EVIDENCE‐BASED CASE REPORT
Manfaat Probiotik pada Penatalaksanaan Penyakit Perlemakan Hati Non Alkoholik Oleh: dr. Estie Puspitasari NPM: 0906646712 PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS I DIVISI HEPATOLOGI ‐ DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA RUMAH SAKIT CIPTO MANGUNKUSUMO AGUSTUS 2013
BAB I PENDAHULUAN Penyakit perlemakan hati non alkoholik (non‐alcoholic fatty liver disease/NAFLD) merupakan penyakit hati yang ditandai adanya steatosis hati baik berdasarkan pencitraan ataupun histologi dan tidak ada penyebab sekunder akumulasi lemak dalam hati misalnya konsumsi alkohol yang signifikan, penggunaan obat – obatan yang steatogenik atau kelainan bawaan.1 Pada sebagian besar pasien NAFLD berhubungan dengan faktor risiko metabolik, misalnya obesitas, diabetes mellitus, resistensi insulin, dan dislipidemia.1‐3 NAFLD secara histologi dikelompokkan menjadi perlemakan hati non alkoholik (non‐alcoholic fatty liver/NAFL) dan steatohepatitis non alkoholik (non‐alcoholic steatohepatitis/NASH). NAFL didefinisikan sebagai adanya steatosis hati tanpa jejas hepatoselular, sedangkan NASH adalah steatosis hati dan inflamasi berupa jejas hepatosit dengan atau tanpa fibrosis.1
NAFLD terjadi pada berbagai usia, pada laki‐laki ataupun perempuan, dan berbagai
kelompok etnis, serta prevalensinya dilaporkan sebesar 14‐20% pada populasi umum. Pada populasi dewasa, prevalensi diperkirakan 20‐30% dan 15% di Negara Barat dan Asia.2
NAFLD merupakan salah satu sumber utama terjadinya penyakit hati kronik. Patogenesis
NAFLD masih belum jelas. Hipotesis yang sampai saat ini banyak diterima adalah the two hit theory yang diajukan oleh Day dan James. Hit pertama terjadi akibat penumpukan lemak di hepatosit yang dapat terjadi karena berbagai keadaan seperti obesitas, diabetes melitus, dan dislipidemia. Seperti diketahui bahwa dalam keadaan normal, asam lemak bebas dihantarkan memasuki organ hati lewat sirkulasi darah arteri dan portal. Di dalam hati, asam lemak bebas akan mengalami mekanisme lebih lanjut, seperti proses re‐esterifikasi menjadi trigliserida atau digunakan menjadi pembentukan lemak lainnya. Adanya peningkatan massa jaringan lemak tubuh, khususnya pada obesitas sentral, akan meningkatkan penglepasan asam lemas bebas yang kemudian menumpuk di dalam hepatosit. Bertambahnya asam lemak bebas di dalam hati akan meningkatkan oksidasi dan esterifikasi lemak. Proses ini terfokus di mitokondria sel hati sehingga pada akhirnya akan menimbulkan kerusakan mitokondria itu sendiri. Inilah yang disebut sebagai hit kedua. Peningkatan stres oksidatif sendiri dapat juga terjadi karena resitensi insulin peningkatan konsentrasi endotoksin di hati, peningkatan aktivitas uncoupling protein mitokondria, peningkatan aktivitas sitokrom P‐450 2E1, peningkatan cadangan besi, dan menurunnya aktivitas anti oksidan. Ketika stres oksidatif yang terjadi di hati melebihi kemampuan perlawanan anti oksidan, maka aktivitas sel stelata dan sitokin pro inflamasi akan berlanjut dengan inflamasi progresif, pembengkakan hepatosit dan kematian sel, serta fibrosis.2,4,5 Studi terkini menunjukkan kemungkinan peran mikroflora usus yang tumbuh berlebihan EBCR: Manfaat Probiotik pada Penatalaksanaan Penyakit Perlemakan Hati Non Alkoholik Estie Puspitasari
1
