Seminar Nasional Aplikasi Sains dan Teknologi 2008 – IST AKPRIND Yogyakarta
MEMBANGUN SINERGI BAGI PENGEMBANGAN PRODUK UKM BERBASIS EKSPOR DI KLASTER UKM, SERENAN, KLATEN Sujadi, Edi Priyono, Fereshti N.D Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Solo e-mail:
[email protected] Abstract Market, customer, product and supplier segmentation is necessary to increase supply chain efficiency. That means that businesses ought to constantly evaluate and review trading conditions as market conditions change all the time. Relationship marketing is gaining rising attention in marketing research and has already become the importance idea of enterprise's marketing activity in recent couple of decade. An increasingly important goal for the contemporary supplier, at least as depicted in relationship marketing literature, is to develop relationships with customers. Key words: customers, relationship marketing, supply chain A. PENDAHULUAN Klaster UKM di Serenan, Klaten adalah salah satu klaster yang telah ditetapkan sebagai sentra industri kayu nasional yang juga berorientasi ekspor. Meski demikian, rantai nilai dan nilai tambah yang ada masih belum optimal terutama terkait dengan pemasarannya. Acuan dasar membangun sinergi bagi pengembangan produk yaitu juga melakukan kajian tentang rantai nilai dan nilai tambah dari setiap prosesnya. Implementasi dari kebijakan ini dirumuskan ke dalam pola pengembangan secara rinci yang meliputi: strategi, sasaran, pokok-pokok rencana aksi pengembangan baik untuk jangka pendek, menengah maupun jangka panjang. Pokok-pokok rencana aksi tidak terlepas dari tujuan memperkuat rantai nilai (value chain) melalui penguatan struktur, diversifikasi, peningkatan nilai tambah, peningkatan mutu dan perluasan penguasaan pasar, dan untuk jangka panjang difokuskan pada upaya pembangunan klaster industri yang mandiri dan berdaya saing tinggi. Pola kebijakan pembangunan industri nasional saat ini yaitu pengembangan industri berorientasi ekspor dan pendalaman - perkuatan struktur industri. Kebijakan yang ditempuh yaitu penyelamatan industri agar bisa bertahan melalui program revitalisasi industri. Untuk mencapai tahapan itu maka strategi pengembangan industri ke depan lebih mengacu pada aspek tuntutan global yaitu pendekatan pengembangan industri melalui konsep klaster dalam konteks membangun daya saing industri berkelanjutan (Akita dan Alisjahbana, 2002). Pada dasarnya klaster industri adalah upaya pengelompokan industri inti yang saling berhubungan erat, baik dengan industri pendukung (supporting industries), industri terkait (related industries), jasa penunjang, infrastruktur ekonomi, dan juga lembaga terkait. Manfaat klaster ini selain untuk mengurangi biaya transportasi dan transaksi, juga untuk meningkatkan efisiensi, menciptakan aset secara kolektif dan mendorong terciptanya inovasi (Aminudin, 2003). Untuk menentukan industri yang prospektif, dilakukan pengukuran daya saing, baik dari sisi penawaran maupun sisi permintaan terutama untuk melihat kemampuannya bersaing (Ayyagari, 2003). Hasil analisis daya saing terhadap industri yang tumbuh dan berkembang di Indonesia dikelompokkan dalam dua kelompok inti yaitu produksi orientasi ekspor dan produksi orientasi dalam negeri. Keduanya lalu dibedakan atas 4 kategori yaitu: Industri Padat Sumber Daya Alam, Industri Padat Tenaga Kerja, Industri Padat Modal, dan Industri Padat Teknologi. Sesuai acuan dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (Peraturan Presiden No. 7/2005), fokus pembangunan industri pada jangka menengah (2004-2009) adalah penguatan dan juga penumbuhan klaster-klaster industri inti, yaitu : 1) Industri makanan dan minuman; 2) Industri pengolahan hasil laut; 3) Industri tekstil dan produk tekstil; 4) Industri alas kaki; 5) Industri kelapa sawit; 6) Industri barang kayu (termasuk rotan dan bambu); 7) Industri karet dan barang karet; 8) Industri pulp dan kertas; 9) Industri mesin listrik dan peralatan listrik; dan 10) Industri petrokimia. Pengembangan 10 klaster industri inti tersebut, secara komprehensif dan integratif, didukung industri terkait (related industries) dan juga industri penunjang (supporting industries). Strategi pengembangan industri ke depan terdiri atas strategi pokok dan strategi operasional. Strategi pokok yaitu meliputi: (a) memperkuat keterkaitan pada semua rantai nilai pada klaster dari industri yang bersangkutan, (b) meningkatkan nilai tambah sepanjang rantai nilai, (c) meningkatkan sumber daya yang digunakan industri, dan (d) menumbuhkembangkan UKM. Untuk strategi operasional terdiri dari: 142
Seminar Nasional Aplikasi Sains dan Teknologi 2008 – IST AKPRIND Yogyakarta
