Prosiding Seminar Nasional Pendidikan : Tema “Peningkatan Kualitas Peserta didik Melalui Implementasi Pembelajaran Abad 21” Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Sidoarjo. 24 Oktober 2015 ISBN 978-602-70216-1-7
MEMBANGUN KELAS LITERAT BERBASIS PENDIDIKAN LINGKUNGAN HIDUP UNTUK MELATIHKAN KEMAMPUAN LITERASI SISWA DI SEKOLAH DASAR
Slamet Widodo*, Gio M. Johan**, dan Dyoty A. V. Ghasya*** Program Pascasarjana, Universitas Negeri Surabaya Surel :
[email protected] Abstrak Kajian konseptual ini bersifat studi kepustakaan. Didalamnya terdapat beragam konsep yang saling terkait dan dibahas untuk memeroleh gagasan utuh mengenai kelas literat, pendidikan lingkungan hidup yang dimanfaatkan untuk melatihkan kemampuan literasi siswa di sekolah dasar. Literasi dalam perspektif sederhana memiliki pengertian sebagai kemampuan atau kompetensi yang dimiliki seseorang dalam hal membaca dan menulis. Dewasa ini literasi telah dipandang sebagai suatu kebutuhan yang mutlak dikuasai oleh setiap individu, dalam hal ini termasuk siswa di sekolah dasar. Kompetensi literasi pada kelas rendah, pembelajaran literasi lebih ditekankan pada pembangunan pondasi dasar kemampuan siswa. Siswa ditekankan pada pengenalan simbol, gambar ataupun huruf. Sedangkan yang ditetapkan pada kelas tinggi, siswa diajarkan untuk dapat melakukan analisis secara kritis. Seperti melakukan wawancara, pengamatan lingkungan, menulis laporan, dan melakukan observasi. Siswa melakukan dengan cara membuat tulisan pada buku laporan, mempresentasikan di depan kelas, ataupun memajang hasil observasi di rung kelas yang telah disediakan.Pendidikan lingkungan hidup dipandang sebagai suatu langkah solutif dalam mengatasi lemahnya literasi dan penanaman peduli lingkungan yang dilakukan kepada siswa sejak dini. Pendidikan lingkungan hidup diintegrasikan dalam pembelajaran yang menunjang kemampuan literasi siswa. Demikian pada akhirnya untuk mengembangkan kelas literat yang dapat menunjang kemampuan literasi dengan berbasis pendidikan lingkungan hidup dibutuhkan persiapan yang matang, baik dari pengkondisian siswa, lingkungan belajar, serta partisipasi aktif setiap komponen pendidikan. Kata kunci : kelas literat, pendidikan lingkungan hidup, kemampuan literasi Abstract This conceptual study is a literature study. It includes various interrelated concepts which are discussed to obtain the whole idea about literati class; environment education to accustom the students’ literacy skills in primary schools. In simple perspective, literacy means the ability or competence of a person in terms of reading and writing. Recently, literacy has been viewed as an absolute need to be majored by each individual, in this case, including students in elementary school. Literacy competency in lower levels emphasizes the literacy learning more on the development of the basic foundations of students’ ability. That students’ ability is focused on the introduction of symbols, pictures or letters. Meanwhile, literacy in higher levels emphasizes on teaching students to critically analyze such as conducting interviews, observing the environment, writing reports, and doing such observations. Students could make written report, present their activity in front of the class, or display the results of their observations in the classroom.Enviroment education is considered as a solution to cope with literacy problem and the implant of environment care toward students earlier. Environment education is integrated in teaching and learning activity which supports the students’ literacy skills. Therefore, developing a literati class based on environment education needs enough preparation including conditioning students, the learning environment, and active participation of every component of education. Keywords:literat class, enviroment education, literacy ability.
karena itu, banyak negara khususnya negara maju atau berkembang menjadikan kemampuan literasi sebagai agenda utama pembangunan sumber daya manusia yang mampu bersaing dalam era modern. Literasi secara tradisi dimaknai sebagai kemampuan menggunakan bahasa untuk membaca dan menulis. Dalam konteks modern, literasi merujuk kemampuan membaca dan menulis pada
PENDAHULUAN Literasi dipandang oleh masyarakat maju sebagai kebutuhan yang sangat penting bagi setiap manusia sebagai warga masyarakat dunia yang bergerak dengan sangat cepat. Sebagian besar para pakar pendidikan menganggap kemampuan literasi sebagai suatu hak asasi warga negara yang wajib difasilitasi oleh negara selaku penyelenggara proses pendidikan. Oleh
60
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan : Tema “Peningkatan Kualitas Peserta didik Melalui Implementasi Pembelajaran Abad 21” Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Sidoarjo. 24 Oktober 2015 ISBN 978-602-70216-1-7
tahap yang memadai untuk berkomunikasi dalam suatu masyarakat yang literat. Lingkungan kelas yang literat adalah lingkungan kelas yang kaya dengan media kebahasaan dan cetakan (USAID Prioritas, 2014). Lingkungan kelas yang literat dapat ditunjukkan oleh adanya beragam tulisan yang dapat dibaca oleh siswa, baik yang ditempel di dinding, di papan tulis maupun dalam bentuk buku-buku yang dipajang. Kelas yang literat diperlukan guna membentuk siswa menjadi ganerasi memiliki kemahirwacanaan yang mumpuni. Gerakan gemar membaca merupakan salah satu upaya yang mampu ditanamkan kepada siswa, khususnya di lingkungan sekolah. Hal ini tentu berkaitan dengan sistem ataupun kebijakan sekolah agar dapat turut serta mengembangkan kemampuan literasi. Sekolah sebagai wahana pendidikan sudah selayaknya dapat menjadi lahan pengasah kemampuan literasi siswa. Mulai dari sekolah dasar, siswa mulai diperkenalkan atau dibiasakan dengan bacaan. Dengan membaca buku-buku, koran, majalah, dan sebagainya. Hal ini akan membantu mengasah daya nalar sekaligus menumbuhkan minat baca. Kemampuan literasi siswa disekolah dasar merupakan kemampuan yang diajarkan dalam semua bidang.Di sekolah dasar pada umumnya mencangkup semua rumpun ilmu. Karena siswa perlu mempuyai kemampuan literasi secara lengkap yag menggambarkan keseluruhan bidang ilmu. Walupun nantinya tidak semua ilmu menjadi diminati dan diperdalam dalam tingkatan selanjutnya. Tetapi siswa akan memiliki pengetahuan yang cukup dalam mempertimbangkanya. Di sekolah dasar menjadi sangat penting untuk diajarkan, mengingat kemampuan literasi pada tingkat sekolah dasar akan
