Semiotika Penggunaan Booth sebagai Representasi Citra Produk Rizkiyasa Nirmala, Mohammad Nanda Widyarta Arsitektur Interior, Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia E-mail:
[email protected]
Abstrak Kegiatan pemasaran merupakan bagian dari proses menjual suatu produk. Salah satu cara yang dilakukan penjual untuk memasarkan produknya adalah dengan menggunakan booth. Tujuan dari skripsi ini adalah untuk mengetahui bagaimana booth sebagai representasi dari produk yang dijual mampu menarik perhatian calon pembeli. Untuk mencapai tujuan dari skripsi ini, maka akan dilakukan pengkajian pada elemenelemen booth yang mampu memberikan citra tertentu dari produk yang dijual. Pengkajian dilakukan berdasarkan teori semiotika Roland Barthes yang membahas tentang kemungkinan makna yang muncul dari suatu tanda, yaitu makna denotatif dan makna konotatif. Seperti makna konotatif, mitos berada di tingkat sekunder proses pemaknaan tanda. Sehingga memungkinkan munculnya lebih dari satu makna dari sebuah elemen booth. Pada akhirnya skripsi ini akan mendeskripsikan bagaimana booth mengkomunikasikan produk yang dijualnya menggunakan tanda-tanda yang akan dimaknai oleh calon pembeli, baik berupa makna denotatif maupun makna konotatif atau mitos. Booth membentuk komunikasi menggunakan elemen-elemen yang sesuai dengan diskursus yang sedang berlangsung. Sehingga booth dapat memberikan citra tertentu yang menarik bagi calon pembeli. Kata kunci: booth, denotatif, konotatif, mitos, semiotika
Abstract Marketing is part of a process selling a product. One of the ways, that sellers trying to market its product is by using booth. The goal of this script is to know how booth as a representation of a product to be sold capable of attracting buyers. To achieve this goal of this script, writers are emphasizing the booth elements that can give certain image. Emphasize will based on semiotics theory of Roland Barthes which discuss about the possibility of meanings that came up from a sign, which are denotative and connotative meaning. Such as connotative meanings, myths are in the process of secondary level of meaning signs. . Thus allowing the emergence of more than one meaning of a booth element. In the end, this script will describe how booth communicate products that ought to be sold using signs that buyers able to understand, even dennotative or connotative meaning or myth. Booth establish communication using the elements corresponding to the discourse. Eventually using booth could give images that attract prospect buyers. Keywords : booth, denotative, connotative, myth, semiotics
Pendahuluan Pusat perbelanjaan merupakan tempat terjadinya transaksi ekonomi dari kehidupan masyarakat urban. Terkait dengan budaya konsumerisme yang sedang terjadi, masyarakat
Semiotika Penggunaan..., Rizkiyasa Nirmala, FT UI, 2013
urban tidak lagi membeli barang hanya karena merupakan kebutuhan, tetapi juga karena faktor keinginan. Hal inilah yang menjadi alasan mengapa banyak perusahaan, baik besar maupun kecil, bersaing untuk menjual produknya. Penjual melakukan kegiatan pemasaran agar mendapatkan hasil yang maksimal dari barang yang dijualnya. Salah satu bentuk proses pemasaran adalah dengan menggunakan booth. Booth merupakan tanda dari suatu produk. Tanda ini akan menghasilkan interpretan dan membuat interpretasi tertentu pada manusia. Booth tidak hanya mengkomunikasikan produk yang dijual, tetapi juga memiliki makna tertentu dari elemen-elemen pembentuk booth. Adanya booth pada ruang interior tertentu, misalnya mal, dapat memunculkan makna yang berbeda terhadap produk yang dijual, meskipun pada saat itu ada manusia yang belum mengetahui produk yang dijual (hanya melihat penampakan booth). Sehingga, dapat dikatakan bahwa booth dapat memberikan citra tertentu dari produk yang dijual. Apa yang ada pada booth, dalam hal ini tanda-tanda, mungkin berkaitan erat dengan diskursus yang hadir di masyarakat. Barthes mengaitkan adanya aspek kehidupan masyarakat yang memegang peran penting dalam terbentuknya suatu tanda hingga memungkinkan terbentuknya citra tertentu. Maka, muncullah pertanyaan sebagai berikut: 1.
Bagaimana booth sebagai representasi dari produk yang dijual mampu menarik
perhatian calon pembeli? 2.
Bagaimana citra yang terbentuk dari ‘tanda-tanda’ yang ada pada suatu booth?
3.
Bagaimana booth sebagai bentuk komunikasi membentuk teks pemasaran melalui
‘tanda-tanda’? Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana booth sebagai representasi dari produk yang dijual mampu menarik perhatian calon pembeli. Hal ini dapat dijadikan sebagai pertimbangan bagi masyarakat ataupun desainer dan arsitek ketika akan mendesain dan membuat booth untuk pemasaran suatu produk. Selain itu, skripsi ini juga menelusuri bagaimana citra yang terbentuk dari tanda-tanda yang ada pada suatu booth, serta bagaimana booth sebagai bentuk komunikasi membentuk teks pemasaran melalui tanda-tanda.
Metode Penelitian Teori semiotika Roland Barthes akan digunakan untuk mengkaji booth dalam skripsi ini.
Semiotika Penggunaan..., Rizkiyasa Nirmala, FT UI, 2013
Teori semiotika ini membahas mengenai kemungkinan makna yang muncul dari suatu tanda, yaitu makna denotatif dan konotatif atau mitos. Studi kasus akan dilakukan pada beberapa booth yang mampu menampilkan citra tertentu dari produk yang dijualnya. Penulis akan mengumpulkan data terkait booth serta produk yang dijual untuk kemudian dikaitkan dengan teori semiotika Barthes. Booth tersebut akan dipandang sebagai suatu bentuk tanda, serta bagaimana makna yang muncul berkaitan dengan pemahaman masyarakat.
