Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
PROSIDING SEMINAR HASIL PENELITIAN SEMESTER GANJIL 2014/2015 UNIVERSITAS DARMA PERSADA
Pelindung
: Rektor Universitas Darma Persada
Penangung Jawab
: Wakil Rektor I
Pimpinan Redaksi
: Kepala Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan
Anggota Redaksi
: Prof.Dr. Kamaruddin Abdullah, IPU. Dr. Gatot Dwi Adiatmojo Dr. Ari Artadi Dr. Aep Saepul Uyun, M.Eng. Dra. Irna N. Djajadiningrat, M.Hum.
Alamat Redaksi
: Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Universitas Darma Persada Jl. Radin Inten II (Terusan Casablanca) Pondok Kelapa - Jakarta Timur (14350) Telp. (021) 8649051, 8649053, 8649057 Fax.(021) 8649052 E-Mail :
[email protected] Home page : http://www.unsada.ac.id
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
i
KATA PENGANTAR
iii
PERBANDINGAN PARTIKEL AKHIR KALIMAT BAHASA JEPANG (YONE) (YONA) DENGAN BAHASA INDONESIA “KAN” “YA” Ari Artadi , Chonan Kazuhide , Hermansyah Djaya, Hargo Saptaji
1 - 14
CIRI KHAS AKSEN BAHASA JEPANG OLEH ORANG INDONESIA DAN CARA PENGAJARANNYA. Dilla Rismayanti, Yasuko Morita, Chonan Kazuhide
15 - 25
ANALISIS HASIL PEMBELAJARAN KORESPONDENSI : TELAAH MORFOSINTAKSIS Dinny Fujiyanti
27 - 42
KORELASI ANTARA ANIME DENGAN MINAT BELAJAR BAHASA JEPANG MAHASISWA PROGRAM STUDI BAHASA JEPANG ANGKATAN 2014/2015 Zainur Fitri, Metty Suwandany, Irawati Agustine, Tia Martia, Hanny Wahyuningtias
43 - 58
PENGARUH BAHASA IBU TERHADAP PENYEBUTAN KATA GANTI ORANG PERTAMA, KEDUA DAN KETIGA PADA PENGUNAAN BAHASA JEPANG DALAM KALIMAT DESKRIPTIF – FOKUS PADA PEMELAJAR DI INDONESIA TINGKAT MENENGAH KE ATAS – Juariah, Riri Hendriati, Kun Makhsusy Permatasari
59 - 76
RESTORASI MEIJI DAN MIGRASI ORANG ORANG JEPANG KE ASIA TENGGARA PADA AKHIR ABAD KE 19 HINGGA PRA PERANG DUNIA KE II Erni Puspitasari, Indun Roosiani
77 - 90
DISONANSI KOGNITIF, KONSEP DIRI, DAN PEMBENARAN INTERNAL DAN EKSTERNAL DALAM HUBUNGANNYA DENGAN MENCONTEK DAN PLAGIAT DI KALANGAN MAHASISWA Kurnia Idawati, Rusydi M. Yusuf, Widiastuti
91 - 111
PEMBELAJARAN SEMANGAT MULTIKULTURALISME DALAM KUMPULAN CERITA PENDEK INDIAN AMERIKA KARYA SHERMAN ALEXIE Agustinus Hariyana, Karina Adinda, Eka Yuniar Ernawati
113 - 126
~i~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
CRITICAL DISCOURSE ANALYSIS ON UNITED STATES FOREIGN POLICY TOWARDS INDONESIA THROUGH THE PRESIDENT BARACK OBAMA’S SPEECH USING THREE LEVELS OF TEXT ANALYSIS : MACRO STRUCTURE, SUPERSTRUCTURE, AND MIKRO STRUCTURE. Fridolini
127 - 135
ANOTASI KEGAGALAN PRAGMATIK DALAM TERJAMAAN KE DALAM BAHASA INDONESI NOVEL THE DA VINCI CODE TERAPAN Tommy Andrian
137 - 152
PERSEPSI MAHASISWA TENTANG CARA MENGAJAR DOSEN NATIVE SPEAKER DAN PENGARUHNYA TERHADAP KEMAMPUAN BERBICARA BAHASA INGGRIS Yoga Pratama
153 - 162
PATRIARCHAL SOCIETY AND THE SELF-PERCEPTION OF INDONESIAN WOMEN Albertine Minderop
163 - 173
PENGARUH SISTEM FONOLOGI BAHASA PERTAMA TERHADAP PEMBELAJARAN BAHASA KEDUA: STUDI KASUS PADA PENUTUR BAHASA JEPANG Apriliya Dwi Prihatiningtyas, Santi Prahmanati Mardikarno
175 - 181
TELAAH BENTUK DAN MAKNA KALIMAT EKSLAMATIF BAHASA MANDARIN DALAM CERITA HONG LOU MENG Yulie Neila Chandra, Gustini Wijayanti
183- 193
PENGEMBANGAN PERTANIAN DENGAN MENGGUNAKAN TEKNOLOGI IT Herianto, Adam Arif Budiman, Aep Saepul Uyun, Kamaruddin Abdullah PERANCANGAN SISTE INFORMASI PENILAIAN SKRIPSI MENGGUNAKAN PEMODEELAN BERORIENTASI OBJEK (STUDI KASUS JURUSAN SISTEM INFORMASI UNSADA) Mira Febrian Sesunan
195 - 203
SOLUSI SISTEM INFORMASI ALIH KREDIT PADA JURUSAN SISTEM INFORMASI UNSADA Endang Ayu Susilawati, Nur Syamsiyah
213 - 223
STRATEGI PENURUNAN EMISI KAPAL DI PELABUHAN Arif Fadillah, Augustinus Pusaka K., Moch. Ricky Dariansyah
225 - 237
~ ii ~
205 - 212
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
ANALISIS KESELAMATAN DAN KEMANAN TRANPORTASI PENYEBRANGAN LAUT DI INDONESIA STUDI KASUS : PENYEBRANGAN ANTAR NEGARA INDONESI MALAYSIA Danny Faturachman
239 - 254
KAJIAN PENGGUNAAN FLOWMETER UNTUK MONITORING PEMAKAIAN BAHASA BAKAR MINYAK DI KAPAL TUGBOAT MILIK PT. X. Muswar Muslim, Danny Faturachman
255 - 264
STUDI PENGEMBANGAN MAIN ENGINE MODIFIKASI SEBAGAI GENSET PADA KAPAL FERRY X Shahrin Febrian, Shanty Labora Manulang, Prawoto
265 - 272
KAJIAN PEMBANGUNAN PEDESAAN MENUJU DESA MANDIRI E3I (ENERGY, ECONOMY, ENVIRONTMENT) KABUPATEN BANDUNG BARAT – JAWA BARAT Rahedi Soegeng, Jombrik, Ardi Winata, Aep Saepul Uyun
273 - 293
IMPLEMENTASI BALANCE SCORCARD UNTUK MENILAI INERJA JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS DARMA PERSADA Ahmad Basid, Haryanto
295 - 309
~ iii ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
~ iv ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
KATA PENGANTAR
Seminar hasil penelitian para dosen Unsada semester ganjil tahun akademik 2014/2015 dengan tema “MENINGKATKAN MUTU DAN PROFESIONALISME DOSEN MELALUI PENELITIAN” telah dilaksanakan pada tanggal 4 Maret 2015 di Universitas Darma Persada. Seminar hasil penelitian para dosen tersebut diadakan diharapkan untuk menghasilkan inovasi-inovasi teori maupun inovasi-inovasi teknologi tepat guna dan juga menyampaikan hasil penelitiannya kepada sesama dosen dilingkungan civitas academika Unsada. Prosiding ini disusun dengan menghimpun hasi-hasil penelitian para dosen yang telah diseminarkan dan telah diperbaiki berdasarkan masukan-masukan pada seminar tersebut. Tujuan disusunnya proseding seminar ini adalah untuk mendokumentasikan dan mengkomunikasikan hasil-hasil penelitian para dosen yang telah diseminarkan. Pada prosiding edisi semester ganjil tahun akademik 2014/2015 berisi 23 makalah, yang terdiri dari; 14 makalah bidang Humaniora, 3 makalah bidang Teknik, 4 makalah bidang Teknologi Kelautan, 2 makalah bidang Ekonomi dan 1 makalah dari Pascasarjana. Pada kesempatan ini disampaikan ucapan terima kasih kepada para peneliti, penyaji dan para penulis makalah, penyunting serta panitia yang telah bekerja sama, sehingga prosiding ini dapat diterbitkan. Selanjutnya harapan kami semoga prosiding ini dapat bermanfaat bagi para pihak yang berkepentingan.
Jakarta, Maret 2015
Lembaga Penelitian, Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan Kepala
~v~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
~ vi ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
PERBANDINGAN PARTIKEL AKHIR KALIMAT BAHASA JEPANG 「YONE」 「YONA」DAN BAHASA INDONESIA “KAN” “YA” Ari Artadi , Chonan Kazuhide , Hermansyah Djaya, Hargo Saptaji Sastra Jepang - Universitas Darma Persada
[email protected] ABSTRAK Dalam bahasa Jepang, partikel akhir kalimat yang frekuensinya sering digunakan dalam percakapan adalah「よね= yone」dan「よな= yona 」. Dalam bahasa Indonesia padanan dari「 よね」 dan「よな 」adalah “Kan” atau “Ya”. Dengan mengunakan metodologi perbandingan bahasa dan mengunakan contoh kalimat yang ada pada komik bahasa Jepang yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia sebagai sumber data, penelitian ini menelaah lebih dalam lagi penggunaan dan fungsi dari partikel akhir kalimat「よね」,「 よ な 」 ,“kan”dan“ya”. Membandingkannya dan berusaha menyimpulkan fungsi dan penggunaannya. Hasilnya adalah 「 よ ね 」 dan 「 よ な 」 memiliki fungsi utama menunjukkan 確認“kakunin = konfirmasi”, namun 「よね」bisa digunakan oleh laki-laki maupun perempuan, sedangkan 「 よ な 」 umumnya digunakan oleh pria. Untuk penggunaan bahasa Indonesia “kan” dan “ya” , memiliki fungsi dan penggunaan yang hampir mirip yaitu upaya “konfirmasi” . Oleh sebab itu dalam penerjemahan 「よね」dan 「よな」dapat diterjemahkan menjadi “kan” dan “ya”, hanya saja pengunaan “kan” dan “ya” tidak dipengaruhi oleh perbedaan gender seperti pada 「よね」dan 「よな」. Kata kunci : Perbandingan Bahasa, Modalitas, Partikel Akhir Kalimat, Konfirmasi, Gender 1. PENDAHULUAN Bahasa Jepang adalah bahasa yang memiliki perbedaan besar dalam hal bahasa tulisan dan bahasa percakapan. Dalam percakapan banyak menggunakan partikel akhir kalimat yang tidak terdapat dalam bahasa tulisan. Sebagai contoh kalimat「この料理はおいしい」, kalimat ini dalam percakapan menjadi「この料理はおいしいよね」atau「この料理は おいしいよな」. Dalam bahasa Jepang, situasi percakapan penggunaan partikel akhir kalimat seperti「よね= yone」atau「よな= yona」menjadikan hal yang biasa. Sebaliknya jika tidak mengunakan pertikel akhir kalimat percakapan menjadi terasa kurang alami. Pada kalimat di atas 「 よ ね 」 dan 「 よ な 」 adalah partikel akhir kalimat yang merupakan modalitas yang berguna untuk menunjukkan cara penyampaian. Kedua partikel ini menunjukkan bagaimana pembicara menyampaikan pesan kepada lawan bicara, namun tidak ada hubungannya dengan isi dalam pesan tersebut. Menurut Masuoka (1991), bentuk pengunaan partikel akhir kalimat seperti ini sulit ditemui pada bahasa lain di dunia. Akan
~1~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
tetapi, dalam bahasa Indonesia ternyata ada bentuk yang sama dengan partikel akhir kalimat dalam bahasa Jepang. Perhatikanlah kalimat di bahwa ini. (1) a. この料理はおいしいよね = Masakan ini enak kan / ya b. この料理はおいしいよな= Masakan ini enak kan / ya Kalimat 1a dan 1b di atas, dapat diartikan “Masakan ini enak kan / ya.”. Dari contoh dana terjemahan kalimat 1a dan 1b dapat disimpulkan bahwa baik 「よね」dan 「よな」dapat diterjamahkan menjadi “kan” ataupun “ya”. Namun, apakah kalimat yang diterjemahkan “kan” akan memiliki arti sama dengan “ya” ? Bagaimana fungsi dan penggunaan dari「よ ね」「よな」 “kan” dan “ya” ? Penelitian mengenai partikel akhir kalimat bahasa Jepang 「 よ ね 」 cukup banyak, namun penelitian 「よな」 belum cukup. Sebaliknya “kan” dan “ya” yang merupakan partikel akhir kalimat bahasa Indonesia belum banyak diteliti, sehingga banyak dari fungsinya yang belum jelas. Oleh sebab itu dengan metode perbandingan bahasa kami menganalisis lebih dalam lagi fungsi dan kegunaan partikel akhir kalimat bahasa Jepang dan bahasa Indonesia, lalu membandingkannya. Metode perbandingan bahasa tidak hanya melihat persamaan dan perbedaan, namun juga dapat menghasilkan kesimpulan baru tentang esensi dari masalah yang dianalisis. Merujuk pada paparan di atas, susunan pembahasan penelitian ini adalah sebagai berikut. Bab 2 adalah penjelasan mengenai depkirpsi dan penelitian acuan mengenai partikel akhir kalimat bahasa Jepang 「よ」「ね」「な」「よね」 dan「よな」. Bab 3 adalah penjelasan mengenai depkirpsi dan penelitian acuan mengenai partikel akhir kalimat bahasa Indonesia “kan” dan “ya”. Bab 4 adalah penjelasan mengenai hasil perbandingan secara teori partikel akhir kalimat 「よね」「よな」vs “kan” “ya”. Dan analisis hasil analisis data penerjemahan「よね」dan 「よな」dalam bahasa Indonesia dari beberapa komik Jepang yang telah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia. Bab 5 adalah kesimpulan hasil analisis fungsi dan pengunaan partikel akhir kalimat bahasa Jepang「よね」「よな」, dan bahasa Indonesia “kan” “ya”. Dan hakikat dari masing-masing partikel akhir kalimat.
~2~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
2. PARTIKEL AKHIR KALIMAT BAHASA JEPANG「よ」「ね」「な」「よね」 「よな」 Pada penelitian sebelumnya
1
, fungsi dan penggunaan 「 よ 」 dan 「 ね 」 telah
dijelaskan. Menurut Nihongokijutsubunpokenkyukai 2003:256,「よ」menunjukan bahwa isi berita yang disampaikan dalam suatu kalimat harus diketahui oleh lawan bicara, disebut 当然提示(touzenteiji). Fungsi ini muncul sebagai upaya peringatan kepada lawan bicara yang tidak menyadari hal yang seharusnya dia ketahui. Sebagai contoh nomer (2), dalam kondisi ini penggunaan「よ」merupakan keharusan. (2) 「あ、切符が落ちました{よ/⏀}」(Nihongokijutsubunpokenkyukai 2003:242) Penggunaan「ね」sebagai wujud kesadaran pembicara dan menunjukkannya kepada lawan bicara ini dibagi menjadi 3 yaitu: 1. 認識提示(Ninshikiteiji)= Menunjukkan kesadaran pembicara akan suatu hal kepada lawan bicara contohnya seperti no.3 di bawah ini. (3)「これ、おいしいね」 「お口に合ったのなら、うれしいです」(Nihongokijutsubunpokenkyukai 2003:256) 2. 認識確認(Ninshiki kakunin)= Konfirmasi lawan bicara terhadap hal yang disadari oleh pembicara. Pada cara penggunaan ini lawan bicara dianggap lebih memiliki pengetahuan dan kesadaran akan hal yang sedang dibicarakan dibanding pembicara. Seperti contoh kalimat di bawah ini. (4) 「佐藤さんご存じですね」 「ええ、大学時代の友人です」
(Nihongokijutsubunpokenkyukai 2003:258)
3. 聞き手の配慮(Kikite no hairyou) = Pembicara membuat lawan bicara memperhatikan. Pada cara penggunaan ini, bila pembicara membicarakan beberapa hal secara berlanjut, maka sebelum masuk pada hal yang merupakan informasi penting, kalimat di depannya yang tidak begitu penting ditambahkan「ね」sebagai upaya agar lawan bicara memperhatikan. (5)「昨日、デパートに買い物に行ったんですね。そうしたら、中学校時代の先 生とばったり会って、少し立ち話をしたんですよ」
1
Perbandingan Pertikel Akhir Kalimat Bahasa Jepang dan Bahasa Indonesia (2014)
~3~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
(Nihongokijutsubunpokenkyukai 2003:260) Pada penelitian sebelumnya, kami menyimpulkan fungsi dan penggunaan 「ね」sebagai “konfirmasi” dan 「よ」sebagai “inferensi”. 2.1. Penjelasan Umum 「な」dan 「なあ」 Berikutnya menurut Nihongokijutsubunpokenkyukai (2003:260), sebagian besar penggunaan dan fungsi dari partikel akhir「な」hampir sama dengan partikel 「ね」, tetapi berbeda dengan 「ね」, 「な」 tidak dapat menempel langsung pada kata benda. (6) これいい曲ね。→
*これいい曲な。(Nihongokijutsubunpokenkyukai 2003:261)
Selain itu juga terasa janggal bila menempel pada bentuk formal atau sopan bahasa Jepang 「ます」atau 「です」 (7) a. ? 私もそう思いますな 。 b. ? これいい曲ですな。
(Nihongokijutsubunpokenkyukai 2003:261)
kemudian, 「な」juga tidak dapat menempel pada modalitas yang menunjukan keinginan pembicara, dan dari sisi gender hanya dapat digunakan oleh laki-laki. (8) * もう 5 時か。そろそろ帰ろうな。 (Nihongokijutsubunpokenkyukai 2003:261) Selanjutnya menurut Nihongokijutsubunpokenkyukai (2003:261-262), jenis dan penggunaan 「な」dibagi menjadi 2 bagian besar : 1.
非対話的(hitaiwateki = Non Percakapan)adalah penggunaan dimana pembicara
berbicara sendiri kepada dirinya untuk memastikan sesuatu hal . 「な」jenis ini dapat digunakan baik oleh laki-laki maupun perempuan. Digunakan saat pembicara menyadari suatu hal yang baru. (9) あ、だれか来たな。(Nihongokijutsubunpokenkyukai 2003:262) 2.
対 話 的 ( taiwateki = dalam percakapan ) adalah penggunaan dimana pembicara
memastikan sesuatu kepada lawan bicara secara informal. 「な」 jenis ini hanya digunakan oleh laki-laki. Digunakan untuk memastikan sesuatu yang dirasa dekat dengan baik oleh pembicara maupun yang diajak bicara. Baik pembicara dan yang diajak bicara hubungannya dekat. (10) やあ、おはよう。いい天気だな。(Nihongokijutsubunpokenkyukai 2003:262)
~4~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
Penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa 「ね」dan 「な」mempunyai fungsi dan penggunaan yang mirip. Hanya saja 「な」dapat digunakan saat situasi non percakapan, non formal, dan umumnya digunakan oleh laki-laki. Selain 「な」ada juga 「なあ」yang fungsi dan penggunaan hampir sama dengan 「な 」, namun juga memiliki perbedaan. Menurut Nihongokijutsubunpokenkyukai (2003:263264),「なあ」biasa digunakan pada kalimat naratif dibelakang kopula 「だ」. 「なあ」 bukan jenis partikel yang digunakan dalam percakapan, oleh sebab itu terasa janggal jika disambungkan dengan bentuk sopan. (11) きれい夕焼け{だ/*Ø}なあ。Nihongokijutsubunpokenkyukai (2003:263) Untuk selain kalimat naratif, perbedaan antara 「な」 dan 「なあ」adalah , 「な」dapat menempel pada modalitas yang nunjukan ajakan dan membuat lawan bicara melakukan sesuatu. Dilain pihak 「 な あ 」 menunjukan arti kekaguman, sehingga tidak dapat menempel pada modalitas yang membuat lawan bicara melakukan sesuatu. (12) *窓を開けろなあ。
Nihongokijutsubunpokenkyukai (2003:264)
Berkaitan dengan penggunaan, partikel「なあ」pada umumnya digunakan menunjukan kesadaran yang membuat perasaan kagum. Ungkapan perasaan kekaguman ini bukan merupakan hal yang disampaikan kepada lawan bicara. 「なあ」Pada dasarnya digunakan untuk berbicara pada diri sendiri, jarang digunakan saat percakapan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa 「なあ」utamanya digunakan untuk menyatakan kekaguman atas suatu hal. 2.2. Penjelasan Umum 「よね」 dan 「よな」 Menurut Nihongokijutsubunpokenkyukai (2003:265), dari segi tatabahasa 「 よ ね 」 sering digunakan menempel dengan bentuk formal. Saat menempel dengan kata benda biasanya sering digunakan oleh wanita. Sulit digunaan bersamaan dengan modalitas yang menunjukan kesadaran seperti 「だろう」「(する)そうです」「らしい」,「しよう 」 yang menunjukan keinginan, 「 し ろ 」 yang menunjukan perintah. Kemudian tidak digunakan ketika berbicara pada diri sendiri. (19) この部屋、暑いですよね。
(Nihongokijutsubunpokenkyukai 2003:265)
(20) a. 明日は雨が降る{*だろう/?そうだ/?らしい}よね。
~5~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
b. * だれかそんなことを言ったんだよね? (Nihongokijutsubunpokenkyukai 2003:266) Mengenai fungsi dan penggunaan 「よね」, Nihongokijutsubunpokenkyukai (2003:266) menjelaskan bahwa , utamanya digunakan untuk menunjukkan bahwa pembicara menyadari sesuatu kepada lawan bicara, dan lawan bicara dianggap lebih mengetahui tentang hal yang disadari oleh pembicara. Ada dua jenis penggunaan 「よね」 yaitu : 1. Jenis penggunaan pertama adalah upaya membuat lawan bicara menyetujui akan suatu hal yang disadari oleh pembicara. Untuk penggunaan jenis ini baik pembicara maupun lawan bicara memiliki pengalaman yang sama akan suatu hal. (21) A 「学生時代は楽しかったよね」 B「充実していたよね」
(Nihongokijutsubunpokenkyukai 2003:266)
2. Jenis penggunaan kedua adalah pembicara ingin memastikan suatu hal kepada lawan bicara, dimana hal tersebut berkaitan langsung dengan lawan bicara dan lawan bicara lebih memiliki pengetahuan yang lebih tentang hal tersebut. (22) A 「加藤さんはたしか今年就職したんだよね?」 B 「ええ。貿易関係の仕事だったと思います」 (Nihongokijutsubunpokenkyukai 2003:267) Selanjutnya
mengenai
fungsi
dan
penggunaan
「 よ な 」 ,
menurut
Nihongokijutsubunpokenkyukai (2003:266) mirip dengan 「よね」. Hanya saja , jika 「よ ね」terasa janggal bila digunakan menempel dengan bentuk perintah「しろ」, sebaliknya bila ditempelkan「よな」menjadi alami. (23) a. ? 早く食べろよね。
b. 早く食べろよな。
Dari penjelasan mengenai 「よね」 dan「よな」di atas dapat disimpulkan, keduanya memiliki kemiripan fungsi dan penggunaan. Sama seperti 「ね」dan 「な」. Hanya saja ada pemisahan penggunaan yang berkaitan dengan gender. Selanjutnya bagaimana dengan fungsi dan penggunaan “kan” dan “ya” dalam bahasa Indonesia. 3. PARTIKEL AKHIR KALIMAT BAHASA INDONESIA “KAN” DAN “YA”
~6~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
Seperti yang telah dijelaskan pada bagian pendahuluan baik 「よね」「よな」dapat diterjemahkan menjadi “kan” atau “ya” . Penelitian dari Fay Wouk (1999 ) menjelaskan secara detail mengenai perbedaan fungsi dan penggunaan “kan” dan “ya” . Wouk ( 1999 ) menggunakan bingkai teori typology of knowlege types yang dikemukan oleh Lavov dan Fanshel (1977 ) . Berdasarkan teori ini isi / topik dari suatu percakapan dapat dibagi berdasarkan hubunganya dengan pengetahuan yang dimiliki oleh pembicara dan lawan bicara. A : Pengetahuan tentang isi / topik pembicaraan dimiliki oleh pembicara. B: Pengetahuan tentang isi/ topik pembicaraan dimiliki oleh lawan bicara. AB : Pengetahuan tentang isi / topik pembicaran dimiliki oleh pembicara dan lawan bicara. O : Isi / Topik pembicaraan merupakan hal umum yang diketahui semua orang. D : Pendapat pembicara dan lawan bicara berbeda terhadap isi/ topik pembicaraan. Isi dari teori ini mirip dengan pemikiran / teori teritori ( な わ 張 り 理 論 ) yang dikemukan oleh Kamio (1990) . Menurut Kamio (1990:21), pembicara dan lawan bicara masing-masing memiliki teritori informasi. Jika “dekat” maka informasi tersebut ada dalam teritori, sebaliknya jika “jauh” maka informasi tersebut diluar teritori. Kamio (1990 ) mengunakan teori ini untuk menganalisa partikel akhir kalimat bahasa Jepang. Oleh sebab itu pada penelitian perbandingan bahasa Jepang dan bahasa Indonesia ini sangat penting melihat kembali pemikiran dari Wouk (1999 ) . 3.1. Penggunaan “kan” Menurut Wouk (1999) , penggunaan utama “kan” adalah menunjukkan kesamaan pengetahuan yang sama antara pembicara dan lawan bicara. Oleh sebab itu, umumnya “kan” dipakai untuk percakapan dimana isi kalimatnya merupakan hal yang umum ( tipe O) dan diketahui oleh pembicara dan lawan bicara ( tipe AB). Penggunaan “kan” tidak hanya menunjukkan kesamaan pengetahuan, namun juga memperkuat kesamaan tersebut. Dengan adanya kesamaan pengetahuan ini muncullah solidaritas antara pembicara dan lawan bicara. Contoh (24) adalah percakapan tipe AB, dimana pembicara dan lawan bicara memiliki pengetahuan yang sama. (24) A : jadi sekarang sebetulnya tingkat berapa ? B : eh tingkat tiga ?
~7~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
A : tingkat tiga ? B : kali SKS kan cepat
( Wouk 1999:203)
Selain menunjukan kesamaan pengetahuan, “kan” juga dapat digunakan pada kalimat yang menunjukan tag question, kalimat yang bertujuan mencari informasi , kalimat yang menginginkan persetujuaan, dan kalimat yang ditujukan ketika menjelaskan pendapat. Kalimat (25) ini adalah contoh kalimat yang ditujukan ketika menjelaskan pendapat. (25) A: jadi harusnya gini, e buat fakultas baru, e ilmu administrasi, kan. B : iya, mereka tu, harus ada sampe lulus habis.
(Wouk 1993 : 204 )
Penggunaan “kan” di atas (25) pada umumnya menunjukan kesamaan pengetahuan antara pembicara dan lawan bicara. Namun, juga dapat dilihat sebagai kalimat tipe B dimana lawan bicara lebih mengetahui isi atau topik kalimat. Selain itu penggunaan lainnya tidak hanya menunjukan kesamaan pengetahuan, tetapi banyak juga digunakan pada kalimat tipe A dimana pembicara saja yang mengetahui informasi dalam kalimat tersebut. Untuk kasus kalimat tipe A, bukan menunjukkan kesamaan pengetahuan, namun lebih pada upaya membangun solidaritas. Seperti contoh nomer (26) ini. (26) A : ambil sendiri ? B : iya, pokoknya ngak jauh sih A : o nggak jauh B : Cuman seberang jalan aja aja gitu. Rumah saya kan dari jalan cuman emam meter. ( Wouk 1999:204 ) Pada contoh nomer (26) selain merupakan pengetahuan dari pembicara, juga ada upaya untuk menambahkan bahwa isi kalimat merupakan pemikiran yang sama bila lawan bicara pada posisi pembicara. Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa “kan” digunakan untuk menunjukkan kesamaan pengetahuan antara pembicara dan lawan bicara. Selain itu, upaya untuk menambahkan bahwa isi kalimat merupakan pemikiran yang sama bila lawan bicara pada posisi pembicara, dan tag question. 3.2 Penggunaan “ya” Pengunaan “ya” menurut Wouk (1999) dapat dibagi menjadi 3 bagian besar yaitu : Jawaban (responsive) , Keberlanjutan(continuer), Pembuka Pembicara(initiatory). “ya” dalam bentuk lain adalah “iya” . “iya” lebih sering digunakan pada Keberlanjutan (
~8~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
continuer), sedangkan “ya” digunakan pada tipe Jawaban (responsive) dan Pembuka Pembicara (initiatory). Dalam penelitian ini hanya “ ya” yang akan dibahas. 1. Penggunaan “ya” sebagai Jawaban (responsive) dapat disamakan sebagai jawaban afirmatif yang dalam bahasa Inggris sama dengan “yes”. “ya” sebagai jawaban afrimatif juga menunjukkan persetujuan atas pendapat dari pembicara sebelumnya. (27) A : pasti gede-gede, rumahnya. B : ya, rumah sih, ruma gede itu tapi,
( Wouk 1993 : 205 )
2. Penggunaan “ya” sebagai, Keberlanjutan ( continuer ) adalah mengestafetkan pembicaraan kepada pembicara lain. 3. Pembuka Pembicara ( initiatory ) adalah upaya menyamakan pemikiran, dan menuntut kesamaan dari lawan bicara. Selain 3 penggunaan utama ini ada lagi penggunaan lain. “ya” pada pengunaan ini mirip dengan bahasa Inggris yang merupakan tag question, dan jawaban afirmatif seperti “right” dan “ OK” . (28) A: kalo gitu lulusan seni rupa, musti sep-eh apa, dari kebanyakan dari jurusan IKA juga ya ? B : kalo inte-khusus interiror dari IPA,
(Wouk 1993 :206 )
Penggunaan lain “ ya” selain Jawaban dan Pembukaan Pembicaraan terbagi menjadi 2 tipe. 1. Persiapan Pernyataan (Preparatory Statement)
adalah, dimana pembicara
memberikan informasi baru untuk pertanyaan atau pernyataan berikutnya. 2. Hanya pembicaralah yang khusus mengetahui hal yang dibicarakan ( Tipe A ). Pada penggunaan ini “ya” digunakan untuk menunjukkan kesadaran dan memastikan kesamaan pengetahuan, mirip seperti penggunaan “kan” pada kalimat tipe A. “ya” pada penggunaan ini melahirkan kesan solidaritas yang lebih besar. (29) A : yes, rumah sih, rumah gede itu tapi, apa emang nasip mujur bapak saya ya, bapak saya waktu itu . apa, walaupun uda menjabat kepala bagian ya, belum dapet rumah, B : em A: jadi waktu taon enem pulu: dlapan yeh, apah, ada : undian (Wouk 1993 : 207) Pada penggunaan “ya” yang lain terdapat, salah mengucap ( false start ) , membuat jeda mencari kata-kata ( word search), kesimpulan, dan sahutan (echo).
~9~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
Kesimpulan dari penggunaan “ya” adalah, “ya” umumnya digunakan sebagai Jawaban (responsive), Keberlanjutan ( continuer ) , tag question, dan berbagai fungsi awalan pembicaraan. Ada beberapa fungsi penggunaan “ya” yang sama dengan “kan”. Baik “ya” dan “kan” sama-sama memiliki fungsi sebagai tag question, digunakan untuk menunjukan kesadaran dan memastikan kesamaan pengetahuan, yang melahirkan kesan solidaritas. 4. DATA PARTIKEL 「よね」「よな」DAN TERJEMAHANNYA PADA KOMIK 4.1 Metode Metode yang digunakan adalah pengumpulan data dari komik Jepang yang diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia. Dari komik-komik tersebut diambil
kalimat yang diakhir
terdapat partikel 「よね」dan 「よな」dan juga kalimat terjemahannya dalam versi bahasa Indonesia. Hasil dari pengumpulan dan analisa data ada di bawah ini.
4.2 Hasil Analisis Data partikel akhir kalimat 「 よ ね 」 「 よ な 」 dan terjemahannya dalam bahasa Indonesia, dan kemudian hasil analisa seperti di bawah ini. Pada pengambilan data ini, disertakan juga siapa yang mempergunakan laki-laki atau perempuan. A 小悪魔らいおん
= Capture by Love
B となりのオバケさん
= My Mysterious Neighbor
C 恋々ざかり
= Love Peak
D かなめエトワール
= Kaname Etoile 「よね」dan Terjemahannya
A B C D
24 11 16 4
Jumlah
ya
kan
Laki-Laki
7
1
3
Perempuan
17
3
4
Laki-Laki
2
2
Perempuan
9
2
Laki-Laki
4
Perempuan
12
Laki-Laki
0
Perempuan
4
lho
tuh
φ 3
1
9 7 4
2
2
1
1
6 4
~ 10 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
「よな」dan Terjemahannya Jumlah
ya
kan
deh
iya
φ
A
1
Laki-Laki Perempuan
1 0
B
7
Laki-Laki
7
Perempuan
0
Laki-Laki
4
Perempuan
2
2
Laki-Laki
2
2
Perempuan
0
C D
6 2
1 1 1
1
5 1
2
Pertama, jika melihat dari data di atas jumlah 「よね」lebih banyak daripada 「よな」 . Hasil ini sama seperti yang telah dijelaskan pada bab 2 dimana「よね」digunakan oleh laki-laki dan perempuan, sedangkan 「よな」pada dasarnya digunakan oleh laki-laki. Dari data yang telah dikumpulkan terlihat jelas bahwa jumlah「よね」yang digunakan oleh perempuan 2 kali lipat dari yang digunakan oleh laki-laki. Sebaliknya 「よな」hampir seluruhnya digunakan oleh laki-laki. Namun, seperti contoh (30) di bawah ini 「よな」 ternyata dapat digunakan oleh perempuan. (30) a. すごい飲みこみはやいんだよなぁ
(C:32)
b. Dia orang yang cepat belajar. Kalimat ini digunakan ketika pemeran utama pelajar wanita membantu pelajar laki-laki yang urakan untuk belajar. Pelajar perempuan itu berbicara dalam hati tentang pelajar lakilaki urakan tersebut. Jadi dalam kondisi dimana ucapan tersebut hanya untuk diri sendiri, dalam hati, dan bukan dalam suatu percakapan, maka 「よな」 juga dapat digunakan oleh perempuan. Kemudian, yang harus diperhatikan juga adalah bentuknya bukan 「よな」 tetapi 「よなぁ」, yang juga menunjukan rasa kagum. Selanjutnya jika kita mengabaikan contoh nomer (30), pada dasarnya perempuan hanya dapat menggunakan 「よね」, sedangkan laki-laki dapat mempergunakan 「よね」dan「 よな」. Hal ini didukung oleh data dalam komik, yang telah dikumpulkan. Jika demikian apakah perbedaan 「よね」 dan 「よな」 yang dipakai oleh laki-laki ? Untuk menjawab
~ 11 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
hal tersebut marilah kita lihat contoh berikut ini. Contoh (31) dan (32) adalah penggunaan 「よね」 dan 「よな」oleh laki-laki. (31) a. 彼のコトを知りたいんですよね
(B:27)
b. Ingin tahu tentang dia, ya ? (32) a. 夏木カワイくなったよな
(B:109 )
b. Natsuki jadi manis ya Pada contoh (31) di atas saat dalam kedai pemilik kedai (laki-laki sekitar 30 tahunan) mengatakan kepada pemeran utama perempuan tentang seorang murid laki-laki yang ada dalam kedai yang menjadi perhatian pemeran utama perempuan. Sedangkan contoh (32) ketika kedua murid laki-laki memperbicangkan tentang pemeran utama (murid perempuan ) bernama Natsuki. Dari 2 contoh ini dapat disimpulkan bahwa penggunaan 「よね」dan 「 よな」pada laki-laki berkaitan hubungan atas – bawah dan kedekatan. 「よね」digunakan oleh laki-laki bila lawan bicara tidak memiliki hubungan yang dekat, sedangkan 「よな」 juga digunakan kepada orang yang memiliki hubungan dekat. Berikutnya, bagaimana penerjamahan dari 「 よ ね 」 dan 「 よ な 」 dalam bahasa Indonesia. Pada penelitian yang ditulis oleh Ari, Chonan dan Herman (2014) mengenai 「 よ」dan 「ね」, bila berdiri sendiri sekitar 70% 「ね」, dan sekitar 80%「よ」tidak diterjemahkan. Sedangkan untuk gabungan 「よね」persentasi diterjamahkan menjadi “ya” atau “kan” meningkat. Penggunaan bahasa Indonesia “ya” atau “kan” tidak tergantung pada gender , laki-laki atau perempuan bisa menggunakan baik “ya” maupun “kan”. Jika demikian adakah perbedaan penggunaan “ya” dan “kan” . Berdasarkan bingkai teori typology of knowlege types yang dipakai oleh Wouk (1999) dan melihat hasil terjemahan, 「 よね」cenderung diterjemahkan menjadi “ya” jika kalimat tersebut adalah tipe A dimana pengetahuan tentang topik pembicaraan lebih banyak dimiliki oleh pembicara, seperti contoh nomer. (33). Sebaliknya jika kalimat tersebut adalah tipe B dimana pengetahuan pembicaraan dimiliki oleh lawan bicara maka cenderung diterjemahkan menjadi “kan”, seperti nomer (34). Kemudian, jika tipe kalimat tersebut adalah tipe AB dimana pengetahuan pembicaraan dimiliki oleh pembicara dan lawan bicara maka bisa diterjemahkan “ya” maupun “kan”, seperti nomer (35). (33)
見た見た!超かっこいいよね
(A:48)
~ 12 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
Lihat lihat! Cowok yang jadi covernya keren, ya! (34) 君って
レオくんの世話関係の人
だよね? (A:57)
Kau itu asisten Leo, kan ? (35) こんなことにはならなかったよね….(A:117) Hal seperti ini tidak akan terjadi, kan /ya Sedangkan, dengan penerjamahan 「よな」cenderung diterjamahkan menjadi “ya” , seperti contoh dibawah ini. (36)
夏木カワイくなったよな ( B: 109 ) Natsuki jadi manis ya
「よな」cenderung diterjemahkan menjadi “ya” karena contoh ditemukan kebanyakan menunjukan bahwa pengetahuan isi kalimat lebih banyak diketahui oleh pembicara.
5. KESIMPULAN Dari hasil analisa di atas dapat disimpulkan bahwa 「よね」 dan 「よな」memiliki kesamaan fungsi dan penggunaan sebagai upaya “konfirmasi” . Namun dalam penggunaan ada perbedaan dari segi gender , dimana「よな」umumnya digunakan oleh laki-laki.. Sebaliknya dalam penggunaan “kan” dan “ya” meskipun memiliki arti yang hampir sama, namun tidak ada penggunaan berdasarkan perbedaan gender. Kemudian dilihat teori typology of knowlege types untuk tipe kalimat yang isinya lebih banyak diketehui oleh pembicara 「よね」「よな」cenderung diterjemahkan menjadi “ya” , sedangkan untuk tipe kalimat yang isinya lebih banyak diketehui oleh lawan bicara 「よね」「よな」 cenderung diterjemahkan menjadi “kan”, sedangkan untuk tipe kalimat yang isinya dipahami oleh pembicara maupun lawan bicara ,dan kalimat yang merupakan pengetahuan umum, 「 よね」「よな」bisa diterjemahkan “ya” atau “kan”. Masalah lain yang belum terpecahkan adalah, penerjemahan 「よね」「よな」 selain menjadi “ya” dan “kan”, seperti yang terdapat dalam data yaitu “lho”, “deh” dan “tuh”. Apa yan menyebabkan 「よね」「よな 」diterjemahkan menjadi“lho”, “deh” dan “tuh”. Bagaimana fungsi dan penggunaan “lho”, “deh” dan “tuh”. Ini merupakan tema penelitian selajutnya.
~ 13 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
DAFTAR PUSTAKA 神尾昭雄 (1990)『情報のなわ張り理論』 大修館書店. 日本語記述文法研究会(2003)『現代日本語文法 4 第 8 部・モダリティ』くろしお出版 益岡隆志 (1991)『モダリティの文法』くろしお出版.
A. M. Stevens and A. Ed Schmidgall-Tellings (2010) A Comprehensive Indonesian-English Dictionary (2nd edition), Ohio Unversity Press. Kridalaksana, Harimurti (1989) Introduction to Word Formation and Word Classes in Indonesian, Fakultas Sastra, Universitas Indonesia. Takubo, Y. and S. Kinsui (1997) “Discourse Management in Terms of Mental Spaces,” “ Journal of Pragmatics 28, 741-758. Wouk, Fay (1999) ‘Gender and the use of pragmatic particles in Indonesian’ Journal of Pragmatics 3/3:194-219. Wouk, Fay (2001) ‘Solidality in Indonesian Conversation: The Discourse Marker ya’ Journal of Pragmatics 33:171-191.
~ 14 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
CIRI KHAS AKSEN BAHASA JEPANG OLEH ORANG INDONESIA DAN CARA PENGAJARANNYA Dilla Rismayanti, Yasuko Morita, Chonan Kazuhide Sastra Jepang, Fakultas Sastra
ABSTRAK Salah satu aspek yang dipelajari dalam mempelajari bahasa asing adalah aksen. Aksen terdiri atas aksen kata dan aksen kalimat. Bahasa Jepang termasuk bahasa yang memiliki sistem aksen yang berperan amat penting, karena melalui perbedaan aksen dapat menghasilkan makna yang berbeda. Pada penelitian ini dilakukan eksperimen terhadap sejumlah mahasiswa, dengan melafalkan aksen kata Bahasa Jepang dan Indonesia. Responden adalah mahasiswa jurusan Jepang semester lima ke atas. Sementara, Bahasa Indonesia tidak memiliki sistem aksen kata yang spesifik seperti Bahasa Jepang standar (Hyojun-go). Aksen Bahasa Indonesia bersifat individual, seperti tampak pada penelitian ini. Pada pelafalan aksen Bahasa Jepang, pembelajar Indonesia selain kesulitan untuk memahami bunyinya, juga sulit dalam melafalkan aksennya secara tepat. Pada kosakata Bahasa Jepang dengan sistem aksen yang familiar dalam Bahasa Indonesia, para responden cenderung melafalkan aksen dengan benar. Sementara untuk kata dengan aksen yang tidak ada dalam Bahasa Indonesia, sangat sedikit responden yang mampu melafalkan dengan tepat. Faktor bahasa ibu tampak cukup kuat pengaruhnya dalam melafalkan aksen Bahasa Jepang. Kata kunci : aksen, lafal, suku kata, makna, dialek
1.
PENDAHULUAN
Pada proses pembelajaran bahasa, salah satu aspeknya adalah pelafalan dan aksen. Penelitian ini memfokuskan pada aksen bahasa Jepang dan Indonesia oleh pembelajar orang Indonesia. Mengenai proses mempelajari bahasa Jepang bagi orang Indonesia, ada beberapa hal yang penulis tangkap melalui pengalaman mengajar bahasa Jepang di Unsada selama ini, khususnya melalui pengalaman membimbing para peserta lomba pidato bahasa Jepang. Pertama adalah sifat kedaerahan yang dengan jelas mencerminkan nilai “Bhinneka Tunggal Ika”. Orang Indonesia pada dasarnya adalah bilingual. Pada umumnya semua orang Indonesia memahami bahasa Indonesia, yang merupakan hasil karya para pakar bahasa sebagai bahasa resmi Negara. Akibatnya, lafal dan aksen bahasa Indonesia memang berbedabeda tergantung daerah asal penuturnya. Menurut penulis, hal tersebut juga berpengaruh besar bagi orang Indonesia dalam berbicara bahasa Jepang.
~ 15 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
Dari pengalaman tersebut, penulis mengambil tema penelitian ciri khas aksen Bahasa Jepang dan cara pengajarannya. Akan tetapi, karena keterbatasan waktu kami hanya meneliti hingga tahap aksen Bahasa Jepang dan Indonesia pada pembelajar orang Indonesia.
2. Aksen bahasa Jepang dan bahasa Indonesia 2.1 Aksen Bahasa Jepang Yang digunakan dalam penelitian adalah bahasa Jepang formal standar (Hyojungo). Banyak ditemukan penelitian mengenai aksen bahasa Jepang, dan didapatkan pemahaman yang sesuai pada berbagai penelitian tersebut. Sumber-sumber mengenai penelitian bahasa Jepang antara lain dari Haraguchi (1999), Hayata (1989), Uwano (1985), Kindaichi (1985), dan Tsujimura (2014). Rujukan yang digunakan pada penelitian ini mengenai aksen bahasa Jepang adalah tulisan Haraguchi (1999) dan Hayata (1989). Ketika berbahasa secara lisan, kita senantiasa berbicara dengan penekanan pada tinggi/rendah, atau kuat/lemahnya suara. Ada bahasa yang membedakan makna melalui perbedaan tinggi/ rendah suara (accent), ada pula yang melalui kuat/lemahnya (stress). Bahasa Jepang termasuk golongan yang pertama, karena terdapat kosakata yang maknanya berbeda tergantung tinggi/rendahnya lafal yang digunakan. Bahasa Jepang yang digunakan sebagai objek penelitian adalah bahasa Jepang dialek Tokyo, karena dialek Tokyo adalah dialek yang paling dekat dengan bahasa Jepang formal standar (Hyoujungo). Berikut adalah contoh kata yang memiliki perbedaan makna tergantung aksennya. Contoh (1): (a) ka’ki (-ga) tiram (Nomina) ---- initial accented H
L
L
(b) kaki’ (-ga) pagar (N) ----- final accented L H
L
(c) kaki (-ga) buah kesemek (N) ---- unaccented L H Ketr: -
H H (High); L (Low) Tanda baca (‘) menunjukkan bahwa silabe tepat sebelumnya dilafalkan dengan aksen
Menurut Haraguchi, sistem aksen dan nada (accentual and tonal system) terbagi menjadi dua tipe, yaitu tipe aksentual dan tipe non-aksentual. Bahasa Jepang dialek Tokyo termasuk
~ 16 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
tipe yang pertama. Kedua tipe di atas diklasifikasikan lebih lanjut ke dalam subtipe berdasarkan jumlah dan jenis tonal melody. Untuk ciri ini, digunakan istilah BTM (Basic Tone Melody), dan terdapat ciri 1,2,3 BTM untuk aksen dalam berbagai dialek yang ada di Jepang. Berikut ini adalah ciri aksen bahasa Jepang dialek Tokyo menurut Haraguchi. Bahasa Jepang Tokyo termasuk ke dalam tipe aksentual n+1, yang berarti kosakata dengan sejumlah n mora, memiliki pola aksen n+1. “n” adalah jumlah mora pada kosakata yang bersangkutan, dan “+1” bermakna bahwa aksen kerap muncul pada kata bantu yang melekat di belakang kosakata. Aksen pada bahasa Tokyo adalah HL (bila terdapat aksen turun H L), sehingga kosakata pada bahasa Jepang dialek Tokyo dikatakan aksentual bila mengandung mora yang memiliki basic tone melody “HL”. Bila tidak ditemukan HL dalam pengucapannya, maka dikatakan kosakata tersebut non-aksentual. 2.2 Aksen Bahasa Indonesia Penelitian terdahulu mengenai aksen bahasa Indonesia, hanya ditemukan sedikit. Aksen dibagi menjadi dua, yaitu aksen kata dan aksen kalimat. Penelitian ini membahas juga mengenai aksen kata, namun pada buku Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia dan penelitian Sneddon (2010), data mengenai aksen kata hanya terdapat penjelasan bahwa ”aksen kata pada bahasa Indonesia terletak pada suku kata ke-dua dari belakang (penultimate)”, sama seperti pada penelitian Amran Halim (1969). Pada penelitian aksen bahasa Indonesia dan Jepang yang dilakukan Sakiyama (1990), data untuk bahasa Indonesia sepenuhnya menggunakan data dan penjelasan dari Halim. Di sisi lain, Cohn (1989), dan McCarthy and Cohn (1998) mengemukakan tentang adanya aturan yang sangat rumit mengenai aksen kata, dan menganalisisnya dari segi derivation phonology dan Optimality Theory. Goedemans and van Zanten (2007) mengadakan penelitian eksperimental terhadap penutur bahasa Indonesia, dari sudut pandang acoustic phonetics, seperti pada penelitian ini. Di sini akan dilihat secara garis besar mengenai penjelasan aksen kosakata bahasa Indonesia oleh Halim(1969). Menurut Halim, aturan aksen pada kosakata bahasa Indonesia adalah bersifat penultimate atau aksen terletak pada suku kata ke-dua dari belakang. Berikut adalah beberapa contoh kata yang tergolong kelompok marked. (Halim 1969: 94) (2) Dua suku kata
ibu,
suka
(3) Tiga suku kata
daerah,
bahaya
(4) Empat suku kata istimewa, keluarga
~ 17 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
Akan tetapi, ada pula kosakata yang tergolong memiliki aksen marked. Contohnya adalah kosakata yang memiliki schwa ( e ). Menurut Halim, apabila terdapat schwa pada suku kata ke-dua dari belakang, maka aksen tidak akan terletak pada schwa, melainkan berpindah. Ketentuannya seperti di bawah ini. (a) Pada kosakata dengan dua suku kata, schwa pada penultimate hilang dan berpindah ke suku kata terakhir. (5) Demam - demam (b) Pada kosakata dengan tiga suku kata atau lebih, bila suku kata ke-tiga dari belakang bukan merupakan schwa, maka schwa pada penultimate hilang dan berpindah ke suku kata ke-tiga dari belakang (6) Majelis majelis (c) Pada kosakata dengan tiga suku kata atau lebih, bila terdapat dua schwa dan pada suku kata ke-tiga dari belakang juga merupakan schwa, aksen berpindah ke suku kata terakhir (7) Sebentar sebentar Untuk kosakata turunan (misalnya kosakata dengan sufiks ber- dan -nya, kosakata majemuk seperti rumah sakit, atau kosakata reduplikasi seperti orang-orang) terdapat aturan yang berbeda, namun lebih lanjut tidak diuraikan di sini. Penjelasan ini adalah teori mengenai aksen kata dari Halim (1969). Namun penulis tertarik untuk membuktikan apakah penelitian terhadap sejumlah mahasiswa Unsada sejalan dengan hasil penelitian Halim. Aksen Bahasa Indonesia dan Bahasa Jepang para mahasiswa Unsada
3. Metode Eksperimen dan Hasil Analisis Data Untuk melakukan survei mengenai aksen Bahasa Indonesia dan Jepang, 11 orang mahasiswa dan alumni Universitas Darma Persada menjadi responden. Mereka adalah para mahasiswa peserta klub Toronkai, atau klub diskusi yang diasuh oleh Ibu Morita, berkisar dari mahasiswa tingkat 2 hingga tingkat 4. Umumnya mereka berasal dari, atau tinggal di Jakarta dan Bekasi, dan orang tua berasal dari berbagai daerah di Jawa, Sumatera, dan Kalimantan, dan Untuk analisis suara digunakan free software dari Praat. Software ini merupakan software standar untuk cabang ilmu acoustic phonetics. Namun karena lokasi tempat merekam tidak disiapkan secara optimal, terjadi gangguan hingga ada gelombang yang tidak jelas pada
~ 18 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
software Praat. Oleh karena itu, pada beberapa bagian penilaian mengenai aksen responden diputuskan oleh penulis melalui pengamatan audio dengan telinga.
Tabel 1. Bahasa Indonesia : Kata dengan dua suku kata 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
buku
 ̄_
_ ̄
 ̄_
 ̄_
 ̄_
 ̄_
 ̄_
 ̄_
_ ̄
 ̄_
 ̄_
suka
 ̄_
_ ̄
 ̄_
 ̄_
 ̄_
 ̄_
 ̄_
 ̄_
_ ̄
 ̄_
 ̄_
lucu
 ̄_
_ ̄
 ̄_
 ̄_
 ̄_
 ̄_
 ̄_
 ̄_
_ ̄
 ̄_
 ̄_
salju
 ̄_
_ ̄
 ̄_
 ̄_
_ ̄
 ̄_
 ̄_
 ̄_
_ ̄
 ̄_
 ̄_
pantai
_ ̄
_ ̄
 ̄_
 ̄_
 ̄_
 ̄_
 ̄_
 ̄_
_ ̄
 ̄_
 ̄_
gunung _ ̄ datang  ̄_
 ̄_
 ̄_
 ̄_
 ̄_
 ̄_
 ̄_
 ̄_
_ ̄
 ̄_
 ̄_
_ ̄
 ̄_
 ̄_
_ ̄
 ̄_
 ̄_
 ̄_
 ̄_
 ̄_
 ̄_
pindah  ̄_ enak  ̄_
 ̄_
 ̄_
 ̄_
 ̄_
 ̄_
 ̄_
 ̄_
_ ̄
 ̄_
 ̄_
_ ̄
_ ̄
 ̄_
 ̄_
 ̄_
 ̄_
 ̄_
_ ̄
 ̄_
 ̄_
hangat  ̄_ murni  ̄_
_ ̄
 ̄_
 ̄_
 ̄_
 ̄_
 ̄_
 ̄_
_ ̄
 ̄_
 ̄_
_ ̄
 ̄_
 ̄_
 ̄_
 ̄_
 ̄_
 ̄_
_ ̄
 ̄_
 ̄_
 ̄_
_ ̄
 ̄_
_ ̄
_ ̄
 ̄_
 ̄_
 ̄_
_ ̄
 ̄_
 ̄_
demam _ ̄ kenal _ ̄
_ ̄
 ̄_
_ ̄
_ ̄
 ̄_
 ̄_
 ̄_
_ ̄
 ̄_
 ̄_
_ ̄
 ̄_
_ ̄
 ̄_
 ̄_
 ̄_
 ̄_
_ ̄
 ̄_
 ̄_
_ ̄
_ ̄
 ̄_
_ ̄
 ̄_
 ̄_
 ̄_
 ̄_
_ ̄
 ̄_
 ̄_
dengar _ ̄ kental _ ̄
_ ̄
 ̄_
_ ̄
 ̄_
 ̄_
 ̄_
 ̄_
_ ̄
 ̄_
 ̄_
_ ̄
 ̄_
 ̄_
_ ̄
 ̄_
 ̄_
 ̄_
_ ̄
 ̄_
_ ̄
cermin  ̄_ pergi _ ̄
_ ̄
_ ̄
 ̄_
 ̄_
 ̄_
 ̄_
 ̄_
_ ̄
 ̄_
 ̄_
_ ̄
 ̄_
 ̄_
_ ̄
 ̄_
 ̄_
 ̄_
_ ̄
 ̄_
 ̄_
terbang  ̄_
_ ̄
 ̄_
 ̄_
_ ̄
 ̄_
 ̄_
 ̄_
_ ̄
 ̄_
 ̄_
sepi
kecil
Dapat disimpulkan, dari 11 responden tidak ada yang memiliki aksen sesuai dengan aturan dari Halim. Selain tiga orang responden yang melafalkan seperti sedang membaca daftar, enam dari delapan responden meletakkan aksen pada suku kata pertama dan tidak berkaitan dengan ada/tidaknya schwa. Dua responden mengubah letak aksennya pada kata dengan schwa, namun dengan pola yang berbeda dengan aturan teori Halim.
~ 19 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
Tabel 2. Bahasa Indonesia : Tiga suku kata
daerah bahasa semangka kembali keluar percaya gembira sempurna khawatir menonton berdiri gubernur majelis kesemak selesai membeli bekerja segera
1 _ ̄  ̄ _ ̄  ̄ _ ̄  ̄ _ ̄  ̄ _ ̄  ̄ _ ̄  ̄ _ ̄  ̄ _ ̄  ̄ _ ̄  ̄ _ ̄  ̄ _ ̄  ̄ _ ̄  ̄ _ ̄  ̄ _ ̄  ̄ _ ̄  ̄ _ ̄  ̄ _ ̄  ̄
2 _ ̄  ̄ _ ̄  ̄ _ ̄  ̄ _ ̄  ̄ _ ̄  ̄ _ ̄  ̄ _ ̄  ̄
3 _ ̄ _ _ ̄ _ _ ̄ _ _ ̄ _ _ ̄ _ _ ̄ _ _ ̄ _  ̄_ _ _ ̄  ̄_  ̄ _ _ ̄ _ ̄  ̄ _ _ ̄ _ ̄  ̄  ̄ _ ̄  ̄ _ ̄  ̄_  ̄ _ _ ̄ _ ̄  ̄  ̄  ̄_ _ _ ̄ _ ̄  ̄ _ _ ̄  ̄_  ̄ _
4 _ ̄ _ _ ̄ _ _ ̄ _ _ ̄ _ _ ̄ _ _ ̄ _
_ ̄ _ _ ̄ _ _ ̄ _ _ ̄ _ _ ̄ _ __  ̄ __  ̄ __  ̄ __  ̄ _ ̄ _
5 _ ̄  ̄ _ ̄  ̄ _ ̄  ̄ _ ̄  ̄ _ ̄  ̄ _ ̄ _ _ ̄  ̄ _ ̄ _ _ ̄  ̄ _ ̄ _ _ ̄ _ _ ̄  ̄ _ ̄  ̄ _ ̄  ̄ _ ̄  ̄ _ ̄  ̄ _ ̄  ̄
6 _ ̄ _ _ ̄ _ _ ̄ _ _ ̄ _ _ ̄ _ _ ̄ _ _ ̄ _ _ ̄ _  ̄ ̄ _ _ ̄ _ _ ̄ _ _ ̄ _ _ ̄ _ _ ̄ _ _ ̄ _ _ ̄ _ _ ̄ _
7 _ ̄ _  ̄ ̄ _ _ ̄ _  ̄ ̄ _ _ ̄ _ _ ̄ _ _ ̄  ̄ _ ̄ _  ̄ ̄ _ _ ̄ _ _ ̄  ̄ _ ̄ _ _ ̄ _ _ ̄ _ _ ̄  ̄ _ ̄ _ _ ̄  ̄
8 _ ̄ _ _ ̄  ̄ _ ̄  ̄ _ ̄ _  ̄_ _ _ ̄  ̄ _ ̄ _ _ ̄ _ _ ̄ _ _ ̄ _ _ ̄ _ _ ̄ _ _ ̄  ̄ _ ̄ _ _ ̄ _ _ ̄ _  ̄ ̄ _
9 _ ̄  ̄ _ ̄  ̄ _ ̄  ̄ _ ̄  ̄ _ ̄  ̄ _ ̄  ̄ _ ̄  ̄ _ ̄  ̄ _ ̄  ̄ _ ̄  ̄ _ ̄  ̄ _ ̄  ̄ _ ̄  ̄ _ ̄  ̄ _ ̄  ̄ _ ̄  ̄ _ ̄  ̄
10 _ ̄  ̄ _ ̄  ̄ _ ̄  ̄ _ ̄  ̄ _ ̄  ̄ _ ̄  ̄ _ ̄  ̄ _ ̄  ̄ _ ̄  ̄ _ ̄  ̄ _ ̄  ̄ _ ̄  ̄ _ ̄  ̄ _ ̄  ̄ _ ̄  ̄ _ ̄  ̄ _ ̄  ̄
11  ̄ ̄ _  ̄ ̄ _ _ ̄ _ _ ̄ _ _ ̄ _ _ ̄ _ _ ̄ _ _ ̄ _  ̄ ̄ _  ̄ ̄ _  ̄ ̄ _  ̄ ̄ _  ̄ ̄ _ _ ̄ _ _ ̄ _ _ ̄ _  ̄ ̄ _
_ ̄ _ ̄ _ ̄ __ _ ̄ _ ̄  ̄ ̄ _ ̄ _ ̄ _ ̄  ̄ ̄  ̄  ̄ _  ̄  ̄ _ _ _  ̄  ̄ _
~ 20 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
Pada daftar tabel ini, dari “daerah” hingga “berdiri” tidak terdapat schwa pada suku kata kedua, “gubernur” dan “majelis” memiliki schwa pada suku kata ke-dua , sedang mulai dari “kesemak” hingga “segera” terdapat schwa pada suku kata ke-satu dan ke-dua. Maka dapat disimpulkan, pada sampel untuk tiga suku kata, dari 11 responden tidak ada satu orangpun yang memiliki aksen sesuai dengan teori Halim. Sebagian besar responden, memiliki aksen pada suku kata ke-dua, terlepas dari ada maupun tidak ada schwa. Tetapi, didapatkan kelompok yang melafalkan dengan aksen LHL, dan kelompok dengan aksen LHH. Terdapat satu responden yang jelas mengubah aksennya apabila ada schwa, namun itupun tidak sesuai dengan teori Halim. Selain itu, ada beberapa responden yang aksennya berpindah pada kata tertentu, akan tetapi tidak dipahami dengan jelas pada situasi apa dan aturan aksen yang bagaimana.
Tabel 3. Bahasa Jepang : Dua suku kata
IKU TOBU NORU INU KAZE KAWA KURU YOMU KAKU NEKO KUMO KASA %
正
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
_ ̄ _ ̄ _ ̄ _ ̄ _ ̄ _ ̄  ̄_  ̄_  ̄_  ̄_  ̄_  ̄_
 ̄_  ̄_  ̄_  ̄_  ̄_  ̄_  ̄_  ̄_  ̄_  ̄_  ̄_  ̄_ 50
_ ̄ _ ̄  ̄_  ̄_ _ ̄  ̄_ _ ̄  ̄_  ̄_  ̄_ _ ̄ _ ̄ 50
 ̄_  ̄_  ̄_  ̄_ _ ̄  ̄_  ̄_  ̄_  ̄_  ̄_  ̄_  ̄_ 58
_ ̄  ̄_  ̄_ _ ̄ _ ̄ _ ̄  ̄_ _ ̄ _ ̄  ̄_ _ ̄ _ ̄ 50
 ̄_ _ ̄ _ ̄ _ ̄ _ ̄ _ ̄  ̄_ _ ̄ _ ̄  ̄_  ̄_  ̄_ 75
 ̄_  ̄_  ̄_  ̄_  ̄_  ̄_  ̄_  ̄_  ̄_  ̄_  ̄_  ̄_ 50
 ̄_  ̄_  ̄_  ̄_ _ ̄  ̄_  ̄_  ̄_  ̄_  ̄_  ̄_  ̄_ 58
 ̄_  ̄_  ̄_ _ ̄  ̄_  ̄_  ̄_  ̄_  ̄_  ̄_  ̄_  ̄_ 58
_ ̄ _ ̄  ̄_  ̄_  ̄_  ̄_  ̄_  ̄_  ̄_  ̄_  ̄_  ̄_ 67
_ ̄ _ ̄ _ ̄  ̄_ _ ̄  ̄_  ̄_ _ ̄  ̄_ _ ̄ _ ̄  ̄_ 58
 ̄_  ̄_  ̄_  ̄_  ̄_ _ ̄  ̄_  ̄_  ̄_  ̄_ _ ̄  ̄_ 50
正解 率 45 45 27 45 64 36 91 72 81 91 64 82
Pada tabel ini, lajur paling kiri adalah aksen yang tepat. Dari “iku” sampai “kawa” memiliki aksen LH, sedang “kuru” sampai “kasa” memiliki aksen HL. Mayoritas responden adalah mahasiswa dengan masa studi di atas dua tahun, dan berpartisipasi secara aktif dalam kegiatan conversation maupun discussion club, sehingga memiliki kemampuan Bahasa
~ 21 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
Jepang relatif tinggi dengan tingkat kemampuan di atas chuukyuu. Tetapi, seperti tertera pada baris paling bawah, prosentase jawaban yang benar berada di kisaran 50 – 70 %. Berdasarkan hasil di atas, dapat disimpulkan bagi pembelajar Bahasa Jepang orang Indonesia, mempelajari aksen Bahasa Jepang adalah hal yang cukup sulit bahkan bagi pembelajar tingkat di atas menengah. Ada yang melafalkan semua kata dengan aksen yang sama dan menunjukkan yang bersangkutan tidak paham aksen Bahasa Jepang sama sekali. Banyak dari mereka yang melafalkan aksen yang sama dengan kata Bahasa Indonesia dengan dua suku kata. Tampak pula kecenderungan sulitnya melafalkan kata seperti “noru” dengan aksen LH, dibanding melafalkan “neko” yang memiliki aksen HL.
Tabel 4 Bahasa Jepang : Tiga suku kata
MEGANE MIDORI KURUMA SAKANA AKERU KARIRU WARAU TAMAGO OKASHI TABERU OKIRU HASHIRU
正
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
 ̄_ _  ̄_ _ _ ̄  ̄ _ ̄  ̄ _ ̄  ̄ _ ̄  ̄ _ ̄  ̄ _ ̄ _ _ ̄ _ _ ̄ _ _ ̄ _ _ ̄ _
_ ̄ _ _ ̄ _ _ ̄  ̄ _ ̄  ̄ _ ̄ _ _ ̄  ̄ _ ̄ _ _ ̄  ̄ _ ̄ _ _ ̄ _ _ ̄ _ _ ̄ _
_ ̄  ̄ _ ̄ _ _ ̄  ̄ _ ̄  ̄ _ ̄  ̄ _ ̄  ̄ _ ̄  ̄ _ ̄ _ _ ̄  ̄ _ ̄ _ _ ̄ _ _ ̄  ̄
 ̄_ _ _ ̄  ̄  ̄_ _ _ ̄  ̄ _ ̄  ̄ _ ̄  ̄ _ ̄  ̄ _ ̄  ̄ _ ̄  ̄  ̄_ _  ̄_ _  ̄_ _
_ ̄ _ _ ̄  ̄ _ ̄ _ _ ̄ _ _ ̄ _ _ ̄  ̄ _ ̄ _ _ ̄  ̄ _ ̄ _ _ ̄ _ _ ̄ _ _ ̄  ̄
_ ̄  ̄ _ ̄ _ _ ̄  ̄ _ ̄  ̄ _ ̄  ̄ _ ̄  ̄ _ ̄ _ _ ̄  ̄ _ ̄  ̄ _ ̄  ̄ _ ̄ _ _ ̄ _
_ ̄ _ _ ̄ _ _ ̄ _ _ ̄ _ _ ̄ _ _ ̄ _ _ ̄ _ _ ̄ _ _ ̄ _ _ ̄ _ _ ̄ _ _ ̄ _
_ ̄  ̄ _ ̄  ̄ _ ̄  ̄ _ ̄  ̄ _ ̄ _ _ ̄  ̄ _ ̄ _ _ ̄  ̄ _ ̄  ̄ _ ̄ _ _ ̄  ̄ _ ̄  ̄
_ ̄ _ _ ̄ _ _ ̄  ̄  ̄ ̄ _ _ ̄  ̄  ̄_ _ _ ̄  ̄  ̄ ̄ _ _ ̄  ̄  ̄_ _ _ ̄  ̄ _ ̄  ̄
_ ̄  ̄ _ ̄ _  ̄_ _ _ ̄  ̄ _ ̄  ̄ _ ̄  ̄ _ ̄  ̄  ̄ ̄ _ _ ̄  ̄ _ ̄  ̄ _ ̄  ̄ _ ̄  ̄
_ ̄ _  ̄ ̄ _ _ ̄  ̄ _ ̄ _ _ ̄ _ _ ̄  ̄ _ ̄  ̄ _ ̄  ̄ _ ̄  ̄ _ ̄  ̄ _ ̄  ̄ _ ̄  ̄
_ ̄ _ _ ̄  ̄ _ ̄  ̄ _ ̄  ̄ _ ̄  ̄ _ ̄  ̄ _ ̄  ̄ _ ̄  ̄ _ ̄  ̄  ̄ ̄ _ _ ̄ _ _ ̄ _
~ 22 ~
正解 率 9 0 64 64 55 82 55 18 27 45 55 36
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
_ ̄ _ _ ̄ SHIROI _ _ ̄ AMAI _ _ ̄ KARAI _ AKAI
%
_ ̄ _  ̄_ _ _ ̄  ̄ _ ̄ _
_ ̄  ̄ _ ̄  ̄ _ ̄ _ _ ̄ _
_ ̄ _ _ ̄ _ _ ̄ _ _ ̄  ̄
_ ̄  ̄ _ ̄  ̄ _ ̄  ̄ _ ̄ _
_ ̄ _ _ ̄ _ _ ̄ _ _ ̄ _
_ ̄ _ _ ̄ _ _ ̄ _ _ ̄ _
_ ̄ _  ̄_ _ _ ̄ _  ̄_ _
_ ̄  ̄ _ ̄ _ _ ̄ _ _ ̄  ̄
_ ̄ _ _ ̄  ̄ _ ̄  ̄ _ ̄  ̄
_ ̄ _ _ ̄  ̄ _ ̄ _ _ ̄  ̄
 ̄ ̄ _  ̄ ̄ _  ̄ ̄ _  ̄ ̄ _
64
71
57
36
71
64
43
29
36
36
50
64 36 64 45
Pada tabel ini, lajur paling kiri adalah aksen yang tepat. “Megane” dan “midori” beraksen HLL, dari “kuruma” hiingga “warau” beraksen LHH, “tamago” hingga “karai” LHL. Nomina memiliki tiga jenis aksen, yaitu LHH, HLL, dan LHL. Verba memiliki dua jenis yaitu LHH dan LHL, sedang adjektiva dengan satu jenis aksen yaitu LHL. Dari hasil pada tabel di atas, dapat disimpulkan bahwa sangat sulit bagi para mahasiswa untuk memahami perbedaan lafal, dan melafalkan, pola aksen kata untuk tiga suku kata bahasa Jepang. Dari tiga jenis aksen, LHH relatif bisa dilafalkan dengan tepat, diikuti oleh aksen LHL. Menurut penulis, hal ini karena aksennya mirip dengan aksen kata tiga suku kata dalam Bahasa Indonesia. Sementara aksen HLL seperti pada “megane” , tidak ada yang melafalkannya dengan tepat. Menurut Halim, pada kata seperti “majelis”, akan menjadi aksen HLL, akan tetapi dalam penelitian ini tidak ada responden yang melafalkannya seperti itu. Demikian juga, karena dalam Bahasa Indonesia di wilayah Jakarta saat ini tidak ditemukan aksen HLL, maka sulit bagi pembelajar orang Indonesia untuk melafalkan kata Bahasa Jepang dengan aksen HLL
4. KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan Aksen Bahasa Indonesia pada umumnya adalah HL (penultimate), yaitu aksen pada suku kata ke-dua dari belakang. Hal ini dinyatakan pada semua rujukan yang penulis teliti, termasuk dalam Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Akan tetapi, dalam penelitian ini hasilnya tidak seragam, karena didapatkan berbagai variasi aksen pada para responden. Demikian pula, tidak sesuai dengan teori aksen Bahasa Indonesia dari Halim.
~ 23 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
Sementara pada sampel kata Bahasa Jepang, tampak bahwa prosentase responden yang dapat melafalkan aksen dengan tepat, cukup rendah. Penyebab yang mencolok antara lain adalah asing atau tidaknya aksen yang dimaksud dalam Bahasa Indonesia. Aksen HL seperti pada “kuru” cukup tinggi prosentasenya dibandingkan HL “iku” karena hal tersebut. Demikian juga pada kata dengan tiga suku kata, aksen HLL dan LHL juga relatif rendah karena tidak umum dilafalkan dalam Bahasa Indonesia. Dengan demikian dapat dipahami bahwa pengaruh aksen Bahasa Ibu responden cukup berpengaruh dalam melafalkan aksen Bahasa Jepang. 4.2 Saran Melalui penelitian ini dipahami bahwa aksen Bahasa Jepang tidak semudah yang diduga sebelumnya oleh orang Indonesia. Meskipun para responden adalah siswa tingkat menengah ke atas, prosentase jawaban yang benar hanya berkisar 50 hingga 70% saja. Selain itu, ada banyak responden yang terpengaruh oleh Bahasa Ibu (Indonesia) dalam belajar Bahasa Jepang, sehingga melafalkannya seperti melafalkan Bahasa Indonesia. Penelitian Halim mengenai aksen Bahasa Indonesia sama sekali tidak sesuai dengan aksen yang dilafalkan di wilayah penelitian (Jakarta) dewasa ini. Terdapat perbedaan besar dalam aksen para responden, sehingga sulit ditentukan bentuk formal “Aksen Aktual Bahasa Indonesia wilayah Jakarta”. Akan tetapi, tampaknya pada sebagian besar responden memiliki ketentuan aksen sendiri-sendiri pada kata dengan dua dan tiga suku kata. Dengan demikian, menurut penulis akan cukup bermakna bila diteliti lebih lanjut mengenai aturan aksen yang dipakai oleh individu pembicara Bahasa Indonesia. Terakhir, mengenai cara pengajaran aksen Bahasa Jepang terhadap orang Indonesia. Di antara para responden, awalnya ada yang berpendapat bahwa “tidak ada aksen dalam Bahasa Indonesia”.
Akan tetapi, ketika mereka diminta melafalkan Bahasa Indonesia, para
responden terkejut karena secara tidak sadar mereka meletakkan aksen pada salah satu suku kata dengan pola tertentu. Bagi orang Indonesia, perbedaan lafal pada kata dua suku kata (HL dan LH) dalam Bahasa Jepang, bukan hanya sulit dilafalkan secara benar, tetapi juga sulit dibedakan bunyinya. Oleh karena itu, untuk orang Indonesia yang ingin mempelajari aksen bahasa Jepang, mungkin ada baiknya diawali dengan menyadari dan mengenali pola aksen dalam berbicara Bahasa Ibu sendiri terlebih dulu.
~ 24 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
DAFTAR PUSTAKA
Halim, Amran ,1981, Intonation in Relation to Syntax in Indonesian, Canberra : Pacific Linguistics 36 Haraguchi Shosuke, 1999, Accent, Tsujimura Natsuko The Handbook of Japanese Linguistics, Oxford : Blackwell Publishers Hayata Teruhiro ,1989, Akusento Koza Nihongo to Nihongo Kyoiku Daiichiken Nihongogakuyosetsu, Meiji Shoten NHK (ed.), 1985, Nihongo Hatsuon Akusento Jiten, Nihonhoso shuppankyokai Sakiyama Osamu, 1990, Nihongo to Indonesiago no Akusento to Intoneshon Koza Nihongo to Nihongo Kyoiku Daisanken Nihongo onsei, Meiji Shoten
~ 25 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
~ 26 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
ANALISIS HASIL PEMBELAJARAN KORESPONDENSI : TELAAH MORFOSINTAKSIS
Dinny Fujiyanti Jurusan Sastra Jepang, Fakultas Sastra
ABSTRAK Korespondensi masih berperan sebagai alat komunikasi efektif dalam kehidupan kita dewasa ini,selain alat-alat komunikasi lainnya seperti telepon, mesin faks, telepon genggam dan gawai baru lainnya yang terus berkembang sesuai dengan kemajuan teknologi. Dibutuhkan keahlian khusus, selain kemampuan menulis (writing skill) agar mahasiswa dapat berkorespondensi dengan baik dalam bahasa Jepang. Mahasiswa sebaiknya memahami faktor-faktor apa yang mempengaruhi pemilihan kata serta ungkapan-ungkapan yang digunakan dalam berkorespondensi. Ketidaktepatan pemakaian kata dan ungkapan yang digunakan kemungkinan akan mempengaruhi atau merusak hubungan antara si penulis dan si penerima surat.Tujuan penelitian ini agar mahasiswa menyadari ketidaktepatan pemakaian atau pemilihan kata dan ungkapan dalam berkorespondensi, dan mampu membuat kalimatkalimat korespondensi dengan lebih baik dengan cara mengetahui pemilihan kata (diksi) dan ungkapan-ungkapan yang digunakan secara morfosintaksis. Peneliti menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif yaitu penggambaran menyeluruh tentang bentuk dan struktur kata atau kalimat yang ada pada materi ajar korespondensi. Data akan dianalisis dengan menggunakan metode agih. Metode agih adalah metode analisis data yang alat penentunya justru bagian dari bahasa itu. Kata Kunci : Korespondensi, Ketidaktepatan, Morfosintaksis, Diksi, Metode Agih
1. PENDAHULUAN Korespondensi adalah salah satu mata kuliah yang diberikan kepada mahasiswa khususnya mahasiswa yang berada pada semester V atau VII di Universitas Darma Persada. Mata kuliah ini menekankan pengembangan kemampuan menulis ( 書く技能/ writing skills) bagi mahasiswa. Mahasiswa yang akan mengambil mata kuliah ini seyogiyanya sudah memiliki kemahiran menulis dasar mengingat mereka yang mengambil mata kuliah korespondensi sudah lulus mata kuliah-mata kuliah yang diberikan semester sebelumnya yang menekankan pada kemahiran menulis seperti sakubun 1-3. Untuk dapat memahami dan membuat surat dalam bahasa Jepang dengan baik, mahasiswa sebaiknya memiliki pemahaman korespondensi sebagai berikut (Kikuko et.all : 2000) :
~ 27 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
A. Type of Adressee (Jenis penerima surat) Kalimat dan pilihan kata (diction) yang digunakan berbeda sesuai dengan siapa si penerima surat, apakah superiors (atasan seperti bos, dosen atau professor), lesser superiors (sempai, kakak kelas), kenalan atau orang-orang yang belum pernah kita temui. B. Style Jenis kalimat yang digunakan bervariasi sesuai jenis suratnya apakah formal, informal (antar teman, adik kelas), klasik bahasa jepang ataukah typical dan natural style seperti jenis surat menyurat yang dibuat dewasa ini. C. Politeness Levels ( Tingkat Kesopanan) 1) Jenis netral yaitu penulisan surat tanpa mempertimbangkan usia dan jenis kelamin si penerima. 2) Berdasarkan tingkat kesopanan. Ada 3 jenis tingkatan kesopanan : a. Hubungan vertikal (vertical relationship) superior-inferior antara si penulis dan si penerima surat. b. Tingkat keakraban (degree of closeness) antara si penulis dan si penerima surat. Ketika tingkat keakrabannya rendah (low), seperti belum pernah bertemu sebelumnya, maka tingkat kesopanan menjadi tinggi (high) c. Tingkat permohonan atau pelanggaran/ kesalahan serius (burden of request/ seriousness of offenses).
