PENGARUH LEVERAGE. FREE CASH FLOW, DAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP PRAKTIK PERATAAN LABA PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR SEKTOR INDUSTRI DASAR DAN KIMIA DI BURSA EFEK INDONESIA Mayasari Tampubolon
[email protected] Didin Mukodim
[email protected] Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Gunadarma
ABSTRACT The purpose of this study was to examine whether there is the influence of leverage, free cash flow and good corporate governance in the proxy by the proportion of independent board of directors, audit committee, audit quality and managerial ownership on the practice of smoothing earnings or income smoothing. The sample is a manufacturing base and chemical industry sectors listed on the Indonesia Stock Exchange (IDX) of the years 2007-2011. sample selection in this study using purposive sampling. With this method acquired 30 companies manufacturing and chemical industry base. Data analysis using logistic regression. The results show that the partial leverage and audit committees affect income smoothing practices. Free cash flow and good corporate governance in the proxy proportion of independent commissioners, audit quality and managerial ownership has no effect on the practice of income smoothing. And independent variables simultaneously affect income smoothing with sig 1.3%. This is because if all the components of leverage, free cash flow and good corporate governance are united, it is done to control management behavior tend to be more effective income smoothing. Keywords: income smoothing, leverage, free cash flow and good corporate governance
ABSTRAK Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji apakah terdapat pengaruh leverage, free cash flow dan good corporate governance yang di proxy kan oleh proporsi dewan komisaris independen, komite audit, kualitas audit, dan kepemilikan manajerial terhadap praktik perataan laba atau income smoothing. Sampel penelitian ini adalah perusahaan manufaktur sektor industri dasar dan kimia yang tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI) dari tahun 2007-2011. pemilihan sampel dalam penelitian ini menggunakan purposive sampling. Dengan metode ini diperoleh 30 perusahaan manufaktur sektor industri dasar dan kimia. Analisis data menggunakan regresi logistik. Hasil penelitian secara parsial menunjukkan bahwa leverage dan komite audit berpengaruh terhadap praktik perataan laba. Free cash flow dan good corporate governance yang di proxy kan proporsi dewan komisaris independen, kualitas audit, dan kepemilikan manajerial tidak berpengaruh terhadap praktik perataan laba. Dan secara simultan variabel independen berpengaruh
1
terhadap income smoothing dengan nilai sig 1,3 %. Hal ini dikarenakan apabila seluruh komponen leverage, free cash flow dan good corporate governance disatukan, maka pengendalian yang dilakukan terhadap perilaku manajemen yang cenderung melakukan perataan laba lebih efektif. Kata kunci : Perataan laba (income smoothing), leverage, free cash flow dan good corporate governance PENDAHULUAN Laporan keuangan sangat penting bagi pihak internal (managemen) perusahaan dan eksternal (investor, kreditur, pemerintah dan lain-lain ) karena memberikan informasi mengenai posisi keuangan pada suatu perusahaan dan untuk proses pengambilan keputusan ekonomi. Salah satu informasi dalam pengambilan keputusan ekonomi pada laporan keuangan adalah informasi atas laba. Menurut Statement of Financial Accounting Concept (SFAC) No.1 bahwa informasi laba pada umumnya merupakan perhatian utama dari laporan keuangan dalam mengetahui kinerja atau pertanggungjawaban manajemen dan informasi laba membantu pemilik atau pihak lain melakukan penaksiran atas earning power perusahaan dimasa yang akan datang. Konsep perataan laba dapat di jelaskan dengan menggunakan pendekatan teori keagenan. Teori keagenan mengemukakan bahwa antara pihak pricipal dan agent sering kali memilki kepentingan yang berbeda, Kondisi tersebut juga menyebabkan adanya asimetris informasi antara agent dan principal, dimana agent memiliki informasi yang lebih banyak tentang perusahaan dibandingkan dengan principal. Sehingga memberikan kesempatan kepada agent melakukan manipulasi laba yang dilaporkan dengan melakukan tindakan income smooting. Menurut Eckel tindakan perataan laba mempunyai dua tipe yaitu perataan laba yang dilakukan secara sengaja oleh manajemen dan perataan laba yang terjadi secara alami. Menurut (Beidelman, 1973 dalam Makaryanawati dan Milani, 2008) mengemukakan definisi terbaik dari perataan laba (Income smoothing) yaitu usaha yang disengaja oleh pihak manajemen perusahaan untuk meratakan atau memfluktuasikan tingkat laba sehingga pada saat sekarang dipandang normal bagi suatu perusahaan. Rasio leverage yang besar salah satunya adalah Debt to Equity Hypothesis (DER) dapat menjadi pemicu praktik income smoothing. Penelitian Masodah (2007) menemukan bahwa leverage yang diukur dengan debt to equity ratio (DER) signifikan mempengaruhi praktik perataan laba, hal tersebut serupa dengan dengan penelitian yang dilakukan oleh Oktaviani (2010). Dalam penelitian yang dilakukan oleh (Zuhri, 2011) free cash flow merupakan sisa kas setelah digunakan untuk berbagai keperluan proyek yang telah direncanakan perusahaan (kas menganggur), memiliki hubungan yang positif terhadap manajemen laba. Hal ini berarti adanya free cash flow memungkinkan terjadinya praktik manajemen laba salah satunya income smoothing. Oleh karena itu, untuk mengurangi terjadinya praktik income smoothing, dibutuhkan adanya peraturan dan mekanisme monitoring yang secara efektif dapat mengarahkan kegiatan operasional perusahaan dan kemampuan untuk mengidentifikasikan pihak-pihak yang mempunyai kepentingan yang berbeda. Good corporate governance merupakan konsep yang diajukan demi peningkatan kinerja perusahaan melalui supervisi atau monitoring kinerja manajemen
