MEMBACA REPRESENTASI VISUAL 2 DIMENSI KARYA ARSITEKTUR MELALUI TEORI SEMIOTIKA: Studi Kasus Foto Perpustakaan UI Christina Eugenia Natasha, Toga H. Panjaitan Departemen Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia, Depok, Indonesia E-mail:
[email protected]
Abstrak Fotografi Arsitektur memiliki tingkat kemiripan yang cukup tinggi dengan subjek foto sehingga berfungsi sebagai media representasi. Representasi dalam arsitektur digunakan untuk membantu arsitek mengomunikasikan ide dalam karyanya melalui tanda-tanda kepada masyarakat luas. Semiotika merupakan salah satu cara masyarakat memahami ide-ide tersebut. Skripsi ini membahas mengenai bagaimana masyarakat membaca tanda dalam foto arsitektural melalui teori semiotika dengan studi kasus foto Perpustakaan UI. Semiotika dalam fotografi pernah dibahas oleh Roland Barthes melalui teori Order of Signification. Pada akhirnya, skripsi ini menyimpulkan bahwa foto arsitektural dapat mereproduksi tanda-tanda dan menyampaikan pesan yang ingin dikomunikasikan seorang arsitek kepada audiens melalui karyanya. Kata kunci
: representasi, fotografi arsitektur, tanda
READING THE 2-DIMENSION VISUAL REPRESENTATION OF ARCHITECTURAL WORKS THROUGH SEMIOTICS THEORY: Case Study Photograph of UI’s Library Abstract Architectural Photography has a high level of resemblance to the subject of a photograph that it serves as a medium of representation. In Architecture, representation is used to assist the architect to communicate his ideas to the audience. Semiotics is one of many ways to help people to understand and interpret signs. This thesis discusses about how people read signs in an architectural photograph by using semiotics theory with the case study being an architectural photograph of University of Indonesia’s Library. Roland Barthes is one of the few theorists who have ever discussed about semiotics in photography through his Order of Significance theory. In the end, this thesis concludes that architectural photographs can reproduce signs and helps to convey the message that architect wants to communicate to the audience through his work. Keywords
: representations, architectural photography, signs
Pendahuluan Seiring dengan perkembangan jaman dan teknologi, bidang fotografi pun semakin mengalami banyak perkembangan dari segi media foto, proses mengolah foto dan media mencetak foto. Perkembangan tersebut berakibat kepada teknik dan proses pengambilan foto yang semakin
1
Universitas Indonesia
Membaca Representasi..., Christina Eugenia Natasha, FT UI, 2013
mudah, serta objek foto yang semakin beragam. Hal ini menyebabkan jenis-jenis fotografi yang semakin bertambah; salah satu jenisnya yaitu Fotografi Arsitektural. Fotografi Arsitektural merupakan sebuah bidang fotografi yang mengabadikan foto bangunan-bangunan arsitektur maupun struktur serupa, yang tidak hanya menonjolkan keindahan subjek arsitektur, tapi juga memerhatikan kaidah fotografi. Fotografi Arsitektural menghasilkan foto arsitektural yang indah dipandang mata dan juga merupakan sebuah representasi atau penggambaran kembali dari subjek yang difoto. Dalam dunia fotografi, foto pertama yang dicetak sekaligus merupakan foto arsitektural pertama yang tercetak, karena foto tersebut merupakan foto sebuah bangunan. Bangunan merupakan objek foto yang banyak diabadikan oleh para fotografer seiring dengan berkembangnya waktu. Pada saat mengambil foto bangunan fotografer dapat memanfaatkan waktu selama mungkin sebanyak yang diperlukan, berbeda dengan saat mengambil foto orang yang terdapat batasan waktu karena orang cenderung bergerak. Bangunan juga dianggap dapat merepresentasikan kebudayaan dan kehidupan masyarakat dalam suatu periode waktu tertentu. (Clarke, 1997) Dalam dunia arsitektur, fotografi arsitektur dapat berfungsi sebagai media representasi. Representasi merupakan hal yang dapat berguna bagi para arsitek. Arsitek membutuhkan sebuah media representasi yang dapat menggambarkan karya arsitekturnya semirip mungkin karena dengan membuat sebuah representasi karya arsitektur maka arsitek dapat menggambarkan kembali pesan yang terdapat dalam karyanya melalui media tersebut untuk selanjutnya dikomunikasikan kepada masyarakat luas. Representasi ini diwakili oleh tandatanda yang digunakan oleh para arsitek untuk menyampaikan pesan dari bangunannya kepada orang-orang yang tidak selalu dapat melihat langsung karya arsitekturnya. Tanda-tanda ini dapat dipahami dengan mengerti teori semiotika, yaitu sebuah ilmu tentang tanda. Keunggulan fotografi sebagai media presentasi terletak pada sifatnya yang ikonik, atau kemampuan untuk menyerupai objek aslinya. Representasi dalam foto arsitektur diwakili oleh tanda-tanda yang digunakan oleh para arsitek untuk menyampaikan pesan melalui karyanya. Melalui foto arsitektural, lebih banyak lingkup masyarakat yang dapat melihat karya arsitektur dari seorang arsitek. Arsitek pun dapat menggunakan foto tersebut untuk berkomunikasi dengan lebih banyak orang, misalnya seperti di dalam sebuah pameran arsitektur. 2
Universitas Indonesia
Membaca Representasi..., Christina Eugenia Natasha, FT UI, 2013