dalam perkembangan NAFLD. Produk fermentasi mikroflora usus seperti etanol, amoniak, dan asetaldehid dimetabolisme di hati. Lipopolisakarida dari bakteri gram negatif melepaskan endotoksin yang menginduksi pembentukan dan sekresi sitokin dari hati. Hal tersebut diperkirakan dapat menimbulkan jejas dan fibrosis hati.2
Belum ada terapi yang efektif untuk NAFLD. Modifikasi faktor risiko, seperti obesitas,
hiperlipidemia, kontrol diabetes, umumnya direkomendasikan.2,4,6 Probiotik digunakan sebagai faktor biologi yang efektif untuk modulasi mikroflora usus dan diperkirakan dapat memperbaiki fungsi hati termasuk pada NAFLD.2 Probiotik sendiri merupakan mikroorganisme hidup yang dalam jumlah adekuat memberikan manfaat pada tubuh pejamu.7 Akan tetapi uji eksperimental maupun uji klinis mengenai manfaat probiotik pada penatalaksanaan NAFLD masih terbatas.2
Gambar 1. Mekanisme yang terlibat dalam patogenesis NAFLD dan kemungkinan aksi terapeutik probiotik (tanda silang).5
EBCR: Manfaat Probiotik pada Penatalaksanaan Penyakit Perlemakan Hati Non Alkoholik Estie Puspitasari
2
8
Gambar 2. Mekanisme seluler probiotik di hati. Makalah ini akan menyajikan sebuah kasus pasien dengan perlemakan hati non alkoholik sebagai pemicu pengkajian terhadap penelitian‐penelitian manfaat probiotik pada penatalaksanaan NAFLD.
EBCR: Manfaat Probiotik pada Penatalaksanaan Penyakit Perlemakan Hati Non Alkoholik Estie Puspitasari
3
BAB II ILUSTRASI KASUS Seorang laki‐laki usia 59 tahun dirawat di ruang rawat Neurologi RSCM dengan low back pain (LBP) dikonsul ke divisi Hepatologi karena keluhan perut begah kurang lebih 2 minggu. Pasien tidak ada demam, mual, muntah, nyeri ulu hati, kuning, keluhan gangguan BAB dan BAK. Pasien menyatakan tidak ada riwayat sakit kuning sebelumnya baik pada pasien maupun keluarga. Pasien juga tidak ada riwayat konsumsi alkohol, merokok, transfusi, IVDU, promiskuitas atau tato.
Pada pemeriksaan tanda vital didapatkan hipertensi, sedangkan IMT pasien 26,9 kg/m2.
Pemeriksaan fisik lainnya pada pasien didapatkan kesan dalam batas normal. Pemeriksaan elektrokardiogram dan pemeriksaan radiologis foto polos dada didapatkan hasil dalam batas normal. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan adanya dislipidemia, sedangkan pemeriksaan darah perifer lengkap, fungsi hati, fungsi ginjal, elektrolit, gula darah dalam batas normal. Pemeriksaan serologi virus hepatitis didapatkan hasil nonreaktif.
Pasien lalu menjalani pemeriksaan ultrasonografi dan didapatkan kesan perlemakan hati.
Pasien didiagnosis dengan LBP, hipertensi, dislipidemia dan NAFLD. Pasien mendapat terapi durogesic patch 12,5 mcg/72 jam, captopril 3 x 12,5 mg, simvastatin 1 x 20 mg, dan vitamin E 1 x 400 IU.
EBCR: Manfaat Probiotik pada Penatalaksanaan Penyakit Perlemakan Hati Non Alkoholik Estie Puspitasari
4
BAB III METODE 3.1 Masalah Klinis Dalam keadaan demikian, apakah dapat dipertimbangkan pemberian probiotik sebagai bagian dari penatalaksanaan NAFLD? 3.2 Metode Penelusuran Prosedur pencarian literatur untuk menjawab masalah klinis tersebut adalah dengan menyusuri pustaka secara on‐line dengan menggunakan instrumen pencari PubMed, Cohrane Central Register of Controlled Trrials databases dan Science Direct. Kata kunci yang digunakan adalah: “probiotics” AND “non‐alcoholic fatty liver disease” OR “NAFLD” OR “non‐alcoholic steatohepatitis” OR “NASH” OR “fatty liver” dengan menggunakan batasan publikasi bahasa Inggris antara tahun 2004‐2013. Penelusuran lebih lanjut dilakukan secara manual pada daftar pustaka yang relevan.
