Susanti et al./ Maternal Employment Status, Ethnicity, Food Intake
Maternal Employment Status, Ethnicity, Food Intake, and Their Effects on Teenage Obesity, in Surakarta Rahmah Purwaningsih Febri Susanti1), Bhisma Murti1,2), Dono Indarto2) 1) Masters 2)
Program in Public Health, Sebelas Maret University, Surakarta Faculty of Medicine, Sebelas Maret University, Surakarta
ABSTRACT Background: Obesity is one of the main causes of premature death in adulthood. The prevalence of teenage obesity in Indonesia has been increasing from 1.4% in 2007 to 7.3%. It is hypothesized that the risk of obesity is influenced by lifestyle and socio-economic status. This study aimed to determine the effect of maternal job status, ethnicity, and food intake, on the risk of obesity in teenagers. Subjects and Method: This was an analytical observational using case-control design. This study was conducted in Surakarta, in September – November 2016. A total of 120 teenagers were selected for the study, consisting of 41 obese teenagers aged 16-18 years old and 79 normal weight teenagers, using fixed disease sampling. The dependent variable was obesity. The independent variables were maternal employment status, ethnicity, carbohydrate intake, fat intake, and energy intake. The data were collected using a set of questionnaires. Food intake was measured by 24 hour food recall. The data were analyzed using path analysis model. Results: Energy intake had positive, significant, and direct effect on the risk of teenage obesity (b = 6.75; 95%CI = 4.36 to 9.14; p = <0.001). Working mother indirectly had positive and significant effect on teenage obesity, via fat intake (b=0.77; 95% CI = 0.03 to 1.52; p=0.040). Fat intake indirectly had positive and significant effect on teenage obesity, via energy intake (b=4.16; 95%CI=1.95 to 6.38; p=0.001). Likewise, carbohydrate intake had positive and significant effect on teenage obesity, via energy intake (b = 3.31; 95% CI= 1.73 to 4.88; p = 0.001). Ethnicity (Chinese versus Javanese) did not have significant effect on teenage obesity (b =-1.14; 95% CI =-3.56 to 1.28; p = 0.355). Conclusion: Energy intake has direct effect on the risk of teenage obesity. Fat intake, carbohydrate intake, and maternal employment status, have indirect effect on the risk of teenage obesity. Keywords: maternal employment status, ethnicity, food intake, obesity, teenager. Corsubjek penelitiance : Rahmah Purwaningsih Febri Susanti Master Program in Public Health Sebelas Maret University
[email protected]
LATAR BELAKANG Obesitas dan kaitannya dengan berbagai komorbiditas telah menjadi ancaman serius bagi kesehatan global (Finucane et al., 2011). Obesitas merupakan penyebab utama terjadinya penyakit kardiovaskuler (Ahima, 2016). Obesitas dan overweight menimbulkan risiko utama pada penyakit
kronis yang serius, dan berhubungan dengan 40 penyakit kronik (ASMBS, 2013). Obesitas dan overweight menyebabkan sekitar 80% penyakit diabetes militus tipe 2, sekitar 35% penyakit iskemik jantung, 55% penyakit hipertensi, 1 juta kematian dan 12 juta angka kesakitan tiap tahunnya (WHO Europe, 2007). Obesitas menyebabkan peningkatan risiko kematian dini sebesar 510% dibandingkan individu dengan berat 79
Journal of Epidemiology and Public Health (2016), 1(2):79-89
badan normal dan berhubungan dengan penyakit kanker (ASMBS, 2013). Remaja dengan obesitas akan lebih mudah terkena penyakit kardiovaskuler dan prediabetes. Anak-anak dan remaja obesitas memiliki risiko lebih besar untuk mengalami masalah tulang, sendi, serta gagal napas. Anak dan remaja obesitas lebih rentan terhadap masalah sosial dan psikologis, seperti stigmatisasi dan harga diri yang buruk dari masyarakat (Li et al., 2009; CDC, 2011; Ahima, 2016). Peningkatan kasus obesitas pada anak dan remaja sejajar dengan orang dewasa. Prevalensi yang cenderung meningkat pada anak maupun orang dewasa merupakan peringatan bagi pemerintah dan masyarakat tentang implikasi dari obesitas (Sartika, 2011). Adult Treatment Panel (ATP-III) dari National Cholesterol Education Program (NCEP) menyarankan pengurangan indeks masa tubuh sebagai pencegahan primer penyakit