Tingkat kesopanan dalam membuat kalimat semakin tinggi apabila si penulis surat meminta bantuan kepada si penerima surat (permintaan pembuatan surat rekomendasi dari seorang dosen atau professor (recommendation letters). Tingkat kesopanan ini pun menjadi tinggi apabila si penulis surat melakukan kesalahan atau pelanggaran serius seperti kehilangan benda yang dipinjamkan oleh si penerima surat. Dalam korespondensi bahasa Jepang, hal-hal tersebut di atas seperti jenis surat, tingkat kesopanan banyak diwujudkan ke dalam perubahan kata kerja. Dengan mengkaji kalimatkalimat yang ada dengan bantuan morfosintaksis diharapkan mahasiswa dapat memahami
~ 28 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
dan mengaplikasikan kalimat-kalimat yang dipakai secara konvensional dalam surat menyurat dengan baik.
2. PERUMUSAN MASALAH Berdasarkan latar belakang permasalahan, rumusan masalahnya adalah sebagai berikut: 1.
Bagaimana
Morfosintaksis
(keitaitekitougouron)
dapat
membantu
mahasiswa
menguasai korespondensi dengan mempertimbangkan type of addresse, style dan politeness level dari si penulis (writer) dan si penerima surat (addresse)? 2.
Ketidaktepatan atau kesalahan secara morfosintaksis seperti apa yang dihadapi mahasiswa terhadap pembelajaran korespondensi bahasa Jepang?
3. TINJAUAN PUSTAKA 3.1 Morfologi Menurut Crystal (1980:232-233), Morfologi adalah cabang tata bahasa yang menelaah struktur atau bentuk kata, utamanya melalui penggunaan morfem. Morfem adalah unsur terkecil atau satuan bahasa terkecil dalam sebuah kalimat atau wacana. Kekurangpahaman terhadap unsur-unsur terkecil ini dapat menyebabkan kesalahan dalam menerjemahkan atau memahami sebuah kata, frase, klausa maupun kalimat dalam sebuah wacana. Morfologi pada umumnya dibagi ke dalam dua bidang : telaah infleksi (inflectional morphology) dan telaah pembentukan kata (lexical or derivational morphology). Sedangkan menurut O’Grady dan Dobrovolsky (1989:89-90), morfologi adalah komponen tata bahasa generative transformasional (TGT) yang membicarakan tentang struktur internal kata, khususnya kata kompleks. Mereka juga membedakan antara teori morfologi umum yang berlaku bagi semua bahasa dengan morfologi khusus yang hanya berlaku bagi bahasa tertentu.Teori morfologi umum berurusan dengan pembahasan secara tepat mengenai jenisjenis kaidah morfologi yang dapat ditemukan dalam bahasa-bahasa alamiah. Sedangkan morfologi khusus merupakan seperangkat kaidah yang mempunyai fungsi ganda. Pertama,kaidah-kaidah ini berurusan dengan pembentukan kata baru. Kedua, kaidah-kaidah ini mewakili pengetahuan penutur asli yang tidak disadari tentang struktur intern kata yang sudah ada dalam bahasanya. Teori morfologi khusus ini yang pada umumnya menjadi masalah bagi mahasiswa untuk memahami makna kata atau kalimat yang terdapat dalam surat-menyurat karena dalam surat menyurat digunakan banyak sekali kalimat-kalimat yang
~ 29 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
dapat dimengerti dengan memahami proses morfologi dari kata atau ungkapan yang ada di dalamnya. Teori yang berkenaan dengan kajian ini adalah teori Morfologi Generatif. Menurut Chomsky (1965:3-9), prinsip atau asumsi yang mendasari tata bahasa generative transformasional dan morfologi generatif pada khususnya dapat dikemukakan sebagai berikut :
Pertama, TGT adalah teori tentang kompetensi yaitu pengetahuan penutur asli mengenai bahasanya yang berbeda dengan performansi yaitu penggunaan bahasa yang sesungguhnya oleh penutur asli dalam situasi nyata.
Kedua,bahasa memiliki sifat kreatif dan inovatif. Dengan kreativitas bahasa dimaksudkan kemempuan penutur asli untuk menghasilkan kalimat-kalimat baru, yaitu kalimat-kalimat yang tidak mempunyai persamaan dengan kalimat-kalimat yang biasa. Penutur asli mampu menghasilkan dan memahami kalimat-kalimat baru atau mampu membuat pertimbangan mengenai keberterimaannya.
Ketiga, TGT adalah seperangkat kaidah yang memberikan pemerian struktural kepada kalimat . Mempelajari suatu bahasa berarti mempelajari seperangkat kaidah sintaksis,kaidah semantic,dan kaidah fonologis.
Keempat,bahasa adalah cermin pikiran. Chomsky (1972:103) menyatakan bahwa terdapat sejumlah pertanyaan yang menyebabkan seorang mempelajari bahasa. Dengan menelaah bahasa secara rinci, kita akan mengetahui ciri-ciri inheren dari pikiran manusia. Dengan kata lain, kita akan mencapai pemahaman yang lebih baik tentang bagaimana pikiran manusia menghasilkan dan memproses bahasa.
Dengan menganalisis kalimat-kalimat yang ada dengan aplikasi morfologi, mahasiswa dapat memahami pikiran atau ide-ide yang ada dalam korespondensi. 3.2 Sintaksis Ada banyak batasan sintaksis yang telah dikemukakan oleh para linguis. Crystal (1980) mendefinisikan sintaksis sebagai telaah tentang kaidah-kaidah yang mengatur cara kata-kata dikombinasikan untuk membentuk kalimat dalam suatu bahasa. O’Grady dan Dobrovolsky (1989) menyatakan bahwa sintaksis adalah sistem kaidah dan kategori yang memungkinkan kata-kata dikombinasikan untuk membentuk kalimat. Rusmadji (1993) mengatakan bahwa sintaksis adalah subsistem tata bahasa yang mencakup kelas kata dan satuan-satuan yang lebih besar, yaitu frasa, klausa kalimat dan hubungan-hubungan di antara satuan-satuan sintaksis tersebut .
~ 30 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
Dari batasan-batasan di atas dapat disimpulkan bahwa sintaksis adalah telaah tentang hubungan kata-kata atau satuan-satuan sintaksis yang lebih besar ddalam kalimat. Dengan kata lain, sintaksis adalah telaah tentang struktur kalimat.
Teori struktural tata bahasa generatif transformasional (TGT) yang diperkenalkan oleh Chomsky mampu memecahkan berbagai masalah kebahasaan di bidang sintaksis dibandingkan dengan teori linguistik struktural yang tidak mampu menjelaskan hubunganhubungan yang dimiliki kalimat-kalimat yang berbeda antara satu dengan yang lainnya. Menurut Akmajian dkk. (1984), asumsi-asumsi dasar TGT adalah sebagai berikut : Pertama, bahasa manusia pada semua tingkatan dikuasai oleh kaidah.Setiap bahasa mempunyai kaidah sistematis yang menguasai pengucapan,pembentukan kata, dan konstruksi gramatikal. Kedua, bahasa manusia yang beraneka ragam itu membentuk suatu fenomena yang menyatu. Secara lahiriah, bahasa manusia sangat berbeda-beda, namun secara batiniah, bahasa-bahasa tersebut memiliki ciri-ciri kesemestaan.Semua bahasa memiliki tingkat kerumitan dan rincian yang sama. Tidak ada bahasa yang bersahaja. Ketiga, tujuan akhir linguistik bukanlah semata-mata untuk memahami bagaimana bahasa itu terbentuk dan bagaimana berfungsinya karena telaah bahasa pada hakikatnya adalah telaah pikiran manusia. Selain TGT, teori tata bahasa tagmemik yang dikembangkan oleh Kenneth L,Pike dapat membantu memecahkan masalah-masalah lapangan yang konkret yang didasarkan pada prinsip-prinsip berikut (Abdul Muis : 2010) : 1. Bahasa sebagai tingkah laku manusia Ini berarti bahasa dapat dianalisis dan dipahami sebaik-baiknya sebagai satu aspek dari tingkah laku manusia. Tagmemik menolak pandangan bahasa yang mentalistik. Selain fungsi simbolis atau fungsi representasional, bahasa juga mempunyai fungsi komunikatif yang sangat penting. 2. Semua tingkah laku purposif, termasuk bahasa,muncul dalam satuan-satuan atau kepingan-kepingan. Suatu satuan dapat ditentukan menurut ciri-ciri pembeda yang mengkontraskannya dengan satuan-satuan lain dalam kelas, gugus, atau sistem. Satuan itu dapat berbeda dalam bentuk fisiknya dalam batas-batas tertentu.
~ 31 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
3. Pentingnya konteks Satuan-satuan tidak terjadi dalam isolasi; satuan-satuan itu terjadi dalam konteks. Hal ini berarti bahwa faktor-faktor penyebab bagi variabel dapat ditemukan dalam konteks. Hal ini berarti pula dalam tata bahasa, kalimat hendaknya tidak dianalisis dalam isolasi, melainkan dalam konteks. 4. Hierarki, tonggak dari teori tagmemik Hierarki di sini merujuk kepada hierarki sebagian dan keseluruhan, yaitu satuan-satuan kecil umumnya terjadi sebagai bagian dari satuan-satuan yang lebih besar, yang pada gilirannya dapat menjadi bagian dari satuan-satuan yang lebih besar lagi. Secara khusus, ujaran-ujaran linguistis dipandang terstruktur dengan tiga hierarki yang simultan dan saling mengunci : hierarki fonologis, gramatikal, dan referensial. Hierarki fonologis mencakup fonem dan silabe pada tingkat yang lebih rendah; kemudian kelompok tekanan; kelompok ritme, dan sebagainya. Hierarki referensial mencakup struktur isi atau makna, hubungan tingkah laku penutur-pendengar, emosi, pragmatik dan teori tindakturut merupakan bagian dari hierarki referensial. Menyangkut tata bahasa, tagmemik menuntut juga perstrukturan hierarkis. Morfologi dan sintaksis tidak diperlakukan terpisah dalam teori tagmemik, malah tagmemik menuntut perstrukturan pararel dalam kaitannya dengan relasi-relasi hierarkis untuk kata, kalimata dan wacana.
3.3 Korespondensi Bahasa Jepang Korespondensi masih berperan sebagai alat komunikasi yg efektif selain menggunakan telepon, mesin faks dan alat-alat komunikasi baru lainnya yang terus berkembang sesuai dengan kemajuan teknologi. Manfaat berkorespondensi adalah seseorang masih dapat menyimpan catatan atau bukti korespondensi guna menghindari kesalahpahaman dalam berkomunikasi. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan pada waktu berkorespondensi dalam bahasa Jepang (Kikuko Tatematsu, dkk : 2000) :
A. Format surat Format surat atau layout dalam bahasa Jepang sudah tetap (fixed). Ada 2 jenis format surat yaitu secara vertikal dan horizontal.
~ 32 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
B. Spesifikasi korespondensi dalam bahasa Jepang Dalam korespondensi bahasa Jepang, tingkat kevariasian lebih beragam karena keharusan menggunakan tingkatan keigo ( bahasa sopan) yang sesuai. Perihal menulis surat yang meminta bantuan (requesting assitance) yang menyebabkan kewajiban sosial bagi si penerima surat, tingkat kesopanan (keigo) lebih tinggi dibandingkan dengan situasi lainnya.
Selain tujuan dari korespondensi, hubungan dan tingkat keakraban antara si penulis dan penerima surat mempengaruhi jenis surat dalam bahasa Jepang. Status sosial, usia, jenis kelamin serta pekerjaan si penulis surat berpengaruh terhadap pilihan kata dan penggunaan keigo/ bahasa atau ungkapan sopan yang akan digunakan. Oleh karenanya, si penulis harus berhati-hati dalam penggunaan ungkapan-ungkapan sopan seperti humble dan honorific expressions. Dalam masyarakat Jepang, hubungan dibangun atas dasar memberi-menerima (giving and receiving), rasa kewajiban yang kuat timbul terhadap orang-orang yang sudah melakukan sesuatu untuk kita. Sebagai contoh: kebanyakan orang Jepang merasa berhutang budi terhadap guru mereka walaupun guru mereka sudah mengajari mereka dalam waktu yang sudah lama. Kata-kata yang menyatakan memberi-menerima (kudasaru, itadaku) sering digabungkan dengan verba lainnya. Untuk menyatakan kalimat atau ungkapan ‘Prof Kawasaki sudah mengajar saya” dapat dituangkan ke dalam beberapa ungkapan, seperti :
1. Kawasaki sensei ga oshiemashita. Kalimat sopan / (teinei-kei/ masu-kei ) dimana dalam kalimat ini tidak disertakan kata kerja yang menyatakan penghormatan/ keberhutangbudian (indebtedness) dari si penulis. Kalimat ini bermakna: Prof Kawasaki sudah mengajarkan saya. Secara implisit, tidak ada makna penghormatan atau keberhtangbudiaan si penulis surat kepada Prof kawasaki apabila kalimat ini dikaji secara morfosintaksis.Kalimat ini tidak tepat untuk dipakai dalam korespondensi karena tingkat kesopanan ( degree of politeness) tidak dipertimbangkan di dalam kalimat ini. 2. Kawasaki sensei ga oshiete kuremashita. Kalimat sopan (teinei-kei/masu-kei) dimana dalam kalimat ini diikuti kata kerja bantu bentuk –te kureru yang bermakna seseorang yang sudah memberikan kebaikan/jasa
~ 33 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
untuk diri s penulis (subyek). Orang yang memberi jasa atau kebaikan biasanya orang yang mempunyai tingkatan sosial/ status, pendidikan dan pekerjaan yang sama dengan si penulis dalam masyarakat. Sesuai dengan kajian morfosintaksis, kalimat ini bermakna Prof Kawasaki sudah memberikan jasa atau kebaikan berupa pengajaran kepada saya. Tetapi makna dan struktur –te kureru kurang tepat, karena si penulis seharusnya menaruh rasa hormat yang besar kepada Prof Kawasaki karena Prof Kawasaki memiliki status, pengalamam, usia dan pendidikan yang lebih tinggi dari si penulis. 3. Kawasaki sensei ga oshiete kudasaimashita. Kalimat sopan (keigo-sonkei) dimana dalam kalimat ini diikuti kata kerja bantu –te kudasaru yang bermakna seseorang yang telah memberikan jasa/ kebaikan untuk diri si penulis (writer). Orang yang memberi jasa/ kebaikan adalah orang-orang yang mempunyai tingkat sosial/ status, pendidikan dan pekerjaan yang lebih tinggi dari si penulis. Kalimat ini bermakna aktif yaitu : Prof Kawasaki sudah mengajarkan saya. Secara implisit bermakna Prof Kawasaki, orang yang saya hormati dan lebih tua usianya dari saya, telah memberikan jasa pengajaran dalam membagi ilmunya kepada saya. Sesuai dengan kajian morfosintaksis, makan dan struktur – te kudasaru dalam kalimat ini tepat karena si penulis mempertimbangkan tingkat kesopanan dalam korespondensi. 4. Kawasaki sensei ni oshiete itadakimashita. Kalimat sopan (keigo-sonkei) dalam kalimat ini diikuti kata kerja bantu –te itadaku yang bermakna diberikan bantuan atau jasa oleh si penerima surat (addressee) dalam konteks kalimat ini. Si penerima surat adalah orang memberi jasa/ kebaikan dan mempunyai tingkat sosial/ status, pendidikan dan pekerjaan yang lebih tinggi dari si penulis. Makna kalimat ini bermakna pasif yaitu : Saya diajari oleh Prof Kawasaki. Secara implisit, bermakna saya telah diberikan jasa pengajaran oleh Prof Kawasaki, orang yang saya hormati lebih tua usianya dari saya dan kepada dia saya berhutang budi kebaikan. Sesuai dengan kajian morfosintaksis, makan dan struktur – te itadaku dalam kalimat ini tepat karena si penulis mempertimbangkan tingkat kesopanan dalam korespondensi.
C. Ungkapan-ungkapan khusus dalam korespondensi
~ 34 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
Ungkapan-ungkapan khusus seperti : a. Kata pembuka dan kata penutup b. Salam pembuka (preliminary greetings) seperti salam sesuai musim (seasonal greetings), salam menanyakan kesehatan (asking about the other person’s health) dll. c. Salam penutup (final greetings)
Menurut Prof.Kabaya, yang dimaksud dengan Honorifiks atau keigo adalah penuturan individual yang dipilih dan dipakai oleh penutur berdasarkan azas saling menghormati (penutur menghormati petutur dan petutur menghormati penutur). Beliau menyebutkan honorifiks bahasa Jepang yang dimaksud adalah ragam bahasa yang beredar di kalangan orang Jepang dewasa. Pemakaian honorifiks oleh orang dewasa (Otona no KC [keigo communication]) ditentukan oleh 6 faktor yang saling berkaitan sebagai berikut (Tjandra :2013) a. Ba 場(latar pemakaian) Pemakaian honorifiks harus disesuaikan dengan waktu dan tempat pemakaian (kapan dipakainya dan di mana dipakainya?), kemudian juga harus disesuaikan dengan keadaaan yakni dalam keadaan apa dipakainya?. b. Ningen Kankei 人間関係(hubungan antar manusia) Pemakaian honorifiks harus disesuaikan dengan hubungan antar orang-orang yang terlibat di dalamnya (penutur, petutur dan orang yang dibicarakan); siapa yang memakai honorifiks itu dan kepada siapa dipakainya?Lalu pemakaiannya tentang siapa? c. Tachiba-Yakuwari
立場ー役割 (posisi dan peran)
Pemakaian honorifiks harus disesuaikan dengan posisi dan peran penutur di antara orangorang yang terlibat; penutur harus memperhatikan posisi dan peran dirinya di dalam hubungan di masyarakat yang bersifat permanen seperti hubungan antar guru-murid, antar atasan-bawahan,dan ada juga hubungan yang bersifat temporal seperti hubungan antara karyawan-pembeli, pegawai-pelanggan dan sebagainya. d. Kimochi 気持ち (pengertian dan perasaan) Pemakaian honorifiks harus disesuaikan dengan pengertian dan perasaan dari pihak penutur; antara lain kenapa dipakai seperti itu dan bertujuan apa memakai seperti itu. e. Nakami
内容 (isi pikiran dan maksud hati)
~ 35 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
Pemakaian honorifiks harus disesuaikan dengan isi pikiran dan maksud hati penutur; isi pikiran dari penutur memang ada yang berupa isi informasi secara rasional objektif, namun pemakaian honorifiks tidak hanya mengandung informasi yang objektif saja, melainkan juga harus memuat maksud hati penutur yang hendak disampaikan kepada pihak lawan. f. Katachi 形成(wujud penyampaian) Pemakaian honorifiks harus mengambil bentuk wujud penyampaian yang memadai; wujud penyampaian ini harus bisa ditangkap oleh pihak lawan yang bersangkutan sebagai isi pikiran dan pengertian dari penutur yang hendak disampaikannya.
4. TUJUAN PENELITIAN Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah : 1. Untuk mengkaji bagaimana Morfosintaksis dapat membantu mahasiswa menguasai korespondensi bahasa Jepang dengan mempertimbangkan type of addresse, style dan politeness level dari si penulis (writer) dan si penerima surat (addresse). 2. Untuk mengetahui ketidaktepatan atau kesalahan secara morfosintaksis seperti apa yang dihadapi mahasiswa terhadap pembelajaran korespondensi bahasa Jepang?
5. MANFAAT PENELITIAN Hasil penelitian ini diharapkan memberikan manfaat kepada berbagai pihak, antara lain : 1. Para mahasiswa Universitas Darma Persada yang mengambil mata kuliah korespondensi pada khususnya, dan mahasiswa Universitas Darma Persada lainnya dengan memberikan pemahaman mengenai Morfosintaksis sebagai salah satu cara dalam memahami makna dan struktur kalimat-kalimat yang berada dalam korespondensi bahasa Jepang. 2. Para dosen di lingkungan Universitas, khususnya dosen linguistik agar dapat memberikan pemahaman kepada para mahasiswa mengenai penerapan ilmu-ilmu yang sudah mahasiswa pelajari.
6. METODOLOGI PENELITIAN Peneliti menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif yaitu penggambaran menyeluruh tentang bentuk dan struktur kata atau kalimat yang ada pada materi ajar korespondensi. Data yang dipakai adalah bahan materi ajar korespondensi seperti Writing Letters in Japanese
~ 36 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
(Kikuko Tatematsu), Writing E-mails in Japanese (Akiko Yana), Nihongo Bijinesu Bunsho Manyuaru (Maki Okumura) dan Tegami no Kakikata Jiten. Data akan dianalisis dengan menggunakan metode agih (Mahsun:2005). Metode agih adalah metode analisis data yang alat penentunya justru bagian dari bahasa itu. Alat penentu dalam rangka kerja metode agih itu selalu berupa bagian atau unsur dari bahasa obyek sasaran penelitian seperti kata (kata ingkar,preposisi, adverbia), fungsi sintaksis (S, O, P), klausa, silabe kata, titi nada, dan yang lain (Sudaryanto:1993) Tehnik pada metode agih dapat dibedakan menjadi dua : tehnik dasar dan tehnik lanjutan. Tehnik dasar metode agih disebut tehnik bagi unsur langsung atau tehnik BUL. Disebut demikian karena cara yang digunakan pada awal kerja analisis adalah satuan lingual datanya menjadi beberapa bagian atau unsur; dan unsur-unsur yang bersangkutan dipandang sebagai bagian yang langsung membentuk satuan lingual yang dimaksud. Alat pembaginya yaitu dengan mengidentifikasi unsur-unsur pembentuk kata seperti pangkal kata, afiks dan lain sebaginya. Disamping itu, dapat pula dengan melihat jeda yang silabik atau sendi. Data akan dianalis bersama-sama dengan mahasiswa semester V pada semester ganjil 2014-2015 yang diperkirakan berjumlah 50-60 orang mahasiswa dengan asumsi mereka sudah memiliki pengetahuan morfologi dan sintaksis dengan baik.
7. HASIL PENELITIAN Hasil dan Pembahasan Data yang dianalisis memperlihatkan temuan sebagai berikut :
7.1 Kecenderungan mahasiswa mengabaikan kata-kata setsuji (切辞- imbuhan) terutama prefiks (接頭辞) seperti 「お」、「ご」. Penggunaan prefiks ini sangat penting untuk membuat kata memiliki makna baru yaitu makna kesopanan(honorific) dari makna yang dimiliki oleh suatu morfem bebas. Contoh : ご健康をお祈りします。 Gokenkou wo oinorishimasu. (Saya berdoa untuk kesehatan anda)
~ 37 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
Penggunaan prefix go secara sintagmatik harus ada dalam kalimat ini, karena prefik go adalah bentuk baku secara morfologis dengan penambahan prefiks atau sufiks mengikuti konvensi yang ada. 7.2 Kelebihan ( redundansi) penggunaan prefiks 「お」dan「ご」. Contoh : 小春日和のいいお天気が続きますが変わらないで過ごすと思います。 Koharubiyori no ii otenki ga tsuzukimasuga kawaranaide sugosu to omoimasu. (Cuaca yang baik pada awal musim semi yang datang lebih awal, moga anda dalam keadaan sehat walafiat). Prefiks O tidak perlu dipakai karena terdapat kata sifat いい {ii : baik} yang berfungsi sebagai modifier yang menjelaskan kata benda 天気{tenki}. Kalimat di atas seharusnya menjadi : 小春日和のいい天気が続きますが変わらないで過ごすと思います. (dihilangkannya prefiks O).
7.3 Kesalahan pemakaian kelompok ragam hormat-sopan. Contoh : 心配しております。 (shinpai shite orimasu : saya khawatir). Kalimat diatas bermakna rasa khawatir si penulis surat tentang keadaan si penerima surat. Oleh karena itu, si penulis surat sebaiknya menggunakan bentuk humble yaitu makna perasaan kesopanan yang hendak disampaikan si penulis surat. Tipe verba ragam hormatsopan : go-V-itasu ; V: nomina verbal kosa kata kanji. Kalimat diatas menjadi : ご心配いたす (goshinpai itasu)
ご心配いたします
(goshinpai itashimasu itasu adalah bentuk verba kamus dan dapat berkonjugasi berdasarkan kala dari verba tersebut. Kala genzai (simple present: morfem terikat –u dari verba itas+-u berubah menjadi –masu itashimasu). Pemakaian –shite orimasu berasal dari verba suru yang dipakai dalam aspek kontinuatif (surushite imasu (makna teinei (polite forms dalam aspek kontinuatif)shite orimasu (makna humble dalam aspek kontinuatif).
~ 38 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
Kata honorifiks ini memiliki dua bentuk dan du ciri honorifiks, yakni bentuk dan cirri sebagai Ragam Hormat yang mengandung makna hormat, ditunjukan kepada pihak bersangkutan, dan bentuk dan cirri sebagai Ragam-Sopan-diri yang mengandung makna sopan, ditunjukan kepada petutur.
7.4 Kesalahan pemakaian ragam hormat. Contoh : 一ヶ月前にサイトでアパートを探し、いいアパートを見つかりましたが、大学 から遠いとは存じます。 (ikkagetsu mae ni saito de apaato wo sagashi, ii apaato wo mitsukarimashitaga, daigaku kara toi to zonjimasu: Sebulan yang lalu, saya mencari apartment dan sudah menemukan apartmenyang bagus tetapi saya pikir apartemen itu terlalu jauh.). Verba yang digarisbawahi di atas mitsukarimashita tidak tepat secara tachiba-yakuwari (posisi dan peran) karena sesuai dengan situasi surat, si penulis surat adalah bawahan (mahasiswa) sedangkan si penerima surat adalah atasan (guru/dosen). Karena hubungan ini maka verba harus dalam ragam hormat yang dapat dibentuk dari morfosintaksis o-Vni naru お-V-になる;
見つかりました
お見かりになる。
7.5 Pengaruh bahasa percakapan ke dalam kalimat korespondensi Contoh : たくさんの可能性と幸福に満ちた日々であるよう願ってます。 (takusan no kanousei to koufuku ni machita hibi de aru you na negattemasu). Negattemasu adalah bentuk singkat dari negatte imasu, dan dalam korespondensi formal tidak lazim menggunakan kata kerja bentuk singkat (contraction).
7.6 Kesalahan pemilihan kata (diksi) atau rengo Contoh : あなたが元気で乗っています。 (anata ga genki de notte imasu.)
~ 39 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
Notte imasu berasal dari verba ‘noru’ yang memiliki beberapa makna yang salah satunya bermakna “menaiki kendaraan”. Verba ‘noru’ tidak tepat dipakai dalam konteks kalimat di atas. Disini diperlukan pemahaman mahasiswa untuk mengerti verba apa yang biasa atau dapat berkolokasi dengan kata sifat ‘genki’ “baik”. Dalam konteks kalimat di atas , si penulis surat ingin menanyakan keadaan si penerima surat . Maka kemungkinan verba yang tepat adalah: “sugosu” artinya ‘menghabiskan”. Kalimatnya menjadi : あなたが元気ですごしていますか。
7.7 Kesalahan pemaknaan dalam bahasa target Contoh : あなたは常に健康を与えることができます。 (anata wa tsune ni kenkou wo ataeru koto ga dekimasu). Maksud dari si penutur sebenarnya adalah “kami doakan semoga anda selalu sehat walafiat”. Tetapi mahasiswa belum mengetahui ungkapan tepat yang seperti apa yang bisa digunakan untuk menyampaikan ide atau pemikiran ini. Oleh karena itu, mahasiswa mencoba menerjemahkan ide dari bahasa sumber (bahasa Indonesia) ke dalam bahasa Jepang yang secara literal makna kalimat di atas adalah “dapat selalu memberikan kesehatan kepada anda”. Dalam bahasa korespondensi, terdapat ungkapan-ungkapan khusus yang bisa digunakan untuk menyampaikan doa kesehatan kepada petutur. Salah satunya adalah : あなたのご健康をお祈り申し上げます。 (anata no gokenkou wo oinori moushiagemasu) Artinya : Saya selalu mendoakan kesehatan untuk anda. Kalimat di atas dipakai untuk mendoakan kebahagiaan seseorang yang kedudukannya lebih tinggi dari si penutur. Ungkapan seperti di atas dapat lebih dipahami kalau kita analisis secara morfosintaksis yaitu penggunaan awalan go (ご) yang diikuti kata benda kenkou/健 康 (kesehatan).Selain itu dilihat dari verbanya penggunaan お___申し上げます adalah pola bentuk sopan (sonkei) yang digunakan untuk menghormati lawan bicara. Contoh lainnya : では、失礼いたします。 (dewa, shitsurei itashimasu)
~ 40 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
Kalimat di atas digunakan mahasiswa untuk memberikan salam penutup dalam surel tentang permohonan (onegai no meeru) yang maksudnya adalah “demikianlah surat permohonan saya”. Namun penggunaan kalimat di atas tidak tepat karena ungkapan “shitsurei itashimasu” biasanya digunakan pada waktu seseorang ingin berpamitan atau pulang lebih awal dari yang lainnya. Ungkapan ini hanya digunakan dalam ragam bahasa percakapan formal. Oleh karena itu, kalimat ini tidak dipakai dalam korespondensi atau bahasa tulisan.
8. PENUTUP DAN SARAN
Pemahaman morfosintaksis dapat membantu mahasiswa untuk memecahkan masalahmasalah yang muncul dalam proses belajar korespondensi bahasa Jepang yang diakibatkan oleh struktur bahasa yang berbeda (perbedaan proses morfologis kata dan hubungan sintagmatik antar kata), serta memahami kesalahan-kesalahan seperti apa yang muncul dalam mata kuliah korespondensi.Kesalahan dalam diksi dan ungkapan menyebabkan tidak konsistennya pemakaian kalimat dan menjadikan kalimat tidak efektif. Kalimat-kalimat yang dibuat dalam surat menyurat dipengaruhi oleh beberapa hal yang seharusnya dipahami dengan baik oleh pemelajar, karena kesalahan sebuah prefiks atau suffiks saja dapat mempengaruhi makna dan rasa dari kalimat tersebut, misalnya pengurangan nilai hormat dari penutur kepada petutur. Pengidentifikasian secara leksikal maupun gramatikal , dengan memahami unsur-unsur pembentuk kata yang lebih kecil yaitu morfem, dapat membantu pemerolehan morfo-sintaksis dalam pembelajaran korespondensi dan mengurangi kesalahan-kesalahan gejala morfo-sintaksis.
DAFTAR PUSTAKA
Akiko Yana dkk. Writing E-mails in Japanese. Japan : The Japan Times,2004. Alwi Hasan, dkk. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka, 2003. Abdul Chaer. Linguistik Umum. Jakarta : Rineke Cipta,2007. Abdul Muis dan Herman. Morfosintaksis. Jakarta : Rineke Cipta, 2010. Achmad HP dan Alek Abdullah. Linguistik Umum. Jakarta : Erlangga,2012. Katayama Satoshi. Tegami no Kakikata Jiten. Japan : Kabushikigaisha, 2002 Kikuko Tatematsu dkk. Writing letters in Japanese. Japan : The Japan Times, 2000.
~ 41 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
Mahsun M.S. Metode Penelitian Bahasa. Jakarta : Rajawali Pers, 2011. Natsuko Tsujimura. An Introduction to Japanese Linguistics. USA : Blackwell,1996. Nishihara, Tetsuo.
言語学入門, Introduction to Linguistics. Japan : Asakurashoten,2012.
Soedjito dan Djoko Saryono. Morfologi Bahasa Indonesia. Malang : Aditya Media,2014. Verhaar,J.W.M. Asas-asas Linguistik Umum. Yogyakarta : UGM,2012.
~ 42 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
KORELASI ANTARA ANIME DENGAN MINAT BELAJAR BAHASA JEPANG MAHASISWA ANGKATAN 2013/2014 UNSADA Zainur Fitri, Metty Suwandany, Irawati Agustine, Tia Martia, Hanny Wahyuningtias Sastra Jepang – Fakultas Sastra (
[email protected]) ABSTRAK Penelitian ini yang berjudul “Korelasi antara Anime dengan Minat Belajar Bahasa Jepang pada Mahasiswa Angkatan 2013/2014 Unsada” ini bertujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya korelasi antara anime dengan minat belajar bahasa Jepang mahasiswa semester III Universitas Darma Persada. Metodologi yang digunakan adalah menggunakan pendekatan kuantitatif dan deskriptif dengan mengambil populasi dan sampel mahasiswa program studi Jepang angkatan 2013/2014 sejumlah 100 orang. Instrumen penelitian yang digunakan adalah lembar angket kuesioner yang telah disebarkan kepada 100 orang mahasiswa program studi Jepang angkatan 2013/2014. Dari hasil angket yang telah dikumpulkan dan dianalisis, dapat disimpulkan bahwa terdapat korelasi antara anime dengan minat belajar bahasa Jepang mahasiswa program studi Jepang Unsada tahun ajaran 2013/2014. Hal ini terlihat dari besarnya prosentase mahasiswa yang menganggap bahwa anime berpengaruh dalam meningkatkan minat dan motivasi dalam mempelajari bahasa Jepang. Minat dan motivasi mahasiswa yang cukup besar dalam mempelajari bahasa Jepang dipengaruhi oleh berbagai faktor yang terkait dengan manfaat menonton anime serta kelebihan anime dibandingkan dengan animasi negara lain. Meski banyak kendala yang ditemukan mahasiswa dalam menonton anime, namun hal ini tidak menyurutkan minat dan motivasi mereka dalam mempelajari bahasa Jepang. Hal ini dapat dilihat dari berbagai solusi yang mereka lakukan ketika menemukan kesulitan dalam menonton anime. Kata kunci : korelasi, anime, minat belajar, motivasi
1. PENDAHULUAN Anime merupakan jenis film animasi khas Jepang yang memiliki cerita yang menarik dan imajinatif. Anime memiliki tema yang dieksplorasi sangat beragam dan penggambaran karakter tokoh serta latar dibuat dengan sangat teliti dan detail sehingga sangat menarik untuk ditonton. Secara umum anime Jepang dapat dkenal dengan penggambaran tokoh yang berlebihan atau non-realistik, seperti mata yang besar ataupun gaya rambut yang khas dan berwarna warni. Meski gaya tersebut tidak dipatenkan di Jepang, tapi hal itu sudah menjadi gaya yang identik dengan Jepang. Karena karakteristik yang unik itulah maka anime digemari oleh penontonnya, terutama oleh kalangan remaja khususnya pembelajar yang mempelajari bahasa Jepang di sekolahnya.
~ 43 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
Tingginya minat terhadap anime diperkirakan berkorelasi dengan minat belajar bahasa Jepang. Dengan minat dan rasa ingin tahu tentang anime yang ada pada siswa akan mendorong siswa untuk memiliki minat belajar bahasa Jepang dengan lebih giat. Jika siswa belajar dengan lebih giat diharapkan dapat meningkatkan prestasi belajar yang maksimal.
2. PERUMUSAN MASALAH Perumusan masalah ini adalah apakah anime berkorelasi dengan minat belajar bahasa Jepang pada mahasiswa program studi Jepang angkatan 2013/2014 Universitas Darma Persada ?
3. TUJUAN PENELITIAN Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya korelasi antara anime dengan minat belajar bahasa Jepang mahasiswa semester III Universitas Darma Persada.
4. MANFAAT HASIL PENELITIAN Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Memberikan pengetahuan seberapa besar minat siswa terhadap anime. b. Memberikan wawasan seberapa besar anime berkorelasi dengan minat belajar bahasa Jepang.
5. DATA DAN SUMBER DATA Dalam penelitian ini data bersumber dari hasil kuesionoer yang telah disebarkan kepada mahasiswa program studi Jepang angkatan 2013/2014.
6. TINJAUAN PUSTAKA 6.1 Anime Mark W. Macwilliams dalam buku Japanese Visual Culture menjelaskan pengertian Anime mempunyai dua definisi yaitu: “Anime have two major definitions: 1. Anime is simply the word used by the Japanese for all animations, without regards to it’s rations of origins.
~ 44 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
2. Outside of Japan, the common use of the word anime is to refer spesifically to Japanese animations” Definisi anime dalam buku Nihon no Anime memiliki arti sebagai berikut: “Nihon ni oite, anime motomoto tannaru animeshon no tanago deshita ga, nazeka ima ya sekai no kyuutsuugo to narimashita. ANIME = nihonsei animeshon to shite desu. Nazeka to iuno niwa wake ga arimasu. Animeshon wa eigo de tsuujiru to ANIMATION desu. Sono mama tanagosu nara, ANIMA, tsumari anima ni natte shimaimashita. Tokoroga, katakana no tanasu to anime desu. Sono katakana no tana wo arufabetto ni naosu to ANIME ni natte, korega sekai he gyakuyunyuu sareta wake desu. (Nihon no Anime : 6)”. Terjemahan : “Di Jepang, awalnya ANIME adalah singkatan dari Animation, namun sekarang merupakan bahasa yang umum di dunia. ANIME = Animasi buatan Jepang. Mengapa disebut seperti itu juga ada sebabnya. アニメシオ ン merupakan adopsi dari bahasa Inggris yang berarti Animation. Dengan begitu bila disingkat menjadi ANIMA, dengan kata lain menjadi アニマ. Namun dalam katakana menjadi ア ニ メ . Jika ditulis dalam Alphabet menjadi ANIME, inilah yang tersebar ke seluruh dunia.“ Dalam Nihongo Daijiten (1995:13), pengertian anime adalah, “E ya ningyou nado sukoshi zutsu ugokashite = komazutsu satsueishi, eiga suruto, e ya ningyou ga ugoite iru youni, mieru eiga gijutsu. Mata, sono sakuhin. Douga”. “Teknik film yang menunjukkan setiap bagian gambar, boneka, dan lain-lain dengan menggerakkannya sedikit demi sedikit, sehingga gambar dan bonekanya terlihat bergerak. Juga, hasil akhirnya, gambarnya yang bergerak”. Dari beberapa pengertian yang ada, dapat diambil kesimpulan yaitu anime merupakan jenis film animasi khas Jepang yang memiliki cerita yang menarik dan imajinatif. Anime memiliki tema yang dieksplorasi sangat beragam dan penggambaran karakter tokoh serta latar dibuat dengan sangat teliti dan detail sehingga sangat menarik untuk ditonton. Secara umum anime Jepang dapat dikenal dengan penggambaran tokoh yang berlebihan atau nonrealistik, seperti mata yang besar ataupun gaya rambut yang khas dan berwarna warni. Meski gaya tersebut tidak dipatenkan di Jepang, tapi hal itu sudah menjadi gaya yang identik dengan Jepang. 6.2 Minat
~ 45 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
Secara bahasa, minat berarti kecenderungan hati yang tinggiterhadap sesuatu (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2008:1027). Menurut Slameto (2010:180), minat adalah suatu rasa lebih suka dan rasa ketertarikan pada suatu hal atau aktifitas, tanpa ada yang menyuruh. Minat pada dasarnya adalah penerimaan akan suatu hubungan antara diri sendiri dengan sesuatu di luar diri. Semakin kuat atau dekat hubungan tersebut,semakin besar minatnya. Sardiman (2008:76) berpendapat bahwa minat diartikan sebagai suatu kondisi yang terjadi apabila seseorang melihat ciri-ciri atau arti sementara situasi yang dihubungkan dengan keinginan-keinginan atau kebutuhan-kebutuhannya sendiri. Minat adalah perasaan yang ingin tahu, mempelajari, mengagumi atau memiliki sesuatu (Djaali, 2006 : 122). Minat adalah kecenderungan untuk memberikan perhatian dan bertindak terhadap orang, aktivitas atau situasi yang menjadi obyek dari minat tersebut dengan disertai perasaan senang (Abdul Rahman,2004 : 262). Crow dan Crow mengatakan bahwa minat berhubungan dengan gaya gerak yang mendorong seseorang untuk menghadapi atau berurusan dengan orang lain, benda, kegiatan, pengalaman yang dirangsang oleh kegiatan itu sendiri (Djaali,2006 : 121). Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa minat adalah kecenderungan atau keinginan yang tinggi terhadap sesuatu yang ingin dicapai. Minat merupakan kecenderungan seseorang terhadap obyek atau sesuatu kegiatan yang digemari yang disertai dengan perasaan senang, adanya perhatian, dan keaktifan berbuat. Minat dibagi dalam enam jenis (Djaali, 2006 : 122) yaitu : a. Realistis b. Investigative c. Artistik d. Social e. Enterprising f. Konvensional Adapun faktor-faktor yang dapat menimbulkan minat menurut Crow and Crow (Abdul Rahman,2004 : 264), ada 3 yaitu : 1) Dorongan dari dalam diri individu 2) Motif sosial 3) Faktor emosional
~ 46 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
6.3 Belajar Pengertian belajar menurut Ernest R Hilgard (Zanikhan, 2008), adalah proses yang dengan sengaja menimbulkan perubahan, yang keadaannya berbeda dari perubahan yang ditimbulkan sebelumnya, sedangkan menurut Gagne (Zanikhan, 2008), belajar merupakan perubahan yang diperlihatkan dalam tingkah laku, yang keadaannya berbeda dari sebelum individu berada dalam situasi belajar dan sesudah melakukan tindakan yang sempurna itu. Menurut Sardiman (2008:38), belajar merupakan usaha penguasaan materi ilmu pengetahuan yang merupakan sebagian kegiatan menuju terbentuknya kepribadian seutuhnya. Belajar adalah suatu proses yamg ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang. Perubahan dalam diri seseorang dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk seperti berubahnya pengetahuannya, pemahamannya, sikap dan tingkah lakunya, keterampilan dan kemampuannya, daya reaksinya, daya penerimaannya dan lain-lain aspek yang ada pada individu (Sudjana,2009 :280). Belajar dalam arti luas dapat diartikan sebagai suatu proses yang memungkinkan timbulnya atau berubahnya suatu tingkah laku sebagai hasil dari terbentuknya respon utama, dengan sarat bahwa perubahan atau munculnya tingkah laku baru itu bukan disebabkan oleh adanya kematangan atau oleh adanya perubahan sementara oleh suatu hal (Nasution, dkk.2000: 34). Menurut Slameto belajar adalah ”merupakan suatu proses usaha yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya” (Slameto, 2010 : 2). Belajar adalah proses yang terjadi dalam otak manusia. saraf dan sel sel otak yang bekarja mengumpulkan semua yang dilihat oleh mata, didengar oleh telinga,dan lain lain lantas disusun oleh otak sebagai hasil belajar (Alex Sobur,2003 :217). Berdasarkan uraian diatas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa belajar adalah proses usaha yang dilakukan oleh individu yang memungkinkan berubahnya suatu tingkah laku melalui jalan latihan latihan. Belajar menimbulkan suatu perubahan tingkah laku yang relatif tetap dan perubahan itu dilakukan lewat kegiatan, atau usaha yang disengaja. Menurut Nasution ada 5 jenis belajar yaitu : a.
Belajar berdasarkan pengamatan (sensory type of learning)
b.
Belajar berdasarkan gerak (motor type of learning)
~ 47 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
c.
Belajar berdasarkan menghafal (memory type of learning)
d.
Belajar berdasarkan pemecahan masalah (problem solving type of learning)
e.
Belajar berdasarkan emosi (emotional type of learning) Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar adalah :
1)
Faktor lingkungan
2)
Faktor instrumental
3)
Kondisi fisiologis
4)
Kondisi psikologis
7. METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dan deskriptif dengan rancangan penelitian sebagai berikut :
A. Populasi dan sampel Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa program studi Jepang angkatan 2013/2014. Sampel dalam penelitian ini adalah mahasiswa program studi Jepang angkatan 2013/2014 sejumlah 100 orang.
B. Instrumen penelitian Instrumen penelitian yang digunakan adalah lembar angket kuesioner yang akan disebarkan kepada 100 orang mahasiswa program studi Jepang angkatan 2013/2014. Masing-masing butir pertanyaan atau pernyataan yang akan diajukan akan diberi skor atau kode.
C. Pengumpulan data Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode angket.Metode angket digunakan untuk memperoleh data mengenai korelasi antara anime dengan minat belajar bahasa Jepang mahasiswa program studi Jepang Unsada tahun ajaran 2013/2014.
D. Validitas data
~ 48 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
Validitas yang digunakan yaitu validitas konstrak, dengan butir angket disusun berdasarkan landasan teori, sedangkan untuk mengetahui relabilitas instrumen yang digunakan, dianalisis menggunakan rumus alpha.
E. Analisis data Data yang diperoleh dalam penelitian ini dianalisis menggunakan rumus korelasi product moment untuk mengetahui koefisien korelasi antara anime dengan minat belajar bahasa Jepang mahasiswa program studi Jepang Unsada tahun ajaran 2013/2014.
8. HASIL PENELITIAN Berdasarkan hasil perhitungan angket mengenai korelasi antara anime dengan minat belajar bahasa Jepang mahasiswa program studi Jepang Unsada tahun ajaran 2013/2014 sejumlah 100 orang diperoleh data berikut. Pertanyaan kuesioner pertama yang diajukan adalah mengenai sejak kapan responden tertarik dengan bahasa Jepang dengan alternatif jawaban SD, SMP, SMA. Sebagian besar mahasiswa (40%) sudah tertarik dengan bahasa Jepang sejak SMA, diikuti oleh (34%) menjawab sejak SMP dan (16%) menjawab sejak SD. Hal ini terlihat dari diagram berikut :
DIAGRAM 1 50 40 30 20 10 0 a
b
c
Dalam diagram berikut terlihat besarnya jumlah mahasiwa yang pernah menonton anime berbahasa Jepang yaitu 84%, sedangkan mereka yang kadang-kadang menonton anime berbahasa Jepang sejumlah 13%, dan yang tidak pernah menonton anime berbahasa Jepang sejumlah 3%.
~ 49 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
DIAGRAM 2 50 40 30 20 10
0 a
b
c
Terkait dengan frekuensi menonton anime Jepang didapatkan data 44% menjawab seminggu 1 kali, 30% menjawab seminggu 2 kali, sedangkan 26% menjawab hampir setiap hari. Meski hanya 26% yang menjawab menonton anime Jepang hampir setiap hari, namun kenyataan bahwa banyak menyukai mahasiswa Unsada yang menyukai anime tidak dapat dipungkiri. Hal ini dapat dilihat pada diagram berikut.
DIAGRAM 3 100
80 60 40 20 0 a
b
c
Masih terkait dengan data sebelumnya tentang ketertarikan mahasiswa terhadap anime, data berikut menampilkan seberapa besar ketertarikan mahasiswa terhadap bahasa Jepang. Data yang diperoleh adalah 47% menjawab “sangat besar”, 46% menjawab “cukup besar” dan 7% menjawab “sedikit”. Hal ini terlihat dari diagram di bawah ini.
~ 50 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
DIAGRAM 4 50 40 30 20 10 0 a
b
c
Untuk mengetahui apakah dengan melihat anime berbahasa Jepang dapat menambah kosakata bahasa Jepang, dapat dilihat pada diagram berikut. Dari tabel berikut diketahui bahwa 71% menjawab ya, 29% menjawab cukup. Dari tabel itu pula dapat terlihat adanya korelasi anime dengan minat belajar bahasa Jepang.
DIAGRAM 5 100 50 0 a
b
c
Sehubungan dengan pertanyaan apakah anime dapat membantu meningkatkan kemampuan bahasa Jepang, didapatkan data yaitu : 42% menjawab “sangat”, 57% menjawab “cukup”, 1% menjawab “tidak”. Dari data ini dapat terlihat bahwa anime dapat meningkatkan kosakata bahasa Jepang baik langsung maupun tidak langsung. Hal ini terlihat pada diagram di bawah ini. DIAGRAM 6 60 40 20 0 a
b
~ 51 ~
c
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
Korelasi antara anime dengan minat dan motivasi mahasiswa dalam mempelajari bahasa Jepang terlihat besar. Hal ini bisa dilihat pada tabel berikut. Dari tabel tersebut diketahui bahwa 52% merasa korelasi antara anime dengan minat dan motivasi dalam mempelajari bahasa Jepang “sangat besar”, 47% merasa “cukup besar” sedangkan hanya 1% yang merasa “tidak” ada korelasi antara anime dengan minat dan motivasi dalam mempelajari bahasa Jepang. DIAGRAM 7 60 40 20 0 a
b
c
Tidak dapat dipungkiri bahwa banyak kesulitan yang ditemukan mahasiswa pada saat menonton anime. Data berikut mengungkap jenis-jenis kesulitan yang ditemukan ketika menonton anime berbahasa Jepang. Dari diagram di bawah ini diketahui bahwa “kurangnya perbendaharaan kosakata” menempati posisi tertinggi yaitu 48%, “membaca huruf kanji” sebesar 27%, serta “dan lain-lain” sejumlah 25% dengan perincian : “percakapan terlalu cepat” sebanyak 12%, “ragam bahasa yang digunakan” sejumlah 6%, sedangkan “grammar” dan “membaca huruf kanji dan kurangnya perbendaharaan kosakata” sejumlah 3%, “seiyuu” sebanyak 1% orang. Kedua data tersebut diperlihatkan dalam diagram di bawah ini.
DIAGRAM 8a 60 50 40 30 20
10 0 a
b
~ 52 ~
c
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
DIAGRAM 8b dengan jawaban C 15 10 5 0
Ada berbagai cara yang dilakukan mahasiswa dalam menghadapi kesulitan pada saat menonton anime. Data yang ditemukan adalah 16% menjawab “bertanya kepada pengajar”, 14% menjawab “bertanya kepada teman orang Jepang”, 70% menjawab “lain-lain” dengan perincian : “belajar sendiri” sejumlah 9%, “mencari di kamus” sejumlah 35%, “mencari di internet” sejumlah 8%, “bertanya kepada teman” sejumlah 18%. Kedua data ini dapat dilihat dari diagram berikut. DIAGRAM 9a 80 70 60 50 40 30 20 10 0 a
b
c
DIAGRAM 9b dengan jawaban “lain-lain” 40 30 20 10 0 Belajar sendiri
Cari di kamus
Cari di internet
~ 53 ~
Bertanya ke teman
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
Seberapa banyak kosakata yang dapat ditangkap saat menonton anime terlihat pada diagram berikut. Dari diagram di bawah ini dapat diketahui bahwa 32% menjawab “10%25%”, 54% “25%-50%”, 14% menjawab “50%-100%. Hal ini dapat dilihat dari diagram di bawah ini. DIAGRAM 10 60 50 40 30
20 10 0 a
b
c
Untuk mengetahui apakah mahasiswa pernah menggunakan kosakata yang terdapat dalam anime ketika berbicara dengan teman, dapat dilihat dari data : “pernah” sejumlah 40%, “kadang-kadang” sejumlah 55%, “tidak pernah” sejumlah 5%. Hal ini ditampilkan dalam diagram berikut. DIAGRAM 11 60 40 20
0 a
b
c
Salah satu daya tarik anime adalah banyaknya ragam atau jenis anime yang tersedia. Hal ini membuat mahasiswa memiliki kebebasan yang lebih besar di dalam memilih jenis anime yang disukainya. Terkait dengan jenis anime yang menjadi anime kesukaan mahasiwa, didapatkan data : 28% menjawab “action”, 15% menjawab “ comedy”, 14% menjawab “romance”, 9% menjawab “adventure”, 8% menjawab “fantasy” dan “scifi”, 6% menjawab
~ 54 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
“sport” dan “slice of life”, 2% menjawab “horor”. Data-data tersebut ditunjukkan dengan diagram di bawah ini. DIAGRAM 12 30 25 20 15 10 5 0
Adapun judul-judul anime yang disukai oleh mahasiswa antara lain : “Doraemon” yang disukai oleh 23% mahasiswa, “Conan” sebanyak 16%,
“One Piece” sejumlah 10%,
“Naruto” sebanyak 9%, “Chibi Maruko Chan”, sebesar 8%, “ Gundam” dan Samurai X” sejumlah 6%, “Sailormoon” sebesar 5%, “Ponyo”, “Summer Wars” dan “Log Horizon” sejumlah 4%, “Digimon” sebesar 3%, “Dragon Ball” sejumlah 2%. Hal ini terlihat dari diagram berikut. DIAGRAM 13 25 20 15 10 5 0
Sehubungan dengan apakah kelebihan anime Jepang dibandingkan dengan animasi dari negara lain, ditemukan data : 77 % menjawab “gambar dan cerita lebih menarik”, 10% orang menjawab “karakternya bagus dan cakep”, 3% menjawab “animasinya mempunyai ciri khas” dan seiyuu yang profesional dalam membawakan karakter”, 2% menjawab “aktual”, “ada unsur sejarah dalam background cerita”, “ada NTR”, “genre lebih bervariasi”, “banyak
~ 55 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
pelajaran dan kehidupan nyata yang dapat dijadikan contoh” serta 1% menjawab “anime Jepang lebih atraktif”. Data-data tersebut ditunjukkan dengan diagram berikut.
DIAGRAM 14 100 80 60 40 20 0
Data terakhir yang terkait dengan anime adalah apakah responden setuju menggunakan anime sebagai media pembelajaran dengan menjelaskan alasannya. Data yang diperoleh adalah : 90% menjawab “setuju”, 7% menjawab “tidak setuju”, 1% menjawab “biasa-biasa saja”, “kadang-kadang” dan “tidak terlalu”. Data-data tersebut ditampilkan oleh diagram di bawah ini. DIAGRAM 15 100 80 60 40
20 0
Terkait dengan alasan responden yang menjawab “setuju” adalah : 50% menjawab “menambah kosakata dan wawasan”, 33% menjawab “motivasi belajar bahasa Jepang”, 5% menjawab “ sebagai latihan pendengaran” dan 2% menjawab “ ada pesan moral”. Data tersebut dapat dilihat dari diagram berikut.
~ 56 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
DIAGRAM 16 60
40 20 0 Tambah kosakata Motivasi belajar Ada pesan moral dan wawasan bhs jepang
Latihan pendengaran
9. KESIMPULAN
Dari data-data yang telah dipaparkan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa terdapat korelasi antara anime dengan minat belajar bahasa Jepang mahasiswa program studi Jepang Unsada tahun ajaran 2013/2014. Hal ini terlihat dari besarnya prosentase mahasiswa yang menganggap bahwa anime berpengaruh dalam meningkatkan minat dan motivasi dalam mempelajari bahasa Jepang. Minat dan motivasi mahasiswa yang cukup besar dalam mempelajari bahasa Jepang dipengaruhi oleh berbagai faktor yang terkait dengan manfaat menonton anime serta kelebihan anime dibandingkan dengan animasi negara lain. Meski banyak kendala yang ditemukan mahasiswa dalam menonton anime, namun hal ini tidak menyurutkan minat dan motivasi mereka dalam mempelajari bahasa Jepang. Hal ini dapat dilihat dari berbagai solusi yang mereka lakukan ketika menemukan kesulitan dalam menonton anime. DAFTAR PUSTAKA
Abdul Rahman Saleh, Muhbib Abdul Wahab.2004.Psikologi Suatu Pengantar dalam Perspektif. Jakarta : Kencana Djaali. 2006. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara Kindaichi, dkk. 1989.Nihongo Daijiten. Japan : Kodansha. Mac williams, Mark W. Japanese Visual Culture. 2008.New York : M.E Sharpe Inc. Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka Nasution, S. 2000.Berbagai Pendekatan Dalam Proses Belajar Mengajar. Jakarta : Bumi Aksara
~ 57 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
Sardiman, A.M, 2008. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Rajawali Slameto. 2010. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta : Rineka Cipta Sobur, Alex.2003. Psikologi Umum. Bandung: Pustaka Setia. Sudjana, Nana. 2009 cet. Ke-10. Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algesindo. Zanikhan.
2008.
Tinjauan
Tentang
Minat
http://zanikhan.mutipy.com/jurna/item/1206 (online)
~ 58 ~
Belajar
Siswa.
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
PENGARUH BAHASA IBU TERHADAP PENYEBUTAN KATA GANTI ORANG PERTAMA, KEDUA DAN KETIGA PADA PENGUNAAN BAHASA JEPANG DALAM KALIMAT DESKRIPTIF – FOKUS PADA PEMBELAJAR DI INDONESIA TINGKAT MENENGAH KE ATAS – Juariah, Riri Hendriati, Kun Makhsusy Permatasari Sastra Jepang – Fakultas Sastra
[email protected] ,
[email protected] ,
[email protected] ABSTRACT Japanese learners Indonesian people are using the first person pronoun, "watashi" second person pronoun "anata", and the third person pronoun "Kare, chichi, haha, etc". This was apparent at the time of Japanese students make sentences in a variety of written and in everyday conversation. Students of Japanese learners still use the pronoun that is not appropriate when creating a sentence or make a conversation. Improper pronoun in identifying a thing about him is the meaning pertaining did nothing wrong and communications will remain intertwined. But pragmatically use the pronoun that does not cause the Japanese right conveyed into unnatural and raises "doubts" of the interlocutors about the dibicarakan.Salah one factor causes the closest and most unpredictable is the influence of the mother tongue. This is because in communicating with Indonesian pretty much rely on the word "I", "You" or "She". But with the state of Indonesian learners who have limited contact with the Japanese authors assumed the existence of other factors in addition to the influence of the mother tongue. So that through this research, the authors will conduct an analysis of the influence of Mother to speech pronouns Japanese language learners. Key words : Kata ganti orang pertama, kata ganti orang kedua, kata ganti orang ketiga, Bahasa Ibu, Pemelajar Bahasa Jepang
1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam penelitian yang telah kami lakukan sebelumnya berjudul “Analisis Penggunaan Kata Ganti Orang Pertama “Watashi” pada Kalimat Pembelajar Bahasa Jepang Baik Ragam Tulis Maupun Lisan_Fokus pada Pembelajar di Warga Negara Indonesia Tingkat Menengah ke Atas” diketemukan bahwa tidak hanya ada kesalahan pada kata ganti orang pertama saja pembelajar bahasa Jepang melakukan kesalahan, tetapi juga pada penggunaan kata ganti orang kedua dan ketiga. Dalam Bahasa Jepang penggunaan kata ganti orang pertama, kedua dan ketiga dalam bahasa Jepang banyak sekali macamnya, tergantung situasi dan kondisinya. Misalnya untuk kata ganti orang pertama: watashi, watakushi, atashi, atakushi, boku, ore, washi, ware dan
~ 59 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
lain-lain. Contoh kata ganti orang kedua antara lain: anata, kimi, omae, anta dan lain-lain, sedangkan untuk contoh kata ganti orang ketiga antara lain: konokata, kare, kanojo, koitsu, chichi, haha dan lain-lain. Ketika pembelajar sudah memasuki pelajaran dan komunikasi yang lebih tinggi dan luas, mereka dihadapkan dengan perbedaan bahasa dan budayanya sehingga tanpa disadari telah mempengaruhi pemahaman dan pemakaian penggunaan kata ganti orang dalam berkomunikasi. Kesalahan-kesalaham yang kerapkali diketemukan dalam kelas antara lain; 1. わたしのちちはかいしゃいんです。 (Watashi no chichi wa kaishain desu) Ayah saya seorang karyawan. 2.
はじめまして、ぼくはアリです。 (Hajimemashite, boku wa Ari desu) Perkenalkan, saya Ari Pada contoh kalimat pertama kesalahan pada kata watashi no chichi. Chichi dalam bahasa
Jepang berarti ayah saya, sehingga pembicara tidak perlu lagi menambahkan dengan kata watashi lagi. Kesalahan pada kalimat kedua adalah boku yang berarti saya yang biasanya diucapkan oleh laki-laki dan biasanya diucapkan kepada seseorang yang sudah lama dikenalnya atau merasa akrab dengan pendengarnya. Adanya perbedaan penggunaan bahasa ibu dan budaya diperkirakan oleh peneliti sebagai kendala untuk pembelajar bahasa Jepang tingkat pemula. Untuk membuktikan hipotesa tersebut dan apakah ada penyebab lainnya sehingga pembelajar kesulitan, maka peneliti melakukan penelitian ini dengan menganalis kesalahan-kesalahan pembelajar dalam menggunakan kata ganti orang dalam bahasa Jepang. 1.2 Tujuan Penelitian Orang Indonesia terbiasa menggunakan kata ganti orang pertama, orang kedua maupun orang ketiga ketika melakukan aktifitas bahasa, seperti misalnya menggunakan kata “saya”, “kamu”, dan “dia”. Hal ini pun berdampak kepada orang Indonesia yang sedang memelajari Bahasa Jepang terutama pada saat membuat rangkaian kalimat baik dalam ragam tulis maupun ragam lisan. Pemelajar seringkali menggunakan kata ganti orang yang tidak tepat atau tidak sesuai dengan etika atau kaidah dalam bahasa Jepang.
~ 60 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
Secara pragmatis, penggunaan kata ganti orang yang tidak tepat dapat menyebabkan bahasa Jepang yang disampaikan menjadi tidak alami, serta dapat menimbulkan keraguan dari lawan bicara. Melalui penelitian ini kami mempunyai tujuan utama, Membuktikan adanya penggunaan kata ganti orang pertama, orang kedua dan orang ketiga pada ragam kalimat yang dibuat oleh pemelajar Bahasa Jepang di Indonesia dan apa saja yang menjadi penyebabnya serta merumuskan langkah pengajaran yang tepat dengan menganalisis pemakaian kata ganti orang antara bahasa ibu dengan bahasa yang sedang dipelajari, yaitu bahasa Jepang agar pengajaran berbahasa berhasil dengan baik. Sehingga tujuan penelitian ini adalah sebagaiberikut : Membuktikan adanya penggunaan kata ganti orang pertama, kedua, dan ketiga pada kalimat deskriptif yang di buat oleh pembelajar orang Indonesia. Menelusuri faktor penyebab terjadinya hal tersebut. Merumuskan langkah pengajaran yang tepat agar tidak terjadi kesalahpahaman dalam pengertian tentang kata ganti orang pertama, kedua dan ketiga dalam bahasa Jepang. 1.3 Urgensi Hasil Penelitian Penulis mengharapkan hasil penelitian ini nantinya dapat digunakan sebagai referensi untuk meningkatkan keterampilan berbahasa mahasiswa dan membantu mahasiswa untuk menyadari kesalahan berbahasa sehingga mahasiswa dapat menguasai bahasa yang sedang dipelajari. Selain itu dengan penelitian ini penulis juga berharap adanya perubahan terhadap pola pengajaran yang dilakukan oleh pengajar bahasa Jepang. Oleh karena itu penulis menggangap penelitian ini sangat penting.
2. TINJAUAN PUSTAKA Dalam bukunya yang berisi penjelasan mengenai tata bahasa Jepang tingkat menengah ke atas, Iori dkk menegaskan bahwa penggunaan kata ganti orang pertama dalam bahasa Jepang bukan dihilangkan namun lebih tepat jika dikatakan dipastikan waktu penggunaannya. Kata ganti orang pertama akan terdengar janggal pada jawaban untuk kalimat pertanyaan yang membutuhkan jawaban ya atau tidak (yes/no question). Kemudian kata ganti orang pertama juga akan terdengar janggal pada kalimat yang mengekspresikan perasaan dari alat indera, contohnya sebagai berikut : ① ああ、{私は}頭が痛い。薬、ありませんか?
~ 61 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
Selanjutnya adalah waktu komunikasi yang mengizinkan kemunculan kata ganti orang pertama. Kata ganti orang pertama akan terdengar alami ketika mengekspresikan perbandingan, sebagai contoh : ② ゴールデンウィークに私は沖縄に行きます。 Dalam kalimat tersebut terkandung makna perbandingan bahwa “kalau jadwal liburan milik saya selama golden week adalah pergi ke Okinawa (mungkin jadwal orang lain akan berbeda) ”. Kemudian kemunculan kata ganti orang pertama juga akan dinilai alami pada kalimat yang mengekspresikan kesimpulan, sebagai contoh : ③
部長:今度の出張、誰が行ってくれるかな? 田中:{私が}行きます。
Lalu kemunculan kata ganti orang pertama juga akan dinilai alami pada kalimat yang menjelaskan tentang informasi asal usul yang berkaitan dengan penuturnya, sebagai contoh : ④
{私は}1974 年に生まれました。
⑤
{私は}10 年前にこの会社に入った。
Kata ganti sendiri dalam Bahasa Jepang tidak mengalami perunahan bentuk dan pada umumnya kata ganti orang membedakan pengertian tunggal dan jamak. Kata ganti orang dalam Bahasa Jepang juga mengandung perbedaan jenis laki-laki dan perempuan, tabel berikut ini adalah tabel kata ganti orang orang dalam Bahasa Jepang : Jenis Kata
Tunggal
Jamak
ganti
Laki-laki
Perempuan
Laki-laki
Perempuan
Kata Ganti
わたし
わたし
私たち
私たち
Orang I
(Watashi)
(Watashi)
(Watashitachi)
(Watashitachi)
Kata Ganti
あなた
あなた
あなたがた
あなたがた
Orang II
(Anata)
(Anata)
(Anatagata)
(Anatagata)
あなたたち
あなたたち
(Anatatachi)
(Anatatachi)
~ 62 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
Kata Ganti
彼
彼女
かれら
彼女たち
Orang III
(kare)
(Kanojo)
(karera)
(Kanojotachi)
Disamping kata ganti renmi diatas terdapat juga kata ganti tidak resmi dalam bahasa Jepang seperti Boku, Ore yang menunjukkan kata ganti orang pertama (Saya). Dan Kimi, Omae menunjukkan kata ganti orang kedua (Kamu) Bahasa Sopan untuk orang kedua tidak ada tapi langsung kata yang menunjukkan nama + San atau Jabatan atau perannya.
Jenis Bahasa Berdasarkan Tahap Pemerolehan
1. Bahasa Berdasarkan Tahap Pemerolehan Berdasarkan tahap pemerolehan, bahasa dapat dibedakan menjadi 3, yaitu bahasa ibu (bahasa pertama), bahasa kedua (ketiga dan seterusnya) dan bahasa asing.
(i)
Bahasa Ibu Bahasa ibu merupakan padanan untuk istilah Inggris native language, yaitu satu sistem
linguistik yang pertama kali dipelajari secara alamiah dari ibu atau keluarga oleh anak. Sebagai contoh, bahasa ibu penduduk asli penduduk di lereng gunung merapi adalah bahasa Jawa dan bahasa ibu penduduk asli di tepi danau batur adalah bahasa Bali. Bahasa ibu tidak mengacu pada bahasa yang dikuasai dan digunakan oleh seorang ibu (atau biasa disebut bahasa sang ibu), melainkan mengacu pada bahasa yang dipelajari seorang anak dalam keluarga yang mengasuhnya. Sekarang ini di kota-kota besar seperti Surabaya, Yogyakarta, Semarang dll, banyak terjadi orang tua menggunakan bahasa daerah saat berkomunikasi berdua namun menggunakan bahasa Indonesia ketika berkomunikasi dengan anak mereka. Hal ini bisa dikatakan bahasa ibu si anak adalah bahasa Indonesia sebab bahasa itulah yang dipelajari anak dari keluarganya. Bahasa ibu biasa disebut bahasa pertama karena bahasa itulah yang pertama dipelajari anak. Kalau kemudian si anak mempelajari bahasa lain yang bukan bahasa ibunya, maka bahasa lain yang dipelajarinya itu disebut bahasa kedua. Sedangkan bahasa lain lagi yang mungkin dipelajari anak setelah itu disebut bahasa ketiga, keempat dan seterusnya.
~ 63 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
Pada penjelasan di atas telah disebutkan bahwa bahasa ibu tidak mengacu pada bahasa yang dikuasai dan digunakan oleh seorang ibu (bahasa sang ibu), maka untuk menghindari kesalahpahaman istilah, perlu dibedakan istilah antara bahasa ibu dengan bahasa sang ibu. Bila bahasa ibu adalah bahasa yang dipelajari anak, maka bahasa sang ibu adalah bahasa yang dipakai oleh orang dewasa pada waktu berbicara dengan anak yang sedang dalam proses memperoleh bahasa ibunya. Istilah ini dipakai sebagai padanan istilah Inggris motherese, parentese, atau child directed speech.
(ii) Bahasa Kedua Di atas telah disebutkan bahwa bahasa lain yang bukan bahasa ibunya yang dipelajari oleh anak, maka bahasa lain itu disebut bahasa kedua. Bahasa kedua ini bisa bahasa nasional, bahasa resmi negara, bahasa resmi kedaerahan, atau juga bahasa asing (bukan bahasa asli penduduk pribumi). Sebagai contoh, seorang anak yang tinggal di Yogyakarta mempelajari bahasa Jawa sebagai bahasa pertama yang diajarkan orangtuanya, kemudian saat memasuki bangku sekolah anak tersebut mendapat pengajaran bahasa Indonesia di sekolah, maka dalam hal ini bahasa Indonesia dapak dikatakan sebagai bahasa kedua si anak.
(iii) Bahasa Asing Bahasa asing merupakan bahasa yang tidak digunakan oleh orang yang tinggal di sebuah tempat yang tertentu: misalnya, bahasa Indonesia dianggap sebagai sebuah bahasa yang asing di Australia. Bahasa asing juga merupakan sebuah bahasa yang tidak digunakan di tanah air / negara asal seseorang, misalnya; seorang penutur bahasa Indonesia yang tinggal di Australia boleh mengatakan bahwa bahasa Inggris adalah bahasa yang asing untuk dirinya sendiri. Bahasa Asing adalah bahasa selain Bahasa Indonesia dan bahasa daerah (Pasal 1 Angka 6 UU Nomor 24 Tahun 2009 Tentang Bendera, Bahasa, Dan Lambang Negara, Serta Lagu Kebangsaan). Bahasa Inggris di Indonesia secara umum diajarkan sebagai bahasa asing. Istilah 'bahasa asing' dalam bidang pengajaran bahasa berbeda dengan 'bahasa kedua'. Bahasa asing adalah bahasa yang yang tidak digunakan sebagai alat komunikasi di negara tertentu di mana bahasa tersebut diajarkan. Sementara bahasa kedua adalah bahasa yang bukan bahasa utama namun menjadi salah satu bahasa yang digunakan secara umum di suatu negara.
~ 64 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
3. METODE PENELITIAN Sebagai metodologi yang digunakan dalam penelitian ini, penulis akan menggunakan deskriptif, yaitu metode penelitian yang dilakukan semata-mata hanya berdasarkan pada fakta yang ada atau fenomena yang memang secara empiris hidup pada penutur-penuturnya sehingga yang dihasilkan atau yang dicatat berupa perian bahasa yang biasa dikatakan sifatnya potret : paparan seperti adanya (Sudaryanto, 1992 : 62). Sebagai metode pengumpulan data akan penyebaran angket dengan berisi pertanyaanpertanyan yang menunjukkan asal responden sehingga terlihat pengaruh Bahasa ibu dan angket yang berisi pertanyaan yang merupakan kemampuan penggunaan kata ganti orang Bahasa Jepang.Penyebaran angket dan wawancara dilakukan dengan target responden sebagai berikut : 92 orang yang merupakan warga negara Indonesia dengan lama belajar bahasa Jepang minimal 2 tahun dan memiliki sertifkat kemampuan bahasa Jepang minimal level 4 (N4). Kurang lebih 5 orang penutur asli bahasa Jepang sebagai acuan penggunaan bahasa yang benar. Untuk responden WNI, wawancara akan dilakukan dalam 2 bahasa, yaitu dimulai dengan wawancara dalam bahasa Jepang dan dilanjutkan dengan wawancara dalam bahasa Indonesia. Dalam wawancara, sebagai langkah awal, pembelajar akan diwawancara seputar riwayat belajar bahasa Jepang dan kesulitan yang dihadapinya. Sementara untuk penutur asli bahasa Jepang, akan diwawancara mengenai riwayat hidupnya selama di Indonesia (tujuan, kesan pertama, adaptasi budaya dsb). Untuk mempermudah proses analisis data suara hasil wawancara selanjutnya akan dirubah ke dalam bentuk tulisan. Dari hasil wawancara yang sudah dirubah ke dalam bentuk teks, penulis akan mulai analisis data dengan proses klasifikasi berdasarkan tingkat kemampuan bahasa Jepang responden, status responden (WNI atau penutur asli) dan isi dari wawancara. Setelah itu, proses analisis akan dimulai dengan hasil data dari penutur asli lalu dilanjutkan ke data responden WNI. Dari analisi tersebut diharapkan hasil yang dapat membuktikan hipotesis penulis mengenai penggunaan kata ganti pertama orang pertama, kedua, dan ketiga pada sistem bahasa pembelajar atau pengajar bahasa Jepang di Indonesia. Dalam proses pengumpulan data, sebagai rasa terima kasih penulis memberikan honor kepada setiap responden. Dengan ini penulis berharap kedua belah pihak baik penulis
~ 65 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
sebagai peneliti dan responden sebagai nara sumber bisa menjalankan tugasnya dengan nyaman dan baik.
4. HASIL YANG DICAPAI Sebelum memaparkan hasil yang dicapai pada penelitian ini berikut ini adalah rincian data responden sebanyak 92 responden yang terdiri dari pembelajar Bahasa jepang tingakat menengah yang tersebar diseluruh Indonesia.
1. Data Responden
Data responden yang terkumpul merupakan data dari responden dengan latar belakang sebagai berikut :
A.Gender responden
Gender Responden Perempuan
35% 65%
Laki-laki
Laki-laki 35% Perempuan 65%
B.Usia Responden
RENTANG usia 0% 26% 24%
50%
0-15 tahun 16-20 tahun
~ 66 ~
0 - 15 tahun
0%
16 - 20 tahun
24%
21 - 25 tahun
50%
Lebih dari 25 tahun 26%
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
C. Lingkungan tempat belajar Bahasa Jepang responden
Lingkungan belajar Bahasa jepang 7% 5% 2%
SMU Universitas Kursus lainnya
SMU Universitas Kursus
86%
Lainnya
D. Lama belajar Bahasa Jepang responden
Lama belajar bahasa jepang Kurang 1 tahun
3% 55%
21% 21%
1 tahun lebih namun kurang dari 3 tahun Kurang dari 4 tahun Lebih dari 4 tahun
Kurang dari 1 tahun
3%
1 Tahun lebih namun kurang dari 3 tahun 21% Lebih dari 3 tahun kurang dari 4
21%
Lebih dari 4 tahun
55%
E. Kemampuan berbahasa Jepang (level Ujian N5-N1)
~ 67 ~
2% 86% 5% 7%
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
KEMAMPUAN BAHASA JEPANG N1
N2
N3 1%
N4-N5
17%
48% 34%
N1
1%
N2
17%
N3
34%
N4 dan N5
48%
F. Bahasa ibu yang dipergunakan
Bahasa Ibu Responden 8%
Bahasa Indonesia
92%
Bahasa Indonesia Bahasa
Bahasa daerah
93% 8% yang terdiri dari Bahasa minang 3%, Jawa 2% dan Sunda 1%
2. Hasil Analisis data penggunaan kata ganti orang pertama "Watashi" kedua “Anata” dan kata ganti orang ketiga “kare” (Dia laki-laki) atau “kanojo” (dia perempuan), pada
~ 68 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
Kalimat deskripsi Bahasa Jepang. Data terkumpul dari 92 responden. Dari 92 data, data yang valid dan bisa digunakan adalah 85 data (persentasi data yang valid 92%). Definisi data yang valid dalam penelitian ini adalah data yang dihasilkan dari proses pengisian terhadap pertanyaan angket secara keseluruhan dan memiliki bagian wacana perkenalan diri dan keluarga yang tertulis dalam bahasa Jepang. Adapun hasil analisis data tersebut dengan melihat jumlah kejanggalan dengan mengacu pada bebarapa parameter yaitu sebagai berikut:
Lama belajar bahasa Jepang Dari tabel berikut ini dapat diketahui bahwa semakin lama waktu belajar Bahasa Jepang tingkat kejanggalan dalam penggunaan kata ganti orang pertama "Watashi" kedua “Anata” dan kata ganti orang ketiga “kare” (Dia laki-laki) atau “kanojo”
Rata-rata Kesalahan
(dia perempuan), pada Kalimat deskripsi semakin kecil.
6
H U B U N G A N A N TA R A J U M L A H K E JA N G G A L A N DA N L A M A B E L A JA R
4 2 0 Kurang dari 1 tahun
1 tahun lebih
Kurang dari Lebih dari 4 3 tahun tahun
Lama Belajar Bahasa Jepang
Level bahasa Jepang (N1 – N5) Hubungan kemampuan berbahasa jepang dengan tingkat kejanggalan dalam penggunaan kata ganti orang pertama "Watashi" kedua “Anata” dan kata ganti orang ketiga “kare” (Dia laki-laki) atau “kanojo” (dia perempuan), dll dari tabel dibawah ini dapat diketahui bahwa semakin rendah kemampuan berbahasa Jepang (N4-N5) maka tingkat kejanggalannya tinggi, sebaliknya semakin tinggi kemampuan berbahasa Jepang responden tingkat kejanggalan dalam penggunaan kata ganti orang pertama "Watashi" didalam kalimat perkenalan semakin rendah.
~ 69 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
Rata-rata kesjanggalan
H U B U N G A N K E M A M PUA N B E R BA H A SA J E PA N G D E N G A N R ATA - R ATA K E JA N G G A L A N
1.5 1 0.5 0 N2
N3
N4 atau N5
Kemampuan Berbahasa Jepang
Lingkungan belajar Bahasa Jepang Dari tabel dibawah ini dapat diketahui bahwa lingkungan belajar Bahasa seseorang mempengaruhi kemampuan dalam berbahasa.Dari data responden dapat diketahui bahwa yang belajar bukan dari bangku sekolah atau universitas memiliki rata-rata kejanggalan dalam penggunaan kata ganti orang pertama "Watashi" kedua “Anata” dan kata ganti orang ketiga “kare” (Dia laki-laki) atau “kanojo” (dia perempuan),dll jauh lebih tinggi dibandingkan dengan responden yang belajar secara resmi baik di kursus,SMU atau universitas.
HUBUNGAN RATA-RATA KEJANGGALAN DENGAN LINGKUNGAN BELAJAR BAHASA JEPANG 15 10 5 0
Frekuensi akses responden ke media berbahasa Jepang Dari tabel dibawah ini dapat diketahui bahwa responden yang memiliki "kejanggalan"sedikit dalam penggunaan kata ganti orang pertama "Watashi" kedua
~ 70 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
“Anata” dan kata ganti orang ketiga “kare” (Dia laki-laki) atau “kanojo” (dia perempuan), itu memiliki frekuensi akses ke media berbahasa Jepang lebih tinggi dari pada responden yang banyak memiliki kejanggalan.
