Analisis Dampak Kebijakan Ekspor Timah di Kabupaten Bangka Barat (Studi Terhadap Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 32 Tahun 2013 Tentang Ketentuan Ekspor Timah Meisi Subandi1, Moh. Riduansyah2 1 2
Departemen Ilmu Administrasi, FISIP UI, Depok, 16424 Departemen Ilmu Administrasi, FISIP UI, Depok, 16424
[email protected]
Abstrak Skripsi ini membahas dampak kebijakan ekspor timah di Kabupaten Bangka Barat, dengan melakukan studi terhadap Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 32 Tahun 2013. Permasalahannya, setelah kebijakan diimplementasikan, masyarakat penambang tidak dapat menjual bijih timahnya. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Hasil penelitian ini kebijakan ekspor timah di Kabupaten Bangka Barat berdampak pada tiga komponen, yakni pemerintah, swasta, dan masyarakat. Bagi pemerintah daerah, kebijakan ini berdampak pada penurunan pendapatan. Bagi pihak swasta, yakni smelter timah dampaknya adalah tak dapat mengekspor timah secara langsung, karena harus melalui Bursa Komoditi dan Derivatif Indonesia (BKDI). Bagi masyarakat penambang, berdampak pada tidak dibelinya bijih timah oleh smelter.
Analysis of The Impact of Tin’s Export Policy in West Bangka Regency (Study of The Ministry of Trade’s Regulation Number 32 Year 2013 About Export of Tin) Abstract This thesis discusses the impact of policy of tin export West Bangka Regency, through Regulation of Ministry of Trade No. 32 Year 2013. Its problem is after the policy is implemented, miners cannot sell their tin ore. This research used a qualitative approach. The results of this research has impact on three components, namely the government, private, and community. For local government, this policy resulted the decreasing of income. For private, namely the tin smelter, they can not export tin directly, because it must pass through Indonesia Commodity and Derivatives Exchange (ICDX). For the miners, the impact is the tin ore cannot bought by smelter. Key Words: community, economy, export, regulation, tin market.
1 Analisis dampak..., Meisi Subandi, FISIP UI, 2014
Universitas Indonesia
2
Pendahuluan Tidak dapat dipungkiri bahwa kehidupan sosial dewasa ini sebagian besar ditentukan oleh proses global, yakni dimana garis-garis batas budaya nasional, ekonomi nasional, dan wilayah nasional semakin kabur (Hirst & Grahame Thompson, 2001: 1). Fenomena ini menjadi sebuah tanda bahwasanya proses globalisasi ekonomi juga berlangsung dengan sangat cepat. Laporan Semi Tahunan Bank Dunia mengenai Prospek Ekonomi Global menyebutkan bahwa terdapat 29 jajaran negara yang memiliki pertumbuhan ekonomi tertinggi pada tahun 2013 dan prediksi tahun 2014 (bappeda.metrokota.go.id, 2013). Sebagian besar negara yang masuk ke dalam jajaran negara dengan pertumbuhan ekonomi tertinggi ini merupakan negara berkembang, diantaranya Indonesia yang berada pada urutan 21. Salah satu sektor yang digadang-gadangkan menjadi potensi besar bagi peningkatan Pendapatan Domestik Bruto dunia adalah sektor pertambangan. Sektor pertambangan yang saat ini menjadi pusat perhatian dunia adalah pertambangan timah. Dua negara yang memproduksi timah terbesar di dunia adalah China dan Indonesia (tambang.co.id, 2008). Selain merupakan produsen timah terbesar kedua di dunia, Indonesia juga merupakan negara eksportir timah nomor satu di dunia, dengan jumlah ekspor mencapai 91611,7 ton pada tahun 2013, atau menurun 7,3% dibandingkan dengan tahun 2012 yang mencapai 100,876 ton (www.financeindonesia.org, 2014). Pulau Bangka dan Pulau Belitung adalah penghasil 90% timah Indonesia (mongabay.co.id, 2013). Hampir seluruh daerah di kedua pulau ini diketahui mengandung bijih timah, sehingga aktivitas penambangan timah dapat dijumpai dengan mudah. Salah satu daerah atau kabupaten yang dikenal dengan penghasil dan pengelola timah, serta dijadikan komoditi yang diunggulkan adalah Kabupaten Bangka Barat. Dengan kepemilikan timah inilah, suatu wilayah memiliki keunggulan komparatif, atau dengan kata lain kondisi alam memungkinkan untuk menghasilkan produk tertentu (Tarigan, 2009: 95). Dengan diimplementasikannya Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2013 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 78 Tahun 2012 tentang Ketentuan Ekspor Timah, kegiatan ekspor timah melemah dan menyebabkan penurunan jumlah Pendapatan Domestrik Regional Bruto di Kepulauan Bangka Belitung sebagai penghasil timah terbesar di Indonesia, terutama di Kabupaten Bangka Barat. Syarat atau ketentuan kandungan produksi timah yang diatur dalam peraturan tersebut pada pasal 3 ayat (3)menyebutkan bahwa produksi timah harus mengandung kadar Stannum (Sn) sebesar 99,9% membuat perusahaan-perusahaan smelter tidak dapat memenuhi kualifikasi
Universitas Indonesia
Analisis dampak..., Meisi Subandi, FISIP UI, 2014
3
tersebut (menaranews.com, 2013). Akibatnya adalah sebanyak 31 pabrik peleburan timah di Bangka Belitung tidak bisa menjual produknya karena tidak bisa menjadi anggota bursa (satunegeri.com, 2013). Smelter yang ada pun tidak bersedia membeli timah dari masyarakat. Timah yang berasal dari masyarakat dinilai tidak memenuhi syarat karena belum dapat membuktikan apakah timah tersebut berasal dari pasir timah yang ditambang di lahan yang ditetapkan dan oleh lembaga berizin. Berdasarkan latar belakang masalah di atas dan agar penelitian ini menjadi lebih komprehensif, pokok permasalahan yang diangkat adalah “bagaimana dampak Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 32 Tahun 2013 tentang ketentuan ekspor timah terhadap pemerintah, swasta, dan masyarakat di Kabupaten Bangka Barat? Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjelaskan sekaligus memetakan dampak Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 32 Tahun 2013 tentang Ketentuan Ekspor Timah terhadap pemerintah, swasta, dan masyarakat di Kabupaten Bangka Barat.
