Membangun Sistem Administrasi Manajemen Pemerintah Daerah Kabupaten Kutai Kartanegara Yang Bebas Dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme
Pengantar Program Bupati Kutai Kartanegara Prof. Dr.H.Syaukani. HR. SE. MM. untuk menciptakan pemerintahan yang bersih dari korupsi, kolusi dan nepotisme telah dituangkan dalam bentuk kerja sama dengan Lembaga Pencegah Korupsi (LPK). Dalam naskah kerjasama yang ditandatangani pada antara lain disebutkan bahwa LPK bertugas untuk
tanggal 23 Mei 2006 melaksanakan penyusunan
desain sistem administrasi dan manajemen yang bebas dari Korupsi Kolusi dan Nepotisme. Dalam melakukan kewajibannya tersebut LPK telah bertemu dengan para penjabat Kabupaten Kartanegara untuk mencari data tentang sistim administrasi pemerintahan Kabupaten Kutai Kartanegara, dan berbagai masalah yang dihadapi. Untuk menambah jangkauan informasi, LPK juga membagikan daftar pertanyaan (questioner) sebagai langkah untuk memperluas jangkauan informasi dari kalangan masyarakat Kutai Kartanegara. Dari 3000 lembar pertanyaan yang dibagikan , sebanyak 2400 diterima kembali oleh LPK. Jawaban yang diberikan dalam jejak pendapat ini kemudian dianalisa , dan dari jawaban yang diberikan responden itu LPK memperoleh tambahan gambaran tentang kinerja Pemerintah Daerah Kutai Kartanegara terutama yang menyangkut mutu pelayanan publik. Temuan jajak pendapat ini, yang mungkin baru pertama kalinya dilakukan di Kutai Kartanegara merupakan bahan yang sangat berharga baik untuk survey LPK maupun sebagai bahan masukan pemerintah kabupaten Kutai Kartanegara sendiri. Akhirnya kami mengucapkan terima kasih yang sebesar besarnya kepada Bupati Kutai Kartanegara, Bapak Prof. Dr. H.Syaukani HR SE MM atas kepercayaan yang
1
diberikan kepada LPK untuk membuat survey dan usulan tentang penciptaan pemerintahaan yang bersih dari KKN di Kutai Kartanegara. Ucapan terima kasih juga kami sampaikan kepada para penjabat Pemerintah Daerah dan kepada pihakpihak lain yang telah memberikan kerjasama dan bantuan kepada LPK dalam melakukan tugasnya. Lembaga Pencegah Korupsi Syukri Ilyas, Chairul Imam, Winarno Zain, Wahyudi Saputra, Zacky Siradj Akhmad Zaki
2
Bab I Pendahuluan A. KUTAI KARTANEGARA: SEJARAH SINGKAT dan PERKEMBANGANNYA Kutai Kartanegara bermula dari sebuah kerajaan yang nenurut sejarah Indonesia kuno, Kerajaan Kutai ini merupakan kerajaan tertua di Indonesia. Ini dibuktikan dengan ditemukannya 7 buah prasasti yang ditulis dalam bahasa Sansekerta dengan menggunakan huruf Pallawa diatas yupa (tugu batu). Berdasarkan paleografinya, tulisan tersebut diperkirakan berasal dari abad ke-5 Masehi. Pada awal abad ke-13, berdirilah sebuah kerajaan baru di Tepian Batu atau Kutai Lama yang bernama Kerajaan Kutai Kartanegara dengan rajanya yang pertama, Aji Batara Agung Dewa Sakti (1300-1325). Pada abad ke-17 agama Islam diterima dengan baik oleh Kerajaan Kutai Kartanegara, sehingga banyak nama-nama raja dan keluarga Kerajaan Kutai Kartanegara yang bernafaskan Islam. Sebutan raja pun diganti dengan sebutan Sultan. Sultan yang pertama kali menggunakan nama Islam adalah Sultan Aji Muhammad Idris (1735-1778). Tahun 1732, ibukota Kerajaan Kutai Kartanegara pindah dari Kutai Lama ke Pemarangan.
Perpindahan ibukota Kerajaan Kutai Kartanegara dari Kutai Lama (13001732) ke Pemarangan (1732-1782) kemudian pindah ke Tenggarong (1782kini). 3
Sultan Aji Muhammad Idris yang merupakan menantu dari Sultan Wajo Lamaddukelleng berangkat ke tanah Wajo, Sulawesi Selatan untuk turut bertempur melawan VOC bersama rakyat Bugis. Pemerintahan Kesultanan Kutai Kartanegara untuk sementara dipegang oleh Dewan Perwalian. Pada tahun 1739, Sultan A.M. Idris gugur di medan laga. Sepeninggalnya, terjadilah perebutan tahta kerajaan oleh Aji Kado. Sementara Putera mahkota kerajaan, Aji Imbut saat itu masih kecil, kemudian dilarikan ke Wajo. Aji Kado kemudian meresmikan namanya sebagai Sultan Kutai Kartanegara dengan menggunakan gelar Sultan Aji Muhammad Aliyeddin. Menginjak dewasa, Aji Imbut, putera mahkota yang syah dari Kesultanan Kutai Kartanegara kembali ke tanah Kutai. Oleh kalangan Bugis dan kerabat istana yang setia pada mendiang Sultan Idris, Aji Imbut dinobatkan sebagai Sultan Kutai Kartanegara dengan gelar Sultan Aji Muhammad Muslihuddin. Penobatan Sultan Muslihuddin ini dilaksanakan di Mangkujenang (Samarinda Seberang). Sejak itu dimulailah perlawanan terhadap Aji Kado. Perlawanan berlangsung dengan siasat embargo yang ketat oleh Mangkujenang terhadap Pemarangan. Armada bajak laut Sulu terlibat dalam perlawanan ini dengan melakukan penyerangan dan pembajakan terhadap Pemarangan. Tahun 1778, Aji Kado meminta bantuan VOC namun tidak dapat dipenuhi. Pada tahun 1780, Aji Imbut berhasil merebut kembali ibukota Pemarangan dan secara resmi dinobatkan sebagai sultan dengan gelar Sultan Aji Muhammad Muslihuddin di istana Kesultanan Kutai Kartanegara. Aji Kado dihukum mati dan dimakamkan di Pulau Jembayan.
Aji Imbut kemudian memindahkan ibukota Kesultanan Kutai Kartanegara ke Tepian Pandan pada tanggal 28 September 1782. Perpindahan ini dilakukan untuk menghilangkan pengaruh kenangan pahit masa pemerintahan Aji Kado dan Pemarangan dianggap telah kehilangan tuahnya. Nama Tepian Pandan
4
diubah
menjadi Tangga Arung yang berarti Rumah Raja, lama-kelamaan Tangga Arung lebih populer dengan sebutan Tenggarong dan tetap bertahan hingga kini. Pada tahun 1838, Kesultanan Kutai Kartanegara dipimpin oleh Sultan Aji Muhammad Salehuddin setelah Aji Imbut mangkat pada tahun tersebut. Pada tahun 1844, 2 buah kapal dagang pimpinan James Erskine Murray asal Inggris memasuki perairan Tenggarong. Murray datang ke Kutai untuk berdagang dan meminta tanah untuk mendirikan pos dagang serta hak eksklusif untuk menjalankan kapal uap di perairan Mahakam. Namun Sultan A.M. Salehuddin mengizinkan Murray untuk berdagang hanya di wilayah Samarinda saja. Murray kurang puas dengan tawaran Sultan ini. Setelah beberapa hari di perairan Tenggarong, Murray melepaskan tembakan meriam kearah istana dan dibalas oleh pasukan kerajaan Kutai. Pertempuran pun tak dapat dihindari. Armada pimpinan Murray akhirnya kalah dan melarikan diri menuju laut lepas. Lima orang terluka dan tiga orang tewas dari pihak armada Murray, dan Murray sendiri termasuk diantara yang tewas tersebut.
Insiden pertempuran di Tenggarong ini sampai ke pihak Inggris. Sebenarnya Inggris
hendak
melakukan
serangan
balasan terhadap Kutai, namun ditanggapi oleh pihak Belanda bahwa Kutai adalah salah satu bagian dari wilayah Hindia Belanda dan Belanda akan menyelesaikan Relief peristiwa pertempuran Awang permasalahan tersebut dengan caranya Long Senopati pada Monumen sendiri. Kemudian Belanda mengirimkan Pancasila, Tenggarong
armadanya
5
dibawah
komando
t'Hooft
dengan membawa persenjataan yang lengkap. Setibanya di Tenggarong, armada t'Hooft menyerang istana Sultan Kutai. Sultan A.M. Salehuddin diungsikan ke Kota Bangun. Panglima perang kerajaan Kutai, Awang Long gelar Pangeran Senopati bersama pasukannya dengan gagah berani bertempur melawan armada t'Hooft untuk mempertahankan kehormatan Kerajaan Kutai Kartanegara. Awang Long gugur dalam pertempuran yang kurang seimbang tersebut dan Kesultanan Kutai Kartanegara akhirnya kalah dan takluk pada Belanda. Pada tahun 1863, kerajaan Kutai Kartanegara kembali mengadakan perjanjian dengan Belanda. Dalam perjanjian itu disepakati bahwa Kerajaan Kutai Kartanegara menjadi bagian dari Pemerintahan Hindia Belanda. Tahun 1888, pertambangan batubara pertama di Kutai dibuka di Batu Panggal oleh insinyur tambang asal Belanda, J.H. Menten. Menten juga meletakkan dasar bagi eksploitasi minyak pertama di wilayah Kutai. Kemakmuran wilayah Kutai pun nampak semakin nyata sehingga membuat Kesultanan Kutai Kartanegara menjadi sangat terkenal di masa itu.
Sejak
awal
abad
ke-20,
ekonomi
Kutai
berkembang dengan sangat pesat sebagai hasil pendirian perusahaan Borneo-Sumatra Trade Co. A.P. Mangkunegoro
Di tahun-tahun tersebut, kapital yang diperoleh Kutai tumbuh secara mantap melalui surplus yang dihasilkan tiap tahunnya. Hingga tahun 1924,
Kutai telah memiliki dana sebesar 3.280.000 Gulden - jumlah yang sangat fantastis untuk masa itu.
Ketika Jepang menduduki wilayah Kutai pada tahun 1942, Sultan Kutai harus tunduk pada Tenno Heika, Kaisar Jepang. Jepang memberi Sultan gelar kehormatan Koo dengan nama kerajaan Kooti.
