MEMBANGUN SUMBER DAYA MANUSIA YANG BERKARAKTER PEDULI LINGKUNGAN HIDUP DALAM KONTEKS PROGRAM SEKOLAH BERBUDAYA LINGKUNGAN 1
Riyan Yudistira1, Prayoga Bestari2
[email protected],
[email protected] 1 Mahasiswa Sekolah Pascasarjana UPI 2 Dosen Departemen PKn Sekolah Pascasarjana UPI
ABSTRAK Sebagai warga negara yang baik, setiap orang harus mengetahui apa yang menjadi hak, kewajiban dan larangan terhadap lingkungan. Akan tetapi, permasalahan lingkungan, semakin hari bertambah kompleks dan memerlukan perhatian serius. Secara global, persoalan lingkungan dihadapkan pada tiga permasalahan: 1. degradasi terhadap sumber daya alam, 2. pencemaran, dan 3. pemanasan global. Permasalahan lingkungan tersebut terjadi ketika kesadaran warga negara terhadap pelestarian lingkungan hidup dirasakan masih lemah. Kontruksi kesadaran warga negara terhadap pelestarian lingkungan hidup menurut Subagyo (1999, hlm. 17) tidak hanya untuk menciptakan suatu yang indah atau bersih saja, akan tetapi harus sudah masuk pada kewajiaban manusia untuk menghormati hak-hak orang, hak-hak alam dan ekosistemnya. Persoalan yang dihadapi sekarang ini adalah kesadaran warga negara yang rendah terhadap kepedulian melestarikan lingkungan hidup yang menyebabkan kerusakan ekosistem. Ajakan untuk mengamankan hutan, yang rata-rata punah 1,1 juta hektar per tahun di Indonesia, tidak juga berhasil menggugah kepedulian masyarakat meskipun sudah dicoba diatasi dengan paksaan hukum sekalipun. Akar krisis ini terletak pada tumpulnya aspek spiritual manusia dalam memahami hakikat hubungan manusia dan alam sekitarnya. Perlunya pembinaan kecerdasan ekologi dalam kaitannya dengan pemahaman akan maslahat dan potensi ancaman yang berada di balik semua produk peradaban. Masalah kerusakan lingkungan menjadi isu-isu strategis dalam hal pendidikan karakter yang belakangan ini sering dibahas oleh pemerintah, pendidikan karakter wajib diterapkan disekolah-sekolah untuk membentuk karakter generasi penerus bangsa supaya memiliki karakter yang baik, salah satunya karakter peduli lingkungan. Pembentukan karakter dibutuhkan dalam upaya untuk mengatasi masalah yang dihadapi negara ini salah satunya masalah kerusakan lingkungan hidup. Kata Kunci: Karakter Peduli Lingkungan, Sumber Daya Manusia, Program Sekolah Berbudaya Lingkungan
PENDAHULUAN Sebagai warga negara yang baik, setiap orang harus mengetahui apa yang menjadi hak, kewajiban dan larangan terhadap lingkungan seperti yang terdapat dalam undang-undang nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengolahan Lingkungan Hidup, dengan masyarakat mengetahui hak, kewjiban dan larangan terhadap lingkungan diharapkan
dapat menjaga lingkungan yang ada di sekitarnya. Akan tetapi, permasalahan lingkungan, semakin hari bertambah kompleks dan memerlukan perhatian serius. Secara global, persoalan lingkungan dihadapkan pada tiga permasalahan: 1. degradasi terhadap sumber daya alam, 2. pencemaran, dan 3. pemanasan global. Permasalahan lingkungan tersebut terjadi ketika kesadaran warga negara
Seminar Nasional, Kongres dan Deklarasi AP3KnI 2016
terhadap pelestarian dirasakan masih lemah.
