MATERI PENDIDIKAN ISLAM DALAM PERIBADATAN ISLAM ABOGE DI DESA CIKAWUNG KEC. PEKUNCEN BANYUMAS
Oleh: Muhamad Riza Chamadi, S.Pd.I NIM. 14.204.11012
TESIS
Diajukan kepada Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga untuk Memenuhi Salah Satu Syarat guna Memperoleh Gelar Magister Pendidikan Islam Program Studi Pendidikan Islam Konsentrasi Pendidikan Agama Islam
YOGYAKARTA 2016
ABSTRAK
Muhammad Riza Chamadi S.Pd.I. Materi Pendidikan Islam dalam Peribadatan Islam Aboge di Desa Cikawung Kecamatan Pekuncen Banyumas. Tesis. Yogyakarta: Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga, 2016. Kata Kunci: Materi Pendidikan Islam, Peribadatan Islam Aboge. Aboge merupakan salah satu komunitas Islam Kejawen, diambil dari akronim tiga kata, yaitu Alif, Rebo,Wage. Aboge terbagi atas Aboge Abangan, yang hampir sama sekali keluar dari Islam, dan Aboge Putihan yang merupakan Aboge penganut Islam taat, namun tetap mengadopsi peribadatan dengan unsurunsur sinkretis Islam-Jawa, sehingga masih menimbulkan skeptik masyarakat umum. Salah satu Aboge Putihan terdapat di desa Cikawung kecamatan Pekuncen Banyumas yang inten menjalankan proses pendidikan, sehingga peneliti tertarik meneliti materi pendidikan Islam dalam peribadatan Islam Aboge di tempat tersebut. Penelitian ini merupakan penelitian lapangan (field research) dengan jenis penelitian deskriptif kualitatif. Peneliti mengambil tempat penelitian di komunitas Aboge Desa Cikawung Kecamatan Pekuncen Kabupten Banyumas. Dalam penelitian ini digunakan pendekatan sosiologis. Pendekatan sosiologis penulis gunakan untuk mengetahui bentuk-bentuk peribadatan Aboge, proses pengajaran dan kohesifitas sosial masyarakat Aboge dalam konteks beribadah. Hasil penelitian ini meliputi: pertama berupa deskripsi bentuk-bentuk peribadatan Aboge yang meliputi ibadah magdlah dan ghairu magdlah. Ibadah magdlah tergambar dengan dilakukannya taharah, salat lima waktu, zakat dan puasa. Serta ghairu magdlah tergambar dari kegiatan-kegiatan “slametan” seperti slametan kematian, kehamilan, kelahiran, khitanan, ruwatan, dan peringatan hari besar Islam, yang semuanya mengandung unsur sedekah (shadaqah) dan zikir. Serta pernikahan (munakahat) yang dilangsungkan dengan adat Jawa. Kedua yaitu materi pendidikan Islam yang meliputi materi taharah, salat, zakat dan puasa yang semuanya menggunakan mazhab Syafi’i. Namun demikian ada beberapa inisiatif masyarakat berupa penambahan do’a qunut nazilah dalam salat lima waktu, dan pemberian zakat untuk imam Aboge seperti penulis sebutkan di atas. yang merupakan bentuk ketaklidan kepada pembawa ajaran Aboge di Desa tersebut. Sadaqah yang diberikan masyarakat berupa makanan, uang dan do’a, dan do’ado’a dalam zikir tahlil diambil dari al_Quran dan qoul ‘ulama. Ketiga adalah proses pengajaran materi pendidikan Islam Aboge, melalui pendidikan nonformal untuk anak-anak yaitu dalam TPQ Baitul Munir, dan pendidikan informal untuk masyarakat dalam majlis-majlis agama. Pendidikan untuk anak-anak menggunakan metode imla’, kitabah, sorogan dan bandungan, sedangkan untuk masyarakat dewasa menggunakan metode lisan atau mendengar dengan sebutan ngaji kuping tuture kaki disingkat jiping turki.
vi
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB LATIN
Pedoman translitersi yang dijadikan pedoman bagi penulisan disertasi ini didasarkan pada Keputusan Bersama Menteri Agama serta Menteri Pendidikan dan Kebudayaan yang diterbitkan Badan Litbang Agama dan Diklat Keagamaan Departemen Agama Republik Indonesia pada tahu 2003. Pedoman transliterasi tersebut adalah: 1. Konsonan Fonem konsonan Bahasa Arab yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan huruf, sedangkan dalam transliterasi ini sebagian dilambangkan dengan tanda dan sebagian lagi dilambangkan dengan huruf serta tanda sekaligus. Daftar huruf Arab dan transliterasinya dengan huruf latin adalah sebagai berikut : Huruf Arab ا ب ت ث ج ح خ د ذ ر ز س ش ص ض ط ظ
Nama alif ba ta ṡa jim ḥa kha dal zal ra zai sin syin ṣad ḍad ṭa ẓa
Huruf Latin Tidak dilambangkan b t ṡ j ḥ kh d Ŝ r z s sy ṣ ḍ ṭ ẓ
vii
Nama Tidak dilambangkan Be Te es (dengan titik di atas) Je ha (dengan titik di bawah) ka dan ha De zet (dengan titik di atas) Er Zet Es es dan ye es (dengan titik di bawah) de (dengan titik di bawah) te (dengan titik di bawah) zet (dengan titik di bawah)
ع غ ف ق ك ل م ن و ء ى
‘ain gain fa qaf kaf lam mim nun wau ha hamzah ya
...‘..... f F q k l m n w h ...' ... y
koma terbalik di atas Ge Ef Qi Ka El Em En We Ha Apostrop Ye
2. Vokal Vokal bahasa Arab seperti vokal bahasa Indonesia terdiri dari vokal tunggal atau monoftong atau vokal rangkap atau diftong. a. Vokal Tunggal Vokal Tunggal bahasa Arab yang lambangnya berupa tanda atau harakat, transliterasinya sebagai berikut: Tanda .......َ ....... .......ِ ....... .......ُ .......
Nama Fatḥah Kasrah Ḍammah
Huruf Latin a i u
Nama A I U
Contoh: No 1. 2. 3.
Kata Bahasa Arab $ َ %َ َآ 'َ ُذ ِآ $ ُ ْ َه+,َ
Transiterasi Kataba śukira YaŜhabu
b. Vokal Rangkap Vokal rangkap bahasa Arab yang lambangnya berupa gabungan antara harakat dan huruf maka trasliterasinya gabungan huruf, yaitu:
viii
Tanda dan Huruf …َ… ى و..َ....
Nama Fathah dan ya Fathah dan wau
Gabungan Huruf Ai Au
Nama a dan i a dan u
Contoh: Kata Bahasa Arab َ .ْ َآ ل َ ْ/0 َ
No 1. 2.
Transliterasi Kaifa Ḥaula
c. Maddah Maddah atau vokal panjang yang lambangya berupa harakat dan huruf, transliterasinya berupa huruf dan tanda sebagai berikut. Nama Huruf dan Tanda Nama Harakat dan Huruf ā a dan garis di atas …… ى.…َ… ا.. Fatḥah dan alif atau ya Kasrah dan ya ī i dan garis di atas …ِ… ى.. Dammah dan ū u dan garis di atas …ُ… و. wau Contoh: No 1. 2. 3. 4.
Kata Bahasa Arab ل َ 4َ5 6 َ .ْ 5ِ ل ُ ْ/7ُ ,َ 8َ9َر
Transliterasi Qāla Qīla Yaqūlu Ramā
3. Ta Marbutah Transliterasi untuk Ta Marbutah ada dua: a. Ta Marbutah hidup atau yang mendapatkan harakat fatḥah, kasrah atau ḍammah transliterasinya adalah /t/. b. Ta Marbutah mati atau mendapat harakat sukun transliterasinya adalah /h/. c. Kalau pada suatu kata yang akhir katanya Ta Marbutah diikuti oleh kata yang menggunakan kata sandang /al/ serta bacaan kedua kata itu terpisah maka Ta Marbutah itu ditransliterasikan dengan /h/. ix
Contoh: No 1. 2.
Kata Bahasa Arab ل ِ 4َ:; ْ < َ َْروْ>َ= ُا ٌ=َ@Aْ ; َ
Transliterasi Rauḍah al-aṭfāl/rauḍatul aṭfāl Ṭalhah
4. Syaddah (Tasydid) Syaddah atau Tasydid yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan sebuah tanda, yaitu tanda Syaddah atau Tasydid. Dalam transliterasi ini tanda Syaddah tersebut dilambangkan dengan huruf, yaitu huruf yang sama dengan huruf yang diberi tanda Syaddah itu. Contoh: No 1. 2,
Kata Bahasa Arab 4َBDC َر ل َ EC Fَ
Transliterasi Rabbanā Nazzala
5. Kata Sandang Kata sandang dalam bahasa Arab dilambankan dengan huruf yaitu ال. Namun, dalam transliterasinya kata sandang itu dibedakan antara kata sandang yang diikuti oleh huruf Syamsiyyah dengan kata sandang yang diikuti oleh huruf Qamariyyah. Kata sandang yang diikuti oleh huruf Syamsiyyah ditransliterasikan sesuai dengan bunyinya, yaitu huruf /l/
diganti dengan huruf yang sama
dengan huruf yang langsung mengikuti
kata sandang itu.
Adapun
kata
sandang yang diikuti oleh huruf Qamariyyah ditransliterasikan sesuai dengan aturan yang digariskan di depan dan sesuai dengan bunyinya. Baik diikuti
x
dengan huruf Syamsiyyah atau Qomariyah, kata sandang ditulis dari kata yang mengikuti dan dihubungkan dengan kata sambung. Contoh: No 1. 2.
Kata Bahasa Arab 6 ُG ُ 'َ Iّا ل ُJ َK َ Iا
Transliterasi ar-Rajulu al-Jalaālu
6. Hamzah Sebagaimana
telah
disebutkan
di
depan
bahwa
Hamzah
ditransliterasikan dengan apostrof, namun itu hanya terletak di tengah dan di akhir kata. Apabila terletak di awal kata maka tidak dilambangkan karena dalam tulisan Arab berupa huruf alif. Perhatikan contoh-contoh berikut ini: No 1. 2. 3.
Kata Bahasa Arab 6 َ َأ َآ ن َ ْو+ُ M ُ ْNOَ Pُ Bْ Iا
Transliterasi Akala Ta'khuduna An-Nau'u
7. Huruf Kapital Walaupun dalam sistem bahasa Arab tidak mengenal huruf kapital, tetapi dalam trasliterasinya huruf kapital itu digunakan seperti yang berlaku dalam EYD yaitu digunakan untuk menuliskan huruf awal, nama diri, dan permulaan kalimat. Bila nama diri itu didahului oleh kata sandang, maka yang ditulis dengan huruf kapital adalah nama diri tersebut, bukan huruf awal atau kata sandangnya. Penggunaan huruf awal kapital untuk Allah hanya berlaku bila dalam tulisan Arabnya memang lengkap demikian dan kalau penulisan tersebut
xi
disatukan dengan kata lain sehingga ada huruf atau harakat yang dihilangkan, maka huruf kapital tidak digunakan. Contoh: No. 1.
Kalimat Arab ٌْل/Q ُ َرR C ٌ ِإTUC @ َ 9ُ 4َ9َو
2.
W َ .ْ Uِ Iَ4َXIْ ب ا Y َرV ِ ِ Tُ Uّ @ َ Iَْا
Transliterasi Wa mā Muhammadun illā rasūl Al-ḥamdu lillāhi rabbil 'ālamīna
8. Penulisan Kata Pada dasarnya setiap kata,
baik fi’il, isim,
maupun huruf,
ditulis
terpisah. Bagi kata-kata tetentu yang penulisannya dengan huruf Arab yang sudah lazim dirangkaikan dengan kata lain karena ada huruf atau harakat yang dihilangkan,
maka penulisan kata tersebut dalam transliterasinya
bisa
dilakukan dengan dua cara, yaitu bisa dipisahkan pada setiap kata atau bisa dirangkaikan. Contoh: No 1.
2.
