Masalah Tata Niaga Ayam Potong di Kota Samarida Oleh Rofik Pengawas Mutu Bibit Dinas Peternakan Provinsi Kalimantan Timur
TREND TOPIC Penduduk Kota Samarinda berjumlah 928.644 jiwa Tahun 2012, terdiri dari 10 Kecamatan, dengan 53 Kelurahan. Secara series rata-rata pertumbuhan jumlah penduduk Kota samarinda setiap Tahun naik 3.82%. Pertumbuhan ini terdiri dari pertumbuhan alami (Kelahiran dan kematian) sebesar 60% dan migrasi sebesar 40%. Pertumbuhan jumlah penduduk yang relatif
cepat ini mempengaruhi supply produk
pemenuhan kebutuhan protein hewani. Pemenuhan protein hewani kota samarinda didominasi dua komoditas utama yaitu ikan (laut dan tawar) dan Ayam potong, kedua komoditas ini memegang peranan penting dan saling berhubungan. Harga ayam potong dan ikan di Kota samarinda sangat fluktiatif dan saling mempengaruhi. Ketika harga ikan dipasar naik harga ayam relative akan naik, namun jika harga ikan di pasar murah harga ayampun juga cenderung sulit naik, begitupun sebaliknya. Dua komoditas sumber protein hewani ini merupakan komoditas yang saat ini murah, harga terjangkau dan relative mudah didapatkan di Kota samarinda. Ayam Potong dengan masa produksi 32 sampai 35 hari dengan biaya pemeliharaan (produksi) dalam kondisi normal berkisar Rp. 16.000,- sd Rp.17.000,- dengan berat panen untuk Kota samarinda rata-rata seberat 1,5kg per ekor dan harga di pasar berkirsar Rp.26.000 sd Rp.30.000,-. Sistem penjualan ayam potong di Kota samarinda tidak ditimbang namun dijual per ekor, sedangkan di tingkat produksi dipeternak ayam potong dijual ditimbang per kg. Kondisi ini sangat merugikan peternak karena dalam proses panen, cenderung ayam dipilih-pilih sesuai ukuran pembeli yang mengakibatkan tingkat stress yang tinggi pada ayam sehingga terjadi susut berat ayam di kandang sangat tinggi pada saat proses panen. Harga dipasar dalam kondisi normal memang berjisar Rp.26.000,- sd Rp.30.000,- namun dalam kondisi tertentu pada saat sebelum/menagwali puasa bulan ramadhan, menjelang idhil fitri dan idhul adha beserta hari-hari besar lainnya seringkali harga melonjak tinggi mencapai Rp.50.000,sd Rp.55.000,- per ekor. Dan dalam kondisi tertentu juga harga ayam dipasaran juga dapat mencapai
1
Rp.22.000 –Rp.23.000,- per ekor. Demikian juga harga di tingkat peternak begitu fluktuatif dari harga terendah Rp.10.000,- sd Rp.23.000, per kg Berat hidup.
Gambar 1. Berikut grafik harga ayam di tingkat peternak Kondisi pergerakan harga yang sering naik dan turun secara flutuatif ini ternyata tidak bisa langsung diikuti oleh pergerakan harga di tingkat konsumen, sehingga konsumen tidak cepat nenikmati perubahan harga di tingkat peternak yang fluktuatif. Untuk melihat permasalahan ini dapat dilihat dari saluran pemasaran pada penjualan ayam potong di samarinda ini.
