IMPLEMENTASI KEPUTUSAN MENTERI NEGARA KOPERASI DAN UKM RI NO : 98/KEP/M.KUKM/IX/2004 TENTANG NOTARIS SEBAGAI PEMBUAT AKTA KOPERASI DI DINAS PELAYANAN KOPERASI DAN UKM PROVINSI JAWA TENGAH TESIS Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Magister Program Studi Ilmu Hukum Minat Utama : Hukum dan Kebijakan Publik
Oleh : ENI PURBOWATI N I M : S. 310306006 PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2009
IMPLEMENTASI KEPUTUSAN MENTERI NEGARA KOPERASI DAN UKM RI NO : 98/KEP/M.KUKM/IX/2004 TENTANG NOTARIS SEBAGAI PEMBUAT AKTA KOPERASI DI DINAS PELAYANAN KOPERASI DAN UKM PROVINSI JAWA TENGAH
Disusun Oleh : ENI PURBOWATI N I M : S. 310306006
Telah disetujui oleh Tim Pembimbing Dewan Pembimbing Jabatan
Nama
Tanda tangan
Pembimbing I
DR. Jamal Wiwoho, SH, M.Hum NIP. 131 658 560
Pembimbing II
Joko Poerwono, SH, MS NIP. 130 794 453
............
............
Mengetahui : Ketua Program Studi Magister Ilmu Hukum
Prof. Dr. H. Setiono, S.H., M.S NIP. 130 345 735
ii
Tanggal ......
......
IMPLEMENTASI KEPUTUSAN MENTERI NEGARA KOPERASI DAN UKM RI NO : 98/KEP/M.KUKM/IX/2004 TENTANG NOTARIS SEBAGAI PEMBUAT AKTA KOPERASI DI DINAS PELAYANAN KOPERASI DAN UKM PROVINSI JAWA TENGAH Disusun Oleh : ENI PURBOWATI N I M : S. 310306006 Telah disetujui oleh Tim Penguji
Jabatan
Nama
Tanda tangan
Tanggal
Ketua
Prof. Dr. H. Setiono, SH, MS.
……………...
…………..
……………...
…………..
1. Dr. Jamal Wiwoho, SH, M.Hum
……………..
…………..
2. Joko Poerwono, SH, MS
……………… …………..
Sekertaris Anggota Penguji
Mengetahui Ketua Program
Prof. Dr. H. Setiono, SH, MS.
Studi Ilmu Hukum
NIP. 130 345 735
Direktur Program Pascasarjana
Prof. Drs. Suranto, MSc. Ph.D NIP. 130 472 192
iii
……………..
………….
……………..
…………..
PERNYATAAN
Nama
: ENI PURBOWATI
NIM
: S. 310306006
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis yang berjudul : “Implementasi Kepmennegkop dan UKM RI nomor : 98/Kep/M.KUKM/IX/2004 Tentang Notaris Sebagai Pembuat Akta Koperasi Pada Dinas Pelayanan Koperasi dan UKM Provinsi Jawa Tengah “ adalah betul-betul karya sendiri. Halhal yang bukan karya saya, dalam tesis tersebut diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila dikemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan tesis dan gelar yang saya peroleh dari tesis tersebut.
Surakarta, Pebruari 2009 Yang membuat pernyataan,
Eni Purbowati
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala limpahan berkat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan baik dan lancar. Penulisan tesis dengan judul “Implementasi Kepmengkop dan UKM RI Nomor : 98/Kep/M.KUKM/IX/2004 Tentang Notaris Sebagai Pembuat Akta Koperasi Pada Dinas Koperasi dan UKM Provinsi Jawa Tengah” merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi oleh semua mahasiswa Program Studi Ilmu Hukum pada Program Pasca Sarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan dasar pertimbangan oleh Pemerintah dan Masyarakat pemohon akta koperasi untuk melakukan evaluasi kebijakan yang telah dilakukan khususnya
dalam hal Notaris Sebagai Pembuat Akta
Koperasi.. Penulis menyadari bahwa tesis ini dapat selesai berkat bantuan serta dorongan dari berbagai pihak, oleh karena itu dengan segala kerendahan hati, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat : 1.
Prof. Dr. dr. Much. Syamsulhadi, SpKJ, Rektor Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2.
Prof. Drs, Suranto, MSc, Ph.D, Direktur Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.
v
3.
Prof. Dr. H. Setiono, SH, MS, Ketua Program Studi Ilmu Hukum Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang telah memberikan dorongan dan kemudahan untuk menyelesaikan tesis ini.
4.
Dr. Hartiwingsih, SH, M, Hum Sekretaris Program Studi Ilmu Hukum Program Pasacasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberi kelancaran untuk menyelesaikan tesis ini.
5.
Dr. Jamal Wiwoho, SH, M.Hum, selaku pembimbing I yang telah meluangkan waktu dan pikiran untuk membimbing dan mengarahkan penulis, sehingga penyusunan tesis ini dapat diselesaikan.
6.
Joko Poerwono, SH, MS, selaku pembimbing II yang telah memberikan pengarahan dan motivasi dalam penyelesaian tesis ini.
7.
Para Dosen dan Staf Pengajar Program Studi Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.
8.
Seluruh staf Program Studi Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Sebelas Maret yang telah memberikan bantuan serta pelayanan selama penulis menempuh kuliah di Pascasarjana.
9.
Drs. Abdul Sulhadi, MSi selaku Kepala Dinas Koperasi dan UKM Provinsi Jawa Tengah yang telah memberi ijin untuk menempuh pendidikan pasca sarjana dan memberikan ijin penelitian.
10.
Para Notaris yang telah bersedia menjadi responden dan memberi informasi dalam pengumpulan data untuk penulisan tesis.
vi
11.
Rekan-rekan kerja di Dinas Koperasi dan UKM Provinsi Jawa Tengah yang telah memberi semangat, motivasi serta dukungan untuk melanjutkan studi S2.
12.
Rekan-rekan mahasiswa
Program Studi Ilmu Hukum Pascasarjana
Universitas Sebelas Maret Angkatan 2006 , konsentrasi Hukum dan Kebijakan Publik atas kerja samanya, dan kebersamaannya selama menempuh kuliah di Pascasarjana 13.
Suami, Anak, Orang Tuaku dan Saudara-saudaraku , sahabat-sahabatku yang dengan sabar telah memberi dorongan, semangat dan motivasi serta selalu mendoakan, sehingga penelitian ini dapat selesai dan penulis dapat menyelesaikan studi di Pascasarjana Universitas Sebelas Maret.
14.
Semua pihak yang tidak dapat penulis sebut satu persatu yang telah memberikan dukungan dan motivasi sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini dan studi di Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna, karena
masih terbatasnya kemampuan penulis, oleh karena itu saran dan kritik yang bersifat membangun sangat penulis harapkan. Semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi siapa saja dan bermanfaat pada disiplin Ilmu Hukum, khususnya dalam masalah Hukum dan Kebijakan Publik. Surakarta,
Pebruari 2009 Penulis
Eni Purbowati
vii
DAFTAR ISI Halaman JUDUL .......................................................................................................
i
PENGESAHAN PEMBIMBING ...............................................................
ii
PENGESAHAN PENGUJI TESIS ............................................................. iii PERNYATAAN ........................................................................................
iv
KATA PENGANTAR ................................................................................
v
DAFTAR ISI .............................................................................................
ix
DAFTAR TABEL ....................................................................................... xii DAFTAR BAGAN ..................................................................................... xiii DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... xiv ABSTRAK ................................................................................................ xv ABSTRACK ................................................................................................ xvi BAB I. PENDAHULUAN .......................................................................
1
A.
Latar Belakang Masalah ......................................................
1
B.
Perumusan Masalah ............................................................
4
C.
Tujuan Penelitian ..................................................................
5
D.
1.
Tujuan Umum ................................................................
5
2.
Tujuan Khusus ................................................................
6
Manfaat Penelitian ..............................................................
6
1.
Manfaat Teoritis...............................................................
6
2.
Manfaat Praktis ............................................................... .
6
viii
E.
Penelitian Yang Relevan .......................................................
7
BAB II. KERANGKA TEORITIK ............................................................
8
A.
Landasan Teori ...................................................................
8
1.
Teori Bekerjanya Hukum ...............................................
8
2.
Teori Kebijakan Publik .................................................. 14
3.
Implementasi Kebijakan Publik........................................ 26
4.
Hubungan Hukum dengan Kebijakan Publik .................. 31
5.
Notaris .......................................................................... 34
6.
Keputusn Menegkop dan UKM RI No
:
98/Kep/M.KUKM/IX/2004 ............................................. 37 7. B.
Koperasi ……….. .......................................................... 41
Kerangka Berpikir ................................................................ 49
BAB III. METODE PENELITIAN .............................................................. 52 A.
Jenis Penelitian ................................................................... 53
B.
Lokasi Penelitian ................................................................ 54
C.
Jenis Dan Sumber Data ....................................................... 55
D.
Teknik Pengumpulan Data .................................................. 58
E.
Tehnik Sampling .................................................................. 60
F.
Teknik Analisa Data ........................................................... 61
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ............................... 64 A.
Hasil Penelitian ................................................................ ....... 64 1.
Deskripsi Lokasi ........................................................... 64
ix
2.
Kedudukan, tugas pokok dan fungsi Dinas Pelayanan Koperasi dan UKM Provinsi Jawa Tengah ....................... 65
3.
Implementasikan Keputusan Menteri Negara Koperasi dan UKM RI Nomor 98 / Kep / M.KUKM/ IX / 2004 tentang Notaris Sebagai Pembuat Akta Koperasi . pada Dinas Pelayanan Koperasi dan UKM Provinsi Jawa Tengah ............................................................................. 74 a. Implementasi
yang dilakukan oleh masyarakat
pemohon akta koperasi. ............................................ 74 b. Implementasi yang dilakukan oleh Notaris Pembuat Akta Koperasi. ........................................................... 83 c. Implementasi yang dilakukan oleh Dinas Pelayanan Koperasi dan UKM Propinsi Jawa Tengah ................. 102 d. Permasalahan yang dihadapi dan solusinya ................ 128 B.
Pembahasan .......................................................................... 132 1)
Langkah-langkah yang dilaksanakan dalam implementasi Keputusan Menteri Negara Koperasi dan UKM RI ........... 132
2)
Keputusan menteri Negara Koperasi dan UKM RI Nomor : 98/Kep/M.KUKM/IX/2004 tentang Notaris Sebagai Pembuat Akta Koperasi ..................................................... 137
3)
Permasalahan dan solusinya. ............................................ 147
x
BAB V. PENUTUP .................................................................................... 149 A.
Kesimpulan ........................................................................... 149
B.
Implikasi ............................................................................... 155
C.
Saran .................................................................................. 157
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
xi
DAFTAR TABEL
Tabel
Halaman
Tabel 1. Data permohonan dan pengesahan badan hukum koperasi ............ 103
xii
DAFTAR BAGAN
Bagan
Halaman
Bagan 1.
Alur Kerangka Berpikir Penyelesaian Masalah ........................ 51
Bagan 2.
Proses Analisis Data (Interactive Model of Analysis) Menurut Miles dan Huberman ................................................................. 63
Bagan 3.
Struktur Organisasi Dinas Pelayanan Koperasi dan UKM Provinsi Jawa Tengah ................................................................ 67
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
1. Undang-Undang RI No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian 2. Keputusan Menteri Negara Koperasi dan UKM RI Nomor : 98 / Kep / M.KUKM / IX / 2004 tentang Notaris Sebagai Pembuat Akta Koperasi. 3. Contoh Materi Akta Pendirian Koperasi
xiv
ABSTRAK Eni Purbowati, S 31030606, Implementasi Keputusan Menteri Negara Koperasi dan UKM RI Nomor : 98 / Kep / M.KUKM / IX /2004 tentang Notaris Sebagai Pembuat Akta Koperasi di Dinas Pelayanan Koperasi dan UKM Provinsi Jawa Tengah . Thesis : Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui implementasi Keputusan Menteri Negara Koperasi dan UKM RI Nomor : 98 / Kep / M.KUKM / IX / 2004 tentang Notaris Sebagai Pembuat Akta Koperasi, penyebab kurang efektifnya Keputusan Menteri dimaksud, serta permasalahan dan solusi yang dihadapi dalam pengesahan badan hukum koperasi.Penelitian ini adalah penelitian sosiologis ( non doktrinal ) dengan pendekatan kualitatif . Lokasi penelitian di Dinas Pelayanan Koperasi dan UKM Provinsi Jawa Tengah. Jenis data yang digunakan adalah data primer dan sekunder, sedangkan tehnik pengumpulan data melalui wawancara , quesiner, observasi dan studi kepustakaan. Analisa data menggunakan analisa data kualitatif dengan model interaktif yang terdiri dari reduksi data dan penyajian data dan ditarik suatau kesimpulan. Berdasar hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa implementasi Keputusan Menteri Negara Koperasi dan UKM RI Nomor : 98/Kep/M.KUKM/IX/2004 tentang Notaris Sebagai Pembeuat Akta Koperasi yang telah dilakukan 1.langkah-langkah oleh masyarakat : mengikuti sosialisasi, mengadakan rapat pembentukan koperasi, menghadap notaris untuk membuat akta autentik, mengajukan permohonan pengesahan akta badan hukum koperasi, langkah-langkah yang dilakukan notaris adalah mengikuti pembekalan perkoperasian, mengajukan permohonan menjadi Notaris Pembuat Akta Koperasi, membuat akta koperasi, menyimpan minit akta koperasi, membacakan akta koperasi, mengirimkan laporan tahunan, mengeluarkan salinan akta, mengajukan pengesahan akta pendirian badan hukum koperasi, sedang oleh Dinas Pelayanan Koperasi dan UKM Provinsi Jawa Tengah adalah sosialisasi melalui berbagai media, verifikasi persyaratan dan materi, survey lokasi koperasi, , mengesahkan akta pendirian badan hukum koperasi, mencatat dalam buku daftar umum koperasi, menyempaikan surat pengesahan kepada pendiri koperasi dan mengumumkan dalam Berita Negara RI. 2.Penyebab kurang efektifnya Keputusan Menteri dimaksud dapat dianlisa dari faktor substansi hukum, struktur hukum dan kultur hukum .3. Permasalahan yang dihadapi adalah kurangnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat tentang arti pentingnya akta autentik pendirian badan hukum koperasi, biaya Notaris yang relatif tinggi dan tidak adanya keseragaman tarif, akta Notaris banyak yang salah dan banyaknya Notaris yang tidak berwenang membuat akta koperasi yang disebabkan yang bersangkutan belum mengajukan permohonan untuk ditetapkan menjadi Notaris Pembuat Akta Koperasi. Solusi dari permasalahan tersebut adalah dilakukan sosialisasi terus menerus terhadap masyarakat, dibuatnya kesepakatan tarif pembuatan akta koperasi antar Notaris, dilakukan pelatihan perkoperasian bagi Notaris dan dibuat himbauan kepada Notaris unutk segera mengajukan permohonan untuk ditetapkan menjadi Notaris Pembuat Akta Koperasi.
xv
ABSTRACT Eni Purbowati, S. 31030606, Decree Implementation of Co-operation and UKM State Minister RI Number : 98 / Kep / MKUKM / IX /2004 about Notary as Cooperation Act Maker in Cooperation and UKM Serving Department of Central Java Province. Thesis : Postgraduate Program of Sebelas Maret University Surakarta. This research purposes to know Decree Implementation of Co-operation and UKM State Minister RI Number : 98 / Kep / M.KUKM / IX / 2004 about Notary as Cooperation Act Maker, cause of less effectively Ministerial Decree intended, and also problems and solution which faced in authentication of body corporate cooperation. This research is sociology research (non doctrinal) with qualitative approach. Research location in Cooperation and UKM Serving Department of Central Java Province. Data type which used are primary and secondary data, while data collecting technique through interview, questionnaire, observation and bibliography study. Data analysis applies qualitative data analysis with interactive model which consisted of data reduction and data presentation and then pulled conclusion. According to research result and discussion can be concluded that Decree Implementation of Co-operation and UKM State Minister RI Number : 98/Kep/M.KUKM/IX/2004 about Notary as Cooperation Act Maker which have done are : 1. Steps which have done by society : following socialization, hold meeting cooperation forming, faces notary to make authentic act, propose authentication cooperation body corporate act, steps which have to done by notary are following cooperation stock purchasing, propose application as Notary of Cooperation Act Maker, make cooperation act, keeping minit of cooperation act, reads cooperation act, sends annual report, releases act copies, submit authentication of bill establishment of body corporate corporation, while Cooperation and UKM Serving Department of Central Java Province are socialization through various media verification of clauses and material, cooperation location survey, authenticates bill of establishment of body corporate cooperation, register in time table book cooperation, submit authentication letter to cooperation founder and announcer in Official Gazette RI. 2. Causes of less effectively of Ministerial Decree above analyzable from law substance factor, law structure and law culture. 3. Problems which faced are lack of knowledge and awareness of public about importance of establishment act authentic of body corporate cooperation, notary cost which relative high and inexistence of tariff uniformity, there are much fault in notary act and many Notary which have no authority to make cooperation act which caused he has not applied to become cooperation act maker Notary. Solution from that problems have done continuous socialization to public, create of agreement about cooperation act making tariff between notaries, conducted cooperation training for notaries and made advice to notaries for applies to be specified to become Cooperation Act Maker Notary as soon as possible.
xvi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Setelah pemerintah mengikutsertakan profesi hukum, khususnya notaris, dalam proses pengesahan akta pendirian, perubahan anggaran dasar, hingga pembubaran koperasi, implementasinya hingga kini
masih
mengundang banyak pertanyaan. Ada anggapan upaya itu mempersulit pendirian koperasi. Disisi lain langkah ini diharapkan dapat membendung lahirnya koperasi jadi-jadian alias yang tidak berbasis anggota. Dengan dikeluarkannya Keputusan Menteri Negara Koperasi dan UKM RI Nomor : 98 / Kep / M. KUKM / IX / 2004, Tentang Notaris Sebagai Pembuat
Akta
Koperasi
dan
ditandatanganinya
Nota
Kesepahaman
(Memorandum of understanding) antara Kementrian Negara Koperasi dan Usaha Kecil Menengah dengan Ikatan Notaries Indonesia (INI) pada tanggal 4 Mei 2004, maka sejak itu dimulai era baru dalam kelembagaan koperasi di Tanah Air. Pendirian koperasi tidak sekedar cukup hanya ditandatangani oleh 20 orang saja (sesuai dengan pasal 6 ayat 1 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkopersian) dan mendapat pengesahan dari Dinas yang membidangi koperasi setempat, tetapi juga harus dicatat dalam sebuah akta resmi yakni akta notariat.
1
Sampai saat inipun publik masih bertanya – tanya, apa sebenarnya yang melatar belakangi dikeluarkanya Keputusan Menteri Negara Koperasi dan UKM Nomor : 98 / Kep / M. KUKM / IX / 2004 tersebut dan kebijakan seperti apa yang akan diambil lebih lanjut. Otentisasi akta – akta perkoperasian, seperti akta pendirian yang memuat anggaran dasar , akta berita acara rapat anggota, dan akta keputusan rapat anggota kiranya akan lebih memberikan kepastian hukum kepada semua pihak yang terkait dengan keberadaan suatu koperasi (Yuyun Kartasasmita. 2004 : 14). Namun kita melihat undang-undang koperasi belum mengatur tentang siapa yang berwenang untuk membuat akta otentik yang berkaitan dengan bidang perkoperasian. Keadaan ini mengakibatkan bahwa akta-akta koperasi yang disahkan pejabat pemerintah dalam proses pengesahan akta pendirian, perubahan anggaran dasar dan pembubaran koperasi , pada umumnya masih dibuat sendiri oleh pendiri koperasi dengan akta-akta dibawah tangan yang kurang mempunyai kekuatan hukum sebagai alat bukti yang kuat terhadap pihak ketiga dan relasi bisnis dari koperasi. Pada beberapa kasus, sebenarnya ada pula diantara akta pendirian koperasi tersebut yang dibuat oleh para pendiri dengan bantuan dan bimbingan dari pegawai instansi pemerintah yang membidangi koperasi, sebelum akta itu disahkan oleh pejabat yang berwenang (Sumber : Safitri Handayani, Kasubag Hukum dan Kelembagaan Dinas Pelayanan Koperasi dan UKM Provinsi Jawa Tengah).
2
Keadaan ini menunjukkan bahwa pemantapan kedudukan koperasi dari aspek hukum perusahaan belum dilaksanakan secara efektif (Rai Widjaya. 2000 : 19). Pegawai yang selama ini memberikan bantuan dalam penyusunan akta pendirian koperasipun belum dibekali keahlian yang dibutuhkan, dan pada umumnya tidak mempunyai latar belakang pengetahuan tentang dasardasar teknis pembuatan akta , masalah hukum perusahaan, masalah perjanjian, masalah perpajakan koperasi dan masalah penerapan prinsip-prinsip koperasi dalam organisasi koperasi dan berbagai aspek hukum yang terkait dengan keberadaan badan hukum koperasi dalam lalu lintas bisnis. Bahkan keikut sertaan pegawai pemerintah dalam masalah internal koperasi selama ini mengakibatkan kerugian dari dua aspek. Pertama, munculnya tudingan yang menyatakan pegawai pemerintah telah ikut campur dalam urusan internal koperasi. Kedua, kehadiran pegawai pemerintah tersebut dalam masalah internal koperasi mengakibatkan keengganan dan kesungkanan dunia profesi dalam masyarakat dan masyarakat luas untuk berpartisipasi dalam pengembangan koperasi. Kenyataan yang terjadi , bahwa upaya Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil Menengah dengan menerbitkan Keputusan Menteri Negara Koperasi dan UKM RI Nomor : 98 / Kep/ M. KUKM/ IX / 2004 tentang Notaris Sebagai Pembuat Akta Koperasi sebagai upaya untuk memperkokoh landasan hukum Koperasi belum sepenuhnya dikatakan berhasil. Hal ini terlihat dari jumlah pengesahan akta pendirian koperasi , yang mana sejak dikeluarkannya Kepmen dimaksud komulatif dari September 2004 sampai
3
dengan tahun 2007 Dinas Pelayanan Koperasi dan UKM Provinsi Jawa Tengah hanya mengesahkan 35 akta badan hukum koperasi , sangat sedikit apabila dibandingkan dengan pengesahan tahun sebelum dikeluarkannya Keputusan Menteri Negara Koperasi dan UKM dimaksud yang rata-rata setiap tahun mencapai 301 sampai dengan 319 akta badan hukum koperasi (Sumber : Dinas Pelayanan Koperasi dan UKM Provinsi Jawa Tengah). Sehubungan dengan hal tersebut, penulis berkeinginan untuk mengkaji implementasi dari Keputusan Menteri dimaksud , khususnya faktor-faktor yang mempengaruhi efektifitas berlakunya Keputusan Menteri tersebut . Berdasarkan hal-hal yang telah penulis sebutkan di atas, maka penulis berkeinginan untuk menulis tesis dengan judul : IMPLEMENTASI KEPUTUSAN MENTERI NEGARA KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH RI NO: 98/KEP/M.KUKM/IX/2004 TENTANG NOTARIS SEBAGAI PEMBUAT AKTA KOPERASI DI DINAS PELAYANAN
KOPERASI
DAN
USAHA
KECIL
MENENGAH
PROVINSI JAWA TENGAH.
B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan diatas, maka menurut penulis perlu dirumuskan suatu permasalahan yang disusun scara sistimatis, sehingga sasaran yang hendak dicapai menjadi jelas, tegas, terarah dan memudahkan pemahaman terhadap masalah yang akan diteliti sehingga
4
penelitian akan mencapai tujuan yang diharapkan. Adapun permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah : 1. Langkah – langkah apakah yang dilakukan oleh Dinas Pelayanan Koperasi dan Usaha Kecil Menengah, Notaris dan Masyarakat pemohon akta koperasi dalam mengimplementasikan Keputusan Menteri Negara Koperasi dan UKM RI Nomor : 98 / Kep / M.KUKM / IX / 2004 Tentang Notaris Sebagai Pembuat Akta Koperasi ?. 2. Apakah
Keputusan Menteri Negara Koperasi dan UKM RI Nomor
98/Kep/M.KUKM/IX/2004 tentang Notaris Sebagai Pembuat Akta Koperasi dimaksud efektif dalam diimplementasinya ? 3. Permasalahan apakah yang dihadapi dalam mengimplementasikan Keputusan Menteri Negara Koperasi dan UKM RI Nomor : 98 / Kep / M.KUKM / IX / 2004 tentang Notaris Sebagai Pembuat Akta Koperasi dan bagaimanakah solusinya ?
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum a. Untuk mengetahui langkah-langkah yang dilakukan oleh Dinas Pelayanan koperasi dan UKM Provinsi Jawa Tengah, Notaris dan masayarakat
pemohon
akta
pendirian
Koperasi
dalam
mengimplementasikan Keputusan Menteri Negara Koperasi dan UKM RI Nomor : 98 / Kep / M.KUKM / IX / 2004 Tentang Notaris Sebagai Pembuat Akta Koperasi.
5
b. Untuk mengetahui apakah Keputusan Menteri Negara Koperasi dan UKM RI Nomor : 98 / Kep / M.KUKM / IX / 2004 tentang Notaris Sebagai Pembuat Akta Koperasi efektif untuk diimplementasikan c. Untuk mengetahui permasalahan dan solusi berkaitan dengan dikeluarkannya Keputusan Menteri Negara Koperasi dan UKM RI Nomor : 98 / Kep/M.KUKM/IX/2004 tentang Notaris Sebagai Pembuat Akta Koperasi. 2. Tujuan khusus a. Untuk memenuhi syarat akademik guna memperoleh gelar Magister Ilmu Hukum dalam bidang Ilmu Hukum pada Program Pasca Sarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta. b. Untuk menambah wawasan dalam memperluas pamahaman mengenai Notaris Sebagai Pembuat Akta Koperasi beserta pengesahannya.
D. Kegunaan Penelitian Berdasarkan tujuan penelitian seperti tersebut diatas maka hasil penelitian diharapkan dapat bermanfaat antara lain : 1. Secara teoritis memberikan sumbangan pemikiran terhadap perkembangan ilmu hukum khususnya bidang hukum dan kebijakan publik. 2. Secara praktek sebagai suatu bahan pertimbangan dalam upaya penyempurnaan fungsi dan peranan notaris sebagai pembuat akta koperasi.
6
3. Untuk penulis secara pribadi adalah sebagai tugas akhir dan syarat dalam menyelesaikan studi magister ilmu hukum di Universitas Sebelas Maret Surakarta.
E. Penelitian yang relevan Penelitian tentang Implementasi Keputusan Menteri Negara Koperasi dan UKM RI Nomor : 98 / Kep / M.KUKM / IX / 2004 tentang Notaris Sebagai Pembuat Akta Koperasi sepengetahuan penulis belum ada penelitian tentang judul seperti diatas.
