perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PENGARUH PEMAHAMAN PANCASILA SEBAGAI PANDANGAN HIDUP BANGSA TERHADAP KESADARAN MORAL PADA REMAJA DI DESA KARANGLO KECAMATAN POLANHARJO KABUPATEN KLATEN TAHUN 2011
Oleh : EKA SETYANINGSIH X 6406019
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011 commit to user
i
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PENGARUH PEMAHAMAN PANCASILA SEBAGAI PANDANGAN HIDUP BANGSA TERHADAP KESADARAN MORAL PADA REMAJA DI DESA KARANGLO KECAMATAN POLANHARJO KABUPATEN KLATEN TAHUN 2011
Oleh : EKA SETYANINGSIH X 6406019
SKRIPSI
Ditulis dan diajukan untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan Program Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA commit2011 to user
ii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERSETUJUAN
Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan dihadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Pembimbing I
Pembimbing II
Winarno, S. Pd, M. Si
Drs. Suyatno, M. Pd
NIP. 19710813 199720 1 001
NIP. 19470312 198003 1 001
commit to user
iii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PENGESAHAN
Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima untuk memenuhi persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.
Hari
:
Tanggal
:
Tim Penguji Skripsi Nama terang
Tanda tangan
Ketua
: Dr. Triyanto, SH, M. Hum
Sekretaris
: Moh. Muchtarom, S. Ag, M. SI
Anggota I
: Winarno, S. Pd, M. Si
Anggota II
: Drs. Suyatno, M. Pd
(………………..) (………………..) (………………..) (………………..)
Disahkan oleh : Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta Dekan.
Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M. Pd. commit to user NIP. 19600727 198702 1 001 iv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAK
Eka Setyaningsih. PENGARUH PEMAHAMAN PANCASILA SEBAGAI PANDANGAN HIDUP BANGSA TERHADAP KESADARAN MORAL PADA REMAJA DI DESA KARANGLO KECAMATAN POLANHARJO KABUPATEN KLATEN TAHUN 2011. Skripsi, Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta, Agustus 2011. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh pemahaman Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa terhadap kesadaran moral remaja di desa Karanglo Kabupaten Klaten Tahun 2011. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif. Populasi adalah seluruh remaja di desa Karanglo kecamatan Polanharjo, sejumlah 315 remaja. Sampel diambil dengan proportional random sampling sejumlah 63 remaja. Teknik pengumpulan data variabel pemahaman Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa menggunakan tes dan kesadaran moral menggunakan angket. Teknik analisis data dengan analisis regresi sederhana. Uji persyaratan analisis dalam penelitian ini menggunakan uji normalitas dan uji linieritas. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan: pemahaman Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa berpengaruh terhadap kesadaran moral remaja di desa Karanglo Kecamatan Polanharjo Kabupaten Klaten. Terbukti dengan hasil rhitung = 0,319. Hasil perhitungan kemudian dikonsultasikan dengan rtabel (N = 63) untuk taraf signifikansi = 5% diperoleh 0,245. Karena rhitung = 0,319 > rtabel = 0,245 maka Ho ditolak dan Ha diterima jadi dapat ditarik kesimpulan pemahaman Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa berpengaruh positif terhadap kesadaran moral. Sedangkan harga thitung=2,632 dan pada taraf signifikansi 5% dengan N=63 diperoleh ttabel=2,00, karena thitung > ttabel yaitu 2,632 > 2,00 maka koefisien korelasi antara variabel X dengan Y signifikan atau berarti. Besarnya pengaruh pemahaman Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa terhadap kesadaran moral adalah 10,2% dan sisanya 89,8% dipengaruhi faktor lain. Untuk memprediksi tinggi rendahnya kesadaran moral jika pemahaman Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa diubahubah maka dapat menggunakan persamaan regresi yˆ = 67.4533 + 0.3050 X
commit to user
v
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRACT
Eka Setyaningsih. THE EFFECT OF KNOWLEDGE ON PANCASILA AS THE NATIONAL IDEOLOGY ON THE MORAL AWARENESS IN THE TEENAGERS OF KARANGLO VILLAGE OF POLANHARJO SUBDISTRICT OF KLATEN REGENCY OF 2011. Thesis. Surakarta. Teacher Training and Education Faculty of Sebelas Maret University. June. 2011. The objective of research is to find out whether or not there is an effect of Knowledge on Pancasila as the National Ideology on the Teenagers’ moral awareness in the of Karanglo Village of Polanharjo Subdistrict of Klaten Regency of 2011. This research employed a descriptive quantitative method. The population was all teenagers in Karanglo Village of Polanharjo Subdistrict consisting of 315 teenagers. The sample was taken using proportional random sampling, consisting of 63 teenagers. Technique of collecting data used for the knowledge on Pancasila as the National Ideology was test and for moral awareness was questionnaire. Technique of analyzing data used was a simple regression analysis. The analysis prerequisite test in this research employer normality and linearity tests. Considering the result of research, it can be concluded that: Knowledge on Pancasila as national ideology affects the teenagers’ moral awareness Karanglo Village of Polanharjo Subdistrict of Klaten Regency. It can be seen from the result of rstatistic = 0.319. The result of calculation was then consulted with the rtable (N = 63) at significance level = 5%, yielded 0.245. Because rstatistic = 0.319 > rtable (0.245), Ho is not supported and Ha is supported, so that it can be concluded that the knowledge on Pancasila as the National Ideology affects positively the moral awareness. Meanwhile the tstatistic = 2.632 and at significance level 5% with N = 63, it is obtained ttable = 2.00, because tstatistic > ttable of 2.632 > 2.00, therefore the correlation coefficient between variable X and Y is significant. The size of effect of Knowledge on Pancasila as the national ideology on moral awareness is 10.2% and the rest of 89.8% is affected by other factor. To predict the level of moral awareness if the national ideology is changed, the regression equation y = 67.4533 + 0.3050 X is used.
commit to user
vi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
MOTTO
Aristoteles mengajarkan, manusia tidak menjadi bermoral dan bijak dengan sendirinya. Kalaupun akhirnya mereka bermoral dan bijak, itu berkat usaha sepanjang hidup yang dilakukan mereka sendiri dan masyarakat.
(-Jon Moline)
commit to user
vii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERSEMBAHAN
Karya ini dipersembahkan kepada : Bapak dan Ibu tercinta yang telah memberikan segalanya,
semoga
Allah
SWT
memberikan
kebaikan dan kemuliaan di dunia dan akhirat Adik Agung tersayang yang selalu membantu kakak Arief Hidayat tersayang yang selalu memberikan semangat dan motivasi Sahabat-sahabat: Nana, Intan, Aseh, Arum, Maya, Elisa, Rini Teman-teman PPKn angkatan 2006 Almamater commit to user
viii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat dan berkah-Nya skripsi ini akhirnya dapat diselesaikan, untuk memenuhi sebagian persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan. Banyak hambatan yang menimbulkan kesulitan dalam penyelesaian penulisan skripsi ini, namun berkat bantuan dari berbagai pihak akhirnya kesulitankesulitan yang timbul dapat teratasi. Untuk itu atas segala bentuk bantuannya, disampaikan terima kasih kepada yang terhormat : 1. Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatulah, M.Pd, Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang telah memberikan ijin penelitian guna menyusun skripsi ini 2. Prof. Dr. rer. nat. Sajidan, M.Si, Pembantu Dekan 1 Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang telah memberikan ijin penelitian guna menyusun skripsi ini 3. Drs. Amir Fuady, M.Hum, Pembantu Dekan III Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang telah memberikan ijin penelitian guna menyusun skripsi ini. 4. Drs. Saiful Bachri, M.Pd, Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial FKIP UNS Surakarta, yang telah memberikan ijin penyusunan skripsi 5. Dr. Sri Haryati, M.Pd., Ketua Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan FKIP UNS yang telah memberikan ijin untuk menyusun skripsi 6. Winarno, S.Pd, M.Si, Pembimbing I yang dengan sabar telah memberikan pengarahan, bimbingan dan motivasi sehingga skripsi ini dapat terselesaikan 7. Drs. Suyatno, M.Pd, Pembimbing II yang dengan sabar telah memberikan bimbingan, pengarahan dan dorongan selama penulis menyelesaikan skripsi ini 8. Moh. Hendri Nuryadi, S.Pd, Pembimbing Akademik yang telah memberikan bimbingan serta pengarahan 9. Yudi Kusnandar, S.E, Kepala Desa Karanglo yang telah memberikan ijin Try commit user Out/ Reseacrh di Desa Karanglo Kec. to Polanharjo Kab. Klaten
ix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
10. Segenap Bapak/ Ibu dosen Program Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan, sehingga penulis mampu menyelesaikan penulisan skripsi ini 11. Berbagai pihak yang telah membantu penulis demi lancarnya penulisan skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Penyusunan skripsi ini telah berusaha semaksimal mungkin, namun penulis menyadari bahwa skripsi ini masih terdapat kekurangan karena keterbatasan penulis. Dengan segala rendah hati penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk menyempurnakan skripsi ini. Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan juga dunia pragmatika.
Surakarta,
Juli 2011
Penulis
commit to user
x
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI
JUDUL
...........................................................................................
i
PENGAJUAN
...........................................................................................
ii
PERSETUJUAN ...........................................................................................
iii
PENGESAHAN
...........................................................................................
iv
ABSTRAK
...........................................................................................
v
ABSTRACT
...........................................................................................
vi
MOTTO
...........................................................................................
vii
PERSEMBAHAN ...........................................................................................
viii
KATA PENGANTAR ....................................................................................
ix
DAFTAR ISI
...........................................................................................
xi
DAFTAR TABEL ...........................................................................................
xiii
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................
xiv
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................
xv
BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah .................................................................
1
B. Identifikasi Masalah .........................................................................
7
C. Pembatasan Masalah ........................................................................
7
D. Perumusan Masalah..........................................................................
7
E. Tujuan Penelitian..............................................................................
8
F. Manfaat Penelitian............................................................................
8
BAB II. LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka ...............................................................................
9
1. Tinjauan tentang Pemahaman Pancasila Sebagai Pandangan Hidup Bangsa .............................................................................
9
a. Pengertian Pemahaman .........................................................
9
b. Pengertian Pancasila ..............................................................
9
c. Pengertian Pandangan Hidup Bangsa................................... 16 d. Definisi Konseptual Pemahaman Pancasila Sebagai commit to user Pandangan Hidup Bangsa ..................................................... 18
xi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
e. Definisi Operasional Pemahaman Pancasila Sebagai Pandangan Hidup Bangsa ....................................................
19
2. Tinjauan tentang Kesadaran Moral ..........................................
19
a. Pengertian Kesadaran .........................................................
19
b. Pengertian Moral .................................................................
22
c. Pengertian Kesadaran Moral ...............................................
32
d. Teori Kesadaran Moral ........................................................
35
e. Definisi Konseptual Kesadaran Moral ................................. 40 f. Definisi Operasional Kesadaran Moral ...............................
40
3. Pengaruh Pemahaman Pancasila Sebagai Pandangan Hidup Bangsa Terhadap Kesadaran Moral .........................................
40
B. Kerangka Berfikir ............................................................................
42
C. Hipotesis ..........................................................................................
43
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian .......................................................... 44 B. Metode Penelitian............................................................................. 45 C. Populasi dan Sampel ........................................................................ 46 D. Teknik Pengumpulan Data ............................................................... 49 E. Teknik Analisis Data ........................................................................ 61 BAB IV. HASIL PENELITIAN A.
Deskripsi Data ........................................................................... 66
B.
Pengujian Persyaratan Analisis ................................................. 69
C.
Pengujian Hipotesis ................................................................... 70
D.
Pembahasan Hasil Analisis Data............................................... 73
BAB V. KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN A.
Kesimpulan ............................................................................... 77
B.
Implikasi .................................................................................... 77
C.
Saran ......................................................................................... 78
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 79 LAMPIRAN
.............................................................................................. 83 commit to user
xii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel
1
Jadwal Kegiatan Penelitian .........................................................
44
Tabel
2
Jumlah Sampel Setiap Kelas .......................................................
49
Tabel
3
Distribusi Frekuensi Pemahaman Pancasila Sebagai Pandangan
Tabel
4
Hidup Bangsa (X) .......................................................................
67
Distribusi Frekuensi Kesadaran Moral (Y) .................................
68
commit to user
xiii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar
1 Skema Kerangka Berfikir .........................................................
Gambar
2 Histogram Pemahaman Pancasila Sebagai Pandangan Hidup
42
Bangsa (X) ................................................................................
67
Gambar
3 Histogram Kesadaran Moral (Y) ..............................................
69
Gambar
4 Persamaan Garis Regresi Pemahaman Pancasila Sebagai Pandangan Hidup Bangsa Terhadap Kesadaran Moral ............
commit to user
xiv
72
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran 1
Daftar Sampel..........................................................................
83
Lampiran 2
Daftar Remaja Try Out .............................................................
84
Lampiran 3
Kisi-Kisi Ujicoba Tes Pemahaman Pancasila Sebagai Pandangan Hidup Bangsa .......................................................
Lampiran 4
85
Lembar Ujicoba Tes Pemahaman Pancasila Sebagai Pandangan Hidup Bangsa ........................................................
Lampiran 5
Uji
Validitas,
Reliabilitas,
Daya
Beda dan
86
Indeks
Kesukaran Pemahaman Pancasila Sebagai Pandangan Hidup Bangsa ........................................................................... Lampiran 6
Kisi-Kisi Penelitian Tes Pemahaman Pancasila Sebagai Pandangan Hidup Bangsa ........................................................
Lampiran 7
93
95
Lembar Penelitan Tes Pemahaman Pancasila Sebagai Pandangan Hidup Bangsa ........................................................
96
Lampiran 8
Contoh Perhitungan Uji Validitas Tes ...................................
103
Lampiran 9
Contoh Penghitungan Uji Reliabilitas Tes .............................
105
Lampiran 10 Contoh Penghitungan Indeks Kesukaran ................................. 106 Lampiran 11 Contoh Penghitungan Daya Beda ............................................ 107 Lampiran 12 Kisi-Kisi Ujicoba Angket Kesadaran Moral ............................ 108 Lampiran 13 Lembar Ujicoba Angket Kesadaran Moral .............................. 109 Lampiran 14 Uji Validitas dan Reliabilitas Angket Kesadaran Moral .......... 114 Lampiran 15 Kisi-Kisi Penelitian Angket Kesadaran Moral ......................... 116 Lampiran 16 Lembar Penelitian Angket Kesadaran Moral ........................... 117 Lampiran 17 Contoh Penghitungan Uji Validitas Angket ............................. 121 Lampiran 18 Contoh Penghitungan Reliabilitas Angket ............................... 123 Lampiran 19 Rekapitulasi Data ..................................................................... 125 Lampiran 20 Uji Normalitas Pemahaman Pancasila Sebagai Pandangan Hidup Bangsa ........................................................................... 126 commit toMoral user ............................................. 128 Lampiran 21 Uji Normalitas Kesadaran
xv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Lampiran 22 Uji Linieritas Variabel X Terhadap Y...................................... 131 Lampiran 23 Uji Korelasi Variabel X terhadap Y ......................................... 136 Lampiran 24 Penghitungan Uji Keberartian Koefisien Korelasi ................... 137 Lampiran 25 Penghitungan Koefisien Determinasi ....................................... 138 Lampiran 26 Penghitungan Persamaan Garis Regresi Variabel X terhadap Variabel Y ................................................................................ 139 Lampiran 27 Tabel Nilai-Nilai r Product Moment ........................................ 140 Lampiran 28 Tabel Distribusi t ...................................................................... 141 Lampiran 29 Tabel Nilai Kritik Uji Liliefors ................................................ 142 Lampiran 30 Tabel Distribusi F..................................................................... 143 Lampiran 31 Surat Permohonan Ijin Menyusun Skripsi Kepada Dekan FKIP UNS ................................................................................ 145 Lampiran 32 Surat Keputusan Dekan FKIP UNS Tentang Penyusunan Skripsi ...................................................................................... 146 Lampiran 33 Surat Permohonan Ijin Try Out/ Research Kepada Rektor UNS .......................................................................................... 147 Lampiran 34 Surat Permohonan Ijin Try Out/ Research Kepada Kepala Desa Karanglo .......................................................................... 148 Lampiran 35 Permohonan Surat Pengantar Ijin Penelitian Kepada Bupati Kabupaten Klaten ..................................................................... 149 Lampiran 36 Surat
Rekomendasi
Research/
Survey
dari
Badan
Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Klaten ........... 150 Lampiran 37 Surat Keterangan Telah Melakukan Try Out/ Research dari Desa Karanglo Kec. Polanharjo Kab. Klaten ........................... 151
commit to user
xvi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Setiap bangsa di mana pun pasti selalu mempunyai pedoman sikap hidup yang dijadikan acuan di dalam hidup bermasyarakat. Demikian juga dengan bangsa Indonesia. Bagi bangsa Indonesia, sikap hidup yang diyakini kebenarannya tersebut bernama Pancasila. Nilai-nilai yang terkandung di dalam sila-sila Pancasila tersebut berasal dari budaya masyarakat bangsa Indonesia sendiri. Oleh karena itu, Pancasila sebagai inti dari nilai-nilai budaya Indonesia maka Pancasila dapat disebut sebagai cita-cita moral bangsa Indonesia. Cita-cita moral inilah yang kemudian memberikan pedoman, pegangan atau kekuatan rohaniah kepada bangsa Indonesia di dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Pancasila di samping merupakan cita-cita moral bagi bangsa Indonesia, juga sebagai perjanjian luhur bangsa Indonesia. Pancasila sebagaimana termuat dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 adalah hasil kesepakatan bersama bangsa Indonesia yang pada waktu itu diwakili oleh PPKI. Oleh karena Pancasila merupakan kesepakatan bersama seluruh masyarakat Indonesia maka Pancasila sudah seharusnya dihormati dan dijunjung tinggi. Negara kebangsaan Indonesia terbentuk atas perjuangan rakyat Indonesia dan upaya besar founding fathers, tanpa kenal lelah keluar masuk penjara memantapkan rasa kebangsaan Indonesia dan berjuang demi terwujudnya Negara yang merdeka. Tanggal 17 Agustus 1945 atas berkat rahmat Allah Yang Maha Esa, rakyat Indonesia menyatakan kemerdekaan. Sejarah telah mengungkapkan bahwa Pancasila adalah jiwa seluruh rakyat Indonesia, yang memberi kekuatan hidup kepada bangsa Indonesia serta membimbingnya dalam mengejar kehidupan lahir batin yang makin baik, di dalam masyarakat Indonesia yang adil dan makmur. Bahwasanya Pancasila yang telah diterima dan ditetapkan sebagai dasar negara seperti tercantum dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 merupakan kepribadian dan pandangan hidup bangsa, yang telah diuji kebenaran, commit to user 1
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 2
kemampuan dan kesaktiannya, sehingga tak ada satu kekuatan manapun juga yang mampu memisahkan Pancasila dari kehidupan bangsa Indonesia. Menyadari bahwa untuk kelestarian kemampuan dan kesaktian Pancasila itu, perlu diusahakan secara nyata dan terus menerus penghayatan dan pengamalan nilai-nilai luhur yang terkandung di dalamnya oleh setiap warga negara Indonesia, setiap penyelenggara negara serta setiap lembaga kenegaraan dan lembaga kemasyarakatan, baik di pusat maupun di daerah. Menurut Oppenheim-Lauterpacht (2010) mengatakan syarat terbentuknya negara adalah unsur pembentuk negara atau konstitutif yaitu wilayah, rakyat, pemerintah yang berdaulat. Sedangkan unsur deklaratif yaitu pengakuan oleh negara
lain.