2
Peternak/ Inti mitra Pedagang Besar Pedagang Kecil
Pedagang Kecil Pedagang kecil
Pengecer dipasar Pengecer dipasar
Gambar 2. Saluran Pemasaran ayam Potong di Kota Samarinda
3
KEPUSTAKAAN Pemasaran menurut Kotler (1997), adalahsuatu proses sosial di mana baik individu maupunkelompok yang terlibat dalam proses tersebutmemperoleh apa (produk atau jasa) yang merekabutuhkan dan inginkan dengan cara menciptakan,menawarkan, dan mempertukarkan produk atau jasayang bernilai dengan pihak lain.Suatu pemasaran yang terjadi akanmembentuk suatu saluran yang disebut saluranpemasaran. Suharno (1999) mengemukakan bahwasaluran pemasaran pada peternakan ayam, baik ayamras maupun ayam buras, umumnya panjang. Hal inikarena saluran pemasaran dimulai dari peternak kepedagang pengumpul, pangkalan ayam ke pemotong,pedagang pengecer dan baru ke konsumen. Setiaptahap pendistribusian tersebut terdapat biaya, sehinggasemakin tipis kemungkinan peternak memperolehkeuntungan yang wajar. Saluran pemasaran tersebutperlu diperpendek untuk memperkecil selisih hargayang terjadi di tingkat peternak dan di tingkatkonsumen. Besar kecilnya biaya pemasaran sangattergantung dari besar kecilnya kegiatankegiatanlembaga pemasaran dan fasilitas yang diperlukan.Biaya pemasaran juga tergantung dari panjangpendeknya mata rantai pemasaran yang dilibatkan.Besar kecilnya margin pemasaran dipengaruhi olehperubahan biaya pemasaran, keuntungan pedagangperantara, harga yang dibayar konsumen akhir danharga yang diterima produsen. Disamping faktortersebut besarnya margin pemasaran juga dipengaruhioleh jarak daerah produsen dengan konsumen dan sifatbarang yang secara keseluruhan akan menambahibiaya pemasaran (Purmantono, 1993). Pada suatu kinerja jalur pemasaran yaknistruktur, perilaku dan penampilan atau dalam bahasaInggris sering disebut SCP (Structure ConductPerformance), pertama kali dicetuskan oleh Masondan Bain. Teori ini diasumsikan
bahwa
struktur
pasarakan
mempengaruhi
perilaku
atau
strategi
perusahaanperusahaanyang ada di pasar, dan pada akhirnyaperilaku tersebut akan mempengaruhi penampilan daripasar tersebut. (Alfarisi, 2009). Kemitraan adalah suatu strategi bisnis yangdilakukan oleh dua pihak atau lebih dalam jangkawaktu tertentu untuk meraih keuntungan bersama,dengan prinsip saling mambutuhkan dan salingmembesarkan. Karena merupakan strategi bisnis makakeberhasilan kemitraan sangat ditentukan oleh adanyakepatuhan diantara yang bermitra dalam menjalankanetika bisnis. (Hafsah, 1999). Lembaga dan Saluran Tataniaga, Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KKBI) (1997:97958), kata ”lembaga” antara lain diartikan sebagai 1) ’asal mula (yang akan menjadi sesuatu); bakal (binatang, manusia, tumbuhan)’; (2) ’bentuk (rupa, wujud) yang asli’; (3) ’acuan; ikatan (tentang 4
mata cincin dsb)’; (4) ’badan (oganisasi) yang tujuannya melakukan penyelidikan keilmuan atau melakukan suatu usaha’; dan (5) ’pola perilaku manusia yang mapan, terdiri atas interaksi sosial berstruktur di suatu kerangka nilai yang relevan’ (Anonim1, 2011). Lembaga tataniaga adalah bagian-bagian yang menyelenggarakan kegiatan atau fungsi tataniaga dengan nama barang-barang bergerak dari pihak produsen sampai pihak konsumen (Hanafiah, 1986). Saluran tataniaga adalah pergerakan barang-barang dari pihak produsen ke pihak konsumen melalui lembaga tataniaga. Panjang pendeknya saluran tataniaga yang dilalui oleh suatu hasil peternakan tergantung dari beberapa factor yaitu jarak antara produsen ke konsumen, cepat tidaknya produk rusak, skala produksi dan posisi keuangan pengusaha . Menurut Rahardja (2003), lembaga-lembaga dalam proses distribusi barang dari produsen ke konsumen dapat dikelompokkan menjadi empat golongan antara lain: a.
Pedagang yaitu pedagang besar dan pedagang kecil
b.
Perantara khusus yaitu agen, makelar, dan komisioner.
c.
Eksportir dan importir
d.
Lembaga-lembaga pembantu dalam proses distribusi yaitu bank, asuransi,
pengepakan (packing), perusahaan pengangkutan, perusahaan periklanan dan konsultan (Anonim2, 2011).
