A. Pendahuluan Masyarakat Minangkabau mempunyai falsafah adat “adat basandi syara’, syara’basandi kitabullah, syara’ mangato adat mamakai.” ( Adat bersendi syara’/ agama, syara’ bersendi kitabullah / Alquran. syara’ mengatama, syara’ bersendi kitabullah / Alquran. syara’ mengatur, adat menerapkannya. Adat dari satu sisi merupakan ajaran
kehidupan yang bersifat filosofi kultural dan
menawrkan kearifan lokal budaya dengan berguru kepada alam yang bersifat kontekstual dengan referensinya alam takambang jadi guru. Sementara syara’ adalah norma dan paradigma agama yang berorientasi dan mengacu kepada kitab Alquran dan Sunnah Rasulullah SAW, yang bersifat absolut. Adat dan syara’ itulah yang menjadi panutan bagi masyarakat Minangkabau dalam bertindak daan bertingkahlaku. Di samping mengatur tentang bagaimana cara bertingkahlaku, dalam hukum adat juga diatur tentang sanksi bagi yang melanggar aturan tersebut. diantara aturan itu auran itu adalah mengenai hukum pidana adat. Hukum pidana adatmengatur
tindakanyang
melanggarperasaan
keadilandan
kepatutanyanghidupdi tengah masyarakat,yang menyebabkan terganggunya ketentramanserta keseimbangan masyarakat. Untuk memulihkan ketentramandan keseimbangan tersebut maka terjadi reaksi adat.Keberadaan Adat
Hukum Pidana
pada suatu masyarakatmerupakan pencerminankehidupan masyarakat
tersebutdan
padamasing-masing
daerahmemilikiHukumPidana
yangberbedasesuai denganadat istiadat yang adadidaerahtersebut. 1
1
Soepomo, Bab-Bab tentang Hukum Adat, ( Jakarta: PT. Paradya Paramita, 1967 ), h. 9
Adat
Di Kenagarian Pakan Sinayan diatur tentang sanksi bagi yang melakukan tindakan sumbang salah.
Tindakan sumbang salah adalah tindakan yang
dianggap cacat atau menyalahi menurut kepatutan perasaan dan aturan agama. Diantaranya adalah mengenai tata krama dalam pergaulan antara laki-laki dengan perempuan. Didalam peraturan itu ditetapkan bahwa bagi yang melanggar atau melakukan suatu tindakan yang dianggap salah dalam tingkah laku pergaulan antara laki-laki dan perempuan ( seperti melakukakan perzinaan ) maka mereka diancam dengan hukuman buang. Aturan adat itu ditetapkan pada akhir tahun 2012 dalam bentuk buek nagari. Aturan itu ditetapkan karena banyaknya muncul tindakan asusila ditengah masyarakat dan tindakan prefentif agar masyarakat terutama generasi muda tidak terjerumus kepada hal-hal yang merusak masa depan mereka. 2 Untuk itu pada kesempatan ini akan diteliti bagaimana pengaruh aturan buek nagari itu dapat mengantisipasi tindakan-tindakan yang melanggar aturan agama dan adat.