Namun, keberhasilan representasi dari sebuah foto arsitektural pada akhirnya bergantung kepada audiens sebagai pembaca foto. Jika foto tersebut secara teknis baik namun tidak berhasil merepresentasikan karya arsitektur tersebut beserta tanda-tanda yang diberikan oleh arsitek, maka foto tersebut bukanlah merupakan sebuah media representasi yang baik. Dalam membaca foto, hal yang dibaca orang-orang akan berbeda bergantung pada latar belakang masing-masing orang. Pada foto arsitektural pesan disampaikan melalui tanda. Dengan menggunakan teori semiotika, pembaca foto dapat memahami dan memberi makna tanda terdapat di dalam foto yang selanjutnya dapat mewakilkan pesan yang ingin dikomunikasikan oleh arsitek dengan lebih optimal. Identifikasi Masalah Bagaimana foto arsitektur dapat merepresentasikan karya arsitektur kepada audiens? Tujuan 1. Memaparkan fotografi arsitektur sebagai media representasi karya arsitektur 2. Memaparkan cara membaca foto arsitektur menggunakan pendekatan semiotika. 3. Mengaitkan cara orang membaca foto arsitektur dengan kegunaan media foto sebagai alat representasi karya arsitektur Representasi sebagai Alat Komunikasi Sesuatu dapat dikatakan sebuah representasi jika memenuhi salah satu dari ketiga kriteria dibawah ini: •
To look like or resemble
•
To stand in for something or someone
•
To present a second time to re-present (O’Shaughnessy, 2005)
Dari kriteria-kriteria ini dapat terlihat bahwa hal terpenting dari suatu representasi adalah hubungannya dengan hal yang direpresentasikan. Baik melalui kemiripan, melalui penggambaran kembali, maupun pemunculan hal yang direpresentasikan tersebut dalam media lain. Representasi dapat mempermudah orang untuk mengetahui arti dibalik suatu hal, dengan menggunakan berbagai medium yang tersedia. Penggunaan tanda dalam proses representasi 3
Universitas Indonesia
Membaca Representasi..., Christina Eugenia Natasha, FT UI, 2013
dijelaskan oleh Marcel Danesi dalam bukunya yang berjudul Messages, Signs and Meanings: A Basic Textbook in Semiotics and Communications Theory; “…the use of signs (pictures, sounds, etc.) to relate, depict, portray, or reproduce something perceived, sensed, imagined, or felt in some physical form.” (Danesi, 2004) Kalimat tersebut menjelaskan mengenai fungsi tanda sebagai alat untuk menghubungkan, menggambarkan, memproyeksikan maupun mereproduksi sesuatu ke dalam bentuk fisik. Selain dari fungsinya untuk membantu orang mengerti maksud dibalik suatu hal, media yang digunakan sebagai alat representasi sangatlah beragam. Media tersebut bisa berupa tulisan, gestur, gambar, lukisan, patung, dll… Penggunaan media-media tersebut dapat menyesuaikan dengan fungsinya. Oleh karena itu, representasi dapat berguna sebagai media komunikasi. Arsitek, sebagai seorang kreator, memerlukan media untuk merepresentasikan ide-ide dan pemikirannya; baik untuk membantu dalam proses kreatif selama merancang karya arsitekturnya, maupun untuk mengomunikasikan ide-idenya kepada audiens. Oleh karena itu, dalam arsitektur, representasi dapat berguna untuk membantu arsitek berkomunikasi dengan audiens, misalnya dalam pameran. Representasi yang berarti penggunaan sebuah tanda (sign) sebagai pengganti sesuatu yang lain dapat dipahami melalui teori semiotika. Semiotika dan Arsitektur Di dunia arsitektur, semiotika mulai digunakan sejak era arsitektur post-modern. Pada masa itu terjadi banyak pembangunan namun setelah beberapa saat para arsitek akhirnya menyadari bahwa terdapat kesenjangan antara pembuat lingkungan (arsitek) dengan orang yang menghuni lingkungan. (Dharma, 2010) Setelah menyadari masalah yang terjadi, para arsitek mencari cara untuk berkomunikasi dengan masyarakat awam dengan menggunakan ‘bahasa’ yang dapat dimengerti semua kalangan. Pada akhirnya semiotika digunakan arsitek untuk berkomunikasi dengan masyarakat awam, untuk membantu memahami karya dari arsitek. Penggunaan semiotika membuat masyarakat dapat menerima pesan yang disampaikan arsitek melalui bangunannya, dari tanda-tanda yang diselipkan oleh arsitek pada bangunan tersebut. Hal tersebut dirasa 4
Universitas Indonesia
Membaca Representasi..., Christina Eugenia Natasha, FT UI, 2013
penting karena kegunaannya sebagai alat komunikasi yang dapat memapas jarak yang terbentuk antara arsitek dengan masyarakat sebagai pengguna. Dalam proses menyampaikan pesan melalui semiotika, arsitektur dapat dibaca sebagai ‘teks’. Sebagai teks arsitektur dapat disusun sebagai ‘tata bahasa’ (gramatika) sebagai berikut: • Dari segi sintaksis dapat dilihat sebagai tanda-tanda tata ruang dan kerja sama antara tanda-tanda tersebut • Dari segi semantik dapat dilihat hubungan antara tanda dengan denotatumnya atau yang menyangkut arti dari bentuk-bentuk arsitektur. • Dari segi pragmatik dapat dilihat pengaruh teks arsitektur terhadap pemakai bangunan. (Dharma, 2010) Sebagai sebuah sistem tanda, setiap tanda-tanda dalam arsitektur dapat diinterpretasikan (mempunyai arti dan nilai), dan memancing reaksi tertentu (pragmatis). Sistem tanda dalam arsitektur meliputi berbagai aspek seperti bentuk fisik, ukuran, detail bagian-bagian, proporsi, jarak antar bagian, material, warna, dan sebagainya. (Dharma, 2010) Karya arsitektur selain memiliki denotatum primer (denotasi) yaitu fungsi, juga memiliki denotatum sekunder (konotasi) yaitu makna atau pesan yang terkandung. Dalam semiotika arsitektur, pesan yang terkandung (signified) dalam objek, terbentuk dari hubungan antara pemberi tanda (signifier) dan fungsi nyata atau sifat benda. (Dharma, 2010) Dengan memahami semiotika arsitektur ini, Arsitek dapat berkomunikasi dengan masyarakat dengan lebih mudah. Masyarakat juga jadi merasa tidak asing dengan lingkungan binaannya sendiri. Fotografi sebagai Bentuk Representasi Visual 2-Dimensi Ada 2 aspek penting dalam fotografi arsitektur yang saling berkaitan, yaitu penggambaran subjek fotonya, arsitektur, dan cara untuk mengabadikannya, fotografi (Schulz, 1980). Fotografi menyebarkan gambar-gambar bangunan kepada massa yang lebih luas sehingga memungkinkan massa untuk melihat sebuah karya arsitektur di media yang lebih luas- baik itu surat kabar, buku, poster, internet maupun galeri dan museum (Schulz, 1980). Sedangkan Arsitektur sebagai objek foto memiliki arti yang sangat luas, mulai dari gubuk/pondok 5
