BAB II LANDASAN TEORI
2.1. Teori Tentang Produktivitas 2.1.1.Pengertian produktivitas Produktivitas kerja secara umum bermakna suatu hasil yang terlahir dari aktivitas seseorang dalam bekerja. Produktivitas kerja dapat tercapai dengan baik jika faktor-faktor yang ada dikelola dengan baik pula. Produktivitas juga merupakan alat ukur sejauh mana sumber daya manusia suatu organisasi diberdayakan untuk mencapai hasil. Produktivitas merupakan pencapaian titik maksimal kinerja dengan mengorbankan sumber daya seminimal mungkin. Hasibuan (2008) mengatakan bahwa produktivitas adalah perbandingan antara output (hasil) dengan input (masukan). Jika produktivitas naik ini hanya dimungkinkan oleh adanya peningkatan efisiensi (waktu-waktu tenaga) dan sistem kerja, teknik produksi dan adanya peningkatan ketrampilan dari tenaga kerjanya. Simanjuntak (2005) menyatakan produktivitas adalah sikap mental yang selalu berusaha untuk meningkatkan mutu kehidupan. Keadaan hari ini harus lebih baik dari kemarin dan mutu kehidupan besok harus lebih baik dari hari ini. Pandangan hidup dan sikap mental yang demikian akan mendorong manusia untuk tidak cepat merasa puas, akan tetapi akan terus mengembangkan diri dan meningkatkan kemampuan kerja.
9
Produktivitas berarti kemampuan menghasilkan sesuatu. Sedangkan kerja berarti kegiatan melakukan sesuatu yang dilakukan untuk mencari nafkah mata pencarian (Poerwadarminta 2004). Pengertian produktivitas pada dasarnya mencakup sikap mental yang selalu mempunyai pandangan bahwa kehidupan di hari depan lebih baik dari hari kemarin dan hari esok lebih baik dari baik dari hari ini (Sinungan, 2003). Program peningkatan produktivitas yang berhasil itu ditandai dengan adanya andil yang luas dari karyawan atau pekerja yang baik, sehingga menghasilkan kinerja yang baik dan hal tersebut akan menghasilkan produktivitas yang optimal. Sedangkan secara teknis memang produktivitas adalah suatu perbandingan antara hasil yang dicapai (out put) dengan keseluruhan sumber daya yang diperlukan (in put). Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa produktivitas kerja adalah kemampuan pegawai dalam berproduksi dibandingkan dengan sumber daya manusia yang digunakan oleh perusahaan, seorang pegawai dapat dikatakan produktif apabila mampu menghasilkan barang atau jasa sesuai dengan diharapkan dalam waktu yang singkat atau tepat.
2.1.2. Indikator produktivitas Sutrisno (2009) menyatakan bahwa untuk mengukur produktivitas kerja, diperlukan suatu indikator, yaitu sebagai berikut : 1. Kemampuan. Memiliki kemampuan dalam melaksanakan tugas. Kemampuan seorang karyawan sangat tergantung kepada keterampilan yang dimiliki serta
10
profesionalisme karyawan dalam bekerja. Ini memberikan daya untuk menyelesaikan tugas-tugas yang diembankan kepada mereka. 2. Meningkatkan hasil yang dicapai. Berusaha untuk meningkatkan hasil yang dicapai. Hasil merupakan salah satu yang dapat dirasakan baik oleh yang mengerjakan maupun yang menikmati hasil pekerjaan tersebut. Jadi upaya untuk memanfaatkan produktivitas bagi masing-masing yang terlibat dalam suatu pekerjaan. 3. Semangat kerja Merupakan usaha untuk menjadi lebih baik dari hari kemarin. Indikator ini dapat dilihat dari etos kerja dan hasil yang dicapai dalam satu hari kemudian dibandingkan dengan hari sebelumnya. 4. Pengembangan diri. Senantiasa mengembangkan diri untuk meningkatkan kemampuan kerja. Pengembangan diri dapat dilakukan dengan melihat tantangan dan harapan dengan apa yang akan dihadapi. Begitu juga harapan untuk menjadi lebih baik pada gilirannya dan akan sangat berdampak pada karyawan utuk meningkatkan kemampuannya. 5. Mutu. Selalu berusaha meningkatkan mutu lebih baik dari yang telah lalu. Mutu merupakan hasil pekerjaan yang dapat menunjukkan kualiatas kerja seorang karyawan. Meningkatkan mutu bertujuan untuk memberikan hasil yang terbaik serta berguna bagi karyawan dan perusahaan.