2
dan menjamin akuntabilitas manajemen terhadap stakeholder dengan mendasarkan pada kerangka peraturan. pelaksanaan Good Corporate Governance pada tanggal 1 Juli 2001 yang mengatur tentang pembentukan dewan komisaris independen dan komite audit. Beberapa peneliti yaitu Palestin (2008); Setiawan dan Nasution (2007), telah membuktikan bahwa terdapat pengaruh yang negatif antara dewan komisaris terhadap manajemen laba. Dengan dibentuknya komite audit merupakan usaha perbaikan terhadap cara pengelolaan perusahaan terutama cara dalam mengawasi manajemen perusahaan. Manajemen sebagai agen juga memerlukan jasa ketiga agar tingkat kepercayaan eksternal perusahaan terhadap pertanggungjawabannya semakin tinggi, begitu pula sebaliknya pihak eskternal perusahaan memerlukan jasa pihak ketiga untuk meyakinkan dirinya bahwa laporan yang disajikan manajemen perusahaan dapat dipercaya sebagai dasar pengambilan keputusan. Akuntan publik sebagai auditor eksternal yang lebih independen dari auditor internal terhadap manajemen, diharapkan dapat meminimalkan kasus rekayasa laba dan meningkatkan kredibilitas informasi laporan keuangan. Kepemilikan manajerial merupakan presentase kepemilikan saham perusahaan yang beredar oleh pihak manajer. Kepemilikan manajemen terhadap saham perusahaan di pandang dapat menyelaraskan potensi perbedaan kepentingan antara pemegang saham luar dengan manajemen (Jansen dan Meckling, 1976 dalam Isnata 2008) Dari latar belakang yang telah diuraikan diatas, permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah apakah leverage, free cash flow, dan good corporate governance secara parsial dan simultan berpengaruh terhadap praktik perataan laba pada perusahaan manufaktur sektor industri dasar dan kimia yang terdaftar di bursa efek indonesia periode tahun 2007-2011 ? Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk menguji pengaruh leverage, free cash flow, dan good corporate governance secara parsial dan bersamasama atau simultan berpengaruh terhadap praktik perataan laba pada perusahaan manufaktur sektor industri dasar dan kimia yang terdaftar di bursa efek Indonesia periode tahun 2007-2011. Untuk pengembangan hipotesis pada penelitian ini, dikembangkan kerangka pemikiran :
3
Teori keagenan mengemukakan bahwa antara pihak pricipal dan agent sering kali memilki kepentingan yang berbeda. Kondisi tersebut juga menyebabkan adanya asimetris informasi antara agent dan principal, dimana agent memiliki informasi yang lebih banyak tentang perusahaan dibandingkan dengan principal. Sehingga memberikan kesempatan kepada agent melakukan manipulasi laba yang dilaporkan dengan melakukan tindakan income smooting. Menurut Eckel tindakan perataan laba mempunyai dua tipe yaitu perataan laba yang dilakukan secara sengaja oleh manajemen dan perataan laba yang terjadi secara alami. Salah satu faktor yang memicu praktik income smoothing adalah adanya rasio leverage yang besar. Sehingga menyebabkan minat investor untuk menanamkan modalnya pada perusahaan menurun dan akhirnya memicu praktik income smoothing yang dilakukan oleh agent Agent juga memiliki kesempatan menggunakan dana perusahaan dengan memanfaatkan arus kas bebas untuk melakukan investasi atau keuangan lain yang dapat mempengaruhi tingkat keuntungan perusahaan secara keseluruhan, sehingga meningkatkan pula pendapatan pribadinya
4
Adanya penerapan good corporate governance diharapkan dapat mengawasi dan membatasi perilaku manajer yang oportunis. Menurut beberapa peneliti yaitu Siregar dan Utama (2006), Gusnadi dan Budiharta (2008), serta Makaryanawati dan Milani (2008) beberapa mekanisme corporate governance antara lain diwujudkan dengan adanya komite audit, proporsi dewan komisaris, kepemilikan manajerial dan kualitas audit yang diproksikan dengan ukuran KAP TINJAUAN PUSTAKA Agency Theory Teori keagenan menyatakan bahwa hubungan agensi muncul ketika satu pihak (principal) mempekerjakan orang lain (agent). Principal mendelegasikan wewenang pengambilan keputusan kepada agent tersebut (Jansen dan Meckling, 1976 dalam Zuhri, 2011). Teori keagenan mengemukakan bahwa antara pihak principal dan agent mempunyai kepentingan yang berbeda. Pihak principal termotivasi mengadakan kontrak untuk mensejahterakan dirinya dengan profitabilitas yang selalu meningkat. Agent termotivasi untuk memaksimalkan pemenuhan kebutuhan ekonomi dan psikologinya. Dengan demikian muncullah konflik kepentingan antara principal (investor) dan agent (manajer) Pada satu sisi, agent memiliki informasi yang lebih banyak dibanding principal karena manajemen yang mengelola perusahaan secara langsung, hal ini menimbulkan adanya ketidakseimbangan informasi (information asymmetry). Adanya asimetri informasi antara manajemen (agent) dengan pemilik (principal) memberikan kesempatan kepada manajer bertindak opportunistic untuk memperoleh keuntungan pribadi. Salah satunya dengan melakukan tindakan income smoothing. Income Smoothing (Belkoui, 2001 dalam Makaryanawati dan Milani, 2008) mendefinisikan perataan laba (income smoothing) sebagai perataan yang melibatkan pemilihan repetitif pengukuran akuntansi atau pelaporan dalam pola tertentu, yang efeknya adalah untuk melaporkan arus income smoothing dengan variasi yang lebih kecil dari trend yang akan muncul jika tidak dilakukan perataan Sedangkan menurut Masodah (2007) perataan merupakan upaya yang secara sengaja dimaksudkan untuk menormalkan pendapatan dalam rangka mencapai kencenderungan tertentu atau tingkat yang diinginkan Jenis Perataan laba Eckel membedakan jenis perataan laba menjadi dua yaitu naturally income smoothing, memiliki implikasi bahwa sifat proses pendapatan laba itu sendiri yang menghasilkan suatu aliran perataan laba dan yang kedua adalah Intentionally being smoothed by managemen yang terdiri dari real smoothing dan artificial smoothing Faktor Pendorong Praktik Income Smoothing Beberapa faktor yang mendorong manajemen melakukan perataan laba adalah (Sugiarto, 2003): Kompensasi bonus Pada penelitiannya, Healy menemukan bukti bahwa manajer yang tidak dapat memenuhi target laba yang ditentukan akan memanipulasi laba agar dapat mentransfer