Universitas Indonesia
Membaca Representasi..., Christina Eugenia Natasha, FT UI, 2013
primitif sederhana, tempat ibadah, pabrik-pabrik yang muncul setelah revolusi industri, sampai ke urban landmarks yang ada pada jaman sekarang (Schulz, 1980). Secara sederhana, Fotografi Arsitektur dipahami sebagai foto dengan objek bangunan yang berupa karya arsitektur. Sejarah dari fotografi arsitektur dimulai pada awal abad ke-19. Nicephore Niepce, pada tahun 1827, menggunakan kamera dengan exposure selama beberapa jam dan asphalt-coated plate untuk menangkap pemandangan yang terlihat dari jendelanya. Niepce menyebut hasil foto tersebut heliograph (Gambar 3). Foto pertama yang berhasil bertahan ini sekaligus merupakan salah satu foto yang penting dalam bidang foto arsitektural. Foto ini pertama ini kebetulan juga merupakan foto arsitektural pertama, walau subjek dalam foto dipilih berdasarkan alasan kepraktisan bukan alasan artistik. (Schulz, 1980)
Gambar 1 Joseph Nicephore Niepce, View from the Window at Le Gras, Chalon-sur-Saone, 1827 (Schulz. 1980)
Gambar 2 Louis Jacques Mande Daguerre, Boulevard du Temple, Paris, 1838 (Schulz, 1980)
Dalam perkembangannya, Fotografi Arsitektur memiliki beberapa kategori (Schulz, 1980): 6
Universitas Indonesia
Membaca Representasi..., Christina Eugenia Natasha, FT UI, 2013
• Documentary Architectural Photography, ditemukan di buku, majalah, brosur, dan dokumen konstruksi. • Postcard Photography, hanya menggambarkan sebuah tempat tertentu (darimana postcard tersebut berasal) • Vacation Photography, foto-foto karya arsitektur yang diambil saat pergi ke sebuah tempat untuk berlibur (Gambar 3)
Gambar 3 Vacation Photography, walau subjek dari foto merupakan karya arsitektur namun tempat dimana bangunan ini difoto lebih penting daripada bangunannya. (Schulz, 1980)
• Advertising Photography, foto yang terdapat di poster, majalah maupun iklan tv • Artistic Architectural Photography, foto-foto yang terdapat dalam galeri dan pameranpameran foto. (Gambar 4)
Gambar 4 Sebuah contoh dari Artistic Architectural Photo (Schulz, 1980)
7
Universitas Indonesia
Membaca Representasi..., Christina Eugenia Natasha, FT UI, 2013
Dalam bidang arsitektur maupun dalam bidang fotografi, ada berbagai cara yang dapat dilakukan untuk membuat sebuah foto arsitektur, mulai dari aspek-aspek yang membuatnya menjadi sebuah foto fungsional sampai ke yang benar-benar merupakan foto artistik saja. Semiotika Visual dalam Fotografi Arsitektural Tanda-tanda visual, seperti yang dijelaskan oleh Danesi dalam kutipan dibawah ini, merupakan tanda-tanda yang memiliki petanda visual yang dapat dilihat dengan jelas oleh orang. “Visual signs can be defined simply as signs that are constructed with a visual signifier, that is, with a signifier that can be seen (rather than heard, touched, tasted or smelled).” (Danesi, 2004) Tanda-tanda visual selalu, secara sadar maupun tidak, berada di sekeliling manusia baik dalam wujud simbol, gambar, dan beragam tanda. Hal ini menyebabkan munculnya kebutuhan untuk menerjemahkan dan menggunakannya untuk berkomunikasi. Makna terhadap tanda-tanda tersebut muncul dari interaksi antara pesan dan pembaca pesan (audiens). Saat membaca sebuah teks, seseorang tidak hanya mempertimbangkan komponenkomponen yang ada namun juga hubungan antar komponen tersebut. Semiotika Visual mendekonstruksi komunikasi visual sebagai upaya untuk memahami maksud dari tanda-tanda visual yang dilihat manusia. Manusia telah terbiasa berhubungan dengan tanda dan menghabiskan sepanjang hidupnya untuk mempelajari cara menggunakan dan memaknai tanda-tanda tersebut. (Parsa, 2004) Dalam ilmu semiotika, fotografi merupakan jenis tanda ikonik yang didesain atau diciptakan untuk menyerupai hal yang direpresentasikan, secara visual. Peirce menyebut objek dari sebuah ikon ‘immediate object’ dan menyebut acuan awal, hal yang diwakilkan oleh tanda yang dapat direpresentasikan dengan berbagai cara, ‘dynamical object’. Keikonikan merupakan bukti bahwa persepsi manusia sangatlah peka dengan kemunculan atau pengulangan pola dari warna, bentuk, dimensi, pergerakan, suara, rasa, dsb. (Parsa, 2004) Dalam Semiotika Fotografi terdapat elemen-elemen yang berguna dalam membaca foto: •
Denotasi, denotasi merupakan makna yang tersembunyi dari simbol/gambar. Denotasi merupakan hal yang terlihat langsung saat kita melihat sebuah foto. 8
Universitas Indonesia
Membaca Representasi..., Christina Eugenia Natasha, FT UI, 2013
•
Konotasi, konotasi merupakan makna tambahan dari sebuah foto. Konotasi merupakan makna dari hal yang terlihat dari foto, namun bukan yang sebenarnya terlihat langsung dari foto tersebut.