11
6. Efisiensi Perbandingan antara hasil yang dicapai dengan keseluruhan sumberdaya yang digunakan. Masukan dan keluaran merupakan aspek produktivitas yang memberikan pengaruh yang cukup signifikan bagi karyawan. Sedangkan Ravianto (2005) menyatakan bahwa: “Produktivitas tenaga kerja dipengaruhi oleh berbagai faktor baik yang berhubungan dengan tenaga kerja
itu
sendiri
maupun
faktor-faktor
lainnya
seperti:
pendidikan,
keterampilan, disiplin, sikap dan etika kerja, motivasi, gizi dan kesehatan, tingkat penghasilan, jaminan sosial, lingkungan dan iklim kerja, hubungan industrial, teknologi, sarana produksi, manajemen, kesempatan kerja dan kesempatan berprestasi”. Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa produktivitas kerja dipengaruhi oleh karyawan atau tenaga kerja itu sendiri maupun faktor-faktor lainnya yang berasal dari dalam manajemen organisasi atau perusahaan itu sendiri dan kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh suatu daerah atau negara juga dapat mempengaruhi produktivitas karyawan. Menurut Yuli (2005) ada beberapa faktor yang menentukan besar kecilnya produktivitas karyawan. Faktor-faktor tersebut dapat digolongkan dalam tiga kelompok utama antara lain: 1. Kepuasan kerja. Karyawan yang merasa puas tentu secara alamiah akan berupaya mencapai tingkat kepuasan yang tinggi dengan cara mengoptimalkan hasil kerja (output). Jika output yang dihasilkan tidak sebanding dengan semangat yang diberikan maka kepuasan kerja justru akan menurun sehingga produktivitas juga menurun.
12
2. Input. Besar kecilnya input yang dimasukkan dalam sebuah proses produksi akan menentukan hasil akhir dari sebuah pekerjaan. Input yang dimiliki karyawan dalam bekerja antara lain; motivasi, tenaga, sikap, pengetahuan dan keterampilan, sarana yang mendukung dan lingkungan kerja. 3. Waktu kerja. Jam kerja yang lama mendorong karyawan untuk terus memperbanyak dan meningkatkan hasil kerja mereka. Namun faktor ini sifatnya sangat relatif, karena harus didukung oleh faktor lainnya seperti input. Produktivitas merupakan hal yang sangat penting bagi karyawan dalam perusahaan, dengan produktivitas diharapkan karyawan dapat melaksanakan pekerjaan secara efesien dan efektif untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan alat pengukuran produktivitas berdasarkan pendapat Sutrisno dengan melihat enam indikator produktivitas yaitu: kemampuan, meningkatkan hasil yang dicapai, semangat kerja, pengembangan diri, mutu dan efisiensi. Sebab indikator- indikator tersebut sangat berhubungan dengan masalah-masalah yang dihadapi di PT. Alfa Scorpii Cabang Setia Budi Medan.
2.2. Teori tentang Kepuasan Kerja 2.2.1.Pengertian kepuasan kerja Mathis dan Jackson (2006) mendefinisikan kepuasan adalah “a positive emotional state resulting from evaluating one’s job experience” (artinya emosi yang positif sebagai hasil dari evaluasi pengalaman kerja). Menurut Siagian (2008) kepuasan kerja merupakan suatu cara pandang seorang baik yang bersifat
13
positif maupun bersifat negatif mengenai pekerjaannya. Wibisono (2007) menyatakan bahwa kepuasan kerja adalah sikap yang dimiliki pekerja tentang pekerjaannya. Sikap tersebut sangat dipengaruhi seperangkat perasaan karyawan tentang menyenangkan atau tidak menyenangkan pekerjaan mereka. Dimana kepuasan ini menunjukkan kesesuaian antara harapan karyawan yang timbul dan imbalan yang disediakan perusahaan. Luthans (2006) memberikan definisi kepuasan kerja adalah hasil dari persepsi karyawan mengenai seberapa baik pekerjaan mereka memberikan hal yang dinilai penting. Davis dan Newstrom (2007) mengemukakan “Job Satisfaction is the favorableness or unfavorableness with which employees view their work.” (Kepuasan kerja adalah perasaan senang atau tidak senang dari seorang pekerja terhadap pekerjaannya). Hasibuan (2005) menyatakan kepuasan kerja adalah sikap emosional yang menyenangkan dan mencintai pekerjaannya. Sikap ini dicerminkan oleh moral kerja, kedisiplinan, dan prestasi kerja. Kepuasan kerja dinikmati dalam pekerjaan, luar pekerjaan, dan kombinasi dalam dan luar pekerjaan. Kepuasan kerja dalam pekerjaan adalah kepuasan kerja yang dinikmati dalam pekerjaan dengan memperoleh pujian hasil kerja, penempatan, perlakuan, peralatan dan suasana lingkungan kerja yang baik. Kepuasan kerja di luar pekerjaan adalah kepuasan kerja karyawan yang dinikmati di luar pekerjaan dengan besarnya balas jasa yang akan diterima dari hasil kerjanya. Kepuasan kerja kombinasi dalam dan luar pekerjaan adalah kepuasan kerja yang dicerminkan oleh
14
sikap emosional yang seimbang antara balas jasa dengan pelaksanaan pekerjaannya. Kepuasan atau ketidakpuasan secara individual karyawan secara subjektif berasal dari kesimpulan yang berdasarkan perbandingan antara apa yang diterima pegawai dari pekerjaan yang dilakukan dengan apa yang diharapkan, diinginkan atau dipikirkan oleh seseorang. Sementara masing-masing pegawai secara subjektif menentukan bagaimana memuaskan pegawai tersebut, maka job satisfaction dipengaruhi oleh kerangka referensi sosial.