(http://princegryffindor.blogspot.com/2010/10/syarat-syarat-
terbentuknya-negara.html). Sedangkan menurut pendapat Soehino (2001: 7) mengatakan bahwa : ”syarat terbentuknya negara antara lain: adanya daerah, ada rakyatnya dan adanya pemerintah yang berdaulat”. Melalui momentum proklamasi kemerdekaan syarat tersebut sudah dapat terpenuhi. Dapat dikatakan, Indonesia menjadi negara yang merdeka dan selanjutnya untuk mewujudkan pemerintah yang formal, Indonesia memerlukan suatu konstitusi. Sementara itu Sri Soemantri sebagaimana dikutip Azra (2003: 90) berpendapat bahwa “konstitusi adalah suatu naskah yang memuat suatu bangunan negara dan sendi-sendi sistem pemerintahan negara”. Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan, bahwa konstitusi memuat aturan-aturan pokok mengenai sendi-sendi yang diperlukan untuk berdirinya sebuah negara. Pada tanggal 1 Juni 1945, Ir. Soekarno berpidato di depan BPUPKI menyampaikan gagasannya tentang dasar negara Indonesia Merdeka yang dinamakan Pancasila. Dan tepat pada tanggal 18 Agustus 1945 UUD 1945 ditetapkan sebagai konstitusi tertulis Indonesia. UUD 1945 memuat mengenai prinsip dasar Negara Indonesia, salah satunya mengenai Pancasila sebagai dasar negara yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945 alinea 4. Pancasila merupakan sublimasi nilai-nilai budaya yang menyatukan masyarakat Indonesia yang beragam suku, ras, bahasa, agama, pulau, menjadi bangsa yang satu. Nilaicommit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 3
nilai yang terkandung di dalam Pancasila merupakan jiwa kepribadian, dan pandangan hidup masyarakat di wilayah nusantara sejak dahulu. Menurut pendapat Darmodiharjo dkk (1988: 16) bahwa : “Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa adalah Pancasila digunakan sebagai penunjuk arah semua kegiatan atau aktivitas hidup dan kehidupan didalam segala bidang”. Jadi semua tingkah laku dan tindak atau perbuatan setiap manusia Indonesia harus dijiwai dan merupakan pancaran dari semua sila Pancasila. Sejarah telah membuktikan bahwa nilai materiil Pancasila merupakan sumber kekuatan bagi perjuangan bangsa Indonesia. Nilai-nilai Pancasila merupakan pengikat sekaligus pendorong dalam usaha menegakkan dan memperjuangkan kemerdekaan. Uraian tersebut memberikan bukti bahwa nilainilai materiil Pancasila sesuai dengan kepribadian dan keinginan Bangsa Indonesia.
Bagi Bangsa Indonesia dalam upaya untuk meningkatkan perilaku moral secara optimal, salah satu langkah untuk membentuk sumber daya manusia yang berkualitas adalah melalui pendidikan. Menurut Kevin Carmady and Zane Berge (2005: 3) “Education can be defined as an activity undertaken or initatied to effect changes in knowledge, skill, and attitude of individuals, groups, and communities”. Artinya pendidikan itu dapat didefinisikan sebagai kegiatan yang dilakukan untuk memperoleh perubahan dalam pengetahuan, keterampilan, dan sikap dari individu , kelompok, dan komunitas. Dengan demikian, melalui pendidikan manusia dapat menambah pengetahuan dan keterampilannya yang dapat berguna untuk membantu pelaksanaan pembangunan. Oleh karena itu, pemerintah berupaya membangun sektor pendidikan secara terencana, terarah dan bertahap serta terpadu dengan keseluruhan pembangunan kehidupan bangsa baik ekonomi ilmu pengetahuan dan teknologi, sosial maupun budaya. Menurut Robert A. Wilkins (1989) “ Education is very influential on the development of a country in all aspect, bith on economic, social, political, cultural, defense security, technology anda others aspect”. Artinya commit toterhadap user bahwa pendidikan sangat berpengaruh perkembangan suatu negara
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 4
dalam segala aspek, baik ekonomi, sosial, politik, budaya, pertahanan keamanan, tekhnologi dan aspek lainnya. Pesatnya pembangunan dan masuknya era globalisasi membawa dampak yang harus dihadapi Bangsa Indonesia, baik dampak positif maupun yang bersifat negatif. Salah satu dampak negatif globalisasi adalah memberikan konsekuensi masuknya dan meleburnya budaya asing pada budaya Indonesia, padahal budaya tersebut belum tentu sesuai dengan jati diri Bangsa Indonesia. Dan dampak positif globalisasi adalah adanya globalisasi dalam budaya menyebabkan pergeseran nilai dan sikap seseorang yang irasional menjadi rasional. (http://m.cybermq_Affandi Kusuma.com/2010/05/dampak-globalisasi.html). Dengan masuknya era globalisasi semacam ini, remaja menjadi objek yang paling rawan sebagai tempat perkembangan globalisasi dan pengaruh globalisasi terhadap remaja yang begitu kuat membuat banyak remaja kehilangan kepribadian diri sehingga kesadaran moral dalam diri remaja menjadi hilang. Tidak dapat dipungkiri bahwa remaja membutuhkan pembinaan moral, sikap dan perilaku agar nantinya tidak terseret arus yang menyesatkan perbuatan remaja. Dengan menanamkan nilai-nilai Pancasila dalam diri remaja diharapkan remaja nantinya dapat bersikap dan berperilaku yang bermoral, tidak hanya mengetahui norma-norma yang ada dalam masyarakat, tetapi juga pelaksanaannya dalam kehidupan sehari-hari dan bertindak sadar akan moral. Dengan penanaman nilai-nilai Pancasila tersebut dapat membekali remaja dengan moral baik, dapat dikatakan seorang individu yang tingkah lakunya menaati kaidah-kaidah yang berlaku disebut baik secara moral dan jika tidak disebut jelek secara moral. Kenyataan yang terjadi di lapangan masih ditemukan adanya remaja yang melanggar nilai-nilai moral seperti perilaku-perilaku penyimpangan yakni banyaknya pelanggaran yang dilakukan oleh para remaja di Desa Karanglo seperti bermain kartu di posko dusun (berjudi), minum-minuman keras, mencuri, tawuran antar dusun dan berkelahi. Kemudian data dari Polsek Polanharjo yang menunjukkan tingkat kenakalan remaja yang kebanyakan disebabkan karena tindak pencurian. Yaitu pada tahun 2008 sampai 2009 terdapat kurang lebih 14 commit to user kasus yang dilakukan oleh para remaja terutama disebabkan karena tindak
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 5
pencurian. Dikarenakan dalam hal ini kesadaran moral remaja masih rendah. Sesungguhnya dengan pemahaman Pancasila yang diberikan kepada remaja harus cukup sehingga mampu membekali remaja dalam melakukan perbuatan moral tapi kenyataannya kesadaran moral remaja di Desa Karanglo masih rendah yang dapat dilihat dari penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh remaja di Desa Karanglo tersebut. Seharusnya dengan penanaman nilai-nilai Pancasila yang diberikan kepada remaja, remaja memiliki kesadaran tentang moral sehingga dapat membuat remaja sadar akan perbuatan moralnya. Kesadaran akan moral dari para remaja sangat diperlukan demi terciptanya kehidupan yang aman, damai dan tenteram. Sesuai dengan pendapat Winarno (2006: 9)bahwa “kesadaran moral adalah kesadaran dalam diri manusia bahwa tindakannya itu didasarkan atas rasa wajib, suka rela tanpa paksaan dan keluar dari pribadinya”. Pendapat lain diungkapkan oleh Wizanies (2007) bahwa kesadaran moral adalah “perasaan wajib atau keharusan untuk melakukan tindakan yang bermoral”.(http/wizanies.blogspot.com/2007/08/akhlak-etika-moral.html).
Menurut Taufik Abdullah dan A. C. Van Der Leeden (1986: 156) bahwa ”bertindak secara moral berarti menaati suatu norma”. Seperti diketahui bahwa nilai, norma, dan moral merupakan satu kesatuan yang utuh dalam kaitannya dengan upaya perwujudan nilai kemanusiaan, nilai merupakan landasan dari norma, selanjutnya norma menjadi dasar penuntun dari moralitas manusia yaitu sikap dan perbuatan yang baik. Nilai, norma dan moral merupakan satu kesatuan yang utuh dalam kaitannya dengan upaya perwujudan nilai kemanusiaan, serta dalam hubungan antar umat manusia. Nilai merupakan landasan dari norma, selanjutnya norma menjadi dasar penuntun dari moral atau sikap dan perbuatan yang baik. (Muhson,2002,http://journal.um.ac.id/index.php/ppkn/article/view/1716). Terjadinya perilaku menyimpang remaja serta lunturnya rasa hormat generasi muda terhadap generasi tua, merupakan indikasi menurunnya pemahaman dan pengalaman nilai-nilai budaya yang terumuskan menjadi to user Pancasila. Menyimak kondisi commit demikian, tidaklah bijaksana menumpukan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 6
kesalahan pada pemerintah ataupun pihak-pihak terkait. Lebih bijaksana jika terlebih dahulu mengkaji kondisi remaja dan problematika di dalamnya. Remaja sebetulnya dapat dikatakan tidak memiliki tempat yang jelas, mereka tidak termasuk dalam golongan anak-anak dan belum dapat diterima ke dalam golongan orang dewasa. Remaja berada di antara anak dan orang dewasa. Piaget sebagaimana dikutip oleh Ali dan Mohammad (2004: 9) menjelaskan bahwa “Remaja adalah suatu usia dimana individu menjadi terintegrasi kedalam masyarakat dewasa, suatu usia dimana anak tidak merasa bahwa dirinya berada dibawah tingkat orang yang lebih tua melainkan merasa sama, atau paling tidak sejajar”. Masa remaja ini merupakan masa pencarian jati diri, pada masa itu para remaja dituntut untuk memiliki rasa percaya diri. Penanaman kesadaran moral pada hakekatnya merupakan penanaman nilai-nilai Pancasila, karenanya perlu diberikan pada remaja sebagai warga negara. Menurut Willis (1981: 83) “Pembinaan mental ideologi Pancasila dimaksudkan agar anak -anak nakal atau menyimpang itu memahami sila-sila dari idiologi negara kita yakni Pancasila. Dan mengusahakan agar dapat melatih kebiasaan hidup berpancasila di lingkungan mereka”. Menurut Shigeo Nishimura (1995) “Pancasila, in its realization, may not contradict the norms of religion, law, ethics and morals.
Pancasila is a
crystallization and essence of Indonesian identity: culture, religion, ethics and morals, democracy
and social”. (http://jsse.org.com/The-Development-of-
Pancasila-Moral-Education-in-Indonesia.html).
Artinya
Pancasila
dalam
realisasinya, tidak mungkin bertentangan dengan norma-norma agama, hukum, etika dan moral. Pancasila merupakan suatu kristalisasi dan esensi dari identitas Indonesia: budaya, agama, etika dan moral, demokrasi dan sosial. Berdasarkan uraian latar belakang masalah dan identifikasi masalah di atas, maka peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian tentang pengaruh pemahaman Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa terhadap kesadaran moral pada remaja.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 7
B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukakan maka peneliti dapat mengidentifikasikan permasalahan yang terkait sebagai berikut: 1.
Kesadaran moral remaja rendah dengan ditemukan adanya remaja yang melanggar nilai-nilai moral seperti perilaku-perilaku penyimpangan yakni banyaknya pelanggaran yang dilakukan oleh para remaja di Desa Karanglo seperti bermain kartu di posko dusun (berjudi), minum-minuman keras, mencuri, tawuran antar dusun dan berkelahi.
2.
Masih kurangnya pemahaman mengenai nilai-nilai Pancasila yang dimiliki remaja.
3.
Rendahnya pemahaman nilai-nilai Pancasila diasumsikan berkaitan dengan rendahnya kesadaran moral remaja.
4.
Kurangnya pengetahuan pada remaja tentang pengamalan nilai-nilai luhur yang terkandung dalam Pancasila.
5.
Derasnya arus globalisasi memungkinkan pengaruh negatif terhadap moral dan perilaku remaja.
C. Pembatasan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah dan memperhatikan permasalahan yang ada, selanjutnya akan dilakukan pembatasan masalah agar lebih terfokus sehingga apa yang diteliti lebih jelas dan kesalahpahaman dapat dihindari.maka peneliti membatasi masalah yaitu: Rendahnya pemahaman nilai-nilai Pancasila
yang
diasumsikan berkaitan dengan rendahnya kesadaran moral remaja.
D. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang, identifikasi dan pembatasan masalah maka dapat dirumuskan permasalahan penelitian ini sebagai berikut: “Adakah pengaruh positif dan signifikan dari pemahaman Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa terhadap kesadaran moral pada remaja di Desa Karanglo Kecamatan Polanharjo Kabupaten Klaten Tahun 2011 ?”. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 8
E. Tujuan Penelitian Tujuan yang berfungsi sebagai acuan pokok mengkaji masalah yang akan diteliti sehingga dapat dikerjakan secara terpusat dan terarah, baik dalam mencari data sampai pada langkah pemecahan masalahnya. Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: Untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh dari pemahaman Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa terhadap kesadaran moral pada remaja di desa Karanglo kecamatan Polanharjo kabupaten Klaten Tahun 2011.
F. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat baik secara teoritir maupun secara praktis :
1. Manfaat Teoritis
a. Sebagai suatu karya ilmiah, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi
bagi
perkembangan
konsep
keilmuan
mengenai
pengaruh
pemahaman Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa terhadap kesadaran moral pada remaja. b. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai pedoman untuk kegiatan penelitian yang sejenis pada waktu mendatang. 2. Manfaat Praktis
a. Menyebarluaskan informasi mengenai pentingnya pengaruh pemahaman Pancasila sebagai pandangan hidup terhadap kesadaran moral pada remaja secara optimal. b. Sebagai calon pendidik mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan, pengalaman selama mengadakan penelitian ini dapat ditrasformasikan pada peserta didik pada khususnya, serta bagi masyarakat luas pada umumnya. c. Sebagai acuan bagi calon pendidik untuk memperhatikan kemampuan belajar anak didiknya. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka Pemahaman Pancasila Sebagai Pandangan Hidup Bangsa
1.
a.
Pengertian Pemahaman
Pemahaman berasal dari kata ”paham” yang artinya mengerti benar dalam suatu hal. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia DEPDIKBUD (1991: 714) “Pemahaman adalah proses, perbuatan, cara memahami atau memahamkan”. Definisi lain dikemukakan oleh Suharsimi Arikunto (2002: 134) mengatakan
bahwa,”
menyimpulkan,
Pemahaman
menggeneralisasi,
adalah memberi
mempertahankan, contoh,
memperluas,
menuliskan
kembali,
memperkirakan”. Dengan pemahaman diharapkan seseorang dapat membuktikan bahwa ia memahami hubungan yang sederhana diantara fakta dan konsep dari suatu bahan yang telah dipelajarinya. Kemudian pengertian pemahaman menurut Benyamin S Bloom yang dikutip oleh Sumadi Suryabrata (1998: 47) mengemukakan bahwa, ”Pemahaman adalah kemampuan untuk menangkap arti dari suatu bahan yang telah terlihat antara lain dalam kemampuan seseorang menafsirkan, informasi, meramalkan akibat suatu peristiwa dan kemampuan lain sejenisnya”. Berdasarkan uraian para ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pemahaman adalah kemampuan untuk menangkap arti dari sesuatu pendapat yang telah dipelajari yang terlibat antara lain dalam kemampuan seseorang, menafsirkan informasi, meramalkan akibat satu peristiwa dan kemampuan sejenis.
b.
Pengertian Pancasila
1) Pancasila Dari Segi Etimologi Pengertian Pancasila secara etimologi menurut Effendi (1993: 2) mengatakan bahwa: Pancasila berasal dari bahasa Sansekerta dari India (bahasa kasta Brahmana) yang berasal dari kata Panca berarti lima dan Sila atau Syila berarti batu sendi yang lima jumlahnya. Atau Panca berarti lima dan Sila atau Syiila commit (dengantoi user panjang) berarti aturan tingkah laku 9
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 10
yang baik, seperti dalam bahasa Indonesia susila atau tingkah laku manusia yang baik. Menurut Yamin dalam Kaelan (2001: 21) bahwa,“Kata Pancasila yang dimaksud adalah istilah Panca Syila dengan vokal i pendek yang berarti dasar yang memiliki lima unsur dan Panca Syiila dengan vokal i panjang yang berarti lima aturan tingkah laku yang penting”. Sedangkan Zainal Abidin dalam Kaelan (2001: 21) mengatakan bahwa: Pancasila terdapat dalam kepustakaan Budha di India dan dalam ajaran Budha tersebut terdapat ajaran moral untuk mencapai nirwana dengan melalui samadhi dan setiap golongan mempunyai kewajiban moral yang berbeda. Ajaran moral tersebut adalah Dasasyiila, Saptasyiila, Pancasyiila. Pancasyiila menurut Budha merupakan lima aturan (five moral principle) yang harus ditaati dan dilaksanakan oleh para penganut biasa atau awam. Pancasyiila yang berisi lima larangan atau pantangan itu adalah larangan membunuh, mencuri, berzina, berdusta dan larangan minum-minuman keras. Menurut Notonegoro (1987: 1) bahwa, “Pancasila sebagai perkataan adalah suatu sebutan, suatu istilah untuk memberi nama kepada dasar filsafat atau dasar kerokhanian negara kita”. Kemudian menurut Darji (1984: 23) mengemukakan bahwa, “Pancasila berarti lima dasar atau lima asas, adalah nama daripada dasar Negara Republik Indonesia”. Pancasila dikenal sejak jaman Majapahit yang terdapat dalam buku Negarakertagama karangan Prapanca dan buku Sutasoma karangan Tantular. Dan dalam buku Sutasoma istilah Pancasila disamping mempunyai arti berbatu sendi yang lima (dari bahasa Sansekerta), juga mempunyai arti “Pelaksanaan Kesusilaan yang lima” (Pancasila Krama), yaitu tidak boleh melakukan kekerasan, tidak boleh mencuri, tidak boleh berjiwa dengki, tidak boleh berbohong, tidak boleh mabuk minuman keras. Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa dilihat dari segi etimologi istilah Pancasila mempunyai dua arti. Pancasila yang berasal dari Panca Syila dengan vokal i pendek berarti berbatu sendi yang jumlahnya lima dan Pancasila tersebut merupakan dasar yang memiliki lima unsur. commit to user Sedangkan Panca Syiila dengan vokal i panjang dengan huruf dewanagari
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 11
yang berarti lima aturan tingkah laku manusia yaitu tidak boleh melakukan kekerasan, tidak boleh mencuri, tidak boleh berjiwa dengki, tidak boleh berbohong dan tidak boleh mabuk. Jadi Pancasila mengandung lima nilai etik sebagai aturan tingkah laku manusia baik dalam kehidupan bermasyarakat yang telah ada dan dikenal dalam budaya kehidupan bangsa nusantara sejak dahulu. 2) Pancasila Dari Segi Historis Menurut Kaelan (2001: 23-25), ”Pancasila secara historis dalam sidang BPUPKI pertama membahas tentang dasar negara yang akan diterapkan. Secara historis proses perumusan Pancasila adalah: a) Mr. Muhammad Yamin Pada sidang BPUPKI tanggal 29 Mei 1945, M. Yamin berpidato mengusulkan lima asas dasar negara sebagai berikut : (1) Peri Kebangsaan (2) Peri Kemanusiaan (3) Peri Ketuhanan (4) Peri Kerakyatan (5) Kesejahteraan Rakyat Setelah berpidato beliau juga menyampaikan usul secara tertulis mengenai rancangan UUD RI yang di dalamnya tercantum rumusan lima asas dasar negara sebagai berikut : (1) Ketuhanan Yang Maha Esa (2) Kebangsaan persatuan Indonesia (3) Rasa kemanusiaan yang adil dan beradab (4) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan (5) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia b) Mr. Soepomo Pada sidang BPUPKI tanggal 31 Mei 1945 Soepomo mengusulkan lima dasar negara sebagai berikut : commit to user (1) Persatuan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 12
(2) Kekeluargaan (3) Keseimbangan lahir dan bathin (4) Musyawarah (5) Keadilan rakyat c) Ir. Soekarno Pada sidang BPUPKI tanggal 1 Juni 1945, Ir. Soekarno mengusulkan dasar negara yang disebut dengan nama Pancasila secara lisan/tanpa teks sebagai berikut : (1) Nasionalisme atau Kebangsaan Indonesia (2) Internasionalisme atau Perikemanusiaan (3) Mufakat atau Demokrasi (4) Kesejahteraan Sosial (5) Ketuhanan yang berkebudayaan. Selanjutnya beliau mengusulkan kelima sila dapat diperas menjadi Tri Sila yaitu Sosio Nasional (Nasionalisme dan Internasionalisme), Sosio Demokrasi (Demokrasi dengan Kesejahteraan Rakyat), Ketuhanan yang Maha Esa. Adapun Tri Sila masih diperas lagi menjadi Eka Sila yang intinya adalah “gotong royong”. d) Piagam Jakarta Pada tanggal 22 Juni 1945 diadakan sidang oleh 9 anggota BPUPKI (Panitia Sembilan) yang menghasilkan “Piagam Jakarta” dan didalamnya termuat Pancasila dengan rumusan sebagai berikut: (1) Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan sya’riat Islam bagi pemeluk-pemeluknya. (2) Kemanusiaan yang adil dan beradab. (3) Persatuan Indonesia. (4) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan. (5) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.”