•
Coded Iconic, merupakan pesan yang ditampilkan oleh foto. Pesan ini disampaikan secara jelas dan mudah untuk dimengerti. Misalnya foto semangkuk buah-buahan dapat berarti foto still-life, kesegaran atau tempat berjualan di pasar.
•
Noncoded Iconic, merupakan foto itu sendiri tanpa pesan lebih lanjut di dalamnya. Misalnya dalam foto semangkuk buah-buahan, foto tersebut hanya merupakan foto mangkuk yang berisi buah, tidak memiliki makna lebih dalam lagi. (Borchers, 2006)
Elemen-elemen ini dapat membantu orang dalam membedakan tanda-tanda yang mereka baca dari sebuah foto dan juga dapat membantu orang dalam mengartikan tanda-tanda tersebut. Cara membaca foto ini dipelajari oleh beberapa ahli semiotika yang ingin mempelajari semiotika visual lebih dalam.
Gambar 5 Order of Signification Roland Barthes (Chandler, 1994)
Teori semiotika Roland Barthes memfokuskan kepada sistem terstruktur dari tanda, terutama dalam foto, sebagai sebuah fenomena sosial. Teorinya menekankan kepada bagaimana tandatanda ini bergantung kepada pengetahuan kebudayaan masing-masing orang. Untuk dapat memahami makna yang diimplikasi oleh sebuah gambar atau foto, orang harus dapat mengerti segala ideologi kultural yang terdapat dalam foto tersebut. (Fujii, 2008) Untuk memudahkan orang dalam membaca foto, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, Roland Barthes mengemukakan teori Orders of Signification yang secara sederhana mengimplikasikan adanya 2 makna dalam sebuah foto. Roland Barthes mengatakan bahwa dalam fotografi, konotasi dapat dibedakan dari denotasi. (Barthes, 1977) Makna denotasi disampaikan melalui reproduksi digital atau mekanikal dari sebuah gambar: foto sebuah anjir 9
Universitas Indonesia
Membaca Representasi..., Christina Eugenia Natasha, FT UI, 2013
menggambarkan sebuah anjing. Konotasi merupakan hasil dari intervensi manusia seperti penggunaan kamera, sudut pengambilan gambar, pemilihan fokus, warna, pencahayaan, depth-of-field, special effects, dan lain-lain. (Parsa, 2004) Selain makna yang dapat ditangkap dari foto, keunggulan foto sebagai media representasi adalah kemampuannya untuk membuat orang dapat merasakan foto hampir seperti orang merasakan objek yang ada di dalam foto. Namun, Peirce mengatakan bahwa sebuah foto tidak hanya bersifat iconic (menyerupai objek yang direpresentasikan) namun juga indexical: foto, terutama foto-foto spontan, sangat berguna, karena kita tahu bahwa dalam beberapa hal foto ini menggambarkan objek yang direpresentasikannya secara akurat. Namun kemiripan ini terjadi karena foto tersebut diciptakan dengan kondisi yang sesuai dengan kondisi objek tersebut yang sebenarnya di alam. Dari penjelasan tersebut maka foto dapat juga dikategorikan sebagai tanda yang indexical. (Chandler 1994) Karena sebuah foto akan dipengaruhi oleh efek pencahayaan dalam proses produksi fotografi, segala foto dan film yang tidak diedit merupakan tanda indexical (walaupun kita harus mengingat bahwa praktek fotografi sederhana, yang tanpa menggunakan olah digital, juga selalu meliputi proses komposisi, pemilihan fokus, proses pencetakan foto, dan sebagainya). Gambar dalam foto tersebut juga menyerupai hal yang sebuah representasi. Orang-orang telah menyadari bahwa kekuatan utama dari sebuah imej foto dan film adalah keikonikannya atau kemiripannnya dengan objek asli. (Chandler, 1994) Peirce mengamati bahwa sebuah foto, dilihat dari hubungannya dengan objek foto, merupakan bukti bahwa tampilan hasil foto menyerupai objek yang ada di realita. (Quoted in Chandler, 1994) Dalam berbagai konteks foto dinyatakan sebagai barang bukti, yang merujuk kepada keberadaan bukti nyata dari objek yang ada di foto, demikian juga dalam konteks hukum/legal. Kemampuan foto untuk berperan sebagai barang bukti ini memperkuat keindeks-an indexicality) yang dimiliki oleh sebuah foto. (Chandler, 1994) Selain berperan sebagai tanda yang ikonik dan indeksikal, foto, seperti gambar-gambar dalam film, dapat juga berperan sebagai tanda yang simbolik: misalnya, dalam studi empiris dari berita televisi, Davis dan Walton menemukan bahwa hanya sebagian kecil dari total jumlah gambar yang dapat dikatakan ikonik atau secara langsung merepresentasikan orang-orang, tempat dan suasana yang menggambarkan kata-kata yang diberitakan. Sebagian besar
10
Universitas Indonesia
Membaca Representasi..., Christina Eugenia Natasha, FT UI, 2013