lingkungan
hidup
Kontruksi kesadaran warga negara terhadap pelestarian lingkungan hidup menurut Subagyo (1999, hlm. 17) tidak hanya untuk menciptakan suatu yang indah atau bersih saja, akan tetapi harus sudah masuk pada kewajiaban manusia untuk menghormati hak-hak orang, hak-hak alam dan ekosistemnya. Hak-hak orang lain tersebut adalah untuk menikmati dan merasakan keseimbangan alam secara murni, sehingga ada harmonisasi manusia dengan alam. Tata nilai budaya inilah yang diharapkan dapat dibangun melalui penyajian kembali kearifan lokal (local wisdom) yang dapat menjamin kelestarian lingkungan. Millenium Ecosystem Assasement (MEA, 2005) menyimpulkan telah terjadi penurunan terhadap tingkat kualitas maupun kuantitas ekosistem dan keanekaragaman hayati sebagai penyangga kehidupan. Laporan tersebut menyebutkan pula, dalam 50 tahun lagi kerusakan tersebut akan semakin meningkat. Penilaian status terakhir tentang keanekaragaman hayati yang mengacu pada komitmen Konvensi Keanekaragaman Hayati (CBD), menyimpulkan pula kesan yang mempihatinkan, bahwa pemerintah di seluruh dunia dinilai gagal memenuhi target penurunan dan pencegahan kepunahan keanekaragaman hayati tahun 2010 (Butchart: 2010, hlm. 1164). Perubahan Iklim merupakan tantangan yang paling serius yang dihadapi dunia di abad 21 sebagai akibat pencemaran lingkungan. Sejumlah bukti baru dan kuat yang muncul dalam studi mutakhir memperlihatkan bahwa masalah pemanasan yang terjadi 50 tahun terakhir disebabkan oleh tindakan manusia. Pemanasan global di masa depan lebih besar dari yang diduga sebelumnya. Saat ini kita menghadapi bertambahnya suhu global yang tidak dapat dicegah lagi dan bahwa perubahan iklim sudah terjadi sekarang. Persoalan yang dihadapi sekarang ini adalah kesadaran warga negara yang rendah terhadap kepedulian melestarikan lingkungan hidup yang menyebabkan kerusakan ekosistem. Ajakan untuk mengamankan hutan, yang rata-rata punah 1,1 juta hektar per tahun di Indonesia, tidak juga berhasil menggugah kepedulian masyarakat meskipun sudah dicoba
diatasi dengan paksaan hukum sekalipun. Gore (1992, hlm. 3) menggambarkan bahwa akar krisis ini terletak pada tumpulnya aspek spiritual manusia dalam memahami hakikat hubungan manusia dan alam sekitarnya. Untuk itu Goleman (2009, hlm. 12) mengemukakan perlunya pembinaan kecerdasan ekologi dalam kaitannya dengan pemahaman akan maslahat dan potensi ancaman yang berada di balik semua produk peradaban. Masalah kerusakan lingkungan menjadi isu-isu strategis dalam hal pendidikan karakter yang belakangan ini sering dibahas oleh pemerintah, pendidikan karakter wajib diterapkan disekolah-sekolah untuk membentuk karakter generasi penerus bangsa supaya memiliki karakter yang baik, salah satunya karakter peduli lingkungan. Pembentukan karakter dibutuhkan dalam upaya untuk mengatasi masalah yang dihadapi negara ini salah satunya masalah kerusakan lingkungan. Sedangkan Chapman dan Sharma (2002, hlm. 267) menyebutkan pencemaran lingkungan harus dibayar dengan kerugian di berbagai sektor seperti kesehatan, berkurangnya produktivitas, dan rendahnya kualitas kehidupan manusia. Berdasarkan pendapat di atas, karakter manusia dalam hal ini karakter peduli lingkungan sangat diperlukan oleh bangsa ini untuk mencegah kerusakan lingkungan yang belakangan menjadi permasalahan bangsa Indonesia, dengan manusia peduli terhadap lingkungan maka kerusakan terhadap lingkungan akan berkurang. Berkaitan dengan perilaku manusia terhadap kondisi sumberdaya alam dan lingkungan yang cenderung tidak peduli, maka mengubah perilaku menjadi prioritas utama dalam mengatasi krisis lingkungan. Menurut Arne Naess, yang juga seorang ahli ekologi, mengungkapkan bahwa krisis lingkungan dewasa ini hanya bisa diatasi dengan melakukan perubahan cara pandang dan perilaku manusia terhadap alam yang fundamental dan radikal (Sony Keraf, 2002). Kepedulian terhadap lingkungan bisa dilakukan dari lingkup yang terkecil yaitu lingkungan keluarga dan sekolah dengan banyak menanam pohon di sekitar dan mengolah sampah organik dan anorganik. Selain melalui keluarga, sikap peduli