Tinjauan Teoritis Kebijakan Publik dan Implementasi Kebijakan Publik Definisi mengenai kebijakan publik diberikan oleh Wayne Parson (dalam Fermana, 2009: 34), bahwasanya kebijakan publik adalah studi tentang “apa yang dilakukan pemerintah, mengapa pemerintah mengambil tindakan tersebut, dan apa akibat dari tindakan tersebut”. Secara umum, istilah “kebijakan” atau “policy” digunakan untuk menunjuk suatu perilaku seorang aktor (misalnya seorang pejabat, suatu kelompok, maupun suatu lembaga pemerintah) atau sejumlah aktor dalam suatu bidang kegiatan tertentu (Winarno, 2007: 16). Implementasi kebijakan merupakan langkah yang sangat penting dalam proses kebijakan. Implementasi kebijakan publik merupakan salah satu tahapan dari proses kebijakan publik yang bersifat krusial, karena bagaimana pun baiknya baiknya suatu kebijakan, jika tidak direncanakan dan dipersiapkan secara baik dalam implementasinya, maka tujuan dari kebijakan juga tidak akan dapat diwujudkan (Widodo, 2007: 85). Di sisi lain, implementasi merupakan fenomena yang kompleks yang mungkin dapat dipahami sebagai suatu proses, suatu keluaran (output), maupun sebagai suatu dampak (Winarno, 2007: 144). Implementasi juga dapat diartikan dalam konteks keluaran, atau sejauh mana tujuan-tujuan yang telah direncanakan mendapatkan dukungan. Sedangkan dampak implementasi mempunyai makna
Universitas Indonesia
Analisis dampak..., Meisi Subandi, FISIP UI, 2014
4
bahwa telah ada perubahan yang dapat diukur dalam masalah yang luas, yang dikaitkan dengan program, undang-undang publik, dan keputusan yudisial. Permasalahan dalam Impelementasi Kebijakan Menurut Grindle, suatu implementasi kebijakan publik dapat dikatakan berhasil ditentukan oleh implementasinya. Implementasi tersebut terdiri dari content of policy dan context of policy (Grindle, dalam Agustino, 2006: 168). Content of policy mengacu pada muatan-muatan yang terdapat dalam kebijakan yang dihasilkan. Sedangkan context of policy mengacu pada kondisi-kondisi lingkungan pada implementasi kebijakan. Content of policy menurut Grindle terbagi dalam: a) Interest Affected; b) Type of Benefits; c) Extent of Change; d) Site of Decision Making; e) Program Implementer; dan f) Resources Committed. Sedangkan context of policy menurut Grindle adalah: a) Power, interest, and Sttrategy of Actor Involved; b) Institution and Regime Characteristic; dan c) Compliance ad Responsiveness. Regulatory Impact Assessment Regulatory
Impact
Assessment
(RIA)
merupakan
sebuah
instrumen
yang
memungkinkan untuk menentukan konsekuensi dari diperkenalkannya peraturan baru (legislationline.org,
2014). Hal ini menekankan bahwa RIA dilakukan ketika adanya
keputusan yang diadopsi, yang melibatkan intervensi negara dan dan dilakukan sebelum rancangan undang-undang disusun. RIA menjadi faktor penting dalam merancang kualitas hukum yang baik, yakni dalam menyediakan alasan-alasan yang valid dalam mendukung direncanakannya suatu peraturan. Secara khusus, RIA dapat membantu untuk menghindari produksi hukum yang berlebihan dan mengurangi beban birokrasi. Karakteristik umum dari Regulatory Impact Analysis (RIA) meliput (Harrington., et al, (2009 :14): a) Penggunaan asumsi dasar yang jelas dan konsisten; b) Evaluasi dari berbagai pilihan kebijakan yang tepat, termasuk alternatif bagi peraturan baru; c) Transparansi dalam penggunaan asumsi, data dan model, perbandingan alternatif, dan
pelaporan hasil; d)
Perlakuan yang tepat bagi pemotongan manfaat dan biaya di masa depan dan penghitungan untuk biaya yang berhubungan dengan resiko; dan e) Penggunaan analisis peluang dan metode lain untuk mendalami kesimpulan. Pembangunan Wilayah Pembangunan wilayah dipandang sebagai sebuah proses perubahan, yakni mencakup aspek keseimbangan kebutuhan antar wilayah dan antar dimensi waktu (masa sekarang dan masa depan). Terjadinya perubahan baik secara incremental maupun paradigma (Anwar, dalam Rustiadi., et al, 2009: 120) mengarahkan pembangunan wilayah kepada terjadinya Universitas Indonesia
Analisis dampak..., Meisi Subandi, FISIP UI, 2014
5
pemerataan (equity), yang mendukung pertumbuhan ekonomi (efficiency), dan keberlanjutan (sustainability). Konsep pembangunan yang memperhatikan ketiga aspek tersebut, dalam proses perkembangannya ditentukan oleh perubahan tata nilai dalam masyarakat, seperti perubahan keadaan ekonomi, sosial, serta realitas politik. Kerangka Kerja Pembangunan Wilayah Rancangan kerangka kerja yang mampu memberikan dasarbagi peningkatan efektifitas kebijakan pembangunan wilayah sangatdiperlukan. Kerangka kerja ini dibagi kedalam dua modal, yaitu (Susanto, A.B, dkk. 2010: 86): 1) Berdasarkan alokasi dan penyerapan modal pembangunandalam rangka peningkatan pem
Human capital
Natural capital
Key players: Government Business Community Individuals
Manufactured capital
Social capital
Intagible
Tangible
Gambar 1 Kerangka Kerja Pembangunan Wilayah Sumber: Susanto, A.B, (2010: 86)
2) Berdasarkan interaksi dimensi pembangunan wilayah
Social
1
4 2
Environment
3 5
Economic
6 Gambar 2 Hubungan Antara Tiga Dimensi Pembangunan Sumber: Susanto, A.B (2010: 88)
Universitas Indonesia
Analisis dampak..., Meisi Subandi, FISIP UI, 2014
6
Metode Penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian yang berjudul melihat ”Analisis Dampak Kebijakan Ekspor Timah di Kabupaten Bangka Barat (Studi Terhadap Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 32 Tahun 2013 tentang Ketentuan Ekspor Timah)” merupakan pendekatan, dimana pengumpulan datanya dilakukan melalui wawancara mendalam, observasi langsung; dan pemanfaatan dokumen tertulis. Adapun Informan yang akan membantu peneliti dalam penelitian ini berasal dari kalangan pemerintah, swasta, dan masyarakat. Pihak pemerintah, terdiri dari instansi-instansi yang berasal dari Kementerian Perdagangan Republik Indonesia, DPRD Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, Dinas Pendapatan Pengelolaan dan Aset Pemerintah Kabupaten Bangka Barat, dan PT TIMAH (Persero) Tbk. Pihak swasta terdiri adalah Bangka Belitung Timah Sejahtera selaku salah satu smelter timah dari sedikitnya smelter yang masih beroperasi. Terakhir, masyarakat yang terdiri dari Asosiasi Timah Rakyat Daerah (ASTRADA) Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, penambang timah di Kabupaten Bangka Barat, dan masyarakat yang menggantungkan hidupnya dengan adanya pertambangan di sekitar lokasi pertambangan, misal: pemilik warung atau pedagang pasar. Untuk informan pendukung, terdiri dari pengamat atau Pemerhati Tata Kelola Sumber Daya Alam yang berasal dari Indonesian Resources Studies (IRESS) dan akademisi Universitas Bangka Belitung. Proses analisis data yang dilakukan adalah sejak sebelum memasuki lapangan, selama di lapangan, dan setelah selesai lapangan. Dalam penelitian kualitatif, analisis data difokuskan selama proses di lapangan bersamaan dengan pengumpulan data. Adapun langkah-langkah yang akan dilakukan peneliti dalam analisa data adalah sebagai berikut: a) Pengumpulan data mentah dan transkrip data; b) Data Display (penyajian data); c) Penyimpulan sementara dan triangulasi; dan d) Conclusion Drawing/ Verification. Strategi analisa data kualitatif pada penelitian ini adalah Ideal Types, dengan merujuk pada Contrast Context. Ideal types adalah alat yang digunakan sebagai perbandingan, karena pada kenyataannya tidak ada yang sesuai dengan tipe-tipe tertentu dari suatu teori. Ketika membandingkan keadaan, peneliti tidak menggunakan suatu tipe untuk menjelaskan teori dalam berbagai kasus yang berbeda. Sebagai penggantinya, peneliti menekankan pada kekhasan dan terperincinya keadaan tersebut. (Neuman, 2003: 450).