Rata-Rata Kejanggalan
HUBUNGAN RATARATA KEJANGGALAN DENGAN FREKUENSI …
1 minggu 1 kali
1 hari 1 kali
1 hari lebih dari 1 kali
Frekuensi Akses ke Media Bahasa Jepang
Pendapat responden terhadap tingkat kesulitan bahasa Jepang (Sulit, Lumayan, dsb) Dari tabel berikut ini dapat diketahui secara menarik bahwa responden yang merasa Bahasa Jepang itu mudah lebih
rendah tingkat kejanggalan dalam rata-rata
penggunaan kata ganti orang pertama "Watashi" kedua “Anata” dan kata ganti orang ketiga “kare” (Dia laki-laki) atau “kanojo” (dia perempuan) dalam kalimat deskripsi dan responden yang merasa Bahasa Jepang itu lumayan mudah maupun yang merasa sulit hanya memiliki perbedaan yang sangat tipis.
Rata-Rata Kejanggalan
1.5 1 0.5 0
1.4 1.2 1 0.8 0.6 0.4 0.2 0
H U B U N G A N R ATA - R ATA K E J A N G G A L A N D E N G A N R A S A T I N G K AT K E S U L I TA N
Lumayan mudah
Mudah
Sulit
Rasa Tingkat Kesulitan
~ 71 ~
Sangat sulit
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
Tingkat usia Dari tabel dibawah ini dapat jelas terlihat tingkat usia 16-20 tahun memiliki ratarata kejanggalan lebih tinggi dibandingkan dengan usia 21-25 namun usia 26 keatas juga memiliki nilai rata-rata kejanggalan lebih tinggi dibandingkan dengan responden usia 21-25 tahun.
Rata-Rata Kejanggalan
HUBUNGAN RATA-RATA KEJANGGALAN DENGAN TINGKAT USIA
2 1 0 16 - 20 tahun
21 - 25 tahun
26 tahun ke atas
TIngkat Usia
Bahasa Ibu Dari tabel dibawah ini terdapat hal yang menarik dimana dapat terlihat responden yang Bahasa ibunya Bahasa Indonesia memiliki kejanggalan lebih tinggi dibandingkan dengan responden yang menggunakan Bahasa daerah sebagai Bahasa Ibunya.
HUBUNGAN RATA-RATA KEJANGGALAN DENGAN … 1.2 1 0.8 0.6 Bahasa Indonesia
Bahasa Daerah
~ 72 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
Dan yang lebih menarik lagi pengguna Bahasa daerah minang sebagai Bahasa ibu memiliki tingkat kejanggalan paling tinggi dibandingkan dengan pembelajar Bahasa Jepang yang menggunakan Bahasa jawa atau Bahasa sunda sebagai Bahasa ibu, terlihat dalam tabel berikut ini.
KEJANGGALAN DALAM PENGGUNA BAHASA DAERAH SEBAGAI BAHASA IBU 3 2 1 0 Padang
Jawa
Sunda
6. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Dari analisis data yang sudah dilakukan dibab sebelumnya maka dapat disimpulkan bahwa: 1. Terdapat kecenderungan bahwa semakin lama periode belajar dari pembelajar, maka semakin kecil kemungkinan terjadinya kesalahan dalam produksi bahasa. Hal ini merupakan hal yang wajar terjadi dan dapat dilihat dari jumlah kesalahan atau kejanggalan dalam produksi bahasa pembelajar yang semakin mengecil pada pembelajar dengan periode belajar yang lebih panjang. Hal ini dikarenakan seiring dengan bertambahnya waktu atau periode belajar pembelajar maka semakin banyak dan bervariasi juga perbendaharaan pola dan kata bahasa Jepang yang dikuasai oleh pembelajar. 2. Kemudian relasi antara kesalahan atau kejanggalan produksi bahasa juga terlihat dalam hal keminatan pembelajar terhadap budaya atau media yang menggunakan bahasa Jepang. Hal ini dapat dilihat dari grafik yang menggambarkan keminatan pembelajar kepada media berbahasa Jepang dan frekuensi akses pembelajar terhadap jenis-jenis informasi tersebut. Semakin banyak hal yang disukai dari budaya negara yang pembelajar pelajari bahasanya dan semakin sering pembelajar mengakses informasi mengenai hal tersebut maka semakin minim juga tingkat kesalahan atau kejanggalan dalam produksi bahasanya.
~ 73 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
3. Dari hasil analisis juga kita dapat melihat bahwa pembelajar yang belajar di lingkungan yang memiliki lebih banyak akses ke input bahasa Jepang maka semakin minim juga tingkat kesalahan atau kejanggalan dalam produksi bahasanya. 4. Dari penelitian ini dapat terlihat juga bahwa pembelajar Bahasa Jepang yang menggunakan Bahasa Indonesia dan Bahasa Minang sebagai Bahasa ibu memiliki kejanggalan penggunaan kata ganti orang pertama "Watashi" kedua “Anata” dan kata ganti orang ketiga “kare” (Dia laki-laki) atau “kanojo” (dia perempuan) dalam kalimat deskripsi dibandingkan dengan responden yang berbahasa ibu Bahasa jawa maupun sunda. 5. Di akhir simpulan, kita dapat melihat dan membuktikan peranan besar-kecilnya input dalam penggunaan bahasa Jepang dalam hal ini adalah penggunaan kata ganti orang pertama "Watashi" kedua “Anata” dan kata ganti orang ketiga “kare” (Dia laki-laki) atau “kanojo” (dia perempuan) dalam kalimat deskripsi.
6.2 Saran Skala penelitian ini masih sangat kecil yaitu hanya menyoroti penggunaan kata ganti orang pertama "Watashi" kedua “Anata” dan kata ganti orang ketiga “kare” (Dia laki-laki) atau “kanojo” (dia perempuan) dalam kalimat deskripsi pada output pembelajar bahasa Jepang baik lisan maupun tulisan. Dari penelitian ini kita dapat melihat sedikit gambaran mengenai besarnya peranan input dalam proses pembelajaran bahasa Jepang. Semakin banyak dan intens si-pembelajar menerima input bahasa maka semakin baik juga output yang dihasilkan. Jika dianalogikan, pembelajar diibaratkan seperti mesin produksi di pabrik yang menerima informasi bagaimana bentuk cetakan atau blueprint dari produk yang akan dihasilkan. Jika informasi mengenai bagaimana bentuk cetakan atau blueprint dari produk tersebut sangat detail dalam artian banyak atau memiliki frekuensi tinggi maka semakin baik pula bentuk cetakan atau blueprint dari produk tersebut sehingga bisa menghasilkan output dengan tingkat kesempurnaan produksi yang tinggi. Dari hal ini kita bisa merefleksikannya dalam proses belajar-mengajar bahasa Jepang dalam bentuk dengan mempriorotasikan banyak memberikan input bahasa berupa contoh penggunaan daripada memberikan penjelasan gramatikal yang panjang. Dari hal tersebut, pembelajar akan dapat mempelajari konteks bahasa secara langsung dan menemukan makna bahasa dalam konteks tersebut.
~ 74 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
Selain itu, kita juga sebagai pengajar dapat memotivasi pembelajar untuk lebih banyak dan intens dalam mengakses informasi atau media yang menggunakan bahasa Jepang. Dari saran sebelumnya mungkin hal ini yang akan direspon dengan sangat baik oleh pembelajar karena dalam hal mempelajari bahasa Jepang kita bisa mengakses informasi atau media yang berupa drama seri, serial animasi, komik, dan hal lain yang sifatnya menghibur. Namun kita sebagai pengajar juga harus tetap memantau dan memberikan feedback atas akses atau konsumsi informasi berbahasa Jepang yang dilakukan oleh pembelajar. Hal ini disebabkan oleh banyak juga input, terutama dalam hal yang bersifat fiksi yang berkaitan dengan hal non-kebahasaan seperti pembentukan karakter tokoh cerita dan sebagainya yang bisa mengakibatkan penggunaan bahasa Jepang yang tidak lazim. Dalam penelitian kali ini hanya ditampilkan hasil analisis dapat diperoleh gambaran bahwa pengaruh Bahasa ibu dalam kejanggalan penggunaan kata ganti Bahasa Jepang, meski didalam lampiran kami tampilkan kejanggalan-kejanggalan yang terjadi namun daalam penelitian selanjutnya diperlukan penelitian lanjutan mengenai analisis kesalahan dalam penggunaan kata ganti orang pertama "Watashi" kedua “Anata” dan kata ganti orang ketiga “kare” (Dia laki-laki) atau “kanojo” (dia perempuan) dalam kalimat deskripsi secara lebih mendalam sehingga dapat dilihat kesalahan kesalahan apasaja yang ditemukan sehingga menjadi acuan pengajar Bahasa jepang dalam pengajaran Bahasa.
DAFTAR PUSTAKA
Chaer, A. 2009. Psikolinguistik: kajian teoretik. Jakarta: Rineka Cipta. Iori Isao dkk. 2000. Shokyu wo Oshieru Hito no tame no Nihongo Bunpo Handbook. 3A Network., Jepang Ito Kosuke. 1997. Nihongo no Shukaku wo Hyouji suru Joshi no Kaisouteki Bunseki. Ishikawa Nou Tankidaigaku Hou 27: 13-26 Ishizawa Hiroko. 2005. Minna no Nihongo I. 3A Network., Jepang 14 Ichikawa Yasuko. 2009. Shokyu Nihongo Bunpo to Oshiekata no Pointo. 3A Network., Jepang Kudo Hiroshi. 1996. Nihongo Yousetsu. Hitsuji Shobo., Jepang
~ 75 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
Sudaryanto. 1992. Metode Linguistik. Gadjah Mada University Press., Indonesia Tanaka Hiroshi. 2006. Hajimete no tame no Nihongo no Oshiekata Handbook. Kokusaigogakusha., Jepang Yoshioka Hideyuki dkk. 1992. Nihongo Kyouzai Gaisetsu Handbook
~ 76 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
MEIJI RESTORATION AND JAPANESE MIGRATION TO SOUTHEAST ASIA AT THE END OF 19TH CENTURY UP TO PRE WORLD WAR II Erni Puspitasari, Indun Roosiani Sastra Jepang – Fakultas Sastra
[email protected], iroosiani@gmail
ABSTRACT This study aimed to analyze about the linkage of policies made by Japanese during the Meiji Restoration toward the massive migration of Japanese, especially to Southeast Asia and the economical activities they performed in Southeast Asia. This study also to analyze the influence of Japanese culture taking place in the Meiji era causes the massive migration and prostitution performed by Japanese women to Southeast Asia.This study was the qualitative research, that used literature and interviews method. The sample in this study were interviewees. The sampling technique was purposive sampling, with consider the ability of interviewees in terms of culture and history of Japan. Data collection was conducted by interviewing with the competent persons, and with the literature. The terature used in this research was has relevance to the theme of the research. Then the data obtained was analyzed with a cultural theme and historical analysis.The results showed that the policies made by Japan in the Meiji Restoration had a tight connection with the japanese migration to Southeast Asia. The immigrants were mostly smuggled through Japanese cargo ships that anchored at ports in Southeast Asia. The first wave of immigrants came from the lower classes dominated by women. The research showed that Japanese culture and poverty to drive Japanese women who migrated to Southeast Asia to become commercial sex workers who were known as karayuki-san. Then Japanese immigrants who came to Southeast Asia were dominated by traders and businessmans. Economic activities undertaken include plantation, retail businesses, and export and import. Key words : Meiji Restoration, Migration, Southeast Asia
1. PENDAHULUAN Kekuasaan klan Tokugawa di Jepang yang berkuasa mulai dari awal abad 17 hingga pertengahan abad 19 menyebabkan dilakukannya kebijakan isolasi (sakoku) . Pada masa ini Jepang benar-benar membentuk dirinya sebagai bangsa yang memiliki kepribadian kuat dan sangat menjunjung tinggi etika budaya yang didasarkan pada ajaran Konfusianisme, Budha maupun Shinto. Pada masa ini kebudayaan nasional Jepang berkembang dengan baik. Jepang relatif dalam masa damai, dengan jarangnya terjadi peperangan antar klan.
~ 77 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
Seiring berjalannya waktu kebijakan ini tidak dapat dipertahankan, karena ancaman secara militer dari Amerika akhir Jepang terpaksa mengizinkan kapal kapal Amerika untuk berlabuh di beberap pelabuhan Jepang untuk mengisi bahan bakar, persediaan makanan dan air. Hal ini dilakukan Jepang terhadap beberapa negara Eropa lainnya. Perjanjian ini dilanjutkan dengan perjanjian perdagangan yang dikenal dengan perjanjian Shimoda pada tahun 1856, yang hasilnya 4 pelabuhan Jepang yakni Nagasaki, Niigata, Kanagawa dan Hyogo diperuntukkan untuk perdagangan bebas. Selain Amerika, negara lain yang melakukan kontak dagang dengan Jepang adalah Perancis, Inggris dan Rusia. Dengan dibukanya beberapa pelabuhan di Jepang, menandai babak baru dalam masyarakat Jepang, yakni Restorasi Meiji. Kebijakan yang ditempuh pemerintah baru Meiji tentu saja menimbulkan gejolak dan perdebatan tersendiri di dalam negeri. Pihak-pihak yang tidak menyetujui langkah yang ditempuh pemerintah kemudian melakukan pemberontakan dan perlawanan. Namun pada akhirnya pihak-pihak yang menentang kebijakan tersebut malah berbalik mendukung kebijakan pemerintah. Restorasi Meiji yang berarti modernisasi di segala bidang kehidupan membawa dampak yang kurang menguntungkan bagi sebagian masyarakat Jepang, terutama setelah terjadinya industrialisasi yang menyerap tenaga kerja cukup banyak namun tidak didukung oleh pendapatan yang layak. Bukan hanya itu saja, Restorasi Meiji juga berarti munculnya golongan kapitalis baru yang memiliki modal besar. Akibatnya terjadi kesenjangan kehidupan antara golongan kaya dan rakyat miskin. Salah satu dampak yang paling terlihat dari adanya Restorasi Meiji adalah terjadinya migrasi besar-besaran ke luar negeri. Migrasi biasanya dilakukan oleh mereka yang tinggal di. Mereka melakukan migrasi ke luar Jepang karena kehidupan di dalam negeri Jepang sudah tidak lagi memungkinkan bagi mereka untuk bertahan hidup. Hal yang unik dari migrasi ini adalah tidak hanya dilakukan oleh penduduk pria, namun perempuan dan gadisgadis Jepang pun turut bermigrasi. Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah, Apakah Restorasi Meiji, atau kebijakan kebijakan yang dijalankan pemerintahan menjadi penyebab migrasi besar-besaran orangorang Jepang ke berbagai negara, salah satunya ke Asia Tenggara. Bagaimana aktifitas orang orang Jepang di Asia Tenggara khususnya dalam bidang ekonomi.Pada awal gelombang migrasi besar besaran yang dilakukan orang-orang Jepang
~ 78 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
ke Asia Tenggara, didominasi oleh perempuan, dan kebanyakan berprofesi sebagai pelacur atau yang disebut dengan karayuki-san, bagaimana pandanga budaya Jepang terhadap profesi ini, dan bagaimana aktifitas mereka di Asia Tenggra. Penelitian ini ditujukan untuk membuktikan bahwa Restorasi Meiji memiliki kaitan yang erat dengan terjadinya migrasi besar-besaran orang orang Jepang ke Asia Tenggara, penelitian ini juga berusaha untuk menulusuri aktifitas ekonomi orang-orang Jepang di Asia Tenggara, serta keberadaan karayuki-san yang menjadi pelopor migrasi orang orang Jepang ke Asia Tenggara serta aktifitas yang dilakukan di berbagai negara di Asia Tenggara. Secara harfiah arti dari restorasi adalah tindakan atau proses kembali ke kondisi asli dengan dengan melakukan perbaikan-perbaikan. Menurut Bradshaw dalam Urbanska, restorasi adalah tindakan untuk mengembalikan keadaan atau posisi kepada keadaan semula, atau kepada keadaan yang sempurna(Christina, M. Urbanska,1997: 8 )sedangkan Meiji adalah nama jaman yang mengacu kepada nama kaisar yang saat itu sedang memerintah Jepang yaitu kaisar Meiji. Jaman Meiji berlangsung antara tahun 1868 hingga tahun 1912. Dengan demikian Restorasi Meiji adalah pembaharuan yang dilakukan oleh pemerintahan baru Meiji yang terdiri dari kaisar, golongan bangsawan dan klan yang berpengaruh pada jaman tersebut yakni klan Satsuma dan Chosu yang berkuasa antara tahun 1868 sampai 1912. Migrasi adalah perpindahan penduduk dengan tujuan untuk menetap dari suatu tempat ke tempat lain. Melewati batasan administratif. Agak sedikit berbeda dengan definisi di atas Menurut Bakers dalam Hugh migrasi adalah tindakan bergerak dari satu spasial ke spasial yang lain.( Davis Hugh, 1996 :28) Orang Jepang adalah orang yang tinggal di seluruh kepulauan Jepang dan memiliki bahasa ibu bahasa Jepang. Orang Jepang sekarang berasal dari percampuran antara orangorang Jomon yang berasal dari Asia Tenggara Australia dan Papua New Gunea dan hidup 10.000 tahun yang lalu dengan Orang Yayoi yang berasal dari Semenanjung Korea dan hidup pada 2300 tahun yang lalu.( Steve Olson,2006:189) Dengan demikian Migrasi orang-orang Jepang adalah perpindahan orang-orang Jepang dari Jepang ke tempat lain. Migrasi ini dikenal dengan migrasi internasional, yaitu : perpindahan penduduk dari satu negara ke negara lain. Dalam penelitian ini migrasi yang dilakukan oleh orang-orang dari Jepang menuju negara-negara yang berada di kawasan Asia Tenggara.
~ 79 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
Dengan demikian Migrasi orang-orang Jepang adalah perpindahan orang-orang Jepang dari Jepang ke tempat lain. Migrasi ini dikenal dengan migrasi internasional, yaitu : perpindahan penduduk dari satu negara ke negara lain. Dalam penelitian ini migrasi yang dilakukan oleh orang-orang dari Jepang menuju negara-negara yang berada di kawasan Asia Tenggara. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif Dalam penelitian kualitatif, yang menjadi instrumen penelitian adalah si peneliti itu sendiri, dalam hal ini maka yang menjadi instrumen penelitian adalah penulis sendiri. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan mewawancarai dengan pihak yang berkompeten , dan teknik pengumpulan data dengan dokumen. Dokumen yang dimaksud dalam penelitian ini berupa tulisan dan gambar. Data yang telah diperoleh dari berbagai sumber dan dengan menggunakan teknik yang beragam, kemudian dianalisis. Analisis data adalah proses mencari dan menyusunnya data
secara sistematis. Analisis data yang
dilakukan dalam penelitian ini adalah analisis tema historis dan tema kultural, atau analisis tema budaya, yang tujuannya mencari “benang merah” yang mengintegrasikan lintas domain yang ada. Dengan ditemukannya benang merah dari hasil analisis domain tersebut, maka akan tercipta suatu” konstruksi bangunan” situasi sosial, obyek penelitian yang sebelumnya remang-remang setelah dilakukan penelitian menjadi lebih jelas. Uji validitas dalam penelitian ini dilakukan dengan uji kredibilitas, yang terdiri dari perpanjangan pengamatan, peningkatan ketekunan, triangulasi, diskusi dengan teman sejawat
2. HASIL DAN PEMBAHASAN Restorasi Meiji yang terjadi pada tahun 1868 merupakan tonggak sejarah baru bagi kehidupan rakyat Jepang menuju negara industrialisasi. Pemerintah baru Meiji dengan segera melakukan berbagai pembaharuan di segala bidang seperti pendidikan,sastra dan budaya serta ekonomi Hal pertama yang dilakukan pemerintah untuk mengumpulkan modal dalam rangka memperkuat ekonomi negara adalah pembaharuan pajak tanah. Pajak yang sebelumnya dibayarkan dalam bentuk beras diganti dengan uang tunai dengan jumlah yang lebih tinggi dari pajak sebelumya. Petani miskin yang tidak mampu membayar pajak dengan terpaksa menjual tanahnya, dan bagi petani penggarap yang tidak memiliki tanah garapan terpaksa harus menyerahkan setengah dari hasil panen kepada pemilik tanah. Dengan cara
~ 80 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
seperti ini pemerintah baru Meiji mampu melakukan berbagai kemajuan di segala bidang, terutama industri dan militer, namun kehidupan rakyat Jepang tetap berada dalam kemiskinan terutama sejak diberlakukannya Reformasi Pajak. Revolusi industri yang dilakukan pemerintah berjalan dengan lancar, hal ini dibuktikan dengan adanya ekspor benang katun dan sutra ke berbagai negara seperti Amerika, Cina dan Korea. Selain itu pemerintah juga berhasil merampungkan pembangunan pabrik baja pada tahun 1901 sehingga pembangunan industri berat yang bertumpu pada industri baja, perkapalan dan permesinan dapat terealisasi. Kemajuan di sektor industri membawa permasalahan baru bagi pemerintahan Meiji, yakni munculnya kemiskinan baru dan lahirnya para kapitalis. Banyak penduduk miskin yang kemudian beralih bekerja di pabrik-pabrik, namun karena upah yang diterima sangat rendah dan kesejahteraan yang buruk, banyak diantara mereka yang memilih bermigrasi ke luar negeri yakni ke Asia Tenggara untuk mencari penghidupan yang layak. Migrasi ke Asia Tenggara sebagai akibat Restorasi Meiji tidak hanya didominasi oleh laki-laki, namun para perempuan dan gadis Jepang pun banyak yang bekerja di sana. Banyak dari imigran Jepang yang bekerja di sektor perkebunan, perikanan dan perdagangan. Tidak sedikit dari mereka yang berhasil dan membangun komunitas tersendiri di luar negeri. Selain itu, perempuan Jepang yang tidak memiliki keahlian apapun banyak yang melibatkan diri ke pekerjaan prostitusi. Migrasi besar-besaran orang-orang Jepang ke Asia Tenggara yakni sekitar tahun 1880 hingga tahun 1910, didominasi oleh perempuan yang kebanyakan dari mereka kelak berprofesi sebagai pelacur, atau lebih dikenal dengan karayukisan.Motif utama mereka adalah faktor ekonomi. Pada awal migrasi orang-orang Jepang ke Asia Tenggara prostitusi merupakan landasan sosial dan ekonomi komunitas Jepang di Asia Tenggara.
2.1 Aktifitas Ekonomi Komunitas Jepang di Hindia Belanda Keberadaan komunitas Jepang di Hindia Belanda menurut catatan dari Konsulat Jenderal di Hindia Belanda menyebutkan bahwa pada tahun 1897 terdapat 125 imigran Jepang yang terdiri dari 100 orang perempuan dan 25 orang laki-laki. Diperkirakan jumlah ini melebihi dari catatan yang sebenarnya, karena banyak diantara mereka yang datang ke Hindia Belanda tanpa dokumen resmi dan tercatat di Konsulat setempat. Setelah Konsulat Jepang dibuka di Batavia pada tahun 1909 populasi orang Jepang terus mengalami peningkatan hingga tahun 1916 dimana bertambah kurang lebih 500 orang/tahun. Sebelum tahun 1913 populasi ini
~ 81 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
didominasi oleh perempuan, namun setelah tahun 1914 didominasi oleh laki-laki. Sebagian besar perempuan Jepang yang berada di Hindia Belanda ini bekerja di bisnis prostitusi. Selain itu sektor lain yang banyak digeluti oleh para imigran Jepang di sini adalah di bidang perikanan,perdagangan dan pertanian, meskipun sektor pertanian tidak sebesar yang berkembang di Filipina dan Malaya. Salah satu faktor yang menyebabkan para imigran Jepang mendatangi Hindia Belanda adalah karena wilayah ini kaya akan sumber daya alam, ketersediaan tenaga kerja dan memiliki letak yang strategis. Banyak perusahaan Jepang yang bergerak di bidang pertanian dan pertambangan mendapatkan hak konsesi dan mulai beroperasi di Hindia Belanda. Salah asosiasi komersil yang ditujukan untuk kepentingan ekonomi Jepang adalah Nanyo Kyoukai yang didirikan pada tahun 1915, yang kemudian diikuti oleh beroperasinya Bank Jepang dan pedagang besar. Kegiatan perekonomian Jepang di Hindia Belanda dibagi menjadi 3 fase. Fase pertama (1880-1905) kegiatan ekonomi hanya terbatas pada pemenuhan kebutuhan karayukisan seperti bisnis sewa kamar, kedai makanan, salon kecantikan, perhiasan, pakaian, obi dan kimono yang berbasis di Semarang, Batavia dan Surabaya. Fase kedua (1900-1910) kegiatan pedagang yang menjajakan dagangannya secara berkeliling hingga ke pelosok daerah yang berjualan alat tulis, obat-obatan, ikat pinggang dan barang kelontong lainnya. Fase ketiga (1910-1920) para pedagang Jepang mulai membuka tokonya secara permanen. Selain perdagangan, sektor lain yang digeluti oleh para imigran Jepang adalah pertanian kopra di Minahasa dan Sangir Talaud. Setelah PD I aktifitas pertanian Jepang diwujudkan dalam bentuk perkebunan tebu,gula,kopi, teh dan kelapa sawit di pulau Jawa. Dalam bidang perikanan, setelah adanya teknik pendinginan yang baru maka sektor inipun meningkat, terutama setelah didirikannya perusahaan perikanan Nichiren Gyogyo di Manado dan Daisho Koshi di Batavia yang mengoperasikan 100 kapal nelayan dan mempekerjakan 790 nelayan Jepang ( Saya Shiraishi,1998:158).
2.2 Aktifitas Ekonomi Komunitas Jepang di Singapura dan Malaya Masuknya komunitas Jepang ke Malaya diawali dengan keberadaan karayukisan pada tahun 1870. 80% laki-laki yang datang ke Malaya adalah pedagang kecil yang menyediakan kebutuhan karayukisan seperti penata rambut dan pedagang kelontong. Selan itu ada juga yang bekerja di kantor,bank atau penjaga toko. Sebelum PD I terdapat 45 orang yang bekerja
~ 82 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
di sektor ini, tetapi pada tahun 1915 jumlahnya menjadi 106 orang dan meningkat menjadi 1.136 orang pada tahun 1920, dan 1.478 pada tahun 1921. Setelah kemenangan Jepang dalam perang melawan Rusia (1904-1905) Jepang memperluas aktifitas ekonominya dengan membuka perkebunan karet. Dapat dikatakan bahwa 97% petani Jepang di Malaya terlibat dalam penanaman karet. Sementara itu, sector perikanan Jepang lebih banyak ditujukan ke luar negeri. Pada tahun 1914 perusahaan perikanan didirikan di Singapura yakni Eifuku Tora, yang mempekerjakan 150 nelayan Jepang dengan 10 kapal motor dan 31 kapal nelayan. Sektor perdagangan pun berkembang pesat di Malaya. Pada tahun 1924 terdapat 14 perusahaan Jepang di Singapura antara lain Mitsui Co, Sendai Shokai, Mitsubishi Trading Co, Kawahara Shoten dan Suzuku Shoten. Puncak perdagangan Jepang di Singapura dan Malaya terjadi pada awal abad 20 dalam bidang jasa, perdagangan komoditas,usaha restoran, losmen dan bisnis hiburan.
2.3 Aktifitas Ekonomi Komunitas Jepang di Filipina Aktifitas orang Jepang di Filipina diawali dengan keberadaan karayukisan, yang diikuti dengan tenaga kerja yang bekerja pada pembangunan jalan antara Manila dengan Baguio. Aktifitas ekonomi lainnya adalah tukang cukur, tukang kebun, pedagang permen dan tukang photo. Pada tahun 1907-1917 populasi orang Jepang sebanyak 30% dari seluruh total orang Jepang yang berada di Asia Tenggara. Pada tahun 1940 angka ini meningkat menjadi 63.7% dan populasi wanita mencapai 80%. Gelombang imigran Jepang kemudian melonjak menjadi 3.096 pada tahun 1904, hal ini dikarenakan upah yang diterima pekerja lebih tinggi bila dibandingkan dengan di Jepang. Sementara itu, profesi yang dilakukan oleh orang-orang Jepang antara tahun 1903-1907 adalah tukang kayu, yakni 33% dari total pekerja pria. Para tukang kayu ini banyak dipekerjakan untuk membuat barak-barak bagi pekerja yang membangun jalan antara Manila-Baguio. Sebagian besar pekerja pria tidak menggantungkan aktifitasnya pada kegiatan prostitusi, tetapi lebih kepada pekerjaan yang bergerak dalam bidang kontruksi, permesinan dan pertukangan. Dalam bidang pertanian para imigran banyak yang terlibat dalam penanaman abaka di Davao, sedangkan dalam bidang perdagangan banyak yang bekerja sebagai pegawai perusahaan, pegawai bank, kerani dan pegawai toko. Pada tahun 1918 diperkirakan sebanyak 5216 orang bekerja di sektor pertanian dan 1540 orang di sektor perdagangan. Selain itu ada juga yang bekerja sebagai
~ 83 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
juru masak, bekerja di restoran dan bar. Komoditas perdagangan yang berkembang pada saat itu adalah serat rami. Perusahaan Mitsui Co dan Daido Boeki terlibat dalam ekspor serat rami ke Jepang pada tahun 1930.
2.4 Keberadaan dan AktifitasKarayukisan di Asia Tenggara. Menurut Shimizu Hiroshi, ada 3 hal yang menyebabkan gadis Jepang menjadi karayukisan, yakni pertama, mereka yang diculik oleh agen rumah bordil atau mucikari yang sebelumnya diberikan janji-janji sebelum akhirnya diselundupkan ke kapal. Kedua, adalah faktor kesuksesan karayukisan yang berhasil memperbaiki perekonomian keluarganya, dan yang ketiga adalah mereka yang dijual oleh orang tuanya setelah terlebih dahulu diberikan sejumlah uang sebagai pengganti anak gadisnya yang dibawa pergi. Pada pertengahan jaman Meiji di setiap pelabuhan di Jepang terdapat kuchi-ireya yang menjadi perantara antara pencari kerja dengan tempat bekerja yang mereka tuju. Melalui kuchi ireya ini banyak dari pencari kerja yang memperoleh pekerjaan sebagai pembantu, pegawai atau perawat. Namun keberadaan kuchi-ireya ini banyak disalahgunakan oleh para mucikari atau pemilik rumah bordil untuk merekrut gadis-gadis Jepang untuk dijadikan karayukisan. Melalui mucikari gadis-gadis yang telah dibeli tersebut kemudian dikumpulkan di pelabuhan Nagasaki, Kobe dan Moji sebelum diberangkatkan ke berbagai negara di Asia Tenggara.
2.5 Karayukisan di Hindia Belanda Pada masa awal Meiji, sebenarnya Hindia Belanda bukan merupakan wilayah yang menarik bagi imigran Jepang. Dengan demikian imigran Jepang yang datang ke Hindia Belanda pada masa itu didominasi oleh mereka yang tidak memiliki keahlian atau modal apapun untuk usaha, sehingga sebagian besar dari pendatang ini adalah karayukisan yang masuk melalui Hongkong dan Singapura. Dalam beberapa sumber disebutkan bahwa keberadaan karayukisan bukan hanya di rumah-rumah bordil, namun mereka juga menyebar di beberapa restoran dan penginapan untuk menghindari sanksi sosial dan survey jenis pekerjaan untuk orang asing. Pada awal tahun 1920-an, keberadaan karayukisan ini banyak terkonsentrasi di kota-kota yang menjadi pusat perekonomian Hindia Belanda seperti Medan, Batavia dan Surabaya.
~ 84 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
Ketika itu salah satu jalan yang menjadi pusat hiburan di kota Surabaya dikenal dengan sebutan Kembang Jepun, karena menjadi tempat berkumpulnya para karayukisan. Keberadaan karayukisankemudian diikuti oleh imigran Jepang lainnya, terutama mereka yang berprofesi sebagai pedagang yang menyediakan kebutuhan para karayukisan. Pada akhirnya pelanggan mereka terus berkembang, tidak hanya terbatas pada orang Jepang sendiri, tapi sudah mulai merambah ke orang Eropa maupun pribumi. Karayukisan yang berada di Indonesia rata-rata bekerja di rumah bordil, tempat pelacuran terselubung di restoran, kedai kopi, atau penginapan. Mereka yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga merangkap sebagai istri simpanan. Mereka kebanyakan melayani ekspatriat dari Eropa khususnya Belanda dan Perancis yang saat itu banyak bekerja di daerah kolonial kekuasaan pemerintahan Hindia Belanda.
2.6 Karayukisan di Singapura dan Malaysia Pada akhir tahun 1880 an setelah karayukisan dipaksa meninggalkan Singapura, mereka mengalihkan tujuan mereka ke Cina dan Asia, sehingga pada awal abad 20 Singapura menjadi pusat bisnis prostitusi bagi karayukisan. Ketika terjadi perang Jepang Rusia (19041905) sekitar 6000 karayukisan bekerja di Asia Tenggara, dan sekitar 700 bekerja di Singapura. Dari jumlah 1835 orang penduduk Jepang yang tinggal di Singapura, 852 orang adalah karayukisan dan 113 orang pemilik rumah bordil. Tidak seperti perempuan Cina yang hanya melayani pelanggan orang Cina saja, atau perempuan Eropa yang hanya semata-mata melayani orang Kaukakus, karayukisan melayani pelanggan dengan tidak membedakan ras suku bangsa, sehingga karayukisan menjadi paling popular dan mampu menjalankan bisnisnya dengan sukses( Tomoko Yamazaki,1999:5) Karena ekspansi besar-besaran karayukisan ke luar negeri inilah jumlah mereka yang terdaftar secara resmi bertambah menjadi 19.000 orang, dibandingkan yang hanya 47.541 yang terdaftar secara resmi di dalam negeri. Dapat disimpulkan bahwa usaha pemerintah Jepang untuk melarang bisnis prostitusi mengalami kegagalan karena hal ini terbukti seperti yang terjadi di Shanghai pada tahun 1883. Hal ini dikarenakan pemerintah Jepang sepertinya setengah hati dalam memberantas bisnis prostitusi, karena mereka menyadari bahwa bisnis ini menjadi sumber devisa yang signifikan bagi negara Jepang. (Yuki Tanaka, 2002:168)
~ 85 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
Antara tahun 1907-1915 lebih dari setengah populasi orang Jepang di wilayah Singapura dan Malaysia didominasi oleh wanita yang sebagian besar adalah karayukisan. Meskipun ada pelarangan dalam aktifitas karayukisan,ada kondisi menarik yang perlu mendapat perhatian, yakni adanya survey yang mencatat keberadaan wanita Jepang yang digolongkan ke dalam “pembantu rumah tangga”. Pada tahun 1917 terdapat 18 wanita sebagai pembantu rumah tangga. Namun pada tahun 1920 tiba-tiba tercatat 146 orang dan sesudah itu jumlahnya berkisar antara 60 hingga 280 orang. Antara tahun 1924 dan 1925 jumlah “pembantu rumah tangga melonjak dari 65 menjadi 281 orang, tetapi antara tahun 1926 dan tahun 1927 jumlah ini merosot dari 203 menjadi 101. Pada tahun 1924-1927 merupakan tahun-tahun dimana pemerintah Jepang berusaha menekan munculnya kembali prostitusi di Singapura. (Shiraishi, 1998:105). Di Singapura kota di mana berbagai ras manusia berkumpul, karayukisan memiliki berbagai macam pelanggan namun tanpa membedakan adanya perbedaan ras. Di antara pelanggan, mayoritas berasal dari Cina dan India. Selain itu, ada juga yang berasal dari Malaysia, Eropa dan pria Jepang. Untuk pelanggan Eropa, mayoritas mereka bekerja sebagai pedagang, bisnisman dan personal militer. Mereka inilah yang memiliki kekuatan daya beli yang tinggi, bila dibandingkan dengan orang Cina dan India. Lebih lanjut, para pelanggan tersebut tidak hanya yang tinggal di Singapura, namun ada juga yang bekerja sebagai pelancong atau awak kapal laut.
2.7 Karayukisan di Filipina Mengenai populasi wanita di Filipina, sebagian besar yang termasuk dalam klasifikasi wanita pekerja adalah karayukisan. Pada tahun 1903 terdapat 280 karayukisan, yakni 63% dari populasi wanita. Pada tahun 1907 karena statistik untuk tahun itu tidak memasukkan kategori penghibur,karayukisan, wanita pelayan dsb, maka diperkirakan karayukisan dimasukkan ke dalam klasifikasi “lain-lain pekerjaan”, dimana terdapat 290 wanita di dalamnya atau 67% dari populasi wanita.(Saya Shirashi, 1998:188) Ada hal-hal unik yang terjadi berkenaan dengan pertumbuhan karayukisan di Filipina bila dibandingkan dengan negara lain di Asia Tenggara. Pertama, pada tahun 1900 jumlah mereka hanya 64 orang, padahal di Singapura sudah mencapai 518 orang dan di Malaya ada 200 orang. Untuk di Hindia Timur Belanda tidak diperoleh data, namun sudah terdapat 100 wanita Jepang di wilayah tersebut pada tahun 1897. Kedua, populasi orang Jepang di tempat
~ 86 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
lain di Asia Tenggara ditandai dengan peningkatan jumlah karayukisan yang diikuti oleh sedikit peningkatan populasi pria, namun di Filipina justru sebaliknya yakni populasi pria meningkat lebih dahulu dan terus tetap melebihi populasi wanita. Hal ini disebabkan orang Jepang di wilayah lain di Asia Tenggara terutama terlibat dalam pekerjaan yang tergantung pada keberadaan prostitusi, sedangkan mayoritas pria Jepang di Filipina terlibat dalam pekerjaan permesinan, kontruksi, pertukangan kayu dan pekerjaan lain yang tidak ada hubungannya dengan prostitusi. Mengenai jenis pekerjaan yang dijalani oleh perempuan Jepang di Filipina adalah sebagian besar karayukisan. Pada tahun 1903 terdapat 280 karayukisan , 63% dari populasi perempuan. Proporsi dari karayukisan sesuai dengan pola yang diperlihatkan oleh statistik mengenai orang Jepang di bagian lain di Asia Tenggara. Dapat dikatakan bahwa hampir sebagian besar aktifitas orang Jepang di Asia Tenggara berlatar belakang faktor ekonomi (Hiroshi Hashiya dalam Shiraishi, 1998:189) Untuk mendukung aktifitas karayukisan di Filipina maka dibukalah rumah bordil pertama di Davao pada tahun 1910. Ketika terjadi ledakan perdagangan pada tahun 1917 terdapat 13 rumah bordil yang beroperasi di daerah ini. Perkembangan prostitusi para karayuki-san lambat laun terhenti akibat larangan yang diterapkan pemerintah colonial Amerika, hal ini dilakukan untuk melindungi moral tentara Amerika dan mencegahnya berkembangnya penyakit kelamin, Meskipun demikian ada beberapa karayuki-san yang tetap beroperasi secara illegal, dengan berkedok kedai minum.
3. KESIMPULAN DAN SARAN Restorasi Meiji ternyata tidak serta membawa Jepang menjadi negara modern dengan tingkatan kemakmuran yang merata. Kebijakan kebijakan yang dibuat pemerimtahan Meiji antara lain reformasi pajak tanah dan industrialisasi justru menjadikan munculnya para kapitalis dan di sisi yang lain menjadikan masyarakat miskin Jepang bertambah miskin. Kemiskinan yang dihadapi orang-orang Jepang ini kemudian disikapi dengan migrasi besar-besaran ke berbagai negara, termasuk ke negara negara di kawasan Asia Tenggara. Secara keseluruhan motif dari migrasi ini adalah karena faktor ekonomi. Kegiatan ekonomi orang orang Jepang di Asia Tenggara pada awalnya dilakukan sektor non formal seperti protitusi, buruh, perdagangan dalam skala kecil. Kemudian orientasi
~ 87 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
aktifitas ekonomi orang orang beralih kepada sektor formal seperti usaha jasa perbankan, ekspor impor, perikanan, perdagangan, dan perkebunan. Migrasi yang dilakukan oleh para karayuki-san, selain karena motif ekonomi juga karena faktor budaya Jepang yang menempatkan perempuan pada posisi yang tidak menguntungkan. Walaupun perempuan wilayahnya hanya domestik, tetapi kenyataannya perempuan-perempuan Jepang banyak yang menjadi tulang punggung keluarga dengan menjadi pelacur. Kegiatan para karayuki-san ini tidak hanya dilakukan di rumah rumah bordil, tetapi juga menjadi pelacur terselubung di rumah rumah laki-laki China, dan laki-laki Eropa dengan menjadi istri simpanan. Biasanya mereka dikontrak untuk beberapa tahun.
Penelitian ini masih banyak memiliki keterbatasan, karena hanya menganalisis secara global mengenai relevansi Restorasi Meiji dengan migrasi Orang-Orang Jepang ke Asia Tenggara, aktifitas ekonomi orang orang Jepang di Asia Tenggara, dan aktifitas karayukisan di Asia Tenggara.Untuk itu masih diperlukan penelitian lanjutan yang lebih spesifik mengenai kegiatan ekonomi orang orang Jepang atau aktifitas karayuki-san di Asia Tenggara, sehingga gambaran secara utuh mengenai kegiatan ekonomi Jepang di berbagai negara Asia Tenggara dapat dianalisis secara lebih spesifik. Dengan segala kerendahan hati, kami menyadari bahwa penelitian ini belum sempurna untuk itu mohon saran dan kritiknya agar di masa yang akan datang kami dapat melakukan dengan lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
Faisal,2002 Peran Karayukisan Bagi Pembangunan Komunitas Jepang di Malaya-Inggris dan Hindia Belanda Sebelum Perang Dunia II. Skripsi Sarjana, Jurusan Asia Timur Program Studi Jepang. Fakultas Sastra: Universitas Indonesia. FletcherWilliamMiles, 1989The Japanese Business Community And National Trade 19201942, USA : The University of Carolina Press,. Hirakawa Hitoshi, Shimizu ,Hiroshi, 1999, Japan and Singapore in The World Economy, Japans Economic Advance Into Singapore 1870-1965, London : Routledge Huff ,Gregg, 2003, Financial Transition in Pre World War II Japan and Southeast Asia, Glasgow : university of Glasgow
~ 88 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
Huff W.G., 1994, The Economic Growth of Singapore Trade and Development in the Twentieth Century,Cambridge : Cambridge University Press Kahin George, Shirashi Saya, Shiraishi Takahashi, 1993,The Japanese in Colonial Southeast Asia. Tokyo : Cornel Southeast Asia Program. Kyeung-eun PARK. “A Study on Relationship Between Modern Japan and Southeast Asia.Focus on The Network of Karayukisan and Their Real life. 20 Mei 2014. asia.prj.nagasaki-u.ac.jp Osaka Shoseki,Terj. Ed. I Ketut Surajaya,2001, Chugaku Shakai Rekishiteki Bunya ,Depok : UI Press. Olson Steve , 2006 Terj.Mapping Human History, Gen, Ras, dan Asal Usul Manusia. Jakarta : Serambi Ilmu Semesta. Peter Post, 1991 ,Characteristics of Japanese Entrepreneurship in Pre War Indonesian Economy, Netherlands : Royal Netherlands Academy of Arts and Science Shiraishi Saya dan Shiraishi Takashi,1998, Orang Jepang di Koloni Asia Tenggara. (P.Soemitro, Penerjemah) Jakarta: Yayasan Obor Indonesia Sugiyono,2006,Metode Penelitian Kuatitatif, Kualitatif, dan R &D Alfabeta Jakarta :Serambi Ilmu. Surajaya Ketut,2001,“Pengantar Sejarah Jepang II” Depok : UI Press. Suryana, 200,Metodologi Penelitian,Bandung : Universitas Pendidikan Indonesia. Tanaka Yuki,2002, Japan’s Comfort Women.Sexual Slavery and Prostitution During World War II and The US Occupation. New York: Routledge. Urbanska M. Chrystina,1997,Restoration Ekology on Sustainable Development , Cambridge : Cambridge University Press. Ubaldo Laccarino,2008 Manila as an International Entreport Chinese and Japanese Trade with Spanish Philippines at the close of the 16TH century, Portugal :Universidade Nova de Lisboa , Walter Walles Mc Laren, 2013, A Politic History of Japan During Meiji Era 1868 – 1912, New York:Routledge Wolf Mendl, 2001 Japan and South East Asia, New York :Routledge YamakawaShuppansha, 1990,RyuugaseinoTamenoNihonshi, Tokyo : Tokyo University of Foreign Studies.
~ 89 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
Yamazaki,Tomoko ,1999, Sandakan Brothel No.8, an episode in the history of lower-class Japanese
women.
Trans.Karen
Colligan-Taylor.
New
York:
M.E.Sharpe,Inc,Armonk. Pangastoeti Sri. “Dari Kyuushuu ke Ran’in.Karayukisan dan Prostitusi Jepang di Indonesia”. Dalam Jurnal Humaniora Vol 21.Univ Gajah Mada: Program Studi Sastra Jepang Fakultas Ilmu Budaya. 5 Mei 2014. www.etd.ugm.ac.id
~ 90 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
DISONANSI KOGNITIF, KONSEP DIRI DAN PEMBENARAN DALAM HUBUNGANNYA DENGAN KECURANGAN AKADEMIK Kurnia Idawati1), Rusydi M. Yusuf2), Widiastuti3) 1
[email protected], 2
[email protected], 3
[email protected] Fakultas Sastra
ABSTRACT This study discusses the attitude and behavior toward cheating / plagiarism, academic selfconcept, the level of cognitive dissonance, and internal and external justification. The results of questionnaires from a sample of all students from Darma Persada University in the academic year of 2013/2014, show that the majority of students agree that cheating in examinations / tests are morally wrong. However, in practice, the students are permissive in doing this kind of academic dishonesty. Therefore, not surprisingly, the majority (70.1%) of the 315 respondents did not experience dissonance or their dissonance was very minimal. Of the descriptive data there are also known that although the average level of the students’ self-concept turned out to be more than moderate (65.9%) of the scale 100% (very high), it was not enough to affect the magnitude of the dissonance. In addition, the students’ attitudes toward academic dishonesty were low correlated with their behaviors towards the similar issue. This means that although they agree that cheating is wrong, they still do it. Most of the students have their internal justification for an excuse to do the academic dishonesty. Keywords: academic dishonesty, cognitive dissonance, attitude, behavior
1. PENDAHULUAN Persoalan menyontek dan plagiarisme tampaknya sudah menjadi fenomena yang biasa dan di luar kemampuan kebanyakan perguruan tinggi untuk mengatasinya (Fawkner & Keremidchieva, 2004). Sebagai gambaran umum, survey yang dilakukan oleh McCabe (www.ojs.unisa. edu.au/index.php/IJEI/article/download/14/9) terhadap 51.611 mahasiswa di Amerika Serikat dan terhadap 19.460 mahasiswa di Kanada, dari beberapa universitas, dari tahun 2002 sampai dengan 2005, bila dijumlah mencapai 82 % untuk kasus menyontek dengan berbagai cara pada saat test dan ujian. Sementara itu, persentase data tentang perilaku menyontek dan plagiat di tingkat perguruan tinggi di Indonesia secara menyeluruh belum ada kecuali di satu fakultas saja yang dilakukan oleh Friyatmi dalam penelitiannya pada tahun 2009 tentang mahasiswa menyontek di Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Padang (www.journal.unp.ac.id/index.php /tingkap/article/download/23/21).Disebut-kan bahwa 62,7% mahasiswa menyalin jawaban dari teman-teman mereka atau membiarkan jawaban
~ 91 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
mereka untuk disalin, 58,8% berbagi jawaban atau berkonsultasi dengan teman-teman mereka, dan 27,8% mengakses jawaban di luar ruangan. Pada kasus lain, Suwarjo dkk. (2012) dalam penelitian survey mereka terhadap 1260 buah skripsi mahasiswa Fakultas Ilmu Pendidikan di Universitas Negeri Yogyakarta yang lulus tahun 2010 – 2011, menemukan 63,29% mahasiswa melakukan kutipan pada skripsi mereka tanpa menyatakan sumber yang memadai, dan itu dinyatakan sebagai bentuk plagiat. Tingkat kecurangan akademik dalam 30 tahun terakhir menunjukkan peningkatan, diimbuhi dengan semakin meningkatnya mayoritas mahasiswa yang yakin bahwa menyontek bisa diterima (Murdock & Anderman, 2006) dan bahwa menyontek tidak melukai siapapun, sebagai sebuah bentuk penetralan sikap dari penyontek (Jordan, 2001). Fakta itu menunjukkan adanya sikap permisif mahasiswa terhadap tindakan menyontek dan plagiat yang sudah meluas. Bahkan penelitian yang dilakukan oleh Eisenberg (2004) menunjukkan tidak adanya korelasi antara moralitas dengan tindakan menyontek karena menurutnya, individu-individu yang memiliki tingkat perkembangan moral yang sama, berdasarkan kerangka perkembangan moral Kohlberg, bisa memiliki interpretasi yang berbeda terhadap suatu isu, kejadian atau perilaku. Jadi, beberapa orang akan menilai bahwa menyeberang jalan secara sembrono merupakan sesuatu yang terkait dengan isu moral, sementara yang lain akan melihatnya sebagai isu yang terkait dengan ketidaknyamanan. Hal yang sama berlaku pada kasus menyontek. Sebagian mahasiswa akan memandang tindakan menyontek dan plagiat dalam kerangka moral atau etika, sedangkan yang lain melihatnya dengan menggunakan kerangka yang berbeda. Eisenberg lalu membedakan antara dimensi moral dan dimensi konvensi sosial yang berupa tatanan sosial. Menurutnya, jika tata aturan sosial tidak ada, maka tidak akan jelas lagi mana tindakan yang benar dan adil. Dimensi moral berakar pada nilai-nilai yang berada di luar tata aturan sosial, sehingga tindakantindakan ketidak jujuran akademik akan terus berlangsung tanpa keberadaan konvensi dan hukum yang spesifik. Eisenberg meneliti persepsi siswa terhadap menyontek sebagai isu moral atau a-moral dan hasilnya adalah mereka yang memandang menyontek sebagai isu moral tidak menyetujui tindakan menyontek. Hasil penelitian tersebut kurang lebihnya dapat juga merepresentasikan keadaan di lingkungan pendidikan di Indonesia. Karena itulah maka masih menjadi pertanyaan, apakah mereka yang dalam sikapnya menentang ketidak jujuran akademik atau tidak menyetujui tindakan menyontek dan mem-plagiat betul-betul tidak pernah menyontek dan atau tidak
~ 92 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
pernah melakukan plagiat? Sejauh ini, penelitian yang berkenaan dengan menyontek ataupun plagiat di tingkat perguruan tinggi berkisar pada perspektif motivasi menyontek (Murdock, 2006), faktor-faktor pendorong menyontek (Passow dkk., 2006; Ledesma, 2011), pengaruh orang lain sebagai pendorong menyontek (Blachnio & Weremko, 2011), sampai pada metode-metode menyontek (Witherspoon dkk., 2012). Keselarasan antara sikap dan perbuatan terkait isu menyontek dan atau plagiarisme belum ditemukan. Psikolog sosial, Allan W. Wicker (1969) menyebutkan bahwa sikap yang diekspresikan orang-orang hampir tidak menggambarkan perilaku mereka. Sikap mahasiswa terhadap menyontek kurang menunjukkan hubungan dengan tindakan mereka dalam menyontek. Oleh karena itu perlu diteliti apakah mereka, dalam hal ini mahasiswa yang meyakini bahwa menyontek dan plagiat adalah salah, dijamin tidak melakukan tindakan tersebut. Jika, misalnya karena pengaruh teman, lingkungan, atau faktor-faktor lain yang akhirnya mendorong mereka melakukan kecurangan akademik, apakah mereka merasa tidak nyaman atau merasa bersalah sesudahnya? Seberapa tinggi atau rendahnya tingkat ketidak nyamanan itu? Terkait dengan perasaan bersalah, ada sebuah konsep yang disebut sebagai disonansi kognitif (cognitive dissonance), sebuah teori yang pertama kali dikemukakan oleh Leon Festinger (1962), yang menyatakan bahwa jika seseorang mengetahui berbagai hal yang secara psikologis tidak konsisten antara satu dengan yang lainnya, orang tersebut, dengan berbagai cara, mencoba membuatnya konsisten. Dua hal yang tidak sejalan disebut dalam relasi yang disonan. Dua hal itu bisa saja terkait dengan perilaku, perasaan, opini, hal-hal dalam lingkungan, dan sebagainya. Kata ‘kognitif’ sekedar menekankan bahwa teori itu berhubungan dengan relasi di antara item-item. Jadi, disonansi kognitif adalah keadaan yang memotivasi seseorang untuk memeroleh kesetimbangan psikologis dari perasaan tidak nyaman atau tenang menjadi nyaman atau tenang kembali dengan cara mengubah opini atau perilakunya, sebagaimana keadaan lapar mendorong seseorang untuk makan. Dengan kata lain, disonansi kognitif adalah perasaan tidak nyaman yang disebabkan oleh tindakan (perilaku)
yang
tidak
sesuai
www.socialemotiveneuroscience.org/
dengan
keyakinan
(Harmon-Jones
&
Mills,
download/hj_mills1999cogdis_intro.pdf).
Maka
menjadi penting untuk diteliti apakah ada pertentangan antara sikap dan perilaku mahasiswa terhadap menyontek dan plagiat. Apakah terjadi disonansi kognitif di kalangan mahasiswa terhadap isu menyontek? Seberapa tinggi tingkat (magnitude) disonansi kognitif mereka seandainya terjadi? Tinggi atau rendahnya disonansi kognitif antara lain ditentukan oleh
~ 93 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
konsep diri mahasiswa. Seseorang yang memiliki konsep diri yang positif cenderung mengalami disonansi (ibid). Dengan demikian maka perlu diketahui konsep diri mahasiswa dalam hubungannya dengan disonansi kognitif. Di samping itu, hal penting lainnya terkait dengan disonansi adalah upaya mereduksi keadaan yang disonan menuju keadaan yang konsonan (kesetimbangan/ keselarasan). Mengacu pada Festinger (1962) dan diperjelas oleh Metin dan Camgoz (2011) ada tiga cara untuk mengurangi disonansi kognitif, yaitu mengubah sikap/perilaku sendiri, mencari pembenaran dengan mengubah pandangan terhadap hal yang menimbulkan ketidak nyamanan itu sebagai sesuatu yang “tidak apa-apa atau baik-baik saja”, dan mencari pembenaran baru dari luar dirinya. Jika diringkas, hal di atas dapat dikategorikan sebagai pembenaran yang bersifat internal dan pembenaran yang bersifat eksternal. Menurut Aronson
(www.general.utpb.edu
/fac/hug/Aronson_7e_SG_ch06_CogDis(1).pdf),
pembenaran internal (internal justification) adalah pengurangan disonansi dengan mengubah sesuatu tentang diri sendiri (mengubah sikap), sedangkan pembenaran eksternal (external justification) adalah alasan atau penjelasan bagi perilaku pribadi yang disonan yang diperoleh di luar diri individu. Maka menjadi penting pula untuk diketahui seberapa besar kecenderungan mahasiswa yang mengalami disonan untuk menggunakan pembenaran internal atau eksternal sebagai upaya mengurangi disonansi mereka. Isu menyontek dan plagiat beserta variabel-variabel yang terlibat dengan isu tersebut, menarik perhatian peneliti untuk melakukan investigasi keterlibatan mahasiswa-mahasiswa Universitas Darma Persada (Unsada) terhadap kegiatan menyontek dan plagiat. Menyontek didefinisikan oleh Jones (© 2001 & 2011) sebagai “any deceitful or fraudulent attempt to evade rules, standards, practices, customs, mores, and norms to gain an unfair advantage or to protect someone who has done so”. Sedangkan plagiarisme bermakna penggunaan sebagian bahasa dan pendapat-pendapat pengarang lain atau penciptanya tanpa ijin dan diakui sebagai karya pribadi (Ercegovac & Richardson Jr., 2004). Kedua jenis kegiatan tersebut dikategorikan sebagai kecurangan akademik (academic dishonesty), seperti yang dikutip dari Jones (ibid). Penelitian ini akan terkait dengan menyontek dan plagiat, dengan menjadikan semua mahasiswa Unsada dalam periode satu semester sebagai populasi. Berdasarkan paparan permasalah-an di atas, secara ringkas, penelitian ini bertujuan: 1) meneliti sikap (attitude) mahasiswa terhadap menyontek dan plagiarisme, 2) meneliti perilaku (behavior) mahasiswa terhadap menyontek dan plagiarisme, 3) meneliti apakah
~ 94 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
sikap terhadap menyontek dan plagiarisme berkorelasi dengan perilaku menyontek dan plagiat, 4) meneliti apakah terjadi disonansi kognitif pada pelaku menyontek dan plagiat, 5) jika terjadi disonansi, maka dilanjutkan dengan meneliti tingkat (magnitude) disonansi kognitif terkait tindakan menyontek dan plagiat, 6) meneliti konsep diri mahasiswa, apakah ada pengaruhnya terhadap tinggi atau rendahnya disonansi, dan 7) meneliti kecenderungan mahasiswa menggunakan pembenaran internal (internal justification) dan pembenaran eksternal (external justification) sebagai upaya mahasiswa mengurangi disonansi.
2. KAJIAN LITERATUR 2.1 Menyontek dan Plagiat Menyontek dan plagiat yang disebut juga sebagai kecurangan atau ketidak jujuran akademik (academic dishonesty) (Vandehey dkk., 2007; McCabe, 2005), merupakan dua istilah yang sangat melekat dalam dunia pendidikan, dengan pelakunya, terutama adalah para pelajar dan mahasiswa. Setidaknya itulah yang banyak dikaji dan diinvestigasi oleh para peneliti dari berbagai disiplin ilmu (McCabe dkk., 2001; Hardigan, 2004; Murdock dan Anderman, 2006; Vandehey dkk. 2007; Jones dkk., 2010; Miranda dan Freire, 2011) karena persoalan menyontek dan plagiat telah sangat umum terjadi dengan kecenderungan yang meluas dan meningkat (McCabe dkk., 2001). Meluas dalam pengertian melanda hampir ke semua strata pendidikan dan semua disiplin ilmu, dan meningkat dalam pengertian jumlah pelakunya, yakni 54% pada tahun 1984, 61% pada tahun 1994, dan dalam rentang 52-90% sampai awal tahun 2000an (Vandehey dkk., 2007). Cara-cara menyonteknya pun semakin bervariasi, dari yang tradisional seperti menggunakan catatan kecil yang sudah dipersiapkan terlebih dahulu, melihat jawaban teman, memberikan jawaban atau membiarkan teman menyalin jawaban saat ujian, dan sebagainya, sampai dengan cara-cara kontemporer dengan memanfaatkan perangkat seluler canggih (Witherspoon dkk., 2012). Demikian pula, semakin meluasnya jaringan internet, semakin memudahkan mahasiswa melakukan plagiarisme, yaitu mengutip sebagian atau seluruhnya tanpa menyebutkan sumbernya atau pengarangnya (Blachnio dan Weremko, 2011). Menurut Baird (1980) dan Davis dkk. (1992), faktor-faktor yang mengarah pada tindakan menyontek dan plagiat bisa datang dari unsur eksternal maupun pribadi pelaku. Dari sisi eksternal antara lain susunan tempat duduk, pentingnya ujian, tingkat kesulitan ujian, ujian yang tidak fair, pengawasan yang lemah saat ujian, kelas besar, pertanyaan pilihan berganda,
~ 95 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
dan keuntungan ekonomi. Sedangkan dari pribadi pelaku antara lain adalah kemalasan, persaingan dengan teman sekelas, nilai yang rendah atau kegagalan pada ujian sebelumnya, keinginan tertentu untuk berhasil, menolong teman, keengganan terhadap pengajar, dan untuk memperoleh penerimaan secara sosial. Eisenberg (2004) menambahkan bahwa tekanan untuk memeroleh nilai yang tinggi juga mendorong seseorang untuk menyontek dan atau mem-plagiat, demikian pula pengaruh teman sekelas yang menyontek (Murdock dan Anderman, 2006). Sementara itu Broeckelman & Pollock, Jr. (2006) dalam penelitian mereka di Universitas Ohio, melaporkan bahwa penyebab mahasiswa melakukan ketidak jujuran akademik adalah :’time pressure to finish assignments, the perceived benefits of cheating, a lack of knowledge about course material and proper approaches to source citation, a lack of trust in relationships among students and between students and faculty, and an overall culture that seems – via its normative prevalence and the lack of serious consequences – to condone cheating’. Namun Murdock dan Anderman (2006) menegaskan bahwa tujuan-tujuan untuk berprestasi berhubungan dengan frekuensi menyontek yang dapat diprediksi, yakni: pengejaran pada tujuan-tujuan keahlian berhubungan dengan berkurangnya tindakan menyontek, sedangkan pengejaran pada performansi (the pursuit of performance) dan tujuan-tujuan ekstrinsik berhubungan dengan semakin tingginya tingkat menyontek. 2.2 Sikap dan Perilaku terhadap Menyontekdan Plagiat Berdasarkan hasil beberapa penelitian, ternyata sikap terhadap menyontek dan plagiat tidak konsisten dengan perilaku menyontek dan plagiat. Davis (2004) menemukan bahwa meskipun perilaku menyontek diakui sebagai melanggar etika oleh 92% mahasiswa, 45% dari mereka mengganggap bahwa menyontek merupakan perilaku yang bisa diterima secara sosial. Demikian pula halnya dengan laporan McCabe, dkk. (2002) yang mengatakan bahwa para mahasiswa mengakui ketidak jujuran akademik merupakan masalah serius tapi tetap saja mereka menganggap menyontek itu adalah perilaku yang umum dan biasa di universitas meskipun sudah ada larangan menyontek dan plagiat secara institusional. Mengacu pada fakta itu, jelaslah bahwa sikap bisa tidak sejalan dengan perilaku. Hal ini juga didukung oleh hasil review Wicker (1969) yang menyimpulkan bahwa sikap yang ditampakkan sulit digunakan untuk memprediksi perilaku yang berbagai macam; ‘student attitudes toward cheating bore little relation to the likelihood of their actually cheating’.
~ 96 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
Di sisi lain, dalam penelitian yang dilakukan oleh Fishbein (1977) dan Ajzen (1982) dalam
Bab
4,
Behavior
and
Attitudes
(http://highered.mcgraw-hill.
com/sites/dl/free/0070952027/ 363504/ Ch04_Myers3Ce.pdf) disebutkan bahwa saat perilaku yang diukur bersifat umum, misalnya sikap terhadap orang-orang Asia, dan perilakunya sangat spesifik, misalnya keputusan apakah akan menolong pasangan orang Asia, maka tidak akan terjadi hubungan yang dekat antara kata-kata dan tindakan. Sikap bisa memprediksi perilaku jika sikap yang diukur langsung terkait hal yang spesifik dan relevan dengan perilaku yang diamati. Oleh sebab itu, menurut Ajzen (ibid), sikap, norma-norma sosial dan pengendalian diri yang dihayati, bersama-sama menentukan maksud seseorang yang mengarah kepada perilaku. Dengan demikian, maka hubungan antara sikap dan perilaku bisa terentang dari tidak ada hubungan sampai dengan ada hubungan yang kuat, tergantung dari kondisinya apakah pengaruh-pengaruh lain dikurangi/ditekan, sikap menggambarkan hal yang spesifik yang mengarah pada tindakan, dan apakah sikap memiliki daya, dalam pengertian apakah sikap terhadap suatu hal itu karena ada sesuatu yang mengingatkan
kepada
hal
tersebut
ataukah
karena
pernah
mengalaminya.
(http://highered.mcgraw-hill.com/sites/ dl/free/0070952027/363504/Ch04 _Myers3Ce.pdf)
2.3 Disonansi Kognitif, Konsep Diri dan Pembenaran Internal dan Eksternal Mengacu pada pendapat terakhir di atas, jika memang sikap dapat menggambarkan perilaku, maka disonansi kognitif dapat terjadi karena yang bertentangan dengan perilaku akan menimbulkan ketidak nyamanan secara psikologis. Berdasarkan teori disonansi kognitif dari Leon Festinger (1962), dua kognisi (yakni antara sikap dan perbuatan/perilaku) yang saling bertentangan akan memunculkan disonansi, sebuah perasaan yang tidak nyaman karena adanya hal-hal yang mengganjal hati atau ketidak nyamanan psikologis. Disonansi semakin kuat dalam situasi dimana konsep diri merasa terancam. Kebanyakan individu menganggap dirinya bersusila dan sopan, yang tidak akan menyesatkan atau menipu orang lain, dan jika ia melakukannya juga, akan muncul rasa bersalah atau tidak nyaman (disonan). Konsep diri itu sendiri menurut Waugh (2000) adalah atribut ekamatra (satu dimensi) yang laten yang melibatkan dua aspek yaitu “bagaimana saya ingin menjadi” dan “bagaimana saya sesungguhnya”. Yang pertama lebih mudah diekspresikan dibandingkan dengan yang kedua. Komponen dasar dari konsep diri meliputi diri yang ideal (ideal self) yaitu individu yang ingin menjadi apa, misalnya menjadi orang yang baik,
~ 97 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
bermoral, dan dihormati; diri yang sebenarnya (real self), yaitu bagaimana individu melihat dan menilai apa yang dirasakan oleh dirinya sendiri; dan diri di ruang publik (public self), yaitu apa yang menurut individu terkait dirinya dari sudut pandang publik (http://www.psychologicalselfhelp.org/Chapter14.pdf). Konsep diri terdiri dari perilaku, sikap tentang diri sendiri, citra fisik (body image), harga diri (self-esteem), dan informasi tentang kemampuan diri; ‘the sum total of the ways in which we think about ourselves’ (http://healthadmin.jbpub.com/borkowski/chapter3.pdf) atau dengan definisi sebagai berikut:
The self-concept can be viewed as the knowledge a person has about him or her self. This knowledge about the self may cover many different areas; for instance, knowledge of the competencies one has and does not have, knowledge of one’s attitudes and values, and knowledge of one’s likes and dislikes, and of what one aspires to become. (van Knippenberg dkk. 2004) Terkait dengan definisi di atas, maka konsep diri yang berhubungan dengan masalah yang akan diteliti adalah konsep diri yang meliputi persoalan akademik sehingga disebut sebagai konsep diri akademik. Konsep diri akademik mengacu pada pengetahuan dan persepsi individu tentang diri mereka sendiri yang berhubungan dengan pencapaian prestasi akademik (Ferla dkk., 2009). Mereka yang memiliki konsep diri yang tinggi akan mengalami disonan jika mereka berperilaku yang bertentangan dengan pendapat yang positif tentang diri mereka, dan mereka akan mencoba dengan keras untuk mengurangi disonansi itu.
In a classic experiment, researchers predicted that individuals who had been given a boost to their self-esteem would be less likely to cheat, if given the opportunity to do so, than individuals who had a lower opinion of themselves (Aronson & Mettee, 1968). After all, if you think yourself as a decent person, cheating would be dissonant with that self-concept. (http://general.utpb.edu/fac/hughes_j/Aronson_7e_SG_ch06_cogDis.pdf) Namun masih menjadi pertanyaan apakah benar individu yang memiliki konsep diri yang positif tentang dirinya sendiri pasti akan mengalami disonan bila perilakunya bertentangan atau
tidak
selaras
dengan
sikapnya
?
Aronson
(http://general.utpb.edu/fac/hughes_j/Aronson_7e_S_ch06_cogDis.pdf)sendiri memastikan
~ 98 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
bahwa ada faktor lain yang memengaruhi apakah seseorang mengalami disonan atau tidak. Faktor itu adalah pembenaran (justification) yang sifatnya eksternal maupun internal dari individu atas perilakunya yang tidak konsisten dengan sikapnya. Upayanya sekaligus juga merupakan bentuk pengurangan disonansi atas ketidak nyamanan psikologis yang timbul. Selanjutnya dikatakan bahwa: …These actions may or may not cause dissonance depending on whether we have external justification for the behavior. External justification is a reason or an explanation for dissonant personal behavior that resides outside the individual. When you can’t find external justification for your behavior, you will attempt to find internal justification -you will try to reduce dissonance by changing something about yourself (e.g., your attitude or behavior). Perilaku mengurangi disonansi bisa bermanfaat untuk mengembalikan ‘perasaan stabil’ dan mempertahankan harga diri (self esteem) dan tindakan tersebut merupakan proses yang tidak disadari. Di sisi lain, upaya mengurangi disonansi akan menghalangi individu untuk belajar dari kesalahan sehingga kesalahan itu tersimpan dan mungkin berlanjut menjadi kesalahan yang berikutnya.
3. METODE PENELITIAN Subjek yang digunakan sebagai responden dalam penelitian ini adalah semua mahasiswa yang berkuliah di Universitas Darma Persada, yang sekaligus merupakan lokasi penelitian. Responden berasal dari semua fakultas yang sampelnya diambil secara random. Responden meliputi semua angkatan dari berbagai jurusan dalam masa belajar satu semester berlalu. Data terkait penelitian adalah data kuantitatif, di antaranya berupa data tentang sikap yang mengacu pada Attitude toward Cheating Scale (ATC) (Hardigan, 2004). ATC merupakan instrument self-report yang terdiri dari 34 pertanyaan yang mengukur konstruk sebagai berikut: 1) Contoh-contoh
yang
mungkin
atau
mungkin
tidak
dianggap
sebagai
menyontek/plagiat (misalnya, jika seorang mahasiswa ditawari fotokopi atau salinan soal ujian, tawaran itu seharusnya ditolak); 2) Sikap terhadap moralitas menyontek/plagiat (misalnya, menyontek dalam ujian secara moral adalah salah); 3) Sikap terhadap perilaku dosen (misalnya, jika dosen meninggalkan ruangan saat ujian, itu pertanda boleh menyontek);
~ 99 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
4) Sikap terhadap pelaku menyontek/plagiat (misalnya, kebanyakan mahasiswa yang menyontek adalah orang-orang yang tidak beretika); 5) Kemungkinan-kemungkinan yang dilakukan terkait dengan menyontek/plagiat (misalnya, mahasiswa seharusnya melaporkan nama-nama mahasiswa yang menyontek/ melakukan plagiat. Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan itu menggunakan skala Likert. Instrumen ATC telah diuji reliabilitas dan validitasnya pada penelitian sebelumnya oleh Gardner dan Melvin tahun 1998 (Hardigan, 2004). Sedangkan data perilaku diacu dari Newstead dkk. (1996), terdiri dari 18 butir self report cheating.
Disonansi kognitif diukur dengan menggunakan empat skala untuk menentukan tingkat (magnitude) disonansi yang terinspirasi dan diadaptasi dari Thomas (2010) dalam bentuk pertanyaan pilihan. Disonansi minimal diberi kode 1, disonansi sedang diberi kode 2, disonansi kuat diberi kode 3, dan disonansi paling kuat dengan kode 4. Pengurangan disonansi yang berupa external & internal justification dilakukan dengan cara memberikan pertanyaan terbuka kepada mahasiswa. Jawaban mereka nanti dimasukkan dalam kategori pembenaran internal dan pembenaran eksternal, kemudian dihitung frekuensinya masing-masing. Konsep diri diadaptasi dari Academic Self-Concept dari Bong dan Skaalvik (2003) yang terdiri dari unsur frame of reference (kerangka acuan), causal attributions (atribut penyebab), reflected appraisals from significant others (menilai diri dari merefleksi sudut pandang orang lain), mastery experiences (pengalaman yang membentuk diri), dan psychological centrality (penilaian kualitas diri yang dianggap penting). Metode pengukurannya berupa self-report. Butir-butir pernyataan yang digunakan untuk menilai konsep diri akademik misalnya “Tugas kuliah mudah bagi saya,” “Saya bisa mengerjakan tugas kuliah,” “Dibandingkan dengan yang lain, saya bagus di hampir semua mata kuliah,” dan seterusnya. Respon setuju untuk pernyataan-pernyataan tersebut meng-gunakan skala Likert yang terentang 1 – 5. Untuk menguji hipotesis “Sikap terhadap kecurangan akademik berkorelasi negatif dengan perilaku menyontek dan plagiat,” peneliti menjadikan konstruk sikap sebagai peubah bebas dan konstruk perilaku sebagai peubah terikat, dengan menggunakan SPSS korelasi
~ 100 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
Product Moment dilanjutkan dengan regresi tunggal. Sebelumnya dilakukan terlebih dahulu uji deskriptif untuk masing-masing peubah. Untuk menguji hipotesis “perilaku menyontek dan plagiat tidak menimbulkan disonansi kognitif,” peneliti melakukan pembanding deskriptif antara perilaku dengan tingkat disonansinya. Untuk menguji hipotesis “Disonansi kognitif lemah meskipun konsep diri positif tinggi,” peneliti mendeskripsikan konstruk konsep diri dan disonansi dalam persentasi dan grafik. Selanjutnya yang terakhir, untuk menguji hipotesis ”pembenaran eksternal lebih berpengaruh dibandingkan dengan pembenaran internal terhadap upaya pengurangan disonansi kognitif,” penghitungan dilakukan dengan menggunakan uji deskriptif.
4.
HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah mahasiswa Universitas Darma Persada (Unsada) tahun akademik 2013/2014
adalah 2168 orang dan sampel yang bisa dijadikan data penelitian berjumlah 315 responden, diambil berdasarkan metode Slovin (Sevilla dkk. 1960) dengan batas kesalahan (error tolerance) 5%. Sampel diambil dari semua fakultas yang ada di Unsada, yaitu Fakultas Sastra (Sastra Inggris, Sastra Jepang, Sastra Cina, Jurusan Bahasa Inggris, dan Jurusan Bahasa Jepang), Fakultas Ekonomi (Jurusan Marketing dan Jurusan Akuntansi), Fakultas Teknik (Jurusan Teknik Mesin, Jurusan Teknik Industri, Jurusan Teknik Elektro, Jurusan Teknik Informatika, dan Jurusan Teknik Sistem Informasi), dan Fakultas Perkapalan (Jurusan Teknik Perkapalan dan Jurusan Teknik Sistem Perkapalan). Dari hasil kuesioner tentang sikap mahasiswa terhadap kecurangan akademik, diketahui bahwa dalam tataran nilai moral (idealisme) 73,9 % dari 315 mahasiswa mengakui bahwa menyontek/plagiat secara moral adalah salah. Lebih dari separuh, 51,4% diantara mereka juga setuju jika seorang mahasiswa ditawari fotokopi atau salinan soal ujian, tawaran itu seharusnya ditolak. Demikian pula sebanyak 69,8% dari mereka menyetujui bahwa adalah sebuah kebohongan jika mahasiswa yang menyontek tidak mengakui perbuatannya. Namun mereka menolak menganggap mahasiswa yang menyontek itu tak beretika (53,7%), padahal berdasarkan etika akademik, mahasiswa pastilah dilarang menyontek. Hanya 22,2% yang setuju bahwa mahasiswa yang menyontek itu berarti mereka tak beretika. Mereka juga tidak mau ditegur langsung saat menyontek ketika ujian (77,1%). Dan Jika selama ujian dua
~ 101 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
mahasiswa tampak saling melihat lembar jawaban dan bercakap satu sama lain, 59,3% mahasiswa menginginkan dosen seharusnya tidak mengasumsikan mereka berdua sedang menyontek. Bila digabungkan dari mereka yang menjawab mulai dari yang tidak tahu hingga yang sangat tidak setuju maka 61,3% menginginkan mahasiswa tidak dikeluarkan dari universitas bila menyerahkan makalah atau skripsi yang dibeli. Mereka (63,2%) juga menganggap semua ujian seharusnya “open book”, karena dalam kehidupan nyata kita selalu melihat dan membuka buku. Intinya adalah, sebagai sebuah nilai, mahasiswa setuju bahwa menyontek/plagiat sama sekali tidak dibenarkan. Namun mereka bersikap lunak (permisif) ketika terkait dengan tindakan yang mengarah pada ketidak jujuran akademik. Artinya, kejujuran akademik dianggap sebuah nilai yang siapapun pasti setuju untuk mendukungnya, sama seperti ungkapan “orang tidak boleh mencuri”. Akan tetapi ketika sudah sampai pada tataran prakteknya di lapangan, orang akan mempertimbangkan kondisi-kondisi yang memaksa mengapa orang harus “mencuri” sehingga memunculkan sikap-sikap yang “memaklumi”. Bahwa menyontek itu dilarang pastilah semua setuju tetapi kalau mahasiswa ketahuan menyontek, yang bersangkutan jangan langsung ditegur karena akan mempermalukannya di depan kawan-kawannya. Pada kuesioner self-report tentang perilaku kecurangan akademik, menyontek yang sering dilakukan para mahasiswa adalah “menyontek dari mahasiswa lain saat ujian/tes dengan sepengetahuan mahasiswa yang bersangkutan” sebanyak 64,1% dan “membantu orang lain menyontek dalam ujian/tes” sebanyak 50.2%. Kurang dari separuhnya atau 49,8% melakukan kerjasama dengan mahasiswa lain untuk mendiskusikan jawaban soal selama ujian atau tes. Persentasi ketiganya di atas akan semakin besar jika pilihan jawaban tindakan menyontek/plagiat digabungkan antara “sekali” dan “lebih dari sekali” menjadi “pernah” sehingga menjadi 91,4%, 85,4%, dan 82,8% untuk tiga kecenderungan menyontek seperti di atas. Sedangkan tindakan plagiat yang diekspresikan dalam pernyataan “menjiplak materi hampir kata demi kata dari sumber lain dan menganggapnya sebagai karya sendiri”, dilakukan oleh 45,08% dari seluruh responden atau 142 responden. Pernyataan “menyalin materi untuk tugas kuliah dari buku atau sumber publikasi lain tanpa menyebutkan sumbernya” diakui dilakukan oleh 41,2% (130) responden; dan “menguraikan materi dari sumber lain tanpa menyebutkan penulis/pengarang aslinya” dilakukan oleh 43,2% (136)
~ 102 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
responden. Jika dirata-rata, hampir setengah dari seluruh responden pernah melakukan plagiat. Kenyataan ini menunjukkan bahwa plagiarisme masih banyak dilakukan para mahasiswa seandainya mereka lebih jujur mengakui. Tidak dimungkiri bahwa ada kemungkinan para responden tidak mengisi kuesioner self-report terkait prilaku menyontek dan plagiat ini dengan sesungguhnya atau yang sebenarnya karena pertimbangan rasa malu atau khawatir. Di sisi lain, konsep diri akademik (academic self concept) mahasiswa, dengan mengacu pada perhitungan Prof.Dr. Sugiyono (2009), diperoleh nilai rata-rata tingkat konsep mahasiswa Unsada sebesar 0, 6589 atau 65,9 %. Persentasi ini ditafsirkan bahwa nilai ratarata tingkat konsep diri mahasiswa Unsada berada pada rentang lebih dari cukup namun kurang dari tinggi.