kardiovaskuler (Ahima, 2016). Obesitas pada remaja penting untuk diperhatikan karena berisiko sebesar 80% untuk menetap hingga usia dewasa. Overweight dan obesitas pada anak dan remaja mengakibatkan morbiditas dan prematur mortalitas pada usia dewasa (Reilly dan Kelly, 2011; Strand et al., 2012). Sebesar 70% obesitas pada remaja berisiko memiliki minimal satu faktor risiko dari penyakit kardiovaskuler pada usia dewasa (Freedman et al., 2007). Obesitas yang menetap sampai usia dewasa akan memicu timbulnya beberapa penyakit degeneratif, sehingga perlu dilakukan upaya pencegahan terjadinya overweight dan obesitas sejak dini (Octari et al., 2014). Data WHO menunjukkan bahwa obesitas di seluruh dunia meningkat dua kali lipat sejak tahun 1980. Tahun 2014 lebih dari 1.9 milyar (39%) orang dewasa berusia 18 tahun ke atas menderita overweight dengan 600 juta (13%) diantaranya obe-
sitas (WHO, 2015). Amerika sebagai negara dengan peringkat obesitas tertinggi memiliki prevalensi obesitas sebesar 35.3% dari populasi berusia 15 tahun keatas (OECD, 2014). Indonesia menempati urutan sepuluh negara dengan tingkat obesitas tertinggi di dunia (BBC, 2014). Prevalensi obesitas pada remaja (2013) kelompok umur 16-18 tahun sebanyak 7.3% (5.7% overweight dan 1.6% obesitas), meningkat sebesar 5.9% dari 1.4% tahun 2007. Prevalensi overweight dan obesitas di Jawa Tengah pada kelompok usia 16-18 tahun sebesar 5.4% dan 1.7%. Surakarta merupakan kota dengan prevalensi overweight dan obesitas remaja (16-18 tahun) tertinggi di Jawa Tengah yaitu 12.3% (6.4% overweight dan 5.9% obesitas) (Balitbang Kemenkes, 2013). Tingginya prevalensi obesitas disebabkan oleh pola konsumsi tinggi kalori dan lemak serta aktivitas fisik yang kurang (WHO, 2003; Anastase dan Nathalie, 2014; Little et al., 2016). Obesitas di daerah perkotaan lebih tinggi dari pada didaerah pedesaan (Pradeepa et al., 2015). Pendidikan dan pekerjaan ibu juga memegang peranan penting dalam obesitas remaja (Abuya et al., 2011; Lamerz et al., 2005; Akbari et al., 2007). Penelitian tentang pengaruh etnis, pola konsumsi makan, pendapatan keluarga terhadap obesitas telah banyak diteliti, akan tetapi masih sedikit penelitian yang menghubungkan berbagai faktor determinan tersebut secara bersamaan. Pada penelitian ini peneliti secara bersamaan meneliti pengaruh status pekerjaan ibu, etnis dan asupan lemak terhadap obesitas. Data yang diperoleh dalam penelitian ini akan dianalisis dengan menggunakan analisis jalur yang masih jarang digunakan di Indonesia. Analisis jalur dipilih untuk mengetahui pengaruh langsung maupun tidak langsung dari variabel independen yang diteliti terhadap obesitas.
80
Susanti et al./ Maternal Employment Status, Ethnicity, Food Intake
SUBJEK DAN METODE Jenis penelitian ini adalah studi observasional analitik dengan pendekatan case control. Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober 2016 di SMA Negeri 6 dan SMA Regina Pacis Surakarta. Jumlah subjek penelitian sebanyak 120 yang terdiri dari 41 subjek penelitian obesitas dan 79 subjek penelitian dengan berat badan normal. Teknik pengambilan sampel menggu-
nakan fixed disease sampling. Pengumpulan data menggunakan kuesioner dan wawancara, data asupan makanan dikumpulkan dengan menggunakan 24 hour food recall. Analisis data menggunakan path analysis. HASIL 1. Karakteristik Subjek Penelitian
Tabel 1. Distribusi subjek penelitian MDR TB Karakteristik Jenis kelamin Laki-laki Perempuan Etnis Jawa Cina Usia (tahun) 16 17 18 TD Sistolik (mmHg) < 120 > 120 TD Diastolik (mmHg) < 80 > 80 Pendidikan Ayah SD SMP SMA DIII S1 S2 Pendidikan Ibu SD SMP SMA DIII S1 S2 Status Pekerjaan Ibu Bekerja IRT Pendapatan keluarga* > 3.500.000 < 3.500.000
Obesitas (kasus) n %
Normal (kontrol) n %
20 21
48.8 51.2
31 48
39.2 60.8
32 9
78 22
55 24
69.6 30.4
22 18 1
53.7 43.9 2.4
39 33 7
49.4 41.8 8.9
30 11
73.2 26.8
79 0
100 0
27 14
65.9 34.1
75 4
94.9 5.1
0 3 14 1 16 7
0 7.3 34.1 2.4 39 17.1
4 2 33 0 29 11
5.1 2.5 41.8 0 36.7 13.9
1 4 16 0 18 2
2.4 9.8 39 0 43.9 4.9
2 5 32 3 33 4
2.5 6.3 40.5 3.8 41.8 5.1
24 17
58.5 41.5
31 48
39.2 60.8
22 19
53.7 46.3
44 35
55.7 44.3
Sumber: Data Primer, 2016.