Universitas Indonesia
Analisis dampak..., Meisi Subandi, FISIP UI, 2014
7
Pembahasan Bagi pemerintah, pemberlakuan Peraturan Menteri Perdagangan No. 32/2013 berdampak tidak langsung terhadap penurunan total ekspor dan berkurangnya kegiatan penambangan timah secara ilegal di Bangka dan Belitung. Sebagai negara pengekspor timah terbesar di dunia, pemberlakuan peraturan ini berdampak positif dan signifikan bagi Indonesia secara umum. Mengingat selama bertahun-tahun sebelumnya ekspor dan produksi bijih timah jauh lebih banyak dibandingkan logam timah, dengan adanya peraturan ini ekspor bijih dan logam timah secara ilegal yang akan dilebur ulang di luar negeri dapat dicegah. Berkurangnya penambangan ilegal akan berdampak positif terhadap keuntungan yang diperoleh pendapatan pertimahan Indonesia.
Grafik 1 Ekspor Timah dan Non Timah April 2013-April 2014 (US $) Sumber: babel.bps.go.id, 2014
Dari grafik di atas, terlihat bahwa nilai ekspor Provinsi Kepulauan Bangka Belitung pada bulan September 2013 hanya sebesar US$30,1 juta, atau mengalami penurunan yang tajam sebesar 71,6 persen dibanding nilai ekspor bulan Agustus 2013 yang mencapai US$105,9 juta. Total ekspor tersebut terbagi atas ekspor timah sebesar US$8,9 juta dan non timah sebesar US$21,2 juta (babel.bps.goid, 2014). Terlihat penurunan ekspor kepada dua komponen tersebut, dengan penurunan terbesar pada timah yaitu mencapai 89,8 persen sedangkan non timah naik signifikan sebesar 14,5 persen. Hal ini dikarenakan adanya peraturan ekspor baru dari pemerintah yang mengharuskan ekspor timah dilakukan melalui bursa komoditi. Perusahaan smelter/produsen timah di Bangka Belitung tidak termasuk dalam Bursa Komoditi dan Derivatif Indonesia melainkan selama ini melakukan transaksi timah dengan Bursa Berjangka Jakarta. Sedangkan pada range Januari-Oktober 2013, timah merupakan ekspor terbesar yaitu berperan 85,6 persen dari total ekspor Provinsi Kepulauan Universitas Indonesia
Analisis dampak..., Meisi Subandi, FISIP UI, 2014
8
Bangka Belitung pada bulan Oktober 2013 (babel.bps.go.id, 2014). Hal ini dikarenakan para pengusaha timah telah melakukan penyesuaian terhadap kebijakan baru yang dikeluarkan oleh Kementerian Perdagangan perihal ketentuan ekspor timah, yang mencakup ekspor dilakukan satu pintu dan kadar Stannum dalam timah dinaikkan menjadi 99,9%, sehingga dapat bersaing dengan timah negara lain. Kabupaten Bangka Barat merupakan kabupaten dengan wilayah yang strategis dikarenakan letaknya yang berbatasan langsung dengan Pulau Sumatera. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika segala aktivitas perekonomian di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dapat dilakukan melalui pintu masuk kabupaten ini. Selain letak strategisnya, Kabupaten Bangka Barat juga memiliki sektor yang berpengaruh terhadap penerimaan pendapatan daerah, yakni sektor penggalian dan pertambangan. Penerimaan yang didapat dari sektor pertambangan ini merupakan dana perimbangan, yang berasal dari bagi hasil dari Pertambangan Umum. Akan tetapi, pengembalian uang hasil pertambangan selama ini cenderung tidak berimbang dengan pendapatan yang dihasilkan oleh perusahaan, dalam hal ini adalah smelter timah. Royalti yang dibayarkan kepada negara adalah 3 %. Dari 3% tersebut, pemerintah pusat mendapatkan 16%, provinsi daerah penghasil 20%, daerah penghasil 32%, dan sekeliling daerah penghasil 32%. Pembagian ini kemudian dilakukan oleh pemerintah pusat, sehingga pendapatan yang didapatkan oleh Kabupaten Bangka Barat dari dana bagi hasil pertambangan pada tahun 2012 dan 2013 ini adalah sebagai berikut. 70.000.000.000,00
Nominal
65.000.000.000,00 60.000.000.000,00 55.000.000.000,00 50.000.000.000,00 45.000.000.000,00 40.000.000.000,00 Series 1
2012
2013
65.420.309.914
49.928.920.708
Grafik 2 Penerimaan Bagi Hasil dari Pertambangan Umum di Kabupaten Bangka Barat Tahun 2011-2013 (dalam Rupiah) Sumber: DPPKA Kabupaten Bangka Barat, 2014
Universitas Indonesia
Analisis dampak..., Meisi Subandi, FISIP UI, 2014
9
Dari grafik di atas, terlihat bahwa pendapatan daerah Kabupaten Bangka Barat mengalami penurunan dari tahun 2012 ke 2013, yakni dari Rp 65.420.309.914,00 menjadi Rp 49.928.920.708,00. Hal ini diyakini berasal dari diberlakukannya Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 32 Tahun 2013 Tentang Ketentuan Ekspor Timah, dimana didalamnya terdapat beberapa revisi pasal, salah satunya yaitu mengenai kadar Stannum dalam timah, yang dinaikkan dari 99,85% menjadi 99,9%. Sehingga di tahun yang sama pula, dua smelter yang ada di Kabupaten Bangka Barat tidak lagi beroperasi. Hal serupa juga diperkuat oleh pernyataan Bastari S.Sos, selaku Sekretariat Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan dan Aset Kabupaten Bangka Barat yang mengatakan bahwa Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 32 Tahun 2013 ini juga berdampak pada penurunan penerimaan pendapatan daerah. “..Untuk pendapatan jelas ade menurun. Biasenya ekspor tidak satu pintu kan, tidak boleh. Sekarang satu pintu kan..” (hasil wawancara dengan Bastari, S.Sos, 26 Mei 2014). Berbeda dengan dana bagi hasil yang mengalami penurunan, untuk sumbangan pihak ketiga yang berasal dari PT Timah (Persero) Tbk mengalami kenaikan, khususnya dari tahun 2011-2013. Kenaikan penerimaan tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 1 Penerimaan Sumbangan Pihak Ketiga Dari Hasil Timah di Kabupaten Bangka Barat Tahun 2011-2013 (dalam Rupiah) 2011
2012
2013
11.153.899.594,00
3.686.870.773,00
16.801.101.679,00
Sumber: DPPKA Kabupaten Bangka Barat, 2014
Tabel di atas menunjukkan sumbangan pihak ketiga yang didapat oleh Kabupaten Bangka Barat dari penambangan timah. Menurut Bastari, S.Sos, Sekretariat Dinas Pengelolaan Pendapatan Keuangan dan Aset Kabupaten Bangka Barat, sumbangan pihak ketiga tersebut dananya diglobalkan dengan dana lain, untuk selanjutnya diatur oleh SKPD masing-masing, yang nantinya diperuntukkan bagi pembangunan daerah. Seperti dikutip pada wawancara berikut ini. “Nah itu diatur dalam SKPD masng-masing, kebutuhannya apa. Itulah diglobalkan dana itu, dibagi-bagi kan. Untuk pendidikan, penerangan jalan, itu disitu juga, dibagi-bagi., untuk pembangunannya. Jadi dananya kan dana global, dak harus dapetnya dari timah..” (hasil wawancara dengan Bastari, S.Sos, 26 Mei 2014).
