Masalah Corporate Governancedapat ditelusuri dari pengembangan agency theory yang mencoba menjelaskan bagaimana pihak-pihak yang terlibat dalam perusahaan (manajer, pemilik perusahaan, dan kreditor) akan berperilaku (Husnan, 2001). Masalah Corporate Governancetimbul karena terjadi pemisahan antara kepemilikan dan pengendalian perusahaan, dimana perusahaan dikelola oleh tenaga yang professional yang independen dan pemilik hanya sebagai dewan komisaris yang mengawasi jalannya perusahaan. Asian Development Bank (ADB) menjelaskan bahwa pemilik perusahaan terbagi dalam dua kelompok yaitu pemegang saham mayoritas dan minoritas yang dapat berbentur kepentingan. Seringkali terjadi di Indonesia dan Korea, pemegang saham mayoritas cenderung mengendalikan manajemen pada setiap keputusan-keputusan yang diambil yang dapat merugikan pemegang saham minoritas. Masalah keagenan antara manajer dengan shareholders dapat terjadi, tetapi masalah tersebut akan lebih banyak terjadi pada perusahaan yang kepememilikannya sangat menyebar daripada yang kepemilikannya relatif terkonsentrasi seperti di Indonesia. System tata kelola perusahaan yang baik seharusnya dapat memberikan perlindungan kepada pemegang saham dan kreditor. Perlindungan ini dapat dilakukan lewat mekanisme dari dalam perusahaan maupun dari luar. Dua bentuk mekanisme eksternal yang penting adalah mekanisme ekonomi dan mekanisme (penegakan) hukum. Zhuang et al (2000) menjelaskan bahwa system tata kelola perusahaan terdiri dari berbagai peraturan yang menjelaskan hubungan antara pemegang saham, menejer, kreditor, pemerintah dan stakeholder yang lain dan berbagai mekanisme yang secara langsung ataupun tidak langsung menegakkan hukum tersebut. Di Indonesia proporsi kepemilikan pihak publik untuk perusahaan-perusahaan yang listed di Bursa Efek Indonesia masih sangat terbatas, dimana pada tahun 1997 hanya sekitar 29,7% . Hal ini berarti bahwa pendiri perusahaanperusahaan tersebut masih menjadi pemegang saham pengendali dan pemegang saham minoritas yang dijumpai di sebagian besar perusahaan-perusahaan tersebut. Salah satu langkah yang telah dilakukan pemerintah untuk memperbaiki pelaksanaan Good Corporate Governance di Indonesia adalah dengan membentuk Komite Nasional Kebijakan Corporate Governance (KNKCG) pada tahun 1999 yang dibentuk berdasarkan Keputusan Menko Ekuin Nomor : KEP/31/M.EKUIN/08/1999. Kemudian pada tahun 2004 Pemerintah telah mengubah membentuk Komite Nasional Kebijakan Corporate Governance (KNKCG) menjadi Komite Nasional Kebijakan Governance
PENGARUH GOOD CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP KINERJA KEUANGAN (Studi EmpirisPada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Pada Tahun 2013) Marjono, Indira Ayu Utami Ningsih Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Pontianak I. PENDAHULUAN 1.1.
Latar Belakang Isu mengenai tata kelola perusahaan yang baik atau yang lebih dikenal dengan Good Corporate Governance (GCG) muncul akibat dari masih rendahnya penerapan prinsip tata kelola perusahaan yang mengakibatkan krisis ekonomi di beberapa Negara.Masalah Corporate Governance semakin menjadi isu terkemuka di Indonesia sejak terjadinya krisis ekonomi dan moneter pada pertengahan tahun 1997. Krisis ekonomiyang terjadi menjadi sangat dirasakan dalam jangka waktu yang cukup lama di Indonesia salah satunya adalah dikarenakan masih banyak perusahaan yang belum menerapkan prinsip Good Corporate Governance secara konsisten. Sehingga hal tersebut diyakini sebagai penyebab utama krisis finansial yang menyebabkan memburuknya kondisi perekonomian beberapa Negara di Asia termasuk Indonesia. Lemahnya penerapan prinsip Good Corporate Governance dapat terlihat dari masih rendahnya kesadaran perusahaan untuk melakukan pelaporan kinerja keuangan serta kurangnya pengawasan atas aktivitas manajemen perusahaan. Lemahnya tata kelola dapat menimbulkan dampak sebagai berikut (WB, 2001). Pertama, kaum miskin tidak dapat mendapatkan akses pelayanan publik yang dibutuhkan karena selalu berkompromi dengan birokrasi yang korup. Kedua, para investor takut dan enggan menanam modal di Indonesia karena ketidakmampuan sistem peradilan untuk melaksanakan kontrak, meningkatnya kerusuhan dan tingkat pelanggaran hukum dan keamanan. Ketiga, langkanya sumber daya yang tidak transparan, manipulative, dan banyak kebocoran. Sebuah survey dari McKinsey & Company (dalam Forum For Corporate Governance In Indonesia) tahun1998 menunjukkan bahwa fund manager di Asia akan membayar 26 - 30% lebih mahal untuk saham perusahaan dengan tata kelola perusahaan yang baik daripada saham perusahaan dengan tata kelola perusahaan yang meragukan. Semua ini berarti bahwa negara-negara dan perusahaanperusahaan dengan tata kelola perusahaan yang baik akan memiliki akses yang lebih baik untuk modal internasional dibandingkan mereka yang tanpa tata kelola perusahaan yang baik.
1
(KNKG). Komisi ini bertugas membuat pedoman umum Good Corporate Governance Indonesia yang selanjutnya akan menjadi pedoman utama bagi perusahaan untuk melaksanakan Good Corporate Governance dalam rangka : (1) Mendorong tercapainya kesinambungan perusahaan melalui pengelolaan yang didasarkan pada asas transparansi, akuntabilitas, responsibilitas, independensi serta kewajaran dan kesetaraan, (2) Mendorong pemberdayaan fungsi dan kemandirian masing-masing organ perusahaan , yaitu Dewan Komisaris, Direksi dan Rapat Umum Pemgang Saham, (3) Mendorong pemegang saham, anggota Dewan Komisaris dan anggota Direksi agar dalam membuat keputusan dan menjalankan tindakannya dilandasi oleh nilai moral yang tinggi dan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan., (4) Mendorong timbulnya kesadaran dan tanggung jawab sosial perusahaan terhadap masyarakat dan kelestarian lingkungan terutama di sekitar perusahaan, (5) Mengoptimalkan nilai perusahaan bagi pemegang saham dengan tetap memperhatikan pemangku kepentingan lainnya (6) Meningkatkan daya saing perusahaan secara nasional maupun internasional, sehingga meningkatkan kepercayaan pasar yang dapat mendorong arus investasi dan pertumbuhan ekonomi nasional yang berkesinambungan. Menurut Jefry (2013) Good Corporate Governance merupakan konsep yang diajukan demi peningkatan kinerja perusahaan melalui supervisi atau monitoring kinerja manajemen dan menjamin akuntabilitas manajemen terhadap stakeholder dengan mendasarkan pada kerangka peraturan untuk tercapainya pengelolaan perusahaan yang lebih transparan bagi semua pengguna laporan keuangan. Kinerja keuangan pada suatu perusahaan pada hakikatnya merupakan alat ukur bagi investor untuk menilai suatu perusahaan. Pengukuran kinerja digunakan untuk mengukur tingkat keberhasilan keputusan yang telah diambil. Good Corporate Governance membantu terciptanya hubungan yang kondusif dan dapat dipertanggungjawabkan diantara elemen dalam perusahaan (dewan komisaris, dewan direksi, dan para pemegang saham) dalam rangka meningkatkan kinerja perusahaan. Pengukuran kinerja keuangan perusahaan tidak terlepas dari laporan keuangan sebagai bentuk pertanggung jawaban dan penyampaian informasi oleh manajemen perusahaan kepada para stakeholder. Menilai kinerja keuangan perusahaan pada umumnya dapat diukur dengan melihat tingkat pengembalian (return) baik itu tingkat pengembalian aset (return on asset) maupun tingkat pengembalian modal (return on equity). Salah satu rasio yang mulai digunakan dalam mengukur ROA adalah dengan menggunakan rasio Cash flow return on assets (CFROA) dimana rasio ini dapat menunjukkan kemampuan aktiva perusahaan untuk menghasilkan laba dan
lebih memfokuskan pada pengukuran kinerja perusahaan pada saat ini dan tidak terikat dengan harga saham (Cornett dkk 2006). Mengingat pentingnya penerapan good governance bagi kelangsungan perusahaan, oleh karena itu penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang pengaruh penerapan GCG terhadap kinerja perusahaan, dengan pertimbangan bahwa kelangsungan perusahaan tentunya juga tidak terlepas dari kinerja perusahaan dengan judul penelitian “Pengaruh Good Corporate Governance Terhadap Kinerja Keuangan (Studi EmpirisPada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Pada Tahun 2013)”. 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas, maka rumusan masalah yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah a. Apakah elemen-elemen Good Corporate Governance yang diwakili oleh dewan komisaris, dewan komisaris independen, dewan direksi, komite audit, dan kepemilikan institusional secara simultan berpengaruh terhadap kinerja keuangan perusahaan? b. Apakah elemen-elemen Good Corporate Governance yang diwakili oleh dewan komisaris, dewan komisaris independen, dewan direksi, komite audit, dan kepemilikan institusional secara parsial berpengaruh terhadap kinerja keuangan perusahaan? 1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Untuk menganalisis pengaruh secara simultan dari Good Corporate Governance yang diwakili olehdewan komisaris, dewan komisaris independen, dewan direksi, komite audit, dan kepemilikan institusional berpengaruh terhadap kinerja keuangan perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tahun 2013 b. Untuk menganalisis pengaruh secara parsialGood Corporate Governance yang diwakili olehdewan komisaris, dewan komisaris independen, dewan direksi, komite audit, dan kepemilikan institusional berpengaruh terhadap kinerja keuangan perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tahun 2013
2
berkesinambungan dalam jangka panjang, dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholder lainnya, berlandaskan moral, etika, budaya dan aturan berlaku lainnya (The Indonesian Institute For Corporate Governance ). 1.1.2. Prinsip-prinsip Good Corporate Governance Menurut Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG) terdapat 5 prinsip GCG yang harus dilakukan oleh perusahaan yaitu transparansi, akuntabilitas, responbilitas, independensi serta kewajaran dan kesetaraan. Prinsip-prinsip tersebut digunakan untuk mengukur seberapa jauh GCG telah diterapkan dalam perusahaan. a. Transparansi (Transparency) Untuk menjaga obyektivitas dalam menjalankan bisnis, perusahaan harus menyediakaninformasi yang material dan relevan dengan cara yang mudah diakses dan dipahamioleh pemangku kepentingan. Perusahaan harus mengambil inisiatif untuk mengungkapkantidak hanya masalah yang disyaratkan oleh peraturan perundang-undangan, tetapijuga hal yang penting untuk pengambilan keputusan oleh pemegang saham, krediturdan pemangku kepentingan lainnya. 1) Perusahaan harus menyediakan informasi secara tepat waktu, memadai, jelas, akurat dan dapat diperbandingkan serta mudah diakses oleh pemangku kepentingan sesuai dengan haknya. 2) Informasi yang harus diungkapkan meliputi, tetapi tidak terbatas pada, visi, misi, sasaran usaha dan strategi perusahaan, kondisi keuangan, susunan dan kompensasi pengurus, pemegang saham pengendali, kepemilikan saham oleh anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris beserta anggota keluarganya dalam perusahaan dan perusahaan lainnya, sistem manajemen risiko, sistem pengawasan dan pengendalian internal, sistem dan pelaksanaan GCG serta tingkat kepatuhannya, dan kejadian penting yang dapat mempengaruhi kondisi perusahaan. 3) Prinsip keterbukaan yang dianut oleh perusahaan tidak mengurangi kewajiban untuk memenuhi ketentuan kerahasiaan perusahaan sesuai dengan peraturan perundang-undangan, rahasia jabatan, dan hak-hak pribadi. 4) Kebijakan perusahaan harus tertulis dan secara proporsional dikomunikasikan kepada pemangku kepentingan. b. Akuntabilitas (Accountability) Perusahaan harus dapat mempertanggungjawabkan kinerjanya secara transparan dan wajar. Untuk itu perusahaan harus dikelola secara benar, terukur dan sesuai dengankepentingan perusahaan dengan tetap memperhitungkan kepentingan pemegang saham