proporsi dari gambar-gambar tersebut memiliki relasi yang tidak langsung dengan teks; mereka mewakili teks tersebut secara indeksikal atau simbolikal. (Chandler, 1994). Jadi, sebuah foto dapat sangat berguna sebagai media representasi karena foto dapat menyampaikan tanda-tanda, dengan relasinya terhadap objek yang direpresentasikan, secara ikonik, indeksikal dan simbolikal. Membaca Foto Graham Clarke dalam bukunya The Photographer mengatakan bahwa: “to read a photography, then, is to enter into a series of relationships which are ‘hidden’ by the illusory power of image before our eyes.” (Clarke, 1997: 29) Kita tidak hanya melihat foto sebagai image/gambar yang tampak di depan mata kita, melainkan juga sebagai bahasa visual (visual language). Gambar yang ada di depan mata kita menyampaikan pesan-pesan yang tidak dapat dibaca secara langsung melainkan harus dimengerti terlebih dahulu sehingga kita dapat menangkap maksud dibalik hal yang terlihat jelas. Proses membaca foto melibatkan berbagai faktor yang kemudian mempengaruhi relasi antara pembaca foto dengan foto yang dibaca. “the image is as much a reflection of the ‘I’ of a photographer as it is of the ‘eye’ of the camera” (Clarke, 1997: 30) Hal ini berarti bahwa sebuah foto tidak hanya menggambarkan hal yang terlihat dari lensa kamera namun juga menggambarkan posisi yang diambil oleh seorang fotografer pada saat menciptakan foto tersebut. Hal ini akan selanjutnya mempengaruhi cara orang membaca foto. Roland Barthes dalam Camera Lucida mengatakan bahwa ada 2 tahap di dalam relasi manusia terhadap sebuah gambar: •
Studium which suggests a passive response to a photograph’s appeal. Studium merupakan hal yang terlihat dengan jelas oleh mata, hal yang sudah ada dalam foto secara eksplisit dan dapat dengan mudah dimengerti oleh pembaca foto.
•
Punctum which allows for the formation of a critical reading. Punctum merupakan makna dibalik hal-hal yang terlihat secara langsung di dalam foto. Punctum merupakan sesuatu yang harus dipahami, tidak hanya dilihat. (Quoted in La Grange, 2005) Universitas Indonesia 11 Membaca Representasi..., Christina Eugenia Natasha, FT UI, 2013
Jika kita memahami punctum saat melihat sebuah foto barulah kita menjadi pembaca aktif dari imej foto tersebut. Selain dua tahap di atas, terdapat juga tahap symbolic yang berarti bagian dari gambar yang memiliki makna tersendiri yang hanya dimengerti oleh sekelompok masyarakat. (Clarke, 1997) Berdasarkan penjelasan-penjelasan di atas, cara orang membaca foto dapat dipengaruhi oleh pesan yang disampaikan fotografer pada saat menciptakan foto tersebut. Saat gambar yang diambil telah menjadi sebuah foto, cara orang membaca pasti akan melalui 2 tahap, yaitu tahap dimana orang hanya melihat hal-hal yang terlihat di foto, dan tahap kedua, dimana orang akan melihat hal-hal tersebut dan kemudian menarik kesimpulan dan pemahaman mereka terhadap foto yang dilihat. Metode Penelitian Objek Penelitian: Objek penelitian merupakan foto arsitektural sebuah karya arsitektur yaitu Perpustakaan Universitas Indonesia Pendekatan dan Jenis Penelitian: Dalam skripsi ini metode penelitian yang digunakan adalah metode eksplanatori/verifikasi, yang digunakan untuk menguji teori, dalam hal ini teori semiotika. Sedangkan pendekatan yang dilakukan adalah melalui pendekatan kuantitatif. Hal ini berarti penelitian yang digunakan lebih menekankan kepada aspek pengukuran secara objektif terhadap fenomena sosial. Lokasi penelitian: pada skripsi ini merupakan lokasi karya arsitektur yang menjadi objek foto arsitektural, yaitu Perpustakaan Universitas Indonesia. Data dan Sumber Data: Data Primer, merupakan data yang dapat secara langsung diperoleh di lapangan. Data ini didapatkan melalui pengisian kuesioner. Data Sekunder, merupakan data yang didapat dari sumber-sumber literature seperti buku, artikel, hasil studi, dan lain-lain. Teknik Pengambilan Data: Pencarian data lapangan dilakukan dengan menggunakan kuesioner karena ingin mengumpulkan pendapat dari orang-orang mengenai pesan yang dapat mereka baca dari foto arsitektur Perpustakaan UI. Dalam mencari data digunakan sistem kuesioner dengan jawaban close-ended agar data yang didapat tidak melenceng dari tujuan pembuatan kuesioner. Sebagai jawaban, diberikan pilihan range 1-6 sebagai tanda Sangat Tidak Setuju-Sangat Setuju untuk memudahkan responden memberikan pendapatnya 12
Universitas Indonesia
Membaca Representasi..., Christina Eugenia Natasha, FT UI, 2013
terhadap pernyataan-pernyataan yang diajukan dalam kuesioner. Dalam pembuatan kuesioner pernyataan yang muncul dibagi menjadi 3 bagian: mengenai fotografi arsitektur, makna denotasi dari foto dan makna konotasi dari foto.