Tinjauan Teoritis Dewasa ini, banyak sekali bentuk usaha, baik besar maupun kecil, yang dilakukan oleh masyarakat. Hal ini menyebabkan munculnya persaingan yang ketat di antara penjual. Untuk meningkatkan pemasukan, setiap penjual akan berusaha melakukan kegiatan pemasaran untuk menarik pembeli. Salah satu bentuk pemasaran adalah dengan membuat visual merchandising. Visual Merchandising adalah “.. the art of showcasing or presenting the same goods or merchandise” (Bhalla & S, 2010). Visual merchandising hadir untuk menarik perhatian calon pembeli agar calon pembeli membeli produk yang dijual. Salah satu bentuk dari visual merchandising adalah booth. Definisi dari booth menurut Oxford Dictionaries adalah “small temporary tent or structure at a market, fair, or exhibition, used for selling goods, providing information, or staging shows”. Tidak seperti toko atau kios, booth berdiri pada jangka waktu tertentu. Booth dapat dipindahkan, baik dengan cara langsung dibawa ataupun dengan cara melepaskan elemenelemennya untuk kemudian disusun di tempat yang baru. Fungsi dari booth adalah untuk memberikan pesan berupa informasi terkait produk yang dijual atau dipasarkan. Booth menjadi sarana bagi produk untuk ditunjukkan kepada calon pembeli. Selain itu, booth juga harus dapat menarik perhatian calon pembeli dalam waktu singkat. Booth terdiri dari beberapa elemen pembentuk. Sebagian besar booth memiliki komposisi huruf untuk menunjukan nama produk, keterangan produk, dan lain-lain. Booth juga memiliki gambar-gambar yang juga difungsikan untuk mengkomunikasikan produk yang dijual. Tulisan dan gambar yang telah disusun dilengkapi dengan bentuk booth yang tampil sedemikian rupa agar mendapat perhatian dari calon pembeli.
Semiotika Penggunaan..., Rizkiyasa Nirmala, FT UI, 2013
Semiotika “Semiotika adalah studi tentang tanda dan segala yang berhubungan dengannya: cara berfungsinya, hubungannya dengan tanda-tanda lain, pengirimannya, dan penerimaannya oleh mereka yang mempergunakannya” (Piliang, 2003). Semiotika memaparkan bagaimana tanda tidak hanya sekedar mengkomunikasikan sesuatu, tetapi juga membuat makna tertentu dari suatu objek. Terdapat dua komponen pembentuk tanda, yaitu petanda dan penanda. Roland Barthes (1986) menyatakan bahwa petanda “... is not ‘a thing’ but a mental representation of the ‘thing’”. Petanda adalah sebuah konsep, isi, ataupun gambaran pemikiran. Konsep inilah yang kemudian akan direpresentasikan melalui tanda. Barthes (1986) juga menyatakan bahwa penanda “... is always material (sounds, objects, images)”. Penanda adalah material yang mengungkapkan konsep. Penanda dapat berbentuk apa saja, misalnya adalah bunyi, coretan, dan lain-lain. Penanda dapat ditangkap melalui indera-indera yang dimiliki oleh manusia. Teori semiotika Saussure diteruskan oleh Barthes dengan membuat sistem signifikasi bertingkat, yaitu denotatif dan konotatif. Makna yang muncul dari sistem denotatif merupakan makna sesungguhnya. Makna yang muncul merupakan representasi langsung dari realitas yang coba dihadirkan oleh penanda. Kemunculan makna ini dapat dilihat pada bagan sistem signifikasi berikut:
Gambar 1 Bagan Tingkatan Signifikasi oleh Barthes (Sumber: Introducing Semiotics, hlm. 6)
Tingkat kedua pada sistem signifikasi ini memberikan makna konotatif. Makna konotatif adalah makna yang tersirat, yaitu secara implisit atau tidak langsung. Makna konotatif dapat dipengaruhi oleh latar belakang cerita dari setiap manusia. Untuk dapat menangkap makna konotatif, dibutuhkan penafsiran lebih dalam dibandingkan dengan makna denotatif. Hal ini dikarenakan makna konotatif lebih tersembunyi dibandingkan makna denotatif. “Makna
Semiotika Penggunaan..., Rizkiyasa Nirmala, FT UI, 2013
tersembunyi ini adalah makna, yang menurut Barthes, merupakan kawasan ideologi atau mitologi” (Piliang, 2003). Salah satu hal yang dapat dibentuk dari tanda adalah mitos. Mitos dapat hadir dan diterima oleh masyarakat karena adanya suatu pemahaman bahwa mitos tersebut adalah benar. Mitos secara tidak langsung menyimpan ideologi yang tidak ditampakkan. Seperti yang telah dikatakan oleh Barthes (1972) bahwa “... everything can be a myth provide it is conveyed by a discourse”. Hayden White (Foucault, 2007) menyatakan bahwa “Diskursus adalah istilah untuk mewadahi semua bentuk dan kategori kehidupan kultural yang ia kumpulkan, termasuk usahanya sendiri untuk memasuki kehidupan ini dengan kritik terhadap apa yang dibayangkan atau pertimbangkan”. Diskursus dapat dibentuk dari pengalaman kultural masyarakat. Namun, hal ini berlaku pula untuk sebaliknya, yaitu masyarakatlah yang dipengaruhi oleh diskursus. Segala sesuatu dapat menjadi mitos. Hal ini ini terjadi karena mitos bukanlah sekedar objek yang dimaknai oleh seseorang atau masyarakat. Namun, mitos juga merupakan suatu cara penyampaian pesan. Barthes (1972) menyatakan bahwa “... myth is a system of communication, that it is message”. Namun, munculnya pesan ini sangat berkaitan dengan pandangan manusia terhadap apa yang ditangkapnya tersebut. Untuk sistem signifikasi mitos, Barthes menyusun penanda, petanda, dan tanda dalam bagan sebagai berikut:
Gambar 2 Bagan Susunan Tingkatan Penanda, Petanda, dan Tanda dalam Mitos oleh Barthes (Sumber: Mythologies, hlm. 113)
Mitos berada pada tingkatan sekunder dari sistem penandaan. Sehingga, memungkinkan munculnya lebih dari satu makna. Mitos dapat memberi tahu atau memberi informasi kepada masyarakat yang memaknai suatu objek, dan sekaligus memengaruhi atau memperdaya masyarakat. Seperti yang dikatakan oleh Barthes (1972), yaitu “... it makes us understand something and it imposes it on us”.
