VOLUME X | NO. 90 / MARET 2015
TAHUN KEBANGKITAN
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
Tahun 2015 menjadi momentum kebangkitan Direktorat Jenderal Pajak. Pucuk pimpinan dipilih lewat seleksi transparan, penguatan kelembagaan dilakukan, dan remunerasi untuk pegawai kembali diberikan. Agar target tak lagi meleset.
ISSN 1907-6320
Vol. X No. 90 / Maret 2015
1
DPR mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2015 menjadi Undang-Undang dalam sidang paripurna yang berlangsung pada Jumat (13/2) di Jakarta. Fotografer Anas Nur Huda Teks Amelia Safitri
2
MediaKeuangan
Daftar Isi. Reportase
Kolom Ekonom
25 Kemenkeu Resmi Luncurkan Sistem MPN Generasi 2
40 Perlunya Menaikkan Tarif Cukai Rokok
Generasi Emas 26 Pemerintah Luncurkan Sukuk Negara Ritel Seri SR-007
44 Membangun Desa Setelah Melihat Dunia
Wawancara Opini 27 Kita Harus All Out
Jendela Pengabdian
46 Memunculkan Kembali Wacana Pengampunan Pajak (Tax Amnesty)
30 Tak Sekedar Melakukan
13. 5 Dari Lapangan Banteng 6 Eksposur 10 Lintas Peristiwa
Pengawasan
Regulasi
Figur 32 Untung yang Beruntung
48 Menutup Rekayasa Transfer Pricing Melalui Advance Pricing Agreement
Ekonomi Terkini
Inspirasi
32 Waktunya Memperbaiki Kualitas Belanja
50 Agus ‘Gigi’ Yulianto: Jangan Menunda-nunda Pekerjaan
Laporan Utama 13 Ayo Bergerak, Korps Pajak
Diterbitkan oleh: Sekretariat Jenderal Kementerian Keuangan. Pelindung: Menteri Keuangan Muhamad Bambang PS Brodjonegoro. Ketua Pengarah: Sekretaris Jenderal Kementerian Keuangan Kiagus Ahmad Badaruddin. Pemimpin Umum/ Penanggung Jawab: Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Yudi Pramadi. Pemimpin Redaksi: Herry Siswanto. Redaktur Pelaksana: Dianita Suliastuti. Dewan Redaksi: Supriyatno, Rizwan Pribhakti, Agung Ardhianto, Fery Gunawan. Redaktur Unit Eselon I: Arief Rahman Hakim (DJBC), Wawan Ismawandi (BPPK), Windraty Ariane Silagan (Ditjen PBN), Dendi Amrin (DJP), Sri Moedji Sampurnanto (DJA), Budi Prayitno (Itjen), Fachroedy Junianto (DJPK), Adya Asmara Muda (BKF), Syahruddin (DJPU), Dwinanto (DJKN). Redaktur Foto: Gathot Subroto, Muchamad Ardani, Harries Rinaldi, Fr. Edy Santoso, Langgeng Wahyu P, Kukuh Perdana, Faisal ismail, Dito Mahar Putro, Ronald G. Panggabean, Ganang Galih Gumilang, Muhammad Fath Kathin, Yusuf Anggara, Mujaini. Tim Redaksi: Hadi Siswanto, Yeti Wulandari, Rahmat Widiana, Titi Susanti, Budi Sulistyo, Ahmady Muhajiri, Praptono Djunedi, Bagus Wijaya, Iin Kurniati, Dwinanda Ardhi, Farida Rosadi, Irma Kesuma Dewi, Amelia Safitri, Eva Lisbeth, Indri Maria, Danik Sulistyowati, C.S. Purwowidhu, M. Iqbal Pramadi, Rumanty Pardede, Syahrul Ramadhan, Hega Susilo, Qory Kharismawan, Cahya Setiawan, Aris Pramudhityo, Noor Afies Prasetyo, Wahyuddin, Shera Betania, Adhi Kurniawan, Pandu Putra Wiratama, Gondo Harto, Nyoman Andri Juniawan, Victorianus M. I. Bimo Adi. Desain Grafis dan Layout: Arfindo Briyan Santoso, Dewi Rusmayanti, Wardah Adina Alamat Redaksi: Gedung Djuanda 1 Lantai 12, Jl. Dr. Wahidin Raya No. 1, Jakarta Telp: (021) 3849605, 3449230 pst. 6328. E-mail:
[email protected].
21 Dampak Positif Pengenaan Pajak Barang Mewah
16 Infografis 23 Sigit Priadi: Ini Tahun 18 Peluru Dirjen Baru
Kebangkitan DJP
Renungan
Wisata
52 Hakekat Pendidikan
54 Desa Adat Bena, Harmoni Alam dan Manusia
53 Buku
Selebriti 56 Customs Indonesia Keren!!
Redaksi menerima kontribusi tulisan dan artikel yang sesuai dengan misi penerbitan. Redaksi berhak mengubah isi tulisan tanpa mengubah maksud dan substansi. Bagi tulisan atau artikel yang dimuat akan mendapatkan imbalan sepantasnya. Vol. X No. 90 / Maret 2015
3
4
MediaKeuangan
Dari Lapangan Banteng
Saatnya Pengetatan Kepatuhan Beberapa waktu lalu Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menitipkan salah satu Wajib Pajak (WP) ke Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Salemba. Tidak ada itikad baik dari WP tersebut untuk melunasi pajak yang ditanggungnya, DJP lalu melakukan paksa badan atau gijzeling. Direktur Jenderal Pajak Sigit Priadi Pramudito mengungkapkan, persentase kepatuhan WP di Indonesia hanya sekitar 25%. Tentunya hal tersebut menjadi sinyal bahwa masih banyak sekali potensi pajak yang belum disumbangkan untuk
et twe Kementerian Keuangan Republik Indonesia @KemenkeuRI
Apa komentar Anda mengenai penerapan sanksi penyanderaan bagi Wajib Pajak yang mangkir membayar pajak?
pembangunan Negara. Peningkatan kepatuhan WP merupakan salah satu cara yang DJP ambil untuk mencapainya. Langkah awal peningkatan kepatuhan WP sudah mulai dilakukan DJP. Dengan menghimpun database pihak ketiga yang dikawinkan dengan data yang dimiliki DJP. Database didapatkan dengan bekerjasama dengan Polri, Bareskrim, dan bank dengan tidak membuka rahasia bank. Tidak jarang saat verifikasi, terjadi ketidakcocokan data. Ketika ada ketidakcocokan data,
Account Representative (AR) akan melakukan himbauan secara halus. Selanjutnya WP difasilitasi, dengan mengusulkan untuk menyicil pajak yang belum dibayar. Tahapan selanjutnya, aset yang dapat digunakan untuk melunasi pajak akan disita. Rekening juga dapat difreeze. Apabila WP tetap membandel dan tidak mau membayar, maka paksa badan beraksi. Wajib Pajak akan di-kost-kan di hotel prodeo, perlakuannya tentu tidak sama dengan kriminal karena bukan narapidana. Hanya saja mobilitasnya terbatas, tidak
Adhi Susanto @antonoadhi tegakkan aturannya, tp harus dilakukan scr hati2 dan selektif, agar meminimalisir gugatan
INFID @infid_ID setuju/Lanjutkan. Yg penting tax rasio naik pak! sudah waktunya superkaya melakukan iurannya
Zainal Abidin @Zainal_Abee Setuju, Karena ini menyangkut kewajiban seorang warga negara
DIDIK_EKO_W @081249619191 setuju pak menteri banyak yang mangkir penjarakan
dapat kemana-mana. Namun saat Wajib Pajak bersedia membayar pajak, mereka akan dibebaskan tanpa ada record hitam. Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pajak membantu secara maksimal untuk kesejahteraan rakyat. Penindakan dan pengetatan kepatuhan wajib pajak tidak lain hanya untuk rakyat. Sudah sepatutnya rakyat menikmati pembangunan dan fasilitas umum seperti jalan, trotoar, jembatan, dan tak terhitung lagi fasilitas lainnya.
Zikri @zikrianzari bagus, tp beberapa jenis pajak saja yg dianggap prospektif
Vol. X No. 90 / Maret 2015
5
Eksposur
6
MediaKeuangan
Aksi Para Srikandi Foto Muchamad Ardani
Siapa bilang srikandi hanya ada di cerita pewayangan. Pada peringatan Hari Kepabeanan Internasional, Senin (26/1), para "srikandi" Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) mempertunjukkan kemampuan berbaris dan menggunakan senjata. Jangan berani main mata dengan mereka. Selama lima minggu, para wanita tangguh ini pernah tinggal di hutan dan menjalani latihan semi militer khusus dari Komando Pasukan Khusus TNI Angkatan Darat. Vol. X No. 90 / Maret 2015
7
Eksposur
8
MediaKeuangan
Sang Penari
Foto Muchamad Ardani
Gemulai gerakan dan lentik jemari para penari Topeng Cirebon yang sedang melakukan latihan menjadi atraksi wisata yang sangat memanjakan mata. Hati makin terpesona dengan keramahan dan paras menawan mereka. Di Kota Udang, para perempuan muda yang tergabung dalam sanggar-sanggar tari itu menjadi duta budaya yang sesungguhnya. Vol. X No. 90 / Maret 2015
9
Lintas Peristiwa
26/01
h
Daera
Teks Bagus Wijaya Foto Anas Nur Huda
Aksi Srikandi Kolone Senapan pada Hari Pabean Internasional ke-63
23/01 Teks DJKN Foto DJKN
Sinergi KPKNL Padangsidimpuan dan Pemkab Tapanuli Utara Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Padangsidimpuan kembali bersinergi dengan Pemerintah Daerah Kabupaten (Pemkab) Tapanuli Utara untuk melakukan penilaian aset Pemda berupa kendaraan bermotor dan alat berat sebagai tindak lanjut kunjungan kerja yang baru baru ini telah dijalin. Penilaian Barang Milik Daerah (BMD) ini dilaksanakan dalam rangka penghapusan aset Pemkab Tapanuli Utara.
LPDP Selenggarakan Edu Fair 2015
30/01 10
MediaKeuangan
Teks Amelia Safitri Foto Hanip Ibrahim
Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) menyelenggarakan Edu Fair di Gedung Dhanapala, Kementerian Keuangan, Jakarta. Menurut Sekretaris Jenderal Kementerian Keuangan K.A. Badaruddin, LPDP mengelola dana sebesar Rp15,6 triliun sejak 2010. Dalam kesempatan yang sama Direktur Utama LPDP Eko Prasetyo mengemukakan, pameran pendidikan ini berhasil menarik 10.000 orang pendaftar online. “Pameran ini telah menarik perhatian pengunjung yang mencapai 10.000 orang, pelamar beasiswa via online, yang sebagian besar fresh graduate dan professional,” jelasnya.
Kementerian Keuangan melaksanakan Upacara Peringatan Hari Pabean Internasional yang ke63 di Lapangan Upacara Kantor Pusat Ditjen Bea dan Cukai. Dalam peringatan tahun ini diangkat tema “Pengelolaan Perbatasan Terkoordinasi” (Coordinated Border Management). Yang menarik pada peringatan kali ini, yaitu ada sekitar 30 orang pegawai perempuan berseragam hitam melakukan parade di tengah lapangan. Di topi mereka terdapat tulisan Srikandi Kolone Senapan. Para Srikandi ini memamerkan keahlian mereka dalam baris-berbaris. Tak hanya sebatas itu, mereka juga cukup ahli dalam beratraksi dengan senapan.
Agenda
30/01 h
Daera
4/03
Teks Amelia Safitri Foto Kukuh Perdana
4/03
Sosialisasi Penyampaian Laporan Pajak Pribadi bagi Pejabat/Pegawai (LP2P) melalui media Elektronik di di Banten, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatra Utara, Bali dan Jawa Timur II pada tanggal 4-6 Maret, 11-13 Maret, dan 18-20 Maret.
4/03
Implementasi Akuntansi Pemerintah Basis Acrual.
15/03
Kampanye Simpatik e-filling pada Car Free Day, di Bundaran Hotel Indonesia.
Tak Beritikad Baik, DJP Lakukan Gijzeling pada Penunggak Pajak Direktorat Jenderal Pajak (DJP) melakukan paksa badan terhadap seorang WNI berinisial SC. SC tercatat sebagai penanggung pajak PT GDP, sebuah perusahaan Penanaman Modal Asing yang terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Penanaman Modal Asing Tiga (PMA 3). Menurut Direktur Pemeriksaan dan Penagihan Ditjen Pajak Kementerian Keuangan Dadang Suwarna, penunggak pajak tersebut dinilai tidak menunjukkan itikad baik untuk melunasi utang pajaknya. Akhirnya, DJP menempuh upaya paksa badan atau gijzeling kepada SC. Saat ini, SC telah dititipkan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Salemba.
06/02
17-21/03
Teks Bagus Wijaya Foto Anas Nur Huda
Menkeu Lantik Pejabat Eselon I Kementerian Keuangan Menteri Keuangan melantik lima pejabat Eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan di Aula Juanda I, Kementerian Keuangan. Adapun kelima pejabat Eselon I yang dilantik untuk memangku jabatan tersebut adalah Sigit Priadi Pramudito sebagai Direktur Jenderal Pajak, Suahasil Nazara sebagai Pelaksana Tugas Kepala Badan Kebijakan Fiskal, Sumiyati sebagai Kepala Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan, Susiwijono sebagai Staf Ahli Bidang Organisasi Birokrasi dan Teknologi Informasi, dan Astera Primanto Bhakti sebagai Staf Ahli Bidang Penerimaan Negara.
Knowledge sharing Executive training di aula BPPK Purnawarman
Technical Meeting in House Training Pengelolaan Keuangan Daerah di Aula Nusantara Gd. Radius Prawiro Lt.1 (DJPK&AIPD).
24/03
Roadshow SUKUK pada tangggal 24 maret hingga 2 April 2015.
25/03
Seminar ARFP dengan tema ARFP consultation seminar for Indonesia stakeholder di Jakarta.
Vol. X No. 90 / Maret 2015
11
Lintas Peristiwa
08/02
h
Daera
Teks KPPBC TMP B Balikpapan Foto KPPBC TMP B Balikpapan
Customs on the Street KPPBC TMP B Balikpapan
07/02 Teks Iin Kurniati Foto Iin Kurniati
Media Keuangan Kembali Raih Gold Winner di Ajang InMA Sampul muka majalah Media Keuangan berhasil meraih penghargaan Gold Winner di ajang Indonesia inhouse Magazine Award (InMA) 2015. Acara yang diselenggarakan oleh Serikat Pekerja Pers (SPS) di Batam, ini digelar dalam rangkaian Hari Pers Nasional 2015. Dari 228 entri, Media Keuangan berhasil mempertahankan gelar dalam kategori The Best of Government inhouse Magazine dalam cover edisi Vol.IX/No.88/Desember 2014. Penghargaan tersebut diberikan oleh Toriq Hadad, pengurus SPS sekaligus direksi Tempo dan diterima oleh Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kementerian Keuangan, Yudi Pramadi.
Lelang Barang Rampasan Gayus
18/02 12
MediaKeuangan
h
Daera
Teks DJKN Foto DJKN
Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Jakarta IV berhasil melelang tiga aset barang rampasan milik terpidana korupsi Gayus Halomoan Partahanan Tambunan total senilai Rp861,3 juta di aula lelang KPKNL Jakarta IV, Jakarta Pusat. Barang Rampasan tersebut terdiri dari barang tetap dan barang bergerak antara lain: satu unit apartemen Graha Cempaka Mas, Jakarta Pusat seharga Rp645 juta, satu unit mobil Type Honda Jazz Tahun 2008, seharga Rp97,1 juta, dan satu unit mobil merek Ford USA Tahun 2008, Type Everest, senilai Rp119,2 juta.
KPPBC TMP B Balikpapan menyelenggarakan kegiatan Customs on the Street yang berlangsung selama tiga hari yaitu mulai tanggal 6-8 Februari 2015. Acara ini diselenggarakan pada tiga lokasi pada hari yang berbeda yaitu terminal kedatangan dan keberangkatan Bandara Udara Sepinggan, Plasa Balikpapan, dan pada saat Car Free Day di Lapangan Merdeka Balikpapan. Pada kesempatan ini dilakukan pembagian leaflet dan pemberian informasi secara langsung (tatap muka) kepada masyarakat agar waspada terhadap bentukbentuk penipuan yang mengatasnamakan Instansi dan/atau mengaku sebagai pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan/atau bekerja sama dengan pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
Laporan Utama
Ayo Bergerak, Korps Pajak Keseriusan Presiden Jokowi membenahi Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menjadi momentum kebangkitan pajak nasional.