7
BAB II KERANGKA TEORITIK A. Landasan Teori 1. Teori Bekerjanya Hukum. Kehidupan dalam masyarakat sebenarnya berpedoman pada suatu aturan yang oleh sebagian terbesar masyarakat tersebut dipatuhi dan ditaati oleh karena merupakan pegangan baginya. Hubungan-hubungan antar manusia serta antara manusia dengan masyarakat atau kelompoknya, diatur
oleh
serangkaian nilai-nilai
dan
kaidah-kaidah, dan peri
kelakuannya semakin lama melembaga menjadi pola-pola. Kaidah-kaidah dan nilai-nilai yang mengatur kehidupan manusia dalam masyarakat adalah beragam macamnya, dan kaidah yang penting adalah kaidah-kaidah hukum, selain kaidah agama, kesusilaan dan kesopanan. Sebagaimana dikatakan oleh Satjipto Rahardjo (dalam OK Khairiddin. 1991 : 141) bahwa hukum dalam perkembangannya tidak hanya dipergunakan untuk mengukuhkan pola-pola kebiasaan dan tingkah laku yang terdapat di dalam masyarakat, melainkan juga untuk mengarahkannya kepada tujuan-tujuan yang dikehendaki, menghapuskan kebiasaan-kebiasaan yang dipandangnya tidak sesuai lagi, menciptakan pola-pola kelakuan baru dan sebagainya. Hal
itu
dikarenakan
hukum
merupakan
suatu
kebutuhan
masyarakat sehingga ia bekerja dengan cara memberikan petunjuk tingkah laku manusia dalam memenuhi kebutuhannya. Ia merupakan pencerminan
8
kehendak manusia dalam memenuhi kebutuhannya. Ia merupakan pencerminan
kehendak
manusia
tentang
bagaimana
seharusnya
masyarakat itu dibina dan kemana harus diarahkan. Hukum diciptakan untuk mengatur pola hubungan tingkah laku masyarakat atau kelompok dalam proses interaksi antara satu dengan lainnya dalam masyarakatpun yang dapat hidup atau bertahan tanpa hukum yang mengaturnya. Bagaimanapun bentuk ataupun susunan masyarakatnya ( baik pada masyarakat modern maupun pada masyarakat sederhana ) hukum itu tetap ada ( OK Khairuddin, 1991 : V ). Pada hakekatnya hukum mengandung ide atau konsep yang abstrak, sekalipun abstrak tapi ia dibuat untuk mengimplementasikan dalam kehidupan sosial sehari-hari. Oleh karena itu, perlu adanya suatu kegiatan
untuk mewujudkan
ide-ide
tersebut
menjadi
kenyataan
merupakan suatu penegakan hukum ( Esmi Warassih, 2005 : 78 ). Pada penegakan hukum bersinggungan dengan banyak aspek yang lain yang melingkupinya. Suatu hal yang pasti, bahwanusaha mewujudkan ide atau nilai selalu melibatkan lingkungan serta berbagai pengaruh factor lainnya, oleh karena itu penegakan hukum hendaknya tidak dilihat sebagai suatu yang berdiri sendiri, melainkan selalu berada diantara berbagai factor. Menurut E. Utrecht ( dalam Chainur Arrasyid, 2004 : 21 ), hukum adalah himpunan petunjuk hidup ( perintah dan larangan ) yang mnegatur tata tertib dalam suatu masyarakat yang seharusnya ditaati oleh anggota
9
masyarakat dan jika dilanggar dapat menimbulkan tindakan pemerintah dan masyarakat itu sendiri. Manusia dalam hidupnya selalu mempunyai kebutuhan-kebutuhan atau kepentingan-kepentingan yang hendak dipenuhinya. Namun tidak semua masyarakat mempunyai kebutuhan atau kepentingan yang sama, dan bahkan tidak jarang pula bertentangan satu sama lain. Dilain pihak didasari pula bahwa terpenuhinya suatu kebutuhan manusia dapat diselenggarakan di dalam masyarakat yang tertib dan aman. Hukum juga mempunyai kemampuan untuk menjalankan fungsi pengawasan (mekanisme control). Mekanisme kontrol ini bermaksud untuk menjaga kestabilan dalam masyarakat agar orang tetap patuh kepadaaturan-aturan yang sudah ditentukan (OK. Khairuddin, 1991 : 86). Sedangkan orang patuh pada hukum dikarenakan bermacam sebab sebagaimana dikatakan Utrecht (dalam R. Soeroso, 2002 : 65) antara lain: a. Orang merasakan bahwa peraturan-peraturan itu dirasakan sebagai hukum, mereka berkepentingan akan berlakunya peraturan tersebut. b. Karena mereka harus menerimanya supaya ada rasa ketentraman c. Karena masyarakat menghendakinya d. Karena adanya paksaan (sanksi sosial). Pola-pola dan kaidah hukum dapat dijumpai disetiap kehidupan masyarakat baik masyarakat tradisionil maupun masyarakat modern. Kaidah dan pola hukum tersebut mengatur hampir seluruh segi kehidupan warga masyarakat .
10
Satjipto Raharjo (2000 : 13), berpendapat bahwa masyarakat dan ketertibannya merupakan dua hal yang berhubungan sangat erat, bahkan bisa juga dikatakan sebagai dua sisi dari mata uang, susah untuk mengatakan adanya masyarakat tanpa adanya ketertiban, bagaimanapun kualitasnya. Ketertiban dalam masyarakat diciptakan bersama-sama oleh berbagai lembaga secara bersama-sama seperti hukum dan tradisi. Oleh karena itu di dalam masyarakat juga dijumpai berbagai macam norma yang
masing-masing
memberikan
sahamnya
dalam
menciptakan
ketertiban itu. Hukum memiliki hubungan timbal balik dengan masyarakatnya, karena hukum itu sendiri merupakan sarana pengatur masyarakat dan bekerja di dalam masyarakat. Hukum tidak terlepas dari gagasan maupun pendapat yang hidup di kalangan anggota masyarakat. Struktur masyarakat bisa menjadi penghambat sekaligus dapat memberikan sarana-sarana sosial, sehingga hukum bisa diterapkan dengan sebaik-baiknya (Esmi Warassih, 2005 : 85). Berbagai dikemukakan
pengertian
hukum
sebagai
suatu
antara lain oleh Lawrence M Friedman
sistim
hukum
(dalam Esmi
Warassih, 2005 : 30) mengatakan bahwa hukum itu merupakan gabungan komponen struktur, substansi dan kultur yakni : a. Komponen struktur, yaitu kelembagaan yang diciptakan oleh sistim hukum itu dengan berbagai macam fungsi dalam mendukung bekerjanya sistim tersebut. Komponen ini dimungkinkan
11
untuk
melihat bagaimana sistim hukum itu memberikan pelayanan terhadap penggarapan bahan-bahan hukum secara teratur. b. Komponen substantif, yaitu sebagai output dari sistim hukum berupa peraturan-peraturan, keputusan-keputusan yang digunakan baik oleh pihak yang mengatur maupun pihak yang diatur. c. Komponen kultur, yakni terdiri dari nilai-nilai dan sikap-sikap yang mempengaruhi bekerjanya hukum atau oleh Laurence M. Friedman disebut sebagai kultur hukum. Kultur hukum inilah yang berfungsi sebagai jembatan yang menghubungkan antara peraturan
hukum
dengan tingkah laku hukum seluruh warga masyarakat. Bertolak dari rangkaian pembahasan tersebut dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya hukum mempunyai banyak fungsi dalam usahanya mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan. Oleh karena itu dalam perumusannya sebagai hukum positif harus dipahami suatu sistim norma. Pemahaman ini penting artinya untuk menghindari terjadinya kontradiksi atau pertentangan antara norma hukum yang lebih tinggi dengan norma hukum yang lebih rendah kedudukannya. Pemahaman ini semakin penting artinya apabila kita tetap berkeinginan agar keberadaan ( eksistensi ) hukum sebagai suatu sistim norma mempunyai daya guna dalam menjalankan tugasnya di masyarakat. Dalam setiap usaha untuk merealisasikan tujuan pembangunan maka sistim hukum itu dapat memainkan peranan sebagai pendukung dan penunjangnya. Suatu sistim hukum yang tidak efektif tentunya akan
12
menghambat terealisasikannya tujuan yang ingin dicapai. Sistim hukum dapat dikatakan efektif bila perilaku-perilaku manusia di dalam masyarakat sesuai dengan apa yang telah ditentukan di dalam aturanaturan hukum yang berlaku. Paul dan Dias ( dalam Esmi Warassih, 2005 : 105 – 106 ) mengajukan 5 ( lima ) syarat yang harus dipenuhi untuk mengefektifkan sistim hukum, yaitu : a. Mudah tidaknya makna aturan-aturan hukum itu untuk ditangkap dan dipahami. b. Luas tidaknya kalangan di dalam masyarakat yang mengetahui isi aturan-aturan hukum yang bersangkutan. c. Efisien dan efektif tidaknya mobilitas aturan-aturan hukum d. Adanya mekanisme penyelesaian sengketa yang tidak hanya mudah dijangkau dan dimasuki oleh setiap warga masyarakat, melainkan juga harus cukup efektif dalam menyelesaikan sengketa-sengketa e. Adanya anggapan dan pengakuan yang merata di kalangan warga masyarakat bahwa aturan-aturan dan pranata-pranata hukum itu memang sesungguhnya berdaya kemempuan yang efektif. Pada penulisan tesis ini akan dilihat efektifitas bekerjanya hukum dalam hal ini Keputusan Menteri Negara Koperasi dan UKM RI Nomor :
13
98 / Kep / M.KUKM /IX / 2004 tentang Notaris Sebagai Pembuat Akta Koperasi dengan menggunakan teori bekerjanya hukum dari Lawrence M. Friedman.
2. Kebijakan Publik a. Pengertian Kebijakan Publik. Kata kebijakan publik berasal dari kata asing yaitu “public policy”. Di Indonesia istilah public policy masih berlum mendapatkan terjemahan yang pasti. Ada beberapa sebutan seperti : kebijaksanaan publik, kebijaksanaan pemerintah, kebijaksanaan negara dan lain sebagainya. Kebijakan dari segi istilah menunjukkan pengertian yang sifatnya tetap, serta melekat pada seseorang yang tidak berubah kecuali adanya sebab untuk perkembangan. Oleh karena itu kebijakan yang merupakan pengertian yang statis. Public policy yang diterjemahkan secara bebas sebagai kebijakan publik, dalam khasanah ilmu administrasi dimaknai secara beragam. Thomas R Dye (dalam Budi Winarno, 2002 : 15) mendefenisikan kebijakan publik adalah
apapun yang dipilih oleh
pemerintah untuk dilakukan dan tidak dilakukan. Sedangkan Harold Lasswell (dalam Irfan Islamy, 2004 : 15 dan 17) mengartikan kebijakan publik sebagai serangkaian program terencana yang meliputi tujuan , nilai dan praktek . Sedangkan Austin Ranney
14
(dalam Irfan
Islamy, 2002 : 17) mengartikannya sebagai tindakan tertentu yang telah ditentukan atau pernyataan mengenai sebuah kehendak. Dalam bahasan yang lebih luas, Lester (dalam Budi Winarno. 2002 : 25) memberikan usulan definisi kebijakan publik, yaitu proses atau serangkaian keputusan pemerintah yang didesain untuk mengatasi masalah publik. Dalam konseptualisasi tersebut, kebijakan publik mempunyai karakteristik dimana kebijakan akan diformulasikan, diimplementasikan, dan dievaluasi oleh kewenangan atau otoritas yang berada dalam suatu sistem politik. Satu hal yang harus dicatat adalah kenyataan bahwa kebijakan publik selalu menjadi subyek yang akan diubah berdasarkan informasi yang lebih baru dan lebih baik yang diperoleh berkaitan dengan efek yang timbul dari kebijakan tersebut. Menurut Carl J Friedrich (dalam Irfan Islamy, 2004 : 17 dan 18) kebijaksanaan negara adalah suatu arah tindakan yang mengarah pada tujuan yang diusulkan oleh seseorang, sekelompok atau pemerintah dalam lingkungan tertentu sehubungan dengan adanya hambatan-hambatan
tertentu
seraya
mencari
peluang-peluang
mencapai tujuan atau mewujudkan sasaran yang diinginkan (Solichin Abdul Wahab, 2004 : 13). Menurut Heinz Eulau dan Kenneth (dalam Sarjiyati, 2006 ; 15) Kebijakan public adalah keputusan tetap yang dicirikan oleh konsisten dan pengulangan (repetitiveness) tingkah laku dari mereka yang membuat dan dari merekan yang mematuhi keputusan tersebut.
15
Istilah public policy yang disamakan dengan istilah kebijakan public, kebijaksanaan pemerintah, kebijaksanaan negara atau yang lainnya, John Lock dan juga Soenarko berpendirian yaitu apabila sesuatu yang dimaksud itu sudah mengerti bersama maka soal nama itu tergantung pada masing-masing perseorangan. Dari definisi-definisi itu didapatkan pengetahuan pokok yang dapat dikembangkan lebih lanjut, sehingga mempunyai pengetahuan yang lebih cukup tentang public policy tersebut. Dengan definisidefinisi yang dikemukakan oleh para ahli tersebut dapat ditangkap makna dan hakekat public policy atau kebijaksanaan pemerintah yaitu merupakan suatu keputusan oleh pejabat pemerintah yang berwenang untuk kepentingan rakyat (public interest) sebagaimana kepentingan rakyat tersebut merupakan keseluruhan yang utuh dari perpaduan dan kristalisasi dari pendapat-pendapat, keinginan-keinginan, dan tuntutantuntutan (demand) dari rakyat. Dengan mempelajari beberapa pengertian dan konsepsi tentang kebijakan publik, maka semakin bertambah pula pemahaman mengenai kebijakan publik. Pengertian-pengertian diatas memberikan gambaran dimensi yang dimiliki kebijakan publik, sehingga diperlukan langkah mengidentifikasi dari kebijakan publik itu sendiri. Kebijakan publik menurut Raksasatya (dalam Irfan Islamy, 2004 : 17-18) pada dasarnya memiliki 3 (tiga) elemen yaitu : 1) Identifikasi dari tujuan yang ingin dicapai
16
2) Taktik atau strategi dari berbagai langkah untuk mencapai tujuan yang diinginkan 3) Penyediaan berbagai input untuk memungkinkan pelaksanaan secara nyata dari taktik meupun strategi diatas. Menurut Solikhin Abdul Wahab (2001;5), karakteristik kebijakan publik dapat diidentifikasi sebagai berikut: 1) Adanya tujuan tertentu yang ingin dicapai yaitu pemecahan masalah publik 2) Adanya tindakan-tindakan tertentu yang dilakukan 3) Merupakan fungsi pemerintahan sebagai pelayan publik Adakalanya berbentuk ketetapan pemerintah yang bersifat negatif yaitu ketetapan untuk tidak melakukan tindakan apa-apa. Implikasi pengertian kebijakan publik tersebut menurut James E Anderson (dalam Budi Winarno, 2002 : 15) dinyatakan bahwa : 1) Kebijakan publik tersebut mempunyai tujuan tertentu atau merupakan tindakan yang berorentasi pada tujuan 2) Tindakan-tindakan tersebut berisi pola-pola tindakan pejabat pemerintah 3) Kebijakan tersebut adalah apa yang benar-benar dilakukan oleh pemerintah, jadi bukan apa yang masih menjadi maksud dari pemerintah yang akan melakukan atau menyatakan sesuatu. 4) Tindakan publik tersebut bisa bersifat positif, dalam arti merupakan bentuk tindakan pmerintah mengenai suatu masalah
17
tertentu atau bersifat negatif dalam arti merupakan keputusan pejabat pemerintah untuk tidak melakukan sesuatu 5) Kebijakan pemerintah dalam arti positif, didasarkan pada peraturan perundang-undangan yang bersifat memaksa. b. Proses Kebijakan Publik Kebijakan publik lahir dengan melalui tahapan atau proses yang panjang . Proses pembuatan Kebujakan merupakan proses yang kompleks. Karena melibatkan banyak sekali proses maupun variabel yang harus dikaji. Menurut William M Dunn (2000 : 24) bahwa proses penyusunan kebijakan publik melalui tahap –tahap : 1) Tahap Penyusunan Agenda. Para pejabat yang dipilih dan diangkat menempatkan masalah pada agenda publik. Sebelumnya masalah-masalah ini sudah berkompetisi untuk masuk ke dalam agenda kebijakan. Pada tahap ini dimungkinkan suatu masalah tidak tersentuh sama sekali, dan beberapa pembahasan untuk beberapa masalah ditunda untuk waktu yang lama. 2) Tahap Formulasi Kebijakan. Masalah yang sudah masuk dalam agenda kebijakan, kemudian dibahas oleh pembuat kebijakan. Masalah-masalah tersebut di definisikan untuk kemudian dicarai pemecahan masalah yang terbaik.
18
Pemecahan masalah tersebut berasal dari berbagai alternatif yang ada. Sama halnya dengan perjuangan suatu masalah untuk masuk ke dalam agenda kebijakan. Dalam tahap perumusan kebijakan, masing-masing alternatif bersaing untuk dapat dipilih sebagai kebijakan yang diambil untuk memecahkan masalah. Pada tahap ini masing-masing aktor akan ” bermain ” untuk mengusulkan pemecahan masalah terbaik. 3) Tahap Adopsi Kebijakan Dari sekian banyak alternatif kebijakan yang ditawarkan oleh perumus kebijakan, pada akhirnya salah satu alternatif kebijakan tersebut diadopsi dengan dukungan dari mayoritas legislatif, konsensus antara direktur lembaga atau keputusan peradilan. 4) Tahap Implementasi kebijakan Suatu program kebijakan hanya akan menjadi catatancatatan elit, jika program tersebut tidak diimplementasikan. Oleh karena itu program kebijakan yang telah diambil sebagai alternatif pemecahan masalah harus diimplementasikan, yakni dilaksanakan oleh badan-badan administrasi negara maupun agen- agen pemerintah di tingkat bawah. 5) Tahap Penilaian Kebijakan Pada tahap ini kebijakan yang telah dijalankan akan dinilai atau dievaluasi untuk melihat sejauh mana suatu kebijakan yang
19
telah dibuat telah mampu memecahkan masalah. Kebijakan pada dasarnya dibuat untuk meraih dampak yang diinginkan. Dalam hal ini, memperbaiki masalah yang dihadapi masyarakat. Oleh karena itu ditentukan ukuran-ukuran atau kriteria – kriteria yang menjadi dasar untuk menilai apakah suatu kebijakan telah meraih dampak yang diinginkan. c. Model Perumusan Kebijakan Publik. Proses pembuatan kebijakan publik sangat rumit. Untuk menyederhanakan proses perumusan kebijakan publik, maka dibuat model perumusan kebijakan publik. Menurut Budi Winarno (2002 : 70 – 81) , model perumusan kebijakan publik terdiri dari : 1) Model Institusional Model ini merupakan model yang tradisional dalam proses pembuatan kebijaksanaan negara. Fokus atau pusat perhatian model terletak pada strukrur organisasi pemerintah. Hal ini disebabkan
karena kegiatan-kegiatan politik berpusat pada
lembaga-lembaga pemerintah seperti misalnya lembaga legislatif, eksekutif,yudikatif pada pemerintahan pusat (nasional), regional dan lokal. Sehubungan dengan itu maka kebijaksanaan negara secara otoritatif dirumuskan dan dilaksanakan pada lembagalembaga pemerintahan tersebut terdapat hubungan yang kuat sekali antara kebijaksanaan negara dan lembaga-lembaga pemerintah, hal ini disebabkan karena sesuatu kebijaksanaan tidak dapat menjadi
20
kebijaksanaan negara kalau ia tidak dirumuskan, disyahkan dan dilaksanakan oleh lembaga pemerintahan. 2) Model Elit- Massa Model ini memandang administrator negara bukan sebagai “abdi rakyat” (servan of the people) tetapi lebih sebagai” kelompok-kelompok yang telah mapan”. Kelompok elit yang bertugas membuat dan melaksanakan kebijakan digambarkan dalam model ini sebagai mampu bertindak/berbuat dalam suatu lingkungan yang ditandai dengan sikap massa yang apatis, kerancuan informasi, sehinnga massa menjadi pasif. Kebijaksanaan negara mengalir dari atas ke bawah, yaitu dari golongan elit ke golongan massa. Kelompok elit yang mempunyai kekuatan dan nilai-nilai
elit
berbeda
dengan
massa.
Dengan
demikian
kebijaksanaan negara adalah merupakan perwujudan keinginankeinginan utama dari nilai-nilai golongan elit yang berkuasa. Seringkali dikatakan bahwa kebijaksanaan itu adalah kebijaksanaan yang menggambarkan kepentingan / tuntutan rakyat, tetapi dalam kenyataannya tidak demikian. Menurut teori elitmassa ini, sebagaimana dikatakan tadi, rakyat bersifat apatis, dan buta terhadap informasi tentang kebijaksanaan negara, sedangkan kelompok elit mampu membentuk dan mempengaruhi masalahmasalah kebijaksanaan negara. Karena kebijaksanaan negara itu ditentukan semata-mata oleh kelompok elit, maka pejabat
21
pemerintah
hanyalah
sekedar
pelaksana-pelaksana
dari
kebijaksanaan yang telah ditetapkan oleh elit tadi. Dan karena kebijaksanaan negara itu dibuat sesuai dengan kepentingan kelompok elit, maka tuntutan dan keinginan (non-elit) tidak diperhatikan. 3) Model Kelompok Model ini menganut paham teori kelompoknya David B. Truman yang menyatakan bahwa interaksi di antara kelompokkelompok adalah merupakan kenyataan politik. Individu-individu yang memiliki kepentingan yang sama mengikatkan baik secara formal maupun informal ke dalam kelompok kepentingan (interest group) yang dapat mengajukan dan memaksakan kepentingankepentingannya kepada pemerintah. 4) Model Sistem-Politik Model sitem-politik ini diangkat dari uaraian sarjana politik David Easton dalam “ The Political System”. Model ini didasarkan pada konsep-konsep teori informasi (input, withinput, outputs dan feedback) dan memandang kebijaksanaan negara sebagai respons suatu sistem politik terhadap kekuatan-kekuatan lingkungan (sosial politik, ekonomi, kebudayaan, geografis dan sebagainya) yang ada di sekitarnya. Sehingga dengan demikian, kebijaksanaan negara dipandang oleh model ini sebagai hasil (output) dari sistem politik.
22
Konsep “sistem politik” mempunyai arti sejumlah lembagalembaga dan aktivitas-aktivitas politik dalam masyarakat yang berfungsi mengubah tuntutan-tuntutan (demands), dukungandukungan (support) dan sember-sumber (resources), semuanya ini adalah masukan-masukan (inputs) menjadi keputusan-keputusan atau kebijaksanaan –kebijaksanaan yang otoritatif bagi seluruh anggota masyarakat (outputs). Dengan singkat dikatakan bahwa sitem politik berfungsi mengubah inputs menjadi outputs. 5) Model Rational-Comprehensive Model rational-comprehensive ini didasarkan atas teori ekonomi atau konsep manusia ekonomi (concept of an economic man). Para ahli filosofi utilitarian seperti Jeremy Bentham dan John Stuart mill berasumsi bahwa semua tingkah laku manusia bertujuan
untuk
“mencari
kesenangan
dan
menghindari
kesusahan”. Nilai utilitas (kemanfaatan) sesuatu benda atau tindakan (perbuatan) itu harus dinilai berdasarkan pada perbedaan antar kesenangan yang akan diperolehnya dan biaya (kesulitan) yang dikeluarkannya. Menurut konsep ini, pembuat – keputusan (the sastisficer) hanya mempertimbangkan beberapa alternative yang mungkin tersedia kemudian memilih satu alternative yang “lebih cocok” untuk mengatasi masalahnya. Model ini menekankan pada “pembuatan keputusan yang rasional dengan bermodalkan
23
pada
komprehensivitas
informasi
dan
keahlian
pembuat
keputusan”. 6) Model Incremental Model incremental memandang kebijaksanaan negara sebagai suatu kelanjutan kegiatan-kegiatan pemerintah di masa lalu dengan hanya mengubahnya (modifikasinya) sedikit-sedikit. Model incremental ini adalah merupakan kritik dan perbaikan terhadap model rasional komprehensif. Karakteristik yang terdapat pada model
incremental
jelas
berbeda
dengan
model
rasional
komprehensif. 7) Model Mixed- Scanning Seorang ahli sosilogi yang bernama Amitai Etzioni setelah memperlajari dengan seksama kedua model pembuatan keputusan sebelumnya, kemudian mencetuskan suatu model pembuatan keputusan hibrida (gabungan unsur-unsur kebaikan yang ada pada model rasional comprehensif dan incremental yang disebut dengan Model Mixed - Scanning). Dari bermacam-macam model untuk pembuatan kebijakan publik tersebut di atas, maka produk hukum mengenai Keputusan Menteri Negara Koperasi dan UKM RI Nomor : 98 / Kep /M.KUKM/ IX / 2004 Tentang Notaris Sebagai Pembuat Akta Koperasi ini dalam pembuatannya menganut pada Model Kelompok seperti yang dikemukakan oleh David Truman,
24
mengartikan kelompok kepentingan sebagai suatu kelompok yang memiliki sikap yang sama yang mengajukan tuntutan-tuntutan kepada kelompok yang lain di dalam masyarakat dan kelompok kepentingan yaitu akan mempunyai arti politis kalau kelompok kepentingan itu mengajukan tuntutan terhadap suatu lembaga pemerintahan. Kelompok kepentingan semakin mempunyai arti yang penting dalam proses dan kegiatan politik. Dan seharusnya politik itu adalah merupakan perjuangan iantara kelompokkelompok untuk mempengaruhi kebijaksanaan negara. Keputusan Menteri Negara Koperasi dan UKM RI Nomor : 98/ Kep / M.KUKM / IX / 2004 Tentang Notaris Sebagai Pembuat Akta Koperasi ini dalam pembuatannya menganut model kelompok, karena Keputusan Menteri dimaksud ini lahir dari desakan masyarakat terutama gerakan kelompok masyarakat anggota koperasi yang menghendaki adanya suatu peraturan yang mengatur mengenai pendirian badan hukum koperasi melalui akta autentik atau akta Notaris . Desakan ini muncul setelah melihat pengalaman dilapangan dimana terjadi penolakan kerjasama dengan koperasi oleh pihak lain sehubungan kopersi adalah suatu badan usaha yang aktanya masih merupakan akta bawah tangan atau bukan akta autentik sehingga dianggap lawan bisnis tidak cukup kuat dari sisi perlindungan hukumnya ketika bersinggungan dengan sistem hukum yang ada. Oleh karena itu dilakukan
25
beberapa kegiatan untuk mengadakan advokasi, yaitu salah satunya adalah menyusun legaldrafting kebijakan tentang penguatan landasan hukum koperasi dan berperan aktif sampai terbentuknya Keputusan Menteri Negara Koperasi dan UKM RI Nomor : 98/Kep/M.KUKM/IX/2004 Tentang Notaris Sebagai Pembuat Akta Koperasi. 3. Implementasi Kebijakan Publik Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002 : 379), Implementasi berarti : 1. Penerapan, 2. Pelaksanaan. Sedangkan dalam Kamus Bahasa Inggris diperoleh bahwa implementasi berasal dari kata implement yang berarti melaksanakan. Dalam Kamus Webster dirumuskan to implement (mengimplementasikan) yang mengandung makna to provide the means for carryng out (menyediakan sarana untuk melaksanakan sesuatu). Dari pengertian di atas, maka dapat kita katakan bahwa implementasi merupakan bentuk pelaksanaan sesuatu melalui penggunaan sarana. Menurut Mazmanian dan Sobatier dalam Joko Widodo (2001 : 190) menjelaskan makna implementasi adalah memahami apa yang sebenarnya terjadi sesudah suatu program berlaku atau dirumuskan yang mencakup baik usaha-usaha untuk mengadministrasikan maupun untuk menimbulkan dampak nyata pada masyarakat atau kejadian-kejadian. Lebih lanjut dijelaskan, bahwa proses implementasi adalah keputusan kebijakan dasar, biasanya dalam bentuk peraturan (undangundang), dapat pula berbentuk perintah-perintah atau keputusan-keputusan
26
eksekutif yang penting atau keputusan badan peradilan. Pada umumnya, keputusan tersebut mengidentifikasikan masalah yang ingin diatasi dengan menyebutkan secara tegas tujuan dan sasaran yang ingin dicapai dan berbagai cara untuk menstruktur serta mengatur proses implementasinya. Proses ini berlangsung setelah melalui tahapan tertentu yang biasanya diawali dengan pengesahan undang-undang kemudian out put kebijakan dalam bentuk pelaksanaan keputusan oleh badan pelaksanaannya. Edward III mengajukan beberapa faktor yang berpengaruh dalam implementasi kebijakan publik (dalam Budi Winarno , 2001: 95), meliputi: a. Faktor Komunikasi Informasi
kebijakan
harus
disampaikan
kepada
pelaku
kebijakan agar mereka dapat mengetahui dan memahami apa yang menjadi isi, tujuan, arah kelompok sasaran kebijakan, agar pelaku kebijakan dapat mempersiapkan dengan benar apa yang harus dipersiapkan supaya pelaksanaan kebijakan publik dapat sesuai dengan yang diharapkan b. Sumber daya Betapa bagusnya suatu kebijakan, konsistennya ketentuan serta akuratnya penyampaian aturan terebut jika tidak ditunjang oleh pelaksana kebijakan yang mempunyai sumber daya untuk melakukan pekerjaan secara efektif, maka kebijakan tersebut juga tidak berjalan dengan efektif. Sumber daya meliputi sumber daya manusia, sumber
27
daya keuangan, serta sumber daya sarana dan prasarana yang diperlukan untuk melaksanakan kebijakan. c. Disposisi Keberhasilan pelaksanan kebijakan tidak hanya ditentukan oleh sejauh mana para pelaku kebijakan mengetahui apa yang harus dilakukan dan mampu untuk melaksanakannya, tetapi juga dipengaruhi oleh pelaku kebijakan yang memiliki disposisi yang kuat terhadap kebijakan yang sedang diimplementasikannya. Disposisi ini merupakan kemauan, keinginan, kecenderungan para pelaku kebijakan untuk melaksanakan kebijakan tadi secara sungguh-sungguh, sehingga apa yang menjadi tujuan kebijakanm dapat diwujudkan. d. Struktur Birokrasi Meski sumber-sumber guna melaksanakan suatu kebijakan cukup dan para pelaksana mengetahui apa dan bagaimana cara melakukannya, namun implementasi kebijakan belum tentu efektif karena tidak adanya keefesienan struktur birokrasi. Struktur birokrasi meliputi struktur organisasi, pembagian wewenang, hubungan antar unit organisasi dan hubungan organisasi dengan organisasi lainnya. Memperhatikan pendapat tersebut, maka diambil suatu kesimpulan bahwa pengertian implementasi adalah suatu proses yang melibatkan sejumlah sumber daya yang ada termasuk manusia, dana, kemampuan organisasional baik oleh pemerintah atau swasta
28
(individu-individu atau kelompok) untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya oleh pembuat kebijakan (Joko Widodo, 2001 : 193). Agar implementasi suatu kebijakan dapat tercapai tujuannya serta dapat diwujudkan, harus dipersiapkan dengan baik. Sebaliknya, bagaimanapun baiknya persiapan dan perencanaan implementasi kebijakan, namun kalau tidak dirumuskan dengan baik, maka apa yang menjadi tujuan kebijakan tidak akan terwujud. Jadi, apabila menghendaki suatu kebijakan dapat diimplementasikan dengan baik, harus dipersiapkan dan direncanakan dengan baik sejak tahap perumusannya atau pembuatan kebijakan publik sampai kepada antisipasi terhadap kebijakan tersebut diimplementasikan. Bila dikaitkan hubungan hukum dengan kebijakan publik, dapat dikatakan bahwa setiap produk hukum pada dasarnya adalah hasil dan proses kebijakan publik. Hal ini dapat dilihat pada proses pembentukan hukum. Dimana pada proses pembentukan hukum sebagai alur dan tahap dilalui sampai pada terciptanya sebuah peraturan hukum. Menurut Bilhelm Auber (dalam Budi Winarno. 2002: 47) dalam rangka pencapaian tujuan kebijakan diperlukan adanya sarana berupa hukum, karena secara teknis hukum dapat memberikan / melakukan hal-hal sebagai berikut: a. Hukum merupakan suatu sarana untuk menjamin kepastian dan memberikan krediktabilitas di dalam kehidupan masyarakat;
29
b. Hukum merupakan sarana pemerintah untuk menerapkan sanksi; c. Hukum sering dipakai oleh pemerintah sebagai sarana untuk melindungi melawan kritik; d. Hukum dapat digunakan sebagai sarana untuk mendistribusikan sumber daya yang ada. Hukum adalah produk dari politik, sedangkan hukum itu sendiri
merupakan
indikasi
adanya
kebijakan
agar
dapat
diimplementasikan, maka semakin nampak keterkaitan antara hukum dan kebijakan sebagaimana disebutkan oleh sigler (dalam Esmi Warassih. 2005: 133), bahwa “Constitutions, statues, administrative orders and executive orders are indicators of policy”. Hubungan antara kebijakan dengan hukum semakin jelas, sebagaimana disebutkan oleh R Dye, bahwa “Government lends legitimacy to policies. Governmental policies are generally regarded as legal obligations which command the loyalty of citizens”. Selanjutnya dikatakan oleh Sigler bahwa hukum merupakan suatu bagian yang integral dari kebijakan. Keadaan seperti itu menyebabkan hukum menjadi kebutuhan bagi masyarakat dan hukum dipandang sebagai elemen penting bagi perkembangan politik. Pada dasarnya hukum merupakan perlengkapan masyarakat untuk menjamin agar kebutuhan-kebutuhan dalam masyarakat dapat dipenuhi secara teratur. Hukum harus mampu menjadi sarana agar tujuan kebijakan pemerintah dapat terwujud dalam masyarakat.