(a) menumbuhkembangkan lingkungan bisnis yang nyaman - kondusif, (b) penetapan prioritas industri dan penyebarannya, (c) pengembangan industri dilakukan dengan pendekatan klaster dan (d) pengembangan kemampuan inovasi teknologi. B. KLASTER UKM UKM merupakan salah satu kekuatan pendorong terdepan dan sangat penting bagi pembangunan (Ayyagari, 2003). Gerak sektor UKM vital untuk memacu pertumbuhan dan lapangan kerja. UKM cukup fleksibel dan mudah beradaptasi dengan fluktuasi pasar. UKM juga menciptakan lapangan kerja lebih cepat dibanding sektor lain dan juga cukup terdiversifikasi dan memberikan kontribusi bagi ekspor dan perdagangan. Artinya, UKM merupakan aspek penting dalam pembangunan ekonomi (Akita dan Alisjahbana, 2002). Dalam haluan negara secara jelas digambarkan peran ekonomi kerakyatan yang berbasis UKM (Aminudin, 2003 dan Devarajan, 2002). Adanya kepentingan yang sangat mendasar atas proses - prospek pengembangan UKM, terutama yang berbasis ekspor, maka perlu ada perencanaan strategis yang tidak hanya mengacu kepentingan jangka pendek, tapi justru orientasi pada jangka panjang secara sistematis dan berkelanjutan. Propinsi Jawa Tengah sebagai bagian dari sentra pengembangan UKM berbasis ekspor secara tidak langsung juga dituntut untuk menentukan perencanaan strategis bagi pengembangan UKM berbasis ekspor (Azis, 1994 dan Gradstein, 2003). Sumber Dinas Pelayanan Koperasi dan UKM Propinsi Jawa Tengah bahwa tahun 2000 jumlah UKM di Jawa Tengah 37.316 dengan jumlah pekerjanya 187.103 orang, tahun 2001 ada 40.816 UKM dengan 192.687 pekerja, lalu tahun 2002 ada 41.968 UKM dengan jumlah pekerja 193.778 orang, lalu di tahun 2003 UKM di Jawa Tengah menjadi 44.398 dengan 209.782 pekerja dan pada tahun 2004 menjadi 45.295 UKM dengan 213.981 orang pekerja. Meski demikian, UKM penghasil produk unggulan di Jawa Tengah masih relatif sedikit. Pada tahun 2004, dari 6.461.428 UKM, hanya 0,7 persen atau 45.295 UKM yang dibina lantaran memenuhi kriteria unggulan sebagai penggerak perekonomian daerah. Terlepas dari kondisi riil UKM, dari tahun 2000 – 2004 jumlah UKM binaan terus meningkat rata-rata 5 persen atau hampir 2.000 UKM per tahun. Bertambahnya lapangan usaha melalui pembinaan UKM secara tidak langsung menyerap TK rata-rata hampir 200.000 orang setiap tahun. Dari jumlah tersebut, sekitar 35 persennya terserap di industri non-pertanian, 15 persen industri pertanian, dan 29 persen di sektor perdagangan dan 21 persen di industri aneka jasa. Dari perkembangan yang ada, pemerintah juga berkepentingan membangun klaster. Klaster industri inti dalam jangka menengah dititik-beratkan pada upaya untuk lebih memperkuat dan menumbuhkan klaster-klaster: (1) industri makanan dan minuman; (2) industri pengolahan hasil laut; (3) industri tekstil dan produk tekstil; (4) industri alas kaki; (5) industri kelapa sawit; (6) industri barang kayu (termasuk rotan dan bambu); (7) industri karet dan barang karet; (8) industri pulp dan kertas; (9) industri mesin listrik dan peralatan listrik; dan (10) industri petrokimia. Adapun penjelasan untuk industri pengolahan kayu (termasuk rotan dan bambu) bahwa permasalan inti yang terjadi yaitu: a. b. c. d. e. f. g. h.
Adanya kesenjangan kebutuhan dan kemampuan pasokan bahan baku kayu Rendahnya tingkat efisiensi dan produktifitas Terbatasnya perusahaan yang mempunyai sertifikasi ekolabel Terbatasnya penggunaan bahan baku non-hutan alam Lemahnya dukungan litbang Lemahnya desain dan finishing produk, khususnya untuk UKM Terbatasnya penggunaan kayu awetan terutama pada UKM Lemahnya jaringan kerjasama (networking) industri hulu-hilir dengan industri kecil, menengah dan besar.
Sejumlah permasalahan tersebut ternyata juga terjadi pada sejumlah klaster UKM yang berbasiskan kayu, termasuk juga yang terjadi di klaster UKM Serenan, Klaten. Sasaran inti pengembangan industri pengolahan kayu adalah industri berskala kecil, menengah dan besar, dimana untuk jangka menengah sasarannya yaitu upaya lebih meningkatnya kualitas dan ekspor produk kayu olahan (finished product) dengan menggunakan merek-merek nasional dan dalam jangka panjang adalah mampunya merek-merek lokal melakukan ekspor secara mandiri, terutama yaitu dimulai dari mempertahankan keunggulan komparatif, penguasaan pasar, desain, dan produksi. Untuk mencapai sasaran itu maka disusun pokok-pokok rencana aksi. Untuk jangka menengah, rencana aksi yang akan dilaksanakan yaitu meningkatkan mutu - desain dan mendorong tumbuhnya merek lokal berorientasi ekspor. Dalam jangka panjang, memacu merek lokal yang dapat 143
Seminar Nasional Aplikasi Sains dan Teknologi 2008 – IST AKPRIND Yogyakarta
