23
BAB 2 TINJAUAN TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS
2.1 Tinjauan Teori 2.1.1 1.
Pelatihan dan Pengembangan
Pelatihan Menurut Mathis (2002), Pelatihan adalah suatu proses dimana orang-orang
mencapai kemampuan tertentu untuk membantu mencapai tujuan organisasi. Oleh karena itu, proses ini terikat dengan berbagai tujuan organisasi, pelatihan dapat dipandang secara sempit maupun luas. Secara terbatas, pelatihan menyediakan para pegawai dengan pengetahuan yang spesifik dan dapat diketahui serta keterampilan yang digunakan dalam pekerjaan mereka saat ini. Terkadang ada batasan yang ditarik antara pelatihan dengan pengembangan, dengan pengembangan yang bersifat lebih luas dalam cakupan serta memfokuskan pada individu untuk mencapai kemampuan baru yang berguna baik bagi pekerjaannya saat ini maupun di masa mendatang. Irianto (2001:75), menyatakan bahwa nilai kompetensi seorang pekerja dapat dipupuk melalui program pendidikan, pengembangan dan pelatihan.
Sedangkan Payaman Simanjuntak (2005) mendefinisikan pelatihan merupakan bagian dari investasi SDM (human investment) untuk meningkatkan kemampuan dan keterampilan kerja, dan dengan demikian meningkatkan kinerja pegawai. Pelatihan biasanya dilakukan dengan kurikulum yang disesuaikan dengan kebutuhan jabatan, diberikan dalam waktu yang relatif pendek, untuk membekali seseorang dengan keterampilan kerja.
24
Pelatihan menurut Gary Dessler (2009) adalah Proses mengajarkan karyawan baru atau yang ada sekarang, ketrampilan dasar yang mereka butuhkan untuk menjalankan pekerjaan mereka”. Pelatihan merupakan salah satu usaha dalam meningkatkan mutu sumber daya manusia dalam dunia kerja. Karyawan, baik yang baru ataupun yang sudah bekerja perlu mengikuti pelatihan karena adanya tuntutan pekerjaan yang dapat berubah akibat perubahan lingkungan kerja, strategi, dan lain sebagainya. Pengembangan cenderung lebih bersifat formal, menyangkut antisipasi kemampuan dan keahlian individu yang harus dipersiapkan bagi kepentingan jabatan yang akan datang. Sasaran dan program pengembangan menyangkut aspek yang lebih luas
yaitu peningkatan kemampuan individu untuk
mengantisipai perubahan yang mungkin terrjadi tanpa direncanakan (unplened change) atau perubahan yang direncanakan (planed change). (Syafaruddin:200 1:2 17). a.
Tujuan dan Manfaat Pelatihan Menurut Carrell dan Kuzmits (1982 : 278), tujuan utama pelatihan dapat dibagi menjadi 5 area: 1) Untuk meningkatkan ketrampilan karyawan sesuai dengan perubahan teknologi. 2) Untuk mengurangi waktu belajar bagi karyawan baru agar menjadi kompeten. 3) Untuk membantu masalah operasional. 4) Untuk menyiapkan karyawan dalam promosi. 5) Untuk memberi orientasi karyawan untuk lebih mengenal organisasinya. Menurut Simamora (2001:276), tujuan utama pelatihan antara lain:
25
1) Memperbaiki kinerja 2) Memutakhirkan keahlian para karyawan sejalan dengan kemajuan teknologi. 3) Mengurangi waktu belajar bagi karyawan baru supaya menjadi kompeten dalam pekerjaan. 4) Membantu memecahkan permasalahan operasional. 5) Mempersiapkan karyawan untuk promosi. 6) Mengorientasikan karyawan terhadap organisasi 7) Memenuhi kebutuhan-kebutuhan pertumbuhan pribadi. b.
Faktor-faktor penyebab perlunya pelatihan 1) Kualitas angkatan kerja 2) Persaingan global 3) Perubahan yang dinamis 4) Teknologi 5) Perubahan demografi
c.
Langkah-langkah Pelaksanaan Pelatihan 1) Menganalisis kebutuhan pelatihan organisasi, yang sering disebut need analysis atau need assessment. 2) Menentukan sasaran dan materi program pelatihan. 3) Menentukan metode pelatihan dan prinsip-prinsip belajar yang digunakan. 4) Mengevaluasi program. Menurut Mathis dan Jackson (2006:308), penerapan yang efektif dari pelatihan
strategis membutuhkan penggunaan dan sebuah proses pelatihan yang sistematis,
26
· ·
PENILAIAN: Menganalisis kebutuhan pelatihan Mengidentifikasikan tujuan dan kriteria pelatihan
· · ·
· ·
PERANCANGAN: Menguji peserta pelatihan sebelumnya Memilih metode pelatihan Merencanakan isi pelatihan
· · ·
PENYAMPAIAN: Menjadwalkan pelatihan Melaksanakan pelatihan Memantau pelatihan
EVALUASI: Mengukur hasi-hasil pelatihan Membandingkan hasil pada tujuan / kriteria
Gambar 1 Proses Pelatihan Sumber: Mathis dan Jackson (2006:309) d.