menentukan bagaimana kualitas diri akan dikembangkan. Literasi di sekolah dasar mencakup segala hal bidang ilmu, baik bahasa, sosial, matematika, maupun IPA.Kemampuan literasi tersebut biasanya diajarkan mengikuti dengan perkembangan kurikulum yang ditetapkan pemerintah.Pengajaran literasi pada saat ini mengikuti kurikulum 2013, dimana pembelajaran tidak lagi memperlihatkan sekat atau batas bidang keilmuan.Melainkan diajarkan secara terpadu dalam bentuk tema-tema.Pada dasarnya kemampuan literasi adalah bagaimana membelajarkan siswa agar rajin membaca dan menulis. Dalam hal ini maka diperlukan kreativitas guru dalam menentukan cara yang efektif dan efisien. Sesuai data dari PISA, kemampuan literasi siswa Indonesia rata-rata masih terendah. Seperti literasi sain dan matematika, peserta didik usia 15 tahun berada di ranking ke 38 dari 40 negara peserta, bahkan untuk literasi membaca berada di posisi ke 39 (OECD, 2004). Pada tahun 2006 prestasi literasi membaca siswa Indonesia berada pada peringkat ke 48 dari 56 negara, literasi matematika berada pada peringkat ke 50 dari 57 negara, dan literasi sains berada pada peringkat ke-50 dari 57 negara (OECD, 2007). Data dariProgress in International Reading Literacy Study (PIRLS) tahun 2006 dalam bidang membaca pada anak-anak kelas IV sekolah dasar di seluruh dunia di bawah koordinasi The International Association for the Evaluation of Educational Achievement (IEA) yang dikuti 45 negara atau negara bagian, baik berasal dari negara maju maupun dari negara berkembang, hasilnya memperlihatkan bahwa peserta didik Indonesia berada pada peringkat ke 41 (OECD, 2006).Oleh karena itu, sangat perlu
61
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan : Tema “Peningkatan Kualitas Peserta didik Melalui Implementasi Pembelajaran Abad 21” Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Sidoarjo. 24 Oktober 2015 ISBN 978-602-70216-1-7
Kemampuan Dasar
mengembangkan literasi di sekolah dengan berbasis lingkungan hidup yakni dengan meleburkannya ke dalam keseharian siswa.Melihat kondisi sekitar yang bisa dibilang penuh dengan permasalahan lingkungan. Seperti akhirakhir ini media memberitakan Indonesia kebaran hutan yang mengakibatkan asap yang parah. Bahkan asapnya sampai negara tetangga seperti singapura dan Malaysia, BBC Indonesia (11/09/2015). Hal ini ditengarai dengan rendahnya pengetahuan tentang pentingnya literasi.Maka sejak awal terutama tingkat sekolah dasar perlu dibiasakan dan dibelajarkanliterasi berbasis lingkungan hidup sejak dini supaya ketika sudah di masyarakat dapat mengetahui dan memahami bagimana caranya menjadi masyarakat yang baik. Melalui pembelajaran literasi berbasis lingkungan hidup, diharapkan para siswa memiliki tingkat pemahaman dan kemampuan berpikir secara kritis dan peka terhadap perubahan lingkungan. Agar siswa memiliki kemampuan tersebut, suasana kelas tempat mereka belajar harus dapat merangsang mereka untuk terlibat dalam kegiatan membaca dan menulis. Kelas harus memberikan suasana menyenangkan dan nyaman bagi siswa agar mereka bersemangat dalam belajar.Hal tersebut dapat dipandang sebagai suatu langkah alternatif dalam melatihkan kemahirwacanaan yakni dengan membangun kelas yang literat berbasis pendidikan lingkungan hidup untuk melatihkan kemampuan literasi siswa di sekolah dasar. Dengan mendayagunakan lingkungan sebagai wahana belajar untuk melatihkan kemahirwacanaan siswa melalui pengadaan sarana sekaligus pengembangan media-media yang inovatif dan menunjang kemampuan literasi yang relevan dengan perkembangan siswa sekolah dasar.
Literasi
Siswa
Sekolah
Kemampuan literasi siswa disekolah dasar merupakan kemampuan yang diajarkan dalam semua bidang.Di sekolah dasar pada umumnya mencakup semua rumpun ilmu.Karena siswa perlu mempuyai kemampuan literasi secara lengkap yang menggambarkan keseluruhan bidang ilmu.Walaupun nantinya tidak semua ilmu menjadi diminati dan diperdalam dalam tingkatan selanjutnya. Tetapi siswa akan memiliki pengetahuan yang cukup dalam mempertimbangkanya. Di sekolah dasar menjadi sangat penting untuk diajarkan, mengingat kemampuan literasi pada tingkat sekolah dasar akan menentukan bagaimana kualitas diri akan dikembangkan. Literasi di sekolah dasar mencakup segala hal bidang ilmu, baik bahasa, sosial, matematika, maupun IPA.Kemampuan literasi tersebut biasanya diajarkan mengikuti dengan perkembangan kurikulum yang ditetapkan pemerintah.Pengajaran literasi pada saat ini mengikuti kurikulum 2013, dimana pembelajaran tidak lagi memperlihatkan sekat atau batas bidang keilmuan.Melainkan diajarkan secara terpadu dalam bentuk tema-tema. Pada dasarnya kemampuan literasi adalah bagaimana membelajarkan siswa agar rajin membaca. Dalam hal ini maka diperlukan kreativitas guru dalam menentukan cara yang efektif dan efisien. Pada umumnya di sekolah dasar kemampuan literasi dibedakan menjadi dua, pertama kemampuan literasi pada siswa kelas rendah dan yang kedua kemampuan literasi kelas tinggi. pada kelas rendah terdiri dari kelas 1, 2, dan 3, sedangkan literasi kelas tinggi terdiri dari kelas 4, 5, dan 6. Dalam mengelola kelas literasi harus melihat karakteristik peserta didik, situasi dan kondisi kelas,
62
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan : Tema “Peningkatan Kualitas Peserta didik Melalui Implementasi Pembelajaran Abad 21” Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Sidoarjo. 24 Oktober 2015 ISBN 978-602-70216-1-7
serta ketersediaan bahan maupun alat pendukung kelas literasi. Tujuanya untuk mempermudah proses perencanaan maupun proses penerapan literasi di kelas. Penerapan literasi di kelas membutuhkan kreativitas guru dalam mengelolanya. Guru dapat mendesain ruang kelas yang mencerminkan kelas literasi. Seperti menaruh pot tanaman di sudut ruangan, membuat media gambar yang disertai tulisan di dinding kelas, ataupun menaruh media di tempat yang memunginkan di kelas contohnya globe, peta, dan sejenisnya.Kelas dapat dilakukan perbaruan media ataupun tulisan literasi yang mencerminkan tema pelajaran.Perbaruan tersebut dapat dilakukan setiap tiga bulan sekali ataupun mengikuti pergantian tema pelajaranya. Sedangkan untuk mendukung kelas yang telah didesain berbasis lingkungan hidup. Guru harus menerapkan strategi, model, dan metode pembelajaran yang menenekankan aktivitas siswa menjadi lebih aktif. Guru harus memberikan kesempatan kepada siswa untuk aktif membaca dalam semua bidang pelajaran sesuai dengan temanya. Dengan demikian desain kelas yang telah dirancang akan dapat diterapkan guru pada saat pembelajaran berlangsung. Kelas rendah maupun kelas tinggi harus dibuat kesepakatan antara guru dengan siswa.Supaya usaha keras yang telah dilakukan guru dapat didukung oleh semua warga sekolah khususnya para siswa.kesepakatan tersebut dapat berupa aturan atau kesepakatan untuk menjaga dan merawat desain ruang kelas literasi. Hasil kesepakatan dapat ditekankan pada saat pembelajaran atau mungkin ditulis dalam kertas yang rapi dan di tempel di dinding kelas yang strategis.