Kalimat Bahasa Arab Transliterasi َ ْ ِ ٌاَا ِز َ َ ُ َ َ نا
َوِإWa innallāha lahuwa khair ar-rāziqīn/ Wa innallāha lahuwa khairur-rāziqīn ن َ َاE.ْ Uِ Iْ َوا6 َ .ْ Zَ Iْ ْا ا/[ُ ْوNَ[ Fa aufū al-kaila wa al-mīzaāna/Fa aufulkaila wal mīzāna
xii
MOTTO
“Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agama dan kepercayaannya itu”1 UUD 1945 Pasal Pas 29 ayat (2)
1
Pemerintah Republik Indonesia, Undang-Undang dasar 1945 Pasal 29 ayat (2)
xiii
PERSEMBAHAN
Tesis ini penulis persembahkan untuk almamater tercinta Program Studi Pendidikan Islam Konsentrasi Pendidikan Agama Islam Pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta
xiv
KATA PENGANTAR
ÉΟŠÏm§9$# Ç≈uΗ÷q§9$# «!$# ÉΟó¡Î0 Puji syukur kehadirat Gusti Allah, Pangeran ingkang maha minulya. Berkat segala karunia-Nya yang tiada mampu tertulis di setiap dinding kehidupan, sekalipun dengan tujuh kali lipat tinta air samudera, penulis dapat menyelesaikan penelitian ini. Shalawat serta salam senantiasa terhatur keribaan nabi Muhammad SAW. Akhirnya, penulis dapat memenyelesaikan penelitian dalam bentuk tesis yang berjudul Materi Pendidikan Islam dalam Peribadatan Islam Aboge di Desa Cikawung Kecamatan Pekuncen Banyumas, guna memenuhi tugas dan melengkapi syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan Islam pada Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta. Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu terselesaikannya penelitian ini, karena tanpa sumbangsih pemikiran, gagasan serta pengalaman berbagai pihak tersebut, menjadi sebuah kemustahilan penulis dapat menuliskan hasil penelitian berbentuk tesis ini. Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada: 1. Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta. 2. Prof. Noorhaidi, M.A., M.Phil., Ph.D, selaku Direktur Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. 3. Ro’fah, MSW., M.A., Ph.D, selaku Koordinator S2 Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
xv
4. Dr. Ahmad Arifi, M.Ag. Dosen pembimbing tesis yang telah banyak memberikan masukan, binaan serta arahan kepada penulis selama penulisan tesis ini. 5. Segenap dosen dan karyawan Pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta. 6. Masyarakat Aboge Desa Cikawung, yaitu Kyai Zainal Abidin selaku imam Aboge, Kyai Hamid, Slamet Riyadi, Heri Syamsi, Sofyan Wahyu Hidayat, dan Sulkhan yang telah memberikan ijin untuk melakukan penelitian serta memberikan data-data yang penulis butuhkan dalam penelitian ini. 7. Para informan pendukung, yaitu Kyai Maksudi Desa Onje Kecamatan Mrebet Purbalingga, Kang Sugianto Desa Pesanggrahan Kecamatan Kroya Cilacap, Ardan, Wiwi, Samir, Edi Budwianto, Latif, dan kang Imam Alfi. Terimakasih banyak atas bantuan dan kerjasamanya pada saat penulis melakukan penelitian. 8. Ayahanda dan Ibunda tercinta, bapak Kyai Achmad Achsin Zuhdi dan Nyai Ngatikoh (Alm), kakak penulis, Muhammad Arif Mubarok dan Syifa Izzatul Mazidah, adik Dina Aslihatul Kirom serta keponakan Nisrina Rifdatun Nafingah dan Muhammad Zahid Ngabdurrohman, termasuk tunangan penulis Mitasari. Terimakasih yang sebesar-besarnya atas kasih sayang, ketulusan, kesabaran, motivasi, dan doanya. 9. Kepala SMK Ma’arif 1 Kroya Cilacap, Ir.H. Fathurrohman beserta segenap guru dan karyawan SMK Ma’arif 1 Kroya, wabil khusus Bpk Muhtadi, S.Ag,
xvi
Afijatun Hasna, S.Ag, Inayaturrochmah, S.Hum dan Retno Winarsih, S.Ag. Terima kasih atas dukungan, do’a dan kerjasamanya. 10. Teman seperjuangan di Yogyakarta, Kang Hasan, Kang Faisal, Ustaz Atho, Mahdi, Bowo, Fitriyanto, Iqbal dan Faiz, terimakasih atas malam-malam dan kebersamaan yang hangat dengan secangkir kopi, kepulan asap dan diskusi yang mendalam. 11. Kawan-kawan seperjuangan prodi Pendidikan Islam Konsentrasi PAI - 2014, khususnya PAI-A Mandiri, bu Anis, Salis, Nisa, Umi, mba Heny, mas Agus, Ashif, pak Triono, Maful, dll, terimakasih atas kebersamaan dan kenangan yang sangat berarti bagi penulis. 12. Semua pihak yang telah membantu dan mendampingi penulis selama mengerjakan tesis ini, semoga Allah memberikan balasan yang lebih baik. Hanya ucapan terimakasih yang dapat penulis sampaikan dan juga permohonan maaf yang sebesar-besarnya. Semoga karya tulis ini bermanfaat bagi para pembaca, khususnya bagi penulis. Penulis berharap karya tulis kini dapat dikembangkan lebih lanjut. Akhirnya hanya kepada Allah penulis memohon petunjuk dan berserah diri serta memohon ampunan serta perlindungan-Nya. Yogyakarta, 12 Maret 2016 Penulis
Muhamad Riza Chamadi, S.Pd.I NIM. 1420411012
xvii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ........................................................................................ i HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN ..................................................... ii HALAMAN PERNYATAAN BEBAS PLAGIASI .......................................... iii HALAMAN PENGESAHAN ......................................................................... iv PERSETUJUAN TIMPENGUJI TESIS ............................................................ v ABSTRAK ..................................................................................................... vi HALAMAN MOTTO ................................................................................ ...xiii HALAMAN PERSEMBAHAN ................................................................... xiiv KATA PENGANTAR ................................................................................... xv DAFTAR ISI .............................................................................................. xviii DAFTAR TABEL ......................................................................................... xx DAFTAR SINGKATAN .............................................................................. xxi
BAB I
: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ....................................................... .... 1 B. Rumusan Masalah ..... ............................................................... 8 C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ............................................... 8 D. Kajian Pustaka ....................................................................... 10 E. Kerangka Teoritik .................................................................. 13 F. Metode Penelitian .................................................................... 35 G. Sistematika Pembahasan ......................................................... 43
BAB II :
KOMUNITAS
ABOGE
DAN
GAMBARAN
UMUM
MASYARAKAT DESA CIKAWUNG KECAMATAN PEKUNCEN BANYUMAS A. Komunitas Islam Aboge di Karesidenan Banyumas ................ 45 1. Korelasi Aboge dan Islam Kejawen .................................... 45 2. Varian-varian Islam Aboge .................................................. 47
xviii
3. Demografi Komunitas Aboge di Banyumas ........................ 51 4. Asal-usul Ajaran Aboge di Banyumas ................................ 55 5. Sejarah Istilah Aboge ......................................................... 59 6. Bentuk-bentuk Ajaran Aboge di Banyumas ......................... 63 7. Aboge dan Mentalitas Warga Banyumas.............................. 82 B. Gambaran Umum Desa Cikawung .......................................... 86 1. Letak Geografis ................................................................. 87 2. Keadaan Masyarakat .......................................................... 89 C. Komunitas Islam Aboge di Desa Cikawung Kecamatan Pekuncen Banyumas .............................................................. 95 1. Sejarah Aboge di Cikawung .............................................. 95 2. Bentuk-bentuk Ajaran Aboge di Cikawung ........................ 96
BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Bentuk-bentuk Peribadatan Islam Aboge di Desa Cikawung ... 115 B. Materi-materi Pendidikan Islam dalam Konteks Peribadatan Islam Aboge di Cikawung ....................................................... 129 C. Proses Pengajaran Materi Pendidikan Islam ............................. 136 D. Analisis Materi Pendidikan Islam dalam Peribadatan Aboge ... 139 BAB IV : PENUTUP A. Kesimpulan .......................................................................... 170 B. Saran-saran ......................................................................... 172
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN DAFTAR RIWAYAT HIDUP
xix
DAFTAR TABEL
Tabel 1
Hitungan Bulan Jawa dalam Satu Windu
Tabel 2
Tabel Rumus Penentuan Awal Bulan Aboge
Tabel 3
Rumus Awal masing-masing Tahun dalam Satu Windu
Tabel 4
Bilangan Jawa dengan Bilangan Indonesia
Tabel 5
Kalender Aboge Badan Kerjasama Organisasi-organisasi Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa (BKOK)
xx
DAFTAR SINGKATAN
Aboge
: Alif Rebo Wage
Anenhing
: Aif Senen Pahing
Angahgi
: Alif Jumngah Legi
Asapon
: Alif Selasa Pon
Bamisgi
: Ba Kemis Legi
Banmalu
: Sa’ban Lima Telu
BKOK
: Badan Kerjasama Organisasi-organisasi Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa
Daltugi
: Dal Setu Legi
Dikirropat
: Jumadil Akhir Loro Papat
Diwaltupat
: Jumadil Awal Pitu Papat
Donnemro
: Romadon Enem Loro
Duldahroji
: Dulkaidah Loro Siji
Duljahpatji
: Dul Hijjah Papat Siji
Hahadpon
: Ha Ahad Pon
Jablulu
: Rajab Telu Telu
Jangahge
: Jim Jumngah Wage
Jangahpon
: Jim Jumngah Pon
Ngukhirnemm a
: Rabiul Akhir Enem Lima
Nguwalpatma
: Rabiul Awal Papat Lima
Parluji
: Sapar Telu Siji
Ramjiji
: Muharam Siji Siji
Waljiro
: Syawal Siji Loro
Wonenwon
: Wawu Senen Kliwon
Zasahing
: Za Selasa Pahing
xxi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Sejarah pendidikan Islam di pulau Jawa bermula dari prosesi merubah ideologi keagamaan masyarakat Jawa, yaitu penganut ajaran Hindu dan Budha bawaan Aji Saka, menjadi ideologi Islam. Aji Saka yang dalam kajian sejarah merupakan utusan dari Kerajaan Astina (Gujarat-India), melakukan ekspedisi ruhani pada 78 M sampai 424 M, dan berhasil menanamkan ajaran skriptuatif kepada masyarakat Jawa kuno. Sejak masa itu masyarakat mulai meninggalkan teologi konservatif. Selama itu pula arus deras hinduisme dan budhisme berkembang pesat di Jawa, walaupun ada sebagian golongan konservatif yang tetap menganut sistem animisme dan dinamisme.1 Menurut A. Hasyimy, Islam sudah ada di Indonesia sejak abad pertama Hijriyah. Bahkan dalam penelitiannya, Hasyimy berkesimpulan bahwa Islam sudah menjadi sistem pemerintahan yang baik pada kerajaan Samudera Pasai, yang berpola sama dengan Daulah Abbasiyah di bawah Sultan Jalaluddin Daulah tahun 416-435 hijriyah. Melalui perdagangan, Islam diperkenalkan kepada rakyat pesisir oleh saudagar-saudagar muslim asal Arab yang bolak-balik ke Nusantara pada abad ke 7 Masehi.2
1
Soedjipto Abimanyu, Babad Tanah Jawi, (Yogyakarta: Laksana, Cet. Ke VI, 2014), hlm.
41-42. 2
A. Hasyimy, Kumpulan makalah: Sejarah Masuk dan Berkembangnya Islam di Indonesia, (Aceh: MUI Daerah Istimewa Aceh, 1981), hlm. 191-192.
1
2
Ajaran Islam yang mula-mula dibawa oleh para pedagang dari Arab dan India, tidak serta merta diterima di tengah masyarakat Jawa. Islam yang menjadi ideologi kerajaan Pasai dan Perlak Aceh juga seketika runtuh bersamaan runtuhnya kerajaan-kerajaan Islam tersebut. Islam mulai masuk secara sistematis dalam sub kultur masyarakat Jawa pada masa masuknya dakwah kaum sufi. Azra, mengutip hasil penelitian A.H. Johns menyatakan bahwa ajaran Islam berdiri kokoh di Nusantara berkat dakwah para pengembara sufi. Para sufi ini berhasil mengislamkan penduduk Nusantara dengan jumlah besar setidaknya sejak abad ke-13. Faktor utama keberhasilan konversi ini adalah kemampuan para sufi menyajikan Islam dalam kemasan yang atraktif, khususnya dengan menekankan kesesuaian Islam yang kontinuitas ketimbang perubahan dalam kepercayaan dan praktif keagamaan lokal.3 Para pengembara sufi ini, yang sebagian besar bermazhab Syafi’i, dikenal oleh masyarakat Jawa dengan sebutan Waliyullah. Para Wali menyebarkan ajaran Islam dengan pendekatan sinkretis,4 sehingga masyarakat menemukan adanya kesamaan ajaran-ajaran Islam yang dibawa oleh para Wali dengan kebudayaan Jawa, di antaranya kesamaan dalam pandangan tentang kehidupan.5 Pendekatan tersebut berimplikasi pada kegiatan-kegiatan peribadatan masyarakat Islam Jawa, khususnya dalam 3
Azyumardi Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII dan XVIII, (Bandung: MIZAN, 1995), hlm. 35. 4 Sinkretis adalah teori mencari penyesuaian atau keseimbangan antara dua aliran agama atau kepercayaan dengan mengadopsi produk-produk budaya dalam ritus yang digunakan masyarakat penganut agama yang pertama. 5 Mundzirin Yusuf, dkk., Islam dan Budaya Lokal, (Yogyakarta: Pokja UIN, 2005), hlm. 15.
3
konteks peribadatan yang cenderung berbeda dengan Islam di Timur Tengah. Gambaran di atas menunjukkan dinamika dakwah Islam yang terjadi di Jawa. Dalam sudut pandang pendidikan khususnya pendidikan Islam, penyebaran Islam merupakan kategori pendidikan yang mengadopsi polapola pendekatan multikultural. Sedangkan tujuan utama dalam proses ini adalah untuk mengikat ideologi agama (Islam) kepada masyarakat pribumi Jawa. Menurut Glock dan Stark terdapat lima macam dimensi perilaku keagamaan yang dapat menjadi pedoman dalam mengikat ideologi agama, yaitu dimensi keyakinan (ideologis), peribadatan atau praktek agama (ritualitic), penghayatan atau pengalaman (eksperimensial), pengetahuan agama (intelectual), dan pengamalan (konsekuensial).6 Pendidikan Islam merupakan proses tersistematis pengajaran Islam dari segi knowledge, value, and skill, sebagai teori dasar dalam pendidikan. Berdasarkan ungkapan tersebut maka praktik pendidikan Islam di Indonesia sejatinya telah ada sejak mubalig pertama datang ke Indonesia dengan melakukan kegiatan dalam rangka menyampaikan keislaman, baik dalam bentuk pentransferan pengetahuan, nilai, dan aktiivitas maupun dalam pembentukan sikap masyarakat.7 Suksesnya praktik islamisasi yang terjadi di Indonesia melalui jalur pendidikan Islam juga tidak luput dari penegasan materi-materi pendidikan
6 Jamaludin Ancok dan Fuat Nashori Suroso, Psikologi Islam: Solusi Islam atas Problematika Psikologi, (Jakarta: Pustaka Pelajar, 1995), hlm. 76-81. 7 Haidar Putra Daulay, Sejarah Pertumbuhan dan Pembaharuan Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: KENCANA, 2007), hlm. 15
4
Islam yang digunakan di dalamnya. Materi pendidikan Islam, yang merupakan representasi praktis dari berbagai dasar ajaran Islam memiliki andil yang cukup besar dalam memberikan pemahaman masyarakat tentang Islam. Esensi dari materi ini secara umum terbagi menjadi tiga, yaitu materi akidah (keimanan), materi akhlak, dan materi ibadah. Masing-masing ketiganya memiliki peranan tersendiri dalam membentuk Islam yang ada di Indonesia.8 Materi-materi inti yang penulis sebutkan di atas, oleh masyarakat Jawa dikembangkan ke dalam ranah aplikatif dengan penalaran kritis-intuitif melalui pendekatan-pendekatan kultural berbalut dalam prosesi peribadatan Islam Jawa. Keadaan ini menciptakan terbentuknya berbagai kelompok Islam. Puncaknya terjadi melalui dinamika politik pada masa kerajaankerajaan Islam seperti Demak, Pajang dan Mataram (Islam), yang menjadikan Islam di Jawa terbagi atas tiga sub varian. Teori ini dikemukakan oleh Clifford Geertz dengan tiga istilahnya, yaitu Santri, Priyayi dan Abangan. Menurut Geertz, kelompok Islam lokal yang fanatik terhadap tradisi Jawa termasuk kategori Islam Abangan.9 Orang Jawa sendiri menamakan Islam puritan semacam ini dengan istilah Islam Kejawen. Walaupun dalam kenyataannya, Abangan tidak saja terdiri dari pemeluk Islam, tapi juga Kristen, Hindu, Budha, bahkan sebagian dari mereka menjadi penganut animisme dinamsime.
8 Tentang esensi materi-materi pendidikan Islam, lihat dalam Zuhairini dkk, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, Cet. Ke VI, 2012), hlm. 155-158. 9 Clifford Geertz, Abangan, Santri, Priyayi Dalam Masyarakat Jawa, Terj. Aswab Mahasin, (Jakarta: PT. Dunia Pustaka Jaya, 1981), hlm. 145.
