KIMIA.STUDENTJOURNAL, Vol. 1, No. 2, pp. 296-302 UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG Received, 11 January 2013, Accepted, 18 January 2013, Published online, 1 February 2013
PENGARUH PEMBERIAN ACTH (Adrenocorticotropin Hormon) TERHADAP PROFIL PROTEIN DAN GAMBARAN HISTOLOGI OTAK PADA TIKUS (Rattus norvegicus) MENINGITIS HASIL INJEKSI LPS Megawati Sistin Agustita, Aulanni’am*, Sasangka Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Brawijaya, Jl. Veteran Malang 65145 *Alamat korespondensi, Tel : +62-341-575838, Fax : +62-341-575835 Email:
[email protected]
ABSTRAK Meningitis merupakan peradangan selaput otak, penyebab utamanya adalah endotoksin dari bakteri E.colli yaitu LPS (Lipopolisakarida). Salah satu alternatif pengobatan pada meningitis yaitu melalui terapi dengan menggunakan ACTH (Adrenocorticotropin Hormon). Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui peranan terapi ACTH terhadap profil proteindan gambaran histologi pada otak tikus. Pada penelitian ini digunakan hewan coba tikus dengan pemberian dosis LPS 20 ng/ekor yang diinkubasi selama empat jam. ACTH sebagai alternatif terapi diberikan pada hewan coba dengan dosis 50 µg/ekor dan diinkubasi selama dua jam. Hasil penelitian menunjukan bahwa terapi ACTH dapat memperbaiki sel endotel pada pembuluh darah.Pemberian LPS dan ACTH dalam jangka waktu dua jam menghasilkan pita protein baru yaitu 174,1 kDa. Kata kunci: meningitis, lipopolisakarida, Adrenocorticotropin Hormon
ABSTRACT Meninges is inflammation of the brain membranes that caused by endotoxin from bacteria E.colli LPS (Lipopolysaccharide). One of the alternative meninges treatment is ACTH (Adrenocorticotropin Hormone). Therapy the aims of research are to know the role of therapy ACTH against the profile of protein and histology in rat’s brain. In this research is used a rat as experiment animals with a dose of LPS 20 ng /rat that is incubated for four hours. ACTH as an alternative therapy is given to rat with a dose of 50 µg/rat and incubated for two hours.The resultis showed that ACTH can repaire endothelial cells in blood vessel. ACTH and LPS within two hours experiment have new protein about of 174.1 kDa. Keywords: meninges, Lipopolysaccharide, Adrenocorticotropin Hormon
PENDAHULUAN Meningitis merupakan suatu infeksi atau peradangan dari lapisan tipis yang menyelimuti otak dan jaringan saraf dalam tulang punggung, disebabkan oleh virus dan bakteri maupun infeksi sistemik lainnya[1]. Hingga Saat ini, meningitis merupakan masalah terbesar di seluruh dunia. Hal ini dapat diketahui melalui banyaknya angka kematian dan cacat akibat keterlambatan diagnosis dan pengobatan. Berdasarkan data WHO (2009) memperkirakan jumlah kasus meningitis dan kasus kecacatan neurologis lainnya adalah sekitar 500.000 dengan Case Fatality Rate (CFR) 10% di seluruh dunia. Berdasarkan Data South East Asian Medical Information Center (SEAMIC)
296
Health Statistic (2002) melaporkan bahwa pada tahun 2000 dan 2001 di Indonesia, terdapat masing-masing 1.937 dan 1.667 kasus kematian karena meningitis dengan CSDR 9,4 dan 8 per 1000000 penduduk [2]. Faktor-faktor yang berperan dalam proses kerusakan otak disebabkan oleh produkproduk bakteri gram negatif yaitu E.colli. Bakteri E.collimemiliki dinding terluar yang mengandung Lipopolisakarida (LPS). LPS merupakan komponen dari dinding sel bakteri gram negatif [3]. Pada sel endotel SDO (sawar darah otak), LPS mampu merusak sel endotel vaskuler baik secara langsung maupun tidak langsung [4]. Pada penelitian ini menggunakan ACTH sebagai terapi meningitis. ACTH mempunyai efek positif dalam kondisi neuroinflamasi dan bersifat neuroproteksi yang mampu mengindisfungsikan sitoken yang bersifat pro inflamasi. Berdasarkan uraian diatas, maka perlu dikaji potensi ACTH sintetik sebagai terapi meningitis akibat paparan LPS melalui perbaikan protein penyusun jaringan otak. Berdasarkan data diatas terapi ditujukan bukan hanya untuk membasmi bakteri yang masuk tetapi lebih pada mengatasi reaksi inflamasi berat yang dipicu oleh produk-produk bakteri yang lepas pada saat lisis akibat paparan antibiotik [5]. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui peranan ACTH terhadap profil protein dan gambaran histologi pada organ otak tikus meningitisyang terpapar LPS melalui pengamatan profil protein dan gambaran histologi organ otak. METODE PENELITIAN Bahan dan alat Alat dan bahan yang digunakan untuk tikus model meningitis pada penelitian ini adalah tikus (Rattus norvegicus) sebayak 3 ekor, LPS (Lipopolisakarida) E. colli dengan dosis 20 ng/ekor, ACTH (Adrenocorticotropin Hormon) dengan dosis 50 ug/ekor, ketamine, spuit 1cc, seperangkat alat elektroforesis, dan mikroskop olympus BX-53. Preparasi hewan coba Hewan coba dibagi menjadi tiga kelompok, masing-masing terdiri dari satu ekor tikus yaitu tikus kontrol tanpa pemberian LPS dan ACTH, tikus yang dipapar LPS, dan tikus yang diterapi ACTH. Preparasi hewan coba dilakukan dengan menginjeksikan LPS E-colli pada bagian intrasisternal kemudian diinkubasi selama empat jam. Tikus diterapi dengan ACTH melalui intranasal dan diinkubasi selama dua jam. Tikus dibedah dan diambil otak untuk diamati profil protein dan gambaran histologinya. penggunaan hewan coba telah mendapat persetujuan dari komisi Laik Etik dengan No : 117/KEP/UB.
297
Pembuatan preparat (Apusan) Cairan serebrospinal (CSS) diteteskan diatas objek glass. Setelah itu diratakan dengan objek glass lain pada sudut 45º. Kemudian dikeringkan dan ditambahkan alkohol 100% dan diamkan hingga 10 menit. Setelah mengering ditambahkan pewarna gymsa selama 30 menit. Setelah itu dibilas dengan air mengalir. Setelah kering ditambahkan xilol dan dimounting. Isolasi protein organ otak Otak dipotong kecil-kecil ditambah dengan sedikit pasir silika dan digerus dengan mortar dalam kondisi dingin. Kemudian penggerusan otak ditambah dengan PBST PMSF sebanyak 5 kali volume homogenat. Setelah itu divortex, disonikasi dan disentrifugasi dengan kecepatan 6000 ppm selama 15 menit, selanjutnya supernatan ditambahkan etanol absolut (1:1) dan dimasukan refrigrator semalaman (terbentuk gumpalan putih). Setelah itu etanol dibuang dan dikeringkan lalu ditambah buffer tris HCl 250 µl selanjutnya disimpan dalam frezer suhu -20º. Penentuan profil protein hasil isolasi dari otak dengan teknik SDS-PAGE Plat gel disiapkan dengan cara merangkai dua plat kaca dengan jarak antar plat ± 1 mm. Gel terbagi dari dua jenis yaitu stacking gel dan separating gel. Kemudian dituangkan larutan separating gel dalam plat, dituangkan akuades steril di atas gel, dan dibiarkan 10-30 menit hingga gel memadat. Selanjunya dituangkan larutan stacking gel di atas separating gel yang telah memadat, dipasang sisiran hingga gel memadat dan terbentuk sumuran. Setelah gel memadat, sisir dilepas, plat dipasang pada alat elektroforesis, dan dituangkan larutan running buffer.Pemasukan sampel dan proses running yaitu 15 µl sampel ditambah 15 µl larutan Reducing Sampel Buffer (RSB), kemudian dipanaskandalam penangas air 100 ºC selama 3menit. Setelah didinginkan sampel dimasukkan dalam sumur-sumur gel dengan volume 1520µl. Kemudian anoda dihubungkan pada resevoir bawah, dan katoda dihubungkan pada resevoir atas. Power supply dihidupkan dengan arus listrik 30 mA. Proses pemisahan (Running) dihentikan setelah warna biru dari penanda mencapai ketinggian 0,5 cm dari batas bawah plate gel. Pembuatan gambaran histologi otak Langkah pertama adalah embedding dimana organ otak direndam dalam larutan formaldehide 10% dan direndam dalam etanol 70% (24 jam), 80% (2 jam), 90% (20 menit), dan 95% (20 menit) sebanyak tiga kali. Selanjutnya organ otak dipindahkan pada larutan xilol selama 20 menit sebanyak dua kali dan dimasukkan kembali ke dalam larutan xilol pada suhu