Gambar 7 Perpustakaan Pusat Universitas Indonesia waterfront (http://archdaily.com/)
Gambar 8 Perpustakaan Pusat Universitas Indonesia (http://archdaily.com/)
Hasil Penelitian Bagian I: Fotografi Arsitektur, sebuah foto dapat dikatakan sebagai foto arsitektur jika merupakan representasi dari karya yang menjadi subjek foto •
Foto ini merupakan foto bangunan.
•
Foto ini menggambarkan kembali bangunan Perpustakaan UI dalam media 2 dimensi.
•
Melihat foto ini membuat orang merasa seperti sedang melihat bangunan Perpustakaan UI yang sebenarnya.
13
Universitas Indonesia
Membaca Representasi..., Christina Eugenia Natasha, FT UI, 2013
Gambar 9 Diagram Kesimpulan Bagian I (Sumber: Olahan Pribadi)
Bagian II: Makna Denotasi, Makna denotasi memiliki arti makna yang eksplisit, dapat terlihat secara langsung saat orang melihat sebuah foto. Makna denotasi dapat juga disebut punctum. •
Bangunan Perpustakaan UI didominasi oleh bentuk-bentuk yang bersudut.
•
Bangunan Perpustakaan UI terlihat memiliki beberapa menara.
•
Garis luar bentuk keseluruhan Perpustakaan UI menyerupai bentuk bukit atau setengah lingkaran.
•
Terdapat variasi ketinggian antara bagian-bagian bangunan perpustakaan.
•
Terdapat banyak penghijauan di sekitar Perpustakaan UI.
•
Perpustakaan UI terletak di pinggir danau dengan sebagian besar bangunan menghadap ke arah danau.
•
Perbandingan ukuran manusia dengan bangunan menunjukkan bahwa bangunan ini sangat besar.
•
Perpustakaan UI didominasi oleh warna abu-abu dari warna granit.
•
Lingkungan Perpustakaan UI didominasi oleh warna-warna alam seperti hijau, cokelat dan abu-abu.
•
Foto memperlihatkan lingkungan sekitar tempat Perpustakaan UI berada (adanya danau, dikelilingi pepohonan)
14
Universitas Indonesia
Membaca Representasi..., Christina Eugenia Natasha, FT UI, 2013
Gambar 10 Diagram Kesimpulan Bagian II (Sumber: Olahan Pribadi)
Bagian III: Makna Konotasi, Makna denotasi memiliki arti makna yang implisit, tidak dapat terlihat secara langsung saat orang melihat sebuah foto melainkan harus dipahami. Makna konotasi dapat juga disebut studium •
Foto ini tidak memiliki kesan dramatis.
•
Tidak adanya efek tambahan pada foto membuat bangunan terlihat sama seperti bangunan aslinya sehingga tidak membuat pelihat foto merasa asing.
•
Pengambilan foto secara long-shot menghubungkan Perpustakaan UI dengan lingkungan yang ada di sekitarnya.
•
Subjek foto yang berada pada level mata memberikan kesan bangunan ini tidak spesial dan sederajat dengan pelihat foto.
•
Pencahayaan pada foto yang natural memberi kesan Perpustakaan UI yang dekat dengan kehidupan sehari-hari karena menyerupai pencahayaan natural pada bangunan asli.
•
Tidak adanya bangunan yang menjadi fokus utama di foto menggambarkan bahwa seluruh bangunan di Perpustakaan UI sama pentingnya.
•
Peletakkan bangunan Perpustakaan UI di tengah-tengah bidang foto memberi kesan bahwa bangunan tersebut merupakan pusat perhatian pada foto.
•
Material alam yang digunakan membuat bangunan terkesan menyatu dengan alam sekelilingnya.
15
Universitas Indonesia
Membaca Representasi..., Christina Eugenia Natasha, FT UI, 2013
•
Warna abu-abu bangunan memberikan kesan serius, sesuai dengan fungsi perpustakaan sebagai sarana pendukung belajar.
•
Menara-menara
yang
terlihat
keluar
dari
bukit
kecil
perpustakaan
dapat
melambangkan prasasti sebagai ide awal bentuk bangunan.