5
Teori Geertz di atas merupakan teori dasar dalam mengubah wajah Islam Jawa menjadi trikotomi besar. Teori ini tidak bermaksud mendefinisikan masyarakat Islam Jawa selalu pada tiga varian, karena tidak menutup kemungkinan, kategori “abangan” dalam teori Geertz juga dapat berafiliasi dengan sub varian “santri” maupiun “priyayi”. Salah satu bentuk afiliasi dalam corak trikotomi Geertz adalah lahirnya berbagai varian Islam Kejawen, yang salah satunya bernama Aboge. Aboge merupakan singkatan dari Alif-Rebo-Wage, yaitu akronim dari nama tahun pertama dalam siklus windu, nama hari, dan nama pasaran. Unsur-unsur dalam rumus kalender Aboge merupakan unsur penanggalan Jawa-Islam yang dibuat tahun 1633 Masehi pada masa pemerintahan Sultan Agung Hanyakrakusuma, yaitu raja ke-3 Mataram Islam.10 Aboge menjadi nama untuk komunitas Islam Kejawen yang menjaga tradisi-tradisi Islam-Jawa dan tetap menggunakan Kalender Sultan Agung sebagai pedoman dalam melakukan peribadatan. Komunitas Islam Aboge mengklaim ajaran mereka didasari pada kepercayaan terhadap ajaran para leluhur dan para Wali Sanga. Golongan Kejawen ini kebanyakan terdiri dari kaum tani dan nelayan.11 Sedangkan Aboge sendiri terbagi lagi menjadi dua, yaitu Aboge abangan dan Aboge putihan. Aboge abangan adalah Aboge yang menolak berbagai bentuk ibadah úsul seperti salat, puasa, zakat dan haji. Sedangkan Aboge putihan, cenderung menggambarkan interpretasi Islam Jawa yang sinkretik. Mereka tetap menjalankan rutinisas ibadah 10 11
Soedjipto Abimanyu, Babad Tanah Jawi, hlm. 389. Asri Bontoro, Seri Kejawen 2002, (Jakarta: Anggra Institut, 2002), hlm. 12.
6
sebagaimana umat Islam pada umumnya, namun juga tidak meninggalkan peribadatan-peribadatan khas Islam Kejawen.12 Secara umum, dua Aboge di atas saat ini tersebar di berbagai daerah di Nusantara. Beberapa komunitas yang masih kental dalam melestarikan tradisi Aboge terdapat di daerah-daerah berbahasa banyumasan. Di Kabupaten
Banyumas,
yaitu
di
Kecamatan
Ajibarang,
Pekuncen,
Jatilawang, Wangon, Kroya, Adipala, Sumpyuh, dan Somagede, serta di sebagian daerah Purbalingga, Banjarnegara, Wonosobo dan Kebumen. Salah satu komunitas Aboge yang masih eksis dan memiliki penganut yang banyak, yaitu di desa Cikawung Kecamatan Pekuncen, Banyumas. Komunitas di Cikawung juga memiliki sejarah Aboge yang lebih tua di antara Aboge-aboge lain yang tersebar di sekitar Cikawung, yaitu seperti di Desa Cibangkong, Kracak dan Ciberung.13 Masyarakat di desa tersebut masih kental dengan prosesi peribadatan Kejawen ala Aboge. Menurut Heri Samsi, salah satu penduduk penganut Aboge, menyatakan bahwa Aboge Cikawung dulunya merupakan pusat pendidikan untuk seluruh komunitas Aboge di berbagai daerah sekitar Cikawung. Pendidikan dilakukan oleh Kyai Aboge, yang bernama Kyai Muhammad Yahya dengan mendirikan pesantren Baitul Munir. Namun
12 Wawancara dengan Samir, Kesepuhan Islam Kejawen di Desa Pucung Lor Kecamatan Kroya Kabupaten Cilacap pada tanggal 20 September 2015. 13 Wawancara penulis dengan Kyai Zainal Abidin, selaku ketua Aboge di Cikawung tanggal 25 September 2015 di Desa Cikawung Kecamatan Pekuncen Banyumas.
7
Pesantren tersebut saat ini sudah berubah menjadi Madrasah Diniyah Baitul Munir yang bertempat di depan Masjid Baitul Munir.14 Berdasar pada prosesi peribadatan Aboge yang dilakukan di Cikawung, Aboge di desa tersebut dapat penulis kategorisasikan sebagai Aboge putihan. Aboge ini melakukan salat lima waktu, puasa, zakat, dan haji. Walaupun demikian, kegiatan beribadah masyarakat Aboge masih cenderung memiliki perbedaan dengan masyarakat Islam lainnya. Antara lain dengan menambah do’a qunut pada salat lima waktu, melakukan ritual rebo wekasan pada bulan Sya’ban, melakukan salat sunah 7 hari setelah kematian, dan yang paling menonjol adalah berupa penentuan awal bulan Ramadan dan Syawal yang selalu berbeda dengan penentuan yang dihasilkan pemerintah.15 Hal ini yang menjadikan masyarakat Islam ”non Aboge” tetap skeptis terhadap kegiatan peribadatan yang dilakukan oleh Aboge Cikawung. Berdasarkan latar belakang di atas, menjadi penting bagi penulis untuk mengurai berbagai materi pendidikan Islam yang diajarkan oleh para pemuka adat terhadap masyarakat penganut Aboge di Cikawung. Penelitian ini diharapkan mampu menyajikan hasil yang dapat menjawab berbagai kegelisahan masyarakat terhadap Aboge di Cikawung. Berangkat dari latar belakang tersebut, penulis tertarik melakukan penelitian tentang materimateri pendidikan Islam yang diajarkan dalam kegiatan peribadatan Aboge
14 Wawancara Penulis dengan Heri Syamsi penduduk Desa Cikawung pada tanggal 25 September 2015. 15 Wawancara dengan Kyai Zainal Abidin, selalku Kyai dan ketua Aboge di Cikawung, tanggal 25 September 2015.
8
di Cikawung dengan menggunakan berbagai pendekatan, sehingga penulis merumuskan penelitian berjudul Materi Pendidikan Islam dalam Peribadatan Islam Aboge di Desa Cikawung Kecamatan Pekuncen Banyumas.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas penulis merumuskan masalah penelitian sebagai berikut: 1. Bagaimana bentuk-bentuk peribadatan Islam Aboge di Desa Cikawung Kecamatan Pekuncen Banyumas? 2. Apa saja materi pendidikan Islam yang terkandung dalam peribadatan Islam Aboge di Desa Cikawung? 3. Bagaimana proses pengajaran materi pendidikan Islam dalam komunitas Islam Aboge di Desa Cikawung?
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian Penulis dalam penelitian ini merumuskan berbagai tujuan, sebagai berikut: a. Penelitian lapangan dengan strategi analisis data deskriptif kualitatif ini, bertujuan untuk mendeksripsikan berbagai bentuk peribadatan yang terdapat pada rutinitas kegiatan keagamaan Islam Aboge.
9
b. Pengkajian tentang berbagai teori materi pendidikan Islam dalam konteks peribadatan dalam penelitian ini berupaya menarik bentukbentuk materi
pendidikan
Islam
yang terimplikasi dalam
peribadatan kelompok Aboge. c. Dengan pendekatan sosiologi, peneliti bertujuan menggambarkan proses pengajaran materi pendidikan Islam dalam Islam Aboge di Desa Cikawung. d. Penelitian ini juga bertujuan untuk menganalisis kududukan materi Pendidikan Islam Aboge di Desa Cikawung dilihat dari sudut pandang Islam. 2. Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kegunaaan antara lain: a. Secara teoritis, dengan hasil penelitian yang diperoleh diharapkan dapat memberikan sebuah paradigma yang lebih komprehensif untuk materi pendidikan Islam Kejawen, khususnya kelompok Aboge agar menjadi referensi keilmuan yang lebih berkembang. b. Secara Praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan informasi bagi masyarakat dan praktisi pendidikan tentang materimateri pendidikan Islam yang terkandung dalam peribadatan Islam Aboge.
10
D. Kajian Pustaka Penelitian tentang Aboge dalam ranah pendidikan Islam belum banyak penulis temui. Kebanyakan penelitian terhadap Aboge dilakukan dalam konteks hukum Islam, antropologi, sisologi dan historiografi. Adapun yang menjadi rujukan atau referensi dalam kajian pustaka di antaranya adalah: Pertama, penelitian Galih Latiano mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Jurusan PAI yang melakukan penelitian dengan judul: Dimensi Religiusitas dalam Tradisi Masyarakat Islam Aboge Desa Kracak Kecamatan Ajibarang Kabupaten Banyumas (Studi Analisis PAI). Skripsi ini merupakan penelitian lapangan yang berupaya mendeskpripsikan berbagai tradisi Aboge di Desa Racak untuk kemudian dianalisis dengan analisis Pendidikan Agama Islam. Hasil dari penelitian ini adalah tentang deskripsi data berupa berbagai dimensi religiusitas yaitu dimensi keyakinan, ritualistik, intelektual, eksperiensial dan konsekuensial. Secara umum sebenarnya penelitian ini tidak berfokus pada aspek pendidikan, atau lebih bersifat sosiologis.16 Penelitian ini lebih menyoroti tentang berbagai dimensi religius yang terimplikasi dalam tradisi Islam Aboge di Desa Kracak. Persamaan dengan penelitian penulis pada objek penelitian yaitu menyangkut berbagai bentuk peribadatan
Aboge.
Sedangkan
perbedaannya,
penelitian
penulis
melakukan analisis mendalam untuk mengambil poin-poin materi 16
Galih Latiano, Dimensi Religiusitas dalam Tradisi Masyarakat Islam Aboge di Desa Kracak Kecamatan Ajibarang Kabupaten Banyumas, skripsi, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2014.
11
pendidikan Islam yang terkandung dalam berbagai peribadatan Islam Aboge. Kedua, penelitian dengan judul Islam Aboge: Harmoni Islam dan Tradisi Jawa." Paper presented at the 11th Annual Conference on Islamic Studies, in Bangka Belitung, oleh Muhammad Abdurrahman mengambil teori Sinkretisme Islam, yaitu akulturasi budaya Islam dengan tradisi lokal. Di antara bentuk akulturasi budaya lokal (Jawa) dengan Islam yang juga dianut oleh komunitas Islam Aboge di Jawa. Komunitas ini melaksanakan tradisi-tradisi Jawa dengan dibumbui tradisi Islam, maka munculah Islam dengan cita rasa lokal (Islam Lokal).17 Kekhasan dari penelitian ini adalah lebih menyoroti tentang berbagai harmonisasi budaya Islam dan Jawa, seperti masih digunakannya model Penanggalan Islam Jawa (Penanggalan Aboge (Alip Rebo Wage) untuk menetapkan awal Ramadhan, Hari raya Idhul Fitri dan Idhul Adha. Penggunaan penanggalan ini mengakibatkan ibadah puasa, perayaan Idhul Fitri dan Idhul Adha yang mereka rayakan selalu berbeda dengan apa yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Artikel ini membahas tentang akulturasi Islam dan budaya Jawa pada Komunitas Islam Aboge serta model penanggalan yang mereka gunakan. Dengan pendekatan studi etnografi, diharapkan menjadi jelas model akulturasi budaya ini serta model penanggalan Aboge.
17
Muhammad Abdurrahman; Islam dan Tradisi Jawa." Paper presented at the 11th Annual Conference on Islamic Studies, in Bangka Belitung, 10-13 October 2011, hlm. v
12
Hasil penelitian yang diperoleh adalah berupa deskripsi tentang akulturasi antara budaya Aboge dengan Islam. Kemudian diperoleh data dan fakta, bahwa Aboge menggunakan metodologi perhitungan JawaIslam dalam menentukan hari-hari besar Islam, yang merupakan metodologi dari Aboge itu sendiri. Perbedaan penelitian yang dilakukan oleh Muhammad Abdurrahman dengan penelitian yang penulis lakukan yaitu pada obyek kajian penelitian. Penulis merumuskan obyek kajian dengan meneliti tentang materi-materi pendidikan Islam dalam tradisi Aboge, sementara M. Abdurrahman memateri dari sudut pandang akulturasi budaya Aboge dengan Islam. Ketiga, Penelitian Ridhwan, mengambil tema penelitian dengan judul “Islam Blangkon: Studi Etnografi Karakteristik Keberagamaan di Kabupaten Banyumas dan Cilacap,” dalam Jurnal Istiqro’ dengan fokus penelitian tentang karakteristik keberagamaan yang ada di dua kabupaten, yaitu Kabupaten Banyumas dan Cilacap. Penelitian ini memang menyoroti tentang Islam Kejawen, dan termasuk di dalamnya adalah kelompok Aboge. Namun karena sifat penelitian ini lebih umum maka pembahasan Aboge tidak bersifat mendasar dan komprehensif.18 Perbedaan penelitian Ridwan dengan penelitian ini sebagai berikut: Seperti yang telah disampaikan sebelumnya, bahwa Ridwan mengambil fokus penelitian yang lebih general yaitu terkait dengan karakteristik keberagamaan di Kabupaten Banyumas dan Kabupaten Cilacap. Penelitian 18
Ridhwan, Islam Blangkon: Studi Etnografi Karakteristik Keberagamaan di Kabupaten Banyumas dan Cilacap, dalam Jurnal Istiqro’, Departemen Agama Republik Indonesia-Direktorat Jenderal Pendidikan Islam dan Direktorat Pendidikan Tinggi Islam, Volume 07, Nomor 1, 2008
13
ini memunculkan fakta-fakta tentang karakteristik agama orang Banyumas dan Cilacap, yang selain menganut paham Islam mayoritas di Indonesia juga sebagian dari mereka masih menganut paham Islam Kejawen. Berbagai jenis Islam Kejawen dikembangkan oleh masyarakat dua kabupaten tersebut, termasuk di dalamnya Aboge. Keempat, Analisis Hukum Islam Tentang Prinsip Penanggalan Aboge
Di Kelurahan Mudal Kecamatan Mojotengah
Kabupaten
Wonosobo, adalah tema yang diambil oleh Joko Sulistyo sebagai Tesis Fakultas Syariah IAIN Walisongo. Penelitian ini berfokus pada hukum Islam yang digunakan untuk memateri penanggalan Islam Aboge di Desa Mudal Wonosobo. Penelitian ini tentunya berbeda dengan penelitian yang akan dilakukan penulis, karena penulis mengambil rumusan masalah berupa materi pendidikan Islam yang ada dalam peribadatan Aboge, bukan dilihat dari sudut pandang hukum, apalagi itu hukum Islam.19
E. Kerangka Teoritik 1. Pengertian Materi Pendidikan Islam Kata Pendidikan berasal dari bahasa Yunani Paedagogie, terdiri dari kata “Pais” artinya anak, dan “Again” yang diterjemahkan dengan membimbing. Jadi Paedagogie adalah bimbingan yang diberikan kepada
19
Joko Sulistyo, Analisis Hukum Islam tentang Prinsip Penanggalan Aboge Di Kelurahan Mudal Kecamatan Mojotengah Kabupaten Wonosobo, Tesis, Fakultas Syariah IAIN Walisongo, 2008.
14
anak.20 Secara terminologi Pendidikan diartikan sebagai pengaruh, bantuan atau tuntutan yang diberikan oleh orang yang bertanggung jawab terhadap anak didik.21 Pendidikan dalam bahasa Arab biasa disebut dengan istilah tarbiyah yang berasal dari kata kerja rabba, bermakna “mendidik”.22 Sementara muncul istilah lain yaitu kata ‘allama yang diartikan sebagai “mengajar”. Sedangkan Naquib Al-Attas dalam bukunya Islam and Scularism mengajukan istilah ta’dib/adab yang dikhususkan untuk mendefinisikan pendidikan akhlak.23 Karenanya kata tarbiyah lebih tepat untuk mewakili arti pendidikan, karena memuat makna mendidik, memelihara, dan membesarkan, sekaligus mengandung makna mengajar (‘allama).24 Selanjutnya terkait dengan Pendidikan Islam, dapat dilihat dari berbagai terminologi. Muhammad Quthb25 menyatakan bahwa Islam melakukan pendidikan dengan melakukan pendekatan yang menyeluruh terhadap wujud manusia, sehingga tidak ada yang tertinggal dan terabaikan
sedikitpun bagi
segi jasmani maupun
rohani,
baik
kehidupannya secara mental dan segala kegiatannya di bumi ini. Islam memandang manusia secara totalitas, mendekatinya atas dasar fitrah yang diberikan Allah SWT. Kepadanya, tidak ada sedikitpun yang diabaikan 20
Abu Ahmadi dan Nur Ubiyati, Ilmu Pendidikan, (Jakarta: PT. RINEKA CIPTA, Cet. Ke2, 2001), hlm. 69. 21 Ibid., hlm. 71. 22 Moh. Roqib, Ilmu Pendidikan Islam, (Yogyakarta: LKiS, 2009), hlm. 14. 23 Dikutip oleh Jusuf Amir Faisal dalam Reorientasi Pendidikan Islam, (Jakarta: Gema Insani Press, 1995), hlm. 94. 24 Ibid., hlm. 94. 25 Dikutip oleh Basuki dan M. Miftahul Ulum dalam Pengantar Ilmu Pendidikan Islam, (Ponorogo: STAIN Po. Press, 2001), hlm. 16.