H
ari sudah menjelang subuh ketika rapat kerja antara Komisi XI DPR dan Kementerian Keuangan usai, Kamis (12/2). Menteri Keuangan Bambang PS Brodjonegoro dan Direktur Jenderal Pajak Sigit Priadi Pramudito yang baru dilantik sepekan sebelumnya hadir dalam rapat yang dipimpin Ketua Komisi Fadel Muhammad. Kabar gembira berhembus dari Gedung Nusantara di bilangan Senayan, Jakarta Selatan saat itu. Komisi XI menyetujui usulan Kementerian Keuangan soal peningkatan remunerasi pegawai Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Presiden Jokowi dinilai sebagian pihak menunjukkan keseriusan membenahi DJP. Sebelum mengajukan usulan skema remunerasi pegawai DJP ke DPR, untuk pertama kalinya suksesi kepemimpinan di korps pajak dilakukan dengan sistem seleksi terbuka. Sigit Priadi Pramudito, mantan Kepala Kantor Wilayah Wajib Pajak Besar, terpilih setelah melalui berbagai tahap penyaringan. Proses pembenahan makin terlihat dari upaya pemerintah mengejar penyelesaian Peraturan Presiden (Perpres) yang didalamnya mengatur penguatan kelembagaan DJP. Hal ini sebagaimana disampaikan Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Organisasi Birokrasi dan Teknologi Informasi, Susiwijono, dalam jumpa wartawan yang digelar Jumat (20/2) di Kantor Pusat Kemenkeu. Perpres ini akan menjadi payung hukum pemberian fleksibilitas bagi DJP, terutama dalam pengelolaan kelembagaan, sumber daya manusia (SDM), dan anggaran. Menurut Susiwijono, secara kelembagaan akan ada
penambahan tiga staf ahli menteri keuangan yang ditugaskan untuk membantu dirjen pajak. Fleksibilitas juga diberikan dalam hal penataan dan penambahan unit Eselon II di tingkat pusat dan penataan unit untuk eselon III ke bawah.“DJP diberi keleluasaan, sepanjang tidak menambah satuan kerja baru dan tidak ada konsekuensi anggaran,”ujarnya. Di samping pengesahan Perpres, pada tahun ini pemerintah juga menargetkan pengubahan Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) selesai. Jika amandemen UU KUP berjalan lancar, DJP diharapkan nantinya dapat berubah menjadi badan yang setara dengan Lembaga Pemerintah Non Kementerian (LPNK). “Badan ini (bertanggung jawab) langsung ke presiden, tetapi melalui Menkeu,” kata Susiwijono. Remunerasi yang dinanti Kebijakan-kebijakan terobosan dan progresif yang diambil Presiden Jokowi dalam membenahi DJP mendapat tanggapan positif dari berbagai pihak. Ketua Komisi XI Fadel Muhammad mendukung pemberian remunerasi kepada sekitar 32 ribu pegawai DJP pada tahun ini. Dengan alokasi anggaran mencapai Rp4,2 triliun, remunerasi ini adalah kali kedua dan sudah dinantikan setelah pertama kali diberikan pada 2007. “Setelah melalui diskusi panjang, bisa kita setujui dengan tiga catatan,” kata Fadel yang ditemui Media Keuangan di kediamannya, Sabtu (14/2). Pertama, kata mantan Menteri Kelautan dan Perikanan itu, dengan remunerasi diharapkan Vol. X No. 90 / Maret 2015
13
realisasi target pajak yang meleset selama beberapa tahun terakhir tidak terjadi lagi. Kedua, remunerasi diharapkan dapat diberikan berdasarkan kinerja orang per orang, bukan hanya berdasarkan gaji. “Ketiga, kami ingin di DJP akan lebih banyak pelatihan bagi para pegawainya dan peningkatan sistem IT,” kata Fadel. Di samping mendukung pemberian remunerasi, Fadel juga memberikan apresiasi terhadap keberhasilan pemerintah melaksanakan sistem seleksi terbuka direktur jenderal pajak.“Kita ikut mengawasi proses yang berjalan dengan bagus dan sesuatu aturan,” ujarnya. Dengan proses yang baik, harapan besar kini menggantung di pundak direktur jenderal pajak terpilih. Di tempat terpisah, Darussalam, Ketua Bidang Pengembangan Standar Akuntasi Pajak, Kompartemen Akuntan Pajak dari Ikatan Akuntan Indonesia menyampaikan hal senada. Menurut Darussalam, sistem seleksi terbuka yang berjalan lancar patut untuk dipertahankan. Terpilihnya Sigit yang pernah menjadi Kepala Kantor Wilayah Wajib Pajak Besar dinilai juga memberikan nilai lebih. Terutama jika melihat data bahwa penerimaan pajak saat ini besar kontribusinya berasal dari mutinational company yang terdaftar sebagai Wajib Pajak Badan di kantor di mana Sigit pernah memimpin.“Pak Sigit punya pengalaman untuk menjawab pertanyaan bagaimana mempertahankan bahkan mungkin menggenjot penerimaan pajak dari perusahaan-perusahaan multinasional,” kata Darussalam di kantornya di kawasan Kelapa Gading, Jakarta Utara, Senin (16/2). Badan Semi Independen Kebijakan penguatan kelembagaan DJP yang diambil pemerintah mendapat dukungan penuh dari Darussalam. Menurut pengamat perpajakan itu, bentuk organisasi yang paling ideal dari DJP sebenarnya adalah menjadi semi autonomous revenue authority (SARA). Darussalam tak mempermasalahkan apakah DJP harus berada di dalam atau di luar struktur Kemenkeu.
14
MediaKeuangan
“Yang penting adalah bagaimana DJP menjadi lembaga semi independen atau SARA tadi,” ujarnya. Berdasarkan global best practise, Darussalam memandang koordinasi dengan Kemenkeu akan selalu diperlukan. Yang mesti diberikan kepada DJP saat ini adalah kebebasan mengambil keputusan sendiri dalam beberapa situasi tertentu yang dihadapi (diskresi).”Yang penting DJP punya diskresi dalam tiga hal, yaitu SDM, pengelolaan anggaran, dan pengelolaan organisasi,” Darussalam menambahkan. Darussalam mencontohkan diskresi dalam hal pengelolaan anggaran yang diterapkan di beberapa otoritas pajak berbentuk SARA di negara-negara lain. Di Singapura, otoritas pajak setempat beroperasi dengan anggaran sebesar 1,65 persen dari realisasi target pajak yang berhasil diraih. Sementara di
"Yang penting DJP punya diskresi dalam tiga hal, yaitu SDM, pengelolaan anggaran, dan pengelolaan organisasi." Darussalam
Foto Anas Nur Huda
Uganda, korps pajak bergerak dengan anggaran sebesar 2 persen dari realisasi.“Di Indonesia, sebenarnya anggaran untuk DJP masih sangat kecil, walaupun sudah ada tambahan anggaran remunerasi Rp4,2 triliun,” katanya. Contoh kedua, lanjut Darussalam, ketika realisasi melebihi target, maka jajaran otoritas pajak akan mendapatkan bonus. Jika dikaitkan dengan pasal 36 UU KUP, direktur jenderal pajak berhak mendapat bonus atas dasar kinerja tertentu.”Kinerja tertentu itu menurut saya ketika lebih dari target yang dipatok, maka baru dapat bonus. Kinerja itu ya pencapaian kita yang lebih dari target,” ujar Darussalam. Konsep SARA telah banyak diterapkan di beberapa negara, antara lain yang menjadi anggota Organisation for Economic Cooperation and Development (OECD). Di luar OECD, Uganda telah menerapkan konsep ini sejak tahun 1988 dan Singapura memulainya pada tahun 1992. Darussalam menyarankan agar pemerintah mempertimbangkan konsep ini bagi pengembangan organisasi DJP ke depan. Penegakan hukum Momentum kebangkitan pajak nasional tak berhenti pada urusan pembenahan internal organisasi DJP. Di masa kepemimpinannya, Sigit telah memulai penegakan hukum yang lebih tegas kepada Wajib Pajak nakal. Sigit yang diwawancarai Media Keuangan pada hari pertamanya bertugas sebagai Direktur Jenderal Pajak itu mengungkapkan bahwa perbaikan regulasi, baik dalam rangka memperluas basis pajak maupun untuk mendukung penegakan hukum akan dilakukan. Selain itu, terobosan di bidang penagihan aktif, khususnya melalui blokir rekening, penyitaan aset, pencegahan ke luar negeri, dan penyanderaan (gijzeling) akan digalakkan. Prinsipnya, lanjut Sigit, adalah bagaimana mengawasi Wajib Pajak dari dekat, sehingga membuat mereka lebih patuh. Di era barunya, DJP berkomitmen untuk memberikan lebih
banyak pembelajaran kepada Wajib Pajak.” Kita sampaikan juga bahwa kita bisa bertindak keras, kita buktikan dengan gijzeling.”Jangan seolah-olah karena di masa lalu gijzeling tidak pernah dilakukan, maka DJP tidak akan pernah melakukannya,” kata Sigit. Mulai 2015, penegakan aturan hukum dari tahap halus hingga keras akan dijalankan DJP secara konsisten. Sigit menjamin bahwa jajaran pegawai DJP yang harus bertugas melakukan penyanderaan tidak perlu takut. Teror yang kerap didapatkan para pegawai dan perlindungan hukum yang lemah di masa lalu tidak akan ada lagi. Menurut Sigit, Presiden Jokowi memberikan dukungan penuh kepada DJP untuk menindak Wajib Pajak nakal.”Beliau mengatakan bahwa siapa pun Wajib Pajak nakal yang mendapatkan becking tertentu silakan lapor ke saya. Presiden mendukung sehingga kami menjadi semakin semangat,” ujar Sigit. Dalam pandangan Darussalam, upaya gijzeling yang mulai gencar dilakukan DJP dari pusat hingga ke daerah sedikit banyak membuat jera dan menjadi semacam sinyal bagi para Wajib Pajak nakal. Dia menilai upaya ini perlu dilakukan secara berkelanjutan. Sigit dan jajarannya juga dipandang perlu untuk memiliki tempat penyanderaan sendiri. Saat ini, jika ada Wajib Pajak yang disandera, maka akan dititipkan di lembaga pemasayarakatan. Dengan memiliki tempat penyanderaan sendiri, sinyal kepada Wajib Pajak nakal akan lebih kuat.“Bahwa DJP sudah punya tempat penyanderaan sendiri, sehingga mereka tak lagi bisa main-main,” katanya. Wacana pengampunan pajak Terlepas dari segala program terobosan yang dijalankan saat ini, Darussalam mengusulkan agar DJP juga mempertimbangkan untuk mengeluarkan kembali kebijakan pengampunan pajak (tax amnesty). Ketika dijalankan pada tahun 2008, kata Darussalam, tax amnesty turut mendukung pencapaian target pajak. Waktu pelaksanaannya saat ini menjadi tepat dengan keinginan pemerintah mewujudkan babak baru bagi DJP. Berdasarkan praktik di sejumlah negara yang tingkat kepatuhan pajaknya rendah, kebijakan tax amnesty lebih banyak berhasil. Indonesia, dengan tax ratio hanya 12 persen, dapat digolongkan sebagai negara dengan kategori itu. Kebijakan pengampunan pajak umumnya menjadi kontroversi karena menimbulkan ketidakadilan antara Wajib Pajak patuh dan
Pegawai sebuah KPP sedang melayani pelaporan SPT melalui Drop Box.
Foto Anas Nur Huda
"Tahun ini kita buktikan DJP bisa dan bangkit! Jangan takut dengan target, bekerja dengan maksimal. Satu langkah bersama kita bisa."
yang tidak patuh.“Sementara di Indonesia ketidakpatuhannya menyebar, sehingga program kebijakan tax amnesty itu perlu dikeluarkan lagi,”katanya. Salah satu langkah pemberian pengampunan pajak adalah memberlakukan tarif pajak yang rendah terhadap penghasilan yang selama ini tidak dilaporkan untuk periode pelaporan tertentu. “Yang penting data Wajib Pajak masuk dulu ke DJP, sehingga ke depan tidak ada lagi ruang bagi mereka tidak patuh,” Darussalam melanjutkan. Dengan segala program terobosan dan dukungan presiden, saat ini menjadi waktu yang tepat bagi korps pajak untuk bergerak memberikan hasil yang lebih baik. Sigit optimistimis target pajak pada tahun ini bisa terealisasi. Sigit menyampaikan pesan kepada seluruh jajaran pegawai DJP di seluruh nusantara.”Tahun ini kita buktikan DJP bisa dan bangkit! Jangan takut dengan target, bekerja dengan maksimal. Satu langkah bersama kita bisa,” kata Sigit. Ayo bergerak, korps pajak!
Sigit Priadi Teks Anas Nur Huda Vol. X No. 90 / Maret 2015
15
Membidik Target Pajak Perkembangan Realisasi Penerimaan Perpajakan terhadap APBNP
Realisasi Rp873,9 T
Realisasi Rp1.143,3 T
Realisasi Rp1.077,3 T
Realisasi Rp980,5 T
Rp1.489,3
triliun
APBNP 2014 Rp1.246,1 T
APBNP 2013 Rp1.148,4 T
APBNP 2012 Rp1.016,2 T
APBNP 2011 Rp878,7 T
Target penerimaan perpajakan tahun 2015 dalam APBNP 2015.
3,97
Penerimaan Pajak Per Jenis Pajak Neto
(dalam triliun rupiah)
2010
2011 2012
2013
16
MediaKeuangan
298,17
230,60
358,03
381,60
417,69
36,61
277,80
337,58
384,72
58,87
Rp628,23 T 3,93 29,89
73,10
Rp742,74 T
4,21 28,87
4,94 25,30
73,10
Rp835,83 T
88,75
PPh Nonmigas
PBB
PPN & PPnBM
Pajak Lainnya
Rp921,40 T
PPh Migas
Jumlah WP
SPT Tahunan PPh
Jumlah SPT tahunan PPh pada tahun 2014. Jumlahnya terus meningkat setiap tahun
2014 10.781.720 SPT
2013 10.781.105 SPT
2012 9.482.480 SPT
2011 9.331.616 SPT
26.918.401
18.357.833
24.886.638
2013
2014
Jumlah WP terdaftar (orang) Jumlah WP terdaftar wajib SPT Tahunan (orang)
Peningkatan SPT Tahunan PPh
2010 8.202.309 SPT
2012
17.731.736
10.781.720
22.564.969
Terdaftar dan Wajib SPT
17.659.278
Peningkatan Penerimaan SPT Tahunan PPh
58,73% Rasio kepatuhan WP dalam pelaporan SPT Tahunan PPH tahun 2014. Persentase nilai ini menurun dibandingkan tahun 2013 yang mencapai 60.80%.
Kring Pajak 500200
Peningkatan Layanan Jumlah pengguna e-SPT meningkat 3x lipat sejak 2012 hingga 2013
e-filing
38,41% peningkatan jumlah pengguna e-Filing pada tahun 2014, dibandingkan dengan tahun 2013.
85,20% Panggilan tertangani yaitu 45.730 dari 537.241 panggilan sepanjang tahunVol.2013. X No. 90 / Maret 2015
17
*Dari Berbagai Sumber
Laporan Utama
Peluru Dirjen Baru
18
MediaKeuangan
Gedung Direktorat Jenderal Pajak.
Foto Anas Nur Huda
"Kita sudah meluncurkan aplikasi Agregat yang menjadi senjata sakti. Semua datadata yang ada akan dikawinkan dengan SPT (Surat Pemberitahuan Tahunan)." Sigit Priadi
Peningkatan target pajak selangit memerlukan strategi yang sengit.
K
ursi Direktur Jenderal Pajak tak lagi kosong. Dua pekan lalu, Menteri Keuangan melantik Sigit Priadi Pramudito sebagai Dirjen Pajak hasil seleksi terbuka pejabat Eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan. Beberapa tahun terakhir tak berhasil mencapai target penerimaan pajak, Sigit siapkan langkah kongkrit dalam 100 hari kerja. Dalam APBN Perubahan 2015, pemerintah menargetkan pendapatan perpajakan sebesar Rp1.489,3 triliun, lebih tinggi dibandingkan realisasi tahun 2014 sebesar Rp1.143,3 triliun. Peningkatan drastis ini tentu memerlukan perubahan signifikan untuk menggali potensi pajak. “Pertama peningkatan (kepatuhan) wajib pajak. Kemudian, upaya intensifikasi dan ekstensifikasi. Lalu, membuat SDM yang handal, antikorupsi, bersih, antikolusi dan berkemampuan tinggi, itu yang akan saya tegakkan. Terutama mengenai anggaran,” ujar Sigit. Sejak kepemimpinan Sri Mulyani (20052009), reformasi perpajakan terus bergulir. Dari sisi wajib pajak terdaftar, jumlahnya telah bertambah sepuluh kali lipat dari 2,6 juta (2002) menjadi 25,6 juta (2013). Dengan jumlah tersebut, terjadi lima kali lipat peningkatan pendapatan yang terkumpul dari Rp176 triliun (2002) menjadi Rp835 triliun (2013). Kini, DJP bertransformasi sebagai sebuah otoritas pajak yang dapat menjalankan peran signifikan untuk memenuhi kebutuhan belanja negara dan mendorong tax ratio. Hasilnya, pada 2014 lalu, disepakati sebuah program penyempurnaan sistem administrasi perpajakan melalui blue print perubahan operasional dan inisiatif strategis untuk jangka menengah tahun 2014 sampai 2019. Setidaknya dalam cetak biru itu terdapat pergeseran model operasional, 16 inisiatif transformasi dan perubahan proses bisnis. Selanjutnya, berkiblat pada Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD), setidaknya unit penghimpun pajak memiliki sembilan kewenangan. Namun demikian, saat ini Direktorat Jenderal Pajak (DJP)
hanya memiliki lima wewenang otoritas tersebut. Untuk itu, kini tengah digarap Peraturan Presiden untuk menguatkan kelembagaan hingga terbentuk DJP Plus. Chief Transformation Office bidang transformasi organisasi, Adi Budiarso mengungkapkan bahwa Peraturan Presiden tersebut merupakan pondasi untuk penguatan kelembagaan dalam DJP plus. “DJP Plus (memiliki) fleksibilitas di bidang SDM, pengelolaan organisasi, dan penganggaran. Ini sedang diupayakan untuk memberikan, membangun institusi berstandar internasional supaya bisa lebih efektif, efisien dan akuntabel,” jelasnya. Setelah Perpres ini disahkan Presiden kemudian akan dilakukan pengubahan UndangUndang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP). Jika pengubahan ini telah ditetapkan, maka DJP akan berubah menjadi badan yang setara dengan Lembaga Pemerintah Non Kementerian (LPNK). Selanjutnya, tahun ini (2015) merupakan implementasi awal transformasi kelembagaan Direktorat Jenderal Pajak selaku penghimpun pajak di tanah air. Sebagai langkah awal, kata Sigit, pihaknya akan menerapkan aplikasi yang canggih dengan penggunaan data yang akurat untuk menggali wajib pajak potensial. “Kita sudah meluncurkan aplikasi Agregat yang menjadi senjata sakti. Semua data-data yang ada akan dikawinkan dengan SPT (Surat Pemberitahuan Tahunan). Nanti akan keluar, mana wajib pajak yang nakal dan tidak bayar. Kita sudah uji coba di Jakarta Barat, kemudian (akan) kita kembangkan secara nasional,” jelasnya. Jakarta Barat merupakan tempat pertama kalinya aplikasi Agregat dikembangkan. Sementara ini, aplikasi tersebut digunakan oleh sejumlah kantor wilayah sambil menunggu perubahan jaringan secara terpusat. Menurut Sigit, pengelolaan database wajib pajak sudah berjalan dan diperbaiki setiap waktu. Sigit juga mengakui telah menggaet kerja sama dengan sejumlah pihak seperti Polri dan bank untuk memperoleh data akurat. Seluruh data dari internal maupun pihak ketiga yang telah dihimpun dan dikumpulkan lantas disesuaikan Vol. X No. 90 / Maret 2015
19
Gizjeling dilakukan dengan menitipkan penanggung pajak yang tidak kooperatif di Sel Lapas paling lama enam bulan, dan akan dilepas apabila utang pajak dan biaya penagihan dilunasi. Apabila utang pajak belum dilunasi, maka gizjeling dapat diperpanjang untuk selama-lamanya enam bulan.
dengan data wajib pajak yang ada di DJP. Ketika ditemukan data yang tidak sesuai, maka akan langsung diberi tindakan. Account representative akan memberikan himbauan secara halus bagi wajib pajak yang mangkir membayar pajak atau tidak melaporkan pembayaran pajaknya dengan benar. Jika himbauan secara halus tetap tidak membuat wajib pajak itu memperbaiki laporan pajaknya, maka akan dilakukan pemeriksaan. “Utang pajak adalah utang negara yang tidak bisa dihapus, kecuali dia mati. Tahun ini kita akan melakukan propaganda besar-besaran. Memberikan pelajaran kepada wajib pajak. Kita juga bisa bertindak keras, kita buktikan dengan gizjeling,” tegas Sigit.