2.2.2. Indikator kepuasan kerja Menurut Luthans (2011) terdapat lima indikator yang mencerminkan karakteristik penting tentang kepuasan kerja, diantaranya : 1. Pekerjaan itu sendiri , yaitu bagaimana pekerjaan memberikan individu tugas yang
menarik,
kesempatan
untuk
menggunakan
kemampuan
dan
keterampilannya, kebebasan, kesempatan memikul tanggung jawab, dan adanya umpan balik jika mereka bekerja dengan baik. 2. Pembayaran, seperti gaji dan upah. Karyawan menginginkan sistem upah dan kebijakan promosi yang dipersepsikan dengan adil, tidak meragukan dan segaris dengan pengharapannya. Bila upah dilihat sebagai adil yang didasarkan pada tuntunan pekerjaan, tingkat, keterampilan individu, dan standar pengupahan komunitas kemungkinan besar akan memberikan kepuasan. 3. Kesempatan promosi, kesempatan untuk meningkatkan jabatan dalam organisasi. Pada saat dipromosikan karyawan umumnya menghadapi peningkatan tuntutan dan keahlian, kemampuan dan tanggung jawab.
15
4. Supervisi atau pengawasan, yaitu kemampuan supervisor untuk memberikan bantuan teknis dan dukungan sikap atau moral dalam pekerjaan. Supervisi berhubungan dengan karyawan secara langsung dan mempengaruhi karyawan dalam melakukan pekerjaanya. Umumnya karyawan lebih suka mempunyai supervisi yang adil, terbuka dan mau bekerjasama dengan bawahan. 5. Rekan kerja, merupakan faktor yang berhubungan dengan hubungan pegawai dengan atasannya dan dengan pegawai lain, baik yang sama maupun yang berbeda jenis pekerjaannya. Sedangkan Robbins (2008) menyatakan bahwa, “faktor-faktor yang lebih penting yang mendorong kepuasan kerja adalah kerja yang secara mental menantang, ganjaran yang pantas, kondisi kerja yang mendukung dan rekan kerja yang mendukung”. Selain itu, menurut Siagian (2003) terdapat empat faktor yang mempengaruhi yaitu 1). Pekerjaan yang penuh tantangan, 2). Penerapan sistem penghargaan yang adil, 3). Kondisi yang sifatnya mendukung 4). Sikap dari rekan kerja, interaksi dengan banyak pihak atasan dan lain-lain. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan indikator kepuasan kerja berdasarkan pendapat Luthans dengan melihat lima indikator kepuasan kerja yaitu: komponen gaji, pekerjaan itu sendiri, perhatian atasan/supervisi, rekan sekerja, kesempatan promosi. Sebab indikator- indikator tersebut sangat berhubungan dengan masalah-masalah yang ditemukan di PT. Alfa Scorpii Cabang Setia Budi Medan.
16
2.2.3. Dampak ketidakpuasan kerja karyawan Robbins (2008) mengungkapkan bahwa kepuasan kerja sangat berdampak terhadap organisasi, bahwa para peneliti telah melakukan penelitian dan menemukan dampak dari kepuasan kerja yaitu pada produktivitas karyawan (productivity), ketidakhadiran (absenteeism), dan pergantian karyawan (turnover). Menurutnya kepuasan karyawan cenderung dipusatkan pada kinerja karyawan atau produktivitas karyawan. Ketidakpuasan karyawan dapat diungkapkan dengan empat cara berikut: 1.
Keluar (exit), merupakan ketidakpuasan kerja yang diungkapkan lewat perilaku yang diarahkan untuk meninggalkan organisasi, seperti mencari posisi baru maupun minta berhenti.
2.
Menyuarakan (voice), merupakan ketidakpuasan yang diungkapkan melalui usaha aktif dan konstruktif untuk memperbaiki kondisi, seperti memberikan saran perbaikan, mendiskusikan masalah dengan atasannya, dan beberapa bentuk kegiatan serikat buruh.