Sultan A.M. Parikesit
Indonesia merdeka pada tahun 1945. Dua tahun kemudian, Kesultanan Kutai Kartanegara dengan status Daerah Swapraja masuk kedalam Federasi Kalimantan 6
Timur bersama-sama daerah Kesultanan lainnya seperti Bulungan, Sambaliung, Gunung Tabur dan Pasir dengan membentuk Dewan Kesultanan. Kemudian pada 27 Desember 1949 masuk dalam Republik Indonesia Serikat. Daerah Swapraja Kutai diubah menjadi Daerah Istimewa Kutai yang merupakan daerah otonom/daerah istimewa tingkat kabupaten berdasarkan UU Darurat No.3 Th.1953. Pada tahun 1959, berdasarkan UU No. 27 Tahun 1959 tentang "Pembentukan Daerah-Daerah Tingkat II di Kalimantan", wilayah Daerah Istimewa Kutai dipecah menjadi 3 Daerah Tingkat II, yakni:
1. Daerah Tingkat II Kutai dengan ibukota Tenggarong 2. Kotapraja Balikpapan dengan ibukota Balikpapan 3. Kotapraja Samarinda dengan ibukota Samarinda Pada tanggal 20 Januari 1960, bertempat di Gubernuran di Samarinda, A.P.T. Pranoto yang menjabat sebagai Gubernur Kalimantan Timur, dengan atas nama Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia melantik dan mengangkat sumpah 3 kepala daerah untuk ketiga daerah swatantra tersebut, yakni:
1. A.R. Padmo sebagai Bupati Kepala Daerah Tingkat II Kutai 2. Kapt. Soedjono sebagai Walikota Kotapraja Samarinda 3. A.R. Sayid Mohammad sebagai Walikota Kotapraja Balikpapan Sehari kemudian, pada tanggal 21 Januari 1960 bertempat di Balairung Keraton Sultan Kutai, Tenggarong diadakan Sidang Khusus DPRD Daerah Istimewa Kutai. Inti dari acara ini adalah serah terima pemerintahan dari Kepala Kepala Daerah Istimewa Kutai, Sultan Aji Muhammad Parikesit kepada Aji Raden Padmo sebagai Bupati Kepala Daerah Tingkat II Kutai, Kapten Soedjono (Walikota Samarinda) dan A.R. Sayid Mohammad (Walikota Balikpapan). Pemerintahan Kesultanan Kutai Kartanegara dibawah Sultan Aji Muhammad Parikesit berakhir, dan beliau pun hidup menjadi rakyat biasa.
7
Pada tahun 1999, Bupati Kutai Kartanegara Dr. H. Syaukani HR, SE, MM berniat untuk menghidupkan kembali Kesultanan Kutai Kartanegara ing Martadipura. Dikembalikannya Kesultanan Kutai ini bukan dengan maksud untuk menghidupkan feodalisme di daerah, namun sebagai upaya pelestarian warisan sejarah dan budaya Kerajaan Kutai sebagai kerajaan tertua di Indonesia. Selain itu, dihidupkannya tradisi Kesultanan Kutai Kartanegara adalah untuk mendukung sektor pariwisata Kalimantan Sultan H.A.M. Salehuddin
II
Timur dalam upaya menarik minat wisatawan nusantara maupun mancanegara.
Pada tanggal 7 Nopember 2000, Bupati Kutai Kartanegara bersama Putera Mahkota Kutai H. Aji Pangeran Praboe Anoem Soerja Adiningrat menghadap Presiden RI Abdurrahman Wahid di Bina Graha Jakarta untuk menyampaikan maksud diatas. Presiden Wahid menyetujui dan merestui dikembalikannya Kesultanan Kutai Kartanegara kepada keturunan Sultan Kutai yakni putera mahkota H. Aji Pangeran Praboe. Pada tanggal 22 September 2001, Putra Mahkota Kesultanan Kutai Kartanegara, H. Aji Pangeran Praboe Anoem Soerya Adiningrat dinobatkan menjadi Sultan Kutai Kartanegara dengan gelar Sultan H. Aji Muhammad Salehuddin II. Penabalan H.A.P. Praboe sebagai Sultan Kutai Kartanegara baru dilaksanakan pada tanggal 22 September 2001. (KutaiKartanegara.com)
B. PEMENRINTAHAN KUTAI KARTANEGARA SEBELUM DAN DALAM ERA OTONOMI Sejak kemerdekaan diproklamirkan 17 Agustus 1945, masyarakat Kutai Kartanegara seperti juga masyarakat Indonesia di daerah-daerah lain tentunya, mulai memasuki suatu babak baru dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Karena tentu saja kemerdekaan yang telah diraih bangsa ini, menjadi modal bagi seluruh lapisan masyarakat terutama di daerah untuk bangkit dari dalam kungkungan penjajah. Semua kekayaan bumi yang sebelumnya diambil kaum penjajah, tentu 8
akan segera beralih tangan dan dinikmati oleh seluruh masyarakat bangsa. Namun begitu tidak semua daerah dapat segera menunjukkan kenaikan tingkat kemakmuran dan kesejahteraannya disebabkan oleh potensi dan kekayaan alam yang dimilikinya. Beruntunglah bahwa Kutai Kartanegara dikaruniai kekayaan alam yang berlimpah tetapi sangat disayangkan bahwa masyarakat belum dapat secara maksimal memanfaatkan dan menikmati kekayaan alam tersebut karena faktor-foktor politis dan kurtural terutama sebelum era otonomisasi daerah. Sejak sebelum otonomi memang kelihatan ketimpangan antara daerah Jawa dan luar Jawa, sehingga sering menimbulkan kecemburuan antar daerah, karena memang kekayaan alam diluar pulau Jawa ini cukup melimpah, tetapi pembangunan tidak setimpal dengan kekayaan yang ada didaerah tersebut. Namun berkat otonomisasi daerah yang lahir melalui suatu gerakan Reformasi, keberkahan kekayaan alam yang ada di daerah tadi telah mulai dirasakan oleh masyarakat daerah tersebut. Kita menyaksikan bagaimana terjadinya perubahan yang spektakuler didaerah Kutai Kartanegara serta bagaimana Kota Tenggarong melakukan berbagai pembangunan mulai dari jalan sebagai sarana yang dapat menghubungkan satu daerah dengan daerah lain sehingga dapat secara lancar berjalannya roda ekonomi dan terjadi pula mobilisasi sosial yang tinggi, yang dengan ini pula dinamika kehidupan pada berbagai sektornya mulai nampak. Begitu pula pembagunan sarana dan prasarana seperti akomodasi, konvensi dan rekreasi ikut memberi dukungan pada dinamika daerah, sehingga yang tadinya begitu sunyi senyap nampak kemudian seperti telah mulai membuka tirai kegelapan menuju pencerahan. Hal ini
juga didukung oleh berbagai perbaikan serta
penyempurnaan pada berbagai kelengkapan
lembaga-lembaga pendidikan
disamping kemudahan masyarakat guna mengakses pendidikan dari tingkat yang paling bawah sampai perguruan tinggi. Disini otonomi bagi Kutai Kartanegara membawa angin segar terutama dalam upaya mensejahterakan rakyat pada seluruh lapisan masyarakatnya. Untuk masa yang akan datang, masyarakat Kutai jangan terlena oleh kekayaan alam hasil tambang, karena pada gilirannya akan terkuras dan habis, tetapi harus segera mulai mengembangkan kualitas sumber daya manusianya dan mengembangkan berbagai sumber daya yang terbaharukan, sehingga pembangunan dapat berjalan secara berkelanjutan dari generasi kegenerasi.
9
C. CITA CITA PEMERINTAH KUTAI KARTANEGARA UNTUK MEWUJUDKAN CLEAN AND GOOD GOVERNMENT Berawal dari pemilihan umum 2004 yang merupakan era baru berdemokrasi, sebagaimana yang diamanahkan oleh
reformasi yang ketentuannya dituangkan
dalam perubahan amandemen UUD 1945, telah berlangsung suatu pemilihan umum yang berbeda dengan Pemilu sebelum-sebelumnya dimana presiden dan wakil presiden dipilih langsung oleh seluruh rakyat. Pemilu seperti inipun tidak berhenti pada tingkat nasional tetapi ternyata kemudian diberlakukan pula untuk pemilihan gubernur dan bupati atau wali kota di seluruh daerah di Indonesia sesuai dengan masa tugas baktinya. Masyarakat Kutai Kartanegara juga telah melakukan pemilihan langsung bagi bupatinya dengan terpilihnya Syaukani dari hasil pemilihan langsung rakyat di Kutai Kartanegara. Sebagai pemegang amanah rakyat yang dimandatkan langsung, tentunya tidak bisa begitu saja tugas-tugas yang diembannya hanya sekedar memenuhi administrasi sebagai kepala daerah. Akan tetapi menjadi lebih berat dan harus dilaksanakan secara sungguh-sungguh, jujur, terbuka dan bertanggung jawab (akuntabilitas), sehingga tidak bisa sekedar berpangku tangan untuk menghabiskan waktu jabatannya. Karena dibalik itu semua ada tantangan yang nyata yakni mewujudkan pemerintahan yang baik, bersih dan berwibawa. Untuk ini langkah awal yang kiranya perlu diwaspadai adalah seluruh pelaksanaan birokrasi dinegeri kita ini dari pusat hingga daerah yang telah ternodai oleh prilaku korupsi, kolusi dan nepotisme. Prilaku inilah yang telah menghancurkan negeri ini, negeri yang kaya raya ini, tetapi rakyatnya miskin, menganggur dan hutangnya menggunung. Memang kita menyadari bahwa sekurang-kurangnya ada dua kecenderungan utama dari seseorang atau kelompok masyarakat untuk menempuh jalan pintas memenuhi kebutuhan hidupnya sehingga berani melakukan korupsi. Pertama, seseorang melakukan korupsi karena memang pembawaan dirinya (tabiat) dalam hal ini seperti kecenderungan kuat untuk mencuri. Kedua, melakukan korupsi karena kebutuhan, misalnya karena terdesaknya kebutuhan untuk menyambung pendidikan sekolah anak, kemudian butuh akan rumah huni yang layak dan
10
kebutuhan hidup yang mendasar lainnya maka
ia melakukan penyalah gunaan
wewenang dengan jalan korupsi atau menyuap. Mengenai kasus yang pertama agak sulit untuk mencegahnya kendati mungkin saja bisa dirubah. Tetapi yang kedua ini sangat bisa dicegah dengan memperbaiki sistim tata kelola pemerintahan mulai dari kepemimpinan (leadership) serta sistim manajeman yang diterapkan, sehingga pada gilirannya ada perubahan sikap karena ada perbaikan dalam sistim manajemannya. Sehingga upaya mencegah korupsi harus pula dimulai dari pemimpinnya, membersihkan lantai harus dengan sapu yang bersih, dulu ada ungkapan yang masyhur, dan ini telah dibuktikan pula dalam perjalanan sejarah Kutai tatkala dipimpin raja-raja dulu, yakni raja adil raja disembah,raja lalim raja disanggah. Tapi seorang pemimpin tidak bisa sendirian karena itu harus dilahirkan pula melalui sistem tata kelola pemerintahannya yang baik, terbuka dan bertanggung jawab. Dalam hal ini pemerintah Kutai nampaknya ada niat yang sungguh-sungguh, seperti yang telah ditunjukkan diawal pemilihan anggota-anggota DPRD sebagai wakil rakyat, lebih mengutamakan pada aspirasi yang mencerminkan kepercayaan rakyat ketimbang nomor urut yang disusun oleh partai politik. Keadilan aspirasi ini menjadikan demokrasi memiliki etika dan moralitasnya yang tinggi dan luhur. Disinilah masyarakat Kutai mempunyai keistimewaan yang sangat berbeda dengan masyarakat daerah-daerah lain dalam melaksanakan demokrasinya. Kearifan lokal yang muncul bagai pencerahan yang membukakan kebekuan tentang paradigma demokrasi yang memihak aspirasi rakyat yang berkeadilan. Inilah modal awal bagi penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan berwibawa, baik pemilihan bupati maupun anggota DPRD secara langsung, dengan disertai tata kelola pemerintahannya yang harus diselenggarakan secara jujur, bersih, terbuka dan bertanggung jawab.