Semiotika Penggunaan..., Rizkiyasa Nirmala, FT UI, 2013
Tanda dapat membiaskan makna suatu penanda. Pembiasan makna mungkin saja merupakan kepalsuan makna tanda yang sengaja dibuat oleh pihak tertentu. Piliang (2003) menyatakan bahwa “Semiotika adalah salah satu dari ilmu, yang oleh beberapa pemikir dikaitkan hakikatnya dengan kedustaan, kebohongan, dan kepalsuan---sebuah teori dusta” (Piliang, 2003). Namun, kepalsuan ini bukan suatu hal negatif yang harus dihindari. Kepalsuan ini justru dapat memberikan dampak positif bagi beberapa pihak. Misalnya adalah citra yang naik nilainya akibat dari kepalsuan. Munculnya makna tidak terlepas dari tanda yang hadir serta realitas sesungguhnya yang ingin disampaikan. Namun, dengan adanya keinginan untuk mengubah citra, maka dilakukan berbagai cara untuk menautkan penanda dengan elemen-elemen tertentu. “Elemen-elemen tanda yang merupakan bagian dari dunia realitas kini dikombinasikan dan berbaur dengan elemen-elemen tanda yang bukan realitas (fantasi, imajinasi, ideologi) ke dalam satu kombinasi kontradiktif dan eklektik tanda-tanda (eclectic signs)” (Piliang, 2003). Sehingga, citra yang terbentuk dari suatu tanda dapat menutupi fakta yang ada. Sampai pada akhirnya, citra baru yang telah terbentuk dapat dianggap menjadi realitas. Tanda merupakan suatu representasi dari sesuatu yang dimaksud untuk dikomunikasikan. Booth menyajikan informasi dan citra produk dalam bentuk tanda pada elemen-elemen penyusun suatu booth. Tanda ini kemudian dapat membuat intrepretan tertentu pada setiap individu manusia.
Hasil dan Pembahasan Penelitian Teori semiotika Roland Barthes digunakan untuk mengkaji booth. Booth yang dikaji adalah booth yang dianggap mampu menampilkan citra tertentu dari produk yang dijualnya. Booth “P” “P” merupakan merek makanan ringan berbahan kentang dan beberapa jenis minuman. “P” menyediakan kentang goreng dalam berbagai rasa. Booth “P” memiliki beberapa elemen penyusun, yaitu papan nama merek, lambang merek, meja dan kursi untuk pengunjung, serta area untuk menyiapkan produk jual. Setiap elemen memiliki makna denotatif ataupun makna konotatif tertentu.
Semiotika Penggunaan..., Rizkiyasa Nirmala, FT UI, 2013
Papan nama ini memiliki makna denotatif merek produk yang diinformasikan kepada calon pembeli. Penggunaan Bahasa Inggris untuk slogan produk memberikan makna bahwa produk ini bersifat global1. Masyarakat meyakini bahwa Bahasa Inggris adalah bahasa yang diakui dunia internasional. Sehingga mitos yang muncul adalah Bahasa Inggris sebagai sesuatu yang mendunia, menjadi slogan dari produk yang juga mendunia. Penggunaan Bahasa Inggris juga tampak pada slogan yang berbunyi “Original Taste” di bagian lambang merek.
Gambar 3 Booth “P”. (Sumber: Dokumentasi Pribadi)
Booth “P” memiliki papan nama berbentuk balok (bangun 3 dimensi) dengan lampu di dalamnya, serta menggunakan besi melengkung untuk menggantungnya. Hal tersebut menggambarkan adanya biaya yang lebih mahal dalam proses pembuatan papan nama tersebut. Masyarakat memiliki pemikiran bahwa perusahaan yang besarlah yang dapat menggunakan material yang mahal. Makna konotatif yang ditimbulkan adalah bahwa yang menjual adalah perusahaan cukup besar yang tentunya menjual produk yang berkualitas baik. Besi yang menggantung papan nama berbentuk melengkung pada bagian atasnya. Besi ini menimbulkan makna lebih “unik” bila dibandingkan dengan berbentuk lurus. Hal ini dikarenakan untuk mendapatkan bentuk melengkung pada besi, dibutuhkan proses yang tidak mudah, yaitu dengan proses pemanasan atau dengan proses casting iron (pengecoran besi). Namun, menurut Sonny Satriyono2, komposisi papan nama booth “P” kurang tepat. Papan nama seharusnya fokus pada nama dan lambang merek (tidak dipenuhi dengan daftar menu) untuk memperlihatkan bahwa nama merek dan lambang adalah sesuatu yang penting untuk 1
Definisi kata “global” menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah bersangkut paut, mengenai, meliputi seluruh dunia. Diakses di http://kbbi.web.id/ pada 25 Mei 2013 pukul 20.48 2 Dosen Packaging Design di Politeknik Negeri Jakarta, dan desainer booth di Dampu Design.
Semiotika Penggunaan..., Rizkiyasa Nirmala, FT UI, 2013
diketahui sejak awal oleh calon pembeli. Hal ini dikarenakan nama dan lambang merek dapat memberikan citra awal produk kepada calon pembeli.