Seminar Nasional, Kongres dan Deklarasi AP3KnI 2016
lingkungan bisa dilakukan di sekolah, dimana siswa diajarkan supaya peduli terhadap lingkungan yang ada disekitarnya. Manik (2009, hlm. 17), mengemukakan pemahaman tentang konsep pelestarian lingkungan hidup yaitu: 1. Yang dilestarikan adalah fungsi lingkungan hidup itu sendiri. Suatu lingkungan bisa saja berubah karena adanya pembangunan, tetapi fungsi lingkungan itu tetap bertahan. Misalnya, suatu areal yang ditumbuhi pohon-pohonan akan di bangun menjadi kawasan industri. Pohon boleh ditebang, tetapi dalam perencanaan harus disediakan areal terbuka dan lokasi untuk tanaman penghijauan. 2. Yang dilestarikan adalah lingkungan itu sendiri, ansich. Sebagai contoh adalah keberadaan Hutan Lindung, Taman Nasional, dan Cagar Alam, yang harus tetap dipertahankan (tidak boleh diganggu). Artinya, kegiatan pembangunan tidak boleh dilakukan dilingkungan itu karena fungsinya tidak mungkin dilestarikan dengan adanya kegiatan pembanguanan. Dari pemahaman konsep pelestarian lingkungan di atas, bahwasannya pemahaman terhadap pengetahuan lingkungan ini diharapkan dapat menolong timbulnya kesadaran lingkungan dan sikap serta tingkah laku manusia yang menghargai lingkungan dan menimbulkan tindakan nyata untuk mengelola lingkungan dan segala isinya dengan lebih baik. Tujuan pendidikan nasional sebagaimana tercantum di dalam UndangUndang Sisdiknas tahun 2003 pasal 3 menyatakan bahwa Tujuan pendidikan nasional adalah untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”. Oleh karena itu, berbagai inovasi pendidikan sangat
dibutuhkan dalam rangka meningkatkan kualitas di bidang akademik dan pendidikan karakter. Amanah Undang-Undang Sisdiknas tersebut dimaksudkan agar pendidikan tidak hanya membentuk insan Indonesia yang cerdas, namun juga berkepribadian atau berkarakter sehingga menghasilkan generasi bangsa yang berkualitas dengan karakter dan mental yang kuat. Pendidikan yang bertujuan melahirkan insan cerdas dan berkarakter kuat itu juga pernah ditegaskan oleh Martin Luther King (dalam Asmani, 2011, hlm. 29) yang menyatakan bahwa ‘Intelligence plus character, that is the goal of true education’ (Kecerdasan yang berkarakter adalah tujuan akhir pendidikan yang sebenarnya). Winataputra & Budimansyah (2007, hlm. 177) memberikan penjelasan mengenai paradigma dasar dan pembelajaran nilai dan karakter yang berpijak pada kerangka dari teori perkembangan nilai moral dan merujuk pada upaya pencapaian semua aspek yang terkandung dalam tujuan pendidikan nasional yaitu 1. Misi utama pembelajaran nilai adalah meningkatkan kualitas penguasaan (pemahaman, penghayatan, dan pengamalan) individu terhadap suatu nilai sebagai bagian yang melekat dari karakter pribadinya. 2. Ukuran kualitas penguasaan nilai adalah tingkat perkembangan nilai heteronomis melalui proses internalisasi dan personalisasi. 3. Proses pembelajaran nilai pada dasarnya merupakan proses fasilitasi dialogis antara pendidik dan peserta didik dalam rangka mewujudkan isi dan metodologi kurikulum. 4. Lingkungan sosio-kultural yang berkualitas dalam pengertian merangsang individu untuk meningkatkan kualitas penguasaan nilainya sangat diperlukan untuk memfasilitasi peningkatan nilai dalam diri masing-masing individu. 5. Model generik pembelajaran nilai bersifat holistik, terkait sosiokultural, fasilitatif-dialogis, dan berorientasi pada peningkatan tahap perkembangan individu.
