MEMAHAMI KONSEP DASAR KEPEMIMPINAN Rahmat Nasution
Abstrak Fitrah manusia membutuhkan pemimpin. Persebaran manusia di muka bumi ini dalam berbagai suku bangsa dan kelompok menghendaki adanya pemimpin dari setiap bangsa atau kelompok tersebut. Tidak terkecuali masyarakat yang maju atau masyarakat yang tertinggal semuanya membutuhkan kehadiran seorang pemimpin yang akan membawa masyarakat tersebut kepada suatu tujuan yang ingin dicapai. Dengan demikian, sesungguhnya pengetahuan tentang kepemimpinan menjadi bagian penting bagi kehidupan setiap anak manusia. Karena dengan ilmu kepemimpinan tersebut akan mengantarkan seseorang menjadi pemimpin. Sepantasnya setiap orang mengetahui makna dasar yang terkandung di dalam kepemimpinan agar kelak dapat mengimplementasikan kepemimpinan dalam masyarakat baik sebagai pemimpin maupun sebagi pengikut dapat terwujud sebagaimana yang diinginkan. Kalau boleh diibaratkan seperti imam dan makmum dalam salat jamaah. Imam hanya satu untuk sekian banyak jamaah. Namun perlu diingat bahwa si makmum harus mengetahui juga ilmu sebagai imam sehingga kalau imam melakukan kesalahan maka si makmum dapat meluruskannya atau kalau imam berhalangan maka si makmum bisa menggantikannya. Pembahasan ini mencoba memberikan pemahaman secara mudah dalam upaya mengetahui hal-hal yang pokok dalam kepemimpinan. Kata kunci: pemimpin, kepemimpinan, pengetahuan. A. Pendahuluan Pertanyaan mendasar tentang kepemimpinan berkenaan dengan apakah pemimpin itu dilahirkan atau dibuat? “ada teori yang menyatakan bahwa pemimpin itu dilahirkan, bukan dibuat. Ada pula yang menyatakan bahwa pemimpin itu terjadi karena adanya kelompokkelompok orang-orang dan ia melakukan pertukaran dengan yang dipimpin. Teori lain mengemukakan bahwa pemimpin itu timbul karena situasinya memungkinkan ia ada.”1 Terdapat perbedaan yang mencolok tentang munculnya seorang pemimpin. Secara realita dapat dilihat bahwa pemimpin-pemimpin besar seperti presiden atau perdana menteri kebanyakan di antara mereka berasal dari anak presiden atau anak perdana menteri juga. Ini menandakan bahwa teori pemimpin itu dilahirkan ada benarnya. Artinya, pemimpin itu berasal dari kalangan anak pemimpin atau keturunan pemimpin atau bisa juga dikatakan keturunan ningrat atau darah biru. Namun demikian, tidak dapat disangkal juga bahwa ada pemimpin yang muncul bukan dari kalangan ningrat tetapi berasal dari rakyat biasa. Rakyat biasa pun dapat menjadi pemimpin asal 1
Miftah Thoha, Kepemimpinan dalam Manajemen (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2010), hlm. 31
saja dibekali dengan sejumlah pengetahuan dan pengalaman. Lebih dari itu, si rakyat biasa dapat menjadi pemimpin karena ia diberi kesempatan oleh kelompoknya. Sudah barang tentu pula kesempatan yang diperolehnya berasal dari performannya dalam kelompok tersebut. Perilaku yang muncul dari calon pemimpin tersebut mendapat simpati dari kelompoknya sehingga melalui proses tertentu akhirnya diangkat menjadi pemimpin. Dua teori tersebut (dilahirkan atau dibuat) pada mulanya kelihatan bertentangan tetapi sesungguhnya dapat dikompromikan dengan cara melihat situasi dan kondisi yang terjadi ketika itu. Ketika situasi damai dan tidak terjadi gejolak dalam masyarakat maka teori pertama (pemimpin dilahirkan) yang menjadi tumpuan utama. Akan tetapi apabila pemimpin yang dilahirkan itu tidak lagi dipercaya oleh masyarakat sehingga masyarakat ingin mencari alternatif atau ingin mencari solusi dari problema yang dihadapi tentang krisis kepemimpinan maka teori kedua akan berlaku (pemimpin itu dibuat). Pemimpin itu dapat diciptakan, pemimpin itu tidak harus dari kalangan ningrat, rakyat biasa pun dapat menjadi pemimpin. Tulisan ini mencoba memberikan pemahaman dengan mudah bagaimana sesungguhnya hal ihwal kepemimpinan yang mudah dipahami. Sudah barang tentu tulisan ini tidak dapat memuat semua hal-hal yang berkaitan dengan kepemimpinan yang begitu luas. Akan tetapi setidaknya memberi gambaran apa itu sebenarnya kandungan yang terdapat dalam kepemimpinan.