Pada penelusuran awal didapatkan 55 artikel. Kriteria inklusi meliputi jenis publikasi (studi
observasional, studi kohort, RCT, meta‐analisis), berhubungan dengan masalah klinis, dan subjek penelitian (manusia). Berdasarkan kriteria inklusi tersebut didapatkan 3 buah artikel, yang terdiri dari 1 studi uji klinis tanpa randomisasi (Loguercio, 2005)9, 1 studi pendahuluan uji klinis acak tersamar ganda/double blind RCT (Aller, 2011)3, dan 1 studi double blind RCT (Shavakhi, 2013)6. Ketiga jenis studi tersebut menggunakan jenis probiotik yang berbeda sehingga dimasukkan dalam pengkajian makalah ini (gambar 3).
55 artikel
52 artikel tidak memenuhi kriteria inklusi
3 artikel
Gambar 3. Skema proses pencarian dan pemilihan artikel. EBCR: Manfaat Probiotik pada Penatalaksanaan Penyakit Perlemakan Hati Non Alkoholik Estie Puspitasari
5
3.3 Telaah Kritis Dalam melakukan telaah kritis terhadap studi yang diperoleh dilakukan penilaian terhadap validitas, hasil, serta kemamputeraan uji klinis.10 Tabel 1. Telaah kritis terhadap artikel uji klinis. Studi
Loguercio (2005)
Aller (2011)
Shavakhi (2013)
Penilaian Validitas
Randomisasi
Tidak
Ya
Ya
Kelompok setara
Tidak
Ya
Ya
Penyamaran
Tidak
Ya
Ya
Diperlakukan sama
Ya
Ya
Ya
Semua dianalisis
Ya
Ya
Ya
N/A
N/A
Ya
Hasil
NNT
Kemamputerapan
Karakteristik
Ya
Ya
Ya
pasien mirip
Tidak
Belum tentu
Belum tentu
Terapi tersedia, terjangkau,
diterima pasien
EBCR: Manfaat Probiotik pada Penatalaksanaan Penyakit Perlemakan Hati Non Alkoholik Estie Puspitasari
6
BAB IV HASIL Loguercio et al pada tahun 2005 mengadakan studi untuk mengevaluasi apakah terapi jangka panjang dengan probiotik mempengaruhi kadar sitokin plasma dan parameter stres oksidatif/nitrosatif, sekaligus kerusakan hati, pada pasien dengan berbagai jenis penyakit hati kronik. Sejumlah 22 pasien NAFLD dan 20 pasien dengan sirosis hati alkoholik (AC) dibandingkan dengan pasien hepatitis C kronik tanpa (20, CC) atau dengan (16, CH) sirosis. Semua pasien diterapi dengan VSL#3. Pemeriksaan fungsi hati, kadar plasma TNF‐α, IL‐6 dan 10, malondialdehyde (MDA), dan 4‐ hydroxy‐nonenal (4‐HNE), S‐nitrosothiols (S‐NO) dilakukan pada hari ‐30, 0, 90, dan 120. Dari penelitian tersebut didapatkan efek yang berbeda dari berbagai kelompok penyakit hati kronik tersebut. Pada kelompok NAFLD dan AC, terjadi perbaikan kadar plasma MDA dan 4‐HNE (gambar 4), sedangkan sitokin hanya membaik pada kelompok AC. Pada pasien dengan hepatitis C tidak didapatkan efek‐efek tersebut. Pemeriksaan fungsi hati dan kadar plasma S‐NO membaik pada akhir terapi pada semua kelompok (gambar 5).9
Gambar 4. Efek terapi VSL#3 terhadap kadar plasma MDA dan 4‐HNE (rerata ± SD; ng/mL) pada kelompok NAFLD dan AC (*p<0,01 vs hari ke‐0) (Nilai normal MDA 0,11±0,04 dan 4‐HNE 0,13±0,03).9 Aller et al pada tahun 2011 mempublikasikan studi untuk mengevaluasi efek dari terapi jangka pendek dengan campuran Lactobacillus bulgaris dan Streptococcus thermophilus per hari selama 3 bulan pada pasien dengan NAFLD. Studi tersebut merupakan studi pendahuluan dengan metode double blind RCT. Sejumlah 30 pasien NAFLD (didiagnosis berdasarkan biopsi hati) ikut serta dalam penelitian. Sebanyak 28 pasien mengikuti penelitian hingga selesai. Kelompok I mendapat tablet berisi 500 juta Lactobacillus bulgaris dan Streptococcus thermophilus satu kali per hari, sedangkan kelompok II mendapat tablet plasebo berisi 120 mg tepung. Pada kelompok I, ALT (67,7±25,1 vs 60,4±30,4 UI/L; p<0,05), AST (41,3±15,5 vs 35,6±10,4 UI/L; p<0,05), dan ɣGT EBCR: Manfaat Probiotik pada Penatalaksanaan Penyakit Perlemakan Hati Non Alkoholik Estie Puspitasari