K
Sel bagi Si Bandel ementerian Keuangan tak segan lagi memberikan sanksi penyanderaan bagi wajib pajak bandel (gijzeling). Terbukti, akhir Januari lalu Kemenkeu melakukan gijzeling pada seorang penanggung pajak dari perusahaan penanaman modal asing karena menunggak pajak sebesar Rp6 miliar selama lima tahun. Selain ditujukan untuk mengamankan penerimaan pajak, tindakan ini juga untuk mendorong
20
MediaKeuangan
kesadaran dan kepatuhan wajib pajak. Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jawa Tengah II (Kanwil DJP Jateng II) tak mau ketinggalan. Memasuki tahun 2015, kantor yang meraih peringkat pertama realisasi penerimaan pajak 2014 itu melakukan kerja sama dengan Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas II Purwokerto. “Kerja sama ini sebagai bentuk koordinasi awal dalam penegakan hukum pajak kepada para penunggak pajak,” ujar Kepala Kanwil DJP Jateng II, Yoyok Satiotomo seperti dikutip dari website djp. Kerja sama diwujudkan dalam pemberian bantuan cat kepada Lapas sebagai persiapan penyediaan ruangan khusus (sel) untuk pengemplang pajak di wilayah Banjarnegara, Purbalingga, Banyumas, Cilacap, dan Kebumen. Akhir tahun lalu, Kanwil DJP Jateng II berhasil mencatatkan realisasi penerimaan pajak mencapai Rp6.862 triliun atau 103,74 persen dari target penerimaan pajak 2014 sebesar Rp6.615 triliun. Dari realisasi tersebut, sektor dengan kontribusi penerimaan menonjol yaitu pengolahan tekstil di area Solo Raya dan industri perkayuan di wilayah Kedu dan Banyumas. Menurut Yoyok, setidaknya, ada tiga hal yang dilakukan untuk mengoptimalkan penerimaan. Pertama, penguatan sumber daya manusia melalui pengembangan kapasitas account representatives (AR). Kedua, penyediaan alat pendukung, seperti aplikasi pengawasan kepatuhan dan data wajib pajak yang digunakan untuk penggalian potensi pajak. Ketiga, penggalian sektoral dan enforcement. Tahun 2015 ini, lanjut Yoyok, Kanwil DJP Jateng II telah menyiapkan sejumlah strategi optimalisasi penerimaan. Diantaranya melakukan optimalisasi pemeriksaan, ekstensifikasi dan intensifikasi wajib pajak, serta memperkuat sektor unggulan seperti tekstil, kawasan berikat, jasa keuangan, bendahara dan hasil pertanian. Lalu, melakukan upaya optimalisasi fungsi penilai PBB, penilaian kinerja AR, Kepala Seksi pengawasan dan Konsultasi, pemeriksa dan juru sita.
“Di wilayah Kanwil Jawa Tengah II ini pertumbuhan sekolah, perguruan tinggi dan lembaga-lembaga pendidikan lainnya cukup pesat. Fakta ini menjadi pendorong, bahwa jasa pendidikan menjadi sektor sasaran penggalian potensi pajak di 2015. Selain itu sektor industri wisata dan rekreasi, pertambangan dan konstruksi juga akan menjadi sasaran. Sektor konstruksi diperkirakan akan naik signifikan seiring dengan banyaknya proyek-proyek infrastruktur yang akan dibangun,” ujarnya.
"Kerja sama ini sebagai bentuk koordinasi awal dalam penegakan hukum pajak kepada para penunggak pajak." Yoyok Satiotomo
Kepala Kanwil DJP Jateng II saat mengadakan press realease dengan media di depan sel.
Foto Anas Nur Huda
Teks Iin Kurniati
Laporan Utama
Foto stocksnap.io
Belum lama ini penerimaan perpajakan mendapatkan mandat besar. Pada Anggaran Pendapatan Belanja Negara Perubahan (APBNP) 2015 Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah mengesahkan target penerimaan Negara dari sektor perpajakan sebesar Rp 1.484 triliun atau naik sekitar 29,5 persen.
Dampak Positif Pengenaan Pajak Barang Mewah Vol. X No. 90 / Maret 2015
21
P
emerintah merencanakan perluasan basis pajak yang dianggap potensial. Saat ini pemerintah tengah mengkaji peraturan mengenai perluasan pengenaan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) untuk produk retail yang dianggap bernilai mahal. Kenaikan PPnBM juga didasari masih minimnya kepatuhan wajib pajak orang kaya. Apabila usulan ini nanti disepakati menjadi kebijakan, akan ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK). Diperkirakan ada potensi tambahan sebesar Rp 4 triliun dari revisi peraturan tentang PPnBM ini. Mardiasmo, Wakil Menteri Keuangan mengatakan beberapa objek pajak memang harus kena pajak PPnBM karena harganya yang tinggi. Asumsinya seseorang yang membeli barang-barang mahal dapat dianggap memiliki kekayaan yang cukup banyak, baik dari sisi uang maupun aset. Beberapa produk yang saat ini diusulkan antara lain perhiasan, tas, arloji serta sepatu yang tergolong mahal. “Tas, sepatu dan arloji kan dulu belum dianggap barang mewah,” ujarnya. Mardiasmo menambahkan kemungkinan produk bermerk yang akan dikenakan aturan PPnBM terbaru antara lain tas yang memiliki nominal harga di atas Rp20 juta dan sepatu di atas Rp10 juta. Selain mengenakan pajak untuk produk bermerk, pemerintah juga berencana merevisi merevisi pajak penjualan bagi sektor properti karena penjualan apartemen saat ini sedang meningkat pesat. Namun demikian besaran PPnBM yang akan dikenakan masih akan dikaji agar tidak menggangu aktivitas ekonomi. PPnBM dikenakan pada barang atau produk jasa yang dipandang bukan sebagai barang kebutuhan pokok. Biasanya hanya masyarakat berpenghasilan tinggi yang mengkonsumsi barang yang juga dapat menunjukkan menunjukkan status tersebut. PPnBM termasuk dalam wilayah Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Artinya jika suatu barang tidak dipungut PPN, maka PPnBM juga tidak akan dikenakan atas barang tersebut. Sebaliknya, tidak semua barang yang
22
MediaKeuangan
dipungut PPN otomatis juga dikenakan PPnBM. Salah satu ciri pengenaan PPN adalah bahwa PPN berdampak regresif. Baik orang yang berpenghasilan rendah maupun orang yang berpenghasilan tinggi dikenai besaran PPN yang sama apabila mengkonsumsi barang yang sama. Meski begitu, orang berpenghasilan rendah tentunya menanggung beban pajak yang lebih besar. Untuk mengimbanginya maka dikenakanlah PPnBM atas barang-barang tertentu yang pada umumnya dikonsumsi oleh kalangan berpenghasilan tinggi. Akhirnya dampak regresif PPN bisa dikurangi dengan pengenaan PPnBM. Menurut Darussalam, Ketua Bidang Pengembangan Standar Akuntansi Pajak, Kompartemen Akuntan Pajak (KAPj), Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), pengenaan PPnBM juga dilakukan untuk mengendalikan pola konsumsi barang mewah serta perlindungan terhadap produsen kecil atau tradisional. “Isu pengenaan PPnBM ini lebih dilatarbelakangi oleh isu keadilan dalam pembebanan pajak”, katanya. Penambahan komponen PPnBM dalam harga jual dapat mendorong inflasi atas barang tergolong mewah sehingga berdampak pada penurunan penjualan. Namun Darussalam mengatakan justru inilah yang menjadi
"Pemerintah juga dapat bekerjasama dengan asosiasi usaha, penyedia layanan kartu kredit, atau perbankan untuk pertukaran data atas transaksi barang mewah'"
tujuan pengenaan PPnBM sebagaimana dinyatakan dalam Penjelasan Pasal 5 ayat 1 Undang-Undan Pajak Pertambahan Nilai, yaitu pengendalian pola konsumsi barang mewah. “Tetapi menurut saya, inflasi yang terjadi tidak cukup signifikan mengganggu perekonomian, tuturnya. Ditanya mengenai pengawasan PPnBM kedepan, Darussalam memaparkan bahwa semakin banyak jumlah objek pajak maka pengawasannya pun akan sulit. Darussalam mengatakan pengawasan dapat dilakukan dengan memperluas akses data ke pihak ketiga. Ia mencontohkan, karena PPnBM hanya dipungut satu kali saat penyerahan oleh pabrikan/produsen/importir barang mewah, maka perluasan akses data dapat ditujukan pada badan pemerintah lain yang turut mengawasi seperti Direktorat Bea dan Cukai. “Pemerintah juga dapat bekerjasama dengan asosiasi usaha, penyedia layanan kartu kredit, atau perbankan untuk pertukaran data atas transaksi barang mewah,” tutur Darussalam. Di sisi lain Darussalam mengingatkan agar pemerintah juga memperhatikan ketersediaan sumber daya manusia, mengingat pegawai Direktorat Jenderal Pajak saat ini masih terbatas. Hal lain yang juga perlu diperhatikan adalah perbandingan atas penerimaan dari suatu objek PPnBM dengan biaya yang akan dikeluarkan untuk melakukan pemungutan dan pengawasan. Dalam Nota Keuangan RAPBN 2015 sepanjang kurun waktu 2010-2014, pendapatan PPn dan PPnBM meningkat rata-rata sebesar 18,6 persen pertahun, dari Rp230,6 triliun di tahun 2010 menjadi Rp384,7 triliun di tahun 2013. Pendapatan memberikan kontribusi rata-rata 94,8 persen, sementara PPnBM sendiri berkontribusi rata-rata 5,2 persen. Kontribusi PPnBM terhadap total penerimaan perpajakan sendiri berkisar antara 1,5 persen hingga 2 persen dari total penerimaan pajak selama kurun waktu 2010-2013.
Darussalam Teks Irma Kesuma Dewi
Laporan Utama
Sigit Priadi: S Ini Tahun Kebangkitan DJP
emangat seluruh jajaran pegawai dalam meningkatkan penerimaan negara menggelora di Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Berbagai terobosan dilakukan oleh Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Sigit Priadi Pramudito yang baru dilantik pada Jumat (6/2) ini. Salah satu langkah berani yang dilakukan adalah pelaksanaan hukuman penyanderaan (gijzeling) yang didukung penuh oleh Presiden. Di hari pertama bertugas sebagai Dirjen Pajak, Media Keuangan sempat berbincang dengan Sigit mulai proses lelang jabatan yang ia jalani hingga inovasi yang akan dilakukan DJP ke depan. Anda terpilih sebagai sebagai Dirjen Pajak melalui proses lelang jabatan yang sangat ketat. Bagaimana pendapat Anda terhadap proses yang pertama kali dilakukan di Kementerian Keuangan ini? Ya ini memang pertama kali dilakukan di Kemenkeu, rasanya berat sekali karena kami ‘di-bully’ di media massa, begitu juga panitia seleksi. Tapi alhamdulillah ini semua sudah lewat. Saya terpilih bukan berarti saya lebih baik dari yang lain, mungkin memang sudah pemberian Tuhan. Ini jadi amanah buat saya. Anda sudah mengabdi di DJP selama 28 tahun, menurut Anda, apa sebenarnya persoalan mendasar dalam hal pengumpulan pajak ? Masalahnya terkait kepatuhan wajib pajak dan sumber daya manusia (SDM) yang andal. Contohnya, ketika saya (menjadi Kepala Kantor Wialyah DJP) di Banten, SDM kita belum mempunyai cara yang efektif bagaimana mengawasi wajib pajak. Wajib pajak pada dasarnya kan harus ditongkrongin. Kalau wajib
Sigit Priadi.
Foto Anas Nur Huda
Vol. X No. 90 / Maret 2015
23
pajak tidak kita awasi maka jumlahnya cenderung menurun. Tidak ada orang yang suka membayar pajak, untuk itu perlunya pengawasan. Saya wajibkan semua account representative (AR) membuat buku tabel pengawasan, apakah wajib pajak sudah mengisi SPT dan melaporkan dengan benar. Ini sebenarnya sistem lama yang saat ini kurang digali. Prinsipnya bagaimana kita mengawasi wajib pajak dari dekat, sehingga membuat mereka patuh. Kedua, SDM harus bisa melihat bagaimana wajib pajak. Terkait dengan pelaporan STP, kalau kita tidak mempunyai data pembanding, berarti SPT mereka dianggap benar. Nah di sinilah perlunya data. Dengan data ini pegawai kita bisa mengolah. Data adalah yang utama, hanya data yang bisa menjelaskan wajib pajak benar atau nggak bayarnya. Beberapa waktu yang lalu media massa ramai memberitakan DJP mulai menyandera penunggak pajak di penjara (gijzeling). Bagaimana sebenarnya tahapan pemberlakuan hukuman ini ? Kita tegur kalau tidak membayar. Setelah itu lewat konsultasi, kita usulkan bagaimana kalau mencicil. Kemudian kita akan sita kalau punya aset atau barang atau rekeningnya kita bekukan. Kalau semua sudah dilewati dia tidak mau membayar, apa boleh buat kita pakai cara terakhir yaitu paksa badan. Kita kost-kan di hotel prodeo, perlakuannya bukan seperti kriminal lho. Mereka dikasih makan tapi nggak bisa kemana-mana, bukan narapidana. Begitu mereka membayar, selesai tidak ada record hitam. Pak Jokowi juga sangat mendukung peraturan ini. Makanya sekarang gijzeling sudah banyak dan makin berani, kita juga makin semangat.
sebesar Rp 4 triliun. Imbasnya, kenaikan gaji para pegawai akan mengalami kenaikan. Bagaimana Anda memandang hal ini dikaitkan dengan peningkatan kinerja pegawai DJP? Peningkatan target pajak ini memerlukan ekstra effort melalui perubahan peraturan dan perubahan tarif. Sebenarnya ada lima poin, yaitu penguatan IT, proses bisnis, organisasi, SDM, dan anggaran. Kalau itu tidak didukung, jangan mimpi mendapatkan tambahan. Makanya ini terobosan yang luar biasa. Ada persepsi masyarakat bahwa uang yang dibayarkan untuk membayar pajak kurang optimal untuk pembangunan negara. Bagaimana pandangan Anda untuk mengubah mindset masyarakat yang seperti ini ? Itulah yang paling sulit. Menyangkut kepatuhan wajib pajak, yang utama adalah citra DJP. Kalau citra DJP nggak bagus bagaimana mereka mau patuh. Mereka harus yakin uang yang dibayarkan betul-betul masuk ke kas negara dan betul-betul digunakan untuk kesejahteraan rakyat. Makanya ini yang paling penting. Hari ini pertama kali saya ngantor, yang saya panggil adalah Direktorat Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas (P2Humas). Mengapa? Karena wajib mempropagandakan dan menjaga nama baik DJP. Intinya perbaikan citra DJP. Kedua, kalau ada pegawai nakal maka akan kita hukum, dan Direktorat P2 Humas diwajibkan untuk menyebarkan. Kita sadar mau berubah.
Menteri Keuangan beberapa kali mengutarakan pada media bahwa DJP akan diberikan kewenangan khusus dan juga akan ada perubahan struktur. Bagaimana menurut pandangan Anda? DJP ini sudah kayak gajah, pelan jalannya. Apalagi gajahnya ada yang menyetir, jalannya makin pelan. Padahal DJP harus cepat bermanuver menghadapi wajib pajak yang secara cepat menyerap ilmu dan memanfaatkan tax planning. Itu sah-sah saja. Tax planning itu contohnya memanfaatkan tarif pajak yang berbeda antar dua negara. Kita perlu keleluasaan di bidang organisasi, anggaran, SDM, dan proses bisnis.
Terakhir, apa harapan Anda terhadap DJP ke depan ? Kita ingin menjadi institusi yang kita banggakan, kredibel dan akuntabel. Kita bisa membantu secara maksimal dalam rangka kesejahteraan masyarakat, peran kita sudah luar biasa. Kurang lebih sudah 75%, karena negara yang berdaulat adalah negara yang bisa membiayai diri sendiri. Kita nggak mau minjam ke negara lain, kita menjadi negara yang nggak gampang ditekan-tekan atau diatur-atur, kita sudah merdeka. Alhamdulillah Presiden Jokowi mengerti peran itu. DJP bangkit, DJP buktikan, DJP bisa. Ini tahun kebangkitan DJP. Jangan takut dengan target kerja kita. Kalau niatnya sudah bagus, konsolidasi internal benar-benar saya utamakan untuk menyemangati teman-teman di lapangan. Enam puluh persen pegawai ada di lapangan. Saya akan dukung mereka.
Dewan Perwakilan Rakyat menyepakati remunerasi untuk DJP dalam UU APBN-P 2015
Teks Pradany Hayyu
24
MediaKeuangan
"DJP bangkit, DJP buktikan, DJP bisa." Sigit Priadi
Reportase
Kemenkeu Resmi Luncurkan Sistem MPN Generasi 2 Menkeu menekan sirine sebagai tanda peluncuran Sistem Modul Penerimaan Penerimaan Negara Generasi 2 (MPN G2). Foto Kukuh P
K
ementerian Keuangan meluncurkan Sistem Penerimaan Negara Secara Elektronik atau Sistem Modul Penerimaan Negara Generasi 2 (MPN G2) di Aula Dhanapala, Jakarta, Selasa (17/2). Sistem ini bertujuan agar pembayaran pajak, bea dan cukai, dan PNBP dapat dilakukan tanpa batas ruang dan waktu. Dalam sambutannya, Menteri Keuangan Bambang P.S. Brodjonegoro menjelaskan bahwa penerimaan negara dan hibah yang disepakati dengan Dewan Perwakilan Rakyat pada APBNP 2015, ialah sebesar Rp1.761,6 triliun. Dengan jumlah yang sangat besar ini, pemerintah telah menyiapkan sejumlah kebijakan sebagai usaha ekstra dalam pencapaian target. “Kemenkeu serius meningkatkan kualitas pembayaran pajak, bea dan cukai, dan PNBP. Salah satu caranya dengan mengadopsi kemajuan teknologi
informasi,” kata Menkeu. Melalui sistem ini, masyarakat dapat melakukan pembayaran pajak melalui fasilitas perbankan secara daring. Misalnya melalui internet banking, mobile banking, Anjungan Tunai Mandiri (ATM), mesin Electronic Data Capture (EDC), maupun setor tunai di bank persepsi. Dalam kesempatan yang sama, Direktur Jenderal Perbendaharaan Kemenkeu Marwanto Harjowiryono berharap, sistem ini dapat diterima secara luas oleh masyarakat. “Grand launching ini adalah expose kepada masyarakat luas, tentang sistem penerimaan yang berhasil dikembangkan dan diujicobakan kepada beberapa bank dan pos persepsi,” jelasnya. Ke depannya, ia juga berharap MPN G2 dapat memberikan kontribusi signifikan dalam pencapaian target penerimaan negara. MPN G2 merupakan sistem
elektronik yang terintegrasi untuk pengelolaan penerimaan negara sehingga memberikan kemudahan bagi wajib pajak, wajib bayar, dan wajib setor. Nantinya, semua setoran dapat diaplikasikan dengan lebih praktis, cepat dan aman. Peluncuran Sistem MPN G2 ini merupakan wujud nyata deklarasi Kementerian Keuangan untuk mengimplementasikan sistem layanan baru di bidang penerimaan negara. Selain itu, Sistem MPN G2 ini juga termasuk dalam program Transformasi Kelembagaan, yaitu salah satu inisiatif strategis yang dipilih menjadi quickwins program transformasi kelembagaan Kemenkeu yang baru-baru ini diluncurkan. MPN G2 - Praktis, Cepat dan Aman.