30
4. Hubungan Hukum dan Kebijakan Publik Hukum dan Kebijakan public merupakan variabel yang memiliki keterkaitan sangat erat, sehingga telaah tentang Kebijakan Pemerintah semakin dibutuhkan untuk dapat memahami peranan hukum saat ini. Kebutuhan tersebut semakin dirasakan seiring dengan semakin meluasnya peranan pemerintah memasuki bidang kehidupan manusia, dan semakin kompleksnya persoalan-persoalan ekonomi, sosial, dan politik. Hukum memiliki hubungan timbal balik dengan masyarakatnya, karena hukum itu sendiri merupakan sarana pengatur masyarakat dan bekerja dalam masyarakat. Itulah sebabnya hukum tidak terlepas dari gagasan maupun pendapat yang hidup dalam masyarakat. Struktur masyarakat bisa menjadi penghambat sekaligus sebagai dapat memberikan sarana-sarana sosial, sehingga memungkinkan hukum dapat diterapkan dengan sebaik-baiknya. (Esmi Warassih, 2005 : 85). Disamping itu hukum yang berperan membantu pemerintah dalam usaha menemukan alternatif kebijakan yang baik dan bermanfaat bagi masyarakat. Hukum memberikan legitimasi bagi pelaksanaan kebijakan public, dan sebagai peraturan perundangan ia telah menampilkan sosoknya sebagai salah satu alat untuk melaksanakan kebijakan. Dalam rangka merealisasikan kebijakan, penggunaan peraturan perundang – undangan yang dibuat untuk mempengaruhi aktivitas pemegang peran, dalam hal ini Keputusan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah RI
31
Nomor 98/Kep/M. KUKM/IX/2004 tentang Notaris Sebagai Pembuat Akta Koperasi yang perlu untuk diimplementasikan. Proses implementasi kebanyakan diserahkan kepada lembaga pemerintah dalam berbagai jenjang/ tingkat, baik propinsi maupun tingkat kabupaten. Setiap jenjang pelaksanaannyapun masih membutuhkan pembentukan kebijakan lebih lanjut dalam berbagai bentuk peraturan lain untuk menjabarkan lebih lanjut. (Esmi Warassih, 2005 : 136). Sedangkan hubungan hukum dan kebijakan publik dapat dilihat dari berbagai variabel, sebagaimana disebutkan oleh Friedman (dalam Setiono, 2004: 2) yaitu : a. Formulasi hukum. Hubungan pembentukan hukum dan kebijakan publik saling memperkuat satu sama lain. Sebuah produk hukum tanpa ada proses kebijakan public di dalamnya, produk hukum itu akan kehilangan makna substansinya, sebaliknya sebuah proses kebijakan publik tanpa legitimasi hukum, maka akan lemah pada tatanan operasionalnya. b. Implementasi / penerapan. Yaitu berkaitan dengan penerapan hukum dan implementasi kebijakan publik dapat saling membantu memperlancar jalannya hasilhasil hukum dan kebijakan publik di lapangan. Pada dasarnya di dalam penerapan hukum tergantung pada 4 unsur : 1) Unsur hukum.
32
Yaitu produk atau kalimat, aturan-aturan hukum, kalimat hukum harus ditata sedemikian rupa hingga maksud yang diinginkan oleh pembentuk hukum terealisasi di lapangan. 2) Unsur Struktural Yaitu yang berkaitan dengan lembaga-lembaga atau organisasi yang diperlukan dalam penerapan hukum. 3) Unsur masyarakat Yaitu yang berkaitan dengan kondisi sosial politik dan ekonomi masyarakat yang akan terkena dampak dari diterapkannya aturan hukum.. 4) Unsur budaya. Diharapkan produk hukum yang dibuat dapat sesuai dengan budaya yang ada dalam masyarakat, sebaiknya apbila produk hukum yang tidak sesuai dengan bidang masyarakat tidak dapat diterima. c. Evaluasi Kebijakan Adalah suatu evaluasi yang akan menilai apakah kebijakan public sudah sesuai dengan apa yang diharapkan atau belum, dengan demikian akan menentukan gagal atau suksesnya suatu kebijakan untuk mencapai tujuan. Evaluasi kebijakan dapat dibedakan dalam 3 macam : 1) Evaluasi administrative, yang dilakukan di dalam lingkup pemerintahan atau instansi
33
2) Evaluasi Yudicial, yang berkaitan dengan obyek hukum, apakah ada pelanggaran atau tidak dari kebijakan yang dievaluasi tersebut 3) Evaluasi politik, yang dilakukan oleh lembaga-lembaga politik , baik parlemen ataupun parpol. 5. Notaris Tentang notaris di Indonesia semula diatur oleh Reglement op het notariesamht in Nederlads Indie atau peraturan jabatan notaris di Indonesia yang mulai berlaku sejak tahun 1860 (Stb. 1860 No. 3) yang kemudian jabatan notaris diatur dalam : a. Ordonantie tanggal 16 September 1931 tentang honorarium Notaris. b. Undang-Undang No 33 tahun 1954 tentang wakil Notaris dan wakil notaris sementara. Dalam perkembangannnya banyak ketentuan-ketentuan yang terkandung dalam peraturan jabatan notaris yang sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan perkembangan masyarakat Indonesia sehingga pada tanggal 16 oktober 2004 diundangkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang jabatan notaris dalam lembaran negara Republik Indonesia tahun 2004 Nomor 117 yang terdiri dari XIII bab dan 92 pasal. Undang-undang Nomor 30 tahun 2004 memberikan pengertian notaris sebagai Pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam undangundang.
34
Notaris diberi wewenang oleh undang-undang untuk menciptakan alat pembuktian yang sempurna yaitu akta otentik. Akta notaris adalah akta otentik yang dibuat oleh atau dihadapan notaris menurut bentuk dan tata cara yang ditetapkan dalam Undang-Undang, maksudnya adalah suatu akta yang isinya pada pokokonya dianggap benar, hal tersebut sangat penting untuk mereka yang membutuhkan alat pembuktian untuk suatu keperluan, baik untuk pribadi maupun kepentingan suatu usaha. Perlu ada dan terciptanya akta otentik jika dilihat dari asas manfaat adalah karena kebutuhan masyarakat akan pentingnya alat bukti tertulis yang mempunyai kedudukan istimewa, khususnya dalam bidang hukum perdata. Hal ini erat kaitannya dengan kekuatan pembuktian (khusus dalam sengketa dan perkara menurut Hukum Acara Perdata). Notaris sebagai pejabat umum yang diangkat oleh pemerintah termasuk unsur penegak hukum yang memberikan pelayanan hukum kepada masyarakat dan berstatus profesi swasta yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris. Notaris memiliki kewenangan antara lain membuat akta mengenai semua perbuatan, perjanjian dan penetapan, sepanjang pembuatan akta itu oleh suatu peraturan umum tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat atau orang lain. Dengan perkataan lain, wewenang notaris bersifat umum (regel) sedang wewenang pejabat lain adalah pengecualian.
35
Hal ini yang menyebabkan apabila di dalam suatu perundangundangan untuk suatu perbuatan hukum diharuskan adanya akte otentik terkecuali oleh undang-undang tersebut dinyatakan secara tegas bahwa selain dari notaris, pejabat umum lainnya juga turut berwenang untuk pembuatan suatu akta tertentu. Kewenangan Notaris diatur oleh pasal 15 Undang-undang nomor 30 tahun 2004 sebagai berikut ; a. Notaris berwenang membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundangundangan dan / atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta otentik itu. Menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta. Semuanya itu sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh undang-undang. b. Notaris berwenang pula mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat dibawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus. c. Membubuhkan surat-surat dibawah tangan dengan mendaftar di buku khusus. d. Membuat copy dari asli surat-surat dibawah tangan berupa salinan yang memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang bersangkutan.
36
e. Melakukan pengesahan kecocokan foto copy dengan surat aslinya. f. Memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan akta. g. Membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan dan h. Membuat akta risalah lelang. 6. Keputusan Menteri Negara Koperasi dan UKM Ri Nomor : 98 / Kep / M.KUKM / IX / 2004 Tentang Notaris Sebagai Pembuat Akta Koperasi Notaris sebagai Pembuat Akta Koperasi diatur dalam Surat Keputusan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia Nomor : 98/KEP/M.KUKM/IX/2004 tentang Notaris Sebagai Pembuat Akta Koperasi. Pengertian Notaris Pembuat Akta Koperasi sebagaimana diatur dalam pasal 1 ayat (4) SK Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia nomor: 98/KEP/M.KUKM/IX/2004 adalah Pejabat Umum yang diangkat berdasarkan Peraturan Jabatan Notaris yang diberi kewenangan antara lain untuk membuat akta pendirian., akta perubahan anggaran dasar dan akta-akta lainnya yang terkait dengan kegiatan koperasi. Menurut Abul Wahab Wajo, SH (dalam H. Budi Untung .2005 : 25) ada perbedaan pengertian antara “Notaris sebagai pembuat Akta Koperasi” dengan “Notaris Pembuat Akta Koperasi’, dimana “Notaris sebagai Pembuat Akta Koperasi” berarti yang menjadi pejabat umum
37
adalah notaris. Sedangkan “Notaris Pembuat Akta Koperasi” adalah nama jabatan itu sendiri. Notaris sebagai Pembuat Akta Koperasi bertugas membuat akta otentik sebagai bukti dilakukannya suatu perbuatan hukum tertentu dalam proses pendirian. Perubahan anggaran dasar serta akta-akta lainnya yang terkait dengan kegiatan koperasi untuk dimohonkan kepada pejabat yang berwenang (Pasal 3 ayat (1) SK Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah RI No: 98/KEP/M.KUKM/IX/2004). a. Syarat-syarat Notaris Pembuat Akta Koperasi Untuk dapat ditetapkan sebagai Notaris Pembuat Akta Koperasi, menurut Pasal 4 SK Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil
dan
Menengah
Republik
Indonesia
Nomor
:
98/KEP/M.KUKM/IX/2004 harus memenuhi persyaratan sebagai berikut : 1) Notaris yang telah berwenang menjalankan jabatan sesuai Peraturan jabatan Notaris; 2) Memiliki sertifikat tanda bukti telah mengikuti pembekalan di bidang perkoperasian yang ditanda tangani oleh Menteri. Notaris yang telah memenuhi syarat mengajukan permohonan tertulis
kepada
menteri,
melalui
kepala
Dinas/instansi
yang
membidangi koperasi tingkat kabupaten/kota pada tempat kedudukan notaris yang bersangkutan untuk ditetapkan sebagai notaris pembuat akta koperasi, dengan melampirkan :
38
1) Surat keputusan pengangkatan notaris. 2) Sertifikat tanda bukti telah mengikuti pembekalan di bidang perkoperasian. 3) Alamat kantor beserta contoh tanda tangan, paraf dan stempel notaris. b. Jenis-jenis Akta yang dapat dibuat Notaris Pembuat Akta koperasi Menurut Pasal 3 ayat (2) SK Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah RI Nomor : 98/KEP/M.KUKM/IX/2004, Notaris sebagai pembuat akta koperasi mempunyai tugas membuat akta otentik yang terkait dengan kegiatan koperasi meliputi : 1) Akta Pendirian Koperasi Adalah akta perjanjian yang dibuat oleh para pendiri dalam rangka pembentukan koperasi dan memuat anggaran dasar koperasi. (Pasal 1 ayat (1) SK Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah RI No: 98/KEP/M.KUKM/IX/2004). 2) Akta Perubahan Anggaran Dasar Koperasi Adalah akta perjanjian yang dibuat oleh anggota koperasi dalam rangka perubahan anggaran dasar suatu Koperasi yang berisi pernyataan dari para anggota koperasi atau kuasanya yang ditunjuk dan diberi kuasa dalam suatu rapat anggota perubahan anggaran dasar untuk menandatangani perubahan anggaran dasar. (Pasal 1 ayat (2) SK Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah RI No : 98/KEP/M.KUKM/IX/2004).
39
3) Akta-akta lainnya yang terkait dengan kegiatan koperasi c.
Prosedur Pembuatan dan Pengesahan Akta Koperasi 1) Bentuk Akta Pendirian, Perubahan dan akta lain yang terkait dengan kegiatan koperasi. Akta Pendirian, Perubahan dan akta lain yang terkait dengan kegiatan koperasi dibuat dengan bentuk dan isi sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku. (Pasal 7 SK Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah RI No: 98/KEP/M.KUKM/IX/2004). 2) Tata cara pembuatan akta koperasi oleh notaris diatur dalam Pasal 9 SK Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah RI No: 98/KEP/M.KUKM/IX/2004 sebagai berikut : a) Pembuatan akta pendirian perubahan anggaran dasar koperasi untuk koperasi primer dan sekunder di tingkat Kabupaten / Kota, Propinsi maupun Nasional, adalah kewenangan Notaris sesuai dengan kedudukan kantor koperasi tersebut berada. b) Khusus untuk koperasi yang berkedududkan di Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Pembuatan akta pendirian dan perubahan anggaran
dasar
koperasi
adalah
kewenangan
berkedudukan di daerah Khusus Ibukota Jakarta.
40
yang
3) Pengesahan Menurut pasal 10 Surat Keputusan Menteri Negara Koperasi
dan
Usaha
Kecil
dan
Menengah
RI
No:
98/KEP/M.KUKM/IX/2004 sebagai berikut: a) Akta Pendirian dan Akta PerubahanAnggaran Dasar Koperasi yang telah dibuat oleh Notaris Pembuat Akta Koperasi disampaikan kepada Menteri atau pejabat yang berwenang untuk dimintakan pengesahannya, sesuai peraturan yang berlaku. b) Persyaratan dan tata cara pengesahan atau persetujuan akta pendirian dan akta perubahan anggaran dasar koperasi serta akta-akta yang terkait dengan kegiatan koperasi dilaksanakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 7. Koperasi Mengenai Koperasi di Indonesia semula diatur oleh UndangUndang Nomor : 12 tahun 1967 tentang Pokok-Pokok Perkoperasian yang berlaku sampai tahun 1992. Dalam rangka melakukan pembangunan koperasi, maka pada tanggal 21 Oktober 1992 di undangkan UndangUndang Nomor : 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 116. Koperasi berasal dari kata co-operation, yang maknanya ; Co, bersama dan Operation : bekerja. Jadi koperasi artinya bekerja sama (Wisnu Wardana, 2000 : 6). Adanya bekerja sama diharapkan tercapai
41
tujuan yang semula sulit dicapai oleh orang perseorangan. Tetapi akan mudah dicapai bila dilakukan kerjasama antara beberapa orang. Misalnya pengumpulan sejumlah uang tunai secara kolektif yang bisa dipinjamkan kepada anggota-anggota koperasi dengan bunga yang lebih ringan dari pada meminjam uang di bank atau pembelian barang-barang konsumsi secara bersama-sama dengan harga yang lebih murah dari pada membeli barang tersebut secara sendiri-sendiri. Koperasi memiliki definisi dari para sarjana, antara lain: Menurut Ewell Paul Roy (Mohammad Hatta, 1961 : 9) A cooperative is devined as a busines voluntarity organized operating at cost , which is owned capitalized by members patrons as a users sharing risk and benefits. Propotional ti their participation. Menurut Muhammad Hatta (Margono Djoyohadikusuma , 1992 : 4) Koperasi adalah usaha bersama untuk memperbaiki nasib penghidupan ekonomi berdasarkan tolong menolong. Selanjutnya menurut pasal 1 ayat (1) Undang-Undang No. 25 tahun 1992, koperasi adalah : Badan usaha yang beranggotakan orang seorang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas kekeluargaan. Landasan asas koperasi Indonesia adalah pancasila dan berasaskan kekeluargaan (pasal 2), serta bertujuan untuk memajukan kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya serta ikut
42
membangun tatanan perekonomian nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil, makmur berlandaskan Pancasila dan Undangundang Dasar 1945 (pasal 33). Sedangkan fungsi dan peran koperasi adalah membangun dan mengembangkan potensi dan kemampuan ekonomi anggota pada khususnya
dan
masyarakat pada
umumnya untuk meningkatkan
kesejahteraan ekonomi dan sosialnya dengan berperan aktif mempertinggi kualitas kehidupan manusia dan masyarakat untuk memperkokoh perekonomian rakyat sebagai dasar kekuatan dan ketahanan perekomian nasional
dengan
mewujudkan
dan
koperasi
sebagai
mengembangkan
sokogurunya perekonomian
serta
berusaha
nasional
yang
merupakan usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi (Kartasaputra . 2001 : 45). Asas kekeluargaan sebagai sendi dasar dalam membangun sistim perekonomian nasional bangsa kemudian diwujudkan dalam bentuk koperasi yang juga sebagai gerakan ekonomi rakyat untuk mewujudkan masyarakat yang maju, adil dan makmur (Mohammad Hatta.1964 : 12). Prinsip Koperasi yang merupakan esensi dari dasar kerja koperasi sebagai badan usaha dan merupakan ciri khas jati diri koperasi yang membedakan dengan badan usaha lain (Ibnoe Soedjono. 2001 : 23) adalah sebagai berikut : a. Keanggotaan bersifat sukarela dan terbuka maksudnya adalah orang yang menjadi anggota koperasi tidak boleh dipaksakan oleh siapapun.
43
Demikian juga apabila ada seseorang yang akan mengundurkan diri dari anggota tidak dilarang asalkan sesuai dengan syarat-syarat yang ditentukan dalam anggaran dasarnya. b. Pengelolaan dilakukan secara demokratis maksudnya adalah bahwa pengelolaan koperasi dilakukan atas kehendak dan keputusan para anggota. Para anggota itulah yang memegang dan melaksanakan kekuasaan tertinggi dalam koperasi. c. Pembagian Sisa Hasil Usaha (SHU) dilakukan secara adil sebanding dengan besarnya jasa usaha masing-masing anggota maksudnya pembagian sisa hasil usaha kepada anggota dilakukan tidak sematasemata berdasarkan modal yang dimiliki seseorang dalam koperasi, tetapi berdasarkan perimbangan jasa usaha terhadap koperasi. Ketentuan ini merupakan perwujudan dari nilai kekluargaan dari keadilan. d. Pembagian balas jasa yang terbatas terhadap modal maksudnya modal dalam koperasi pada dasarnya dipergunakan untuk kemanfaatan anggota dan bukan untuk sekedar mencari keuntungan. Oleh karena itu balas jasa terhadap modal yang diberikan kepada para anggota juga terbatas dan semata-mata tidak didasarkan atas besarnya modal yang diberikan. Sedangkan yang dimaksud dengan terbatas adalah wajar dalam arti tidak melebihi suku bunga yang berlaku di pasar. e. Kemandirian maksudnya adalah dapat berdiri sendiri tanpa tergantung pada pihak lain yang dilandasi oleh kepercayaan kepada pertimbangan,
44
keputusan, kemampuan dan usaha sendiri. Selain itu terkandung pula pengertian pada arti kebebasan yang bertanggung jawab, otonomi, swadaya, berani mempertanggungjawabkan perbuatannya sendiri dan adanya kehendak untuk mengelola diri sendiri. f. Pendidikan perkoperasian dan kerjasama antar koperasi maksudnya adalah untuk mengembangakan diri koperasi itu sendiri melalui penyelenggaraan pendidikan perkoperasian dan kerjasama antar koperasi dalam meningkatkan kemampuan, memperluas wawasan anggota dan memperkuat solidaritas dalam mewujudkan tujuan koperasi. Sukses tidaknya sebuah koperasi harus dilihat dari keberhasilannya dalam mempromosikan anggotanya (to promote the members) melalui kegiatan untuk memperbaiki keadaan ekonomi dan kesejahteran anggotanya dengan bentuk kegiatan koperasi yang bermacam-macam tergantung kepentingan ekonomi anggotanya (Sutantyo Hadikusuma. 2000 : 47) Koperasi sebagai badan usaha harus bekerja secara rasional. Anggota koperasi harus mampu menjalankan usaha bersama yang diharapkan dapat menolong diri sendiri. Dalam arti percaya atas kemampuan sendiri (self reliance), mampu mengorganisir diri dalam kelompok swadaya (self organization, mampu mengambil keptusan sendiri (self decision) dan mampu menjalankan administrasi sendiri (self administration) (Koermen . 2004 : 64)
45
Dalam kegiatan pendirian suatu badan hukum koperasi harus melalui 2 proses sebagai berikut : a. Proses Pendirian Koperasi 1) Fase Pembentukan / Pendirian Koperasi umumnya didirikan oleh orang-orang yang mempunyai alat dan kemampuan yang sangat terbatas, yang mempunyai keinginan untuk memperbaki taraf hidup dengan cara bergotong royong, oleh karena itu prosedur atau persyaratan pendiriannya bersifat sederhana, tidak berbelit-belit, dengan persyaratan modal yang relative kecil, dan tanpa dipungut biaya yang tinggi (Kartasaputra .2001 : 165) Persyaratan untuk mendirikan koperasi yang umumnya telah tertuang dalam Undang-Undang ataupun Peraturan Koperasi antara lain sebagai berikut : a) Orang-orang yang akan mendirikan koperasi harus mempunyai kepentingan ekonomi yang sama. b) Orang-orang yang akan mendirikan koperasi harus mempunyai tujuan yang sama. c) Harus memenuhi syarat jumlah minimum anggota, seperti telah ditentukan oleh pemerintah. d) Harus memenuhi persyaratan tertentu, seperti yang telah ditentukan pemerintah. e) Harus telah dibuat konsep anggaran dasar koperasi
46
Jika persyaratan tersebut telah ada, maka orang-orang yang memprakarsai pembentukan koperasi tersebut mengundang untuk rapat pertama, sebagai rapat pendirian koperasi. Dalam rapat pendirian ini selain disahkan anggaran dasar koperasi, juga dibentuk pengurus dan pengawas. Setelah perangkat organisasi koperasi terbentuk dalam rapat pendirian tersebut, maka untuk selanjutnya pengurus koperasi (yang
juga
pendiri)
mempunyai
kewajiban
mengajukan
permohonan pengesahan kepada pejabat yang berwenang secara tertulis disertai Akta Pendirian Koperasi dan Berita Acara Rapat Pendirian. 2) Fase Pengesahan Atas dasar permohonan pengesahan yang disampaikan oleh pengurus koperasi (juga merupakan pendiri) secara tertulis, maka dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak diterimanya permohonan pengesahan. Pejabat yang bersangkutan harus memberikan putusan apakah permohonan tersebut diterima atau tidak. Pejabat
yang
berwenang
untuk
mengesahkan
akta
pendirian. Perubahan Anggaran Dasar dan Pembubaran Koperasi diatur oleh Surat Kepmenneg Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah
Republik
Indonesia
Nomor
:
123/Kep/M.KUKM/X/2004 tentang Penugasan Pejabat Yang
47
Berwenang Untuk Memberikan Pengesahan Akta pendirian. Perubahan Anggaran Dasar dan Pembubaran Koperasi Pada Propinsi dan Kabupaten / Kota yaitu : a) Deputi Kementrian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Bidang Kelembagaan Koperasidan Usaha Kecil dan Menengah sebagai pejabat yang berwenang untuk dan atas nama Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah memberikan pengesahan Akta pendirian, perubahan anggaran dasar dan pembubaran koperasi printer dan sekunder yang anggotanya berdomisili lebih dari satu Propinsi / Daerah Istimewa. b) Gubernur sebagai pejabat yang berwenang untuk dan atas nama Menteri Negara Koperasi dan usaha Kecil dan Menengah sebagai penyelenggara tugas pembantuan dalam rangka pengesahan akta pendirian, perubahan anggaran dasar dan pembubaran koperasi primer dan sekunder yang anggotanya berdomisili lebih dari satu Kabupaten / Kota dalam wilayah Propinsi / Daerah Istimewa yang bersangkutan. c) Bupati / Walikota sebagai pejabat yangb berwenang untuk dan atas nama Menteri Negara Koperasi dan usaha Kecil dan Menengah sebagai penyelenggara tugas pembantuan dalam rangka pengesahan akta pendirian, perubahan anggaran dasar dan
pembubaran
koperasi
48
primer
dan
sekunder
yang
anggotanya berdomisili di wilayah Kabupaten / Kota yang bersangkutan. Keanggotaan koperasi didasarkan pada kesadaran dan kehendak secara bebas dari para calon anggota tanpa adanya paksaan dari dan oleh siapapun (Winanto Wiryomartani. 2004 : 19) Dalam ketentuan Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian dinyatakan bahwa yang dapat menjadi anggota koperasi Indonesia adalah setiap warga Negara Indonesia yang mampu melaksanakan tindakan hukum dan Koperasi yang memenuhi persyaratan sebagaimana ditetapkan dalam Anggaran Dasar.