Universitas Indonesia
Analisis dampak..., Meisi Subandi, FISIP UI, 2014
10
Akan tetapi, dikarenakan sumbangan pihak ketiga ini bersifat hibah, tidak ditentukan berapa besaran yang harus diperuntukkan bagi kas daerah Kabupaten Bangka Barat. Sehingga, sumbangan pihak ketiga ini tak dapat diandalkan sebagai pemasukan utama bagi kas daerah Kabupaten Bangka Barat. Bagi PT Timah (Persero) Tbk, pemberlakuan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 32 Tahun 2013 ini mengharuskan untuk mendeklarasikan kondisi force majeure dan membatalkan seluruh kontrak pengiriman logam timahnya dengan seluruh pelanggannya (laporan tahunan PT Timah (Persero) Tbk , 2013: 36)). Sejak 30 Agustus 2013, Perusahaan mengekspor seluruh produk timahnya melalui mekanisme transaksi spot di BKDI kepada pelanggan yang menjadi anggota bursa. Pendeklarasian force majeure yang diakibatkan dengan adanya kebijakan ekspor timah ini tidak menyebabkan rusaknya hubungan baik yang telah dibina dengan pelanggannya selama bertahun-tahun. Hal ini dikarenakan sejak kebijakan ini masih berada dalam tahap wacana, PT Timah (Persero) Tbk telah melakukan sosialisasi PT TIMAH (Persero) Tbk menganggap berlangsungnya Bursa Timah Indonesia di BKDI sebagai suatu hal yang positif untuk lebih memperkuat posisi produk logam timah Indonesia di tatanan global, yakni sebagai tantangan dan peluang. Tantangannya adalah agar PT Timah (Persero) Tbk terus dapat melakukan mobilitas program melalui syarat verifikasi yang telah ditentukan. Sedangkan sebagai peluang, PT Timah (Persero) Tbk sejauh ini telah memenuhi syarat verifikasi melalui dua produk unggulannya, yaitu Banka Tin Low Lead dan Four Nine. “...Nah Timah sudah punya produk yang namanya Four Nine, Timah sudah bisa produksi 99,99%. Nah kalo di penjualannya sudah Timah lakukan. Timah malah inginkan kadar di atas ini (99,9%). Gimana melakukannya? Yaitu dengan strategi sehingga jual beli lebih tinggi daripada BKDI. Bagaimana juga harus dibuat penjualan, pembelian, distribusi, dan volume-volume penjualannya. Kita juga ada segmen lagi, produk unggulan dalam hal ini adalah BLL, produk Bangka Low Lead..” (hasil wawancara dengan Supardi, 4 Juni 2014). Jika ditelusuri lebih lanjut, maka Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 32 Tahun 2013 Tentang Ketentuan Ekspor Timah ini memiliki dampak baik bagi pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Pada lini pemerintah pusat, dampak yang dihasilkan bukanlah dampak finansial saja, akan tetapi dampak pemicu memunculkan dampak-dampak lainnya, atau yang disebut oleh Agustino sebagai kebijakan yang mempunyai dampak pada situasi dan kelompok lain; atau eksternalitas (spillover effect). Dari dampak yang bermunculan ini, kemudian menambah pekerjaan dan tugas baru bagi pemerintah pusat untuk bekerja lebih keras. Dengan diberlakukannya Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 32 Tahun 2013 ini, pemerintah pusat berhadapan dengan permasalahan baru, seperti mulai terkuaknya kerugian yang ditimbulkan karena adanya penyelundupan oleh para eksportir yang tak bertanggung Universitas Indonesia
Analisis dampak..., Meisi Subandi, FISIP UI, 2014
11
jawab, tidak adanya peraturan daerah yang mengatur mengenai zona pertambangan yang jelas dan terbitnya izin untuk membuka wilayah pertambangan yang ilegal, dan lain sebagainya. Sedangkan bagi pemerintah daerah, dampak finansial yang terasa. Terasa karena sejak peraturan menteri perdagangan ini diberlakukan, dana bagi hasil dari pertambangan umum yang diperuntukkan bagi pendapatan daerah mengalami penurunan. Hal ini disebabkan oleh melemahnya aktivitas penambangan yang dilakukan oleh berbagai pihak yang terkait, yakni smelter yang dinon-aktifkan serta penambang rakyat yang berhenti beroperasi. Smelter Timah Pada bulan Oktober 2013, implementasi kebijakan ekspor timah melalui Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 32 Tahun 2013 mendapat sambutan negatif dari para pengusaha smelter timah, atau dalam dunia bisnis disebut dengan broker. Sayangnya, sambutan negatif ini mendapatkan dukungan dari pemerintah daerah yang peneliti katakan memiliki “simbiosis mutualisme” dengan para pengusaha smelter. Para pengusaha smelter timah menuntut dilakukannya revisi terhadap peraturan menteri perdagangan tersebut, dimana dengan diimplementasikannya peraturan menteri perdagangan ini, smelter timah tak lagi dapat memperlakukan timah yang dimiliki, seperti menjualnya ke pasar bebas, menyimpan dan menyelundupkan timah, serta menjual timah tersebut dengan harga tinggi tanpa berpatokan pada kandungan Stannum yang seharusnya dipenuhi dalam peraturan tersebut, yakni 99,9%. Sambutan negatif dari para pengusaha smelter timah dan elit daerah ini dikhawatirkan akan mengancam rencana perbaikan pengelolaan industri pertimahan skala nasional. Alasan lainnya adalah dengan diterbitkannya peraturan ini, para pengusaha dan penambang yang terpengaruh dengan iming-iming pengusaha timah ini sama-sama menyatakan bahwasanya peraturan menteri
yang tercantum dalam peraturan menteri ini semakin memberatkan
“masyarakat penambang”, terutama pada pasal-pasal yang mengatur tentang aturan komoditas untuk diekspor dan cara penjualan komoditas. Marwan Batubara selaku Direktur Utama Indonesian Resources Studies (IRESS) juga mengingatkan agar lokasi tambang yang pernah digunakan oleh KobaTin sesegera mungkin untuk diserahkan kepada BUMN dan BUMD.