I. LANDASAN TEORI 1.1. Good Corporate Governance
2.1.1. Pengertian Good Corporate Governance Corporate Governance pertama kali diperkenalkan oleh Cadbury Committee tahun 1992 (dalam Rico, 2014 ) dengan definisi sebagai berikut, “A set a rules that define the relationship between shareholder, manager, creditor, government, employee and other internall and external stakeholder in respect to the right and responsibility”. Good Corporate Governance memiliki banyak definisi. Bank Dunia (World Bank) mendefinisikan bahwa Corporate Governance adalah kumpulan hukum, peraturan dan kaidahkaidah yang wajib dipenuhi yang dapat mendorong kinerja sumber-sumber perusahaan bekerja secara efisien, menghasilkan nilai ekonomi jangka panjang yang berkesinambungan bagi para pemegang saham maupun masyarakat sekitar secara keseluruhan. Berdasarkan surat edaran Meneg PM & P.BUMN No. S.106/M.PMP BUMN/2000 tanggal 17 April 2000 tentang kebijakan penerapan Corporate Governance menyatakan bahwa: “Good Corporate Governance adalah suatu hal yang berkaitan dengan pengambilan keputusan yang efektif yang bersumber dari budaya perusahaan, etika, nilai, system, profesi bisnis, kebijakan dan struktur organisasi perusahaan yang bertujuan untuk mendorong dan mendukung pengembangan perusahaan, pengelolaan sumber daya dan risiko secara lebih efisien, efektif dan pertanggungjawaban perusahaan kepada pemegang saham dan stakeholders lainnya.” FCGI (Forum For Corporate Governance In Indonesia) mendefinisikan tata kelola perusahaan (Corporate Governance) sebagai berikut (Tjager et al, 2003: 25-26) “Seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang, pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan, serta pemegang kepentingan internal dan eksternal lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka atau dengan kata lain suatu system yang mengendalikan perusahaan. Tujuan tata kelola perusahaan ialah untuk menciptakan nilai tambah bagi semua pihak yang berkepentingan (stakeholders)”. Corporate Governance merupakan serangkaian mekanisme yang mengarahkan dan mengendalikan suatu perusahaan agar operasional perusahaan berjalan sesuai dengan harapan para pemangku kepentingan (stakeholders). Good Corporate Governance (GCG) merupakan struktur, sistem, dan proses yang digunakan oleh organ-organ perusahaan sebagai upaya untuk member nilai tambah perusahaan secara
3
dan pemangku kepentingan lain. Akuntabilitas merupakan prasyarat yang diperlukan untuk mencapai kinerja yang berkesinambungan. 1) Perusahaan harus menetapkan rincian tugas dan tanggung jawab masing-masing organ perusahaan dan semua karyawan secara jelas dan selaras dengan visi, misi, nilai-nilai perusahaan (corporate values), dan strategi perusahaan. 2) Perusahaan harus meyakini bahwa semua organ perusahaan dan semua karyawan mempunyai kemampuan sesuai dengan tugas, tanggung jawab, dan perannya dalam pelaksanaan GCG. 3) Perusahaan harus memastikan adanya sistem pengendalian internal yang efektif dalam pengelolaan perusahaan. 4) Perusahaan harus memiliki ukuran kinerja untuk semua jajaran perusahaan yang konsisten dengan sasaran usaha perusahaan, serta memiliki sistem penghargaan dan sanksi (reward and punishment system). 5) Dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya, setiap organ perusahaan dan semua karyawan harus berpegang pada etika bisnis dan pedoman perilaku (code of conduct) yang telah disepakati. c. Responsibilitas (Responsibility) Perusahaan harus mematuhi peraturan perundangundangan serta melaksanakan tanggung jawab terhadap masyarakat dan lingkungan sehingga dapat terpelihara kesinambungan usaha dalam jangka panjang dan mendapat pengakuan sebagai good corporate citizen. 1) Organ perusahaan harus berpegang pada prinsip kehati-hatian dan memastikankepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, anggaran dasar dan peraturanperusahaan (by-laws). 2) Perusahaan harus melaksanakan tanggung jawab sosial dengan antara lain peduliterhadap masyarakat dan kelestarian lingkungan terutama di sekitar perusahaandengan membuat perencanaan dan pelaksanaan yang memadai. d. Independensi (Independency) Untuk melancarkan pelaksanaan asas GCG, perusahaan harus dikelola secara independen sehingga masing-masing organ perusahaan tidak saling mendominasi dan tidak dapat diintervensi oleh pihak lain. 1) Masing-masing organ perusahaan harus menghindari terjadinya dominasi olehpihak manapun, tidak terpengaruh oleh kepentingan tertentu, bebas dari benturankepentingan (conflict of interest) dan dari segala pengaruh atau tekanan, sehinggapengambilan keputusan dapat dilakukan secara obyektif. 2) Masing-masing organ perusahaan harus melaksanakan fungsi dan tugasnyasesuai
dengan anggaran dasar dan peraturan perundang-undangan, tidaksaling mendominasi dan atau melempar tanggung jawab antara satu dengan yang lain. e. Kewajaran dan Kesetaraan (Fairness) Dalam melaksanakan kegiatannya, perusahaan harus senantiasa memperhatikan kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya berdasarkan asas kewajaran dan kesetaraan. 1) Perusahaan harus memberikan kesempatan kepada pemangku kepentinganuntuk memberikan masukan dan menyampaikan pendapat bagi kepentinganperusahaan serta membuka akses terhadap informasi sesuai dengan prinsiptransparansi dalam lingkup kedudukan masing-masing. 2) Perusahaan harus memberikan perlakuan yang setara dan wajar kepadapemangku kepentingan sesuai dengan manfaat dan kontribusi yang diberikankepada perusahaan. 3) Perusahaan harus memberikan kesempatan yang sama dalam penerimaankaryawan, berkarir dan melaksanakan tugasnya secara profesional tanpamembedakan suku, agama, ras, golongan, gender, dan kondisi fisik. 2.1.3. Manfaat GoodCorporate Governance Corporate Governance yang baik diakui dapat membantu mengebalkan perusahaan dari kondisi-kondisi yang tidak menguntungkan, dalam banyak hal Corporate Governance yang baik telah terbukti juga meningkatkan kinerja perusahaan sampai 30% diatas tingkat kembalian (rate of return) yang normal. Penerapan Corporate Governance yang baik memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Perbaikan dalam komunikasi 2. Minimasi potensial benturan 3. Fokus pada strategi-strategi utama 4. Peningkatan dalam produktivitas dan efisiensi 5. Kesinambungan manfaaat (sustainability of benefits) 6. Promosi citra perusahaan (corporate image) 7. Peningkatan kepuasan pelanggan 8. Perolehan kepercayaan investor Beberapa manfaat yang dapat diperoleh dengan dilaksanakan Corporate Governance sesuai dengan Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI) disebutkan sebagai berikut: 1. Meningkatkan kinerja perusahaan melalui terciptanya proses pengambilan keputusan yang lebih baik, meningkatkan efisiensi operasional perusahaan serta lebih meningkatkan pelayanan kepada stakeholder. 2. Mempermudah diperolehnya dana pembiayaan yang lebih murah dan tidak rigid (karena faktor kepercayaan) yang pada akhirnya akan meningkatkan Corporate Value.
4
3. 4.
Mengembalikan kepercayaan investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Pemegang saham akan merasa puas dengan kinerja perusahaan sekaligus akan meningkatkan shareholders value dan dividen.
kerja dan anggaran tahunan Perseroan serta perubahan dan tambahannya. 3. Mengawasi pelaksanaan rencana kerja dan anggaran Perseroan serta menyampaikan hasil penilaian serta pendapatnya keada Rapat Umum Pemegang Saham. 4. Mengikuti perkembangan kegiatan Perseroan, dalam hal perseroan menunjukkan gejala kemunduran, segera melaporkan kepada Rapat Umum Pemegang Saham dengan disertaisaran mengenai langkah perbaikan yang harus ditempuh. 5. Memberikan pendapat dan saran kepada Rapat Umum Pemegang Saham mengenai setiap perdoalan lainnya yang dianggap penting bagi pengurusan Perseroan. 6. Komisaris mengadakan rapat sekurangkurangnya sekali dalam sebulan, dan dalam rapat tersebut Komisaris dapat mengundang Direksi. b. Dewan Komisaris Independen Perusahaan yang sudah menerapkan prinsip GCG diwajibkan untuk mempunyai dewan komisaris independen. Dewan komisaris independen anggotanya tidak berasal dari dewan direksi ataupun pemegang saham karena dewan komisaris independen berfungsi sebagai pemisah kepentingan antara pemilik perusahaan dengan manajemen. Proporsi dewan komisaris independen adalah 30% dari keanggotaan dewan komisaris. Dewan komisaris independen harus bukan berasal dari para pemegang saham, bukan bagian dari anggota dewan direksiataupun anggota dari dewan komisaris (Tumbuan, 2005 dalam Dominikus, 2014) Salah satu permasalahan dalam penerapan GCG adalah adanya CEO yang memiliki kekuatan yang lebih besar dibandingkan dengan dewan komisaris. Fungsi dari dewan komisaris ini adalah untuk mengawasi kinerja dari dewan direksi yang dipimpin oleh CEO tersebut. Efektivitas dewan komisaris dalam menyeimbangkan kekuatan antara CEO sangat dipengaruhi oleh tingkat independensi dari dewan komisaris tersebut (LOrsch, 1989; Mizruchi, 1983; Zahra & Pearce, 1989 dalam Jefry, 2013) c. Direksi Direksi bertugas mengelola perseroan. Direksi wajib mempertanggungjawabkan pelaksananan tugasnya kepada pemegang saham melalui RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham). Untuk membantu pelaksanaan tugasnya, sesuai dengan prosedur yang telah diterapkannya. Direksi dapat menggunakan jasa professional yang mandiri sebagai penasihat. Direksi harus melaksanakan tugasnya dengan baik demi kepentingan Perseroan dan Direksi harus memastikan agar Perseroan melaksanakan tanggungjawab sosialnya serta memperhatikan kepentingan dari berbagai pihak yang berkepentingan (stakeholders).