B. Kerangka Berpikir Alur berpikir dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut : Dalam rangka pemberdayaan ekonomi rakyat, mengacu pada pasal 33 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan bahwa perekonomian Indonesia disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan. Selanjutnya penjelasan pasal 33 antara lain menyatakan bahwa kemakmuran masyarakatlah yang diutamakan bukan kemakmuran orang seorang dan bangun perusahaan yang sesuai dengan itu adalah koperasi, dimana koperasi ditempatkan sebagai soko guru perekonomian nasional (penjelasan pasal 33 UUD 1945) maupun bagian integral tata perekonomian nasional yang
49
pengaturannya termuat dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian. Keputusan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Nomor : 98 / Kep / M.KUKM / IX / 2004 Tentang Notaris Sebagai Pembuat Akta Koperasi merupakan kebijakan pemerintah dalam rangka untuk memperkuat landasan hukum koperasi. Dengan adanya akta autentik yang dibuat oleh Notaris dan disahkan oleh Dinas Pelayanan Koperasi dan UKM Provinsi Jawa Tengah diharapakan koperasi mampu bersaing dengan badan usaha lain untuk membangun perekonomian bangsa (Pieter Latumatea .2004 : 12). Keputusan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Nomor : 98 / Kep / M.KUKM / IX / 2004, Tentang Notaris Sebagai Pembuat Akta Koperasi perlu diimplementasikan oleh masyarakat pemohon akta badan hukum koperasi, Notaris Pembuat Akta Koperasi maupun oleh pemerintah, yang dalam hal ini adalah Dinas Pelayanan Koperasi dan Usaha Kecil Menengah
Propinsi
Jawa
Tengah
mempunyai
kewajiban
untuk
mengimplementasikannya. Implementasi akan dilaksanakan oleh Dinas Pelayanan Koperasi dan UKM Provinsi Jawa Tengah selaku wakil Pemerintah, Notaris sebagai Pembuat Akta Koperasi dan Masyarakat pemohon Akta Badan Hukum Koperasi.
50
Dalam kenyataan implementasi Keputusan Menteri kurang efektif dalam mencapai tujuan diterbitkannya peraturan tersebut karena dipengaruhi oleh berbagai faktor yakni substansi hukum, budaya/kultur hukum, struktur. Alur pemikiran tersebut dapat digambarkan dalam bagan sebagai berikut : Kebijakan Pemberdayaan Ekonomi Rakyat Pasal 33 UUD 1945 UU No. 25 / 1992 Tentang Perkoperasian Kepmenegkop. dan UKM RI No. 98/Kep/M.KUKM/IX/2004 tentang Notaris Sebagai Pembuat Akta Koperasi
(Dinas Pelayanan Kop. dan UKM Prov. Jateng)
Notaris
Masyarakat Pemohon Akta Koperasi
` Kurang efektif
Substansi Hukum
Struktur Hukum
Bagan II : Alur pikir penyelesaian masalah
51
Budaya / Kultur Hukum
BAB III METODE PENELITIAN
Agar dapat memperoleh hasil penelitian yang memiliki bobot nilai yang tinggi serta dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah maka diperlukan metode penelitian yang dapat, memberikan arah dan pedoman dalam memahami objek yang diteliti sehingga penelitian dapat berjalan dengan baik dan lancar sesuai dengan rencana yang ditetapkan. Metode dalam arti umum berarti suatu studi yang logis dan sistematis tentang prinsip-prinsip yang mengarah pada suatu penelitian. Metodologi juga berarti secara ilmiah mencari kebenaran. (Setiono, 2005 : 3). Penelitian adalah suatu kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan analisis dan konstruksi yang dilakukan secara metodologis, sistematis dan konsisten. Metodologi berarti sesuai dengan metode atau cara tertentu, sistematis berarti berdasarkan suatu sistem, dan konsisten berarti tidak ada hal-hal yang bertentangan dengan kerangka tertentu (Soerjono Soekanto, 1986 : 42). Penelitian hukum pada dasarnya merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu dengan jalan menganalisanya (Bambang Sunggono, 2003 : 39). Berdasarkan pengertian metode dan penelitian tersebut untuk menghasilkan suatu karya ilmiah seperti yang diharapkan maka diperlukan berbagai macam data yang akurat dan dapat dipercaya kebenarannya.
52
Beberapa hal yang menyangkut metode penelitian dalam tesis ini adalah sebagai berikut : A. Jenis penelitian Dalam penelitian hukum, metode yang digunakan tergantung pada konsep apa yang dimaksud tentang hukum. Setiono mengikuti pendapat Sutandyo Wignyosubroto menyatakan ada lima konsep hukum (Setiono, 2005 : 20) masing-masing : 1. Hukum adalah asas kebenaran dan keadilan yang bersifat kodrati dan berlaku universal. 2. Hukum adalah norma-norma positif di dalam sistem perundang-undangan hukum nasional. 3. Hukum adalah apa yang diputuskan oleh hakim incrocreto dan tersistematisasi sebagai judge made law. 4. Hukum adalah pola-pola prilaku sosial yang terlembagakan eksis sebagai variable sosial yang empirik. 5. Hukum adalah manifestasi makna-makna simbolik para perilaku sosial sebagai tampak dalam interaksi antar mereka. Berdasarkan pada penjelasan konsep hukum menurut Soetandyo Wignyosoebroto tersebut, maka penelitian ini mendasarkan pada konsep hukum yang ke 5 (lima) yaitu Hukum adalah manifestasi makna-makna simbolik para prilaku sosial sebagai tampak dalam interaksi antar mereka. Hukum disini bukan dikonsepkan sebagai rules, tetapi sebagai regularities yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Disini hukum adalah tingkah laku
53
atau aksi-aksi dan interaksi manusia yang secara aktual dan potensial akan terpola (Burhan Ashshofa, 2004 : 34). Penelitian dalam penulisan tesis ini termasuk jenis penelitian hukum sosiologis atau non doctrinal, yakni penelitian yang bertujuan untuk mengetahui bagaimana hukum itu dilaksanakan termasuk proses penegakan hukumnya, karena dengan penelitian ini akan dapat diketahui sebab-sebab suatu permasalahan terjadi dibalik pelaksanaan dan penegakan hukum. Dilihat dari bentuknya , penelitian ini adalah termasuk dalam bentuk penelitian evaluatif yakni penelitian yang bertujuan untuk menilai suatu program yang dijalankan yang dilanjutkan dengan penelitian diagnostik dan perskriptif yakni mengevaluasi dan memberi saran dan solusinya. Sedang dilihat dari sifatnya termasuk penelitian yang bersifat diskriptif, yaitu suatu penelitian yang bertujuan mendiskripsikan implementasi dari SK Menteri Negara Koperasi dan Usaha kecil Menengah RI No. 98/M.KUKM/IX/2004 tentang Notaris Sebagai Pembuat Akta Koperasi.
B. Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di Dinas Koperasi dan UKM Provinsi Jawa Tengah, beberapa kantor Notaris antara lain Kantor Notaris Tri Isdiyanti SH di Semarang mewakili notaris yang selalu mengkoordinasikan terlebih dahulu draft akta koperasi dengan Dinas Koperasi dan UKM Provinsi Jawa Tengah sebelum akta dimintakan pengesahan, Kantor Notaris Sunarto, SH di Surakarta
mewakili
notaris
yang
54
sudah
mendapatkan
pembekalan
perkoperasian tetapi tidak mengajukan permohonan untuk menjadi Notaris Pembuat Akta Koperasi, Kantor Notaris Elizabeth Estiningsih di Blora mewakili Notaris yang keliru dalam membuat akta koperasi, Perpustakaan Pasca Sarjana UNDIP, perpustakaan Wilayah Prov. Jateng.
C. Jenis dan Sumber Data Data adalah gejala-gejala yang dihadapi yang ingin diungkapkan kebenarannya beserta hasil-hasilnya (Soerjono Soekanto, 1986 : 7). Data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah yang relevan dan menunjang dengan maksud dan tujuan penelitian yang dilakukan oleh penulis. Data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Jenis Data. Jenis
Penelitian
ini
merupakan
penelitian
hukum
yang
sosiologis/non doctrinal (socio legal research). Penelitian hukum sosiologis (non doctrinal) membutuhkan data-data yang lengkap untuk mengidentifikasi suatu hal secara empiris data sekunder sebagai dasar kekuatan mengikat ke dalam. Sumber data dapat berupa manusia, peristiwa, tingkah laku, dokumen dan arsip, serta berbagai benda lain (HB. Soetopo, 1992 : 2). Jenis data yang digunakan ada 2 (dua) yaitu data primer yang diperoleh secara langsung dari lapangan penelitian atau masyarakat melalui wawancara dan data sekunder yaitu keterangan atau pengetahuan yang secara atau tidak langsung diperoleh melalui studi kepustakaan, tulisan ilmiah dan sumber-sumber tertulis lainnya.
55
2. Sumber Data. Dalam penelitian ini sumber data yang dipergunakan adalah mencakup : a. Sumber Data Primer . Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari responden melalui hasil wawancara mendalam, dan kuesioner dilokasi penelitian. Sumber data primer didapatkan melalui wawancara dan kuesioner yang merupakan cara untuk memperoleh keterangan lisan dan tertulis, serta bertujuan untuk mengumpulkan keterangan tentang kehidupan manusia serta pendapat-pendapat mereka yang terkait dengan program-program, kegiatan-kegiatan dalam implementasi Keputusan Menteri Negara Koperasi dan UKM RI Nomor : 98/ Kep / M.KUKM / IX / 2004 Tentang Notaris Sebagai Pembuat Akta Koperasi antara lain : 1) Data mengenai hal-hal yang berkaitan dengan pengesahan badan hukum koperasi bersumber dari Dinas Pelayanan Koperasi dan UKM Provinsi Jawa Tengah. 2) Data yang berkaitan dengan pembuatan akta koperasi dari 3 Notaris yang yang sudah mengimplementasikan Kepmenegkop dan UKM RI Nomor : 98 / Kep / M.KUKM / IX / 2004 maupun yang belum mengimplementasikan dari Notaris Tri Isdiyanti, SH, Notaris Elizabeth Estiningsih, SH dan Notaris Sunarto, SH. 3) Data yang bersumber dari masyarakat mengenai hal-hal yang berkaitan dengan pembentukan koperasi
56
b. Sumber Data Sekunder. Data Sekunder merupakan data yang secara tidak langsung, memberi keterangan yang sifatnya mendukung data primer. Menurut Abdulkadir Muhammad, (2004 : 85) bahwa data sekunder terdiri dari 3 bahan hukum, yaitu : 1) Bahan Hukum Primer. Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang mempunyai kekuatan mengikat secara umum (perundang-undangan) atau mempunyai kekuatan mengikat bagi pihak-pihak berkepentingan (kontrak, konvensi, dokumen hukum, dan keputusan hakim). Bahan Hukum Primer terkait dalam penelitian ini adalah : a) Undang-Undang Dasar Negara RI Tahun 1945 b) Undang-Undang
Nomor
:
25
Tahun
1992
Tentang
Perkoperasian. c) Undang-Undang Nomor : 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris. d) Keputusan Menteri Negara Koperasi dan UKM RI Nomor : 98 / Kep / M.KUKM / IX / 2004 Tentang Notaris Sebagai Pembuat Akta Koperasi. e) Keputusan Menteri Negara Koperasi dan UKM RI Nomor : 123 / Kep / M.KUKM / X / 2004 Tentang Penugasan Pejabat Yang Berwenang Untuk Memberikan Pengesahan Akta Pendirian Koperasi.
57
f) Peraturan Pemerintah No. 4 Tahun 1994 Persyaratan Dan Tata Cara Pengesahan Akta Pendirian dan Perubahan Anggaran Dasar Koperasi. 2) Bahan Hukum Sekunder. Bahan Hukum Sekunder yaitu bahan hukum yang memberi penjelasan terhadap bahan hukum primer, mencakup : bahan-bahan kepustakaan, buku- buku hasil karya para sarjana dan tulisantulisan yang berkaitan dengan masalah yang terjadi, antara lain : a) Buku Metodologi Penelitian Hukum. b) Buku Sosiologi Hukum c) Buku mengenai Notaris d) Buku mengenai Koperasi. e) Anggaran Dasar dan Rumah Tangga Koperasi 3). Bahan Hukum Tersier. Bahan Hukum Tersier adalah bahan hukum yang memberi penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti : a) Kamus Besar Bahasa Indonesia. b) Kamus Bahasa Inggris.
D. Teknik pengumpulan data 1. Pengamatan (Observasi)
58
Menurut W. Gulo (dalam Lexi J Moleong, 2000 : 116) pengamatan adalah metode pengumpulan data dimana peneliti dan kolaboratornya mencatat informasi sebagaimana yang mereka saksikan selama penelitian . Penyaksian terhadap peristiwa-peristiwa itu bisa dengan melihat, mendengarkan, merasakan yang kemudian dicatat seobyektif mungkin. Dalam penelitian ini penulis berperan sebagai partisipan pengamat dimana masing-masing pihak baik pengamat maupun yang diamati menyadari perannya. Peneliti sebagai pengamat membatasi diri dalam berpartisipasi dan mempunyai jarak dengan responden yang diamatinya. Dalam penelitian ini penulis akan mengadakan observasi tentang upaya-upaya yang dilakukan oleh Dinas Pelayanan Koperasi dan Notaris Pembuat Akta Koperasi
dalam
mengatasi
permasalahan
dalam
pembuatan
dan
pengesahan badan hukum koperasi. 2. Wawancara Wawancara yaitu suatu cara yang digunakan untuk memperoleh keterangan secara lisan guna mencapai tujuan tertentu (Burhan Ashshofa, 1996 : 95). Dalam Penelitian ini penulis menggunakan teknik wawancara tidak terstruktur atau wawancara mendalam , karena penelitian ini bersifat lentur , tidak tersruktur ketat dan tidak dalam suasana formal (Patton, dalam HB Sutopo, 2002 : 184). Wawancara dilakukan dengan, pejabat Dinas Pelayanan Koperasi dan UKM Provinsi Jawa Tengah, selaku pihak yang mengesahkan badan hukum koperasi, Notaris Elizabeth Estiningsih,
59
SH, Notaris Sunarto, SH dan Notaris Tri Isdiyanti, SH, dan Sdr Lasiman selaku wakil masyarakat pemohon akta koperasi. 3. Studi Dokumen Dokumen adalah catatan tertulis tentang berbagai kegiatan atau peristiwa pada waktu lalu (W. Gulo dalam Lexi J Moleong, 2002 : 123). Jurnal dalam bidang keilmuan tentu termasuk dalam dokumen penting yang
merupakan
acuan
bagi
peneliti
dalam
memahami
objek
penelitiannya. Bahkan literatur-literatur yang relevan dimasukkan pula dalam kategori dokumen yang mendukung penelitian. Semua dokumen yang berhubungan dengan penelitian yang bersangkutan perlu dicatat sebagai sumber informasi 4. Kuesioner Merupakan daftar pertanyaan bagi pengumpulan data dalam penelitian (HB Sutopo, 2002 : 70). Tehnik Pengumpulan datanya atau cara mengajukan pertanyaan kepada informan bisa dilakukan baik secara lisan atau tertulis. Dalam pelaksanaan secara lisan, pertanyaan tersebut dibacakan dan kepada responden secara tepat sesuai dengan yang tertulis, dan jawaban ditulis oleh pengumpul data dalam kuesioner tersebut sesuai pilihan jawaban yang tersedia.
E. Tehnik Sampling Tehnik sampling dari sumber data orang ditentukan dengan menggunakan cara Purposive Sampling yaitu sample yang dipilih berdasarkan
60
pertimbangan / penelitian subyektif dari peneliti sesuai dengan kemampuan memberikan informasi yang diperlukan peneliti , dimana peneliti menentukan sendiri responden mana yang dianggap dapat mewakili populasi. (Burhan Ashshofa, 2004 : 91). Dalam penelitian ini yang penulis anggap dapat memberi informasi yang teliti adalah, pejabat Dinas Pelayanan Koperasi dan UKM Provinsi Jawa Tengah atas nama Safitri Handayani , SH (1 orang), Sdr Lasiman selaku wakil masyarakat Pelaku Koperasi (1 orang), Notaris Pembuat Akta Koperasi (3 Orang) yakni Tri Isdiyanti, SH, Elizabeth Estingsih, SH dan Sunarto, SH.
F. Analisis Data Analisis data dalam penelitian ini pada dasarnya dilakukan secara logis dengan mengkaji data-data yang diperoleh melalui prinsip-prinsip logika, sistimatis dimana data yang diperoleh tidak berdiri sendiri tetapi ada hubungan saling mengkait dengan berbagai hal dengan masalah yang diteliti dan yuridis yang artinya data dan kesimpulan yang didapat dikaitkan dengan ketentuan yang berlaku. Sedangkan model analisa yang dipergunakan dalam penelitian adalah model interaktif yalitu data dikumpulkan dalam berbagai macam cara (Observasi, Wawancara dan studi dokumen) kemudian diproses dalam tiga alur kegiatan yaitu : (Setiono, 2005 : 30) 1. Data Reduction (Mereduksi data) berupa membuat singkatan, coding, memusatkan tema, membuat batasan-batasan permasalahan, menulis
61
memo guna mempertegas membuat fokus sehingga kesimpulan akhir dapat diambil. 2. Data display (Menyajikan data). Dengan melihat penyajian data, peneliti akan mengerti apa yang terjadi dan memungkinkan untuk mengerjakan sesuatu pada analisis atau tindakan lain berdasarkan pengertian tersebut. 3. Conclusion Data (Menarik kesimpulan) dari awal pengumpulan data, peneliti sudah harus mengerti apa arti dari hal-hal yang ia temui dan melakukan
pencatatan
peraturan-peraturan
pola-pola,
pernyataan-
pernyataan, konfigurasi-konfigurasi yang mungkin arahan sebab akibat dan proposisi-proposisi peneliti yang berkompeten memegang berbagai hal tersebut tidak secara kuat, artinya tetap bersifat terbuka. Tiga komponen analisis berlaku saling menjalin, baik sebelum, pada waktu dan sesudah pelaksanaan pengumpulan data secara parallel. Setelah analisis data selesai, maka hasilnya akan disajikan scara diskriptif yaitu dengan jalan menuturkan dan menggambarkan apa adanya sesuai dengan permasalahan yang diteliti dan data yang diperoleh, sehingga didapatkan saran-saran mengenai apa yang harus dilakukan untuk mengatasi masalah maupun menilai program-program yang dijalankan. Analisa data dengan model interaktif tersebut tersebut dapat digambarkan sebagai berikut :
62
Pengumpulan data
Penyajian Data
Reduksi Data
Kesimpulan – kesimpulan / Verifikasi
Bagan 3 : Proses Analisa Data (Interactive Model of Analysis)
63
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A.
Hasil Penelitian Penulis mengadakan penelitian pada Dinas Pelayanan Koperasi dan usaha Kecil Menengah Provinsi Jawa Tengah. Permasalahan yang penulis angkat adalah Implementasi Keputusan Menteri Negara Koperasi dan UKM RI Nomor : 98/ Kep / M. KUKM / IX / 2004 Tentang Notaris Sebagai Pembuat Akta Koperasi. Topik yang akan diuraikan adalah : Diskripsi Lokasi, Kedudukan, Tugas Pokok dan Fungsi Dinas Pelayanan Koperasi dan UKM Provinsi Jawa Tengah, Implementasi Keputusan Menteri Negara Koperasi dan UKM RI Nomor : 98 / Kep / M.KUKM / IX / 2004, tentang Notaris Sebagai Pembuat Akta Koperasi oleh masyarakat, notaries maupun Dinas Pelayanan Koperasi dan UKM Provinsi Jawa Tengah. Sedangkan hasil penelitian penulis dapatkan dari mulai wawancara mendalam dengan narasumber, penyebaran questioner, dokumentasi dan observasi akan diuraikan dibawah ini. 1. Diskripsi Lokasi Pengesahan Akta Pendirian Koperasi merupakan tanggung jawab Pemerintah yang dalam hal pelaksanaannya dilimpahkan kepada Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil Menengah. Untuk efektivitas dan efisiensi maka pemberian pelayanan Pengesahan Akta Pendirian Koperasi dilimpahkan pada Gubernur Jawa Tengah melalui Keputusan
64
Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Nomor : 123 / Kep / M. KUKM / X / 2004 tentang Penyelenggaraan Tugas Pembantuan dalam Rangka Pengesahan Akta Pendirian, Perubahan Anggaran Dasar dan Pembubaran Koperasi. Selanjutnya oleh Gubernur Jawa Tengah ditidak lanjuti dengan menetapkan Keputusan Gubernur Nomor : 518 / 03657 Tentang Pendelegasian Wewenang Penandatanganan Pengesahan Akta Pendirian, Perubahan Anggaran Dasar dan Pembubaran Koperasi dalam wilayah Provinsi Jawa Tengah Kepada Kepala Dinas Pelayanan Koperasi dan UKM Propinsi Jawa Tengah. Dengan mendasarkan pada hal – hal tersebut diatas maka penulis membatasi masalah hanya pada pengesahan Akta Pendirian Koperasi di wilayah Provinsi Jawa Tengah. 2. Kedudukan, Tugas Pokok dan Fungsi Dinas Pelayanan Koperasi dan UKM Provinsi Jawa Tengah. Dinas Pelayanan Koperasi dan UKM Provinsi Jawa Tengah dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 7 tahun 2001, tentang pembentukan Kedudukan, Tugas Pokok, Fungsi dan Susunan Organisasi Dinas Pelayanan Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Provinsi Jawa Tengah, dan Peraturan Daerah No 2 Tahun 2002 tentang Unit Pelaksana Teknis Dinas, Balai Pelatihan Koperasi dan UKM. Dinas Pelayanan Koperasi dan UKM Provinsi Jawa Tengah berdasarkan Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor 38 Tahun 2002 tentang Penjabaran Tugas Pokok dan Fungsi serta Tata Kinerja Dinas
65
Pelayanan Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Pravinsi Jawa Tengah, merupaka unsur pelaksana Pemerintah Daerah dibidang pelayanan Koperasi dan Usaha Kecil Menengah yang dipimpin oleh seorang Kepala Dinas yang berada dibawah dan bertanggungjawab kepada Gubernur melalui Sekretaris Daerah. Adapun pola hubungan organisasi Dinas Pelayanan dan UKM Provinsi Jawa Tengah tampak pada bagan dibawah ini :
66
GAMBAR 1 Bagan Struktur Organisasi Dinas Pelayanan Koperasi dan UKM Provinsi Jawa Tengah KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 38 TAHUN 2002 Tanggal : 5 Mei 2002
PERDA UPTD PROP JATENG NOMOR 2 TAHUN 2002 Tanggal : 2 APRIL 2002
KEPALA DINAS
SUB BAGIAN KEUANGAN
UPTD BALATKOP UKM
BAGIAN TATA USAHA
SUB BAGIAN TATA USAHA
SEKSI PENYELENGGARA
KELOMPOK JABATAN FUNGSIONAL
SUB DINAS PROGRAM SEKSI D&I SEKSI PE&P SEKSI P P & HMS
SUB BAGIAN KEPEGAWAIAN
SUB BAGIAN HUKUM DAN KELEMBAGAAN SUB BAGIAN UMUM
SEKSI KAJI BANG
SUB DINAS FASILITAS PEMBIAYAAN DAN SIMPAN PINJAM
SUB DINAS PELAYANAN USAHA KOPERASI
SUB DINAS PELAYANAN UKM
SEKSI D&I
SEKSI KOPTAN
SEKSI UP&J
SEKSI D&I
SEKSI NONTAN
SEKSI U TAN
SEKSI D&I
SEKSI U NON TAN
Bagan 4 : Struktur Organisasi Dinas Pelayanan Koperasi dan UKM Provinsi Jawa Tengah
67
Untuk melaksanakan tugas pemerintahan dan pembangunan dibidang Pelayanan Koperasi dan UKM Kepala Dinas Pelayanan dan UKM Provinsi Jawa Tengah mempunyai tugas pokok : a. Melaksanakan
kewenangan
desentralisasi
dibidang
pelayanan
Koperasi dan Usaha Kecil Menengah yang diserahkan kepada Pemerintah Daerah. b. Melaksanakan kewenangan dibidang pelayanan Koperasi dan Usaha Kecil Menengah yang bersifat lintas Kabupaten/Kota. c. Melaksanakan kewenangan Kabupaten/Kota dibidang pelayanan Koperasi dan Usaha Kecil Menengah yang dikerjasamakan dengan atau diserahkan kepada Provinsi sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku. d. Melaksanakan kewenangan dekonsentrasi yang dilimpahkan kepada Gubernur dan tugas pembantuan dibidang pelayanan Koperasi dan Usaha Kecil Menengah sesuai denga peraturan perundang-undangan yang berlaku. Untuk menyelenggarakan tugas pokok tersebut diatas Kepala Dinas Pelayanan Kopetasi dan UKM mempunyai fungsi : a. Pelaksanaan perumusan kebijakan teknis dibidang pelayanan Koperasi dan UKM sesuai kebijakan yang ditetapkan oleh Gubernur.
