilan/kesejahteraan. Kemudian dari keseluruhan refleksi historis tersebut yang dikembangkan sejak 1920an, muncullah pidato bung Karno pada 1 Juni 1945 sekaligus disebut sebagai hari kelahiran Pancasila bagi Bangsa Indonesia. Lihat juga dalam Kansil, dkk, Pancasila dan Undang Undang Dasat 1945: Pendidikan Pancasila di Perguruan Tinggi, (Jakarta: Pradnya Paramita, 2003), hlm. 49 6 Yudi Latif, Pancasila…, hlm. 15-16 7 Ibid., hlm. 24
TARBAWY: Jurnal Pendidikan Islam
46
Kajian Prinsip-Prinsip Pendekatan Kontekstual dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia…
gesetze). Dan ketiga, fase Pengesahan. Tujuh kata dalam Piagam Jakarta yang secara spesifik menguntungkan umat Islam mengundang protes kelompok agama lain. Hal itulah yang membisik batin anggota PPKI yang kemudian bersidang pada tanggal 18 Agustus 1945, sehingga mengganti tujuh kata tersebut dengan kata,‖Yang Maha Esa‖, demikian pula bunyi Pasal 29 ayat 1. Empat orang yang merepresentasi umat Islam adalah Ki Bagoes Hadikoesoemo (Muhammadiyah), Wachid Hasjim (NU), Kasman Singodimedjo dan Teuku Hasan. Ternyata Bung Hatta memiliki peran penting perihal tersebut, karena beliau telah melakukan pendekatan kepada tokoh-tokoh perwakilan umat Islam saat itu. Singkatnya, resmilah Pancasila sebagai dasar NKRI yang berfungsi sebagai falsafah Negara (way of life) setelah melalui beberapa tahapan sejarah konseptualisasi; pembuahan, perumusan dan pengesahan.
E. Penguatan Nilai-nilai Pancasila Dalam perjalanannya, kekuatan legalitas dasar Negara tersebut mengalami pergolakan tertentu sehingga mengundang pemikiran baru para pemikir di zamannya. Muncullah beberapa kebijakan pemerintah yang bersentuhan dengan Pancasila, yaitu: a). Hari Kesaktian Pancasila (1 Oktober 1965) pasca rongrongan PKI; b). Periode awal penerapan Pancasila (Politik Parlementer, 1945-1959)— Agresi Militer Belanda, pembubaran Konstituante, UUD 1950 tidak berlaku, dan pemberlakuan kembali UUD 1945; c). Periode Demokrasi Terpimpin (Orde Lama: 1959-1966); d). Demokrasi Pancasila (1968), ketetapan MPRS No. XXXVII/MPRS/1968;8 e). Periode Orde Baru (1967-1998) yang mengagung-agungkan Pancasila bak Tuhan melalui program P4-nya; f). Periode Reformasi (1999-kini), meminimalisir pengaruh Orde Baru dan mengembalikan kebebasan rakyat, sehingga berakibat pada posisi; Pancasila hampir ditinggalkan. Bagaimana kemudian bila pengabaian Dasar Negara tersebut berakibat fatal bagi masa depan rakyat di negeri ini? Tentu hal tersebut menjadi tanggung jawab kita bersama. 8
Kansil, dkk, Pancasila dan).,h. 42-44
TARBAWY: Jurnal Pendidikan Islam
47
Kajian Prinsip-Prinsip Pendekatan Kontekstual dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia…
Sebagai falsafah Negara, Pancasila memiliki nilai-nilai kuat yang terkandung didalamnya, yaitu: Pertama, nilai ketauhidan. Bangsa Indonesia wajib meyakini faham monotheisme, satu Tuhan, yaitu Tuhan Yang Maha Esa. Keesaan Tuhan yang dicantumkan dalam sila pertama Pancasila adalah keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan yang satu bagi setiap agama yang diakui di Indonesia. Dan Negara menjamin kemerdekaan setiap warga Negara untuk menganut agamanya masing-masing. Keleluasaan sikap positif dalam beragama sangat dijaga. Kedua, nilia-nilai inklusifitas, spiritualitas, humanisme/kemanusiaan, kebersamaan, demokrasi, dan keadilan. Nilai-nilai tersebut bila ditanamkan dalam diri setiap individu dan disentuhkan kepada sesama di tingkat lokal dan yang lebih luas, niscaya bangsa ini akan senantiasa diapresiasi setinggi-tingginya oleh bangsa lain. Ternyata wawasan dan sikap Bangsa Indonesia tidak sempit. Ketiga, A living and working ideology. Pancasila merupakan ideologi Negara yang tidak statis, tetapi selalu hidup, berkembang dan dinamis. Ia sangat terbuka, bisa diakses siapapun, tidak diperuntukkan bagi kelompok tertentu. Dihapusnya tujuh kata dalam sila pertama sebelumnya (dalam Piagam Jakarta), karena Pancasila dikenal sebagai ideologi pemersatu atau idelogi nasional, bukan monopoli masyarakat tertentu pula.9 Adapun nilai keempat yang terkandung dalam Pancasila adalah prinsip Good Governance. Sebuah Negara digagas pembentukannya oleh tokoh-tokoh yang memiliki reputasi dan integritas diri yang tinggi menuju Negara yang baik. Good Governance adalah Negara madani, sebuah Negara yang penduduknya bergelar,”civil-society”.