Komponen-komponen pelatihan sebagaimana dijelaskan oleh Mangkunegara (2005) terdiri dari : 1) Tujuan dan sasaran pelatihan dan pengembangan harus jelas dan dapat di ukur 2) Para pelatih (trainer)
harus
ahlinya
yang berkualitas
memadai
(profesional). 3) Materi pelatihan dan pengembangan harus disesuaikan dengan tujuan yang hendak di capai. 4) Peserta pelatihan dan pengembangan (trainers) harus memenuhi persyaratan yang ditentukan. Pelatihan dirancang untuk membantu organisasi mencapai tujuan-tujuannya. Oleh sebab itu, penilaian dari kebutuhan pelatihan organisasional mencerminkan tahapan diagnostik dari penentuan tujuan-tujuan pelatihan. Penilaian ini untuk mengkasi masalah kinerja dan organisasi akan mentukan pelatihan yang diperlukan.
27
e.
Prinsip-Prinsip Pelatihan menurut Ranupandojo dan Husnan (2002), prinsipprinsip umum pendidikan dan pelatihan adalah sebagai berikut: 1) Motivasi Semakin tinggi motivasi seorang karyawan, semakin cepat ia akan mempelajari keterampilan atau pengetahuan baru. Pelatihan sebagai alat haruslah dihubungkan dengan tujuan yang ingin dicapai oleh karyawan (seperti upah serta kedudukan yang lebih dan lain sebagainya); 2) Laporan Kemajuan Diperlukan untuk mengetahui seberapa jauh seseorang karyawan telah memahami pengetahuan yang baru; 3) Reinforcement Apabila suatu keterampilan sedang dipelajari, diperlukan proses belajar yang diperkuat dengan hadiah atau hukuman. Manajemen perusahaan harus bisa menentukan agar setiap hadiah dikaitkan dengan kemajuan para karyawan;
4) Praktek Mempraktekkan apa yang dipelajari merupakan hal yang sangat penting. Sedapat mungkin karyawan yang dilatih bisa mempraktekkan keterampilan tersebut pada suasana pekerjaan yang sebenarnya; 5) Perbedaan Individual Meskipun pelatihan-pelatihan kelompok sering mendatangkan keuntungan ekonomis, namun perlu disadari bahwa pada hakekatnya
28
karyawan itu hendaknya disesuaikan dengan kecepatan dan kerumitan serta kemampuan intelektual dari masing-masing individu. f.
Jenis-jenis pelatihan yang dapat dilakukan dalam organisasi pendidikan antara lain: 1) In-services course for teacher (Kursus/ Program Pelatihanuntuk Guru). Salah satu tugas penting kepala sekolah adalah mengembangkan stafnya menjadi lebih profesional melalui berbagai pelatihan. Pelatihan dan pengembangan melalui kursus ini sangat membantu guru-guru dalam meningkatkan kualifikasi mereka untuk memajukan pelayanan sekolah. Beberapa contoh program pelatihan untuk guru misalnya pelatihan pengajaran profesional, pengembangan kreativitias, pelatihan tindakan kelas dll.
2) Staff seminar
Seminar merupakan bentuk dari instruksi akademik, baik yang dibuat oleh institusi akademik maupun organisasi profesional dan komersial. Seminar mengumpulkan kelompok-kelompok kecil dalam sebuah pertemuan yang fokus pada subyek khusus dan partisipan dituntut untuk berpartisipasi secara aktif. 3) Induction Course
Kegiatan yang dilakukan untuk mengenalkan karyawan baru pada pekerjaan dan lingkungan kerja mereka yang baru. Program ini didesain untuk meningkatkan pengetahuan dan keahlian karyawan baru hingga pada tingkat yang memuaskan. Pelatihan induksi merupakan kegiatan penting yang dapat membuat anggota staf yang baru menjadi produktif dengan cepat.