Seminar Nasional, Kongres dan Deklarasi AP3KnI 2016
6. Guru sebagai mitra dialog, teladan, penggali nilai, penopang kajian, pengembang nilai, penguat, dan pengelola pembelajaran nilai yang efektif. Pendidikan pada hakikatnya harus dimaknai sebagai proses belajar mengajar yang lebih dari sekadar kegiatan guru dan siswa di kelas secara tertutup (pengajaran). Akan tetapi, sudah selayaknya pendidikan ditafsirkan secara aplikatif menjadi proses pembelajaran yang tidak lagi mengenal kelas dalam arti konvensional. Pembelajaran yang ideal dewasa ini mencakup kegiatan belajar mengajar yang turut serta menanamkan sejumlah aspek moral ke dalam jiwa peserta didik dalam rangka pembentukan karakter peduli lingkungan. Interaksi edukatif berbasis moralitas sangat dibutuhkan peserta didik. Hal ini mengingat kebutuhan kompetensi masa depan peserta didik sebagaimana diperinci dalam Permendikbud Nomor 81A Tahun 2013 tentang Implementasi Kurikulum, sebagai berikut. Kemampuan peserta didik yang diperlukan yaitu antara lain kemampuan berkomunikasi, berpikir kritis dan kreatif dengan mempertimbangkan nilai dan moral Pancasila agar menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab, toleran dalam keberagaman, mampu hidup dalam masyarakat global, memiliki minat luas dalam kehidupan dan kesiapan untuk bekerja, kecerdasan sesuai dengan bakat/minatnya, dan peduli terhadap lingkungan. Sekolah merupakan salah satu komponen utama dalam kehidupan seorang anak selain keluarga dan lingkungan sekitar mereka. Secara umum sekolah merupakan tempat dimana seorang anak distimulasi untuk belajar di bawah pengawasan guru. Sekolah juga tempat yang signifikan bagi siswa dalam tahap perkembangannya dan merupakan sebuah lingkungan sosial yang berpengaruh bagi kehidupan mereka. Sehubungan dengan hal tersebut, penanaman kepedulian terhadap kelestarian sumberdaya alam dan lingkungan di lingkungan sekolah perlu dilakukan sejak dini agar terbentuk rasa menghargai, memiliki dan memelihara sumberdaya alam
pada diri siswa-siswi. Melalui proses belajar mengajar yang bermuatan pendidikan lingkungan hidup, penyediaan lingkungan sekolah yang asri dan ditunjang dengan fasilitas sekolah yang memungkinkan atau menunjang kearah menyadarkan, mengarahkan dan membimbing siswa menuju terbentuknya etika lingkungan. Agama menjadi sebuah pandangan dunia (world view) yang mempengaruhi sikap manusia terhadap alam dan menjadi suatu komponen penting yang memberikan petunjuk untuk bertindak (Tucker & Grim, 2007, hlm. 23). Sedangkan White (1967, hlm. 1203) mengatakan pandangan manusia terhadap lingkungan ditentukan oleh agama. Selain itu agama menjadi salah satu faktor yang dapat mempengaruhi perubahan perilaku terhadap lingkungan selain tiga faktor yang lain: (i) penegakan hukum, (ii) pendidikan, dan (iii) kekuatan pasar (faktor ekonomi). Akhir-akhir ini, gerakan penyadaran terhadap lingkungan dan pengelolaan sumber daya alam kembali melihat potensi agama sebagai salah satu wahana penting dalam menyadarkan manusia untuk bersikap lebih baik dalam mengelola alam dan lingkungan. Beberapa ilmuwan yang prihatin terhadap laju degradasi sumber daya alam misalnya Wilson (2006) dan Kellert (2002) menghimbau akan pentingnya kerjasama antara sains dan agama dalam menanggapi persoalan-persoalan konservasi lingkungan. Dalam upaya menggali pendekatan terhadap pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan agar cermat dan berhasil, maka pendekatan agama Islam, sangat penting dilakukan khususnya di lembaga pendidikan Islam, misalnya pondok pesantren. Peduli lingkungan menurut Kementrian Pendidikan Nasional Badan Penelitain dan Pengembangan Pusat Kurikulum (2010, hlm. 10) yaitu “Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam sekitarnya dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi”. Berdasarkan pengertian di atas, sebagai manusia setiap orang harus menjaga lingkungan dan berupaya memperbaiki kerusakan lingkungan yang sudah terjadi.