Al-farabi
menyebutnya,”al-Madiinah
al-Fadhilah‖,
Negara utama. Budaya dan peradaban tinggi menjadi ciri masyarakatnya. Dan mustahil Negara semacam ini tanpa keikutsertaan rakyat atas dasar komitmen bersama, menjunjung tinggi asas Negara Bangsa (nation-state) dengan perbedaan 9
Nilai-nilai dalam Pancasila sebagai idelogi terbuka adalah sebagai berikut: pertama, nilai-nilai dasar, yakni tentang cita-cita, tujuan, serta lembaga-lembaga penyelenggara (MPR, DPR, Presiden, DPA, MA, BPK, Pemda) termasuk tata hubungan antar lembaga serta tugas dan wewenangnya yang bersifat tetap sepanjang zaman. Kedua, nilai-nilai instrumental , yang merupakan arahan, kebijaksanaan, strategi, sasaran serta lembaga pelaksanaannya (Departemen, Ditjen, Gubernur dan lain-lain) yang sapat disesuaikan dengan kehendak zaman Kansil, dkk, Pancasila.,h. 32
TARBAWY: Jurnal Pendidikan Islam
48
Kajian Prinsip-Prinsip Pendekatan Kontekstual dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia…
yang tegas antara urusan privat dan urusan publik, antara harta milik pribadi dan harta milik umum.10 Diantara prinsip-prinsip Good Governance adalah: partisipasi, penegakan hukum, transparansi, responsif, orientasi kesepakatan, keadilan, efektifitas dan akuntabilitas.11 Kelima, visi demokratis modern tentang hubungan negara dengan masyarakat. Negara tidak dibangun atas dasar sikap otoriter seorang pemimpin, tetapi ada konstitusi yang melegitimasi kekuasaannya. Sinergitas antara pihak legislatif, eksekutif dan yudikatif dalam menjalankan Negara, serta partisipasi pihak-pihak yang berada di luar kekuasaan sangat penting. Negara harus bersikap demokratis terhadap rakyatnya. Keenam, persatuan dan kesatuan. Dengan dasar nasionalisme, bangsa ini harus memupuk persatuan yang erat antar sesama warga Negara tanpa membedakan suku dan golongan serta tekat yang bulat dan satu cita-cita bersama. Kebangsaan yang dimaksud adalah nasionanlisme yang tidak sempit yang hanya mengagungagungkan bangsa sendiri dan merendahkan bangsa lain (bersifat kedalam dan keluar).12 Satu hal yang segera harus dilakukan adalah menggali nilai-nilai yang terkandung dalam
sila-sila
Pancasila tersebut
sebanyak-banyaknya,
dan
melanjutkan dengan proses penguatan ke tengah masyarakat. Artinya nilai-nilai tersebut tidak hanya disosialisasikan, melainkan disistematisasikan. Atau mungkin perlu di-ideologisasikan ke dalam lubuk hati setiap warga Negara seperti yang telah diterapkan Orde Baru. Terbukti sangat ampuh. Tidak seorangpun yang berani menolak ideologi tersebut, walaupun dengan suguhan penafsiran versi rezim berkuasa. Namun demikian, otoritas Pancasila tidak boleh melebihi agama yang dianut, karena ia bukan agama apalagi di-Tuhan-kan. Pancasila sesungguhnya cerminan wujud ideal dan kelakuan budaya yang bersumber dari kekuatan logika dan kedalaman renungan manusia. Dalam perspektif yang agak moderat,
10
Nurcholish Madjid, Indonesia Kita, jakrta: Gramedia Pustaka Umum-Universitas Paramadina dan Perkumpulan Membangun Kembali Indonesia, 2004).,hlm.120-121 11 Usman Quraisy, Good Governance dalam Perspektif Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah, (Jambi: Syari’ah Press IAIN Jambi, 2011).,hlm. 18 12 Kansil,dkk., Pancasila.,hlm. 75
TARBAWY: Jurnal Pendidikan Islam
49
Kajian Prinsip-Prinsip Pendekatan Kontekstual dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia…
Pancasila ada dalam agama. Penggagas dasar Negara tersebut adalah orang-orang yang beragama. Dan agama bersumber dari Tuhan Yang Maha Esa yang memiliki kemutlakan dan kebenaran sejati (The ultimate reality). Pancasila tidak sekedar sinyal, melainkan citra yang dibanggakan bangsanya sepanjang masa. Tapi Pancasila sekali lagi bukanlah benda magis menyamai Tuhan, dan bukan segalanya. Ia diperuntukkan bagi Bangsa Indonesia untuk sebuah kedaulatan dan kemaslahatan umat beragama.