2.1.4. Unsur-unsur Good Corporate Governance a. Dewan Komisaris Dewan Komisaris merupakan faktor inti dalam Corporate Governance karena hukum perseroan menempatkan tanggungjawab legal atas urusan suatu perusahaan kepada dewan komisaris. Dewan komisaris secara legal bertanggungjawab untuk menetapkan tujuan perusahaan, mengembangkan kebijakan yang luas, dan memilih personil tingkat atas untuk melaksanakan tujuan dan kebijakan tersebut. Dewan komisaris bertanggungjawab dan berwenang mengawasi tindakan Direksi dan memberikan nasihat kepada Direksi jika diperlukan. Untuk membantu dewan komisaris dalam melaksanakan tugas tersebut, dewan komisaris, sesuai dengan prosedur yang telah ditentukan oleh dewan komisaris dapat menggunakan jasa penasihat professional yang mandiri atau membentuk komite khusus. Setiap anggota dewan komisaris harus berwatak amanah dan mempunyai pengalaman dan kecakapan yang diperlukan untuk menjalankan tugasnya. Setiap anggota dewan komisaris harus melaksanakan tugas dengan baik demi kepentingan berbagai pihak yang berkepentingan (stakeholders) terhadap Perseroan. Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomor 40 tahun 2007 Pasal 108 ayat (5) menjelaskan bahwa bagi perusahaan berbentuk Perseroan Terbatas wajib memiliki paling sedikit 2 (dua) anggota Dewan Komisaris. Oleh karena itu, jumlah anggota Dewan Komisaris di Indonesia bervariasi disesuaikan dengan kompleksitas perusahaan dengan tetap memperhatikan efektivitas dalam pengambilan keputusan.Sebagai wakil pemegang saham dalam melakukan pengawasan dan memberi nasihat kepada Direksi dalam rangka menjalankan kepengurusan perusahaan yang baik, dewan komisaris memiliki fungsi, tugas dan tanggungjawab sebagai berikut: 1. Melakukan pengawasan terhadap kebijakan pengurusan perseroan ynag dilakukan oleh Direksi serta memberikan nasihat kepada Direksi termasuk mengenai rencana pengembangan Perseroan, pelaksanaan ketentuan-ketentuan anggaran dasar dan keputusan Rapat Umum Pemegang Saham dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 2. Memberikan pendapat dan saran kepada Rapat Umum Pemegang Saham mengenai rencana pengembangan Perseroan, rencana
5
Komposisi Direksi harus sedemikian rupa sehingga memungkinkan dalam mengambil keputusan yang efektif, tepat dan cepat serta dapa bertindak secara independen dalam arti tidak mempunyai kepentingan yang dapat mengganggu kemampuannya untuk melaksanakan tugasnya secara mandiri dan kritis. Komposisi Direksi dalam Perseroan seyogyanya paling sedikit 20% dari jumlah anggota Direksi harus berisi dari kalangan luar Perseroan guna untuk meningkatkan efektivitas atas peran manajemen dan transparansi. Anggota yang berasal dari kalangan di luar Perseroan itu harus dari pengaruh anggota Dewan Komisaris dan anggota Direksi lainnya serta pemegang Saham Pengendali. d. Komite Audit Komite Audit adalah suatu komite yang dibentuk oleh Dewan Komisaris, yang harus bebas dari pengaruh manajemen perusahaan dan bersifat independen serta bertanggungjawab kepada Dewan Komisaris dalam meningkatkan pengawasan Dewan Komisaris terhadap kinerja direksi perusahaan. Berdasarkan Keputusan Direksi PT Bursa Efek Jakarta Nomor : KEp315/BEJ/006/2000 tanggal 30 Juni 200, Komite Audit didefinisikan sebagai Komite yang dibentuk oleh Dewan Komisaris Perseroan Tercatat yang anggotanya diangkat dan diberhentikan oleh Dewan Komisaris Perseroan Tercatat untuk membantu Dewan Komisaris Perusahaan tercatat melakukan pemeriksaan atau penelitian yang diaggap perlu terhadap pelaksaan fungsi direksi dalam pengelolaan perusahaan tersebut. Dewan Komisaris wajib membentuk Komite Audit yang beranggotakan sekurang-kurangnya terdiri dari 3 orang anggota, seorang diantaranya merupakan Komisaris Independen Perusahaan Tercatat yang sekaligus merangkap sebagai ketua Komite Audit, sedangkan anggota lainnya merupakan pihak ekstern yang independen dimana sekurang-kurangnya satu diantaranya memiliki kemampuan di bidang akuntansi dan atau keuangan. Secara umum, Komite Audit bertanggungjawab atas pelaporan keuangan (financial reporting), tata kelola perusahaan (Corporate Governance), pengendalian korporat (corporate control). Komite Audit bertugas untuk memberikan pendapat professional yang independen kepada Dewan Komisaris terhadap laporan atau hal-hal yang disampaikan Direksi kepada Dewan Komisaris serta mengidentifikasi hal-hal yang memerlukan perhatian Dewan Komisaris, antara lain : 1) Melakukan penelaahan atas informasi keuangan yang akan dikeluarkan perusahaan seperti laporan keuangan, proyeksi dan informasi keuangan lainnya. 2) Menelaah indpendensi dan objektifitas akuntan publik.
3) Melakkan penelaahan atas kecukupan pemeriksaan yang dilakukan oleh akuntan publik untuk memastikan semua risiko yang telah dipertimbangkan. 4) Melakukan penelaahan atas efektivitas pengendalian internal perusahaan. 5) Menelaah tingkat kepatuhan perusahaan tercatat terhadap peraturan perundangundangan di bidang pasar modal dan peraturan perundang-undangan lainnya yang berhubungan dengan kegiatan perusahaan. 6) Melakukan pemeriksaan terhadap dugaan adanya kesalahan dalam keputusan rapat direksi atau penyimpangan dalam pelaksanaan hasil keputusan rapat direksi. Pemeriksaan tersebut dapat dilakukan oleh Komite Audit atau pihak independen yang ditunjuk oleh Komite Audit atas biaya Perusahaan Tercatat yang bersangkutan. e. Kepemilikan Institusional Kepemilikan institusional adalah kepemilikan saham perusahaan yang dimiliki oleh institusi atau lembaga seperti perusahaan asuransi, bank, perusahaan investasi, dan kepemilikan institusi lainnya. Sheila, et al (2012) dalam Maulida (2014) menyatakan bahwa kepemilikan institusional mempunyai arti penting dalam memonitor manajemen dan melakukan pengawasan yang lebih optimal terhadap kinerja manajemen. Pengawasan terhadap manajemen tergantung pada besarnya investasi yang dilakukan. Semakin besar kepemilikan institusional maka akan semakin besar kekuatan suara dan dorongan untuk mengawasi kinerja manajemen dan akhirnya memberi dorongan yang lebih besar untuk mengoptimalkan nilai perusahaan sehingga kinerja perusahaan akan meningkat. f. Kinerja Keuangan Pengukuran kinerja adalah penentuan secara periodik tampilan perusahaan yang berupa kegiatan operasional, struktur organisasi, dan karyawan yang berdasarkan sasaran, standar dan kriteria yang telah ditetapkan sebelummya ( Mulyadi, 1997; 419 dalam Dimas, 2007). Kinerja perusahaan dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain terkonsentrasi atau tidaknya kepemilikan, manipulasi laba, serta pengungkapan laporan keuangan. Kepemilikan yang banyak terkonsenterasi oleh institusi memudahkan pengendalian sehingga akan meningkatkan kinerja perusahaan. Dalam hubungannya dengan kinerja suatu perusahaan dapat dilihat dari laporan keuangan yang seing dijadikan dasar untuk penilaian kinerja keuangan perusahaan (Jefry, 2013). Dalam Jefry Zulkarnain, (2013), Cornett (2006) menjelaskan bahwa salah satu cara untuk mengukur kinerja keuangan perusahan adalah dengan menggunakan Cash Flow Return On Assets (CFROA). CFROA merupakan salah satu pengukuran kinerja keuangan perusahaan yang
6
menunjukkan kemampuan aktiva perusahaan untuk menghasilkan laba operasi. CFROA lebih memfokuskan pada kinerja keuangan perusahaan dan tidak terikat dengan harga saham. Dalam sebuah penelitian yang berjudul “Earnings Management, Corporate Governance, and True FinancialPerformance”, Cornett et al (2006) menemukan bahwa adanya pengaruh mekanisme Good Corporate Governance (GCG) dan berpengaruh positif terhadap CFROA. Kinerja keuangan dapat dikatakan baik jika dapat memenuhi persyaratan yang ditetapkan sesuai dengan prinsip akuntansi Indonesia (dalam Arsanto (2014), yaitu: a. Relevan, artinya disesuaikan dengan kebutuhan pemakai dan disesuaikan bukan kebutuhan khusus pihak tertentu. b. Dapat dimengerti, artinya laporan tersebut dapat dipahami sesuai dengan batas pemakai informasi; yang memuat aktivitas ekonomi perusahaan, proses akuntansi dan istilahistilah lain yang digunakan dalam laporan keuangan. c. Objektif artinya laporan tersebut dapat diuji kebenarannya oleh para pengukur independen dengan menggunakan metode pengukuran yang sama d. Netral, artinya laporan keuangan yang dibuat harus sesuai dengan kebutuhan umum pemakai dan bukan kebutuhan pihak tertentu saja. e. Tepat waktu artinya laporan keuangan yang disampaikan harus tepat waktu, agar dapat digunakan sebagai dasar untuk membantu pengambilan keputusan ekonomi dan untuk menghindari tertundanya pengambilan keputusan bagi pemakai. f. Dapat dibandingkan artinya laporan keuangan yang disajikan harus dapat dibandingkan dengan laporan keuangan periode sebelumnya dari perusahaaan yang sama maupun perusahaan yang sejenis pada periode yang sama. g. Lengkap, artinya laporan yang disajikan harus memuat data-data akuntansi yang memenuhi sekurang-kurangnya 6 persyaratan tersebut di atas.