Teks Iin Kurniati
Vol. X No. 90 / Maret 2015
25
Reportase
Pemerintah Luncurkan Sukuk Negara Ritel Seri SR-007 Menkeu meresmikan penerbitan Sukuk Negara Ritel Seri SR-007. Foto Kukuh P
K
ementerian Keuangan melakukan Pembukaan Masa Penawaran Sukuk Negara Ritel Seri SR007 pada Jumat (20/2) di Aula Djuanda Kementerian Keuangan, Jakarta. Penerbitan dan penjualan Sukuk Negara yang akan dilakukan 11 Maret mendatang ini bertujuan untuk memenuhi target pembiayaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2015. Penerbitan Sukuk Negara Ritel seri SR-007 ini sendiri merupakan penerbitan Sukuk Negara Ritel yang ketujuh sejak tahun 2009. Melalui penerbitan Sukuk Negara Ritel ini, pemerintah menyasar investor individu Warga Negara Indonesia. Sukuk Negara Ritel seri SR-007 menawarkan tingkat imbalan sebesar 8,25 persen per tahun, yang akan dibayarkan setiap bulan pada tanggal 11. Dengan tenor selama tiga tahun, Sukuk Negara Ritel seri SR-007
26
MediaKeuangan
akan jatuh tempo pada 11 Maret 2018. Dalam kesempatan tersebut, Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko, Robert Pakpahan menjelaskan bahwa Sukuk Negara Ritel merupakan Surat Berharga Negara yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah. Penerbitan ini merupakan bukti atas bagian penyertaan terhadap aset Surat Berharga Syariah Negara yang dijual kepada individu atau perseorangan Warga Negara Indonesia melalui agen penjual. Menurutnya, penerbitan Sukuk Negara Ritel memiliki nilai strategis dalam mewujudkan kemandirian pembiayaan pembangunan Indonesia. “Penerbitan Sukuk Negara Ritel memiliki nilai strategis karena dapat mendorong dan memfasilitasi mobilisasi dana masyarakat dalam rangka pembiayaan APBN,” jelasnya. Selain itu, menurut Menteri
Keuangan Bambang P.S. Brodjonegoro, penerbitan Sukuk Negara Ritel seri SR-007 ini merupakan bukti keseriusan dan komitmen pemerintah dalam mendukung pengembangan pasar keuangan syariah di Indonesia. Selain itu, ia berharap, melalui penerbitan Sukuk Negara Ritel seri SR-007, kesadaran masyarakat untuk berinvestasi sekaligus turut berpartisipasi dalam pembangunan dapat meningkat. “Saya juga berharap ini akan meningkatkan awareness dari masyarkat Indonesia terhadap instrumen investasi Sukuk Negara Ritel, terutama dalam mendukung pembiayaan APBN guna pembangunan Indonesia yang adil, makmur dan sejahtera,” ungkap Menkeu.
Teks Iin Kurniati
Wawancara
Kita Harus All Out Chief Transformation Officer Bidang Transformasi Organisasi, Adi Budiarso.
Foto Kukuh P
K
ementerian Keuangan selalu berada di barisan paling depan dalam hal perkembangan organisasi. Saat ini, Kemenkeu mulai mengimplementasikan berbagai program Transformasi Kelembagaan yang kegiatannya berpusat di kantor Central Transformation Office (CTO). Proses transformasi organisasi memerlukan upaya pembenahan internal yang tidak gampang dan bertahap. Chief Transformation Officer Bidang Transformasi Organisasi, Adi Budiarso, menjelaskan proses tersebut dalam sebuah wawancara dengan Media Keuangan beberapa waktu lalu.
Sebagai Chief Transformation Officer Bidang Transformasi Kelembagaan, apa saja ruang lingkup tugas Anda? Pekerjaan kami di Bidang Transformasi Organisasi pada intinya membantu pimpinan dalam mengimplementasikan sembilan inisiatif Transformasi Organisasi. Misalnya inisiatif coorporate central yang diwujudkan melalui proses penggabungan atau penajaman fungsi layanan coorporate dan fungsi strategis di Sekretariat Jenderal (Setjen). Idenya adalah nanti akan dilakukan penyatuan dua unit Eselon II di BPPK (Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan) Vol. X No. 90 / Maret 2015
27
kedalam fungsi sentral (di Setjen) , khususnya dalam hal pengelolaan dan layanan pengembangan sumber daya manusia (SDM) Kemenkeu. Ada juga tiga ide yang terkait dengan penajaman fungsi perbendaharaan. Contohnya adalah penggabungan fungsi perbendaharaan yang ada di Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN), Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPB), dan Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang (DJPU). Kami juga melakukan kalibrasi atas wacana fleksibilitas bagi Direktorat Jenderal Pajak (DJP) di bidang SDM, pengelolaan organisasi, penganggaran, dan remunerasi. Kita tentu ingin membangun institusi DJP yang berstandar internasional sesuai dengan benchmark OECD. Otoritas pajak di negara-negara anggota OECD umumnya memiliki sembilan fleksibilitas. DJP saat ini baru memiliki lima di antaranya. Terkait dengan transformasi di internal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC), ke depan akan lebih difokuskan pada bidang kepabeanan dan pengelolaan kawasan lintas batas. Fungsi mengumpulkan penerimaan negara dari cukai akan dimasukkan ke dalam otoritas pajak. Pada intinya kami ingin membuat organisasi Kemenkeu menjadi lebih fit for purpose. Proses penggabungan beberapa unit Eselon I tentu tidak mudah. Apalagi jika hal itu dilakukan sampai penggabungan kantor-kantor vertikal di daerah. Bagaimana strategi yang disiapkan? Dalam proses perubahan ini, kami selalu melibatkan pimpinan terkait. Pertama, kami sebagai tim CTO, berperan sebagai leadership enabler. Kami mencoba mengusulkan pembentukan tim tata kelola. Anggotanya selain kami adalah perwakilan Biro SDM, Biro Organisasi
28
MediaKeuangan
dan Tata Laksana, serta Project Management Officer (PMO) Setjen. Kami mengkalibrasi ide yang dianggap tidak masuk akal dan berpotensi menimbulkan resistensi serta ancaman yang besar. Proses perubahan internal organisasi memerlukan andil seluruh lapisan pegawai, termasuk yang berada di level paling bawah. Apa yang tim CTO lakukan untuk membuat seluruh pegawai merasakan kebutuhan untuk berubah? Pada saat peluncuran Quickwins Inisiatif Transformasi Kelembagaan, Pak Wakil Menteri Keuangan (Mardiasmo) sebenarnya sudah menggarisbawahi bahwa proses transformasi harus benarbenar meresap ke SDM. Yang paling utama dari semua ini sebenarnya SDM. Semua harus menjadi pelaku.Jangan ada yang menjadi korban atau penonton. Kita harus mengambil bagian dari proses transformasi. Menurut saya ini tidak mudah. Setelah melakukan peluncuran program Quickwins, kami akan melakukan roadshow di kantor-kantor vertikal di daerah. Di samping itu, kami juga selalu melibatkan PMO dari setiap unit Eselon I. Kami pun mengundang resource person. Bisa saja kami mengundang pihak-pihak yang akan terkena pengaruh dari proses perubahan organisasi atau pihak-pihak yang memiliki kepedulian terhadap isu ini. Di kantor CTO ini terdapat empat orang chief, empat orang officer, dan empat orang analis yang terpilih. Bagaimana awal mula Anda bisa bergabung di sini? Sebelum bergabung di CTO, jabatan saya terakhir adalah pejabat Eselon III di PPAJP (Pusat Pembinaan Akuntan dan Jasa Penilai). Pada saat itu, saya baru saja pulang setelah lulus program S3 di Australia. Kemudian oleh Plt. (Pelaksana Tugas) Staf Ahli Menkeu
Tim CTO juga melakukan kalibrasi atas wacana fleksibilitas bagi Direktorat Jenderal Pajak (DJP)
Foto Dok. DJP
Bidang Organisasi Birokrasi dan Teknologi Informasi pada saat itu, Pak Rionald Silaban, saya diminta untuk terlibat dalam proses pembangunan CTO. Kami mulai dari awal. Anda sudah berkontribusi sejak masa pembentukan kantor CTO. Apakah ada kemungkinan CTO akan berkembang lagi secara struktur organisasi? Ada wacana untuk membuat struktur organisasi CTO yang sustain, misalnya embedded di dalam struktur Sekretariat Jenderal. Namun belum ada tindak lanjut lebih jauh. Sebagai tim ad-hoc, para pegawai yang berkantor di CTO akan kembali ke unit Eselon I masing-masing paling lambat tahun 2018 atau 2019. Oleh karena itu, kami harapkan seluruh inisiatif Transformasi Kelembagaan yang berada dalam kontrol CTO sudah selesai sebelum itu. Selanjutnya, Transformasi Kelembagaan akan dilakukan oleh unit-unit Eselon I masingmasing.
Dalam pelaksanaan tugas-tugas CTO sejauh ini, apa saja kendala yang ditemui? Saya lebih menganggap kendala sebagai tantangan. Yang utama adalah jumlah kami sedikit. Jadi kami harus siap melakukan banyak hal. Mulai dari dari merancang substansi sampai urusan administrasi seperti melakukan fotokopi, mengirimkan faksmili, dan sebagainya. Di sini kami harus all out. Anda juga melakukan pekerjaan administratif? Saya menelepon sendiri staf Pak Sekjen, misalnya untuk menyampaikan perubahan jadwal pertemuan dengan Pak Menteri. Kepada staf di sini, saya minta agar kita harus all out. Namun, ke depan ada rencana untuk menambah staf administrasi. Tantangan yang kedua mungkin sifatnya lebih ke faktor psikologis. Ketika memutuskan bergabung dengan CTO, para pejabat harus mengundurkan diri dari jabatannya di unit Eselon I masing-masing. Kadang timbul perasaan khawatir ke depan. Apa harapan Anda terhadap program-program kerja yang akan dilakukan oleh tim CTO pada tahun 2015? Pertama, SDM Kemenkeu sebenarnya luar biasa. Masih ada potensi untuk menjadi optimal. Ketika kita ingin melakukan akselerasi transformasi organisasi, kita harus memastikan prosesnya berjalan dengan baik. Sebanyak 70 persen keberhasilan proses itu bergantung pada manusianya, yaitu kita sendiri. Harapan saya adalah mari kita semua melihat program Transformasi Kelembagaan bukan sebagai agenda menteri atau pejabat Eselon I, atau tim CTO. Ini adalah agenda Kemenkeu. Kita akan melakukan perjalanan transformasi organisasi sebagai bagian dalam tujuan menuju Indonesia yang lebih baik. Dan dalam tujuan itu, peran kita di kementerian adalah kuncinya.
Teks Anas Nur Huda Vol. X No. 90 / Maret 2015
29
Profil Kantor
Tak Sekedar Melakukan Pengawasan Inspektorat II merupakan unit strategis yang bekerja berdampingan dengan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC). Lebih dari sekedar fungsi pengawasan, Inspektorat II berupaya mendorong DJBC untuk mewujudkan visi dan misinya.
I
nspektorat II merupakan cikal bakal dari Inspektur Bea dan Cukai yang dibentuk berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 405/ KMK/6/1975 tanggal 16 April 1975 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Departemen Keuangan. Pada perkembangannya, struktur yang digunakan saat ini berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 184/KMK.01/2010. Kemudian, nama Inspektur Bea dan Cukai pun berubah menjadi Inpektorat II. Pengawasan yang dilakukan oleh Inspektorat II meliputi bidang kepabeanan dan cukai. “Kami partner DJBC. Kami membantu DJBC untuk mencapai targettarget kerjanya. Support yang kami lakukan tentunya melalui pengawasan,” jelas Inspektur II Setiawan Basuki mengenai unit yang dipimpinnya ini. Setiap tahun Inspektorat II menyusun
30
MediaKeuangan
Inspektorat II, Inspektorat Jenderal Inspektorat II dan DJBC saat meninjau Dry Port Cikarang.
Foto Dok. Inspektorat II
tema pengawasan unggulan (TPU) berdasarkan penilaian risiko setiap kegiatan. Sejak tahun 2008, fungsi Inspektorat II tidak hanya sebagai watchdog atau pengawas internal, tapi juga sebagai konsultan. Inspektorat II terus melakukan mitigasi atas risiko-risiko di DJBC. Hingga akhirnya terlihat bahwa bidang cukai memiliki nilai risiko yang tinggi dan dijadikan TPU untuk tahun ini. “Tahun ini kita akan fokus di bidang cukai. Terus terang tahun lalu cukai belum menjadi perhatian khusus. Padahal cukai menghasilkan penerimaan negara yang paling besar, sekitar Rp140an triliun,” tutur Setiawan. Inspektorat II terdiri dari tujuh pengendali teknis (dalnis) yang masingmasing membawahi dua tim. Satu dalnis menangani segala hal tentang cukai. Pada pelaksanaannya, masing-masing dalnis menunjukkan ikatan sinergi dengan saling memberi informasi terkait permasalahan kepabeanan dan cukai dan saling memberi saran kepada tim lain. “Saya berusaha tidak membuat teman-teman di sini terkotak-kotak, harus bersinergi,” jelasnya. Tentu saja, TPU inilah yang menjadi panduan utama dari kinerja para pegawai di Inspektorat II. Penyusunan TPU ini membutuhkan kerja sama dengan DJBC. Sebelum TPU dimatangkan, Inspektorat II mengundang DJBC untuk meminta saran atas TPU yang sudah ada atau masukan untuk TPU baru. Program Utama Secara keseluruhan, Inspektorat II memiliki dua program utama, yaitu program internal dan eksternal. Ali Mudiono, Koordinator Kelompok Jabatan Fungsional Auditor, menjelaskan bahwa Inspektorat II akan bersinergi melakukan audit beberapa tema. Hal ini berupa peningkatan efisiensi dan efektivitas tema, “Informasi di suatu tema seringkali bermanfaat untuk tema yang lain,” jelasnya. Terkait sinergi eksternal, Inspektorat sedang gencar mendukung upaya untuk meningkatkan citra DJBC. Ali menjelaskan, “Tahun-tahun lalu ada beberapa pegawai DJBC yang terlibat
"Kami partner DJBC. Kami membantu DJBC untuk mencapai target-target kerjanya." Setiawan Basuki
kasus. Kita akan membuat DJBC percaya diri dengan meningkatkan budaya organisasinya. ” Penguatan internal juga dilakukan melalui kerja sama dengan Inspektorat Bidang Investigasi (IBI). Sejauh ini IBI telah melakukan tugasnya dengan sangat baik melalui investigasi. Langkah pertama yang dilakukan adalah menghukum orang yang benar-benar bersalah secara hukum. Saat ini ada beberapa nama yang direkomendasikan untuk dikenai sanksi dan sedang dalam proses penjatuhan hukuman disiplin. Pegawai DJBC yang terjerat kasus wajib ditindak dan dikenai sanksi. Tak hanya itu, penguatan internal juga dilakukan dengan pemberian rekomendasi perbaikan kelembagaan, penguatan kelembagaan, pengisian jabatan yang kosong, dan pengisian jabatan strategis DJBC. Pusat Kepatuhan Internal DJBC (PUSKI) menjadi unit yang berkoordinasi dengan Inspektorat II. Nantinya PUSKI yang akan menghubungkan Inspektorat II dengan direktorat teknisnya. Misalnya, untuk urusan kepabeanan melalui Direktorat Teknis Kepabeanan, dan terkait cukai melalui Direktorat Cukai. Inspektorat II benar-benar menjadi unit yang mendampingi kinerja DJBC. Tidak hanya sekedar melakukan pengawasan, namun juga mendorong internal DJBC untuk bekerja lebih baik demi meningkatkan citra baik di masyarakat. Target Setiawan menegaskan, tahun ini Inspektorat II akan berusaha mencapai beberapa policy recommendation (rekomendasi kebijakan). Pertama,
pengawasan produksi BKC terkait dengan pesanan pita cukai. DJBC diharuskan melakukan prosedur pengawasan tersebut untuk mencegah kebocoran penerimaan. Kedua, rekomendasi mengenai piutang. Selama ini banyak piutang macet yang tidak dilakukan penagihan hingga kadaluarsa. Ketiga, mendorong juru sita DJBC aktif melakukan penyitaan layaknya juru sita Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Rencananya akan diadakan beberapa forum sharing knowledge yang mengundang juru sita DJBC dan DJP. Sumber Daya Penggerak Saat ini Inspektorat II digerakkan oleh 53 orang pegawai. Berbagai pendidikan dan pelatihan (diklat) pun dilakukan untuk meningkatkan kemampuan teknis para pegawai. Beberapa jenis diklat yang sering diikuti adalah diklat teknis pabean, diklat prosedur impor, diklat pengelolaan pita cukai, diklat bea dan cukai atas impor barang kegiatan migas, dan lain-lain. Diklat lainnya terkait teknis kepabeanan dan cukai juga akan diselenggarakan secara mandiri oleh Inspektorat II. Setiawan berharap, pegawai Inspektorat II harus memiliki spesifikasi di bidangnya. “Permasalahan kepabeanan dan cukai ini cukup kompleks, makanya tiap pegawai diharapkan ahli di bidangnya. Kita harapkan juga sinergi dengan unit Eselon I lain semakin kuat,” pungkas Setiawan yang memimpin Inspektur II sejak akhir Januari 2013 ini.
Teks Pradany Hayyu
Vol. X No. 90 / Maret 2015
31
Figur
32
MediaKeuangan
Untung yang Beruntung Untung Basuki Tempat, tanggal lahir Purwokerto, 28 Mei 1970 Pendidikan D3 BPLK Departemen Keuangan Jakarta (1992) Sarjana Ekonomi Universitas Indonesia (1997) Magister Perencanaan Kebijakan Publik Universitas Indonesia (2013)
Foto Bagus Wijaya
Vol. X No. 90 / Maret 2015
33
D
uduk di ruang tamu salah satu pejabat di kantor pusat bea cukai, Rawamangun, Jakarta Timur, Untung Basuki tampak paham betul asam garam kehidupan. Wajah Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea Cukai Batam segar bugar, ingatannya terang dan tajam, terlihat lebih muda dari usianya. Sorot mata berbinar dengan suara lembutnya seakan kembali menapaki masa lalu manakala menceritakan kisah hidupnya. Tahun 1989, selepas SMA, pria kelahiran Purwokerto, 45 tahun silam ini memutuskan mencoba peruntungan di Jakarta. Sekalipun, tak pernah terlintas akan meneruskan pendidikan kemana. Dibenaknya hanya ada tekad tak mau membebani orang tua. Lantas, anak keenam dari tujuh bersaudara pasangan Muslim dan Sri Hardjati ini bersama tiga orang temannya mendaftarkan diri mengikuti tes masuk STAN-Prodip Keuangan. Stadion Utama Senayan menjadi saksi bisu perjuangan Untung bersama ratusan ribu calon mahasiswa yang berharap lulus dalam program ikatan dinas. Ketatnya persaingan, membuat Untung tak yakin lolos dalam ujian. Kenyataannya, dewi fortuna berada dipihaknya. Di antara keempat rekannya - rombongan Purwokerto, hanya Untung yang beruntung masuk spesialisasi bea dan cukai angkatan kelima. Keputusan memilih spesialisasi bea cukai pun diakui Untung tak memerlukan pertimbangan khusus. Kala itu hanya lulusan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang boleh mendaftar dengan tes kesehatan sebagai salah satu syaratnya. Praktis, Untung berpikir bahwa setiap calon yang diterima pasti merupakan orang-orang pilihan dengan kesehatan yang terbaik. “Kesehatan termasuk nikmat tak ternilai. Saya senantiasa mencoba menjaga kesehatan karena mahal.” Saat menjadi mahasiswa, Untung mengaku aktif dalam organisasi kampus sampai dirinya dipercaya menjadi ketua Komisariat Mahasiswa tingkat 1 perwakilan bea cukai. Tak cukup sampai disitu, setahun kemudian, Untung dipilih menjadi ketua senat mahasiswa.
