KOMPETENSI PEMILIK RUMAH MAKAN TRADISIONAL KELAS C DALAM PENGOLAHAN DAN PENYAJIAN MAKANAN DI DAERAH TUJUAN WISATA JAKARTA TIMUR
MARIA BINUR FRANSISKA MANALU
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Kompetensi Pemilik Rumah Makan Tradisional Kelas C dalam Pengolahan dan Penyajian Makanan di Daerah Tujuan Wisata Jakarta Timur, adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir tesis ini.
Bogor, Januari 2009 Maria Binur Fransiska Manalu NIM I 352060041
ABSTRACT Manalu, Maria Binur Fransiska. 2009. Competency of The Owner of Tradisional Restaurant of C Class in Preparing and Serving Foods at The Tourism Object in East Jakarta. Under direction: of SITI AMANAH as the chairman of supervisory and DJOKO SUSANTO as a member. Tourism development represents Indonesian pledge in the effort of accelerating economics growth. By increasing tourism products, it is hoped that the traditional C class restaurant owner will be able to improve their income. The aims of this study are (1) to get informations on the competency level of the owners of traditional restaurant business, (2) to identify factors related to the competency of the owners of traditional restaurant business, and (3) to find out the owners traditional C class restaurant in cooking and food presentation relation to their to competency. The research method used was descriptive-correlation. The research population consisted of 79 owners traditional restaurant C class in tourism objects in East Jakarta. While data collection was conducted on purposive basis from 40 owner traditional restaurant C class. The data collection was carried out from June until September 2008. The analysis of the data was performed by using the correlation test of Rank Spearman. The research results showed that (1) the competency of the owners of traditional restaurant of C class was at sedentary level, (2) the competency was significantly related to the production support and the owners of traditional restaurant of C class interaction with the extension educator, (3) the owners of traditional restaurant of C class performance was at sedentary level and it was positively correlated with the competency level of the traditional restaurant business in tourism object in East Jakarta. Key word: owner traditional restaurant C class , competency, tourisme.
RINGKASAN MANALU, MARIA BINUR FRANSISKA. 2009. Kompetensi Pemilik Rumah Makan Tradisional Kelas C dalam Pengolahan dan Penyajian Makanan Di Daerah Tujuan Wisata Jakarta Timur. Dibimbing oleh SITI AMANAH sebagai Ketua Komisi Pembimbing dan DJOKO SUSANTO sebagai Anggota Komisi Pembimbing. Pembangunan pariwisata merupakan rangkaian upaya untuk meningkatkan pendapatan masyarakat, menciptakan lapangan pekerjaan, mengentaskan kemiskinan, mendorong pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan citra pariwisata suatu wilayah. Melalui peningkatan sajian kuliner yang sehat, aman dan penyajian yang memperindah penampilan dari makanan pada rumah makan tradisional kelas C dapat diupayakan peningkatan pendapatan pemilik rumah makan tradisional kelas C. Salah satu upaya untuk meningkatkan sajian kuliner rumah makan tradisional kelas C adalah dengan meningkatkan kompetensi pemilik rumah makan tradisional dalam pengolahan dan penyajian makanan sehat, aman dan bersih. Pengolahan dan penyajian makanan untuk usaha rumah makan tradisional kelas C membutuhkan kesanggupan dan harus menggunakan tata laksana makanan yang tepat, antara lain dalam perencanaan menu, persiapan pengolahan, pengolahan, penyajian makanan serta sanitasi dan higiene. Kompetensi pemilik rumah makan tradisional kelas C dalam usaha rumah makan tradisional di daerah tujuan wisata Jakarta Timur relatif masih rendah karena belum memperhatikan keterkaitan faktor-faktor penentu yang berpengaruh. Upaya-upaya dalam mengembangkan kompetensi dapat dilakukan dengan mengetahui sejauhmana tingkat kompetensi yang telah dimiliki oleh pemilik rumah makan tradisional kelas C dalam merencanakan kegiatan usaha rumah makan tradisional. Berdasarkan hal tersebut, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: (1) Apakah pemilik rumah makan tradisional mengetahui pentingnya mutu/kualitas makanan dalam pengolahan makanan yang baku? (2) Faktorfaktor apa yang berkorelasi dengan kompetensi pemilik rumah makan dalam pengolahan dan penyajian makanan? Penelitian dilakukan pada bulan Juni sampai September 2008 di daerah tujuan wisata Jakarta Timur. Populasi penelitian adalah 79 pemilik rumah makan tradisional kelas C. Sampel pemilik rumah makan tradisional kelas C diambil secara sengaja sebanyak 40 responden. Data dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh secara langsung dari responden, melalui wawancara dan pengamatan langsung di lapangan dan data sekunder diperoleh dari Suku Dinas Pariwisata Jakarta Timur. Selanjutnya data dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif, serta untuk menguji hipotesis yang telah dirumuskan digunakan uji korelasi Rank Spearman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat kompetensi pemilik rumah makan tradisional kelas C di daerah tujuan wisata Jakarta Timur termasuk kategori sedang; faktor yang penting diperhatikan untuk mengembangkan kompetensi pemilik rumah makan tradisional kelas C adalah: pelatihan dan interaksi dengan penyuluh pariwisata. Usaha meningkatkan kompetensi pemilik
rumah makan tradisional kelas C dapat dilakukan dengan meningkatkan efektifitas pendampingan oleh penyuluh pariwisata kepada pemilik rumah makan tradisional kelas C dan pengembangan pengetahuan dan kemampuan pemilik rumah makan tradisional kelas C melalui penyuluhan maupun melalui organisasi kelompok rumah makan tradisional; penyuluh dan petugas Suku Dinas Pariwisata Kota Jakarta Timur hendaknya memotivasi pemilik rumah makan tradisional kelas C untuk membentuk kelompok pemilik rumah makan tradisional kelas C, terlibat aktif dan mendinamikakan kelompok sebagai wadah belajar dengan program-program yang dibutuhkan pemilik rumah makan tradisional kelas C untuk mengembangkan usaha rumah makan tradisional. Kata kunci : pemilik rumah makan tradisional kelas C, kompetensi, pariwisata.
Ó Hak Cipta milik IPB, tahun 2009 Hak Cipta dilindungi Undang-undang. 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
KOMPETENSI PEMILIK RUMAH MAKAN TRADISIONAL KELAS C DALAM PENGOLAHAN DAN PENYAJIAN MAKANAN DI DAERAH TUJUAN WISATA JAKARTA TIMUR
MARIA BINUR FRANSISKA MANALU
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Penyuluhan Pembangunan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009
Judul Tesis
: Kompetensi Pemilik Rumah Makan Trasisional Kelas C dalam Pengolahan dan Penyajian Makanan di Daerah Tujuan Wisata Jakarta Timur
Nama
: Maria Binur Fransiska Manalu
NIM
: I 352060041
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Siti Amanah. M.Sc. Ketua
Prof .(Ris). Dr. Djoko Susanto, SKM Anggota
Diketahui Ketua Program Studi/Mayor Ilmu Penyuluhan Pembangunan
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Siti Amanah, M.Sc.
Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S.
Tanggal Ujian:
Tanggal Lulus: ....................................
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Ir. Richard W.E. Lumintang, MSEA.
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat dan kasih-Nya karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Judul penelitian adalah ”Kompetensi Pemilik Rumah Makan Tradisional Kelas C Dalam Pengolahan Makanan di Daerah Tujuan Wisata Jakarta Timur.” Penyelesaian karya ilmiah ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada komisi pembimbing yaitu: Ibu Dr. Ir. Siti Amanah, M.Sc dan Bapak Prof. (Ris). Dr. Ign Djoko Susanto, SKM yang telah membimbing dan mengarahkan penulis dengan sabar dalam menyelesaikan karya ilmiah ini. Rasa terima kasih juga ingin penulis sampaikan kepada: (1)Departemen Pendidikan Nasional (DEPDIKNAS) atas beasiswa BPPS dari Semester I hingga IV, (2)Bapak dan Mama, suami penulis Ir. Hotman Saragih, Abang Daniel dan Adek Alexander, Simon, Johner serta seluruh keluarga atas bantuan, dorongan, doa, dan kesempatan yang diberikan dalam menempuh studi sebagai bagian dari kehidupan, (3) Ketua Yayasan Lembaga Pendidikan Pariwisata (YLBPP) Jakarta dan Direktur Akademi Pariwisata Indonesia (AKPINDO) Jakarta atas ijin melanjutkan studi program pascasarjana yang diberikan kepada penulis, (4) Kepala Dinas Provinsi DKI Jakarta dan Kepala Suku Dinas Parawisata Jakarta Timur yang telah membantu memberikan data dan informasi yang diperlukan, (5)Para mahasiswa AKPINDO yang telah membantu dalam pengumpulan data, (6)Seluruh responden/pengelola RMT kelas C di Jakarta Timur yang telah berkenan diwawancarai dalam pengumpulan data penelitian, (7)Teman-teman mahasiswa S2 dan S3 PPN – SPs IPB: Pak Ayat, Pak Malta, Bu Syam, Bu Riana, Pak Eka, Pak Yo, Pak Hatta, Pak Sihab, Pak Eko, Pak Dirlan,
Pak Mardin, dan Mas Bado atas segala bantuan, masukan dan
semangatnya. Tidak ada sesuatupun yang sempurna termasuk tesis ini, untuk itu penulis terbuka akan saran dan masukan pembaca. Akhir kata, semoga karya ini bermanfaat.
Bogor, Januari 2009 Maria Binur Fransiska Manalu
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Pangkalan Brandan – Sumatera Utara pada 21 Agustus 1971 sebagai putri pertama dari empat bersaudara pasangan M. Manalu, dan H. Sitorus. Pada tahun 1990 penulis lulus dari SMTK Negeri Medan dan pada tahun yang sama penulis melanjutkan studi ke Jurusan Tata Boga Fakultas Pendidikan Teknologi Kejuruan (FPTK) IKIP Medan, memperoleh beasiswa dari PERTAMINA. Penulis lulus sebagai Sarjana Pendidikan pada tahun 1995. Di tahun 1995 penulis mulai mengarungi bahtera rumah tangga bersama Ir. Hotman Saragih dan dikaruniai dua orang putra, Daniel Aprilio (dua belas tahun) dan Vico Alexander Luwis (delapan tahun). Pada tahun 2006, penulis mendapatkan kesempatan melanjutkan studi di Program Studi Ilmu Penyuluhan Pembangunan pada Program Pascasarjana IPB. Beasiswa pendidikan Pascasarjana diperoleh dari Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia, dalam bentuk Beasiswa Pendidikan Pascasarjana (BPPS). Sejak tahun 1997 hingga sekarang, penulis bertugas sebagai dosen tetap pada Akademi Parawisata Indonesia (AKPINDO) Jakarta. Mata kuliah yang diampu penulis antara lain adalah Food Commodities Teori dan Praktek, Pengantar Pengolahan Makanan Teori dan Praktek, Pengolahan Makanan I Teori dan Praktek, Pengolahan Makanan II Praktek dan Pengolahan Makanan III Praktek. Jabatan yang pernah diemban penulis di AKPINDO Jakarta selain tenaga pengajar dosen, yaitu: (1) Koordinator Praktek Food Production D3; dan (2) Koordinator Food Production D1. Penulis memperoleh pengalaman dari organisasi profesi yaitu sebagai anggota Dewan Pengurus Pusat Indonesian Food & Beverage Executive Club (IFBEC) dan Anggota Proyek dan Penyuluh bagi karyawan Wisma Putera Bahagia Cimacan – Milik Pemda DKI Jakarta tahun 2007 dan 2008.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ......................................................................
xiii
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................
xiv
PENDAHULUAN ................................................................. Latar Belakang ..................................................... Masalah Penelitian ..................................................... Tujuan Penelitian ..................................................... Kegunaan Penelitian ..................................................... Batasan Istilah ...............................................................
1 1 4 5 5 6
TINJAUAN PUSTAKA ...................................................... Makanan Dalam Industri Pariwisata ............................... Karakteristik Individu PRMT Ke..................................... Faktor Pendukung PRMT Kelas C .................................. Kompetensi ...................................................................... Kompetensi yang Perlu Dikuasai PRMT ........................ Hubungan Karakteristik Individu dengan Kompetensi... Hubungan Faktor Pendukung dengan Kompetensi PRMT..
8 8 9 12 15 17 24 26
KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS ........................... Kerangka Berpikir ............................................................ Hipotesis Penelitian ..........................................................
28 28 30
METODE PENELITIAN ............................................................ Waktu dan Lokasi Penelitian............................................ Populasi dan Sampel ........................................................ Desain Penelitian .............................................................. Definisi Operasional.......................................................... Instrumentasi .................................................................... Teknik Analisis Data........................................................ Analisis Data ....................................................................
31 31 31 32 32 37 39 41
HASIL DAN PEMBAHASAN.................................................... Gambaran Umum Rumah Makan Tradisional Kelas C..... Gambaran Umum PRMT Kelas C..................................... Karakteristik Individu PRMT Kelas C di Daerah ............. Faktor Pendukung PRMT Kelas C di Daerah.................... Kompetensi PRMT Kelas C dalam Berusaha Rumah....... Hubungan Karakteristik Individu dengan Kompetensi .... Hubungan Faktor Pendukung dengan Kompetensi .......... Pengembangan Kompetensi PRMT kelas C .....................
42 42 43 44 48 54 60 63 66
KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................
70
Kesimpulan ...................................................................... Saran ................................................................................
70 70
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................
72
LAMPIRAN .................................................................................
79
DAFTAR TABEL Halaman 1. Kelompok, Populasi dan Jumlah Responden................
32
2. Peubah, Indikator dan Kategori ...................................
34
3. Pengumpulan Data .......................................................
40
4. Deskripsi Karakteristik Individul PRMT Kelas C.........
44
5. Deskripsi Faktor Pendukung PRMT Kelas C.................
49
6. Skor Pengetahuan PRMT Kelas C di Daerah Tujuan Wisata Jakarta Timur......................................................
55
7. Skor Sikap PRMT Kelas C di Daerah Tujuan Wisata Jakarta Timur.....................................................
57
8. Skor Keterampilan PRMT Kelas C di Daerah Tujuan Wisata Jakarta Timur.....................................................
59
9. Hubungan Karakteristik Individu dengan Kompetensi PRMT Kelas C di Daerah Tujuan Wisata Jakarta .......
61
10. Hubungan Faktor Pendukung dengan Kompetensi PRMT Kelas C di Daerah Tujuan Wisata Jakarta Timur.........
64
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Peta Sebaran Potensi Rumah Makan Tradisional Kelas C Kota Jakarta Timur ...........................................................
79
2. Daftar Pertanyaan .............................................................
80
2.
Hasil Uji Korelasi Rank Spearman ...................................
88
PENDAHULUAN Latar Belakang Sektor pariwisata memiliki dampak terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat lokal dengan kesempatan kerja yang memperoleh keuntungan dan dampak terhadap pendapatan pemerintah (Cohen, 1984). Dalam era pariwisata, kunjungan turis mancanegara menjadi salah satu andalan pemasukan pendapatan negara. Dengan falsafah ”Man must eat”, yang dipahami oleh orang Barat menggambarkan bahwa seseorang tak lepas dari persoalan makan. Semakin jelas bagi para pengelola jasa pelayanan makanan serta petugas negara bahwa makanan harus merupakan titik pandang yang perlu pencermatan (Bartono 2006). Selain untuk mendapatkan keindahan dan keunikan di wilayah kunjungan, wisatawan asing acapkali ingin mencoba makanan-makanan domestik yang sesuai dengan selara makannya. Para turis sangat memperhatikan kebersihan ruangan, kenyamanan ruangan, kebersihan tempat penyajian makanan, penggunaan bahan makanan yang sehat, dan aman serta penyajian makanan yang memperindah penampilan dari makanan. Lebih lanjut Susanto (1993) mengemukakan makanan-makanan modren menawarkan kondisi ’kebersihan’ dan kesehatan lingkungan tinggi di tempat pelayanan makan, sehingga konsumen tidak perlu risau mengenai keamanan makanan. Informasi yang diperoleh dari ICAC (International Community Activities Centre) seperti yang dikutip Wongso (1993), umumnya warga asing yang tinggal 3 tahun atau lebih, takut makan masakan khas Indonesia karena masalah sanitasi yang sangat diragukan. Thailand dan Singapore sangat memperhatikan kualitas makanan tradisional, dari segi kebersihan makanan dan keamanan pangan dengan memberikan sertifikat dan label pada setiap rumah makan. Hal ini merupakan pengakuan pemerintah terkait bahwa rumah makan tersebut aman untuk dikunjungi turis dan bagian dari promosi makanan tradisional dalam paket-paket wisata (Wongso,1993). Sistem ini ada baiknya ditiru oleh
negara Indonesia
untuk meningkatkan kemampuan berkompetisi antara rumah makan tradisional dengan rumah makan konsep moderen. Asmoro (1993) mengemukakan bahwa jika diperhatikan banyak rakyat Indonesia
dari
golongan
terpelajar
menyukai
restauran-restauran
yang
menawarkan makanan impor, seperti hamburger, pizza, dan ayam goreng siap saji. Ini menjadi pertanyaan bagi kita mengapa lebih mencintai makanan impor dari makanan tradisional milik bangsa kita sendiri. Makanan khas Indonesia banyak dan mudah ditemui di berbagai warung, kedai dan rumah makan. Akan tetapi sangat disayangkan bahwa di tempat-tempat tersebut keadaannya masih sangat memprihatinkan, di mana Hubeis (1993) mengemukakan
60 persen
pedagang makanan jajanan bekerja di lantai dengan kondisi ruangan seadanya dan hanya 20 persen yang bekerja dengan menggunakan meja kerja. Hal inilah yang masih kurang diperhatikan oleh pihak-pihak terkait khususnya PRMT kelas C yang kurang memperhatikan pentingnya kebersihan dan
kesehatan
lingkungan
dalam
pengolahan
makanan.
Akibat
tidak
terpeliharanya kebersihan, kenyamanan, dan penggunaan bahan makanan yang sehat dan aman, makanan tradisional jarang ada turis yang tertarik membeli makanan dan minuman di rumah makan tradisional kelas C. Spencer
dan
Spencer
(1993)
mengemukakan bahwa kompetensi
merupakan segala bentuk tentang motif, sikap, keterampilan,
pengetahuan,
perilaku atau karakteristik pribadi lain yang penting, untuk melaksanakan pekerjaan atau membedakan antara kinerja rata-rata dengan kinerja superior. Sumardjo (Nuryanto, 2008)
menjelaskan bahwa
kompetensi merupakan
kemampuan dan kewenangan yang dimiliki oleh seseorang untuk melakukan suatu pekerjaan, yang didasari oleh pengetahuan, keterampilan dan sikap sesuai dengan unjuk kerja yang ditetapkan. Kompetensi yang ada pada Pemilik rumah makan tradisional Kelas C yang berada di daerah tujuan wisata Jakarta Timur masih memiliki kekurangan dalam; penggunaan bahan makanan
dimana memilih bahan yang kurang baik demi
mendapatkan keuntungan, pengolahan makanan yang over cooking, kebersihan dan kenyamanan ruang makanan, kebersihan ruang pengolahan dan kebersihan diri juru masak.
Kemampuan pemilik rumah makan dalam mengetahui dan memilih bahan-bahan makanan yang sehat, aman dan halal sangat diperlukan untuk menghasilkan hidangan yang sehat dan aman bagi pengunjung yang makan. Kemampuan dalam melaksanakan kebersihan ruang makan agar tamu merasa nyaman dan ruang pengolahan yang bersih dengan, pengunaan alat-alat hidang dan alat-alat makan yang bersih. Kemampuan dalam menghias makanan secara sederhana untuk menambah penampilan hidangan yang dapat menjadi daya tarik pengunjung yang menikmati makanan. Kemampuan dalam menghasilkan makanan yang standar dengan hasil tidak over cooking, dan rasa yang sesuai. Secara internal, perkembangan rumah makan tradisional kelas C ditandai dengan perolehan pendapatan yang rendah dimana tidak ada perkembangan dari usaha rumah makan tradisionalnya karena yang mengunjungi rumah makan tradisional Kelas c adalah kaum ekonomi menengah kebawah. Secara eksternal, perkembangan rumah makan tradisional kelas C masih belum didukung oleh pembinaan yang cukup dari pemerintahan. Pembinaan yang selama ini dilakukan oleh pemerintah cenderung sangat birokratis dan sering tidak tepat sasaran. Ditambah dengan kurangnya keberpihakan pemerintah melalui kebijakan-kebijakannya terutama dalam hal kebijakan fiskal, hal ini disebabkan oleh kerangka kerja dan pelaksanaan kebijakan-kebijakan tersebut masih tetap melenceng terhadap industri menengah dan industri besar, bahkan adakalanya beberapa kebijakan tersebut tidak relevan. Perkembangan rumah makan tradisional kelas C, khususnya di daerah tujuan wisata Jakarta Timur, memberi gambaran tentang fenomena di atas, bahwa terdapat segi internal dan eksternal yang menghambat dinamika perkembangan rumah makan tradisional kelas C. Walaupun demikian pemilik rumah makan tradisional kelas C (selanjutnya PRMT Kelas C) tetap mengusahakan usaha rumah makannya. Hal ini membuktikan akan adanya motivasi yang dimiliki PRMT kelas C. Tentang macam karakteristik individu dan faktor pendukung yang berhubungan dengan kompetensi PRMT Kelas C dalam pengolahan makanan menjadi masalah menarik untuk diteliti dan menjadi alasan penelitian ini.
Masalah Penelitian Masalah merupakan kesenjangan antara kondisi sekarang dengan kondisi yang diharapkan, memerlukan pembahasan, pemecahan, dan informasi atau keputusan. Kerlinger (1993) mengemukakan masalah dan pernyataan masalah harus dirumuskan dengan cara tertentu yang menyiratkan adanya kemungkinan pengujian empiris. Masalah yang menjadi inti penelitian ini adalah adanya kesenjangan perilaku PRMT kelas C dalam pengolahan makanan dan penyajian makanan tradisional yang seharusnya melakukan proses pengolahan dan penyajian secara; aman, sehat dan memperhatikan cara penampilan hidangan diatas alat hidang agar terlihat indah dan menarik. Hingga saat ini, kemauan dan kemampuan PRMT kelas C untuk melakukan pengolahan makanan yang benar dan sehat terkendala olah berbagai faktor. Sebagai gambaran, penggunaan bahan yang murah untuk mendapatkan keuntungan lebih, penanganan bahan makan yang tidak sehat, pengolahan yang seadanya, penyajian makanan yang sangat minim tanpa memperhatikan penampilan dari hidangan, menggunaa alat-alat yang kurang bersih, tidak menjaga kebersihan ruangan dan tidak memperhatikan kebersihan dari orang yang memasak. Dapat dikatakan prilaku PRMT kelas C dalam pengolahan
dan
penyajian makanan masih terbatas. Kondisi kompetensi PRMT kelas C di daerah tujuan wisata Jakarta Timur masih rendah dalam hal memperhatikan akan kebersihan, keamanan pangan, pengolahan dan penampilan hidangan. Padahal peluang di industri pariwisata, wisata kuliner dapat menambah pendapatan bagi pemilik rumah makan tradisional khususnya dan pendapatan bagi pemerintah daerah. Oleh karena itu perlu diupayakan agar produktivitas meningkat, dengan mengembangkan
kompetensi
PRMT
kelas
C.