5
laba masa kini menjadi laba masa depan. Selain itu, menurut Harahap(2005), pentingnya laporan keuangan mengundang manajemen untuk meratakan laba demi mendapatkan bonus yang tinggi. Kontrak Utang Defond dan Jimbalvo (1994) dengan menggunakan model Jones, mengevaluasi tingkat akrual perusahaan yang tidak dapat memenuhi target laba. Mereka menemukan bahwa perusahaan yang melanggar perjanjian utang telah merekayasa labanya, satu periode sebelum perjanjian utang itu dibuat. Faktor Politik Jones (1991) meneliti perusahaan yang sedang diinvestigasi oleh International Trade Commision (ITC). Ia menemukan bukti bahwa produsen domestic cenderung menurunkan laba dengan teknik discretionary accrual untuk mempengaruhi keputusan regulasi impor. Naim dan Hartono (1996) meneliti perusahaan yang diduga melakukan monopoli dan menemukan bahwa manajer perusahaan melakukan perataan laba untuk menghindari UU Anti-Trust. Pengurangan Pajak Perusahaan melakukan perataan laba untuk mengurangi jumlah pajak yang harus dibayarkan kepada pemerintah (Arens, Elder, Beasley, 2002) Perubahan CEO Pouciao (1993) menemukan bukti bahwa perekayasaan laba dilakukan dengan meningkatkan unexpected accruals pada periode satu tahun sebelum penggantian eksekutif tak rutin. Penawaran saham perdana Clarkson et al (1992) menyatakan ada reaksi positif dari pengumuman earnings forecast yang ada di prospektus dengan tingkat penjualan saham, karena public hanya melihat laporan keuangan yang dilaporkan pada regulator. Banyak perusahaan yang melakukan perataan laba demi mendapatkan dan mempertahankan investor (Jones, 2005). Teknik Perataan Laba Berbagai teknik yang dilakukan dalam perataan laba diantaranya ialah (Sugiarto, 2003): Perataan melalui waktu terjadinya transaksi.atau pengakuan transaksi. Pihak manajemen dapat menentukan atau mengendalikan waktu transaksi melalui kebijakan manajemen sendiri (accruals) misalnya biaya riset dan pengembangan. Perataan melalui alokasi untuk beberapa periode tertentu. Manajer mempunyai wewenang untuk mengalokasikan pendapatan atau beban untuk periode tertentu. Misalnya: jika penjualan meningkat maka manajemen dapat membebankan biaya riset dan pengembangan serta amortisasi goodwill pada periode itu untuk menstabilkan laba. Perataan melalui klasifikasi. Manajemen memiliki kewenangan untuk mengklasifikasikan pos-pos rugi laba dalam kategori yang berbeda. Misalnya jika pendapatan non-operasi sulit didefinisikan, maka manajer dapat mengklasifikasikan pos itu pada pendapatan operasi atau pendapatan non-operasi.
6
Leverage Leverage menunjukan proporsi penggunaan utang untuk membiayai investasinya. Semakin besar utang perusahaan maka semakin besar resiko yang dihadapi investor sehingga investor akan meminta tingkat keuntungan yang semakin tinggi. Akibatnya kondisi tersebut mendorong manajemen perusahaan untuk melakukan praktik income smoothing. Penelitian Masodah (2007) dan Oktaviani (2010) menunjukkan bahwa leverage yang diukur dengan debt to equity ratio (DER) berpengaruh terhadap Income Smoothing. Adanya indikasi perusahaan yang mempunyai tingkat leverage yang tinggi diduga melakukan perataan laba karena perusahaan terancam default sehingga manajemen membuat kebijakan yang dapat meningkatkan pendapatan. Free Cash Flow Jensen (1986) menyatakan bahwa jika arus kas bebas dalam perusahaan tidak digunakan atau diinvestasikan untuk memaksimalkan atau menyeimbangkan bunga pemegang saham, maka hal ini akan memunculkan masalah keagenan. Dimana manajer akan memilih untuk berinvestasi pada proyek yang tidak menguntungkan. Dampaknya perusahaan akan berada pada posisi pertumbuhan yang rendah. Tidak adanya pengawasan atau tindakan kedisiplinan yang efektif oleh pemegang saham independent lain membuat manajer dapat mengaburkan informasi dengan memberikan pengungkapan yang minimal atau memanipulasi sejumlah akuntansi. Manajer tidak memberikan arus kas yang terproyeksi secara internal untuk beberapa investasi. Sebagai hasilnya dari keuntungan pribadi, manajer akan menyiapkan perkiraan arus kas dan laba yang diproyeksikan. Proporsi Dewan Komisaris Independen Kemampuan monitoring dari direksi akan semakin berkurang jika dewan direksi tersebut juga menduduki posisi sebagai manajemen puncak (CEO), jika fungsi independensi dewan direksi cenderung lemah, maka ada kecenderungan terjadinya moral hazard yang dilakukan oleh para direktur perusahaan untuk kepentingannya yang berdampak pada manipulasi laba. Oleh karena itu sangat diperlukan komisaris independent yang akan mengawasi direksi dalam menjalankan perusahaan. (Fama dan Jensen, 1983 dalam Andriani, 2012) menyatakan bahwa non-executive direstor (komisaris independent) dapat bertindak sebagai penengah dalam perselisihan yang terjadi antara para manajer internal dan mengawasi kebijakan manajemen serta memberikan nasihat kepada manajemen. Komisaris independent merupakan posisi terbaik untuk melaksanakan fungsi monitoring agar tercipta perusahaan yang good corporate governance. Penelitian mengenai keberadaan dewan komisaris independent telah dilakukan diantaranya yaitu; Setiawan dan Nasution (2007). Praktik corporate governance yang diteliti yaitu komposisi dewan komisaris independent. Kesimpulan dari hasil penelitianya adalah bahwa keberadaan pihak independent dalam dewan komisaris mampu mengurangi tindak manajemen laba. Palestin (2008) menemukan bahwa variable proporsi dewan komisaris mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap manajemen laba.