3.
Kesetiaan (loyalty), merupakan ketidakpuasan yang diungkapkan dengan menunggu secara pasif sampai kondisinya menjadi lebih baik, seperti menghadapi kritik dari luar dan mempercayai organisasi dan manajemen untuk melakukan hal yang tepat.
4.
Mengabaikan (neglect), merupakan ketidakpuasan yang diungkapkan melalui sikap membiarkan keadaan dan menjadi lebih buruk, seperti kemangkiran atau datang terlambat, upaya yang dikurangi dan tingkat kekeliruan yang meningkat.
17
Greenberg dan Baron (2010) mengatakan ada tiga cara untuk melakukan pengukuran kepuasan kerja, yaitu : a.
Rating Scale dan Kuesioner Dengan metode ini, orang menjawab pertanyaan dari kuesioner yang menggunakan rating scales sehingga mereka melaporkan reaksi terhadap pekerjaannya.
b.
Critical Incidents Individu menjelaskan kejadian yang menghubungkan pekerjaan mereka yang dirasakan terutama memuaskan atau tidak memuaskan. Jawaban mereka dipelajari untuk mengungkapkan tema yang mendasari. Sebagai contoh, apabila banyak pekerja yang menyebutkan situasi pekerjaan dimana mereka mendapatkan perlakuan kurang baik oleh supervisor atau sebaliknya.
c.
Interviews Dengan melakukan wawancara tatap muka dengan pekerja dapat diketahui sikap mereka secara langsung dan dapat mengembangkan lebih dalam dengan menggunakan kuesioner yang terstruktur
18
2.3. Teori Tentang Stres Kerja 2.3.1. Pengertian stres kerja Robbins (2008) memberikan definisi stres sebagai suatu kondisi dinamis di mana individu dihadapkan pada kesempatan, hambatan dan keinginan dan hasil yang diperoleh sangatlah penting tetapi tidak dapat dipastikan. Menurut Handoyo (2001) menyebutkan bahwa stres adalah tuntutantuntutan eksternal mengenai seseorang, misalnya objek-objek dalam lingkungan atau suatu stimulus yang secara objektif adalah berbahaya. Stres juga diartikan sebagai tekanan, ketegangan atau gangguan yang tidak menyenangkan yang berasal dari luar diri seseorang. Selain itu gejala stres dapat berupa tanda-tanda berikut ini: a.
Fisik, yaitu sulit tidur atau tidur tidak teratur, sakit kepala, sulit buang air besar, adanya gangguan pencemaan, radang usus, kulit gatal-gatal, punggung terasa sakit, urat-urat pada bahu dan leher terasa tegang, keringat berlebihan, berubah selera makan, tekanan darah tinggi atau serangan jantung, kehilangan energi.
b.
Emosional, yaitu marah-marah, mudah tersinggung dan terlalu sensitif, gelisah dan cemas, suasana hati mudah berubah-ubah, sedih, mudah menangis dan depresi, gugup, agresif terhadap orang lain dan mudah bermusuhan serta mudah menyerang, dan kelesuan mental.
c.
Intelektual, yaitu mudah lupa, kacau pikirannya, daya ingat menurun, sulit untuk berkonsentrasi, suka melamun berlebihan, pikiran hanya dipenuhi satu pikiran saja.
19
d.
Interpersonal, yaitu acuh dan mendiamkan orang lain, kepercayaan pada orang
lain menurun, mudah mengingkari janji pada orang lain, senang
mencari kesalahan orang lain atau menyerang dengan kata-kata, menutup diri secara berlebihan, dan mudah menyalahkan orang lain. Berdasarkan beberapa uraian di atas, peneliti menyimpulkan bahwa stres merupakan suatu kondisi ketegangan yang mempengaruhi emosi, proses berpikir dan kondisi seseorang di mana seseorang terpaksa memberikan tanggapan melebihi kernampuan penyesuaian dirinya terhadap suatu tuntutan eksternal (lingkungan). Stres yang terlalu besar dapat mengancam kemampuan seseorang untuk menghadapi lingkungannya. Sebagai hasilnya, pada diri para karyawan berkembang berbagai macam gejala stres yang dapat mengganggu pelaksanaan kerja mereka. Menurut Luthans (2011), mendefinisikan stres sebagai suatu tanggapan dalam menyesuaikan diri yang dipengaruhi oleh perbedaan individu dan proses psikologis, sebagai konsekuensi dari tindakan lingkungan, situasi atau peristiwa yang terlalu banyak mengadakan tuntutan psikologis dan fisik seseorang. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa stres kerja timbul karena tuntutan lingkungan dan tanggapan setiap individu dalam menghadapinya dapat berbeda. Masalah stres kerja di dalam organisasi perusahaan menjadi gejala yang penting diamati sejak mulai timbulnya tuntutan untuk efisien di dalam pekerjaan. Akibat adanya stres kerja tersebut yaitu orang menjadi nervous, merasakan kecemasan yang kronis, peningkatan ketegangan pada emosi, proses berfikir dan kondisi fisik individu. Selain itu, sebagai hasil dari adanya stres kerja, karyawan mengalami beberapa gejala stres yang dapat mengancam dan mengganggu
20
pelaksanaan kerja mereka, seperti: mudah marah dan agresif, tidak dapat relaks, emosi yang tidak stabil, sikap tidak mau bekerja sama, perasaan tidak mampu terlibat, dan kesulitan dalam masalah tidur. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa terjadinya stres kerja adalah dikarenakan adanya ketidakseimbangan antara karakteristik kepribadian karyawan dengan karakteristik aspek-aspek pekerjaannya dan dapat terjadi pada semua kondisi pekerjaan.