F. Menuju Sumber Daya Manusia Berkarakter Ada 18 nilai-nilai yang harus disisipkan dalam proses pendidikan di Indonesia. 18 nilai tersebut antara lain: religious, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat/komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial dan tanggungjawab. 13 Muwafik saleh dalam bukunya yang berjudul Membangun Karakter dalam Hati Nurani menjelaskan bahwa karakter sukses generasi bangsa terbagi menjadi 20 yaitu jujur (honest), Berpandangan Jauh ke Depan (Forward Looking), Bisa memberikan Inspirasi (inspiring), Kompeten (competent), Adil (Fair Minded), Mendukung (Supporting), Berpandangan luas (Broad mindid), Cerdas (Intelligent), Terus terang (Straight-forward), berani (courageous), Bisa diandalkan, bisa bekerja sama (Team Work), kreatif (creative), Peduli dengan orang lain (Care, attention), tegas (clear), Matang (adult), Berambisi (ambition), Loyal (loyality), mampu mengendalikan diri (self control), dan independen (independent).14 Presiden Ir. Soekarno pernah berkata, ―There‟s no nation-building without character-building‖, (Tidak akan mungkin membangun sebuah Negara kalau pendidikan karakternya tidak dibangun). Ini menandakan betapa pentingnya pendidikan karakter atau pendidikan moral dalam membangun jati diri suatu
13
Dikutip dari kemendikbud.go.id., 2011 Muwafik Saleh, Membangun Karakter dengan Hati nurani, (Jakarta: Erlangga, 2012).,h. 385 14
TARBAWY: Jurnal Pendidikan Islam
50
Kajian Prinsip-Prinsip Pendekatan Kontekstual dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia…
bangsa. Namun kemudian adalah kita mengerti dengan berbagai permasalahan yang terjadi adalah sebuah cerminan bangsa ini sedang mengalami krisis karakter. Banyak hal yang bisa ditinjau, mulai dari pergaulan bebas, penggunaan narkoba, tawuran, maraknya tindak korupsi, penistaan agama dan sebgainya. Sumber daya manusia tidak akan lepas dari dua katagori, yakni adanya pemuda dan orang tua. Adapun jika kita tarik kepada hal yang lebih rinci, ada dua hal yang tentunya sangat identik dengan pemuda dan orang tua, yang pertama pemuda sangat enerjik, adapun yang kedua lemah fisiknya. Dikatakan demikian, paling tidak dari segi usia, terdapat perbedaan yang signifikan antara keduanya. Dalam hal apapun selalu saja berbeda. Namun tidak demikian kedewasaan dan kepandaian. Ketika yang tua diharapkan lebih bijak, ternyata tidak juga. Dan yang tua semestinya lebih pandai, ternyata kadang nihil dan tak terbukti. Paling tidak, hal ini dapat digambarkan dari ungkapan ―al-Aalimu Kabiirun wa in Kaana Hadatsan, wal jaahilu Shaghiirun wa in Kaana Syaikhan‖ (Orang pandai itu besar walaupun masih sangat muda, sebaliknya orang bodoh itu dianggap kecil walaupun sudah tua atau lebih senior).15 Kualitas masing-masing juga dipengaruhi oleh
aspek-aspek
tertentu
yang
melekat
kepadanya
disamping
faktor
genetik/keturunan. Solusinya adalah saling memaklumi satu sama lain. Yang muda menghormati yang lebih tua, sebaliknya yang tua beradaptasi sambil memberi kesempatan bagi yang muda untuk berbuat. Tercetusnya Pancasila tak lepas dari peran pemuda Indonesia dahulu kala yang sempat menjadi orang tua, namun sudah tiada saat kini. Disebut pemuda, karena belum menikah. Dengan jumlah yang mencapai 80.657.718 jiwa atau sekitar 37,2% dari penduduk Indonesia secara keseluruhan, pemuda merupakan salah satu kekuatan terbesar bagi bangsa Indonesia. Jumlah ini merupakan populasi yang sangat besar, karena itu pemuda memiliki posisi strategis bagi bangsa Indonesia.16 Istilah dalam Bahasa Inggris yang sering digunakan untuk pemuda adalah ―young”, “younger‖, lebih muda, 15