29
4) On the Job Training
Kegiatan dan tujuan utama dari on the job training hampir mirip dengan induction course. Bila induksi diperlukan untuk karyawan baru, on the job training dapat diperluas bagi karyawan lama yang perlu diperkenalkan dengan keahlian baru yang berguna bagi organisasi.On the job training adalah suatu bentuk pelatihan yang dapat mempercepat proses pemindahan pengetahuan dan pengalaman kerja dari karyawan senior ke karyawan junior. Karyawan senior memberi contoh cara mengerjakan pekerjaan dan karyawan baru memperhatikannya. 5) Off the Job Training
Pelatihan yang dilakukan diluar kerja. Biasanya dilakukan dalam ruangan dimana partisipan diberikan pengetahuan teoritis tentang bagaimana menangani suatu pekerjaan khusus.
6) On and Off the Job Training
Pelatihan ini menggabungkan pembelajaran diluar lingkungan kerja dengan instruksi praktis dalam lingkungan pekerjaan. 7) Vestibule Training
Merupakan suatu ruangan isolasi atau terpisah yang digunakan untuk tempat pelatihan karyawan. Vestibule training merupakan sebuah prosedur yang digunakan dalam pelatihan dimana lokasi pelatihan terpisah dari area produktif utama dari organisasi. 8) Refresher Course
30
Kegiatan yang dilakukan untuk memperbarui pengetahuan dan keahlian karyawan. Kegiatan ini dapat meningkatkan motivasi karena karyawan merasa senang karena diberi kesempatan belajar. 9) Sensitivity Training
Digunakan untuk meningkatkan awareness dalam pola perilaku karyawan. Pelatihan ini sangat berguna bagi pelatihan kepemimpinan dan pengembangan eksekutif. g.
Evaluasi Pelatihan Evaluasi perlu dilakukan untuk melihat dan menetukan sejauh mana pelatihan memberikan pengaruh pada karyawan dan organisasi.
1) Menurut Gomes (1995:209-212), ada 5 tingkatan evaluasi pelatihan yaitu: a)
Reaction, yang diukur dengan kuesioner tentang kepuasan terhadap pelatih, materi, isi, bahan, lingkungan dan sebagainya.
b)
Learning, yaitu test tentang penguasaan konsep, pengetahuan dan ketrampilan yang diberikan selama pelatihan. Evaluasi hasil pembelajaran mengacu pada tujuan pembelajaran. Bloom (1956) dalam Winkel (1996:244-254) mengklasifikasikan secara lengkap tujuan pembelajaran, dalam 3 ranah yaitu ranah kognitif, ranah afektif dan ranah psikomotorik.
c)
Behavior, melakukan pengukuran performasi karyawan berdasarkan sistem evaluasi performansi untuk membandingkan sesudah dan sebelum mengikuti pelatihan.
31
d)
Organizational results - Outcome, melakukan pengumpulan informasi data tentang karyawan untuk menguji dampak pelatihan baik terhadap organisasi maupun kelompok kerja.
e)
Cost effectivity, yaitu mengetahui besarnya biaya yang digunakan untuk pelatihan dan apakah besarnya biaya tersebut sepadan dengan biaya yang timbul dari permasalahan yang dialami oleh organisasi.
2)
Menurut Purwanto (1996), faktor yang mempengaruhi hasil belajar, yaitu: a)
Lingkungan (lingkungan alam dan lingkungan sosial).
b)
Instrumen pendidikan (kurikulum, guru, fasilitas dan manajemen pendidikan)
2.
c)
Fisiologi (kondisi fisik dan indera)
d)
Psikologi (minat, kecerdasan, motivasi dan kemampuan kognitif).
Pengembangan Pengembangan karir adalah usaha yang diakukan secara formal dan
berkelanjutan dengan difokuskan pada peningkatan dan penambahan kemampuan seorang pekerja. Menurut Notoatmodjo (2003:4), pengembangan sumber daya manusia mengimplikasikan pentingnya makna pendidikan sebagai wahana dan instrumen untuk pembangunan dan perubahan sosial, bahkan sekaligus dipandang investasi sumber daya manusia dimasa mendatang.
32
a.
Tujuan Pengembangan Sumber daya manusia : 1) Meningkatkan produktivitas kerja 2) Meningkatkan efisiensi tenaga, waktu, bahan baku, dan mengurangi ausnya mesin-mesin 3) Mengurangi tingkat kecelakaan pegawai 4) Meningkatkan pelayanan yang lebih baik dari karyawan untuk konsumen perusahaan dan atau organisasi 5) Menjaga moral pegawai yang baik 6) Meningkatkan karier pegawai atau untuk perisapan suksesi 7) Meningkatkan kecakapan manajerial pegawai
b.