Gambar 4 Booth “P” (Sumber: Dokumentasi Pribadi, Telah Diolah Kembali)
Lambang merek pada booth terdiri dari gambar dan tulisan pada bidang yang menonjol keluar dari salah satu sisi booth. Lambang merek ini memberi tahu calon pembeli lambang dari merek produk. Secara keseluruhan bidang lambang merek ini juga terlihat “unik”. Hal ini terjadi karena sebagian besar penempatan bidang lambang merek pada booth dibuat sejajar menyatu dengan sisi booth. Terdapat meja dengan bentuk lengkung sederhana tanpa ornamen di ujungnya, serta kursi. Desain kursi terlihat sederhana dan fungsional seolah-olah hanya terdiri dari bentuk lingkaran pada alas duduk berlapis kulit berwarna orange, serta kaki kursi yang lurus tanpa ornamen dengan material stainless steel. Meja dan kursi memfasilitasi pembeli agar dapat menikmati produk di tempat atau sekedar menunggu hidangan siap. Desain dari kursi dan meja tersebut menggambarkan gaya “minimalis”. Di zaman sekarang, terdapat istilah “minimalis”3 yang dimaknai masyarakat sebagai sebuah gaya yang memiliki ciri bentuk yang sederhana (tidak banyak kurva seperti ukiran-ukiran). Desain “minimalis” dianggap merupakan tren yang sedang berkembang saat ini. Hal ini terjadi dikarenakan cukup banyak media massa yang mempopulerkan tren “minimalis”. Padahal “minimalis” tidak hanya berarti bentuk yang 3
Pengertian gaya “minimalis” disini bukanlah gaya “minimalis” yang benar-‐benar sesuai dengan sejarah. Namun, pengertian “minimalis” disini adalah “minimalis” yang dimaknai sendiri oleh masyarakat akibat adanya gaya pada desain yang banyak ditampilkan dan dibicarakan di media massa oleh penulis artikel ataupun desainer dan arsitek.
Semiotika Penggunaan..., Rizkiyasa Nirmala, FT UI, 2013
sederhana tanpa ukiran. Kursi ini juga memiliki tinggi sekitar 75cm. Gaya duduk yang terjadi dalam penggunaan kursi mengacu pada gaya duduk seperti di sebuah ‘bar’ (tidak seperti kursi makan pada umumnya). Sehingga, muncullah makna “khusus” dan “spesial” ketika duduk di kursi ini. Pada bagian samping booth, terdapat elemen roda. Bentuknya mendekati roda gerobak dengan bentuk lingkaran dan garis seperti jari-jari di tengahnya. Melihat elemen-elemen yang telah dibahas sebelumnya, booth ini ingin memberikan makna bahwa produk ini adalah produk yang unik, mendunia, dan sedang tren saat ini. Namun, kehadiran roda ini dapat mengingatkan calon pembeli pada roda gerobak kayu sederhana. Sehingga, muncullah kerancuan makna. Booth “P” tersusun dari material multiplek dan besi yang diberi penyelesaian agar permukaannya halus. Material tersebut memiliki kualitas baik untuk melindungi produk di dalam ruangan. Secara keseluruhan booth terlihat menerapkan gaya “minimalis” yang sesuai dengan keyakinan masyarakat (bukan berdasarkan sejarah). Gaya “minimalis” yang sedang tren ini mengantarkan pemahaman bahwa booth ini bersifat kontemporer4. Sehingga produk yang dijual juga dianggap produk yang sedang tren atau tidak ketinggalan zaman. Booth juga dinilai memiliki bentuk yang cukup unik sebagai booth yang menjual kentang goreng. Berdasarkan makna-makna yang muncul dari elemen-elemen pada booth “P”, dapat disimpulkan bahwa perusahaan “P” memperhatikan bagaimana produk di mata calon pembeli. Tidak hanya untuk memberi informasi mengenai kentang goreng kepada calon pembeli, “P” juga berusaha untuk menarik calon pembeli dan memengaruhi calon pembeli untuk membeli produknya dengan menggunakan elemen-elemen yang ada pada booth. Secara garis besar, setiap elemen memiliki makna konotatif yang hampir semuanya mengarah pada makna “unik” dan “spesial” dengan gaya “minimalis”. Hal inilah yang menjadi alat untuk menarik calon pembeli. Booth “C” Cireng adalah makanan yang menggunakan bahan dasar aci (tepung tapioka) yang digoreng. “C” merupakan salah satu perusahaan yang menjual cireng dengan menggunakan booth. 4 Definisi kata “kontemporer” menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah: pada waktu yang sama; semasa; sewaktu; pada masa kini; dewasa ini. Diakses di http://kbbi.web.id/ pada 24 Juni 2013 pukul 12.30.
Semiotika Penggunaan..., Rizkiyasa Nirmala, FT UI, 2013
Elemen penyusun booth “C” yaitu papan nama, lambang merek, area display, dan area untuk menyiapkan produk hingga siap untuk dijual.
Gambar 5 Booth “C” (Sumber: Dokumentasi Pribadi)
Papan nama booth “C” berbentuk balok (bangun 3 dimensi). Papan nama ini memberi tahu merek dan slogan produk kepada calon pembeli. Slogan yang berbunyi “Bukan Cireng Biasa” memberikan makna bahwa cireng yang dijual adalah cireng yang spesial dan unik. Masyarakat urban yang cenderung hedonis memiliki tingkat konsumsi yang cukup tinggi. Apalagi ketika melihat sesuatu yang dianggap spesial dan unik tentu akan muncul ketertarikan untuk mencoba produk tersebut. Sedangkan slogan yang berbunyi “Impor langsung dari Bandung” menunjukan kualitas produk yang baik. Hal ini dikarenakan terdapat keyakinan bahwa produk yang diproduksi di tempat asalnya merupakan produk asli yang berkualitas dibandingkan dengan yang dibuat oleh produsen di tempat lain. Warna kuning dan hijau pada papan nama adalah warna yang mencolok. Penggunaan warna-warna yang mencolok cukup menjadi tren saat ini. Dapat terlihat dari penerapannya pada rumah-rumah yang dianggap bergaya “minimalis” di banyak media massa yang berani menggunakan warna terang seperti merah, dan orange pada dinding rumah. Lambang merek terdiri dari bentuk seperti awan dan tugu, serta nama merek “C”. Lambang merek ini memperlihatkan lambang merek pada calon pembeli. Gambar tugu yang berbentuk melengkung lancip ke atas dan ikal di bagian yang lain mengingatkan kita pada bentuk pangkal keris. Nama merek “C” terdiri dari dua kata, salah satu katanya sebenarnya adalah sesuatu yang berhubungan dengan kebudayaan Indonesia. Sehingga, gambar tugu ini dapat meyampaikan makna “budaya” yang dimiliki oleh nama merek “C”. Booth “C” berusaha
Semiotika Penggunaan..., Rizkiyasa Nirmala, FT UI, 2013
memasukkan unsur budaya pada “kemasan” produk yang mengarah ke desain yang sedang tren saat ini, yaitu bergaya “minimalis”.