Rusydi Sulaiman, Nilai-Nilai Karakter Islam: Berhulu dari Rahmat, berhilir pada Rahmat, (Bandung: Marja, 2013),hlm. 104 16 Sholehuddin, Kepemimpinan Pemuda dalam Berbagai Perspektif, (Jakarta: Intimedia, 2008), hlm. 10.
TARBAWY: Jurnal Pendidikan Islam
51
Kajian Prinsip-Prinsip Pendekatan Kontekstual dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia…
―youngest‖, paling muda. ―you‟re too young to read this novel‖ (kamu terlalu muda untuk membaca novel ini). Kata,“youth‖, berarti kepemudaan atau masa muda. Beberapa istilah juga dikenal dalam Bahasa Arab untuk pemuda, yaitu, ―Syaab-syabaab, syubbaan (anak muda), fataa, fatiyya dan fityah”. ―Syaabsyabaaba‖, atau. Shaara fatiyya, menjadi muda.17 Pemuda tidak boleh cengeng, mengeluh dan keder menghadapi masalah yang menimpanya. Ia harus menjadi dirinya sendiri. “Inna al fataa may Yaquulu haa anadza, wa laisa al fataa may Yaquulu kaana abiy‖, (sesungguhnya pemuda adalah yang mengatakan: inilah saya (aku), bukan yang mengatakan: inilah ayah saya). 18 Masa muda seringkali diidentikkan dengan kekosongan, kelabilan, kegamangan, ketidakberimbangan berkesinambungan (transmitted-deprivation), terlalu percaya diri (over-confidence), egoisme, arogansi dan narsisme. Apapun yang datang langsung diadopsi tanpa reserve sedikitpun, mudah masuk mempengaruhi pemuda dan juga orang tua, serta meng-kooptasi mereka. Maka pemuda sebagai pewaris bangsa harus termotivasi untuk menggali potensi dalam dirinya dengan penuh semangat, mobile, aktif, dinamis, antusias dan kritis, ilmiah, objektif dan rasional. Adanya gerakan dan organisasi kepemudaan seperti Pramuka, Resimen Mahasiswa, KNPI, PMR, HMI, IMM, IPNU, PMII, KAHMI, Pemuda Pancasila, Pemuda Pancamarga, Young Celebes. Young Islamieten Bond dan lainnya mengindikasikan bahwa pemuda mampu membuktikan peran mereka berpartisipasi
membangun
bangsa.
Pertanyaannya,
apakah
semua
itu
dilatarbelakangi idealisme yang kuat atau sebaliknya terkontaminasi, sengaja mengkooptasikan diri untuk kepentingan tertentu? Tidak sedikit sebenarnya apa yang dapat pemuda lakukan di usia mereka tersebut bila sekedar ingin eksis dan diakui publik keberadaannya. Tapi yang paling penting adalah keberadaan 17
A.W.Munawwir, Kamus al-Munawwir Arab-Indonesia terlengkap, (Surabaya: Pustaka Progressif, 1997), hlm. 688 18 Kata,”fityah” dapat ditemukan dalam QS, al-Kahfi (18): 13, “Innahum Fityatun Aamanuu bi rabbihim wa Zidnaahum Hudaa” (Sesungguhnya mereka adalah para pemuda yang beriman kepada Tuhan mereka, dan kemudian kami tambahkan petunjuk kepada mereka). Dalam ayat tersebut, Allah menegaskan bahwa keberadaan pemuda (Ashaabul Kahfi) adalah benarbenar terjadi dalam sejarah manusia. Dan dalam QS, al-Kahfi (18): 25 diceritakan bahwa mereka tertidur di gua al-Kahfi selama tigaratus tahun Sembilan hari (walabitsuu fi Kahfihim Tsalaatsami’atin wazdaaduu Tis’an).