dipasarkan di luar negeri. Dalam mengembangkan klaster industri pengolahan kayu perlu ditunjang sarana - prasarana ekonomi yang memadai seperti teknologi, SDM, infrastruktur dan pasar. Berbagai analisis - kajian dari pengalaman empirik menunjukkan bahwa penyebab tidak sustainnya kemampuan dari klaster UKM menopang pembangunan antara lain salah satunya yaitu kurang seimbangnya pengembangan pemasaran hasil produksi. Perbaikan pemasaran pada dasarnya adalah upaya perbaikan posisi tawar produsen terhadap pedagang, pedagang terhadap konsumen dan sebaliknya melalui perbaikan daya saing hasil komoditas dari sentra UKM sehingga semua pihak memperoleh keuntungan sesuai kepentingan masing-masing. Perbaikan pemasaran juga berarti persaingan memperebutkan profit dalam perdagangan baik pada pasar domestik maupun internasional secara adil dan transparan yang bebas dan kompetitif. Sukses perbaikan pemasaran akan memberi dampak multifungsi bagi pembangunan sentra UKM menjadi penghela bagi laju peningkatan produksi, produktivitas dan kualitas produk, memperluas kesempatan kerja dan menjadi kunci utama upaya peningkatan pendapatan masyarakat di daerah. C. KLASTER UKM DI SERENAN, KLATEN Klaten meski sebagian besar wilayah geografisnya adalah pertanian tapi juga dikenal sebagai kawasan industri kecil dan memiliki kotribusi besar dalam menunjang PAD Klaten. Sebagai kawasan industri, Klaten potensial dikembangkan, dimana terdapat jenis industri strategis misal Cor Logam di Ceper yang kini telah bermitra dengan sejumlah perusahaan besar misal PT ASTRA Internasional tbk (Sugarmansyah, dkk, 2003). Selain itu, sentra industri UKM berbasis ekspor di Serenan adalah termasuk salah satu daerah di Kabupaten Klaten. Adanya kepentingan atas tuntutan pemberdayaan dan agar permasalahan industri, termasuk klaster UKM bisa ditempatkan di dalam kerangka utuh bagi terwujudnya pembaruan ekonomi yang mendasar, maka diperlukan landasan pijak yang kokoh dan juga kerangka pemikiran komprehensif (Tambunan, 2000 dan Suriadinata, dkk, 2003). Pemberdayaan UKM, termasuk juga klaster UKM di Serenan, Klaten harus terwujud dalam dua sisi, pertama: perluasan basis aktor-aktor ekonomi dalam proses produksi dan yang kedua: penegakan kedaulatan konsumen. Yang dimaksud dengan perluasan basis ekonomi juga mengacu pada kompetensi inti yang ada dan berkembang di daerah, termasuk di klaster UKM di Serenan, Klaten. Keberhasilan dalam perluasan basis ekonomi dan kompetensi di daerah akan memberi manfaat makro (Best, 1999). Semua daerah pasti mempunyai produk unggulan, termasuk produk mebelair yang dihasilkan klaster UKM di Serenan, Klaten bisa juga disebut sebagai produk unggulan, tinggal bagaimana optimalisasi produk unggulan itu ditumbuhkembangkan agar kedepan memberi manfaat secara makro - sistematis - berkelanjutan. Penumbuhkembangan UKM dan produk unggulan daerah juga memacu keunggulan kompetitif (Beik, 2003). Di era otda, pemda harus mengembangkan produk unggulan, terutama yang berasal dari UKM dengan asumsi sifat padat karya sebagai proses pengembangan sumber daya lokal dan optimalisasi atas potensi ekonomi daerah (Berry, et.al., 2001). Dari rujukan ini dan dalam rangka pelaksanaan era otda maka UKM perlu mendapatkan perhatian khusus dan menjadi prioritas untuk bisa lebih dikembangkan (Hill, 1996). Mengacu kasus klaster UKM di Serenan, Klaten, aspek yang perlu diperhatikan yaitu: 1. Permasalahan : (1) kesenjangan kebutuhan - kemampuan pasokan bahan baku kayu, (2) rendahnya efisiensi – produktivitas, (3) terbatasnya penggunaan bahan baku non-hutan alam, (4) terbatasnya perusahaan yang mempunyai sertifikat ekolabel, (5) lemahnya dukungan litbang, (6) lemahnya desain - finishing produk, (7) terbatasnya penggunaan kayu awetan, dan (8) lemahnya jaringan kerjasama industri hulu-hilir dengan UKM 2. Sasaran pengembangan klaster UKM Serenan bagi jangka menengah yaitu meningkatnya kualitas dan ekspor produk kayu olahan (finished product) dengan memakai merek nasional dan jangka panjang yaitu mampunya merek lokal melakukan ekspor mandiri, dimulai dari mempertahankan keunggulan komparatif, penguasaan pasar, desain dan produksi. 3. Dalam rangka pencapaian sasaran ini perlu disusun pokok-pokok rencana aksi. Untuk jangka menengah rencana aksi yang dilaksanakan adalah meningkatkan mutu desain produk kayu dan mendorong makin tumbuhnya merek-merek lokal berorientasi ekspor dan dalam jangka panjang yaitu membangun merek-merek lokal yang dapat dipasarkan di luar negeri. Dalam mengembangkan klaster industri pengolahan kayu, seperti UKM di Serenan, Klaten perlu ditunjang sarana - prasarana ekonomi yang memadai seperti teknologi, SDM, infrastruktur dan pasar ekspor. Keberhasilan pendekatan klaster sangat terkait dengan banyak pihak dan model strategi yang sistematis - berkelanjutan seperti yang terlihat di tabel berikut.