Marwan mengatakan bahwa suasana
pertimahan di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung pada umumnya, utamanya Kabupaten Bangka Barat, sedikit banyak telah dimanipulasi oleh pihak-pihak tertentu dengan upaya mengatasnamakan rakyat untuk kepentingan kelompok tertentu dan melibatkan regulator dan penegak hukum, baik di pusat maupun di daerah guna menguasai kekayaan negara. Manipulasi ini dilakukan oleh pihak-pihak tersebut untuk menakut-nakuti penambang,
Universitas Indonesia
Analisis dampak..., Meisi Subandi, FISIP UI, 2014
12
misalnya saja dengan menutup lokasi pertambangan, membeli timah dengan harga murah, dan sebagainya, seperti yang dituturkan oleh Marwan Batubara berikut ini. “Ya jadi penambang timah itu sudah diperalat oleh perusahaan-perusahaan swasta, perusahaan-perusahaan asing dipake sebagai dalih untuk memaksa pusat untuk menyerahkan itu dikelola oleh tambang rakyat, oleh swasta. Justru banyak manipulasi disitu. ... Manipulasinya yaa itu nanti harapan untuk apa untuk e penambang kecil oo nanti kalo ga dikasih lahannya ee banyak PHK dan sebagainya. Padahal lahan itu semestinya diserahkan kepada BUMN dan BUMD. Jadi sekarang ada lahan bekas Koba Tin atau ada lahan milik BUMN, PT Timah. Itu dicaplok dengan dalih ini untuk membantu penambang kecil. Padahal penambang kecil itu hanya alat bagi swasta supaya mereka bisa menguasai lahan itu..” (hasil wawancara dengan Ir. Marwan Batubara, M.Sc, 26 Maret 2014). Sayangnya, dalam menanggapi kisruh pertimahan antara pemerintah daerah, swasta yaitu pengusaha smelter, dan penambang rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah belum menentukan sikap, karena sedang berada di akhir kepengurusan. Penyikapan yang akan dianggap nantinya diambil pun bersifat riskan, karena ada beberapa anggota dewan yang ikut bermain dalam pertimahan, sehingga suara DPRD pun dikhawatirkan tak lagi sama, yakni apakah akan mendukung Peraturan Menteri Perdagangan tersebut, atau sebaliknya. “Iya sampe hari nih sikap dewan masih terbelah. Bagi orang-orang yang mendukung para pengusaha smelter, die setuju agar menperindag itu dicabut. Tapi bagi kawankawan yang tidak main timah, ok tidak main timah dan mereka peduli terhadap lingkungan hidup, maka mereka menolak, tetep mempertahankan. Jadi sampe hari nih belum ada kata putus di dewan itu..” (wawancara dengan Sarpin, SE, 19 Mei 2014). Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 32 Tahun 2013 yang memuat mengenai tata niaga pertimahan berdampak pada pihak swasta yang mengelola pertimahan, yakni smelter. Hal ini dikarenakan smelter tidak lagi dapat melakukan kegiatan ekspor langsung ke luar negeri melalui bursa LME dan ataupun KLTM, dimana kedua bursa ini dikelola masing-masing oleh Inggris dan Malaysia. Dalam hal ini Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 32 Tahun 2013 memiliki dampak pada situasi dan kelompok lain; atau dapat disebut juga dengan eksternalitas atau spillover effect. Melalui peraturan menteri ini, pemerintah menginginkan agar ekspor timah dilakukan di BKDI (Bursa Komoditi dan Derivatif Indonesia). Smelter berkeberatan, karena peraturan ini mengharuskan sebelum dilakukannya ekspor, diharuskan untuk melewati serangkaian persyaratan, yang pada akhirnya diverifikasi. Alasan dari keberatan itu terdapat pada salah satu persyaratan ekspor, yakni asal-usul bijih timah. Bijih timah yang didapat oleh smelter untuk kemudian dikelola, tidaklah berasal dari penambangan yang legal, dalam hal ini mereka memperoleh bijih timah itu dari penambangan illegal (Tambang Inkonvensional) yang tidak memiliki Izin Usaha Pertambangan dan Wilayah Pertambangan Rakyat. Oleh karena itu, hanya ada dua alternatif yang menjadi pilihan; pertama, smelter membeli timah dari Universitas Indonesia
Analisis dampak..., Meisi Subandi, FISIP UI, 2014
13
penambang rakyat dengan harga murah, atau smelter melakukan penutupan dan merumahkan para pekerjanya. Hal ini berpengaruh pada persoalan masyarakat, khususnya penambang yang dirugikan. Dengan alasan ketidaksetujuan pula, smelter timah ini mencoba untuk menggerakkan masyarakat, khususnya penambang untuk melakukan penolakan melalui demonstrasi. Penggerakkan masyarakat penambang ini juga didalangi oleh pejabat daerah yang memiliki kepentingan pertimahan. Di satu sisi, apabila situasi seperti ini dibiarkan terusmenerus terjadi, kemungkinan terbesarnya di masa yang akan datang adalah kondisi pertimahan semakin carut marut dan bukan saja penambang yang dirugikan, tetapi negara dan daerah penghasil timah. Di sisi lainnya, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung sebetulnya belum memiliki peraturan yang mengatur mengenai pertambangan rakyat. Dengan ketiadaan peraturan tersebut, maka penambangan yang telah berjalan sejak tahun 1999 dapat dikatakan bukanlah penambangan legal; akan tetapi sebaliknya, penambangan illegal. Dianggap wajar jika baru-baru ini mencuat pemberitaan bahwa penambang di Kabupaten Bangka Barat menuntut agar penambangan yang dijadikan sebagai mata pencaharian utama dapat tetap berjalan seperti biasa, dan hasil tambang dapat dibeli para kolektor (Bangka Pos Edisi Cetak, 10 Juni 2014). Inilah pentingnya aspek kebijakan pada pertambangan rakyat, disamping juga untuk memberikan jalan bagi penambang dalam membangun relasi dengan berbagai pemangku kepentingan yang terkait. Penambang Penambang rakyat menyayangkan jika ekspor timah sekarang ini harus melalui satu pintu oleh Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 32 Tahun 2013 Tentang Ketentuan Ekspor Timah. Menurut seorang penambang berinisial “D” yang telah menambang timah sejak rakyat diperbolehkan menambang pada tahun 1999 dan sampai saat ini masih beroperasi, dengan adanya banyak pintu bagi ekspor timah persaingan harga akan membaik. Dampaknya adalah timah yang sekarang ini disimpan karena harga jualnya yang sedang turun, dapat dijual dengan harga tinggi. “Aa yang name satu pintu tadi memang agak susah lah untuk penambangan sekarang. Kalo die banyak pintu kayak kemaren smelter tuh kan persaingan pasar kan, bersaing.. Harge pun mungkin lumayan untuk di tambang. Dari segi penambang dampak e bagus, mun untuk satu pintu sekarang memang dipress, per Sn pun dipress bener. Jauh press e. Kalo dulu, 67, 68, tuh masuk. Sekarang kalo dak 70 PT Timah ngambil. Makanye dari harge dipress, itu pun timah pun timah bagus diambil, yang jelek mane diambil sekarang nih..” (wawancara dengan “D”, 27 Mei 2014).