Dalam menanamkan konsep lingkungan hidup, terutama literasi siswa. Guru membawa siswa kepada keadaan lingkungan sekitar siswa. sesuai dengan tema pelajaran, guru harus kreatif memasukkan konsep lingkungan hidup ke dalam tema pelajaran. Agar lebih menguatkan siswa tentang pentingnya nilai lingkungan hidup, siswa disuruh membawa contoh bukti nyata tentang contoh-contoh lingkungan disekitar.Tidak perlu jauh-jauh mencari contoh, untuk tingkatan sekolah dasar guru cukup mengenalkan lingkungan sekitarnya.Akan tetapi jika jika guru dapat memberikan contoh lingkungan yang global itu dapat menambah wawasan dan pengetahuan literasi siswa.zaman sekarang tidaklah sulit mencari contoh tersebut, dapat dicari di media cetak seperti Koran, tabloid atau buku-buku yang relevan, dapat juga dicari di media elektronik seperti radio, televisi, ataupun komputer. Pada kelas rendah pembelajaran literasi lebih ditekankan pada pembangunan pondasi dasar kemampuan siswa.siswa ditekankan pada pengenalan simbol, gambar ataupun huruf. Siswa dikenalkan secara bertahap mulai yang mudah ke tingkat yang lebih sulit. Pentingnya penekanan ini supaya pada tingkat kelas selanjutnya siswa akan semakin mudah menyerap pelajaranpelajaran. Karena sebelumnya siswa sudah memiliki dasar yang kuat pada kelas rendah.Hal ini sesuai dengan pernyataan Akhadiah, dkk.(1993) Pengajaran membaca permulaan lebih ditekankan pada pengembangan kemampuan dasar membaca.Siswa dituntut mampu menyuarakan huruf, suku kata, kata, dan kalimat yang disajikan dalam bentuk tulisan ke dalam bentuk lisan.MenurutTimPengembangan Kurikulum (2013) ada kompetensi yang disarankan pada kelas rendah,yaitu seperti pada tabel di halaman berikutnya.
63
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan : Tema “Peningkatan Kualitas Peserta didik Melalui Implementasi Pembelajaran Abad 21” Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Sidoarjo. 24 Oktober 2015 ISBN 978-602-70216-1-7 Tabel 1. Kompetensi Literasi Kelas Rendah Membaca Menulis Mengenal bentuk Menulis huruf huruf Menulis kata dan Membaca kata, kalimat sederhana dan kalimat Menulis teks dengan nyaring terimaksih dan diri Membaca dan sendiri membedakan Semangat menulis huruf dengan kata dan kalimat benar Mengenal simbol dan membaca kalimat sederhana Teknik membaca yang benar
Menyimak Menyimak sederhana teks yang dibacakan Menyimak baacaan cerita diri atau keluarga Menyimak untuk menghargai orang lain
Siswa kelas rendah yang masih tahap proses pengenalan huruf, untuk membelajarkan literasi berbasis lingkungan hidup siswa diminta menyebutkan contoh-contoh yang ada disekitarnya. Contoh yang telah disebutkan siswa, guru membuat medianya yang sesuai.Setelah itu guru menempel ataupun melatkkanya di ruang kelas yang strategis.Dari media tersebut guru mengajarkan membaca, mengenal gambar, simbol, huruf, kata ataupun kalimat.Selain dalam pembelajaran, siswa perlu diberikan pembelajaran di lapangan atau praktek langsung.Dapat dilakukan di kelas ataupun program sekolah, seperti membersihkan kelas, jumat hari kerja bakti ataupun praktek menanam tanaman, pohon, bunga, memberi pupuk, menyiram, membuah sampah pada tempatnya. Agar penekanan siswa lebih kuat, tempat-tempat strategis perlu diberi kata atau kalimat yang mencerminkan literasi berbasis lingkungan hidup.Contohnya di samping kotak sampah di beri tulisan “buanglah sampah di sini”.Kelas rendah lebih membutuhkan cara-cara sederhana dalam menanamkan literasi berbasis lingkungan hidup.Dimulai dari diri sendiri, lingungan keluarga, lingkungan sekolah, dan masyarakat sekitar.Anak dibiasakan untuk melakukan hal-hal
Berbicara Berbicara pengenalan diri dan keluarga Berbicara yang tepat pengucapanya Membaca tulisan resmi dan tidak resmi Menirukan berbagai bentuk bunyi Menggunakan kosakata yang tepat Menanggapai pertanyaan
kecil, tetapi manfaat dan pengaruhnya dapat membangun pondasi dasar sebelum akhirnya dibiasakan ke hal-hal besar sehingga siswa mampu memahami bagaimana pentingnya literasi lingkungan hidup. Mulai mengenal udara yang baik, tanah yang subur, memakai pakaian yang benar, cara menyikat gigi yang benar, cara mencuci tangan, dan sebagainya. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Piaget yang mendeskripsikan tahapan perkembangan kognitif siswa kelas rendah adalah konkret operasional.Pada tahap ini anak mampu berpikir terhadap kuantitas benda dan sifat kualitas benda tersebut.Siswa sudah dapat menyebutkan jumlah benda walupun mungkin belum bisa menyebutkan simbolnya. Oleh karena itu, guru harus mengkombinasikan tahapan perkembangan siswa dengan materi yang akan diajarkan. Supaya apa yang diajarkan siswa sesuai dengan tingkat perkembangan kognitifnya.Sebelum anak dibiasakan untuk literasi, pada kelas rendah perlu dibiasakan cara-cara sederhana dalam membaca, seperti buku apa yang harus dibaca, kapan waktu yang baik untuk membaca, cara membaca buku yang benar, memegang buku, membaca dari masing-masing paragraph dan lain-lain
64