144
Seminar Nasional Aplikasi Sains dan Teknologi 2008 – IST AKPRIND Yogyakarta
Tabel 1 Aspek makro strategi dalam klaster industri perkayuan INDUSTRI INTI MEBEL KAYU & MEBEL ROTAN
INDUSTRI PENDUKUNG INDUSTRI TERKAIT Kayu Gergajian; Panel Kayu; Kemasan dan Property Asesoris; Tekstil; Amplas; Karet; Mesin dan Peralatan; Perekat; Cat; Plastik; Kimia Organis (Vernis dan Politur); Bambu dan Rotan SASARAN JANGKA MENENGAH 2009-2014 SASARAN JANGKA PANJANG 2015-2025 . Meningkatnya secara bertahap pemanfaatan bahan . Mebel kayu olahan menggunakan bahan baku baku sesuai Sustainable Forest Management (SFM) sesuai dengan SFM dan bersertifikat ecolabel 2. Industri mebel hanya menggunakan kayu yang . Meningkatnya penggunaan bahan baku alternatif diawetkan; eks perkebunan dan kayu non hutan alam; 3. Merek-merek lokal telah mampu mengekspor . Meningkatnya penggunaan kayu yang diawetkan; sendiri. . Meningkatnya ekspor produk kayu olahan akhir (finished product); . Semakin banyaknya merek-merek lokal yang berorientasi ekspor. . Meningkatnya industri berkualifikasi akrab lingkungan (green products/ecological products) STRATEGI: Sektor : Peningkatan keseimbangan kapasitas industri dengan ketersediaan bahan baku, peningkatan penggunaan bahan baku kayu non hutan, peningkatan pemanfaatan/efisiensi penggunaan bahan baku, peningkatan produk yang bernilai tambah tinggi, perluasan pasar ekspor, sertifikasi ecolabelling Teknologi : Mendorong tumbuhnya modifikasi teknologi pengolahan dan produksi produk-produk kayu; RENCANA JANGKA MENENGAH 2009-2014 RENCANA AKSI JANGKA PANJANG 2015. Meningkatkan kerjasama antar pemda, produsen 2025 kayu dengan produsen mebel kayu dan mebel rotan; . Meningkatkan daya saing industri mebel kayu . Meningkatkan mutu dan disain mebel kayu dan di daerah sumber bahan baku. 2. Penggunaan bahan baku dari hutan tanaman mebel rotan; dan limbah perkebunan. . Mendorong tumbuhnya industri pengolahan kayu di daerah sumber bahan baku; . Mendorong penggunaan teknologi modern yang mengadopsi keunggulan dan keunikan lokal; UNSUR PENUNJANG UTAMA PERIODEISASI TEHNOLOGI SDM . Inisiasi (2004-2009) : Diversifikasi bahan baku kayu, . Meningkatkan kemampuan disain dan mutu; 2. Mengembangkan program pendidikan dan modernisasi mesin dan peralatan kayu, disain; pelatihan untuk keahlian khusus; . Pengembangan Cepat (2010-2015) : Modifikasi & pengembangan teknologi mandiri pengolahan kayu; 3. Meningkatkan peran lembaga Diklat dan lembaga Litbang. . Matang (2016-2024) : Industry & Technology Upgrading. PASAR INFRASTRUKTUR . Meningkatkan jaringan pemasaran dan membangun . Meningkatkan peran Litbang di bidang aliansi dengan pasar global; pemanfaatan kayu non-hutan alam dan . Mendorong tumbuhnya merek-merek lokal yang teknologi preservasinya serta peningkatan berorientasi ekspor; disain dan mutu; 2. Memberantas illegal logging dan illegal trading. . Meningkatkan akses dan penetrasi pasar ekspor 3. Mengambangkan pusat desain mebel
Adanya nilai kepentingan untuk menumbuhkembangkan UKM di daerah, terutama yang berbasis ekspor maka strategi pengembangannya bisa dibagi menjadi 2 yaitu : a. Strategi Pokok • Memperkuat keterkaitan pada semua tingkatan sinergi dan kemitraan dari UKM di daerah, termasuk kegiatan dari industri pendukung, industri terkait, industri penyedia infrastruktur dan industri penunjang lainnya. Sinergi ini dikembangkan untuk membangun jaringan industri dan meningkatkan daya saing yang mendorong inovasi • Meningkatkan nilai tambah sepanjang rantai nilai dengan cara membangun kompetensi inti, termasuk juga optimalisasi peran dari klaster yang ada sehingga tercipta sinergi antar klaster dan antar UKM di daerah • Meningkatkan produktivitas, efisiensi dan jenis sumber daya yang dipakai dan memfokuskan pada penggunaan sumber daya yang terbarukan (green product) tanpa harus mengabaikan sisi kualitas produk secara sistematis dan berkelanjutan • Pengembangan UKM melalui: (a) skema pencadangan usaha - bimbingan teknis - manajemen dan pemberian fasilitas khusus agar dapat tumbuh secara ekspansif dan andal bersaing dibidangnya, (b) mendorong sinergi UKM dengan industri lain melalui kemitraan, dan (c) membangun lingkungan usaha UKM yang menunjang dalam proses jangka panjang b. Strategi Operasional • Pengembangan lingkungan bisnis yang nyaman dan kondusif melalui: 145
Seminar Nasional Aplikasi Sains dan Teknologi 2008 – IST AKPRIND Yogyakarta
1. Bekerjasama dengan instansi terkait untuk mengembangkan prasarana - sarana fisik di daerahdaerah yang prospeknya potensial ditumbuhkan 2. Mendorong pengembangan SDM, khususnya di bidang teknik produksi dan manajemen bisnis yang lebih berwawasan global 3. Lebih mendorong proses pengembangan usaha jasa prasarana - sarana bisnis penunjangnya 4. Mengembangkan aspek kebijakan sistem insentif yang efektif, edukatif, selektif - atraktif sehingga memberi ketertarikan dalam jangka panjang 5. Menyempurnakan instrumen hukum untuk aspek pengaturan kehidupan berusaha yang kondusif 6. Sinkronisasi kebijakan sektor terkait, seperti kebijakan bidang investasi dan sektor perdagangan. • • •
Fokus pengembangan UKM dilakukan dengan mendorong pertumbuhan klaster produk unggulan UKM di daerah secara sistematis dan berkelanjutan Penetapan prioritas persebaran pembangunan klaster UKM ke daerah-daerah mendekati sumber bahan baku agar efisien yang kegiatannya belum banyak berkembang. Pengembangan kemampuan inovasi khususnya di bidang teknologi industri dan juga manajemen, melalui kegiatan penelitian dan pengembangan, baik di bidang teknologi proses maupun teknologi produk, serta teknologi yang terkait dengan kegiatan usaha