TARBAWY: Jurnal Pendidikan Islam
52
Kajian Prinsip-Prinsip Pendekatan Kontekstual dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia…
pemuda harus bermanfaat bagi orang lain (being useful for all) dan memberikan kemaslahatan. Lebih jauh lagi, SDM yang diinginkan adalah sosok yang berkarakter; tidak sekedar memahami Pancasila, tapi nilai-nilai yang terkandung di dalamnya benar-benar tertanam dalam jiiwa. Dan kemudian apa yang dicerna dari falsafah negara tersebut tersentuhkan kepada siapapun yang ada disekitarnya. Keberadaan dirinya menjadi nuansa tersendiri bagi orang lain. Para pemuda (pewaris Bangsa) tidak boleh dibiarkan kosong dan terlena dengan kekayaan yang semu serta masa muda yang bias. ―Inna al Faraagha wa al Jidata Mafsadatun li almar‟I ayya Mafsadatin”. Sesunggahnya hal tersebut akan menggiring manusia kepada kerusakan yang sangat fatal. Tanpa karakter adalah dosa sosial setara dengan politik tanpa prinsip, kekayaan tanpa kerja keras, perniagaan tanpa moralitas, kesenangan tanpa nurani, sains tanpa humanitas pengorbanan, kata M.K. Gandhi delapan dekade lalu. Perihal tersebut dan dalam rangka membentuk SDM berkarakter, pemerintah memiliki komitmen nasional dalam bentuk pendidikan karakter sebagaimana tercantum dalam Pasal 3 Undang Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional; Pendidikan Nasional mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cukup kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara demokratis serta bertanggung jawab.19 Bila dianalisis secara seksama, maka pendidikan merupakan media yang paling efektif untuk membentuk pemuda berkarakter. Ki Hajar Dewantara
19
Perihal tersebut, sudah dikembangkan program rinstisan, yaitu: pertama, pengembangan nilai esensial budi pekerti yang dirinci menjadi 85 butir (Dikdasmen 1989 sd. 2007).kedua, pengembangan nilai dan etos demokratis dalamkonteks pengembangan budaya sekolah yang demokratis dan bertanggung jawab (Dikdasmen 1991 sd. 2007).Ketiga, pengembangan nilai dan karakter bangsa (Dikdasmen 2002 sd. 2005). Keempat, pengembangan nilai-nilai anti korupsi yang mencakup jujur, adil, berani,kerja keras, peduli, sederhana dan disiplin (Dikdasmen dan KPK, 2008-2009), serta pengembangan nilai dan perilaku keimanan dan ketakwaan dalam konteks tauhidiyah dan religiusitas-sosial (Dikdasmen, 1998 sd. 2009).
TARBAWY: Jurnal Pendidikan Islam
53
Kajian Prinsip-Prinsip Pendekatan Kontekstual dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia…
menyebutkan tiga aspek dalam diri pemuda yang tidak boleh diabaikan dan tidak juga boleh dipisahkan dalam pendidikan, yaitu: budi pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran (intellect) dan tubuh anak untuk tujuan kesempurnaan hidup. Tiga aspek pendidkkan karakter adalah: pendidikan moral, pendidikan kewarganegaraan dan pengembangan karakter. Aspek-aspek tersebut tidak diberikan sekaligus secara instan, tapi harus berdasarkan pada prinsip dan pendekatan program pengembangan. Yaitu: berkelanjutan, melalui semua mata pelajaran, nilai-nilai dikembangkan bukan semata diajarkan, dan dilakukan secara aktif dan menyenangkan. Karakter adalah sesuatu yang harus melekat dalam wujud-wujud kebudayaan dan peradaban manusia (wujud ideal, wujud kelakuan dan wujud material).20 Pada akhirnya, SDM berakarakterlah yang menjadi idaman dan harapan bangsa. Bila terwujud, maka sosok demikian yang diharapkan mampu merubah negeri ini ―Fi Ayyi Ardhin Tatha‟u wa Anta Mas‟uulun „an Islaamiha‖ (Di bumi mana kamu berpijak, maka kamu bertanggung jawab atas keislamannya). ―Kullukum Raa‟in wa Kullukum Mas‟uulun „an Ra‟iiyatihi‖ (Setiap kamu pemimpin dan kemudian bertanggung jawab akan keberadaan rakyatnya). Maka galilah nilai-nilai positif yang terkandung dalam Pancasila.
