JURNAL
MASKULNITAS DALAM IKLAN PRODUK PERAWATAN WAJAH UNTUK LAKI-LAKI (Analisis Wacana Maskulinitas Dalam Iklan Garnier MEN Versi Two Men’s World, Versi Urban Hero dan Versi Joe Taslim)
Oleh:
LATIFATUL JANNAH D0211056
PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2016
1
MASKULNITAS DALAM IKLAN PRODUK PERAWATAN WAJAH UNTUK LAKI-LAKI (Analisis Wacana Maskulinitas Dalam Iklan Garnier MEN Versi Two Men’s World, Versi Urban Hero dan Versi Joe Taslim)
Latifatul Jannah Diah Kusumawati
Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta
Abstract This study aims to determine how advertising construct masculinity in the middle of growing phenomenon of men's grooming products market through Garnier MEN television ads. Methods used in research is qualitative research use the discourse analysis model of Norman Fairclough. As for the data collection techniques used is literature study and interviews. This research shows that Garnier MEN ads, discourse more modern masculinity, which began to open in adopting the concept of feminine. Masculinity is constructed in the ad are substantially the men who have a strong body, athletic and manly, do strenuous activity and dangerous outdoors, the breadwinner, has a dominant character, competitive, adventurous and ambitious but does not hesitate to show her feminine side with take care of themselves, to keep up appearances, clean face, and showing affection in the family. However, despite masculinity started shifting toward a more modern, the concept of traditional masculinity are still dominant in advertising. This confirms that the main purpose of the adoption of feminine values shown in the ad aims to beautify the appearance of men alone, not to change the characteristics of masculinity with the characteristics of masculinity that is fully modern. Key Words: Masculinity, Television Ads, Discourse Analysis, Norman Fairclough
2
Pendahuluan Iklan
dalam
media
massa
dipahami
bukan
hanya
alat
untuk
menginformasikan suatu produk, namun lebih dari itu iklan di media massa dipahami sebagai “ruang” identifikasi identitas sekaligus sebagai tempat kontestasi nilai, tanda dan citra. Iklan dapat menanamkan nilai-nilai tertentu seperti life style (gaya hidup), mendefinisikan kecantikan dan maskulinitas atau mendefinisikan kelas sosial. Dari sekian banyak iklan yang muncul di media massa, banyak iklan yang melestarikan konstruksi gender mengenai maskulinitas. Media telah membentuk citraan maskulin dan membentuk imaji laki-laki ideal yang disesuaikan dengan keinginan pasar seperti yang dapat dilihat di iklan-iklan minuman berenergi yang menggambarkan otot lelaki sebagai dambaan wanita (iklan Extra Joss) atau (iklan rokok Wismilak, iklan rokok Djarum Super) yang menampilkan laki-laki sebagai makhluk yang tangkas, berani, menantang maut atau laki-laki berwibawa, macho dan sensitif (iklan rokok Marlboro, iklan rokok Bentoel Merah)1. Maskulinitas dipandang sebagai hasil konstruksi sosial. Laki-laki yang dianggap maskulin diidentifikasi secara berbeda-beda tergantung faktor-faktor seperti ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, agama, etnik, adat istiadat, golongan, faktor sejarah, waktu dan tempat serta kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi2. Saat ini telah terjadi pergeseran makna antara maskulin dan feminin. Maskulin kini mulai merambah kewilayah feminin, dan begitu juga sebaliknya. Contohnya adalah fenomena produk perawatan wajah yang tadinya identik dengan perempuan, kini menjadi suatu barang yang bukan lagi tabu dikonsumsi oleh laki-laki. Tampaknya kesadaran laki-laki terhadap penampilan tubuhnya mulai meningkat, laki-laki mulai tidak malu lagi merawat tubuhnya untuk mendapatkan penampilan yang diinginkan.
1
Burhan Bungin, Konstruksi Sosial Media Massa: Kekuatan Pengaruh Media Massa, Iklan Televisi, dan Keputusan Konsumen serta Kritik Terhadap Peter L. Berger & Thomas Luckmann (Jakarta: Kencana, 2011), h.123. 2 Idi Subandy Ibrahim ,Budaya Populer Sebagai Komunikasi Dinamika Popscape dan Mediascape di Indonesia Kontemporer, (Yogyakarta; Jalasutra, 2007), h. 7.