15
dan tidak memaksakan apapun selain apa yang dijadikannya sesuai dengan fitrah. D. Marimba mendefinisikan pendidikan Islam adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh si pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama (insan kamil) menurut ukuran Islam.26 Sementara Jusuf Amir Faisal mempertegas makna pendidikan Islam dalam ranah fungsional sebagai pengembangan pengetahuan agama yang mendasar, yaitu berkaitan dengan keterampilan dalam melaksanakan ibadah, baik magdah maupun ibadah yang berhubungan dengan kepentingan hidup dalam masyarakat (gairu magdah).27 Berdasarkan
beberapa
terminologi
tersebut
di
atas
dapat
disimpulkan bahwa pendidikan Islam adalah upaya membentuk kepribadian muslim sesuai dengan pedoman ajaran agama Islam (syari’at) dan berimplikasi pada sifat jasmaniyah dan sifat ruhaniyah dalam orientasinya dengan tujuan hidup teologis dan sosialis. Sedangkan dalam UU No. 2/1989, makna satu-satunya dari “Pendidikan Agama Islam” adalah sebagai salah satu bidang studi pendidikan yang bersama-sama dengan pendidikan pancasila dan pendidikan kewarganegaraan menjadi kurikulum wajib bagi setiap jenis, jalur dan jenjang pendidikan (Pasal 39 (2)). Istilah “Pendidikan Islam” tidak dikenal dengan UU tersebut, karena lembaga pendidikan yang 26
Dikutip oleh Samsul Nizar, dalam Filsafat Pendidikan Islam, Pendekatan Historis, Teoritis dan Praktis, (Jakarta: Ciputat Pers, 2002), hlm. 32. 27 Jusuf Amir Faisal, Reorientasi Pendidikan Islam, hlm. 18.
16
berciri agama di Indonesia, baik sekolah maupun luar sekolah (termasuk Pondok) harus tetap mengacu pada sistem pendidikan Nasional..28 Untuk itu, istilah yang kerap dipakai, khususnya dalam teori yang digunakan penulis adalah teori tentang pendidikan Islam, bukan Pendidikan Agama Islam yang lebih berkonotasi pada istilah materi PAI di lembaga pendidikan formal. Sehingga pendidikan Islam di sini berupa bentukbentuk pendidikan yang mencakup substansi ajaran Islam.
2. Materi Pendidikan Islam dalam Konteks Peribadatan di Indonesia Istilah “materi” memiliki arti benda, bahan, segala sesuatu yang tampak, sesuatu yang menjadi bahan untuk diujikan, dipikirkan, dibicarakan dan dikarangkan.29 Dalam kajian filsafat, materi merupakan ide yang sudah terpublikasi dalam bahan pembahasan suatu masalah. Materi dapat juga diartikan sebagai inti dari perumusan hipotesis tindakan untuk menyelesaikan problematika ide. Descartes menyebut ide tersebut sebagai persepsi indra.30 Materi dalam konteks pendidikan Islam lebih tertuju pada rangkuman ajaran Islam yang sistematis. Ahmad Janan Asifudin membagi materi pendidikan Islam menjadi lima, yaitu materi tentang
28
Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang, Eksistensi dan Proses Belajar Mengajar Pendidikan Agama Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998), hlm. 17. 29 Ebta Setiawan, KBBI offline Versi 1.1,2010. 30 Bertrand Russel, Sejarah Filsafat Barat, terj. Sigit Jatmiko, dkk. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, Cet.III, 2007), hlm. 742.
17
Tuhan, tentang hidup (alam), tentang manusia, akhlak, dan perubahan.31 Pengertian tersebut dikerucutkan dalam teori Zuhairini, yang menyatakan bahwa materi pokok pendidikan Islam terdiri dari materi akidah, materi syari’ah/ibadah, dan materi akhlak.32 Klasifikasi materi pendidikan Islam tersebut sebenarnya lebih bersifat umum, atau orientasinya lebih pada nilai-nilai dari materi itu sendiri. Sedangkan materi pendidikan Islam dalam konteks peribadatan disusun secara sistematis melalui berbagai tata cara beribadah dalam kajian ilmu fikih. Filosofi ibadah sendiri termaktub dalam tujuan diciptakannya manusia oleh Allah SWT seperti yang dijelaskan dalam Surat al-Zariyat ayat 56:
∩∈∉∪ Èβρ߉ç7÷èu‹Ï9 āωÎ) }§ΡM}$#uρ £Ågø:$# àMø)n=yz $tΒuρ “Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah kepada-Ku”. 33
Secara etimologi kata ibadah dari kata ‘ibadah, berasal dari bahasa Arab ‘abada-yab’udu-‘ibadatan, yang berarti doa, mengabdi, tunduk, atau patuh (kepada Allah).34 Menurut kamus Al-Muhith,35 al-abdiyah, alubudiyah, dan al-íbadah artinya taat. Sedangkan dalam Mukhtar Ash-
31
Ahmad Janan Asifudin, Mengungkit Pilar-pilar Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Suka Press, 2010), hlm. 119. 32 Zuhairini, dkk. Metodik Khusus Pendidikan Agama, (Surabaya: Biro Ilmiah Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Ampel Surabaya, 1981), hlm. 60. 33 Departemen Agama RI, Al-‘Aliyy Al-Quran dan Terjemahnya, hlm. 417. 34 H.E. Hassan Saleh, edt. Kajian Fiqh Nabawi dan Fiqh Kontemporer, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2008), hlm.3. 35 Al-Fairuzabadi (Muhammad bin Ya’qub Majduddin Al-Fairuzabadi)_, Al-Qamus AlMuhith. (Kairo: Mathba’ah Mushthafa Al-Babi Al-Halabi, cet. II. 1371 H/1952 M) , hlm. 311.
18
Shihhah,36 makna dasar al-ubudiyah adalah ketundukan dan kepasrahan, sementara at-ta’bid artinya kepasrahan. Dikatakan thariq (jalan), muábbad artinya yang sudah disiapkan. Sedangkan istilah peribadatan bermakna hal (cara dsb) beribadat. Peribadatan dianggap sebagai kegiatan-kegiatan yang bersifat ibadah, sesuai dengan agama dan keyakinan yang dipeluk oleh seseorang.37 Secara terminologis, pengertian ibadah menurut ulama fikih adalah segala kepatuhan yang dilakukan untuk mencapai ridla Allah dengan mengharapkan pahala-Nya di akhirat.38 Fikih itu sendiri merupakan suatu kumpulan ilmu yang sangat besar lingkup pembahasannya, yang mengumpulkan berbagai jenis hukum Islam juga berbagai macam bentuk aturan hidup, untuk keperluan individu, golongan masyarakat dan manusia (Islam) secara umum.39 Sedangkan ta’rif ilmu fikih dalam mazhab Syafi’iyah, sebagai mazhab mayoritas Islam di Indonesia bermakna ilmu yang menerangkan hukum-hukum syara’ yang ‘amaliyah dan terbagi atas hukum syara’ yang berkaitan dengan ibadat, ada yang berkaitan dengan urusan dunia, baik itu urusan dengan seseorang (mu’amalat), dengan kelanjutan hidup manusia (munakahat), serta berkaitan dengan pergaulan umum
36
Ar-Razi (Muhammad bin Abu Bakr bin Abdul Qadir), Mukhtar Ash-Shihhah, (Kairo: AlMathabi’ Al-Amiriyyah, 1355 H), hlm. 407-408. 37 Kamus Besar Bahasa Indonesia, software www.yufid.org 38 H.E. Hassan Saleh, edt. Kajian Fiqh Nabawi, hlm. 4. 39 Tengku Hasbi Ash-Shiddieqy, Pengantar Hukum Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1980), hlm. 22.
19
(‘uqubat).40 Berdasarkah uraian tersebut, para pakar fikih bersepakat bahwa konteks fikih ibadah dapat dikerucutkan menjadi dua, yaitu ‘ibadah magdah yaitu berkaitan dengan ibadah imanen seperti taharah, salat, puasa, zakat, dan haji, serta ‘ibadah gairu magdah yang berhubungan dengan Allah, juga berhubungan dengan sesama manusia (’amaliyah).
3. Ruang Lingkup Materi Ibadah Dari pemaparan di atas maka dapat disimpulkan bahwa materimateri pendidikan Islam dalam peribadatan masyarakat di Indonesia adalah dikhususkan pada materi-materi ibadah magdah dan ghairu magdah yang tertuang dalam mazhab Syafi’iyah, sebagai mazhab mayoritas muslim di Indonesia. Materi tersebut berisi tata cara beribadah sesuai dengan kaidah-kaidah yang dirumuskan oleh mazhab Syafi’i. Berikut in klasifikasi konten materi pendidikan Islam yang terbagi atas ibadah magdah dan gairu magdah. a. Ibadah Magdah Ibadah magdah dalam materi pendidikan Islam adalah ibadah yang ketentuan pelaksanaannya sudah pasti ditetapkan oleh Allah dan dijelaskan oleh Rasul-Nya. Materi ini meliputi tata cara taharah, salat, puasa, zakat dan haji. Adapun materi tentang syahadat sebagai rukun pertama dalam rukun Islam biasanya dibahas dalam ilmu
40
Ibid., hlm. 26-27.
20
ushuluddin yang disebut juga ilmu kalam atau ilmu tauhid.41 Berikut gambaran materi pendidikan Islam dalam ibadah magdah. 1) Materi Taharah atau Bersuci Materi taharah atau bersuci, yang meliputi alat untuk, yang meliputi alat untuk bersuci, tata cara bersuci, dan jenis-jenis bersuci. Alat untuk bersuci bisa berupa air sumur, air hujan, air laut, air sungai, air salju, air embun dan air sumber (mata air). Jenis-jenis bersuci bisa dilakukan dengan mandi junub apabila mukallaf berhadats besar, wudlu apabila berhadats kecil, dan tayammum apabila seseorang sedang tidak memiliki air, sakit, atau karena keperluan yang mendesak. Mandi dilakukan dengan mengguyur air suci ke seluruh tubuh dengan niat mandi wajib. Wudlu dilakukan dengan rukun pertama niat, membasuh muka, membasuh kedua tangan sampai siku, mengusap sebagian kepala dan membasuh kedua kaki sampai mata kaki. Tayammum dilakukan dengan mengambil debu suci dan mengusapkannya ke wajah dan kedua tangan sampai siku.42 2) Materi Salat Materi salat yang meliputi syarat sah, rukun, dan hal-hal yang membatalkan salat. Syarat sah salat terdiri dari menghadap kiblat, masuk waktu salat, pintar/tamyiz, mengetahui wajibnya 41
Mohammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam, Ijakarta: Rajawali Press, 2015), hlm.
247. 42
Untuk lebih jelasnya lihat pedoman lengkap dalam pasal Taharah, Abu Syuja’ Ahmad bin Husain, Matan Ghayan wa Taqrib, terj, A. Ma’ruf Asrori, (Surabaya: Al-Miftah, 2000), hlm. 3.
21
salat dan menutup aurat. Rukun salat (fardu) ada tujuh belas, yaitu niat, takbiratul ihram, berdiri (bagi yang mampu), membaca alfatihah, ruku dengan tuma’ninah, i’tidal dengan tuma’ninah, sujud dengan tuma’ninah, duduk di antara dua sujud dengan tuma’ninah, duduk tasyahud akhir, membaca tasyahud akhir, membaca shalawat kepada Nabi Muhammad, mengucap salam dan tertib.43 Sedangkan untuk salat subuh ada sebagian golongan yang menambahnya dengan do’a qunut setelah raka’at kedua. Berikut salah satu dalil yang menjadi dasar digunakannya qunut.