G. Menjadi Good-Governance menuju Ketahanan Nasional Istilah good and governance muncul pasca runtunya rezim Orde Baru dan bergulirnya gerakan reformasi,21 pada awal 1990-an.Secara umum istilah good and governance adalah segala hal yang berkaitan dengan tindakan atau memengaruhi tingkah laku yang bersifat mengarahkan, mengendalikan, atau memengaruhi urusan publik untuk mewujudkan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan sehari hari.22 Ada empat pengertian yang menjadi arus utama, yakni pertama dimaknai sebagai kinerja suatu lembaga; kedua dimaknai sebagai 20
Rusydi Sulaiman, Pengantar Metodologi Studi Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2015), cet.2.,h.2 21 Asep sahid gatara dan subhan sofhian, Pendidikan kewarganegaraan, (Bandung:Fokus media, 2012)., h.82 22 Ubaedillah dan Abdul Rozak, Pancasila Demokrasi Hak Asasi Manusia Dan Mayarakat Madani,(Jakarta :Prenada Media Gruf, 2003).,h. 160
TARBAWY: Jurnal Pendidikan Islam
54
Kajian Prinsip-Prinsip Pendekatan Kontekstual dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia…
penerjemah kongkrit dari demokrasi dengan meniscayakan civic culture sebagai penompang berkelanjutan demokrasi itu sendiri; ketiga dan keempat diartikan dengan istilah aslinya atau tidak diterjemahkan karena memandang luasnya dimensi good governance yang tidak bisa direduksi hanya menjadi pemerintahan semata. Satu hal yang harus dilakukan dalam rangka menuju Good Governance adalah memberdayakan masyarakat madani—merujuk kepada konsep yang telah dikembangkan Nabi Muhammad,saw ketika merintis pembangunan Negara Madinah pasca hijrahnya dari Kota makkah. Masyarakat dimaksud adalah masyarakat ideal—memiliki wujud-wujud kebudayaan; idealism, kelakuan dan wujud benda (wujud peradaban).23 Masyarakat tersebut terbentuk secara demokratis dan diatur oleh sebuah konstitusi, disebut ―Piagam Madinah‖, al-„Ahd li al-Madiinah.24 Di dalam good Governance, terdapat prinsip-prinsip yang meliputi : pertama, partisipasi masyarakat. Partisipasi dibangun berdasarkan kebebasan
23
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam: Dirasah Islamiyah II, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2008).,h. 2 Kata Madinah berasal dari kata dalm bahasa Arab yaitu Tamaddun, mengandung pengertian peradaban atau kemajuan telah dicapai. Kata kerja asal istilah tersebut adalah tamaddana-yatamaddanu-tamaddun, berarti berperadaban (civilized). Terma Madina, di dalam bahasa Indinesia berarti kota, yaitu Kota Madinah, sebuah kota yang identik dengan kemajuan yang dicapai. Perubahan nama dari yastrib ke sebutan madinah, bukan tanpa alasan, tapi perubahan nama yang mengambarkan cita-cita Nabi. Yaitu: Istilah yang belakangan digunakan untuk masyarakat yang sudah maju, dinamis dan beperadaban tinggi adalah madani (masyarakat madani) da sebutan lain yang disinonimkan dengan istilah tersebut adalah masyarakat sipil (dari bahasa inggris civil), berarti warga negara yang berkemajuan. Dua istilah tersebut tampaknya memiliki kesamaan makna, tapi berbeda sumber pengembalianya. Yang pertama merujuk kepada supremasi kota madinah, sedangkan kedua merujuk ke kejayaan masa lalu di Barat. Kelompok liberal tidak menyetujui pemaduan dua istilah,masyarakat madani dan civil society. Terma Civil Society digagas oleh John Locke atau Montequieu pada abad ke-18M. Sebeleumnya juga sudah digagas di Yunani Kuno—societies civillis. Lihat Usman Quraisy, Good Governance: dalam Perspektif NU dan Muhammadiyah, ((Jambi: Syariah Press Sulthan Thaha Jambi, 