Gambar 6 Booth “C” (Sumber: Dokumentasi Pribadi, Telah Diolah Kembali)
Area display produk terdiri dari etalase dengan material kayu dan dicat berwarna hijau, serta sisi depan bermaterial kaca. Etalase ini memberi fasilitas kepada calon pembeli untuk melihat produk yang dijual. Bentuk dari etalase ini merupakan bentuk sederhana yang seperti gaya “minimalis”. Apalagi dengan material kaca yang menjadi sekatnya. Bila diperhatikan, cukup banyak desain rumah bergaya “minimalis” yang ada di media massa, yang menggunakan material kaca dengan porsi yang besar, baik sebagai jendela, dinding, bahkan lantai rumah. Pada panel depan booth bagian bawah terdapat bentuk lingkaran mengisi warna putih yang menjadi latar belakang dari panel ini. Lingkaran ini terdiri dari warna hijau, biru, dan kuning. Bila diperhatikan, bentuk seperti ini mengingatkan pada bentuk lolipop, yaitu permen berbentuk lingkaran yang biasanya berwarna-warni dan dikonsumsi oleh anak-anak. Sehingga ada makna konotatif “lucu” yang tersirat dari bentuk ini. Padahal bentuk ini tidak ada hubungannya dengan cireng yang merupakan produk yang dijual di booth ini. Terdapat area untuk menyiapkan produk yang dapat dilihat oleh pembeli. Area ini menggunakan material keramik berwarna putih yang membuat kotoran yang ada mudah terlihat sehingga dapat langsung dibersihkan. Sehingga, tidak terdapat banyak kuman yang
Semiotika Penggunaan..., Rizkiyasa Nirmala, FT UI, 2013
dapat menyebabkan penyakit. Masyarakat meyakini bahwa bila sakit, tentu akan membutuhkan banyak biaya untuk berobat. Oleh karena itulah, masyarakat berusaha untuk tetap sehat, yang berarti juga sebagai penghematan. Kebersihan juga dapat memberikan makna konotatif. Masyarakat di zaman sekarang meyakini bahwa orang yang peduli dengan kesehatan adalah masyarakat yang “modern”. Hal inilah yang menjadi alasan masyarakat membeli sesuatu yang terlihat bersih. Agar mereka dapat dikatakan sebagai masyarakat yang “modern”5. Secara keseluruhan, bentuk-bentuk elemen pada booth ini sederhana dengan warna-warna yang terang. Gaya “minimalis” yang ada pada pemahaman masyarakat dapat terlihat pada desain booth. Booth ini memiliki makna kontemporer dan menjual produk yang “unik” serta bersih yang sangat tepat untuk dikonsumsi masyarakat “modern”. Penjual berupaya menarik pembeli secara visual yang dianggap sedang menjadi tren. Berdasarkan makna-makna yang muncul dari elemen-elemen yang membentuk booth, cireng yang dijual menggunakan booth dapat dianggap memiliki kualitas yang lebih baik. Hal ini juga didukung oleh pembeli dari produk “C” yang diwawancarai. Berdasarkan wawancara yang dilakukan pada pembeli produk “C”, sebagian besar pembeli beranggapan bahwa produk yang dijual menggunakan booth adalah produk yang berkualitas baik. Produk juga dianggap bersih dan higienis. Desain dari booth ini dinilai bagus dan menarik. Sebagian besar pembeli yang diwawancarai juga berpendapat lebih baik membeli di booth daripada di gerobak. Pernyataan-pernyataan yang muncul dari calon pembeli sebenarnya belum dapat dibuktikan kebenarannya sebelum membeli produk yang dijual. Apabila dielaborasi lebih lanjut, benarkah produk yang dijual dengan menggunakan booth lebih bersih dan higienis? Apakah produk yang dijual juga memiliki kualitas yang baik? Namun, makna ini ternyata tetap dapat membuat calon konsumen akhirnya memilih untuk membeli di booth. Booth “S” “S” merupakan merek produk makanan dan minuman yang menggunakan kacang kedelai sebagai bahan dasar pembuatan produknya. Jenis produk yang dijual diantaranya beancurd 5
Definisi kata “modern” disini bukanlah “modern” yang berdasarkan perkembangan sejarah. Namun, definisi “modern” yang dimaksud adalah yang sesuai dengan definisi dari Kamus Besar Bahasa Indonesia, yaitu: sikap dan cara berpikir serta cara bertindak sesuai dengan tuntutan zaman. Diakses di http://kbbi.web.id/ pada 30 Juni 2013 pukul 22.10.
Semiotika Penggunaan..., Rizkiyasa Nirmala, FT UI, 2013
dan pancake. Booth “S” memiliki elemen-elemen penyusun, yaitu papan nama, lambang merek, panel pada sisi-sisi booth, daftar menu, area display, dan area menyiapkan produk.