298
60-63 oC selama 30 menit. Lalu, organ otak dicelupkan dalam parafin cair. Berikutnya, dilakukan tahapan pembuatan preparat otak. Otak dimasukan pada blok parafin. Lalu otak dipotong dengan ukuran 5 µm dan dimasukkan air pada suhu ruang. Berikutnya, dipindahkan hasil irisan ke dalam air hangat 38-40 oC dan diambil irisan dengan objek gelas. Irisan yang terpilih dikeringkan, diletakkan di atas hot plate 38-40 oC hingga kering dan preparat disimpan dalam inkubator pada suhu 38-40 oC selama 24 jam. Setelah itu pewarnaan Hematoxylen-Eosin dimana preparat dimasukkan dalam xilol bertingkat 1-3 selama 5 menit. Berikutnya, dilakukan tahapan rehidrasi preparat dimana preparat dimasukkan dalam etanol 95, 90, 80, dan 70% yang dimulai dari etanol absolut 1-3 dan direndam dalam akuades selama 5 menit. Setelah itu dilakukan tahapan pewarnaan, dimasukkan preparat dalam pewarna hematoxylen selama 10 menit. Kemudian dicuci dengan air mengalir dan dibilas dengan akuades serta dimasukkan dalam pewarna eosin. Berikutnya, dilakukan tahapan dehidrasi dengan preparat dan dilakukan clearing yaitu dengan memasukkan preparat pada xilol 1, 2 dan 3. Lalu dikeringanginkan dan dilakukan mounting dengan entelan. HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh ACTH terhadap jumlah sel leukosit pada CSS K
K+
-
P
Gambar 1. Preparat Apusan Cairan Cereborspinal (CSS) Dari Kelompok Sehat (K), Kelompok Injeksi LPS (K+), dan Tikus Terapi Dengan ACTH (P) pada perbesaran 200x. Gambar 1 menunjukkan kelompok tikus yang diinjeksi dengan LPS (K+) memiliki jumlah sel leukosit lebih banyak dibandingkan dengan kelompok tikus sehat tanpa injeksi LPS(K-). Keberadaan sel leukosit dalam CSS menyebabkan proses fagositosis. Pada tikus
299
kelompok terapi menggunakan ACTH terbukti bahwa jumlah sel leukosit menurun dibandingkan dengan kelompok tikus yang diinjeksi dengan LPS dan hampir sama dengan kelompok tikus sehat. Dengan Hasil tersebut ACTH dapat dijadikan sebagai kandidat untuk terapi penyakit meningitis Pengaruh ACTH terhadap gambaran histologi pada otak tikus meningits Berdasarkan dari hasil pewarnaan hematoxylen (HE) diketahui bahwa pada kelompok tikus sehat dengan tikus yang diinjeksi LPS dan terapi ACTH memiliki hasil yang berbeda. Perbedaan tersebut ditunjukan dengan pada Gambar 2. k-
k+
P
Gambar 2. Histologi Sel Endotel Mikrovasculer Jaringan Otak Tikus Sehat (K-), Tikus Yang Mendapat Injek LPS (K+), dan Otak Tikus Pasca Terapi ACTH (P). (Perbesaran 200x) Gambar 2 menunjukkan bahwa paparan LPS dapat merusak susunan sel endotel pada otak tikus. Pada tikus tanpa paparan LPS (K-), terlihat bahwa sel endotel pada pembuluh darah dari otak tikus berada dalam kondisi normal atau baik. Dimana sel endotelnya tidak mengalami vasodilatasi. Sedangkan pada tikus yang telah terpapar LPS, sel-sel endotelnya terlihat tidak sempurna atau rusak. Hal ini ditunjukkan dengan adanya gambaran sel-sel endotel yang susunannya tidak sempurna dan pembuluh darah menjadi melebar sehingga pembuluh darah tersebut mengalami vasodilitasi. Pada penelitian ini tikus sakit akibat injeksi LPS yang diterapi dengan ACTH menunjukan adanya perbaikan pada pembuluh darah terutama sel endotel yang diamati dengan mikroskop olympus BX-53. Dimana pada pembuluh darah yang mengalami vasodilatasi yang telah diinjeksi LPS mengalami perubahan susunan dari sel endotel pada pembuluh darah seperti pada kelompok tikus sehat yang ditunjukan pada Gambar 2.