81
Journal of Epidemiology and Public Health (2016), 1(2):79-89
Karakteristik subjek penelitian (Tabel 1) menunjukkan tidak terdapat pola yang berbeda pada berbagai karakteristik, kecuali status pekerjaan ibu. Kasus obesitas menunjukkan proporsi yang sama antara laki-laki dan perempuan (48.8% dan 51.2%). Tetapi pada kelompok kontrol perempuan (60.8%) lebih banyak daripada laki-laki (39.2%). Berdasarkan etnis, subjek penelitian lebih didominasi oleh etnis Jawa baik pada kelompok kasus maupun kontrol (78% dan 69.6%). Usia subjek penelitian pada kelompok kasus maupun kontrol didominasi subjek penelitian dengan usia 16 tahun (53.7% dan 49.4%). Tekanan darah sistolik subjek penelitian didominasi oleh tekanan darah normal (<120 mmHg) baik pada kelompok kasus maupun kontrol (73.2% dan 100%). Mayoritas tekanan darah diastol subjek penelitian juga normal (<80 mmHg) baik pada kelompok kasus maupun kontrol (65.9% dan 94.9%). Hal tersebut dapat terjadi
karena usia subjek penelitian yang masih muda (16-18 tahun). Pendidikan orang tua subjek penelitian baik pada kelompok kasus maupun kelompok kontrol didominasi oleh tingkat pendidikan tinggi (SMA dan S1), hal tersebut dapat dikarenakan orang tua subjek penelitian berdomisili di Surakata yang merupakan kota pusat pendidikan di eks-karesidenan Surakarta sehingga kesadaran akan pentingnya pendidikan sudah tinggi. Pada kelompok obesitas, status pekerjaan ibu didominasi oleh ibu yang bekerja diluar rumah (58.5%), sedangkan pada kelompok kontrol didominasi oleh ibu yang bekerja didalam rumah (IRT) yaitu sebesar 60.8%. Tingkat pendapatan baik pada kelompok kasus maupun kontrol memiliki proporsi pendapatan yang hampir sama, sedangkan pendapatan keluarga subjek penelitian didominasi oleh pendapatan sangat tinggi (>3.500.000,00) baik pada kelompok kasus dan kontrol yaitu 53.7% dan 55.7%.
Tabel 2. Rerata asupan lemak subjek penelitian Karakteristik Asupan Energi* Cukup Tinggi Asupan Karbohidrat* Cukup Tinggi Asupan Protein* Cukup Tinggi Asupan Lemak* Cukup Tinggi
Obesitas (kasus) n %
Normal (kontrol) n %
4 41
9.8 90.2
78 1
98.7 1.3
6 35
14.6 85.4
76 3
96.2 3.8
1 40
2.4 97.6
14 65
17.7 82.3
1 40
2.4 97.6
70 9
88.6 11.4
Sumber: Data Primer, 2016. *Penggolongan asupan lemak berdasarkan WNPG, 2004. Tabel 2. menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan pola asupan makanan pada kelompok kasus (obesitas) dan kontrol (berat badan normal). Pola asupan makan menunjukkan bahwa pada kelompok kasus (obesitas) didominasi oleh asupan makan
tinggi, sedangkan pada kelompok kontrol (berat badan normal) didominasi oleh asupan makan cukup.