Dalam hal disonansi kognitif, yaitu semacam perasaan bersalah dan membutuhkan pemenuhan untuk menghilangkan perasaan tersebut, mahasiswa diberikan pilihan kondisi seperti yang dinyatakan di bawah ini: a. Perasaan saya biasa saja setelah melakukan menyontek/plagiat. b. Perasaan saya agak tidak enak setelah melakukan tindakan menyontek/ plagiat. c. Saya merasa malu setelah melakukan tindakan menyontek/plagiat. d. Saya merasa bersalah setelah melakukan tindakan menyontek/plagiat. e. Saya merasa malu, marah dan kecewa terhadap diri saya sendiri setelah melakukan tindakan menyontek/plagiat. Setiap mahasiswa hanya boleh memilih satu dari 5 pilihan yang diberikan, dan hasilnya dapat dilihat dalam tabel berikut ini:
Magnitude disonansi kognitif Val tdk ada disonansi id disonansi minimal disonansi sedang disonansi kuat disonansi sangat kuat Total
~ 103 ~
Frekuensi
Persentasi
139
44.1
82 19 35 40 315
26.0 6.0 11.1 12.7 100.0
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
Hampir separuh (44,1%) dari 315 mahasiswa merasa tidak bersalah setelah melakukan tindakan menyontek/plagiat. Bahkan mayoritas gabungan antara a dan b (70,1%) menunjukkan bahwa menyontek/plagiat itu sesuatu yang biasa dan nyaris tidak berdampak pada perasaan bersalah (disonan). Sedangkan yang mengalami disonansi yang kuat sampai dengan sangat kuat berjumlah 23, 8% saja dari seluruh responden. Jumlah ini menggambarkan sedikit mahasiswa yang masih memiliki potensi kejujuran. Mahasiswa biasanya memiliki alasan mengapa mereka menyontek/plagiat. Ini juga merupakan upaya untuk mengurangi disonansi kognitif. Kepada mereka diberikan pertanyaan terbuka agar mereka bebas menyatakan alasan mengapa mereka menyontek dan apa pendapat mereka tentang alasan mahasiswa lain yang melakukan hal yang sama. Pada dasarnya semua alasan dapat dikategorikan sebagai pembenaran yang bersifat internal yang mengacu kepada kondisi diri sendiri, dan yang bersifat eksternal yang melihat kondisi di luar diri sebagai sebab. Mayoritas mahasiswa (81,9% dan 85,7%) lebih melihat pada sisi diri sendiri untuk melakukan pembenaran. Pada umumnya jawaban mereka atas pertanyaan “Menurut anda, apa alasannya seseorang sampai melakukan tindakan menyontek/ plagiat?” dan “Apa alasan anda, jika anda menyontek/plagiat?” hampir serupa, yaitu “tidak siap ujian”, “malas belajar”, “lupa pada materi yang dipelajari”, dan “tidak tahu jawaban ujian”. Jumlah mahasiswa yang mengalami disonan (dari rentang sedang sampai dengan kuat) dikaitkan dengan upaya mereka mengurangi atau menghilangkan disonan melalui upaya pembenaran bagi diri mereka sendiri diketahui hanya sejumlah 94 (29,84%). Upaya mahasiswa dalam mengurangi atau menghilangkan disonansi lebih banyak berpusat pada diri mereka sendiri dengan melakukan pembenaran internal (internal justification), misalnya karena tidak belajar, malas, ingin mendapatkan nilai yang baik, yakni sebanyak 73 atau 77,65%. Hanya 21 responden yang menyatakan penyebab mereka menyontek karena faktor eksternal, seperti soal ujian terlalu sulit, soal yang diujikan berbeda dengan yang diajarkan, dan sejenisnya. Hubungan disonansi kognitif dengan pembenaran bagi pelaku menyontek dapat dilihat dalam bar chart di bawah ini:
~ 104 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
Gambar 2. Grafik Disonansi Kognitif dengan pembenaran/justifikasi diri
Sedangkan pembenaran mahasiswa terhadap mahasiswa lain yang mengalami disonan karena menyontek, 88,3% dari mereka memberikan pembenaran yang bersifat internal dibandingkan dengan pembenaran eksternal.Dalam bentuk bar chart pada gambar di bawah, jelas terlihat bahwa mahasiswa juga cenderung melakukan pembenaran yang dominan mengacu pada diri mereka. Mereka tidak menyalahkan faktor luar sebagai motif mereka untuk menyontek/ plagiat melainkan justru merekalah yang sangat berkepentingan dengan menyontek disebabkan faktor-faktor internal mereka. Tidak ada yang mengatakan bahwa mereka menyontek karena teman-teman mereka juga menyontek atau dosen tidak mengawasi ujian dengan ketat, dan sebagainya.
Gambar 3. Grafik Disonansi Kognitif dan Pembenaran/justifikasi untuk Orang Lain
~ 105 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
Hubungan antar variabel sikap terhadap menyontek dan plagiat dan perilakunya adalah sebesar 0,228. Ini berarti bahwa hubungan kedua variabel ini positif meski rendah karena berada pada interval 0,20 – 0,399. Kenyataan itu menunjukkan bahwa sikap mahasiswa yang tidak mendukung terhadap tindakan menyontek dan plagiat sedikit sekali bahkan dapat dikatakan tidak sejalan dengan tindakan mereka terhadap perbuatan menyontek dan plagiat. Maka hipotesis yang menyatakan sikap terhadap kecurangan akademik berkorelasi negatif dengan perilaku menyontek dan plagiat, ditolak. Sikap masih berhubungan dengan perilaku namun korelasinya rendah. Hal tersebut dapat dilihat dari besaran pengaruh sikap itu sendiri terhadap perilaku mahasiswa yang melakukan tindakan menyontek dan plagiat. Dengan koefisien determinasi (R square) yang menunjukkan bahwa pengaruh sikap terhadap perilaku hanya sebesar 5,2%, sangat jelas menggambarkan inkonsistensi sikap dan perilaku mereka. Terdapat 94,8% variabel lain yang tidak diteliti yang turut memengaruhi perilaku kecurangan akademik tersebut. Sementara itu hasil uji anova menunjukkan bahwa model regresi yang dibangun untuk mengukur pengaruh sikap terhadap perilaku dinyatakan signifikan karena nilai signifikansinya 0,00 jauh di bawah nilai p-value 0,05. Perilaku menyontek/plagiat juga sedikit sekali bahkan hampir tidak menimbulkan disonansi kognitif. Kurang dari sepertiga (29,9%) jumlah responden mengalami disonan bila melakukan tindakan ketidak jujuran akademik. Sebagian besarnya menganggap perbuatan tersebut sesuatu yang biasa saja. Meskipun diketahui bahwa konsep diri rata-rata responden berada pada level lebih dari cukup atau 65,9% jika diketahui tolok ukur konsep diri 20% adalah sangat rendah, 40% rendah, 60% cukup, 80% tinggi, dan 100% sangat tinggi, ternyata tidak berpengaruh terhadap disonansi. Disonansi kognitif hampir tidak terjadi dengan frekuensi 221 dari 315 responden atau setara 70,1%. Ini berarti bahwa meskipun konsep diri para mahasiswa cukup tinggi, perasaan bersalah mereka jika melakukan tindakan menyontek/plagiat sangat rendah (26%) dan bahkan tidak merasa bersalah sama sekali (44,1%). Perasaan bersalah menimbulkan ketidak nyamanan di hati (disonan). Itu disebabkan oleh tindakan atau perilaku yang tidak sesuai dengan keyakinan (Harmon-Jones & Mills, www.social emotiveneuroscience.org/download/hj_mills1999cogdis_intro.pdf) sehingga untuk melenyapkan perasaan tidak nyaman tersebut dan terjadi kesetimbangan psikologis, orang yang mengalami disonan akan mengubah opini atau perilakunya. Pada sisi pengubahan opini, orang akan memunculkan pembenaran (justification) baik yang bersifat
~ 106 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
internal maupun eksternal dirinya. Dari sejumlah 315 responden yang diteliti, hanya 29,84%nya (94 responden) yang mengalami disonan dan lebih dari tiga perempat persennya mengemukakan opini yang bersifat internal (77,65% to self dan 88,3% to others). Jika dilihat dari keseluruhan responden yang sebagian besarnya nyaris tidak mengalami disonan (70,16%), pembenaran yang dikemukakan secara mayoritas adalah pembenaran internal (81,9% to self dan 85,7% to others). Dengan demikian maka asumsi sebelum penelitian dilaksanakan bahwa pembenaran eksternal lebih berpengaruh dibandingkan dengan pembenaran internal terhadap berkurangnya disonansi kognitif, tidak terbukti.
5. KESIMPULAN Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan beberapa gambaran deskriptif kelima jenis data berdasarkan frekuensi dan persentasi. Kesimpulan yang bisa diberikan berdasarkan data di atas adalah bahwa 73,9 % dari 315 mahasiswa mengakui menyontek/plagiat secara moral adalah salah, namun di sisi lain, mereka juga tidak mau ditegur langsung saat menyontek ketika ujian (77,1%) dan 63,2% dari mereka juga menganggap semua ujian seharusnya “open book”, karena dalam kehidupan nyata kita selalu melihat dan membuka buku. Jadi, sebagai sebuah nilai, mahasiswa setuju bahwa menyontek/plagiat sama sekali tidak dibenarkan. Namun mereka bersikap lunak (permisif) ketika terkait dengan tindakan yang mengarah pada ketidak jujuran akademik. Artinya, kejujuran akademik dianggap sebuah nilai yang siapapun pasti setuju untuk mendukungnya, sama seperti ungkapan “orang tidak boleh mencuri”. Akan tetapi ketika sudah sampai pada tataran prakteknya di lapangan, orang akan mempertimbangkan kondisi-kondisi yang memaksa mengapa orang harus “mencuri” sehingga memunculkan sikap-sikap yang “memaklumi”. Pada perilaku menyontek/plagiat, jika pilihan jawaban tindakan menyontek/plagiat digabungkan antara “sekali” dan “lebih dari sekali” menjadi “pernah” maka 91,4% dari seluruh mahasiswa menyontek dari mahasiswa lain saat ujian/tes dengan sepengetahuan mahasiswa yang bersangkutan. 85,4% dari mereka membantu orang lain menyontek dalam ujian/tes dan 82,8% melakukan kerjasama dengan mahasiswa lain untuk mendiskusikan jawaban soal selama ujian atau tes. Ketiga cara menyontek di atas adalah yang paling umum dilakukan para mahasiswa. Perilaku menyontek di atas nyaris tidak menimbulkan rasa bersalah bagi mahasiswa karena menurut data yang diperoleh, mayoritas mahasiswa (70,1%) menunjukkan disonansi
~ 107 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
kognitif yang sangat rendah bahkan hampir tidak berdampak ke arah disonansi. Di sisi lain, mayoritas mahasiswa (81,9%
dan 85,7%) lebih melihat pada sisi diri sendiri untuk
melakukan pembenaran atas tindakan mereka dalam menyontek. Mahasiswa yang mengalami disonan berjumlah 94 dari 315 atau setara 29,84% dan sebagian besar dari mereka menggunakan pembenaran internal (internal justification) sebesar 77,65% bagi diri mereka sendiri dan 88,3% untuk mahasiswa lain. Sikap terhadap kecurangan akademik berkorelasi positif dengan perilaku menyontek dan plagiat meskipun hubungan tersebut rendah (0,20 – 0,399). Pengaruh sikap terhadap perilaku juga rendah (5,2%). Banyak faktor di luar penelitian ini (94,8%) yang berpengaruh terhadap perilaku, bukan hanya sikap. Sikap yang positif yang menentang kecurangan akademik tidak serta merta terejawantahkan dalam perilaku yang tidak melakukan kecurangan tersebut. Maka tidak mengherankan perilaku menyontek dan plagiat tidak berdampak pada rasa bersalah. Perilaku tersebut tidak menimbulkan disonansi kognitif pada sebagian besar mahasiswa (70,1%). Meskipun, di sisi lain, konsep diri para mahasiswa berada dalam tingkat lebih dari cukup (65,9% dalam skala 100% yang bermakna sangat tinggi), tetap saja tidak menimbulkan disonansi kognitif secara signifikan. Dengan demikian jika disimpulkan secara keseluruhan dari hasil penelitian ini, maka etika akademik masih jauh asap dari panggangnya. Etika akademik barulah sebatas slogan yang dalam tataran implementasi, sulit diterapkan karena belum adanya sanksi yang jelas, terukur dan konsisten. 6.
REFERENSI
Aronson, E., A theory of cognitive dissonance: a current perspective www.general.utpb.edu/ fac/hug/Aronson_7e_SG_ch06_CogDis(1).pdf) Baird, J.S. Jr. (1980). Current trends in college cheating, Psychology in the School, 17, s. 515-522 Blachnio, Agata & Weremko, M. (2011). Academic cheating is contagious: the influence of the presence of others on honesty. A study report, International Journal of Applied Psychology, 1 (1): 14-19 DOI 10.5923/j.ijap.2011.0101.02 Bong, Mimi & Skaalvik, Einar M. (2003). Academic self-concept and self-efficacy: how different are they really, Educational Psychology Review, Vol. 15, No. 1, March Broeckelman, Melissa A. & Pollock, Jr. T.P., (2006). An Honest Look at Academic Dishonesty at Ohio University, School of Communication Studies, Ohio University
~ 108 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
Davis, S.F. Grover, C.A., Becker, A.H. & McGregor, L.N. (1992). Academic dishonesty: prevalence, determinants, techniques, and punishment, Teaching of Psychology, 19, 1,S. 16 – 20 Eisenberg, J. (2004). To cheat or not to cheat: effects of moral perspective and situational variables on students’ attitudes, Journal of Moral Education, Vol. 33, No. 2 Ferla, J., Valcke, M. & Cai, Y. (2009). Academic self-efficacy and academic self-concept: reconsidering structural relationship, Journal Learning and Individual Differencies, www.elsevier.com/locate/lindif Festinger, Leon, (1962). Cognitive dissonance, Scientific American, October, Vol. 207, No. 4 Friyami, (2011). Faktor-faktor Penentu Perilaku Menyontek di Kalangan Mahasiswa, Fakultas
Ekonomi
UNP
Vol.
7,
No.
2:
Tingkap,
www.journal.
unp.ac.id/index.php/tingkap/ article/download/23/21 Hardigan, Patrick C. (2004). First- and third-year pharmacy students’ attitudes toward cheating behaviors, American Journal of Pharmaceutical Education, 68 (5) Article 110 Harmon-Jones, E. & Mills, J. (1999). An introduction to cognitive dissonance theory and an overview of current perspectives on the theory. Cognitive Dissonance: Perspectives on a Pivotal Theory in Social Psychology. American Psychological Association, Washington, D.C. Jordan, Augustus E. (2001). College student cheating: the role of motivation, perceived norms, attitudes, and knowledge of institutional policy, Ethics & Behavior, 11 (3), 233 – 247 Ledesma, Rodolfo G. (2011). Academic dishonesty among undergraduate students in a Korean university, Research in World Economy, Vol. 2, No. 2, October McCabe, Donald L., Trevino, L.K., Butterfield, K.D. (2001). Cheating in academic institution: a decade of research, Ethics & Behavior, 11 (3), 219 – 232, Copyright © 2001, Lawrence Erlbaum Associates, Inc. McCabe, Donald L., (2005) www.ojs.unisa.edu.au/index.php/IJEI/article/download/14/9 Metin, Irem & Camgoz, S.M. (2011). The advances in the history of cognitive dissonance theory, International Journal of Humanities and Social Science, Vol.1, No. 6, 131 – 136
~ 109 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
Miranda, S.M.& Freire, C. (2011). Academic dishonesty- understanding how students think and act, Challenges in Higher Education. ISATT 2011 Conference 04-08 July 2011 Murdock, Tamera B. & Anderman, Eric M. (2006). Motivational perspectives on student cheating: toward an integrated model of academic dishonesty, Educational Psychology, 41 (3), 129 – 145, Copyright©2006, Lawrence Erlbaum Associates, Inc. Newstead, S.E., Franklyn-Stokes, A., & Armstead, P. (1996). Individual Differences in student cheating. Journal of Educational Psychology, 88, 229-241 Park, C. (2003). In other (people’s words: plagiarism by university students-literature and lesson, Assessment and Evaluation in Higher Education, 28 (5), 471 – 488 Passow, H.J., Mayhew, M.J., Finelli, C.J., Harding, T.S., Carpenter, D.D. (2006). Factors influencing engineering students’ decisions to cheat by type of assessment, Research in Higher Education, DOI: 10.1007/s11162-006-9010-y, ©2006 Springer Science+Business Media, Inc. Sevilla, Consuelo G, et.al (2007). Research Methods. Rex Printing Company, Quezon City. Sugiyono, Prof. Dr. (2009). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Penerbit Alfabeta, Bandung. Sujarwo, dkk. (2012). Identifikasi Bentuk Plagiat pada Skripsi Mahasiswa Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta, Artikel Penelitian, 9 Desember 2012 Thomas, Anna L. (2010). Hooking up on Campus: Cognitive Dissonance and Sexual Regret among College Students, A Thesis Vandehey, Michael A., Diekhoff, George M., & LaBeff, Emily E. (2007). College cheating: a twenty-year follow-up and the addition of an honor code, Journal of College Student Development, Vol. 48, No. 4, July/August van Knippenberg, Daan, dkk. (2004) Leadership, self, and identity: a review and research agenda, The Leadership Quarterly, 15(2004) 825-856 Waugh, Russel F. (2000). Self-concept: multidimensional or multi-faceted, unidimensional. Education Research and Perspectives, Vol. 27, No. 2 Wicker, Allan W. (1969). Attitudes versus actions: the relationship of verbal and overt behavioral responses to attitude objects, Journal of Social Issues, Volume XXV, No. 4
~ 110 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
Witherspoon, M., Maldonado, N., & Lacey, C.H. (2012). Undergraduate and academic dishonesty, International Journal of Business and Social Science, Vol. 3, No. 1; January http://general.utpb.edu/fac/hughes_j/Aronson_7e_SG_ch06_cogDis.pdf , The need to justify our actions, Chapter 06. http://healthadmin.jbpub.com/borkowski/chapter3.pdf http://www.psychologicalselfhelp.org/Chapter14.pdf
~ 111 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
~ 112 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
PEMBELAJARAN SEMANGAT MULTIKULTURALISME DALAM KUMPULAN CERITA PENDEK INDIAN SHERMAN ALEXIE Agustinus Hariyana, Karina Adinda, Eka Yuniar Ernawati Sastra Inggris - Fakultas Sastra
[email protected] ABSTRACT As a country consisted of so many diverse culture, religion and ethnicity, it is uneasy for Indonesian society to live together harmonically. Though it can enrich the national culture, but in daily life there are some serious conflicts arising caused by the differential culture. Through qualitative method, this research is aimed to get the richness of short stories written by an outstanding Indian author, Sherman Alexie in relation with the multicultural spirit done by the characters with different culture, religion, and ethnicity. After analyzing through multicultural approach it can be found that this research shows the cultural diversity especially in relation with the family, religion, and political life in Spokane Indian reservation. This result can be part of learning multicultural spirit. Keywords
: Sherman Alexie, multicultural learning, religion, diversity
1. PENDAHULUAN Horatius, seorang pujangga besar Yunani, dalam bukunya Ars Poetica (dalam Teeuw, 1984:183) menyatakan bahwa tujuan penyair menulis sajak adalah memberi nikmat dan berguna (dulce et utile) (Santosa: nd). Sesuatu yang memberi nikmat atau kenikmatan berarti sesuatu itu dapat memberi hiburan, menyenangkan, menenteramkan, dan menyejukkan hati yang susah. Selanjutnya ia menulis bahwa sesuatu yang berguna adalah sesuatu yang dapat memberi manfaat, kegunaan, dan kehikmahan.
(Puji Santosa
http:// pusat bahasa.
kemdiknas.go.id / lamanbahasa / artikel/1132, akses 13 Okt 2014) Untuk menegaskan dan melestarikan kegunaan itu maka wajar kalau karya sastra akan berkaitan erat dengan pendidikan sastra. Salah satu keeratan antaranya dikemukakan oleh Siswanto (2008: 170) yang menyatakan bahwa melalui sastra kita bisa mengembangkan peserta didik salah satunya dalam hal keseimbangan antara spiritual, emosional, etika, logika, estetika, kinestetika. Selanjutnya Siswanto memaparkan secara rinci salah satu dari kegunaan sastra yakni untuk mengembangkan kompetensi emosional. Menurutnya kompetensi ini merupakan kompetensi untuk bisa memahami diri sendiri dan kemampuan untuk memahami orang lain. Kemampuan untuk memahami orang lain terlihat dari kemampuan peserta didik untuk
~ 113 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
bekerja bersama dengan orang lain secara multicultural. Selain itu juga berupa kemampuan seseorang untuk hidup bersama secara multikultural yang antara lain terlihat dari kemampuan bermasyarakat secara multikultural, kecakapan bekerja, bertingkah laku, dan bersopan santun secara multikultural, serta kemampuan menyesuaikan diri di tempat yang berbeda-beda. Berkaitan dengan paparan kegunaan sastra di atas penelitian ini berusaha mengungkap 9 (sembilan) cerita pendek karya Sherman Alexie. Pemilihan karya ini tidak terlepas dari latar belakang kehidupan Alexie sebagai anggota salah satu etnis Amerika, yakni Indian Spokane, yang dalam perjalanan sejarah bangsanya mengalami banyak konflik untuk bisa menjadi bagian dari bangsa Amerika yang multi budaya dan etnis. Jurnal Teaching American Literature: A Journal of Theory and Practice Summer 2013 mengupas tentang bagaimana kontroversialnya pengarang Indian Amerika, Sherman Alexie yang melalui karya sastra menampilkan kebersamaan Indian dan kulit putih, yang diistilahkan oleh Chacon sebagai multikulturalisme. Konsep yang dianggap baru ini menurut mereka perlu dikembangkan kalau mengingat berbagai konflik antar sukubangsa dan budaya yang berkali-kali terjadi. Konsep kemajemukan ataupun pluralisme yang selama ini dianggap bisa menghindarkan terjadinya konflik terbuka akibat keberagaman sukubangsa dan budaya ternyata masih menghasilkan seperti apa yang baru-baru ini terjadi, yakni baku hantam. Di dalam konsep pluralisme itu terbukti dalam kenyataannya masih menampilkan adanya penjejangan antar sukubangsa dan budaya sehingga hal itu mudah memicu lahirnya konflik terbuka. Rasa superioritas dan inferioritas yang disertai dengan berbagai stereotip negatif terhadap satu dengan lain biasa dijadikan picu untuk berseteru. Dari hasil penelitian itu, diharapkan bisa diterapkannya pendidikan yang mengajarkan tentang multikulturalisme demi kenyamanan hidup antar warga negara yang beragam dalam wadah nasional negara kesatuan Indonesia. Karya sastra, diantaranya cerita-cerita pendek Sherman Alexie, merupakan salah satu sumber pembelajaran semangat multikulturalisme. Melalui karya sastra berupa cerita pendek Sherman Alexie menawarkan humor, satire dan strategi narasi yang cerdas (Chacon, 2013:1). Sementara Connete (2010:1) mengungkap bagaimana jadi diri penduduk asli Amerika ini bukanlah sebagai masyarakat yang tidak mudah berasimilasi dengan para pendatang baru. Dalam karya sastranya Sherman Alexie berusaha membalikkan pandangan seperti itu. Dalam keberbedaan agama, budaya, mereka ditampilkan sang pengarang sebagai masyarakat yang siap menerima keberbedaan itu.
~ 114 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
Adapun masalah dalam penelitian ini adalah, berdasarkan analisis beberapa cerita pendek terpilih karya Sherman Alexie: 1. Bagaimanakah hubungan antar tokoh yang berbeda etnis yang ditampilkan pengarang dalam karya-karyanya? 2. Apakah hubungan para tokoh yang berbeda etnis itu merefleksikan semangat saling menghargai dalam keberbedaan etnisitas maupun budaya? 3. Apakah semangat itu bisa menjadi bahan pembelajaran semangat multikulturalisme bagi masyarakat Indonesia? Tujuan
penelitian ini adalah: 1. Menganalisis untuk menemukan pola hubungan
kehidupan bersama baik dalam keluarga maupun masyarakat yang beragam ras maupun budaya, 2. Menemukan semangat saling menghargai dalam keberagaman, 3. Memanfaatkan semangat saling menghargai dalam keberagaman yang tertampil dalam karya sastra untuk pembelajaran semangat multikulturalisme bagi para mahasiswa. Selanjutnya manfaat yang diharapkan adalah: 1. Bagi jurusan Sastra Inggris Universitas Darma Persada, untuk memperkaya materi pembelajaran Mata Kuliah Kritik Sastra dan semangat saling menghargai antar sivitas akademika, 2. Bagi masyarakat umum, untuk menambah wawasan semangat multikulturalisme yang ditampilkan melalui karya sastra, 3. Bagi ilmu pengetahuan, untuk memperkaya jenis-jenis pendekatan sosiologis terhadap karya sastra. Pembelajaran semangat ini melalui karya sastra sangat potensial bagi tumbuhnya semangat saling menghargai dalam keberagaman para mahasiswa sebagai generasi agen perubahan. Lembaga pendidikan, semisal kampus yang memiliki calon-calon intelektual bisa menjadi tempat persemaian para agen perubahan penyadaran itu.
2. TINJAUAN PUSTAKA Seperti telah ditulis pada bagian latar belakang di atas, Jurnal Teaching American Literature: A Journal of Theory and Practice Summer 2013 mengupas tentang bagaimana kontroversialnya pengarang Indian Amerika, Sherman Alexie yang melalui karya sastra menampilkan kebersamaan Indian dan kulit putih, yang diistilahkan oleh Chacon sebagai multikulturalisme. Ideologi ini sangat menarik mengingat perjalanan penuh konflik antara bangsa yang berbeda ras dan budaya demi terwujudnya sebuah Amerika yang merupakan bangsa dari berbagai bangsa. Kemenarikan semangat kebersamaan baru itu pula yang mengundang banyak sosiolog atau antropolog membahas tentang hal itu, agar bisa menjadi bahan pembelajaran atau masukan bagi bangsa yang beragam seperti Indonesia juga.
~ 115 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
Prof. Parsudi Suparlan menyatakan bahwa multikulturalisme merupakan ideologi yang mengagungkan
perbedaan
dalam
kesederajatan,
antar
individu
maupun
antar
kebudayaan(Suparlan, 2004:123). Menurutnya ideologi ini penting demi terwujudnya pluralisme budaya, sehingga tercipta adanya kesamaan hak bagi golongan minoritas baik secara hukum maupun secara sosial. Dengan demikian penggunaan primordialisme di tempat umum yang menyebabkan tidak dihargainya perbedaan hak individu dan komuniti dan yang tidak menekankan kebersamaan demi kesejahteraan bersama, ditolak. Ideologi ini juga menafikan adanya stereotip, prasangka terhadap individu atau kelompok lain. Perbedaan-perbedaan yang ada tidak lagi menjadi ancaman bagi yang lain, tetapi menjadi kekayaan, mosaik yang indah. Senada dengannya Professor Gregory Jay dari Wincounsin menyatakan bahwa multikulturalisme menjadi suatu gerakan yang menekankan bahwa masyarakat Amerika tak akan pernah menjadi putih, tetapi dalam kenyataannya adalah multirasial dan beragam. Gerakan ini bertujuan menjaga perbedaan etnis, ras, ataupun juga budaya masyarakat tanpa berusaha mencampurnya ke dalam suatu kebudayaan umum(Jay: 2). Di Amerika menurutnya yang terjadi adalah adanya supremasi ras kulit putih. Selanjutnya ia menulis bahwa ideologi ini yang menentang konsep melting pot yang selama ini dikenal di Amerika. Chris Barker, mengutip C West, menampilkan multikulturalisme sebagai salah satu strategi dalam mengatasi stereotip negatif terhadap orang kulit hitam di Amerika. Strategi ini memerlukan citra positif namun tidak memberikan prasyarat bagi asimilasi. Ideologi ini bertujuan untuk merayakan perbedaan (Barker, 2004: 379). Ini berarti bahwa perbedaan bukan untuk dipertentangkan tetapi untuk disyukuri dan dirayakan. Ia mencontohkan adanya pengajaran multi agama, pertunjukan makanan etnis. Pendayagunaan karya sastra sebagai media pembelajaran,
yang merupakan proses
interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar, merupakan salah satu cara pemerolehan semangat saling menghargai dalam keberagaman.
3. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Pendekatan kuantitatif dilakukan dengan menghitung frekuensi penggunaan konsep atau kata yang menggambarkan semangat multikulturalisme. Dalam pelaksanaannya penelitian ini terdiri dari tiga tahap, yakni: Pertama, pengumpulan data primer dan sekunder dari berbagai sumber pustaka (data tertulis) baik di univiversitas Darma Persada maupun di Pusat Kajian Amerika Salemba. Data primer
~ 116 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
diambil dari dua buku kumpulan cerita pendek karya Sherman Alexie, sementara data sekunder didapat dengan melakukan research terhadap berbagai tulisan tentang suku Indian dan pengarang Indian yang relevan dengan masalah penelitian. Kedua, menganalisis karya baik secara intrinsic maupun dengan menggunakan konsep multikulturalisme. Ketiga, menarik kesimpulan berdasarkan dari hasil langkah ke dua.
4. HASIL DAN PEMBAHASAN Secara sekilas masing-masing cerita pendek yang dipilih adalah sebagai berikut: Dalam cerita pendek The Search Engine Sherman bercerita tentang tokoh Corliss. Ia adalah perempuan Indian Spokane yang gemar membaca puisi. Untuk perempuan Indian Spokane, ia termasuk wanita maju karena berkuliah di sebuah universitas ternama. Nilai yang didapatkan di sini adalah nilai kesukuan yang sangat kental dengan berbagi dan mempunyai budaya lisan bercerita yang diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Kasih sayang juga ditunjukkan dengan memberi dorongan kepada anaknya untuk sekolah. Terutama ayahnya sungguh berharap anaknya akan menjadi seorang yang bisa menyelamatkan bangsanya setelah lulus kuliah.2 Tentu saja kenyataan ini berlawanan dengan kebiasaan lama orang Indian yang tidak mau menyekolahkan anaknya ke sekolah formal yang didominasi pendidikan ala orang kulit putih (mainstream). Sudah menjadi rahasia mereka, apabila anak-anak bersekolah ke tempat itu maka mereka berubah dalam sikap maupun agama yang menyebabkan anak tidak bisa diterima di masyarakatnya. Dukungan ini tentu saja cerminan adanya semangat mau menerima budaya yang berbeda. Selanjutnya dalam Lawywer’s League :tokoh saya adalah mempunyai darah campuran Afrika Amerika dari ayahnya dan Indian Spokane dari ibunya.Ia terjun ke politik dan merupakan petugas, penghubung dari Gubernur Gary Locke, yang merupakan gubernur Amerika keturunan Cina pertama di Amerika. Tugas tokoh saya adalah sebagai penghubung kepada kelompok orang-orang Indian.Tokoh saya mengalami kebingungan identitas dengan asal usulnya yang campuran Afrika-Amerika dan Indian. Can I Get A Witness : Adanya ledakan bom dengan saksi seorang wanita Indian. Wanita itu terluka dan dibantu oleh seorang pria kulit putih. Dialog antara wanita Indian dan pria
2
Search Engines, 16
~ 117 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
kulit putih tersebut menunjukkan masih kentalnya pandangan yang salah terhadap orang Indian. “Do Not Go Gentle” : Satu keluarga Indian yang terdiri atas bapak, ibu dan anak lakilakinya yang kecil sedang bersedih karena anak tersebut sakit parah dan koma. Dengan bantuan kelompok Indian mereka yang melakukan ritual penyembuhan, anak laki-laki tersebut pada akhirnya pulih kembali. Sang ayah yang putus asa berusaha mencari cara lain menyembuhkan anaknya. Meskipun anaknya dalam keadaan koma, ia tetap ingin membelikan mainan. Dari gagasan ini ia mendapatkan inspirasi untuk menggunakan alat bantu seks guna menyembuhkan anaknya secara non – medis. Istrinya sendiri sampai lupa mengurus penampilannya hingga menjadi bahan pembicaraan orang tua pasien-pasien lainnya. Hal ini pula yang membuat ia mudah marah, kendati kemarahan itu ia pendam dalam hati. ”Flight Patterns” : seorangwanita Indian Spokane, Marie menikah dengan William, yang juga Indian Spokane. Mereka mempunyai seorang anak permpuan kecil. Keluarga kecil ini mewakili keluarga Indian kelas menengah, dengan pekerjaan sebagai tenaga pemasaran yang sukses. “The Life & Times of Estelle Walks Above” :Tokoh saya adalah Indian Spokane yang hanya tinggal dengan ibunya. Bapaknya telah lama tiada.Hubungan tokoh saya dan ibunya sangat erat.Melaluiibunya pula, tokoh saya belajar tentang kebudayaan Indian. “Do You Know Where I Am” : Tokoh saya adalah Indian Spokane dan istrinya Sharon adalah Indian Apache. Mereka adalah kelompok kecil Indian yang sukses secara ekonomi dan mempunyai kedudukan sosial yang baik di masyarakat. “What You Pawn I will Redeem” : Tokoh ‘saya’ yang Indian Spokane, berjuang untuk mendapatkan mantel neneknya yang dijual di pegadaian. Berkat kebaikan hati seorang polisi kulit putih dan pemilik toko pegadaian yang juga kulit putih, tokoh saya berhasil mendapatkan mantel neneknya tersebut. “What Ever Happen to Frank Snake Church” : Frank Spokane adalah seorang Indian Spokane yang pada usianya yang ke 41 baru berhasil mewujudkan cita-citanya sebagai pemain basket. Cita-cita tersebut harus ditebus dengan cedera di kakinya, namun Frank sangat puas telah berhasil mencapai cita-citanya. Saint Junior: Sherman Alexie menggambarkan tokoh Roman Gabriel Fury mengimani bermacam-macam agama. Ia mengikuti semua ritual keagamaan yang ada di Spokane. Ia
~ 118 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
tidak membedakan antara ritual salmon, powwow, ritual basket (karena ia pemain basket ternama) ataupun ritual agama besar lainnya. Seluruh hidupnya ia gunakan untuk mengejar Tuhan namun belum pernah sekalipun ia bisa menangkapnya.3 All his life, Roman had been chasing God and had never once caught sight of him or her. Ini menunjukkan bahwa ia seorang yang sangat religius, senantiasa mencari Tuhan yang tidak berada di agama ini atau agama itu. Kerinduannya akan Tuhan lebih didapat ketika ia mampu mencinta apa yang dihadapi, yakni bermain basket, bukan di ritualitas agama tertentu. The Sin Eaters: Beberapa keluarga Indian Spokane di mata Sherman Alexie merupakan keluarga yang penuh kasih sayang kehangatan dan tanggung jawab. Dalam Sin Eaters, Alexie menampilkan Joseph, Sara, dan Jonah Lot yang merupakan sebuah keluarga monogami Spokane. Mereka bertangis-tangisan karena anaknya bermimpi buruk tentang serangan terhadap reservasi yang dilakukan oleh pasukan berpayung Amerika. Usaha kedua orang tuanya hingga berkeping-keping untuk menyelamatkan Joseph yang hendak diculik dan dibawa ke kamp konsentrasi gagal. Joseph merasakan kehangatan dan kasih sayang orang tuanya setelah mimpi buruk itu berakhir. 4 Kehangatan dan kasih sayang ibunya mampu menyadarkan ketakutannya yang luar biasa. Meskipun hanya dalam mimpi namun bagi orang Indian hal itu perlu direnungkan.Dalam tugas rahasia penculikan mencari ras yang murni (full blood) tentara Amerika digambarkan sudah terkontaminasi. Untuk mengatasi yang sudah tidak murni itu perlu mengambil orang Indian Spokane. Anak-anak akan dijadikan patriot bangsa Amerika. Joseph yang tinggal di tempat penyingkiran, reservasi ternyata juga menyimpan sesuatu yang akan dibutuhkan oleh mereka yang menyingkirkannya. Para tentara yang terdiri dari berbagai etnik itu tidak mencuci otak anakanak berdarah campuran. Hanya Joseph dan seorang perempuan Apache yang terpilih untuk menghasilkan generasi baru yang diharapkan oleh negaranya, Amerika. Dear John Wayne: Lain halnya dengan pengalaman tokoh Etta Joseph tokoh utama dalam cerita pendek Dear John Wayne. Dalam sebuah dialog antar suku (tribal dialogue) Alexie menggambarkan bahwa mantan kekasih John Wayne ini berumur panjang, memiliki banyak anak dan cucu, hingga hampir membentuk sebuah suku.
3 4
Saint Junior, 183 Sin eaters, 120
~ 119 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
Class: Sherman Alexie tidak menggambarkan mata pencaharian orang-orang Spokane sebagai pemburu, peladang atau petani. Para tokoh karya-karyanya hidup dari berbagai macam profesi dengan jalan menjual jasa. Dalam cerita pendek Class selain menampilkan tokoh Edgar Horse ia menampilkan seorang ibu rumah tangga bekas petarung guna mendapatkan uang untuk ditabung sebagai bekal pindah ke kota. Ia kini menjadi wanita yang romantis, berusaha meninggalkan kehidupan kerasnya. “I good too much blood in my life already. I like romance.”
5
Ia mengubah matapencaharian berdarah yang merusak
kecantikannya dengan menjadi penjaga bar. Kendati sudah berubah ia masih tetap menghadapi temannya, Junior, petarung jalanan yang mudah marah dan tersinggung karena kemiskinannya. Ia berusaha melerai perkelahian antara Edgar yang tersinggung karena anaknya yang sudah meninggal dianggap Teletubbies, melawan Junior yang tersinggung karena merasa dilirik oleh Edgar yang kelihatan lebih kaya. Profesi wanita penjaga bar yang tidak disebutkan namanya ini menunjukkan kemampuannya sebagai pekerja keras dan berbahaya (Ia senantiasa menyiapkan senjata api untuk menghadapi hal-hal seperti itu). Indian Country: Sherman menampilkan Marry sebagai seorang yang pandai. Begitu juga dengan Roman Gabriel Fury yang nilainya di atas rata-rata, atau juga Corliss dan Sara Polatkin. Sebagai mahasiswi yang pandai di sebuah college Jurusan yang dianggap adalah susastra. Karena kecerdasannya itu ia dikagumi oleh laki-laki yang kini menjadi suaminya. Di matanya Marry yang pandai itu sangat istimewa karena ia berasal dari reservasi yang distereotipkan banyak anak bodoh. Meskipun kagum ia tak pernah mengakuinya…. He‘d had plenty of time to wonder how an Indian from the reservation could be so smart..6 Lain halnya dengan Sara Polatkin Ketika menjemput Low Smith Tracy bercerita tentang Sara Polatkin mahasiswi jurusan hukum yang cerdas yang melebihi kepandaian Low Smith seorang buku.7 Atau juga Roman Gabriel yang menduduki ranking kedua dalam test masuk – second-highest score ever for a Native American8 - tetapi hampir ditolak oleh presiden St Jerome College karena harus lari menuju ke tempat test karena tidak memiliki uang cukup untuk naik kendaraan umum. Roman Gabriel Fury dan Corliss direpresentasikan sebagai orang yang berkemauan besar untuk maju dalam pendidikan. Mereka berusaha keras masuk
5
Class, 48 Assimilation, 10 7 Indian country, 137 8 Saint junior, 163 6
~ 120 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
perguruan tinggi atas dorongan orang tua maupun dengan cara-cara yang unik. Corliss dengan mengumpulkan kaleng aluminium agar bisa ikut kursus SAT sehingga bisa diterima di sekolah lanjutan.9 Marry Linn, Corliss, Roman Gabriel Fury, Sara Polatkin, dan Corliss adalah orang-orang Indian Spokane yang pandai dan semangat bersekolah. Kepandaian yang terkadang melebihi kemampuan mereka diakui oleh teman-teman kulit putihnya. Tabulasi Data Tokoh dan Isu Cerita Judul Cerpen
Tokoh Non Isu Isi cerita Indian A Buku Kumpulan Cerita Pendek : THE TOUGHEST INDIAN 1 Assimilation Marry Linn Jeremiah 2 The Toughest Wartawan Indian Kelompok Penghargaan tradisi Indian Wartawan wartawan berbeda etnis Kulit Putih 3 Class Edgar Ethan Berusaha hidup Keberagaman agama Joseph di kota pengacara 4 The Sin Eaters Joseph, Sara, dan Masyarakat Keberagaman agama Jonah Lot kulit putih sekaligus Mix blood Amerika 5 Indian Country Sara Polatkin Low Smith Perkawinan lintas ras dan konflik , Karyawan microsoft 6 Saint Junior Roman Gabriel Masyarakat Profesionalitas pemain kulit putih basket orang kulit putih 7 Dear John Etta joseph Kemurnian suku Indian dan Wayne adanya Tetua Indian bodoh 8 One Good Man Sweetwater dan Masyarakat Keberagaman Agama Wonder Horse – Kristen Beragam Suku Indian tukang kayu Amerika B TEN LITTLE INDIANS 1 The Search Corliss Mahasiswa Kecerdasan mahasiswi Engine kulit putih Indian di Univ. WSU 2 Lawye’s League Orang pandai Gubernur Gary Ketidaksukaan tokoh indian penghubung terhadap dunia politik antar etnis 3 Can I Get A Wanita Indian Pria Penolong Kesalahan pandangan Witness? berkulit putih terhadap orang Indian oleh orang kulit putih 4 Do Not Go Penyembuh Keluarga Pernghargaan tradisi Gentle tradisional Indian beranak pengobatan tradisional kecil Indian
9
Tokoh Indian
Search Engine, 7
~ 121 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
5
Flight Patterns
Marie
William
6
The Life And Times Of Estelle Walks Above What You pawn I Will Redeem What Ever Happened To
Estelle
Ibu Estelle
7 8
Jackson Seorang Indian Spokane pewaris mantel leluhur
Citra keluarga Indian kelas menengah, sukses. Kemauan mengerti tentang kebudayaan Indian. Kebebasan pilihan hidup
Polisi kulit putih
Keberberhasilan mewujudkan cita-cita sebagai pemain basket
Pembelajaran Semangat Multikulturalisme Cerita Pendek Sherman Alexie
Rangkuman makna multikulturalisme adalah semangat saling menghargai dalam keberagaman. Dengan perkataan lain inti dalam –isme ini adalah penerimaan keberagaman. Kerelijiusan Roman dalam hal agama berbeda dengan tokoh Joseph Eagle Runner.yang oleh Alexie digambarkan sebagai seorang Katolik baptis. Ketika bertemu dengan seorang gadis Katolik berkulit putih bernama Susan ia merasa tidak siap dengan jawaban atas pertanyaan agama apa yang dianutnya. Pertanyaan ini dianggapnya berat. Bagi MacDermott sepertinya hal itu sangat penting, maka ia mendesak meminta jawaban pasti. “Now, quit trying to change the subject. Tell me. Are you Catholic or are you not Catholic?” 10(Alexie, 37). Karena kesamaan namun berbeda identitas agama itu mereka akhirnya menikah. Lain halnya dengan tokoh Sidney Polatkin yang beragama Mormon. Presiden Spokan Reservation ini perlu bertanya kepada Low Smith, teman putrinya, bagaimana pendapat Yesus tentang perkawinan lesbian. “Tell me, then, what do you think their Jesus would say about lesbian marriage?” (Alexie, 141) Polatkin perlu menanyakan itu karena putrinya, Sara Polatkin, hendak menikah dengan seorang gadis kulit putih, Tracy. Kendati sudah membawa keyakinannya ke dalam urusan pilihan hidup anaknya Sidney Polatkin gagal mencegah anaknya pergi bersama Tracy. Alexie juga menampilkan tokoh beragama Kristen lain, yakni Sweetwater dan Wonder Horse melalui cerita pendek One Good Man. Dua tukang kayu yang sudah bersahabat selama 309 tahun ini berdebat tentang apakah Jesus sebagai tukang kayu “Jesus was a carpenter,” (Alexie, 211) yang bisa berjalan di atas air. Sweetwater berulang kali menyebutnya dalam
10
Class , 137
~ 122 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
bahasa Inggris.Kalau bisa ia juga ingin menyebutkannya dalam bahasa Spanyol, Rusia dan Jerman. Hal itu ia lakukan karena Wonder Horse sama sekali tidak peduli dengan apa yang dikatakan temannya. Semua tokoh Indian Spokan di atas bukan tidak beragama. Mereka beragama dengan kadar yang berbeda-beda, ada yang sangat religius, ada yang sekedar formalitas dan juga ada yang bersikap kritis seperti dalam One Good Man Dari sudut keluarga dalam cerita pendek Assimilation Alexia menggambarkan pasangan Jeremiah berkulit putih, dan Marry Linn dari Indian. Setelah dikaruniai empat anak yang biracial, timbul kebosanan Marry Linn. Ia ingin merasakan bagaimana bercinta dengan orang Indian. Begitu juga Jeremiah tetap berhubungan dengan bekas pacarnya yang berkulit putih. Penyelewengan itu seakan menggugat komitmen mereka ketika hendak menikah dipertanyakan oleh teman-temannya atas perbedaan ras mereka. Namun demikian ternyata mereka berdu sama-sama membutuhkan. Jeremiah takut ditinggalkan istrinya karena ia berkulit putih, sementara Marry Linn takut ditinggalkan suaminya karena dimatanya Jeremiah adalah orang yang baik. Keduanya sama-sama menerima perbedaan itu. Hanya saja anak-anak mereka menjadi korban perbedaan ras itu. Anak-anak lelaki mereka, karena mirip dengan orang Indian, lebih dekat dengan neneknya. Sementara putri tertuanya, karena berkulit seperti ayahnya, lebih dekat dengan bapaknya. Sama-sama menerima perbedaan, bahkan merupakan suatu keberuntungan, terjadi juga pada keluarga Edgar Joseph Runner dalam cerita Class. Edgar dan Susan MacDermott menikah karena persamaan agama seperti yang sudah dibahas di atas. Hanya saja perkawinan ini terganggu karena kematian putranya sebelum lahir. Dalam cerita pendek ini Alexie juga menggambarkan betapa senangnya ibu Edgar ketika putranya menikahi seorang gadis kulit putih Susan MacDermott. Ibu yang berprofesi sebagai guru bagi anak-anak kulit putih ini sangat berharap akan memiliki keturunan yang sudah tidak Indian lagi. Sama-sama menerima perbedaan juga terjadi pada keluarga besar tokoh utama dalam cerita pendek One Good Man. Tokoh utama, narrator, bercerai dengan istrinya bukan karena ras, tetapi perbedaan pendapatan. Istrinya menikah dengan seorang konsultan berkulit putih. Kendati mereka sudah berpisah, namun narrator yang berprofesi sebagai guru bahasa Inggris ini tetap saling menyayangi. Bahkan ia berterima kasih karena anaknya bakal terjamin masa depannya. Saudara-saudaranya juga menikah dengan orang yang berbeda sukubangsa. Hanya saja dalam keluarganya tidak ada saudaranya yang menikah dengan orang kulit putih. Tetapi anaknya menjadi anak tiri seorang konsultan berkulit putih.
~ 123 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
Marry Linn dalam cerita pendek Assimilation.bekerja sebagai karyawan.Bersama dua puluh dua teman sesama Indian ia bekerja di Microsoft dengan memanfaatkan priviledge kebijakan affirmative action. Affirmative action telah memungkinkan dirinya sebagai bagian dari kelompok minoritas mendapat posisi pekerjaan dalam masyarakat yng didominasi oleh kulit putih. Perbedaan warna dan ras tereliminir oleh kebijakan itu. Sebaliknya suaminya justru merasa menjadi korban dari kebijakan itu ketika hendak mencari makan di restoran Tan Tan Asia. Hanya saja Alexie tidak menjelaskan macam pekerjaan yang ditangani oleh Marry Linn yang didapat karena privilege itu. Dalam cerita pendek The Toughest Indian in the World tokoh utama seorang wartawan Indian. Ia menjadi bahan tertawaan teman-teman wartawan kulit putih dikantornya bukan karena profesinya, tetapi terlebih karena ia mau memberi tumpangan kepada orang – orang Indian yang hendak pergi atau pulang ke reservasi. Dalam cerita One Good Man berbagai macam profesi ditampilkan oleh Sherman Alexie. Tokoh utama yang tidak disebut namanya berprofesi sebagai seorang guru bahasa Inggris. Ayahnya sebelum sakit adalah guru balet di Universitas Negeri Washington. Saudaranya menekuni berbagai bidang pekerjaan, ada yang sopir, truk, penebang kayu, akuntan, pengkotbah, dan bahkan pemain gitar. Juga ada dua Indian temannya yang berprofesi sebagai tukang kayu, mebel. Persamaan dalam pendidikan terjadi di hampir semua cerita Sherman alexia tidak terjadi pembedaan terhadap para mahasiswa dari reservasi. Marry Linn dikagumi, Corliss justru digambarkan lebih pandai, Roman Gabriel Fury bahkan dalam test pendaftaran duduk di ranking dua. Dalam hal politik Indian digambarkan sama sifatnya dengan orang kulit putih. Mereka sama-sama korup dan tidak cukup cerdas. Anggota suku yang cerdas tidak akan mau menjadi anggota tribal council. Begitu juga dengan orang kulit putih. Mereka yang cerdas seperti Bill Gates tidak mau menjadi bagian dari birokrasi. Anggota council ini biasanya menjabat sebagai penghormatan belaka, bukan karena kecerdasan mereka agar bisa ikut melestarikan kebudayaan suku. Hal ini dikatakan oleh Etta Joseph.
5. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan yang bisa diambil dari penelitian ini adalah, dari hasil analisis struktural karya sastra terlihat adanya berbagai macam hubungan baik antar tokoh maupun antar tokoh dengan masyarakat yang berbeda agama, etnis maupun ras. Sebagian besar interaksi itu
~ 124 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
terjadi melalui hubungan kawin campur antar ras. Kendati sudah terikat dalam perkawinan bukan berarti persoalan perbedaan asal-usul itu tak bermasalah. Keturunan yang hadir menjadi biracial yang bisa memicu adanya konflik. Selain konflik model ini juga dalam hal hidup beragama ikut memberi warna interaksi. Begitu juga dengan kehidupan bermasyarakat. Kendati dalam keberbedaan dan berlatar belakang konflik sebelumnya, namun tetap saling membantu dalam beberapa kasus hidup bermasyarakat. Pola hubungan itu menunjukkan adanya interaksi dari yang bersifat pertentangan (konflik) hingga interaksi yang menunjukkan adanya sikap saling menghargai. Interaksi ini tidak hanya terjadi dalam kehidupan berkeluarga, pendidikan, agama, ekonomi, namun juga dalam kehidupan politik. Keberagaman budaya disertai konflik namun tetap berakhir dengan sikap saling menghargai baik dalam ranah keluarga maupun sosial merupakan pembelajaran yang bisa ditarik dari karya-karya Sherman Alexie ini. Bila mengacu pada makna pembelajaran sebagai proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar maka penggunaan sumber belajar yang berupa cerita pendek karya Sherman Alexie menjadi terpenuhi, tidak hanya proses, sumber, namun juga lingkungan pembelajaran, jurusan sastra. Institusi-instusi penyiap generasi baru perlu menggali potensi pembelajaran semangat multikulturalisme melalui berbagai jenis karya sastra (tertulis, film, atau bentuk lainnya). Mereka adalah para calon atau pelaku (agen) perubahan menuju ke kebersamaan saling menghargai keberagaman dalam kesetaraan.
6. UCAPAN TERIMA KASIH Penyadaran akan pentingnya semangat penting bagi masa depan Indonesia yang beragam. Oleh sebab itu penting juga dorongan dan bantuan dari pihak yang berkompeten untuk mewujudkan idealism. Untuk itu terima kasih kepada LP2MK yang menjadi jembatan antara dosen (kami) dan Dikti yang peduli dan sekaligus senantiasa memprovokasi para dosen untuk meneliti hal-hal yang berarti bagi kemajuan negri yang beragam budaya yang sering rawan terjadi benturan ini. Terima kasih juga kepada perpusatakaan Unsada, KWA, maupun Kedubes Amerika yang bersedia menyediakan data-data pustaka.
DAFTAR PUSTAKA Alexie, Sherman.2004. The Toughest Indian in the World. New York: Grove Press -------- 2000. Ten Little Indian. Great Britain: Vintage
~ 125 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
BARKER, Chris. 2004. Cultural Studies.Teori dan Praktek. Jakarta: Kreasi Wacana hal 378379 Hooks, bell.1999. A Revolution of Values: The Promise of Multiculturalism dalam The Cultural Studies Reader. New York: Routledge page 230-240 ISAAC, Harold R.1993. Idols of Tribe: Group Identity and
Political Change. Atau
Pemujaan terhadap Kelompok Etnis. Jakarta : Obor hal.269-297 JAY, Gregory. 2002. What is Multiculturalism? Milwauke: Univ. of Winconsin SCHLESINGER, Arthur. 1991. The Disuniting of America. New York: WW Norton Company. Page 73-95 SUPARLAN, Parsudi. 2004. Hubungan Antar Budaya. Jakarta:YPKIK hal117-127.
Online service
Ahmar, DAP.2012. Hakekat Pembelajaran. http://eprints.uny.ac.id/8597/3/bab%202%20%2008108249131.pdf akses 1 Januari 2015 Chacon, RosaMaria, 2013.Teaching American Literature: A Journal of Theory and Practice Summer 2013 (6:2) 39 Connette, Tracey L.2010. SHERMAN ALEXIE’S RESERVATION: RELOCATING THE CENTER OF INDIAN IDENTITY – semi theses Santosa, Puji .--- Sastra sebagai Hiburan
http:// pusat bahasa. kemdiknas.go.id /
lamanbahasa / artikel/1132, akses 13 Okt 2014
~ 126 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
CRITICAL DISCOURSE ANALYSIS ON UNITED STATES FOREIGN POLICY TOWARDS INDONESIA THROUGH THE PRESIDENT BARACK OBAMA’S SPEECH USING THREE LEVELS OF TEXT ANALYSIS: MACRO STRUCTURE, SUPERSTRUCTURE, AND MICRO STRUCTURE Fridolini Sastra Inggris - Fakultas Sastra
[email protected] ABSTRACT This research focuses on textual analysis of the official transcript of President Barack Obama's speech at University of Indonesia, published by the White House. Speech is an interesting case to be analyzed. It is because the messages contained in the speech show the speaker’s demeanor. A policy, especially a foreign policy is absolutely identical to a country's political outlook. It portrays how a state imposes their policy to other countries. Thus, a speech of a country leader may be used as a reference of the country's political gesture on its foreign policy Hence, I am interested in analyzing the speech of President Barack Obama at University of Indonesia in order to comprehend the messages which attempt to be conveyed by President Barack Obama towards Indonesia. The theory used in this research is Critical Discourse Analysis of Teun A. van Dijk. Critical Discourse Analysis (CDA) is a type of discourse analytical research that primarily studies the way social power abuse, dominance. In addition, Critical Discourse Analysis pays much attention to power relation and ideology, which are precipitated in discourse, and force the reader or listener to perceive reality in a specific, biased way. However, in this project, I do not analyze the whole dimensions. The concentration is only on the text analysis. Text analysis consists of multiple structures or levels that every part is supporting one another. Henceforth, there are three levels of text analysis: macro structure, superstructure, and micro structure. The method used in conducting this research is a method of qualitative which is a procedure of the research which produces the descriptive data in the form of written words or oral from people and the behavior can be watched closely. 1.
BACKGROUND OF THE PROBLEM As social beings, humans naturally communicate with each other. Their way to do so is
by using language. Language as the medium for communication means an instrument for delivering ideas, opinions, and thoughts of a person’s social life. Put at its simplest, a language is a set of signals by which we communicate. Indeed, there are many ways of using language. We indubitably know that human language is not only a vocal system of communication. It can be expressed in writing, with the result that it is not limited in time or space. Moreover, we can even adjust those methods of communicationvocal and writing, by applying them into a speech. Speech as a part of the language is derived from people’s notion that systematically poured into writing then delivered orally to the public. Arifin and Tasai
~ 127 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
state Menulis naskah pidato pada hakikatnya adalah menuangkan gagasan ke dalam bentuk bahasa tulis yang siap dilisankan. Writing the speech is essentially a form of expressing ideas into written language that is set to be vocalized. Conversing about speech of course cannot be separated from the discussion of policy contained in it. The policy itself must surely be beneficial for the political parties involved. Consequently, a policy reflects a political posture of a certain individual, institution, or government. As written in Oxford Advanced Learner’s Dictionary, policy is a plan of action agreed or chosen by a political party, a business, etc. A policy, especially a foreign policy is absolutely identical to a country's political outlook. It portrays how a state imposes their policy to other countries. Thus, a speech of a country leader may be used as a reference of the country's political gesture on its foreign policy. According to Holsti Kebijakan luar negeri adalah aksi-aksi atau ide-ide yang dibuat oleh para pembuat keputusan untuk memecahkan masalah atau mengembangkan beberapa perubahan di dalam lingkungan yaitu dalam kebijakan, sikap, tindakan, dan aksi negara. Foreign policy is actions or ideas made by the decision makers to solve problems or develop some changes in the environment namely in the policies, postures, actions, and state demeanors. Based on the elucidation above, I have a readability to analyze a speech. As for the object to be studied is the speech of U.S. President Barack Obama at the University of Indonesia in 2010. Furthermore, this research will explicate United States foreign policy towards Indonesia through the President’s speech.
2. IDENTIFICATION OF THE PROBLEM Speech is an interesting case to be analyzed. It is because the messages contained in the speech show the speaker’s demeanor. Hence, I am interested in analyzing the speech of President Barack Obama at University of Indonesia in order to comprehend the messages which attempt to be conveyed by President Barack Obama towards Indonesia.
3. LIMITATION OF THE PROBLEM This research focuses on textual analysis of the official transcript of President Barack Obama's speech at University of Indonesia, published by the White House.
~ 128 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
4. STATEMENT OF THE PROBLEM Based on the limitation above, the problem of this research can be stated as follows: 1. What is the topic of the President Barack Obama's speech? 2. How does the text scheme on the President Barack Obama's speech? 3. What are the messages contained in the text of President Barack Obama's speech?
5. AIM OF THE RESEARCH The purpose of this research is expected to meet the research statement above, namely: 1. Acquiring the topic of the President Barack Obama's speech. 2. Knowing the text scheme on the President Barack Obama's speech. 3. Obtaining the messages contained in the text of President Barack Obama's speech.
6. BENEFIT OF THE RESEARCH This research is expected to impart some benefits with recent information and possible to be useful for: 1. Learners who desire to comprehend analyzing speech text using Critical Discourse Analysis of Teun A. van Dijk. 2. Society who wish to grasp the messages in the President Barack Obama’s speech.
7.
METHODS OF THE RESEARCH The method used in conducting this research is method of qualitative. Bodgan and Taylor
define that the qualitative method is as a procedure of the research which produces the descriptive data in the form of written words or oral from people and behaviour can be watched closely. Under this method, the steps that I conduct in order to run this research, namely: 1. Determining the focus of research My interest towards speech makes this field is enticing to be studied. It is because the speech itself contains messages that full of meanings. Therefore, I decide to examine the text of President Barack Obama's speech at the University of Indonesia while he was visiting Indonesia in 2010. 2. Collecting the data
~ 129 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
After knowing the focus of research, I start to collect data related to this research. The data are picked from various sources, namely: books, journals, internet, and theses. 3. Analyzing the data I subsequently analyze all the data. In order to examine the speech text, I use theory of Critical Discourse Analysis of Teun A. van Dijk. 4. Concluding the research In this final stage, the research results are concluded after analyzing the speech text that has been done successfully. Assuredly, it will denote every message contained in the speech.
8. THEORETICAL FRAMEWORK The theory used in this research is Critical Discourse Analysis of Teun A. van Dijk. Critical Discourse Analysis (CDA) is a type of discourse analytical research that primarily studies the way social power abuse, dominance, and inequality are enacted, reproduced, and resisted by text and talk in the social and political context. There are several approaches of this Critical Discourse Analysis. They can be commonly summarized as follows: 1. Critical Linguistics The essence of Critical Linguistics idea is to see how the grammatical language carries position and meaning of certain ideology. This ideology on the general level denotes how a group attempting to win public support, and how another group is trying to be marginalized through the use of the particular language and grammatical structures. 2. Socio Cognitive Approach Socio cognitive approach elucidates that the discourse production process certainly includes a process known as social cognition. Discourse Historical Approaches 3. The discourse is called historic because it includes the historical context of how a discourse is portrayed. In addition, Critical Discourse Analysis pays much attention to power relation and ideology, which are precipitated in discourse, and force the reader or listener to perceive reality in a specific, biased way. Hereinafter, in the book Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media by Eriyanto, explains that Van Dijk describes discourse have three dimensions/buildings: text, social cognition, and social context. The essence of Van Dijk's analysis is to combine the three discourse dimensions into a single entity. In the text
~ 130 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
dimension, the conducted research is how the text structures and discourse strategies are used to emphasize a particular theme. At the social cognition level is examined the production process of the text news that involves individual or journalist cognition. Meanwhile, the third aspect studies an issue at the growing discourse in society. Eriyanto distinctly defines the Critical Discourse Analysis of Van Dijk as follow:
Struktur Hal yang diamati Wacana Struktur Makro Tematik: Tema/topik yang dikedepankan dalam suatu berita. Superstruktur Skematik: Bagaimana bagian dan urutan berita diskemakan dalam teks berita utuh. Struktur Mikro Semantik: Makna yang ingin ditekankan dalam teks berita. Misal dengan memberi detil pada satu sisi atau membuat eksplisit satu sisi dan mengurangi detil sisi lain.
Elemen Topik Skema Latar, Detil, Maksud, Praanggapan, Nominalisasi
Sintaksi: Bagaimana kalimat (bentuk, susunan Bentuk kalimat yang dipilih) Stilistik: Bagaimana kata yang dipakai dalam Leksikon teks Retoris: Bagaimana cara penekanan dilakukan Grafis, Ekspresi Discourse Structure Macro Structure
Object Observation
Element
Thematic: theme/topic in the text.
Topic
Superstructure
Schematic: How the parts and Scheme sequences of news are schemed in the text. Stylistic: How the choice of words is Lexicon applied in the text Rhetoric: How conducted
the
~ 131 ~
emphasis
is Graphic, Expression
Metafora,
Metaphor,
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
a. Macro Structure In the book of Introduction to Discourse Studies, Jan Renkema remarks that macro structure is the global meaning of discourse.Therewith, Eriyanto also states it as: Makna global dari suatu teks yang dapat diamati dari topik/tema yang diangkat oleh suatu teks. The global meaning of a text that can be observed from the topic/theme raised by the text. Thematic Van Dijk explains that the text construction in a discourse is indubitably linked to one another and if it is traced will form a general topic. In the book Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, Eriyanto explains: “Gagasan penting Van Dijk, wacana umumnya dibentuk dalam tata aturan umum (macro rule). Teks tidak hanya didefinisikan mencerminkan suatu pandangan tertentu atau topik tertentu, tetapi suatu pandangan umum yang koheren. Van Dijk menyebut hal ini sebagai koherensi global (global coherence), yakni bagian-bagian dalam teks kalau dirunut menunjuk pada suatu titik gagasan umum, dan bagian-bagian itu saling mendukung satu sama lain untuk menggambarkan topik umum tersebut.” a.
Superstructure Superstructure is conventionalized schemas that provide the global form for the macro
structural content of a discourse. In other words, macrostructures deal with the content and superstructures with the form. Furthermore, superstructure is also defined by Eriyanto as: “Kerangka suatu teks, seperti bagian pendahuluan, isi, penutup, dan kesimpulan.”
Schematic A discourse is usually produced by having a plot from the introduction to the end. The
plot will indicate how the text structure establishes a meaning. As explained by Eriyanto: “Teks atau wacana umumnya mempunyai skema atau alur dari pendahuluan sampai akhir. Alur tersebut menunjukkan bagaimana bagianbagian dalam teks disusun dan diurutkan sehingga membentuk kesatuan arti”
~ 132 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
b. Micro Structure
Jan Renkema defines that micro structure denotes the relations between sentences and sentence segment. In addition, Eriyanto also says micro structure as: “Makna lokal dari suatu teks yang dapat diamati dari pilihan kata, kalimat, dan gaya yang dipakai oleh suatu teks”
9. ANALYSIS OF THE RESEARCH Since then the ties between the people of the two countries have remained strong. The United States has been an indispensable partner in Indonesia’s economic recovery efforts as well as in the ongoing democratization and political reforms in Indonesia since 1998. Indonesia as a democratic and pluralistic country, and at the same time has the largest Moslem population in the world, has the same objective with the United States and other pluralistic societies to promote tolerance, harmony, and moderation among its people and human kind in general. Cooperation between relevant security agencies in Indonesia and the US has made major contribution to Indonesia’s success in crushing the terrorist network within its territory. The US is also assisting Indonesia to enhance its capacity to deal with other kind of transnational threats including on maritime security. As members of the UN Security Council, Indonesia and the US are also working closely to address various global issues such as on nuclear non-proliferation measures, middle-east conflict as well as on other threats to international peace. This research is basically carried out to answer the three questions on the Statement of the Research in Chapter I. Accordingly, the results to be achieved are specifically to ascertain the topic, scheme, and the messages contained in the speech. In order to obtain it, the research pervades the analysis of macro structure, superstructure, and micro structure by using Critical Discourse Analysis theory of Teun A. van Dijk. At the macro structure analysis, the obtained result is the speech topic. President Barack Obama in his speech clearly discusses 3 major things, which are development, democracy, and religious faith, that primarily directed to Indonesia. Thus, it can be concluded that the topic of the speech is "the United States’ view towards Indonesia in the area of development, democracy, and religious faith. Thereafter on the superstructure analysis, this speech genuinely contains 50 paragraphs divided by plot of introduction, content, conclusion, and cover. Moreover, this research finds
~ 133 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
out if the speech is dominated by the content plot. The content plot possesses 46 paragraphs, begun from paragraph 3 to 48. While the introduction plot has only two paragraphs: paragraph 1 and 2. Afterwards, the conclusion and cover plot get one paragraph each: paragraph 49 and 50. Based on these results, the speech certainly contains full of messages and they can be ascertained from domination of the content plot. Eventually at the microstructure analysis, the conducted analysis is performed on 12 analyses, namely: analysis background, detail, purpose, presupposition, nominalization, sentence form, coherence, pronoun, lexicon, graphic, metaphor, and expression. Overall, these analyses are run in order to get the whole messages both implicitly and explicitly expressed in the speech. As mentioned before, the speech focuses on three major areas: development, democracy, and religious faith. Of course, the acquired messages on the micro structure analysis are indeed related to those three areas. Starting with the area of development, the development progress achieved by Indonesia attracts the United States attention to participate and gain benefit on it. Through its president, the United States expresses its desire to increase the cooperation with Indonesia. Hence, some policies are conveyed in order to strengthen it, namely: encouraging the business sector enhancement, urging the adoption of green technologies, doubling the number of student exchange, and expanding the research collaboration of the two countries. In addition, there are also some negative matters highlighted by the United States, such as: the lack of good governance, the poor of transparency and accountability, the rampant corruption, as well as the unfulfilled of development equity in Indonesia. Whereas on the area of democracy, United States instead appreciates the activities of human rights and democracy run by Indonesia though there are still some drawbacks in some points, such as the unresolved case on the political turmoil happened in the 1960s. Nevertheless, United States assesses the journey of Indonesian democracy is on the right track while several issues need to be more. noted that are the equality, freedom, and human rights of its citizens. In addition, United States is also urged Indonesia to participate in playing its diplomacy on the circumstances of human rights and democracy in ASEAN, especially in Burma which its recent election is deemed neither free nor fair by the United States. Thereafter on the area of religious faith, the current lack relationship between United States and Islam becomes President Barack Obama's priority to deal with. Consequently, some strategic policies are uttered, namely: the commitment in building security and decent government in Afghanistan, the large-scale repatriation of
~ 134 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
United States troops in Iraq, and the re-establishment of peace negotiation between Israel and Palestine. Besides, the issue of terrorism is presented as well. Obama explicitly mentions if the United States is not hostile to Islam but the terrorists. He also appreciates the achievement of Indonesia in the terrorism eradication while keeps encouraging them to root out every terror activity that may arise. Last but not least, this research finds some enticing things about how President Barack Obama conveys his messages in order to be accepted easily by the audiences. In the speech, he often inserts his experience while he lived in Indonesia. Obama seems to portray how meaningful Indonesia for his life. He frequently uses the terms in Bahasa Indonesia during the speech too. All of them are used not only to get a positive image but also to raise support for every policy he uttered. Thereunto, he even applies certain words, which possess negative in meanings, to depict the party that is contrary to him.
10. REFERENCES Deborah Schiffrin, Deborah Tannen and Heidi E Hamilton, the Handbook of Discourse Analysis, (Oxford: Blackwell, 1993b), p. 131. Eriyanto, Analisis Wacana Pengantar Analisis Teks Media, (Yogyakarta: LKis, 2012), p. 224 Jan Renkema, Introduction to Discourse Studies, (Amsterdam: John Benjamins, 2004), p. 283.
~ 135 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
~ 136 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
ANOTASI KEGAGALAN PRAGMATIK DALAM TERJEMAHAN KE DALAM BAHASA INDONESIA NOVEL THE DA VINCI CODE Tommy Andrian Sastra Inggris – Fakultas Sastra
[email protected] ABSTRACT An annotated translation is a translation, which is supported by annotations or notes with the purpose of delivering logical reasoning on the equivalence chosen. It does not only aim at the application of various theories formerly studied, but also at the the translator’s responsibility for the independent translation he or she has accomplished. The search for equivalence through the annotated translation of novel the Da Vinci Code into Bahasa Indonesia, has been done pragmatically as well as sociolinguistically by looking up in dictionaries, thesaurus, and encyclopaedia, and visiting some websites on the internet. The independent translation is further carried out by referring to the basic theories of translation, which consists at least of methods, procedures, and techniques. The difference between the source language and the target language culture makes a word, term, and expression, cannot be explicitly translated. Thus, the use of translation techniques becomes inevitable. Key words: annotated translation, pragmatics, pragmalinguistics, and sociopragmatics
1. PENDAHULUAN Penerjemahan adalah kegiatan yang dapat membuktikan dengan jelas tentang peran bahasa dalam kehidupan sosial (Hatim & Mason 1990). Melalui kegiatan penerjemahan, seorang penerjemah menyampaikan kembali isi sebuah teks dalam bahasa lain. Penyampaian ini bukan sekadar kegiatan penggantian, kerena penerjemah dalam hal ini melakukan kegiatan komunikasi baru melalui hasil kegiatan komunikasi yang sudah ada, yakni dalam bentuk teks, tetapi dengan memperhatikan aspek-aspek sosial di mana teks baru itu akan dibaca atau dikomunikasikan. Dalam kegiatan komunikasi baru tersebut, penerjemah melakukan upaya apa yang disebut Machali (2009:27) membangun ”jembatan makna” antara produsen TSu dan pembaca TSa. Banyak orang mengatakan bahwa penerjemahan adalah “seni”. Jadi, penerjemahan didasari oleh kiat yang bertujuan memperoleh padanan bagi bahasa sumber (BSu) sehingga pesan yang terkandung dalam BSu dapat diungkapkan kembali di dalam bahasa sasaran
~ 137 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
(BSa). Akan tetapi, hal di atas tidak cukup. Penerjemahan harus ditempatkan dalam konteks komunikasi, khususnya komunikasi kebahasaan. Nida dan Taber (1974:1) mengemukakan bahwa penerjemahan merupakan upaya mengungkapkan kembali pesan yang terkandung dalam bahasa sumber di dalam bahasa penerima. Pengungkapan kembali itu dilakukan dengan menggunakan padanan yang wajar dan terdekat. Akan tetapi, masih perlu kita pertanyakan apa yang dimaksud dengan padanan. Padanan adalah unsur bahasa sasaran bahasa yang mengandung pesan yang sama dengan unsur bahasa sumber. Akan tetapi, masih perlu dicatat bahwa sepadan tidak berarti ‘sama’. Kesepadanan adalah keserupaan pesan yang diterima, di pihak satu oleh penerima dalam bahasa sumber dan di pihak lain oleh penerima dalam bahasa sasaran. Ini berarti bahwa kesepadanan diukur tidak hanya dengan makna unsur bahasa yang bersangkutan, tetapi dengan pemahaman suatu terjemahan oleh penerimanya. Nida dan Taber (ibid.) juga mengemukakan bahwa “Correctness must be determined by the extent to which the average reader for which a translation is intended will be likely to understand it correctly”. Uraian dan pernyataan Nida dan Taber di atas dapat kita pahami dan dapat kita jabarkan selanjutnya sebagai berikut : 1. Sebelum mulai mengalihbahasakan sebuah teks, penerjemah harus memahami pesan yang terkandung dalam teks tersebut, 2. Siapa pengirim pesan itu, ditujukan kepada siapa, dan siapa calon pembaca BSa? 3. Makin jelas (terbatas) calon pembaca hasil terjemahan kita, makin “mudah” kita membuat keputusan tentang pilihan bentuk bahasa dalam proses penerjemahan kita, 4. Benar tidaknya suatu terjemahan berkaitan dengan apakah pesan dalam BSu diterima secara sepadan dalam BSa. Seperti telah dikemukakan di atas, kita tidak dapat mengingkari bahwa ada unsur “seni” dalam kegiatan penerjemahan, bahkan tidak kurang bakat juga turut menentukan kemampuan kita dalam menerjemahkan. Akan tetapi, apa yang dikemukakan di atas tidak menutup kemungkinan untuk menyajikan metode agar kegiatan penerjemahan kita dapat lebih efisien dan efektif. Kita harus membedakan dua jenis penerjemahan, yaitu penerjemahan tertulis dan penerjemahan lisan. Yang akan kita bicarakan di sini hanyalah penerjemahan tertulis, yang pada dasarnya metodenya berbeda dengan penerjemahan lisan. Dalam bahasa Inggris penerjemahan tertulis disebut translating, sedangkan penerjemahan lisan disebut interpreting. Orangnya disebut translator (penerjemah) dan interpreter (juru bahasa).
~ 138 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
Penerjemah melihat penerjemahan sebagai sebuah proses, tidak seperti pembaca yang melihatnya sebagai sebuah produk. Seorang penerjemah harus melalui tahap-tahap tertentu hingga terciptanya hasil akhir penerjemahan. Penerjemah senantiasa menanyakan kepada dirinya sendiri prosedur apa yang harus dilewatinya, metode apa yang digunakan dan mengapa memilih metode itu, mengapa memilih suatu istilah tertentu untuk menerjemahkan suatu konsep dan bukannya memilih istilah lain dengan makna yang sama, dan sebagainya. Hal terpenting dalam penerjemahan menurut penulis ada dua, yaitu: 1) Pengalaman, dan 2) Teori Terjemahan. Pengalaman yang baik dalam hal ini adalah pengalaman menerjemahkan yang menahun. Namun pertanyaannya adalah ”Apakah mahasiswa secara relatif memiliki pengalaman menahun itu?” Tentu jawabnya adalah ”Tidak”. Jawaban ”tidak” tersebut tersebut sekaligus mempertegas peranan krusial dari hal terpenting ke dua, yaitu: Teori Terjemahan. Kuantitas novel terjemahan di rak-rak buku berbagai toko buku besar di Jakarta terlihat makin banyak walaupun belum diimbangi dengan kualitas terjemahan yang memadai. Makalah ini memaparkan masalah kualitas terjemahan dengan analisis kesalahan mutlak dan kegagalan pragmatik di dalam terjemahan novel The Da Vinci Code karya Dan Brown (2003) dari bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia yang dapat dijadikan contoh novel terjemahan yang kualitasnya diragukan. Setelah berkecimpung dengan pengajaran mata kuliah terjemahan selama kurang lebih satu dekade, penulis menilai mahasiswa masih kesulitan menerjemahkan karya sastra khususnya cerita pendek (cerpen). Keterbacaan dan keberterimaan terjemahan cerpen oleh mahasiswa masih berada pada tahap betul, tetapi belum baik. Kenyataan itulah yang membuat penulis tergerak untuk memberikan contoh konkret aplikasi pengetahuan dasar penerjemahan yang ’betul’ dan ’baik’ melalui anotasi kegagalan pragmatik dalam terjemahan ke dalam bahasa Indonesia novel the Da Vinci Code. Dalam peneitian ini penulis akan melakukan sebuah penelitian kebahasaan dalam bidang linguistik terapan kekhususan penerjemahan dengan metode kualitatif. Data-data pendukung diperoleh melalui kunjungan ke berbagai perpustakaan di Jakarta dan Jawa Barat dan melalui wawancara dengan praktisi penerjemah.
2. METODOLOGI PENELITIAN
~ 139 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
Anotasi terjemahan di sini berbentuk analisis kesalahan teks terjemahan di dalam ranah pragmatik dengan membandingkan novel The Da Vinci Code dalam bahasa Inggris (Bahasa Sumber = BSu) dengan terjemahan novel The Da Vinci Code dalam bahasa Indonesia (Bahasa Sasaran = BSa) untuk mencari kegagalan pragmatik. Sumber data penelitian:
TSu
TSa
The Da Vinci Code
Dan Brown
New York: Doubleday,
(pengarang)
2003
Isma B.
Jakarta: Serambi Ilmu
The Da Vinci Code Koesalamwardi (penerjemah
Semesta (Cetakan XVII),
489 hlm.
629 hlm.