7
Komite Audit Berdasarkan peraturan BI No.8/4/PBI/2006 tugas komite audit adalah melakukan pemantauan dan evaluasi atas perencanaan dan pelaksanaan audit serta pemantauan atas tindak lanjut hasil audit dalam rangka menilai kecukupan proses pelaporan keuangan. Carcello et al. (2006) menyelidiki hubungan antara keahlian komite audit di bidang keuangan dan manajemen laba. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa keahlian komite audit independent di bidang keuangan terbukti efektif mengurangi manajemen laba. Penelitian Nasution dan Setiawan (2007) mengenai komite audit memberikan bukti secara empiris bahwa perusahaan yang membentuk komite audit mampu mengurangi praktik manajemen laba. Hasil yang sama juga ditunjukkan oleh Wedari (2004) dalam penelitiannya, keberadaan komite audit berpengaruh negative terhadap manajemen laba. Ini berarti komite audit telah menjalankan tugasnya dengan baik. Kualitas Audit Audit laporan keuangan bertujuan untuk memberikan kepastian mengenai relevansi dan keandalan integritas dari laporan keuangan yang disajikan oleh pihak manajemen karena sangat diperlukan untuk membantu pihak eksternal dalam mengambil suatu keputusan bisnis. Kualitas audit dalam penelitian ini diukur dengan proksi ukuran KAP. Dengan asumsi bahwa Auditor yang bekerja di KAP Big 4 merupakan auditor yang memiliki keahlian dan memiliki reputasi yang tinggi dibanding auditor Non Big 4. Meutia (2004) meneliti hubungan antara kualitas auditor dengan manajemen laba menemukan bahwa semakin tinggi kuailitas auditor maka semakin rendah tindakan manajemen laba yang terjadi di perusahaan dan menyimpulkan bahwa kantor akuntan public yang lebih besar, kualitas audit yang dihasilkan juga lebih baik. Hasil yang senada juga ditunjukkan oleh Guna dan Herawaty (2010), Penelitiannya membuktikan bahwa hasil audit yang berasal dari KAP Big 4 mampu meminimalisai adanya income smoothing. Kepemilikan Manajerial Pemahaman terhadap kepemilikan perusahaan sangat penting karena berkaitan dengan pengendalian operasional perusahaan. Perataan laba sangat di tentukan oleh motivasi manajer perusahaan. (Hessel Nagi, 2003 dalam Makaryanawati dan Milani, 2008) menyatakan bahwa agency problem antara pemilik perusahaan (stakeholders) dengan manajemen (agent) yang potensial akan terjadi jika manajer memiliki kurang dari 100% saham perusahaan. Sehingga motivasi yang berbeda akan menghasilkan besaran manajemen laba dalam kasus ini adalah perataan laba yang berbeda pula, seperti antara manajer yang sekaligus merupakan pemegang saham dengan manejer yang tidak menjadi pemegang saham. Bisa dikatakan bahwa presentase tertentu kepemilikan saham oleh pihak manajemen kecenderungannya adalah negative terhadap praktik perataan laba. Maka semakin tinggi kepemilikan saham perusahaan yang beredar oleh pihak manajemen, maka praktik perataan laba akan semakin turun.