ﻦ ﹶﺃﺑﹺﻲ ﻋ ﺹ ﻮ ﹺ ﺣ ﻮ ﺍﹾﻟﹶﺄﺎ ﹶﺃﺑﺪﹶﺛﻨ ﺣ ﻲ ﻗﹶﺎﻟﹶﺎ ﻔ ﻨﺤ ﺱ ﺍﹾﻟ ﺍ ﹴﺟﻮ ﻦ ﺑ ﺪ ﻤ ﺣ ﻭﹶﺃ ﺪ ﻴﺳﻌ ﻦ ﺑ ﺒ ﹸﺔﻴﺘﺎ ﹸﻗﺪﹶﺛﻨ ﺣ ﻲ ﺿ ﺭ ﻲ ﻠﻋ ﻦ ﺑ ﻦ ﺴ ﺤ ﺍ ِﺀ ﻗﹶﺎ ﹶﻝ ﻗﹶﺎ ﹶﻝ ﺍﹾﻟﻮﺭ ﺤ ﻦ ﹶﺃﺑﹺﻲ ﺍﹾﻟ ﻋ ﻢ ﻳﺮ ﻣ ﺑ ﹺﻦ ﹶﺃﺑﹺﻲ ﺪ ﻳﺮ ﺑ ﻦ ﻋ ﻖ ﺤ ﺳ ﹺﺇ ﺗ ﹺﺮ ﻗﹶﺎ ﹶﻝﻲ ﺍﹾﻟ ﹺﻮﻦ ﻓ ﻬ ﺕ ﹶﺃﻗﹸﻮﹸﻟ ﺎﻠﻤﻢ ﹶﻛ ﺳﱠﻠ ﻭ ﻪ ﻴﻋﹶﻠ ﻪ ﺻﻠﱠﻰ ﺍﻟﱠﻠ ﻪ ﻮ ﹸﻝ ﺍﻟﱠﻠﺭﺳ ﻤﻨﹺﻲ ﻋﱠﻠ ﺎﻬﻤ ﻨﻋ ﻪ ﺍﻟﱠﻠ ﺖ ﻴﺎﹶﻓﻦ ﻋ ﻤ ﻴﻓﻨﹺﻲ ﻓﺎﻭﻋ ﺖ ﻳﺪ ﻫ ﻦ ﻤ ﻴﻧﹺﻲ ﻓﻫﺪ ﻢ ﺍ ﻬ ﺗ ﹺﺮ ﺍﻟﱠﻠﺕ ﺍﹾﻟ ﹺﻮ ﻮﻲ ﹸﻗﻨﺱ ﻓ ﺍ ﹴﺟﻮ ﻦ ﺑﺍ ﻭﻟﹶﺎ ﻲﺗ ﹾﻘﻀ ﻚ ﻧﺖ ﹺﺇ ﻴﻀ ﺎ ﹶﻗﺮ ﻣ ﺷ ﻗﻨﹺﻲﻭ ﺖ ﻋ ﹶﻄﻴ ﺎ ﹶﺃﻴﻤﻲ ﻓﻙ ﻟ ﺎ ﹺﺭﻭﺑ ﺖ ﻴﻮﱠﻟ ﺗ ﻦ ﻤ ﻴﻮﱠﻟﻨﹺﻲ ﻓ ﺗﻭ ﺖ ﻴﺎﹶﻟﺗﻌﻭ ﺎﺑﻨﺭ ﺖ ﺭ ﹾﻛ ﺎﺗﺒ ﺖ ﻳﺩ ﺎﻦ ﻋ ﻣ ﻌﺰ ﻳ ﻭﻟﹶﺎ ﺖ ﻴﺍﹶﻟﻦ ﻭ ﻣ ﺬ ﱡﻝ ﻳ ﻪ ﻟﹶﺎ ﻧﻭﹺﺇ ﻚ ﻴﻋﹶﻠ ﻰﻳ ﹾﻘﻀ ﻩ ﺎﻌﻨ ﻣ ﻭ ﻩ ﺩ ﺎﺳﻨ ﻖ ﹺﺑﹺﺈ ﺤ ﺳ ﻮ ﹺﺇﺎ ﹶﺃﺑﺪﹶﺛﻨ ﺣ ﺮ ﻴﻫ ﺯ ﺎﺪﹶﺛﻨ ﺣ ﻲ ﻠﻴﻨ ﹶﻔﺪ ﺍﻟ ﻤ ﺤ ﻣ ﻦ ﺑ ﻪ ﺪ ﺍﻟﱠﻠ ﺒﻋ ﺎﺪﹶﺛﻨ ﺣ ﻮﺗ ﹺﺮ ﹶﺃﺑﻲ ﺍﹾﻟ ﹺﻮﻦ ﻓ ﻬ ﺮ ﹶﺃﻗﹸﻮﹸﻟ ﻳ ﹾﺬ ﹸﻛ ﻢ ﻭﹶﻟ ﺕ ﻮﻲ ﺍﹾﻟ ﹸﻘﻨﺗ ﹺﺮ ﻓﻲ ﺍﹾﻟ ﹺﻮﻳﻘﹸﻮ ﹸﻝ ﻓ ﻫﺬﹶﺍ ﻩ ﻗﹶﺎ ﹶﻝ ﺧ ﹺﺮ ﻲ ﺁﻗﹶﺎ ﹶﻝ ﻓ ﺎ ﹶﻥﻴﺒﺷ ﻦ ﺑ ﻌ ﹸﺔ ﺭﺑﹺﻴ ﺍ ِﺀﻮﺭ ﺤ ﺍﹾﻟ Telah menceritakan kepada Kami Qutaibah bin Sa'id dan Ahmad bin Jawwas Al Hanafi mereka berkata; telah menceritakan kepada Kami Abu Al Ahwash dari Abu Ishaq dari Buraid bin Abu Maryam dari Abu Al Haura`, ia berkata; telah berkata Al Hasan bin Ali radliallahu 'anhuma; Rasulullah shallAllahu wa'alaihi wa sallam telah mengajarkan kepada beberapa kalimat yang aku ucapkan ketika melakukan witir.. Ibnu Hawwas berkata; ketika melakukan qunut witir yaitu; ALLAAHUMMAH DINII 43
16-17.
Choirul Anwar, Terjemah Ilmu Fiqih Sullamut Taufiq, (Surabaya: AMELIA, 2000), hlm.
22
FIIMAN HADAIT, WA 'AAFINII FIIMAN TAWALLAIT, WA BAARIK LII FIIMAA A'THAIT, WA QINII SYARRA MAA QADHAIT, INNAKA TAQDHII WA LAA YUQDHAA 'ALAIK, WA INNAHU LAA YADZILLU MAN WAALAIT, WA LAA YA'IZZU MAN 'AADAIT, TABAARAKTA RABBANAA WA TA'AALAIT. Telah menceritakan kepada Kami Abdullah bin Muhammad An Nufaili, telah menceritakan kepada Kami Zuhair, telah menceritakan kepada Kami Abu Ishaq dengan sanad serta maknannya, ia berkata pada akhir hadits tersebut; Abu Al Haura` Rabi'ah bin Syaiban mengatakan hal ini yaitu; beliau mengucapkan ketika melakukan qunud dalam witir: "….." dan ia tidak menyebutkan; aku mengucapkannya dalam witir. 44
Sedangkan hal-hal yang membatalkan salat terbagi atas 6 penyebab, yaitu berkata satu huruf yang bisa dipahami, dengan keadaan sadar. Kedua bergerak melebihi tiga gerakan di luar rukun secara terus menerus, menambah rukun, makan dan minum, berniat memotong salat serta terlewatnya satu rukun.45 Dalam materi salat fardu juga terdapat materi salat jum’at, yaitu salat dua raka’at sebelumnya terlebih dahulu diadakan khatbah. Syarat dari dua khutbah itu adalah suci dari dua hadats, suci dari najis, baik pakaian badan dan tempat, menutup aurat, berdiri, duduk diantara dua khutbah, dan disyaratkan pula menggunakan bahasa Arab.46
44
Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Daud dan Ahmad. Hadits tersebut tergolong hadits hasan, dan berdasarkan fungsinya, ulama fikih berpendapat tentang qunut yang menjadi sunnah ab’at, dan qunut yang dibaca ketika terkena musibah atau qunut nazilah. Untuk lebih lengkapnya baca 10 hadits tentang qunut, dalam Lidwa Pustaka Software. 45 Choirul Anwar, Terjemah Ilmu Fiqih, hlm. 18. 46 Ibid., hlm. 26.
23
3) Materi Zakat Zakat atau dalam bahasa Arab zaka berarti suci, bersih, tumbuh
dan
berkah.
Secara
terminologi,
al-Mawardi
mendefinisikan zakat sebagai harta tertentu yang diberikan kepada orang tertentu, menurut syarat tertentu pula. Orang yang berhak menerima zakat ada delapan, yaitu fakir, miskin, amil, mualaf, gharim, sabilillah, budak dan ibnu sabil.
47
Berdasarkan
jenisnya, zakat dibagi menjadi zakat fitrah, dan zakat mal.48 Untuk zakat mal, zakat dikeluarkan apabila barang atau benda sudah masuk satu nisab dan berlaku kelipatannya. Nisab adalah kadar yang harus terpenuhi untuk suatu benda, sehingga keterpenuhian kadar tersebut menjadikan benda kena zakat.49 Berikut tabel macam zakat dan nisabnya.50 No. Jenis Harta 1 Binatang ternak 2
Tanaman bernilai ekonomis Emas dan Perak Badan Usaha Gaji, honorarium dan
3 4 5 47
Nisab 40 ekor kambing
Haul Sekali setahun
Kadar 21/2%
750 Kg beras
Setiap panen
5%
96 Gr emas murni 96 Gr emas murni 96 Gr emas murni
Setahun sekali Setahun sekali Setiap
21/2% 21/2% 21/2%
Dikutp oleh Hassan Saleh dalam Fiqh Nabawi, hlm. 157-159. Zakat fitrah merupakan zakat untuk membayar fitrah seseorang, yang dilakukan sebelum masuk tanggal 1 Syawal. Di Indonesia Zakat fitrah berupa pemberian beras kepada mustahik, sebesar l2,8 Kg. Sedangkan zakat mal adal zakat yang berkaitan dengan harta benda, berupa zakat hasil panen, zakat emas dan perak, zakat binatang ternak, dan lain sebagainya. Ulama kontemporer berpendapat bahwa keprofesian juga masuk klasifikasi harta yang wajib zakat, sehingga muncul istilah zakat profesi. 49 Masjfuk Zuhdi, Masail Fiqhiyah, Kapita Selekta Hukum Islam, (Jakarta: PT GUNUNG AGUNG, 1987), hlm. 225. 50 Mohammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2015), hlm. 270 48
24
pendapatan insidental
memperolehnya
4) Materi Puasa Puasa secara etimologi berarti menahan diri, diam dalam segala bentuknya, termasuk tidak berbicara. Secara terminologi puasa adalah menahan diri dari makan, minum, dan melakukan hubungan seksual suami istri, dan lainnya, sepanjang hari sesuai ketentuan syara’ disertai dengan menahan diri dariperkataan dan perbuatan yang sia-sia, perkataan jorok, dan lainnya, baik yang diharamkan maupun yang dimakruhkan, pada waktu yang telah ditentukan dan dengan syarat-syarat yang telah ditentukan pula.51 Syarat wajib puasa ada empat, yaitu Islam, dewasa (baligh), berakal dan mampu berpuasa. Fardu puasa juga ada empat, yaitu niat, tidak makan minum, tidak bersenggama di siang hari dan tidak muntah dengan sengaja. Sementara yang membatalkan puasa adalah memasukkan sesuatu dengan sengaja ke lubang yang lazim, muntah dengan sengaja, bersetubuh di siang hari, keluar mani karena bercumbu, haid, nifas, gila dan murtad.52 5) Materi Haji Kata haji berasal dari bahasa Arab yang bermakna tujuan dan dapat di baca dengan dua lafazh Al-hajj .Haji
51 52
Hassan Saleh dalam Fiqh Nabawi, hlm.174-175. Abu Syuja’ Ahmad bin Husain, Matan Ghayah, hlm. 55.
25
menurut istilah syar’i adalah beribadah kepada Allah dengan melaksanakan manasik yang telah ditetapkan dalam sunnah Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam dan ada pula ulama yang berpendapat: “Haji adalah bepergian dengan tujuan ke tempat tertentu pada waktu yang tertentu untuk melaksanakan suatu amalan yang tertentu pula. Akan tetapi definisi ini kurang pas karena haji lebih khusus dari apa yang didefinisikan di sini, karena seharusnya ditambah dengan satu ikatan yaitu ibadah, maka apa yang ada pada definisi pertama lebih sempurna dan menyeluruh.53 b.
Ibadah Gairu Magdlah Ibadah gairu magdlah sebagian menyebutnya ibadah ‘ammah, yaitu semua perbuatan yang mendatangkan perbuatan baik untuk diri sendiri dan orang lain. Materi-materi amaliyah dalam ibadah ini seperti sadaqah, dzikir, dan banyak segi ibadah yang lain dalam seluruh aspek kehidupan kita sehari-hari.54 Untuk materi-materi dalam fikih gairu magdah tidak diterangkan secara gamblang mengenai berbagai rukun, syarat, sarat sah dan lainnya, sebagaimana dibahas dalam ibadah-ibadah magdah. Sebagai contoh yaitu berkenaan dengan sadaqah dan zikir. Sadaqah hanya digambarkan melalui firman Allah surat at-Taubah ayat 3.
53 54
Masjfuk Zuhdi, Masail Fiqhiyah, hlm. 230. Muhammad Quthb, Sistem Pendidikan Islam, (Bandung: PT. Al-Maarif, 1993), hlm. 49.
26
( öΝÎγø‹n=tæ Èe≅|¹uρ $pκÍ5 ΝÍκÏj.t“è?uρ öΝèδãÎdγsÜè? Zπs%y‰|¹ öΝÏλÎ;≡uθøΒr& ôÏΒ õ‹è{ ∩⊇⊃⊂∪ íΟŠÎ=tæ ìì‹Ïϑy™ ª!$#uρ 3 öΝçλ°; Ös3y™ y7s?4θn=|¹ ¨βÎ) “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan[659] mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui.”55 Dalam kajian lainnya, fikih munakahat juga termasuk kategori fikih gairu mahdah. Karena inti dari ajarannya lebih pada hubungan antar sesama manusia. Sebagaimana Hasybie as-Siddiqie menerangkan bahwa fikih ‘amaliyah terbagi atas hukum syara’ yang berkaitan dengan ibadat, ada yang berkaitan dengan urusan dunia, baik itu urusan dengan seseorang (mu’amalat), dengan kelanjutan hidup manusia (munakahat), serta berkaitan dengan pergaulan umum (‘uqubat).56
4. Aspek Pembelajaran Materi Pendidikan Islam Pembelajaran
diartikan
sebagai
proses,
cara,
perbuatan
menjadikan orang atau makhluk hidup belajar. Pembelajaran dapat diartikan juga sebagai cara memotivasi seseorang untuk mencari ilmu pengetahuan. Sedangkan Pendidikan diartikan sebagai usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran dengan tujuan intinya antara lain agar peserta didik memiliki
55 56
Quran in Words Software. Ibid., hlm. 26-27.
27
kepribadian, keterampilan, kecerdasan dan akhlak mulia.57 Hasan Langgulung mendeskripsikan pendidikan dalam tiga komponen utama yaitu Tujuan, Kandungan dan metode. Beliau menerjemahkan Pendidikan sebagai suatu proses yang mempunyai tujuan yang biasanya diusahakan untuk menciptakan pola-pola tingkah laku tertentu pada kanak-kanak atau orang yang sedang dididik.58 Pembelajaran kaitannya dengan pendidikan Islam diartikan sebagai cara kegiatan mentransfer ilmu oleh pendidik kepada peserta didik yang itu merupakan ilmu-ilmu pendidikan Islam. Untuk itu aspek yang harus terpenuhi dalam pembelajaran adalah aspek materi, yang ditunjang dengan penggunaan metode-metode yang sesuai dengan materi tersebut. M. Athiyah al-Abrasyi59 menyatakan metode dengan makna dengan jalan yang dilalui untuk memperoleh pemahaman Peserta Didik. Untuk itu dapat Penulis simpulkan bahwa metode merupakan suatu cara yang dirumuskan dan tersusun secara sistematis disesuaikan dengan tujuan yang ingin dicapaiBerikut merupakan contoh beberapa metode dalam pembelajaran materi pendidikan Islam. a. Metode Ceramah Metode Ceramah adalah suatu metode didalam pendidikan di mana cara menyampaikan pengertian-pengertian materi kepada
57
Untuk lebih lengkapnya lihat pada Pasal 1 Ayat ! dalam Ketentuan Umum Undangundang Sistem Pendidikan Nasional, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, Cetakan III 2009), hlm. 3. 58 Hasan Langgulung, Manusia dan Pendidikan, (Jakarta: Pustaka Al-Husna Baru, 2004), hlm. 28 59 Dikutip oleh Moh. Roqib dalam Ilmu Pendidikan Islam, (Yogyakarta: LKiS, 2009), hlm. 91.