B. Pembahasan 1. Pengertian kepemimpinan Dilihat dari sudut etimologi, kata kepemimpinan berasal dari kata pimpin, pelakunya disebut pemimpin artinya “orang yang memimpin.”2 Sedangkan kepemimpinan artinya “perihal memimpin.”3 Menurut Pinkerton dalam Terry,4 kepemimpinan dalam bahasa Yunani disebut agogos, diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris menjadi to lead. Kemudian menjadi kata leadership artinya “kepemimpinan.”5
2
Anonim, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1990), hlm. 684. Ibid. hlm. 684. 4 Robert W. Terry, Kepemimpinan Autentik, terj. Hari Suminto (Batam: Interaksara, 2002), hlm. 39. 5 John M. Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggeris Indonesia (Jakarta: Gramedia, 1990), hlm. 351. 3
Dilihat dari berbagai defenisi, kepemimpinan mengandung banyak pengertian, sesuai dengan sudut pandang masing-masing ahlinya. Menurut Hersey dan Blanchard dalam Dubrin6 kepemimpinan adalah suatu proses memengaruhi aktivitas individu atau kelompok untuk mencapai tujuan tertentu dalam situasi tertentu. Keith dan Girling7 mengatakan bahwa kepemimpinan berkenaan dengan hubungan antara pemimpin dan pengikut dengan menggunakan power, visi, dan pengaruh untuk mencapai kesuksesan bagi manajer dalam tugasnya. Sedangkan Evans‟ dalam Turney et al.8 berpendapat bahwa kepemimpinan adalah proses memengaruhi seseorang dalam kelompok untuk mencapai tujuan organisasi. Lebih dari itu, Mulyasa9 berpendapat bahwa kepemimpinan dapat diartikan sebagai kegiatan untuk memengaruhi orang-orang yang diarahkan terhadap pencapaian tujuan organisasi. “Kepemimpinan merupakan aktivitas manajerial yang penting di dalam setiap organisasi khususnya dalam pengambilan kebijakan dan keputusan sebagai inti dari kepemimpinan.” 10 Oleh sebab itu, berjalan atau tidaknya proses manajemen dalam suatu organisasi banyak tergantung dengan
pemimpinnya.
Pemimpin
berupaya
semaksimal
mungkin
untuk
memotivasi,
memengaruhi, membina, dan mengarahkan pengikutnya untuk mencapai tujuan tertentu. Dengan kata lain pemimpin menggerakkan sumber daya yang ada agar tujuan dapat tercapai. “Inti kepemimpinan adalah memengaruhi orang lain atau bawahan.”11 Sampai di sini dapat dipahami bahwa kepemimpinan itu mengandung upaya dari seorang pemimpin di dalam melaksanakan berbagai taktik dan strategi untuk memengaruhi bawahan atau pengikut agar tujuan yang ingin dicapai dapat diraih. Sebagai contoh, seorang calon kepala daerah yang akan mengikuti pemilihan kepala daerah, ia harus berupaya semaksimal mungkin agar dapat memengaruhi para pemilih agar nanti dalam pemungutan suara ia dapat memenangkan pemilihan tersebut. Upaya yang dilakukan sudah barang tentu dengan jalan yang dibenarkan oleh peraturan dan perundang-undangan yang berlaku. Tidak dibenarkan melalui jalan pintas seperti memberikan suap dengan cara melakukan serangan fajar kepada pemilih.