Di sisi lain sasaran pembangunan UKM di daerah, terutama yang berbasis ekspor bisa ditempuh melalui 2 tahapan jangka menengah dan jangka panjang, sebagai berikut : Tabel 2 Strategi dan sasaran pembangunan UKM berbasis ekspor di daerah NO 1
2
KEBIJAKAN JANGKA MENENGAH 2009 - 2014 Tumbuhnya UKM yang menghasilkan produk unggulan dan kompetensi di daerah yang bisa menciptakan lapangan kerja (padat karya) Selesainya program revitalisasi, konsolidasi dan restrukturisasi industri, terutama yang terkait dengan UKM Teroptimalkannnya pasar dalam negeri dalam rangka pembangunan industri komponen lokal dan industri pengolahan sumber daya alam lainnya Semakin meningkatnya daya saing industri terutama yang berorientasi ekspor Tumbuhnya industri-industri potensial yang akan menjadi kekuatan penggerak utama bagi pertumbuhan industri di masa depan Tumbuh berkembangnya UKM, khususnya industri menengah sekitar tiga kali lebih cepat daripada industri kecil secara umum
OUTPUT DIHARAPKAN JANGKA MENENGAH 2009 - 2014 Teratasinya masalah pelik pengangguran di daerah sehingga mampu menciptakan iklim kondusif dan peningkatan income rakyat Pulihnya kehidupan sektor industri dan juga perekonomian di daerah yang terpuruk akibat krisis dan berbabagai bencana Meningkatnya kandungan lokal, khususnya penggunaan bahan baku dan komponen
JANGKA PANJANG 2015 - 2025 Kuatnya basis industri kerakyatan dan juga nasional sehingga menjadi World Class Industry Kuatnya industri penggerak pertumbuhan ekonomi, terutama yang bersifat padat karya tanpa mengabaikan yang padat modal Meningkatnya sumbangan IKM terhadap PDB dibandingkan dengan sumbangan industri besar
JANGKA PANJANG 2015 - 2025 Indonesia menjadi Negara Industri Maju Baru dengan konsep industri yang berbasis kerakyatan secara berkelanjutan Produk unggulan dan kompetensi inti di daerah mampu memberikan andil terbesar bagi pertumbuhan ekonomi nasional Produk-produk unggulan daerah mampu memberikan kontribusi terhadap akumulasi PDB, baik lokal ataupun nasional Terbentuknya networking secara regional dan nasional yang solid dan berkelanjutan
Kuatnya jaringan kerjasama (networking) antara IKM dan industri besar
Meningkatnya ekspor secara signifikan yang berdampak pada devisa dan PAD Terbangunnya pilar-pilar industri masa depan secara sistematis dan berkelanjutan sehingga memacu dampak positif Semakin kuatnya struktur industri di daerah yang mengarah pada penguatan basis inti industri nasional yang berbasis ekspor
Dari ragam persoalan yang dihadapi dalam pembangunan UKM, meski peningkatan daya saing telah dilakukan dengan pendekatan kebijakan kluster industri, tapi dalam implementasi masih ada beberapa kasus yang perlu pembenahan komprehensif, utamanya terkait dengan aspek: 1. Penerapan konsep terpadu pembangunan industri dengan sistem kluster yang mempertimbangkan kompetensi inti belum bisa dilaksanakan secara konsisten dan terintegrasi terhadap pembangunan ekonomi daerah
146
Seminar Nasional Aplikasi Sains dan Teknologi 2008 – IST AKPRIND Yogyakarta
2. Pemahaman penumbuhkembangan UKM di daerah, terutama yang berbasiskan ekspor masih parsial. Oleh karena itu perlu kebijakan yang sistematis agar UKM di daerah terutama yang berbasis ekspor bisa lebih diperhatikan. 3. Penerapan kompetensi inti dan produk unggulan yang dihasilkan klaster UKM di daerah ternyata belum banyak digali. Dalam penerapan konsep masih terdapat penggunaan konsep kompetensi yang meniru daerah lain yang pada dasarnya justru mengaburkan makna kompetensi itu sendiri Mengacu nilai analisis manfaat makro penumbuhkembangan klaster UKM di daerah terutama yang berbasis ekspor maka perlu ada model pengembangan ekonomi di daerah melalui pemberdayaan UKM melalui perumusan kebijakan makro ekonomi di daerah dengan memperhatikan beberapa hal berikut ini, yaitu: a. Mengembangkan perekonomian yang lebih berorientasi global sesuai kemajuan tehnologi dengan membantu keunggulan kompetitif berdasar aspek keunggulan komparatif dan kompetitif serta industri kecil dan kerajinan rakyat yang berbasis ekonomi lokal dan berorientasi ekspor. b. Memberdayakan UKM dan koperasi agar lebih efisien, produktif dan berdaya saing dengan menciptakan iklim usaha yang lebih kondusif dan peluang usaha seluas-luasnya. Bantuan dari pemerintah bisa diberikan selektif terutama dalam bentuk perlindungan dari persaingan yang tidak sehat, pendidikan dan latihan, informasi bisnis dan tehnologi, modal dan lokasi berusaha dan bahan baku. c. Mengembangkan dukungan kemitraan dalam bentuk keterkaitan usaha yang saling menunjang dan menguntungkan antara koperasi, swasta dan BUMD, serta antara usaha besar, menengah dan kecil untuk memperkuat struktur ekonomi. d. Meningkatkan hal penguasaan, pengembangan dan pemanfaatan iptek, termasuk tehnologi dalam negeri terutama UKM untuk meningkatkan daya saing produk yang berbasis sumber daya lokal dan berorientasi ekspor. e. Menumbuhkembangkan potensi rantai nilai yang terbangun secara sistematis - integratif dengan mengacu semua potensi sumber daya lokal dan berorientasi pada pasar ekspor dengan tanpa mengabaikan semua potensi sumber daya yang terbarukan sehingga memungkinkan bagi UKM untuk terus melakukan ekspansi yang memberikan manfaat makro (lihat gambar 1) Bahan Baku utama mebel dan ukir: Kayu