Seminar Nasional, Kongres dan Deklarasi AP3KnI 2016
Dengan masyarakat peduli terhadap lingkungan maka permasalahan-permasalahan lingkungan yang saat ini sudah terjadi tidak akan semakin besar, peduli terhadap lingkungan bisa dilakukan dengan memulai dari diri sendiri.
LANGKAH-LANGKAH UNTUK MEMBANGUN KARAKTER PEDULI LINGKUNGAN Membangun karakter peduli lingkungan pada anak dapat dilakukan melalui berbagaicara. Adapun langkah-langkah dalam membangun karakter peduli lingkungan menurut Naim (2012, hlm. 204-207) adalah sebagai berikut: a. Langkah pertama adalah dimulai dari kehidupan keluarga. Orang yang peduli kepada lingkungan idealnya juga telah menerapkan kepedulian tersebut dalam kehidupannya secara pribadi. Tubuhnya selalu bersih, lingkungan rapi, rumahnya bersih dan lingkungan tempat tinggalnya juga bersih. b. Langkah kedua, selain keluarga, peduli lingkungan juga harus ditumbuhkembangkan dalam sistem pendidikan. Sekolah menjadi media yang paling efektif dalam membangun kesadaran dan kepedulian lingkungan. Sekolah seharusnya menyusun metode yang efektif karena peduli lingkungan merupakan salah satu karakter penting yang seyogianya dimiliki secara luas oleh setiap orang, khususnya para siswa yang menempuh jenjang pendidikan. Jika kesadaran ini terbangun secara luas, besar kemungkinan berbagai persoalan lingkungan akan semakin berkurang. Sejalan dengan pendapat diatas, Lickona (2012, hlm. 32) mengungkapkan bahwa: Keluarga harus membina kepedulian inklusif yang menjangkau melampaui kehidupan rumah. Sekolah harus mendorong semangat inklusivitas yang sama dan pengalaman sebenarnya dalam kepedulian lingkungan melalui hubungan sehari-hari.
Berdasarkan pemaparan di atas, lingkungan keluarga merupakan lingkungan pertama yang sangat mempengaruhi dalam membangun karakter peduli lingkungan pada anak, sebelum belajar dari sekolah atau masyarakat anak pertama kali belajar di dalam keluarganya, sebagaian besar waktu anak habiskan bersama keluarga dan karakter anak dibentuk mulai dari lingkungan keluarga, apabila di dalam keluarganya sudah terbiasa menerapkan kepedulian terhadap lingkungan maka anak akan ikut peduli terhadap lingkungan. Keluarga adalah tempat pertama dan utama di mana seorang anak dididik dan dibesarkan, Adapun fungsi keluarga utama seperti yang telah diuraikan di dalam resolusi Majelis Umum PBB (Megawangi, 2004, hlm. 63) adalah sebagai berikut: Keluarga sebagai wahana untuk mendidik, mengasuh dan mensosialisasikan anak, mengembangkan kemampuan seluruh anggotanya agar dapat menjalankan fungsinya di masyarakat dengan baik serta memberikan kepuasan dan lingkungan yang sehat guna tercapainya keluarga sejahtera. Setelah dalam lingkungan keluarga lingkungan kedua yang sangat mempengaruhi dalam membangun akarkter peduli lingkungan pada anak adalah lingkungan sekolah. Hal ini sejalan dengan apa yang diungkapkan Brooks dan Goble (Megawangi, 2004, hlm. 78) yaitu: Sekolah adalah tempat yang sangat strategis untuk pendidikan karakter, karena anak-anak dari semua lapisan akan mengenyam pendidikan disekolah. Selain itu anak-anak menghabiskan sebagian besar waktunya di sekolah, sehingga apa yang didapatnya di sekolah akan mempengaruhi pembentukan karakternya. Berdasarkan pendapat di atas, sekolah merupakan tempat kedua untuk membangun karakter pada anak, di sekolah selain anak belajar mengenai berbagai materi-materi pelajaran anak belajar juga mengenai etika dan moral, anak harus mematuhi berbagai macam tata tertib yang ada di sekolah supaya anak bisa disiplin, kepedulian terhadap lingkungan bisa diterapkan di sekolah dengan menerapkan
Seminar Nasional, Kongres dan Deklarasi AP3KnI 2016
berbagai tulisan-tulisan tentang himbauan menjaga lingkungan sekolah, menyiapkan tempat sampah organik dan anorganik dan adanya tempat cuci tangan dan lain sebagainya. Apabila langkah-langkah ini diterapkan sejak dini maka kerusakan lingkungan bisa diatasi karena manusianya sadar betapa pentingnya menjaga lingkungan.