82
Susanti et al./ Maternal Employment Status, Ethnicity, Food Intake
2. Analisis Jalur Analisis data mengunakan analisis jalur (path analysis) dengan STATA 13 diperoleh hasil sebagai berikut :
a. Spesifikasi Model Model awal dalam analisis jalur dapat dilihat pada Gambar 1.
etnis
stts_pkjIbu
binomial
binomial
binomial
Aspn_L
Aspn_E
status_gizi
logit
logit
logit
Aspn_KH Gambar 1. Spesifikasi model analisis jalur b. Identifikasi Model Variabel terukur berjumlah 6, variabel endogen berjumlah 3, variabel eksogen berjumlah 3, serta jumlah parameter sebanyak 5. Degree of freedom (df) = (jumlah variabel terukur x (jumlah variabel terukur + 1)/2-(variabel endogen + variabel eksogen + jumlah parameter) = (6x7)/2–(3+3+5)= 10. Identifikasi model pada analisis jalur kali ini didapatkan nilai df overidentified
(df>0) yang berarti analisis jalur bisa dilakukan. c. Kesesuaian Model dan Estimasi Parameter Model analisis jalur yang dibuat oleh peneliti berdasarkan teori dicek/ dites kesesuaiannya dengan model hubungan variabel yang terbaik menurut komputer dengan menggunakan software STATA Intercooled versi 13.
etnis -1.1
binomial
binomial
Aspn_L
Aspn_E
binomial
6.8
stts_pkjIbu
.78
-.74
4.2
logit
logit
status_gizi -2.7
-4.9 logit
3.3
Aspn_KH Gambar 2. Kesesuaian model dan estimasi parameter 83
Journal of Epidemiology and Public Health (2016), 1(2):79-89
Gambar 2 menunjukkan hasil analisis jalur antara obesitas dan faktor risiko menggunakan STATA 13. Hubungan antara obesitas dengan faktor risiko ditunjukkan oleh nilai koefisien variabel pada setiap jalur. Dari tahap kesesuaian model dan estimasi di dapatkan koefisien variabel sebagai berikut: (1) terdapat hubungan negatif sebesar -1.1 antara etnis dengan obesitas, (2) terdapat
hubungan positif sebesar 0.78 antara status pekerjaan ibu dengan asupan lemak, (3) terdapat hubungan positif sebesar 4.2 antara asupan lemak dengan asupan energi, (4) terdapat hubungan positif sebesar 3.3 antara asupan karbohidrat dengan asupan energi, terdapat hubungan positif sebesar 6.8 antara asupan energi dengan status gizi.
Tabel 3. Hasil analisis jalur faktor risiko obesitas pada remaja Variabel Dependen Direct Status Gizi Indirect Asupan Lemak Asupan Energi
N Observasi = 120 Log likelihood = 121.2206 AIC = 258.4412 BIC = 280.7411
Variabel Independen Etnis (Cina) Asupan Energi (>100% E) Status Pekerjaan Ibu (Bekerja) Asupan Lemak (>25% E) Asupan Karbohidrat (>100% E)
Koefisien Jalur
CI 95% Batas Batas bawah atas
p
-1.14
-3.56
1.28
0.355
6.75
4.36
9.14
<0.001
0.77
0.03
1.52
0.040
4.16
1.95
6.38
<0.001
3.31
1.73
4.88
<0.001
= dihubungkan
Sumber : Data primer, 2016 Tabel 3 menunjukkan hasil analisis data dengan STATA 13. Terdapat hubungan antara etnis dengan penurunan logit risiko obesitas pada remaja, tetapi hubungan tersebut secara statistik tidak signifikan sehingga tidak dapat di andalkan. Remaja dengan etnis Cina memiliki logit risiko obesitas 1.14 lebih rendah dari etnis Jawa (b= -1.14; CI 95%= -3.56 hingga 1.28; p= 0.355). Terdapat hubungan antara asupan energi dengan peningkatan logit risiko terjadinya obesitas pada remaja, dan signifikan secara statistik sehingga temuan tersebut dapat diandalkan. Remaja dengan asupan energi tinggi (≥100% Angka Kecukupan Energi) memiliki logit risiko obesitas 6.75 lebih tinggi
dari remaja dengan asupan energi cukup (<100% Angka Kecukupan Energi) (b= 6.75; CI 95%= 4.36 hingga 9.14; p=<0.001). Terdapat hubungan antara status pekerjaan ibu dan peningkatan logit asupan lemak remaja, dan hubungan tersebut secara statistik signifikan. Ibu yang bekerja di luar rumah memiliki logit risiko remaja mengalami obesitas 0.77 lebih tinggi dari ibu yang bekerja di dalam rumah (IRT) (b= 0.77; CI 95%= 0.03 hingga 1.52; p= 0.040). Terdapat hubungan antara asupan lemak dan peningkatan logit asupan energi remaja, dan hubungan tersebut secara statistik signifikan. Remaja dengan asupan lemak tinggi (>25% Angka Kecukupan Energi)