3
Dalam masyarakat Indonesia, laki-laki yang melakukan perawatan tubuh akan diidentikkan dengan kaum gay atau banci. Oleh karena itu produsen iklan perlu meyakinkan khalayak bahwa produknya khusus dibuat untuk laki-laki “sejati” sehingga terjadilah pendefinisian maskulinitas ala iklan agar produk tersebut diminati oleh khalayak terutama kelompok laki-laki. Berdasarkan survey yang dilakukan oleh aplikasi JakPaT/Jejak Pendapat (sebuah aplikasi mobile platform survey) tentang Men Personal Care Brands di Indonesia. Diperoleh lima merek terfavorit dalam kategori sabun pencuci wajah menurut responden, yang mana Garnier MEN menempati posisi kedua setelah Men’s Biore dengan prosentase 23% mengungguli merek lainnya seperti Nivea Men, Pond’s Men, dan L’oreal Men, survey dilakukan terhadap 115 laki-laki di Jawa3. Survey tersebut menunjukkan bahwa Garnier MEN sudah lebih dikenal oleh kelompok laki-laki dibandingkan dengan merek-merek lainnya. Setiap merek memiliki cara tersendiri dalam mengkomunikasikan pesan, begitupun dengan Garnier MEN. Pada iklan Garnier MEN, laki-laki digambarkan sebagai sosok yang pemberani, melakukan kegiatan ekstrim, macho dan aktif di luar ruangan namun tetap peduli terhadap penampilan khususnya wajah yakni dengan melakukan kegiatan cuci muka. Meskipun laki-laki menggunakan produk perawatan wajah mereka tetap bisa tampil macho tanpa perlu khawatir akan kehilangan maskulinitasnya. Produsen iklan telah memanfaatkan konsep maskulinitas atau realitas sosial tentang laki-laki yang telah diterima melalui nilai-nilai dan norma budaya masyarakat dengan melekatkan nilai-nilai maskulinitas tersebut pada produknya. Terlebih karena produk perawatan wajah selalu identik dengan perempuan. Maka, untuk melepaskan stereotip tersebut pada produknya, kode-kode maskulinitas pada laki-laki dimanfaatkan untuk mendukung atau menambah citra maskulin pada produk. Dengan adanya iklan maka konsep maskulinitas laki-laki akan mengalami pendefinisian ulang dan untuk saat ini maskulinitas yang diyakini adalah maskulin yang dibawa melalaui citra-citra suatu produk yang diiklankan. 3
Jakpat.net. 2015. “Men Personal Care Brands-Survey Report” diperoleh dari http://blog.jakpat.net/men-personal-care-brands-survey-report-2/ diakses pada 26 Februari 2016.
4
Tulisan ini akan mencoba membahas upaya yang dilakukan produsen iklan dalam mengkonstruksi maskulinitas dalam iklan produk perawatan wajah untuk laki-laki. Upaya tersebut dapat dilihat dari bagaimana teks menampilkan laki-laki. Dalam tulisan ini, peneliti juga ingin melihat pergeseran konsep maskulinitas yakni suatu kode maskulin yang sudah terkonstruksi dalam masyarakat berkembang dan bergeser karena adanya sentuhan feminin.
Rumusan Masalah Peneliti merumuskan masalah penelitian sebagai berikut: 1.
Bagaimana upaya produsen
iklan dalam mengkonstruksi wacana
maskulinitas pada iklan Garnier MEN versi Two Men’s World, versi Urban Hero dan versi Joe Taslim?
Tujuan Tujuan dalam penelitian ini adalah : 1. Membongkar
upaya
produsen
iklan
dalam
mengkonstruksi
wacana
maskulinitas pada iklan Garnier Men versi Two Men’s World, versi Urban Hero dan versi Joe Taslim.
Telaah Pustaka 1.
Komunikasi Sebagai Produksi dan Pertukaran Makna Komunikasi pada intinya adalah proses penyampaian pesan dari komunikator ke komunikan untuk mencapai saling pengertian antara pihak yang terlibat dalam proses komunikasi tersebut. Dalam pandangan John Fiske, komunikasi tidak dilihat sebagai sebuah pesan yang dapat dikirimkan seperti barang ataupun benda mati. Menurutnya, komunikasi merupakan sebuah proses semiotika, proses simbolisasi dan pemaknaan. Komunikasi adalah sebuah produksi dan pertukaran makna di antara pihak-pihak yang terlibat di dalam kegiatan komunikasi itu sendiri4. Dalam kaitannya dengan
4
Heri Budianto dan Farid Hamid, Ilmu Komunikasi Sekarang Dan Tantangan Masa Depan (Jakarta; Prenadamedia, 2011),h.474.
5
teks iklan, iklan tidak hanya dipandang sebagai sebuah bentuk transmisi pesan komunikasi namun iklan merupakan bentuk komunikasi simbolik yang tujuannya lebih kepada produksi dan pertukaran makna5. Teks iklan dipandang sebagai suatu pesan yang ingin disampaikan oleh pembuatnya sekaligus sebagai teks yang dikonsumsi secara aktif oleh khalayak. 2.
Konstruksi Realitas Dalam
jurnalnya,
Ibnu
Hamad
menjelaskan
bahwa
proses
pembentukan wacana dilakukan melalui proses yang disebut proses kontruksi realitas pertama (keadaan, benda, pikiran, orang, peristiwa, dll) yang dibentuk oleh penciptanya6. Tentang proses konstruksi realitas, prinsipnya adalah setiap upaya “menceritakan” (konseptualisasi) sebuah peristiwa, keadaan, atau benda7. Proses konstruksi dipengaruhi oleh dinamika internal dan eksternal serta strategi komunikasi pelaku konstruksi. Pengaruh bisa bermunculan dari diri pribadi dalam bentuk kepentingan idealis, ideologis, dan sebagainya maupun dari kepentingan eksternal dari khalayak sasaran sebagai pasar, sponsor dan sebagainya. Yang diperlukan untuk mengkonstruksi realitas adalah suatu strategi seperti pilihan bahasa mulai dari kata atau bahasa gambar, fakta, teknik menyampaikan wacana dll. Hasil dari proses ini menghasilkan wacana (discourse) atau realitas yang dikonstruksikan berupa tulisan, ucapan atau peninggalan. Oleh karena wacana yang terbentuk ini telah dipengaruhi oleh berbagai faktor, kita dapat mengatakan bahwa dibalik wacana itu terdapat makna dan citra yang diinginkan serta kepentingan yang sedang diperjuangkan. Bentuk-bentuk wacana tadi dapat ditemukan dalam media cetak (novel), media audio (pidato), pertunjukan drama, media audiovisual seperti film atau iklan. Jadi tidak selamanya wacana itu berada dalam bentuk media massa, apalagi hanya media cetak.