Desain Berdasarkan Kemauan Sendiri dan atau Pesanan
DISTRIBUTOR
PROSES: Kayu diolah menjadi bentuk mebelair dan berbagai suvenir serta perabot rumah tangga, baik berdasar pesanan atau desain sendiri
BARANG SETENGAH JADI WHOLESELLER BARANG JADI
P E N J U A L
KONSUMEN DALAM NEGERI
AGEN
Desain Berdasarkan Pesanan Konsumen PEMASOK BAHAN BAKU PABRIK MEBELAIR ATAU SUVENIR
EKSPORTIR KE NEGARA
TUJUAN
PASAR LUAR NEGERI
Gambar 1 Peta Rantai Nilai Produk UKM di Serenan, Klaten 147
Seminar Nasional Aplikasi Sains dan Teknologi 2008 – IST AKPRIND Yogyakarta
Kajian tentang analisis strategi UKM berbasis ekspor di Serenan maka hal utama yang tidak bisa diabaikan adalah mengidentifikasi kompetensi dari setiap mata rantai nilai yang ada. Hal ini penting terutama untuk membangun sinergi bagi pengembangan produk UKM berbasis ekspor. Secara eksplisit identifikasinya terlihat pada tabel berikut: Tabel 3 Kompetensi masing-masing Rantai Nilai dari UKM Serenan, Klaten RANTAI NILAI
KOMPETENSI Pasokan berlimpah
BAHAN BAKU Bisa diperbaharui
Tenaga Kerja berlimpah
PROSES
Keterampilan
Desain
Inovasi
Kualitas HASIL AKHIR Desain
PEMASARAN
Manajemen Distribusi
KONSUMEN
Kualitas
KETERANGAN Pasokan bahan baku melimpah meski tidak harus tersedia di sekitar daerah, misalnya dari Jepara dan Bojonegoro serta dari daerah lain luar jawa Kondisi pasokan yang melimpah juga diikuti dengan fakta bahwa bahan baku ini dapat diperbaharui secara sistematis dan berkelanjutan Produksi mebel dan ukir di Serenan, Klaten bisa dikerjakan dalam lingkup rumah tangga dan cenderung turun – temurun sehingga ketersediaan SDM sangat berlimpah Aspek ketrampilan tidak perlu diragukan lagi karena sifatnya yang sudah turun temurun dan karenanya aspek efisiensi dan produktifitas telah menjadi acuan dasar dalam produksinya Desain bisa dengan mudah disesuaikan menurut pesanan dan karenanya ketrampilan ini terkait turun temurun maka generasi baru bisa juga menelorkan desain-desain yang baru Keterkaitan antara desain dan inovasi sangatlah kuat karena selain dukungan berbagai pelatihan juga adanya berbagai pameran yang dilaksanakan memacu inovasi baru Kualitas cenderung terus meningkat karena adanya dukungan bahan baku dan juga aspek ketrampilan serta ketersediaan SDM yang berlimpah Desain bisa dengan mudah disesuaikan menurut pesanan dan karenanya ketrampilan ini terkait turun temurun maka generasi baru bisa juga menelorkan desain-desain baru Dukungan manajemen distribusi yang terintegrasi dan peran aktif dalam berbagai pameran memberi andil bagi aspek pemasaran dan distribusi atas hasil akhir Kualitas cenderung terus meningkat karena adanya dukungan bahan baku dan aspek ketrampilan serta ketersediaan SDM yang berlimpah sehingga persepsi konsumen cenderung baik
Beberapa hal inti permasalahan tentang aspek pemasaran dari prosuk klaster UKM di Serenan tersebut dapat dirinci sebagai berikut: 1.
2. 3.
Persoalan Technical Barier and Trade (TBT): Kasus-kasus penolakan ekspor produk perkayuan asal Indonesia dengan alasan TBT sebagian besar karena faktor labelling yang dinilai membingungkan konsumen atau tidak mengikuti standar internasional. Selain itu, ada beberapa kasus dengan alasan mutu. Persoalan Tarif: kasus ini juga banyak dialami oleh negara lain dan juga terjadi pada sejumlah komoditas, bukan hanya dibidang perkayuan Persoalan harga: fluktuasi permintaan penawaran produk perkayuan dunia juga memicu fluktuasi harga yang disebabkan berbagai faktor misal seperti kekurangan pasokan di musim tertentu atau over supply di musim lain. Untuk beberapa produk tertentu menurunnya daya saing di pasar global karena faktor harga. Hal ini disebabkan tingginya inefisiensi di semua sub-sistem dalam rangkaian sub-sistem yang ada. Inefisiensi ini terjadi mulai dari pengadaan sarana produksi, pengolahan, pasca produksi juga biaya transportasi. Disamping itu perlambatan ekonomi global juga ikut mendorong penurunan nyata terhadap permintaan dan penurunan harga produk. 148
Seminar Nasional Aplikasi Sains dan Teknologi 2008 – IST AKPRIND Yogyakarta
Dari permasalahan itu membangun sinergi pengembangan produk adalah untuk mewujudkan usaha pemasaran hasil perkayuan, terutama dari klaster UKM yang tangguh, berdaya saing dan berkelanjutan untuk kesejahteraan. Tangguh dalam arti bahwa produk hasil perkayuan unggul di persaingan. Berdaya saing berarti produk hasil perkayuan dilaksanakan dengan mengintergrasikan 4 komponen inti pemasaran yaitu product, price, place, dan juga promotion. Berkelanjutan berarti produk hasil perkayuan lebih berorientasi jangka panjang. Untuk mencapai tujuan dari membangun sinergi pengembangan produk hasil perkayuan, maka hal yang harus dilaksanakan antara lain: 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Memfasilitasi berkembangnya pasar domestik dan internasional Memfasilitasi-mendorong penumbuhkembangan usaha dibidang pemasaran Menfasilitasi pengembangan infrastruktur (sarana - prasarana) pemasaran. Pengembangan sistim informasi pasar melalui peningkatan kemampuan market intelligent. Menfasilitasi promosi dan membangun brand image produk. Meningkatkan kemampuan diplomasi dan negosiasi dalam pemasaran.
Membangun sinergi pengembangan produk perkayuan, termasuk dari klaster UKM di Serenan menghadapi berbagai tantangan adanya perubahan lingkungan strategis misalnya: 1. 2.
3. 4. 5.
6. 7.
8.