Flow Return On Assets (CFROA). Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebanyak 22 perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tahun 2006-2008. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode regresi berganda.Untukmenentukanpemilihan sampel menggunakan metode purposive sampling. Dari hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa ukuran dewan direksi berpengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan sedangkan ukuran dewan komisaris, komisaris independen, dan komite audit tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan perusahaan. Jadi dapat disimpulkan bahwa semua hipotesis tidak menunjukkan dampak yang signifikan terhadap kinerja keuangan. b. Penelitian yang dilakukan oleh Jefry Zulkarnain Frahary Hasiholan Situmorang dari Universitas Sanatha Dharma Yogyakarta pada tahun 2013, yang berjudul Pengaruh Good Corporate Governance terhadap kinerja keuangan. Penelitian ini bertujuan untuk meneliti pengaruh Good Corporate Governance terhadap kinerja keuangan. GCG yang meliputi jumlah dewan komisaris, proporsi dewan komisaris independen, jumlah direksi, jumlah komite audit, dan kepemilikan saham institusional. Kinerja keuangan diukur dengan menggunakan CFROA. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebanyak 43 perusahaan yaitu perusahaan manufaktur telah terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama tahun 2009-2011 yang ditentukan berdasarkanmetode purposive sampling. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi berganda. Hasil pengujian penelitian ini menunjukkan bahwa jumlah dewan komisaris, proporsi dewankomisaris independen dan kepemilikan saham institusional berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja keuangan perusahaan (CFROA) sedangkan jumlah dewan direksi dan jumlah komite audit tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan perusahaan (CFROA). c. Penelitian yang dilakukan oleh Maulida Athiatul Ulya pada tahun 2014 dari Universitas Diponegoro Semarang, yang berjudul Pengaruh Corporate Governance terhadap Kinerja Ekonomi Perusahaan dengan Kinerja Lingkungan sebagai Variable Intervening. Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh Corporate Governance terhadap kinerja ekonomi perusahaan dan kinerja lingkungan sebagai variable intervening. Corporate Governance yang digunakan adalah proporsi komisaris independen, kepemilikan institusional, dan kepemilikan manajerial. Kinerja ekonomi perusahaan diukur dengan menggunakan
2.2. Penelitian Terdahulu a. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Rico Okkyrianto dari Universitas Brawijaya Malang, yang berjudul Pengaruh GoodCorporate Governance terhadap Kinerja Keuangan Perusahaan. Penelitian ini bertujuan untuk mengukur Corporate Governance dan kinerja keuangan di sektor perbankan. Dalam penelitian ini konsep indikator yang diterapkan dalam mekanisme GCG terdiri dari ukuran dewan direksi, ukuran dewan komisaris, komisaris independen, dan komite audit. Kinerja keuangan diukur dengan menggunakan Cash
7
ROA (Return On Assets) dan kinerja lingkungan dinilai dengan menggunakan peringkat PROPER. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif yang menguji hubungan tidak langsung dan hubungan langsung antar variabel melalui pengujian hipotesis. Metode pemilihan sampel menggunakan purposive sampling. Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 59 perusahaan yang terdaftar dalam PROPER dan BEI pada tahun 2010 sampai 2012. Hasil penelitian diperoleh bahwa proporsi komisaris independen berpengaruh positif terhadap kinerja lingkungan, sedangkan kepemilikan institusional dan kepemilikan manajerial tidak berpengaruh terhadap kinerja lingkungan. Kinerja lingkungan berpengaruh positif terhadap kinerja ekonomi perusahaan. Kinerja lingkungan mampu menjadi variabel intervening dalam hubungannya antara proporsi komisaris independen terhadap ROA. Namun, kinerja lingkungan tidak mampu menjadi variabel intervening dalam hubungannya antara kepemilikan institusional dan kepemilikan manajerial terhadap ROA. d. Dalam penelitian Arsanto Teguh Utomo pada tahun 2014 dari Universitas Diponegoro Semarang, yang berjudul Pengaruh Mekanisme Good Corporate Governance terhadap Kinerja Keuangan. Sampel penelitian ini adalah sebanyak 77 perusahaan, yaitu perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia, yang melaporkan annual report dari tahun 2010-2012. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan analisis deskiptif dan analisis regresi berganda. Variabel yang digunakan untuk menguji mekanisme dari GCG adalah kepemilikan institusi, dewan komisaris, komite audit, dan kualitas audit terhadap kinerja keuangan perusahaan yang diukur dengan menggunakan ROA (Return On Assets). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kepemilikan institusi dan kualitas audit berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja keuangan, sedangkan dewan komisaris (khususnya komisaris independen) dan komite audit tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja keuangan. e. Dalam penelitian Dominikus Octavianto Kresno Widagdo tahun 2014 dari Universitas Diponegoro, yang berjudul Pengaruh GoodCorporate Governance terhadap Kinerja Perusahaan. Variabel yang digunakan adalah ukura dewan komisaris, independensi komite audit, komposisi dewan komisaris, jumlah rapat dewan komisaris, jumlah rapat komite audit terhadap kinerja keuangan perusahaan yang diukur dengan mengguunakan EPS (Earning Per Share). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan non finansial yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia pada tahun 2012. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode purposive sampling. Jumlah sampel yang digunakan sebanyak 85 perusahaan. Penelitian ini menggunakan analisis regresi inier berganda. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa independensi komite audit, independensi dewan komisaris, kepemilikan manajerial, jumlah rapat dewan komisaris, dan jumlah rapat komite audit tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan perusahan, sedangkan ukuran dewan komisaris berpengaruh positif signifikan terhadap kinerja perusahaan. 2.3.
Kerangka Penelitian Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan dalam landasan teori, maka variabel yang dapat diambil untuk penelitian ini adalah :
2.4.
Hipotesis Berdasarkan teori-teori yang telah dijelaskan diatas, maka pada sub-bab ini akan membahas mengenai perumusan hipotesis. Simpullan hipotesis adalah sebagai berikut: H1 : Ukuran dewan komisaris berpegaruh positif terhadap kinerja keuangan perusahaan. H2 : Proporsi dewan komisaris independen berpengaruh positif terhadap kinerja keuangan perusahaan. H3 : Dewan direksi berpengaruh negative terhadap kinerja keuangan perusahaan H4 : Komite audit berpengaruh negative terhadap kinerja keuangan perusahaan H5 : Kepemilikan Institusional berpengaruh positif terhadap kinerja keuangan perusahaan. II.
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan studi empiris, yaitu penelitian yang menggunakan data sekunder yang diperoleh dari data-data dari laporan keuangan tahunan perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tahun 2013. Variable yang diteliti dalam penelitian ini adalah Good Corporate Governance dengan elemen-elemennya
8
yaitu dewan komisaris, dewan komisaris independen, dewan direksi, komite audit , kepemilikan saham institusional dan kinerja keuangan yang diukur menggunakan Cash Flow Return On Assets (CFROA).
EBIT + DEP CFROA
= Assets
Keterangan : CFROA = Cash Flow Return On Assets EBIT = Earning Before Interest and Tax ( Laba sebelum bunga dan pajak) Dep = Depresiasi Asset = Total Aktiva
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada perusahaan manufaktur yang listing di Bursa Efek Indonesia (BEI) untuk periode laporan keuangan tahun 2013, sedangkan periode pengumpulan datanya dilakukan pada bulan September Desember 2014.
2.
Variabel Independen Variabel Independen adalah variabel yang menjelaskan atau variabel yang mempengaruhi variabel dependen atau variabel terikat. Variabel independen dalam penelitian ini adalah good corporate govenance yang didiwakili oleh jumlah dewan komisaris, dewan komisaris indpenden, dewan direksi, komite audit, dan kepemilikan saham institusional. Definisi operasional dari variabel-variabel independen tersebut adalah sebagai berikut : a. Jumlah dewan komisaris yaitu banyaknya jumlah orang yang duduk dalam dewan komisaris yang secara legal bertanggungjawab dan berwenang mengawasi tindakan manajemen dan memberikan nasihat kepada direksi jika diperlukan. Jumlah dewan komisaris diukur dengan menggunakan menggunakan jumlah total anggota dewan komisaris keseluruhan baik yang berasal dari internal perusahaan maupun yang berasal dari eksternal perusahaan. Pencatatan dewan komisaris terhitung per tanggal 1 Januari 2013 hingga 31 Desember 2013. b. Jumlah dewan komisaris independen yaitu jumlah anggota dewan komisaris tidak berasal dari pemegang saham maupun dewan direksi. Dewan komisaris independen berfungsi sebagai pemisah kepentingan antara pemilik perusahaan dengan manajemen. Variabel ini diukur dengan menggunakan persentase proporsi jumlah anggota independen dewan komisaris dari seluruh anggota dewan komisaris perusahaan. c. Jumlah Direksi yaitu jumlah personil yang bertugas mengelola perusahaan. Variabel direksi ini diukur berdasarkan jumlah anggota keseluruhan dewan direksi, baik anggota dewan direksi yang berasal dari internal perusahaan maupun anggota dewan direksi yang berasal dari eksternal perusahaan. d. Jumlah Komite Audit yaitu jumlah orang yang bertanggungjawab untuk mengawasi laporan keuangan, mengawasi audit eksternal dan mengamati sistem pengendalian internal perusahaan dan bersifat independen serta bertanggungjawab kepada dewan komisaris dalam
3.3 Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini semua perusahaan-perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) sampai pada akhir tahun 2013 dengan jumlah perusahaan sebanyak 136. Sedangkan dari semua populasi tersebut peneliti hanya melakukan penelitian kepada beberapa perusahaan saja atau dengan kata lain peneliti menggunakan penelitian sampling. Dalam menentukan perusahaan yang akan dijadikan sampel, peneliti melakukan teknik pengambilan sampel dengan cara purposive sampling, yaitu sampel yang dipilih berdasarkan kriteria yang penulis tetapkan. Kriteria dari sampel penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Perusahaan manufaktur tersebut terdaftar dan memiliki laporan keuangan (penuh) untuk tahun pelaporan 2013. b. Perusahaan manufaktur tersebut memiliki data mengenai Good Corporate Governance yang diwakili oleh informasi jumlah dewan komisaris, dewan komisaris independen, dewan direksi, komite audit dan kepemilikan saham institusional. 3.4.
Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel Penelitian ini menggunakan dua jenis variable, yaitu variable independen dan variable dependen. Variabel independennya berupa pengaruh Good Corporate Governance dan variable dependennya adalah kinerja keungan perusahaan. 1. Variabel Dependen Variabel dependen merupakan variabel yang dipengaruhi atau variabel yang menjadi akibat karena adanya variabel bebas atau variabel independen. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah kinerja keuangan yang diukur dengan Cash Flow Return On Assets(CFROA), yaitu rasio yang menunjukkan kemampuan aktiva peusahaan dalam menghasilkan laba operasi yang tidak terikat dengan harga saham. CFROA dihitung dari laba sebelum bunga dan pajak ditambah depresiasi dibagi dengan total aktiva, dengan rumus perhitungan adalah sebagai berikut :
9
e.
meningkatkan kinerja perusahaan. Variabel ini diukur berdasarkan jumlah keseluruhan anggota komite audit yang ada perusahaan. Kepemilikan Institusional yaitu kepemilikan perusahaan oleh perusahaan asuransi, bank, perusahaan investasi, dan kepemilikan institusi lainnya. Variabel ini diukur dari persentase saham perusahaan yang dimiliki oleh perusahaan lain, baik yang berada di dalam negeri maupun yang berada di luar negeri. c.
3.5. Jenis dan Sumber Data Sumber data yang digunakan berupa data sekunder, yaitu data yang telah disediakan oleh pihak ketiga dan tidak berasal dari sumbernya langsung. Data yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari website Bursa Efek Indonesia (1), yahoo finance dan sumber data online lainnya. 3.6. Teknik Pengumpulan Data Dalam penelitian ini data penelitian baik berupa data keuangan dan data lainnya penulis peroleh dengan beberapa teknik pengumpulan data yaitu : a. Studi Pustaka b. Download Via Internet 3.7. Teknik Analisis Data 1) Uji Asumsi Klasik Agar hasil analisis regresi dan pengujian-pengujian statistic lainnya memiliki tingkat keakuratan yang tinggi dan memenuhi kriteria BLUE (best Linear Unbias Estimate), maka data penelitian terlebih dahulu harus dilakukan uji asumsi klasik. Uji asumsi klasik ini terdiri dari uji normalitas, uji multikolinearitas, uji heteroskedastisitas dan uji autokorelasi. a. Uji Normalitas Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi variabel terikat dan variabel bebas keduanya apakah mempunyai distribusi normal atau tidak. Model regresi yang baik harus mempunyai distribusi normal atau mendekati normal. Distribusi normal akan membentuk satu garis lurus diagonal dan ploting data residual akan dibandingkan dengan garis diagonal. Jika distribusi data residual normal maka garis yang menggambarkan data sesungguhnya akan mengikuti garis diagonalnya. b. Uji Multikolonieritas Uji Multikolonieritas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi atar variabel bebas (Independen). Model korelasi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antara variabel independen. Jika variabel independen saling
d.
berkorelasi maka variabel ini tidak ontogonal. Variebel ontogonal adalah variabel independen yang nilai korelasi antar sesama variabel independen sama dengan nol. Untuk mendeteksi adanya multikolonieritas dengan membuat hipotesis: Tolerance value< 0,10 atau VIF > 10 : terjadi multikolenearitas Tolerance value> 0,10 atau VIF < 10 : tidak terjadi multikolenearitas Uji Autokorelasi Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi linear ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan periode t-1 sebelumnya. Jika terjadi korelasi, maka dinamakan problem autokorelasi. Autokorelasi muncul karena observasi yang berurutan sepanjang waktu berkaitan satu sama lain.Masalah ini timbul karena residual (kesalahan pengganggu) tidak bebas dari satu observasi ke observasi lainnya. Pada penelitian ini menggunakan Uji Durbin–Watson (DW test). Pengambilan keputusan ada tidaknya autokorelasi :
Uji Heteroskedastisitas Uji heterokedastitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lainnya. Penelitian ini menggunakan Uji Gletser untuk meregres nilai absolut residual terhadap variabel independen dengan menggunakan dasar pengambilan keputusan sebagai berikut : Jika nilai Sig variabel independen < 0,05 terjadi Heterokedastitas Jika nilai Sig variabel independen > 0,05 tidak terjadi Heterokedastitas 2) Uji Hipotesis Dalam penelitian ini alat yang digunakan untuk pengujian hipotesis antara lain uji signifikasi simultan (uji statistik F), uji
10
signifikasi parameter individual (uji statistik t) dan koefisien determinasi (R2). a. Uji Signifikasi Simultan (Uji Statistik F) Uji Signifikansi Simultan menunjukkan pengaruh variabel independen GCG (DK, DKI, DIR, KA, KI) yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara bersama-sama (simultan) terhadap variabel dependen (kinerja keuangan yang diukur dengan CFROA). Apabila nilai probabilitas signifikansi < 0.05, maka variabel independen secara bersama-sama mempengaruhi variabel dependen dan apabila nilai probabilitas signifikansi > 0.05, berarti variable independen tidak mempengaruhi variabel dependen. b. Uji Signifikasi Parameter Individual (Uji Statistik t) Uji statistik t digunakan untuk mengetahui seberapa jauh pengaruh satu variabel independen secara individual dalam menjelaskan variasi variabel dependen. Apabila nilai probabilitas signifikansi < 0.05, berarti terdapat pengaruh positif atau negative signifikan terhadap variabel independen dan apabila nilai probabilitas signifikansi> 0.05, berarti tidak terdapat pengaruh postif atau negative sifnifikan terhadap variabel independen.
(CFROA) (Jefry Zulkarnain, 2013). CFROA merupakan salah satu pengukuran kinerja keuangan perusahaan yang menunjukkan kemampuan aktiva perusahaan untuk menghasilkan laba operasi. CFROA lebih memfokuskan pada kinerja keuangan perusahaan dan tidak terikat dengan harga saham. CFROA dihitung dengan menambahkan depresiasi dengan EBIT kemudian dibagi dengan total aset. Berdasarkan data EBIT, beban depresiasi dan total aset seperti terlihat pada Tabel 4.2, 4.3 dan 4.4 tersebut di atas kemudian dihitung rasio CFROA. Sebagai contoh untuk menghitung CFROA perusahaan dengan kode saham ADES adalah dihitung sebagai berikut : 𝐸𝐵𝐼𝑇 + 𝐷𝑒𝑝𝑟𝑒𝑠𝑖𝑎𝑠𝑖 CFROA = 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑠𝑒𝑡 CFROA 59.194.000.000 + 20.574.000.000 = 441.064.000.000 79.768.000.000 CFROA = = 𝟎, 𝟏𝟖 441.064.000.000 Sehingga berdasarkan hasil perhitungan tersebut di atas CFROA untuk ADES adalah sebesar 0.18. Kemudian dengan menggunakan rumus dan cara yang sama seperti perhitungan CFROA ADES tersebut diatas, dilakukan perhitungan CFROA untuk semua perusahaan manufaktur yang menjadi sampel dalam penelitian ini. Hasil perhitungan CFROA untuk 84 perusahaan manufaktur tersebut adalah seperti dapat dilihat pada Tabel. 4.5 berikut ini : Tabel. 4.5 Data Rasio Cash Flow Return on Assets (CFROA) Tahun 2013
c. Analisis Koefisien Determinasi (R2) Koefisien Determinasi (R2) pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen. Nilai koefisien determinasi adalah antara nol dan satu. Semakin kecil nilaiR2 maka, kemampuan variabel independen dalam menjelaskan variabel dependen dalam menjelaskan variasi variabel dependen semakin terbatas. BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1. Analisis dan Pembahasan Hasil Penelitian 4.1.1. Deskripsi Variabel Penelitian a. Cash Flow Return on Assets (CFROA) Dalam penelitian ini variabel terikat (Y) yang digunakan adalah kinerja keuangan yang diukur dengan rasio Cash Flow Return on Assets (CFROA). CFROA adalah salah satu rasio yang dapat digunakan dalam menilai kinerja keuangan perusahaan, rasio CFROA ini di kenalkan oleh Cornett pada tahun 2006 dalam jurnalnya dengan judul penelitian “Earnings Management, Corporate Governance, and True Financial Performance” yang menyatakan bahwa salah satu cara untuk mengukur kinerja keuangan perusahan adalah dengan menggunakan Cash Flow Return On Assets
11