300
Pengaruh ACTH terhadap profil protein pada tikus meningitis Berdasarkan dari hasil running elektroforesis SDS-PAGE diperoleh profil protein antara otak tikus sehat dengan tikus yang diinjeksi LPS dan terapi ACTH memiliki hasil yang berbeda. Adanya perbedaan tersebut ditunjukkan dengan adanya pita protein lain yang muncul pada gel SDS-PAGE seperti Gambar 3.
174,1
Gambar 3. Profil Protein Organ Otak Pada Tikus Kelompok Sehat (K-), Tikus Injeksi LPS(K+), Dan Tikus Terapi ACTH (P). Keterangan : (M) Marker, (1) Tikus Sehat (K-), (2) Tikus injeksi LPS (K+), (3) Tikus Terapi ACTH (P). Tabel 1. Hasil perhitungan pita protein pada gel elektroforesis Perlakuan
Pita protein hasil SDS-PAGE 82,3
111
117,9
128,9
174,1
184,8
Kontrol
v
V
v
v
-
V
LPS
v
V
v
v
v
V
Terapi ACTH
v
V
v
v
v
V
Berdasarkan Tabel 1 perbedaan profil protein terlihat pada kelompok tikus sakit akibat injeksi LPS dan klompok tikus yang mendapat terapi ACTH. Kedua kelompok tersebut terdapat satu pita protein baru yang tidak terekspresi pada tikus sehat. Protein tersebut memiliki berat molekul 174,1 kDa. Adanya protein lain yang muncul pada perlakuan LPS menunjukkan terjadinya cascade (respon)dalam sel yang mengaktifkan gen yang mengekspresikan protein tersebut. Dari hasil tersebut membuktikan bahwa LPS berpengaruh terhadap gen-gen yang ada pada organ otak yang berdampak pada kondisi fisiologis dari organ otak. Sedangkan pada terapi ACTH juga muncul protein lain. Hal ini dimungkinkan
301
terapi ACTH dalam jangka waktu 2 jam belum bisa memperbaiki profil protein pada tikus meningitis akibat injeksi LPS karena protein baru dengan BM 174,1 kDa masih muncul pada tikus meningitis yang mendapat terapi ACTH, sehingga Perlu penelitian lebih lanjut untuk mengetahui efektifitas dari ACTH dalam memperbaiki profil protein organ otak yang rusak akibat meningitis yang disebabkan oleh LPS bakteri E.coli.Untuk memastikan berat molekul protein yang berbeda tersebut adalah jenis protein tertentu, maka perlu dilakukan penelitian lanjutan yaitu dengan uji immunoblothing atau westernblothing (WB). KESIMPULAN Kesimpulan dari penelitian ini adalah pemberian ACTH dapat memperbaiki kerusakan sel endotel mikrovaskuler serebridan pemberian LPS dan ACTH dalam jangka waktu 2 jam menghasilkan pita protein baru yaitu 174,1 kDa yang tidak ditemukan pada kelompok tikus kontrol sehat. UCAPAN TERIMAH KASIH Terimah kasih kepada Dr. Erny selaku fasilitator pendukung penelitian. DAFTAR PUSTAKA 1.
Harsono, 2003, Meningitis, Kapita Selekta Neurologi 2 URL: http://www.uum.edu, diakses tanggal 23 september 2012.
2.
Japardi,
I.,
2002.
Meningitis
Meningococus.
Usu
Digital
libary
URL:
http://library.usu.cie.id , diakses tanggal 23 september 2012. 3.
Nau, R., Eiffert, H., 2002, Neuronal injury in bacterial meningitis mechanism and implication for therapy, Trends Neurosci, 25, pp. 38-45.
4.
Lush, C.W., Cepinskas, G., Kvietys, P.R., 2000, LPS tolerance in human endothedial cells: reduced PMN adhesion, E-selectin expression, and NF-B mobilization, Am J Physiol hert circ physiol, 278, pp. 853-61.
5.
Bucki, R., Levental, I., Janmey, P.A., 2007, Antibacterial peptides a bright future or a false hope, Anti-Infective Agents, Med Chem, 6, pp. 175-184.
302