B. Sanksi Adat bagi pelaku Sumbang Salah dikenagarian Pakan Sinayan Menyikapi berbagai persoalan yang terjadi di tengah-tengah masyarakat Nagari Pakan Sinayan dan mengantisipasi dari dampak negatif modernisasi serta memberikan efek jera terhadap pelaku pelanggaran adat basandi syara’, syara, basandi kitabullah, ( ketentuan adat dan agama ) maka pada akhir tahun 2012
2
Irnal Dt Sati, Wawancara Pribadi, 10 Juli 2015
sampai awal tahun 2013 diadakan rapat gabungan antara lembaga-lembag nagari, Niniak mamak (pemangku adat), alim ulama, cadiak pandai ( orang yang dipandak oleh masyarakat cerdik dan pandai ), bundo kanduang, wali jorong ( kepala pemerintahan terkecil di desa ) dan tokoh-tokoh masyarakat Pakan Sinayan. Melaui pertemuan itu maka pada hari Minggu tanggal 7 April 2013 bertempat di Balairuang (gedung pertemuan) Nagari Pakan Sinayan dibuat kesepakatan tentang “Buek Nagari” (aturan adat), yang berisi tentang: 1. Pelaku pelanggaran: a. Zina Jika seseorang melakukan perbuatan zina ( hubungan seksual dengan orang lain tanpa melalui perkawinan yang sah), maka bagi pelakunya diancam dengan hukuman: a.1. Jika pelakunya adalah anggota masyarakat Pakan Sinayan, maka ia dibuang selama 5 tahun sepanjang adat salingka nagari. Pelaksanaan hukuman itu dilakukan secara pai tampak muko, pulang tampak pungguang di nagari. ( pergi tampak muka dan kembali tampak punggung di nagari ), maksudnya dilakukan secara adat menurut ketentuan yang berlaku ditengah masyarakat Pakan Sinayan.. a.2. Jika
pelakunya bukan warga
Pakan Sinayan, maka ia
dikenakan, maka ia dikenakan sanksi:
1. Denda emas seukuran 2 mas ( 5 gram emas ukuran 24 karat) 2. Keluar dari Nagari Pakan Sinayan dalam waktu 2x24 jam semenjak diputuskan bersalah b. Perilaku Sumbang Perilaku sumbang adalah perilaku yang tidak biasa dan melanggar kepatutan menurut pandangan adat dan agama serta menurut pandangan umum masyarakat Pakan Sinayan yang dikhawatirkan terjadinya pelanggaran moral, yang dilakukan oleh 2 orang yang berlainan jenis. Terhadap pelaku yang dimaksud dikenakan beberapa tindakan: b.1. diberi peringatan kepada orang tua dan mamak yang bersangkutan agar menasehati dan memberikan pengawasan. b.2. Jika perbuatan tersebut masih berlanjut, kemudian dilaporkan atau tidak kepada parik paga Nagari ( organisasi pemuda yang bertugas memberikan kemanan ), maka Parik Paga Nagari dapat membawa yang bersangkutan ke Posko Parik Paga untuk di proses dan dilakukan pemanggilan kepada orang tua/keluarga dan mamak kedua belah pihak. Selanjutnya dibuat surat pengakuan terhadap kesalahan dan perjanjian tidak akan mengulangi perbuatan dimasa yang akan datang. b.3. Membayar denda sebanyak 2 mas ke Parik Paga Nagari.
Disamping menetapkan hukum materil tentang sanksi bagi yang melanggar ketentuan adat dan agama dalam bertingkah laku tersebut, anggota rapat pada waktu itu juga menetapkan hukum fomilnya, yaitu: 1.
Bahwa seseorang dapat dikenai sanksi buang karena telah melakukan zina setelah diputuskan olehMajelis Hakim Buek Nagari telah terbukti melakukan perbuatan zina. Majlis Hakim Buek Nagari adalah orang yang ditunjuk ontuk memproses dan memutus bahwa seseorang telah melakukan perbuatan zina dengan orang lain. Majelis itu terdiri dari 5 orang hakim dan 1 orang panitera. 5 orang hakim itu merupakan perwakilan dari unsur terpenting dalam masyarakat Minangkabau, yaitu dari unsur Ninik Mamak (kepala persukuan kaum), Alim Ulama, cadiak pandai, bundo kanduang dan parik paga (pemuda).
2.
Seseorang dapat disidangkan di pengadilan Majelis Buek Nagari, jika kasus itu diadukan. Artinya kasus zina termasuk delik aduan dan hakim bersifat pasif.
3.
Yang akan melaksanakan atau sebagai eksekutor dari putusan adalah Parik Paga Nagari dan Parik Paga Jorong.
4.