2.3.2. Indikator penyebab stres kerja Pemahaman mengenai stres dapat dilakukan dengan mengetahui terlebih dahulu sumber potensial penyebab stres (Davis dan Newstroom, 2007). Adapun sumber tersebut adalah: a.
Konflik Kerja. Konflik kerja adalah ketidaksetujuan antara dua atau lebih anggota organisasi atau kelompok-kelompok dalam organisasi yang timbul karena mereka harus menggunakan sumber daya secara bersama-sama, atau menjalankan kegiatan bersama-sama, atau karena mereka mempunyai status, tujuan, nilai-nilai dan persepsi yang berbeda. Konflik kerja juga merupakan kondisi yang dipersepsikan ada di antara pihak-pihak atau lebih merasakan adanya ketidaksesuaian tujuan dan peluang untuk mencampuri usaha pencapaian tujuan pihak lain.
b.
Beban Kerja Beban kerja adalah keadaan di mana karyawan dihadapkan pada banyak pekerjaan yang harus dikerjakan dan tidak mempunyai cukup waktu untuk
21
menyelesaikan beban pekerjaan. Pekerja merasa tidak memiliki kemampuan untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut karena standar pekerjaan yang terlalu tinggi. c.
Waktu Kerja Pekerja dituntut untuk segera menyelesaikan tugas pekerjaan sesuai dengan waktu yang ditentukan. Dalam melakukan pekerjaannya karyawan dengan waktu yang ditentukan dapat mencapai target kerja.
d.
Karakteristik Tugas Karakteristik tugas adalah berbagai atribut yang melekat pada tugas pekerjaan dan dibutuhkan untuk melaksanakan pekerjaannya.
e.
Dukungan Kelompok dan Pengaruh Kepemimpinan Dukungan kelompok menunjuk pada keadaan di mana terdapat perasaan senasib diantara para anggota kelompok yang mengalami stres. Dukungan kelompok yang rendah dapat menyebabkan stres.
f.
Pengaruh Kepemimpinan Dalam setiap organisasi kedudukan pemimpin sangat penting. Seorang pemimpin melalui pengaruhnya dapat memberikan dampak yang sangat berarti terhadap aktivitas kerja karyawan. Menurut Nimran (2006) terdapat sejumlah alasan mengapa masalah stres yang berkaitan dengan organisasi perlu mendapat perhatian, antara lain:
a.
Masalah stres dianggap sangat berpengaruh pada produktivitas kerja karyawan.
22
b.
Selain dipengaruhi oleh faktor-faktor yang bersumber dari luar organisasi, stres juga banyak dipengaruhi oleh faktor-faktor yang berasal dari dalam organisasi.
c.
Banyak di antara kita yang hampir pasti merupakan bagian dari satu atau beberapa organisasi, baik sebagai atasan maupun sebagai bawahan, pernah mengalami stres meskipun dalam taraf yang amat rendah.
d.
Dalam zaman kemajuan di segala bidang seperti sekarang ini manusia semakin sibuk. Di satu pihak peralatan kerja semakin modern dan efisien, dan di lain pihak beban kerja di satuan-satuan organisasi juga semakin bertambah. Keadaan ini tentu saja akan menuntut energi pegawai yang lebih besar dan memicu stres.
e.