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan : Tema “Peningkatan Kualitas Peserta didik Melalui Implementasi Pembelajaran Abad 21” Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Sidoarjo. 24 Oktober 2015 ISBN 978-602-70216-1-7
agar siswa memiliki dasar-dasar kemampuan dalam memulai kebiasaan membaca. Menurut Zuchdi dan Budiasih (1996) membaca permulaan diberikan secara bertahap, yakni pramembaca dan membaca. Pada tahap pramembaca, siswa diajarkan dan dibiasakan untuk melakukan; Sikap duduk yang baik pada waktu membaca, cara meletakkan buku di meja, cara memegang buku, cara membuka dan membalik halaman buku, dan melihat dan memperhatikan tulisan. Pembelajaran literasi berbasis lingkungan hidup pada kelas permulaan tidak hanya sebatas pada pengenalan membaca ataupun menulis.Akan tetapi siswa diajak secara langsung bagaimana menerapkan kemampuan yang telah diperolehnya. Guru terlebih dahulu memberikan contoh atau pemodelan bagaimana menerapkanya. Kemudian diikuti siswa secara bersama-sama. Untuk menilai dan mengecek pemahaman siswa terhadap pemahaman literasi siswa, guru dapat mengajukan pertanyaan secara acak dan melakukan diskusi bersama-sama ketika proses pembelajaran berlangsung. Hal ini sesuai dengan USAID (2014) menyatakan bahwa mengajak siswa berdiskusi, membicarakanberbagai hal, bertanya atau meminta siswa berpendapat merupakan media bahasa lisan yang dapat mengembangkan keterampilan berbicara, mendengarkan, serta menambah kosakata yang akan membantu siswa dalam membaca dan menulis.Lebih tepatnya guru bersama siswa mengawasi pengamalan langsung literasi berbasis lingkungan hidup ketika berada di lingkungan sekolah.Sedangkan untuk mengetahui penerapanya di rumah dan masyarakat maka sekolah perlu mengadakan sosialisasi kepada penduduk dan wali atau orang tua siswa dalam mendukung terciptanya literasi siswa berbasis lingkungan hidup.
Sedangkan untuk mengetahui dan menilai kemampuan literasi siswa, guru harus menyediakan bacaan berbasis lingkungan disertai dengan pertanyaanpertanyaan seputar bacaan tadi.Sejalan dengan hal itu dalam buku USAID (2014) menyatakan bahwa kemampuan membaca siswa biasanya dinilai melalui pertanyaan-pertanyaan yang diajukan berdasarkan bacaan.Pertanyaan yang dibuat harus mengarah pada pemahaman ataupun keterampilan yang telah siswa peroleh sebelumnya.Masing-masing pertanyaan disediakan indikator ketercapaianya dan dilengkapi pula rubrik penilaian.dari hasil nilai yang diperoleh dapat dijadikan guru sebagai bahan evaluasi, sehingga penentuan strategi pada pembelajara selanjutnya dapat direncanakan dengan baik. Sedangkan di kelas tinggi kemampuan literasi siswa diajarkan dengan tujuan untuk memiliki tingkat berpikir yang tinggi.berbeda dengan kelas rendah, pada kelas tinggi siswa sudah dapat diajak berpikir untuk menyelesaiakan masalah-masalah yang membutuhkan ide atau pendapat. Pembelajaran lebih di tekankan untuk dapat menyelesaikan masalah sehari-hari.Karena kelas tinggi merupakan tahap lanjutan dari kelas rendah maka kesesuaian jenjang pemahaman perlu ditingkatkan sesuai pemahaman sebelumnya.Pembelajaran dimulai dengan membaca bacaan diikuti dengan pertanyaan yang mengarah pada tingkat kesulitanya, ditentukan dari mudah, sedang, sulit, dan sangat sulit. Materi literasi berbasis lingkungan hidup pada kelas tinggi siswa diajarkan untuk mengenal lingkungan yang lebih luas. Pembelajaran tidak hanya terbatas pada lingkungan sekitar saja akan tetapi sudah mencangkup dalam satu kabupaten, provinsi bahkan negara. Untuk mengajarkan hal tersebut guru perlu memilihkan buku-buku yang
65
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan : Tema “Peningkatan Kualitas Peserta didik Melalui Implementasi Pembelajaran Abad 21” Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Sidoarjo. 24 Oktober 2015 ISBN 978-602-70216-1-7
cocok untuk dijadikan bahan bacaan.Selanjutnya dalam pembelajaran di kelas dapat dilakukan diskusi bersama dengan siswa.Kompetensi yang perlu diajarkan pada kelas tinggi sesuai dengan Tim Pengembangan Kurikulum (2013) adalah sebagai berikut. Sesuai dengan kompetensi yang ditetapkan pada kelas tinggi, siswa diajarkan untuk dapat melakukan analisis secara kritis.Seperti melakukan wawancara, pengamatan lingkungan, menulis laporan, dan melakukan obser vasi. Siswa melakukan dengan cara membuat tulisan pada buku laporan, Tabel 2. Kompetensi Literasi Kelas Tinggi Membaca Menulis
Membaca informasi dari teks bacaan Membaca teks instruksi, teks wawancara, dan teks cerita petualangan, teks ulasan buku Memahami konsep tulisan Membaca cepat Mengembangkan kalimat Membaca pemahaman
Menulis laporan, pengamatan, wawancara, observasi dan sejenisnya Menulis kalimat baku dan tidak baku Menulis ulasan buku Menulis penjelasan
mempresentasikan di depan kelas, ataupun memajang hasil observasi di rung kelas yang telah disediakan. Desain kelas yang diplih guru pun mencerminkan pemahaman siswa.seperti memajang kelompok observasi kegiatan membersihkan lingkungan, misalnya dalam kertas karton atau sejenisnya dibuat rigkasan seperti alat-alat kerja bakti, orang yang berpartisipasi dalam membersihkan lingkungan, sampai pada alur membersihkan lingkungan.