34
MediaKeuangan
Setelah lulus, Untung ditempatkan pada Direktorat Pabean yang berubah namanya menjadi Direktorat Fasilitas Pabean. Kesempatan penempatan di Jakarta ini benar-benar tidak disiasiakan. Untung melanjutkan pendidikan ke jenjang perguruan tinggi. Gelar Sarjana Ekonomi pun diraih tahun 1997. Lagi-lagi ia memperoleh keberuntungan. Untung tidak perlu menunggu terlalu lama karena beberapa bulan setelah wisuda, ia mendapat kesempatan penyesuaian ijazah. Selanjutnya, pada Desember 1998 Untung dipercaya menjadi Kepala Sub Seksi Hanggar di Kantor Pelayanan Bea dan Cukai Tipe A Bandar Lampung. Lalu, muncul Peraturan Pemerintah Nomor 100 tahun 2000 yang dimana jabatan Eselon V dihapus. Namun nasib mujur kembali diraih, Untung justru mendapat promosi Eselon IV sebagai Kepala Seksi Pembakuan Prestasi dan Sarana Kerja Bagian Organisasi dan Tatalaksana Sekretariat DJBC. Sepanjang karirnya, Untung mengaku beruntung ditempatkan diberbagai posisi. “Di Makassar saya (bidang) SDM (Sumber Daya Manusia). Di organisasi saya pernah, di keuangan saya pernah. Di Malang saya kepabeanan. Saya mencoba semua pekerjaan,” ujarnya. Berpotensi Untung menilai Indonesia terlalu kecil untuk diremehkan karena memiliki potensi yang sangat besar. Pekerjaan rumahnya ialah bagaimana menggali potensi yang ada. “Kalau kita bisa mandiri pasti kita akan maju. Ketika kita selalu bergantung kepada negara lain, kita tidak akan maju tapi bukan berarti kita tidak boleh berhubungan (menutup hubungan) dengan negara lain.” Secara umum, lanjut Untung, customs di tanah air dengan customs negara lain memiliki fungsi yang sama dalam menjaga arus barang masuk dan ke luar. Perbedaannya ialah, customs di negara lain sudah betul-betul bisa menjalankan tugasnya lebih profesional dengan dukungan dari seluruh elemen. “(Customs) Kita masih dalam proses pengembangan. Masih ada
beberapa kendala dari sisi aturan. Bea cukai harus didukung hal-hal seperti itu. Kalau bisa ideal, pasti negara akan mendapat manfaat besar,” jelasnya. Bagi Untung, saat ini bea cukai membutuhkan dukungan dari berbagai pihak. Apabila fungsi bea cukai berjalan dengan baik, maka negara akan mendapatkan dampak yang luar biasa. KPU Bea Cukai Batam, ungkap Untung memiliki tantangan karena menjadi kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas serta berbatasan langsung dengan negara Malaysia dan Singapura. Beberapa waktu lalu, kata Untung, pihaknya pernah menjadi tuan rumah pembukaan upacara Patkor Katsima di Batam. Patkor Katsima merupakan Patroli Terkoordinasi Bersama antara Bea Cukai Indonesia dan Malaysia. Patroli bersama itu bertugas menjaga perbatasan dalam satu periode (2 minggu). Sementara dalam kerja sama dengan Singapura, customs Indonesia menjalin komunikasi yang baik dengan customs dan police guard Singapura. Untung bercerita, suatu kali terjadi penangkapan kapal pembawa rotan ekspor. Pihak Singapura menganggap kapal tersebut sudah memasuki wilayah Singapura tetapi sebaliknya berdasarkan data logbook, kapal itu masih berada di wilayah tanah air. Berkat komunikasi yang baik, maka kesalahpahaman yang terjadi dapat diminimalisir.
"Kesehatan termasuk nikmat tak ternilai. Saya senantiasa mencoba menjaga kesehatan karena mahal."
Secure base Tidak ada jalan yang mulus menuju kesuksesan. Mungkin ungkapan inilah yang disadari Untung dalam menghadapi setiap tantangan. Menurutnya, peningkatan kapasitas SDM agar setiap pegawai mampu menjalankan tugasnya dengan profesional menjadi tantangan tersendiri. “Dengan apa? Dengan menciptakan budaya (dimana) pegawai mau belajar. Mau belajar ini tidak hanya dalam antrian masuk pusdiklat tetapi ketika bekerja dia senantiasa harus belajar belajar belajar”. Untung hendak mentransfer nilainilai bagi pegawai untuk bekerja dengan baik dan menunjukkannya sepanjang pekerjaan itu memang baik. “Kenapa kita mesti rendah diri? Kemampuan kita untuk senantiasa bekerja itu dengan kepercayaan diri yang baik dan kuncinya amanah,” ungkapnya. Selain itu, Untung juga menekankan pentingnya komunikasi antar pegawai. Untung berpendapat bahwa dengan komunikasi yang baik maka dapat menambah pengetahuan dan wawasan. Melalui komunikasi yang baik juga dapat berbagi pengetahuan antar instansi sehingga setiap pegawai di Kementerian Keuangan akan memahami tugas dan fungsinya masing-masing. Dalam menghadapi berbagai tantangan tersebut, suami dari Alfita Yustrianingtyas ini memiliki filosofi sendiri. Untung yakin bila sebuah keluarga tidak harmonis, maka mereka tidak akan fokus dalam menghadapi tantangan pekerjaan. “Keluarga ialah secure base bagaimana ketika kita lelah bekerja, (saat) kembali ke rumah, kita akan mendapatkan ketenangan, mendapat support. Sumber motivasi, sumber harapan, semangat saya untuk bekerja.” Inilah yang mendasari ayah dari M Alif Wijdani (15) dan Syafiqa Nuraini (12) memiliki kebiasaan untuk membawa keluarganya setiap dipindahtugaskan ke tempat baru. Untung berusaha mengenalkan lingkungan barunya kepada keluarga. Dari sinilah, keluarga akan memahami situasi dan kondisi dimana Untung bekerja. Bagi Untung,
jika bermasalah dalam keluarga, maka pada saat bekerja tidak akan fokus. Saat ini, Untung bersyukur kondisinya sudah lebih dari cukup karena kesederhanaan dapat membawanya dalam ketenangan dan menikmati hidup. “Amanah yang diberikan pimpinan organisasi, bagi saya ini sesuatu yang luar biasa, lebih dari cukup. Harapan saya tugas baik itu menjadikan saya dekat dengan Yang Maha Kuasa,” katanya.
Untung bermain voli demi menjaga kesehatan. Foto Dok. Pribadi
Teks Iin Kurniati
Vol. X No. 90 / Maret 2015
35
Info Kebijakan
Waktunya Memperbaiki Kualitas Belanja DPR telah mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2015 menjadi Undang-Undang. Dalam sidang paripurna yang berlangsung Jumat, (13/2) di Jakarta itu, asumsi pertumbuhan ekonomi yang disepakati sebesar 5,7 persen. Sebagian pengamat menilai angka ini tergolong sangat optimistis, terutama jika melihat realisasi pertumbuhan ekonomi tahun lalu yang hanya 5,1 persen.
N
amun demikian, optimisme terhadap pertumbuhan ekonomi domestik sebenarnya sejalan dengan prediksi IMF terhadap perekonomian global. Dalam World Economic Outlook (WEO), pertumbuhan ekonomi global diramalkan naik dari 3,3 persen (2014) menjadi 3,5 persen (2015). Volume perdagangan dunia juga naik dari 3,1 persen ( 2014) menjadi 3,8 persen (2015). Dari data perkembangan ekonomi global terkini yang dikeluarkan Pusat Kebijakan Ekonomi Makro, Badan Kebijakan Fiskal, per tanggal 6 Februari 2015, terdapat perbedaan arah kebijakan dari berbagai negara. Perbedaan arah kebijakan akan memengaruhi pencapaian laju pertumbuhan ekonomi. Di samping itu, masing-
36
MediaKeuangan
masing kebijakan memiliki risiko yang berbeda pula. Kondisi negara maju Pada negara-negara maju, penguatan laju pertumbuhan perekonomian Amerika Serikat dapat membantu meningkatkan permintaan global. Namun kondisi perekonomian di negara maju lainnya (terutama Kawasan Eropa dan Jepang) relatif masih lemah. Untuk mengantisipasi masalah yang mungkin timbul dari melemahnya harga minyak dunia, European Central Bank mengeluarkan kebijakan quantitative easing. Tantangan lain yang dihadapi perekonomian Uni Eropa adalah perlambatan ekonomi Rusia yang diperkirakan menurunkan keyakinan konsumen dan cenderung memicu deflasi. Kondisi negara berkembang Sementara pada negara berkembang, moderasi pada perekonomian Tiongkok memengaruhi kinerja perdagangan Indonesia. Permasalahan struktural dan tekanan capital reversal karena peningkatan perekonomian Amerika Serikat juga telah menyebabkan tekanan pada nilai tukar negara-negara berkembang, termasuk nilai tukar rupiah. Perekonomian domestik Secara umum, meskipun diprediksikan sedikit mengalami perbaikan, perekonomian global justru dihadapkan kepada risiko deflasi akibat pelemahan ekonomi Tiongkok menjadi 6,8 persen, proses perbaikan ekonomi Eropa yang berjalan lambat, serta gerak kinerja perekonomian Jepang yang relatif stagnan. Pemerintah menyiapkan langkah antisipatif menyikapi kondisi tersebut dengan menjadikan pos belanja pemerintah pusat (government
spending) menjadi salah satu motor utama penggerak pertumbuhan ekonomi pada 2015. Yang sedikit memberikan harapan dari perekonomian global adalah proyeksi terus menurunnya tren harga minyak internasional. Kondisi ini diharapkan memberikan dampak netto yang positif bagi pertumbuhan global khususnya melalui media negara-negara yang mengandalkan produk-produk perdagangan primer. Penguatan permintaan global juga diharapkan terjadi akibat membaiknya pasar domestik di Amerika Serikat (AS) untuk mengimbangi kebijakan quantitative easing (QE)
Yang sedikit memberikan harapan dari perekonomian global adalah proyeksi terus menurunnya tren harga minyak internasional.
yang muncul sebagai antisipasi atas melemahnya harga minyak internasional. Harga komoditas ekspor utama Indonesia sendiri diperkirakan masih mengalami pelemahan serta berdampak kepada kinerja perdagangan internasional. Namun demikian, penurunan harga minyak internasional diharapkan memberikan dampak terjadinya surplus neraca perdagangan sekaligus memberikan ruang gerak fiskal yang lebih besar kepada pemerintahan yang baru untuk melakukan berbagai akselerasi pembangunan infrastruktur dasar di daerah.
Tabel Ekonomi Terkini ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO DALAM APBNP 2015
INDIKATOR KESEJAHTERAAN
Pertumbuhan Ekonomi
5,7 persen
Tingkat Kemiskinan
Tingkat Inflasi
5 persen
Tingkat Pengangguran
Nilai Tukar
Rp12.500/US$
Gini Ratio
Suku Bunga SPN 3 Bulan
Indeks Pembangunan Manusia
6,2 persen
10,3 persen 5,6 persen 0,4 persen 69,4 persen
ICP
US$60/barel Lifting Minyak
825 ribu barel/hari Lifting Gas
1.221 ribu barel/hari setara minyak
Vol. X No. 90 / Maret 2015
37
Komentar Pakar
Joko Tri Haryanto, Peneliti BKF Di tengah tidak menentunya kondisi ekonomi global, terlihat keberhasilan reformasi subsidi BBM dalam postur APBNP 2015 yang baru disahkan. Keberhasilan itu membuat pemerintah mampu menaikkan alokasi anggaran belanja infrastruktur dari Rp190 triliun menjadi Rp290 triliun dalam APBNP 2015. Peningkatan tersebut menjadi wujud nyata dari komitmen pemerintah untuk mempercepat akselerasi pembangunan nasional. Kenaikan anggaran infrastruktur selayaknya menjadi pelecut semangat untuk memperbaiki kualitas belanja pemerintah, mengingat selama ini banyak pihak senantiasa mempertanyakan isu quality spending pemerintah. Karenanya perlu diingat bahwa percepatan penyerapan anggaran sudah seharusnya menjadi agenda utama pemerintahan baru. Semakin cepat anggaran terpakai maka kegiatan ekonomi akan semakin cepat berjalan. Namun kualitas dari belanja tersebut tetap menjadi prinsip yang harus dikedepankan.
Fadel Muhammad, Ketua Komisi XI Target ekonomi sebesar 5,7 persen pada APBNP 2015 cukup realistis dan bisa dicapai dengan extra effort. Misalnya dengan meningkatkan investasi yang masuk dan mengurangi defisit. Yang perlu dicermati adalah bahwa untuk pertama kalinya, pemerintah dan DPR sepakat untuk memasukkan target pembangunan yang lebih terukur dalam APBN. Dengan dimasukkannya target ini, kami sebagai pihak eksekutif mengharapkan di pemerintahan Jokowi ini tidak hanya kerja, kerja, dan kerja. Kami mengharapkan ada perencanaan yang matang dan kerja yang matang dan menghasilkan target-target tertentu yang terukur.
38
MediaKeuangan
Darussalam, Ketua Bidang Pengembangan Standar Akuntasi Pajak, IAI Pemerintah telah menyepakati target pendapatan negara dalam APBNP 2015. Dikaitkan dengan kondisi ekonomi global, ada hal-hal yang perlu menjadi perhatian khusus pemerintah menyangkut penerimaan pajak. Menurut saya, kita perlu fokus pada sektor-sektor yang selama ini menjadi tulang punggung atau lima besar penerimaan pajak. Saat ini, secara global sektor yang sedang terpukul terutama adalah pertambangan, kelapa sawit, dan komoditas. Padahal ketiga sector ini menjadi sektor unggulan kita dalam penerimaan pajak. Kita perlu melakukan upaya antisipasi karena sektor-sektor yang selama ini menjadi unggulan, di tengah kondisi ekonomi dunia yang stuck, terkena imbas paling dalam. Pemerintah perlu mempertimbangkan untuk melakukan ekstensifikasi. Jangan tergantung kepada sektor yang selama ini menjadi unggulan seperti manufaktur, perdagangan besar, dan perdagangan kecil, serta keuangan, pertambangan, konstruksi. Dengan melakukan ekstensifikasi di luar lima sektor yang selama ini menjadi unggulan, maka ketika terjadi penurunan penerimaan negara dari sector-sektor itu, kita sudah punya tambalan. Ekstensifikasi kata kuncinya.
Teks Dwinanda Ardhi
Vol. X No. 90 / Maret 2015
39
Kolom Ekonom
Perlunya Menaikkan Tarif Cukai Rokok
D
alam Rancangan APBN-P (RAPBN-P) 2015, pemerintah sepakat menaikkan target penerimaan bea dan cukai dari Rp178,3 triliun menjadi Rp188,3 triliun. Untuk mencapai target kenaikan tersebut, pemerintah akan mengandalkan penerimaan cukai rokok. Hal ini didasari pada fakta realisasi penerimaan cukai rokok tahun 2014 yang mencapai Rp118,1 triliun melebih target APBN-P 2014 sebesar Rp117,6 triliun. Di sisi lain, pemerintah justru pesimis jika mengandalkan target penerimaan bea keluar, mengingat harga sejumlah komoditas andalan masih akan tertekan sebagai dampak pelemahan ekonomi Tiongkok serta krisis Eropa. Untuk itulah, strategi mengerek tarif cukai rokok sepertinya akan segera diimplementasikan. Mulai 1 Januari 2015, tarif cukai rokok Sigaret Kretek Mesin (SKM), Sigaret Kretek Tangan (SKT) serta Sigaret Putih Mesin (SPM) dipastikan akan naik 8,72 persen, sementara tarif semua cukai hasil tembakau meningkat hingga 10 persen. Kenaikan tersebut sekaligus mengikuti kebijakan pemerintah untuk meningkatkan tarif cukai minuman beralkohol yang terlebih dahulu disesuaikan 11 persen per 1 Januari 2014 kemarin. Secara umum, penerimaan cukai minuman beralkohol golongan A dengan kadar 5 persen, relatif sangat signifikan dibandingkan penerimaan golongan lainnya. Sumbangan tersebut sekaligus menegaskan dominasi cukai terhadap
40
MediaKeuangan
Ilustrasi Wardah Adina
pos penerimaan negara dalam APBN setiap tahunnya. Di tahun 2000 saja, realisasi penerimaan cukai sudah mencapai Rp11,3 triliun, meningkat menjadi Rp29,2 triliun di tahun 2004, Rp44,7 triliun di tahun 2007, Rp77 triliun di tahun 2011 serta Rp117,2 triliun di tahun 2014. Masyarakat juga akan diuntungkan karena cukai memiliki fungsi pengendalian atas konsumsi barang yang sifatnya merusak serta menimbulkan dampak negatif. Fenomena di masyarakat Persoalannya, peran ganda yang diemban oleh cukai sepertinya belum berfungsi secara optimal. Munculnya fenomena Baby Smooker dan Marlboro Boys misalnya, meski fenomena tersebut telah mengangkat citra Indonesia di dunia internasional dalam perspektif merugikan. Seri foto-foto yang beredar, dianggap menunjukkan adanya kedekatan anak-anak Indonesia dengan rokok. Bocah-bocah tersebut bahkan bukan sekedar terpapar asap rokok, melainkan aktif mengisap rokoknya sendiri. Sebagian di antara mereka bahkan masih berseragam SD saat menikmati isapan rokoknya, dengan gaya bak orang dewasa yang kecanduan rokok. Dunia internasional kemudian menuding lemahnya regulasi yang ada di Indonesia tidak mampu membendung penetrasi rokok terhadap anak-anak dan generasi muda, khususnya melalui iklan yang langsung memberikan akses. Cukai rokok kemudian hanya dipandang sebagai kebijakan yang memberikan banyak pemasukan bagi kas negara tanpa mampu mengurangi jumlah perokok yang ada. Belum diratifikasinya Kerangka Kerja Pengendalian Tembakau (FCTC) yang digagas oleh lembaga kesehatan dunia WHO hingga kini menjadi bukti ketidakseriusan lainnya. Industri rokok memang memiliki sejarah panjang di Indonesia. Mustahil mendiskusikan rokok tanpa melibatkan elemen sejarah lainya, seperti budaya, tradisi serta ritual yang mengakar di masyarakat. Saking kentalnya relasi tersebut, berbagai upaya mengurangi bahaya rokok terhadap kesehatan
masyarakat, menjadi hal yang sulit dilakukan, khususnya oleh pemerintah. Argumen penyerapan tenaga kerja, pelestarian tradisi pasti akan selalu mengemuka, meskipun sejujurnya, hal tersebut masih dapat diperdebatkan. Menurut data pemerintah, ratarata konsumsi rokok per orang per tahun masyarakat Indonesia selama tahun 2013 saja mencapai 1.250 batang, dengan jumlah kematian penduduk akibat kebiasaan merokok sebesar 200 ribu orang. Hingga tahun 2013, jumlah perusahaan rokok yang beroperasi di Indonesia mencapai 1.530 buah. Indonesia juga tercatat sebagai negara dengan jumlah perokok terbesar ke-3 di dunia dengan jumlah perokok sebanyak 65 juta perokok atau sekitar 28 persen jumlah penduduk Indonesia. Jumlah tersebut hanya kalah dibandingkan Tiongkok yang menduduki peringkat 1 perokok terbesar di dunia dengan jumlah 390 juta perokok atau sekitar 29 persen populasi nasional, diikuti oleh India dengan jumlah 144 juta perokok atau 12,5 persen populasi nasional. Jumlah perokok di Indonesia bahkan lebih banyak dibandingkan total perokok di Rusia, AS, Jepang, Brazil, Jerman, Bangladesh, dan Turki. Jika dianalisis lebih mendalam, ada korelasi positif antara besarnya jumlah perokok aktif dengan besarnya angka populasi. Tiongkok, India, dan Indonesia juga tercatat sebagai negara-negara dengan tingkat populasi penduduk terbesar di dunia. Hal ini sebetulnya cukup wajar mengingat industri rokok memang akan selalu menjadikan masyarakat sebagai pangsa pasar utamanya. Yang menjadi persoalan adalah besarnya perbandingan jumlah perokok di Indonesia terhadap jumlah populasi nasional. Tingginya jumlah perokok pasif juga menjadi persoalan lainnya, mengingat hasil beberapa survei menyebutkan bahwa tingkat kerusakan kesehatan perokok pasif ternyata sama dengan kerusakan yang dialami perokok aktif. Dari sisi regulasi, pemerintah sebetulnya sudah mengeluarkan banyak peraturan. Yang masih hangat tentu Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 109 Vol. X No. 90 / Maret 2015
41
Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan, serta aturan turunannya berupa Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 28 Tahun 2013 tentang Pencantuman Peringatan Kesehatan dan Informasi Kesehatan Pada Kemasan Produk Tembakau yang berlaku mulai tanggal 24 Juni 2014. Regulasi tersebut mewajibkan seluruh produsen rokok di Indonesia melengkapi peringatan bahaya merokok bagi kesehatan melalui pemasangan berbagai gambar yang menyeramkan untuk memberikan efek jera kepada para perokok. Berbagai peraturan mengenai zat adiktif produk tembakau itu sendiri didasarkan kepada Undang-undang (UU) Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, yang disusun dengan pertimbangan utama aspek kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan citacita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pancasila dan UUD 45. Untuk itu seluruh kegiatan dalam upaya memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dilaksanakan berdasarkan prinsip nondiskriminatif, partisipasif, dan berkelanjutan dalam rangka pembentukan sumber daya manusia Indonesia, serta peningkatan ketahanan dan daya saing bangsa bagi pembangunan nasional. Sayangnya, banyak pihak justru pesimis dengan segala pengaturan tersebut, karena merujuk kepada Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 28 Tahun 2013 saja misalnya, tidak ada denda ataupun hukuman yang diberikan kepada produsen rokok yang tidak mengindahkan. Permenkes tersebut hanya mengatur mengenai ketentuan umum, peringatan kesehatan, informasi kesehatan, informasi menyesatkan, pelaporan, pengawasan, ketentuan peralihan serta ketentuan penutup.