Pemahaman akan sumber-sumber stres yang disertai dengan pemahaman terhadap cara-cara mengatasinya, adalah penting sekali bagi karyawan dan siapa saja yang terlibat dalam organisasi demi kelangsungan organisasi yang sehat dan efektif. Menurut Dwiyanti (2003) terdapat dua faktor penyebab atau sumber
munculnya stres kerja, yaitu faktor lingkungan kerja dan faktor personal. Faktor lingkungan kerja dapat berupa kondisi fisik, manajemen kantor maupun hubungan sosial di lingkungan pekerjaan. Sedang faktor personal bisa berupa tipe kepribadian, peristiwa/pengalaman pribadi maupun kondisi sosial-ekonomi keluarga di mana pribadi berada dan mengembangkan diri. Betapapun faktor kedua tidak secara langsung berhubungan dengan kondisi pekerjaan, namun karena dampak yang ditimbulkan pekerjaan cukup besar, maka faktor pribadi
23
ditempatkan sebagai sumber atau penyebab munculnya stres. Secara umum dikelompokkan sebagai berikut: a. Tidak adanya dukungan sosial. Artinya, stres akan cenderung muncul pada para karyawan yang tidak mendapat dukungan dari lingkungan sosial mereka. Dukungan sosial di sini bisa berupa dukungan dari lingkungan pekerjaan maupun lingkungan keluarga. Banyak kasus menunjukkan bahwa, para karyawan yang mengalami stres kerja adalah mercka yang tidak mendapat dukungan (khususnya moril) dari keluarga, seperti orang tua, mertua, anak, teman dan semacamnya. Begitu juga ketika seseorang tidak memperoleh dukungan dari rekan sekerjanya (baik pimpinan maupun bawahan) akan cenderung lebih mudah terkena stres. Hal ini disebabkan
oleh
tidak
adanya
dukungan
sosial
yang
menyebabkan
ketidaknyamanan menjalankan pekerjaan dan tugasnya. b. Tidak adanya kesempatan berpartisipasi dalam pembuatan keputusan di kantor. Hal ini berkaitan dengan hak dan kewenangan seseorang dalam menjalankan tugas dan pekerjaannya. Banyak orang mengalami stres kerja ketika mereka tidak dapat memutuskan persoalan yang menjadi tanggung jawab dan kewenangannya. Stres kerja juga bisa terjadi ketika seorang karyawan tidak dilibatkan dalam pembuatan keputusan yang menyangkut dirinya. c. Pelecehan seksual yakni, kontak atau komunikasi yang berhubungan atau dikonotasikan berkaitan dengan seks yang tidak diinginkan. Pelecehan seksual ini bisa dimulai dari yang paling kasar seperti memegang bagian badan yang sensitif, mengajak kencan dan semacamnya sampai yang paling halus berupa rayuan, pujian bahkan senyuman yang tidak pada konteksnya.
24
d. Kondisi lingkungan kerja. Kondisi lingkungan kerja fisik ini bisa berupa suhu yang terlalu panas, terlalu dingin, terlalu sesak, kurang cahaya, dan semacamnya. Ruangan yang terlalu panas menyebabkan ketidaknyamanan seseorang dalam menjalankan pekerjaannya, begitu juga ruangan yang terlalu dingin. Panas tidak hanya dalam pengertian temperatur udara tetapi juga sirkulasi atau arus udara. e. Manajemen yang tidak sehat. Situasi kerja atasan selalu mencurigai bawahan, membesarkan peristiwa/kejadian yang semestinya sepele dan semacamnya, seseorang akan tidak leluasa menjalankan pekerjaannya, yang pada akhirnya akan menimbulkan stres. f. Tipe kepribadian. Seseorang dengan kepribadian tipe A cenderung mengalami stres dibanding kepribadian tipe B. Beberapa ciri kepribadian tipe A ini adalah sering merasa diburu-buru dalam menjalankan pekerjaannya, tidak sabaran, konsentrasi pada lebih dan satu pekerjaan pada waktu yang sama, cenderung tidak puas terhadap hidup (apa yang diraihnya), cenderung berkompetisi dengan orang lain meskipun dalam situasi atau peristiwa yang non kompetitif. Dengan begitu, bagi pihak perusahaan akan selalu mengalami dilema ketika mengambil pegawai dengan kepribadian tipe A. Sebab, di satu sisi akan memperoleh hasil yang bagus dan pekerjaan mereka, namun di sisi lain perusahaan akan mendapatkan pegawai yang mendapat resiko serangan/sakit jantung. g. Peristiwa/pengalaman pribadi. Banyak kasus menunjukkan bahwa tingkat stres paling tinggi terjadi pada seseorang yang ditinggal mati pasangannya, sementara yang paling rendah disebabkan oleh perpindahan tempat tinggal.
25
Di samping itu, ketidakmampuan memenuhi kebutuhan sehari-hari, kesepian, perasaan tidak aman, juga termasuk kategori ini.