Menyimak
Berbicara
Menyimak teks yang dibacakan Menyimak laporan, diskusi, presentasi, dan penjelasan yang berbeda Menyimak sebagai memahami isi bacaan
Berbicara menjelaskan keterangan Menggunakan ejaan yang baik Menggunakan bahasa forml dan baku Memberi tanggapan, komentar, atau saran Mewawancarai dengan pertanyaan kritis
Untuk menilai tingkat literasi pada kelas tinggi, guru dapat membuat soal tingkat pemahaman siswa.soal dapat mengacu pada pembelajaran yang pernah diajarkan sebelumnya ataupun masalah-masalah lingkungan hidup yang sedang terjadi pada waktu itu. Seperti searang ini isu kebakaran yang terjadi di hutan Sumatera dan Kalimantan yang mengakibatkan asap yang parah. Bahkan asapnya tidak hanya merugikan masyarakat sekitar tetapi juga sampai pada negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia.Pengujian masalahnya dapat mengambil di media cetak ataupun elektroik.Selanjutnya ketika di kelas,
Strategi, model atau metode yang dipilih guru harus dapat membawa siswa pada kegiatan untuk berpikir tingkat tinggi.Seperti strategi pembelajaran berbasis masalah, model yang dipilih adalah inquiri, dan metodenya adalah diskusi. Dengan demikian siswa akan belajar mengamati, membuat hipotesis, menentukan penyelesaian masalah, dan membuat kesimpulan. Guru dapat melakukan inovasi dan variasi pembelajaran dengan menggunakan dan memilih strategi pembelajaran yang variatif. Disesuaikan dengan minat dan kebutuhan yang ada.
66
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan : Tema “Peningkatan Kualitas Peserta didik Melalui Implementasi Pembelajaran Abad 21” Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Sidoarjo. 24 Oktober 2015 ISBN 978-602-70216-1-7
siswa diajak untuk berdiskusi kelompok dan melakukan presentasi.
kesuksesan dalam lingkungan sosial. National Assesment of Educational Progress mengartikan literasi sebagai kemampuan performansi membaca dan menulis yang diperlukan sepanjang hayat (Winterowd, 1989). Budaya literasi juga sangat terkait dengan pola pembelajaran di sekolah dan ketersediaan bahan bacaan di perpustakaan. Pada dasarnya kepekaan dan daya kritis akan lingkungan sekitar lebih diutamakan sebagai jembatan menuju generasi literat, yakni generasi yang memiliki keterampilan berpikir kritis terhadap segala informasi untuk mencegah reaksi yang bersifat emosional.Melalui pembelajaran literasi, diharapkan para siswa memiliki tingkat pemahaman dan kemampuan berpikir yang tinggi sejak dini, bukan sekadar pemahaman literal. Selain itu, siswa dapat dikatakan literat jika ia sudah bisa memahami sesuatu karena membaca informasi yang tepat dan melakukan sesuatu berdasarkan pemahamannya terhadap isi bacaan tersebut.Agar siswa memiliki kemampuan tersebut, suasana kelas tempat mereka belajar harus dapat memotivasi mereka untuk terlibat dalam kegiatan membaca dan menulis. Kelas harus memberikan suasana menyenangkan dan nyaman bagi siswa agar mereka bersemangat dalam kegiatan literasi. Lingkungan kelas yang literat ditunjukkan oleh banyaknya tulisan yang dapat dibaca oleh siswa, baik yang ditempel di dinding, di papan tulis maupun dalam bentuk buku. Lingkungan kelas yang literat merupakan lingkungan kelas yang kaya dengan media kebahasaan dan cetakan. Penataan isinya mungkin saja berbeda antara kelas yang satu dengan yang lainnya, bergantung pada kreativitas dan kemampuan masing-masing kelas. Keterbatasan tempat tidak perlu menyurutkan dedikasi guru untuk menciptakan lingkungan yang literat.
Kelas Literat
Secara sederhana, literasi dapat diartikan sebagai sebuah kemampuan membaca dan menulis. Kita mengenalnya dengan sebutan melek aksara atau keberaksaraan. Kemampuan membaca dan menulis diyakini dapat membentuk pribadi yang mandiri dan mampu menyesuaikan dirinya dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK). Hal ini sesuai pendapat (Teale & Sulzby, 1986; Cooper, 1993; Alwasilah, 2001) bahwa dalam khazanah pembelajaran bahasa, literasi diartikan melek huruf, kemampuan baca tulis, kemelekwancanaan atau kecakapan dalam membaca dan menulis. Pengertian literasi berdasarkan konteks penggunaanya dinyatakan Baynham (1995) bahwa literasi merupakan integrasi keterampilan menyimak, berbicara, menulis, membaca, dan berpikir kritis. Stripling (1992) menyatakan bahwa “literacy means being able to understand new ideas well enaugh to use them when needed. Literacy means knowing how to learn”. Pengertian ini didasarkan pada konsep dasar literasi sebagai kemelekwacanaan sehingga ruang lingkup literasi itu berkisar pada segala upaya yang dilakukan dalam memahami dan menguasai informasi. Robinson (1983) menyatakan bahwa literasi adalah kemampuan membaca dan menulis secara baik untuk berkompetisi ekonomis secara lengkap. Lebih lanjut dijelaskannya bahwa literasi merupakan kemampuan membaca dan menulis yang berhubungan dengan keberhasilan seseorang dalam lingkungan masyarakat akademis, sehingga literasi merupakan piranti yang dimiliki untuk dapat meraup
67
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan : Tema “Peningkatan Kualitas Peserta didik Melalui Implementasi Pembelajaran Abad 21” Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Sidoarjo. 24 Oktober 2015 ISBN 978-602-70216-1-7
Menurut USAID (2014), ada beberapa hal yang dapat dikembangkan di dalam kelas agar siswa memiliki keterampilan literat antara lain yaitu kelas yang literat salah satunya ditunjukkan dengan banyaknya tulisan dalam kelas berupa nama siswa, nama hari, nama bulan, nama benda-benda dan lain-lain. Lingkungan kelas yang literat diharapkan dapat menumbuhkan motivasi siswa dalam belajar literasi. Motivasi merupakan kemauan seseorang untuk mengerjakan sesuatu. Motivasi merupakan ‘inner state’ seseorang yang menyebabkan ia melakukan tindakan tertentu dengan cara tertentu. Menurut Holdaway (dalam Cooper, 1993), apabila siswa dimotivasi dengan pengalaman yang bemakna untuk maksud tertentu, siswa akan memiliki kesiapan yang prima untuk belajar. Dalam konsep kelas yang terpusat pada literasi, motivasi amat diperlukan untuk menciptakan pengalaman belajar yang bermakna, menumbuhkan sikap positif terhadap membaca dan menulis, serta menarik perhatian dan keantusiasan untuk mencapai literat yang lebih tinggi. Berdasarkan uraian di atas maka dapat dinyatakan bahwa literasi adalah kemampuan baca-tulis atau kemelekwacanaan, kemampuan mengintegrasikan antara menyimak, berbicara, membaca, menulis dan berpikir, kemampuan siap untuk digunakan dalam menguasai gagasan baru atau cara mempelajarinya, piranti kemampuan sebagai penunjang keberhasilannya dalam lingkungan akademik atau sosial.