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 13
Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa dilihat dari segi historis Pancasila diawali dalam sidang BPUPKI pada tanggal 29 Mei 1945 yang membahas tentang rumusan dasar Negara Indonesia. Dan terpilihlah pada sidang tersebut tiga orang pembicara yaitu Mohammad Yamin, Soepomo dan Soekarno. Kemudian pada akhirnya Pancasila merupakan nama dari lima dasar Negara indonesia yang diusulkan berkenaan dengan permasalahan disekitar dasar Negara Indonesia merdeka. Dan untuk pertama kalinya pemikiran tentang Pancasila baik dalam pengertian nama maupun dalam pengertian isinya secara ekplisit dan terurai dicetuskan dan tercatat di dalam sejarah 3) Pancasila Dari Segi Terminologi Pancasila secara terminologi menurut Daman (1995 : 4), bahwa “Pancasila sekarang ini yaitu nama Dasar Negara Republik Indonesia”. Menurut Effendy (1993 : 4), bahwa “Pancasila adalah lima dasar Negara yang terdapat dalam pembukaan UUD 1945”. Berdasar pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa dilihat dari segi terminologi , istilah Pancasila dimaksudkan sebagai nama lima dasar Negara Republik Indonesia sebagaimana dicantumkan dalam alinea IV Pembukaan UUD 1945. a) Kedudukan dan Fungsi Pancasila Pembahasan fungsi Pancasila sebenarnya berkaitan erat dengan persoalan apa peranan Pancasila dalam dan bagi kehidupan bangsa Indonesia, sehingga didalamnya terkait pula mengenai kedudukan Pancasila. Kaelan (2001: 194) menyatakan bahwa : “Pancasila adalah sebagai pandangan hidup bangsa dan sebagai ideologi negara Indonesia.” Adapun penjelasannya sebagai berikut: (1) Pancasila sebagai Pandangan Hidup Bangsa Menurut Darmodiharjo dalam Kaelan (2001: 195) bahwa, “manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan YME dalam perjuangan dalam
mencapai
kehidupan yang lebih commit to user
sempurna senantiasa
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 14
memerlukan nilai-nilai luhur yang dijunjung sebagai pandangan hidup”. Pandangan hidup terdiri atas kesatuan rangkaian nilai-nilai luhur adalah suatu wawasan yang menyeluruh terhadap kehidupan itu sendiri. Pandangan hidup berfungsi sebagai kerangka acuan baik untuk menata kehidupan diri pribadi maupun dalam interaksi antara manusia dalam masyarakat serta alam sekitarnya. Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa terkandung konsep dasar mengenai kehidupan yang dicita-citakan terkandung dasar pikiran yang terdalam dan gagasan mengenai wujud kehidupan yang baik, oleh karena Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa merupakan suatu kristalisasi dari nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat indonesia, maka pandangan hidup tersebut dijunjung tinggi oleh warganya karena Pancasila berakar pada budaya dan pandangan hidup masyarakat. Dengan demikian pandangan hidup Pancasila bagi bangsa Indonesia yang Bhinneka Tunggal Ika tersebut harus merupakan asas pemersatu bangsa sehingga tidak boleh mematikan keanekaragamannya. Sebagai inti sari dari nilai budaya masyarakat Indonesia, maka Pancasila merupakan cita-cita moral bangsa yang memberikan pedoman dan kekuatan rohaniah bagi bangsa untuk berperilaku luhur dalam kehidupan sehari-hari dalam masyarakat, berbangsa dan bernegara. Dari uraian mengenai Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa tersebut dapat disimpulkan
bahwa Pancasila memiliki
kedudukan sebagai cita-cita dan pandangan hidup Bangsa dan Negara Republik Indonesia dan Pancasila memiliki fungsi sebagai dasar Republik Indonesia. (2) Pancasila sebagai Ideologi Negara (Dasar Negara RI) Pancasila sebagai dasar negara RI, sering juga pengertian ini to user disebut dengan istilahcommit ideologi Negara. Menurut Daman (1995: 9),
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 15
“Pancasila
dipergunakan
sebagai
dasar
Negara
mengatur
pemerintahan Negara atau digunakan sebagai dasar untuk mengatur penyelenggaraan Negara”. Menurut Notonegoro yang dikutip oleh Daman (1995: 10), “Pancasila sebagai dasar Negara mempunyai kedudukan istimewa dalam hidup kenegaraan dan hukum bangsa Indonesia yaitu merupakan pokok kaidah Negara yang fundamental”. Sebagai pokok kaidah Negara yang fundamental, Pancasila menjadi sumber dari UUD 1945 dan harus dijadikan landasan dalam menetapkan peraturan-peraturan kebijakan politik harus dijiwai dan berdasar pada Pancasila. Menurut Kaelan (2001 : 198), “Ideologi Negara sering disebut dasar filsafat Negara”. Pancasila merupakan suatu nilai serta norma untuk mengatur pemerintahan negara, konsekwensinya seluruh pelaksanaan penyelenggaraan negara terutama segala peraturan perundang-undangan termasuk proses reformasi dijabarkan dari nilainilai Pancasila, maka Pancasila merupakan sumber dari segala sumber hukum. Pancasila merupakan kaidah hukum negara yang secara konstitusional mengatur negara RI beserta seluruh unsur-unsurnya (rakyat, wilayah, pemerintahan). Pancasila merupakan suatu azas kerohanian yang meliputi suasana kebatinan atau cita-cita hukum sehingga merupakan sumber nilai, norma serta kaidah baik moral maupun hukum negara. Dalam kedudukannya sebagai dasar negara Pancasila mempunyai kekuatan mengikat secara hukum. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kedudukan Pancasila sebagai ideologi Negara (dasar Negara) merupakan fungsi pokok. Penjabaran fungsi pokok Pancasila sebagai dasar Negara tersebut dituangkan dalam UUD 1945 yang merupakan tafsir resmi dan Pancasila sebagai dasar Negara.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 16
c. Pengertian Pandangan Hidup Bangsa
Menurut Djamal (1984 : 11), bahwa “Pandangan hidup adalah sebagai landasan berpijak seseorang untuk menempuh kehidupan”. Menurut Kansil & Kansil (2005 : 65) bahwa,”Pandangan hidup suatu bangsa adalah intisari (kristalisasi) dari nilai-nilai yang dimiliki bangsa itu dan diyakini kebenarannya, yang berdasar pengalaman sejarah yang telah menimbulkan tekad pada bangsa itu untuk mewujudkan dalam kehidupan sehari-hari”. Menurut Darmodiharjo dkk (1988 : 16), “Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa adalah pancasila digunakan sebagai penunjuk arah semua kegiatan atau aktivitas hidup dan kehidupan di dalam segala bidang”. Menurut Daman (1995 : 16), secara materiil Pancasila sebagai pandangan hidup berisi: Konsep dasar mengenai kehidupan yang dicita-citakan oleh Bangsa Indonesia. Didalamnya berisi atau mengandung konsep dasar mengenai kehidupan yang dianggap baik, sesuai dengan nilai yang dimiliki. Nilainilai yang dimaksud telah dimurnikan dan dipadatkan dalam lima dasar atau lima sila. Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa adalah semua tingkah laku dan tindak atau perbuatan setiap manusia harus dijiwai dan merupakan pancaran dari semua sila Pancasila. Pandangan hidup yang terdiri atas kesatuan rangkaian nilai-nilai luhur yang merupakan tolok ukur kebaikan yang berkenaan dengan hal-hal yang bersifat mendasar dan abadi dalam hidup manusia,seperti cita-cita yang hendak dicapai dalam hidup manusia. Pandangan hidup yang merupakan kesatuan nilai-nilai luhur tersebut adalah suatu wawasan yang menyeluruh terhadap kehidupan itu sendiri. Pandangan hidup berfungsi sebagai kerangka acuan baik untuk menata kehidupan diri pribadi maupun dalam interaksi antar manusia dalam masyarakat serta alam sekitar. 1) Landasan Pancasila Sebagai Pandangan Hidup Bangsa Daman (1995 : 88) mengemukakan tentang landasan Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa bahwa: commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 17
Landasan Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia dapat diketemukan dalam Pembukaan UUD 1945 dalam tertib hukum Indonesia merupakan staatsfundamental norm yang mempunyai kedudukan tersendiri dan lebih tinggi dari pasal-pasal UUD 1945 itu sendiri. Pembukaan UUD 1945 merupakan penuangan dari jiwa proklamasi yang tidak lain adalah jiwa Pancasila yang merupakan pandangan hidup bangsa Indonesia. Makna pembukaan UUD 1945 yang merupakan landasan Pancasila sebagai pandangan hidup terdapat pada alinea kesatu, alina kedua dan alinea ketiga. a) Alinea pertama "Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan diatas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan”. b) Alinea kedua "Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentosa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur”. c) Alinea ketiga "Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya”. UUD 1945 ini adalah untuk dasar-dasar pembentukan pemerintahan Negara Indonesia dalam melaksanakan tujuan Negara. Apabila diperhatikan ketiga alinea tersebut diatas, maka tampaklah bahwa maknanya merupakan pancaran dari Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia. Dengan dicantumkan didalam Pembukaan UUD 1945, maka Pancasila memperoleh kedudukan yang kuat sebagai norma dasar dari hukum obyektif yang memadukan semua asas-asas dalam kehidupan bangsa Indonesia, yang mempunyai
kekuatan
mewujudkannya.
mengikat
dan
menimbulkan
commit to user
kewajiban
untuk
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 18
2) Cakupan Pancasila Sebagai Pandangan Hidup Bangsa Pancasila sebagai weltanchauung selalu merupakan suatu kesatuan, tidak dapat dipisah-pisahkan antara sila satu dengan sila yang lain. Pancasila yang harus dihayati adalah Pancasila sebagaimana tercantum didalam pembukaan UUD 1945. Menurut Darmodiharjo dkk (1988: 16), cakupan Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa adalah sebagai berikut: a)
Jiwa keagamaan Jiwa keagamaan yang terpancar dalam segala tingkah laku dan tindak atau perbuatan serta sikap hidup seluruh bangsa Indonesia (sebagai manifestasi atau perwujudan sila Ketuhanan Yang Maha Esa). b) Jiwa yang berperikemanusiaan Jiwa yang berperikemanusiaan yang terpancar dalam segala tingkah laku dan tindak atau perbuatan serta sikap luhur seluruh bangsa Indonesia (sebagai manifestasi atau perwujudan sila kemanusiaan yang adil dan beradab). c) Jiwa kebangsaan Jiwa kebangsaan yang terpancar dalam segala tingkah laku dan tindak atau perbuatan serta sikap hidup seluruh bangsa Indonesia (sebagai manifestasi atau perwujudan sila persatuan Indonesia). d) Jiwa kerakyatan Jiwa kerakyatan yang terpancar dalam segala tingkah laku dan tindak atau perbuatan serta sikap hidup seluruh bangsa Indonesia (sebagai manifestasi atau perwujudan sila kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan dan perwakilan). e) Jiwa yang menjunjung tinggi keadilan sosial Jiwa yang menjunjung tinggi keadilan sosial yang terpancar dalam segala tingkah laku dan tindak atau perbuatan serta sikap hidup seluruh bangsa indonesia (sebagai manifestasi atau perwujudan sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia). d.
Definisi Konseptual Pemahaman Pancasila Sebagai Pandangan Hidup
Bangsa
Pemahaman
Pancasila
sebagai
pandangan
hidup
bangsa
adalah
kemampuan seseorang untuk menangkap arti dari Pancasila yang dipahami sebagai lima nilai etik yang mengatur tingkah laku manusia dan mencakup silasila Pancasila sebagai pandangan hidup yang meliputi pemahaman mengenai makna sila Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai pandangan hidup, pemahaman makna sila Kemanusiaan yang adil dan beradab sebagai pandangan hidup, commit Indonesia to user pemahaman makna sila Persatuan sebagai pandangan hidup,
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 19
pemahaman makna sila Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan sebagai pandangan hidup, pemahaman makna sila Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia sebagai pandangan hidup. e.
Definisi Operasional Pemahaman Pancasila Sebagai Pandangan Hidup
Bangsa
Adapun definisi operasional dari pemahaman Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa adalah: a) Jiwa keagamaan b) Jiwa yang berperikemanusiaan c) Jiwa kebangsaan d) Jiwa kerakyatan e) Jiwa yang menjunjung tinggi keadilan sosial
2.
a.
Tinjauan Tentang Kesadaran Moral
Pengertian Kesadaran
Dalam kamus Besar Bahasa Indonesia (1997: 267) “Sadar berarti insaf, merasa, tahu dan mengerti”. Dalam kamus Inggris-Indonesia (1997: 48) “aware yang berarti tahu, insaf”. Untuk menunjukkan kesadaran, dalam bahasa Latin dan bahasa- bahasa yang diturunkan dari padanya, dipakai kata conscientia. Kata itu berasal dari kata kerja scire (mengetahui) dan awalan con- (bersama dengan, turut). Dengan demikian conscientia sebenarnya berarti “turut mengetahui” (K. Bertens. 2007: 53). Kata conscientia yang sama dalam bahasa Latin( dan bahasabahasa yang disempurnakan dengannya) digunakan untuk menunjukkan “hati nurani”. Hati nurani merupakan semacam “sanksi” tentang perbuatan- perbuatan moral kita. Kenyataan itu di ungkapkan dengan baik melalui kata latin conscientia. Dengan “hati nurani” kita maksudkan penghayatan tentang baik atau buruk berhubungan dengan tingkah laku konkkret kita. Hati nurani ini memerintahkan atau melarang kita untuk melakukan sesuatu kini dan di sini. Ia tidak berbicara tentang yang umum, melainkan tentang situasi yang sangat konkret . tidak to user mengikuti hati nurani ini berarticommit menghancurkan intergritas pribadi kita dan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 20
mengkhianati martabat terdalam kita. Hati nurani berkaitan erat dengan kenyataan bahwa manusia mempunyai kesadaran. Berdasarkan uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa hati nurani mempunyai kedudukan kuat dalam hidup moral kita. Hati nurani adalah norma terakhir untuk perbuatan- perbuatan kita, putusan hati nurani adalah norma moral yang subjektif bagi tingkah laku kita. Bahwa tidak pernah kita boleh bertindak bertentangan denagn hati nurani karena hati nurani harus selalu diikuti, tetapi manusia wajib juga mengembangkan hati nurani dan seluruh kepribadian etisnya sampai menjadi matang dan seimbang. ”Untuk dapat menilai bahwa sesuatu perbuatan itu baik atau buruk, tentu ia harus tahu nama perbuatan baik dan mana perbuatan buruk. Hal tau bahwa suatu perbuatan itu baik atau buruk disebut kesadaran etis atau kesadaran moral. Kesadaran etis itu potensial pada manusia” (Salam Burhanuddin, 2004: 82). Menurut P. Freire ada 4 fase kesadaran sebagai suatu proses penyadaran yang mengarah pada konsep pembebasan dinamis dan kemanusiaan yang seutuhnya (http://upk fi itb.ac.id) yaitu: 1) Kesadaran Magis atau Semi Intransitif Orang-orang pada tingkat kesadaran semi intransitif tidak dapat menangkap masalah-masalah diluar pengertian kebutuhan biologis. Perhatian mereka hampir seluruhnya terpusat pada cara bertahan hidup mereka tidak memiliki sense of life dalam pengertian yang lebih historis. Hanya dalam pengertian ini kesadaran semi intransitive bisa mengetahui bagaimana manusia terpisah dari eksistensinya. Keterpisahan ini menghalangi mereka mengetahui fakta-fakta yang ada. Kesadaran magis dapat menangkap fakta-fakta dan kemudian menyerahkannya kepada penguasa yang akan mengendalikan kesadaran mereka dan harus dipatuhi. Mereka cenderung mengharapkan penjelasan dari yang berkuasa dan menganggap semua itu memang demikian adanya, sehingga mereka cenderung menyadarkan penjelasan kekuatan diluar mereka (penguasa, nasib, keberuntungan, waktu dan Tuhan). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 21
2) Kesadaran Naif atau Transitif Perubahan dari kesadaran magis ke naif adalah perubahan dari penyesuaian diri dengan fakta yang tak terelakkan ke kondisi yang pembaharuan penyelenggaraan individu suatu sistem yang keras. Kesadaran transitif di tandai dengan penyederhanaan masalah, penjelasan yang fantastis dan argumentasi yang rapuh. Mereka menyederhanakan masalah dengan menempatkan pada individu bukan pada sistem itu sendiri. Ada kecenderungan kuat untuk berkelompok, berpolemik dari pada berdialog. Mereka berkumpul untuk mencari kesenangan bersama dan lari dari masalah yang mereka hadapi. 3) Kesadaran Kritis Kesadaran transitif yang kritis ditandai dengan penafsiran yang mendalam atas berbagai masalah, digantikannya penjelasan magis dengan penjelasan atas berbagai masalah, digantikannya penjelasan magis dengan penjelasan kausalitas. Dengan mencoba penemuan-penemuan yang dihasilkan seseorang, dengan usaha untuk menghindari distorsi ketika memahami masalah dan menghindari konsep-konsep yang telah diterima. Sebelumnya ketika menganalisa masalah, dengan mengedepankan dialog daripada polemic, dengan menerima pandangan baru tetapi bukan sekedar karena sifat kebaruannya dan dengan keinginan untuk tidak menolak pandangan kuno hanya karena kekunoannya yakni dengan menerima apa yang benar menurut pandangan kuno dan baru. Tindakan yang dilakukan menuju kedua arah yaitu aktualisasi dari dan mengubah sistem. Mereka lebih mengandalkan sumber-sumber komunitas daripada ketergantungan pada pihak luar. Upaya-upaya sadar dimaksudkan untuk menemukan informasi baru dengan membaca, berdiskusi dan melakukan perjalanan menjadi sangat penting. Keberanian mengambil resiko mewarnai sikap kaum tertindas kritis. Mereka lebih suka bertibdak dengan cara yang tertentu yang sebelumnya terlihat aneh. Proses aktualisasi tersebut sebagian berupa penolakan terhadap penindas, eliminasi niali dan kebiasaan commit to usertertindas. Mereka tidak menyulut yang dipaksakan penindas terhadap kaum
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 22
konflik tapi bersiap diri menghadapi konflik yang bakal timbul. Membenci penindas kurang begitu penting dibandingkan memahami teman-temannya. Mereka cenderung membela kawan daripada anti penindas. 4) Kesadaran Fanatik Yang ditekankan dalam kesadaran fanatic adalah manifikasi, bukan transformasi
kehidupan
yang
menindas
menjadi
kehidupan
yang
membebaskan, tetapi pertukaran keadaan menindas menuju keadaan menindas lainnya. Melalui manifikasi, kaum tertindas menjadi alat, dimanipulasi oleh sekelompok kecil pemimpin karismatik. Bagi orang yang berkesadaran fanatic, masalah yang paling krusial adalah penindasan sebagai inkarnasi setan atau musuh yang harus dihancurkan. Mereka tidak dipandang sebagai korban dari sistem, tetapi sebagai penyebab penindasan yang kejam. Disini nilai etnis kaum tertindas lebih didahulukan dibandingkan dengan evaluasi secara rasional atas kecocokan nilai-nilai yang berbeda. Orang yang berkesadaran fanatik, kaum tertindas dipandang sebagai anak-anak yang harus dibimbing bukan orang dewasa yang mampu berpartisipasi secara aktif. Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa kesadaran adalah keadaan seseorang di mana ia tahu atau mengerti dengan jelas apa yang ada dalam pikirannya. b. Pengertian Moral