Bagi yang tidak melaksanakan sanksi, maka dinaikkan janjangnyo (dinaikkan tangga rumahnya). Artinya keluarga kedua belah pihak dibuang sepanjang adat, mereka tidak lagi diikutsertakan dalam bermasyarakat. Jika ada acara keramaian seperti perhelatan, anggota masyarakat tidak boleh ikut meramaikan
dan jika ada kematian,
keluarganya tidak akan dijenguk. Namun ketentuan yang terakhir tidak berlaku. Berdasarkan kesepakatan anggota rapat, aturan itu diberlakukan terhadap setiap kasus yang terjadi semenjak awal tahun 2013 ( Januari 2013 ). Maka mulai saat ditetapkannya, disosialisasikanlah aturan itu kepada seluruh masyarakat melalui pertemuan formal dan informal, baik oleh pihak pemerintahan nagari atau oleh pemangku adat serta alim ulama dan cadiak pandai. Seperti dalam setiap acara shalat Jumat, acara pertemuan persukuan dan pengajian di mesjid dan mushalla. Di samping itu, agar peraturan itu benar-benar diketahui oleh seluruh masyarakat maka salinannya ditempel ditempat-tempat kermaian dan dibagikan kepada setiap kelompok persukuan. Dalam pelaksanaannnya, semenjak aturan itu ditetapkan sampai sekarang (tulisan ini dibuat) telah 6 kasus yang disidangkan oleh Majelis. Dari keenam kasus tersebut 1 kasus yang diadukan tidak terbukti bahwa pelaku telah melakukan zina, tetapi mereka telah terbukti melakukan perbuatan sumbang salah. Kepada pelaku dikenakan denda sebanyak 2 rupiah mas. 4 Kasus yang lain setelah disidangkan dapat dibuktikan bahwa mereka telah melakukan zina dan diputuskan dibuang dari Nagari Pakan Sinayan. Sedangkan satu kasus lagi, sekarang masih dalam proses persidangan. 3 Dalam pelaksanaan putusan, dari 5 kasus yang telah diputuskan, 4 kasus yang dinyatakan bersalah telah melanggar aturan adat telah melaksanakan sanksi
3
Rina Mulyani ( panitera Majlis Buek Nagari Pakan Sinayan), Wawancara pribadi, tanggal 27 Juli 2015, dan berdasarkan dokumentasi dari berita acara dan keputusan sidang
yang diberikan. Namun ada 1 yang tidak mau melaksanakannya, dan mereka mendapat sanksi berikutnya yaitu dinaikkan janjangnyo.4 Dengan ada dan diaplikasikannya aturan
tersebut,
masyarakat merasa
bersyukur, karena aturan adat itu telah mengembalikan figur mamak terhadap kemenakannya. 5 Karena perubahan sosial disebabkan kemajuan atau modernisasi telah merenggangkan hubungan antara mamak dengan kemenakan, bahkan telah menutup hubungan itu. Sebelumnya mamak kurang bahkan tidak diacuhkan lagi oleh kemenakan (dalam hubungan pengawasan perilaku keseharian). Sekarang kemenakan telah memperhatikan apa yang dikatakn mamaknya, dan bahkan anakanak muda telah mulai mengetahui arti hubungan bermasyarakat. 6 C. Pandangan
Hukum Islam terhadap Aturan Buek Nagari Pakan
Sinayan mengenai Saksi Zina Islam adalah agama fitrah, yang mengakui keberadaan seksual. Dalam Islam, pernikahan merupakan penyaluran naluri seks yang dapat membentengi seorang muslim dari jurang kenistaan. Dengan menikah seorang muslim juga dapat menjamin kepastian dan kejelasan garisketurunannya. Hubungan seksual yang dilakukan oleh seorang laki-laki dengan seorngperempuan
4
tanpa melalui proses pernikahan dinamakan zina.Bahkan
HS. Dt.Kayo Nan Kuniang ( Wali Nagari Pakan Sinayan), Wawancara Pribadi tanggal 27 Juli 2015 5 Secara harfiah Mamak adalah saudara laki-laki ibu, sedangkan secara sosiologis semua laki-laki dari laki-laki dari generasi yang lebih tua dari pihak ibu adalah mamak. Istilah mamak juga dipakai untuk istilah pimpinan dalam sebuah kelompok persukuan. A.A. Navis, Alam Terkembang Jadi Guru:Adat dan Kebudayaan Minangkabau, ( Jakarta: PT. Pustaka Grafitipers, 1986 ), hal. 130 6 A. Dt. Tumanngung Jambek (ketua KAN Kenagarian Pakan Sinayan), Wawancara Pribadi, tanggal 29 Juli 2015