5
PEMBAHASAN Pemasaran ayam potong di Kota Samarinda dalam sehari sebanyak 30.000 ekor sd 35.000 ekor, Kota Samarinda adalah daerah pemasaran sedangkan produksi ada di daerah Kabupaten Kutai kartanegara dan Kutai Timur, walaupun di Kota Samarinda sendiri terdapat kandang produksi. Saluran pemasaran yang terbentuk pada pemasaran ayam potong di Samarinda terjadi secara otomatis sesuai dengan kondisi bisnis, sosial dan budaya. Peran masing-masing saluran pemasaran yang ada sangat sulit untuk dirubah dan cenderung (Resistance Closed) / sulit dimasuki. Hal ini terjadi karena saluran pemasaran ini terbentuk akibat adanya permasalahan-permasalahan yang muncul terkait kesepakatan jual beli diantaranya hutang-piutang, dan satu hal lagi terdapat adanya “sistem Balas Budi” antara penjual dan pembeli yang muncul karena kontinuitas stok yang tidak terjamin. Komponen saluran pemasaran ayam potong di Kota Samarinda terdiri dari Peternak Kecil, Peternak Besar/Perusahan inti Mitra, pedagang besar, pedagang kecil dan pedagang Pengecer, agar dapat mengenal dan membedakan komponen tersebut maka berikut ini profil dari masing-masing komponen saluran pemasaran: 1. Peternak Kecil Peternak mandiri berperan sebagai produsen. Segala proses produksi ayam pedaging danpemeliharaanya berlangsung di peternak yaknimulai datang DOC hingga pemanenan. Peternak skalakecil ini mempunyai kapasitas ayam sebanyak 5000ekor kebawah dengan tenaga kerja sebanyak dua orang biasanya dikerjakan sendiri tanpa diupahkan. Sarana produksi ternak berupa DOC (Day Old Chick), pakan Ayam dan obat-obatan didapatkan dari Poultry Shop (PS) dengan cara pembelian secara cash dan ada sebagian hutang. Pemasaran dilakukan sendiri dengan menghubungi pedagang kecil/pedagang besar dengan cara pembelian cash dan sebagian pembayaran tempo dalam waktu 2-3 hari. 2. Peternak Besar/perusahaan Inti Mitra Peternak Besar, Peternak skala besar ini prosedurpemeliharaannya sama dengan peternak skala kecil,hanya saja jumlah kapasitas ayam yang dipeliharaadalah di atas 5000 ekor bahkan sampai 15.000 ekor dengan tenaga kerja yang bekerja adalah 3- 4 orang. Sarana Produksi Ternak didapatkan dari PS maupun direct/langsung ke pabrik. Pemasaran dilakukan sendiri sama dengan peternak kecil dengan sistem pembayaran yang hampir sama, namun terkadang peternak besar menjual ke langganan pedagang yang dia percaya walaupun pembayaran dengan cara dihutang. 6
Perusahaan Inti Kemitraan,adalah perusahan yang bergerak dalam produksi ayam potong dengan
melakukan
sistem
kemitraan
bersama peternak
mitra/binaan.