Berdasarkan data CFROA seperti terlihat pada tabel 4.5 tersebut di atas dapat dijelaskan bahwa, rasio CFROA perusahaan manufaktur di BEI pada tahun 2013 berada pada kisaran 0,01 sampai dengan 0,86. Rasio CFROA sebesar 0,01 dapat dijelaskan bahwa kemampuan aset perusahaan manufaktur tersebut menghasilkan keuntungan yang diukur dengan CFROA hanya sebesar 1% saja pertahun, hal ini berarti perusahaan memiliki kinerja keuangan yang jelek, karena kemungkinan besar perusahaan tersebut dalam keadaan merugi karena CFROA dihitung dengan mengabaikan beban depresiasi. Sedangkan untuk perusahaan dengan rasio CFROA 0,86 berarti kemampuanaset perusahaan tersebut untuk menghasilkan keuntungan uang diukur dengan CFROA (dengan mengabaikan beban depresiasi) adalah sebesar 86% atau dengan kata lain setiap 1 juta aset yang dimiliki perusahaan dapat menghasilkan laba operasi (dengan mengabaikan depresiasi) sebesar 860 ribu , sehingga perusahaan ini memiliki kinerja keuangan yang sangat baik karena manajemen perusahaan dapat memanfaat semua aset yang dimilikinya untuk menghasilkan keuntungan bagi perusahaan. Sedangkan jika dilihat secara ratarata, perusahaan manufaktur di BEI tahun 2013 memiliki rasio CFROA sebesar 0,15 atau 15%, hal ini berarti kemampuan aset perusahaan untuk menghasilkan laba sebelum pajak adalah sebesar 15% (dengan mengabaikan beban depresiasi). Kalau dilihat dari skor CFROA 15% tersebut dapat dikatakan bahwa secara rata-rata kinerja keuangan perusahaan manufaktur di BEI masih cukup baik meskipun tidak tinggi, karena masih lebih tinggi dari inflasi (8,38%) dan rata-rata BI rate (7,02%). b. Unsur-unsur Good Corporate Governance Dalam penelitian unsur-unsur good corporate governance (GCG) merupakan variabel bebas yang akan diamati. Unsur-unsur GCG yang digunakan sebagai variabel bebas (X) adalah Jumlah Dewan Komisaris / DK (X1), Proporsi Dewan Komisaris Independen/DKI (X2), Jumlah Dewan Direksi/DIR (X3), Jumlah Anggota Komite Audit / KA (X4) dan Proporsi Kepemilikan Instirusi / KI (X5). Jumlah dewan komisaris, jumlah dewan direksi dan jumlah anggota komite audit adalah jumlah orang yang menjadi ketua dan anggota dewan komisaris, ketua dan anggota dewan direksi serta ketua dan anggota komite audit dalam diperusahaan tersebut. Data tentang jumlah dewan komisaris, jumlah dewan direksi dan jumlah anggota
komite audit penulis peroleh dengan melihat struktur organisasi dan atau laporan keuangan beserta catatan atas laporan keuangan karena data tersebut pada umumnya sudah disajikan dalam laporan keuangan hasil audit beserta catatan atas laporan keuangannya (CALK). Sedangkan untuk proporsi komisaris independen dalam perusahaan diperoleh dengan cara membagi jumlah anggota dewan komisaris yang berasal dari pihak luar perusahaan dengaan semua anggota dewan komisaris, kemudian angkanya disajikan dalam bentuk rasio. Sedangkan untuk menentukan proporsi kepemilikan institusi dalam perusahaan penulis peroleh dengan melihat catatan atas laporan keuangan karena ada sebagian proporsi kepemilikan institusional tersebut di sajikan dalam CALK, akan tetapi untuk perusahaan yang tidak secara eksplisit menyajikan jumlah (rasio) kepemilikan institusional di dalam CALK, kepemilikan institusional dihitung dengan membagi jumlah saham atau persentaase kepemilikan saham oleh perusahaan, lembaga keuangan dan institusional lainnya baik dalam maupun luar negeri dengan total saham beredar (100%). Proporsi kepemilikan institusi dalam penelitian menggunakan satuan ukur (unit of measurement) berupa rasio. Data variabel jumlah Dewan Komisaris / DK (X1), Proporsi Dewan Komisaris Independen/DKI (X2), Jumlah Dewan Direksi/DIR (X3), Jumlah Anggota Komite Audit / KA (X4) dan Proporsi Kepemilikan Instirusi / KI (X5) untuk semua perusahaan manufaktur di BEI tahun 2013 yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah seperti terlihat pada Tabel. 4.6 di bawah ini Tabel. 4.6 Data Unsur Good Corporate Governance (GCG)
12
4.2.2 Analisis dan Pembahasan Dalam menentukan sampel setelah diperoleh data rasio CFROA dan data tentang unsur GCG, peneliti terlebih dahulu melakukan pengujian dengan mengaktifkan opsi case diagnostic. Case diagnostic ini dilakukan dengan tujuan agar data yang akan dianalisis saat dilakukan pengujian normalitas memiliki ditribusi mendekati normal atau dengan kata lain case wise diagnostic ini dilakukan untuk dapat mengetahui dan mengeliminasi data-data yang memiliki penyimpangan yang relative besar dibandingkan dengan data-data lainnya karena akan dapat mengganggu dan mempengaruhi keakuratan estimasi persamaan regresinya. Hasil pengaktifan case wise diagnostic ini mengakibatkan sebanyak 7 perusahaan dikeluarkan dari sampel, ketujuh perusahaan tersebut adalah perusahaan dengan kode saham MLBI, HMSP, SQBI, DLTA, MERK, UNVR dan ARNA, sehingga dengan dikeluarkannya ke tujuh perusahaan tersebut dari sampel penelitian maka sampel penelitian yang kemudian dilakukan pengujian statistic menjadi sebanyak 77 sampel. a. Uji Asumsi Klasik Agar hasil analisis regresi dan pengujianpengujian statistic lainnya memiliki tingkat keakuratan yang tinggi dan memenuhi kriteria BLUE (best Linear Unbias Estimate), maka data penelitian terlebih dahulu harus dilakukan uji asumsi klasik. Uji asumsi klasik ini terdiri dari uji normalitas, uji multikolinearitas, uji heteroskedastisitas dan uji autokorelasi. 1) Uji Normalitas Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi variabel terikat dan variabel bebas keduanya apakah mempunyai distribusi normal atau tidak. Model regresi yang baik harus mempunyai distribusi normal atau mendekati normal. Menentukan apakah data penelitian tersebut berdistribusi normal atau tidak dapat dilihat dari grafik histrogam. Data dapat dikatakan normal atau mendekati berdistribusi normal jika sebaran data membentuk satu garis lurus diagonal dan ploting data residual akan dibandingkan dengan garis diagonal. Jika distribusi data residual normal maka garis yang menggambarkan data sesungguhnya akan mengikuti garis diagonalnya. Hasil pengujian normalitas data untuk 77 sampel yang diteliti adalah seperti terlihat pada Gambar 4.1 dan 4.2 dibawah ini :
Gambar 4.1 Grafik Histogram
Gambar 4.2 Normal Probability Plot Dari gambar histogram (Gambar 4.1) terlihat bahwa sebaran data berada dalam kurva yang hampir sama antara sisi kiri dan sisi kanannya, sehingga berdasarkan gambar tersebut dapat disimpulkan bahwa data dalam penelitian ini berdistribusi mendekati normal. Selain dengan melihat histogram, identifikasi apakah data penelitian berdistribusi normal atau tidak dapat dilihat dari grafik normal probability plott, dimana jika sebaran data berada disekitar garis diagonal atau pola sebaran data mendekati garis diagonal maka dapat dikatakan bahwa data penelitian memiliki distribusi mendekati normal. Dilihat dari Tabel 4.2 tersebut di atas terlihat bahwa sebaran data penelitian disekitar /mendekati garis diagonal, sehingga berdasarkan grafik normal probability plot dapat disimpulkan bahwa distribusi data penelitian mendekat normal. 2) Uji Mutikolonieritas Uji Multikolonieritas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (variabel independen) atau tidak. Model korelasi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antara
13
variabel independennya. Jika variabel independen saling berkorelasi maka variabel ini tidak ontogonal. Variabel ontogonal adalah variabel independen yang nilai korelasi antar sesama variabel independen sama dengan nol. Untuk mendeteksi ada atau tidaknya multikolinearitas data dapat diketahui dengan melihat tolerance value dan atau nilai VIF saat dilakukan pengujian. Jika nilai Tolerance valuelebih kecil dari 0,10 dan atau nilai VIF lebih besar daripada 10 maka dapat dikatakan bahwa data penelitian menglami gejala multikolinearitas. Sebaliknya jika nilai Tolerance value lebih besar daripada 0,10 dan atau nilai VIF lebih kecil daripada 10 maka dapat disimpulkan bahwa data penelitian bebas dari gejala multikolinearitas. Nilai tolerance value dan nilai VIP data dalam penelitian ini adalah seperti terlihat pada tabel 4.7 di bawah ini :
berurutan sepanjang waktu berkaitan satu sama lain.Masalah ini timbul karena residual (kesalahan pengganggu) tidak bebas dari satu observasi ke observasi lainnya. untuk mengetahu ada tidaknya gejala autokorelaasi dapat dilihat dari nilai uji Durbin–Watson (DW test). Dimana pengambilan keputusan ada tidaknya autokorelasididasarkan pada kriteria dibawah ini: Tabel 4.8 Kriteria Uji Autokorelasi Hipotesis nol Keputusan Jika Tidak ada Tolak 0 < d < dl autokorelasi positif Tdk ada autokorelasi No decision dl ≤ d ≤ positif du Tdk ada korelasi Tolak 4- dl < d negatif <4 Tdk ada korelasi No decision 4-du ≤ d negatif ≤ 4 – dl Tdk ada autokorelasi Tdk ditolak du < d < positif atau negatif 4 – du
Tabel. 4.7
Sumber :Savin & White
Uji Multikolinearitas Model
Hasil pengujian auto korelasi dalam penelitian ini adalah seperti terlihat pada tabel 4.9 dibawah ini. Tabel 4.9 Hasil Uji Autokorelasi
Collinearity Statistics Tolerance
VIF
1 (Constant)
Model
Durbin-Watson
X1_DK
.661
1.513
1
2.029
X2_DKI
.914
1.094
X3_DIR
.649
1.541
X4_KA
.760
1.315
a. Predictors: (Constant), X5_KI, X3_DIR, X2_DKI, X4_KA, X1_DK b. Dependent Variable: Y_CFROA (sumber : Data Olahan, 2014)
X5_KI
.955
1.047 Berdasarkan hasil uji Durbin Watson (Tabel 4.9) tersebut diatas diperoleh skor DW 2,029, sedangkan berdasarkan tabel durbin watson pada alpha 5% untuk jumlah sampel (n) 77, jumlah variabel bebas (k) = 5, diperoleh nilai batas dalam (dU) = 1,771. Sehingga nilai DW hasil perhitungan 2,029 lebih besar dari batas nilai dalam (dU) 1,771 dan DW hasil perhitungan juga masih lebih kecil daripada 2,229 (4-dU). Sehingga berdasarkan nilai DW dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi gejala autokorelasi dalam penelitian ini. 4) Uji Heteroskedastisitas Uji heterokedastitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lainnya. Model regresi yang baik adalah model regresi yang tidak terjadi heteroskedastisitas. Untuk menentukan terjadi atau tidaknya heteroskedastisitas pada penelitian ini dapat menggunakan grafik scatterplot, yaitu titik-titik yang terbentuk yang menyebar secara acak, baik di atas angka 0 maupun di bawah angka 0 pada sumbu Y. Hasil uji heteroskedastisitas dengan menggunakan