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak manusia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.Lingkungan Hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan mahluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta mahluk hidup lain. Pendidikan lingkungan hidup adalah upaya mengubah perilaku dan sikap yang dilakukan oleh berbagai pihak atau elemen masyarakat yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan kesadaran masyarakat tentang nilai-nilai lingkungan dan isu permasalahan lingkungan yang pada akhirnya dapat menggerakkan masyarakat untuk berperan aktif dalam upaya pelestarian dan keselamatan lingkungan untuk kepentingan generasi sekarang dan yang akan datang. Pendidikan lingkungan hidup formal adalah kegiatan pendidikan di bidang lingkungan hidup yang diselenggarakan melalui sekolah, terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi dan dilakukan secara terstruktur dan berjenjang dengan metode pendekatan kurikulum yang terintegrasi maupun kurikulum yang monolitik (tersendiri). Visi pendidikan lingkungan hidup yaitu: Terwujudnya manusia Indonesia yang memiliki pengetahuan, kesadaran dan keterampilan untuk berperan aktif dalam melestarikan dan meningkatkan kualitas lingkungan hidup. Pada hakikatnya visi ini bertitik tolak dari latar belakang permasalahan pendidikan lingkungan hidup yang ada selama ini dan sejalan dengan filosofi pembangunan berkelanjutan yang menekankan bahwa pembangunan harus dapat memenuhi aspirasi dan kebutuhan masyarakat generasi saat ini tanpa
Konsep Pendidikan Lingkungan Hidup (PLH)
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
68
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan : Tema “Peningkatan Kualitas Peserta didik Melalui Implementasi Pembelajaran Abad 21” Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Sidoarjo. 24 Oktober 2015 ISBN 978-602-70216-1-7
mengurangi potensi pemenuhan aspirasi dan kebutuhan generasi mendatang serta melestarikan dan mempertahankan fungsi lingkungan dan daya dukung ekosistem. Untuk dapat mewujudkan visi tersebut di atas, maka ditetapkan misi yang harus dilaksanakan, yaitu; Mengembangkan kebijakan pendidikan nasional yang berparadigma lingkungan hidup;Mengembangkan kapasitas kelembagaan pendidikan lingkungan hidup di pusat dan daerah;Meningkatkan akses informasi pendidikan lingkungan hidup secara merata;Meningkatkan sinergi antar pelaku pendidikan lingkungan hidup.
dan segala masalah yang berkaitan dengannya, dan masyarakat yang memiliki pengetahuan, keterampilan, sikap dan tingkah laku, motivasi serta komitmen untuk bekerja sama , baik secara individu maupun secara kolektif,untuk dapat memecahkan berbagai masalah lingkungan saat ini, dan mencegah timbulnya masalah baru UN – Tbilisi, Georgia – USSR (1977) dalam Unesco, (1978). Ruang lingkup kebijakan Pendidikan Lingkungan Hidup meliputi pendidikan lingkungan hidup yang melalui jalur formal, nonformal dan jalur informal dilaksanakan oleh seluruh stakeholder.Diarahkan kepada beberapa hal yang meliputi aspek kelembagaan, SDM yang terkait dalam pelaku atau pelaksana maupun objek pendidikan lingkungan hidup, sarana dan prasarana, pendanaan, materi, komunikasi dan informasi, peran serta masyarakat, dan metode pelaksanaan.
Tujuan dan Ruang Lingkup Kebijakan PLH
Tujuan pendidikan lingkungan hidup adalah mendorong dan memberikan kesempatan kepada masyarakat memperoleh pengetahuan, keterampilan dan sikap yang pada akhirnya dapat menumbuhkan kepedulian, komitmen untuk melindungi, memperbaiki serta memanfaatkan lingkungan hidup secara bijaksana, turut menciptakan pola perilaku baru yang bersahabat dengan lingkungan hidup, mengembangkan etika lingkungan hidup dan memperbaiki kualitas hidup.Sesuai dengan tujuan pendidikan lingkungan hidup, maka disusunlah kebijakan pendidikan lingkungan hidup di Indonesia yang bertujuan untuk menciptakan iklim yang mendorong semua pihak berperan dalam pengembangan pendidikan lingkungan hidup untuk pelestarian lingkungan hidup. Tujuan pendidikan lingkungan hidup menurut UNCED adalah Pendidikan Lingkungan Hidup (environmental education – EE) adalah suatu proses untuk membangun populasi manusia di dunia yang sadar dan peduli terhadap lingkungan total (keseluruhan)
Penyelenggaraan PLH di Sekolah Dasar
Menurut Wittmann (1997), ada tiga prinsip dasar untuk pendidikan lingkungan hidup yang dapat dijalani siswa, yaitu a) pendidikan lingkungan secara menyeluruh; Menyeluruh artinya mencakup semua dimensi yang berhubungan dengan pemahaman lingkungan, baik yang berhubungan dengan alat indera, maupun ranah kognitif, afektif dan psikomotor. Belajar yang menyeluruh akan menunjukkan hubungan keterkaitan antara satu dengan lain hal; b) Pendidikan lingkungan diterapkan sesuai dengan situasi; Pertama situasi belajar harus menyentuh perasaan anak. Perlu diperhatikan bahwa perasaan anak sama dengan orang dewasa, hargailah anak agar ia dapat menumbuhkan motivasinya untuk belajar dan berbuat. Kedua, situasi belajar harus dapat memberikan peluang kepada siswa untuk berinteraksi langsung dengan lingkungan dimana ia
69
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan : Tema “Peningkatan Kualitas Peserta didik Melalui Implementasi Pembelajaran Abad 21” Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Sidoarjo. 24 Oktober 2015 ISBN 978-602-70216-1-7