segala aktifitas yang dapat merusak kehormatan manusia dapat dikategorikan zina. Dalam hukum Islam, perbuatan zina sangat dilarang oleh Allah dan harus dihindari. Ia dikategorikan perbuatan yang termasuk dosa besar, setelah dosa syirik (menyekutukan Allah), karena akibatnya yang sngat fatal bagi diri dan lingkungan masyarakat sekitar. Agar terhindar dari perbuatan zina, Allah memberi solusi agar orang mukmin melakukan puasa, menjaga pandangan dan menutup aurat, terutama bagi perempuan. Di samping itu, agar orang takut melakukannya,
Allah memberi
ancaman bagi pelakunya. Sebagaimana yang tercantum dalam surat an Nur ayat 2 yang berbunyi: . Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, Maka deralah
tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman. Berdasarkan ayat tersebut Allah memerintahkan kepada hakim agar memberi hukuman dera kepada pezina laki-laki maupun perempuan denga 100 kli dera. Pemberian hukuman itu harus melalui ketentuan yang telah ditetapkan oleh syara’ seperti yang dijelaskan oleh Rsulullah SAW melalui hadisnya. Dalam menetapkan seseorang telah berbuat zina, Rasulullah SAW sangat berhati-hati dan teliti. Hal ini dimaksudkan agar jangan sampai keliru dalam menetapkan had atau
hukuman kepada seseorang. Sebab hukuman seseorang berbuat zina itu sangat berat. Mengenai kehati-hatian Nabi ini dijelaskan oleh hadis yang berbunyi: Bahwasanya ada orang dari Arab pegunungan datang kepadaRasulullah S.A.W seraya berkata: Wahai Rasulullah, aku mohon padamudengan nama
Allah
agar
engkau
member
keputusan
kepadaku
dengankitabullah. Lalu lawannya berkata: dan dia lebih mengerti dari arabpegunungan tadi: Ya betul berilah keputusan di antara kami dengankitabullah dan izinkanlah saya (untuk menceritakan masalah kami). Beliau bersabda: Berkatalah. Dia berkata: Sesungguhnya anakku jadiburuh orang ini, lalu berzina dengan istrinya. Aku diberitahu bahwaanakku akan dihukum rajam. Lalu aku tebus dengan seratus domba danbudak wanita, Lalu aku bertanya kepada para ulama. Mereka memberitahu kepadaku bahwa anakku kena hukum dera seratus kali dan dibuangsetahun. Istri orang ini dihukum rajam. Lalu Rasulullah S.A.W bersabda:Demi zat yang jiwaku ada ditangannya, betul-betul aku akanmemutuskan antara kalian berdua dengan kitabullah. Budak wanita dandomba kembali kepadamu, dan anakmu kena hukuman dera seratus kalidan dibuang setahun. Berangkatlah wahai Anas, pergi kepada istri orangini. Apabila dia mengaku, rajamlah. Muttafaq alaih. Lafal hadits iniriwayat Muslim. 7
Adapun penetapan unsur-unsur berbuat zina sebagai berikut : 1) Adanya kesaksian empat orang saksi yang syarat-syaratnya adalah laki-laki, baligh, berakal, dan adil serta memberikan kesaksian yang sama tentang tempat, waktu, pelaku dan cara melakukannya. 7
Al Hafidz Ibnu Hajar Al Asqalani, Terjemah Bulughul Maram Kitab Hukum-Hukum Islam, (Surabaya: Mutiara Ilmi, 1963), Cetakan ke- I, h. 563