5
Ibid., h. 472. Ibnu Hamad, “Lebih Dekat dengan Analisis Wacana”,Mediator, Volume VIII, (Desember 2007), h.327. 7 Ibnu Hamad, “Konstruksi Realitas Politik dalam Media Massa”, Jakarta, Granit, 2004,h.11. 6
6
3.
Analisis Wacana Menurut Pawito, analisis wacana adalah suatu metode untuk mengkaji wacana yang terdapat atau terkandung dalam pesan-pesan komunikasi baik secara tekstual maupun kontekstual8. Analisis wacana menunjukkan bagaimana pesan-pesan diorganisasikan, digunakan dan dipahami. Selain itu, analisis wacana juga dapat memungkinkan pelacakan variasi cara yang digunakan oleh komunikator dalam rangka mencapai tujuan atau maksud-maksud tertentu. Hal ini mencakup proses-proses simbolik yang khususnya terkait dengan kekuasaan, ideologi, dan lambanglambang bahasa serta fungsinya Analisis wacana tidak berhenti pada aspek tekstual, tetapi juga konteks dan proses produksi dan konsumsi dari suatu teks. Wacana dipandang sebagai bentuk praktik sosial yang berarti bahwa bahasa adalah suatu bentuk tindakan, cara bertindak tertentu dalam hubungannnya dengan realitas sosial. Karena bahasa adalah aspek sentral dari penggambaran suatu subjek, dan lewat bahasa ideologi terserap di dalamnya, maka aspek iniliah yang dipelajari dalam analisis wacana9. Dengan menggunakan teori analisis wacana, melalui tanda-tanda yang ada seperti simbol atau bahasa kita dapat memaknai suatu kejadian atau peristiwa. Analisis wacana dapat digunakan untuk menganalisis isi media. Karena pesan dalam media mengandung berbagai tanda yang memiliki makna atau pesan tertentu yang perlu dimaknai untuk mengetahui maksud dari isi pesan tersebut.
4.
Iklan Televisi Iklan adalah suatu bentuk komunikasi berbayar yang menggunakan media massa dan media interaktif untuk menjangkau audiens yang luas dalam rangka menghubungkan sponsor yang jelas dengan pembeli dan memberikan informasi tentang produk baik barang, jasa ataupun gagasan10.
8
Pawito, Ph.D, Penelitian Komunikasi Kualitatif, (Yogyakarta: LkiS, 2007) h.170. Eriyanto, Analisis Wacana Pengantar Analisis Teks Media (cet.II; Yogyakarta: Lkis Group, 2012) h.3. 10 Ibid., h.9 9
7
Televisi merupakan medium audiovisual. Dua elemen utama yang digunakan untuk menciptakan pesan adalah video/visual dan audio. Oleh karena itu, copywriters atau kreator iklan televisi memiliki dua alat utama yakni audio dan visual dalam membuat iklan. Baik gambar maupun katakata dirancang untuk menciptakan dampak tertentu. Karena jumlah elemen video dan audio dan begitu juga dengan banyaknya cara elemen tersebut dikombinasi, iklan televisi bersifat lebih kompleks dibandingkan dengan bentuk iklan yang lain. Iklan televisi merupakan bentuk komunikasi yang memanfaatkan kelebihan televisi sebagai media komunikasi. Kemudian terkait dengan pesan yang ada pada iklan televisi, maka penelitian ini lebih memfokuskan pada isi pesan yang tertuang dalam bahasa iklan untuk mengetahui konstruksi maskulinitas laki-laki. Sehubungan dengan kajian proses produksi pesan tersebut, iklan televisi merupakan sebuah simbol sinematografis yang mempunyai symbol-simbol tertentu yang dapat dimaknai. Ada beberapa unsur dari obyek penelitian yang mempunyai aspek sinematografis sebagai ruang ekspresi simbolik, antara lain: (1) Visual image, terdiri dari gambar diam dan bergerak, aksi dari model iklan, (2) Audio atau sumber suara berupa dialog, back sound, dan jingle, (3) teks tertulis, misalnya slogan dan tagline 11. 5.
Maskulinitas Maskulin umumnya diketahui sebagai sifat yang merepresentasikan laki-laki. Maskulin tersebut biasanya identik dengan kekuatan, kegaharan, keberanian, keringat, bahaya dan masih banyak lainnya 12. Dalam konsep gender, baik maskulin dan feminim merupakan nilai yang dibuat oleh budaya atau masyarakat, bukan bawaan dari lahir. Walaupun banyak cara yang bisa dijalani untuk dianggap menjadi laki-laki namun terdapat bentukbentuk karakter maskulin yang diidealkan secara kultural dalam budaya kita
11
Schirato dan Susan Yell, Communication and Culture (New Delhi: Thousand Oaks, 2000), h.147. 12 Novi Kurnia, “Representasi Maskulinitas Dalam Iklan”, Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik,Volume VIII No. I, (Juli – 2014), h.22.