berada sebagai sumber belajar, ajak siswa untuk mencari solusi terhadap permasalahan-permasalahan yang muncul di lingkungan sekitarnya. c. Pendidikan lingkungan menuntut tindakan; Penyelenggaraan PLH hendaknya memberikan pelayanan pada siswa untuk aware terhadap masalah lingkungan dan siswa berlatih untuk menyusun sebuah positive action dalam upaya meminimalisasi dampak permasalahan yang timbul di lingkungannya tersebut. Misalnya jika permasalahan yang muncul adalah mengenai tumpukan sampah yang tersebar diseluruh penjuru sekolah, maka siswa dapat melakukan tindakan positif sebagai individu yang peduli lingkungan dengan cara memungut sampah tersebut kemudian membuangnya ke tempat sampah, atau mungkin juga mengajak beberapa temannya untuk melakukan opsih (operasi bersih) di lingkungan sekolah. Waryono dan Didit (2001), menyatakan bahwa masa kanak-kanak merupakan masa yang kritis sebagai generasi penerus bangsa di masa yang akan datang. Jika pengetahuan dan cara yang ditanamkan pada masa kanakkanak itu benar, dapat diharapkan ketika ia mencapai masa remaja dan dewasa, maka bekal pengetahuan, pemahaman dan pembentukan perilaku semasa masa kanak-kanak akan membawa pengaruh positif yang sangat besar yang akan mempengaruhi kehidupannya. Dengan demikian, sangatlah strategis pembekalan mengenai lingkungan hidup diberikan kepada anak-anak secara terprogram dan berkelanjutan seperti halnya yang tertuang dalam mata pelajaran PLH ini agar tercipta insaninsan yang peduli pada lingkungan.Waryono dan Didit (2001) menyatakan bahwa PLH dapat diberikan secara formal maupun informal kepada generasi muda. PLH yang diberikan
secara formal dapat dilakukan di sekolah-sekolah dengan memasukkan PLH ke dalam kurikulum sekolah dan memanfaatkan potensi lingkungan yang ada di sekitarnya. Dalam hal ini guru yang menyampaikan materi pelajaran tidaklah harus selalu ekolog atau ilmuwan, guru kelas pun dapat menyampaikan materi PLH selama ia mampu menjadi pemandu dalam berpikir tentang lingkungan yang ada di sekitarnya.Bentuk materi PLH dapat dikemas secara integrative di dalam mata pelajaran sekolah, mengingat PLH bukanlah mata pelajaran baru, namun esensinya dapat diberikan bersamaan dengan pelajaran lain yang memiliki keterkaitan dengan materi PLH tersebut, atau bisa juga dikemas dalam satu pelajaran terpisah yang merupakan materi atau mata pelajaran muatan lokal tentang PLH. Pelaksanaan pendidikan lingkungan hidup ini sebaiknya dilakukan dengan pendekatan yang melibatkan peran aktif semua unsur di sekolah dan perguruan tinggi yang yang lebih mengutamakan pembentukan sikap dan kepeduliannya terhadap lingkungan. Pendidikan lingkungan hidup dapat juga dimasukan dalam kegiatan ekstra kurikuler dalam wujud kegiatan kongkret dengan mengarah pada pembentukan sikap kepribadian yang berwawasan lingkungan, seperti penanaman pohon pengelolaan sampah, serta pembahasan aktual tentang isu lingkungan hidup.Dengan demikian pendidikan lingkungan hidup dapat terintregasi pada berbagai aktivitas sehingga akan tercapai perbaikan situasi lingkungan secara terus-menerus dan menjadikan kelas literat serta sekolah berwawasan lingkungan
70
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan : Tema “Peningkatan Kualitas Peserta didik Melalui Implementasi Pembelajaran Abad 21” Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Sidoarjo. 24 Oktober 2015 ISBN 978-602-70216-1-7
Membangun Kelas Literat Berbasis Pendidikan Lingkungan Hidup Untuk Meningkatkan Kemampuan Literasi Siswa Di Sekolah Dasar
pemahaman literasi siswa dapat bertambah banyak.Meningkat sesuai dengan pergantian yang dijadwalkan oleh guru.Dalam setahun dapat dilakukan pergantian 2, 3, atau 4 kali sesuai dengan kemampuanya.Semakin banyak melakukan pergantian maka semakin banyak pula informasi liiterasi siswa yang di dapat. Berikut disajikan alur bagan proses penyusunan keals literasi berbasis lingkungan hidup pada halaman selanjutnya. Menurut USAID (2014) ada tiga komponen dalam pembelajaran kelas literasi, yakni komponen motivasi, pembelajaran membaca menulis terpadu, dan komponen membaca menulis mandiri.Komponen tersebut saling menunjang dan berkaitan mendorong terciptanya siswa yang literat.Motivasi digunakan untuk menyemangati siswa menjadi literat, tidak hanya di sekolah tetapi juga di rumah, dan semua pihak dapat mendorong dan mendukung terciptanya siswa yang rajin.Pembelajaran menulis membaca terpadu dilakukan untuk melatih siswa dalam pembelajaran. Konsep pembelajaran yang dilakukan guru harus mencerminkan penumbuhan literasi siswa dan setiap proses pembelajaran siswa harus didorong untuk membaca dan menulis. Sedangkan membaca menulis mandiri dilakukan oleh siswa secara mandiri, walupun tanpa disuruh oleh guru dan orang tua siswapun akan dengan sendirinya melakukanya sendiri
Membangun kelas literat berbasis lingkungan hidup membutuhkan usaha dan dukungan dari semua pihak.Warga sekolah melakukan kesepemahaman untuk menciptakan ruang kelas literasi.Terutama guru dan siswa perlu melakukan kerjasama untuk menciptakan ruang kelas literasi. Guru perlu melakukan analisis kelas dengan situasi dan kondisi yang ada. Tujuanya adalah hal-hal yang menjadi masalah besar dapat diatasi dengann baik.Guru bersama-sama siswa dapat mejaga desain kelas yang telah di pilih. Menurut USAID (2014) Lingkungan kelas yang literat adalah lingkungan kelas yang kaya dengan media kebahasaan dan cetakan, proses pembentukan kelas literasi tersebut dilakukan secara berurutan agar tahap per tahap dapat dilakukan dengan baik dan dapat dilakukan evaluasi secara tepat. Untuk dapat membuat kelas yang nyaman dan indah maka perlu masukan dari para siswa,apa yang menjadi masukan dan permintaan siswa ditampung dan didiskusikan bersama. Kelas literasi harus menyediakan desain yang mampu menampung tulisan yang banyak sehingga siswa dapat membacanya. Hal ini serupa dengan pernyataan USAID (2014) bahwa Lingkungan kelas yang literat ditunjukkan oleh banyaknya tulisan yang dapat dibacaoleh siswa, baik yang ditempel di dinding, di papan tulis maupun dalam bentuk buku. Misalnya ketika membahas flora dan fauna Indonesia, maka di dinding akan di tempel nama-nama flora dan fauna yang ada di Indonesia.Guru dapat menentukan pergantian secara berkala untuk menentukan tulisan apa saja yang akan di tempel. Tulisan yang dibuat harus bervariasi, supaya kemampuan
SIMPULAN Kemampuan literasi telah menjadi suatu kebutuhan yang sangat penting bagi masyarakat modern. Dunia berkembang dengan cepat seiring ilmu dan pengetahuan yang tumbuh didalamnya. Gagasan yang diungkapkan di sini adalah membangun sebuah kelas literat untuk melatih kemampuan literasi siswa, khususnya di sekolah dasar.