42
MediaKeuangan
Sayangnya, banyak pihak justru pesimis dengan segala pengaturan tersebut, karena merujuk kepada Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 28 Tahun 2013 saja misalnya, tidak ada denda ataupun hukuman yang diberikan kepada produsen rokok yang tidak mengindahkan.
Tidak ditemukan dalam salah satu pasal yang mengatur mengenai sanksi maupun denda bagi pabrikan yang tidak mengindahkan aturan. Artinya, sedari awal peraturan tersebut memang memberikan peluang bagi terjadinya pelanggaran. Sebetulnya, Indonesia dapat belajar dari kasus yang terjadi di Australia. Sekitar tahun 2012, para produsen rokok global dipastikan gigit jari setelah banding mereka terhadap Pemerintah Australia ditolak di pengadilan. Kekalahan tersebut sekaligus membuka wacana baru mengenai isu independensi negara terhadap jerat rokok dalam arti sesungguhnya. Selain memenangkan gugatan atas produsen rokok global mengenai peraturan kemasan rokok, Australia juga menyerukan kepada seluruh dunia untuk mengikuti aturan kerasnya pemasaran tembakau.
Dengan penolakan atas gugatan produsen rokok global tersebut, mulai 1 Desember 2012 setiap kemasan produk rokok yang dijual di Australia harus seragam berwarna kuning langsat, tanpa warna lain yang menunjukkan merek. Selain itu kemasan rokok juga harus menampilkan grafis mengenai peringatan bahaya merokok terhadap kesehatan, termasuk gambar kanker mulut dan penyakit lain yang diakibatkan oleh rokok. Aturan inilah yang menjadi dasar gugatan produsen rokok global di Australia, diantaranya British American Tobacco (BAT), Imperial Tobacco, Philip Morris, serta Japan Tobacco. Mereka menilai aturan tersebut melanggar konstitusi serta menghilangkan hak atas kekayaan intelektual produsen, meskipun kemenangan ini kemudian menginspirasi negara-negara lainnya seperti Inggris, Selandia Baru, Norwegia, Kanada, dan India yang memang sedang merencanakan menerapkan aturan yang sama. Sayangnya, peristiwa itu hanya terjadi di Australia, bukan di Indonesia. Banyaknya perbedaan kondisi di kedua negara, menyiratkan adanya kesulitan adopsi kebijakan di Australia untuk diterapkan di Indonesia. Penulis sendiri hanya berharap seharusnya pemerintah dapat terinspirasi dari kebijakan yang dilakukan di Australia, sesulit apapun dan semahal apapun konsekuensinya karena di dalam UU Kesehatan sendiri disebutkan adanya kewajiban kepada pemerintah untuk menyediakan lingkungan, tatanan, fasilitas kesehatan baik fisik maupun sosial bagi masyarakat untuk mencapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Yang lebih terpenting lagi, ke depannya jangan sampai fenomena baby smooker dan Marlboro Boys tidak lagi menjadi tren bagi generasi muda dan anak-anak di Indonesia.
Teks Joko Tri Haryanto, Peneliti, BKF, Kemenkeu
WINNER D L O G Kategori
THE BEST OF GOVERNMENT INHOUSE MAGAZINE INMA 2015 Vol.IX/No.88/Desember 2014
Vol. X No. 90 / Maret 2015
43
Generasi Emas
Membangun Desa Setelah Melihat Dunia
V
idya Spay memiliki masa depan karier yang menjanjikan sebagai arsitek di Singapura. Vidya, akrab dia disapa, bekerja untuk sebuah perusahaan top yang merancang bangunan dan kota-kota di dunia. Namun, baginya, gaji besar dan pekerjaan mapan bukan segalanya. Setelah merampungkan studi S2 di Belgia yang dibiayai Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP), perempuan 29 tahun itu justru memutuskan pulang untuk membangun desa-desa di tanah air. Semangat pemberdayaan seperti menjadi bagian dari kepribadian Vidya. Di kota kelahirannya, Solo, sulung dari empat bersaudara itu mendirikan sebuah start up di bidang rancang bangun bernama LAUDE Architects. Meskipun masih terhitung baru, perusahaan itu telah mewujudkan impian lamanya menciptakan lapangan pekerjaan. Dengan dibantu oleh beberapa arsitek freelance, Vidya merancang beberapa bangunan di Solo dan Yogyakarta. Dalam sebuah proyek yang digarap, perempuan kelahiran 18 Mei 1985 itu bisa memberikan pekerjaan untuk 10 hingga 20 tukang bangunan. Pada akhir pekan, Vidya aktif dalam sebuah komunitas peduli desa yang terdiri atas para relawan dari multidisiplin ilmu. Bersama warga desa, mereka merancang program strategis. Mimpi dan visinya besar.
44
MediaKeuangan
Vidya Spay dan maket hasil rancangannya.
Foto Anas Nur Huda
Gerakan itu diharapkan mampu menciptakan perdesaan berdaya dengan karakter masing-masing dan didukung oleh perencanaan, program dan kebijakan yang strategis, serta teknologi komunikasi dan infrastruktur yang mendukung.”Harapannya adalah warga desa bisa hidup makmur, bangga, bahagia, dan saling bekerja sama memberikan manfaat,” kata Vidya. Saat ini ada tiga desa yang menjadi pilot project, dua desa berada Muntilan dan Karangpandan serta satu kampung di Solo. Vidya menemukan titik balik dalam hidup setelah melakukan perjalanan solo ke sebuah region (desa) di Norwegia. Perjalanan itu dilakukan pada masa akhir studi masternya tentang human settlements di KU Leuven University. Vidya memutuskan mengambil studi lebih dalam mengenai human settlements karena rasa ingin tahunya yang besar tentang persoalan housing for the poor. Saat menempuh pendidikan
itu, Vidya mendapatkan kesempatan membuat proposal proyek strategis untuk post-industrial landscape di Brussels North, Belgia dan post-mining landscape di Afrika Selatan. Di desa kecil di Utara Eropa, Vidya dibuat takjub bagaimana sebuah region memiliki kondisi ekonomi yang sangat kuat. Dengan program dan kebijakan yang tepat, hanya dibutuhkan enam sampai sepuluh anak muda lokal untuk membangun bisnis yang mendukung konsumsi global. Desa yang didatangi Vidya itu mampu menyuplai ikan salmon hingga ke berbagai belahan dunia.“Perjalanan itu merupakan titik balik saya untuk kembali ke Indonesia dan memperdalam ilmu rural planning, rural policy, dan rural program,” ujarnya. Berbekal ilmu dan global best practice didapatkan, dia ingin melakukan hal yang sama di Indonesia. Tiga area yang saat ini menjadi pilot project gerakan sosialnya merupakan penghasil buah salak, sayuran, dan produk-produk lain.
Proyek rancangan kota yang dibuat Vidya bersama tim di sana dibahas majalah The Strait Time Singapore.
Foto Anas Nur Huda
Pulang untuk mengabdi Vidya tak silau dengan jaminan pekerjaan dan penghasilan besar sewaktu tinggal di Singapura. Selama empat tahun, dia turut ambil bagian dalam proyek-proyek besar di India, China, Qatar, hingga Turki. Proyek rancangan kota yang dibuat Vidya bersama tim di sana bahkan pernah dibahas majalah The Strait Time Singapore. Karier Vidya tampak cerah. Kenaikan jabatan dari asisten arsitektur menuju direktur tampaknya bakal bisa diraih dalam waktu relatif cepat. Namun, dia lebih ingin membangun negeri.“Saya mau pulang dan total,” Vidya tegas menjawab. Cita-cita membuka lapangan pekerjaan di tanah air yang dicintainya menjadi pertimbangan Vidya selanjutnya dalam memutuskan pulang. Vidya memetik hikmah setelah melihat dunia.”Di Singapura, hidup saya enak, ke mana saja dan beli apa saja bisa. Tetapi saya merasa tidak lengkap,”
kata dia. Menurut Vidya, ada satu titik dimana manusia akan mempertanyakan dua hal, yaitu achievement dan fulfillment. Kebahagiaan tertinggi akan dirasakan jika seseorang sudah mendapatkan keduanya. Fulfillment, kata perempuan yang pernah menjadi relawan pengajar para TKI di negeri Singa itu, didapatkan ketika kontribusi seseorang bermanfaat bagi masyarakat. Hampir tidak kuliah Vidya dibesarkan oleh ayah dan ibu yang berprofesi sebagai pengusaha. Putri pasangan Wimpi Joko Wimono Spaye Putro dan Nani Mulyani tersebut bersyukur memiliki orang tua yang lembut dalam mendidik, tapi sangat berprinsip dalam moral. Bagaimana kedua orang tuanya bertahan dari krisis moneter tahun 1998 menjadi pengalaman masa remaja yang tak akan pernah dilupakan Vidya. Ketika krisis terjadi, usaha ayahnya di bidang restoran, mesin, dan rancang bangun nyaris tumbang. Tak jauh berbeda, sang ibu yang menekuni usaha kosmetik juga terkena dampak yang cukup parah. Saat itu, kata Vidya, sering kali ayah dan ibunya hanya memiliki uang 20 ribu rupiah yang cukup untuk makan saja. Dia ingat bagaimana sang ibu sering kali memasak sayur dengan kuah yang agak banyak agar cukup untuk Vidya dan tiga orang adiknya.“Yang saya salut dari mama, dalam keadaan penuh tekanan seperti itu pun, dia tetap menjaga kualitas hidup seperti tetap berada di jalan yang lurus, menjaga keluarga, dan mengurus tetangga kami yang yatim, janda, orang tua, dan orang yang terkena stress berat,” kata Vidya. Dampak krisis moneter masih membayangi keluarganya hingga Vidya lulus SMA.“Saya tidak tega melihat orang tua. Saya bilang ke Mama agar saya kursus saja, tidak usah kuliah,” ujarnya. Dari hasil membantu ibu berjualan kosmetik selama SMA, perempuan yang pernah menjadi juara 1 paralel selama 2 tahun secara berturut-turut saat duduk di bangku SMP tersebut mempunyai tabungan tiga juta rupiah. Uang itulah yang akan dia gunakan untuk membiayai
kursus menjahit. Namun sang ibu berpesan lain.”Mama bilang kalau memang kuliah adalah rezeki saya, maka insya Allah pasti ada jalannya,” katanya. Dengan perjuangan yang gigih, Vidya menempuh perkuliahan di Universitas Gajah Mada Jurusan Arsitektur. Berbekal bantuan beasiswa, dia berhasil lulus dengan menggenggam predikat cum laude. “Saya menangis saat memberikan pidato sebagai lulusan terbaik,” kata Vidya dengan haru. Persiapan Keberangkatan Bagi Vidya, beasiswa LPDP adalah beasiswa yang spesial. Bagi Perempuan yang sejak kecil memiliki ketertarikan dengan gambar-gambar bangunan itu menekankan bahwa kualitas kontribusi terhadap lingkungan sekitar akan sangat membantu pada tahap seleksi administrasi dan wawancara LPDP. Yang juga disyukuri Vidya dari beasiswa LPDP adalah kesempatan untuk mengikuti Persiapan Keberangkatan yang sangat menginspirasi. Materi kepemimpinan didalamnya adalah alasan utama yang menjadikan Vidya berpendapat bahwa beasiswa ini spesial. Melalui program itulah Vidya lebih mengenal dan mencintai Indonesia. Dia mendapatkan banyak inspirasi dari kehadiran beberapa tokoh yang memiliki nasionalisme, integritas, dan kepemimpinan tinggi. Setelah kembali ke Indonesia, Vidya bergabung dalam sebuah tim think thank beranggotakan para alumni beasiswa LPDP. Dalam lembaga bernama Mata Garuda Institute itu, Vidya memberikan masukan terhadap berbagai isu strategis yang sedang dihadapi negeri ini. Ke depan, Mata Garuda Institute diharapkan mampu menjadi partner strategis dalam proses pembangunan Indonesia.