2011).,h. 2 24 Naskah Piagam Madinah secara lengkap dapat dilihat dalam Ahmad Ibrahim alSyarif, Daulat al-Rasul fi al-Madinat, (Kuwait: Dar al-Bayan, 1972), 90-94 Beberapa item penting tentang muatan naskah Piagam Madinah tersebut antara lain adalah; Pasal 24 misalnya, memperlihatkan bahwa Yahudi telah mengingatkan diri untuk memberikan kontribusi untuk biaya perang dalam mempertahankan Madinah. Mereka memiliki komitmen membantu kaum muslim selama dalam situasi perang. Dalam pasal 45, diatur larangan bagi kaum Yahudi untuk membantu kaum quraisy ketika dalam perang dengan Islam. Lihat dalam Akram Dhiyauddin Umari, Masyrakat Madani
TARBAWY: Jurnal Pendidikan Islam
55
Kajian Prinsip-Prinsip Pendekatan Kontekstual dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia…
berkumpul dan mengungkapkan pendapat serta kepastian untuk partisipasi secara kongkrit dan transparan; kedua, berorientasi pada konsensus. Tata pemerintahan yang baik yang menjembatani kepentingan-kepentingan yang berbeda demi terbangunnya suatu konsensus yang menyeluruh; ketiga, kesetaraan. Semua warga masyarakat mempunyai kesempatan memperbaiki atau kesejahteraan mereka; keempat, efektivitas dan efisiensi. Proses pemerintahan yang membuahkan hasil sesuai dengan kebutuhan warga masyarakat dengan menggunakan sumber-sumber daya yang ada seoptimal mungkin; kelima, akuntabilitas. Para pengambil keputusan
di
pemerintah,
sektor
swasta,
dan
organisasi
masyarakat
bertanggungjawab, baik kepada masyarakat maupun lembaga-lembaga yang berkepentingan; keenam, visi strategis. Para pemimpin dan masyarakat memiliki perspektif yang luas dan jauh ke depan atas tata pemerintahan yang baik.25 Bila prinsip-prinsip diatas benar-benar melekat pada suatu Negara,maka dengan sendirinya ia akan memiliki stabilitas politik yang kuat. Artinya mampu menuju ketahanan nasional dengan bercirikan: pertama, memiliki birokrasi yang efisien dan tidak korup; kedua, memiliki elit politik yang berkemauan dan mampu memberikan prioritas pada pembangunan ekonomi; dan ketiga, memiliki kebijakan yang dirancang dengan baik untuk mencapai tujuan pembangunan. 26 Masyarakat madani tang berada dibawah pemerintahan,‖Good Governance‖, adalah SDM yang berkualitas yang erat hubungannya dengan ketahanan nasional. Mereka memiliki sensitivitas yang tinggi terhadap ketahanan nasionanl, ancaman, dan mampu mengidentifikasi persoalan-persoalan bangsa yang runit. Adapun pengauatan SDM di negeri ini misalnya dapat dilakukan dengan penguatan nilai-nilai Pancasila sebaga falsafah bangsa, juga melalui revitalisasi dan implementasi konsepsi ketahanan sosial budaya. Dengan demikian terwujudlah Negara Indonesia kuat dan aman. Semua warga negara berhak terlibat dalam keputusan, baik langsung maupun melalui lembaga perwakilan yang sah untuk mewakili kepentingan mereka. Paradigma birokrasi sebagai center for
25
Irwan Abdullah, Berpihak pada manusia: Paradigma Nasional, Pembangunan Indonesia Baru, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010).,h. 14-15 26 Georg Sorensen, Demokrasi dan Demok.,h. 5
TARBAWY: Jurnal Pendidikan Islam
56
Kajian Prinsip-Prinsip Pendekatan Kontekstual dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia…
public harus diikuti dengan berbagai aturan sehingga proses sebuah usaha dapat dilakukan dengan baik dan efisien, selain itu pemerintah juga harus menjadi public server dengan memberikan pelayanan yang baik, efektive, efisien, tepat waktu serta dengan biaya yang murah, sehingga mereka memiliki kepercayaan dari
masyarakat.