D.STRUKTUR ORGANISASI KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA Pemerintah
Kabupaten
Kutai
Kartanegara
dalam
melaksanakan
fungsi
penyelenggaran pemerintahan dibantu oleh Lembaga Peringkat Daerah (LPD) , satu lembaga standar yang harus dibentuk berdasarkan ketentuan Peraturan Pemerintah No. 84/2000. Stuktur organisasi LPD merupakan struktur pokok yang membantu Kepala Daerah dalam merumuskan kebijakan dan pelaksanaaan kewenangan dan
11
tugasnya
sesuai dengan UU Otonomi Daerah. LPD terdiri dari beberapa unit
organisasi yaitu : 1. Sekretariat Daerah 2. Dinas Daerah 3. Lembaga Teknis Daerah 4. Kecamatan 5. Kelurahan Sekretariat Daerah dipimpin langsung oleh seorang Sekretaris Daerah yang berada dibawah dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah. Tugas pokok Sekretaris Daerah adalah membantu Kepala Daerah dalam melaksanakan tugas penyelenggaran pemerintahan. Tugas ini termasuk pengaturan tata laksana administrasi, dan organisasi pemerintahan. Disamping itu Sekretariat Daerah juga bertugas memberi pelayanan administrasi kepada unit-unit lain dalam pemerintahan seperti Dinas, Lembaga Teknis , Kecamatan dan Kelurahan. Disamping tugas diatas, Sekretariat Daerah juga mempunyai fungsi sebagai kordinator perumusan kebijakan Pemerintah Daerah. Sekretaris Daerah juga mempunyai tanggung jawab
untuk menjaga efektivitas dan efesiensi aparat
pemerintahan daerah dengan melakukan pengelolaan yang tepat atas sumber daya aparatur, keuangan, prasarana dan sarana yang dimiliki. Pelaksanaan teknis pembangunan dilakukan oleh
Dinas Daerah yang terdiri dari
Dinas-Dinas yang membidangi berbagai sektor pembangunan. Fungsi pokok Dinas Daerah adalah : 1. perumusan kebijakan teknis sesuai lingkup tugasnya 2. pemberian perizinan dan pelaksanaan pelayanan umum 3. pembinaan terhadap unit pelaksana teknis. Fungsi dan wewenang Dinas Daerah makin bertambah, dan kedudukan mereka menjadi lebih penting setelah berlakunya otonomi daerah dan desentralisasi. Tugastugas yang semula menjadi wewenang pemerintah pusat melalui Kantor Wilayah 12
Departemen (Kanwil) sebagian telah dialihkan kepada Dinas Daerah .Bahkan untuk beberapa jenis pelayanan publik
tertentu seperti pendidikan dan kesehatan
sepenuhnya sudah menjadi wewenang Dinas Daerah. Karena itu Dinas Daerah merupakan unjung tombak dalam pelaksanaan teknis pembangunan. Menurut Perda no 39/2000 Dinas Daerah Kabupaten Kutai Kartanegara terdiri dari 22 Dinas yang sebagian besar merupakan dinas yang
menangani
bidang
perekonomian dari berbagai sektor. Dalam perkembangannya, struktur Dinas mengalami penyederhanaan melalui retsrukturisasi dalam
organisasi yang ditetapkan
Peraturan Daerah Kabupaten Kutai Kartanegara nomor 17 Tahun 2004.
Sekarang jumlahnya sudah berkurang menjadi 18 Dinas, karena beberapa dinas digabung menjadi satu atau digabung dengan badan lain diluar dinas. Dinas Pendapatan
Daerah misalnya sudah digabung ke Badan Pengelolaan Keuangan
Daerah (BPKD), sedangkan Dinas Bina Marga dan Pengairan serta Dinas Cipta Karya digabung dalam Dinas Pekerjaan Umum. Dalam menyelenggarakan fungsi pemerintahan,
Pemerintah Kabupaten Kutai
Kartanegara juga memerlukan unit-unit penunjang yang membantu Kepala Daerah. Unit unit ini digabung dalam satu lembaga yang disebut Lembaga Teknis Daerah yang terdiri dari 10 Badan dan 8 Kantor. Fungsi Badan dan Kantor adalah : 1. perumusan kebijakan teknis sesuai lingkup tugasnya 2. pelayanan penunjang penyelenggaraan pemerintah daerah Termasuk dalam Badan ini adalah beberapa Badan yang mempunai fungsi relatif penting seperti, Badan Pengawas, Badan Pengelolaan Keuangan Daerah dan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah. Disamping lembaga-lembaga diatas, pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara juga membawahi
19 Kecamatan
dan 36 Kelurahan yang merupakan perpanjangan
pemerintah kabupaten dalam penyelenggaraan pemerintahan didaerahnya.
13
E.MEKANISME PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN DAERAH Tugas dan kewajiban konstitusional pemerintah daerah diwujudkan melalui perumusan kebijakan dan pelaksanaan teknis. Untuk menjamin adanya konsistensi dan komitmen terhadap implementasi kebijakan,
diperlukan penyusunan
perencanaan pembangunan yang merupakan ”road map” yang menunjukkan arah tujuan dari setiap langkah pembangunan. Untuk keperluan ini, Pemeritah Kabupaten Kutai Kartanegara telah menyusun satu Mekanisme Perencanaan dan Penganggaran Daerah, yang merupakan satu dokumen yang
menetapkan langkah-langkah
yang
harus dilakukan dalam melakukan
penyusunan perencanaan dan pengangaran daerah. Langkah pertama adalah menyusun Program Pembangunan Daerah (Propeda). Ini merupakan dokumen mendasar yang memuat visi, misi, arah dan strategi. Propeda didasarkan pada Program Pembangunan Nasional (Propenas), karena perencanaan pembangunan daerah tetap merupakan bagian dari perencanaan pembangunan nasional. Propeda juga didasarkan pada analisis indikator sosial dan ekonomi daerah. Dari Propeda kemudian disusun Rencana Stratejik Daerah (Renstrada). Renstrada merupakan dokumen perencanaan yang penyusunannya didasarkan pada hasil ”Penjaringan Aspirasi Masyarakat” yang dilakukan oleh DPRD berdasarkan hasil pantauan berbagai aspirasi dan pendapat dari berbagai kelompok masyarakat. Penjaringan Aspirasi Masyarakat ini dilakukan melalui forum Musyawarah Perencanaan Pembangunan Daerah (Musrenbangda) secara berjenjang dari desa, kecamatan dan kota. Renstrada digunakan untuk menyusun Rencana Pembangunan Tahunan Daerah (Repetada) yang merupakan dokumen teknis –operasional tahunan khusus untuk program dan kegiatan
yang dibiayai dari APBD. Karena itu, Renstrada juga
merupakan dokumen yang digunakan sebagai dasar penyusunan RAPBD dan juga sebagai acuan dalam penyusunan Laporan Pertanggungan Jawaban Kepala Daerah.
14
Disamping itu Renstrada juga merupakan rujukan untuk menyusun Renstra Dinas /Unit Kerja
yang mencakup kegiatan dan program baik yang dibiayai APBD
maupun APBN. F. TATA KELOLA ANGGARAN Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD) yang keberadaannya disahkan oleh Peraturan Daerah Nomor 18 Tahun 2004. BPKD ini merupakan penggabungan (merjer) dua badan yang ada sebelumnya yaitu Dinas Pendapatan Daerah dan Bagian Keuangan. Sebagai pusat pengendali manajemen fiskal daerah, BPKD mempunyai lingkup fungsi dan tugas yang cukup luas dan berfungsi seperti sebuah Departemen Keuangan di Pemerintah Pusat.
BPKD berperan dalam penggunaan
APBD, bertangung jawab mengumpulkan penerimaan daerah seperti yang ditetapkan pada APBD, serta mengelola penggunaan anggaran , BPKD mempunyai tugas untuk mengumpulkan data tentang
objek sumber penerimaan dan retribusi daerah,
menetapkan wajib pajak dan wajib retribusi daerah, menetapkan besarnya pajak dan retribusi daerah, dan melakukan penagihan.
Disamping itu BPKD melakukan
penelitian dan pengembangan tentang sumber-sumber penerimaan lain. Penerimaan APBD Pemda Kutai Kartanegara disamping berasal dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) juga berasal dari pemerintah pusat berupa Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus, dan Dana bagi hasil Sumber Daya Alam. Oleh karena itu, dana yang dikelola BPKD, bukan saja dana yang dikumpulkan dari sumber daerah sendiri (PAD) tapi juga juga dana yang berasal dari pemerintah pusat. Disamping itu, BPKD bersama-sama Badan Perencanaan Daerah (BAPEDA) mempunyai tugas menyiapkan penyusunan draft anggaran dan draft perubahan anggaran yang didasarkan atas usul Dinas-Dinas atau unit kerja. Dalam penyusunan anggaran rutin yang bertanggung jawab adalah BPKD sedangkan BAPEDA bertanggung jawab dalam penyusunan anggaran pembangunan. BPKD dan BAPEDA menerima Rencana Anggaran Satuan Kerja (RASK) dari setiap Dinas Daerah sebagai masukan. Rencana Anggaran ini selanjutnya dibahas dalam tim Panitia Anggaran Eksekutif untuk kemudian disampaikan ke DPRD dan bersama-
15
sama dengan panitia anggaran legislatif untuk dibahas selanjutnya, sebelum disetujui dan disahkan dalam bentuk RAPBD. Dalam bidang pengeluaran,
BPKD mempunyai wewenang untuk mengeluarkan
Surat Keputusan Otorisasi (SKO) setiap triwulan berdasarkan Daftar Alokasi Satuan Kerja (DASK) masing masing Dinas Daerah. Setelah SKO dikeluarkan, tiap Dinas mengajukan Surat Permintaan Pembayaran (SPP) yang ditujukan kepada BPKD. Setelah melakukan verifikasi keabsahan SPP ini BPKD menerbitkan Surat Perintah Membayar (SPM). Berdasarkan SPM ini maka masing masing Dinas dapat mencairkan dana untuk kegiatan yang sudah dianggarkan. BPKD
juga
diberi
wewenang
melakukan fungsi
perbendaharaan,
seperti
pengadministrasian kas dan keuangan daerah, pelaksanaan penyimpanan uang dan kas daerah, serta mengelola penerimaan dan pengeluaran kas dan keuangan daerah. BPKD juga mempunyai kewajiban untuk melakukan pembukuan dan memberi laporan keuangan secara periodik kepada Kepala Daerah.