Upaya-upaya
dalam
mengembangkan kompetensi dapat dilakukan terlebih dahulu dengan mengetahui sejauh mana tingkat kompetensi yang telah mereka miliki dalam mengelola rumah makan tradisional dan mengkaji faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan tingkat kompetensi tersebut. Berkaitan dengan hal tersebut, perlu diadakan penelitian untuk menjawab permasalahan:
(1) Apakah
pemilik
rumah
makan
tradisional
mengetahui
pentingnya
mutu/kualitas makanan dalam pengolahan makanan yang standart ? (2) Faktor-faktor apa yang berkorelasi dengan kompetensi pemilik rumah makan dalam pengolahan dan penyajian makanan? Tujuan Penelitian Tujuan penelitian adalah : (1) Untuk mengetahui kemampuan PRMT kelas C dalam pengolahan dan penyajian makanan. (2) Mengidentifikasi faktor-faktor yang berhubungan dengan kompetensi pemilik warung makan dalam pengolahan dan penyajian makanan. (3) Menganalisa alternatif pengembangan kompetensi PRMT kelas C dalam pengolahan dan penyajian makanan. Kegunaan Penelitian Penelitian ini mengarahkan perhatian utama pada PRMT kelas C, sehingga diharapkan dapat memberikan informasi yang mendalam mengenai unsur-unsur kompetensi yang harus mereka miliki dan kuasai dalam pengolahan makanan serta faktor-faktor lain yang diduga berhubungan dengan kompetensi mereka. Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai : (1) Bahan masukan bagi pemerintah dan semua pihak yang terkait dalam upaya meningkatkan sumber daya manusia, khususnya bagi para pelaksana program usaha sarana pariwisata dalam mengambil kebijakan pengembangan rumah makan tradisional kelas C, terutama dalam pengolahan makanan. (2) Sumber informasi kepada masyarakat, terutama pemiliki rumah makan tradisional mengenai kompetensi yang harus mereka kuasai agar wisatawan tertarik untuk datang mengkomsumsi makanannya. (3) Literatur dan referensi bagi para akademis, memberikan wawasan tentang kompetensi PRMT kelas C melalui pemahaman yang tepat tentang hubungan berbagai faktor yang berkaitan dengan pengembangan kompetensi PRMT kelas C.
Batasan Istilah Memberikan batasan yang jelas dan memudahkan pengukuran, terlebih dulu dibuat definisi istilah yang akan dipergunakan dalam pengumpulan data pada penelitian. Definisi dan istilah yang digunakan tersebut, adalah sebagai berikut: (i) Pemilik Rumah Makan : Pemilik rumah makan yang akan diteliti di sini adalah orang yang menjalankan usaha penyediaan makanan dengan
mengelola usahanya
dari: perencanaan menu , belanja, mengolah/memasak, dan melayani tamu secara sendiri yang dibantu oleh keluarga tidak mempekerjakan orang lain. (ii) Rumah Makan Tradisional Kelas C : Rumah makan tradisional yang akan diteliti disini adalah usaha penyediaan makanan yang banyak memiliki ciri-ciri daerah-daerah di mana seseorang dilahirkan dan tumbuh. Rumah makan tradisional kelas C rumah makan kelompok usaha kesil berdasarkan kisaran jumlah meja antara 4-12, jumlah kursi 14-48, dan jumlah karyawan 5-12 dengan bangunan permanen (Sudin Jakarta Timur, 2007). (iii) Daerah Tujuan Wisata Daerah tujuan wisata atau kawasan pariwisata adalah suatu wilayah dengan potensi tertentu yang dikembangkan dan dikelola sebagai sentra kegiatan atraksi dan industri Pariwisata. (iv) Karakteristik Individu Karakteristik individu yang dimaksud dalam penelitian ini adalah umur, pendidikan formal, pengalaman usaha rumah makan tradisional, dan motivasi. (v) Faktor Pendukung Faktor pendukung yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pelatihan, interaksi dengan penyuluh, ketersedian peralatan memasak, kepemilikan modal dan kepuasan pelanggan. (vi)
Kompetensi
Kompetensi merupakan kemampuan yang dimiliki oleh PRMT Kelas C dalam melakukan pengolahan makanan yang didasari pengetahuan,
keterampilan dan sikap yang sesuai dengan unjuk kerja yang ditetapkan; (1) Perencanaan menu yang dimaksud perencanaan penyusunan hidangan yang akan dimasak dengan memperhatikan biaya terjangkau, teknik olah bervariasi, bahan makanan mudah didapat, warna, rasa dan tektur masakan bervariasi dan kartu menu lengkap dengan daftar harga; (2) Persiapan pengolahan yang dimaksud adalah serangkaian kegiatan dalam rangka mempersiapkan bahan-bahan makanan serta bumbu-bumbu sebelum dilakukan kegiatan pemasak; menyiapkan peralatan, menyiapkan bahanbahan,
mencuci, dan memotong bahan-bahan, dan
menyiapkan alat
memasak; (3) Pengolahan makanan suatu proses kegiatan terhadap bahan makanan, mulai dari makanan mentah atau makanan setengah jadi menjadi makanan siap di makan; (4) Penyajian makanan yang dimaksud merupakan perlakuan terakhir dalam penyelenggaraan makanan dan merupakan faktor penentu dalam penampilan hidangan yang disajikan dengan memperhatikan pemilihan alat yang digunakan, cara menyusun makanan dalam tempat penyajian makanan serta penghias hidangan; (5) Sanitasi yang dimaksud meliputi kegiatan-kegiatan aseptik dalam persiapan, pengolahan dan penyajian makanan, pembersihan dan sanitasi lingkungan kerja, kesehatan pekerja dalam proses pengolahan makanan.
TINJAUAN PUSTAKA Makanan Tradisional dalam Industri Pariwisata Memahami
pengertian
tentang
makanan
tradisional
hendaknya
menempatkan lebih dulu ke dalam pengertian tentang makanan itu sendiri yang mencakup dua hal: (1) makanan, yaitu sesuatu yang siap diolah atau siap disantap, dan (2) bahan makanan, yaitu bahan yang masih mentah, setengah jadi, dan siap dimasak. Makanan tradisional merupakan makanan yang banyak memiliki ciriciri daerah di mana seseorang dilahirkan dan tumbuh (Winarno, 1994). Secara lebih spesifik, kepekatan tradisi itu dicirikan antara lain: makanan tradisional dikonsumsi oleh golongan etnik dan dalam wilayah tertentu, diolah mengikuti ketentuan (resep) yang turun temurun, dari bahan-bahan yang diperoleh secara lokal, dan disajikan sesuai tradisi setempat. Beragamnya budaya adalah modal dasar yang tak ternilai, karenanya mengangkatnya secara ekonomi dalam wujud sajian makanan tradisional diharapkan dapat pula menarik keuntungan-keuntungan sosial (social capital) yang lebih besar dari yang diperkirakan yaitu meningkatnya, transaksi penjualan, dan investasi dalam wujud munculnya organisasi-organisasi ekonomi baru. Namun upaya mengangkat makanan tradisional sekaligus menyaingi dan mempersandingkannya dengan makanan produk impor senantiasa menghadapi kendala, misalnya sanitasi yang buruk, proses pengolahan yang overcook, dan kurang memperhatikan gizi. Sasaran mengenali makanan tradisional mampu menjual nilai-nilainya dalam aspek wisata budaya (Suparmo, 1998). Menyajikan makanan tradisinol dan kelengkapannya akan dapat menarik wisatawan khususnya asing. Lebih jauh, beragamnya makanan tradisional di setiap wilayah kunjungan wisata juga merupakan komponen utama dari suatu paket wisata boga. Industri pariwisata adalah kumpulan jenis usaha yang menyediakan akomodasi, penyediaan makanan dan minuman, jasa pariwisata, serta rekreasi dan hiburan. Dengan tujuan menggali dan mengembangkan potensi ekonomi, kewirausahaan, sosial, budaya dan teknologi komunikasi melalui kegiatan kepariwisataan (Perda Khusus DKI Jakarta, 2007).
Usaha adalah suatu unit ekonomi yang melakukan aktivitas dengan tujuan menghasilkan barang/jasa untuk dijual atau ditukar dengan barang lain, dan ada seseorang atau lebih yang bertanggungjawab dan punya kewenangan untuk mengelola usaha tersebut. Industri Pengolahan adalah suatu kegiatan ekonomi yang melakukan kegiatan mengubah barang dasar secara mekanik, kimia, atau dengan tangan sehingga menjadi barang jadi/setengah jadi, dan atau mengubah barang dari yang kurang nilainya menjadi barang yang lebih tinggi nilainya dengan maksud mendekatkan produk tersebut kepada konsumen akhir (Katalog BPS, 1999) Wongso (1993) mengemukakan bahwa Singapura mempromosikan makanan khas Singapura sebagai daya tarik wisatawan dan memasukkan ke dalam paket wisata. Makanan dapat menjadi daya tarik wisatawan untuk mengunjungi daerah-daerah wisata yang meningkatkan pendapatan bagi pelaku pariwisata dan pemerintah daerah setempat, sebagai contoh negara Italy yang terkenal dengan Spageti, negara Thailand dengan makanan Tom Yam Goong, negara Singapura dengan makanan Hainan Chicken Rice dan lain sebagainya. Selanjutnya Smith (Pitana dan Gayatri, 2005) mengklasifikasikan berbagai kebutuhan barang dan jasa yang harus disediakan oleh suatu daerah tujuan wisata menjadi enam kelompok besar, yaitu : (1) trasportasi, (2) travel, (3) akomodasi, (4) pelayanan makanan, (5) obyek dan daya tarik, (6) pengadaan makanan. Daya tarik merupakan komponen yang sangat vital karena daya tarik merupakan faktor penyebab utama, dan perlu ditunjung dengan transportasi dan pengadaan makanan. Usaha pariwisata yang bergerak dalam bidang penyediaan makanan dan minuman adalah restauran-restauran, cafe, kantin, bakery, warung makan dan rumah makan. Rumah makan yang menjual makanan khas daerah lebih terkenal dengan rumah makan tradisional dengan menyediakan makanan dan minuman. Karakteristik Individu Sampson (Rakhmat 2001) menyatakan karakteristik individu merupakan ciri-ciri yang dimiliki seseorang yang berhubungan dengan semua aspek kehidupan dengan lingkungannya. Karakteristik indivivu meliputi variabel seperti
umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, status sosial, ekonomi, bangsa, agama, dan sebagainya, yang saling berinteraksi satu sama lain dalam proses pemberdayaan. Karakteristik Individu PRMT kelas C menentukan pemahaman PRMT
kelas C terhadap informasi usaha rumah makan tradisional. Adapun
karakteristik individu PRMT kelas C yang dimaksud dalam penelitian ini adalah: (1) umur, (2) pendidikan formal, (3) pengalaman kerja , dan (5) motivasi. Umur Kaitan antara umur dengan kemampuan belajar seseorang, Hammonds (1950), kemampuan belajar seseorang berkaitan dengan fase-fase umumnya dan dengan tingkat yang berbeda. Sejak anak mengenal lingkungannya, terjadilah kenaikan kapasitas belajar yang hampir sama dengan pertambahan umur, fase tercepat pada saat hampir sama dengan pertambahan umur, fase tercepat pada saat menjelang dewasa umur 10 sampai 18 tahun, selanjutnya umur 18 sampai 25 tahun, terkadang sampai umur 28 tahun kenaikannya tidak secepat sebelumnya, kemudian menurun yang draktis setelah umur 60 tahun, yaitu pada fase usia lanjut. Penjelasan di atas mengemukakan adanya kaitan antara umur dengan kapasitas kerja dan dengan produktivitas kerja. Sehubungan dengan itu, penelitian akan mengamati umur juru masak dan hubungannya dengan peubah penelitian. Pendidikan Menurut Houle (1975), pendidikan merupakan proses pengembangan pengetahuan, keterampilan maupun sikap, dilakukan secara terencana, sehingga diperoleh perubahan-perubahan dalam meningkatkan tarap hidup. Pendidikan itu seperti sekolah dasar dan sekolah lanjutan. Lebih lanjut Slamet (1975), mengemukan
tingkat
pendidikan
seseorang
mempengaruhi
tingkat
pemahamannya pada sesuatu yang dipelajarinya, di samping itu hasil-hasil belajar yang perlu diperoleh dari pendidikan yang telah diikuti seseorang, akan menentukan semangatnya untuk belajar.
Maka terdapat kecenderungan adanya hubungan antara tingkat pendidikan dengan kompetensi PRMT kelas C dalam usaha meningkatkan pendapatan melalui usaha rumah makan tradisional. Pengalaman Kerja Menurut Callahan (1966), seseorang hanya akan belajar, manakala ia menemukan arti yang memberinya pengalaman. Pengalaman yang dimiliki itu akan mengarahkan perhatian seseorang pada minatnya yang baru, kebutuhan dan masalah yang dihadapinya. Menurut Walker (1973), pengalaman ialah hasil akumulasi dari proses pengalaman seseorang, yang selanjutnya mempengaruhi terhadap respon yang diterimanya guna memutuskan sesuatu yang baru baginya. Pengalaman merupakan salah satu pertimbangan bagi seseorang dalam menerima ide-ide baru yang menjadi kebutuhan dan dapat membantu memecahkan masalah hidupnya. Motivasi Morgan et al., (1963) mengemukakan bahwa konsep motivasi tidak bisa dilepaskan dari adanya motif (motive), dorongan (drive) dan kebutuhan (needs). Tindakan yang bermotif dapat dikatakan sebagai tindakan yang didorong oleh kebutuhan yang dirasakannya, sehingga tindakan tersebut tertuju ke arah suatu tujuan yang diidamkan. Menurut Padmowihardjo (1994), motivasi merupakan usaha yang dilakukan manusia untuk menimbulkan dorongan untuk berbuat atau melakukan tindakan. Sudjana (1991) mengatakan motivasi belajar adalah motivasi insentif. Motivasi
tersebut
menggambarkan
kecenderungan
asli
manusia
untuk
menggerakkan, mendominasi dan menguasai lingkungan di sekelilingnya. Motivasi perlu diperkuat guna mendorong terjadinya proses belajar untuk mengubah perilaku dan menjadi kekuatan mental untuk mendorong terjadinya motivasi belajar. Juru masak perlu memiliki motivasi yang tinggi untuk mengubah perilaku pengolahan yang benar guna meningkatkan pendapatan.
Faktor Pendukung Menurut Sampson (Rakhmat 2001) faktor pendukung adalah ciri-ciri yang menekan seseorang yang berasal dari luar dirinya, yang merupakan salah satu faktor yang penting dalam rangka mengetahui upaya seseorang untuk melakukan suatu usaha. Pengertian faktor pendukung dalam penelitian ini adalah keadaan/peristiwa yang mempengaruhi pemilik rumah makan tradisional yang berasal dari luar diri, seperti: pelatihan, interaksi dengan penyuluh, ketersediaan peralatan memasak , kepemilikan modal dan kepuasan pelanggan. Pelatihan Menurut Peraturan Daerah Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta No 10 tahun 2004 tentang Pelatihan Ketenagakerjaan bahwa, Dinas Pariwisata menyelenggarakan pelatihan untuk meningkatkan mutu tenaga kerja bidang kepariwisataan dan penyelenggaraan pelatihan sebagaimana dimaksud , berpedoman pada standar kompetensi profesi kepariwisataan berdasarkan profesi/jabatan masing-masing. Menurut
Manullang
(1996)
pelatihan
merupakan
usaha
untuk
mengembangkan kecakapan atau menambah keahlian dan efisiensi kerja seseorang. Siagian (1996) mengukapkan pelatihan merupakan usaha untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan produktivitas kerja seseorang. Pelatihan merupakan bentuk kegiatan pendidikan nonformal yang bertujuan untuk menambah kecakapan dan menambahkan keahlian PRMT. Selain itu, pelatihan dapat bersifat pengembangan kemampuan keterampilan untuk melaksanakan pekerjaan lebih baik lagi. Interaksi dengan Penyuluh Paiwisata Wiriaatmadja (1990) menyatakan bahwa dalam pelaksanaan penyuluhan, seorang penyuluh harus mengadakan hubungan dengan petani, hubungan tersebut pada akhirnya dapat menimbulkan komunikasi. Komunikasi yang baik akan berjalan timbal balik atau terjadi feedback. Hal ini penting bagi penyuluh, karena
dapat mengambil tindakan-tindakan selanjutnya, dengan demikian maka komunikasi tersebut dapat dilanjutkan dan dipelihara dengan baik. Asngari (2001) mengemukakan bahwa, dalam hal menyajikan atau menyampaikan informasi dari agen pembaruan ke klien, berupa pengetahuan, teknologi, gagasan, pengalaman, dan lainnya perlu adanya komunikasi yang bersifat: (1) prosesnya harus komunikatif, isi pesannya harus bermakna bagi klien, dengan anjuran/saran/alasan yang bermakna ini akan mengobarkan imajinasi, yang selanjutnya membuat orang tergerak baik mental maupun fisik, (2) cara penyampaiannya harus persuasif Menurut Peraturan Daerah Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta No 10 tahun 2004 tentang Pembinaan dan Pengawasan, bahwa Dinas Pariwisata melakukan pembinaan terhadap penyelenggaraan kepariwisataan . tata cara pembinaan sebagaimana yang dimaksud ditetapkan dengan keputusan Gubernur. Interaksi dengan penyuluhan pariwisata dengan komunikasi timbal balik untuk mengetahui tindakan selanjutnya dalam mencapai perubahan lebih baik dan tetap menjaga komunikasi dan dipelihara dengan baik. Ketersedian Peralatan Memasak Menurut Sudjati (1981) sarana merupakan alat-alat yang diperlukan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Dalam hal tertentu penyediaan materi (peralatan dan sarana produksi) dibutuhkan dalam suatu proses belajar ke arah perubahan perilaku di samping pengetahuan, sikap, dan keterampilan dalam usaha atau kegiatan yang dilakukan (Lunandi, 1993). Sarana produksi dalam usaha rumah makan tradisional berupa alat-alat memasak dan alat-alat menghidang mutlak diperlukan untuk memperlancar produksi pengolahan makanan. Kepemilikan Modal Menurut Hernanto, (1993) mengatakan bahwa modal merupakan barang atau uang yang bersama-sama dengan faktor produksi lain dan tenaga kerja serta pengelolaan menghasilkan barang-barang baru yakni produksi pertanian.
Berdasarkan sumbernya, menurut (Hernanto, 1993) modal dapat dibedakan menjadi: (1) milik sendiri, (2) pinjaman atau kredit; (a) kredit bank, dan (b) dari pelepas uang/tetangga/famili dan lain-lain, (3) warisan, (4) dari usaha lain, dan (5) kontrak sewa. Modal sendiri, pemilik rumah makan tradisional bebas menggunakan. Modal yang berasal dari kredit yang milik orang lain tentunya ada persyaratan. Persyaratan dapat diartikan pembebanan yang menyangkut waktu pengembalian maupun jumlah serta angsurannya. Untuk modal yang berasal dari warisan, tergantung dari pemberi. Sumber modal dari luar usaha rumah makan tradisional dimaksud bila pemilik rumah makan tradisional memiliki usaha dari luar usaha rumah makan tradisional yang cukup besar. Modal dari kontrak sewa diatur menurut jangka waktu tertentu. Sampai peminjam dapat mengembalikan. Ketersedianya modal mempengaruhi kemampuan PRMT kelas C dalam upaya mengembangkan usaha rumah makan tradisionalnya, karena berpengaruh pada produktivitas hasil usaha secara optimal. Kepuasan Pelanggan Pelayanan yang bertujuan memperoleh kepuasan pelanggan bukanlah suatu yang mudah dilakukan, sering didapat masalah-masalah dalam pengelolaan pelayanan sebuah usaha dan ketidakberhasilan memuaskan sebagian pelanggan mereka. Seperti pernyataan Budi (1997) bahwa masalah atau persoalan yang biasa dihadapi oleh perusahaan maupun pelanggan berkaitan dengan mutu layanan yang diberikan perusahaan kepada pelanggannya adalah sistem layanan yang birokratis, berbelit-belit dan tidak jelas, kedua sumber daya manusia perusahaan yang masih belum menyadari arti pentingnya pelanggan bagi keberhasilan perusahaan, pengetahuan dan kemampuan yang kurang, sikap dan perilaku yang belum baik. Kepuasan pelanggan hanya dapat terbentuk apabila pelanggan merasa puas atas pelayanan yang diterima mereka. Kepuasan pelanggan inilah yang menjadi dasar menuju terwujudnya pelanggan yang setia. Sangat jelas bahwa PRMT kelas C harus mengetahui apa keinginan dari pelanggan untuk menarik para pelanggan dan mengembangkan usaha rumah makan.
Kompetensi Menurut
Boyatzis
(Nuryanto:
2008)
kemampuan
(ability)
dan
keterampilan (skill) yang dimiliki seseorang untuk melakukan pekerjaan/tugas guna mencapai tujuan. Kemampuan menggambarkan sifat (bawaan atau dipelajari) yang memungkinkan seseorang untuk melakukan sesuatu yang bersifat mental dan fisik. Sedangkan keterampilan berkaitan dengan pelaksanaan tugas untuk mencapai tujuan. Menurut Spencer dan Spencer (1993) kompetensi dapat diterjemahkan sebagai penerapan dari pengetahuan, kemampuan, dan karakteristik individu yang akan menghasilkan kinerja yang menonjol. Menurut Widyarini (2004) untuk survive dan meraih keberhasilan dalam hidup, manusia perlu mengembangkan kompetensi. Kompetensi lebih dari sekedar mengembangkan keterampilan, mencakup keberhasilan mengatasi tantangantantangan, sukses dalam berinteraksi dengan lingkungan, mampu menyusun tujuan-tujuan, dan memandang diri sendiri sebagai orang yang cakap (mampu melakukan sesuatu yang tidak dapat dilakukan oleh orang lain). Seseorang perlu memiliki tiga hal berikut untuk mengembangkan kompetensi: 1.
Sense of control adalah keyakinan seseorang bahwa dirinya sendirilah yang mengendalikan hidupnya atau peristiwa-peristiwa yang ia alami. Orang yang memiliki sense of control merasa bahwa sesuatu yang akan terjadi dalam hidupnya dapat diprediksi.
2.
Kebutuhan untuk berprestasi dan penguasaan. Kebutuhan untuk mencapai tujuan dan menguasai keterampilan tertinggi ini merupakan dasar penting untuk mengembangkan pengetahuan dan keterampilan yang memungkinkan seseorang untuk sukses dalam berinteraksi dengan lingkungan dan meraih yang diharapkan dalam hidup.
3.
Self esteem, dalam psikologi sering diterjemahkan sebagai harga diri dan didefinisikan sebagai penilaian seseorang terhadap diri sendiri, baik positif maupun negatif. Manusia yang mempunyai keyakinan akan kemampuankemampuan yang dimiliki dan merasa dirinya bernilai adalah orang yang harga dirinya positif. Sebaliknya, mereka yang harga dirinya negatif akan merasa lemah, tidak berdaya.