Partisipasi
masyarakat
sangat
berperan
besar
dalam
pembangunan, salah satunya diwujudkan dengan pajak. H. Ikhtitam Pancasila telah lahir dalam segala bentuk dan upaya - upaya yang saat ini masih di guncangkan dengan isu akan di ganti dasar negara kita, tapi dalam perjalanannya pancasila telah berkali – kali di kaji dan di telaah dan hasilnya pancasila itu hadir dalam keadaan yang bisa mempersatukan umat dan agama kita. Pancasila sebagai dasar negara berarti Pancasila menjadi dasar atau pedoman dalam penyelenggaraan negara. Seandainya negara adalah sebuah bangunan, maka Pancasila sebagai fondasi yang nantinya akan dijadikan tempat berpijak bangunan-bangunan berikutnya. Makna Pancasila Sebagai Dasar Negara adalah Pancasila berperan sebagai dasar, landasan, pedoman yang digunakan untuk mengatur seluruh tatanan kehidupan bangsa dan juga negara Indonesia, segala sesuatu yang berhubungan dengan pelaksanaan sistem ketatanegaraan Negara kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang harus berdasarkan Pancasila. Atau dengan kata lain semua peraturan yang berlaku di Negara Republik Indonesia harus bersumber pada Pancasila. Melihat dari sudut pandang makna pancasila sebagai dasar negara kita tentu dapat disimpulkan bahwa pancasila sangat berperan sebagai pemantau bagi bangsa Indonesia dalam menilai kebijakan pemeritahan maupun segala fenomena yang terjadi di masyarakat. Demikian uraian penelitian ini. Mudah-mudah apa yang kita idealisasikan tentang kepribadian bangsa ini dapat terealisasikan dengan baik. “Young today, leaders tomorrow” adalah obsesi besar negeri ini, karena mereka adalah tiang tempat bergantungnya masyarakat. Dan mudah-mudahan kita senantiasa dalam lindungan Allah, SWT, Tuhan Yang Maha Esa. Wassalam wallahu a‟lam bisshawaab.
TARBAWY: Jurnal Pendidikan Islam
57
Kajian Prinsip-Prinsip Pendekatan Kontekstual dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia…
DAFTAR PUSTAKA A.W. Munawwir, Kamus al-Munawwir Arab-Indonesia terlengkap, Surabaya: Pustaka Progressif, 1997 Asep sahid gatara dan subhan sofhian, Bandung:Fokus media, 2012
Pendidikan kewarganegaraan,
Badri, Sejarah Peradaban Islam: Dirasah Islamiyah II, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2008 Irwan Abdullah, Berpihak pada manusia: Paradigma Nasional, Pembangunan Indonesia Baru, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010 Kansil, dkk, Pancasila dan Undang Undang Dasat 1945: Pendidikan Pancasila di Perguruan Tinggi, Jakarta: Pradnya Paramita, 2003 Mukhtar dan Ema Widodo, Konstruksi ke Arah Penelitian Deskriptif, Yogyakarta: Auyrous, 2000 Muwafik Saleh, Membangun Karakter dengan Hati nurani, Jakarta: Erlangga, 2012 Noeng Muhajir, Metodologi Penelitian Kualitatif, Yogakart: Rake Sarasin, 1989 Nurcholish Madjid, Indonesia Kita, jakrta: Gramedia Pustaka Umum-Universitas Paramadina dan Perkumpulan Membangun Kembali Indonesia, 2004 Rusydi Sulaiman, Nilai-Nilai Karakter Islam: Berhulu dari Rahmat, berhilir pada Rahmat, Bandung: Marja, 2013 Rusydi Sulaiman, Pengantar Metodologi Studi Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2015 Sholehuddin, Kepemimpinan Pemuda dalam Berbagai Perspektif, (Jakarta: Intimedia, 2008 Ubaedillah dan Abdul Rozak, Pancasila Demokrasi Hak Asasi Manusia Dan Mayarakat Madani, Jakarta :Prenada Media Gruf, 2003 Usman Quraisy, Good Governance dalam Perspektif Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah, Jambi: Syari’ah Press IAIN Jambi, 2011 Yudi Latif, Negara Paripurna; Historisitas, rasionalitas dan aktualitas Pancasila PT. Gramedia Pustaka Utama: Jakarta,2011
TARBAWY: Jurnal Pendidikan Islam
58