Universitas Indonesia
Analisis dampak..., Meisi Subandi, FISIP UI, 2014
14
Gambar 3 Salah Satu Penambangan Timah Yang Masih Beroperasi Sumber: Dokumentasi Peneliti, 2014
Dari hasil wawancara dengan Dosen Ilmu Politik Universitas Bangka Belitung dapat dijelaskan bahwa awal mulanya penambang timah tersebut terbagi atas tiga komponen; yaitu penambang, pemilik, dan pelimbang. Penambang timah adalah orang-orang yang bekerja di penambangan, utamanya di tambang inkonvensional. Penambang dipekerjakan oleh pemilik tambang untuk mengoperasionalkan mesin tambang, seperti menyemprot tanah bercampur timah, dan aktivitas penambangan lainnya, yang pada akhirnya akan menghasilkan bijih timah siap jual. Para penambang umumnya digaji berdasarkan penghasilan yang didapat setelah penghitungan total penjualan dan biaya yang dikeluarkan. Perhitungan yang digunakan adalah dengan sistem persentase antara pemilik dan penambang dengan menggunakan satuan kilogram timah yang dijual. Pemilik adalah orang yang memiliki penambangan dan menjadi mandor bagi penambang, sedangkan pelimbang adalah masyarakat yang mengais sisa pembuangan pencucian tambang milik orang lain. Untuk penjelasan lebih jelas, dapat dilihat pada skema di bawah ini. Alur penambangan timah dari penambang timah hingga dapat terjual di pasar timah adalah sebagai berikut. Penambang -----------------Pemilik -----------------Pelimbang
PT Timah (Persero) Tbk Kolektor
Luar Negeri Smelter Timah
Gambar 4 Alur Penambangan Timah Sumber: Olahan Peneliti, 2014
Hasil penambangan ini kemudian dijual ke kolektor. Kolektor ini dapat berupa orangorang yang memiliki status sebagai pemilik tambang atau sebagai penjual dan pembeli timah
Universitas Indonesia
Analisis dampak..., Meisi Subandi, FISIP UI, 2014
15
yang didapat dari penambangan. Kolektor dapat menjual kembali timah yang telah dibelinya dari penambangan tersebut ke dua pihak; ke PT Timah (Persero) Tbk dan smelter timah. Tujuan utamanya adalah ke smelter. Alasan logisnya adalah karena smelter umumnya membeli timah dengan harga yang lebih tinggi ketimbang PT Timah (Persero) Tbk. Salah satu alasannya adalah karena smelter tidak memiliki kewajiban reklamasi, berbeda dengan PT Timah (Persero) Tbk yang memiliki kewajiban untuk itu. Setelah itu, timah yang telah berubah menjadi lempengan tidak diperjualbelikan melalui PT Timah (Persero) Tbk, tetapi keluar negeri, yaitu negara Singapura dan Malaysia. Hal ini dikarenakan dengan langsung menjual ke luar negeri, para eksportir timah tak perlu repot untuk melakukan verifikasi dan melengkapi persyaratan, sebagaimana jika kegiatan ekspor tersebut dilakukan melalui bursa timah Indonesia (Bursa Komoditi dan Derivatif Indonesia). Sejauh ini, dapat dikatakan para eksportir tersebut melakukan penyelundupan. Dari alur serta penjelasan mengenai penambangan timah di atas, sebetulnya kebijakan ekspor timah yang tertuang melalui Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 32 Tahun 2013 tersebut selain berdampak kepada penambang timah yang oleh akademisi dari Universitas Bangka Belitung, Dr. Ibrahim, disebut sebagai “kalangan akar rumput”, kebijakan ini juga sebetulnya berdampak pada “kaum elitis”, yang memiliki kepentingan terhadap timah. Kaum elitis yang terdiri dari pengusaha smelter timah yang bekerjasama dengan eksportir tak lagi dapat menyelundupkan timah dan menjual secara bebas ke luar negeri. Selain itu, dengan adanya ketentuan kadar Stannum 99,9% pada Peraturan Menteri Perdagangan yang baru ini juga memaksa para kolektor, yang terdiri dari penyelundup dan “kaum elitis” untuk memilih dua alternatif; pertama, tidak melakukan transaksi jual beli timah terlebih dahulu, atau kedua menjual harga timah dengan harga yang murah atau rendah. Sayangnya, “kaum elitis” yang memiliki kepentingan ini kemudian melakukan mobilisasi para penambang untuk melakukan protes, yakni melalui demonstrasi. Sebagian besar “kaum elitis” ini bertopeng sebagai mereka yang peduli terhadap nasib penambang, yang diejawantahkan melalui jabatannya sebagai ketua, presiden, ataupun panglima perkumpulan penambang timah daerah. Salah satu dari “kaum elitis” yang memiliki jabatan di perkumpulan penambang rakyat daerah ini adalah Johan Murod, panglima ASTRADA (Asosisasi Tambang Rakyat Daerah) Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Di tahun 2014 ini, beliau mencalonkan diri sebagai Anggota Legislatif DPRD Provinsi dari Fraksi PAN, tetapi tidak terpilih. Selain sebagai panglima ASTRADA, beliau juga diketahui sebagai Direktur Utama dari BBTS (Bangka Belitung Timah Sejahtera), yaitu salah satu perusahaan yang memiliki beberapa anak smelter dibawahnya. Menurut beliau, dengan adanya Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 32 Tahun 2013 ini menyulitkan Universitas Indonesia
Analisis dampak..., Meisi Subandi, FISIP UI, 2014
16
para penambang rakyat, karena timah dibeli dengan harga murah. Selain itu, dengan adanya kebijakan ini smelter tidak dapat berfungsi optimal, karena smelter harus melewati verifikasi persyaratan dari ICDX atau BKDI. Berikut adalah pernyataan Johan Murod
tentang
tanggapannya terhadap Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 32 Tahun 2013 ini. “...Di Bangka Belitung ini kan ada 40 smelter, yang sudah pernah dibangun. Dengan adanya ICDX ini, otomatis paling-paling yang masuk anggota e tuh 19 smelter. Selebihnya kan tidak memenuhi verifikasi. Sedangkan, tambang rakyat ini kan ada dimana-mana. Kalo semakin banyak pembeli tadi, semakin mudah mereka menjual. Akibatnya, dengan adanya ICDX ini makin menambah beban dan menambah panjangnya birokrasi...” (wawancara dengan Johan Murod, S.IP, MM, M.BA, 3 Mei 2014). Dari penjelasan dan pernyataan di atas, diketahui bahwa para “kaum elitis”, pemerintah daerah, dan pengusaha timah cenderung untuk menyukai status quo, yakni melakukan pembiaran dan menyenangi ketidakjelasan regulasi yang mengatur pertimahan di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Selain menyukai status quo, terjadi pula dengan apa yang disebut sebagai disparitas ekonomi, yang tidak disadari oleh penambang
dan
masyarakat
pada
umumnya.