Tingkat kompetensi seseorang dapat digunakan untuk memprediksi bahwa seseorang akan mampu menyelesaikan pekerjaannya dengan baik atau tidak. Kompetensi juga menentukan cara-cara seseorang dalam berperilaku atau berpikir, menyesuaikan dalam berbagai situasi, dan bertahan lama dalam jangka panjang. Kompetensi PRMT kelas C adalah kemampuan yang dimiliki PRMT kelas C berupa pengetahuan, keterampilan, dan sikap mental yang diperlukan untuk menyelesaikan pekerjaannya dengan baik dan benar. Unsur-unsur Kompetensi Pengetahuan Menurut Padmowihardjo (1978), pengetahuan adalah aspek yang berhubungan dengan kemampuan mengingat materi yang telah dipelajari dan kemampuan mengembangkan intelegensia. Menurut Bruner (Suparno 2001), pengetahuan selalu dapat diperbarui, dikembangkan lebih lanjut sesuai dengan perkembangan kematangan intelektual individu. Pengetahuan bukan produk, melainkan suatu proses. Pengetahuan merupakan kemampuan yang dimiliki seseorang yang telah dipelajari untuk mengembangkan diri dan meningkatkan perannya dalam pekerjaan. Sikap Menurut Van den Ban dan Hawkins (1999), sikap adalah perasaan, pikiran dan kecenderungan seseorang yang kurang lebih bersifat permanen mengenai aspek-aspek tertentu dalam lingkungannya. Sikap merupakan kecondongan evaluatif terhadap suatu obyek atau subyek yang memiliki konsekwensi yakni cara seseorang berhadapan dengan obyek sikap. Menurut Thurstone (Mueller, 1992) sikap adalah (1) pengaruh atau penolakan, (2) penilaian, (3) suka atau tidak suka, atau (4) kepositifan atau kenegatifan terhadap suatu obyek psikologis. Menurut Sarwono (2002), sikap terbentuk dari pengalaman, melalui proses belajar. Pandangan ini mempunyai dampak terapan, yaitu bahwa berdasarkan
pandangan ini dapat disusun berbagai upaya (penerangan, pendidikan, pelatihan, komunikasi, dan sebagainya) untuk mengubah sikap seseorang. Sikap dipandang sebagai keadaan internal seseorang yang mempengaruhi pilihan-pilihan atas tindakan-tindakan pribadi yang dilakukan. Keterampilan Keterampilan adalah kegiatan yang berhubungan dengan urat-urat syaraf dan otot-otot (neuromuscular) yang lazimnya tampak dalam kegiatan jasmaniah seperti menulis, mengetik, olah raga, dan sebagainya (Syah 2002). Keterampilan menekankan kemampuan motorik dalam kawasan psikomotor, yaitu bekerja dengan benda-benda atau aktivitas yang memerlukan koordinasi syaraf dan otot. Seseorang dikatakan menguasai kecakapan motoris bukan saja karena ia dapat melakukan hal-hal atau gerakan yang telah ditentukan, tetapi juga karena mereka melakukannya dalam keseluruhan gerak yang lancar dan tepat waktu (Suparno 2001). Kemampuan mengamati secara cermat gerakan, taktik, dan kiat-kiat orang yang menjadi contoh (model) baik secara langsung maupun melalui media gambar memungkinkan keterampilan bagian dapat ditiru dengan lebih mudah. Urutan langkah menjadi amat penting. Demikian pula frekuensi dan intensitas praktek akan memberi peluang dikuasainya keterampilan yang semula bersifat kaku, menjadi lancar, luwes, dan harmonis (Suparno 2001). Keterampilan dengan demikian adalah kemampuan motorik seseorang berdasarkan pengetahuan yang dimilikinya untuk mencapai hasil tertentu. Keterampilan Pemilik rumah makan tradisional kelas C dalam penelitian ini didefinisikan sebagai tindakan yang dilakukan PRMT untuk menyelesaikan tugastugas dalam usaha rumah makan tradisionalnya. Kompetensi yang Perlu Dikuasai PRMT Kelas C dalam Usaha Rumah Makan Tradisional Departemen Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Dirjen Pembinaan dan Produktifitas (2006) bahwa unit kompetensi yang ditempuh untuk seorang juru masak adalah (1) menyusun menu dan bahan, (2) menerima, menyimpan dan
mengeluarkan bahan makanan, dan (3) mengawasi proses memasak, menilai mutu masakan dan penyajiannya. Lebih lanjut
Gisslen (2006;) mengemukakan juru masak yang baik
memerlukan ketelitian dan persiapan awal (mise en place)
memasak untuk
memperlancar proses memasak. Adapun konsep dasar mise en place adalah perencanaan dan pengorganisasian produksi dengan menyiapkan bahan makanan yang termasuk : (1) membersihkan bahan, (2) memotong, menghaluskan bahan, (3) menyiapkan proses memasak. Banyak restoran khususnya restoran besar melakukan mise en place (persiapan memasak) termasuk; persiapan kaldu, sus, roti, dan juga memotong daging, unggas, ikan dan sayuran yang akan sangat diperlukan oleh seorang juru masak dalam pembuatan makanan. Persiapan memasak perlu dilakukan karena dengan persiapan yang rapi akan menghemat waktu, dan tenaga. Kompetensi yang diperlukan PRMT kelas C
adalah; (1) perencanaan
menu, (2) persiapan pengolahan, (3) penangan bahan makanan dan pengolahan, (4) penyajian makanan, (5) kebersihan. Perencanaan Menu Menurut Uripi (1993) menu berasal dari bahasa Perancis “menute”, yang berarti daftar makanan yang akan disajikan kepada konsumen. Moehji (1992) mengemukakan, menu berarti hidangan makan yang disajikan dalam suatu acara makan baik siang maupun malam, namun menu dapat juga disusun untuk lebih dari satu kali makan. Sedangkan menurut Alifita (2000) menu merupakan susunan hidangan yang memenuhi standart gizi seimbang. Secara umum menu adalah susunan hidangan yang disajikan pada waktu akan makan. Dengan kata lain menu adalah rangkaian atau masakan yang disajikan untuk seseorang atau kelompok orang untuk sekali makan. Misalnya susunan hidangan makan pagi, makan siang dan makan malam. Bartono (2006) menjelaskan dalam menyusun menu mempunyai ketentuan: (1) biaya terjangkau, (2) teknik olah bervariasi, (3) bahan mudah didapat, (4) warna, rasa dan tektur masakan bervariasi.
Perencanaan menu akan baik hasilnya bila menu tersebut disusun oleh sekelompok orang yang terdiri dari mereka yang banyak kaitannya dalam penyelenggaraan makanan (Direktorat Jendeal Pelayanan Medik; 1991). Hal yang perlu diperhatikan dalam perencanaan menu diantaranya; (1) kebutuhan gizi, (2) peraturan dan macam rumah sakit, (3) kebiasaan makan, (4) macam dan jumlah orang yang dilayani, (5) perlengkapan dan peralatan dapur yang tersedia, (6) jumlah pegawai,` (7) jenis pelayanan yang diberikan, (8) musim/iklim dan keadaan pasar, (9) keuangan yang tersedia. Persiapan Pengolahan Direktorat Jenderal Pelayanan Medik (1991) menyatakan bahwa persiapan bahan makanan adalah serangkaian kegiatan dalam rangka mempersiapkan bahanbahan makanan serta bumbu-bumbu sebelum dilakukan kegiatan pemasak. Tujuan persiapan bahan makanan yaitu tersediannya bahan makanan serta bumbu-bumbu yang sesuai dengan teknik persiapan bahan makanan dan standar resep (Yuliati dan Santoso 1995). Tujuan dari persiapan awal pengolahan adalah untuk mengerjakan sebanyak mungkin hal-hal yang dapat dilakukan lebih awal tanpa kehilangan kualitas. Sekalipun dalam tingkat yang paling sederhana persiapan awal untuk pengolahan sangatlah penting. Persiapan yang dilakukan adalah ; (1) menyiapkan peralatan, (2) menyiapkan bahan-bahan, (3) mencuci, dan memotong bahanbahan, (4) menyiapkan alat memasak (Gisslen; 2006). Pengolahan Makanan Pengolahan makanan merupakan fungsi manajemen dalam pengadaan makanan. Pengolahan makanan merupakan kegiatan merubah bahan makanan mentah menjadi makanan yang berkualitas tinggi. Menurut Tarwotjo dan Soejoeti (1983), pengolahan makanan adalah suatu proses kegiatan terhadap bahan makanan, mulai dari makanan mentah atau makanan setengah jadi menjadi makanan siap di makan. Dalam pengolahan makanan melalui proses yang saling berkaitan yaitu persiapan bahan makanan, pemasakan dan penyajian makanan.
Pemasakan merupakan proses pengolahan dengan panas yang paling sederhana dan mudah dilakukan. Tujuan pemasakan terutama untuk memperolah makanan yang lebih lezat atau enak dan juga memperpanjang daya simpan (Marliyati dkk, 1992). Ada beberapa teknik pemasakan yang digunakan yaitu merebus, menumis, mengukus, menggoreng, memanggang, memanir, membakar atau kombinasi dari cara-cara tersebut (Yuliati dan Santoso, 1995). Hidangan yang dimasak dengan baik dan menarik akan menjadi daya tarik seseorang untuk mencobanya. Penyajian Makanan Jika penyajian makanan ini tidak dilakukan dengan baik, seluruh upaya yang telah dilakukan guna menampilkan makanan dengan cita rasa tinggi akan tidak berarti. Penampilan makanan waktu disajikan akan merangsang indera terutama indera penglihatan yang bertalian dengan cita rasa makanan itu (Handayani, 1996) Penyajian makanan merupakan perlakuan terakhir dalam penyelenggaraan makanan dan merupakan faktor penentu dalam penampilan hidangan yang disajikan. Penampilan makanan waktu disajikan akan merangsang indera penglihatan yang berkaitan dengan citra makanan tersebut. Ada tiga hal pokok yang harus diperhatikan dalam penyajian makanan agar dapat membangkitkan selera makan yaitu pemilihan alat yang digunakan, cara menyusun makanan dalam tempat penyajian makanan serta penghias hidangan (Moehyi, 1992). Cara penyajian makanan yang baik serta serasi dapat menimbulkan daya tarik tersendiri yang kuat bagi konsumen, demikian juga akan memberikan identitas tersendiri bagi hotel atau restoran, sehingga makanan yang disajikan dapat menggugah selera makaan. Makanan yang disajikan harus ditata sedemikian rupa dan menarik, sehingga konsumen tertarik untuk mencobanya (Pusat Pendidikan Perhotelan dan Pariwisata Bandung dan IPB, Bogor, 1980). Alat penyaji yang digunakan sesuai dengan menu yang dimasak. Dalam hal ini yang akan dibahas adalah bagaimana menyiapkan dan menyajikan hidangan dengan sebaik mungkin. Menurut Ruffino, dan Bartono
(2006)
mengemukakan beberapa aturan yang harus diikuti untuk berbagai situasi tertentu
sehingga dapat diperoleh penghidangan yang representatif dan cocok dengan karakter hidangannya. Beberapa hal yang perlu diperhatikan : (1) penyajian appetizer: appetizer berupa cocktail dihidangkan di coctail glass. Appetizer berupa salad dihidangkan di barguette, tartelette, atau buah yang dikerok, (2) penyajian soup: untuk individu digunakan bouillon cup atau soup plate, untuk 8 orang digunakan soup toureen untuk membawanya, (3) penyajian main course: hidangan pokok umumnya digunakan dinner plate, untuk steak digunakan sizzling platter, untuk porsi besar platter besar, (4) penyajian dessert : untuk fruit, pie, cake digunakan dessert plate, untuk ice cream, sundae digunakan ice cream dish. Ada beberapa macam cara penyajian atau pengihidangan makanan tradisional. Untuk makanan berat biasanya disajikan pada saat waktu makan. Misalnya nasi disajikan dengan lauk-pauk. Kebiasaan orang Indonesia adalah makanan besar, antara nasi, lauk pauk dan sayur diletakkan dalam satu piring. Kebiasaan ini berbeda dengan kebiasaan orang barat, umumnya mereka memakan sup terlebih dahulu kemudian memakan makanan utama atau main course. Makanan tradisional selain makanan berat ada juga makanan soto. Hidangan sotto ini disajikan di mangkuk, hidangan soto ni dapat disajikan dengan atau tanpa nasi. Dan untuk penyajian makanan kudapan atau snack disajikan di piring saji yang kecil (Sulastiono, 2002). Sanitasi dan Higiene Pangan Pangan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang sangat penting. Semakin maju suatu bangsa, tuntutan dan perhatian terhadap kulitas yang akan di konsumsi semakin besar. Tidak hanya terletak pada sekedar mengatasi rasa lapar, tetapi aman dan terjamin kesehatannya dari berbagai penyakit (Sihite, 2000). Lebih lanjut Bartono (2006), tamu menghendaki hal-hal sebagai berikut: (1) diminta semua makanan aman untuk dimakan dan tidak menyebabkan keracunan makanan ataupun masalah lain, (2) makanan tersebut dinikmati dalam lingkungan yang sehat, segar, dan bersih, dan (3) makanan disajikan oleh pelayanan-pelayanan yang sehat, bersih, dan rapi. Sementara itu Marriott dan Norman (1985) menyebutkan bahwa sumber utama kontaminasi makanan berasal dari peralatan, pekerja, sampah, serangga,
tikus, dan faktor lingkungan seperti air dan udara. Dari seluruh sumber kontaminasi
makanan,
pekerja
adalah
yang
paling
besar
pengaruh
kontaminasinya. Kontaminasi terhadap makanan bisa terjadi sejak dari bahan dibeli, disimpan, diolah, sampai makanan tersebut disajikan (Wirakusumah, 1992). Mencegah terjadinya kontaminasi
Ruffino, dan Bartono (2006)
mengemukakan untuk praktek diperlukan banyak air untuk mencuci, memasak, dan membersihkan peralatan praktek. Air bersih sangat diperlukan dalam pengolahan makanan dalam mencuci bahan-bahan makanan dan mencuci peralatan memasak dan peralatan hidang. Lebih lanjut Sihite (2000), untuk mencegah terkontaminasinya makanan dari media penyakit menular maka perlu diadakan pengawasan sanitasi dan higiene sehingga makanan tersebut aman untuk dikonsumsi. Sanitasi merupakan bagian yang penting dalam proses pengolahan makanan yang harus dilaksanakan dengan baik. Sanitasi berasal dari bahasa Latin sanitas yang berarti sehat. Sanitasi didefinisikan sebagai usaha pencegahan penyakit dengan cara menghilangkan atau mengatur faktor-faktor lingkungaan yang berkaitan dengan rantai perpindahan penyakit tersebut (Purnawijayanti, 1999). Salah satu jalur yang paling umum di mana mikroba berpindah dari satu tempat ke tempat lain adalah melalui tangan yang kotor. Untuk menjaga pangan supaya aman jangan lupa untuk:
Kunci 1 menjaga kebersihan, ini akan
menghentikan pertumbuhan dan penyebaran mikroba. Kunci 2 pisahkan pangan matang dan mentah, untuk menghentikan mikroba menyebar. Kunci 3 masak dengan benar ini akan membunuh mikroba. Kunci 4 simpan pangan pada suhu yang aman. Kunci 5 pergunakan air dan bahan mentah yang aman, ini akan mencegah mikroba dan bahan kimia masuk ke rumah (Media Indonesia , 13 Juni 2007 hal 21) Sanitasi meliputi kegiatan-kegiatan aseptik dalam persiapan, pengolahan dan penyajian makanan, pembersihan dan sanitasi lingkungan kerja, kesehatan pekerja karena keterlibatan manusia dalam proses pengolahan pangan sangat besar penerapan sanitasi pada pesonil yang terlinbat didalamnya perlu mendapat perhatian khusus.
Peraturan Menteri Kesehatan No. 304/MENKES/1989 tentang persyaratan kesehatan rumah makan dan restoran, pengusaha, penanggungjawab dan tenaga pengolah disebutkan bahwa untuk tenaga pengolah harus sehat dan tidak boleh menderita atau menjadi sumber penyebaran penyakit atau carrier berdasarkan keterangan dari doker yang berwenang. Menurut
Marriot dan
Norman
(1985),
higiene diartikan untuk
menggambarkan prinsip-prinsip memelihara kesehatan, sedangkan personal higiene adalah semua hal yang berhubungan dengan kebersihan ada tenaga pengolahan. Tenaga pengolahan makanaan adalah tenaga yang bertugas nmengolah makanan dan minuman. Yang termasuk personal higiene menurut Hobbs (1968) adalah; (1) tangan harus dalam keadaan bersih dan bebas dari semua kotoran, (2) Sabun dan krim tangan antiseptik berguna untuk menjaga kondisi yang aseptik, (3) berperilaku baik, selalu menjaga agar tidak menyentuh hidung, rambut dan muka, dan tidak bersin didekat makanan, (4) dilarang merokok ditempat pengolahan makanan , (5) berpakaian harus dalam keadaan bersih dan diganti setiap hari. Kebersihan pribadi merupakan faktor penting untuk menghindari masuknya
kuman-kuman
ke
dalam
makanan.
Bartono
(2000:
88-91),
mengemukakan kebersihan pribadi antara lain; (1) mandi dilakukan 2 kali sehari, (2) tangan harus sering dicuci bersih terutama sehabis dari toilet, memulai pekerjaan, selama mengolah makanan, (3) kuku harus benar-benar bersih dan dipotong sependek mungkin, (4) rambut harus sering keramas dan ditutup topi, untuk pria rambut harus pendek, (5) selama memasak tidak boleh memegang hidung dan mulut, (8) tidak boleh mengorek kuping selama memasak, (9) gigi harus selalu disikat bersih, (10) pemeliharaan kaki sangat penting karena juru masak biasanya akan berdiri berjam-jam, (11) pemakaian kosmetik secukupnya saja, (12) dilarang merokok di daerah makanan, (13) dilarang meludah di daerah memasak, (14) pakaian harus bersih sepanjang kerja (putih-coklat).
Hubungan antara Karakteristik Individu PRMT Kelas C dan Kompetensi Hubungan Umur dengan Kompetensi Perkembangan kemampuan berpikir terjadi seiring dengan bertambahnya umur. Padmowihardjo (1994) mengemukakan bahwa kemampuan umum untuk belajar berkembang secara gradual semenjak dilahirkan sampai saat kedewasaan. Asumsi ini dapat diketahui bahwa pada umur dewasa, orang akan belajar lebih cepat dan berhasil mempertahankan retensi dalam jumlah besar daripada usia lebih muda, akan tetapi setelah mencapai umur tertentu, maka kemampuan belajar akan berkurang secara gradual dan terasa nyata setelah mencapai 55 atau 60 tahun, dan setelah itu penurunan akan lebih cepat. Maka diduga terdapat hubungan antara umur dengan kompetensi dalam usaha rumah makan tradisional. Hubungan Pendidikan Formal dengan Kompetensi Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang semakin efisien dan kompetensi dalam bekerja dan semakin mudah dan banyak mengetahui sesuatu mengikuti cara-cara berusaha yang lebih produktif dan lebih menguntungkan. Sebaliknya, Hernanto (1993) menyatakan bahwa rendahnya tingkat pendidikan seseorang akan berpulang kepada rendahnya adopsi teknologi, apalagi kurangnya dana atau modal untuk membeli teknologi. Menurut Wiriatmadja (1990), pendidikan adalah usaha mengadakan perubahan perilaku berdasarkan ilmu-ilmu dan pengalaman yang sudah diakui dan direstui masyarakat. Pendidikan yang rendah akan berhubungan dengan rendahnya keterampilan, sehingga menyebabkan produktivitas usaha rumah makan juga rendah, karena tidak dapat menjangkau dan mengadopsi sumberdaya, teknologi dan keterampilan manajemen. Hubungan Pengalaman dengan Kompetensi Middlebrook (1974) menambahkan bahwa tidak adanya pengalaman sama sekali terhadap suatu objek secara psikologis cenderung akan membentuk sikap negatif terhadap objek tersebut. Bagi orang yang telah lama menggeluti suatu
pekerjaan akan lebih terampil dan cenderung menghasilkan suatu hasil yang lebih baik daripada orang yang baru. Pengalaman adalah segala sesuatu yang muncul dalam riwayat hidup seseorang. Pengalaman seseorang menentukan perkembangan keterampilan, kemampuan, dan kompetensi yang penting. Pengalaman kerja menyediakan tidak hanya pengetahuan tetapi juga kegiatan praktek langsung dalam bidangnya (Bird, 1989). Suparno (2001) menyebutkan bahwa kompetensi dapat dikembangkan dari proses berpikir, praktek dan pengalaman hidup seseorang.
Mengembangkan
kemampuan usaha rumah makan tradisional dari pengalaman yang diperoleh secara turun temurun berhubungan dengan kompetensi yang diperlukan untuk pengembangan usaha rumah makan tradisional. Hubungan Motivasi dengan Kompetensi Kebutuhan-kebutuhan dasar manusia bisa merupakan sumber motivasi yang kuat untuk mendorong para petani mau mempelajari sesuatu yang baru, yang berbeda dengan sesuatu yang sudah menjadi kebiasaannya. Orang akan belajar yaitu berusaha mengubah perilakunya sendiri bila ia tahu bahwa dengan belajar tersebut dapat terpenuhi kebutuhan-kebutuhan dasarnya (Slamet, 2003). Menurut van den Ban dan Hawkins (1999), proses berpikir didorong oleh motivasi belajar untuk memecahkan masalah melalui strukturisasi informasi yang jelas dan berusaha untuk menerapkan informasi tersebut guna menemukan pemecahannya. Seseorang yang termotivasi cenderung merupakan pelajar yang aktif. Suparno (2001) mengemukakan, perasaan berhasil atau the experience of success akan menimbulkan motivasi seseorang untuk mempelajari atau berbuat sesuatu. Selain itu, seseorang akan termotivasi untuk belajar dan berbuat jika yang hal tersebut mendatangkan keuntungan. Keuntungan yang dimaksud adalah dapat berupa nilai ekonomi maupun nilai sosial.
Hubungan antara Faktor Pendukung PRMT Kelas C dan Kompetensi Hubungan Pelatihan dengan Kompetensi Menurut Blanchard dan Huszeze (Nuryanto,2008), pelatihan secara bersamaan harus didesain untuk mewujudkan tujuan organisasi dan tujuan pekerja secara individu. Pelatihan yang efektif, hendaknya mencakup pengalaman belajar (learning
experience),akifitas-aktiiftas
yang
terencana
(be
a
planned
organizational) dan disain berdasarkan kebutuhan yang ada. Istilah kompetensi diartikan sebagai “kecakapan yang memadai untuk melakukan suatu tugas” atau sebagai “memiliki keterampilan dan kecakapan yang disyaratkan”. Pengertian yang lebih luas ini jelas bahwa setiap cara yang digunakan dalam pelajaran yang ditujukan untuk mencapai kompetensi adalah mengembangkan
manusia
yang
bermutu
yang
memiliki
pengetahuan,
keterampilan, dan kemampuan sebagaimana disyaratkan. Kata kompetensi dipilih untuk menunjukkan tekanan pada “kemampuan mendemonstrasikan pengetahuan” (Suparno, 2001). Seseorang yang melakukan pelatihan akan menambah pengalaman dan meningkatkan kemampuan kinerjanya. Hubungan Interaksi dengan Penyuluh dan Kompetensi Terjadinya interaksi antara petani dengan penyuluh menunjukkan terjadinya komunikasi antar kedua pihak, baik dilakukan secara langsung maupun tidak langsung. Menurut Wiriaatmadja (1990) proses komunikasi timbul karena penyuluh berusaha mengadakan hubungan dengan petani. Tujuan penyuluh mengadakan komunikasi dengan sasarannya adalah untuk mengadakan perubahan perilaku, karena perubahan itu maka sasaran akan lebih terbuka untuk menerima hal-hal baru. Hubungan Sarana Produksi dengan Kompetensi Sarana produksi merupakan syarat pokok dan syarat pelancar dalam pembangunan pertanian (Mosher, 1987). Kartasasmita (1996) menambahkan bahwa salah satu upaya yang amat pokok dalam pemberdayaan masyarakat adalah meningkatkan akses kepada sumber-sumber kemajuan ekonomi (sarana dan prasarana), seperti teknologi, informasi, lapangan kerja, dan pasar. Berdasarkan
hasil penelitian Fitriah (2007) menyebutkan bahwa sarana produksi berhubungan positif dengan tingkat kompetensi petani. Hubungan Modal dengan Kompetensi Hernanto
(1993)
mengemukakan bahwa kredit merupakan modal
operasional yang mendukung kegiatan produksi. Besarnya modal biasanya dapat digunakan sebagai petunjuk majunya tingkat usahatani. Tamba (2007) menyatakan bahwa tersedianya akses modal/kredit mempengaruhi kemampuan petani dalam merencanakan dan melaksanakan usahatani serta kemampuan dalam mengatasi masalah usahataninya. Ketersediaan modal mempengaruhi kemampuan pemilik rumah makan tradisional kelas C dalam upaya mengembangkan usahanya` karena berpengaruh pada produktivitas usaha secara optimal. Dengan demikian, ketersediaan modal berhubungan dengan kompetensi pemilik rumah makan tradisional kelas C dalam mengelola rumah makan. Hubungan Kepuasan Pelanggan dengan kompetensi Tjiptono (1997) mengemukakan bahwa kepuasan adalah respon pelanggan terhadap ketidak sesuaian/diskonfirmasi yang dirasa antara harapan sebelumnya dan kinerja aktual yang dirasakan pemakaiannya.
Lebih lanjut Kepuasan
pelanggan merupakan suatu tingkatan dimana kebutuhan, keinginan dan harapan dari pelanggan dapat terpenuhi yang akan mengakibatkan terjadinya pembelian ulang atau kesetiaan yang berlanjut (Band, 1991). Pelanggan harus dipuaskan sebab kalau tidak puas akan meninggalkan perusahaan yang akan menyebabkan penurunan penjualan dan pada gilirannya menurunkan laba bahkan kerugian. Dengan demikian kunci keberhasilan suatu usaha tergantung suksesnya usaha dalam memuaskan kebutuhan pelanggannya. Usaha yang ada perlu dilakukan dengan meningkatkan sumber daya manusia yang ada. Dengan demikian ada hubungan kepuasan pelanggan dengan kompetensi PRMT kelas C dalam usaha rumah makan untuk meningkatkan pendapatan PRMT kelas C.
KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS Kerangka Berpikir Pembangunan sektor pariwisata sangat berkembang pesat saat ini dengan Pencanangan Visit Indonesia Year 2008 sebagai bukti contoh bahwa pariwisata dapat menambah pendapatan negara. Pengembangan kepariwisata yang dilandasi nilai-nilai budaya bangsa sebagai jati diri utama dalam suasana yang kondusif, aman, tertib dan nyaman. Industri pariwisata adalah kumpulan jenis usaha yang menyediakan akomodasi, penyediaan makanan dan minuman, jasa pariwisata, serta rekreasi dan hiburan. Rumah makan tradisional sebagai jasa yang menyediakan makanan dan minuman kepada para turis yang mengunjungi daerah tujuan wisata. PRMT kelas C dalam menyediakan makanan dan minuman di daerah tujuan wisata Jakarta Timur umumnya memiliki kemampuan dan pengalaman dalam pengolahan makanan yang cukup lama, tetapi dengan pengalaman yang ada tidak meningkatkan pendapatan PRMT Kelas C dalam menghidupi keluarga. Jarangnya turis mengunjungi rumah makan tradisional kelas C menjadi perhatian yang serius, di mana PRMT Kelas C selama ini memiliki pengetahuan, sikap dan keterampilan yang kurang yaitu; (1) kemampuan perencanaan menu, (2) kemampuan penanganan bahan makanan yang baik, (3) kemampuan pengolahan makanan, (4) kemampuan menghias makanan sesuai dengan tata laksana makanan, (5) kemampuan pencucian alat memasak dan alat menghidang, (6) kemampuan melakukan kebersihan ruang makan dan ruang pengolahan.. Usaha rumah makan membutuhkan kompetensi yang tepat di mana setiap PRMT Kelas C harus memiliki; (1) kemanpuan perencanaan menu yang baik, (2) kemampuan menangani bahan makanan yang sesuai dengan tata laksana makanan, (3) kemampuan pengolahan makanan yang baik, (4) kemampuan menghias makanan, (5) kemampuan pencucian alat memasak dan alat menghidang, (6) kemampuan melaksanakan kebersihan ruang makan dan ruang pengolahan, dan (7) kemampuan menjaga kebersihan diri selama pengolahan makanan.
Berdasarkan uraian di atas penelitian ini ingin mengetahui tingkat kompetensi PRMT kelas C dalam usaha rumah makan tradisional di daerah tujuan wisata Jakarta Timur. Kompetensi PRMT kelas C adalah kompetensi PRMT kelas C dalam perencanaan menu , pemilihan bahan makanan , persiapan pengolahan, pengolahan makanan , penyajian makanan, dan kebersihan. Tingkat kompetensi PRMT kelas C dalam usaha rumah makan tradisional di daerah tujuan wisata Jakarta Timur diduga berhubungan dengan beberapa faktor yang berasal dari dalam diri PRMT kelas C (karakteristik individu) dan faktor yang berasal dari luar diri PRMT kelas C (faktor pendukung). Karateristik individu yang diduga berhubungan dengan kompetensi pemiliki rumah makan tradisional adalah umur, pendidikan formal, pengalaman dan motivasi. Faktor pendukung yang diduga berhubungan dengan kompetensi PMRT kelas C adalah pelatihan, interaksi dengan penyuluh, ketersediaan peralatan memasak, dan kepemiliki modal. Keterkaitan antara karakteristik individu dan faktor pendukung dengan kompetensi PRMT kelas C dalam pengolahan makanan di daerah tujuan wisata Jakarta Timur dapat dilihat pada Gambar 1
Karakteristik Individu (X1) 1. Umur (X1.1) 2. Pendidikan formal (X1.2 ) 3. Pengalaman memasak (X1.3 ) 4. Motivasi (X1.4)
Kompetensi PRMT Kelas C (Y) dalam hal;
Pengetahuan (Y1)
1. Perencanaan menu 2. Persiapan pengolahan
1. 2. 3.
4. 5.
Faktor Pendukung (X2) Pelatihan (X2.1) Interaksi dengan penyuluh (X2.2) Ketersediaan Peralatan Memasak (X2.3 ) Kepemilikan Modal (X2.4 ) Kepuasan pengunjung (X2.5)
Gambar 1
Sikap (Y2)
3. Pengolahan makanan 4. Penyajian makanan
Keterampilan (Y3)
5. Sanitasi dan higiene makanan
Kerangka Berpikir Peneliti tentang Kompetensi Pemilik Rumah Makan Tradisional Kelas C Hipotesis
Berdasarkan permasalahan dan kerangka berpikir yang telah dikemukakan, maka hipotesis penelitian adalah: terdapat hubungan yang nyata antara karakteristik individu dan faktor pendukung dengan kompetensi PRMT kelas C dalam pengolahan dan penyajian makanan di daerah tujuan wisata Jakarta Timur.
METODE PENELITIAN Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini berlangsung selama tiga bulan, yaitu sejak Juni 2008 sampai September 2008 dilakukan di daerah tujuan wisata Jakarta Timur. Pemilihan lokasi dilakukan berdasarkan : (1) Kebijakan Dinas Pariwisata untuk daerah Jakarta Timur dipusatkan menjadi wisata belanja dan daerah Balai Pustaka dipusatkan menjadi pusat jasa boga, (2) Tingkat Pendapatan Asli Daerah Jakarta Timur adalah dari retribusi hotel dan restoran, (3) Di daerah Jakarta Timur jumlah industri rumah makan lebih dominan dari industi kecil lainnya, (4) Daerah Jakarta Timur memiliki banyak obyek-obyek wisata antara lain: Taman Mini Indonesia Indah, Lubang Buaya, Pusat Industri Kecil Pulo Gadung, Pusat Penjualan Batu Rawabunga, Pasar Burung, dan Pusat Kerajinan Kayu. Populasi dan Sampel Beberapa pakar memberikan batasan populasi yang berbeda-beda. Gay (Sevilla, et al. 1993) mengemukakan bahwa populasi sebagai kelompok yakni peneliti akan mengeneralisai hasil penelitiannya. Kerlinger (1993) mengemukakan bahwa populasi adalah sebagai keseluruhan anggota, kejadian, objek yang telah ditetapkan dengan baik. Nawawi (1995) mengemukakan bahwa populasi merupakan keseluruhan objek penelitian yang terdiri dari manusia, benda-benda, hewan dan tumbuhan, gejala-gejala, nilai tes atau peristiwa-peristiwa sebagai sumber data yang memiliki karakteristik tertentu dalam suatu penelitian. Populasi sebanyak 79 orang. Penentuan Sampel berdasarkan masakan daerah terdiri dari 10 (sepuluh) kelompok yaitu; 1) Jawa, 2) Padang, 3) Sunda, 4) Batak, 5) Menado, 6) Palembang, 7) Lombok dan 8) 9)Betawi dan 10) Makasar. Jumlah responden diambil total populasi PRMT kelas C sebanyak .40 rumah makan tradisional kelas C yang artinya 40 orang PRMT kelas C. Cara pengambilan sampel dilakukan dengan cara purposive/sengaja. Kelompok, populasi dan jumlah PRMT kelas C dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Kelompok, Populasi dan Jumlah Responden Kelompok PRMT Menurut Asal Daerah Jawa Padang Batak Sunda Betawi Menado Palembang Lombok Bali Makasar
Populasi PRMT 33 22 8 6 3 3 1 1 1 1
Jumlah Responden
Jumlah
79
40
16 11 4 3 1 1 1 1 1 1
Desain Penelitian Berdasarkan tujuan penelitian yang hendak dicapai, maka jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian survey korelasional yang dilaksanakan untuk melihat hubungan antara peubah-peubah penelitian dan menguji hipotesis yang telah dirumuskan. Penelitian terdiri dari dua peubah bebas yaitu karakteristik individu PRMT kelas C (X1) dan faktor pendukung PRMT kelas C (X2), serta peubah terikat yaitu kompetensi PRMT kelas C (Y1). Untuk mengetahui adanya hubungan dilakukan uji korelasi, sehingga menggunakan pendekatan kuantitatif dan untuk menjelaskan substansi hasil uji statistik digunakan pendekatan kualitatif. Definisi Operasional Definisi operasional dalam kegiatan penelitian ditetapkan untuk mencegah terjadinya kesalahan terhadap kondep yang telah ditetapkan, dengan demikian pengukuran terhadap peubah dapat dilakukan secara jelas dan terukur. Definisi operasional dalam penelitian ini adalah: Karakteristik Individu PRMT kelas C (X1) 1
Umur (X1.1) adalah lamanya (tahun) hidup responden yang dihitung sejak dilahirkan sampai dengan saat wawancara/penelitian dilakukan.
2
Pendidikan formal (X1.2) adalah lamanya (tahun) pendidikan formal yang pernah diikuti responden hingga dilakukannya wawancara.
3
Pengalaman memasak (X1.3) adalah lamanya (tahun) pengalaman memasak responden berusaha rumah makan tradisional di daerah tujuan wisata Jakarta Timur dari awal sampai saat wawancara/penelitian dilaksanakan.
4
Motivasi (X1.4) adalah dorongan responden untuk berusaha rumah makan tradisional di daerah tujuan wisata Jakarta Timur serta tingkat keuntungan dan keberhasilan yang dirasakan.
Faktor Pendukung (X2) 1.Pelatihan (X2.1) adalah jumlah pelatihan (tahun) yang pernah diikuti oleh PRMT kelas C yang berkaitan dengan pengolahan makanan dan pengelolaan rumah makan. 2. Interaksi dengan penyuluhan pariwisata (X2.2) adalah intensitas/frekuensi dan kualitas hubungan PRMT kelas C dengan penyuluh. 3. Ketersediaan peralatan memasak (X2.3) adalah tersedianya sarana dalam mendukung kelancaran produksi usaha rumah makan tradisional. 4. Kepemilikan modal (X2.4) adalah kepemilikan modal yang dapat dimanfaatkan oleh responden untuk mendukung kegiatan usaha rumah makan. 5. Kepuasan pelanggan (X2.5) adalah tanggapan konsumen pada suatu produk atau jasa yang diberikan PRMT kelas C. Kompetensi PRMT kelas C (Y) Kompetensi PRMT Kelas C di daerah tujuan wisata Jakarta Timur adalah pengetahuan, sikap dan keterampilan PRMT kelas C dalam berusaha rumah makan tradisional, dalam hal : perencanaan menu, persiapan pengolahan, pengolahan makanan, penyajian makanan dan kebersihan.
Tabel 2 Peubah, Indikator dan Kategori
Peubah KARAKTERISTIK INDIVIDU (X1)
FAKTOR PENDUKUNG (X2)
Sub Peubah
Konsep
Ukuran Data
Umur (X1.1)
Lamanya tahun kehidupan responden
Pendidikan formal (X1.2)
Jenjang pendidikan formal yang diikuti atau ditempuh oleh responden
Pengalaman berusaha rumah makan tradisional (X1.3)
Lamanya responden melakukan usaha rumah makan tradisional
Jumlah tahun usaha rumah makan tradisional 2 – 21 muda 22 – 40 sedang 41 – 61 tinggi
Ordinal
Motivasi usaha rumah makan tradisional (X1.4)
Faktor yang mendorong responden untuk usaha rumah makan tradisional
- Faktor internal: keinginan dari diri sendiri. - Faktor eksternal: warisan orang tua, ikutan teman. - Jumlah pelatihan yang pernah diikuti responden dalam satu tahun terakhir. - Relevansi materi - Kejelasan pelatihan - Tindak lanjut setelah diadakan pelatihan - Frekuensi pertemuan dengan penyuluhan - Problem solving - Keleluasaan berkonsultasi
Ordinal
-Tingkat kemudahan dan keterjangkauan responden dalam memperoleh bahan-bahan makanan yang sehat, aman dan sah - Kelengkapan peralatan untuk memasak - Kelengkapan bahanbahan makanan
Ordinal
Pelatihan(X2.1)
Interaksi dengan penyuluh (X2.3)
Sarana produksi (X2.4)
Pelatihan yang pernah diikuti responden yang berhubungan dengan usaha rumah makan tradisional.
Intensitas kontak dan kualitas komunikasi antara responden dengan penyuluh sehubungan dengan usaha rumah makan tradisional
Ketersediaan sarana produksi
Jumlah tahun kehidupan 15-20 muda 21- 35 sedang >36 tinggi Jumlah tahun mengikuti pendidikan formal 6 – 8 muda 9 – 11 sedang 12 -15 tinggi
Skala data Ordinal
Ordinal
Rasio
Ordinal
Rasio
Ordinal
Modal (X2.5)
KOMPETENSI PMRT (Y1)
Ketersediaan sumber modal yang dapat dimanfaatkan oleh responden untuk mendukung kegiatan usaha rumah makan tradisional
-Frekuensi responden mengakses sumber modal - Pinjaman - Kemudahan mendapatkan modal
Rasio
Kepuasan Pelanggan
Respon pelanggan terhadap ketidaksesuaian/kepuasan pelayanan dan jasa yang diterima.
- Kenyamanan ruangan - Kebersihan ruangan - Kebersihan alat makan - Keindahan penampilan makanan.
Ordinal
Kompetensi dalam berusaha rumah makan tradisional
Pengetahuan, sikap dan ketrampilan responden dalam membuat perencana menu, pemilihan bahan, persiapan pengolahan, Pengolahan, penyajian makanan, dan kebersihan.
Pengetahuan dalam : 1. Perencanaan menu; syarat-syarat menyusun menu, mencantumkan harga makanan di kartu menu. 2. Persiapan pengolahan; menyiapkan bahan-bahan makanan, mencuci/membersihkan dan memotong bahanbahan makanan, menyiapkan alat-alat memasak. 3. Pengolahan yang diperhatikan ; menggunakan alat-alat memasak yang bersih, menggunakan minyak goreng yang masih layak, memasak dengan memperhatikan kandungan gizi. 4. Penyajian makanan yang perlu diperhatikan : Mengunakan alat-alat hidang yang bersih, menggunakan hiasan pada makanan. 5.Sanitasi dan higiene pangan yang diperhatikan; Menjaga kebersihan diri dalam memasak, menjaga kebersihan ruang memasak, menggunakan air bersih dalam mencuci bahan makanan dan mencuci alat-alat memasak dan menghidang.
Ordinal
Sikap dalam : 1. Perencanaan menu;
Ordinal
Ordinal
melaksanakan perencanaan menu, mencantumkan daftar harga. 2. Persiapan pengolahan ; Melaksanakan menyiapkan bahan makanan, membersihkan dan mencuci bahan makanan dan menyiapkan alat-alat memasak. 3. Pengolahan dalam ; menggunakan alat-alat memasak yang bersih, menggunakan minyak goreng yang masih layak, memasak dengan memperhatikan kandungan gizi. 4. Penyajian makanan yang perlu diperhatikan : Mengunakan alat-alat hidang yang bersih, menggunakan hiasan pada makanan. 5.Sanitasi dan higiene pangan yang diperhatikan; Menjaga kebersihan diri dalam memasak, menjaga kebersihan ruang memasak, menggunakan air bersih dalam mencuci bahan makanan dan mencuci alat-alat memasak dan menghidang. Keterampilan dalam : 1. Perencanaan menu; menyusun menu, mencantumkan harga makanan di kartu menu. 2. Persiapan pengolahan; menyiapkan bahan-bahan makanan, mencuci/membersihkan dan memotong bahanbahan makanan, menyiapkan alat-alat memasak. 3. Pengolahan yang diperhatikan ; menggunakan alat-alat memasak yang bersih, menggunakan minyak goreng yang masih layak, memasak dengan memperhatikan
kandungan gizi. 4. Penyajian makanan yang perlu diperhatikan : Mengunakan alat-alat hidang yang bersih, menggunakan hiasan pada makanan. 5.Sanitasi dan higiene pangan yang diperhatikan; Menjaga kebersihan diri dalam memasak, menjaga kebersihan ruang memasak, menggunakan air bersih dalam mencuci bahan makanan dan mencuci alat-alat memasak dan menghidang.
Instrumentasi Instrument yang dipakai pada penelitian adalah kuesioner yang berisi daftar pertanyaan yang berhubungan dengan peubah dalam penelitian. Daftar pertanyaan untuk peubah faktor-faktor yang berhubungan dengan kompetensi pemiliki rumah makan tradisional
dalam usaha rumah makan
tradisional, yang terdiri atas karakteristik individu pemilik rumah makan tradisional yang meliputi: umur, pendidikan formal, pengalaman usaha rumah makan tradisional dan motivasi. Faktor pendukung pemilik rumah makan tradisional
meliputi: pelatihhan, interaksi dengan penyuluh, ketersediaan
peralatan memasak, dan kepemilikan modal. Daftar pertanyaan peubah terikat yakni kompetensi PRMT kelas C dalam pengolahan makanan di daerah tujuan wisata Jakarta Timur. Uji Validitas Uji kesahihan (Validity test) menyangkut dalam penggunaan alat ukur. Suatu alat ukur dinyatakan valid (sahih) apabila alat ukur tersebut dapat digunakan untuk mengukur yang sebenarnya ingin diukur (Singarimbun dan Effendi, 1999:124). Bebeapa cara dalam menetapkan validitas (kesahihan) alat ukur yang dapat dipakai, yaitu: (1) validitas konstruk, yaitu menyusun tolak ukur operasional berdasarkan kerangka dari konsep yang akan diukur, (2) validitas isi,
yaitu isi alat ukur tersebut dapat menwakili semua aspek yang dianggap sebagai kerangka konsep, dan (3) validitas eksternal, yaitu alat ukur baru akan digunakan tidak berbeda hasilnya jika dibandingkan dengan alat ukur yang lama. Penelitian ini menggunakan teknik validitas konstruk (construct validity), dengan langkah-langkah sebagai berikut: (1) penyesuaian daftar pertanyaan dengan esensi kerangka konsep yang diperoleh dalam kajian pustaka, terutama yang berfokus pada variabel dan indikator-indikator yang diteliti; (2) konsultasi dengan dosen pembimbing dan pihak lain yang dianggap memiliki kompetensi tentang materi alat ukur, dan (3) melakukan uji coba daftar pertanyaan sebelum dipakai sebagai alat pengumpul data. Uji Reliabilitas Menurut Ancok (1989) reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat ukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Dengan kata lain keterandalan menunjukkan konsistensi suatu alat pengukur di dalam mengukur gejala yang sama dalam waktu yang berbeda (Singarimbun dan Effendi, 1999) Dengan kata lain, reabilitas menunjukkan sejauh mana hasil pengukuran telah konsisten apabila dilakukan pengukuran dua kali atau lebih pada gejala yang sama. Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Pengujian reliabilitas alat ukur dalam penelitian ini menggunakan rumus koefisien alpha, yaitu:
k α=
[ 1 - (Vi - Vt) ] k–1
keterangan: α = reliabilitas alat ukur k = banyaknya butir pertanyaan Vi = jumlah varians butir pertanyaan Vt = varians total
Uji coba instrumen dilakukan di Kecamatan Gunung Putri Kelurahan Cicadas, pada 20 Mei 2008 samapai 24 Mei 2008. Jumlah PRMT kelas C yang menjadi sampel sebanyak 10 PMRT kelas C di luar populasi yang mempunyai karakteristik dan kondisi yang hampir sama dengan responden. Hasil uji realiabilitas instrumen menunjukkan bahwa nilai r yang diperoleh sebesar 0,828 Jika dibandingkan dengan nilai tabel, rtabel = 0,632 (signifikansi 5 persen) dan rtabel = 0,765 (signifikansi 1 persen). Ternyata nilai r (α) lebih besar dari rtabel ; jadi instrumen dapat dipercaya. Teknik Analisis Data Analisis data
secara kuantitatif dilakukan secara deskriptip. Pengujian
hipotesis menggunakan statistik non parametrik untuk mengukur keeratan hubungan antara karakteristik individu dan faktor pendukung PRMT kelas C dengan tingkat kompetensi. Pengamatan variabel X dan Y dalam bentuk skala ordinal, sehingga derajat korelasi dengan koefisien korelasi peringkat Spearman, dengan rumus: n
rs = 1 -
6å d i2
(
i =1 2
)
n n -1
Keterangan: rs = Korelasi Spearman n = Banyaknya pasangan data di = Jumlah selisih antara peringkat bagi xi dan yi Pengolahan data untuk uji Rank Spearman menggunakan program SPSS versi 15.0 untuk memudahkan pengolahan data.
Tabel 3. Pengumpulan Data No
1.
2.
Masalah
Pengetahuan PRMT tentang pengolahan makanan, dan kualitas makanan yang masih terbatas.
Hubungan kompetensi PRMT dalam pengolahan makanan dan penyajian.
Tujuan
Diketahui tingkat pengetahuan PRMT dalam pengolahan makanan, dan kualitas makanan
- Menganalisa faktor-faktor yang berhubungan terhadap kompetensi PRMT dalam pengolahan dan penyajian makanan.
Data Data yang Dikumpulkan Karakteristik Individu PRMT Kelas C : - usia, pendidikan, pengalaman memasak, dan motivasi. Faktor Pendukung PRMT kelas C: - pelatihan, interaksi dengan penyuluh pariwisata, ketersedian peralatan memasak, kepemilikan modal, dan kepuasan pelanggan.
Sumber Data Primer : responden (PRMT)
Teknik Penelitian -Wawancara -Pengamatan -Data kualitatif
Sekunder : pengunjung dan Suku Dinas Pariwisata, Dinas Pariwisata.
-Wawancara
Karakteristik Individu PRMT Kelas C: - usia, pendidikan, pengalaman memasak, dan motivasi. Faktor Pendukungl PRMT Kelas C : - pelatihan, interaksi dengan penyuluh pariwisata, ketersediaan peralatan memasak , kepemilikan modal dan kepuasan pelanggan.
Primer : responden (PRMT)
-Wawancara -Pengamatan -Data kualitatif
Sekunder : pengunjung dan Suku Dinas Pariwisata, Dinas Pariwisata
-Wawancara
Analisis Data Data yang telah terkumpul diolah melalui tahapan editing, coding, dan tabulasi dengan interval yang dihasilkan pada masing-masing hasil pengukuran. Data yang diperoleh, diolah dan analisis secara kuantitatif dan kualitatif. Pengujian hipotesis menggunakan statistik non parametrik untuk mengukur keeratan hubungan antara karakteristik individu dan faktor pendukung dengan tingkat kompetensi PRMT kelas C. Pengujian hipotesis adalah dengan menggunakan analisis uji korelasi Rank Spearman pada α = 0,05 atau α = 0,01 (Siegel, 1992: 285-286), dan untuk memudahkan pengolahan data digunakan program SPSS (Statistical Package for the Social Science) versi 16.
HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Rumah Makan Tradisional Kelas C Di Daerah Tujuan Wisata Jakarta Timur Berdasarkan data pada Daftar Usaha Sarana Pariwisata (USP) Jakarta Timur tahun 2007 untuk jenis usaha restoran atau rumah makan terdapat 231 nama/badan usaha. Dari sejumlah rumah makan tersebut dikelompokkan menurut klasifikasinya yaitu A, B, C, dan D. Standar klasifikasi menggunakan skala berdasarkan nilai total investasi, jumlah kursi yang menyatakan kapasitas pelanggan (tamu) yang mampu ditampung, bangunan yang permanen dan jumlah karyawan yang dipekerjakan, juga mengenai kelayakan fasilitas yang dimiliki. Pemilik rumah makan yang diamati dalam penelitian ini adalah pemilik rumah makan yang merupakan bidang usaha sarana pariwisata (USP) pada kelompok usaha kecil dengan klasifikasi C berdasarkan kisaran jumlah meja antara 4-12, jumlah kursi 16-48, dan jumlah karyawan 5-12 (Sudin Jakarta Timur, 2007). Pemilik rumah makan tradisional kelas C yang menyediakan makanan khas tradisional yang berada di daerah tujuan wisata Jakarta Timur yang kemampuan dalam melaksanakan pengolahan makan. Letak rumah makan tradisional kelas C di Jakarta Timur berada di lokasi dekat terminal bus, pasar, pusat industri dan di daerah tujuan wisata Jakarta Timur. Hal ini menggambarkan bahwa target konsumen rumah makan tradisional kelas C di Jakarta Timur yaitu para pelanggan yang sedang melakukan perjalanan wisata dan berbelanja di pasar ataupun bertransaksi di kawasan industri. Peta sebaran potensi rumah makan kelas C (lihat Gambar 2 halaman 74) di Jakarta Timur tersebut menggambarkan bahwa sebanyak: (1) 27% berada di wilayah kecamatan Kramat Jati terdapat pasar Kramat Jati, terminal Cililitan, dan Batu Ampar (Condet) sebagai kawasan cagar budaya Betawi. (2) 22% di Pulogadung daerah kawasan industri dan 2 terminal Pulogadung dan Terminal Rawamangun, (3) 19% di kecamatan Jatinegara memiliki 2 pusat perbelanjaan yaitu Pasar Batu Aji Rawa Bening dan Pasar Jatinegara dan terdapat Terminal Bus Kampung Melayu dan Stasiun Kereta Api,
(4) 11% di Duren Sawit yang
merupakan sentra industri kayu/mebel, (5) 8% di Cipayung yang merupakan
kawasan tujuan wisata Taman Mini Indonesia Indah dan (6) 13% lainnya menyebar di kecamatan lainnya. Letak rumah makan tradisional kelas C yang umumnya berada dipinggiran jalan dengan kondisi rumah makan ; berdebu, ventilasi kurang (ruang makan panas), keadaan ruang makan yang digabungkan dengan tempat penyimpanan bahan-bahan makanan (di atas meja makan diletakkan dus aqua, sayur sawi, tisu, dan
plastik) terkesan kotor dan kurangnya kebersihan tempat memasak dan
tempat mencuci piring. Terdapat 48,8% tempat usaha rumah makan yang digabung dengan tempat tinggal, dimana kebersihan ruang makan yang terlihat masih kurang dengan terlihat dinding-dinding ruang makan yang terdapat sawang, lantai yang tidak dibersihkan/tidak dipel, anak-anak bermain diruang makan yang mengganggu kenyamanan pengunjung untuk menikmati makanan, Permukaan meja makan yang kurang bersih dan tampak kelihatan kusam. Gambaran Umum Pemilik Rumah Makan Tradisional Kelas C Gambaran umum pemilik rumah makan tradisional kelas C (43 orang) yang dijumpai di daerah Jakarta Timur memiliki rataan usia 34 tahun, rataan mengenyam pendidikan SMP, memiliki rataan pengalaman memasak 9 tahun. Pendapatan usaha rumah makan tradisional kelas C dari hasil informasi yang diperoleh dari sebagian rumah makan kelas C di Jakarta Timur Rp 2.267.000,(dua juta dua ratus enam puluh tujuh ribu rupiah) per-hari, dengan rataan Rp. 1.780.000,- (satu juta tujuh ratus delapan puluh ribu rupiah) per-hari. Kebersihan diri pemilik rumah makan tradisional kelas C dalam proses memasak masih kurang, di mana pemilik rumah makan dalam mengolah makanan tidak memakai
celemek/baju masak di saat memasak,
rambut tidak
diikat(ditutup) dengan rapi ini dapat mengakibatkan jatuhnya rambut kedalam makanan yang mengurangi kebersihan makanan, juru masak laki-laki dijumpai memasak sambil merokok dan tidak menggunakan alas kaki. Makanan tradisional yang diolah langsung masih ditemukan kekurangan di mana
memasak
menggunakan waktu yang lama sehingga bagi pengunjung yang membutuhkan waktu cepat/terburu-buru mereka kesal.
Pemilik rumah makan tradisional yang menjual makanan yang sudah matang dalam penataan makanan di etalase terdapat lalat, dan hasil hidangan sayuran terlalu matang yang mengakibatkan kandungan gizinya hilang. Pencucian alat-alat memasak dan alat-alat hidang tidak menggunakan air yang mengalir tetapi menggunakan air yang ditampung dalam ember. Penggunaan lap untuk mengeringkan piring, gelas, sendok makan dan sendok garpu menggunakan sebuah lap yang sudah buram.
Begitu juga untuk pencucian bahan-bahan
makanan kurang menggunakan air bersih, dimana proses pencucian bahan-bahan makanan hanya menggunakan air dalam satu ember, dimana seharusnya untuk mencuci semua bahan makanan harus menggunakan air yang bersih dan mengalir. Pemilik rumah makan tradisional kurang memperhatikan penampilan dalam melayani tamu dimana tidak berpakaian rapi. Penanganan pesanan tamu, pengolahan makanannya
terlalu lama hingga tamu kesal, kesan yang tidak
menyenangkan mengakibatkan tamu tidak akan kembali lagi untuk membeli makanan di rumah makan tradisional yang dikelola. Berdasarkan hal tersebut, maka pemilik rumah makan kelas C di daerah tujuan wisata Jakarta Timur menjadi perhatian penelitian ini, karena sampai saat ini aktivitas usaha rumah makan tradisional masih tetap berlangsung untuk memenuhi kebutuhan hidup pemilik rumah makan tradisional kelas C. Karakteristik Individu Responden di Daerah Tujuan Wisata Jakarta Timur Karakteristik individu responden yang diamati penelitian ini adalah (1) umur, (2) pendidikan formal, (3) pengalaman memasak, (4) motivasi di daerah tujuan wisata Jakarta Timur. Deskripsi selengkapnya, disajikan pada Tabel 4.
Tabel. 4 Deskripsi Karakteristik Individu PRMT Kelas C No Karakteristik Individu
Kategori
1
Umur (tahun)
2
Pendidikan Formal (tahun)
3
Pengalaman Memasak (tahun)
4
Motivasi (skor)
Muda (22 – 39) Sedang (40– 56) Tua (57 – 75) Rendah ( 6 – 8) Sedang (9 – 11) Tinggi (12 – 15) Rendah ( 2 – 21) Sedang (22– 40) Tinggi (41 – 61) Rendah (6,0 – 6,9) Sedang (7,0 – 7,9) Tinggi (8 – 9)
Jumlah (orang) 10 22 8 14 22 4 33 5 2 1 20 19
Persentase (%) 25 55 20 35 55 10 82 12.5 5.0 2.5 50 47.5
Keterangan; n = 40 Umur Umur responden di Jakarta Timur bervariasi mulai dari 22 tahun hingga 75 tahun, dengan rataan 31 tahun. Berdasarkan Tabel 1 di atas 55% berumur antara 40 tahun hingga 56 tahun usia sedang, kelompok umur tersebut termasuk tenaga kerja produktif, karena berada di antara 15 sampai 64 tahun (BPS,2001). Responden kelompok ini memiliki produktifitas untuk mengembangkan diri dan mengembangkan usahanya. Mereka memiliki kemampuan bekerja atau beraktivitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan pengelola yang sudah tidak produktif.
Kecenderungan lain bahwa dalam proses adopsi inovasi baru,
responden yang berumur muda lebih tanggap bila dibandingkan dengan pengelola yang berumur lebih tua. Kelemahan dari responden yang berumur tua, disatu sisi sudah berkurang kekuatan fisik, kemudian lambat dalam proses pengambilan keputusan, penuh pertimbangan dan kehatian-hatian. Hal ini sejalan dengan pernyataan Wiriaatmadja (1990), bahwa umur seseorang mempengaruhi penerimaannya terhadap hal-hal baru. Responden yang berusia sedang dalam melakukan usaha rumah makan tradisional kelas C karena didorong kebutuhan untuk menghidupi keluarga akibat imbas di-PHK (pemutusan hubungan kerja), telah memiliki modal yang cukup untuk memulai usaha rumah makan, tidak ada pekerjaan yang lain untuk menghidupi keluarga dan beberapa responden membuka usaha rumah makan
tradisional untuk mengisi waktu pensiun. Pada Table 4 20% responden berusia tua yakni antara 57 tahun hingga 75 tahun telah melakukan usaha rumah makan tradisional dari usia muda dan dari hasil usaha rumah makan tradisionalnya dapat menghidupi keluarga dan menyekolahkan putra putrinya hingga ke perguruan tinggi. Tetapi kenyataannya, putra-putri pemilik rumah makan tradisional tidak tertarik
meneruskan usaha rumah makan tradisional yang telah dikelolanya
dengan alasan lebih tertarik kerja kantoran. Fenomena yang terjadi usia muda 22 tahun hingga 39 kurang tertarik melakukan usaha rumah makan tradisional ini terbukti 25% usia muda yang melakukan usaha rumah makan tradisional. Minat usia muda untuk usaha rumah makan tradisional rendah, rendahnya minat
usia muda untuk berusaha rumah
makan tradisional karena mereka lebih tertarik untuk mencoba menjadi pekerja kantoran yang mendapat gaji yang pasti dan tepat, tidak halnya dengan menjalankan usaha rumah makan tradisional memerlukan waktu, tenaga
dan
pikiran yang penuh dengan mempersiapkan semua keperluan usaha rumah makan. Alasan yang paling utama
adalah untuk usaha rumah makan memerlukan
investasi yang besar untuk membeli perlengkapan/alat memasak dan peralatan menghidang, untuk usia muda belum cukup investasi. Jika tidak bersumber dari warisan, maka seseorang perlu menabung untuk waktu yang cukup lama, agar ia bisa memiliki sebuah usaha rumah makan. Umur menggambarkan pengalaman dalam diri seseorang sehingga terdapat keragaman perilaku. Semakin tua (di atas 50 tahun), kemampuan akan berkurang dan terasa secara nyata, hal ini disebabkan oleh fungsi kerja otot semakin menurun, semakin lama untuk mengadopsi inovasi, dan cenderung hanya melaksanakan kegiatan-kegiatan yang sudah biasa diterapkan sehari-hari. Pendidikan Formal Pendidikan formal responden bervariasi SD-SMP 35%, SMA 55% dan D3 10%.
Prosentase tertinggi untuk responden pendidikan formal pada tingkat
pendidikan SMA adalah 53%, responden hanya mencapai pendidikan formal sampai SMA dikarenakan keterbatasan dana orang tua responden dan responden
berpikir SMA sudah cukup karena sesuai dengan
pencanangan program
pemerintah pendidikan wajib belajar 9 tahun. Pendidikan formal mempercepat proses belajar, memberikan pengetahuan, kecakapan dan keterampilan-keterampilan yang diperlukan dalam masyarakat (Mosher, 1987). Dengan pendidikan yang lebih tinggi mempengaruhi perilaku dalam menerapkan inovasi baru untuk perkembangan usaha rumah makan tradisional. Dapat juga ditunjang dengan mengikuti pendidikan nonformal yang berkaitan dengan usaha rumah makan, namun dari hasil survey yang dilakukan belum ada responden mengikuti pelatihan, kursus dan pembinaan untuk mengembangkan ilmu memasak, ilmu pengelolaan usaha rumah makan tradisional kelas C yang dijalani. Pendidikan yang tinggi mempengaruhi perilaku dalam menerapkan inovasi baru responden dengan pendidikan formal SMP dan SMA sebelum memulai usaha rumah makan
pernah
bekerja di rumah makan, dengan berbekal
keterampilan dan modal cukup baru memulai usaha rumah makan tradisional, tetapi perilaku dalam menjaga kebersihan ruang makan serta ruang memasak masih kurang. Berdasarkan Table 4 di atas
10% responden mendapatkan
pendidikan formal D3, dan hasil penelitian dengan pendidikan formal yang tinggi responden pendidikan formal D3 lebih berinovasi dalam melakukan usaha rumah makan tradisional kelas C. Responden pendidikan formal
D3 menjaga
kebersihan dan kenyamanan ruang makan. Sejalan dengan pendapat Maryani (1995) seseorang yang berpendidikan tinggi lebih mudah untuk menerima informasi dan berkemampuan menganalisis masalah yang dihadapinya. Pengalaman Memasak Pada Table 4 sebagian besar responden 82.5% memiliki pengalaman memasak pada taraf rendah dengan kisaran 6 hingga 8 tahun, karena responden baru memulai usaha rumah makan. Usaha rumah makan dijalani karena; putus hubungan kerja (PHK) dan untuk menghidupi keluarganya menjalankan usaha rumah makan tradisional, dan melanjutkan usaha yang diwarisi orang tua. Presentase 5.0% memiliki pengalaman memasak pada taraf tinggi dengan kisaran 41 hingga 61 tahun, karena responden telah melakukan usaha rumah makan
tradisional sejak usia 20 tahun dan menjadikan mata pencarian yang pokok untuk menghidupi keluarga dan menyekolahkan anak-anaknya. Sesuatu yang telah dialami seseorang akan ikut membentuk dan mempengaruhi penghayatan terhadap stimulus sosial. Sejalan dengan teori Walker (1973), pengalaman ialah hasil akumulasi dari proses pengalaman seseorang, yang selanjutnya mempengaruhi terhadap respon yang diterimanya guna memutuskan sesuatu yang baru baginya. Pengalaman memasak memiliki peranan yang sangat penting bagi responden dalam mempengaruhi respon yang diterimanya dan memutuskan hal yang baru guna meningkatkan
jumlah
pendapatan melalui hasil kunjungan konsumen untuk mengembangkan usaha rumah makan tradisional, dan menerima inovasi baru. Pengalaman yang diperoleh responden terjadi melalui dua cara, yaitu (1) dari ikut bekerja di rumah makan tradisional milik orang tua dan (2) dari teman yang memiliki usaha rumah makan tradisional. Pengalaman memasak yang dimiliki adalah bagian dari proses belajar bagi pemilik rumah makan tradisional kelas C, sehingga mampu mengasah kemampuan mengatasi masalah kegiatan pengolahan makan, menentukan harga, memilih karyawan dan memeliharanya sebagai bagian dari aset usaha. Motivasi Motivasi yang diukur dalam penelitian ini adalah faktor yang mendorong responden untuk berusaha rumah makan tradisional di daerah tujuan wisata Jakarta Timur. Keberhasilan dan keuntungan yang dirasakan dan didapatkan responden merupakan faktor motivasi responden dalam aktivitas usaha rumah makan tradisional. Dorongan pemenuhan kebutuhan pangan, sandang, dan papan merupakan alasan terbesar yang mendasari responden untuk melakukan usaha rumah makan tradisional di daerah tujuan wisata Jakarta Timur, artinya ada tujuan yang akan dicapai yang memberi dorongan
lebih kepada responden untuk
berusaha rumah makan tradisional. Hal ini sejalan dengan pendapat McClelland (Barbutto et al., 2004) dan Bird (1989), bahwa motivasi terkait dengan kebutuhan seseorang.
Sebagian besar responden (47,5%) memiliki motivasi pada taraf tinggi. Tingginya motivasi responden ini berasal dari dalam diri berupa semangat yang tinggi dan optimisme berusaha, dan responden merasakan keuntungan dari hasil usaha rumah makan tradisional. Pemenuhan kebutuhan pokok merupakan motivasi utama berusaha rumah makan tradisional di daerah tujuan wisata Jakarta Timur saat ini; agar responden memiliki motivasi atau dorongan kuat berusaha rumah makan tradisional, perlu ditumbuhkan kesadaran responden misalnya melalui penyuluhan pariwisata terhadap kebutuhan untuk mengembangkan usaha rumah makan tradisionalnya. Hasil penelitian yang dilakukan Barbuto et al (2004) menunjukkan bahwa untuk meningkatkan motivasi seseorang maka yang perlu diketahui: (1) kejelasan tujuan yang ingin dicapai, (2) kebutuhan yang dianggap paling penting, dan (3) lingkungan yang kondusif yang mendukung seseorang mencapai tujuan. Motivasi merupakan modal yang sangat penting bagi responden untuk menunjang keberhasilan dalam berusaha rumah makan tradisional. Motivasi yang tinggi diperlukan untuk mendorong responden dalam berusaha rumah makan tradisional dan menerima atau mengadopsi informasi atau teknologi yang baru guna meningkatkan hasil usaha rumah makan tradisionalnya. Faktor Pendukung PRMT Kelas C di Daerah Tujuan Wisata Jakarta Timur Faktor pendukung PRMT yang diamati dalam penelitian ini adalah: (1) pelatihan, (2) interaksi dengan penyuluh pariwisata, (3) ketersediaan peralatan memasak,
(4)
kepemiliki
modal,
(5)
kepuasan pengunjung.
Deskripsi
selengkapnya, disajikan pada Tabel 5. Pelatihan Pelatihan yang diukur dalam penelitian ini ialah pelatihan yang telah diikuti yang berkaitan dengan pengolahan makanan yang dinyatakan dengan frekuensi pelatihan yang pernah diikuti. Pelatihan dibagi menjadi dua kategori yaitu: (1) Tidak pernah, (2) Jarang, (3) Sering.
Sebagian besar responden (82.5%) tidak pernah mengikuti pelatihan. Hal ini terjadi karena selama ini responden tradisionalnya,
sibuk mengelola rumah makan
tidak termotivasi untuk berkembang lebih baik dari yang sudah
ada. Responden tidak mau membuka diri dengan perkembangan dari teknologi baru yang ada di dunia usaha rumah makan tradisional dan tidak melihat akan kebutuhan dari wisatawan saat ini. Kegiatan pelatihan diadakan Suku Dinas Pariwisata Jakarta Timur setiap tahun. Suku Dinas Pariwisata Jakarta Timur menfasilitasi semua kegiatan tanpa mengutip bayaran, tetapi sebagian responden tidak tertarik mengikuti pelatihan yang diadakan Suku Dinas Pariwisata Jakarta Timur dengan
alasan tidak
memiliki waktu dan materi pelatihan tidak relevan dengan usaha rumah makan tradisional
yang dikelolanya. Responden belum menyadari penting dan
bermanfaatnya pelatihan yang dilaksanakan untuk perbaikan dan perkembangan usaha rumah makan tradisional. Sebagian kecil responden 17.5% mengikuti pelatihan yang diadakan Suku Dinas Pariwisata Jakarta Timur dan kursus catering. Responden yang mengikuti pelatihan
merasakan pentingnya pelatihan usaha rumah makan untuk
pengembangan usaha rumah makan tradisional yang dikelolanya. Pelatihan merupakan usaha untuk mengembangkan kecakapan atau menambah keahlian dan efisiensi kerja seseorang (Manullang, 1996). Untuk mengembangkan usaha rumah makan tradisional responden perlu mengikuti pelatihan, karena pelatihan merupakan usaha untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan produktivitas kerja seseorang.
Tabel. 5 Deskripsi Faktor Pendukung PRMT Kelas C No Faktor Pendukung
Kategori
Rendah (3,0 – 3,9) Sedang (4,0 – 4,9) Tinggi (5 – 7) 2 Interaksi dengan Penyuluh Rendah (2 – 3) (skor) Sedang (4 – 5) Tinggi (6 – 8) 3 Ketersedian Peralatan Rendah ( 6,0 – 6,9) Memasak (skor) Sedang (7,0 – 7,9) Tinggi (8 - 9) 4 Kepemilikan Modal (skor) Rendah ( 3 - 4) Sedang (5 - 6) Tinggi (7 - 9) 5 Kepuasan Pengunjung Rendah (3 -4) (skor) Sedang (5 -6) Tinggi (7 - 9) Keterangan; n = 40 1
Pelatihan (skor)
Jumlah Persentase (orang) (%) 33 82.5 0 0 7 17.5 24 60 9 22.5 7 17.5 5 12.5 25 62.5 10 25.0 29 72.5 4 10.0 7 17.5 4 10.0 27 67.5 9 22.5
Interaksi dengan Penyuluh Pariwisata Interaksi dengan penyuluh pariwisata yang diukur dalam penelitian ini adalah tingkat kualitas dan kuantitas hubungan responden dengan penyuluh pariwisata, yaitu: seberapa jauh responden mengenal penyuluh pariwisata, seberapa sering responden mengikuti kegiatan penyuluhan, serta seberapa sering responden menghubungi penyuluh jika ada persoalan dalam usaha rumah makan tradisional. Interaksi responden di daerah tujuan wisata Jakarta Timur dengan penyuluh pariwisata rendah, sejumlah besar 60% responden menyebutkan belum mengenal penyuluh pariwisata. Ini terjadi karena selama ini Suku Dinas Pariwisata Jakarta Timur tidak melakukan penyuluhan pariwisata. Suku Dinas Pariwisata Jakarta Timur tidak terdapat bagian/departemen yang menangani penyuluhan pariwisata tetapi membebani tugas pada staffnya untuk pembinaan pariwisata. Bentuk pembinaannya dengan
mengadakan
program pelatihan bekerja sama instansi yang terkait. Program pelatihan yang sesaat tidak ada tindak lanjut
dan evaluasi terhadap pelatihan yang telah
dilaksanakan karena hanya melaksanakan program kerja Suku Dinas Pariwisata Jakarta Timur, bersifat top down tanpa melakukan interaksi awal dengan melihat kebutuhan yang diperlukan responden, dan para responden jarang mengikuti
pelatihan karena pelatihan dilakukan seharian penuh dan materi pelatihan kurang relevan dengan usaha rumah makan yang dikelolanya. Hal ini sejalan dengan pendapat Sumardjo (2008) bahwa penyuluhan diidentikkan dengan proses yang berorientasi pada target pemerintah. Perencanaan merasa tahu apa yang dibutuhkan rakyat, seolah yang dibutuhkan rakyat adalah mencapai target-target pemerintah saja. Komunikasi yang tidak ada antara penyuluh pariwisata dengan 60% responden dapat diamati dari keadaan sebagian besar rumah makan tradisional kelas C di mana; kebersihan, kenyamanan, sanitasi dan higiene dalam pengolahan dan penampilan hidangan yang masih kurang. Pembinaan dalam hal kebersihan, kenyaman, sanitasi dan higiene dalam pengolahan dan penampilan hidangan masih kurang dilakukan. Komunikasi antara penyuluh dan responden sangatlah penting, untuk menunjang keberhasilan dalam peningkatan pendapatan responden dan keberhasilan program penyuluhan pariwisata. Sejalan dengan pendapat Amanah (2005) penyuluhan
adalah proses perubahan berencana secara
berkesinambungan, di dalamnya tercakup kegiatan pembelajaran bagi individu, kelompok, organisasi, komunitas, hingga masyarakat yang lebih luas guna melakukan transformasi atau perbaikan situasi (situation improvement) melalui perubahan perilaku. Jika hubungan dekat, maka merupakan entry point atau pintu masuk bagi penyuluh untuk mengembangkan program kerja penyuluhan pariwisata. Responden yang mengikuti pelatihan sebanyak 17.5% dalam kegiatan penyuluhan pariwisata , maka responden
tersebut memperolah pengetahuan,
wawasan yang lebih baik sehingga dapat melakukan cara-cara berusaha rumah makan tradisional lebih baik, seperti selalu melakukan kebersihan dan kenyamanan ruang makan, menjaga kualitas makanan dari segi rasa, warna dan melakukan kebersihan makanan dalam penampilan makanan diatas piring/alat hidang. Akibat dari kurangnya komunikasi antara penyuluh pariwisata dengan responden, jika responden mempunyai persoalan dalam usaha rumah makan tradisional responden tidak menghubungi penyuluh. Alasan responden tidak menghubungi penyuluh pariwisata karena
mereka tidak mengenal penyuluh
pariwisata, responden berprinsip bahwa Suku Dinas Pariwisata hanya menuntut
retribusi atas usaha rumah makan tradisional saja tidak melakukan pembinaan dan interaksi dengan responden. Kurangnya kesertaan responden dalam kegiatan penyuluhan pariwisata disebabkan antara lain: (1) tidak ada interaksi penyuluh pariwisata dengan responden (2) kegiatan penyuluhan jarang ada, (3) ada kegiatan penyuluhan dalam bentuk pelatihan, tetapi responden tidak berminat mengikuti karena pelatihan dilakukan seharian penuh dan pelatihan yang bersifat sesaat tidak ada tindak lanjutnya, (4) responden menganggap penyuluh pariwisata hanyalah mengutip retribusi saja, (5) responden tidak menyadari manfaat atau pentingnya penyuluhan. Akibatnya, saat ini sebagian besar responden tidak mendapatkan peningkatan kemampuan sesuai kebutuhan atau masalah yang dihadapinya dari penyuluh yang ada. Uraian tentang kesertaan penyuluhan tersebut menunjukkan bahwa kesertaan responden dalam penyuluhan adalah masih rendah, artiya hanya sebagian kecil PRMT yang mengalami proses belajar, sebagian besar responden tidak mendapat kesempatan memperoleh tambahan informasi dan kemampuan baru. Ketersedian Peralatan Memasak Penelitian ini mengukur ketersediaan peralatan memasak responden dari sisi kelengkapan
alat-alat
memasak,
peralatan
menghidang,
dan
peralatan
penyimpanan bahan basah dan bahan kering.. Ketersediaan alat memasak berupa; (1) peralatan memasak; panci, kompor, wajan, parutan kelapa, blender, saringan, sendok goreng, rice cooker, panggangan, talenan, pisau, (2) peralatan menghidang; piring makan, piring kecil, mangkuk soto, gelas juice, cangkir, teko, sendok, garpu, tempat tisu, dan (3)
alat penyimpanan bahan-bahan makanan
berupa refrigerator dan freezer. Tingkat ketersediaan peralatan memasak bagi responden di daerah tujuan wisata Jakarta Timur adalah sedang 62,5%, dimana responden ketersediaan peralatan memasaknya lengkap tetapi tidak memiliki penyimpanan bahan-bahan makanan yang dingin (refrigerator/freezer) sehingga tempat penyimpanan dilakukan dengan meletakkan diatas meja makan dan dilantai, ini menimbulkan kesan ruang makan tidak bersih dan tidak nyaman bagi
pengunjung.