28
anak didik dengan jalan penerangan dan penuturan secara lisan. Untuk
penjelasan
uraiannya,
guru
(Pendidik)
dapat
mempergunakan alat-alat bantu mengajar yang lain seperti peta, denah, dan alat peraga lainnya.60 Metode Ceramah dalam Islam disebut juga metode dakwah. Metode ini secara turun-temurun dilakukan sejak zaman Rosul-rosul Allah. Seperti do’a Nabi Musa A.S. dalam surat Thaha ayat 25-28.61
∩⊄∉∪ “ÌøΒr& þ’Í< ÷Åc£„o uρ
∩⊄∈∪ “Í‘ô‰|¹ ’Í< ÷yuõ°$# Éb>u‘ tΑ$s%
∩⊄∇∪ ’Í<öθs% (#θßγs)ø!tƒ ∩⊄∠∪ ’ÎΤ$|¡Ïj9 ÏiΒ Zοy‰ø)ãã ö≅è=ôm$#uρ “Berkata Musa: "Ya Tuhanku, lapangkanlah untukku dadaku. Dan mudahkanlah untukku urusanku. Dan lepaskanlah kekakuan dari lidahku. Supaya mereka mengerti perkataanku.” b. Metode Tanya jawab Metode Tanya jawab adalah penyampaian pelajaran dengan jalan Pguru memberikan pertanyaan dan murid menjawab. Atau suatu metode yang didalamnya terdapat tanya jawab antara pendidik dan peserta didik tentang bahan materi yang ingin diperolehnya.62 Metode Tanya jawab digunakan untuk menarik rangsang dari perhatian peserta didik dengan berbagai cara. Seperti appersepsi, selingan maupun evaluasi.Kelebihan metode Tanya jawab dapat digunakan sebagai ice breaking ketika peserta didik
60 Zuhairini, dkk. Metodik Khusus Pendidikan Agama, (Surabaya: Biro Ilmiah Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Ampel Malang, 1981), hlm. 83. 61 Departemen Agama Replubik Indonesia, Al Quran dan Terjemahnya, hlm. 478. 62 Zuhairini, dkk. Metodik Khusus, hlm. 86.
29
merasa jenuh dengan metode yang diterapkan sebelumnya. Tanya jawab juga merupakan bentuk interaktif yang dapat digambarkan antara pendidik dan peserta didik. c. Metode Demonstrasi Metode ini berupa suatu kegiatan mempraktikan dari materi yang sedang dipelajari yang mana materi tersebut memang membutuhkan praktik. Metode demonstrasi dapat juga diartikan dengan metode penyajian pelajaran dengan memperagakan dan mempertunjukan kepada siswa tentang suatu proses, situasi atau benda tertentu, baik sebenarnya atau hanya tiruan. Untuk membekali
peserta
didik
maka
pendidik
terlebih
dahulu
memberikan ulasan materi sebagai bahan dalam metode tersebut. Sementara kelemahan dari metode demonstrasi adalah dalam upaya mempersiapkan
proses
pembelajaran
karena
membutuhkan
beberapa peralatan dan bahan-bahan untuk praktik. d. Metode Diskusi Metode diskusi 63 dalam proses pembelajaran menghadapkan Peserta didik pada suatu permasalahan. Maksudnya, tujuan utama metode diskusi adalah untuk memecahkan suatu permasalahan, menjawab pertanyaan, menambah dan memahami pengetahuan siswa, serta untuk membuat suatu keputusan. Metode ini bukan sebagai ajang debat argumentasi tapi sebagai media bertukar 63
Menurut Moh. Roqib metode diskusi dapat disebut juga metode Ihalaqah, karena metode diskusi identik dengan forum melingkar (halaqah). Untuk lebih jelasnya lihat juga di Moh. Roqib, Ilmu Pendidikan Islam, hlm. 91.
30
pikiran antar sesama peserta didik. Kelemahan metode diskusi sam dengan metode tanya jawab yaitu untuk peserta didik yang karakternya cenderung pasif akan merasa termarjinalkan dalam forum tersebut. e. Metode Menulis (Kitabah, Khat) Metode ini termasuk cara klasik dalam belajar setelah membaca.64 Metode menulis dalam Pendidikan Islam digunakan dalam pengenalan awal huruf hijaiyah. Setelah Peserta didik dapat menulis huruf hijaiyah baik dalam bentuk huruf, kata (kalimah), maupun kosa kata dan kalimat (kalam) maka metode ini dapat dikembangkan untuk mempelajari tulisan dalam bentuk khat. Metode menulis (kitabah)65 saat ini sering dipakai dalam lembagalembaga pendidikan islam yang bersifat non formal seperti dalam Pesantren, dan Taman Pendidikan Qur’an (TPQ). Namun tidak sedikit pula Sekolah-sekolah yang menggunakan metode tersebut dalam pembelajaran PAI. f. Metode Menyimak (Istima’) Metode ini disebut juga metode Bandongan. Yaitu santri membawa kitab sesuai yang syekh (kyai) ajarkan kemudian santri menyimak penerjemahan dan penjelasan kyai. Metode Istima’ untuk saat ini masih digunakan di Pesantren-pesantren salaf. 64
Ibid., hlm. 113. Metode kitabah semacam ini pernah dilakukan pada zaman Nabi Muhammad SAW yaitu ketika tentara Islam menawan orang-orang persia dan israel yang kemudian sebagai syarat pembebasan mereka maka mereka harus mengajarkan cara menulis huruf latin terhadap tentaratentara muslim. 65
31
Metode yang hampir sama yaitu metode sorogan66. Yaitu kyai membacakan beberapa pasal dalam kitab, sementara santri menyimak dengan kitabnya sendiri. Kemudian santri membaca kembali sesuai dengan yang telah dibacakan oleh kyai. Kyai memberi pengarahan pada saat santri membaca. Pada dasarnya metode sorogan dan Bandongan (bandungan) tergolong metode menyimak (istima’). Hanya apabila Bandongan, jumlah santri yang mengikuti pembelajaran relatif banyak. Sementara dalam sorogan hanya satu santri. g. Metode Imla (Dictation). Kata imla berasal dari kata amal yang berarti impian atau angan-angan. Untuk itu metode imla diartikan sebagai menganganangan atau membayangkan kalimat yang disampaikan Pendidik. Metode ini biasa dilakukan untuk mengukur keterampilan peserta didik dalam menulis kata maupun kalimat dalam bahasa arab. Tersiarnya metode imla ini ketika mulai adanya kertas dan tulisan.67 h. Metode Hafalan
Orang-orang Islam dahulu sangat menghargai ingatan yang kuat dan menganggap pengembangan ingatan untuk menghafal
66
Metode Sorogan diambil dari bahasa jawa Sorog. Yaitu mengajukan atau menyodorkan kitab yang akan dikaji oleh santri kepada Kyai untuk menunjukan kitab yang biasa dikaji santri dalam sorogan tersebut. Kitab yang dikaji dalam sorogan adalah kitab-kitab klasik yang masyhur dengan sebutan kitab kuning. 67 Omar Mohammad Al-Toumy Al-Syaibani, Falsafatut Tarbiyyah Al-Islamiyah. Terj. Hasan Langgulung, Falsafah Pendidikan Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1979), hlm. 575.
32
sebagai salah satu tujuan pendidikan. Di antara faktor-faktor yang membantu untuk menarik perhatian umat islam memelihara dan menyebarkan hafalan sebagai salah satu jalan pencapaian adalah kurangnya tulisan pada abad pertama hijriyah, adanya nas-nas yang mengajak untuk menghafal Al-Quran al-Karim, munculnya ilmu Hadits yang mengharuskan banyaknya hafalan dan timbulnya ilmuilmu bahasa yang untuk menguasainya perlu kepada ingatan yang kuat.68
5. Komunitas Aboge Islam Aboge merupakan salah satu varian Islam Kejawen. Aboge berasal dari singkatan taun Alif dina Rebo Wage. Islam Aboge merupakan salah satu komunitas yang patut untuk diperdalam dan dijaga eksistensinya baik itu dilihat dari sudut pandang agama, maupun budaya. Tercatat banyak sekali berbagai macam varian Islam Kejawen yang masih eksis pada saat ini, termasuk komunitas Aboge. Komunitas ini masih dominan tinggal di daerah-daerah Banyumas, Cilacap, Purbalingga, Banjarnegara, Kebumen dan Wonosobo.69 Aboge merupakan akronim dari tiga kata, yaitu Alif, Rebo, Wage. Alif adalah nama tahun pertama dalam hitungan satu windu kalender Jawa yang disusun secara urut yaitu Alif, Ahe (Ha), Jim Awal 68
Ibid., hlm. 576. Ridhwan, Islam Blangkon : Studi Etnografi Karakteristik Keberagamaan di Kabupaten Banyumas dan Cilacap, dalam Jurnal Istiqro’ Volume 07, Nomor 1, 2008, Departemen Agama republic Indonesia-Direktorat Jenderal Pendidikan Islam dan Direktorat Pendidikan Tinggi Islam. hlm. 9. 69
33
(Jim), Je (Za), Dal, Be (Ba), Wawu, dan Jim Akhir (Jim). Penamaan Rebo atau Rabu merupakan nama hari keempat dalam kalender Masehi dan Hijriyah. Sedangkan kata Wage diambil dari nama pasaran hari Jawa, yaitu pon, Wage, Kliwon, legi, Pahing. Nama dan urutan pasaran hari ini sangat penting diketahui, karena digunakan sebagai pencocokkan rumus perhitungan Aboge.70 Istilah Alif Rebo Wage muncul dan berkembang dalam komunitas masyarakat penganut tradisi Jawa-Islam. Nama tersebut diambil berdasarkan awal tahun Alif yang dimulai pada tanggal satu Muharam (Sura) hari Rabu Wage. Menurut beberapa pemangku adat (Kyai) Aboge yang penulis wawancarai, istilah ini merupakan sebutan untuk nama tahun yang dipakai sebagai petunjuk beribadah orangorang Jawa atas tuntunan Wali Sanga. Begitu pula dengan ajaran Aboge yang merupakan ajaran para Wali Sanga, khususnya Sunan Kalijaga.71 Aboge terbagi dalam dua kategori yaitu Aboge Abangan dengan Aboge Putihan. Berikut ini pembagian Aboge di masing-masing daerah yang penulis observasi: a. Aboge Abangan, yaitu yang bertempat tinggal di Kecamatan Adipala, meliputi Desa Doplang, Adiraja, Bunton, dan Srandil. Kecamatan Kroya seperti di Desa Pesanggrahan dan Pekuncen. Kecamatan Jatilawang Banyumas, dan daerah di Wonosobo. 70 71
M. Hariwijaya, Islam Kejawen, (Yogyakarta: Gelombang Pasang, 2006), hlm. 241. Wawancara dengan Maksudi, tanggal 24 Desember 2015.
34
Kegiatan peribadatanya antara lain kenduri di Pasemon, Nutur Kaki pada bulan Rajab atau Sadran, Puasa Sir bulan Ramadlan, dan pemakaman mayat dengan Batik dan atau kain Goni. b. Aboge Putihan, yaitu Aboge yang menempati Desa Cikawung dan Cibangkong Kecamatan Pekuncen Banyumas, Desa Kracak Kecamatan Ajibarang Banyumas, Desa Cikakak Kecamatan Wangon Banyumas, serta Desa Cipaku dan Desa Onje Kecamatan Mrebet Purbalingga. Dari semua komunitas yang penulis temui, mereka tetap menjalankan syariat Islam sebagaimana mestinya. Sedangkan kekhasan ajaran mereka terletah pada penanggalan Aboge yang digunakan untuk menentukan berbagai perayaan Islam, termasuk Hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha. Selain itu mereka juga menambahkan beberapa amalan dalam syariat, seperti menambahkan do’a qunut di setiap salat lima waktu, khutbah jum’at berbahasa Jawa, shalat Rahmat selama tujuh hari pasca kematian, dan grebeg sa’ban atau peristiwa rebo wekasan.72 Aboge yang penulis teliti yaitu Aboge putihan yang terdapat di RT
01-10
Desa
Cikawung
Kecamatan
Pekuncen
Kabupaten
Banyumas, Jawa Tengah. Menurut masyarakat sekitar, Aboge di Desa ini adalah satu-satunya Aboge di Kecamatan Pekuncen yang notabene masih melakukan peribadatan yang tidak menyimpang. Selain itu, masyarakat Aboge masih menggunakan sistem Khalifah atau segala 72
Grebeg Sa’ban merupakan lathilan berturutturut di rumah warga mulai tanggal 1 sampai 15 Sa’ban, dan diakhiri dengan mandi dan salat Rebo Wekasan di Masjid Aboge. Wawancara dengan Kyai Zainal Abidin tanggal 11 Januari 2016.
35
kebijakan ikhwal tentang peribadatan diserahkan sepenuhnya kepada pemangku Adat. F. Metode Penelitian Uraian metode penelitian pada penelitian tentang materi pendidikan Islam dalam peribadatan Aboge, penulis klasifikasikan sebagai berikut: 1. Jenis dan Pendekatan Penelitian Penelitian ini termasuk jenis penelitian lapangan dengan menggunakan pendekatan data berupa pendekatan deskriptif kualitatif. Lexy J. Moeloeng mengutip pendapat Kirk dan Miller menyatakan bahwa penelitian kualitatif merupakan tradisi tertentu dalam ilmu sosial yang secara fundamental bergantung pada pengamatan manusia dalam kawasannya sendiri dan berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam bahasannya dan dalam peristilihannya.73 Sedangkan pendekatan penelitian yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan sosiologi. Menurut Michael S. Northcott, pendekatan sosiologis terhadap penelitian agama berfokus pada interaksi antara agama dengan masyarakat. Pendekatan ini mengurai tentang objek-objek, pengetahuan, praktik-praktik dan institusi-institusi dalam dunia sosial. Para sosiolog memandangnya sebagai produk interaksi manusia dan konstruksi sosial. Agama adalah salah satu bentuk konstruksi sosial. Tuhan, ritual, nilai, hirarki keyakinan dan perilaku religius merupakan subjek pembuktian dari 73
Lexy J. Moeleong, Metodologi Penelitian Kualitatif. (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011) hlm. 4.
36
kekuatan struktur sosial, ideologi kelas dan perbedaan kelompok atau sekte tertentu dalam karakter keagamaan suatu masyarakat.74 Dalam kaitannya dengan penelitian ini, penulis menggunakan teori Fungsionalisme Agama, Emile Durkheim. Durkheim menyatakan bahwa agama memiliki fungsi sosial, yang dapat diidentifikasi dari prosesi peribadatan komunal masyarakat. Ritualitik ibadah masyarakat tidak selalu berorientasi pada dimensi eskatologis, namun juga dapat memainkan peranan sosial yang fungsional membentuk watak masyarakat.75 Fungsionalisme agama Durkheim selanjutnya disusun dalam kerangka kategorisasi sosiologis, meliputi:76 a. Stratifikasi sosial, seperti kelas dan etnisitas. b. Kategori biososial, seperti seks, gender, perkawinan, keluarga, masa kanak-kanak, dan usia. c. Pola organisasi sosial meliputi politik, produksi ekonomis sistemsistem pertukaran, dan birokrasi. d. Proses sosial, seperti formasi batas, relasi intergroup, interaksi personal, penyimpangan, dan globalisasi. Pendekatan ini penulis gunakan untuk mendalami fungsi kohesifitas sosial masyarakat Aboge terhadap pelestarian peribadatan Islam Aboge. Peribadatan yang tergambar dalam aktivitas sosial 74
Dikutip oleh Peter Connolly dalam Aneka Pendekatan Studi Agama, Terj. Imam Khoiri, (Yogyakarta: LKiS, Cet. Ke IV, 2012), hlm. 271. 75 Dikutip oleh Abdullah Syamsuddin dalam Agama dan Masyarakat Pendekatan Sosiologi Agama, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), hlm. 19. 76 Ibid., hlm. 279.