6
Andrew J. Dubrin, Essential of Management (Cincinnati: South-Western Publishing Co, 1990), hlm. 255. Sherry Keith dan R. H. Girling, Education, Management, and Participation (Boston: Allyn and Bacon, 1995), hlm. 57. 8 C. Turney, et al., The School Manager (Sydney: Allen & Unwin, 1992), hlm. 48. 9 E. Mulyasa, Manajemen Berbasis Sekolah: Konsep, Strategi, dan Implementasi (Ban-dung: Remaja Rosdakarya, 2002), hlm.107. 10 Syaiful Sagala, Administrasi Pendidikan Kontemporer (Bandung: Alfabeta, 2006), hlm. 143. 11 Abdul Aziz Wahab, Anatomi Organisasi dan Kepemimpinan Pendidikan (Bandung: Alfabeta, 2008), hlm. 120. 7
Upaya memengaruhi orang lain (pemilih) dengan jalan yang benar agar mereka dengan tulus dapat memilih si calon. Itulah sesungguhnya substansi dari kepemimpinan. Tidak jarang terjadi bahwa seseorang rela berkorban apa saja demi pemimpinnya bukan hanya harta yang dikorbankan tetapi juga nyawa sekalipun rela berpisah dari badan demi pengorbanan untuk sang pemimpin. Mungkin akan muncul pertanyaan: Bagaimana orang bisa mengorbankan apa saja demi si pemimpin? Di sinilah letaknya bagaimana si pemimpin memberikan pengaruh besar terhadap pengikut sehingga si pengikut siap untuk berkorban. “... menggunakan taktik memengaruhi dapat disebut sebagai keahlian sosial. Memilih taktik yang benar mungkin tidak selalu cukup untuk memastikan hasil yang baik; perilaku harus dilaksanakan dengan penuh keahlian.”12 Memengaruhi pengikut atau bawahan sebagai essensi dari kepemimpinan tidak terlepas dari suatu taktik dan strategi agar pengikut dapat dipengaruhi. Menurut Influence Behavior Questionnaire atau IBQ dalam Hughes et al.13 Terdapat beberapa metode yang digunakan untuk memengaruhi orang lain yakni persuasi rasional, daya tarik inspirasional, konsultasi, pertukaran, taktik tekanan, dan taktik legitimasi. Persuasi rasional terjadi ketika seorang agen atau pemimpin menggunakan argumen logis atau bukti nyata dalam memengaruhi orang lain. Daya tarik inspirasional terjadi ketika orang lain mengajukan permintaan untuk membangkitkan antusias dan emosi targetnya. Metode konsultasi terjadi ketika agen atau pemimpin meminta kepada targetnya untuk berpartisipasi dalam merencanakan sebuah kegiatan. Pertukaran terjadi ketika memengaruhi seorang target melalui pertukaran bantuan. Taktik tekanan merupakan ancaman atau peringatan terus menerus untuk memengaruhi target. Sedangkan taktik legitimasi terjadi ketika pemimpin membuat permintaan berdasarkan posisi atau otoritas pengikut. “Apa yang membuat pemimpin berbeda dengan orang yang bukan pemimpin adalah bahwa pemimpin memiliki kemampuan untuk memengaruhi orang lain, sementara orang yang bukan pemimpin tidak memiliki kemampuan tersebut. Landasan kekuatan untuk memengaruhi orang lain tersebut adalah power. Bagi seorang manajer kekuatan untuk memengaruhi orang lain tersebut diperoleh karena ia memiliki kewenangan formal yang menyebabkan karyawan atau pengikutnya tunduk atas perintahnya, sementara kekuatan pengaruh yang dimiliki pemimpin merupakan kekuatan informal dalam bentuk persuasi dan indusmen untuk menghasilkan dukungan sukarela (voluntary support).14 12
Richad L. Hughes, at al., Leadership: Enhancing the Lessons of Experience, Edis 7, terj. Putri Iva Izzati (Jakarta, Salemba Humanika, 2012), hlm. 135. 13 Ibid, hlm. 132-133. 14 Wuradji, M.S.,The Educational Leadership (Kepemimpinan Transformasional) (Yogyakarta: Gama Media, 2008), hlm. 12.