Moral berasal dari kata “mos” (tunggal) atau “mores” (jamak) dari bahasa Latin yang berarti tata cara adat istiadat, kebiasaan. Dalam bahasa Yunani dikenal dengan kata “ethos” yang selanjutnya menurunkan istilah etika. Dalam bahasa Arab, moral dikenal dengan istilah “akhlak” yang selanjutnya dikenal dengan budi pekerti. Dalam bahasa Indonesia kata moral berarti akhlak atau kesusilaan yang mengandung makna tata tertib batin atau tata tertib hati nurani yang menjadi pembimbing tingkah laku batin dalam hidup. Menurut Kaelan (2002: 180), bahwa “Moral adalah suatu ajaran-ajaran ataupun wejangan-wejangan, patokan-patokan, kumpulan peraturan baik lisan maupun tertulis tentang bagaimana manusia harus hidup dan bertindak agar menjadi manusia yang baik”.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 23
Definisi lain menurut Poerwodarminta dalam Hamid Darmadi (2009: 50) mengatakan ”Moral merupakan ajaran tentang baik buruknya perbuatan atau kelakuan”. Dapat dilihat bahwa moral memegang peranan penting dalam kehidupan manusia yang berhubungan dengan baik dan buruk terhadap tingkah laku manusia. Tingkah laku ini mendasarkan diri pada norma-norma yang berlaku dalam masyarakat. Seseorang dikatakan bermoral, bilamana orang tersebut bertingkah laku sesuai dengan norma-norma yang terdapat dalam masyarakat, baik apakah itu norma agama, norma hukum, norma kesopanan dan norma kesusilaan. Dengan demikian moral adalah keseluruhan norma yang mengatur tingkah laku manusia di masyarakat untuk melaksanakan perbuatan- perbuatan yang baik dan benar. Perlu diingat baik dan benar menurut seseorang, tidak pasti baik dan benar menurut orang lain. Karena itulah diperlukan adanya prinsip-prinsip kesusilaan atau moral yang dapat berlaku umum, yang telah diakui kebenarannya dan kebaikan oleh semua orang. Jadi jelas, moral dipakai untuk memberikan penilaian atau predikat tingkah laku seseorang. Dari rumusan di atas mengenai moral, maka dapat disimpulkan bahwa moral adalah suatu ajaran-ajaran, kumpulan peraturan tentang bagaimana manusia harus bertingkah laku yang baik dalam hidup baik secara lisan maupun tertulis. Menurut Kohlberg (1995: 81) bahwa,”Perkembangan moral didasarkan terutama pada penalaran moral dan berkembang secara bertahap”. Kohlberg percaya terdapat tiga tingkat perkembangan moral, yang setiap tingkatnya ditandai oleh dua tahap. Konsep kunci untuk memahami perkembangan moral, khususnya teori Kohlberg, ialah internalisasi (internalization), yakni perubahan perkembangan dari perilaku yang dikendalikan secara eksternal menjadi perilaku yang dikendalikan secara internal. Menurut Kohlberg dalam K. Bertens (2007: 80-84) mengemukakan ada tiga tahap-tahap moral, yaitu :” (1) Tahap pada tingkat prakonvensional; (2) Tahap pada tingkat konvensional; dan (3) Tahap pada tingkat pascakonvensional.” Untuk lebih jelasnya, masing-masing akan diuraikan sebagai berikut : commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 24
1) Pada tingkat Prakonvensional Penalaran prakonvensional (preconventional reasoning) adalah tingkat yang paling rendah dalam teori perkembangan moral Kohlberg. Pada tingkat ini, anak tidak memperlihatkan internalisasi nilai-nilai moral penalaran moral dikendalikan oleh imbalan (hadiah) dan hukuman eksternal. Tahap 1: Orientasi hukuman dan ketaatan (punishment and obedience orientation) ialah tahap pertama dalam teori perkembangan moral Kohlberg. Pada tahap ini, penalaran moral didasarkan atas hukuman. Anak-anak taat karena orang dewasa menuntut mereka untuk taat. Akibat fisik tindakan, terlepas arti atau nilai manusiawinya, menentukan sifat baik dan buruk dari tindakan itu. Tahap 2 : Individualisme dan tujuan (individualism and purpose) ialah tahap kedua dalam teori perkembangan moral Kohlberg. Pada tahap ini, penalaran moral didasarkan atas imbalan (hadiah) dan kepentingan sendiri. Perbuatan yang benar adalah perbuatan yang secara instrumental memuaskan kebutuhan individu sendiri dan kadang-kadang kebutuhan orang lain. Hubungan antar manusia dipandang seperti hubungan ditempat umum. Terdapat unsur-unsur kewajaran, timbale balik, dan persamaan pembagian, akan tetapi semuanya itu selalu ditafsirkan secara fisik pragmatis, timbal balik. 2) Pada tingkat Konvensional Penalaran konvensional (conventional reasoning) ialah tingkat kedua atau tingkat menengah dalam teori perkembangan moral Kohlberg. Pada tingkat ini, internalisasi individual ialah menengah. Seseorang menaati standarstandar (internal) tertentu, tetapi mereka tidak menaati standar-standar orang lain (eksternal), seperti orang tua atau aturan-aturan masyarakat. Tahap 3 : Norma-norma interpersonal (interpersonal norms) ialah tahap ketiga dalam teori perkembangan moral Kohlberg. Pada tahap ini, seseorang menghargai kebenaran, keperdulian, dan kesetiaan kepada orang lain sebagai landasan pertimbangan-pertimbangan moral. Anak-anak sering mengadopsi standar-standar moral orangtuanya pada tahap ini, sambil mengharapkan commit seorang to user “perempuan yang baik” atau dihargai oleh orangtuanya sebagai
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 25
seorang “laki-laki yang baik”. Ini disebut juga dengan orientasi anak manis. Perilaku yang baik adalah prilaku yang menyenangkan atau membantu orang lain, dan yang disetujui oleh mereka. Tahap 4 : Moralitas sistem sosial (social system morality) ialah tahap keempat dalam teori perkembangan moral Kohlberg. Pada tahap ini, pertimbangan-pertimbangan didasarkan atas pemahaman aturan sosial, hukumhukum, keadilan, dan kewajiban. Perbuatan yang benar adalah menjalankan tugas, memperlihatkan rasa hormat terhadap otoritas, dan pemeliharaan tata aturan social tertentu demi tata aturan itu sendiri. Orang mendapatkan rasa hormat dengan berperilaku menurut kewajibannya. 3) Pada tingkat Pascakonvensional Tahap 5 : Hak-hak masyarakat versus hak-hak individual (community rights versus individual rights) ialah tahap kelima dalam teori perkembangan moral Kohlberg. Pada tahap ini, seseorang memahami bahwa nilai-nilai dan aturan-aturan adalah bersifat relatif dan bahwa standar dapat berbeda dari satu orang ke orang lain. Seseorang menyadari bahwa hukum penting bagi masyarakat, tetapi juga mengetahui bahwa hukum dapat diubah. Seseorang percaya bahwa beberapa nilai, seperti kebebasan, lebih penting daripada hukum. Tahap 6 : Prinsip-prinsip etis universal (universal ethical principles) ialah tahap keenam dan tertinggi dalam teori perkembangan moral Kohlberg. Pada tahap ini, seseorang telah mengembangkan suatu standar moral yang didasarkan pada hak-hak manusia yang universal. Bila menghadapi konflik antara hukum dan suara hati, seseorang akan mengikuti suara hati, walaupun keputusan itu mungkin melibatkan resiko pribadi. Orientasi pada keputusan suara hati dan pada prinsip-prinsip etis yang dipilih sendiri, yang mengacu pada pemahaman logis menyeluruh, universalitas, dan konsistensi. Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa dari ketiga tingkatan tersebut terdapat enam tahap perkembangan moral dengan berbagai motif.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 26
a) Nilai Moral Hamid Darmadi (2007: 27) berpendapat nilai adalah sesuatu yang berharga baik menurut standard logika (benar-salah), estetika (baik-buruk), etika (adli/layak-tidak adil), agama (dosa dan haram-halal) seta menjadia acuan dan atas sistem keyakinan diri maupun kehidupan. Menurut Fransena dalam Hamid Darmadi (2007: 67) menyatakan bahwa: nilai atau ”value” (bahas inggris) termasuk dalam bidang kajian filsafat. Istilah nilai dalam bidang filsafat dipakai untuk menunjuk kata benda abstrak yang artinya ”keberhargaan” (worth) atau kebaikan ”goodness”, dan kata kerja yang artinya suatu kejiwaan tertentu dalam menilai atau melakukan penilaian. Menurut Hamid Darmadi (2009: 67) di dalam Dictionary of sosiology and Related Sciences dikemukakan bahwa ”Nilai adalah kemampuan yang dipercayai yang ada pada suatu benda untuk memuaskan manusia”. Jadi nilai itu pada hakekatnya sifat tau kualitas yang melekat pada suatu objek, bukan objek itu sendiri. ”Sesuatu mengandung nilai artinya dada sifat atau kualitas yang melekat pada sesuatu itu”. (Kaelan, 2004: 87). Dalam Kamus Purawadarminta (Bambang Daroeso, 1986: 19) dikatakan nilai adalah: (1) (2) (3) (4) (5)
Harga dalam arti taksiran, misalnya nilai intan Harga sesuatu, mosalnya uang Angka kepamdaian Kadar, mutu Sifat-sifat atau hal-hal yang penting atau berguna bagu manusia, misalnya nilai-nilai agama. Dari beberapa definisi yang dikemukakan di atas dapat disimpulkan
bahwa, nilai adalah suatu kualitas yang melekat pada suatu hal, sehingga haknya mempunyai harga dan manfaat. Nilai merupakan ukuran atau pedoman perbuatan manusia. Karena itu maka nilai diungkapkan dala bentuk norma dan norma ini mengatur tingkah laku. Nilai sama sifatnya dengan ide, maka nilai itu abstrak, bahwa nilai itu tidak bisa ditangkap oleh pancaindera, yang dapat dilihat adalah obyek yang to user mempunyai nilai atau tingkah commit laku yang mengandung nilai. Nilai mengandung
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 27
harapan atau sesuatu yang diinginkan oleh manusia. Karena itu nilai tersebut bersifat normatif, merupakan keharusan (dass sollen) untuk diwujudkan dalam tingkah laku kehidupan manusia. Setelah mengetahui pengertian nilai selanjutnya mengenai pengertian moral. Menurut Hamid Darmadi (2009: 50) bahwa, ”Moral adalah ajaran tentang baik buruk perbuatan dan kelakuan”. Moral juga merupakan suatu perbuatan atau tingkah laku manusia yang timbul karena adanya interaksi antara individu-individu dalam pergaulan. Sebagai dua istilah yang memiliki kaitan satu dengan lainnya, nilai dan moral sebenarnya tidak dapat berdiri sendiri. Bahkan dalam konteks tertentu nilai dan moral sering disatukan menjadi nilai moral. Menurut Sjarkawi (2006: 29) bahwa ”Nilai moral adalah segala nilai yang berhubungan dengan konsep baik dan buruk”. Definisi lain menurut Banu Supatono (2007: 16) ”Nilai moral adalah penilaian tentang tindakan manusia sebagai manusia tentang yang baik dan buruk dimana nilai moral tersebut telah diyakini oleh anggota dalam masyarakat”. Maka dapat disimpulkan nilai moral adalah suatu nilai yang dijunjung tinggi dalam masyarakat dan memberikan penilaian terhadap tingkah laku manusia. Adapun nilai-nilai moral terdapat beberapa unsur-unsur pokok antara lain: (1) Kebebasan Kebebasan merupakan unsur penting, hal ini sangat esensial dikarenakan selalu ada pilihan (alternative) bagi manusia untuk bersikap dan berperilaku berdasarkan nilai-nilai yang diyakininya. ”Nilai moral dapat diuji seseorang berada dalam posisi yang bebas untuk memilih, sehingga sikap moral yang diambilnya benar-benar mencerminkan moralitas yang dimilikinya. Kebebasan adalah mahkota kita sebagai manusia”. (Magis Suseno, 1987: 26) (2) Tanggung Jawab Dalam ”tanggung jawab” terkandung pengertian ”penyebab”. Orang bertanggung jawab atas sesuatu yang disebabkan olehnya. Orang yang tidak commit to user menjadi penyebab dari suatu akibat tidak bertanggung jawab juga. Tetapi untuk
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 28
bertanggung jawab , tidak cukuplah orang menjadi penyebab, perlu juga orang menjadi penyebab bebas. ”Kebebasan adalah syarat mutlak untuk tanggung jawab”. ( K. Bertens, 2007: 125). (3) Suara hati Menurut Magnis Suseno (1987: 53) mendefinisikan suara hati sebagai berikut;. Suara hati merupakan masukan data (berupa nilai-nilai) yang dijadikan bahan pertimbangan moral, dan bukan merupakan akibat dari keterpaksaan. Suara hati adalah kesadaran moral kita dalam situasai konkret. Dalam pusat kepribadian kita yang disebut hati, kita sadar apa yang sebenarnya dituntut dari kita. Meskipun banyak pihak yang mengatakan kepada kita apa yang wajib kita lakukan, tetapi dalam hati kita sadar bahwa akhirnya hanya kitalah yang mengetahuinya. Jadi secara moral kita akhirnya harus memutuskan sendiri apa yang akan kita lakukan. Kita tidak dapat melemparkan tanggung jawab itu pada orang lain. Kita tidak boleh begitu saja mengikuti pendapat para panutan, dan tidak boleh secara buta menaati tuntutan sebuah ideologi. Secara mandiri kita harus mencari kejelasan tentang kewajiban kita Menurut K. Bertens (2007: 143-147), walaupun nilai moral biasanya menumpang pada nilai-nilai lain, namun ia tampak sebagai nilai baru, bahkan sebagai nilai yang paling tinggi. Ia mengemukakan ada empat ciri-ciri moral, yaitu : ” (1) berkaitan dengan tanggung jawab kita; (2) berkaitan dengan hati nurani; (3) mewajibkan; dan (4) bersifat formal”. Untuk lebih jelasnya, masing-masing akan diuraikan sebagai berikut : (a) Berkaitan dengan Tanggung Jawab Kita Nilai moral ialah nilai yang berkaitan dengan pribadi manusia yang bertanggung jawab. Nilai-nilai moral mengakibatkan bahwa seseorang bersalah atau tidak bersalah, karena ia bertanggung jawab. (b) Berkaitan dengan Hati Nurani Salah satu ciri khas nilai moral adalah bahwa hanya nilai ini menimbulkan ”suara” dari hati nurani yang menuduh kita bila meremehkan atau menentang nilai-nilai moral dan memuji kita bila mewujudkan nilaicommit to user nilai moral.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 29
(c) Mewajibkan Bahwa nilai moral mewajibkan kita secara absolut dan dengan tidak bisa ditawar-tawar. Nilai-nilai moral harus diakui dan harus direalisasikan. Tidak bisa diterima, bila seseorang acuh tak acuh terhadap nilai-nilai ini. (d) Bersifat Formal Kita merealisasikan nilai-nilai moral dengan mengikutsertakan nilainilai lain dalam suatu ”tingkah laku moral”. Tidak ada nilai-nilai moral yang ”murni”, terlepas dari nilai-nilai lain. Hal itulah yang kita maksudkan dengan mengatakan bahwa nilai moral bersifat formal. Jadi dapat disimpulkan bahwa yang menjadi ciri khas dalam menandai nilai moral adalah selalu tindakan manusia yang dilakukan secara sengaja, secara mau dan tahu dan tindakan itu secara langsung berkenaan dengan nilai pribadi (person) manusia dan masyarakat manusia. Menurut Lickona dalam bukunya Educating for character (dalam Paul Suparno, dkk yang dikutip oleh Asri Budiningsih (2008:6) menentukan pentingnya memperhatikan tiga unsur dalam menanamkan nilai moral, yaitu: (1) Pengertian atau pemahaman moral (moral knowing) Asri Budiningsih (2008: 6) “Pengertian atau pemahaman moral adalah kesadaran rasionalitas moral atau alasan mengapa seseorang harus melakukan hal itu, suatu pengambilan keputusan berdasarkan nilai-nilai moral”. Selanjutnya pengetahuan atau pemahaman moral ini merujuk kepada aspek kognitif tentang moraliti (akhlak) yang melibatkan pemahaman tentang apa yang betul dan baik. Selanjutnya ditambahkan pula oleh Asri Budiningsih (2008: 27) bahwa: Penalaran moral sebagai unsur pengetahuan moral (moral knowing), bahwa penalaran moral pada intinya bersifat rasional. Suatu keputusan moral bukanlah soal perasaan atau nilai, melainkan selalu mengandung tafsiran kognitif yang aktif dengan memperhatikan tuntutan, hak, kewajiban, dan keterlibatan individu, atau kelompok terhadap hal-hal yang lain.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 30
(2) Perasaan moral (moral feeling) Perasaan moral, lebih pada kesadaran akan hal-hal yang baik dan tidak baik. Perasaan mencintai kebaikan dan sikap empati terhadap orang lain merupakan ekspresi dari perasaan moral. Perasaan moral ini sangat mempengaruhi seseorang untuk berbuat baik. Oleh sebab itu perasaan moral perlu diajarkan dan dikembangkan dengan memupuk perkembangan hati nurani dan sikap empati. (3) Tindakan moral (moral action) Tindakan moral yaitu kemampuan untuk melakukan keputusan perasaan moral ke dalam perilaku-perilaku nyata. Tindakan-tindakan moral ini perlu difasilitasi agar nuncul dan berkembang dalam pergaulan sehari-hari. Lingkungan sosial yang kondusif
untuk memunculkan tindakan-tindakan
moral ini sangat diperlukan dalm pembelajaran moral. Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa penanaman nilai moral diperlukan untuk membentuk manusia yang berkarakter yaitu individu yang mengetahui tentang kebaikan (knowing the good), menginginkan dan mencintai kebaikan ( desiring and loving the good) dan melakukan kebaikan (acting the good). Sebagai sikap, jelas budi pekerti atau moral berisikan suatu pandangan dari dalam orang itu, sedangkan sebagai perilaku budi pekerti atau moral harus berwujud tindakan yang mencerminkan sikap dasar orang itu. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa sikap menjadi dasar bertindak, dan tindakan menjadi ungkapan sikap tersebut. Menurut Paul Suparno, dkk (2002: 29) bahwa sikap dan perilaku mengandung lima jangkauan, antara lain: (a) Sikap dalam hubungannya dengan Tuhan Sebagai makhluk, kita wajib menghormati Sang Pencipta dalam hidup yang riil. Hal itu dapat diwujudkan dalam sikap berbuat baik kepada semua manusia, semua makhluk ciptaan, termasuk pada diri sendiri. Pendidikan religiositas ini perlu real bukan hanya ditekankan pada pengertian kognitif tapi commit to user harus sampai pada tindakan nyata.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 31