8
yang dianggap lebih memberikan nilai maskulin dibandingkan karakter lain, teori ini disebut dengan istilah hegemonic masculinity13 atau yang dapat dipahami sebagai pengaruh dominasi suatu konstruksi maskulinitas atas bentuk maskulinitas lain. Menurut trigiani dalam artikelnya, “hegemonic masculinity is the sosially dominant form of masculinity in particular culture within a given historical period”14. Dalam teori ini, maskulinitas berhubungan dengan dominasi dan kekuatan. Maskulinitas pada teori ini didefinisikan dengan kekuatan
fisik,
bravado,
heteroseksual,
pengendalian
emosi
yang
menunjukkan kelemahan, kemandirian secara ekonomi, otoritas atas wanita dan laki-laki lain, dan ketertarikan yang besar untuk dapat menakklukkan wanita15. Sementara itu, sosiolog Janet Saltzman Chafez menggambarkan 7 area maskulinitas tradisional16 yakni: 1. 2. 3. 4. 5.
6. 7.
13
Physical- virile, athletic, strong, brave, sloppy, worry less about appearance and aging; Functional- breadwinner,provider; Sexual- sexually, aggressive, experienced, single statusacceptable; Emotional- unemotional, stoic, don’t cry: Intellectual- logical, intellectual,rational, objective,scientific, practical, mechanical, public awareness, activity, contributes to society, dogmatic; Interpersonal- leader, dominating, disciplinarian, independent, free,individualistic, demanding, and Other Personal Characteristic- aggressive, success oriented, ambitious,proud, egostistical, moral trustworthy, decisive, competitive, uninhibited, adventurous.
Idi Subandy Ibrahim dan Bachruddin Ali Akhmad, Opcit, h. .164. Kathleen Trigiani. “Masculinity-Feminity: Society’s Difference Divined” diperoleh dari http://web2.iadfw.net/ktrig246/out_of_cave/mf.html pada 10 Februari 2016. 15 Ibid. 16 Psychology.wikia.com (http://psychology.wikia.com/wiki/Masculinity). Diakses pada 20 Februari 2016. 14
9
Metodologi Jenis penelitian dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Metode penelitian kualitatif pada penelitian ini dipusatkan pada studi deskriptif karena data yang dikumpulkan terutama berupa kata-kata, kalimat atau gambar yang memiliki arti lebih luas daripada angka. Sedangkan metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis wacana yang menggunakan model analisis wacana Norman Fairclough. Sumber data adalah iklan Garnier MEN dirilis pada tahun 2014 hingga 2015. Data penelitian ini adalah tiga video dari sumber data, yakni iklan Garnier MEN versi Two Men’s World, versi Urban Hero dan versi Joe Taslim untuk mewakili iklan-iklan sebelumnya. Pada penelitian ini peneliti memfokuskan pada masalah representasi, yakni bagaimana peristiwa, kelompok, situasi, keadaan atau apapun ditampilkan dan digambarkan dalam teks17. Peneliti ini ingin melihat bagaimana maskulinitas lakilaki ditampilkan dalam teks. Dalam model Fairclough, untuk melihat representasi melalui sebuah teks, teks tersebut dapat dianalisis secara linguistik, dengan melihat kosakata dan metafora18. Namun, karena teks yang dianalisis merupakan teks yang berbentuk audio-visual maka peneliti akan menyesuaikannya dan mengacu pada pemahaman Guy Cook bahwa wacana terdiri dari tiga hal penting yaitu teks, konteks, dan wacana dimana teks adalah semua bentuk bahasa, bukan hanya kata-kata yang tercetak di lembar kertas, tetapi juga semua jenis ekspresi komunikasi, ucapan, musik, gambar, efek suara, citra dan sebagainya19. Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa gambar juga merupakan sebuah teks. Pertama-tama, tanda nonverbal iklan dideskripsikan dalam bentuk gambar (capture) potongan scene dalam iklan dan tanda verbal ditranskripkan. Data yang berupa gambar (potongan scene) merupakan data yang bersumber dari elemen
17
Eriyanto, Opcit, h. 289. Ibid., h.290-292. 19 Ibid., h.9. 18
10
visual iklan, sehingga bahan analisisnya adalah elemen-elemen visual iklan. Peneliti membatasi elemen-elemen visual yang menjadi bahan analisis yakni elemen pemain (talent) dan setting saja. Begitu juga dengan data yang berupa transkrip merupakan data yang bersumber dari elemen audio iklan, sehingga bahan analisisnya merupakan bagian dari elemen-elemen audio iklan. Sama dengan elemen visual, peneliti juga membatasi elemen audio, yakni elemen voice over saja atau secara umum disebut copy iklan. Data yang berupa teks literal dianalisis secara linguistik dengan memperhatikan kosakata. Sedangkan data yang berupa gambar akan dianalisis secara deskriptif dengan melihat konteks komunikasi yang terdapat pada data tersebut. Sajian dan Analisis Data Untuk melihat konstruksi maskulinitas pada teks iklan, peneliti menggunakan konsep 7 area maskulinitas dari Janet Saltzman. 