Disparitas
ini
menunjukkan
ketidakmampuan mereka untuk keluar dari kungkungan regulasi dan alur yang sedemikian rupa didesain oleh para “kaum elitis” dan aktor-aktor terkait. B. Pedagang Melumpuhnya aktivitas penambangan di Kabupaten Bangka Barat sedikit banyak ikut mempengaruhi perekonomian pedagang di pasar-pasar, dan di sekitar wilayah penambangan timah. Selama pengamatan peneliti, yakni pada 24 Mei-09 Juni 2014 dengan rentang waktu pukul 07.00-09.00, sebagian besar pembeli pasar hanya berada di tempat penjualan sayurmayur, telor ayam, dan kebutuhan dapur, sedangkan di tempat penjualan daging, seperti daging ayam, daging sapi, dan ikan cenderung sepi. Hal ini dikarenakan harga daging yang lebih mahal daripada biasanya, di saat harga timah berada dalam keadaan normal. Seperti yang diutarakan oleh salah satu pedagang ayam potong bernama Ruslan berikut ini. “...Kalo timah tengah ramai kayak dulu, lumayan.. Pekerja akan banyak datang, yang makan pun banyak. Sekarang kan pekerja banyak pulang ke Lampung, Palembang, kemane kan, ke Jawa. Jadi otomatis lah perputaran duit e macet. Yang makan kurang,otomatis sepi..” (wawancara dengan pedagang ayam, 7 Juni 2014). Hal yang sama diungkapkan pula oleh penjual daging ikan, yang mengatakan bahwa dikarenakan harga timah yang sedang turun dan penambang yang tak lagi menambang membuat daya beli masyarakat menurun. Berikut kutipan wawancara dengan pedagang ikan yang bernama Sarni.
Universitas Indonesia
Analisis dampak..., Meisi Subandi, FISIP UI, 2014
17
“..Berkurang lah, karena daya beli sepi nih.. Bukan jual ikan jak, hampir semue orang lah begadu.. Timah murah, jual e sare juga kan..” (wawancara dengan pedagang ikan, 7 Juni 2014).
Gambar 5 Suasana Pasar Besar Kecamatan Muntok Sumber: Dokumentasi Peneliti, 2014
Diberlakukannya Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 32 Tahun 2013 Tentang Ketentuan Ekspor Timah berdampak langsung bagi masyarakat. Dalam hal ini, peneliti membagi masyarakat tersebut ke dalam dua kategori, yaitu masyarakat penambang, dan masyarakat yang menggantungkan usahanya dari pertambangan; sebagai contoh pedagang pasar. Bagi masyarakat penambang, situasi seperti ini merupakan situasi yang tidak pernah diharapkan sebelumnya, karena peraturan menteri ini membuat penambang tidak dapat untuk menjual timah dengan harga normal kepada smelter maupun kolektor. Penambang hanya memiliki dua pilihan, yakni menyimpan bijih timah hingga harga jualnya kembali normal dan tidak beroperasi untuk sementara waktu, atau menjalankan pertambangannya dengan menekan biaya produksi, misalnya dengan mengurangi jumlah pekerja. Terlebih dengan penambang liar yang tidak memiliki izin tambang. Penambang liar ini memilih untuk menghentikan sementara pekerjaannya, karena sejak peraturan menteri ini mulai diberlakukan, aparat keamanan rutin melakukan penertiban di lokasi penambangan mereka. Sedangkan untuk pedagang pasar, suasana pertimahan yang saat ini tidak menentu membuat barang yang dijual cenderung sepi dari pembeli. Daya beli dari pembeli yang berasal dari penambang juga berkurang. Sebagai contoh, sebelum kebijakan ini diberlakukan, para pemilik tambang rutin membeli keperluan dan konsumsi bagi pekerjanya; seperti rokok, kopi, makan siang, dan lain sebagainya. Salah satu tujuan dari pembangunan daerah adalah Jika dipandang dari pembangunan daerah, terutama dari aspek ekonomi, pembangunan daerah sejatinya memerlukan perhatian Universitas Indonesia
Analisis dampak..., Meisi Subandi, FISIP UI, 2014
18
dan perhitungan terhadap berbagai faktor, seperti sumber daya alam; yang jika dikaitkan dengan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung pada umumnya adalah sumber daya timah. Untuk mengoptimalkan pengelolaan sumber daya timah ini, faktor yang paling utamanya adalah sumber daya manusia; dalam hal ini perlu dilihat adanya keterkaitan dan harmonisasi antara pemerintah, swasta; yang direpresentasikan oleh smelter timah, dan masyarakat; yakni penambang dan masyarakat umum. Apabila sejak awal modal sosial sudah tidak ada diantara pemerintah, swasta, dan masyarakat dalam mengelola sumber daya alam secara bersamasama, tujuan dari pembangunan daerah di atas sulit untuk dicapai.