Pengaruh yang dimiliki seorang pemimpin murni berasal dari dalam dirinya sendiri bukan disebabkan oleh pemberian power dari pihak lain. Sudah barang tentu kepribadian yang dimiliki seseorang menjadi modal dasar untuk dapat memengaruhi orang lain. Kepribadian yang dimaksudkan berkenaan dengan karakter atau sifat-sifat yang dimiliki seseorang berbeda dari orang lain sehingga pada orang lain atau pengikut muncul kepercayaan dan kesetiaan terhadap pribadi si pemimpin atau calon pemimpin dimaksud. Agar muncul menjadi pribadi yang memiliki karakter kepemimpinan diperlukan pendidikan dan pengalaman. 2. Pendidikan bagi pemimpin “Para pemimpin besar yang berhasil mengubah dunia memulai kepemimpinannya dari ruang lingkup yang kecil dan dalam perjalanan kepemimpinannya banyak menemui hambatan dan tantangan sehingga membuat dia mengambil inisiatif untuk mengajak orang lain mengikutinya.”15 Seorang calon pemimpin seharusnya menyadari bahwa apabila ia ingin menjadi pemimpin harus melalui tahapan-tahapan yang akan diikutinya. Tahapan-tahapan tersebut menurut Matondang16 adalah sebagai berikut: Tahap 1: Seseorang belum memiliki kemampuan untuk memimpin karena boleh jadi ia belum mencoba atau belum mendapat kesempatan untuk memimpin tetapi ia ingin tampil sebagai pemimpin. Agar ia bisa menjadi pemimpin ia membaca berbagai literatur tentang kepemimpinan dan mengikuti berbagai pelatihan kepemimpinan. Tahap 2: Calon pemimpin menyadari apa yang dibutuhkannya untuk menjadi seorang pemimpin tetapi dia belum juga memilikinya. Melalui latihan dan memahami apa yang diperlukannya lambat laun ia akan memiliki kemampuan yang diinginkannya. Tahap 3: Memimpin sudah menjadi hal yang biasa dan menyenangkan. Ia sudah menyadari kemampuannya dan menyadari pula kekurangan-kekurangan yang dimilikinya untuk bisa diatasi. Tahap 4: Kemampuan memimpin sudah menjadi bagian dari diri si pemimpin. Kepemimpinan telah terjadi secara alami. Si pemimpin tidak perlu lagi berpikir tentang menciptakan visi karena akan muncul secara intuitif. Tahapan-tahapan tersebut memberi gambaran bahwa si calon pemimpin harus menyadari dari mana ia memulai proses implementasi kepemimpinan sampai ia betul-betul menguasai dan 15
M. H. Matondang, Kepemimpinan Budaya Organisasi dan Manajemen Strategik (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2008), hlm. 30. 16 Ibid, hlm. 31-32.
baginya memimpin itu menjadi sesuatu yang menyenangkan. Namun demikian perlu juga diketahui bahwa tidak semua orang memiliki bakat untuk memimpin. Banyak juga orang lebih senang dipimpin dari pada memimpin. Lebih suka menjadi anggota dari pada menjadi seorang ketua atau komandan. Hanya saja masyarakat membutuhkan kehadiran seorang pemimpin baik untuk kelompok masyarakat umum maupun untuk kelompok masyarakat khusus seperti organisasi profesi. Ada pendapat lain dikemukakan oleh Terry bahwa kepemimpinan butuh keberanian tetapi tidak bisa diajarkan. Selengkapnya dikatakan: Saya sangat tergugah oleh pertanyaan tentang kebutuhan kepemimpinan akan keberanian. Saya setuju dengan pandangan Winston Churchill bahwa keberanian mungkin merupakan sifat baik manusia yang paling penting karena tanpa keberanian tidak satu pun sifat-sifat baik lainnya yang mungkin ada. Keberanian bisa disarankan, diuraikan, dan didiskusikan, namun bisakah keberanian diajarkan? Saya cenderung pada titik ini, untuk berpikir bahwa keberanian tidak bisa diajarkan. Saya yakin bahwa keberanian merupakan respons terhadap panggilan keautentikan dan bahwa keberanian menguatkan dirinya sendiri ketika keberanian itu berpartisipasi dalam keautentikan. Apakah kepemimpinan diajarkan atau dipelajari? Mungkin keduanya salah atau keduanya benar.17 Kepemimpinan dapat dianalogikan seperti belajar mengenderai mobil. Modal dasar