2.3.3. Dampak stres kerja pada organisasi Stres kerja yang tinggi yang dialami oleh para karyawan, secara otomatis berdampak pada prestasi dan produktivitas kerja mereka. Penurunan produktivitas kerja karyawan juga berarti akan menurunkan produktivitas perusahaan. Rendall Schuller dalam Jacinta F (2002) mengidentifikasi beberapa perilaku negatif karyawan yang berpengaruh terhadap organisasi. Menurut peneliti ini, stres yang dihadapi oleh karyawan berkorelasi dengan penurunan prestasi kerja, peningkatan ketidakhadiran kerja serta tendensi mengalami kecelakaan. Secara singkat beberapa dampak negatif yang ditimbulkan oleh stres kerja dapat berupa; terjadinya kekacauan, mengganggu kenormalan aktivitas kerja, menurunkan tingkat produktivitas dan menurunkan pemasukan dan keuntungan perusahaan.
2.3.4. Dampak stres kerja pada karyawan Di setiap perusahan tempat bekerja, semua karyawan pasti pernah mengalami stres dalam bekerja. Tetapi pengaruh stres kerja ada yang menguntungkan maupun merugikan bagi perusahaan. Namun pada taraf tertentu pengaruh yang menguntungkan perusahaan diharapkan akan memacu karyawan untuk dapat menyelesaikan pekerjaan dengan scbaik-baiknya. Reaksi terhadap stres dapat merupakan reaksi bersifat psikis maupun fisik. Biasanya pekerja atau karyawan yang stres akan menunjukkan perubahan perilaku. Perubahan perilaku terjadi pada diri manusia sebagai usaha mengatasi stres. Usaha mengatasi stres
26
dapat berupa perilaku melawan stres (fight) atau freeze (berdiam diri). Dalam kehidupan sehari-hari kedua reaksi ini biasanya dilakukan secara bergantian, tergantung situasi dan bentuk stres. Munculnya stres, baik yang disebabkan oleh sesuatu yang menyenangkan atau sesuatu yang tidak menyenangkan akan memberikan akibat tertentu pada seseorang. Handoyo (2001) membagi empat jenis konsekuensi yang dapat ditimbulkan stres, yaitu: a. Pengaruh psikologis, yang berupa kegelisahan, agresi, kelesuan, kebosanan, depresi, kelelahan, kekecewaan, kehilangan kesabaran, harga diri yang rendah. b. Pengaruh perilaku, yang berupa peningkatan konsumsi alkohol, tidak nafsu makan atau makan berlebihan, penyalahgunaan obat-obatan, menurunnya semangat untuk berolahraga yang berakibat timbulnya beberapa penyakit. Pada saat stres juga terjadi peningkatan intensitas kecelakaan, baik di rumah, di tempat kerja atau di jalan. c. Pengaruh kognitif, yaitu ketidakmampuan mengambil keputusan, kurangnya konsentrasi, dan peka terhadap ancaman. d. Pengaruh fisiologis, yaitu menyebabkan gangguan pada kesehatan fisik yang berupa penyakit yang sudah diderita sebelumnya, atau memicu timbulnya penyakit tertentu.
2.3.5. Strategi manajemen stres kerja Suprihanto (2003) mengatakan bahwa dari sudut pandang organisasi, manajemen mungkin tidak khawatir jika karyawannya mengalami stres yang ringan. Alasannya karena pada tingkat stres tertentu akan memberikan akibat
27
positif, karena hal ini akan mendesak mereka untuk melakukan tugas lebih baik. Tetapi pada tingkat stres yang tinggi atau stres ringan yang berkepanjangan akan membuat menurunnya kinerja karyawan. Stres ringan mungkin akan memberikan keuntungan bagi organisasi, tetapi dari sudut pandang individu hal tersebut bukan merupakan hal yang diinginkan. Maka manajemen mungkin akan berpikir untuk memberikan tugas yang menyertakan stres ringan bagi karyawan untuk memberikan dorongan bagi karyawan, namun sebaliknya itu akan dirasakan sebagai tekanan oleh si pekerja. Secara umum strategi manajemen stres kerja dapat dikelompokkan menjadi strategi penanganan individual, organisasional dan dukungan sosial.
2.4. Keterkaitan Antara Variabel Penelitian 2.4.1.Hubungan kepuasan kerja dengan produktivitas karyawan Kepuasan kerja merupakan hasil yang diinginkan oleh setiap karyawan dalam melakukan pekerjaannya, begitu juga dengan organisasi. Yuli (2005) menyatakan bahwa karyawan yang merasa puas secara alamiah akan berusaha untuk meningkatkan hasil kerja mereka (ouput) atau produktivitas karyawan. Dan jika output yang dihasilkan tidak sebanding dengan semangat yang diberikan maka kepuasan kerja akan ikut menurun sehingga produktivitas pun juga akan menurun. Berdasarkan pernyataan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa adanya hubungan yang kuat antara kepuasan kerja dan produktivitas kerja, dimana hubungan keduanya adalah searah. Luthans (2006) menyatakan bahwa terdapat hubungan yang pasti didalam kepuasan dan produktivitas karyawan, tetapi tidak
28
sebesar kebijakan konvensional yang mengasumsikan karyawan yang merasa senang sebagai karyawan yang produktif. Meskipun terdapat bukti penelitian terbaru yang mendukung adanya hubungan sebab akibat dimana kepuasan lebih mempengaruhi produktivitas karyawan daripada sebaliknya.