Simpulan Kebijakan Ekspor Timah di Kabupaten Bangka Barat yang termaktub dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 32 Tahun 2013 tentang Ketentuan Ekspor Timah secara garis besar dapat dikatakan berdampak pada tiga komponen, yakni pemerintah, swasta, dan masyarakat. Bagi pemerintah, khususnya pemerintah daerah Kabupaten Bangka Barat, kebijakan ekspor timah ini berdampak pada penurunan pendapatan yang diperoleh dari bagi hasil pertambangan. Di lain sisi, Peraturan Menteri Perdagangan ini juga berdampak pada pihak swasta, yakni smelter timah. Hal ini dikarenakan smelter timah tak lagi dapat mengekspor timah ke buyer atau ke luar negeri secara langsung, karena harus melalui satu pintu, yaitu melalui Bursa Komoditi dan Derivatif Indonesia (BKDI). Hal ini terjadi karena sebelum terdaftar menjadi anggota BKDI, diharuskan untuk melalui serangkaian verifikasi, seperti kepemilikan Izin Usaha Pertambangan (IUP), Wilayah Penambangan Rakyat (WPR) yang memadai, dan lain sebagainya. Bagi masyarakat, terutama masyarakat yang berprofesi sebagai penambang, Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 32 Tahun 2013 ini jelas berdampak pada tidak dibelinya bijih timah oleh kolektor dan ataupun smelter. Para penambang lebih memilih untuk menyimpan bijih timah ketimbang menjualnya dengan harga murah. Beberapa kepentingan yang berasal dari pejabat publik dan ataupun investor juga berpengaruh dalam situasi dan kondisi pertimahan di Kabupaten Bangka Barat. Usaha yang kemudian dilakukan oleh kelompok kepentingan yang berasal dari pejabat publik dan investor ini adalah dengan menurunkan harga beli timah dan memanipulasi penambang, seolah-olah apabila Peraturan Menteri Perdagangan ini diberlakukan, para penambang tak lagi dapat menambang dengan layak, seperti menutup lokasi tambang, dan lain sebagainya.
Universitas Indonesia
Analisis dampak..., Meisi Subandi, FISIP UI, 2014
19
Saran Berdasarkan simpulan penelitian di atas, diberikan beberapa rekomendasi, yaitu: pertama, Kebijakan ekspor timah melalui Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 32 Tahun 2013 yang telah ada seharusnya dapat diterapkan secara menyeluruh dan dipahami secara baik di tingkat pemerintah, swasta, dan masyarakat, yang dapat dilakukan dengan sosialisasi; 2) Di seluruh tingkat lini pemerintahan, baik pemerintah pusat dan pemerintah daerah hendaknya menjalin kerjasama dengan lembaga independen untuk mengawasi jalannya kebijakan ekspor timah. Kerjasama tersebut dapat dilakukan dengan Komisi Pemberantasan Korupsi dan Indonesian Corruption Watch (ICW) untuk meminimalisir dan mencegah terjadinya penyimpangan pada kegiatan ekspor timah dan kerugian yang ditimbulkan.
DAFTAR REFERENSI Buku Agustino, Leo. (2006). Politik dan Kebijakan Publik. Bandung: AIPI Fermana, Surya. (2009). Kebijakan Publik: Sebuah Tinjauan Filosofis. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media Harrington, Winston, Lisa Heinzerling., et al. (2009). Reforming Regulatory Impact Analysis. Washington: Meadows Desgn Office Inc. Hirst, Paul., & Grahame Thompson. (2001). Globalisasi Adalah Mitos (P. Soemitro, Penerjemah.). Jakarta: Yayasan Obor Indonesia Neuman, LW. (1997). Social Research Methods :Qualitative and Quantitative Approaches, Third Edition. Boston : Allyn and Bacon Prasetyo, Bambang., & Lina Miftahul Jannah. (2005). Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta: Rustiadi, Ernan., et al. (2009). Perencanaan dan Pengembangan Wilayah. Jakarta: Crespent Press dan Yayasan Pustaka Obor Susanto, A.B. (2010). Reinvensi Pembangunan Ekonomi Daerah: Bagaimana Membangun Kesejahteraan Rakyat. Jakarta: Erlangga Group Tarigan, Robinson. (2009). Ekonomi Regional: Teori dan Aplikasi. Jakarta: PT Bumi Aksara Widodo, Joko. (2007). Analisis Kebijakan Publik: Konsep dan Apilkasi Analisis Proses Kebijakan Publik. Malang: Bayumedia Publishing Winarno, Budi. (2007). Kebijakan Publik: Teori dan Proses. Yogyakarta: Media Pressindo Zulkarnain, Iskandar., et al. (2008). Konsep Pertambangan Rakyat dalam Kerangka Pengelolaan Sumber Daya Tambang yang Berkelanjutan. Jakarta: LIPI Press Dokumen Cetak Laporan Tahunan PT (Timah Persero) Tbk Tahun 2013
Dokumen lembaga, tanpa informasi tahun penerbitan Poland’s Ministry of Economy. Guidelines of The Regulatory Impact Assessment. 27th of June 2014. Available At
Universitas Indonesia
Analisis dampak..., Meisi Subandi, FISIP UI, 2014
20
http://www.legislationline.org/download/action/download/id/2164/file/Poland_Guideline s_Regulation_Impact_Assessment_.pdf Media Cetak Bangka Pos Edisi 10 Juni 2014 Peraturan Hukum Badan Pengawasan Perdagangan Berjangka Komoditi. (2013, August 2). Peraturan Kepala Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi Nomor 104 Tahun 2013 Tentang Petunjuk Teknis Perdagangan Timah Batangan Untuk Tujuan Ekspor Melalui Bursa Timah Kementerian Perdagangan. (2013, June 28). Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 32 Tahun 2013 Tentang Ketentuan Ekspor Timah Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara
Sumber Internet Babel.bps.go.id. (2013). Ekspor dan Impor Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Release Bulan September 2013. Available At http://babel.bps.go.id/index.php?r=brs/view&id=436&title=Ekspor-dan-Impor-ProvinsiKepulauan-Bangka-Belitung-Release-Bulan-September-2013 __________________. Ekspor dan Impor Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Release Bulan Oktober 2013. Available At http://babel.bps.go.id/index.php?r=brs/view&id=442&title=Perkembangan-Ekspor-danImpor-Release-Oktober-2013 Bappeda.metrokota.go.id. (2013). 2013, Indonesia Urutan 21 Pertumbuhan Ekonomi Tertinggi. Available At
Financeindonesia.org. (2014). Ekspor Timah dari Indonesia Anjlok di Bulan Januari. Available At MENARANews. (2013). Solusi Perekonomian Bagi Masyarakat Babel Belum Ditemukan. Available At Satunegeri.com. (2013). Penurunan Penambangan Timah Babel Akibatkan Kelesuan Ekonomi. Available At Tambang.co.id. (2008). Timah Dunia di Zona Positif. Available At Wihardandi, Aji. (2013). Apple Inc. Lakukan Investigasi Terkait Penggunaan Timah dari Pertambangan Ilegal di Pulau Bangka. Available At
Universitas Indonesia
Analisis dampak..., Meisi Subandi, FISIP UI, 2014