karakter bangsa diintegrasikan dalam setiap pokok bahsan dari setiap mata pelajaran; b. Pengembangan diri, dalam program pengembangan diri, perencanaan dan pelaksanaan pendidikan budaya dan karakter bangsa dilakukan melalui pengintegrasian ke dalam kegiatan sehari hari sekolah, yaitu melalui kegiatan rutin sekolah, kegiatan spontan, keteladanan dan pengkondisian; c. Budaya sekolah, suasana kehidupan sekolah tempat peserta didik berinteraksi dengan sesamanya, guru dengan guru, konselor dengan sesamanya, pegawai administrasi dengan sesamanya dan antara anggota kelompok masyarakat sekolah. Interaksi internal kelompok dan antar kelompok terkait oleh berbagai aturan, norma, moral serta etika bersama yang berlaku di suatu sekolah.
SEKOLAH BERBUDAYA LINGKUNGAN Sekolah adalah sebuah lembaga yang dirancang untuk pengajaran siswa (atau murid) di bawah pengawasan pendidik, Idi (2011, hlm. 142). Sementara Setiawan (2012, hlm. 1) mendefinisikan Sekolah Berbudaya Lingkungan sebagai berikut: SBL adalah pengelolaan pendidikan formal pada jenjang pendidikan dasar dan menengah, yang dilandasi oleh kesadaran dan pemahaman atas kondisi lingkungan sekolah dan lingkungan sekitar saat ini sebagai satu unit lingkungan terkecil, dalam rangka mengembangkan cipta, rasa, karsa dan karya untuk memelihara, memperbaiki, dan meningkatkan kualitas lingkungan hidup saat ini dan yang akan datang. Berdasarkan pemaparan di atas, sekolah berbudaya lingkungan merupakan sekolah formal pada jenjang pendidikan dasar dan menengah biasa dimana yang membedakan dengan sekolah-sekolah lainnya yaitu sekolah ini dilandasi oleh kesadaran dan pemahaman atas kondisi lingkungan sekolah dan lingkungan sekitar sekolah. Hal ini diciptakan supaya siswa-siswi dapat mengenal dan memelihara lingkungan alam yang ada disekitarnya. Sekolah merupakan tempat kedua setelah keluarga yang paling efektif dalam mengembangkan karakter pada diri anak. Kementrian Pendidikan Nasional Badan Penelitian dan Pengembangan Pusat Kurikulum (2010, hlm. 14-19) menjelaskan bahwa: Pada prinsipnya, pengembangan budaya dan karakter bangsa di sekolah tidak dimasukan sebagai pokok bahasan tetapi terintegrasi di dalam: a. Mata pelajaran, pengembangan nilai-nilai pendidikan budaya dan
Berdasarkan pemaparan di atas, pengembangan budaya dan karakter bangsa di sekolah bisa dibentuk salah satunya melalui budaya sekolah seperti dibentuknya sekolah berbudaya lingkungan hidup. Dengan dibentuknya sekolah berbudaya maka semua warga sekolah terkait oleh berbagai aturan, norma, moral serta etika bersama yang berlaku di sekolah yang mengahruskan semua warga sekolah mematuhi berbagai aturan yang sudah disepakati bersama.
1.
Tujuan Sekolah Lingkungan
Berbudaya
Adapun tujuan sekolah berbudaya lingkungan menurut Setiawan (2012:1) adalah sebagai berikut: a. Tujuan Umum Sekolah Berbudaya Lingkungan (SBL) adalah menyediaan media yang mampu mendukung dan berperan nyata dalam upaya menumbuh kembangkan generasi penerus dan sumberdaya manusia saat ini yang berkualitas dan berbudaya lingkungan.