Sebagaimana firman Allah S.W.T dalam Al-Qur’an surat An-nisa ayat 15 yang artinya : “Dan (terhadap) para wanita yang mengerjakan perbuatan keji hendaklah ada empat orang saksi diantara kamu (yang menyaksikannya). Kemudian apabila mereka telah member persaksian, maka kurunglah mereka (wanita-wanita itu) dalam rumahsampai ereka menemui ajalnya, atau sampai Allah memberi jalanlain kepadanya”. 2) Pengakuan pelaku yang sudah baligh dan berakal. 3) Tanda-tanda kehamilan wanita yang belum menikah, artinya dapat dianggap sebagai bukti telah melakukan perzinaan yang sah adalahkehamilan wanita yang tidak bersuami (bukan syubhat, bukanperkosaan). Apabila syarat-syarat itu tidak terpenuhi salah satunya, maka belum dikatakan berbuat zina. Misalnya saksinya sudah empat orang namun salah satunya perempuan maka belum dikatakan berbuat zina. Bila dicermati ketentuan hukum yang di tetapkan dalam Buek Nagari Pakan Sinayan, tentang sanksi hukum bagi pelaku zina, dapat dipahami bahwa ketentuannya tidak sama dengan yang telah ditetapkan Allah dan Rasulullah atau Hukum Islam. Ini bukan berarti bahwa ketentuan itu tidak sesuai dengan ketentuan Hukum Islam tersebut. Karena jika di pahami lebih jauh tentang filosofi ditetapkan nya kedua hukum tersebut ( Hukum Islam dan Buek Nagari ) tentang
sanksi bagi pelaku zina, tujuan yang sama. Yakni memberikan efek jera bagi pelakunya dan usaha prefentif bagi yang belum melakukan. Begitu juga mengenai proses pembuktian mengenai seseorang yang dijatuhi hukuman buang atau denda telah memenuhi proses seperti yang telah digariskan oleh Hukum Islam.Sebagaimana dijelaskan di atas bahwa seseorang ditetapkan telah melakukan zina sehingga di hukum dera jika tindakannya itu disaksikan oleh empat orang saksi laki-laki, sesuai dengan ketentuan surat an Nisa’ ayat 15. Dari keenam kasus yang telah diajukan dan diproses oleh majlis Buek Nagari, tidak ada kasus perzinaan yang disaksikan oleh 4 orang saksi. Mengenai pembuktian dengan pengakuan dan kehamilan pelaku, terjadi 4 kasus. Diantaranya kasus seorang wanita yang bernama Nina (nama samaran) yang diajukan oleh masyarakatnya melahirkan anak hasil dari zina dengan seorang laki-laki yang bernama Wandi. Dari beberapa kali persidangan diputuskan bahwa keduanya terbukti telah berzina dan diputuskan dibuang dari nagari Pakan Sinayan. Sebenarnya disaat kasus itu diproses anak Nina telah lahir, dan telah berumur 2 bulan. Namun masyarakat tetap mendesak dan menuduh bahwa anak itu adalah anak zina. Dalam Proses persidangan terbukti bahwa walaupun anak itu lahir setelah Nina dan Wandi telah menikah, namun dihitung bulan. Merka menikah bulan Oktober tahun 2012, sedangkan anak lahir bulan Maret tahun 2013. Berdasarkan keterangan dari orang tua perempaun Nina anaknya itu lahir dalam keadaan sehat. Berdasarkan keterangan bidan anak yang lahir dalam masa kehamilan 5 bulan, keadaan janin prematur dan tidak sempurna. Padahal kondisi anaknya ( saat sidang, anak itu dibawa ke ruang sidang ) sehat
dan sempurna. Akhirnya Nina dan Wandi mengakui bahwa mereka telah melakukan perzinaan sebelum nikah. Mereka lakukan di rumah orang tua Wandi ketika Nina berkunjung kerumahnya. 8
D. Efektifitas Hukum Aturan Adat “Buek Nagari Pakan Sinayan” dalam merubah Perilaku Masyarakat
Hukum merupakan alat rekayasa sosial yang digunakan untuk mengubah pola dan tingkah laku masyarakat menjadi sesuai dengan peraturan yang dikehendaki oleh hukum. Di samping Menurut Soeryono Soekanto, hukum sebagai kaidah merupakan patokan mengenai sikap tindak atau perilaku yang pantas. Metode berpikir yang dipergunakan adalah metode deduktif-rasional, sehingga menimbulkan jalan pikiran yang dogmatis. Di lain pihak ada yang memandang hukum sebagai sikap tindak atau perilaku yang teratur (ajeg). Metode berpikir yang digunakan adalah induktif-empiris, sehingga hukum itu dilihatnya sebagai tindak yang diulang-ulang dalam bentukyang sama, yang mempunyai tujuan tertentu.