2005
Penelitian ini menggunakan metodologi penelitian kualitatif. Dalam hal ini, data-data tertulis dianalisis secara kualitatif untuk dikembangkan; teori dijabarkan secara lebih rinci dan diperkaya dengan contoh-contoh aplikatif dalam ragam teks yang terlibat.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN Kuantitas novel terjemahan di rak-rak buku berbagai toko buku besar di Jakarta terlihat makin banyak walaupun belum diimbangi dengan kualitas terjemahan yang memadai. Makalah ini memaparkan masalah kualitas terjemahan dengan analisis kesalahan mutlak dan kegagalan pragmatik di dalam terjemahan novel The Da Vinci Code (DVC) karya Brown (2003) dari bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia yang dapat dijadikan contoh novel terjemahan yang kualitasnya patut dipertanyakan. 3.1 Hakikat Pragmatik dan Penilaian Terjemahan Pragmatik antarbudaya dapat diterapkan di dalam ranah linguistik terapan, seperti pemerolehan bahasa kedua dan penerjemahan (Blum-Kulka 1997:56). Hubungan antara pragmatik dan penerjemahan dapat juga dijelaskan melalui pemahaman bahwa teks terjemahan (lisan atau tulisan) merupakan salah satu bentuk tindak komunikasi antarbahasa dan antarbudaya.
~ 140 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
Penerjemahan bukan sekadar mengalihkan pesan dari teks sumber (TSu) ke dalam teks sasaran (TSa), tetapi juga mencipta-ulang dan mengungkapkan kembali pesan yang serupa, baik dalam hal makna yang dikandung maupun gaya bahasa di dalam teks sebagai usaha untuk mencari perpadanan dinamis (alih-alih perpadanan formal) yang dicapai jika derajat respons sidang pembaca TSa setara dengan derajat respons sidang pembaca TSu dengan memperhatikan situasi komunikasi teks tersebut, peserta tutur (penutur dan petutur), dan konteks budaya (Nida & Taber 1974:24). Relativitas penilaian benar-salah teks terjemahan bergantung kepada kepada dimensi untuk siapa terjemahan itu dibuat dan dimensi untuk tujuan apa terjemahan itu dihasilkan (Hoed 2006:51). Terjemahan yang memadai juga harus memenuhi 3 kriteria: ketepatan, kejelasan, dan kewajaran (Larson 1984:485).
3.2 Kesalahan Mutlak dan Kegagalan Pragmatik di dalam Terjemahan A. Kesalahan Mutlak Ada dua jenis kesalahan mutlak yang dikemukakan Newmark (1988:189), yaitu kesalahan referensial dan kesalahan bahasa. Kesalahan referensial adalah kesalahan pemberian makna acuan untuk TSu yang mengacu kepada fakta (nama tempat, nama benda, peristiwa sejarah) dan isi proposisi (pernyataan yang kebenarannya secara logika sebenarnya dapat dinilai secara langsung, seperti Indonesia dipimpin oleh seorang raja yang pandir atau Bogor ada di sebelah utara Jakarta, misalnya). Kesalahan referensial juga mencakupi ketidaktahuan penerjemah akan bidang-bidang tertentu di dalam teks terjemahan. Kesalahan mutlak jenis kedua, kesalahan bahasa, meliputi kesalahan mengartikan kata, frasa, atau
~ 141 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
klausa, kesalahan mengalihkan bentukbentuk idiom dan kolokasi, serta kesalahan mengalihkan pronomina. Kesalahan mutlak mutlak melihat TSa sebagai kata, frasa, atau kalimat yang harus benar secara gramatikal atau referensial dan kesalahan di dalam ranah ini menjadikan TSa dikategorikan salah (kegagalan pragmalinguistik mengakibatkan ada bagian pesan TSu yang bisa dikategorikan meleset (misfire) ketika dialihkan ke TSa. Ada empat jenis kesalahan mutlak di dalam penerjemahan yang ternyata banyak ditemukan di dalam terjemahan DVC (Taryadi 2003).
3.2.1 Kesalahan mengartikan kata, frasa, atau kalimat dan mengalihkannya kedalam TSa.
No. 1 2
3 4 5 6
7 8
TSu … the Crown of Thorns (hlm. 137) … convert the masses to Christianity (hlm. 31) … a hundred dollars (hlm. 123) The secret lives (hlm. 165) … through bloodshed (hlm. 31) He’s turning right on Pont des Saints-Pères (hlm. 70) Here is the decryption (hlm. 51) … in French (hlm. 63)
TSa … mahkota singgasana (hlm. 237) … mengembalikan rakyat ke agama Kristen (hlm. 63) … satu dolar Amerika (hlm. 211) Kehidupan rahasia (hlm. 282) … dengan coretan darah (hlm. 63) Dia kembali ke Pont des Saints-Pères (hlm. 127)
Suntingan TSa … Mahkota Duri
Ini deskripsinya (hlm. 96) … di Prancis (hlm. 93)
Ini dekripsinya
… mengkristenkan masyarakat … seratus dolar Amerika Rahasia terjamin … melalui pertumpahan darah Dia berbelok ke kanan di Pont des Saints-Pères
… dalam bahasa Prancis
The Crown of Thorns atau Mahkota Duri adalah ranting berduri yang dianyam membentuk lingkaran yang ditaruh ke kepala Yesus sebelum Ia disalibkan. Mahkota duri diameternya lebih kecil dari kepala Yesus sehingga menyebabkan luka dan rasa sakit yang amat sangat. Mahkota duri ialah lambang kemiskinan. Adanya mahkota duri pada waktu Yesus disiksa itu dicatat dalam Injil Matius 27:29, Injil Markus 15:17, dan Injil Yohanes 19:
~ 142 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
2, 5 serta sering disinggung oleh para Bapa Gereja mula-mula, seperti Klemens dari Aleksandria, Origen, dan lain-lain. Mahkota Duri sudah menjadi istilah dalam penerjemahan Kitab Injil ke dalam bahasa Indonesia.
3.2.2 Kesalahan menerjemahkan kata-kata yang berpolisemi atau yang berhomonim. No.
TSu
1
… the official device (hlm. 95) … before I retire (hlm. 218)
2
TSa
Suntingan TSa
… alat resmi (hlm. 208)
… lambang resmi
… sebelum saya pensiun (hlm. 368)
… sebelum saya tidur
3.2.3 Kesalahan menerjemahkan idiom. No. 1 2
TSu … to be in your shoes right now (hlm. 345) Very well, I will walk you through it (hlm. 285)
TSa … menjadi merek sepatumu (hlm. 576) Baiklah, aku akan mengantar kalian ke sana (hlm. 476)
Suntingan TSa … berada di posisimu Baiklah, saya akan menjelaskannya kepada anda
3.2.4 Kesalahan penggunaan tanda baca. No. 1
TSu … the Son of God and the Light of the World – was born on December 25, died, was buried in a rock tomb, and then resurrected in three days (hlm. 196)
TSa … Putra Tuhan dan Cahaya Dunia – lahir dan mati pada 25 Desember, dikubur dalam sebuah makam batu, dan kemudian dibangkitkan dalam tiga hari (hlm. 332)
Suntingan TSa … Putra Tuhan dan Cahaya Dunia – lahir 25 Desember, mati, dikubur dalam sebuah makam batu, dan kemudian dibangkitkan dalam tiga hari
3.3 Kegagalan Pragmatik Kegagalan pragmatik (Thomas 1983:91) adalah kegagalan peserta komunikasi untuk memahami apa yang dimaksud dengan yang dikatakan. Penyebab kegagalan pragmatik dalam mengalihkan pesan dalam berkomunikasi, termasuk dalam terjemahan, dapat dijelaskan mulai dari aspek pragmalinguistik sampai ke aspek sosiopragmatik (Thomas 1983:99) yang merupakan dua ujung kontinuum dari kemampuan pragmatik seseorang.
~ 143 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
Kemampuan pragmalinguistik mencakupi kemampuan penutur dan petutur untuk menggunakan bentukbentuk bahasa yang terkait dengan fungsi pragmatik sebuah tuturan atau daya ilokusionernya, seperti tindak tutur dan percakapan rutin. Di sisi lain, kemampuan sosiopragmatik mencakupi kemampuan peserta komunikasi untuk memilih dan menggunakan bentuk-bentuk bahasa berdasarkan pengetahuan sosial budaya yang terkait dengan hubungan antarpeserta tutur yang mencakupi kuasa, jarak sosial, dan berat atau tidaknya isi pesan, serta kaidah-kaidah interaksional yang lazim digunakan, seperti strategi giliran bicara (turn-taking strategy) dan strategi kesantunan (politeness strategy). Dalam praktik penerjemahan sebenarnya yang diperlukan adalah kemampuan untuk memecahkan masalah yang dihadapi. Masalah praktis yang dihadapi ada dua, yakni (1) kita tidak paham makna kata atau kalimat atau paragraf sehingga tidak memahami pesannya, dan (2) kita mengalami kesulitan untuk menerjemahkannya meskipun sudah memahami TSunya. Pemecahan masalah itu dilakukan dengan menggunakan cara-cara tertentu. Sebut saja kiat untuk pemecahan masalah penerjemahan. Oleh karena itu, dalam praktik menerjemahkan kita diminta untuk mengikuti prosedur yang diharapkan akan menjamin ketelitian dari pekerjaan kita dan hasil yang optimal. Prosedur yang biasanya harus ditempuh adalah apa yang dikenal dengan “tiga langkah penerjemahan” (Nida dan Taber 1974: 33). Prinsip dasarnya adalah bahwa penerjemahan tidak boleh dilakukan dengan satu langkah saja. Nida danTaber (1974:33) mengemukakan bahwa penerjemahan yang hati-hati harus menempuh tiga langkah, yakni analisis [memahami TSu], transfer [mengalihbahasakan dalam pikiran], dan restrukturisasi [menerjemahkan]. Di bawah ini akan diuraikan prosedur langkah demi langkah yang bertolak dari Nida dan Taber (1974: 33), tetapi diberi tambahan pada proses langkah tertentu. Pada langkah pertama (analisis) TSu harus dibaca secara keseluruhan dan dipahami isi pesannya (maksudnya) meskipun hanya secara garis besar. Bagian-bagian yang dianggap penting atau bermasalah perlu diberi tanda. Langkah ini disebut “analisis” mencakupi aspek struktur, semantik, gaya bahasa, dan pesan. Dalam langkah ini penerjemah tidak jarang menemukan berbagai masalah pemahaman yang tidak dapat dipecahkan pada tataran teks, tetapi yang harus dicari jawabannya di luar teks: ia harus mencari di berbagai sumber, seperti teks peraturan perundangan lain, ensiklopedi, kamus ekabahasa, atau narasumber. Proses analisis ini menyangkut pembaca pada tataran teks dan tataran luar teks (referensial) (lihat Newmark 1988: 22). Analisis bertujuan agar penerjemah memahami dengan baik pesan yang
~ 144 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
dibawa oleh TSu serta cara pengungkapannya secara kebahasaan. Pada langkah kedua kita mulai menerjemahkan di dalam pikiran dan kalau perlu mulai dituliskan. Langkah ini disebut “transfer”. Di sini kita pun masih perlu mencari pemecahan masalah dengan melihat ke luar dari teks seperti pada langkah satu. Dalam langkah kedua ini kita kemudian harus melakukan apa yang disebut “deverbalisasi”, yakni melepaskan diri dari ikatan kalimat-kalimat TSu untuk menangkap isi pesannya secara lebih terperinci (biasanya, paragraf demi paragraf atau pasal demi pasal, tergantung pada pertimbangan kita masing-masing). Deverbalisasi dikemukakan oleh Lederer (1994:22) sebagai prosedur dalam proses penerjemahan lisan. Namun, ini dapat dimanfaatkan dalam penerjemahan tulis pada langkah transfer. Dalam langkah ini kita belum menerjemahkan secara pasti, tetapi melakukannya dalam pikiran kita disertai dengan membuat catatan-catatan. Deverbalisasi merupakan kegiatan kognitif yang bermanfaat sebelum langkah transfer dimulai. Namun, di pihak lain kita tidak bermaksud melakukan penerjemahan bebas. Oleh karena itu, tidak boleh ada satu unsur semantis pun yang “terlepas” dalam terjemahan kita. Perlu dicatat bahwa deverbalisasi akan dapat berisiko kita kehilangan sesuatu dalam proses penerjemahan. Maka setelah kita memahami sebuah teks sumber dan melakukan deverbalisasi, kita tetap harus kembali kepada teks sumber (secara fisik), yakni dengan melakukan apa yang disebut cloze translation: mencari satuan terkecil yang dapat dicermati untuk diterjemahkan (lihat Gambar). Deverbalisasi dan “Cloze Translation” dalam Transfer Deverbalisasi
1
2
3
Teks Sumber (TSu)
Teks Sasaran (TSa)
3 Dengan demikian, dari deverbalisasi (1) kita harus kembali mengamati secara cermat dan mencari satuan penerjemahan pada teks sumber (2). Baru setelah itu kita menggunakan hasil deverbalisasi untuk mengalihbahasakan satuan terjemahan yang bersangkutan ke dalam
~ 145 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
bahasa sasaran (3). Dalam langkah ketiga dan terakhir (restrukturisasi), kita melakukan penerjemahan yang sebenarnya dan mulai mengatur susunan kalimat-kalimat secara teliti. Langkah ketiga ini dalam buku Nida dan Taber disebut “restructuring”. Maksudnya, penerjemahan adalah mengubah struktur (dalam arti struktur gramatikal dan semantik) BSu menjadi BSa. Pada langkah ini kita melihat secara terperinci apakah terjemahan kita sudah sesuai dengan audience design dan needs analysis. Apakah terjemahan kita sudah sesuai dengan metocle yang kita pilih. Perlu diketahui bahwa setiap langkah tidak harus hanya dilakukan sekali. Terutama langkah kedua dan ketiga biasanya dilakukan berkali-kali sampai kita yakin bahwa yang kita lakukan sudah betul. Dalam langkah ini pulalah kita harus melihat apakah teks terjemahan yang kita buat sudah memenuhi syarat keterbacaan oleh klien dan apakah bahasa yang digunakan sudah sesuai dengan tuntutan kewajaran bahasa yang diharapkan. Hasil ideal yang diharapkan adalah agar reaksi pembaca terjemahan serupa (sepadan) dengan reaksi pembaca bahasa sumbernya. Nida dan Taber (1974: 200) menyebutnya dynamic equivalence yang harus diperoleh dalam TSa. Dari apa yang diuraikan di atas, kita melihat pentingnya kehati-hatian dan pemanfaatan sumber-sumber di luar teks.
3.3 Contoh Kegagalan Pragmalinguistik 3.3.2 Kegagalan mengalihkan frasa dan klausa yang berpotensi menyampaikan ilokusi TSa yang berbeda dengan ilokusi TSu. No. 1
TSu
TSa
Suntingan TSa
He can’t know you’ve
Dia tak tahu Anda telah
Dia tidak boleh tahu
found it (hlm. 72)
menemukannya. (hlm.
Anda
95-96)
telah menemukannya.
TSu memiliki ilokusi melarang, sedangkan TSa memiliki ilokusi pernyataan.
No. 2
TSu
TSa
Suntingan TSa
You would have driven
Kau seharusnya
Jika ya, kau seharusnya
us back to the bank (hlm.
membawa kami kembali
telah membawa kami
227)
ke bank (hlm. 293)
kembali ke bank.
~ 146 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
TSu memiliki ilokusi pengandaian, sedangkan TSa memiliki ilokusi pernyataan atau penegasan. No.
TSu
TSa
Suntingan TSa
3
Your first meeting was to be tonight? (hlm. 23)
Pertemuan pertama kalian terjadi malam ini, bukan? (hlm. 35)
Jadi, pertemuan pertama kalian malam ini?
TSu berimplikasi bahwa penutur sebelumnya yakin bahwa petutur sudah pernah bertemu dengan korban pembunuhan sebelumnya sehingga penutur merasa terkejut saat petutur mengakui bahwa malam itu seharusnya menjadi malam pertama dia bertemu dengan korban. TSa berimplikasi bahwa penutur yakin bahwa malam itu seharusnya menjadi pertemuan pertama petutur dengan korban. No. 4
TSu There has been enough killing already (hlm. 388)
TSa Jangan ada pembunuhan lagi (hlm. 500)
Suntingan TSa Sudah terlalu banyak pembunuhan
TSa merupakan tindak tutur tidak langsung yang mengandung ilokusi melarang petutur membunuh orang lagi, sedangkan TSu merupakan tindak tutur langsung dengan ilokusi melarang secara santun No. 5
TSu Which way is it? (hlm. 427)
TSa Ini jalan ke arah mana? (hlm. 551)
Suntingan TSa Ke arah mana sekarang?
TSu mengandung implikasi bahwa di depan penutur terdapat banyak jalan dan dia ingin tahu jalan mana yang seharusnya ditempuh, sedangkan TSa mengandung implikasi bahwa di depan penutur hanya ada satu jalan dan dia ingin tahu jalan itu menuju ke mana.
3.3.3 Kegagalan mengalihkan ungkapan rutin No. 1
TSu
TSa
I beg your pardon? (hlm. Maaf? (hlm. 27)
Suntingan TSa Maksud Anda?
16-17) Di dalam TSu, ungkapan-ungkapan seperti I beg your pardon?, Pardon?, I’m sorry?, dan Sir? berfungsi sebagai permintaan agar petutur mengulang kembali ucapannya yang
~ 147 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
mungkin tidak dapat ditangkap dengan jelas, atau karena penutur merasa terkejut dengan ucapan petutur.
No. 2
TSu Of course (hlm. 46)
TSa Tentu saja (hlm. 63)
Suntingan TSa Baiklah
Di dalam TSu, konteks situasi ujaran of course (yang serupa dengan certainly dan sure) dan mengisyaratkan bahwa ungkapan itu berfungsi sebagai ungkapan santun penutur terhadap atasannya yang memintanya melakukan sesuatu.
3.3.4 Kegagalan mengalihkan deiksis No. 1
TSu
TSa
Suntingan TSa
Did you mount her?
Anda pernah menaiki
Anda pernah
(hlm. 16-17)
perempuan ini? (hlm. 27)
menaikinya?
Di dalam TSu, her mengacu kepada Menara Eiffel yang terlihat oleh penutur dan petutur dari kejauhan. Di dalam TSa, her mengacu kepada perempuan dan menggunakan deiksis pronominal demonstratif ini yang biasa digunakan untuk benda yang berada dekat dari penutur. Menara di dalam bahasa Indonesia tidak pernah diacu sebagai seorang perempuan.
No. 2
TSu My grandfather called me this afternoon (hlm. 84)
TSa Kakekku menelponku kemarin siang (hlm. 111)
Suntingan TSa Kakekku menelponku tadi siang
Konteks situasi TSu menunjukkan bahwa peristiwa Kakek Sophie meneleponnya dan Sophie berbicara dengan Langdon berlangsung di hari yang sama. Untuk itu, yang paling sepadan adalah tadi siang.
No. 3
TSu Most people did in those days (hlm. 277)
TSa Banyak orang melakukannya hari-hari ini (hlm. 357)
~ 148 ~
Suntingan TSa Banyak orang melakukannya di zaman itu
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
Di dalam TSu, penutur menggunakan pronomina demonstratif those (atau that) yang sepadan dengan itu di dalam BSa untuk menggambarkan kejadian yang terjadi di masa lampau. Berbeda dengan ini (this atau these) di dalam TSa yang biasanya mengacu kepada rentang waktu yang dekat dengan waktu ujaran 3.4 Contoh Kegagalan Sosiopragmatik 3.4.1 Kegagalan mengalihkan honorifik petutur
No. 1
TSu How much do you know, my dear? (hlm. 248)
TSa Sebanyak apa yang telah kau ketahui, Nona? (hlm. 320)
Suntingan TSa Sebanyak apa yang telah kau ketahui, anakku?
Di dalam TSu, frasa my dear digunakan penutur sebagai sapaan yang mengakrabkan (mendekatkan jarak) penutur dengan petutur (strategi kesantunan positif). Dalam TSa, Nona justru menjauhkan jarak penutur dengan petutur (strategi kesantunan negatif). Suntingan TSa yang memadai adalah sayangku atau anakku (jika penutur lebih tua usianya daripada petutur).
No. 2
TSu Are you certain you want Silas to carry out this task? (hlm. 388)
TSa Kau yakin Silas yang harus melakukan tugas ini? (hlm. 500)
Suntingan TSa Bapak yakin Silas yang harus melakukan tugas ini?
Di dalam konteks situasi TSu, pronomina you mengacu kepada majikan penutur. Di dalam BSa, bawahan biasanya menyapa majikannya dengan menggunakan pronomina formal leksem tertentu seperti tuan dan nyonya, leksem kekerabatan seperti bapak dan ibu yang biasanya diikuti dengan nama depan, leksem jabatan dengan nama keluarga (last name) seperti yang biasa berlaku di dalam BSu, misalnya Kapten Fache; atau leksem jabatan dengan nama depan seperti yang lazim berlaku di BSa, semisal, Kopral Jono .
No. 3
TSu I’m afraid His Holiness no longer cares to meet with you (hlm. 448)
TSa Aku kira Paus tidak mau bertemu denganmu lagi. (hlm. 578)
~ 149 ~
Suntingan TSa Saya kira Yang Mulia Paus tidak mau bertemu dengan Anda lagi.
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
Sri Paus adalah otoritas tertinggi gereka Katolik. Untuk itu, semua pengikutnya, terutama sekretaris Vatikan yang sedang berbicara, akan menggunakan bentuk honorifik lebih tinggi dari sekadar Paus.
No.
TSu
TSa
4
Thank you, Father (hlm.
Terima kasih, Bapak
63)
(hlm. 84)
Suntingan TSa Terima kasih, Romo
Di dalam konteks situasi TSu, father digunakan untuk mengacu seorang pastur Katolik. Di dalam TSa, seorang pastur Katolik biasanya sering disapa dengan romo (atau Bapa).
3.4.2 Kegagalan mengalihkan pagar (hedges) yang berfungsi sebagai pemarkah pelindung penutur yang tidak yakin atas proposisi tuturannya. Pagar adalah pemarkah strategi kesantunan negatif untuk melindungi muka penutur (Brown & Levinson 1987:145-172)
No. 1
TSu
TSa
Suntingan TSa
… at about ten-thirty
… pada pukul setengah
… kira-kira pada pukul
(hlm. 74-75)
sebelas malam (hlm. 99)
setengah sebelas malam
Di dalam TSu, pemarkah pagar about (seperti juga approximately dan around) memiliki implikasi bahwa penutur tidak seratus persen yakin atas kebenaran proposisi ujarannya, sedangkan di dalam TSa, implikasi tuturan yang tanpa menggunakan pagar adalah bahwa penutur yakin sekali dengan kebenaran proposisi ujarannya.
No. 2
TSu
TSa
Suntingan TSa
They may want to trade
Mereka ingin menukar
Mereka mungkin ingin
Leigh for the password
Leigh dengan kata kunci
menukar Leigh dengan
(hlm. 433)
(hlm. 558)
kata kunci
Di dalam TSu, modal may digunakan sebagai pagar karena penutur tidak terlalu yakin atas kebenaran proposisi ujarannya, sedangkan ujaran TSa berimplikasi bahwa penutur yakin atas kebenaran proposisi ujarannya
~ 150 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
4 KESIMPULAN Hasil analisis kesalahan mutlak dan kegagalan pragmatis membuktikan bahwa terjemahan DVC belum memenuhi salah satu atau malah semua kriteria penerjemahan yang baik, yaitu ketepatan, kejelasan, dan kewajaran. Analisis dan kesimpulan tiap-tiap data di dalam penelitian kecil ini membuktikan bahwa kualitas terjemahan DVC patut dipertanyakan. Dari makalah ini, setiap penerjemah harus menyadari bahwa terjemahannya berpotensi untuk mengandung kesalahan mutlak dan/atau kegagalan pragmatik. Implikasi lain dari makalah ini adalah bahwa bidang pragmatik hendaknya juga harus dikuasai penerjemah, selain bidang linguistik murni, seperti fonologi, morfologi, sintaksis, dan semantik yang selama ini dijadikan andalan penerjemah.
DAFTAR PUSTAKA Blum-Kulka, Shoshana. 1997. Discourse Pragmatics dalam Teun A. van Dijk, ed. Discourse as Social Interaction. London: Sage. 38-63. Catford, J.C. 1974. A Linguistic Theory of Translation. London: Oxford University Press. Garner, Bryan A. 1999. Black’s Law Dictionary. New Pocket Edition. Texas: West Law Publishing. Good, C. Edward. 1989. Mightier Than the Sword. Charlottesville. Hatim, Basil dan Ian Mason. 1992. Discourse and the Translator. London: Longman. ____. 1997. The Translator as Communicator. London: Routledge. Hatim, Basil. 2001. Teaching and Researching Translation. London: Longman. Hervey, Sándor dan Ian Higgins. 1992. Thinking Translation. New York: Routledge. Hoed, Benny H., Tresnati S. Solichin, dan Rochayah M. 1993. Pengetahuan Dasar Tentang Penerjemahan. Jakarta: Pusat Penerjemahan FSUI. Hoed, Benny Hoedoro. 2006. Penerjemahan dan Kebudayaan. Bandung: Pustaka Jaya. Hoed, Benny. Semiotika & Dinamika Sosial Budaya. Depok: Komunitas Bambu. Hornby, Marry Snell. 1995. Translation Studies. An Integrated Approach. Amsterdam: Jon Benjamin Publishing Co. Larson, Mildred L. 1989. Meaning Based Translation, A Guide to Cross-language Equivalence. Terj. Kencanawati Taniran. Jakarta: Penerbit Arcan. Machali, Rochayah. 2009. Pedoman bagi Penerjemah. Bandung: Mizan Pustaka.
~ 151 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
Mann, Richard A. dan Barry S. Roberts. 1999. Business Law and the Regulation of Business. Boston: West Publisher. Newmark, Peter. 1981. Approaches to Translation. New York: Pergamon. ____. 1988. A Textbook of Translation. New York: Prentice Hall. Nida, E.A. dan Charles R. Taber. 1974. The Theory and Practice of Translation. Leiden: E.J. Brill. Sarcevic, Susan. Legal Translation and Translation Theory: A Receiver-Oriented Approach, www.tradulex.com/Actes2000/sarcevic.pdf. Diakses 11 Januari 2013. Stephen,
Cheryl.
1990.
What
is
Really
Wrong
with
Legal
Language?,
http://www.plainlanguagenetwork.org/legal/wills.html. Diakses 11 Januari 2013. Taryadi, Alfons. 2003. Kualitas Terjemahan, Siapa yang Bertanggung Jawab? Diskusi HPI. Jakarta (11 Oktober). Thomas, Jenny A. 1983. Cross-Cultural Pragmatic Failure. Applied Linguistics, 4:2: 91-112. Tiersma, Peter M. 1999. Legal Language. London: The University of Chicago Press. Venuti, Lawrence. 2004. The Translation Studies Reader. New York: Routledge. Williams, Henny dan Andrew Chesterman. 2002. The MAP. A beginner’s Guide to Doing Research in Translation Studies. Manchester: St. Jerome Publishing. Wilss, Wolfram. 1982 (1977). The Science of Translation: Problems and Methods. Tübingen: Narr.
~ 152 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
PENGARUH DOSEN NATIVE ENGLISH TEACHER DALAM MENINGKATKAN MOTIVASI MAHASISWA BERBICARA BERBAHASA INGGRIS (PENELITIAN TERHADAP MAHASISWA TINGKAT V DAN VII PROGRAM STUDI SASTRA INGGRIS UNSADA) Yoga Pratama Sastra Tinggris – Fakultas Sastra
[email protected] ABSTRACT Recently English language is becoming general and common in education world in Indonesia, a lot of people start from school student, university student and worker has been speaking English fluently, but there are still some problem specifically for the university student to speak English, some school and university which have English Department try to find the solution so when they are graduated, they will be excellent in speaking English. the solution is hiring native English teacher to improve the students motivation to speaking English, but the question is can the native English teacher gives big influence to the student, and how good are they if we compare them with the Indonesian native English teacher. This research was made to analyze how well the native English teacher can give influence to the students specifically Darma Persada University students that majoring in English Literature and in English Department. This research will show is hiring Native English teacher is a good idea or it isn’t. Key words: native, English, teacher, research, English Department
1. PENDAHULUAN Bahasa Inggris di era yang serba modern ini berkembang menjadi bahasa wajib yang harus dikuasai oleh masyrakat di berbagai negara termasuk di Indonesia. Hampir setiap lembaga pendidikan baik yang formal maupun informal dari mulai sekolah sampai tingkat universitas selalu meningkatkan kualitas institusi mereka dengan adanya pelajaran bahasa Inggris, ataupun jurusan bahasa inggris baik itu sastra Inggris ataupun pendidikan bahasa Inggris. Beberapa membuat perbedaan dalam institusinya dengan mendatangkan langsung pengajar asing dari negara Inggris atau lebih dikenal dengan native speaker. Di universitas Darma Persada native Teacher mulai diadakan sejak tahun 2008 dengan tujuan untuk meningkatkan mutu pendidikan. Native Teacher didatangan dengan tujuan agar mahasiswa lebih berani untuk mengimprovisasi diri dan Native Teacher didatangan dengan berbagai alasan dari mulai meningkatkan kualitas pendidikan sampai ingin menaikan prestisi dari institusinya karena dianggap pengajar asing
~ 153 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
terlihat lebih meyakinkan dibandingkan dengan dosen atau guru bahasa inggris local atau sorang indonesia. Tapi pada dasarnya mahasiswa dan siswalah yang tahu efek dan poengaruh dari pengajar asing atau native speaker ini sendiri. Apakah native Teacher mampu meningkatkan kualitas dan kemampuan para mahasiswa atau tidak itu bisa dibuktikan lewat penelitian yang akan saya lakukan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia cara diartikan sebagai jalan, aturan, sistem yang dilakukan seseorang untuk berbuat sesuatu. Setiap orang mempunyai cara yang berbedabeda satu sama lain dalam mengekspresikan kemampuannya karena cara merupakan karakter dari pemiliknya, yang dalam hal ini adalah cara yang digunakan oleh seorang pengajar (dosen). Di dalam masyarakat modern, proses pengajaran dan pembelajaran diuruskan dengan cara yang lebih sistematik terutamanya dalam kaedah pengajaran dan pembelajaran. Tanpa proses pengajaran yang sistematik, pengajaran dan pembelajaran berkesan tidak mungkin dapat dilaksanakan. Menurut Khalid (1993), pembelajaran berkesan bermakna satu usaha yang teratur, bersistem, tertib serta optimum yang menyatu padukan dan memanfaatkan semua komponen pembelajaran untuk mendapatkan hasil yang baik.
2. PERUMUSAN MASALAH Dari latar belakang masalah diatas maka saya merumuskan masalah yang akan saya analisis adalah: -
Apakah terdapat pengaruh dosen native teacher terhadap dalam meningkatkan kemampuan mahasiswa memahami novel atau text berbahasa Inggris?
3. TINJAUAN PUSTAKA Teori Universal Grammar Chomsky tersebut diatas muncul istilah competence dan performance. Chomsky (1960) mengatakan bahwa: “Competence: What we know - Our deep structure - What we are capable of doing while Performance: What we show - Our surface structure - What we do” (Elliot, 1996:7-9). Dalam pengertian lain bisa juga dikatakan bahwa yang disebut dengan kompetensi adalah proses penguasaan tata bahasa yang berlangsung secara tidak disadari, sedangkan performasi merupakan kemampuan memahami dan melahirkan atau menerbitkan kalimat-kalimat baru (Chaer, 2003:167). Sehingga ketika seseorang memiliki kompetensi berbahasa yang baik dan benar maka sudah bisa dipastikan
~ 154 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
orang tersebut akan sukses dalam performasinya (spoken&written language), kecuali orang tersebut mengalami language disorders seperti dyslexia dan aphasia.
b. Teori Mengajar Tyson dan carol (1970) mengemukakan bahwa mengajar adalah a way working with students, a process of interaction, the teacher does something to student, the students do something in return. Dari defines tersebut tergambar bahwa mengajar adalah sebuah cara dan sebuah proses hubungan timbal balik anntara siswa dan guru yang sama-sama aktif melakukan kegiatan. Teori adalah seperangkat azaz yang tersusun tentang kejadian-kejadian tertentu dalam dunia nyata dinyatakan oleh McKeachie dalam Grendel 1991: 5 (Hamzah Uno, 2006:4). Sedangkan Hamzah (2003:26) menyatakan bahwa teori merupakan seperangkat preposisi yang di dalamnya memuat tentang ide, konsep, prosedur dan prinsip yang terdiri dari satu atau lebih variable yang saling berhubungan satu sama lainnya dan dapat dipelajari, dianalisis dan diuji serta dibuktikan kebenarannya. Dari dua pendapat diatas teori adalah seperangkat azaz tentang kejadian-kejadian yang didalamnnya memuat ide, konsep, prosedur dan prinsip yang dapat dipelajari, dianalisis dan diuji kebenarannya. Salah satu Metode pembelajaran yang efektif adalah ceramah adalah penerangan secara lisan atas bahan pembelajaran kepada sekelompok pendengar untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu dalam jumlah yang relatif besar. Seperti ditunjukkan oleh Mc Leish (1976), melalui ceramah, dapat dicapai beberapa tujuan. Dengan metode ceramah, guru dapat mendorong timbulnya inspirasi bagi pendengarnya. Gage dan Berliner (1981:457), menyatakan metode ceramah cocok untuk digunakan dalam pembelajaran dengan ciri-ciri tertentu. Ceramah cocok untuk penyampaian bahan belajar yang berupa informasi dan jika bahan belajar tersebut sukar didapatkan.
4. TUJUAN PENELITIAN Berdasarkan rumusan masalah diatas, saya bertujuan menganalisis dan menunjukan bahwa judul yang tepat untuk penelitian ini Pengaruh Dosen Native Teacher dalam meningkatkan kemampuan mahasiswa memahami Novel atau text berbahasa Inggris (penelitian terhadap mahasiswa tingkat V dan VII program studi sastra Inggris UNSADA)
~ 155 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
Untuk mencapai tujuan ini saya akan melakukan tahapan-tahapan dan sejumlah penelitian sebagai berikut : -
Membuktikan apakah terdapat pengaruh dosen native teacher terhadap dalam meningkatkan kemampuan mahasiswa memahami novel atau text berbahasa Inggris?
5. METODOLOGI PENELITIAN Dalam penelitian kali ini yang akan menjadi respondennya adalah mahasiswa UNSADA jurusan sastra Inggris semester V dan VII kelas pagi dan malam yang jika di total jumlahnya menjadi 45 sampai 50 orang. Jika menggunakan purposive sampling saya akan mencoba memaksimalkan semua responden untuk membuktikan penelitian yang saya lakukan ini. Pada penelitian ini saya memfocuskan penelitian saya pada jenis penelitian PretestPosttest Control Group Design Dalam desain ini terdapat dua kelompok yang dipilih secara acak/random, kemudian diberi pretest untuk mengetahui keadaan awal adakah perbedaan antara kelompok eksperimen dan kelompok control dimana para mahasiswa dievaluasi dan di teliti secara kelompok dalam ruang lingkup yang terkendali Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode eksperimen. Adapun analisis yang dilakukan adalah dengan membandingkan keadaan sebelum dan sesudah diberikan perlakuan berupa dosen native. Dari hasil perbandingan ini nantinya akan dianalisis ada tidaknya perbedaan yang signifikan motivasi belajar mahasiswa sebelum dan sesudah diajar oleh dosen native. Dalam hal ini ada kelompok eksperimen dan kelompok control. Ada pun paradigma dari penelitian ini dapat dilihat sebagai berikut.
O1
X
O2
Berdasarkan gambar tersebut dapat diberikan penjelasan sebagai berikut. Eksperimen dilakukan dengan membandingkan hasil observasi O1 dan O2. O1 adalah skor motivasi belajar mahasiswa sebelum diajar oleh dosen native, sedangkan O2 adalah skor motivasi belajar mahasiswa setelah diajar oleh dosen native. Efektivitas dosen native diukur dengan cara membandingkan antara skor O2 dengan O1. Bilai skor O2 lebih besar daripada O1, maka keberadaan dosen native tersebut efektif.
~ 156 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
6. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Deskripsi Data Deskripsi data merupakan gambaran kondisi variabel berdasarkan data penelitian yang telah terkumpul. Dalam penelitian ini data yang dimaksud adalah kondisi motivasi belajar mahasiswa sebelum dan setelah diajar oleh dosen native speaker, sebagaimana tujuan dilakukannya penelitian. Kondisi variabel yang dimaksud dilakukan untuk mengetahui kecenderungan jawaban responden yang meliputi rentangan data, rata-rata, median, modus dan standar deviasi. Tabel 4.1 berikut ini ditampilkan deskripsi statistik dari hasil perhitungan dan pengujian yang dilakukan dengan bantuan komputer melalui program aplikasi SPSS 15., serta analisis dan intepretasinya.
Tabel 4.1. Deskripsi Data Penelitian Statistics
N Mean Median Mode St d. Dev iation Variance Minimum Maxim um Sum
Valid Missing
Motiv asi Sebelum Diajar Dosen Nativ e 58 0 52.2241 40.0000 40.00 18.34852 336.668 40.00 86.00 3029.00
Motiv asi Setelah Diajar Dosen Nat iv e 58 0 78.7069 86.0000 86.00 11.03584 121.790 62.00 91.00 4565.00
1. Analisis Data Motivasi Mahasiswa Sebelum Diajar oleh Dosen Native Speaker Skor motivasi belajar mahasiswa sebelum diajar oleh dosen native speaker yang diperoleh dari para responden mempunyai rata-rata 52,22 dengan simpangan baku 18,35; median 40,00; modus 40,00; skor minimum 40,00 dan skor maksimum 86,00. Banyaknya butir pernyataan dalam instrumen ini adalah 20 butir dengan skor maksimum tiap butir pertanyaan adalah 5, maka skor rata-rata tiap pernyataan adalah 2,611 atau 52,22%, hal ini menunjukkan bahwa rata-rata motivasi belajar mahasiswa berada ditengah-tengah (tergolong sedang). Gambaran ini menunjukkan bahwa motivasi belajar mahasiswa biasa-biasa saja. Skor simpangan baku 18,35 atau sama dengan 35,14% dari rata-rata, menunjukkan perbedaan jawaban antar responden termasuk besar. Hal ini menunjukkan bahwa data skor
~ 157 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
motivasi belajar mahasiswa dari responden banyak beragam. Dengan kata lain ada mahasiswa yang memiliki skor tinggi dan ada juga mahasiswa yang memiliki skor yang rendah. Berdasarkan analisis deskrpitive, nilai terendah (40,00) berjumlah 38 responden (65,5%). Sementara itu nilai tertinggi (86,00) berjumlah 11 responden (19,00%) dan sisanya, skor 62,00 berjumlah 4 responden (6,9%) dan 63,00 berjumlah 5 responden (8,6%). Selanjutnya, untuk lebih jelas dalam menggambarkan rentangan data yang ada mengenai variabel minat belajar siswa dapat dilihat dalam tabel sebagai berikut.
Motivasi Sebelum Diajar Dosen Native 40
Frequency
30
20
10
0 40.00 50.00 60.00 70.00 80.00 90.00
Motivasi Sebelum Diajar Dosen Native
Mean =52.22 Std. Dev. =18.349 N =58
Gambar 1. Histogram Dan Polygon Data Motivasi Belajar Sebelum Diajar Dosen Native
6.2 Analisis Data Motivasi Mahasiswa Setelah Diajar oleh Dosen Native Speaker Skor motivasi belajar mahasiswa setelah diajar oleh dosen native speaker yang diperoleh dari para responden mempunyai rata-rata 78,71 dengan simpangan baku 11,04; median 86,00; modus 86,00; skor minimum 62,00 dan skor maksimum 91,00. Banyaknya butir
~ 158 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
pernyataan dalam instrumen ini adalah 20 butir dengan skor maksimum tiap butir pertanyaan adalah 5, maka skor rata-rata tiap pernyataan adalah 3,94 atau 78,71%, hal ini menunjukkan bahwa rata-rata motivasi belajar mahasiswa tergolong baik. Gambaran ini menunjukkan bahwa motivasi belajar mahasiswa mengalami peningkatan setelah diajar oleh dosen native. Skor simpangan baku 11,04 atau sama dengan 7,13% dari rata-rata, menunjukkan perbedaan jawaban antar responden tidak banyak beragam. Jika ditinjau berdasarkan deskripsi data, jawaban mahasiswa terfokus di angka 86,00 yakni sebanyak 37 mahasiswa (63,8%). Sementara itu, skor terendah adalah sebesar 62,00 dengan jumlah 10 mahasiswa (17,2%). Skor tertinggi sebesar 91,00 sebanyak 1 mahasiswa 91,7%). Selanjutnya, untuk lebih jelas dalam menggambarkan rentangan data yang ada mengenai variabel minat belajar siswa dapat dilihat dalam tabel sebagai berikut.
Motivasi Setelah Diajar Dosen Native 40
Frequency
30
20
10
0 60.00
70.00
80.00
90.00
Mean =78.71 Std. Dev. 100.00 =11.036 N =58
Motivasi Setelah Diajar Dosen Native
Gambar 2 Histogram Dan Polygon Data Motivasi Belajar Setelah Diajar Dosen Native
~ 159 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
b. Pengujian Hipotesis Penelitian Pengujian hipotesis dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan analisis one sample t test. Uji ini digunakan untuk mengetahui perbedaan nilai rata-rata populasi yang digunakan sebagai pembanding dengan rata-rata sebuah sampel. Dari hasil uji ini akan diketahui apakah rata-rata populasi yang digunakan sebagai pembanding berbeda secara signifikan dengan rata-rata sebuah sampel, jika ada perbedaan, rata-rata manakah yang lebih tinggi. Dengan menggunakan program SPSS diperoleh hasil sebagai berikut. Tabel. Hasil One Sample T Test One-Sample Statistics N Motiv asi Setelah Diajar Dosen Nativ e
Mean 58
78.7069
Std. Dev iation
Std. Error Mean
11.03584
1.44908
One-Sample Test Test Value = 52.22
t Motivasi Setelah Diajar Dosen Native
18.278
df
Sig. (2-tailed)
Mean Diff erence
.000
26.48690
57
95% Confidence Interv al of the Diff erence Lower Upper 23.5852
29.3886
Langkah-langkah pengujian sebagai berikut:
1. Menentukan Hipotesis Ho :
Rata-rata motivasi belajar mahasiswa setelah diajar oleh dosen native tidak berbeda dengan motivasi belajar mahasiswa sebelum diajar oleh dosen native.
Ha :
Rata-rata motivasi belajar mahasiswa setelah diajar oleh dosen native berbeda dengan motivasi belajar mahasiswa sebelum diajar oleh dosen native.
2. Menentukan tingkat signifikansi Pengujian menggunakan uji dua sisi dengan tingkat signifikansi
= 5%. Tingkat
signifikansi dalam hal ini berarti kita mengambil risiko salah dalam mengambil keputusan untuk menolak hipotesis yang benar sebanyak-banyaknya 5% (signifikansi 5% atau 0,05 adalah ukuran standar yang sering digunakan dalam penelitian).
~ 160 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
3. Menentukan t hitung Dari tabel di atas didapat nilai t hitung adalah 18,278
4. Menentukan t tabel Tabel distribusi t dicari pada
= 5% : 2 = 2,5% (uji 2 sisi) dengan derajat kebebasan
(df) n-1 atau 58-1 = 57. Dengan pengujian 2 sisi (signifikansi = 0,025) hasil diperoleh untuk t tabel sebesar 2,00. atau dapat dicari di Ms Excel dengan cara pada cell kosong ketik =tinv(0.05,57) lalu enter.
5. Kriteria Pengujian Ho diterima dan Ha ditolak jika -t tabel < t hitung < t tabel Ho ditolak dan Ha diterima jika -t hitung < -t tabel atau t hitung > t tabel Berdasar probabilitas: Ho diterima jika P value > 0,05 Ho ditolak jika P value < 0,05
6. Membandingkan t hitung dengan t tabel dan probabilitas Nilai t hitung > t tabel (18,278 > 2,00) dan P value (0,000 < 0,05) maka Ho ditolak
7. KESIMPULAN Setelah melakukan research lewat angket dan menganalisa hasilnya maka dapat saya simpulkan bahwa terbukti adanya pengaruh dosen native English teacher terhadap motivasi mahasiswa dalam berbicara bahasa inggris. Dosen native English teacher memberikn pengaruh yang sangat besar terhadap keberanian mahasiswa untuk mencoba menunjukan seberapa baik vocabulary mereka dalam bahasa Inggris lalu mereka beranikan diri untuk mempraktikannya langsung berbicara dengan native English teacher. Karena nilai t hitung > t tabel (18,278> 2,00) dan P value (0,000 < 0,05) maka Ho ditolak, artinya bahwa rata-rata motivasi belajar mahasiswa setelah diajar oleh dosen native berbeda dengan motivasi belajar sebelum diajar oleh dosen native. Hasil t hitung positif menunjukkan bahwa motivasi belajar mahasiswa setelah diajar oleh dosen native lebih tinggi secara signifikan dibandingkan sebelum diajar oleh dosen native.
~ 161 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
Berdasarkan hasil perhitungan uji hipotesis di atas maka dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan motivasi belajar mahasiswa sebelum dan setelah diajar oleh dosen native. Motivasi belajar mahasiswa setelah diajar oleh dosen native (78,71) lebih tinggi dibandingkan sebelum diajar oleh dosen native (52,22).
DAFTAR PUSTAKA
Brown, H.Douglas. 2000. Principles of Language Learning and Teaching. New York: Addison Wesley Longman. Jeremy harmer. 1998. How to Teach English. Pearson longman. Herudjati ,Purwoko. 2000. Penelitian Tindak Kelas Dalam Bahasa Inggris. INDEKS John, Willy. 2000. Collin cobult students dictionary. Target press. Prof. Sugiono. 2008. Metode penelitian pendidikan. ALFABETA. Sri Esti Wuryani Djiwandono. 2006. Psikologi Pendidikan, GRASINDO. Richards, Jack C and Theodore S. Rodger. 2001. Approaches and Methods in Language Teaching. UK: Cambridge University Press.
Sumber dari Internet
Doff, A. Web Only Chapter: Drills, Dialogues, and Role Plays taken from www.press.umich.edu.pdf/0472032038-web.pdf.2008 Gay,
Greg
R
Conceptual
Tempo
and
Learning
Disability.
Taken
from
http://www.unt.edu/honors/eaglefeather/2005 Issue/Marks3.shmtl. http://balitbangdiklat.kemenag.go.id/indeks/jurnal-kediklatan/511-pengajaran-readingmembaca-melalui-pendekatan-konstruktivisme-sebagai-sebuah-alternatif.html
~ 162 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
PATRIARCHAL SOCIETY AND THE SELF- PERCEPTION OF INDONESIAN WOMEN Albertine Minderop English Department, Faculty of Letters, University of Darma Persada ABSTRAK Tujuan disusunnya penelitian ini untuk menunjukkan terdapat keterkaitan antara masyarakat Indonesia yang patriarkal dengan persepsi diri perempuan Indonesia. Metode penelitian yang digunakan adalah paradigma kualitatif. Data yang menunjang penelitian ini adalah beberapa literatur yang relevan dengan topik penelitian. Model penelitian adalah menginterpretasi dan menganalisis data dengan menggunakan konsep-konsep terkait. Hasil dari pembahasan ditemukan bahwa patriarchal society terbentuk karena adanya male’s self- perception dan female’s self-perception yang hadir karena pengaruh budaya yang turun-temurun dan ajaran agama. Akibat dari self-perception ini memunculkan gender inequality dan gender role antara pria dan wanita yang kadang-kadang bisa diterima dan bisa ditolak oleh beberapa kelompok masyarakat perempuan. Mereka yang menerima kondisi ini karena mereka memiliki self-perception tertentu dengan alasan sudah merupakan tradisi. Demikian pula dengan mereka yang menolaknya dengan alasan independensi. Namun demikian, banyak perempuan tidak mempermasalahkan patriarchal society, gender inequality, atau gender role karena fungsi perempuan sebagai ibu rumah tangga atau wanita karir tetap mulia. Kata kunci: patriarchal society, self-perception, gender inequality, gender role.
I.
INTRODUCTION Patriarchal society such as Indonesia, means patriarch controls a monopoly or dominance
system of decision-making at every level of government and power. Belief system that legitimizes patriarch is male dominance and gender discrimination (Hubeis, 2010:4). According to Kate Millett (1934-) patriarch is created by men and as the culture of men (biological mother, family based on marriage and heterosexual). According to Bouchier (1983) marriage is “the institutional source of the real exploitation” (Jones, 2009: 131). As sexual relationships between men and women should be in the form of an official marriage, then for the Indonesian people, marriage is officially the relationship between men and women and generally acceptable. Especially for women, official marriage put women more respectable, both according to religion, culture and society. The condition of most women in Indonesia are highly influenced by the teachings of traditions, cultural values, and customs, then this experience is attached to the heartstrings
~ 163 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
of many Indonesian women, so that this perception affects their view of themselves. This self-perception is of course affect their behavior. If they do not behave in accordance with local practice, then they will have trouble being as individuals, as family members, and as members of society. Dr. Abdul Rahman in his book Social Psychology - Perception: Understanding Ourselves (2013), quoting from Leary, McDonald and Tangney (2003) explained the concept of self. Self is the completeness of psychological self-reflection that is possible to affect the experience of consciousness which underlies all kinds of perceptions, beliefs and feelings about themselves that allows ones to regulate their behavior (page 46). Perception is the meaning of the stimulus. As a process, perception always requires an object. The object of perception is very diverse, one of which is the self. As the object of perception, the self is not a single object, but the object that has aspects that are very complex. Aspects of the self can be categorized into four aspects: physical, psychological, sociocultural, and spiritual (Dr. Abdul Rahman, 2013: 48). According to the etiquette of Indonesian People, Indonesians are known for their attitudes; they are very polite and courteous and do not like to offend others. They are always trying to make others feel good. Indonesian people respect older people, and Indonesian women are accustomed to respect their husbands because of tradition and religion, especially in Islam. In addition to respect for elders and their husbands, Indonesians respect for others also based on status and aristocracy. How to talk and how to dress even be a concern. Speaking softly but clear with somewhat subdued tone is recommended, speaking too loud are considered rude, especially for women. Women who talk too much and use the irreverent vocabulary are unwelcome, especially those who like to argue. Thus, women are required to perform a smooth manner, gentle, and courteous. In the tradition of people like this, it is difficult for most Indonesian women to argue in order to maintain their principles in a variety of ways. As a result, they live with passivity, resignation, and do not have the courage to change the conditions.
A. The Objective Of Research The purpose of this study begins with a research question: is there any relation between the patriarchal society and the self-perception of Indonesian women? Based on the research
~ 164 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
question, the objective of this research is to show that there is a relation between patriarchal society and self-perception of Indonesian women.
B. Reading Review
1.
The Stereotype of Gender Values According to Hubeis, (2010), women in Indonesia and other countries in the world has
always connoted as a creature that is gentle and emotional so it needs to be protected; whereas men as gallant figure and protector. As a result, women have been socialized since childhood to perform domestic tasks - housekeeping, child care, and serve their husband. Men are socialized to perform the role of a universal (public), protect and provide the need for their family. As a result, occurred asymmetrical relations, women do the monotonous job and men do the dynamic work and ultimately the situation happens that women serve men; and men are to protect anyone female (pp.72). Because women take care of the household and serving families, then the clock work of women is very long, ranging sunrise to sunset (sunset father's eyes) (pp. 73).
2.
The Role of Gender Inequality Thus, there needs to be a re-perception and re-image refers to a recognition that a man or
woman as a figure of a human being is equal in terms of responsibility to the family and also the ability to perform outside the home. According to statistics, the population of women is larger than men, so a disregard for the potential they represent a waste of human potential strategic resources. Development planning needs to provide opportunities for women to work outside the home as a productive strategic potential workforce. Development planning by involving the role of women in the harmonious relationship of equality with men requires a gender approach that puts women equally, have the right, the position and the opportunity to participate equally (pp. 74-75). To change the image of women is not easy and requires socialization of value that must be started from the concern of the holders of power, that in fact, they are generally men. The man argued as the head of the family (the bread winner of the family) that need to be given privileged comfort and outside the home as earner needs to be served on arrival at home.
~ 165 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
Based on Hubeis’ argue, my study is to find out the relation between patriarchal society and self-perception of Indonesian women.
C.
The Method Of Research Based on the objective of the research, this research is being conducted in qualitative
paradigm. Qualitative research conducted with the aim of simplifying and organizing data in accordance with the discussion contained in the research objectives (Creswell, 1994: 2123). I will use some literatures relating to this topic. The model of research is analysis/interpretation of data through related literatures; they are: books, journals, articles, research papers from previous researchers by using content analysis. I will analyze the data that I collected from the primary source – Hubeis (2010), and as secondary sources I use some reference relating to this topic. To analyze the data I use some appropriate theories and concepts. The Benefit Of The Research The result of this research is to show that there is a relation between patriarchal society and self-perception of Indonesian women. This research is also expected to provide an idea of the condition of women in Indonesia and the barriers they face in the effort to develop their skills to participate in the development.
II. RESULT AND DISCUSSION The relations between patriarchal society and women are very influential to women’s self-perception. The perception of one's self can be derived from herself or from outside. The influence in this context can be either positive or negative impact. When the influence gives a positive impact, then women have a positive perception about them; but if it is a negative influence, it can be detrimental to women's perceptions of women's lives further. Woman's perception is her influence on her role as an individual, as a family member, and as a member of society.
A. Patriarchal Society In Indonesia Patriarchal Society occurs in most societies in the world, including in Indonesia. According to Kate Millett (1934 -), quoted by Hubeis (2010), patriarchal societies due to male domination and discrimination against women. Patriarch is created by men and as the culture of men (biological mother, family based on marriage and heterosexual).
~ 166 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
1. Male’s Self Perception Most people believe that between women and men are not equal. In this case, men often find themselves more superior than women. The most significant difference is physical. Accoridng to Dr. Abdul Rahman (2013), perception is the meaning of the stimulus. As a process, perception always requires an object. The object of perception is very diverse, one of which is the self. As the object of perception, the self is not a single object, but the object that has aspects that are very complex. Aspects of the self can be categorized into four aspects: physical, psychological, socio-cultural, and spiritual (pp. 48). Perceptions related to self-concept as stated below. Physically, of course men are stronger than women. From this difference can lead to a lot of tasks that men can do and women can not. However, in terms of psychological, sociological, socio-cultural, and spiritual aspects is not necessarily so. From this view comes the concept of gender. Hubeis (2010) says that gender is a social construction which refers to differences in the nature of women and men are not based on biological differences, but the socio-cultural values that define the role of women and men in personal life and in every area of society that produce gender roles. Gender refers to the relationship between women and men as well as the manner and process of implementation of gender is constructed in society (pp. 79). With respect to gender roles, the roles of men and women clearly divided. The man or the husband has a role as family protector, breadwinner for the family, responsible for the lives of all family members, and are in the public space. Thus, a man or a husband worthy of being the head of the family. As the head of the family, they have a special place in the family with obtaining special treatment. They should be well served by their wife and they expect harmonious conditions and happy home. Child's growth and education is the responsibility of the wife. Thus, it is not impossible if the wife’s task is just to take care of housekeeping. Because of the position of the husband who is responsible for all members of the family, sometimes they feel reasonable when all the decisions in the household and the family set out by husband. Even personal issues involving his wife and child rights become husband authority to assign. Moreover, the problem of education and employment opportunities are preferred to boys. Appropriate gender roles for men and women distinguished and determined and valued by a particular community. Male employment leads to more productive jobs, better paid, more prestigious, more organized and be counted in national statistics.
~ 167 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
2. Perceptions of Men Against Women Based on the above, it is a common view that man is essentially a man in many ways has many advantages compared to women. Men’s duty is to protect women, wives, family, mother, and others bacause women are not as strong as men in many ways. Thus, the home is suitable for women; they take care of housekeeping and family; while men on duty outside the home to earn a living. Thus, it is not surprising that many husbands forbid their wives to work outside their house, except for some reason. For example, economic problems or because the wife has a high enough education so that she becomes a career woman. However, many wives accept the rules laid down by the husband even if they are educated enough and be able to work outside because of their obedience to husband. Compliance is not spared from the Patriarchal culture.
B. The Self Perception Of Indonesian Women Self concept is how a woman or a man, to feel himself as the "What" and Who ". The reflection is influenced by interactions with themselves and outsiders (family and community). Various studies in the field of communication indicates the difference between self-concept in women and men. Women are more oriented towards self-image in the assessment; while men in social comparison. It depends also on the role played by women (pp. 69). Society's perception of women, not only limited to the perception of men, but also the perception of society in general that has been embedded in their minds and have lasted throughout the history of life. We can see how the perception of women about themselves. It is not surprising if there are women or wives who can not express their views and ideas within the family, especially in making decision. Of course, this perception of women do not occur in Indonesian society in general, but there are still women who suffer from this condition. As a result of the patriarchal society, women, wives, and daughters always under the control of the dominant ones. They are not only the dominant male or a husband, but also other women who support the principle of patriarchal society. They think so, because it is a cultural patriarchal values that applicable in some communities in Indonesia. Women's perceptions of themselves shaped by the existence of patriarchal society and supported by agreed cultural values .
~ 168 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
For example, the general consensus for the role of a mother is caring for the children and a family is still alive. These two roles in relation to a series of behavioral consequences and social values. If deemed inappropriate, such as the mother does not treat the children or father does not support the family, then society will give social sanction, like “mom and dad are not responsible” (pp. 81). According to the biological reference, the difference between male and female roles is given and can not be changed, such as: women menstruate, have pregnancy and uterus. According to the role differences between men and women, these all is a reflection of the socially constructed and not nature, therefore can be changed, for example, women and men should work. Reference biological and social learning does not have a clear dividing line (pp. 89).
1. Some Women "Accept" Gender Inequality Gender inequality is a timeless topic in most regions of the world, but it is not surprising if a lot of women or wife or daughter can understand this situation. The reason, they have been taught about the culture during their life time. Hubeis argue, women's work is more on domestic and reproductive work, not paid, seasonal, part-time, are not recognized, routine and monotonous. Gender inequality is compounded by the following: a. Powerlessness of women in action to gain gender equality. This helplessness caused by many things, such as the inability of women relating to the tradition and culture, education, opportunity, and others. b. Lack of appreciation of the workload of women with non-availability of work dimensions that can encapsulate a wide range of activities that can not always be converted in units of currency values. Indeed, the task of the women in the household is quite heavy. She must manage all the needs of the family members, manage finances, taking care of family’s good health, educational success for children, mental development of children, so that later they become useful for society and the state; and the most important task is the responsibility of family harmony. c. The work of women in the household are considered liabilities and invisible in nation building. A famous English writer, Henrik Ibsen says in his play entitled The Pillar of Community that women are indeed the pillars of community. This means that good or bad of a community lies in the presence of women. This expression means women should behave and give good example to all members of the family, especially to the children, so that the family can create a generation that benefit for people and the environment. Women workers are required to remain a role in the domestic sphere, in
~ 169 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
addition to the public realm, they run the dual roles. d. Background of patriarchal and hierarchical cultural values that have been embedded and entrenched in the community. Issues of cultural values that are deeply rooted in the community is not easy to be reconsidered. Attempts to change the values of culture can be considered a social offense and could even be considered sinful especially when associated with religious teachings. Therefore, only certain and very independent women who dared to oppose this tradition. In the present era, there are many women that lead to this view, they are sometimes called ‘modern women’. e. Subjective interpretation of religious values also subordinating women about sex roles, strengthening covert oppression continues from generation to generation (pp. 78). The debate on the problem of understanding the religious teachings about the position of women endlessly discussed all the time. There are women who have their own views on this debate, but there are also women who completely accept the teachings of the wrong understanding of religion by reason of fear considered sinful. Women in Indonesia and other countries in the world has always connoted as a creature that is gentle and emotional so they need to be protected; whereas men as gallant figure and protector. As a result, women have been socialized since childhood to perform domestic tasks housekeeping, child care, and serve husband and father. While men are socialized to perform the role of a universal (public), protect and provide for the family. The result is an asymmetrical relation, monotonous work and very long time that women do. Men do the dynamic work. Ultimately happen the situation that put women serve men and men to protect women.
2. Receiving Roles That Defined By People Universally, (Hubeis, 2010) gender roles for women were classified into three principal roles: reproductive (domestic), productive (public) and social roles (community). The role is a dynamic aspect of a status that has been patterned and being around certain rights and obligations (pp. 81). a. The role associated with the status of a person in a particular group or a particular social situation that is influenced by a set of other people's expectations of behavior that should be displayed by the person concerned. There are many women who do not dare to break with tradition that is inherent in the Community because they fear a negative view of society and they are also afraid criticized and isolated. b. The implementation of a role is influenced by the image that is to be developed by someone.
~ 170 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
Thus, the role of culture is the overall pattern that is associated with the status of the individual concerned. c. Assessment of the performance of a role it comes to good and bad, high and low, and a little or a lot. Gender roles imposed on a person or group of people in a society is determined by their situation as women and or men who have covered aspects of assessment. In Indonesia this universal role is agreed by the majority of women in Indonesia. They generally live in rural areas and those who living in cities, for some reasons they do not mind accepting this role. a. The role of reproductive (domestic) is the role played by a person to maintain human resource, which takes care of the household (food, health, education, etc.). The role of educated women or those who are not educated, or economically rich or poor are not objected to the role of a housewife with a variety of reasons. b. Productive Role: regarding jobs that produce goods and services for consumption and commercial use (farmers, fishermen, consultants, services, business, and entrepreneurship). This role can be done by men and women to obtain the reward. c. Public services are conducted by volunteers and are usually done by women. For examples: helping health care for aging and children, preparing the food for the social events.
III. CONCLUSION Patriarchal society can be accepted by most women in Indonesia because it has become a cultural value and religious teaching that is passed down from generation to generation. However, that does not mean women or wives absolutely should not be making decisions for the household affairs. There are so many housewives who can make decisions and this would help her husband whose primary task is to make a living. As long as the household and all its interests can be discussed by all members of the family and agreed upon, it is not a problem. Wheteher self-perception of women make them feel inferior or problematic, depending on how women perceive it. Relating to the role of women, then their role as housewives or those who work outside the home, both places put women in a place of honor. In my opinion this cultural acceptance can make some women may feel comfortable with their position as housewives who do not bother to make a living outside the home, as long as the husband can meet the needs of the household. With a lot of time taking care of and educating children and serving their husband, can make them totally responsible for domestic affairs. For husband whose wife stays at home will be happier bercause domestic
~ 171 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
affairs can be handled completely by his wife. Even children feel more protected because they can be continuously monitored by the mother. However, there are some wives, especially those living in cities, have enough education, and want to help support the family, would be more fun for them if they can work outside the home. Usually the management of household of career woman turned over to parents, close relatives, or to the housekeeper. When children are able to take care of themselves, sometimes a household does not need the help of others, because all the homework can be done by all members of the family even though the husband and wife work outside the home. All the problem lies in the shared commitment. The difficulty arises when the wife is not able and not allowed to work outside for living, while the husband cannot meet the needs of the household. Similarly, the wife who is able to work outside the home for the needs of the household, but she is not allowed by her husband for various reasons, while the husband cannot meet the needs of the household, she will be very upset. In conclusion, the problem of patriarchal culture and perception of women about her, lies in the collective agreement between husbands, wives, and even children. All family members should understand the importance of which should come first, and no family members feel aggrieved on the aggrement.
BIBLIOGRAPHY Ari Ujianto (editor). (2010). The Identity Of Indonesian Women (translated). Depok: Desantara Foundation. Creswell, John W. (1994). Research Design - Qualitative and Quantitative Approaches. California 91320: Sage Publication. Davis, Miranda (ed). (1994). Women and Violence. New Jersey: Zed Book Limited. Hubeis, Aida Vitalaya S, (2010). Pemberdayaan Perempuan Dari Masa Ke Masa, Cetakan Kedua. Bogor: PT Penerbit IPB Press. Jones, Pip. (2009). Introducing Social Theory. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Simanjuntak, Bungaran Antonius. (2013). Harmonious Family. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.
~ 172 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
Ari Ujiantodan Muhammad Nurkhoiron(ed.) (2010). Identitas Perempuan Indonesia, Status Pergeseran Relasi Gender, dan Perjuangan Ekonomi Politik, Depok: Desantara Foundation. Husain Haikal, Prof. Dr.,MA. (2012). Wanita Dalam Pembinaan Karakter Bangsa, Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Saparinah Sadli, Prof. Dr. (2010). Berbeda Tapi Setara – Pemikirian tentang Kajian Perempuan. Jakarta: Kompas Media Nusantara. Schultz, Duane, D. (1991). Growth Personality – the Secrets of Leadership (trans). Yogyakarta: Kanisius. Jugianti G. Isa Kayoga. (2011). Ibu Perkasa, Dari Dapur ke Hak Perempuan dan Aktualisasi Diri. Jakarta: Kata Hasta Pustaka.
~ 173 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
~ 174 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
PENGARUH SISTEM FONOLOGI BAHASA PERTAMA TERHADAP PEMBELAJARAN BAHASA KEDUA: STUDI KASUS PADA PENUTUR BAHASA JEPANG Apriliya Dwi Prihatiningtyas, Santi Prahmanati Mardikarno Fakultas Sastra, Universitas Darma Persada
[email protected],
[email protected] ABSTRACT Learning a second language or other language after the first language acquisition can cause many problems. The issue arises because of differences in the system of grammatical or phonological system may be quite significant compared to the first language. In Japanese native speakers who learn Indonesian as a second language found that they have many problems in phonological factors, while the grammatical factor hardly find any problems. Once examined, the findings indicate that the sounds of the dominant Indonesian indistinguishable in pronunciation are [ǝ] and [u], [r] and [l], nasal sounds such as [n], [m], [ŋ], [n], and a sound approximation [h] followed by the vowel [u]. In addition to hard to distinguish the pronunciation of sounds, also found difficulty in pronouncing condition Indonesian syllable patterns, i.e. VKK, KKV, KKVK, KKVKK, KKKV, and KKKVK. In this study proved that the Japanese speakers are difficult to pronounce the sounds of the unexpected and difficult is to distinguish the pronunciation. Testing is done by trying to map phonological contrasts Japanese with Indonesian and Japanese syllable patterns contrasted with the Indonesian language support. Based on the result, conducted field trials to test the pronunciation of a set of words that contain the sounds that unexpected and unpredictable to Japanese native speakers who learn Indonesian language. Results are expected to be used as a guidance to teachers in teaching the structure of Indonesian pronunciation to Japanese native speakers. Keywords: phonological system, first language, syllable patterns, sounds of language, pronunciation.
1. PENDAHULUAN Dalam pembelajaran Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Asing ditemukan kondisi bahwa penutur bahasa Jepang sulit melafalkan bunyi-bunyi tertentu bahasa Indonesia. Setelah dicermati, bunyi-bunyi yang dominan sulit diucapkan adalah [ӗ] dan [u], [r] dan [l], bunyibunyi nasal seperti [n], [m], [ŋ], [ň], dan bunyi hampiran [h]. Mereka sulit membedakan bunyi-bunyi tersebut sehingga seringkali terjadi kesalahpahaman dan ketidakakuratan dalam melafalkan bunyi-bunyi bahasa Indonesia. Selain itu, mereka hampir tidak dapat mengucapkan beberapa pola suku kata, yakni KVK, VKK, KKV, KKVK, KVKK, KKVKK, KKKV, dan KKKVK.
~ 175 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
Kondisi ini kerap menimbulkan masalah dalam komunikasi, khususnya dalam ragam formal. Penutur jati bahasa Indonesia yang tidak terbiasa mendengar penutur bahasa Jepang melafalkan bunyi-bunyi dalam bahasa Indonesia akan kesulitan memahami gagasan yang ingin disampaikan oleh penutur bahasa Jepang. Oleh karena itu, melalui kegiatan ini akan coba dicermati hal-hal yang membuat penutur bahasa Jepang mengalami kesulitan dalam melafalkan bunyi-bunyi tersebut dengan mengontraskan peta fonologi bahasa Jepang dengan peta fonologi bahasa Indonesia dan memperhatikan sistem fonotaktik kedua bahasa tersebut. Keadaan ini juga tak jarang membuat pengajar bahasa Indonesia sebagai bahasa asing yang tidak berbahasa Jepang kesulitan dalam mengajarkan bunyi-bunyi bahasa Indonesia tersebut.
2. TUJUAN DAN MANFAAT Melalui penelitian ini pengajar bahasa Indonesia sebagai bahasa asing dapat mengetahui seberapa besar pengaruh sistem fonologis bahasa pertama terhadap pembelajaran bahasa kedua. Hal ini akan membuka wawasan pengajar dalam mengajar bahasa Indonesia kepada penutur bahasa Jepang sehingga dapat menyiasati kegiatan pembelajarannya. Pengajar bahasa Indonesia sebagai bahasa asing juga mendapatkan pengetahuan mengenai alasan yang membuat penutur bahasa Jepang sulit melafalkan bunyi-bunyi tertentu bahasa Indonesia saat mereka mempelajarinya. Hal ini akan membuat pengajar bahasa Indonesia sebagai bahasa asing dapat mempersiapkan materi ajar yang sesuai untuk melatih pelafalan dan mencari strategi yang dapat diterapkan di dalam kegiatan pelafalan sehingga dapat menyiasati kesulitan yang mungkin terjadi di dalam kelas. Penelitian ini juga akan memperkaya bahan kepustakaan bagi studi linguistik dan bahan ajar bidang fonologi bagi institusi pendidikan terkait.
3. METODE PENELITIAN Observasi lapangan dilakukan untuk mendeteksi bunyi-bunyi yang sulit dilafalkan oleh penutur jati bahasa Jepang. Setelah itu studi pustaka akan dilakukan untuk melihat serta mengontraskan peta fonologi bahasa Jepang dan bahasa Indonesia, sekaligus mencermati sistem fonotaktik kedua bahasa tersebut. Berdasarkan data kedua sistem fonologis dan fonotaktik ini, kemudian disusun daftar kata yang memuat bunyi-bunyi bahasa Indonesia yang sulit dilafalkan atau diduga sulit dilafalkan oleh penutur bahasa Jepang. Untuk
~ 176 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
mendapatkan hasil akurat terkait bunyi-bunyi yang sulit dilafalkan ini maka daftar kata yang telah tersusun diujicobakan kepada penutur bahasa Jepang yang sedang belajar bahasa Indonesia atau yang tidak belajar bahasa Indonesia. Hasil ujicoba ini akan disandingkan dengan peta fonologi kedua bahasa tersebut sehingga terlihat bunyi-bunyi yang membuat penutur bahasa Jepang menemui kesulitan dalam melafalkannya. Studi kepustakaan digunakan sebagai pendukung observasi lapangan yang seyogyanya membantu menajamkan analisis dan penilaian terhadap observasi lapangan yang telah dilakukan.
4. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik objek penelitian ini adalah: 1. Orang Jepang yang tinggal di Indonesia lebih dari 10 tahun; 2. Orang Jepang yang tinggal dan belajar di Indonesia selama lebih dari enam bulan; 3. Orang Jepang yang tinggal dan belajar di Indonesia selama kurang dari enam bulan. Para penutur jati bahasa Jepang ini terdiri dari delapan laki-laki dan tujuh orang perempuan. Sebagian besar dari para narasumber pada saat diobservasi tidak memiliki dasar pengetahuan bahasa Indonesia sebelumnya atau belum pernah belajar bahasa Indonesia. Dalam pembelajaran Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Asing ditemukan kondisi bahwa penutur bahasa Jepang sulit melafalkan bunyi-bunyi tertentu bahasa Indonesia. Setelah dicermati, bunyi-bunyi yang dominan sulit diucapkan adalah [ӗ] dan [u], [r] dan [l], bunyibunyi nasal seperti [n], [m], [ŋ], [ň], dan bunyi hampiran [h]. Mereka sulit membedakan bunyi-bunyi tersebut sehingga seringkali terjadi kesalahpahaman dan ketidakakuratan dalam melafalkan bunyi-bunyi bahasa Indonesia. Dalam kegiatan observasi, peneliti mengujicobakan bunyi-bunyi yang dominan sulit diucapkan oleh penutur jati bahasa Jepang saat belajar bahasa Indonesia. bunyi-bunyi tersebut antara lain adalah bunyi [ӗ] dan [u], [r] dan [l], bunyi-bunyi nasal seperti [n], [m], [ŋ], [ň], dan bunyi hampiran [h] yang diikuti oleh vokal [u]. Mereka sulit membedakan bunyi-bunyi tersebut sehingga seringkali terjadi ketidakakuratan dalam melafalkan bunyibunyi bahasa Indonesia yang mengakibatkan kesalahpahaman. Selain itu, mereka hampir tidak dapat mengucapkan beberapa pola suku kata, yakni KVK seperti bunyi ‘mam’ pada kata ‘demam’, ‘rap’ pada kata ‘harap’, atau ‘dar’ pada kata ‘dadar’ , VKK seperti bunyi ‘eks’ pada kata ‘teks’, KKV seperti bunyi ‘sta’ pada kata stasiun atau bunyi ‘stu’ pada kata ‘studio’, KKVK seperti bunyi ‘stem’ pada ‘stempel’, atau bunyi ‘khas’ pada kata ‘khas’
~ 177 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
KKVKK seperti bunyi ‘pleks’ pada bunyi ‘kompleks’, KKKV seperti bunyi ‘stra’ pada kata ‘strategi, dan KKKVK.seperti bunyi ‘struk’ pada kata ‘struktur’. Kondisi ini kerap menimbulkan masalah dalam komunikasi, khususnya dalam ragam formal. Penutur jati bahasa Indonesia yang tidak terbiasa mendengar penutur bahasa Jepang melafalkan bunyi-bunyi dalam bahasa Indonesia akan kesulitan memahami gagasan yang ingin disampaikan oleh penutur bahasa Jepang. Kata yang dilafalkan penutur jati bahasa Jepang ini ada yang kebetulan ada dalam perbendaharaan kata bahasa Indonesia sehingga menimbulkan kesalahpahaman atau ada yang tidak ada sehingga menimbulkan kebingungan pada lawan bicara. Kegiatan observasi dilakukan dengan merekam pembicaraan formal dengan narasumber, menyimak kemudian mencatat kata yang sulit dilafalkan oleh narasumber saat belajar, mengobrol atau menyajikan lisan tulisan deskripsinya, menguji kembali bunyi-bunyi yang dominan sulit diucapkan, kemudian menganalisis data-data temuan tersebut dengan menyandingkan peta fonologi bahasa Indonesia dengan peta fonologi bahasa Jepang. Dari daftar kata yang diambil dari ucapan mereka dalam keseharian yang terekam oleh peneliti, terdapat 150 kata yang kerap salah dilafalkan dengan kesalahan lafal lebih dari 150 karena pada satu kata bisa terjadi lebih dari satu kesalahan pelafalan. Dari daftar kata tersebut terlihat kecenderungan yang sangat besar terjadi pada tertukarnya bunyi sengau [m], [n]. [ŋ] sebanyak 38 kasus, menyusul tertukarnya bunyi [ǝ] dengan [u] sebanyak 32 kasus, sulit melafalkan suku mati sebanyak 25 kasus, berbeda sedikit dengan tertukarnya bunyi [l] dengan [r] dengan 24 kasus, sulit melafalkan bunyi hampiran [h] pada posisi akhir sebanyak 17 kasus, sisanya kurang dari 10 kasus seperti sulit membedakan bunyi [ӗ] dengan [ǝ], melafalkan dengan bunyi bahasa Inggris, sulit melafalkan bunyi hampiran [h], sulit melafalkan vokal ganda dengan jeda yang tepat, kemungkinan kesalahan karena spontanitas mengucapkan masing-masing sebanyak dua kasus, sulit melafalkan konsonan klaster sebanyak sembilan kasus, melafalkan bunyi [ǝ] dengan vokal pendek, sulit membedakan suku mati satu kasus, salah menerapkan jeda bunyi enam kasus, sulit melafalkan konsonan [g] setelah bunyi sengau [ŋ] sebanyak delapan kasus, sulit melafalkan bunyi [kh] sebanyak tiga kasus, melafalkan bunyi [a] dengan vokal pendek sebanyak satu kasus, tertukar bunyi [s] dengan [sh] sebanyak satu kasus, sulit melafalkan bunyi [au] sebanyak satu kasus. Tertukarnya bunyi sengau [n], [m], dan [ŋ], disebabkan bunyi-bunyi ini di dalam bahasa Jepang merupakan satu fonem yang tidak membedakan makna sehingga penutur bahasa
~ 178 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
Jepang mempersepsikan setiap bunyi sengau/nasal itu sama. Tertukarnya bunyi [ǝ] dan [u] menduduki peringkat ke dua. Hal ini disebabkan bunyi [ǝ] yang pengucapannya mirip dengan [u] ini tidak ada dalam bahasa Jepang. Sulit melafalkan suku mati juga menjadi masalah bagi penutur bahasa Jepang karena dalam sistem fonologi bahasa Jepang tidak ada pelafalan suku mati. Tertukarnya bunyi [l] dan [r] menduduki peringkat keempat dari kesulitan pelafalan penutur bahasa Jepang. Hal ini disebabkan dalam system fonologi bahasa Jepang bunyi [l] dan [r] ini merupakan satu fonem, sementara dalam bahasa Indonesia bunyibunyi ini dua fonem. Kesulitan melafalkan bunyi hampiran [h] pada posisi akhir menduduki peringkat ke lima. Hal ini disebabkan bunyi [h] pada sistem fonologi bahasa Jepang biasanya tidak menempati posisi akhir. Kesulitan pelafalan yang lain juga terjadi karena perbedaan sistem fonologi bahasa pertama dengan bahasa ke dua. Melihat hasil temuan ini, pengajar bahasa Indonesia sebagai bahasa asing yang tidak memiliki dasar pengetahuan bahasa Jepang dapat menyiasati pengajaran struktur lafal dengan beragam strategi. Pada tingkat dasar, pengajaran struktur lafal ini dapat diberikan jam khusus agar memiliki cukup waktu dalam memajankan bunyi-bunyi yang relatif sulit dilafalkan penutur bahasa Jepang. Mendiktekan bunyi-bunyi pasangan minimal yang berisi bunyi-bunyi yang masuk dalam daftar di atas dapat dilakukan oleh pengajar bahasa Indonesia bagi penutur bahasa Jepang. Menulis kata yang didiktekan pengajar dapat mendeteksi besarnya peluang keakuratan atau ketidakakuratan bunyi yang mereka simak. Latihan ini juga dapat mendeteksi persepsi bunyi yang mereka simak. Strategi lain yang dapat dilakukan di dalam kelas adalah dengan menirukan bunyi yang mereka simak lalu menuliskannya kembali. Lakukan hal ini berulang-ulang sehingga penutur bahasa Jepang dapat mencermati bahkan membedakan bunyi-bunyi yang tidak ada dalam sistem fonologi bahasa mereka. Latihan membaca nyaring juga dapat membantu penutur bahasa Jepang mencermati dan membedakan bunyi-bunyi yang cenderung sulit dilafalkannya. Pengajar dapat memperbaiki lafal yang salah dengan memberi contoh membaca nyaring terlebih dahulu sementara pembelajar menyimak atau memberi kesempatan pembelajar membaca nyaring terlebih dahulu lalu pengajar mengulangnya. Pengajar dapat memberi tekanan pada bunyi-bunyi yang salah pelafalannya, mengulangnya kembali sementara pembelajar menyimak. Dalam latihan meniru bunyi, pengajar dapat memperbaiki pelafalan yang salah atau hanya memberikan petunjuk atau kode bahwa bunyi tersebut tidak tepat. Dengan
~ 179 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
demikian, pembelajar dapat mengenali kesalahan pelafalan tersebut berdasarkan pemahaman dan pengalamannya saat mengulang atau memperbaiki lafal tersebut.