7 area tersebut meliputi fisikal, fungsional, seksual, emosional, intelektual, interpersonal, dan karakter personal lainnya. Namun pada teks iklan Garnier MEN hanya terdapat 5 dari 7 area maskulinitas yang sudah disebutkan. Sehingga maskulinitas dalam iklan Garnier MEN ditemukan dari area fisikal, fungsional, emosi, interpersonal dan karakter personal lainnya. Untuk melihat ada atau tidaknya 5 area tersebut pada iklan dilihat dari elemen iklan yakni dari talent, setting dan copy iklan. Berikut analisis selengkapnya. 1. Fisikal Berdasarkan konsep Janet, maskulinitas secara fisik meliputi tubuh yang kuat, jantan, atletis, tidak peduli penampilan dan proses penuaan. Namun dalam area ini laki-laki juga ditampilkan peduli dengan penampilan khususnya pada wajah dengan melakukan tindakan mencuci muka dan memiliki wajah yang bersih terawat. a. Tubuh Kuat, Jantan dan Atletis Berdasarkan penampilan fisiknya, kedua talent, baik Pasha dan Joe Taslim memiliki penampilan fisik yang dapat dikategorikan dalam area fisik maskulinitas tradisional yang disebutkan oleh Janet Saltzman seperti kuat,
11
jantan, dan atletis. Hal tersebut dapat dilihat dari bagian-bagian tubuhnya seperti bahu, lengan dan dada yang diekspos dalam iklan. Kekuatan ditampilkan melalui adegan yang dilakukan Joe pada iklan adalah adeganadegan fisik seperti berlari dan mengangkat beban berat, hal ini menunjukkan bahwa
Joe memiliki fisik yang kuat. Sedangkan kejantanan ditunjukkan
melalui penampilan Pasha yang macho pada saat mengendarai sepeda motor sport. Body sepeda motor yang besar menyimbolkan keperkasaan karena menggambarkan pengendaranya tampak gagah, memiliki tinggi dan badan ideal sehingga terkesan jantan atau macho, seperti yang tampak pada gambar dibawah ini.
Gambar 1. Penampilan Fisik Joe Taslim (Sumber: Iklan Garnier MEN versi Urban Hero, 2015)
Gambar 2. Penampilan Fisik Pasha (Sumber: Iklan Garnier MEN versi Two Men’s World, 2014)
“Latihan bareng temen, wajah kesiksa debu dan polusi” (versi Joe Taslim) Kata latihan pada iklan bermakna suatu kegiatan olahraga atau pendisiplinan tubuh yang sering dilakukan oleh laki-laki agar mencapai bentuk tubuh yang diinginkan, misalkan tubuh kuat dan atletis seperti yang ditampilkan dalam iklan. b. Peduli Penampilan dan Berwajah Bersih Konsep Janet Saltzman tentang maskulinitas pada area fisik adalah lakilaki yang tidak peduli penampilan, namun disini laki-laki ditampilkan peduli dengan penampilannya khususnya pada penampilan wajah. Kepedulian terhadap penampilan ditampilkan melalui ekspresi tidak nyaman terhadap wajah, melakukan aktifitas mencuci muka dan penampilan wajah keduanya yang bersih dan terawat.
12
Gambar 3. Ekspresi tidak nyaman, Joe Taslim mencuci muka, Joe Taslim memiliki wajah bersih dan terawat (Sumber: Iklan Garnier MEN versi Urban Hero, 2015)
“Saat dua jagoan beraksi, pasti banyak tantangannya. Wajah kusam akibat matahari, dan juga kotor karna polusi” “...sejak awal pemakaian, kurangi kusam dan angkat kotoran. Wajah satu tingkat lebih cerah seketika!” (versi Urban Hero) Aspek maskulinitas tentang tidak memperhatikan penampilan tidak terlihat dalam iklan perawatan wajah laki-laki. Hal yang terlihat dalam iklan perawatan wajah laki-laki adalah aspek memperhatikan penampilan. Hal tersebut dapat dilihat dari adanya kata dan kalimat dalam iklan seperti kusam. Kata tersebut menunjukkan bahwa laki-laki dalam iklan perawatan wajah itu memperhatikan penampilan. Perhatian terhadap penampilan ditunjukkan melalui pengetahuan mereka mengenai permasalan kulit wajah dan penyebabnya yakni dari kata-kata seperti kotor dan polusi. Pengetahuan tentang permasalahan wajah dan penyebabnya tersebut menunjukkan bahwa laki-laki mulai concern pada penampilan mereka. 2. Fungsional Fungsi laki-laki yang ditemukan dalam iklan adalah fungsinya sebagai pencari nafkah, hal ini sesuai dengan konsep maskulinitas tradisional Janet Saltzman, namun selain sebagai pencari nafkah, laki-laki dalam iklan ternyata juga ditampilkan sebagai sosok ayah. Sosok ayah dalam iklan ini memperlihatkan fungsinya selain sebagai pencari nafkah juga fungsinya mengasuh anak. Dalam iklan juga ditampilkan laki-laki yang mengasuh anaknya dengan mengajaknya bermain. Hal ini menunjukkan bahwa maskulinitas mulai bergeser. Maskulinitas yang semula diidentifikasi menurut fungsinya sebagai pencari nafkah mulai mengalami pergeseran ke arah yang lebih feminin dengan
13
menampilkan laki-laki yang juga melakukan kegiatan di sektor domestik yang dianggap membutuhkan kelembutan, kehalusan dan kesabaran. a. Pencari Nafkah Sebagai seorang pencari nafkah hal yang harus dimiliki oleh orang tersebut adalah pekerjaan. Pekerjaan disini dimaksud sebagai sesuatu yang mendatangkan penghasilan. Dalam iklan, baik Joe maupun Pasha ditampilkan memiliki pekerjaan.