Sebagian kecil responden (25.0%) memiliki peralatan memasak
yang lengkap dan penyimpan dingin yang tingkat ketersediaan sarana produksi tinggi. Dari Table 5 disajikan bahwa sebanyak 12.5% responden memiliki peralatan memasaknya tergolong
rendah, hal ini disebabkan responden baru
mulai usaha rumah makan tradisionalnya berkisar 3 tahunan dan belum memiliki modal untuk melengkapi peralatan memasaknya. Responden secara bertahap melengkapi peralatan memasaknya untuk saat ini hanya memiliki peralatan memasak yang seadanya. Penyimpanan bahan-bahan makanan seperti: sayur sawi, sayur singkong, daun bawang, kecap, saos cabe dan dus gelas aqua diletakkan di atas meja yang terlihat dari ruang makan, dari segi keindahan ruang ini sangat mengganggu kenyamanan dari pelanggan yang menikmati makanan, terkesan ruang makan kotor dan sumpek. Kemudahan mendapatkan bahan-bahan makanan responden diperoleh dari pasar-pasar tradisional yang besar seperti; pasar Kramat Jati, Pasar Senen, Pasar Klender dan Pasar Bekasi, yang ketersediaan bahan-bahan makanan yang lengkap dengan harga yang relatif lebih murah dari pasar-pasar kecil. Sejalan dengan pendapat Sudjati (1981) sarana merupakan alat-alat yang diperlukan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Dengan sarana berupa kelengkapan peralatan memasak yang dimiliki responden akan memperlancar usahan rumah makan tradisionalnya. Kepemilika n Modal Kepemilikan modal yang diukur dalam penelitian ini adalah ketersediaan sumber modal dan tingkat kemudahan responden untuk memanfaatkannya. Ketersediaan modal mempengaruhi kemampuan dalam mengatasi masalah usaha rumah makan tradisional. Ketersediaan sumber modal dan kemudahan bagi responden untuk memanfaatkan sumber modal dari bank pemerintah, bank swasta, lembaga koperasi, pegadaian dan rentenir sebagian besar responden (72.5%) berada pada tingkat rendah, responden mengandalkan modal sendiri, responden tidak mencari pinjaman ke sumber modal lainnya. Sebagian kecil responden (17.5%) berada pada tingkat tinggi memanfaatkan sumber modal melalui bank pemerintah.
Responden umumnya tidak berminat meminjam ke Bank, karena; (1) persyaratan
pinjaman
yang
tidak
mudah,
(2)
khawatir
tidak
mampu
mengembalikan angsuran pinjaman, dan (3) usaha masih kecil memanfaatkan modal yang ada. Umumnya responden
mengandalkan modal sendiri dalam
menjalankan usaha rumah makan tradisionalnya. Sebagian besar responden mengikuti arisan kelompok rumah makan daerah (kelompok arisan rumah makan Padang), dari hasil survey besar arisan berkisaran Rp. 500.000 hingga 1.000.000-, dengan jumlah peserta 11 responden, hasil arisan digunakan sebagai modal usaha rumah makan. Kegiatan arisan merupakan salah satu mekanisme mengumpulkan dana untuk menambah modal usaha rumah makan. Hal ini menjadi penyebab investasi modal terbatas (Fuad, 2000). Kepuasan Pelanggan Sebagian besar responden (67.5%) dalam memperhatikan kepuasan pelanggan tidak melakukan interaksi dengan pelanggan, responden tidak melakukan komunikasi dengan cara menanyakan apakah pelanggan puas dengan masakan/pelayanan yang ada. Sebagian kecil responden (22.5%) memperhatikan akan kepuasan pelanggan, di mana responden melakukan komunikasi kepada pelanggan dengan menanyakan langsung kepada pelanggan; (1) bagaimana hasil makanan, (2) menanyakan apa yang perlu ditambah atau dikurangi dari rasa makanan, dan (3) menanyakan bagaimana pelayanan yang diterima. Kepuasan pelanggan sangat penting diperhatikan oleh responden berkaitan langsung dengan keberhasilan pemasaran dan penjualan makanan tradisionalnya. Pilar (2000) menyimpulkan bila konsumen merasa puas dapat mempengaruhi satu saja teman atau rekannya mengenai kehebatan suatu produk atau jasa yang ditawarkan satu perusahaan dan akhirnya mendatangkan seorang konsumen atau pelanggan baru, maka mulai konsumen atau pelanggan yang pertama itu menjadi bertambah dua kali lipat. Bagi 22.5% responden yang memperhatikan keinginan pelanggan, mereka memiliki perbedaan pelayanan yang lebih baik dan pengunjung yang lebih dari 67.5% responden yang tidak melakukan komunikasi dengan pelanggan. Umberto (2008) mengemukakan bahwa apa pun yang diperbuat oleh produsen akan laku di
pasar sudah tidak relevan lagi di masa ini. Oleh karena itu, produsen harus menyesuaikan produk dan jasanya dengan apa yang diinginkan oleh konsumen. Kualitas harus direbut apabila ingin mempertahankan atau mendapatkan competitive advantage dalam dunia persaingan yang hari demi hari semakin ketat. Kompetensi PRMT Kelas C dalam Berusaha Rumah Makan Tradisional di Daerah Tujuan Wisata Jakarta Timur Kompetensi
responden
yang
dimaksud
dalam
penelitian
adalah
kemampuan yang dimiliki responden dalam melakukan usaha rumah makan tradisional. Kompetensi tersebut meliputi tiga aspek yaitu: (1) Pengetahuan responden tentang pengolahan memasak, (2) Keterampilan responden dalam pengolahan memasak, dan (3) Sikap responden dalam pengolahan memasak. Pengetahuan Selanjutnya Purwanto (2002) menyebutkan bahwa kualitas dan kuantitas pengetahuan yang dimiliki seseorang dan jenis pengetahuan apa yang telah dikuasainya memainkan peranan penting dalam pekerjaannya. Pengetahuan adalah aspek perilaku yang terutama berhubungan dengan kemampuan
mengingat
materi
yang
telah
dipelajari
dan
kemampuan
mengembangkan intelegensia (Padmowihardjo, 1978: 83). Dalam penelitian ini yang dimaksud pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui oleh responden berkenaan dengan usaha rumah makan tradisionalnya. Pengetahuan responden dalam pengolahan memasak yang dimaksud dalam penelitian adalah pemahaman responden tentang aspek pengolahan hingga proses penyajian makanan. Pengetahuan tentang pengolahan makanan dalam penyajian makanan yang sebaiknya dikuasai responden dibagi menjadi 5 bidang yaitu: (1) Perencanaan menu, dimana responden harus mengetahui rencana menu yang akan diolah dan mengetahui pembuatan kartu menu lengkap dengan harga agar pengunjung mengetahui makanan apa saja yang disajikan di rumah makan tradisional responden
(2) Persiapan Pengolahan, responden mengetahui dalam
memilih bahan makanan yang sehat, mengetahui pencucian bahan makanan menggunakan air yang bersih, (3) Pengolahan makanan, responden mengetahui
cara memasak yang benar, (4) Penyajian makanan, responden mengetahui pemberian hiasan pada makanan untuk mempercantik hidangan dan (5) Sanitasi dan hygiene, responden mengetahui menjaga kebersihan diri selama memasak, kebersihan ruang memasak dan ruang makanan, kebersihan peralatan memasak dan peralatan menghidang dengan melakukan proses pencucian dengan sabun dan air bersih. Table 6. Skor Pengetahuan PRMT Kelas C di Daerah Tujuan Wisata Jakarta Timur No 1 2 3 4 5
Bidang Pengetahuan Perencanaan menu Persiapan Pengolahan Pengolahan Penyajian Makanan Sanitasi dan Higiene Rataan
Keterangan: n = 40, skor
Skor 1.68 2.03 2.18 2.18 2.05 2.024
1
– 1,66 = rendah 1,67 – 2,33 = sedang 2,34 – 3 = tinggi
Pengetahuan perencanan menu responden di daerah tujuan wisata Jakarta meliputi pengetahuan; responden dalam merencanakan penyusunan menu makanan yang akan dimasak, perencanaan pembelian bahan-bahan makanan untuk dimasak dan pembuatan kartu menu lengkap dengan harga sebagai alat bantu konsumen untuk memesan makanan. Pengetahuan perencanan menu rendah dengan sekor 1.68 tergolong kategori sedang, hal ini dikarenakan responden dalam melaksanakan usaha rumah makan tidak mengetahui penyusunan menu untuk mempermudah perencanaan bahan makanan dan pembelian bahan makanan, dan responden tidak mengetahui pembuatan
kartu menu lengkap
dengan daftar harga untuk mempermudah tamu dalam memesan makanan. Pengetahuan responden tentang persiapan pengolahan meliputi persiapan alat-alat memasak, pemilihan bahan-bahan makanan, dilanjutkan dengan penanganan bahan makanan dimulai proses penyucian semua bahan dengan menggunakan air bersih yang mengalir. Pengetahuan persiapan pengolahan dengan sekor 2.03 tergolong kategori sedang, disebabkan responden dalam
persiapan pengolahan kurang
mengetahui proses pencucian bahan-bahan
makanan terlebih dahulu sebelum dipotong, tidak mengetahui penyucian bahan makanan harus menggunakan air bersih yang mengalir agar kotoran yang menempel pada bahan-bahan makanan (sayuran-sayuran, tomat, ayam, dan lainlain) hilang. Ini semua terjadi karena kurangnya fasilitas air bersih yang sangat diperlukan dalam proses pencucian bahan-bahan makanan. Pengetahuan
responden
tentang
pengolahan
makanan
meliputi
pengetahuan memasak bahan-bahan makanan dengan hasil yang baik. Pengolahan makan dengan sekor 2.18 tergolong kategori sedang, hal ini karena responden dalam pengolahan makanan kurang mengetahui bahwa dalam menggoreng ikan, tahu, tempe dan kerupuk harus menggunakan minyak yang bersih tidak minyak yang sudah beberapa kali pemakaian bahkan sudah berwarna hitam, responden juga tidak mengetahui dalam merebus sayuran jangan terlalu lama karena mengakibatkan kandungan vitamin dalam sayuran akan hilang dan warna sayuran lebih gelap sehingga kurang baik hasilnya. Pengetahuan responden tentang penyajian makanan dengan sekor 2.18 tergolong kategori sedang. Responden mengetahui dalam penyajian makanan menggunakan alat-alat hidang yang bersih dan makanan diberi hiasan untuk menambah penampilan hidangan agar kelihatan lebih indah. Pengetahuan responden tentang sanitasi dan hygiene
yang diamati
meliputi pengetahuan dalam; menjaga kebersihan ruang memasak dan ruang makan, menjaga kebersihan alat-alat memasak, menjaga kebersihan diri dalam memasak makanan. Sanitasi dan hygiene juga sedang dengan sekor 2.05 tergolong kategori sedang, hal ini disebabkan responden kurang menjaga kebersihan diri dalam memasak di mana umumnya mereka tidak menggunakan celemek/baju masak diwaktu memasak, tidak menutup rambut di waktu memasak di mana rambut dapat jatuh kedalam makanan, tidak mengetahui perlunya
menjaga
kebersihan ruang memasak di mana terlihat selama proses persiapan hingga pengolahan makanan dilakukan di lantai dengan kondisi kotor, tidak mengetahui perlu menggunakan alat-alat hidang yang bersih dalam menyajikan makanan di mana responden dalam pencucian alat-alat hidang tidak menggunakan sabun dan tidak menggunakan air yang bersih ketika pembilasan tetapi hanya menggunakan
air satu ember untuk beberapa alat-alat hidang dan juga hanya menggunakan satu lap saja untuk mengelap semua alat-alat hidang hingga lap tampak kelihatan buram, dan kurang mengetahui perlunya menjaga kebersihan ruang makan terlihat ruang makan dalam keadaan kurang bersih. Sikap Sikap responden dalam berusaha rumah makan tradisional adalah reaksi responden dalam memilih berbagai alternatif mana yang diterima atau ditolak yang berhubungan dengan aspek perencanaan menu, persiapan pengolahan, pengolahan, penyajian makanan serta sanitasi dan hygiene.
Terdapat 5 bidang
sikap yang diukur dalam penelitian ini, yaitu: (1) membuat perencanaan menu, (2) persiapan pengolahan, (3) pengolahan, (4) penyajian makanan dan (5) sanitasi dan hygiene. Sikap responden dalam berusaha rumah makan tradisional dalam pengolahan makan dalam penyajian makan disajikan pada Table 7. Tabel 7. Skor Sikap PRMT Kelas C di Daerah Tujuan Wisata Jakarta Timur. No 1 2 3 4 5
Bidang Sikap
Skor
Perencanaan Menu Persiapan Pengolahan Pengolahan Penyajian Makanan Sanitasi dan Higiene Rataan Keterangan: n = 40, skor
2.15 2.10 2.33 1.98 1.50 2.012 1 – 1,66 1,67 – 2,33 2,34 – 3
= rendah = sedang = tinggi
Sikap responden tentang perencanaan menu dengan sekor 2.15 tergolong kategori sedang, yang diamati meliputi perencanaan menu yang akan dijual dengan meliputi perencanaan membelian bahan-bahan untuk diolah, dan pembuatan kartu menu di mana kartu menu dapat membantu pengunjung yang datang untuk membeli. Sikap responden
dalam membuat perencanaan menu
51,2% kurang setuju dalam membuat perencanaan menu dan 18,6% tidak setuju
ini disebabkan responden tidak mengetahui membuat perencanaan menu dan tidak pernah mendapatkan pelatihan tentang perencanaan menu. Sebagian 30% setuju dalam membuat perencanaan menu, disebabkan responden pernah mengikuti pelatihan , pernah membaca di media-media dan pernah bekerja ditempat lain sebelum berusaha rumah makan tradisional sendiri. Responden yang membuat perencanaan menu ini juga membuat kartu menu yang lengkap dari semua makanan yang dijual dengan daftar harga setiap makanan. Sikap responden
tentang persiapan pengolahan dengan sekor 2.10
tergolong kategori sedang, yang meliputi pemilihan bahan-bahan makanan yang segar dan sehat, penyiapan alat-alat memasak, dan proses pencucian bahan-bahan makanan sebelum dimasak dengan mencuci bahan-bahan makanan di air yang mengalir dan selanjutnya dilakukan proses pemotongan. Sikap responden dalam persiapan pengolahan 46,5% setuju dalam melakukan persiapan pengolahan, dan 18,6% kurang setuju dalam proses persiapan pengolahan ini. Sebagian 34% responden
tidak setuju dalam melakukan proses persiapan pengolahan ini
dikarenakan responden tidak mengetahui bahwa dalam persiapan pengolahan harus mencuci semua bahan dengan air yang mengalir kemudian melakukan pemotongan. Tidak dilakukannya pencucian terlebih dahulu karena pengadaan air bersih yang kurang, responden melakukan pemotongan lalu pencucian didalam ember yang berisi air, di mana dengan air satu ember dapat digunakan untuk mencuci semua bahan-bahan makanan. Sikap responden tentang pengolahan makanan dengan sekor 2.33 tergolong kategori tinggi, yang meliputi pengolahan makanan yang sesuai dengan tata laksana makanan. Sebagian besar 55% responden setuju untuk menggunakan minyak bersih, menggunakan air yang bersih dan tidak menggunakan zat-zat additive yang berbahaya bagi kesehatan. Responden tidak setuju 23,3%, dengan alasan dalam penggunaan minyak yang kurang bersih (hitam) karena minyak goreng mahal, menggunakan zat-zat additive agar menambah rasa dan mendapat untung lebih, dan penggunaan air yang bersih kurang karena air harus beli dan harga mahal. Sikap responden
tentang sanitasi dan hygiene dengan sekor 1.50
tergolong kategori rendah, yang meliputi menjaga kebersihan diri sepanjang
pengolahan, kebersihan ruang pengolahan, dan ruang makan. Enam puluh lima persen responden kurang setuju melakukan kebersihan diri sepanjang pengolahan makanan, tidak setuju menggunakan baju memasak dan menutup kepala selama pengolahan karena kegerahan/kepanasan,
tidak setuju mencuci tangan dengan
sabun bila dari WC, tidak setuju tidak merokok sepanjang pengolaha, tidak setuju bila batuk/bersin tidak
melakukan pengolahan makanan, tidak setuju dalam
mencuci semua alat-alat memasak dan alat-alat menghidang dengan sabun lalu membilas dengan air yang bersih karena fasilitas air bersih kurang, tidak setuju harus menggunakan lap yang bersih untuk mengelap alat-alat makan dan tidak menjaga kebersihan ruang makan. Empat belas persen responden melakukan sanitasi dan hygiene karena pernah mengikuti pelatihan dan membaca koran dan majalah-majalah. Mereka melakukan kebersihan diri dan menjaga kebersihan dan kenyamanan ruang makan dan ruang pengolahan, dengan alasan kebersihan itu sehat, dan mereka tinggal di rumah makan tradisional tersebut. Keterampilan Spencer dan Spencer (1993: 11) menyatakan keterampilan adalah kecakapan untuk menyelesaikan tugas. Keterampilan responden dalam berusaha rumah makan tradisional adalah kemampuan psikomotorik responden dalam melakukan aktivitas berusaha rumah makan tradisional, yang berhubungan dengan aspek perencanaan menu, persiapan pengolahan, pengolahan, penyajian makanan dan sanitasi dan hygiene. Terdapat 5 bidang keterampilan yang diukur dalam penelitian ini, yaitu: (1) perencanaan menu, (2) persiapan pengolahan, (3) pengolahan, (4) penyajian makanan serta, (5) sanitasi dan hygiene. Keterampilan responden dalam berusaha rumah makan tradisional , disajikan pada Tabel 8.
Tabel 8. Skor Keterampilan PRMT Kelas C di Daerah Tujuan Wisata Jakarta Timur. No 1 2 3 4 5
Bidang Keterampilan
Skor
Perencanaan Menu Persiapan Pengolahan Pengolahan Penyajian Makanan Sanitasi dan Higiene Rataan
1 – 1,66 = rendah 1,67 – 2,33 = sedang 2,34 – 3 = tinggi
Keterangan: n = 40, skor
Keterampilan responden tentang
1.50 1.88 2.48 2.53 1.80 2.038
perencanaan menu dengan sekor 1.50
tergolong kategori rendah 1.50, yang meliputi kemampuan menyusun menú makanan. Sejumlah kecil responden (16.3%)
yang terampil membuat
perencanaan menú tentang menyusun menú, membuat kartu menú. Responden tidak membuat kartu menú karena tidak mengetahui membuat kartu menú. Kartu menú sangat diperlukan untuk jenis usaha rumah makan karena kartu menú memperkenalkan kepada pengunjung makanan apa saja yang disediakan. Hasil penelitian Mukhtar (2004) mengemukakan menu adalah sebuah daftar makanan dan minuman yang disertai dengan harga dan menu juga merupakan media komunikasi dan media promosi bagi perusahaan jasa makanan. Perencanaan merupakan kegiatan yang harus dilakukan sebelum usaha rumah makan tradisional
dijalankan. Usaha rumah makan
tanpa rencana maka akan
menghasilkan ketidakteraturan dan tidak terarah. Responden mewarisi bentuk kegiatan usaha rumah makan tradisional
dari orang tua mereka, yang tidak
membuat perencanaan secara baik sebelum pelaksanaan kegiatan usaha rumah makan tradisional karena sifatnya hanya melanjutkan. Keterampilan responden dalam persiapan pengolahan dengan sekor 1.88 tergolong kategori sedang, yang meliputi kemampuan penanganan persiapan pengolahan makanan dengan pemilihan bahan-bahan makanan yang sehat, aman dan halal. Sebanyak
responden (46.5%) terampil melakukan persiapan
pengolahan dengan pemilihan bahan-bahan makanan yang sehat, aman dan halal, dan mencuci semua bahan-bahan makanan sebelum dipotong. Sejalan dengan
pendapat Yuliati dan Santoso (1995) bahwa, tujuan persiapan bahan makanan yaitu tersediannya bahan makanan serta bumbu-bumbu yang sesuai dengan teknik persiapan bahan makanan dan standar resep. Lima puluh satu persen responden kurang terampil dalam persiapan pengolahan disebabkan dalam pemilihan bahan kurang menggunakan bahan yang sehat, aman dan halal dan tidak mencuci bahanbahan makanan di air yang mengalir sebelum dipotong. Keterampilan responden tentang pengolahan makanan dengan sekor 2.48 tergolong kategori tinggi, sebanyak 58.1% responden terampil dalam pengolahan makanan, 32.6% responden kurang terampil dalam melakukan pengolahan makanan. Sembilan persen responden tidak terampil dalam melakukan pengolahan makanan disebabkan dalam pengolahan tidak menggunakan air yang bersih, tidak menggunakan bahan-bahan makanan yang sehat, aman dan halal dan hasil pengolahan terlalu matang hingga penampilan makanan kurang menarik karena warna dari makanan tidak cerah. Keterampilan responden tentang penyajian makanan dengan sekor 2.53 tergolong kategori tinggi, sebagian responden 53% terampil dalam penyajian makanan, yang melakukan penggunaan alat hidang yang sesuai dengan fungsinya, memberikan hiasan pada makanan sebelum dihidangkan untuk menambah penampilan makanan lebih menarik, melakukan kebersihan alat-alat hidang dimana alat hidang tidak ada noda. Sebelas persen responden kurang terampil penyajian makanan, dan 34.9% tidak terampil dalam penyajian makanan dengan alasan tidak tahu membuat hiasan pada makanan. Hubungan Karakteristik Individu dengan Kompetensi PRMT Kelas C Suatu peubah itu memiliki hubungan terhadap peubah, jika nilai P lebih kecil dari nilai α = 0,05. Terdapat 4 peubah yang digunakan dalam penelitian ini untuk melihat hubungan karakteristik individu dengan kompetensi responden dalam berusaha rumah makan tradisional. Empat peubah yang dimaksud adalah: umur, tingkat pendidikan formal, pengalaman memasak , dan motivasi. Karakteristik individu dengan kompetensi responden rumah makan tradisional , disajikan pada Tabel 9.
dalam berusaha
Tabel 9. Hubungan Karakteristik Individu dengan Kompetensi PRMT Kelas C di Daerah Tujuan Wisata Jakarta Timur. No Karakteristik Individu 1 2 3 4
Umur Pendidikan formal Pengalaman memasak Motivasi
Pengetahuan Koefisien korelasi 0,164 0,230 0,204 0,268
Kompetensi PRMT Sikap Keterampilan Koefisien korelasi Koefisien korelasi 0,234 0,141 0,146 0,147 0,313* 0,453** 0,137 0,76
Keterangan: n = 40 orang; ** Berhubungan sangat nyata pada α = 0,01 * Berhubungan nyata pada α = 0,05 Umur tidak berhubungan nyata atau mempunyai hubungan namun kecenderungan sangat lemah dengan pengetahuan, sikap, dan keterampilan responden dalam berusaha rumah makan tradisional. Hal ini menunjukkan bahwa pengetahuan, sikap dan keterampilan tidak tergantung umur responden. Hal ini sesuai pendapat Tesser, dan Schwarz (2003) mengemukakan sikap terbentuk melalui proses dan waktu yang panjang. Sejalan dengan pendapat Suparno (2001) bahwa keterampilan yang kompleks dapat dipelajari secara bertahap, analisis tugas yang kompleks menjadi keterampilan-keterampilan bagian memungkinkan dikuasainya keterampilan tersebut. Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar responden 55% berumur antara 40 sampai dengan 56 tahun. Bertambahnya usia, maka responden akan semakin dewasa baik secara psikologis maupun secara sosiologis. Proses yang dialami selama bertahun-tahun akan membentuk sikap dan meningkatkan keterampilan dalam penguasaan atas keterampilan yang sudah tercapai terhadap suatu objek tertentu. Fenomena yang ada bertambahnya umur responden tidak meningkatkan pengetahuan, sikap dan keterampilan dalam berusaha rumah makan tradisional, dan responden merasa cukup puas dengan kondisi yang dimiliki dalamm hal perencanaan menu, persiapan pengolahan, pengolahan makanan, penyajian makanan serta sanitasi dan hygiene. Pendidikan formal responden secara umum tidak memiliki hubungan nyata dengan kompetensi. Dengan kata lain, pendidikan formal responden tidak berhubungan dengan pengetahuan memasak terhadap pengetahuan, sikap dan keterampilan. Hal ini disebabkan sebelum melakukan usaha rumah makan tradisional responden tidak menambah pendidikan non formal yang berkaitan
dengan usaha rumah makan tradisional, pendidikan formal yang ditempuh responden tidak berhubungan langsung dengan kegiatan dalam usaha rumah makan tradisional sehingga tidak berhubungan langsung dengan pengembangan pengetahuan, sikap dan keterampilan responden.