5. KESIMPULAN Penutur jati bahasa Jepang mengalami banyak kesulitan dalam melafalkan bunyi-bunyi bahasa Indonesia. Tertukarnya bunyi sengau [m], [n]. [ŋ] menduduki peringkat pertama dalam kesulitan pelafalan bunyi, yakni sebanyak 38 kasus, menyusul tertukarnya bunyi [ǝ] dengan [u] sebanyak 32 kasus, sulit melafalkan suku mati sebanyak 25 kasus, berbeda sedikit dengan tertukarnya bunyi [l] dengan [r] dengan 24 kasus, sulit melafalkan bunyi hampiran [h] pada posisi akhir sebanyak 17 kasus, sisanya kurang dari 10 kasus seperti sulit membedakan bunyi [ӗ] dengan [ǝ], melafalkan dengan bunyi bahasa Inggris, sulit melafalkan bunyi hampiran [h], sulit melafalkan vokal ganda dengan jeda yang tepat, kemungkinan kesalahan karena spontanitas mengucapkan masing-masing sebanyak dua kasus, sulit melafalkan konsonan klaster sebanyak 9 kasus, melafalkan bunyi [ǝ] dengan vokal pendek, sulit membedakan suku mati satu kasus, salah menerapkan jeda bunyi enam kasus, sulit melafalkan konsonan [g] setelah bunyi sengau [ŋ] sebanyak delapan kasus, sulit melafalkan bunyi [kh] sebanyak tiga kasus, melafalkan bunyi [a] dengan vokal pendek sebanyak satu kasus, tertukar bunyi [s] dengan [sh] sebanyak satu kasus, sulit melafalkan bunyi [au] sebanyak satu kasus. Lima peringkat pertama merupakan kesulitan tertinggi yang dialami oleh penutur bahasa Jepang dalam melafalkan bunyi-bunyi bahasa Indonesia karena bunyi sengau [m], [n]. [ŋ] ternyata satu fonem di dalam sistem fonologi bahasa Jepang. Kasus tertukarnya bunyi [ǝ] dengan [u], sulit melafalkan suku mati, tertukarnya bunyi [l] dengan [r], sulit melafalkan bunyi hampiran [h] pada posisi akhir alasannya kurang lebih sama. Bunyi [ǝ] tidak ada dalam sistem fonologi bahasa Jepang sehingga bunyi ini dianggap satu fonem dengan bunyi [u]. Demikian juga dengan bunyi [l] dan [r] yang merupakan satu fonem. Karena di dalam sistem fonologi bahasa Jepang tidak ada suku mati atau bunyi hampiran [h] pada posisi akhir maka penutur bahasa Jepang sulit melafalkan bunyi-bunyi ini. Pengajar bahasa Indonesia sebagai bahasa asing yang tidak memiliki dasar pengetahuan bahasa Jepang dapat menyiasati pengajaran struktur lafal dengan beragam strategi. Pada
~ 180 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
tingkat dasar, pengajaran struktur lafal ini dapat diberikan jam khusus agar memiliki cukup waktu dalam memajankan bunyi-bunyi yang relatif sulit dilafalkan penutur bahasa Jepang. Mendiktekan bunyi-bunyi pasangan minimal yang berisi bunyi-bunyi yang masuk dalam daftar di atas dapat dilakukan oleh pengajar bahasa Indonesia bagi penutur bahasa Jepang. Menulis kata yang didiktekan pengajar dapat mendeteksi besarnya peluang keakuratan atau ketidakakuratan bunyi yang mereka simak. Strategi lain yang dapat dilakukan di dalam kelas adalah dengan menirukan bunyi yang mereka simak lalu menuliskannya kembali. Mengulang latihan ini dapat membuat penutur bahasa Jepang cermat dalam membedakan bunyi-bunyi yang tidak ada dalam sistem fonologi bahasa mereka. Latihan membaca nyaring juga dapat membantu penutur bahasa Jepang mencermati dan membedakan bunyi-bunyi yang cenderung sulit dilafalkannya. Pengajar dapat memperbaiki lafal yang salah dengan memberi contoh membaca nyaring terlebih dahulu sementara pembelajar menyimak atau memberi kesempatan pembelajar membaca nyaring terlebih dahulu lalu pengajar mengulangnya. Pengajar dapat memberi tekanan pada bunyi-bunyi yang salah pelafalannya, mengulangnya kembali sementara pembelajar menyimak. Dalam latihan meniru bunyi, pengajar dapat memperbaiki pelafalan yang salah atau hanya memberikan petunjuk atau kode bahwa bunyi tersebut tidak tepat. Dengan demikian, pembelajar dapat mengenali kesalahan pelafalan tersebut berdasarkan pemahaman dan pengalamannya saat mengulang atau memperbaiki lafal tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Catford, J.C. 1994. A Practical Introduction to Phonetics. Oxford: Oxford University Press. Chaer, Abdul. 1998. Tata Bahasa Praktis Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta. Gleason, H.A. 1961. An Introduction to Descriptive Linguistics. USA: Holt, Rineehart and Winston, Inc. Jones, Daniel. 1962. The Phoneme: Its Nature and Use. Cambridge: W.Heffer&Sons Ltd. Jones, Daniel. 1983. An Outline of English Phonetics. Cambridge: Cambridge University Press. Kushartanti, Untung Yuwono, Multamia RMT lauder. 2005. Pesona Bahasa: Langkah Awal Memahami Linguistik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Tjandra, Sheddy N. 2004. Fonologi Jepang. Jakarta: Universitas Indonesia.
~ 181 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
~ 182 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
TELAAH BENTUK DAN MAKNA KALIMAT EKSKLAMATIF BAHASA MANDARIN DALAM CERITA “红楼梦 Hóng Lóu Mèng” Yulie Neila Chandra, Gustini Wijayanti Program Studi Cina, Fakultas Sastra
[email protected] ABSTRAK Penelitian kualitatif deskriptif ini mengupas beragam bentuk kalimat eksklamatif dalam bahasa Mandarin, serta makna yang terkandung di dalam kalimat tersebut. Korpus data hóng lóu mèng
diperoleh dari cerita klasik romantis Hóng Lóu Mèng ( 红楼 梦 ). Dalam ragam tulis, pengungkapan eksklamatif ditandai oleh penggunaan tanda seru (!). Dalam ragam lisan, pengungkapannya diucapkan dengan intonasi menurun. Berdasarkan bentuk atau fēi zhǔ wèi
strukturnya, pada umumnya kalimat eksklamatif berbentuk kalimat tunggal minor (非主谓 zhǔ wèi jù
jù
句 ) dan kalimat tunggal mayor (主谓句 ) yang dibentuk dari kalimat deklaratif. Namun, ditemukan juga kalimat eksklamatif berbentuk kalimat majemuk. Unsur yang dapat memarkahi kalimat eksklamatif selain penggunaan tanda seru (!) adalah interjeksi, adverbia, adjektiva, pronomina penanya, dan partikel modalitas/fatis. Berdasarkan maknanya, kalimat eksklamatif dapat mengandung nilai rasa positif dan negatif, seperti menyatakan kesenangan (kegembiraan), kekaguman (pujian), kekagetan, kemarahan, kesadaran, penghinaan, menyalahkan, dan lain-lain. gǎn tàn jù
fēi zhǔ wèi jù
Kata Kunci: Eksklamatif (感叹句), Kalimat Tunggal Minor (非主谓句), Kalimat Tunggal zhǔ wèi jù
tàn
yǔ
cí
qì zhù cí
Mayor (主谓句), Interjeksi (叹词), Partikel Modalitas/Fatis (语气助词) 1. PENDAHULUAN Pengungkapan ekslamatif di dalam setiap bahasa memiliki keunikan masing-masing, yang dapat dilihat berdasarkan penggunaan penanda eksklamatif, seperti interjeksi, partikel, dan sebagainya. Dalam ragam tulis, kalimat ekslamatif dapat ditandai oleh penggunaan tanda seru (!). Misalnya dalam kalimat eksklamatif bahasa Mandarin, “这里多么安静啊!” “zhèli duōme ānjìng a!” ‘Alangkah tenangnya di sini!’ menggunakan pronomina 多么 duōme, partikel fatis (partikel modalitas) 啊 a, serta tanda seru di belakang kalimat tersebut. Kalimat eksklamatif dalam contoh di atas menyatakan keterkejutan atau kekagetan. Penggunaan interjeksi di awal kalimat juga dapat menunjukkan kalimat eksklamatif dalam bahasa
~ 183 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
Mandarin. Contoh kalimat 噢哟! 好疼呀! oyo! hǎo téng a! ‘aduh! Sakit nih!’ menggunakan interjeksi 噢哟 oyo, adverbia 好 hǎo, serta partikel fatis (partikel modalitas) 呀 ya. Kedua contoh kalimat eksklamatif dalam bahasa Mandarin di atas menunjukkan struktur kalimat yang berbeda, begitu pula makna yang muncul dari kalimat tersebut. Kalimat pertama berbentuk kalimat tunggal mayor berpredikat adjektival; sedangkan kalimat kedua berbentuk kalimat tunggal minor. Dalam bahasa Indonesia, kalimat eksklamatif disebut juga kalimat interjeksi atau kalimat seru (kalimat seruan). Sementara itu, kalimat eksklamatif dalam bahasa Mandarin disebut 感 叹 句 gǎntànjù. Kalimat eksklamatif ini termasuk salah satu bentuk kalimat yang menunjukkan fungsi atau amanat wacananya. Contoh: “Wah, cantik sekali kamu!”. Pada contoh tersebut, terlihat unsur interjeksi yang menunjukkan kalimat tersebut merupakan kalimat eksklamatif yang menyatakan kekaguman, yakni interjeksi wah di awal kalimat dan tanda seru di akhir kalimat. Namun, kalimat tersebut juga mengandung makna keterkejutan si penutur. Selain penanda interjeksi, penggunaan tanda seru (!) juga jelas memperlihatkan pengungkapan eksklamatif. Berdasarkan contoh-contoh di atas, dapat dikatakan bahwa kalimat eksklamatif pada umumnya digunakan untuk mengungkapkan perasaan spontan, baik yang bernilai positif maupun negatif. Perasaan spontan atau reaksi mendadak dapat muncul karena keterkejutan atau kekagetan; atau pun perasaan tertentu seperti sedih, marah (emosi), dan lain-lain. Keanekaragaman pengungkapan eksklamatif dalam pelbagai bahasa itulah yang menggugah penulis ini untuk menilik, mencermati kalimat eksklamatif dalam bahasa Mandarin.
2. PERUMUSAN MASALAH Pada umumnya pengungkapan eksklamatif di dalam pelbagai bahasa di dunia memiliki keunikan sendiri. Namun, secara umum dapat dipaparkan bahwa pemarkah eksklamatif dalam bahasa tulis yang berupa tanda seru (!) tampaknya sudah disepakati. Selain itu, unsur lain yang menjadi pemarkah eksklamatif tidaklah sama, begitu pula dengan struktur atau bentuk kalimatnya. Bahkan, makna eksklamatif itu juga akan berbeda. Dalam Penelitian ini, penulis ini akan mencermati, menelaah kalimat eksklamatif bahasa Mandarin dalam cerita
~ 184 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
terkenal yang berjudul Hóng Lóu Mèng (红楼梦) ‘Impian Kamar Merah’. Dengan demikian, masalah dalam penelitian ini adalah (1) bagaimana struktur kalimat eksklamatif bahasa Mandarin?; (2) pemarkah atau unsur (kata) apa saja yang dapat menunjukkan eksklamatif?; dan (3) bagaimana pula makna kalimat eksklamatif bahasa Mandarin, khususnya dalam cerita romantis 红楼梦 Hóng Lóu Mèng?
3. TINJAUAN PUSTAKA Menurut Harimurti (1999), kalimat eksklamatif adalah kalimat yang mengandung adverbia seruan, seperti alangkah, mudah-mudahan, atau ditandai oleh interjeksi, seperti aduh, wah, amboi, dan sebagainya. Menurutnya, ada kalimat eksklamatif yang berintonasi deklaratif, dan ada pula yang berintonasi interogatif. Dalam buku Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia (2000), dikemukakan bahwa kalimat eksklamatif ialah kalimat yang secara formal ditandai oleh kata alangkah, betapa, atau bukan main pada kalimat berpredikat adjektival. Kalimat eksklamatif dinamakan juga kalimat seru atau kalimat interjeksi. Kalimat ini digunakan untuk menyatakan perasaan kagum atau heran. Dalam buku TBBI (2000) juga dijelaskan bahwa kalimat eksklamatif dibentuk dari kalimat deklaratif, yakni (1) membalikkan urutan subjek dan predikat; (2) menambahkan partikel –nya pada predikat adjektiva; dan (3) menambahkan kata seru alangkah, bukan main, atau betapa di depan predikat jika dianggap perlu. Sejalan dengan Hasan Alwi, Soenjono Dardjowidjojo, Hans Lapoliwa, dan Anton M. Moeliono dalam buku TBBI (2000), Zaenal Arifin, Bambang Sumadyo, dan Dewi Indah juga memaparkan empat jenis kalimat menurut bentuk/fungsi isinya. Mereka menyebutkan bahwa kalimat eksklamatif adalah kalimat seruan yang berisi ungkapan perasaan yang spontan atau reaksi mendadak berupa rasa senang, emosi, dan sedih. La Ode Sidu (2013) mengemukakan bahwa kalimat interjeksi yang dimaksud tidak lain adalah kalimat eksklamatif, yakni kalimat yang berisi pernyataan seruan sebagai ekspresi perasaan saat itu kepada diri sendiri, kepada siapa saja, bahkan kepada Tuhan. Selanjutnya, telaah mengenai kalimat dalam bahasa Mandarin dimulai dari Li Dejin dan Cheng Meizhen (1988). Menurut kedua ahli itu, kalimat berdasarkan fungsinya terdiri atas chén shù jù
yí wèn jù
qí
empat macam, yaitu (1) 陈述句 (kalimat deklaratif); (2) 疑问句 (kalimat interogatif); (3) 祈
~ 185 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
shǐ
gǎn tàn jù
jù
使句 (kalimat imperatif); dan (4) 感叹句 (kalimat eksklamatif). Menurut mereka, kalimatkalimat tersebut pada umumnya berbentuk kalimat tunggal. Berdasarkan strukturnya, kalimat deklaratif dapat diwujudkan oleh semua kalimat, seperti kalimat berpredikat verbal, kalimat berpredikat adjektival, kalimat berpredikat nominal, kalimat tak bersubjek, dan lainlain. Menurut kedua ahli bahasa ini, kalimat eksklamatif ialah kalimat yang menyatakan kekaguman, kesukaan, kejutan, yang ditandai oleh intonasi seru (!). Pada umumnya kalimat eksklamatif memiliki ciri gramatikal: (1) menggunakan adverbia yang menunjukkan tingkat tài
zhēn
tinggi seperti 太 , 真 , dan lain-lain yang berfungsi sebagai keterangan (adverbial); (2) menggunakan adverbia yang menunjukkan tingkat tinggi, tetapi berfungsi sebagai ā
le
komplemen (pelengkap); (3) menggunakan partikel 啊atau 了; dan (4) diucapkan dengan intonasi menurun. Telaah mengenai kalimat eksklamatif juga dipaparkan oleh Zhang Wu (2000). Menurutnya, kalimat eksklamatif adalah kalimat yang menyatakan seruan. Perasaan yang dinyatakan oleh kalimat eksklamatif tersebut sangat beragam, yakni dapat menunjukkan perasaan suka, apresiasi, kagum, terkejut/kaget. Kalimat ini berkaitan dengan perasaan atau emosi si penutur. Bila tingkat perasaan berbeda, akan menyebabkan kalimat yang berbeda pula. Penggunaan interjeksi, partikel, dan adverbia tertentu dapat menunjukkan perbedaan tersebut.
4. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN Penelitian ini bertujuan menelaah (menganalisis) bentuk (struktur) dan makna kalimat eksklamatif bahasa Mandarin, khususnya di dalam cerita bergambar Hóng Lóu Mèng (红楼 梦). Melalui analisis tersebut, penulis ini dapat memahami bentuk (struktur) dan makna kalimat eksklamatif bahasa Mandarin. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman mengenai sintaksis bahasa Mandarin, khususnya bagi pemelajar bahasa Mandarin mengenai kalimat eksklamatif yang cukup beragam. Selain itu, kemaknawian penelitian ini juga diharapkan dapat memberi sumbangan dalam sintaksis dan semantik bahasa Mandarin.
~ 186 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
5. METODOLOGI PENELITIAN Penelitian kualitatif ini bersifat deskriptif, yang dilakukan melalui beberapa tahap, yaitu pengumpulan dan pengamatan data, analisis data, dan penyajian data. Korpus data diperoleh dari cerita Hóng Lóu Mèng. Data ditelaah dengan menggunakan metode telaah distribusional. Telaah bentuk dalam penelitian ini meliputi struktur kalimat, fungsi sintaktis, kata-kata yang digunakan, serta pemarkah lain yang menunjukkan eksklamatif, Sementara itu, telaah makna mencakupi makna pemarkah eksklamatif (interjeksi), serta makna kalimat secara menyeluruh untuk mengetahui maksud yang terkandung dalam pengungkapan eksklamatif.
6. HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan bentuk atau strukturnya, kalimat eksklamatif bahasa Mandarin dapat dān jù
berbentuk beragam jenis kalimat, yakni kalimat tunggal (单句), baik kalimat tunggal mayor zhǔ wèi jù
shuāng bù
fēi
jù
(kalimat lengkap/主谓句/ 双 部句) maupun kalimat tunggal minor (kalimat taklengkap/非 zhǔ wèi jù
dān bù
jù
fù
jù
主谓句/单部句); dan juga kalimat majemuk (复句). Berikut beberapa contohnya: (1)
好山! 好山! hǎo shān! hǎo shān! ‘Indahnya gunung ini!’
(2)
好个所在! hǎo ge suǒzài! ‘Indahnya tempat ini!’
(3)
妙极 miào jí! ‘Hebat!’
(4)
小杂种! xiǎozázhǒng! ‘Bajingan!’ fēi zhǔ wèi jù
Keempat kalimat eksklamatif di atas berbentuk kalimat tunggal minor (非主谓句) yang dú
yǔ
jù
berunsur satu (baik kata maupun frase), yang disebut juga 独语句 . Kalimat eksklamatif contoh (1) dibentuk oleh adjektiva 好 hǎo ’baik/bagus/indah’ dan nomina 山 shān ‘gunung’. Kalimat eksklamatif pada contoh (2) dibentuk oleh adjektiva 好 hǎo ’baik/bagus/indah’; kata penggolong 个 ge; dan nomina 所 在 suǒzài ‘tempat/daerah’. Kedua kalimat tersebut berbentuk frase subordinatif nominal karena memiliki induk nomina. Sementara itu, kalimat eksklamatif pada contoh (3) dibentuk oleh adjektiva 妙 miào ‘hebat’ dan adverbia 极 sebagai komplemen (pelengkap) yang menunjukkan tingkatan, sehingga membentuk frase adjektiva komplemen. Sementara itu, kalimat eksklamatif (4) dibentuk oleh sebuah adjektiva 小 xiǎo ‘kecil’ dan nomina 杂 种 zázhǒng ‘hibrida’. Kedua unsur tersebut membentuk frase
~ 187 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
subordinatif nominal 小杂种 xiǎozázhǒng yang dalam konteksnya dapat diterjemahkan menjadi suatu umpatan atau makian kepada seseorang yang perbuatannya atau prilakunya sangat buruk, yakni ‘bajingan’.
Berdasarkan maknanya, contoh (1), (2), dan (3) kalimat eksklamatif di atas menunjukkan biǎoshìxǐyuèdegǎntànjù
rasa senang/bahagia (表示喜悦的感叹句). Namun, kalimat (1), (2), dan (3) juga bermakna biǎoshìzànshǎngdegǎntànjù
rasa kagum atau pujian (表示赞赏的感叹句). Ketiga kalimat eksklamatif tersebut memiliki nilai rasa positif. Sebaliknya, kalimat eksklamatif pada contoh (4) memiliki nilai rasa negatif, yakni menyatakan kemarahan (表示愤怒的感叹句) dan juga penghinaan (表示鄙视的感 叹句). Selain kalimat tunggal minor, kalimat eksklamatif bahasa Mandarin dapat berbentuk kalimat tunggal mayor, contoh: (5)
你太小看人! nǐ tài xiǎo kàn rén! ‘Kau terlalu menghina orang!’
(6)
今天真把我气死了! jīntian zhēn bǎ wǒ qì sǐ le! ‘Hari ini benar-benar membuatku gila!’
(7)
新姨娘来了! xīn yíniáng lái le! ‘Selir baru datang!’ Berdasarkan strukturnya, ketiga kalimat eksklamatif (5), (6), dan (7) berbentuk kalimat
tunggal mayor (主谓句). Keempat kalimat tersebut berpredikat verbal, yakni 小看, 气, dan 来. Pada kalimat (25), pronomina 你 nǐ ‘kamu’ berfungsi sebagai subjek; nomina 人 rén ‘orang’ berfungsi sebagai objek; sedangkan adverbia 太 tài ‘terlalu’ berfungsi sebagai keterangan (adverbial). Pada kalimat (5), nomina 今天 jīntian ‘hari ini’ berfungsi sebagai subjek; adverbia 真 zhēn ‘sungguh’ dan frase preposisional 把我 bǎ wǒ berfungsi sebagai keterangan; dan verba 死 berfungsi sebagai komplemen/pelengkap akibat. Kemudian, pada kalimat (7), adjektiva 新 xīn ‘baru’ berfungsi sebagai pewatas dari subjek 姨娘 yíniáng ‘bibi’ yang di dalam konteksnya merujuk pada ‘selir’. Selain penggunaan tanda seru (!), pemarkah lainnya dapat berupa adverbia 太 tài ‘terlalu’ dan 真 zhēn ‘sungguh’ seperti pada contoh (5) dan (6). Adverbia tersebut merupakan adverbia yang menunjukkan tingkatan. Berdasarkan maknanya, kalimat eksklamatif (5) dan (6) mengandung nilai rasa negatif. biǎoshìfènnùdegǎntànjù
Kedua kalimat tersebut bermakna menyatakan kemarahan (表示愤怒的感叹句), sekaligus
~ 188 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
biǎoshìchìzédegǎntànjù
juga bermakna menyalahkan (表示斥责的感叹句). Sementara itu, kalimat eksklamatif (7) biǎoshìjīngyàdegǎntànjù
menunjukkan kekagetan atau keterkejutan (表示惊讶的感叹句). Selanjutnya, kalimat eksklamatif bahasa Mandarin dapat pula berbentuk kalimat majemuk, contoh: (8)
我就当尼姑, 再不嫁人! wǒ jiù dāng nígū, zài bù jiàrén! ‘Aku mau jadi biksuni saja, tidak mau menikah lagi!’
(9)
早听人一句话, 也不敢有今天!zǎo tīng rén yījù huà, yě bù gǎn yǒu jīntian ‘Kalau kau mendengarkan nasihat orang, pasti tidak menderita seperti hari ini!
(10) 天下山水多着呢, 你哪里都知道! tiān xià shānshuǐ duō zhe ne, nǐ nǎli dōu zhīdao! ‘Begitu banyak gunung dan sungai di dunia ini, di mana pun kau tahu! Kalimat eksklamatif (8), (9), dan (10) berbentuk kalimat majemuk. Ketiga kalimat tersebut terdiri atas dua klausa. Kalimat (8) dan (10) merupakan kalimat majemuk koordinatif yang makna klausanya menunjukkan hubungan berurutan. Kalimat (9) merupakan kalimat majemuk suordinatif yang makna klausanya menunjukkan hubungan kondisional. Pronomina 我 wǒ ‘saya’ menjadi subjek dalam kalimat (8); 你 nǐ ‘kamu’ menjadi subjek dalam kalimat (10) (klausa kedua); sedangkan subjek dalam kalimat (9) dilesapkan. Berdasarkan maknanya, ketiga kalimat eksklamatif di atas mengandung makna deklaratif. Bentuk eksklamatif ditunjukkan oleh tanda seru (!) di akhir kalimat. Ketiga kalimat eksklamatif di atas mengandung nilai rasa positif. Kalimat eksklamatif (8) bermakna biǎoshìxǐngwùdegǎntànjù
menyatakan kesadaran ( 表示醒悟的感叹句 ). Kalimat eksklamatif (9) bermakna biǎoshìchìzédegǎntànjù
menyalahkan (表示斥责的感叹句). Kalimat eksklamatif (10) menyatakan kekaguman atau biǎoshìzànshǎngdegǎntànjù
pujian (表示赞赏的感叹句). Penggunaan interjeksi di depan atau di awal kalimat sebagai pemarkah eksklamatif sering dijumpai, seperti contoh dalam kalimat berikut ini: (11) 哎哟! 我来的不巧了! āiyō! wǒ lái de bù qiǎo le! ‘Aduh! aku datang tidak pada waktunya!’ (12) 唉! 糟糕! 糟糕! ài! zāogāo! zāogāo! ‘Ah! Gawat! Gawat!
~ 189 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
Interjeksi 哎哟 āiyō dan 唉 ài dalam kalimat di atas menunjukkan makna kekagetan atau biǎo shì jīng yà
keterkejutan, yang juga mengakibatkan kalimat tersebut menyatakan kekagetan (表示惊讶 de gǎn tàn jù
的感叹句). Kedua kalimat di atas mengandung nilai rasa negatif. Penggunaan leksikon yang menunjukkan religi juga sering digunakan di dalam kalimat eksklamatif, misalnya: (13) 阿弥陀佛, 可到了家了! Amítuófó, kě dào le jiā le! ‘Amitaba, akhirnya sampai di rumah!’ Kalimat eksklamatif di atas memiliki makna positif, yakni menyatakan kesenangan (表示喜 悦的感叹句). Penggunaan pronomina penanya seperti 哪 nǎ ‘mana’, 怎/怎么 zěn/zěnme ‘bagaimana’, 如何 rúhé ‘bagaimana’, 什么 shénme ‘apa’, dan lain-lain, sering dijumpai di dalam kalimat eksklamatif, misalnya: (14) 怎不伤心! zěn bù shāngxīn! ‘Bagaimana tidak sedih!’ (15) 哪有这等事! nǎ yǒu zhè děng shì! ‘Mana ada masalah seperti ini! (betapa luar biasa masalah ini!) (16) 我如何晓得! wǒ rúhé xiǎodé! ‘Bagaimana aku tahu!’ Ketiga kalimat eksklamatif di atas juga berbentuk kalimat tunggal. Kalimat (14) menyatakan biǎo shì bēi shāng de gǎn tàn jù
kesedihan (表示悲 伤 的感叹句 ); kalimat (15) menyatakan keterkejutan atau kekagetan biǎoshìjīngyàdegǎntànjù
( 表示惊讶的感叹句 ); sedangkan kalimat (16) dapat menunjukkan kesadaran biǎoshìxǐngwùdegǎntànjù
(表示醒悟的感叹句). Pemarkah eksklamatif lainnya adalah penggunaan adverbia 多 duō atau 多么 duōme (duōmo) yang dapat dipadankan dengan kata ‘sangat’, ‘sungguh’, ‘betapa’ atau ‘alangkah’ dalam bahasa Indonesia. Contoh: (17) 多麻烦你了! duō máfan nǐ le! ‘Betapa merepotkanmu!’ Selain interjeksi, adverbia, dan pronomina penanya, partikel modalitas (partikel fatis) seperti 啊, 呀, 啦, 呢, 哩, dan lain-lain, dapat muncul di akhir kalimat eksklamatif. Pada umumnya, penggunaan partikel tersebut untuk memperhalus serta menekankan eksklamatif. Contoh:
~ 190 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
(18) 宝兄弟, 大喜呀! Bǎo xiōngdi, dà xǐ ya! ‘Saudara Bao, selamat ya!’ (19) 那真是作死呢! nà zhēn shì zuò sǐ ne! ‘Itu benar-benar cari mati!’ Berikut penjabaran struktur (bentuk) dan makna kalimat eksklamatif bahasa Mandarin dalam bentuk tabel 1.
Tabel 1 Struktur (Bentuk) dan Makna Kalimat Eksklamatif Kalimat Eksklamatif Bahasa Mandarin Strukur (Bentuk)
Kalimat tunggal minor yang berunsur satu dú
yǔ
Pemarkah
jù
(kata/frase) (独语句)
Kalimat tunggal mayor
Kalimat majemuk
Tanda seru (!) zhēn
tài
duō
duō me
hǎo
āi
āi
hǎo
lì
Kekagetan/keterkejutan jīng yà
(惊讶 )
hài
Adjektiva: 好, 厉害,
fèn
nù
dll.
Kemarahan/marah (愤怒)
Pronomina Penanya:
Kesedihan/sedih (悲 伤 )
Menyalahkan (斥责)
Partikel Fatis: 呀, 呢,
Penghinaan (鄙视)
dll.
Kesadaran (醒悟)
nǎ
shén me
bēi shāng
zěn me
哪, 什么, 怎么, dll.
赏)
yō
zàn
Kekaguman/pujian (赞 shǎng
Interjeksi: 哎, 唉, 唉 哟, dll.
yuè
(喜悦)
āi
Kesenangan/kegembiraan xǐ
Adverbia: 真, 太, 多, 多么, 好, dll.
Subjek dapat dilesapkan
Makna
ya
ne
chì
bǐ
zé
shì
xǐng wù
7. KESIMPULAN DAN SARAN
Kalimat eksklamatif bahasa Mandarin termasuk salah satu kalimat yang unik di dalam bahasa Mandarin. Hal itu disebabkan banyaknya bentuk yang dapat menunjukkan eksklamatif. Selain itu, makna yang terkandung dalam kalimat eksklamatif juga sangat beragam. Berdasarkan strukturnya atau bentuknya, pada umumnya kalimat eksklmatif dapat berbentuk kalimat tunggal minor yang berunsur satu, yakni dapat berupa kata atau frase. Kalimat eksklamatif bahasa Mandarin juga dapat dibentuk dari kalimat deklaratif, dan diberi
~ 191 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
intonasi final interjeksi. Oleh karena itu, bentuk kalimatnya juga dapat berbentuk kalimat tunggal mayor (berunsur subjek predikat) dan kalimat majemuk dengan dua klausa. Unsur yang memarkahi eksklamatif antara lain interjeksi, adverbia yang menyatakan tingkatan, dan sebagainya.
Berdasarkan maknanya, kalimat eksklamatif dapat mengandung nilai rasa positif dan negatif, serta lebih menunjukkan ekspresi penutur, seperti rasa senang, kagum, sedih, marah, kaget, sadar, hina, dan sebagainya. Makna kalimatnya pun harus merujuk pada konteksnya sehingga dapat terlihat keberagaman makna yang terkandung dalam kalimat eksklamatif. Penelitian mengenai berbagai kalimat di dalam bahasa Mandarin saling terkait satu dengan lainnya. Misalnya, seperti yang telah diungkapkan di atas bahwa kalimat eksklamatif antara lain dibentuk dari kalimat deklaratif sehingga terdapat ikatan antara kalimat eksklamatif dan deklaratif, begitu pula dengan kalimat lainnya. Namun, mengingat ruang lingkup dan keterbatasan waktu, masalah tersebut belum dapat ditelaah secara komprehensif. Karenanya, perlu dilakukan penelitian lebih lebih lanjut mengenai hal itu.
DAFTAR PUSTAKA Alwi, Hasan, Anton M. Moeliono, Hans Lapoliwa, dan Soenjono Dardjowidjojo. 2000. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Arifin, Zaenal, Bambang Sumadyo, dan Dewi Indah Susanti. 2013. Sintaksis Bahasa Indonesia. Tangerang: PT. Pustaka Mandiri. Chaer, Abdul. 2012. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta. Chen Xinxiong, et.al. 1989/2005. Yuyanxue Cidian. Taipei: Sanmin Shuju. Fang Yuqing. 1992. Shiyong Hanyu Yufa. Beijing: Beijing Yuyan Xueyuan Chubanshe Fu Zhunqing. 1985. Xiandai Hanyu Cihui. Beijing: Beijing Daxue Chubanshe. Gu Yande. 1999. Hanyu Yuyixue. Beijing: Beijing Daxue Chubanshe. Li, Charles N. dan Sandra A. Thompson. 1981. Mandarin Chinese: A Functional Reference Grammar. Berkeley: University of California Press. Lü Shuxiang. 2010. Xiandai Hanyu Babai Ci. Beijing: Shangwu Yinshuguan. ________. 1993. Kamus Linguistik. Jakarta: Gramedia. ________. 1999. Tata Wacana Deskriptif Bahasa Indonesia. Depok: Fakultas Sastra Universitas Indonesia.
~ 192 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
Qian Nairong. 1995. Hanyu Yuyanxue. Beijing: Beijing Yuyan Xueyuan Chubanshe. Sidu, La Ode. 2013. Sintaksis Bahasa Indonesia. Kendari: Unhalu Press. Zhang Wu. 2000. Jianming Xiandai Hanyu. Beijing: Zhongyang Guangbo Dianshi Daxue Chubanshe. _______. 2000. Xiandai Hanyu Juzi. Shanghai: Huadong Shifan Daxue Chubanshe.
~ 193 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
~ 194 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
PENERAPAN TEKNOLOGI IT UNTUK GREENHOUSE Herianto1, Adam Arif Budiman2, Aep Saepul Uyun3, Kamaruddin Abdullah4 1 & 2 Dosen Teknik Informatika, 3 & 4 Dosen Teknik Mesin ABSTRAK Pertanian dengan menggunakan teknologi saat ini baru dikembangkan di Tohoku University, Jepang dengan nama Tohoku-Smart Agriculture Laboratory (T-SAL). Hal ini merupakan upaya sekolah Pascasarjana Bidang Pertanian dengan IIS (Intelligent Information System Research Center) dari Tohoku University. Adapun tujuan dibangunnya T-SAL adalah untuk memperbaiki kondisi sektor pertanian Jepang terutama bagian Distrik Tohoku yang terkenan Tsunami. Melalui Teknologi IT diharapkan petani dapat dibantu untuk meningkatkan pendapatannya. Telah dibangun di UNSADA suatu Green House ukuran 3m x 4m x 2.5 m yang terdiri atas lantai semen dengan dinding dari film plastic tahan UV. Di dalamnya ditanam sayuran atau bunga potong yang mempunyai harga tinggi, dengan sistem pengairan tetes. Di dalam bangunan dipasang beberapa sensor untuk memonitor parameter: temperatur, kelembaban, intensitas cahaya dan suhu tanah. Telah berhasil dilakukan percobaan uji sensor dan monitor melalui website terhadap beberapa parameter di atas. Penelitian masih perlu dilanjutkan untuk memasang sensor di dalam green house untuk dapat memonitor pertumbuhan tanaman yang akan ditanam dalam pot – pot yang sudah tersedia. Keyword : Tohoku-Smart Agriculture Laboratory (T-SAL), Green House, uji sensor
1.
LATAR BELAKANG Pertanian dengan menggunakan teknologi saat ini baru dikembangkan di Tohoku
University, Jepang dengan nama Tohoku-Smart Agriculture Laboratory (T-SAL), merupaka upaya sekolah Pascasarjana Bidang Pertanian dengan IIS (Intelligent Information System Reseerach Center) dari Tohoku University. Adapun tujuan dibangunnya T-SAL adalah untuk memperbaiki kondisi sektor pertanian Jepang terutama bagian Distrik Tohoku ynag terkenan Tsunami. Melalui Teknologi IT diharapkan petani dapat dibantu untuk meningkatkan pendapatannya. Aktivitas yang dikembangkan terdiri atas :a) Model Agribusiness, b).Pengontrolan dengan kamera, c).Pengurangan biaya buruh, d). Konservasi dan biaya energi rendah. Selama ini Kelompok Nanzankai (Kelompok Orang Jepang pensiunan tamatan beberapa perguruan tinggi terkenal) yang selama ini berupaya membantu UNSADA melalui diskusi dengan menggunakan Skype, telah berhasil menghubungkan UNSADA dengan T-SAL. Dalam waktu dekat atas kebaikan Prof.Omura dari T-SAL akan dikirim suatu sistem sensor
~ 195 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
untuk tujuan kontrol pada Screen House yang akan dibuat di UNSADA. Gbr. 1. adalah rencana sistem sensor yang datanya dapat dikomunikasikan dengan Jepang. Adapun tema kerjasama riset meliputi:1). Standar untuk sensor data base, 2).Sistem komunikasi antar terminal cloud, 3).Aplikasi Android untuk terminal architecture,4). Sistem pengambilan data sensor module/sensor network secara bersama.
2.
TUJUAN 1) Penerapan teknologi IT untuk pertanian Green/Screen House 2) Mengetahui manfaat teknologi IT untuk produksi pertanian 3) Memberdayakan kemampuan IT UNSADA
3.
MANFAAT PENELITIAN Manfaat dari penelitian ini adalah : Melalui Teknologi IT diharapkan petani dapat dibantu
untuk meningkatkan pendapatannya.
4.
RUMUSAN MASALAH Rumusan masalah pada penelitian ini adalah : Bagaimana rancangan sistem untuk
memonitor objek pertanian pada Green House.
5.
LANDASAN TEORITIS
5.1 Sekilas Tentang Microcontroller Raspberry Pi Raspberry Pi (juga dikenal sebagai RasPi) adalah sebuah SBC (Single Board Computer) seukuran kartu kredit yang dikembangkan oleh Yayasan Raspberry Pi di Inggris (UK) dengan maksud untuk memicu pengajaran ilmu komputer dasar di sekolah-sekolah. Raspberry Pi menggunakan system on a chip (SoC) dari Broadcom BCM2835, juga sudah termasuk prosesor ARM1176JZF-S 700 MHz, GPU VideoCore IV dan RAM sebesar 256 MB (untuk Rev. B). Tidak menggunakan hard disk, namun menggunakan SD Card untuk proses booting dan penyimpanan data jangka-panjang.
~ 196 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
Gambar 1. Raspberry Pi Model B
Ada 2 model Raspberry Pi yang dikeluarkan oleh yayasan tersebut yaitu Raspberry Pi Model A dan Model B dengan perbedaan spesifikasi sebagai berikut :
Tabel 1.1 : Perbedaan Spesifikasi Raspberry model A dan Model B Model A
Model B
SoC:
Broadcom BCM2835 (CPU, GPU, DSP, and SDRAM)
CPU:
700 MHz ARM1176JZF-S core (ARM11 family)
GPU:
Broadcom VideoCore IV, OpenGL ES 2.0, MPEG-2 & VC-1 (dengan lisensi), 1080p30 h.264/MPEG-4 AVC high-profile decoder dan encoder
Memori (SDRAM): USB 2.0 ports:
256 MB (berbagi-pakai dengan GPU) 1
2 (melalui USB hub)
Composite RCA (PAL & NTSC), HDMI (rev 1.3 & 1.4), raw LCD Panels via Luaran video:
DSI 14 HDMI resolutions from 640×350 to 1920×1200 plus various PAL and NTSC standards.
Luaran Audio:
3.5 mm jack, HDMI
Media penyimpan:
SD / MMC / SDIO card slot
Jaringan: Periferal: Daya: Catu daya:
None
10/100 Ethernet (RJ45)
8 × GPIO, UART, I²C bus, SPI bus with two chip selects, +3.3 V, +5 V, ground 300 mA (1.5 W)
700 mA (3.5 W) 5 volt via MicroUSB or GPIO header
~ 197 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
Ukuran:
85.60 × 53.98 mm (3.370 × 2.125 in)
Berat:
45 gram
Sistem Operasi:
Debian GNU/Linux, Fedora, Arch Linux ARM, RISC OS
Melalui Yayasan tersebut untuk Raspberry Pi juga menyediakan distribusi Debian dan Arch Linux ARM. Selain itu juga tersedia beberapa tools untuk mendukung pemrograman bahasa utama Python, yang mendukung BBC BASIC (menggunakan tiruan “Brandy Basic”) dan Perl.
5.2 Sistem sensor untuk pertanian berbasis IT
Gambar 2. Sistem sensor untuk pertanian berbasis IT
6.
KEGIATAN DAN HASIL PENELITIAN
6.1 KEGIATAN PENELITIAN Telah dibangun di UNSADA suatu Green House ukuran 3m x 4m x 2.5 m yang terdiri atas lantai semen dengan dinding dari film plastic tahan UV. Didalamnya akan ditanam sayuran atau bunga potong yang mempunyai harga tinggi, dengan sistem pengairan tetes. Tempat tanaman terbuat dari pot-pot yang berisi tanah untuk disiram dengan air dan nutrisi. Di dalam bangunan akan dipasang sensor elektronik yang datanya dapat dikirim ke Jepang
~ 198 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
melalui sistem internet. Percobaan akan dilakukan untuk mengontrol suhu, RH, nutrisi tanah, kadar CO2, kondisi pertumbuhan tanaman dll.
Gambar 3. Rancangan Green house Didalam bangunan dipasang beberapa sensor seperti terlihat pada Gbr.2.
Gambar 4. Sensor
6.2 HASIL PENELITIAN
6.2.1 Arsitektur Sistem
~ 199 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
Gambar 5. Arsitektur Sistem
6.2.2 Uji sensor dan pembuatan green house
Tim peneliti telah berhasil melakukan percobaan uji sensor dan monitor dan hasilnya dapat dilihat pada Lampiran 1. Pada tahap ini greenhouse sudah berhasil dibuat beserta isinya seperti terlihat pada Gbr. 4-6 berikut
~ 200 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
Gambar 6. Hasil greenhouse yang sudah dibuat.
Gambar 7. Pemandangan didalam green house dimana terdapat tangki temapai menyimpan air dan pupuk, lampu penerangan , meja tempat instrument monitor dan kipas
Gambar 8. Gambar menunjukkan letak pot tempat tanaman yang dilengkapi dengan pipa untuk mengaliri air dan pupuk.
~ 201 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
6.2.3 Program monitoring Sampai saat ini akese kontrok terhadap webcam sudah jadi kemudian juga akese untuk monitoring kondisi cuaca dan pertumbuhan tanaman telah berhasil dibuat. Sekarang dengan program yang telah dikembangkan sudah berhasil diakses dari jauh termasuk dari Tohoku University seperti terlihat pada Gbr. 9 berikut.
Gambar 9. Hasil tampilan monitoring dalam greenhouse 7.
KESIMPULAN DAN SARAN
1. Telah berhasil dibangun suatu green house dengan ukuran 3 m x4mx 2.5 m dan berisi tangki untuk penyiraman air dan pupuk, pot tanaman, kipas untuk mengontrol suhu ruangan. 2. Telah berhasil diinstal alat monitor pertumbuhan tanaman dengan teknologi IT dan dapat diakses dari jauh bahkan dari Jepangpun. 3. Penelitian masih perlu dilanjutkan untuk memasang sensor didalam green house untuk dapat memonitor pertumbuhan tanaman yang akan ditanam dalam pot – pot yang sudah tersedia.
~ 202 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
8.
DAFTAR PUSTAKA
Mubarok, M.H., Sistem Kontrol Via Web dengan CGI, PHP, dan AJAX, 2011, Elex Media Komputindo, jakarta Munir, M. Syahrul, Rancangan Smart Greenhouse Dengan Teknologi Mobile Untuk Efisiensi Tenaga, Biaya dan Waktu Dalam Pengelolaan Tanaman,2010, Program Studi Teknik Informatika, Fakultas Teknologi Industri, Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur Odom, Wendell, Computer Networking First-step.2004, Cisco Systems Inc Smith, Bob., Hardin, John., Philips, Graham., Pierce, Bill., Linux Appliance Design, A hands-on Guide to Building Linux Appliance, 2006, No Starch Press, San Fransisco
~ 203 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
~ 204 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
PERANCANGAN SISTEM INFORMASI PENILAIAN SKRIPSI MENGGUNAKAN PEMODELAN BERORIENTASI OBJEK (Studi Kasus Jurusan Sistem Informasi Universitas Darma Persada) Mira Febriana Sesunan Program Studi Sistem Informasi, Fakultas Teknik
[email protected] ABSTRAK Pengembangan sistem informasi pada perguruan tinggi merupakan suatu tuntutan tersendiri, mengingat penggunaanya berjangka panjang dan masalah yang dihadapi tidaklah sederhana, salah satunya adalah pengolahan data skripsi mahasiswa. Oleh karena itu dirasa perlu dilakukan pengolahan terhadap data skripsi agar lebih mudah dalam pemeriksaan, pengolahan dan penilaian tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan skripsi tersebut. Tujuan penelitian ini adalah memfasilitasi serta mempermudah dalam proses pengolahan data dosen pembimbing, data mahasiswa penyusun skripsi, data criteria penilaian, data persyaratan ujian proposal, data persyaratan ujian skripsi, penjadwalan sidang ujian, serta pengolahan nilai skripsi. Sistem informasi penilaian skripsi ini dirancangan dengan metode perancangan sistem berorientasi objek menggunakan Unified Modelling Language (UML). Perancangan sistem dituangkan dalam bentuk diagram-diagram UML meliputi use case diagram, activity diagram, class diagram dan sequence diagram. Hasil dari perancangan sistem ini dapat memperbaiki kelemahan yang terdapat pada sistem manual. Dengan sistem terkomputerisasi, data tidak akan mudah hilang ataupun rusak serta proses pengolahan data skripsi menjadi terintegrasi dalam satu sistem yang tentunya dapat mempermudah proses pengolahannya. Keywords: penilaian skripsi, metode, perancangan, objek, UML
1. PENDAHULUAN Sebelum menyelesaikan studinya, setiap mahasiswa diwajibkan untuk menyelesaikan Skripsi/Tugas Akhir (TA). Pada hakekatnya Skripsi merupakan kegiatan akademik yang dirancang untuk melatih kemandirian dan tanggung-jawab ilmiah mahasiswa sebagai calon ilmuwan, mulai dari pemilihan topik dan penyusunan rencana penelitian, pelaksanaan penelitian, evaluasi hasil penelitian, hingga penulisan laporan Skripsi. Untuk program studi sistem Informasi di Universitas Darma Persada (Unsada), skripsi berupa Penelitian dengan bobot 4 sks. Kegiatan Skripsi diakhiri dengan penulisan hasil penelitian dalam bentuk Laporan Skripsi, yang akan dievaluasi oleh tim penguji yang dibentuk oleh ketua jurusan. Sebelum melaksanakan penelitian diwajibkan untuk menyusun usulan/proposal penelitian terlebih dahulu untuk memenuhi bobot 2 sks dalam mata kuliah
~ 205 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
seminar skripsi. Dalam pelaksanaan kegiatan Skripsi, mahasiswa dibimbing oleh 1 (satu) orang dosen pembimbing. Ada tahapan proses yang dilakukan oleh mahasiswa Skripsi, yaitu ujian isi serta ujian akhir/kompre. Untuk setiap tahap tersebut mahasiswa melakukan pembimbingan secara berkelanjutan kepada dosen pembimbing. Apabila pembimbing menyatakan telah menyetujui Skripsi, maka pembimbing akan menandatangani naskah persetujuan ujian. Dokumen Skripsi yang sudah ditandatangani pembimbing diserahkan kepada ketua program studi. Kemudian ketua program studi menyusun jadwal ujian dan dosen penguji. Setelah jadwal ujian dan dosen penguji telah ditentukan, nantinya mahasiswa akan melaksanakan ujian sesuai dengan jadwal, kemudian pada saat ujian dosen penguji memberikan penilaian sesuai dengan borang evaluasi ujian Skripsi dan hasil penilaian diarsipkan pihak program studi untuk didokumentasikan. Permasalahan yang timbul dalam pengelolaan data Skripsi yang dilakukan secara manual adalah data Skripsi masih terdokumentasikan dalam bentuk kertas sehingga memiliki resiko kerusakan data ataupun kehilangan data, selain itu juga dalam proses pencarian data memungkinkan memakan waktu, dikarenakan pencarian data yang dilakukan lembar demi lembar. Untuk mengatasi permasalahan yang ada, diperlukan suatu sistem yang mampu mengatasi permasalahan yang timbul pada sistem pengelolaan manual, untuk itu sistem pengelolaan yang terkomputerisasi dapat menjadi solusi dalam mengatasi masalah yang ada, akan tetapi dibutuhkan suatu konsep perancangan yang baik agar sistem yang dihasilkan sesuai dengan kebutuhan. Salah satu metode perancangan perangkat lunak adalah dengan metode berorientasi objek. Metode berorientasi objek adalah metode untuk menganalisa dan merancang sistem dengan pendekatan objek, yang mana objek dapat diartikan sebagai suatu entitas yang memiliki identitas, state dan behavior, (Mathiassen. 2000). Metode berorientasi objek memiliki beberapa keunggulan, diantaranya modularity fungsi yang terdapat pada sistem (Booch. 1994). Artinya dengan dipecahnya suatu fungsi menjadi modul-modul sehingga lebih efisien dalam penulisan coding. 2. HASIL DAN PEMBAHASAN
~ 206 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
Berdasarkan metode penelitian yang digunakan maka dibuat suatu rancangan sistem dalam bentuk diagram-diagram UML meliputi use case diagram, activity diagram, class diagram dan sequence diagram. 1.
Glossary
Daftar kata-kata yang digunakan pada use case dijelaskan pada Tabel 1. Tabel 1. Glossary Istilah Dosen Mahasiswa Borang Detail Borang TA Jadwal Penguji Penilaian
Deskripsi Dosen yang ditugaskan sebagai pembimbing dan penguji skripsi Mahasiswa yang mengambil matakuliah tugasakhir Daftar kriteria penilaian untuk skripsi Deskripsi lebih detail tentang borang penilaian skripsi Skripsi mahasiswa yaitu meliputi ujian proposal dan ujian skripsi Pengaturan waktu ujian dan tempat serta penugasan dosen penguji tugas akhir Dosen yang ditugaskan sebagai penguji Pengisian nilai dan hasil review dosen penguji terhadap skripsi mahasiswa sesuai dengan borang nilai yang telah ditetapkan
2. Use Case Diagram Use case diagram sistem penilaian skripsi ini terdapat dua aktor yang berhubungan dengan sistem yang dirancang. Adapun use case diagram sistem yang dirancang ini pada gambar 1.
Gambar 1. Use Case Diagram Sistem Penilaian Skripsi
~ 207 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
3. Activity Diagram
Activity diagram dibuat berdasarkan scenario use case diagram, activity diagram menggambarkan hubungan antara actor dengan sistem yang dirancang. Activity diagram pada menu administrator dapat dilihat pada Gambar 2 dan Activity diagram pada menu administrator dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 2. Activity Diagram Menu Administrator
Gambar 3. Activity Diagram Menu Penguji
~ 208 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
4.
Class Diagram dan Sequence Diagram Class diagram dirancang berdasarkan use case diagram dan activity diagram. Class
diagram dapat mendeskripsikan class-class yang digunakan dalam system informasi skripsi yang dirancang. Sedangkan sequence diagram menggambarkan aliran pesan yang terjadi antar class yang didefinisikan pada class diagram.
4.1 Class Diagram dan Sequence Diagram untuk lihat Jadwal Gambar 4 dan Gambar 5 merupakan class diagram dan sequence diagram untuk proses lihat jadwal.
Gambar 4.Class Diagram untuk lihat Jadwal
: Administrator
: lihatJadwalUI
: lihatJadwalC
: jadwal
createlihatJadwal showJadwal *getJadwal getPem bimbing getDosen
Gambar 5. Sequence Diagram lihat jadwal
~ 209 ~
: Dosen
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
4.2 Class diagram dan Sequence Diagram untuk Penilaian Skripsi Gambar 6 dan Gambar 7 merupakan class diagram dan sequence diagram untuk peniliaian skripsi.
Gambar 6. Class diagram untuk Penilaian Skripsi
: PengujiTA
: PenilaianUI
: PenilaianC
index
: Jadwal
: Borang
: Nilai
viewJadwal
s electJadwal createNilai add *viewAllBorang s electBorang
*add s howDBorang *add
createNilai ins ertDnilai addNilai counter
Gambar 7. Sequence diagram untuk Penilaian skripsi
~ 210 ~
: DNilai
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
4.3 Class diagram untuk lihat nilai
Gambar 8 merupakan class diagram untuk lihat nilai
Gambar 8. Class diagram lihat nilai
4.4 Class diagram gabungan untuk Stereotype Entity Gambar 9 merupakan class diagram gabungan untuk Stereotype Entity
~ 211 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
Gambar 9. Class Diagram gabungan untuk Stereotype Entity 5. KESIMPULAN Penggunaan perancangan sistem berorientasi objek, akan lebih mempermudah dalam pengembangan sistem penilaian skripsi, semua data dan fungsi di dalam paradigma ini dibungkus dalam kelas-kelas atau objek-objek serta karakteristik dari sistem beroreientasi objek yang reusable sehingga menjadikan sistem ini dinilai lebih mudah dan fleksibel dalam penerapannya karena terintegrasi dalam satu sistem.
6. SARAN Perlu penambahan actor mahasiswa pada sistem, dengan tujuan agar mahasiswa dapat melihat data mahasiswa lainnya yang sedang mengambil skripsi beserta jadwal sidangnya.
DAFTAR PUSTAKA
Anhar. 2010, Panduan
Menguasai
PHP
dan
Mysql Secara Otodidak.
Jakarta : Mediakita Booch, Grady., 1994, Object-Oriented Analysis and Design, Addison-Wesley. Jogiyanto. 2005, Analisis & Desain.Yogyakarta:Andi Offset Kadir,Abdul.2003.Pengenalan Sistem Informasi.Yogyakarta:Andi Offset Mathiassen, Lars., 2000, Object Oriented Analisys and Design, Marko Publisher. Munawar.2005, Pemodelan Visual dengan UML.Yogyakarta:Graha Ilmu Sakur, Stendy B., 2011,
PHP 5 Pemrograman Berorientasi Objek : Konsep Dan
Implementasi, Andi Publisher, Yogyakarta:
~ 212 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
SOLUSI SISTEM INFORMASI ALIH KREDIT PADA JURUSAN SISTEM INFROMASI UNIVERSITAS DARMA PERSADA Endang Ayu Susilawati, Nur Syamsiyah Sistem Informasi - Fakultas Teknik ABSTRAK Sistem alih kredit merupakan pengakuan satuan nilai kredit yang telah dicapai sebelum menjadi mahasiswa Universitas Darma Persada yang ditetapkan berdasarkan jenjang dan bidang ilmu yang melatarbelakangi pendidikan yang dapat ditransfer dan /atau disetarakan sebagai pengganti beberapa mata kuliah tertentu yang terdapat dalam kurikulum Universitas Darma Persada khususnya pada Jurusan Sistem Informasi. Rancangan sistem informasi alih kredit didesain dengan mengintegrasikan pihak-pihak yang terkait dengan proses penerimaan mahasiswa baru alih kredit yaitu ketua jurusan program studi dan Panitia penerimaan mahasiswa baru(PPMB). Penelitian ini mencangkup tahap-tahap perencanaan, analisa dan perancangan sistem menggunakan perancangan sistem berorientasi objek yaitu Usecase diagram dan Activity Diagram. Perancangan database menggunakan Entity relationship diagram. Diharapakan dengan rancangan sistem ini kegiatan administrasi alih kredit menjadi lebih mudah, cepat, transparan, tertib, terpadu, akurat, dan efisien sehingga dapat meningkatkan pelayanan program studi dalam melakukan alih kredit bagi mahasiswa baru yang berdampak pada peningkatan jumlah mahasiswa dalam rangka mendukung program kerja Universitas Darma Persada dalam hal target peningkatan jumlah mahasiswa baru setiap tahunnya. Kata kunci:. Alih kredit, penyetaraan, sks.
1. PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Sistem alih kredit merupakan pengakuan satuan nilai kredit yang telah dicapai sebelum menjadi mahasiswa Universitas Darma Persada yang ditetapkan berdasarkan jenjang dan bidang ilmu yang melatarbelakangi pendidikannya, yang dapat ditransfer dan /atau disetarakan sebagai pengganti beberapa mata kuliah tertentu yang terdapat dalam kurikulum Universitas Darma Persada khususnya pada Jurusan Sistem Informasi. Potensi jumlah mahasiswa baru melalui alih kredit sangatlah besar dalam penerimaan mahasiswa baru setiap tahunnya pada Universitas Darma Persada khususnya dalam program studi sistem informasi sehingga diperlukannya pelayanan alih kredit yang cepat, terpadu dan efesien, yang akan berdampak pada peningkatan jumlah mahasiswa baru alih kredit Universitas Darma Persada.
~ 213 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
Rancangan sistem
informasi alih kredit
didesain berbasis web sehingga
mengintegrasikan pihak-pihak yang terkait dengan proses penerimaan mahasiswa baru alih kredit yaitu ketua jurusan program studi, Panitia penerimaan mahasiswa baru(PPMB) dan Dekan fakultas. Dengan demikian dapat dilaksanakannya kegiatan administrasi alih kredit dengan mudah, cepat, transparan, tertib, terpadu, akurat, dan efisien. Pada pengembangan lebih lanjut, Sistem informasi alih kredit ini dapat digunakan oleh program studi lainnya yang ada pada Universitas Darma Persada sehingga dapat meninggkatkan pelayanan program studi dalam penerimaan Mahasiswa baru alih kredit. 1.2 RUMUSAN MASALAH Alih kredit mahasiswa baru yang berjalan pada proses penyetaraan oleh program studi saat ini tidak memiliki keseragaman waktu penyelesaiannya sehingga pelayanan kepada mahasiswa baru alih kredit tidak optimal, yang berdampak calon mahasiswa harus menunggu dengan waktu lebih dari seminggu bahkan lebih hanya untuk mendapatkan informasi jumlah kredit yang diakui oleh program studi.
Oleh karena itu,
untuk
meminimalkan waktu, transparan, tertib, terpadu, akurat, dan efisien rancangan Solusi Sistem Informasi Alih Kredit studi kasus pada Jurusan Sistem Informasi Universitas Darma Persada. 1.3 BATASAN MASALAH (a) Perancangan sistem menggunakan tools Unified Modelling language berupa Use case diagram dan Activity diagram (b) Merancang sistem informasi alih kredit dengan pembagian akses level yang terdiri dari PMB, Ketua Jurusan dan Dekan sebagai pihak-pihak yang terkait pada proses penerimaan Mahasiswa baru alih kredit (c) Perancangan Basis data menggunakan Entity Relationship diagram. 1.4 TUJUAN PENELITIAN Tujuan penelitian ini adalah memberikan solusi untuk alih kredit berupa: (a) Untuk mendapatkan perancangan sistem informasi alih kredit yang dapat diterapkan pada aplikasi berbasis web dengan studi kasus pada Jurusan Sistem Informasi (b) Perancangan basis data sistem informasi alih kredit 1.5 URGENSI Arti Penting penelitian ini:
~ 214 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
(a) Meningkatkan pelayanan program studi dalam melakukan alih kredit bagi mahasiswa baru sehingga berdampak pada peningkatan jumlah mahasiswa baru dalam rangka mendukung program kerja Universitas Darma Persada dalam hal target peningkatan jumlah mahasiswa baru setiap tahunnya (b) Mengefisiensikan waktu penyelesaian alih kredit bagi mahasiswa baru oleh ketua jurusan, PMB dengan memberikan solusi sistem informasi alih kredit berupa kegiatan administrasi alih kredit dengan mudah, cepat, transparan, tertib, terpadu, akurat, dan efisien.
2 STUDI PUSTAKA 2.1 STATE OF THE ART: Penelitian ini mengacu pada prosedur dan sistem berjalan yang dilakukan pada Universitas Darma Persada dalam penerimaan mahasiswa alih kredit . 2.2 KONSEP DASAR SISTEM Menurut
Jogiyanto(2005) suatu sistem adalah suatu jaringan kerja dari prosedur-
prosedur yang saling berhubungan, berkumpul bersama-sama untuk melakukan suatu kegiatan atau untuk menyelesaikan suatu sasaran tertentu. Dan memiliki suatu sistem mempunyai karakteristik atau sifat-sifat tertentu. 2.3 UNIFIED MODELING LANGUAGE (UML) Dalam penelitian ini, alat pendukung analisis data adalah dengan menggunakan Object Oriented Programming (OOP) yaitu dengan Unified Modeling Language (UML). Menurut Munawar (2005) UML adalah hasil dari konsorsium berbagai oragnisasi yang berhasil dijadikan sebagai standar baku dalam OOAD (Object Oriented Analysis & Desain). Orientasi objek merupakan teknik pemodelan sistem riil yang berbasis objek. 2.3.1
USE CASE DIAGRAM
Use Case Diagram bersifat statis. Diagram ini memperlihatkan himpunan use case dan aktor-aktor. Use case menggambarkan external view dari sistem yang akan dibuat modelnya. 2.3.2 ACTIVITY DIAGRAM (DIAGRAM AKTIVITAS) Diagram aktivitas bersifat dinamis. Diagram aktivitas adalah tipe khusus dari diagram status yang memperlihatkan aliran dari suatu aktivitas ke aktivitas lainnya dalam satu sistem.
~ 215 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
2.4 ENTITY RELATIONSHIP DIAGRAM (ER-D) Menurut Jogiyanto (2005) Diagram hubungan entitas atau yang lebih dikenal dengan sebutan ER-Diagram adalah notasi grafik dari sebuah model data atau sebuah model jaringan yang menjelaskan tentang data yang tersimpan (storage data) dalam sistem secara abstrak. 3. METODE PENELITIAN 3.1 METODE Tahapan pelaksanaan penelitian ini menggunakan System Development Life Cycle (SDLC), metode ini memiliki enam tahap diantaranya Requirement & Planning, analisis sistem, design, development dan implementasi. Siklus hidup pengembangan sistem System Development Life Cycle (SDLC) dapat dilihat pada gambar dibawah ini. 5 Implementation
4. HASIL DAN PEMBAHASAN Pada proses penyetaraan matakuliah yang berjalan masih dilakukan secara manual, sehingga membutuhkan waktu bagi Ketua Jurusan dalam memeriksa satu persatu matakuliah yang akan disetarakan berdasarkan transkrip nilai. Hal ini juga menyebabkan lambatnya calon mahasiswa dalam menerima info jumlah sks yang diterima. Permasalahan yang terjadi pada Program Alih Kredit pada Jurusan Sistem Informasi saat ini adalah tidak adanya aplikasi khusus menangani alih kredit sehingga menjadi tidak efektif dan efesien. Sistem yang akan dikembangkan dirancang menggunakan Unified Modeling Language (UML), adalah alat bantu yang sangat handal di dunia pengembangan sistem yang berorientasi objek .
~ 216 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
4.1 Skema prototipe arsitektur sistem aplikasi alih kredit Sistem informasi alih kredit dirancang untuk diimplementasikan pada aplikasi Web Based System. Perancangan sistem dibagi menjadi akses level PMB, Akses level Kajur dan Akses Level Dekan.
Gambar 2 Site Map konfigurasi Sistem Informasi Alih Kredit
4.2 Sistem Desain Database 4. 2.1 Hasil Rancangan Model Entity Relationship Diagram Data yang akan dikelola oleh sistem informasi alih kredit ini terbagi menjadi data master dan data transaksi. Data master meliputi data mahasiswa, data matakuliah, data ketuajurusan dan data transaksi meliputi data hasil konversi.
Gambar 3 Entity Relationship Diagram Alih kredit
~ 217 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
4.2.2 Hasil Perancangan Database Relational Perancangan database menghasilkan tabel data relational dan struktur database.
Tabel Matakuliah Tabel Login
kode_mk
id_username
nama_mk
username
sks_mk
password
semester_mk
level
+ tambah
nama telp
+ ubah + hapus
Tabel Matkul Pindahan kode_mp nama_mp sks_mp grade_mp semester_mp id_mhs + tambah + hapus + ubah
+ tambah + ubah
Tabel Mhs Pindahan
Tabel Penyetaraan
Tabel Fakultas id_mhs
id_fak
kode_penyetaraan
nama_mahasiswa
nama_fak
kode_mp1
tempat_lahir
kode_mk1
tanggal_lahir
kode_mp2
univ_asal
kode_mk2
tahun_masuk id_mhs
Tabel Jurusan
program_studi
id_jur
program_studi_u
nama_jur
gelar_kesarjanaan
jenjang
trans
tgl_setara + tambah + hapus + ubah
status
id_fak
keterangan notif Tabel Transkrip
id_username
id_trans
jmlh_sks
file_trans
jmlh_mp
id_mhs
no_ijazah
+ tambah + hapus + ubah
jenjang_unsada
propinsi
nim + tambah + ubah + hapus
Gambar 4 Rancangan relasi antar table
4.3 Hasil Perancangan Sistem pada Use Case Diagram 4.3.1 Hasil rancangan Use Case Sistem pada Akses level Ketua jurusan(kajur)
~ 218 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
Login
Kajur <
> <>
Klik Pengaturan
<>
<>
Klik Home
Klik Matakuliah UNSADA
Klik Mahasiswa
<<extends>>
<<extends>>
Klik Data Login
Klik Data SMS
<<extends>>
<<extends>> Melihat Data Mahasiswa Setara
Melihat Data Mahasiswa Belum Setara
<<extends>>
<<extends>> Melihat Pesan Terkirim
Melihat Pesan Gagal
Gambar 5 use case akses level Kajur Pada akses level kajur, informasi penyetaraan didapat dari akses level PMB melalui menu Data belum setara. Setelah kajur melakukan penyetaraan maka informasi otomatis dapat diaksen oleh PMB dan Dekan sebagai pemberitahuan telah selesainya penyetaraan.
<>
Login
<>
<>
Klik Logout
<>
PMB Klik Home
Klik Mahasiswa
Klik Pengaturan <>
<<extends>> Melihat Data Mahasiswa Setara
<<extends>>
Klik Data SMS
Melihat Data Mahasiswa Belum <<extends>> Setara Melihat Pesan Terkirim
<<extends>> Melihat Pesan Gagal
Gambar 6 use case akses level PMB
4.4 Hasil Perancangan Sistem pada Activity Diagram 4.4.1 Hasil rancangan Activity diagram pada Akses level PMB
~ 219 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
Gambar 6 Activity diagram akses level PMB Penerimaan Mahasiswa Baru
Login
Aplikasi Alih Kredit
Database
Login berhasil
Melihat tampilan menu utama
Menampilkan menu utama Menyimpan data matakuliah calon mahasiswa
Pilih Menu mahasiswa pindahan belum setara
Menampilkan data calon mahasiswa pindahan belum setara
Melihat data calon mahasiswa pindahan belum setara Input data matakuliah calon mahasiswa
Simpan
Data berhasil disimpan?
Tidak
Ya Menampilkan data matakuliah calon mahasiswa yang sudah diinput
Pilih Kirim SMS
Form Kirim SMS
Kirim
Pesan Dikirim
Ubah Rincian data
Simpan
Pilih Hapus
Hapus
Pilih Unduh
Unduh
Pilih Logout
Menyimpan data SMS
Menampilkan data calon mahasiswa pindahan
Pilih Ubah
Menyimpan perubahan data matakuliah calon mahasiswa Menghapus data matakuliah calon mahasiswa
Logout
Gambar 7 Activity diagram akses level PMB Menu status belum dilakukan penyetaraan
~ 220 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
Penerimaan Mahasiswa Baru
Login
Melihat tampilan menu
Aplikasi Alih Kredit
Database
Login berhasil
Menampilkan menu utama
Menampilkan data calon mahasiswa pindahan sudah setara
Membuka data mahasiswa pindahan
Melihat data calon mahasiswa pindahan sudah setara
Menampilkan rincian hasil penyetaraan calon mahasiswa
Pilih Rincian Hasil Penyetaraan
Pilih Cetak
Cetak
Pilih Logout
Logout
Mengambil data calon mahasiswa untuk dicetak
Gambar 8 Activity diagram akses level PMB Menu status telah dilakukan penyetaraan oleh Kajur 4.4.2 Hasil rancangan Activity diagram pada Akses level Kajur Ketua Jurusan
Aplikasi Alih Kredit
Login
Login berhasil
Melihat tampilan menu utama
Menampilkan menu utama
Pilih Menu data mahasiswa pindahan
Database
Menampilkan data calon mahasiswa pindahan belum setara
Melihat data calon mahasiswa pindahan belum setara
Pilih Setarakan
Menampilkan form input penyetaraan
Menyimpan data penyetaraan calon mahasiswa
Input Penyetaraan Simpan Input data matakuliah calon mahasiswa
Menyimpan data matakuliah calon mahasiswa
Simpan Data berhasil disimpan?
Tidak
Ya Menampilkan data matakuliah calon mahasiswa yang sudah diinput
Menampilkan data calon mahasiswa pindahan
Pilih Ubah
Ubah Rincian data
Pilih Hapus
Pilih Unduh
Pilih Logout
Simpan
Menyimpan perubahan data calon mahasiswa
Hapus
Menghapus data calon mahasiswa
Unduh
Logout
Gambar 9 Activity diagram akses level Kajur Menu status belum dilakukan penyetaraan oleh Kajur
~ 221 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
Ketua Jurusan
Database
Aplikasi Alih Kredit
Login berhasil
Login
Melihat tampilan menu utama
Menampilkan menu utama
Pilih Menu data mahasiswa pindahan
Menampilkan data calon mahasiswa pindahan sudah setara
Melihat data calon mahasiswa pindahan sudah setara
Pilih Rincian Hasil Penyetaraan
Menampilkan rincian data penyetaraan
Pilih Edit Penyetaraan
Menampilkan data penyetaraan
Ubah Penyetaraan
Menyimpan perubahan data penyetaraan
Simpan
Menampilkan data penyetaraan yang akan dicetak
Pilih Cetak
Kirim SMS
Form SMS
Kirim
Menyimpan data pesan terkirim
Menampilkan data mahasiswa yang akan diubah
Pilih Ubah
Ubah Rincian data Pilih Hapus
Simpan
Hapus
Pilih Unduh
Unduh
Pilih Logout
Logout
Menyimpan perubahan data penyetaraan Menghapus data calon mahasiswa
Gambar 10 Activity diagram akses level Kajur Menu status telah dilakukan penyetaraan
5 KESIMPULAN Rancangan sistem informasi alih kredit didesain untuk mengintegrasikan pihak-pihak yang terkait dengan proses penerimaan mahasiswa baru alih kredit yaitu ketua jurusan program studi dan Panitia penerimaan mahasiswa baru (PPMB). Dengan demikian dapat dilaksanakannya kegiatan administrasi alih kredit dengan mudah, cepat, transparan, tertib, terpadu, akurat, dan efisien. Pada pengembangan lebih lanjut, Sistem informasi alih kredit ini dapat digunakan oleh program studi lainnya yang ada pada Universitas Darma Persada sehingga dapat meninggkatkan pelayanan program studi dalam penerimaan Mahasiswa baru alih kredit.
DAFTAR PUSTAKA
Al Fatta,Hanif.2010.Analisis dan Perancangan Sistem
Informasi
Untuk Keunggulan
Bersaing Perusahaan dan Organisasi Modern.Yogyakarta:AMIKOM Anhar.2010.Panduan Menguasai PHP dan Mysql Secara Otodidak. Jakarta: Mediakita Jogiyanto.2005.Analisis & Desain.Yogyakarta:Andi Offset Kadir,Abdul.2003.Pengenalan Sistem Informasi.Yogyakarta:Andi Offset Munawar.2005.Pemodelan Visual dengan UML.Yogyakarta:Graha Ilmu
~ 222 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
Widodo,Puji Prabowo dan Herlawati. 2011. Menggunakan UML. Bandung: Informatika Syafii,M.2004.Membangun
Aplikasi
Berbasis
PHP
dan
Mysql.Yogyakarta:Andi
Yogyakarta Edison,Tarigan Daud.2012.Membangun SMS Gateway Berbasis Web dengan Codeigniter. Yogyakarta:Lokomedia Munawar.2005.Pemodelan Visual dengan UML.Yogyakarta:Graha Ilmu Syafii,M.2004. Membangun Aplikasi Berbasis PHP dan Mysql.Yogyakarta: Andi Yogyakarta Edison,Tarigan
Daud.2012.Membangun
SMS
Codeigniter.Yogyakarta:Lokomedia
~ 223 ~
Gateway
Berbasis
Web
dengan
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
~ 224 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
KAJIAN STRATEGI PENURUNAN EMISI GAS BUANG DARI KAPAL DI PELABUHAN TANJUNG PRIOK Arif Fadillah*) Augustinus Pusaka K.*) Moch. Ricky Dariansyah*) *) Jurusan Teknik Perkapalan, Fak. Teknologi Kelautan, Universitas Darma Persada e-mail: [email protected] ABSTRAK Tingginya mobilisasi barang dengan menggunakan transportasi laut, berdampak pada tingginya emisi gas rumah kaca yang dikeluarkan ke atmosfir. Ketika kapal mendekati pelabuhan, kapal motor mencemari udara di sekitar pelabuhan. Bahkan selama kapal berada di kawasan pelabuhan, kapal motor tetap menyalakan mesin untuk memenuhi beberapa kebutuhan terutama listrik. Selama mesin beroperasi, berarti selama itu pula kapal mengeluarkan polutan ke udara.Dalam studi ini dilakukan kajian strategi penurunan emisi gas buang dari kapal di Pelabuhan Tanjung Priok. Pengumpulan data, baik primer dan sekunder pada lokasi Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta. Hasil studi menghasilkan strategi untuk menurunkan emisi di pelabuhan dengan Skenario Business as Ussual (BAU), Skenario Penggunaan Listrik Pelabuhan, Skenario Efesiensi Turn Round Time (TRT), Skenario Penggunaan CNG Sebagai Pengganti BBM Kapal. Skenario Peningkatan Kualitas BBM untuk menekan emisi Sox, Skenario Penerapam Teknologi Pada Permesinan Kapal untuk menekan emisi Nox. Kata Kunci: Emisi gas buang kapal, Penurunan emisi gas buang kapal, Pencemaran udara transportasi laut.
1. PENDAHULUAN Transportasi laut yang menggunakan kapal motor sebagai penggerak, merupakan salah satu sumber pencemar udara. Kapal–kapal motor, mulai dari ukuran yang kecil sampai yang besar, umumnya menggunakan minyak diesel atau solar sebagai bahan bakar motor. Minyak diesel atau solar yang dibakar di mesin kapal mengeluarkan sejumlah gas, seperti NOx, SOx, atau CO2. Semua gas tersebut menjadi penyebab pemanasan global, yang memicu terjadinya perubahan iklim. Tingginya mobilisasi barang menggunakan transportasi laut, berdampak memacu percepatan pemanasan global, polutan dari kapal di laut juga dapat menimbulkan hujan asam. Ketika kapal mendekati pelabuhan, kapal motor mencemari udara di sekitar pelabuhan. Bahkan selama kapal berada di kawasan pelabuhan, kapal motor tetap menyalakan mesin untuk memenuhi beberapa kebutuhan, terutama listrik. Selama mesin beroperasi, berarti selama itu pula kapal mengeluarkan polutan ke udara.
~ 225 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
Pencemaran lingkungan laut dari kapal di pelabuhan merupakan isu nasional yang perlu segera ditangani, hal ini dibutuhkan untuk menentukan langkah–langkah yang diperlukan dalam menentukan kebijakan pengendalian pencemaran udara. Pengumpulan data, baik primer dan sekunder pada lokasi Pelabuhan Tanjung Priok. Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka Kajian Strategi Penurunan Emisi Gas Buang dari Kapal di Pelabuhan Tanjung Priok sangat diperlukan dalam pengambilan kebijakan dan memperkuat keputusan pembangunan transportasi laut dan penyeberangan saat ini maupun yang akan datang.Hasil studi menghasilkan strategi untuk menurunkan emisi di pelabuhan dengan Skenario Business as Ussual (BAU), Skenario Penggunaan Listrik Pelabuhan, Skenario Efesiensi Turn Round Time (TRT), Skenario Penggunaan CNG Sebagai Pengganti BBM Kapal. Skenario Peningkatan Kualitas BBM untuk menekan emisi Sox, Skenario Penerapan Teknologi Pada Permesinan Kapal untuk menekan emisi Nox. 1.1 Maksud dan Tujuan Studi Studi ini dimaksudkan untuk menganalisis dan mengevaluasi upaya penurunan emisi gas buang dari kegiatan kapal di pelabuhan. Adapun tujuan dari pekerjaan studi ini adalah memberi masukan kepada pihak pelabuhan untuk mengantisipasi keluarnya kadar emisi gas buang oleh kapal–kapal yang singgah di pelabuhan, agar tidak terjadi pencemaran di atas ambang batas. 1.2 Manfaat Penelitian Selain bermanfaat bagi pengembangan transportasi laut dan penyeberangan pada kapal– kapal dalam negeri yang beroperasi, secara khusus pekerjaan studi ini juga bermanfaat sebagai landasan penyusunan program kerja, acuan serta arahan bagi stakeholder dan instansi terkait, seperti pelabuhan, angkutan laut atau kapal, dan pemerintah.