(b) Sikap dalam hubungannya dengan diri sendiri Sikap terhadap diri sendiri dapat ditinjau dari sikap sebagai berikut: a. Sikap jujur dan terbuka b. Sikap pengembangan sebagai pribadi manusia, seperti: disiplin, bijaksana, cermat, mandiri, dan percaya diri (c) Sikap dalam hubungannya dengan keluarga Sikap terhadap keluarga dapat ditinjau dari sikap sebagai berikut: a. Sikap tenggang rasa dan berlaku adil, suka mengabdi, ramah, sopan, dan tepat janji. b. Penghormatan dalam hidup berkeluarga (d) Sikap dalam hubungannya dengan masyarakat atau sesama manusia. Sikap terhadap masyarakat atau sesama manusia dapat ditinjau dari sikap sebagai berikut: a. Sikap demokratis b. Nilai adat dan aturan sopan santun (e) Sikap dalam hubungannya dengan alam sekitar. Dalam sekolah siswa dibimbing untuk menjaga lingkungan hidup, menggunakan barang secara bertanggung jawab, dan kritis terhadap persoalan lingkungan yang dihadapi masyarakat, seperti kesadaran dan kebiasaan untuk menjaga kebersihan lingkungan, melakukan penghijauan, membuang sampah pada tempatnya, tidak menambah polusi udara. Nilai-nilai moral tersebut perlu diwujudkan atau diimplementasikan ke dalam norma supaya nilai tersebut dapat berfungsi praksis bagi manusia. Dalam realita, nilai-nilai itu dijabarkan dalam bentuk kaidah atau norma atau ukuran sehingga merupakan suatu perintah, keharusan atau larangan. b) Norma Moral Menurut Sjarkawi (2006: 32) bahwa “Kaidah atau norma merupakan petunjuk tingkah laku yang harus dilakukan dan tidak boleh dilakukan berdasarkan nilai-nilai yang telah diyakini kebenarannya”. Menurut Winarno (2006: 6) ”Norma adalah acuan bagi manusia sebagai perwujudan dari nilai commit to user berperilaku dalam kehidupan”. tentang bagaimana seyogyanya manusia
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 32
Ukuran atau pedoman itu dinamakan norma. Norma dapat berupa norma agama, kesusilaan, kesopanan dan hukum. Bahwa semua perilaku moral selalu sesuai dengan kaidah-kaidah yang sudah ada. Menurut Taufik Abdullah dan A. C. Van Der Leeden (1986: 156) bahwa: Bertindak secara moral berarti menaati suatu norma yang menetapkan perilaku apa yang harus diambil pada suatu saat tertentu, bahkan sebelum kita dituntut untuk bertindak. Ruang lingkup moralitas adalah kewajiban. Dan kewajiban adalah peri laku yang telah ditetapkan dalam kaidah tertentu. Itu berarti bahwa hati nurani moral bebas dari keraguraguan. Setelah mengetahui pengertian norma selanjutnya membahas pengertian norma moral. Menurut Kaelan (2004: 85) bahwa “Norma moral yaitu yang berkaitan dengan tingkah laku manusia yang dapat diukur dari sudut baik maupun buruk”. Definisi lain diungkapkan oleh Asri Budiningsih (2008: 24) ”Normanorma moral adalah tolok ukur yang dipakai masyarakat untuk mengukur kebaikan seseorang”. Jadi dapat disimpulkan bahwa norma moral adalah tingkah laku manusia dalam masyarakat itu, harus disesuaikan dengan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat. c. Pengertian Kesadaran Moral
Tindakan yang bernilai moral adalah tindakan manusia yang dilakukan secara sadar, sengaja, mau dan tahu dan tindakan itu langsung berkenaan dengan nilai pribadi dan masyarakat. Remaja dikatakan bermoral jika mereka memiliki kesadaran moral yaitu dapat menilai hal-hal yang baik dan buruk, hal-hal yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan, serta hal-hal yang etis dan tidak etis. Kohlberg dalam Asri Budiningsih (2004: 84) mengatakan bahwa,”suatu perilaku moral dianggap memiliki nilai moral jika perilaku tersebut dilakukan secara sadar atas kemauan sediri dan bersumber dari pemikiran atau penalaran moral yang bersifat otonom’. Kesadaran moral itu sifatnya individual, ukuran kesadaran seseorang tidak sama. Dari pramoral ke bermoral dengan sendirinya commit to userhidup, salah satu jalur itu ialah sudah melalui suatu jalur proses perjalanan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 33
pengalaman sendiri dan yang kedua adalah pendidikan. Itu berarti menjadi bermoral itu dapat dicapai dengan belajar atau mempelajarinya. Perbuatan manusia dinilai secara moral bilamana perbuatan itu didasarkan pada kesadaran moral. Perasaan wajib atau keharusan untuk melakukan tindakan yang bermoral itu ada dan terjadi dalam tiap hati sanubari manusia, siapapun, kapan pun dan dimana pun juga. Pelaksanaan perbuatan wajib itu tidak perlu dilaksanakan secara pribadi dapat juga minta pertolongan orang lain atau memakai alat komunikasi yang diperlukan, khususunya bilamana perbuatannya akan mencelakakan dirinya sendiri. Perbuatan manusia dapat dinilai secara moral apabila perbuatan itu didasarkan atas kesadaran moral yaitu tanpa paksaan dan keluar dari hati nurani atau konsiensi pribadi. Menurut Winarno (2002: 20), bahwa konsiensi (hati nurani) berfungsi sebagai berikut: 1) Index (petunjuk) Konsiensi akan menyadarkan dan memberitahu kepada diri manusia, mana perbuatan yang baik dan mana perbuatan yang buruk secara moral sebelum perbuatan itu dilaksanakan. 2) Viudex (hakim atau penilai) Konsiensi akan memberikan penilaian terhadap perbuatan moral yang telah dilakukan. Konsiensi ini akan menilai perbuatan itu baik atau buruk. 3) Vindex (penghukum atau pemberi sanksi) Konsiensi sekaligus akan menghukum atau memberi sanksi terhadap perbuatan yang buruk oleh sendiri dikarenakan muncul dari diri manusia yang bersangkutan. Konsekuensi psikologis dari adanya kesadaran moral itu, ialah bahwa kesadaran moral itu menggugah timbulnya rasa wajib yaitu: 1) Wajib berbuat baik, wajib tolong menolong, wajib cinta pada tanah air dan sebagainya. 2) Bahwa kesadaran moral itu, menggugah rasa kemanusiaan, rasa persaudaraan, rasa ingin berkorban demi kepentingan orang lain dan rasa mau berbuat kebijakan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 34
3) Bahwa kesadaran moral itu, membangkitkan rasa intropeksi, kesadaran memeriksa diri sendiri, rasa menganggap diri serba kekurangan dan penuh dengan dosa. Kesadaran seperti itulah yang perlu dimiliki oleh setiap warga negara, terutama pihak pemuda-pemudanya (Burhanuddin Salam, 2000: 60-61). Sehingga dapat disimpulkan, bahwa pribadi yang terdidik secara moral adalah pribadi yang memiliki perasaan yang “sehat”, baik terhadap dirinya sendiri maupun dalam hubungannya dengan orang lain. Anjar Minhr (http//www.jsse.org.com) mengatakan bahwa “If people are unaware of their own and other human right they will be unable to claim these right or to fight for them”. Artinya bahwa jika seseorang menyadari dirinya sendiri dan hak asasi manusia orang lain maka mereka tidak akan dapat berjuang untuk diri mereka sendiri. a) Fenomena kesadaran moral Menurut Winarno (2006: 10) bahwa “fenomena kesadaran moral adalah apa saja yang terdapat muncul atau kelihatan dalam kesadaran moral”. Maka fenomenologi kesadaran moral memperhatikan dengan seksama unsur-unsur mana yang terdapat apabila kita menyadari sebagai masalah moral. Fenomenologi
itu
tidak
menarik
kesimpulan,
tidak
mau
membuktikan sesuatu, tidak berusaha untuk menemukan suatu hukum umum akan tetapi menggambarkan apa yang dilihat terdapat dalam fenomena yaitu dalam kesadaran moral. b) Unsur-unsur pokok dalam kesadaran moral Menurut Winarno (2006: 10) kesadaran moral mengandung unsurunsur pokok diantaranya: (1) Adanya rasa wajib yang tidak dapat ditawar (2) Kewajiban itu berlaku objektif, bukan subjektif berasal dari diri sendiri (3) Kewajiban itu logis, atau masuk akal (rasional) (4) Kesadaran bahwa kewajiban itu berlaku bagi dirinya (5) Disadari bahwa kewajiban itu disetujui pula oleh orang lain (6) Kesadaran bahwa pelaksanaan kewajiban itu bergantung pada diri (7) Putusan atas kewajiban merupakan commit to user tanggung jawabnya (8) Penilaian baik-buruk tergantung pada ketaatan pada kewajiban
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 35
Sebelum melakukan perbuatan, manusia menentukan sendiri apa yang akan dikerjakan. Manusia menentukan sikap mana yang harus dilaksanakan dan mana yang tidak boleh dilaksanakan. Menurut Bambang Daroeso (1987: 25) manusia dalam melakukan perbuatan didorong oleh 3 unsur, yaitu: (1) Kehendak yaitu pendorong pada jiwa manusia yang memberi alasan pada manusia untuk melakukan perbuatan. (2) Perwujudan dari kehendak yang berbentuk cara melakukan perbuatan dalam segala situasi dan kondisi. (3) Perbuatan tersebut dilakukan dengan sadar dan kesadaran inilah yang memberikan corak dan warna perbuatan tersebut. Jadi hal tersebut dapat dilihat bahwa perbuatan manusia dinilai secara moral apabila perbuatan itu didasarkan pada kesadaran moral. Dalam kesadaran moral, tingkah laku atau perbuatan itu dilaksanakan secara sukarela tanpa paksaan dan keluar dari dirinya sendiri. Dalam dirinya ada perasaan wajib atau keharusan untuk melakukan perbuatan bermoral itu. c) Struktur kesadaran moral Unsur-unsur kesadaran moral dapat memperlihatkan suatu struktur. Menurut Winarno (2006: 10) struktur kesadaran moral terdiri dari: (1) (2) (3) (4) (5)
Kewajiban bersifat mutlak Kewajiban itu bersifat umum dan objektif Kewajiban itu masuk akal dan pantas disetujui Putusan melaksanakan kewajiban bergantung pada diri Putusan itu menentukan nilai pribadi
d) Aspek kesadaran moral Menurut Winarno (2006: 10) aspek kesadaran moral terdiri dari: (1) Kewajiban moral bersifat mutlak (2) Kewajiban moral bersifat rasional (3) Kewajiban moral menuntut tanggung jawab subjektif d. Teori Kesadaran Moral
Dalam moralitas manusia, sejak manusia terbentuk persoalan perilaku yang commit to user sesuai dengan moralitas telah menjadi bahasan. Berkaitan dengan hal itu,
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 36
kemudian muncul teori- teori yang menjelaskan bagaimana suatu perilaku itu dapat diukur secara etis. Teori- teori tersebut antara lain adalah:
1) Hedonisme Hedonisme dalam filsafat Yunani ditemukan pada Aristippos dari Kyrene (sekitar 433-355 SM). Menurut K. Bertens (2007: 235), “Dalam hedonisme terkandung kebenaran yang mendalam yaitu manusia menurut kodratnya mencari kesenangan dan berupaya menghindari ketidaksenangan”. Selanjutnya ditambahkan pula oleh K. Bertens (2007: 239) bahwa: Hedonisme mendapat kritik bahwa dalam argumentasi hedonisme terdapat loncatan yang tidak dipertanggung jawabkan. Dari anggapan kodrat manusia itu untuk mencari kesenangan. Secara logis hedonisme harus membatasi diri pada suaru etika deskriptif saja (pada kenyataannya kebanyakan manusia membiarkan dituntun oleh kesenangan), dan tidak boleh merumuskan suatu etika normatif (yang baik secara moral adalah mencari kesenangan). Para hedonis mempunyai konsepsi yang salah tentang kesenangan. Mereka berpikir bahwa sesuatu adalah baik, karena disenangi. Akan tetapi, kesenangan tidak merupakan suatu perasaan yang subyektif belaka tanpa acuan obyektif apapun. Jika dipikirkan secara konsekuen hedonisme mengandung suatu egoisme, karena hanya memperhatikan kepentingan dirinya saja. Yang dimaksud egoisme disini adalah egoisme etis atau egoisme yang mengatakan bahwa saya tidak mempunyai kewajiban moral membuat sesuatu yang lain daripada yang terbaik bagi diri saya sendiri. Jadi hedonisme atau pandangan yang menyamakan baik secara moral dengan kesenangan tidak saja merupakan suatu pandangan pada permulaan sejarah fisafat tetapi dikemudian hari bisa menjadi berbagai variasi. Dan pengajaran atau konsep moral dari Hedonisme adalah menyamakan kebaikan dengan kesenangan. Jadi semua kesenangan dan kenikmatan secara fisik selalu membawa kebaikan. Jadi dalam hedonisme terkandung kebenaran yg mendalam yaitu manusia menurut kodratnya mencari kesenangan & berupaya menghindari ketidaksenangan. Dalam hal ini seseorang hanya menginginkan kesenangan commit to user semata dan berusaha untuk menghindari hal-hal yang tidak di senanginya. Dan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 37
seseorang yang menganut teori ini maka orang tersebut dapat dikatakan egoisme yaitu hanya mementingkan diri sendiri.
2) Eudemonisme Pandangan ini berasal dari filsuf Yunani besar yaitu Aristoteles (384322 SM). Menurut Aristoteles dalam K. Bertens (2007: 243) mengatakan bahwa: Seseorang mencapai tujuan terakhir dengan menjalankan fungsinya dengan baik”. Manusia mencapai kebahagiaan dengan menjalankan secara paling baik kegiatan-kegiatan rasionalnya. Hal ini berarti bahwa kegiatan- kegiatan rasional itu harus dijalankan dengan disertai keutamaan. Keutamaan ada 2 yaitu keutamaan intelektual dan keutamaan moral. Keutamaan intelektual menyemprnakan langsung rasio itu sendiri. Dengan keutamaan moral rasio menjalankan pilihanpilihan yang perlu diadakan dalam hidup sehari-hari Jadi Eudemonisme merupakan setiap tindakan manusia mempunyai tujuan, apapun yang dilakukan manusia selalu dilandasi oleh tujuan yang menggerakkan tujuan tersebut. Jadi implikasinya adalah dalam teori eudemonisme tindakan tersebut dikatakan baik apabila bertujuan untuk kebaikan atau mempunyai tujuan yang baik. Dalam hal ini seseorang melakukan perbuatan sesuai dengan tujuannya dan tujuan itu baik atau tidak. 3) Utilitarisme a) Utilitarisme Klasik Salah
satu
kekuatan
utilitarisme
adalah
bahwa
mereka
menggunakan sebuah prinsip jelas dan rasional. Teori ini lebih memperhatikan hasil perbuatan. Menurut K. Bertens (2007: 251), “Utilitarisme tidak memuat egoisme etis karena prinsip kegunaan berbunyi: kebahagiaan terbesar untuk jumlah terbesar”. Utilitarisme tidak hanya mengambil sebagai titik acuan pelaku individual saja, melainkan umat manusia sebagai keseluruhan. Prinsip kegunaan bahwa suatu perbuatan adalah baik jika menghasilkan kebahagiaan terbesar untuk jumlah orang tetbesar, tidak selamanya benar. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 38
Jadi menurut teori ini, suatu perbuatan adalah baik jika membawa manfaat, tapi menfaat itu harus menyangkut bukan saja satu dua orang melainkan masyarakat sebagai keseluruhan. b) Utilitarisme Aturan Filsuf Richard B. Brandt dalam K. Bertens (2007: 253), mengusulkan agar bukan aturan moral satu demi satu, melainkan sistem aturan moral sebagai keseluruhan diuji dengan prinsip kegunaan. Perbuatan adalah baik secara moral bila sesuai dengan aturan yang berfungsi dalam sistem aturan moral yang paling berguna bagi suatu masyarakat. Dalam teori utilitarisme adalah menilai baik buruknya tindakan didasarkan pada tujuan dan akibat dari tindakan itu bagi orang banyak. Jadi pada prinsipnya teori utilitarisme adalah jelas dan rasional karena tindakan itu dikatakan baik jika bermanfaat atau berguna bagi orang lain. Maka seseorang yang menganut teori ini, mereka akan berbuat baik karena dengan mereka melakukan kebaikan karena akan bermanfaat bagi orang banyak. 4) Deontologi a) Deontologi menurut Immanuel Kant Yang menciptakan sistem moral ini adalah filsuf dari Jerman yaitu Immanuel Kant (1724- 1804). Menurut K. Bertens (2007: 254), “istilah deontologi berasal dari bahasa Yunani deon yang berarti apa yang harus dilakukan; kewajiban”. Kewajiban jadi tekanan bagi setiap orang untuk bertindak secara baik. Dalam teori deontologi memberikan penilaian yang baik terhadap suatu tindakan berdasarkan tindakan itu sendiri. Melakukan perbuatan baik adalah suatu keharusan, orang sering menyebutnya sebagai suatu kewajiban. Atas dasar tersebut, teori deontologi sangat menekankan motivasi, kemauan yang baik dan watak yang kuat dari pelakunya. Menurut K. Bertens (2007: 257), Immanuel Kant mengemukakan commit to user bahwa:
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 39
Prinsip autonomy dan heteronomy dalam menentukan moralitas. Autonomy merupakan wujud otonomi kehendak. Seseorang melakukan perilaku moral berdasar atas kehendak yang telah menjadi ketetapan bagi dirinya untuk melakukan perilaku moral dan tidak ditentukan oleh kepentingan atau kecenderungan lain. Sedangkan heteronomy atau disebut juga prinsip heteronomi kehendak menyatakan bahwa seseorang berperilaku moral karena dipengaruhi oleh berbagai hal di luar kehendak manusia seperti kecenderungan atau emosi. Menurut Kant, kehendak itu otonom dengan memberikan hukum moral kepada dirinya sendiri. Perilaku moral yang ideal menurut Immanuel Kant adalah perilaku moral yang lahir dan muncul dari desakan kehendak diri manusia sebagai makhluk yang berakal dan berbudi, sehingga setiap perilaku moral yang dilakukannya benar-benar lahir dari dirinya sendiri bukan dari luar dirinya. Menurutnya bahwa yang baik adalah kehendak baik itu sendiri. suatu kehendak menjadi baik sebab bertindak karena kewajiban. Bertindak sesuai
dengan
kewajiban
(http;//baturbajang.blogspot.com/2010/06/teori-
disebut perkembangan
legalitas. moral-
immanuel-kant.html) Dari teori ini dapat kita tangkap bahwa seseorang berperilaku moral, lahir dan muncul dari desakan kehendak diri manusia sebagai makhluk yang berakal dan berbudi untuk mencapai suatu kebahagiaan dan perilaku bermoral dipengaruhi oleh faktor intern yang berasal dari diri sendiri dorongan akal keinginan dan faktor ekstern yang berasal dari masyarakat. Jadi dapat disimpulkan bahwa teori ini, seseorang melakukan perbuatan berdasarkan atas kewajiban moral. Moralitas dari suatu keputusan etis yang sepenuhnya terpisah dari konsekuensinya. b) Pandangan W.D. Ross Menurut W.D. Ross dalam K. Bertens (2007: 259), dalam teori deontologi kewajiban itu selalu merupakan kewajiban prima face artinya suatu kewajiban untuk sementara dan hanya berlaku sampai timbul kewajiban lebih penting lagi yang mengalahkan kewajiban pertama. Jadi commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 40
setiap manusia mempunyai instuisi tentang kewajiban. Kewajiban yang lain harus kalah terhadap kewajiban yang dinilai lebih penting. Dalam era globalisasi filsafat moral keberadaannya sangat penting, sebab filsafat moral dapat mengimpirasi dan mendorong manusia untuk berpikir dan menerapkan kebaikan atau berperilaku bermoral dalam kehidupannya. Untuk menciptakan generasi muda bermoral yang berani mengambil keputusan dengan pertimbangan moral. e. Definisi Konseptual Kesadaran Moral
Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa kesadaran moral adalah keadaan dalam diri manusia yang mengerti bahwa perbuatannya didasarkan atas perasaan wajib, tanpa paksaan dari dalam dirinya yang mencerminkan sikap atau perilaku yang baik terhadap Tuhan YME, diri sendiri, keluarga, masyarakat atau sesama manusia, serta alam atau lingkungan yang keluar dari pribadi atau hati nuraninya. f. Definisi Operasional Kesadaran Moral
Adapun definisi operasional dari kesadaran moral adalah: 1) Sikap dalam hubungannya dengan Tuhan 2) Sikap dalam hubungannya dengan diri sendiri 3) Sikap dalam hubungannya dengan keluarga 4) Sikap dalam hubungannya dengan masyarakat atau sesama manusia 5) Sikap dalam hubungannya dengan alam atau lingkungan
3.