METODE PENELITIAN Pemilihan Sampel dan Pengolahan Data Sampel penelitian ini adalah perusahaan manufaktur sektor industri dasar dan kimia yang tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI) dari tahun 2007-2011. Data yang digunakan
8
adalah data sekunder yaitu laporan keuangan tahunan perusahaan manufaktur sektor industri dasar dan kimia. Semua data tersebut diperoleh dari halaman web (website) resmi Bursa Efek Indonesia www.idx.co.id. Pemilihan sampel dalam penelitian ini menggunakan metode purposive sampling. Dengan metode ini diperoleh 30 perusahaan manufaktur sektor industri dasar dan kimia yang terdaftar di BEI dan menerbitkan laporan keuangan dari tahun 2007-2011. Untuk mengklasifikasikan perusahaan yang melakukan atau tidak melakukan perataan laba digunakan Indeks Eckel. Analisis data menggunakan regresi logistic dengan pendekatan binary response, karena variabel dependennya merupakan variabel dummy. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel independen terdiri dari enam variabel yaitu leverage, free cash flow dan good corporate governance yang diproksikan proporsi dewan komisaris independen, komite audit, kualitas audit dan kepemilikan manajerial. Untuk variabel dependen hanya satu yaitu income smoothing. Income Smoothing Untuk menentukan status perataan laba digunakan indeks eckel Leverage Debt Equity Ratio diukur dengan menggunakan rasio total utang terhadap total modal Free cash flow Free cash flow dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan rasio free cash flow dibagi dengan total aktiva Proporsi dewan komisaris independen Proporsi dewan komisaris independen dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan jumlah komisaris yang berasal dari luar (independen) terhapa jumlah total dewan komisaris independen Komite audit Komite audit dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan presentase jumlah anggota luar komite audit dari seluruh anggota Kepemilikan manajerial Kepemilikan manajerial dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan presentase jumlah saham yang dimiliki oleh pihak manajemen pada akhir tahun terhadap total saham yang beredar Teknik Analisis Data dan Pengujian Hipotesis Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan regresi logistik (logistic regression). Regresi logistik digunakan dalam penelitian ini karena variabel bebasnya merupakan kombinasi antara metrik dan non metrik (nominal) (Ghozali, 2006). Model regresi logistic yang digunakan untuk menguji hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: IS = a + b (LEV) + c (FCF) d (PDKI) + e (KA) + f (KM) + g (AUDIT) Keterangan : IS : Income smoothing a : konstanta b,c,d,e,f,g : koefisien LEV : leverage FCF : free cash flow PDKI : proporsi dewan komisaris independent
9
KA KM AUDIT e
: komite audit : kepemilikan manajerial : kualitas audit : error
HASIL DAN PEMBAHASAN Menguji Model Fit (Overal Model Fit Test) Uji model fit ini diigunakan untuk menilai model yang telah dihipotesiskan telah fit atau tidak dengan data. Pengujian ini dilakukan dengan cara membandingkan nilai antara -2 log likelihood pada awal (block number = 0) dengan nilai -2 log likelihood pada akhir (block number = 1). Nilai -2 log likelihood awal pada block number = 0, nilai sebesar 125.065. Selanjutnya nilai -2 LL akhir dengan block number = 1 mengalami perubahan setelah masuknya beberapa varibel independen pada model penelitian, akibatnya nilai -2 LL akhir menunjukkan nilai sebesar 108.970. Adanya pengurangan nilai antara -2LL awal dengan nilai -2LL akhir pada langkah berikutnya menunjukkan bahwa model yang dihipotesiskan fit dengan data (Ghozali, 2006). Koefisien Determinasi Tabel 1 Model Summary Step
-2 Log likelihood
Cox & Snell R Square
108.970a
1
Nagelkerke R Square
.102
.180
Sumber : Data sekunder yang telah diolah
Tabel 1 menunjukkan nilai Nagelkerke R Square. Dilihat dari hasil output pengolahan data nilai Nagelkerke R Square adalah sebesar 0,180 yang berarti kombinasi variabel independen yaitu leverage, free cash flow dan good corporate governance yang diproksikan proporsi dewan komisaris independen, komite audit, kualitas audit dan kepemilikan manajerial mampu menjelaskan variasi dari variabel dependen yaitu income smoothing adalah sebesar 18 % sedangkan sisanya dijelaskan oleh faktor–faktor lain yang tidak diikutsertakan dalam model. Menguji Kelayakan Model Regresi Dalam pengujian kelayakan model regresi logistik dapat dilakukan dengan menggunakan Goodness of Fit Test yang diukur dengan nilai Chi-Square pada bagian bawah uji Hosmer and Lemeshow. Tabel 2 Hosmer and Lemeshow Test Hosmer and Lemeshow Test Step 1
Chi-square
df
5.603
Sig. 8
Sumber: Data sekunder yang telah diolah
10
.692
Pada tabel 2 terlihat bahwa besarnya nilai statistik Hosmer and Lemeshow Goodness of fit adalah 5,603 dengan tingkat signifikan 0,692 yang nilainya jauh diatas 0,05. Angka tingkat signifikan > 0,05 sehingga Ho diterima. Hal ini berarti model regresi layak dipakai untuk analisa selanjutnya, karena tidak ada perbedaan yang nyata antara klasifikasi yang diprediksi dengan klasifikasi yang diamati. Pengujian Hipotesis Uji hipotesis seccara parsial (variable in the equetion) Dalam hasil pengujian hipotesis ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada pengaruh dari variabel-variabel bebas terhadap income smoothing. Pengujian dengan regresi logistik ditunjukkan dalam tabel berikut ini: Tabel 3 Hasil Uji hipotesis secara parsial Variables in the Equation Keterangan B
S.E.
Wald
df
Sig.