Lebih lanjut ia mengatakan bahwa efektivitas hukum dalam tindakan atau realita hukum dapat diketahui apabila seseorang menyatakan bahwa suatu kaidah hukum berhasil atau gagal mencapai tujuanya, maka hal itu biasanya diketahui apakah pengaruhnya berhasil mengatur sikap tindak atau perilaku
8
Berita acara persidangan dan putusan pengadilan Buek Nagari Pakan Sinayan tgl 7 Juni 2013
tertentu sehingga sesuai dengan tujuannya atau tidak. Efektivitas hukum artinya akan disoroti dari tujuan yang ingin dicapai, yakni efektivitas hukum. Salah satu upaya yang biasanya dilakukan agar supaya masyarakat mematuhi kaidah hukum adalah dengan mencantumkan sanksi-sanksinya. Sanksi-sanksi tersebut bisa berupa sanksi negatif atau sanksi positif, yang maksudnya adalah menimbulkan rangsangan agar manusia tidak melakukan tindakan tercela atau melakukan tindakan yang terpuji. Diperlukan kondisi-kondisi tertentu yang harus dipenuhi agar hukum mempunyai pengaruh terhadap sikap tindak atau perilaku manusia. Kondisi-kondisi yang harus ada adalah antara lain bahwa hukum harus dapat dikomunikasikan. Komunikasi hukum lebih banyak tertuju pada sikap, oleh karena sikap merupakan suatu kesiapan mental sehingga seseorang mempunyai kecendurangan untuk memberikan pandangan yang baik atau buruk, yang kemudian
terwujud
di
dalam
perilaku
nyata.
Apabila yang dikomunikasikan tidak bisa menjangkau masalah-masalah yang secara langsung dihadapi oleh sasaran komunikasi hukum maka akan dijumpai kesulitan-kesulitan. Hasilnya yaitu hukum tidak punya pengaruh sama sekali atau bahkan mempunyai pengaruh yang negatif. Hal itu disebabkan oleh karena kebutuhan mereka tidak dapat dipenuhi dan dipahami, sehingga mengakibatkan terjadinya frustasi, tekanan, atau bahkan konflik.
Dengan demikian dapat dipahami bahwa suatu kaidah hukum atau suatu aturan dapat dikatakan efektif merubah tingkah laku masyarakat, jika tujuan yang hendak dicapai oleh hukum itu telah tercapai. Dalam hal ini adanya sanksi yang diberikan terhadap pelaku sumbang salah adalah agar moral masyarakat
Pakan Sinayan sesuai dengan falsafah adat Minangkabau, atau seseuai dengan ketentuan agama Islam dan adat yang berlaku. Hal ini untuk mewujudkan ketentraman dan ketertiban ditengah masyarakat. Agar pergaulan antara laki-laki dan perempuan sesuai dengan etika yang telah digariskan oleh agama dan adat. Dengan kata lain tidak terjadi lagi pergaulan bebas antara laki-laki dengan perempuan di bawah pengawasan orang tua, mamak dan orang kampung.