a. Dependent Variable: Y_CFROA Sumber : Data Olahan, 2014 Berdasarkan hasil pengujian multikolinearitas ( Tabel 4.7) terlihat bahwa nilai tolerance value untuk kelima variabel independen berada rentang 0,649 dampai dengan 0,995, hal ini berarti bahwa nilai tolerance value semua variabel independen yang diteliti lebih besar dari pada 0,10, sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi multikolinearitas.Begitu juga jika dilihat dari nilai VIF, dimana nilai VIF untuk kelima variabel independen berada pada kisaran antara 1,047 sampai dengan 1,541 yang berarti jauh dibawah 10, yang berarti bahwa berdasarkan nilai VIF juga dapat disimpulkan tidak terjadi multikolinearitas antar variabel bebasnya 3) Uji Autokorelasi Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi linear ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan periode t-1 sebelumnya. Jika terjadi korelasi, maka dinamakan problem autokorelasi. Autokorelasi muncul karena observasi yang
14
grafik scatterplot dapat dilihat pada gambar berikut :
Hasil uji F dari dalam penelitian ini dalah seperti terlihat pada Tabel Anova (Tabel 4.10) dibawah ini
Tabel. 4.10 Uji F (Anova)
Berdasarkan hasil Uji F seperti terlihat pada Tabel 4.10 tersebut di atas terlihat bahwa diperoleh nilai F hitung sebesar 3,382 dan nilai F sig 0,008. Jika dibandingkan antara F hitung dengan F Tabel terlihat bahwa Fhitung = 3,382 lebih besar daripada F-Tabel (71, 5 ; 5%) = 2,34 sehingga berdazasrkan nilai F hitung ini dapat disimpulkan bahwa variabel bebas yang terdiri dari DK (X1), DKI (X2), DIR (X3), KA (X4) dan KI (X5) secara simultan berpengaruh signifikan terhadap CFROA. Pengujian yang kedua untuk membuktikan pengaruh secara simultan good corporate governance yang terdiri dari variabel DK (X1), DKI (X2), DIR (X3), KA (X4) dan KI (X5) secara simultan berpengaruh signifikan terhadap CFROA dapat dilihat dari nilai F sig, dimana nilai F sig = 0,008 lebih kecil daripada alpha yang dipersyaratkan yaitu 0,05 atau 5%. Nilai Fsig sebesar 0,008 memiliki arti bahwa pengaruh GCG yang terdiri dari variabel DK (X1), DKI (X2), DIR (X3), KA (X4) dan KI (X5) secara simultan berpengaruh signifikan terhadap CFROA tidak hanya perpengaruh pada alpha 5% bahkan berpengaruh pula seandainya alpha yang ditentukan adalah 0,8%. Selain mengetahui berpengaruh signifikan atau tidaknya semua vaiabel bebas secara simultan terhadap variabel terikat, penting pula diketahu seberapa besar pengaruh semua variabel bebas terhadap kinerja perusahaan. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh semua variabel bebas terhadap variabel terikat dapat dilihat dengan melakukan uji determinasi dengan melihat skor R atau R Square atau adjusted R Square tergantung jumlah variabel bebas yang digunakan. Jika variabel bebas yang digunakan dalam penelitian hanya 1 variabel bebas maka besarnya pengaruh dapat dilihat dari nilai R, sedangkan untuk penelitian dengan dua variabel bebas, maka untuk mengetahui besarnya pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat adalah dengan melihat skor R Square, sedangkan untuk penelitian dengan variabel bebas lebih dari 2
Gambar 4.3 Uji Heteroskedastisitas (Sumber : Data Olahan, 2014) Berdasarkan gambar 4.3 terlihat titik-titik yang menggambarkan data penelitian menyebar secara acak di atas maupun di bawah angka 0pada sumbu Y sehingga dapat disimpulkan bahwa model regresi ini tidak terjadi heteroskedastisitas. b. Uji Hipotesis 1) Pengaruh Unsur GCG Secara Simultan Terhadap CFROA Untuk mengetahui apakah unsurunsur GCG yang terdiri dari DK (X1), DKI (X2), DIR (X3), KA (X4) dan KI (X5) sebagai variabel bebas secara simultan berpengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan yang diukur dengan rasio CFROA pada taraf siginifikan (alpha) 5%. Pengujian berpengaruh tidaknya semua variabel independen secara bersama sama terhadap variabel bebas ditentukan dengan cara membandingkan antara nilai F Hitung dengan F tabel (alpha=5%, df1= k-1 dan df2= n-k) dan atau nilai Fsig dengan alpha (5%). Dimana jika nilai F-Hitung hasil Uji F dari analisis regresi lebih besar dari pada F Tabel (alpha=5%, df1=5, df2=71) dan atau F-sig lebih kecil daripada alpha=5%, maka dapat disimpulkan bahwa variabel bebas secara bersama sama (simultan) berpengaruh signifikan terhadap variabel terikat. Sedangkan jika sebaliknya dimana nilai F-Hitung hasil Uji F dari analisis regresi lebih kecil dari pada F Tabel (df2=71, df1=5; alpha=5%,) dan atau F-sig lebih besar daripada alpha=5%, maka dapat disimpulkan bahwa variabel bebas secara bersama sama (simultan) tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel terikat.
15
maka besarnya pengaruh semua variabel bebas tersebut diwakili oleh skor nilai Adjusted R Square. Hasil uji determinan tentang seberapa besar pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat dalat dilihat dari Tabel summary hasil analisis regresi seperti terlihat pada Tabel. 4.11 dibawah ini :
signifikan (alpha) ditentukan sebesar 5%. Jika nilai t hitung lebih besar daripada t tabel (df; alpha) dan atau tsig lebih kecil daripada alpha, maka dapat disimpulkan bahwa variabel independen tersebut secara parsial berpengaruh signifikan terhadap variabel terikat. Sebaliknya jika nilai t hitung lebih kecil daripada t tabel (df; alpha) dan atau tsig lebih besar daripada alpha, maka dapat disimpulkan bahwa variabel independen tersebut secara parsial tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel terikat. Skor T tabel (71; 5%) dengan uji 2 sisi adalah sebesar 1,994. Uji 2 sisi dipilih karena dalam hipotesis tidak dinyatakan pengaruh positif ataupun pengaruh negatif variabel bebas terhadap variabel terikat Hasil uji t dalam penelitian ini dapat dilihat dari Tabel coefficients seperti terlihat padaTabel 4.12 dibawah ini : Tabel. 4.12 Uji - t Coefficientsa
Dari tabel 4.11 tersebut di atas terlihat bahwa hasil pengujian determinasi diperoleh angka R sebesar 0,439, R Square 0,192 dan Adjusted R Square 0,135. Mengingat jumlah variabel bebas yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebanyak 5 buah, yang berarti lebih dari 2 variabel bebas, maka untuk melihat besarnya pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat dilihat dari nilai Adjusted R Square yang dalam hal ini memiliki nilai 0,135 atau sebesar 13,5%. Hal ini berarti bahwa perubahan kinerja keuangan yang diukur dengan CFROA 13,5 persennya dapat dijelaskan atau dipengaruhi oleh perubahan variabel GCG yang terdiri dari Dewan Komisaris (DK), Dewan Komisaris Independen (DKI), Dewan Direksi (DIR), Komite Audit (KA) dan Kepemilikan Institusional (KI).Sedangkan sisanya sebesar 86,5% dipengaruhi oleh variabel lainnya yang tidak diteliti dalam penelitian ini. 2) Pengaruh Unsur GCG Secara Parsial Terhadap CFROA Untuk mengetahui pengaruh secara variabel GCG yang terdiri dari yang terdiri dari Dewan Komisaris (DK), Dewan Komisaris Independen (DKI), Dewan Direksi (DIR), Komite Audit (KA) dan Kepemilikan Institusional (KI) terhadap kinerja keuangan yang diukur dengan rasio CFRO dapat dilakukan dengan melakukan uji t. Uji t digunakan untuk mengetahui pengaruh satu variabel independen secara individual terhadap variabel bebas dengan asumsi variabel bebas yang lain tidak berubah (tetap). Untuk menentukan apakah variabel bebas yang terdiri dari Dewan Komisaris (DK), Dewan Komisaris Independen (DKI), Dewan Direksi (DIR), Komite Audit (KA) dan Kepemilikan Institusional (KI) berpengaruh terhadap CFROA adalah dengan membandingkan antara nilai t hitung dengan nilai t tabel dan membandingkan nilai t sig dengan alpha, yang dalam penelitian ini taraf
a. Dependent Variable: Y_CFROA Dari tabel 4.12 tersebut di atas dapat dijelaskan pengaruh masing-masing variabel GCG secara parsial terhadap CFROA dengan penjelasan sebagai berikut : - Variabel jumlah dewan komisaris (DK) sebagai variabel bebas pertama (X1) memiliki nilai t hitung -1,276 dan t sig 0,206. Skor t hitung yang bertanda negatif mengindikasikan bahwa jumlah dewan komisaris berpengaruh negatifterhadap kinerja perusahaan, yang berarti semakin banyak jumlah dewan komisaris mengurangi kinerja keuangan perusahaan yang diukur dengan CFROA. Untuk melihat apakah pengaruh negatif variabel DK terhadap CFROA ini harus ditentukan dengan cara membandingkan nilai t tabel yang sebesar 1,994 dengan nilai t hitung yang sebesar 1,276. Dari data tersebut terlihat bahwa t-hitung lebih kecil daripada t tabel, dan t-sig 20,6% lebih besar daripada 5%. Sehingga berdasarkan perbandingan kedua nilai t tabel dan f sing tersebut dapat disimpulkan bahwa secara parsial variabel jumlah dewan komisaris (DK) tidak berpengaruh signifikan terhadap CFRO sebagai ukuran kinerja keuangan.