untuk memiliki kemampuan mengenderai mobil adalah keberanian. Tanpa keberanian maka seberapa lama pun belajar tidak akan mampu mengenderai mobil. Hanya saja keberanian tersebut perlu dibarengi dengan kehati-hatian. Berani saja tanpa dibarengi dengan kehati-hatian maka hasilnya tidak seperti yang diharapkan atau boleh dikatakan akan mengalami kegagalan. Sebagai contoh sederhana tentang kepemimpinan guru di sekolah. Katzenmeyer dan Moller dalam Danim menjelaskan: ... bahwa pemimpin guru dapat melayani dalam tiga cara: (1) melalui kepemimpinan siswa atau guru-guru lain sebagai fasilitator, pelatih, mentor, spesialis kurikulum, atau memimpin kelompok belajar: (2) melalui kepemimpinan atas tugas-tugas operasional agar sekolah tetap terorganisir baik dan bergerak menuju tujuannya dengan andil dalam aktivitas komite sekolah dan melakukan penelitian tindakan; dan (3) melalui pembuatan keputusan untuk melayani perbaikan tim sekolah, menciptakan kemitraan bisnis, serta keterlibatan guru dalam asosiasi guru dan orang tua siswa atau komite sekolah. Kepimpinan guru juga dapat digambarkan sebagai individu yang terus berupaya menyempurnakan ajaran mereka sendiri, memberikan pengetahuan pengembangan
17
Robert W. Terry, Authentik Leadership, terj. Hari Suminto (Batam: Interaksara, 2002), hlm. 304.
kurikulum, berpartisipasi dalam pembuatan keputusan sekolah, memberikan penataran bagi rekan kerja dan berpartisipasi dalam evaluasi.18 Contoh ini memberi gambaran bahwa guru pun dapat belajar kepemimpinan melalui aktivitas seharian di sekolahnya baik dalam memimpin siswa-siswinya maupun dalam memimpin tim atau kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan oleh kelompok guru. Secara perlahan tetapi pasti si guru akan mendapat pengalaman dalam memimpin pada mulanya agak asing tetapi lama-kelamaan bisa
menikmati
aktivitas
kepemimpinan
tersebut.
Terlebih
lagi
kalau
hasil
dari
kepemimpinannya sudah mulai kelihatan dengan sendirinya akan muncul motivasi yang lebih tinggi lagi untuk memimpin siswa-siswinya.
3. Implementasi kepemimpinan Boleh dikatakan di semua tempat dan situasi terdapat pemimpin yang akan memimpin suatu kelompok baik kelompok kecil maupun kelompok dalam jumah besar. Begitu pentingnya kehadiran seorang pemimpin sampai-sampai bahwa yang dapat mengubah dunia ini dengan mudah tidak lain kecuali si pemimpin. Terjadinya peperangan yang mengakibatkan terbunuhnya manusia dalam jumlah besar disebabkan oleh tindakan dari seorang pemimpin. Rakyat merasa nyaman dan damai disertai penuh kemakmuran juga disebabkan oleh tangan dingin si pemimpin. Manusia dapat mendarat di bulan (walaupun masih kontroversi) juga jasa dari seorang pemimpin. Seandainya John F. Kennedy tidak terlahir ke dunia boleh jadi manusia tidak akan dapat menjelajahi angkasa luar walaupun ilmu untuk itu sudah diketahui oleh para ilmuan. Ilmuan tanpa dibarengi dengan power maka implementasi keilmuannya sulit dipraktekkan. Di sinilah perlunya kehadiran seorang pemimpin. Sulit mencari suatu kelompok manusia di dunia ini tanpa kehadiran seorang pemimpin. Sebut saja di bidang kemasyarakatan, mulai dari ketua RT (rukun tetangga), lurah, camat, sampai kepada kepala negara membutuhkan kehadiran si pemimpin. Bidang perusahaan, semuanya ditangani oleh pemimpin-pemimpin yang memiliki kecerdasan dan keberanian untuk memajukan perusahannya. Tidak kalah pentingnya pemimpin pendidikan, mulai dari kepala TK (Taman Kanak-Kanak), kepala SD, kepala SMP sampai kepada rektor dari sebuah perguruan tinggi juga membutuhkan kehadiran seorang pemimpin. Lebih dari itu, ternyata hewan pun membutuhkan pemimpin. Contoh sederhana, bisa dilihat pada semut dan lebah. Perjalanan si semut dikomandoi 18
Sudarwan Danim, Kepemimpinan Pendidikan (Bandung: Alfabeta, 2010), hlm. 179.