Jika diperhatikan sebelum adanya aturan tentang sanksi adat ini, dapat dikatakan bahwa pergaulan anak muda Pakan Sinayan termasuk dalam kategori bebas. Bahkan orang tua sepertinya merestui pergaulan mereka. Seperti membiarkan anak gadisnya dijemput oleh pacarnya, untuk dibawa keluar rumah sampai sore hari bahkan sampai larut malam. Pacarnya anaknya bertandang ke rumahnya sampai larut malam. Dengan perubahan sosial yang terjadi, mamak tidak lagi mengawasi kemenakannya, disebabkan tidak lagi terjalin komunikasi. Begitu juga peran masyarakat
seakan mulai hilang,
karena kecendrungan
masyarakat yang telah mengarah kepada cara berfikir yang individualis. Padahal tindakan-tindakan itu dianggap tabu oleh masyarakat sekitar, karena bertentangan dengan adat dan agama susila yang dianut oleh masyarakat.
Dari pantauan penulis, paling kurang dalam setiap 3 bulan sekali ada saja informasi ada gadis yang hamil di luar nikah, kemudian mereka terpaksa dinikahkan. Padahal mereka masih dalam usia sekolah. Yang lebih ironis adalah perempuan yang hamil di luar nikah itu tidak merasa malu mempertontonkan kehamilannya kepada orang banyak.
Semenjak diberlakukan peraturan tentang sanksi bagi orang Pakan Sinayan yang melakukan tindakan sumbang salah di atas, pada tahun 2013 terdapat 4 kasus yang diajukan ke Majlis Buek Nagari. 3 diantaranya dijatuhi hukuman buang dan satu kasus dikenai sanksi denda. 2 dari 3 kasus itu, peristiwanya terjadi pada tahun sebelum adanya aturan tersebut. Walaupun sebenarnya mereka tidak dikenai oleh aturan itu, tetapi masyarakat mendesak agar kasus itu diadili dengan aturan tersebut. Ini membuktikan bahwa sebenarnya masyarakat sangat antusias menunggu aturan itu diberlakukan. Pada tahun 2014 diajukan 2 kasus perzinahan. Sedangkan pada tahun 2015 tidak ada kasus. Begitu juga dengan tindakan dalam bentuk sumbang salah, yang belum sampai kepada tindakan zina, semakin hari semakin berkurang. Hal ini disebabkan semakin tumbuh pada diri remaja rasa takut dan malu untuk melakukan itu. Orang tua mulai mengawasi anaknya, begitu juga dengan mamak. Karena jika terjadi pada anak mereka hal yang dilarang itu, maka yang akan mendapatkan malu pertama adalah mereka, yang harus berhadapan dengan pihak-pihak yang telah diberi wewenang. Masyarakat juga sangat pro aktif. Seakan kepercayaan diri mereka muncul karena merasa diberi tugas ikut mengayomi untuk menjaga ketertiban di tengah masyarakat. Dari gambaran tersebut dapat dipahami bahwa aturan adat itu efektif memperbaiki tingkah laku masyarakat Pakan Sinayan. Awalnya mereka tidak mengindahkan tata krama dan norma yang berlaku. Dengan adanya aturan
tersebut mereka telah bertingkahlaku seperti yang diharapkan oleh agama dan adat.