68
b. Pelaksanaan penyusunan rencana dan program, pelaksanaan fasilitas, monitoring, evaluasi dan pelaporan dibidang pelayanan Koperasi dan UKM. c. Pelaksanaan pengumpulan, pengelolaan, analisis data, informasi, promosi dan kehumasan dibidang pelayanan Koperasi dan UKM. d. Pelaksanaan perumusan penetapan kebijakan pembangunan dan pengembangan Koperasi dan UKM. e. Pelaksanaan fasilitas penyelenggaraan Pelayanan Koperasi Sekunder dan Primer lintas Kabupaten/Kota dibidang pembiayaan dan investasi. f. Pelaksanaan pemberian dukungan kerja sama antar KUKM dengan pelaku ekonomi. g. Pelaksanaan perumusan, pemberian dan pencabutan Badan Hukum Koperasi skala Provinsi. h. Pelaksanaan pengawasan dan penilaian kesehatan Koperasi Simpan Pinjam dan Unit Simpan Pinjam. i. Pelaksanaan fasilitas pembentukan dan pengembangan jaringan ekonomi Koperasi dan UKM. j. Pelaksanaan pengelolaan urusan kepegawaian, keuangan, hukum, kelembagaan koperasi, organisasi dan tata laksana, serta umum dan perlengkapan. Untuk melaksanakan tugas dan fungsi tersebut diatas Kepala Dinas membawahkan/dibantu oleh :
69
a. Kepala Bagian Tata Usaha b. Kepala Subdinas Program c. Kepala Subdinas Fasilitasi Pembiayaan dan Simpan Pinjam d. Kepala Subdinas Pelayanan Usaha Kecil Menengah e. Kepala Subdinas Pelayanan Usaha Koperasi f. Kepala Unit Pelaksana Teknis daerah Balai Pelatihan Koperasi dan UKM g. Kelompok Jabatan Fungsional Selanjutnya sesuai dengan bagan sruktur organisasi Dinas Pelayanan Koperasi dan UKM Provinsi Jawa Tengah dan Unit Pelaksana Teknis Daerah Balai Pelatihan Koperasi dan UKM ( balatkop-UKM ) maka : a. Kepala Bagian Tata Usaha, membawahkan : 1) Sub Bagian Kepegawaian 2) Sub Bagian Keuangan 3) Sub Bagian Hukum dan Kelembagaan 4) Sub Bagian Umum b. Sub Dinas Program, membawahkan : 1) Seksi Data dan Informasi 2) Seksi Program Evaluasi dan Pelaporan 3) Seksi Penyuluhan, Promosi dan Hubungan masyarakat c. Sub Dinas Fasilitas Pembiayaan dan Simpan Pinjam, membawahkan 1) Seksi Fasilitas Pembiayaan
70
2) Seksi Simpan Pinjam 3) Seksi Kemitraan dan Jaringan Ekonomi
d. Sub Pelayanan Usaha Kecil Menengah, membawahkan : 1) Seksi Usaha Perdagangan dan Jasa 2) Seksi Usaha Pertanian 3) Seksi Usaha Non Pertanian e. Sub Pelayanan Usaha Koperasi, membawahkan : 1) Seksi Koperasi Pertanian 2) Seksi Koperasi Non Pertanian f. Unit Pelaksana Teknis Dinas Pelayanan KUKM (UPTD ) Balai Pelatihan Koperasi dan UKM, membawahkan : 1) Sub Bagian Tata Usaha 2) Seksi Penyelenggara 3) Seksi Pengkajian dan Pengembangan Kepala Sub Bagian dan Seksi-Seksi masing-masing dipimpin oleh seorang kepala Sub Bagian dan Kepala seksi yang berada dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala Bagian, Kepala Sub Dinas dan Kepala Unit Pelaksana Teknis Dinas Pelayanan Koperasi dan UKm Balai Pelatihan Koperasi dan UKM Provinsi Jawa Tengah. Balai Pelatihan Koperasi dan UKM adalah Unit Pelaksana Teknis Dinas Pelayanan Koperasi dan UKM, merupakan unsur
71
pelaksana operasional Dinas yang dipimpin oleh seorang Kepala Balai, yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Kepala dinas. Balai Pelatihan KUKM mempunyai tugas pokok : a. Melaksanakan sebagian tugas teknis dinas Pelayanan KUKM b. Melaksanakan kebijakan teknis operasional pelatihan masyarakat koperasi dan usaha kecil menengah Untuk menyelenggarakan tugas pokok tersebut Balai Pelatihan KUKM mempunyai fungsi : a. Penyusunan rencana teknis operasional pelatihan masyarakat KUKM b. Pengkajian dan analisis teknis operasional pelatihan masyarakat KUKM c. Pelaksanaan kebijakan teknis pelatihan masyarakat KUKM d. Pelaksanaan
monitoring,
evaluasi
dan
pelaporan
pelatihan
masyarakat KUKM e. Pelatihan masyarakat KUKM f. Pelaksanaan fasilitas dan pengembangan pelatihan masyarakat KUKM di kabupaten / kota serta lembaga lain g. Pelayanan penunjang penyelenggaraan tugas dinas h. Pengelolaan ketatausahaan Dalam pelaksanaan Tugas Pokok dan Fungsi Dinas Pelayanan Koperasi dan UKM Provinsi Jawa Tengah didukung dengan kekuatan Sumber Daya Manusia sebanyak 162 orang terdiri 135 orang pada Dinas Pelayanan Koperasi dan UKM dan 27 orang pada UPTD Balai Pelatihan
72
Koperasi dan UKM dengan tingkat pendidikan SD 10 orang, SLTP 11 orang, SLTA 53 orang, Sarjana Muda 15 orang, Sarjana Strata satu sebanyak 59 orang dan Sarjana Strata dua sebanyak 14 orang yang dirinci menurut golongan yaitu golongan satu tidak ada, golongan dua 41 orang, golongan tiga 105 orang dan golongan empat 16 orang. Selanjutnya dalam penyelenggaraan pemerintahan berpedoman pada asas umum penyelenggaraan Negara yang terdiri atas : asas kepastian hukum, asas tertib penyelenggaraan Negara, asas kepentingan umum, asas keterbukaan, asas proporsionalitas, asas profesionalitas, asas akuntabilitas, asas efisiensi dan asas efektifitas. Visi dari Dinas Pelayanan Koperasi dan UKM Provinsi Jawa Tengah adalah “ KOPERASI DAN UKM SEBAGAI TULANG PUNGGUNG PEREKONOMIAN JAWA TENGAH “. Sedangkan Misi Dinas Pelayanan Koperasi dan UKM Provinsi Jawa Tengah adalah : a. Mewujudkan iklim yang kondusif bagi perkembangan KUKM. b. Mengembangkan lembaga keuangan alternative melalui KSP / USP dan lembaga pendukung lainnya bagi pengembangan KUKM. c. Membangun dan mengembangkan distribusi dan networking ekonomi KUKM. d. Membangun SDM pengelola KUKM yang professional dan mempunyai daya saing global
73
e. Membangun dan mengembangkan distribusi dan networking ekonomi KUKM f. Mengembangkan KUKM berorientasi agribisnis dan
produk
unggulan daerah. g. Mengembangkan pola kemitraan KUKM dan Usaha Besar. Salah satu tugas dari Dinas Pelayanan Koperasi dan UKM Provinsi Jawa Tengah adalah mengesahkan permohonan akta badan hukum koperasi yang menjadi tugas dari Bagian Tata Usaha yang secara teknis dilaksanakan oleh Sub Bagian Kelembagaan dan Hukum Di Dinas Pelayanan Koperasi dan UKM Provinsi Jawa Tengah.
3. Implementasi Keputusan Menteri Negara Koperasi dan UKM RI Nomor : 98/Kep/M.KUKM/IX/2004 tentang Notaris Sebagai Pembuat Akta Koperasi dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu : a. Implementasi oleh masyarakat pemohon akta pendirian koperasi Dalam pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor : 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian menyebutkan bahwa Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang seorang atau badan hukum koperasi dengan mendasarkan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berasaskan kekeluargaan, sehingga dapat disimpulkan bahwa : 1) Koperasi adalah badan Usaha bukan organisasi masa
74
2) Pemilik atau pendiri adalah orang-orang atau badan hukum koperasi 3) Bekerja
berdasarkan
prinsip-prinsip
koperasi
dan
asas
kekeluargaan 4) Sebagai gerakan ekonomi rakyat Sehingga orang-orang yang akan mendirikan koperasi wajib untuk memahami pengertian, nilai maupun prinsip-prinsip koperasi. Sehubungan dengan hal tersebut maka dibawah ini akan dijelaskan tahapan dalam permohonan akta pendirian koperasi adalah sebagai berikut : 1) Dasar Pembentukan Koperasi Orang atau masyarakat yang akan mendirikan koperasi harus mengerti maksud dan tujuan koperasi serta kegiatan usaha yang akan dilaksanakan oleh koperasi yaitu untuk meningkatkan pendapatan dan manfaat yang sebesar-besarnya bagi anggota khususnya dan masyarakat pada umumnya. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pembentukan koperasi oleh masyarakat sebagai pemohon akat pendirian koperasi : a) Orang-orang yang mendirikan dan yang nantinya akan menjadi anggota koperasi harus mempunyai kegiatan dan atau kepentingan ekonomi yang sama.
75
b) Usaha yang akan dilaksanakan oleh koperasi harus layak secara ekonomi, artinya usaha yang akan dikelola mampu menghasilkan keunyungan usaha dan dapat dikembangkan bagi kesejahteraan anggota. c) Modal sendiri harus cukup tersedia untuk memulai kegiatan usaha yang akan dilaksanakan oleh koperasi. Hal ini dimaksudkan agar kegiatan usaha koperasi dapat segera dilaksanakan dengan tanpa menutup kemungkinan untuk memperoleh bantuan, fasilitas dan pinjaman dari pihak luar. d) Kepengurusan dan manajemen yang akan dilaksanakan, agar tercapai efektifitas danefisien dalam pengelolaan koperasi perlu diperhatikan bahwa orang yang ditunjuk / dipilih menjadi pengurus haruslah orang yang memiliki kejujuran , kemampuan dan kepemimpinan, agar koperasi yang didirikan tersebut sejak dini telah memiliki kepengurusan yang handal. 2) Persiapan Pembentukan Koperasi a) Pembentukan koperasi harus dipersiapkan dengan matang oleh para pemrakarsa. Persiapan tersebut antara lain meliputi kegiatan penyuluhan, penerangan maupun latihan bagi para pemrakarsa dan calon anggota untuk memperoleh pengertian dan kejelasan mengenai perkoperasian.
76
b) Para pemrakarsa mempersiapkan rapat pembentukan dengan cara antara lain penyusunan rancangan Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga dan rencana awal kegiatan usaha 3) Rapat Pembentukan Koperasi a) Para pendiri wajib mengadakan rapat persiapan pembentukan koperasi yang membahas semua hal yang berkaitan dengan rencana
pembentukan
koperasi
meliputi
antara
lain
penyusunan rancangan anggaran dasar / materi muatan anggaran dasar , anggaran rumah tangga dan lain-lain yang diperlukan untuk pembentukan koperasi. b) Dalam rapat persiapan pembentukan koperasi dilakukan penyuluhan koperasi terlebih dahulu oleh pejabat dari instansi yang membidangi koperasi kepada para pendiri. c) Rapat pembentukan koperasi yang dihadiri sekurangkurangnya 20 orang anggota pendiri, sedangkan untuk koperasi sekunder dihadiri oleh sekurang-kurangnya 3 (tiga) koperasi yang telah berbadan hukum, yang diwakili oleh kuasa pendirinya, yang mempunyai kegiatan dan kepentingan ekonomi yang sama. d) Rapat pendirian dipimpin oleh seorang atau beberapa orang dari pendiri atau kuasa pendiri. Yang dimaksud kuasa pendiri adalah beberapa orang dari pendiri yang diberi kuasa dan sekaligus ditunjuk oleh pendiri untuk pertama kalinya
77
bertindak sebagai pengurus koperasi yang berkewajiban memproses pengajuan permintaan pengesahan akta pendirian koperasi dan menandatangani Anggaran dasar Koperasi e) Megundang Pejabat dari Dinas Pelayanan Koperasi dan UKM Propinsi Jawa Tengah yang bertujuan untuk : (1) memberi arahan berkenaan dengan pembentukan koperasi (2) melihat proses pelaksanaan rapat pembentukan koperasi (3) sebagai narasumber apabila ada pertanyaan berkaitan dengan perkoperasian dan untuk meneliti isi konsep anggaran dasar yang dibuat oleh para pendiri sebelum dibuat aktanya oleh Notaris Pembuat Akta Koperasi. f) Mengundang Notaris Pembuat Akta Koperasi g) Dalam rapat pembentukan dibahas mengenai Anggaran Dasar Koperasi dengan memperhatikan antara lain : (1) Rancangan anggaran dasar disusun oleh orang-orang yang akan mendirikan koperasi atau , dan dibahas dalam Rapat Pembnetukan Koperasi . (2) Isi atau materi yang dituangkan dalam Anggaran Dasar harus sesuai dengan tujuan dan kepentingan ekonomi anggota (3) Setiap ketentuan yang dituangkan dalam anggaran dasar harus mudah dimengerti dan dapat dilaksanakan oleh para anggota, peragkat organisasi dan pengelola koperasi, dan
78
tidak bertentangan dengan peraturan perundangan yang berlaku. Sedangkan Anggaran dasar itu sendiri harus memuat antara lain : (a) daftar nama pendiri (b) nama dan dan tempat kedudukan (c) jenis koperasi (d) maksud dan tujuan (e) Bidang Usaha (f) Keanggotaan (g) ketentuan rapat Anggota (h) Pengurus dan Pengawas (i) Sisa Hasil Usaha (j) permodalan (k) jangka waktu berdirinya (l) ketentuan pembubaran koperasi (m)sanksi h) Pembuatan atau penyusunan akta pendirian koperasi tersebut dibuat dihadapan dan atau Notaris Pembuat Akta Koperasi yang hadir dan dituangkan dalam (1) berita acara rapat pendirian koperasi (2) notulen rapat pendiriran koperasi (3) Pengajuan Persetujuan Badan Hukum Koperasi.
79
Pengajuan Pesetujuan Badan Hukum Koperasi dilakukan oleh Notaris atau kuasa pendiri secara tertulis kepada pejabat yang berwenang dalam hal ini Kepala Dinas Pelayanan Koperasi dan UKM pRovinsi Jawa Tengah dengan melampirkan : a) 1 (satu) salinan akta pendirian koperasi bermeterai cukup b) Data akta pendirian koperasi yang dibuat dan ditandatangai Notaris c) Surat bukti tersedianya modal yang jumlahnya sekurangkurangnya sebesar simpanan pokok dan simpanan wajib yang wajib dilunasi oleh para pendiri. d) Rencana kegiatan koperasi minimal 3 tahun kedepan dan rencana anggaran pendapatan dan belanja koperasi . Adapun hasil wawancara yang dilakukan kepada wakil masyarakat pemohon akta badan hukum pendirian koperasi atas nama Sdr Lasiman yang dilakukan pada tanggal 12 Pebruari 2007 bertempat di Dinas Pelayanan Koperasi dan UKM Propinsi Jawa Tengah setelah yang bersangkutan mengikuti sosialisasi pendirian koperasi, yang diselenggarakan oleh Dinas pelayanan Koperasi dan UKM Provinsi Jawa Tengah dengan hasil sebagai berikut :
80
1. Ybs
adalah Ketua Paguyuban Pedagang Bakso Kota
Semarang yang berkeinginan untuk mendirikan koperasi pedagang bakso 2. Ybs
sudah
melaksanakan
tugasnya
sebagai
Ketua
Paguyuban selama 5 tahun. 3. Ybs tidak dapat mengakses fasilitas permodalan dari Pemerintah maupun perbankan yang disebabkan lembaga yang menaungi yakni Paguyuban bukan merupakan lembaga bisnis yang mempunyai kekuatan hukum yang kuat yang mengakibatkan kurang kepercayaan dari pihak perbankan maupun kalangan bisnis yang lain untuk mengadakan transaksi bisnis. 4. Sebagian besar anggota paguyuban mempunyai problem yang sama dengan yang bersangkutan. 5. Ybs
berharap
bahwa
dengan
mendirikan
koperasi
diharapkan kesejahteraan anggota dapat ditingkatkan. 6. Ybs selaku Ketua Paguyuban sebelum mengikuti sosialisasi tidak paham terhadap proses pendirian koperasi. 7. Setelah mengikuti sosialisasi yang bersangkutan merasa berkeberatan dengan proses-proses yang harus dilalui terutama masalah yang berkaitan dengan Notaris karena
81
yang bersangkutan merasa enggan berurusan dengan masalah-masalah hukum yang dianggapnya berbelit-belit dan sulit dipahami. 8. Berkaitan dengan akta koperasi yang harus dibuat oleh Notaris dengan kisaran biaya yang tidak seragam dan relative dianggap besar,
yang bersangkutan merasa
berkeberatan karena sebelumnya mendapatkan informasi dari masyarakat yang sudah mendirikan koperasi bahwa pendirian koperasi tidak dipungut biaya apapun. 9. Berkaitan dengan pasal 12 Keputusan Menteri Negara Koperasi dan UKM RI Nomor : 98 / Kep / M.KUKM / IX / 2004 bahwa kepada mereka yang menyatakan diri tidak mampu, yang dibuktikan dengan surat keterangan tidak mampu yang dikeluarkan oleh Lurah / Kepala Desa tempat kedudukan koperasi dan diketahui oleh Kepala Dinas yang membidangi Koperasi dan UKM Kabupaten / Kota setempat diberikan kemudahan dengan tidak memberikan jasa kepada Notaris, yang bersangkutan pesimis dapat dilakukan dengan mengatakan hal tersebut hanya berlaku diatas kertas saja, atau hanya impian manis saja, sehingga sama sekali tidak terpikir oleh yang bersangkutan mengenai dispensasi tersebut.
82
b. Implementasi oleh Notaris. Hasil wawancara langsung yang dilakukan dengan Notaris diwakili oleh 3 (tiga ) orang Notaris dengan kondisi yang berbedabeda yang dapat diuraikan sebagai berikut : 1) Notaris Tri Isdiyanti, SH, Notaris Kota Semarang , wawancara dilakukan pada tanggal 3 Januari 2008 bertempat di kantor Notaris yang bersangkutan di jalan Sultan Agung 15 A Semarang dan didapat informasi sebagai berikut : a) Yang bersangkutan sudah mengikuti pelatihan pembekalan perkoperasian yang diselenggarakan oleh Kementrian Negara Koperasi dan UKM RI selama 1 (satu) hari pada tanggal 9 Pebruari 2005, bertempat di Hotel Ibis Jakarta. b) Sesuai dengan ketentuan pasal 5 Keputusan Menteri Negara Koperasi dan UKM RI Nomor : 98 / Kep / M.KUKM / IX / 2004 tentang Notaris Sebagai Pembuat Akta Koperasi , yang bersangkutan sudah ditetapkan menjadi Notaris Pembuat Akta Koperasi sesuai dengan Surat Keputusan Kepala Dinas Pelayanan Kopersi dan UKM RI Nomor 573 / 122 / X / 2005, tanggal
16
Oktober
2005
dengan
cara
mengajukan
permohonan tertulis kepada Menteri Negara Koperasi dan UKM RI melalui Kepala Dinas Pelayanan Koperasi dan UKM Provinsi Jawa Tengah, yang mana permohonan tersebut dilampiri dengan :
83
(1) Surat Pengangkatan sebagai Notaris (2) Sertifikat tanda bukti telah mengikuti pembekalan perkoperasian yang ditanda tangani oleh Menteri Negara Koperasi dan UKM RI . (3) Alamat kantor beserta contoh tanda tangan , contoh paraf dan cap stempel notaris. c) Berkaitan dengan ketentuan pasal pasal 12 Keputusan Menteri Negara Koperasi dan UKM RI Nomor : 98 / Kep / M.KUKM / IX / 2004 tentang Notaris Sebagai Pembuat Akta Koperasi yang bersangkutan tidak bersedia memberikan jasa pembuatan akta tanpa memungut biaya kepada pemohon akta yang dinyatakan tidak mampu oleh Lurah setempat. d) Sejak yang bersangkutan ditetapkan sebagai Notaris pembuat Akta Koperasi sebagaimana butir b) sampai dengan akhir tahun 2007 atau selama 26 bulan telah membuat akta pendirian badan hukum koperasi atas permintaan masyarakat yang akan mendirikan koperasi berjumlah 4 ( empat ) akta pendirian badan hukum koperasi, dan sesuai dengan ketentuan pasal 7 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 pasal 7 ayat (1), bahwa akta pendirian badan hukum koperasi akan mempunyai kekuatan hukum apabila disahkan oleh pejabat yang berwenang, dalam hal ini Kepala Dinas Pelayanan Koperasi dan UKM Provinsi Jawa Tengah. Dari ke
84
4 (empat) akta pendirian koperasi yang dibuat oleh Notaris Tri Isdiyanti, SH dalam kurun waktu 26 bulan tersebut semuanya sudah mendapatkan pengesahan dari Kepala Dinas Pelayanan Koperasi dan UKM Provinsi Jawa Tengah. e) Bahwa dalam pembuatan akta pendirian badan hukum koperasi , masih dalam bentuk draft yang bersangkutan selalu berusaha untuk mengkoordinasikan terlebih dahulu materi akta agar tidak salah atau sesuai dengan ketentuan UndangUndang nomor : 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian, sehingga dapat disahkan oleh Kepala Dinas Pelayanan Koperasi dan UKM Provinsi Jawa Tengah. f) Dalam membuat akta pendirian koperasi maka yang bersangkutan akan mempersiapkan syarat syarat untuk membuat akta pendirian badan hukum koperasi antara lain : (1) Identitas dari para penghadap yang akan membuat akta pendirian koperasi, Kartu Tanda Penduduk yang masih berlaku. (2) Berita acara rapat pembentukan koperasi yang bermaterai cukup dan ditandatangani para anggota koperasi. (3) Susunan badan pendiri dan susunan pengurus koperasi dan masa kerjanya.
85
(4) Nama dan tempat kedudukan koperasi secara lengkap di jalan mana, Kelurahan/Desa, Kecamatan, Kabupaten dan Propinsi. (5) Tujuan pembentukan koperasi dan bidang usaha kerja (6) Landasan dan asas. (7) Ketentuan tentang jangka waktu berdirinya koperasi. (8) Ketentuan besarnya simpanan pokok/wajib bagi para anggota. (9) Besar modal dasar yang disetor pada saat pendirian koperasi yang berasal dari simpanan pokok, simpanan wajib dan modal penyetoran dari para anggota. g) Sedangkan dalam penyususnan akte pendirian badan hukum koperasi yang bersangkutan berusaha untuk mengetahui dan memahami hal-hal yang berkaitan dengan perkoperasian sesuai dengan materi Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian antara lain : (1) Anggaran dasar yang memuat ketentuan-ketentuan pokok yang merupakan dasar bagi tata kehidupan koperasi, sehingga di dalamnya dibuat hal-hal yang harus disusun secara ringkas, singkat, jelas dan mudah dimengerti oleh siapapun. (2) Ketentuan pokok yang harus dimuat dalam anggaran dasar meliputi :
86
(a) Struktur organisasi (b) Kegiatan usaha (c) Modal dan keuangan (d) Manajemen (3) Pengaturan struktur organisasi koperasi, mengenai : (a) Nama dan tempat kedudukan (b) Maksud dan tujuan (c) Landasan dan asas (d) Keanggotaan (e) Perangkat oranisasi (f) Rapat-rapat termasuk rapat anggota (g) Jangka waktu berdirinya koperasi (h) Daftar nama pendiri koperasi (i) Ketentuan mengenai sanksi (4) Pengaturan kegiatan usaha, meliputi : (a) Kegiatan usaha yang diajukan koperasi (b) Pendapatan koperasi, Sisa Hasil Usaha (SHU) dan pembagiannya (5) Pengaturan modal dan keuangan, meliputi (a) Modal sendiri (b) Modal pinjaman, dan (c) Modal penyertaan (6) Pengaturan manajemen meliputi :
87
(a) Wewenang, hak, tugas, kewajiban dan tanggung jawab dari perangkat organisasi dan pengelola koperasi (b) Hubungan kerja antar perangkat organisasi dan antara perangkat organisasi dengan pengelolaan usaha koperasi (c) Laporan keuangan dan neraca
h) Proses Penyimpanan Minit Akta Koperasi Yang bersangkutan selaku Notaris wajib membuat minit dari semua akta yang dibuat dihadapannya termasuk akta koperasi, dimana jika tidak dilakukan demikian akta tersebut tidak mempunyai kekuatan otentik dan notaris wajib mengganti
biaya,
kerugian
dan
bunga
kepada
yang
berkepentingan apabila ada pihak yang dirugikan karena hal tersebut. Penyimpanan minit akta koperasi oleh notaris tidak berbeda dengan penyimpanan minit-minit akta lain yang telah dibuat oleh dan/atau dihadapan notaris, karena setiap notaris berkewajiban untuk menyimpan tidak hanya minit-minit akta yang dibuat oleh dan/atau dihadapan notaris itu sendiri, akan tetapi juga berlaku untuk minit-minit yang diambil alih dari notaris lain. Selain minit juga daftar-daftar, repertorium-
88
repertorium dan klaper-klaper harus diperlakukan dengan cara yang sama seperti yang ditentukan bagi minit-minit. Notaris Pembuat Akta Koperasi berkewajiban membuat akta dalam bentuk minit akta dan menyimpannya sebagian dari protokol notaris yang merupakan dokumen Negara. Hal tersebut telah disebutkan pada pasal 16 ayat (1) huruf b Undang-Undang Jabatan Notaris yang berbunyi sebagai berikut : Notaris berkewajiban membuat akta dalam bentuk minit akta dan menyimpannya sebagai bagian dari protokol Notaris. Undang-undang penyimpanannya,
akan
tidak
hanya
tetapi
juga
mengatur mengatur
cara tempat
penyimpanannya. Tempat penyimpanannya itu harus mudah dicapai dan aman serta tempatnya harus dapat dikunci. Minit-minit akta termasuk minit akta koperasi, repertorium dan lain-lainnya itu harus diamankan oleh notaris dari kerusakan yang disebabkan kebakaran dan pengaruhpengaruh dari luar, seperti misalnya kelembaban dan binatang-binatang yang dapat merusaknya serta dari bahaya pencurian. Seorang klien yang membuat akta yang berkaitan dengan koperasi pada waktu membayar honorarium notaris, klien yang bersangkutan dengan sendirinya mengharapkan
89
dari notaris sekalipun tidak secara tegas dinyatakan bahwa akta-akta akan memperoleh pengamanan dari pihak notaris yang bersangkutan. i) Proses Membacakan Akta Koperasi Oleh Notaris Akta pendirian koperasi, perubahan anggaran dasar koperasi dan pembubaran koperasi sebelum ditandatangani oleh para penghadap dan saksi serta notaris, aktanya harus dibacakan oleh notaris sendiri tidak diperkenankan dibacakan oleh orang lain. Pembacaan akta tersebut merupakan bagian dari yang dinamakan “verlijden” (pembacaan dan penandatanganan) dari akta. Pembacaan akta oleh seorang Notaris di hadapan para penghadap sebelum aktanya ditandatangani oleh para penghadap adalah wajib dilakukan, hal tersebut disebutkan pada Pasal 16 ayat (1) huruf 1 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris yang berbunyi sebagai berikut : Membacakan akta di hadapan penghadap dengan dihadiri oleh paling sedikit 2 (dua) orang saksi dan ditandatangani pada saat itu juga oleh penghadap saksi dan notaris. Mengenai pembacaan akta koperasi yang dibuat olehdan/atau dihadapan notaris harus diberitahukan pada penutup
90