Tilaar (1996) menjelaskan
bahwa proses pendidikan akan menguak potensi diri mausia. Pendidikan formal memberikan
pengalaman kepada seseorang melalui proses belajar, namun
pendidikan yang relevan dengan bidang pekerjaanlah yang lebih menentukan kompetensi bekerja seseorang. Pengalaman memasak responden dalam berusaha rumah makan tradisional berhubungan nyata dengan sikap dan berhubungan sangat nyata keterampilan responden dalam berusaha rumah makan tradisional. Pengalaman responden dalam berusaha rumah makan tradisional selama bertahun-tahun menjadikan sikap positif terhadap pengelolaan usahanya. Hal ini sejalan dengan pendapat Middlebrook (1974) serta Tesser dan Schwarz (2003) yang menyatakan bahwa pengalaman terhadap suatu obyek secara psikologis cenderung akan membentuk sikap positif terhadap obyek tersebut. Pembentukan sikap yang positif meningkatkan keterampilan responden mengelola usaha rumah makan tradisional. Hal ini sejalan dengan pendapat van den Ban dan Hawkins (1999) bahwa pengalaman seseorang yang belajar dapat memperoleh atau memperbaiki kemampuan untuk melaksanakan pola sikap melalui pengalaman dan praktek. Pengalaman memasak responden tidak berhubungan nyata karena responden dalam kurun waktu tersebut tidak mendapatkan proses penambahan pengetahuan memadai bagi sebagian besar responden. Responden mempunyai pandangan bahwa dengan pengalaman usaha rumah makan yang lama tidak perlu lagi informasi teknologi usaha rumah makan tradisional. Hal ini ditunjukkan dengan rendahnya interaksi dengan penyuluh pariwisata dan keterlibatan dengan kelompok rumah makan tradisional, yang merupakan sumber informasi penting untuk mendapatkan informasi-informasi dan pengetahuan/teknologi baru dalam pengembangkan pengetahuan. responden. Hal ini sejalan dengan pendapat Syah (2002) bahwa pengetahuan kemampuan seseorang mengingat-ingat sesuatu misal; idea atau fenomena yang pernah diajarkan, dialami, dan dilakukan melalui proses belajar. Pengalaman responden bertambah sejalan dengan bertambahnya
pengetahuan usaha rumah makan tradisional dan menjadi pedoman untuk mengembangkan usahanya. Motivasi berusaha rumah makan tradisional tidak mempunyai hubungan yang nyata atau mempunyai hubungan namun cenderung sengat lemah dengan pengetahuan, sikap dan keterampilan. Fenomena yang ada responden memiliki motivasi yang tinggi untuk memenuhi kebutuhan pangan, sandang dan papan. Usaha rumah makan tradisional merupakan satu-satunya sumber penghasilan responden, sehingga responden mempunyai motivasi cukup tinggi dalam berusaha rumah makan tradisional, motivasi berusaha rumah makan tradisional yang timbul karena dorongan dari luar dan dari dalam diri responden memiliki kontribusi nyata terhadap motivasi pemilik rumah makan tradisional, dengan pemikiran kebutuhan yang ada tetapi motivasi dalam berusaha rumah makan tradisional tidak diikuti oleh perbaikan sistem berusaha rumah makan tradisional agar sesuai dengan teknologi yang baru. Umumnya responden mendapatkan keterampilan berusaha rumah makan tradisional melalui keterampilan warisan dari orang tua ataupun belajar dari orang lain,
sehingga sering tidak didasari kepada
pengetahuan yang tepat dalam berusaha rumah makan tradisional. Hipotesis yang menyatakan bahwa faktor karakteristik individu responden berhubungan dengan tingkat kompetensi diterima untuk faktor: pengalaman memasak. Hubungan Faktor Pendukung dengan Kompetensi PRMT Kelas C Terdapat 5 peubah yang digunakan dalam penelitian ini untuk melihat hubungan faktor pendukung
dengan kompetensi responden dalam berusaha
rumah makan tradisional. Lima peubah yang dimaksud adalah: pelatihan, interaksi penyuluh pariwisata, ketersediaan peralatan memasak, kepemilikan modal, dan kepuasan pelanggan.. Hubungan faktor pendukung dengan kompetensi responden dalam berusaha rumah makan tradisional , disajikan pada Tabel 10. Pelatihan berhubungan positif sangat nyata dengan pengetahuan, sikap dan keterampilan responden dalam berusaha rumah makan tradisional. Siagian (1996) mengunkapkan pelatihan merupakan usaha untuk meningkatkan pengetahuan,
sikap dan keterampilan, dan kemampuan produktivitas kerja seseorang. Melalui pelatihan, maka responden memperoleh pengetahuan, sikap dan keterampilan dalam berusaha rumah makan tradisional, wawasan akan lebih baik sehingga dapat melakukan perencanaan usaha rumah makan tradisional yang lebih baik dari yang sudah ada.
Tabel 10. Hubungan Faktor Pendukung dengan Kompetensi PRMT Kelas C di Daerah Tujuan Wisata Jakarta Timur. Kompetensi PRMT No
1 2
Faktor Pendukung
Pelatihan
Interaksi dgn penyuluh 3 Ketersedian Peralatan Memasak 4 K Kepemilikan Modal 5 Kepuasan pengunjung
Pengetahuan
Sikap
Koefisien korelasi
Koefisien korelasi
Keterampi lan Koefisien korelasi
0,471**
0,430**
0,454**
0,357*
0,495**
0,22
0,143
0,177
0,283
0,187
0,187
0,146
0,278
0,98
0,462**
Keterangan: n = 40 orang; ** Berhubungan sangat nyata pada α = 0,01 * Berhubungan nyata pada α = 0,05 Interaksi dengan penyuluh berhubungan positif sangat nyata dengan pengetahuan dan keterampilan responden dalam berusaha rumah makan tradisional, serta berhubungan positif nyata dengan sikap responden dalam berusaha rumah makan tradisional, artinya semakin tinggi frekuensi interaksi responden dengan penyuluh maka semakin tinggi pula tingkat pengetahuan, sikap dan keterampilan responden dalam berusaha rumah makan tradisional. Hal ini menunjukkan dengan adanya interaksi responden dalam berusaha rumah makan tradisional dengan penyuluh ternyata kompetensi responden akan lebih baik dalam berusaha rumah makan tradisional.
Penyuluhan itu sendiri merupakan proses pendidikan (Asngari, 2001). Penyuluhan merupakan sistem pendidikan non formal yang dirancang sedemikian rupa dan atas kesadarannya sendiri, individu atau sekelompok orang akan melakukan perubahan dalam upaya penyelesaian masalah. Perubahan perilaku tersebut terwujud dalam bentuk transformasi pengetahuan, keterampilan dan sikap mental. Penyuluhan sebuah sistem pendidikan nonformal, maka peran penyuluhan pembangunan di berbagai bidang sangat diperlukan. Peran penyuluhan dapat dilihat dari sisi sosial, ekonomi, budaya, politik, hukum, dan keamanan. Kegiatan penyuluhan sosial yang sejak awal sudah sering dilakukan dan masih relevan untuk terus diterapkan, antara lain melalui serangkaian kegiatan penyampaian pesan sosial melalui wahana penyuluhan sosial lisan; ceramah, pidato, bimbingan individu. Melalui penyuluhan sosial tulisan; penyebaran booklet, leaflet, serta melalui penyuluhan social peragaan: pameran, pemutaran film, penyebaran foster dan pertunjukan kesenian tradisional (Chamsyah, 2008). Interaksi responden dengan penyuluh dapat meningkatkan kompetensi responden dalam berusaha rumah makan tradisional, bentuk penyuluhan yang terjadi pada responden berupa penyuluhan tulisan berupa tabloid, majalah dan koran, dan penyuluhan teknologi informasi terkini berupa; diskusi interaktif di radio dan televisi. Melalui interaksi dengan penyuluhan tulisan dan teknologi responden berpeluang
menggali
informasi
untuk
mengkonsultasikan
permasalahan,
mendiskusikan hal-hal baru responden perlu berinteraksi secara langsung dengan penyuluh pariwisata, yang pada akhirnya dapat meningkatkan pengetahuan, sikap dan keterampilan responden dalam usaha rumah makan tradisional. Melalui interaksi penyuluh dengan responden, maka responden memperoleh pengetahuan, wawasan yang lebih baik. Interaksi responden dengan penyuluh dapat meningkatkan kompetensi responden dalam berusaha rumah makan tradisional, maka pembangunan pariwisata dalam usaha sarana rumah makan tradisional kelas C dapat dilakukan dengan lebih intensifnya interaksi penyuluh dengan responden melalui kegiatankegiatan penyuluhan pariwisata yang sesuai dengan kebutuhan dan masalah
responden. Peran penyuluh sangat menentukan dalam pengembangan kegiatan usaha rumah makan tradisional. Sejalan dengan pendapat
Gerungan (1996),
interaksi adalah suatu hubungan antara dua atau lebih individu, dimana kelakuan yang satu mempengaruhi, mengubah, atau memperbaiki kelakuan individu yang lain, atau sebaliknya. Kepemilikan modal
berhubungan tidak mempunyai hubungan yang
nyata atau mempunyai hubungan namun cenderung sangat lemah dengan pengetahuan, sikap dan keterampilan responden dalam berusaha rumah makan tradisional. Modal merupakan faktor penunjang utama dalam kegiatan usaha rumah makan tradisional, tanpa modal yang memadai akan sulit untuk mengembangkan usaha rumah makan tradisional untuk mencapai produksi yang optimal dan keuntungan yang maksimal yang akan meningkatkan taraf hidup responden. Modal yang rendah menyulitkan responden dalam dalam mendukung pengembangan kompetensi responden dalam berusaha rumah makan tradisional. Kepuasan pelanggan berhubungan tidak mempunyai hubungan yang nyata atau mempunyai hubungan namun cenderung sangat lemah dengan pengetahuan, sikap dan keterampilan responden dalam berusaha rumah makan tradisional. Hasil penelitian Pilar (2000) menunjukkan bila konsumen yang merasa puas dapat mempengaruhi satu saja teman atau rekannya mengenai kehebatan suatu produk atau jasa yang ditawarkan satu perusahaan dan akhirnya mendatangkan seorang konsumen atau pelanggan baru, maka mulai konsumen atau pelanggan yang pertama itu menjadi bertambah dua kali lipat. Pengetahuan dalam berusaha rumah makan tradisional yang dimiliki responden dengan menyikapinya bahwa pelanggan harus diberi pelayanan yang memuaskan terhadap semua pelayanan usaha rumah makan makan usaha rumah makan tradisionalnya akan dikenal banyak orang melalui promosi pelanggan yang pernah berkunjung. Ketersediaan peralatan memasak berhubungan tidak nyata dengan pengetahuan, sikap dan keterampilan responden dalam berusaha rumah makan tradisional, artinya semakin lengkap peralatan memasak maka tidak meningkatkan pengetahuan, sikap, dan keterampilan responden terhadap kegiatan usaha rumah makan tradisional. Responden hanya membeli peralatan memasak (contohnya blender) tetapi tidak dapat menggunakannya dengan keterbatasan yang ada pada
responden. Dengan tidak mempelajari cara penggunaan peralatan memasak tersebut responden tidak menyikapi dan menggunakan peralatan memasak tersebut yang mengakibatkan hubungan ketersedianan peralatan memasak berhubungan tidak nyata dengan pengetahuan, sikap dan keterampilan. Kepuasan pengunjung berhubungan tidak nyata dengan keterampilan responden dalam berusaha rumah makan tradisional. Pada Tabel 5 sebanyak 10% responden pada kategori
rendah dan 67,5%
responden pada kategori
sedang, tidak mengadakan komunikasi kepada responden untuk menanyakan apa yang perlu diperbaiki terhadap rasa makanan dan pelayanan rumah makan tradisionalnya. Karena tidak melakukan komunikasi tersebut maka keterampilan dari
responden
dalam
usaha
rumah
makan
tradisional
tidak
ada
pengembangan/kemajuan. Hipotesis
yang menyatakan bahwa faktor pendukung responden
berhubungan dengan tingkat kompetensi diterima untuk faktor: pelatihan, dan interaksi dengan penyuluh pariwisata. Pengembangan Kompetensi PRMT Kelas C Usaha mengembangkan kompetensi PRMT Kelas C penting. terutama untuk mengantisipasi perkembangan yang semakin modern. Beberapa cara ditempuh, dan sistem pendidikan baik formal, informal maupun non formal merupakan langkah yang paling strategis untuk mengembangkan kompetensi PRMT kelas C. Pengembangan kompetensi PRMT kelas C dapat dilakukan melalui penyuluhan pariwisata, karena penyuluhan berpegang pada falsafah pentingnya
individu,
berlangsung
kontinyu,
menerapkan
prinsip-prinsip
demokrasi, agar klien mampu mandiri, dan penyuluhan bertujuan mengubah perilaku dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak mengerti menjadi mengerti dan mengerti tentang makna dan akibat maka timbullah kesadaran dan kemauan untuk mengubah diri. Fungsi penyuluhan adalah fasilitasi pengembangan kompetensi dan kesejahteraan rakyat, mengembangkan akses-akses informasi dan inovasi pembangunan, asistensi manajerial, problem solving, dan mengembangkan nilainilai budaya (Sumardjo, 2008). Penyuluhan adalah kegiatan pendidikan yang non-
formal sifarnya. Sebagai upaya pendidikan, penyuluh (agen pembaharuan) membimbing, mengarahkan, mendorong, mengembangkan motivasinya, memberi kesempatan berkembang dan mengembangkan dirinya, dibuka jalan, dan diikhtiarkan iklim yang memadai dan serasi bagi perkembangannya. Klien perlu dibimbing menjadi aktor atau aktris yang mampu menolong diri sendiri. melatih dan mendorong serta membimbing klien berpikir dan mengembangkan potensi dirinya. Intervensi kegiatan penyuluh pariwisata pada PRMT kelas C kurang kegiatan penyuluhan dan kurang kedinamisan hubungan PRMT kelas C dengan lembaga penyuluh pariwisata. Hubungan langsung antara PRMT kelas C dengan penyuluh pariwisata hampir dapat dikatakan tidak ada. Kalaupun kegiatan penyuluhan pernah ada, kegiatan ini tidak berlangsung dalam suatu sistem penyuluhan
yang
berkelanjutan,
dengan
tidak
berlangsungnya
kegiatan
penyuluhan secara berkelanjutan, maka kompetensi pengembangan mutu sumber daya manusia PRMT kelas C yang ada pada diri masing-masing PRMT kelas C, tidak mendapat kesempatan yang optimal untuk berubah maju sesuai kebutuhan pelanggan. Apabila
kompetensi pengembangan sumber
daya
manusia
tidak
mengalami proses belajar yang baik dari waktu ke waktu, maka inovasi tidak akan berlangsung. Kondisi inilah yang terjadi pada PRMT kelas C, akibatnya perilaku usaha rumah makan tradisional tidak mengalami perubahan penting yang berdampak pada peningkatan kemajuan usahanya. Pengembangan kompetensi PRMT kelas C kurang optimal karena tidak ada kesadaran dari PRMT kelas C untuk membentuk kelompok usaha rumah makan tradisional kelas C untuk saling membagi informasi yang baru dan untuk tempat berdiskusi akan masalah-masalah dalam usaha rumah makan tradisional. Fokus kegiatan penyuluhan adalah hadirnya PRMT kelas C yang kompeten, atau PRMT kelas C yang bermutu. Untuk itu, peningkatan kompetensi PRMT kelas C melalui kegiatan penyuluhan dirancang untuk: (1) mempersiapkan agar PRMT kelas C mampu menghadapi tantangan dalam kehidupannya dan dalam usahanya; dan (2) meyakinkan PRMT kelas C bahwa ia dapat hidup sejahtera dari pekerjaan yang ditekuninya.
Dari PRMT kelas C, pelanggan mengharapkan: (1) PRMT kelas C menyediakan bahan makanan yang sehat, aman dan halal, (2) PRMT kelas C mengolah makanan sesuai dengan tata laksana makan yang tepat, dan (3) PRMT kelas C keberlanjutan usaha, sehingga pelanggan mempunyai kepastian ketersediaan makanan. PRMT kelas C mengharapkan penghasil yang memadai untuk memenuhi kebutuhan hidup. Kegiatan peyuluhan merupakan kegiatan yang berfungsi sebagai sarana transformasi diri dan usaha PRMT, dari PRMT kelas C yang kurang mengenal pelanggan-pelanggannya, menjadi PRMT yang mengenali pelanggan-pelanggannya, kompeten, maju dan mandiri. Pengembangan kompetensi PRMT kelas C dapat dilakukan dengan mengaktifkan kegiatan penyuluh pariwisata Suku Dinas Pariwisata Jakarta Timur secara teori dan praktek dengan menjembatani kesenjangan perilaku PRMT antara kondisi sekarang dengan kondisi yang lebih baik dengan melalui proses belajar/proses pendidikan tidak formal kearah penyadaran sasaran yang berdampak akhir pada perubahan perilaku yang dicirikan oleh perubahan kualitas. Akan tetapi pengembangan kompetensi PRMT tidak dapat dibebankan kepada pemerintah saja, tetapi lembaga-lembaga yang relevan dengan pariwisata, institusi, dan kelompok-kelompok penggerak lainnya seperti; Persatuan Hotel dan Restaurant Indonesia (PHRI) , Indonesian Food & Beverage Executive (IFBEC), Perkumpulan Catering , LSM yang relevan dengan makanan, Perusahaan bahan makanan, dan institusi dan perguruan tinggi
dalam bentuk pengabdian
masyarakat dapat mengembangkan kompetensi PRMT kelas C dengan kegiatan penyuluhan secara berkelanjutan. Rancangan pola penyelenggaraan penyuluhan pembangunan pariwisata dilakukan untuk tujuan meningkatkan kompetensi PRMT kelas C. Perumusan pola penyelenggaraan penyuluhan pariwisata bagi PRMT mencakup; (1) penentuan sasaran dan tujuan penyuluhan, (2) rincian kebutuhan, (3) materi penyuluhan, (4) metode/teknik penyuluhan, dan (5) media yang digunakan. Materi
dasar
penyuluhan
yang
dibutuhkan
untuk
meningkatkan
kompetensi PRMT kelas C terdiri dari; (1) kewirausahaan untuk membangkitkan motivasi dan sikap kemandirian berusaha, (2) pemilihan bahan-bahan makanan yang sehat, aman dan halal, (3) penanganan bahan-bahan makanan yang sesuai
tata laksana makanan, (4) penyajian makanan yang tepat, (5) kebersihan tempat pengolahan dan ruang makan, (6) kenyamanan ruang makan, dan (7) kebersihan diri selama pengolahan dan melayani pelanggan. Penyuluhan dapat menggunakan berbagai metode/teknik, yaitu; (1) magang pada rumah makan tradisional yang lebih maju, (2) diskusi, (3) latihan, (4) demonstrasi, (5) pemecahan masalah, (6) siaran pendidikan pada radio komunitas, dan (7) siaran pendidikan pada program televisi dan juga pemanfaatan beberapa media cetak. Lembaga penyuluhan harus mampu menyelenggarakan berbagai jasa yang dibutuhkan, mempunyai program kerja berkelanjutan.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Kompetensi PRMT kelas C dalam pengolahan dan penyajian makanan di daerah tujuan wisata Jakarta Timur belum sepenuhnya menerapkan cara-cara pengolahan dan penyajian makanan yang sesuai dengan tata cara memasak. 2. Dari keseluruhan kompetensi pemilik rumah makan tradisional kelas C di daerah tujuan wisata Jakarta Timur karakteristik individu faktor pengalaman memasak memiliki hubungan positif yang nyata
dan faktor pendukung;
pelatihan dan interaksi penyuluh pariwisata memiliki hubungan positif yang nyata. 3. Pengembangan kompetensi PRMT kelas C melalui kegiatan penyuluhan yang dapat berfungsi sebagai sarana transformasi diri dan usaha PRMT kelas C; dari PRMT yang kurang mengenal pelanggan-pelanggannya menjadi PRMT kelas C yang kompeten, maju mengenali pelanggan-pelanggannya mandiri dan dapat hidup sejahtera dari usaha yang dilakukannya.Kehadiran lembaga penyuluhan yang dikelola dengan baik, sehingga stakeholder seperti PRMT kelas C mudah berkomunikasi dengan penyuluh tentang hal-hal yang dibutuhkannya, serta mudah dan cepat mendapatkan informasi dan pembinaan yang dibutuhkan. Saran 1. Upaya meningkatkan kompetensi PRMT kelas C dapat dilakukan dengan meningkatkan efektifitas pendampingan oleh penyuluh kepada PRMT kelas C. Pengembangan pengetahuan dan kemampuan PRMT kelas C
melalui
penyuluhan maupun melalui organisasi kelompok usaha rumah makan tradisional. 2. Penyuluh dan petugas Suku Dinas Pariwisata Kota Jakarta Timur hendaknya memotivasi PRMT kelas C untuk membentuk kelompok pemilik rumah makan tradisional kelas C, terlibat aktif
dan mendinamikakan kelompok
sebagai wadah belajar dengan program-program yang dibutuhkan PRMT untuk pengembangan usaha rumah makan tradisional.
3. Lembaga-lembaga yang relevan dengan pariwisata, institusi, dan kelompokkelompok penggerak lainnya seperti; Persatuan Hotel dan Restaurant Indonesia (PHRI) , Indonesian Food & Beverage Executive
(IFBEC),
Perkumpulan Catering , LSM yang relevan dengan makanan, perusahaan bahan makanan, dan institusi dan perguruan tinggi dalam bentuk pengabdian masyarakat agar ikut andik dalam pengembangan kompetensi PRMT kelas C di daerah tujuan wisata Jakarta Timur.
DAFTAR PUSTAKA Alifita, N.B, 2000. Pengelola Pelayanan Bidang Gizi Rumah Sakit Islam Jakarta, Pelatihan Pelayanan Makanan Pasien. Jakarta. Amanah, S. 2005. Pengembangan Masyarakat Pesisir Dalam Mengelola Sumber Daya Pesisir Dan Laut: Kasus Kabupaten Buleleng, Provinsi Bali. (Disertasi) Bogor. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Ancok, D. 1989. Validitas dan Reliabilitas Instrumen Penelitian. Di dalam: Masri Singarimbun dan Sofian Effendi, editor. Metode Penelitian Survai. Jakarta: LP3ES. hlm 122-146. Annonimus. Studi Pengolahan Makanan Indonesia dan Penyajiannya. 1980. Pusat Pendidikan Perhotelan dan Pariwisata Bandung, Direktorat Jendral Pariwisata-Departemen Perhubungan dan Departemen Ilmu Kesejahteraan Keluarga Pertanian, Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Asmoro, S.S. 1993. Perkembangan Pangan dalam Menunjang Dunia Kepariwisataan. Prosiding: Seminar Pengembangan Pangan Tradisional Dalam rangka Penganekaragaman Pangan. Kantor Menteri Negara Urusan Pangan Bandan Urusan Logistik. Jakarta. Asngari, P.S. 2001. Peranan Agen Pembaruan/Penyuluh dalam Usaha Memberdayakan Sumberdaya Manusia Pengelola Agribisnis. Orasi Ilmiah Guru Besar Tetap Ilmu Sosial Ekonomi. Bogor: IPB. Band, William A, 1991, Creating value for customer: Designing and Implementation a Total Corporate Strategy, John Walley and Sons Inc, Canada. [BPS] Badan Pusat Statistik, 1999. Statistik Industri Kecil dan Kerajinan Rumah Tangga Indonesia Tahun 1999. Jakarta. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2001. Proyeksi Penduduk, Angkatan Kerja, Tenaga Kerja, dan Peran Serikat Pekerja dalam Peningkatan Kesejahteraan. http://www.bps.go.id [2 Jan 2008]. Bartono, PH. 2006. Pengantar Pengolahan Makanan. Penerbit PT. PERTJA Jakarta. Barbutto, J.E., Trout, S.K., dan Brown, L.L. 2004. Identifying Sources Motivation of Adult Rural Workers. Journal of Agricultural Education 45:3. Bird, B.J. 1989. Entrepreneurial Behavior. Glenview, Illinois: Scott Foresman and Company.