Manfaat Pengembangan sumber daya manusia menurut Jhon H. Proctor dan William M. Thorton 1) Meningkatkan kepuasaan karyawan. 2) Pengurangan pemborosan. 3) Mengurangi ketidakhadiran pegawai. 4) Memperbaiki metode dan sistem kerja. 5) Meningkatkan tingkat penghasilan. 6) Mengurangi biaya-biaya lembur. 7) Mengurangi biaya pemeliharaan mesin-mesin. 8) Mengurangi keluhan pegawai. 9) Mengurangi kecelakaan kerja. 10) Memperbaiki komunikasi. 11) Meningkatkan pengetahuan pegawai.
33
12) Memperbaiki moral pegawai. 13) Menimbulkan kerja sama yang baik. c.
Evaluasi Pengembangan Pembinaan SDM yang tepat akan mengarah pada optimalisasi aspekaspek potensi dan prestasi. Adapun salah satu metode yang digunakan dalam penilaian kompetensi pengembangan SDM dengan “Assessment Center Method”. Menurut Thornton, et al. (1992:33) mengatakan: “assessment center is a method of assessing potential to handle future responsibilities through the use of behavioral simulations that measure an assesses abilities against criteria of managerial effectiveness.” Dijelaskan bahwa cara menilai potensi dikaitkan dengan tanggung jawab ke depan melalui simulasi perilaku yang mengukur kemampuan seseorang dibandingkan dengan kriteria manajer yang efektif.
2.1.2
Pengalaman Kerja Pengalaman merupakan suatu proses pembelajaran dan pertambahan
perkembangan potensi bertingkah laku baik dari pendidikan formal maupun non formal atau bisa diartikan sebagai suatu proses yang membawa seseorang kepada suatu pola tingkah laku yang lebih tinggi. Suatu pembelajaran juga mencakup perubahaan yang relatif tepat dari perilaku yang diakibatkan pengalaman, pemahaman dan praktek (Knoers & Haditono, 1999 dalam Asih, 2006). Purnamasari (2005) dalam Asih (2006) memberikan kesimpulan bahwa seorang
34
karyawan yang memiliki pengalaman kerja yang tinggi akan memiliki keunggulan dalam beberapa hal diantaranya: 1) mendeteksi kesalahan, 2) memahami kesalahan dan 3) mencari penyebab munculnya kesalahan. Menurut Mansur Muslich (2007:13) “pengalaman mengajar adalah masa kerja guru dalam melaksankana tugas sebagai pendidik pada satuan pendidikan tertentu sesuai dengan surat tugas dari lembaga yang berwenang”. Bukti fisik dari komponen ini dapat berupa surat keputusan atau surat keterangan yang sah dari lembaga yang berwenang. Menurut T. Hani Handoko 02(2001:241), ada beberapa faktor yang mempengaruhi pengalaman kerja karyawan. Beberapa faktor lain mungkin juga berpengaruh dalam kondisi-kondisi tertentu, tetapi adalah tidak mungkin untuk menyatakan secara tepat semua faktor yang dicari dalam diri pegawai potensial. beberapa faktor tersebut adalah:
1.
Latar belakang pribadi, mencakup pendidikan, kursus, latihan, bekerja. Untuk menunjukkan apa yang telah dilakukan seseorang di waktu yang lalu.
2.
Bakat dan minat, untuk memperkirakan minat dan kapasitas atau kemampuan seseorang.
3.
Sikap dan kebutuhan (attitudes and needs) untuk meramalkan tanggung jawab dan wewenang seseorang.
4.
Kemampuan-kemampuan analitis dan manipulatif untuk mempelajari kemampuan penilaian dan penganalisaan.
5.
Keterampilan dan kemampuan tehnik, untuk menilai kemampuan dalam pelaksanaan aspek-aspek tehnik pekerjaan.
35
Menurut Foster (2001:43) ada beberapa hal juga untuk menentukan berpengalaman tidaknya seorang karyawan yang sekaligus sebagai indikator pengalaman kerja yaitu :
1. Lama waktu/ masa kerja Ukuran tentang lama waktu atau masa kerja yang telah ditempuh seseorang dapat memahami tugas-tugas suatu pekerjaan dan telah melaksanakan dengan baik. 2.
Tingkat pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki. Pengetahuan merujuk pada konsep, prinsip, prosedur, kebijakan atau informasi lain yang dibutuhkan oleh pegawai. Pengetahuan juga mencakup kemampuan untuk memahami dan menerapkan informasi pada tanggung jawab pekerjaan. Sedangkan keterampilan merujuk pada kemampuan fisik yang dibutuhkan untuk mencapai atau menjalankan suatu tugas atau pekerjaan.
3.
Penguasaan terhadap pekerjaan dan peralatan.
2.1.3 1.
Kompetensi
Pengertian Kompetensi Kompetensi merupakan gambaran hakikat kualitatif dari perilaku seseorang.
Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia karangan WJS Purwadarminto (1999: 405), pengertian kompetensi adalah kekuasaan untuk menentukan atau memutuskan suatu hal. Pengertian dasar kompetensi adalah kemampuan atau kecakapan.
36
Spencer dan Spencer dalam Hamzah B. Uno (2007: 63), kompetensi merupakan karakteristik yang menonjol bagi seseorang dan menjadi cara-cara berperilaku dan berfikir dalam segala situasi, dan berlangsung dalam periode waktu yang lama. Dari pendapat tersebut dapat dipahami bahwa kompetensi menunjuk pada kinerja seseorang dalam suatu pekerjaan yang bisa dilihat dari pikiran, sikap, dan perilaku. Lebih lanjut Spencer dan Spencer dalam Hamzah B. Uno (2007: 63), membagi lima karakteristik kompetensi yaitu sebagai berikut. 1)
Motif, yaitu sesuatu yang orang pikirkan dan inginkan yang menyebabkan sesuatu.
2)
Sifat, yaitu karakteritik fisik tanggapan konsisten terhadap situasi.
3)
Konsep diri, yaitu sikap, nilai, dan image dari sesorang.
4)
Pengetahuan, yaitu informasi yang dimiliki seseorang dalam bidang tertentu.
5)
Ketrampilan, yaitu kemampuan untuk melakukan tugas-tugas yang berkaitan dengan fisik dan mental. Menurut Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen,
kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, ketrampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati dan dikuasai oleh guru atau dosen dalam melaksanakan tugas keprofesionalan. Dari beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa kompetensi merupakan seperangkat penguasaan kemampuan, ketrampilan, nilai, dan sikap yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai guru yang bersumber dari pendidikan, pelatihan, dan pengalamannya sehingga dapat menjalankan tugas mengajarnya secara profesional.
2.
Kompetensi Guru
37
Undang-undang No.14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen pasal 4 menegaskan bahwa guru sebagai agen pembelajaran berfungsi untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional. Untuk dapat melaksanakan fungsinya dengan baik, guru wajib untuk memiliki syarat tertentu, salah satu diantaranya adalah kompetensi. Guru harus memiliki kompetensi sesuai dengan standar yang ditetapkan atau yang dikenal dengan standar kompetensi guru. Standar ini diartikan sebagai suatu ukuran yang ditetapkan atau dipersyaratkan. Lebih lanjut Suparlan (2006: 85), menjelaskan bahwa “Standar kompetensi guru adalah ukuran yang ditetapkan atau dipersyaratkan dalam bentuk penguasaan pengetahuan dan perilaku perbuatan bagi seorang guru agar berkelayakan untuk menduduki jabatan fungsional sesuai dengan bidang tugas, kualifikasi dan jenjang pendidikan. Berdasarkan peraturan Pemerintah RI Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, Pasal 28 dinyatakan bahwa Pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Kualifikasi akademik adalah tingkat pendidikan minimal yang harus dipenuhi oleh seorang pendidik yang dibuktikan dengan ijazah dan/ atau sertifikat keahlian yang relevan
sesuai
ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Nana Sudjana (2002: 17), mengutip pendapat Cooper bahwa ada empat kompetensi yang harus dimiliki guru, yaitu: 1)
Mempuyai pengetahuan tentang belajar tingkah laku manusia.
2)
Mempunyai pengetahuan dan menguasai bidang studi yang dibinanya.
38
3)
Mempunyai sikap yang tepat tentang dirinya, sekolah, teman sejawat dan bidang studi yang dibinanya.
4)
Mempunyai kemampuan tentang teknik mengajar Sesuai PP No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasioanal Pendidikan pasal 28 (3)
yang juga dituangkan dalam Undang-undang Guru dan Dosen BAB IV Pasal 10 (Depdiknas 2005:10) menyatakan bahwa kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru sebagai agen pembelajaran adalah sebagai berikut: 1)
Kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik meliputi pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai kompetensi yang dimilikinya. Kompetensi pedagogik ditandai dengan kemampuan menyelenggarakan proses pembelajaran yang bermutu, serta sikap dan tindakan yang menjadi teladan. Teknik yang digunakan untuk memantau kemampuan pedagagik dapat melalui asesmen alternatif, seperti pengamatan, pencatatat, perekaman, wawancara, portofolio, memajangkan karya siswanya. Guru harus mampu mengoptimalkan potensi peserta didik dalam mengaktualisasi kemampuannya dikelas dan mampu melakukan penilaian terhadap kegiatan pembelajaran yang telah dilakukkan. Kemampuan yang harus dimiliki guru berkenaan dengan aspek-aspek yang diamati, yaitu:
a. Penguasaan terhadap karakteristik peserta didik dari aspek fisik, moral, sosial, kultural, emosional dan intelektual.
