Mantan Akuntan yang Membenahi KAI Sebelum berlabuh di KAI, Ignasius Jonan telah berkarier di industri keuangan selama 23 tahun Lama merintis karier di industri keuagnan, Ignasius Jonan akhirnya berlabuh di PT Kereta Api Indonesia (KAI). Berada di bidang yang bukan keahliannya, ia justru banyak menuai suskes dan pujian karena melakukan perhaikan dan pembenahan di AKI. Tak bisa dipungkiri, layanan KAI saat ini cukup memuaskan. Jonan pun memanen banyak penghargaan. Ranimay Syarah Nassar, Havid Vebri, Petrus Dabu MENJADI Direktur Utama (Dirut) PT Kereta Api Indonesia (KAI) tidak pernah terlintas dalam benak Ignasius Jonan. Ia mengaku sempat bingung dan ragu saat pemerintah memintanya mengemban jabatan sebagai Dirut KAI pada 2009 silam. Permintaan itu disampaikan langsung olah Menteri Negara BUMN yang saat itu masih dijabat oleh Sofyan Djalil. “Awalnya saya sempat bingung dan ragu dengan tawaran itu, karena saya tidak memiliki pengalaman di bidang ini,” kata Jonan kepada KONTAN, di sela-sela kegiatan inspeksi lapangan yang dilakukannya di Stasiun Tanah Abang belum lama ini. Ia juga ragu pemerintah bakal mendukung inovasi yang akan dia lakukan dalam membenahi KAI. Namun, setelah melalui proses perenungan yang mendalam, akhirnya ia menerima tawaran itu dengan mantap. “Akhirnya saya terima tawaran Pak Djalil karena kereta api ini penting sebagai angkutan darat andalan,” ungkapnya. Jonan mengisahkan, setelah menerima tawaran itu tak ada lagi keragu-raguan. “Saya yakin dan mantap,” cetusnya. Sekali pun tidak memiliki pengalaman, ia optimistis bisa mengatasi persoalan di KAI sambil jalan. Baginya, tidak ada yang tidak bisa dipelajari, termasuk persoalan di dunia perkeretaapian. Ia pun berjuang mengatasi rasa takut dan keraguan itu dengan terus belajar. “Saya yakin bisa belajar cepat karena barangnya kan kelihatan,” katanya. Sejak awal, ia sadar bahwa KAI merupakan transportasi missal yang menjadi andalan masyarakat. Namun, sebagai transportasi publik, saat itu KAI, termasuk kereta api Jabodetabek (kini KRL Commuter Line) dihadapkan pada banyak sekali persoalan yang membuat perusahaan ini kerap dicaci maki oleh masyarakat.
Jadwal yang sering molor, penumpang berjubel, pelayanan dan sarana prasarana di bawah standar, stasiun kumuh hingga maraknya pedagang asongan yang bebas keluar masuk gerbong kereta. Situasi itulah yang harus dihadapi oleh Jonan saat pertama kali menjabat Dirut KAI. Kendati sadar akan besarnya tugas dan tanggung jawab membenahi KAI, Jonan optimistis bisa mengatasi semua problem yang melingkupi KAI. Sebagai pemimpin, ia justu tertantang menjadikan KAI sebagai transportasi publik yang benar-benar menjadi pilihan utama masyarakat. “KAI itu simbul pelayanan publik,” ucapnya.
Karier di industri keuangan Latar belakang Jonan sebelumnya memang tidak pernah bersentuhan dengan dunia transportasi, terlebih KAI. Sebelum bergabung di KAI, Jonan lama malang melintang di industri keuangan, sesuai dengan disiplin ilmu yang dimilikinya. Selama kuliah, ia memang focus menekuni disiplin ilmu di bidang keuangan. Sejak lulus dari Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Airlangga, Surabaya, Jonan terus mendalami bidang ekonomi. Tak terkecuali di dunia profesi. Lulus kuliah dari Airlangga tahun 1986, ia langsung bekerja sebagai akuntan di Arthur Andersen, perusahaan jasa akuntansi di Amerika Serikat. “Saya bekerja dari staf,” ujarnya. Pria kelahiran Singapura ini lama meniti karier di industri keuangan di Amerika Serikat. Hingga akhirnya tahun 1990 ia pulang ke Indonesia dan bergabung di Citibank, menjabat sebagai Direktur Private Equity Service selama dua tahun. Dari Citibank, ia lalu berlabuh di PT Bahana Pembina Usaha Indonesia dengan menjabat sebagai Direktur Utama. Perusahaan pelat merah ini begerak di bidang pengembangan sektor riil melalui pembiayaan kepada Usaha Mikro, Kecil, Menengah dan Koperasi. “Jadi saya sebelum di KAI sudah pernah menjadi Dirut di BMUN, “ ujarnya.
Tidak mudah melakukan perbaikan dan pembenahan di KAI, khususnya Commuter Line. Ia memimpin PT Bahana mulai tahun 2001 sampai 2006. Lepas dari Bahana ia kembali ke Citibank dengan menjabat Managing Director and Head of Indonesia Investment Banking Citi.