2.
METODOLOGI PERHITUNGAN EMISI Dalam rangka pengukuran emisi gas buang dari kegiatan kapal di pelabuhan dilakukan,
baik untuk mesin utama dan mesin bantu kapal dengan memperhitungkan sejak kedatangan kapal (time arrival), kegiatan bongkar muat termasuk didalamnya waktu tunggu kapal sampai dengan waktu keberangkatan kapal (time departure) pada pintu pelabuhan atau dikenal dengan TRT (Time Round Time) kapal di pelabuhan, seperti terlihat dalam Gambar 1.
~ 226 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
Pandu turun
Pandu naik ke kapal Kapal tunda siap
Kapal Tiba
Pandu naik ke kapal
Kapal tunda selesai
Kapal tunda siap
Pandu turun Kapal tunda selesai
Kegiatan Bongkar / Muat
Waktu tunggu
Approach Time
Kapal Berangk at
Waktu Tambat
Approach Time
Turn a Round Time
Gambar 1. Turn Round Time Kapal di Pelabuhan (1)
Kegiatan kapal di pelabuhan adalah sebagai berikut: 1. Approach Time (AT) : Waktu terpakai untuk kapal dari lokasi lego jangkar sampai ikat tali di tambatan dermaga pelabuhan atau sebaliknya. 2. Berth Time (BT) : Waktu tambat sejak first line sampai dengan last line. 3. Turn Round Time (TRT) : Waktu sejak kedatangan kapal berlabuh jangkar di kolam pelabuhan, dilanjutkan bongkar muat dermaga serta waktu keberangkatan kapal atau Time arrival sampai dengan Time departure.
Sedangkan estimasi gas emisi buang dari kapal di pelabuhan juga dengan memperhitungkan dari jenis kapal, dimana: a. Olah Gerak Kapal di Pelabuhan dengan Sistim Propulsi Sendiri Untuk perhitungan gas emisi buang dari kegiatan kapal di pelabuhan dengan memperhitungan seluruh emisi yang ditimbulkan dari mesin utama kapal (MU/ME) dan mesin bantu kapal (MB/AE) selama beroperasi di pelabuhan. Jenis kapal ini adalah ferry, kapal tunda, supply boat dan sejenisnya. b. Olah Gerak Kapal di Pelabuhan Tidak dengan Sistim Propulsi Sendiri Untuk perhitungan gas emisi buang dari kegiatan kapal di pelabuhan dengan memperhitungan seluruh emisi yang ditimbulkan dari mesin bantu kapal (MB/AE) dan
~ 227 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
emisi yang ditimbulkan emisi dari tug boat dan kapal bantu lainnya. Jenis kapal ini adalah: kapal barang, tanker, bulk carrier dan sejenisnya. Estimasi emisi gas buang dari mesin utama kapal mengikuti persamaan berikut ini dari Trozzi,et al, = jklmEijklm
(1)
Eijklm = Sjkm(GT)tjklmFijklm
(2)
Ei
dimana, i
Polutan :
j
Jenis: bahan bakar
k
Pengelompokan : kapal
l
Tipe:mesin
m
Mode : operasi kapal
Ei
Total: emisi polutan i
Eijklm
Total emisi polutan i saat menggunakan bahan bakar j dengan tipe : kapal k dan jenis mesin l pada m
Fijklm
Rata-rata emisi faktor polutan i dari bahan bakar j dengan tipe kapal k : dan mesin I dalam m
Sjkm (GT)
Konsumsi harian bahan bakar j oleh jenis kapal k saat m dengan : menggunakan fungsi GT
Perhitungan konsumsi bahan bakar dari mesin bantu dilakukan melalui persamaan dari Ishida, et.al. f = 0,2 x O x L
(3)
dimana : f : konsumsi bahan bakar (kg/kapal/jam) O : rated output (PS/engine) L : faktor beban (crusing :30%, hotelling (tanker) : 60%, (other ship) : 40% dan maneuvering : 50%)
Sedangkan estimasi emisi gas buang kapal dihitung berdasarkan Trozzi, et.al, dimana dalam penelitiannya menggunakan perhitungan konsumsi bahan bakar mesin dari setiap
~ 228 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
jenis kapal diperoleh dari analisis regresi linier konsumsi bahan bakar terhadap tonase kotor seperti terlihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Jenis Kapal dan Konsumsi Bahan Bakar
Konsumsi Bahan Bakar (ton/day) Dengan
Jenis Kapal
Menggunakan Fungsi Gross Tonnage (GT)
Solid Bulk
Cjk = 20.1860 + 0.00049 × GT
Liquid Bulk /Tanker
Cjk = 14.6850 + 0.00079 × GT
General Cargo
Cjk = 9.8197 + 0.00143 × GT
Container
Cjk = 8.0552 + 0.00235 × GT
Ro-Ro Cargo
Cjk = 12.8340 + 0.00156 × GT
Passenger
Cjk = 16.9040 + 0.00198 × GT
High Speed Ferry
Cjk = 39.4830 + 0.00972 × GT
Inland Cargo
Cjk = 9.8197 + 0.00143 × GT
Sail Ship
Cjk = 0.4268 + 0.00100 × GT
Tugs
Cjk = 5.6511 + 0.01048 × GT
Fishing
Cjk = 1.9387 + 0.00448 × GT
Other Ships
Cjk = 9.7126 + 0.00091 × GT
Selain itu, emisi gas buang dihitung dengan mempertimbangkan faktor-faktor seperti mesin dan jenis bahan bakar serta mode operasi dari kapal seperti terlihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Faktor Emisi Pada Kapal (kg/ton) Mode
Cruising
Manoeu
Engine / Bahan
NOx
CO
CO2
VOC
PM
SOx
SSD/BFO
87
7.4
3200
2.4
1.2
60
MSD/BFO
57
7.4
3200
2.4
1.2
60
HSD/MDO
70
9
3200
3
1.5
20
SSD/BFO
78
28
3200
3.6
1.2
60
Bakar
~ 229 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
vering
Hotelling
MSD/BFO
51
28
3200
3.6
1.2
60
HSD/MDO
63
34
3200
4.5
1.5
20
SSD/BFO
35
99
3200
23.1
1.2
60
MSD/BFO
23
99
3200
23.1
1.2
60
HSD/MDO
28
120
3200
28.9
1.5
20
SSD = Slow Speed Diesel Engine Particulate Matter
BFO = Bunker Fuel Oil
PM =
VOC = Volatile Organic Compound
MDO
= Marine Diesel Oil MSD = Medium Speed Diesel Engine
3.
HSD = High Speed Diesel Engine
PELABUHAN TANJUNG PRIOK Pelabuhan Tanjung Priok tergolong pelabuhan umum merupakan pelabuhan yang relatif
lengkap dengan disediakan terminal penumpang, terminal peti kemas maupun terminalterminl curah. Pelabuhan Tanjung Priok berada di Kotamadya Jakarta Utara, Propinsi DKI Jakarta dengan posisi koordinat antara 06º - 06' - 00'' LS dan 106º - 53' - 00 BT dengan kedalaman alur -5 sampai dengan -14 mLWS dan kedalaman kolam PLB antara -5 sampai dengan -14 mLWS. Gambar 2. Memperlihatkan dan lokasi dan layout Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta.
LAYOUT PELABUHAN EKSISTING 2010
KOMPLEK TNI-AL
JL. ALOR
PT. BSA EX KSJ
CK
PT. DKB
Terminal Peti Kemas KOJA
EX PT PERINTIS ASPALINDO
CAR TERMINAL CURAH CAIR
DOCK B&C
EX AKR
ADHIGUNA
DERMAGA CURAH CAIR/
PT. GRAHA SEGARA
Ex Roro Sam
Ex PT Jelajah Laut Nusantara
JL. ALAS
Ex. PT UCL
CURAH CAIR
JL. BITUNG
Ex. PT PRIMANATA
JL. PANAITAN
JL. PADAMARANG
JL. TEMBUS
JL. BANGKA
JL. KALIMANTAN
Ex. PT AGUNG RAMA
PT MTI
Ex. B & C
KBN
KARANTINA
KANTOR
MASJID
PMK
KANTOR ARSIP
EX. GESSU RY LLOYD
JL. AYUNG
Ex. PMK EX. R UMAH MAKAN
EX. VTP
TKBM
PT. LBS KANTOR
KANTOR
PT. PUL KANTOR
POOL
II JL. NUSANTARA
JL. PALIAT
LAPANGAN PENUMPUKAN LAPANGAN PENUMPUKAN INDUSTRI POLYMER
MASAJI KARGOSENTRA TAMA
PT. SABINDO VEEM
GUDANG CDC
LAPANGAN
KARANTINA IKAN
GD LAP
PERKANTORAN
PERKANTORAN JL. ENGGANO PMC
API
AIR
ETA . KER STA
I PT HARAPAN JAYA
PT.
PKL
INSTA NSI
MULTIPURPOSE
PT MBL
N& UKA RI NU UMPA . PEN EK ANG LAP PT. GUD
CURAH CAIR
CURAH KERING
JL. NUSANTARA
YACHT CLUB
EX. PRIMANATA
DLN
TA ADINA MART . RE LAKS JL.
EX PT INGGOM
PT. DKB
CURAH KERING
LAHAN REKLAMASI
PEME RINT AH
luas ± 106.215,13 m2
U
DEPO
DOCK
KANTOR
KANTOR YON
DOCK
PT PELINDO II
PT ADIPURUSA
JL. BANGKA
GUPER KANTIN
KARANTINA HEWAN
Ex. PT. J as a Nurani Serv ice
EX PT. TSJ
E X PT JBY
JL. AMBON SELATAN
EX AD MIRA L LINES
JL. KALIMANTAN SELATAN
ORGANDA
KANTOR
EX PT DAHAN
DM SWEATER
KANTOR
JL. PABEAN
KANTOR
PT DHU / BCA PT.DJAKARTA LLOYD
PT. SARI JASA
TERMINAL
Sum atera
Ex PT. Enggano Samosir
PENUMPUKAN CURAH CAIR (BBM)
KESEHATAN
KANTOR CABANG
BANK BUMI PUTRA
EX PT DAHAN
GD LAP PT. R AMA ADI PUTRA
PT TJETOT
GD
Ex PT. Djasa
LAP
PT. DKP
DOCK
0
JL. PENJALAI
LAP . EX OFFICE CENTRE Office Area
JL. PANAITAN
KANTOR
PT. SARI JASA
JL. PADAMARANG
KANTOR SAMUDRA
Ex. PT PELOPOR / 005 X
DOCK
LAP .EX. PT GLORIUS/ 003 X
JL. DIGUL
KOLINLAMIL
JL. PALMAS
PT. PELNI KANTOR
GRAHA
INDUSTRI
PLTU
PLTU
LAP. PENUMPUKAN & GUDANG
CURAH CAIR DOCK
JL. SINDANG LAUT
LAPANGAN
JL. ACEH
CC
JL. AMBON
PT. PBI
JL. POMBO
EX PT Dwipahasta Utamaduta
ALAM
JL. ALAS
JL. PANAMBANGAN
GD LAP
LAP. PENUMPUKAN
KOMPLEK AIRUD
DOCK
INDUSTRI LAP. PENUMPUKAN & GUDANG DOCK
ANCOL
KANTOR INSTANSI PEMERINTAH
N
TERMINAL KONVENSIONAL / MULTI PURPOSE TERMINAL PETI KEMAS
JAKARTA INTERNATIONAL CONTAINER TERMINAL AREA KANTOR / DAGANG (PORT BUSSINESS AREA)
TERMINAL MOBIL (CAR TERMINAL)
AREA PEMERINTAHAN (GOVERMENT RELATED AREA) OTHER AREA DOCK YARD
PENGOLAHA INDUSTRI
GAN PERGUDAN
TERMINAL CURAH KERING TERMINAL CURAH CAIR TERMINAL PENUMPANG
50 km
Gambar 2. Posisi dan Layout Pelabuhan Tanjung Priok (1)
~ 230 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
Fasilitas terminal peti kemas yang dimiliki pelabuhan Tanjung Priok terdiri atas terminal konvensional yang memiliki fasilitas pelayanan petikemas yang terdiri atas fasilitas gudang yang memiliki luas 169.956 M2 dan lapangan penumpukan seluas 423.678 M2.Terminal peti kemas yang ada terdiri atas CFS seluas 8.096 M2 dan lapangan container seluas 60.92 M2.
Sedangkan waktu pelayanan kapal, baik untuk kapal dari luar dan dalam negeri mulai tahun 2009 sampai dengan 2013 ditunjukan dalam Tabel 3. Waktu pelayanan kapal di Pelabuhan Tanjung Priok, baik kapal untuk angkutan dalam negeri maupun luar negeri.
Tabel 3 Waktu Pelayanan Kapal di Pelabuhan Tanjung Priok
KINERJA PELAYANAN 1. KINERJA PELAYANAN KAPAL NO
URAIAN
1 1
2
SATUAN 3
REALISASI REALISASI REALISASI REALISASI REALISASI TAHUN TAHUN TAHUN TAHUN TAHUN 2009 2010 2011 2012 2013 4 5 6 7 8
KAPAL LUAR NEGERI a Turn Round Time (TRT) b Waiting Time (WT) c Approach Time (AT) d Postpone Time (PT) e Berthing Time (BT) f Non Operating Time (NOT) g Berth Working Time (BWT) h Effective Time (ET) I Idle Time (IT)
Jam Jam Jam Jam Jam Jam Jam Jam Jam
36.72 1.00 1.00 1.00 33.72 3.71 30.01 28.83 1.18
40.43 1.00 1.00 1.00 37.43 4.57 32.85 30.08 2.77
41.97 1.00 1.00 1.00 38.97 4.28 34.68 32.41 2.27
76.14 38.57 1.00 36.57 1.00 35.57 3.88 31.69
38.88 0.40 1.00 1.00 36.48 3.30 33.18 30.22 2.96
KAPAL DALAM NEGERI a Turn Round Time (TRT) b Waiting Time (WT) c Approach Time (AT) d Postpone Time (PT) e Berthing Time (BT) f Non Operating Time (NOT) g Berth Working Time (BWT) h Effective Time (ET) I Idle Time (IT)
Jam Jam Jam Jam Jam Jam Jam Jam Jam
41.14 1.00 1.00 1.00 38.14 6.78 31.36 28.19 3.17
39.13 1.00 1.00 1.00 36.13 4.99 31.15 28.02 3.13
42.41 1.00 1.00 1.00 39.41 6.27 33.14 29.25 3.89
77.88 39.44 1.00 37.44 1.00 36.44 6.17 30.27
32.06 0.42 1.00 1.00 29.64 2.80 26.84 24.00 2.84
Sedangkan lalulintas kapal, baik untuk kapal luar dan dalam negeri mulai tahun 2009 sampai dengan 2013 ditunjukan dalam Tabel 4. Total lalulintas kapal memperlihatkan kenaikan lebih dari 10% setiap tahunnya untuk Gross Tonage dan unit kapal yang berkunjung.
~ 231 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
Tabel 4 Waktu Pelayanan Kapal di Pelabuhan Tanjung Priok
3
REALISASI TAHUN 2009 4
REALISASI TAHUN 2010 5
REALISASI TAHUN 2011 6
REALISASI TAHUN 2012 4
REALISASI TAHUN 2013 6
Unit GT Unit GT Unit GT Unit GT Unit GT Unit GT Unit GT Unit GT Unit GT
387 6.261.192 4.121 55.203.840 4.508 61.465.032 12.004 29.550.484 158 563.384 12.162 30.113.868 16.670 91.578.900
336 5.279.088 4.351 62.674.010 4.687 67.953.098 12.582 33.878.444 188 670.826 12.770 34.549.270 17.457 102.502.368
944 13.720.112 3.545 59.425.468 4.489 73.145.580 14.199 39.194.606 226 912.991 14.425 40.107.597 18.914 113.253.177
1.854 32.184.448 2.734 46.022.098 4.588 78.206.546 14.072 40.760.227 172 641.817 14.244 41.402.044 18.832 119.608.590
2.566 45.703.615 1.962 33.909.750 4.528 79.613.365 13.566 44.346.132 189 810.468 13.755 45.156.600 18.283 124.769.965
NO
UR A I A N
SATUAN
1
2
1.
Pelayaran Luar Negeri : a. Reguler b. Non Reguler Jumlah 1
2.
Pelayaran Dalam Negeri
3.
Pelayaran Rakyat
4.
Pelayaran Perintis
5.
Kapal Negara / Tamu Jumlah 2 s/d 5 Jumlah 1 s/d 5
4. Analisa dan Pembahasan Gambar 3. Memperlihatkan emisi gas buang dari pelayanan kapal dan pelayaran kapal dalam dan luar negeri di Pelabuhan Tanjung Priok dengan proyeksi emisi yang terjadi sampai dengan tahun 2030. Pada skenario ini tidak dilakukan intervensi apapun atau Business As Ussual (BAU). Pada tahun 2030, total emisi untuk NOx = 1.221 ton, CO = 5.233 ton, CO2 =139,6 × 103 ton, VOC = 1.260 ton, PM = 65,41 ton dan SOx = 872,20 ton
Gambar 3. Emisi Pelayanan Kapal, Pelayaran Kapal Dalam dan Luar Negeri Skenario BAU
~ 232 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
Gambar 4 menunjukan skenario penggunaan listik pelabuhan sebagai pengganti mesin bantu kapal pelayaran dalam dan luar negeri di pelabuhan. Pada tahun 2030, total emisi untuk NOx = 267 ton, CO = 1.144 ton, CO2 =30,50 × 103 ton, VOC = 275,60 ton, PM = 14,30 ton dan SOx = 190,73 ton.
Gambar 4. Emisi Pelayanan Kapal, Pelayaran Kapal Dalam dan Luar Negeri Skenario Listrik Pelabuhan
Gambar 5 memperlihatkan skenario Compressed Natural Gas (CNG) pada kapal pelayanan di pelabuhan sebagai pengganti penggunaan BBM pada mesin utama kapal khususnya tugboat. Pada tahun 2030, total emisi untuk NOx = 604,85 ton, CO = 2.592 ton, CO2 = 69,10 × 103 ton, VOC = 624,30 ton, PM = 32,40 ton dan SOx = 432,00 ton.
Gambar 5. Emisi Pelayanan Kapal Skenario Compressed Natural Gas (CNG)
Sesuai dengan peraturan International Maritime Organization (IMO) tentang pembatasan kandungan sulfur pada BBM atau dengan kata lain peningkatan kualitas BBM, sehingga
~ 233 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
apabila diterapkan pada industri pelayaran di Indonesia akan dapat mengurangi dampak dari emisi gas buang dari kapal terutama akibat kandungan sulfur dalam BBM. Gambar 6 menunjukan perbandingan emisi sulfur antara Skenario BAU dengan Skenario Kualitas BBM. Pada tahun 2030, apabila dilakukan intervensi peningkatan kualitas BBM untuk kapal pelayanan dipelabuhan menjadi SOx = 214,00 ton dan apabila tidak dilakukan intervensi nilai emisi SOx = 648,50 ton atau menurun sebesar 33% demikian juga untuk kapal pelayaran dalam dan luar negeri menurun sebesar 30%.
Gambar 6. Emisi Gas Buang Kapal Skenario Peningkatan Kualitas Bahan Bakar Minyak (BBM)
Demikian juga dengan pembatasan dari NOx di kapal dengan dasar putaran mesin kapal sesuai dengan ketentuan dari IMO. Sehingga apabila diterapkan dapat menurunkan emisi gas buang kapal khususnya emisi NOx. Gambar 7 menunjukkan perbandingan emisi gas buang NOx antara skenario BAU dengan skenario peningkatan penerapan teknologi pada permesinan kapal. Pada tahun 2030, apabila dilakukan intervensi penerapan teknologi pada permesinan kapal untuk kapal pelayanan dipelabuhan menjadi NOx = 467,75 ton dan apabila tidak dilakukan intervensi nilai emisi NOx = 748,40 ton atau terjadi penurunan emisi gas buang NOx lebih dari 60% demikian juga untuk kapal pelayaran dalam dan luar negeri.
~ 234 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
Gambar 7. Emisi Gas Buang Kapal Skenario Penerapan Teknologi Pada Permesinan Kapal
Berdasarkan penelitian terdahulu, rata-rata waktu TRT kapal asal luar dan dalam negeri dari tahun ke tahun meningkat dan pada saat ini TRT di Pelabuhan Tanjung Priok berkisar diatas 40 jam atau kurang lebih sejak kedatangan kapal sampai dengan kapal berangkat selama 2 (dua) hari. Gambar 8 menunjukkan emisi gas buang kapal dengan menggunakan skenario efesiensi turn round time (TRT) kapal di pelabuhan, emisi kapal pelayanan tersebut tidak dimasukan. Dalam kajian ini diasumsikan efesiensi waktu dalam skema TRT sebesar 10% yang dilakukan dapat menurunkan tingkat emisi gas buang kapal dibandingkan dengan skenario BAU. Dengan memperhitungkan bahwa tingkat TRT kapal di Pelabuhan masih sangat terbuka luas, sehingga penurunan tersebut seharusnya dapat dilakukan lebih dari 10%.
Gambar 8. Emisi Gas Buang Kapal Skenario Efesiensi Turn Round Time (TRT)
~ 235 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
5. KESIMPULAN
a.
Total kunjungan kapal luar negeri ke Pelabuhan Tanjung Priok menunjukkan trend yang meningkat demikian juga dengan kedatangan kapal dalam negeri, baik dari sisi jumlah maupun gross tonagge kapal.
b.
Akibat dari kenaikan kunjungan kapal di Pelabuhan Tanjung Priok juga meningkatkan total pemakaian BBM untuk kapal mengalami trend kenaikan dari tahun ketahun dan dari perhitungan terlihat bahwa konsumsi BBM terbesar adalah untuk kapal angkutan luar negeri.
c.
Perhitungan emisi yang dilakukan adalah untuk polutan NOx, CO, CO2, VOC, PM dan SOx.. Hasil kajian memperlihatkan kenaikan emisi gas buang dari kapal yang cukup besar sehingga hal ini dapat mengganggu kesehatan manusia dan ekologi lingkungan pelabuhan.
d.
Strategi untuk menurunkan emisi dibandingkan dengan skenario strategi business as ussual (BAU) adalah strategi pemakaian listrik pelabuhan, efesiensi turn round time (TRT), skenario penerapan kualitas BBM, penerapan teknologi pada permesinan kapal, dan skenario penggunaan compressed natural gas (CNG) sebagai bahan bakar pengganti.
DAFTAR PUSTAKA Kementrian Perhubungan, Informasi Geo-Spasial Transportasi, 2011 Ishida,T., Emission of Estimate Methods of Air Pollution and Green House Gases from Ships, J. Jap. Inst. Mar. Eng., 37(1). 2003 Trozzi,C., Vaccaro,R., Methodologies For Estimating Air Pollutant Emission From Ships, Techne Report MEET RF98b., 1998. UNECE/EMEP, Group 8, Other Mobile Sources and Machinery, in EMEP/CORINAIR Emission Inventory Guidebook-third ed., Update (Technical Report no.30), 2002 A Report on Research Concerning the Reduction of CO2 Emission from Vessels, Ship and Ocean Foundation, Japan, 2000. Marpol 73/78 Annex VI: NOX and SOX Control, International Maritime Organization (IMO), The United Nation, 2004.
~ 236 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) Guidelines for National Greenhouse Gas Inventories: Reference Manual, 1996. Arif Fadillah dan Moch. Ricky Dariansyah, Kajian Emisi Gas Buang Dari Kapal di Pelabuhan Tanjung Priok, 2013, Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Genap 2013/2014, Tahun II/No.2/Agustus 2014, Universitas Darma Persada.
~ 237 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
~ 238 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
LANJUTAN ANALISIS KESELAMATAN & KEAMANAN TRANSPORTASI PENYEBERANGAN LAUT DI INDONESIA, STUDI KASUS: PENYEBERANGAN ANTAR NEGARA DI INDONESIA-MALAYSIA Danny Faturachman Fakultas Teknologi Kelautan, Universitas Darma Persada [email protected] ABSTRAK Transportasi merupakan urat nadi perekonomian masyarakat dan bangsa Indonesia. Aktivitas perkembangan transportasi di Indonesia, khususnya transportasi laut semakin meningkat. Hal in imerupakan dampak dari aktivitas perekonomian dan aktifitas sosial budaya dan masyarakat. Penelitian ini merupakan lanjutan penelitian terdahulu yang mengambil topik penyeberangan laut antara Batam dan Singapura, meskipun lokasi di Indonesianya sama, tetapi objek penelitiannya berbeda dan keterbaruannya adalah akan dilihat apakah keinginan penduduk Batam dan terutama penduduk Malaysia untuk menggunakan penyeberangan ferry lintas Negara ini cukup besar disbanding antara BatamSingapura. Selain itu akan diketahui perbandingan antara terminal dan pelabuhan di Malaysia dengan di Batam, jenis kapal penyeberangannya, termasuk juga dalam hal keselamatan dan keamanan penumpang pada kapal (alat-alat keselamatan) karena jarak tempuh Batam-Johor lebih jauh dari Batam-Singapura dan pelabuhan penyeberangan yang ada di Malaysia (dalam hal memberikan kenyamanan dan keamanan kepada penumpang) dibandingkan dengan pelabuhan di Batam. Selain itu keterbaruan penelitian ini adalah dalam rangka mempersiapkan ASEAN Connectivity di tahun 2015. Karena ketersambungan antar negara ASEAN tersebut, dinilai merupakan bagian penting dalam rangka mewujudkan terselenggaranya Masyarakat Ekonomi ASEAN tahun 2015 yang ditandai dengan pasar terbuka di Asia Tenggara. Kalau melalui jalur darat antara Indonesia – Malaysia sudah berlangsung dengan baik di perbatasan Kalimantan, tetapi jalur laut perlu dikembangkan lagi. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif studi kasus (case study) dan teknik pengumpulan data menggunakan studi literatur dan penelitian langsung melihat fakta di lapangan. Diharapkan dengan adanya 2 penelitian yang sekarang dan penelitian terdahulu, dapat dilihat bahwa faktor keselamatan dan keamanan khususnya pada terminal penyeberangan di 3 negara ASEAN akan sangat penting untuk mendukung terbukanya pasar bebas di ASEAN tahun 2015 ini. Katakunci: Batam, ferry, keselamatan&keamananpenyeberanganlaut, Malaysia
1. PENDAHULUAN Indonesia sebagai sebuah Negara Kepulauan terdiri dari ribuan pulau dan memiliki wilayah laut yang luas sehingga moda transportasi yang sangat diperlukan adalah angkutan laut sebagai sarana mobilitas dan penggerak pembangunan ekonomi nasional. Transportasi merupakan urat nadi perekonomian masyarakat dan bangsa Indonesia. Aktivitas
~ 239 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
perkembangan transportasi di Indonesia, khususnya transportasi laut semakin meningkat. Hal ini merupakan dampak dari aktivitas perekonomian dan aktifitas sosial budaya dan masyarakat. Dalam rangka keselamatan & keamanan transportasi penyeberangan laut khususnya antara Indonesia dan Malaysia akan dilihat bagaimana keadaan kondisi kapal-kapal penyeberangan yang melintas antara Indonesia dan Malaysia. Selain itu juga akan dilihat bagaimana standar keselamatan yang mengacu kepada SOLAS berupa alat-alat keselamatan sudah dipenuhi dan terdapat pada kapal-kapal tersebut. Selain itu juga akan dilihat kondisi terminal penyeberangan di pelabuhan Batam dan pelabuhan Stulang Laut, Johor, Malaysia dari segi keamanan apakah sudah memadai dan layak bagi para penumpang. Di samping itu, perairan Indonesia selain sebagai penghubung antar kota dan pulau, juga antar Negara. Sebagai perbatasan di pulau Sumatera, kota Batam menjadi penghubung antara Indonesia dengan Singapura dan Malaysia. Untuk kesemuanya itu diperlukan pengamanan terutama terhadap pelayaran di wilayah Indonesia karena keselamatan maritim sangat mempengaruhi usaha pembangunan kelanjutan terutama aktivitas transportasi laut. Kota Batam masuk dalam provinsi Kepulauan Riau. Provinsi Kepulauan Riau terletak pada lokasi yang sangat strategismengingat berada di wilayah perbatasan antar negara, bertetangga dengansalah satu pusat bisnis dunia (Singapura) serta didukung oleh adanya jaringantransportasi laut internasional dengan lalu lintas yang ramai.
2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 TINJAUAN PERATURAN Dalam UU Nomor 17 tahun 2008 tentang Pelayaran dinyatakan bahwa: a) Keselamatan dan keamanan pelayaran adalah suatu keadaan terpenuhinya persyaratan keselamatan dan keamanan yang menyangkut angkutan di perairan, kepelabuhanan, dan lingkungan maritim. b) Kelaiklautan kapal adalah keadaan kapal yang memenuhi persyaratan keselamatan kapal, pencegahan pencemaran perairan dari kapal, pengawakan, garis muat, pemuatan, kesejahteraan awak kapal dan kesehatan penumpang, status hukum kapal, manajemen keselamatan dan pencegahan pencemaran dari kapal, dan manajemen keamanan kapal untuk berlayar di perairan tertentu.
~ 240 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
c) Keselamatan kapal adalah keadaan kapal yang memenuhi persyaratan material, konstruksi, bangunan permesinan dan perlistrikan, stabilitas, tata susunan serta perlengkapan, alat penolong dan radio, elektronik kapal, yang dibuktikan dengan sertifikat setelah dilakukan pemeriksaan dan pengujian. Untuk mengendalikan keselamatan pelayaran secara internasional diatur dengan ketentuan-ketentuan sebagai berikut: a International Convention for the Safety of Live at Sea (SOLAS), 1974, sebagaimana yang telah disempurnakan dan aturan internasional ini menyangkut ketentuanketentuan sebagai berikut: Konstruksi (struktur, stabilitas, permesinan dan instalasi listrik, perlindungan api, detektor api dan pemadam kebakaran); Komunikasi radio, keselamatan navigasi; Perangkat penolong, seperti pelampung, sekoci, rakit penolong; Penerapan ketentuan-ketentuan untuk meningkatkan keselamatan dan keamanan pelayaran termasuk di dalamnya penerapan International Safety Management (ISM) Code, dan International Ship and Port facility Security (ISPS) Code. b International Convention on Standards of Training, Certification, and Watch keeping for Seafarers, tahun 1978 dan terakhir diubah tahun 1995. c International Convention on Maritime Search and Rescue, 1979. d International Aeronautical and Maritime Search and Rescue Manual (IAMSAR).
2.2 PERMASALAHAN Penelitian di pulau Batam meskipun lokasinya sama, tetapi objek penelitiannya berbeda dan keterbaruannya adalah akan dilihat apakah keinginan penduduk Batam dan terutama penduduk Malaysia untuk menggunakan penyeberangan ferry lintas Negara ini cukup besar dibanding antara Batam-Singapura. Selain itu akan diketahui perbandingan antara terminal dan pelabuhan di Malaysia dengan di Batam, jenis kapal penyeberangannya, termasuk juga dalam hal keselamatan dan keamanan penumpang pada kapal (alat-alat keselamatan) karena jarak tempuh Batam-Johor lebih jauh dari Batam-Singapura dan pelabuhan penyeberangan yang ada di Malaysia (dalam hal memberikan kenyamanan dan keamanan kepada penumpang) dibandingkan dengan pelabuhan di Batam. Untuk itulah dalam penelitian
~ 241 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
lanjutan kali ini akan dilihat apakah penyeberangan Indonesia – Malaysia juga sudah berjalan dengan baik, terutama kondisi kapal dan pelabuhannya. Selain itu keterbaruan penelitian ini adalah dalam rangka mempersiapkan ASEAN Connectivity di tahun 2015. Karena ketersambungan antar negara ASEAN tersebut, dinilai merupakan bagian penting dalam rangka mewujudkan terselenggaranya Masyarakat Ekonomi ASEAN tahun 2015 yang ditandai dengan pasar terbuka di Asia Tenggara. Kalau melalui jalur darat antara Indonesia – Malaysia sudah berlangsung dengan baik di perbatasan Kalimantan, tetapi jalur laut perlu dikembangkan lagi. Dengan adanya 2 penelitian ini dapat dilihat bahwa faktor keselamatan dan keamanan khususnya di 3 negara ASEAN ini akan sangat penting untuk mendukung terbukanya pasar bebas di ASEAN tahun 2015 mendatang. Diharapkan sebenarnya ada dukungan terhadap penelitian ini dikarenakan untuk mendukung ASEAN Connectivity tersebut pemerintah RI sudah berniat untuk mengembangkan 2 lagi penyeberangan lintas Negara Indonesia - Malaysia yaitu Dumai – Melaka dan Belawan – Penang. Tetapi dengan adanya kendala terutama di masalah biaya yang sangat minim, peneliti juga merasa kesulitan untuk dapat melanjutkan penelitian terutama di 2 lintasan yang akan mendukung ASEAN Connectivity tersebut.
2.3 TINJAUAN KOTA BATAM Kota Batam adalah salah satu kotamadya yang berada di provinsi Kepulauan Riau yang terletak pada 0º 25’9’’ - 1º15’00‟ Lintang Utara dan 103º34’35‟ - 104º26’4‟ Bujur Timur. Kota Batam memiliki luas wilayah perairan mencapai 1.570 km². Luas wilayah daratan tersebut dihuni oleh 988.55 penduduk2, sehingga kepadatan penduduk di kota tersebut sebanyak 38.661 jiwa/km². Populasi ini merupakan populasi ketiga terpadat di Pulau Sumatera setelah kota Medan dan kota Padang. Kota Batam terdiri dari 12 kecamatan, diantaranya adalah Batu Ampar, Belakang Padang, Bulang, Galang, Lubuk Baja, Sei Beduk, Batu Aji, Segulung, Bengkong, Batam Kota dan Sekupang. Kota Batam merupakan sebuah pulau yang terletak sangat strategis karena terletak di jalur pelayaran internasional dengan batas-batas wilayah sebagai berikut: Utara Singapura dan Malaysia Selatan Kabupaten Lingga Barat Kabupaten Karimun Timur Pulau Bintan dan Tanjung Pinang
~ 242 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
(Sumber: Batam dalam angka 2010) Kota Batam tidak memiliki sumber daya alam yang berlimpah, oleh karena itu kegiatan ekonomi Kota Batam mayoritas tergantung pada sektor sekunder dan tersier. Hal ini tercermin dari target pertumbuhan ekonomi pemerintah kota Batam yang didorong oleh pertumbuhan di sektor industri dan pariwisata. Batam yang dianggap sebagai daerah tropis, dengan suhu rata-rata berkisar dari 24 hingga 35 derajat Celcius (77 ke 95 derajat Fahrenheit). Kelembaban di wilayah ini berkisar dari 73% menjadi 96%. Secara umum musim hujan dimulai dari November hingga April dan musim kering dari Mei hingga Oktober. Rata-rata curah hujan tahunan sekitar 2600 mm. Transportasi merupakan sarana penunjang mobilitas, dimana masyarakat Batam dapat menggunakan fasilitas kendaraan umum seperti taksi, bis, ojek. Selain transportasi darat, Batam yang merupakan daerah kepulauan, transportasi laut merupakan salah satu sarana yang penting. Penggunaan jalur laut yang menghubungkan Batam dengan pulau-pulau disekitar maupun dengan negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia, membuat pembangunan dan sarana transportasi laut cukup lengkap, seperti kapal ferry (kapal penyebrangan).
3. TINJAUAN UMUM TENTANG TERMINAL FERRY 3.1 Pengertian Terminal Ferry Terminal ferry terdiri dari dua kata yaitu terminal dan ferry. Terminal merupakan titik dimana penumpang dan barang masuk dan keluar dari sistem dan merupakan komponen penting dalam sistem transportasi (Morlok,Edward K, Pengantar Teknik dan Perancangan Transportasi, Erlangga, Jakarta 1991, Hal 269). Sedangkan ferry merupakan sebuah kapal transportasi jarak dekat. Jadi, terminal ferry yaitu wadah yang dapat menampung aktifitas keluar masuk penumpang dari angkutan kapal jarak dekat atau kapal penyeberangan. Terminal juga sebagai wadah bagi aktifitas proses perpindahan penumpang dari sub sistem angkutan ke sub sistem angkutan lain yang berbeda karakteristik. Dengan kata lain berarti dari angkutan laut ke sarana angkutan darat. Dilihat dari sudut sistem lingkup pelabuhan, terminal penumpang feri adalah sebagai suatu komponen sub system pelabuhan yang berfungsi mewadahi kegiatan pelayanan bagi penumpang antar pulau dengan sarana kapal laut.
~ 243 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
3.2 Komponen Terminal Ferry: Komponen terminal penumpang kapal laut antara lain terdiri dari: 1. Area Dermaga
Dermaga adalah suatu bangunan yang digunakan untuk merapat dan menambatkan kapal yang melakukan bongkar muat barang dan menaik-turunkan penumpang. Bentuk dermaga tergantung kegunaan pelabuhan dan kedalaman alur pelayaran, yaitu: Memanjang : dermaga yang posisinya sejajar atau paralel dengan garis pantai terutama untuk alur pelayaran yang cukup dalam untuk kapal-kapal oleh gerak (maneuvering ship). Wharf : dermaga yang posisinya menjorok ke tengah laut atau tegak lurus garis pantai. Hal ini dibuat bilamana kedalaman alur perairan pelabuhan kurang dalam untuk kapalkapal masuk dan melakukan maneuvering ship. Pier : antara dermaga dan pantai dihubungkan dengan jembatan penghubung sebagai penerus dari pergerakan barang. Klasifikasi dermaga menurut jenis sandar kapal yang terbagi menjadi 3 kategori yaitu: 1. Dermaga plengsengan adalah jenis dermaga yang paling sederhana,menggunakan landasan beton berbentuk parabolik. 2. Dermaga ponton adalah jenis dermaga yang menggunakan pontoon sebagai landasan bagi pintu akses muatan. Ponton tersebut bergerak mengikuti naik-turunnya permukaan air laut. 3. Dermaga dengan moveable bridges adalah jenis dermaga yang paling modern. Dermaga ini menggunakan jembatan beton yang digerakkan secara elektronis-hidraulis disesuaikan dengan ketinggian dasar penutup akses muatan yang telah dibuka. Proses loading dan unloading dengan menggunakan moveable bridge dapat dilakukan dengan cepat.
Kriteria pemilihan dermaga: - Manuver dari feri - Kecepatan dan kenyamanan pelayanan
Persyaratan dermaga:
~ 244 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
1. Dermaga harus dapat bergerak vertikal sebagai jawaban atas pasang surutnya air laut. 2. Dermaga harus dapat menahan beban horizontal yang diakibatkan oleh tumbukan kapal.
Sehingga untuk mengetahui dimensi dermaga, perlu diketahui : 1. Kedalaman alur pelayaran 2. Tinggi lantai dermaga terhadap laut normal 3. Perbedaan pasang surut permukaan air
2. Area Pelayanan Umum
Area pelayanan umum mencakup antara lain: Bangunan terminal Area parkir kenderaan penumpang
3. Dimensi Dermarga
Panjang dermaga menentukan daya tampung banyaknya kapal yang bersandar dan bertambat. Lebar dermaga tergantung pada aktifitas pelayanan dermaga terhadap jenis dan ukuran kapal. Secara teknis minimal lebar dermaga adalah 3-25 meter. Ketebalan dermaga (pavement) tergantung daya dukung yang harus dipikul karena beban konstruksi dan beban hidup yang bergerak di atasnya. 4. Fasilitas Dermaga
Terutama untuk kepentingan kelangsungan perjalan kapal antara lain : saluran air minum/air bersih, fuel/bahan bakar kapal, dan lain-lain.
5. Bangunan Terminal
~ 245 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
Merupakan wadah prosessing penumpang dan barang bawaan yang akan embarkasi atau debarkasi dari kapal penumpang. Sebagaimana telah diuraikan bahwa terminal penumpang kapal laut adalah komponen dari sub sistem pelabuhan, maka aktifitas pokoknya disini adalah pelayanan kepada masyarakat pemakai jasa angkutan laut. Fasilitas wadah kegiatan tersebut meliputi : Pelayanan pra dan pasca perjalanan penumpang. Pelayanan informasi dan penjualan tiket. Pelayanan prossesing penumpang dan barang bawaan. Pelayanan penunjang untuk memenuhi keinginan dan kebutuhan penumpang.
6. Area Parkir Kendaraan Penumpang
Untuk mewadahi kendaraan penumpang sebagai penunjang terminal ferry antara lain: taxi, mobil pribadi, ojek, angkutan umum dan lain-lain. Parkir kendaraan dibedakan menjadi: 1. Dari tempat yang dipergunakan Parkir lapangan terbuka Parkir pada bangunan tertutup 2. Dari yang memakai/menggunakan Parkir penumpang/ pengantar/ penjemput Parkir pegawai / petugas terminal penumpang Parkir kendaraan umum
4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1. TERMINAL FERRY BATAM CENTER, BATAM Terminal ini merupakan salah satu dari 5 terminal internasional ferry yang ada di Batam dan merupakan terminal yang paling sibuk karena melayani rute dari Batam menuju Singapura dan Juga Malaysia. Lokasinya berada di pusat kota dan pusat administrasi kota Batam, tepatnya di Jalan Engku Puteri, Batam dan berdekatan dengan hotel, mal, Pusat Promosi Sumatera, kantor Otorita Batam, Walikota, kantor imigrasi, BI, DPRD, dan kantor pusat pemerintahan lainnya di Batam.
~ 246 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
Yang menarik lainnya dari terminal ini adalah adanya jembatan penghubung dengan mal yaitu Mega Mall, salah satu dari mal terbesar di Batam, sehingga para turis yang dating dari Singapura atau Malaysia dapat langsung berbelanja di sana.
Gambar 1. Suasana di dalam Terminal ferryBatam Center
Gambar 2. Jembatan penghubung antara terminal dan mal
Terminsl ferry Batam Center merupakan terminal ferry yang baru direnovasi pemerintah. Pelabuhan ini juga dijadikan sebagai salah satu pelabuhan pariwisata yang ada di kota Batam. Selain itu digunakan untuk dapat berangkat dari Batam ke Johor Bahru Malaysia, sedangkan dari Johor Bahru Malaysia kita harus memakai Pelabuhan Stulang Laut (di Malaysia, Pelabuhan Laut disebut juga dengan Jetty). Waktu Perjalanan dari Batam (Pelabuhan Batam Center) ke Johor Bahru Malaysia (Pelabuhan Stulang Laut) adalah sekitar 90 menit atau sekitar 1,5 Jam. Harga tiket Kapal Ferry yang berangkat dari Ferry Terminal Batam Center ke Ferry Terminal Stulang Laut Johor Bahru adalah Rp. 385.000,- (updated Agustus 2013) untuk perjalanan Two Way atau PP (Pulang pergi). Harga tersebut sudah termasuk Pajak Pelabuhan Batam Center, tetapi tidak termasuk Pajak Pelabuhan Ferry Terminal Stulang Laut Johor Bahru sebesar RM 15,-(updated Agustus 2013). Berikut ini adalah Jadwal keberangkatan Kapal
~ 247 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
dari Batam (Pelabuhan Batam Center) ke Johor Bahru (Pelabuhan Stulang Laut) adalah sebagai berikut :
Dari Pelabuhan Batam Center (Batam) ke Stulang Laut Johor Bahru Malaysia (Waktu Indonesia Barat) 06.30 WIB, 07.15 WIB, 08.00 WIB, 08.45 WIB, 09.30 WIB, 10.15 WIB, 11.00 WIB, 11.45 WIB, 12.30 WIB, 13.15 WIB, 14.00 WIB, 14.45 WIB, 15.45 WIB, 16.45 WIB, 17.45 WIB Dari Stulang Laut Johor Bahru (Malaysia) ke Pelabuhan Batam Center Batam-Indonesia (Waktu Malaysia): 07.13 Waktu Malaysia, 08.00 Waktu Malaysia, 08.45 Waktu Malaysia, 09.30 Waktu Malaysia, 10.15 Waktu Malaysia, 11.00 Waktu Malaysia, 11.45 Waktu Malaysia, 12.30 Waktu Malaysia, 13.15 Waktu Malaysia, 14.00 Waktu Malaysia, 14.45 Waktu Malaysia, 15.30 Waktu Malaysia, 16.30 Waktu Malaysia, 17.30 Waktu Malaysia, 18.30 Waktu Malaysia
4.2 KLASIFIKASI KAPAL FERRY Kapal ferry memiliki beberapa jenis dan diklasifikasikan berdasarkan cara pendaratan dan juga cara bongkar muat sebuah kapal ferry. 1. Berdasarkan cara pendaratan. Cara pendaratan terdiri dari dua macam: 1) Kapal ferry yang langsung mendarat di pasir yang dinamakan dengan LCM (Landing Craft Manual) atau LST (Landing Site Tank). Akses muatan kapal berada di bagian hulu dan buritan serta memiliki kapsitas angkut yang lebih besar. 2) Kapal ferry yang mendarat di dermaga. Kapal ini memerlukan dermaga untuk sandar. Akses muatan terdapat di lambung,hulu, dan buritan tetapi akses di lambung jarang dipergunakan karena memakan tempat pada saat merapat di dermaga. Akses penumpang berada di samping,langsung menuju dek samping. 2. Berdasarkan cara bongkar muat. Secara garis besar teknologi bongkar muat pada kapal feri dapat dibedakan sebagai berikut : a.Lo/Lo (Lift On/ Lift Off), yaitu kapal dengan pemindahan muatan secara vertical;
~ 248 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
b.Ro/Ro (Roll On/ Roll Off), yaitu kapal dengan pemindahan muatan secara horizontal; c Hisap (suction), yaitu jenis kapal curah yang penenganan muatannya dengan cara menghisap/memompa melalui pipa, biasanya dikombinasikan dengan peralatan ban berjalan (conveyor belt); d Khusus, yaitu jenis kapal yang menangani satu jenis muatan. Untuk kapal ferry, karena jenis muatannya yang berupa orang dan kendaraan sehingga tidak membutuhkan peralatan bongkar muat khusus, tipe yang cocok adalah Ro/Ro. Yang termasuk dalam kapal jenis Ro/Ro : 1. Short Distance Vessel 2. Intermediate Distance Vessel 3. Long Distance Vessel
Jenis kapal yang berlayar antara Batam-Johor, Malaysia adalah short distance vessel atau disebut juga fast ferry (ferry cepat). Kapal ini bisa disebut fast ferry karena kecepatannya dalam membelah pantai dan selat. Biasanya kapal-kapal jenis ini dipakai didaerah perairan atau laut yang tidak bergelombang tinggi. Sehingga sangat cocok untuk transportasi pantai sungai dan danau yang tak bergelombang kuat. Kapal-kapal jenis ini banyak dipakai oleh maskapai-maskapai kapal penumpang yang menghubungkan pulau-pulau kecil. Seperti halnya Batam-Singapura, Batam-Malaysia, Batam-Tanjung Pinang, dan Batam-Riau daratan.
Gambar 3. Contoh Fast FerryBatam-Johor
~ 249 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
Gambar 4. Peralatan Keselamatan di Ferry Ferry ini hanya memuat penumpang dan bagasi penumpang saja. Jangan harap bisa bawa mobil, motor atau barang-barang besar lainnya dikapal ini, karena ukurannya kecil. Arus sirkulasi penumpang pada pelabuhanferryBatam Center, yaitu: 1. Keberangkatan:
~ 250 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
Gambar 5. Alur Sirkulasi Penumpang Berangkat di Pelabuhan Batam Center 2. Kedatangan:
Gambar 6. Alur Sirkulasi Penumpang Datang di pelabuhan Batam Center
4.3 PELABUHAN FERRYSTULANG LAUT, JOHOR, MALAYSIA
Gambar 7. Pelabuhan Stulang Laut, Johor, Malaysia
Ada 2 jenis tempat penambatan kapal yang mengapung serta 4 jenis penambatan regular lainnya di pelabuhan Stulang laut sehingga suatu waktu dapat mendukung berlabuh dan berlayarnya kapal di pelabuhan Stulang Laut. Pelabuhan ini dapat menampung sampai 8 ferry per jam.Ia merupakan pelabuhan resmi dan pelabuhan internasional sebagai pintu masuk di Malaysia Selatan dengan menyediakan layanan ferry ke berbagai destinasi internasional termasuk Batam dan kepulauan Bintan di Indonesia.
~ 251 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
Gambar 8. Tempat penjualan TiketFerry Pelabuhan Stulang Laut
Gambar 9. Tempat Penambatan Ferry (berth) Pelabuhan Stulang Laut
Gambar 10. Suasana Antrian di Imigrasi Pelabuhan Stulang Laut
Gambar 11. Suasana ruang penumpang kapal ferry Stulang Laut
~ 252 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
Gambar 12. Schedul keberangkatan kapal dan harga tiket dari pelabuhan Stulang Laut
Gambar 13. Rute Pelayaran dari Batam ke Singapura dan Stulang laut, Johor
5. KESIMPULAN Dari penelitian ini dapat disimpulkan: 1. Kota Batam pada umumnya dan pelabuhan Batam Center pada khususnya memiliki sarana dan fasilitas fisik berstandar internasional, penguasaan teknologidan jarak yang lebih dekat ke Johor, Malaysia sebagai kekuatan yang dimiliki agar dapat dioptimalkan penggunaannya dalam meningkatkan jumlah penumpang yangdapat dilayani sehingga akan menambah pendapatan daerah dan bisa menyaingi rute Batam_Singapura. 2. Fasilitas keselamatan di kapal pada dasarnya cukup tersedia dimana baju keselamatan (life jacket) tersedia cukup dan diletakkan di bawah kursi penumpang sehingga dapat
~ 253 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
segera digunakan bila terjadi kecelakaan, begitu juga dengan adanya rakit keselamatan yang terletak di luar kapal sehingga sewaktu-waktu terjadi kecelakaan bisa langsung digunakan. 3. Untuk kapal-kapal cepat yang melayari rute Batam – Johor, Malaysia pp khususnya di pelabuhan Batam Center telah tertata dengan baik dan beroperasi sesuai jadwal. Meskipun hanya ada 2 pelabuhan yang melayani kepergian ke Malaysia yaitu Batam Center dan yang baru adalah Harbour Bay tetapi terlihat bahwa minat wisatawan untuk berkunjung dari dan ke Batam semakin meningkat. 4. Pelabuhan Batam Center memiliki fasilitas yang layak sebagai terminal ferry internasional dimana telah memisahkan antara keberangkatan dan kedatangan penumpang dan juga telah memiliki prosedur keamanan yang cukup baik serta terhubung dengan jembatan yang langsung menuju mal sehingga wisatawan bisa langsung berbelanja dan tidak merepoykan sehingga tidak kalah dengan pelabuhan ferry baik di Malaysia maupun Singapura. 5. Pelabuhan Stulang Laut, Johor, Malaysia adalah pelabuhan modern yang bersebelahan dengan mal bebas pajak (duty free) sehingga meudahkan turis yang memang ingin berbelanja barang dengan harga yang murah.
DAFTAR PUSTAKA
Batam Industrial Development Authority, 2010. Development Progress of Batam, FirstSemester of 2010, Batam. ICT Expo Langkah Menuju Batam Digital Island, Tribun Batam - Senin, 18 Oktober 2010, diakses dari http://batam.tribunnews.com. Peraturan Pemerintah No. 61 tahun 2009 tentang Kepelabuhan. UU RI Nomor 44 Tahun 2007 YJ Naim, 2011. Batam Layak DapatInsentif Pertumbuhan EkonomiTinggi, Antara NewsKepulauan Riau, 6 Januari2011, diambil darihttp://kepri.antaranews.com.
~ 254 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
KAJIAN PENGGUNAAN FLOW METER UNTUK MONITORING PEMAKAIAN BAHAN BAKAR MINYAK DI KAPAL TUG BOAT MILIK PT. X Muswar Muslim, Danny Faturachman Fakultas Teknologi Kelautan, Universitas Darma Persada ABSTRAK Many ships are not furnished with an apparatus to bosun and crew of a ship will be able to measure and monitor the use of fuel when the ship sailing. A system in a ship must include the ability to monitoring the fuel use rates are burned from the bridge of a ship. Including speed (the use of) fuel that is burned on each main engine help, or machines as well as high in the surface of fuel tanks. The measurement of fuel flow is very important in ship fuel management process. An instrument for measuring of the flow called flow meter. This device serves to determine how the amount of fluid that are needed in the process of continuous and how a fluid will distributed, and the fluid referred to is fuel oil in a ship. Viewed in terms of thoroughness, then the method of measurement direct more carefully that compares with a method indirect. But flow meter indirect had a bigger benefits, because a stream that in measuring instrument converted into electrical signals, so flow meter indirect according to monitor and governing process in the industry. In this paper we could see the application of flow meter in tug boat and since the flow meter had erected in tugboat, they could made all the fuel consumption will be maintained and its oil discharging could be lowered. KATA KUNCI: flow meter.kapal, konsumsi bahan bakar, tug boat
1.PENDAHULUAN Bahan bakar atau biasa disebut juga bahan bakar minyak (bbm) merupakan salah satu barang kebutuhan yang penting bagi masyarakat dan memegang peranan sangat vital dalam semua aktifitas ekonomi. Ada tiga pengguna utama bbm yaitu rumah tangga, industri dan transportasi. Bahan bakar digunakan manusia melalui proses pembakaran (reaksi redoks) dimana bahan bakar tersebut akan melepaskan panas setelah direaksikan dengan oksigen di udara. Proses lain untuk melepaskan energi dari bahan bakar adalah melalui reaksi eksotermal dan reaksi nuklir (seperti fisi nuklir atau fusi nuklir). Hidrokarbon (termasuk di dalamnya bensin dan solar) sejauh ini merupakan jenis bahan bakar yang paling sering digunakan oleh manusia. Bahan bakar lainnya yang juga bisa dipakai adalah logam radioaktif. Banyak kapal-kapal laut yang tidak dilengkapi dengan suatu peralatan agar Nakhoda dan awak kapal mampu mengukur dan memantau penggunaan bahan-bakar saat kapalnya berlayar. Suatu sistem yang optimum di kapal harus termasuk kemampuan untuk setiap saat
~ 255 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
bisa memantau tingkat penggunaan bahan-bakar yang dibakar dari anjungan kapal. Termasuk kecepatan (penggunaan) bahan-bakar yang dibakar di masing-masing mesininduk atau mesin-mesin bantu, sekaligus tinggi permukaan bahan bakar dalam tangki-tangki. Pemantauan yang proaktif ini akan memungkinkan awak kapal untuk membuat keputusankeputusan yang secara positif memengaruhi tingkat dan efisiensi (penggunaan) bahan bakar. Pengukuran aliran bahan bakar sangat penting dalam proses pengelolaan bahan bakar di kapal. Alat untuk mengukur aliran tersebut disebut dengan flowmeter. Alat ini berfungsi untuk menentukan berapa jumlah fluida yang dibutuhkan dalam proses kontinyu dan bagaimana suatu fluida di distribusikan, fluida yang dimaksud adalah bahan bakar minyak di kapal.
2. PERMASALAHAN Di kapal, pemborosan bahan bakar minyak merupakan kenyataan yang perlu diperhatikan, karena itu akurasi/ketelitian pengukuran bahan bakar yang diterima serta jumlah bahan bakar yang betul-betul digunakan di kapal, merupakan bagian yang penting dalam mengefisiensikan penggunaan bbm di kapal. Flowmeter harus dipasang pada saluran-saluran pipa transfer bahan bakar sehingga data penggunaan bbm (fueling) bisa dicatat. Data ini selanjutnya bisa dibandingkan dengan dengan jumlah bahan bakar yang dibakar (burn rates) untuk menetapkan apakah ada bahanbakar yang digunakan secara boros bahkan ditransfer keluar kapal secara sembunyisembunyi. Dalam penelitian ini, perusahaan X mempunyai beberapa kapal tug boat, kapal kecil yang fungsinya menarik atau mendorong kapal besar di pelabuhan. Selain itu kapal ini juga berfungsi untuk menarik tongkang-tongkang berisi batu bara yang berasal dari tempat pengolahan batu bara untuk dibawa ke pelabuhan tempat dibongkarnya batu bara tersebut untuk dibawa oleh truk pengangkut. Pada kapal besar biasanya sudah dipasang flowmeter sejak dibangun di galangan untuk monitoring pemakaian bbm. Pada kapal kecil biasanya memang tidak/ belum dipasang flowmeter dikarenakan harganya yang mahal, biasanya pengukuran hanya menggunakan menggunakan sistem paket. Sistem paket ini banyak kelemahannya karena tidak adanya acuan pemakaian bbm di lapangan dan hanya mengandalkan kejujuran laporan jam kerja mesin dari crew kapal saja.
~ 256 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
PT X juga sudah meminta penawaran harga kepada beberapa kontraktor sensor flowmeter yang ada di pasaran, tetapi memang harganya sangat tinggi (sudah termasuk alat flowmeter dan sistem instalasi) yaitu dengan rentang Rp 800 juta – Rp 1,3 milyar. Untuk alat flowmeternya sendiri tidak terlalu mahal, tetapi sistem intalasinya yang sangat mahal. Untuk itulah PT X merancang desain sistem instalasi sendiri yang sangat murah dan dapat berkontribusi untuk mengefisiensikan pemakaian bbm di kapal-kapal mereka. Awal beroperasinya kapal pada bulan Maret 2011 bahkan sempat beberapa bulan diterapkan pemakaian bbm per paket yang sangat tinggi mencapai 200 liter per jam. Hal ini diharapkan agar kecepatan kapal dapat sesuai target yang diinginkan., tetapi pada bulan Desember 2011 dilakukan perubahan dengan penurunan pemakaian bbm 150 liter per jam. Baru kira-kira berjalan 4 bulan terjadi gejolak di lapangan (oleh crew kapal) dikarenakan tidak adanya acuan aturan penggunaan ukuran pemakaian bbm sehingga pada bulan April 2012 dilakukan perubahan dengan menaikkan sedikit pemakaian bbm menjadi 160 liter per jam dan berjalan sampai bulan Mei 2014. Pada awal bulan Juni 2014 dilakukan program efisiensi pemakaian bbm dan pemasangan alat flowmeter beserta sistem instalasinya yang mana dari hasil pemasangan tersebut dapat menurunkan konsumsi pemakaian bbm per paket menjadi 140 liter per jam dalam dalam sehari dapat menekan konsumsi pemakaian bbm hingga 480 liter dan dalam 1shipment dari Bengkulu ke Pelabuhan Ratu bisa menghemat pemakaian bbm sampai 5000 liter Selain adanya penurunan pemakaian bbm, pemakaian flowmeter juga dapat menambah efisiensi waktu berlayar (steaming time). Setelah dipasang flowmeter, semua laporan kapal akan menjadi apa adanya (actual time). Laporan waktu tiba tidak dapat ditambah-tambah lagi oleh crew kapal, dan juga waktu keberangkatan tidak ada manipulasi lagi. Crew kapal menambah waktu berlayar di laporan harian (daily report) karena untuk menambah jam kerja mesin sehingga mereka akan mendapatkan kelebihan bbm dari actual time yang sebenarnya.
3. PEMASANGAN FLOW METER Saat penelitian dilakukan (sampai Juli 2014) jumlah kapal yang sudah dipasang flowmeter adalah 6 kapal dari rencana 14 kapal (6/14= 43% completed) dan sisa kapal yang belum terpasang flow-meter adalah 8 kapal (8/14= 57% planning).
~ 257 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
Gambar 1. Jadwal Pemasangan Flow meter
Gambar 2. Persentase Jadwal Pemasangan Flow meter
4. METODOLOGI PENELITIAN Menggunakan metode deskriptif analisis dengan teknik pengumpulan data berupa penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan. Penelitian di lapangan dengan melakukan survey langsung ke kapal untuk melihat flowmeter di kapal dan jika memungkinkan bias melihat langsung proses pemasangannya. Dari monitoring penggunaan flowmeter tersebut akan dilihat dan dilakukan pengolahan data dengan perhitungan apakah ada penurunan pemakaian bbm sesuai target dari yang telah ditentukan sehingga didapatkan penurunan penggunaan bbm . Dengan adanya pemasangan flowmeter ini juga akan dapat dilihat apakah ada efisiensi waktu berlayar (steaming time). Hal ini penting untuk mencegah pemborosan pemakaian bbm oleh crew kapal.
~ 258 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
Tahapan penelitian dilakukan dengan cara melakukan pencarian data-data tentang beberapa kapal yang sudah dipasang flowmeter yang akan dijadikan objek penelitian. Dikarenakan terbatasnya anggaran, maka peninjauan ke lapangan dilakukan dengan melihat langsung ke kapal untuk monitoring data pemakaian flowmeter serta menghitung apakah ada penurunan pemakaian bbm sebelum dan sesudah dipasang flowmeter. Sejatinya kapal-kapal yang akan digunakan sebagai objek penelitian milik PT X berada di Batam, Bengkulu dan Pelabuhan Ratu, dan lokasi kantor perusahaan PT X di Jakarta. Dikarenakan terbatasnya anggaran karena sudah dikurangi 50% dari yang diusulkan, maka data-data hanya akan diambil di kantor di Jakarta dan pengamatan ke lapangan dilakukan di lokasi yang terdekat dengan Jakarta yaitu di Pelabuhan Ratu saja.
5. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Konsumsi bahan bakar semua kapal bulan Juli 2014 : Berikut ini Monthly Management Report bulan Juli mengenai pemakaian BBM untuk Shipment Pelabuhan Ratu pada setiap kapal mulai April s/d Juli, yang mana di bulan Juli ini rata-rata pemakaian BBM untuk setiap kapal ada peningkatan diatas target yang diinginkan disebabkan dominan adalah faktor cuaca dan lamanya antrian sandar di Pelabuhan Ratu, berikut ini data dan grafik- nya: Tingkat pemakaian minyak tinggi-redahnya tergantung dari kegiatan kapal, makin banyak gerakan kapal maka makin banyak tingkat pemakaian minyaknya.
~ 259 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
Gambar 3. Sejarah Pemakaian Bahan Bakar dari bulan Maret 2011 sampai bulan April 2014
Tabel 1. Konsumsi Bahan Bakar Bulan Juni 2014
Gambar 4. Grafik Konsumsi Bahan Bakar bulan Juni 2014
Tabel 2. Konsumsi Bahan Bakar bulan Juli 2014
~ 260 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
Gambar 5. Grafik Konsumsi Bahan Bakar bulan Juli 2014
Gambar 6. Penyimpangan Konsumsi Bahan Bakar
Gambar 7. Penyimpangan Konsumsi Bahan Bakar
Untuk semua Kapal bulan Juli 2014
1. Konsumsi Bahan Bakar Kapal Titan 01 bulan Juli 2014: Tidak melebihi 140 liter per jam karena sudah dipasang flow meter.
~ 261 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
Gambar 8. Konsumsi Bahan Bakar Kapal Titan 01 bulan Juli
2. Konsumsi Bahan Bakar Kapal Titan 03 bulan Juli 2014: Pada dasarnya stbil tetapi beberapa kali melebihi 140 liter per jam karena pengaruh cuaca buruk.
Gambar 9. Konsumsi Bahan Bakar Kapal Titan 03 bulan Juli
3. Konsumsi Bahan Bakar Kapal Titan 05 bulan Juli 2014: Tidak melebihi 140 liter per jam karena sudah dipasang flow meter.
Gambar 10. Konsumsi Bahan Bakar Kapal Titan 05 bulan Juli
4. Konsumsi Bahan Bakar Kapal Titan 07 bulan Juli 2014: Pada dasarnya stbil tetapi beberapa kali melebihi 140 liter per jam karena pengaruh cuaca buruk.
~ 262 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
Gambar 11. Konsumsi Bahan Bakar Kapal Titan 07bulan Juli
5. Konsumsi Bahan Bakar KapalTitan 09 bulan Juli 2014: Tidak melebihi 140 liter per jam karena sudah dipasang flow meter.
Gambar 12. Konsumsi Bahan Bakar Kapal Titan 09 bulan Juli
6. Konsumsi Bahan Bakar Kapal Titan 11 bulan Juli 2014: Tidak melebihi 140 liter per jam karena sudah dipasang flow meter.
Gambar 13. Konsumsi Bahan Bakar Kapal Titan 11 bulan Juli
KESIMPULAN Setelah mengerjakan penelitian ini dapat diambil suatu kesimpulan mengenai penelitian ini sebagai berikut: 1.
Sampai bulan Juli, dari 14 kapal, 6 buah telah terpasang flow meter- nya.
~ 263 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
2.
Dari data konsumsi bahan bakar yang didapat di lapangan (sampai bulan Juli 2014), semua kapal Titan yang sudah dipasang flow meter tidak melebihi 140 liter per jam, kalaupun ada sedikit yang melebihi itu dikarenakan factor cuaca buruk.
3.
Target dari efisiensi bahan bakar mencapai 92 persen, yaitu perbandingan dari 130 liter per jam yang berhasil dicapai dari sebelumnya yang 140 liter per jam.
DAFTAR PUSTAKA Aquametro-Contoil-Flowmeter.pdf Flow Measurement Handbook Industrial Designs, Operating Principles- Roger C. Baker - Google Books. http://www.caltex.com.au/sites/Marine/Products/Pages/MarineGasOil.aspx Sumber dari log book dan pembacaan data flow meter untuk kapal tug boat Titan 01, 03, 05, 07, 09, 11.
~ 264 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
STUDI PENGGUNAAN MAIN ENGINE MODIFIKASI SEBAGAI GENSET PADA KAPAL FERRY X Shahrin Febrian1, Shanty Labora Manulang1, Prawoto2 Program Studi Teknik Sistem Perkapalan - Fakultas Teknologi Kelautan 2 Mahasiswa Fakultas Teknologi Kelautan – Program Studi Teknik Sistem Perkapalan [email protected], [email protected] 1
ABSTRAK Kapal sebagai mode transportasi bagi rakyat Indonesia yang terdiri dari pulau-pulau, menjadikan kapal sebagai pilihan yang wajib untuk bepergian guna memenuhi kebutuhan sehari-hari khususnya kapal Ferry yang mempunyai peran yang sangat vital di tengah permintaan kebutuhan transportasi untuk orang dan barang karena dari tahun ke tahun mengalami peningkatan muatan dalam jumlah yang besar sebagai akibat dari peningkatan laju perekonomian global dan modernisasi yang berjalan dari waktu ke waktu. Faktor efisiensi pada saat kapal berlayar maupun dalam keadaan berlabuh sangat diperlukan, dimana salahsatu cara yang ditempuh adalah dengan modifikasi mesin yang telah direkondisi untuk digunakan sebagai Genset. Namun modifikasi ini perlu ditinjau lagi dari berbagai aspek dan tidak hanya ditinjau dari aspek ekonomis saja, akan tetapi aspek-aspek lain juga juga harus diperhitungkan seperti aspek stabilitas kapal, aspek keamanan, aspek kenyamanan dan lain sebagainya agar benar-benar layak untuk digunakan. Kata kunci: Ferry, Genset, Efisiensi, Stabilitas, Ekonomis
1. PENDAHULUAN Kapal sebagai mode transportasi bagi rakyat Indonesia yang terdiri dari pulau-pulau, menjadikan kapal sebagai pilihan yang wajib untuk bepergian guna memenuhi kebutuhan sehari-hari khususnya kapal Ferry. Rute Kapal Motor Penumpang Ferry X adalah salahsatu moda transportasi laut yang mempunyai peran yang sangat vital di tengah permintaan kebutuhan transportasi untuk orang dan barang karena dari tahun ke tahun mengalami peningkatan muatan dalam jumlah yang besar sebagai akibat dari peningkatan laju perekonomian global dan modernisasi yang demikian berjalan dari waktu ke waktu. Kapal Ferry Jenis Ro-Ro merupakan alat angkut alternatif yang digunakan untuk menyeberangkan orang dan barang (kendaraan) dalam hitungan massal. Mengingat salah satu fungsinya yang demikian penting yakni sebagai alat transportasi massal maka kapal Ferry Jenis Ro-Ro memiliki peran yang sangat penting dalam perkembangan kemajuan perekonomian global saat ini.
~ 265 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
Aspek efisiensi pemakaian bahan bakar pada saat kapal berlayar maupun dalam keadaan berlabuh sangat dituntut sebagai akibat dari faktor keinginan untuk menghemat bahan bakar pada saat kapal sedang berlayar maupun pada saat kapal berlabuh jangkar, hal ini untuk menekan biaya operasional kapal denga tidak mengurangi kecepatan kapal dan ketepatan waktu sandar karena pada saat kapal berlabuh atau pada saat sedang perbaikan generator pokok, kapal harus tetap eksis dalam pelayaran, tanpa mengurangi waktu untuk berlabuh atau istirahat guna untuk melakukan perbaikan [ref. 9]. Yang menjadi fokus pada pembahasan ini adalah Tinjauan (Review) secara teknis dan ekonomis dari modifikasi yang telah dilakukan dengan menggunakan daya pada bekas Mesin Induk yang dimodifikasi menjadi Generator sebagai Generator Cadangan yang mampu digunakan pada saat generator pokok mengalami masalah atau pada saat kapal dalam posisi berlabuh serta perbandingan dengan kasus-kasus serupa pada kapal lain. Sedangkan tujuan dari penelitian ini adalah Untuk mengetahui sejauh mana tingkat kelayakan modifikasi yang telah dilakukan ini dari sisi teknis maupun secara ekonomis ditinjau dari kajian literatur yang ada. Karena keterbatasan yang ada, maka penulis memberi batasan atasan masalah pada laporan ini sebagai berikut: 1. Analisa dilakukan hanya bersifat general (secara umum) tanpa perhitungan yang detail. 2. Tidak membahas mengenai cara kerja Alternator, Diesel dan pembagian listrik pada kapal.
2. TINJAUAN PUSTAKA Generator Set (Genset) sebuah bentuk pembangkit listrik dimana sebagai penggerak utamanya (Prime Mover ) adalah mesin Diesel dan dihubungkan (Couple) dengan generator listrik dalam satu dudukan (Base Frame) yang kokoh dan terinstalasi dengan baik sehingga dapat dioperasikan dengan optimal (Boldea, 2005). Dalam hal ini Genset Diesel menghasilkan tenaga listrik dengan menggunakan alternator dan mesin Diesel. Daya yang dihasilkan mesin ditransformasikan oleh alternator menjadi arus listrik yang dapat digunakan untuk jaringan yang saling terhubung. Mesin Diesel adalah termasuk mesin dengan pembakaran dalam atau disebut dengan motor bakar dimana untuk membangkitkan listrik, sebuah mesin diesel dihubungkan dengan
~ 266 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
generator dalam satu poros (poros dari mesin diesel dikopel dengan poros generator). Beberapa aspek pada mesin Diesel yang dipakai untuk Genset adalah sebagai berikut:
Keuntungan pemakaian mesin diesel sebagai penggerak mula: 1. Desain dan instalasi sederhana. 2. Auxilary equipment (peralatan bantu) sederhana. 3. Waktu pembebanan relatif singkat. Kerugian pemakaian mesin diesel sebagai Penggerak mula: 1. Berat mesin sangat berat karena harus dapat menahan getaran serta kompresi yang tinggi. 2. Starting awal berat, karena kompresinya tinggi yaitu sekitar 200 bar. 3. Semakin besar daya maka mesin diesel tersebut dimensinya makin besar pula, hal tersebut menyebabkan kesulitan jika daya mesinnya sangat besar. 4. Konsumsi bahan bakar menggunakan bahan bakar minyak yang relatif lebih mahal dibandingkan dengan pembangkit listrik yang menggunakan bahan bakar jenis lainnya, seperti gas dan batubara. Fungsi utama generator diatas kapal adalah untuk menyuplai kebutuhan daya listrik di kapal (Taylor, 1996) . Daya listrik digunakan untuk menggerakkan motor-motor dari peralatan bantu pada kamar mesin dan mesin-mesin geladak, lampu penerangan, sistem komunikasi dan navigasi, pengkondisian udara (AC) dan ventilasi, perlengkapan dapur (galley), sistem sanitari, cold storage, alarm dan sistem kebakaran, dan sebagainya. Dalam pendisainan sistem diatas kapal perlu diperhatikan kapasitas dari generator dan peralatan listrik lainnya, besarnya kebutuhan maksimum dan minimum dari peralatannya. Dimana kebutuhan maksimum merupakan kebutuhan daya rata-rata terbesar yang terjadi pada interval waktu yang singkat selama periode kerja dari peralataan tersebut, demikian juga sebaliknya. Sedangkan kebutuhan rata-rata merupakan daya rata-rata pada periode kerja yang dapat ditentukan dengan membagi energi yang dipakai dengan jumlah jam periode tersebut. Kebutuhan maksimum penting diketahui untuk menentukan kapasitas dari generator yang diperlukan. Sedangkan kebutuhan minimum digunakan untuk menentukan konfigurasi dari electric plant yang sesuai serta untuk menentukan kapan generator dioperasikan.
~ 267 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
3. METODOLOGI PENELITIAN Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kajian literatur dan studi kepustakaan yang berkaitan dengan penggunaan motor Diesel rekondisi yang dikopel dengan Alternator menjadi Genset cadangan pada kapal. 4. ANALISIS Dari referensi yang didapat dari Prawoto [ref. 9] yang merupakan sumber tinjauan (review) dari tulisan ini, didapatkan data-data sebagai berikut: Data Spesifikasi Motor Diesel Merk
: YANMAR (Jepang)
Tipe
: 6 HA-HTE
Daya Mesin
: 240 HP
Putaran Mesin
: 1500 RPM
Jumlah Silinder
: 6 Buah
Data Spesifikasi Alternator : Merk
: Marelli (Italia)
Output Power
: 132 KVA
Tegangan
: 220/380 V
Frekuensi
: 50/60 Hz
Phase
: 3 Phase
Negara Pembuat
: Italia
Sedangkan untuk data data kebutuhan listrk pada kapal dan harga generator dari berbagai pabrikan serta harga modifikasi mesin yang direkondisi menjadi Generator dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 1. Data Kebutuhan Listrik di Pelabuhan pada KMP X No
1 2 3
Nama Pesawat
Type
Air Conditioner Lampu Penerangan Pompa Air tawar
Toshiba /0,5 HP Philip 20 Watt / 220 V Y100LI-4.2.2 KW 3HP-8 7 A 4 Pompa Transfer BBM Y2712-4/0,37 KW 0,5 HP 5 Akomodasi Pnp Televisi 20”dll Total Kebutuhan Listrik KMP X di Pelabuhan:
~ 268 ~
Watt
Jmlh unit
368 20 2208
8 80 1
368 100
1 4
Total Kebutuhan Listrik 2.944 1.600 2.208
368 400 7.520 Watt
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
Sedangkan untuk Daftar Harga Generator Pabrikan dan modifikasi dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel 2 Daftar Harga Generator Pabrikan No
Merk
Kaps
Harga
Pabrikasi
1
Marelli Generator / Mitsubishi
85 KVA
135.000.000 Italia
2
A D K / Mitsubishi
85 KVA
120.000.000 Cina
3
Siemens / Mitsubishi
85 KVA
120.000.000 LC Cina
4
Stamford / Yanmar
60 KVA
203.926.800 Inggris
5
Leroy Somer / Yanmar
150 KVA
227.700.000 Inggris
6
Taiyo / Yanmar
85 KVA
350.000.000 Jepang
7
Stamford / Perkin
85 KVA
360.000.000 Inggris
Tabel 3. Daftar Harga Generator Modifikasi. 1
Marelli Generator 132 KVA
107.250.000 Italia
/ Yanmar
Untuk lokasi penempatan Genset modifikasi tersebut dapat dilihat pada gambar berikut:
Gambar 1 Posisi Generator Modifikasi
~ 269 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
Tabel 4. Jumlah Komsumsi Pemakaian Bahan Bakar Generator Induk No
1
Merk/Tipe Mesin
Yanmar 6MAL-HT
Power
Komsumsi
(HP)
BBM/jam
470
38 ltr/jam
Tabel 5. Jumlah Komsumsi Pemakaian Bahan Bakar Generator Cadangan No
1
Merk/Type Mesin
Power
Komsumsi
(HP)
BBm/jam
240
18 ltr/jam
Yanmar 6HA-HTE
Menurut sumber referensi selisih pemakaian bahan bakar adalah 38–18 ltr = 20 ltr/jam. Dengan kata lain setelah menggunakan generator modifikasi dapat menghemat bahan bakar perjamnya sebesar 20 ltr/jam. Dari pemaparan di atas terlihat ada efisiensi dalam pemakaian bahan bakar, namun ada beberapa masalah primer dan sekunder yang harus diperhatikan. Masalah primer yang terlihat adalah 1. Stabilitas Kapal, dimana penempatan Generator Set tersebut berada pada Car Deck dan bukan pada Engine Room. Faktor ini tidak dapat diabaikan karena jika kapal tidak stabil dan terkena gangguan akbat ombak, angin atau arus akan mengakibatkan kapal akan miring dan berpotensi terbalik.
2. Keamanan dan keselamatan kapal, karena adanya listrik yang dihasilkan oleh Generator Set terebut. Jika terjadi hubungan arus pendek (short circuit) ini akan berbahaya bagi kapal, awak serta penumpangnya karena dapat menimbulkan kebakaran atau ledakan.
3. Polusi udara dan suara, dimana asap pembuangan yang dihasilkan oleh motor Diesel sebagai Penggerak Utama (Prime Mover) sangat berbahaya bagi pernapasan karena mengandung senyawa SOx dan NOx. Sedangkan untuk Nilai Ambang Batas (NAB) kebisingan (yang disebabkan oleh suara mesin dll) telah ditetapkan oleh standar lokal yaitu
Peraturan
Menteri
Tenaga
Kerja
Dan
Transmigrasi
Nomor
PER.13/MEN/X/2011 Tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika Dan Faktor Kimia Di Tempat Kerja dan Standar Nasional Indonesia (SNI 16-7063-2004) Tentang Nilai
~ 270 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
Ambang Batas Iklim Kerja (Panas), Kebisingan, Getaran Tangan-Lengan Dan Radiasi Sinar Ultra Ungu Di Tempat Kerja adalah sebesar 85 decibel A (dBA). Sedangkan dari standar internasional yaitu The Maritime International Organization Resoultion MSC.337(91) Adoption of the Code On Noise Levels On Board Ships untuk kapal-kapal yang mempunya bobot 1.600 s/d 10.000 GT dan melebihi 10.000 GT batasannya adalah 110 dBA, namun karena ukuran mesin yang dipakai pada kapal-kapal kecil setara dengan mesin Diesel pada Workshop maka standar yang dipakai adalah standar mesin pada Workshop yaitu sebesar 85 dBA.