16
-
-
-
Variabel rasio dewan komisaris independen (DKI) sebagai variabel bebas kedua (X2) memiliki nilai t hitung -1,027 dan t sig 0,308. Sama seperti halnya variabel jumlah dewan komisaris, Skor t hitung DKIyang bertanda negatif mengindikasikan bahwa rasio dewan komisaris independen berpengaruh negatif terhadap kinerja perusahaan, yang berarti semakin besar rasioDewan Komisaris Independen (DKI) dalam jajaran dewan komisaris mengurangi kinerja keuangan perusahaan yang diukur dengan CFROA. Untuk melihat apakah pengaruh negatif variabel DKI terhadap CFROA tersebut signifikan, maka harus dibandingkan nilai t tabel yang sebesar 1,994 dengan nilai t hitung yang sebesar 1,027. Dari data t tersebut terlihat bahwa t-hitung lebih kecil daripada t tabel, dan t-sig 30,8% lebih besar daripada 5%. Sehingga berdasarkan perbandingan kedua kriteria tersebut dapat disimpulkan bahwa secara parsial variabel rasio Dewan Komisaris Independen (DKI) tidak berpengaruh signifikan terhadap CFRO sebagai ukuran kinerja keuangan. Variabel jumlah anggota dewan direksi (DIR) sebagai variabel bebas ketiga (X3) memiliki nilai t hitung 1,890 dan t sig 0,063. Dari nilai t hitung tersebut terlihat bahwa DIR mempunyai pengaruh positif terhadap kinerja keuangan perusahaan yang diukur dengan rasio CFROA. Hal ini berarti perusahaan dengan jumlah anggota dewan direksi yang banyak akan lebih mampu meningkatkan kinerja keuangannya sedangkan perusahaan dengan anggota dewan direksi yang sedikit memiliki kecenderungan menghasilkan kinerja keuangan (CFROA) yang rendah pula. Untuk melihat apakah pengaruh variabel DIR terhadap CFROA tersebut memang signifikan, maka harus dibandingkan antara nilai t tabel yang sebesar 1,994 dengan nilai t hitung variabel DIR yang sebesar 1,890. Dari data t tersebut terlihat bahwa t-hitung lebih kecil daripada t tabel, dan t-sig 6,3% lebih besar daripada 5%. Sehingga berdasarkan perbandingan kedua kriteria tersebut dapat disimpulkan bahwa secara parsial variabel anggota Dewan Direksi (DIR) tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan yang diwakili oleh rasio CFROA. Variabel jumlah anggota Komite Audit (KA) sebagai variabel bebas keempat (X4) memiliki nilai t hitung 2,393 dan t sig 0,019. Dari nilai t hitung tersebut terlihat bahwa variabel KA mempunyai pengaruh positif terhadap kinerja keuangan perusahaan yang diukur dengan
-
17
rasio CFROA. Hal ini berarti perusahaan dengan yang memiliki anggota komite audit yang sukup banyak akan lebih mampu meningkatkan kinerja keuangannya sedangkan perusahaan dengan anggota komite audit yang sedikit memiliki kecenderungan menghasilkan kinerja keuangan (CFROA) yang rendah pula. Untuk melihat apakah pengaruh variabel KA terhadap CFROA tersebut memang signifikan, maka harus dibandingkan antara nilai t tabel yang sebesar 1,994 dengan nilai t hitung variabel KA yang sebesar 2,393. Dari data t tersebut terlihat bahwa t-hitung lebih kecil daripada t tabel, dan t-sig 1,9% lebih kecil daripada alpha 5%. Sehingga berdasarkan perbandingan kedua kriteria tersebut dapat disimpulkan bahwa secara parsial variabel anggota Komite Audit (KA) berpengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan yang diwakili oleh rasio CFROA. Variabel jumlah anggota Kepemilikan Institusional (KI) sebagai variabel bebas kelima (X5) memiliki nilai t hitung -0,696 dan t sig 0,489. Dari nilai t hitung tersebut terlihat bahwa variabel KImempunyai pengaruh negatif terhadap kinerja keuangan perusahaan yang diukur dengan rasio CFROA. Hal ini berarti semakin besar kepemilikan institusional dalam sebuah perusahaan mengakibatkan penurunan kinerja keuangannya sedangkan semakin jika kecil kepemilikan institusional dalam sebuah perusahaan dapat meingkatkan kinerja keuangan perusahaan (CFROA) yang rendah pula. Untuk melihat apakah pengaruh variabel KI terhadap CFROA tersebut memang signifikan, maka terlebih dahulu harus dibandingkan antara nilai t tabel yang sebesar 1,994 dengan nilai t hitung variabel KI yang sebesar 0.696. Dari data t tersebut terlihat bahwa t-hitung lebih kecil daripada t tabel, dan t-sig 48,9% lebih besar daripada alpha 5%. Sehingga berdasarkan perbandingan kedua kriteria tersebut dapat disimpulkan bahwa secara parsial variabel anggota rasio kepemilikan institusional (KI) tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan yang diwakili oleh rasio CFROA. Berdasarkan hasil uji t atas semua variabel bebas yang diamati yaitu sebanyak 5 variabel, seperti yang telah penulis uraikan di atas dapat disimpulkan bahwa dari kelima variabel bebas tersebut hanya satu variabel bebas yaitu jumlah Komite Audit (KA) yang memiliki pengaruh signifikan terhadap kinerja perusahaan (CFROA) dengan arah
pengaruhnya adalah positif. Sedangkan keempat variabel bebas lainnya yaitu jumlah Dewan Komisari (DK), Proporsi Dewan Komisaris Independen (DKI), jumlah Anggota Dewan Direksi (DIR) dan variabel rasio Kepemilikan Institusi (KI) tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja perusaahaan (CFROA) karena keempat variabel bebas tersebut taraf signifikansinya diatas 5%. Melihat fenomena secara parsial (meskipun tidak signifikan) beberapa variabel GCG yaitu Dewan Komisarisdan Dewan Komisaris Independen berpengaruh negatif terhadap kinerja keuangan menunjukkan bahwa keberadaan mereka (Dewan Komisaris dan Dewan Komisaris Independen) saat ini masih merupakan beban bagi perusahaanperusahaan manufaktur yang terdapat di BEI dan belum dapat berkontribusi dalam meningkatkan kinerja keuangan perusahaan. Meskipun seharusnya keberadaan mereka adalah sebagai pihak yang mengawasi bahwa perusahaan telah dijalankan secara baik yang dibuktikan dengan kinerja perusahaan yang baik pula. Selain DK dan DKI variabel lain yang berpengaruh negative bagi kinerja keuangan perusahaan adalah variabel kepemilikan institusi. Hal ini menunjukkan bahwa pada perusahaan yang kepemilikannya dikuasai oleh institusi (perusahaan lain) mengakibatkan manajemen perusahaan kesulitan menentukan kebijakan secara mandiri karena kecenderungan pemilik institusi tersebut untuk mencampuri (mengintervensi) kebijakan yang dibuat oleh dewan direksi sangat besar jika dibandingkan pada perusahaan yang kepemilikannya tersebar di public dan tidak terdesentralisasi pada satu orang atau satu institusi.
dan taraf signifikan 0,8% dengan pengaruh sebesar 13,5%. b. Secara parsial dari kelima variabel GCG hanya variable jumlah anggota Komite Audit (KA) saja yang berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja keuangan (CFROA) dengan nilai t hitung sebesar 2,393 dan taraf signifikan pada 1,9%, sedangkan keempat variable bebas lainnya yaitu jumlah anggota Dewan Komisaris (DK), Proporsi Dewan Komisaris Independen (DKI), jumlah anggota Dewan Direksi (DIR) dan variable rasio Kepemilikan Institusi (KI) tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja perusaahaan (CFROA) karena keempat variable bebas tersebut memiliki nilai t test lebih kecil dari 1,994 dan taraf signifikansinya diatas 5%. 5.2. Saran Berdasarkan hasil analisis dan kesimpulan dimana hanya satu variable saja yang berpengaruh pada penelitian ini, beberapa saran yang dapat penulis ajukan diantaranya adalah : a. Dalam melakukan penelitian tentang pengaruh GCG terhadap kinerja sebaiknya penelitian selanjutnya menambahkan unsurunsur GCG yang diteliti seperti kepatuhan terhadap peraturan Bapepam/OJK, penyampaian dan publikasi laporan laporan secara berkala dan tepat waktu serta unsur GCG lainnya sesuai prinsip GCG yang Transparansi, Akuntabel, Responsip, Independen dan Fairness ,maupun dengan memenggunakan rasio keuangan yang lain dalam menilai kinerja keuangan seperti ROE, ROA dan lain-lain. b. Dalam penempatan personil yang akan diposisikan sebagai anggota dewan komisaris terlebih anggota dewan komisaris independen, sebaiknya adalah memang personal yang memiliki kemampuan (kompetensi) yang baik dibidang pengawasan dan memahami jenis usaha perusahaan tersebut. Hal ini perlu dilakukan karena berdasarkan hasil penelitian ini dewan komisaris dan rasio dewan komisaris independen berpengaruh negative terhadap kinerja keuangan perusahaan. Hal ini menunjukkan bahwa saat ini keberadaan dewan komisaris dan komisaris independen pada perusahaan manufaktur di BEI hanya sebagai beban perusahaan dan bukan sebagai modal berperan dalam peningkatan kinerja keuangan perusahaan, sehingga saat ini kinerja keuangan menurun saat jumlah dewan komisaris dan rasio dewan komisaris independenya meningkat.
V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan seperti telah penulis uraikan pada bab sebelumnya, penulis dapat menarik beberapa kesimpulan dari penelitian ini yaitu: a. Secara simultan good corporate governance (GCG) yang terdiri dari variable jumlah anggota Dewan Komisaris (DK), rasio Dewan Komisaris Independen (DKI), jumlah anggota Dewan Direksi (DIR), jumlah anggota Komite Audit (KA) dan rasio Kepemilikan Institusional (KI) berpengaruh positif dan signifikan terhadap Kinerja Karyawan yang diukur dengan rasio CFROA, dengan nilai F hitung sebesar 3,382
18
Tunggal, A. W. (2014). Konsep dan Studi Kasus Internal Auditing. Jakarta : Harvarindo . Ulya, M. A. (2014). Pengaruh Corporate Governance Terhadap Kinerja Ekonomi Perusahaan Dengan Kinerja Lingkungan Sebagai Variabel Intervening. Skripsi Akuntansi, Universitas Diponegoro. Utomo, A. T. (2014). Pengaruh Mekanisme Good Corporate Governance terhadap Kinerja Keuangan. Skripsi Akuntansi, Universitas Diponegoro. Widagdo, D. O. (2014). Pengaruh Good Corporate Governance terhadap Kinerja Perusahaan. Skripsi Akuntansi, Universitas Diponegoro. Windah, G. C. (2013). Pengaruh Penerapan Corporate Governance terhadap Kinerja Keuangan Perusahaan Hasil Survei The Indonesian Institute Perception Governance (IICG) 2008-2011. Jurnal Akuntansi, Universitas Surabaya .
DAFTAR PUSTAKA Amir, M. T. (2011). Manajemen Strategik. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Bank Indonesia. (2014). Data Inflasi. Diakses Desember 2014, www.bi.go.id.. Bursa Efek Indonesia. (2014). Laporan Keuangan. Diakses Oktober 2014, www.idx.co.id. Carningsih. (2011). Pengaruh Good Corporate Governance terhadap Hubungan Antara Kinerja Keuangan dengan Nilai Perusahaan. Jurnal Akuntansi, Universitas Gunadarma. Departemen Akuntansi FEUI. (2004). Komite Audit, Good Corporate Governance dan Pengungkapan Informasi. Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia. (FCGI), F. C. (2011). Forum Corporate Governance Indonesia (FCGI). Diakses pada Oktober 2014, fcgi.or.id Hardikasari, E. (2011). Pengaruh Penerapan Corporate Governance terhadap Kinerja Keuangan pada Industri Perbankan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 20062008. Skrpisi Akuntansi, Universitas Diponegoro. Institute for Corporate Governance dan Institute for Corporate Directorship(IICG). Diakses Oktober 2014, iicg.org.id Komite Nasional Kebijakan Governance. (2006). Diakses Oktober 2014, http://www.bapepam.go.id. Kuncoro, M. (2005). Strategi Bagaimana Meraih Keunggulan Kompetitif. Jakarta: Erlangga. M.M. Cornett, A. J. (2006). Earning Management, Corporate Governance, and True Financial Performance. MA, J. S. (2009). Statistik Teori dan Aplikasi. Jakarta: Erlangga. Manajemen, S. P. Robert H. Anthony, Vijoy Govindarajan. Jakarta: Karisma. Murray R. Spregel, L. J. (2004). Statistik. Jakarta: Erlangga. (OECD), O. f. (2004). Diakses Oktober 2014, dari Principles of Corporate Governance, oecd.org.id Okkyrianto, R. (2014). Pengaruh Good Corporate Governance terhadap Kinerja Keuangan. Jurnal Akuntansi, Universitas Brawijaya. Purwani, T. (2010). Pengaruh Good Corporate Governance terhadap KInerja Perusahaan. Jurnal Akuntansi, Universitas AKI . Sarwoko. Statistik Inferensi. Yogyakarta: Andi Yogyakarta. Sawyer, L. B. Sawyer's Internal Auditing. Jakarta: Salemba Empat. Situmorang, J. Z. (2013). Pengaruh Good Corporate Governance terhadap Kinerja Keuangan . Skripsi Akuntansi, Universitas Sanata Dharma. BIBLIOGRAPHY \l 1033 Tunggal, A. W. (2014). Internal Audit, Enteprise Risk Management dan Corporate Governance.Jakarta : Harvarindo.
19