Budi, W.S. 1997 Service Quality Manajemen Usahawan. Lembaga Management FE. UI. Chamsyah, Bachtiar.2008. Penyuluhan Sosial Untuk Meningkatkan Keberfungsian Manusia. Prosiding: Sarasehan Nasional Pemberdayaan Manusia Pembangunan Yang Bermartabat. Bogor. Callahan, S. G. 1966. Succesfull Teaching in Secondary School. Linois Scott, Foresman and Company. Cohen, Erik. 1984. The Sociology of Tourism: Approaches, Issues, and Findings. Annal of Tourism Research. Depatemen Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Dirjen Pembinaan dan Produktivitas, 2006. Tentang Kompetendi ”Second Cook”. Jakarta. Direktorat Jenderal Pelayanan Medik, 1991. Pedoman Pengelolaan Pelayanan Gizi Rumah Sakit. Direktorat Rumah Sakit. Direktorat Rumah Sakit Khusus dan Swasta. Departemen Kesehatan RI. Jakarta. Fitriah, H. 2007. Hubungan Karakteristik Petani Kedelai dengan Kompetensi Berusahatani [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Feldman, R.S. 1996. Understanding Psychology. New York: McGrawHill. Fuad, M. 2000. Pengantar Bisnis. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Gagne, R. M. 1967. The Condition of Learning. New York: Holt, Rinehart and Winston, Inc. Gerungan, W.A. 1996. Psikologi Sosial. Bandung: Eresco. Gisslen, W. 2006. Pofesional Cooking. Sixth Edition. Le Gordon Blue . Academic d’art Culiner Paris . Hadisantoso, H. 1993. Makanan Tradisional yang Memiliki Kandungan Gizi dan Keamanan yang Baik. Prosiding: Seminar Pengembangan Pangan Tradisional Dalam rangka Penganekaragaman Pangan. Kantor Menteri Negara Urusan Pangan Bandan Urusan Logistik. Jakarta. Hammonds, C. 1950. Teaching Agriculture. New York. Mc Graw Hill Book Company. Handayani, W 1996. Citra Rasa Makanan. Penyuluhan Tentang Meningkatkan Gizi Keluarga Melalui Teknik Olah Makanan Yang Tepat. Pengabdian Masyarakat AKPINDO Atas Bantuan Proyek KOPERTIS Wilayah III DEPDIKBUD. Jakarta.
Hernanto, F. 1993. Ilmu Usahatani. Jakarrta: Penerbit Swadaya. Hobbs,C. B. 1968. Food Poisoning and Food Hygiene. Edward Arnold Publisher, London. Houle, C. O. 1975. The Nature of Adult Education. Penyuluhan Pertanian. Bahan Bacaan dan Diskusi . Di Edit Oleh Margono Slamet. Bogor. IPB. Edisi Kedua. Hubeis, A.V.S. 1993. Prospek Pengembangan Makanan Tradisional Rakyat Indonesia; Kasus Makanan Jajanan. Prosiding: Seminar Pengembangan Pangan Tradisional Dalam Rangka Penganekaragaman Pangan. Kantor Menteri Negara Urusan Pangan Bandan Urusan Logistik. Jakarta. Karim, Wisnu. 1986. Keamanan Makanan pada Pengolahan dan penyajian. Proceedings Seminar Keamanan Pangan Dalam Pengolahan Dan Penyajian . UGM. Kartasasmita, G. 1996. Pembangunan untuk Rakyat: Memadukan Pertumbuhan dan Pemerataan. Jakarta: CIDES. Kerlinger, Fred N. 1993. Asas-asas Penelitian Behavioral. Yogyakarta; Gajahmada University Press. Lunandi, A.G. 1993. Pendidikan Orang Dewasa. Jakarta: Gramedia. Manullang, M. 1996. Dasar-dasar Manajemen. Jakarta: Ghalia Indonesia. Mardikanto, T. 1993. Penyuluhan Pembangunan Pertanian. Surakarta: Sebelas Maret University Press. Marliyati, S.A, A. Sulaeman dan F. Anwar. 1992. Pengolahan Pangan Tingkat Rumah Tangga. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, IPB. Marriott & Norman, G. 1985. Principeles of Food Sanitation. Von Nostrand Renhold Company, New York. Middlebrook. 1974. Social Psychology and Modern Life. New York: Alfred Knopf Inc. Moehyi, 1992. Penyelenggara Makanan Institusi dan Jasa Boga. Bhrata. Jakarta. Morgan, B., G.E. Holmes and C.E Bundy. 1963. Methods in Adult Education. USA: The Interstate Printers & Publishers, Inc.
Mosher, A. T. 1987. Menggerakan dan Membangun Pertanian. Disadur Oleh S. Krisnandhi dan Bahrin Samad. Dinas Pendidikan Pertanian Departemen Pertanian Cetakan ke-12 CV. Yosaguna. Jakarta. Mukhtar, 2004. Usaha Pengelolaan Dapur Dalam Meningkatkan Kualitas Makanan Pada Hotel. Universitas Sumatra Utara. Mueller, D.J. 1992. Mengukur Sikap Sosial: Pegangan untuk Peneliti dan Praktisi. Eddy Soewardi Kartawidjaja, penerjemah. Jakarta: Bumi Aksara. Terjemahan dari: Measuring Social Attitudes: A Handbook for Research and Praktitioners. Nawawi, H. 1995. Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta: Gajahmada University Press. Nuryanto, B.G. 2008. Kompetensi Penyuluh Dalam Pembangunan Pertanian Di Provinsi Jawa Barat. Disertasi Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Padmowihardjo, S. 1978. Beberapa Konsepsi Proses Belajar dan Implikasinya. Bogor: Institut Pendidikan Latihan dan Penyuluhan Pertanian Ciawi. Padmowihardjo, S. 1994. Psikologi Belajar Mengajar. Jakarta: Universitas Terbuka. Peraturan Daerah Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Nomor 10 Tahun 2004 Tentang Kepariwisataan. Permadi, 1986. Bahaya yang Mengancam Konsumen Dalam Pengolahan Dan Penyajian Pangan. Proceeding Seminar Keamanan Pangan Dalam Pengolahan Dan Penyajian . UGM Pilar. 2000. Pelayanan Yang Efektif. Pilar No. 10 Th III/1023 Mei. Jakarta. Pitana, G.I dan Gayatri G. P. 2005. Sosiologi Pariwisata. ANDI. Yogyakarta. Purnawijayanti, H. 1999. Sanitasi Higiene dan Keselamatan Kerja dalam Pengolahan Makanan. Kanisius. Yogyakarta. Purwanto, M. Ngalim. 2002. Rosdakarya.
Psikologi Pendidikan. Bandung: Remaja
Rakhmat, J. 2001. Psikologi Pendidikan, Bandung: Remaja Rosdakarya. Rakhmat, J. 2001. Psikologi Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya. Rogers, E. dan Shoemaker. F.1971. Communication of Inovation: A Coors Cultural Approach. New York: The Free Press.
Rogers, E.M. dan Shoemaker. F. 1986. Communication of Inovation: A Coors Cultural Approach. New York: The Free Press. Ruffino, E.M dan Bartono, P.H. 2006. Dasar-Dasar Food Product: Yogyakarta: Penerbit Andi. Salkind, N. J. 1985. Theories of Human Development. New York: John Wiley & Sons, Inc. Sarwono, S.W. 2002. Psikologi Sosial: Individu dan Teori-teori Psikologi Sosial. Jakarta: Balai Pustaka. Sevilla, C. G., J. A. Ochave T. G. Punsalan, B. P. Regala, dan G. G. Uriarte. 1993. Pengantar Metode Penelitian. Jakarta: Universitas Indonesia Press. Siagian, S.P. 1996. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Balai Pustaka. Siegel, S. 1992. Statistik Nonparametrik; untuk Ilmu-Ilmu Sosial, Jakarta: PT. Gramedia Utama. Sihite. R, 2000. Sanitation and Higiene. Sic. Surabaya. Singarimbun, M. dan S. Effendi. 1999. Metode dan Proses Penelitian, dalam Metode Penelitian Survai. Diedit oleh Singarimbun dan Sofian Effendi. Jakarta. LP3ES. Slamet, M. 1975. Psikologi Belajar. Ciawi Bogor: Institut Pendidikan latihan dan Penyuluhan Pertanian. Slamet, M. 2003. Membentuk Pola Prilaku Pembangunan. Editor Adjat Sudrajat dan Ida Yustina. Bogor. IPB Press. Spencer, Lyle M., dan Signe, M. Spencer, 1993. Competence at Work: Model for Superior Perfomance. New York: Jhon Wiley and Sons Inc. Sudjana, N. 1991. Teori-teori Belajar untuk Pengajaran. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI. Sudjati, Sri K. 1981. Dasar-dasar Manajemen. Bandung: Penerbit Amrico. Suku Dinas Pariwisata Jakarta Timur, 2007 Tentang Data Usaha Sarana Pariwisata (USP) Sulastiono, A. 2002. Manajemen Penyelenggaraan Hotel, seri Manajemen Usaha Jasa Sarana Pariwisata dan Akomodasi. Alfabeta, Bandung
Sumardjo, 2008. Pemberdayaan Manusia Pembangunan yang Bermartabat(Potensi Paradigma, dan Kiprah Penyuluhan Pembangunan) Penyuluhan Pembangunan Pilar Pendukung Kemajuan dan Kemandirian Masyarakat. Bogor: Pustaka Bangsa Press. Suparmo, 1998. Kajian Aspek Budaya Dalam Pengembangan Industri Makanan Tradisionil Pusat Kajian Makanan Tradisionil (PKMT) UGM Yogyakarta. Makalah Pleno dalam Seminar Nasional Makanan Tradisionil. Kerjasama PAU Pangan dan Gizi dan PKMT IPB Bogor, Bogor 21 Febuari 1998. Suparno, S. 2001. Membangun Kompetensi Belajar. Jakarta: Dirjen Dikti Depdiknas Susanto, D. 1993. Prospek Pengembangan Makanan Tradisional Rakyat Indonesia (Tanggapan terhadap makalah Dr. Aida Vitayala Hubeis). Prosiding: Seminar Pengembangan Pangan Tradisional Dalam rangka Penganekaragaman Pangan. Kantor Menteri Negara Urusan Pangan Bandan Urusan Logistik. Jakarta. Syah, M. 2002. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Editor Wardan, A.S. Bandung: Remaja Rosdakarya. Tamba, M. 2007. Kebutuhan Informasi Pertanian dan Aksesnya Bagi Petani Sayuran: Pengembangan Model Penyediaan Informasi Pertanian dalam Pemberdayaan Petani, Kasus di Propinsi Jawa Barat [disertasi]. Bogor: Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Tarwotjo dan Soejoeti. 1983. Penyelenggaraan Makanan Keluarga. Kumpulan Makalah Paket Spesialisasi Kejuruan, Pengolahan dan Penyelenggaraan Makanan Institusi, Program studi Gizi Bidang Studi Guru Kejuruan Gizi, Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Tesser, A., dan N. Schwarz. 2003. Blackwell Handbook of Social Psychology: Intraindividual Prosesses. Malden: Blackwell Publishers. Tilaar, H.A.R. 1996. Pengembangan Sumber Daya Manusia dalam Era Globalisasi: Visi, Misi, dan Program Pendidikan dan Pelatihan Menuju 2020. Jakarta: PT. Grasindo/ Tjiptono, F. 1997, Strategy Pemasaran, penerbit: Andi offset, Edisi Kedua, Cetakan Pertama, Yogyakarta. Umberto, S, 2003. “Membangun Kepuasan Pelanggan Melalui Pelayanan. Jurnal Ekonomi, http://kepuasan.pelanggan.ac.id/ diakses 12 Nopember 2008
Uripi, 1993. Penyelengaraan Makanan di Rumah Sakit. Dikat Jurusan Gizi dan Masyarakat dan Sumber Keluarga. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Van den Ban dan Hawkins. 1999. Penyuluhan Pertanian. A.D. Herdiasti, penerjemah. Yogyakarta: Kanisius. Terjemahan dari: Agriculture Extension. Walker, E. L. 1973. Conditioning dan Proses Belajar Instrumental. Jakarta: Yayasan Penerbit Universitas Indonesia. Widyarini, N. 2004. “Hidup Harus Bertujuan.” Jurnal Psikologi, Mei 2005; diperoleh dari http://psikologi.umm.ac.id; diakses 3 Mei 2005. Winarno, F. G. 1994. Traditional Food: The safety, nutrition and efficacy. Indonesian Food Journal. V (9): 30-39. Wirakusumah, E. S. 1992. Manajemen Makanan dan Gizi Institusi. PAU Pangan dan Gizi IPB. Bogor Wiriatmadja, S. 1990. Pokok-pokok Penyuluhan Pertanian. Jakarta: CV. Yasaguna. Wongso, W.W. 1993. Kiat Memasarkan Khasanah Kuliner Indonesia ke Dunia Internasional. Prosiding: Seminar Pengembangan Pangan Tradisional Dalam rangka Penganekaragaman Pangan. Kantor Menteri Negara Urusan Pangan Badan Urusan Logistik. Jakarta Yuliati L.N dan H. Santoso, 1995. Manajemen Gizi Institusi. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Proyek Peningkatan Pendidikan dan Kejuruan Non Teknik II, Jakarta.
LAMPIRAN
1
Lampiran 2. Kuesioner Penelitian
KOMPETENSI PEMILIK RUMAH MAKAN TRADISIONAL KELAS C DALAM PENGOLAHAN DAN PENYAJIAN MAKANAN DI DAERAH TUJUAN WISATA JAKARTA TIMUR
KUESIONER PENELITIAN Nama
: ……………………………………....................
Jenis Kelamin
: ……………………………………....................
Asal Etnik
: ...........................................................................
Jenis Makanan
: ...........................................................................
Alamat
: ............................................................................
Nama enumerator
:…………………………………………………
Tanggal wawancara
:………………………………………………..
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008
Petunjuk:
Isilah titik-titik atau berilah tanda (ü) pada pilihan jawaban yang sesuai dengan kondisi dan jawaban responden ! II. Faktor Internal Umur 1. Berapa umur Bapak/Ibu? ........................... tahun Pendidikan Formal 2. Bapak/Ibu menamatkan SD, SMP, SMA? ..................... tahun (keterangan: tamat SD=6th, SLTP=9th, SLTA=12th) Pengalaman Usaha Rumah Makan Tradisional 3. Berapa lama Bapak/Ibu usaha rumah makan tradisional di daerah tujuan wisata Jakarta Timur ? ............................... tahun 4. Berapa lama Bapak/Ibu usaha rumah makan tradisional selain di daerah tujuan wisata Jakarta Timur ? ........................ tahun. 5. Pengalaman memasak yang Bapak/Ibu diperoleh dari mana/dari siapa ? .............................................................................................................................. Motivasi 6. Apa alasan Bapak/Ibu melakukan usaha rumah makan tradisional di daerah tujuan wisata Jakarta Timur ? 1. tidak ada pilihan lain 2. meneruskan orangtua 3. mengembangkan keterampilan memasak 7. Apa yang menjadi dorongan (motivasi) terbesar Bapak/Ibu dalam usaha rumah makan tradisional di daerah tujuan wisata Jakarta Timur ? 1. keinginan orang lain/teman 2. keinginan orang tua 3. keinginan sendiri 8. Apakah usaha rumah makan tradisional di daerah tujuan wisata Jakarta Timur lebih menguntungkan daripada usaha lain? 1. Tidak menguntungkan 2. Kurang menguntungan 3. Menguntungkan
III. Faktor Eksternal Pelatihan 9. Apakah Bapak/Ibu pernah mengikuti pelatihan yang berhubungan dengan usaha rumah makan tradisional ? 1. Tidak Pernah
2. Jarang
3.Selalu
10. Apakah materi pelatihan yang diterima bermanfaat untuk usaha rumah makan Bapak/Ibu ? 1. Tidak bermanfaat
2. Bermafaat
3. Sangat bermanfaat
11.Apakah ada tindak lanjut selanjutnya setelah mengikuti pelatihan ? 1. Tidak
2. Jarang
3. Selalu
Interaksi dengan Penyuluh 12. Apakah Bapak/Ibu mengenal penyuluh? 1. tidak mengenal
2. kurang mengenal
3. mengenal
4.
sangat
mengenal 13. Apakah Bapak/Ibu pernah ikut kegiatan penyuluhan (dalam setahun) ? 1. tidak pernah 2. jarang (< 3 kali) 3. sering (3-6 kali) 4. sangat sering (> 6kali) 14. Bila ada persoalan dalam usaha rumah makan tradisional, apakah Bapak/Ibu menghubungi penyuluh? 1. tidak pernah
2. jarang
3. sering
4. selalu
Sarana Produksi 15. Alat-alat apa yang Bapak/Ibu memiliki di rumah makan ini? .............................................................................................................................. .............................................................................................................................. 16. Di mana Bapak/Ibu membeli bahan-bahan makanan untuk memasak ? .............................................................................................................................. ............................................................................................................................. 17. Apakah Bapak/Ibu memiliki sarana penyimpanan bahan-bahan makanan (lemari es) ? .............................................................................................................................. ..............................................................................................................................
Modal 18. Apakah Bapak/Ibu pernah memanfaatkan sumber modal dari bank pemeritah/bank swasta/ BPR/rumah gadai/koperasi/unit simpan pinjam ? 1. tidak pernah
2. jarang (< 3 kali) 3. sering (3-6 kali) 4. sangat sering (>
6kali) 19. Menurut Bapak/Ibu, bagaimana tingkat kemudahan untuk mendapatkan sumber
modal
dari
bank
pemeritah/bank
swasta/BPR/rumah
gadai/koperasi/unit simpan pinjam ? 1. tidak tahu
2. sangat sulit
3. mudah
4. sangat mudah
20. Apakah dalam proses pengembalian pinjaman Bapak/Ibu melakukan dengan tepat waktu ? 1. tidak
2. kadang-kadang 3. sering
4. selalu
Kepuasan Pelanggan 21. Menurut Bapak/Ibu apakah perlu memperhatikan keinginan dari pelanggan ? 1. Tidak Perlu
2. Perlu
3. Sangat perlu
22. Apakah Bapak/Ibu pernah menanyakan apa keinginan dari para pelanggan dengan masakan yang ibu jual ? 1. Tidak Pernah
2. Jarang
3. Selalu
23. Apakah Bapak/Ibu selalu menjaga kenyamanan pelanggan dengan menjaga kebersihan ruangan ? 1. Tidak
2. Jarang
3. Sering
IV. Kompetensi Pemilik Rumah Makan Tradisional Kelas C A. Pengetahuan Perencanaan Menu 1. Hal apa saja yang perlu direncanakan dalam membuat menu untuk Bapak/Ibu jual ? .............................................................................................................................. .............................................................................................................................. .............................................................................................................................. .................................
2. Apakah menurut Bapak/Ibu perlu membuat kartu menu untuk mempermudah tamu memilih makanan ? .............................................................................................................................. ................................ 3. Apa menurut Bapak/Ibu perlu mencantumkan daftar harga makanan dalam kartu menu ? .............................................................................................................................. ............................... Persiapan Pengolahan 4. Apakah menurut Bapak/Ibu dalam menggunakan bahan-bahan makanan harus yang sehat, aman dan halal ? 1. Tidak
2.Jarang
3. Selalu
5. Bagaimanakah menurut Bapak/Ibu cara mencuci/membersihkan semua bahanbahan makanan (sayur-mayur) sebelum dipotong-potong ¿ 1. Di air bekas 2. Di air dalam ember 3. Di air yang mengalir. 6. Apakah menurut Bapak/Ibu dalam mempersiapkan semua bahan-bahan makanan sebelum dimasak dengan bersih dan rapi ? 1. Tidak
2. Jarang
3. Selalu
Pengolahan 7. Apakah menurut Bapak/Ibu selama memasak mempergunakan alat-alat memasak yang bersih ? 1.Tidak
2.Jarang
3. Selalu
8. Apakah menurut Bapak/Ibu dalam menggoreng mempergunakan minyak goreng yang baru ? 1.Tidak
2. Jarang
3. Selalu
9. Apakah menurut Bapak/Ibu diwaktu merebus sayur-sayuran pancinya harus ditutup? 1. Tidak
2. Jarang
3. Selalu
Penyajian Makanan 10. Menurut Bapak/Ibu, apakah dalam menyajikan makanan harus menggunakan alat-alat hidang (piring, mangkuk, gelas, garpu dan sendok) yang bersih ? 1. Tidak
2.Jarang
3. Selalu
11. Menurut Bapak/Ibu, dalam menyajikan makanan harus diberi hiasan (tomat iris, daun kemangi, dan timun) untuk mempercantik hidangan? 1. Tidak
2.Jarang
3. Selalu
12. Apakah Bapak/Ibu tahu membuat hiasan pada makanan ? 1.Tidak
2. Tahu, sebutkan:
........................................................................................................................... Sanitasi dan Higiene Pangan 13. Apakah menurut Bapak/Ibu selama memasak Bapak/Ibu harus selalu bersih dan sehat (batuk, pilek dan bersin)? 1. Tidak
2. Jarang
3. Ya selalu
14. Menurut Bapak/Ibu, apakah selalu menggunakan lap yang bersih untuk mengelap piring, sendok, garpu dan gelas ? 1. Tidak
2.Jarang
3. Ya selalu
15. Menurut Bapak/Ibu, apakah perlu ruang makan dan meja makan harus selalu bersih dan rapi ? 1. Tidak
2.Jarang
3. Ya selalu
B. Sikap Petunjuk: Berikan tanggapan terhadap pernyataan di bawah ini dengan tanda (ü) pada kolom kanan, dengan pilihan: 1 ( TS = Tidak Setuju ) 2 (KT = Kurang Setuju) dan 3 (S = Setuju)
No
1 2 3
4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Pernyataan Perencanaan menu Melakukan perencanaan menu sebelum usaha rumah makan Melakukan perencanaan secara terperinci, meliputi: nama makanan, rasa, warna, bahanbahan, harga jual. Membuat catatan perencanaan usaha rumah makan tradisional Persiapan Pengolahan Melakukan pencucian semua bahan sebelum dipotong Meletakkan semua bahan makanan yang telah dipotong ditempat secara rapi sebelum memasak Menyiapkan semua alat-alat memasak Pengolahan Menggunakan air yang bersih selama memasak Memasak menggunakan minyak goreng yang bersih Selama memasak tidak menggunakan zat-zat yang berbahaya bagi kesehatan Penyajian Makanan Menggunakan alat-alat hidang yang bersih Menambahkan hiasan untuk mempercantik penampilan makanan Menyajikan makanan sesuai dengan alat hidang Sanitasi dan Higiene Pangan Melakukan kebersihan diri sebelum memasak Menggunakan baju memasak selama memasak Melakukan cuci tangan bila dari WC
Tanggapan TS KS S 1 2 3
C. Keterampilan Petunjuk: Berilah tanggapan terhadap pernyataan di bawah ini, tanda (ü) pada kolom kanan, dengan pilihan: 1 ( TT = Tidak Terampil ) 2 ( KT = Kurang Terampil) dan 3 (T = Terampil)
Pernyataan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Perencanaan Menu Membuat perencanaan menu Membuat perencanaan menu dan rincian pelaksanaan memasak Membuat kartu menu Persiapan Pengolahan Pemilih bahan-bahan makanan yang sehat, aman dan halal Mencuci semua bahan-bahan makanan sebelum dipotong Menempatkan semua bahan yang telah disiapkan ditempatnya Pengolahan Menggunakan air yang bersih selama memasak Memasak dengan hasil yang baik Memasak dengan menggunakan bahan yang alami Penyajian Makanan Melakukan penggunaan alat-alat yang sesuai Memberikan hiasan pada makanan Menjaga kebersihan alat-alat penyajian Sanitasi dan Higiene Pangan Melakukan kebersihan diri selama memasak Melakukan kebersihan alat-alat memasak dan alat-alat menghidang Melakukan kebersihan ruang memasak dan ruang makan
Tanggapan TT KT T 1 2 3
Lampiran 3 Hasil Uji Korelasi Rank Spearman