Gambar 7 Booth “S” (Sumber: Dokumentasi Pribadi)
Papan nama booth “S” berbentuk balok berwarna putih yang terdiri dari tulisan merek berwarna biru dan lambang merek pada bagian ujung papan nama. Papan nama ini memberi tahu merek dan lambang merek kepada calon pembeli. Posisinya yang berada di belakang memberi makna bahwa perusahaan “S” mementingkan produk yang dijualnya untuk diketahui lebih dahulu oleh calon pembeli, dibandingkan dengan mereknya. Perusahaan “S” pada booth ini bagaikan seorang manusia yang membawa nampan berisi sajian dan menawarkannya kepada manusia yang lain sambil seolah-olah berkata “Inilah produk kami”. Ukuran yang cukup besar pada nama merek “S” memunculkan makna bahwa yang menjual adalah perusahaan yang besar. Lambang merek terdiri dari nama merek, gambar kacang kedelai dan olahannya (berbentuk cair), serta slogan “Choose Healthy”. Gambar kacang kedelai yang ada merupakan gambar kacang kedelai yang berkualitas baik dengan bentuk fisik yang padat dan bersih. Kacang kedelai pada gambar terlihat seperti sedang dalam keadaan jatuh (tidak statis). Keadaan ini seolah-olah menggambarkan ekspresi dari kacang kedelai, yaitu segar dan tidak layu. Gambar kacang kedelai memberi makna konotatif bahwa produk menggunakan kacang kedelai berkualitas baik. Selain itu, gambar olahan kacang kedelai berbentuk cair tampak mengalir lembut tanpa gumpalan. Terdapat pula gambar percikan cairan olahan tersebut yang menambah kesan dramatis dari produk ini. Gambar ini memberikan makna bahwa proses pembuatan dilakukan dengan baik sehingga menghasilkan produk yang berkualitas baik pula.
Semiotika Penggunaan..., Rizkiyasa Nirmala, FT UI, 2013
Slogan “Choose Healthy” memiliki makna mengajak calon pembeli untuk memilih produk yang sehat. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa masyarakat kini menganggap bahwa orang yang peduli dengan kesehatan adalah orang yang “modern”. Sehingga, masyarakat membeli sesuatu yang terlihat “sehat” agar dianggap sebagai masyarakat yang “modern”.
Gambar 8 Booth “S” (Sumber: Dokumentasi Pribadi, Telah Diolah Kembali)
Terdapat 3 sisi yang dapat dilihat oleh calon pembeli. Tujuan dari sisi-sisi ini adalah sebagai pelindung produk dan memberikan informasi mengenai produk kepada calon pembeli. Sisi depan booth bagian kiri adalah panel berwarna hijau dengan gambar-gambar produk. Pada bagian kanan terdapat lambang merek dengan kuning sebagai warna dasar panel. Namun, sisi depan ini juga dapat memberikan makna konotatif. Sisi depan booth terlihat tidak simetris karena adanya perbedaan ketinggian antara bagian kanan dan kiri. Komposisi ini sengaja dibuat untuk memberikan makna yang “tidak biasa” dan “lucu”. Perbedaan ketinggian panel tetap sesuai dengan fungsi dari masing-masing bagian. Pada bagian yang berwarna hijau, terlihat permukaan meja yang lebih rendah bila dibandingkan dengan bagian yang berwarna kuning. Di bagian berwarna hijau inilah terdapat area display produk yang menggunakan rak kaca. Sedangkan pada bagian yang berwarna kuning, bagian dalamnya merupakan area untuk membuat produk yang dijual. Sehingga proses ini dapat
Semiotika Penggunaan..., Rizkiyasa Nirmala, FT UI, 2013
tertutup, tetapi juga dapat tetap terlihat oleh pembeli bila berada pada jarak yang dekat dengan booth. Hal ini membuat pembeli memaknai bahwa perusahaan tidak berusaha untuk menutupi proses pengolahan produk. Sehingga dapat memunculkan makna bahwa proses persiapan produk sudah pasti dilakukan dengan benar dan higienis. Gambar yang ada pada bagian yang berwarna hijau pada sisi depan adalah gambar dan nama produk yang dijual di booth ini. Gambar-gambar produk menampakkan produk yang berkualitas baik dengan warna dan tekstur produk yang terlihat sesuai dengan jenisnya. Misalnya adalah gambar produk beancurd yang menampilkan beancurd berwarna putih bersih dan bertekstur halus. Beancurd seperti ini dianggap beancurd yang memiliki kualitas yang baik. Gambar-gambar produk juga disertai dengan gambar kacang kedelai yang juga terlihat berkualitas baik dengan bentuk fisik padat dan bersih. Sisi kiri booth juga tampak memiliki dua bagian, yaitu bagian yang berwarna kuning berisi gambar produk serta slogan, dan bagian yang berwarna hijau. Terdapat gambar produk berupa minuman dan beancurd, serta tulisan “Favorit!” di bentuk bintang. Kata “Favorit!” pada bentuk bintang seolah-olah adalah bentuk penghargaan terhadap produk yang ditampilkan. Sehingga, memberi makna konotatif bahwa dua produk ini adalah produk yang banyak dibeli. Pentingnya kesehatan merupakan hal yang sudah disadari masyarakat. Namun, untuk mencapai tahap “sehat”, cukup banyak hal-hal yang kurang menyenangkan untuk dilakukan. Misalnya adalah meminum jus sayuran yang rasanya kurang enak. Terdapat slogan “Healthy never tasted this GOOD” pada bagian sisi kiri booth. Slogan ini menunjukan bahwa untuk menjadi sehat dapat menggunakan cara yang menyenangkan, yaitu dengan mengkonsumsi produk dari “S” yang memiliki rasa yang enak. Adanya penekanan pada kata “good” yang ditulis dengan menggunakan huruf kapital membuat kata “good” seolah-olah disampaikan dengan volume suara yang lebih tinggi. Sehingga, kata “good” ini mendapat perhatian yang lebih besar dalam proses pemaknaan slogan tersebut. Terdapat informasi khasiat dari kacang kedelai pada sisi kanan booth, yaitu: berprotein tinggi, berkalsium tinggi, dan rendah kadar lemak. Informasi mengenai khasiat ini memperkuat makna “sehat” yang sudah dimunculkan pada elemen-elemen sebelumnya. Calon pembeli yang ingin dianggap sebagai masyarakat yang “modern” akan tertarik untuk membeli produk yang dijual.