akta. Sebaliknya apabila penghadap menghendaki agar akta tidak dibacakan karena penghadap telah membaca sendiri, mengetahui dan memahami isinya. Hal tersebut juga harus dinyatakan pada penutup akta serta pada setiap halaman minit akta diparaf oleh penghadap, saksi dan notaris. j) Proses Pengiriman Laporan Tahunan Ke Menteri Dan Cara Mengisi Repertoriumnya. Notaris pembuat akta koperasi berkewajiban untuk mengirimkan laporan tahunan mengenai akta-akta yang dibuatnya kepada menteri dengan tembusan kepada pejabat yang berwenang di wilayah kerjanya paling lambat pada bulan Pebruari, setelah berakhirnya tahun yang telah berjalan. Hal tersebut berdasarkan pasal 14 Keputusan Menteri Negara Koperasi Dan Usaha Kecil Dan Menengah Republik Indonesia Nomor : 98/KEP/M.KUKM/IX/2004 Tentang Notaris Sebagai Pembuat Akta Koperasi. Berdasarkan ketentuan tersebut menimbulkan polemik dikalangan notaris karena di satu sisi harus melaporkan aktaakta yang dibuatnya kepada yang berwenang untuk itu berdasarkan undang-undang jabatan notaris dan dilain pihak notaris pembuat akta koperasi harus melaporkan akta-akta yang dibuatnya kepada menteri dalam hal ini kepada menteri
91
yang bidang tugas dan tanggung jawabnya meliputi urusan perkoperasian. Cara pengisian repertorium dalam hal pembuatan akta koperasi tidak berbeda dengan cara pengisian dengan pembuatan akta notariil lainnya yaitu setiap pembuatan akta yang berkaitan dengan koperasi harus menuliskan data-data yang tersedia pada kolom repertorium yaitu nomor urut, nomor bulanan, tanggal akta, sifat akta dan nama-nama dari para penghadap. Perbedaan repertorium untuk akta-akta yang dibuat dihadapan notaris adalah untuk memberikan keyakinan tentang adanya akta yang telah dibuat oleh notaris dan tanggal dari akta itu sendiri serta untuk memudahkan pencarian akta. k) Proses mengeluarkan Salinan Akta Koperasi Kewajiban notaris yang lainnya adalah mengeluarkan salinan akta koperasi, hal tersebut berdasarkan Pasal 16 ayat (1) huruf c Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris. Salinan akta koperasi adalah salinan dari akta yang dikeluarkan oleh notaris setelah minit akta koperasi ditandatangani oleh para penghadap kemudian dikeluarkan salinan yang sama bunyinya dengan minit tersebut yang
92
hanya ditandatangani oleh notaris di atas materai dan di cap dengan jabatan notaris. Salinan akta dikeluarkan oleh notaris adalah untuk kepentingan para penghadap sebagai bukti telah dilakukan suatu perbuatan hukum yang berkaitan dengan koperasi dan sebagai salah satu syarat untuk pendirian koperasi. Koperasi memperoleh status sebagai badan hukum setelah mendapat pengesahan dari pejabat yang berwenang untuk itu. Hal tersebut berdasarkan Pasal 9 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 1992 Tentang Perkoperasian. Koperasi diakui sebagai badan hukum adalah suatu badan yang ada karena hukum dan memang diperlukan keberadaannya sehingga disebut legal entity, oleh karena itu disebut antificial person/rechts person. Pengesahan akta pendirian Koperasi ditetapkan dengan keputusan Menteri dalam jangka waktu paling lama tiga bulan terhitung sejak diterimanya permintaan pengesahan secara lengkap. Surat keputusan pengesahan dan akta pendirian koperasi yang telah mendapat pernyataan pengesahan disampaikan kepada pendiri atau kuasanya dengan surat
93
tercatat dalam jangka waktu paling lama tujuh hari terhitung sejak keputusan pengesahan ditetapkan. Menurut doktrin pengakuan sebagai badan hukum pada umumnya berlaku ex runct yang berarti segala tindakan hukum yang dilakukan atas nama badan hukum tersebut sebelum pengakuan sebagai badan hukum beralih kepada badan hukum tersebut kecuali undang-undang menentukan lain. l) Proses pengajuan pengesahan akta pendirian koperasi kepada Dinas Pelayanan Koperasi dan UKM Provinsi Jawa Tengah. Persyaratan yang harus dilampirkan untuk pengesahan akta pendirian badan hukum koperasi adalah : (a) Rancangan akta pendirian koperasi rangkap dua, satu diantaranya bermaterai. (b) Berita Acara Rapat pembentukan koperasi termasuk pemberian
kuasa
untuk
mengajukan
permintaan
pengesahan apabila ada. (c) Rencana awal kegiatan usaha koperasi yang didukung dengan studi kelayakan usaha yang layak secara ekonomi. (d) Surat bukti penyetoran modal dari setiap pendiri kepada koperasinya dengan jumlah sekurang-kurangnya sebesar
94
simpanan pokok untuk memulai kegiatan usaha yang akan dilakukannya. m) Hal yang harus dipersiapkan Notaris supaya akta koperasi yang dibuatnya dapat disahkan oleh Dinas Pelayanan Koperasi dan UKM Provinsi Jawa Tengah.. Supaya akta koperasi yang dibuat Notaris dapat disahkan oleh Dinas Pelayanan Koperasi dan UKM Provinsi Jawa Tengah maka akta koperasi yang dibuat harus memuat hal-hal sebagai berikut : (1) Anggaran dasar yang memuat ketentuan-ketentuan pokok yang merupakan dasar bagi tata kehidupan koperasi, sehingga didalamnya dibuat hal-hal yang harus disusun secara ringkas, singkat, jelas dan mudah dimengerti oleh siapapun. (2) Ketentuan pokok yang harus dimuat dalam anggaran dasar meliputi: (a) Struktur organisai (b) Kegiatan usaha (c) Modal dan keuangan (d) Manajemen (3) Pengaturan struktur organisasi koperasi, mengenai : (a) Nama dan tempat kedudukan (b) Maksud dan tujuan
95
(c) Landasan dan asas (d) Keanggotaan (e) Perangkat organisasi (f) Rapat-rapat termasuk rapat anggota (g) Jangka waktu berdirinya koperasi (h) Daftar nama pendiri koperasi (i) Sanksi (4) Pengaturan kegiatan usaha, meliputi : (a) Kegiatan usaha yang dijalankan koperasi (b) Pendapatan koperasi. Sisa Hasil Usaha (SHU) dan pembagiannya (c) Tanggungan (d) Tahun buku koperasi (5) Pengaturan modal dan keuangan yang meliputi : (a) Modal sendiri (b) Modal pinjaman, dan (c) Modal penyertaan (6) Pengaturan manajemen, mengenai : (a) Wewenang, hak, tugas, kewajiban dari perangkat organisasi dan pengelolaan koperasi (b) Hubungan kerja antar perangkat organisasi dan antara perangkat organisasi dengan pengelolaan usaha koperasi
96
(c) Laporan keuangan dan neraca n) Akta koperasi yang dibuat oleh Notaris dinyatakan tidak lengkap atau keliru Akta koperasi yang dibuat oleh notaris dinyatakan tidak lengkap atau keliru apabila dibuat tidak sesuai dengan ketentuan yang ditentukan oleh undang-undang, apabila terjadi hal yang demikian maka para pendiri atau kuasanya diberi kesempatan untuk mengajukan pengesahan lagi dengan ketentuan sebagai berikut : (1) Dalam hal permintaan pendirian koperasi ditolak, keputusan penolakan serta alasannya berikut berkas permintaannya disampaikan secara tertulis kepada para pendiri atau kuasanya dengan surat tercatat dalam jangka waktu paling lama tiga bulan terhitung sejak diterimanya pengesahan secara lengkap. (2) Terhadap penolakan pengesahan tersebut, para pendiri atau kuasanya dapat mengajukan permintaan ulang pengesahan atas akta pendirian koperasi. Dalam jangka waktu paling lama satu bulan terhitung sejak diterimanya pemberitahuan penolakan dengan melampirkan berkas sebagai berikut : (a) Dua rangkap akta pendirian koperasi, satu diantaranya bermaterai cukup
97
(b) Berita acara rapat pembentukan koperasi (c) Surat kuasa (d) Surat bukti tersedianya modal yang jumlahnya sekurang-kurangnya sebesar simpanan pokok yang wajib dilunasi oleh para pendiri (e) Rancangan kegiatan usaha koperasi minimal tiga tahun kedepan (f) Susunan pengurus dan pengawas (g) Daftar hadir rapat pembentukan (h) Untuk koperasi primer melampirkan fotokopi Kartu Tanda Penduduk dari para pendiri (i) Untuk koperasi sekunder melampirkan keputusan rapat anggota masing-masing koperasi pendiri tentang persetujuan pembentukan koperasi sekunder dan foto kopi akta pendirian serta anggaran dasar masingmasing koperasi pendiri (3) Terhadap pengajuan permintaan ulang yang telah memenuhi ketentuan sebagaimana tersebut di atas Dinas Pelayanan Koperasi akan memberikan tanda terima kepada pendiri dan kuasanya. Dinas Pelayanan Koperasi memberikan keputusan terhadap permintaan ulang sebagaimana angka 2 di atas dalam jangka waktu paling lama satu bulan terhitung
98
sejak diterimanya permintaan ulang pengesahan secara lengkap Dalam hal pengesahan atas akta pendirian koperasi
diberikan,
Dinas
Pelayanan
Koperasi
menyampaikan surat keputusan pengesahan dan akta pendirian koperasi yang telah mendapatkan pernyataan pengesahan kepada pendiri dan kuasanya dengan surat tercatat dalam jangka waktu paling lama tujuh hari terhitung sejak keputusan pengesahan ditetapkan. 2) Notaris Elizabeth Estiningsih SH, Notaris di Kabupaten Blora, wawancara dilakukan pada tanggal 17 Januari 2007 bertempat di Dinas Pelayanan Koperasi dan UKM Provinsi Jawa Tengah setelah yang bersangkutan mengikuti Sosialisasi Pemantapan Peran Notaris Sebagai Pembuat Akte Koperasi didapat informasi sebagai berikut : a) Yang
bersangkutan
sudah
mengikuti
pelatihan
pembekalan perkoperasian yang diselenggarakan oleh Kementrian Negara Koperasi dan UKM RI selama 1 (satu) hari pada tanggal 9 Pebruari 2005, bertempat di Hotel Ibis Jakarta. b) Sesuai dengan ketentuan pasal 5 Keputusan Menteri Negara Koperasi dan UKM RI Nomor : 98 / Kep / M.KUKM / IX / 2004 tentang Notaris Sebagai Pembuat
99
Akta Koperasi , yang bersangkutan sudah ditetapkan menjadi Notaris Pembuat Akta Koperasi sesuai dengan Surat Keputusan Kepala Dinas Pelayanan Kopersi dan UKM Provinsi Jawa Tengah Nomor : 573 / 575 / III / 2006, tanggal 19 Maret 2006. c) Selama kurun waktu bulan Maret 2006 sampai dengan akhir Desember 2007 atau dalam kurun waktu 18 ( delapan belas bulan ) bulan , yang bersangkutan sudah membuat 17 ( tujuh belas ) Akta Pendirian Badan Hukum Koperasi . Dari 17 ( tujuh belas ) akta yang dibuat, semuanya tidak ada yang memenuhi syarat untuk dapat disahkan oleh Dinas Pelayanan Koperasi dan UKM Provinsi Jawa Tengah yang dikarenakan materi yang terdapat dalam akta pendirian badan hukum koperasi tidak sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor : 25 Tahun: 1992 tentang Perkoperasian . Dengan kondisi demikian yang akta yang sudah ditandatangani oleh Notaris sesuai dengan pasal 9 Undang-Undang Nomor : 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian yang menyatakan bahwa Koperasi memperoleh status badan hukum setelah akte pendiriannya disahkan oleh Pemerintah. Sehingga dapat disimpulkan bahwa akta yang sudah dibuat oleh
100
Notaris tidak secara otomatis merupakan dasar hukum berdirinya suatu koperasi. 3) Notaris Sunarto, SH, Notaris di Kota Surakarta, wawancara langsung dilakukan pada tanggal dilakukan pada tanggal 17 Januari 2007 bertempat di Dinas Pelayanan Koperasi dan UKM Provinsi Jawa Tengah setelah yang bersangkutan mengikuti Sosialisasi Pemantapan Peran Notaris Sebagai Pembuat Akte Koperasi didapat informasi sebagai berikut : a) Yang
bersangkutan
sudah
mengikuti
pelatihan
pembekalan perkoperasian yang diselenggarakan oleh Kementrian Negara Koperasi dan UKM RI selama 1 (satu) hari pada tanggal 9 Pebruari 2005, bertempat di Hotel Ibis Jakarta. b) Sampai
dengan
wawancara
dilakukan
yang
bersangkutan belum mengimplementasikan pasal 4, 5 dan 6 Keputusan Menteri Negara Koperasi dan UKM RI Nomor : 98 / Kep / M.KUKM / IX / 2004 tentang Notaris Sebagai Pembuat Akta Koperasi sehingga yang bersangkutan tidak berhak membuat akta – akta yang berkaitan dengan perkoperasian. c) Alasan yang disampaikan oleh yang bersangkutan adalah karena sampai saat wawancara dilakukan yang bersangkutan belum memahami materi yang berkaitan
101
dengan perkoperasian , yang dalam hal ini terdapat dalam Undang-Undang Nomor : 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian. c. Implementasi oleh Dinas Pelayanan Koperasi dan UKM Propinsi Jawa Tengah sebagai wakil dari Pemerintah. Dari hasil penelitian yang dilakukan selama 3 ( tiga ) hari dari tanggal 3 s/d 5 januari 2007 di Dinas Pelayanan Koperasi dan UKM Provinsi Jawa Tengah dibawah ini hasil wawancara dan pengisian kuesioner yang penulis lakukan dengan informna atas nama Safitri Handayani, SH.MH, selaku Kepala Sub Bagian Hukum dan Kelembagaan pada Dinas Pelayanan Koperasi dan UKM Provinsi Jawa Tengah, wawancara dilakukan pada tanggal 14 Januari 2007 di Kantor Dinas Pelayanan Koperasi dan UKM Provinsi Jawa Tengah didapatkan informasi sebagai berikut : Diperoleh data bahwa permohonan pengesahan akta badan hukum koperasi setelah diterbitkannya Keputusan Menteri Negara Koperasi dan UKM RI Nomor : 98/Kep/M.KUKM/IX/2004 tentang Notaris Sebagai Pembuat Akta Koperasi mengalami penurunan yang signifikan yang dapat dilihat dari tabel dibawah ini :
102
Tabel : 1. Pengajuan Pengesahan Akta Pendirian Koperasi Tahun Pengajuan Pengesahan Keterangan 2002 301 301 2003 319 319 2004 113 113 s/d akhir Sep. 04 2005 2006 28 17 Tidak sesuai UU 2007 29 18 No. 25 / 1992 Sumber : Subag Hukum dan Kelembagaan Disyankop dan UKM Prov. Jateng Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa sebelum diterbitkannya keputusan Menteri Negara Koperasi dan UKM RI Nomor : 98 / Kep / M.KUKM /IX / 2004 tentang Notaris Sebagai Pembuat Akta Koperasi, pengesahan akta pendirian badan hukum koperasi rata-rata dalam 1 ( satu ) tahun mencapai antara 301 sampai dengan 319. Setelah diterbitkan Keputusan Menteri dimaksud terjadi penurunan yang cukup tajam terhadap pengesahan akta pendirian badan hukum koperasi yakni rata-rata dalam kurun waktu 1 (satu) tahun hanya mencapai 17 s/d 18 akta saja. Sedangkan mengenai Notaris didapat informasi bahwa jumlah Notaris se Jawa Tengah adalah 723 orang, dari jumlah tersebut 152 orang belum pernah mengikuti pembekalan perkoperasian dari Kementrian Negara Koperasi dan UKM RI, sedangkan dari 571 Notaris yang pernah mengikuti pembekalan perkoperasian hanya 118 orang Notaris yang mempunyai kewenangan untuk membuat akta –
103
akta Koperasi. Sisanya sejumlah 453 orang belum berhak dan tidak berwenang untuk membuat akta-akta koperasi sehubungan belum mengimplementasikan pasal 5 dan 6 Keputusan Menteri Negara Koperasi dan UKM RI Nomor : 98 / Kep / M.KUKM / IX / 2004 tentang Notaris Sebagai Pembuat Akta Koperasi yakni : 1) Sesuai dengan pasal 5, mereka belum mengajukan permohonan tertulis kepada Menteri Negara Koperasi dan UKM RI untuk ditetapkan menjadi Notaris Pembuat Akta Koperasi. 2) Sesuai dengan pasal 6, secara otomatis tidak bisa dilaksanakan karena berkaitan dengan persyaratan pada butir 1). Langkah-langkah yang dilakukan oleh Dinas Pelayanan Koperasi dan UKM Provinsi Jawa Tengah berkaitan dengan kewajiban Dinas Pelayanan Koperasi dan UKM Propinsi Jawa Tengah dalam mengimplementasikan Keputusan Menteri Negara Koperasi dan UKM RI Nomor : 98 / Kep / M. KUKM/IX/ 2004 tentang Notaris Sebagai Pembuat Akta Koperasi , didapat informasi sebagai berikut : 1) Melakukan sosialisasi Keputusan Menteri Negara Koperasi dan UKM RI Nomor 98 / Kep / M. KUKM / IX / 2004 tentang Notaris Sebagai Pembuat Akta Koperasi kepada masyarakat melalui diklat dengan sasaran 5000 ( lima ribu ) yang dilaksanakan melalui Anggaran APBD Provinsi Jawa Tengah, diklat pembekalan perkoperasian kepada Notaris Pembuat Akta
104
Koperasi sebanyak 723 orang, pembuatan leaflet tentang standart operasional permohonan pengesahan badan hukum koperasi serta melalui media televisi melalui dialog interaktif, yang semuanya dibiayai oleh APBD Provinsi Jawa Tengah. 2) Dalam proses pengesahan badan hukum koperasi, Dinas Pelayanan Koperasi dan UKM Provinsi Jawa Tengah selaku pihak yang berwenang mengesahkan badan hukum koperasi akan memproses permohonan badan hukum koperasi dengan melakukan langkah-langkah sebagai berikut : a) Verifikasi persyaratan bagi pemohon akta pendirian koperasi yang meliputi : (1) Permohonan
pengesahan
akta
pendirian
koperasi
diajukan secara tertulis kepada Kepala Dinas Pelayanan Koperasi dan UKM Provinsi Jawa Tengah. (2) Permintaan pengesahan badan hukum koperasi harus melampirkan : (a) 1 (satu) salinan akta pendirian koperasi bermeterai cukup. (b) Data
akta
pendirian
koperasi
yang
dibuat
ditandatangani oleh notaries pembuat akta koperasi. (c) Surat bukti tersedianya modal yang jumlahnya sekurang-kurangnya sebesar simpanan pokok dan wajib yang harus dilunasi oleh pendiri koperasi (
105
untuk unit simpan pinjam minimal sebesar Rp. 15.000.000,-, sedangkan untuk Koperai Simpan Pinjam senilai Rp 50.000.000,- ) (d) Rencana kegiatan usaha koperasi minimal 3 ( tiga ) tahun kedepan dan Rencana Anggaran Belanja dan Pendapatan Koperasi. (e) Materi
anggaran
dasar
yang
dimohonkan
pengesahannya yang memuat antara lain : 1. Daftar nama pendiri yang memuat
nama,
pekerjaan, alamat, yang ditulis secara lengkap dan jelas dari orang-orang yang hadir pada rapat pertama pembentukan koperasi dengan ketentuan bahwa orang-orang dimaksud adalah orang-orang yang : -
memenuhi
persyaratan
menjadi
anggota
koperasi sesuai dengan jenis koperasi atau kegiatan usaha koperasi yang akan dijalankan. - mempunyai keinginan yang sungguh-sungguh untuk mendirikan dan menjalankan organisasi dan
usaha
kepentingan tersebut.
106
koperasi seluruh
sesuai anggota
dengan koperasi
-
menyatakan kesediaannya untuk menjadi anggota koperasi yang aktif
-
menyatakan
kesediaannya
secara
tertulis
untuk membayar tunai simpanan pokok, dan simpanan wajib yang telah ditetapkan atas kesepakatan bersama. 2. Nama dan tempat kedudukan ditulis jelas, legkap dam mudah dibaca dengan syarat bahwa nama koperasi
tidak
menggunakan
nama
yang
bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan atau bertentangan dengan perundangan yang berlaku, ataupun mempunyai nama yang sama dengan nama suatu organisasi massa, organisasi politik, agama, suku dan ras . Sedangkan tempat kedudukan koperasi harus disebutkan lengkap dan jelas sebagai alamat kantor tetap koperasi. 3. Landasan, asas dan prinsip koperasi 4. Maksud dan tujuan serta bidang usaha koperasi yang akan dilaksanakan perlu diperhatikan halhal sebagai berikut : -
usaha yang akan dijalankan oleh koperasi harus berkaitan langsung dengan kepentingan ekonomi dan usaha para anggotanya atau
107
usaha yang mendukung kemajuan usaha dan kepentingan anggota. -
Koperasi harus memiliki usaha pokok dan dapat melaksanakan usaha lain sebagai usaha penunjang, berkaitan dengan usaha pokok koperasinya
5. Ketentuan mengenai keanggotaan, Bahwa
anggota
adalah
pendukung,
pemilik dan pengguna jasa kopersi. Dalam ketentuan
keanggotaan
diatur
persyaratan
keanggotaan, hak, kewajiban, tanggungan dan sanksi bagi anggota yang melakukan pelanggaran a. Anggota
koperasi
persyaratan warga
memenuhi
sekurang-kurangnya
Negara
melakukan
harus
Indonesia
perbuatan
yang
hukum,
sebagai mampu memiliki
kesamaan kepentingan ekonomi, membayar lunas simpanan pokok dan wajib dan sanggup melaksanakan dan mentaati seluruh ketentuan yang telah ditetapkan koperasi. b. Koperasi dapat juga mempunyai anggota luar biasa yang persyaratan, hak dan kewajibannya antara lain :
108
1) Warga Negara Indonesia atau Warga Negara Asing yang mempunyai Kartu Izin Menentap. 2) tidak memiliki hak suara dalam anggota akan tetapidapat mengajukan usul, saran maupun pendapat. 3) tidak memiliki hak memilih maupun dipilih menjadi anggota, pengurus ataupun pengawas 4) membayar lunas simpanan pokok maupun simpanan wajib 5) berhak mendapat pelayanan dari koperasi. c. Koperasi dapat menerima calon anggota dengan persayaratan, hak dan kewajiban antara lain sebagai berikut : 1)
warga Negara Indonesia
2)
mampu melakukan perbuatan hukum
3)
mempunyai kepentingan ekonomi yang terkait dengan usaha koperasi
4)
telah maupun
membayar wajib
simpanan
pokok
tetapi
secara
administrative belum memenuhi syarat sebagai anggota
109
5)
tidak memiliki hak suara, hak pilih dan dipilih menjadi pengurus atau pengawas
6)
dapat memberikan saran dan pendapat
7)
dapat memperoleh pelayanan usaha dari koperasi
d. Keanggotaan koperasi dicatat dalam Buku Daftar Anggota dan diberikan Kartu Tanda Anggota. e. Dalam
pengaturan
mengenai
kewajiban
anggota , ditentukan antara lain : 1) mematuhi anggaran dasar koperasi dan anggaran rumah tangga serta keputusan lain yang telah disepakati dalam rapat anggota 2) berpartisipasi dalam kegiatan usaha yang diselenggarakan oleh koperasi 3) mengembangkan kebersamaan
dan dalam
memelihara pelaksanaan
organisasi dan usaha koperasi berdasarkan asas kekeluargaan 4) menanggung kerugian secara terbatas pada waktu terjadi pembubaran yaitu sebatas simpanan pokok, simpanan wajib ataupun
110
modal penyertaan yang dimiliki atau mungkin juga tidak terbatas sesuai dengan keputusan rapat anggota. f. Dalam pengaturan mengenai hak suara bagi anggota dapat pula ditentukan antara lain hak untuk: 1) menghadiri, menyatakan pendapat dan menggunakan hak suara dalam Rapat Anggota. 2) memilih atau dipilih menjadi anggota pengurus dan pengawas 3) meminta diadakan rapat anggota luar biasa, yang sekurang-kurangnya disetujui oleh 10 % jumlah anggota koperasi primer ( yang bukan anggota luar biasa atau calon anggota ). Bagi koperasi sekunder rapat anggota luar biasa dapat diadakan atas permintaan sekurang-kurangnya 50 % dari jumlah anggota. 4) mengemukakan
pendapat,
atau
saran
kepada pengurus diluar rapat anggota baik diminta maupun tidak diminta.
111
5) memanfaatkan koperasi dan mendapatkan pelayanan 6) memperoleh pembagian sisa hasil usaha sesuai jasa atau transaksi 7) mendapatkan
keterangan
mengenai
perkembangan koperasi g. Pengaturan tentang berakhirnya keanggotaan koperasi dapat ditetapkan berdasarkan alasan : 1) Meninggal dunia, atau 2) Berhenti atas permintaan sendiri, atau 3) Diberhentikan pengurus karena : -
Melanggar ketentuan atau
-
Tidak memenuhi kewajiban
-
Melanggar undangan
peraturan dan
perundang-
keputusan
rapat
anggota -
Melakukan tindak pidana
-
Mencemarkan nama baik koperasi
4) Anggota yang berhenti sesuai angka 3 dicoret dari Buku Daftar Anggota dan keanggotaannya pencoretan.
112
hapus
sejak
tanggal
5) Anggota yang berhenti, wajib segera menyelesaikan hutang piutangnya dan tidak
dibenarkan
memberikan
lagi
suaranya
hadir dalam
atau Rapat
Anggota h. Ketentuan mengenai rapat anggota Hal-hal yang harus diatur dalam ketentuan mengenai Rapat Anggota adalah hal-hal sebagai berikut : 1) Rapat Anggota merupakan pemegang kekuasaan
tertinggi
dalam
organisasi
Koperasi 2) Dalam Rapat Anggota setiap anggota mempunyai hak suara yang sama yaitu satu anggota satu suara. 3) Rapat
Anggota
diadakan
sekurang-
kurangnya satu kali dalam satu tahun. 4) Sahnya
Rapat
Anggota
dan
sahnya
keputusan Rapat Anggota ditentukan oleh quorum yang ditentukan oleh Rapat Anggota. tersebut Anggaran
113
Besarnya harus Dasar
jumlah
quorum
dicantumkan
dalam
Koperasi
yang
bersangkutan, sesuai dengan ketentuan perundangan yang berlaku. 5) Dalam hal Rapat Anggota tidak dapat dilaksanakan
karena
tidak
memenuhi
quorum yang ditetapkan, maka dapat ditetapkan bahwa Rapat Anggota tersebut ditunda
yang
batas
waktunya
juga
ditetapkan oleh Rapat Anggota. 6) Keputusan dalam Rapat Anggota diambil berdasarkan musyawarah untuk mencapai mufakat. Dalam hal mufakat tidak dapat tercapai, maka keputusan diambil berdasar suara terbanyak dari jumlah anggota yang hadir. 7) Pengaturan Rapat Anggota antara lain mengenai tugas, fungsi dan wewenang Rapat
Anggota
tahunan
antara
lain
menetapkan : a).
rencana kerja rencana pendapatan dan
belanja
koperasi,
serta
pengesahan laporan keuangan. b)
kewenangan
pengesahan
pertanggung jawaban pengurus dan
114
pengawas
dalam
pelaksanaan
tugasnya. c).
kewenangan pembagian SHU
8) Semua keputusan Rapat Anggota harus dibuat dalam Berita Acara Keputusan Rapat Anggota dan disahkan oleh Rapat Anggota. i. Ketentuan mengenai pengurus Pengurus mempunyai peran yang strategis dalam manajemen koperasi dan tanggung jawab dalam menjalankan organisasi dan usaha koperasi sesuai mandat yang diberikan oleh Rapat Anggota, dengan pengaturan : 1) Pengurus dipilih dari dan oleh anggota dalam rapat anggota 2) Cara pemilihan pengurus dilakukan secara demokratis. 3) Persayaratan menjadi pengurus ditentukan oleh kemampuan, kejujuran, pengalaman kerja, dan berdedikasi tinggi. 4) Perlu ditetapkan tentang jangka waktu jabatan kepengurusan.