Gambar 4. Joe dan Pasha memiliki pekerjaan (Sumber: Iklan Garnier MEN versi Urban Hero, 2015)
Aktor adalah profesi yang dijalani oleh Joe Taslim, seorang aktor bekerja dengan melakukan akting sedangkan ‘Ungu’ adalah sebuah nama grup musik, hal tersebut menunjukkan bahwa Pasha adalah bagian dari sebuah grup musik yang bekerja di industri hiburan. Memiliki pekerjaan menunjukkan bahwa orang tersebut mencari nafkah, menghidupi baik dirinya sendiri maupun orang lain. “semuanya, harus bisa didapetin! kerja iya, main juga iya!” (versi Two Men’s World) Kalimat diatas bermakna bahwa laki-laki wajib, harus dan mampu mencapai dua hal yakni pekerjaan untuk mencari nafkah dan bermain untuk mencari kesenangan. Adanya kata kerja menunjukkan bahwa pekerjaan memang identik dengan laki-laki. Di masyarakat luas, laki-laki dianggap sebagai kepala keluarga atau tulang punggung keluarga, sehingga ia berfungsi sebagai pencari nafkah utama sehingga mereka dituntut untuk bekerja. b. Mengasuh Anak Selain ditampilkan sebagai pencari nafkah, Joe Taslim
juga
ditampilkan sebagai sosok seorang Ayah. Peran Ayah yang ditampilkan pada iklan ini adalah peran mengasuh anak. Mengasuh anak mengacu pada aktifitas
14
menjaga, merawat, membimbing, dan mendidik anak. Pada iklan ini mengasuh anak digambarkan melalui aktifitas bermain bersama anak.
Gambar 5. Joe Mengasuh Anak (Sumber: Iklan Garnier MEN versi Joe Taslim, 2015)
“Main bareng keluargapun, gak lepas dari kotoran” (Versi Joe Taslim) Kalimat “main bareng keluargapun...” menunjukkan bahwa Joe selain berperan sebagai pencari nafkah juga melakukan peran domestik yakni mengasuh anak. Selama ini peran domestik seperti mengasuh anak selalu dibebankan pada ibu. Akan tetapi, peran mengasuh anak yang diperankan oleh Joe disini ditekankan pada kata main. 3. Emosi Pada iklan Garnier MEN, laki-laki dihadapkan pada aktifitas sehari-hari yang dapat menimbulkan permasalahan kulit wajah. Dalam menghadapi permasalahan tersebut laki-laki digambarkan tenang dan tetap melanjutkan aktifitas seperti biasanya karena mereka menggunakan produk Garnier MEN yang bisa mengatasi masalah tersebut. a. Bersikap Tenang Dalam menghadapi penyebab masalah kulit wajah, talent ditampilkan bersikap tenang dan tetap melanjutkan aktifitasnya meskipun mereka merasa khawatir. Mereka juga menampilkan ekspresi yang sewajarnya meskipun mereka peduli terhadap kondisi kulit wajah mereka. Seperti yang terlihat pada gambar laki-laki tidak memperlihatkan emosi kelemahan seperti sedih atau marah. Mereka hanya merasa tidak nyaman karena adanya penyebab masalah kulit wajah yang mereka temui dalam aktifitas sehari-hari seperti kotoran, debu, polusi, dan panas matahari.
15
Gambar 6. Laki-laki bersikap tenang (Sumber: Iklan Garnier MEN versi Joe Taslim, 2015)
“Semua aktivitasku, harus maksimal, latihan bareng temen, wajah kesiksa debudan polusi. Saat akting, panas ekstrim, bikin kulit wajah berminyak banget. Main bareng keluargapun, gak lepas dari kotoran. Semua itu bukan masalah, aku hanya percaya yang nomor 1” (versi Joe Taslim) Dari kalimat tersebut, dapat dikatakan bahwa Joe bersikap tenang dalam menghadapi suatu masalah. Kalimat tersebut menunjukkan bahwa laki-laki tidak ingin terlihat lemah karena suatu permasalahan, sehingga ia menyangkal dengan menganggap permasalahan tersebut bukanlah suatu permasalahan. 4. Interpersonal Interpersonal berhubungan dengan bagaimana karakter seseorang dalam berhubungan dengan orang lain. Menurut Janet, interpersonal meliputi memimpin, dominan, individual, mandiri, bebas, disiplin, dan menuntut. Pada iklan Garnier MEN karakter interpersonal yang ditampilkan secara garis besar adalah dominan. a.
Dominan Karakter dominan dilihat dari bagaimana iklan menampilkan Joe lebih
unggul dan lebih baik dari orang lain yang ada disekitarnya sehingga pusat perhatian tertuju pada dirnya seorang.