Seminar Nasional, Kongres dan Deklarasi AP3KnI 2016
b. Tujuan Teknis Memfasilitasi dalam upaya menumbuh kembangkan generasi penerus dan sumber daya manusia saat ini yang: 1) Mampu memahami dan sadar terhadap kondisi lingkungan saat ini; 2) Mampu merumuskan upaya untuk memelihara, memperbaiki, dan meningkatkan kualitas lingkungan; 3) Peduli terhadap lingkungan dan mampu mewujudkan kepeduliannya tersebut dalam kehidupan seharihari. Terutama lingkungan sekolah lingkungan sekitarnya sebagai satu ekosistem.
dan unit
Berdasarkan pemaparan di atas, tujuan sekolah berbudaya lingkungan yaitu untuk memupuk kepedulian lingkungan pada sisiwa sejak dini. Hal ini dilakukan agar kerusakan lingkungan yang sudah ada saat ini tidak berkepanjangan dan dapat diatasi dengan memupuk generasi penerus bangsanya yang peduli terhadap lingkungan. Banyaknya kebijakan untuk selalu menjaga lingkungan tanpa di barengi dengan kesadaran masyarakatnya untuk mejaga lingkungan maka berbagai kebijakan itu tidak akan berjalan dengan baik dan sesuai dengan yang diharapkan. 2.
Manfaat Lingkungan
Sekolah
Berbudaya
Manfaat Sekolah Berbudaya Lingkungan menurut Nugroho (2009, hlm. 2) adalah sebagai berikut: a. Terwujudnya lingkungan yang bersih, asri, nyaman, dan menyenangkan, sehingga dapat mendukung proses kegiatan belajar mengajar di sekolah; b. Tumbuhnya kesadaran dan tanggung jawab dikalangan warga sekolah dalam pemanfaatan serta pemeliharaan lingkungan, baik siswa, guru, kepala sekolah dan staf pegawai dan karyawan sekolah; c. Sekolah dan lingkungan merupakan satu kesatuan yang terintegrasi sebagai satu habitat ilmiah. Ini akan mengikis paradigm lama, dimana sekolah hanya difokuskan pada bangunan fisik saja;
d. Lingkungan sekolah dapat menjadi laboratorium alam (outdoor lab), sehingga dapat memperluas wacana keilmuan. Selanjutnya Mulyana (2009, hlm. 178) mengungkapkan juga manfaat atau keuntungan sekolah berbudaya lingkungan antara lain: a. peningkatan efisiensi dalam penggunaan sumber dana dan daya; b. peningkatan suasana belajar lebih nyaman dan lebih kondusif; c. peningkatan kebersamaan semua warga sekolah (siswa, guru dan karyawan), menumbuhsuburkan nilai nilai pemeliharaan dan pengelolaan lingkungan hidup; d. terhindarnya dari dampak negatif dari lingkungan; dan e. mendapatkan penghargaan Adiwiyata dari Menteri Lingkungan Hidup. Berdasarkan manfaat sekolah berbudaya lingkungan di atas, sekolah berbudaya lingkungan sangat terasa manfaatnya bagi siswa khususnya dan bagi warga sekolah dan masyarakat lingkungan sekolah umumnya, suasana sekolah yang nyaman dan asri dengan berbagai fasilitas yang mendukung membuat suasana belajar menjadi nyaman sehinnga dalam belajar siswa diharapkan antusias. Manfaatnya selain dirasakan oleh warga sekolah, manfaatnya bisa dirasakan oleh masyarakat yang ada dilingkungan sekitar sekolah.
SIMPULAN Membangun sumber daya manusia yang berkarakter peduli lingkungan hidup dalam konteks program sekolah berbudaya lingkungan bisa diwujudkan dengan baik jika dilaksanakan dengan dukungan dari berbagai stakeholder.
Disamping kesimpulan umum di atas, kesimpulan khusus dari pembahasan artikel ini, yakni: 1) Keluarga adalah tempat pertama dan utama di mana seorang anak dididik dan dibesarkan, Keluarga sebagai wahana
Seminar Nasional, Kongres dan Deklarasi AP3KnI 2016
untuk mendidik, mengasuh dan mensosialisasikan anak, mengembangkan kemampuan seluruh anggotanya agar dapat menjalankan fungsinya di masyarakat dengan baik serta memberikan kepuasan dan lingkungan yang sehat guna tercapainya keluarga sejahtera. 2) Setelah dalam lingkungan keluarga lingkungan kedua yang sangat mempengaruhi dalam membangun akarkter peduli lingkungan pada anak adalah lingkungan sekolah. Melalui proses belajar mengajar yang bermuatan pendidikan lingkungan hidup, penyediaan lingkungan sekolah yang asri dan ditunjang dengan fasilitas sekolah yang memungkinkan atau menunjang kearah menyadarkan, mengarahkan dan membimbing siswa menuju terbentuknya etika lingkungan. 3) Sekolah Berbudaya Lingkungan (SBL) adalah menyediaan media yang mampu mendukung dan berperan nyata dalam upaya menumbuh kembangkan generasi penerus dan sumberdaya manusia saat ini yang berkualitas dan berbudaya lingkungan.