7
(118,2±63,1 vs 107,7±60,8 UI/L; p<0,05) mengalami penurunan. Pada kelompok II, parameter fungsi hati tersebut tidak mengalami perubahan. Parameter antropometrik dan faktor risiko kardiovaskular tidak berubah setelah terapi pada kedua kelompok.3
Gambar 5. Efek terapi VSL#3 terhadap kadar plasma S‐NO (rerata ± SD; µmol/L) pada berbagai kelompok (°p<0,01 dan *p<0,05 vs hari ke‐0) (Nilai normal S‐NO 7,4±1,5).9
Pada studi Shavakhi et al yang dipublikasi tahun 2013 dilakukan evaluasi terhadap efek
metformin dengan dan tanpa suplementasi probiotik pada kadar aminotransferase hati pasien NASH dengan metode double blind RCT. Sebanyak 64 pasien usia 18‐75 tahun dengan NASH (ditegakkan berdasarkan biopsi) ikut serta dalam penelitian ini. Kelompok I mendapat probiotik (Protexin 2 x 1) dan metformin 2 x 500 mg (Met/Pro), sedangkan kelompok II mendapat metformin 2 x 500 mg dan plasebo 2 x 1 (Met/P). Setelah 6 bulan, dievaluasi kadar ALT, AST serta derajat NASH berdasarkan USG (tabel 2 dan 3, gambar 6 dan 7).6 Tabel 2. Efek 6 bulan terapi terhadap aminotransferase.6
EBCR: Manfaat Probiotik pada Penatalaksanaan Penyakit Perlemakan Hati Non Alkoholik Estie Puspitasari
8
Tabel 3. Efek 6 bulan terapi terhadap parameter klinis dan biokimia.6
6
Gambar 6. Derajat steatosis berdasarkan USG sebelum intervensi. EBCR: Manfaat Probiotik pada Penatalaksanaan Penyakit Perlemakan Hati Non Alkoholik Estie Puspitasari
9
6
Gambar 7. Derajat steatosis berdasarkan USG setelah 6 bulan terapi (p=0,01).
EBCR: Manfaat Probiotik pada Penatalaksanaan Penyakit Perlemakan Hati Non Alkoholik Estie Puspitasari
10
BAB V DISKUSI Hasil studi Loguercio et al (2005) menunjukkan bahwa manipulasi flora usus dengan VSL#3 menghasilkan efek menguntungkan yang signifikan pada pasien dengan berbagai jenis dan derajat penyakit hati kronik.9 Pada NAFLD, mikroflora usus berkontribusi terhadap onset dan progresivitas kerusakan hati kronik melalui translokasi endotoksin dari lumen usus ke sirkulasi mesenterik dan limfatik serta melalui produksi etanol dan asetaldehid dari lumen mengikuti fermentasi diet karbohidrat. Endotoksin mengaktifkan sel Kupffer di hati dan meningkatkan produksi TNF‐α dan IL‐6. Sitokin tersebut terlibat dalam sintesis protein fase akut dan mengaktifkan produksi TGF‐β, yang berperan dalam timbulnya fibrosis hati. Peningkatan sitokin pro inflmasi menyebabkan menurunnya sitokin anti inflamasi dan hepatoprotektor, misalnya IL‐10.3,9
Studi oleh Aller et al (2011) mendukung hasil penelitian dari Loguercio (2005) dimana pada
studi tersebut didapatkan perbaikan kadar ALT, AST, dan ɣ‐GT.3 Walaupun probiotik diperkirakan dapat mengurangi faktor‐faktor proinflamasi, pada kedua studi didapatkan tidak ada perubahan kadar TNF‐α dan IL‐6.3,9 Hal tersebut mungkin disebabkan bahwa efek menguntungkan probiotik bukan sekunder terhadap produksi interleukin tetapi mengurangi endotoksin yang memediasi kerusakan hati.3 Penurunan kadar stres oksidatif/nitrosatif juga mungkin menjelaskan perbaikan fungsi hati dengan pemberian probiotik.3,9
Pada studi Shavakhi et al (2013) didapatkan tidak hanya perbaikan ALT dan AST, tetapi juga