Signifikan / tidak Hipotesis yang signifikan diterima
LEV
1.080
.441
5.987
1
.014
signiifikan
Terima
FCF
-1.715
2.528
.460
1
.498 Tidak signifikan
Tolak
.130
.536
.059
1
.808 Tidak signifikan
Tolak
KA
-1.775
.922
3.706
1
.048
signifikan
Terima
KM
.212
2.682
.006
1
.937 Ttidak signifikan
Tolak
AUDIT
-.426
.534
.635
1
.425 Tidak signifikan
Tolak
Constant
1.881
.730
6.636
1
.010
PDKI
a. Dependent variable : IS Sumber: Data sekunder yang telah diolah
Tabel 3 menunjukkan hasil pengujian dengan regresi logistik pada tingkat signifikansi 5%. Dari pengujian dengan regresi logistic diatas maka diperoleh persamaan regresi logistik sebagai berikut: IS
= 1881 + 1080 (LEV) – 1715 (FCF) + 0.130 (PDKI) -1775 (KA) + 0.212 (KM) – 0.426 (AUDIT)
Pengaruh leverage terhadap income smoothing. Variabel Leverage (LEV) yang diukur dengan DER memiliki nilai signifikan sebesar 0.014 . Nilai sig sebesar 0.014 < 0.05, berarti variabel leverage berpengaruh terhadap income smoothing. Oleh karena itu, “H1: Leverage berpengaruh terhadap income smoothing” diterima Hal ini mengindikasi bahwa semakin tinggi nilai DER maka semakin tinggi nilai income smoothing, begitupun sebaliknya semakin rendah nilai DER maka semakin rendah nilai income smoothing. Sehingga, semakin besar utang perusahaan maka semakin besar resiko, resiko keuangan yang tinggi mengindentifikasikan bahwa
11
perusahaan mengalami kesulitan keuangan yang akan mempengaruhi kondisi perusahaan dimata public. Akibatnya perusahaan cenderung untuk melakukan income smoothing. Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh Masodah (2007) dan Oktaviani (2010) yang membuktikan bahwa variabel leverage (debt to equity) berpengaruh signifikan terhadap income smoothing. Tetapi bertolak belakang dengan penelitian yang dilakukan oleh Silviana (2010) yang menyatakan bahwa variable leverage (debt to equity) tidak berpengaruh terhadap tindakan perataan laba. Pengaruh free cash flow terhadap income smoothing Variabel free cash flow (FCF) memiliki nilai signifikan 0.498. Nilai sig sebesar 0.498 > 0.05, maka variable free cah flow tidak berpengaruh secara signifikan terhadap income smoothing. Oleh karena itu, “H2: Free cash flow berpengaruh terhadap income smoothing” ditolak Hasil penelitian ini didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Andriani (2012). Hal ini dikarenakan bahwa kas bebas yang tersedia untuk pertumbuhan, pembayaran utang dan deviden sangat lah sedikit. Sehingga manajer pun tidak dapat memanfaatkan kas bebas tersebut untuk kepentingan dirinya sendiri dengan bertindak oportunis. Pengaruh proporsi dewan komisaris independen terhadap income smoothing Variabel proporsi dewan komisaris independen (PDKI) memiliki nilai signifikan sebesar 0.808. Nilai sig sebesar 0.808 > 0.05, artinya variable proporsi dewan komisaris independen tidak berpengaruh secara signifikan terhadap income smoothing. Sehingga, “H3: Proporsi dewan komisaris independen berpengaruh terhadap income smoothing” ditolak. Hasil penelitian ini sama dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Makaryanawati dan Milani (2008). Ini dikarenakan proporsi dewan komisaris independen dari sampel penelitian telah sesuai dengan ketentuan ketentuan dalam surat direksi nomor kep-305/BEJ/07/2004 yang menyatakan bahwa komisaris independen yang jumlahnya secara proporsional sebanding dengan jumlah saham yang dimiliki oleh bukan pemegang saham pengendali dengan ketentuan jumlah komisaris independen sekurang-kurangnya 30% dari jumlah seluruh anggota komisaris Proporsi tersebut dirasakan cukup untuk dapat memberikan kontribusi pengawasan yang efektif terhadap hasil dari proses penyusunan laporan keuangan agar terhindar dari manipulasi laporan keuangan yang dilakukan manajer Penagaruh komite audit terhadap income smoothing Variabel komite audit (KA) memiliki nilai signifikan sebesar 0.048. Nilai signifikan 0.048 < 0.05, yang berarti variable komite audit berpengaruh secara signifikan terhadap income smoothing. Oleh karena itu, “H4: Komite audit berpengaruh terhadap income smoothing” diterima Hal tersebut tidak sesuai dengan keputusan Direksi BEJ yang saat ini bernama BEI nomor: KEP-399/BEJ/07-2001 tentang Peraturan Pencatatan Efek di Bursa poin C, bahwa keanggotaan komite audit sekurang-kurangnya terdiri dari tiga orang anggota, dimana seorang diantaranya merupakan komisaris independent perusahaan tercatat yang sekaligus merangkap sebagai ketua komite audit, anggota lainnya merupakan pihak eksternal yang independent dimana sekurang-kurangnya satu diantaranya memiliki
12