DAFTAR RUJUKAN Asmani, J. (2011). Buku Panduan Internalisasi Pendidikan Karakter di Sekolah. Yogyakarta: Diva Press. Butchart, S., M Walpole, B. Collen, A. van Strien, J.P. W. Scharlemann. 2010. Global Biodiversity: Indicators of Recent Declines. Science. Goleman, D. (2009). Ecological Intellegence. New York: Broadway Books. Gore, A. (1992). Earth in The Balance Ecologi and The Human Spirit. New York: Rodale. Idi, A. (2011). Sosiologi Pendidikan: individu, masyarakat dan pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Kellert,S.R. and J. Farnham (eds.) 2002. The Good in nature and humanity. Washington,D.C: Island Press. Keraf, A.S. (2002). Etika Lingkungan. Jakarta: Penerbit Buku Kompas. Lickona, T. (2012). Character Matters: persoalan karakter bagaimana membantu
anak mengembangkan penilaian yang baik, integritas dan kebajikan penting lainnya. Ahli Bahasa: Juma Abdu Wamaun dan Jean Antunes Rudolf Zien. Jakarta: PT Bumi Aksara. Megawangi, R. (2004). Pendidikan Karakter: Solusi yang tepat untuk membangun bangsa. Jakarta: Indonesia Heritage Foundation. Megawangi, R. (2004). Pendidikan Karakter (solusi yang tepat untuk membangun bangsa). Jakarta: BPMIGAS. Millenium Ecosystem Assassement, 2005. Ecosystem and Human Wellbaing: Synthesis. Island Press, Washington.DC. Naim, N. (2012). Character Building: optimalisasi peran pendidikan dalam pengembangan ilmu dan pembentukan karakter bangsa. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media. Subagjo, P.J. (1999). Hukum Lingkungan dan Perannya dalam Pembangunan. Jakarta: Rineka Cipta. Tucker, M.E. and J. Grimm. 2007. The Greening of the World’s Religions. The chronicle 53(23):B9. White Jr. L.1967. The historical roots of our ecological crisis. Science. Wilson, E.O. 2006. The Creation: An appeal to save life on earth. New York: W.W. Norton. Winataputra, U. & Budimansyah, D. (2007). Civic Education (Konteks Landasan, Bahan Ajar, dan Kultur Kelas). Bandung: Program Studi Pendidikan Kewarganegaraan Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia. Chapman, David dan Sharma, Kamala. (2011). Environmental attitudes and behavior of primary and secondary students in Asian cities: An overview strategy for implementing an eco-schools programme. The Environmentalist, 21, hlm. 265-272. Mulyana, Rachmat. (2009). Penanaman Etika Lingkungan melalui Sekolah Peduli dan Berbudaya Lingkungan. Jurnal Tabularasa Vol. 6 No. 2 hlm. 175-180. Kementerian Pendidikan Nasional Badan Penelitian dan Pengembangan Pusat kurikulum. (2010). Pengembangan Budaya dan Karakter bangsa. Jakarta. Undang-Undang RI Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Seminar Nasional, Kongres dan Deklarasi AP3KnI 2016
Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional RI Nugroho, A P. (2009). Sekolah berbudaya Lingkungan (SBL). [Online]. Tersedia: http://smpn3randudongkal.blogspot.com/ 2009/10/sekolah-berbudaya-lingkungansbl.html. [25 Oktober 2013]. Setiawan, I. (2012). Sekolah Berbudaya Lingkungan. [Online]. Tersedia: http://file.upi.edu/Direktori/FPIPS/JUR._ PEND._GEOGRAFI/197106041999031IWAN_SETIAWAN/SBL.pdf. [25 Oktober 2013].