Dengan perkataan lain tidak ada lagi pengaduan atau pemandangan
mengenai perilaku masyarakat, khususnya mengenai pergaulan laki-laki dan perempuan yang melanggar adat dan agama. Keberhasilan
walauupun belum 100% tercapai,
karena
proses
penerapannya telah sesuai dengan apa yang semestinya dilakukan untuk mewujudkan perubahan perilaku pada suatu masyarakat. Hal ini sesuai dengan apa yang dijelaskan oleh Gunnar Myrdal seperti yang dikutip oleh Soerjono Soekanto9
bahwa
sebagai
sarana
social
engineering
(cara-cara
untuk
mempengaruhi masyarakat dengan sistem yang teatur dan direncanakan terlebih dahulu), hukum merupakan suatu sarana yang ditujukan untuk mengubah perikelakuan warga masyarakat, sesuai dengan tujuan-tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Disamping hukum, untuk mengubah perilaku masyarakat juga harus diperhatikan perihal komunikasi hukum. Hukum itu harus disebarkan seluas mungkin sehinga ia melembaga dalam masyarakat. Komunikasi hukum itu dapat dilakukan secara formal, melalui cara-cara yang terorganisir atau resmi. Atau juga secara informal, tidak resmi. Setelah kaidah hukum itu dirumuskan, komunikasi hukum inilah proses yang petama yang harus dilakukan. Proses inilah yang telah dilakukan oleh para pemegang kewenagan di Pakan Sinayan. Yakni setelah rumusan aturan dibuat tentang perilaku yang tidak boleh dilakukan, maka aturan itu kemudian disosialisaikan kepada masyarakat oleh seluruh pihak yang berkompeten menyampaikannya, kemudian salinannya 9
Soerjono Soekanto, Pokok-Pokok Sosiologi Hukum, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1997), cet. VIII, hal. 118
disebarkan keseluruh warga masyarakat. Sehingga dapat diyakini bahwa seluruhnya telah mengetahui aturan tersebut. Setelah pribadi-pribadi mengetahui dan memahami kaidah sebagai patokan dalam bertingkahlaku itu, maka ia diharapkan dapat memilih dan melakukan atau tidak melakukan, karena ia telah
memahami dan menghayati perilaku yang
diharapkan dari pihak-pihak lain terhadap perilakunya. Ia akan dapat menghubungkan keinginannya itu dengan dunia
atau masyarakat yang ada
disekelilingnya. 10 Untuk mengefektifkan hukum dalam merubah perilaku masyarakat itu Soerjono merumuskan beberapa tahap yang didasarkan pada hipotesa-hipotesa sebagai berikut: a. Para pemegang peranan akan menentukan pilihannya, sesuai dengan anggapan atau nilai mereka terhadap realitas yang menyediakan kemungkinan untuk memilih dengan segala konsekwensinya. Dengan demikian setiapaturan harus disertai dengan sanksi-sanksi bagi pelanggarnya. b. Diantara faktor yang menentukan kemungkinan untuk menjatuhkan pilihan adalah perilaku yang diharapkan oleh orang lain. c. Harapan untuk peranan tertentu dirumuskan oleh kaidah-kaidah. d. Kaedah hukum adalah adalah kaidah yang dinyatakan oleh para pelopor perubahan
10
Ibid, hal. 120-121
e. Kaedah hukum yang bertujuan untuk mengubah dan mengatur perilaku dapat dilakukan dengan cara: 1. Melakukan imbalan secara psikologis bagi pemegang peranan (pelaku hukum ) yang patuh maupun melanggar kaidah-kaidah hukum. dalam hal ini adalah seperangkat sanksi-sanksi yang akan diberikan bagi pelanggar atau melakukan tindakan yang dilarang. Seperti berzina dan pergaulan antara laki-laki dan perempuan yang tidak memperhatikan norma agama dan adat. 2. Merumuskan
tugas-tugas
penegak
hukum
untuk
bertindak
sedemikian rupa, sehingga sesuai dengan keserasian perilaku pemegang peranan dengan kaidah-kaidah hukum. Untuk menjamin terlaksananya aturan itu maka dibentuk Majlis Buek Nagari yang akan mengadili bagi yang melanggar 3. Merubah perilaku pihak ketiga, yang dapat mempengaruhi perilaku pemegang peranan yang mengadakan interaksi. Selama ini mamak tidak berperan dalam mengawasi kemenakannya, maka dengan aturan ini diwajibkan memberikan pengayoman dan pengawasan yang maksimal. Karena jika tidak secara psikologi dia akan mendapat beban moral karena kemenakannya telah melakukan suatu pelanggaran. 4. Mengusahakan perubahan pada persepsi, sikap dan nilai-nilai pemegang peranan.
E. Penutup Efektifitas hukum ditentukan oleh sejaumana hukum itu
dapat
mewujudkan tujuan yang hendak dicapai oleh pembentuknya dan bagaimana hukum itu berguna untuk mengatur perilaku masyarakat yang diaturnya. Hukum merupakan bagian dari masyarakat, yang timbul dan berproses di dalam dan untuk kepentingan masyarakat.
F. Daf