Gambar 11 Diagram Kesimpulan Bagian III (Sumber: Olahan Pribadi)
Pembahasan
Gambar 12 Diagram Kesimpulan Kuesioner (Sumber: Olahan Pribadi)
Diagram batang di atas menunjukkan kesimpulan dari pencarian data di lapangan melalui kuesioner. Pada bagian I mengenai Fotografi Arsitektur kecenderungan responden yang setuju dengan pernyataan yang diberikan sekitar 94%. Pada bagian II mengenai makna denotasi foto, kecenderungan responden yang setuju sebanyak 96%. Pada bagian III mengenai makna konotasi foto, kecenderungan responden yang setuju hanya sebanyak 80%. Responden dapat melihat foto yang diberikan sebagai dasar kuesioner sebagai salah satu contoh dari Foto Arsitektur dengan objek Perpustakaan UI. Mayoritas responden menyatakan setuju terhadap keseluruh 3 poin yang diajukan dalam kuesioner. Foto yang digunakan 16
Universitas Indonesia
Membaca Representasi..., Christina Eugenia Natasha, FT UI, 2013
sebagai dasar pembuatan kuesioner dapat berfungsi sebagai media representasi Perpustakaan UI karena mayoritas responden menyatakan bahwa foto tersebut merupakan foto sebuah bangunan yang digambarkan kembali ke dalam media 2 dimensi dan dapat membuat orang yang melihatnya seolah-olah sedang melihat bangunan yang sebenarnya. Setelah menyepakati bahwa foto ini merupakan foto arsitektur. Responden melakukan proses membaca foto arsitektur tersebut. Dalam kuesioner bagian II yang berkaitan dengan pesan denotasi yang terlihat dari foto arsitektur, sebagian besar responden menyatakan setuju terhadap seluruh pernyataan yang diajukan. Hasil yang didapat dari diagram batang pada setiap poin pernyataan sebagian besar membentuk kurva yang sama, semakin ke kanan semakin ke atas. Hal ini berarti responden juga dapat melihat hal-hal yang dilihat penulis dan hal-hal yang disampaikan oleh orang yang memfoto bangunan dan arsitek yang merancang bangunan. Latar belakang responden yang merupakan mahasiswa arsitektur atau nonarsitektur tidak terlalu berpengaruh dalam membaca pesan denotasi pada foto. Selain pesan denotasi, pada saat membaca foto terdapat tingkat petandaan kedua yaitu konotasi. Makna konotasi merupakan makna yang lebih dalam daripada makna denotasi, yang dapat dibaca dari sebuah foto dengan cara dipahami, bukan hanya dilihat. Pada bagian III dari kuesioner yang berupa pernyataan-pernyataan yang mengarah ke makna denotasi foto, jawaban-jawaban yang diberikan oleh responden terlihat lebih beragam. Berbeda dari jawaban pada bagian II yang sebagain besar menyatakan setuju. Walau kecenderungan dari responden yang menjawab pernyataan-pernyataan pada bagian ini juga lebih ke arah setuju, namun jawaban terbanyak pada setiap poin pernyataan tidak selalu setuju. Responden cenderung ragu untuk menyatakan setuju atau tidak setuju dan lebih memilih jawaban yang menunjukkan keraguannya dengan memilih 3 (Agak Tidak Setuju) atau 4 (Agak Setuju). Hal ini menunjukkan bahwa pesan konotasi tidak dapat dipahami dengan sama oleh semua orang karena pesan konotasi merupakan hal yang tersembunyi dan belum tentu diartikan sama oleh semua orang. Walaupun demikian, kecenderungan para responden terhadap pernyataanpernyataan yang diajukan yang berkaitan dengan pesan konotasi foto tetap lebih ke arah setuju. Kesimpulan dari kuesioner ini adalah para responden menyetujui bahwa foto yang digunakan sebagai dasar pembuatan kuesioner merupakan sebuah foto arsitektur berdasarkan poin-poin yang diajukan. Mayoritas responden juga menyetujui pernyataan-pernyataan mengenai pesan denotasi dari foto Perpustakaan UI yang berarti bahwa responden dapat melihat hal yang Universitas Indonesia 17 Membaca Representasi..., Christina Eugenia Natasha, FT UI, 2013
sama seperti yang dinyatakan dalam poin-poin dalam kuesioner mengenai bentuk, warna, skala, dll. Namun untuk pesan konotasi, jawaban-jawaban yang muncul lebih beragam dan menyebar. Responden tidak dengan mudah menyatakan persetujuan atau ketidaksetujuannya terhadap pernyataan yang diberikan. Hal ini dapat berarti bahwa responden tidak yakin terhadap pesan konotasi yang dibacanya di foto karena orang dapat menginterpretasikan makna konotasi dari sebuah foto secara berbeda-beda. Namun walau tidak yakin, responden tetap cenderung menyatakan setuju terhadap pernyataan yang diajukan. Kesimpulan Sebuah foto arsitektur memiliki tingkat kemiripan cukup tinggi dengan karya arsitektur yang menjadi objek foto sehingga tanda-tanda yang dimunculkan seorang arsitek dalam karyanya akan dapat disampaikan kembali melalui media foto. Saat orang membaca foto, secara sadar maupun tidak mereka akan berusaha mengartikan tanda-tanda yang terdapat pada foto karena manusia cenderung untuk memberi arti pada setiap tanda yang mereka lihat. Tanda-tanda yang terdapat dalam foto, pada kasus ini foto arsitektur, dapat dibaca oleh orang melalui pendekatan semiotika. Semiotika merupakan ilmu mengenai tanda. Salah satu pakar semiotika, Roland Barthes, mengembangkan teori mengenai semiotika fotografi yang berkaitan dengan tanda-tanda yang terdapat dalam sebuah foto dan cara orang membacanya. Menurut