Pengaruh Pemahaman Pancasila Sebagai Pandangan Hidup Bangsa
terhadap Kesadaran Moral Remaja
Penanaman nilai-nilai Pancasila terhadap remaja dilakukan untuk mendidik dan mencetak remaja menjadi manusia seutuhnya yakni manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat jasmani dan rohani, berilmu, cakap, kreatif, berkepribadian yang mantap dan mandiri serta menjadi warga yang demokratis dan bertanggung jawab sehingga commit toada. user mampu menghadapi segala tantangan yang
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 41
Penanaman nilai-nilai Pancasila ini dianggap sebagai salah satu cara yang paling efektif untuk mendidik para remaja. Gagalnya penanaman nilai-nilai Pancasila saat ini ditandai oleh banyaknya masalah-masalah sosial seperti kejahatan-kejahatan moral, pelanggaran kesusilaan, kenakalan remaja, tawuran antar pelajar, kejahatan narkoba dan sebagainya. Fenomena ini telah memunculkan krisis moral. Kualitas moral dan akhlak para remaja amat memprihatinkan. Maka dalam hal ini penanaman sila-sila dalam Pancasila menjadi perwujudan nilai moral sebagai antisipasi terjadinya krisis moral. Untuk merespon fenomena tersebut pada diri remaja membutuhkan pemahaman tentang Pancasila yang cukup. Sehingga dengan pemahaman Pancasila yang dimilikinya tumbuh kesadaran dalam diri remaja yaitu kesadaran untuk berbuat baik atau dengan kata lain kesadaran moral setelah mengetahui silasila dalam Pancasila sehingga dalam bertindak sesuai dengan norma-norma yang berlaku dan tidak menimbulkan kejahatan-kejahatan seperti disebutkan di atas. Menurut Darmodiharjo dkk (1988 : 16), “Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa adalah pancasila digunakan sebagai penunjuk arah semua kegiatan atau aktivitas hidup dan kehidupan didalam segala bidang”. Dalam kamus Besar Bahasa Indonesia (1999: 267) “sadar berarti insaf, merasa, tahu dan mengerti”. Menurut Kaelan (2002: 180), bahwa “moral adalah suatu ajaran-ajaran ataupun wejangan-wejangan, patokan-patokan, kumpulan peraturan baik lisan maupun tertulis tentang bagaimana manusia harus hidup dan bertindak agar menjadi manusia yang baik”. Dengan demikian kesadaran moral adalah insaf atau mengerti dalam diri manusia bahwa kelakuannya didasarkan atas rasa wajib, sukarela, tanpa paksaan dan keluar dari pribadinya. Pemahaman
Pancasila
sebagai
pandangan
hidup
bangsa
adalah
kemampuan seseorang untuk menangkap arti dari Pancasila yang dipahami sebagai lima nilai etik yang mengatur tingkah laku manusia dan dalam Pancasila tersebut mencakup sila-sila Pancasila sebagai pandangan hidup yang meliputi pemahaman makna sila Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai pandangan hidup, pemahaman makna sila Kemanusiaan yang adil dan beradab sebagai pandangan commit to user hidup, pemahaman makna sila Persatuan Indonesia sebagai pandangan hidup,
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 42
pemahaman makna sila Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan sebagai pandangan hidup, pemahaman makna sila Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia sebagai pandangan hidup. Remaja yang memiliki pemahaman nilai-nilai Pancasila yang tinggi dan dapat memahami Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa kemudian bisa menangkap makna dan arti dari Pancasila tersebut, maka dalam kehidupannya akan tumbuh kesadaran moral pada diri remaja tersebut dan dapat berinteraksi dengan baik di lingkungan keluarga, sekolah maupun masyarakat. Dengan remaja mengetahui makna dan arti dari Pancasila dan dapat menjalankannya dalam kehidupan sehari-hari maka moral dan tingkah laku remaja akan menjadi baik.
B. Kerangka Pemikiran Berdasarkan kajian teoritis di atas, maka dapat dirumuskan kerangka pemikiran adalah: Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia berarti semua tingkah laku atau perbuatan setiap manusia Indonesia harus dijiwai dan merupakan pancaran dari semua sila pancasila. Cermin pemahaman Pancasila sebagai pandangan hidup setiap warga Negara Indonesia dapat dilihat dari jiwa keagamaan, jiwa kerakyatan dan jiwa yang menjunjung tinggi keadilan sosial yang terpancar dalam segala tingkah laku serta sikap hidup seluruh bangsa Indonesia. Adanya pemahaman Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa akan membawa persepsi remaja pada hal-hal yang positif sehingga pemahaman Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa dapat mempengaruhi perilaku remaja. Dapat dikatakan bahwa pemahaman Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa dapat menumbuhkan kesadaran moral pada diri remaja. Berdasarkan uraian kerangka pemikiran sebagaimana dijelaskan di atas dapat penulis sajikan bagan kerangka pikir penelitian ini sebagai berikut:
Pemahaman Pancasila sebagai Pandangan Hidup Bangsa
X
commit to user
Kesadaran Moral
Y
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 43
Gambar 1. Interaksi Pengaruh antara Pemahaman Pancasila Sebagai Pandangan Hidup Bangsa terhadap Kesadaran Moral. C. Hipotesis Menurut Suharsimi Arikunto (2002: 62) “Hipotesis berasal dari kata hypo yang artinya bawah dan thesa artinya kebenaran, sehingga hipotesis berarti suatu pendapat atau dugaan sementara yang tarafnya masih rendah”. Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah “ada pengaruh positif dan signifikan antara pemahaman Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa terhadap kesadaran moral pada remaja di desa Karanglo kecamatan Polanharjo kabupaten Klaten tahun 2011”.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian
Tempat penelitian merupakan sumber diperolehnya data yang dibutuhkan dari masalah yang akan diteliti. Penelitian yang penulis lakukan ini bertempat di Kalurahan Karanglo, Kecamatan Polanharjo, Kabupaten Klaten. Pemilihan lokasi tersebut dikarenakan peneliti menemukan masalah yaitu masih adanya pelanggaran nilai-nilai moral seperti perilaku-perilaku penyimpangan yang menunjukkan kesadaran moral masih rendah, kemudian lokasinya tidak jauh dari tempat tinggal peneliti sehingga dapat menghemat biaya dan dimungkinkan sekali memberikan data yang diperlukan dalam penelitian sehingga mempercepat proses pengumpulan data.
2. Waktu Penelitian
Waktu yang digunakan dalam penelitian ini dimulai dari pengajuan judul sampai dengan penyusunan laporan hasil penelitian dilakukan mulai dari bulan Oktober 2010 sampai Juli 2011. Waktu ini meliputi kegiatan persiapan sampai penyusunan laporan penelitian, dengan jadwal sebagai berikut: Tabel 1 : Jadwal Kegiatan Penelitian No
2010 Kegiatan
1
Pengajuan Judul
2
Penyusunan
2011
Okt Nop Des Jan
Feb
Proposal
3
Perijinan Penelitian
4
Pengumpulan Data
5
Analisis Data
commit to user 44
Mar Apr Mei
Jun
Jul
Ags
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 45
6
Penyusunan Laporan
B. Metode Penelitian Dalam suatu penelitian tentu memerlukan metode atau cara agar penelitian dapat berhasil. Suatu penelitian akan menghasilkan suatu kesimpulan yang tepat apabila menggunakan metode yang tepat dan benar. Berkaitan dengan hal tersebut, maka seorang peneliti harus mampu menentukan metode penelitian yang sesuai dengan masalah yang diteliti. Menurut Cholid Narbuko dan Abu Achmadi (2003: 1), “Metodologi adalah cara melakukan sesuatu dengan menggunakan pikiran secara seksama untuk mencapai suatu tujuan. Sedangkan penelitian adalah suatu kegiatan untuk mencari, mencatat, merumuskan, dan menganalisis sampai menyusun laporan”. Sedangkan menurut Winarno Surakhmad (1994: 131) “Metode merupakan cara utama yang dipergunakan untuk mencapai suatu tujuan, misalnya untuk menguji serangkaian hipotesa, dengan mempergunakan teknik serta alat-alat tertentu”. Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa metode penelitian merupakan cara yang digunakan oleh peneliti dalam suatu studi melalui penyelidikan terhadap suatu masalah sehingga mendapat pemecahan masalah yang tepat. Selanjutnya menurut Winarno Surakhmad (1994: 131), menyatakan jenis-jenis metode penelitian adalah: 1. Penelitian Historik Penyelidikan yang menggunakan metode historik adalah penyelidikan yang mengaplikasikan metode pemecahan yang ilmiah dari perspektif historik. 2. Metode Penyelidikan Deskriptif Penyelidikan deskriptif tertuju pada pemecahan masalah yang ada pada masa sekarang. Pada umumnya metode deskriptif ialah menuturkan dan menafsirkan data yang ada, misalnya tentang situasi yang dialami, satu hubungan, kegiatan, pandangan, sikap yang menampak atau tentang suatu commit to proses yang sedang berlangsung danuser sebagainya. Pelaksanaan metode
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 46
deskriptif tidak hanya sampai pada pengumpulan dan penyusunan data, tetapi meliputi analisa dan arti data itu. Alat untuk mengukur suatu dimensi tersebut adalah dengan menggunakan angket, tes dan interview. 3. Metode Penyelidikan Eksperimental Metode penelitian eksperimental merupakan penelitian yang ditujukan pada segi-segi tertentu dari suatu peristiwa. Pada umumnya peristiwa yang terjadi adalah peristiwa yang terjadi secara berpasangan. Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kuantitatif. Menurut Moh. Nasir (1993: 63) bahwa : Metode deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti sekelompok kasus manusia, suatu obyek, suatu kondisi, suatu sistem pemikiran atau suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuan dari penelitian deskriptif ini adalah membuat deskripsi, gambaran, atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki. Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa penelitian dengan metode deskriptif kuantitatif merupakan penelitian yang berusaha mendiskripsikan serta mengumpulkan informasi-informasi suatu gejala dan peristiwa yang sedang berlangsung pada masa sekarang. Alasan penulis menggunakan metode ini adalah karena penulis ingin berusaha untuk memecahkan masalah yang ada pada saat sekarang berdasarkan analisa dari data atau fakta. Dari metode deskriptif kuantitatif tersebut peneliti bertujuan untuk mengetahui besarnya pengaruh dari pemahaman pancasila sebagai pandangan hidup bangsa terhadap kesadaran moral dalam diri remaja. C. Populasi dan Sampel Dalam suatu penelitian ilmiah tidak akan terlepas dari penetapan populasi dan sampel, karena populasi dan sampel merupakan subyek penelitian dan keduanya merupakan sumber data penelitian.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 47
1. Populasi Penelitian
Pengertian populasi menurut Suharsimi Arikunto (2006: 130) menyatakan bahwa “Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian”. Sedangkan menurut Sugiyono (2010: 117)”Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: obyek/ subyek yang mempunyai kualitas dan karakter tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan”. Dari kedua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa populasi adalah keseluruhan subyek atau obyek penelitian yang datanya akan dianalisa. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh remaja di Desa Karanglo, Kecamatan Polanharjo, Kabupaten Klaten dengan jumlah 315 remaja yang terbagi dalam 6 dukuh, yang terdiri dari dukuh Karangwetan: 46, Nglangun: 54, Plumbon: 42, Suruh: 49, Pusur: 50, Karanglo: 74.
2. Sampel Penelitian
Menurut Suharsimi Arikunto (2002: 109), ”Sampel adalah sebagian atau wakil dari populasi yang akan diteliti”. Sedangkan menurut Yatim Riyanto (2001: 64) “Sampel adalah bagian populasi”. Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa sampel adalah sebagian atau wakil dari populasi yang menjadi subjek penelitian. Penentuan besarnya sampel yang akan diambil dalam penelitian ini, akan menggunakan acuan pendapatnya Suharsimi Arikunto (2002: 112) sebagai berikut: Untuk sekedar ancer-ancer, apabila subjeknya kurang dari 100, lebih baik diambil semuanya, sehingga penelitinya merupakan penelitian populasi. Selanjutnya jika jumlah subjek besarnya telah lebih dari 100 maka diambil antara 10-15% atau 20-25% atau lebih, tergantung setidak-tidaknya dari: a. Kemampuan peneliti dilihat dari segi waktu, tenaga, dan data. b. Sempit luasnya wilayah pengamatan dari setiap subjek, karena hal ini menyangkut banyak sedikitnya data. c. Besar kecilnya resiko yang ditanggung peneliti. Untuk penelitian yang resikonya besar, tentu saja jika sample lebih besar hasilnya akan lebih baik.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 48
Sesuai dengan ketentuan tersebut maka penelitian ini mengambil sampel 20% dari populasi sebesar 315 remaja sehingga jumlah keseluruhan sampel dalam penelitian ini berjumlah 63.
3. Teknik Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel harus dilakukan sedemikian rupa sehingga diperoleh sampel
yang benar-benar dapat
berfungsi
sebagai
contoh
atau
dapat
menggambarkan keadaan yang sebenarnya atau dengan kata lain, sampel harus representatif. Riduwan (2003: 11) mengatakan bahwa teknik pengambilan sampel atau teknik sampling adalah “Suatu cara mengambil sampel yang representatif dari populasi”. Sedangkan menurut Cholid Narbuko dan Abu Achmadi (2004: 110) ada dua macam teknik sampling yaitu: a. Teknik Random Sampling 1) Cara undian 2) Cara ordinal 3) Cara randomisasi dari table bilangan random b. Teknik Non Random Sampling 1) Proposional sampling 2) Stratified sampling 3) Purposive sampling 4) Quota sampling 5) Double sampling 6) Area sampling 7) Cluster sampling Dalam penelitian ini teknik sampling yang digunakan adalah teknik proporsional random sampling, dimana besar kecilnya sub populasi atau bagian individu–individu yang diambil tiap sub populasi diambil secara proporsional dan random atau acak. Dengan teknik pengambilan sampel secara proporsional random sampling maka setiap anggota populasi akan mempunyai kesempatan dan peluang yang sama untuk terpilih menjadi anggota sampel secara seimbang dari 6 desa yang ada yaitu desa Karangwetan, Nglangun, Plumbon, Suruh, Pusur dan Karanglo. Adapun alasan penulis menggunakan teknik tersebut karena dalam teknik commit to user proporsional random sampling bersifat secara objektif. Pelaksanaan pengambilan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 49
sampel dilakukan dengan cara pengambilan dari tiap-tiap sub populasi dengan memperhitungkan sub-sub populasi yaitu tiap-tiap dusun. Pengambilan sampel secara
random sebesar 20% dari jumlah remaja tersebut menggunakan
perhitungan sebagai berikut: Jumlah remaja setiap dukuh Jumlah populasi
x jumlah sampel
Tabel 2. Jumlah sampel dari tiap kelas NO. DUKUH
1.
2.
3.
4.
SAMPEL
KARANGWETAN
46 ×63 = 9,2 dibulatkan menjadi 9
NGLANGUN
315 54 ×63 = 10,8 dibulatkan menjadi 11
PLUMBON
315 42 ×63 = 8,4 dibulatkan menjadi 8
SURUH
315 49 ×63 = 9,8 dibulatkan menjadi 10
315 50 ×63 = 10 315
5.
PUSUR
6.
KARANGLO
74 ×63 = 14,8 dibulatkan menjadi 15 315
TOTAL
63
Dari perhitungan dalam pengambilan sampel di atas, maka dapat disimpulkan bahwa sampel yang dipakai dalam penelitian ini berjumlah 63. Sampel dalam penelitian ini dapat dilihat pada lampiran 1. D. Teknik Pengumpulan Data Untuk memecahkan masalah dalam penelitian diperlukan data yang relevan dengan permasalahanya, sedangkan data tesebut perlu digunakan teknik pengumpulan data sehingga diperoleh data yang benar-benar valid dan dapat dipercaya. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 50
teknik tes untuk memperoleh data pemahaman Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa dan teknik angket untuk memperoleh data kesadaran moral.
1. Metode Tes
a. Pengertian Tes
Menurut Suharmini Arikunto (2002: 53) “Tes adalah alat ukur atau prosedur yang digunakan untuk mengetahui atau mengukur sesuatu dalam suasana, dengan cara-cara yang sudah ditentukan”. b. Bentuk Tes
Menurut Suharmini Arikunto (2002: 162) bentuk-bentuk tes ada dua yaitu “tes subjektif dan tes objektif”. Adapun penjelasan dari bentuk tes subjektif dan tes objektif adalah sebagai berikut: 1) Tes subjektif pada umumnya berbentuk essay atau uraian tes subjektif untuk mengukur kemajuan belajar yang memerlukan jawaban yang bersifat pembahasan atau uraian kata-kata. 2) Tes objektif adalah tes yang dalam pemeriksaannya dapat dilakukan objektif. Tes objektif terdiri dari tes benar salah (true-false), tes pilihan ganda (multiple choice test), tes menjodohkan (matching test) dan tes lisan (completion test). Berdasarkan bentuk-bentuk tes maka yang dapat digunakan penulis untuk mengukur pemahaman pancasila sebagai pandangan hidup bangsa dalam penelitian adalah tes objektif dalam bentuk multiple choice atau pilihan ganda yang memuat beberapa pertanyaan dengan empat alternatif jawaban.
2. Metode Angket
a. Pengertian Angket
Menurut Riduwan (2003: 52-53) “Angket (questionnaire) adalah daftar pertanyaan yang diberikan kepada orang lain, bersedia memberikan respons (responden) sesuai dengan permintaan pengguna”. Sedangkan menurut Suharsimi commit to user Arikunto (2006: 151) “Kuisioner adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 51
digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya, atau hal-hal yang ia ketahui”. b. Macam-macam angket
Suharsimi Arikunto (2006: 152) tentang macam kuisioner (angket), dapat dipandang dari berbagai segi: 1) Dipandang dari cara menjawab, maka ada: a) Kuisioner terbuka, yang memberi kesempatan kepada responden untuk menjawab dengan kalimatnya sendiri. b) Kuisioner tertutup, yang sudah disediakan jawabannya sehingga responden tinggal memilih. 2) Dipandang dari jawaban yang diberikan ada: a) Kuisioner langsung, yaitu responden menjawab tentang dirinya. b) Kuisioner tidak langsung yaitu jika responden menjawab tentang orang lain. 3) Dipandang dari bentuknya maka ada: a) Kuisioner pilihan ganda, yang dimaksud adalah sama dengan kuisioner tertutup. b) Kuisioner isian, yang dimaksud adalah kuisoner terbuka. c) Check list, sebuah daftar, dimana responden tinggal membubuhkan tanda check () pada kolom yang sesuai. d) Rating scale (skala bertingkat), yaitu sebuah pernyataan diikuti oleh kolom-kolom yang menunjukkan tingkatan-tingkatan, misalnya mulai dari sangat setuju sampai ke sangat tidak setuju. Berdasarkan penjelasan di atas peneliti menggunakan angket tertutup dalam bentuk rating scale, karena responden tinggal memilih jawaban yang sudah disediakan peneliti yaitu dari pernyataan selalu, sering, jarang, sampai tidak pernah. Pemberian jawaban dilakukan dengan cara memberikan tanda check ( √ ) dalam kolom yang sudah disediakan. Skala pengukuran yang digunakan untuk mengukur angket kesadaran moral mulai dari sangat setuju (SS), setuju (S), Tidak setuju (TS) dan sangat tidak setuju (STS). Peneliti menghilangkan kategori jawaban “ragu-ragu” dengan alasan agar tidak menimbulkan kecenderungan memilih jawaban di tengah saja terutama bagi mereka yang ragu-ragu atas kecenderungan ke arah setuju atau ke arah tidak setuju. Cara pemberian skor tiap item pernyataan adalah sebagai berikut: a
Pernyataan Positif commit 1) Untuk jawaban sangat setuju skor to 4. user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 52
2) Untuk jawaban setuju skor 3. 3) Untuk jawaban tidak setuju skor 2. 4) Untuk jawaban sangat tidak setuju skor 1. b
Pernyataan Negatif 1) Untuk jawaban sangat setuju skor 1. 2) Untuk jawaban setuju skor 2. 3) Untuk jawaban tidak setuju skor 3. 4) Untuk jawaban sangat tidak setuju skor 4. . 3. Instrumen Penelitian
Sugiyono (2010: 133) menyatakan bahwa ”instrumen penelitian digunakan
untuk mengukur nilai variabel yang diteliti”. Instrumen dalam penelitian ini yaitu
dengan menggunakan tes dan angket. a
Variabel Penelitian
Variabel penelitian menurut Suharsimi Arikunto (2006: 119) “Ada variabel yang mempengaruhi dan variabel akibat. Variabel yang mempengaruhi disebut variabel penyebab, variabel bebas atau independen variabel (X), sedangkan variabel akibat disebut variabel tidak bebas, variabel tergantung, variabel terikat atau dependent variabel (Y). Penelitian ini terdapat dua variabel yang terdiri atas satu variabel bebas dan satu variabel terikat. Penjabaran dari variabel yang ada dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1) Variabel bebas (independent variable)
Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau disebut variabel
penyebab. Variabel bebas dalam penelitian ini yaitu Pemahaman Pancasila
Sebagai Pandangan Hidup Bangsa (X).