G. FUNGSI PERIZINAN Untuk melaksanakan
fungsi
pemerintahannya, Pemda
Kutai Kartanegara,
memegang kekusaaan memberi perizinan untuk berbagai kegiatan pembangunan yang dilakukan masyarakat setempat.
Wewenang pemberian izin
ini terutama
diserahkan kepada Dinas-Dinas yang mengatur dan mengarahkan pembangunan sektoral . Dibawah ini adalah contoh dari Dinas dan wewenang jenis izin yang dikeluarkanya : Dinas
Jenis Izin
Peternakan
Izin Usaha Peternakan Tanda Daftar Peternakan Rakyat
Kehutanan
Izin Pemanfaatan Kayu (IPK)
16
Perindag&Koperasi
Izin Usaha Industri Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) Tanda Daftar Perusahaan (TDP)
Perhubungan
Izin Usaha Angkutan Izin Trayek/Operasi
Bapeldalda
Izin Pembuangan Air Limbah Izin Penyimpanan Sementara Limbah B3
Pariwisata & Budaya
Izin Hotel Izin Rumah Makan/Restoran Izin Rekreasi dan Hiburan Umum.
Perlu diketahui bahwa jenis perizinan yang disebut diatas adalah wewenang perizinan yang dimiliki oleh pemerintah daerah. Tetapi untuk beberapa jenis usaha tertentu, seperti dibidang pertambangan dan kehutanan, masih diperlukan izin baik dari tingkat gubernur maupun dari pemerintah pusat.
17
Bab.II Landasan Teori Dalam mewujudkan suatu pemerintahan yang bersih dan bebas dari KKN (good governance) perlu kita ketahui terlebih dahulu hal-hal sebagai berikut :
1. Definisi dan jenis korupsi Banyak
sekali
definisi
diberikan
tentang
korupsi,
hingga
kadang
membingungkan, karena jenis dan macam korupsi belakangan ini memang meningkat seiring dengan meningkatnya kecanggihan para pelakunya. Namun definisi yang diberikan Bank Dunia cukup memberi gambaran dan pemahaman tentang hakekat korupsi. Secara singkat Bank Dunia mendefinisikan korupsi sebagai the abuse of public office, yaitu penyalah gunaan jabatan publik untuk keuntungan pribadi atau kelompok. Tapi penyalah gunaan jabatan publik ini terjadi dalam berbagai bentuk. Syed Hussein Alatas, seorang sosiolog terkemuka Malaysia, seperti yang dikutip Amanda Morgan dalam
Corruption:Causes, Consequences And Policy
Implication, The Asia Foundation, 1998 mencoba untuk mengidentifikasikan berbagai macam bentuk korupsi. Mereka adalah : a. transactive corruption (transaksi korupsi): ini adalah bentuk korupsi yang dilakukan secara aktif oleh dua pihak dalam bentuk suap dimana yang memberi 18
dan yang menerima saling bekerja sama
untuk memperoleh keuntungan
bersama. Ini adalah jenis korupsi yang paling umum dilakukan. b. Extortive corruption (Pemerasan) : ini adalah pungutan paksa penjabat sebagai pembayaran jasa yang diberikan kepada pihak luar. Pihak luar terpaksa memenuhi karena tak ada alternatip lain, dan kalau tidak memenuhi dia akan rugi sendiri. c. Investive corruption : ini adalah pemberian yang diberikan pihak luar kepada penjabat, bukan untuk mendapat balas jasa sekarang, tapi untuk memperoleh kemudahan fasilitas dan keuntungan dimasa mendatang. d. Nepotistic corruption: jenis ini berhubungan dengan pemberian rente ekonomi atau pengangkatan jabatan publik kepada famili atau teman. e. Autogenic coruption: ini terjadi bila seorang penjabat memberi informasi dari dalam kepada pihak luar dengan imbalan suap. Informasi tentang proyekproyek yang ditenderkan, tentang harga yang ditawarkan pesaing, merupakan informasi yang di “jual “ oleh penjabat ke para peserta tender. Di satu negara yang menggunakan sisim kurs tetap, penjabat yang mengetahui informasi kapan akan dilakukan devaluasi dapat mengambil keuntungan besar. f. Supportive corruption: ini adalah korupsi yang dilakukan secara berkelompok dalam satu bagian atau divisi dengan tujuan untuk melindungi dan mempertahankan praktek korupsi yang mereka lakukan secara kolektif. Berdasarkan motivasi pelakunya, korupsi terbagi menjadi dua jenis : a. Korupsi karena keserakahan (Corruption by Greed), yaitu korupsi yang dilakukan orang-orang yang dari segi finansial sudah kuat, tetapi karena keserakahannya dan kesempatan yang ia miliki, ia melakukan korupsi jenis korupsi semacam ini contohnya adalah kasus-kasus BLBI, Eddy Tanzil dan Budiadji, korupsi karena keserakahan inilah yang terjadi di negara-negara maju dan negara bekas jajahan Inggris. Korupsi karena keserakahan terjadi karena tidak terlalu sering, tetapi untuk setiap kasus kerugian yang diderita negara sangat besar. b. Korupsi karena kebutuhan (Corruption by Need), yaitu korupsi yang dilakukan oleh orang-orang yang secara finansial sangat lemah karena gaji / take home pay nya terlalu kecil, atau oleh instansi-instansi pemerintah yang anggarannya 19
kecil. Korupsi jenis ini dilakukan di negara-negara berkembang umumnya bekas jajahan Belanda, Portugis, dan Perancis yang masih berantakan administrasinya dan kecil anggarannya. Korupsi karena kebutuhan inilah yang dilakukan oleh para Penyelenggara Negara Indonesia terutama karena kecilnya take home pay . Bagi beberapa orang, menurut penelitian KPKPN (Komisi Pemeriksa Kekayaan Penyelenggara Negara), mayoritas pelaku korupsi karena kebutuhan ini terhenti melakukan korupsi kalau kebutuhan pokoknya sudah terpenuhi. 2. Penggolongan Korupsi Disamping definisi tersebut diatas ada juga penggolongan korupsi yang didasarkan pada
bentuk
implementasinya
yang
mempunyai
dampak
langsung
bagi
perekonomian suatu negara penggolongan dimaksud dapat diketahui sebagai berikut: a. Pencurian aset negara ( pillaging of state asets ): Ini adalah bentuk korupsi yang paling banyak dan paling mudah dilakukan. Aset negara banyak yang hilang, tidak bisa dilacak dimana keberadaannya. Sistim administrasi yang lemah, serta tak adanya kontrol yang memadai menyebabkan keberadaan aset tidak terkontrol. Ini memudahkan para penjabat untuk mencuri aset-aset negara ini. Bentuk aset yang dicuri, jenisnya sangat luas, dari peralatan kantor , mesin-mesin, sampai pada BUMN, seperti yang terjadi di Eropa Timur pada tahun 1990-an ketika pemerintahan komunis kolaps, akibat pecahnya Uni Sovyet. b. Distorsi anggaran belanja pemerintah: pengeluaran APBN untuk sesuatu proyek mengalami distorsi karena adanya mark-up yang dilakukan para penjabat yang berwenang untuk sesuatu proyek. Akibatnya biaya proyek lebih tinggi dari yang sebenarnya, dengan kelebihan biaya masuk ke kantong pribadi penjabat. Distorsi juga terjadi melalui rekayasa proyek yang diadaadakan. Ini dilakukan biasanya untuk menghindari hangusnya anggaran pada akhir tahun fiskal. Distorsi juga terjadi pada sisi penerimaan, ketika para penjabat pajak melakukan kolusi dengan wajib pajak, sehingga penerimaan negara berkurang dari semestinya.
20
c. Patronisme ( Clientalism): korupsi jenis ini terjadi bila seorang penjabat memperoleh jabatan politik dengan memberi imbalan materi para pendukungnya. Ini adalah money politics seperti yang dipahami secara luas oleh publik selama ini. d. Kronisme:
ini adalah bentuk korupsi yang terjadi dimana pengangkatan
jabatan publik dan pemberian hak-hak ekonomi didasarkan atas hubungan famili, dan hubungan perkoncoan .
Dari bentuk korupsi diatas itu, yang paling berbahaya adalah patronisme dan kronisme ( Morgan 1998) . Kedua bentuk ini memberi dampak yang luas dibidang politik dan ekonomi. Institusi birokrasi tidak bisa berfungsi secara maksimal karena tidak memperoleh kualitas sumber daya
manusia yang diperlukan.