37
tersebut penulis gunakan untuk menarik data-data yang berkaitan dengan materi pendidikan Islam. 2. Lokasi Penelitian Penelitian ini penulis mengambil lokasi di Cikawung Kecamatan Pekuncen Kabupaten Banyumas. Komunitas Aboge di Desa ini masih banyak dan merata dalam menganut kepercayaan mereka. Adapun alasan sepesifik penulis dalam memilih lokasi penelitian ini adalah: a. Cikawung merupakan desa yang terletak di daerah pedesaan yang jauh dari akses kota, namun desa tersebut tidak menutup diri dari perkembangan keilmuan dan teknologi yang ada. b. Komunitas Aboge di desa ini terkenal sebagai “Aboge tua” yang masih fanatik dan mengklaim bahwa ajaran Aboge mereka adalah ajaran yang masih murni. Aboge ini juga mengklaim sebagai Aboge pertama yang menjadi basic pendidikan untuk Aboge di sekitar Desa Cikawung. 3. Subjek dan Fokus Penelitian Subjek penelitian ini adalah Perangkat Pemerintahan, Tokoh Masyarakat, Pemangku adat/kyai Aboge, dan masyarakat penganut Aboge. 4. Objek Penelitian Objek penelitian ini adalah tentang materi-materi pendidikan Islam yang terkandung dalam peribadatan komunitas Aboge.
38
5. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini mencakup tiga hal, yaitu: a. Observasi Observasi merupakan suatu proses yang kompleks, suatu proses yang tersusun dari berbagai proses, yang terpenting adalah proses pengamatan dan ingatan.77 Metode ini penulis gunakan untuk memperoleh data berupa kegiatan keagamaan dan keadaan masyarakat Aboge di Desa Cikawung yaitu berhubungan dengan: 1) Gambaran umum masyarakat di Desa Cikawung khususnya penganut Islam Aboge berupa letak geografis, keadaan masyarakat secara ekonomi, keagamaan dan sosial, serta hubungan antara penganut Aboge dengan masyarakat Islam non Aboge. 2) Pelaksanaan kegiatan peribadatan Aboge 3) Dokumen
tentang
eksistensi
Aboge
dan
materi-materi
pendidikan Islam yang terdapat dalam peribadatan Aboge b. Wawancara Wawancara yaitu mengumpulkan data dengan cara memberi pertanyaan secara lisan untuk dijawab secara lisan pula.78 Sutrisno Hadi menyebutkan bahwa Interview (wawancara) dapat dipandang sebagai metode pengumpulan data dengan jalan tanya jawab yang 77 78
hlm.165.
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: ALFABETA, 2007).hlm. 203. S. Margono, Metodologi Penelitian Pendidikan, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2003),
39
dikerjakan dengan sistematik dan berlandaskan kepada tujuan penelitian.79 Dalam penelitian ini, penulis menggunakan wawancara mendalam. Sesuai dengan pengertiannya, wawancara mendalam bersifat terbuka. Pelaksanaan wawancara tidak hanya sekali atau dua kali, melainkan berulang-ulang dengan intensitas yang tinggi. Peneliti tidak hanya “percaya dengan begitu saja” pada apa yang dikatakan informan, melainkan perlu mengecek dalam kenyataan melalui pengamatan. Itulah sebabnya cek dan ricek dilakukan secara silih berganti dari hasil wawancara ke pengamatan lapangan, atau dari informan yang satu ke informan yang lain. Metode wawancara ini digunakan untuk mendapatkan informasi dan keterangan dari responden, melalui percakapan langsung untuk memperoleh data-data yang diperlukan. Berikut daftar informan serta tujuan penggalian data yang penulis lakukan: 1) Wawancara dengan Kyai Zainal Abidin selaku kyai dan ketua komunitas Aboge di Desa Cikawung Kecamatan Pekuncen Banyumas untuk mengetahui sejarah Aboge beserta kegiatankegiatan peribadatan Aboge di Desa Cikawung. 2) Wawancara dengan Kyai Hamid, selaku kesepuhan di Desa Cikawung
untuk
mengetahui
sejarah
Aboge
perkembangannya hingga masuk ke Desa Cikawung.
79
Sutrisno Hadi. Metodologi Research 1, (Yogyakarta: Andi Ofset,1991), hlm.193.
dan
40
3) Wawancara dengan Sulkhan, Kesra Desa Cikawung untuk mendapatkan data-data masyarakat Desa Cikawung dan Aboge Cikawung dalam persepsi pemerintah. 4) Wawancara dengan Sofyan Wahyu Hidayat, mahasiswa sekaligus putra daerah asli Cikawung, untuk mengetahui persepsi anak/remaja dalam menilai Aboge di desa mereka. 5) Wawancara dengan Heri Samsi, Slamet Riyadi, dan Rahmat Fauzi selaku warga penganut Aboge di Desa Cikawung, untuk mendapatkan gambaran peribadatan dan bentuk-bentuk materi pendidikan Islam yang diajarkan dalam rutinitas ibadah Aboge. 6) Wawancara dengan Kyai Maksudi ketua Komunitas Aboge Desa Onje Purbalingga sebagai penelusuran sejarah Aboge dan relevansi antara Aboge Cikawung dengan Aboge Onje. 7) Wawancara dengan Sugianto, pengamat kebudayaan dan Islam Kejawen Desa Pesanggrahan Kecamatan Kroya Cilacap untuk mendapatkan data tentang Kejawen Himpunan Kepercayaan (HPK) dan merelevansikan dengan Aboge Cikawung. c. Dokumentasi Dokumentasi mengumpulkan
digunakan
informasi
untuk
sehingga
memperoleh
didapatkan
data
dan yang
maksimal, penelitian kualitatif memberi alternatif upaya ketika setelah pengamatan dan wawancara sebagai cara yang paling dominan yaitu kajian terhadap dokumen/bahan tertulis, yang lazim
41
disebut Dokumentasi. Metode dokumentasi yaitu mencari data mengenai
hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkip,
buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, agenda, dan sebagainya.80 Metode ini penulis gunakan untuk memperoleh data tentang hal-hal yang berkaitan dengan penelitian yang sifatnya dokumenter seperti video perayaan bulan-bulan Islam, data penduduk desa Cikawung, keadaan masyarakat, tempat ibadah, dan bentuk-bentuk ritual peribadatan Aboge di Desa Cikawung. a. Teknik Analisis Data Analisa data dalam penelitian kualitatif secara umum dilakukan dengan pendekatan Milles dan Huberman yaitu dengan mereduksi data, menyajikan data, dan triangulasi data berupa penarikan kesimpulan. Untuk penelitian dekskriptif kualitatif, Burhan Bungin membuat spesifikasi kerangka yang lebih mudah dipahami, yaitu dengan istilah Kategorisasi data, Klasifikasi data dan induktif analisis.81 Berikut uraian ketiga tahapan analisis data tersebut: a. Kategorisasi/Reduksi Data Kategorisasi
data
adalah
satu
bentuk
analisis
yang
menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu, dan mengorganisasikan data sedemikian rupa sehingga bisa ditarik suatu kesimpulan akhir. Kategorisasi berlangsung 80 81
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian, hlm. 231. Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif, (Jakarta: Kencana, 2007), hlm. 146.
42
secara terus-menerus selama penelitian berlangsung. Setelah pengumpulan data selesai dilakukan, semua catatan lapangan dibaca, dipahami dan dibuat ringkasan kontak yang berisi uraian hasil penelitian terhadap catatan lapangan, pemfokusan, dan penjawaban terhadap masalah yang diteliti, yakni berkaitan dengan materi-materi pendidikan Islam dalam tradisi peribadatan Aboge. b. Klasifikasi/Penyajian Data Klasifikasi data atau display data dimaksudkan untuk menemukan suatu makna dari data-data yang telah diperoleh, kemudian disusun secara sistematis, dari bentuk informasi yang kompleks menjadi lebih sederhana dan mudah dipahami. Data yang diperoleh dari penelitian ini dituangkan dalam bentuk kata-kata, kalimat-kalimat, ataupun paragraf-paragraf yang akan disajikan dalam bentuk teks atau uraian naratif. Oleh karena data yang diperoleh berupa kata-kata, kalimat-kalimat, atau paragraf-paragraf, baik penuturan informan, hasil observasi dan dokumentasi, agar dapat tersaji dengan baik dan mudah dicari dan ditelusuri kembali kebenarannya, maka selanjutnya diberi catatan kaki (footnote). c. Induktif Analisis/ Penarikan Kesimpulan Induktif analisis yang merupakan penarikan kesimpulan merupakan bagian akhir dari penelitian ini.82 Analisis data yang dilakukan selama pengumpulan data dan sesudah pengumpulan
82
Sugiyono, Metodologi Peneliitan Pendidikan, hlm. 338-345
43
data, digunakan untuk menarik suatu kesimpulan, sehingga dapat menggambarkan
secara
mendalam
tentang
materi-materi
Pendidikan Islam yang terkandung dalam peribadatan Aboge.
G. Sistematika Pembahasan Keseluruhan dari pembahasan proposal tesis ini, disusun berdasarkan sistematika pembahasan sebagai berikut: Bagian awal yang terdiri dari sampul tesis, halaman pembatas, halaman sampul dalam, surat pernyataan keaslian tesis, halaman nota dinas pembimbinga, halaman pengesahan, halaman transliterasi Arab-Indonesia, halaman motto, malaman persembahan, kata pengantar, daftar isi, dan daftar tabel. Bagian kedua, merupakan isi tesis yang terdiri dari empat bab, dengan ketentuan sebagai berikut: BAB I Pendahuluan, yang meliputi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, kajian pustaka, kerangka teoritik, metode penelitian, dan sistematika pembahasan. Bab ini menjadi landasan teoritis dan kerangka kerja metodologis dalam penelitian yang digunakan sebagai pisau analisis pada bab-bab berikutnya. BAB II, membahas tentang komunitas Aboge di Karesidenan Banyumas, yang berisi tentang Demografi Aboge di Banyumas, Asal-usul ajaran Aboge di Banyumas, Varian-varian dalam Aboge, Bentuk Ajaran, hubungan antara watak dasar warga Banyumas dengan eksistensi Aboge.
44
Bab ini juga menerangkan gambaran umum Desa Cikawung Kecamatan Pekuncen Kabupaten banyumas, yang menjadi lokasi primer penelitian ini, mencakup letak geografis dan keadaan masyarakat dalam berbagai bidang, serta gambaran Aboge di Desa Cikawung. BAB III, merupakan hasil penelitian di Desa Cikawung Kecamatan Pekuncen Kabupaten Banyumas terkait materi-materi pendidikan Islam yang ada dalam peribadatan komunitas Aboge. Untuk itu penulis paparkan bentuk-bentuk
peribadatan
Aboge,
materi
pendidikan
Islam
yang
terkandung dalam peribadatan Aboge dan proses pengajaran pendidikan Islam dalam komunitas Aboge Cikawung. Akhir pembahasan dari Bab ini merupakan analisis dari rumusan masalah yang penulis gambarkan dalam sub bab sebelumnya, yaitu analisis tentang materi pendidikan Islam dalam peribadatan Aboge beserta proses pengajarannya. BAB VI, merupakan kesimpulan hasil penelitian yang penulis rumuskan berupa kesimpulan dan saran-saran. Bagian akhir dalam penelitian ini berisi daftar pustaka, daftar riwayat hidup, lampiran surat pernyataan telah penelitian dari desa/lokasi penelitian, dan lampiran-lampiran penunjang penelitian.
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan Berdasarkan data-data yang penulis kumpulkan baik berupa kerangka teoritik, metodologi penelitian serta penyajian data yang telah disajikan pada bab sebelumnya, penulis menyimpulkan penelitian ini berdasarkan analisis data yang penulis peroleh dengan rincian sebagai berikut: 1. Bentuk-bentuk Peribadatan Aboge Aboge di Desa Cikawung memiliki berbagai bentuk peribadatan, yaitu ibadah magdlah seperi salat, zakat dan puasa, serta ibadah gairu magdlah seperti zikir dan tahlil dalam acara slametan dan perayaan bulan-bulan Islam, dan penanggalan Aboge sebagai pedoman pelaksanaannya. Zikir tahlil dalam slametan dilakukan dalam berbagai acara, antara lain acara kematian, kehamilan, kelahiran dan syukuran memasuki bulan-bulan tertentu. Selain itu Aboge juga memiliki penanggalan khusus yang disebut penanggalan Aboge. Penanggalan ini berisi rumus paten untuk menentukan awal bulan-bulan Islam sesuai dengan tahun windu yang sedang berjalan.
2. Materi Pendidikan Islam Aboge Materi pendidikan Islam Aboge di Desa Cikawung yang terdiri dari ibadah magdhah mengggunakan tata cara wudu, bersuci, salat, zakat dan puasa yang secara rukun semuanya menggunakan mazham fiqih imam
170
171
Syafi’i. Sedangkan untuk salat lima waktu mereka tambah do’a qunut pada akhir rakaat yang menurut mereka adalah kegiatan sunah mazhab Syafi’i. Walaupun demikian terdapat beberpa perbedaan, antara lain penggunaan qunut dalam setiap salat lima waktu, dan pemberian zakat kepada ketua komunitas Aboge sebagai bentuk penghormatan masyarakat, dan janda tua miskin dengan tujuan membantu perekonomiannya. Kegiatan ini merupakan inisiatif dari komunitas Aboge sendiri dan merupakan taklid terhadap pembawa ajaran Aboge di Cikawung, yaitu Kyai Mad Yusi. Dalam perspektif pendidikan Islam, materi-materi tersebut berorientasi pada pembiasaan terhadap melakukan hal-hal yang baik dalam beribadah. Ibadah ghairo mghdlah atau ibadah amaliyah seperti kegiatan zikir dan tahlil dalam tahlilan, dan kegiatan sadaqah dalam perayaan-perayaan tersebut. Shadaqah dalam Aboge dapat berupa makanan, uang, maupun do’a.
3. Proses Pengajaran Islam Dalam pengajaran materi pendidikan Islam, dilakukan dalam kegiatan pendidikan Nonformal yaitu TPQ Baitul Munir untuk anak-anak, dan majlismajlis informal untuk masyarakat umum. Metode yang digunakan dewan asatidz dalam pembelajaran di TPQ menggunakan metode imla’, kitabah, sorogan dan bandungan. Sedangkan metode lisan digunakan untuk orangorang dewasa. Metode lisan disebut metode ngaji kuping (jiping) dan tutur kaki (turki). Ngaji kuping adalah mendengarkan kyai berceramah dalam berbagai acara, sementara tutur kaki adalah mendengarkan penuturan sesepuh
172
dalam keluarga ketika menceritakan sejarah Aboge. Jiping turki merupakan metode yang menjadikan lemahnya catatan sejarah dari Aboge, khususnya di Desa Cikawung.