Semiotika Penggunaan..., Rizkiyasa Nirmala, FT UI, 2013
Calon pembeli dapat melihat produk yang dijual, sekaligus proses pembuatan produk. Area display produk terdiri dari rak bermaterial kaca tanpa terlihat kerangka strukturnya. Rak ini berbentuk balok tanpa profil di bagian tepi. Desain rak yang sederhana ini mengarah pada gaya “minimalis” yang diyakini masyarakat sedang tren saat ini. Pada area pembuatan produk, terlihat area yang bersih sehingga calon pembeli dapat memaknai bahwa produk yang dijual terjaga pula kebersihannya dan sehat. Hal ini dapat menarik masyarakat yang ingin dianggap sebagai masyarakat “modern” untuk membeli produk yang dijual. Booth ini menggunakan material multiplek dan besi pada beberapa bagian. Material multiplek dapat melindungi produk di dalam ruangan. Permukaan multiplek dibuat halus dan dilapisi dengan cat berwarna putih, kuning, hijau, dan biru. Warna-warna yang digunakan pada booth ini adalah warna yang cerah dan mencolok. Terdapat permainan tinggi-rendah dan menjorok pada beberapa bagian sisi booth. Hal ini menjadikan booth bermakna “lucu” dan “unik”. Permukaan sisi-sisi booth berbentuk sederhana tanpa profil atau ukiran-ukiran. Ciri-ciri ini mengarah kepada gaya “minimalis yang sedang menjadi tren. Dari elemen-elemen yang ada pada booth “S”, muncul makna bahwa perusahaan “S” menggunakan bahan dasar, yaitu kacang kedelai, yang memiliki kualitas yang baik. Dengan proses yang baik pula, akhirnya perusahaan “S” mampu untuk menjual produk yang juga berkualitas baik. Booth ini juga memunculkan makna bahwa perusahaan “S” adalah perusahaan yang besar. Tidak berbeda dengan booth sebelumnya, makna konotatif yang muncul sebenarnya tidak dapat dibuktikan kebenarannya. Namun, makna-makna ini tetap dapat memengaruhi calon pembeli untuk membeli produk yang dijual. Pada booth “S”, nilai mengenai kebersihan dan kesehatan tampak lebih menonjol dibandingkan dengan booth “P” dan booth “C”. Produk “S” menarik karena menawarkan produk yang dianggap “sehat”. Produk yang dianggap sehat menjadi incaran masyarakat saat ini. Hal ini dikarenakan masyarakat ingin dianggap sebagai masyarakat yang “modern”. Dari studi kasus yang telah dilakukan terhadap 3 booth, dapat dikatakan bahwa elemenelemen yang menyusun booth memiliki makna denotatif dan konotatif. Makna denotatif dapat langsung ditangkap oleh calon pembeli karena dapat dirasakan secara langsung oleh indera.
Semiotika Penggunaan..., Rizkiyasa Nirmala, FT UI, 2013
Makna denotatif ini sebagian besar berupa maksud yang dituju, atau fungsi yang diberikan oleh penjual. Misalnya adalah papan nama sebagai media untuk memberi tahu calon pembeli terkait merek produk. Sedangkan pada makna konotatif, ada ideologi yang menjadi latar belakang proses pemaknaan masing-masing elemen. Terdapat kepercayaan dan keyakinan terhadap suatu “cerita” yang mempengaruhi munculnya makna konotatif hingga akhirnya menghasilkan citra tertentu. Misalnya adalah makna bergaya “minimalis” yang muncul karena banyaknya media massa yang membuat ulasan tentang gaya ini. Bila melihat booth dari studi kasus yang dilakukan, semua booth memiliki elemen-elemen yang memiliki maksud tertentu. Elemen-elemen ini menjadi tanda hingga akhirnya tercipta citra. Menurut Enira Ervanda6, ketika akan membuat desain suatu booth, klien yang merupakan perusahaan tertentu memiliki nilai-nilai yang ingin ditampilkan pada booth produknya. Misalnya adalah kesan mewah, praktis, sehat, dan lain-lain yang kemudian akan teraplikasi pada desain booth, diantaranya pada warna dan material yang menjadi tanda dari booth. Kesan inilah yang akan membentuk citra dari produk tersebut. Elemen-elemen berpadu menyusun booth hingga akhirnya terbentuk citra yang sesuai dengan yang diinginkan. Namun, hal ini juga tidak terlepas dari konteks atau lokasi peletakkan booth. Menurut Sonny Satriyono7, dalam membuat desain booth, desainer harus memperhatikan peletakkan booth tersebut. Bila booth diletakkan di dalam mal, desainer juga harus memahami mal yang seperti apa yang akan menjadi lokasi dari booth tersebut. Terdapat strata sosial tertentu dalam masyarakat yang turut mempengaruhi gaya hidup setiap orang. Booth yang menjadi studi kasus hadir di pusat perbelanjaan yang menjadi tempat terjadinya aktivitas jualbeli yang sebagian besar dilakukan oleh masyarakat urban kalangan menengah ke atas. Penggunaan gaya yang sedang tren memberi makna bahwa produk yang dijual juga merupakan produk yang sedang tren saat ini. Sebagian besar kalangan masyarakat yang mengikuti tren adalah masyarakat urban kalangan menengah ke atas. Masyarakat inilah yang menjadi pemeran dalam kegiatan konsumsi di mal yang merupakan tempat booth ini dibangun. Sehingga booth ini dibuat sesuai dengan ideologi masyarakat tersebut agar dapat menarik pembeli. 6 7
Dosen program studi Arsitektur Interior di Universitas Indonesia. Pernah bekerja sebagai desainer booth. Dosen Packaging Design di Politeknik Negeri Jakarta, dan desainer booth di Dampu Design.