kemampuan di bidang akuntansi dan atau keuangan. Namun pada kenyataannya tidak semua perusahaan memiliki komite audit independen yang dapat menjalankan peran monitoring dalam perusahaan. Hasil penelitian ini bertolak belakang dengan penelitian yang dilakukan oleh Gusnadi dan Budiharta (2008), Palestin (2009), Siddharta dan Silva (2005) serta Setiawan dan Nasution (2007) komite audit tidak berpengaruh terhadap tindakan perataan laba. Pengaruh kualitas audit terhadap income smoothing Variabel kualitas audit (AUDIT), memiliki nilai signifikan sebesar 0.425. Nilai signifikan 0.425 > 0.05 sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel kualitas audit tidak berpengaruh secara signifikan terhadap income smoothing. Dengan demikian, “H5: Kualitas audit berpengaruh terhadap income smoothing” ditolak. Dilihat dari jumlah sample yang menggunakan jasa KAP Big 4 lebih besar bila dibandingkan dengan yang menggunakan KAP non-Big 4, yakni sebesar 57%. Ini menunjukkan banyak perusahaan yang menggunakan jasa KAP Big 4 karena relative lebih independen dibandingkan auditor internal dan kualitas auditnya juga lebih baik, sehingga dapat meminimalkan kasus manipulasi laba dan meningkatkan kredibilitas informasi akuntansi dalam laporan. Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh serta Gusnadi dan Budiharta (2008), Siddharta dan Silva (2005) kualitas audit yang diukur berdasarkan ukuran KAP tidah berpengaruh terhadap tindakan perataan laba. Namun bertolak belakang dengan penelitian yang dilakukan oleh Herni dan Susanto (2008) serta Guna dan Herawaty (2010) bahwa kualitas audit yang diukur berdasarkan ukuran KAP berpengaruh terhadap tindakan perataan laba. Pengaruh kepemilikan manajerial terhadap income smoothing Variabel Kepemilikan Manajerial (KM), memiliki nilai signifikan sebesar 0.937. Nilai signifikan 0.937 > 0.05 sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel kepemilikan manajerial tidak berpengaruh secara signifikan terhadap income smoothing. Dengan demikian,”H6 : Kepemilikan Manajerial berpengaruh terhadap income smoothing “ ditolak Hal ini dapat di buktikan dengan rata – rata yang dimiliki adalah 40,3 % kepemilikan saham manajerial. Dengan persentase tersebut, manajer yang sekaligus merupakan pemegang saham dapat juga berperan sebagai pengendali operasioanal perusahaan, sehingga dapat memperkecil adanya praktik income smoothing pada perusahaan. Semakin tinggi kepemilikan saham yang beredar oleh pihak manajemen, maka praktik perataan laba akan semakin menurun Walaupun hasil penelitian ini gagal menemukan hubungan yang negatif antara kepemilikan manajerial dengan perataan laba, namun penelitian ini selaras dengan hasil penelitian yang telah di lakukan oleh Makaryanawati Milani (2008) ketika menganalisis pengaruh GCG terhadap perataan laba , diperoleh bahwa kepemilikan manajerial tidak sama sekali berpengaruh terhadap income smoothing. Uji hipotesis secara simultan (Omnibus test of models coefficients) Uji hipotesis ini digunakan untuk mengetahui apakah semua variabel independen yang dimasukkan dalam model regresi mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variable dependen. Berikut ini hasil uji omnibus test of model coefficients :
13
Tabel 4 Uji hipotesis secara simultan Omnibus Tests of Model Coefficients
Step 1
Chi-square
df
Sig.
Step
16.095
6
.013
Block
16.095
6
.013
Model
16.095
6
.013
Sumber : Data skunder yang telah diolah
Dari tabel 4 di atas, di peroleh signifikansi sebesar 0.013 angka 0.013 ini < 0.05, maka Ho di tolak dan Ha di terima . hal ini berarti adanya, DER, free cash flow , proporsi dewan komisaris independen, komite audit, ukuran KAP dan kepemilikan manajerial secara simultan terbukti berpengaruh terhadap Income smoothing yang dilakukan oleh manajemen. Hal ini dikarenakan bila seluruh komponen variabel dari good corporate governance serta leverage dan free cash flow disatukan, maka pengendalian yang dilakukan terhadap perilaku manajemen yang cenderung melakukan praktik perataan laba menjadi lebih efektif KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Penelitian ini berisikan suatu model untuk menguji pengaruh leverage, free cash flow dan corporate governance terhadap income smoothing baik secara simultan maupun parsial. Dari hasil pengujian regresi logistik dengan menggunakan SPSS 17 secara parsial, dapat disimpulkan bahwa leverage berpengaruh terhadap income smoothing karena apabila angka leverage yang diukur dengan DER semakin tinggi maka akan semakin rendah kemampuan perusahaan untuk membayar kewajibannya. Sehingga manajer akan melakukan income smoothing. Komite audit berpengaruh terhadap income smoothing, hal ini dapat terjadi karena keberadaan komite audit dalam perusahaan tidak dapat menjalankan tugasnya dalam memonitor pelaporan keuangan sehingga keberadaan komite audit gagal dalam mendeteksi praktik income smoothing pada perusahaan. Dan secara simultan variabel independen berpengaruh terhadap income smoothing. Hal ini dikarenakan apabila seluruh komponen leverage, free cash flow dan good corporate governance disatukan, maka pengendalian yang dilakukan terhadap perilaku manajemen yang cenderung melakukan perataan laba lebih efektif. Saran Dengan melihat keterbatasan yang dikemukakan sebelumnya. Maka saran yang diajukan penulis adalah sebagai berikut: Bagi investor, hendaknya tidak hanya berfokus pada laba perusahaan yang dilaporkan dalam laporan laba/rugi dalam menilai kinerja dan going concern perusahaan. Investor juga di haruskan mempertimbangkan bagaimana cara pihak manajemen dalam menghasilkan laba. Bagi perusahaan yang listing di Bursa Efek Indonesia, hendaknya menginformasikan laba yang benar-benar terjadi pada perusahaan, bukan hasil dari praktik perataan laba yang di lakukan. Sehingga laporan keuangan yang di hasilkan
14