perbaikan hasil USG serta penurunan bermakna IMT, trigliserida, dan kolesterol pada pasien NASH yang mendapat probiotik dan metformin. Hasil penelitian ini membuka wacana untuk dilakukan studi yang lebih besar dengan target akhir terapi berupa pemeriksaan histologik pada pasien NASH.6
EBCR: Manfaat Probiotik pada Penatalaksanaan Penyakit Perlemakan Hati Non Alkoholik Estie Puspitasari
11
BAB VI KESIMPULAN Berdasarkan penelitian‐penelitian yang ada, pemberian probiotik pada pasien NAFLD mungkin bermanfaat. Akan tetapi dibutuhkan uji klinis dengan jumlah sampel yang lebih besar dan rentang waktu yang lebih lama untuk mengevaluasi manfaat sekaligus efek samping probiotik pada penatalaksanaan NAFLD. Selain itu, pada terapi dengan probiotik penting diperhatikan strain, lama terapi, serta kombinasi probiotik dengan obat lain.
EBCR: Manfaat Probiotik pada Penatalaksanaan Penyakit Perlemakan Hati Non Alkoholik Estie Puspitasari
12
Daftar Pustaka 1. Chalasani N, Younossi Z, Lavine JE, Diehl AM, Brunt EM, Cusi K, et al. The diagnosis and management of non‐alcoholic fatty liver disease: practice guideline by the American Association for the Study of the Liver Diseases, American College of Gastroenterology, and the American Gastroenterological Association. HEPATOLOGY 2012;55(6):2005‐2023. 2. Kelishadi R, Farajian S, Mirlohi M. Probiotics as a novel treatment for non‐alcoholic fatty liver disease; a systematic review on the current evidences. Hepat Mon 2013;13(4):e7233. 3. Aller R, De Luis DA, Izaola O, Conde R, Gonzales Sagrado M, Primo D, et al. Effect of a probiotic on liver aminotransferases in nonalcoholic fatty liver disease patients: a double blind randomized clinical trial. Eur Rev Med Pharmacol Sci 2011;15(9):1090‐1095. 4. Hasan I. Perlemakan hati non alkoholik. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid I edisi V. Jakarta: Interna Publishing; 2009. Hal. 695‐701. 5. Abenavoli L, Scarpellini E, Rouabhia S, Balsano C, Luzza F. Probiotics in non‐alcoholic fatty liver disease: which and when. Annals of Hepatology 2013;12(3):357‐363. 6. Shavakhi A, Minakari M, Firouzian H, Assali R, Hekmatdoost A, Gordon F. Effect of a probiotic and metformin on liver aminotransaferases in non‐alcoholic steatohepatitis: a double blind randomized clinical trial. International Journal of Preventive Medicine 2013;4(5):531‐537. 7. Araya M, Morelli L, Reid G, Sanders ME, Stanton C, Pineiro M, et al. Guidelines for the evaluation of probiotic in food. Joint FAO/WHO Working Group Report on Drafting Guidelines for the Evaluation of Probiotics in Food, London (ON, Canada) 2002. 8. Iacono A, Raso GM, Canani RB, Calignano A, Meli R. Probiotics as an emerging therapeutic strategy to treat NAFLD: focus on molecular and biochemical mechanisms. Journal of Nutritional Biochemistry 2011;22:699‐711. 9. Loguercio C, Federico A, Tuccillo C, Terracciano F, D’Auria MV, De Simone C, et al. Beneficial effects of a probiotic VSL#3 on parameters of liver dysfunction in chronic liver diseases. J Clin Gastroenterol 2005;39(6):540‐543. 10. Sastroasmoro S. Telaah kritis makalah kedokteran (2). Dalam: Sastroasmoro S, Ismael S, editor. Dasar‐dasar Metodologi Penelitian Klinis edisi IV. Jakarta: Sagung Seto; 2011. Hal. 469‐480.
EBCR: Manfaat Probiotik pada Penatalaksanaan Penyakit Perlemakan Hati Non Alkoholik Estie Puspitasari
13