B. Saran-saran Sebelum mengakhiri tulisan ini, penulis ingin memberikan pandangan kesimpulan penulis berupa saran-saran untuk para pembaca pada umumnya, dan untuk orang-orang yang mempunyai dedikasi tinggi terhadap dunia pendidikan Islam di negeri ini. Sesungguhnya pendidikan Islam merupakan fitrah yang harus dilestarikan oleh para pemeluknya, yaitu orang-orang yang sadar betul akan pentingnya pendidikan Islam dan pertanggungjawaban manusia kepada Allah SWT. Varian-varian Islam di Nusantara merupakan bentuk ekspresi kearifan lokal yang harus disikapi dengan bijak. Saran-saran yang penulis sampaikan khususnya terkait dengan hasil akhir dari penelitian terhadap materi pendidikan Islam dalam peribadatan Islam Aboge di Desa Cikawung Kecamatan Pekuncen Kabupaten Banyumas, adalah: 1. Bagi para pembaca, local wisdom bangsa kita sesungguhnya merupakan nilainilai luhur yang semestinya dilestarikan oleh masyarakat kita sendiri. Kerusakan moral bangsa karena arus globalisasi dan westernisasi bukan hanya berupa kesadaran kita dalam memperhatikannya, namun juga kesadaran kita untuk bagaimana membenahinya. Keberadaan Islam Aboge merupakan salah satu bentuk produk budaya yang ternyata mampu
173
memberikan kontribusi positif terhadap moralitas masyarakat, walaupun Aboge termasuk komunitas Minoritas. 2. Bagi Pemerintah, cita-cita luhur dan falsafah bangsa Indonesia bukan hanya sebuah wacana yang disimpan rapi pada monumen-monumen sejarah, namun juga hal yang harus diwujudkan dengan suatu tekad dan perjuangan dalam berbagai aspek, termasuk aspek agama dan budaya. Pemerintah sudah sepatutnya menjaga dan melindungi komunitas-komunitas Islam Jawa, termasuk Aboge sebagai salah satu amanat Undang-Undang. 3. Bagi stake holder pendidikan Islam, bentuk pendidikan Islam dengan pendekatan kulutural dalam Aboge dapat menjadi alternatif, karena terbukti pengikatan ideologi dan orientasi akhlak dapat terejawantahkan dengan baik melalui pendidikan semacam ini.
DAFTAR PUSTAKA
BUKU
Abimanyu, Soedjipto, Babad Tanah Jawi, Yogyakarta: Laksana, Cet. Ke VI, 2014. Ad-Dahlawi, Syah Waliyullah, Beda Pendapat di Tengah Umat, Terj. A. Aziz Masyhuri, Yogyakarta: LKiS, 2010. Ahmad bin Husain, Abu Syuja’, Matan Ghayan wa Taqrib, terj, A. Ma’ruf Asrori, Surabaya: Al-Miftah, 2000. Ahmadi, Abu dan Nur Ubiyati, Ilmu Pendidikan, Jakarta: PT. RINEKA CIPTA, Cet. Ke-2, 2001. Al-Fairuzabadi (Muhammad bin Ya’qub Majduddin Al-Fairuzabadi)_, Al-Qamus Al-Muhith. .Kairo: Mathba’ah Mushthafa Al-Babi Al-Halabi, cet. II. 1371 H/1952 M. Al-Syaibani, Omar Mohammad Al-Toumy, Falsafatut Tarbiyyah Al-Islamiyah. Terj. Hasan Langgulung, Falsafah Pendidikan Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1979. Ali, Mohammad Daud, Pendidikan Agama Islam, Jakarta: Rajawali Press, 2015 Aisid, Rizam, Islam Abangan dan Kehidupannya, Jakarta: DIPTA, 2015. Ancok, Jamaludin dan Fuat Nashori Suroso, Psikologi Islam: Solusi Islam atas Problematika Psikologi, Jakarta: Pustaka Pelajar, 1995. Anwar, Choirul, Terjemah Ilmu Fiqih Sullamut Taufiq, Surabaya: AMELIA, 2000. Ar-Razi (Muhammad bin Abu Bakr bin Abdul Qadir), Mukhtar Ash-Shihhah, Kairo: Al-Mathabi’ Al-Amiriyyah, 1355 H. Ash-Shiddieqy, Tengku Hasbi, Pengantar Hukum Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1980. Asifudin, Ahmad Janan, Mengungkit Pilar-pilar Pendidikan Islam, Yogyakarta: Suka Press, 2010.
Azizy, A. Qodri, Pendidikan Agama untuk Membangun Etika Sosial (Mendidik Anak Sukses Masa Depan: Pandai Dan Bermanfaat), Semarang: Aneka Ilmu, 2003. Azra, Azyumardi, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII dan XVIII, Bandung: MIZAN, 1995. Basuki dan M. Miftahul Ulum dalam Pengantar Ilmu Pendidikan Islam, Ponorogo: STAIN Po. Press, 2001. Bontoro, Asri, Seri Kejawen 2002, Jakarta: Anggra Institut, 2002. Bungin, Burhan, Penelitian Kualitatif, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2007. Connolly, Peter, Aneka Pendekatan Studi Agama, Terj. Imam Khoiri, Yogyakarta: LKis, Cet. Ke IV, 2012. Endraswara, Suwardi, Agama Jawa, Yogyakarta: Lembu Jawa, 2012. Faisal, Jusuf Amir, Reorientasi Pendidikan Islam, Jakarta: Gema Insani Press, 1995 Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang, Eksistensi dan Proses Belajar Mengajar Pendidikan Agama Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998. G.W.J. Drewes, An Early Javanese Code of Muslim Ethics, The Hague, Martinus Nijhhoff, 1978. Geertz, Clifford, Abangan, Santri, Priyayi Dalam Masyarakat Jawa, Terj. Aswab Mahasin, Jakarta: PT. Dunia Pustaka Jaya, 1981. H.E. Hassan Saleh, edt. Kajian Fiqh Nabawi dan Fiqh Kontemporer, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2008. Hadi, Sutrisno, Metodologi Research 1. Yogyakarta: Andi Ofset,1991. Hamka, Perkembangan Kebatinan di Indonesia, Jakarta: Bulan Bintang, 1976. Huda, Sokhi, Tasawuf Kultural, Yogyakarta: LKiS, 2008. Ilyas, Yunahar, Kuliah Akidah Islam, Yogyakarta: LPPI, 1998. Khazin, Muhyiddin, Imu Falak dalam Teori dan Praktik,Yogyakarta: Buana Pustaka, 2004.
Koentjaraningrat, Kebudayaan Jawa, Jakarta: Balai Pustaka, 1994. Langgulung, Hasan, Manusia dan Pendidikan, Jakarta: Pustaka Al-Husna Baru, 2004. Lubis, Mawardi, Evaluasi Pendidikan Materi Perkembangan Moral Keagamaan Mahasiswa PTAIN, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009. M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam (Suatu Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner), Jakarta: Bumi Aksara, 1991. M. Hariwijaya, Islam Kejawen, Yogyakarta: Gelombang Pasang, 2006. Masyhuri, A. Aziz, Permasalahan Thariqah, Surabaya: KHLISTA, 2006. Mawardi, Kholid, Mahzab Sosial Keagamaan NU, Purwokerto: STAIN Press 2006. Moeleong, Lexy J..,Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010. Moh. Roqib, Ilmu Pendidikan Islam, Yogyakarta: LKiS, 2009. Moh. Roqib dan Nurfuadi, Kepribadian Guru, Purwokerto: STAIN Press, 2011. Mulder, Niels, Jawa-Thailand, beberapa Perbandingan Sosial Budaya, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1983. Nizar, Samsul, dalam Filsafat Pendidikan Islam, Pendekatan Historis, Teoritis dan Praktis, Jakarta: Ciputat Pers, 2002. Peraturan Daerah Kabupaten Tingkat II Banyumas tahun 1990. Priyadi, Sugeng, Sejarah Mentalitas Banyumas, Yogyakarta: Penerbit OMBAK, 2013. Purwadi, Upacara Tradisional Jawa, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005. Purwanto, M. Ngalim, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, Bandung: Remaja Rosdakarya, 1994. Purwoko, Bambang S., Sejarah Banyumas, Purwokerto: Kurnia Media Press, 2012. Qutb, Muhammad, Sistem Pendidikan Islam, Bandung: Al-Ma’arif, 1993.
Russel, Bertrand, Sejarah Filsafat Barat, terj. Sigit Jatmiko, dkk., Yogyakrta: Pustaka Pelajar, Cet.III, 2007. S.Margono. Metodologi Penelitian Pendidikan, Jakarta: PT Rineka Cipta,2003. Sholikhin, Muhammad, Ritual Kematian Islam Jawa, Yogyakarta: Penerbit Narasi, 2010. Simuh, Islam dan Pergumulan Budaya Jawa, Jakarta: Teraju, 2003. Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: ALFABETA, 2007).hlm. 203. Supani, Kontroversi Bid’ah dalam tradisi Masyarakat Muslim di Indonesia, Purwokerto: STAIN Press, 2013. Suseno, Franz Magnis Suseno, Etika Jawa, Jakarta: PT Gramedia, 1988. Sutrisno Hadi. Metodologi Research 1, Yogyakarta: Andi Ofset,1991. Walisongo, 2008. Syamsuddin, Abdullah, Agama dan Masyarakat Pendekatan Sosiologi Agama, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997. Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, Cetakan III 2009. Woordwark, Mark R., Islam Jawa, Kesalehan Normatif Versus Kebatinan, Yogyakarta: LKiS, 2006. Yahya, M. Idris, Haza Kitab Primbon Sembahyang, Tanjung Pinang, 1919. Yana MH, Falsafah dan Pandangan Hidup Orang Jawa, Yogyakarta: Cemerlang, 2012. Yusuf, Mundzirin, Islam dan Budaya Lokal,Yogyakarta: Pokja UIN, 2005. Zuhairini, dkk. Metodik Khusus Pendidikan Agama, Surabaya: Biro Ilmiah Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Ampel Surabaya, 1981. Zuhdi, Masjfuk, Masail Fiqhiyah, Kapita Selekta Hukum Islam, Jakarta: PT GUNUNG AGUNG, 1987
PENELITIAN/MAKALAH A. Hasymy, Kumpulan makalah Sejarah Masuk dan Berkembangnya Islam di Indonesia, Aceh: MUI Daerah Istimewa Aceh, 1981. Ashidiqi, Alfina Rahil, Penentuan Awal Bulan dalam Perspektif Aboge, (Studi terhadap Komunitas Aboge di Purbalingga), Skripsi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2009. Galih Latiano, Dimensi Religiusitas dalam Tradisi Masyarakat Islam Aboge di Desa Kracak Kecamatan Ajibarang Kabupaten Banyumas, skripsi, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2014. Koentjaraningrat, Book Review, Clifford Geertz, The Religion of Java, dalam Madjalah Ilmu-ilmu Sastra Indonesia, No. 1. M. Abdurrahman, Islam dan Tradisi Jawa." Paper presented at the 11th Annual Conference on Islamic Studies, in Bangka Belitung, 10-13 October 2012. Ridhwan, Islam Blangkon: Studi Etnografi Karakteristik Keberagamaan di Kabupaten Banyumas dan Cilacap, dalam Jurnal Istiqro’, Departemen Agama Republik Indonesia-Direktorat Jenderal Pendidikan Islam dan Direktorat Pendidikan Tinggi Islam, Volume 07, Nomor 1, 2008 Sulaiman, Islam Aboge: Pelestarian Nilai-nilai Lama di Tengah Perubahan Sosial, Penelitian Balai Litbang Semarang Provinsi Jawa Tengah, 2013 Sulistiyo, Joko, Analisis Hukum Islam Tentang Prinsip Penanggalan Aboge Di Kelurahan Mudal Kecamatan Mojotengah Kabupaten Wonosobo, Tesis Fakultas Syariah IAIN Walisongo, 2008. Turmuzi, Nilai-nilai Tarbiyah Khulukiyah dalam Kitab al-Barzanji (Kajian Analisis Isi Kandungan Kitab al-Barzanji), Skripsi, STAIN Purwokerto, 2010. SOFTWARE DAN INTERNET Ebta Setiawan, Ebta, KBBI offline Versi 1.1,2010. http://www.republika.co.id/indeks/hot_topic/islam_aboge, Kamus Besar Bahasa Indonesia, software www.yufid.org Lidwa Pustaka Software Hadits. Quran in Words Software
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
A. Identitas Diri Nama
: Muhamad Riza Chamadi
Tempat/Tanggal Lahir : Banyumas, 18 April 1991 Jenis Kelamin
: Laki-laki
Status perkawinan
: Belum kawin
Agama
: Islam
Alamat Rumah
: Jl. Buntu-Kebumen KM 2 Rt 001/ Rw 010 Desa Kebarongan Kec. Kemranjen kab. Banyumas, 53194
No. Hp/email
: 0857 2646 4622/
[email protected]
Nama Ayah
: Achmad Achsin
Nama Ibu
: Ngatikoh (Alm)
B. Riwayat Pendidikan 1. Pendidikan Formal a. MI Salafiyah Kebarongan, Tahun Lulus 2003 b. SMP Negeri 1 Kemranjen, Tahun Lulus 2006 c. SMK Ma’arif 1 Kroya, Cilacap, Tahun Lulus 2009 d. STAIN Purwokerto, Lulus Tahun 2014
2. Pendidikan Non Formal a. Pondok Pesantren Miftahul Huda Kroya, tahun 2006-2007 b. Pondok Pesantren Al-Hidayah Karangsuci, Purwokerto, tahun 2009-2010 c. Pondok Pesantren Darul Abror Watumas, Purwokerto, tahun 2010-2014
C. Pengalaman Kerja/mengajar 1. Tutor Lembaga Sanggar Siswa Teladan (SST) Ledug, tahun 2010-2011 2. Dewan pengajar Mahasiswa peduli Santri (Mahasantri) LSM Dompet Peduli Santri Purwokerto, tahun 2011-2012 3. Pemandu Outbond, Tour dan Tutor Smart Education Purwokerto tahun 2011-2013 4. Dewan Asatiz Ponpes Darul Abror Purwokerto tahun 2013-2014 5. Guru PAI di SMK Miftahul Huda Pesawahan Banyumas 2014 6. Guru PAI di SMK Ma’arif 1 Kroya Cilacap tahun 2014- sekarang
D. Pengalaman Organisasi 1. Badan Ekskutif Mahasiswa Jurusan (BEMJ) Tarbiyah tahun 2011-2012, jabatan Koordinator Bidang Advokasi 2. Senat Mahasiswa (SEMA) Stain Purwokerto masa jabatan 2013-2014, jabatan Departemen Keuangan 3. Komisi Pemilihan Umum Mahasiswa (KPUM) STAIN Purwokerto tahun 20112012, jabatan Anggota Divisi Kampanye 4. Badan Pengawas Pemilu Mahasiswa (BAWASLUWA) STAIN Purwokerto tahun 2012-2013, jabatan Ketua 5. Panitia Orientasi Pengenalan Akademik dan Kampus (OPAK) STAIN Purwokerto tahun 2011 6. Mahasiswa Asrama Bahasa Arab-Inggris STAIN Purwokerto tahun 2011-2012 7. OSMADINSA Ponpes Al-Hidayah Karangsuci tahun 2009-2010, jabatan divisi Sarpras 8. Pengurus Ponpes Darul Abror Watumas 2011-2012, jabatan seksi Kebersihan 9. Lingkar Studi Santri Kalong (LSiK) Banyumas tahun 2011-2014, jabatan Ketua 10. Pengurus Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) cabang Purwokerto tahun 20122013, jabatan Sekretaris bidang Perguruan Tinggi Kemahasiswaan dan Pemuda (PTKP)
Demikian daftar riwayat hidup ini penulis buat dengan sebenar-benarnya.
Yogyakarta, 12 Maret 2016
Muhamad Riza Chamadi, S.Pd.I