2) Variabel terikat (dependent variable)
Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi atau disebut variabel
tergantung. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah Kesadaran Moral
(Y). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 53
b Penyusunan Instrumen
Instrumen penelitian berupa tes untuk variabel X (Pemahaman Pancasila Sebagai Pandangan Hidup) dan angket untuk variabel Y (Kesadaran moral) yang digunakan untuk mendapatkan data. Data merupakan hal yang sangat penting guna membuktikan kebenaran hipotesis yang dirumuskan. Maka data yang dikehendaki dalam setiap penelitian adalah data yang benar-benar dapat dipercaya dan objektif. Untuk itu instrumen yang digunakan haruslah merupakan instrumen yang baik. Instrumen yang baik harus memenuhi dua persayaratan yaitu valid dan reliabel (Suharsimi Arikunto, 2002: 144). Untuk itu sebelum data digunakan sebagai data penelitian, maka terlebih dahulu harus diujicobakan pada remaja di luar sampel. Adapun daftar remaja yang digunakan dalam ujicoba dapat dilihat pada lampiran 2. 1) Validitasi tes Validitasi tes digunakan validitas isi (content validity) yaitu dengan cara menyusun tes berdasarkan kisi-kisi tes pemahaman Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa. Kisi-kisi ujicoba tes pemahaman Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa dapat dilihat pada lampiran 3 sedangkan lembar ujicobanya dapat dilihat pada lampiran 4. 2) Uji coba tes Sebelum data dianalisis, instrumen dievaluasi terlebih dahulu untuk mengetahui bahwa tes yang akan digunakan dalam penelitian ini valid dan reliabel atau tidak. Adapun persyaratan pengujian tes adalah sebagai berikut: a) Uji validitas tes Pengujian validitas menggunakan uji validitas item dengan teknik analisis butir-butir soal. Langkah-langkahnya sebagai berikut: Dalam pengujian validitas yang digunakan adalah formula korelasi point biserial. Penggunaan rumus ini karena variabelnya dikotomi, yaitu hanya memiliki dua macam angka saja, seperti tes ini yang menjawab benar diberi angka 1 dan yang menjawab salah diberi commit to user angka 0.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 54
Rumus Korelasi Point Biserial adalah: rpbis =
M p − Mt St
p q
dimana : rpbis
:koefisien korelasi point biserial
Mp
:mean skor dari subjek yang menjawab betul bagi item yang dicari korelasinya dengan tes
Mt
:mean skor total
St
:standar deviasi skor total
P
:proporsi remaja yang menjawab benar ( p = banyaknya remaja yang menjawab benar/jumlah seluruh remaja )
q
:proporsi remaja yang menjawab salah ( q = 1-p ) ( Suharsimi Arikunto, 2006 : 283-284 )
Kriteria nilai rpbis adalah sebagai berikut : Item tersebut valid jika harga rpbi ≥ rtabel Item tersebut tidak valid jika harga rpbi ≤ rtabel Artinya dari hasil perhitungan validitas item tersebut kemudian dikonsultasikan dengan harga r. Jika r Point Biserial lebih besar dari harga r tabel, maka korelasi tersebut signifikan, berarti item soal tersebut adalah valid. Apabila harga r Point Biserial lebih kecil dari r tabel, berarti korelasi tersebut tidak signifikan maka item soal tersebut dikatakan tidak valid. Dari
perhitungan
yang
telah
dilakukan
kemudian
dikonsultasikan dengan rtabel dengan taraf sgnifikansi 5 % dan N = 30 diperoleh r
tabel
sebesar 0,361 maka jika r
hitung
item tersebut dinyatakan invalid sedangkan jika r
< 0.361 maka hitung
> 0.361
maka item tersebut valid. Berdasarkan hasil uji coba item tes pemahaman pancasila sebagai pandangan hidup bangsa (lampiran 5), diketahui bahwa dari 30 item tes tersebut commitada to 27 useritem yang valid, sedangkan 3 item
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 55
lainnya dinyatakan tidak valid. Item yang tidak valid adalah nomor 10, 21, 29. selanjutnya item yang tidak valid dibuang dan item yang valid digunakan sebagai instrumen tes penelitian yakni kisi-kisi tes penelitian pemahaman Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa dapat (lampiran 6), dan lembar penelitian tes (lampiran 7). Adapun contoh penghitungan uji validitas salah satu item dapat dilihat pada lampiran 8. b) Uji reliabilitas tes Untuk menguji reliabilitas tes digunakan rumus: (1)
Rumus Product Moment
N ∑ XY − (∑ X )(∑ Y )
r xy =
{N ∑ X 2 − (∑ X ) 2 }{N ∑ Y 2 − (∑ Y ) 2 } (Saifuddin Azwar, 2002: 48)
(2)
Dilanjutkan dengan Formula Sperman-Brown
2 × r1 r11
=
21
2
1 + r1 21 2
(Suharsimi Arikunto, 2006:108)
Keterangan :
r11
= Reliabilitas instrumen
r1/21/2
=
rxy yang disebutkan sebagai indeks korelasi antara dua
belahan instrumen Kesimpulan:
Dan hasil perbandingan antara r11 dan rtab kemudian diambil
kesimpulan sebagai berikut:
Soal tes dikatakan reliabel apabila r hitung > r tabel, sebaliknya jika r hitung
< r tabel maka soal tes tidak reliabel. Untuk menentukan kriteria reliabel tes perlu dilakukan
konsultasi dengan kriteria koefisien reliabilitas angket seperti commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 56
dikemukakan oleh Suharsimi Arikunto (2006: 75). Sebagai berikut: (1)
0,800 – 1,000 = reliabilitas sangat tinggi
(2)
0,600 – 0,799 = reliabilitas tinggi
(3)
0,400 – 0,599 = reliabilitas cukup
(4)
0,200 – 0,199 = reliabilitas sangat rendah
Dari item yang valid dan telah dilakukan uji reliabilitas maka diperoleh r11 = 0,750 yang berarti memiliki koefisien reliabilitas yang tinggi (Lampiran 9). c) Uji analisis item soal Sedangkan untuk menganalisa butir soal diantaranya yaitu dengan menggunakan analisa taraf kesukaran dan daya beda tes. Apabila langkah- langkah tersebut terpenuhi berarti persyaratan tes sebagai alat ukur telah dipenuhi. Rumus dalam menganalisa butir soal yaitu sebagai berikut: (1) Taraf Kesukaran Taraf
kesukaran soal diuji dengan rumus P menurut
Saifudin Azwar (2002: 134) : P=
ni N
Dimana: ni :Banyaknya remaja yang menjawab item dengan benar N : Banyaknya remaja yang menjawab item Kriteria harga P adalah: 0,0 ≤ P < 0,3 = sukar 0,3 ≤ P < 0,7 = sedang 0,7 ≤ P < 1,0 = mudah Dari 30 soal yang diujicobakan dapat diketahui soal dengan kriteria mudah ada 29 soal dan soal dengan kriteria sedang ada 1 soal. Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 10. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 57
(2) Daya Beda Rumus yang digunakan untuk menghitung daya pembeda soal menurut Saifudin Azwar (2002:138) sebagai berikut :
d=
niT niR − NT N R
Keterangan: niT
: banyaknya penjawab item dengan benar dari kelompok tinggi
NT
: banyaknya penjawab item dari kelompok tinggi
niR
: bnyaknya penjawab item dengan benar dari kelompok rendah
NR
: banyaknya penjawab item dari kelompok rendah
Kriteria: D=0,00 – 0,2: Jelek D=0,2 – 0,4 : Sedang D=0,4 – 0,7 : Baik D=0,7– 1,0 : Baik Sekali D=negatif
: Semuanya tidak baik
Dari 30 soal yang diujicobakan, berdasarkan hasil perhitungan daya beda terdapat 26 soal dengan kriteria cukup dan 4 soal dengan kriteria jelek. Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 11. 3) Uji coba (Try out) angket ini meliputi analisis validitas dan reliabilitas Angket yang telah disusun perlu dilakukan uji coba terlebih dahulu, hal ini dimaksudkan untuk mengetahui kemungkinan adanya istilah-istilah yang tidak dimengerti oleh remaja dan juga untuk mengetahui validitas dan reliabilitas butir angket tersebut.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 58
Menurut Suharsimi Arikunto (2002: 67) macam-macam validitas sebagai berikut: “(a) validitas isi; (b) validitas kontruksi; (c) validitas ”ada sekarang”; (d) validitas prediksi”. Berikut merupakan penjelasan macam- macam validitas: a) Validitas isi (content validity) suatu tes dapat dikatakan memenuhi validitas isi apabila tes tersebut menyangkut tujuan khusus tertentu yang sejajar dengan materi pelajaran yang diartikan. Oleh karena itu yang dianjurkan tertera dalam kurikulum maka, validitas isi ini juga sering disebut validitas kurikuler. b) Validitas kontruksi (contruct validity) suatu tes dikatakan memiliki validitas kontruksi apabila dalam butir-butir soal untuk membangun tes tersebut mengukur setiap aspek berfikir seperti yang tersebut dalam TIK atau konsep. c) Validitas ”ada sekarang” (concurrent validity) validitas ini lebih umum dikenal dengan validitas empiris. Jadi sebuah tes dikatakan memiliki
validitas
empiris
apabila
hasilnya
sesuai
dengan
pengalaman. d) Validitas prediksi (predictive validity) memprediksi artinya meramal mengenai hal yang artinya akan datang, jadi sekarang belum terjadi, sebuah tes dikatakan memiliki validitas prediksi atau validitas ramalan apabila mempunyai kemampuan untuk meramalkan apa yang akan terjadi pada masa yang akan datang. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan jenis validitas konstruksi karena menggunakan angket yang terdiri dari beberapa indikator untuk mengukur suatu kesadaran
moral remaja di desa Karanglo, kecamatan
Polanharjo, kabupaten Klaten. Dari indikator tersebut kemudian disusun butir angket berdasarkan kisi-kisi uji coba angket kesadaran moral (lampiran 12), sedangkan lembar uji coba angket sendiri terdiri dari 30 item pernyataan (lampiran 13).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 59
(1) Uji Validitas Angket Menurut Suharsimi Arikunto (2006:168) “validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrumen”. Setelah instrumen diuji cobakan kemudian dihitung tingkat validitasnya, dengan tujuan untuk mengetahui apakah butir-butir yang diuji cobakan dapat mengukur keadaan responden yang sebenarnya atau tidak. Jadi suatu instrumen yang valid atau sahih adalah instrumen yang mempunyai nilai hitung yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan nilai tabel yang telah ditentukan, sedangkan instrumen yang tidak valid adalah instrumen yang nilai hitungnya lebih rendah daripada nilai pada tabel yang telah ditentukan. Untuk mengetahui valid tidaknya butir angket maka diuji dengan rumus product moment yang dikemukakan oleh Pearson dalam Suharsimi Arikunto (2006: 170):
rxy =
N . ∑ XY − (∑ X )(∑ Y ) {N . ∑ X 2 − (∑ X ) 2 }{N . ∑ Y 2 − (∑ Y ) 2 }
Keterangan : rxy : Koefisien korelasi antara variabel X dan Y ∑X
: Skor masing-masing item
∑Y
: Skor total
∑XY :
Jumlah penelitian X dan Y
2 ∑X :
Jumlah kuadrat dari X
2 ∑Y
: Jumlah kuadrat dari Y
N : Jumlah subjek Selanjutnya untuk mengukur taraf validitas tiap item dalam angket tersebut maka hasil perhitungannya dikonsultasikan dengan tabel r product
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 60
moment dalam taraf signifikansi 5% dan N = 30 diperoleh r tabel sebesar 0.361. Bila rhitung > rtabel berarti valid Bila rhitung < rtabel berarti tidak valid Hasil uji coba item angket kesadaran moral dapat dilihat pada lampiran 14, dan diketahui bahwa dari 30 pernyataan tersebut ada 26 item yang valid sedangkan 4 item lainnya dinyatakan tidak valid. Item yang tidak valid adalah nomor 1, 3, 9, 17. Selanjutnya dalam penelitian ini, item yang tidak valid dibuang. Untuk kisi-kisi penelitian angket dapat dilihat pada lampiran 15, sedangkan lembar penelitian angket pada lampiran 16. Adapun contoh penghitungan uji validitas angket salah satu item terdapat pada lampiran 17. (2) Uji Reliabilitas Angket Menurut Suharsimi Arikunto (2002: 154) “Reliabilitas adalah ketepatan suatu tes apabila diteskan subyek yang sama”. Dengan kata lain reliabilitas adalah istilah yang dipakai untuk menunjukkan sejauh mana suatu hasil pengukuran relatif konsisten apabila pengukuran diulang dua kali atau lebih. Adapun mencari reliabilitas menurut Suharsimi Arikunto (2002: 156) adalah (a) rumus Spearman Brown, (b) rumus Flanagan, (c) rumus Rulon, (d) rumus K-R.20, (e) rumus K-R21, (f) rumus Hoyt, (g) dan rumus Alpha. Penelitian ini bertujuan untuk mengukur reliabilitas angket. Teknik korelasi yang digunakan adalah Korelasi Product Moment, dilanjutkan dengan menggunakan rumus Alpha Cronbach yang dikemukakan oleh Suharsimi Arikunto (2006: 196) dengan rumus : r11
2 k ∑σ b = 1− 2 k − 1 σ t
Keterangan: commit to user r11 = reliabilitas instrumen
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 61
k
= banyaknya butir soal
∑σ
σ
2 t
2 b
= jumlah varians butir = varians total
Untuk mengetahui reliabel tidaknya alat ukur tersebut, maka hasil r11 dikonsultasikan dengan rtabel. Jika r11 > rtabel, hasil uji coba adalah reliabel. Sebaliknya jika r11 < rtabel berarti hasil uji coba tidak reliabel. Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh reliabilitas sebesar 0,882. hasil tersebut kemudian dikonsultasikan dengan r tabel pada tingkat signifikansi 5 % dengan N = 30 diperoleh r tabel sebesar 0,361. Karena r hitung > r tabel atau 0,882 > 0,361 maka item pernyataan angket tersebut reliabel. (lampiran 18). Hasil analisis reliabilitas kemudian dikonsultasikan dengan koefisien reliabilitas. Adapun mengenai besarnya koefisien korelasi dapat digunakan ketentuan sebagai berikut: 0.800 – 1.000
=
reliabilitas sangat tinggi
0.600 – 0.800
=
reliabilitas tinggi
0.400 – 0.600
=
reliabilitas cukup
0.200 – 0.400
=
reliabilitas rendah
0.000 – 0.200
=
reliabilitas sangat rendah (Suharsimi Arikunto,2006:276)
Apabila dilihat dengan ketentuan koefisien korelasi maka angket tersebut koefisien korelasinya sangat tinggi dikarenakan berada pada interprestasi 0.800 – 1.000.
E. Teknik Analisis Data Analisis data dilakukan dengan membuktikan kebenaran hipotesis penelitian. Adapun teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis statistik korelasi. Sebelum analisis korelasi diimplementasikan maka perlu mengadakan pengujian persyaratan analisis dengan menggunakan uji normalitas
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 62
dan uji linieritas. Adapun langkah-langkah pengujian persyaratannya adalah sebagai berikut: 1. Uji Prasyarat Analisis
a
Uji Normalitas
Uji normalitas dimaksudkan untuk mengetahui apakah sampel diambil dari distribusi normal atau tidak. Uji normalitas ini menggunakan uji Lilliefors dengan cara menggunakan penafsir rata-rata (X) dan simpangan baku. Adapun langkahlangkah dalam uji Lilliefors adalah sebagai berikut: 1) zi =
(Xi − X ) S
zi = Angka baku X = Rata-rata
∑X
i
N
S = Simpangan baku =
N
(∑ X
2 i
− (∑ Xi )
N ( N − 1)
2
)
2) Tiap angka baku dan menggunakan daftar distribusi normal baku, hitung peluang: F ( zi ) = P( z ≤ zi) 3) S ( zi ) =
Banyaknyazi , z2 ,....z n yang ≤ zi N
4) Hitung selisih F (zi) − S ( zi) tentukan harga mutlaknya 5) Cari nilai yang terbesar dari selisih F (zi) − S ( zi) jadikan Lhitung atau Lhit 6) Kesimpulannya: a) Jika Lhit ≥ Ltabel atau Lkritis tolak hipotesis statistik, jadi tidak normal b) Jika Lhit < Ltabel, terima hipotesis statistik, jadi normal.
(Hassan Suryono, 2005:79)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 63
b Uji Linieritas
Pengujian ini digunakan untuk mengetahui apakah variabel bebas dengan varibel terikat terdapat pengaruh yang linier atau tidak. Pengujian linieritas menggunakan rumus dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1) Nilai X1 yang sama disusun beserta pasangannya 2) Menghitung :
2 ΣYi2 a) JK (E) = Yi − N b) JKTC = Jkres – Jk (E) 3) Menghitung : a) dk = N – k atau dFres – dFTC k = banyaknya kelompok X b) dkTC =k–2 4) Menghitung : a) RJK =
JK (TC ) dF (TC )
b) FKJ(TC) = 5) Fhitung =
JK (TC ) dF (TC )
RJK (TC ) RJK ( E )
6) Ttabel (1 – α) (K – 2, N – K) a) Jika Fhitung > Ftabel tolak Ho berarti tidak linier
b) Jika Fhitung < Ftabel tolak Ho berarti linier (Hassan Suryono, 2005 : 86)
2. Uji Hipotesis
Teknik analisis data yang digunakan untuk uji hipotesis adalah korelasi Product Moment untuk mengetahui ada hubungan yang positif atau tidak antara variabel X terhadap Y dan uji t untuk mengetahui keberartian koefisien korelasinya. Adapun rumus yang digunakan dalam uji hipotesis ini sebagai berikut:
commit to user
adalah
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 64
a. Menghitung Koefisien Korelasi Sederhana Antara Variabel X terhadap Variabel Y rxy =
N . ∑ XY − (∑ X )(∑ Y ) {N . ∑ X 2 − (∑ X ) 2 }{N . ∑ Y 2 − (∑ Y ) 2 }
Keterangan : rxy
= Koefisien korelasi antara variabel X dan Y
∑X
= Skor masing-masing item
∑Y
= Skor total
∑XY
= Jumlah penelitian X dan Y
2 ∑X
= Jumlah kuadrat dari X
2 ∑Y
= Jumlah kuadrat dari Y
N
= Jumlah subjek
Apabila rhitung>rtabel maka terdapat hubungan antara variabel X terhadap variabel Y (H0 ditolak dan Ha diterima), sebaliknya jika rhitung≤rtabel maka tidak terdapat hubungan antara variabel X terhadap variabel Y (H0 diterima dan Ha ditolak). (Suharsimi Arikunto, 2006:274) b. Menguji apakah korelasi itu signifikan atau tidak.
t=
r n−2 1− r 2
Keterangan; t = uji keberartian r = koefisien korelasi n = jumlah sampel Menentukan pengambilan keputusan atau uji t : Jika t hit < t tab maka Ho diterima dan Ha ditolak, jadi koefisien korelasi tidak signifikan. t hit > t tab maka Ho ditolak dan Ha diterima, jadi koefisien korelasi signifikan/berarti.
commit to user
(Sugiyono, 2010:257)
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 65
( )
c. Menghitung Koefisien Determinasi R 2 . Iqbal Hasan (2003:247) ”koefisien determinasi adalah penyebab perubahan pada variabel Y yang datang dari variabel X, sebesar kuadrat koefisien korelasinya”. Koefisien penentu ini menjelaskan besarnya pengaruh nilai suatu variabel (variabel X) terhadap naik/ turunnya nilai variabel lainnya (variabel Y). Koefisien penentu dirumuskan: KP = R 2 = r 2 × 100%
(Iqbal Hasan, 2003: 247) d. Menghitung Harga Dari Persamaan Regresi Linier Model regresi yang dicari adalah: Y = a + bX Dimana;
(∑ Y )(∑ X ) − (∑ X )(∑ XY ) N (∑ X ) − (∑ X ) N (∑ XY ) − (∑ X )(∑ Y ) b= N ∑ X − (∑ X ) 2
a=
2
2
2
2
Keterangan; N
= Jumlah sampel
∑X
= Skor masing-masing item
∑Y
= Skor total
∑XY
= Jumlah penelitian X dan Y
2 ∑X
= Jumlah kuadrat dari X
(Husaini Usman dan Purnomo Setyadi Akbar, 2003: 216)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB IV HASIL PENELITIAN
A. Deskripsi Data Dalam penelitian ini terdapat dua variabel yaitu pemahaman Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa (X) dan kesadaran moral (Y). Sebelum mengumpulkan data mengenai variabel tersebut, terlebih dahulu dilakukan ujicoba atau tryout terhadap 30 remaja di luar sampel yang dilaksanakan pada tanggal 3 April 2011. Ujicoba atau Tryout digunakan untuk menguji validitas dan reliabilitas instrumen. Setelah dilakukan ujicoba atau tryout terdapat tiga item tes pemahaman Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa dan empat item angket kesadaran moral yang tidak memenuhi syarat validitas maupun reabilitas. Peneliti kemudian membuang item-item tersebut karena masing-masing indikator sudah terwakili dengan item-item yang lain. Setelah data dari kedua variabel dikumpulkan, ditentukan tabulasinya serta dilakukan analisis, maka peneliti dapat memberikan gambaran atau deskripsi data mengenai pemahaman pancasila sebagai pandangan hidup bangsa (X) dan kesadaran moral (Y) sebagai berikut: 1.