4. Ketahanan peralatan atau Durabilitas, dimana faktor ini sangat berpengaruh pada kelancaran operasional peralatan itu sendiri. Bagaimanapun, peralatan yang lebih baru secara teknis lebih menguntungkan dari segi investasi jangka panjang daripada menggunakan peralatan bekas yang merupakan hasil modifikasi atau dengan kata lain peralatan baru dan orisinal berumur lebih panjang.
Sedangkan untuk masalah sekunder adalah masalah ekomis atau harga, walapun terdapat penghematan dari segi investasi jangka pendek maupun dalam pemakaian bahan bakar, namun seperti yang telah diuraikan di atas bahwa bagaimanapun peralatan yang baru dan orisinal walau kelihatannya lebih mahal pada jangka pendek, tapi justru menguntungkan dalam operasional jangka panjang. Sebagai alternatif, peralatan baru yang bisa dipertimbangkan untuk dipakai adalah ADK/Mitsubishi atau Siemens/Mitsubishi dimana harganya hanya berselisih dengan peralatan modifikasi sebesar Rp 12.750.000. Selain itu dengan Daya output 85 kVA, sudah lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan listrik kapal.
5. KESIMPULAN Berdasarkan hasil pembahasan pada bab sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa secara pemakaian Generator Set modifikasi ini harus ditinjau ulang karena kurang memenuhi persyaratan secara teknis maupun ekonomis.
DAFTAR PUSTAKA Arismunandar, Wiranto Penggerak Mula Motor Bakar Torak GANESHA ITB
~ 271 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
Bandung 1988. Arismunandar, Wiranto & Tsuda, Koichi, Motor Diesel Putaran Tinggi Pradnya Paranta 1986. BKI, Persyaratan Generator Emergency Pada Kapal Penumpang Vol III Section 1 Biro Klasifikasi Indonesia. Jakarta 2013. Boldan, Ion The Electric Generators Handbook Series 1 CRC Press 2005. Boldan, Ion The Electric Generators Handbook Series 2 CRC Press 2005. D.A Taylor, Introduction To Marine Engineering 2nd Edition Elsevier Butterworth – Heinemann 1996. Harahap, Nurdin Teori Motor Bakar Balai Pendidikan Penyegaran & Peningkatan Ilmu Pelayaran Jakarta (BP3IP). Mahon, L.L.J Diesel Generator Handbook Newnes 1992. Prawoto, Skripsi Modifikasi Main Engine Menjadi Generator Set Untuk Kebutuhan Listrik Pada Kapal Ferry KMP. JATRA II UNSADA 2013. Rais, Thamrin Teori Motor Pembakaran AMKC (Ahli Mesin Kapal C) Januari 1986.
~ 272 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
KAJIAN PEMBANGUNAN PEDESAAN MENUJU DESA MANDIRI E3I (ENERGY, ECONOMY, ENVIRONTMENT) KABUPATEN BANDUNG BARAT – JAWA BARAT Rahedi Soegeng, Jombrik, Ardi Winata, Aep Saepul Uyun Manajemen – Fakultas Ekonomi ABSTRAK Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) dan Unit Pengolahan Skala Kecil (UPSK) untuk Pengolahan Kopi di Dusun Tangsi Jaya , Desa / Kecamatan Gunung Halu, Kabupaten Bandung Barat, yang dibangun pada tahun 2007 dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan penerangan listrik rumah tangga dan diharapkan dapat menjadi titik awal masuk untuk mendorong kegiatan perekonomian lokal sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan warga dusun dalam kawasan Desa E3i (Desa Mandiri Energi, Ekonomi, Ekosistim) .Tujuan penelitian pada tahap ini untuk mendapatkan data dan informasi tentang struktur perekonomian dusunTangsi Jaya dalam suatu sistim ekonomi yang utuh dan menyeluruh (multisektor), serta seberapa besar keterkaitan antar sektor dalam perekonomian sehingga dapat diketahui kinerja suatu sektor (sektor unggulan) dengan menggunakan pendekatan Analisis Input-Output. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sektor tanaman cabe (25,69%) dan tanaman kopi (21,03%) menjadi sektor unggulan dusun Tangsi Jaya, Pendapatan perkapita masyarakat dalam 3 tahun terakhir telah mengalami peningkatan walaupun belum signifikan yaitu pada tahun 2012 Rp 9.000,-/hari naik menjadi Rp 11.053,-/hari pada tahun 2014, namun masih kurang dari USD. 1/hari. Sektor yang mempunyai keterkaitan langsung kebelakang tertinggi adalah sektor transportasi yaitu sebesar 0.6154 dan sektor yang mempunyai keterkaitan langsung kedepan tertinggi adalah sektor warung yaitu sebesar 1.4344. Budidaya kebun dan UPSK pengolahan kopi belum dikerjakan secara optimal sehingga kondisi perekonomian dusun masih terlihat statis dan tidak berkembang. Kata Kunci : E3i; Unggulan; Keterkaitan; Input-Output.
1. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Penelitian. Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro / PLTMH Rimba Lestari, Dusun Tangsi Jaya, Desa Gunung Halu, Kecamatan Gunung Halu, Kabupaten Bandung Barat, merupakan salah satu dari seratus (100) unit dalam program listrik Desa Mandiri Energi (DME) yang dibangun pada tahun 2007. Kenyataan yang dihadapi sampai saat ini adalah bahwa unit PLTMH DusunTangsi Jaya Desa Gunung Halu belum dapat dimanfaatkan secara optimal khususnya untuk kegiatan yang bersifat produktif, sehingga belum berfungsi sebagaimana yang diharapkan. Memperhatikan kondisi yang demikian, yaitu masih adanya gap antara kondisi yang
~ 273 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
diharapkan dengan kondisi yang dihadapi sekarang hal ini menjadi sangat menarik untuk dilakukan penelitian atau kajian mengenai kondisi dan struktur perekonomian dusun, sehingga nantinya dapat dibuat Kebijakan Pembangunan Desa dengan Model E3i pada DusunTangsi Jaya, Desa/Kecamatan Gunung Halu, Kabupaten Bandung Barat. 1.2. RUMUSAN MASALAH “ Bagaimana kondisi struktur perekonomian DusunTangsi Jaya sekarang ini, serta seberapa besar keterkaitan antar sektor dalam perekonomian sehingga dapat diketahui kinerja suatu sektor (sektor unggulan) dalam perekonomian, dengan demikian selanjutnya dapat direncanakan langkah kebijakan pembangunan desa yang tepat dengan model E3i”
1.3. TUJUAN PENELITIAN. Tujuan penelitian ini adalah untuk : Mendapatkan data dan informasi mengenai berbagai sektor ekonomi yang ada serta sektor apa saja yang menjadi unggulannya, juga untuk mengetahui seberapa besar keterkaitan antar sektor (pure linkage) yang terjadi dalam perekonomian dusun Tangsi Jaya, Desa/Kecamatan Gunung Halu, Kabupaten Bandung Barat
2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Model Input – Output (Hidayat Amir dan Singgih Riphat, 2000) 2.1.1
Pengertian
Sekitar tahun 1930-an Prof. Wassily Leontief mengembangkan suatu teori umum berdasar produksi pada notion keterkaitan sektor ekonomis dan diterapkan pada sistem perekonomian Amerika dan dikenal sebagai model input-output (I-O). Tabel Input-Output adalah suatu uraian statistik dalam bentuk matriks yang menggambarkan transaksi penggunaan barang dan jasa antar berbagai kegiatan ekonomi. Sebagai metode kuantitatif, Tabel I-O memberikan gambaran menyeluruh tentang: (1). Struktur perekonomian negara/wilayah yang mencakup output dan nilai tambah masingmasing sektor; (2). Struktur input antara berupa transaksi penggunaan barang dan jasa antar sektor produksi; (3). Struktur penyediaan barang dan jasa, baik berupa produksi lokal / setempat, maupun barang impor atau yang berasal dari wilayah lain;
~ 274 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
(4). Struktur permintaan barang dan jasa, meliputi permintaan oleh berbagai sektor produksi dan permintaan untuk konsumsi, investasi dan ekspor keluar wilayah Tabel 1. Kerangka Umum Penyusunan Tabel I - O
Tabel 1 di atas memperlihatkan suatu sistem perekonomian yang terdiri dari 3 sektor produksi yaitu sektor 1, 2 dan 3. Pada bagian baris (horizontal) memperlihatkan bagaimana output suatu sektor dialokasikan. Dalam hal ini sebagian output dialokasikan untuk memenuhi permintaan antara dan sebagian untuk permintaan akhir. Sedangkan bagian kolom (vertikal) menunjukkan pola konsumsi (penggunaan) input antara maupun input primer yang disediakan oleh sektor-sektor lain untuk melaksanakan proses produksi. 2.1.2
Tujuan dan Kegunaan Tabel I–O
Tabel I–O ditujukan sebagai bahan analisis perekonomian. Kegunaan Tabel I–O tersebut antara lain : (1) Menyediakan informasi yang lengkap dan menyeluruh tentang struktur penggunaan barang dan jasa di masing-masing sektor serta pola distribusi produksi yang dihasilkan suatu daerah (2) Sebagai dasar berbagai perencanaan dan analisis ekonomi makro terutama yang berkaitan dengan produksi, konsumsi, pembentukan modal, ekspor dan impor. (3) Sebagai kerangka model untuk studi-studi kuantitatif seperti analisis dampak dan keterkaitan antar sektor, proyeksi ekonomi dan ketenaga kerjaan, serta studi-studi yang
~ 275 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
bersifat khusus lainnya. Analisa dampak yang dapat dilakukan untuk tingkat regional diantaranya adalah analisa perubahan APBD terhadap variabel ekonomi antara lain penciptaan kesempatan kerja dan dampak penciptaan pajak tidak langsung. (4) Proses penyusunan Tabel I-O sekaligus juga dipakai untuk tujuan pengecekan dan evaluasi terhadap konsistensi data sektoral antar berbagai sumber , sehingga berguna untuk perbaikan dan penyempurnaan data dasar dan penyusunan pendapatan regional.
3.METODOLOGI Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan komplementer atau saling melengkapi yaitu menghubungkan hasil dari satu metode dengan metode yang lain dengan tujuan untuk memahami suatu fenomena secara lengkap dan akurat. (Nazir.1998) menyatakan bahwa
tujuan dari penelitian deskriptif adalah membuat deskripsi atau
gambaran secara sistimatis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubumgan antar fenomena yang diselidiki. Lebih lanjut lagi, metode deskriptif membahas tentang pengumpulan data dan analisis data, menguji model dan menarik kesimpulan berdasarkan data tanpa bermaksud mengambil kesimpulan secara umum. (Hadi.2002). Melalui analisis deskriptif-komplementer ini akan dapat diungkapkan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan dalam penelitian ini. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif komplementer dengan pendekatan kuntitatif dan kualitatif, studi kuantitatif untuk mengukur besarnya masalah dan kemungkinan faktor penyebab, dan studi kualitatif untuk mencari penjelasan, kedua pendekatan tersebut akan dilakukan secara bersamaan. 3.1 Obyek dan Subyek Penelitian. Lokasi yang menjadi obyek penelitian ini adalah dusun Tangsi Jaya Desa Gunung Halu, Kecamatan Gunung Halu Kabupaten Bandung Barat, sedangkan subyek penelitiannya adalah masyarakat yang tinggal menetap didusun tersebut. 3.2 Data. Mengingat jumlah KK ( Kepala Keluarga ) dari penduduk yang ada di dusun Tangsi Jaya relatif masih sedikit maka jumlah KK sebagai populasi yang ada seluruhnya sekaligus menjadi sample dari responden dalam penelitian ini. Jumlah KK seluruhnya ada 80 yang tinggal pada 74 rumah tinggal, dan yang telah memanfaatkan penerangan listrik dari PLN masih tetap 10 rumah dan yang telah memanfaatkan penerangan listrik dari sumber energi terbarukan mikro hidro 64 rumah tinggal.
~ 276 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
3.3 Instrumen. Instrumen yang digunakan untuk pengumpulan data responden digunakan kuesioner atau daftar pertanyaan yang telah disusun sesuai tujuan penelitian dan seperangkat komputer untuk pengolahan dan analisa data sampai pada penysusunan laporan akhir. 3.4 Pengumpulan Data. Data Primer diperoleh
melalui pengamatan (observasi) langsung dilapangan dan
wawancara dengan responden menggunakan kuesioner yang telah dipersiapkan sebelumnya, disamping itu juga dapat diperoleh melalui diskusi kelompok. Data Sekunder yang terkait dengan penelitian ini dan telah terdokumentasi dapat diperoleh melalui Kantor Desa setempat, Perpustakaan dan juga dapat diperoleh melalui fasilitas internet. 3.5 Pengolahan Data. Data yang telah terkumpul melalui instrumen kuesioner kemudian dilakukan pengelompokkan terlebih dahulu sesuai dengan kategori unsur-unsurnya, selanjutnya dilakukan tabulasi data dengan tahap-tahap membuat tabulasi matrik data asli, tabulasi matrik korelasi dan tabulasi matrik faktor yang tujuannya adalah untuk mempermudah dalam membuat reduksi atau meringkas dari banyak variabel menjadi sedikit variabel. (Analisis Faktor, Program Studi PWK, Universitas Gadjah Mada. 2006) 3.6 Analisis Data. Analisis Data dilakukan dengan cara analisis Deskriptif Komplementer dengan pendekatan Kualitatif yang didukung data-data Kuantitatif tertentu yang menekankan pada hasil analisis. Tabel Input-Output digunakan untuk meneliti keterkaitan antar sektor dalam suatu perekonomian atau kontribusi berbagai sektor dalam keseluruhan perkonomian dalam memenuhi berbagai tujuan pertumbuhan ekonomi. Dengan demikian dapat dilakukan analisis terhadap sektor-sektor dalam perekonomian yang merupakan sektor unggulan (key sectors). Yang dimaksud dengan sektor unggulan (key sector) adalah sektor yang memiliki peranan yang relatif besar dibanding sektor-sektor lainnya dalam memacu tujuan pertumbuhan ekonomi.
~ 277 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
3.7 Kerangka Pikir • Curah pendapat
• Persiapan semua material penelitian MULAI
TUJUAN PENE LITIAN
STUDI PUSTAKA &LAPANG
•Mengetahui Kondisi & Potensi Komunitas •Mengetahui dan membuat Analisis Kelayakan Potensi Ekonomi •Mengetahui karakter sosial Dusun Tangsi Jaya
•Pengumpulan data sekunder dan data premier •Pengolahan data untuk siap dianalisis
ANALISIS I/O
ANALISIS KELAYAKAN EKONOMI & LEAP
ANALISIS STRATEGI REKAYASA SOSIAL
Pembangunan DESA model E3i KAJIAN
BELUM SESUAI
SESUAI
~ 278 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
MODEL PEMBANGUNAN DESA E3I MELALUI PENDEKATAN KEGIATAN EKONOMI
Model Rantai Pasokan diatas adalah skema rancangan kegiatan ekonomi sebagai alat rekayasa sosial , yang mana dapat kita lihat adanya proses input – output yang berkelanjutan. Sektor ekonomi yang ada sekarang dan cukup potensial akan tetapi belum dikembangkan secara terintegrasi dan terencana dengan baik adalah budidaya kebun dan pengolahan kopi Unit PLTMH penghasil Energi Listrik sementara ini hanya berfungsi untuk penyediaan penerangan rumah tangga dan fasilitas umum saja (konsumtif), dengan adanya usaha kegiatan ekonomi pengolahan kopi maka peran unit PLTMH akan menjadi semakin penting sebagai basis pendukung ekonomi dusun, seperti yang diharapkan dari kriteria Desa E3i (Energi, Ekonomi dan Ekosistim)
~ 279 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
4. ANALISIS DATA DAN HASIL PENELITIAN 4.1 Gambaran Subyek / Obyek Penelitian 4.1.1 Aksesabilitas dan Pemanfaatan Kawasan. Dusun Tangsi Jaya adalah sebuah dusun dan merupakan bagian dari desa Gunung Halu, Kecamatan Gunung Halu, Kabupaten Bandung Barat, dengan topografi berbukit dikelilingi hutan lindung yang dibatasi dengan pohon pinus milik Perum Perhutani Jawa Barat, Dusun Tangsi Jaya berada pada ketinggian 1100 m diatas permukaan laut dengan suhu rata-rata 25 – 30 ᵒC dan curah hujan 2500 mm / tahun. Aksesabilitas menuju Dusun Tangsi Jaya dapat ditempuh dari Jakarta (+/- 190 Km) melalui transportasi darat dengan waktu tempuh tidak kurang dari 3.5 jam dalam kondisi normal, dan bisa lebih dari 4 jam tergantung dari kondisi jalan dan situasi dalam perjalanannya. Luas kawasan Dusun Tangsi Jaya terdiri dari kawasan pemukiman dan prasarana jalan dusun, kawasan lahan pertanian sawah dan kawasan lahan kebun kopi. Masing-masing kawasan dengan luasan sebagai berikut : (a) kawasan pemukiman dan prasarana jalan dusun +/- 15 Ha; (b) kawasan lahan pertanian sawah masing-masing KK memiliki 3 gawang @ 400 m2 atau 0.12 Ha / KK jadi total kawasan lahan pertanian sawah +/- 8.8 Ha dan kawasan lahan kebun kopi 20 Ha yang dimiliki oleh 74 KK masing-masing seluas +/- 0.27 Ha. 4.1.2 Karakteristik Masyarakat. Kondisi Dusun Tangsi Jaya secara umum hampir sama dengan desa-desa lain yang belum dapat berkembang karena berbagai keterbatasan yang ada.. 1. Kependudukan Tabel 4.1 Struktur dan Data Kependudukan Perbandingan Kependudukan ( Populasi dan Pendidikan ) Masyarakat Dusun Tangsi Jaya I/O & Penelitian Hasil Penelitian Gender Tesis srs LEAP Unggulan No. Atribut Thn. 2010 Thn. 2011 Thn. 2012 Thn.2014/2015 1. 2. 3. 4. 5.
Rukun Warga (RW) Rukun Tetangga (RT) Populasi Jiwa Kepala Keluarga (KK) Pendidikan Tamat SD. Tamat SLP. Tamat SLA.
1 2 0 70
1 2 272 77
Mayoritas Mayoritas
~ 280 ~
1 2 278 74
1 2 288 80
55 4 3
70 4 3
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
Mahasiswa. Sarjana. Sumber : Data primer & sekunder diolah 2012 & 2014 Tabel 4.1.
1 1
2 1
Tabel 4.1. diatas menggambarkan perbandingan Kependudukan masyarakat dusun Tangsi Jaya, kelompok usia yang terbanyak adalah pada rentang usia 51 – 60 tahun yaitu sejumlah 124 jiwa dan kelompok usia, yang termasuk dalam kategori sedikit adalah pada rentang usia 20 – 30 tahun yang terdiri dari 4 jiwa serta kelompok rentang usia 71 – 80 tahun yaitu sejumlah 6 jiwa. Kalau kita asumsikan bahwa untuk kategori usia produktif adalah rentang usia 20 – 50 tahun maka hanya ada 81 jiwa equivalent dengan +/- 28 % dari total jumlah penduduk seluruhnya, untuk itu mereka perlu mendapatkan perhatian dan bimbingan yang cukup serius mengingat sebagian dari mereka (20-50 tahun) yang nantinya diharapkan sebagai inisiator, inovator maupun leader untuk melakukan perubahan dalam pembangunan dusun.
2. Pendidikan. Seperti pada Tabel 4.1. diatas, Mayoritas strata pendidikan responden / KK adalah tamatan Sekolah Dasar (SD) yaitu sejumlah 70 KK dari 80 KK yang ada equivalent dengan +/- 87 %., strata pendidikan yang lainnya terdiri dari SLP 4 KK (5%), SLA 3 KK (4%), Mahasiswa 2 KK (2%), dan Sarjana 1 KK (1%). Tingkat pendidikan mayoritas tamatan SD tentunya akan menjadi salah satu kendala, akan tetapi juga bukan merupakan sesuatu yang mutlak, mengingat kelompok strata pendidikan KK yang lain yaitu SLP, SLA, Mahasiswa dan Sarjana meskipun jumlahnya sedikit akan tetapi masih termasuk dalam kelompok usia produktif (20 – 40 tahun) sehingga diharapkan dapat menjadi penyeimbang dalam proses perubahan / pembangunan. 3. Sosial Ekonomi 4.2 Tabel Kondisi Sosial Ekonomi Perbandingan Kependudukan ( Pekerjaan dan Pendapatan ) Masyarakat Dusun Tangsi Jaya
Hasil Penelitian
Gender
~ 281 ~
I/O &
Penelitian
Penelitian
LEAP
Tesis
Unggulan
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
Th. No. Atribut 1
Thn. 2010
Thn. 2011
Thn. 2012
Mayoritas
Mayoritas
64
52
Buruh Tani
52
60
Pedagang / Warung
5
7
2&3
2&3
12.6
4.8
4.2
Jt/KK/Th
jt/KK/Th
Jt.KK/Th
Pekerjaan. Petani Pemilik
Guru & PNS. 2
2014/2015
Penghasilan
Pertanian Padi
2.8+9.4
3
Pert. Sayuran+Cabe
2 Jt/KK/Ms
4 Jt/KK/Th
Perkebunan Kopi
1.8Jt/KK/Th 1.8Jt/KK/Th
Jt/Th 2.7 Jt/Th
Klasifikasi Penghasilan < 500 Ribu/Bulan.
18
15
< 1 Juta/Bulan.
48
57
> 1 Juta/Bulan
8
8
4
Konsumen PLN.
10
10
10
10 rmh
5
Konsumen PLTMH.
60
64
64
64 rmh
Sumber : Data primer & sekunder diolah 2012 & 2014 Tabel 4.2.
4. Pola Konsumsi Energi. Pola Konsumsi Energi masyarakat Dusun Tangsi Jaya untuk keperluan memasak sampai saat ini masih menggunakan kayu bakar sebagai sumber utama energinya, sementara hanya beberapa dari mereka menggunakan LPG. Pada konsumsi kayu bakar untuk memasak ratarata adalah sekitar 1 m3/hari dikumpulkan dari semak-semak atau ranting dari kayu mati yang tersedia disekitar hutan terdekat.
Konsumen Listrik
~ 282 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
Masyarakat Dusun Tangsi Jaya Kategori
Kapasitas
Biaya Rp/Bln
KK
Gratis
5
A
1 A (220 W) tanpa televisi
B
1 A (220 W) dengan televisi
25.000,-
50
C
2 A (450 W)
30.000,-
15
D
Fasum penerangan jalan, sekolah, masjid.
E
Gratis
PLN 450 W
10
Sumber : Aplikasi software I/O Table dan LEAP. Unsada 2011 Tabel 4.3. Konsumen listrik dapat dibagi menjadi lima kategori seperti yang ditunjukkan pada Tabel 4.3. diatas, PLTMH beroperasi selama 16 jam rata-rata per harinya , kecuali hari Jumat dan Minggu (full 24 jam per hari). Dalam setahun, unit beroperasi untuk 6656 jam untuk menghasilkan 119.808 kWh listrik. Menurut hasil survei tahun 2010 , rumah tangga subsisten dengan kategori A dan B menggunakan 1 A dari listrik. Bagi mereka yang tidak mampu membelinya, listrik adalah gratis (kategori A) Sedangkan untuk rumah tangga sejahtera yang semua dikategorikan ke dalam kelompok C dengan 2A (450W). Selain itu, ada 10 rumah tangga menggunakan listrik PLN (450 W).
4.3 Analisis Data dan Pembahasan Input - Output Analisis data dan pembahasan penelitian yang dilakukan sesuai dengan jadwal proposal semester ganjil 2014/2015 adalah pembahasan tentang kondisi struktur ekonomi masyarakat dusun dengan pendekatan Analisis Input-Output. Secara umum penggerak ekonomi yang ada di Dusun Tangsi Jaya adalah perkebunan, pertanian, perdagangan dan jasa. Untuk dapat melakukan analisis Input -Output yang dapat menggambarkan struktur perekonomian wilayah Tangsi Jaya maka dalam penelitian ini sektor tersebut dikelompokkan menjadi beberapa sektor yang meliputi: •
Sektor Padi/beras
•
Sektor Sayur Mayur
~ 283 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
•
Sektor Cabe
•
Sektor Kopi
•
Sektor Warung
•
Sektor Transportasi
Pembagian sektor tersebut didasarkan pada kondisi dimana sektor tersebut merupakan sektor yang selama ini dapat memberikan nilai tambah, berdasarkan pembagian sektor yang ada tersebut maka dilanjutkan dengan menghitung permintaan antara dari masing-masing sektor sebagaimana pada tabel 4.5. Permintaan antara merupakan tabel input untuk mengetahui berapa besarnya permintaan oleh masing-masingsektor untuk sektor tersebut. Misalnya, pada sektor padi/beras total permintaan antara adalah Rp 3.098.250 yang seluruh input dari padi/beras digunakan oleh sektor padi/beras dalam bentuk benih. Total permintaan antara yang paling besar adalah dari sektor warung, yang menjadi input untuk setiap sektor, yang sebagian besar digunakan untuk penyediaan saprodi setiap sektor. Total input antara transportasi adalah paling besar dibandingkan sektor lain, yang sebagian besar digunakan untuk pembelian BBM
Sumber: Data diolah
Tabel 4.5 Tabel Permintaan Antara
~ 284 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
Upah dan gaji untuk padi/beras terbesar dibandingkan sektor lain, karena semua penduduk gunung halu mempunyai mata pencaharian di sektor ini baik sebagai petani maupun buruh tani. Walaupun demikian, sektor cabe memberikan kontribusi total nilai tambah yang paling besar, dikarenakan hasil produk cabe dijual keluar Gunung Halu yang memberikan nilai tambah besar dengan masuknya devisa. Berbeda dengan sektor Padi/beras, walaupun setiap penduduk bekerja disektor ini, akan tetapi produksi padi/beras digunakan atau dimanfaatkan sendiri untuk keperluan sehari-hari sebagai makanan pokok.
Sektor yang memberikan output total paling besar adalah
sektor cabe, 25,69%
selanjutnya Sektor kopi 21,03% sektor padi/beras 19,82%, sektor transportasi 18,21%, Sektor sayuran 11,01% dan sektor warung 4,25%. Melihat persentase output dari masing masing sektor tersebut memperlihatkan bahwa sektor cabe sangat besar sehingga dari hasil outputnya berpotensi untuk ditingkatkan, namun dari kondisi dilapangan seperti keterbatasan lahan sehingga sistim penenaman dilakukan dengan rotasi dengan Sayuran, dan sebagian lahan sawah, yang berarti bahwa mamaksimalkan cabe akan mengurangi output sektor padi dan sayur termasuk jumlah kepala keluarga yang terlibat didalamnya dimana sektor padi/beras sejumlah 65 KK yang berpotensi tidak dapat menghasilkan beras. Kendala lainnya adalah sektor cabe memerlukan input yang besar sehingga masyarakat kesulitan khususnya modal kerja. Sektor kopi memberikan nilai tambah yang potensial untuk dikembangkan lebih lanjut dikarenakan potensi luas lahan yang masih luas serta permintaan kopi yang besar. Dari tabel dapat dilihat sektor kopi ini merupakan peringkat kedua setelah cabe dalam menghasilkan nilai tambah bagi penduduk Tangsi Jaya. Saat ini, beberapa kebun yang ditanam petani belum optimal menghasilkan kopi karena masih usia muda, sehingga kemungkinan besar sektor kopi ini dapat memberikan nilai manfaat lebih besar, bahkan kemungkinan menjadi sektor utama dalam mata pencaharian penduduk Tangsi Jaya.
~ 285 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
Sumber: Data diolah Tabel 4.6. Permintaan Akhir
Sebagaimana digambarkan dalam tabel 4.6. diatas, Total permintaan akhir adalah Rp 1.487.409.500 dimana Rp 622. 948.900 adalah untuk konsumsi dan Rp 864.460.600 merupakan eksport. Dalam tabel 4.6 tersebut memperlihatkan bahwa sektor padi ekport = 0 berarti bahwa seluruh hasil padi dikonsumsi sendiri oleh masyarakat,bahkan untuk memenuhi kebutuhan keseluruhan untuk beras masih didatangkan dari luar sejumlah Rp 8.633.250. sedangkan untuk sayuran, cabe dan kopi sebagian besar hasilnya untuk ekport (dijual keluar Tangsi Jaya) hanya sebagian kecil yang dikonsumsi didalam. Adapun untuk perdagangan/warung, jumlah importnya besar yaitu Rp 332.800.000,- artinya bahwa sebagian besar barang dagangan yang dijual didatangkan dari luar wilayah tangsi Jaya. Hanya Rp 66.560.000 yang merupakan output dari dari dalam, selanjutnya
Sektor
Padi/beras
Ekspor
-
Import
8,633,250 0.00%
~ 286 ~
2.53%
Selisih
(8,633,250)
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
164,416,500
Sayuran
-
19.02%
377,054,100
Cabe
0.00%
-
43.62%
322,990,000
Kopi
-
-
332,800,000
-
-
864,460,600
(332,800,000)
97.47%
0.00%
Total
322,990,000 0.00%
0.00%
Transportasi
377,054,100 0.00%
37.36%
Warung
164,416,500
0.00%
341,433,250
100%
523,027,350
100%
Tabel 4.7. Struktur Ekspor Impor
Dari tabel 4.7. Struktur Ekspor Impor dapat dilihat bahwa dusun Tangsi Jaya mempunyai surplus dari ekspor impor sebesar 60.5 % dari totol ekspor. Impor terbesar pada sektor warung sebagai penyedia seluruh kebutuhan sehari-hari dan kebutuhan saprodi cocok tanam. Penduduk Tangsi Jaya juga kekurangan Padi/beras dimana kekurangannya dengan mendatangkan dari luar sebesar 2.53% dari total impor. Sektor Cabe memberikan kontribusi terbesar sebesar 43.6 % dari total Ekspor disusul oleh Kopi dan Sayuran masing-masing 37.3 % dab 19.0 %. Pada tabel 4.8. Digambarkan bagaimana penyebaran hasil Input-Output dari setiap sektor yang ada.
~ 287 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
Sumber: Data diolah
Tabel 4.8. Ringkasan Tabel Input Output
Sektor yang memberikan output total paling besar adalah
sektor cabe, 25,69%
selanjutnya Sektor kopi 21,03% sektor padi/beras 19,82%, sektor transportasi 18,21%, Sektor sayuran 11,01% dan sektor warung 4,25%. Untuk Sektor warung walaupun memberikan kontribusi cukup besar pada total supply ( 20.96%) akan tetapi total output yang disediakan oleh Dusun Tangsi Jaya hanya 4.26 % dan selebihnya di import dari luar. Melihat persentase penghasilan / pendapatan dari masing masing sektor tersebut seperti pada Tabel 4.9. Nilai Tambah Sektor dibawah ini, memperlihatkan bahwa sektor cabe yang terbesar yaitu 27 % sehingga dari hasil outputnya berpotensi untuk ditingkatkan, namun dari kondisi dilapangan seperti keterbatasan lahan sehingga sistim penenaman dilakukan dengan rotasi dengan sayuran dari sebagian lahan sawah, yang berarti bahwa mamaksimalkan cabe akan mengurangi output sektor padi dan sayur termasuk jumlah kepala keluarga yang terlibat didalamnya dimana sektor padi/beras sejumlah 65 KK yang berpotensi tidak dapat menghasilkan beras. Kendala lainnya adalah sektor cabe memerlukan input (terutama modal) yang besar sehingga masyarakat kesulitan khususnya modal kerja.
~ 288 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
Jumlah Total Nilai
Sektor
KK
Tambah
Penghasilan/tahun Penghasilan/bulan Presentace
Padi/beras
65
275,744,250 4,242,219
353,518
24%
Sayuran
33
91,800,000
2,781,818
231,818
8%
Cabe
33
309,825,000 9,388,636
782,386
27%
Kopi
72
295,875,000 4,109,375
342,448
26%
Warung
7
63,232,000
752,762
6%
Transportasi
10
109,500,000 10,950,000
912,500
10%
9,033,143
,145,976,250
Total
Sumber: Data diolah
100% Tabel 4.9. Nilai Tambah Sektor
Konsumsi
622,948,900
54%
Export
864,460,600
76%
Total Permintaan Akhir
1,487,409,500
Import
341,433,250
PDRB
1,145,976,250
Jumlah KK
80
Pendapatan/KK/Bulan
1,193,725
Pendapatan/Kapita/hari
11,053
30%
Tabel 4.10 Product Domestic Regional Bruto
Pada Tabel 4.10. PDRB diatas dapat dilihat bahwa komposisi PDRB Dusun didominasi oleh konsumsi masyarakat sebesar 54%, dan sisanya 46% didominasi oleh surplus eksporimpor. Dari tabel dapat dilihat bahwa pendapatan rata-rata setiap KK adalah Rp 1.193.725 atau Rp. 11.053 /kapita/hari atau masih dibawah $1 /kapita/hari. Oleh karena itu perlu upaya menyeluruh
untuk
meningkatkan
pendapatan
mengoptimalkan beberapa sektor unggulan diatas.
~ 289 ~
masyarakat
Tangsi
Jaya
dengan
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
5. SIMPULAN DAN SARAN 5.1 SIMPULAN Sebagaimana yang telah dibahas pada bab bab sebelumnya, bab ini merupakan penutup tulisan yang dirinci menjadi 2 sub-bab. Sub bab pertama adalah Simpulan yang berisi jawaban-jawaban atas berbagai pertanyaan, tujuan dan manfaat penelitian. Sub bab kedua berisi saran-saran yang diambil dari hasil simpulan-simpulan penelitian yang telah dibahas dari sub-bab sebelumnya. Dari pendekatan analisis Input Output yang telah dibahas pada bab IV , maka simpulansimpulan penting yang dapat ditarik antara lain dapat dijelaskan secara ringkas sebagai berikut :
Adanya pertumbuhan jumlah penduduk dari 274 jiwa dengan 77 KK pada tahun 2011 menjadi 288 jiwa dengan 80 KK pada tahun 2014
Berdasarkan pembagian 6 sektor dalam penelitian ini diketahui bahwa sektor cabe memberi kontribusi paling besar dari total output yaitu Rp. 401.625.000,- (25,69%) kemudian sektor kopi sebesar Rp. 328.750.000,- (21,03%) serta sektor padi/beras 309.825.000,- (19,82%)
Total output semua sektor termasuk gaji dan upah dalam satu tahun adalah Rp 1.563.585.000,- dengan total nilai tambahnya adalah Rp 1.145.976.250,-
Pendapatan perkapita masyarakat dalam 3 tahun terakhir telah mengalami peningkatan walaupun belum signifikan yaitu pada tahun 2012 Rp 9.000,-/hari naik menjadi Rp 11. 053,-/hari pada tahun 2014, namun masih kurang dari USD. 1/hari, perlu menjadi catatan khusus disini, bahwa kenaikan pendapatan tadi sebetulnya bukan akibat dari kenaikan produktivitas, akan tetapi karena adanya kenaikan harga pasar kopi dan cabe pada tahun 2014
Sektor yang mempunyai peluang untuk dikembangkan lebih lanjut adalah sektor perkebunan kopi sampai dengan pengolahannya, hal ini sangat dimungkinkan karena ketersediaan lahan.yang di berikan oleh pihak Perhutani Jawa Barat.
Sektor yang mempunyai keterkaitan langsung kebelakang tertinggi adalah sektor transportasi yaitu sebesar 0.6154. Hal ini berarti adanya kenaikan 1 unit output sektor ini membutuhkan output sektor lainnya sebagai input sebesar 0.6154. Dengan kata lain output tersebut akan digunakan oleh sektor sekunder sebagai input antara dalam proses
~ 290 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
produksinya. Hal ini kemudian secara simultan akan memicu peningkatan penggunaan output sektor-sektor lain sebagai input sebesar 1.05. sehingga secara total akan mengakibatkan peningkatan penggunaan output seluruh sektor perekonomian sebesar 1.6667.
Sektor yang mempunyai keterkaitan langsung kedepan tertinggi adalah sektor warung yaitu sebesar 1.4344. Hal ini berarti adanya kenaikan 1 unit output sektor ini akan meningkatkan output sektor lain yang menggunakan output sektor ini sebagai inputnya sebesar 1.4344. Dengan kata lain, 1 unit sektor ini digunakan sebagai input sektor lain sebesar nilai tersebut, kemudian secara simultan peningkatan sektor pengguna sektor tersebut memicu penggunaan output sektor pengguna sebagai input sektor lain sebesar 1.10. sehingga secara total akan mengakibatkan peningkatan penggunaan input seluruh sektor perekonomian sebesar 2.5368.
5.2. SARAN SARAN Meskipun cabe merupakan sektor unggulan terbesar dalam temuan penelitian ini, namun mengingat keterbatasan lahan pertanian dan penggunaan saprotan kimia yang akan berpengaruh negatif terhadap lingkungan (Model Desa E3i) maka disarankan untuk sektor ini tidak harus dikembangkan, namun perlu dicari sektor ekonomi potensial alternatif melalui penelitian lebih lanjut disamping untuk terus berupaya meningkatkan produktivitas tanaman unggulan yang sudah ada.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah Kamaruddin 2007, Memacu Pertumbuhan Ekonomi melalui Desa Mandiri E3i, Universitas Darma Persada Jakarta. Abdullah Kamaruddin 2007, Energi Terbarukan untuk mendukung Pembangunan Pertanian dan Perdesaan, Departemen Teknik Pertanian, IPB. Press Bogor. Adi, Isbandi Rukminto. 2008. Intervensi Komunitas: Pengembangan Masyarakat Sebagai Upaya Pemberdayaan Masyarakat. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Hal. 50-66. Ariati Ratna 2004, Konservasi Energi Nasional, Program dan Implementasinya : dipresentasikan pada Pertemuan Pendahuluan Studi Peluang Konservasi Energi.
~ 291 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
Ariati Ratna 2009. Materi Kuliah Kebijakan Energi Nasional Program Pascasarjana Energi Terbarukan Universitas Darma Persada Jakarta. Fauzi, Johar Arifin & A. Fakhrudin. 2001. Program Aplikasi Excel dalam Finansial Terapan Harry Sonny. 2010. HDI Indonesia 2010 Metode dan Indikator Baru, Lembaga Demografi FEUI. Jakarta. Hidayat Amir dan Singgih Riphat, Analisis Sektor Unggulan Untuk Evaluasi Kebijakan Pembangunan Jawa Timur Menggunakan Tabel Input-Output 1994 dan 2000 Husodo, Siswono Yudo. 2003. Membangun kemandirian di bidang Pangan suatu Kebutuhan bagi Indonesia, Jurnal Ekonomi Rakyat, artikel III no. 6, September Haeruman, Herman J.S. 1997. Strategi, Kebijakan dan Program Pembangunan Jalaluddin Rakhmat, Rekayasa Sosial Reformasi, Revolusi, atau Manusia Besar, PT.Remaja Rosda karaya, Bandung Kartasasmita G & Solichin D.2009. Bahan Kuliah ( Lecturer Matherial ), Development Administration, Concepts and Definition, Program Pasca Sarjana, Program Studi Energi Terbarukan, Universitas Darma Persada Jakarta. Kartasasmita G & Solichin D. 2009. Bahan Kuliah ( Lecturer Matherial ), Development Administration, New Paradigms of Public Administration, Program Pasca Sarjana, Program Studi Energi Terbarukan, Universitas Darma Persada Jakarta. Ken Martina 2010, Materi Kuliah Dasar Dasar Pengembangan Wilayah Perdesaan, Program Pascasarjana Energi Terbarukan, Universitas Darma Persada Jakarta. Kusdiana Dadan 2009, Kebijakan dan Strategi Sektor Energi dan Sumberdaya Mineral Tahun 2010 – 2014 Universitas Darma Persada Jakarta. Kusdiana Dadan 2009, Kebijakan Energi Nasional, Pengembangan Energi Baru Terbarukan, Materi Kuliah Universitas Darma Persada Jakarta. Peraturan Presiden No. 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional. Rahedi Slamet , 2012. Evaluasi dan Perencanaan Pembangunan Dusun Tangsi Jaya, Desa/Kecamatan Gunung Halu Kabupaten Bandung Barat menuju Desa Mandiri E3i Raihan Rasyidi 2010. Materi Kuliah Pengetahuan Lingkungan, Program Studi Energi Terbarukan, Program Pascasarjana Unsada Jakarta.
~ 292 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
Satriatama Dandy. 2012 Laporan Pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium di Indonesia 2010 Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional / Badan Perencana Pembangunan Nasional (BAPPENAS). Siahaan Oloan. 2009, Introduction to Community Development. Materi Kuliah Universitas Darma Persada Jakarta. Siahaan Oloan. 2009. Lokal Economic Development. Materi Kuliah Universitas Darma Persada Jakarta. Simamora Bilson 2002. Panduan Riset Perilaku Konsumen, Gramedia Pustaka Utama. Solihin Amir 2001. Top Down – Bottom UP Planning sebagai Alternatif Perencanaan Strategis Pembangunan Daerah Hinterland secara Partisipatif , Universitas Padjadjaran Bandung. Supranto J. 2003. Metode Riset, edisi ketujuh. PT. Rineka Cipta Jakarta. Sutrisno, Hadi. 2002. Methode Research untuk penulisan paper, skripsi, tesis dan disertasi jilid 2. Andi offset. Yogyakarta. United Nations Division for Sustainable Development. Documents Sustainable Development issues Retrieved:2007-05-12 UU Republik Indonesia No. 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah UU Republik Indonesia No. 30 Tahun 2007 Tentang Energi. VP of Cisco Systems. Inc. 2008. Strategic Alliances. Yusgiantoro Purnomo. 2009. Strategi Ketahanan Enegi Nasional, Raker Sektor ESDM 2009, Kebijakan, Rencana dan Strategi Tahunn 2010-2014.
~ 293 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
~ 294 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
IMPLEMENTASI BALANCE SCORCARD UNTUK MENILAI KINERJA JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS DARMA PERSADA Ahmad Basid, Haryanto Akuntansi – Fakultas Ekonomi ABSTRAK Balance Scorcard dapat dijadikan sebagai indikator untuk melakukan suatu penilaian kinerja dari organisasi termasuk di dalam lingkungan prodi Akuntansi Fakultas Ekonomi Univeristas Darma Persada. Peningkatan kualitas perguruan tinggi, dan peningkatkan kepercayaan pelanggan, diharapkan juga mampu untuk melakukan peningkatan kualitas dan mutu pelayanan untuk memberikan kontribusi terhadap peningkatan jumlah mahasiswa sebagai perspektif pelanggan di lingkungan Univeristas Darma Persada (Unsada). Perkembangan prodi Akuntansi Unsada selama tiga tahun periode 2012-2014 untuk jumlah mahasiswa baru (input), mahasiswa aktif dan lulusan yang dihasilkan sebagai output dari prodi Akuntansi belumlah maksimal. Ketiga indikator ini menunjukkan bahwa setiap tahunnya terjadi fluktuasi yang sangat singnifikan, tidak konstan terhadap kenaikan jumlah mahasiswa baru. Ditinjau dari perspektif keuangan peningkatan jumlah mahasiswa sangat berpengaruh terhadap penerimaan jumlah mahasiswa. Sedangkan perpesktif proses internal adalah meningkatkan kualitas sumber daya manusia, adanya kesempatan yang diberikan kepada dosen untuk meningkatkan kualitas baik kesempatan belajar, pelatihan baik di internal kampus maupun di eksternal kampus untuk meningkatkan kualitas dosen prodi Akuntansi belum maksimal.Belum memadainya pelayanan terhadap stakeholders menurunkan kepuasan pelanggan khususnya mahasiswa dan dosen. Rasio dosen dengan jumlah mahasiswa di lingkungan prodi Akuntansi belum memenuhi standar rasio yang di tetapkan oleh DIKTI harus menerapkan perspektif pertumbuhan dan perkembangan. Kata Kunci: Balance Scordard, pengukuran kinerja, perspektif keuangan, perspektif pelanggan, perspektif proses internal dan perspektif perkembangan
1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini perkembangan perguruan tinngi di tanah air mengalami persaingan yang sangat ketat untuk menjaring mahasiswa agar mau memasuki dunia perguruan tinggi khusunya universitas swasta. Seperti kita ketahui perguruan tinggi memiliki peranan penting dalam mencerdaskan bangsa. Perkembangan perguruan tinggi yang pesat saat ini mengakibatkan perkembangan organisasi disetiap lini juga semakin rumit dan komplek.
Semuanya
mengharapakan mampu meningkatkan kinerja ke arah yang lebih baik agar dapat bersaing,
~ 295 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
adalah dengan meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan sumber daya lainnyua yang ada dalam lingkungan organisasi perguruan tinggi yang bersangkutan. Perguruan tinggi atau entitas lainnya
berlomba-lomba untuk menciptakan nilai (value creation) agar dapat
meningkatkan kualitas dan mampu menguasai pasar (Yuwono, et all, 2004). Sumber daya manusia yang paling berperan dalam mengendalikan dan juga sebagai motor untuk dapat memajukan perguruan tinggi, Tanpa sumber daya manusia yang memiliki nilai kreasi tadi akan menjadikan univeritas (perguruan tinggi) kalah bersaing dengan perguruna tinggi lainnya. Perilaku organisasi inilah yang menjadikan ujung tombak untuk dapat menembus pasar. Perilaku organisasi (Robbin, 2001) menyebutkan suatu bidang studi yang menyilidiki dampak dari seseorang, kelompok, dan struktur pada perilaku dalam organisasi untuk dapat menerapkan pengetahuan tentang hal-hal tersebut demi untuk memperbaiki efektifiktas organisasi. Jelas terlihat bahwa peran penting atau yang memegang kendali dalam suatu organisasi itu adalah sumber daya manusianya. Perguruan tinggi juga akan mampu menghadapi persaingan global bilamana sumber daya manusianya dapat menjawab tantangan dengan handal. Memiliki kualitas yang baik dalam menjalankan aktivitasnya. Bukan hanya bagi kalangan pengajar tetapi juga seluruh bagian yang terkait untuk sama-sama memajukan perguruan tinggi tersebut. Kerjasama kelompok yang baik dan peningkatan kualitas, motivasi untuk menjalankan seluruh aktivitas yang baik bersama sama untuk membangun dengan semangat memajukan dunia perguruan tinggi. Perguruan tinggi dalam hal ini kita membahas dalam lingkup kontek universitas sebagai suatu institusi pendidikan bisa diminati oleh stakeholder khususnya calon mahasiswa dan calon orang tua mahasiswa selain ditentukan oleh faktor internal yang meliputi pengajar yang berkualitas, kepuasaan terhadap pelayanan, proses internal dan kemampuan berorganiasai untuk belajar dan melakukan perbaikan dan juga yang tidak kalah pentingnya dalah bidang keuangan (Yowono, et all 2004). Keuangan salah satu
menjadi bagian
terpenting dalam pembianaan balance scorecard. Akan tetapi peningkatan sumber dana tersebut berkaitang dengan kepuasan terhadap pelayanan, kualitas dan mutu perguruan tinggi itu sendiri saling memiliki keterkaitan sehingga menjadikan suatu penilaian masyarakat terhadap perguruan tinggi tersebut. Penerapan balance scorecard adalah merupakan salah satu bagian terpenting dalam mengukur suatu kinerja organisasi. Apalagi dengan konsep balance scorecard ini akan mampu untuk meningkatkan mutu pendidikan di universitas. Akhirnya akan berimbas
~ 296 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
terhadap peningkatan akreditas universitas tersebut. Menurut Kaplan, 2006, menyebukan balance scorecard merupakan proses pengukuran untuk menghasilkan berbagai proses manajemen penting, untuk memperjelas dan menerjemahkan visi dan strategis, melakukan komunikasi untuk meningkatkan berbagai tujuan strategis pihak universitas, merencanakan, menetapkan sasaran, dan menyelaraskan berbagai inisiatif strategis, dan meningkatkan umpan balik dan pembelajaran strategis. Berdasarkan proses diatas penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang bagaimana implementasi balance scorecard dapat dilakukan di prodi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Darma Persada. Balance Scorecard dapat dijadikan sebagai alat bantu pengukuran kinerja dalam meningkatkan kualitas organisasi ditinjau dari berbagai perspektif yang ada dalam balance scorecard. Penerapan balance scorecard merupakan salah satu indikator penilian kinerja perguruan tinggi, kesiapan organisasi dalam menjalankan aktivititas khususnya untuk meningkatkan kualatias pelayanan, memotivasi karyawan dan meningkatkan kualitas sumber manusia, meningkatkan kualitas sarana dan prasana penunjang proses belajar mengajar dapat meningkatkan dalam persaingan perguruan tinggi baik secara nasional dan global Untuk itulah penulis tertarik melakukan penelitian tentang konsep-konsep yang berkaitan dengan balance scorecard di prodi akuntansi Fakultas Ekonomi dengan mengambil judul Implementasi Balance Scorcard Untuk Menilai Kinerja Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Darma Persada.. 1.2 Perumusan Masalah Fokus permasalahan dalam penelitian ini adalah implementasi balance scorecard sebagai alat bantu untuk menilai kinerja di Prodi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Darma Persada dengan menggunakan empat perspektif dalam balance scorecard. 1.3 Tujuan dan Kontribusi Penelitian Tujuan penelitian ini adalah mengimplentasikan balance scorecard untuk menilai kinerja prodi jurusan akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Darma Persada (UNSADA). Penelitian ini juga memiliki kontribusi untuk memperoleh hasil evaluasi kinerja jurusan secara internal yang akan dapat mendukung penilaian kinerja organisasi pada Prodi Akuntansi.
2. TINJAUAN PUSTAKA
~ 297 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
Kerangka kerja balance scorecard menyediakan suatu pengukuran kinerja perusahaan menggunakan ukuran finasial dan non financial, yang mana tujuan-tujuan strategik perusahaan dijabarkan dalam poin-poin yang kemudian dikelompokkan ke dalam empat perspektif yang balance, yaitu financial, konsumen, proses bisnis internal, dan pembelajaran dan pertumbuhan. Kunci utama efektivitas dari kerangka kerja balance scorecard adalah kemampuan untuk menterjemahkan misi dan strategi perusahaan ke dalam seperangkat pengukuran kinerja yang komprehensif (Kaplan dan Norton, 2001). Poin-poin yang dijabarkan dalam empat perspektif balance scorecard merupakan identifikasi komponen-komponen kunci operasional , pembentukan goal dan menetapkan cara untuk mengukur komponen-komponen kunci tersebut guna mencapai goal perusahaan. Pengukuran Komponen-komponen kunci dan goal perusahaan secara bersama-sama ditetapkan berdasarkan penelahaan factor-faktor dari dalam dan luar perusahaan. Faktorfaktor dari dalam perusahaan dihasilkan dari analisis mengenai kekuatan (strength) dan kelemahan (weakness) perusahaan, sedangkan factor-faktor dari luar perusahaan didapatkan dari kesempatan (opportunity) dan ancaman (threat). Setelah komponen-komponen kunci ditetapkan, konstituen perusahaan diminta untuk melihat bagaimana aktivitas mereka dapat memberikan kontribusi terhadap pencapaian keseluruhan misi perusahaan. Ada perlombaan untuk memahirkan suatu kompetensi serta untuk memperoleh posisi dan pengaruh pasar. Menurut Rangkuti, 2014 menyebutkan ada tiga kriteria inti dalam suatu kompetensi adalah: 1. Nilai bagi pelanggan (customer preceived value) keterampilan yang memungkinan suatu perusahaan menyampaikan manfaat yang fundamental bagi kepada pelanggan. 2. Deferensiasi bersaing (competitor differentiation) yaitu kemampuan yang unik dari daya saing. 3. Dapat diperluas (extendability) kompetensi ini harus memenuhi kreiteria manfaat bagi pelanggan dan keunikan bersaing. Kerangka kerja tersebut didasarkan premis bahwa property system akuntansi keuangan seperti konservatisma, penekanan pada transaksi, dan pengukuran dalam unit mata uang, telah cukup membatasi pengukuran komponen-komponen kunci perusahaan. Kaplan dan Norton (1992) menyatakan bahwa system pengukuran tradisonal berupa perpekstif finansial didukung oleh perspektif non financial berupa pengukuran hubungan dengan konsumen,
~ 298 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
proses bisnis internal, dan pembelajaran dan pertumbuhan sesuai dengan ekspektasi perusahaan untuk menerima dan memberikan kontribusi kepada stockholder sesuai dengan tujuan perusahaan. Sebelum Kaplan dan Norton memperkenalkan konsep balance scorecard di tahun 1990 ternyata perusahaan-perusahaan di Prancis dan Kanada telah menggunakan balance scorecard dalam bentuk yang berbeda. Prancis mengaplikasikan pengukuran kinerja perusahaan dari aspek financial dan non financial, yang menggunakan suatu ukuran yang disebut “the tableau de board” atau ukuran dashboard. Sedangkan perusahaan Kanada mengimplementasikan balance scorecard karena mendapatkan tekanan mengenai kualitas dari kontinen Amerika selama tahun 1980, yang mana mereka memasukkan ukuran non financial dalam strategi bisnisnya selain ukuran financial. Saat ini balance scorecard adalah bentuk yang telah disusun Kaplan dan Norton (1992b) sebagai satu perangakt pengukuran yang bersifat holistic, yang telah mengintegrasikan proses bisnis sebagai suatu ukuran kinerja suatu organisasi. Balance scorecard diciptakan sebagai pendukung pengukuran financial yang bersifat tradisional dengan kriteria pengukuran kinerja yang bersifat non financial yang terdiri dari tiga perspektif tambahan yaitu konsumen, proses bisnis internal serta pembelajaran dan pertumbuhan. Proses dimana manajer perusahaan mengevaluasi prospek di masa mendatang dan memutuskan strategi yang tepat guna mencapai tujuan perusahaan disebut strategi planning. Strategic planning berkaitan dengan pembuatan keputusan strategic oleh manajer, yang mana terkadang beberapa point sering berubah-ubah, kadang-kadang lebih baik, kadangkadang kacau. CEO baru biasanya melakukan perubahan yang radikal atas strategi. Jika tidak hati-hati perubahan tersebut akan sangat berakibat fatal dampaknya terhadap perusahaan. Oleh karena itu sangatlah penting bagi seorang pemimpin untuk hati-hati memilih dasar untuk melakukan perubahan tersebut. Seorang pemimpin harus mengetahui bagaimana melakukan proses penyusunan strategic planning yang rasional. Untuk itu dibutuhkan suatu metode penetapan rencana jangka panjang, untuk dapat mengingatnya, berisi keseluruhan rencana perusahaan, ada personal pembuat keputusan, dan judgment personal mereka, pengalaman dan motivasi yang akhirnya akan menghasilkan hal-hal yang bersifat stratejik (Gautreau and Kleiner, 2001) dalam Chavan (2009). Dari waktu ke waktu system management strategic yang berasal dari evolusi konsepkonsep balance scorecard telah membentuk semacam jembatan antara strategi jangka
~ 299 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
panjang dan jangka pendek dari suatu organisasi. Banyak perusahan segera mengadopsi balance scorecard karena metode pengukuran kinerja ini menghasilkan satu dokumen yang mana saling berkaitan antar aktivitas dari keempat perspektif pengukuran yang terdiri dari faktor-faktor berwujud dan tidak berwujud yang lebih baik dibanding metode pengukuran lain (Punniyamoorthy dan Murali, 2008): “lebih jelas, kesempatan untuk penciptaan nilai yang mengubah dari strategi management asset berwujud ke strategi management berbasis pengetahuan yang merupakan asset tidak berwujud suatu organisasi : relasi dengan konsumen, inovasi jasa dan produk, proses operasi yang responsive dan berkualitas tinggi, teknologi informasi dan database serta kemampuan karyawan, skill dan motivasi (Kaplan dan Norton) Balance scorecard saat ini telah berkembang menjadi suatu inisiatif streategi dalam bentuk sistem management performance, yang mana organisasi pengguna sistem ini akan menggunakan beberapa ukuran yang bermuara pada visi dan misi untuk berbagai fungsi management dan pekerjaan harian. Balance scorecard memungkinkan perusahaan atau organisasi mengelola dan mengevaluasi strategi bisnisnya, memonitor efisiensi operasionalnya,
melakukan
perbaikan,
membangun
kapasitas
organisasi,
dan
mengkomunikasikan progress organisasi kepada semua karyawan. Penelitian yang dilakukan Punniyamoorthy dan Murali (2008) dengan melakukan observasi yang berkelanjutan menemukan bahwa “balance scorecard” adalah suatu kerangka kerja yang sangat bagus yang memungkinkan suatu organisasi mengimplementasikan strategi dengan sukses. Hal ini disebabkan balance scorecard membantu perusahaan untuk menyusun rantai pengukuran aktivitas sehingga suatu organisasi dapat mengimplemtasikan aktivitas yang kompleks dan memonitornya secara teratur untuk mencapai tujuan stratejik. Peneliti ini juga mengamati bahwa:“Balance scorecard adalah sistem management performance yang menghubungkan performance dengan strategi penggunaan seperangkat ukuran kinerja mutidimensi yang bersifat financial dan non finansia. Fokus balance scorecard adalah memahami dengan lebih baik hubungan sebab akibat dan keterkaitan dalam organisasi dan level management dan berguna untuk perbaikan corporate governance (Dye, 2003) Pada saat Kaplan dan Norton memperkenalkan balance scorecard beberapa tahun yang lalu, balance scorecard hanya mengenai pengukuran, bukan mengenai strategi. Peneliti ini mulai dengan suatu premis bahwa kepercayaan eksclusif atas ukuran keuangan dalam sistem
~ 300 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
management mengakibatkan suatu organisasi melakukan hal yang salah. Ukuran keuangan melaporkan kinerja berdasarkan hasil akhir yang merupakan konsekuensi tindakan masa lalu, sehingga jika hanya ukuran financial yang digunakan maka menggunakan lag indikator yang hanya menilai kinerja dari perilaku jangka pendek dan akan mengorbankan nilai yang dapat diciptakan dalam jangka panjang. Balance scorecard menggunakan pendekatan untuk menutupi kekurangan dari ukuran financial ini dengan menambahkan ukuran non financial yang merupakan indicator-indikator yang mencerminkan kinerja keuangan dimasa mendatang. Jadi dalam balance scorecard ukuran financial dan non financial mengacu dan diturunkan dari visi dan strategi organisasi (Chavan, 2009). Balance scorecard menurut ( Rangkuti, 2014,75) menyebutkan suatu teknik yang banyajk digunakan untuk mengukur kinerja perusahaan. Balance Scorecard juga merupakan alat yang menekankan budaya partisipasi setiap anggota organisasi atau komunitas.
3. PERSPEKTIF BALANCE SCORECARD Komponen-komponen dalam balance scorecard yang saling berkaitan dapat digambarkan dalam bentuk diagram, yang digunakan untuk menyusun strategi dengan focus untuk mencapai goal perusahaan. Konten dari strategi perusahaan akan dikelompokkan berdasarkan perpektif yang berbeda yang akan memasukkan keseluruhan aktivitas perusahaan. Kaplan dan Norton memperkenalkan empat perspektif yang berbeda yang memasukkan keseluruhan aktivitas perusahaan yang diintegrasikan. Empat perpektif tersebut adalah sebagai berikut : 1. Perpektif financial, yaitu mengevaluasi elemen-elemen profitabilitas dari strategy 2. Perpektif konsumen, yaitu mengidentifikasi target pasar, segmen dan ukuran sukses perusahaan dalam segmen-segmen ini. 3. Perspektif bisnis dan internal, yaitu terfokus pada operasi internal perusahaan. 4. Perpektif pembelajaran dan pertumbuhan, yaitu mengidentifikasi kemampuan yang mana organisasi harus mampu mencapai proses internal superior yang dapat menciptakan nilai bagi konsumen dan share holders. 1. Perspekti finansial, yaitu bagaimana perusahaan terlihat berhasil di mata share holders
~ 301 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
Ukuran yang umum digunakan adalah :
Return on capital
Improved shareholders value
Assets utillization
2. Perspektif konsumen, untuk mencapai visi, bagaimana kita terlihat oleh konsumen perusahaan. Ukuran yang dapat digunakan adalah :
Product/servise attributes
Customer relationship
Image & reputation
3. Proses bisnis internal, untuk dapat memuaskan shareholder dan konsumen, apa yang dapat dilakukan perusahaan untuk membuat suatu proses bisnis yang unggul. Ukuran yang umumnya digunakan adalah :
Develop product & services
Deliver product & services
“post sales” services
4. Perspektif pembelajaran dan pertumbuhan, untuk mencapai visi perusahaan, bagaimana mendukung kemampuan untuk berubah dan memperbaiki. Ukuranukuran yang diaplikasikan adalah :
Employee capabilities
Information system capabilities
Motivation
Empowerment & alignment
3.1 Analisa SWOT Hal yang sama juga disebutkan oleh Rangkuti, 2014a menyatakan ukuran yang dipakai dalam keukuatan (Strengths), memiliki kelemahan (Weaknesses),peluang (Opportunities), ancaman Threaths, (SWOT) Balance Scorecard dibedakan berdasarkan empat perspektif yaitu: 1. Ukuran keuangan 2. Ukuran pelanggan 3. Ukuran proses internal
~ 302 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
4. Ukuran pembelajaran dan pertumbuhan Dapat dijelaskan bahwa adanya suatu aktivitas dalam implementasi balanca scorecard memiliki keterkaitan yang digambarkan dengan penjelasan sebagai berikut: 1. Perspektif keuangan (meningkatkan pendapatan, menurunkan biaya, serta memaksimalkan shareholder value) merupakan hasil dari tindakan sebagaimana di tunjukkan pada tiga perspektif tolak ukur opersional lainnya: 2. Perspektif pelanggan (meningkatkan jumlah pelanggan baru, meningkatnya jumlah pelanggan loyal, serta meningkatnya kepuasan pelanggan) dalam hal ini peningkatan pelanggan adalah berkaitan dengan peningkatan jumlah mahasiswa yang masuk dengan jumlah mahasiswa yang keluar dari prodi akuntansi. 3. Perspektif proses internal, yaitu kemampuan perusahaan untuk melakukan peningkatan secara terus menerus melalui kegiatan proses produksi yang lebih baik, distribusi mnjadi lebih cepat cakupan hubungan masyarakat menjadi lebih luas, inovasi menajdi lebih cepat serta tanggung jawab sosial ke masyarakat menjadi lebih baik. 4. Perspektif pembelajaran dan pertumbuhan. Fokus pada sumber daya dan internal di lingkungan universitas, meningkatkan kualitas dosen dan karyawan sesuai dengan kompetensinya,mengembangkan sistem informasi sesuai dengan proses di lingkungan universitas. 3.2 Metodologi Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan studi kasus, yaitu mendeskripsikan implementasi balance scorecard di Jurusan Akuntansi UNSADA periode 2010 – 2013. Membandingkan fakta dengan keempat pesrpektif balance scorecard, dapat memperoleh gambaran tentang kinerja di Prodi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Darma Persada. Data yang digunakan bersumber dari laporan BKP Prodi Akuntansi periode 2011 – 2014, serta wawancara ke beberapa personal di Jurusan Akuntansi tersebut. 3.3 Indikator Penerapan Balance Sorecard Evaluasi bagaimana menggunakan dana berupa kesiapan prodi dalam mengelola anggaran di prodi, pelayanan yang memadai sehingga memuaskan para stakeholders Bagaimana pihak
~ 303 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
prodi Akuntansi di lingkungan Fakultas Ekonomi Unversitas Darma Persada mampu memberikan kepuasan kepada mahasiswa, memberikan informasi kepada calon mahasiswa dan dosen atau pihak-pihak lainnya yang ingin mendapatkan pelayan dan informasi berkaitan dengan aktivitas kampus. Dengan demikian ada pengaruh terhadap perspektif pelayanan. Perspektif keuangan berkaitan dengan dana yang tersedia untuk kelangsungan universitas untuk pengelolaan dana yang tersedia sehingga univeritas bisa berkembang baik dari segi kualitas, kesejahteran pihak internal sehingga termotivasi untuk bersama sama untuk mengembangkan universitas itu sendiri khususnya Prodi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Darma Persada. 4. ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1 Perspektif Keuangan dalam Balance Scorecard Korelasi perspektif dalam balance scrocard saling berkaitan dengan analisa SWOT yang ada terjadi dalam prodi Akuntansi khususnya, umumnya di Fakultas Ekonomi.Hal ini berkaitan dengan pertumbuhan dan perkembangan jumlah mahasiswa baru pertahun untuk periode penerimaan tahun 2012-2014 (tabel 1). Pertumbuhan jumlah mahasiswa baru prodi Akuntansi Universitas Darma Persada dari tahun ke tahun selama 2012-2014 terlihat dari tabel berikut ini.
Tabel 1 Jumlah Penerimaan Baru Prodi Akuntansi Periode Jumlah Persentase 2012 70 18,,6% 2013 60 -14,2% 2014 118 96.7%
Dari tabel di atas diperoleh informasi pertumbuhan jumlah rata rata penerimaan mahasiswa baru selama tiga tahun adalah 33.7%. Setiap tahun terlihat perkembangan jumlah mahasiswa baru tahun akademik baru di semester gasal tertinggi pada tahun 2014 dengan peningkatan yang sangat signifikan sebanyak 96.7% sedangkan tahun 2013 terjadi penurunan jumlah pendaftar mahasiswa baru sampai minus 14,2% dibandingkan tahun sebelumnya 2012. Jumlah mahasiswa baru memiliki korelasi yang dengan jumlah penerimaan dana yang terhimpun oleh pihak univeritas. Dari data mahasiswa baru setiap tahun di tinjau dari jumlah penerimaan income prodi Akuntansi tidak banyak mengalami peningkatan mengingat
~ 304 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
jumlah mahasiwa baru dengan mahasiwa yang lulus (output) proporsional. Dana yang masuk untuk peningkatan
sarana dan pra sarana di lingkungan prodi Akuntansi pun belum
maksimal. Dengan demikian diharapkan dapat membuat suatu target penerimaan tiap tahun meningkat. Peningkatan ini akan mempunyai dampak terhadap perkembengan prodi itu sendiri baik dari jumlah mahasiswa, penghimpunan dana yang tergalang dari sumbangan pendidikan mahasiswa, juga peningkatan fasiltas sarana dan prasananya.Akan teteapi perlu diperhatikan bilamana jumlah mahasiswa bertambah diharapkan pengelola univeritas dapat dengan tanggap juga meningkat kualitas dosen, tenaga adminitrasi dan penunjang lainnya 4.2 Perspektif Pelayanan Pelayan merupakan bagian terpenting dalam memberikan kepuasan kepada pelanggan. Semakin memadainya pelayanan akan berimbas terhadap kepuasan pelanggan baik itu mahasiswa maupun oleh masyarakat pengguna. Kualitas lulusan meningkatkan bilamana sumber daya yang ada salam lingkungan prodi Akuntansi Unsada juga terus membenahi diri untuk mengembangan diri dengan meningkatkan kualitas dengan meningkatkan kompetensi, disamping mengikuti pelatihan yang berkaitan dengan Prodi Akuntansi juga ikut organisasi profeisonal lainnya agar memiliki pengetahuan yang luas dalam bidang masing-masing. Kehadiran dosen yang dapat ditingkatkan, seminimal mungkin kehadiran dosen tepat waktu sesuai dengan jadwal mengajarnya. Jumlah pertemuan dan kesesuaian materi yang diajarkan sesuai dengan silabus yang telah ditetapkan oleh Prodi Akuntansi. Bilamana terpenuhi semua hal tersebut di atas akan terjadi peningkatan jumlah mahasiswa yang mendaftar ke Prodi Akuntansi. Sebab masyarakat pengguna merasakan manfaatnya. Lulusan berupa output dari Universitas yang memiliki kualitas yang baik akan memberikan kepuasan kepada alumni itu sendiri, masyarakat dan dunia bisnis.
Tabel 2. Jumlah Mahasiswa aktif semester gasal periode 2012-2014 PERIODE
JUMLAH MHS KENAIKAN AKTIF SMST (PENURUNAN) GASAL % 2012 230 10,,5% 2013 220 (4,34%) 2014 277 25,9%
~ 305 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
Ditinjau dari segi pertumbuhan jumlah mahasiswa aktif Prodi Akuntansi dari tiga tahun periode rata-rata pertumbuhannya sebanyak 10,5%. Tahun 2012 terjadi penurunan yang drastis di tahun 2013 dibandingkan tahun sebelumnya sebanyak minus 4,34%, jumlah yang sangat jauh di bawah rata-rata selama tiga tahun periode tahun ajaran yaitu 10.68% hal juga terlihat adanya peningkatan jumlah lulusan di tahun 2013 terjadi peningkatan jumlah kelulusan yang signifikan dan jumlah penerimaan yang rendah tidak sebanding sehingga berimbas kepada jumlah mahasiswa aktif menurun drastis. Peningkatan jumlah mahasiswa aktif yang sangat signifikan di tahun 2014 sebanyak 25,9%, diakibatkan terjadi lonjakan jumlah mahasiswa baru di tahun yang sama. Namun dari harapan pihak prodi ditetapkan adanya peningkatan yang konstan setiap tahunnya masih belum sesuai dengan target yang ditetapkan pihak universitas. Tabel 3 Jumlah lulusan Prodi Akuntansi Tahun 2012-2014 PERIODE
2012 2013 2014
JUMLAH LULUSAN 23 56 42
KENAIKAN (PENURUNAN) % 15% 143% -25%
Rata rata jumlah lulusaan sebagai output prodi akuntansi periode tahun 2012-2014 adalah sejumlah 52%.. Ketikdaksamaan ini menunjukkan bahwa mahasiswa dalam menyelesaikan studi sangat variatif sekali. Akan tetapi jauh dibawa rata rata jumlah kelulusan prodi akuntansi justru terjadi di tahun 2014 dibandingkan dengan ditahun 2013 minus 25%. Hal ini berbeda dengan jumlah mahasiswa yang masuk di tahun yang sama tabel 1 dan mahasiswa aktif jumlahnya lebih banyak sesuai tabel 2. Peningkatan yang signifikan terlihat jumlah lulusan yang menyelesaikan studi di Prodi Akuntansi Unsada terjadi di tahun 2013 dengan jumlah 56 orang mahasiswa yang berhasil menyelesaikan studinya, peningkatan yang signifikan terjadi lonjakan jumlah lulusan sebesar 143% dari tahun sebelumnya hanya 23 orang. Akan tetapi di tahun 2014 terjadi penurunan sampai 25% dari tahun sebelumnya. Dengan rata-rata kelulusan 3,9 tahun. Dengan peningkatan jumlah mahasiswa yang aktif 2014 ini ditinjau dari perspektif pelayanan dengan jumlah petugas yang ada di lingkungan Fakultas Ekonomi karena prodi
~ 306 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
Akuntansi merupakan bagian yang tak terpisahkan untuk melayani seluruh mahasiswa Fakultas Ekonomi diperoleh hasil berdasarkan hasil kuisioner diperoleh hasilnya adalah kurang memuaskan. Hasil ini sebenarnya tidak mengejutkan mengingat setiap satu petugas staf di lingkungan Fakultas Ekonomi melayani lebih dari 100 mahasiswa. Jadi bilamana ingin memberikan pelayanan yang baik perlu adanya petugas yang memadai untuk meningkatkan pelayanan kepada seluruh mahasiswa. 4.3 Perspekif Proses Bisnis Internal Kualitas yang baik akan meningkatkan kepercayaan masyarakat kepada pihak universitas. Hal ini bisa dilihat dari segi kualitas sumber daya manusianya yang dihasilkan oleh lingkungan kampus khususnya prodi Akuntansi. Output yang dihasilkan sebagai lulusan juga memberikan kepuasan kepada pemakai khususnya dunia bisnis. Harapan ini akan memberikan peningkatan kualitas sumber daya manusia. Angka yang didaptkan berdasarkan survey tahun 2014 menunjukkan jumlah alumni yang bekerja sesuai dengan bidang ilmunya khususnya di bidang akuntansi sebanyak 76% . Ini menunjukkan adanya kepuasaan atas kemampuan dan kualitaas sumber daya manusia dan juga harapan sesuai dengan yang diinginkian oleh dunia bisnis. Peningkatan sumber daya manusia dengan proses tugas belajar sebagai bagian dari adanya kesempatan untuk memberikan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Dengan demikian prodi akuntansi nanti akan memiliki kesempatan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia (kualitas dosen) diharapkan memberikan kondisi yang lebih baik dibandingkan dengan pesain (competitor) univeritas lain. Bilamana peluang ini tidak dilakukan oleh pihak Prodi Akuntansi akan mengancam (threats) keberlangsungan prodi akuntansi 4.4 Persperktif Pembelajaran dan Pertumbuhan Rasio jumlah mahasiswa dengan jumlah dosen tetap di lingkungan Prodi Akuntansi selama tiga tahun periode (2012-2014) rata-ratanya 1 : 40,4. Berdasarkan Kepmendikbud N0.234/U/2000 dan SK 108/DIKTI/ Kep/ 2001 bidang IPA 1: 20, dan bidang IPS 1:30 dan sudah dilakukan perubahan mengenai rasio dosen dengan mahasiswa berdasarkan surat Edaran Dirjen Dikti No. 2920/DT/2007 menjadi standar rasio dosen tetap untuk bidang IPA dan IPS standar rasio dosen tetap : mahasiswa adalah 1 : 25. Artinya kondisi rasio dosen tetap dengan mahasiswa masih jauh dibawah ketentuan standar rasio yang telah ditetapkan
~ 307 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
berdasrkan SK No. 234/U/2000 dan SE Dikti No. 2920/DT/2007 dianggap berada masih belum memadai. Kategori ini masih belum ideal terhadap rasio jumlah mahasiswa dengan jumlah dosen kecuali di tahun 2014 terjadi peningkatan jumlah mahasiswa, maka seharusnya perlu adanya penambahan jumlah dosen tetap untuk mendapatkan rasio ideal sesuai dengan standar ketentuan yang berlaku.Sehingga beban dosen setiap untuk proses pengajaran tidak terlalu banyak. Harus ada keseimbangan sesuai dengan beban antara pengajaran, pengabdian, penelitian serta pelatihan untuk meningkatkan kualitas dan pengetahuan dosen. Ditinjau dari pelaksanaan tri darma perguruan tinggi dosen selama periode 2012-2014 untuk jumlah pengabdian masyarakat dan penelitian yang dilakukan masing-masing dosen dengan rata-rata dosen masih kurang satu penelitian, dan pengabdian per semester Hal ini perlu di analisa kembali faktor-faktor yang menjadi penyebabnya sehingga perlu adanya pengawasan internal untuk menindak lanjutinya. Pihak Fakultas harus mendorong semaksimal mungkin untuk memberikan arahan atas pengawsan internal di tinjau dari perspektif proses internal, guna menunjang kemampuan tingkat produktivitas dalam mengembangkan karya- karya ilmiah Belum idealnya rasio jumlah mahasiswa dan dosen sehubungan dengan pertumbuhan jumlah mahasiswa juga akan berimbas kepada beban dosen dalam memberikan proses pembelajaran secara maksimal.
5. Kesimpulan dan Saran 5.1. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan di atas penulis dapat menyimpulan bahwa: a) Balance scoreard dapat dijadikan sebagai salah satu indikasi untuk menilai suatu kinerja baik keuangan maupun non keuangan di lingkungan prodi akuntansi untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. b) Analisa SWOT dapat diimplemastasikan untuk balance scorecard guna menilai efektifitas kinerja prodi akuntansi. c) Peningkatan jumlah mahasiswa belum dibarengi dengan peningkatan pelayanan rasio jumlah mahasiswa dan dosen belum memenuhi standar, dan peningkatan sarana dan prasarana untuk menungjang aktivitas mahasiswa.
~ 308 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
d) Pertumbuhan kenaikan jumlah mahasiswa berpengaruh terhadap perspektif keuangan karena sumber dana univeristas adalah dari mahasiwa, sehinga diharapkan penerimaan mahasiswa selama periode tahun 2012-2014 belum sesuai dengan target yang diharapkan. 5.2 Saran a) Diharapkan adanya peningkatan kualitas sumber daya manusia untuk dapat meningkatkan daya saing dalam rangka peningkatan kualitas sumber daya manusia. b) Implementasi Balance Scorecard dapat diterapkan di lingkungan univeritas guna meningkatkan kualitas sumber daya manusia sehingga universitas memiliki suatu produk-produk unggulan yang bisa ditonjolkan yang dapat berimbas peningkatan jumlah mahasiswa.
Daftar Pustaka Chavan, M. 2009. The balance scorecard : a new challenge. www.emeraldinsight.com Dye. R.W. 2003. “Keeping Score”, CMA Management, 18 – 23 December/January. Kaplan, Robert S.Norton, David S., 2001, Balance Scorecard, Erlangga Jakarta Kaplan R.S. &
Norton, D.P. (1992). The balance scorecard – measures that drive
performance. Harvard Business Review, Vol. 70, Januari – February. Pp. 71-9. Punniyamoorthy, M, & Murali, R. 2008. Balance scorecard for the balance scorecard : a benchmarking tool. www. Emeraldinsight.com. Rangkuti, Freddy, 2014, Teknik Membedah Kasus Bisnis, Analisa SWOT, cetakan kesembilan belas Gramedia Pustaka Utama Jakarta Rangkuti, Freddy, 2014a, SWOT Balance Scorecrad, Cetakan kelima, Gramedia Pustaka Utama Jakarta. Robins, Robbins Stepen P, 2001, Organization Behaviors, Pearson Printice Hall New Jersey.Yowono, Sony, Edy Sukarno, Ichsan,M, 2004, Petunjuk Praktis Penyusunan Balance Socrecard, Gramedia Jakarta.
~ 309 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
~ 310 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
~ 311 ~
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Semester Ganjil 2014/2015
ISSN : 2337-7976 VOLUME III / NO. 1 /MARET 2015
============================================================================================================================================================================
~1~