39
b. Penguasaan terhadap teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran yang mendidik. c. Mampu mengembangkan kurikulum yang terkait dengan bidang pengembangan. d. Menyelenggarakan kegiatan pengembangan yang mendidik. e. Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk kepentingan penyelenggaraan kegiatan pengembangan yang mendidik. f. Memfasilitasi pengembangan potensi peserta didik untuk mengaktualisasi berbagai potensi yang dimiliki. g. Berkomunikasi secara efektif, empatik dan santun terhadap siswa. h. Melakukan penilaian dan evaluasi proses dan hasil belajar. i. Melakukan tindakan reflektif untuk peningkatan kualitas pembelajaran. 2)
Kompetensi kepribadian adalah kemampuan kepribadi yang mantap, stabil, dewasa, arif dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia. Guru harus mempunyai kemampuan yang berkaitan dengan kemantapan dan integritas kepribadian seorang guru. Aspek-aspek yang diamati adalah:
a.
Bertindak sesuai dengan norma agama, hukum, sosial, dan kebudayaan nasional Indonesia.
b.
Menampilkan diri sebagai pribadi yang jujur, berakhlak mulia, dan teladan bagi peserta didik dan masyarakat.
c.
Menampilkan diri sebagai pribadi yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa.
40
d.
Menunjukan etos kerja, tanggung jawab yang tinggi, rasa bangga menjadi guru, dan rasa percaya diri.
e. 3)
Menjunjung tinggi kode etik profesi guru.
Kompetensi profesional adalah kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang memungkinkannya membimbing peserta didik memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan.
4)
Kompetensi sosial adalah kemampuan pendidik sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar.
3.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kompetensi Guru Terdapat dua faktor yang mempengaruhi tingkat kompetensi guru, yaitu yang berasal dari dalam diri guru (internal) dan faktor yang beraasal dari luar diri guru (eksternal). Sebagai keperluan analisis penelitian, berikut ini akan diuraikan kajian teori tentang tiga faktor internal, yaitu latar belakang pendidikan guru, pengalaman mengajar guru, dan etos kerja guru. a.
Latar Belakang Pendidikan Guru
41
Kompetensi seorang guru tidak lepas dari latar belakang pendidikanya. Latar belakang pendidikan ini diartikan sebagai tingkat pendidikan yang telah ditempuh seseorang. Latar belakang pendidikan seseorang sedikit banyak akan menentukan keberhasilannya dalam menjalankan tugas atau pekerjaan. Sesuai dengan pendapat Manullang (1994: 59), bahwa “Dalam menyeleksi dan menempatkan karyawan dalam suatu organisasi harus mempertimbangkan pendidikan calon karyawan bersangkutan, sehingga the right man on the right place akan lebih mendekati sasaran. Darwin (2002: 30-31), “Seorang guru dikatakan profesional atau tidak, dapat dilihat dari dua perspektif. Pertama, latar belakang pendidikan dan kedua, penguasaan guru terhadap materi bahan ajar, mengelola pembelajaran, mengelola siswa, melakukan tugas bimbingan dan lain-lain”. Guru dengan tingkat pendidikan tinggi tentu akan berbeda dengan guru yang berpendidikan rendah, baik dalam hal kompetensi maupun bersikap yang manakala dihadapkan pada suatu obyek. Jadi dapat dikatakan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan maka semakin tinggi pula tingkat kompetensisnya. b.
Pengalaman Mengajar Pengalaman dalam semua kegiatan sangat diperlukan, karena Experience is
the best teacher, pengalaman merupakan guru yang terbaik. Guru sebagai pelaksana proses belajar mengajar tentu pernah mengalami suatu masalah dalam mengajar. Selama mengajar guru akan menemukan hal-hal baru, dan jika hal
42
tersebut dipahami dan dimanfaatkan sebagaimana mestinya ia akan memberi pelajaran yang berarti bagi guru itu sendiri. Menurut Purwadarminto “Pengalaman adalah suatu keadaan, situasi dan kondisi yang pernah dialami (dirasakan), dijalankan dan dipertanggungjawabkan dalam praktek nyata (1996: 8). Suwaluyo (1988: 26) menyatakan bahwa pengalaman mengajar adalah masa kerja yang dapat dilihat dari banyaknya tahun mengajar, dan ditegaskan pula bahwa pengalaman mengajar merupakan penghayatan pada suatu objek tersebut. Menurut Sumitro (2002: 70) hal yang perlu diperhatikan oleh guru adalah bahwa mereka harus senantiasa meningkatkan pengalamannya sehingga mempunyai pengalaman yang banyak dan berkualitas, yang dapat menunjang keberhasilan dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya. Guru yang mempunyai pengalaman yang baik akan lebih mudah melaksanakan proses belajar mengajar di kelas. Menurut Christina (1991: 15-16) keuntungan yang banyak diperoleh guru dari pengalaman mengajarnya adalah: 1)
Mampu menyusun persiapan mengajar dengan tepat dan cepat
2)
Mudah beradptasi dengan siswa.