Deskripsi Data Pemahaman Pancasila Sebagai Pandangan Hidup Bangsa
Data pemahaman Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa diperoleh melalui tes. Berdasarkan rekapitulasi data diketahui jumlah responden (N) = 63, nilai tertinggi = 93, nilai terendah = 67, mean= 80,13 dan standar deviasi (SD) = 8,46. Untuk lebih jelas dapat dilihat dalam lampiran 19. Untuk mendapatkan kelas interval, terlebih dahulu dicari interval (R) diperoleh dari perhitungan R= data max – data min yaitu 93-67 hasilnya adalah 26. Untuk menghitung banyaknya kelas dapat diperoleh dengan rumus K= 1+3,3 x log N (63) hasilnya 6,907 dapat dibulatkan menjadi 7. Keputusan interval kelas diperoleh dengan rumus I=R/K hasilnya adalah 3,7. Secara rinci dapat dilihat pada tabel berikut ini :
commit to user
66
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 67
Tabel 3: Distribusi Frekuensi Data Pemahaman Pancasila Sebagai Pandangan Hidup Bangsa
Interval
Nilai Tengah
Fkomulatif
Fmutlak
67.00
70.70
68.85
14
14
70.80
74.50
72.65
7
21
74.60
78.30
76.45
10
31
78.40
82.10
80.25
8
39
82.20
85.90
84.05
9
48
86.00
89.70
87.85
5
53
89.80
93.50
91.65
10
63
Dari hasil distribusi frekuensi tersebut di atas, dapat diketahui bahwa nilai yang terbanyak muncul adalah pada interval 67.00-70.70 dengan frekuensi 14 dan nilai terendah terdapat pada interval 86.00-89.70 dengan frekuensi 5. Selengkapnya mengenai hasil dari pengumpulan data tentang pemahaman Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa dapat disajikan dalam bentuk grafik histogram sebagai berikut: 14
10
10
9 8 7
5
68.85
72.65
76.45
80.25
84.05
87.85
91.65
Gambar 2. Histogram Pemahaman Pancasila Sebagai Pandangan Hidup Bangsa
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 68
2.
Deskripsi Data Tentang Kesadaran Moral
Data kesadaran moral diperoleh melalui angket. Berdasarkan data hasil penelitian dapat diketahui jumlah responden (N)=63, nilai tertinggi= 104, nilai terendah = 76, mean= 91.89 dan didapat standar deviasi (SD) = 8.07. Untuk lebih jelas dapat dilihat dalam lampiran 19. Untuk mendapatkan kelas interval, terlebih dahulu dicari interval (R) diperoleh dari perhitungan R= data max – data min yaitu 104-76 hasilnya adalah 28. Untuk menghitung banyaknya kelas dapat diperoleh dengan rumus K= 1+3,3 x log N (33) hasilnya 6,907 dapat dibulatkan menjadi 7. Keputusan interval kelas diperoleh dengan rumus I=R/K hasilnya adalah 4.0. Secara rinci dapat dilihat pada tabel berikut ini : Tabel 4: Distribusi Frekuensi Data Kesadaran Moral Interval
Nilai Tengah
Fmutlak
Fkomulatif
76.0
80.0
78.0
8
8
80.1
84.1
82.1
3
11
84.2
88.2
86.2
8
19
88.3
92.3
90.3
13
32
92.4
96.4
94.4
7
39
96.5
100.5
98.5
16
55
100.6
104.6
102.6
8
63
Dari hasil distribusi frekuensi tersebut di atas, dapat diketahui bahwa nilai yang terbanyak muncul adalah pada interval 96.50-100.50 dengan frekuensi 16 dan nilai terendah terdapat pada interval 80.10-84.10 dengan frekuensi 3. Selengkapnya mengenai hasil dari pengumpulan data tentang kesadaran moral dapat disajikan dalam bentuk grafik histogram sebagai berikut:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 69
16 13
8
8
8
7
3
78.0
82.1
86.2
90.3
94.4
98.5
102.6
Gambar 3. Histogram Kesadaran Moral
B. Pengujian Prasyarat Analisis Pengujian persyaratan analisis meliputi dua hal yaitu pengujian normalitas data dan pengujian linieritas data. Rincian pelaksanaan kedua pengujian tersebut adalah seperti dibawah ini. 1. Pengujian Normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah sampel diambil dari distribusi normal atau tidak. Uji normalitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan uji Lilliefors. Apabila Lhit < Ltabel maka sampel diambil dari distribusi normal, sedangkan apabila Lhit > Ltabel maka sampel diambil dari distribusi tidak normal. a. Uji Normalitas Pemahaman Pancasila Sebagai Pandangan Hidup Bangsa
Dari uji normalitas data tentang pemahaman Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa yang telah dilakukan diperoleh Lhitung =0.1071 dan pada taraf signifikasi 5%, Ltabel=0.1116 . Karena harga Lhitung lebih kecil dari Ltabel atau 0.1072 < 0.1116 maka dapat disimpulkan bahwa nilai pemahaman Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa adalah normal. Perhitungannya secara rinci dapat dilihat pada lampiran 20. . b. Uji Normalitas Kesadaran Moral
Dari uji normalitas data tentang kesadaran moral yang telah dilakukan diperoleh Lhitung=0.0760 dan pada taraf signifikasi 5%, Ltabel=0.1116. Karena Lhitung lebih kecil dari Ltabel atau 0.0760 < 0.1116 maka dapat disimpulkan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 70
bahwa nilai kesadaran moral adalah normal. Perhitungannya secara rinci dapat dilihat pada lampiran 21. 2. Pengujian Linieritas
Uji linieritas diperlukan untuk mengetahui adanya hubungan linier antara variabel X terhadap variabel Y. Uji linieritas yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan uji regresi linier. Jika Fhitung < Ftabel maka terima Ho berarti linier, namun apabila Fhitung > Ftabel maka tolak Ho berarti tidak linier. Berdasarkan hasil perhitungan uji linieritas variabel pemahaman Pancasila
sebagai
pandangan
hidup
bangsa
terhadap
kesadaran
moral
menunjukkan bahwa Fhitung = 1.10 pada taraf signifikasi 5% dengan dk pembilang 55 dan dk penyebut 8 diperoleh Ftabel 1.73. Karena Fhitung lebih kecil dari Ftabel atau 1.10 < 2.53 maka dinyatakan pemahaman Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa linier terhadap kesadaran moral (perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 22)
C. Pengujian Hipotesis Pengujian hipotesis pada dasarnya merupakan langkah untuk mengkaji apakah persyaratan yang akan dikemukakan dalam perumusan hipotesis bisa diterima kebenarannya atau ditolak kebenarannya. Hipotesis diterima apabila data yang didapat mendukung persyaratan dalam hipotesis yang diajukan. Dan sebaliknya ditolak apabila fakta-fakta empiris yang ada tidak dapat mendukung persyaratan dalam hipotesis yang diajukan. Setelah melakukan uji persyaratan analisis langkah selanjutnya menguji apakah hipotesis yang telah diajukan diterima atau ditolak. 1. Analisis Data
a. Koefisien Korelasi antara Prediktor (X) dan Kriterium (Y)
Hipotesis: Ho: Pemahaman Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa tidak berpengaruh terhadap kesadaran moral. Ha: Pemahaman Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa berpengaruh commit to user terhadap kesadaran moral. Ketentuan:
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 71
Jika rhitung > rtabel maka Ho ditolak dan Ha diterima Jika rhitung < rtabel maka Ho diterima dan Ha ditolak Kesimpulan: Berdasarkan pengolahan data diperoleh rhitung = 0.319. Hasil perhitungan kemudian dikonsultasikan dengan rtabel (N = 63) untuk taraf signifikansi = 5% diperoleh 0.245. Karena rhitung = 0.319 > rtabel = 0.245 maka Ho ditolak dan Ha diterima jadi dapat ditarik kesimpulan Pemahaman Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa berpengaruh terhadap kesadaran moral (lampiran 23). Selanjutnya dilakukan uji keberartian korelasi dengan menggunakan rumus t untuk mengetahui signifikansi koefisien korelasi antara pemahaman Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa terhadap kesadaran moral remaja diperoleh t hitung = 2.632. Dari hasil tersebut kemudian dikonsultasikan dengan t tabel dengan taraf signifikansi sebesar 2.00. Jadi dari perhitungan yang dilakukan maka t hitung > t tabel atau 2.632 > 2.00 sehingga koefisien korelasi antara variabel X dan variabel Y berarti atau signifikan. (penghitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 24) b. Koefisien Determinasi
Koefisien determinasi ini menjelaskan besarnya pengaruh nilai suatu variabel (variabel X) terhadap naik turunnya nilai variabel lain (variabel Y). Besarnya koefisien determinasi adalah kuadrat koefisien korelasinya dan selanjutnya dikalikan 100%. Berdasarkan pengolahan data diperoleh nilai koefisien determinasi (R Square) sebesar 0.102. R square ini merupakan indeks determinasi, yakni prosentase yang menyumbangkan pengaruh pemahaman Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa terhadap kesadaran moral. R square 0.102 menunjukkan pengertian bahwa sumbangan pengaruh pemahaman Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa terhadap kesadaran moral sebesar 10.2% sedangkan sisanya 89,8% dipengaruhi faktor lain (lampirn 25). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 72
c. Persamaan Garis Regresi
Persamaan garis regresi digunakan untuk memprediksi seberapa tinggi variabel kesadaran moral bila nilai variabel pemahaman Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa diubah-ubah. Berdasarkan pengolahan data diperoleh nilai a = 67.4533 dan b = 0.3050. Maka persamaan garis regresi pemahaman Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa dan kesadaran moral tersebut dapat disusun menjadi yˆ = 67.4533 + 0.3050 X (Lampiran 26). Adapun hal tersebut dapat digambarkan sebagai berikut: y = 0.305x + 67.453
Kesadaran M oral (Y)
110
100
90
80
70 65
70
75
80
85
90
95
Pemahaman Pancasila (X)
Gambar 4. Persamaan Garis Regresi Pemahaman Pancasila Sebagai Pandangan Hidup Bangsa dan Kesadaran Moral
2. Penafsiran Hipotesis
Hipotesis: Ho : r = 0 Variabel independen tidak berpengaruh positif dan signifikan terhadap variabel dependen Ha : r ≠ 0 Variabel independen berpengaruh positif dan signifikan terhadap variabel dependen Kriteria Pengujian: Ho diterima dan Ha ditolak bila nilai rhitung < rtabel Ho ditolak dan Ha diterima bila nilai rhitung > rtabel Kesimpulan: Berdasarkan pengolahan data diperoleh rhitung = 0.319. Hasil perhitungan kemudian dikonsultasikan dengan rtabel (N = 63) untuk taraf signifikansi = 5% commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 73
diperoleh 0.319. Karena rhitung = 0.319 > rtabel = 0.245 maka Ho ditolak dan Ha diterima jadi dapat ditarik kesimpulan Pemahaman Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa berpengaruh terhadap kesadaran moral. Untuk uji keberartian koefisiensi korelasi dengan uji t diperoleh thitung > ttabel atau thitung = 2.632 > ttabel = 2.00 yang berarti koefisien korelasi antara pemahaman Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa (X) dan kesadaran moral remaja (Y) adalah berarti atau signifikan. Besarnya pengaruh Pemahaman Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa terhadap kesadaran moral adalah 10.2% dan sisanya 89.8% dipengaruhi faktor lain.
3. Kesimpulan Hipotesis
Hipotesis yang menyatakan ada pengaruh yang positif dan signifikan antara pemahaman Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa terhadap kesadaran moral, dinyatakan diterima.
D. Pembahasan Hasil Analisis Data Setelah melakukan pengujian hipotesis maka langkah selanjutnya melakukan pembahasan hasil analisis data. Pembahasan analisis data adalah sebagai berikut: Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh dari data lapangan, disimpulkan pemahaman Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa berpengaruh terhadap kesadaran moral. Terbukti dengan hasil rhitung = 0.319. Hasil perhitungan kemudian dikonsultasikan dengan rtabel (N = 63) untuk taraf signifikansi = 5% diperoleh 0.245. Karena rhitung = 0.319 > rtabel = 0.245 maka Ho ditolak dan Ha diterima jadi dapat ditarik kesimpulan pemahaman Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa berpengaruh terhadap kesadaran moral. Besarnya pengaruh pemahaman Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa terhadap kesadaran moral adalah 10.2% dan sisanya 89.8% dipengaruhi faktor lain seperti pendidikan spiritual dan agama yaitu pendidikan tentang ajaran-ajaran agama, lingkungan keluarga melalui orang tua, lingkungan luar seperti masyarakat dan teman sebaya, commitnon to user media massa baik elektronik maupun elektronik, sekolah khusus misalnya
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 74
pondok pesantren, dan norma-norma sosial misalnya norma hukum yang jelas. (http://widini.wordpress.com/2010/02/16/masa-remaja) Faktor luar yang mempengaruhi kesadaran moral remaja selain dengan pemahaman Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa adalah pendidikan spiritual atau agama yaitu dengan mengikuti pengajian dan mendengarkan ceramah dari para ustad, lingkungan keluarga melalui orang tua yaitu dengan orang tua memberi perhatian dan memberi teladan bagi anak-anaknya dengan melakukan perbuatan yang baik dan selalu mengawasi kegiatan anak-anaknya dalam kehidupan sehari-hari, lingkungan luar yaitu masyarakat dan teman sebaya yang memberi motivasi atau mengajak ke dalam perbuatan yang baik dengan melakukan kegiatan-kegiatan sosial dalam masyarakat, media massa dengan melihat televisi atau mendengarkan radio atau dengan membaca koran maka remaja akan dapat mengetahui dampak-dampak apabila melakukan perbuatan yang bersifat amoral maka dengan mereka mengetahui hal tersebut hal ini dapat menggugah remaja untuk melakukan perbuatan yang baik dan tidak menyimpang, dan sekolah khusus misalnya pondok pesantren. Pondok pesantren merupakan sekolah khusus yang mana dapat mengajarkan anak didiknya agar dapat melakukan perbuatan yang baik karena dalam pondok pesantren akan diajarkan tentang agama yg lebih spesifik sehingga remaja akan dapat melakukan perbuatan yang lebih baik. Pemahaman Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa merupakan tingkah laku dan tindak atau perbuatan setiap manusia yang harus dijiwai dan merupakan pancaran dari semua sila Pancasila. Pancasila itu digunakan sebagai penunjuk arah semua kegiatan atau aktivitas kehidupan. Apabila remaja memahami pemahaman Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa maka kesadaran moral pada remaja tersebut tinggi dan akan melakukan perbuatan yang baik. Sebaliknya apabila remaja tidak memahami Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa maka kesadaran moral remaja rendah sehingga akan melakukan perbuatan-perbuatan yang menyimpang.
Jadi perilaku menyimpang remaja
merupakan indikasi menurunnya pemahaman dan pengamalan nilai-nilai budaya commit to user yang terumuskan menjadi Pancasila. Sehingga dengan remaja memahami
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 75
Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa akan membawa persepsi remaja pada hal-hal yang positif dan dapat mempengaruhi perilaku remaja. Jadi penanaman nilai-nilai Pancasila perlu diberikan pada remaja agar dapat meningkatkan kesadaran moral remaja.. Kesadaran moral sangat penting dilakukan agar suara hati bisa membedakan mana yang benar dan mana yang salah, sehingga remaja dapat menangkis pengaruh buruk dari lingkungan pergaulan. Kesadaran akan moral dari para remaja sangat diperlukan demi terciptanya kehidupan yang aman, damai dan tenteram terutama dalam lingkungan masyarakat sehingga remaja memerlukan pemahaman Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa dan diharapkan pemahaman yang mereka miliki tersebut akan lebih meningkatkan kesadaran moral remaja. Dikarenakan hal tersebut ternyata memang saling berhubungan dimana sebuah pemahaman Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa dapat mempengaruhi kesadaran moral remaja. Jadi semakin tinggi pengaruh pemahaman Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa maka semakin tinggi pula kesadaran moral remaja demikian pula sebaliknya jika semakin rendah pengaruh pemahaman Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa maka semakin rendah pula kesadaran moral remaja. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya kesadaran moral remaja berkaitan dengan pemahaman Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa yang dimiliki oleh remaja. Artinya pemahaman Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa diperlukan untuk dapat meningkatkan kesadaran moral remaja. Hal ini sejalan dengan pendapat menurut Willis (1981: 83) “Pembinaan mental ideologi Pancasila dimaksudkan agar anak -anak nakal atau menyimpang itu memahami sila-sila dari ideologi negara kita yakni Pancasila. Dan mengusahakan agar dapat melatih kebiasaan hidup berpancasila di lingkungan mereka”. Dari pendapat di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pemahaman Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa berpengaruh terhadap moral remaja dan agar mereka mengusahakan untuk melakukan tindakan yang sesuai dengan sila- sila commitsemakin to user remaja memiliki pemahaman dalam Pancasila. Dengan demikian,
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 76
khususnya pemahaman tentang Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa maka semakin tinggi tingkat kesadaran moral remaja. Berdasarkan penjelasan di atas dan hasil penelitian yang diperoleh dari data lapangan maka dapat disimpulkan benar bahwa pemahaman Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa berpengaruh terhadap kesadaran moral remaja.
commit to user
77 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, SARAN
A. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis data yang dilakukan dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: Pemahaman Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa berpengaruh positif dan signifikan terhadap kesadaran moral remaja
di desa Karanglo
kecamatan Polanharjo kabupaten Klaten tahun 2011. Terbukti dengan hasil rhitung = 0,319. Hasil perhitungan kemudian dikonsultasikan dengan rtabel (N = 63) untuk taraf signifikansi = 5% diperoleh 0,245. Karena rhitung = 0,319> rtabel = 0,245 maka Ho ditolak dan Ha diterima jadi dapat ditarik kesimpulan bahwa pemahaman Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa berpengaruh positif terhadap kesadaran moral. Selanjutnya dengan uji keberartian diperoleh t hitung = 2.632 dan t table dengan taraf signifikansi 5 % sebesar 2.00, karena t hitung > t table maka koefisien korelasinya berarti atau signifikan. Besarnya pengaruh pemahaman Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa terhadap kesadaran moral adalah 10,2% dan sisanya 89,8% dipengaruhi faktor lain. Untuk memprediksi tinggi rendahnya kesadaran moral jika pemahaman Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa diubah-ubah maka dapat mengunakan persamaan yˆ = 67.4502 + 0.3050 X. Dengan demikian hipotesis yang penulis ajukan kebenarannya dapat diterima.
B. Implikasi 1. Implikasi Teoritis
Adanya pengaruh pemahaman Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa terhadap kesadaran moral maka pemahaman Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa memiliki peran yang sangat penting dalam membangun kesadaran moral. Semakin baik pemahaman Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa pada remaja maka akan memberikan pengaruh positif terhadap perkembangan kesadaran moral commit to user remaja begitu juga sebaliknya jika pemahaman Pancasila sebagai pandangan 77
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 78
hidup bangsa pada remaja buruk maka akan berdampak negatif
terhadap
perkembangan kesadaran moral remaja. Kesadaran moral remaja dapat terbangun dengan baik jika mereka memiliki pemahaman Pancasila yang baik dibandingkan mereka yang memiliki pemahaman Pancasila yang buruk.
2. Implikasi Praktis
Hasil penelitian ini dapat diketahui bahwa pemahaman Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa berpengaruh terhadap kesadaraan moral remaja. Dengan hasil tersebut maka remaja diharapkan mampu membekali diri terhadap pemahaman Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa agar kesadaran moral dapat terbangun.
C. Saran 1. Bagi Remaja
Hendaknya remaja lebih responsif dalam penghayatan serta pengamalan nilai-nilai Pancasila dengan baik agar tidak terjebak dalam tindakan ataupun perbuatan amoral yang dapat mempengaruhi perkembangan kesadaran moral mereka.
2. Bagi Masyarakat
Hendaknya masyarakat membimbing, memberikan teladan dan lebih meningkatkan pengawasan dan perhatian kepada remaja khususnya dalam hal pembentukan lingkungan masyarakat yang kondusif sehingga kesadaran moral mereka dapat terbangun secara maksimal.
commit to user