Peternak
mitra/binaan mendapatkan semacam pinjaman sarana produksi ternak (DOC,Pakan dan Obat-obatan) sedangkan kandang, biaya operasional pemeliharaan disediakan oleh peternak. Pembayaran pinjaman sapronak oleh peternak dilaksanakan pada saat ayam dipanen, proses penjualan panen dilakukan oleh perusahaan inti sehingga hasil penjualan dipotong untuk pembayaran utang sapronak peternak. Terdapat beberapa aturan kesepakatan antara perusahaan inti-peternak, termasuk penjualan ayam saat panen harus dilakukan oleh perusahaan dan peternak tidak diperbolehkan menjual ayamnya sendiri (harus melalui perusahaan). Penjualan oleh perusahaan kepada pedagang besar dan pedagang kecil, pada penerapannya perusahaan lebih menyukai menjual ke pedagang besar dengan alasan keamanan keuangan, Trust (Kepercayaan) dan kontinuitas pengambilan dengan skala besar, namun menjual ke pedagang besar harus dengan harga yang lebih murah Rp.200 sd Rp. 500,- lebih rendah dari pedagan kecil. Perusahaan inti tidak ingin direpotkan dengan adanya banyak pelanggan yang notabene sulit untuk diatur termasuk keamanan keuangannya. 3. Pedagang Besar Pedagang besar biasanya tidak melakukan pemotongan ayam, pedagang besar cenderung mempunyai beberapa anggota pedagang kecil yang terikat dengan Kepercayaan (Trust), Hutang Piutang, harga lebih murah dan Kontinuitas stock. Kapasitas pengambilan ayam oleh pedagang besar dari 1500 ekor sampai 5000 ekor per hari ayam hidup. Model pembayaran ke perusahan ada yang CBD (cash Before delivered), maupun pembayaran Tempo 2-5 hari. Armada yang digunakan dari mobil Carry pickup suzuki kapsitas 600ekor, Mobil pickup L300 kapasitas 1000ekor sampai Truk besar kapasitas 2000ekor. 4. Pedagang Kecil Pedagang kecil ada yang melakukan pemotongan ada juga yang tidak melakukan pemotongan ayam, pedagang kecil cenderung mempunyai beberapa anggota pengecer dipasar yang terikat dengan Kepercayaan (Trust), Hutang Piutang, harga lebih murah dan Kontinuitas stock. Kapasitas pengambilan ayam oleh pedagang kecil dari 300 ekor sampai 1000 ekor per hari ayam hidup. Model pembayaran ke pedagang besar melaui pembayaran Tempo 2-5 hari bahkan ada yang sengaja hutang antara 2- 5 nota pengambilan, kira-kira senilai 25-75 juta rupiah. Armada yang digunakan dari mobil Carry pickup suzuki kapsitas 600ekor dan Mobil pickup L300 kapasitas 1000ekor Pengecer. Berikut gambaran saluran pemasaran di Kota Samarinda. 5. Pengecer 7
Pengecer adalah pedagang ayam yang langsung ke konsumen (Ibu Rumah tangga atau Warung), pengecer memiliki tempat/meja di pasar (milik sendiri/sewa). Kapasitas penjualan pengecer dai 25 ekor sd 150 ekor per hari, sistem penjualan kepada konsumen hampir 90% cash on hand dan 10% pembayaran tempo 2-5 hari. Pengecer biayanya mempunyai hutang kepada pedagang kecil sebanyak 2 juta sampai dengan 25 juta.
KONSUMEN Pengecer di pasar Pedagang Besar Pedagang Kecil
Peternak/ perusahaan
Gambar 3. Saluran Pemasaran Ayam Potong di Kota Samarinda Gambaran profil diatas akan mengakibatkan terbentuknya saluran pemasaran secara alami karena
keterikatan/ketergantungan
tentang
hutang-piutang
maupun
kepercayaan
dan
ketergantungan stock. Distribusi harga pada masing-masing saluran dipengaruhi hal yang berbedabeda, untuk mengetahui distribusi harga pada masing-masing saluran pemasan dapat dilihat gambar sebagai berikut:
8
Peternak Kecil/Besar Perusahaan Inti Kemitraan Jual ayam Rp.17.500/kg Berat 1,5Kg
Pedagang Besar Harga Beli : Rp.17.300 Harga Jual : Rp. 17.500 Margin : Rp. 200 –Rp.300