oleh seorang pemimpin dan diikuti oleh semua anggota tanpa adanya protes dari pengikut apalagi namanya demonstrasi sudah barang tentu jauh panggang dari api. Begitu juga hewan yang namanya lebah. Lebah terbang mengikuti apa yang dikehendaki oleh pemimpin mereka yang sering disebut ratu lebah. Gerombolan lebah tidak ada yang berani untuk keluar dari barisan yang telah disusun sedemikian rupa, dengan penuh kesetiaan semua rombongan mengikuti apa yang diinginkan oleh pemimpinnya. Tidak hanya sampai di situ, dalam beribadah pun diperlukan kehadiran seorang pemimpin. Sebut saja misalnya dalam melaksanakan salat jamaah. Salat jamaah dipimpin oleh seorang pemimpin yang disebut imam. Imam memiliki otoritas yang tinggi, apabila imam takbir maka semua jamaah harus takbir, apabila imam ruku‟ maka semua jamaah harus ruku‟, dan apabila imam sujud maka semua jamaah harus sujud pula. Begitulah seterusnya sampai salat jamaah selesai dilaksanakan. Bahkan salat jamaah dapat dijadikan model dalam kepemimpinan di masyarakat terutama menyangkut apabila si imam melakukan kesalahan. Apabila si imam melakukan kesalahan di dalam memimpin salat maka si makmum (pengikut) diharuskan untuk memberi teguran kepada si imam dengan cara tertentu yang sudah ada aturan mainnya. Artinya, si imam tidak boleh dibiarkan begitu saja melakukan kesalahan dan si imam tidak boleh diganti selama masih menjalankan roda keimamannya sesuai dengan aturan hukum yang berlaku. Namun demikian, apabila si imam melakukan kesalahan yang fatal seperti kentut yang mengakibatkan salatnya batal maka dengan rela hati si imam harus minggir dari barisan dan makmum yang paling pantas yakni makmum yang posisinya persis di belakang imam adalah orang yang paling berhak menggantikan imam dan salat pun dapat dilanjutkan tanpa mengulanginya dari awal. Anggaplah penggantian antar waktu. Begitu pentingnya kehadiran seorang pemimpin dalam berbagai sisi kehidupan. Pemimpin perlu memahami dan memiliki wawasan yang luas tentang posisinya sebagai pemimpin. Praktisi kepemimpinan perlu menyadari bahwa mereka pada akhirnya akan dinilai dari hasil yang mereka dapatkan dan perilaku yang mereka tunjukkan. Tetapi pengalaman sebelumnya, nilai, dan karakter memainkan peranan penting dalam cara seorang pemimpin membangun tim dan mendapatkan hasil dari orang lain. Contohnya, pemimpin yang masuk dalam peran yang meliputi pemecahan permasalahan bisnis yang rumit tetapi kurang memiliki pengalaman yang relevan, kemampuan analisis, dan nilai komersial yang kuat akan sangat sulit untuk sukses, dan mereka dengan karakteristik sebaliknya akan lebih mudah sukses. Memiliki karakter, nilai, dan pengalaman yang tepat tidak
menjamin pemimpin akan menunjukkan perilaku yang tepat tetapi akan memperbesar kemungkinan.19 Singkatnya, para pemimpin seharusnya memiliki wawasan yang luas dan pengalaman yang beragam di dalam mempraktikkan atau mengimplementasikan kepemimpinannnya di tengahtengah masyarakat. 4. Pengembangan kepemimpinan Dasar-dasar kepemimpinan yang dikemukakan di atas bukanlah sesuatu yang permanen tanpa ada perubahan dan perkembangan. Di sinilah uniknya belajar tentang kepemimpinan selalu berkembang dan selalu terjadi perubahan baik perubahan tentang konsep kepemimpinan maupun perilaku dari si pemimpin. Oleh sebab itu tidak ditemukan karakteristik kepemimpinan yang persisis sama yang dilakukan oleh dua orang pemimpin walaupun pemimpin itu antara ayah dan anak atau antara kakak dan adik. Setiap pemimpin memiliki gaya, sifat, dan karakteristik tersendiri yang tidak dimiliki oleh orang lain. Walaupun terdapat persamaan tetapi tetap saja ada perbedaan antara yang satu dengan yang lain. Kondisi yang sedemikian rupa mendorong setiap peminat kepemimpinan untuk mendalami dan belajar terus menerus tentang kepemimpinan sebagai pengembangan dari kepemimpinan tersebut. R. T. Hogan dan R. Warrenfelz dalam Hughes et al. mengatakan “Orang-orang yang memimpin organisasi yang modern harus terus berada dalam proses belajar yang tak berkesudahan”20