Perubahan lingkungan global, baik itu karena pengaruh liberalisasi maupun karena perubahan fundamental dalam pasar produk perkayuan global. Perubahan permintaan yang menuntut tingkat kualitas tinggi, kuantitas besar, ukuran seragam, ramah lingkungan, kontinuitas produk dan penyampaiannya tepat waktu serta harga yang kompetitif. Perlu mengetahui perkembangan preferensi pasar, termasuk meningkatnya tuntutan konsumen akan produk ramah lingkungan dan keamanan produk-produk perkayuan. Kecenderungan isu-isu kelestarian alam, lingkungan dan hak-hak asasi manusia dalam perdagangan. Munculnya pesaing yang menghasilkan produk sejenis dan produk substitusi merupakan tantangan bagi pengembangan produk perkayuan dari Indonesia, baik di dalam negeri atau di negara-negara tujuan ekspor tradisional maupun negara-negara tujuan ekspor baru. Perubahan lingkungsn strategis baik secara regional - global misal ketentuan WTO dibidang perkayuan dan perjanjian lewat AFTA, Pengembangan perjanjian bilateral bidang pemasaran (counter trade atau imbal dagang). Perjanjian bilateral dibidang perdagangan produk perkayuan perlu dilakukan berdasar win-win solution, untuk itu diperlukan kemampuan lobi dan negosiasi perlu terus ditingkatkan disamping upaya menghasilkan produk yang sesuai permintaan pasar. Yang perlu diperhatikan dalam mengembangkan ekspor produk perkayuan pada semua lini dilingkungan strategis itu adalah: adanya persyaratan mutu, antisipisasi secara cermat atas dinamika perubahan pasar (misalnya analisa persaingan - analisa suplai demand), pengembangan produk sesuai dengan permintaan pasar, perbaikan manajemen distribusi, jaminan suplai, jaringan pemasaran dan peningkatan promosi.
C. EKSISTENSI UKM DAN URGENSI KLUSTER 1. Definisi Klaster Meski istilah kluster menjadi popular akhir-akhir ini, suatu pemahaman tentang istilah ini tidak mudah didefinisikan. Suatu definisi kerja sering diberikan sebagai “pemusatan geografis industriindustri terkait dan kelembagaanya”. Mengingat definisi ini tidak secara jelas mengidentifikasikan batas-batas geografis, sehingga meninggalkan sisi keluwesan dalam mengidentifikasi manfaat dikaitkan dengan sifat daripada program tersebut. Klaster dipelajari dari berbagai prespektif. Dari segi strategi bisnis, klaster diindentifikasikan atas daerah yang luas disepanjang pertalian-pertalian industri (Brata, 2003 dan Soetrisno, 2003). Sebaliknya, ditinjau dari segi studi pembangunan bahwa kepentingan yang besar diletakkan pada kedekatan geografis, dengan menyoroti sisi kelemahan pertalian industri tersebut di negara berkembang. Sudah barang tentu kedekatan geografis secara tradisional dipandang sebagai faktor yang paling penting dalam memberi kontribusi terhadap ekonomi eksternal. Namun demikian, pembangunan sarana transportasi - telekomunikasi mengurangi maka pentingnya kedekatan geografis. Para peneliti sekarang sepakat tentang pentingnya mengidentifikasi pertalian-pertalian tanpa mempertimbangkan batas-batas klaster (Nssah, 2002). 149
Seminar Nasional Aplikasi Sains dan Teknologi 2008 – IST AKPRIND Yogyakarta
Klaster di Indonesia sinonim dengan suatu kluster. Menurut data sensus tahun 1996 terdapat 10.000 klaster di Indonesia, 80 % daripadanya mempunyai kurang dari 50 usaha. Jumlah usaha-usaha dalam suatu klaster, untuk beberapa jumlah tertentu, merupakan suatu indikator implisit ukuran pasar. Bisa dikatakan bahwa semakin besar klaster, semakin besar pentingnya bagi ekonomi regional. Meski kluster-kluster dan klaster tidak perlu sinonim, tapi pembahasan ini memusatkan pada penguatan kapasitas kolekstif diantara UKM-UKM di dalam klaster. 2. Pendekatan Penguatan Klaster Ada 2 pendekatan terhadap pengembangan klaster. Pendekatan yang pertama menargetkan pada daya saing industrial melalui penguatan pertalian-pertalian diantara industri-industri dan lembaga terkait dengan sedikit penekanan pada pemusatan geografis (Rahayu, 2005). Pendekatan yang lain justru berupaya memaksimumkan “ekonomi eksternal” yang muncul dari pemusatan geografis UKM-UKM yang beroperasi di dalam sektor yang sama (Sanusi, 2004). Program-program promosi klaster dipandang lebih menguntungkan dibandingkan dengan program-program usaha-usaha individual, tidak hanya karena efesiensi biayanya tapi juga ekonomi eksternal yang memberikan rentang keuntungan bagi klaster (Kuncoro, 2002). Usaha-usaha klaster dapat memperoleh berbagai nilai keuntungan yang bisa ditingkatkan jika mereka aktif meneruskan (Murphy, 2000). Sebagai contoh, pemusatan geografis UKM dalam klaster akan bisa memacu kesadaran usaha-usaha memasok produk-produk yang diperlukan. UKM-UKM di dalam klaster kemudian berada pada posisi yang lebih menguntungkan untuk mendapatkan pesanan (Nasution, 2002). Pemasaran dan pembelian bersama merupakan contoh tipikal dari tindakan kolektif. Dalam upaya lebih meningkatkan kapasitas kolektif UKM dalam klaster, maka pertalian-pertalian intern disamping juga pertalian-pertalian ekstern dengan pihak-pihak yang berkepentingan diluar hendaknya dipromosikan (Sallatu dan Suhab, 2003). 