Pedagang Kecil Harga Beli : Rp.17.500 Harga Jual : Rp. 18.700 Margin : Rp.1.200
Pedagang Kecil
Pengecer
Harga Beli : Rp.17.500 Harga Jual : Rp. 18.500 Margin : Rp.1000- Rp.1500
Harga Beli : Rp.18.500 x 1,5kg Harga Jual : Rp. 27.000 (Karkas), 5000 (Kepala,ceker, Hati+Ampela) Margin : Rp. 5000/ekor
Pengecer Harga Beli : Rp.18.500 x 1,5kg Harga Jual : Rp. 27.000 (Karkas), 5000 (Kepala,ceker, Hati+Ampela) Margin : Rp. 5000/ekor
Konsumen Harga Beli Rp. 27.000(Per Ekor Karkas) Rp. 5000 (Kepala,Ceker, hati+Ampela)
Gambar 4. Distribusi Harga pada setiap saluran pemasaran
9
Distribusi harga di saluran pemasaran tersebut yang ketika pergerakan harga naik atau turun terjadi perubahan yang tidak cepat, dalam arti ketika disektor produsen/peternak sudah mengalami perubahan tetapi di konsumen tidak segera berubah, dan kebanyakan pada saat perubahan harga turun, tetapi begitu harga naik harga dikonsumen juga cepat naik. Kondisi tersebut terjadi dikarenakan para saluran pemasaran memanfaatkan kesempatan untuk mengambil keuntungan lebih tinggi (Profit Taking). Harga akhir konsumen dengan 2 jalur saluran pemasaran di atas relatif sama, karena pada saluran yang menggunakan pedagang besar, peternak/perusahaan memberikan potongan khusus untuk pedagang besar sebesar Rp.200-Rp.300 per kg sebagai reward kepercayaan dan kelancaran pembayaran. Masalah yang dihadapi oleh pedagang kecil adalah cara pembayaran yang dihutang, seringkali terjadi kasus pedagang kecil lari dari hutang yang diberikan oleh peternak/perusahaan. Alasan itulah terbentuk saluran pemasaran pedagang besar yang dipercaya terkait dengan pembayaran, dan peternak/perusahaan rela memberikan CN (credit note) kepada pedagang besar. Resiko gagal bayar dari pedagang kecil (konsumen pedagang besar) ditanggung sepenuhnya oleh pedagang besar, sehingga peternak/perusahaan tidak direpotkan.
10
KESIMPULAN Dari Pembahasan dapat disimpulkan : 1. Saluran Permasaran ayam potong di Kota Samarinda terdapat beberapa saluran. 2. Saluran Pemasaran Ayam potong disamarinda terbentuk secara alami, terkait dengan kondisi bisnis, sistem pembayaran, kepercayaan dan koyinuitas stok. 3. Ketika harga turun di produsen tidak cepat bergerak sampai ke konsumen dikarenakan aksi ambil keuntungan lebih oleh saluran pemasaran.
11
DAFTAR PUSTAKA Anonim1, 2011. Lembaga. Http://kanekzoke.blogspot.com/. Diakses pada September 2011. Anonim2.
2011. Lembaga dan Saluran Tataniaga. intelektual.blogspot.com/2009/12/tataniaga-peternakan.html. September 2011.
Http://animalDiakses pada
Anonim3. 2011. Saluran dan Lembaga Tataniaga. Http://www.scribd.com. Diakses pada September 2011. Alfarisi, D. A. 2009. Analisa Struktur dan KinerjaIndustri Pulp dan Kertas Indonesia. JurnalPersaingan usaha, 1: 66-68. Gitosudarmo, H, I. 1994. Manajemen Pemasaran.Edisi Pertama. BPFE. Yogyakarta. Hafsah, J. 1999. Kemitraan Usaha, Konsepsi danStrategi. Pustaka Sinar Harapan, Jakarta. Kotler,P. 1997. Manajemen Pemasaran Buku SatuEdisi Revisi. Penerbit PT Prehalindo. Jakarta Purmantono, E. 1993. Tataniaga Ayam Ras Pedagingpada Peternak Kecil di Kabupaten Bogor.(Skripsi). Fakultas Peternakan, Institut PertanianBogor. Prasetyo,S. 2008. Pengaruh Harga KomoditasSubstitusi Dan Komplementer TerhadapPermintaan Daging Ayam Ras Di KabupatenBogor. (Skripsi). Fakultas Pertanian, InstitutPertanian Bogor. Priyadi, Unggul et al. 2004 Analisis Distribusi Ayam Broiler di Propinsi Daerah Istimewa Suharno,B. 1999. Kiat Sukses Berbisnis Ayam.Penebar Swadaya. Jakarta Soekartawi. 1993. Agribisnis Teori dan Aplikasinya. Jakarta: PT Raja Graf Persada.
12