84
Susanti et al./ Maternal Employment Status, Ethnicity, Food Intake
memiliki logit asupan energi tinggi 4.16 lebih tinggi dari remaja dengan asupan lemak cukup (<25% Angka Kecukupan Energi) (b= 4.16; CI 95%= 1.95 hingga 6.38; p= <0.001). Terdapat hubungan antara asupan karbohidrat dan peningkatan logit asupan energi remaja, dan hubungan tersebut secara statistik signifikan. Remaja dengan asupan karbohidrat tinggi (≥100% Angka Kecukupan Energi) memiliki logit asupan energi tinggi 3.31 lebih tinggi daripada asupan karbohidrat cukup (<100% Angka Kecukupan Energi) (b= 3.31; CI 95%= 1.73 hingga 4.88; p= <0.001). d. Respesifikasi Model Model dalam penelitian ini sudah sesuai dengan data sampel sebagaimana ditunjukkan oleh model saturasi dan juga koefisien regresi yang bernilai lebih dari nol serta secara statistik sudah signifikan, maka tidak perlu dibuat ulang model analisis jalur. PEMBAHASAN 1. Hubungan antara Etnis dengan obesitas pada remaja Tingkat kegemukan dan obesitas bervariasi di berbagai ras dan etnis menggambarkan interaksi dari berbagai gen, kelas sosial, kebudayaan dan adat istiadat yang bersifat spesifik lokal (Burhan et al., 2009). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa remaja dengan etnis Cina memiliki rata-rata log odd obesitas sebesar 1.14 poin lebih rendah dibanding remaja dengan etnis Jawa. Hal tersebut menunjukkan bahwa etnis Cina menurunkan risiko terjadinya obesitas (hubungan negatif). Secara statistik hasil tersebut tidak signifikan sehingga temuan tersebut tidak dapat di andalkan (koefisien jalur= -1.14; CI 95%= -3.56 hingga 1.28; p= <0.355). Menurut data NHANES tahun 19992000 menunjukkan bahwa prevalensi overweight dan obesitas pada pria sedikit bervariasi jika dihubungakan dengan ras/etnis. Akan tetapi, dari data tersebut tidak ada per-
bedaan signifikan yang dilaporkan. Hasil penelitian tersebut sesuai dengan pernyataan Hill et al., (2006) yang menyatakan bahwa perbedaan antar rasa atau etnis mungkin bisa diketahui setelah mengontrol dengan faktor sosial ekonomi. Pada penelitian ini faktor sosial ekonomi juga dikontrol oleh peneliti, diantaranya adalah pendidikan orang tua dan pendapatan keluarga, sehingga didapatkan pengaruh etnis dengan obesitas, yaitu etnis Cina menurunkan risiko obesitas. Berbagai kelompok etnik menandakan perbedaan karakter dan jumlah makanan yang dikonsumsi yang akan mempengaruhi asupan kalori total, frekuensi dan waktu makan, serta penggunaan bumbu masak. Etnik juga mempengaruhi penggunaan minyak dan lemak serta sumber makanan utama seperti beras, gandum, dan lain-lain (Goldstein, 2005). Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian ini yang menunjukkan bahwa asupan makanan pada etnis Cina dan Jawa berbeda. Temuan data penelitian menunjukkan subjek penelitian dengan etnis Cina memiliki asupan energi tinggi, lemak tinggi, dan karbohidrat tinggi lebih sedikit dari etnis Jawa, yaitu 27.3% etnis Cina dengan asupan energi tinggi (33.3% pada etnis Jawa), 36.4% asupan lemak tinggi (42.5% pada etnis Jawa), dan 30.3% asupan karbohidrat tinggi (32.2% pada etnis Jawa) (data dapat dilihat pada tabel 4). Hal ini dapat menjadi penyebab etnis Cina memiliki risiko terkena obesitas lebih kecil dibanding dengan etnis Jawa. 2. Hubungan antara asupan energi dan obesitas pada remaja Hasil penelitian menunjukkan bahwa remaja dengan asupan energi tinggi (>100% AKG) memiliki rata-rata log odd obesitas sebesar 6.75 poin lebih tinggi dibanding remaja dengan asupan energi cukup. Hal tersebut menunjukkan bahwa asupan energi tinggi akan meningkatkan risiko terjadinya obesitas.