Gedung A.A. Maramis II Lt. 2 Jl. Lap. Banteng Timur No. 1 Jakarta 10710 T. (021) 3846474 F. (021) 3846474
[email protected]
Teks Dwinanda Ardhi
Vol. X No. 90 / Maret 2015
45
Opini
Memunculkan Kembali Wacana Pengampunan Pajak (Tax Amnesty)
D
alam memperluas ruang fiskal dalam APBN, pemerintahan presiden Jokowi sangat konsen terhadap peningkatan penerimaan negara terutama penerimaan perpajakan. Pemerintahan Jokowi menerapkan target tinggi dalam RAPBN Perubahan 2015 sebesar 1.300 triliun. Dibandingkan dengan APBN 2015, target tersebut naik 100 triliun. Kemungkinan kenaikan tersebut sebagai kompensassi atas target penurunan penerimaan negara dari PNBP yang turun sekitar 130 triliun akibat penurunan lifting dan anjloknya harga minyak dunia. Untuk mereliasikan terget presiden Jokowi tersebut, diperlukan all necessary effort dari semua lini. Berbagai upaya strategis yang berkaitan dengan intensifikasi dan ekstensifikasi sedang dilakukan agar dapat mencapai hasil segera dan besar (big fast result) antara lain langkah proaktif dengan meminta informasi data simpanan/ asset warga Indonesia di Singapura (exchange of information/EOI on request) yang diperkirakan mencapai 3000 triliun dan melakukan upaya pencegahan ke luar negeri, pengumuman secara terbuka dan gijzeling (paksa badan) terhadap para penunggak pajak besar. Salah satu rencana “kontroversial” yang akan dilakukan pemerintahan Jokowi adalah memberlakukan kebijakan pengampunan pajak (tax amnesty). Tax amnesty adalah kebijakan di bidang perpajakan yang dipolakan untuk memberikan insentif
46
MediaKeuangan
berupa penghapusan pokok pajak yang seharusnya terutang, sanksi administrasi dan atau pidana pajak atas ketidakpatuhan yang telah dilakukan Wajib Pajak di masa lalu demi peningkatan kepatuhan dan sebagai jalan keluar untuk meningkatkan penerimaan di masa yang akan datang karena tax amnesty memberikan kesempatan kepada Wajib Pajak untuk masuk atau kembali ke dalam sistem administrasi perpajakan yang berdampak pada peningkatan penerimaan di masa yang akan datang. Tujuan dari penerapan tax amnesty di samping untuk meningkatkan kepatuhan dan penerimaan negara, diharapkan juga mempunyai impact terhadap investasi dengan adanya perpindahan dana/modal dari luar negeri ke dalam negeri (capital inflow/ repatriasasi kapital) sehingga diharapkan akan menimbulkan multiplier effeck bagi perekonomian. Penerapan kebijakan tax amnesty telah dilakukan di banyak negara di dunia. Beberapa negara yang tergolong sukses menerapkan kebijakan tax amnesty adalah Italia, Belgia, Perancis, India dan Afrika Selatan. Pemerintah Afrika Selatan menerapkan strategi melalui strategi Pull & Push. Mekanisme strategi pull adalah dengan menarik atau memberikan insentif kepada wajib pajak agar wajib pajak tertarik untuk ikut serta dalam program ini. Salah satu caranya adalah dengan penghapusan denda dan atau bunga pajak terutang atau
pembayaran tebusan dengan tarif yang rendah. Strategi push dimaksudkan memberikan tekanan atau rasa tidak nyaman seandainya Wajib Pajak tidak mau berpartisipasi. Salah satu caranya adalah dengan meningkatkan kuantitas dan kualitas pemeriksaan pajak, strategi pemilihan target penyidikan yang tepat dan transparan hasil penyidikan serta sanksi pidana pajak sementara sebelum program amnesti diumumkan. Apabila kita melihat kebelakang, sebenarnya Indonesia pernah menerapkan kebijakan yang merupakan bagian dari tax manesty yaitu kebijakan pengampunan pajak tahun 1964, 1994 dan kebijakan sunset policy tahun 2008. Kebijakan pengampunan pajak tahun 1964 berdasarkan Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor Instruksi.2/KOTOE Tahun 1962 dan Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor Instruksi 6/KOTOE Tahun 1962. Kebijakan tax amnesty tahun 1984 berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 26 tahun 1984 tanggal 18 April 1984. Implementasi dari kebijakan pengampunan pajak tahun 1964 dan tahun 1984 dinilai kurang sukses karena tidak mendapat respon yang baik dari Wajib Pajak dan dari sisi perbaikan struktural yang dilakukan, pengampunan pajak Tahun
1964 dan 1994 dapat dikatakan tidak berhasil karena tidak dibarengi dengan perbaikan struktural mencakup sistem perpajakan, evaluasi dan monitoring terhadap kepatuhan Wajib Pajak, serta penerapan law enforcement. Kebijakan pengampunan pajak selanjutnya adalah penerapan sunset policy pada tahun 2008. Kebijakan tersebut berdasarkan Pasal 37 A Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2008. Kebijakan sunset policy yang merupakan bagian dari tax amnesty berupa penghapusan sanksi atas bunga administrasi perpajakan. Sejak program sunset policy diimplementasikan sepanjang tahun 2008 telah berhasil menambah jumlah NPWP baru sebanyak 5.653.128 NPWP, bertambahnya SPT tahunan sebanyak 804.814 SPT dan bertambahnya penerimaan PPh sebesar Rp7,46 triliun. Kebijakan sunset policy 2008 diakui banyak pihak cukup berhasil karena dapat merealisasi target penerimaan sebesar 106,84% (target 534.520 trilliun, tercapai 571.106 triliun). Realisasi penerimaan tahun
Ilustrasi Arfindo Briyan Santoso
2008 tersebut merupakan satu-satunya pencapaian yang melebihi target penerimaan pajak dalam 10 tahun terakhir. Apabila pemerintahan presidan Jokowi akan menerapkan kebijakan tax amnesty, dibutuhkan waktu dan proses persiapan yang panjang serta kajian yang mendalam terlebih dahulu. Beberapa aspek yang perlu mendapat pertimbangan dan perhatian agar kebijakan tersebut berjalan dengan baik adalah i) Aspek legal atau payung hukum yang mengatur tentang tax amnesty. Dalam aturan perpajakan yang telah ada, sampai saat ini belum terdapat klausul secara eksplisit yang mengatur tentang tax amnesty. Permasalahan aturan yang perlu mendapat perhatian utama adalah yang menyangkut siapa saja yang mendapatkan tax amnesty, penghapusan atas pokok pajak dan sanksi/ denda serta perkara pidana perpajakan. Agar mempunyai kepastian hukum yang kuat, aturan kebijakan tax amnesty sebaiknya perlu diharmonisasi dengan aturan-aturan lainnya sehingga tidak menimbulkan pertentangan dan over lapping. ii) Kepastian hukum. Kebijakan yang telah diputuskan diharapkan dapat memberikan keadilan dan kepastian hukum baik bagi Wajib Pajak maupun aparat pajak yang melaksanakan kebijakan tersebut. Dari sisi Wajib Wajib Pajak, kebijakan tax amnesty harus dapat memberikan perlakukan adil dan kepastian hukum, artinya baik bagi Wajib Pajak patuh maupun Wajib Pajak tidak patuh (tax evaders) harus dapat dipastikan semua kewajiban perpajakannya dilaporkan secara benar, tidak ada yang disembunyikan dan mengurangi kesempatan timbulnya moral hazard dikemudian hari. Dari sisi aparat pajak (fiscus), dapat melaksanakan implementasi kebijakan tersebut dengan adil dan penuh tanggung jawab, artinya dikemudian hari jangan sampai terjadi kriminalisasi terhadap pegawai pajak karena memberikan pengampunan pajak dianggap merugikan keuangan negara. iii) Kesiapan kelembagaan otoritas pajak. Kebijakan penerapan tax amnesty hendaknya dilaksanakan
bersamaan dengan reformasi perpajakan. Reformasi perpajakan yang dimaksud adalah perubahan perundang-undangan perpajakan dan perubahan struktural. Hal ini dapat mendukung sistem pemungutan pajak sehingga kebijakan pengampunan pajak dapat dirasakan efeknya secara lebih menyeluruh. Keberhasilan kebijakan penerapan tax amnesty bergantung juga kepada kredibilitas (trust), administrasi perpajakan yang baik dan aspek penegakan hukum pajak. Rencana tranformasi kelembagaan DJP dimana menurut infomasi akan diberikan kewenangan lebih dalam anggaran, SDM, pengembangan organisasi dan pengembangan information technologi (IT) harus dibarengi dengan perbaikan struktural yang mencakup sistem perpajakan, perbaikan integritas, kapasitas, kompetensi pegawai, pelaksanaan evaluasi dan monitoring terhadap kepatuhan Wajib Pajak yang kontinyu, serta penerapan law enforcement yang ketat tanpa pandang bulu. Disamping itu untuk mendukung berhasilnya program tax amnesty hal yang perlu ditekankan adalah pelaksanaan publikasi terhadap penerapan kebijakan tax amnesty secara masif sehingga tersampaikannya pesan kepada masyarakat terutama Wajib Pajak tentang manfaat dari tax amnesty. Rencana penerapan kebijakan tax amnesty yang akan dilakukan oleh pemerintahan presiden Jokowi apabila akan memberikan manfaat bagi rakyat perlu didukung. Pemerintah diharapkan mau melakukan apa yang memang seharusnya dilakukan dengan berpedoman pada prinsip memutuskan kebijakan yang seharusnya berlaku (ius constitutum) bukan lagi sebaiknya berlaku (ius constituendum) agar marwah keadilan dan kemaslahatannya dirasakan seluruh rakyat Indonesia dalam jangka panjang. Tulisan ini adalah pendapat pribadi
Teks Herry Setyawan Lulusan Kebijakan Publik Universitas Indonesia Bekerja di Komite Pengawas Perpajakan Kementerian Keuangan
Vol. X No. 90 / Maret 2015
47
Regulasi
Menutup Rekayasa Transfer Pricing Melalui Advance Pricing Agreement
B
erkembangnya era globalisasi semakin meningkatkan arus ekspor dan impor antarnegara. Perusahaan multinasional dengan mudahnya melakukan jual beli lintas negara, termasuk mentransfer barang dan jasa ke anak perusahaan dan cabang di luar negeri. Transaksi dengan pihak yang memiliki hubungan istimewa, sebagaimana diatur dalam Pasal 18 ayat (4) Undang-Undang Pajak Penghasilan 1984 dan perubahannya atau Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Pajak Pertambahan
Ilustrasi Wardah Adina
48
MediaKeuangan
Nilai 1984 dan perubahannya, bisa memunculkan transfer harga yang tidak lazim, sehingga mengurangi kewajiban perpajakan. Strateginya dengan memanipulasi penentuan harga transfer (transfer pricing), yaitu mengalihkan kewajiban pajak dari negara dengan tarif pajak tinggi ke negara dengan tarif pajak rendah. Transfer pricing tersebut dilakukan pada harga penjualan, harga pembelian, alokasi biaya administrasi dan umum pada biaya overhead, dan
Riviu PMK Nomor 7/PMK.03/2015 tentang Tata Cara Pembentukan dan Pelaksanaan Kesepakatan Harga Transfer (Advance Pricing Agreement)
penjualan kepada pihak luar negeri melalui pihak ketiga yang tidak memiliki substansi usaha. Bagi negara, praktik transfer pricing tersebut akan mengurangi potensi penerimaan pajak. Untuk memitigasi potensi ketidakwajaran harga transaksi, Menteri Keuangan menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 7/ PMK.03/2015 yang mengatur tata cara dan pelaksanaan Advance Pricing Agreement (APA). APA memberikan wewenang kepada Direktorat Jenderal
Bagan 1
Tahapan Pembentukan APA
Pajak (DJP) untuk menutup kesepakatan harga transfer (APA) di awal, antara DJP dengan wajib pajak. Wajib pajak yang dapat mengajukan APA adalah wajib pajak dalam dan luar negeri yang menjalankan usaha atau memiliki usaha tetap di Indonesia, atau wajib pajak dalam negeri negara mitra atau yurisdiksi mitra. Sejumlah perjanjian yang dibuat dalam APA meliputi: 1) pengungkapan para pihak yang memiliki hubungan istimewa; 2) jenis transaksi yang termasuk dalam ruang lingkup APA; 3) metode transfer pricing; 4) jangka waktu berlakunya APA; 5) asumsi kritikal; dan 6) penyesuaian transfer pricing. PMK ini juga mengatur secara rinci langkahlangkah pembentukan APA, pelaksanaan, evaluasi, pembaruan APA, serta dokumentasi proses APA. Pembentukan APA Pasal 5 PMK Nomor 7/PMK.03/2015 menjelaskan langkah-langkah pembentukan APA, mulai dari proses pengajuan permohonan pembicaraan awal sampai dengan penerbitan keputusan Direktur Jenderal Pajak (Dirjen Pajak) mengenai naskah APA dan pelaksanaan naskah APA. Sebelum melakukan pembicaraan awal APA, pemohon mengajukan permohonan tertulis kepada Dirjen Pajak dan menyampaikan pernyataan untuk menyediakan beberapa dokumen pendukung. Dokumen pendukung itu berupa alasan pengajuan APA, kegiatan usaha, rencana usaha, struktur perusahaan, pemegang saham, hubungan istimewa, metode penentuan harga transfer, pesaing, prosedur akuntansi, akta pendirian perusahaan serta SPT tahunan. Selanjutnya, Dirjen Pajak dan wajib pajak melakukan pembicaraan awal untuk membahas mengenai
Permohonan Pembicaraan awal WP ke DJP
Pembicaraan awal WP dengan DJP
Undangan dari DJP ke WP
Analisis, evaluasi, & pembahasan permohonan APA oleh tim DJP
Pembentukan Tim pembahas APA di DJP
Pengajuan Permohonan APA kepada DJP
Pembahasan APA melalui MAP*
Penyusunan Naskah APA
Penerbitan Kep Dirjen Pajak tentang Naskah & Pelaksanan APA
perlu tidaknya APA, ruang lingkup, penjelasan metode transfer pricing, dan jangka waktu. Setelah melakukan evaluasi, Dirjen Pajak menyampaikan undangan pengajuan permohonan APA. Berdasarkan undangan Dirjen Pajak, wajib pajak menyampaikan permohonan APA kepada Dirjen Pajak melalui Direktur Perpajakan II yang dilengkapi beberapa dokumen pendukung. Dokumen tersebut berupa penjelasan hasil pembicaraan awal, metode trasfer pricing, kondisi yang membentuk metode transfer pricing yang memenuhi prinsip kewajaran dan kelaziman usaha, serta analisis asumsi kritikal. Kemudian, tim pembahas APA melakukan pembahasan dokumen, evaluasi ruang lingkup transaksi dan tahun pajak yang akan dicakup oleh APA, analisis kesebandingan pemilihan, dan penentuan data pembanding. Tim juga melakukan penentuan metode transfer pricing yang tepat, kondisi dan faktor yang mempengaruhi asusmsi kritikal, serta ada atau tidaknya pengenaan pajak berganda. Berdasarkan rekomendasi tim pembahas APA, Dirjen Pajak bersama dengan tim quality assurance melakukan pembahasan. Setelah itu, Dirjen Pajak memutuskan untuk menyetujui atau tidaknya usulan rekomendasi APA. Apabila terlah tercapai kesepakatan, hasil pembahasan APA ditindaklanjuti dengan penyusunan Naskah APA yang kemudian ditandatangani oleh Dirjen Pajak dan wajib pajak. Selanjutnya,
Dirjen Pajak melakukan evaluasi atas laporan kepatuhan tahunan (annual compleance report). Evaluasi APA Apabila wajib pajak tidak mematuhi APA, tidak menyampaikan data dengan benar atau laporan kepatuhan tahunan yang sesuai ketentuan, maka Dirjen Pajak berhak meninjau kembali atau membatalkan APA. Jika ada perubahan faktor yang mempengaruhi faktor kritikal, wajib pajak melakukan tindak pidana di bidang perpajakan, atau tidak menyampaikan laporan kepatuhan tahunan, Dirjen Pajak juga dapat melakukan hal yang sama. Penutup Penerbitan regulasi APA dapat mengurangi praktik penyalahgunaan transfer pricing, memberikan kepastian hukum dan kemudahan penghitungan pajak. Untuk itu, perlu dipersiapkan SDM yang memiliki keahlian khusus di bidang transfer pricing, adanya unit khusus yang menangani APA di Direktorat Jenderal Pajak minimal setingkat eselon III, penguatan evaluasi atas laporan kepatuhan tahunan (annual compliance report), serta menciptakan strategi agar perusahaan multinasional tertarik untuk berpartisipasi dalam program ini, mengingat program APA bersifat sukarela.
Teks Budi Sulistyo
Vol. X No. 90 / Maret 2015
49
Inspirasi
Agus ‘Gigi’ Yulianto: Jangan Menundanunda Pekerjaan Tak semua pegawai yang berkesempatan melanjutkan studi ke luar negeri pulang membawa ‘oleh-oleh’ yang berarti bagi institusi. Berbeda dengan Gigi, setelah menyelesaikan studi S2 di Jepang, ia bertekad mengembangkan sistem lelang melalui lelang email dan lelang elektronik.
G
igi merupakan nama panggilan dari Agus Yulianto. Pria kelahiran Sragen ini sukses meraih gelar Master of Arts dari International University of Japan pada tahun 2011. Gigi yang saat itu mengambil jurusan International Economic Development sangat memahami bagaimana e-commerce, khususnya e-auction, dijalankan di Jepang. “Saya termasuk yang ikut bertransaksi, lalu mengamati, dan membaca literatur tentang e-commerce. Meskipun hal ini tidak terkait langsung dengan jurusan saya, tapi saya cukup memahami,” tuturnya. Saat kembali ke Indonesia, ia ditempatkan di Direktorat Hukum dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN). Tahun 2012 ia dipromosikan sebagai
50
MediaKeuangan
Kepala Seksi Bina Lelang IIA, Direktorat Lelang. Kemudian sejak tahun 2014 hingga saat ini menjabat sebagai Kepala Seksi Kekayaan Negara dan Lain-lain IA, Direktorat Piutang Negara dan Kekayaan Negara Lain-lain. Saat bertugas di Direktorat Lelang, Gigi bersyukur diberi keleluasaan oleh atasannya untuk mengembangkan ide terkait inovasi sistem lelang. Pengalamannya berkarier di divisi IT Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara selama 10 tahun turut mempengaruhi pemikirannya akan proses bisnis lelang. Gigi bersama rekan-rekan kerjanya memulai langkah awal dari mengamati sistem lelang yang sudah ada. Ia melakukan riset kecil mengenai plus minus lelang konvensional dan peluang yang akan diambil jika memasukkan unsur e-auction. Asumsi sebagian besar orang terhadap lelang konvensional adalah semua peserta lelang berkumpul di suatu tempat pada waktu yang sama dan memiliki kemauan serta keinginan yang sama untuk memiliki barang yang sedang ditawar. Jika diasumsikan semua orang berlombalomba untuk memiliki barang itu, tentu saja dengan mempertimbangkan kemampuan finansial tiap orang maka dapat disimpulkan bahwa harga yang terbentuk akan bagus. Namun fakta di lapangan berbanding terbalik. Menurut Gigi, tidak semua peserta lelang berniat memenangkan lelang. Terkadang
mereka telah bernegosiasi terlebih dahulu di luar forum lelang. “Saat lelang berlangsung tidak banyak orang yang menawar. Paling hanya satu orang. Ketika yang menawar hanya satu orang, sepanjang harga yang dia tawar sama dengan nilai limit, ya sudah tentu dia menang. Nah ini banyak terjadi di lapangan. Ini kita coba atasi dengan lelang online ini,” jelasnya. Tak mudah bagi Gigi dan rekanrekannya untuk memulai sistem lelang elektronik ini. Berbagai hambatan ia temui. Pertama, tidak adanya payung hukum yang kuat dalam melaksanakan sistem baru ini. Akhirnya perubahan dari PMK 93/PMK.06/2010 menjadi PMK No 106/PMK.06/2013 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang memberikan ruang yang luas terhadap pelaksanaan lelang elektronik. Setelah itu bukan berarti pelaksanaannya berjalan dengan mulus. Hambatan datang dari masyarakat yang mengambil manfaat dari lelang konvensional. Mereka masih meragukan kesiapan sistem lelang elektronik dari segi infrastruktur dan sumber daya manusia. Tentu sosialiasi inovasi lelang ini menjadi prioritas Gigi. Ia
"Lelang elektronik ini memberikan kesempatan yang jauh lebih luas kepada peserta lelang, karena ia tidak perlu hadir, cukup melalui personal computer atau smartphone." Agus Yulianto
Tak ada yg pencapaian yang instan, Gigi memulai semuanya dari nol. Foto Anas Nur Huda
memperkenalkan sistem lelang elektronik mulai dari pemohon lelang, balai lelang, lalu peserta lelang yang biasa berpartisipasi, kemudian baru kepada media massa yang dibantu oleh Direktorat Hukum dan Humas DJKN. Gigi menjelaskan bahwa sistem lelang elektronik ini tidak akan menggantikan sistem lelang konvensional. “Sistem lelang elektronik hanya mendampingi lelang konvensional yang sudah ada. Diberikan pilihan kepada Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPNKL) apakah mau melakukan lelang konvensional atau elektronik,” tuturnya. Pada dasarnya, stakeholder dalam proses lelang terbagi menjadi dua, yaitu pemohon lelang dan peserta lelang. “Menurut informasi yang kami
terima, pemohon lelang menyatakan bahwa lelang elektronik ini memberikan kesempatan yang jauh lebih luas kepada peserta lelang, karena ia tidak perlu hadir, cukup melalui personal computer atau smartphone. Dari segi hasil lelang yang sudah laku, hasilnya jauh lebih baik dibandingkan lelang konvensional,” kata pria yang berdomisili di Jagakarsa ini. Kemudian dari sisi peserta lelang, Gigi mendapat informasi bahwa mereka dimudahkan dengan tidak perlu datang ke KPNKL untuk melakukan lelang. Selama ada koneksi internet, ia bisa mengikuti proses lelang di manapun. Gigi menegaskan, siapapun kini bisa mengikuti proses lelang dengan mudah. Pertama-tama bisa mengakses di www. lelangdjkn.kemenkeu.go.id, setelah
registrasi lalu memilih opsi lelang. “Kemudian kita akan diberikan kode tertentu berupa virtual account yang akan digunakan menyetor uang jaminan. Setelah kita menyetor uang jaminan dan dianggap sah oleh bendahara, maka kita diberikan kode token. Nah kode token ini yang digunakan untuk menawar. Nah silahkan menawar berkali-kali sampai semampunya kita,” jelasnya. Gigi hingga kini merasa bersyukur telah diberi kesempatan untuk menjadi inisiative leader pembangunan sistem lelang elektronik ini. Meskipun merasa sistem ini masih belum sempurna dan perlu beberapa perbaikan, namun ia memiliki kepuasan tersendiri melihat hasil lelang elektronik ini memberikan nilai yang signifikan bila dibandingkan dengan lelang konvensional. Ia mencontohkan, suatu objek lelang di Sidoarjo senilai Rp36 milyar pada tahun 2011 yang tak kunjung laku karena tak satu pun orang menawar di antara sekian banyak peserta lelang yang hadir. Namun setelah dilakukan lelang elektronik pada tahun 2014, objek tersebut berhasil laku, bahkan mengalami kenaikan Rp15 milyar. “Ini puas sekali. Jadi ada penerimaan negara bukan pajak yang jauh lebih besar, dan kita telah melakukan sesuatu yang tahun lalu enggak bisa dilakukan, akhirnya saat ini bisa dijual dengan lelang. Hasilnya juga signifikan,” jelasnya dengan tersenyum. Pria yang telah dikaruniai tiga orang putra ini berharap ke depannya semakin banyak pemohon lelang yang memilih sistem lelang elektronik, dan semakin banyak masyarakat yang berpartisipasi dalam sistem lelang elektronik dibandingkan lelang konvensional. “Pada akhirnya, semoga lelang elektronik ini bisa menjadi alternatif transaksi jual beli oleh masyarakat,” katanya. Keseriusan Gigi dalam mengembangkan inovasi yang berarti bagi unitnya perlu diteladani. “Jangan menunda-nunda pekerjaan. Apa yang bisa saya kerjakan sekarang ya dikerjakan,” tuturnya saat ditanya prinsipnya dalam bekerja.