Belajar sudah barang tentu dalam berbagai bentuk. Belajar dalam bentuk
formal seperti studi lanjut ke S2 atau S3. Dapat juga dilakukan dengan auto didak yakni belajar sendiri dengan membaca berbagai literatur. Bisa juga melalui pengalaman dalam memimpin suatu organisasi yang terus memiliki dinamika yang selalu berubah. Tidak kalah pentingnya, belajar dapat dilakukan melalui kelompok-kelompok pemimpin seperti kelompok kepala-kepala sekolah atau kepala madrasah. Semuanya itu merupakan kesempatan yang berharga bagi seorang pemimpin yang ingin mengembangkan kepemimpinannya. Lebih lanjut Ron Roggio dalam Hughes et al. menjelaskan bahwa: pemimpin organisasi adalah praktisi kepemimpinan sekaligus sebagai pelajar kepemimpinan di saat yang bersamaan. Praktisi kepemimpinan, sama saja seperti praktik kedokteran, atau hukum, atau profesi lainnya, proses belajar yang berkelanjutan. Kompleksitas pekerjaan tersebut berarti bahwa seseorang dapat selalu meningkatkan dan belajar cara melakukannya lebih baik lagi. Pemimpin yang bijaksana sangat menerima hal 19 20
Richad L. Hughes, et al., Op. Cit, hlm. 251. Ibid, hlm. 56
itu dan terkadang harus melalui proses yang menyakitkan dari pengembangan pemimpin.21 Proses menyakitkan dimaksudkan bahwa dalam praktik kepemimpinan bisa saja menemui halhal yang tidak diinginkan. Sebagai contoh sederhana, terdapat suatu keputusan yang diambil oleh si pemimpin mengakibatkan adanya pihak yang dirugikan sehingga pihak yang dirugikan tersebut melakukan protes atau bahwa membawanya ke jalur hukum untuk diselesaikan. Akibatnya menyita waktu yang lama dan membutuhkan pemikiran yang serius untuk penyelesaiannya. Atau boleh juga contoh yang lain, bahwa si pemimpin sudah bersusah payah untuk melakukan suatu kegiatan tetapi hasilnya mengalami kegagalan. Dua contoh tersebut merupakan bagian dari hal-hal yang menyakitkan dalam kepemimpinan. Selain itu, Krovetz dalam Sanusi mengatakan: Program pengembangan kepemimpinan membutuhkan terciptanya jaringan-jaringan pendukung. Pembentukan jaringan untuk peserta program akan mendorong berlanjutnya pengembangan profesional dan personal, pengembangan kelompok sesama yang terpercaya, penyediaan waktu untuk membaca, keragaman dan relevansi topik, dan lingkungan yang konfidensial untuk wacana substansif, serta peluang kepemimpinan untuk semua peserta.22 Pengembangan kepemimpinan tiada hentinya mengalir seperti air dari hulu menuju ke hilir bahkan sampai ke lautan bebas. Artinya perjalanan kepemimpinan seorang pemimpin berkembang terus tanpa ada batasnya. Di sinilah uniknya membahas tentang kepemimpinan karena teori-teori tentang kepemimpinan tidak selalu berjalan dengan praktik di lapangan. Lebih lanjut dalam bidang kepemimpinan pendidikan Begley dalam Sanusi menggambarkan bahwa: Profil kepemimpinan dari Ontario, Northwest Territories, dan Australia Barat menggambarkan pola-pola pengembangan kepemimpinan pendidikan sebagai berikut: 1. dari kecenderungan respons reaktif menjadi respons proaktif; 2. dari berpegang pada preferensi personal dalam pengambilan keputusan menjadi berfokus pada konsensus yang berbasis pada hasil atau berfokus konsekuensi pada kepekaan –dan akomodatif– terhadap berbagai pengaruh lingkungan (multiple environmental influenses); 3. dari ketaatan kaku pada prosedur baku menjadi fleksibilitas prosedural dalam ketaatan pada nilai konseptual atau filosofis; 4. dari fokus pada sekolah menjadi fokus antarsekolah lalu sekolah –di– dalam komunitas yang lebih luas; dan 21 22
hlm. 94.