Inefisiensi dan pemborosan terjadi ketika kronisme menciptakan posisi- posisi dibirokrasi yang sebenarnya tidak diperlukan, tapi diciptakan untuk menampung kerabat yang mencari pekerjaan. Inefisiensi dibidang ekonomi terjadi karena pasar dan persaingan mengalami distorsi, ketika sumber-sumber ekonomi jatuh ke tangan yang bukan pelaku ekonomi yang sebenarnya. 3. Bagaimana korupsi terjadi ? Banyak penjelasan tentang terjadinya korupsi. Paparan yang umum diberikan cukup beragam, dari
kelemahan administrasi dan manajemen pemerintahan,
penghasilan pegawai yang tidak cukup yang mendorong mereka untuk melakukan korupsi dan sikap permisif masyarakat, yang secara kultural tidak menafikan korupsi Robert Klitgaard membuat rumus yang terkenal tentang korupsi. Korupsi dijabarkannya sebagai persamaan : C = M + D –A, dimana C adalah korupsi, M adalah monopoli kekuasaan, D adalah wewenang pejabat ( discretionary power) dan A adalah Akuntabilitas. Menurut rumus tersebut, korupsi merupakan fungsi jumlah monopoli kekuasaan dan kewenangan,
dikurangi akuntabilitas. Dari
rumus diatas jelas, bahwa bila M dan D bertambah besar, peluang korupsi juga bertambah besar. Sebaliknya bila Akuntabilias makin besar, peluang korupsi 21
makin kecil. Dengan demikian, strategi anti korupsi menurut rumus tersebut adalah dengan melakukan reformasi dibidang administrasi dan menajemen dimana adanya monopoli kekuasaan
dan wewenang pejabat yang terlalu
berlebihan dihindarkan. Pada saat yang sama diciptakan mekanisme kontrol dan pertanggungan jawab dari mana si pejabat tersebut tidak bisa menghindarkan diri. Akuntabilias juga berarti
adanya sanksi yang tidak bisa dipisahkan dari
pertangungan jawab. 4. Strategi Anti Korupsi Pembahasan tentang pemberantasan korupsi masih terpusat pada langkah-langkah yang bersifat penindakan (represif). UU No.31 tahun 1999 tentang pembrantasan korupsi dan UU. No.30 tahun 2002 tentang pembentukan Komisi Pemberantas Korupsi, sebagian besar masih memuat tentang langkah-langkah represif Sebenarnya yang tidak kalah pentingnya adalah usaha pencegahan korupsi. Keberhasilan pemberantasan korupsi dalam jangka panjang tergantung dari keberhasilan upaya pencegahan. Upaya pencegahan ini terdiri dari berbagai kegiatan,
yang dalam pelaksanaannya harus dilakukan secara serentak dan
terkordinir melalui upaya berbagai perubahan meliputi : a. Reformasi Ekonomi Peluang korupsi timbul apabila wewenang pemerintah dalam pengaturan ekonomi terlalu besar. Diperlakukannya keharusan perizinan untuk berbagai macam kegiatan ekonomi menimbulkan rantai birokrasi yang panjang. Publik yang melakukan kegiatan ekonomi dihambat oleh berbagai peraturan . Sistim seperti ini menimbulkan peluang untuk korupsi. Reformasi ekonomi dalam bentuk deregulasi, dimana prosedur perizinan dikurangi akan mengurangi peluang untuk korupsi, disamping juga akan bisa melancarkan roda kegiatan ekonomi. Bagi dunia usaha, mendukung
deregulasi akan mengurangi biaya, sehingga bisa
peningkatan
menghilangkan wewenang
daya
saing
dunia
usaha.
Deregulasi
juga
penjabat untuk memberi berbagai fasilitas 22
perizinan yang tidak transparan, sehingga menghilangkan rente ekonomi yang eksklusif. Dengan demikian persaingan akan lebih wajar, dan meningkatkan efisiensi perekonomian nasional. b. Reformasi politik Korupsi bisa timbul dalam sistim politik tertutup, dimana sekelompok kecil dari satu lembaga politik mempunyai wewenang untuk mengangkat seorang eksekutif. Situasi seperti ini rawan kolusi, karena pengangkatan eksekutif didasarkan pada siapa yang sanggup memberi imbalan material yang paling besar. Publik dirugikan karena tidak memperoleh kepala pemerintahan yang mempunyai integritas dan keahlian. Makin kecil kelompok yang mempunyai wewenang untuk memilih dan mengangkat, makin besar peluang untuk korupsi karena biaya money politics menjadi murah dan terjangkau oleh siapapun yang menjadi calon. Untuk menghindarkan korupsi, maka reformasi politik harus dilakukan, dimana kewenangan memilih jabatan eksekutif ( Presiden , Gubernur, Bupati , Kepala Desa ) berada secara langsung ditangan pemilih. Sistim pemilihan langsung akan menyebabkan money politics menjadi sangat mahal, dan sulit terjangkau oleh siapapun. Dalam sistim langsung seperti ini, yang bisa dilakukan oleh para calon adalah menyalurkan dana kampanye untuk kegiatan yang secara tidak langsung mendukung peluangnya untuk terpilih. Sistim distrik dalam
pemilihan anggota legislatif, dimana rakyat memilih
langsung calon tanpa memilih partai, akan merupakan langkah penting untuk menghindari politik uang. Rakyat akan bisa
memantau perilaku politik
wakilnya di lembaga perwakilan, dan sikapnya atas sesuatu isu. Karena itu penting sistim legislasi di DPR juga diubah, dimana pengesahan RUU dilakukan melalui pemungutan suara langsung dalam sidang pleno DPR, dan tidak melalui Komisi atau melalui “pendapat fraksi”. Dengan demikian konstituen dapat memantau sikap wakilnya dalam isu yang dimuat dalam suatu RUU. Wewenang sekelompok anggota Komisi DPR untuk memproses RUU yang dibuat untuk kepentingan Departemen tertentu, dapat membuka peluang terjadinya “komersialisasi RUU”. 23
c. Reformasi Birokrasi Reformasi birokrasi
dilakukan dengan tujuan utama memperbaiki sistim
administrasi pemerintahan dengan fokus pada peningkatan akuntabilitas dan transparansi. Reformasi sistim administrasi pemerintahan harus memusatkan perhatian pada sistimnya yang korup, bukan hanya manusianya yang korup. Korupsi bisa berkembang bila banyak peraturan yang tumpang tindih, dan bila wewenang seorang penjabat sangat besar dan tidak bisa dikontrol . Secara luas sudah disadari bahwa sistim administrasi pemerintahan kita sekarang ini rawan
terhadap berbagai bentuk penyalah gunaan.
Sistim
administrasi pemerintahan kita yang masih lemah, dapat membuat seorang penjabat menjadi pejabat yang korup,
sebagaimana seorang pejabat yang
korup dapat membuat sistim administrasi pemerintahan kita menjadi sistim yang korup. Salah satu unsur penting dalam reformasi birokrasi adalah peningkatan penghasilan dan kesejahteraan pegawai. Oleh karena salah satu motif yang mendorong pegawai untuk melakukan korupsi adalah karena rendahnya gaji, maka perlu dilakukan upaya untuk meningkatan gaji pegawai negeri, sehingga mereka dapat memenuhi kebutuhan pokok sehari-harinya. Dan apabila tingkat gaji pokok dan tunjangannya sudah bisa ditingkatkan, maka para pegawai diharuskan untuk meningkatkan tingkat disiplin. Pengawasan absensi harus diperketat, dan pegawai yang banyak tidak hadir tanpa alasan yang jelas harus dikenakan sanksi. Sebaliknya pemberian insentif dan bonus perlu dilakukan untuk pegawai yang patuh disiplin .Pemberian bonus dan penghargaan juga perlu diberikan kepada pegawai yang mempunyai prestasi yang baik. Ini berarti bahwa sistim penilaian kinerja harus didasarkan pada sistim yang profesional dan objektif. d. Memperkuat civil society Peranan civil society
(CS) diperlukan untuk
memonitor kegiatan institusi dan para pejabatnya, guna mendeteksi apakah kegiatan mereka tidak menimbulkan kerugian kepada negara dalam arti luas. Kegiatan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang merupakan bagian dari CS memang beragam, dan menyangkut aspek yang cukup luas. 24
Dalam
pemberantasan korupsi. Peranan LSM yang khusus memantau korupsi harus ditingkatkan dan diperkuat. Memang tidak mudah bagi LSM untuk menemukan bukti korupsi, dan apabila bukti sudah diperoleh, belum tentu aparat penegak hukum melakukan tindakan. Sekalipun demikian, sebuah optimisme mulai timbul dengan apa yang terjadi baru-baru ini di Sumatera Barat. Kejaksan Tinggi Sumatera Barat menahan anggota-anggota DPRD dengan tuduhan melakukan korupsi, berdasarkan
laporan dari Lembaga Peduli Masyarakat
Sumatera Barat. Ini satu momen yang sangat berharga, yang menunjukkan bahwa usaha satu LSM tidak sia - sia. Kehadiran LSM yang bertujuan memberantas korupsi perlu didorong untuk memperkuat usaha pemberantasan korupsi. 5. Sumber Hukum a. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat RI No. XI/MPR/1998 tentang penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. b. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. c. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. d. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. e. Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 Tentang Pengadaan Barang dan Jasa. f. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2005 Tentang Perubahan Kedua Atas Keputusan Presiden Nomor.80 Tahun 2003 Tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang / Jasa Pemerintah. g. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 152 & Nomor 153 Tahun 2004 Tentang Pedoman Pengelolaan Barang Daerah dan Barang Daerah yang dipisahkan.
25
Bab. III Hasil Survei Lapangan Untuk mengetahui pelaksanaan administrasi manajemen Pemerintahan dilakukan survey melalui wawancara dan questioner (daftar pertanyaan), telah teridentifikasi berbagai permasalahan yang meliputi: A. Survei lapangan berdasarkan wawancara 1. Masalah Kepegawaian : Dari hasil wawancara dengan beberapa pejabat dapat diketahui bahwa bidang kepegawaian dapat merupakan salah satu sumber terjadinya KKN. Pengamatan ini didasarkan atas beberapa masalah yang mengemuka seperti dibawah ini : a. belum tertatanya dengan baik data kepegawaian sejak rekrutmen sampai dengan pensiun. b. belum dapat diketahui dengan jelas kebutuhan jumlah personil dalam setiap dinas yang ada. c. penghasilan pegawai yang belum sesuai dengan kebutuhan sewajarnya. d. kurangnya kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkeahlian sehingga mempengaruhi produktifitas pekerjaan sesuai dengan keahlian personil. e. tingkat produktifitas yang masih kurang optimal
sebagai akibat jenis
pekerjaan yang kurang sesuai. f. adanya kelebihan personalia hampir disemua instansi pemda akibat sistem rekrutmen yang tidak profesional.
26
2. Masalah Anggaran : Masalah penyusunan dan pengesahan anggaran ternyata juga menimbulkan peluang terjadinya KKN. Dalam wawancara dengan beberapa pejabat diketahui adanya hal-hal seperti berikut : a. terjadinya keterlambatan persetujuan dari DPRD karena adanya “titipantitipan” anggaran yang
mengatas nama kan
“aspirasi masyarakat “,
walaupun dalam menyusun Rancangan APBD Pemerintah Daerah bersamasama DPRD telah mensepakati arah dan kebijakan Umum APBD. b. terjadinya tumpang tindih dalam program antar instansi pemda sehingga besar kemungkinan dapat menimbulkan peluang untuk KKN. c. terjadinya mark-up (penggelembungan) dalam penyusunan harga satuan proyek. d. terjadinya penambahan
anggaran
akibat
dari
banyaknya personalia
kepegawaian yang melebihi dari jumlah yang sesungguhnya diperlukan. e. dengan munculnya keterlambatan anggaran, yang bersumber dari APBN menimbulkan keterlambatan pelaksanaan kegiatan-kegiatan sesuai dengan program kegiatan yang telah disetujui sehingga berakibat terjadinya pinjaman kepada pihak ketiga dan adanya keterikatan berupa balas jasa.