memiliki kredibilitas yang tinggi dan mencerminkan keadaan perusahaan yang sesungguhnya. Bagi peneliti dan kalangan akademis, dengan adanya keterbatasan pada penelitian ini, maka pada penelitian selanjutnya bisa di kembangkan dengan menggunakan sampel dari berbagai kategori perusahaan lainnya dan menambah jumlah periode tahun amatan sehingga tingkat generalisasinya dapat diangkat. Penelitian selanjutnya dapat mempertimbangkan faktor-faktor lain yang mempengaruhi variabel dependen, misalnya menambah variabel fundamentalnya seperti ukuran perusahaan, profitabilitas, dan tidak hanya leverage dan free cash flow. Serta Variabel yang termasuk dalam corporate governance sebaiknya ditambah dengan variabel lain seperti kepemilikan institusional, dan indepedensi auditor DAFTAR PUSTAKA Anthony, N. and Vijay Govindarajan. 2005. Management Control System, Edisi Kesebelas. Jakarta:Salemba Empat Andriani, Ayu. 2012. Bukti Empiris Perataan Laba dan Hubungannya Dengan Variabel Fundamental, Good Corporate Governance & Kebijakan Deviden Pada Perusahaan Perbankan Yang Terdaftar Di BEI. Skripsi Fakultas Ekonomi Universitas Gunadarma. Bangun, Nurainun and Vincent. 2008. Analisis Hubungan Komponen Good Corporate Governance terhadap Manajemen Laba dengan Kinerja Keuangan pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI. Jurnal Akuntansi/Tahun XII. No.03 Hal.289-302 Belkoui, Ahmad Kabi. 2001. Teori Akuntansi. Jakarta: Salemba Empat Biedleman, 1973. Income Smoothing: The Role of Management. Accounting Review. October,p. 653-667 Carcello et al. 2006. Audit Committee Financial Expertise, Competing Corporate Governance Mechanisms, and Earnings Management. Available on-line at www.ssrn.com. Financial Accounting Standards. 1986. Accounting Standars. Statements Of Financial Accounting Consepts 1. Stamford, Connecticut Ghozali, Imam. 2006. Statistik Non-Parametrik–Teori dan Aplikasi dengan Program SPSS. Unversitas Diponegoror: Semarang Guna, Welvin I. and Arleen Herawaty. 2010. Pengaruh Mekanisme Good Corporate Governance, Independensi Auditor, Kualitas Audit dan Faktor Lainnya terhadap Manajemen Laba. Jurnal Bisnis dan Akuntansi. Vol 12, No 1. Hlm. 53-68 Gusnadi and Pratiwi Budiharta. 2008. Analisis Pengaruh Karakteristik Perusahaan dan Penerapan Good Corporate Governance terhadap Tindakan Perataan Laba yang Dilakukan Oleh Perusahaan yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta. Modus Vol.20 (2): 126-138. Herni dan Yulius Kurnia Susanto. 2008. Pengaruh Struktur Kepemilikan Public, Praktik Pengelolaan Perusahaan, Jenis Industry, Ukuran Perusahaan, Profitabilitas dan Resiko Keuangan terhadap Tindakan Perataan Laba (Studi Empiris pada Industry yang Listing di Bursa Efek Jakarta). Jurnal Ekonomi and Bisnis Indonesia. Vol. 23 No.3. Hal: 302-314. Isnanta, 2008. Pengaruh Corporate Governance dan Struktur Kepemilikan terhadap Manajemen Laba dan Kinerja. UII: Yogyakarta.
15
Jensen, M.C. and W.H. Meckling. 1976. Theory of the Firm: Managerial Behavior, Agency Costs, and Ownership Structure. Journal of Financial Economics: 305360. Makaryanawati, Milani. 2008. Pengaruh Good Corporate Governance Terhadap Praktik Perataan Laba Pada Perusahaan Manufaktur Yang Listing di BEI. MODERNISASI, Vol. 4 No. 1. Hal 14-31 Masodah, 2007. Praktik Perataan Laba Sektor Industri Perbankan dan Lembaga Keuangan Lainnya dan Faktor yang Mempengaruhinya. Proceeding PESAT, Vol. 2: A16 – A23. Meutia, Inten. 2004. Pengaruh Independensi Auditor terhadap Manajemen Laba untuk KAP Big 5 dan Non Big 5, Jurnal Riset Akuntansi Indonesia, Vol. 7, No. 3 Nasution, Marihot and Doddy Setiawan. 2007. Pengaruh Corporate Governance terhadap Manajemen Laba di Industri Perbankan Indonesia. Simposium Nasional Akuntansi X Unhas Makasar Oktaviani, Melinda. 2010. Analysis Of Factor Affecting Alignment Income (Income Smoothing) Period 2006-2009 (Empirically Study: The Banking Sector Registered at BEI). Universitas Gunadarma. Palestin, 2008. Analisis Pengaruh Struktur Kepemilikan, Praktik Corporate Governance dan Kompensasi Bonus terhadap Manajemen Laba (Studi Empiris pada PT Bursa Efek Indonesia). Siregar, Sylvia Veronica N.P. and Siddharta Utama. 2005. Pengaruh Struktur Kepemilikan, Ukuran Perusahaan, dan Praktek Corporate Governance terhadap Pengelolaan Laba. Simposium Nasional Akuntansi VII. ____________________. 2006. Pengaruh Struktur Kepemilikan, Ukuran Perusahaan, dan Praktek Corporate Governance terhadap Pengelolaan Laba. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia,Vol 9 No. 3, Hal.307-326 Silviana. 2010. Analisis Perataan Laba (Income Smoothing): Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perataan Laba pada Perusahaan Manufaktur Sector Industry Dasar dan Kimia yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (2005-2009). Universitas Gunadarma. Sugiarto, Sopa . 2003. Perataan Laba Dalam Mengantisipasi Laba Masa Depan Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta. Simposium Nasional Akuntansi VI. Wedari, Linda Kusumaning. 2004. Analisis Pengaruh Proporsi Dewan Komisaris dan Keberadaan Komite Audit terhadap Aktivitas Manajamen Laba. Simposium Nasional Akuntansi 7 Denpasar tanggal 2 -3 Desember 2004 Wisnumurti, Adhika. 2010. Analisis Pengaruh Corporate Governance terhadap Hubungan Asimetri Informasi dengan Praktik Manajemen Laba. Skripsi Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro Semarang. Zuhri, Akhmad Bakkrudin. 2011. Pengaruh Arus Kas Bebas dan Komite Audit terhadap Manajemen Laba. Skripsi Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro.
16