85
Journal of Epidemiology and Public Health (2016), 1(2):79-89
Tabel 4. Asupan energi, lemak dan karbohidrat pada etnis Jawa dan etnis Cina Karakteristik Asupan Energi* Cukup Tinggi Asupan Karbohidrat* Cukup Tinggi Asupan Lemak* Cukup Tinggi
Etnis Jawa n %
n
Etnis Cina %
58 29
66.7 33.3
24 9
77.7 27.3
59 28
67.8 32.2
23 10
69.7 30.3
50 37
57.5 42.5
21 12
63.6 36.4
Sumber: Data primer, 2016. Asupan energi yang tinggi (melebihi kebutuhan energi tubuh) sehingga mengakibatkan ketidakseimbangan antara asupan energi dengan keluaran energi (energy expenditures). Akibatnya terjadi kelebihan energi yang kemudian akan disimpan dalam bentuk jaringan lemak sehingga meningkatkan risiko obesitas. Kelebihan energi tersebut dapat disebabkan oleh asupan energi yang tinggi atau keluaran energi yang rendah. Asupan energi tinggi disebabkan oleh konsumsi makanan yang berlebihan, sedangkan keluaran energi rendah disebabkan oleh rendahnya metabolisme, aktivitas fisik, dan efek termogenesis makanan yang ditentukan oleh komposisi makanan (IDAI, 2014). Secara statistik hasil tersebut signifikan sehingga temuan tersebut dapat diandalkan (koefisien jalur= 6.75; CI 95%=4.36 hingga 9.14; p= <0.001). Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Swinburn et al., (2004) yang menyatakan bahwa asupan energi tinggi dan gaya hidup sedentari tinggi meningkatkan risiko obesitas. Hasil penelitian tersebut juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Simatupang (2008) di Medan yang menyatakan bahwa asupan energi tinggi meningkatkan risiko obesitas pada anak sebesar 13 kali dibandingkan dengan anak yang mengonsumsi energi cukup (OR=13.15; CI 95%=1.07 hingga 162.11; p=0.044).
Hasil penelitian ini diperkuat oleh pendapat Musaiger (2004) yang menyatakan bahwa pola konsumsi dan kebiasaan makan di Wilayah Mediterania Timur mengalami perubahan pada empat dekade terakhir. Perubahan yang terjadi antara lain peningkatan pada asupan energi dan lemak per kapita hampir di seluruh negara dan mengakibatkan meningkatnya risiko terjadinya obesitas di wilayah ini. Perubahan ditandai dengan terjadinya pergeseran dari kebiasaan mengkonsumsi makanan tradisional ke makanan ala barat (western) dengan karakteristik kandungan lemak, kolesterol, garam yang tinggi dan rendah serat. Menurut Almatsier (2010) zat-zat gizi yang dapat menghasilkan energi adalah karbohidrat, lemak, dan protein. Oksidasi zat-zat gizi ini menghasilkan energi yang diperlukan tubuh untuk melakukan kegiatan atau aktivitas. Lemak memberikan efek termogenesis lebih rendah (3% dari total energi yang dihasilkan lemak) dibandingkan karbohidrat (6-7% dari total energi yang dihasilkan karbohidrat) dan protein (25% dari total energi yang dihasilkan protein) (IDAI, 2014). Hal tersebut diatas sejalan dengan hasil penelitian yang menunjukkan terdapat hubungan antara asupan lemak, karbohidrat dan protein dengan asupan energi. Remaja dengan asupan lemak tinggi
86
Susanti et al./ Maternal Employment Status, Ethnicity, Food Intake
(>25% AKG energi total) memiliki rata-rata log odd asupan energi sebesar 4.01 poin lebih tinggi dibanding remaja dengan asupan lemak cukup (<25% AKG energi total). Hal tersebut menunjukkan bahwa asupan lemak tinggi akan meningkatkan asupan energi (hubungan positif). Secara statistik hubungan tersebut signifikan, sehingga temuan tersebut dapat diandalkan dan terdapat hubungan (koefisien jalur= 4.16; CI 95%= 1.95 hingga 6.38; p= <0.001). Hasil lain yang diperoleh dalam penelitian adalah bahwa asupan karbohidrat tinggi meningkatkan asupan energi yang selanjutnya akan berdampak pada obesitas. Hubungan antara asupan karbohidrat dengan asupan energi melalui analisis jalur diperoleh hasil terdapat hubungan positif. Penelitian menunjukkan bahwa remaja dengan asupan karbohidrat tinggi (>60% AKG energi total) memiliki rata-rata log odd asupan energi sebesar 3.31 poin lebih tinggi dibanding remaja dengan asupan karbohidrat cukup (<60% AKG energi total). Hal tersebut menunjukkan bahwa asupan karbohidrat tinggi akan meningkatkan asupan energi (hubungan positif). Secara statistik hubungan tersebut signifikan sehingga temuan ini dapat diandalkan (koefisien jalur= 3.31; CI 95%= 1.73 hingga 4.88; p= <0.001). Hasil penelitian tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Vertikal (2012), tentang pengaruh aktifitas fisik, asupan energi, dan asupan lemak terhadap gizi lebih. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa asupan energi dan lemak meningkatkan risiko terjadinya gizi lebih. Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian Simatupang (2008) yang menunjukkan bahwa asupan energi, lemak, dan protein meningkatkan risiko obesitas. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa asupan lemak tinggi memiliki pengaruh paling besar terhadap peningkatan risiko
obesitas yaitu sebesar 61 kali dibanding asupan tinggi protein dan energi (OR= 61.32; CI 95%=3.86 hingga 974.01; p= 0.004). Menurut Reaven (1997) untuk menjawab pengaruh karbohidrat dan lemak dalam berat badan adalah dengan memfokuskan studi pada variasi asupan makro bersama energi. Berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa total energi mengakibatkan perubahan berat badan, tanpa melihat komponen dari gizi makro. Kesimpulan dari studi menunjukkan bahwa diet tinggi lemak meningkatkan risiko penambahan berat badan dengan mediator/ perantara asupan energi yang tinggi. Konsumsi lemak menimbulkan peningkatan asupan energi yang dapat menyebabkan gizi lebih. Hal tersebut dikarenakan lemak mengandung dua kali lebih banyak energi dari karbohidrat dan protein. Selain itu, makanan tinggi lemak memiliki rasa lebih lezat dibandingkan makanan rendah lemak sehingga memicu seseorang makan berlebih. Meskipun kandungan energi lemak tinggi tetapi memiliki efek yang sedikit pada volume gantrointestinal dan perasaan kembung. Pernyataan tersebut juga mendukung bahwa seseorang mampu mengonsumsi makanan sumber lemak dalam jumlah besar (Atkinson, 2005). Read dan Kouris (1997) menyatakan adanya kelebihan asupan lemak dari konsumsi makanan diubah menjadi lemak tubuh dengan sangat efisien (97%) yang berarti bahwa untuk menyimpan kelebihan lemak menjadi lemak tubuh hanya membutuhkan energi sedikit. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa status pekerjaan ibu berpengaruh terhadap obesitas melalui asupan lemak. Penelitian menunjukkan bahwa ibu yang bekerja memiliki rata-rata log odd asupan lemak sebesar 0.77 poin lebih tinggi dibandingkan ibu yang bekerja di rumah (IRT). 87
Journal of Epidemiology and Public Health (2016), 1(2):79-89
Hal ini menunjukkan bahwa ibu yang bekerja meningkatkan risiko obesitas pada remaja (hubungan positif). Hal ini dapat terjadi karena ibu yang bekerja akan menghabiskan sebagian besar waktunya di tempat kerja sehingga ibu memiliki peluang lebih sedikit dalam menyiapkan asupan makanan bagi keluarganya dibanding ibu yang bekerja di rumah (IRT). Ibu yang bekerja di rumah (IRT) lebih memungkinkan untuk mengolah dan menyajikan makanan untuk keluarganya sendiri, sehingga ibu mampu memilih dan menyediakan makanan yang sehat dan rendah lemak bagi keluarganya. Sedangkan ibu yang bekerja memiliki peluang lebih besar membeli makanan siap saji (fast food)dan lebih sedikit menyediakan makanan yang kaya sayur dan buah untuk makanan keluarga. Secara statistik temuan tersebut signifikan, sehingga temuan ini dapat diandalkan (koefisien jalur= 0.77; CI 95% = 0.03 hingga 1.52; p=0.040). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan di Korea. Ibu yang bekerja dibawah 40 jam/ minggu meningkatkan risiko obesitas sebesar 4.23 kali pada remaja laki-laki yang berusia 1318 tahun. Sedangkan pada remaja putri 612 tahun, berisiko obesitas sebesar 1.15 kali pada ibu yang bekerja antara 49-60 jam/ minggu dan remaja putri berusia 13-18 tahun sebesar 1.90 kali pada ibu yang bekerja lebih dari 60 jam/minggu (Lee dan Kim, 2013). Lee dan Kim (2013) menyatakan ibu yang bekerja sangat mungkin untuk berangkat bekerja sangat pagi sehingga melewatkan jam sarapan anaknya dan tidak menemani keluarganya saat sarapan. Ibu yang bekerja juga dapat melewatkan waktu makan saat makan siang atau malam. Sehingga remaja akan memilih dan menentukan makanan yang ingin dimakan secara mandiri tanpa bantuan ibunya. Per-