teori semiotika Roland Barthes, saat seseorang membaca foto, terdapat 2 tingkat petandaan (order of significance): denotasi, pesan eksplisit yang dapat terlihat dengan jelas saat orang melihat foto, dan konotasi, pesan implisit yang merupakan makna yang tersembunyi dari sebuah foto. Disaat orang mampu memahami kedua tanda tersebut, maka ia dapat dikatakan telah menjadi pembaca aktif dari sebuah foto. Dalam skripsi ini ditunjukkan bahwa semiotika berguna dalam ilmu arsitektur. Tidak hanya dalam proses perancangan karya arsitektur saja, melainkan dalam merepresentasikan karya arsitektur juga. Semiotika berguna baik untuk seorang arsitek dalam menyisipkan pesan tertentu di karyanya, maupun untuk audiens dalam hal memahami makna-makna tersebut. Hal ini membuat semioitika baik sebagai media untuk berkomunikasi, yaitu melalui tanda-tanda. Pemanfaatan teori semiotika sebagai media komunikasi dapat digunakan ketika menciptakan representasi dari sebuah karya arsitektur, dalam kasus ini misalnya melalui media foto. 18
Universitas Indonesia
Membaca Representasi..., Christina Eugenia Natasha, FT UI, 2013
Berdasarkan studi kasus yang dilakukan terhadap foto arsitektur Perpustakaan UI dapat terlihat bahwa sebagian besar responden dapat menangkap pesan denotasi dan konotasi yang terdapat pada foto tersebut. Hal ini menunjukkan kemampuan foto arsitektur dalam menyampaikan pesan dan juga kemampuan manusia untuk membaca pesan yang terdapat dalam foto dengan cara membaca tanda-tanda yang ada. Hal inilah yang menyebabkan penggunaan foto banyak digunakan pada buku-buku dan artikel arsitektur, maupun pada pameran arsitektur, dengan tujuan agar dapat memberikan gambaran yang lebih jelas kepada pembaca mengenai karya arsitektur tertentu. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa fotografi arsitektur merupakan media yang baik sebagai alat representasi arsitektur. Hasil tulisan skripsi mengenai pembacaan representasi visual arsitektur dalam bentuk foto arsitektur melalui pendekatan teori semiotika ini akan dapat berguna dalam ilmu arsitektur khususnya dalam bidang studi visual, walau masih memerlukan penelitian yang lebih lanjut dan lebih mendalam. Daftar Referensi Borchers, T. 2006. Rethorical Theory, Thomson Wadsworth, Belmont, California Broadbent, G. 1980. Signs, Symbols and Architecture, John Willey & Sons, New York Clarke, G. 1997. The Photograph, Oxford University Press, New York Danesi, M. 2004. Messages, Signs and Meanings: A Basic Textbook in Semiotics and Communication Theory, 3rd edn, Canadian Scholars’ Press Inc., Toronto Higgot, A dan Wray, T (eds). 2012. Camera Constructs: Photography, Architecture and the Modern City, Ashgate Publishing Ltd., Surrey. Mitchell, W. 1995, “Representation”, in F Lentricchia & T McLaughlin (eds), Critical Terms for Literary Study, 2nd edn, University of Chicago Press, Chicago O’Shaughnessy, M & Stadler J .2005. Media and society: an introduction, 3rd edn, Oxford University Press, South Melbourne Schulz, A. 1980. Architectural Photography: Composition, Capture, and Digital Image Processing, 2nd edn, Rocky Nooc Inc., Santa Barbara
19
Universitas Indonesia
Membaca Representasi..., Christina Eugenia Natasha, FT UI, 2013
Stroebel, L, Todd, H dan Zakia, R. 1980. Visual Concepts for Photographers, Focal Press Limited, London dan Focal Press Inc., New York
Sumber Internet: Chandler,
D.
1994.
Semiotics
for
Beginners
[WWW
document]
http://users.aber.ac.uk/dgc/Documents/S4B/sem02.html/ (Diakses pada tanggal 22 Mei 2013) Chapman, C. 2010. Color Theory for Designers, Part 1: The Meaning of Color. http://www.smashingmagazine.com/ (Diakses pada tanggal 29 Mei 2013) Dharma, A, Semiotika dalam Arsitektur. http://staffsite.gunadarma.ac.id/agus_dh/. (Diakses pada tanggal 12 April 2013) Parsa, AF. 2004. Visual Semiotics: How Still Images Mean? Interpreting Still Images by using
Semiotic
Approaches.
http://akademik.maltepe.edu.tr/~osmanurper/g%F6rselimajy%F6n/visual%20semiotics %20how%20still%20images%20mean.pdf (Diakses pada tanggal 5 Mei 2013) Fujii, L. 2008. An Image and Its Thousand Meanings, University of Colorado at Boulder. http://www.colorado.edu/communication/metadiscourses/Papers/App_Papers/Fujii.html (Diakses pada tanggal 22 Mei 2013) Kamus Besar Bahasa Indonesia Online (http://kbbi.web.id/) Lockwood, N. 2007. Barthes Semiotic Theory and September 11th, 2001. University of Colorado
at
Boulder.
http://www.colorado.edu/communication/meta-
discourses/Papers/App_Papers/Lockwood.htm (Diakses pada tanggal 21 Mei 20121 Oxford Online Dictionary (http://oxforddictionaries.com) http://isites.harvard.edu/fs/docs/icb.topic94144.files/Barthes.pdf Sudarmanto,
TP.
2011.
“Akhirnya...
Perpustakaan
UI
Diresmikan!”
http://nasional.kompas.com/read/2011/05/13/20584029/ (Diakses pada tanggal 18 Mei 2013) 20
Universitas Indonesia
Membaca Representasi..., Christina Eugenia Natasha, FT UI, 2013
http://www.lib.ui.ac.id/page/profil-perpustakaan (Diakses pada tangga 18 Mei 2013)
21
Universitas Indonesia
Membaca Representasi..., Christina Eugenia Natasha, FT UI, 2013