Gambar 7. Dominasi Fisik Joe Taslim (Sumber: Iklan Garnier MEN versi Joe Taslim, 2015)
16
Pada iklan, Joe memperlihatkan dominasi fisiknya terhadap pemeran lain karena dia bisa lebih dulu memanjat tali dibandingkan yang lain, menunjukkan bahwa dia memiliki kekuatan fisik yang lebih baik daripada pemeran lain. 5. Karakter Personal Lainnya
a. Kompetitif Karakter kompetitif ditandai dengan seseorang yang berkompeten atau dalam kata lain memiliki kemampuan yang tidak dimiliki oleh orang lain. Seperti talent dalam iklan Garnier MEN, baik Pasha maupun Joe memiliki kompetisi yang berbeda-beda, Pasha dengan keahlian motorcross dan Joe dengan keahlian Parkour-nya.
Gambar 8. Talent menunjukkan sisi kompetitif melalui balapan (Sumber: Iklan Garnier MEN versi Urban Hero, 2015)
“Saat dua jagoan beraksi, pasti banyak tantangannya” (versi Urban Hero) Karakter kompetitif laki-laki dalam iklan, diperkuat melalui kalimat diatas. Kata dua berarti sesuatu yang terdiri dari dua orang, pada kalimat ini kata dua ditujukan untuk Pasha ‘Ungu’ dan Joe Taslim dalam iklan yang akan melakukan balapan. Kata dua dalam iklan ini juga dapat diartikan sebagai satu lawan satu yang mengacu pada suatu persaingan. Kata aksi menunjukkan lakilaki memiliki karakter kompetitif karena melalui aksi tersebut mereka menampilkan
kemampuan
pengakuan atau kemenangan.
masing-masing untuk
mendapatkan
sebuah
17
b. Berjiwa Petualang Laki-laki berjiwa petualang dalam iklan Garnier MEN ditunjukkan dengan tingkah laku yang mengundang bahaya dan mengandung risiko yang dilakukan oleh talent. Pada iklan versi Two Men’s World, Pasha ‘Ungu’ dan teman-temannya bermain sepeda motor dengan ugal-ugalan dan berkelompok di sebuah jalan raya. Kemudian ada Joe Taslim yang melakukan aksi berbahaya yakni melompat dari gedung yang meledak untuk keperluan syuting. Adegan tersebut menggambarkan perilaku laki-laki terkesan menantang dan berisiko. Seseorang yang berjiwa petualang biasanya identik dengan sifat pemberani. Berpetualang dalam arti lain adalah suatu bentuk keberanian dalam menghadapi sesuatu yang belum pernah dialami sebelumnya. Karakter berjiwa petualang ditunjukkan melalui adegan berbahaya yang menunjukkan keberanian. Semakin berbahaya suatu adegan dimunculkan maka citra pemberani akan semakin kuat.
Gambar 9. Adegan berbahaya dalam iklan (Sumber: Iklan Garnier MEN versi Two Men’s World)
Gambar 10. Adegan berbahaya dalam iklan (Sumber: Iklan Garnier MEN versi Joe Taslim, 2015)
“Saat dua jagoan beraksi, pasti banyak tantangannya!” (versi Urban Hero) Dari kalimat tersebut diperoleh makna bahwa laki-laki gemar melakukan sesuatu yang menimbulkan tantangan. Kata tantangan dalam iklan dapat disama-artikan dengan kata risiko karena sama-sama mengundang bahaya. Sehingga melalui kalimat diatas, karakter laki-laki berjiwa petualang ditampilkan melalui imaji sosok laki-laki yang berani melawan setiap bahaya yang datang menghampirinya.
18
Kesimpulan Setelah dilakukan analisis wacana terhadap teks iklan Garnier MEN diperoleh hasil bahwa dalam teks iklan Garnier MEN terdapat wacana maskulinitas. Maskulinitas dideskripsikan menggunakan konsep tujuh area maskulinitas Janet Saltzman meliputi area fisikal, fungsional, seksual, emosional, intelektual, interpersonal dan karakter personal. Namun dalam teks iklan Garnier MEN ini hanya ditemukan lima dari tujuh area maskulinitas. Maskulinitas dari area fisikal ditampilkan dari tubuh kuat, jantan dan atletis, peduli penampilan dan berwajah bersih. Kedua, maskulinitas laki-laki dari area fungsional ditampilkan sebagai pencari nafkah dan mengasuh anak. Ketiga, maskulinitas laki-laki dari emosional ditampilkan melalui laki-laki yang bersikap tenang dalam menghadapi masalah. Keempat, maskulinitas laki-laki dari area interpersonal ditampilkan melalui sifat memimpin dan dominan. Kemudian yang kelima, maskulinitas laki-laki dari area karakter personal lainnya ditampilkan melalui karakter kompetitif dan berjiwa petualang Dalam ketiga iklan yang diteliti, maskulinitas yang ditampilkan dalam teks didominasi oleh maskulinitas tradisional sebagaimana yang dikemukakan oleh Janet Saltzman. Namun, hasil penelitian pada area fisikal dan fungsional berbeda. Pada dua area ini, maskulinitas dapat dikatakan telah mengalami pergeseran dari yang mulanya tradisional menjadi lebih modern. Maskulinitas tradisional pada area fisik meliputi memiliki tubuh kuat, atletis, jantan, tidak memperdulikan penampilan dan proses penuaan. Namun dalam teks iklan, pada area fisik selain menampilkan laki-laki bertubuh kuat, atletis dan jantan, ditampilkan pula laki-laki yang peduli penampilan dan berwajah bersih. Kemudian maskulinitas tradisional pada area fungsional meliputi laki-laki sebagai pencari nafkah atau penyedia. Namun dalam teks iklan, pada area fungsional ini, laki-laki juga ditampilkan mengasuh anak. Laki-laki yang peduli penampilan dan berwajah bersih terawat menunjukkan bahwa laki-laki pada saat ini tidak jauh berbeda dengan perempuan yang ingin tampil cantik. Hal ini menunjukkan bahwa laki-laki mulai mengadopsi kebiasaan feminin yakni merawat tubuh terutama pada wajah. Kemudian, laki-