timbangan dalam memilih makanan lebih besar dikarenakan rasa, bukan pada manfaat atau kebutuhan sehingga remaja lebih banyak memilih makanan tinggi kolesterol yang memiliki rasa lebih enak dibanding makanan lainnya sehingga secara tidak langsung meningkatkan risiko obesitas pada remaja (Lee danKim, 2013). Berdasarkan pemaparan diatas diperoleh kesimpulan bahwa etnis dan asupan energi berhubungan langsung serta meningkatkan risiko obesitas pada remaja. Status pekerjaan ibu berhubungan tidak langsung dan meningkatkan risiko obesitas pada remaja melalui peningkatan asupan lemak. Asupan lemak dan karbihidrat berhubungan tidak langsung dan meningkatkan risiko obesitas pada remaja melalui asupan energi tinggi. DAFTAR PUSTAKA Ahima RS. (2016). Metabolic Syndrome A Comprehensive Textbook. Switzerland: Springer international publishing. Almatsier S. (2010). Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. ASMBS. (2013). Obesity in America. www. asmbs.org diakses pada 15 Mei 2016. Balitbang Kemenkes. (2013). Pokok-pokok Hasil Riskesdas 2013 Provinsi Jawa Tengah. www.litbang.depkes.go.id diakses pada 6 Juni 2016. BBC. (2014). Teenage Presure Body Image and Weight. www.bbc.co.uk diakses tanggal 15 Mei 2016. Burhan FZ, Sirajuddin S, Indriasari R. (2009). Pola konsumsi terhadap kejadian obesitas sentral pada Pegawai pemerintahan di kantor bupati kabupaten Jeneponto. Program Studi Ilmu Gizi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin Makassar.
88
Susanti et al./ Maternal Employment Status, Ethnicity, Food Intake
Freedman DS, Zuguo M, Srinivasan SR, Berenson GS, Dietz WH. (2007). Cardiovascular risk factors and excess adiposity among overweight children and adolescents: the Bogalusa Heart Study. J Pediatr. 150(1):12–17. Hill A, Buckley J, Murphy K, Howe P. (2006). Combining fish oil supplementation with regular aerobic exercise improves body composition and cardiovascular risk factors. Am. J. Clin. Nutr. 85: 1267-1274. IDAI. (2014a). Konsensus Ikatan Dokter Anak Indonesia: Diagnosis dan Tata laksana Sindrom Metabolik pada Anak dan Remaja. www.idai.or.id diakses pada 20 Mei 2016. ____. (2014b). Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia; Diagnosis, Tata Laksana dan Pencegahan Obesitas pada Anak dan Remaja. www.idai.or. id diakses pada 20 Mei 2016. Lee G, Kim HR. (2013). Mothers’ Working Hours and Children’s Obesity: Data from the Korean National Health and Nutrition Examination Survey, 2008– 2010. Annals of Occupation and Environment Med. 25: 28. Musaiger AO. (2004). Overweight and Obesity in the Eastern Mediterranian Region : Can We Control It?. Eastern Mediterrian Health Jour. 8(8B): 2501-2511. Octari C, Liputo NIL, Edison. (2014). Hubungan Status Sosial Ekonomi dan Gaya Hidup dengan Kejadian Obesitas pada Siswa SD Negeri 08 Alang Lawas Padang. Jurnal Kesehatan Andalas. 3: 131-135.
OECD. (2014). Obesity Update June 2014. www.oecd.org diakses pada 15 Mei 2016. Reaven GM. (1997). Do high carbohydrate diets prevent the development or attenuate the manifestations (or both) of syndrome X? A view point strongly against. Current opinion in lipidology. 8(1): 23–7. Sartika RAD. (2011). Faktor Risiko Obesitas Pada Anak 5-15 Tahun Di Indonesia. Makara. 15(1): 37-43. Simatupang MR. (2008). Pengaruh pola konsumsi, aktivitas fisik dan keturunan terhadap kejadian obesitas pada siswa SD Swasta di Kecamatan Medan Baru Kota Medan. Tesis. Universitas Sumatera Utara Medan. Swinburn BA, Caterson I, Seidell JC, James WPT. (2004). Diet, nutrition and the prevention of excess weight gain and obesity. Public Health Nutr. 7(1A):123-146. WHO Europe. (2007). The Challenge of Obesity in the WHO European Region and the Strategies for Response; Summary. www.euro.who.int diakses pada 15 Mei 2016. WHO. (2003). Global Strategy on Diet, Physical Activity and Health. www. who.int diakses pada 19 Mei 2016. ____. (2015a). From MDGs to SDGs a New Era for Global Public Health 2016– 2030; Women & Health are Central to Sustainable Development. www.who. int diakses pada 18 Mei 2016. ____. (2015b). World Health Statistics 2015. www.who.int diakses pada 18 Mei 2016.
89