3. Masalah Perizinan : Dalam mengurus atau dalam mendirikan suatu perusahaan harus memenuhi persyaratan-persyaratan seperti Surat Izin Usaha Perusahaan (SIUP), Domisili, Izin Gangguan, keanggotaan Kamar Dagang Industri (KADIN) dan lain sebagainya. Dalam wawancara dengan pejabat
di pemerintahan daerah
ditemukan beberapa masalah yang berkaitan dengan proses perzinan karena tidak adanya efektifitas dan efesiensi dalam mekanisme dan prosedur pemberian izin antara lain :
27
a. sangat memakan waktu yang lama karena semua persyaratan itu diurus melalui masing-masing kantor yang bersangkutan sehingga mengeluarkan biaya yang cukup besar jumlahnya. b. timbul ekonomi biaya tinggi karena banyaknya instansi yang harus dilewati dalam mengurus suatu perizinan. c. terjadinya tumpang tindih pemberian izin antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. d. belum adanya aturan-aturan yang jelas sehingga tidak memberi jaminan kepastian hukum kepada investor.
4. Masalah Penggajian Sistim penggajian saat ini yang berlaku pada setiap pegawai diseluruh Indonesia dibedakan oleh golongan kepangkatan dan jabatan struktural. Perbedaan yang disebabkan oleh golongan / kepangkatan ditentukan oleh gaji pokok yang perbedaanya tidak begitu signifikan namun perbedaan tunjangan jabatan karena jabatan struktural antara eselon IA, IB, IIA, IIB, IIIA, IIIB dan seterusnya cukup signifikan. Bagi pegawai yang tidak menduduki jabatan struktural dan hanya mengandalkan gaji tanpa tunjangan struktural maka tingkat penghasilannya jauh dari mencukupi. Dari hasil wawancara dengan pejabat pemda ditemukan berbagai masalah antara lain : a. Belum terdapatnya keseimbangan antara rata-rata pengeluaran minimal yang mereka perlukan setiap bulannya sebesar 4 juta rupiah dengan rata-rata penerimaan mereka yang setiap bulannya adalah sebesar 2 juta rupiah. b. rata-rata penerimaan pegawai pemda terutama penerimaan gaji pokoknya hanya sebesar 700 ribu rupiah sampai dengan 2,5 juta rupiah masih jauh dari kecukupan yang dibutuhkan. c. Bila masih terjadi point a dan b maka tidak bisa diharap berbagai bentuk KKN akan bisa diberantas. 5. Masalah Kualitas Sumber Daya Manusia : Memang secara umum dunia pendidikan menghadapi masalah hampir pada setiap daerah di seluruh Indonesia, tidak sekedar terlihat pada infrastrukturnya 28
tetapi juga pada muatan-muatan substansinya. Hal ini sangat berpengaruh pada kualitas Sumber Daya Manusia yang unggul, sehingga banyak ditemukan diberbagai daerah para pegawai baik struktural maupun fungsional yang masih kurang memiliki kemampuan dan keahlian yang memadai termasuk juga didaerah Kutai Kartanegara yang diketahui antara lain sebagai berikut : a. Di berbagai jabatan struktural maupun fungsional masih banyak terdapat jabatan-jabatan yang dipegang oleh pegawai yang tidak sesuai dengan latar belakang pendidikannya, seperti: seseorang yang punya latar belakang keahlian diberikan jabatan operasional yang tidak sesuai dengan latar belakang pendidikannya. b. Sistim dan kurikulum yang berjalan selama ini didalam dunia pendidikan tidak mendukung dunia kerja sehingga lulusan-lulusan pendidikan sangat sulit menemukan lapangan kerja yang sesuai dengan latar belakang pendidikannya.
6. Masalah Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD) BPKD
diberi
wewenang
melakukan
fungsi
keperbendaharaan,
seperti
pengadministrasian kas dan keuangan daerah, pelaksanaan penyimpanan uang dan kas daerah, serta mengelola penerimaan dan pengeluaran kas dan keuangan daerah. BPKD juga mempunyai kewajiban untuk melakukan pembukuan dan memberi laporan keuangan secara periodik kepada Kepala Daerah. Sehubungan dengan uraian diatas, dapat diidentifikasikan hal-hal sebagai berikut: a. Badan pengelola keuangan daerah (BPKD) merupakan badan yang mengelola berbagai bentuk penerimaan didaerah dan sekaligus juga berfungsi sebagai pengelola penggunaan keuangan. Dimana masih terdapat penyimpanganpenyimpangan karena kurangnya transparansi dan akuntabilitas sehingga rawan terjadinya KKN. b. Secara administratif pengelolaannya masih kurang profesional karena belum terdapatnya personil yang memadai sesuai dengan setandar kompetensinya. 29
7. Masalah Kepastian Hukum (Legal Certainty) Lancarnya administrasi manajemen pemerintahan sangat dipengaruhi oleh adanya pengetahuan dan kesadaran tentang kepastian hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Lebih dari pada itu kesadaran ini akan melahirkan suatu prilaku kebijakan yang taat dan tertib hukum. Setelah kami melakukan berbagai wawancara maka dapat diidentifikasikan permasalahan sebagai berikut : a. Terdapat beberapa pejabat dan pegawai dilingkungan Pemda masih kurang memahami dan mengerti tentang perundang-undangan yang berlaku. b. Diketahui adanya pejabat-pejabat didaerah baik eksekutif maupun legislatif yang akhir-akhir ini terkena jeratan hukum yang sangat memprihatinkan kita semua. c. Munculnya perbedaan penafsiran diantara penyelenggara negara terhadap berbagai produk perundang-undangan yang berlaku serta berbagai kebijakan yang dibuat sebagai petunjuk pelaksanaan.
8. Masalah Pengadaan Barang dan Jasa Sesuai dengan Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 Tentang Pengadaan Barang dan Jasa serta Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2005 Tentang Perubahan Kedua Atas Keputusan Presiden Nomor.80 Tahun 2003 Tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang / Jasa Pemerintah masih banyak terdapat permasalahan yang harus menjadikan perhatian dan kehati-hatian yang antara lain meliputi hal-hal sebagai berikut : a. Pesiapan rencana pelelangan sampai dengan penentuan pemenang lelang. b. Verifikasi kelengkapan peserta lelang c. Penunjukan pemenang d. Verifikasi tagihan pelaksana kerja e. Tahapan pembayaran
30
9. Masalah Pengawasan : Sebagaimana diketahui bahwa setiap instansi pemerintah itu baik dipusat maupun didaerah dikenal adanya pengawasan internal dan pengawasan eksternal. Pengawasan internal disetiap daerah tingkat II disebut dengan istilah Badan Pengawas Kabupaten (BAPEKAB) atau Badan Pengawas Kota (BAPEKO) yang tugasnya adalah melakukan pengawasan dilingkungan Pemda atau Pemko terutama dibidang realisasi penggunaan anggaran. Pengawasan internal ini pada hakekatnya
adalah
untuk
melakukan
pengawasan
sebelum
datangnya
pengawasan eksternal. Setiap BAPEKAB atau BAPEKO ini bertanggung jawab langsung kepada Bupati ataupun Walikota. Adapun pengawasan eksternal yang saat ini dikenal dengan Badan Pengawas Keuangan (BPK), Badan Pengawas Keuangan Pembangunan (BPKP), Komisi Pembrantas Korupsi (KPK), dan lainlainnya yang bertugas melakukan pengawasan atau pemeriksaan terhadap kemungkinan-kemungkinan
terjadinya
penyimpangan
dalam
penggunaan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Mengenai pengawasan ini muncul permasalahan antara lain meliputi : a. Sering tejadi tumpang tindih antara pengawasan internal dan pengawasan eksternal. b. Terdapatnya temuan penyimpangan oleh pengawasan eksternal yang sebelumnya tidak diketahui oleh pengawasan internal. c. Peranan polisi dan jaksa dalam mengisi fungsi pengawasan belum sepenuhnya sesuai dengan prosedur yang berlaku (KUHAP dan acara lain dalam UU nomor 31/1999 tentang tindak pidana korupsi).
Untuk melengkapi wawancara kami dengan para pejabat pemerintahan di Kutai Kartanegara, kami juga menyebarkan Angket (daftar isian) untuk mengetahui kondisi riil dan potensi yang dimiliki oleh pemerintahan Kabupaten Kutai Kartanegara.
31
B. Survey Lapangan Berdasarkan Angket dan Analisa Dari hasil angket yang kami sebarkan sebanyak 3000 (tiga ribu) eksemplar kembali sebanyak 2400 eksemplar (75% lebih dari angket yang disebarkan). Dilihat dari tingkat pendidikan pengisi angket, seharusnya Kabupaten Kutai Kartanegara dapat dikatagorikan sebagai Kabupaten yang didukung oleh kaum terdidik, karena hampir 30% responden terdiri dari sarjana S1,
Pendidikan
S2, S3, sehingga dalam banyak hal bagi
1000
pemerintahan
900 800 600
daya manusia seyogianya dilihat dari
500 400 300
gambaran umum tidak jadi masalah, oleh
200 100
sebab itu yang perlu dicermati dalam hal
0 SD
SLTA
S1
S3
ini adalah bidang-bidang keahlian yang
Pendidikan
khusus
atau
mendukung Kutai
spesifik
yang
dapat
oleh
Keahlian
lajunya pembangunan di
Kartanegara
harus
dijadikan
prioritas utama untuk kedepannya, karena 33%,
Tidak Sesuai 33%
dari jabatan/pekerjaan diduduki personil
yang
jabatannya/pekerjaanya
tidak
Sesuai 67%
merasa sesuai
dengan pendidikan dan keahliannya.
Jam Kerja
Masalah 12%
7% 12%
< 5 jam 5 jam 7 jam
24%
21%
perbaikannya
dalam satu hari
kurang
mendukung
karena
berjumlah 58% ,
Mutu Pelayanan Masyarakat
masyarakat 14%
kurang/tidak baik. Disamping itu hal-hal yang
struktur
organisasi pemerintahan juga perlu
ternyata 56% dari responden berpendapat pelayanan
dalam
sekalipun yang bekerja 7 jam atau lebih
8 jam > 8 jam
mutu
efesiensi
dipikirkan
6 jam
24%
bahwa
Kutai
Kartanegara persoalan kualitas sumber
700 Jum lah
Kabupaten
efektifitas
30% 11%
ditunjukkan oleh sejumlah 63% responden yang
berpendapat
bahwa
tingkat
45%
Baik
32
Kurang baik
Tidak baik
Tidak tahu
produktifitas sedang-sedang saja, sementara
PRODUKTIVITAS
17%
berpendapat
tingkat
produktifitas masih rendah dan jawaban
17%
20%
responden
responden
yang
memiliki
tingkat
produktifitas tinggi hanya 20.3% . Gambaran umum tingkat produktifitas ini
63%
dapat dilihat dari penghasilan resmi dalam 1 Rendah
Sedang
Tinggi
bulan
berpenghasilan kurang dari Rp.1 juta, responden
dibawah
Rp.1
dimana
42.3%
responden
padahal kebutuhan riil perbulan 24.7%
Juta.