Selama berkarier di industri keuangan, Jonan terus menimba ilmu dari sejumlah universitas ternama di Negeri Uwak Sam. Antara lain Columbia University dan Harvard Kennedy School of Government di bidang ekonomi dan bisnis. Dengan bekal pengalaman memimpin sejumlah industri keuangan serta pendidikan tinggi, tentunya tidak sulit bagi lelaki kelahiran Singapura ini untuk menyusun konsep perubahan di KAI.
Memimpin KAI Jonan resmi dilantik menjabat Dirut KAI untuk pertama kalinya pada 25 Februari 2009. Di bawah kendalinya, pembenahan demi pembenahan terus dilakukan. Hasilnya, dalam waktu yang terbilang sangat cepat, PT KAI sudah berubah wajah 180 derajat. Secara blak-blakan ia membeberkan, sebelum dirinya bergabung, banyak terjadi praktik kecurangan di KAI. “Teman-teman di KAI gajinya rendah, ya, wajar saja jika gaji rendah sulit untuk disiplin. Kesejahteraan karyawan harus diperbaiki dulu, “kata Jonan. Menurut dia, gaji masinis saat itu hanya Rp 3,5 juta. Padahal, gaji ideal seorang masinis minimal Rp 10 juta. Peningkatan kesejahteraan karyawan ini dibarengi dengan peningkatan disiplin kerja di lingkup karyawan. Bila dulu, kata Jonan, toleransi atas setiap pelanggaran karyawan KAI tergolong longgar, maka di masanya diperketat. “Kalau perlu dipecat,” tegasnya. Menurut dia, sikap tegas itu efektif menumbuhkan budaya tertib dan profesionalitas karyawan. Selain membenahi manajemen karyawan, ia juga focus membenai pelayanan dan sarana-prasarana KAI. Ada banyak terobosan yang dilakukannya. Khusus untuk KRL Commuter Line, misalnya, semua stasiun sudah bersolek cantik, bebas asap rokok, gelandangan, dan pedagang kaki lima. Halaman stasiun juga bisa dimanfaatkan penumpang untuk memarkir kendaraan. KRL, Commuter Line juga kini bebas dari penumpang atapers, sebutan untuk penumpang di ataf kereta. Bagi Jonan, menghilangkan atapers merupakan pengalman paling berkesan selama ia memimpin KAI. Selain itu masih banyak lagi perbaikan yang berhasil dilakukannya. Antara lain penerapan sistem ticketing yang semakin mempermudah penumpang. “Tidak mudah melakukan semua perbaikan itu,” uajrnya.
Layanan kereta api dari Jakarta menuju beberapa wialyah di Jawa Tengah dan Jawa Timur juga banyak mengalami peningkatan. Antara lain gerbong kini hanya diisi sesuai kapasitas kursi, AC yang sejuk dan masih banyak lagi. Khusus untuk Commuter Line, Jonan mengakui sampai saat ini penumpang masih berjubel dan gangguan sinyal. Penumpang masih berdesakan karena harga moda transportasi kereta api ini terjangkau bagi semuai lapiran masyarakat. “Kalau harga tiket Bogor-Jakarta Rp 50.000 pasti tidak berjubal. Ini Faktor harga,” ujarnya. Atas berbagai prestasinya itu, ia beberapa kali dinobatkan sebagi CEO terbaik BUMN. Terakhir tahun lalu ia menerima penghargaan sebagai CEO Terbaik BUMN 2013, mengalahkan Dirut Pertamina Karen Agustiawan dan Dirut Bank Mandiri Budi Sadikin. Kendati kerap menyabet berbagai penghargaan, Jonan tidak lantas puas dan berpangku tangan. Ia bertekad, sebagai perusahaan transportasi missal, KAI bisa mengangkut sebanyak-banyaknya penumpang dengan sebaik-baiknya pelayanan. Jonan ingin, Commuter Line bisa mengangkut sebanyak-banyaknya penumpang. Hingga tahun 2018, ia menargetkan kereta api Commuter Line bisa mengangkut 1,2 juta penupang per hari. Untuk mencapai target itu, KAI akan menambah jumlah gerbong hingga mencapai 1.900 gerbong. Saat ini total ada 700 sampai 800 gerbong Commuter Line dengan daya angkut penumpang sebanyak 600.000-620.000 per hari Ia mengatakan, untuk mencapai daya angkut 1,2 juta penumpang per hari, KAI membutuhkan dana sekitar Rp 5 triliun. “Termasuk untuk sarana dan prasarana. Itu kira-kira ya, tapi kalau bisa kita hemat, bisa di bawah Rp 5 triliun,” ujarnya. Menurut Jonan, tartet 1,2 juta penumpang itu merupakan program strategis KAI. Makanya, segala persiapan sudah dimulai dari sekarang Jonan pun rutin terjun langsung guna memantau kesiapan sarana dan prasarana Commuter Line di lapangan. Sementara untuk perbaikan layanan kereta ke Jawa Tengah dan Jawa Timur, fokus Jonan ke depan ingin meremajakan gerbong. “Saat ini rata-rata usianya sudah mencapai 15 tahun,” katanya.
. KONTAN, Sabtu 24 Mei 2014