3)
Responsive terhadap masalah-masalah pengajaran terutama yang berkaitan dengan proses belajar-mengajar.
4)
Fleksibel dalam menggunakan media pembelajaran.
5)
Mudah memacu siswa untuk berprestasi.
43
Pengalaman seorang guru tidak hanya diperoleh ketika ia berada di dalam kelas saja, namun pengalaman itu diperoleh melalui kegiatan-kegiatan di luar kelas yang dapat mendukung kemampuannya. Pengalaman-pengalaman tersebut dapat diperoleh
melalui
seminar-seminar,
pelatihan-pelatihan,
melalui
kegiatan
Musyawarah Guru Mata Pelajaran, dan kegiatan karya ilmiah. c.
Etos Kerja Guru Etos kerja tediri atas kata etos dan kerja. Kata etos berasal dari bahasa
Yunani yaitu ethos, yang berarti watak, semangat dan karakter. Sedangkan Soerjono Soekanto (1985: 174), mendefinisikan “Etos sebagai karakter umum dari kebudayaan yang didalamnya terkandung ide-ide dan nilai-nilai”. Menurut Imam Muchyar dkk (1995: 6-8), “Etos diartikan sebagai semangat dan sikap batin seseorang atau sekelompok orang yang diambil atas dasar tanggung jawab moralnya”. Menurut Soebroto (2007: 14), “Secara praktis etos kerja bisa diartikan sebagai parameter motivasi, inspirasi dan semangat kerja. Etos kerja ini bisa terbentuk bila ada kerelaan bekerja dan care terhadap pekerjaan. Hal ini bisa tumbuh melalui ketulusan yang secara berantai akan menciptakan perhatian, disiplin, respon empati, pemahaman dan penghayatan kerja”. Ketulusn bekerja akan membuat senang, menikmati pekerjaan, berperilaku positif, penuh syukur, memberi nilai dan makna secara mendalam terhadap pekerjaan. Suatu pekerjaan akan bertahan atau langgeng dan membahagiakan apabila tidak hanya berorientasi pada profit atau keuntungan saja, tetapi juga berorientasi social, moral, spiritual, serta meningkatkan martabat manusia.
44
Menurut Soejitno Irmim dan Abdul Rochim (2006: 33), etos kerja guru dapat ditampilkan melalui: 1)
Selalu mempersiapkan materi pembelajaran.
2)
Selalu tepat waktu.
3)
Bekerja dengan target rasional.
4)
Mengisi jam kerja dengan efektif.
5)
Tanggung jawab terhadap program.
6)
Kreatif dan inovatif.
7)
Tidak mudah putus asa.
8)
Konsisten dan konsekuen.
9)
Senang membaca dan belajar.
10) Senang menulis. Sementara Djohar MS (2006: 125-129), menyebutkan etos kerja guru sebagai perwujudan memanage diri sendiri yang kreatif terukur dari kinerja guru yang: tahu apa yang dikerjakan, mampu menciptakan kerja tanpa perintah orang lain, segera beralih ke pekerjaan lain bila telah selesai, mampu mengatur waktu dan menikmati pekerjaan. Seorang guru yang memiliki etos kerja tinggi akan mengerjakan pekerjaannya lebih semangat dan menekuni pekerjaannya dengan tanggung jawab besar sehingga akan berpengaruh terhadap keberhasilan kerjanya. Guru dengan etos kerja tinggi akan memilki motivasi tinggi dalam bekerja. Guru yang memiliki yang memiliki motivasi tinggi akan memperlihatkan unjuk kerjanya yang jauh berbeda dari guru yang memilki motivasi rendah. Menurut
45
a.