3. Klaster Dinamis Tidak seperti definisi tentang klaster, sedikit peneliti telah mendefinisikan dengan jelas klaster dinamis, misalnya model berlian dari Michael Porter (1990) dan model Michael Best (1999) yang sering dijadikan rujukan. Model berlian Porter mengidentifikasi empat penentu yang mengarah kepada daya saing industri. Keempat penentu itu: a). Faktor yang dipersyaratkan (faktor-faktor produksi yang dipersyaratkan seperti bahan baku, buruh, prasarana), b). Keadaan-keadaan permintaan dalam negeri (kualitas permintaan nasional), c). Industri terkait dan pendukung (keberadaan industri terkait yang bersaing), d). Strategi, struktur dan lawan perusahan. Best (1999) menyelidiki model berlian dan prosesnya menuju ke klaster dinamis. Model Best menyatakan proses tersebut diawali dari munculnya perusahaan yang berkembang, yang gilirannya secara teknologi menuju ke suatu klaster spin-off. Meskipun suatu klaster secara keseluruhan menunjukkan beragam teknologi, ia tetap mempertahankan sifat sistim keterbukaannya dan merangsang usaha lain. Sebagai hasil, selanjutnya masing-masing UKM mendemonstrasikan keunggulannya di dalam proses produksi dan teknologi (Watterberg, dkk, 1999). H. DAFTAR PUSTAKA Akita, T dan A. Alisjahbana, (2002), Regional income inequality in Indonesia and the initial impact of the economic crisis, Bulletin of Indonesian Economic Studies 38 (2), hal. 201 - 222. Aminudin, T (2003), Studi pengembangan industri kecil di Daerah Istimewa Yogyakarta, http://pl.lib.itb.ac.id Ayyagari, M., (2003), Small and medium enterprises across the Globe, Policy Research Working Paper, The Work Bank. Azis, I. J., (1994), Ilmu ekonomi regional dan beberapa penerapannya di Indonesia, Jakarta, LP-FEUI. Beik, I.S (2003), Menuju pengembangan UKM, http://www.pesantrenvirtual.com Berry, A., E. Rodriquez, dan H. Sandeem, (2001), Small and medium enterprises dynamics in Indonesia, Bulletin of Indonesian Economic Studies, 37 (3): hal. 363 - 384. Best, M (1999), Cluster dynamics in theory and practise: Singapore/Johor dan penang Electronic. UNINDO/ISIS Brata, A.G (2003), Distribusi spasial UKM di masa krisis ekonomi, Jurnal Ekonomi Rakyat, Tahun II, No.8, Nopember, http://www.ekonomirakyat.org/edisi_20/ Dirjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Departemen Pertanian (2006) Evaluasi kinerja dirjen pengolahan dan pemasaran hasil pertanian tahun 2005, Jakarta. 150
Seminar Nasional Aplikasi Sains dan Teknologi 2008 – IST AKPRIND Yogyakarta
Direktorat Jendral Pemberdayaan UKM dan Koperasi (2004), Hasil survey penilaian iklim usaha dan Business Development Services (BDS), Jakarta. Devarajan, S., (2002), Goals for development, Policy Research Working Paper, The Work Bank. Gradstein, M., (2003), Governance and economic growth, Policy Research Working Paper, The Work Bank. Hill, H., (1996), Transformasi ekonomi Indonesia sejak 1966: Sebuah studi kritis dan komprehensif, Yogyakarta, PAU-UGM dan Tiara Wacana. Kompas, (2001), Memupuk UKM, menuai pemulihan ekonomi, 14 Desember. Kuncoro, M., (2002a), Analisis spasial dan regional: Studi aglomerasi dan kluster industri Indonesia, Yogyakarta: UPP AMP YKPN. -------- (2002b), A quest for industrial districts: An empirical study of manufacturing industries in Java, Makalah disajikan dalam lokakarya Economic Growth and Institutional Change in Indonesia th th during the 19 and 20 Centuries, Amsterdam 25-26 Februari. Murphy, D., (2000), Membangun organisasi rakyat, URM-Indonesia, Jakarta. Nasution, A., (2003), Strategi pembangunan ekonomi baru, Makalah Dipresentasikan pada Kongres ISEI XV di Malang, 13-15 Juli 2003. Nssah, E., (2002), Assessing the distribution impact of public policy, Policy Research Working Paper, The Work Bank. Rahayu, SL (2005), Analisis peranan perusahaan modal ventura dalam mengembangkan UKM di Indonesia, Kajian Ekonomi dan Keuangan, Edisi Khusus November 2005. Sanusi, Anwar (2004), Tingginya parokialism institusi: Sebuah kasus pengembangan koperasi dan UKM Indonesia, INOVASI Vol.1/XVI/Agustus 2004 Sallatu, A.M dan Suhab, S (2003), Pemberdayaan ekonomi rakyat: Pergulatan mewujudkan keadilan sosial di era otda, Jurnal Analisis, Vol. 1, No.1, September. Soetrisno, N., (2003), Kewirausahaan dalam pengembangan UKM di Indonesia, Makalah Dipresentasikan pada Kongres ISEI XV di Malang, 13-15 Juli 2003. Sugarmansyah, U., Dharmawan, Hartaya, Ruki savianto, Irawan Santoso (2003), Analisis difusi inovasi tekhnologi pengecoran logam di industri kecil dan menengah Klaten – Ceper: Tinjauan dari aspek kebijakan, http://www.iptek.net.id Suriadinata, YS., Pramono, T, dan Kailani, IA (2003), Penelitian penggunaan teknologi informasi dan komunikasi oleh UKM eksportir di Indonesia: kasus di Medan, Bandar Lampung, Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Surabaya, Denpasar dan Makasar, USAID, Indonesia. Tambunan, M., (2000), Membangun ekonomi daerah yang kompetitif dan efisien dalam rangka pemulihan ekonomi nasional untuk memperkokoh kesatuan bangsa, Prosiding Kongres ISEI XIV Makassar, Cess, Jakarta. Watterberg, A., S. Sumarto, L. Prittchett. (1999), A national snapshot of the social impact of Indonesia’s crisis, Bulletin of Indonesian Economic Studies, Vol 35 No 3, hal. 145 - 152.
151