71
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan : Tema “Peningkatan Kualitas Peserta didik Melalui Implementasi Pembelajaran Abad 21” Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Sidoarjo. 24 Oktober 2015 ISBN 978-602-70216-1-7
Dalam kajian ini telah diuraikan mengenai konsep-konsep terkait kelas literat, pendidikan lingkungan hidup, dan kemampuan literasi siswa. Ide yang dikemukakan adalah mengintegrasikan konten literasi pada pendidikan lingkungan hidup dalam membangun kelas literat dan melatihkan kemampuan literasi siswa di sekolah dasar. Pada hakikatnya, tujuan pendidikan lingkungan hidup adalah mendorong dan memberikan kesempatan kepada masyarakat memperoleh pengetahuan, keterampilan dan sikap yang pada akhirnya dapat menumbuhkan kepedulian, komitmen untuk melindungi, memperbaiki serta memanfaatkan lingkungan hidup secara bijaksana, turut menciptakan pola perilaku baru yang bersahabat dengan lingkungan hidup, mengembangkan etika lingkungan hidup dan memperbaiki kualitas hidup. Maka dari itu, untuk menunjang terciptanya kelas literat berbasis lingkungan hidup, salah satu upaya yang dapat dilakukan yakni guru perlu mendesain tempat dan suasana belajar menjadi kelas yang mampu mengkondisikan siswa untuk mengasah kemampuan literasinya, seperti membaca dan menulis. Dalam hal ini, guru perlu menyediakan papan untuk hasil karya siswa agar karya yang telah dibuat dapat dibaca ulang oleh siswa secara mandiri. Disamping itu, juga disediakan perpustakaan kelas yang dibuat secara terbatas untuk menaruh buku, majalah, koran dan sebagainya. Yang terpenting sebelum meletakkan buku di perpustakaan kelas, isi bukunya disesuaikan dengan tingkat perkembangan kemampuan siswa.Konten literasihendaknya dapat disesuaikan dengan kebutuhan siswa yaitu minat, usia, dan kemampuan membaca siswa. Pada saat pelaksanaannya, perpustakaan kelas harus dikelola dan
ditata dengan strategis, hal ini agar dapat dijangkau oleh semua siswa tanpa mengganggu siswa yang lainya. Misalnya pada bagian di tengah belakang siswa, dapat dipajang beragam hasil karya siswa. Koleksi perpustakaan dapat pula bervariasi dan bila perlu diadakan pergantian koleksi untuk memperkaya bahan yang dapat dibaca oleh setiap siswa. Koleksi dapat berasal dari sumbangan wali siswa, guru ataupun siswa sendiri yang memiliki karya.Hal terpenting yang ditekankan adalah mewujudkan kelas literasi berbasis lingkungan hidup dan menumbuhkan literasi siswa harus mendapat dukungan dan kerjasama dari semua pihak.Baik guru, siswa, orang tua wali, ataupun masyarakat secara bersama-sama mewujudkan kelas lierasi sehingga kemampuan literasi siswa semakin meningkat.Sebelum diadakanya membangun kelas yang literat, seyogianya dilakukan sosialisasi dengan semua pihak. Dapat dilakukan ketika awal tahun pelajaran baru atupun pada perkumpulan khusus pada setiap akhir semester agar dapat tercipta persepsi yang sama terkait hal tersebut. DAFTAR PUSTAKA Akhadiah, S. dkk.(1993). Bahasa indonesia I. Jakarta: Depdiknas. Anderson, R. C. (1972). Language skills in elementary education. New York: Macmillan Publishing Co, Inc. Alwasilah, A. C. (2001), Januari 6). Membangun Kota Berbudaya Literat. Media Indonesia. Jakarta. Baynham, M. (1995). Literacy practices: Investigating literacy in social contexts. London: Longman. Cooper, J. D. (1993). Literacy: helping children construct meaning. Boston Toronto: Hougton Miffin Company.
72
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan : Tema “Peningkatan Kualitas Peserta didik Melalui Implementasi Pembelajaran Abad 21” Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Sidoarjo. 24 Oktober 2015 ISBN 978-602-70216-1-7
OECD. (2004a). Learning for tomorrow’s world: First results from PISA 2003. Paris, France: OECD. USAID Prioritas. (2014). Buku sumber untuk dosen lptk: Pembelajaran literasi di kelas awal. Jakarta: USAID Prioritas bekerjasama denganKementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Robinson, Jay L. (1983). “The Social Context of Literacy”. Essay Dalam Patricia L. Stock. Essays on theory and practice in the teaching of writing.USA: Boynton Cook Publisher Strpling, Barbara. (1992). Libraries for National education. ERIC Teale,W. H. dan Sulzby. (1986). Emergent literacy.Norwood, NJ: Ablex Tim Pengembangan Kurikulum. (2013). Kompetensi dasar. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Waryono dan Didit.(2001). Pendekatan moral dalam pendidikan lingkungan.Yogyakarta: Kanisius Wittmann H. (1997). Materi pendidikan lingkungan hidup. Jakarta: Hanns Seidel Foundation Zuchdi, D. dan Budiasih.(1996). Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di Kelas Rendah. Jakarta: Depdikbud. _____. (2005b). PISA 2003 data analysis manual. Paris, France: OECD. _____. (2006c). PIRLS. Paris, France: OECD. _____. (2007d). PISA 2006 science competencies for tomorrow’s world.Volume 1. Paris, France: OECD. _____. (2007e). PISA 2006.Volume 2. Paris, France: OECD.
73