Manfaat Kompetensi Terdapat 3 (tiga) manfaat utama individu menggunakan pendekatan
kompetensi (Mathis, 2006): 1)
Mengkomunikasikan perilaku dihargai orang
2)
Meningkatkan tingkat kompetensi di organisasi
3)
Meningkatkan
kedisiplinan
karyawan
guna
meningkatkan
keunggulan
kompetensi
2.1.4
Pengaruh Pelatihan dan Pengembangan terhadap Kompetensi Menurut Simamora (2003:273) Pelatihan adalah proses pembelajaran yang
melibatkan perolehan keahlian, konsep, peraturan / sikap untuk meningkatkan kinerja karyawan. Dalam human resources development, nilai-nilai kompetensi seorang karyawan/pekerja dapat dipupuk melalui program pendidikan, pengembangan atau pelatihan yang berorientasi pada tuntutan kerja actual dengan penekanan pada pengembangan skill, knowledge and ability yang secara signifikan akan dapat memberikan standar perilaku dalam sistem dan proses kerja yang diterapkan (Irianto 2001: 75).
Pada Undang-Undang No.14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan kompetensi guru adalah merupakan seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru dalam melaksanakan tugas profesinya. Tugas utama guru sebagai pendidik profesional adalah mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada jalur pendidikan formal. Pengembangan dan peningkatan kompetensi bagi guru yang sudah
46
memiliki sertifikat pendidik dilakukan dalam rangka menjaga agar kompetensi keprofesiannya tetap sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan/atau olah raga (PP Nomor 74 Tahun 2008). Adanya fasilitas sekolah berupa pelatihan dan pengembangan guru merupakan upaya untuk meningkatkan kualitas guru sesuai dengan kualifikasinya.
2.1.5
Pengaruh Pengalaman Kerja terhadap Kompetensi Pengalaman kerja seseorang menunjukkan jenis-jenis pekerjaan yang
pernah dilakukan seseorang dan memberikan peluang yang besar bagi seseorang untuk melakukan pekerjaan yang lebih baik. Semakin luas pengalaman kerja seseorang, semakin trampil melakukan pekerjaan dan semakin sempurna pola berpikir dan sikap dalam bertindak untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Abriyani Puspaningsih, 2004). Murphy dan Wrigth (1984) dalam Sularso dan Naim (1999) memberikan bukti empiris bahwa seseorang yang berpengalaman dalam suatu bidang subtantif memiliki lebih banyak hal yang tersimpan dalam ingatannya. Pengalaman mengajar sebagai bagian dari pengalaman kerja yang harus dimiliki oleh seorang guru untuk dapat mengatasi permasalahan dalam tugasnya, karena harus disadari bahwa untuk menjadi guru yang profesional bukanlah hal yang mudah sebab hal tersebut menuntut banyak tanggung jawab. Dengan adanya pengalaman mengajar diharapkan mampu terus berkembang sesuai dengan perkembangan zaman, sebab guru senantiasa dituntut untuk menyesuaikan ilmu dan ketrampilannya dengan ilmu dan teknologi yang sedang berkembang.
47
Semakin banyak pengalaman bermanfaat yang dimiliki seorang guru maka akan berpengaruh terhadap kompetensi guru tersebut. Guru yang kaya akan pengalaman mengajar seharusnya lebih tanggap dalam menghadapi masalah yang berhubungan dengan proses belajar mengajar. Jika guru mempunyai pengalaman mengajar yang banyak, maka diduga kompetensi profesionalnya akan tinggi. Dan sebaliknya apabila pengalaman mengajar sedikit, maka kompetensi profesionalnya akan rendah
2.2 Rerangka Pemikiran Jika guru mendapatkan pelatihan dan pengembangan yang sesuai dengan kebutuhannya dan memiliki pengalaman kerja yang cukup diharapkan memiliki kompetensi dalam mengajar, sehingga hasil belajar siswa akan tinggi.
Pelatihan (X1)
Pengembangan (X2)
Pengalaman Kerja (X3)
Kompetensi (Y)
48
Keterangan : : Pengaruh Partial : Pengaruh Simultan Sumber : Diolah peneliti
49
2.3 Perumusan Hipotesis Hipotesis adalah suatu pernyataan yang bersifat dugaan sementara tentang adanya suatu hubungan tertentu antar variabel – variabel yang digunakan dan perlu pembuktian. Berdasarkan dari perumusan diatas, maka penulis mencoba untuk menunjukan suatu Hipotesis. Adapun Hipotesis yang diajukan :
2.3.1 Pelatihan, Pengembangan dan Kompetensi secara simultan mempunyai pengaruh terhadap kompetensi guru di SMA Muhammadiyah 2 Surabaya.
2.3.2 Pelatihan, Pengembangan dan Pengalaman kerja secara parsial mempunyai pengaruh terhadap kompetensi guru di SMA Muhammadiyah 2 Surabaya.
2.3.3 Diduga diantara Pelatihan, Pengembangan dan Pengalaman kerja terdapat indikator yang dominan berpengaruh terhadap kompetensi guru di SMA Muhammadiyah 2 Surabaya.