19
laki yang mengasuh anak seperti ditampilkan pada iklan Garnier MEN menunjukkan bahwa laki-laki memiliki sisi kelembutan sebagai sosok ayah dan aktifitas mengasuh anak menunjukkan bahwa laki-laki juga mulai menjalankan peran domestik. Hal ini juga menunjukkan bahwa laki-laki mulai menembus batas stereotip. Dahulu, urusan domestik selalu identik dengan perempuan, namun dalam iklan ini laki-laki ditampilkan beda. Laki-laki pun mau menjalankan peran domestik seperti mengasuh anak. Meskipun maskulinitas laki-laki dalam iklan Garnier MEN menunjukkan pergeseran menuju arah yang lebih feminin, tidak lantas membuat laki-laki pada iklan tersebut bertingkah laku seperti perempuan (kemayu). Hal ini menunjukkan bahwa sosok maskulin di Indonesia sulit untuk diubah, bahkan oleh media sekalipun dikarenakan stereotip yang sangat kuat mengenai laki-laki. Sosok macho yang sudah mendarah daging dimasyarakat, membuat produsen memilih bermain aman agar produknya mudah diterima oleh masyarakat. Hasil penelitian pada iklan Garnier MEN menunjukkan bahwa meskipun maskulinitas mulai mengalami pergeseran ke arah yang lebih modern, nyatanya konsep-konsep maskulinitas tradisional tetap dominan dalam iklan. Hal ini menegaskan bahwa tujuan utama adopsi nilai feminin yang ditampilkan dalam iklan bertujuan untuk memperindah penampilan laki-laki semata, bukan untuk mengganti karakteristik maskulinitas dengan karakteristik maskulinitas yang sepenuhnya baru.
Saran Saran yang dapat diberikan oleh peneliti setelah menganalisis data adalah sebagai berikut : 1. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan analis wacana untuk membongkar teks audio-visual disaat referensi tentang analisis wacana teks audio-visual belum banyak ditemukan. Oleh karena itu peneliti menyarankan agar kedepannya analisis wacana untuk teks audio-visual semakin dikembangkan
20
sehingga penelitian-penelitian selanjutnya dapat berjalan dengan sistematika penelitian yang lebih jelas. 2. Penulis berharap ada penelitian serupa yakni tentang isu maskulinitas yang lebih spesifik pada teks iklan atau teks media lain dengan menggunakan teknik analisis wacana Norman Fairclough. Dengan adanya penelitian serupa tersebut diharapkan dapat mengungkapkan wacana maskulinitas dari berbagai sudut pandang sehingga menambah khasanah penelitian di bidang Ilmu Komunikasi.
Daftar Pustaka Budianto, Heri dan Farid Hamid. (2011). Ilmu Komunikasi Sekarang dan Tantangan Masa Depan. Jakarta: Kencana Prenadamedia Group. Bungin, Burhan. (2011). Konstruksi Sosial Media Massa. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Eriyanto. (2012). Analisis Wacana Pengantar Analisis Teks Media. Yogyakarta: PT. Lkis Printing Cemerlang. Hamad, Ibnu. (2004). Konstruksi Realitas Politik dalam Media Massa. Jakarta: Granit. Pawito, Ph.D. (2007). Penelitian Komunikasi Kualitatif. Yogyakarta: LkiS Schirato dan Susan Yell. (2000). Communication and Culture. New Delhi: Thousand Oaks. Subandy, Idi S. (2007). Budaya Populer Sebagai Komunikasi: Dinamika Popscape dan Mediascape di Indonesia Kontemporer. Yogyakarta: Jalasutra. Hamad, Ibnu. (2007). “Lebih Dekat dengan Analisis Wacana”, Mediator, Volume VIII Desember 2007,http://ejournal. unisba.ac.id/index .php/mediator/ article/view/1252 diakses pada 03 Juli 2015. Kurnia, Novi. (2014). “Representasi Maskulinitas Dalam Iklan”, Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Volume VIII No. I Juli 2014 http://jurnalsospol.fisipol. ugm. ac.id/index.php/jsp/article/view/193 diakses pada 08 Juli 2015. Jakpat.net. (2015). Men Personal Care Brands-Survey Report,http://blog.jakpat.net/men-personal-care-brands-survey-report-2/ diakses pada 26 Februari 2016. Psychology.wikia.com. (2016). Seven Concept Of Masculinity, http://psychology. wikia.com/wiki/Masculinity diakses pada 20 Februari 2016. Trigiani, Kathleen. (1999). Masculinity-Feminity: Society’s Difference Divine, diakses dari http://web2.iadfw.net/ktrig246/out_of_cave/mf.html pada 10 Februari 2016.