PENGHASILAN RESMI
Perbandingan antara penghasilan dan kebutuhan riil diatas memang kurang menggambarkan sehingga
24.2%
memiliki
1200
responden
penghasilan
< 1 juta
1000
keseimbangan
1 - 2 juta
800
2 - 3,5 juta
600
tidak
5 - 10 juta
400
> 10 juta
200
tambahan
0
1
(secara lengkap lihat Tabel.I dibawah ini).
Tabel I Gambaran Tentang Penghasilan, Kebutuhan riil dan upaya menambah penghasilan
Penghasilan < 1 Juta 1-2 Juta 2-3-5 Juta 3.5-5 Juta 5-10 Juta >10 Juta
42.30% 31.20% 10.20% 6.10% 8.50% 5.10%
Kebutuhan Riil < 1 Juta 1-2 Juta 2-3.5 Juta 3.5-5 Juta 5-10 Juta >10 Juta
Penghasilan Tambahan
24.70% 37.90% 17.10% 9.00% 5.90% 5.20%
Tanpa p'hasilan tambahan Tambahan dr istri/suami Bantuan Keluarga Surat Berharga Lain-Lain
24.20% 28.70% 17.70% 5.30% 24.10%
Dalam Tabel I diatas dapat diketahui penghasilan, kebutuhan riil dan penghasilan tambahan . Dari 24.70% yang kebutuhan riilnya diasumsikan sebagai responden
yang
kurang dari 1 juta dapat
belum memiliki tanggungan dan masih
ditanggung oleh keluarganya. Sementara responden yang kebutuhan riilnya 1-5 juta berjumlah 64%
padahal yang berpenghasilan dikelompok ini sejumlah 47.50%
sehingga masih menuntut adanya penghasilan tambahan agar dapat mencukupi 33
kebutuhan pokok selain dapat menabung dan berinvestasi. Dari para responden diluar 24.20% yang diasumsikan masih menjadi tanggungan keluarga ternyata ada sejumlah 24.10% responden yang tidak diketehui sumber penghasilan tambahannya. Walaupun sejumlah 50.7% responden mempunyai penghasilan tambahan seperti tabel tersebut diatas namun tidak menjadi jaminan, penghasilan tambahan tersebut mencukupi kebutuhan pokoknya apalagi untuk menabung dan berinvestasi. Memang bila melihat penghasilan kebutuhan riil dan usaha mereka mencari tambahan untuk menutupi kebutuhan riil maka 24.9% responden merasa terjamin hari tuanya, 38.3% merasa tidak terjamin dan 36.8% tidak tahu. Hal ini menggambarkan bahwa 75% dari responden tidak merasa terjamin masa depannya. Bila kita mencermati rumus
Hari Tua
Y = C + S + I dimana Y adalah penghasilan, C adalah Komsumsi atau 25% 37%
kebutuhan pokok, S adalah tabungan,
Terjamin
sedangkan I adalah investasi, maka
Tidak terjamin Tidak tahu
penghasilan
38%
hanyalah
dari
75.1%
responden
cukup
untuk
memenuhi
kebutuhan pokok ( C ) saja karena tidak bisa menyisihkan sebagian dari penghasilannya untuk menabung ( S ) apalagi untuk berinvestasi ( I ) Hal ini
ada kaitannya dengan mutu
pelayanan masyarakat
Keahlian
yang kurang
memadai seperti yang dinyatakan oleh
Tidak Sesuai 33%
33% responden menyatakan kurangnya Sesuai 67%
mutu personil . Apalagi jika kita lihat
Pendapat Untuk Pendidikan dan Kesehatan Masyarakat
mutu pelayanan dibidang pendidikan dan kesehatan kurang baik yang ditunjukkan oleh 74% responden. Pelayanan birokrasi
21%
juga kurang memuaskan karena 57.3%
26% Baik Sedang Dibawah rata-rata
responden berpendapat bahwa prosedur birokrasi perlu diperbaiki. Hal ini juga
53%
34
ditunjukan oleh motifasi para
Prosedur Dalam Pelayanan Masyarakat
aparat birokrasi dalam mengisi
1600 1400 1200
waktu-waktu luang diluar 6 jam
Sudah baik
1000
Perlu diperbaiki
800
Tidak tahu
600
Ditiadakan
400 200 0 1
kerja,
data
responden
menunjukkan
bahwa
22.3%
mempergunakan
yang
hanya
waktu luang untuk menambah
pengetahuan sementara 17.4% keluar kantor untuk mencari penghasilan tambahan, 60.2% melakukan hal-hal tidak produktif seperti mengobrol dan membaca koran. Seperti
tergambar
bagaimana
pada
Waktu Senggang
memanfaatkan
waktu kosong diluar 6 jam
17%
22%
kerja yang efektif sehingga
Keluar Ngobrol
56.6% responden menjawab tidak
ada
lagi
Membaca Koran 26%
pekerjaan
Tambah ilmu
35%
sementara 18.2% ada pekerjaan tapi
tidak
menyenangkan.
Yang lebih memprihatinkan 25.2% ada pekerjaan akan tetapi volume pekerjaan tersebut tidak sesuai dengan
Penyebab Kosong Jam Kerja
imbalan yang diterima
25% Tak ada pekerjaan Tidak senang 57%
Mungkin ditunjukkan
Tidak sesuai
18%
hal
inipun
oleh
gambaran
status dan posisi pekerjaannya karena menempati
ternyata
23.4%
jabatan
struktural
16% jabatan fungsional sementara sebahagian besar menduduki jabatan staff (60.7%). Apakah ini ada pengaruh
JABATAN
dari usia kerja yang ditunjukkan oleh 9.7% kurang dari 20 tahun, 47.2%
16%
23%
20 tahun sampai dengan 35 tahun,
Jab. Strukturisasi
30.1% antara 35 tahun sampai
Jab. Fungsional
Staff
61%
dengan 50 tahun dan 13% lebih dari
35
50
Usia Responden
tahun
atau
mungkin
juga
dipengaruhi oleh 69.6% terdiri dari 11%
6% < 20 20 - 35
34%
35 - 50 49%
laki-laki
sementara
30.4%
perempuan.
> 50
Jenis Kelamin Responden
30% Laki-Laki Perempuan 70%
36
Bab. IV Usulan Dari hasil identifikasi permasalahan yang ditemukan dilapangan berdasarkan survey dan wawancara
dengan penyelenggara negara dan masyarakat sebagaimana
dikemukakan diatas pada bab III (Hasil Survey) maka kami menyarankan dan mengusulkan hal-hal sebagai berikut yang nanti dapat menjadi landasan dalam pembuatan kebijakan: 1. Mengenai kepegawaian Untuk melakukan monitoring dan evaluasi perkembangan pegawai sejak rekrutment sampai dengan pensiun disarankan agar Pemda Kutai Kartanegara dapat membangun sistem manajemen kepagawaian yang barbasis Informasi Teknologi dengan tujuan : a. Tersedianya informasi yang cepat, tepat dan akurat bagi para pengambil keputusan dalam lingkungan kerja terutama bagian Sumber Daya Manusia (kepegawaian) di Pemerintah Daerah Kutai Kartanegara b. Meningkatkan kinerja Pemerintah Daerah Kabupaten Kutai Kartanegara dengan pemanfaatan informasi teknologi sebagai pendukung sistim administrasi pemerintahan pada era otonomisasi dan globalisasi. c.
Perlunya monitoring kekayaan pejabat Pemda sesuai UU No. 28 tahun 1999
d.
Perlu dilakukan psychotest tentang kewenangan dan potensi para calon pelaksana pelayan masyarakat agar tercapai the right man on the right place.
e.
Perlu dilakukan pelatihan-pelatihan teknis bagi para pelaksana pelayanan masyarakat untuk meningkatkan standar pelayanan.
37
2. Mengenai Anggaran Untuk menghindari terjadinya penggelembungan harga (Mark-Up), tumpangtindih anggaran serta keterlambatan pengesahan anggaran dari Legistlatif perlu disarankan langkah-langkah kebijakan sebagai berikut : a.
Agar proses penysunan Rancangan Anggaran Penerimaan dan Belanja Daerah (RAPBD) dibuat lebih transparan sehingga warga masyarakat dapat mengikuti ,mengawasi dan memberi masukan dalam proses penyusunan RAPBD. Untuk itu rancangan anggaran agar dipublikasikan kepada masyarakat lewat media masa, universitas, ormas, LSM, RT-RW. Disamping itu perlu didorong keikut sertaan masyarakat memberi masukan usulan yang selambat-lambatnya bulan Oktober sehingga pengesahan APBD itu diharapkan selambat-lambatnya pada akhir Desember. Bila pengesahan APBD tersebut tepat waktu (Akhir Desember) maka diharapkan tahapan penggunaan anggaran dapat tepat waktu sehingga bisa lebih efektif dan efisien.
b.
Untuk menghindari terjadinya mark-up pada saat penyusunan anggaran maka diperlukan adanya Standarisasi Harga. Untuk itu perlu disiapkan penyusunan anggaran yang sesuai dengan harga pasar yang berlaku pada saat itu yang disiapkan pada setiap penyusunan anggaran, sesuai keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 152 dan Nomor 153 Tahun 2004, Bab III pasal 5
c.
Untuk menghindari terjadinya penyimpangan dalam penggunaan anggaran diperlukan adanya verifikasi yang teliti dan dapat dipertanggung jawabkan. Disamping penggunaan anggaran dipublikasikan kepada masyarakat.
d.
Untuk menampung anggaran yang belum tercakup dalam kegiatankegiatan yang tersedia maka disarankan untuk dimasukkan dalam mata anggaran “lain-lain”.
38
3. Mengenai Perizinan a. Untuk menghindari ekonomi biaya tinggi perlu dilakukan penyederhanaan jumlah perijinan yang dibutuhkan bagi berkembangnya berbagai bidang usaha. Terlalu banyaknya jenis izin yang diperlukan akan menimbulkan biaya tinggi, sehingga pelaku ekonomi di Kutai Kartanegara akan mengalami kesulitan untuk bersaing dan memajukan usahanya. b. Penyederhanaan prosedur perizinan yang dilakukan melalui pemberian pelayanan terpadu dalam satu atap, dimana calon investor hanya cukup mengurus perijinan disatu lokasi dan tidak mengurus izinnya ke berbagai instansi di berbagai lokasi yang berbeda seperti sekarang ini. Hal ini dapat mengurangi timbulnya pungutan tidak resmi (pungli), yang menurut hasil survey menunjukkan bahwa masih terdapat biaya-biaya lain selain biaya meterai termasuk biaya administrasi dan uang terima kasih. c. Transparansi tentang kepastian lamanya proses perijinan dan biaya yang diperlukan, diyakini sejauh mungkin akan mengurangi bahkan dapat menghilangkan peluang terjadinya KKN. d. Pembayaran biaya perizinan dilakukan melalui rekening bank yang ditunjuk, tidak diberikan langsung kepada penjabat pemberi ijin. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari pertemuan fisik antara warga yang mengajukan ijin dan pejabat yang memberi izin. Fungsi pengelolaan uang perlu dipisahkan dari fungsi lainnya, sehingga penyalahgunaan uang dapat dihindarkan. 4. Mengenai Penggajian a. Sebagai
salah
satu
solusi
dalam
melakukan pencegahan
terhadap
berlangsungnya perktek KKN adalah dengan peningkatan kesejahteraan pegawai yang dapat memenuhi kebutuhan standar bagi setiap pegawai negri. Oleh sebab itu sistim penggajian terhadap pegawai harus dilakukan perbaikan agar memenuhi kebutuhan standar masing-masing pegawai negri tersebut. b. Penghasilan pegawai agar ditingkatkan melalui pembagian honor proyek yang lebih adil dan lebih merata. Selama ini pembagian honor proyek hanya terbatas pada pejabat tingkat atas. Pembagian honor proyek yang lebih merata akan meningkatkan penghasilan pegawai yang berpenghasilan rendah.