Semiotika Penggunaan..., Rizkiyasa Nirmala, FT UI, 2013
Kesimpulan dan Saran Teori semiotika Roland Barthes menjelaskan bahwa dalam proses pemaknaan suatu tanda, terdapat kemungkinan munculnya dua jenis makna, yaitu makna denotatif dan makna konotatif. Booth memiliki elemen-elemen penyusun yang memiliki fungsi tertentu. Namun, selain fungsi yang memunculkan makna denotatif ini, ternyata terdapat makna konotatif yang ingin disampaikan penjual, yang berkaitan erat dengan produk yang dijualnya. Pemikiran masyarakat yang dipengaruhi diskursus terlibat dalam proses memaknai suatu objek oleh masyarakat. Masyarakat secara tidak langsung berkonvensi mempengaruhi terbentuknya diskursus apa yang sedang berlangsung, sekaligus menerima dan mengikuti diskursus tersebut. Namun, diskursus ini akan berkembang dan berbeda di setiap periodenya, serta bergantung pada tempat berlangsungnya suatu diskursus. Hal ini disampaikan Foucault (1972) bahwa diskursus “... always determined in the time and space that have defined a given period ...”. Pada desain suatu booth, elemen-elemen penyusun dibuat mengikuti perkembangan zaman. Sehingga sesuai dengan diskursus yang sedang berlangsung. Diskursus yang sedang berlangsung saat ini adalah pemahaman bahwa sesuatu yang bermakna global mudah diterima oleh masyarakat. Hal ini didukung pula oleh penggunaan Bahasa Inggris yang lebih dianggap mendunia dibandingkan dengan penggunaan Bahasa Indonesia.
Gambar 10 Contoh Ruang dengan Desain “Minimalis” (Sumber: arsitekturmagz.com/wp-content/uploads/2011/05/living-area-new-moonhouse-arsitektur-magazine
Selain itu, dari uraian sebelumnya dapat dikatakan bahwa gaya “minimalis” sendiri merupakan tanda dari suatu mitos. Mitos ini adalah keyakinan bahwa gaya “minimalis”
Semiotika Penggunaan..., Rizkiyasa Nirmala, FT UI, 2013
merupakan sesuatu yang sedang menjadi tren saat ini. Tren yang diikuti adalah tren gaya desain yang memiliki ciri-ciri menggunakan bentuk geometris sederhana, tidak berlebihan, tanpa profil, tanpa ornamen, serta berani menggunakan warna-warna mencolok atau terang dengan kombinasi kontras. Ciri-ciri desain seperti inilah yang banyak hadir di media massa. Masyarakat tanpa sadar telah diberi pemahaman bahwa yang bergaya “minimalis” merupakan tren yang sedang berlangsung, maka yang mengikutinya adalah orang yang “gaul”. Makna lain yang dapat muncul dari booth adalah bersih dan sehat. Di zaman sekarang, masyarakat meyakini bahwa masyarakat yang “modern” adalah masyarakat yang peduli dengan kesehatan. Hal inilah yang menjadi alasan masyarakat membeli sesuatu yang terlihat bersih, yaitu agar mereka dapat dikatakan sebagai masyarakat yang “modern”. Citra bersih dan sehat ini sangat kuat ditampilkan pada booth yang terletak di mal dengan mayoritas konsumennya adalah kalangan menengah ke atas. Makna-makna dari elemen pada booth juga dapat memunculkan anggapan bahwa perusahaan yang menjual menggunakan booth adalah perusahaan yang besar. Booth juga menjual produk yang memiliki kualitas yang baik. Secara keseluruhan, makna-makna konotatif atau mitos yang muncul dari elemen-elemen pada booth dapat memengaruhi pembeli. Hal ini dikarenakan makna-makna tersebut sesuai dengan ideologi konsumsi masyarakat kalangan menengah ke atas yang merupakan calon pembeli produk. Pembeli terpedaya dan dibuat yakin bahwa produk yang dijual adalah produk yang berkualitas baik, sehat, dan lain sebagainya. Padahal anggapan-anggapan tersebut belum dapat dibuktikan kebenarannya sampai calon pembeli membeli dan mengkonsumsi produk yang dijual Booth merupakan bentuk komunikasi antara penjual dengan pembeli. Hal yang dikomunikasikan adalah citra yang terbentuk dari makna elemen-elemen penyusun booth. Citra inilah yang dapat menarik calon pembeli. Dalam kasus booth, citra tang muncul disesuaikan dengan ideologi perilaku konsumsi masyarakat urban kalangan menengah dan kalangan menengah ke atas. Penggunaan elemen pada booth merupakan faktor yang penting yang mempengaruhi penjualan suatu produk. Elemen pada booth dapat menarik perhatian calon pembeli yang kemudian akan membeli produk yang dijual. Namun, tidak banyak literatur yang membahas khusus tentang booth. Skripsi ini diharapkan dapat meningkatkan kesadaran masyarakat
Semiotika Penggunaan..., Rizkiyasa Nirmala, FT UI, 2013
ataupun desainer dan arsitek tentang pentingnya desain booth untuk dapat menarik calon pembeli, hingga akhirnya terciptalah literatur-literatur yang membahas tentang booth lebih dalam.
Sumber Referensi Barthes, Roland. (1972). Mithologies. (Annette Lavers, Penerjemah). New York: The Noonday Press. Bhalla, S., & S, Anuraag. (2010). Visual Merchandising. New Delhi: Tata McGraw Hill Education Private Limited. Cobley, Paul. (1999). Introducing Semiotics. Cambridge: Icon Books Foucault, Michel. (1972). The Archaeology of Knowledge. New York: Pantheon Books. Foucault, Michel. (2007). Order of thing: Arkeologi Ilmu-ilmu Kemanusiaan. (B. Priambodo, M.S dan Pradana Boy M.S, Penerjemah).Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Piliang, Yasraf Amir. (2003). Hipersemiotika: Tafsir Cultural Studies Atas Matinya Makna. Bandung: Jalasutra. Sudjiman, Panuti, & Zoest, Aart van. (1992). Serba-serbi Semiotika. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Wawancara: Arvanda, Enira. (2013, Mei 22). Wawancara Personal. Satriyono, Sonny. (2013, Mei 28 dan Juni 3). Wawancara Personal. Kamus: Oxford Dictionaries Online, http://oxforddictionaries.com/us/definition/american_ english/booth diakses pada 25 Maret 2013 pukul 21.28. KBBI dalam Jaringan, http://kbbi.web.id/ diakses pada 25 Mei 2013 pukul 20.48, 24 Juni 2013 pukul 12.30, dan 30 Juni 2013 pukul 22.10.
Semiotika Penggunaan..., Rizkiyasa Nirmala, FT UI, 2013