115
5) Perlu ditentukan jumlah dan susunan pengurus 6) Susunan anggota pengurus dicantumkan dalam
buku
daftar
ditandatangani
oleh
pengurus
dan
masing-masing
pengurus. 7) Tugas pengurus adalah mengorganisasikan koperasi dan usahanya 8) Wewenang pengurus antara lain : - Mewakili koperasi didalam dan diluar pengadilan - Melakukan kegiatan usaha dalam upaya peningkatan dan pemanfaatan koperasi 9) Pengurus dapat mengangkat pengelola untuk kemajuan koperasinya j. Ketentuan mengenai pengawas 1) Persyaratan antara
lain
untuk
menjadi
pengawas
menyebutkan
mengenai
kemampuan, kejujuran, pengalaman kerja, dedikasi tinggi dan telah menjadi anggota koperasi paling sedikit beberapa tahun dan sebagainya;
116
2) Masa jabatan pengawas diatur agar masa jabatan seluruh anggota pengawas tidak berakhir pada waktu yang bersamaan; 3) Perlu ditentukan pula penetapan periode jabatan pengawas untuk dapat dipilih kembali; 4) Perlu ditentukan pula mengenai pengisian jabatan pengawas yang lowong karena diberhentikan, mengundurkan
meninggal diri
dunia
sebelum
atau masa
jabatannya berakhir; 5) Susunan anggota pengawas dicantumkan dalam, buku daftar pengawas dan ditanda tangani oleh masing – masing anggota pengawas; 6) Tugas dan kewajiban anggota pengawas harus
jelas
dicantumkan,
sehingga
kewenangan dan tanggung jawabnya dapat dilaksanakan dengan jelas; 7) Tugas pengawas antara lain : a) Mengelola pelaksanaan
pengawasan
kebijaksanaan
pengelolaan koperasi;
117
terhadap dan
b) Membuat laporan tertulis tentang hasil pengawasan. 8) Pengawas berwenang : a) Meneliti
catatan
yang
ada
pada
koperasi; b) Mendapatkan segala keterangan yang diperlukan. 9) Pengawas
wajib
merahasiakan
hasil
pengawasan pada pihak ketiga; 10) Apabila diperlukan dan sesuai dengan tingkat perkembangan koperasi dapat ditetapkan adanya kewajiban audit yang dapat dilakukan dengan jasa akuntan publik untuk keperluan laporan keuangan koperasi; 11) Dalam hal koperasi tidak mengangkat pengawas,
maka
fungsi
pengawas
dilakukan oleh pengurus. k. Ketentuan mengenai permodalan Modal
koperasi
mempunyai
kedudukan yang sangat menentukan dalam menjalankan organisasi dan usahanya. Oleh karena itu sebagai badan usaha, status modal
118
koperasi harus jelas yaitu adanya equiti yang merupakan
modal
sendiri
dan
modal
pinjaman. Dalam pengaturan permodalan perlu ditetapkan hal – hal antara lain sebagai berikut: 1) Sesuai dengan kegiatan usaha yang akan dijalankan oleh koperasi, maka besarnya simpanan pokok dan simpanan wajib ditetapkan berdasarkan keputusan Rapat Anggota; 2) Cara pembayaran simpanan pokok dan simpanan wajib; 3) Setelah simpanan pokok dan simpanan wajib
dapat
ditetapkan
pula
adanya
ketentuan mengenai modal penyertaan dan obligasi oleh koperasi; 4) Ketentuan mengenai batas pinjaman yang dilakukan oleh Pengurus atau pengelola atau Rapat Anggota; 5) Setiap unit usaha harus memiliki modal kerja tersendiri, apabila terdapat kelebihan kapasitas modal dapat dialokasikan pada
119
kegiatan-kegiatan usaha produktif lainnya sesuai dengan kebutuhan anggota dan non anggota. l. Ketentuan mengenai jangka waktu berdirinya koperasi 1) Pada dasarnya jangka waktu berdirinya koperasi tidak ditentukan batas waktunya, namun penetapan jangka waktu dalam Anggaran Dasar diperlukan dalam rangka menunjukan keberadaan koperasi dalam kehidupan
ekonomi
sehari-hari,
oleh
karena itu perlu dicantumkan ketentuan “tidak
terbatas”
atau
terbatas
yang
merupakan jangka waktunya; 2) Dalam hal jangka waktu sebagaimana ditetapkan telah berakhir maka pengurus wajib
mengajukan
permohonan
perpanjangan atau pembubaran diri atas nama Rapat Anggota. m. Ketentuan mengenai Sisa Hasil Usaha 1) Sebagai badan usaha, pendapatan hasil usaha sangat menentukan besar kecilnya sisa hasil usaha;
120
2) Pembagian dan penggunaan sisa hasil usaha diatur berdasarkan keputusan Rapat Anggota; 3) Bagian sisa hasil usaha yang diperuntukan kepada anggota dapat disimpan dalam bentuk
simpanan
bersangkutan
anggota
atau
dapat
yang diberikan
langsung kepada anggota. n. Ketentuan mengenai sanksi 1) Pengaturan mengenai sanksi diperlukan untuk menegakkan disiplin organisasi dan menjamin
kepastian
pelaksanaan
organisasi dan usaha koperasi; 2) Pengaturan sanksi sebagaimana dimaksud angka 14 huruf a antara lain berupa : a) Sanksi terhadap tidak dipenuhinya kewajiban oleh anggota, pengurus, pengawas, dan pengelola; b) Sanksi
terhadap
pelanggaran
atas
penyalahgunaan wewenang dan tugas yang
telah
dibebankan
kepada
Pengurus, Pengawas dan Pengelola Koperasi;
121
c) Sanksi terhadap kesengajaan dan atau kelalaian
yang
dilakukan
oleh
Pengurus, Pengawas dan Pengelola Koperasi yang menimbulkan kerugian Koperasi. d) Pelaksanaan sanksi antara lain, berupa teguran baik lesan maupun tertulis, pemberhentian sementara, pemecatan, ganti rugi yang diajukan dimuka pengadilan
baik
didalam
perkara
pidana maupun perdata. o. Ketentuan mengenai pembubaran 1) Pengaturan mengenai pembubaran dapat dilakukan atas keputusan Rapat Anggota atau Pemerintah berdasarkan alasan yang sah; 2) Ketentuan
pembubaran
oleh
Rapat
Anggota Koperasi, diatur antara lain : a) Alasan
pembubaran
memperhatikan
dengan
kepentingan
pihak
lain, agar haknya tidak dirugikan; b) Alasan sehubungan dengan jangka waktu berdirinya telah berakhir;
122
c) Ketentuan penyelesaian pembubaran oleh suatu Tim Penyelesaian yang dibentuk oleh Rapat Anggota; d) Ketentuan mengenai hak, wewenang dan kewajiban Tim Penyelesai yaitu : (1) melakukan hukum
segala
untuk
perbuatan
dan
atas
nama
“Koperasi dalam penyelesaian”; (2) mengumpulkan segala keterangan yang diperlukan; (3) memanggil pengurus, anggota dan bekas
anggota
diperlukan
tertentu
baik
yang
sendiri-sendiri
maupun bersama-sama; (4) memperoleh,
memeriksa
dan
menggunakan segala catatan dan arsip koperasi; (5) menetapkan
dan
melaksanakan
segala kewajiban pembayaran yang didahulukan hutang lainnya;
123
dari
pembayaran
(6) menggunakan
sisa
kekayaan
koperasi untuk penyelesaian sisa kewajiban koperasi; (7) membagikan
sisa
hasil
penyelesaian kepada anggota; (8) membuat
Berita
Acara
Penyelesaian. e) Ketentuan
mengenai
Pengurus
untuk
kewajiban
menyampaikan
pembubaran kepada Pemerintah; f) Ketentuan
mengenai
tanggungan
anggota, apabila koperasi menanggung kerugian
maka
dibubarkan,
koperasi
mengenai
tersebut
penyelesaian
hutang piutang menjadi tanggungan anggota. p. Ketentuan mengenai perubahan anggaran dasar 1) Perubahan Anggaran Dasar dilaksanakan apabila
diperlukan
perkembangan bersangkutan;
124
sesuai koperasi
dengan yang
2) Ketentuan mengenai perubahan Anggaran Dasar antara lain, memuat : a) alasan diadakan perubahan anggaan dasar; b) quorum sahnya Rapat Anggota dan quorum
sahnya
keputusan
Rapat
Perubahan Anggaran Dasar. q. Ketentuan
mengenai
Anggaran
Rumah
Tangga dan Peraturan khusus 1) Anggaran Dasar Koperasi pada dasarnya hanya
memuat
ketentuan
pokok,
sedangkan penjelasan atau penjabaran lebih lanjut dapat diatur dalam Anggaran Rumah Tangga (ART) dan atau peraturan khusus; 2) Ketentuan tentang ART dan peraturan khusus antara lain memuat: a) Penjabaran
lebih
lanjut
ketentuan
dalam anggaan dasar koperasi; b) Pengaturan lebih lanjut hal-hal yang telah ditetapkan dalam Anggaan Dasar Koperasi
125
3) Pengaturan lain yang dianggap lebih perlu dan belum cukup diatur dalam Anggaran Dasar. r. Ketentuan mengenai pengelolaan usaha 1) Pada
dasarnya
koperasi
pengelolaan
dilakukan
oleh
usaha
Pengurus
sebagai eksekutif tetapi berdasarkan pertimbangan-pertimbangan profesionalisme, efisiensi, efektivitas, dan
pengembangan
koperasi
yang
bersangkutan, maka tugas pengelolaan tersebut dapat didelegasikan Pengurus kepada pengelola usaha yang diangkat oleh pengurus; 2) Dalam
mengatur
mengenai
pengelolaan usaha koperasi, baik yang dilaksanakan oleh Pengurus, maupun oleh Pengelola ditetapkan ketentuanketentuan
antara
lain
tentang
penyusunan rencana operasional usaha, maupun anggaran biaya usaha yang bersangkutan, mencarikan dana atau pinjaman yang dibebankan kepadanya,
126
pengangkatan
dan
pemberhentian
tersebut
tehnis
diatur
secara
dalam
Anggaran Rumah Tangga atau peraturan khusus untuk itu.
3) Melakukan pengecekan terhadap koperasi yang akan didirikan terutama
yang
berkaitan
dengan
domisili
/
alamat,
kepengurusan, usaha yang dijalankan dan keanggotaannya 4) Melakukan penilaian terhadap kelayakan koperasi 5) Mengesahkan akta pendirian koperasi oleh Dinas Pelayanan Koperasi dan UKM Provinsi Jawa Tengah bila dari hasil penilaian koperasi tersebut layak untuk disahkan dalam jangka waktu
selambat-lambatnya
tiga
bulan
terhitung
sejak
diterimanya permintaan pengesahan secara lengkap. 6) Mencatat dalam Buku Daftar Umum Koperasi 7) Menyampaikan Surat Keputusan Pengesahan Akta Pendirian Koperasi secara langsung kepada pendiri atau kuasa pendiri. 8) Mengirimkan tembusan Surat Keputusan Pengesahan Akta Pendirian Koperasi kepada Menteri Negara Koperasi dan UKM. 9) Mengumumkan Surat Keputusan Pengesahan Akta Pendirian Koperasi dalam Berita Negara Republik Indonesia melalui Kementrian Negara Koperasi dan UKM.
127
10) Menolak secara tertulis permintaan pengesahan Akta Pendirian Koperasi yang tidak memenuhi persyaratan sesuai ketentuan perundangan dengan menyampaikan alasan penolakan kepada pendiri atau kuasa pendiri dengan surat tercatat dalam jangka waktu paling lama tiga bulan terhitung sejak diterimanya permintaan pengesahan secara lengkap.
d.
Permasalahan yang dihadapi Dinas Pelayanan Koperasi dan UKM Provinsi Jawa Tengah dan solusinya Permasalahan yang dihadapi dalam implementasi Keputusan Menteri
Negara Koperasi
dan
UKM RI Nomor :
98 /
Kep.M/KUKM/2004 tentang Notaris Sebagai Pembuat Akta Koperasi adalah : 1. Dari sisi masyarakat pemohon akta pendirian badan hukum koperasi , permasalahan yang dihadapi adalah : a. Kurangnya pengetahuan masyarakat tentang hal-hal yang berhubungan dengan perkoperasian menyebabkan lambatnya proses pendirian koperasi, solusi yang dapat dilakukan atas permasalahan tersebut adalah diadakannya sosialisasi secara terus-menerus melalui kegiatan – kegiatan di tingkat RT, RW, maupun melalui pelatihan perkoperasian di UPTD Balai Latihan Koperasi dan UKM Provinsi Jawa Tengah dengan dukungan dana APBD Propinsi maupun kabupaten / kota.
128
b. Biaya Notaris yang relatif tinggi dan tidak ada keseragaman tarif menyebabkan masyarakat enggan untuk membuat akta dihadapan Notaris, solusi yang sudah dilakukan adalah dikeluarkannya surat Kepala Dinas Pelayanan Koperasi Nomor : 518/190/2006, tanggal 20 Mei 2006 perihal himbauan kepada para Notaris Pembuat Akta Koperasi tentang biaya maksimal pembuatan akta-akta koperasi paling tinggi Rp 1.500.000,-, yang mana jumlah tersebut masih dianggap mahal oleh masyarakat. c. Adanya anggapan di masyarakat bahwa berhubungan dengan hal-hal yang berbau hukum akan selalu menyulitkan mereka, sehingga masyarakat yang akan mendirikan koperasi yang mayoritas dari kalangan menengah kebawah enggan untuk memproses badan hukum yang mengakibatkan kelompok mereka tidak mempunyai landasan hukum yang pasti. Solusi yang selama ini telah dilakukan oleh Dinas Pelayanan Koperasi dan UKM Provinsi Jawa Tengah adalah dengan diadakannya pelatihan perkoperasian melalui UPTD Balai Latihan Koperasi dan UKM Propinsi Jawa Tengah. 2. Akta yang dibuat Notaris salah Berdasarkan hasil wawancara dengan Notaris Elizabeth Estiningsih SH., Notaris di Kota Semarang pada tanggal 10 Desember 2008 menyatakan bahwa Notaris belum mendapatkan
129
pembekalan mengenai perkoperasian secara mendalam, sehingga belum memahami jati diri dan aspek-aspek perkoperasian , pembekalan yang pernah diberikan oleh Kementrian Negara Koperasi dan UKM RI hanya 1 (satu) kali dan memakan waktu hanya
satu
hari
sehingga
hanya
sedikit
pengetahuan
perkoperasian yang dapat dipahami. Solusi yang selama ini dilakukan
oleh
yang
bersangkutan
adalah
dengan
mengkoordinasikan dan mengirim terlebih dahulu draft atau konsep akta notaris yang dibuat atas permintaan masyarakat pemohon akta koperasi sehingga dapat dilakukan penyesuaianpenyesuaian terhadap konsep sebelum akta ditanda tangani oleh Notaris dan dimintakan pengesahan kepada Pejabat Dinas Pelayanan Koperasi dan UKM Provinsi Jawa Tengah untuk memastikan apakah isi akta yang dibuat tidak bertentangan dengan isi Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian dan tidak bertentangan dengan ketertiban umum dan kesusilaan . Dengan dikoordinasikan terlebih dahulu dapat meminimalkan kesalahan Notaris dalam penyususnan akta perkoperasian. Dalam hal koordinasi Dinas Koperasi dan UKM Provinsi Jawa Tengah memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada Notaris untuk mengadakan koordinasi dan tukar pendapat sehingga tercapai kesepahaman. Sedangkan menurut Kasubag Hukum dan Kelembagaan Dinas Pelayanan Koperasi dan UKM
130
Provinsi Jawa Tengah untuk meningkatkan pengetahuan Notaris dalam bidang perkoperasian, pada Tahun Anggaran 2007 diadakan
pembekalan
tambahan
selama
2
hari
dengan
narasumber Deputy Bidang Kelembagaan Kementrian Negara Koperasi dan UKM RI kepada 732 Notaris yang tersebar di seluruh Jawa Tengah dengan sumber dana dari APBN Tahun Anggaran 2007. Sedangkan dalam rangka menjalin koordinasi dengan para Notaris pada Tahun Anggaaran 2007 dilakukan rapat berkala setahun 2 ( dua ) kali dengan dukungan dana APBD untuk mencari solusi terhadap permasalahan yang terjadi di lapangan. 2. Banyak Notaris yang telah mengikuti pembekalan perkopersian dari Kementrian Koperasi yang tidak berwenang dan berhak untuk membuat akta- akta koperasi karena yang bersangkutan belum mengajukan permohonan untuk ditetapkan sebagai Notaris Pembuat Akta Koperasi.Solusi yang sudah dilakukan adalah dengan diadakannya sosialisasi tentang peran Notaris dalam pembuatan akta-akta koperasi sekaligus himbauan untuk segera mengajukan permohonan penetapan sebagai Notaris Pembuat Akta Koperasi. Sedangkan informasi yang didapat dari Notaris Sunarto, SH bahwa yang bersangkutan tidak mau memproses akta pendirian
131
koperasi,
dengan
alasan
bahwa
Notaris
yang
bersangkutan belum memahami benar apa materi Undang-Undang
Nomor
25
Tahun
1992
tentang
Perkoperasian sehingga takut salah dalam menyusun akta autentik. Solusi yang telah dilakukan oleh Dinas Pelayanan Koperasi dan UKM Provinsi Jawa Tengah selama ini adalah dengan memberikan kesempatan seluasluasnya
kepada
para
Notaris
untuk
mengadakan
koordinasi dan tukar pendapat dengan Dinas Pelayanan Koperasi dan UKM Propinsi Jawa tengah dalam hal penyususnan akta Notaris sesuai dengan ketentuan perundangan yang berlaku. e.
B.
Pembahasan Upaya Menteri Negara Koperasi dan UKM Republik Indonesia untuk memperkuat landasan hukum koperasi dengan melibatkan Notaris sebagai pembuat akta koperasi , yakni dengan dikeluarkannya Keputusan Menteri Negara Koperasi dan UKM Republik Indonesia Nomor : 98 / Kep / M.KUKM/IX/2004, tanggal 24 September 2004 Tentang Notaris Sebagai Pembuat Akta Koperasi dengan harapan bahwa kelembagaan koperasi dapat tumbuh dan berkembang dengan kuat dan mandiri serta tangguh dalam
132
menghadapi perkembangan tata ekonomi nasional dan global semakin dinamis dan penuh tantangan. Berdasarkan hasil penelitian yang telah penulis lakukan pada Dinas Pelayanan Koperasi dan UKM Provinsi Jawa Tengah, sebagaimana diuraikan diatas, dapat dijelaskan sebagai berikut : 1. Langkah – langkah dalam mengimplementasi Keputusan Menteri Negara Koperasi dan UKM RI Nomor : 98/ Kep / M.KUKM / IX / 2004 tentang Notaris Sebagai Pembuat Akta Koperasi oleh : a. Masayarakat pemohon akta badan hukum koperasi Langkah-langkah yang sudah dilakukan oleh masyarakat selaku pemohon akta pendirian badan hukum koperasi meliputi : 1) Mengikuti sosialisasi tata cara pendirian koperasi 2) Mempersiapkan pembentukan koperasi 3) Melaksanakan Rapat Pembentukan Koperasi 4) Mengundang / menghadap Notaris untuk membuat akta pendirian Koperasi 5) Mengajukan permohonan pengesahan badan hukum koperasi. Bahwa ternyata permohonan pengesahan akta pendirian koperasi oleh masyarakat setelah dikeluarkannya kepmenegkop dan UKM RI Nomor 98 / Kep / M.KUKM / IX / 2004 tentang Notaris Sebagai Pembuat Akta Koperasi , mengalami penurunan yang cukup tajam . Hal ini terlihat dari jumlah permohonan pengesahan akta pendirian koperasi yang masuk pada Dinas
133
Koperasi dan UKM Provinsi Jawa Tengah, dimana sebelum dikeluarkannya Keputusan Menteri Negara Koperasi dan UKM RI, permohonan pegesahan akta pendirian koperasi dalam kurun waktu 1 (satu) tahun rata-rata mencapai kisaran 301 sampai dengan 319 akta. Sedangkan setelah diterbitkannya Keputusan Menteri dimaksud sempat mengalami kevakuman permohonan pengesahan badan hukum koperasi selama 15 ( lima belas ) bulan terhitung sejak bulan Oktober 2004 sampai dengan akhir tahun 2005. Sedangkan untuk tahun 2006 ada permohonan pengesahan sejumlah 28 akta dan tahun 2007 sejumlah 29 akta. Hal ini menunjukkan
bahwa
masyarakat
belum
efektif
mengimplementasikan Keputusan Menteri dimaksud. b. Notaris Pembuat Akta Koperasi. 1)
Mengikuti pembekalan perkoperasian ( 571 Notaris )
2)
Mengajukan permohonan kepada Menteri Negara Koperasi dan UKM RI untuk ditetapkan menjadi Notaris Pembuat Akta Koperasi ( 118 Notaris )
3)
Membuat akta koperasi sesuai dengan materi yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor : 25 Tahun 1992 Tentang Perkoperasian.
4)
Menyimpan minit akta koperasi
5)
Membacakan akta koperasi dihadapan para pihak
134
6)
Mengirimkan
laporan
tahunan
kepada
Menteri
Negara
Koperasi dan UKM RI. 7)
Mengeluarkan salinan akta koperasi.
8)
Mengajukan pengesahan akta pendirian badan hukum koperasi kepada Dinas Pelayanan Koperasi dan UKM Provinsi Jawa Tengah. Berdasarkan data yang diperoleh di lapangan , sampai dengan
penelitian dilakukan terdapat sejumlah 571 Notaris yang sudah mengikuti pembekalan perkoperasian yang diselenggarakan oleh Kementrian Negara Koperasi dan UKM RI. Sedangkan dari jumlah tersebut sejumlah 118 Notaris yang sudah mempunyai kewenangan untuk membuat akta –akta koperasi karena sudah mendapatakan penetapan dari Menteri Negara Koperasi dan UKM RI sebagai Notaris Pembuat Akta Koperasi. Sedangkan pada kurun waktu 1 tahun ( 2006 ) setelah diterbitkannya keputusan Menteri dimaksud terdapat 28 akta koperasi yang dibuat oleh notaris. Sedangkan untuk tahun 2007 hanya berjumlah 29 akta koperasi. Dari uraian diatas menunjukkan bahwa para Notaris yang sudah mendapatkan pembekalan perkoperasian kurang efektif untuk mengimplementasikan Keputusan Menteri dimaksud. c. Dinas Pelayanan Koperasi dan UKM Provinsi Jawa Tengah yang mengesahkan akta pendirian badan hukum koperasi :
135
1) Melakukan sosialisasi tentang tata cara pendirian koperasi melalui Anggaran APBD maupun APBN sejak tahun 2005, 2006 dan 2007. 2) Menyelenggarakan diklat penyusunan akta koperasi yang diikuti oleh 723 Notaris diwilayah Jawa Tengah dalam 3) Pembuatan dan penyebaran informasi melalui leaflet yang memuat standart operasional pengajuan badan hukum koperasi, serta dialog interaktif melalui televisi lokal. 4) Melakukan verifikasi persyaratan permohonan akta pendirian badan hukum koperasi. 5) Melakukan pengecekan terhadap domisili / alamat, kepengurusan dan usaha yang dijalankan serta keanggotaan koperasi. 6) Mengesahkan akta badan hukum koperasi. 7) Mencatat dalam buku daftar umum koperasi. 8) Menyampaikan surat keputusan pengesahan akta pendirian badan hukum koperasi kepada pendiri / pemohon. 9) Mengumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia. Dari data yang diperoleh dilapangan , setelah diterbitkannya Keputusan Menteri dimaksud sejak bulan Nopember 2004 sampai dengan akhir 2005 ( 15 bulan )terjadi kevacuman permohonan pengesahan akta pendirian koperasi, sedangkan pada tahun 2006 terdapat 28 permohonan pengesahan badan hukum koperasi, yang permohonannya ditolak berjumlah 11 akta dan yang disahkan
136
berjumlah 17 akta , dan tahun 2007 terdapat 29 permohonan pengesahan akta pendirian badan hukum koperasi , dan yang disahkan berjumlah 18 akta. Menurut keterangan dari staf Subag Kelembagaan dan Hukum Yulia Nur Marzuki, SE didapat informasi bahwa dari 22 permohonan pengesahan badan hukum koperasi yang ditolak dalam kurun waktu 2 tahun tersebut semuanya disebabkan karena materi dalam akta yang disusun oleh Notaris tidak sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian. Dari uaraian diatas menunjukan bahwa Dinas Pelayanan Koperasi
dan
UKM
Provinsi
Jawa
Tengah
telah
mengimplementasikan Keputusan Menteri dimaksud sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor : 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian. 2. Apakah Keputusan Menteri Negara Koperasi dan UKM RI Nomor : 98 / Kep /M.KUKM / IX / 2004 tentang Notaris Sebagai Pembuat Akta Koperasi efektif ? Dari data yang diperoleh selama penelitian di lapangan terjadi penurunan permohonan pengesahan akta pendirian koperasi di Provinsi Jawa Tengah, penulis mengambil teori dari Lawrence M Friedman yang menyatakan bahwa hukum adalah gabungan dari komponen substansi, struktur dan kultur hukum . Sebagaimana diuraikan dimuka , dimana
137
untuk dapat bekerja secara effektif , suatu peraturan perundangan dipengaruhi oleh 3 (tiga) faktor yakni : a. Substansi Hukum b. Struktur Hukum c. Budaya Hukum Dari ketiga faktor tersebut penulis akan menganalisis apakah dalam implementasinya Keputusan Menteri Negara Koperasi dan UKM RI Nomor : 98 / Kep / M.KUKM / IX / 2004 tentang Notaris Sebagai Pembuat Akta Koperasi efektif yang dikaji dari : a. Substansi Hukum Dalam penulisan tesis ini yang dimaksud sebagai pembuat kebijakan adalah Menteri Negara Koperasi dan UKM RI yang menerbitkan Kepmenegkop dan UKM RI Nomor : 98 / Kep / M.KUKM / IX / 2004 tentang Notaris Sebagai Pembuat Akta Koperasi. Kepmenegkop tersebut merupakan hal yang akan dikaji apakah Keputusan Menteri tersebut merupakan faktor yang menyebabkan menurunnya permintaan pengesahan akta pendirian koperasi. Bahwa maksud dibuatnya Keputusan Menteri Negara Koperasi dan UKM RI Nomor : 98 / Kep / M.KUKM / IX / 2005 tentang Notaris Sebagai Pembuat Akta Koperasi adalah untuk memperkuat kedudukan hukum Koperasi di masyarakat. Untuk menganalisis Keputusan Menteri Negara Koperasi dan UKM RI
138
Nomor : 98 / Kep / M.KUKM / IX / 2005 tentang Notaris Sebagai Pembuat Akta Koperasi , peneliti berpedoman pada pendapat Soerjono Soekanto dalam bukunya yang berjudul Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum ( 1983 : 12-13 ), yang menyebutkan ada beberapa asas agar suatu undang-undang dapat berjalan efektif. Asas-asas tersebut adalah : 1) Undang-undang tidak berlaku surut, artinya undang-undang hanya boleh diterapkan terhadap peristiwa yang di sebut di dalam undang-undang tersebut serta terjadi setelah undang-undang itu dinyatakan berlaku. 2) Undang-undang yang dibuat oleh penguasa yang lebih tinggi mempunyai kedudukan yang lebih tinggi pula. 3) Undang-undang yang bersifat khusus mengesampingkan undangundang yang bersifat umum, apabila pembuatnya sama. Artinya terhadap peristiwa khusus wajib diperlakukan undang-undang yang menyebutkan peristiwa itu, walaupun begi peristiwa yang lebih luas ataupun lebih umum, yang juga dapat mencakup peristiwa khusus tersebut. 4) Undang-undang yang berlaku belakangan membatalkan undangundang yang berlaku terdahulu 5) Undang-undang tidak dapat diganggu gugat
139
6) Undang-undang merupakan sarana untuk mencapai kesejahteraan spiritual dan materiil bagi masyarakat maupun pribadi melalui pelestarian maupun pembaharuan. Penerbitan Keputusan Menteri Negara Koperasi dan UKM RI Nomor : 98 / Kep / M.KUKM / IX / 2004 Tentang Notaris sebagai Pembuat Akta Koperasi apabila dihubungkan dengan asas-asas seperti terurai diatas adalah sudah sesuai yaitu : 1) Keputusan Menteri Negara Koperasi dan UKM RI Nomor 98 / Kep / M. KUKM / IX / 2004 Tentang Notaris Sebagai Pembuat Akta Koperasi ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan yakni : 24 September 2004. 2) Keputusan Menteri Negara Koperasi dan UKM RI Nomor : 98 / Kep / M.KUKM / IX / 2004 dibuat oleh Menteri Negara Koperasi
yang
merupakan
pejabat
tertinggi
dibidang
perkoperasian di Indonesia. 3) Keputusan Menteri Negara Koperasi dan UKM RI Nomor : 98 / Kep / M.KUKM / IX / 2004 termasuk lex spesialis ( khusus ) yaitu mengatur tentang pembuatan akta koperai oleh Notaris dalam rangka memperkuat landasan hukum bagi koperasi dimana belum diatur secara khusus oleh Undang-Undang Nomor : 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian. 4) Keputusan Menteri Negara Koperasi dan UKM RI Nomor : 98 / Kep / M. KUKM / IX / 2004 tidak membatalkan undang-undang
140
yang manapun karena untuk pembuatan akta koperasi oleh Notaris belum pernah ada pengaturannya. 5) Keputusan Menteri Negara Koperasi dan UKM RI Nomor : 98 / Kep / M.KUKM / IX / 2004 tidak dapat diganggu gugat oleh para pihak baik yang membentuk kebijakan dalam hal ini Menteri Negara Koperasi dan UKM RI maupun yang melaksanan hukum yakni Dinas Pelayanan Koperasi, Notaris pembuat Akta Koperasi maupun masyarakat yang mengajukan pengesahan badan hukum Koperasi. 6) Keputusan Menteri Negara Koperasi dan UKM RI Nomor : 98 / Kep / M.KUKM / IX / 2004 Tentang Notaris Sebagai Pembuat Akta Koperasi merupakan sarana untuk memperkuat landasan hukum bagi koperasi , karena dengan dibuatnya akta Koperasi dengan akta autentik oleh Notaris akan memperkokoh kedudukan Koperasi di dunia bisnis. Dari analisis terhadap Keputusan Menteri dimaksud , jelas bahwa berkurangnya jumlah pengesahan akta badan hukum koperasi bukan karena peraturannya yang tidak baik, dalam arti bahwa faktor undang-undang atau peraturan sebagaimana dimaksud oleh Seidman sudah baik dan benar , karena tujuan diterbitkannya peraturan tersebut adalah untuk memperkuat landasan hukum koperasi. Jika dikaji dari substansi hukum, maka penerbitan Keputusan Menteri Negara Koperasi dan UKM RI Nomor : 98 / Kep /