39
Peningkatan kesejahteraan pegawai akan merupakan faktor yang dapat mengurangi dorongan untuk melakukan KKN. c. Honor proyek-proyek agar dikumpulkan secara terpusat untuk dijadikan “tunjangan prestasi” yang nanti dibagikan kepada seluruh lapisan pegawai sebagai sumber tambahan penghasilannya. Para pegawai diberi tunjangan prestasi, yang jumlahnya dikaitkan dengan kinerja dan disiplin kerja. Pegawai yang berprestasi diberi tunjangan prestasi sebagai penghargaan dan perangsang untuk terus mempertahankan kinerja yang baik. Sebaliknya pegawai yang kurang menunjukkan disiplin, akan dipotong tunjangan kinerjanya. Dengan demikian sumber ketidak adilan yang semula berasal dari “proyek basah” dan “proyek kering” dapat dihapuskan. Situasi seperti ini akan menciptakan suasana yang lebih menggairahkan bagi para pegawai untuk meningkatkan kinerjanya dan pengabdianya kepada masyarakat. d. Apabila pemberian “tunjangan prestasi” sudah dapat dilakukan, maka tingkat disiplin pegawai perlu dimonitor dengan seksama. Pemantauan disiplin ini dilakukan melalui sistem absensi untuk masuk dan keluar kantor dengan sistim pengenalan sidik jari elektronik. e. Mengurangi kegiatan-kegiatan yang besifat seremonial yang banyak mengeluarkan biaya, selanjutnya memanfaatkan biaya itu untuk kepentingan kesejahteraan pegawai. f. Melakukan penghematan-penghematan dari berbagai kegiatan yang hasil penghematannya dihimpun dalam satu wadah yang pada gilirannya dapat digunakan untuk peningkatan kesejahteraan karyawan.
5. Mengenai Sumber Daya Manusia a. agar jabatan-jabatan struktural ataupun fungsional hendaknya dipegang oleh pegawai-pegawai yang memiliki latar belakang pendidikan sesuai dengan jabatan tersebut. b. Perlu diciptakan program pendidikan dan pelatihan yang menopang terciptanya keahlian para pegawai dengan lapangan pekerjaan atau tugas yang sedang dihadapi . 6. Mengenai Badan Pengelolaan Keuangan Daerah a. menempatkan personalia yang mempunyai keahlian yang sesuai 40
b. memperbaiki sistim sehingga lebih meningkatkan transparansi dan akuntabilitas. c. Dalam melaksanakan tugas pengelolaan keuangan daerah perlu adanya pengawasan oleh institusi yang independen selain dari lembaga pengawasan struktural yang sudah ada secara periodik. 7. Mengenai Kepastian Hukum a. perlu dilakukan pendidikan dan latihan kesadaran hukum b. perlu meningkatkan ketaatan hukum bagi pejabat-pejabat didaerah baik eksekutif maupun legistlatif agar tidak terkena jeratan hukum. c. Perlu terus dikembangkan sosialisasi berbagai aturan prundang-undangan yang berlaku terutama tentang undang-undang tindak pidana koupsi. 8. Mengenai Pengadaan Barang Dan Jasa a. Perlu melakukan pendidikan dan latihan serta sosialisasi mengenai berbagai peraturan perundang-undangan tentang pengadaan barang dan jasa. b. Menyusun daftar standarisasi harga untuk barang dan jasa . c. Perlu penyusunan rencana pengadaan barang dan jasa secara terpadu dan terinci sesuai dengan kegiatan-kegiatan pada dinas masing-masing agar pencairan anggaran dapat terlaksana sesuai dengan anggaran yang tersedia dalam APBD . d. Untuk mendukung pelaksanaan pengadaan barang dan jasa, disarankan agar pemerintah daerah memperbanyak pegawainya mengikuti pelatihan sertifikasi BAPPENAS 9. Mengenai Pengawasan a. Untuk meningkatkan fungsi pengawasan internal (BAPEKAB,BAPEKO) maka pemerintah harus mentaati berbagai peraturan perundang-undangan yang berlaku, sehingga sesuai dengan standar pengawasan dari yang bersifat eksternal (BPK, BPKP dan lain-lain). b. Selain berfungsinya
pengawasan internal dan eksternal serta legislatif
diperlukan juga peran serta masyarakat baik dari LSM, Pers, dan kalangan akademisi serta masyarakat umum. pemerintah perlu memberikan informasi tentang perencanaan pembangunan daerah berikut anggarannya 41
sekaligus
menerima dan mempertimbangkan saran dan usul dari masyarakat sehingga terjadi peningkatan peran serta masyarakat seperti diisyaratkan oleh UU nomor 28/1999 tentang Penyelenggara Negara Yang Bersih dari KKN. c. Dalam membuat perjanjian dan perikatan hukum dengan puhak ketiga hendaknya Bupati
Kepala Daerah terlebih dahulu berkonsultasi dengan
Pengacara Negara, dalam hal ini Kepala Kejaksaan Negeri cq Seksi Perdata dan Tata Usaha Negara untuk memperoleh pendapat hukum. Dengan demikian diharapkan Bupati Kepala Daerah dan Jajarannya terhindar dari jerat-jerat hukum (perdata, pidana maupun administrasi negara) yang tidak diinginkan dalam melaksanakan perjanjian tersebut terutama yang berkaitan dengan penggunaan anggaran. d. Untuk memenuhi kualitas kearifan sebelum membuat kebijakan yang bersifat teknis maka Bupati yang secara formal adalah figur politis,
hendaknya
mencari dan menerima masukan berupa pertimbangan-pertimbangan terutama dari Dinas-Dinas teknis terkait, sehingga kebijakan yang dibuat oleh Bupati Kepala Daerah dan Jajarannya tepat sasaran dan terhindar dari penyalahgunaan wewenang (abuse of power)
Agar usulan diatas bisa dijadikan
agenda yang operasional,
Bupati perlu
membentuk satu gugus tugas ( task force) dengan tugas, menjabarkan usulan-usulan diatas menjadi program yang konkrit pemerintah daerah. Gugus tugas ini juga mempunyai tugas untuk memonitor pelaksanaan program “bersih dari KKN”, dan memberi laporan secara periodik kepada Bupati . Dengan demikian keseluruhan program untuk menciptakan pemerintahan yang bersih dari KKN di Kabupaten Kutai Kartanegara akan menjadi kegiatan yang konkrit dan terarah, dan dilaksanakan dengan sungguh sungguh sesuai dengan harapan dan cita cita
Bupati Kutai
Kartanegara , Dr. Syaukani. HR. SE. MM , dan seluruh rakyat Kutai Kartanegara.
42
Penutup Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kutai Kartanegara untuk tahun anggaran 2006 berjumlah Rp 3,7 triliun. Ini merupakan jumlah APBD yang terbesar untuk daerah tingkat.II di Indonesia. Jumlah APBD yang besar ini mengharuskan dilakukannya pengawasan yang ketat, sehingga penyelewengan dan kebocoran yang merugikan rakyat dapat dicegah. Ini perlu dilakukan melalui program pemberantasan dan pencegahan korupsi, kolusi dan nepotisme oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Kutai Kartanegara. Agenda pemberantasan korupsi telah merupakan agenda nasional yang sudah lama ditunggu rakyat Indonesia. Salah satu elemen dari pemberantasan korupsi yang penting adalah agenda pencegahan korupsi ,kolusi dan nepotisme. Dari survei dan analisa yang dilakukan, ada beberapa aspek yang perlu diperhatikan. Reformasi Birokrasi Peluang terjadinya KKN timbul dari adanya kelemahan sistim administrasi dan manajemen. Salah satu masalah besar birokrasi sekarang ini adalah masih besarnya kesenjangan antara penghasilan pegawai negeri dan kebutuhan riil sehari harinya. Penghasilan gaji pegawai negeri yang rendah yang tidak mncukupi kebutuhan hidupnya mendorong mereka untuk melakukan penyelewengan. Karena itu salah satu faktor penting dalam reformasi birokrasi adalah upaya meningkatkan penghasilan pegawai negeri.Upaya lain yang perlu dilakukan adalah perbaikan dan penyederhanaan sistim birokrasi dalam pemberian pelayanan publik. Hasil survei yang dilakukan menunjukkan bahwa 47 persen responden berpendapat biaya dan prosedur pelayanan masyarakat masih menghambat. Disamping itu 65 persen responden menyatakan harus mengeluarkan biaya ekstra diluar peraturan yang berlaku. Oleh
karena
itu
program
peningkatan
penghasilan
pegawai
negeri
dan
penyederhanaan sistim dalam pemberian pelayanan publik merupakan program pokok pada agenda reformasi birokrasi.
43
Meningkatkan transparansi dan akuntabilitas Proses penyusunan APBD perlu dilakukan dengan transparan, dengan melibatkan lebih banyak partisipasi masyarakat. Hal ini bisa dilakukan melalui sosialisasi dan diskusi publik, sehingga aspirasi masyarakat dapat tertampung dalam penyusunan APBD. Ini dimaksudkan agar semua mata anggaran yang diajukan sudah diketahui masyarakat , sehingga “titipan-titipan” yang tidak semestinya bisa dicegah. Meningkatkan Pengawasan Pengawasan yang kuat merupakan kunci dari usaha pencegahan KKN. Selama ini pengawasan dilakukan aparat internal maupun eksternal. Usaha memperkuat badan pengawas internal perlu dilakukan, disamping juga menjadikan mereka lebih inpenden. Disamping itu, memberi peluang masyarakat untuk ikut melakukan pengawasan dapat meningkatkan efektivitas fungsi pengawasan. Apabila tindakan – tindakan tersebut diatas dapat dilakukan , maka usaha pencegahan KKN memberi hasil lebih besar.
44
akan