Richad L. Hughes, et al., Loc. Cit. Achmad Sanusi, Kepemimpinan Pendidikan, Ed. Yosal Iriantara (Bandung: Nuansa Cendekia, 2013),
5. dari strategi reportoire terbatas menjadi reportoire yang luas. 23 Jelasnya karakteristik kepemimpinan selalu berkembang terus dan dinamis mengikuti situasi dan kondisi yang terjadi di masyarakat. Oleh sebab itu tidak mengherankan kalau ada istilah kepemimpinan situasional, artinya kepemimpinan yang baik mengikuti situasi yang terjadi. Pada saat tertentu si pemimpim seharusnya marah maka ia pun harus marah dan pada saat yang lain si pemimpin harus bercanda sama pengikutnya maka ia pun dapat bercanda dengan pengikutnya. Pemimpin itu unik tetapi ia tetap dibutuhkan sepanjang zaman selama dunia masih terkembang. C. Kesimpulan Memahami konsep dasar kepemimpinan diawali dari pengertian dari kepemimpinan itu sendiri yakni suatu proses memengaruhi aktivitas individu atau kelompok untuk mencapai tujuan tertentu dalam situasi tertentu. Kata „pengaruh‟ menjadi kata kunci dalam kepemimpinan. Apabila ingin berkecimpung dalam dunia kepemimpinan sudah barang tentu dimulai dari memimpin kelompok kecil yang dilandasi oleh pengalaman dan pembelajaran tentang kepemimpinan.
Pengalaman
dan
teori
menjadi
modal
dalam
mengimplementasikan
kepemimpinan dalam dunia yang sebenarnya. Selanjutnya tidak boleh dilupakan bahwa ilmu kepemimpinan berkembang terus dan si pemimpin harus mengikutinya agar kepemimpinannya tetap aktual tidak digiris oleh perkembangan zaman.
Daftar Pustaka Anonim, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1990. Danim, Sudarwan, Kepemimpinan Pendidikan, Bandung: Alfabeta, 2010. Dubrin, Andrew J., Essential of Management, Cincinnati: South-Western Publishing Co, 1990. Echols, John M. dan Shadily, Hassan, Kamus Inggeris Indonesia, Jakarta: Gramedia, 1990. Hughes, Richad L. at al., Leadership: Enhancing the Lessons of Experience, Edis 7, terj. Putri Iva Izzati, Jakarta, Salemba Humanika, 2012. Keith, Sherry dan Girling, R. H., Education, Management, and Participation, Boston: Allyn and Bacon, 1995. Matondang, M. H., Kepemimpinan Budaya Organisasi dan Manajemen Strategik, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2008. 23
Ibid, hlm. 96.
Mulyasa, E., Manajemen Berbasis Sekolah: Bandung: Remaja Rosdakarya, 2002.
Konsep, Strategi, dan Implementasi,
Sagala, Syaiful, Administrasi Pendidikan Kontemporer, Bandung: Alfabeta, 2006. Sanusi, Achmad, Kepemimpinan Pendidikan, Ed. Yosal Iriantara, Bandung: Nuansa Cendekia, 2013. Terry, Robert W., Kepemimpinan Autentik, terj. Hari Suminto, Batam: Interaksara, 2002. Turney, C. et al., The School Manager, Sydney: Allen & Unwin, 1992. Wahab, Abdul Aziz, Anatomi Organisasi dan Kepemimpinan Pendidikan, Bandung: Alfabeta, 2008. Wuradji, M. S., The Educational Leadership (Kepemimpinan Transformasional), Yogyakarta: Gama Media, 2008.