141
M.KUKM /IX / 2004 tentang Notaris Sebagai Pembuat Akta Koperasi dapat diuaraikan sebagai berikut : 1) Berkaitan dengan pasal 4, 5 dan 6 Keputusan Menteri dimaksud, masih terdapat 453 orang Notaris yang sudah mengikuti pembekalan perkoperasian akan tetapi belum mengajukan permohonan untuk ditetapkan menjadi Notaris Pembuat Akta Koperasi
sehingga
tidak
berhak
dan
tidak
mempunyai
kewenangan untuk membuat akta – akta koperasi. 2) Bahwa meskipun dalam pasal 12 Keputusan Menteri Negara Koperasi dan UKM RI Nomor : 98 / Kep / M.KUKM / IX / 2004 tentang Notaris Sebagai Pembuat Akta Koperasi memberikan keringanan bagi masyarakat yang tidak mampu yang dibuktikan dengan surat keterangan tidak mampu dari Lurah setempat, akan tetapi
pada
kenyataannya
aturan
tersebut
tidak
dapat
diimplementasikan yang dikarenakan Notaris tidak bersedia memberikan jasa tanpa memungut biaya. 3) Berkaitan dengan point a, dan b didalam Keputusan Menteri dimaksud, juga tidak mengatur besaran biaya yang diberikan kepada Notaris berkaitan dengan jasa yang diberikan. 4) Pada ketentuan pasal 4, 5, 6 dan 12, Keputusan Menteri dimaksud tentang pembuatan akta koperasi oleh Notaris dimana Notaris wajib memberikan jasa tanpa memungut biaya tidak dapat dilaksanakan , karena Notaris adalah pejabat yang ditunjuk
142
oleh Pemerintah untuk membuat akta autentik yang terikat oleh kode etik Notaris. b. Struktur Hukum / Penegak Hukum Dalam kaitannya dengan penulisan tesis ini , yang dimaksud Struktur Hukum / Penegak Hukum adalah : 1) Dinas Pelayanan Koperasi dan UKM sebagai pihak yang mengesahkan akta badan hukum koperasi. Dari hasil wawancara dengan Safitri Handayani, SH,CN, Kasubag Hukum dan Kelembagaan pada Dinas Pelayanan Koperasi dan UKM Provinsi Jawa Tengah sebagai pihak yang mengesahkan
badan
hukum
koperasi
,
ternyata
sudah
melaksanakan tugas dan kewajiban sebagaimana telah ditentukan dalam Keputusan Menteri Negara Koperasi dan UKM RI Nomor : 98 / Kep / M.KUKM /IX / 2004 Tentang Notaris Sebagai Pembuat Akta Koperasi. 2) Sedangkan bagi Notaris selaku pihak yang membuat akta badan hukum koperasi mengalami berbagai kesulitan antara lain : a) Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan kepada Notaris Elisabeth Estiningsih, SH , yang bersangkutan menyatakan bahwa para notaris ini seringkali salah dalam menyusun akta badan hukum pendirian koperasi yang disebabkan karena para Notaris ini belum menguasai aturan-aturan tentang perkoperasian yang merupakan badan hukum yang spesifik
143
dan berbeda dengan badan hukum CV maupun PT. Sedangkan pembekalan untuk para Notaris Pembuat akta Koperasi yang diprakarsai oleh Kementrian Negara Koperasi dan UKM RI relatif singkat untuk materi yang tergolong rumit dari Undang-Undang Nomor : 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian. Sebagai Notaris Pembuat Akta Koperasi yang sudah ditetapkan oleh Menteri Negara Koperasi dan UKM RI sebagai Notaris Pembuat Akta Koperasi yang bersangkutan sudah memproses 17 akta pendirian badan hukum koperasi, akan tetapi yang berhasil disahkan sebagai badan hukum koperasi hanya 2 akta saja. b) Berdasarkan wawancara yang dilakukan dengan Notaris Sunarto, SH, Notaris di Kota Surakarta, menyatakan bahkan yang bersangkutan sampai saat wawancara dilakukan belum mengajukan permohonan untuk ditetapkan menjadi Notaris Pembuat Akta Koperasi. Sedangkan menurut informasi yang didapat dari narasumber Safitri Handayani, SH,CN selaku Kasubag Hukum dan Kelembagaan mangatakan bahwa dari 571 Notaris yang mengikuti pembekalan perkoperasian hanya 118 yang mengajukan permohonan penetapan sebagai Notaris Pembuat Akta Koperasi. Sisanya sejumlah 453 sama kondisinya dengan Notaris Sunarto, SH, belum mengajukan
144
permohonan untuk ditetapkan menjadi Notaris Pembuat Akta Koperasi,
sehingga
secara
otomatis
Notaris
yang
bersangkutan tidak berhak dan berwenang untuk membuat akta koperasi. c. Budaya Hukum
Peraturan perundangan dapat berlaku efektif apabila tingkat kesadaran masyarakat terhadap peraturan tersebut cukup tinggi. Dalam arti masyarakat tahu bahwa memperkuat landasan hukum bagi Koperasi yang bertujuan untuk memperkokoh kedudukan koperasi di dunia bisnis perlu segera ditangani, maka melalui keputusan Menteri Negara Koperasi dan UKM RI Nomor : 98 / Kep / M. KUKM / IX / 2004 Tentang Notaris Sebagai Pembuat Akta Koperasi masyarakat pemohon akta badan hukum koperasi harus mentaatinya. Dari hasil penelitian kepada masyarakat diperoleh informasi : 1) Bahwa ternyata kebanyakan masyarakat yang akan mendirikan koperasi enggan berhadapan dengan hal-hal yang berkaitan dengan masalah hukum, karena menurut hasil wawancara dengan salah satu masyarakat yang akan mendirikan koperasi berhubungan dengan masalah hukum akan makan waktu panjang dan bertele-tele dan terutama akan menguras keuangan mereka. 2) Sudah membudaya dikalangan masyarakat untuk mendirikan koperasi tanpa dipungut biaya, sedangkan dengan adanya ketentua
145
baru bahwa akta pendirian badan hukum koperasi harus memakai akta otentik yang dibuat oleh Notaris harus membayar jasa kepada Notaris menjadi kendala bagi usaha koperasi yang masih dikategorikan usaha mikro. 3) Krisis kepercayaan dalam masyarakat berkaitan dengan pasal 12 Keputusan Menteri dimaksud, dimana untuk surat keterangan tidak mampu yang dikeluarkan oleh Lurah dapat dipakai untuk dispensasi biaya Notaris. Hal tersebut karena pendapat yang tumbuh subur di masyrakat bahwa yang berkaitan dengan dispensasi biaya untuk apapun pasti prosesnya sulit dan belum tentu lembaga terkait mau menerima. Solusi untuk membuka pandangan masyarakat yang enggan untuk berhadapan dengan notaris serta mengeluarkan biaya untuk membuat akta dihadapan notaris , maka perlu dilakukan sosialisasi tentang arti pentingnya akta notaris sebagai akta autentik dalam rangka untuk memperkokoh kedudukan hukum koperasi dalam dunia bisnis. Sosialisasi dilakukan untuk memfungsikan hukum sebagai alat rekayasa sosial yang merupakan cara untuk mengajak masyarakat akan peduli terhadap kedudukan hukum koperasi. Proses sosialisasi tentang Keputusan Menteri Negara Koperasi dan UKM RI Nomor : 98 / Kep / M.KUKM / IX /2004 tersebut dilakukan dengan tujuan menurut Achmat Ali ( dalam Budi Winarno 2002 : 195 – 196 ) untuk :
146
a. Agar warga masyarakat tahu kehadiran suatu undang-undang b. Agar warga masyarakat dapat mengetahui isi suatu undang undang c. Agar warga masyarakat dapat menyesuaikan diri ( pola pikir dan tingkah laku) dengan tujuan yang dikehendaki dalam undangundang atau peraturan. 3. Masalah yang dihadapi dan solusinya a. Kurangnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat tentang hal-hal yang berhubungan dengan perkoperasian serta arti pentingnya akta autentik dalam rangka memperkuat landasan hukum bagi koperasi menyebabkan lambatnya proses pendirian koperasi, solusi yang dapat dilakukan atas permasalahan tersebut adalah diadakannya sosialisasi secara terus-menerus melalui kegiatan – kegiatan di tingkat RT, RW, maupun melalui pelatihan perkoperasian di UPTD Balai Latihan Koperasi dan UKM Provinsi Jawa Tengah dengan dukungan dana APBD Propinsi maupun kabupaten / kota, sehingga diharapkan koperasi mampu bersaing dengan pelaku usaha lain. b. Biaya Notaris yang relatif tinggi dan tidak ada keseragaman tarif menyebabkan masyarakat enggan untuk membuat akta dihadapan Notaris, solusi yang sudah dilakukan adalah dikeluarkannya surat Kepala Dinas Pelayanan Koperasi Nomor : 518/190/2006, tanggal 20 Mei 2006 perihal himbauan kepada para Notaris Pembuat Akta
147
Koperasi tentang biaya maksimal pembuatan akta-akta koperasi paling tinggi Rp 1.500.000,c. Akta koperasi yang dibuat Notaris salah yang disebabkan karena Notaris belum mendapatkan pembekalan mengenai perkoperasian secara mendalam, sehingga belum memahami jati diri dan aspekaspek perkoperasian sesuai dengan Undang-Undang Nomor : 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian. Solusi dari permasalahan tersebut adalah dengan pelatihan perkoperasian bagi Notaris serta memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada Notaris untuk mengadakan koordinasi dan tukar pendapat sehingga akta yang dibuat memenuhi syarat untuk disahkan. d. Sejumlah
453
Notaris
yang
sudah
mengikuti
pembekalan
perkoperasian belum mengajukan permohonan untuk ditetapkan menjadi
Notaris
Pembuat
Akta
Koperasi,
sehingga
belum
mempunyai kewenangan membuat akta koperasi, solusi terhadap masalah tersebut dengan himbauan tertulis kepada para Notaris dimaksud untuk segera mengajukan permohonan untuk ditetapkan sebagai Notaris Pembuat Akta Koperasi oleh Menteri Negara Koperasi dan UKM RI.
148
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan seperti terurai dalam analisis hasil penelitian tersebut , maka penulis dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Langkah-langkah yang dilakukan dalam mengimplementasi Keputusan Menteri Negara Koperasi dan UKM RI Nomor : 98 / Kep / M.KUKM / IX / 2004 Tentang Notaris Sebagai Pembuat Akta Koperasi : a. Masyarakat pemohon akta koperasi 1) Mengikuti sosialisasi tata cara pendirian koperasi 2) Mempersiapkan pembentukan koperasi 3) Melaksanakan Rapat Pembentukan Koperasi 4) Mengundang / menghadap Notaris untuk membuat akta pendirian Koperasi 5) Mengajukan permohonan pengesahan badan hukum koperasi. b. Notaris Pembuat Akta Koperasi. 1) Mengikuti pembekalan perkoperasian ( 571 Notaris ) 2) Mengajukan permohonan kepada Menteri Negara Koperasi dan UKM RI untuk ditetapkan menjadi Notaris Pembuat Akta Koperasi ( 118 Notaris )
149
3) Membuat akta koperasi sesuai dengan materi yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor : 25 Tahun 1992 Tentang Perkoperasian. 4) Menyimpan minit akta koperasi 5) Membacakan akta koperasi dihadapan para pihak 6) ). Mengirimkan laporan tahunan kepada Menteri Negara Koperasi dan UKM RI. 7) Mengeluarkan salinan akta koperasi. 8) Mengajukan pengesahan akta pendirian badan hukum koperasi kepada Dinas Pelayanan Koperasi dan UKM Provinsi Jawa Tengah. c. Dinas Pelayanan Koperasi dan UKM Provinsi Jawa Tengah yang mengesahkan akta pendirian badan hukum koperasi : 1) Melakukan sosialisasi tentang tata cara pendirian koperasi melalui Anggaran APBD maupun APBN. 2) Menyelenggarakan diklat penyusunan akta koperasi yang diikuti oleh 723 Notaris diwilayah Jawa Tengah. 3) Pembuatan dan penyebaran informasi melalui leaflet yang memuat standart operasional pengajuan badan hukum koperasi, serta dialog interaktif melalui televisi lokal 4) Melakukan verifikasi persyaratan permohonan akta pendirian badan hukum koperasi.
150
5) Melakukan pengecekan terhadap domisili / alamat, kepengurusan dan usaha yang dijalankan serta keanggotaan koperasi. 6) Mengesahkan akta badan hukum koperasi. 7) Mencatat dalam buku daftar umum koperasi. 8) Menyampaikan surat keputusan pengesahan akta pendirian badan hukum koperasi kepada pendiri / pemohon. 9) Mengumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia. 2. Penyebab dari kurang efektifnya Keputusan Menteri Negara Koperasi dan UKM RI Nomor : 98 / Kep / M.KUKM / IX / 2004 Tentang Notaris Sebagai Pembuat Akta Koperasi adalah : a. Dari segi substansi hukum 1) Berkaitan dengan pasal 4, 5 dan 6 Keputusan Menteri dimaksud, masih terdapat 453 orang Notaris yang sudah mengikuti pembekalan perkoperasian akan tetapi belum mengajukan permohonan untuk ditetapkan menjadi Notaris Pembuat Akta Koperasi
sehingga
tidak
berhak
dan
tidak
mempunyai
kewenangan untuk membuat akta – akta koperasi. 2) Bahwa meskipun dalam pasal 12 Keputusan Menteri Negara Koperasi dan UKM RI Nomor : 98 / Kep / M.KUKM / IX / 2004 tentang Notaris Sebagai Pembuat Akta Koperasi memberikan keringanan bagi masyarakat yang tidak mampu yang dibuktikan dengan surat keterangan tidak mampu dari Lurah setempat, akan tetapi
pada
kenyataannya
151
aturan
tersebut
tidak
dapat
diimplementasikan yang dikarenakan Notaris tidak bersedia memberikan jasa tanpa memungut biaya. 3) Berkaitan dengan point a, dan b didalam Keputusan Menteri dimaksud, juga tidak mengatur besaran biaya yang diberikan kepada Notaris berkaitan dengan jasa yang diberikan. 4) Pada ketentuan pasal 4, 5, 6 dan 12, Keputusan Menteri dimaksud tentang pembuatan akta koperasi oleh Notaris dimana Notaris wajib memberikan jasa tanpa memungut biaya tidak dapat dilaksanakan , karena Notaris adalah pihak swasta bukan suatu lembaga berbasis sosial . b. Struktur Hukum Yang dimaksud dengan struktur hukum disini ada 2 yakni : 1) Dinas Pelayanan Koperasi dan UKM Provinsi Jawa Tengah. Dinas Pelayanan Koperasi dan UKM Provinsi Jawa Tengah selaku Dinas yang berwenang untuk mengesahkan Badan Hukum Koperasi sudah melaksanakan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor : 25 Tahun 1992 Tentang Perkopersian dan Keputusan Menteri Negara Koperasi dan UKM RI Nomor : 98 / Kep / M.KUKM / IX/2004 tentang Notaris Sebagai Pembuat Akta Koperasi. 2) Notaris Struktur hukum yang berkaitan dengan Notaris dari hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan :
152
a) Notaris belum memahami materi yang berkaitan dengan perkoperasian, sehingga seringkali salah dalam membuat akte pendirian badan hukum koperasi. b) Sejumlah 453 Notaris yang sudah mengikuti pembekalan perkoperasian
tidak
mengajukan
permohonan
untuk
ditetapkan menjadi Notaris Pembuat Akta Koperasi, sehingga tidak berhak dan berwenang untuk membuat akta-akta koperasi. c) Notaris tidak bersedia memberikan jasa membuat akta pendirian
badan
hukum
koperasi
atas
permohonan
masyarakat yang tidak mampu yang membawa surat keterangan tidak mampu oleh Lurah tanpa memungut biaya karena Notaris terikat oleh kode etik. c. Dari segi budaya hukum / masyarakat Dari segi budaya hukum dapat disimpulkan : 1) Pendapat yang sudah tumbuh subur di masyarakat bahwa bahwa dalam mengajuan pengesahan badan hukum koperasi tidak dipungut biaya sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor :
25
Tahun
1992
tentang
Perkoperasian
.
Dengan
diberlakukannya keputusan Menteri Negara Koperasi dan UKM RI Nomor : 98 / Kep / M.KUKM / IX / 2004 tentang Notaris Sebagai Pembuat Akta Koperasi , maka dalam pembuatan akta pendirian koperasi disyaratkan memakai akta autentik yakni akta
153
notaris. Dalam kenyataan bahwa pembuatan akta oleh Notaris ini disertai dengan pembayaran jasa notaris yang besaran biayanya tidak seragam. 2) Anggapan pada masyarakat bahwa berurusan dengan Notaris sama saja berurusan dengan masalah hukum, yang rumit, lama dan bertelel-tele. Pendapat yang demikian sudah menjadi budaya dalam masyarakat Indonesia. 3) Mengenai ketentuan pasal 12 Keputusan Menteri dimaksud , dimana disebutkan bahwa terhadap masyarakat yang dinyatakan tidak mampu yang dibuktikan dengan surat keterangan tidak mampu
yang
ditandatangani
Lurah,
belum
pernah
diimplementasikan dikarenakan masyarakat yakin Notaris tidak akan membuat akta koperasi tanpa memungut imbalan jasa. 3. Masalah yang dihadapi dan solusinya a. Kurangnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat tentang hal-hal yang berhubungan dengan perkoperasian serta arti pentingnya akta autentik dalam rangka memperkuat landasan hukum bagi koperasi menyebabkan lambatnya proses pendirian koperasi, solusi yang dapat dilakukan atas permasalahan tersebut adalah diadakannya sosialisasi secara terus-menerus. b. Biaya Notaris yang relatif tinggi dan tidak ada keseragaman tarif menyebabkan masyarakat enggan untuk membuat akta dihadapan Notaris, solusi yang dilakukan adalah dibuatnya kesepakatan dengan
154
Ikatan Notaris Indonesia tentang maksimal biaya jasa pembuatan akta koperasi oleh Notaris. c. Akta yang dibuat Notaris salah Akta koperasi yang dibuat Notaris salah yang disebabkan bahwa
Notaris
belum
mendapatkan
pembekalan
mengenai
perkoperasian secara mendalam, sehingga belum memahami jati diri dan aspek-aspek perkoperasian sesuai dengan Undang-Undang Nomor : 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian. Solusi dari permasalahan tersebut adalah dengan dilaksanakannya pelatihan perkoperasian bagi Notaris serta memberikan kesempatan seluasluasnya kepada Notaris untuk mengadakan koordinasi dan tukar pendapat sehingga akta yang dibuat memenuhi syarat untuk disahkan d. Sejumlah
453
Notaris
yang
sudah
mengikuti
pembekalan
perkoperasian belum mengajukan permohonan untuk ditetapkan menjadi
Notaris
Pembuat
Akta
Koperasi,
sehingga
belum
mempunyai kewenangan membuat akta koperasi, solusi terhadap masalah tersebut dengan himbauan tertulis kepada para Notaris dimaksud untuk segera mengajukan permohonan penetapan sebagai Notaris Pembuat Akta Koperasi.
B. Implikasi. Keputusan Menteri Negara Koperasi dan UKM RI Nomor : 98 / Kep / M. KUKM / IX / 2004 tentang Notaris Sebagai Pembuat Akta Koperasi
155
menjadi penyebab menurunnya jumlah pengesahan akta badan hukum Koperasi di Provinsi Jawa Tengah memberikan implikasi pada : a) Dengan diberlakukannya Keputusan Menteri Negara Koperasi dan UKM RI Nomor : 98 / Kep/M.KUKM/IX/2004 Tentang Notaris Sebagai Pembuat Akta Koperasi maka Dinas Pelayanan Koperasi dan UKM Provinsi Jawa Tengah harus terus-menerus melakukan koordinasi dengan para Notaris Pembuat Akta Koperasi dalam rangka memacu pertumbuhan Koperasi di wilayah Provinsi Jawa Tengah. b) Berkaitan
dengan banyaknya Notaris
yang belum mengajukan
permohonan untuk ditetapkan menjadi Notaris Pembuat Akta Koperasi maka Dinas Pelayanan Koperasi dan UKM Provinsi Jawa Tengah harus segera melakukan himbauan dan sosialisasi kepada para Notaris untuk segera mengajukan permohonan penetapan sebagai Notaris Pembuat Akta Koperasi. Mengenai biaya pembuatan akta yang tidak seragam , Dinas Pelayanan Koperasi dan UKM Provinsi Jawa Tengah dapat segera memfasilitasi pertemuan dengan Notaris untuk membahas besaran biaya pembuatan akta koperasi. Sedangkan berkaitan dengan banyaknya akta yang dibuat Notaris salah, maka Notaris perlu untuk mengikuti pelatihan perkoperasian melalui Balai Latihan Koperasi yang dibiayai melalui dana APBD Provinsi Jawa Tengah dan Dana Dekonsentrasi. c) Berkaitan dengan kurangnya kesadaran masyarakat akan arti pentingnya akta autentik maka Dinas Pelayanan Koperasi dan UKM Provinsi Jawa
156
Tengah maka perlu melakukan sosialisasi terus-menerus kepada masyarakat akan pentingnya akta autentik dalam dunia bisnis yang dianggarkan melalui dana APBD maupun Dana Dekonsentrasi.
C. Saran – saran Berdasarkan hasil penelitian sebagaimana tersebut diatas, demi untuk lebih memperkokoh landasan hukum koperasi sebagaimana menjadi tujuan dari dikeluarkannya Keputusan Menteri Negara Koperasi dan UKM RI Nomor : 98 / Kep / M.KUKM / IX / 2004 tentang Notaris Sebagai Pembuat Akta Koperasi dapat tercapai, maka peneliti memberi saran : 1. Berkaitan dengan substansi hukum a. Kedudukan Notaris sebagai Pembuat Akta Koperasi perlu dikuatkan / diatur dalam Undang – Undang Perkoperasaian. b. Adanya aturan yang mengatur tentang besaran biaya pembuatan akta badan hukum koperasi oleh Notaris dengan batasan terjangkau oleh masyarakat c. Adanya sanksi hukum bagi para pihak yang tidak melaksaksanakan Keputusan Menteri Negara Koperai dan UKM RI Nomor : 98 / Kep / M.KUKM / IX/ 2004 tentang Notaris Sebagai Pembuat Akta Koperasi. d. Berkaitan dengan pasal 12 Keputusan Menteri dimaksud mengenai surat keterangan tidak mampu dari lurah setempat perlu dihilangkan karena tidak mungkin dapat diimplementasikan,
157
e. Perlu adanya pengaturan yang jelas terhadap dua tahapan proses yang terjadi, yakni tahapan pembuatan akta di notaris dan tahapan pengesahan akta oleh pemerintah . Pertama harus ada kejelasan mengenai persyaratan dan tata cara pembuatan akta perkoperasian di tingkat Notaris. Kedua harus ada kejelasan persyaratan dan tata cara pengesahan akta perkoperasian sampai dengan pengumumannya di Berita Negara RI pada tingkat pejabat pemerintah. 2. Berkaitan dengan struktur hukum a. Notaris agar konsekwen terhadap tugas dan tanggung jawabnya sebagai Pembuat Akta Koperasi untuk segera mengajukan permohonan penetapan sebagai Notaris Pembuat Akta Koperasi kepada Menteri Negara Koperasi dan UKM RI sehingga mempunyai hak dan berwenang untuk membuat akta-akta koperasi b. Dalam rangka mengoptimalkan pelayanan kepada masyarakat yang akan mendirikan koperasi maka Notaris perlu mendalami pengetahuan perkoperasian sehingga menjadi paham dan tidak melakukan kesalahan dalam membuat akta badan hukum koperasi. 3. Berkaitan dengan budaya hukum a. Memberikan pengertian dan pemahaman akan arti pentingnya akta notaris sebagai akta autentik sehingga kedudukan koperasi menjadi kokoh dan kuat dalam melakukan kegiatan di dunia bisnis. b. Memberikan informasi yang lengkap kepada masyarakat dalam rangka pelibatan Notaris sebagai Pembuat Akta Koperai , sehingga mampu
158
menggambarkan keberadaan pejabat tersebut dalam satu sistim dan proses pendaftaran badan hukum koperasi. c. Mengikut sertakan masyarakat dalam program-program pelatihan perkoperasian melalui Balai Latihan Koperasi dan UKM yang telah ada di tingkat provinsi.
159
DAFTAR PUSTAKA
Abdulkadir Muhammad. 2004. Hukum dan Penelitian Hukum. Bandung : PT. Citra Aditya Bakti. Bambang Sunggono. 1994. Hukum dan Kebijakan Publik. Jakarta : Sinar Grafika. Budi Untung. 2005. Hukum Koperasi dan Peran Notaris Indonesia. Jogyakarta : CV Andi. Burhan Ashshofa. 2004. Metode Penelitian Hukum. Jakarta : PT. Rineka Cipta. Budi Winarno. 2002. Teori dan Proses Kebijakan Publik. Jogyarakta : Media Pressindo. Esmi Warassih. 2005. Pranata Hukum Sebuah Telaah Sosiologis. Semarang: PT. Suryandaru. Irfan Islamy. 2004. Prinsip-prinsip Perumusan Kebijaksanaan Negara. Jakarta: PT Bumi Aksara. Iskandar Soesilo. 2006. Koperasi Berkualitas. Jakarta : Depkop RI Ibnoe Soedjono. 2001. Jati Diri Koperasi. Jakarta : Lembaga Study Pembangunan Perkoperasian Indonesia ( LSP2 I ) -------------------, 2001. Manajemen Profesional Berdasarkan Nilai-Nilai Dalam Koperasi. Jakarta : Lembaga Study Pembangunan Perkoperasian Indonesia ( LSP2 I ) Joko Widodo. 2007 Analisis Kebijakan Publik, Konsep dan Aplikasi Analisis Kebijakan Publik. Malang : Bayu Media Publishing.. ------------------, 2001. Good Governance : Telaa dari Dimensi Akuntanbilitas dan Kontrol Birokrasi pada Era Desentralisasi dan Otonomi Daerah. Surabaya : Insan Cendikia. Kartasaputra. 2001. Koperasi Indonesia. Jakarta : PT Rineka Cipta. Koermen. 2004. Manajemen Koperasi Terapan. Jakarta : Prestasi Pustaka Raya. Lexi J Moleong. 2000. Metode Penelitian Hukum. Jakarta : PT Remaja Rosdakarya. Mohammad
Hatta.
1961.
Meninjau
Pembangunan..
160
masalah
Koperasi.
Jakarta
:
PT
___________. 1961. Ekonomi Berencana. Jakarta : PT Gunung Agung. Muchsin dan Fadillah Putra. 2002. Hukum Kebijakan Publik. Surabaya: Universitas Sunan Giri. Margono Djoyohadikusumo. 1972. Refleksi Koperasi. Jakarta. PT Gunung Agung Otje Salman dan Anthon F Susanto. 2004. Beberapa ASPEC Sosiologi Hukum. Bandung. Alumni. OK Khairuddin. 1991. Sosiologi Hukum. Jakarta : Sinar Grafika. Pieter Latumatea. 2004. Mencari Dasar Hukum Bagi
Notaris Koperasi
Indonesia. Jakarta : Renvoi. Rai Widjaya. 2000. Hukum Perusahaan. Jakarta : Mega Point. R Soeroso. 2002. Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta : Sinar Grafika. Satjipto Rahardjo. Hukum Dan Masyarakat Bandung: Angkasa. ____________. 2000. Ilmu Hukum, Bandung : PT. Citra Aditya Bakti. ____________. 2002. Sosiologi Hukum : Perkembangan, Metode, dan Pilihan Masalah Surakarta : Universitas Muhammadiyah Surakarta. Setiono. 2002. Silabi Filasafat Hukum. Surakarta ___________. 2005. Pemahaman Terhadap Metode Penelitian Hukum. Program Studi Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta. Soerjono Seokanto. 1986. Pokok-Pokok Sosilogi Hukum. Jakarta: CV Raja Wali. ____________. 1986. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UI Press. Sutantyo Hadikusuma. 2000. Hukum Koperasi Indonesia. Jakarta : Raja Grafindo Persada. Solichin Abdul Wahab. 2004. Analisis Kebijaksanaan Dari Formulasi Ke Implementasi Kebijaksanaan Negara. Jakarta: Bumi Aksara. Wisnu Wardana. 2000. Koperasi Membangun Paradigma Baru. Jakarta. : Yayasan Media Wacana. Winanto Wiryomartani. 2004. Aspek Hukum Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian. Jakarta : Media Notariat. Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945 Undang-Undanmg No. 25 Tahun 1992 Tentang Perkoperasian.
161
UU N0. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor : 4 Tahun 1994 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pengesahan Akta Pendirian Koperasi Peraturan Menteri Negara koperasi dan UKM RI Nomor : 01 / Per / M.KUKM / I / 2006 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pembentukan, Pengesahan Akta Pendirian dan Perubahan Anggaran dasar Koperasi. Keputusan Menteri Negara Koperasi dan UKM RI Nomor : 98 / Kep / M .KUKM / IX / 2004 tentang Notaris Sebagai Pembuat Akta Koperasi. Majalah Info Koperasi, Edisi Januari , April , Oktober 2005 Majalah Mitra Koperasi, Edisi Maret 2007. Majalah Gema koperasi, Edisi September 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia.
162