Teks Pradany Hayyu
Vol. X No. 90 / Maret 2015
51
Renungan
Hakekat Pendidikan
S
eorang teman seperjuangan saya ketika mulai bekerja di Kementerian Keuangan berkata, “Andaikan dulu tetap memilih jadi pegawai negeri, mungkin sekarang sudah bergelar S2.” Bukan rahasia umum, salah satu kelebihan berstatus pegawai negeri adalah terbukanya peluang memperoleh beasiswa bagi yang mau sedikit berusaha, baik di dalam maupun luar negeri. Beberapa tahun lalu teman saya itu memang mengikuti arus pengembangan organisasi baru. Hal tersebut membuatnya harus memilih. Tetap berstatus pegawai negeri atau melepaskannya. Saat itu tidak sulit menentukan pilihan. Terutama jika penghasilan menjadi faktor yang menggoda iman. Bagi pegawai negeri, melanjutkan sekolah merupakan salah satu modal untuk mempercepat kenaikan pangkat dan golongan. Dengan kenaikan pangkat, tidak hanya tambahan penghasilan yang menunggu tapi juga kesempatan masuk bursa pegawai yang layak memperoleh promosi jabatan. Namun tidak semata alasan itu juga. Karena bagi sebagian pegawai, meraih beasiswa untuk mendapat tugas belajar merupakan ajang penyegaran diri setelah bertahun-tahun penat bekerja. Tentu ada juga yang memiliki motif murni memperluas pengetahuan dan memperdalam ilmunya. Bagi yang berorientasi beasiswa ke luar negeri, hal tersebut merupakan kesempatan emas untuk melatih kemampuan bahasa asing dan meningkatkan wawasan. Apalagi bagi yang tidak kunjung memperoleh kesempatan ditugaskan ke luar negeri. Kapan lagi kesempatan itu datang. Maka di sini mereka menciptakan kesempatan itu. Tidak terkecuali saya.
52
MediaKeuangan
Apa pun motifnya untuk melanjutkan sekolah, sebagai pegawai negeri ada hal-hal yang tidak boleh kita lupakan. Ada ekspektasi orangorang yang mengharapkan kontribusi nyata dari diri kita. Ada tanggung jawab yang menanti. Tanggung jawab kepada institusi, kepada Negara, dan kepada bangsa. Bagi saya, tanggung jawab itu lebih kepada orang tua dan diri sendiri. Bagaimana saya mempertanggungjawabkan karunia yang telah diberikan Maha Kuasa dalam bentuk kesempatan itu sendiri. Saya teringat ketika baru menyelesaikan pendidikan S2 beberapa tahun lalu. Ketika saya kembali bekerja, terjadi perubahan organisasi serta pergeseran kepemimpinan. Sewaktu mengunjungi Direktur yang
Ilustrasi Wardah Adina
Bukannya merasa prihatin, beliau malah berkata dengan keras, “Mosok lulusan luar negeri lembek begitu!” Saya tidak akan melupakan momen tersebut.
dulu memimpin kami, saya sempat mengutarakan kekhawatiran saya. Intinya saya belum percaya diri saat itu untuk menghadapi pemimpin baru dengan ritme pekerjaan baru dan tanggung jawab baru. Bukannya merasa prihatin, beliau malah berkata dengan keras, “Mosok lulusan luar negeri lembek begitu!” Saya tidak akan melupakan momen tersebut. Nyatanya, pulang sekolah sebagai orang dengan tingkat pendidikan lebih tinggi, kita tidak dapat mengelak dari ekspektasi orang-orang di sekeliling kita. Mereka tidak peduli dengan nilai yang kita peroleh apakah high distinction atau near pass. Mereka juga tidak mau tau apakah kita begadang berusaha menyelesaikan berbagai essay dan article critique atau asik menjelajahi sudut demi sudut tempat wisata selama sekolah. Mereka juga tidak akan bersimpati jika kita tergopoh-gopoh berusaha datang tepat waktu untuk group discussion atau sibuk bekerja sampingan demi tambahan uang saku. Jika tiba saatnya, tidak semudah itu kita mengelak dan beralasan bahwa yang dipelajari di bangku kuliah sangat berbeda dengan pekerjaan di kantor. Percayalah, akan tiba waktunya kita mempertanggungjawabkan gelar yang diperoleh itu. Akan tiba waktunya kita menebusnya dengan kontribusi nyata, diskusi bernas, serta berbagai inisiatif, kreativitas dan inovasi yang mengerucut pada suatu solusi atau penyelesaian masalah.
Teks Dian Handayani Kepala Seksi Perencanaan Transaksi pada Direktorat Pembiayaan Syariah, DJPU
Buku 5 Peringkat Teratas Buku Fiksi Terpopuler
Judul: Dekade Diandra Penulis: Ahmad Nurholis, dkk. Penerbit: Perbendaharaankata Tebal: 200 halaman
B
uku berjudul Dekade Diandra adalah sebuah antologi cerita pendek yang menjadi kado terindah dalam peringatan satu dekade Direktorat Jenderal Perbendaharaan. Para penulis cerita pendek dalam buku ini bukan sekadar memajang potret problematika dan melakukan reka ulang memorabilia kisah hidup mereka serta rekan kerjanya, namun juga membuka horizon pembelajaran satu dekade ke depan. Sama halnya seperti di dalam cerita pendek berjudul Dekade Diandra yang membawa kita pada setting cerita di tahun 2024. Judul cerita pendek dari Ahmad Nurholis ini akhirnya diambil menjadi judul buku tersebut sebagai sebuah antologi. Cerpen Dekade Diandra mengajak kita ke masa depan, tahun 2024. Saat itu kedua bersaudara yang beranjak remaja bernama Indira dan Ganesh sedang membuka notifikasi di gadgetnya. Mereka mendapat kiriman 3D Hologram Book (3Dhb) dari kedua orangtuanya yang saat itu tengah berada di Anatolya. Mata keduanya langsung tertuju ke halaman pertama 3Dhb yang bertajuk ‘Dekade Diandra’ dan membukanya. Mereka dibawa menuju ke perjalanan memori dekadedekade Diandra di tahun 2014 dan 2004. Tajuk itu mengenai orang tua mereka Haikal dan Diandra dan juga
Madre Dewi Lestari
Sang Pemenang Berdiri Sendirian Paulo Coelho
Daun Kamboja Luruh Satu Satu Ifa Avianty
Swordless Samurai Kitami Masao
Hoffee Abdul Gafur
5 Peringkat Teratas Buku NonFiksi Terpopuler Longman Introductory Course For The Toefl Test: The Paper Test Deborah Phillips
mereka, Indira dan Ganesh. Saat 2004 silam Haikal adalah seorang pegawai Kantor Wilayah Ditjen Perbendaharaan Banda Aceh yang akhirnya menemukan tambatan hatinya bernama Diandra, anak seorang PPK—Pejabat Pembuat Komitmen, pejabat yang memiliki kewenangan menandatangani kontrak pengadaan barang/jasa di instansi pemerintah—di sana. Sedangkan, Diandra berstatus sebagai mahasiswa akhir sekaligus bekerja di Aceh dan memiliki kesempatan direkomendasikan kantornya ke Turki bila project di Aceh selesai. Hati mereka telah terpagut, lalu sampailah akhirnya, SK mutasi Haikal ke kantor pusat di Jakarta membuat PR bagi Haikal kepada Diandra. Kejelasan status hubungan mendadak menjadi agenda utama bagi mereka berdua. Penyajian kisah dan alur cerita dalam buku ini menarik, bisa menyemangati, menggetarkan, dan juga menghanyutkan pembacanya terutama bagi mereka yang bertugas di instansi pemerintahan. Diharapkan buku ini mendapat tempat di antara harmoni dua sela, pekerjaan dan kehidupan pembaca. Buku tersebut sudah tersedia di Perpustakaan Kementerian Keuangan. Selamat Membaca!
Hukum Agraria & Hak-Hak Atas Tanah Urip Santoso
Pengantar Hukum Agraria Samun Ismaya
Cambridge IELTS University of Cambridge
Mengapa Bos Benci Chart Anda Abimono
Kunjungi Perpustakaan Kementerian Keuangan dan Jejaring Sosial Kami: Gedung Djuanda I Lantai 2 Jl. Dr. Wahidin Raya No. 1 Jakarta Pusat Perpustakaan Kemenkeu Perpustakaan Kementerian Keuangan @kemenkeulib
Peresensi Syahrul Ramadhan
www.perpustakaan.kemenkeu.go.id Vol. X No. 90 / Maret 2015
53
Wisata
“B Hingga saat ini bangunan rumah adat di Desa Bena masih mempertahankan arsitektur asli yang diwariskan lintas generasi.
Ekspresi lugu seorang bocah Bena.
Tanduk binatang sebagai simbol derajat sosial.
Foto Adhi Kurniawan
54
MediaKeuangan
atu-batu di depan rumah saya itu sudah ada sebelum leluhur kami tinggal di sini”, ujar Pak Paulus. Pria berusia lanjut itu lantas mengajak saya singgah ke kediamannya. Di beranda rumah kayunya dia berkisah tentang Bena. Dari beberapa situs megalitikum yang ada di Indonesia, Bena memiliki peninggalan berupa kubur batu. Batuan-batuan serpih itu tersusun mengelilingi semacam altar. Di sekitar makam ada batuan pipih yang berfungsi sebagai meja pemujaan. Ketika dilangsungkan upacara adat, binatang kurban seperti babi atau kerbau disembelih di sekitar tempat ini. Tanduk kerbau yang tersisa lalu diikat di tiang rumah. Rahang dan taring babi juga dipajang di depan rumah. Jumlah tanduk, rahang, dan taring merupakan lambang status sosial. Batu, gunung, dan binatang memang menjadi bagian tidak terpisahkan dalam perjalanan peradaban Bena. Sejak lahir hingga sekarang Pak Paulus menetap di Bena. Hanya dia dan istrinya yang tinggal di rumah. Anak bungsunya pindah ke desa sebelah untuk mengajar di sebuah sekolah dasar. Warga Desa Bena merupakan keturunan dari beberapa suku yang hidup bersama. Tercatat ada sembilan suku yang meneruskan garis darahnya di Bena : Suku Dizi, Suku Dizi Azi, Suku Wahto, Suku Deru Lalulewa, Suku Deru Solamae, Suku Ngada, Suku Khopa, dan Suku Ago. Pak Paulus tidak ambil pusing dari suku mana dia berasal. Keharmonisan hidup bersama dengan tetangga adalah yang utama.
Desa Adat Bena, Harmoni Alam dan Manusia Kami berpacu dengan kabut. Mobil yang kami tumpangi sudah jauh meninggalkan Bajawa. Sebentar lagi matahari terbenam tetapi belum tampak tanda-tanda kami dekat dengan desa yang kami tuju. Sementara kabut yang turun semakin pekat, udara mulai dingin. Kami melintasi jalanan berliku di kaki Gunung Inerie. Kami hendak menuju Bena, sebuah desa adat di Flores yang masih menyimpan peninggalan purbakala yang masih bertahan hingga zaman modern ini.
Sama seperti Minangkabau, masyarakat Bena memiliki sistem kekerabatan matrilineal yang memberikan garis keturunan dari pihak ibu. Lelaki Suku Dizi apabila menikah dengan gadis Suku Ngada akan menjadi bagian dari klan Ngada. Gender juga terlihat dalam penempatan struktur rumah. Rumah keluarga inti laki-laki disebut sakalobo, ditandai dengan patung pria sedang memegang parang dan lembing yang di atas rumah. Keluarga inti perempuan tinggal di rumah yang disebut sakapu’u. Jika dilihat dari kejauhan, struktur pemukiman di Bena menyerupai sebuah kapal. Rumah-rumah berjajar menjadi dua baris lengkung yang saling berhadapan. Konon dahulu kala ada kapal yang kandas karena terhalang Gunung Inerie. Di tempat kandasnya kapal ini lantas dibangun sebuah desa yang sekarang kita kenal sebagai Desa Bena. Di tengah desa dibangun beberapa gubug kecil dari bahan kayu dan ijuk. Gubug-gubug itu memiliki dua jenis atap, bentuk kerucut yang melebar di bagian dasarnya dan bentuk prisma yang sekilas mirip bangunan joglo di Jawa. Sepasang tipe atap itu disebut ngadhu dan bhaga. Ngadhu merupakan simbolisasi maskulin,
sementara bhaga mewakili karakter feminim. Keduanya melambangkan keseimbangan dalam struktur sosial masyarakat Bena. Terdapat sembilan pasang ngadhu dan bhaga yang menggambarkan sembilan klan yang mendiami Bena. Warga Bena hidup selaras dengan alam. Mereka tidak mengubah kontur tanah saat membangun rumah. Bentuk desa yang berada di lahan miring disiasati dengan membentuk teras-teras berundak. Material rumah adat semuanya berasal dari bahan natural seperti bambu, kayu, ilalang kering, dan ijuk. Tidak ada paku besi atau engsel logam. Atap yang terbuat dari ilalang kering bisa mengatur suhu udara di dalam rumah. Saat siang hari yang terik, di dalam rumah akan terasa sejuk. Sebaliknya, saat dingin malam menusuk, penghuni akan merasa hangat di dalam. Udara semakin dingin. Kami mencari selendang dari kain tenun ikat untuk penghangat tubuh. Mama-mama Bena yang sedang bersantai di depan rumah lantas menawarkan beragam tenun ikat kepada kami. Kain tenun berwarnawarni cerah dijual Rp 100.000 per helai, sementara kain tenun polos berpewarna tanah liat dijual Rp 200.000 per helai.
Untuk sehelai selendang, setidaknya diperlukan seminggu penuh memintal benang yang lantas ditenun dengan alat manual. Kombinasi situs megalitikum, kearifan lokal dalam berinteraksi dengan alam, bentuk rumah yang unik, serta keramahan warga dalam menerima tamu menjadi nilai tambah Bena sebagai desa wisata. Saat hendak masuk ke wilayah desa, kami diminta mengisi buku tamu dengan menuliskan identitas dan tujuan kunjungan. Tidak ada harga yang dipatok. Disediakan kotak kayu untuk menampung donasi bagi pengunjung yang hendak membantu warga dalam membiayai pemeliharaan desa. Hari itu tidak banyak tamu yang datang. Hanya kami dan dua pengunjung asal Kanada dan Perancis yang singgah di Bena. Kata Pak Paulus, sebulan terakhir hujan hampir turun setiap hari. Ditambah kabut, Gunung Inerie yang persis berada di depan desa semakin tidak terlihat. Namun setidaknya saya bisa menghabiskan sore dengan bersantai di sekitar altar doa yang dibangun di ujung desa.
Teks Adhi Kurniawan
Vol. X No. 90 / Maret 2015
55
Selebriti
Customs Indonesia
Keren!! Reza Pahlevi dikenal sebagai aktor layar lebar. Siapa sangka, ia juga terkena wabah artis berbisnis.
Foto Anas Nur Huda
S
iang itu, ada pemandangan yang berbeda di ITC Kuningan, Jakarta. Tiba-tiba dari dalam sebuah kios, muncul sesosok pria berkulit putih, tinggi sekitar 180 cm, berpotongan rambut cepak, berbadan atletis, tapi hanya mengenakan kaos oblong dan celana jeans. Pria itu bukan seorang pembeli ataupun tentara tetapi ia justru menjadi penjual sekaligus pemilik toko pakaian khusus wanita. Ialah Reza Pahlevi yang memulai debut layar lebar dalam film Jelangkung 3 (2007). Berprofesi sebagai public figure seperti penyanyi, pemain film atau bintang iklan memang menjadi impian banyak orang. Namun hanya segelintir yang mampu menjaga eksistensi dalam kurun waktu panjang. Berkaca pada kenyataan itu, pria yang dulu bercita-cita menjadi tentara ini sadar bahwa para selebritis melirik dunia bisnis sebagai bekal masa depan saat ketenarannya mulai pudar. “This is Indonesia, not Hollywood. Mereka shooting sekali bisa untuk lima tahun mereka hidup”. Setelah sukses membintangi peran Fathir dalam film Serigala Terakhir, pria kelahiran Jakarta, 30 tahun lalu ini berulang kali jatuh bangun mendirikan usaha. Mulai dari membeli franchise kebab, membuat sepatu boots sampai berjualan jus buah. Kelalaian mengelola usaha karena kesibukan membuatnya gagal dan mengalami kebangkrutan. Untung tak dapat diraih malang tak dapat ditolak, Reza pun pernah ditipu rekan bisnisnya. Akhirnya, pria yang pernah menjadi finalis Abang None Jakarta Selatan 2006 lalu ini bertemu Ika Nico, kekasihnya. Mereka memutuskan banting setir dengan membuka usaha busana wanita. Kemudian, membeli pakaian di Bangkok dan membawanya ke tanah air untuk dijual kembali. “Disana itu saya (cuek) menggeret-geret koper sendiri. Tidak ada yang kenal karena negara orang,” ujarnya. Ketika tiba di Indonesia, Reza mengaku punya pengalaman menarik dengan customs di bandara. Awalnya pria yang pernah menjadi news presenter ini merasa ada prosedur berbelit-belit dalam proses pemeriksaan, “tetapi tak ada suap menyuap. Saya salut sama customs Indonesia, keren, detail. Mereka tegas, mau siapapun orangnya tetap dibuka (periksa barang). Saya mau dong jadi customs,” katanya. Teks Iin Kurniati
56
MediaKeuangan
Vol. X No. 90 / Maret 2015
57
2015
58
MediaKeuangan
Happy Chinese New Year of Goat