2.4.2. Hubungan stres kerja dengan produktivitas karyawan Menurut Ardana dkk (2009) menyatakan bahwa salah satu alasan mengapa stres perlu untuk dipahami adalah stres berhubungan erat dengan produktivitas. Karyawan yang mengalami stres kerja tidak dapat bekerja secara optimal sehingga akan memberi dampak yang negatif pada hasil kerjanya atau dengan kata lain karyawan tidak dapat mengoptimalkan hasil kerjanya. Rendal Shculer dalam Jacinta F (2002) mengemukakan bahwa stres kerja oleh karyawan berhubungan dengan prestasi kerja, peningkatan ketidakhadiran kerja serta tendensi mengalami kecelakaan. Secara singkat beberapa dampak negatif yang ditimbulkan oleh stres kerja dapat berupa: 1. Terjadinya kekacauan, hambatan baik dalam manajemen maupun operasional kerja. 2. Mengganggu kenormalan aktivitas kerja 3. Menurunkan tingkat produktivitas 4. Menurunkan pemasukan dan keuntungan perusahaan. Kerugian finansial yang dialami perusahaan karena tidak imbangnya produktivitas dengan biaya yang dikeluarkan untuk membayar gaji, tunjangan dan fasilitas lainnya.
29
2.5. Penelitian Terdahulu Fadillah (2010) melakukan penelitian dengan judul “Analisis Pengaruh Stres Kerja Terhadap Kepuasan Kerja Dengan Dukungan Sosial Sebagai Variabel. Moderating di PT. Coca Cola Amatil Jawa Tengah”. Jumlah sampel adalah 78 sampel (metode purposive sampling). Metode pengumpulan data yang digunakan adalah menggunakan kuesioner. Metode analisis data yaitu analisis sederhana. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa
variabel
regresi
stres kerja
berpengaruh negatif terhadap kepuasan kerja karyawan, dan variabel antara hubungan stres kerja dengan dukungan sosial berpengaruh positif terhadap kepuasan kerja. Penelitian yang dilakukan Susanto dan Wahyudin (2006) yang berjudul Pengaruh stres, konflik dan hukuman disiplin terhadap produktivitas kerja pegawai di Kantor Pelayanan Bea dan Cukai Tipe A3 Samarinda Kalimantan Timur. Penelitian ini mengambil sampel 66 orang. Hasil uji koefisien regresi diperoleh bahwa semua variabel independen yang terdiri dari stres, konflik, dan hukuman disiplin signifikan terhadap produktivitas kerja pegawai, dan kontribusi yang diberikan variabel stres terhadap produktivitas kerja pegawai yang paling besar dibandingkan variabel konflik dan hukuman disiplin. Nugroho (2007),menyatakan bahwa ”Pengaruh Konflik dan Stres terhadap Kepuasan Kerja Karyawan pada PT. Bank Rakyat Indonesia Cabang Kebumen”. Dari pegujian hipotesis diperoleh kesimpulan sebagai berikut : Konflik antar rekan sekerja, konflik antara pimpinan dan bawahan, stres karena beban kerja, stres karena waktu kerja dan stres karena lingkungan kerja mempunyai pengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja baik secara bersama-sama maupun secara
30
parsial. Jumlah responden dalam penelitian ini sebanyak 85 karyawan. Dan Konflik antar rekan sekerja merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap kepuasan kerja daripada yang lain, dibuktikan dengan nilai koefisien regresi parsial yang paling besar yaitu -6,980. Semakin tinggi tingkat konflik dan stres akan menurunkan kepuasan kerja sebaliknya apabila tingkat konflik dan stres menurun maka kepuasan kerja pegawai meningkat. Persamaan penelitian-penelitian diatas dengan penelitian oleh penulis adalah terletak pada variabel-variabel yang digunakan pada penelitian ini. Persamaannya adalah pada variabel bebas yaitu sama-sama meneliti tentang kepuasan kerja pegawai dan stres kerja, sedangkan perbedaannya adalah terletak pada variabel terikatnya, dimana penulis meneliti produktivitas karyawan divisi penjualan sebagai variabel terikatnya.
31